PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pjp

Citation preview

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    1/8

    PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    INDONESIA-SINGAPURA

    (DEFENCE COOPERATION AGREEMENT)

    DISUSUN OLEH :

    KELOMPOK 2

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    2/8

    BAB I

    PEMBAHASAN

    I. Latar Belakang Pembuatan Traktat

    Hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Singapura sangat erat karena bukan

    hanya faktor geografis dari kedua negara yang berdekatan tapi juga faktor sejarah. Indonesia dan

    Singapura sebagai negara tetangga yang abadi. Keamanan dan stabilitas di wilayah ini merupakan

    kepentingan vital kedua negara, guna menjamin terlaksananya pembangunan ekonomi, politik,

    social dan budaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara. Juga sebagai

    tindak lanjut dari amanat konstitusi, UU No. 37 Tahun 1999 yang disahkan seiring dengan rativikasi

    Pemerintah RI atas Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina 1963 tentang

    Hubungan Konsuler, dan Konvensi tentang Misi Khusus, New York 1969. Ratifikasi tersebut disahkan

    oleh UU No. 1 dan No. 2 Tahun 1982 dan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

    Suatu negara dikatakan kuat menurut J. Hans Morgenthau apabila memiliki unsur-unsur

    kekuatan negara diantaranya adalah militer yang kuat dan memiliki kemampuan tempur yang

    disegani oleh negara lain. Apabila dibandingkan dengan Singapura, Indonesia memang berbeda.

    Indonesia masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan. Dari segi sumber daya manusia, kekuatan

    ekonomi, pemerintah serta kekuatan pertahanan dan keamanan. Singapura memiliki keunggulan

    dibandingkan dengan Indonesia. Namun dari kelemahan yang ada, Indonesia memiliki keunggulan

    yang tidak dipunyai Singapura, Sumber daya alam, jumlah penduduk dan system pertahanan rakyat

    semesta.

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    3/8

    II. Tujuan Pembuatan Traktat.

    Perjanjian perjasama pertahanan Indonesia-Singapura bermanfaat untuk memeliharastabilitas keamanan kawasan dan akan memudahkan kekuatan militer kedua negara untuk bekerja

    sama mengatasi berbagai masalah maupun untuk menangkal setiap ancaman. Kerjasama bilateral di

    bidang pertahanan Indonesia-Singapura hanya terbatas pada latihan bersama, pengumpulan

    informasi intelijen, memperkuat kontak militer untuk transparansi dan menghilangkan kecurigaan,

    atau melawan musuh bersama di perbatasan atau perairan, seperti penyelundupan, pembajakan,

    dan"drug trafficking".

    Sebagaimana dikatakan Panglima TNI, Dalam upaya pengamanan kawasan Selat Malaka,

    Indonesia-Singapura-Malaysia adalah negara yang paling intens melibatkan militernya untuk

    melakukan patroli bersama. Stabilitas keamanan di Indonesia dan Singapura memang sangat

    berpengaruh atas keamanan kawasan regional ASEAN. Indonesia adalah negara dengan luas wilayah

    dan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara, sehingga pengaruhnya sangat dominan. Sementara

    Singapura meski berpenduduk sekitar 4 juta orang, namun anggaran militernya adalah yang terbesar

    di antara negara-negara ASEAN, dan teknologi militernya adalah yang termaju. Singapura sejak

    tahun 1970 telah mengalokasikan rata-rata 6 persen dari GDP-nya untuk pengeluaran Pertahanan.

    Untuk tahun 1998 saja, belanja militernya 7,3 miliar dolar Singapura, dan negara itu memiliki lebih

    dari 200 pesawat tempur modern.

    Hasil yang diharapkan melalui kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura adalah

    peningkatan kemampuan militer kedua negara, baik sistem komunikasi, penguasaan Fighter/Strike

    Operation, Tactical Trasnport Operation, Helicopter Operation maupun untuk meningkatkan

    kemampuan penguasaan alutsista yang lain. Bagi militer Indonesia dan Singapura kerjasama

    pertahanan ini penting untuk meningkatkan kemampuan personil militernya dalam melaksanakan

    operasi terkoordinasi, Angkatan Darat, Angkatan laut, dan Angkatan udara.

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    4/8

    III. Isi Pokok Traktat.

    Tiga hal pokok dalam perjanjian kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement) Indonesia-Singapura, yaitu: Ruang lingkup, kerjasama latihan dan jangka waktu perjanjian.

    IV. Klausula-klausula

    A. Lingkup Kerjasama

    1. Dialog dan Konsultasi bilateral secara berkala

    2. Pertukaran Intelijen, termasuk Kontraterorisme.

    3. Kerjasama bidang Ilmu Pengetahuan bidang teknologi

    4. Memajukan pengembanga SDM.

    5. Pertukaran siswa personel militer.

    6. Latihan bersama atau terpisah (operasi dan logistic) termasuk akses timbal balik ke area dan

    fasilitas latihan

    7. Kerjasama SAR, penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.

    B. Kerjasama Latihan

    1. Pengembangan area dan fasilitas latihan di Indonesia untuk latihan bersama TNI dan

    Singapore Armed Force (SAF) serta provisi bantuan latihan untuk TNI.

    2. Penyedian akses ke wilayah udara dan laut Indonesia untuk latihan SAF.

    a)

    Area Alfa 1: tes kelaikan udara, check penanganan dan latihan terbang

    b)

    Area Alfa 2: latihan matra udara

    c)

    Area Bravo : latihan maneuver laut republic of Singapore Navy (RSN), termasuk bantuan

    tembakan laut dan penembakan rudal bersama Republic of Singapore Air Force (RSAF).

    3.

    Pelaksanaan latihan secara rinci diatur dalam implementing arrangement (IA).

    4.

    RSAF boleh latihan bersama Negara-negara ketiga di area Alfa 2 dan area Bravo dengan

    seizin Indonesia.

    5.

    Indonesia berhak mengawasi latihan dengan mengirim observer dan berhak berpartisipasi

    dalam latihan setelah konsultasi teknis dengan pihak-pihak peserta latihan.

    6. Personel dan peralatan pihak ketiga akan diperlakukan sama dengan personel dengan

    angkatan bersenjata singapura.

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    5/8

    C. Jangka Waktu

    1.

    Berlaku untuk 25 tahun2.

    Para pihak dapat melakukan peninjauan terhadap Defences Cooperation Agreement (DCA)

    maupun IA setiap 6 tahun sekali setelah masa berlaku awal selama 13 tahun.

    3.

    DCA dan IA diperbaharui berlakunya selama 6 tahun setelah setiap peninjauan terkecuali

    atas kesepakatan bersama.

    V. Prinsi-prinsip Dalam Traktat

    Seperti perjanjian kerjasama bilateral pada umumnya, perjanjian kerjasama pertahanan

    Indonesia-Singapura berprinsip saling menguntungkan, yakni dimaksudkan untuk menjaga

    kepentingan ekonomi, keamanan, dan politik kedua negara. Perjanjian kerjasama yang bertajuk

    Defence Cooperation Agreement-DCA itu berlaku selama 25 tahun, kemudian setelah berjalan 13

    tahun setiap 6 tahun perjanjian kerjasama itu dapat ditinjau kembali. Namun hukum ketatanegaraan

    Indonesia mensyaratkan bahwa perjanjian kerjasama dengan negara lain, termasuk perjanjian

    kerjasama pertahanan (DCA) Indonesia-Singapura proses ratifikasinya tetap harus melalui

    pembahasan DPR.

    VI. Komentar

    Sejak gagasan awal sampai akhirnya di Tampak Siring, Bali pada tanggal 4 Oktober 2005,

    muncul sebuah kesepahaman bersama bahwa proses negosiasi untuk perjanjian kerja sama yang

    baru dalam bidang pertahanan akan dilaksanakan secara paralel. Sangat bisa dirasakan banyak

    keganjilan, apalagi setelah pertemuan kedua kepala negara, yakni Indonesia-Singapura pada

    penghujung tahun 2006, kedua pihak sepakat untuk mempercepat proses negosiasi sehingga

    perjanjian kerjasama pertahanan dapat terbentuk secara paralel dan berkesinambungan. Prosesnya

    nampak serba terburu-buru, yang sekaligus mengesankan kejar setoran, tapi juga secara substansial

    isi dari DCA yang sudah terlanjur ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 itu masih terasa banyak

    keganjilan.

    Ungkapan kerja sama saling menguntungkan dalam perjanjian kerjasama pertahananIndonesia-Singapura, memunculkan pertanyaan mengenai perimbangan kekuatan (balance of

    power) antara Indonesia dan Singapura. Kapasitas dan kapabilitas Militer kita pada kenyataannya

    tidak mampu mengimbangi Singapore Armed Forces (SAF), dalam hal profesionalisme prajurit,

    perangkat militer, maupun dukungan anggaran untuk melakukan sebuah latihan militer bersama

    (joint military exercise), jauh di bawah Singapore Armed Forces (SAF). Dengan kata lain, tidak

    berimbangnya kekuatan pertahanan kedua negara maka ungkapan saling menguntungkan sejatinya

    tidak bakal terjadi, yang terjadi Indonesia hanya melihat pameran kekuatan pertahanan Singapore

    Armed Forces (SAF) yang mengobok-obot wilayah territorial kita.

    Dari nilai strategis hubungan TNI dan SAF seharusnya lebih dilihat dalam konteks proyeksi

    pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia ke depan, bukan saat ini. Karena kekuatan

    pertahanan Indonesia lebih dari sewindu reformasi, pemerintah dalam hal ini Departemen

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    6/8

    Pertahanan belum juga menyelesaikan kaji ulang strategis pertahanan (strategic defense review),

    lebih dari 5 tahun pemerintahan SBY masih juga belum menampakkan adanya kebijakan umum

    tentang pertahanan negara yang seharusnya ditetapkan oleh Presiden sejak awal masa

    pemerintahannya, dan profesionalisme TNI hanya dapat dikembangkan menjadi pertahanan negara

    yang dapat diandalkan dan dikembangkan apabila seluruh alutsista dan pelatihan militer didasarkan

    atas pengembangan postur pertahanan yang mumpuni dan seimbang dengan jumlah penduduk dan

    luas wilayah negara. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kerjasama strategis ini tidak

    menemukan dasar kontekstual dengan postur pertahanan Indonesia saat ini.

    Keterbatasan geografis Singapura dan kebutuhan negara tersebut akan daerah latihan

    militernya mempertegas bahwa perjanjian kerjasama pertahanan ini lebih dimaksudkan untuk

    mengakomodir kepentingan Singapura ketimbang memperhatikan nilai strategis pengembangan

    postur pertahanan Indonesia. Dalam konteks ini bisa dikatakan bahwa pemerintahan SBY

    mempertaruhkan kedaulatan negara dan kehormatan bangsa Indonesia demi kepentingan bangsa

    lain, apalagi Singapore Armed Forces (SAF) dalam pelaksanaan latihan militernya diberi hak untuk

    bisa latihan bersama yang melibatkan dengan militer negara lain.

    Seharusnya dipertegas bahwa Defence Cooperation Agreement Indonesia-Singapura ini

    merupakan perjanjian bilateral bukan unilateral, dengan demikian tidak boleh ada keterlibatan

    negara lain, selain Singapura. Sehingga juga tidak ada keharusan bagi Indonesia untuk

    memperlakukan negara ketiga manapun, serupa dengan perlakuan terhadap Singapura. Selain, juga

    harus dicermati bahwa kewenangan Singapura dalam hal penggunaan wilayah laut dan udara

    Indonesia dan keterlibatan negara ketiga dalam latihan militer berpotensi tidak dapat dikontrol dan

    dipantau oleh TNI karena keterbatasan kapasitas dan kapabilitas TNI sendiri.

    Dalam Defence Cooperation Agreement (DCA) ditegaskan bahwa kedua negara akan

    mengesampingkan ekses-ekses yang ditimbulkan akibat dari kerjasama ini karena jaminan yang

    diberikan hanyalah untuk personil dan peralatan militer dan/atau pun personil sipil yang terlibat

    langsung dalam latihan militer dimaksud. Padahal, perjanjian kerjasama pertahanan ini akan

    mengikat selama 25 tahun. Celakanya, perjanjian ini sudah terlanjur diterima dan ditandatangani

    oleh kedua negara, implementasinya baru akan bisa ditinjau ulang setelah berlaku selama 13 tahun,

    dan itu pun hanya bisa dilakukan secara periodik 6 tahunan.

    Artinya, evaluasi hanya dimungkinkan 3 kali, yaitu pada tahun ke-13, ke-19, dan terakhir

    tahun ke-25. Sehingga jika dalam setiap periode waktu 13 tahun, dengan setahun frekuensi latihan

    4x (triwulan) tersebut timbul ekses akibat latihan militer, maka bisa dipastikan Riau daratan akan

    porak poranda diterjang meriam Singapura dan gabungan dari negara ketiga .

    Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkesimpulan, bahwa perjanjian kerjasama

    pertahanan Indonesia-Singapura sebagaimana telah dituangkan dalam DCA, mau tidak mau harus di

    renegosiasi untuk dapat di reformulasi sebelum dinyatakan sebagai keputusan akhir, lanjut atau

    berhenti sampai di sini.

    Dalam konteks ini, saya kira, anggota DPR-RI dan DPD, perlu terus memainkan peran

    strategisnya, setidaknya hal ini juga dimungkinkan berdasarkan DCA itu sendiri, tentang

    penyelesaian perselisihan yang masih membuka ruang bagi penyelesaian secara damai terhadap

    setiap hal yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaan perjanjian ini. Bahkan juga membuka pula

    saluran diplomatik seandainya penyelesaian masalah tersebut gagal mencapai kesepakatan. Selain

    itu, dalam perjanjian ini juga dapat digunakan oleh DPR untuk mengkonsolidasikan sikap politiknya

    dalam menolak ratifikasi.

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    7/8

    Dalam Defence Cooperation Agreement ini mempertegas bahwa "perjanjian ini dapat

    diubah secara tertulis dengan persetujuan bersama" bahkan bisa digunakan sebagai senjata

    pamungkas DPR. Isi dari perjanjian ini salah satu pasalnya menegaskan bahwa "setiap perubahan

    pada perjanjian ini akan berlaku pada saat pemberitahuan yang paling akhir dari para pihak yang

    memberitahukan bahwa semua persyaratan domestik yang diperlukan, termasuk, sudah barang

    tentu, persetujuan DPR dan/atau ratifikasi telah dapat dipenuhi.

    Sekarang segalanya berpulang pada kehendak politik pimpinan nasional, pihak yang paling

    bertanggungjawab atas proses kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura. Ketegasan dan

    tanggungjawab untuk pengungkapan atas segala keganjilan yang menyertai proses ini perlu

    diungkap sebagai suatu keniscayaan demokrasi sebelum pada akhirnya kita, rakyat Indonesia, juga

    akan menyatakan pendapatnya, menolak atau menerima hasil dari para negosiator Defence

    Cooperation Agreement/DCA Indonesia-Singapura.

  • 5/19/2018 PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN

    8/8

    DAFTAR PUSTAKA

    Banyu Perwita, DR Anak Agung dan DR. Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan

    Internasional. 2005. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

    Rezasyah, Teuku. Politik Luar Negeri Indonesia Antara Idealisme Dan Praktik. 2008. Bandung,

    Humaniora.

    Hidayat Mardiyanto. Geo-Politik, Teori dan Stratgei Politik dalam Hubungannya dengan Manusia,

    Ruang dan SDA. Surabaya, Usaha Nasional.

    Masoed Mohtar. Ilmu Hubungan Internasiona, Disiplin dan Metodologi Dictionary. LP3ES, Jakarta,

    1990.

    Sjamsoeddin, Sjafrie, Mayor Jendral. Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Singapura Bebas dari

    Kepentingan Politik dan Ekonomi, Tempo, Jakarta, Rabu, 25 April 2007.

    Taufiq, Muammad, Dibalik Penolakan DCA (Defence Cooperation Agreement), Harian Suara

    merdeka, 23 juni 2007.

    Sitanggang, Hisar, Perjanjian pertahanan Indonesia-singapura siapa diuntungkan?, Senandika

    Hukum, 10 Mei 2009.