Upload
lynga
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
TRP-227
PERILAKU PENGGUNA JALAN YANG MENDUKUNG KESELAMATAN DI JALAN
RAYA: STUDI KOMPARASI ANTAR DAERAH DI DIY
Poei Eliza Purnamasari1
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan teknologi kendaraan; peningkatan jumlah penduduk dan derap kehidupan yang serba
cepat berpengaruh pada perilaku pengguna jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penelitian
ini menggunakan questioner ingin mengetahui apakah ada perbedaan perilaku responden dari
masing-masing daerah dalam wilayah (DIY). Penyebaran questioner kepada pelajar; mahasiswa dan
masyarakat. setelah data dianalisis, dapat disimpulkan : Faktor utama pelaksanaan tertib lalu lintas
yang baik di DIY, adalah a) Penerapan sanksi / hukuman secara konsekuen, b) Cara memperoleh
SIM, apakah sudah sesuai dengan prosedur, c) Rambu, marka & APILL lengkap, berkualitas baik
& terawat. Kecelakaan yang pernah dialami responden di semua wilayah DIY adalah tabarakan
dengan sepeda motor. Sebab utama kecelakaan di semua wilayah DIY kecuali Bantul adalah
“Kurang konsentrasi”; “Pengereman mendadak” (di Bantul). Waktu kecelakaan tertinggi
Yogyakarta; Sleman dan Bantul terjadi pada “siang hari”. di Gunungkidul dan Kulonprogo pada
“malam hari” . Faktor penyebab kecelakaan di semua wilayah DIY : “Jalanan yang licin” dan
“Permukaan jalan yang berlubang”. Sikap responden terhadap adanya telp / SMS yang masuk saat
berkendara di semua wilayah DIY yaitu “Mencari tempat aman, menepikan kendaraan, kemudian
memeriksa telpon/SMS”. Mengenai responden melakukan pelanggaran APILL, sikap di semua
wilayah DIY sama : “Tergesa-gesa karena hampir terlambat ke tempat tujuan”. Alasan orang tidak
mematuhi rambu/marka jalan, disemua wilayah DIY sama : “Tidak adanya polisi yang mengawasi”
dan “Terburu-buru”. Sikap responden dalam berkendaraan saat emosi tidak stabil, di Kulonprogo &
Gunungkidul: “Menambah kecepatan kendaraan”. Jawaban di semua wilayah DIY sama untuk
“kapan Responden melakukan pelanggaran rambu/marka jalan ” : “Tidak ada polisi yang
mengawasi”.
Kata kunci: perilaku, komparasi, keselamatan, pengguna jalan
1. PENDAHULUAN
Sebagai kota Pelajar dan daerah tujuan wisata setelah pulau Bali, Yogyakarta banyak dihuni oleh pelajar, mahasiswa
maupun turis baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Mereka tinggal dan beraktifitas atau mengunjungi
daerah wisata di berbagai kabupaten/ kota Yogyakarta dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan
teknologi moda transportasi baik di udara, air maupun darat tiada hentinya, terutama yang akan dibahas disini adalah
moda darat, dari yang dikayuh sendiri sampai bertenaga gerak motor seperti kendaraan bermotor baik yang beroda
dua maupun roda empat mengalami peningkatan kemampuan geraknya yang semakin tinggi kecepatannya dan
hemat energi; peningkatan jumlah penduduk dan derap kehidupan saat ini yang serba cepat akan mempengaruhi
gaya hidup, perilaku pengguna jalan dalam mobilitas mereka sehari-hari. Jumlah kendaraan meningkat terus dari
tahun ke tahun, lebih dari 26 ribu sepeda motor ada di Yogyakarta saat ini, padahal pertumbuhan jumlah panjang
jalan di Yogyakarta tidak secepat pertumbuhan jumlah sepeda motor. Akibatnya lalu lintas kendaraan bermotor
yang ada di jalan raya semakin padat dari hari ke hari. Banyak pengguna jalan kehilangan kesabaran dan berusaha
secepat mungkin terlepas dari suasana terjebak oleh kemacetan di jalan raya, berbagai macam tindakan mereka
lakukan misalnya, mengendarai kendaraan di atas trotoar; melanggar rambu larangan dengan mengendarai sepeda
motor melawan arus. Perilaku pengguna jalan yang tidak tertib lalu lintas dapat membahayakan mereka sendiri dan
juga dapat membahayakan pengguna jalan yang lain. Makalah ini merupakan bagian dari penelitian Hibah Bersaing
yang berjudul ”Perilaku Pengguna Jalan dalam menuju Keselamatan dan Etika berlalu lintas di Daerah Istimewa
Yogyakarta” yang dilakukan di 4 kabupaten dan 1 kota dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
TRP-228
2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dalam makalah ini adalah : Apakah ada perbedaan mengenai perilaku pengguna jalan yang
diwakili oleh responden dari masing-masing daerah kabupaten (Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo dan Sleman) dan
kota Yogyakarta dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ?
3. TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku manusia
Menurut Heinrich (1990) perilaku manusia dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tampak jelas dan yang
tersembunyi. Perilaku yang tampak jelas dapat di observasi, sedangkan perilaku yang tersembunyi hanya dapat
dipelajari secara deduksi dari perilaku external. Menurut Rasmussen dalam Heinrich (1990) perilaku dapat
dikendalikan dalam beberapa tingkat berdasarkan fungsinya yang berlandaskan kepada ketrampilan, peraturan dan
perilaku yang berdasarkan pada pengetahuan.
Menurut Khisty (1997) Kepribadian pengemudi adalah pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan kemam-
puan alami pengemudi, kemampuan untuk belajar, motif dan sikapnya. Mengemudi yang baik tidak memerlukan
kemampuan alami yang luar biasa. Tes fisik dan psikologis dapat mengungkapkan kebutuhan alat bantu mekanis
dan visual untuk memperbaiki kekurangan manusia yang paling alami. Di sisi lain, kemampuan belajar pengemudi
harus diperoleh melalui studi dan praktik, dan kemahiran ini dapat diuji untuk menunjukkan adanya
kekurangan.Untuk memahami mengapa pengemudi berperilaku seperti yang mereka lakukan dapat diketahui dari
motif dan sikap mereka. Sikap sering menentukan bagaimana pengemudi bereaksi terhadap situasi berkendara.
Motif dapat dikaitkan dengan ketakutan akan luka, takut akan kritik, dan rasa tanggung jawab sosial. Kepribadian
mengemudi bisa dimodifikasi secara serius dan cepat dengan penggunaan alkohol, narkotika, dan obat-obatan.
Penyakit, kelelahan, dan ketidaknyamanan bisa sangat mengganggu efisiensi berkendara.
Menurut Psikolog Keselamatan (Goldenson) dalam Rahmawati (1998) ada ciri-ciri kepribadian tertentu yang dapat
mengarah kepada perilaku membahayakan keselamatan. Hal ini bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi
juga dapat membahayakan orang lain atau masyarakat pengguna jalan. Ciri-ciri tersebut antara lain : 1) Kurang
rasa tanggung jawab. Ciri tersebut sering terdapat pada usia remaja sekitar usia 18 – 20 tahun. Menurut Smither
dalam Rahmawati, (1998) korban lalu-lintas kebanyakan pada usia remaja dan mereka yang belum menikah.
Kebanyakan dengan ciri-ciri : ceroboh serta kurang mampu menghadapi bahaya. 2) Sifat ego sentris. Sifat
mementingkan diri sendiri dan kurang memperhatikan/ kurang menghargai orang lain, sehingga dalam berlalu-
lintas mudah menimbulkan kecelakaan, karena semua yang ada disekitarnya dianggap hanya untuk kebutuhan
dan kepentingannya sendiri. 3) Agresif. Ciri-cirinya adalah : kurang sabar; penuh rasa persaingan; mudah
menyerang dan menyalahkan orang lain, sehingga kendaraan yang dikendarai dapat digunakan sebagai alat untuk
melampiaskan nafsu agresifnya untuk menyerang orang lain, sehingga mudah terjadi kecelakaan. 4) Emosi yang
kurang stabil. Ciri-cirinya adalah : pribadinya kurang matang, mudah tersinggung dan kurang dapat
mengendalikan amarahnya. Penelitian Sargent dalam Rahmawati, (1998) menunjukkan bahwa pengemudi truk
yang memiliki emosi yang stabil mempunyai taraf kecelakaan yang rendah. 5) Rasa percaya diri yang berlebihan.
Orang jenis ini merasa mampu mengatasi semua rintangan dan cenderung mudah mengabaikan peraturan,
mengabaikan rambu-rambu lalu lintas dan mengendarai kendaraan dalam kecepatan tinggi, kendaraan yang
dikendarai berjarak terlalu dekat dengan kendaraan di depannya, saat kendaraan di depannya mengerem mendadak
akan mudah sekali terjadi kecelakaan. 6) Keadaan temporer lainnya seperti stress, cemas, depresi, bosan dapat
menimbulkan kecelakaan bagi pengemudi, karena konsentrasi dan rasa waspada menjadi berkurang. Keadaan
jasmani seperti sakit, lelah, haus juga dapat mengganggu konsentrasi pengemudi.
Pengguna jalan dan jalan raya
Menurut Kusmagi (2010) Jalan raya adalah ruang publik yang digunakan oleh beragam manusia dengan berbagai
karakter, sehingga ruang publik tidak bisa dimonopoli oleh segelintir orang. Semua harus bisa saling menghargai
dan berbagi penggunaan jalan raya. Menghargai pengguna jalan yang lain tidak bisa dilakukan tanpa tahu aturan
dan etika yang ada saat seseorang menggunakan jalan. Menurut UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan pasal 1 ayat 27: Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Menurut pasal 1 ayat 24 : Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia
dan/atau kerugian harta benda. Pasal 105 berbunyi : Setiap orang yang menggunakan jalan wajib: a) berperilaku
tertib, b) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu-lintas dan
angkutan jalan atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan
TRP-229
Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
Pasal 1 ayat 31: Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari
risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
Rambu, Marka dan Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas (APILL)
Menurut pasal 1 ayat 17 : Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka,
kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna
Jalan. Pasal 1 ayat 18: Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan
yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang
yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas. Pasal 1 ayat 19:
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat
dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada
ruas Jalan.
4. METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan umum dalam penelitian ini adalah pendekatan eksploratif, pengolahan data dengan statistik deskriptif.
Menurut Nurgiyantoro (2000) Statistik deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan informasi hanya
mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis dan kemudian menarik inferensi yang
digeneralisasikan untuk data yang lebih besar atau populasi. Statistik deskriptif “hanya” dipergunakan untuk
menyajikan dan menganalisis data agar lebih bermakna dan komunikatif dan disertai penghitungan-penghitungan
“sederhana” yang bersifat lebih memperjelas keadaan dan atau karakteristik data yang bersangkutan. Pengambilan
data primer dengan cara penyebaran minimal 1000 set questioner untuk seluruh DIY. Tiap Kabupaten di sebar
sebanyak 200 questioner dengan sasaran murid SMA negeri dan murid SMA swasta, mahasiswa dan masyarakat
umum. Dilakukan pula pengamatan langsung perilaku pengguna jalan di jalan raya.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah 1000 questioner disebar di 4 kabupaten dan 1 kota di dalam wilayah DIY, Dalam 10 pertanyaan ini, tiap
responden boleh menjawab lebih dari satu pilihan yang ada. Data ditabulasi dan dicari persentase dari masing-
masing pertanyaan serta ditampilkan dalam bentuk grafik. Adapun hasilnya sebagai berikut :
Gambar 1. Keterkaitan pelaksanaan tertib lalu lintas yang baik di DIY
Keterangan gambar 1 : a) Penerapan sanksi / hukuman secara konsekuen, b) Cara memperoleh SIM, apakah sudah
sesuai dengan prosedur, c) Rambu, marka dan APILL yang lengkap, berkualitas baik dan terawat, d)Latar belakang
keluarga si pengemudi, e) Latar belakang adat istiadat si pengemudi, f) Latar belakang pendidikan si pengemudi, g)
Usia si pengemudi, h) Keahlian si pengemudi, i) Pengalaman mengemudi, j) lainnya....
TRP-230
Dari gambar 1 Keterkaitan pelaksanaan tertib lalu-lintas yang baik di DIY, pilihan responden tertinggi ke 1 jatuh
pada pilihan a) “Penerapan sanksi/hukuman secara konsekuen” di seluruh wilayah DIY, kecuali Gunungkidul
memilih c) “Kelengkapan dan kualitas rambu, marka dan APILL...........” dan Sleman punya pilihan a) dan c).
Untuk pilihan tertinggi ke 2 untuk Bantul, Kulonprogo dan Yogya adalah c). Gunungkidul memilih a) dan Sleman
memilih b) “Cara memperoleh SIM, apakah sudah sesuai dengan prosedur”. Pilihan ke 3 tertinggi untuk
Gunungkidul; Sleman dan Yogya adalah b). Bantul memilih h) “Keahlian si pengemudi”, Sleman punya dua pilihan
dengan persentase yang sama (12%) yaitu g) “Usia si pengemudi” dan h).
Gambar 2. Kecelakaan yang pernah responden alami
Keterangan gambar 2 : a) Pejalan kaki, b) Kendaraan bermotor roda dua, c) Mobil, d) Kendaraan (sepeda motor,
mobil, sepeda) yang diparkir, e) Pengendara sepeda, f) Hewan, g) lainnya....
Dari gambar 2 tampak bahwa responden di semua kabupaten dan kota di wilayah DIY menyatakan kecelakaan yang
pernah mereka alami tertinggi ke 1 adalah tabrakan dengan sesama kendaraan bermotor roda dua. Hal ini bisa
terjadi karena jumlah sepeda motor yang sudah sangat banyak dan kurang tertib berkendara. Tertinggi ke 2 adalah
tabrakan dengan mobil untuk kabupaten Kulonprogo, Bantul dan kota Yogyakarta. Untuk kabupaten Sleman adalah
pilihan g (seperti misalnya tabrakan dengan kendaraan berat atau jatuh sendiri), untuk kabupaten Gunungkidul
kecelakaan tertinggi ke 2 adalah tabrakan dengan hewan. Untuk jumlah kecelakaan tertinggi ke 3 untuk kota
Yogyakarta, kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul adalah tabrakan dengan pejalan kaki, sedangkan untuk
kabupaten Sleman kecelakaan tertinggi ke 3 adalah tabrakan dengan mobil, untuk kabupaten Bantul adalah tabrakan
dengan pengendara sepeda.
Dari gambar 3 tampak bahwa responden di semua kabupaten dan kota di wilayah DIY menyatakan kecelakaan yang
pernah mereka alami tertinggi ke 1 terjadi karena pilihan c atau “kurang konsentrasi” kecuali Bantul yang lebih
disebabkan karena d atau “pengereman mendadak”, baik kendaraan di depannya maupun kendaraan responden yang
melakukan pengereman mendadak, hal ini bisa terjadi karena pengendara/responden kurang jaga jarak dengan
kendaraan di depannya. Sebab utama kecelakaan tertinggi ke 2 cukup bervariasi, di kota Yogyakarta disebabkan
karena “pengereman mendadak”, di kabupaten Sleman karena “ditabrak dari belakang” di Kulonprogo dan l karena
pilihan a atau “hilang kendali”, di Gunungkidul karena “hilang kendali” dan “pengereman mendadak”, sedangkan di
Bantul karena “kurang konsentrasi”. Untuk sebab utama tertinggi ke 3 di kota Yogyakarta karena “hilang kendali”;
di Sleman dan Kulonprogo adalah “pengereman mendadak”; di Gunungkidul karena “rem blong” dan di Bantul
karena “ditabrak dari belakang”.
TRP-231
Gambar 3. Sebab utama kecelakaan yang dialami responden
Keterangan gambar 3 : a) Hilang kendali, b) Rem blong, c) Kurang konsentrasi, d) Rem mendadak, e) Lampu tidak
berfungsi, f) Klakson tidak berfungsi, g)Ban yang “gundul”, h) Ditabrak dari belakang, i) Mengantuk, j) Lainnya...
Gambar 4. Waktu kecelakaan responden
Keterangan gambar 4 : a) Pagi (subuh), b) Siang hari, c) Sore hari, d) Malam hari, e) Saat kabut, f) Saat hujan.
Untuk waktu kecelakaan, responden di kabupaten Bantul; Sleman dan kota Yogyakarta mengalami kecelakaan
tertinggi ke 1 terjadi di siang hari, sedangkan di Gunungkidul dan Kulonprogo terjadi di malam hari. Kecelakaan
tertinggi ke 2 di semua wilayah DIY kecuali Kulonprogo terjadi di sore hari. Untuk Kulonprogo kecelakaan
tertinggi ke 2 terjadi di siang hari. Untuk waktu kecelakaan tertinggi ke 3 di kabupaten Bantul; Sleman dan kota
Yogya terjadi di malam hari, sedangkan untuk Kulonprogo terjadi di sore hari, di Gunungkidul terjadi di siang hari
dan saat hujan (lihat gambar 4).
Untuk gambar 5, mengenai faktor penyebab kecelakaan bagi responden, di semua wilayah DIY faktor penyebab
kecelakaan tertinggi ke 1 adalah pilihan b atau “jalan licin”, hal ini bisa diperparah oleh kondisi ban yang sudah aus.
Faktor penyebab kecelakaan tertinggi ke 2 adalah e atau “permukaan jalan yang berlubang” juga terjadi di semua
wilayah di DIY. Sedangkan urutan tertinggi ke 3 faktor penyebab kecelakaan di semua wilayah DIY kecuali Sleman
adalah karena pilihan a atau “tikungan tajam”, untuk Sleman sendiri disebabkan oleh faktor lainnya misalnya jatuh
sendiri, menabrak dinding dll.
TRP-232
Gambar 5. Faktor penyebab responden kecelakaan
Keterangan gambar 5: a) Tikungan tajam b) Jalan licin, c) Jalan menurun, d) Jalan mendaki, e) Permukaan jalan
yang berlubang, f) Lainnya ....
Gambar 6. Sikap responden terhadap adanya telp / SMS yang masuk saat berkendara
Keterangan gambar 6: a) Segera menepikan kendaraan meskipun di tempat yang ramai untuk memeriksa penelpon/
isi SMS yang masuk, b) Spontan menerima telpon/memeriksa SMS yang masuk, c) Menggunakan alat khusus
sejenis earphone untuk menerima telpon yang masuk, d) Mencari tempat yang aman untuk menepikan kendaraan,
kemudian baru memeriksa telpon / SMS yang masuk.
Dari gambar 6, yang berkaitan dengan “sikap responden terhadap adanya telp/SMS yang masuk saat berkendara”
tampak bahwa responden tertinggi ke 1 di semua wilayah DIY mempunyai sikap yang sama dengan memilih d atau
“Mencari tempat yang aman untuk menepikan kendaraan, kemudian baru memeriksa telpon / SMS yang masuk.”
sikap tertinggi ke 2 adalah pilihan a atau “Segera menepikan kendaraan meskipun di tempat yang ramai untuk
memeriksa penelpon/ isi SMS yang masuk”, Untuk sikap tertinggi ke 3 di semua wilayah DIY kecuali kota
Yogyakarta memilih c atau “Menggunakan alat khusus sejenis earphone untuk menerima telpon yang masuk”.
Adapun sikap responden di Yogyakarta tertinggi ke 3 sebanyak 15% memilih b atau “Spontan menerima telp/
memeriksa SMS yang masuk” hal ini akan memecah konsentrasi dalam mengendarai kendaraan dan bisa
membahayakan responden sendiri.
TRP-233
Gambar 7. Saat / waktu responden melakukan pelanggaran APILL
Keterangan gambar 7 : a) Tergesa-gesa karena hampir terlambat ke sekolah/tempat kerja/tempat tujuan, b) Tergesa-
gesa karena harus mengantar seseorang (ke RS atau tempat lainnya), c) Badan lelah dan ingin cepat-cepat sampai ke
tempat tujuan, d) Marah karena disalip /didahului kendaraan lain sehingga mengejar kendaraan tersebut, e) Sudah
terbiasa melakukannya, f) Sekedar ingin menunjukkan keberanian/kemampuandiri kepada orang lain, g)Jalanan
macet, h) Tidak pernah melanggar, i) Lainnya...
Dari gambar 7 tampak bahwa responden melakukan pelanggaran lampu lalu lintas (APILL) pada saat a atau
“Tergesa-gesa karena hampir terlambat ke sekolah/tempat kerja/tempat tujuan”, hal ini merupakan pilihan tertinggi
ke 1 di semua wilayah DIY, pilihan tertinggi ke 2 jatuh pada pilihan g = “Jalanan macet” untuk Yogyakarta dan
Bantul, pilihan h = “Tidak pernah melanggar” untuk Sleman, pilihan c = “Badan lelah dan ingin cepat-cepat sampai
ke tempat tujuan” untuk Kulonprogo, adapun pilihan b= “Tergesa-gesa karena harus mengantar seseorang (ke RS
atau tempat lainnya)” untuk Gunungkidul. Sedangkan pilihan tertinggi ke 3 untuk semua wilayah DIY kecuali
Gunungkidul dan Sleman adalah pilihan b = “Tergesa-gesa karena harus mengantar seseorang...”, sedangkan
Gunungkidul sendiri pilihannya jatuh ke g = “Jalanan macet”. Sleman punya dua pilihan dengan persentase yang
sama (14%) untuk b dan g.
Gambar 8. Alasan-alasan orang untuk tidak mematuhi rambu/marka jalan
Keterangan gambar 8 : a) Tidak mau repot, b) Tidak ada polisi yang mengawasi, c)Terburu-buru / dikejar waktu, d)
Sanksi pelanggaran yang ringan, e) Melihat orang lain melanggar lalu ikut-ikut melanggar, f) Belum adanya budaya
tertib lalu lintas di kalangan masyarakat.
TRP-234
Pada gambar 8, menunjukkan persentase alasan-alasan orang tidak mau mematuhi rambu/marka jalan. Persentase
tertinggi ke 1 di semua wilayah DIY jatuh pada pilihan b atau “Tidak ada polisi yang mengawasi”, Alasan tertinggi
ke 2 juga di semua wilayah DIY adalah pilihan c atau “ Terburu-buru /tergesa-gesa dikejar waktu”. Alasan tertinggi
ke 3 di kabupaten Bantul; Gunungkidul dan Sleman adalah pilihan f atau “Belum adanya budaya tertib lalu lintas di
kalangan masyarakat”, sedangkan di kabupaten Kulonprogo dan kota Yogyakarta, responden memilih e atau
“ Melihat orang lain melanggar lalu ikut-ikutan melanggar”
Gambar 9. Sikap responden dalam berkendaraan saat emosi tidak stabil
Keterangan gambar 9 : a) Menambah kecepatan kendaraan, b) Mengurangi kecepatan kendaraan, c)Sering menyalip
kendaraan lain, d) Mengemudi dengan “ugal-ugalan”, e) Seperti dalam kondisi emosi normal,
Gambar 10. Saat / waktu responden untuk melakukan pelanggaran rambu/marka jalan
Keterangan gambar 10 : a) Tidak memahami arti rambu-rambu yang dimaksud, b) Tahu arti rambu/marka tapi tetap
melanggar, c) Tidak ada sanksinya, d) Sanksi / dendanya terlalu ringan, e) Tidak ada polisi yang mengawasi, f)
Rambu-rambu tidak jelas karena sudah rusak, g) Rambu-rambu tidak terlihat jelas karena terhalang
pohon/tiang/umbul-umbul, h) Lainnya...
TRP-235
Pada gambar 9, tampak bahwa Sikap responden dalam berkendaraan saat emosi tidak stabil di setiap kabupaten dan
kota di DIY. Sikap tertinggi ke 1 di semua wilayah DIY kecuali Kulonprogo memilih e atau “Seperti dalam kondisi
emosi normal”, sedangkan Kulonprogo memilih a atau “Menambah kecepatan kendaraan”. Gunungkidul selalin
memilih e juga memilih a dengan persentase yang sama yaitu 29%. Untuk sikap tertinggi ke 2, Bantul memilih a dan
b = “Mengurangi kecepatan kendaraan” dengan persentase yang sama (24%), Sleman dan kota Yogyakarta juga
memilih a. Gunungkidul memilih b dan Kulonprogo memilih e. Untuk sikap tertinggi ke 3, Bantul; Gunungkidul
dan Kulonprogo memilih c = “Sering menyalip kendaraan lain”, sedangkan Sleman memilih b dan Yogyakarta
memilih sikap b dan c.
Untuk pertanyaan 10 (lihat gambar 10) mengenai Saat / kapan responden melakukan pelanggaran rambu / marka
jalan, Pilihan tertinggi ke 1 untuk semua wilayah di DIY memilih e atau “Tidak ada polisi yang mengawasi”,
responden memahami arti rambu-rambu yang dimaksud di jalan raya hanya saja mereka tetap melanggar hanya
karena saat itu tidak ada aparat negara yang mengawasi. Sleman pilihan tertingginya juga jatuh pada pilihan g
(persentase sama yaitu 26%). Pilihan tertinggi ke 2 di semua wilayah DIY kecuali kota Yogyakarta adalah f atau
“Rambu-rambu tidak jelas karena rusak”, sedangkan Yogyakarta sendiri memilih g atau “Rambu-rambu tidak
terlihat jelas karena terhalang pohon/tiang/umbul-umbul”. Pilihan tertinggi ke 3 untuk Kulonprogo; Gunungkidul
dan Bantul jatuh pada g, sedangkan kota Yogyakarta pada f dan Sleman pada a atau “Tidak memahami arti rambu-
rambu yang dimaksud (9%).
6. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa :
1. Berkaitan dengan pelaksanaan tertib lalu lintas yang baik di DIY, pilihan tertinggi ke 1, 2 dan 3 berkaitan
dengan unsur a) Penerapan sanksi / hukuman secara konsekuen, b) Cara memperoleh SIM, apakah sudah
sesuai dengan prosedur, c) Rambu, marka dan APILL yang lengkap, berkualitas baik dan terawat, g) Usia si
pengemudi dan h) Keahlian si pengemudi.
2. Kecelakaan yang pernah dialami responden di semua wilayah DIY persentase tertinggi ke 1 adalah
tabarakan dengan sesama sepeda motor, Tertinggi ke 2 adalah tabrakan dengan mobil (di Yogyakarta;
Kulonprogo dan bantul) dengan hewan ( di Gunungkidul) dan lainnya (di Sleman). Tertinggi ke 3 adalah
tabrakan dengan pejalan kaki ( di kota Yogyakarta; Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo), dengan
mobil (di Sleman) dan dengan pengendara sepeda (di Bantul).
3. Sebab utama kecelakaan di semua wilayah DIY kecuali Bantul adalah “Kurang konsentrasi”; “Pengereman
mendadak (di Bantul). Sebab utama tertinggi ke 2 adalah “Hilang kendali” (di Kulonprogo dan
Gunungkidul), “Pengereman mendadak” (di Gunungkidul dan kota Yogyakarta), “Kurang konsentrasi” (di
Bantul), di Sleman dengan sebab “Ditabrak dari belakang”.
4. Waktu kecelakaan tertinggi di semua wilayah DIY kecuali Gunungkidul dan Kulonprogo terjadi pada siang
hari. Sedangkan waktu kecelakaan tertinggi di Gunungkidul dan Kulonprogo terjadi pada malam hari.
5. Faktor penyebab kecelakaan tertinggi dan tertinggi ke 2 di semua wilayah DIY adalah “Jalanan yang licin”
dan “Permukaan jalan yang berlubang”. Faktor penyebab kecelakaan tertinggi ke 3 di semua wilayah DIY
kecuali Sleman adalah karena “Tikungan tajam”.
6. Sikap responden terhadap adanya telp / SMS yang masuk saat berkendaraan adalah tertinggi ke 1 di semua
wilayah DIY berpendapat sama yaitu “Mencari tempat yang aman untuk menepikan kendaraan, kemudian
baru memeriksa telpon/SMS yang masuk”.
7. Mengenai kapan responden melakukan pelanggaran APILL, di semua wilayah DIY mempunyai sikap yang
sama yaitu tertinggi ke 1 saat “Tergesa-gesa karena hampir terlambat ke sekolah/tempat kerja/tempat
tujuan”. Persentase tertinggi ke 2 pada saat “Jalanan macet” , sikap ini diambil oleh responden di kota
Yogyakarta dan kabupaten Bantul. Saat “Badan lelah dan ingin cepat-cepat sampai ke tempat tujuan” di
pilih responden di Kulonprogo, sedangkan di Gunungkidul saat “Tergesa-gesa karena harus mengantar
seseorang (ke RS atau tempat lainnya”, dan responden Sleman menyatakan “Tidak pernah melanggar”.
8. Alasan-alasan orang tidak mematuhi rambu/marka jalan, pilihan dengan persentase tertinggi ke 1 dan ke 2
dari responden disemua wilayah DIY adalah sama yaitu “Tidak adanya polisi yang mengawasi” dan
“Terburu-buru / dikejar waktu”. Alasan tertinggi ke 3 di Bantul; Gunungkidul dan Sleman adalah “Belum
adanya budaya tertib lalu lintas” sedangkan di Kulonprogo dan kota Yogyakarta memilih “Melihat orang
lain melanggar lalu ikut-ikutan melanggar”
TRP-236
9. Sikap responden dalam berkendaraan saat emosi tidak stabil, persentase tertinggi di Bantul (27%); Sleman
(33%); Gunungkidul (29%) dan kota Yogyakarta (30%) adalah “Seperti dalam kondisi emosi normal”.
Adapun di Kulonprogo (28%) dan Gunungkidul (juga 29%) adalah “Menambah kecepatan kendaraan”.
10. Kapan/ dalam kondisi bagaimana responden melakukan pelanggaran rambu/marka jalan ? Responden di
semua wilayah DIY menjawab dengan persentase tertinggi ke 1 yaitu pilihan e atau “Tidak ada polisi yang
mengawasi”, Sleman juga punya persentase yang sama untuk pilihan lain (26%) yaitu g atau “rambu-rambu
tidak jelas karena terhalang pohon/tiang/umbul-umbul”. Jawaban tertinggi ke 2 di semua wilayah DIY
kecuali kota Yogyakarta memilih f atau “Rambu-rambu tidak jelas karena sudah rusak”, sedangkan
responden kota Yogyakarta memilih g atau “Rambu-rambu tidak terlihat jelas karena terhalang pohon/tiang/
umbul-umbul”.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Hobbs, F.D. (1995). Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Heinrich, H.Ch. (1990). “Behavioural Changes in The Context of Traffic Safety|”. IATSS Research. Vol 14 No 1.
85-88
Khisty, C.J. dan Lall, B.K. (1997). Transportation Engineering An Introduction. Second Edition. Prentice Hall
Kusmagi M.A. (2010). Selamat Berkendara di Jalan Raya. Raih Asa Sukses. Jakarta
Nurgiyantoro, B., Gunawan dan Marzuki (2000). Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Poei, E.P., dan Ansusanto J.D. (2016) “Perilaku Berlalu Lintas Yang Mendukung Keselamatan di Jalan Raya”,
Jurnal Teknik Sipil, Vol 14 No 1, 10-19
Poei, E.P., dan Ansusanto J.D. (2016) Perilaku Pengguna Jalan dalam menuju Keselamatan dan Etika Berlalu
lintas di Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian Hibah Bersaing tahun ke 1
Rahmawati (1998). Korelasi Surat Ijin Mengemudi (SIM) dengan Kecelakaan yang terjadi di jalan. Tugas Akhir
Program Sarjana Ekstensi Teknik Sipil UGM (Tidalk dipublikasakan)