Upload
vancong
View
273
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Hasil Penelitian
HUBUNGAN ANTARA PERIODE LAKTASI DAN PRODUKSI SUSU TERNAK KERBAU
DI KECAMATAN CURIO KABUPATEN ENREKANG
NURUL AZIMAI 111 07 008
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
0
PENDAHULUAN
Mamalia penting yang menghasilkan susu adalah sapi, kerbau, kambing,
kuda, dan unta (Soeharsono, 2008). Dari sekian banyak mamalia, hanya beberapa
spesies saja yang susunya dimanfaatkan oleh manusia. Salah satunya adalah
kerbau lumpur. Kerbau lumpur merupakan ternak yang memiliki ciri-ciri tubuh
pendek dengan tanduk melengkung, kulit coklat kehitam-hitaman, berat badan
dewasa antara 300-600 kg, ambing berjumlah empat berwarna putih kemerahan
dengan puting relatif panjang, namun kerbau lumpur bukan merupakan ternak
perah sehingga produksi susunya sangat sedikit (Anonim, 2012a).
Sejak dahulu kala terrnak kerbau merupakan salah satu sumber produksi
susu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Curio, Kabupaten
Enrekang. Kerbau yang dipelihara dan dimanfaatkan susunya tersebut digunakan
sebagai bahan baku pembuatan dangke susu kerbau Kecamatan Curio merupakan
salah satu dari 12 kecamatan yang berada di kabupaten Enrekang. Kecamatan
Curio memiliki 11 desa/kelurahan. Penduduk Kecamatan Curio memiliki mata
pencaharian dibidang pertanian, kehutanan dan peternakan (Anonim 2012c).
Susu merupakan bahan pangan yang mengandung nilai gizi tinggi yang
dibutuhkan oleh manusia. Sehingga produksi susu harus diperhatikan mengingat
fungsinya yang begitu penting. Produksi susu merupakan jumlah produksi susu
yang dihasilkan oleh ternak mamalia baik untuk anaknya maupun untuk
kebutuhan manusia.
1
Produksi susu ternak perah dan ternak mamalia biasa berbeda karena
ternak perah memiliki produksi lebih bukan hanya untuk anak-anaknya namun
juga dapat dimanfaatkan dan diperah oleh manusia. Sedangkan untuk ternak yang
bukan tipe perah jumlah produksi susunya jauh lebih sedikit.
Kerbau lumpur sama dengan halnya dengan ternak lainnya yang juga
memiliki periode laktasi. Laktasi ialah kombinasi proses sekresi air susu dari
seekor induk ternak. Periode laktasi merupakan rentang masa laktasi pertama ke
masa laktasi berikutnya dan seterusnya. Tiap-tiap periode laktasi menunjukkan
produksi susu yang berbeda dengan makin bertambahnya umur ternak
(Soeharsono, 2008).
Susu kerbau lumpur di Kecamatan Curio kabupaten Enrekang yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan dangke mengharuskan peternak
memperhatikan keadaan periode laktasi yang terbaik pada ternak. Tiap periode
laktasi memiliki produksi susu berbeda-beda jadi perlu diketahui periode laktasi
yang memiliki produksi susu tertinggi sehingga diharapkan peternak dapat
meningkatkan produksi dangke. Jadi perlu diketahui korelasi antara periode
laktasi dan produksi susu, sehingga dapat dilihat ada atau tidaknya hubungan yang
erat diantara keduanya.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui periode
laktasi terbaik diperoleh produksi susu tertinggi. Kegunaan dari penelitian ini
adalah sebagai bahan informasi bagi peneliti, petani peternak, dan masyarakat
umum yang dapat mendorong usaha lebih lanjut untuk peningkatan pendapatan
dari produksi susu ternak kerbau.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Ternak Kerbau
Sejak dulu kerbau mempunyai peranan yang cukup besar pada keluarga
petani di pedesaan. Ternak kerbau merupakan penghasil daging, penghasil pupuk
organik, dan sumber tenaga kerja yang potensial untuk mengolah lahan usahatani.
Susu kerbau yang diolah dan dijual peternak dalam bentuk dadih di Sumatera
Barat, gula puan, sagon puan dan minyak samin (ghee) di Sumatera Selatan, serta
dangke di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Enrekang. Di beberapa
daerah di Indonesia, kerbau mempunyai fungsi yang terkait dengan sosial budaya
(adat dan ritual) (Hasinah dan Handiwirawan, 2011).
Lambatnya perkembangan ternak kerbau tidak lepas dari persepsi negatif
terhadap ternak kerbau (Sutama, 2008) antara lain :
1. Secara luas dipercaya ternak kerbau adalah ternak yang liar dan ganas.
Sebenarnya kalau tidak disakiti kerbau adalah ternak yang jinak dan lembut,
seperti halnya ternak kesayangan (pet animals) sehingga tak jarang dijumpai
anak-anak bermain menunggang kerbau dan kerbau tetap asyik merumput atau
mandi.
2. Kerbau hanya dapat dipelihara di daerah yang banyak airnya atau dekat air.
Kerbau memang suka melumpur dan dapat hidup, tumbuh, dan bereproduksi
secara normal di luar daerah tersebut, asalkan pada waktu panas atau musim
kemarau terdapat tempat untuk berteduh.
3. Kerbau sering disebut ternak yang hanya cocok untuk daerah tropis.
Kenyataannya kerbau dapat bertahan hidup dan berkembang di daerah dingin
di pegunungan dan di negara subtropis.
3
4. Kerbau dianggap sebagai beban bagi orang miskin, padahal kerbau sangat
membantu masyarakat. Disamping dapat menghasilkan daging yang empuk,
kerbau juga menghasilkan susu. Susu kerbau mempunyai kandungan lemak
dan bahan kering bebas lemak (SNF) lebih tinggi daripada susu sapi.
Rumpun ternak kerbau di Indonesia yaitu kerbau lumpur (Swamp buffalo)
dan kerbau sungai (Riverine buffalo), dengan total populasi sekitar 2.246.000 ekor
(Sutama, 2008). Kerbau sungai hanya ditemukan di daerah Sumatera Utara,
sedangkan kerbau lumpur hampir tersebar di seluruh daerah di Indonesia,
terutama di provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sutama, 2008). Kerbau lumpur
dipelihara terutama sebagai ternak kerja dan untuk produksi daging, namun di
beberapa daerah kerbau ini juga diperah (Sjamsul dan Talib, 2008; Wirdahayati,
2008). Kerbau lumpur juga terdapat di daerah Nusa Tenggara Barat dan susu
kerbau digunakan dalam pembuatan dodol untuk keperluan keluarga peternak,
selain itu sebagai bahan dasar pembuatan bahan pangan lokal berupa “palopo” dan
untuk permen susu (Muthalib, 2012).
Susu kerbau banyak digunakan oleh manusia untuk pembuatan keju jenis
Mozzarella di Italia, Karnal di India, dan Domiati di Mesir. Keju yang dihasilkan
dari susu kerbau seringkali dinilai jelek karena mengalami proses penggumpalan
(renneting) yang terlalu cepat. Hal ini dikarenakan di dalam susu kerbau
mengandung Ca lebih tinggi dari susu sapi sehingga mengakibatkan waktu
gumpal yang lebih cepat atau bisa juga menyebabkan terjadinya proteolisis,
rendahnya kemampuan mengikat air, dan tingginya nilai tegangan permukaan dari
gumpalan keju. Selain itu keju yang dibuat dari susu kerbau cenderung memiliki
4
tekstur yang keras dan kering serta lambat dalam pematangan (Anonim, 2011c).
Produk susu kerbau lainnya yaitu zabadi/laban dari Mesir, susu bubuk, susu
kental (condensed milk), mentega, yoghurt di Amerika dan es krim (Anonim,
2011b).
Gambar 1. Kerbau Lumpur Betina
Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) memiliki ciri-ciri warna kulit coklat
kehitam-hitaman, tubuhnya relatif pendek, kaki pendek, serta tanduknya agak
melengkung. . Berat badan kerbau dewasa berkisar antara 300-600 kg tergantung
kondisi dan genetis ternak. Berkaitan dengan produksi susu yaitu ambing
berjumlah empat, tidak terlalu besar, warna ambing putih kemerahan, letak di
belakang (dekat kaki belakang) dan simetris, dan puting susu relatif panjang.
(Anonim, 2012a). Namun ambing susu kerbau rawa atau kerbau lumpur kurang
berkembang dengan baik, kecil, dan terlalu jauh dekat kaki belakang. Jumlah
kromosom kerbau lumpur yaitu 48 sedangkan kerbau sungai memiliki 50 jumlah
kromosom (Praharani, 2008).
5
Kerbau rawa mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya dan
dapat hidup sampai 25 tahun. Hewan-hewan betina muda tidak boleh dikawinkan
sampai pertumbuhan badannya memungkinkan (dewasa kelamin dan dewasa
tubuh) untuk suatu kebuntingan dan kelahiran normal. Hal ini karena dewasa
kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai. Umur kerbau betina pada
konsepsi pertama berbeda-beda tergantung pada manajemen pemeliharaan,
penggunaan pakan, dan genetik. Umur kawin pertama kerbau rawa di Malaysia
adalah rata-rata 28 bulan atau 2,3 tahun. Ternak kerbau betina di Kalimantan
Selatan baru berahi pertama setelah berumur 3 tahun atau lebih lama dibanding
sapi (Lita, 2009).
Kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar antara 320-325 hari,
Mongkopunya (1980) dalam Lita (2009) menyatakan bahwa lama bunting kerbau
rawa adalah 336 hari, dan menurut Toelihere (1981) dalam Lita (2009), rata-rata
periode kebuntingan adalah 310-315 hari dan selanjutnya dikatakan bahwa
perbedaan lama kebuntingan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim
lingkungan.
Air susu yang dihasilkannya pun tidak mampu mencukupi kebutuhan anak
pada masa laktasi sehingga pertumbuhan anak terganggu dan kejadian kematian
terhadap anak kerbau cukup tinggi, terutama pada umur kurang dari 3 bulan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemberian pakan tambahan guna mencukupi
kebutuhan susu anak (Hamdan, Rohaeni, Sabran, 2012).
6
Klasifikasi ilmiah kerbau lumpur adalah sebagai berikut menurut Kerr
(1972) dalam Izza (2011) :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Subfamili : Bovinae
Genus : Bubalus
Spesies : B. bubalis
Produksi Susu Kerbau
Laktasi ialah kombinasi proses sekresi air susu dari seekor induk ternak.
Periode laktasi merupakan rentang masa laktasi pertama ke masa laktasi
berikutnya dan seterusnya. Lama laktasi kerbau lumpur di Asia Tenggara yaitu 7-
11 bulan (Chantalakhana, 1980) dan 10 bulan, masa bunting sekitar 12 bulan.
(Madamba dan Eusebio, 1980) dalam Ibrahim (2008). Produksi susu dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan termasuk manajemen pemeliharaannya
(Arman, Gamarius, Ratna, Robertus, 2012). Ditambahkan oleh Izza (2011)
bahwa produksi susu dipengaruhi oleh breed atau bangsa kerbau, umur beranak
pertama kali, musim beranak, periode laktasi dan tatalaksana pemberian pakan.
Produksi susu kerbau lumpur 1,0-2,5 liter/hari, produksi susu kerbau sungai yaitu
4-15 liter/hari sedangkan pada kerbau hasil persilangan (crossbreed) yaitu 3-4
liter/hari (Sjamsul dan Talib, 2007). Susu kerbau memiliki kadar kolesterol 43%,
jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi ( Ridwan dan Chalid, 2007).
7
Mekanisme keluarnya susu (Anonim, 2008) :
1. Saraf reseptor pada kulit sekitar teat sangat sensitif.
2. Saat penyusuan dan pemerahan, terjadi perubahan tekanan yang
mengaktifkan saraf-saraf reseptor.
3. Rangsangan ini menyebabkan transmisi impuls ke kelenjar pituitary yang
kemudian mensekresikan hormon oksitosin.
4. Oksitosin dibawah oleh darah dan bekerja pada kelenjar mamary.
5. Oksitosin menyebabkan kontraksi otot sekitar alveol sehingga air susu
keluar.
Laktasi terjadi pada waktu kelahiran bersamaan dengan penurunan kadar
progesteron dan esterogen di dalam darah dan peningkatan prolaktin atau hormon
laktogenik dari kelenjar hipofisa. Dengan menggunakan hormon estrogen dan
progesteron, kelenjar susu hewan betina dara dapat ditumbuhkan dan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat dibuat berlaktasi. Oleh karena itu
dimungkinkan secara buatan, merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan
menyuruh kelenjar tersebut mengeluarkan susu (Anonim, 2008).
Faktor yang mempengaruhi laktasi (Anonim, 2008) :
1. Kebakaan : Kesanggupan untuk menghasilkan susu tergantung dari
kondisi genetik hewan.
2. Jaringan sekresi : faktor dasar yang membatasi laktasi adalah jumlah
jaringan kelenjar. Kelenjar susu yang kecil tidak menguntungkan dalam
laktasi, karena ketidaksanggupannya untuk menghasilkan cukup banyak
susu dan maupun menyimpannya.
8
3. Keadaan dan Persistensi laktasi : Beberapa sapi sangat persisten dan laju
penurunan sekresi susunya lambat ( 2-4 % dari produksi bulanan
sebelumnya).
4. Penyakit : Penyakit apat mempengaruhi denyut jantung dan dengan
demikian mempengaruhi peredaran darah melalui kelenjar susu.
5. Makanan : Laju sintesis dan difusi berbagai komposisi susu tergantung
pada konsentrasi precursor susu dalam darah.
Kerbau perah umumnya akan memperlihatkan puncak produksi pada
laktasi ke 4 – ke 6. Setelah itu, produksi susu kerbau akan cenderung menurun,
secara tetap ( Bath, 1992) dalam Izza (2011). Produksi susu kerbau pada bulan-
bulan awal laktasi cukup banyak, dimana puncaknya dicapai pada bulan kedua.
Bulan-bulan berikut produksi susu kerbau mulai menurun seiring dengan
meningkatnya umur anak dan umur kebuntingan (Ibrahim, 2008). Secara umum
produktivitas susu masih rendah yaitu sekitar 1,2 liter/ekor/hari (Anonim, 2011d).
Produksi susu kerbau lumpur di Sumatera Barat rata-rata sebesar 1,5 liter/hari,
sedangkan produksi susu kerbau sungai di Sumatera Utara dilaporkan sebesar 5-6
liter/hari (Ibrahim, 2008). Di Thailand, Vietnam dan Cina, kerbau lumpur
berperan juga sebagai penghasil susu dengan produksi susu lebih tinggi dari
Sumatera Barat yang masing-masing sebesar 1,94 kg/hari, 1,55 kg/hari, dan 2,15
kg/hari. Penelitian di tiga desa di Sumatera Barat menunjukkan bahwa kerbau
lumpur yang dipelihara memiliki lama laktasi paling pendek 6 bulan dan yang
paling lama adalah 12 bulan (Ibrahim, 2008). Total produksi susu dalam satu
masa laktasi yang dapat dihasilkan oleh seekor kerbau berbeda-beda. Perbedaan
9
ini disebabkan berbedanya bulan dan tingkat laktasi, penampilan individu, latar
belakang pemeliharaan dan pemberian pakan (Ibrahim, 2008).
Suhubdy (2005) dalam Muthalib (2012) melaporkan bahwa produksi susu
kerbau apabila sedang laktasi mencapai 1,5 – 2,17 liter/hari. Di Sumbawa
produksi susu kerbau yang memiliki kondisi dan kualitas pakan yang baik bisa
mencapai 4 liter/hari, namun produksi susu kerbau tersebut masih tergolong
rendah bila dibandingkan dengan produksi susu kerbau tipe perah seperti kerbau
Murrah di India atau kerbau di Aceh.
Sebagian kerbau rawa lebih besar daripada kerbau rawa lainnya. Kerbau
rawa menghasilkan sangat sedikit susu dan tidak digunakan sebagai penghasil
susu. Namun demikian, persilangan antara kerbau sungai dan kerbau rawa telah
dilakukan di Thailand, Filipina, Vietnam, dan Cina dalam skala besar. Kerbau
hasil persilangan ini merupakan hewan pekerja yang kuat, menghasilkan daging
bermutu tinggi dan menghasilkan lebih banyak susu dibandingkan dengan
induknya (Anonim, 2011a).
10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di
Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
Materi Penelitian
Alat yang digunakan adalah literan (liter) dan alat tulis-menulis.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 ekor kerbau betina induk
umur berkisar 3 – 8 tahun, dengan menggunakan 3 ekor kerbau tiap masa laktasi
laktasi 1-5 (bulan laktasi 4-6 bulan) dan susu kerbau.
Di mana kelompok umur adalah sebagai berikut :
Umur 3 - 4,2 tahun : periode laktasi I
Umur > 4,3 -5,3 tahun : periode laktasi II
Umur > 5,4 - 6,4 tahun : periode laktasi III
Umur > 6,5 – 7,5 tahun : periode laktasi IV
Umur >7,6 – 8,6 tahun : periode laktasi V
Prosedur Penelitian
Metode pengambilan data adalah sebagai berikut :
1. Observasi yaitu dengan melakukan peninjauan ke lokasi penelitian.
2. Mengambil data primer yaitu dengan melakukan pengukuran produksi
susu kerbau menggunakan literan.
11
a. Jumlah Pengambilan Sampel
Pemerahan susu pada seluruh kerbau yang diteliti dilakukan setiap pagi
hari pukul 06.00 pagi selama 7 hari kemudian susu yang diperoleh
ditampung dalam wadah dan diukur jumlah produksi susunya
menggunakan literan (liter).
b. Manajemen Pemeliharaan
Peternak memelihara ternak kerbau dengan cara hanya diikat di
pekarangan rumah penduduk, kemudian pada pagi dan sore hari dibawa
untuk merumput dimana pemberian rumput yaitu jenis rumput gajah,
rumput setaria atau keduanya. Sebelum pemerahan, kerbau dimandikan di
sungai.
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur adalah jumlah produksi susu kerbau yang
dihasilkan (liter).
Analisis Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
regresi dan korelasi antara periode laktasi dengan produksi susu. Analisis
regresi dan korelasi (r) menyatakan hubungan antara periode laktasi
dengan produksi susu yang dihasilkan (Sudjana, 2005).
Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi
Y=a+bX
Dimana :
a=(∑Y i )(∑ X i
2 )−(∑ X i ) (∑ X iY i )n ∑ X i
2−(∑Y i )2
b=n∑ X iY i−(∑ X i ) (∑Y i )
n∑ X i2−(∑Y i )
2
12
r= n∑ XiYi−(∑ Xi ) (∑Yi )
√ [n ∑ X i2−(∑ Xi )2 ] [n ∑Y i2−(∑Yi )2 ]
Keterangan untuk kedua persamaan :Y = Estimasi produksi susu X = Variabel bebas (periode laktasi)a = Konstanta Y = Variabel terikat (produksi susu)b = Koefisien regresi r = Koefisien korelasi
Bahwa r dikatakan berhubungan jika bernilai -1 sampai 1 atau -1≤ r ≤ 1. r
juga menunjukkan persentase pengaruh korelasi antara periode laktasi terhadap
produksi susu dinyatakan dalam persen (%). Sampel dibandingkan antara periode
laktasi pertama sampai kelima berdasarkan persentase r. Berdasarkan periode
laktasi, sampel dengan r mendekati 100% merupakan periode laktasi terbaik.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Kecamatan Curio
Kecamatan Curio merupakan salah satu kecamatan dari 12 kecamatan Di
Kabupaten Enrekang. Kecamatan Curio terdiri atas 11 desa/kelurahan Letak
administratif Kecamatan Curio dengan batas wilayah sebagai berikut :
Barat : Kecamatan Alla
Timur : kabupaten Luwu
Utara : Kabupaten Tana Toraja
Selatan : Kecamatan Malua dan Baraka
Kecamatan Curio adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Enrekang
yang berada pada 740 – 1.098 m diatas permukaan laut (dpl). Luas Kecamatan
Curio adalah 178,51 km2. Jumlah penduduk Kecamatan Curio 14.533 jiwa yang
terbagi dalam jumlah laki-laki 7.335 jiwa dan jumlah perempuan 7.198 jiwa.
Sebagian besar penduduk Kecamatan Curio bermata pencaharian pertanian,
perkebunan terutama padi, sayur-sayuran, cengkeh, coklat, sedangkan pada
peternakan sebagian besar pada ayam buras dan sapi potong. Kecamatan Curio
juga memiliki potensi dibidang kehutanan seperti kayu pinus, damar, lebah hutan,
dan tanam-tanaman kayu lainnya (Anonim 2012c).
Kecamatan Curio merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi
pengembangan berbagai jenis ternak. Luas areal peternakan untuk padang
pengembalaan 600 ha dan luas areal kebun HMT (Hijauan Makanan Ternak) 514
ha dari 1,786,01 ha luas wilayah Kabupaten Enrekang disebutkan Anonim (2009)
dalam Ancong (2011). Salah satu ternak yang banyak dipelihara masyarakat di
14
Kabuapten Enrekang terutama di Kecamatan Curio adalah ternak kerbau yang di
manfaatkan sebagai sumber protein hewani dan tenaga kerja. Populasi ternak
kerbau di Kecamatan Curio dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Populasi Ternak Kerbau menurut Desa Di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang
Desa/ Kelurahan 2006 2007 2008 2009Mekkala 50 67 78 56Buntu pema 47 56 33 34Tallungura 84 109 89 98Sanglepongan 46 49 33 37Parombean 79 89 55 45Curio 129 87 93 83Pebaloran 34 59 34 36Buntu barana 0 8 14 9Salassa 41 47 34 10Sumbang 795 597 532 414Mandalan 15 10 17 5Jumlah 1320 1178 1012 827
Sumber : Anonim, 2009.
Tabel 1 terlihat bahwa populasi ternak kerbau di Kecamatan Curio
Kabupaten Enrekang dari tahun 2006 sampai tahun 2009 mengalami penurunan
dari 1.320 ekor menjadi 827 ekor. Populasi kerbau yang terus menurun dapat
mempengaruhi pendapatan produksi dangke sebab produksi susu juga dapat
menurun jika dari tahun ke tahun populasi kerbau tidak ditingkatkan.
Peningkatan populasi kerbau dapat dilakukan dengan meningkatkan
pengetahuan masyarakat bahwa kerbau memiliki fungsi yang banyak dan terlepas
dari persepsi negatif. Kerbau lumpur kadang dianggap merupakan ternak liar dan
ganas, hanya bisa dipelihara di daerah yang banyak airnya, tidak cocok untuk
daerah subtropis dan dianggap beban orang miskin (Sutama,2008). Sebenarnya
jika tidak disakiti, kerbau dapat menjadi jinak jika dipelihara dengan baik. Jika
15
kerbau tidak mendapatkan daerah yang banyak air, yang penting kerbau memiliki
tempat berteduh.
Hubungan antara Produksi Susu dan Periode Laktasi
Rata-rata produksi susu ternak kerbau di Kecamatan Curio, Kabupaten
Enrekang disajikan pada Gambar 2, bahwa kecenderungan produksi air susu yang
tinggi diperlihatkan pada periode laktasi 3,4 dan 5. Namun produksi tertinggi
dicapai pada laktasi keempat.
Gambar 2. Grafik Rata-rata Produksi Susu Ternak Kerbau per Periode Laktasi
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ternak tersebut telah
memiliki kemampuan untuk memproduksi susu lebih baik dari periode laktasi
sebelumnya, faktor pemberian pakan yang sudah lebih baik, sistem pemeliharaan
jauh lebih intensif dan lain sebagainya. Bath (1992) dalam Izza (2011)
menyatakan bahwa kerbau perah umumnya akan memperlihatkan puncak
produksi pada laktasi ke 4-6 setelah itu produksi susu kerbau akan cenderung
menurun secara tetap. Kondisi tersebut serupa pada kerbau lumpur. Perbedaan
periode laktasi dapat menyebabkan perbedaan jumlah susu yang didapatkan dalam
16
0 1 2 3 4 5 60
0.20.40.6
0.81
1.21.41.61.8
2
f(x) = 0.151 x + 0.931R² = 0.691526143394395
Produksi SusuLinear (Produksi Susu)
Periode Laktasi
Prod
uksi
Susu
satu masa laktasi. Kondisi yang serupa juga ditemukan pada sapi perah FH
dimana puncak produksi susu sapi terjadi pada periode laktasi keempat lalu terjadi
penurunan produksi susu mulai periode laktasi kelima (Sangbara, 2011).
Pada Gambar 2 terlihat bahwa jumlah produksi total susu kerbau berkisar
antara 1,0 – 1,7 liter/hari. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian
Sjamsul dan Talib (2007) yang menyatakan bahwa produksi total susu kerbau
lumpur 1,0 – 2,5 liter/hari.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya periode laktasi
terjadi peningkatan produksi susu. Meskipun pada periode laktasi kelima terdapat
penurunan produksi susu namun hal tersebut disebabkan oleh faktor internal dari
ternak tersebut yaitu kondisi tubuh yang menurun akibat umur ternak yang
semakin tua maupun pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh
ternak kerbau baik sedang laktasi maupun tidak.
Berdasarkan korelasi (lampiran 1) terlihat bahwa periode laktasi memiliki
korelasi yang tinggi dengan produksi susu kerbau yaitu 82,8%. Persentase
korelasi memperlihatkan hubungan yang erat antara periode laktasi dan produksi
susu.
Kondisi ini dipengaruhi oleh perbedaan sistem pemeliharaan kerbau
lumpur di Kecamatan Curio masih bersifat tradisional dan pemberian pakan yang
mengandalkan rumput alam tanpa pakan tambahan. Kondisi ini dapat
mempengaruhi jumlah produksi susu kerbau. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arman, Gamarius, Ratna, dan Robertus (2012) bahwa produksi susu dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan termasuk manajemen pemeliharaannya.
17
Produksi susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti breed atau
bangsa kerbau, umur beranak pertama kali, musim beranak, jarak kelahiran antara
kedua anaknya, dan pakan dan tatalaksana pemberian. Selain itu ada juga faktor
layanan perkawinan, kebuntingan, panjang laktasi dan non genetik meliputi waktu
keluarnya susu, waktu pemerahan, dan kecepatan keluarnya susu (Anonim 2012b).
Khusus untuk tata laksana pakan, di Kecamatan Curio, kabupaten Enrekang yang
peternaknya memberikan pakan rumput alam pada ternak kerbaunya memberikan
pengaruh terhadap produksi susu kerbau. Anonim (2012a) menyebutkan bahwa
kerbau yang diberikan pakan berkualitas tinggi cenderung memproduksi susu
cukup lama. Kerbau yang diberi pakan kualitas rendah, misal limbah pertanian
maka tidak menjamin kualitas susu yang baik. Wirdahayati (2008) menyatakan
bahwa peternak yang memperbaiki kondisi pakan ternak kerbaunya mampu
meningkatkan produksi susu kerbaunya sekitar 0,8 liter/hari. Perbaikan kondisi
pemberian pakan dapat memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan
produksi susu ternak kerbau. Sehingga sangat penting bagi peternak mengetahui
tingkat periode laktasi ternak. Produksi susu tiap periode laktasi pada ternak
kerbau dapat dipantau oleh peternak melalui kelahiran ternak.
Kecamatan Curio kabupaten Enrekang merupakan daerah penghasil
dangke susu kerbau. Rata-rata masyarakat di sana selain menjadi peternak
kerbau, mereka juga memerah susu kerbau untuk dijadikan dangke. Nilai jual
dangke jauh lebih mahal dibanding susu segar biasa sehingga mampu memberikan
penghasilan yang cukup baik bagi keluarga peternak. Ada juga beberapa peternak
memiliki tanaman pertanian seperti cengkeh namun mereka lebih cenderung
memproduksi dangke.
18
Kondisi tersebut mengharuskan peternak memperoleh produksi susu
kerbau yang banyak agar dapat meningkatkan produksi dangkenya. Peternak
dapat mengatur tatalaksana pemberian pakan dengan memperhatikan periode
laktasi untuk dapat meningkatkan produksi susu ternak kerbau sehingga produksi
dangke pun ikut meningkat.
Sistem pemeliharaan secara tradisional seperti yang dilakukan oleh
peternak kerbau di Sumatera Barat seperti dalam penelitian Ibrahim (2008)
berbeda dengan sistem pemeliharaan di Kecamatan Curio. Di Sumatera Barat,
pemeliharaan dilakukan dengan cara dibiarkan merumput dan makan dedaunan
lain tanpa diberi makanan penguat. Sebagian kerbau memperoleh rumput, air
minum dan tempat berkubang di padang pengembalaan. Sebagian lainnya
memperoleh rumput di tempat ternak diikatkan peternak. Air dan tempat
berkubang diperoleh di tempat ternak diikatkan atau disediakan oleh peternak.
Ada 4 sistem pemeliharaan kerbau di Sumatera Barat (Ibrahim, 2008) :
1. Kerbau diikat sepanjang tahun.
2. Kerbau diikat pada musim penanaman padi dan dilepaskan setelah padi di
panen.
3. Kerbau dilepaskan di siang hari dan dikandangkan di malam hari.
4. Kerbau dilepas siang dan malam di padang pengembalaan sepanjang
tahun.
Kerbau di perah secara tradisional dengan kurang memperhatikan
kebersihan dan kesehatan susu. Hal ini berbeda dengan di Kecamatan Curio
kabupaten Enrekang dimana ternak hanya diikatkan di pekarangan rumah dan
pada pagi juga sore hari dibawa ke sungai untuk dimandikan.
19
Kondisi pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Curio sendiri hanya
mengikatkan ternak di pekarangan rumah lalu membiarkan ternaknya merumput
di sekitar pekarangan ataupun dibawa ke lapangan. Pada saat pagi atau sore di
bawa ke sungai untuk mandi.
Namun perbedaan cara dan perlakuan tersebut ternyata menghasilkan
jumlah produksi susu kerbau yang tak jauh berbeda yaitu 1,5 liter di Sumatera
Barat (Ibrahim, 2008) dan 1,05 – 1,74 liter/hari di Kecamatan Curio.
20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian adalah :
1. Rata-rata produksi susu kerbau lumpur mencapai puncaknya pada
periode laktasi keempat yaitu 1,74 liter/hari.
2. Terdapat korelasi yang kuat (82,8%) antara periode laktasi dan
produksi susu.
Saran
Sebaiknya peternak mengetahui periode laktasi yang memiliki puncak
produksi susu tertinggi pada kerbau lumpur sehingga dapat mengetahui apa bisa
diafkir.
Peternak bisa mengefisienkan pemberian pakan pada setiap periode laktasi
agar tidak merugikan dimana periode laktasi yang memiliki produksi susu
tertinggi pemberian pakannya lebih banyak daripada periode lainnya yang lebih
rendah produksi susunya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. FisiologiLaktasi.http://aku-anak peternakan.com/2008/05/fisiologi laktasi.html. (Diakses 7 April 2013).
______, 2009. Statistik Peternakan Sulawesi Selatan 2009. Makassar.
______,2011a.http://www.milkproduction.com/Library/Articles/Buffalo_Milk_Production_Chapter_1_ Introduction_to_buffaloes.htm (diakses 15 Oktober 2012).
_______,2011b.http://palopothaliankksb.com/2010/06/kandungan-gizi-susu-kerbau_05.html (diakses 15 Oktober 2012)
_______,2011c.http://amaliatria.com/2011/07/07/balada - sapi - kerbau - sumbawa / dadih2 / (diakses 15 Oktober 2012)
_______,2011d.http://www.pandaisikek.net/index.php/perekonomian/pertanian-dan-perkebunan/141-pemeliharaan-ternak-kerbau (diakses 15 Oktober 2012)
_______,2012a.Kerbau.http://peternakan-kambing-sapi_kerbau./2010/03/ karakteristik-khas-kerbau.html (diakses 15 Oktober 2012)
_______,2012b.ProduksiSusuKerbau.http://www.scribd.com/doc/115183019/Produksi-Susu-Kerbau. (diakses 31 Januari 2013)
_______,2012c. Kecamatan Curio. http://www.scribd.com/doc Profil_Kecamatan Curio . (diakses 12 Februari 2013)
Ancong, A. 2011. Deskripsi Penurunan Populasi Ternak Kerbau Di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Arman, Z., B.A. Gamarius, J, Ratna, dan B, Robertus. 2008. Ciri dan Karakteristik Kerbau. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Joint Program PPPPTK Pertanian Cianjur dengan Universitas Pendidikan Indonesia.http://peternakan_kerbau.com/2010/03/karakteristik-khas-kerbau.html diakses [5 Januari 2012].
Hamdan, A., E. S., Rohaeni, dan M., Sabran. 2012. Karakteristik kerbau rawa di Kalimantan Selatan. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia : Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ekonomi Nasional. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kalimantan Selatan.
Hasinah dan Hadiwirawan. 2001. Keragaman genetik ternak kerbau di Indonesia.
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
22
Ibrahim, L. 2008. Produksi susu, reproduksi dan manajemen kerbau perah di Sumatera Barat. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang. Jurnal Peternakan Vol. 5 : 1-9.
Izza, 2008. http://www.Susu Kerbau. Html. Izzati_Izzul_Hawa. (diakses 15 Oktober 2012).
Muthalib, A. 2012. Potensi sumber daya ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Kecukupan Daging Sapi. Nusa Tenggara Barat.
Praharani, L. 2008. Tinjauan performa persilangan kerbau sungai x kerbau lumpur. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Bogor.
Ridwan dan Chalid. 2007. Ternak kerbau, ternak potensial masa depan di Indonesia. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jakarta.
Sangbara, Y. 2011. Pengaruh Periode Laktasi terhadap Produksi Susu pada Sapi
Perah Fries Holland di Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sjamsul, B. dan C. Talib. 2007. Strategi Pengembangan Pembibitan Ternak Kerbau. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Soeharosono. 2008. Laktasi. Widya Padjadjaran. Bandung.
Sudjana, 2005. Metode Statistika,cetakan ke lima. Tarsito. Bandung.
Sutama, I.K., 2008. Pemanfaatan sumberdaya ternak lokal sebagai ternak perah mendukung peningkatan produksi susu nasional. Wartazoa, Vol. 18 (4) : 1-11.
Wirdahayati, R.B. 2008. Upaya peningkatan produksi susu kerbau untuk kelestarian produk dadih di Sumatera Barat. Wartazoa Vol. 17 (4) : 178-184.
23
Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi
Y=a+bX
Dimana :
a=(∑Y i )(∑ X i
2 )−(∑ X i ) (∑ X iY i )n ∑ X i
2−(∑Y i )2
b=n∑ X iY i−(∑ X i ) (∑Y i )
n∑ X i2−(∑Y i )
2
r= n∑ XiYi−(∑ Xi ) (∑Yi )
√ [n ∑ X i2−(∑ Xi )2 ] [n ∑Y i2−(∑Yi )2 ]Keterangan untuk kedua persamaan :
Y = Estimasi produksi susu X = Variabel bebas (periode laktasi)a = Konstanta Y = Variabel terikat (produksi susu)b = Koefisien regresi r = Koefisien korelasi
Xi Yi (XiYi) (Xi^2) (Yi^2)1 1.05 1.05 1 1.102 1.13 2.26 4 1.283 1.50 4.50 9 2.254 1.74 6.96 16 3.035 1.50 7.50 25 2.25
∑ 15 6.92 22.27 55.00 9.91
a=(∑Y i )(∑ X i
2 )−(∑ X i ) (∑ X iY i )n ∑ X i
2−(∑Y i )2
¿6,92 (55 )−(15)(22,27)
5.65−(15) ²
¿380,6−334,05
275−225
¿46,55
50 ¿0,931
b=n∑ X iY i−(∑ X i ) (∑Y i )
n∑ X i2−(∑Y i )
2
¿5x 22,27−15 x 6,92
5x 55−(15)²
24
¿111,35−103,8
275−225
¿ 7,5550
¿0,151
Persamaan regresi: Y=0,151+0,931 X
r= n∑ XiYi−(∑ Xi)(∑Yi)√[n ∑ X i2−(∑ Xi) ²][n ∑Y i2−(∑Yi) ²]
r= 5 .22,7−(15)(6,92)√[5.55−(15) ²][5.9,91−(6,92) ²]
r= 111,35−103,8√[275−225][49,55−47,89]
r=7,55√ ¿¿
[1,66]¿
r= 7,55√ 83 ¿
¿
r=7,559,11
r=0,828
Persentase korelasi = 0,828 x 100%
= 82,8 %
25
Tabel Hasil Uji Beda (Uji-t) Menggunakan Paired Sample Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Periode Laktasi 3.0000 5 1.58114 .70711
Produksi Susu 1.3840 5 .28711 .12840
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Periode Laktasi & Produksi
Susu
5 .832 .081
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Periode Laktasi - Produksi
Susu
1.61600 1.35182 .60455 -.06251 3.29451
Anova Hasil Korelasi
26
Correlations
Produksi Susu Periode Laktasi
Pearson Correlation Produksi Susu 1.000 .832
Periode Laktasi .832 1.000
Sig. (1-tailed) Produksi Susu . .040
Periode Laktasi .040 .
N Produksi Susu 5 5
Periode Laktasi 5 5
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .832a .692 .589 .18413
a. Predictors: (Constant), Periode Laktasi
b. Dependent Variable: Produksi Susu
27
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .228 1 .228 6.725 .081a
Residual .102 3 .034
Total .330 4
a. Predictors: (Constant), Periode Laktasi
b. Dependent Variable: Produksi Susu
28