Perkembangan Arsitektur Dinasti Usmaniah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

qwertyuioplkjhgfdssdfghjklzxcvbnm,sdfghjklsderfgthjklsdfghjkl;

Citation preview

Perkembangan Arsitektur Dinasti UsmaniahKesultanan Turki Usmani merupakan sebuah dinasti besar yang berkuasa pada akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Dibawah kepemimpinan Sultan Selim I dan Sultan Sulaiman pada abad ke-16 dinasti Turki Usmani berhasil mencapai puncak kejayaannya. Saat itu wilayah kedaulatannya membentang dari Aljazair sebelah barat, hingga Azerbizan disebelah timur dan Yaman disebelah selatan sampai Hungaria disebelah utara . Dengan kata lain, kurang lebih 43 negara dari tiga benua yang ada saat ini pernah dikuasai dinasti Turki Usmani, puncak kejayaan Turki Usmani mengantarkannya pada periode klasik, pada periode inilah dinasti Turki Usmani memfasilitasi kesultanannya dengan berbagai sarana pemerintahan dan sarana publik berupa bangunan-bangunan bernilai tinggi. Sampai detik ini, jejak-jejak era keemasan Usmani masih bisa dirasakan melalui karya-karya arsitektur yang tersebar diberbagi penjuru wilayah kedaulatannya, terutama di Turki.Proyek pembangunan dinasti Turki Usmani pada era tersebut tidak lepas dari peran jenius seorang arsitek bernama Mimar Sinan yang kala itu menjabat sebagai kepala arsitek dan teknik sipil kesultanan. Ia melaksanakan tugasnya pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman, Sultan Salim I, Sultan Salim II dan Sultan Murad III. Merujuk pada tulisan Sei Mustafa Celebi yang berjudul Tezkiretul Ebniye yang penulis kutip dari koran Republika rubrik Arsitektur Islam Digest semasa hidupnya Mimar Sinan telah mengepalai pendirian 476 buah bangunan . Terdiri dari, 94 bangunan masjid besar, 57 gedung sekolah, 52 bangunan masjid kecil, 48 tempat pemandian, 35 istana, 22 makam, 20 caravanserai, 17 dapur umum, delapan jembatan, delapan gudang penyimpanan, tujuh madrasah, enam pengatur air, dan tiga rumah sakit. Karyanya yang paling terkenal adalah Masjid Sulaiman di Istanbul dan Masjid Selimiye di Edirne. Meski karya-karyanya telah berumur hampir lima abad, namun tak kurang dari 196 bangunan yang dibangun dan disupervisinya masih tetap eksis hingga saat ini. Sedangkan bila merujuk pada tulisan Samsul Nizar yang dikutip dari Philip K. Hitti, Mimar Sinan telah mampu menyelesaikan 235 buah bangunan . Yaitu berupa mesjid, sekolah, pemandian, istana, jembatan, madrasah, rumah sakit, kuburan dan sarana lainnya.[3] Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh Ahmad Syalabi dalam tulisannya yang menyatakan bahwa pada masa Sultan Sulaiman banyak dibangun di kota-kota besar dan kota-kota lainnya misalnya bangunan-bangunan masjid, sekolah, rumah sakit,gedung, jambatan,villa dan permandian umum.[4]Dimasa dinasti Usmani ini perkembangan corak dan seni arsitektur banyak dipengaruhi dan mengalami perpaduan dengan corak dan seni lokal. Motif ini terjadi karena para arsitektur muslim belum bisa melepaskan diri dari pengaruh corak arsitektur bangunan tradisional Byzantium dan Romawi yang pada saat itu dijadikan kiblat para arsitekur muslim untuk mengembangkan corak dan seni arsitekturnya.[5] Makanya tidak heran pada pelaksanaannya para birokrasi penguasa dinasti saat itu sering melibatkan arsitek dari Yunani, Romawi dan Byzantium dalam penggarapan berbagai bangunan masjid, tata kota serta bangunan lainnya. Didalam perkembangannya bangunan arsitektur pada masa dinasti Turki Usmaniyah tidak hanya merupakan bangunan baru, tetapi ada juga diantaranya yang merupakan alih fungsi dari bangunan yang sudah ada sebelum dinasti Usmaniyah berkuasa. Contohnya Hagia Sofia/Aya Sofia, bangunan ini semula merupakan katedral atau gereja di Konstantinopel, namun ketika usmani menaklukan kerajaan ini, Hagia Sofia atau Aya Sofia diubah menjadi masjid. Kurang lebih selama 916 tahun Hagia Sofia menjadi gereja dan 481 tahun sebagai masjid . Dan pada tahun 1935 Mustafa Kemal Attarturk, penguasa Turki modern saat itu mengubah fungsi Hagia Sofia menjadi Musium, hingga sekarang ini. Dengan alasan, kebijakan Attaturk mengalih fungsikan Hagia Sofia dari masjid menjadi museum merupakan alternatif yang terbaik waktu itu, ia mencoba menampilkan toleransi umat Islam yang demikian tinggi bagi upaya normalisasi hubungan Islam-Kristen.D. Corak Seni Arsitektur Dinasti Usmaniaha. Arsitektur Mesjid pada umumnya seni arsitektur yang di kembangan pada masa dinasti usmaniah mengambil corak yang sedikit berbeda dengan seni arsitektur sebebelumnya perkembangan tersebut dapat dilihat dari bentuk arsitektur masjid, istana, kuburan, rumah sakit, sekolah dan tempat permandian.1. Arsitektur masjidCorak seni arsitektur masjid pada masa pemerintahan dinasti usmaniah mengambil tiga bentuuk yaitu tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan masjid kubah. Arsitektur Masjid Istanbul sebagai pusat pemerintahan kerajaan memiliki ratusan masjid yang bentuk arsitekturnya hampir seragam. Ciri khas masjid di Turki terletak pada kubahnya yang indah yang dikelilingi menara yang langsing dan tinggi, seolah-olah muncul dari lengkung kubah dan melesat lepas ketinggian.pada masjid juga dibangun kolam hias yang sangat indah didalam ruang masjid terdapat empat ruangan yaitu:mihrab, mimbar, iwan dan shahn. Disamping mengambil bentuk kaligrafi, corak arsitektur interior masjid mengambil bentuk relif-relif yang berasal dari kebudayaan lokal. Corak yang demikian anggun dan tertata rapi tidak dapat dilepaskan dari kepiawian arsitek interior dinasti ini yang bernama hairuddin Ia telah menata interior masjid Aya Shofhia yang sebelumnya merupakan gereja menjadi sebuah masjid yang memiliki nilai arsitektur islam yang demikian tinggi dan menkjubkan. Ketinggian nilai seninya bahkan imampu bertahan dan dapat dinikmati sampai dengan saat ini.[6] Sementara itu keistimewaan arsitektur ekstorior masjid Aya Shofia terletak dari bentuk kubahnya yang sangat besar dan tinggi dengan diameter 30x54 m.interiornya dihiasi mozaik dan fresco yang demikian menkjubkan. Tiang-tiangnya terbuaat dari batu pualam yang berwarna. kapitelnya dihiasi berbagai ukiran dan kaligrafi ayat-ayat al-Quran.pada kempat penjurunya didirikan menara yang meruncing dan menjulang tinggi. Bahkan untuk memperindah bentuknya, Sinan membangun dua buah kubah yang besar. Bentuk arsitektur Masjid Aya Shofia yang demikian kemudian menjadi model dan acuan arsitektur masjid dinasti Usmaniah lainnya.[7] Pada umumnya arsitektur yang dikembangkan dinasti usmaniyah dipadu dengan corak interior melalui paduan warna yang harmonis dan tulisan kaligrafi. Arsitek yang terkenal pada masa ini adalah Musa azami ia telah menghias interior masjid Sulaiman, Masjid Abi ayyub al-anshary, Masjid Muhammad al-fatih, Masjid salimiyah dan mengubah hiasan kristiani menjadi Masjid Aya Shofia, dengan keindahan seni kaligrafi yang demikian indah.[8]2. Masjid Selimiye/Salimiah

Masjid ini digarap dan diarsiteki oleh Mimar Sinan, masjid ini salah satu karya monumental yang diakui oleh Mimar Sinan sendiri sebagai karyanya paling masyur. Masjid Selimiye dibangun dikota Edirne, menurut catatan Evliya Celebi seorang penjelajah asal Kesultanan Usmani, dipilihnya Edirne sebagai tempat pembangunan masjid tersebut didasarkan pada mimpi Sultan Selim II, didalam mimpinya Nabi Muhammad SAW memerintah sang Sultan untuk membangun sebuah masjid besar di Edirne, kota yang menurut mimpi itu dilindungi oleh nabi Muhammad SAW. Alasan lainnya bahwa para Sultan terdahulu telah mendirikan begitu banyak masjid besar di Turki wilayah timur, sedangkan baru sedikit saja yang berada di wilayah sebelah barat, padahal daerah ini memiliki peran yang sangat penting, khususnya kota Edirne yang menjadi gerbang penghubung antara daratan Turki dan Benua Eropa. Oleh karena itu dipilihnya Edirne sebagai tempat pembangunan masjid ini dianggap sebagai pilihan yang sangat bijak. Sultan Selim II sebagai pemrakarsa masjid mempercayakan perancangan dan proses pembangunannya kepada Mimar Sinan. Sang arsitek sampai membutuhkan waktu delapan tahun untuk menyendiri dan memikirkan rancangan masjid yang akan menjadi karya terbesarnya itu. Pembuatan fondasinya saja membutuhkan waktu dua tahun. Hal ini dilakukan untuk menstabilkan permukaan dan tekstur tanah di lokasi pendirian masjid. Proyek pembangunan masjid ini dikerjakan oleh 14.400 pekerja dan menghabiskan dana sebesar 4,58 juta keping emas. Pengerjaannya dimulai pada tahun 1568 dan selesai pada 27 November 1574, tetapi masjid baru dibuka untuk umum pada tanggal 14 Maret 1575, tiga bulan setelah Sultan Salim II mangkat, sang sultan tidak sempat meresmikan masjid yang telah diprakarsainya itu.Dahulu terdadapat sebuah ungkapan dari kalangan arsitek Kristen yang menyatakan bahwa tidak akan ada seorangpun arsitek Muslim yang dapat membangun kubah sebesar kubah Hagia Sofia di Istanbul, pandangan negatif inilah yang menjadi motivasi Mimar Sinan untuk membangun Masjid Selimiye. Dengan berdirinya masjid ini, akhirnya ejekan dari para arsitek Kristen pun terpatahkan, Mimar Sinan berhasil mendirikan masjid Selimiye yang memiliki kubah berdiameter 31 meter, lebih lebar satu meter dibandingkan kubah Hagia Sofia yang hanya berdimeter 30 meter. Tinggi kubah utama dari lantai dasar masjid Selimiye adalah 42 meter. Kubah utama ini memiliki penampang berbentuk persegi delapan yang masing-masing sudutnya ditopang delapan pilar besar. Bagian antara dasar kubah dengan kedelapan pilar tersebut diisi oleh muqarnas (ornamen berbentuk stalaktit), dibawahnya empat buah half-dome (kubah terpotong) ditempelkan pada keempat sisi penampang kubah utama dan sebuah half-dome lainnya menaungi ruang mihrab. Dengan demikian, apabila dilihat dari atas, rangkaian kubah terpusat masjid Selimiye terlihat seperti seekor kura-kura. Jumlah half-dome dan kubah kecil yang menaungi ruang shalat utama masjid terbilang sangat sedikit. Hal ini membuat kubah raksasa yang berada di pusat bangunannya terlihat sangat dominan.[9]Seperti masjid bergaya Usmani lainnya, masjid Selimiye memiliki halaman berbentuk persegi panjang dengan sebuah tempat wudhu berupa air mancur (sardivan) ditengahnya. Area terbuka ini dikeliling oleh portico (teras berpilar) yang beratapkan 18 kubah. Portico masjid Selimiya memiliki 16 pilar, menurut para ilmuwan, pilar-pilar tersebut berasal dari Mesir, Syprus, Syria dan Turki. Halaman dengan gaya seperti ini mengadopsi bentuk peri-style pada halaman bergaya Romawi kuno atau bentuk sahn pada bangunan-bangunan di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada keempat sudut masjid berdiri empat buah menara setinggi 84 meter. Masing-masing menara memiliki tiga buah balkon. Dua menara diantaranya memiliki tiga buah pintu tangga yang menuju langsung pada ketiga balkonnya. Artinya, terdapat tiga jalur tangga yang berbeda pada sebuah menara. Hal tersebut merupakan bukti lain dari kejeniusan seorang Mimar Sinan. Ruang utama masjid teridir atas dua lantai, yaitu lantai dasar sebagai tempat shalat utama dan lantai atas berupa balkon yang mengelilingi ruangan utama. Rancangan seperti ini adalah ciri khas masjid berasitektur Turki Usmani. Masjid Selimiye diterangai oleh 384 buah jendela, ratusan jendela itu terbagi kedalam lima tingkatan. Jendela-jendela pada tingkat terbawah dan tingkat kedua menerangi lantai dasar dan balkon masjid. Barisan jendela pada tingkat ketiga dan keempat merupakan jendela-jendela clerestory (jendela pada dinding atas) yang cukup banyak membiaskan cahaya alami kedalam masjid. Pada tingkat kelima terdapat deretan jendela kubah yang menerangi interior kubah masjid, Sinan menggunakan kaca jendela berwarna terang untuk memberikan efek pencahayaan yang maksimal pada interiornya. Interior masjid didominasi oleh marmer berwarna putih dan coklat muda dari pulau Marmara, serta ubin-ubin keramik yang berasal dari kota Iznik. Selain masjid diatas adalah masjid yang dirancang agar berfungsi ganda, seperti dilengkapi dengan ruangan dapur umum, rancangan masjid serupa ini husus di rancang untuk tempat memberi makan anak yatim.[10]3. Masjid NusretiyeMasjid Nusretiye merupakan salah satu bangunan tempat ibadah peninggalan kejayaan dinasti Turki Usmani (Ottoman) diwilayah Istanbul, Turki. Masjid ini dibangun pada tahun 1823 M hingga 1826 M, sebagai bagian dari proyek pembangunan kembali barak militer di kawasan Tophane, sebelah barat selat Bosphorus. Proyek tersebut digagas penguasa Ottoman saat itu, Sultan Mahmud II (1784-1839 M). Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim memaparkan, Sultan Mahmud II memilih lokasi tempat pembangunan masjid di lokasi yang sebelumnya Sultan Selim III (1761-1808 M) mendirikan masjid kecil berdinding kayu. Masjid yang didirikan oleh sultan Selim III ini musnah terbakar dalam peristiwa kebakaran pada 1823, dikenal dengan tragedi Firuzaga. Sejak berdiri, bangunan masjid Nusretiye pernah mengalami beberapa kali renovasi. Pemerintah Turki melakukan restorasi pertama kali terhadap keseluruhan bangunan masjid antara 1955 dan 1958. Kemudian, antara 1980 dan 1982 dilakukan renovasi terhadap beberapa bagian bangunan masjid. Sultan Mahmud II menunjuk Krikor Amira Balyan sebagai arsitek yang akan merancang dan mendisain bangunan masjid baru ini. Keluarga Balyan dikenal sebagai keluarga arsitek berdarah Armenia pada abad ke-18 M hingga 19 M. Sejarah mencatat sembilan anggota keluarga Balyan pernah ditunjuk menjadi arsitek resmi kesultanan Ottoman. Krikor merupakan generasi pertama dari keluarga Balyan yang menjadi arsitek kerajaan Ottoman.Arsitektur masjid yang dibangun pada abad ke-29 M ini terlihat mengalami perubahan besar. Perubahan tersebut kemungkinan terjadi karena pengaruh westernisasi yang gencar dilakukan oleh sultan Selim III dan Mahmud II. Yang paling menonjol adalah pengaruh baroque suatu gaya arsitektur yang tumbuh setelah masa renaisans yang begitu sarat dengan dekorasi dan ornamen. Ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas gaya baroque memenuhi seluruh bagian bangunan masjid, termasuk dinding, jendela, serta garis-garis batas antara satu bidang dan bidang yang lainnya. Namun, sang arsitek berupaya melakukan terobosan baru dengan tidak menggunakan bentuk ornamen baroque yang lurus-lurus, namun lebih banyak berbentuk lengkung-lengkung yang terlihat seperti gelombang air dan mengikuti bentuk sinusoida.Dari segi denah atau tata letak, pengaruh eropa juga menonojol pada masjid ini, terutama bentuk denah yang sudah tidak lagi hypostyle. Teras depan atau portico masjid diapit oleh unit yang menjorok kedepan dengan bagian ujung kiri dan kanannya beratap limasan, yang merupakan adopsi arsitektur Eropa klasik. Dalam arsitektur islam, konstruksi seperti ini merupakan elemen baru yang tidak ditemui pada bangunan-bangunan masjid sebelumnya. Pada bagian portico ini terdapat pintu masuk menuju keruang solat utama. Pintu masuk berukuran 4 x 21 M ini bergaya baroque dan terbilang mewah. Sementara itu, dua unit bangunan yang menjorok dinamakan hunkar kasri, yang berarti kediaman raja. Kedua unit bangunan ini juga memiliki pintu masuk yang terhubung dengan bagian belakang solat utama dan beranda masjid.Sebuah pintu masuk yang khusus diperuntukkan sultan terletak bagian selatan bangunan masjid yang berhadapan langsung dengan pemandangan laut. Bagian dinding bangunan hunkar kasri ini dihiasi dengan aneka motif tanaman berwarna-warni serta tulisan kaligrafi pada bagian pintu masuk. Tulisan kaligrafi tersebut merupakan hasil karya ahli kaligrafi muslim terkenal di era ottoman, Mustafa Rakim (1757-1826). Masjid ini memiliki menara kembar, masing-masing dilengkapi dengan dua buah balkon. Kedua menara ini tampak menjulang dibelakang kedua unit yang menjorok kedepan tadi. Bentuk menara ini tidak jauh berbeda dengan menara pada bangunan masjid lainnya dijaman Ottoman. Yang membedakan hanyalah pada dekorasinya. Landasan minaret berbentuk seperti kuncup bunga melati dengan batang menara beralur-alur dan penampang balkon tidak berbentuk lingkaran melainkan segi delapan. Kubah masjid mengedepankan bentuk setengah bola dan berdiri diatas tambour dimana terdapat deretan jendela yang keseluruhannya berjumlah 20 buah. Diantara masing-masing jendela terdapat semacam pilaster dengan profil tegak berbentuk huruf s. Jendela-jendela yang terdapat pada bagian kubah ini merupakan contoh terakhir dari pengaturan jendela gaya arsitektur Ottoman klasik. Pada sudut luar dari kubah terdapat semacam kolom, tetapi sangat tebal dibagian luar dan mencuat keatas. Kolom tersebut berbentuk seperti kuncup sebuah bunga. Bentuk kolom seperti ini merupakan hal yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Bagian dinding masjid bercorakan garis-garis batas pelengkung. Garis-garis batas tersebut dihias tidak saja dengan molding, tetapi dengan hiasan geometris, lengkung, bundar-bundaran dan lain-lain sehingga sangat ramai memenuhi seluruh permukaan bagian-bagian bangunan.b. Arsitektur Istana bentuk arsitektur bangunan istana era ini menampilkan bentuk yang memiliki ciri arsitektur tersendiri. Corak hias istana didasarkan pada pola ornamen arabesk dengan hiasan geometris marmar yang berwarna. Dalam istana terdapat hiasan berupa lukisan-lukisan yang menggambarkan mahluk hidup bahkan terkadang dilukiskan alam bentuk relif.[11] Untuk mendesain istana agar memiliki nilai arsitektur yang tunggi, sultan Sulaiman umpamanya bahkan mendatangkan para plukis Eropa, seperti Mechior Lorkdan Peter Goek van Alos untuk melukis gambarnya semenjak itu, perkembangan seni melukis menjadi bagian tak terpisahkan dari arsitektur dinasti Usmaniyah. Salah seorang pelukis terkenal pada masa ini adalah Taifik Fasha dan Ibrahim Fasha, mereka bahkan mampu memadukan seni lukis Barat dengan seni lukis Islam. Melalui harmonosasi ini mereka akhirnya menampilkan corak seni lukis yang lebih kreatif dan memiliki nilai seni yang tinggi.[12] Secara spesifik, tidak ada yang menonjol dalam itektur Islam, kecuali pada bangunan tempat ibadah (masjid). Di sini, nuansa arsitektur Islam yang terlihat pada masjid sangat jelas dan menonjol. Namun demikian, secara keseluruhan, arsitektur Islam juga dipengaruhi olehbudaya dan seni arsitektur tempat berkembangnya agama Islam. Masing-masing wilayah itu memiliki seni arsitektur tersendiri yang menggambarkan ciri khusus dari wilayah bersangkutan. 1. Istana TopkapiIstana Topkapi adalah istana kesultanan Turki Usmani yang berdiri sejak lima ratusan tahun lalu dan masih kokoh berdiri di pusat kota Istanbul, Turki. Istana para sultan pada kesultanan Turki Usmani itu berada di titik strategis dengan dikelilingi tiga perairan yaitu, Selat Bosphorus, Tanjung Tanduk Emas (Golden Horn), dan Laut Marmara. Lokasi istana tersebut letaknya tidak jauh dari Masjid Sultan Ahmet atau yang biasa disebut Masjid Biru dan Musium Hagia Sofia atau Aya Sofia.Adalah sultan Muhammad II atau sultan Muhammad Alfatih yang membangun Istana seluas 700 meter persegi pada tahun 1453 Masehi. Istana yang dikelilingi tembok pertahanan sepanjang 5 kilometer itu ditempati oleh 24 sultan yang memimpin kesultanan Turki Usmani. Istana Topkapi merupakan tempat kediaman sultan-sultan Turki selama tiga abad hingga 1839 M. Setelah Sultan Mahmud II meninggal, penguasa yang menggantikannya lebih memilih tinggal dalam beberapa istana gaya Eropa, seperti Istana Dolmabahce dan Ciragan yang dibangun di tepi Sungai Bosphorus.Ketika memasuki istana Topkapi, kami para pengunjung disuguhi taman yang luas dan indah. Taman itu juga dipenuhi oleh pepohonan yang sudah berumur ratusan tahun dan rimbun. Beberapa bangunan yang berada di dalam komplek istana Topkapi dihiasi dengan taman-taman yang indah menawan dan air mancur. Pintu dan jendela bangunan-bangunan di lingkungan istana itu menghadap ke halaman yang merupakan taman istana untuk menciptakan suasana yang terbuka dan menyediakan udara dingin selama musim panas. Di kawasan istana tersebut terdapat asrama, taman, perpustakaan, sekolah, masjid dan pengadilan. Istana itu juga digunakan bukan hanya untuk tempat tinggal, namun juga digunakan untuk kantor administrasi dan kantor penerima tamu agung dari berbagai kerajaan. Istana itu juga dilengkapi dengan gedung yang diperuntukan untuk keluarga sultan. Para arsitek yang merancang bangunan itu harus memastikan bahwa di dalam istana, sultan dan keluarganya dapat menikmati privasi dan kebijaksanaan.Istana ini sempat masuk dalam situs cagar budaya UNESCO PBB pada tahun 1985. Istana yang memiliki ribuan kamar dan ruang ini kini di bawah pengelolaan Departemen Budaya dan Pariwisata pemerintah Republika Turki dan dijaga oleh tentara militer Turki. Saat ini, istana Topkapi dijadikan musium dan untuk memasukinya setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 20 Turki Lira (TL) atau setara dengan Rp. 140 ribu dengan kurs 1 TL sama dengan Rp. 7 ribu.[13]2. Istana DolmabahceIstana Dolmabahce merupakan istana kesultanan Turki Usmani. Letaknya sangat stategis. Istana itu langsung berhadapan dengan laut Bosporus. Dari atas kapal laut kita dapat melihat kemegahan istana itu dari kejauhan. Istana itu banyak menyimpan barang-barang pemberian dari para raja dari berbagai kerajaan. Dolmabahce merupakan bangunan terakhir yang dibangun oleh penguasa Turki Usmani, Sultan Abdul Majid I yang memimpin Turki Usmani dari 1839-1861. Istana yang terletak di atas lahan seluas 110 ribu meter persegi itu dibangun pada 1843-1856.Pembangunan gedung bernuansa barat itu menghabiskan dana sebesar lima juta pound emas Usmani atau setara dengan 35 ton emas. Sebanyak14 ton emas dalam bentuk emas digunakan untuk menghiasi 45 ribu meter persegi langit-langit monoblock istana. Yang bertanggung jawab atas pekerjaan konstruksi Haci Said Aga, sementara proyek ini direalisasikan oleh arsitek Garabet Balyan. Istana itu memilik tiga lantai termasuk lantai bawah tanah. Dolmabahce memiliki 285 kamar dan 46 ruang, 6 kamar mandi khas Turki, 1.427 jendela, 68 toilet dan karpet yang menutupi lantai. Hingga kini, banguan dan segala isinya masih terjaga keasliannya. Di area Istana Dolmabahce itu terdapat 16 bangunan yang terletak di samping bangunan utama, seperti; pabrik, toko kaca, pengecoran, apotek dan dapur. Selain itu juga terdapat dua gerbang yang monumental, yakni Gerbang Jam Gadang, serta gerbang sepanjang 600 meter di pinggir dermaga sepanjang laut.Tata letak istana dan dekorasinya mencerminkan pengaruh peningkatan standar budaya Eropa pada akhir kesultanan Turki Usmani. Dolmabahce merupakan istana terbesar di Turki, mengingat bahwa daerah monoblock menempati bangunan 45 ribu meter persegi. Sebelumnya, Sultan dan keluarganya tinggal di Istana Topkapi, namun karena Istana Topkapi kurang menarik saat itu, maka sultan Abdul Majid I memutuskan untuk membangun Istana Dolmabahce.[14]c. Arsitektur Rumah SakitTurki adalah salah satu negara muslim dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Negara ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan atau dinasti Turki Usmani (Ottoman). Selama pemerintahan dinasti Turki Usmani, negara ini berkembang pesat dalam berbagai bidang termasuk arsitektur. Sejumlah bangunan bersejarah terdapat dinegeri ini mulai dari bangunan Hagia Sofia/Aya Sofia, istana Topkapi hingga mesjid Biru. Satu hal yang sering kali luput dari perhatian adalah rumah sakit. Sebagai pusat kesehatan pemerintah Turki Usmani menaruh perhatian besar dalam bidang ini. Sejumlah rumah sakit dibangun untuk membantu rakyat dalam menjaga kesehatan. Salah satu rumah sakit yang berdiri megah dan kokoh adalah Rumah Sakit Bayezid II dikawasan Edirne.Edirne atau sering disebut Adrianopel (Adrianople) adalah sebuah kota diseberang utara selat Bosphorus yang secara geografis menjadi bagian dari benua Eropa. Kota ini berhasil dikuasai oleh orang-orang Turki dibawah pemerintahan Murad I (1360-1389 M), penguasa kerajaan Turki Usmani. Pada 1362, Murad I berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga kekawasan Eropa dengan merebut antara lain kota Edirne dari tangan kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Sejak saat itu, kekuasaan Turki Usmani menjadikan kota Edirne sebagai pusat pemerintahannya. Sebab, kawasan ini terletak di tempat yang sangat strategis dalam jalur utama yang menghubungkan Eropa sampai ke Turki. Hampir 100 tahun Edirne menjadi pusat pemerintahan kesultanan Turki Usmani. Selanjutnya, kota ini tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota, meskipun demikian, dalam sejarah kekuasaan Turki Usmani seperti yang ditulis dalam Andrew Petersen dalam bukunya, A Dictionary of Islamic Architecture, Edirne tetap menjadi kota penting bagi kekhalifahan islam tersebut dimana para Sultan Turki Usmani bermukim.Sebelum dijadikan ibukota pemerintahan Ottoman (Turki Utsmani), Edirne sudah ramai sebagai pusat perdagangan dan juga budaya Muslim. Hal ini ditandai dengan banyaknya bangunan yang dibangun oleh penguasa Muslim di kota ini. Salah satunya adalah Rumah Sakit (RS) Bayezid II. Rumah sakit ini berada di dalam Kompleks (Kulliye) Bayezid II. RS Bayezid II dibangun atas perintah Sultan Bayezid II. Proses pembangunan Kulliye Bayezid II berikut bangunan rumah sakitnya memakan waktu empat tahun, dari 1484 M hingga 1488 M. Hingga abad ke-19 M, para dokter dididik di rumah sakit yang sekaligus menjadi sekolah kedokteran itu.Pada umumnya corak arsitektur bangunan rumah sakit pada masa ini memiliki corak husus yaitu debentuk sesuai dengan bayangan masjid setiap pintunya dibentuk melengkung seperti qubah bentuk bangunan ini memberikan corak arsitektur di lembaga ini lebih bernuansa islami termasuk di dalamnya bangunan arsitektur sekolah.[15]d. Arsitektur Kuburan (Maqbarah)Bentuk arsitektur lain yang muncul pada masa dinasti Usmaniyah adalah kuburan yang memakai corak bangunan berkubah, sementara sekat-sekat dipasang disekelilingi bangunan kuburan yang merupakan bangunan yang beratap .[16] Batu nisan sederhana sudah dikenal sejak pertengahan abad ketujuh di Mesir. Kemudian di wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani batu-batu nisan yang lebih canggih banyak digunakan untuk menandai kuburan para anggota kelas penguasa. Batu-batu nisan ini berukir pada puncaknya dalam bentuk hiasan kepala sang mendiang, yang menunjukkan peringkat di tengah masyarakat penguasa. Disekeliling kuburan dipasang sekat-sekat yang membentuk bangunan beratap. Bahan maupun desain sekat ini beragam; misalnya, sekat pada kuburan akhir abad ke-13 berupa masyrabiyah dari kayu, sekat pada abad ke-20 kerap kali digunakan dari bahan logam.e. Arsitektur Pemandian Umum (Hammam)Bangunan lainnya yang menjadi cirri khas arsitektur pada zaman Turki Usmani adalah tempat pemandian umum (hammam). Bangunan hammam ini di desain dengan arsitektur yang khusus. Bangunannya berbentuk persegi dengan atap rata bagian depannya dan beratap kubah pada bagian sumber airnya.[17] Keberadaan pemandian umum pada masa itu ditujukkan guna melayani keperluan mandi bersuci sebelum melaksanakan shalat, khususnya shalat Jumat. Karenanya tak mengherankan jika bangunan hammam selalu ditempatkan didekat bangunan masjid. Umumnya disetiap lokasi masjid dibangun dua buah hammam, yang masing-masing ditujukan bagi jemaah laki-laki dan perempuan seperti hammam yang ada di masjid Sultan Ahmed, Istanbul.f. Tata Kota Khusus di bidang arsitektur tata kota, pada masa pemerintahan Turki Usmani, para arsitek muslim saat itu selalu diperintahkan untuk melakukan studi banding ke Eropa guna mempelajari desain tata kota yang lebih baik. Setelah kembali, mereka melakukan serangkaian perombakan tata kota dinasti Usmaniyah. Hasil akumulasi desain tata kota dari Eropa dipadukan dengan nilai seni yang berdasarkan islam. Akulturasi ini menghasilkan desain tata kota dinasti Usmaniyah yang asri dan indah.[18] Salah satu contoh arsitek muslim pada masa dinasti Turki Usmani yang sukses merombak tatanan dan struktur kota dinasti Usmani ialah Mimar Sinan dan Ali Acemi. Ali Acemi pada masa itu diangkat sebagai kepala arsitek istana pada tahun 1525 M. Karyanya mencakup bangunan masjid Coban Mustafa Pasha dan kompleks (kulliye) Coban Mustafa Pasha. Jonathan Bloom dan Sheila Blair dalam buku Islamic Arts and Architecture mengatakan, gaya arsitektur Ali Acemi sangat mengandalkan presisi, contohnya kompleks Coban Mustafa Pasha didekorasi dengan hiasan panel serta berbahan marmer . Selain Ali Acemi tampil pula tokoh lainnya, Mimar Sinan. Ia dikukuhkan sebagai salah satu arsitek terbesar pada zaman Turki Usmani. Dia pernah menjabat arsitek kepala dan insinyur teknik sipil. Sinan berjasa dalam membangun kota Istanbul dalam masa kepemimpinan Sultan Salim I, Sultan Sulaiman I, Sultan Salim II dan Sultan Murad III. Istana itu merupakan rumah bagi enam sultan dari 1856, ketika pertama kali dihuni, sampai penghapusan kekhalifahan pada 1924. Keluarga kerajaan yang terakhir tinggal di tempat itu adalah Sultan Abdul Majid Efendi. Undang-undang yang mulai berlaku pada 3 Maret 1924 menyebutkan bahwa kepemilikan istana dipindahkan dan menjadi warisan nasional Republik Turki baru. Mustafa Kemal Ataturk, pendiri dan Presiden pertama Republik Turki, menggunakan istana kepresidenan sebagai tempat tinggal selama musim panas. Ataturk juga menghabiskan hari-hari terakhir perawatan medis di istana itu. Ia meninggal pada 10 November 1938.