17
PERIODIK PARALISIS HIPOKALEMI Taufik Mesiano ; [email protected] PENDAHULUAN Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia. Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000. 1,2 HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. 2,3 Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang sesudah usia 25 tahun. 2 Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. 2,4 Bila gejala-gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna. hal 1 dari 17

Periodik Paralisis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Periodik Paralisis

PERIODIK PARALISIS HIPOKALEMI Taufik Mesiano ; [email protected]

PENDAHULUAN

Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini

dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot

skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik

kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik

paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang

jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari

100.000.1,2 HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 :

1.2,3 Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang

sesudah usia 25 tahun.2

Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang

heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan

kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau

disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. 2,4

Bila gejala-gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara

benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

Kasus berikut akan kami paparkan mengenai patofisiologi dan tatalaksana

periodik paralisis hipokalemi primer.

ILUSTRASI KASUS

Wanita, 19 tahun, belum menikah, datang dengan keluhan utama

kelemahan keempat anggota gerak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit

(SMRS).

Lebih kurang satu hari sebelum masuk rumah sakit saat bangun di pagi

hari pasien mengeluh keempat anggota geraknya menjadi lemah dan terasa berat

bila digerakkan, pada awalnya pasien mengeluh badannya terasa pegal-pegal,

hal 1 dari 12

Page 2: Periodik Paralisis

dan lama kelamaan kemudian mulai terasa lemas terutama bagian bahu yang

menjalar ke lengan dan jari-jari tangan, hal tersebut terjadi bersamaan pada

tungkai pasien. Kelemahan dirasakan semakin berat hingga kesulitan untuk

bangun dari tidurnya hingga perlu digotong oleh orang lain. Keluhan tidak disertai

pandangan gelap, rasa baal atau kesemutan, bicara pelo, mulut mencong, dan

makan menjadi tersedak.

Keluhan tidak disertai maupun diawali, diare, muntah-muntah, demam,

sakit kepala, berdebar, batuk pilek dalam 1 bulan terakhir, aktivitas berat, maupun

makan tinggi karbohidrat sebelumnya. Riwayat minum obat-obatan rutin

disangkal. Pada saat malam hari sebelum kejadian pasien hanya tidur terlambat

sekitar jam tiga dini hari.

Penyakit serupa sebelumnya pernah dirasakan pada bulan november 2005

dikatakan pasien dirawat kemudian pasien diberi cairan lewat infus dan

keesokkannya pasien sudah dapat menggerakkan anggota geraknya lagi.

Penyakit serupa pada keluarga disangkal.

Pola makan sehari-hari menurut ibunya, pasien mengkonsumsi makanan

yang tinggi garam seperti mie bakso yang dijual dipinggir jalan berikut mie instan

frekuensinya sekitar 3-4 kali per minggu. Makanan sehari-hari yang dimasak

dirumah pasien juga tinggi akan garam.

Pada pemeriksaan fisik saat di IGD 25/08/06 keadaan umum tampak sakit

sedang, compos mentis, tanda vital tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi : 76

x/menit regular isi cukup, respirasi: 20 kali/menit, Suhu : 370 C. Status generalis,

kepala : normocephalus, mata : konjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik. Leher :

kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening tak teraba membesar, tekanan vena

jugularis tak meningkat. Thoraks : bentuk dan gerak simetris , paru-paru : suara

nafas vesikular kiri = kanan, tidak ditemukan rhonki maupun wheezing. Bunyi

jantung murni reguler, murmur dan gallop tidak ada. Abdomen : datar lemas,

bising usus positif normal. Ekstremitas : akral hangat perfusi cukup. Status

neurologi : Skala koma Glasgow : E4M6V5= 15; pupil : bulat isokor, diameter

3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung +/+ ; tanda rangsang

meningeal : kaku kuduk tidak ada, Laseque > 70/>70, Kernig > 135/135; saraf

kranial tidak ditemukan kelumpuhan; Motorik : kekuatan ekstremitas atas 3322|

2233, ekstremitas bawah 2222|2222, eutrofi, normotonus, refleks fisiologis BTR

hal 2 dari 12

Page 3: Periodik Paralisis

+/+, KPR dan APR +/+, tidak ditemukan refleks patologis; Sensorik : baik;

Otonom : inkontinensia uri et alvi tidak ada.

Diagnosis kerja pada saat itu periodik paralisis et causa dicurigai

hipokalemia.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium 25/8/06 (IGD) Hb : 14.4 g/dl;

Hematokrit : 42 %; leukosit : 12.300 /uL ; trombosit: 340.000 /uL;

Ureum/kreatinin : 20/0.9 mg/dl; gula darah sewaktu : 105; Analisa gas darah

(AGD) : pH : 7.336, pCO2 : 24.8, pO2: 104.1, Be : -11.0, HCO3- : 12.9 SO2 :

98.5; Na/K/Cl : 141/2.0/108. EKG : ritme sinus, QT memanjang.

Pasien diterapi dengan tirah baring, diet tinggi kalium dan rendah

karbohidrat, edukasi. Terapi khusus dilakukan pemberian cairan intravena

Asering ditambah dengan KCL 50 meq diberikan dalam 12 jam dan KSR per oral

3x1 tab, dan dilakukan cek AGD dan elektrolit paska koreksi.

Evaluasi klinis dan laboratorium pada 26/08/06 pkl 20:22, keadaan umum

tampak sakit ringan, kompos mentis, tanda vital dalam batas normal, kekuatan

motorik ekstremitas atas 3432|2333, ekstremitas bawah 3222|2223, refleks

fisiologis BTR: +|+, KPR dan APR 2+|2+. Lain-lain stqa. Pada pemeriksaan

ulang elektrolit Na/K/Cl : 146/3,9/100

Evaluasi pada 28/08/06 keadaan umum baik, kompos mentis, tanda vital

dalam batas normal. Kekuatan motorik atas dan bawah 5555|5555, refleks

fisiologis BTR, KPR, dan APR 2+|2+. Lain-lain stqa. Pemberian cairan intravena

dihentikan dilanjutkan peroral.

Pemeriksaan laboratorium pada 29/08/06 urinalisa : warna kuning, keruh,

berat jenis : 1.010, pH : 7.0, protein : negatif, glukosa : negatif, keton : negatif,

darah/Hb : negatif, bilirubin : negatif, urobilinogen : 3.2, nitrit : negatif, esterase

leukosit : +1, Sedimen :sel epitel : +, leukosit : 5-6/LPB, eritrosit : -, silinder : -,

kristal : amorphe +, Osmolaritas urin : 245 (250-900 mOsm/kg), Kalium urin : 18,

ureum/kreatinin : 17/0,9, asam urat darah : 3.0. T4 total : 8,53 (5,53-11,0), TSHs :

1.250 (0,465-4,680), AGD : pH: 7,359 pCO2 : 28,3 pO2: 104,7 HCO3- : 15,6 be :

-8,7 SO2: 98,1. Elektrolit darah Na/K/Cl : 143/3,7/104.

Pemeriksaan EMG pada 16/10/06 didapatkan : pemeriksaan NCV motorik

dan sensorik pada lengan dan tungkai kanan-kiri menunjukkan hasil dalam batas

normal. Pemeriksaan F wave saraf-saraf yang diperiksa menunjukkan latensi dan

hal 3 dari 12

Page 4: Periodik Paralisis

NCV masih dalam batas normal. Kesimpulan : Pemeriksaan NCV dan F wave

dalam batas normal.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pasien ini didiagnosa dengan :

Diagnosis klinis : Tetraparesis LMN

Diagnosis topik : Membran Otot Rangka

Diagnosis etiologi : Hipokalemi

Diagnosis patologi : Channelopathy

Pasien ini ditata laksana dengan :

- KSR 3x1 tablet

- Acetazolamide 3x250 mg

- Diet tinggi kalium

- Diet rendah karbohidrat dan garam

- Komunikasi, informasi dan edukasi penderita dan keluarga

Prognosis pada pasien ini :

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

Quo ad sanasionam: dubia ad bonam

DISKUSI

Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat

untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.

Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum

sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang

dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan

kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-

sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan

kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies

yang cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik

paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan

eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat

hal 4 dari 12

Page 5: Periodik Paralisis

menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi

listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.3

Periodik paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta

diturunkan, yang secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik dari

kelemahan otot. 3 Berbagai kepustakaan membagi kelainan ini secara bervariasi,

kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau sekunder.2 Pada yang primer

secara umum dikarakteristikkan dengan : (1). kelainan yang diturunkan; (2).

sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam darah; (3). kadang disertai

miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis tersebut disebabkan karena defek

dari ion channels.2 Sedangkan klasifikasi yang berguna secara klinis dari periodik

paralisis primer ini dapat dilihat pada tabel.1 :

Tabel 1 Periodik Paralisis Primer 2

Sodium Channel Hyperkalemic PPParamyotonia congenitalPotassium-aggravated myotonias

Calcium Channel Hypokalemic PPChloride Channel Becker myotonia congenita

Thomsen myotonia congenita

Sedangkan secara klasik dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan kadar

kalium darah saat terjadinya serangan kelemahan otot : periodik paralisis

hiperkalemi dan periodik paralisis hipokalemi. 3 Pada kelainan sekunder suatu

keadaan hipokalemi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

asupan kalium yang kurang, renal tubular asidosis, gangguan gastrointestinal

seperti diare, intoksikasi obat seperti amphotericin B dan barium, dan hipertiroid. 2,3

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek

klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada

hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat

kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.6 Keadaan ini dapat dicetuskan

melalui berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran

berlebihan melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan

transelular (perpindahan kalium dari serum ke intraselular) yang kami bahas pada

kasus ini.6 Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi

hal 5 dari 12

Page 6: Periodik Paralisis

kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis

seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.6 Pada konsentrasi serum

kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian

proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L

maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan

miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu prediktor

terjadinya rhabdomiolisis. 6 Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat

mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali

mengandung otot dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum.

Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan

elektrokardiogram(EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar

kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. 5,6,7 Kelainan yang terjadi berupa

inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari

PR, QRS, dan QT interval.4,5,7,8

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari

kejadian periodik paralisis yang diturunkan.3,4 Dimana kelainan ini diturunkan

secara autosomal dominan. 3,4,5 Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis

hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom

1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan reseptor

ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot. 2,3,4,5

Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan

HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode

subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode

sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis

protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan

Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis

hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita

dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-

1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.1,3,5,9

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan

kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun

kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan

tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang

hal 6 dari 12

Page 7: Periodik Paralisis

menyebabkan hipokalemi.2,3,4 Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia

pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat

ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan

kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala

awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak selalu diikuti dengan

terjadinya serangan kelemahan.3,5 Serangan sering terjadi saat malam hari atau

saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak

serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti

biasanya.2,3,5 Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling

berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut.5

Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai

biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya

dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat

kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga

terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang

kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini.

Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah,

lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu

kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot,

refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali

dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah

serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot

yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila

terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya

miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan.2,3,5

Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium

darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam,

kadar hormonal seperti T4 dan TSHs sangat membantu kita untuk menyingkirkan

penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat

menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake

karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare,

periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan

hyperaldosteronism. 4,5,7

hal 7 dari 12

Page 8: Periodik Paralisis

Pada kasus pasien ini terjadi kelemahan pada keempat anggota gerak

yang diawali gejala prodormal mialgia dan fatigue dimana kelainan ini tidak

disertai kelemahan pada otot-otot wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan

spingter serta tidak disertai tanda-tanda miotonia seperti kejang otot. Rasa

sensoris masih dalam keadaan baik. Dan saat diperiksa kadar kalium serumnya =

2,0 mEq/L, osmolaritas serum : 295,13 mEq/L, dan dari pemeriksaan laboratorium

lain seperti urinalisa urin 24 jam, fungsi ginjal, dan hormonal seperti T4 dan TSHs

dalam batas normal. Dan pasien ini pulih dalam waktu dua hari perawatan.

Pemulihan pada pasien ini tidak berhubungan dengan kadar kalium yang kembali

normal terlihat pada evaluasi pasien pada tanggal 26/08/06 didapatkan kekuatan

motorik ekstremitas atas 3432|2333, ekstremitas bawah 3222|2223, refleks

fisiologis BTR: +|+, KPR dan APR 2+|2+. Pemeriksaan fisik lain dalam batas

normal. Dan pada pemeriksaan ulang elektrolit Na/K/Cl : 146/3,9/100. Serangan

kelemahan pada kasus ini diikuti dengan suatu keadaan penurunan kadar kalium

serum tapi kadar kalium tersebut tidak berhubungan dengan beratnya kelemahan

otot yang terjadi. Hal tersebut terjadi pada HypoPP yang terjadi karena kelainan

pada kanal kalsium.5

Diagnosis HypoPP harus dipertimbangkan ketika suatu serangan

kelemahan terjadi episodik dan berkaitan dengan hipokalemia. Hipokalemi yang

terjadi pada HypoPP ini diduga karena adanya defek permeabilitas membran sel

terhadap kalium sehingga menurunkan kadar kalium ekstraselular.3 Kadar kalium

serum akan kembali menjadi normal diantara serangan, dan apabila hipokalemia

menetap harus dipikirkan penyebab lain dari periodik paralisis, seperti penurunan

kadar kalium pada kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan metabolisme

lain.3,4,5

Diagnostik lain yang dapat kita lakukan untuk menentukan hypoPP bila

pasien tidak dalam keadaan serangan yaitu dengan cara tes provokatif. Dimana

pasien dimonitor tanda vitalnya dan keadaan jantungnya melalui EKG, kemudian

pasien diberikan glukosa sebanyak 50 sampai 100 gram atau dilarutkan dalam 2

gram NaCl perjam yang diberikan dalam tujuh dosis, diikuti dengan pencetusan

latihan, maka akan timbul serangan kelemahan, yang dapat diatasi dengan

pemberian 2 sampai 4 gram KCL per oral. 2,5

hal 8 dari 12

Page 9: Periodik Paralisis

Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan

pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita

edukasi dan berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian

serangan melalui menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang

berat, hindari kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan

kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam(160 mEq/hari). 2,3,5,8

Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat

diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan

episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide

merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125

mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan

maksimum 1500 mg/hari. 3,4,5,10 Pasien yang tidak berespon dengan pemberian

acetazolamide dapat diberikan penghambat carbonic anhidrase yang lebih poten

seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat

kalium seperti spironolactone atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga

100 mg/hari). 3,5,10 Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari

secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah

timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. 5 Pada suatu serangan HypoPP

yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis inisial

0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCL

dalam 5 % manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam

larutan glukosa sebagai cairan pembawa.5 Kepustakaan lain KCL dapat diberikan

dengan dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol. 3,4

Berikut algoritma mengenai diagnostik dan tatalaksana dari periodik

paralisis dapat dilihat pada halaman 11.

Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu pemberian KCL peroral disertai

KCL melalui intravena pada saat akut. Dan setelah keadaan membaik terapi KCL

diberikan per oral sambil memantau status klinis pasien, kadar kalium serum, dan

pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan patologi lain yang dapat

menyebabkan hipokalemi. Dan setelah dua hari perawatan pasien pulih

sempurna, dan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil dalam batas normal

pasien dipulangkan.

hal 9 dari 12

Page 10: Periodik Paralisis

Kesimpulan

Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan

kelemahan yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan

mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan

tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia

pada HypoPP. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ

lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak

ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa.

Mengenal dan menegakkan suatu keadaan HypoPP menjadi sangat penting

dalam hal ini, dan terapi yang diberikan sangatlah mudah dan murah.

hal 10 dari 12

Page 11: Periodik Paralisis

hal 11 dari 12

Page 12: Periodik Paralisis

DAFTAR PUSTAKA

1. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J

2005;81;20-32.

2. Sripathi N MD. Periodic Paralyses. www.emedicine.com. Updated

November 2003.

3. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated

Ion Channels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2

part 2. Mayo Foundation. United Kingdom.2003; 225;2365-2377.

4. Tawil R. Periodic Paralysis in Current Therapy Neurologic Disease, 6th ed.

422-424. Mosby, USA. 2002.

5. Ropper AH, Brown RH, Phil D. Adams and Victor’s Principles of Neurology,

8th ed. McGraw-Hill Comp. USA. 2005.

6. Riggs JE. Neurological Manifestations of Electrolyte Disturbances in

Neurology and General Medicine, 2nd ed. Churchill Livingstone, New York.

1995; 17; 326.

7. Ahlawat SK, Sachdev A. Hypokalaemic paralysis. Postgraduate Medical

Journal; Apr 1999; 75, 882; ProQuest Medical Library. p. 193

8. Graber M. Terapi Cairan, Elektroli dan Metabolik, ed.1. Farmedia.

Jakarta.2002.

9. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic

Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance

in Women. Internal Medicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 – 222.

10.Folsy PA, Ringel SP. Neuromuscular Disorders in Emergent and Urgent

Neurology 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 1999.

hal 12 dari 12