12

PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA
Page 2: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

i

PERJALANANMENDAYUNG BERSAMA

Buku 2 - 65 tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompul

Binsar J. Pakpahan (editor)

Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta2014

Page 3: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

ii

PERJALANAN SEMUA MENDAYUNGBuku 1 - 65 tahun Pdt. Dr. Einar M. SitompulCopyright 2014 UPI STT Jakarta & HKBP Menteng

Diterbitkan olehUnit Publikasi dan Informasi STT JakartaJalan Proklamasi 27, Jakarta Pusat 10320 Telp. (021) 390.4237 ext. 109Email: [email protected] HKBP Menteng, Jl. Jambu No. 46Jakarta PusatHak Cipta dilindungi Undang-UndangCetakan ke-1: 2014

Penyunting: Binsar J. PakpahanTata Letak: Binsar J. PakpahanDesain Sampul: Aulia Putri

Katalog dalam Terbitan

UPI STT Jakarta / Unit Publikasi dan Informasi STT JakartaISBN

Page 4: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI III

KATA PENGANTAR EDITOR vII

SAMBUTAN EPHORUS HKBP xI

SAMBUTAN SEKRETARIS UMUM PGI xIv

BAGIAN SATU: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DAN DIALOG ANTARUMAT

SAUDARA DEKAT YANG JAUH, ATAU SAUDARA JAUH YANG DEKAT? Abraham Silo Wilar 3

ISLAM POST NATION-STATE Ahmad Suaedy 17

MASA DEPAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA

Abubakar Mashyur Jusuf Roni 34

ABRA(HA)M, BAPA PELINTAS BATAS Anwar Tjen 42

DARI PERBEDAAN MERAJUT KEBERSAMAAN Darius Dubut 65

BERDEBAT, BERDIALOG, BERSAKSI ATAU BERCERITA? Darwin Lumbantobing 72

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MAJEMUK Djoys Karundeng Rantung 83

MEMBANGUN SALING PENGERTIAN AGAMA ABRAHAM Erick J. Barus 103

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM KONFLIK PENDIRIAN RUMAH BADAH Favor Adelaide Bancin 111

AGAMA UNTUK PERDAMAIAN GLOBAL Hamka Haq 122

DIALOG ANTARIMAN: MENYAHABATI ORANG ASING DAN ESTETIKA KETIDAKTAHUAN Joas Adiprasetya 135

Page 5: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

iv

AGAMA DAN HIKMAT DALAM PENDIDIKAN KRISTIANI Lukman Tambunan 144

PROBLEMATIKA KERUKUNAN DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK Lydia Siahaan 158

TEOLOGI DAN STUDI AGAMA-AGAMA Martin Lukito Sinaga 172

AGAMA UNTUK PERDAMAIAN Musdah Mulia 183

MERAGUKAN KLAIM INDONESIA SEBAGAI NEGARA PALING TOLERAN DI DUNIA Victor Silaen 192

MEMPERKOKOH TOLERANSI Yenny Zannuba Wahid 212

BAGIAN DUA: INJIL DAN KEBUDAYAAN

BATAK DALAM DIALOG ANTAR IMAN DAN POLITIK DI INDONESIA Berlian T.P. Siagian 221

KRISIS IDENTITAS DALAM PERJUMPAAN INJIL DAN ADAT Gomar Gultom 234

ORANG JAWA SANGAT MENGEDEPANKAN RASA Ign. Gatut Saksono 244

RAJA PATIK TAMPUBOLON: TEOLOGI HABATAHON J. R. Hutauruk 263

KRISTUS DAN KEBUDAYAAN Marko Mahin 283

SIKAP MASYARAKAT TAPANULI MENGKRITISI ROH PERADABAN Nelson F. Siregar 304

BAGIAN TIGA: AGAMA DAN MASYARAKAT

MERAJUT KEMBALI NILAI-NILAI GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT PLURALIS Antony Sihombing 327

KOK SEMUA BENAR? Binsar J. Pakpahan 340

MELETAKKAN IMAN DI PUSAT KEADILAN Carla Natan 354

Page 6: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

v

ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371

GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUPJusen Boangmanalu 391

PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA DI INDONESIA SEBAGAI SEBUAH PROSES PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN Mangisi S. E. Simorangkir 411

BOLEHKAH GEREJA BERPOLITIK? Martongo Sitinjak 426

MISIONAR SPIRIT Maruasas S.P. Nainggolan 440

SESI PSIKOLOGI PADA PROGRAM PELAJARAN SIDI DI HKBP MENTENG Melissa Mangunsong & Frieda M. Siahaan 457

DOSA, KEJAHATAN DAN ETIKA Rainy MP Hutabarat 464

PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN

IMPLEMENTASINYA TERHADAP PAUD Rita Hutagalung-Sihite 472

ETIKA PEMBANGUNAN Soegeng Hardiyanto 478

SERvANT LEADERSHIP SEBAGAI SEBUAH TEROBOSAN KEPEMIMPINAN ABAD KE-21 Yuniar P Sihombing-Simorangkir 485

BAGIAN EMPAT: MENGENAL SANG GURU DAN KOLEGA

SI ANAK KAYA DARI PEKANBARU Bilman Simanungkalit 499

MAKNA BAB TERAKHIR SEBUAH BUKU Binsar Nainggolan 503

PENDETA TELADAN DI JAMAN EDAN Daniel T. A Harahap 509

MENGENAL PDT. DR. EINAR M. SITOMPUL Esther R. Sitorus 514

SANG PEMBAHARU Hotman Charles Siahaan 520

BAGAIMANA KITA MENYELESAIKAN HIDUP? Luhut P. Hutajulu 536

KAU HAPALKAN AJA BUKU SEJARAH SUCI DAN ALMANAK, KAU UDAH LULUS ITU! Franciska Marcia Julianti Silaen 543

Page 7: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

vi

TERUSLAH MELAYANI DAN BERKARYA SAMPAI AKHIR: MEMAKNAI SEBUAH TANTANGAN Pirmian Tua Dalan (PTD) Sihombing 552

PENGGERAK GERAKAN OIKOUMENE YANG TAK PERNAH LELAH Weinata Sairin 565

DAFTAR PENULIS 570

Page 8: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

134 1PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG

Daftar Acuan

Al-Bukhariy, Shahih al-Bukhariy. 1987/1407H. Bab Yuqatal'anahlal-dzimmah Beyrut: Dar Ibn Katsir al-Yarnamah.

alDahlawiy, Syah Waliyullah. t. t. Hujjatullah alBalighah. Beyrut:Dar alMa' rifah.

AlJazairiy, 'Abd alRahman. 1406 H. AIFiqh 'ala alMadzahibalArbaab. Beyrut: Dar alKutub alIlmiyah.

Al-Qufry, Akhbar al- 'Ulama' bi Akhyar ai-Hukama'.al-Qurthubiy, Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar.

Tafiir AI-Qur·thubiy. Al-Qahirah: Dar al-Sya'b.al-Qurthubiy, Muhammad. 1372 H. Tafiir al-Qurthubiy. al-

Qahirah: Dar al-Sya'b.AlSyafi' iy.. 1403 H. AIUmm. Beyrut: Dar alFikr.bin Abi Bakr Ayyub al-Zariy, Muhammad; Abu Abdillah;

Ahmad al-Bakriy dan SyakirTawfiq al-t Aruriy. 1997/1418Ahkam Ahl al-Dzimmah. Beyrut: Dar Ibn Hazm.

bin Habib al-Bahsriy, Al-Rubay'. 1415H. Musnan al-Rubay',Dar al-Hikrnat, Maktabat al-Istiqamah.

bin Habib al-Bashriy, Al-Rubay. 1415 H. Musnad 1.u.-.f\,U/fJ1J

Beyrut: Dar al-Hkmah.bin Hanbal, Ahmad. t.t. Musnad Imam Ahmad Mishr: Mu'

Qurthubah.bin Syua"iyb Abu Abd al-Rahrnan al-Nasa'iy, Ahmad, 1411 H.

Sunan al-Kubra. Beyrut: Dar al-Kutub al-Tlrniyah.Madjid, Nureholish. 1983. "Cita-cita Politik Kita" dalam

Carvallo dan Dasrizal, Ed., Aspirasi Umat Islam 1Jakarta: LAPPENAS.

Malik, Imam. t.t. Al-Muuratbtha', Kitab al-Libas. Mishr: Daral-Turats al- 'Arabiy.

Muslim, Shahih. 1806. Kitab ai-Fadhail.Muslim, Shahih. Lt. Shahih Muslim. Beyrut: Dar Ihya' al-Turats

'Araby.Sjadzali, Munawir. 1999. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI

TEOLOGI AGAMA-AGAMA 11 35

DIALOG ANTARIMANMenyahabati Orang Asing dan Estetika

Ketidaktahuan 1

foas Adiprasetya'

Menyahabati Orang Asing.OJ dalam khazanah teologi Kristen, terna "menyahabati orang

asing" atau yang lebih kerap dikenal dengan istilah "hospitalitas"telah menjadi sebuah area penjelajahan yang sangat kaya dan marakdi tahun-tahun belakangan." Tema tersebut telah dimanfaatkanoleh para teo log kontemporer untuk terlibat seeara kreatif danimajinatif dengan beragarn dimensi kehidupan, termasuk juga

isu kemajemukan agama (Bethune 2010, Grob and Roth2, Kearney and Taylor 2011, Moyaert 2011, Yong 2008). Saya

tidak bermaksud untuk mengulangi apa yang telah dibahas seearaluas oleh para pernikir tersebut; karena itu saya akan membatasi

untuk membahas isu hospiralitas dalam kaitan dengan dialogdengan meletakkan tiga tesis utama.

1 Artikel ini rnerupakan rerjernahan dan revisi dari makalah yangursaiuuauvau pad a Diskusi Panel "Interfaith Dialogue in a Plural Society: The

from Indonesia," di UC Berkeley, CA, Amerika Serikar (25 Nopember13) dan di Simon Frazer University, Vancouver, Canada (27 November 2013).

2 Memeroleh gelar Doctor of Thcology dari Boston University, PendetaKristen Indonesia Pondok Indah, Kcrua SIT Jakarta periode 2011-2016,

dihubungi di [email protected] Kata Yunani untuk "hospiraliras" aclalah phiJoxenia, yang merupakan

'~UIUIIl'.'UJ dari dua kata Yunani lain, yaitu philia (kasih persahabatan) dan xenosasing).

Page 9: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

136 IPERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG

Tesis yang pertama adalah bahwa tindakan menyahabati orangasing atau hospitalitas harus dilibat sebagai sebuah komitmen etisterhadap sang liyan sebagai orang asing. Sebagai sebuah kornitmenetis, hospitalitas mendahului percakapan dialogis. Tesis ini pentingdikedepankan untuk memahami secara proporsional kaitan antaratindakan menyahabati orang asing yang beriman lain dan proyekdialog dengan orang yang beriman lain tersebut. Apa yang inginsaya katakan adalah bahwa kita tak mungkin berdialog denganorang asing, selain bahwa kita menyahabati mereka terlebih dahuludan menjalani dialog sebagai orang asing yang telah menjadisahabat. Argumen ini telah disampaikan pula, rnisalnya, olehJames Fredericks dari perspektif teologi komparatif. Frederickspercaya bahwa persahabatan antaragama harus mendahului dialogantaragama dan, lebih penting lagi, ia harus mendahului teologiagama-agama (theoLogia religionum) (Fredericks 1999).

Dengan dernikian, jika hospitalitas sebagai sebuah kornitmenmenyahabatiorangasingdapatdipahamisebagaipraktikmenciptakanruang (making space) bagi orang lain, maka ia harus pertama-tamadilakukan sebelum terjadinya kemungkinan pertukaran wacana.Dengan kata lain, praksis menyahabati orang asing beriman laintarnpak lebih konkret ketimbang logos di dalam dialog antariman ..Akibatnya, dialog antariman apa pun yang tidak muncul dari sebuahtindakan hospitalitas yang otentik akan dengan mudah menjadisebuah percakapan superfisial antara dua atau lebih orang asing.

Gejala ini tampaknya dengan mudah kita jumpai di dalambanyak proyek dialog antariman yang disponsori oleh pemerintahRepublik Indonesia. Atas nama usaha "kerukunan antarumatberagama," para perneluk agama yang berbeda di- "rukun" -kandengan diperternukan dan diberi ruang percakapan, tanpa pertama-tam a muncul relasi persahabatan yang otentik di antara parapeserta pertemllan tersebur. Lazimnya, bahkan, para peserta adalahpemirnpin-pernimpin a'gama yang telah begitu loaded dengan bebandan kepentingan kelompok religiusnya masing-masing. Sebaliknya,saya sungguh percaya bahwa dialog antariman yang berlangsung di

TEOLOGI AGAMA-AGAMA 11 37

i"

,dalam ruang aman yang tercipta berkat komitmen hospiralitas akanmemberi kepastian bahwa para sahabat yang berbeda iman tersebutakan berdialog secara sehat dan akan muncul pula proses saling-menyuburkan (cross-poLlination) antara sahabat-sahabat bani yangtadinya merupakan orang asing saw terhadap yang lain.

Argumen bahwa tindakan menyahabati orang asing yangberbeda iman harus mendahului dialog antariman didasari olehsebuah penghargaan yang lebih mendalam pada partikularitasmasing-masing tradisi keagamaan, yang memang tak bolehditenggelamkan ke dalam dan diabdikan di bawah kerangka religiusdari agal11alain. Saya mengamati bahwa hal inilah yang terjadi padatiga buah rnodel klasik ada di dalam apa yang lazim disebut sebagaitipologi tripolar, yaitu eksklusivisme, inklusivisme, dan plural isme.Terkait dengan eksklusivisme, talc ada yang perlu dibicarakan secaramendalam, sebab dengan mudah kita melihat bahwa model inisangat menghormati partikularitas agama sendiri dan menegasisemaksimal mungkin partikulariras agama Lain. Dengan demikian,eksldusivisme mengabaikan pentingnya menyahabati orang dariagal11alain dengan terlarnpau menekankan ke-asing-an (stranger-ness) orang beragarna lain sampai pada tirik di mana orang asingmenjadi monster atau xenos rnenjadi barbaros.

Inklusivisrne dan pluralisme kerap diajukan sebagai alternatif-terhadap eksklusivisme. Memang, sepintas kedua model ini terkesanlebih terbuka pada partikularitas agama lain. Akan tetapi, apa yangterjadi pada kedua model ini sesungguhnya adalah kecenderunganyang sangat kuat untuk mernasukkan pemeluk agama lain ke dalamkerangka religius agama tertenru; dan kerap hal ini dilakukan j ustruatas nama penghargaan pada agama lain. Dengan melakukan hal ini,mereka membuang jauh-jauh ke-asing-an (stranger-ness) dari orang-orang beragama lain.

Pada rulisan singkat ini saya tidak merniliki cukup ruanguntuk mendiskusikan usulan konstruktif saya sendiri, yang dapatditernukan di dalam buku saya, An Imayinatiue Glimpse (Adipraserya20l3). Oleh karena itu saya hanya ingin menetapkan secara singkat

"': ... ~,.~

Page 10: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

138 IPERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG

keyakinan saya bahwa komitmen dan rindakan menyahabati orangasing harus mernpertahankan ketegangan antara sikap kepada orangberagama lain sebagai "orang asing" dan "sahabat." Status merekasebagai orang asing-atau status kita sebagai orang asing di mataorang berbeda iman-tidaklah bilang begitu saja ketika kedua pihakmenjadi sahabat satu terhadap yang lain. Tentu saja, persahabatanyang baru tercipta akan menciptakan pula ruang yang menyehatkanbagi dialog personal, namun tetap saja ke-asing-an dari sahabat-sahabat baru itu tetaplab ada dan mengundang kita untuk justrumengakui mereka sebagai "rnisteri' yang tak dapat kita rengkuh dangenggam sepenuhnya.

Orang Asing di Luar dan di dalam Diri KitaTesis kedua yang saya usulkan adalah bahwa tindakan

menyahabati orang asing melibatkan setidaknya dua proses simultanyang berlaleu bail, bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Di satusisi, adalah benar bahwa seseorang yang beriman lain menjadiorang asing bagi saya, sebagaimana saya adalah orang asing bagidia. Namun, di sisi lain, seseorang dapat pula lebih dalam lagimenyadari bahwa ternyata "orang asing" itu ada di dalam did kiramasing-masing. Ternyata, ada sudut-sudut gelap di dalam diri kita .,sendiri yang tak kita kenali sepenuhnya, asing bagi kita. Tak jarangkita sampai pada sebuah titik kesadaran bahwa kita ternyata asingterhadap did kita sendiri. Kesadaran semacam ini sesungguhnyatelah banyak dipercakapkan di banyak disiplin ilmu. Asumsiantropologis yang dapat diajukan adalah bahwa seorang manusiaternyata tidak pernah merniliki sebuah identitas yang tunggal dantuntas. Ia ternyata harus terus bergumul dengan identitas yangmajemuk dan dinamis (Cooper-White 2011). Dengan rnengakuikernajemukan atau multiplisitas identitas kita sendiri, kita diundanguntuk mengakui bahwa ada "orang-orang asing" yang berdiam didalam hidup batiniah kita sendiri, yang tak jarang kita alami lebihasing bagi kita ketimbang orang-orang lain di sekitar kita. Dalam ,hal ini, benarlah apa yang ditegaskan oleh Julia Kristeva, "Orangasing hidup di dalam diri kita: ia merupakan wajah tersembunyi ,

TEOLOGI AGAMA-AGAMA 1139

dari identitas kita, ruang yang menghancurkan rumah kita, waktu dimana pemahaman dan keterikatan pudar" (Kristeva 1991, 1). BagiKristeva, pengakuan pada orang-orang asing di dalam diri seseorangakan memampukan orang tersebut untuk mengakui dan menerimaorang-orang asing di luar dan di sekitamya.

Tesis kedua ini sangat penting untuk menjaga kita darikecenderungan untuk terlampau meromantisasi hospitalitas sebagaisebuah tindakan menyahabati orang asing, sebagaimana telah dicatatdi dalam tesis yang pertama. Ternyata, kehadiran orang lain sebagaiorang asing sangat rnungkin memaksa kim untuk berhadapandengan orang-orang asing yang ada di dalarn diri kita sendiri.

Kesadaran akan hadirnya orang asing di dalam diri kiramerniliki implikasi yang penting bagi dialog antariman. Kerikakita memasuki ruang clialogis dengan mereka yang berbeda irnan,sangadah mungkin bagi kita untuk mengalami sebuah perjumpaandengan "orang asing" di dalam diri kira sendiri. Dengan cara iru,orang asing di hadapan kita justru membantu kita untuk rnakinmengenali diri kita sendiri, rnakin mengenali orang asing di dalamdiri kita.

Estetika KetidaktahuanTesis ketiga muncul sebagai akibat dari tesis kedua, yaitu

dengan melihat Yang Ilabi sebagai "Ia Yang Sepenuhnya Asing" (theWholly Stranger). Imajinasi imani dan teologis untuk memandangAllah sebagai "Ia Yang Sepenuhnya Asing" ini selaras dengan tradisirnistis (teologi negatif atau apofatik) di dalam kekristenan, yangmungkin dapat kira temukan paralelnya di dalam tradisi-rradisikeagamaan lainnya, misalnya Sufisme dalam Islam. Tradisi mistisini ingin menghargai Yang Ilahi sebagai yang senantiasa melampauiapa pun yang mampu manusia bayangkan dan pahami, terrnasukdengan mengabaikan keyakinan-keyakinan dan pemahamanyang dirniliki sebelumnya tentang Yang Ilahi. Dengan dernikian,saya memahami bahwa perjumpaan kita dengan orang asing dihadapan kita dan orang asing di dalam diri kita berkorelasi secaraesretik dan imajinatif dengan "perjurnpaan" kita dengan "Ia Yang

Page 11: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

140 1 PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG

Sepenuhnya Asing" di lunr kita. Tesis ketiga dengan dcmikian dapatdirumuskan demikian: Dialog antariman sebagai sebuah peristiwamemahami orang lain yang beriman lain harus dibatasi-ataulebih tepat, direngkuh-oleh ketidaktahuan kita pada orang lain,setepatnya karena kita ketidakmarnpuan kita untuk mengenali Allahsepenuhnya.

Dengan mernperrautkan dialog antariman sebagai sebuahperjumpaan dari orang-asing-yang-menjadi-sahabat pada Allahsebagai "Ia Yang Sepenuhnya Asing," kita diingatkan untuk sunggllhberhati-hari pada bahaya yang sungguh buruk untuk menggenggamorang lain ke dalam kerangka religius kira. Pengakuan padakeindahan dari ketidakmampuan kita memahami clan mengenaliAllah clengan clemikian harus diikuti oleh pengakuan pada keindahandari keridakmarnpuan kita memahami clan mengenali orang lain.Dalam hal ini saya mengusulkan sebuah modus yang lebih estetikdari dialog antariman.

Tentulah liSulan ini akan tam pak lebih abstrak ketimbanggagasan mengenai dialog antariman; sernentara komitmenmenyahabati orang asing itu sendiri lebih konkret daripada dialogantar iman. Jadi, kita rnendapati tiga gagasan yang dapat salingmemberi makna, rnulai dari yang paling konkrer menuju yangpaling absrrak: menyahabati orang asing, dialog antariman, danestetika ketidaktahuan. Dialog antariman dengan demikian tepatberada di antara kedua gagasan lainnya. Mengapa gagasan ten tangestetika ketidaktahuan (the esthetics of unknowing) penting bagidialog antariman? Sebab, tanpanya dialog yang kita gagas denganmudah akan menjadi sebuah percakapan yang kering dan taklagi menggairahkan. Kerika tak ada lagi misteri yang melampauipemahaman kira, sernua menjacli serba jelas dan serba bening.

Dengan memahami Allah sebagai "Ia Yang Sepenuhnya Asing"(the Whoily Stranger) saya tidak bermaksud untuk memakai apa yangpernah dipromosikan oleh Immanuel Kant clan yang kemudiandiadopsi oleh banyak pernikir pluralis, seperti John Hick dan kawan-kawan. Mereka dengan mudahnya membuat pemisahan antara

TEOLOGI AGAMA-AGAMA 1141

Allah sebagai Allah yang noumennl (Allah pada diri-Nya sendiri)dan Allah yang secara jellomenai dipahami oleh agama-agama.Sebaliknya, berlawanan clengan model pluralisme scrnacarn ini, sayamengusulkan sebuah cara berpikir yang mernahami bahwa apa punyang saya katakan tentangAllah dan orang beragama lain merupakanperspektif saya yang sangat partikular sifatnya, dan karenanya sayamelarang diri untuk rnerelatifkan perspektif-perspektif lain ke dalamkerangka religius saya atau ke bawah payung konseptual saya.

Estetika ketidaktahuan IIll menuntut kita untukmengekspresikan keindahannya melalui bahasa mctafora. Karenaitu, saya mengusulkan bahwa metafora rerbaik unruk menghormatiketidaktahuan kita pada orang beragama lain ini, yang sungguh hawssenantiasa dijaga cli clalam setiap mornen dialog, adalah mctaforaperangkulan (embrace). Berbeda clengan peminggiran (excfusioll) clanpenggenggaman (illdllSioll) - keduanya mengandaikan superiorirassatu pihak terhaclap pihak lain - saya percaya bahwa metal-oraperangkulan lebih konsisten dengan undangan unruk mendekarikeinclahan (atau misteri) orang lain yang berirnan lain, yangmemang tetap tak rerpaharni, bahkan serelah orang-orang asingtersebut menjacli para sahabar. Atau dengan kara lain, rncreka tidakberhenti menjadi orang-orang asing sekalipun rnereka kini mcnjadisahabat-sahabat.

Semen tara metafora perangkulan ini cliusulkan dan dijelaskansecara indah oleh Miroslav Volf (Volf 1996), cara lain untukrnengekspresikan hal ini clapat dijumpai di dalam karya cemerlangMayra Rivera, The Touch of Transcendence (Rivera 2007). Riveramenandaskan _ bahjwa keticlakmungkinan mengerahui danmemahami Allah yang Transenclen - the uulenoioing - dapat dijawabmelalui kernungkinan menyentuh tanpa menggenggam orang-orang lain yang hadir secara transenden cli hadapan kira. Jadi, kitatak lagi melihat Allah yang Transenden sebagai sebuah realitasextracosntic terlepas dari perjumpaan dengan orang-asing-sahabatsebagai sebuah realitas iutmcosmic. Allah dijumpai di clalam wajahsesarna manusia yang. Akan tempi, sekalipun mcrepresenrasikan

Page 12: PERJALANAN - STFT Jakarta...ETOS DAN ETIKA KRISTEN DEWASA INI Jansen Sinamo 371 GEREJA DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Jusen Boangmanalu 391 PELAYANAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT GEREJA

142 1 PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG

Allah Yang Transendcn, misteri dari orang lain tersebut tetaplah taktersibak sepenuhnya, dan tctap tarnpil di hadapan kita sebagai yangtak terpahami narnun sekaligus yang indah (the beautiful unkuotou),

Kebaikan, Kebenaran, dan KeindahanDengan menafsirkan dialog antariman baik dari perspekrif

menyahabati orang asing dan estetika ketidaktahuan, semogapembaca dapat memahami dengan lebih jernih srruktur dari usulanimajinatif saya. Di dalam pembedaan klasik antara kebenaran(truth), kebaikan (goodness), dan keindahan (beauty) yang senantiasarnuncul di dalam teologi Kristen, mungkin saya dapat mengatakansecara urnum bahwa dialog antariman terhisab ke dalam dirnensilogis dad kebenaran (logos), sementara hospitalitas atau komitmenmenyahabati Ol'ang asing menunjuk pada dimensi eris dari kebaikan(praksis) dan estetika ketidaktahuan pada dimensi keindahan(pneuma). Sementara ketiga dimensi ini saling melengkapi, sayapercaya bahwa dialog antariman hanya dapat muncul di dalamruang dialogis yang mendewasakan yang tercipta berkat komitmenuntuk menyahabati orang asing; dan pada gilirannya keduanyaterbit di dalam cakrawala misteri estetis dari ketidakmarnpuankita memahami sesama beriman lain. Semuanya, pada akhirnya,mungkin dapat dieja lewat bagan berikut ini

MENYAHABATI PERCAKAPAN MISTERlORANG ASING 01 OIALOGIS DENGAN ALLAH DANDEPAN DAN 01 SAHABAT ORANG LAINDALAM orR! KITAHospitalitasl Dialog/Bercakap-cakap PerangkulanlMenyambut MenyentuhKebaikan -Etis Kebenaran-Logis Keindahan-

EsrerikPraksis Logos Pneuma

TEOLOGI AGAMA-AGAMA 1143

Daftar Acuan

Adipraserya, Joas. 2013. An irnagillalive glimpse: The trinity andmultiple religiousparticipations, Princeton theological monographseries. Pickwick: Eugene, OR.

Bethune, Pierre-Francois de. 2010. Interreligious hospitality: ThefUlfil11lleltt of dialogue, Monastic interreligious dialogue series.Collegeville, MN: Liturgical Press.

Cooper-White, Pamela. 2011. Braided selves: Collected essays Oil

multiplicity, God and perso1lS.Eugene, OR: Cascade Books.Fredericks, James L. 1999. Faith amongfoiths: Christian theology and

non-Christian religions. New York: Paulist Press.Grob, Leonard, and John K. Roth. 2012. Encountering the stranger:

A Jewish-Christian-Muslim trialogue, the Stephen S Weinsteinseriesill post-Holocaust studies. Seattle: University of WashingtonPress.

Kearney, Richard, and James Taylor, eds. 2011. Hosting the stmnger:Between religions. New York: Continuum.

Kristeva, Julia. 1991. Strangers to 011 rselues, European perspectives.New York: Columbia University Press.

Moyaert, Marianne. 2011. Fragile identities: Toumrds a theology ofinterreligious hospitality, Currents of encounter. Amsterdam &New York: Rodopi.

Rivera, Mayra. 2007. 77Je touch of transcendence: A postcolonialtheology of God. 1st ed. Louisville: Westminster John KnoxPress.

Volf, Miroslav. 1996. Exclusion and embrace: A theological explorationof identity,. otherness, and reconciliation. Nashville: AbingdonPress.

Yong, Amos. 2008. Hospitality and the other: Pentecost; Christianpractices, and the neighbor, Faith meets foith series. Maryknoll,NY: Orbis Books.