200
PERJUANGAN MENUJU PUNCAK Kajian Akademik Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak Pemekaran Kabupaten Puncak Jaya Propinsi Papua

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Kajian Akademik Rencana Pembentukan Kabupaten Puncak

Pemekaran Kabupaten Puncak Jaya

Propinsi Papua

Page 2: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

KAJIAN AKADEMIK RENCANA PEMBENTUKAN KABUPATEN PUNCAK PEMEKARAN KABUPATEN PUNCAK JAYA PROVINSI PAPUATim PenelitiDr. Purwo Santoso, MA (Ketua Tim)

Dr. Pratikno, M.Soc.Sc - Drs. Bambang Purwoko, MA

Drs Haryanto, MA - AAGN Ari Dwipayana, SIP, MS.i

Wawan Mas’udi, SIP, MPA - Mada Sukmajati, SIP, MPP

Nanang Indra Kurniawan, SIP, MPA - Miftah Adhi Iksanto, SIP, MiOA

Amirudin, SIP - Arie Ruhyanto, SIP

Hasrul Hanif, SIP

EditorDrs. Cornelis Lay, MA. - Dr. Purwo Santoso, MA.

ISBN: 979-9815-05-3

Cetakan Pertama, November 2006

Sampul/Tata Letak: Dimas

Foto: dok. PLOD

Diterbitkan oleh:

Program Pascasarjana (S2) Politk Lokal dan Otonomi Daerah

Universitas Gadjah Mada

Gedung PAU UGM Lt. 3 Sayap Timur

Jl. Teknika Utara Pogung, Yogyakarta 55281

Telp (0274) 552212 Faks (0274) 555880, Email: [email protected]

Bekerjasama denganPEMERINTAH KABUPATEN PUNCAK JAYA

PROVINSI PAPUA

Page 3: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | iii

PENGANTAR

Ke hadapan bapak/ibu/saudara, kami sajikan suatu telaah akademis terhadap gagasan untuk mendirikan suatu pemerintah, yakni pemerintah Kabupaten Puncak sebagai

pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya, di Provinsi Papua. Dokumen ini di susun dengan kesungguhan hari dan didasari standar penyusunan karya ilmiah yang ketat. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan dan rekomendasi kebijakan yang disusun bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan sekaligus memberikan manfaat yang maksimal bagi kepentingan nasional dan daerah.

Kajian ini dilakukan atas permintaan pemerintah Kabupaten Puncak Jaya. Ada beberapa alasan mengapa kami menerima tawaran dari pemerintah Kabupaten Puncak Jaya untuk melakukan studi ini. Pertama, isu pemekaran daerah sedang banyak diperbincangkan di banyak kalangan di semua lapisan, namun tidak ada kerangka pikir yang jelas dan jernih dalam melihat isu ini. di satu sisi terdapat makian dan penolakan terhadap ide pemekaran, namun di sisi lain usulan dan dukungan terhadap kebijakan pemekaran daerah otonom masih terus berkembang. Studi ini kami jadikan pintu masuk untuk mendiskusikan kebijakan pemekaran secara lebih komprehensif.

Page 4: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

iv | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Kedua, studi ini dilakukan di Papua, sebuah kawasan sangat penting, yang sekaligus problematik bagi Indonesia. Daerah ini sangat kaya dengan sumber daya alam, namun masyarakatnya miskin. Daerah ini telah diupayakan untuk diintegrasikan secara fundamental ke dalam Indonesia, namun masih dihadapkan dengan beberapa kendala. Melalui studi ini kami berusaha melihat kebijakan pemekaran dari perspektif kepentingan nasional, tanpa menafikkan kepentingan daerah. Hal ini sekaligus untuk melengkapi pertimbagnan kebijakan pemekaran yang dipegang oleh pemerintah pusat selama ini yang hanya menekankan pada dimensi kesiapan daerah.

Ketiga, studi ini dilakukan di kawasan “perawan” yang masih belum banyak disentuh oleh dunia luar. Pembentukan sebuah daerah otonom di kawasan “perawan” ini memberikan peluang kepada kami untuk membantu pemerintah daerahnya merancang kebiijakan yang komprehensif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, studi yang kami bayangkan bukan sekedar studi tentang viability dan fisibilitas pemekaran daerah, tetapi juga mengembangkan manajemen transisi bagi daerah baru hasil pemekaran.

Terakhir, kami menerima tawaran studi ini karena kesediaan Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya untuk menerima posisi bahwa kami sama sekali tidak terikat pada keharusan untuk menyetujui usulan kebijakan yang diajukannya. Kami menyaksikan adanya faksi-faksi yang mendukung ataupun menolak pemekaran kaKabupaten Puncak Jaya. Namun kami tidak terikat pada salah satu di antara keduanya. Adalah telaah akademis mendalam yang menuntun ke mana arah rekomendasi kebijakan yang kami ajukan, yang bisa dijadikan dasar bagi pemerintah pusat untuk

Page 5: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | v

menyetujui ataupun menolak usulan pemekaran daerah yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya.

Motivasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan nasional dan daerah pinggiran-terisolasi-tertinggal ini membuat kami merasa tidak pernah kehabisan tenaga. Motivasi tersebut membuat kami selalu bersemangat dan bertenaga untuk melakukan studi ini. Kami mengawali studi ini dengan studi literatur tentang isu-isu pemekaran daerah secara nasional serta isu-isu politik, sosio-kultual dan pembangunan di Papua, kususnya di Puncak Jaya. Setelah memperoleh gambaran awal, kami melanjutkan studi dengan mewawancarai para politisi di DPR yang mengurusi Papua, khususnya usulan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya. Wawancara dengan para pejabat di Departemen Dalam Negeri (Depdari), terutama DirekturJenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) dengan jajarannya di Direktorat enataan Daerah dan Otonomi Khusus, memperkaya pemahaman makro kami tentang usulan pemekaran yang diajukan Kabupaten Puncak Jaya.

Untuk memperkaya modal kami sebelum melakukan studi lapangan, kami melakukan Focused Group Discussion (FGD) dengan para mahasiswa Puncak Jaya yang berada di Yogyakarta. FGD ini dilakukan selama 2 (dua) kali. Metode yang sama kami gunakan untuk mendapatkan informasi dari para birokrat menengah dari Kabupaten Puncak Jaya yang sedang mengikuti program Diklat Kepemimpinan di Pudiklat Depdagri Regional Yogyakarta. Informasi-informasi yang kami peroleh kemudian diperkaya dengan hasil wawancara dan rekaman video liputan rekan-rekan TVRI Jakarta tentang Mulia dan Ilaga dan rekan-

Page 6: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

vi | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

rekan dari CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang melakukan penelitian di kawasan Pegunungan Tengah. Dari sumber-sumber inilah pemahaman kami terhadap data sosial, ekonomi, kultural dan politik di Puncak Jaya, Khususnya di delapan distrik calon Kabupaten Puncak kami dalami.

Tentu saja, perburuan data paling melelahkan adalah studi lapangan di Papua. Beberapa haris sebelum kami ke Jayapura dan Puncak Jaya, kami memutuskan untuk berkunjung ke Sorong Selatan, melalui jalan darat yang cukup melelahkan, untuk juga mendapatkan impresi mengenai persoalan-persoalan dari sebuah daerah kabupaten baru. Persoalan-persoalan empiris yang dihadapi oleh kabupaten baru di wilayah kepala burung tersebut pada akhirnya memberikan inspirasi kepada kami untuk merumuskan secara tajam aspek-aspek apa saja yang harus dituntaskan dalam proses pemekaran dan langkah-langkah transisional apa saja yang perlu dipersiapkan untuk sebuah daerah pemekaran.

Kajian kami terhadap pemekaran kabupaten puncak jaya diawali dengan wawancara dengan para anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), para pejabat eksekutif Provinsi Papua, ketua dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), serta rekan-rekan peneliti di Universitas Cendrawasih (Uncend) yang banyak melakukan penelitian di berbagai kawasan di Papua, termasuk daerah Puncak Jaya. Untuk itu, kami harus bekerja ekstra keras hingga di atas jam 01.00 dini hari, dan harus sudah bangun pada pukul 03.30 pagi. Sebuah pekerjaan yang sangat melelahkan mengingat 3 dari anggota tim sedang menjalani ibadah puasa. Setelah proses di ibukota Papua selesai,

Page 7: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | vii

kami melakukan perjalanan ke Ilaga (Ibukota distrik Ilaga, calon ibukota Kabupaten Puncak yang di usulkan) dan Mulia (Ibukota Kabupaten Puncak Jaya).

Sebelum menuju Ilaga (yang terpaksa di-canceled pada hari pertama karena cuaca yang tidak ramah) kami bertemu dengan mantan Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya (satu asli Puncak Jaya dan yang satunya, yakni Bupatem berasal dari Maluku Tenggara). Keduanya adalah tokoh kunci dalam proses pemekaran. Dar mereka berdua kami mendapatkan pengayaan informasi dan perspektif yang luar biasa penting. Informasi ini semakin diperkaya dengan hasil diskusi kami dengan seorang pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Papua yang juga seorang petualang yang banyak mengekspose pengalamannya selama bertahun-tahun mengelaana di pedalaman Papua. Dia membantu kami dengan data statistik yang baik. Selain itu, diskusi intensif dan ceritera dari dua orang pendeta (salah satunya angota DPRD Puncak Jaya) dan dua orang staf pemerintah Kabupaten Puncak Jaya yang selalu menemani dan membantu kami selama berada di Papua semakin memperkaya pemahaman kami terhadap obyek kajian yang sedang kami lakukan.

Perjalanan dengan menggunakan pesawat kecil yang terbang di antara tebing-tebing yang menjulang tinggi di atas jurang dalam nan curam di tengah rangkaian bukit-bukit Pegunungan Tengah dalam cuaca yang berubah-ubah, menjadi awal perjalanan kami yang mendebarkan, tetapi juga menyenangkan. Namun, semua kelelahan dan rasa cema yang kami rasakan dalam perjalanan ini segera terobati oleh kekayaan akumulasi informasi yang kami peroleh dari lokasi penelitian.

Page 8: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

viii | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Di Ilaga kami menghabiskan waktu satu hari satu malam bersama masyarakat, termasuk dan yang terpenting dengan kepala-kepala suku dari kawasan Ilaga, Beoga, Gome, dan Wangbe yang mewakili suku-suku Damai dan Dani yang mendiami kawasan ini. sambil merasakan langsung kondisi alam dengan suhu udara yang sangat dingin, kami juga memiliki waktu yang panjang mendiskusikan persoalan-persoalan dan harapan-harapan mengenai kabupaten baru dengan tokoh-tokoh agama yang diwakili oleh Ketua Klasis dan para Penginjil (Pendeta), para Guru, Kepala Distrik dan stafnya, Danramil dan anak buahnya, Kapolsek dan anak buahnya, para Kepala Kampung, tokoh-tokoh pemuda, pimpinan dan pengawas proyek pembukaan jalan, dan bahkan rakyat secara umum. Perjalanan kurang lebih 4 km dari airport menuju ibukota distrik harus ditempuh dengan berjalan kaki selama hampir 2 jam – karena oksigen yang tipis tidak memungkinkan kami berjalan cepat. Tidak adanya sarana transportasi bukan saja melahirkan perasaan janggal bagi kami – turun dari pesawat tetapi harus berjalan kaki naik turun bukit untuk mencapai lokasi yang dituju – tetapi juga menyediakan waktu yang sangat banyak bagi kami untuk mendengarkan banyak hal dari ratusan warga masyrakat yang menyertai perjalanan kami dari airport. Demikian pula, pertemuan terbuka yang dilakukan dengan warga masyarakat calon Kabupaten Puncak, diikuti dengan pembicaraan-pembicaraan intensif di rumah dinas Kepala Distrik maupun di sekitar pasar dan Honai, telah memberikan kekayaan informasi bagi kami sebagai peneliti.

Di Mulia, ibukota Kabupaten Puncak Jaya setelah dikejutkan oleh bangkai pesawat yang masih bertengger di lereng bukit yang

Page 9: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | ix

curam di samping airport, kami boleh menikmati kemewahan: transportasi dara yang tersedia dan air yang dididihkan ntuk mandi hangat. Lebih dari sekedar itu, kami memperoleh kesempatan berdiskusi dengan Sekretaris Daerah – yang juga menjadi Pejabat Bupati – di tengah-tengah badai hujan es, dan listrik yag padam total. Pembicaraan berjam-jam membawa pengetahuan kami makin dalam, terutama mengenai dimensi kesejarahan yang menjadi motif di balik tuntutan masyarakat setempat untuk memiliki kabupaten sendiri. Diskusi keesokan harinya dilakukan bersama Ketua dan Wakil Ketua DPRD, sekali lagi dalam suasana gelap total, di gedung DPRD (yang sepuluh hari kemudian, 12 Oktober 2006, dibakar massa karena masalah penyaluran dana BLT-subsidi BBM). Kami kemudian mengunjungi Kantor Bupati, berdiskusi dengan para staf dan pejabat di lingkungan pemerintah daerah, seelum mengakhiri diskusi dengan pimpinan satuan Brimob yang berada di kawasan tersebut.

Sebelum membaca kesimpulan dan rekomendasi yang disajikan, para pembaca dimohon untuk menyempatkan diri mencermati kerangka pikir yang kami pakai. Point penting yang hendak dikemukakan dalam paparan Bab I adalah bahwa pembentukan pemerintah daerah baru (istilah populernya pemekaran wilayah) harus dikerangkai sebagai penyelesaian masalah nasional di tingkat lokal. Kalau toh eksponen lokal merasa tidak memerlukan adanya pemerintah kabupaten baru, namun kalkulasi nasional mengharuskan adanya hal itu, maka kabupaten baru tersebut perlulah dibentuk. Sehubungan dengan hal itu, dalam Bab I ditegaskan betapa pentingnya mengungkap

Page 10: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

x | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

kepentingan-kepentingan nasional yang bisa diselesaikan dengan mendirikan pemerintahan daerah baru.

Telaah akademis ini disusun untuk dua level kepentingan. Pada level pragmatis-minimalis, telaah ini diharapkan bisa memberikan alasan yang masuk akal untuk menyetujui ataupun menolak usul untuk mendirikan Kabupaten Puncak. Penelaahan dilakukan dalam situasi di mana pengusul pembentukan kabupaten baru (Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya) berada dalam posisi berjuang habis-habisan, sementara pemerintah nasional memiliki kewenangan hampir mutlak untuk menolak/menerima usulan. Untuk memenuhi kebutuhan pragmatis ini, penelaahan dilakukan secara obyektif dan fair (tidak berpihak). Usulan pembentukan kabupaten baru ditelaah baik dari sisi kepentingan lokal maupun kepentingan nasional. Agar tarik ulur kepentingan bisa dimoderasi, kajian ini mendudukkan secara proporsional peran eksponen lokal dan nasional dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Agar tidak terseret dalam tarik ulur kepentingan pusat-daerah, kajian akademis ini bermaksud untuk meraih amisi konseptual-idealistik. Melalui kajian di Kabupaten Puncak Jaya ini, diharapkan bisa dikembangkan tradisi politik baru dalam pembentukan pemerintah daerah baru. Adapun tradisi tersebut adalah membangun institusi yang berada dan berfungsi secara lokal untuk mewujudkan misi-misi nasional di daerah yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal ini, yang menjadi persoalan sentralnya bukanlah setuju atau tidak setuju membentuk daerah baru, melainkan strategis tidaknya inisiatif tersebut untuk mencapai misi nasional di tingkat lokal. Kalau

Page 11: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | xi

pembentukan pemerintah daerah yang baru ini diterima sebagai keniscayaan maka ada persoalan yang harus ditangani secara serius: pengembangan kapasitas daerah untuk bisa mengemban misi nasional di tingkat lokal. Hal ini didahului dengan perumusan proses transisi yang lebih komprehensif dan terencana.

Penelaahan terhadap usul kebijakan biasanya mencakup dua jenis analisis: viability (masuk akal atau penting tidaknya) dan feasibility (laak tidaknya untuk diselenggarakan). Idealnya, suatu kebijakan diambil ketika memenuhi kedua kriteria tersebut: masuk akal dan penting untuk diwujudkan, disamping juga layak untuk diwujudkannya. Kedua jenis penelaahan ini disajikan dalam naskah ini. penelaahan dari segi penting tidaknya, atau masuk akal tidaknya pembentukan pemerintah kabupaten baru disajikan di Bab 2, sedangkan penelaahan dari segi kelayakannya disajikan dalam Bab 3. Dari kedua jenis penelaahan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pembentukan Kabupaten Puncak sebagai pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya bukan hanya sangat diperlukan melainkan juga layak untuk dilakukan.

Sebagaimana disebutkan di atas, misi kajian ini tidaklah sekedar memberi alasan pembenar bagi persetujuan ataupun penolakan usulan yang diajukan. Mengingat rumitnya persoalan yang terkait dengan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan fungsi-fungsinya, persetujuan terhadap usulan tersebut di atas perlu dikawal dengan serangkaian rekomendasi, baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah-pemerintah daerah beserta eksponen-eksponen lain yang terkait. Serangkaian rekomendasi yang disajikan di Bab 4 dan Bab 5 dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam formulasi kebijakan

Page 12: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

xii | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

di tingkat nasional dan sekaligus bisa dijadikan sebagai acuan oleh eksponen lokal, utamanya pemerintah daerah.

Harus diakui bahwa usulan untuk membentuk pemerintah Kabupaten Puncak adalah usulan yang unik. Kita perlu mencermati keunikan-keunikan yang ada, namun arti pentingnya bukanlah untuk membesar-besarkan keunikan itu sendiri melainkan untuk mengelola keunikan tersebut secara tepat.

Pertama, kabupaten yang hendak didirikan ini berada di lokasi yang paling sulit dijangkau oleh pemerintah pusat. Dalam posisi yang demikian, kabupaten ini adalah kabupaten yang paling mudah untuk diabaikan. Hanyutnya pemerintah nasional dalam mengabaikan kawasan terisolir pada gilirannya justru memungkinkan terjadinya kejutan-kejutan. Pemerintah nasional dikejutkan oleh kenyataan bahwa negara sebetulnya tidak atau belum hadir (exist) di hadapan masyarakat. Mendirikan pemeirntah daerah baru, pada dasarnya adalah memproklamirkan keberadaan negara di hadapan warga negaranya. Agar pemerintah nasional tidak dikejutkan oleh berbagai kejadian yang tak diinginkannya, pemerintah nasional dituntut untuk memiliki kerangka kebijakan yang jelas untuk mensikapi situasi-situasi unik yang ada.

Kedua, penanganan situasi unik di Kabupate Puncak Jaya kiranya memberikan kesempatan berharga untuk belajar dari pengalaman unik; tidak berasumsi bahwa segala sesuatunya sudah bisa diandalkan. Pengalaman ini perlu dimanfaatkan untuk memulai tradisi mengelola proses pembentukan pemerintah kabupaten baru secara seksama, dengan kesadaran yang penuh tentang keunikan yang ada.

Page 13: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | xiii

Sebagai penutup, perlu kiranya disampaikan bahwa telaah akademis ini dilakukan oleh Program Pascasarjana Ilmu Politik, Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada (Program S2-PLOD UGM). Melalui kiprah akademisnya, termasuk penyusunan kajian akademis seperti ini, Program S2-PLOD UGM bermaksud untuk memperdalam akar demokrasi dan membangun pemerintahan yang efektif (deepening democracy and effective governance). Kami berharap bahwa apa yang sudah, sedang dan akan terus kami lakukan akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

Yogyakarta, 1 November 2006

Editor

Page 14: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

xiv | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini tidak mungkin tersusun tanpa kebaikan hati para narasumber untuk memberikan informasi mendalam terkait proses pemekaran Kabupaten Puncak Jaya menjadi

Kabupaten Puncak. Selama proses penelitian berlangsung kami mendapatkan bantuan dan sumbangan pemikiran yang sangat berarti dari banyak pihak. Walaupun tidak mungkin menyebutkan satu per satu, adalah kewajiban kami untuk secara tulus menyampaikan terimakasih atas kebaikan dan bantuan mereka.

Terimakasih mendalam kami sampaikan kepada Bapak Fakhruddin, Bapak Tony Wardoyo, dan Bapak Ben Vincent dari Komisi II DPR RI. Dalam proses awal di Jakarta kami sangat terbantu dengan data dan informasi tentang pengalaman langsung kunjungan rombongan DPR RI ke lokasi-lokasi pemekaran di Papua. Cerita-cerita mereka membuka pandangan kami terhadap obyek kajian yang akan kami teliti. Tambahan informasi dan dokumentasi video dari TVRI Jakarta semakin menambah lengkap pemahaman awal kami. Terimakasih mendalam kami sampaikan kepada Sdri. Mg. Anny Sumayanti dan teman-teman TVRI Jakarta atas kesediannya berbagi informasi.

Page 15: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | xv

Di Departemen Dalam Negeri kami mendapatkan sangat banyak data dan informasi penting dari Direktur Jenderal Otonomi Daerah Bapak Dr. Kausar AS, M.Si dan beberapa staf di Ditjen Otda (Drs. Suripto Bambang Setyadi, M.Si dan Drs. Susilo, M.Si). juga bantuan dan informasi penting dari Direktur Penataan Daerah dan Otonomi Khusus Bapak Drs. Achmad Zubaidi, M.Si beserta para staf. Secara tulus kami menyampaikan terimakasih atas semua sambutan dan bantuan mereka.

Di Jayapura kami mendapatkan sambutan hangat sekaligus pengayaan informasi yang sangat bermanfaat bagi kajian yang sedang kami lakukan. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Bapak Drs. John Ibo, MM beserta para anggota dan pimpinan Komisi di DPRP yang sudah menemui dan berdiskusi dengan kami selama berjam-jam di ruang pimpinan DPRP. Terimakasih yang tulus juga kami sampaikan kepada Bapak Komarudin Watubun, Wakil Ketua DPRP, yang banyak membuka jalan bagi kami sehingga dengan mudah bisa bertemu dengan narasumber-narasumber kunci lainnya.

Kesediaan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Bapak Dr. Agus Alue Alua, M.Th. untuk menerima kami dari sore hingga dini hari melahirkan kebahagiaan luar biasa bagi kami. Apalagi beliau juga sudah menjamu kami dengan berjuta informasi penting dalam diskusi hangat di rumah beliau di sekitar Universitas Cendrawasih. Terimakaish yang mendalam kami sampaikan kepada beliau atas semua kebaikan-kebaikannya.

Terimakasih kami samaikan kepada Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi Papua, Bapak Allo Rafra, SH beserta para

Page 16: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

xvi | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

staf beliau yang sudah memberikan informasi terkait kebijakan pemrintah provinsi Papua dalam pemekaran kabupaten. Tidak lupa kami juga menyampaikan terimakasih yang mendalam kepada Bapak Drs. Elieser Renmaur dan Bapak Lukas Enembe, SIP, masing-masing mantan Bupati dan mantan Wakil Bupati Puncak Jaya, atas kesediannya meluangkan waktu yang cukup lama untuk menemui dan berdiskusi secara intensif dengan kami.

Masih di Jayapura, kami mendapatkan data dan banyak informasi penting dari seorang teman yang bekerja di Badan Pusat Statisik Provinsi Papua, juga dari teman-teman peneliti di Pusat Kajian Demokrasi Universitas Cendrawasih. Terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada Drs. M. Mosaad, M.Si., Drs Hendrik Bleskedit, M.Si., Drs. Untung Muhdiarto, M.Si, Bambang Sudiyo, SH, MH dan para staf di Pusat Kajian Demokrasi yang telah membantu dan memfasilitasi diskusi kami. Diskusi yang intensif juga kami lakukan dengan Pnegurus Sinode KINGMI Papua di Jayapura. Kepada mereka kami mengucapkan terimakasih atas semua pelayanan, sambutan, dan informasinya.

Di Mulia, ibukota Kabupaten Puncak Jaya, kami mendapatkan sambutan hangat dengan informasi sejarah dan tata kelola pemerintahan yang sangat bermakna dari Sekretaris Daerah yang juga Pelaksana Tugas Bupati Puncak Jaya, Bapak Drs. Henok Ibo. Terimakasih atas semua informasi dan data yang sudah disampaikan. Terimakasih juga kami sampaikan atas sambutan dan informasi penting dari Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kabupaten Puncak Jaya, juga Asisten I Setda Puncak Jaya, Pimpinan Brimob di Puncak Jaya, dan pejabat lain di Pemda Puncak Jaya.

Page 17: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | xvii

Semua proses penelitian ini, khususnya rangkaian perjalanan memburu data dan menemui para narasumber di Papua menjadi lebih mudah karena bantuan dan fasilitas dari teman-teman yang selalu mendampingi kami. Terimakasih tak terhingga kami sampaikan kepada teman-teman Tim Pemekaran Kabupaten Puncak Jaya: Bapak Suwita, S.Sos, Bapak Reky D. Ambrauw, S.Sos, M.Si, Bapak Wilem Wandik, SE. M.Si, Bapak Markus Airori, M.Si, Bapak Pdt. Ruben Uamang, dan Bapak Pdt. Melkias Kiwak.

Terakhir, terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada para pendeta, kepala suku, kepala distrik, Danramil, Kapolsek, kepala kampung, guru-guru, tokoh pemuda, dan semua warga masyarakat Ilaga, Wangbe, Beoga, Gome dan wilayah calon Kabupaten Puncak pada umumnya yang telah dengan sangat hangat menyambut kami sebagai saudara mereka dan memberikan banyak informasi berharga tentang bagaimana harapan-harapan mereka terhadap pemerintah dan bagaimana seharusnya proses pemekaran dikelola. Semoga buku ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, November 2006

Tim Peneliti

Page 18: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

xviii | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

DAFTAR ISI

PENGANTAR ................................................................. iiiUCAPAN TERIMA KASIH ............................................. xiv

1. KERANGKA PIKIR KEBIJAKAN PEMEKARAN ... 1Dr. Praktino, M. Soc.Sc, Hasrul Hanif, SIP.

A. Kebijakan Pemekaran: Proses dan Indikator ..... 2B. Manajemen Transisi: Menjamin Daerah Pemekaran Mampu Mandiri .............................. 15Catatan Akhir ........................................................... 26

2. JALAN DAMAI DARI ILAGA: PENTINGNYA PEMEKARAN KABUPATEN PUNCAK DARI KABUPATEN PUNCAK JAYA ....... 28

Dr. Purwo Santoso, MA., Nanang Indra Kurniawan, SIP., MPA.,

Arie Ruhyanto, SIP.

A. Pemekaran Wilayah Sebagai Strategi Nasional Penanggulangan Separatisme di Tanah Papua ................................................... 30

Page 19: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | xix

B. Pemekaran Puncak Jaya: Jalan Damai yang Dipersiapkan Masyarakat .................................. 45C. Meneguhkan Kepentingan Nasional di Tingkat Lokal ................................................. 57Catatan Akhir ........................................................... 61

3. KELAYAKAN PEMEKARAN PUNCAK JAYA ......... 66Wawan Mas’udi, SIP., MPA., Miftah Adhi Iksanto, SIB MiOA. ,

Amirudin, SIR

A. Kesiapan Daerah Pemekaran Puncak Jaya ......... 67B. Fisibilitas Kepentingan Nasional ....................... 99C. Argumen Kelayakan ........................................... 103Catatan Akhir ........................................................... 104

4. REKOMENDASI KEBIJAKAN ‘DASAR’ ................. 107Drs. Cornells Lay, AAA., Drs. Haryanto, MA.,

Mada Sukmajati, SIR, AAPP.

A. Rekomendasi: Pembentukan Kabupaten Puncak Sekarang Juga ........................................ 109B. Skenario Menuju Pemekaran Puncak dari Puncak Jaya ................................................ 114C. Manajemen Transisi ........................................... 123Catatan Akhir ........................................................... 125

Page 20: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

xx | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

5. PROSES PEMEKARAN DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BARU ............... 126

Drs. Bambang Purwoko, MA., AAGN Ari Dwipayana, SIP, MS.i. ,

Dr. Purwo Santoso, MA.

A. Pengantar ........................................................... 126B. Kerangka Pengelolaan Proses Transisi ............... 129C. Pengelolaan Proses Pemekaran .......................... 140D. Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Baru ....................................................... 153E. Urgensi Tindak Lanjut ....................................... 165Catatan Akhir ........................................................... 166

DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 167

INTISARI HASIL KAJIAN PROGRAM PASCASARJANA (S2) PLOD UGM YOGYAKARTA TAHUN 2004-2006 ........................................................ 171

Page 21: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 1

1KERANGKA PIKIR

KEBIJAKAN PEMEKARANDr. Praktino, M. Soc.Sc

Hasrul Hanif, SIP.

Usulan pemekaran daerah otonom yang diajukan oleh Kabupaten Puncak Jaya, seperti halnya dengan usulan pemekaran yang diajukan oleh puluhan daerah otonom

lainnya, harus dianalisis secara komprehensif. Kebijakan pemekaran daerah, atau dengan kata lain pembentukan daerah otonom baru, harus memberikan kontribusi yang maksimal bagi kepentingan bangsa, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kepentingan ini mencakup baik bidang ekonomi, pelayanan publik, politik, pertahanan kemanan, maupun dimensi-dimensi lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bab ini akan memfokuskan pada analisis kerangka pikir kebijakan pemekaran wilayah. Elaborasi dalam Bab ini akan diawali dengan evaluasi atas kerangka piki kebijakan pemekaran yang ada saat ini, baik yang tertuang dalam Undang-undang,

Page 22: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

2 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Peraturan Pemerintah, maupun implementasinya di Lapangan. Dalam pembahasan ini juga akan diuraikan temuan tentang beberapa limitasi dari kebijakan pemekaran yang selama ini ada sehingga menyebabkan tujuan normatif dari pemekaran itu sendiri justru tidak bisa dicapai secara maksimal. Selanjutnya, berangkat dari limitasi dari kebijakan dan praktek pemekaran selama ini, kajian dalam Bab ini akan menawarkan pengkayaan kerangka pikir kebijakan pemekaran, baik yang berkaitan dengan inisiasi kebijakan maupun indikator kelayakan pemekaran daerah. Selain itu, manajemen transisi pasca pemekaran juga menjadi bahasan penting sehingga daerah baru hasil pemekaran mampu menjalankan fungsinya dengan baik sejak awal dibentuk.

A. KEBIJAKAN PEMEKARAN: PROSES DAN INDIKATORPeluang bagi pemekaran daerah otonom, atau pembentukan

daerah otonom baru, bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Bahkan sejak sistem pemerintahan di Indonesia cenderung sentralistis pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak dilakukan pembentukan daerah otonom baru. Distrik-distrik yang semakin menguat karakter urbannya kemudian dijadikan Kota Administratif. Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintah Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinakn pembentukan pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru.

Page 23: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 3

Pada masa pasca Orde baru menyusul ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otnomi yang luas kepada daerah, pemekaran atau pembentukan daerah otonomi baru mengalami ledakan luar biasa. Dalam waktu kurang dari lima tahun, jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah menjadi lebih dari 30 persen. Kebijakan pemekaran ini menimbulkan pro dan kontra. Namun juka diteliti secara mendalam, arah kebijakan pemekaran daerah otonom yang ada saat ini belum banyak mempertimbangkan kepentingan nasional.

Untuk bisa mendalami problem dan limitasi kerangka pikir kebijakan pemekaran selama ini, pembahasan pada sub-bab ini akan dibagi dalam dua bagian, yaitu proses inisiasi dan perumusan kebijakan, dan kedua, indikator fisibilitas kebijakan pemekaran.

A.1. Proses Perumusan Kebijakan: Dari Hanya Inisiatif Daerah Menjadi Juga Inisiatif nasionalKebijakan pemekaran daerah yang selama ini ada dalam

berbagai regulasi nasional sangat kuat mengatur dimensi proses kebijakan. Dalam pengaturan proses kebijakan tersebut, aturan tentang proses dan mekanisme inisiasi pemekaran daerah mendapatkan porsi yang dominan. Proses inisiasi pemekaran yang dikembangkan sangat kental dengan nuansa bottom-up. Hal ini bisa dilihat dari regulasi yang ada sampai sekarang ini.

Page 24: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

4 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Alur Proses Inisiasi Pemekaran Daerah:1. Penyaringan aspirasi masyarakat;2. Kajian akademis independen;3. Pemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakah

aspirasi pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak;4. Jika disetujui, daerah induk melanjutkan usulan tersebut

ke level daerah yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah daerah atasan;

5. Pemerintah pusat, dalam hal ini Depdagri kemudian membuat kajian akademis terhadap usualn pemekaran tersebut;

6. Hasil kajian akademis dari Depdagri akan diverifikasi oleh DPOD sebagai bahan pertimbangan oleh Presiden;

7. Setelah Presiden menyetujui, selanjutnya Presiden mengamanatkan kepada Mendagri untuk menyiapkan RUU Pembentukan Dearah.

Dalam regulasi tentang proses pemekaran yang ada yaitu PP No. 22 Tahun 2000 tentang persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dan RPP tentang tata Cara Pembentukan, Penghapusa dan Penggabungan Daerah tahun 2006 (Draf 8 September 2006) ditegaskan bahwa proses inisiasi pemekaran daerah tergantung pada kuatnya dukungan dan inisiatif daerah. Hal ini terlihat jelas bila kita mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerah sesuai dengan Pasal 16 dan 17 dalam PP No. 129 Tahun 2000 dan Pasal 17 dan 18 dalam RPP tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan

Page 25: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 5

dan Penggabungan Daerah tahun 2006. Proses inisiasi di awali dengan proses penyaringan aspirasi masyarakat. Setelah aspirasi masyarkat terjaring, maka pemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakah aspirasi pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak. Proses persetujuan tersebut akan disetujui atau tidak. Proses persetujuan tersebut bisa dilakukan setelah ada bahan pertimbangan berpa dokumen aspirasi masyarakat dan kajian akademis independen.

Selanjutnya daerah induk melanjutkan usulan tersebut ke level daerah yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuan tersbeut dan dari pemerintah daerah atasan. Proses inisiasi dan persetujuan tersebut akan berakhir di level pemerintah pusat. Pemerintah pusat, dalam hal ini Depdagri kemudian membuat kajian akademis terhadap usulan pemekaran tersebut. Hasil kajian akademis dari Depdagri akan diverifikasi oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) agar nantinya dijadikan bahan pertimbangan oleh Presiden. Setelah Presiden menyetujui, selanjutnya Presiden akan mengamanatkan kepada Mendagri untuk menyiapkan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Daerah.

Wacana publik dan kajian-kajian akademis yang ada juga sangat kuat menempatkan peran daerah sebagai variabel utama munculnya inisiasi pemekaran daerah. Dalam wacana publik dan kajian akademis tersebut diuraikan lebih rinci beberapa alasan utama mengapa sebuah daerah berinisiasi untuk melakukan pemekaran daerah:1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut

data dari IRDA (Indonesia Rapid Decentralization Appriasal),

Page 26: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

6 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

kebutuhan untuk pemerataan ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah. Misalnya kasus pemekaran Minahasa Utara di Sulawesi Utara.

2. Kondisi geografis yang terlau luas.Banyak kasus di Indoensia, proses delivery pelayanan publik tidak pernah terlaksana dengan optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif seperti kasus pemekaran Bone Bolango di Provinsi Gorontalo.

3. Perbedaan basis identitas. Alasan perbedaan (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran.Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas bidaa daerah induk. Ini terlihat dalam kasus pembentukan Kabupaten Solok Selatan di Sumatera Barat, Kabupaten Wakatobi di Sulawesi tenggara, dan Pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat di Sumatera Utara.

4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tututan adanya pemisahan daerah seperti pada kasus usulan pembentukan Sumbawa Barat di Nusa Tenggara Barat dan wacana pembentukan Provinsi Sulawesi Timur, dan sebagainya.

Page 27: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 7

Proses inisiasi yang sarat dengan kepentingan daerah dan kuatnya aktor lokal ini kemudian dianggap memunculak beberapa kecenderungan yang kelak menjadi potensi kegagalan proses kebijakanpemekaran memenuhi tujuan normatifnya. Beberapa kecenderungan yang muncul dalam proses inisiasi dan kelak dikemudian hari dianggap sebagai faktor penting penyebab kegagalan kebijakan pemekaran tersebut adalah:1. Politik Uang

Untuk menggolkan kepentingan daerah ada kecenderungan munculnya politik uang dalam proses inisiasi pemekaran. Hal ini dipicu oleh panjangnya mata rantai prosedur dan syarat proses pemekaran suatu daerah. Akibatnya proses inisiasi dan pembentukan daerah pemekaran menguras anggaran dan sumber daya ekonomi serta politik publik.

2. Politik IdentitasUntuk menguatkan alasan urgensi pemekaran sebuah daerah, seringkali ada mobilisasi dukungan politik masyarakat yang tidak jarang berbasis sentimen etnis dan/atau agama mengakibatkan politik identitas turut mewarnai proses pemekaran. Akibatnya ketika daerah pemekaran terbentuk representasi politik tidak saja dituntut dalam institusi demokrasi tetapi juga di lembaga birokrasi.

3. Free RiderAnggapan bahwa pemekaran adalah investasi politik dan ekonomi memicu hadirnya aktor lokal yang menjadi free rider yang bersedia mengalokasikan sumber daya keuangannya, baik dana privat maupun pemerintah.

Page 28: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

8 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Proses inisiasi kebijakan pemekaran yang dimonopoli proses inisiatif dari bawah ini menutup peluang bagi munculnya kebijakan pemekaran daerah yang didasari oleh kepentingan pemerintah nasional (pusat) untuk meningkatkan efektivitas fungsi pemerintah nasional. Beberapa permasalahan nasional sebenarnya bisa diminimalisir antara lain melalui pemekaran daerah walaupun wilayah tersebut belum memenuhi syarat untuk bisa mandiri menjadi sebuah pemerintahan daerah otonom.

Sebagaimana disadari oleh banyak pihak, Indonesia masih menghadapi beberapa permasalahan masalah nasional yang sangat krusial, yang bisa jadi bisa diminimalisir melalui kebijakan nasional. Masalah-masalah tersebut anatara lain:1. Masalah Disparitas Pembangunan Ekonomi dan Sosial

Ketimpangan antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur, antara Jawa dan Luar Jawa masih sangat mewarnai kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini. Kategori daerah di Indonesia berdasarkan laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita sangat variatif dan menunjukkan disparitas yang relatif lebar. Bila kita bisa membandingkan secara acak PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB antara tahun 1993-2000, ketimpangan ini sangat menonjol. Rata-rata PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta sebesar 6.910.746 dan di NTT hanya sebesar 709.496. Pertumbuhan PDRB rata-rata di DKI Jakarta sebesar 3,25 persen dan Provinsi Maluku sebesar 1,60 persen. Human Development Index (HDI) di DKI Jakarta berkisar 70, sedangkan di Provinsi NTB sebesar 49. Hal ini membawa implikasi pada masalah politik nasional, terutama integrasi nasional dan deligitimasi pemerintah pusat.

Page 29: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 9

2. Kerapuhan Identitas Ke-IndonesiaanBagi masyarakat di wilayah pinggiran yang jauh dari lalu lalang komunikasi sosial, simbol dan efektivitas ke-Indonesiaan tidak terasa. Tatkala masyarakat daerah tidak merasakan kehadiran negara seara kongkrit dalam wujudnya berupa pelayanan kepada masyarakat, maka identitas kebangsaan tidak pernah melekat di masyarakat. Apalagi jika masyarakat tersebut hanya bisa mendengar cerita tentang pembangunan dan kesejahteraan yang dinikmati oleh daerah lain yang mempunyai pemerintahan daerah yang efektif. Fenomena ini bisa berlanjut dengan penguat identitas lokal seperti etnisitas, adat dan agama yang menyaingi identitas ke Indonesiaan.

3. Kerapuhan Penjagaan Kewilayahan AktifDengan wilayah kepulauan yang sangat luas, wilayah Indonesia bukan hanya daratan tetapi juga lautan. Sebuah pulau yang berada di ujung pinggir terluar Indonesia akan berfungsi sebagai titik terluar yang menentukan cakupan wilayah Indonesia. Oleh karena itu, hilangnya sebuah pulau terluar juga akan mengakibatkan hilangnya jarak antara pulau itu dengan wilayah daratan berikutnya.

Pulau-pulau terluar ini perlu penjagaan aktif melalui bukti penggunaan aktif wilayah ini oleh pemerintah Indonesia. terlepasnya pulau-pulau terluar dari wilayah Indonesia seperti sengketa Ambalat, Sipadan dan Ligitan, serta Pulau Pasir di Provinsi NTT yang juga diklaim sebagai wilayah Australia, menunjukkan keseriusan permasalahan ini.6 Padahal, banyak pulau yang tidak berpenduduk7 dan bahkan tidak bernama. Di

Page 30: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

10 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Provinsi Kaltim saja masih terdapat 138 pulau yang tidak bernama dan berada di daerah perbatasan dengan wilayah negara lain. Salah satu pengalaman penting yang bisa dipetik dari terlepasnya pulau Sipadan dan Ligitan adalah bahwa Inggris sebagai bekas tuannya Malaysia pernah memiliki apa yang disebut effective sovereigty atas kedua pulau tersebut di masa lalu. Karenanya, ada kebutuhan yang sangat mendesak bagi Indonesia untuk menghadirkan Indonesia secara lebih konrit di kawasan-kawasan terluar kita.

Kondisi tersebut akan bisa teratasi dengan antara lain menggunakan mekanisme pemekaran wilayah. Kebijakan pemekaran bisa digunakan sebagai salah satu solusi. Secara informal dan tersirat, tampaknya pemerintah pusat juga pernah melakukan upaya pemekaran daerah yang tidak memiliki kesiapan untuk dimekarkan dengan alasan untuk menjaga kepentingan nasional, seperti pembentukan kabupaten-kabupaten di sisi utara wilayah Indonesia. Oleh karena itu, walaupun tidak secara legal formal, proses inisiasi kebijakan pemekaran perlu dimulai juga oleh pemerintah pusat untuk kepentingan implementasi kebijakan nasional.

A.2. Indikator Pemekaran: Dari Hanya Kesiapan Daerah Menjadi Juga Kepentingan NasionalBila inisiatif daerah muncul untuk memekarkan daerahnya

maka selanjutnya kan muncul proses penentuan kelayakan sebuah daerah untuk dimekarkan. Regulasi yang ada, mensyaratkan adanya kesiapan daerah untuk pemekaran. Dalam PP No. 129 Tahun 2000 Pasal 3 sampai dengan Pasal 10 dan RPP Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (draf

Page 31: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 11

tanggal 8 September 2006) Pasal 5 sampai dengan dijelaskan bahwa sebuah daerah bila ingin dimekarkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang merupakan indikator kesiapan daerah. Syarat-syarat tersebut mencakup syarat administrasi, syarat teknis dan sayarat teknis kewilayahan.

Syarat administrasi untuk pembentkan Kabupaten/Kota mencakup adanya:

1. Keputusan DPRD kabupaten/kota Induk tentang persetujuan pembentukan calon daerah kabupaten/kota;

2. Keputusan bupati/walikota Induk persetujuan pembentukan calon daerah kabupaten/kota;

3. Keputusan DPRD Provinsi Induk tentang persetujuan pembentukan calon daerah kabupaten/kota;

4. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon daerah kabupaten/kota;

5. Rekomendasi Mendagri;

Sedangkan syarat administrasi pembentukan Provinsi mencakup adanya:

1. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon Provinsi tentang persetujuan pembentukan calon Provinsi berdasarkan Hasil Rapat Paripurna.

2. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon Provinsi tentang persetujuan pembentukan calon Provinsi.

Page 32: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

12 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

3. Keputusan DPRD Provinsi Induk tentang persetujuan pembentukan calon Provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna.

4. Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon Provinsi.

5. Rekomendasi Mendagri

Syarat teknis mencakup 11 indikator, yaitu: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik; jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan, keamanan, pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali pelaksanaan pemerintah daerah. Indikator-indikator ini sangat menekankan pada dimensi kesiapan daerah semata, dan sama sekali tidak berkaitan dengan urgensi kepentingan nasional yang ada di daerah yang akan dimekarkan.

Pembentukan pemerintah daerah baru harus berada dalam kerangka penyelesaian masalah nasional di tingkat lokal. Kalau toh eksponen lokal merasa tidak memerlukan adanya pemerintah kabupaten baru, namun kalkulasi nasional mengharuskan adanya hal itu maka kabupaten baru tersebut perlulah dibentuk.

Sebagai ilustrasi dari syara t e k n i s y a n g h a n y a memfokuskan kesiapan daerah ini bisa dilihat dari subindikatornya. Indikator kemam puan eko no m i dijabarkan ke dalam PDRB per kapita, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi PDRB. Potensi daerah mencakup rasio bank dan lembaga keungan, rasio kelompok pertokoan, rasio

pasar, rasio sekolah SD/SLTP/SLTA, rasio fasilitas kesehatan,

Page 33: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 13

rasio tenaga medis, dan seterusnya. Tatkala mengelaborasi indikator pertahananpun, fokus kebijakan yang ada saat ini mengedepankan pada masalah kesiapan daerah dalam pertahanan, yang sub-indikatornya jumlah personil aparat pertahanan, dan karakteristik wilayah dilihat dari sudut keamanan. Sedangkan urgensi kepentingan pertanan nasional yang akan dipecahkan melalui kebijakan pemekaran justru tidak disinggung sama sekali.

Jika kebijakan pemekaran juga diorientasikan pada upaya penyelesaian masalah nasional, maka indikator pemekaran daerah bukan hanya karena daerah tersebut menunjukkan kesiapannya menjadi daerah otonom. Bisa saja terjadi sebuah daerah perlu untuk dimekarkan karena mendesak dan penting dilihat dari sudut kepentingan nasional. Tentu saja indikator kesiapan daerah akan teta menjadi indikator penting dalam pemekaran. Namun dalam kasus ini sebuah daerah bisa dibentuk terlebih dahulu, kemudian difasilitasi oleh pemerintah nasional dan daerah induk untuk bisa memenuhi indikator minimal kesiapan daerah. Proses pemekaran seperti ini akan lebih banyak diinisiasi oleh pemerintah pusat, dan kemudian difasilitasi agar daerah tersebut setelah pembentukannya menjadi daerah yang bisa memenuhi syarat kesiapan minimal sebagai daerah otonom.

Ada beberapa alasan yang mendukung argumen pentingnya kebijakan pemekaran untuk mengatasi masalah nasional tersebut:8

1. Pembangunan Ekonomi NasionalPemekaran merupakan strategi untuk menciptakan dan mendorong munculnya aktivitas perekonomian dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan

Page 34: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

14 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dan tertinggal. Kehadiran daerah-daerah baru akan mendorong pembangunan infrastruktur dasar dan sarana-sarana pelayanan publik dasar. Bila berbagai infrastruktur dasar sudah memadai maka sangat terbuka peluang daerah tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih akseleratif.

2. Pembangunan Politik Nasional: Penguatan Identitas Ke-Indonesiaan.Pemekaran akan mendekatkan pelayanan pada masyarakat sehingga negara akan diarasakan kehadirannya sangat riil oleh masyarakat. Yang menarik kehadiran negara dalam hal ini tidak dengan wajah koersif tapi lebih pada pemberian pelayanan. Kondisi ini akan memupuk identitas ke-Indonesiaan yang lbih kuat karena masyarakat di daerah pemekaran akan merasakan manfaat langsung dari pelayanan publik yang ada serta merasa diperlakukan sama dengan warga negara lain. Mereka akan tetap merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

3. Pembangunan Pertahanan dan Keamanan Penjaga Kewilayahan Aktif.Pembentukan daerah pemekaran baru bisa mendorong adanya penjagaan wilayah secara aktif. Misalnya kasus klaim ladang minyak di Ambalat akan memberikan motivasi sendiri bagi Kalimantan Timur (Kaltim) agar Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) bisa cepat terbentuk sehingga ada upaya pengawasan intensif terhadap wilayah Indonesia. Dengan terbentuknya Kaltara maka jarak pengawasan akan semakin

Page 35: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 15

dekat. Berbagai instansi/kantor/lembaga/badan setingkat Provinsi akan terbentuk, termasuk untuk mendukung pengamanan teritorial wilayah NKRI.9

Tiga butir di atas merupakan indikator utuk melacak urgensi nasional bagi pemekaran, atau pembentukan, sebuah daerah otonom. Berangkat dari indikator ini, pemerintah pusat bisa menginisiasi kebijakan nasional tanpa menunggu kesiapan daerah. Adalah menjadi tugas pemerintah nasional untuk mengembangkan sebuah wilayah agar menjadi siap dan memenuhi standar kesiapan sebuah wilayah menjadi daerah otonom.

B. MANAJEMEN TRANSISI: MENJAMIN DAERAH PEMEKARAN MAMPU MANDIRITerpenuhinya prasyarat kelayakan pemekaran yang diikuti

dengan pembentukan sebuah daerah otonom tidak secara otomatis akan menjamin pencapaian tujuan pemekaran. Sebagai daerah otonom yang baru lahir, daerah pemekaran menghadapi permasalahan yang sangat kompleks dalam menjalankan fungsinya di bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan umum. Oleh karena itu, diperlukan manajemen transisi yang handal yang menjamin bekerjanya fungsi-fungsi pemerintahan daerah secara baik sejak awal pembentukannya.

Pada sub-bab ini akan dibahas tentang manajemen transisi daerah pemekaran yang menuntut dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah atasan dan pemerintah daerah induk. Selain itu, manajemen transisi juga menuntut agenda kebijakan daerah pemekaran yang tepat, sesuai dengan urgensi kepentingan dan

Page 36: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

16 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

budaya masyarakat serta mampu mendayagunakan potensi yang ada secara maksimal untuk memecahkan permasalahan-permasalahan daerah. Pembasahan di sub-bab ini akan dimulai dengan permasalahan yang banyak muncul di daerah-daerah baru hasil pemekaran, kemudian akan dielaborasi prinsip-prinsip manajemen transisi daerah pemekaran beserta konsekuensi kebijakan-kebijakannya.

B.1 Belajar dari Kesulitan di Masa Lalu

15

bersumber dari berbagai macam sebab. Kompilasi dari berbagai sumber menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk permasalahan yang dihadapi oleh daerah pemekaran:11

1. Aset daerah induk yang belum diserahkan ke daerah pemekaran. Daerah-daerah pemekaran yang berhasil dalam proses transisi justru mendapat dukungan dana dan asistensi Kabupaten Induk, berupa dukungan SDM dan infrastruktur (Sumbawa, Gorontalo), gaji pegawai (Solok)12

2. Tidak ada manajmen transisi dan konsensus pengelolaan daerah pasca pemekaran yang disepakati antara daerah induk dan daerah pemekaran. Kasus perebutan gedung dan fasilitas publik (Serdang Bedagai), sumberdaya alam (Pakpak Bharat), penetapan pejabat bupati (Pakpak Bharat), dan pembagian dana perimbangan (Serdang Begadai).13 kasus peletakan ibukota yang masih belum pasti karena ketiadaan konsensus diantaranya elit lokal. Bahkan ada daerah yang baru saja dibentuk, sudah memekarkan daerah baru lagi. Contohnya, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dibentuk tahun 1999 dari hasil pemekaran

Sejak UU no. 22 Tahun 1999 dilaksanakan, telah lebih dari 100 pemekaran daerah otonom. Dalam evaluasi yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri, dari 104 daerah otonom baru (lima Prvinsi dan 97 Kabupaten) hasil p emekaran yang dilakukan dari tahun 2000 sampai 2004, sekitar 76 di a n t a r a n y a m a s i h bermasalah.10 Walaupun kategori bermasalah ini m a s i h m u d a h u n t u k diperdebatkan, setidaknya angka ini menujukkan kerumitan problema yang dihadapi oleh daerha baru hasil pemekaran. Bentuk

Page 37: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 17

permasalahannya sangat bervariasi, dan bersumber dari berbagai macam sebab. Kompilasi dari berbagai sumber menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk permasalahan yang dihadapi oleh daerah pemekaran:11

1. Aset daerah induk yang belum diserahkan ke daerah pemekaran. Daerah-daerah pemekaran yang berhasil dalam proses transisi justru mendapat dukungan dana dan asistensi Kabupaten Induk, berupa dukungan SDM dan infrastruktur (Sumbawa, Gorontalo), gaji pegawai (Solok)12

2. Tidak ada manajmen transisi dan konsensus pengelolaan daerah pasca pemekaran yang disepakati antara daerah induk dan daerah pemekaran. Kasus perebutan gedung dan fasilitas publik (Serdang Bedagai), sumberdaya alam (Pakpak Bharat), penetapan pejabat bupati (Pakpak Bharat), dan pembagian dana perimbangan (Serdang Begadai).13 kasus peletakan ibukota yang masih belum pasti karena ketiadaan konsensus diantaranya elit lokal. Bahkan ada daerah yang baru saja dibentuk, sudah memekarkan daerah baru lagi. Contohnya, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dibentuk tahun 1999 dari hasil pemekaran Kabupaten Luwu. Baru berumur tiga tahun, Kabupaten Luwu Utara sudah menghasilkan pemekaran Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2003.

3. Daerah pemekaran tidak menyiapkan perangkat-perangkat administratif dan legal baru.14 Daerah gagal menyiapkan perangkat-perangkat administratif sehingga daerah baru tidak lagi mengandalkan perangkat administratif yang sama

Page 38: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

18 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dengan daerah induk (seperti produk hukum, tata organisasi, dan sebagainya)15

4. Daerah pemekaran tidak punya potensi sumberdaya daerah yang bisa dikonversi menjadi sumber-sumber ekonomi baru. Hal ini menyebabkan daerah yang baru dimekarkan bergantung pada Kabupaten Induk.16

5. Daerah induk belum/tidak mengakui daerah yang dilahirkannya. Misalnya, Provinsi Irian Jaya Barat sampai sekarang belum diakui keberadaannya oleh Provinsi induknya Papua.

6. Kegagalan daerah dan elit lokal mengelola kontroversi dan potensi konflik di tengah masyarakat, yang kemudian memicu konflik horizontal dan vertikal.17 Contoh pemekaran Kabupaten Polewali Mamasa yang menimbulkan konflik horizontal. Konflik di kawasan Aralle, Tabulahan, dan Mambi dipicu oleh pemekaran Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002. Namun, pemekaran itu justru melahirkan konflik horizontal antara kelompok yang pro-pemekaran (setuju bergabung dengan Mamasa) dan yang kontrak pemekaran (tetap bergabung dengan Polewali Mandar).

Kegagalan dalam pengelolaan daerah di awal-awal tahun pembentukannya ini menunjukkan kegagalan untuk membangun manajemen transisi yang menjamin sebuah daerah otonom baru mampu menjalankan fungsi-fungsi dasarnya sejak awal kelahirannya. Regulasi yang ada tidak pernah mengatur secara tegas tentang bagaimana proses transisi pengelolaan daerah-

Page 39: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 19

daerah baru setelah dimekarkan dari daerah induknya. Dalam PP No. 129 Tahun 2000 (Pasal 18), pemerintah hanya mengatur secara jelas proses pembiayaan daerha pemekaran. Sedangkan persoalan penyiapan infrastruktur daerah pemekaran, manajemen aset, transfer sumberdaya, penentuan lokasi ibukota daerah pemekaran, dan sebagainya tidak ada aturan yang mengaturnya secara tegas.

Kalaupun muncul pasal yang mengatur hal yang terkait proses transisi pengelolaan daerah pemekaran yang ada hanya seputrr proses pembiayaan daerah pemekaran. Itu pun hanya menekankan peran dan kewajiban daerah induk dan daerah pemekaran semata. Sedangkan peran dan kewajiban pemerintah pusat tidak diatur secara jelas. Pemerintah pusat hanya menerima laporan data untuk digunakan dalam evaluasi kemampuan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 PP No. 129 Tahun 2000.

Semua kewajiban yang mesti dipenuhi oleh pemerintah daerah induk dan pemerintah pemekaran yang telah diuraikan dalam pasal-pasal di PP No. 129 Tahun 2000 juga tidak pernah mengatur sangsi yang tegas bila kemudian mereka tidak memenuhi kewajibannya. Misalnya: peraturan pemerintah yang ada hanya mengimbau daerah induk untuk menyerahkan personal, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D). Dalam banyak hal ternyata tidak semua daerah induk memenuhinya. Data Depdagri tahun 2005 menyebutkan, sebanyak 87,71 persen dari 148 daerah otonom baru belum mendapatkan personel, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D) dari daerah induk.18 Akibatnya banyak kasus deadlock antara daerah induk dan daerah

Page 40: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

20 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pemekarn yang terjadi setelah pemekaran seringkali diselesaikan di depan peradilan.

Kecenderungan yang sama juga terlihat dalam wacana publik yang berkembang. Berbagai kajian tentang proses transisi pengelolaan daerah pemekaran selama ini hanya membidik sisi administrasi semata dan tidak banyak membidik urgensi manajemen transisi, mereka lagi-lagi terjebak pada variabel peran daerah dan aktor lokal sebagai variabel penentu keberhasilan dan kegalan proses transisi pengelolaan daerah pemekaran. Bahkan tak jarang wacana publik yang berkembang justru menyalahkan masyarakat karena dianggap tidak siap menghadapi pemekaran daerah. Padahal, tidaklah masuk akal jika sebuah daerah otonom yang baru saja lahir kemudian dituntut untuk bisa bekerja normal tanpa dibantu oleh daerah induk maupun pemerintah atasannya. Atas alasan ini, manajemen transisi daerah baru hasil pemekran sangat mendesak untuk dirancang secara teliti dan komprehensif serta dilekatkan dalam kebijakan pemekaran. Manajemen transisi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab daerah pemekaran saja tetapi juga melibatkan peran daerah induk, daerah atasan dan pemerintah pusat.

B.2 Merancang Manajemen Transisi Daerah Baru Hasil PemekaranEsensi dari manajemen transisi adalah sebuah desain

manajemen untuk menjamin daerah baru hasil pemekaran mamu untuk mempercepat proses kesiapannya menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom. Desain manajemen transisi ini diperlukan untuk membantu daerah baru hasil

Page 41: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 21

pemekaran untuk memecahkan permasalahan kompleks yang dihadapinya di tengah kemampuan dan pengalamannya yang sangat terbatas sebagai unit pemerintah daerah otonom baru. Kesenjangan (gap) antara permasalahan (problems) sekaligus kebutuhan (needs) dengan kemampuan (capacity) inilah yang dijembatani agar di tahun-tahun awal pembentukannya (terutama 5 tahun pertama) sebuah daerah otonom hasil pemekaran bisa efektif mengembangkan diri dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan dengan baik.

Sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran, sebuah pemerintah daerah otonom pada umumnya menghadapi permasalahan yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan daerah otonom lama. Permasalahan ini terutama mencakup beberapa hal:1. Bidang Pemerintahan

a. Sumberdaya aparatur yang sangat terbatas, baik dari sisi jumlah, kualifikasi administrasi (seperti golongan kepegawaian sebagai prasyarat untuk menduduki jabatan tertentu), serta kualifikasi teknis dan substantif.

b. Sumberdaya fiskal yang sangat terbatas.c. Infrastruktur fisik pendukung proses pemerintahan,

seperti gedung dan peralatan perkantoran.d. Pengalaman lembaga dalam menjalankan fungsi

pemerintahan yang sangat terbatas, bahkan belum adanya kebijakan yang akan diteruskan atau dikembangkan, sehingga harus dibuat kebijakan baru.

Page 42: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

22 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

2. Bidang Ekonomia. Institusi ekonomi seperti pelaku produksi, distribusi dan

keuangan (lembaga keuangan bank maupun non-bank) yang sangat terbatas.

b. Insfrastruktur pendukung pembangunan ekonomi yang sangat terbatas, mulai dari transportasi, komunikasi dan relasi dengan pelaku ekonomi dari luar.

3. Bidang Pelayanan Publika. Insfrastruktur fisik elayanan yang terbatas, seperti rumah

sakit, sekolah, dan pasar.b. Kuantitas dan kualitas aparat yang juga sangat terbatas,

karena mengandalkan transfer dari daerah induk.

4. Bidang Sosial dan Politika. Perebutan sumberdaya antara daerah baru hasil

pemekaran dengan daerah induk maupun daerah tetangga.

b. Perebutan posisi-posisi politik dan birokratik dalam pemerintahan antar kelompok yang ada dalam masyarakat, namun belum ada pelembagaan dan presenden sebelumnya.

c. Pelembagaan manajemen konflik yang belum terbentuk akibat posisi sebagai daerah baru.

Untuk menutup kekurangan yang sangat besar tersebut, daerah baru hasil pemekaran sangat mengandalkan pembagian (transfer) dari pemerintah daerah induk. Padahal sebagaimana

Page 43: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 23

telah dikemukakan di atas, kemampuan daerah induk seringkali sangat terbatas, atau daerah induk enggan untuk menstransfer P3D yang telah diperintahkan oleh UU untuk diserahkan ke daerah baru hasil pemekaran. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah otonomi baru tidak mepunyai kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, yang kemudian mengakibatkan implementasi fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan bisa menjadi lebih buruk dibandingkan tatkala masih menjadi bagian dari daerah induk. Oleh karena itu, manajemen transisi dirancang untuk meminimalisir implikasi negatif dari pemekaran dan untuk mempercepat peningkatan kapasitas daerah pemekaran untuk menjalankan fungsi-fungsi dasarnya.

Berdasarkan pada identifikasi permasalahan di atas, kebijakan transisi harus mengacu pada beberapa prinsip, terutama: 1. Mewajibkan dukungan pemerintah daerah induk, pemerintah

daerah atasan dan pemerintah pusat. Pengembangan manajemen transisi harus memberikan distribusi tanggung jawab yang jelas kepada daerah induk, daerah atasan dan pemerintah pusat yang disertai dengan mekanisme monitoring, evaluasi dan pemberian sanksi sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang pembentukan daerah.

2. Diarahkan pada pemenuhan kebutuhan mendesak daerah pemekaran dan sekaligus diarahkan pada keberlanjutan fungsi pemerintahan. Manajemen transisi ini perlu menegaskan proses dan substansi kebijakan dasar yang harus diprioritaskan daerah otonom baru sesuai dengan urgensi yang ada dalam

Page 44: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

24 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari logika semua dijalankan (humster wheel) tanpa prioritas yang jelas dan menghamburkan energi yang terbatas.

3. Mendayagunakan budaya dan institusi-institusi utama di daerah, sepreti institusi agama, adat dan institusi lokal lainnya dalam menjalankan fungsi kepemerintahanManajemen transisi perlu mengidentiifkasi sumber daya yang ada dalam masyarakat untuk didayagunakan, termasuk kontribusi fisik seperti lahan untuk kantor, maupun kepedulian masyarakat lainnya.

4. Mendayagunakan budaya dan institusi-institusi utama di daerah, seperti institusi agama, adat dan institusi lokal lainnya dalam menjalankan fungsi kepemerintahanDi tengah keterbatasan institusi negara dan kekuatan institusi non-negara yang telah lama ada dan aktif, manajemen transisi harus menempatkan posisi institusi non-negara yang sebalumnya telah aktif untuk terlibat dalam aktivasi fungsi kepemerintahan di daerah baru hasil pemekaran.

5. Sensitif terhadap budaya dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat.Dalam upaya untuk mengaktivasi fungsi kepemerintahan, manajemen transisi harus menghindarkan pemerintah daerah otonom baru berbenturan dengan budaya masyrakat setempat yang bisa memperparah permasalahan yang telah ada. Setiap masyarakat, apalagi masyrakat yang mempunyai interaksi sosial yang relatif terbatas dengan dunia luar, pada

Page 45: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 25

umumnya sangat memegang teguh tradisi dan nilai-nilai spesifik masyarakat setempat. Oleh karena itu, manajmen transisi tidak bisa diseragamkan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.

6. Bersikap adil dan menjamin pemerataan akses kelompok-kelompok masyarakat dalam sistem pemerintahan yang baru.Dalam rangka membantu pemerintah daerah otonom baru untuk membangun dan meningkatkan legitimasi politik secara berkelanjutan, manajemen transisi arus mampu mendorong dan memfasilitasi pemerintah daerah baru mengembangkan proses dan substansi kebijakan yang adil dalam perspektif masyarakat setempat dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok daerah.

7. Membantu pemerintah daerah pemekaran dengan tetap menjunjung otonomi dan demokrasi daerah.Walaupun manajmen transisi mewajibkan pemerintah daerah otonom, pemerintah daerah atasan dan pemerintah pusat untuk terlibat dalam periode transisi, tetapi manajemen transisi harus menjamin otonomi pelaku pemerintahan di daerah pemekaran sehingga mampu mengembangkan kapasitas diri seara berkelanjutan.

Substansi manajemen transisi ini sebagian perlu ditegaskan dalam Undang-Undang pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru, terutama yang berisi kewajiban yang disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya. Tetapi, sebagian substansi

Page 46: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

26 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

manajemen transisi ini lebih menekankan pada komitmen para pihak (pemerintah pusat, pemerintah daerah atasa, pemerintah daerah induk dan masyarakat) untuk mendukung percepatan peningkatan kapasitas daerah baru hasil pemekaran. Perlikau para pihak dalam kebijakan dan manajemen pemerintahan sehari-hari mempunyai kontribusi penting untuk mendukung daerah pemekaran.

CATATAN AKHIR1. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan revisi terhadap PP 129 Tahun

2000 dan masih dalam bentuk RPP tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah tahun 2006 (Draf 8 September 2006). Untuk kepentingan kajian akademik ini, Tim S2 PLOD UGM menggunakan RPP tersebut sebagai basis analisis regulasi, karena kemungkinan besar RPP ini dalam waktu dekan akan ditetapkan menjadi PP sebagai pengganti PP 129 Tahun 2000.

2. R. Alam Surya Putra, Pemekaran Daerah Baru di Indonesia: kasus di Wilayah Penelitian IRDA, makalah disampaikan pada seminar Internasional” Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11-14 Juli 2006.

3. Riwanto Tirtosudarmo, Provinsi Sulawesi Timur: Konflik Komunal dan Pemekaran Wilayah di Sulawesi Tengah, makalah disampaikan pada seminar Internasional “Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11-14 Juli 2006.

4. Potret Lima Tahun Pemekaran Daerah, Jawa Pos, 21 November 2005

5. Mudrajad Kuncoro, Otonomi Dan Pembangunan Daerah, Erlangga, 2004.

6. Pentingnya Mengamankan Wilayah Perbatasan, Kompas, 5 Maret 2005.

7. Dua Pulau Lagi Terancam Dikuasai Malaysia, Kompas, 6 Maret 2005.

8. Wawancara dengan Fachrudin dan Ben Vincent, Anggota Komisi II DPR RI, 30-31 Agustus 2006.

Page 47: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 27

9. Dua Pulau Lagi Terancam Dikuasai Malaysia, Kompas, 6 Maret 2005.

10. Semakin Menjauh Dari Kesejahteraan Rakyat, Kompas, 3 Maret 2006.

11. Ibid.

12. Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu, Kompas, 9 Agustus 2006.

13. R. Alam Surya Putra, Ibid.

14. Ibid.

15. Ibid.

16. Ibid.

17. Presiden Prihatin Pemekaran Akibatkan Perkelahian, Kompas, 05 September 2003.

18. Eka Suaib, Defisit Politik Pemekaran Wilayah, makalah disampaikan pada seminar Internasional “Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11-14 Juli 2006.

19. Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu, Kompas, 19 Agustus 2006.

Page 48: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

28 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

2JALAN DAMAI DARI ILAGA: PENTINGNYA

PEMEKARAN KABUPATEN PUNCAK DARI

KABUPATEN PUNCAK JAYADr. Purwo Santoso, MA.

Nanang Indra Kurniawan, SIP., MPA.

Arie Ruhyanto, SIP.

DAlam mensikapi kuatnya tuntutan untuk berotonomi daerah, pemerintah Pusat selama ini terkesan sangat akomodatif, namun pada saat yang bersamaan tidak

memperlihatkan visi strategisnya dalam mengeola proses desentralisasi. Sebagaimana telah dielaborasi dalam Bab 1, kealpaan visi strategis ini tampaknya bersumber pada paradigma yang lebih menekankan pada pemekaran wilayah sebagai bentuk pemenuhan atas tuntutan daerah (bottom up) dan mengabaikan pemekaran sebagai bagian dari strategi nasional dalam kerangka menghadirkan Indonesia secara lebih kongkrit untuk menjawab sejumlah persoalan strategis nasional di daerah-daerah. Kajian ini mengajak untuk mensikapi usulan pemekaran Kabupaten Puncak

Page 49: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 29

dari Kabupaten Puncak Jaya dengan kerangka fikir strategis yang mengkombinasikan pemenuhan kepentingan strategis nasional, yakni menghadirkan Indonesia secara lebih kongkrit dan utuh dalam raut pemerintahan yang efektif. Untuk itu, dokumen ini akan menelaah kebijakan pemekaran Puncak Jaya menjadi Puncak dari dua aspek, yakni viability (masuk akal tidaknya ataupun penting tidaknya usulan yang diajukan) dan feasibility (kelayakan, yakni bisa tidaknya diwujudkan). Pembahasan dari aspek yang disebut pertama akan disajikan dalam Bab ini, dan telaah dari segi feasilibity akan disajikan di Bab 3.

Kajian Pembentukan Kabupaten Puncak didasari kerangka pikir yang merupakan kombinasi antara dua kepentingan strategis yaitu:

1. Pemenuhan tuntutan strategis daerah dan mencegah separatisme.

2. Pemenuhan kepentingan strategis nasional, yakni meng-hadirkan Indonesia secara lebih kongkrit dan utuh dalam raut pemerintahan yang efektif.

Pemekaran wilayah perlu dikerangkai sebagai upaya menangani persoalan nasional di level lokal. Tanggung jawab akhir memajukan pemerintah daerah ada pada pundak pemerintah pusat. Sehubungan dengan hal ini, perhitungan tentang pentingnya memekarkan Kabupaten Puncak (dari Kabupaten Puncak Jaya) peru dilihat baik dari kepentingan pemerintah pusat maupun kepentingan masyarakat setempat. Kedua perhitungan ini akan disajikan dalam kedua sub-bab berikut ini.

Page 50: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

30 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

A. PEMEKARAN WILAYAH SEBAGAI STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN SEPARATISME DI TANAH PAPUAPapua adalah bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang dalam kurun waktu yang sangat lama dilanda dua persoalan nasional yang sangat serius di daerah: ketidakhadiran pemerintah secara kongkrit, terutama dalam wajahnya sebagai penyedia pelayanan publik; dan persoalan separatisme. Penanganan persoalan ini melalui pendekatan keamanan telah memakan korban dalam jumlah besar, dan menyisakan penderitaan yang sangat mendalam.1 Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk menyelesaikan hal ini selain menempuh kebijakan yang bersifat terarah, komprehensif dan bisa diterima oleh para korban.

Pemekaran Kabupaten Puncak dari Kabupaten Pu n c a k Ja ya , h a r u s diletakkan dalam bingkai besar: penanganan masalah separatisme di Papua2 dan u p a y a - u p a y a u n t u k m e n i n g k a t k a n kesejahteraan masyarakat s e b a g a i b a g i a n d a r i

kewajiban negara. Sebagai kawasan yang dimasa lalu ditengarai sebagai kantong gerakan pro-kemerdekaan di Pegunungan Tengah, Puncak Jaya perlu mendapat prioritas untuk direbut hari dan pikirannya oleh NKRI.

Page 51: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 31

Sebetulnya pemekaran kabupaten Puncak Jaya di masa lalu (dari Kabupaten Paniai (lama)) sudah didasarkan atas pertimbangan tersebut.3 semenjak berlangsungnya model pemerintahan sentralistik Orde Baru, pemekaran wilayah di tanah Papua telah difahami sebagai keniscayaan.4 Tanpa harus menunggu tuntutan derah pemerintah pusat memahami urgensinya membentuk pemerintahan lokal untuk mengoptimalkan jangkauan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.5 Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka proses pemekaran kabupaten ini di masa lalu tidaklah sulit.6

Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD) Universitas Gadjah Mada (2003) mengungkapkan bahwa argumentasi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Orde Baru di masa lalu, yakni memastikan adanya pemerintahan yang efektif dalam menyelenggarakan pelayanan publik di tingkat lokal, masih tetap relevan. Sekalipun demikian, pendekatan yang dilakukan harus sama sekali berbeda dengan pendekatan di masa lalu yang menekankan pada pendekatan keamanan. Karenanya, sangatlah masuk akal kalau pemerintah pusat saat sekarang meneruskan, atau tepatnya menuntaskan kebijakan yang telah dikerangkai sebelumnya. Apalagi momentum bagi terwujudnya hal tersebut terbuka sangat luas.

Dari sudut kepentingan pemerintah pusat, pemekaran Kabupaten Puncak Jaya memiliki dua aspek yang penting untuk dicermati. Pertama, aspek pengembangan kemampuan menjangkau masyarakat yang kecewa, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat, dan karenanya menjadi

Page 52: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

32 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

simpatisan kalau bukan pendukung gerakan separatisme. Untuk mengatasi ini, pemerintah pusat perlu memiliki infrastruktur di tingkat lokal yang efektif menjangkau mereka, dan secara nyata dapat mempersembahkan pelayanan publik sebagaimana dilakukan di bagian lain wilayah Indonesia. Untuk keperluan itulah maka sebuah kabuapten baru, yaitu Kabupaten Puncak, merupakan sebagian dari jawaban yang tepat.

K e d u a , m i n i m i l a s i penggunaan pendekatan represif-militeristik untuk m e nj a wa b p e rs o a l a n asional di tanah Papua. Penerapan pendekatan represif-militeristik di masa lalu, telah membawa bangsa ini gagal untuk menggarisbawahi perlunya pendekatan kesejahteraan s e b a g a i a l t e r n a t i f . Kegagalan pemerintahan sentralistik di masa lalu dalam memahami dan mengelola konteks lokal menjadikan pemerintah pusat terjebak dalam suatu spiral kekerasan dimana ketidakfahaman berbuntut

pada pemaksaan kehendak dan pemaksaan kehendak berkembang

Page 53: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 33

menjadi kekerasan, dan kekerasan dibalas dengan kekerasan, dan kerugian terhadap fihak lain semakin memperkuat motif untuk menggunakan kekerasan. Dalam kaitan ini, urgensi untuk memekarkan Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya adalah untuk memastikan adanya lembaga yang bekerja secara persuasif dalam kendali sipil dengan tujuan yang tetap sama: menjaga integritas nasional Indonesia. Kekuatan persuasi terletak pada kemampuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan dasar yang merupakan hak setiap warga negara. Kedua jenis signifikansi ini akan dipaparkan secara lebih detail berikut ini.

A.1. Memekarkan Kabupaten Puncak Jaya, Memastikan Berlangsungnya Integrasi Damai dalam NKRIStrategi untuk mengupayakan integrasi nasional secara damai

muncul setelah tumbangnya tata pemerintahan sentralistik ala Orde Baru. Hal ini tampak dari perubahan kebijakan penanggulangan separatisme di Papua (dan juga di Aceh) yang dilakukan dengan meminimalkan penggunaan instrumen kekerasan. Di dua Provinsi yang bergolak ini pemerintah pusat memutuskan memberikan perlakukan khusus (assimetrical decentralization). Di Aceh dikembangkan Pemerintahan Nagroe Aceh Darussalam, sementara di Papua diberlakukan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Skema kebijakan ini dirumuskan dalam UU No. 21 Tahun 2001.

Pemberian otonomi khusus kepada Papua dimaksudkan agar pemerintah lebih bisa menjangkau rakyatnya dalam raul pelayanan publik. Sebagai konsep, sebagaimana hasil wawancara

Page 54: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

34 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dan FGD kami dengan berbagai pihak di Papua kebijakan dasar otonomi khusus diterima dengan baik oleh masyarakat meskipun masih dengan sedikit reserve.

Ada cukup alasan bagi tokoh-tokoh Papua untuk meragukan keseriusan pemerintah pusat. Sebagian terkait dengan masa lalu. Kebrutalan pendekatan represif-militeristik di masa lalu tidak mudah dilupakan. Sementara angka-angka statistik kependudukan, telah membawa sejumlah tooh pada kesimpulan adanya praktek genocide di masa lalu. Kecurigaan ini diungkapkan secara halus oleh Ketua MRP dengan memperbandingkan jumlah penduduk Papua dengan penduduk Papua New Guinea (PNG).

“Pada tahun 1969, jumlah penduduk Papua mencapai 800 ribu sampai 1 juta orang. Di PNG 700-an orang. Tapi setelah 40 tahun di PNG naik sampai 7 juta jiwa, kami di Papua hanya di bawah 2 juta jiwa. Ada apa? Kenapa? 40 tahun ada apa di PNG?”7

Keabsahan rasa curiga di atas memang mudah diperdebatkan. Klarifikasi bisa dengan mudah dilakukan. Data sensus tahun 1971 menunjukkan jumlah penduduk PNG kira-kira tiga kali lebih banyak dibandingkan penduduk Papua. Saat itu, jumlah penduduk Irian Barat adalah 837.000 jiwa, sedang PNG mencapai 2.450.000 jiwa.8 Tetapi Konfirmasi semacam ini tidak terlalu banyak menolong dalam sebuah masyarakat yang memiliki trauma masa lalu yang serius. Karenanya, yang lebih penting dilakukan pemerintah adalah menyiapkan infrastruktur yang diperlukan bagi terlaksananya kebijakan otonomi kusus yang masih terus tersendat-sendat perjalannya.

Page 55: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 35

Diskusi dengan berbagai kalangan di Papua mengungkapkan masih kuatnya keraguan atas komitmen pemeirntah pusat dalam kaitannya dengan Otsus. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan Tim Peneliti juga menangkap luasnya dukungan atas kebijakan solusi damai bagi permasalahan separatisme.9 Pada titik inilah, keseriusan pemeirntah untuk menempuh jalan solusi damai sangatlah ditunggu-tunggu.

Terlepas dari persoalan komitmen untuk mewujudkan skenario penanganan secara damai, pemerintah berhadapan dengan kendala yang sangat serius dalam mengimplementasikan kebijakan Otsus yang ditetapkan. Otsus terancam gagal karena tidak dirumuskan kapasitas kelembagaan pemerintahan, termasuk di dalamnya tidak hadirnya kepemimpinan untuk menjabarkan visi ke dalam serangkaian misi yang terpadu dan terarah. Satu-satunya instrumen yang diandalkan adalah dana.10 sementara distribusi dana yang tidak disertai dengan kapasitas pengorganisasian yang memadai justru telah menimbulkan persoalan-persoalan baru.11

Dalam sebuah review-nya, Program Pascasarjana Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada (S2 PLOD-UGM) menyimpulkan bahwa kebijakan otonomi khusus tidak mudah dijalankan sebagaimana mestinya karena rapuhnya instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah. Lebih lanjut dikatakan, otonomi khusus adalah jalan sempit yang harus dilampaui oleh pemerintah pusat untuk tetap memiliki kedaulatan di tanah Papua. Ketidaktuntasan implementasi kebijakan otonomi khusus dikhawatirkan akan mengembalikan tingkat ketidakpercayaan masyarakat Papua pada level yang berpotensi membangkitkan

Page 56: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

36 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

kembali secara kuat keinganan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).12

S i g n i fi k a n s i d a r i d i b e r l a k u k a n n y a k e b i j a k a n o t n o m i khusus bagi Papua adalah dicanangkannya s u a t u p e n d e k a t a n damai dalam menangani persoalan separatisme oleh pemerintah pusat. Untuk itu, ada beberapa hal yang penting untuk dicatat.

P e r t a m a , pemerintah memberi ruang yang leluasa bagi ekspresi budaya lokal melalui pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Lembaga ini

merupakan representasi kultural masyarakat Papua, yang berisikan tiga komponen, yakni unsur agama, adat dan perempuan. Meskipun proses institusionalisasi MRP masih jauh dari tuntas, lembaga ini mengisyaratkan adanya pengakuan diberlakukannya adat sebagai pilar penyelenggaraan pemerintahan lokal, disamping pengakuan terhadap peranan lembaga-lembaga keagamaan dan perempuan.

Page 57: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 37

Kedua, melalui kebijakan otsus pemerintah pusat mengisyaratkan komitmennya untuk melakukan berbagai langkah percepatan untuk mengejar ketertinggalan Papua dari wilayah-wilayah lain di Indonesia. Untuk itu dialokasikanlah Dana Otsus. Dana ini diperuntukkan bagi pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi lemah dan infrastruktur jalan. Adanya pemerintahan daerah yang baru, dengan agenda yang jelas dan tata kelembagaan yang memadai, kiranya akan memungkinkan dana otsus untuk lebih bisa menjawab empat persoalan pokok papua tersebut.

Ketiga, seiring dengan berlangsungnya pergeseran strategi yang lebih mengedepankan sisi kesejahteraan rakyat, maka secara hipotesis pendekatan keamanan yang diberlakukan di masa lalu akan semakin dikurangi hingga mencapai level minimum.

Sehubungan dengan hal tersebut maka ada beberapa hal yang penting untuk dikemukakan. Yang paling pokok adalah bahwa telaah tentang urgensi mendirikan Kabupaten Puncak13 perlu lebih mendapatkan perhatian penting dalam penentuan kebijakan pemerintah pusat. Demikian pula, kesulitan pemerintah pusat dalam mencapai misi kebijakan Otsus terletak pada instrumentasi kebijakan. Dari segi ini, upaya untuk mendirikan Kabupaten Puncak merupakan upaya pengembangan instrumen kebijakan untuk mencapai misi yang telah ditetapkan. Kehadiran dan berkembangnya kapasitas pemerintah daerah yang baru ini diharapkan bisa mengatasi isolasi geografis dan isolasi lain yang mengikutinya.

Page 58: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

38 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

A.2. Memekarkan Kabupaten Puncak Jaya, Menyempurnakan Jangkauan Negara Terhadap RakyatnyaDalam rangka menanggulangi tuntutan pemisahan diri

(pro-kemerdekaan) pemerintah pusat perlu melakukan upaya serius untuk menjamin bahwa masyarakat di daerah bergolak ini merasakan manfaat nyata menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemekaran wilayah, dalam konteks ini, difahami sebagai pra-kondisi14 yang membuka kemungkinan bagi masyarakat Puncak Jaya untuk bisa merasakan hal itu. Mengapa Demikian? Pemerinth sebetulnya belum pernah hadir secara komprehensif dan efektif di banyak penjuru tanah Papua.

Pernyataan bahwa negara tidak ahdir secara komprehensif di berbagai pedalaman Papua, termasuk di Pegunungan Tengah tidak mudah difahami, terutama oleh masyarakat di luar papua yang kehidupan normalnya taking for granted tentang berperannya negara. Tetapi penelitian lapangan yang dilakukan oleh Tim di kawasan Puncak Jaya, termasuk Ilaga dan Beoga yang diusulkan sebagai calon ibukota Kabupaten Puncak memastikan situasi kealpaan negara di kawasan ini. Di pedalaman Papua, negara menjadi institusi yang daya jangkaunya secara riil sangat rendah, bahkan hampir tidak mampu memainkan perannya dalam kehidupan publik. Kehadiran negara yang tidak efektif ini bisa dilihat dari minimnya penyediaan pelayanan publik, semisal kesehatan dan pendidikan, infrastruktur dasar, serta rendahnya ketersediaan kesejahteraan sosial lainnya.

Dengan wilayah geografis yang luas dan penduduk yang tersebar, pelayanan pendidikan di Puncak Jaya masih sangat terbatas. Puncak Jaya hanya memiliki sekitar 63 buah Sekolah

Page 59: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 39

Dasar dan 1 buah Sekolah Menengah Pertama dan 1 buah Sekolah Menengah Umum.15 Ini masih ditambah dengan persoalan keterbatasan jumlah guru. Selain itu sebagian besar bangunan sekolah masih bersifat darurat, meskipun untuk beberapa sekolah sudah diperbaiki fondasinya dengan semen.

Pelayanan kesehatan juga mengalami persoalan yang sama, yaitu keterbatasan infrastruktur dan jumlah pelayanan medis. Sebelum dimekarkan dari Paniai, pelayanan kesehatan di Puncak Jaya dokter masih sangat minimalis. Bahkan kemudian muncul istilah dokter musiman, yang hanya datang ke Puncak Jaya setahun 1-2 kali. Meskipun kini jumlah dokter sudah meningkat menjadi sekitar 12 orang dan ditambah dengan beberapa tenaga spesialis, akan tetapi jumlah ini masih jauh dari mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan di Puncak Jaya, apalagi jika kondisi wilayah diperhitungkan. Ceritera tentang minimalnya pelayanan publik di Puncak Jaya tersebut menunjukkan betapa lemahnya eksistensi negara.

Yang selama ini hadir secara efektif di kawasan pegunungan tengah, termasuk di Puncak Jaya, justru adalah institusi gereja. Posisi penting Gereja di Tanah Papua termasuk di Puncak Jaya dan Ilaga, berakar dari aktivitas penyebaran agama Katholik (Misionaris, 1905) dan Protestan (Zending, 1930). Masuknya kedua ajaran agama ini membawa perubahan besar pada kehidupan masyarakat setempat baik secara budaya, perilaku dan pola kehidupan sehari-hari. Institusi ini menjadi penentu dari banyak perubahan, termasuk dalam meletakkan fondasi bagi pembangunan di hampir semua bidang kehidupan masyarakat. Berbeda dengan institusi gereja yang hadir secara kongkrit setiap

Page 60: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

40 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

hari, tanda-tanda keharidan pemerintah, bahkan pemerintah Belanda sekalipun, hampi-hampir tidak ditemukan baik secara fisik, maupun dalam memory collective masyarakat.

Para misionaris dan zending tidak sekedar membawa misi penyebaran agama. Mereka sekaligus menjalankan pemerintahan (dalam artian governance) dalam berbagai raut, seumpama pelayanan dasar publik, pemberdayaan masyarakat dan dalam pembentukan batas-batas administrasi kependudukan yang dikenal sebagi wilayah pelayanan gereja. Ketika misi awal para misionaris dikembangkan di Papua, selain memperkenalkan keyakinan agama, mereka juga membawa serta pendidikan kesehatan, pertukangan dan cara bercocok tanam. Hal ini dilakukan melalui pendirian sekolah-sekolah dan mendatangkan guru-guru dari luar Papua, pendirian balai-balai kesehatan, pelatihan pertukangan, peternakan, perkebunan, dan menjahit serta bercocok tanam. Di samping itu gereja telah menjadi katalis dalam mengkondisikan masyarakat secara spatial yang memungkinkan terbentuknya sistem permukiman dan cikal bakal tata pemerintahan yang lebih kompak. Dimana ada gereja, maka di situ bisa ditemukan kampung sebagai salah satu bentuk pemerintahan masyarakat secara lebih modern. Misionaris juga merupakan pelopor dalam membuka isolasi melalui perintisan jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau penerbangan reguler.16 Terlepas dari berbagai kelemahan yang kini membelitnya, semisal keterbatasan sumber daya, tidak ada organisasi-organisasi modern lain yang memiliki penetrasi lebih dalam daripada gereja di kawasan ini.17

Page 61: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 41

Hanya saja perlu dipertegas sejak awal, bahwa upaya untuk menuntaskan jangkauan pemerintah terhadap masyarakat tidak harus diartikan pengambilalihan peran tradisional gereja di kawasan ini. sebaliknya dalam prinsip governance pemerintah justru harus mampu menggandeng pihak-pihak lain termasuk gereja untuk bersinergi memajukan kesejahteraan masyarakat Papua.

Hingga saat ini, kalaupun pemerintah hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, kehadirannya m a s i h b e r s i f a t disproporsional. Pemerintah lebih banyak terlihat dalam wajah represif yang ditandai oleh adanya opreasi militer dan kehadiran fisik militer yang jauh lebih masif dibandingkan di daerah-

daerah lain di Indonesia Saat ini di Papua terdapat sekitar 12.000 tentara.18 dengan jumlah penduduk sekitar 2 juta jiwa, rasio antara tentara banding penduduk di Papua adalah sekitar 1:160, jauh di atas rasio pada level nasional yang hanya 1:400. Angka ini belum termasuk jumlah aparat polisi sekitar 2000-2500 orang dan dipastikan akan terus membesar seiring dengan rencana pembentukan divisi baru Kostrad di Papua yang akan menambah sekitar 15.000 tentara19. Kondisi semacam ini semakin mengentalkan representasi engara dalam wajah represifnya dan

Page 62: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

42 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

justru telah menjadi salah satu sebab kuatnya resistensi sebagian masyarakat terhadap gagasan tentang ke-Indonesiaan.

Wajah lembut pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik, utamanya dalam pelayanan dasar bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan ekonomi lemah, dan pengembangan infrastruktur masih belum bisa dirasakan. Padahal kehadiran dalam sosok inilah yang selama ini sangat didambakan. Bagaimana masyarakat bisa terpikat hatinya jika sisi pemikatnya tidak pernah dirasakan?

Memang tidak mudah menerima argumentasi p e n t i n g n y a mengoptimalkan jangkauan negara di daerah pedalaman yang seterisolir Puncak Jaya, kecuali bagi mereka yang telah merasakan atau memiliki imajinasi untuk

membayangkan sulitnya hidup terisolasi, luput dari jangkauan negara modern: NKRI. Urgensi menjangkau publik dengan menghadirkan negara secara lebih kongkrit di Puncak hanya bisa dirasakan kalau kita sangup menanggalkan mindset yang mengandaikan telah siapnya sarana dan prasarana mencapai tujuan-tujuan kolektif secara efisien. Dalam situasi terisolir seperti di pedalaman Puncak Jaya, sarana dan prasarana belum terbentuk, bahkan praktis tidak tersedia. Segala sesuatu harus dimulai dari fase instalasi awal yang membutuhkan investasi finansial sangat besar. Sementara itu, logika umum yang

Page 63: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 43

berkembang dalam upaya mewujudkan pelayanan publik mengadalkan bahwa sistem telah tersedia dan bisa menempuh cara kerja efektif dan efisien tanpa memperhitungkan kebutuhan biaya untuk membangun sistem. Hal ini harus berhadapan dengan realitas obyektif dan dambaan masyarakat Puncak sebagaimana diekspresikan mereka dalam pertemuan dengan Tim Peneliti, yakni kehadiran suatu sistem yang memungkinkan mereka ikut menikmati manfaat sistem modern.

Prayasarat untuk bisa menjangkau masyarakat yang terisolir adalah membangun sistem melalui investasi yang sifatnya infrastruktural. Artinya, sistem harus diadakan tanpa terlebih dahulu melakukan spesifikasi aktor-aktor yang nantinya memetik keuntungan. Kesulitan pokok kita adalah bahwa sebagian dari kita menggunakan mindset yang justru mempersoalkan efisiensi dan manfaat dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk membangun sistem. Sebagaimana diargumentasikan dalam Bab 1 kebutuhan membangun sistem ini, dilihat dari kacamata kepentingan dan kewajiban nasional, tidak dapat dan tidak boleh dituntun oleh logika efisiensi penggunaan sumber daya termasuk logika finansial semata-mata. Sebaliknya, ia harus diletakkan dalam kerangka kepentingan nasional, yakni memperkuat integrasi nasional dengan cara membangun rasa ke-Indonesiaan yang lebih nyata pada masyarakat lokal. Nilai ekonomi dari pembangunan sistem, akan tetapi diperhitungkan, tapi setelah infrastruktur dibangun. Dalam hal ini, adanya infrastruktur atau sistem mesti diperlakukan sebagai prasyarat untuk mengatasi problem isolasi yang menjadi salah satu kondisi yang memfasiliasi berkembangnya ide tentang separatisme.

Page 64: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

44 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Sejumlah narasumber yang terdiri tokoh gereja, guru senior, kepala kampung, dan kepala suku dalam pertemuan dengan Tim Peneliti, dengan bahasanya sendiri-sendiri mengungkapkan, sudah lebih dari 61 tahun Indonesia merdeka, sudah banyak bupati yang berkuasa, tapi masih rakyat Puncak tak sedikitpun mengalami perubahan. Kesemuanya bersumber dari sebab yang sama: ketiadaan sistem dan infrastruktur yang fungsional dalam men-delivery barang-barang publik kepada masyarakat.

Kalaupun kita berhak berpikir dengan mindset kemapanan, kita bisa dengan mudah mengalami kebingungan. Hubungan antara isolasi geografis dengan kesiapan suatu pemerintahan daerah untuk dimekarkan bisa dianalogikan dengan hubungan antara telur dan ayam yang membentuk lingkaran setan (vicious circle). Kita tidak akan pernah dapat menentukan mana awal dan akhir, mana penyebab dan mana akibat. Karenanya, penelitian ini mengusulkan agar respon pemerintah terhadap usulan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, harus tetap mengacu pada misi dasar dari sudut kepentingan nasional: menjangkau warga negara, meastikan sampainya pelayanan publik, sebagai bagian integral dari kepentingan nasional untuk merebut hati dan pikiran masyarakat pedalaman Papua. Inilah cara, yang menurut kami, akan memutus lingkaran setan tersebut.

Mendirikan Kabupaten baru, dalam hal ini Kabupaten Puncak, sama artinya dengan membangun instalasi baru untuk memastikan agar misi pemerintah pusat bisa diwujudkan di tingkat lokal. Inilah yang dibayangkan oleh masyarakat lokal. Dalam pertemuan dengan Tim Penelti, kehadiran pemerintah baru sering dipertukarkan, bahkan diidentikan dengan kehadiran

Page 65: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 45

pendidikan, kesehatan, penerangan dan infrastruktur dasar serta lapangan kerja. Hal ini sangat masuk akal, pertama-tama kareana mereka bercermin dari pengalaman distrik tetangganya, Mulia yang kini menjadi ibukota Puncak Jaya; dan kedua, bisa dipastikan, kegiatan pelayanan yang sifatnya teknis operasional bisa berjalan hanya kalau instalasi tersebut telah siap. Instalasi ini perlu segera disiapkan dengan melalui keputusan politik berupa penetapan Undang-undang mengenai Pembentukan Kabupaten Puncak, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten puncak Jaya.

B. PEMEKARAN PUNCAK JAYA: JALAN DAMAI YANG DIPERSIAPKAN MASYARAKATAdanya usulan pemekaran wilayah di Papua, terutama di

Puncak Jaya, mengisyaratkan masih terbukanya kesempatan bagi Pemerintah NKRI untuk bisa merebut hati dan pikiran warga Papua, setelah sekian lama memendam kekecewaan dan perasaan diperlukan secara tidak adil. Informasi yang berhasil dihimpun oleh Tim Peneliti selama 1 hari berada di Papua memastikan, bagi sebagian besar penduduk pedalaman Papua, khususnya di Puncak Jaya, berkeinginan untuk mendirikan kabupaten baru sebagai wujud komitmen untuk memecahkan masalah separatisme secara damai. Salah seorang narasumber memberikan metafora dalam bahasa Damal yang menarik untuk disimak: “kamis sudah berketetapan mendirikan Honai, kami akan membuat sendiri parit untuk melindunginya, dan jika ada atap yang bocor, kami akan memperbaikinya sendiri”. Sebuah komitmen damai yang bahkan telah diwujudkan mereka dengan cara “membersihkan sarang semut dan sarang laba-laba”20 sehingga kini tidak lagi

Page 66: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

46 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

bermarkas di Ilaga dan sekitarnya, tapi telah bergeser mendekati Mulia, ibukota Puncak Jaya. Mengapa demikian? Masyarakat di Puncak Jaya sebagaimana disampaikan dalam pertemuan dan pembicaraan terpisah, percaya bahwa kekerasan bukanlah pilihan terbaik yang tersedia. Ini bisa dilihat dari beberapa hal.

Pertama, keinginan untuk membentuk kabupaten baru adalah cerminan bahwa pemerintah pusat masih diberi kesempatan oleh masyarakat lokal untuk merebut simpati dari masyarakat. Mengingat begitu mendalamnya rasa tidak percaya (distrust) di masa lalu masyarakat, hal ini adalah peluang emas yang harus secara optimal dimanfaatan. Sejauh ini masyarakat setempat bertekat untuk menjadi bagian dari NKRI dengan catatan harapan-harapan mereka bisa terkabul. Harapan mereka sangat sederhana: pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan dan penerangan. Kesemuanya, diyakini akan bisa terwujud jika dan hanya jika mereka memiliki kabupaten tersendiri. Kesimpulan ini mereka dapatkan dari pengalaman Mulia, sebuah distrik kecil yang jauh lebih tertinggal yang kini menjadi ibukota Puncak Jaya yang kni dapta menikmati berbagai pelayanan dasar di atas. Dengan logika berpikir seperti di atas, kehadiran struktur pemerintahan di calon Kabupaten Puncak diharapkan akan memunculkan dan memperkuat attachment terhadap NKRI. Dalam konteks ini, Pemerintah Pusat diuji keseriusannya untuk menanggalkan strategi represif-militeristik dan memberlakukan strategis baru, yakni menghadirkan sisi lembut pemerintah sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pelayanan publik.

Pemekaran telah menjadi wacana serius, bahkan “a must” di level grassroots, baik di Honai maupun gereja. Ketika Tim

Page 67: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 47

Peneliti menghabiskan malam di daerah Ilaga, kami menyaksikan bahwa wacana tentang kabupaten baru menyebar merata pada semua tingkat usia dan sembarang orang. Bahkan salah seorang polisi yang berasal dari Jawa yang sudah 7 tahun bertugas, mengekspresikan harapan yang sama pada salah satu anggota tim. Salah seorang guru, dalam kesempatan waawncara dengan Tim Peneliti mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir ini, inti pembicaraan dalam Honai laki-laki berkisar pada beberapa masalah publik penting: ancaman minuman keras dan HIV/AIDS (dan juga untuk beberapa saat, sirih, dan pinang) dan kabupaten baru. Tidak mengherankan jika salah satu agenda yang diusulkan oleh warga dalam pertemuan dengan Tim Peneliti adalah melarang masuknya minuman keras ke wilayah kabupaten baru jika sudah terbentuk.

Hadirnya kabupaten baru sebagai wacana publik yang penting s a n g a t m d u a h dimengerti. Aspirasi u n t u k m e m i l i k i kabupaten tersendiri sebetulnya sudah lama digagas. Wacana tentang “ m e nj a d i e n t i t a s pemerintahan sendiri” bahkan sudah menjadi memori kolektif yang direpro duksi terus

Page 68: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

48 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

menerus di dalam masyarakat mulai dari orang tua sampai anak-anak kecil. Persoalannya keinginan untuk memiliki kabupaten sendiri selama ini hanya berujung pada mimpi yang tak kunjung terealisasi. Akibatnya, meskipun ada harapan yang besar akan lahirnya “pemerintahan sendiri”, kini mulai tumbuh benih-benih kejenuhan di dalam masyarakat yang disebabkan tidak adanya realisasi kabupaten bar ini. Hal ini diekspresikan bukan saja oleh rakyat kebanyakan yang tidak terdidik, tapi juga oleh elit politik seumpama pimpinan dan anggota DPRD, pimpinan gereja setempat, dan mantan wakil bupati.

Besarnya harapan untuk mendapatkan “pemerintahan sendiri” di Ilaga sebenarnya, dalam sejarahnya sudah tumbuh kuat ketika ada pemekaran Kabupaten Paniai yang melahirkan Kabupaten Puncak Jaya. Ilaga, yang menjadi calon ibukota Kabupaten Puncak, bahkan telah dipersiapkan untuk menjadi ibukota Kabupaten Puncak Jaya pada masa itu. Salah satu alasan utama dipilihnya Ilaga adalah karena wilayah ini sejak jaman kolonial telah dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan di wilayah Pegunungan Tengah. Ilaga merupakan ibukota distrik dalam Karesidenan Pegunungan Tengah yang membawahi Mulia, Beoga, dan Sinak21. Pada saat penyerahan kedaulatan dari Belanda ke RI tahun 1969, infrastruktur pemerintahan di Ilaga cukup memadai, termasuk kanotr dan fasilitas pemerintahan lainnya. hal ini terus bertahan hingga tahun 1974 ketika Ilaga ditetapkan sebagai distrik. Namun infrastruktur pemeirntahan di Ilaga porakporanda akibat beberapa kali terjadi kerusuhan yang cukup massif, diantaranya tahun 1977, 1982, 2001, dan 2004 yang lalu. Kantor-kantor pemerintahan dan rumah-rumah penduduk

Page 69: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 49

dibakar, bahkan banyak penduduk terbunuh.22 kendala keamanan ini pulalah yang menjadi sebab batalnya penempatan Ibukota Puncak Jaya di Ilaga. Pembatalan ini, sangat mengecewakan dan menjadi alsan munculnya tuntutan masyarakat untuk memindahkan ibukota Puncak Jaya dari Mulia ke Ilaga, sejak tahun 2000, yang kemudian menghidupkan kembali harapan lama untuk memiliki kabupaten sendiri.

Sekalipun telah berulang-kali dikecewakan, kehendak untuk mewujudkan kabupaten baru di Ilaga dan sekitarnya tetaplah menjadi cita-cita masyarakat di sana. harapannya masih tetap sama: kehadiran kabupaten baru akan membawa mereka pada kehidupan yang lebih maju, lebih baik, lebih modern. Hal ini misalnya tercermin dari keinginan untuk mengatasi persoalan migrasi anak-anak muda ke Mimika (banyak diantara mereka yang meninggal di perjalanan), akses jalan yang sama sekali tidak tersedia, gedung-gedung pemerintah, dan lain-lain.23 Adanya kehendak serta kebutuhan masyarakat utnuk mewujudkan kabupaten baru di Ilaga, harus dibaca sebagai bukti bahwa pemerintah pusat kembali diberi kesempatan utnuk merebut simpati dari masyarakat. Keinginan ini tidak bisa dibaca sebaliknya, sebagai ekspresi dari kehendak segelintir elit lokal, sebagaimana terjadi di sejumlah kawasan lainnya, yang haus kekuasaan. Hal ini perlu dipertegas karena, berbeda dengan daerah lainnya yang menuntut pemekaran, tuntutan masyarakat Puncak disamping bersifat merata juga diikuti oleh kesediaan berinvestasi secara nyata dalam skala yang sangat besar. Tanpa menunggu jadi dan tidaknya pemekaran kabupaten dari pemerintah, masyarakat adat lewat kepala suku, telah menghibahkan tanah seluas lebih

Page 70: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

50 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dari 3 juta meter persegi – disertai dokumen yang jelas – bagi kepentingan pembangunan perkotaan baru. Demikian pula, hasil wawancara kami dengan PT Bukit Senyum sebagi pengerjaan jalan24 di Illaga menyajikan informasi yang sangat luar biasa: mereka bukan saja tidak menghadapi persoalan apapun dengan masyrakat lokal, tapi lebih lagi masyarkat lokal dengan suka rela, tanpa melibatkan ganti rugi, merelakan kebun ataupun Honai mereka dirobohkan demi kepntingan membuka badan jalan. Kemewahan yang sama juga dinikmati masyarkaat pendatang: mereka mendapatkan tanah secara cuma-cuma untuk berbagai kepentingan.

Dukungan kongkrit dalam bentuk pemberian tanah untuk kepentingan publik di atas hanya bisa dibaca sebagai pemberian kesempatan pada pemerintah nasional untuk berbuat sesuatu untuk merebut hati dan pikiran masyarakat apabila kita menempatkan dalam konteks budaya masyarakat Damai dan pegunungan tengah secara umum, yang menempatkan posisi keutamaan tanah sebagai identik dengan ibu dan susu ibu mereka.25 Dukungan, seperti yang akan disampaikan pada bagian berikut ini, tidak hanya berhenti pada pemberian tanah secara cuma-cuma.

Kedua, masyarakat sudah mengkondisikan rute damai, rute non kekerasan sebagai jalur rekonsiliasi yaitu melalui pemekaran. Sejak lama daerah Ilaga pernah dikenal sebagai daerah “merah” di mana gerakan perlawanan rakyat Papua (TPN/OPM) hadir dengan sangat jelas dan terbuka. Titus Murib26 adalah salah satu pimpinan gerakan ini adalah warga Ilaga yang antara lainnya pernah terlibat dalam kasus “penyanderaan Mapanduma”27 tahun 1996 dan perampasan senjata TNI atau Polri di satu dua tempat di wilayah Kabupaten Puncak Jaya. Keberadaan Titus Murib cs

Page 71: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 51

sangat meresahkan warga karena aksi-aksinya kerap kali memicu benturan dengan TNI dan ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban.

Kegagalan Ilaga menjadi ibukota Puncak Jaya akibat persoalan keamanan yang dilahirkan OPM pada akhirnya telah membuat masyarakat di Ilaga berefleksi. Mereka menyadari, ketidakhadiran “pemerintahan sendiri” di Ilaga adalah akibat dari aksi perusakan dan kekerasan yang dilakukan OPM. Karenanya, mereka lalu mulai berpikir tentang pentingnya untuk menghadirkan lingkungan sosial yang kondusif sebagai pra-syarat untuk mewujudkan mimpi menghadirkan “pemerintahan sendiri”.28 Mereka dengannya, secara sadar berusaha untuk memenuhi tuntutan pemerintah pusat berupa penciptaan rasa aman sebagai syarat politik bagi dipenuhinya harapan mereka untuk menjadi kabupaten baru. Bagi masyarakat, sebagaimana yang terekam dalam pertemuan dengan Tim Peneliti, yang terpenting kini adalah menciptakan keamanan untuk membangun pemerintahan, bukan menghadirkan pemerintahan, lewat wajahnya yang opresif, untuk menciptakan keamanan.

Page 72: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

52 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Refleksi di atas diwujudkan melalui upaya serius masyarakat dan tokoh-tokohnya untuk menciptakan keamanan yang lebih berkelanjutan. Dalam rangka mengkondisikan skenario damai ini masyarakat Distrik Ilaga, Beoga, dan sekitarnya telah berupaya “membersihkan” apa yang mereka sebut sebagai “sarang semut” dan “sarang laba-laba” (idiom untuk menyebut TPN/OPM) dari daerah mereka.29 Saat ini kondisi di calon Kabupaten Puncak dan distrik-distrik di sekitarnya telah kembali aman. Konfirmasi yang diberikan pihak kepolisian baik di Ilaga maupun di Mulia, serta konfirmasi dari Sekda Puncak Jaya menegaskan bahwa gerombolan OPM kini telah memindahkan basis gerakan mereka hanya beberapa belas kilometer dari Mulia, Ibukota Puncak Jaya. Jika pengambilan posisi masyarakat ini kita maknai sebagai “tawaran damai”, maka menjadikan Ilaga sebagai ibukota kabupaten baru akan memberikan jaminan lebih baik bagi terciptanya stabilitas keamanan yang lebih langgeng di daerah ini.

Page 73: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 53

Bagi masyarakat, rute damai/rute non kekerasan yang ditawarkan melalui keinginan pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya diharapkan bisa mengatasi persoalan ekonomi dan sosial. Ketertinggalan di calon Kabupaten Puncak dan di sekitar daerah-daerah Papua lainnya adalah akibat isolasi hampir total— kecuali melalui udara dan jalan setapak yang membutuhkan perjalan berhari-hari untuk menjangkau kota terdekat, Mimika yang hingga kini belum tertembus. Dengan dijadikannya Ilaga sebagai ibukota kabupaten baru diharapkan kendala isolasi ini dapat di atasi. Dengan ini, denyut pembangunan yang selama ini belum menjangkau Ilaga diharapkan dapat mulai dirasakan oleh masyarakat. Hal ini pula yang menjadi motivasi utama tuntutan pendirian kabupaten baru di Ilaga.

Tuntutan ini didukung oleh posisi strategis Ilaga yang secara sosiologis berperan penting dalam perjalanan sejarah sosial di kawasan Pegunungan Tengah. Ilaga merupakan kawasan persilangan migrasi penduduk kawasan pegunungan tengah sekaligus basis bagi pengembangan pelayanan gereja. Ilaga merupakan daerah pioneer bagi pengembangan kawasan di sekitarnya yang dimotori oleh Gereja.30 Lebih lagi, Ilaga merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan Mimika yang secara tradisional sudah terhubungkan melalui jalur jalan setapak yang digunakan masyarakat untuk mengadu nasib di daerah perkotaan.

Ketiga, persiapan masyarakat sudah mencapai tingkat kematangan. Kematangan ini bisa dilihat sebagai yang tepat bagi pemerintah pusat untuk mengatasi persoalan separatisme yang muncul di sana. Hal ini disebabkan karena keputusan pemerintah

Page 74: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

54 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

untuk memekarkan Puncak Jaya akan bersambungan secara langsung dengan kemauan masyarakat untuk bergabung dan mendukung NKRI. Kalau dalam situasi ini pemerintah terlambat, apalagi salah mengantisipasi kematangan ini, maka situasinya kiranya justru akan membusuk (memburuk), dan sangat sulit untuk dipulihkan lagi.

Indikasi kematangan ini bisa dilihat dari beberapa hal:

1. Kohesivitas sosial masyarakat sangat tinggi dalam mendukung pemekaran.

Tidak satu suarapun yang menentang gagasan ini terdengar, baik di lingkungan mahasiswa asal Puncak Jaya yang ada di Jawa, tokoh-tokohnya di Jayapura, apalagi di lingkungan masyarakat di calon Kabupaten Puncak dan Mulia. Demikian pula, kohesivitas masyarakat dapat dilihat dari kesediaan masyarakat untuk melakukan pengorbanan banyak hal untuk mensukseskan pemekaran. Misalnya, masyarakat dengan iklas dan antusias menyerahkan tanah mereka seluas 3.850.000 m2 untuk digunakan bagi kepentingan pembangunan kantor-kantor pemerintahan dan infrastruktur lainnya yang mendukung perkembangan dan pembangunan di Ilaga.31 Hal ini sangat berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Papua dimana persoalan tanah menjadi salah satu hambatan mendasar bagi bekerjanya pemerintah lokal.

Page 75: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 55

2. Di Puncak Jaya, dan terutama di Ilaga, sentimen terhadap Pemerintah Pusat tidak sebesar di daerah Papua lainnya.

Berbeda dengan di daerah dataran rendah dan pesisir Papua yang melihat Jakarta sebagai persoalan, masyarakat di Puncak Jaya, khususnya di calon Kabupaten Puncak sama sekali tidak berangkat dari praduga yang keras terhadap Jakarta. Hanya saja, perlu digaris-bawahi, persepsi semacam ini bisa cepat bertukar, jika kabupaten baru yang didambakan tidak kunjung terwujud. Dalam konteks inilah, timing menjadi sesuatu yang krusial. Dalam taraf tertentu, ketidaksukaan mereka terhadap OPM juga tinggi karena dicitrakan sebagai kelompok yang merusak dan membakar terhadap sarana-sarana umum. Padahal masyarakat disana mencitakan kehadiran sosok pembangunan dalam wujud yang kongkrit seperti jalan, gedung, mobil, dan lain-lain. Inilah yang mendorong masyarakat untuk mengusir OPM dari Ilaga. Semangat masyarakat untuk mengusir OPM ini bisa dilihat sebagai keinginan untuk menjadi bagian Indonesia. Ilaga yang sangat dekat berinteraksi dengan OPM (menjadi daerah basis) tetapi justru tidak bersimpati terhadap OPM. Bahkan seorang kepala suku di Ilaga mengandaikan kemauan masyarakat disana untuk bergabung dengan NKRI lewat pengandaian bahwa ada “nona cantik dari Jakarta yang siap dikawinkan dengan laki-laki dari Ilaga”. Ini untuk mengatakan bahwa

Page 76: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

56 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

masyarakat Ilaga sudah siap bergabung dengan NKRI, hanya saja mereka menunggu respon dari Pemerintah Pusat.32

3. Masyarakat, dari berbagai lapisan/kalangan, sudah lama dan bahkan tidak lagi sabar menunggu.

Selama ini masyarakat menganggap bahwa mereka hanya diberi janji-janji. Ceritera tentang pemekaran dan kabupaten baru di Ilaga sudah muncul sejak tahun 1970-an akan tetapi hingga hari ini mereka belum bisa merasakannya. Kejenuhan ini secara ekstrim bisa dilihat dari ungkapan masyarakat di sana bahwa siapapun yang datang dari Jakarta ke Ilaga haruslah membawa Surat Keputusan pemekaran.

4. Pemerintah kabupaten induk (Kabupaten Puncak Jaya) telah mengambil berbagai langkah/kebijakan dalam rangka mempersiapkan berdirinya kabupaten baru.

Pemerintah daerah tidak main-main dalam mengelola proses pemekaran. Ini tercermin dari pembentukan tim pemekaran dari kabupaten induk yang berupaya untuk mewujudkan kabupaten baru yang nantinya diharapkan akan beribukota di Ilaga. Lobi-lobi dengan pemerintah pusat serta studi awal kelayakan sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten induk. Upaya penataan ruang di Ilaga dan perencanaan batas wilayah kabupaten juga sudah disiapkan mereka. Ini artinya, ada kesediaan politik dari kabupaten induk untuk mendorong munculnya kabupaten baru

Page 77: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 57

5. Kematangan politik di Puncak Jaya, dan terutama di calon Kabupaten Puncak, didukung dengan adanya kongruensi (gayung bersambut) dinamika dan agenda dalam lingkup mikro dengan dinamika makro. Ini misalnya terlihat dari kesulitan pemerintah pusat dalam mendisiplinkan distribusi dana otsus. Pada saat yang sama ada kebutuhan di tingkat lokal untuk menjawab masalah-masalah yang telah teragendakan di level makro

C. MENEGUHKAN KEPENTINGAN NASIONAL DI TINGKAT LOKALDalam Bab 1 telah dikemukakan betapa pentingnya

mengedepankan kepentingan nasional dalam mensikapi tuntutan/usulan pemekaran yang diajukan daerah-daerah. Sejalan dengan hal itu, Bab ini memperlihatkan betapa urgennya memberikan persetujuan terhadap usulan pemekaran, justru demi tercapainya kepentingan pemerintah nasional: mengatasi persoalan separatisme dan sekaligus memenuhi kehendak lokal untuk mendapatkan pelayanan dasar sebagai warga negara. Sebagaimana diketahui, keputusan untuk memekarkan Kabupaten Puncak Jaya dari beberapa kabupaten lain (dari Paniai Lama) adalah dalam rangka mempersempit ruang gerak separatisme di Pegunungan Tengah, usulan untuk memekarkan lagi sebagian wilayah Kabupaten Puncak Jaya menjadi kabupaten tersendiri, perlu dilakukan dengan pertimbangan yang sama, sekalipun tidak boleh dijadikan satu-satunya pertimbangan.

Page 78: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

58 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Urgensi untuk memekarkan Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya pada dasarnya adalah penuntasan kebijakan yang telah digariskan sejak jaman Orde Baru melalui pendekatan baru yang lebih menekankan pada dimensi kesejahteraan, dengan konsekwensi, meminimalisasi pendekatan represif-militeristik. Pendekatan kesejahteraan yang sensitif terhadap konteks kultural setempat, mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Kebijakan ini dikenal sebagai kebijakan pemberikan otonomi khusus kepada Papua yang dituangkan dalam UU No. 21 Tahun 2001. Pemekaran Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya sangatlah urgen dalam rangka untuk memastikan skenario pemberian otonomi khusus agar kondisi sosial-ekonomi Papua bisa dipacu secara cepat sehingga bisa mengejar ketertinggalannya dari daerah- daerah lain di Indonesia.

Pembentukan kabupaten baru, Kabupaten Puncak, bukan hanya masuk akal dari segi penyelesaian masalah nasional melainkan juga mendesak untuk dilakukan dilihat dari sudut kewajiban konstitusional negara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan rakyatnya. Situasi di calon kabupaten yang baru ini secara sosio-politis sudah berada dalam tingkat kematangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan dukungan masyarakat terhadap NKRI. Ini adalah timing yang sangat tepat bagi pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tanah Papua yang selama ini dilanda persoalan separatisme. Keterlambatan merespon permintaan berbagai kalangan secara tepat bukan hanya mengecewakan mereka melainkan juga menyia-nyiakan kesempatan yang disodorkan masyarakat Puncak untuk mengatasi persoalan nasional. Ketidaksediaan untuk

Page 79: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 59

mendukung usulan untuk membentuk Kabupaten Puncak (dari pemekaran terhadap Kabupaten Puncak Jaya), bisa diartikan oleh eksponen lokal sebagai kesengajaan untuk menggagalkan skenario penyelesaian persoalan secara damai, yang selama ini telah mereka jalankan.

Pembentukan Kabupaten Puncak dari pemekaran terhadap Kabupaten Puncak Jaya bisa menandai babak baru pengembangan pemerintahan di daerah, dimana pemekaran dikelola dengan mengacu pada visi strategis pemerintah pusat yakni mengatasi persoalan nasional dengan memberi perlakuan kepada daerah secara tepal. Keberhasilan mengelola pemekaran di Puncak Jaya akan menjadi model bagi penyelenggaraan proses pemekaran di kemudian hari. Mengapa demikian? Tidak ada tantangan dalam pembentukan kabupaten baru yang lebih berat daripada pembentukan kabupaten baru di tempat yang paling teriosolir di negeri ini, di tempat yang paling sulit dimengerti oleh pembuat kebijakan di Jakarta.

Tanpa visi strategis pemerintah pusat, urgensi pembentukan Kabupaten Puncak (dari pemekaran terhadap Kabupaten Puncak Jaya) tidak akan bisa dirasakan. Kalau ini yang terjadi maka penanganan peliknya persoalan separatisme di Papua, khususnya di bagian barat kawasan pegunungan tengah, akan semakin runyam. Lebih dari itu, tidak adanya visi strategis tersebut juga akan memperbanyak korban yang tidak semestinya terjadi: sudahilah kekecewaan masyarakat atas tidak terwujudnya misi normatif pemerintah yakni memberikan jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik.

Page 80: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

60 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Masyarakat telah melakukan persiapan-persiapan penting dalam rangka mengkondisikan jalur damai dalam penyelesaian persoalan separatisme. Kalau jalur dalam tidak diimbangi, tidak tertutup kemungkinan mereka akan kembali ke jalur perlawanan dengan kekerasan. Tanda-tanda ke arah sana terekam dengan sangat kuat dalam pertemuan Tim Peneliti dengan masyarakat dan tokoh-tokohnya. Ini bukan ancaman. Tetapi logika sederhana dari sebuah masyarakat sederhana yang melihat janji sebagai utang. Sialnya, sudah cukup banyak janji yang diberikan, termasuk ketika anggota DPR berkunjung ke wilayah ini beberapa bulan lalu.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas di hadapan pemerintah sebetulnya tersedia dua pilihan dan pilihan tersebut harus segera diambil. Pilihan pertama, menolak usulan pemekaran. Kalau ini pilihannya, maka masyarakat yang sangat mendambakan sentuhan pelayahan publik melalui adanya pemerintah daerah yang lebih dekat dengan mereka, mengalami kekecewaan yang begitu mendalam. Kalau ini yang mereka dapati, maka mereka justru akan inenjadi simpatisan atau bahkan aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sikap semacam ini ditemukan diekspresikan dengan berbagai cara di berbagai kesempatan oleh berbagai kalangan.

Pilihan kedua, meloloskan usulan pemekaran untuk memekarkan Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya. Melalui kebijakan ini pemerintah pusat mendapatkan kesempatan emas untuk merebut hati dan pikiran masyarakat Puncak. Jalan kedua inilah yang direkomendasikan oleh Tim Peneliti.

Page 81: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 61

CATATAN AKHIR1. Pelaksanaan Pepera 1969 secara politik membagi masyarakat pada

dua kelompok, pro dan anti integrasi. Sejak saat itu hingga akhir 1998 pemerintah NKRI menempatkan Papua sebagai Daerah Operasi Militer untuk menekan kelompok anti integrasi. Sejak saat itu pula orkestrasi kekerasan di Tanah Papua terus berlangsung secara sporadis baik kekerasan yang menimpa individu maupun kelompok masyarakat. Pada kategori pertama beberapa kasus menonjol diantaranya adalah kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap pemimpin populer seperti Thomas Wanggai (1998), Willem; Onde (2001), dan Theys Eluay (2001). Sedangkan pada kategori kedua berupa tindak kekerasan berupa pembunuhan, penculikan, pembakaran kampung, dan pencurian harta benda penduduk suatu wilayah karena dianggap mendukung gerakan separatis, misalnya terhadap suku Arfak antara tahun 1960-1970-an, terhadap suku-suku di wilayah Pegunungan Tengah dan wilayah suku Amungme antara tahun 1977-1984. Tindakan sejenis juga dilakukan setiap kali setelah masyarakat melakukan protes, misalnya kasus Timika (1995), Mapanduma (1996), Biak (1998), Nabire (2000), Abepura (2000), Wamena (2000), Wasior (2001), llaga (2001), dan Wamena (2003). Namun demikian hingga saat ini belum ada angka resmi yang dilansir ke publik mengenai jumlah korban.

2. Dari segi ini terlihat secara jelas bahwa pemekaran Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya adalah persoalan nasional. Persoalan pemekaran kabupaten-kabupaten di Papua, pada umumnya terkait sangat erat dengan kebijakan dasar pemerintah pusat dalam menanganan separatisme di sub-kontinen ini.

3. Wawancara dengan Mantan Bupati Puncak Jaya Periode 2001- 2006, 28 September 2006.

4. Pada jaman berlangsungnya pemerintahan yang sentralistis, pemekaran wilayah merupakan agenda pemerintah pusat yang diselenggarakan di daerah. Meskipun dalam proses pemekaran tersebut berlangsung proses

Page 82: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

62 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pengusulan dari bawah, pemerintah pusat sebetulnya sudah mengambil keputusan untuk menempuh kebijakan pemekaran.

5. Pokok persoalan penyelenggaraan pemerintahan di Papua adalah jangkauan pelayanan publik. Di kawasan pegunungan tengah, dimana tingkat isolasi gegrafis merupakan yang paling sulit di negeri ini, harus bisa di-deliver paket-paket pelayanan publik yang vital, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Untuk itu, kehadiran pemerintah daerah adalah suatu keniscayaan.

6. Kesaksian mantan anggota tim persiapan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, yang di kemudian hari menjabat sebagai Bupati Puncakjaya, wawancara tanggal 28 September 2006, di Jayapura.

7. Wawancara dengan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), tanggal 29 September 2006 di Jayapura.

8. Lihat Ross Garnaut and Chris Manning, Perubahan Sosial-Ekonomi di Irian Jaya, Jakarta: PT Gramedia, 1979.

9. Kekecewaan terhadap keputusan Pemerintah Pusat untuk mendirikan Provinsi Irian Jaya Barat diungkapkan oleh berbagai kalangan, utamanya elit politik di Jayapura. Langkah itu dipahami sebagai ketidakseriusan untuk mengimplementasikan kebijakan otonomi khusus.

10. Dalam Pasal 34 UU No.21 “Ibhun 2001 diatur bahwa Provinsi Papua akan menerima skema-skema pendanaan dalam konteks Otonomi Khusus selama kurun waktu 20 hingga 25 tahun (Lihat Pasal 34 UU No. 21 Tahun 2001).

11. Ketua MRR Agus Alue Alua, beberapa waktu yang lalu mensinyalir adanya indikasi penyelewengan dana Otsus sebesar Rp. 640 milyar. Menurutnya ini cermin buruk pelaksanaan Otsus selama ini yang meskipun sudah berjalan selama 5 tahun, namun belum memberikan manfaat yang positif bagi kesejahteraan masyarakat Papua. (Selengkapnya lihat Cendrawasih Pos, Disinyalir Rp 640 M Dana Otsus ‘KJ’, 3 Oktober 2006). Manfaat dana Otsus sendiri adalah jauh dari memberdayakan masyarakat. Salah satu yang terlihat menonjol justru berkembangnya “industri” pembuatan

Page 83: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 63

proposal yang kemudian diperdagangkan sebagai ketrampilan baru untuk mendapatkan dana Otsus.

12. Laporan Penelitian “Kajian Resolusi Permasalahan Papua dari AspekPolitik, Hukum dan Pemerintahan”, Tim Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri, 2003.

13. Tentu saja dengan mengambil sebagian wilayah, penduduk, sumberdaya dan kewenanganyang ada di Kabupaten Puncak Jaya.

14. Kehadiran pemerintah adalah prasyarat untuk bisa membangun suatu infrastruktur transportasi dalam rangka menembus isolasi. Meningkatkan jangkauan prasarana transportasi inilah yang memungkinkan pemerintah mendapatkan simpati dari masyarakat yang, sempat berfikir untuk bergabung dalam gerakan separatis.

15. Wawancara dengan mantan Bupati Puncak Jaya Periode 2001- 2006, Jayapura 28 September 2006, dan Sekda Puncak Jaya, Mulia 1 Oktober 2006.

16. Mission Aviation Fellowship (MAF), merupakan maskapai penerbangan perintis yang menghubungkan daerah-daerah pedalamanyang pada awalnya dioperasikan untuk mendukung aktivitas para misionaris di Papua, sebelumnya maskapai ini bernama Missionary Aviation Fellowship.

17. Di antara organisasi-organisari gereja yang mengabdikan dirinya di Papua, selama ini terdapat pembagian wilayah. Dalam banyak kasus, penentuan wilayah pemerintahan yang diusulkan, termasuk wilayah pemerintahan calon Kabupaten Puncak, dirumuskan atas dasar pembagian wilayah pelayanan Gereja.

18. Menurut Laporan ICG, 5 September 2006, masalah yang berkembang saat ini, tentara-tentara yang ditarik dari Aceh akan ditempatkan di Papua. Meskipun masalah ini belum terbukti namun dalam dua tahun terakhir terjadi penambahan personil tentara yang cukup signifikan di Papua, diantaranya pada Batalyon Infanteri 751, 752 dan 753 masing-masing jumlah personil bertambah dari 650 menjadi 1.050 orang, 3 batalyon

Page 84: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

64 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

yang lain direncanakan juga akan mengalami penambahan personil pada akhir 2007. Institute Crisis Group, “Papua: Answers to Frequently Asked Questions”, Asia Briefing No. 53, 5 September 2006.

19. TNI Berencana Bentuk Divisi Kostrad di Sorong, Tempointeraktif.com, 18 Maret2005.

20. Ungkapan masyarakat di wilayah Ilaga, Beoga dan sekitarnya untuk menyebut gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM)

21. Wawancara dengan Sekda Puncak Jaya, 30 September 2006

22. Pada kerusuhan tahun 2001 sedikitnya 11 orang penduduk terbunuh, ratusan Honai dibakar termasuk asrama siswa dan perumahan guru. Informasi selengkapnya dapat dilihat dari Laporan dan Analisis Peristiwa Kekerasan 28 September di Distrik Ilaga yang disusun oleh Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Jayapura, April 2002.

23. Kehendak semacam ini terungkap berulang-ulang dalam wawancara peneliti dengan berbagai responden serta dalam dialog dengan warga Ilaga dan sekitarnya.

24. Sebagai wujud dari keseriusan pemerintah kabupaten Puncak Jaya mendukung pembentukan kabupaten Puncak, maka sejak tahun 2004 telah dialokasikan anggaran bagi pembangunan infrastruktur jalan di Ilaga sebagai calon ibukota. Pada saat sekarang, proses pembukaan jalan sedang berlangsung dan direncanakan akan diteruskan untuk anggaran tahun-tahun berikutnya.

25. Hal ini secara jelas diungkapkan oleh kepala suku dari wilayah Ilaga dan Beoga dalam pertemuan dengan Tim Peneliti.

26. Titus Murib adalah pimpinan OPM di Ilaga, berasal dari Desa Pinapa, warga jemaat GKII. Titus Murib merupakan pemegang komando di Ilaga dan sekitarnya.

27. Penyanderaan itu menimpa Tim Peneliti WWF yang disebut Tim Lorentz. Penyanderaan itu berlangsung 8 Januari 1996hingga 13 Mei 1996. Setelah negosiasi gagal, pemerintah melancarkan operasi militer yang dipimpin oleh Danjen Kopassus, May. Jend. Prabowo Subianto, untuk membebaskan

Page 85: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 65

sandera. Meski sandera telah dibebaskan, TNI masih melancarkan operasi militer pasca penyanderaan yang mengorbankan penduduk sipil. Selengkapnya bisa dilihat dalam laporan ELS-HAM Irian Jaya, “Operasi Militer Pembebasan Sandera dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pegunungan Tengah Irian Jaya: Menyingkap misteri misi berdarah ICRC, keterlibatan tentara asing dan tentara nasional Indonesia”, Jayapura: Agustus 1999.

28. Refleksi tentang kegagalan persoalan menghadirkan kabupaten baru di Ilaga bisa ditangkap dari pertemuan Tim Peneliti dengan warga dan tokoh-tokoh masyarakat Ilaga dan sekitarnya (Ilaga, 30 September 2006)

29. Menurut Sekda Puncak Jaya, para aktivis TPN/OPM yang sebelumnya bercokol di kawasan Ilaga saat ini berada di daerah sekitar 15 km dari Mulia (Ibukota Puncak Jaya).

30. Wilayah yang diusulkan menjadi wilayah Kabupaten Puncak sebetulnya adalah wilayah penyelenggaraan pelayanan gereja.

31. Penyerahan dokumen tanah untuk kepentingan pemerintahan yang baru ini dilakukan ketika tim dari Komisi II DPR datang ke Ilaga.

32. Pertemuan Tim Peneliti dengan warga di Ilaga tanggal 30 September 2006.

Page 86: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

66 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

3KELAYAKAN

PEMEKARAN PUNCAK JAYAWawan Mas’udi, SIP., MPA.

Miftah Adhi Iksanto, SIB MiOA.

Amirudin, SIP

Pada bagian ini akan diuraikan kelayakan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, baik dari sisi kesiapan daerah maupun fisibilitas dari sisi kepentingan pemerintah

nasional. Untuk melihat kesipan daerah, sudah ada instrumen perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menentukan indikator-indikatornya. Dalam hal ini, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendefinisikan persyaratan-persyaratan umum bagi daerah untuk dimekarkan. Persyaratan-persyaratan tersebut secara lebih detil akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) pemekaran, yang saat ini draftnya sudah mendekati final. Kelak, PP tersebut akan menggantikan PP Pemekaran yang sudah ada, yang dibuat dalam logika UU No. 22 Tahun 1999. Secara substantif draft PP Pemekaran yang baru tidak jauh berbeda dengan PP Pemekaran yang lama. Dalam

Page 87: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 67

laporan ini, penilaian atas kelayakan daerah diuraikan dengan berbasis pada draft yang sudah hampir final tersebut.

Proses pemekaran yang merupakan ekspresi dari kepentingan daerah selain harus memperhatikan aspek kesiapan daerah, juga penting untuk melihat fisibilitasnya bagi kepentingan nasional. Penilaian terhadap aspek-aspek kesiapan daerah bisa dilacak dari pengaturan formal proses pemekaran yang disebutkan dalam UU Otonomi Daerah dan PP Pemekaran. Meskipun terkait dengan kesiapan daerah, fisibilitas kepentingan nasional juga harus dibicarakan, karena sesungguhnya banyak sekali kepentingan- kepentingan nasional yang bisa dicapai melalui proses pemekaran. Dalam hal ini, kepentingan nasional terkait dengan pemekaran meliputi; 1) kepentingan pertahanan keamanan, 2) kepentingan pembangunan ekonomi, dan 3) kepentingan pembangunan politik nasional. Dengan logika bahwa pemerintah nasional memiliki kepentingan nyata dalam proses pemekaran, maka beralasan jika pemerintah nasional juga harus memainkan peran lebih konkret dalam mempersiapkan daerah pemekaran menjadi daerah otonom yang kuat.

Pembahasan dalam bab ini akan diawali dengan uraian aspek-aspek kesiapan daerah dan kemudian diikuti dengan bangunan argumen yang mengkaitkan pemekaran dengan kepentingan-kepentingan nasional.

A. KESIAPAN DAERAH PEMEKARAN PUNCAK JAYAPemekaran kabupaten di kawasan pegunungan tengah Papua

merupakan aspirasi kuat yang disuarakan, baik oleh masyarakat suku maupun oleh pihak pemerintah kabupaten induk. Alasan-

Page 88: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

68 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

alasan yang terutama adalah 1) membuka keterisolasian; 2) menghadirkan pelayanan publik dasar kepada masyarakat, dan 3) untuk menghapuskan tuntutan merdeka.

Meskipun demikian, upaya pemekaran sebuah kabupaten harus memperhatikan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam peraturan perundangan, karena bagaimanapun juga kata akhir proses pemekaran ada di tangan pemerintah nasional. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, pemekaran daerah hanya bisa dilakukan di kabupaten atau kota yang sudah berusia setidaknya setidaknya 7 (tujuh) tahun (ayat 4, Pasal 5). Untuk konteks Kabupaten Puncak Jaya, persyaratan usia ini tentu tidak menjadi soal mengingat kabupaten yang terletak di Kawasan pegunungan tengah Papua telah dibentuk sejak tahun 1996 (dengan status administratif), dan menjadi kabupaten definitif pada tahun 1999. Selain usia kabupaten induk yang sudah memenuhi syarat, pembentukan kabupaten pemekaran juga harus memenuhi sejumlah persyaratan lainnya, yaitu persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (Pasal 5).

Page 89: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 69

Secara umum, terkait dengan rencana pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, bisa dikatakan bahwa ketiga kategori persyaratan tersebut sudah bisa dipenuhi1. Untuk memperkuat argumen fisibilitas pemekaran dilihat dari sisi kesiapan daerah, pada bagian ini akan diuraikan data-data substantif kualitatif2 yang mendukung dokumen persyaratan administratif dan teknis yang telah disusun tim pemekaran Kabupaten Puncak Jaya.

A.1. Dukungan Substantif atas Persyaratan Administratif

Dalam UU No. 32 Tahun 2004, persyaratan administratif didefinisikan sebagai bentuk persetujuan dan dukungan, baik dari institusi pemerintahan kabupaten induk (DPRD dan Bupati/ Walikota), institusi pemerintahan provinsi (DPRP dan Gubernur), dan persetujuan dari pemerintah pusat (Rekomendasi Mendagri). Dalam konteks pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, secara garis besar bisa dijelaskan bahwa dukungan-dukungan yang dimaksud secara nyata sudah diberikan oleh semua pihak

Page 90: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

70 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

yang berkepentingan terhadap proses pemekaran tersebut sesuai dengan tuntutan UU.

A.1.1 Persetujuan DPRD Kabupaten Puncak JayaRencana pemekaran Kabupatan Puncak Jaya merupakan

salah satu agenda terpenting dari program pemerintah Kabupaten induk, dan secara penuh mendapat dukungan dari DPRD. Dalam wawancara dengan pimpinan DPRD diperoleh konfirmasi bahwa mereka bahkan sudah menunggu-nunggu datangnya Surat Keputusan (SK) pembentukan kabupaten baru yang akan beribukota di kawasan distrik Ilaga dan Beoga. Selama ini dukungan yang diberikan oleh DPRD sangat konkret, sebagai misal dalam APBD 2 tahun terakhir selalu mengalokasikan anggaran untuk pengembangan infrastruktur di distrik calon ibukota kabupaten baru. Dukungan anggaran tersebut sejalan dengan sikap politik DPRD yang memang menghendaki adanya pemekaran kawasan puncak sebagai jalan untuk membuka keterisoliran daerah. Pernyataan ini secara eksplisit terkemuka dalam wawancara dengan pimpinan DPRD Kabupaten Puncak Jaya.

Sikap politik DPRD untuk mendukung pemekaran sebenarnya sejalan dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat, khususnya di distrik-distik pegunungan yang nantinya akan menjadi wilayah kabupaten baru. Masyarakat adat kawasan tersebut bahkan sudah menyerahkan tanah seluas 3.850.000 m2 kepada pihak pemerintah untuk dibangun menjadi kawasan pusat pemerintahan. Penyerahan sukarela tersebut, selain bisa dilacak dari dokumen penyerahan juga terkonfirmasi dalam

Page 91: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 71

pertemuan yang dilakukan dengan warga di depan kantor distrik Ilaga. Penyerahan tanah adat tersebut menunjukkan kuatnya keinginan dan komitmen masyarakat adat untuk menghadirkan kabupaten baru di wilayahnya. Secara individualpun masyarakat memberikan dukungannya melalui pemberian secara cuma-cuma tanah mereka bagi kepentingan pembangunan jalan yang sedang berlangsung saat sekarang di kawasan Ilaga dan Beoga. Hal ini telah dikonfirmasi oleh manager dan pengawas pengerajaan jalan di daerah ini dalam wawancara dengan Tim Peneliti.

Dukungan DPRD terhadap pemekaran juga diperkuat dengan aspirasi gereja yang mendukung penuh proses pemekaran. Seperti diketahui, dalam konteks papua secara umum gereja adalah pihak pertama yang menembus daerah- daerah pedalaman papua. Dengan kata lain, gereja adalah institusi yang merintis pembukaan keterisolasian masyarakat suku pedalaman papua, termasuk wilayah pegunungan tengah. Pesan yang tertangkap dari wawancara dengan Sinode sangat jelas, bahwa pemekaran kabupaten merupakan pilihan paling strategis untuk melepaskan masyarakat pegunungan tengah dari jebakan keterisolasian.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa aspirasi dan dukungan konkret masyarakat adat, serta dukungan gereja telah direspon oleh DPRD dalam bentuk keputusan politik, yang diikuti dengan pengalokasian anggaran untuk mengawali pembangunan infrastruktur. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses pemekaran tersebut sudah memenuhi kriteria aspirasi masyarakat, karena tiga institusi perwakilan masyarakat (DPRD, adat, Gereja hingga pada distrik dan kampung) berada dalam sikap yang sama

Page 92: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

72 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

untuk pembentukan kabupaten di wilayah puncak pegunungan tengah Papua.

A.1.2 Persetujuan Bupati Kabupaten Puncak JayaSetali tiga uang dengan DPRD, Bupati atau lebih luasnya

pihak eksekutif Kabupaten Puncak Jaya memberikan dukungan penuh bagi pemekaran kabupaten yang akan ber-ibukota di distrik Ilaga dan Beoga. Dukungan anggaran sangat jelas, tercermin dalam APBD 2005 dan 2006 seperti dijelaskan di depan. Demikian pula, seluruh pembiayaan untuk kepentingan proses pemekaran telah disediakan dalam APBD. Dalam anggaran yang akan datang, telah direncanakan akan dialokasikan sebanyak 30 persen bagi kepentingan persiapan pemekaran, terutama untuk mempercepat pembangunan infrastruktur jalan yang sangat diperlukan di kawasan calon Kabupaten Puncak. Untuk persiapan pusat pemerintahan, seperti dijelaskan oleh Sekda Puncak Jaya, bahwa kabupaten induk berencana untuk meng-copy proses pembangunan ibukota Kabupaten Puncak Jaya induk di distrik Mulia. Proses pengerjaannya, sudah dimulai sejak tahun anggaran 2004/5.

Dukungan politik untuk pengembangan kabupaten juga terkonfirmasi dalam wawancara dengan mantan Bupati dan mantan Wakil Bupati. Dua orang tokoh penggagas pemekaran tersebut menjelaskan bahwa pemekaran kabupaten merupakan satu-satunya cara untuk menghadirkan pelayanan publik dasar kepada masyarakat dan merupakan langkah strategis untuk memungkinkannya pembukaan jalur darat antara wilayah pegunungan tengah dengan kawasan-kawasan lain di sekitarnya.

Page 93: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 73

Agar harapan-harapan masyarakat terhadap pembentukan kabuapaten baru bisa terpenuhi, maka selain dukungan pendanaan, daerah pemekaran juga harus harus mendapat dukungan memadai dari sisi perangkat daerah dan peralatan (termasuk pengalihan aset dan kantor pemerintahan) atau P3D. Komitmen pengalihan komponen P3D tersebut terkonfirmasi secara eksplisit dalam wawancara baik dengan mantan Bupati, mantan Wakil Bupati, Sekda Puncak Jaya, dan bahkan didukung penuh oleh DPRD Kabupaten Puncak Jaya.

Salah satu persoalan yang dihadapi oleh daerah-daerah pemekaran di Papua adalah kelangkaan sumber daya manusia yang diperlukan. Mengingat hal ini, pemerintah Kabupaten Puncak Jaya telah memiliki dan menjalankan skema pengembangan sumberdaya manusia yang sebagiannya dipersiapkan untuk mengisi kebutuhan kabupaten baru. Pemberian bantuan bagi para mahasiswa asal Puncak Jaya yang sedang mengikuti pendidikan di berbagai tempat di Indonesia, serta pemberian beasiswa bagi mahasiswa tugas belajar merupakan skema dasar yang sudah dipersiapkan dalam tahun tahun terakhir ini. Skema ini, sebagaimana dikonfirmasi oleh Sekertaris Daerah dan pimpinan DPRD, akan terus dilanjutkan di masa-masa yang akan datang untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang memadai. Dengan skema ini, bisa diperkirakan dalam waktu beberapa tahun ke depan akan tersedia sumber-daya manusia yang cukup dalam jumlah dan kualitas.

Hanya saja, ada dua persoalan besar yang masih dihadapi. Pertama, adanya kecenderungan umum di lingkungan masyarakat Puncak Jaya, termasuk yang berasal dari distrik-

Page 94: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

74 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

distrik yang berada di lingkungan calon kabupaten baru untuk menempuh pendidikan dalam ilmu- ilmu sosial dan humaniora. Kecenderungan ini berseberangan dengan kebutuhan obyektif calon kabupaten baru akan tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan teknis yang memadai untuk menjalankan fungsi pelayanan dasar pemerintahan, seperti tenaga pendidik dan tenaga medis. Karenanya, diperlukan reorientasi arah pendidikan dimana pemerintah kabupaten induk dapat memberikan direksi mengenai kebutuhan tenaga kerja masa depan. Kedua, tidak adanya mekanisme monitoring dan evaluasi mengenai kemajuan pendidikan baik penerima beasiswa maupun penerima bantuan belajar. Demikian pula, tidak ada sistem punishment, berupa terminasi beasiswa atau bantuan pendidikan misalnya. Kedua hal ini akan berimplikasi pada pembengkakan anggaran yang diperlukan, sementara kontrol atas kualitas tak dapat dilakukan.

A.1.3 Persetujuan DPRP (dan MRP)Pada level Provinsi, antusiasme untuk melakukan pemekaran

kabupaten/ kota di wilayah Papua juga terindikasi sangat kuat. Dalam FGD dengan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) terungkap bahwa pembentukan kabupaten- kabupaten baru, terutama di wilayah pedalaman merupakan cara paling cepat untuk bisa membuka isolasi masyarakat dan mengentaskan masyarakat dari ketertinggalan.

Dalam FGD dengan pimpinan DPRP dan pimpinan lcomisi, setidaknya ada dua pertimbangan utama mengapa pemekaran kabupaten/kota dibutuhkan oleh Papua. Alasan pertama, kondisi gografis Papua yang terdiri dari wilayah pegunungan dan rawa-

Page 95: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 75

rawa telah mengakibatkan pelayanan publik pemerintah kepada masyarakat terhambat. Apalagi untuk masyarakat yang berada di daerah-daerah terpencil, keterbatasan infrastruktur dan akses informasi telah menjadi hambatan besar bagi pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Alasan kedua terkait dengan kondisi masyarakat papua yang secara umum masih sagat tertinggal. Untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, solusi yang bisa dihadirkan adalah dengan memberikan kelonggaran dan otonomi kepada masyaraka untuk mengembankan potensi yang ada di wilayahnya. Pemekaran Kabupaten oleh karenanya menjadi jalan untuk mengatasi ketertinggalan dan keterbelakangan masyarakat Papua di berbagai sektor. Secara kongkrit dukungan DPRP telah diwujudkan dalam bentuk persetujuan lembaga ini atas usulan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya menjadi Kabupaten Puncak.

Selain dukungan DPRF; dalam konteks Papua, proses pemekaran juga harus mendapat dukungan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan. MRP adalah lembaga yang mewakili masyarakat Papua secara kultural. Dukungan untuk pemekaran juga disampaikan oleh ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menegaskan bahwa pemekaran menjadi solusi atas masalah ketertinggalan dan ketersolasian wilayah pedalaman Papua.

A.1.4 Persetujuan dan Dukungan GubernurPembukaan isolasi daerah merupakan salah satu

program prioritas pemerintah Provinsi Papua. Pemekaran wilayah kabupaten dengan demikian sejalan dengan prioritas

Page 96: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

76 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pembangunan tersebut. Hal ini disampaikan oleh Kabiro Tata Pemerintahan Provinsi Papua yang menjelaskan bahwa pemekaran merupakan jalan keluar terbaik untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, upaya strategis untuk membongkar isolasi dan mengelola Sumber Daya Alam yang ada. Artinya secara implisit bisa dikatakan bahwa pemerintah Provinsi memberikan dukungan besar terhadap proses pemekaran-pemekaran kabupaten yang ada di papua.

Komitmen yang lebih nyata terhadap proses pemekaran ditunjukkan dengan kesiapan pemerintah Provinsi untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintah pemekaran, baik berupa komitmen anggaran maupun penempatan pegawai. Terkait dengan anggaran, Otonomi Khusus (Otsus) yang sudah diterapkan sejak 2001 memberikan kesempatan yang lebih besar kepada daerah-daerah pemekaran untuk memperoleh dukungan keuangan di luar DAU dan DAK yang diatur oleh pemeritah pusat. Pemanfaatan dana Otsus secara tepat akan bisa mempercepat proses pengembangan daerah pemekaran, karena secara tegas dana Otsus hanya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan. Artinya, ini sejalan dengan semangat pembentukan wilayah pemekaran yang memang ditujukan untuk membuka isolasi dan menyediakan pelayanan dasar kepada masyarakat.

A.1.5 Rekomendasi Menteri Dalam NegeriRekomendasi Mendagri merupakan bentuk formalitas

persetujuan pemerintah pusat terhadap usulan pemekaran. Rekomendasi ini akan keluar setelah syarat-syarat pemekaran dipenuhi oleh kabupaten pengusul.

Page 97: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 77

A.2. Dukungan Substantif atas Persyaratan TeknisDilihat dari sudut pandang teknis, pada dasarnya, usulan pembentukan Kabupaten Puncak telah memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang baik dalam UU. No. 22 Tahun 1999 tentang Pe m e r i n t a h D a e ra h maupun dalam PP No.

129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Merujuk pada kedua regulasi tersebut, pembentukan Kabupaten Puncak merupakan cerminan dari konsepsi desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara spesifik, UU. No. 22 Tahun 1999, dalam Pasal 4 menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Berkaitan dengan kriteria teknis, Pasal 5 ayat 1 dari UU. No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa pembentukan daerah baru didasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, jumlah periduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Lebih lanjut, kriteria teknis ini, kemudian, dipertegas kembali dalam Pasal 3 PP No. 129 Tahun 2000 tentang

Page 98: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

78 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Untuk usulan Pembentukan Kabupaten Puncak, secara umum, dapat dikatakan bahwa kriteria teknis pembentukan daerah baru telah memenuhi persyaratan baik berdasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, jumlah penduduk, luas daerah maupun pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Sebuah analisa komprehensif tentang prasyarat teknis dari pembentukan Kabupaten Puncak dapat dilihat dalam dokumen persyaratan teknik yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya.

Namun demikian, di tingkatan praksis, kajian teknis tersebut belum mencukupi untuk merumuskan kebijakan pembentukan Kabupaten Puncak. Dalam konteks ini, sebuah kajian akademis diperlukan untuk melakukan klarifikasi terhadap kajian teknis yang telah ada. Guna keperluan tersebut, kajian ini diarahkan untuk melihat kesiapan prasyarat pembentukan Kabupaten Puncak dari sudut pandang akademis. Selain itu, kajian akdemis juga digunakan untuk memetakan berbagai dukungan substantif yang bersifat kualitatif dari aspek pemenuhan prasyarat teknis pembentukan Kabupaten Puncak.

A.2.1. Kemampuan EkonomiMasyarakat di daerah pemekaran Kabupaten Puncak Jaya

memiliki kemampuan ekonomi yang sangat besar. Ini tergambar dalam penjelasan dokumen kemampuan teknis yang menguraikan kemampuan ekonomi. Kemampuan ekonomi tersebut didukung oleh semangat entrepreneurship yang dimiliki masyarakat.

Page 99: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 79

Masyarakat dari daerah Puncak Jaya adalah pedagang-pedagang hasil bumi yang terampil, yang mendominasi pasar-pasar di kota Jayapura. FGD yang dilakukan oleh Tim Peneliti dengan sejumlah pengamat dari lingkungan Uncen menegaskan, masyarakat pegunungan tengah, terutama dari kawasan calon Kabupaten Puncak dan sekitarnya, merupakan satu-satunya kelompok pedagang asli Papua yang dapat menyaingi para pedagang dari Buton-Bugis-Makasar dan Jawa, terutama untuk sektor hasil pertanian. Kemampuan berdagang juga tergambar dalam aktifitas di pasar Ilaga (ibukota calon kabupaten pemekaran), dimana penduduk di kawasan tersebut memainkan peran penting dalam menghidupkan pasar, terutama menguasi sektor perdagangan komoditas pertanian tanaman dataran tinggi.

Kemampuan ekonomi masyarakat Puncak Jaya khususnya di sektor pertanian tersebut mencapai puncaknya sampai dengan akhir tahun 1980-an, ketika mereka menjadi pemasok bagi kebutuhan sayur-sayuran PT Freeport. Sayangnya, sejak tahun 1990-an alur tersebut terpotong dengan masuknya salah satu perusahaan nasional pemasok bahan makanan. Pemekaran kabupaten yang diikuti dengan pembukaan jalan darat dan pengembangan jalur udara ke arah Timika dan ke daerah-daerah lainnya diyakini akan semakin mengembangkan kemampuan ekonomi masyarakat dan akan menghidupkan jaringan eknomi yang lebih luas terutama di kawasan pegunungan Puncak Jaya.

A.2.2. Potensi DaerahSecara umum kawasan calon kabupaten baru sangat kaya

dengan potensi pertanian, pertambangan, pariwisata alam, dan pembangkit energi listrik. Untuk sektor pertanian, wilayah

Page 100: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

80 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

calon kabupaten baru bahkan memiliki dua karakter wilayah yang potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi pertanian. Kawasan bagian selatan berkarakter pegunungan dan karenanya pengembangan jenis-jenis tanaman udara dingin sangat dimungkinkan. Seperti dijelaskan oleh warga masyarakat bahwa; ‘kawasan (pegunungan) ini sangat gemuk dan subur’. Penjelasan warga tersebut bukanlah pepesan kosong, karena di pasar Ilaga memang bisa dijumpai panen sayuran semacam wortel, kol, dan bawang merah memiliki kualitas yang sangat bagus. Selain itu, buah-buahan daerah dingin semacam buah merah dan markisa juga sudah mulai diproduksi di daerah ini, meskipun sementara ini lebih banyak dikonsumsi untuk kebutuhan sendiri. Demikian pula dengan potensi tanaman tebu yang sangat besar.

Potensi pertanian berbeda ada di kawasan utara, sepanjang aliran sungai Mamberamo, yaitu di wilayah dataran rendah yang sangat luas di Distrik Doufo. Meskipun jumlah penduduknya masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan kawasan pegunungan, namun potensi pertanian untuk pengembangan tanaman dataran rendah (misalnya padi) sangat mungkin. Berdasar informasi yang disampaikan oleh Sekda Puncak Jaya, mantan Presiden Habibie bahkan pernah berencana untuk mengembangkan kawasan sepanjang aliran sungai Mamberamo sebagai daerah lumbung padi Papua.

Di samping pertanian potensi wisata alam juga sangat besar. Ilaga dan Gome yang direncanakan sebagai ibukota kabupaten adalah dua distrik yang menjadi pintu masuk ke kawasan taman nasional Lorentz dan jalan masuk untuk pendakian ke Puncak Cartensz. Selain itu, kawasan distrik Ilaga dan Beoga sendiri

Page 101: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 81

memiliki panorama alam pegunungan dengan nuansa keindahan alamiah. Dengan kemasan manajemen pemasaran wisata yang profesional, bisa dipastikan kawasan calon Kabupaten Puncak akan menjadi salah satu primadona wisata, khususnya wisata alam pegunungan.

Potensi pertambangan juga sangat besar, meskipun belum ada pemetaan jenis-jenis bahan tambangnya. Informasi yang disampaikan Kepala Distrik dan Sekda Puncak Jaya, bahwa sudah ada tim dari Perancis yang tengah menguji kandungan bijih emas di kawasan tersebut. Sementara ini bahkan sudah ada kelompok-kelompok masyarakat yang mulai melakukan penambangan emas tradisional. Dengan adanya penelitian yang komprehensif, sangat mungkin potensi-potensi bahan tambang lainnya diketahui, seperti misalnya potensi batubara yang disinyalir terkandung di wilayah bagian utara. Namun demikian sejak awal harus diwaspadai agar kelak jika ada kegiatan eksplorasi tambang masyarakat Puncak Jaya tetap menjadi pihak yang menikmati keuntungan terbesar.

Potensi alam lain yang besar adalah sungai-sungai yang mengalir deras di kawasan pegunungan. Salah satu makna pemekaran bagi masyarakat Puncak Jaya adalah adanya penerangan listrik. Pemanfaatan sungai-sungai deras tersebut akan menghasilkan tenaga listrik yang bisa menerangi kawasan pegunungan puncak, bahkan sangat mungkin bisa menyediakan kebutuhan listrik bagi kabupaten-kabupaten di sekitarnya.

Melihat potensi daerah yang demikian besar, tidak mengherankan jika masyarakat Puncak Jaya merasa optimis apabila nantinya dibentuk kabupaten, maka mereka akan

Page 102: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

82 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

bisa menghidupinya. Dan mereka juga berkeyakinan bahwa satu-satunya cara untuk bisa memanfaatkan potensi daerah yang demikian besar tersebut adalah dengan menghadirkan pemerintahan di kawasan tersebut. Keinginan ini secara eksplisit terungkap dalam pertemuan dengan warga Ilaga.

A.2.3. Sosial BudayaMenilik potensi sosial budaya masyarakat di daerah calon

kabupaten pemekaran Puncak Jaya, pembicaraan harus mencakup baik institusi adat (Honai) dan peran yang dimainkan oleh Gereja. Wilayah pemekaran adalah rumah suku pegunungan yang memiliki sistem kekerabatan sangat kuat. Sistem kekerabatan yang kuat inilah yang menjadi basis budaya bagi pengembangan sistem pemerintahan demokratis yang peka terhadap konteks lokal. Secara sosial, masyarakat di Puncak Jaya adalah masyarakat yang egaliter. Masyarakat dimana semua anggoatanya memiliki ruang dan kesempatan untuk membicarakan yang terbaik bagi masa depan wilayahnya dalam rumah-rumah bersama yang disebut dengan Honai3.

Rumah-rumah yang berbentuk bundar dan beratap ilalang tersebut merupakan ruang-ruang kultural tempat kelompok- kelompok masyarakat di Puncak Jaya bertemu dan mendiskusikan hal-hal terkait dengan peri kehidupannya. Boleh dibilang Honai merupakan ranah bagi masyarakat untuk membangun interaksi kultural mereka dan juga sering kali digunakan sebagai instrumen pemberdayaan dalam ranah sosial, ekonomi dan politik. Berkaitan dengan sigrtifikansi dan fungsi kultural Honai bagi masyarakat, seorang warga Ilaga menyatakan:

Page 103: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 83

“Pada dasarnya mereka sendiri sebenarnya punya rumah. Namunkami, sebagai orang tua, punya tanggungjawab untuk mengatur bersama, sehingga keberdaan Honai tetap kitapertahankan. Rata-rata Honai digunakan untuk kumpulan laki-laki. Satu lingkungan, setiap keluarga punya rumah masing-masing, tapikalau ada pertemuan, baru ke Honai untuk berkumpul bersama-sama, dan tanggung jawab keluarga masih berjalan untuk istri dan anak-anak. Kalau orang melihat di kota, sudah ada perubahan, mungkin dari Ilaga sudah bisa lihat jalan, gereja. Tapi strukturnya tetap begitu dan Honai tetap menjadi tempat yang paling efektif untuk sosialisasi semua hal, berkumpul, untuk rapat, memutuskan sesuatu, menemukan ide baru, mengatur strategi...jadi fungsinya seperti balai rapat.”

Masuknya misi gereja sejak tahun 1960-an ke pedalaman Papua telah membawa banyak perubahan dalam sistem sosial dan budaya masyarakat pedalaman papua. Gereja telah menjadi inisiator bagi upaya untuk membuka keterisolasian masyarakat pedalaman. Karena adamisi gereja maka dibangun landasan untuk pendaratan pesawat, dan mendaratnya pesawat telah memungkinankan terjadinya banyak perubahan dan membuat masyarakat pedalaman Papua bersentuhan dengan banyak hal dari dunia luar. Gereja yang didirikan juga menjadi titik sentral pertemuan kelompok-kelompok suku yang pola penyebarannya sangat berpencar. Setidaknya seminggu sekali, mereka yang tersebar di banyak ladang akan bertemu dengan saudaranya, bersama-sama mendengar khutbah dari pendeta, dan memperoleh informasi-informasi lainnya. Wilayah sekitar gereja bahkan berkembang menjadi pemukiman-pemukiman warga yang bersifat permanen. Di sekitar wilayah itu kemudian mereka mengembangkan aktifitas ekonomi, khususnya pertanian.

Page 104: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

84 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Gereja telah menjadi pioner bagi pola pemukiman masyarakat yang bersifat menetap dan pengembangan metode pertanian baru selain model perladangan berpindah yang khas masyarakat papua pedalaman.

Keberadaan gereja yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat di tingkat lokal dikemukakan oleh salah seorang pengurus Sinode sebagai berikut:

“Dilihat dari segi kelembagaan, yang ada disana itu adalah gereja katolik dan sudah berumur 50 tahun. Pas umurnya 50 tahun. Tahun 1956 itu, ada orang yang pertama kali masuk ke daerah itu, dan sekarang tahun 2006 ini telah berkembang. Sudah 50 tahun ini gereja. Cuma yang menjadi persoalan, kita harus tetap memperhatikan sosial budaya dan kehidupan masyarakat, pendeknya mengenal masyarakat.”

Honai dan Gereja merupakan dua aktor yang memainkan peran dominan dalam membentuk struktur sosial-budaya masyarakat asli pegunungan Puncak Jaya. Namun demikian, seiring dengan semakin terbukanya daerah-daerah tersebut, unsur budaya baru juga mulai hidup berdampingan dengan unsur budaya yang sudah lama mengakar di masyarakat pegunungan puncak. Di papua secara keseluruhan, ada kelompok masyarakat yang dikenal dengan sebutan BBM (Buton-Bugis-Makasar). Mereka ini adalah orang-orang pendatang yang berasal dari suku tersebut, dan biasanya menguasai sektor perdagangan di papua, termasuk di Ilaga. Dari sisi kepercayaan hampir seluruh komunitas BBM adalah penganut Islam, karenanya tidak mengherankan jika di lokasi sekitar pasar tempat mereka berdagang berdiri masjid, sebagai tempat ibadah sekaligus ruang pertemuan sosial diantara

Page 105: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 85

mereka. Komunitas BBM di Puncak Jaya pun juga memiiiki pola serupa, dan sekarang telah berdiri juga sebuah masjid yang didirikan di atas tanah adat yang secara sukarela diberikan oleh masyarakat di kawasan tersebut.

A.2.4. Sosial PolitikMeskipun berada dalam keterisolasian dan keterbelakangan

(dalam hal belum adanya pembangunan infrastruktur), masyarakat di wilayah pemekaran adalah masyarakat yang secara sosial politik memiliki modal untuk mengembangkan sistem pemerintahan demokrasi yang akan dibentuk. Kedudukan kepala suku misalnya, adalah jabatan yang tidak bersifat turun-temurun, namun dipertarungkan secara terbuka dan bebas. Bagi masyarakat Pegunungan Puncak Jaya, kemampuan berbicara atau orasi seseorang di depan masyarakatnya menjadi ukuran kelayakan bagi seseorang untuk menduduki posisi penting dalam struktur ‘politik’ di sukunya4. Orator-orator yang ulung, tanpa mempedulikan apakah memiliki keturunan kepala suku atau tidak adalah mereka yang potensial bisa memperoleh kedudukan sebagai kepala suku. Praktek untuk bersaing memperebutkan kekuasaan secara fair, terbuka, dan berbasis pada keahlian tertentu (bukan keturunan) tersebut menjadi modal sosial penting untuk membangun model demokrasi berbasis nilai-nilai khas masyarakat Puncak Jaya.

Kemampuan berproduksi adalah instrument lain ke arah penguasaan politik. Seseorang hanya diakui apabila telah memiiiki kemampuan membuka kebon dan sekaligus memberikan makan pada banyak orang. Merekalah yang secara sosial akan

Page 106: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

86 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

mendapatkan tempat sebagai pimpinan dalam masyarakat. Tetapi kualifikasi sebagai pemimpin tidak terbatas pada kedua hal di atas. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah - misalnya mampu membayar uang kepala atau korban yang meninggal dalam perang suku dengan menggunakan kulit Bia (semacam kerang yang ditata dengan sangat baik dan memiiiki fungsi sebagai uang sebagai alat tukar ataupun komoditas menjadi ukuran penting diterimanya seseorang sebagai pimpinan. Yang sama pentingnya, kemampuan untuk menyusun strategi perang dan memenangkan perang. Kombinasi di antara hal-hal di ataslah yang memungkinkan seseorang muncul sebagai pemimpin. Pemimpin tidak dilahirkan, tapi dibentuk.

Honai dan ikatan kesukuan merupakan arena politik yang paling utama bagi masyarakat di kawasan tersebut. Organisasi partai politik maupun organisasi politik modern lainnya yang dibentuk masyarakat memang baru sebatas selimut kelembagaan bagi bekerjanya politik Honai dan suku. Namun demikian, kebelum-hadiran organisasi politik modern tersebut tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa masyarakat Puncak Jaya belum dewasa secara politik. Sebaliknya, mereka adalah masyarakat yang sangat sadar politik dan bahkan ada kesadaran kewarganegaraan yang sangat tinggi, serta memahami apa yang seharusnya disediakan oleh Negara di kawasan pedalaman. Tuntutan pemekaran wilayah yang bersumber dari suara-suara masyarakat suku dan gereja merupakan bentuk nyata dari kesadaran politik mereka sebagai warga negara.

Page 107: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 87

Lebih dari sekadar tuntutan, masyarakat pegunungan tengah yang berada di kawasan calon Kabupaten Puncak merumuskan tuntutan yang ada melalui sebuah proses politik panjang dalam Honai-Honai dan terus dikonsolidasikan lewat gereja-gereja sehingga menjadi sebuah tuntutan kolektif yang sangat kuat dan konsisten. Demikian, pula, tuntutan yang ada diikuti oleh kalkuiasi yang cermat mengenai implikasi dan pre-requiste yang harus dipenuhi. Kesediaan mereka memberikan lahan secara cuma-cuma dan ketegasan mereka membersihkan kawasan ini dari anasir “sarang semut dan sarang laba-laba’’5 adalah dua contoh kecil yang mempertegas kuatnya kesadaran akan hak dan kewajiban politik mereka sebagai warga negara. Impresi tentang hal-hal tersebut secara eksplisit terkemuka dalam pertemuan dengan warga Ilaga.

A.2.5. Kependudukan

Masyarakat suku di kawasan Puncak Papua meyakini bahwa dari merekalah suku-suku di wilayah pegunungan berasal dan berkembang. Nama Ilaga sendiri menurut penjelasan dari tetua suku memiliki makna jantung atau tempat bertemu. Artinya, dari kawasan inilah nadi kehidupan papua mulai berdenyut. Dilihat dari komposisi kesukuan, di wilayah ini ada dua kelompok suku paling dominan, yaitu suku Dani dan Damal serta sejumlah kelompok suku/etnis lainnya, termasuk kelompok BBM yang terdapat di sekitar pasar Ilaga. Dibandingkan dengan luasnya wilayah pemekaran, jumlah penduduk yang ada memang tidak bisa dikatakan padat. Meskipun demikian jumlah penduduk yang

Page 108: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

88 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

mencapai 142.525 jiwa tersebut merupakan modal besar bagi pengembangan wilayah pemekaran. Data detil tentang komposisi penduduk dan penyebarannya per distrik bisa dilacak di dokumen persyaratan teknis yang disusun tim pemekaran Kabupaten Puncak Jaya.

Masih sedikitnya jumlah penduduk di Papua, termasuk di kawasan Puncak Jaya, seperti dijelaskan oleh ketua MRP dikarenakan pertumbuhan penduduk yang sangat rendah. Dibandingkan dengan perkembangan jumlah penduduk di Papua New Guinea yang terletak di sisi timur Papua, penduduk di Papua bahkan bisa dikatakan tidak berkembang secara berarti. Data yang ada memperlihatkan bahwa sekitar tahun 1969, jumlah penduduk di Papua adalah sekitar 800 hingga 1000 jiwa, sedangkan di Papua New Guinea hanya terdapat penduduk sekitar 700 jiwa. Keadaan ini kemudian berbalik, setelah 40 tahun, dimana penduduk Papua kini hanya sekitar 1,5 hingga 2 juta jiwa, sedangkan untuk Papua New Guinea, jumlah penduduknya telah mencapai sekitar 7 juta jiwa6.

A.2.6. Luas Daerah

Secara geografis, calon wilayah pemekaran membentang dari selatan ke utara, memiliki karakter pegunungan di sisi selatan dan karakter dataran rendah (rawa-rawa) di sisi utara. Bentangan wilayah yang mencapai luas 14.532 km2 tersebut sebagian besar berada di kawasan yang merupakan dataran tertinggi dari Provinsi Papua. Data lengkap tentang luas daerah, termasuk batas-batasnya bisa ditemukan di dokumen administratif yang disusun tim

Page 109: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 89

Pemekaran Kabupaten Puncak Jaya. Sebagai gambaran, wilayah calon kabupaten pemekaran bisa dilihat dari peta berikut ini:

Jika dibandingkan dengan luas kabupaten induk sebelum pemekaran, maka luas calon Kabupaten Puncak adalah sekitar 55,43 persen, mengingat luas total wilayah Kabupaten Puncak Jaya adalah sekitar 14.532 km2. Pasca pemekaran dan pembentukan Kabupaten Puncak, luas wilayah Kabupaten Puncak Jaya diperkirakan berkurang menjadi sekitar 8.055 km2. Untuk memperoleh ilustrasi yang jelas, tabel Distrik Wilayah Pemekaran pada bagian lain Bab ini akan menggambarkan sebaran luas wilayah.

Wilayah yang luas dan kaya tersebut merupakan peluang potensi yang jika dikelola secara tepat akan menghasilkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah pedalaman, cita-cita yang terkandung dalam ide pemekaran. Tantangan paling utama adalah, bagaimana wilayah yang demikian luas dan berkarakter pegunungan dan rawa tersebut dikelola. Dibangunnya sebuah kabupaten tentu saja tidak dimaksudkan untuk sekedar membangun wilayah distrik yang akan menjadi pusat pemerintahan. Jika ini yang terjadi maka ketimpangan antara pusat pemerintahan dengan daerah pinggiran akan muncul, dan ini akan berakibat pada lahirnya ketegangan atau konflik diantara dua wilayah tersebut. Tbntangan inilah yang harus dikelola secara baik, sehingga pemekaran tidak justru menghasilkan ketidakadilan dan ketimpangan yang berujung

Page 110: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

90 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

ketegangan dan konflik. Potensi seperti ini akan muncul, terutama untuk daerah-daerah yang berbatasan dengan kabupaten lain.

A.2.7. Pertanian dan Keamanan

Sejarah pemekaran kabupaten di Papua memiliki karakter yang berbeda, karena masalah pertahanan dan keamanan merupakan pertimbangan utama. Masalah tersebut secara spesifik terkait dengan keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menuntut dilepaskannya wilayah Papua dari ikatan NKRI. Dengan pertimbangan untuk membatasi atau memotong ruang gerak OPM yang berbasis di kawasan pegunungan tengah Papua, pemerintah pada tahun 1996 memekarkan kawasan tersebut. Seperti dijelaskan oleh mantan Bupati Puncak Jaya, bahwa pembentukan Kabupaten Puncak Jaya yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Nabire pada tahun 1996 terutama dilatarbelakangi kepentingan untuk memotong jalur pergerakan OPM. Karenanya tidak mengherankan jika proses pembentukan kabupaten pada saat itu banyak dikendalikan oleh militer, dan sepenuhnya didekati dari aspek pertahanan dan keamanan semata.

Terkait dengan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya sekarang ini ada logika yang berbeda. Pemekaran dalam bayangan masyarakat jauh dari equavalensi kehadiran institusi militer, namun lebih dipandang sebagai sarana bagi hadirnya pelayanan dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai rute baru untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat. Hadirnya pelayanan dasar dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat

Page 111: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 91

akan menjadi penjamin bagi stabilitas keamanan daerah dan menjamin kesetiaan masyarakat terhadap ikatan NKRI. Bagi masyarakat pedalaman papua, pemerintah Indonesia yang sudah berusia 61 tahun dipandang belum berbuat apapun bagi mereka. Hal ini seperti terungkap dalam pertemuan dengan warga Ilaga dan Beoga yang menuntut kehadiran lebih konkret dari pemerintah nasional yang disimbolkan dengan tersedianya pelayanan dasar.

Kawasan Puncak Jaya adalah salah satu basis OPM, namun demikian selama ini masyarakat justru tidak menerima kehadiran mereka karena selama ini hanya menimbulkan kerusakan. Hal ini terungkap dalam pernyataan Kepala Suku yang menjelaskan bahwa masyarakat di kawasan Ilaga dan Beoga selama ini berusaha untuk membentengi daerahnya dari infiltrasi OPM. Komitmen masyarakat dalam hal pertahanan dan kemanan ini juga menjadi jaminan bahwa pemerintahan dibentuk akan mendapat dukungan dan ‘perlindungan’ dari masyarakat. Dan jaminan tersebut akan tetap kuat selama pemerintah memenuhi mimpi masyarakat, yaitu hadirnya pelayanan dasar yang layak seperti pendidikan, kesehatan, dan penerangan listrik. Pemekaran yang diikuti dengan penyediaan pelayanan dasar akan menghadirkan stabilitas keamanan, dan dalam kondisi inilah makna kehadiran Indonesia di benak masyarakat papua pedalaman.

A.2.8. Faktor Lain yang Memungkinkan Terselenggaranya Otonomi DaerahSeperti sudah dijelaskan, bahwa kemiskinan dan

keterbelakangan yang mengungkung masyarakat Papua di

Page 112: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

92 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pedalaman adalah sebagai akibat belum hadirnya pemerintah dengan pelayanan-pelayanan dasar yang seharusnya disediakan untuk masyarakat. Kemampuan ekonomi dan keuangan masyarakat sangat rendah sebagai akibat tidak dibangunnya infrastruktur ekonomi (termasuk pasar dan jaringan pasar). Bahkan jaringan ekonomi yang pernah terbentuk berupa pemasaran hasil pertanian ke PT Freeport telah dipotong oleh perusahaan supplier bahan makanan bermodal kuat yang berbasis di Jawa. Keterbelakangan, kemiskinan, dan rendahnya aktifitas ekonomi tetap akan memenjara masyarakat Puncak Jaya selama pemerintahan tidak hadir. Artinya, pemekaran dan pemerintahan baru yang dibentuk adalah peluang yang paling mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendekatkan jangkauan pelayanan dasar.

A.3. Dukungan Substantif atas Fisik KewilayahanSelain syarat administratif dan teknis seperti diuraikan di

depan, usulan pemekaran kabupaten/kota juga harus memenuhi syarat-syarat fisik kewilayahan. Syarat-syarat ini meliputi; jumlah minimal distrik, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Dalam konteks daerah Pemekaran Puncak Jaya, dua syarat pertama sudah terpenuhi, namun untuk sarana dan prasarana pemerintahan tidak bisa diberlakukan secara mutlak. Artinya, harus digarisbawahi bahwa pemekaran justru menjadi sarana untuk membangun sarana dan prasarana pemerintahan. Terkait dengan hal ini, untuk daerah Puncak Jaya akan lebih tepat dikatakan sebagai pembentukan Kabupataten daripada Pemekaran Kabupaten. Secara lebih detil, pemenuhan persyaratan

Page 113: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 93

fisik kewilayahan untuk Kabupaten Pemekaran Puncak Jaya diuraikan sebagai berikut.

A.3.1. Minimal 5 (Lima) Kecamatan (Distrik)Secara administratif, wilayah calon pemekaran Kabupaten

Puncak Jaya akan terbagi ke dalam 8 distrik. Diantara distrik-distrik tersebut 3 diantaranya adalah distrik ‘warisan’ kabupaten induk (Ilaga, Sinak, dan Beoga), sedangkan sisanya adalah hasil pemekaran distrik yang sudah berlangsung selama 5 tahun terakhir. Tabel distrik induk dan hasil pemekaran secara lengkap bisa dilihat dari tabel Distrik Perkembangan Wilayah Pemekaran.

Proses pemekaran distrik bisa dikatakan berlangsung lancar, dan tidak ada ketegangan atau konflik tertentu yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Bahkan diyakini bahwa pemekaran distrik merupakan cara paling efektif untuk memperdekat jangkauan penyelenggaraan pemerintahan ke masyarakat. Meskipun demikian, aktivasi dari distrik-distrik tersebut merupakan salah satu agenda terpenting yang harus dirancang ketika kabupaten pemekaran diresmikan. Distrik bagaimanapun juga merupakan aktor penting untuk terselenggaranya pelayanan publik dasar di daerah pedalaman.

Page 114: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

94 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Tabel

Distrik Perkembangan Wilayah Pemekaran

No

Distrik di Puncak Jaya Luas

Wilayah Jumlah

Penduduk Jumlah Kampung

Induk* Pemekaran Th 2003**

Pemekaran Th 2005**

KM2 JIWA

1. Mulia - - 883 21.093 10 2. - Mewoluk - 621 7.507 6 3. - Yamo - 779 10.184 7 4. Ilu - - 560 13.773 11 5. - Torere - 395 5524 3 6. - Tingginambut - 604 8.557 17 7. - - Jigonikme 381 9.395 7 8. Fawl - - 2.254 6.198 6

Sub Total 6.477 82.231 67 DISTRIK DI CALON KABUPATEN PEMEKARAN

9. - Doufo - 1.655 4.424 5 10. Sinak - - 1.079 7.754 12 11. - Pogoma - 862 7.103 10 12. - Agandugume - 200 6.363 3 13. Beoga - - 1.488 7.646 12 14. - Wangbe - 768 5.571 11 15. Ilaga - - 886 14.233 15 16. - Gome - 1.117 7.200 12

Sub Total 8.055 60.294 80 Jumlah Secara Keseluruhan 14.532 142.525 147

Sumber: Memori Serah Terima Jabatan Bupati Kabupaten Puncak jaya

masa Bhakti 2001-2006 Mulia, 10 Agustus 2006, halaman 12 (data diolah kembali)

Page 115: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 95

Keterangan:* Berdasarkan UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian

Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong

** Keputusan Bupati Puncak Jaya no. 56 Tahun 2003 tentang Pemekaran Mulia, Ilu, Laga, Beoga, Fawi dan Sinak Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua

*** Perda kabupaten Puncak Jaya Nomor 7 Tahun 2005

85

dan Sinak Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua *** Perda kabupaten Puncak Jaya Nomor 7 Tahun 2005

Th 1999 Th 2003 Th 2005

Mulia

Ilu

Fawl

Mewoluk

Yamo

Torere

Tingginambut

Jigonikme

Sinak

Beoga

Ilaga

Pogama

Doufo

Agandugume

Wangbe

Gome

Distrik Kabupaten Induk

Distrik Calon Kab. Pem

ekaran

Page 116: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

96 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

A.3.2. Lokasi Calon IbukotaDistrik Ilaga merupakan kawasan yang dipilih untuk menjadi calon ibukota kabupaten pemekaran Puncak Jaya. Pemilihan atas distrik tersebut berdasar pertimbangan- pertimbangan, baik historis, filosofis, maupun dukungan masyarakat secara riil. Dalam perspektif historis, Ilaga merupakan pusat pemerintahan di kawasan Puncak Jaya, bahkan sejak jaman Belanda dan menjadi distrik penting pada masa awal masuknya Papua dalam wilayah NKRI. Seperti dijelaskan oleh Sekda Puncak Jaya, bahkan untuk ibukota kabupaten induk pada mulanya diusulkan di Ilaga, bukan di Mulia. Pilihan Ilaga sebagai calon

ibukota juga didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam pandangan penduduk Puncak Jaya, Ilaga diyakini sebagai jantung dan muasal dari penyebaran suku-suku di kawasan pegunungan tengah. Terkait dengan penetapan Ilaga sebagai ibukota calon kabupaten pemekaran, Sekretaris Daerah Puncak Jaya menyatakan:

“Ibukota kabupaten diusulkan di Ilaga sebagai ibukota kabupaten. Dan ini masyarakat tahu. Jadiyang membuat keputusan ini Provinsi atau pusat. Alasan mereka karena pemerintahan sejak Belanda. Kedua karena nama dan kita tahu bahwa tahun 2000 masyarakat sudah mulai mengajkan tuntutan, tuntutan mereka waktu itu bahwa ibukota

Page 117: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 97

kabupatennya harus dipindahka ke Ilaga, tidak boleh di Mulia. Hitungsaja 1999sampai Februari 2000. Cuma waktu itu DPRD kabupaten belum definitif. Pada tahun 2001 lalu definitif. Setelah pembentukan DPRD agenda ini masuk.”

Komitmen masyarakat untuk menjadikan Ilaga sebagai calon ibukota kabupaten pemekaranan juga sangat konkret. Di bawah koordininasi tetua suku-nya, kelompok-kelompok suku yang ada di kawasan tersebut bersepakat menyerahkan secara sukarela lahan seluas 3.850.000 m2 untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan kantor dan fasilitas pemerintahan lainnya.

Pembangunan infrastruktur semisal jalan juga mendapat dukungn riil, dimana masyarakat juga merelakan tanahnya tanpa ganti rugi. Dukungan-dukungan tersebut tentu saja sangat berarti bagi pembangunan dan pengembangan pusat pemerintahan. Nilainya menjadi lebih penting lagi jika dikaitkan dengan posisi tanah yang diibaratkan oleh masyarakat setempat sebagai ‘mama’ atau ibu, yang oleh karenanya harus dihormati dan tidak boleh diperjualbelikan. Hal berbeda jika dibandingkan dengan wilayah pemekaran lainnya, termasuk Mulia (ibukota Kabupaten Puncak Jaya) dimana persoalan pembebasan tanah menjadi salah satu persoalan paling pelik yang dihadapi pemerintah daerah dengan masyarakat lokal.

Namun demikian ada hal lain yang juga penting untuk diperhatikan. Pemekaran kabupaten tentu saja tidak dimaksudkan untuk sekedar membangun kota pusat pemerintahan, namun lebih luas sebagai upaya untuk mengembangkan seluruh kawasan. Pengembangan jaringan antara pusat atau ibukota pemerintahan dengan daerah-daerah lain merupakan agenda yang juga harus

Page 118: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

98 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

masuk dalam strategi pembangunan daerah pemekaran. Dengan cara ini maka jaringan dan keterkaitan antara kota dengan daerah- daerah pinggiran akan terbentuk.

A.3.3. Sarana dan Prasarana Pemerintahan

88

A.3.3. Sarana dan Prasarana Pemerintahan

Untuk daerah pedalaman, pemekaran harus dimaknai sebagai upaya untuk menghadirkan pelayanan, dan sarana dan prasarana publik. Logika bahwa sebelum dimekarkan sebuah daerah harus sudah memiliki sarana dan prasarana minimal oleh karenanya tidak pada tempatnya diterapkan untuk kasus pemekaran daerah pedalaman. Meskipun demikian, dalam kasus Puncak Jaya rencana pemekaran sudah diawali dengan upaya mempersiapkan infrastruktur jalan dan sejumlah sarana sosial - ekonomi lainnya.

Sebagai gambaran, saat ini tengah dibangun jalan yang menghubungkan antara lapangan udara dengan calon ibukota kabupaten yang berjarak 5 km. Untuk pengembangan sarana pemerintahan, pemerintah kabupaten induk juga tengah mempersiapkan skenario pembangunan bagi kantor-kantor pemerintahan dan sarana pelayanan dasar lainnya. Dan dalam dua tahun terakhir, seperti dijelaskan di depan, sudah ada alokasi anggaran dalam APBD yang diperuntukkan bagi pembangunan sarana dan prasarana di calon wilayah pemekaran. Pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pegunungan Puncak Jaya sebenarnya juga merupakan skenario bersama

Pembangunan Jalan menuju calon Ibukota Kabupaten Puncak (Foto Koleksi S2 PLOD UGM)

Foto Udara Jalan Mulia (Kab. Puncak Jaya) - Sinak (Distrik di calon Kab. Puncak)

(Foto Koleksi Pemkab Puncak Jaya)

Untuk daerah pedalaman, pemekaran harus dimaknai sebagai upaya untuk menghadirkan pelayanan, dan sarana dan prasarana publik. Logika bahwa sebelum dimekarkan sebuah daerah harus sudah memiliki sarana dan prasarana minimal oleh karenanya tidak pada tempatnya diterapkan untuk kasus pemekaran daerah pedalaman. Meskipun demikian, dalam kasus Puncak Jaya rencana pemekaran sudah diawali dengan upaya mempersiapkan infrastruktur jalan dan sejumlah sarana sosial - ekonomi lainnya.

Sebagai gambaran, saat ini tengah dibangun jalan yang

menghubungkan antara lapangan udara dengan calon ibukota kabupaten yang berjarak 5 km. Untuk pengembangan sarana pemerintahan, pemerintah kabupaten induk juga tengah mempersiapkan skenario pembangunan bagi kantor-kantor

Page 119: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 99

pemerintahan dan sarana pelayanan dasar lainnya. Dan dalam dua tahun terakhir, seperti dijelaskan di depan, sudah ada alokasi anggaran dalam APBD yang diperuntukkan bagi pembangunan sarana dan prasarana di calon wilayah pemekaran. Pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pegunungan Puncak Jaya sebenarnya juga merupakan skenario bersama yang disepakati oleh forum asosiasi Bupati pegunungan tengah. Kesepakatan dari forum tersebut, seperti dijelaskan oleh pimpinan DPRD Kabupaten Puncak Jaya, adalah rencana untuk mengembangkan infrastruktur jalan dan lapangan terbang sebagai upaya untuk membuka akses wilayah pegunungan tengah.

B. FISIBILITAS KEPENTINGAN NASIONALPemekaran sebuah wilayah daerah otonom tidak bisa dilihat semata sebagai bagian dari kepentingan daerah. Lebih luas dari itu, pemekaran harus juga ditilik dari sisi kepentingan

nasional. Artinya, kebijakan pemekaran merupakan solusi atas persoalan-persoalan yang secara laten menjadi tanggungjawab pemerintahan nasional. Kegagalan pemerintah nasional untuk memenuhi tanggungjawab tersebut bisa berakibat fatal, menyebabkan memudarnya ekspresi kehadiran negara secara subtantif di daerah-daerah. Fisibiliatas kepentingan nasional terkait dengan kebijakan pemekaran dilihat dari tiga aspek;

Page 120: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

100 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pembangunan pertahanan dan keamanan, pembangunan politik nasional, dan pembangunan ekonomi nasional.

B.1. Aspek Pembangunan Pertahanan dan Keamanan (Hankam)Aspek pembangunan Hankam bermakna tanggungjawab

nasional untuk melakukan penjagaan kewilayahan aktif. Klaim pemerintah nasional terhadap wilayah tertentu tidak selesai di level dokumen formal ataupun ditandai dengan kehadiran kekuatan militer semata, namun klaim tersebut harus diikuti dengan hadirnya pemerintahan yang menjalankan fungsi-fungsinya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat atas (setidaknya) pelayanan dasar.

Di Papua, khususnya Puncak Jaya, kehadiran pemerintahan masih sangat minim, terlebih di distrik-distrik pedalaman. Bahkan wajah pemerintahan dalam makna pelayanan-pelayanan publik dasar tidak nampak. Yang mengemuka justru sosok pemerintahan yang kental dengan nuansa penindasan, penebar ketakutan, dan penuh dengan korupsi. Kehadiran negara di kawasan tersebut identik dengan kehadiran militer yang memiliki logika pendekatan fisik - simbolik untuk mewujudkan pertahanan dan keamanan, yang dalam banyak kasus justru membangkitkan trauma masyarakat Papua atas kehadiran pemerintahan nasional.

Pemekaran Kabupaten Puncak Jaya harus diletakkan dalam kerangka pertahanan dan kemanan yang sama sekali berbeda. Bagi masyarakat pedalaman Papua, kehadiran Indonesia bermakna hadirnya fasilitas pelayanan-pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan penerangan. Dalam benak mereka, pemerintah nasional adalah satu-satunya tempat menaruh harapan agar

Page 121: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 101

mereka bisa memperoleh layanan kesehatan layak, anak-anaknya bisa bersekolah, dan Honai-Honai mereka diterangi dengan cahaya lampu listrik. Jika harapan sederhana dari masyarakat tersebut bisa terpenuhi, maka stabilitas pertahanan dan kemanan nasional akan terwujud dengan sendirinya.

B.2. Pembangunan Politik NasionalPemekaran dilihat dari sisi pembangunan Politik Nasional

berhubungan dengan keharusan negara untuk memperkuat kehadiran identitas ke-Indonesia-an di ranah lokal. Identitas ke-Indonesia-an tidak bisa hanya diukur dari hadirnya simbol-simbol negara semisal kibaran dwi warna, Garuda Pancasila, ataupun gantungan potret kepala negara di daerah-daerah pedalaman. Identitas ke-Indonesia-an hanya bisa diukur dengan melihat seberapa dalam mereka merasa menjadi bagian dari Indonesia, sesuatu yang hanya bisa dicapai jika masyarakat pedalaman juga merasakan dampak positif dari kehadiran negara sebagaimana dirasakan oleh masyarakat Indonesia lainnya.

Masyarakat di kawasan pemekaran Puncak Jaya sejak kehadiran Indonesia pada tahun 1960-an hanya disuguhi simbol-simbol identitas Indonesia, namun mereka tidak pernah merasakan manfaat lebih dalam dari kehadiran simbol-simbol tersebut. Bendera merah putih telah berkibar selama puluhan tahun, namun kibarannya tidak membawa angin kesejahteraan bagi masyarakat. Potret kepala negara telah berganti beberapa kali, namun kepemimpinan para kepala negara tidak pernah bisa melepaskan masyarakat pedalaman dari keterisolasian dan keterbelakangan. Setelah sekian lama terkungkung dalam situasi

Page 122: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

102 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

tersebut, masyarakat Puncak Jaya seperti diutarakan oleh para kepala sukunya menuntut agar negara dihadirkan secara lebih substantif.

Kehadiran Indonesia secara substantif dalam bentuk- bentuk pelayanan dasar diyakini akan membangun dam menguatkan identitas ke-Indonesia-an di hati masyarakat Puncak Jaya. Kehadiran pemerintahan di wilayah Puncak Jaya sebagai konsekuensi dari pemekaran oleh karenanya menghadirkan peluang bagi pemerintah nasional untuk lebih memberikan perhatian secara riil kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan-pelayanan publik dasar. Sentuhan pelayanan pemerintahan tersebut secara perlahan-lahan akan meneguhkan kehadiran identitas ke-Indonesia-an di pegunungan tengah Papua.

B.3. Pembangunan Ekonomi NasionalPemekaran juga akan membawa implikasi signifikan bagi

pembangunan ekonomi nasional dalam artian membawa peluang bagi pendayagunaan potensi ekonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pemekaran Kabupaten Puncak Jaya dengan demikian dapat dimaknai sebagai kebijakan strategis yang mampu mendorong peningkatan kemampuan daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi yang ada guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah.

Adanya pemerintahan diharapkan akan mampu mendorong pembangunan infrastruktur yang menjadi modal dasar bagi pembangunan perekonomian daerah. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa pengembangan perekonomian di hampir seluruh wilayah Puncak Jaya terkendala oleh terbatasnya jaringan

Page 123: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 103

infrastruktur. terutama jalan raya. Padahal, kawasan ini memiliki potensi ekonomi sangat besar. Distrik Ilaga dan Beoga misalnya memiliki potensi besar dalam bidang pertanian khususnya tanaman dataran tinggi seperti sayur mayur, buah-buahan dan palawija. Di sektor pertambangan, meniliki lokasinya yang berada di satu jalur dengan kawasan pertambangan PT Freeport, daerah ini memiliki potensi tambang yang bernilai tinggi. Potensi besar lainnya adalah sektor pariwisata, khususnya Ilaga yang merupakan pintu masuk menuju Puncak Cartenz dan taman nasional Lorentz.

Semua potensi yang ada tentu saja tidak bermakna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat jika tidak dikelola dengan optimal. Pengelolaan potensi tersebut hanya bisa dirintis jika dibentuk pemerintahan yang mampu memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Dalam jangka yang lebih panjang, pembangunan ekonomi di kawasan Puncak Jaya juga akan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional.

C. ARGUMEN KELAYAKANRencana pembentukan Kabupaten Puncak yang merupakan

pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya, sebagaimana dijelaskan dalam Bab ini, telah memenuhi aspek fisibilitas; baik dari sisi kesiapan daerah maupun korelasinya dengan kepentingan pemerintah Nasional. Dilihat dari kesiapan daerah, rencana pemekaran Kabupaten Puncak telah memenuhi baik aspek administratif, teknis, maupun fisik kewilayahan. Selain ditunjukkan oleh dokumen-dokumen pemekaran yang disusun oleh tim pemekaran Kabupaten Puncak Jaya, kesiapan tersebut

Page 124: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

104 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

terkonfirmasi dengan dukungan data substantif-kualitatif yang berhasil dihimpun oleh Tim Peneliti dari Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM dalam proses penelitian lapangan yang telah dilakukan.

Rencana pemekaran Kabupaten Puncak juga sangat fisibel dilihat dari sisi kepentingan pemerintah nasional. Hasil pelacakan Tim Peneliti secara eksplisit menunjukkan bahwa proses pemekaran akan bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah nasional untuk menyelesaikan persoalan-persoalan berkaitan dengan aspek pertahanan keamanan, pembangunan politik nasional, dan pembangunan ekonomi nasional. Persoalan-persoalan tersebut secara nyata juga dihadapi oleh wilayah calon Kabupaten Puncak, dan kebijakan pemekaran akan menjadi pilihan jalan keluar terbaik.

Hasil penilaian atas aspek kelayakan pemekaran tersebut selanjutnya menjadi titik berangkat untuk menyusun rekomendasi kebijakan dasar bagi pembentukan kabupaten Puncak yang dipaparkan dalam Bab 4.

CATATAN AKHIR1. Terkait dengan persyaratan-persyaratan tersebut, pemerintah Kabupaten

Puncak Jaya telah menyusun dokumen persyaratan-persyaratan teknis dan administratif, dan dokumen-dokumen tersebut telah dinyatakan diterima oleh pemerintah nasional, dalam hal ini Komisi II DPR RI dan Departemen Dalam Negeri.

2. Data substantif - kualitatif merupakan data primer yang diperoleh dalam penelitian lapangan di Jayapura, Mulia, dan di wilayah calon Kabupaten Puncak yang dilakukan antara 27 September 2006 s/d 02 Oktober 2006. Adapun data tersebut diperoleh dari: 1) Wawancara dengan Kabiro Tata

Page 125: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 105

Pemerintahan Provinsi Papua -27 September 2006; 2) Wawancara dengan Mantan Bupati Kab. Puncak Jaya Periode 2001-2006- 28 September 2006; 3) Wawancara dengan Pimpinan Sinode di Jayapura - 28 September 2006; 4) Diskusi dengan Pimpinan DPRP- 28 September 2006; 5) Wawancara dengan Mantan Wakil Bupati Puncak Jaya Periode 2001-2006 - 28 September 2006; 6) FGD dengan Pusat Kajian Demokrasi Universitas Cenderawasih - 29 September 2006; 7) Wawancara dengan Ketua MRP - 29 September 2006; 8) Pertemuan dengan Warga Ilaga dan sekitarnya - 30 September 2006; 9) Wawancara dengan pegawai kontraktor pembuatan jalan di Ilaga - 30 September 2006; 10) Wawancara dengan Sekda Puncak Jaya di Mulia - 1 Oktober 2006; dan 11) Wawancara dengan Pimpinan DPRD Puncak Jaya di Mulia - 2 Oktober 2006.

3. Ada dua jenis Honai, yaitu Honai laki-laki (Honai) dan Honai Perempuan (Ongoi). Honai adalah tempat laki-laki dewasa dan anak-anak remaja berkumpul dan menjadi tempat baik untuk memecahkan persolan-persoalan yang dihadapi ataupun tempat untuk sosialisasi nilai-nilai adat mereka terhadap generasi berikut. Ongoi adalah tempat kaum perempuan berkumpul, merawat anak, dan membicarakan masalah terkait khususnya dengan masalah percocok-tanaman dan masalah keperempuan lainnya.

4. Tim Peneliti UGM ketika berkunjung ke daerah calon Kabupaten Puncak pada tgl. 1 Oktober 2006 mengadakan semacam pertemuan umum dengan masyarakat di halaman kantor distrik Ilaga. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh ratusan masyarakat dan sejumlah kepala suku, tim disuguhi ketrampilan olah-bicara menakjubkan yang dipertontonkan oleh para kepala suku. Tim juga memperoleh informasi bahwa keterampilan berorasi di hadapan masyarakat, bahwa kemampuan berorasi dan mempengaruhi massa menjadi ukuran kapasitas seseorang untuk layak atau tidak sebagai kepala suku.

5. Istilah ini merupakan ungkapan yang dipakai oleh masyarakat Ilaga untuk menyebut gerakan Organisasi Papua Merdeka yang beroperasi di kawasan Pegunungan Puncak Jaya.

Page 126: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

106 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

6. Rendahnya pertumbuhan penduduk tersebut disinyalir oleh Ketua MRP disebabkan oleh adanya operasi militer di Papua dalam jangka waktu yang panjang, dan juga sebagai akibat mewabahnya penyakit HIV/AIDS. Cerita tentang ‘ganasnya’ HIV/AIDS seperti diceritakan oleh seorang guru di Ilaga, dimana ia menyaksikan 4 warganya meninggal dengan ciri-ciri terjangkit penyakit mematikan tersebut. Sedangkan pengurus Sinode menjelaskan, bahwa faktor lain sedikitnya penduduk di kawasan Puncak Jaya adalah adanya migrasi penduduk yang besar kabupaten lain yang lebih maju, misalnya Mimika.

7. Distrik adalah pembagian wilayah administratif di Papua di bawah kabupaten atau kota. Distrik dibagi lagi menjadi sejumlah kampung, atau dengan nama lain sesuai dengan adat istiadat setempat. Istilah “distrik” menggantikan “kecamatan” yang sebelumnya digunakan di Papua, seperti halnya di provinsi- provinsi lain di Indonesia. Penetapan ini adalah menyusul diterapkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Page 127: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 107

4REKOMENDASI KEBIJAKAN ‘DASAR’

Drs. Cornells Lay, MA.

Drs. Haryanto, MA.

Mada Sukmajati, SIP, MPP.

Berdasar evaluasi dan pengayaan atas perspektif yang digunakan dalam melihat pemekaran sebagaimana dirumuskan dalam Bab 1 dan kontekstualisasinya ke dalam

pengalaman Puncak Jaya sebagaimana didiskusikan dalam Bab 2 dan 3, maka Bab ini akan mengajukan sejumlah rekomendasi dasar yang diperlukan dalam kerangka penyusunan regulasi nasional bagi pemekaran Puncak Jaya menjadi Kabupaten Puncak. Dalam Bab ini, sekaligus akan didiskusikan skenario transisi yang diperlukan, terutama pada fase awal proses pembentukan sebelum ditetapkan keputusan politik pembentukan Kabupaten Puncak. Sementara itu, skenario transisi pasca pembentukan Kabupaten Puncak akan didiskusikan pada Bab 5. Diskusi pada Bab 5 akan dipilah menjadi dua bagian besar. Pertama, skenario transisi sebelum terbentuknya Kabupaten Puncak definitif dimana status kabupaten baru masih berada dalam wilayah protektorat Puncak

Page 128: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

108 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Jaya sebagai kabupaten induk. Kedua, skenario transisi untuk kurun waktu lima tahun pertama pasca terbentuknya Kabupaten Puncak definitif.

Pembicaraan mengenai skenario transisi ini menjadi krusial karena, sebagaimana telah disampaikan pada Bab 1, salah satu limitasi yang ditemukan dalam kebijakan dan implementasi kebijakan pemekaran wilayah sejauh ini adalah kealpaan menejemen transisi sebagai sebuah instrumen untuk menjamin daerah baru mampu mempercepat proses kesiapannya menjalankan fungsi- fungsi pemerintahan. Padahal data yang dihimpun selama penelitian ini mengungkapkan desain manajemen transisi diperlukan guna membantu daerah baru memecahkan permasalahan kompleks yang dihadapinya di tengah kemampuan dan pengalamannya yang sangat terbatas sebagai unit pemerintahan daerah otonom baru. Kesenjangan antara permasalahan dan kebutuhan dengan kemampuan harus bisa dijembatani agar periode persiapan ke arah pembentukan dan tahun-tahun awal pembentukan (terutama 5 tahun pertama) bisa berfungsi efektif bagi daerah baru dalam mengembangkan diri sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan dengan baik.

Page 129: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 109

A. REKOMENDASI: PEMBENTUKAN KABUPATEN PUNCAK SEKARANG JUGA

Kajian atas viability yang menekankan pada rasionalitas dan urgensi pemekaran Puncak Jaya menjadi Puncak dan feasibility yang menekankan pada kelayakan administratif dari calon kabupaten baru sebagaimana telah didiskusikan dalam Bab 2 dana Bab 3 dengan

sangat jelas mengungkapkan calon kabupaten baru telah memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Dari sudut viablity, rasionalitas dan urgensi pembentukan Kabupaten Puncak terkait dengan kebutuhan untuk mengembangkan strategi nasional guna menjawab persoalan-persoalan nasional yang berada di tanah Papua, khususnya di daerah pegunungan tengah. Strategi nasional ini bertumpu pada paradigma berpikir baru yang menekankan pada pendekatan kesejahteraan sebagai substitusi atas pendekatan keamanan (yang gagal) yang menandai bekerjanya politik nasional selama periode Orde Baru. Kebutuhan nasional untuk memperluas jangkauan kehadiran negara dengan fungsi-fungsi dasarnya, serta memperdalam penetrasi negara dalam kerangka membangun sense tentang ke-Indonesia-an merupakan dua kebutuhan pokok Indonesia di tanah Papua saat sekarang. Hal ini disebabkan karena di Papua, Indonesia dihadapkan pada dua persoalan nasional yang sangat serius, yakni kealpaan

Page 130: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

110 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

negara dalam raut pelayanan dasar yang merupakan harapan dan sekaligus kewajiban dasar negara atas warganya, dan kedua, masih tetap bertahannya separatisme sebagai ancaman atas integrasi nasional Indonesia.

Dalam konteks seperti digambarkan di atas, pemekaran wilayah Puncak Jaya menjadi Puncak menjadi satu dari sangat sedikit pilihan yang paling masuk akal dan urgen yang harus diambil pemerintah nasional saat sekarang. Hal ini terkait dengan dua pertimbangan besar. Pertama, pemekaran wilayah Puncak Jaya menjadi Puncak merupakan jalan damai yang ditawarkan oleh masyarakat Puncak Jaya kepada pemerintah nasional untuk dapat merebut hati dan pikiran mereka dalam kerangka ganda: (a) mengintegrasikan secara damai masyarakat pegunungan tengah yang berada dalam wilayah calon kabupaten baru ke dalam NKRI; dan (b) memberikan alternatif sistem dan infrastuktur bagi pemerintah nasional untuk merealisasikan kebijakan anti kekerasan sehingga mampu memenuhi tujuan-tujuan normatifnya. Kedua, pemekaran wilayah Puncak Jaya menjadi Puncak merupakan pilihan sadar yang mendapatkan dukungan sangat luas dari masyarakat untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara untuk bisa menikmati pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, infrastukrtur, penerangan) yang merupakan kewajiban negara yang gagal dipenuhi di wilayah calon Kabupaten Puncak hingga hari ini.

Sebagaimana terungkap dalam forum pertemuan terbuka dengan warga calon kabupaten Puncak di lapangan kantor distrik Ilaga, warga masyarakat yang berbondong-bondong datang menemui Tim Peneliti beramai-ramai mengemukakan

Page 131: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 111

pendapatnya yang semuanya mengekspresikan ketidaksabaran untuk segera memiliki pemerintah kabupaten baru dengan berbagai argumen. Dengan berapi-api seorang Kepala Suku menyampaikan pendapatnya:

“Kami ingin bicara dengan anak dan adik kami (Tim Peneliti dan Tim Pemekaran Kabupaten - red), apakah yang dilakukan ini serius atau tidak? Dulu waktu Tim Jakarta (DPR- red) datang ke Ilaga kami sambut dengan ribuan penduduk, tetapi hari ini hanya sedikit yang datang, tidak dengan wajah cerah, dan tidak mengenakan perhiasan. Mengapa? Karena kami meragukan keseriusan Tim Jakarta.”

“Para anggota Tim ini ibarat membawa “nona cantik” yaitu janji kabupaten dari Jakarta, tetapi apakah benar- benar serius mau kawinkan dengan anak kami atau tidak? Dulu sudah pernah datang (DPR) dan sekarang datang lagi tetapi belum ada realisasi. Kami tidak mau lagi sekedar janji-janji. Kami sudah tidak sabar lagi untuk segera dibentuk kabupaten baru”1

Dari dialog dengan Tim Peneliti dengan warga masyarakat calon kabupaten Puncak dengan jelas terungkap bahwa semua warga masyarakat sudah sangat menginginkan pembentukkan kabupaten. Salah satu alasan yang mengemuka sangat kuat adalah kenyataan bahwa sampai saat ini sudah 61 tahun Indonesia merdeka tetap masih saja banyak warga Papua termasuk warga Puncak yang telanjang Masyarakat juga menginginkan bahwa adanya kabupaten baru akan memungkinkan terbukanya jalur jalan ke Timika maupun Wamena sehingga warga Puncak bisa terbuka dari isolasi.2 Ketika diberi penjelasan bahwa akses jalan yang terbuka akan membawa hal-hal baik dan tidak baik, mereka meminta agar pemerintah mencegah masuknya hal-hal

Page 132: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

112 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

yang tidak baik (minuman keras, penyakit, dkk). Mereka yakin bahwa masyarakat Puncak memiliki budaya yang baik. Buktinya, alat-alat berat (untuk pembukaan jalan) selama ini dibiarkan di jalan terbuka tetapi tetap aman dan tidak ada yang merusak. Masyarakat juga berharap bahwa dengan menjadi kabupaten maka di daerahnya akan ada puskesmas, rumah sakit, sekolah, obat-obatan, listrik, jalan, dan lain-lain.3

Dari sudut feasibility, syarat syarat adminsitratif yang diharuskan oleh berbagai peraturan perundang-undangan telah dipenuhi. Persetujuan dan dukungan dari berbagai aktor yang diperlukan telah dipenuhi sebagaimana telah dielaborasi dalam Bab 3. Lebih lagi, dalam komparasinya dengan pengalaman daerah-daerah pemekaran sebelumnya, dukungan substantif atas syarat-syarat administratif tersedia dengan sangat memadai. Kemampuan ekonomi, potensi daerah, kohesifitas dan soliditas sosial-budaya, potensi demokrasi, jumlah penduduk, luas wilayah, dan kebutuhan untuk menciptakan keamanan yang langgeng merupakan elemen-elemen fundamental yang ditemukan dalam lingkungan masyarakat di kawasan calon kabupaten baru. Kesemuanya merupakan dukungan yang bercorak substantif atas syarat-syarat administrasi yang diperlukan yang sangat meyakinkan bahwa calon kabupaten baru ini akan dapat berkembang dengan baik di masa yang akan datang.

Demikian pula, jumlah distrik (kecamatan), bahkan kampung (desa) dan kepastian lokasi ibukota dengan segala modal dasar berupa lahan yang sangat memadai merupakan bentuk-bentuk dukungan substantif fisik kewilayahan yang sudah tersedia dengan baik. Satu-satunya persoalan yang tersisa adalah kealpaan

Page 133: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 113

infrastruktur pemerintahan dalam raut perkantoran dan sarana penghubung. Tetapi kajian Tim Peneliti sampai pada kesimpulan bahwa hal ini adalah sekunder dan dapat dengan mudah dipenuhi mengingat keseriusan masyarakat untuk membantu sudah dibuktikan lewat keikhlasan mereka merelakan tanah mereka untuk kepentingan publik dan keseriusan pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dalam membantu calon kabupaten baru lewat alokasi sumber daya yang besar. Bahkan jika dilihat dari kepentingan pembangunan nasional yang lebih luas, yakni dalam kerangka pembangunan politik - pencapaian integrasi nasional secara damai dan pembangunan Ke-Indonesiaan, pembangunan ekonomi nasional jangka panjang, serta pembangunan sistem keamanan nasional yang berbasis pada kekuatan masyarakat sendiri, calon kabupaten baru, Puncak, memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.

Dengan rasionalitas sebagaimana digambarkan di atas, maka pemekaran - atau lebih tepatnya, pembentukan kabupaten baru, Puncak, menjadi pilihan yang paling masuk akal untuk diputuskan DPR dan pemerintah guna menyelesaikan persoalan nasional yang ada di wilayah Papua: separatisme dan kegagalan negara memenuhi kewajiban konstitusionalnya memberikan pelayanan bagi rakyatnya. Tetapi lebih dari sekadar membentuk kabupaten baru, Tim Peneliti merekomendasikan agar pembentukan dilakukan secara segera dan ditempatkan dalam skala prioritas tertinggi agenda kebijakan nasional. Hasil kajian Tim Peneliti atas berbagai informasi dan data yang tersedia menegaskan bahwa pemekaran Puncak Jaya menjadi Puncak saat sekarang adalah timingly correct karena harus berlomba

Page 134: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

114 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dengan semakin meluasnya kejenuhan masyarakat menunggu realisasi pembetukan kabupaten baru yang sudah cukup lama. Sebuah penundaan bisa berakibat pada penutupan jalan damai nir-kekerasan yang disediakan masyarakat dengan implikasi-implikasi yang bisa sangat serius bagi penyelesaian persoalan nasional di tanah Papua.

B. SKENARIO MENUJU PEMEKARAN PUNCAK DARI PUNCAK JAYA

103

B. SKENARIO MENUJU PEMEKARAN PUNCAK DARI PUNCAK JAYA

Tim merekomendasikan agar DPR dan Pemerintah Pusat secara politik menyetujui pemekaran Kabupaten Puncak Jaya menjadi Kabupaten Puncak. Lebih lagi, hasil assesment tim berdasarkan informasi lapangan tangan pertama menegaskan pemekaran kabupaten baru ini merupakan agenda yang harus dilakukan segera baik bagi kepentingan nasional maupun bagi kepentingan masyarakat yang berada di kawasan ini. Hanya saja, karena tiga alasan berikut ini, Tim Peneliti juga merekomendasikan agar persiapan ke arah pembetukan Kabupaten Puncak harus dilakukan dengan sangat cermat dan komprehensif agar tujuan-tujuan pemekaran ini dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Persiapan-persiapan tersebut, sebagiannya harus terintegrasi ke dalam Undang-Undang pembentukan Kabupaten Puncak, serta regulasi lain yang mengikat. Sementara sebagian lainnya, sebagaimana yang akan didiskusikan dalam Bab 5, merupakan bagian dari kerja rekayasa politik

Tiga skenario menuju pemekaran Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya:

1. Pemekaran Kabupaten Puncak yang merupakan instalasi sistem dan infrastuktur politik modern ke dalam sebuah masyarakat suku sehingga merupakan sebuah loncatan besar dalam design kelembagaan yang bisa melahirkan shock dan benturan kebudayaan yang perlu dikelola secara cermat;

2. Adanya sistem insentif dan penalti yang jelas menjadi salah kunci untuk mengurangi kontroversi pasca penetapan sebuah kabupaten otonom baru;

3. Pemekaran Puncak Jaya menjadi Puncak merupakan proses instalasi infrastruktur pemerintahan yang dimulai dari titik nol. Hal ini membutuhkan langkah-langkah persiapan yang harus melibatkan kekuatan-kekuatan yang jauh lebih besar daripada kabupaten baru ini sendiri.

Tim merekomendasikan agar DPR dan Pemerintah Pusat secara politik menyetujui pemekaran Kabupaten Puncak Jaya menjadi Kabupaten Puncak. Lebih lagi, hasil assesment tim berdasarkan informasi lapangan tangan pertama menegaskan pemekaran kabupaten baru ini merupakan agenda yang harus dilakukan segera baik bagi kepentingan nasional maupun bagi

Page 135: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 115

kepentingan masyarakat yang berada di kawasan ini. Hanya saja, karena tiga alasan berikut ini, Tim Peneliti juga merekomendasikan agar persiapan ke arah pembetukan Kabupaten Puncak harus dilakukan dengan sangat cermat dan komprehensif agar tujuan-tujuan pemekaran ini dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Persiapan-persiapan tersebut, sebagiannya harus terintegrasi ke dalam Undang-Undang pembentukan Kabupaten Puncak, serta regulasi lain yang mengikat. Sementara sebagian lainnya, sebagaimana yang akan didiskusikan dalam Bab 5, merupakan bagian dari kerja rekayasa politik (political engineering) yang harus dilakukan baik oleh pemerintah kabupaten induk (Puncak Jaya), pejabat politik dan perangkatnya, serta pejabat politik (DPRD dan Bupati) Kabupaten Puncak definitif.

Pertama, pemekaran Kabupaten Puncak yang merupakan instalasi sistem dan infrastuktur politik modern ke dalam sebuah masyarakat suku sehingga merupakan sebuah loncatan maha besar design kelembagaan yang bisa melahirkan shock dan benturan kebudayaan yang perlu dikelola secara cermat. Dari sebuah desain kelembagaan masyarakat Puncak dengan sentuhan minimum kelembagaan modern sebagaimana diintrodusir oleh gereja, kehadiran pemerintahan modern berupa kabupaten baru mengharuskan masyarakat bisa hidup dalam sebuah sistem yang sama sekali baru yang kompatibel dengan sistem nasional. Sebuah persiapan yang matang ke arah pembentukan Kabupaten Puncak merupakan kebutuhan mendasar guna meminimalisasi implikasi

Page 136: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

116 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

yang ditimbulkan oleh adanya lonjakan design kelembagaan di atas.

Kedua, belajar dari pengalaman daerah-daerah pemekaran baru lainnya, terutama di kawasan Papua, regulasi yang lebih jelas dan tegas yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat, yang diikuti adanya sistem insentif dan penalti yang jelas menjadi salah kunci untuk mengurangi kontroversi pasca penetapan sebuah kabupaten otonom baru. Masalah-masalah seperti aset daerah induk yang belum diserahkan; tidak ada manajemen transisi dan konsensus pengelolaan daerah pasca pemekaran antara daerah induk dan daerah pemekaran; tidak disiapkannya perangkat administratif dan legal baru sehingga daerah baru terus tergantung pada perangkat adminstratif yang sama dengan daerah induk; tidak diakuinya daerah baru oleh daerah induk; kegagalan daerah dan elit lokal mengelola kontroversi dan potensi konflik di masyarakat; serta muculnya pola hubungan konfliktual antara masyarakat (adat) dengan pemerintah daerah baru, merupakan serangkaian persoalan yang menandai kelahiran daerah-daerah otonom baru di Indonesia.

Pengalaman dari banyak daerah juga memastikan bahwa, ke dalam, pemerintah daerah otonom baru dihadapkan pada masalah dalam berbagai bidang. Dalam bidang pemerintahan, misalnya, persoalan-persoalan keterbatasan sumberdaya aparatur, dari sisi jumlah, kualifikasi administratif dan teknis serta substantif; keterbatasan sumberdaya fiskal, infrastruktur fisik pendukung proses pemerintahan; dan keterbatasan pengalaman

Page 137: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 117

lembaga dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang sangat terbatas serta belum adanya kebijakan yang akan diteruskan atau dikembangkan merupakan hal-hal yang perlu disiapkan sebelum pembentukan kabupaten baru dilakukan. Dalam bidang ekonomi, masalah-masalah seperti kelangkaan, bahkan dalam konteks calon kabupaten baru Puncak, ketiadaan institusi ekonomi seperti pelaku produksi, distribusi dan keuangan (lembaga keuangan bank maupun non-bank); dan keterbatasan insfrastruktur pendukung pembangunan ekonomi — transportasi, komunikasi dan relasi dengan pelaku ekonomi dari luar - merupakan hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan baik. Dalam bidang pelayanan publik sebagai inti pokok dari tuntutan masyarakat untuk memiliki pemerintahan sendiri, persoalan-persoalan seperti keterbatasan infrastruktur fisik pelayanan, seperti rumah sakit, sekolah, dan pasar; dan keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat karena mengandalkan transfer dari daerah induk muncul sebagai hal-hal yang harus dipersiapkan. Sementara dalam bidang sosial dan politik, perebutan sumberdaya antara daerah baru hasil pemekaran dengan daerah induk maupun daerah tetangga; perebutan posisi- posisi politik dan birokratik antar kelompok dalam masyarakat, namun belum ada pelembagaan dan preseden sebelumnya; dan pelembagaan manajemen konflik yang belum terbentuk akibat posisi sebagai daerah baru adalah masalah-masalah yang perlu mendapatkan perhatian sejak awal.

Page 138: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

118 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

107

membutuhkan penajaman pada dimensi administratif-reguler untuk Delapan hal yang harus dipersiapkan dalam UU Pembentukan Kabupaten Puncak:

1. Perlu ditetapkan kewajiban pemerintah daerah Puncak Jaya sebagai kabupaten induk yang meliputi kewajiban untuk empersiapkan infrastruktur fisik dan pemerintah yang diperlukan bagi pemerintah daerah Puncak;

2. Perlu ditetapkan kewajiban pemerintah Provinsi Papua untuk membantu Kabupaten Puncak;

3. Perlu ditetapkan kewajiban pemerintah nasional, terutama dalam bentuk alokasi dana khusus bagi pengembangan infrastruktur pemerintahan dalam bidang pelayanan publik dasar, yakni Pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, jalan dan kelistrikan;

4. Perlu dirumuskan secara tegas prioritas prioritas-prioritas kebijakan terutama oleh calon pemerintah Kabupaten Puncak yang difokuskan pada tuntutan utama masyarakat, yakni dalam bidang Pendidikan, kesehatan, pembangunan infratsruktur

Dalam konteks Puncak Jaya dan calon kabupaten baru Puncak, sebagian masalah sebagaimana digambarkan di atas, sejauh informasi yang dapat dihimpun dari berbagai pihak yang berkepentingan, memang sudah selesai, bahkan sebelum kejelasan politik mengenai calon Kabupaten Puncak diperoleh. Masalah semisal, ketegangan antar Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak yang bersumber pada hal-hal s e m i s a l k e e n g g a n a n melakukan transfer P3D, batas w i l a y a h , p e n y i a p a n infrastruktur pemerintahan, dan sebagainya praktis bukan merupakan masalah penting di kawasan ini. Hanya saja karena kemampuan daerah induk Puncak Jaya masih juga terbatas baik dalam hal sumber-daya finansial maupun s u m b e r - d a y a a p a r a t u r, dip erlukan keterlib at an institusi politik yang lebih luas,

Page 139: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 119

yakni Provinsi dan pemerintah pusat agar pencapaian tujuan-tujuan pemekaran Kabupaten Puncak dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

109

yang jelas. Kewajiban untuk meneruskan kebijakan pengembangan sumber-daya manusia. Kewajiban untuk mempersiapkan perangkat adminsitrasi yang terpisah dari perangkat administrasi Kabupaten Puncak Jaya. Kewajiban untuk memastikan penyelesaian masalah- masalah batas wilayah, terutama di distrik bagian utara dan bagian selatan yang potensial melahirkan sengketa.

Kedua, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak harus ditetapkan kewajiban pemerintah Provinsi Papua untuk membantu Kabupaten Puncak. Hal ini dapat dilakukan melalui kewajiban alokasi dana otsus dan pengintegrasian dan penetapan pembangunan infrastuktur transportasi Provinsi di kawasan Kabupaten Puncak yang memungkinkannya terhubung

dengan kabupaten-kabupaten lainnya, terutama kabupaten Mimika di bagian selatan dan Puncak Jaya di sebelah timur. Kewajiban untuk membantu kebijakan pengembangan sumber-daya manusia, mempersiapkan perangkat administrasi dan legal bagi kabupaten baru, dan penuntasan masalah batas wilayah sebelum kabupaten baru

Jalan, pembangunan ekonomi rakyat dan pembangunan kelistrikan;

5. Perlu dirumuskan secara tegas kewajiban daerah untuk memanfaatkan secara bijak dan adil potensi yang ada di masyarakat;

6. Harus dirumuskan klausal yang mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk mendaya-gunakan dan mensinergikan kegiatan dan kebijakannya dengan institusi agama yang telah lama ada;

7. Harus pula dirumuskan kewajiban pemerintah daerah untuk melibatkan institusi-institusi lokal dalam proses pengambilan keputuan;

8. Harus memuat klausal yang mewajibkan pemerintah daerah mengembangkan kebijakan yang adil baik di antara kelompok- kelompok masyarakat, maupun antara pemerintah dan masyarakat.

Ketiga, pemekaran Puncak Jaya menjadi Puncak adalah proses i n s t a l a s i i n f ra s t r u k t u r pemerintahan yang dimulai dari titik nol. Karena m e r u p a k a n p r o s e s pembangunan infrastruktural, pekerjaan ini tidak dapat dilakukan sebagaimana di daerah pemekaran lainnya dimana syarat minimum dari sebuah sistem sudah terbentuk d a n k a re n a nya , h a nya membutuhkan penajaman pada dimensi administratif-reguler untuk sistem sistem bisa berjalan. Di Puncak, pembentukan pemerintahan harus dimulai dari awal, dan h a l i n i m e m b u tu h k a n langkah-langkah persiapan yang harus melibatkan kekuatan-kekuatan yang jauh l e b i h b e s a r d a r i p a d a kabupaten baru ini sendiri.

Page 140: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

120 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Karena alasan-alasan di atas, Tim Peneliti mengusulkan agar hal-hal berikut ini dipersiapkan baik melalui pengintegrasiannya ke dalam UU pembentukan dan regulasi lainnya, maupun melalui kerja politik lainnya.

Pertama, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak harus ditetapkan kewajiban pemerintah daerah Puncak Jaya sebagai kabupaten induk yang meliputi kewajiban untuk mempersiapkan infrastruktur fisik dan pemerintahan yang diperlukan bagi pemerintah daerah Puncak. Kewajiban ini harus direfleksikan ke dalam struktur APBD Kabupaten Puncak Jaya. Kewajiban untuk mengalihkan P3D dengan skema waktu yang jelas. Kewajiban untuk meneruskan kebijakan pengembangan sumber daya manusia. Kewajiban untuk mempersiapkan perangkat adminsitrasi yang terpisah dari perangkat administrasi Kabupaten Puncak Jaya. Kewajiban untuk memastikan penyelesaian masalah-masalah batas wilayah, terutama di distrik bagian utara dan bagian selatan yang potensial melahirkan sengketa.

Kedua, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak harus ditetapkan kewajiban pemerintah Provinsi Papua untuk membantu Kabupaten Puncak. Hal ini dapat dilakukan melalui kewajiban alokasi dana otsus dan pengintegrasian dan penetapan pembangunan infrastuktur transportasi Provinsi di kawasan Kabupaten Puncak yang memungkinkannya terhubung dengan kabupaten-kabupaten lainnya, terutama kabupaten Mimika di bagian selatan dan Puncak Jaya di sebelah timur. Kewajiban untuk membantu kebijakan pengembangan sumber daya manusia, mempersiapkan perangkat administrasi dan legal bagi kabupaten

Page 141: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 121

baru, dan penuntasan masalah batas wilayah sebelum kabupaten baru ditetapkan.

Ketiga, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak Jaya harus ditetapkan kewajiban pemerintah nasional, terutama dalam bentuk alokasi dana khusus bagi pengembangan infrastruktur pemerintahan dalam bidang pelayanan publik dasar, yakni pendidikan, kesehatan, jalan, pemberadayaan ekonomi rakyat, dan kelistrikan. Bahkan dapat juga ditetapkan kewajiban pemerintah pusat dalam membantu pembangunan sumber daya manusia, dan penyiapan perangkat administrasi.

Keempat, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak harus dirumuskan secara tegas prioritas-prioritas kebijakan terutama oleh calon pemerintah Kabupaten Puncak yang difokuskan pada tuntutan utama masyarakat, yakni dalam bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan ekonomi rakyat dan pembangunan kelistrikan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari logika ‘semua dijalankan’ (humster wheel) tanpa prioritas yang jelas dan menghamburkan energi yang terbatas.

Kelima, dalam UU tentang pembentukan Kabupaten Puncak perlu dirumuskan secara tegas kewajiban daerah untuk memanfaatkan secara bijak dan adil potensi yang ada di masyarakat. Dalam konteks ini, semua lahan yang disediakan masyarakat diwajibkan untuk digunakan hanya bagi kepentingan pembangunan infrastruktur pemerintahan dan tidak diperbolehkan untuk dialihkan ke tangan pihak lain atau untuk kepentingan di luar pembangunan infrastruktur pemerintahan, apalagi melalui mekanisme transaksi pasar. Pengaturan yang

Page 142: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

122 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

sama juga berlaku bagi lahan-lahan masyarakat (adat) yang telah diberikan secara cuma-cuma bagi pihak privat. UU pembentukan Kabupaten Puncak dapat menetapkan larangan bagi pengalihan melalui mekanisme transaksi (jual-beli) atas lahan-lahan yang diserahkan masyarakat adat pada warga negara lain yang berada di wilayah Puncak.

Keenam, dalam UU tentang pembentukan Kabupaten Puncak harus dirumuskan klausal yang mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk mendaya-gunakan dan mensinergikan kegiatan dan kebijakannya dengan institusi agama yang telah lama ada. Sebagai contoh, lembaga-lembaga keagamaan dapat diberi wewenang, sumberdaya dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dasar dalam dua bidang strategis, yakni pendidikan dan kesehatan yang merupakan dua bidang sosial yang sudah sangat lama digeluti oleh institusi gereja melalui yayasan-yayasannya.

Ketujuh, dalam UU pembentukan Kabupaten Puncak harus pula dirumuskan kewajiban pemerintah daerah untuk melibatkan institusi-institusi lokal dalam proses pengambilan keputuan. Tiga institusi penting di kawasan calon Kabupaten Puncak dapat ditetapkan, yakni Honai sebagai institusi paling dasar dalam masyarakat Puncak, suku yang direpresentasikan oleh kepala suku, dan gereja yang dapat direpresentasikan oleh sejumlah yayasan. Hal ini dimaksudkan agar aktivasi fungsi kepemerintahanan baru tidak berbenturan dengan budaya masyarakat

Kedelapan, UU pembentukan Kabupaten Puncak harus memuat klausal yang mewajibkan pemerintah daerah

Page 143: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 123

mengembangkan kebijakan yang adil baik di antara kelompok- kelompok masyarakat, maupun antara pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh, penyiapan infrastruktur pemerintahan harus dilakukan pertama-tama untuk bidang-bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan kelistrikan. Bidang-bidang lainnya, sekalipun diperlukan harus ditempatkan pada skala prioritas berikutnya karena - sejauh informasi lapangan digunakan - tidak merupakan alasan fundamental masyarakat menuntut kabupaten baru. Pembangunan infrastruktur lainnya, misalnya perumahan bagi pejabat atau kantor-kantor pemerintahan lainnya harus dilakukan secara bersamaan dengan misalnya, pembangunan perumahan rakyat. Sementara dimensi keadilan antar kelompok dapat berupa kewajiban bagi pemerintah Puncak memperhatikan perbedaan karakteristik model ekonomi dan masyarakat antara daerah pegunungan dengan daerah dataran rendah yang berada di kawasan bagian utara calon Kabupaten Puncak.

C. MANAJEMEN TRANSISIKeputusan politik untuk membentuk Kabupaten Puncak

harus segera dikeluarkan, mengingat aspek kelayakan dan rasionalitas bagi pengembangan pemerintahan di kawasan tersebut. Selain itu, pembuatan keputusan membentuk kabupaten di dataran paling tinggi tanah Papua tersebut juga tengah berburu dengan dengan titik jenuh masyarakat yang sudah menunggu proses tersebut dalam kurun tiga tahun terakhir. Artinya, momentum pembentukan Kabupaten Puncak adalah sekarang mengingat penantian dan dukungan masyarakat yang luar biasa besar.

Page 144: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

124 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Meskipun demikian, agar proses pembentukan kabupaten tersebut bisa terkelola dengan baik, penting kiranya dirancang manajemen transisi yang memadai. Dalam konteks Kabupaten Puncak, kebutuhan untuk merancang manajemen transisi menjadi jauh lebih signifikan mengingat: 1) Pemekaran Kabupaten Puncak merupakan instalasi sistem dan infrastuktur politik modern ke dalam masyarakat suku sehingga merupakan loncatan maha besar disain kelembagaan yang bisa melahirkan shock dan benturan kebudayaan yang perlu dikelola secara cermat; 2) pentingnya sistem insentif dan penalti yang jelas sehingga meminimalisir kontroversi pasca penetapan kabupaten pemekaran; dan 3) pembentukan Kabupaten Puncak merupakan proses instalasi infrastruktur pemerintahan yang dimulai dari titik nol, sehingga membutuhkan langkah-langkah persiapan yang harus melibatkan kekuatan-kekuatan yang jauh lebih besar daripada kabupaten baru ini sendiri.

Substansi dari aspek-aspek manajemen transisi selanjutnya harus ditetapkan dalam UU pembentukan yang di dalamnya harus secara tegas mengatur; 1) kewajiban kabupaten induk, pemerintah provinsi, pemerintah nasional, dan pemerintah kabupaten pemekaran dalam proses pembentukan dan pengelolaan pemerintahan; 2) kebijakan- kebijakan dasar yang harus diletakkan, dan 3) keharusan pemerintah daerah untuk melibatkan struktur sosial masyarakat dalam proses pengelolaan dan pengembangan kabupaten baru.

Tahap selanjutnya dalam proses pembentukan Kabupaten Puncak adalah apa yang harus dilakukan di tataran praksis ketika keputusan politik pembentukan kabupaten tersebut

Page 145: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 125

sudah ditetapkan. Bab 5 laporan ini secara panjang lebar akan memaparkan pengelolaan proses pemekaran dan pengembangan kabupaten baru.

CATATAN AKHIR1. Markus Ugoya, Kepala Suku. Pendapat tersebut disampaikan dalam

pertemuan terbuka di halaman kantor distrik Ilaga, 30 September 2006.

2. Pernyataan ini dengan jelas diungkapkan oleh Ketua Tokoh Pemuda setempat, Jimmy Minggawa, Ilaga, 30 September 2006.

3. Ungkapan-ungkapan tersebut muncul dalam pertemuan terbuka dengan warga Ilaga di halaman kantor distrik Ilaga, 30 Septem ber2006.

Page 146: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

126 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

5PROSES PEMEKARAN DAN

PENGEMBANGAN KABUPATEN BARUDrs. Bambang Purwoko, MA.

AAGN Ari Dwipayana, SIP, MS.i.

Dr. Purwo Santoso, MA.

A. PENGANTAR

Sebagaimana dikemukakan dalam Bab 4, studi ini merekomendasikan dibentuknya pemerintahan daerah baru, yakni Kabupaten Puncak, sebagai pemekaran dari

Kabupaten Puncak Jaya di Provinsi Papua. Sehubungan dengan hal ini perlu ditegaskan bahwa yang diperlukan di daerah bukanlah sekedar status hukum bagi unit pemerintahan yang baru, melainkan terselenggaranya secara baik fungsi-fungsi pemerintah daerah. Oleh karena itu, tantangan terbesar yang dihadapi bukanlah sekedar menjadikan ada unit pemerintahan baru melainkan menjamin berfungsinya pemerintahan baru tersebut. Bab ini disusun untuk kepentingan itu. Dalam Bab ini diidentifikasi berbagai agenda yang perlu dijalankan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten

Page 147: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 127

Puncak Jaya maupun komponen-komponen strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal.

Dalam paparan Bab sebelum ini juga telah ditegaskan bahwa, mengingat urgensinya, Kabupaten Puncak harus dibentuk sekarang juga. Namun, mengingat beratnya tantangan yang dihadapi, diperlukan waktu yang lebih panjang dari pada yang diperlukan di daerah lain. Dengan alokasi waktu yang cukup, maka proses instalasi pemerintahan daerah yang baru bisa berjalan secara lebih seksama dan proses pengembangan kapasitasnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan daerah bisa dilakukan dengan baik. Sehubungan hal ini ada beberapa hal yang penting untuk dikedepankan sejak dini.

Pertama, kelonggaran waktu diperlukan untuk memastikan bahwa pembentukan Kabupaten Puncak benar-benar bermanfaat untuk mencapai misi pokoknya, yakni menghadirkan negara ke hadapan rakyat di Kabupaten tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan proses pembentukan harus dikawal dengan kebijakan strategis dan dilaksanakan secara seksama.

Kedua, pembentukan kabupaten baru harus disertai dengan manajemen transisi yang memadai. Dalam pengelolaan proses transisi ini, disamping harus ada kejelasan role of engagement dari berbagai fihak yang terlibat, juga harus ada kejelasan rancangan intervensi pemerintah Provinsi maupun pemerintah pusat dalam rangka pengembangan kapasitas pemerintahan daerah. Disamping itu, harus juga disiapkan exit strategy atau pola keterlibatan fihak luar yang semakin longgar sehingga pada saatnya nanti pemerintah daerah yang dibentuk betul-betul siap berotonomi.

Page 148: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

128 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Ketiga, cakupan agenda/kegiatan dalam manajemen transisi tidaklah sekedar pemisahan unit pemerintahan daerah dari kabupaten induk melainkan juga pengembangan kapasitas pemerintahan daerah yang memadai sehingga siap untuk mengelola pemerintahan daerah secara otonom. Yang harus dilakukan oleh berbagai eksponen, baik pemerintah kabupaten Induk (Puncak Jaya), maupun pemerintah Provinsi dan pemerintah Pusat pada dasarnya adalah melakukan instalasi pemerintahan daerah.

Keempat, manajemen transisi senantiasa berhadapan dengan persoalan ketidakpastian dan benturan kepentingan antara fihak-fihak yang terkait. Sehubungan dengan hal itu, para pengambil keputusan dituntut untuk mengacu pada sejumlah prinsip yang jelas dan disepakati berbagai berbagai fihak. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melindungi, mendayagunakan nilai-nilai dan institusi lokal dan menyerapnya dalam sistem pemerintahan yang dikembangkan.

2. Mengelola proses secara fair. Prinsip fairness ini harus dipegang teguh dalam mendistribusikan sumberdaya antar etnis, maupun dalam interaksi antara mayarakat dengan industri.

Dalam menjalankan rencana transisi yang telah disusun diperlukan beberapa prasyarat dalam manajemen transisi, yakni:

Page 149: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 129

6. Sinkronisasi aturan/kebijakan pelaksana Kebijakan yang dikeluarkan oleh berbagai level pemerintahan perlu disinkronkan sehingga tidak muncul tumpang tindih satu dengan yang lain.

7. Koordinasi dan komunikasi antar instansi pelaksana

Salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan rencana yang telah disusun adalah berjalannya koordinasi dan komunikasi antar level pemerintahan dan dalam struktur pemerintahan daerah yang baru. Sehingga, perlu diatur mekanisme koordinasi dan komunikasi yang bersifat periodik.

8. Kepemimpinan yang efektif

Kepemimpinan yang diperlukan adalah kepemimpinan yang mampu mengelola jaringan yang ada sehingga akhirnya seluruh jaringan yang tersedia bisa berjalan sesuai dengan direncanakan.

B. KERANGKA PENGELOLAAN PROSES TRANSISIStudi ini mengusulkan agar berbagai pihak yang terlibat dalam

proses pemekaran dan pengembangan kapasitas Kabupaten baru hasil pemekaran memiliki kejelasan peran dan tanggung jawab. Sehubungan dengan hal itu diperlukan kejelasan tentang hal-hal berikut ini:

1. Isi agenda. Apakah agenda-agenda transisional yang harus dijalankan di daerah baru pasca pemekaran. Tentu saja, agenda-agenda tersebut dirumuskan dengan kejelasan

Page 150: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

130 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

mengapa hal itu penting untuk dilaksanakan, dan bagaimana cara menjalankan agenda-agenda tersebut.

2. Tahapan penyelenggaraan dan periode waktunya. Perlu dirumuskan tahapan dan waktu yang diperlukan untuk menjalankan agenda-agenda tersebut. Disamping itu perlu juga diidentifikasi kendala-kendala yang mungkin timbul dan bagaimana alternatif solusi mengatasi kendala tersebut.

3. Siapa melakukan apa? Harus ada kejelasan tanggungjawab atas pelaksanaan agenda tersebut. Perlu dirumuskan berbagai bentuk tanggung- renteng atas pelaksanaan agenda-agenda tersebut? Apa tanggungjawab pemerintah? Apa peran pemerintah provinsi Papua, apa yang harus dilakukan pemerintah Kabupaten Puncak, dan apa peran masyarakat dan sektor swasta?

9. Dukungan sumberdaya. Perlu diidentifikasi, baik sumberdaya manusia, sarana-prasarana maupun sumberdaya finasial yang dibutuhkan untuk menjalankan agenda-agenda tersebut.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas, perlu dirumuskan skenario pengelolaan proses transisi sebagai berikut.

Pertama, dari segi isinya agenda dipilahkan dua jenis agenda. Adapun agenda adalah:

1. Pemisahan ke dalam dua unit pemerintahan. Agenda ini relatif mudah untuk dimengerti, bukan saja karena hasilnya mudah untuk dilihat melainkan juga sudah menjadi common sense tentang pemekaran wilayah. Target dari kegiatan ini

Page 151: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 131

adalah adanya suatu organisasi pemerintahan daerah berikut personalia dan prosedur kerjanya. Sehubungan dengan hal ini perlu ditegaskan bahwa adanya organisasi pemerintahan tidak dengan serta merta berarti organisasi tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan agenda yang kedua, yakni mengembangan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah yang sudah terbentuk tersebut.

2. Pengembangan kapasitas sebagai daerah otonom. Agenda kedua ini mempunyai misi untuk menguatkan sistem pemerintahan lokal sedemikian rupa sehingga bisa optimal dalam menjalankan fungsi- fungsinya. Diantara fungsi-fungsi pemerintahan yang sangat penting untuk diciptakan dan diperkuat adalah penyelenggaraan pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pembangunan sarana dan prasarana umum.

Kedua, penyelenggaraan dua agenda tersebut di atas selanjutnya bisa dibagi ke dalam dua tahapan yang berjalan secara berurutan dan sekaligus menunjukkan pula periodisasi kepemimpinan di Kabupaten Puncak:

1. Tahapan pemisahan Kabupaten Puncak dari Puncak Jaya. Tahapan ini dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Pembentukan Kabupaten Puncak hingga batas waktu yang ditentukkan oleh undang-undang sebagai masa kepemimpinan caretaker (penjabat) kepala daerah kabupaten puncak. Caretaker inilah yang selanjutnya diberikan tanggungjawab untuk menjalankan proses pemisahan

Page 152: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

132 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya. Dengan demikian, tahapan ini bisa dikatakan sebagai periodisasi kepemimpinan caretaker.

2. Tahapan pengembangan kapasitas sebagai daerah otonom. Tahapan pengembangan merupakan kelanjutan dari tahap pemisahan. Kalau dalam tahap pemisahan, agenda utamanya adalah menyiapkan seluruh infrastruktur pemerintahan, mulai dari organisasi, personalia dan prosedur, maka tahapan pengembangan mengemban misi untuk memperkuat infrastruktur pemerintahan yang sudah dibentuk bisa berjalan dengan baik. Berbeda dengan tahapan pemisahan, kepemimpinan dalam tahapan ini tidak lagi berada di bawah caretaker melainkan sudah berada di bawah kepala daerah definitif.

Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam bab-bab terdahulu pembentukan Kabupaten Puncak bukanlah semata-mata hajatnya pemerintah kabupaten pemekaran, dan bukan semata mata hajat pemerintah daerah baru. Sehubungan dengan hal itu, perlu lead agency yang memastikan keterlibatan berbagai fihak bersifat sinergis. Dalam level kebijakan, lead agency untuk proses pemisahan Kabupaten Puncak dari Kabupaten Puncak Jaya dan proses pengembangan kapasitas pemerintah daerah adalah pemerintah Provinsi, baik dalam kapasitasnya sebagai aparat daerah otonom maupun sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, utamanya Menteri Dalam Negeri. Sebagai

Page 153: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 133

lead agency dalam kebijakan, pemerintah Provinsi dibantu oleh taskforce yang berfungsi sebagai policy group dalam merumuskan kebijakan maupun melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses pemekaran. Karena mempunyai fungsi yang sangat strategis, maka taskforce yang dibentuk seharusnya melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan dalam proses pemekaran Kabupaten Puncak, seperti pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, perwakilan Gereja dan unsur Majelis Rakyat Papua (MRP).

Sedangkan dalam level operasional, pemerintah daerah Kabupaten Puncak, baik caretaker Bupati maupun bupati definitif dengan dibantu oleh taskforce, menjadi lead agency dalam mengelola proses pemisahan maupun pengembangan kapasitas pemerintahan daerah Kabupaten Puncak sesuai dengan kebijakan yang telah dirumuskan.

Keempat, persoalan sentral dalam pengelolaan proses transisi adalah pengalokasian sumberdaya dan pengolahannya menjadi kapasistas sistemik. Sehubungan dengan hal itu, tugas dari lead agency yang disebutkan di atas memastikan bahwa agenda-agenda yang disiapkan mendapatkan dukungan sumberdaya yang memadai dan bisa didayagunakan secara optimal. Keempat point tersebut di atas dijabarkan dalam tabel berikut ini.

Page 154: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

134 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

TabelKisi-kisi agenda Pemekaran dan Pengembangan Kapasitas Pemerintah

Kabupaten Puncak

Page 155: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 135

Page 156: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

136 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

o

Page 157: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 137

o

o

o

o

o o

o

o

o

Page 158: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

138 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

o

o

o

Page 159: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 139

o

o

o

Page 160: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

140 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

C. PENGELOLAAN PROSES PEMEKARANPemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Puncak

Jaya (Kabupaten Induk) memegang peranan yang sangat strategis dalam proses pemekaran institusi pemerintahan yang ada ke dalam dua unit pemerintahan yang berdiri sendiri-sendiri. Komitmen politik untuk memekarkan kabupaten harus dijabarkan ke dalam kebijakan-kebijakan teknis operasional untuk memastikan berdirinya dua unit pemerintahan yang berdiri sendiri-sendiri. Tanggung jawab untuk menuntaskan pemisahan ke dalam unit pemerintahan ini tetap ada pada pemerintah kabupaten induk sampai kebupaten definitif terbentuk: kepada daerah baru terpilih dan menjalankan tugasnya. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:1. Pembentukan dan pengukuhan tim (task force) pemekaran

tingkat Provinsi.

Page 161: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 141

Task force dibentuk oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur, bertugas merumuskan kebijakan teknis operasional dalam rangka memisahkan pemerintah Kabupaten Puncak Jaya ke dalam dua unit pemerintahan yang berbeda. Eksekusi program-program ini dilakukan oleh pejabat yang berwenang.

2. Perumusan dan penetapan program kerja task force pemekaran.Task force tidak mengambil alih pekerjaan pejabat struktural yang ada. Tugasnya hanya merumuskan kebijakan teknis secara terpadu dan terarah. Eksekusi program dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Yang harus dirumuskan oleh task force bukan hanya persoalan kabupaten pemekaran melainkan juga kabupaten induk.Program kerja task force ini setidaknya mencakup bidang berikut ini:a. Kelembagaan pemerintahan daerah.b. Kepegawaian.c. Bidang Keuangan.d. Asset dan sarana perkantoran.

3. Penentuan caretaker Bupati Puncak dan perumusan tugas-tugas yang harus dijalankannya.Eksekusi program kerja task force di wilayah kabupaten hasil pemekaran dilakukan oleh caretaker Bupati. Pejabat Bupati melaksanakan kegiatan yang sudah diprogramkan secara rinci, sehingga beban pembentukan kabupaten baru tetap

Page 162: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

142 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pada keseluruhan pemerintahan pusat, pemerintah Provinsi dan kabupaten Induk.Penjabat Bupati kabupaten baru sebaiknya berasal dari aparatur birokrasi dari kabupaten induk yang memenuhi persyaratan kecakapan, kepangkatan, memiliki dukungan dan jaringan yang luas dengan elemen masyarakat di daerah baru.Dalam melaksanakan tugasnya, caretaker Bupati dibantu oleh sebuah taskforce yang bertugas membantu caretaker dalam mengoperasionalisasikan program kerja task force Provinsi. Task force pemekaran Kabupaten Puncak terdiri dari berbagai stakeholders yang berkepentingan pada pemekaran, seperti; pemerintah kabupaten induk, unsur gereja dan perwakilan masyarakat adat.

4. Pelaksanaan tugas carataker Bupati: a. Pembentukan kelembagaan Pemerintah Daerah

Kabupaten Puncak.Penyusunan perangkat daerah yang baru dibentuk dilaksanakan oleh pejabat kepala daerah dan difasilitasi oleh Bupati induk bersama Gubernur. Dalam penyusuan perangkat daerah kabupaten baru seharusnya berpedoman pada struktur birokrasi yang minimum (miskin struktur, kaya fungsi). Hal ini perlu ditegaskan karena berbasis pada pengalaman di beberapa daerah pemekaran, walaupun secara normatif pembentukan kelembagaan daerah seharusnya dilakukan dengan memperhatikan aspek regulasi, visi-misi dan kebutuhan

Page 163: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 143

daerah, ketersediaan daya dukung SDM dan sumber daya lain, serta kebutuhan masyarakat. Namun, dalam prakteknya, yang lebih dominan dalam pembentukan kelembagaan daerah adalah pertimbangan untuk mengakomodir tuntutan jabatan aparat birokrasi. Dengan demikian, kelembagaan daerah tidak dibentuk berdasarkan kebutuhan rakyat, tetapi lebih untuk memberi tempat kepada aparat birokrasi menempati posisi- posisi jabatan struktural. Akibatnya, kelembagaan daerah menjadi cenderung gemuk tetapi tidak efektif dan tidak fungsional dalam melakukan fungsi-fungsi pelayanan.Pembentukan kelembagaan di Kabupaten Puncak sebagai kabupaten baru harus secara tegas menghindari kecenderungan di atas. Dasar pembentukan kelembagaan daerah seharusnya mempertimbangkan faktor; kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan, jenis, banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah penduduk, potensi daerah dan sarana-prasarana yang menunjang tugas. Dengan demikian, kelembagaan daerah harus dibentuk semata-mata untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.Juga harus diperhatikan bahwa kelembagaan daerah yang dibentuk (apakah dalam bentuk Dinas, Badan, ataupun Kantor) haruslah lembaga-lembaga yang secara riil memang dibutuhkan oleh rakyat. Pemerintah Kabupaten Puncak tidak perlu membentuk lembaga-lembaga tidak

Page 164: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

144 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dibutuhkan oleh rakyat. Pada tahap awal, beberapa lembaga yang dituntut keberadaannya adalah Sekretariat Daerah dengan fungsi minimal, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Perdagangan, dan Dinas Kimpraswil.

b. Pengisian Jabatan dan PersonaliaDalam pengisian ini ada dua hal yang perlu dilihat: kebutuhan dan ketersediaan. Kebutuhan personil merupakan konsekuensi logis dari penyusunan dan pengembangan kelembagaan daerah. Semakin ramping strukturnya, maka jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan dalam birokrasi semakin sedikit. Setelah diketahui kebutuhan, baru dihitung ketersedian personil. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan terutama Pemerintah Kabupaten Induk berkewajiban ikut mendata berapa besar jumlah aparat beserta kualifikasinya yang dibutuhkan kabupaten hasil pemekaran. Hal ini perlu dilakukan karena relatif sulit bagi kabupaten pemekaran untuk menentukan secara mandiri hal tersebut.Apabila terjadi ketimpangan antara kebutuhan dengan ketersediaan maka perlu dilakukan beberapa langkah:1) Pengalihan atau pemindahan personil dari kebupaten

induk;2) Rekruitmen personil untuk menduduki jabatan

strategis dari kabupaten di luar Puncak Jaya. Dalam hal menghadapi masalah kelangkaan kepegawaian,

Page 165: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 145

maka diwajibkan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten Puncak Jaya sebagi Kabupaten Induk untuk menyerahkan aparat sejumlah yang dibutuhkan Kabupaten Puncak.

Hal ini perlu dilakukan karena disinyalir ada keengganan dari pemerintah tingkat atas ataupun Kabupaten Induk untuk melepas aparat terutama yang berkemampuan memadai - ke kabupaten pemekaran. Keengganan ini bisa jadi bukan merupakan keengganan pemerintah daerah secara kelembagaan, tetapi keengganan para pegawai untuk ditempatkan di wilayah Kabupaten Puncak sebagai daerah baru yang relatif lebih terisolir dibanding dengan Kabupaten Puncak Jaya sebagai induknya.Setelah itu baru dipikirkan skenario rekrutmen staf baru dan pengembangan kompetensi staf yang lama. Pengisian aparatur birokrasi pada perangkat daerah baru diprioritaskan dari PNS daerah induk yang mempunyai kompetensi yang selanjutnya difasilitasi oleh Gubernur Papua dan Bupati Puncak Jaya.Salah satu aspek krusial yang harus disiapkan sejak awal adalah mekanisme pengisian dan pengangkatan pegawai dan pejabat struktural di Kabupaten Puncak. Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan Tim S2 PLOD, terlihat jelas bahwa warga masyarakat menaruh harapan sangat tinggi bahwa kabupaten baru otomatis akan diisi oleh putra-putri terbaik yang berasal dari warga mereka.

Page 166: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

146 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Tuntutan untuk menempatkan warga lokal (dari masing-masing suku) dalam jabatan birokrasi di kabupaten baru harus tetap dikonfirmasikan dengan sistem pengangkatan pemimpin yang berbasis kompetensi dan profesionalisme. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk merancang mekanisme pengangkatan pemimpin yang “merit based” tetapi juga adaptif dan akomodatif terhadap sentimen lokal yang cenderung mendahulukan pertimbangan etnis dalam pengangkatan pejabat struktural di Kabupaten Puncak.Proses pengisian jabatan dalam birokrasi menjadi agenda kerja yang sangat sensitif karena akan melibatkan sentimen kesukuan yang sangat kuat. Jika tidak dilakukan dengan hati-hati maka pengisian jabatan dalam birokrasi justru akan berpeluang memicu terjadi konflik sosial antar warga masyarakat. Konflik sangat mungkin terjadi karena benturan dua kepentingan yang berbeda. Birokrasi sebagai sebuah organisasi rasional mempersyaratkan kualifikasi formal bagi siapa saja yang akan duduk di dalamnya. Namun demikian warga msyarakat dengan tingkat pemahaman sederhana seringkah beranggapan bahwa kedudukan dan jabatan dalam birokrasi pemerintahan secara otomatis adalah hak mereka sebagai penduduk sekaligus pemilik wilayah yang dijadikan daerah kabupaten baru yaitu Kabupaten Puncak.

Page 167: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 147

Untuk menghindari terjadinya konflik antar warga masyarakat maka dalam pengisian jabatan birokrasi hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:1) Sejak proses pemekaran masih dalam tahap

persiapan, perlu dilakukan pendataan tenaga- tenaga terdidik yang berasal dari distrik-distrik yang kemudian menjadi wilayah Kabupaten Puncak. Berdasarkan informasi dari mantan Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya, saat ini terdapat, tidak kurang dari 1400 mahasiswa asal Puncak Jaya di berbagai kota di Indonesia (Yogyakarta, Jakarta, Manado, Makasar, dan Surabaya). Adalah penting untuk menyiapkan para mahasiswa dan sarjana dari Kabupaten Puncak Jaya yang saat ini berada di luar daerahnya untuk kembali dan menduduki posisi dalam birokrasi pemerintah daerah sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.

2) Selain identifikasi dan penyiapan tenaga terdidik sebagaimana dipaparkan di atas, adalah penting juga untuk menyiapkan para mahasiswa dan sarjana tersebut melalui program-program diklat khusus sehingga mereka memiliki pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan bekerja di dalam lingkungan birokrasi.

3) Salah satu masalah besar yang sering dihadapi birokrasi pemerintah daerah di daerah terpencil dan terisolir seperti Kabupaten Puncak adalah rendahnya kehadiran pegawai pemerintah di kantornya, bahkan

Page 168: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

148 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

rendahnya “keberadaan” para pegawai pemerintah di lokasi di daerahnya. Banyak di antara mereka yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kota-kota lain yang lebih “modern” seperti di Jayapura, Timika, atau bahkan Jakarta. Karena itu menjadi penting untuk membangun komitmen sejak awal agar para calon pegawai yang akan ditempatkan di Kabupaten Puncak sebagai kabupaten baru adalah mereka yang memiliki keterikatan lokal yang kuat sehingga bisa diharapkan memiliki dedikasi dan loyalitas untuk bekerja di daerahnya.

4) Pengisian jabatan dalam birokrasi juga mempersyaratkan adanya kualifikasi pangkat dan golongan yang mencukupi untuk masing- masing tingkatan jabatan. Artinya, jabatan- jabatan Eselon II dan III mempersyaratkan kualifikasi yang hanya bisa dipenuhi oleh pagawai senior dengan masa kerja cukup lama. Dengan demikian, posisi-posisi jabatan Eselon II dan III pada umumnya akan diisi oleh pejabat yang sudah ada di kabupaten induk atau provinsi.3

5) Proses pengisian jabatan Eselon II dan III dari kabupaten induk ataupun provinsi hendaknya dilakukan dengan memperhatikan latarbelakang pejabat tersebut. Sebisa mungkin para pejabat yang ditempatkan di Kabupaten Puncak adalah mereka yang berasal dari dan memiliki keterikatan etnis dengan masyarakat Kabupaten Puncak.

Page 169: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 149

Harus dihindari kesan umum masyarakat bahwa pembentukan daerah baru justru menjadi arena bagi masuknya pejabat-pejabat pemerintah yang berasal bukan dari komunitas etnis setempat.

c. Pemindahan sarana dan prasarana serta sumberdaya penyelenggara pemerintahan.Selama ini pengembangan daerah pemekaran identik dengan pembangunan kantor baru. Padahal, pilihan untuk mencurahkan seluruh sumberdaya yang dimiliki hanya untuk pembangunan kantor-kantor pemerintah akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk melakukan pelayanan publik yang lebih baik pada masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa langkah:1) Pendataan/ pendaftraan terhadap aset-aset yang

bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki kabupaten induk

2) Pengalihan secara bertahap aset kabupaten induk pada kabupaten baru yang difasilitasi Gubernur.

3) Pengoptimalan penggunaan asset itu untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan. Misalnya, setiap Dinas atau Badan tidak harus memiliki gedung sendiri, melainkan bisa dibangun secara terpadu dalam satu lingkungan perkantoran dengan Sekretariat Daerah. Dengan adanya satu konsep perkantoran yang terpadu maka disamping akan memudahkan koordinasi antar

Page 170: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

150 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

instansi pemerintah daerah, juga membuat proses pemerintahan menjadi lebih efisien

Harus diperhatikan bahwa wilayah Kabupaten Puncak terdiri dari beberapa distrik yang wilayahnya cukup luas dan belum semuanya bisa dijangkau dengan alat transportasi darat. Beberapa distrik yang berada dalam satu daerah yang mungkin bisa dijangkau dengan jalan darat adalah distrik Ilaga, distrik Gome, distrik Agandugume, distrik Sinak, distrik Pogoma, distrik Wangbe, dan distrik Beoga. Sedangkan distrik Doufo berada di wilayah yang relatif jauh. Dilihat dari keluasan wilayah, distrik Doufo adalah distrik yang sangat luas dan berada di dataran rendah, luasnya hampir sama dengan luas tujuh distrik lainnya (Ilaga, Gome, Agandugume, Sinak, Pogoma, Beoga, dan Wangbe). Kondisi geografis semacam ini harus menjadi pertimbangan penting ketika akan memutuskan membangun lingkungan perkantoran pemerintah di distrik Ilaga sebagai ibukota Kabupaten Puncak. Bagaimana caranya agar kantor-kantor pemerintah juga bisa diakses masyarakat yang berada jauh dari distrik Ilaga? Bagaimana caranya agar masyarakat di distrik Doufo juga merasakan dampak pemekaran dengan memperoleh kemudahan akses terhadap pelayanan publik yang disediakan pemerintah?Selain mempertimbangkan kondisi geografis, pembangunan infrastruktur perkantoran juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi dasar dan urgensi dari keberadaan kantor-kantor

Page 171: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 151

pemerintah. Harus dihindari terjadinya kecenderungan umum di mana pembentukan kabupaten baru selalu diidentikkan dengan pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas pemerintahan termasuk gedung-gedung perkantoran tetapi mengabaikan sarana prasarana yang riil dibutuhkan masyarakat. Pembangunan gedung-gedung perkantoran pemerintah menjadi tidak bermakna jika tidak diikuti dengan pembangunan sarana transportasi dan sarana perekonomian yang memungkinkan masyarakat mendapatkan kemudahan dalam urusan-urusan mereka.Berdasarkan dua aspek penting di atas, pembangunan infrastruktur perkantoran di Ilaga sebagai ibukota kabupaten puncak hendaknya bisa dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:1) Pembangunan lingkungan perkantoran harus

dilakukan berdasarkan dan mengacu pada desain Rencana Umum Tata Ruang yang bersifat terpadu. Tata letak lingkungan gedung-gedung perkantoran dan fasilitas pelayanan publik harus berada pada wilayah yang mudah terjangkau oleh seluruh warga masyarakat.1

2) Pemerintah Kabupaten Puncak harus lebih mendahulukan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar kepada masyarakat seperti gedung-gedung sekolah, rumah sakit, puskesmas, dan pasar ketimbang membangun gedung perkantoran yang mungkin terlihat asing dan justru berpotensi

Page 172: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

152 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

merenggangkan hubungan antara masyarakat dengan pejabat pemerintah.2

3) Desain gedung-gedung perkantoran dan fasilitas pelayanan kepada masyarakat harus menyesuaikan dengan desain lokal yang sudah ada termasuk menyesuaikan dengan kondisi iklim dan cuaca, serta memanfaatkan sebanyak-banyaknya potensi lokal yang sudah ada.

d. Pembangunan prasarana perkantoran pemerintah dan prasarana umum (jalan, jembatan, listrik dan sebagainya)

Rencana pembangunan prasarana publik seperti sarana dan prasarana transportasi yang sudah dilaksanakan selama ini perlu terus dilanjutkan. Pelaksanaan hendaknya dengan pentahapan yang jelas dan jangkauannya terarah dengan baik.

5. Pembentukan DPRD Kabupaten Puncak.DPRD merupakan institusi politik yang sangat penting

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena bagaimanapun setiap produk peraturan daerah yang bersifat mengikat harus dibentuk oleh pemerintah daerah bersama-sama DPRD. Oleh karena itu, salah satu tugas utama dari caretaker Bupati bersama-sama dengan KPU dan KPUD Provinsi adalah memfasilitasi pembentukkan DPRD Kabupaten Puncak dengan berpedoman pada aturan perundangan yang berlaku:

a. Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten Puncak dibentuk ditetapkan berdasarkan perimbangan jumlah penduduk di Daerah yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ditetapkan oleh KPU;

Page 173: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 153

b. Keanggotaan DPRD Kabupaten Puncak terdiri dari: anggota DPRD Kabupaten Puncak Jaya sebagai kabupaten induk yang dalam Pemilihan Umum 2004 dicalonkan untuk mewakili wilayah Distrik yang masuk dalam wilayah Kabupaten Puncak serta anggota berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara Parpol hasil PemilihanUmum 2004;

c. Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Puncak yang berasal dari perimbangan hasil perolehan suara Parpol ditetapkan sebanyak 90% (sembilanpuluh persen) dari jumlah anggota DPRD Kabupaten Puncak.

6. Fasilitasi proses pilkada langsung untuk memilih Bupati definitif serta serah terima jabatan kepada Bupati Kabupaten Puncak yang definitif.Serah terima jabatan dari caretaker Bupati kepada Bupati

yang definitif hasil Pilkada mendai berakhirnya tanggung jawab carataker Bupati dalam membentuk pemerintahan daerah baru: Kabupaten Puncak.

D. PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH BARUYang diharapkan masyarakat Kabupaten Puncak bukan hanya

sosok pemerintahan daerah melainkan dapat diandalkannya fungsi-fungsi yang dijalankan oleh pemerintah daerah. Dalam rangka itu, isiatif untuk membentuk Kabupaten Puncak tidak boleh dilakukan secara setengah-setengah. Inisiatif ini harus dituntaskan dengan merumuskan serangkaian kebijakan

Page 174: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

154 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

strategis yang dijabarkan kedalam rencana kerja yang jelas untuk kemudian dioperasional ke dalam langkah-langkah konkrit yang menghasilkan akumulasi kemampuan pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi.

Komitmen pemerintah pusat dalam mengembangkan kapasitas pemerintah lokal yang baru dibentuk perlu diwujudkan dalam instrumentasi kebijakan. Pemerintah pusat perlu membentuk steering committee yang bertugas untuk merumuskan langkah-langkah strategis (grand strategy) dalam rangka mengembangkan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah yang baru didirikan. Streering comittee ini bekerja atas nama Menteri Dalam Negeri namun secara teknis bertanggung jawab kepada Gubernur sebagai perangkat pemerintah pusat di daerah. Yang dilibatkan sebagai anggota steering committee ini tidak hanya pejabat-pejabat pemerintah pusat melainkan juga pejabat pada level Provinsi yang eksponen-eksponen penting dari tingkat lokal.

Tindakan nyata dalam pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dilakukan oleh pucuk pimpinan pemerintahan setempat. Selama belum ada Bupati definitif (hasil pemilihan kepada daerah secara langsung) pucuk pimpinan setempat adalah penjabat (caretaker) Bupati. Grand strategy yang dirumuskan oleh steering committee akan menjadi acuannya dalam bekerja. Pada saat pemerintahan daerah sudah memiliki Bupati definitif, diperkiranya kapasitas kelembagaan pemerintahan masih belum sempurna. Sehubungan dengan hal itu, masih diperlukan lagi penuntasan agenda pengembangan kapasitas.

Penjabat Bupati ataupun Bupati definitif nantinya akan dibantu oleh suatu tim kerja (taskforce) yang beranggotakan

Page 175: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 155

orang-orang yang memiliki kompetensi teknis yang tepat dengan persoalan yang hendak diatasi. Dengan dukungan tim kerja inilah rumusan konsep yang bersifat generik-prinsipil dijabarkan kedalam langkah-langkan konkrit operasional.

Grand strategy yang dirumuskan mencakup penanganan sejumlah persoalan krusial. Setidaknya ada empat masalah krusial yang harus dirumuskan strategy penanganannya: (1) Pengembangan kapasitas policy-making di tingkat lokal, (2) Pengembangan kapasitas penyelenggaraan pelayanan publik, (3) pengembangan kapasitas memberdayakan ekonomi rakyat, dan (4) instalasi sarana dan prasarana umum. Keempat hal ini akan dipaparkan secara singkat berikut ini.

D.1. Pengembangan Kapasitas Policy-making di Tingkat LokalOrganisasi pemerintah daerah yang baru terbentuk tidak

bisa diharapkan bisa bekerja secara optimal untuk menangani permasalah pelik di Kabupaten Puncak. Agar proses kebijakan bisa berjalan baik, dan agar keputusan-keputusan kebijakan yang diambilnya bisa memecahkan masalah yang mengemuka, perlulah kiranya dikembangkan suatu tatanan kelembagaan yang memadai. Dalam tata kelembagaan ini berbagai fihak yang terlibat memiliki kejelasan peran dan fungsi, dan proses yang berlangsung tidak hanya dianggap sah (legitimate) namun juga tepat.

Tata kelembagaan yang dimaksudkan memiliki ciri sebagai berikut. Pertama, mengekspresikan bekerjanya pemerintahan daerah yang bisa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah yang dibentuk nantinya dituntut untuk bisa bekerja secara otonom. Eksistensi daerah otonom ditandai oleh

Page 176: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

156 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

keberadaan lembaga perwakilan rakyat. Dalam rangka ini, perlu dipersiapkan kelembagaan DPRD yang diikuti dengan rumusan mekanisme hubungan antara DPRD dengan pemerintah daerah. Mekanisme kerja dalam rangka melaksanakan fungsi legislasi perlu dirumuskan dan disepakati.

140

Kedua, memungkinkan berlangsungnya proses formal yang memungkinkan kebijakan memiliki keabsahan, dan pada saat yang sama memungkinkan proses-proses tidak resmi yang memungkinkan pencermatan substansi secara seksama. Dalam rangka ini, pemerintah daerah dituntut untuk pola baku dalam melibatkan masyarakat, prosedur perumusan dan penentukan keputusan kebijakan serta evaluasinya. Secara formal, fungsi policy-making dijalankan olek aktifis partai politik, utamanya yang memperoleh kursi di parlemen. Sehubungan dengan hal ini penting untuk dikembangka peran partai politik dan lembaga perwakilan rakyat dalam proses

policy-making. Sehubungan dengan kuatnya peranan adat dalam pengelolaan kepentingan publik, perlu diupayakan agar kebijakan ditempuh secara partisipatif dengan mengacu pada berbasis. Perlu dijajagi kemungkinan untuk memberkalukan mekanisme partisipasi publik dalam proses pemerintahan, terutama kerangka pelibatan tiga tungku; pemerintah, komunitas adat dan Gereja. Pola baku yang berhasil dirmuskan nantinya perlu ditunagkan dalam suatu Peraturan daerah dan atau Peraturan Kepala Daerah.

Ketiga, kapasitas kelembagaan dalam rangka melaksanakan fungsi

Tata Kelembagaan yang ideal memilik ciri: 1. mengekspresikan bekerjanya

pemerintahan daerah yang bisa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;

2. memungkinkan berlangsungnya proses formal dan informal;

3. dalam rangka melaksanakan fungsi policy-making ditandai dengan sensitivitas para fihak yang terlibat dalam mengelola konflik;

4. dalam konteks penyiapan infrastruktur sosial, penting untuk diperhatikan bahwa masyarakat memiliki mekanisme pengambilanh" keputusan yang sudah: mengakar misalnya melalui Honai;

5. dan mampu merumuskan rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan, berikut penjabarannya ke dalam tata ruang.

Kedua, memungkinkan berlangsungnya proses formal yang memungkinkan k e b i j a k a n m e m i l i k i keabsahan, dan pada saat yang sama memungkinkan proses-proses tidak resmi ya n g m e m u n g k i n k a n pencermatan substansi secara seksama. Dalam rangka ini, pemerintah daerah dituntut untuk pola baku dalam melibatkan masyarakat, pros e dur perumusan dan penentukan keputusan kebijakan serta evaluasinya. Secara formal, fu n g s i p o l i c y - m a k i n g dijalankan olek aktifis partai politik, utamanya yang

memperoleh kursi di parlemen. Sehubungan dengan hal ini penting untuk dikembangka peran partai politik dan lembaga perwakilan rakyat dalam proses policy-making. Sehubungan

Page 177: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 157

dengan kuatnya peranan adat dalam pengelolaan kepentingan publik, perlu diupayakan agar kebijakan ditempuh secara partisipatif dengan mengacu pada berbasis. Perlu dijajagi kemungkinan untuk memberkalukan mekanisme partisipasi publik dalam proses pemerintahan, terutama kerangka pelibatan tiga tungku; pemerintah, komunitas adat dan Gereja. Pola baku yang berhasil dirumuskan nantinya perlu dituangkan dalam suatu Peraturan daerah dan atau Peraturan Kepala Daerah.

Ketiga, kapasitas kelembagaan dalam rangka melaksanakan fungsi policy-making ditandai dengan sensitivitas para fihak yang terlibat dalam mengelola konflik. Proses kebijakan pada dasarnya adalah proses memperjuangkan kepentingan yang, tentu saja, sangat beragam isinya. Kiprah lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengelolaan proses kebijakan harus dilandasi dengan kemampuan kolektif untuk mengelola konflik. Karena penduduk Kabupaten Puncak terdiri dari berbagai etnis perlulah kiranya dipikirikan langkah strategis dalam bentuk penyiapan infrastruktur sosial dan conflict prevention. Untuk itu bisa dijajagi: (a) penguatan institusi dan budaya lokal, melalui pelibatan “tiga tungku” yang sudah ada yaitu sinergi antara “pemerintah”, “gereja”, dan “adat”, dan (b) pemeliharaan keseimbangan berdasarkan etnik dalam pengisian jabatan birokrasi dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip meritokrasi. Pengembangan sebuah sistem seleksi yang dapat mengakomodasi kedua hal ini harus dilakukan sejak dini. Pengalaman kota Ambon pengembangkan program Sistem Kompetensi Jabatan (SKJ) dapat digunakan sebagai ilham.

Keempat, dalam konteks penyiapan infrastruktur sosial, penting untuk diperhatikan bahwa masyarakat memiliki

Page 178: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

158 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

mekanisme pengambilan keputusan yang sudah mengakar melalui Honai. Gagasan-gagasan yang berkembang masyarakat tentang masalah tertentu (misalnya sikap mereka terhadap rencana pemekaran kabupaten) biasanya sudah dibahas di dalam Honai sampai pada suatu kesepakatan yang mencerminkan pendapat komunitas beberapa Honai di suatu kampung. Disamping itu, ada kedisiplinan di antara mereka bahwa kesepakatan yang sudah diambil di dalam Honai tidak bisa dimentahkan lagi dan harus dibawa menjadi suara warga dalam pertemuan antar Honai di kampung atau distrik.

Honai juga menjadi sarana paling efektif untuk proses sosialisasi dan diskusi gagasan. Apa yang disampaikan oleh pemerintah (misal Kepala Distrik) dalam sebuah pertemuan di halaman Kantor Distrik misalnya, sore dan malam harinya langsung dibahas secara di tiap-tiap Honai. Dengan demikian mekanisme partisipatif dalam pengambilan keputusan akan sangat efektif jika memanfaatkan jalur sosial Honai. Revitalisasi Honai tidak hanya penting untuk menompang proses demokrasi lokal melainkan juga akan memperkuat proses public services delivery ke masyarakat terbawah. Program-program kesehatan dan pendidikan juga jauh lebih efektif jika dikomunikasikan melalui Honai.

Kelima, lembaga pemerintahan yang terbentuk dituntut untuk mampu merumuskan rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan, berikut penjabarannya ke dalam tata ruang. DPRD bersama-sama Pemerintah daerah menyusun Perda tentang Tata Ruang Daerah. Dalam Perda Tata ruang itu diatur tentang tata ruang ibukota.

Page 179: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 159

Dalam rangka ini, ada sejumlah masalah kebijakan yang perlu dirumuskan sebagai kebijakan strategis daerah:1. Peningkatan pelayanan publik. Model penyelenggaraan

pelayanan publik perlu ditingkatkan dengan memperkuat kualitas pelayanan publik itu. Semangat awal pembentukan Kabupaten Puncak adalah apresiasi dan akomodasi terhadap kehendak masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Kondisi saat ini sebagian besar rakyat di wilayah calon Kabupaten Puncak masih hidup jauh di bawah standar kelayakan, (minimnya akses jalan, tidak ada listrik, tidak ada mobil, tidak ada sarana kesehatan, minimnya sarana pendidikan, dan sebagainya). Terkait dengan hal di atas, persiapan pembentukan kabupaten baru seharusnya tidak semata-mata terkonsentrasi pada upaya penyiapan struktur pemerintahan (gedung-gedung, stuktur organisasi, dan personalia) tetapi lebih pada penyiapan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat (perumahan, sekolah, puskesmas).

2. Penataan dan penguatan sumberdaya aparatur. Penguatan kapasitas sumberdaya aparatur yang bisa dilakukan adalah dengan membenahi mekanisme reward and punishment, memperkuat lembaga pendidikan dan latihan.

3. Penguatan dan penataan kelembagaan. Penataan kelembagaan lebih lanjut dilakukan dengan memperkuat kelembagaan di level distrik dan dinas.

4. Penguatan dan penataan sistem. Penataan sistem yang perlu dilakukan adalah pengaturan sistem prosedur keuangan

Page 180: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

160 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

sehingga lebih efisien serta sistem pelayanan satu atap (misalnya pengalaman Kabupaten Jembrana, Bali).

Keenam, pemerintah daerah dituntut untuk bisa menjabarkan kebijakan-kebijakan tersebut di atas ke dalam rencana tahunan. Gagasan-gagasan tersebut di atas perlu dijabarkan dalam rencana tahunan, terutama dalam rencana keuangan yang tertuang dalam APBD. APBD daerah baru memang sangat membutuhkan dukungan kabupaten induk dan pemerintah provinsi sehingga dari awal sudah ada kejelasan berapa besar alokasi dana yang akan diterima kabupaten baru, dalam bentuk DAU, dana Otusus, Dana Bagi Hasil dan dana Perimbangan. Selain perlu kejelasan soal sumber maka APBD kabupaten baru perlu merumuskan kebijakan umum anggaran dalam mendukung program transisional, plafon dan prioritas anggaran. Dalam penyusunan prioritas anggaran, kabupaten baru merumuskan keseimbangan antara biaya pembangunan dan biaya rutin.

D.2. Pengembangan Kapasitas Penyelenggaraan Pelayanan PublikPemerintah daerah perlu dihadirkan secara efektif di

Kabupaten Puncak dalam sosoknya sebagai penyelenggara pelayanan publik. Mengingat sangat terbatasnya jangkauan pelayanan publik yang bisa diselenggarakan oleh pemerintah daerah selama ini, perlu dicari langkah-langkah terobosan agar pelayanan publik bisa segera dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu diperlukan langkah-langkah berikut ini: (a) Identifikasi simpul-simpul penyelenggaraan pelayanan publik yang sudah ada; (b) Perumusan hubungan kerja kelembagaan pemerintahan daerah

Page 181: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 161

dengan simpul-simpul institusi lokal yang sudah ada selama ini, dan (c) uji coba pola kerja yang dirumuskan dalam sektor pendidikan dan kesehatan, dan (d) penyempunaan lebih lanjut model penyelenggaraan pelayanan publik yang sudah dijalankan. Langkah-langkah ini diuraikan secara singkat berikut ini.

1. Identifikasi simpul-simpul penyelenggaraan pelayanan publik yang sudah ada.Sejauh ini sudah diketahui secara luas bahwa institusi yang telah terlibat secara mendalam dalam penyelenggaraan pelayanan publik, utamanya di sektor pendidikan dan kesehatan, adalah gereja. Pemetaan secara rinci peran dan jangkauan gereja dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangatlah diperlukan. Dari pemetaan ini diharapkan bisa diketahui apa saja yang menjadi basis kemampuan pelayanan, jangkauan pelayanannya dan kendala-kendala yang dihadapi. Dengan penelahaan hal-hal tersebut di atas, optimalisasi peran gereja bisa dirumuskan. Pada saat yang sama pemerintah bisa mengambil peran-peran penting yang selama ini tidak dijalankan oleh gereja.

2. Tata kerja penyelenggaraan pelayanan publik. Perumusan hubungan kerja kelembagaan pemerintahan daerah dengan simpul-simpul institusi lokal yang sudah ada selama ini sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal ini penting untuk dijajagi kelayakan disain penyelenggaraan pelayanan publik yang berbasis pada keterlibatan tiga tungku; pemerintah daerah, komunitas adat dan gereja. Dengan demikian, model penyelenggaraan pelayanan publik yang

Page 182: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

162 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

disediakan oleh pemerintah tidak bisa dilakukan secara konvensional melainkan bertumpu dan mendayagunakan adat dan gereja. Misalnya, pelayanan kesehatan bukan lagi dengan model puskesmas, melainkan pelayanan kesehatan model Honai dan gereja. Demikian pula dengan pelayanan pendidikan. Yang perlu diatur selanjutnya model keterlibatan ketiga tungku itu, sehingga bisa terbangun societal corporatism yang kuat.

3. Uji coba pola kerja yang dirumuskan, utamanya dalam sektor pendidikan dan kesehatan.Tidaklah mudah melakukan rekayasa sosial, termasuk rekayasa sosial untuk mengembangkan kapasitas penyelenggaraan pelayanan publik di tempat yang terisolasi seperti Kabupaten Puncak, sampai peluang-peluang yang terbuka kita cobakan. Hanya dengan uji coba itulah kita bisa tahu kekuatan dan kelemahan kita.

4. Pengembangan lebih lanjut disain penyelenggaraan pelayanan publik.Dengan evaluasi dan refleksi yang mendalam terhadap hal-hal yang terjadi itulah kita bisa mengetahui kekurangan-kekurangan yang kita miliki, dan pada saat yang sama bisa mengambil pelajaran dari pengalaman.4

D.3. Pengambangan Kapasitas Memberdayakan Ekonomi RakyatTantangan yang paling jelas dalam mengembangkan kapasitas

pemerintah untuk menyelenggarakan proses pemberdayaan masyarakat adalah membuka isolasi geografis. Salah satu agenda

Page 183: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 163

yang mendesak adalah membuka isolasi dengan membangun infrastruktur jalan lintas pengunungan tengah: Jayapura-Wamena-Mulia ke Ilaga-Timika. Dalam membuka isolasi ini penting untuk mengadopsi model jaring laba-laba, dimana satu titik tertentu berhubungan dengan titik yang lain.

Keberhasilan membuka isolasi pada gilirannya a k a n m e n g -e k s p o s e Kabupaten Puncak ke dunia luar. Sehubungan dengan hal itu, perlu ke r j a ke ra s u n tu k mempersiapkan diri berhadapan dengan dunia luar. Ketidaksiapan menghadapi dunia luar

pada gilirannya menjadikan perubahan sosial-ekonomi yang berlangsung tidak dalam kendali lokal, dan kalau hal ini terjadi maka ekspose terhadap dunia luar justru merupakan hal yang merugikan. Dalam rangka itu, ada beberapa hal yang perlu disiapkan.

Pertama, jaminan perlindungan kepemilikan sumberdaya lokal berupa larangan bagi penduduk untuk menjual tanah yang diikuti dengan model pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis komunitas.

Kedua, perlindungan atas nilai-nilai lokal melalui kebijakan misalnya, pelarangan jual beli tanah baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pihak swasta, terutama untuk tanah-tanah yang

Page 184: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

164 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

dihibahkan oleh masyarakat. Hal ini dalam kerangka untuk melindungi budaya lokal yang menempatkan tanah sebagai ibu ataupun air susu ibu yang tidak boleh diperjual-belikan.

Ketiga, mendorong pembangunan ekonomi dan kebijakan sosial. Keduanya dilakukan secara sinergis. Pengembangan ekonomi berbasiskan pada komunitas dengan meningkatan kualitas dan kuantitas produksi, yang diikuti dengan membuka akses pasar (distribusi) ke sentra-sentra pasar. Untuk itu perlu dikembangkan dukungan kebijakan berupa pembukaan akses komunitas pada permodalan, teknologi dan pasar. Skenario ini dijalankan bersamaan dengan kebijakan kesejahteraan berupa dana bergulir pada komunitas-komunitas adat dan gereja.

Keempat, mendorong pengembangan akses terhadap pasar produk-produk lokal. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi aliran barang dari luar yang masuk ke Kabupaten Puncak. Tanpa kemampuan memasarkan produk-produk lokal yang akan terjadi di Kabupaten ini adalah aliran uang ke luar daerah (capital outflow).

Ketujuh, pengembangan sumberdaya manusia. Salah satu titik strategis dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia ini adalah mengembangkan lapis pedagang dalam struktur masalah lokal. Hal ini penting dilakukan mengingat rantai perdagangan cenderung dikuasai pedagang dari luar wilayah Puncak. Lebih dari itu, pengamatan secara sepintas di luar daerah Puncak menunjukkan bahwa masyarakat migran dari kawasan pengunungan tengah memiliki kemampuan bisnis hasil pertanian yang cukup menonjol.

Page 185: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 165

Kelangsungan proses-proses yang disebutkan di atas akan sangat tergantung dari ketersediaan sarana dan prasarana umum. Adapun sarana dan prasarana ini antara lain adalah : (a) jaringan listrik, b) sistem penyediaan dan distribusi air bersih, dan (c) sarana transportasi antar distrik dan kampung.

E. URGENSI TINDAK LANJUTArti pentingnya manajemen transisi dalam rangka

pembentukan dan pengembangan kapasitas daerah otonom baru haruslah dicantumkan dalam ketentuan perundang-undangan, utamanya dalam Undang-Undang pembentukan. Apa yang telah diuraikan dalam Bab ini adalah gagasan-gagasan yang harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam langkah-langkah praktis oleh mereka yang secara riil harus mengawal dan menindaklanjuti ketentuan perundang-undangan tersebut.

Rekomendasi yang disajikan dalam Bab ini perlu diperhatikan oleh berbagai pihak yang, secara formal berada dalam posisi sebagai implementor Undang-Undang pembentukan pemerintah Kabupaten Puncak. Salah satu ukuran keberhasilan kebijakan pemekaran terletak pada kemampuan seluruh kalangan, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten induk dan daerah baru untuk memfasilitasi proses pemekaran sehingga daerah baru bisa memiliki kapasitas sebagai daerah yang otonom.

Kompleksitas persoalan yang nantinya dihadapi oleh para implementor kebijakan pembentukan pemerintah daerah baru tentunya tidak boleh disepelekan, apalagi Kabupaten Puncak adalah kabupaten yang memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Sungguh pun demikian, keberhasilan

Page 186: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

166 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

mengembangkan pemerintahan daerah semacam ini akan memberikan acuan bagi penanganan persoalan sejenis yang tingkat kesulitannya tidak setinggi yang kita hadapi di Kabupaten Puncak. Untuk itu, kesediaan untuk belajar dari pengalaman lapangan akan menjadi kunci sukses. Lebih dari itu, kesediaan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut menjadi penentu menjadikan beban untuk merekayasa perubahan menjadi semakin ringan. Dalam upaya fasilitasi masyarakat untuk berperan, sangatlah untuk diingatkan agar tidak lagi menjadi mereka sebagai obyek. Dengan proses pelibatan masyarakat maka pemekaran daerah bisa mencapai tujuan yang sungguhnya yakni kesejahteraan rakyat di daerah.

CATATAN AKHIR1. Lihat Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Puncak Jaya, Badan

Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Kabupaten Puncak Jaya, 2006.

2. Tuntutan masyarakat yang mengemuka dalam pertemuan terbuka di llaga adalah mendesaknya kebutuhan Puskesmas, sekolah, jalan dan listrik.

3. Untuk pengaturan tentang standar kompetensi jabatan lihat Keputusan Badan Kepegawaian Negara No. 43/Kep/2001. Kajian lebih lengkap lihat Pengembangan Model Instrumen Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah, Program S2 PLOD UGM - Depdagri, 2006.

4. Pembahasan lebih lanjut tentang manajemen pelayanan publik dapat dilihat pada Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah, Program S2 PLOD UGM - Depdagri, 2004, khususnya Bagian Ketiga: Manajemen Pelayanan Publik

Page 187: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 167

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Kabupaten Puncak Jaya, Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Puncak Jaya, Mulia, 2006.

ELS-HAM Irian Jaya, “Operasi Militer Pembebasan Sandera dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pegunungan Tengah Irian Jaya: Menyingkap Misteri Misi Berdarah ICRC, Keterlibatan Tentara Asing dan Tentara Nasional Indonesia”, Laporan, Jayapura: Agustus 1999.

Garnaut, Ross and Chris Manning, Perubahan Sosial-Ekonomi di Irian Jaya ( Jakarta: PT GramediaJ, 1979.

Institute Crisis Group, “Papua: Answers to Frequently Asked Questions”, Asia Briefing No. 53, 5 September 2006.

Kuncoro, Mudrajad, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Erlangga 2004.

Program S2 PLOD UGM, “Pengembangan Model Instrumen Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah”, Laporan Penelitian, bekerjasama dengan Direktur Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), Yogyakarta, Maret 2006.

Page 188: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

168 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Program S2 PLOD UGM, “Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah”, Modul Diklat, bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), Yogyakarta, 2004.

Putra, R. Alam Surya, Pemekaran Daerah Baru di Indonesia: Kasus di Wilayah Penelitian IRDA,makalah disampaikan pada seminar Internasional “ Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11 - 14 Juli 2006.

Suaib, Eka, Defisit Politik Pemekaran Wilayah, Makalah disampaikan pada seminar Internasional “ Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11-14 Juli 2006.

Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Jayapura, Laporan dan Analisis Peristiwa Kekerasan 28 September di Distrik Ilaga, Jayapura, April 2002.

Tirtosudarmo, Riwanto, Provinsi Sulawesi Timur: Konflik Komunal dan Pemekaran Wilayah di Sulawesi Tengah, makalah disampaikan pada seminar Internasional “Dinamika Politik Lokal di Indonesia”, Salatiga, 11-14 Juli 2006.

Media Massa

Cendrawasih Pos, “Disinyalir Rp 640 M Dana Otsus KJ”, Selasa, 3 Oktober 2006

Jawa Pos, “Potret Lima Tahun Pemekaran Daerah”, Senin, 21 4 November 2005

Kompas, “Dua Pulau Lagi Terancam Dikuasai Malaysia”, Minggu, 06 Maret 2005

Page 189: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 169

“Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu”, Sabtu, 19 Agustus 2006

“Presiden Prihatin Pemekaran Akibatkan Perkelahian”, Jumat, 05 September 2003.

“Semakin Menjauh dari Kesejahteraan Rakyat”, Jumat, 03 Maret 2006,

“Pemerintahan Daerah Pemekaran Harus Dibantu”, Sabtu, 19 Agustus 2006

“Pentingnya Mengamankan Wilayah Perbatasan”, Sabtu, 05 Maret 2005

Tempointeraktif.com, “TNI Berencana Bentuk Divisi Kostrad di Sorong”, 18 Maret 2005.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua

Page 190: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

170 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa Dan Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tahun 2006 (Draf 8 September 2006)

Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Penetapan Jumlah dan Tata cara Pengisian Keaggotaan DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang beru dibentuk setelah Pemilu 1999

Keputusan Bupati Puncak Jaya Nomor 56 Tahun 2003 tentang Pemekaran Mulia, Ilu, Illaga, Beoga, Fawi dan Sinak Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua

Page 191: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 171

INTISARI HASIL KAJIAN PROGRAM

PASCASARJANA (S2) PLOD UGM

YOGYAKARTA TAHUN 2004-2006

A. MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH Kerjasama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Oktober 2006

Kehadiran berbagai lembaga kerjasama antar daerah tidak disangkal merupakan pertanda positif bagi perkembangan pelaksanaan otonomi daerah. Namun demikian hasil evaluasi menunjukkan bahwa badan-badan kerjasama antar daerah masih belum mampu memberikan kontribusi signifikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik di daerah.

Dalam rangka merumuskan model pengelolaan kerjasama antar daerah yang efektif, S2 PLOD UGM Bekerjasama dengan Sekretariat APEKSI nasional melakukan kajian terhadap beberapa kerjasama antar daerah. Kajian ini didasarkan pada pengamatan langsung terhadap beberapa model kerjasama baik yang berorientasi pada kerjasama pengembangan ekonomi maupun kerjasama perbaikan pelayanan publik. Fokus kajian

Page 192: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

172 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

terutama di arahkan pada aspek format kelembagaan, mekanisme kerja, pengelolaan keuangan, kerangka regulasi serta sistem pendukung bagi beroperasinya kerjasama. Pada tingkat nasional, kajian ini merekomendasikan beberapa alternatif strategi dalam mengelola badan-badan kerjasama antar daerah. Laporan studi ini ditutup dengan memberikan serangkaian agenda aksi bagi pemerintah nasional, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten serta organisasi masyarakat sipil dalam rangka pengembangan kerjasama antar daerah.

B. PENGEMBANGAN MODEL DAN INSTRUMEN PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH UNTUK MENDUKUNG DESENTRALISASI Kerjasama dengan Direktur Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), Maret 2006

Salah satu kebutuhan utama dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah adanya desain atau model dan instrumen penguatan kapasitas pemerintah daerah yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, welfare, visioner dan tepat asaran. Dalam rangka menjawab kebutuhan itulah riset i n i d i s e l e n g g a r a k a n . U p a y a pengembangan model dan instrumen capacity building ini diawali dengan

Page 193: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 173

melakukan review terhadap perkembangan konsep tentang capacity building serta review atas praktek kebijakan nasional yang terkait dengan upaya peningkatan kapasitas aparat pemerintah. Selanjutnya berdasarkan hasil review tersebut dan diperkuat dengan informasi yang digali langsung dari 10 daerah otonom (Solok; Jembrana; Klaten; Kutai Kertanegara; Kebumen; Kota Ambon; Kota Bandung; Kota Kupang; Kota Makassar, dan Kota Palangkaraya) di 9 provinsi disusun serangkaian prinsip dan model kebijakan bagi pengembangan kerangka capacity building.

C. PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH SESUAI DENGAN UU NO. 32 TAHUN 2004Kerjasama dengan Direktur Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah\ Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), Maret 2006

Secara umum studi ini bertujuan menyusun dan mengembangkan instrumen yang lebih komprehensif untuk memonitoring dan mengevaluasi praktek governance dalam rangka memperkuat desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Instrumen evaluasi dan monitoring ditekankan pada pelaksanaan 4 (empat) fungsi utama

Page 194: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

174 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pemerintah daerah yakni: Pelayanan publik (public services), Pembuatan keputusan (policy making, Pemberdayaan (empowerment), dan Manajemen konflik (conflict management). Studi diawali dengan melakukan review terhadap instrumen-instrumen monitoring dan evaluasi yang telah dikembangkan baik oleh pemerintah nasional, pemerintah daerah maupun organisasi-organisasi civil society. Di samping itu, studi ini juga diperkuat dengan data-data dan informasi hasil studi lapangan di 10 daerah otonom (Solok; Jembrana; Klaten; Kutai Kertanegara; Kebumen; Kota Ambon; Kota Bandung; Kota Kupang; Kota Makassar, dan Kota Palangkaraya) di 9 provinsi.

Berdasarkan evaluasi dan pengamatan langsung ke lapangan kemudian dirumuskan prinsip-prinsip serta kerangka dan metode monev. Berbeda dengan instrumen-instrumen monev yang sudah pernah ada, studi ini merekomendasikan sistem monev yang tidak hanya mengukur capaian atau output dari pemerintah daerah melainkan juga mampu menganalisa dan mengukur kapasitas potensial yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Kapasitas potensial yang dimaksudkan disini antara lain mencakup kapasitas aktor, organisasi dan sistem. Studi ini dengan demikian dihadapkan mampu menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem monev yang ada selama ini.

Page 195: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 175

D. ASOSIASI ANTAR DAERAH DALAM TATA PEMERINTAHAN INDONESIA: Evaluasi Terhadap APPSI, APEKSI, APKASI, ADEPSI, ADEKSI, dan ADKASI Dalam Kerjasama Horizontal dan Bargaining Vertikal” Kerjasama dengan BRIDGE, Bappenas, dan UNDP Maret 2006

Kajian ini bertujuan menguraikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh asosiasi-asosiasi daerah dalam menjalankan peranannya. Evaluasi ini berhasil memetakan tiga cluster persoalan mendasar yang melekat pada asosiasi-asosiasi pemerintah dan parlemen daerah. Ketiga cluster persoalan itu meliputi Pertama, persoalan tentang derajat pemahaman. Sejauh manakah daerah-daerah sebagai

anggota, negara (pemerintah nasional), dan masyarakat memahami keberadaan, tujuan, dan lain-lain yang berkaitan dengan asosiasi? Kedua, persoalan yang berkaitan dengan tujuan- tujuan asosiasi, yakni apa dan bagaimana tujuan-tujuan asosiasi dirumuskan. Ketiga, persoalan yang berkaitan dengan pengorganisasian, yakni bagaimana asosiasi diorganisir dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengorganisasian tersebut. Kajian ini menghasilkan beberapa rekomendasi bagi upaya penguatan kelembagaan asosiasi pemerintah dan parlemen daerah, diantaranya mengenai perlunya mempertegas basis representasi daerah, memperkuat basis sharing dalam

Page 196: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

176 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

pelembagaan asosiasi serta memperkuat instrumentasi kelembagaan yang menopang munculnya aksi-aksi kolektif.

E. KETERLIBATAN PUBLIK DALAM DESENTRALISASI TATA PEMERINTAHAN: Studi tentang Problema, Dinamika dan Prospek Civil Society Organization di Indonesia Kerjasama dengan BRIDGE, Bappenas, dan UNDP Maret 2006

Studi ini bertujuan menganalisa keterlibatan publik dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dengan fokus kajian pada peranan Civil Society Organization (CSO) atau yang lebih dikenal dengan Lembaga Swadaya M a s y a r a k a t ( L S M ) d a l a m penyelenggaraan pemerintahan khususnya di tingkat lokal. Pertanyaan-pertanyaan utama yang dijwab melalui penelitian ini antar lain terkait dengan

dinamika relasi antara CSO dengan pemerintah lokal baik sebelum maupun sesudah desentralisasi diterapkan, apa saja problema yang dihadapi dalam upaya menguatkan keterlibatan CSO dalam proses pemerintahan di daerah, serta agenda-agenda apa saja yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut. Studi ini juga memberikan rekomendasi mengenai peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan partisipasi masyarakat khususnya melalui penguatan peran CSO.

Page 197: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 177

F. RAPID EVALUATION PILKADA 2005: Evaluasi dan Rekomendasi Penyelenggaraan Pilkada 2005 Kerjasama dengan DEPDAGRI, Januari-Agustus 2005

Kajian ini dilakukan pada saat pelaksanaan Pilkada Pilkada Langsung tahap pertama sampai dengan 30 Juni 2005, yang meliputi di 186 Kabupaten/Ko t a d a n Pr o p i n s i , d e n g a n memanfaatkan informasi yang disebarkan oleh media lokal, media nasional, dan informasi/ pendapat dari aktor-aktor yang terkait (kandidat, tokoh partai, anggota/ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah, pengawas,

kepolisian, dsbnya). Informasi juga diperkaya dengan studi lapangan yang diselenggarakan oleh S2 PLOD UGM di 1 propinsi (Kalteng) dan 7 kabupaten, masing-masing Belitung Timur, Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Boven Digul, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Jembrana.

Ada empat pengelompokan masalah utama yang berhasil direkam selama proses monitoring, masing-masing yang terkit dengan, pertama, masalah di sekitar electoral process, kedua, penyelenggara Pilkada yakni KPUD, ketiga masalah-masalah yang terkait dengan lembaga pengawasan dan pemantau. Keempat, kesiapan aktor strategis Pilkada yakni Partai Politik dan Birokrasi, yang berpengaruh penting dalam proses pemilu secara keseluruhan. Laporan hasil kajian ditutup dengan rekomendasi-

Page 198: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

178 | PERJUANGAN MENUJU PUNCAK

rekomendasi terhadap masalah krusial yang perlu mendapat perhatian para pengambil kebijakan.

G. KAJIAN AKADEMIS PENATAAN KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH KOTA YOGYAKARTA Kerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta, April-November 2004

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kepada Pemerintah kota Yogyakarta dalam melakukan Penataan struktur lembaga daerah yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Kajian ini mencakup aspek

regulasi, visi-misi, dinamika perkotaan dan dinamika kelembagaan Pemkot Yogya. Selain ketiga aspek di atas, kajian ini juga mempertimbangkan feasibilitas yakni pentingnya penerapan kebijakan yang mempertimbangkan aspek politis, ekonomi dan sumber daya manusia. Karena pada saat penelitian ini produk regulasi di tingkat nasional yang berkaitan dengan pemerintahan daerah selalu mengalami perkembangan, maka hasil Kajian Akademis Penataan Kelembagaan ini perlu ditempatkan dalam skenario transisional. Oleh karena itu PP No. 8 tahun 2003 tentang tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah hanya dijadikan sebagai salah satu rujukan atau pertimbangan dalam menentukan kelembagaan daerah.

Page 199: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM

PERJUANGAN MENUJU PUNCAK | 179

H. REPOSISI PERAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI UNTUK MEMPERKUAT SINERGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN PASCA PEMILU 2004 Kerjasama dengan DEPDAGRI, September-Oktober 2004

Penelitian ini merupakan studi mendalam tentang reposisi peran dan fungsi DEPDAGRI untuk memperkuat sinergi penyelenggaraan pemerintahan pasca PEMILU 2004 menjadi sangat relevan. Secara umum, studi mendalam tersebut diharapkan akan mampu mengidentifikasi perubahan tata pemerintahan dan politik yang ada serta potensi permasalahan dalam

pengembangan sinergi penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya studi yang ada diharapkan akan mampu merumuskan peran Depdagri dan tata hubungan DEPDAGRI dengan lembaga lain dalam rangka mendukung pengembangan sinergi penyelenggaraan pemerintahan dalam tata pemerintahan dan tata politik baru.

Page 200: PERJUANGAN MENUJU PUNCAK - UGM