24
Borang Portofolio Kasus Bedah Topik : Peritoniis ec Apendicitis Perforasi Tanggal (kasus) : 8 Agustus 2015 Presenter : dr. Pramithasari Tanggal Presentasi : 22 Agustus 2015 Pendamping : dr. Herlizon, Sp.B Tempat Presentasi : Ruang Perawatan Bedah RSD May.Jend. H.M. Ryacudu Objektif Presentasi : □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus □ Bayi Anak □ Remaja □ Dewasa Lansia □ Bumil Deskripsi : Nyeri perut ± 10 hari sebelum masuk Rumah Saakit disertai demam dan muntah □ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas. Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara Membahas : Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Data Pasien : Nama : Tn I, 15 Tahun No. Registrasi : 15.35.41 Nama Klinik : Bedah RSD Ryacudu Lampura Telp : Terdaftar sejak : 1

peritonitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

Page 1: peritonitis

Borang Portofolio Kasus Bedah

Topik : Peritoniis ec Apendicitis Perforasi

Tanggal (kasus) : 8 Agustus 2015 Presenter : dr. Pramithasari

Tanggal Presentasi : 22 Agustus 2015 Pendamping : dr. Herlizon, Sp.B

Tempat Presentasi : Ruang Perawatan Bedah RSD May.Jend. H.M. Ryacudu

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi : Nyeri perut ± 10 hari sebelum masuk Rumah Saakit disertai demam dan muntah

□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.

Bahan

Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara

Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien :Nama : Tn I, 15 Tahun

No. Registrasi : 15.35.41

Nama Klinik : Bedah RSD Ryacudu

LampuraTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Gambaran Klinis : Nyeri pada seluruh lapang perut terutama perut kanan bawah ± 10 hari

disertai demam dan muntah

2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke klinik di tempat tinggalnya.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien

5. Riwayat Pekerjaan : pasien belum bekerja

Daftar Pustaka :

1

Page 2: peritonitis

1. Soybel, Apendicitis Akut. Departemen Bedah UGM . 2010

2. Sjamsuhidajat, Apendicitis, De Jong. 2004

3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34725/4/Chapter%20II.pdf

4. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010

5. Brian, J, Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2011

6. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-Century Corp, Hal

784-795

7. http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html

Hasil Pembelajaran :

1. Mampu menegakkan diagnosis apendicitis 2. Mampu mengenali keadaan berbahaya pada apendicitis

3. Mampu merencanakan pemeriksaan yang diperlukan

4. Mampu memberikan pengobataan pada kasus yang tidak perlu dirujuk

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut terutama perut sebelah kanan

bawah yang sudah dirasakan pasien ± 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).

Nyeri awal dirasakan pada bagian ulu hati kemudian menjalar ke perut bagian kanan

bawah. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien berjalan dan menekukkan kaki.

Pasien juga mengalami demam yang disertai dengan muntah hampir tiap kali pasien

habis makan. Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas terdekat namun belum

ada perbaikan.

1 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), nyeri dirasakan hampir pada

seluruh bagian perut. Pasien lalu dibawah ke puskesmas dan kemudian dirujuk ke

RS Ryacudu. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) dalam batas

normal. Flatus (+).

2. Objektif :

2

Page 3: peritonitis

Kesan umum:

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHG

Laju jantung : 90x/menit, reguler

Pernapasan : 28x/menit

Suhu : 3,8°C (Axilla)

Status Generalis

Kepala

Mesocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit

kepala tidak ada kelainan.

Mata

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil

isokor

Hidung

Nafas cuping hidung (-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)

Telinga

Normotia, discharge (-/-)

Mulut

Sianosis (-),faring tidak hiperemis, tonsil tenang (T1/T1)

Leher

KGB tidak membesar

Thorax

Paru

Inspeksi : simetris dextra et sinistra, retraksi intercostal (+)

Palpasi : vokal fremitus taktil dextra et sinistra sama

Perkusi : sonor disemua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler dextra et sinistra, ekspirasi memanjang,

3

Page 4: peritonitis

Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Palpasi : tegang, turgor kulit normal, nyeri tekan McBurney (+),

Rovsing (+) , Psoas (+) , hepar tidak teraba, lien tidak teraba

membesar.

Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

Anggota gerak

Keempat /anggota gerak lengkap sempurna

Refleks patologis (-/-)

Refleks fisiologi (+/+)

Kekuatan motori +5/+5

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

4

Page 5: peritonitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 08 Agustus 2015

Hematologi Hasil Rujukan

Hemoglobin 13. 6 gr/dl 13- 18 gr/dl

Leukosit 23.420/µl 5.000- 11.000/ µl

Trombosit 364.000 150-400rb/ µl

Hematokrit 38 % 42 – 52 %

Golongan darah B ( Rhesus +)

Waktu perdarahan 3’00 1- 7 menit

Waktu pembekuan 4’00 9- 15 menit

SGOT 84 U/L 5- 40 U/L

SGPT 59 U/L 5-41 U/L

Ureum 26 15- 39

Kreatinin 0,6 0,9- 1,2

HbsAg Negative Negative

Gula Darah Sewaktu 95 mg/dl 100-200 mg/dl

3. Assesment (penalaran klinis) :

Peritonitis ec Apendicitis Perforasi

4. Plan :

Rawat inap

IVFD RL 20 tetes/menit

Injeksi Rabitidin 2x20mg IV

Injeksi ceftriaxon 2x1gr IV

Konsul dr. Sp. Bedah : rencanakan operasi laparatomi cito

5

Page 6: peritonitis

Tinjauan Pustaka

I. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 m (kisaran

3-15cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan

melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,

lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin

menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Bagian paling luar

6

Page 7: peritonitis

apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang

berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup

oleh peritoneum viserale.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika

superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks

akan mengalami gangrene.

II. Defenisi dan Klasifikasi Apendiks

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi

dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa

perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai

cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan

oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

III. Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis akut,dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelaj

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah ertumpuk

nanah. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks

miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

IV. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan

cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat

menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.

Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

7

Page 8: peritonitis

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini

akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

V. Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh

feses yang terlibat atau terinfeksi . pada awal dari apendisitis terlebih dahulu terjadi

inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan

lapisan muskular dan serosa (peritoneal) dan eksudat fibrinopurulent terbentuk pada

permukaan serosa dan berlanjut beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan,

seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen,

yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi

bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren.

Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang

terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

VI. Penegakkan Diagnosis

Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan

dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu

hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari

fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri

adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney.

Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan).

Nyeri pada titik Mc Burney  juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa

disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh  posisi dari apendiks. Jika

apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri

tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika

apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks

dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba

meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika

apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah

8

Page 9: peritonitis

dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka

tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan

nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot

obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda

obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan

T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks

terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat

jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit,

tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.

Tabel 1. Sign of Appendicitis

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan

tekanan pada kuadran kiri bawah dan

timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau

Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri,

kemudian dilakukan ekstensi dari

panggul kanan. Positif jika timbul

nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul

dan dilakukan rotasi internal pada

panggul. Positif jika timbul nyeri pada

hipogastrium atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan

bawah dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan

traksi lembut pada korda spermatic

kanan

Kocher (Kosher)’s

sign

Nyeri pada awalnya pada daerah

epigastrium atau sekitar pusat,

kemudian berpindah ke kuadran kanan

bawah.

Sitkovskiy

(Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada

perut kuadran kanan bawah saat

pasien dibaringkan pada sisi kiri

9

Page 10: peritonitis

Bartomier-

Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada

kuadran kanan bawah pada pasien

dibaringkan pada sisi kiri

dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s

sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada

petit triangle kanan (akan positif

Shchetkin-Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas.

Palpasi pada kuadran kanan bawah

kemudian dilepaskan tiba-tiba

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.

Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

Tabel 2. The Modified Alvarado score

                

Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan

kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus

kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas,

pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.

The Modified Alvarado Score SkorGejala Perpindahan nyeri dari ulu hati

ke perut kanan bawah1

Mual-Muntah 1Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2Nyeri lepas 1Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the left

1

Total 10Interpretasi dari Modified Alvarado Score:     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut      5-7     : sangat mungkin apendisitis akut     8-10   : pasti apendisitis akut

10

Page 11: peritonitis

VII. Tatalaksana Appendisitis

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan

dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Penggunaan ligasi ganda

pada  setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap

tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-

stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan

purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat

dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan

dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan

teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini

sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang

lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat

peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.

Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut

abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi

meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.

VIII. Peritonitis

11

Page 12: peritonitis

Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi

rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat

lokal maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapt

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia, iritan, dan benda asing.

Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial, peritonitis diklasifikasikan

menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi

monomikrobial. Sumber infeksi umumnya ekstraperitonial yang menyebar secara

hematogen. Ditemukan pada penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom

nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Kejadian

peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis sekunder merupakan infeksi

yang berasal dari intraabdomen yang umumnya berasal dari perforasi organ berongga.

Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum, lebih dari 90%

kasus bedah. Peritonitis tersier terjadi akibat kegagalan respon inflamasi tubuh atau

superinfeksi. Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah

dilakukan interfensi pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier

kurang dari 1% kasus bedah.

Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga

abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya

penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk

melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara umum. Manifestasi klinis

terbagi menjadi :

(1) tanda abdomen yang berasal dari awal peradangan dan

(2) manifestasi dari infeksi sistemik.

Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding

abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya

bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan

ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat,

takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi

syok.

a. Gejala

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hamper selalu ada pada peritonitis. Nyeri

biasanya dating dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan

perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen. Seiring dengan

12

Page 13: peritonitis

berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa

seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada

daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran

dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya

bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran

dari peritonitis.

Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan

muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam

sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh

biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.

        Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor. Pertama akibat

perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal.

Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata. Yang utama septicemia pada

peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negative diman dapat menyebabkan

terjadinya tahap yang menyerupai syok.

b. Tanda

        Tanda Vital

Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi yang

timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari frekuensi

pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk

mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan

tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal

seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan

dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang

lebih buruk (Schwartz et al, 1989).

Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari

abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan

diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan

penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini

terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen

terjadi akibat ileus paralitik.

13

Page 14: peritonitis

Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus dapat

bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hamper

tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara

borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara

perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut,

penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi.

Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa.

Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini

menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal

yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis.

Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan

menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan

pekak hepar yang menghilang.

Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi ini.

Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat

nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini

terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang

nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang dengan

kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan

banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau

spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting adalah adanya

nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan

menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter.

Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di

kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya.

Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi.

Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat

menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya

terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.

14

Page 15: peritonitis

Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme

secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek spasme otot

menjadi sangat berat seperti papan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit

dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk

hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya

lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang

sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme

pertahanannya. Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke kiri dan

didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan,

meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.Analisa gas

darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat

dilakukan.

Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak

PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan

proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen.

Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu

sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada

dengan menggunakan foto polos abdomen. Ileus merupakan penemuan yang tidak

khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat

terlihat pada kasus perforasi. Foto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua

posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. Foto harus

dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus dievaluasi dengan memperhatikan pola,

lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus.

IX. Pembahasan

Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah pada laki-laki mempunyai

diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan

seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini

didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang

air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis,

15

Page 16: peritonitis

ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing

yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified

Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis

apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah

apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah

sejak dua tahun yang lalu.

Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai

dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks

yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa.

Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi

nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat

terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan

supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif.

Daftar Pustaka

1. Soybel, Apendicitis Akut. Departemen Bedah UGM . 2010

2. Sjamsuhidajat, Apendicitis, De Jong. 2004

3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34725/4/Chapter%20II.pdf

4. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier.

2010

5. Brian, J, Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2011

16

Page 17: peritonitis

6. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-

Century Corp, Hal 784-795

7. http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html

17