Upload
annisa-nurimania
View
234
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
SMPN 1 Bandung
Peristiwa Heroik Sekitar Kemerdekaan Indonesia
Tugas IPS
Annisa Nurimania SVIII-8
No. Absen: 3
Sumber : http://skulwork-nytha.blogspot.com/2012/02/peristiwa-peristiwa-heroik-setelah.html
PERISTIWA HEROIK SEKITAR KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian,
tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak
itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah
dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi
pada 6 dan 9 Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian
memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Menyerahnya Jepang kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membawa hikmah
yang sangat besar kepada perkembangan bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara yanag
berdaulat. “Vacuum of Power”, yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia dapat
dimanfaatkan oleh para “Founding fathers” untuk memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945 dan dilanjutkan dengan upaya melengkapi kelengkapan Negara
melalui sidang PPKI tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945. Maka lengkap dan sah lah Indonesia
sebagai sebuah Negara berdaulat dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan
disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah
kekuasaan Jepang di Indonesia. Akan tetapi setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang
Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-
pertempuran yang memakan korban di banyak daerah.
Berikut ini adalah daftar-daftar peristiwa heroik yang ada di Indonesia setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia di kumandangkan :
A. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian
pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini
adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi (bedakan
dengan Peristiwa 10 November - perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan sekutu
dan Belanda). Pertempuran ini dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya
suasana sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945.
Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di
Semarang pun rakyat khususnya pemuda berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang
Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh. Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam,
Tentara Jepang semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan
senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula
Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal
diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda
menggunakan taktik gerilya.
Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB,
pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang
yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata
mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian
menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap
melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang
waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di
Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di
Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu.
Rakyat pun menjadi gelisah.
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang
memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir
Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat
memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang
telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda.
Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang
sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-
desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa
berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang
ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar
yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa
ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah
sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun
satu bulan.
Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000
tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara itu, berita
gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari
berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana.
Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka
melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di
berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban
2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan
delapan karyawan RS Purusara.
Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a) 7 Oktober : Pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh.
Sementara di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai penyerahan
senjata.
b) 13 Oktober : Suasana semakin menegang dan Jepang semakin terdesak.
c) 14 Oktober : Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara
dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang yang lewat.
Mereka juga menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara
Jepang ke Penjara Bulu namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada
delapan polisi istimewa yang menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan
sore itu juga tersiatr kabar kalau Jepang menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas
Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk segera memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg.
Sonarti, mencoba mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana sedang sangat
berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan beberapa tentara
pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke rumah sakit sekitar namun
tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas, pada hari itu juga terjadi pemberontakan
4.000 tentara Jepang di Cepiring.
d) 15 Oktober: Pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan
ke pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya dr.
Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan Mr.
Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta.
e) 16 Oktober : Pertempuran terus berlanjut
f) 17 Oktober : Jepang berunding dengan Mr. Wongsonegoro
g) 18 Oktober : Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal
Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang direbut segera dikembalikan
bila tidak Jepang akan meloakukan pengeboman pada tanggal 19 Oktober 1945 pukul 10.00.
h) 19 oktober : Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS
Glenry mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.
Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlbat
adalah sbb :
a) dr. Kariadi dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi
yang kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Beliau juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas
Pusat Purusara.
b) Mr. Wongsonegoro Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang.
c) Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang
betrsama Mr. Wongsonegoro.
d) Mayor Kido Pimpinan Batalion Kido Butai yang berpusat di Jatingaleh.
e) drg. Soenarti istri dr. kariadi.
f) Kasman Singodimejo perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia.
g) Jenderal Nakamura Jenderal yang ditangkap oleh TKR di Magelang
Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai
monumen peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan
oleh presiden Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang
banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di Jl.
Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain
pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di
Semarang
B. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak
tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10
November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama
pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu
pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi
simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah
Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut
makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di
Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel
Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang
bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari
tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-
Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan
menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia,
hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran
bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang
dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih
diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya
Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik
dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya
dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam
perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk
mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman
mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas
dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar
Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera
Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam
pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera
Belanda, merobek bagianbirunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai
bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah
pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil
tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban
jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C.
Hawthornmeminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris
ditandatangani tanggal 29 Oktober1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu
tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di
Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30
Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby
berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah.
Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya
Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai
sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena
ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini
menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan
pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan
ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan
menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party).
Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan
bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa
peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan
India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan
senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Brigadir
Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan
keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka
patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi.
Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk
menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan
lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa
ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan
gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai
setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak
benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang
meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby).
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert
Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang
Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang
ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah
jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan
rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut
ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri,
dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu,
banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan
pemuda,mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda
yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar,
yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan
kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal
perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat.
Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan
yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan
setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000
tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi
korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik
Indonesiahingga sekarang.
C. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa atau yang sering disebut sebagai palagan Ambarawa memang
menarik. Secara singkat, dapat diceritakan bahwa disebut Pertempuran Ambarawa karena
memang terjadinya di kota Ambarawa. Pertempuran itu sebenarnya sudah diawali sejak
Oktober 1945, di mana pada tanggal 20 Oktober 1945 tentara Sekutu mendarat di Semarang di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell
mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang
berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi olehNICA. Kedatangan Sekutu ini
mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan
menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu
berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang
untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah
dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di
kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai
penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR
Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan
mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat
campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan
Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera
mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa
Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni
Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat
pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan
Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdimanberusaha membebaskan kedua desa tersebut,
namun ia keburu gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V
Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung
turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan
napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando
sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah
serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir
dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak
dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo
Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng.
Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup
ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke
Bedono.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para
Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan
mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu,
kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa.
Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan
TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin
pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua
sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya
diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15
Desember1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu
dibuat mundur ke Semarang.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan
Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
D. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan
Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam
persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan
memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.
Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya
diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di
kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana
untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota
yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan.
Sementara di tempat lain pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar
berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera.
Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk
barisan Pemuda Indonesia.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar
dilaksanakan. Tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin
oleh Brigjen T.E.D Kelly.
Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan
dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden
terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945.
Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana
Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda.
Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan
NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan
Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan.
Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan
pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan
reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali.
Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-
komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan
dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran
terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di kedua belah pihak. Pada
bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan
kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar.
Untuk melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan
terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan
rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang,
Bukit tinggi dan Aceh.
E. Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di
kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam,
sekitar 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju
pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan
tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer
dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12
Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi,
diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan
mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai menganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan
bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 24 November 1945, TKR
dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di
bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai
markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa
Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan
bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI kala itu)
meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para
pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu
dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui
musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris
Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan
memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[rujukan?] Hari itu juga, rombongan besar penduduk
Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota
berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu
tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam
mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang
sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di
Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik
Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI
(Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut.
Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu
meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota
Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka,
maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak
saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi
api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat
dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding
dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI
bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini
mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi
kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu,
menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Latar belakang Bandung Lautan Api, antara lain :
a) Pasukan sekutu Inggris memasuki kota Bandung dan sikap pasukan NICA yang merajalela
dengan aksi terornya.
b) Perundingan antara pihak RI dengan Sekutu/NICA, dimana Bandung dibagi dua bagian.
c) Bendungan sungai Cikapundung yang jebol dan menyebabkan banjir besar dalam kota.
d) Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari Bandung Utara.
F. Pertempuran Margarana
Latar belakang munculnya puputan Margarana atau pertempuran Margarana sendiri
bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan
perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Salah satu isi dari perundingan Linggajati
adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan
daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda
mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang
memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan
berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang
pendaratan Belanda tersebut.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat
Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di
mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat
Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak
masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika
Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk
Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah
Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat
itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan
dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan
seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan
Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata
pasukan Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai
yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil
mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari pusat
kedudukan pasukan Ciung Wanara.
Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara),
melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba di tengah
perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Tak pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah
Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi pertempuran
yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba
serentak mengepung ladang jagung di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari
Denpasar itu.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan
persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih
berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk
membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda
menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration
(NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul
mundur serdadu Belanda.
Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah
terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang
terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari
pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang
pembantaian penuh asap dan darah.
Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti
Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana.
Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat
di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa.
G. Pertempuran Laut Aru
Pertempuran Laut Aru adalah suatu pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada
tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal
jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely milik Belanda menyerang RI Matjan Tutul
(650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli
pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini
setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
Peristiwa Aru bermula dari suatu operasi rahasia untuk menyusupkan sukarelawan suku
Irian yang telah dilatih oleh TNI-AD ke Irian Barat. Komando Trikora memang sudah terbentuk,
namun misi tersebut dilaksanakan bukan dalam konteks operasi gabungan. Komando berdiri
sendiri sebagai task force dengan misi tertentu.
Hampir semua kekuatan yang akan dilibatkan dalam Operasi Trikora belum siap. Bahkan
semua kekuatan udara masih stand by di Jawa. Namun ternyata Angkatan Darat telah
mendahului dengan melakukan penyusupan sukarelawan. Untuk melaksanakan misi itu, AD
minta bantuan ALRI untuk mengangkut pasukan dari Jakarta menuju pantai Irian. Sedangkan
AURI hanya diminta mengerahkan dua pesawat Hercules untuk mengangkut pasukan dari
Jakarta menuju target yang nantinya ditentukan oleh ALRI.
Karena misi itu sangat rahasia, di Mabes AURI hanya beberapa petinggi yang
mengetahui. Walaupun nyatanya tidak rumit, hanya mengangkut pasukan ke sebuah pangkalan
di dalam negeri dengan terbang rendah. Batas tugas AURI hanya memindahkan pasukan
dengan Hercules, selebihnya tidak menjadi tanggung jawab Mabes AURI.
Pada 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Kedua Hercules kembali
ke pangkalan, dan AURI pun menjalankan tugas rutinnya. Namun tanggal 18 Januari muncul
situasi yang kurang mengenakkan, saat ada pimpinan angkatan lain melapor ke Bung Karno
bahwa tiadanya perlindungan dari AURI telah menyebabkan sebuah operasi gagal. Sampai saat
itu pihak AURI belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Ternyata pada 15 Januari telah terjadi kontak senjata antara armada ALRI dengan AL
Belanda di Laut Aru yang menyebabkan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan prajurit-prajurit
ALRI lainnya. Kalau dikatakan AURI tidak melindungi kapal beserta para prajurit ALRI, bukankah
tugas AURI hanya mengangkut pasukan dengan dua Hercules dalam operasi penyusupan ke
Irian?
Tidak ada kesalahan dalam peristiwa itu, namun AURI disalahkan. Padahal mereka yang
tahu rumitnya mengkoordinasikan operasi udara, apalagi dengan pengeboman untuk
melindungi kapal perang, pasti akan berpikir seratus kali lipat untuk menudingkan kesalahan
seperti itu. Tapi begitulah. Orang yang tidak tahu, dan tidak mau tahu, telah menudingkan
kesalahan – dan pemegang kekuasaan tertinggi pun membenarkan.
Hari H untuk pelaksanaan operasi penyusupan adalah Senin, 15 Januari 1962. Pada H
minus tiga (-3), semua kapal ALRI telah merapat di rendezvous point di sebuah pulau di
Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal
dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda
sudah datang mengintai. Hal yang sama terjadi pada H -2 dan H -1.
Hari H pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak. KRI Harimau berada di
depan, membawa antara lain Kol. Sudomo, Kol. Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di
belakangnya adalah KRI Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang
adalah KRI Macan Kumbang.
Menjelang pukul 21.00, Kol. Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan
dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di sebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak
bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian melaju. Tiba-tiba
terdengar dengung pesawat mendekat, lalu menjatuhkan flare yang tergantung pada parasut.
Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda
yang berukuran lebih besar ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI. Kapal Belanda
melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau. Kol. Sudomo
memerintahkan untuk balas menembak namun tidak mengenai sasaran. Komodor Yos Sudarso
memerintahkan ketiga KRI untuk kembali. Ketiga kapal pun serentak membelok 180o. Naas, KRI
Macan Tutul macet dan terus membelok ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira manuver
berputar itu untuk menyerang mereka. Sehingga mereka langsung menembaki kapal itu.
Tembakan pertama meleset, namun tembakan kedua tepat mengenai KRI Macan Tutul.
Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Komodor Yos Sudarso meneriakkan perintah,
“Kobarkan semangat pertempuran!”
AURI berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan
AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah RI.
Negara superpower seperti AS pun tidak akan bisa melakukannya di era itu, apalagi kita.
Bagaimana pesawat terbang melaksanakan misi bantuan serangan udara tanpa ada koordinasi
sebelumnya? Bahkan operasi itu sendiri tidak pernah dibicarakan dengan pimpinan AURI.
Namun saat gagal, kesalahan ditimpakan ke pihak AURI. Untuk mengakhiri polemik, KSAU
Suryadarma mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. AURI pun berduka cita.
Hari Sabtu, 20 Januari 1962, diadakan rapat di Istana Bogor yang dipimpin oleh Bung
Karno, untuk mengangkat Laksamana Muda Omar Dhani sebagai KSAU yang baru. Setelah itu
langsung diadakan brifing mengenai peristiwa Aru. Kolonel Mursyid sebagai komandan tim juga
sudah kembali untuk memberikan paparan. Begitu paparan selesai, suasana di ruang rapat yang
terletak di sayap kiri Istana Bogor itu jadi mencekam, serius, sepi, dan semua diam. Seakan-
akan menikmati rasa kemenangan dan kepahlawanan. Yos Sudarso gugur, operasi gagal, namun
dinilai heroik.
Peristiwa Aru kemudian berlalu begitu saja. Sampai saatnya nanti orang bisa menilai,
pengorbanan batin para pimpinan AURI di masa itu adalah wujud nyata sikap tertinggi dalam
disiplin prajurit, yaitu loyalitas.
H. Tindakan Heroik Di Yogyakarta
Pada tanggal 26 September 1945 terjadi perebutan kekuasaan dan para pegawai negeri
semua mogok karena peristiwa ini. Sejak pukul 10.00, mereka mogok bekerja dan memaksa
Jepang untuk menyerahkan semua kantor Jepang ke Indonesia. Diperkuat oleh pengumuman
oleh KNI DI Yogyakarta pada 26 September 1945 bahwa kekuasaan di daerah itu sekarang
berada di tangan pemerintah RI. Kemudian terjadilah demo dan para pemuda berusaha untuk
merebut senjata dan peralatan perang, sedapat mungkin tanpa melalui jalan kekerasan. Tapi
karena usaha perundingan gagal, pada 1 Oktober malam, para pemuda, BKR dan kepolisian
menyerbu Tansi Otsuka Butai yang berada di kota baru. Malam itu jugaOtsuka Butai menyerah
setelah 18 orang pemuda polisi gugur.
Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan terhadap kota Yogyakarta secara secara besar-
besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi
III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat
berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia
internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga
dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang
berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan
moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional
Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada
waktu itu sebagai komandanbrigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di
wilayah Yogyakarta.
I. Peristiwa 11 Nopember 1946 di Sulawesi Selatan
Pada saat Belanda (Mayjend Van Mook) sedang mengadakan Konferensi Denpasar
dalam rangka pembentukan negara Indonesia Timur dan negara-negara boneka lainnya, pada
tanggal 11 Desember 1946 Belanda mengumumkan bahwa Sulawesi berada dalam status
darurat perang dan hukum militer (akibat dari penolakan rakyat terhadap rencana
(pembentukan Negara Indonesia Timur). Rakyat Sulawesi Selatan yang diangap menolak atau
tidak setuju/menentang rencana tersebut dibantai habis oleh pasukan Belanda pimpinan
Raymond Westerling yang mengakibatkan lebih dari 40.000 jiwa rakyat Sulawesi meninggal.
Robert Wolter Monginsidi dan Andi Matalatta yang memimpin pasukan untuk melawan
kebiadaban Belanda akhirnya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
J. Tindakan Heroik Di Aceh
Di Aceh terjadi sebuah pertempuran besar. Pertempuran tersebut terjadi karena
pembentukan Organisasi yang dibentuk oleh para pemuda pada tanggal 6 oktober 1945 yang
diberi nama Angkatan Pemuda Indonesia (API), namun seminggu berdirinya organisasi tersebut
kemudian jepang melarang berdirinya Organisasi tersebut. Walaupun dipakasa untuk
membubarkan API, tapi para pemuda menolak dengan keras dan timbullah pertempuran. Para
pemuda melucuti senjata Jepang. Selain itu, para pemuda juga mengambil alih kantor-kantor
pemerintah Jepang dan mengibarkan bendera merah putih.
K. Tindakan Heroik Di Palembang
Di Palembang pada 8 Oktober 1945 Dr.A.K.Gani memimpin rakyat mengadakan upacar
pengibarab Bendera Merah-Putih. Perekutan kekuasaan di Plembnag dilakukan tanpa Insiden.
Pihak Jepang berusaha menghindari pertempuran.
L. Tindakan Heroik Di Kalimantan
Di Kalimantan dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan berdemokrasi,
pengibaran Bendera Merah-Putih dan mengadakan rapat-rapat. Pada 14 November 1945
dengan beraninya sekitar 8000 orang berkumpul di komplek NICA dengan mengarak Bendera
Merah-Putih.
M. Peristiwa Merah Putih di Manado
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 februari 1946 di Manado. Para pemuda Manado
bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan di
Manado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil
ditahan.
Adapun latar belakang dari peristiwa ini yaitu keinginan pemuda untuk merebut kembali
kekuasan di seluruh Manado yang berada di tangan Belanda.
N. Tindakan Heroik di Nusa Tenggara
Di Nusa tenggara juga dilakukan usaha perebutan kekuasaan dari sekutu. Rakyat tetap
mengibarkan bendera merah putih dan memakai Lencana Merah.
O. Tindakan Heroik di Papua
Pada tanggal 14 Maret 1948 para pemuda papua menyerang NICA dan Tangsi Sorido.
Namn serangan itu gagal dan dua orang pemimpinnya dibunuh dan yang lainnya dipenjara
seumur hidup.
P. Tindakan Heroik di Padang dan Bukit Tinggi
Di padang dan bukit tinggi dibentuk balai penerangan pemuda indonesia dan pemuda
republik indonesia. Kedua organisasi pejuang iitu memelopori pembentukan BKR dan komite
nasional Indonesia.
Q. Tindakan Heroik di Surakarta
Terjadi pertempuran rakyat dengan Jepang di markas Kempeitai. Dalam pertempuran
gugur pemuda Arifin.
R. Tindakan Heroik di pulau Sumbawa
Pada Bulan Desember 1945, para pemuda berusaha merebut senjata dari jepang dan
bentrokan terjadi di Gempe dan di Sape.
S. Tindakan Heroik di Lampung
BKR dan para pemuda berhasil melucuti senjata Jepang di Teluk Betung, Kalianda dan
Manggala.