Upload
dokiet
View
241
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C
(LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN
SEMARANG
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-2
PROGRAM STUDI
MAGISTER KENOTARIATAN
Disusun Oleh :
Nama : AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH
NIM : B4B005073
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2007
PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG
TESIS
Disusun Oleh :
AGUS SVARNHA NURPATRIA, SH
B4B005073
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Pada tanggal, 23 Agustus 2007
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Telah disetujui : Mengetahui ;
Pembimbing Utama Ketua Program
Tanggal 23 Agustus 2007 Tanggal 23 Agustus 2007
HERMAN SUSETYO, SH. MHum MULYADI,SH, MS
NIP. 130 702 192 NIP. 130 529 429
PERNYATAAN
Sehubungan dengan penulisan tesis ini, yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI
DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK
GARDEN SEMARANG”, dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil
pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbit maupun yang belum atau tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan atau daftar pustaka.
Semarang,
Agus Svarnha Nurpatria,SH
MOTTO
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(QS. Al Muadilah ayat 11)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdullilah dan Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta
Alam yang telah menciptakan kita, memberikan petunjuk dan menghiasi diri kita dengan
Ketaqwaan Kepada-Nya, serta telah meninggikan derajat bagi orang-orang yang berilmu.
Atas petunjuk dari Allah SWT, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini
yang saya beri judul “PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN L/C
(LETTER of CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK GARDEN SEMARANG” yang
diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Pasca
Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin terwujud sebagaimana yang
diharapkan, tanpa adanya bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas-fasilitas yang
diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menggunakan kesempatan ini
untuk menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat saya berikan :
1. Bapak Rektor Universitas Diponegoro Semarang beserta Staffnya.
2. Bapak Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
3. Bapak H. Mulyadi, SH.MS, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang telah membantu memberikan arahan.
4. Bapak Yunanto, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Akademik Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
5. Bapak H. Budi Ispriyarso, SH.MHum, selaku Sekretaris Bidang Keuangan Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
6. Bapak Dr. Arief Hidayat, SH.MS, selaku Dekan Fakultas Hukum dan Bapak Dr. Yos Johan Utama, SH.MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Diponegoro Semarang.
7. Bapak Herman Susetyo, SH.MHum, selaku Dosen Wali sekaligus Pembimbing Utama yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada saya, sehingga tesis ini dapat segera terselesaikan.
8. Bapak Moch. Dja’is, SH.CN.MHum, Bapak Hendro Saptono, SH.MHum, Bapak H. Achmad Busro, SH.MHum dan para Dosen Pengajar di lingkungan Program
Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, yang telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berguna.
9. Pimpinan dan Staff karyawan CV. Golden Teak Garden Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian dan memberikan keterangan-keterangan yang saya perlukan guna penulisan tesis ini.
10. Papaku Tjipto Soeroso, SH dan Mamaku Ani Suwani, yang membiayai kuliahku dan tidak henti-hentinya mendoakan untuk keberhasilanku, karena pengorbanan Keduanyalah saya bisa sampai seperti sekarang ini, semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahannya serta menyayanginya mereka berdua sebagaimana mereka menyayangi saya.
11. Istriku Indah Pujiyanti dan Anakku tercinta Maia Maharani Svarnha Devi yang selalu kusayangi dan kucintai yang senantiasa memberikan semagat pada saya dalam menempuh dan mengembangkan ilmu.
12. Kakakku Ria Ariastuti, Alm. Pradono Damardaru,SE dan keponakan-keponakanku Mira Ayunda Putri dan Safira Ratnasari serta Adikku Intan Sukma Triningtyas, SH dan Suaminya Chandra Witjaksono, SE.
13. Rekan-rekan kuliah dan Pimpinan KaSubag Akademik Reguler Ibu Dra. Krismiyati Sih Pratiwi, rekan-rekan kerjaku baik di Akademik Ekstensi maupun Di Akademik Reguler Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya saya berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi diri
saya dan juga masyarakat maupun bagi pengembangan ilmu hukum, saya menyadari
bahwa tesis ini masih jauh dari semprna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman.
Semarang,
Agus Svarnha Nurpatria, SH
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….. ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….. iii
MOTTO …………………………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vii
ABSTRAK ………………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1
B. Ruang Lingkup dan Peumusan Masalah …………………… 15
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 15
D. Manfaat Penelitian …………………………………………. 16
E. Sistematika Penulisan ……………………………………… 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Transaksi Ekspor Impor …………………. 19
1. Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor …… 19
2. Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor ……………… 21
3. Cara Pembayaran Transaksi Ekspor Impor …………….. 22
B. Tinjauan Umum tentang Letter of Credit …………………. 28
1. Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit …………….. 19
2, Perjanjian Dasar Letter of Credit ……………………….. 32
3. Bentuk dan jenis Letter of Credit ……………………….. 37
4. Para pihak yang terlibat dalam Letter of Credit ………… 40
5 Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit ……………… 41
6. Pelaksanaan Pembayaran melalui Letter of Credit ……… 45
C, Tinjauan Umum tentang Bill of Lading 47
1. Pengertian dan pengaturan Bill of Lading ………………. 47
2. Syarat sah Bill of Lading ………………………………... 48
3. Fungsi Bill of Lading ……………………………………. 51
4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading………………………….. 52
5 Para Pihak dalam Bill of Lading …………………………. 56
6. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam
Dalam Letter of Credit …………………………………… 56
7. Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit ………… 58
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian …………………………………………. 60
B Spesifikasi Penelitian ……………………………………… 61
C. Populasi dan Metode Sampling …………………………… 61
D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 63
E Metode Analisa Data ……………………………………….. 63
F. Metode Penyajian Data …………………………………… 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A, HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum CV Golden Teak Garden ……………. 66
2. Keunggulan dan kelemahan Letter of Credit Di
CV.Golden Teak Garden………………………………. 66
3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden
Teak Garden dalam \Pelaksanaan Pembayaran
Letter of Credit ……………………………………….. 67
4. Prosedur Transaksi Ekspor CV Golden Teak Garden .. 68
B, PEMBAHASAN
1. Mekanisme Transaksi Ekspor Impor ………………… 80
2. Penyimpangan Dokumen/Discrepancies ..................... 86
3. Tanggung Jawab Eksportir terhadap Bill of Lading .. 96
4. Langkah yang dilakukan untuk menanggulangi
Discrepancies yang terjadi ………………………….. 96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………. 100
B. Saran …………………………………………………… 102
DAFTAR PUSTAKA 104
LAMPIRAN – LAMPIRAN 106
ABSTRAK
Perdagangan jarak jauh tidak memungkinkan bertemunya antara pembeli dan
penjual. Hal yang paling menentukan ialah perlindungan kepentingan hukum pihak-pihak
dan salah satu yang paling utama adalah terjaminnya pembeli terhadap barang yang dibeli
sesuai dengan yang dipesan dan terjaminnya penjual dalam menerima uang hasil
penjualan barang dari pembeli. Letter of Credit adalah satu sarana untuk hal-hal tersebut
diatas.
Tulisan ini merupakan studi kasus dan penelitian dilakukan secara langsung
kepada sumber (pelaku) perdagangan antar negara dan merupakan data primer, dengan
menggunakan kepustakaan dan bahan-bahan sekunder lainnya yang mendukung tesis ini.
Bahan-bahan primer ini didukung dengan kenyataan dalam praktek penggunaan
Letter of Credit dalam proses jual beli antar negara.
Hasil penelitian menunjukkan kendala utama dalam praktek Letter of Credit adalah
ketelitian dan ketepatan data-data yang ada yang menentukan pencairan L/C.
KATA KUNCI
L/C, janji pembayaran dalam perdagangan internasional
ABSTRACT
International Trade Constrain how the meeting between Buyer and Seller,
The most imporant is how to prevent and secure legal importance of them and its
guarantee for safety of all them.
This study is a case study and research directly to corporate, and it’s a primary
data, interviewing respondent supported by other secondary data. Practicaly use Letter of
Credit in International Trading.
Conclusion of reserch shows that the mean constrain practically using Letter of
Credit are the exact and precise specification of goods and the exact surrending of goods.
KEYWORDS
Letter of Credit is a important instrument in International Trade
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan
masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun
tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan tersedia di dalam negeri. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan antar negara, ditinjau dari kedudukan
geografis masing-masing negara yang mengakibatkan adanya perbedaan
pada sumber daya alam, sumber daya manusia, tingkat harga, dan struktur
ekonominya, sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda.
Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak diproduksi sendiri,
suatu negara melakukan pembelian barang dan jasa dari negara lain.
Realisasi dari pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa tersebut adalah
dengan melalui perdagangan luar negeri.
Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian
kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan
perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan suatu transaksi
sederhana, yaitu membeli dan menjual barang antar pengusaha yang
masing-masing bertempat tinggal di negara-negara yang berbeda.1
1 Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 2
Sebagaimana yang dikatakan H. M. N Purwosutjipto, bahwa
dipandang dari sudut jual beli perusahaan, perbuatan ekspor impor adalah
perikatan yang timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah
ditutup. Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk
menyerahkan barang kepada pembeli diseberang lautan. Jadi, ekspor
impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini
merupakan unsur pertama dari pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan.
Sedangkan unsur kedua adalah pembayaran.2
Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian, maka
perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Batasan
tentang perjanjian dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 1313 KUH
Perdata yang menyebutkan :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Ketentuan umum yang secara mutlak harus ditaati dalam suatu
perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat
sahnya perjanjian. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya
perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
2 Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003 ) halaman 5
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang hal.
Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, perjanjian yang telah
memenuhi syarat sah, mengakibatkan para pihak terikat. Disebutkan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang –
undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian yang telah disepakati
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang - undang dinyatakan cukup
untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli
secara umum, dimana disebutkan jual beli adalah suatu perjanjian timbal
balik antara penjual dengan pembeli, dengan nama pihak penjual
mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak
pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang
telah diperjanjikan.
Jual beli secara umum diatur KUH Perdata., sedangkan jual beli
perdagangan tidak diatur dalam KUH Perdata maupun KUHD, melainkan
berdasarkan perjanjian antara pihak - pihak, dan kebiasaan yang berlaku
dalam perdagangan. Sebagai ketentuan umum, KUH Perdata tetap berlaku
terhadap jual beli perdagangan sepanjang tidak diperjanjikan secara
khusus menyimpang.3
3 C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian 2 ( Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001 ) halaman 8
Hubungan perdagangan luar negeri dalam hal ini ekspor impor sama
halnya dengan perdagangan dalam negeri yaitu terdapat pembeli, penjual
dan adanya transaksi jual beli. Dalam perdagangan luar negeri, kegiatan
jualnya disebut ekspor dan kegiatan belinya disebut impor dan transaksinya
adalah transaksi ekspor impor. Hanya saja wilayah atau domisili penjual dan
pembeli melintas batas negara. Mengenai pengertian kegiatan ekspor
impor tersebut, Bank Indonesia telah mmberikan definisi dari ekspor impor
sesuai dengan ikhtisar ketentuan Perbankan Indonesia, yaitu :4
Ekspor adalah :
Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Impor adalah :
Perdagangan dengan cara memasukkan barang kedalam wilayah Pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jual beli dalam arti khusus ialah jual beli perdagangan dalam hal ini
transaksi ekspor impor, dimana dalam jual beli ini terdapat ciri-ciri khusus
pula. Kekhususan itu dapat ditelaah melalui unsur-unsur dalam jual beli
berikut ini :5
1. Unsur subyek terdiri dari penjual dan pembeli
4 Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 3 5 C.S.T Kansil Op.cit,. halaman7
Dua pihak ini atau salah satunya adalah pengusaha, yaitu perseorangan
atau badan hukum yang menjalankan perusahaan
2. Unsur obyek terdiri dari benda dan harga.
Benda adalah barang dagangan, yaitu barang yang dibeli atau dijual
lagi atau disewakan. Harga adalah nilai benda sebagai imbalan yang
dapat menghasilkan nilai lebih yang disebut keuntungan atau laba.
3. Unsur perbuatan terdiri dari menjual dengan penyerahan dan membeli
dengan pembayaran harga
Penyerahan barang dengan menggunakan alat angkut khusus dan
dengan syarat khusus pula. Pembayaran biasanya dilakukan melalui Bank
dengan menggunakan dokumen - dokumen berharga.
4. Unsur tujuan yaitu keuntungan atau laba yang diperhitungkan.
Setiap transaksi ekspor impor selalu melewati atau melintasi daerah
pabean tertentu. Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebagai
penjaga gawang lalu lintas komoditi internasional, disamping
mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan APBN,
juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang
dan penumpang, dan tidak sebaliknya.
Daerah Pabean adalah:6
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara dialasnya serta tempat - tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di
6 www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn
dalamnya berlaku Undang - undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Eksportir untuk melakukan kegiatan ekspor harus mendapatkan ijin
dari pemerintah dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Angka
Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor komoditi
yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan tersebut. Secara umum
persyaratan untuk ekspor adalah sebagai berikut:7
a. Memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), untuk mendapatkannya
perusahaan dapat mengajukan permohonan melalui Kantor
Departemen Perdagangan (Kandepdag), atau
b. Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga
Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang mengandung
risiko tinggi, karena eksportir dan importir berjauhan secara geografis,
berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor.
Salah satu risiko yang dihadapi oleh eksportir adalah apabila terjadi
penyimpangan maupun pembatalan kontrak. Risiko tersebut dapat
dihindari apabila setiap transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam
bentuk tertulis atau ke dalam bentuk kontrak dagang (sales contract).
7 www. beacukai.go.id/indonesia, 2003
Pada pelaksanaan perjanjian ekspor impor tahapannya sebagai
berikut:8
a) Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian
Dalam tahap ini terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual
(eksportir) biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah
serta syarat - syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a quotation.
Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka
kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual
beli”, dengan syarat-syarat yang telah disepakati.
b) Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian
Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian
dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang
dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.
c) Post kontraktual ;
Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak
Suatu perdagangan internasional berarti melibatkan kepentingan
lebih dari satu hukum nasional, dan masing-masing pihak yang terkait dalam
transaksi perdagangan internasional mengiginkan agar kontrak yang
mereka buat tunduk pada hukum di negara mereka. Pada transaksi
perdagangan internasional masing - masing negara tunduk pada konvensi -
konvensi serta perianjian dagang internasional, yaitu ketentuan yang
8 Etty Susilowati Suhardo, Op.cit, halaman 12
berlaku secara internasional yang disusun oleh badan internasional dan
dalam pertemuan resmi antar negara.
Jual beli perdagangan antar negara, yang menjadi pedoman
adalah peraturan internasional mengenai cara pembayaran yang harus
dilakukan oleh pembeli melalui bank, yaitu Uniform Customs and Practise for
Documentary Credit. Di Indonesia sudah ada Undang-undang No. 32 Tahun
1964, Lembaran Negara No.131 Tahun 1964 tentang peraturan Lalu Lintas
Devisa, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1976, Lembaran Negara No.
17 Tahun 1976 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu
Lintas Devisa.
Peraturan-peraturan jual beli perdagangan berbeda untuk masing -
masing negara, yaitu perbedaan-perbedaan ketentuan dalam
pembayaran, transfer dana dan aturan perdagangan antar negara.
Perkembangan pasar global menuntut kesiapan dan kemampuan
pengusaha Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, terutama
dalam mengatasi hambatan - hambatan transaksi perdagangan dengan
pihak luar negeri karena adanya perbedaan - perbedaan dalam
perdagangan luar negeri khususnya dalam transaksi ekspor impor
mengandung risiko tinggi. Sehingga para pihak yang terlibat di dalamnya
dituntut mampu memahami keseluruhan proses dan bagian dari transaksi
tersebut.
Perdagangan luar negeri atau transaksi ekspor impor lazim disebut
sebagai perdagangan dokumen karena hampir seluruh aktivitasnya
dibuktikan atau dituangkan dalam bentuk dokumen. Misalnya, kontrak jual
beli (sales contract), bukti pengiriman barang yang disebut Bill of Lading.
Bagi eksportir, sistem dokumentasi mempunyai arti adanya hak untuk
memperoleh imbalan, sehingga pelaksanaan penyerahan fisik barang dari
eksportir kepada importir harus diiringi dengan penyerahan dokumen yang
tepat dan telah disepakati.9
Perjanjian jual beli antar negara dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan. Jika dibuat secara tertulis, perjanjian itu disebut kontrak jual
beli (sales contract). Dalam kontrak jual beli perdagangan, dimuat syarat-
syarat yang berkenaan dengan penyerahan barang dan pembayaran
harga, yang menjadi kewajiban pihak-pihak dan tanggung jawab penjual
dan pembeli. Tanggung jawab ini meliputi biaya angkut, biaya muat, biaya
asuransi dan juga kerugian akibat penyerahan barang dan pembayaran
harga barang. Disamping itu juga harus ada, kesepakatan tentang
dokumen-dokumen ekspor impor yang diperlukan. Dokumen - dokumen
tersebut adalah.10
a. Faktur atau "Invoice", yaitu dokumen dari penjual sebagai, lainpiran B/L,
yang berisi catatan barang-barang yang dikirim beserta harganya
ditempat penjual.
Ada dua macam "Invoice", yaitu:
1) Commercial Invoice: Invoice yang dibuat oleh penjual, berisi
9 Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 13 10 Purwosutjipto, H.M.N, Op.cit. halaman 21
perincian barang-barang yang dikirim beserta harganya.
2) Consular invoice: invoice yang dibuat dan ditandatangani oleh
Konsul Dagang dari negara pembeli yang berdomisili di negara
penjual.
b. Polis Asuransi, yaitu tanda bukti bahwa barang-barang yang dikirimkan itu
sudah diasuransikan. Polis Asuransi itu penting sekali, sebab pengangkut
tidak mau menerima barang muatan, kalau belum diasuransikan. Hal ini
akan memudahkan dan meringankan pembeli, sebab ganti kerugian
sudah terjamin.
c. Certificate of Origin, yaitu surat keterangan asal barang, yang dibuat
oleh Kaman Dagang di negara penjual dengan tujuan untuk menjamin
keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di dalam sertifikat itu
dijelaskan bahwa barang tersebut benar-benar hasil produksl dari
negara penandatangan sertifikat tersebut, sehingga secara tidak
langstuig sertifikat itu merupakan suatu jaminan atas kualitas barang
tersebut.
d. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya, dibuat oleh
perusahaan yang mengepak barang-barang tersebut.
e. Weight List (certificate of weight), yaitu daftar timbangan/beratnya
barang-bararg di pelabuhan pemuatan.
f. Konosemen (Bill of Lading),
Dalam Pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa konosemen (Bill of Lading)
adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa
ia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan
yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk
(penerima) disertai dengan janji-janji apa penyerahan akan terjadi.
Pembayaran dalam transaksi ekspor impor juga memegang peranan
penting. Cara pembayaran yang digunakan ditentukan dan disepakati
bersama dalam sales contract. Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun
1982 dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor
impor adalah dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam
penjelasan pasal 3 ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran
ekspor impor dapat dilakukan dengan:
1. Pembayaran di muka ( Advance Payment )
Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir) membayar
terlebih dahulu kepada penjual, (eksportir) sebelum merealisasi ekspor
sesuai dengan kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut tercantum
dalam kontrak jual beli (sales contract).
2. Wesel Inkaso
Cara pembayaran dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel
(drawer) yang memeritahkan kepada importir sebagai si tertarik (drawee)
untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang ditentukan dalam
wesel itu.
3. Perhitungan kemudian (Open Account)
Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat importir
berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang importir mendapat
penangguhan pembayaran. Transaksi ini merupakan transaksi yang
langsung antara eksportir dengan importir. Eksportir setelah melakukan
pengapalan barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur"
kepada importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran
harus diselesaikan.
4. Konsinyasi (Consignment)
Dalam pelaksanaan pembayaran konsinyasi importir tidak berfungsi
sebagai pembeli, melainkan hanya sebagai penerima titipan dari supplier
untuk menjualkan komiditi/barang tertentu yang dikirimkan. Pembayaran
baru dilakukan setelah komoditi tersebut terjual, kemudian mentransfer
valuta hasil penjualan kepada supplier melalui Bank atau pos. Dan
importir mendapatkan komisi dari hasil penjualan.
5. Letter of Credits (L/C)
Pengertian secara umum Letter of Credit, merupakan suatu pernyataan
dari bank atas permintaan importir yang merupakan nasabah dari bank
tersebut, untuk menyediakan dana dan membayar sejumlah uang
tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C. oleh
importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau issuing
bank
Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini memberi rasa aman bagi
kedua belah pihak, yaitu bagi pihak penjual (eksportir) akan merasa
aman karena adanya kepastian akan pembayaran barang-barang yang
akan dikirimkan kepada pembeli. Bagi pembeli (importir) merasa aman
karena adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah
dibelinya, karena bank sebelum melakukan pembayaran atas nama
pembeli akan meneliti kelengkapan dokumen yang merupakan syarat
dalam Letter of Credit, Sehingga eksportir akan menerima haknva setelah
menyerahkan dokumen-dokumen yang telah disepakati. Salah satu
dokumen yang wajib diserahkan oleh eksportir adalah dokumen Bill of
Lading, dalam hal Letter of Credit, seorang eksportir tidak akan
memperoleh pembayaran apabila ia tidak menyerahkan Bill of Lading
sebagai bukti bahwa barang ekspor telah dikirimkan sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati.
6. Cara pembayaran lain yang biasa dilakukan dalam perdagangan
internasional diantaranya adalah barter dan konsinyasi.
Tanggung jawab eksportir sebagai penjual adalah menyerahkan
barang ekspor ketangan pembeli (importir). Untuk itu, seorang eksportir
membutuhkan jasa pengangkut untuk menyerahkan barang-barang ekspor.
Karena negara Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan lautan
maka sarana angkutan laut adalah sarana pengiriman barang yang
dianggap lebih mudah dan murah. Dalam pengiriman barang melalui laut
terdapat beberapa pihak antara lain pihak pengirim (eksportir),
pengangkut, dan penerima (importir).
Dokumen yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut
adalah Bill of Lading (B/L), yang dikeluarkan oleh pihak pengangkut.
Dokumen tersebut merupakan tanggung jawab eksportir terutama dalam
sistem pembayaran Letter of Credit, berdasarkan ketentuan Pasal 506 KURD
ayat I dapat dilihat adanya beberapa fungsi B/L, sebagai berikut:11
a. Sebagai Surat bukti perjanjian pengangkutan, yaitu perjanjian antara
pihak pengangkut dengan pengirim (shipper).
b. Sebagai tanda bukti penerimaan barang, yaitu barang-barang yang
diterima oleh pengangkut (carrier) dari pihak shipper untuk diangkut ke
suatu tempat tujuan dan seterusnya menyerahkan kepada pihak
penerima (Cosignee).
c. Sebagai bukti pemilikan pemilikan barang (document of title), berarti
bahwa orang yang memegang B/L sebagai pemilik dari barang-barang
sebagaimana tercantum didalamnya.
Berdasarkan fungsinya itu maka Amir MS memberikan definisi sebagai
berikut:
Bill of Lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat dalam kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemillikan barang, dan disamping itu merupakan bukti dan adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut.
Bill of Lading, biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri
rangkap 3 (full set B/L ) yang penggunaannya adalah sebagai berikut :12
11 Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen ( Letter of Credit ) Dalam Jual Beli Perniagaan, (
Yogyakarta: Liberty,1991 ) halaman 73
12 Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
a. (satu) lembar untuk shipper
b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Berdasarkan Artikel 23 ayat (a) UCP No. 500 Tahun 1993, tersurat:
Suatu kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading, mencakup suatu
pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to-port shipment),
kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank harus
menerima suatu dokumen, apapun namanya yang:
1. Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (Carrier) dan
ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh:
a. Pengangkut (Carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas nama
pengangkut yang bersangkutan.
b. Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama
nahkoda yang bersangkutan
2. Tiap tanda tangan atau pembuktian keaslian dari pengangkut
atau nahkoda harus diberi tanda sebagai pengangkut atau
nahkoda, agen yang menandatangani atau membuktikan
keaslian untuk kepentingan perusahaan pengangkutan atau
nahkoda hares juga menunjukkan nama dan jabatan pihak
tersebut, misal pengangkut atau nahkoda, atas nama siapa agen
tersebut bertindak.
Bill of Lading dapat dibedakan berdasarkan "keadaan barang yang
diterima untuk dimuat" sebagai berikut:
1. Clean Bill of Lading
2. Un-Clean Bill of Lading
Maskapai pelayaran menganggap keadaan barang yang akan
dimuat baik, maka Bill of Lading yang dikeluarkan adalah Clean Bill of
Lading atau B/L yang bersih dan catatan-catatan. Sebaliknya bilamana
keadaan barang yang diterima kurang atau tidak memuaskan misalnya
pengepakannya tidak sempurna, kerusakan barang atau cacat barang
maka di dalam B/L dicantumkan "catatan-catatan". B/L yang mengandung
catatan sedemikan disebut Un-clean Bill of Lading atau Foul Bill of Lading.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise for
Documentary Credits (UCP) No.500 Tahun 1993, Pasal 32, pada cara
pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima. Oleh karena
itu Bank wajib meneliti terhadap B/L mana yang boleti diterima dan mana
tidak boleh diterima, salah satunya adalah Bank akan menolak dokumen
pengapalan yang memuat syarat atau catatan yang menyatakan secara
jelas kondisi barang dan atau kemasan yang cacat, kecuali bila kredit itu
secara jelas menyatakan syarat atau catatan itu boleh diterima.
Ketentuan itu dimaksudkan bahwa Bank akan menolak B/L yang
kotor (Foul B/L), B/L yang mengandung tentang kerusakan oarang atau
cacat barang. Jadl yang boleh diterima oleh Bank haruslah B/L yang bersih
atau clean B/L. Sehingga B/L, yang diserahkan harus sesuai dengan yang
telah ditentukan dalam L/C. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara B/L
yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka pembayaran
yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda.13
Mengacu pada UCP No. 500 Tahun 1993 Artikel 32 ayat b, jenis B/L
yang mengandung catatan tentang kerusakan barang atau cacat maka
Bank akan menolak jenis B/L ini. kecuali ada surat pernyataan/jaminan dari
pemilik barang atau pihak Shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak
melakukan peng-klaiman di kemudian hari, surat pernyataan tersebut
dikenal dengan istilah Letter of Indemnity. Apabila terdapat ketidaksesuaian
antara B/L yang diserahkan eksportir dengan ketentuan dalam L/C maka
pembayaran yang seharusnya diterima oleh eksportir tertunda.
Keinginan untuk mengetahui tentang tanggung jawab eksportir
terhadap Bill of Lading dan hambatan yang dihadapi ekportir dalam Letter
of Credit khususnya yang menyangkut dokumen Bill of Lading mendorong
penulis untuk membuat skripsi dengan judul: “PERJANJIAN JUAL BELI
DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK
GARDEN SEMARANG
B. PERMASALAHAN
Dari uraian diatas maka skripsi yang berjudul “PERJANJIAN JUAL BELI
DENGAN MENGGUNAKAN L/C (LETTER OF CREDIT) PADA CV. GOLDEN TEAK
GARDEN SEMARANG” ini akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
13 Hartono Hadisoeprapto, Op.cit halaman 70
1. Bagaimana tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran Letter
of Credit ?
2. Hambatan–hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara
pembayaran Letter of Credit?
C. TUJUAN PENELITIAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tanggung jawab eksportir dengan cara pembayaran
Letter of Credit.
2. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai hambatan--
hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran Letter
of Credit.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kegiatan
penelitian.
b. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai
pelaksanaan transaksi ekspor yang menggunakan cara pembayaran
dengan Letter of Credit (L/C) khususnya mengenai tanggung jawab
eksportir terhadap Bill of Lading.
c. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang
hukum ekspor impor khususnya pengetahuan yang lebih mendalam
mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Bill of Lading dalam
cara pembayaran Letter of Credit.
2. Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi berbagai
pihak yang bergerak dalam bidang ekspor impor sehingga dapat
mengurangi hambatan-hambatan atau masalah yang tinibul
diantara pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan transaksi
ekspor impor.
b. Sebagai gambaran tentang tanggung jawab eksportir terhadap Bill of
Lading bagi eksportir yang menggunakan cara pembayaran dengan
Letter of Credit.
c. Memberikan masukan kepada para pembaca mengenai hal-hal
yang selama ini menjadi hambatan bagi eksportir dalam pelaksanaan
transaksi ekspor serta bagaimana cara mengatasinya.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini akan dibatasi menjadi Lima Bab, adapun
pembagiannya adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Didalam pendahuluan ini diuraikan latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum transaksi
ekspor impor dan tinjauan umum Letter of Credit. Tinjauan
umum tentang ekspor impor sendiri berisikan tentang
pengertian transaksi ekspor impor, perjanjian dasar transaksi
ekspor impor, sistem pembiayaan ekspor impor.
Sedangkan tinjauan umum tentang Letter of Credit berisikan
pengertian Letter of Credit, perjanjian dasar pembukaan
Letter of Credit, jenis-jenis Letter of Credit, pihak-pihak yang
terlibat dalam Letter of Credit dan dokumen-dokumen-
dokumen dalam Letter of Credit dan tinjauan umum
mengenai sistem pembayaran Letter of Credit
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan sajian yang memuat tentang langkah-
langkah metode penelitian untuk mencapai tujuan
penelitian. Bab ini secara menyeluruh memuat tentang
metode pendekatan, spesifikasi penelitian, populasi dan
metode sampling, metode pengumpulan data, metode
penyajian data, dan metode analisa data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat tentang hasil penelitian yang merupakan
penjabaran dari perumusan masalah, dan pemecahannya
dengan mengacu pada BAB II tentang Tinjauan Pustaka.
BAB V : PENUTUP
Bab ini mengetengahkan kesimpulan pelaksanaan transaksi
ekspor dengan menggunakan cara pembayaran dengan
Letter of Credit disertai pula dengan sasan-saran yang perlu
dikemukakan sehubungan dengan permasalahan diatas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI EKSPOR-IMPOR
A.1. Pengertian dan Pengaturan Transaksi Ekspor Impor
Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional
(International Trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan
menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di
negara yang berbeda.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No 146/MPP/IV/99 tanggal 22 April 1999 tentang
Ketentuan Umum di bidang Ekspor maka diperoleh pengertian ekspor,
yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sesuai
peraturan dan perundang-undang yang berlaku. Sedangkan
pengertian impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan
barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan
ekspor impor yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan.
Menurut Pasal 1 butir 13 UU No. 10 Tahun 1995, definisi dari Impor
adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Sedangkan dalam butir 14 disebutkan definisi ekspor yaitu kegiatan
mengeluarkan barang dari daerah pabean.
Mengenai transaksi ekspor-impor ini tidak diatur secara khusus
dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang, akan tetapi secara
umum ketentuan dalam KUH Perdata dalam Bab V Buku III dan
ketentuan dalam KUH Dagang tetap berlaku bagi perdagangan
ekspor–impor Indonesia.
Perjanjian jual beli yang dimuat dalam sales contract merupakan
salah satu bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata,
maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada
umumnya, yaitu yang diatur dalam:
1. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai batasan perjanjian, yaitu:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
2. Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.
Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hat tertentu.
4. Suatu sebab yang hal.
3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli
secara umum, di mana disebutkan jual beli adalah:
Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.
A.2. Perjanjian Dasar Transaksi Ekspor Impor
Ekspor impor sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan
dalam jual beli barang tertentu senantiasa di awali dengan perjanjian.
Perjanjian tersebut merupakan hasil dari kegiatan sebelumnya yang
dilakukan oleh eksportir dan importir, yaitu penawaran dan
permintaan. Kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam
Sales Contract yang merupakan kesepakatan antara eksportir dan
importir untuk melakukan, perdagangan barang sesuai dengan
persyaratan yang disepakati bersama dan masing-masing pihak
mengikatkan diri untuk melaksanakan semua kewajiban yang
ditimbulkannya. Dalam sales contract tercantum segala sesuatu yang
diperjanjikan dan dibuat secara rinci dan tertulis yang menyangkut
syarat perjanjian, uraian barang, pelaksanaan penyerahan barang
serta cara pembayaran dan hal-hal penting lainnya. Sales contract
atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang
dilakukan apakah secara tunai atau kredit, bilamana pembayaran
dilakukan dengan cara kredit ditentukan pula dengan atau tanpa
letter of credit.
Tahap-tahap yang menyertai pelaksanaan perjanjian ekspor impor,
yaitu:14
a. Pra kontraktual atau tahap awal perjanjian. Terjadi penawaran produk yang diajukan oleh penjual (eksportir), dimana biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah serta syarat-syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan "perjanjian jual beli", dengan syarat-syarat yang telah disepakati.
b. Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor.
14 Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 12
c. Post kontraktual ; Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak
A.3. Cara Pembayaran Transaksi Ekspor lmpor
Pemerintah menunjang kegiatan ekspor impor dengan
memberikan kebijaksanaan dalam fasilitas penggunaan devisa serta
penyediaan kredit, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, serta
kebijaksanaan lain yang sangat penting yaitu pengaturan sistem
pembiayaan ekspor impor yang dapat dilakukan dengan cara tunai
atau kredit.
Menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1982 dalam Pasal 3
ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor impor adalah
dengan tunai atau dengan kredit. Kemudian dalam penjelasan Pasal 3
ayat (1) tersebut, dijelaskan bahwa cara pembayaran ekspor impor
dapat dilakukan dengan:15
1. Pembayaran di muka ( Advance Payment ) 2. Wesel Inkaso dengan kondisi Document Against Payment (D/P) dan
Document Against Acceptance (D/A) 3. Perhitungan kemudian (Open Account) 4. Konsinyasi (Consignment) 5. Letter of Credits (L/C) 6. Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri
sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli. ad. 1 Pembayaran di muka ( Advance Payment )
Sistem pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir)
membayar terlebih dahulu kepada penjual (eksportir) sebelum
merealisasi ekspor sesuai dengan kesepakatan para pihak.
15 Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 16
Kesepakatan tersebut tercantum dalam kontrak jual beli (sales
contract). Pada sistem Pembayaran di muka terlihat bahwa di
dalamnya terkandung faktor-faktor sebagai berikut:
a. Adanya kepercayaan dari importir bahwa eksportir pasti
akan mengirim barang-barang tepat pada waktunya sesuai
dengan perjanjian.
b. Barang/komoditi yang diekspor tidak merupakan barang
yang dilarang untuk diekspor;
c. Importir harus menyediakan dana/uang tunai lebih dahulu,
yang sebenarnya bisa digunakan untuk keperluan lain, yang
berarti juga mengurangi arti likuiditas modal kerja karena
barang-barang yang dibeli baru diterima beberapa waktu
kemudian.
ad.2 Wesel Inkaso
Cara pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan
wesel dimana eksportir adalah sebagai penarik wesel (drawer)
yang memerintahkan kepada Importir sebagai si tertarik
(drawee) untuk membayar sejumlah uang pada waktu yang
ditentukan dalam wesel itu.
Dalam perdagangan internasional dikenal dua macam wesel:
a. Clean draft, adalah wesel yang tidak disertai dengan
dokumen pengiriman barang;
b. Documentary draft, yaitu wesel yang disertai dokumen
pengiriman barang dan asuransi pertanggungan.
Berdasarkan jangka waktu pembayaran atas suatu wesel
dibedakan :
a. Sight Draft, adalah wesel yang dibayar pada waktu
diperlihatkan pada Importir. Pembayarannya tidak
tergantung pada barang, apakah sudah sampai ataukah
belum;
b. Arrival Draft, adalah wesel yang pelaksanaan pembayaran
dilakukan pada waktu barang sudah tiba.
c. Date Draft, wesel yang pembayarannya dilakukan pada
waktu tanggal yang tertentu atau dalam waktu beberapa
hari setelah tanggal tersebut.
Ketika eksportir mengapalkan barang ekspornya untuk importir,
dokumen-dokumen dari barang-barang tersebut secara
langsung atau melalui Banknya didalam negeri dikirim kepada
Bank Importir di luar negeri. Dokumen-dokumen untuk
mengeluarkan barang tersebut baru diberikan setelah
persyaratan yang ditentukan dipenuhi. Dokumen-dokumen
tersebut dapat diserahkan kepada importir atas dasar :
a. D/P (Document against Payment);
Penyerahan dokumen kepada importir dilakukan setelah
importir membayar.
b. D/A (Document against Acceptance)
Penyerahan dokumen kepada importir setelah importir
mengaksep wesel.
ad.3 Perhitungan, kemudian (Open Account),
Importir akan membayar barang setelah barang tiba di tempat
importir berada. Eksportir menanggung segala risiko, sedang
Importir mendapat penangguhan pembayaran.
Transaksi ini merupakan transaksi yang langsung antara eksportir
dengan importir. Eksportir setelah melakukan pengapalan
barang, kemudian mengirimkan "invoice" atau "faktur" kepada
importir yang mencantumkan tanggal atau waktu pembayaran
harus diselesaikan.
Pembayaran dengan Open Account ini mengandung
pengertian :
1. Adanya kepercayaan dari eksportir bahwa importir pasti
akan membayar barang yang telah diterimanya tepat pada
waktunya,
2. Barang komoditi yang terkirim oleh eksportir bukan
merupakan barang yang dilarang untuk di ekspor,
3. Eksportir harus menyediakan modal yang cukup besar,
walaupun resiko yang ada cukup tinggi, khususnya apabila
importir ingkar janji, eksportir sulit membuktikannya.
ad.4 Konsinyasi (Consignment)
Importir tidak berfungsi sebagai pembeli dalam pelaksanaan
pembayaran konsinyasi, melainkan hanya sebagai penerima
titipan dari supplier untuk menjualkan komiditi/barang tertentu
yang dikirimkan. Pembayaran baru dilakukan setelah komoditi
tersebut terjual, kemudian mentransfer valuta hasil penjualan
kepada supplier melalui Bank atau pos dan importir
mendapatkan komisi dari basil penjualan.
ad.5 Letter of Credits (L/C)
Pengertian Letter of' Credit secara umum merupakan suatu
pernyataan dari bank atas permintaan importir yang
merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan
dana dan membayar sejumlah uang tertentu untuk
kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C oleh
importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau
Issuing Bank.
Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kembali
kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan
penjual yang belum saling mengenal dengan baik.16
L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan
internasional. Tetapi, L/C bukan merupakan garansi (guarantee)
16 Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits? Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3, halaman 139 - 153
atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan
(negotiable instrument).17
C.F.G. Sunaryati Hartono, mengatakan :
“Secara harfiah L/C dapat diterjemakan sebagai Surat Utang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat tertentu.”
Sementara UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank
penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa
kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada
penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya
konosemen, faktur, sertfikat asuransi) yang sesuai dengan
persyaratan L/C.18
Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C
merupakan “Janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan
pembayaran kepada penerima baik langsung ataupun melalui
bank lain adalah atas instruksi pemohon yang berjanji
membayar kembali kepada bank penerbit.
Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang
utama sebagai berikut:
17 David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal. Vol.17 Num 1, Summer 1984, hal 44. 18 UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank, 570 F.2d 202.
a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual
(penerima) berdasarkan kontrak penjualan.
b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit
berdasarkan permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak.
c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima
berdasarkan L/C sebagai kontrak.
d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus
berdasarkan kontrak keagenan.
e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima
berdasarkan kontrak pembayaran L/C.
Agoes Moeljono melihat hakikat L/C sebagai suatu “perikatan.”
Berikutnya lagi, Amir M.S.19, penulis dan pelaku dagang, mengatakan:
“Letter of Credit atau biasa disingkat L/C adalah suatu Bank atas permintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir itu, yang memberi HAK kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.”
Inti dari definisi Amir M.S. yaitu bahwa L/C merupakan “Surat
pembayaran.”
ad.6 Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar
negeri sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli :
19 Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun IMPOR & EKSPOR. 1991, hal.37
f. Barter
Sistem perdagangan dengan barter ini merupakan perdagangan
timbal balik antara dua negara yang biasa disebut "counter
purchase" atau "counter trade" di mana antara dua negara saling
membeli dan menjual barang/komoditi tertentu.
g. Barter Konsinyasi
Seperti Barter biasa hanya apabila barang-ekspor mungkin lebih
tinggi harganya dari pada barang impor maka selisih harga harus
dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer
B. TINJAUAN UMUM TENTANG LETTER OF CREDIT
B.1. Pengertian dan Pengaturan Letter of Credit
B.1.1. Pengertian Letter of Credit
Amir MS:
Letter of credit adalah suatu surat yang dikeluarkan bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi surat itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas Bank Pembuka untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum di dalam surat itu.
Emmy Pangaribuan Simanjuntak :
Letter of Credit adalah suatu surat perintah membayar kepada seseorang atau beberapa prang yang dialamati untuk melakukan
pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut dalam surat perintah itu kepada seseorang tertentu.
B.1.2. Pengaturan Letter of Credit
Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP)
adalah pedoman yang menjadi peraturan internasional dalam jual
beli antar negara, mengenai cara pembayaran yang harus dilakukan
oleh pernbeli melalui Bank. Peraturan UCP ini telah diterima oleh
banyak negara dan telah digunakan secara internasional. Demikian
juga dengan Indonesia yang menggunakan UCP ini sebagai
pedoman pembayaran perdagangan luar negeri. Peraturan
Pemerintah No. 1 Tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di
Indonesia. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. I Tahun
1982 yang secara rinci mengatur L/C belum ada. Sesuai dengan
kenyataan bahwa dalam praktek perbankan Indonesia telah
digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an.20
Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal
17 Desember 1993 mengatur L/C yang diterbitkan bank devisa
(bank umum) boleh tunduk atau tidak pada UCP. Bank Indonesia
secara yuridis formal memberikan kebebasan kepada bank devisa di
Indonesia untuk menentukan sikap. Dalam hal L/C tunduk pada UCP,
maka agar UCP mempunyai kekuatan hukum mengikat atas L/C bank
20 Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta: Salemba empat, 2000 ) halaman 18
penerbit harus melakukan suatu tindakan yaitu mencantumkan suatu
klausul dalam L/C yang menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCP
sesuai dengan ketentuan dalam Artikel 1 UCP No. 500 tahun 1993 yang
mengatakan :
Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) Revisi 1993 No.500, akan berlaku untuk semua "documentary credit" (termasuk standby letter of credit sejauh mana UCP ini dapat diberlakukan) bilamana di dalam teks kredit tersebut menyebutkan secara tegas bahwa kredit tersebut tunduk kepada Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, 1993 Revision, ICC Publication No. 500. (UCP) mengikat semua pihak yang bersangkutan, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam kredit tersebut.
B.1.3. Keunggulan Letter of Credit
L/C adalah suatu alat (instrumen) yang memudahkan transaksi
dagang antara eksportir dengan importir yang belum saling mengenal,
atau yang tidak mempunyai ikatan khusus tertentu.
L/C dianggap instrumen yang paling penting dan paling aman
didalam transaksi perdagangan internasional, terutama dilihat dari
sudut sistem pembayaran. Peranan L/C dalam perdagangan
internasional adalah :21
a. Mempermudah lalu lintas pembayaran
b. Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi
21 Eddie Renaldy, istilalt Perdagsangan Intentasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo Persada, 2000 ) halaman 151
kewajibannya
c. Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.
Keuntungan yang diperoleh eksportir dari L/C :22
1. Kepastian pembayaran dan menghindari risiko.
Sekalipun eksportir tidak mengenal importir, tetapi dengan adanya L/C sudah merupakan jaminan bagi eksportir bahwa tagihannya pasti dilunasi bank sesuai ketentuan. Reputasi atau nama baik bank yang membuka L/C merupakan jaminan pokok, dan jaminan pembayaran itu akan menjadi ganda bila bank devisa yang bertindak sebagai Advising Bank juga memberikan konfirmasinya. Jadi risiko untuk tidak terbayar menjadi sangat minim. Di sini terlihat besarnya peranan bank dalam memperlancar perdagangan internasional.
2. Penguangan dokumen dapat langsung dilakukan
Bila barang sudah dikapalkan, maka dengan adanya L/C shipping documents dapat langsung diuangkan atau dinegosiasikan dengan Advising Bank dan tidak perlu lagi menunggu pembayaran atau kiriman uang dari importir. Advising Bank atau Negotiating Bank tidak ragu untuk melunasi dokumen pengapalan itu karena pembayarannya sudah dijamin oleh Opening Bank. Sebaliknya, bila tidak ada L/C maka eksportir tidak mungkin menegosiasikan shipping documents sehingga harus menunggu transfer atau kiriman uang lebih dahulu dari importir, atau dokumen harus dikirimkan dulu untuk "Collection"
3. Biaya yang dipungut bank untuk negosiasi dokumen relatif kecil bila ada L/C
4. Terhindar dari risiko pembatasan transfer valuta
22 Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 ) halaman 5
Di berbagai negara terdapat pembatasan transfer valuta asing dan diperlukan izin impor sebelum dilakukan pembukaan L/C. Bank devisa di negara importir sudah mengetahui ketentuan ini dan mereka baru bersedia membuka L/C bila semua ketentuan Pemerintah sudah dipenuhi oleh importir. Oleh karena itu, pada setiap pembukaan L/C Opening Bank sudah menyediakan valuta asing untuk setiap tagihan yang didasarkan pada L/C tersebut. Dengan demikian eksportir terhindar dari risiko non-payment yang mungkin terjadi bila transaksi dilakukan tanpa L/C.
5. Kemungkinan memperoleh uang muka atau kredit tanpa bunga bila importir bersedia membuka L/C dengan syarat "Red Clause", maka eksportir dapat memperoleh uang muka dari L/C yang tersedia. Ini berarti eksportir mendapat kredit tanpa bunga atau semacam uang panjar yang biasanya diperlukan untuk memulai produksi barang yang akan diekspor itu.
Keuntungan L/C bagi importir:23
1. Pembukaan L/C dapat diartikan bahwa Opening Bank
meminjamkan nama baik dan reputasinya kepada importir
sehingga dapat dipercayai oleh eksportir. Eksportir yakin bahwa
barang yang akan dikirimkan pasti akan dibayar.
2. L/C merupakan jaminan bagi importir, bahwa dokumen atas
barang yang dipesan akan diterimanya dalam keadaan lengkap
dan utuh, karena akan diteliti oleh bank yang sudah mempunyai
keahlian dalam hal itu.
3. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan
yang pasti akan dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang
dari L/C yang tersedia.
23 Ibid halaman 6
B.2. Perjanjian Dasar Pembukaan Letter of Credit
Perjanjian pembukaan Letter of Credit yang diadakan bukan
merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi merupakan,
perjanjian tambahan dari perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian
jual beli yang tertuang dalam kontrak dagang (Sales Contract) antara
eksportir dan importir.
Proses pembukaan L/C dimulai dengan adanya kontrak jual beli antara penjual dan pembeli yang mensyaratkan pembukaan L/C sebagai pembayarannya, pembeli kemudian mengajukan aplikasi L/C kepada bank devisa di negaranya untuk manfaat pihak penjual. Jalannya pembukaan suatu L/C secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : 24
24 Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ) halaman 86
BANK
IMPORTIR EKSPORTIR
Advising/
Negotiating
BANK
Opening/
Beneficiar
y
Open
er
2
1 3
Luar Negeri Dalam Negeri
1. Importir meminta kepada bank devisanya untuk membuka sebuah
Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk melunasi
hutangnya kepada eksportir, sejumlah yang disepakati dalam sales
contract dan sesuai dengan syarat-syarat pencairan yang disebut
dalam Miles Contract dan merujuk pada ketentuan dari The Uniform
Customs and Practise for Documentary Letter of Credit dari Kamar
Dagang Internasional, Paris No. 500 atau UCP-DC-500. L/C yang
dibuka adalah untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan
usaha lain yang ditentukan eksportir, sesuai kesepakatan dalam sales
contract.
Bank devisa yang diminta eksportir membuka L/C itu disebut opening
bank. Opening bank inilah yang bertanggung jawab melakukan
pembayaran atas L/C itu kepada eksportir penerima L/C. Importir
yang disebut pembukaan L/C disebut applicant.
2. Opening bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan
importir, melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di
negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat,
teleks, faksimile, atau media elektronik lainnya yang sah. Penegasan
pembukaan UC dalam bentuk tertulis itu disebut L/C confirmation
yang diteruskan oleh opening bank kepada bank korespondennya
untuk disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut
dalam surat itu.
Bank koresponden yang diminta opening bank untuk menyampaikan
amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank.
3. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C
yang diterimanya dari opening bank meneruskan amanat
pembukaan L/C itu kepada eksportir yang berhak menerima dengan
surat pengantar dari Advising Bank. Surat pengantar itu disebut L/C
advice, sedangkan eksportir penerima L/C disebut sebagai
beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta dengan tertulis oleh
opening bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C tersebut,
maka Advising Bank juga disebut sebagai confirming bank.
Isi pokok dari Letter of Credit antara lain:
a. Nomor dan tanggal L/C
b. Jenis dan sifat L/C yang dibuka.
c. Nama dan alamat eksportir (penerima L/C) yang lazim disebut
sebagai "beneficiary".
d. Jumlah dana yang tersedia.
e. Uraian barang dan jumlahnya.
f. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan seperti:
1. Bill of Lading
2. Faktur perdagangan
3. Daftar Pengepakan
4. Daftar kubikasi
5. Daftar timbangan
6. Keterangan negara asal
7. Sertifikat mutu
8. Laporan Kebenaran Pemeriksaan
9. Polis asuransi, dan lain-lain.
g. Batas waktu pengapalan terakhir.
h. Batas waktu berlakunya L/C.
i. Syarat pengapalan seperti partial shipment, transshipment dan
lain-lain.
j. Ketentuan negosiasi dokumen pengapalan.
Etty Susilowati SH. MS menerangkan lebih lanjut mengenai
mekanisme pembayaran dengan L/C dalam bukunya yang berjudul
"Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar
Negeri", dimana mekanisme pembayaran L/C dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap pembukaan
Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada sebuah
Bank yang dianggap bonafide. Untuk ini importir diminta mengisi
formulir aplikasi (permohonan) pembukaan L/C yang
mencantumkan semua syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir di
negara lain.
2. Tahap penerusan kredit advis
Apabila Issuing Bank menyetujui aplikasi pembukaan L/C, maka
Issuing Bank menerbitkan "kredit advis" yang menyebutkan bahwa
pembeli akan membayar sejumlah uang kepada penjual atas
barang yang dibeli. Kredit advis ini dilengkapi dengan syarat-syarat
yang tercantum daim formulir permohonan L/C yang ditujukan
kepada Bank di tempat eksportir, sebagaimana disyaratkan dalam
formulir aplikasi tersebut.
Apabila nama dari Bank di negara eksportir tidak disyaratkan oleh
importir, maka biasanya Bank pembuka L/C akan memilih sendiri
Advising Banknya yaitu Bank korespondennya yang setelah
menerima advis kredit kemudian akan meneruskannya kepada
eksportir.
Advising Bank ditempat eksportir inilah yang akan melakukan
pembayaran atau akseptasi atau negosiasi atas dokumen-
dokumen yang disyaratkan dan diserahkan oleh eksportir.
Dalam tahap penerusan kredit advis ini, adakalanya terjadi suatu
perubahan dari kondisi L/C yang harus dilakukan dan harus
disampalkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam L/C,
sehingga L/C yang dibuka harus dimintakan amandements
(perubahan-perubahan) terhadap syarat L/C, khususnya sebelum
L/C jatuh tempo.
Adanya perubahan terhadap syarat-syarat L/C harus dimintakan
persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam L/C. Sekiranya
sudah disetujui dan sudah cukup lengkap dan tepat, kemudian
disampaikan oleh Advising Bank kepada eksportir dengan surat,
kawat atau telex sesuai dengan permintaan importir.
3. Tahap pengapalan barang
Setelah eksportir menerima kredit advis dari Bank koresponden,
maka eksportir mengajukan formulir Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB) kepada Perusahaan Pelayaran untuk dapat mengirim barang
yang akan diekspor.
Dalam instruksi muat tercantum: jumlah dan kualitas, harga barang,
pelabuhan tujuan, nama pembeli dan penerima barang di luar
negeri, shipping mark, serta syarat pembayaran freight.
Formulir PEB tersebut diajukan kepada kantor Bea dan Cukai untuk
mendapatkan izin meat barang, yang menunjukkan bahwa barang
dapat diekspor dan Maskapai Pelayaran melaksanakan pemuatan
barang ke atas kapal dan mengeluarkan dokumen pengangkutan
atau Bill of Lading (B/L). Dokumen pengangkutan yang asli
dikirimkan kepada pembeli, sedang copy-nya diberikan kepada
eksportir.
4. Tahap pengumpulan dokumen
Eksportir yang telah menerima dokumen pengangkutan selanjutnya
mengumpulkan dokumen-dokumen yang disyaratkan, yaitu
dokumen pengangkutan (Bill of Lading/ Airway Bill/ Railway Bill);
Invoice (Profoma Invoice/ Comercial Invoice/ Consular Invoice);
Dokumen asuransi (Insurance Policy/ Insurance Certificate/ Cover
Note). Dokumen-dokumen utama tersebut masih harus ditambah
dengan dokumen-dokumen lain sebagai pelengkap, yaitu
dokumen yang diperlukan sesuai dengan jenis barang yang
diperjanjikan. Misalnya certificate of analysis, certificate of origin
dan sebagainya.
5. Tahap penyelesaian pembayaran
Setelah Bank pembayar meneliti kelengkapan dan kebenaran
formal dokumen dari dokumen yang dipersyaratkan dan ternyata
sudah sesuai dengan kredit advis, maka Bank pembayar sejumlah
uang yang diperjanjikan kepada eksportir.
Eksportir harus mempelajari dengan seksama semua keterangan
yang tercantum di dalam L/C. Kalau semua ketentuan itu tidak
dipenuhi secara cepat dan cermat, maka bank dari importir yang
membuka L/C berhak penuh untuk menolak dokumen pengapalan
yang diajukan dan menolak pembayaran atas beban L/C itu.
B.3. Bentuk dan Jenis-jenis Letter of Credit.
Menurut Pasal 6 Uniforms Customs and Practice for
Documentary Credit No.500 Tahun 1993 ( tJCP), Letter of Credit dapat
dibedakan menjadi dua bentuk:
a. Revocable Letter of Credit;
Letter of Credit dalam bentuk ini mempunyai risiko yang tinggi,
karena kurang menjamin pembayaran. Pada Letter of Credit yang
berbentuk revocable, importir setiap saat dapat memerintahkan
banknya (Issuing Bank) untuk membatalkan L/C yang telah dibuka
tanpa memberitahukan dan meminta persetujuan terlebih dahulu
dari pihak eksportir. Pembatalan yang diperintahkan oleh importir di
luar negeri tidak berlaku (tidak mempunyai kekuatan) bilamana
eksportir telah mengapalkan dan wesel ekspor telah dinegoisir oleh
Negotiating Bank pada saat pembatalan diterima.
b. Irrevocable Letter of Credit.
Letter of Credit dalam bentuk ini dapat dibatalkan hanya atas
persetujuan ksportir dan importir. L/C dalam bentuk ini memberikan
jaminan pembayaran yang lebih baik jika dibandingkan dengan
Revocable L/C.
Dilihat dari segi saat pembayaran, L/C dapat dibagi menjadi:25
1. Sight L/C
Yaitu L/C yang jika semua persyaratan dipenuhi, maka Negotiating
Bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama
dalam 7 hari kerja.
2. Usance L/C
25 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis InternasionalEkspor
Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 28
Yaitu yang L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C
tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal
pengapalan (tanggal Bill of Lading).
3. Red Clause L/C
Yaitu L/C dimana bank pembuka L/C memberi kuasa kepada bank
pembayar untuk membayar uang muka kepada beneficiary
sebagian tertentu atau seluruh nilai L/C sebelum beneficiary
menyerahkan dokumen.
Dan syarat-syaratnya L/C dibagi menjadi:
1. Open L/C
Yaitu suatu L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima L/C
untuk menegoisasikan dokumen melalui bank mana saja yang
diingininya.
2. Restricted L/C
Yaitu kebalikan dari Open L/C di mana, negotiating bank dibatasi
pada bank tertentu.
3. Documentary L/C
Yaitu L/C yang mewajibkan eksportir penerima L/C untuk
menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan
barang serta dokumen pelengkap lainnya sebagai syarat untuk
memperoleh pembayaran.
4. Revolving L/C
Yaitu L/C di mana kredit yang, tersedia dapat dipakai ulang tanpa
perlu mengadakan perubahan syarat baik dalam bentuk waktu
maupun nilai uang.
5. Back to back L/C
Yaitu L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportir penerima L/C
pertama kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang
diterimanya. L/C ini biasa digunakan dalam perdagangan segi
tiga.
B.4. Para Pihak yang terlibat dalam Letter of Credit.26
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembukaan L/C adalah:
a. Opener atau Applicant
Importir yang meminta bantuan bank devisanya untuk membuka
L/C guna keperluan penjual atau eksportir.
b. Opening bank atau Issuing Bank
Bank devisa yang dimintai bantuannnya oleh importir untuk suatu
L/C untuk keperluan eksportir. Bank devisa inilah yang memberikan
jaminan kepada eksportir. Oleh karena itu, "nilai" L/C sangat
bergantung pada nama baik dan reputasi dari bank devisa yang
membuka L/C tersebut.
c. Advising Bank
26 Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor.Op.cit halaman 3
Opening bank membuka L/C untuk eksportir melalui bank lain di
negara eksportir yang menjadi koresponden dari Opening bank
tersebut Bank korespondensi, ini berkewajiban untuk
menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C kepada
eksportir yang berhak. Oleh karena itu bank korespondensi yang
bersangkutan disebut Advising Bank atau Bank Penyampai
Amanat.
d. Beneficiary
Eksportir yang menerima pembukaan L/C dan diberi hak untuk
menarik uang dari dana L/C yang tersedia itu disebut sebagai
penerima L/C atau beneficiary.
e. Negotiating Bank
Di dalam L/C biasanya disebutkan bahwa Beneficiary boleh
menguangkan (menegosiasikan shipping document) melalui bank
mana saja yang disukainya asalkan memenuhi syarat L/C. Bank
yang membayar dokumen itu disebut sebagai Negotiating Bank.
B.5. Dokumen-dokumen dalam Letter of Credit.
Sehubungan dengan pentingnya dokumen dalam pembayaran
melalui L/C di dalam Pasal 13 (a) UCP No. 500 Tahun 1993 disebutkan:
Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.
Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit
harus dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional.
Dokumen yang tidak sesuai satu dengan yang lainnya akan dianggap
tidak sesuai dengan persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan.
Pemeriksaan dokumen oleh Bank hanya dilakukan terhadap dokumen-
dokumen yang diminta atau disepakati dalam kredit. Dokumen yang
tidak diminta. tidak akan diperiksa oleh Bank. Dokumen dalam
pembayaran transaksi ekspor impor dengan L/C merupakan hal
penting sesuai dengan pasal 4 UCP No.500 Tahun 1993 disebutkan
bahwa:
Dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan berurusan dengan dokumen-dokumen, dan bukan dengan barang-barang, jasa-jasa dan/atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan.
Dokumen-dokumen yang harus disepakati dan diminta dalam L/C
tersebut adalah:27
1. Dokumen Induk
a. Dokumen Pengangkutan:
i. Bill of Lading
Bill of Lading atau Marine Bill of Lading atau Konosemen
merupakan dokumen pengapalan yang paling penting,
karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of
27 Etty Susilowati Suhardo SH.MS.Op.cit. halaman 60
Lading (Marine Bill of Lading/Konosemen) menunjukkan hal
pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui laut ke
sesuatu tujuan tertentu, dan selanjutnya barang-barang
tersebut diserahkan kepada penerima.
ii. Airway Bill
Apabila Letter of Credit mensyaratkan barang-barang untuk
diangkut dengan pengangkutan udara, maka digunakan
Airway Bill. Airway Bill (AWB) ini merupakan tanda terima
yang dikirim melalui udara untuk orang dan alamat tertentu.
iii. Railway Consignment note
Dalam pengiriman barang-barang ekspor dengan
pengangkutan kereta api dari satu negara ke negara
lainnya (misalnya di Eropa), eksportir memperoleh tanda
terima yang dinamakan Consignment note (surat angkutan
kereta api). Dokumen ini mencantumkan nama stasiun
pemberangkatan, tujuan, nama eksportir dan alamat yang
dituju, kemudian dicap dengan nama perusahaan kereta
api yang bersangkutan. Barang-barang akan diserahkan
pada Consignee setelah adanya permohonan yang
bersangkutan dan dibuktikan oleh pejabat-pejabat
perusahaan kereta api di tempat tujuan.
b. Invoice atau Faktur :
Invoice atau faktur penjualan ini sangat penting karena
merupakan dokumen resmi dari penjualan yang menguraikan
barang-barang apa saja yang tercantum dalam Invoice
tersebut yang sesuai dengan L/C yang bersangkutan. Invoice
atau faktur dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu:
i. Profoma Invoice:
Profoma Invoice ini menyatakan syarat-syarat jual beli dan
bersangkutan menyetujui pesanan tersebut maka akan ada
kontrak antara pembeli dengan penjual sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Proforma Invoice.
ii. Commercial Invoice
Nota perincian tentang keterangan barang-barang yang
dijual, dan harga dari barang-barang tersebut. Commercial
Invoice dari penjual (eksportir) ini ditujukan kepada pembeli
(importir) yang nama dan alamatnya sesuai dengan yang
tercantum dalam L/C dan ditandatangani oleh pihak yang
berhak menandatangani.
iii. Consular Invoice
Invoice yang dikeluarkan oleh instansi resmi, yakni kedutaan
(konsulat), ditandatangani oleh Konsul Dagang dari negara
pembeli yang berdomisili di negara penjual.
c. Dokumen Asuransi:
i. Insurance Policy:
Polis Asuransi ini menyatakan bukti kontrak asuransi atas
barang-barang yang akan diongkut dengan kapal dan si
tertanggung yang membayar premi.
ii. Insurance Certificate:
Merupakan surat keterangan yang menjelaskan terhadap
barang-barang tertentu telah dilakukan penutupan
asuransinya dalam bentuk Open policy. Open policy ini
diperlukan untuk pengapalan-pengapalan dalam jumlah
yang tidak terbatas. Setiap kali yang bersangkutan
mengapalkan barang, ia akan memberitahukan
perusahaan asuransi dan membayar preminya.
iii. Cover Note .
Merupakan sebuah pemberitahuan yang digunakan
sebagai “permulaan alai bukti" dari perusahaan asuransi
yang menyatakan bahwa sebuah asuransi telah ditutup
sementara menunggu polis atau sertifikat asuransi
dikeluarkan.
d. Draft (wesel)
Fungsi wesel sama dengan dokumen-dokumen lain yang
dipersyaratkan dalam perjanjian. Apabila suatu L/C, telah
disyaratkan disertai dengan wesel, maka seorang penjual akan
menerima pembayaran setelah menyerahkan dokumen-
dokumen disertai dengan wesel.
2. Dokumen Tambahan atau dokumen yarg diperlukan:
a. Certificate of Origin, yaitu Surat keterangan asal barang, yang
dibuat oleh Kamar Dagang di negara penjual dengan tujuan
untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di
dalam sertifikat itu dijelaskan bahwa barang tersebut benar-
benar hasil produksi dari negara penandatangan sertifikat
tersebut, sehingga secara tidak langsung sertifikat itu
merupakan suatu jaminan atas kualitas barang tersebut.
b. Packing List, yaitu suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya,
dibuat oleh perusahaan yang mengepak barang-barang
tersebut.
c. Weight List (certificate of weight), yaitu daftar
timbangan/beratnya barang-barang di pelabuhan pemuatan.
d. Dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan
jenis barang ekspor yang dilakukan.
B.6. Pelaksanaan Pembayaran melalui L/C
Pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh Bank adalah atas dasar
kuasa yang diberikan kepada Bank pembayar oleh Issuing Bank, maka
Bank pemberi kuasa harus bertanggung jawab untuk mengganti
pembayaran tersebut kepada Bank penerima kuasa yang disebut
dalam kredit advis.
Pelaksanaan pembayaran tersebut dapat dilakukan melalui cara:28
1. Pembayaran Tunai
Pihak eksportir akan menyerahkan dokumen-dokumen yang
diminta dalam L/C kepada, Bank pembayar untuk memperoleh
pembayaran atas barang yang dikapalkan. Setelah Bank
melakukan pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi
sernua, syarat yang telah ditentukan, maka Bank pembayar akan
membayar kepada pihak eksportir dan kemudian mengirimkan
dokumen-dokumen tersebut kepada bank pembuka. Atas
pembayaran yang telah dilakukan itu Bank pembayar akan
memperoleh pembayaran kernbali dari Bank pembuka, menurut
cara yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pelaksanaan
pembayaran dengan tunai ini pelaksanaannya ada yang
menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek
kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel
2. Pembayaran bertangguh
Jika penyerahan dokumen telah sesuai dengan syarat L/C, eksportir
akan menerima Surat pernyataan tertulis dari Bank yang akan
melakukan pembayaran pada tanggal jatuh tempo. Namun
dimungkinkan eksportir dapat meminta pembayaran sebelum jatuh
tempo dari Bank pembayar. Penyelesaian pembayaran
bertangguh ini tidak menggunakan wesel. Pembayaran yang
28 Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 53
dilakukan pada waktu jatuh tempo atau sebelumnya, Bank
pembayar akan tetap menerima pembayaran kembali dari Issuing
Bank menurut cara yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Akseptasi
Pada penyelesaian pembayaran dengan akseptasi ini
dilaksanakan dengan menggunakan wesel berjangka. Penjual
diwajibkan untuk menyerahkan dokumen-dokumen yang
disyaratkan disertai dengan wesel yang ditarik pada Bank yang
disebutkan dalam L/C dengan jangka yang telah ditetapkan.
Setelah dokumen-dokumen diperiksa dan telah memenuhi syarat
L/C, Bank kemudian meng-aksep wesel dan mengembalikannya
kepada Penjual. Bank memberikan akseptasi tersebut karena telah
mendapat kuasa dari pihak Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa
Bank telah menyatakan sanggup membayar nilai wesel pada
waktu jatuh tempo. Atas pembayaran yang telah dilakukan,
Accepting Bank akan memperoleh penggantian pembayaran dari
Bank pernbuka seperti yang telah diperjanjikan.
4. Negosiasi
Untuk memperoleh barang yang telah dikapalkan, pihak Penjual
menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumen-
dokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang
ditarik dari pembeli atau yang disebutkan dalam L/C yang
bersangkutan. Setelah Bank melakukan perneriksaan dokumen dan
diketahui bahwa dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi
yang ditetapkan dalam L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil
alih (menegosiasi) wesel itu atas dasar kuasa dari pihak Bank
pembuka, sedang penggantian pembayaran akan diperoleh
menurut perjanjian yang telah saling disepakati.
C. TINJAUAN UMUM TENTANG BILL OF LADING
C.1. Pengertian Dan Pengaturan Bill Of Lading
Bill of Lading merupakan dokumen pengangkutan barang
dengan kapal laut. Bill of Lading (B/L) lebih dikenal dengan nama
'konosemen' yaitu dokumen pengapalan yang sangat penting karena
mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Bill of Lading ini
menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang yang dikirim melalui
laut.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku II Bab V. A, tentang
Pengangkutan Barang di dalam Pasal 506 memberikan pengertian Bill
of Lading:
Konosemen adalah suatu Surat yang bertanggal, dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang ditunjuk beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan akan terjadi.
C.2. Syarat Sah Bill of Lading
Untuk sahnya suatu Bill of Lading harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:29
a. B/L harus dikeluarkan oleh seorang pengangkut dan
ditandatangani;
b. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia telah menerima
sejumlah barang;
c. Memuat pernyataan dari pengangkut bahwa ia akan mengangkut
barang-barang yang diterimanya dan sesuai dengan syarat-syarat
penyerahannya akan diserahkan ditempat tujuan;
d. Memuat syarat-syarat penyerahannya.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practise
for Documentary Credit (UCP) no 500 tahun 1993, pasal 32, pada sistem
pembayaran Letter of Credit, tidak semua B/L dapat diterima.
Ketentuan mengenai dokumen pengangkutan laut yang dapat
diterima bank diatur dalam UCP 500 pasal 23 sampai dengan pasal 26.
Pasal 23 mengatur mengenai Marine /Ocean Bill of Lading; pasal 24
mengatur mengenai Sea Way Bill of Lading yang tidak dapat
dinegosiasikan; pasal 25 mengatur mengenai Charter party Bill of
Lading; pasal 26 mengenai dokumen angkutan multimodal.
Ciri Bill of Lading yang dapat diterima bank berdasarkan pasal 23 UCP
500 adalah:
29 Ibid halaman 62
Marine Ocean Bill of Lading
a. Kredit yang mensyaratkan suatu Bill of Lading yang mencakup
suatu pengapalan dari pelabuhan ke pelabuhan (port-to port
shipment), kecuali apabila ditetapkan lain dalam kredit bank-bank
harus menerima suatu dokumen, apapun namanya, yang:
i. Secara nyata menunjukkan nama pengangkut (carrier) dan
ditandatangani atau apabila dinyatakan keasliannya oleh:
Pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk atau atas
nama pengangkut yang bersangkutan, atau
Nahkoda atau agen yang ditunjuk untuk atau atas nama
nahkoda yang bersangkutan
Tiap tanda tangan atau pembuktian keaslian dari
pengangkut (carrier) atau nahkoda harus diberi tanda
sebagai pengangkut (carrier) atau nahkoda. Agen yang
menandatangani atau membuktikan keaslian untuk
kepentingan perusahaan pengangkut atau nahkoda juga
harus menunjukkan nama dan jabatan pihak tersebut, misal
pengangkut (carrier) atau nahkoda, atas nama siapa agen
tersebut bertindak.
ii. Menunjukkan bahwa barang-barang sudah dimuat di atas
kapal, atau dikapalkan dengan menggunakan kapal yang
sudah ditentukan.
Pemuatan di atas kapal atau pengapalan dengan suatu kapal
yang ditentukan boleh diberi tanda dengan kata-kata yang
tercetak pada Bill of Lading bahwa barang–barang tersebut
sudah dimuat di atas kapal yang sudah ditentukan, dalam
mana tanggal penerbitan Bill of Lading tersebut akan dianggap
sebagai tanggal pemuatan di atas kapal, dan tanggal
pengapalan.
iii. Menunjukkan pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang
ditentukan dalam kredit, meskipun dokumen:
a. Menunjukkan suatu tempat penerimaan yang berbeda dari
pelabuhan muat dan atau suatu tempat tujuan akhir
berbeda dari pelabuhan bongkar, dan atau
b. Memiliki tanda "intended' atau kualifikasi yang serupa
sehubungan dengan pelabuhan muat dan atau pelabuhan
bongkar, sepanjang dokumen tersebut juga menyebutkan
pelabuhan--pelabuhan muat dan atau bongkar yang
disebutkan dalam kredit tersebut.
iv. Terdiri dari hanya asli Bill of Lading, atau bila diterbitkan lebih dari
satu asli, seberkas lengkap sebagaimana diterbitkan.
v. Nyata memiliki semua persyaratan dan kondisi pengangkutan,
atau beberapa dari persyaratan dan kondisi tersebut menunjuk
kepada suatu sumber atau dokumen selain Bill of lading (short
form/blank back Bill of Lading) dan bank-bank tidak akan
memeriksa isi persyaratan dan kondisi tersebut
vi. Tidak memiliki petunjuk bahwa dokumen tersebut tunduk pada
charter party dan atau tidak ada petunjuk bahwa kapal
pengangkut dijalankan dengan layar saja
vii. Dalam segala hat memenuhi ketentuan-ketentuan dalam kredit.
C.3. Fungsi Bill of Lading
Konosemen atau Bill of Lading mempunyat beberapa fungsi, yakni:30
a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke
pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading.
b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper
(pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee
(penerima barang/Importir).
c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang
tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau
perjanjian pembayaran uang tambang bila uang, tambang dibayar
di pelabuhan tujuan (freight payble at destination)
d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bill of Lading adalah
pemilik barang yang disebutkan didalamnya.
Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh pengirim muatan atau wakilnya kepada
pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan
atau kerusakan pada barang muatan.
30 Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) halaman 22
C.4. Bentuk dan Jenis Bill of Lading
Konosemen atau Bill of Lading dapat berbentuk:
1. Konosemen Atas nama, dengan mana nama si penerima disebut
dengan jelas dalam. Cara penyerahan konosemennya adalah
dengan Cessie
2. Konosemen atas pengganti, konosemen ini dapat diperalihkan dan
juga cukup aman. Cara penyerahan konosemennya dengan
endossemet.
3. Konosemen atas tunjuk, konosemen ini mengandung risiko yang
besar sekali karena penyerahan hak atas konosemen itu hanya
terjadi dari tangan ketangan saja, sehingga kemungkinan iatuh
ketangan orang yang tidak berhak adalah lebih besar.
Mengacu pada UCP No. 500 tahun 1993 pasal 32, B/L terbagi dua
jenis, yaitu apabila dilihat dari segi fisik barang
1. Foul B/L / Dirty R/L atau Unclean B/L
Jenis B/L yang mengandung catatan tentang kerusakan barang
atau cacat barang, Seperti yang terkandung dalam pasal 32
ayat b tersebut, maka bank akan menolak jenis B/L ini kecuali
ada surat pernyataan/jaminan dari pemilik barang atau pihak
shipper untuk memberikan jaminan untuk tidak melakukan peng-
klaim-an. Bank akan menolak dokumen pengangkutan yang
memuat klausul atau catatan yang menyatakan secara jelas
kondisi barang dan/atau kemasan yang cacat kecuali kredit
secara jelas menyatakan bahwa klausul atau catatan dimaksud
dapat diterima.
2. Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih
Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan fisik
barang yang diangkut oleh perusahaan pelayaran yang
mengeluarkan B/L tersebut.
Secara umum jenis jenis Bill of Lading dapat diuraikan sebagai
berikut:31
1. Negotiable B/L (OriginaL B/L) dan Non Negotiable B/L
Negotiable B/L adalah B/L yang dapat digunakan sebagai
dokumen berharga untuk pencairan L/C atau dapat
diperjualbelikan., Sebagai lawan negotiable B/L ini kita
mengenal Non Negotiable B/L yaitu copy B/L yang tidak dapat
dipergunakan untuk pencairan L/C.
2. On Board B/L dan Receipt B/L
On Board B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut
sebagai tanda terima barang di mana barangnya sudah
diterima di atas kapal pengangkut. Sedangkan Receipt B/L
adalah B/L yang diterbitkan pengangkut, namun barang
belum diterima di atas dek kapal.
31 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.cit halaman 162
3. Foul B/L atau Dirty B/L / Unclean B/L,
Jenis B/L yang mengandung catatan atau kerusakan barang
atau cacat barang. Seperti terkandung dalam pasal 32 ayat b,
maka bank akan menolak jcnis B/L ini, kecuali ada surat
pernyataan/jaminan dari pcmilik barang atau pihak shipper
untuk memberikan jamman untuk tidak melakukan peng-klaim-
an dikemudian hari, surat pernyataan tersebut dikenal dengan
Letter of Indemnity. Bila pihak bank menerima jenis Clean B/L
disertai dengan Letter of Indemnity, maka pihak bank
mengetahui bahwa keadaan barang yang akan diangkut oleh
maskapai pelayaran tersebut terdapat catatan tentang
keadaan fisik baring, namun ketentuan dalam artikel/pasal
tersebut memungkinkan bank menerima dokumen tersebut.
Clean Bill of Lading atau B/L yang bersih.
Jenis B/L yang tidak mengandung catatan tentang keadaan
fisik barang yang telah diangkut oleh perusahaan pelayaran
yang mengeluarkan B/L tersebut.
4. Long form and Short Form
Long form B/L merupakan B/L yang mencantumkan syarat-
syarat pengangkutan pada halaman belakangnya. yang
merupakan sumber acuan. Jika, terjadi perselisihan antara
pengirim dan pengangkut. Syarat-syarat itu diterapkan secara
sepihak oleh perusahaan pelayaran. Sebaliknya Short Form B/L
tidak mencantumkan syarat-syarat pengangkutan tersebut. jika
terjadi perselisihan maka hukum di mana perusahaan
pelayaran berdomisili yang dipakai.
5. Combined Transport B/L ( Multimodal B/L); Single Modal B/L
Multimodal B/L adalah jenis B/L yang menggunakan lebih dari
satu macam alat transportasi dengan B/L yang sama. Alat
angkutan tersebut dapat berupa alat transportasi udara, laut
dan darat. Sedangkan Single B/L, hanya menggunakan satu
alat angkut saja.
6. Express B/L
Express B/L adalah B/L yang dikirim melalui faxcimile, dan untuk
itu B/L yang asli tidak perlu diserahkan.
7. Stale B-L
Stale B/L merupakan B/L yang sudah "basi" karena B/L tersebut
datangnya terlambat dan kapal pengangkut telah datang
terlebih dulu. Hal seperti ini biasanya terjadi untuk jarak
pengangkutan yang dekat. Lazimnya B/L dianggap "basi" jika
dijauhkan ke bank lebih dari 21 hari dihitung dari tanggal
pengeluaran B/L tersebut. Tujuannya adalah untuk melindungi
importir dari biaya-biaya yang tidak perlu karena kelambatan
penyelesaian pabean, sebagai akibatnya terlambatnya
importir menerima dokumen pengapalan.
8. Switch B/L
Switch B/L merupakan B/L, yang diganti. Hal seperti ini biasanya
terjadi dalam Back to Back L/C, dimana perantara/trader tidak
ingin pembeli mengetahui alamat penjual, sehingga nama
shipper diganti dengan nama trader dalam B/L nya.
9. Thrid Party B/L
Dalam jenis B/L ini nama shipper yang tercantum dalam L/C
adalah nama shipper lain. Misalnya karena eksportir awal tidak
sanggup mengirimkan barang, sehingga diambil alih oleh
shipper lain. Syarat penggunaan B/L jenis ini adalah jika L/C
membolehkannya, kalau tidak diatur maka tidak boleh
dipergunakan.
10. Ocean B/L dan House B/L
Ocean B/L adalah B/L, yang diterbitkan oleh perusahaan
pelayaran, sedangkan House B/L adalah B/L yang diterbitkan
oleh forwarding company.
11. Chartered B/L
Chartered B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pihak yang
mencharter kapal.
C.5. Para Pihak dalam Bill of Lading 32
32 Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1tik Beluk Kredit Berdokumen
dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 ) halaman 138
a. Shipper (pengirim/eksportir);
Salah satu kewajiban eksportir adalah mempersiapkan barang
menjadi siap ekspor dan mengirimkannya kepada pembeli/importir.
Untuk itu, eksportir harus mengurus dan mengadakan kontrak -
pengangkutan dalam rangka menyampaikan barang ekspor kepada
importir.
b. Carrier (perusahaan pelayaran)
Dalam perdagangan internasional sebagian barang ekspor dan
impor diangkut melalui laut, karena itu jasa pelayaran memegang
peranan yang sangat menentukan.
c. Cosignee (penerima barang/importir).
Dalam hal Letter of Credit, importir akan menerima barangnya setelah
shipping documents diterima.
C.6. Tanggung jawab Eksportir terhadap Bill of Lading dalam Letter of Credit
Eksportir bertanggung jawab melengkapi dokumen-dokumen
yang disepakati dalam Letter of Credit termasuk di dalamnya Bill of
Lading. Dokumen-dokumen, yang harus diserahkan oleh eksportir
termasuk didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat
kredit. Dimana kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung
jawab eksportir sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of
Lading harus mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam
Letter of Credit.
Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C
dapat dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti
eksportir tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah
dikirimkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan eksportir terhadap B/L
adalah penanggalan yang terdapat pada B/L. Dalam Article 22a UCP
revisi 1993 disebutkan bahwa L/C harus menetapkan tanggal jatuh
tempo penyerahan dokumen untuk pembayaran, akseptasi atas
negosiasi. Sedang dalam Pasal 22b selanjutnya disebutkan bahwa
dokumen harus diserahkan pada atau sebelum tanggal jatuh tempo dari
L/C tersebut.
Apabila L/C tidak menetapkan tanggal penyerahan dokumen,
maka Bank akan menolak dokumen yang diserahkan melebihi dari 21
hari setelah tanggal Bill of Lading. Hal ini tercantum dalam Article 43a
UCP Revisi 1993. Dengan demikian tanggal suatu konosemen sangat
penting karena tanggal itulah yang menunjukkan atau menentukan
kapan dokumen tersebut diterbitkan, kapan dokumen tersebut jatuh
tempo, dan kapan dokumen tersebut harus diserahkan.
Bill of Lading dalam cara pembayaran Letter of Credit diatur
dalam Uniform Customs and Practise.for Documentary Credits (UCP) no
500 tahun 1993, kecuali apabila masing-masing pihak mengatur lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading:33
33 Amir, MS. Op.cit. halaman 83
1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen sah yang
lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang
ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran yang
merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di
bagian bawah konosumen di atas tanda tangan.
2. Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus seuai dengan
persayaratan kredit.
3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan
tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti
faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya.
4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau
setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang
terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan
lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian
barang dalam kredit atau dokumen lainnya.
5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit.
6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara
tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atu
pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau
unclean.
C.7. Penyimpangan Dokumen dalam Letter of Credit
Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang
menggunakan yang menggunakan cara pembayaran L/C terdapat
penggolongan penyimpangan yaitu: 34
a. Penyimpangan atas syarat-syarat L/C
Penyimpangan atas syarat-syarat L/C antara lain: tidak lengkapnya
dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan
yang lain tidak konsisten, melampaui batas akhir tanggal
pengapalan, L/C sudah melampaui waktu yang sudah ditentukan
(expired).
b. Penyimpangan yang bersumber pada dokumen yang belum
sempurna. Bentuk penyimpangan-penyimpangan atas dokumen
tersebut dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu:
1. Penyimpangan yang sifatnya dapat diperbaiki (Correctable
Discrepancies)
Correctable Discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan
yang disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan
dimungkinkan bagi eksportir untuk memperbaiki dokumen yang
menggalami penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti
ini disebut dengan minor discrepancies.
2. Penyimpangan yang sifatnya tidak dapat diperbaiki
(Uncorrectable Discrepancies)
34 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996 halaman 211
Uncorrectable discrepancies adalah penyimpangan-
penyimpangan yang dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki
langsung oleh eksportir. Penyimpangan-penyimpangan ini
dinamakan major discrepancies.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam
rangka pemecahan suatu permasalahan. Dalam suatu penelitian diperlukan
suatu metode yang tepat agar dapat menganalisa masalah secara akurat
sekaligus memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu
penelitian sebagai sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara
sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui penelitian tersebut diadakan
analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.35
Soerjono Soekanto mengemukakan peranan metodologi dalam suatu
penelitian adalah :36
1. Menambah kemampuan pada ilmuwan untuk mengadakan atau
35 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan Singkat, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2003 ), halaman 1
36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ), halaman 7
melaksanakan Penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap.
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang
belum diketahui.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner.
4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan dan mengintregasikan
pengetahuan tentang masyarakat.
Fungsi penelitian di sini adalah untuk mencarikan penjelasan dan juga
jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini permasalahan
yang diteliti adalah mengenai tanggung jawab eksportir terhadap Perjanjian
Jual Beli Dengan Menggunakan L/C (Letter Of Credit) Pada CV. Golden Teak
Garden Semarang”
Sehubungan dengan peranan dan fungsi metode dalam penelitian
ilmiah, Soerjono Soekanto dalam bukunya "Pengantar Penelitian Hukum",
menyatakan:
“Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya".37
37 Ibid, halaman 6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan bagian
yang harus untuk memberikan nilai pada penelitian ilmiah.
Langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan penelitian
guna menyusun tesis ini, yaitu sebagai berikut :
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan
untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder
terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian
terhadap data primer di lapangan.38
Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dan akan
dikumpulkan dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak
yang akan diteliti.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka
sebagai dasar menganalisa. Dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya
data sekunder dapat dibedakan menjadi:39
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat. Adapun yang digunakan sebagai bahan hukum
primer yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini
antara lain:
38 Soerjono Soekanto,Sri Mamudji,Op.cit, halaman 52 39 Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 ), halaman 64
1. Buku III KUH Perdata tentang Perikatan.
2. Buku 11 bab V A KUHD tentang Pengangkutan Barang
3. Undang-undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar Devisa.
4. PP No. 24 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Devisa.
5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No.146/MPP/KEP/IV/1999 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.
6. The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, misalnya: hasil karya ilmiah para
sarjana, hasil-hasil penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
tentang bahan primer dan bahan sekunder. Misalnya: kamus,
ensiklopedia.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis, yaitu cara atau prosedur memecahkan masalah penelitian,
dengan cara memaparkan keadaan obyek yang diteliti sebagaimana
adanya berdasarkan fakta-fakta pada saat sekarang.40 Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis ini bertujuan agar hasil penelitian yang diperoleh,
dapat memberikan gambaran mengenai tanggung jawab eksportir dengan
40 H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, ( Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1992 ) hal.42
cara pembayaran Letter of Credit serta memperoleh gambaran mengenai
hambatan–hambatan apa yang dihadapi eksportir pada cara pembayaran
Letter of Credit.
C. Populasi Dan Metode Sampling
Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh
gejala atau kejadian atau seluruh unit yang diteliti.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan (eksportir) yang
melakukan transaksi perdagangan luar negeri khususnya yang
menggunakan cara pembayaran Letter of Credit.
Populasi biasanya sangat besar dan luas maka tidak mungkin untuk
meneliti seluruh populasi sehingga cukup diambil sebagaian saja untuk diteliti
sebagai sample. Untuk itu penulis mengambil sample yang mewakili populasi
yaitu CV. Golden Teak Garden Semarang.
Metode sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
non random-purposive sampling, yaitu penarikan sampel dilakukan dengan
cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel
sebagai berikut:41
1. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang
merupakan ciri-ciri utama dari populasi.
41 Ronny,Hanitijo Soemitro, Op.cit, halaman 64
2. Obyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan
obyek yang paling banyak mengandung ciri-cirinya yang terdapat pada
populasi.
3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi
pendahuluan.
Penulis mengambil sampel yang mewakili yaitu CV. Golden Teak Garden
Semarang, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Merupakan badan hukum yang melaksanakan kegiatan ekspor impor
2. Merupakan badan hukum yang menyelenggarakan transaksi ekspor
impor menggunakan cara pembayaran dengan Letter of Credit.
3. Merupakan badan hukum yang menggunakan Bill of Lading dalam cara
pembayaran Letter of Credit.
4. Merupakan badan hukum yang memberikan kemudahan dalam
memberi ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk menunjang keberhasilan dan efektifitas penelitian, penulis
memerlukan data-data yang bersumber pada keadaan di lapangan
ataupun sumber lain dengan pemisahan secara garis besar antara data
primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan:
1. Data Primer
Interview atau wawancara
Yaitu dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin, artinya
dengan melakukan tanya jawab langsung kepada responden, kemudian
diadakan pencatatan terhadap hasil tanya jawab tersebut.
Observasi langsung
Yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada
obyek penelitian.
2. Data sekunder, diperoleh dengan cara :
Melakukan penelitian perpustakaan untuk mendapatkan landasan
teoritis berupa pendapat atau tulisan para ahli dan pihak yang
berwenang untuk memperoleh informasi baik dalam ketentuan-
ketentuan formal atau naskah-naskah resmi misalnya peraturan
perundang-undangan.
E. Metode Analisis Data
Data-data yang diperoleh dikumpulkan untuk ketnudian dianalisa
untuk mendapatkan penjelasan atas masalah yang akan dibahas. Dalam
penyusunan skripsi ini data yang, diperoleh dianalisis dengan menggunakan
metode kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang
dinyatakan oleh responder secara tertulis maupun lisan, digambarkan dan
selanjutnya dianalisa. Dari hasil tersebut disusun secara sistematis dalam
bentuk laporan peneliti tesis.
F. Metode Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk yang sistematis untuk mencapai
kejelasan masalah yang dibahas, kemudian data yang disajilkan dalam
bentuk sistematis tersebut akan dianalisa dan dituangkan dalam bentuk
tesis.42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
CV. Golden Teak Garden berlokasi di Jl. Puri Executive A1/31 Puri
Anjasmoro Semarang, didirikan pada tahun 1996. Hasil produksi dari
perusahaan ini telah berhasil menembus pasar dunia seperti Eropa, Timur
Tengah, Amerika Serikat dan Asia. Sejak didirikan perusahaan ini memang
berorientasi ekspor. Agar ticlak kalah bersaing dipasar dunia, maka CV.
Golden Teak Garden berusaha menghasilkan produk dengan mutu tinggi.
42 H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, ( Jakarta : Gunung Agung, 1985
), halaman 18
Supaya produk yang diproduksi lebih dikenal dalam dunia internasional
maka CV. Golden Teak Garden mengikuti pameran-pameran baik yang
diselenggarakan di Jakarta maupun di. negara lain seperti di Singapore,
Dubai, Jerman, Perancis.
CV. Golden Teak Garden adalah suatu perusahaan yang bergerak
dibidang industri mebel kayu, seperti meja, kursi, lemari, style yang dihasilkan
adalah antique repro.
CV. Golden Teak Garden adalah salah satu eksportir yang
menggunakan Letter of Credit untuk cara pembayaran dalam transaksi
ekspor yang dilakukan. Cara pembayaran dengan Letter of Credit ini
dianggap mempunyai keunggulan, yaitu:
1. Memberi rasa aman bagi CV. Golden Teak Garden sendiri, mendapatkan
kepastian akan pembayaran barang ekspor setelah adanya penyerahan
dokumendokumen yang sesuai dengan syarat-syarat L/C.
2. Sedangkan bagi importir akan mendapatkan kepastian akan
penerimaan barang yang telah dibelinya.
3. Risiko yang harus diliadapi oleh kedua belah pihak berkurang dengan
peranan Bank yang terlebih dahulu memeriksa dokumen-dokumen
dalam LC dan bank akan menolak dokumen-dokumen yang tidak sesuai
dengan persyaratan L/C.
4. Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan yang
harus dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang dari L/C yang
tersedia.
Namun demikian, LC juga mempunyaj kelemahan-kelemahan
disamping kelebihan-kelebihan yang dirasakan sangat bermanfaat bagi
eksportir maupun importir. Kelemahan tersebut antara lain:
1. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama.
2. Besamya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir dalam
kaitannya dengan jasa Bank, yaitui: biaya komisi, biaya bunga, biaya
telex, biaya akseptasi.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden
dalam pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang
berkaitan dengan Bill of Lading, menurut Chandra Wicaksono Direktur CV
Golden Teak Garden terjadinya discrepancies atau penyimpangan
dokumen seringkali menghambat dan menyita waktu. Namun apabila CV.
Golden Teak Garden dapat memenuhi semua ketentuan dalam L/C
maupun B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang
menghambat. Begitu juga dengan terbatasnya staff yang ada di CV.
Golden Teak Garden terutama staff bagian L/C, kurangnya tenaga kerja
tersebut terkadang menjadi hambatan.
Prosedur yang harus dilalui oleh CV. Golden Teak Garden dapat
dijelaskan dengan skema prosedur sebagai berikut :43
43 Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) halaman 6
Sumber : Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Negeri halaman 6.
Keterangan :
1. Eksportir dan Importir mengadakan kontrak jual beli (sales contract).
Dalam Sales Contract dicantumkan cara pembayaran yang digunakan.
2. Apabila menggunakan L/C maka importir - importir akan meminta bank
devisanya untuk membuka sebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana
yang dipersiapkan untuk melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah
EKSPORTIR / BENEFICIARY
IMPORTIR / APPLICANT
ADVINSING BANK
NEGOTIATING BANK
PAYING BANK
ISSUING BANK
OPENING BANK
5 4
7
2
3
6
1
yang disepakati dalam sales contract. Bank devisa yang diminta
eksportir membuka L/C itu disebut Opening Bank. Opening Bank inilah
yang bertanggung jawab melakukan pembayaran atas L/C kepada
eksportir penerima L/C. Importir yang meminta pembukaan L/C disebut
applicant.
3. Opening Bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan
importir melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di
negara eksportir. Pembukaan L/C dilakukan dengan surat, kawat, teleks,
faksimile, atau media elektronik lainnya yang sah. Penegasan
pembukaan L/C dalam bentuk tertulis itu disebut L/C Confirmation yang
diteruskan oleh Opening Bank kepada bank korespondennya untuk
disampaikan kepada penerima, yaitu eksportir yang disebut dalam surat
itu. Bank koresponden yang diminta Opening Bank untuk menyampaikan
amanat pembukaan L/C disebut Advising Bank.
4. Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C yang
diterimanya dari Opening Bank meneruskan amanat pembukaan L/C itu
kepada eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari
advising bank. Surat pengantar itu disebut L/C advis, sedangkan eksportir
penerima L/C disebut Beneficiary dari L/C itu. Bila Advising Bank diminta
tertulis oleh Opening Bank untuk turut menjamin pembayaran atas L/C
tersebut maka Advising Bank juga disebut Confirming Bank.
5. Eksportir setelah menerima L/C Confirmation kemudian mempersiapkan
barang untuk diekspor, melakukan pemesanan ruang/tempat kepada
perusahaan pelayaran (shipping company) yang kapalnya akan
berangkat ke pelabuhan tujuan yang dimaksud dalam Sales Contract
serta sesuai dengan waktu pengapalan (shippment date) yang
disepakati dalam sales contract. Eksportir kemudian mengurus formalitas
ekspor seperti mengisi pemberitahuan ekspor barang, membayar Pajak
Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising Bank, mengurus izin
muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di pelabuhan muat. Setelah
semua formalitas ekspor selesai, eksportir menyerahkan barang kepada
perusahaan pelayaran (shipping company) untuk dimuat pada waktu
yang disepakati.
• Shipping company setelah selesai melakukan pemuatan barang ke
atas kapal, menyerahkan bukti penerimaan barang, bukti kontrak
angkutan, dan bukti pemilikan barang dalam bentuk Bill of Lading
atau transport document lainnya kepada eksportir yang dalam
pengangkutan ini disebut shipper.
• Shipping company selanjutnya bertanggung jawab mengangkut
muatan itu sampai ke pelabuhan tujuan, serta menyerahkannya
dengan selamat dan utuh kepada penerima barang yang disebut
dalam B/L di pelabuhan tujuan (destination port) yang juga disebut
dalam B/L itu.
6. Eksportir setelah menerima Bill of Lading dari perusahaan pelayaran,
menyiapkan semua dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam
Letter of credit seperti faktur/invoice, packing list/daftar pengepakan,
wesel/draft serta surat pengantar negosiasi dokumen secara lengkap
dan cermat. Semua dokumen pengapalan itu diserahkan eksportir
kepada negotiating bank yang ditentukan dalam L/C untuk
memperoleh pembayaran. Negotiating bank meneliti dengan seksama
semua dokumen pengapalan yang diminta dalam syarat - syarat L/C.
Bila semuanya cocok baik jumlah, jenis, maupun uraian sebagaimana
yang dituntut oleh L/C, maka negotiating bank akan membayarkan
jumlah yang ditagih oleh eksportir dari dana L/C yang tersedia.
Formalitas ekspor seperti mengisi pemberitahuan ekspor barang,
membayar Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan melalui advising
Bank, mengurus izin muat kepada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai di
pelabuhan muat. Setelah semua formalitas ekspor selesai, eksportir
menyerahkan barang kepada perusahaan pelayaran (shipping
company) untuk dimuat pada waktu yang disepakati.
7. Negotiating Bank meneruskan dokumen pengapalan yang sudah
dilunasi itu kepada Opening Bank yang membuka L/C bersangkutan
sebagai penagihan kembali dari uang yang sudah dibayarkan oleh
negotiating bank tersebut kepada eksportir. Opening Bank memeriksa
dengan seksama semua dokumen pengapalan itu dan bila ternyata
sesuai dengan syarat - syarat yang dibuka maka Opening Bank
kemudian melunasi uang yang sudah dibayarkan oleh Negotiating Bank.
Pembayaran pelunasan kembali ini disebut reimbursement. Opening
bank selanjutnya memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan
itu kepada importir. Importir akan mengambil dokumen pengapalan itu
dari opening bank dan menyelesaikan pelunasan dokumen pengapalan
tersebut dengan opening bank yang bersangkutan. Setelah itu Opening
Bank akan menyerahkan seluruh dokumen pengapalan itu kepada
importir untuk dipergunakan menerima barang yang bersangkutan dari
perusahaan pelayaran dan Bea cukai setempat.
Pemuatan barang ekspor ke atas sarana pengangkut dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan muat dari Pejabat Bea dan Cukai. Dan telah
diteliti baik berupa penelitian dokumen maupun penelitian fisik, dalam hal
tertentu diadakan pemeriksaan fisik terhadap barang ekspor yang :44
a. Berdasarkan petunjuk kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi
pelanggaran ketentuan di bidang ekspor ;
b. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak terdapat petunjuk
kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan
di bidang perpajakan dalam kaitannya dengan restitusi PPN dan PPn BM
; atau ;
c. Akan dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean (re-impor)
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kawasan Pabean, Gudang
eksportir, atau tempat lain yang digunakan eksportir untuk menyimpan
barang ekspor. Sehingga dengan adanya PEB yang dikeluarkan oleh
Pejabat Bea dan Cukai memberikan jaminan bahwa barang yang diekspor
adalah barang yang diminta oleh importir.
Salah satu hal pokok yang perlu diperhatikan oleh eksportir dalam
pelaksanaan transaksi ekspor impor adalah penyiapan dokumen sesuai
dengan apa yang dipersyaratkan dalam Letter of Credit. Penyiapan
44 http://www. beacukai.go.id
dokumen ini sangat penting karena Bank membayar atas dokumen yang
diserahkan oleh eksportir yang telah sesuai dengan L/C. Dan pembayaran
oleh bank dengan menggunakan L/C dilakukan bukan atas barangnya
melainkan berdasarkan dokumen.
CV. Golden Teak Garden menyiapkan dokumen - dokumen yang
diisyaratkan dalam L/C atas dasar L/C yang dibuka oleh sebuah bank untuk
keperluan importir. Dokumen - dokumen yang diserahkan CV. Golden Teak
Garden kepada Bank untuk dinegosiasikan, yaitu :45
1. Full set clean on board Bill of Lading
2. Commercial Invoice
3. Dan dokumen tambahan yang diminta oleh importir, misalkan Cerificate
of Origin, Certificate of Fumigation, Packing List.
Dokumen Bill of Lading (B/L) merupakan dokumen pengapalan yang
paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Asli B/L
menunjukkan hak pemilikan atas barang - barang dan tanpa B/L tersebut
seseorang atau orang lain yang ditunjuk tidak dapat menerima barang -
barang yang disebutkan di dalam B / L yang bersangkutan. B / L yang
dikeluarkan oleh pihak pengangkut berfungsi sebagai bukti tanda
pengiriman barang, bukti kontrak pengangkutan, dan penyerahan barang,
dan sebagai bukti atau pemilikan barang. Dengan Bill of Lading ini importir
dapat mengeluarkan barang impor miliknya. Sehingga eksportir maupun
45 Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
bank harus lebih memperhatikan B/L sehingga tidak ada discrepancies yang
akan merugikan eksportir. Hal - hal yang harus diperhatikan terhadap B/L :46
1. Bill of Lading (B/L) yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen
asli yang lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah B/L asli yang
ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran merupakan satu
perangkat dokumen lengkap selalu diterangkan dibagian bawah B/L di
atas tanda tangan.
2. Pelabuhan muat (Port of Loading) dan pelabuhan bongkar (Port Of
Destination) harus sesuai dengan persyaratan kredit.
3. Nama pihak pengangkut, pengirim dan penerima barang harus sesuai
dengan yang tercantum dalam L/C.
4. Tanda - tanda pengapalan dan nomor - nomornya harus sesuai dengan
tanda pengapalan dan nomor - nomor dalam dokumen lainnya seperti
invoice, dokumen asuransi, dan sebagainya.
5. Sifat dari B/L adalah Clean. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada
B/L yang secara tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang -
barang atau pengepakan yang menandakan bahwa dokumen itu
adalah Foul and Unclean.
6. Harus mencantumkan nama shipper atau agennya.
7. B/L tidak boleh kadaluwarsa. B/L harus disampaikan dalam waktu
tertentu setelah tanggal penerbitannya, seperti yang ditentukan dalam
L/C. Apabi!a waktu tersebut tidak disebutkan dalam L/C, bank akan
46 Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
menolak dokumen yang disampaikan kepadanya lewat dari 21 hari, dari
tanggal pengeluaran B/L.
8. Segala perubahan atau penggantian pada B/L harus ditandatangani
oleh penandatangan B/L.
9. Uraian barang - barang pada B/L tidak boleh berlawanan dengan yang
terdapat di L/C.
10. Bukti bahwa barang - barang telah dimuat di atas kapal (on board). On
board pada B/L haruslah diberi tanggal dan ditandatangani oleh
pejabat perusahaan pelayaran atau agennya. Apabila B/L
mencantumkan tanggal pengapalan terakhir (latest shippment date)
11. Dalam C&F atau C. I. F harus tercantum kata – kata : freight prepaid.
Dalam hal F. O. B atau F. A. S harus tercantum kata - kata : freight to be
paid at destination atau freight collect.
CV. Golden Teak Garden selaku eksportir akan menerima langsung
pembayaran dari Bank Pembayar/Bank yang menegoiser L/C apabila
dokumen yang telah diserahkan dinyatakan memenuhi syarat - syarat L/C
termasuk didalamya dokumen B/L. Sementara bank akan memungut
pembayaran kembali (reimbursement) dari Bank Pembuka L/C (importir).
Apabila Bank yang menegoisasi L/C dalam pemeriksaan dokumen
menemukan adanya penyimpangan yang tidak sesuai dengan syarat L/C
dan kondisi L/C, maka kemungkinan dapat terjadi non payment
(pembayaran tidak dilakukan). Dokumen yang tidak sesuai dengan syarat
L/C dinyatakan /penyimpangan dokumen.
Penggolongan penyimpangan dokumen dibagi dalam 2 jenis, yaitu
penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat diperbaiki (Correctable
discrepancies), dan yang sifatnya tidak bisa diperbaiki (uncorrectable
discrepancies) Dalam penyimpangan dokumen yang sifatnya dapat
diperbaiki sepanjang jangka waktu berakhimya (expiry date) L/C masih
memungkinkan, maka dokumen masih bisa untuk diperbaiki oleh eksportir.47
Sedangkan penyimpangan dokumen yang tidak bisa diperbaiki
merupakan penyimpangan - penyimpangan yang dianggap besar dan
tidak bisa diperbaiki langsung oleh eksportir tanpa adanya persetujuan dari
Issuing Bank dan importir sendiri.
Penyimpangan dokumen dalam prakteknya terbagi dalam dua
bentuk, yaitu penyimpangan-penyimpangan dokumen yang bersumber
pada dokumen yang belum sempurna dan penyimpangan atas syarat -
syarat L/C.
Penyimpangan atas syarat - syarat L/C antara lain : tidak lengkapnya
dokumen yang telah ditentukan, antara dokumen yang satu dengan yang
lain tidak konsisten, melampaui batas akhir tanggal pengapalan, L/C sudah
melampaui waktu yang sudah ditentukan (expired). Sedangkan
penyimpangan dokumen yang bersumber pada dokumen yang belum
sempurna, meliputi : lembar - lembar dokumen yang diharuskan tidak
lengkap, adanya kesalahan ketik atau kesalahan serta yang diterima, tidak
sempurnanya dokumen karena tidak dicantumkan tanggal, stempel, atau
47 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996) halaman 211
tanda tangan pada dokumen yang bersangkutan, isi dokumen tidak sesuai
dengan kredit advis.
Dan hasil penelitian diketahui bentuk-bentuk penyimpangan
dokumen yang dialami CV. Golden Teak Garden dalam transaksi ekspor
impor dengan cara pembayaran L/C adalah sebagai berikut :48
1. Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diisyaratkan
dalam L/C (termasuk penyimpangan dokumen - dokumen yang
bersumber pada dokumen yang belum sempurna)
• Adanya kesalahan penulisan di dalam dokumen yang diketahui pada
saat Advising Bank/Negotiating Bank melakukan pemeriksaan
terhadap dokumen dan diketahui ada penyimpangan terhadap
dokumen yang diserahkan. Mengingat penyimpangan dokumen
yang terjadi berupa penyimpangan yang bersifat masih bisa
diperbaiki, dalam hal ini CV. Golden Teak Garden masih bisa
memperbaiki.
• Kesalahan penulisan dalam dokumen yang diisyaratkan dalam L/C ini
disebabkan karena adanya kesalahan pengetikan terhadap
dokumen-dokumen yang telah diserahkan tersebut. Hal ini bisa terjadi
mengingat dokumen-dokumen yang diminta oleh importir tidak sedikit
sedangkan tenaga kerja CV. Golden Teak Garden yang mengurusi
bagian ekspor impor sangat terbatas.
• Langkah - langkah yang diambil kemudian oleh CV. Golden Teak
48 Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
Garden setelah adanya pemberitahuan mengenai kesalahan
penulisan dokumen tersebut adalah memperbaiki dokumen -
dokumen yang mengalami kesalahan penulisan tersebut dan
menyerahkan kembali kepada Advising Bank/Negotiating Bank untuk
diteliti ulang (sepanjang dokumen yang mengalami penyimpangan
tersebut bersifat correctable)
2. Pengiriman barang yang melebihi batas waktu pengapalan (latest
shipment dan jumlah dollar / amount) yang melebihi L/C (penyimpangan
atas syarat L/C)
• Untuk penyimpangan dokumen seperti ini, CV. Golden Teak Garden
tidak bisa begitu saja memperbaikinya seperti terhadap
penyimpangan dokumen yang belum sempurna. Dalam hal terjadi
penyimpangan seperti ini maka Negotiating Bank dengan persetujuan
CV. Golden Teak Garden akan mengirim berita dengan teletransmisi
kepada Issuing Bank dan menunjukkan adanya penyimpangan -
penyimpangan serta meminta persetujuan untuk membayar atau
mengalihkan dokumen - dokumen tersebut.
• Apabila Issuing Bank bisa menerima penyimpangan - penyimpangan
yang ada maka Negotiating Bank akan menyarankan kepada CV.
Golden Teak Garden untuk menghubungi importir untuk penyelesaian
atau mengadakan penyesuaian - penyesuaian.
• Penyimpangan dokumen yang berupa pengiriman barang yang
melebihi batas waktu pengapalan hal ini dapat terjadi karena
adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak Garden
sehingga pengiriman barang menjadi terlambat.
• Penyebab dari adanya keterlambatan produksi oleh CV. Golden Teak
Garden ini disebabkan oleh faktor - faktor sebagai berikut :
Keterbatasan tenaga kerja dalam pengerjaan barang - barang
ekspor sedangkan permintaan pasar terkadang bersamaan.
Permintaan dari importir secara berkala yang sebelumnya telah
melakukan transaksi dengan CV. Golden Teak Garden
menyebabkan permintaan melebihi kemampuan untuk
memproduksi.
Waktu yang diberikan oleh importir terlalu sempit sehingga
kurangnya waktu dalam mengerjakan barang ekspor dan jangka
waktu pengapalan barang terlalu singkat.
• Upaya yang dilakukan oleh CV. Golden Teak Garden agar
pengiriman barang - barang yang dipesan tidak melampaui batas
waktu pengapalan adalah dengan permintaan amandement
(perubahan) atas L/C. Permintaan perubahan atas L/C ini dilakukan
agar importir menerima penyimpangan dalam dokumen yang akan
diterima oleh Issuing Bank.
• Sedangkan dalam penyimpangan dokumen di CV. Golden Teak
Garden berupa jumlah dollar / amount dalam hal ini terjadi karena
jumlah dollar dalam invoice dengan yang tertera dalam L/C tidak
sesuai. Hal ini disebabkan karena komoditi yang diekspor oleh CV.
Golden Teak Garden adalah mebel, mengingat perhitungan volume
barang sering tidak akurat bila diaplikasikan ke dalam kontainer. Hal
demikianlah yang menyebabkan adanya keterangan yang berbeda
dalam L/C yang mencantumkan amount seperti yang ditulis oleh
importir dengan jumlah amount dalam invoice yang diserahkan oleh
CV. Golden Teak Garden
• Barang yang dikirim rusak atau tidak sesuai dengan permintaan
importir yang tercantum dalam B/L maka importir dapat mengajukan
klaim atau pemberitahuan kepada eksportir. Mengingat komoditi
yang diekspor adalah mebel dan pengangkutan yang digunakan
melalui laut sehingga barang dapat mengalami kerusakan. Apabila
terjadi penyimpangan B/L, CV. Golden Teak Garden sebagai eksportir
bertanggung jawab. Bentuk pertanggungjawabannya berupa
pemberian diskon kepada importir atau penggantian barang ekspor.
Oleh karena itu, dalam menyiapkan dokumen dibutuhkan ketelitian
dan kewaspadaan, dan harus benar - benar sesuai persyaratan L/C.
Penyimpangan dokumen (discrepancies) dalam transaksi ekspor
impor dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam praktek transaksi
ekspor - impor yang menggunakan cara pembayaran L/C di CV. Golden
Teak Garden penyimpangan dokumen yang terjadi disebabkan oleh faktor-
faktor :49
a. Kekurangtelitian staff pegawai sehingga menyebabkan kesalahan
pengetikan dalam dokumen - dokumen yang disyaratkan dalam L/C.
b. Keterbatasan waktu yang diberikan oleh importir dalam pengiriman
49 Hasil wawancara dengan Chndra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden
barang yang mengakibatkan pengiriman barang melampaui batas
waktu pengapalan (latest shipment)
c. Sifat dari barang ekspor (mebel) yang terkadang menyebabkan jumlah
(amount) yang tertulis dalam invoice tidak sesuai dengan jumlah amount
yang ada di L/C.
d. Karena adanya prinsip dagang yang tidak jujur yang dilakukan importir.
B. PEMBAHASAN
Transaksi ekspor impor yang menggunakan cara pembayaran
dengan L / C mekanisme yang biasa ditempuh oleh pihak - pihak yang
bertransaksi adalah sebagai berikut :50
1. Pembeli dan penjual mengadakan perjanjian jual beli atas suatu barang
(komoditi) tertentu. Perjanjian ini lazim disebut dengan istilah Sales
Contract.
2. Pembeli memberi instruksi untuk membuka L / C kepada Bank relasinya
(Issuing Bank) untuk kepentingan pihak penjual (eksportir, Beneficiary).
Apabila Bank menyetujui pembukaan ini, maka Bank akan
mengeluarkan kredit advis.
3. Kredit Advis ini dikirim oleh Issuing Bank kepada Advising Bank ;
4. Advising Bank mengirimkan kredit advis tersebut kepada penjual.
5. Setelah penjual dapat menerima syarat - syarat L/C yang tercantum
50 Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 ) halaman 49
dalam kredit advis, maka penjual segera menyiapkan barang - barang,
menghubungi, pihak asuransi, mengurus izin pemuatan dari bea cukai,
menghubungi maskapai pelayaran untuk mengangkut barang yang
dikirim.
6. Penjual menyerahkan dokumen pengapalan beserta dokumen -
dokumen lain yang diisyaratkan kepada Advising Bank atau bank lain
yang disebut dalam L/C dengan pembayaran, akseptasi atau
negosiasi.
7. Dokumen diperiksa oleh Bank. Apabila telah sesuai dengan syarat -
syarat L/C yang ditetapkan, Bank kemudian melakukan pembayaran,
mengaksep atau menegosiasi atas dasar L/C tersebut. Pembayaran
yang dilakukan oleh Bank melalui :
a. Pembayaran Tunai
Dalam pembayaran tunai, eksportir akan menyerahkan dokumen
yang diminta dalam L/C kepada Pank pembayar untuk memperoleh
pembayaran atas barang yang dikapalkan. Setelah Bank melakukan
pemeriksaan atas dokumen dan ternyata memenuhi semua syarat
yang ditentukan, maka Bank pembayar akan membayar kepada
pihak eksportir dan kemudian mengirimkan dokumen tersebut kepada
Bank pembuka. Atas pembayaran yang telah dilakukan itu Bank
pembayar akan memperoleh pembayaran kembali dari Bank
pembuka menurut Cara yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Pelaksanaan pembayaran dengan tunai ini pelaksanaannya ada
yang menggunakan wesel dan ada pula yang tidak. Dalam praktek
kebanyakan dilaksanakan dengan menggunakan wesel.
b. Akseptasi
Cara pembayaran dengan akseptasi harus dilengkapi dokumen-
dokumen dan pembayaran ini dilaksanakan dengan wesel berjangka.
Dalam Cara ini setelah eksportir menyerahkan dokumen-dokumen
yang disertai wesel tersebut kepada Bank, kemudian Bank akan
mengaksep wesel dan mengembalikan kepada eksportir. Bank
memberikan akseptasi tersebut karena telah mendapat kuasa dari
Bank pembuka. Hal ini berarti bahwa Bank telah menyatakan
sanggup untuk membayar nilai wesel tersebut pada waktu jatuh
tempo. Atas pembayaran yang dilakukan, accepting Bank akan
memperoleh penggantian pembayaran dari Bank pembuka seperti
yang telah diperjanjikan.
c. Negoisasi.
Cara pembayaran dengan negoisasi, harus dilengkapi dengan
dokumendokumen yang disertai dengan wesel. Setelah eksportir
menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumen-
dokumen yang ditetapkan dalam L/C disertai dengan wesel yang
ditarik dari pembeli atau disebutkan dalam L/C yang bersangkutan.
Setelah Bank melakukan pemeriksaan dokumen dan diketahui bahwa
dokumen telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam
L/C, maka Bank tersebut dapat mengambil alih (menegoisasi wesel itu
atas dasar kuasa dari pihak Bank pembuka. Kemudian mengirimkan
dokumen-dokumen beserta wesel kepada Bank Pembuka, sedang
penggantian pembayaran akan diperoleh menurut perjanjian yang
telah disepakati.
8. Advising Bank mengirinikan dokumen kepada Issuing Bank.
9. Issuing Bank memeriksa dokumen. Apabila telah sesuai dan memenuhi
persyaratan dalam L/C, selanjutnya me-reimburse (mengganti biaya)
menurut cara yang telah disetujui sebelumnya kepada Advising Bank
atau bank lain yang telah melakukan pembayaran, akseptasi atau
negoisasi atas dasar L/C tersebut.
10. Dokumen diserahkan kepada pihak pembeli dan selanjutnya pembeli
akan membayar sesuai dengan perjanjian kepada Issuing bank.
Dokumen yang diterima pembeli kemudian digunakan untuk mengambil
barang-barang yang telah dikirim oleh penjual.
Transaksi perdagangan luar negeri dengan menggunakan cara
pembayaran dengan L/C ini di awali dengan Sales Contract. Kedudukan
Sales Contract dalam pembayaran L/C im adalah menjadi dasar hukum
antara kedua beleh pihak (eksportir dengan importir). Di dalam suatu Sales
Contract dicantumkan segala sesuatu yang diperjanjikan mengenai syarat
perjanjian, cara pembayaran, dokumen yang harus disertakan, cara
pelaksaman penyerahan barang, tempat penyerahan barang, serta hal -
hal yang dianggap penting. Sales Contract atau perjanjian jual beli harus
mencantumkan cara pembayaran yang akan dilakukan dengan cara kredit
atau tunai, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan
pula dengan atau tanpa Letter Of Credit. Transaksi ekpor impor merupakan
suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu
antara satu orang atau lebih yang masing masing pihak bertempat tinggal
pada suatu negara yang berlainan. Sarana pengangkutan yang digunakan
adalah melalui darat, laut, udara. Dan cara penyerahan barang disertai
syarat-syarat tertentu, juga tempat penyerahannya sudah ditentukan. Dalam
KUHPerdata secara khusus memang tidak diatur mengenai Ekspor impor ini
tetapi secara umum ketentuan Bab V buku ke III tetap berlaku bagi
perdagangan ekspor impor di Indonesia.
Mengingat jual beli merupakan salah satu bentuk perjanjian maka
perjanjian jual beli tunduk pada hukum perjanjian pada umumnya yang
diatur dalam :
1. Pasal 1313 KUHPerdata mengenai batasan perjanjian, yaitu:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhedap satu orang lain atau lebih.”
2. Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Dalam
Pasal tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan
empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab, yang hal.
3. Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, yaitu:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4. Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan definisi perjanjian jual beli secara
umum, di mana disebutkan jual beli adalah :
Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan.
Mengingat L/C merupakan salah satu pembayaran transaksi
perdagangan Luar Negeri, maka secara umum prinsip-prinsip yang terdapat
dalam KUHPerdata mengenai jual beli dapat berlaku di dalamnya.
L/C sebagai salah satu cara pembayaran dalam transaksi ekspor
impor merupakan cara pembayaran yang dianggap paling aman, baik bagi
eksportir maupun importir. Bagi eksportir adanya kepastian akan
pembayaran barang-barang yang telah dikirimkan sedangkan bagi importir
adanya kepastian akan penerimaan barang yang telah dibelinya.
Pengertian L/C menurut UCP No. 500 tahun 1993 tercantum dalam
Pasal 2 adalah sebagai berikut :
...Setiap perjanjian, apapun namanya atau maksudnya di mana suatu bank (Issuing Bank) bertindak atas permintaan dan instruksi seorang nasabah (applicant) atau atas namanya sendiri melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (beneficiary) atau ordernya (orang yang ditunjuk oleh pihak ketiga), atau mengaksep dan membayar wesel-wesel yang ditarik oleh beneficiary,...
Keunggulan penggunaan L/C:51
1. L/C menjadi jembatan bagi eksportir maupun importir yang terpisah oleh
negara dan apabila belum saling kenal dengan baik. L/C akan
memudahkan pelunasan pembayaran, mengamankan dana yang
disediakan importir dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan,
serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait.
2. Eksportir dapat menggantungkan kepercayaan pada L/C karena
pembayaran terjamin. Pada jenis tertentu seperti Sight L/C pembayaran
dapat segera diterima yang berarti eksportir memperoleh kredit tanpa
bunga. L/C juga dapat dijadikan jaminan Untuk memperoleh pinjaman.
3. Bagi importir dengan adanya L/C tersebut berarti dengan dana minimum
dapat mengimpor barang setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir
akan merasa aman karena bank akan menolak pembayaran kalau
semua persyaratan L/C belum terpenuhi.
Perlu diingat oleh eksportir maupun importir bahwa disamping L/C
mempunyai keuntungan atau kelebihan dibanding dengan cara
51 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional Ekspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 ) halaman 29
pembayaran lain tetapi L/C juga mempunyai kelemahan. Kelemahan
tersebut antara lain:
a. Prosedur yang digunakan memakan waktu cukup lama.
b. Besarnya biaya yang harus ditanggung oleh importir dan eksportir
dalam kaitannya dengan jasa Bank (biaya komisi, biaya bunga,
biaya telex, biaya akseptasi)
Penyimpangan Dokumen/Discrepancies
Bank mempunyai kewajiban untuk memeriksa dokumen-dokumen
tersebut apakah telah sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam L/C
dalam hal ini. Mengingat Bank adalah sebagai pihak perantara yang
menyediakan jasanya dalam penanganan dan pengolahan dokumen-
dokumen tersebut.
Di dalam peraturan yang mengatur tentang L/C yaitu UCP Revision, ICC
Publication No.500, 1993, pada dasarnya tidak diadakan perbedaan antara
kedua discrepancies tersebut. Baik pada minor discrepancies maupun pada
major discrepancies, pihak Bank berhak untuk menolak pembayaran atas
dokumendokumen yang menyimpang, karena pihak Bank tidak mau
menanggung risiko apapun. Berdasarkan Pasal 4 UCP No.500 tahun 1993
disebutkan bahwa dalam pelaksanaan kredit semua pihak yang bersangkutan
berurusan dengan dokumendokumen, dan bukan dengan barang-barang,
Jasa-Jasa dan atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen-
dokumen yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 13(a) UCP No.500 tahun
1993 disebutkan :
Bank harus memeriksa semua dokumen yang disebutkan dalam kredit dengan seksama untuk memastikan apakah dokumen tersebut, secara nyata sesuai atau tidak dengan persyaratan dan kondisi kredit.
Kesesuaian dokumen dengan persyaratan dan kondisi kredit harus
dilakukan berdasarkan standar praktek perbankan internasional sebagaimana
diatur dalam UCP No.500 Tahun 1993. Dokumen-dokumen yang secara nyata
tidak sesuai dengan yang lainnya akan dianggap sebagai tidak sesuai dengan
persyaratan dan kondisi kredit yang bersangkutan.
Pasal 15 UCP No 500, menyebutkan bahwa:
"Bank-bank tidak berkewajiban atau bertanggung jawab atas bentuk, kesempurnaan, ketetapan keaslian, pemalsuan atau akibat hukum dari dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan/atau khusus yang disebutkan dalam dokumen atau yang ditambahkan dan di dalamnya; Bank juga tidak berkewajiban atau bertanggung jawab atas uraian, jumlah, berat, mute, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang-barang yang tercantum dalam dokumen, atau atas itikad baik atau tindakan-tindakan dan/atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency), pelaksanaan atau bonafiditas si pengirim, pengangkut, forwarder, si penerima atau si penjamin dari barang-barang, atau orang lain siapapun.
Berdasarkan artikel tersebut, Bank mempunyai dasar hukum yang lebih
kuat untuk menolak dokumen-dokumen yang dianggap tidak memenuhi syarat
sehubungan dengan adanya penyimpangan. Oleh karena dokumen yang
harus diserahkan eksportir harus sesuai dengan ketentuan dan syarat yang
disebutkan dalam L/C beserta perubahannya, maka Bank akan segera meneliti
kelengkapan dan kebenaran formal dari dokumen tersebut dan sesegera
mungkin menghubungi eksportir untuk membicarakan hal-hal yang dianggap
kurang, sehingga pada waktu pengapalan barang tidak mengalami kesulitan
yang berarti. Pemeriksaan dokumen memerlukan ketelitian dan kecermatan
yang baik oleh Bank. Sebab kekurangtelitian dan ketidakcermatan Bank dalam
meneliti dokumen ini akan mengakibatkan kerugian baik oleh eksportir maupun
importir.
Pemeniksaan dokumen oleh Bank bertujuan untuk mencari kesesuaian
antara dokumen-dokumen yang diminta dalam L/C sebagai dasar adanya
pembayaran transaksi. Dalam pemeriksaan dokumen, yang menjadi acuan
bank adalah UCP No.500 tahun 1993, Surat Keputusan dan Surat Edaran dari
Bank Indonesia yang berlaku dan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh bank
yang bersangkutan. 52
Disamping diperlukan ketelitian Bank, dalam pemeriksaan dokumen juga
diperlukan kecermatan eksportir sendiri dalam mempersiapkan dokumen -
dokumennya. Karena dokumen yang tidak sesuai dengan L/C akan merugikan
eksportir sendiri. Apabila Bank menemukan adanya ketidaksesuaian antara
dokumen eksportir dengan L/C. Adanya ketidaksesuaian inilah yang disebut
dengan penyimpangan dokumen, (discrepancies).53
Pada waktu pembukaan L/C, importir menentukan dokumen-dokumen
yang diminta dimana Bank pembuka harus meneliti apakah syarat-syarat
52 Hasil wawancara dengan Chandra Wicaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang 53 Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 205 - 208
penentuan dokumen tersebut mungkin dipenuhi oleh eksportir. Kemudian
setelah sampai kepada Bank yang mengadvis L/C tersebut kepada eksportir
juga diteliti kemungkinan - kemungkinan pelaksanaan persyaratan L/C tersebut
apakah dapat dipenuhi atau bertentangan dengan peraturan-peraturan
setempat. Dalam hal eksportir tidak sanggup memenuhi persyaratan, L/C yang
dibuka dapat mintakan Amendments (perubahan-perubahan syarat L/C).
Perubahan-perubahan yang diinginkan atas sebuah L/C yang dibuka baru
dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan dari pihak-pihak yang
bersangkutan. Perubahan-perubahan L/C yang dilakukan secara dini akan
banyak membantu transaksi ekpor impor dan menghindari terjadinya
discrepancies.
Penyebab adanya penyimpangan dokumen di dalam prakteknya
sangat kompleks sekali, antara lain :54
1. Mendesaknya penjualan yang harus dilakukan dengan segera, karena akan
merebut pasar;
2. Banyaknya peraturan yang berlaku serta sering terjadinya perubahan
terhadap peraturan tersebut;
3. Banyaknya instansi yang turut menangani suatu transaksi ekspor impor;
4. Banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu produksi, menyebabkan
masalah menjadi cukup kompleks.
Penyimpangan dokumen dalam transaksi ekspor impor akan
menimbulkan pengaruh terhadap kelangsungan transaksi tersebut. Dampak
54 Etty Susilowati Suhardo, Op.cit. halaman 89
dari adanya penyimpangan dokumen ini adalah eksportir tidak akan
mendapatkan pembayaran (non-payment) disamping importir yang tidak akan
menerima barang yang dipesannya (non-delivery)
Transaksi ekspor impor dengan menggunakan cara pembayaran L/C,
Bank adalah pihak perantara yang menyediakan jasanya untuk pengolahan
dokumen sebagai dasar pembayaran kepada eksportir. Sedangkan
pembayaran itu sendiri akan dilakukan oleh Bank apabila dokumen-dokumen
tersebut telah sesuai dengan L/C artinya tidak diketemukan adannya
penyimpangan dokumen oleh Bank, perlu diingat bahwa pembayaran yang
dilakukan Bank ini bukan atas dasar penyerahan barang melainkan
berdasarkan dokumen.
Apabila penyimpangan dokumen terjadi, pihak Bank biasanya akan
memberikan pelayanan maksimal bagi nasabahnya, sehingga Bank akan
mempertimbangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu yang cukup fleksibel
untuk membantu eksportir sebagai nasabahnya. 55
Hal penting yang perlu diperhatikan apabila terjadi penyimpangan
dokumen ini adalah petugas Bank yang menegoiser tidak bisa langsung
menyetujuinya tanpa adanya ijin dari importir walaupun penyimpangan
tersebut dianggap kecil. Oleh karena itu perlu kiranya diperhatikan oleh petugas
55 Hasil wawancara dengan Chandra Witjaksono, Direktur CV, Golden Teak Garden Semarang
Bank hal–hal yang harus dinyatakan kepada importir importir tersebut, antara
lain: 56
1. Apakah importir dapat menerima adanya penyimpangan-penyimpangan
tersebut;
2. Apakah Bank akan meneruskan transaksi tersebut sampai selesai dengan
syarat syarat tertentu;
3. Apakah dokumen-dokumen dengan penyimpangan-penyimpangan yang
ada diperbaiki terlebih dahuiu,
4. Apakah eksportir harus segera diberitahu akan penyimpangan yang ada,
dan lain sebagainya.
Di dalam praktek transaksi perdagangan Luar negeri yang menggunakan
cara pembayaran L/C terdapat penggolongan penyimpangan yaitu :
1. penyimpangan atas syarat-syarat L/C
2. penyimpangan yang bersumber pada dokumen yang belum sempurna.
Sekiranya Bank yang bersangkutan masih mempanyai banyak waktu
(waktu jatuh tempo masih panjang), maka bank yang bersangkutan akan
menghubungi beneficiary dan meminta agar kekurangan-kekurangannya
dapat dilengkapi, diperbaiki, serta disesuaikan dengan syarat L/C. Setiap koreksi
tersebut, harus dibubuhi Stempel koreksi serta paraf dari pihak yang berwenang.
56 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)
halaman 208
Bentuk penyimpangan-penyimpangan atas dokumen tersebut dapat
digolongkan dalam dua kelompok, yaitu: 57
1. penyimpangan yang sifatnya dapat diperbaiki, (Correciable Discrepancies)
Correctable Discrepancies adalah penyimpangan - penyimpangan yang
disebabkan oleh kekeliruan kecil dalam penyiapannya dan dimungkinkan
bagi eksportir untuk memperbaiki dokumen yang mengalami
penyimpangan tersebut. Kekeliruan-kekeliruan seperti ini disebut dengan
minor discrepancies.
2. Penyimpangan yang sifatnya tidak dapat diperbaiki (Uncorrectable
Discrepancies)
Uncorrectable discrepancies adalah penyimpangan-penyimpangan yang
dianggap besar dan tidak dapat diperbaiki langsung oleh eksportir.
penyimpangan-penyimpangan ini dinamakan major discrepancies.
Kerugian-kerugian lain yang akan muncul lagi adalah apabila terjadi
penyimpangan dokumen dalam transaksi ini. Akibat yang timbul apabila
terjadi penyimpangan dokumen ini adalah tidak dilakukannya pembayaran
(non-payment) kepada eksportir disamping tidak diterimanya barang oleh
importir (non-delivery).
Kerugian yang akan diderita oleh eksportir akibat tidak dilakukannya
pembayaran ini adalah:
57 Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996)
halaman 211
a. Kerugian biaya produksi
b. Biaya pengurusan dokumen
c. Biaya polis
d. Biaya pengangkutan, dan
e. Biaya lain yang mungkin timbul
Salah satu dokumen yang penting dalam transaksi ekspor impor adalah
dokumen pengangkutan yaitu Bill of Lading. Karena dengan adanya B/L ini
importir dapat mengeluarkan barang-barang impor dari pelabuhan. Pihak-pihak
yang tercantum dalam B/L:
Shipper : pengirim/beneficiary
Consignee : kepada siapa barang ditujukan, atau diberitahukan
tentang
tibanya barang
Carrier : pengangkutan/perusahaan pelayaran.
Konosemen atau Bill of Lading mempunyai beberapa fungsi, yakni :58
a. Sebagai bukti penerimaan muatan dari shipper untuk diangkut ke
pelabuhan tujuan yang tercantum dalam Bill of Lading.
b. Sebagai kontrak pengangkutan laut antara tiga pihak yaitu shipper
(pengirim/eksportir), carrier (perusahaan pelayaran) dan Cosignee
(penerima barang/importir).
58 Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang: Dahara Prize, 1992 ) halaman 22
c. Sebagai kuitansi pembayaran uang tambang (freight) apabila uang
tambang dibayar di pelabuhan muat (freight prepaid) atau perjanjian
pembayaran uang tambang bila uang tambang dibayar di
pelabuhan tujuan (freight payble at destination).
d. Sebagai documents title, artinya pemegang Bil of Lading adalah
pemilik barang yang disebutkan didalamnya.
Sebagai dasar penyelesaian klaim/tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh pengirim muatan atau wakilnya kepada
pengangkut/perusahaan asuransi berhubung dengan kekurangan
atau kerusakan pada barang muatan.
Bil of Lading,biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri
rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut:59
a. (satu) lembar untuk shipper.
b. (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II Bab V,A, tentang
Pengangkutan Barang di dalam pasal 506 memberikan pengertian Bill of
Lading:
Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untukdiangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya kepada seseorang tertentu yang ditunjuk beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan akan terjadi.
59 Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ), halaman 125
Tanggal penerbitan B/L atau on board sangat penting, antara lain untuk:60
1. Menunjukkan apakah barang-barang telah dikapalkan pada waktunya
bilaman dalam L/C ditetapkan satu tanggal terakhir pengapalan
barang-barang (latest shipment date).
2. Memenuhi syarat bahwa dokumen-dokumen harus diajukan untuk
memperoleh pembayaran, akseptasi atau negosiasi sebagaiman syarat-
syarat L/C, yakni dalam batas 21 hari dari tanggal penerbitan B/L, kecuali
L/C menetapkan jangka waktu lain.
3. Menentukan penerimaan dari dokumen asuransi yang kecuali
dinyatakan lain dalam L/C atau kecuali dengan jelas dinyatakan bahwa
cover note (penutup asuransi) tersebut berlaku selambat-lambatnya
sejak tanggal pengapalan, harus diberi tanggal tidak lewat dari tanggal
penerbitan B/L.
Bank dalam meneliti atau memeriksa B/L, mengacu pada ketentuan UCP
yaitu UCP No.500 tahun 1993, hal-hal yang ditentukan dalam L/C dan tidak
boleh menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku. Apabila
terdapat ketidaksesuaian maka B/L dianggap terdapat penyimpangan
atau discrepancies. Bill of Lading dalam sistem pembayaran Letter of credit
diatur dalam pasal 23 sampai dengan pasal 33 Uniform Customs and
Practise for Documentary Credits (UCP) no 500 tahun 1993, kecuali apabila
masing-masing pihak mengatur lain.
60 Roselyne Hutabarat, Op.cit. halaman 66
Eksportir bertanggung jawab melengkapi dokumen-dokumen yang
disepakati dalam Letter of Credit termasuk didalamnya Bill of Lading.
Dokumen-dokumen yang harus diserahkan oleh eksportir termasuk
didalamnya Bill of Lading, harus sesuai dengan kondisi syarat kredit. Dimana
kesesuaian Bill of Lading tersebut merupakan tanggung jawab eksportir
sehingga dalam menyiapkan dan menyerahkan Bill of Lading harus
mengacu pada syarat-syarat yang telah disepakati dalam Letter of Credit.
Penyimpangan dari syarat-syarat yang tercantum dalam L/C dapat
dijadikan alasan Bank untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir
tidak dapat menerima pembayaran barang yang sudah dikirimkan. Hal-hal
yang harus diperhatikan oleh eksportir pada Bill of Lading: 61
1. B/L yang diajukan harus merupakan seperangkat dokumen asli yang
lengkap, seperti yang dikeluarkan. Jumlah konosemen asli yang
ditandatangani dan dikeluarkan perusahaan pelayaran yang
merupakan satu perangkap dokumen lengkap selalu diterangkan di
bagian bawah konosumen di atas tanda tangan.
2. Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar harus sesuai dengan
persyaratan kredit.
3. Tanda-tanda pengapalan dan nomor-nomornya harus sesuai dengan
tanda pengapalan dan nomor-nomor dalam dokumen lainnya seperti
faktur dagang, dokumen asuransi dan sebagainya.
4. Uraian barang yang terdapat dalam konosemen harus sesuai, atau
61 Amir, MS.Op.cit. halaman 83
setidak-tidaknya merupakan penjelasan umum dari barang yang
terdaftar dalam faktur, dokumen asuransi dan dokumen pengapalan
lainnya yang diserahkan, dan tidak bertentangan dengan uraian barang
dalam kredit atau dokumen lainnya.
5. Barang dikirimkan kepada pihak yang disebutkan dalam kredit.
6. Tidak ada klausul tambahan luar biasa pada konosemen yang secara
tegas menerangkan keadaan tidak baik dari barang-barang atau
pengepakan sehingga menyebabkan B/L menjadi "tidak bersih" atau
unclean
Ketidaksesuaian Bill of lading dengan ketentuan-ketentuan dalam L/C
dinyatakan sebagai discrepancies. Dalam B/L, discrepancies yang terjadi yaitu
sebagai berikut :62
1. Charier party13/1,
2. Nama consignee tidak seperti yang disebutkan di dalam L/C
3. Nama pihak yang harus diberitahu setibanya barang (notify party) tidak
sesuai dengan L/C
4. Pelabuhan muat tidak sesuai dengan L/C
5. Pelabuhan tujuan tidak sesuai dengan L/C
6. rerjadi Transshipment sedangkan L/C melarang.
7. Keterangan mengenai barang tidak sesuai dengan L/C
8. B/L yang yang diajukan termasuk B/L kotor atau Unclean B/L
9. Tidak terdapat catatan On Board
62 Op.cit. halaman 209
10. Catatan on board tidak diberi tanggal dan tidak ditandatangani
11. Catatan on board bertanggal setelah tanggal pemuatan terakhir L/C
12. Tidak terdapat catatan Freight telah dibayar sebagaimana syarat L/C
13. Terdapat tanda/catatan barang disimpan/diangkut on deck
14. Pengapalan teriambat
15. B/L yang diserahkan tidak, full set
16. Syarat-syarat L/C lainnya tidak dipenuhi.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh eksportir dalam menanggulangi
adanya discrepancies antara lain: 63
1. Memperbaiki dokumen-dokumen L/C yang diperlukan supaya sesuai
dengan syarat-syarat L/C, apabila discrepancies tersebut correctable
(dapat diperbaiki).
2. Meminta amandment yang diperlukan atas L/C tersebut supaya sesuai
dengan dokumen yang disiapkan.
3. Meminta negotiating bank memperoleh kuasa importir untuk menerima
dokumen-dokumen sesuai yang diserahkan.
4. Eksportir dapat menyerahkan Letter of Indemnity yang menyatakan
perjanjian kerugian pada bank yang melakukan pembayaran atas
dokumen-dokumen yang berisi discrepancies yang diketahui.
5. Menyerahkan bank garansi dan meminta pembayaran langsung.
Pembayaran tersebut akan dibayarkan kembali oleh eksportir dengan
tambahan bunga apabila dokumen-dokumen kemudian ditolak bank
63 Roselyne Hutabarat,Op.cit, halaman 224
pembuka.
Akibat penyimpangan dokumen L/C :64
1. Pada penyimpangan ringan atau yang masih dapat diperbaiki, Bank dapat
melakukan.
a. Pembayaran dengan syarat
Bank mempunyai hak untuk menagih kembali jumlah yang telah
dibayarkan sekiranya pihak Issuing Bank menolak dokumen atas dasar
penyimpangan.
b. Pembayaran berdasarkan jaminan
Bank melakukan pembayaran kepada eksportir berdasarkan suatu
penandatanganan suatu surat jaminan (Letter of Guarantee) oleh
eksportir yang bersangkutan. Pada surat jaminan tersebut dicantumkan
segala sesuatu yang menyangkut penyimpangan-penyimpan dokumen
yang ada, serta memuat pernyataan pihak eksportir bahwa ia akan
membayar kembali dengan segera kepada Bank sejumlah uang yang
telah diterimanya, apabila ternyata kemudian dokumen tersebut ditolak
berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang ada.
2. Penyimpangan yang sifatnya dianggap berat atau tidak bisa diperbaiki.
a. Pembayaran diselesaikan atas dasar inkaso.
Apabila penyimpangan-penyimpangan dari dokumen dianggap berat
sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara under reserve atau against
guarantee, maka penyelesaian pembayaran dilakukan atas dasar inkaso
64 Etty Susilowati Suhardo,Op.cit, halaman 98-104
(on collection basis). Pihak Bank atas persetujuan eksportir akan mengurus
penagihan sebesar nilai dokumen melalui bank korespondennya diluar
negeri yang tidak bersedia melakukan pembayaran lebih dahulu kepada
eksportir tersebut.
b. Penolakan pembayaran atas wesel (Unpaid Bills)
Yang termasuk Unpaid Bills adalah wesel-wesel ekspor yang dinyatakan
tidak dapat dibayar oleh Issuing Bank/Paying Bank, karena
dokumen/wesel yang diterimanya tidak sesuai dengan persyaratan-
persyaratan yang tercantum dalam L/C yang dibuka. Penyimpangan
dokumen yang ada dinyatakan dengan tegas sehingga nampak jelas
sebagai suatu penyimpangan/discrepancies.
c. Tertundanya Pembayaran (Delay of Payment)
Keadaan yang menyebabkan penundaan pembayaran, juga
penundaan yang tidak dapat dihindarkan apabila sarana komunikasi ke
daerahdaerah yang terpencil kurang lancar shingga penyimpangan-
penyimpangan dokumen akan sangat terlambat sampai kepada yang
bersangkutan.
d. Wesel yang masih harus diselesaikan (settlement of draft)
Penyimpangan-penyimpangan dari persyaratan L/C di sini menyangkut
pembayaran wesel sesuai dengan tenor wesel yang ditentukan,
khususnya instruksi pembukaan L/C tentang pembayaran oleh Bank
terhadap wesel tersebut.
Eksportir dalam melaksanakan transaksi ekspor impor khususnya dalam
cara pembayaran Letter of Credit (L/C) mempunyai kewajiban dalam
penyiapan dokumen sesuai dengan persyaratan L/C. Penyiapan dokumen ini
sangat penting dan merupakan tanggung jawab eksportir, karena Bank
melakukan pembayaran berdasarkan dokumen. Untuk itu eksportir harus benar-
benar memperhatikan kesesuaian dokumen dengan L/C karena apabila
terdapat ketidaksesuaian maka dokumen-dokumen tersebut dinyatakan
menyimpang atau discrepancies. Namun dalam proses penyiapan dokumen
sering kali terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan keterbatasan
kemampuan eksportir atau kesalahan yang disebabkan kurang ketelitian
misalkan kesalahan dalam penulisan dokumen. Kesalahan yang kecil tersebut
cukup dijadikan dasar untuk menolak seluruh shipping documents.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah
dan membetulkan semua kekeliruan itu dan eksportir dapat memberikan surat
jaminan Letter of Indemnity kepada Bank atas kemungkinan-kemungkinan
keberatan/claims yang akan diajukan oleh importir. Apabila penyimpangan
dianggap tidak dapat diperbaiki (uncorrectable) maka pembayaran dapat
dilakukan setelah importir menyatakan setuju atas penyimpangan yang dibuat
oleh eksportir.
Dokumen penting dalam L/C adalah Bill of Lading karena B/L adalah
bukti bahwa barang telah dikirimkan kepada importir. Namun dalam B/L sendiri
seringkali terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dianggap
discrepancies.
Berdasarkan basil penelitian, tanggung jawab eksportir terhadap Bill of
Lading adalah menyiapkan B/L sesuai dengan permintaan L/C dan apabila
terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam B/L yang dapat diperbaiki,
eksportir diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dalam hal penyimpangan
berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka importir dapat melakukan
klaim langsung kepada eksportir. Karena bila importir sudah mengeluarkan
barang dari pelabuhan maka bank sudah menyelesaikan tugasnya dan importir
telah melakukan pembayaran kepada bank. Sehingga importir dapat meminta
pertanggung jawaban kepada eksportir. Bentuk pertanggungjawaban dari
eksportir apabila terjadi penyimpangan terhadap B/L atau terhadap barang
menurut CV. Golden Teak Garden, adanya pemberian diskon bagi importir dan
bila importir masih menuntut maka akan diberikan penggantian barang. Hal ini
dilakukan agar eksportir tidak kehilangan pelanggankarena kelalaian yang
dilakukan. Namun demikian, penyimpangan tersebut tidak pernah terjadi pada
CV. Golden Teak Garden. Penyerahan barang kepada importir merupakan
tanggung jawab eksportir, dalam hal penyerahan barang dokumen yang
sangat penting adalah Bill of lading. Oleh karena itu eksportir harus lebih berhati-
hati dalam penyiapan Bill of Lading agar tidak terdapat permasalahan yang
mengakibatkan adanya tuntutan atau klaim dari importir.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.a. Transaki ekspor impor khususnya mengenai cara pembayaran dengan
L/C berpedoman pada UCP No. 500 Tahun 1993. Di Indonesia ketentuan
khusus yang mengatur mengenai L/C adalah Surat Edaran yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu Surat Edaran No. 26/34/ULN
tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur mengenai kebebasan bank
devisa tunduk pada UCP No.500 tahun 1993. Secara umum ketentuan
dalam Buku III Bab V KUH Perdata dan ketentuan-ketentuan dalam
KUHD tetap berlaku bagi transaksi ekspor impor.
1.b. Kewajiban eksportir sebagai perijual adalah menyerahkan barang
ekspor kepada importir sesuai perjanjian. Untuk itu, seorang eksportir
membutuhkan jasa pengangkut. Sarana angkutan laut adalah saran
pengiriman barang yang dianggap lebih mudah dan murah. Dokumen
yang mempunyai arti penting pada pengangkutan laut adalah Bill of
lading (B/L) yang dikeluarkan oleh pengangkut. Tanggung jawab
eksportir dalam cara pembayaran dengan Letter of Credit,
melampirkan dokumen B/L yang berfungsi berfungsi :
1) Bukti tanda pengiriman barang;
2) Bukti kontrak pengangkutan;
3) Bukti penyerahan barang;
4) Bukti pemilikan atau dokumen pemilikan barang.
Tanggung jawab eksportir terhadap dokumen B/L adalah menyiapkan
B/L sesuai dengan cara pembayaran L/C dan apabila terdapat
penyimpangan-penyimpangan dalam B/L yang dapat diperbaiki,
eksportir diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dalam hal
penyimpangan berupa barang tidak sesuai dengan pesanan maka
importir dapat melakukan klaim langsung kepada eksportir.
Penyerahan barang kepada importir merupakan tanggung jawab
eksportir. Dalam hal penyerahan barang dokumen yang sangat penting
adalah Bill of lading. B/L tersebut sebagai bukti bahwa eksportir telah
melaksanakan kewajibannya, yaitu menyerahkan barang untuk diangkut.
1.c. Hak eksportir adalah mendapatkan pembayaran atas barang yang
telah diekspornya. Eksportir akan mendapatkan hak tersebut apabila
telah memenuhi kewajibannya, yaitu menyerahkan barang kepada
importir. Dalam hal cara pembayaran menggunakan Letter of Credit,
eksportir akan mendapatkan pembayaran setelah dokumen-dokumen
yang disyaratkan telah terpenuhi, diantaranya dokumen Bill of Lading.
Penyiapan dokumen-dokumen terutama dokumen B/L sangat penting
karena Bank melakukan pembayaran berdasarkan dokumen yang telah
memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati dalam L/C.
Penyimpangan dari kondisi syarat kredit dapat dijadikan alasan Bank
untuk menolak pembayaran. Hal ini berarti eksportir tidak menerima hak
pembayaran atas barang yang telah dikirimkannya.
2. Hambatan-hambatan yang dialami oleh CV. Golden Teak Garden dalam
pelaksanaan pembayaran dengan Letter of Credit, khususnya yang
berkaitan dengan Bill of Lading, adalah apabila terjadi discrepancies
atau penyimpangan dokumen seringkali menghambat dan menyita
waktu. Discrepancies yang terjadi disebabkan antara lain oleh:
Kekurang telitian staff pegawai dalam membuat dokumen
menyebabkan kesalahan pengetikan dalam dokumen-dokumen yang
disyaratkan dalam L/C. Namun apabila CV. Golden Teak Garden dapat
memenuhi semua ketentuan dalam cara pembayaran L/C maupun
dokumen B/L yang diminta maka tidak ada permasalahan yang
menghambat.
5.2. SARAN-SARAN
Setelah dilakukan penelitian tentang tanggung jawab eksportir terhadap
Letter Of Credit, maka penulis memberikan saran-saran agar dapat
dipergunakan;
1. Pelaksanaan pembayaran dengan L/C pada transaksi ekspor impor perlu
adanya peraturan yang bersifat fleksibel dan bersifat internasional
sehingga memberikan keuntungan bagi eksportir dan importir dan
mengurangi perbedaan atau tumpang tindih antara peraturan yang satu
dengan yang lain baik di tingkat nasional maupun internasional. Perlu
adanya sosialisasi terhadap peraturan yang baru oleh pemerintah agar
pelaksanaan ekspor impor dapat terlaksana dengan biaya murah dan
lancar.
2. Agar pembayaran dengan L/C ini dapat berjalan dengan lancar
sehingga dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi para pihak
diperlukan kesungguhan dari masing-masing pihak untuk
melaksanakannya, mulai dari sales contract hingga penyelesaian
pembayarannya. Kejujuran dan ketelitian masing-masjng pihak juga
diperlukan untuk mencegah agar tidak terjadi discrepancies atau
penyimpangan-penyimpangan, sehingga apa yang ditransaksikan
benar-benar sesuai dengan yang diperjanjikan dalam sales contract.
3. Kesulitan lain yang dihadapi eksportir dan importir adalah terlalu
banyaknya instansi yang harus terlibat dalam menangani suatu transaksi
ekspor impor. Sehingga penulis memandang perlu kiranya pemerintah
khususnya instansi yang berwenang untuk menyederhanakan proses
ekspor impor agar memudahkan penyelesaian proses ekspor impor
dalam satu atap tanpa mengurangi manfaat dan peraturan-peraturan
tersebut.
4. Eksportir harus lebih meningkatkan ketelitian dalam penyiapan Bill of
Lading agar tidak terdapat permasalahan yang mengakibatkan adanya
tuntutan atau klaim dan importir.
5. Eksportir diharapkan meningkatkan pengetahuan tentang ekspor impor
bagi tenaga kerjanya terutama staff bagian ekspor impor sehingga
mempermudah proses ekspor yang dilaksanakan. Salah satu cara untuk
meningkatkan pengetahuan tenaga kerja adalah dengan mengikuti
pelatihan-pelatihan ekspor impor yang sering diadakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Moerjono, Melangkah Menuju Ekspor Suatu Petunjuk Praktis, 1993
Amir M.S. Seluk-beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri; Suatu Penuntun
IMPOR & EKSPOR. 1991
Amir, MS, Kontrak Dagang Ekspor, ( Jakarta: Penerbit PPM,2002 )
Amir, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , ( Jakarta : Penerbit PPM,2003 ),
Amir, Letter of Credit: dalam Bisnis Ekspor Impor, (Jakarta: Penerbit lPM, 2002),
C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Daiwa Ekonomi-bagian
2 (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001)
David D. Command, “The Uniform Commercial Code Law Journal.” Vol.17 Num
1, Summer 1984
Etty Susilowati Suhardo SH.MS, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam
Perdagangan Luar Negeri ( Semarang: FH UNDIP, 2001 )
Eddie Renaldy, Istilah Perdagangan Internasional, ( Jakarta. PT Rajagrolindo
Persada, 2000 )
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen: Documentary
Credit Opening, (Yogyakarta: FEL UGM, 1980)
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional
Ekspor Impor dan Imbal Beli, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2001 )
Hartono Hadisoeprapto, Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Dalam Jual Beli
Perniagaan, ( Yogyakarta: Liberty,1991 )
H. Barda Nawawi A, HM Martini Hardadi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
(Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1992)
Henry D. Gabriel, Standby Letter of Credit Does the Risk Out Weigh the Benefits?
Columbia Business Law Review, vol 1988 Num3
H. Mursaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, (Jakarta : Gunung Agung,
1985),
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persa a 2002 )
Soperiyo Adhibroto, Letter of Credit: dalam teori dan praktek, ( Sernarang:
Dahara Prize, 1992 )
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 1986 ),
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normal & Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2003),
Syarif Arbi, Petunjuk Perdagangan Luar Ekspor ( Yogyakarta: BPFE,1999 ) 114
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum
Jual Beli Perusahaan, ( Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003 ),
Ronny,Hanitijo Soemitro, MPH dan Jurimetri, ( Jakarta : Gahlia Indonesia,1980 )
Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, ( Jakarta:
Salemba empat, 2000 )
Rivai Wirasasmita: Kuidah Bangun;Yosc Arie Purnomo, Se1uk Beluk Kredit
Berdokumen dan Peraturan Devisa, ( Bandung: Pionir Jaya,1999 )
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, ( Jakarta: Penerbit Erlargga,1996
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ( Jakarta:
Pradnya Paramita, 1999 )
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-tuidang Hukum Dagarg dan Undang-
Undang Kepailitan, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1997 )
UCP 500, Artikel 2. Lihat juga misalnya kasus Bank of N,C,N,A v Rock Island Bank,
570 F.2d 202
Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
The Uniform Customs and Practice No. 500 Revisi Tahun 1993
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.146/MPP/KEP/IV/1999
tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.
Surat Edaran BI No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993
www. asiamaya.com/undang-undang/uu ppn
www. beacukai.go.id/indonesia, 2003
LAMPIRAN