143

peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional
Page 2: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

i

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

Page 3: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

i

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

peRkembangan ekonomi keuangandan keRja sama inteRnasional

tRiwulan iV - 2015

departemen internasional

perkembangan ekonomi globaldan individu negara

perkembangan pasar keuangandan komoditas

perkembangan kerja samadan lembaga internasional

artikel

Page 4: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

ii

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan II 2007

Tulisan dalam buku Perkembangan Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama

Internasional ini bersumber dari berbagai publikasi dan pendapat pribadi para penulis,

dan bukan merupakan pendapat dan kebijakan Bank Indonesia.

Pengutipan diizinkan dengan menyebut sumbernya.

Redaksi sangat mengharapkan komentar, saran,

dan kritik demi perbaikan terbitan ini.

Redaksi juga mengundang sumbangan artikel, karangan,

laporan untuk dapat dimuat dalam terbitan ini.

Alamat Redaksi:

Grup Studi Internasional

Departemen Internasional

Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 5

Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110

Telepon : (021) 2981-4507, 2981-8631, Faksimili : (021) 2311529

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi+Keuangan+dan+Kerjasama+Internasional

Page 5: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

iii

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

Kata Pengantar

Dengan segenap kerendahan hati kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas

terselesaikannya penulisan Buletin PEKKI edisi Triwulan 4 2015 (TW4-15). Dinamika perekonomian

global pada triwulan ini diwarnai perkembangan yang gloomy, baik di negara maju maupun

berkembang. Pelemahan ekonomi global disebabkan oleh permintaan domestik di berbagai

negara yang memburuk. Permintaan yang melemah juga menyebabkan harga komoditas global

masih terus tertekan–termasuk harga minyak–sehingga menahan inflasi tetap rendah di berbagai

negara. Sementara itu, pasar keuangan masih cukup bergejolak dipicu oleh ketidakpastian timing

normalisasi kebijakan moneter AS dan sentimen negatif dari pelemahan ekonomi Tiongkok yang

disertai kebijakan yang membingungkan pelaku pasar.

Di tengah kondisi ekonomi global yang melemah, the Fed akhirnya menormalisasi kebijakan

moneternya dengan menaikkan suku bunga kebijakan untuk pertama kalinya pada Desember

2015. Di sisi lain, kebijakan moneter di Jepang dan Kawasan Euro justru semakin akomodatif.

Hal ini menjadikan divergensi kebijakan moneter di antara negara maju. Dilatarbelakangi situasi

tersebut, pada PEKKI TW4-15 ini kami mengangkat tema “Divergensi Kebijakan Moneter di

tengah Pelemahan Ekonomi Global”.

Penurunan pertumbuhan ekonomi global terutama dipengaruhi oleh pelemahan pada

dua negara utama dunia –AS dan Tiongkok—seiring perannya sebagai importir terbesar dunia.

Deselerasi pertumbuhan kedua negara tersebut menarik ke bawah pertumbuhan ekonomi

negara-negara mitra dagangnya. Kondisi tersebut diperparah dengan pemulihan ekonomi

Kawasan Euro yang berjalan lambat dan Jepang yang mengalami penurunan pertumbuhan

cukup signifikan. Meskipun gloomy, beberapa negara masih menunjukkan kinerja yang baik

dan berpotensi menjadi bright spot ekonomi global ke depan. Perkembangan ekonomi yang

masih gloomy tersebut menjadi pertimbangan IMF dan World Bank untuk merevisi ke bawah

outlook pertumbuhan ekonomi global 2016 dan 2017, serta menurunkan perkiraan pertumbuhan

perdagangan, harga komoditas dan inflasi global.

Fora kerja sama internasional berupaya membangkitkan kinerja ekonomi global serta

menjaga stabilitas keuangan melalui bebagai inisiatif dan coordinated actions. Penguatan resiliensi

kawasan melalui Regional Financial Arrangement terus dilakukan. Negara ASEAN juga telah

menyusun AEC Blueprint 2025 yang akan menjadi panduan arah integrasi 2016-2025. Sementara

fora G-20 dan IMF secara aktif melakukan koordinasi untuk merespons kondisi perekonomian

yang masih melambat.

Page 6: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

iv

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan II 2007

Jakarta, Februari 2016

Departemen Internasional

Serangkaian upaya lain dalam konteks kerja sama internasional, respons kebijakan dan

outlook ekonomi global akan diulas lebih mendalam dalam buletin PEKKI ini. Kami berharap,

buletin ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman pembaca dan

bermanfaat di dalam melaksanakan tugas masing-masing. Selamat membaca.

Page 7: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

v

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar ..................................................................................................... iii Daftar IsI ................................................................................................................. vDaftar sIngKatan ................................................................................................. viii rIngKasan eKseKUtIf ............................................................................................. 1

BaB I PerKeMBangan eKOnOMI gLOBaL Dan InDIVIDU negara .................. 5A. Kinerja Ekonomi Global ........................................................................................... 6 B. Individu Negara ........................................................................................................ 17

B.1 Amerika Serikat ................................................................................................ 17B.2 Kawasan Euro .................................................................................................. 29B.3 Jepang ............................................................................................................. 38Boks 1: Kebijakan Suku Bunga Negatif Bank of Japan .............................................. 49B.4 Tiongkok .......................................................................................................... 52B.5 India ................................................................................................................. 62B.6 ASEAN-5 .......................................................................................................... 70

BaB II Pasar KeUangan Dan Pasar KOMODItas ............................................. 79A. Pasar Keuangan ....................................................................................................... 80

A.1. Pasar Saham ..................................................................................................... 80 A.2. Pasar Obligasi Pemerintah ................................................................................. 81

B. Pasar Valuta Asing ................................................................................................... 83C. Pasar Komoditas ...................................................................................................... 86

BaB III PerKeMBangan KerJa saMa Dan LeMBaga InternasIOnaL ............ 89A. Kerja Sama Regional ................................................................................................ 90

A.1 Concern Terhadap Perkembangan Ekonomi Regional ...................................... 90 A.2 Concern Terhadap Kondisi SektorKeuangan ..................................................... 90 A.3. Penguatan Resiliensi Kawasan dengan Regional Financial Arrangement (RFA) ... 91A.4. Kerja Sama Liberalisasi Jasa Keuangan .............................................................. 92

B. Kerja Sama Multilateral ......................................................................... .................. 93 B.1 Percepatan Pemulihan dan Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lebih Berkualitas ............................................................................................. 93

B.1.1. Kerja sama dan Koordinasi Kebijakan Makroekonomi ............................. 93B.1.2. Strategi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi ........................................... 94B.1.3. Investasi dan Infrastruktur ...................................................................... 95

Page 8: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

vi

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan II 2007

B.2. Upaya Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Global ............................................. 95 B.2.1 Regulasi Sektor Keuangan ...................................................................... 95B.2.2 Kerja Sama Perpajakan ............................................................................ 96B.2.3 Agenda Penguatan Arsitektur Keuangan Global ...................................... 97

B.3 Meningkatkan Pembangunan yang Berkelanjutan ............................................ 97

BAB IV ARtIKeL ......................................................................................................... 99 Artikel 1 Outlook Ekonomi Global: Akan Kah Segera Rebound? ............................. 99Artikel 2 The Next China’s Engine of Growth: Beijing’s Belt and Road (BAR) ............ 105Artikel 3 Pakta Kemitraan Trans Pasifik: Haruskah Kita Berdiam Diri? ........................ 110

Page 9: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

vii

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

LAMPIRAn ................................................................................................................. 117 Tabel 1 Produk Domestik Bruto .................................................................................... 118Tabel 2 Angka Pengangguran ...................................................................................... 119Tabel 3 Inflasi IHK ........................................................................................................ 120Tabel 4 Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral ................................................................. 121Tabel 5 Pertumbuhan Uang Beredar ............................................................................. 122Tabel 6 Surplus/Defisit Keuangan Pemerintah ............................................................... 123Tabel 7 Neraca Berjalan ................................................................................................ 124Tabel 8 Cadangan Devisa ............................................................................................. 125Tabel 9 Nilai Tukar Dunia terhadap USD ....................................................................... 126Tabel 10 Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Dunia ................................................ 127Tabel 11 Indeks Saham ................................................................................................. 128Tabel 12 Government Debt ........................................................................................... 129Tabel 13 Harga Komoditi Dunia .................................................................................... 130

Page 10: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

viii

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan II 2007

Daftar Singkatan

AEC ASEAN Economic Community

AMRO ASEAN+3 Macroeconomic Research Office

ASA ASEAN Swap Arrangement

ASEAN Association of South East Asian Nations

ASEAN5 Negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,

Filipina

ASEAN+3 Negara ASEAN, Jepang, Tiongkok, Korea

BCBS Basel Committee on Banking Supervision

BOJ Bank of Japan

CA Current Account

CF Consensus Forecast

CMIM Chiang Mai Initiative Multilateralization

CPI Consumer Price Index

CSIS Country Specific Investment Strategies

DJIA Dow Jones Industrial Average

EC European Commission

ECB European Central Bank

EMEs Emerging Market Economies

EMEAP Executives Meeting of East Asia Pacific Central Banks

ETFs Exchange-Traded Funds

FFR Fed Fund Rate

FOMC Federal Open Market Committee

FSB Financial Stability Board

G20 Group-20 yang terdiri dari Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China,

Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab

Saudi, Afrika Selatan, Korea, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

GFC Global Financial Crisis

GFSN Global Financial Safety Net

GIH Global Infrastructure Hub

GS Growth Strategies

GST Goods and Services Tax

IILM International Islamic Liquidity Management

IMF International Monetary Fund

Page 11: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

ix

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Dunia

IO International Organization

IOSCO International Organization of Securities Commissions

JGB Japanese Government Bond

JPY Japan Yen

J-REITs Japan Real Estate Investments

KPS Kerja sama Pemerintah dan Swasta

MPC Monetary Policy Committee

NDRC National Development and Reform Commission

NFP Non Farm Payroll

OECD Organisation for Economic Co-operation and Development

OTC Over The Counter

PBC People’s Bank of China

PDB Produk Domestik Bruto

PMI Purchasing Manager Index

PPP Public Private Partnership

QFR Quarterly Financial Report

QQE Quantitative and Qualitative Easing

RBI Reserve Bank of India

RFA Regional Financial Arrangement

RMB Renmimbi

SDR Special Drawing Rights

S&P Standard & Poor’s

TLAC Total Loss Absorbing Capacity

TW Triwulan

UMKM Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

UN United Nations

USD US Dollar

WEO World Economic Outlook

WPI Wholesale Price Index

WTI Western Texas Intermediate

YOY Year on Year

Page 12: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

x

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan II 2007

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 13: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Ringkasan Eksekutif

1

Nuansa kelesuan masih menaungi dinamika ekonomi global di triwulan terakhir 2015.

Output ekonomi global pada TW4-15 kembali tumbuh melambat, sebesar 2,99% yoy, sehingga

menggenapkan pelemahan pertumbuhan ekonomi global sepanjang 2015. Secara keseluruhan

2015, pertumbuhan juga melambat menjadi 3,1% dibanding pertumbuhan pada 2014 (3,4%).

Pertumbuhan yang melambat pada umumnya disebabkan oleh konsumsi yang cenderung

melemah, sehingga menekan investasi dan perdagangan dunia. Pelemahan yang lebih dalam

dialami oleh negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dan komoditas tambang, seperti

Rusia dan Brazil, sejalan dengan masih turunnya harga komoditas.

Berdasarkan negara, pelemahan pertumbuhan tidak hanya terjadi di negara berkembang

sebagaimana triwulan-triwulan sebelumnya, tetapi juga dialami oleh negara maju yang pada

semester I 2015 masih tumbuh meningkat. Bahkan, pelemahan di negara maju terjadi secara

merata di hampir seluruh negara, termasuk AS, Jepang, Inggris dan Kawasan Euro. Sementara

itu, pertumbuhan negara berkembang lebih bervariasi dimana Tiongkok dan India melemah,

sementara beberapa negara ASEAN mengalami peningkatan pertumbuhan. Dengan demikian,

dua perekonomian terbesar yang juga merupakan lokomotif pertumbuhan dunia, yaitu AS dan

Tiongkok, melemah secara bersamaan dan persisten. Akibatnya, prospek ekonomi global ke

depan diperkirakan masih akan bernuansa lesu.

Meskipun kinerja ekonomi global melemah, masih terdapat beberapa negara yang menjadi

bright spot dengan kinerja ekonomi yang membaik. India dan Kawasan Euro merupakan contoh

dari beberapa negara yang mengalami peningkatan pertumbuhan di sepanjang 2015. India selain

tumbuh meningkat juga memberikan kontribusi yang besar oleh karena level pertumbuhannya

yang sangat tinggi, termasuk lebih tinggi dari pertumbuhan Tiongkok. Pertumbuhan India

ditopang oleh konsumsi yang besar dan investasi pemerintah yang meningkat, termasuk investasi

infrastruktur. Sementara itu, Kawasan Euro menunjukkan recovery yang cukup persisten sehingga

mampu terus tumbuh meskipun dengan pace yang lambat. Prospek ekonomi Kawasan Euro

juga membaik dengan dukungan kebijakan moneter yang semakin akomodatif dan intermediasi

perbankan yang mulai kembali meningkat.

Ringkasan Eksekutif

“Divergensi Kebijakan di Tengah Pelemahan Ekonomi Global”

Page 14: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

2

Permintaan domestik dan eksternal secara bersamaan menekan kinerja ekonomi dunia.

Pembentukan permintaan domestik yang solid terkendala oleh beberapa faktor yang berkembang

kurang kondusif. Pemulihan ekonomi global yang lamban menghambat perbaikan di sektor tenaga

kerja–terutama peningkatan upah yang kurang memadai–sehingga menurunkan keyakinan

konsumen. Akibatnya, konsumen menahan konsumsi sehingga kinerja konsumsi menurun.

Penurunan konsumsi yang terjadi di berbagai negara pada gilirannya mengakibatkan penurunan

permintaan ekspor. Permintaan domestik dan permintaan eksternal yang menurun selanjutnya

berdampak pada penurunan aktivitas produksi dan penurunan investasi. Penurunan investasi

secara tajam dapat diamati di Tiongkok yang tengah melakukan reformasi struktural (rebalancing)

untuk memperbaiki kondisi oversupply dan lebih mendorong konsumsi. Namun, penyesuaian

ke arah peningkatan konsumsi tersebut tidak dapat dilakukan secara instan, sehingga dalam

jangka pendek konsumsi belum mampu mengompensasi penurunan investasi, dan menyebabkan

pertumbuhan melambat. Permintaan domestik yang melemah dan menggerus perdagangan

dunia pada gilirannya menciptakan feedback loop bagi pelemahan ekonomi dunia.

Pelemahan ekonomi global juga tercermin pada harga yang persisten di level rendah.

Permintaan domestik yang menurun berpengaruh pada penurunan harga-harga, termasuk harga

minyak. Harga minyak menurun cukup tajam mengingat pasokan minyak yang berlimpah dan

masih terus meningkat seiring keputusan OPEC untuk mempertahankan produksi minyak dan

kembalinya pasokan minyak dari Iran. Di sisi permintaan, importir juga memanfaatkan harga

minyak yang murah untuk meningkatkan jumlah cadangan minyak hingga melampaui level

tertinggi secara historis dan mendekati kapasitas penyimpanan maksimum. Meskipun demikian,

pasokan minyak tetap berlimpah sehingga harga terus menurun. Sejalan dengan penurunan

tersebut, harga komoditas lain ikut menurun sehingga pada akhirnya tercermin pada inflasi

headline (CPI) yang rendah.

Di tengah kinerja ekonomi yang lemah, pasar keuangan global mengalami pergerakan

yang bervariasi. Pergerakan pada harga saham, obligasi dan nilai tukar di berbagai negara sangat

dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap rencana normalisasi kebijakan moneter AS yang masih

penuh ketidakpastian. Selain itu, pasar keuangan juga sempat mengalami goncangan akibat

sentimen negatif pelemahan ekonomi Tiongkok, termasuk ketidakpastian respons kebijakan

otoritas Tiongkok. Namun demikian, pasar justru lebih terkendali pasca the Fed menaikkan

suku bunga kebijakan pada Desember 2015, yang menandakan dimulainya proses normalisasi

kebijakan moneter AS, sekaligus menjadi penanda dimulainya divergensi kebijakan moneter di

negara maju.

Page 15: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Ringkasan Eksekutif

3

Pada saat the Fed mulai menaikkan suku bunga kebijakan, bank sentral negara maju lainnya

justru menurunkan suku bunga dan semakin meningkatkan injeksi likuiditas ke perekonomian.

Kondisi ekonomi yang dinilai masih lemah mendorong ECB kembali menurunkan suku bunga

kebijakan yang telah negatif dan memperpanjang periode implementasi program pembelian

aset (quantitative easing). Sementara itu, BOJ juga memangkas suku bunga acuan menjadi di

bawah nol (zero-lower-bound).

Di kelompok negara berkembang, kebijakan moneter relatif lebih bervariasi namun dengan

kecenderungan ke arah semakin akomodatif. Di Tiongkok, PBC terus melakukan pelonggaran

moneter-melalui penurunan reserve requirement dan suku bunga-sambil terus berupaya

menjaga stabilitas nilai tukar renminbi. Sementara itu, sebagian besar negara berkembang lain

mempertahankan suku bunga kebijakan yang sudah berada pada level yang rendah (akomodatif).

Namun demikian, terdapat sedikit negara berkembang yang masih mempertahankan stance

kebijakan moneter yang cenderung ketat, seperti Brazil, Rusia dan Afrika Selatan.

Kinerja ekonomi global yang masih lemah dan disertai oleh pasar keuangan yang volatile

mendorong berbagai fora kerja sama internasional berupaya untuk membangkitkan kinerja

ekonomi global serta menjaga stabilitas keuangan melalui berbagai inisiatif dan coordinated

actions. Pada forum regional, ASEAN+3 berupaya memperkuat resiliensi kawasan melalui

Regional Financial Arrangement (RFA) dengan meningkatkan kesiapan operasionalisasi Chiang

Mai Initiative Multilateralization (CMIM), serta meningkatkan kapasitas organisasi ASEAN+3

Macroeconomic Research Office (AMRO) menjadi International Organization. ASEAN juga bersiap

menyambut implementasi integrasi keuangan kawasan untuk sepuluh tahun ke depan. Selain

itu, ASEAN juga memperpanjang perjanjian ASEAN Swap Arrangement (ASA) hingga 2017.

Pada forum multilateral, tema yang diusung dalam fora G-20 dan IMF mencakup pemulihan

global, meningkatkan ketahanan terhadap krisis, dan mendorong pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu, forum BIS secara khusus membahas manfaat reformasi sektor keuangan di

beberapa negara anggota serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kinerja ekonomi global pada 2015 yang tidak sekuat ekspektasi menjadikan outlook 2016

dan 2017 direvisi ke bawah. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Januari 2016 dan World

Bank dalam Global Economic Prospect (GEP) Januari 2016 menurunkan perkiraan pertumbuhan

ekonomi global 2016 dan 2017, termasuk merevisi ke bawah proyeksi harga komoditas global.

Dalam WEO Januari 2016, IMF menurunkan outlook 2016 dan 2017 masing-masing menjadi

sebesar 3,4% yoy dan 3,6%, dibandingkan prediksi sebelumnya sebesar 3,6% dan 3,8%. World

Bank juga memangkas outlook 2016 dan 2017 masing-masing menjadi 2,9% (setara dengan

3,6% estimasi IMF) dan 3,1% (setara 3,8%)1. Padahal pada estimasi sebelumnya, World Bank

1 Angka estimasi IMF dan World Bank berbeda yang disebabkan salah satunya oleh perbedaan data yang digunakan. IMF menggunakan data yang diestimasi 2010 PPP weight, sementara World Bank menggunakan constant 2010 US dollar GDP weight.

Page 16: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

4

masih optimis bahwa ekonomi global 2016 dan 2017 akan tumbuh masing-masing sebesar 3,3%

dan 3,2%. Beberapa negara yang diturunkan outlook pertumbuhannya adalah AS, Rusia, Brazil,

Meksiko, Arab Saudi, dan Afrika Selatan.

Disamping menurunkan outlook, IMF dan World Bank juga mengidentifikasi beberapa

faktor risiko yang dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi global, diantaranya adalah (1)

pelemahan yang lebih dalam di Tiongkok; (2) memburuknya neraca perusahaan debitur utang

luar negeri di EME; (3) risk aversion yang berdampak pada sudden capital reversal, depresiasi

nilai tukar dan gejolak di pasar keuangan EME; (4) peningkatan tensi geopolitik. Sementara itu,

upside risks berpotensi muncul dari membaiknya kinerja Kawasan Euro yang diiringi dengan

meningkatnya ekspansi kredit perbankan.

Page 17: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

5

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Frase ‘semakin gloomy’ hampir dapat menggambarkan kinerja ekonomi global di sepanjang

TW4-15–sama seperti dua triwulan sebelumnya–yang kembali melemah. Pertumbuhan ekonomi

terus menurun dan inflasi masih berada di level yang sangat rendah. Namun ada hal lain yang

membedakan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dimulainya era divergensi kebijakan moneter

global. Setelah berulangkali menunda, the Fed akhirnya menaikkan suku bunga yang menandai

dimulainya proses normalisasi kebijakan moneter. Keputusan ini sedikit menimbulkan keraguan

dan pesimisme mengingat kondisi ekonomi AS yang justru sedang melemah dan kondisi likuiditas

yang lebih ketat berpotensi menjadikan pasar keuangan global semakin rentan bergejolak.

Beruntung pada saat yang hampir bersamaan ECB dan BOJ justru semakin melonggarkan

kebijakan moneternya.

Ekonomi global yang melemah berdampak pada harga komoditas yang semakin menurun.

Harga minyak terus menurun dengan semakin melimpahnya pasokan yang tidak diimbangi oleh

peningkatan permintaan. Harga komoditas lain juga ikut menurun. Lebih jauh lagi, dampaknya

juga dirasakan pada inflasi yang masih tertahan di level rendah dan jauh di bawah target inflasi.

Kondisi ini direspon dengan kebijakan moneter yang cenderung akomodatif.

Di sisi lain, pasar keuangan global bergerak melemah terutama di negara berkembang

dan diiringi oleh pergerakan harga yang tetap bergejolak. Melemahnya pasar keuangan negara

berkembang juga diikuti oleh melemahnya nilai tukar.

Dengan perkembangan tersebut, outlook pertumbuhan ekonomi global tampak semakin

suram dan beberapa lembaga internasional menurunkan prakiraan pertumbuhan pada 2016 dan

2017, bahkan disertai dengan potensi terjadinya downside risks yang cukup besar, yang dapat

menurunkan laju pertumbuhan di bawah angka perkiraan.

Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

1BA B

Page 18: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

6

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

A. KinerjA eKonomi GlobAl

Perkembangan ekonomi g lobal

masih lesu dengan aktivitas ekonomi belum

menunjukkan peningkatan, namun justru

semakin melemah. Pertumbuhan PDB di

berbagai negara menunjukkan penurunan,

yang disebabkan oleh konsumsi yang

semakin melemah sehingga perdagangan

menurun yang diikuti oleh penurunan aktivitas

bisnis. Lebih jauh lagi, tekanan inflasi terus

menurun sejalan dengan harga minyak dan

harga komoditas lainnya yang cenderung

menurun. Pihak otoritas tidak tinggal diam

dan menambah stimulus ekonomi di samping

berbagai paket stimulus ekonomi yang sudah

diberikan. Selain itu, lembaga atau fora

internasional juga berupaya membangkitkan

kinerja ekonomi global melalui bebagai

inisiatif atau coordinated actions, misalnya

inisiatif G20 yang berupaya meningkatkan

pertumbuhan ekonomi global melalui Adjusted

Growth Strategy. Namun demikian, berbagai

upaya tersebut tidak banyak menolong untuk

mendorong pertumbuhan–meski cukup untuk

menahan perekonomian tidak jatuh lebih

dalam. Di sisi lain, gejolak di pasar keuangan

juga meningkat sehingga menambah buruk

gambaran perkembangan ekonomi global di

sepanjang 2015.

Pertumbuhan ekonomi global kembali

menurun pada TW4-15 sehingga melengkapi

tren pelemahan sepanjang 2015. Output

global di TW4 hanya tumbuh 2,99%

sehingga secara keseluruhan 2015 mencatat

pertumbuhan sebesar 3,13%1. Apabila

pertumbuhan tersebut didekomposisi, negara

berkembang menyumbang pertumbuhan

sebesar 2,34 percentage points, sementara

negara maju menyumbang 0,66 percentage

points. Kontribusi negara berkembang relatif

tetap, namun kontribusi negara maju kembali

1 Pertumbuhan ekonomi global 2015 sebesar 3,13% diestimasi menggunakan data realisasi pertumbuhan PDB (TW1-TW4) dari 32 negara dan 1 kawasan (Kawasan Euro) yang merepresentasikan sekitar 85% dari total GDP dunia. Untuk beberapa negara yang belum merilis pertumbuhan PDB TW4-15 digunakan data forecast yang tersedia.

Grafik 1.1 Pertumbuhan ekonomi Global Grafik 1.2 Perlambatan di beberapa negara

0,77

0,75

0,73

0,71 0,80 0,86

0,80

0,66

2,73

2,71

2,67

2,58 2,48

2,40

2,36

2,34

3,50 3,46 3,40 3,28 3,28 3,26 3,152,99

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

Sumber: IMF-WEO Oktober 2015, WEO Januari 2016, Bloomberg

2014 2015

% yoy

Kontribusi Negara Maju Kontribusi Negara Berkembang PDB Dunia

6,2

6,4

6,6

6,8

7

7,2

7,4

7,6

7,8

8

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42013 2013 2013

% yoy % yoy

Amerika, lhs Inggris, lhs

Russia, lhs Brazil, lhs

Tiongkok, rhs

Sumber: Bloomberg

Page 19: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

7

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

menurun–setelah pada triwulan sebelumnya

juga menurun. Dengan demikian, baik AE

maupun EME cenderung semakin melemah.

Salah satu faktor yang membawa

penurunan pertumbuhan ekonomi global

adalah pelemahan yang terjadi pada dua

perekonomian utama dunia, yaitu AS dan

Tiongkok. Kedua negara tersebut sangat

memengaruhi perkembangan ekonomi global

terkait dengan perannya sebagai importir

terbesar berbagai produk dari berbagai negara

di seluruh dunia. Oleh karena itu, pelemahan AS

dan Tiongkok menarik ke bawah pertumbuhan

ekonomi negara-negara mitra dagangnya,

sehingga pertumbuhan ekonomi global secara

keseluruhan juga menyusut. Pelemahan yang

cukup signifikan antara lain terjadi di Rusia

dan Brazil yang masih terkontraksi, serta Turki

yang pertumbuhannya terpangkas hingga 1

percentage point di TW4-15.

Pelemahan pertumbuhan terutama

disebabkan oleh lemahnya permintaan

domestik di tengah permintaan global yang

juga menurun. Lemahnya permintaan domestik

disebabkan oleh lambatnya pemulihan ekonomi

pascakrisis, angka pengangguran yang masih

tinggi di banyak negara, menurunnya labor

participation rate2, terbatasnya kenaikan

upah3, dan tingginya faktor ketidakpastian,

yang membentuk keyakinan konsumen

menjadi cenderung memburuk. Keyakinan

konsumen yang menurun pada gilirannya

menekan konsumsi. Konsumsi yang melambat

direspon dengan penurunan produksi dan

investasi. Dengan konsumsi dan investasi

yang menurun, permintaan domestik secara

keseluruhan menurun. Oleh karena fenomena

ini terjadi di berbagai negara, akumulasi dari

penurunan domestik di banyak negara tersebut

menjadikan permintaan global menurun. Hal

ini juga tercermin pada penurunan volume

ekspor dan impor (world trade volume).

Ekspor yang melemah dalam banyak

kesempatan mendorong otoritas untuk

melakukan competitive devaluation atau

currency war untuk mendorong ekspor

sekaligus menekan impor yang pada akhirnya

memperbaiki Current Account balance. Hal

ini ditengarai dilakukan oleh beberapa negara

beberapa waktu yang lalu. Namun, devaluasi

atau depresiasi mata uang tersebut tidak cukup

kuat untuk membantu mendorong ekspor di

tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi

global. Grafik di bawah menunjukkan ekspor

di berbagai negara terus menurun walaupun

mata uangnya terdepresiasi.

2 Penurunan labor participation rate berdampak pada meningkatnya dependency ratio, sekalipun unemployment rate menurun. Penurunan partisipasi kerja tersebut disebabkan oleh terjadinya aging population, termasuk di negara berkembang seperti Tiongkok.

3 Bahkan upah riil di beberapa negara justru semakin menurun, misalnya di Jepang. Dalam hal upah riil meningkat – apalagi meningkat secara terbatas – konsumen tidak serta merta membelanjakan uangnya. Dalam kondisi ekonomi yang gloomy dan penuh ketidakpastian, konsumen cenderung lebih berhati-hati dalam konsumsinya, dan cenderung meningkatkan saving untuk keperluan berjaga-jaga.

Page 20: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

8

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Investasi yang terpangkas cukup

signifikan–termasuk di Tiongkok yang sedang

melakukan economic rebalancing4–serta

menurunnya tenaga kerja dan produktivitas

pada gilirannya menurunkan output potensial.

Menurunnya ketersediaan tenaga kerja terjadi

di banyak negara. Di AS, menurunnya tenaga

kerja yang tersedia tercermin pada labor

participation rate yang relatif lebih rendah

dibanding sebelum krisis. Di Kawasan Euro,

jumlah tenaga kerja yang tersedia masih

cukup berlimpah, namun yang dapat terserap

oleh perusahaan masih terbatas sebagaimana

tercermin pada angka pengangguran yang

relatif tinggi. Sementara itu, pasar tenaga kerja

di Jepang menunjukkan keunikan dimana pasar

tenaga kerja relatif ketat–yang ditunjukkan

oleh rendahnya angka pengangguran dan

4 Economic rebalancing yang dilakukan Tiongkok adalah mengalihkan sumber pertumbuhan dari investasi ke konsumsi, termasuk konsumsi jasa. Upaya Tiongkok menahan investasi tersebut sejalan dengan kondisi sektor manufaktur yang mengalami overcapacity.

Grafik 1.3 ekspor negara maju

Grafik 1.5 nilai Tukar negara maju

Grafik 1.4 ekspor negara berkembang

Grafik 1.6 nilai Tukar negara berkembang

-10

-5

0

5

10

15

20

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

Sumber: Bloomberg

2013 2014 2015

% yoy

Amerika Kawasan Euro Inggris Jepang

20

25

30

35

40

45

50

55

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy% yoy

Tiongkok India BrazilIndonesia Russia, rhs

Sumber: Bloomberg

130

132

134

136

138

140

142

144

146

60

70

80

90

100

110

120

IndeksJan 2013=100Indeks Jan 2013=100

EUR GBP CHFAUD KRW JPY, rhs

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des2015

Sumber: Bloomberg

85

95

105

115

125

135

145

155

Indeks Jan 2013=100

CNY INR IDRMYR THB PHP

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des2015

Sumber: Bloomberg

Page 21: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

9

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

tingginya rasio perbandingan antara jumlah

lowongan kerja dengan jumlah pencari

kerja–namun upah tidak mengalami kenaikan

secara signifikan. Bahkan, upah riil di Jepang

cenderung menurun. Dalam kondisi investasi

yang rendah dan pasokan tenaga kerja

menurun seperti ini, output potensial menurun

dan ekonomi global bergerak menuju new

normal dengan tingkat pertumbuhan yang

lebih moderat.

N a m u n d e m i k i a n , d i t e n g a h

perlambatan pertumbuhan tersebut masih

terdapat beberapa ‘bright spots’ di beberapa

negara. Pertumbuhan ekonomi di beberapa

negara mulai dan terus meningkat. Dengan

peningkatan pertumbuhan di TW4-15, Filipina

tercatat terus tumbuh meningkat dalam

tiga triwulan terakhir, dan Korea tumbuh

meningkat dalam dua triwulan terakhir.

Sementara itu, Indonesia dan Singapura mulai

bangkit dan tumbuh meningkat di TW4-15.

Meski tumbuh sedikit melambat di TW4-15,

pertumbuhan Kawasan Euro relatif masih stabil

dalam tren pertumbuhan yang meningkat

sejak pertengahan 2014. Hal ini menunjukkan

bahwa Kawasan Euro terus membaik meski

dengan pace yang sangat lambat. Ke depan,

pertumbuhan dapat meningkat lebih cepat

dengan mulai terjadinya ekspansi kredit

perbankan yang sebelumnya terus terkontraksi

karena masih dalam proses restrukturisasi.

Seperti Kawasan Euro, India juga

tumbuh sedikit melambat pada TW4-15,

namun pertumbuhan India relatif tetap tinggi

dan menyimpan potensi tumbuh lebih tinggi

di masa yang akan datang. Salah satu kunci

dari potensi pertumbuhan tinggi India adalah

otoritas yang kredibel – dalam figur PM Narendra

Modi dan Gubernur RBI Raghuram Rajan – dan

mega proyek Make in India5. Pembangunan

infrastruktur secara masif seperti ini berpotensi

mendorong pertumbuhan ekonomi domestik

serta memberikan positive spillover bagi negara

mitra dan bagi perekonomian global. Program

pembangunan infrastruktur yang cukup masif

juga dilakukan oleh Indonesia, sehingga India

dan Indonesia berpotensi menjadi pendorong

pemulihan ekonomi kawasan.

Di sisi lain, beberapa indikator ekonomi

lainnya juga menunjukkan masih lemahnya

kinerja ekonomi global, yaitu penurunan

harga minyak dan komoditas global yang terus

berlanjut, serta rendahnya angka inflasi. Harga

minyak masih terus menurun di TW4-15, dipicu

oleh pasokan minyak yang masih berlimpah

di tengah aktivitas ekonomi global yang

melambat – sehingga permintaan melemah.

Harga minyak yang rendah dimanfaatkan

oleh importir minyak untuk meningkatkan

jumlah cadangan minyak sehingga cadangan

minyak meningkat, bahkan melampaui

level tertinggi secara historis dan mendekati

kapasitas maksimum cadangan minyak. Selain

itu, peningkatan cadangan minyak juga terjadi

pada produk BBM.

Sejalan dengan pergerakan harga

minyak, harga komoditas metal ikut menurun

meski dengan pace penurunan yang lebih

lambat. Harga produk pertanian juga menurun,

5 Program Make in India adalah program terintegrasi untuk mengembangkan sektor manufaktur yang dapat menyerap tenaga kerja secara masif dan didukung oleh pembangunan infrastruktur industri yang terintegrasi.

Page 22: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

10

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

namun tidak secepat penurunan harga

minyak dan produk pertanian. Lebih jauh

lagi, penurunan harga minyak dan komoditas

lainnya berdampak pada turunnya inflasi (CPI

atau headline). Besarnya pengaruh harga

komoditas, dalam hal ini minyak, terhadap

inflasi tercermin pada selisih antara inflasi

headline6 dan inflasi inti.

Perkembangan di pasar keuangan

global juga tidak terlepas dari perkembangan

ekonomi yang melemah. Pasar keuangan

masih cukup bergejolak yang antara lain dipicu

oleh sentimen negatif memburuknya beberapa

indikator ekonomi dan penundaan kenaikan

Fed Fund Rate (FFR)7. Timing peningkatan

yang tidak pasti tersebut menimbulkan

ketidakpastian dan gejolak di pasar keuangan

global – namun pada saat FFR dinaikkan pada

Desember 2015 pasar justru tenang dan

harga aset meningkat. Secara keseluruhan

TW4-15, harga aset keuangan cenderung

bergerak menurun meskipun secara point to

point meningkat. Selain harga aset, nilai tukar

berbagai mata uang dunia juga bergejolak dan

melemah terhadap US dollar.

Kebijakan moneter

Meski secara umum pertumbuhan

ekonomi global melemah dan inflasi sangat

rendah– jauh di bawah target bank sentral–,

otoritas diberbagai negara tidak menerapkan

kebijakan yang sama. Salah satu contoh

divergensi kebijakan adalah di kelompok

negara maju dimana AS mulai menaikkan

FFR, sementara negara maju lainnya tetap

atau semakin akomodatif. Di AS, the Fed

pada FOMC Meeting Desember 2015 akhirnya

menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 0,50%

(0,25% - 0,50%) di tengah kinerja ekonomi

yang melambat. The Fed pada saat itu yakin

Grafik 1.7 Harga minyak dan inflasi Grafik 1.8 Harga Aset Finansial

0

20

40

60

80

100

120

140

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

USD/barrel% yoy

CPI AS, lhs

CPI Japan, lhs

CPI India, lhs

Brent, rhs

Sumber: Bloomberg

50

100

150

200

250

300

70

80

90

100

110

120

130

140

Indeks Jan 2013 = 100Indeks Jan 2013 = 100

Dow Jones

MSCI Emerging Market

VIX

Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des2013 2014 2015

Sumber: Bloomberg

6 Inflasi headline (CPI) adalah inflasi yang memperhitungkan harga minyak dan volatile foods dalam basket barang konsumsi; sementara inflasi inti pada umumnya mengeluarkan harga minyak dan volatile foods.

7 Pelaku pasar sebelumnya berekspektasi FFR akan mulai dinaikkan pada FOMC Meeting September 2015, sehingga mereka sudah mengambil posisi masing-masing (priced in) terkait portofolio asetnya. Penundaan ini menjadikan pasar harus kembali mengubah portofolionya sambil menunggu FOMC Meeting berikutnya.

Page 23: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

11

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

bahwa pemulihan ekonomi AS berjalan cukup

solid dengan employment rate membaik dan

inflasi diperkirakan meningkat mendekati

target 2,0% pada 2016. Sebaliknya, ECB dan

BOJ meningkatkan kebijakan moneter menjadi

semakin akomodatif. ECB menurunkan

suku bunga kebijakan hingga negatif dan

memperpanjang periode implementasi

program pembelian aset (quantitative easing).

BOJ juga menurunkan suku bunga hingga

menjadi negatif.

Di kelompok negara berkembang,

kebijakan yang diterapkan bias ke arah

akomodatif. Tiongkok terus melakukan

pelonggaran likuiditas–melalui penurunan

reserve requirement dan penurunan suku

bunga–sambil tetap berupaya menjaga

stabilitas nilai tukar. Indonesia yang sebelumnya

mempertahankan BI rate yang cenderung

ketat dalam rentang waktu yang cukup lama

juga menurunkan suku bunga. Pada RDG

Januari 2016, Bank Indonesia memutuskan

menurunkan BI rate 25 bps menjadi 7,25%.

Sebagian besar negara berkembang lain

mempertahankan suku bunga kebijakan

yang memang sudah pada level yang rendah

(akomodatif). Namun demikian, terdapat

sedikit negara berkembang yang masih

mempertahankan stance kebijakan moneter

yang cenderung ketat, seperti Brazil (dengan

suku bunga kebijakan di level 14,25%) dan

Rusia (11,0%). Bahkan Afrika Selatan dua

kali menaikkan suku bunga kebijakan, yaitu

sebesar 25 bps pada November 2015 dan 50

bps pada Januari 2016, sehingga posisi suku

bunga kebijakannya menjadi 6,75%.

Outlook 2016-2017

Kinerja ekonomi global yang melemah di

2015–hanya tumbuh 3,1% dari 3,4% di 2014–

menjadikan angka perkiraan pertumbuhan

2016 dan 2017 lebih lemah dari perkiraan

sebelumnya. IMF dalam World Economic

Outlook (WEO) Januari 2016 dan World

Bank dalam Global Economic Prospect (GEP)

Januari 2016 menurunkan forecast masing-

masing untuk pertumbuhan ekonomi global

2016 dan 2017. Selain itu, kedua lembaga

internasional tersebut juga menurunkan

perkiraan pertumbuhan perdagangan, harga

komoditas dan inflasi dunia.

Dalam WEO Januar i 2016, IMF

menurunkan outlook 2016 dan 2017 masing-

masing sebesar 0,2 percentage point menjadi

3,4% dan 3,6%. Sejalan dengan itu, World

Bank juga memangkas outlook 2016 dan 2017

masing-masing sebesar 0,4 percentage point

dan 0,1 percentage point menjadi 2,9% (setara

dengan 3,6% estimasi IMF) dan 3,1% (setara

3,8%)8. Beberapa negara yang diturunkan

outlook pertumbuhannya adalah AS, Rusia,

Brazil, Meksiko, Arab Saudi, dan Afrika

Selatan. Penurunan outlook AS disebabkan

oleh ekspektasi berlanjutnya kenaikan FFR yang

diperkirakan sedikit menghambat konsumsi

dan investasi domestik–meskipun the Fed

menganggap level FFR masih akan tetap

bersifat akomodatif. Peningkatan FFR juga

akan berdampak pada apresiasi US dollar yang

selanjutnya menghambat ekspor.

8 Angka estimasi IMF dan World Bank berbeda yang disebabkan salah satunya oleh perbedaan data yang digunakan. IMF menggunakan data yang diestimasi 2010 PPP weight, sementara World Bank menggunakan constant 2010 US dollar GDP weight.

Page 24: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

12

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Penurunan outlook di negara lain

pada umumnya disebabkan oleh berlanjutnya

penurunan harga minyak dan harga komoditas.

IMF dan World Bank juga menurunkan perkiraan

harga minyak di 2016 dan 2017 secara cukup

signifikan. AS, Rusia, Brazil, Meksiko dan Arab

Saudi sebagai produsen dan eksportir minyak

akan terdampak langsung pada penurunan

pertumbuhan PDB. Afrika Selatan sebagai

eksportir komoditas diperkirakan juga tumbuh

lebih lambat sejalan dengan ikut menurunnya

harga komoditas tambang dan mineral. Faktor

lain yang juga berkontribusi pada penurunan

outlook pertumbuhan adalah faktor politik

dalam negeri yang kurang kondusif (Brazil),

meningkatnya tensi geopolitik di beberapa

negara (Saudi Arabia), dan sanksi ekonomi

(Rusia).

Di sisi lain, outlook harga komoditas

yang diproyeksikan terus menurun tidak cukup

kuat mendorong pertumbuhan perdagangan

global. Perdagangan global akan lebih didorong

oleh permintaan global. Dengan outlook yang

melemah diperkirakan permintaan global juga

akan menurun, sehingga IMF dan World Bank

juga menurunkan outlook perdagangan global.

IMF menurunkan outlook pertumbuhan volume

perdagangan global masing-masing sebesar

0,7 percentage point dan 0,5 percentage

point di 2016 dan 2017. Untuk periode yang

sama, World Bank juga menurunkan outlook

perdagangan sebesar 0,8 percentage point dan

1,1 percentage point.

Meskipun penurunan harga minyak

masih berlanjut, IMF hanya sedikit mengoreksi ke

bawah outlook inflasi. IMF hanya menurunkan

proyeksi inflasi negara maju di 2016 sebesar 0,1

percentage point menjadi 1,1%. Sebaliknya,

IMF justru menaikkan outlook inflasi negara

berkembang, yaitu sebesar 0,5 percentage

point dan 1,0 percentage point di 2016 dan

2017. Hal ini disebabkan oleh output gap yang

telah menyempit.

Terkait dengan outlook pertumbuhan

ekonomi global, IMF dan World Bank

menilai masih banyak faktor risiko yang

Tabel 1.1 Outlook ekonomi Global 2016-2017

2015 2016 2017 2015 2016 2017DuniaAmerika SerikatKawasan Euro Jerman Perancis Italia Spanyol JepangTiongkokIndia

3,1 3,4 3,6 2,4 2,9 3,12,5 2,6 2,6 2,5 2,7 2,41,5 1,7 1,7 1,5 1,7 1,71,5 1,7 1,7 - - -1,1 1,3 1,5 - - -0,8 1,3 1,2 - - -3,2 2,7 2,3 - - -0,6 1,0 0,3 0,8 1,3 0,96,9 6,3 6,0 6,9 6,7 6,57,3 7,5 7,5 7,3 7,8 7,9

% yoy

World Economic Outlook World Bank

Sumber: IMF-WEO Januari 2016 Update, World Bank-Global Economic Prospects Januari 2016

Page 25: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

13

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

dapat menjadikan pertumbuhan tidak sesuai

dengan outlook. Beberapa faktor yang dapat

menjadikan pencapaian pertumbuhan di

bawah outlook adalah: (1) pelemahan yang

lebih dalam di Tiongkok; (2) memburuknya

kondisi neraca perusahaan debitur utang luar

negeri di EME akibat pelemahan mata uang

domestik – yang berdampak pada kesulitan

pengembalian utang dan/atau kesulitan

refinancing –; (3) sudden risk aversion yang

berdampak pada capital reversal, depresiasi

nilai tukar dan gejolak di pasar keuangan

EME; (4) peningkatan tensi geopolitik. Di sisi

lain, juga terdapat faktor yang justru dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi global,

yaitu terus membaiknya kinerja Kawasan

Euro secara persisten diiringi oleh mulai

meningkatnya ekspansi kredit perbankan.

negara maju

Sebagaimana disinggung di bagian

awal, kinerja ekonomi negara maju relatif

bervariasi. Pertumbuhan ekonomi AS dan

Inggris menunjukkan tren yang menurun,

sementara Jepang diperkirakan tumbuh

melambat setelah dalam dua triwulan

sebelumnya tumbuh meningkat. Di sisi lain,

Kawasan Euro tumbuh relatif stabil dan

terus menunjukkan perbaikan. Pelemahan

di AS, Inggris dan Jepang pada umumnya

disebabkan oleh konsumsi yang melambat

dan ekspor yang terkontraksi. Sementara itu,

perbaikan di Kawasan Euro didorong oleh

konsumsi–yang terbantu oleh harga minyak

yang rendah–meski pada triwulan ini tertahan

akibat serangan teroris di Paris, Perancis.

Ekonomi AS tumbuh terus melambat

sejak TW2-15 sampai dengan TW4-15.

Pertumbuhan yang melemah terjadi pada

seluruh komponen PDB, yaitu konsumsi,

investasi, ekspor–sementara pertumbuhan

impor lebih fluktuatif dan dengan pace yang

lebih cepat. Konsumsi yang melambat sedikit

di luar dugaan mengingat harga minyak yang

terus menurun dan kondisi employment yang

membaik–termasuk upah mulai menunjukkan

peningkatan pertumbuhan. Melambatnya

pertumbuhan konsumsi ditengarai disebabkan

oleh perubahan pola perilaku konsumen yang

lebih memilih menabung daripada konsumsi.

Sementara itu, melambatnya pertumbuhan

ekspor (dan meningkatnya impor) disebabkan

oleh tren apresiasi US dollar. Penurunan

permintaan domestik dan luar negeri direspon

oleh produsen dengan mengurangi produksi,

termasuk mengurangi investasi.

Kinerja ekonomi AS yang melambat

juga tercermin pada inflasi yang masih berada

di level yang rendah. Inflasi headline AS pada

Grafik 1.9 indikator Konsumsi

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy

Amerika Serikat Kawasan EuroInggris Jepang

Sumber: Bloomberg

Page 26: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

14

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Desember 2015 hanya mencapai 0,7%,

jauh di bawah target inflasi the Fed sebesar

2,0%. Rendahnya inflasi tidak terlepas dari

rendahnya harga minyak yang secara langsung

mempengaruhi harga BBM di masyarakat.

Meski AS tumbuh melambat, the Fed

tetap menaikkan FFR sebesar 25 bps menjadi

0,25% - 0,50%. Kenaikan FFR ini merupakan

tahap awal dari proses normalisasi kebijakan

moneter the Fed, dan akan diikuti dengan

kenaikan FFR berikutnya dan dilanjutkan dengan

penjualan aset-aset (normalisasi balance sheet)

yang diakumulasi melalui program pembelian

aset atau yang dikenal dengan quantitative

easing. Namun timing kenaikan FFR selanjutnya

dan normalisasi balance sheet the Fed masih

belum diketahui.

Kinerja ekonomi Inggris relatif sejalan

dengan AS yang melambat. Perlambatan

pertumbuhan disebabkan oleh ekspor yang

tertahan–akibat nilai tukar GBP yang relatif lebih

kuat dibanding mitra dagang–dan menurunnya

pendapatan di sektor keuangan yang

merupakan tulang punggung perekonomian

Inggris. Tekanan inflasi juga relatif masih

lemah dan menunjukkan permintaan domestik

yang lemah. Namun demikian, Inggris tetap

mempertahankan kebijakan moneter yang

akomodatif.

Di Jepang, kinerja ekonomi relatif

masih lemah meskipun berhasil menghindar

dari resesi dan kembali tumbuh positif dan

meningkat pada TW2-15 dan TW3-15. Namun,

pertumbuhan di triwulan ini diperkirakan

kembali melambat yang disebabkan oleh

turunnya konsumsi dan ekspor. Konsumsi

masih tetap lemah meskipun daya beli

masyarakat terbantu oleh turunnya harga

minyak sehingga biaya energi ikut menurun.

Lemahnya konsumsi juga tercermin pada

tekanan inflasi yang menurun pada akhir

2015. Inflasi yang tercatat sebesar 0,3%

pada Oktober dan November 2015, menurun

menjadi 0,2% pada Desember 2015.

Konsumsi yang melemah disebabkan

oleh beberapa faktor, yaitu turunnya upah riil

dan prospek ekonomi yang gloomy. Kondisi

tersebut mendorong rumah tangga untuk

melakukan penghematan dan menabung

sehingga konsumsi menurun. Meningkatnya

aktivitas menabung tercermin dari nilai aset

keuangan rumah tangga yang cenderung

terus meningkat. Permintaan domestik dan

luar negeri yang turun selanjutnya berdampak

pada penurunan aktivitas produksi. Beberapa

indikator produksi, seperti Indeks Produksi

Industri dan PMI, menunjukkan penurunan

aktivitas produksi. Meskipun aktivitas bisnis

menurun, pasar tenaga kerja Jepang relatif

masih ketat yang ditunjukkan oleh angka

pengangguran yang rendah dan jumlah

lowongan kerja (relatif terhadap jumlah

lamaran kerja) yang terus meningkat. Bahkan,

pemerintah melonggarkan regulasi tenaga

kerja asing untuk mengatasi ketatnya pasar

tenaga kerja. Hanya satu hal yang tidak

menunjukkan ketatnya pasar tenaga kerja–dan

menjadi anomali–yaitu upah riil yang tidak

meningkat.

Page 27: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

15

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

K a w a s a n E u r o p e r l a h a n t a p i

pasti menunjukkan perbaikan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Kawasan Euro pada

TW4-15 mencapai 1,6%, atau sama dengan

laju pertumbuhan di dua triwulan sebelumnya.

Pada triwulan ini konsumsi tertahan oleh

serangan teroris di Paris yang menjadikan

konsumen mengurangi kegiatan di luar

rumah, termasuk berbelanja. Namun, sejalan

dengan pulihnya kondisi keamanan, konsumsi

diperkirakan akan kembali meningkat.

Penurunan konsumsi secara temporer ini

tidak mengurangi perbaikan pada indikator

inflasi. Setelah keluar dari deflasi pada Oktober

2015, inflasi terus menunjukkan peningkatan

yang persisten – meski secara gradual – dan

mencapai 0,2% pada Desember 2015 dan

meningkat menjadi 0,4% pada Januari 2016.

Di sisi lain, ekspor sedikit melambat akibat

turunnya permintaan global.

Berbeda dengan reaksi the Fed terhadap

kinerja ekonomi AS, ECB memandang recovery

perekonomian Kawasan Euro perlu lebih

didorong sehingga ECB meningkatkan stimulus

moneter. ECB melakukan beberapa measures

untuk medorong aktivitas ekonomi. Pertama,

ECB menurunkan suku bunga sehingga menjadi

negatif lebih dalam, untuk mendorong fungsi

intermediasi bank. Kedua, ECB memperpanjang

jangka waktu pelaksanaan program pembelian

aset (quantitative easing) dari September

2016 menjadi Maret 2017. Keputusan ini

memberikan room yang semakin besar bagi

ECB untuk meningkatkan injeksi likuiditas ke

perekonomian. Ketiga, memperluas klasifikasi

aset yang dapat dibeli ECB dalam rangka

quantitative easing. Hal ini memberikan

fleksibilitas bagi ECB dalam melaksanakan

quantitative easing, serta menjadikannya lebih

dapat diarahkan pada target tertentu.

negara berkembang

Negara berkembang tumbuh relatif

stabil dan tidak lagi melemah, meskipun

Tiongkok masih terus melemah. Pelemahan

Tiongkok dapat dikompensasi oleh beberapa

negara yang (diperkirakan) tumbuh meningkat,

seperti India, Indonesia, Filipina, dan Afrika

Selatan. Permintaan domestik di negara

berkembang relatif masih cukup kuat sehingga

mampu mempertahankan pertumbuhan tetap

tinggi di tengah pelemahan ekonomi global.

Namun demikian, negara berkembang juga

menghadapi tantangan lain, yaitu mulai

meningkatnya tekanan inflasi dan semakin

bergejolaknya pasar keuangan.

Terkait dengan Tiongkok, kinerja

ekonomi terus menurun secara gradual di

tengah upaya rebalancing perekonomian. Pada

TW4-15, PDB tumbuh sebesar 6,8%, sedikit

melambat dari 6,9% di triwulan sebelumnya.

Dengan pertumbuhan tersebut, ekonomi

Tiongkok sepanjang 2015 tercatat tumbuh

sebesar 6,9%. Sejalan dengan program

rebalancing, kontribusi sektor jasa (konsumsi)

terhadap pembangunan semakin dominan,

sementara kontribusi sektor manufaktur

(investasi) semakin menurun. Shifting dari

sektor manufaktur ke sektor jasa juga tercermin

pada indeks PMI dimana PMI Manufaktur

cenderung menurun, sementara PMI Non-

Page 28: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

16

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

manufaktur (Jasa) terus meningkat. Namun

demikian, pelemahan sektor manufaktur yang

lebih tajam dibanding peningkatan sektor

jasa sehingga permintaan domestik melemah

dan pertumbuhan PDB melambat. Lemahnya

permintaan juga tercermin pada penurunan

(kontraksi) impor yang cukup tajam, bahkan

lebih besar dibanding penurunan ekspor.

Untuk mencegah pelemahan yang lebih

dalam, Pemerintah Tiongkok dan People Bank of

China (PBC) cukup agresif dalam mengeluarkan

berbagai paket stimulus. Pemerintah Tiongkok

berupaya mendorong daya beli masyarakat

melalui program urbanisasi (Hukou) dan

pembangunan infrastruktur. Sementara PBC

melakukan stimulus moneter (penurunan suku

bunga dan reserve requirement) sambil menjaga

stabilitas sektor keuangan (intervensi valas

melalui State Authority of Foreign Exchange

atau SAFE). PBC bahkan secara gradual mulai

mendekatkan sistem keuangannya dengan

market mechanism, seperti mencabut regulasi

pagu atas suku bunga deposit pada Oktober

2015 dan memperkenalkan RMB index (nilai

tukar renmimbi terhadap basket currency) pada

November 2015. Pada triwulan sebelumnya,

PBC juga memperkenalkan mekanisme fixing

CNY yang lebih market oriented9.

Di sisi lain, perekonomian Tiongkok

juga menghadapi beberapa permasalahan.

Pelemahan ekonomi Tiongkok berdampak

pada menurunnya kepercayaan investor yang

terus menarik investasinya keluar dari Tiongkok.

Akibatnya, harga aset terus menurun dan

bergejolak, disertai dengan tekanan depresiasi

yuan, terutama di pasar valas Hong Kong.

Tekanan depresiasi yuan yang sangat besar di

Hong Kong menjadikan nilai tukar yuan di Hong

Kong (CNH) dan di mainland Tiongkok (CNY)

jauh berbeda10. Permasalahan lain di Tiongkok

yang juga penting untuk diwaspadai adalah

Grafik 1.10 Pertumbuhan PDb india, indonesia, Filipina, dan Afrika Selatan

Grafik 1.11inflasi Tiongkok, india, brazil, Turki

9 RMB (renmimbi) dan CNY (yuan) adalah sebutan untuk mata uang Tiongkok, sehingga keduanya bermakna sama dan interchangable.

10 Perbedaan antara CNY dan CNH disebabkan oleh karena nilai tukar CNY ditentukan oleh otoritas (fixing), sementara nilai tukar CNH ditentukan oleh mekanisme pasar (ditentukan oleh interaksi antara pasokan dan permintaan). Sementara mekanisme arbitrase terhalang oleh capital control di Tiongkok.

7,3

5,04

6,3

1,0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

5,5

6

6,5

7

7,5

8

8,5

9

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2013 2013 2013

% yoy% yoy

India Indonesia Filipina Afrika Selatan, rhs

Sumber: Bloomberg

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

2013 2014 2015

% yoy

Tiongkok India Brazil Turki

Sumber: Bloomberg

Page 29: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

17

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

meningkatnya beban pembayaran utang,

terutama utang dalam valuta asing, mengingat

posisi leverage korporasi di Tiongkok yang

cukup tinggi di tengah penurunan pendapatan

dan kecenderungan depresiasi CNY. Hal ini

menjadi lebih rumit lagi mengingat sebagian

utang tersebut bersumber dari ‘shadow

banking’ yang tidak diregulasi oleh otoritas

Tiongkok.

India dalam banyak kesempatan sering

kali disebut sebagai bright spot ekonomi

global yang dapat membantu mendorong

pemulihan perekonomian dan peningkatan

pertumbuhan global. Hal ini cukup beralasan

mengingat size ekonomi India yang cukup

besar (sekitar 7% dari ekonomi dunia) dan

laju pertumbuhannya yang cukup tinggi.

Namun demikian, pertumbuhan PDB India

dalam beberapa tahun terakhir cenderung

sangat volatile (PDB tumbuh dalam range

4,7% - 8,5%). Pada TW4-15 ini, PDB India

diperkirakan tumbuh sedikit meningkat

menjadi 7,5%, dari 7,4% di TW3-15. Sejalan

dengan itu, inflasi juga cenderung meningkat

di sepanjang triwulan ini.

Pertumbuhan sebagaimana dimaksud

di atas ditopang oleh sektor jasa di tengah

turunnya aktivitas di sektor manufaktur.

Peningkatan aktivitas di sektor jasa ditunjukkan

oleh PMI Jasa yang meningkat. Di sisi lain,

PMI Manufaktur menurun ke level yang

mengindikasikan terjadinya penurunan

produksi. Hal ini dikonfirmasi oleh produksi

industri yang tumbuh negatif, termasuk

produksi sektor utama yang dikenal dengan 8

Core Infrastructures.

b. inDiViDU neGArA

b.1. Amerika Serikat

PDB AS TW4-15 tumbuh 1,8% yoy,

lebih rendah dari triwulan sebelumnya

(2,1%). Ekonomi AS kehilangan momentum

pertumbuhan di penghujung tahun seiring

perlambatan konsumsi, investasi dan

pemburukan ekspor. Secara keseluruhan

tahun, kinerja ekonomi AS pada 2015

mengalami moderasi terdampak kerentanan

sektor eksternal. Pelemahan yang terjadi

pada sektor manufaktur dan pertambangan

mengalami eskalasi sebagai imbas dari

lemahnya permintaan eksternal, tekanan

apresiasi USD dan penurunan harga minyak.

Di sisi lain, lemahnya konsumsi domestik

memberikan sinyal daya beli yang belum cukup

stabil di tengah ketidakpastian normalisasi

kebijakan the Fed.

Pemulihan sektor tenaga kerja AS terus

berlanjut, tercermin dari penurunan tingkat

pengangguran hingga mencapai 5% pada

Desember 2015. Namun, rendahnya tingkat

partisipasi tenaga kerja dan pertumbuhan

pendapatan yang cenderung stagnan

menandakan pemulihan yang tertahan. Inflasi

masih dipengaruhi oleh rendahnya harga

minyak dan apresiasi USD, namun perbaikan

terjadi pada inflasi inti yang semakin mendekati

target. Kondisi tersebut menjadi pertimbangan

the Fed untuk menaikkan Fed Fund Rate 25 bps

ke level 0,25%-0,50%.

Ekonomi AS diprediksi masih akan

menghadapi tekanan baik dari domestik

maupun eksternal. The Fed meyakini ekonomi

Page 30: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

18

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

AS akan tumbuh di kisaran 2,3%-2,5%

yoy pada 2016, namun kembali melambat

ke 2,0%-2,3% pada 2017. Sementara IMF

memprediksi PDB AS 2016-2017 akan tumbuh

masing-masing sebesar 2,6%. Dinamika

ekonomi global yang masih dibayangi oleh

sinyal pelemahan menjadi faktor risiko bagi

ekonomi AS. Meningkatnya volatilitas di

pasar keuangan dikhawatirkan menyebabkan

kerentanan sektor keuangan AS meningkat,

sehingga memberikan tekanan terhadap

aktivitas ekonomi domestik.

Ekonomi AS kehilangan momentum

pertumbuhan di penghujung 2015. PDB AS

TW4-15 hanya tumbuh sebesar 1,8% yoy11,

melambat dari triwulan sebelumnya (2,1%)

dan berada di bawah proyeksi Consensus

Forecast12 (2%). Secara qoq, PDB AS bahkan

hanya tumbuh 0,7%, jauh menurun dari

TW3-15 sebesar 2%. Aktivitas ekonomi yang

secara umum melambat di triwulan akhir 2015

mencerminkan kuatnya tekanan dari domestik

maupun eksternal. Daya beli yang belum cukup

stabil dan kenaikan Federal Fund Rate (FFR)

menyebabkan masyarakat cenderung berhati-

hati dalam melakukan konsumsi. Sementara

masih lemahnya permintaan eksternal dan

berlanjutnya tren apresiasi USD di triwulan

akhir 2015 menyebabkan ekspansi bisnis

tertahan dan net ekspor masih kontraktif.

Kinerja ekonomi AS yang menurun

pada TW4-15 terutama disebabkan oleh

melambatnya investasi yang tumbuh sebesar

2,5% yoy, setelah triwulan sebelumnya

mampu tumbuh mencapai 3,7%. Perlambatan

dipicu oleh penurunan investasi kelompok non

residensial yang hanya tumbuh 1,6% pada TW4-

15, dari 2,2% pada TW3-15 sebagai dampak

dari pemburukan performa sektor manufaktur

dan pertambangan. Di tengah penurunan

angka penjualan dan profit perusahaan13,

pebisnis lebih memilih untuk mengurangi

Grafik 1.12 Pertumbuhan PDb (yoy) Grafik 1.13 Pertumbuhan PDb (qoq)

11 First estimate oleh Bureau Economic Analysis (BEA) yang dirilis 29 Januari 2016.

12 Januari 2016.

13 Quarterly Financial Report (QFR) manufacturing, mining, trade and selected service industries TW3-15 yang di rilis 21 Desember 2015.

������

������������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

��

����� �����

���

���

���

��

��

��

����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�����������������

��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ���

�����������

�����������

����������

����

��� ���

���

���

����

���

�������� ���� ���� ����

����

����

����

���

���

���

���

����

����

���

���

���

�����������������

Page 31: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

19

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Tabel 1.2 PDb AS

belanja modal (pabrik, mesin dan peralatan).

Selain itu, apresiasi USD dan masih lemahnya

permintaan juga menyebabkan pebisnis

menjadi kurang produktif sehingga inventory

menurun menjadi USD68,6 miliar pada TW4-

15, dari USD85,5 miliar. Di sisi lain, harga

minyak yang terus melanjutkan tren penurunan

juga menyebabkan sejumlah perusahaan di

sektor pertambangan merugi, sehingga pada

akhirnya memicu pengurangan jumlah rig yang

dioperasikan dan pengurangan pegawai untuk

menurunkan beban pengeluaran perusahaan

dan meminimalkan potensi kerugian yang

lebih besar.

Sejalan dengan investasi, konsumsi

swasta juga tumbuh melambat menjadi

2,6% pada TW4-15, dari 3,1% pada triwulan

sebelumnya. Deselerasi pertumbuhan konsumsi

swasta terutama dikontribusi oleh penurunan

konsumsi jasa sebagai akibat dari musim dingin

yang lebih hangat dari biasanya. Cuaca yang

lebih hangat menyebabkan penggunaan listrik

dan energi (gas) untuk pemanas ruangan

relatif lebih rendah dari biasanya. Sejalan

dengan itu, aktivitas jasa layanan kesehatan

juga mengalami penurunan pada TW4-15.

Konsumsi barang juga terindikasi tumbuh

melambat seiring penurunan konsumsi BBM,

pembelian makanan dan minuman, serta

pembelian pakaian hangat. Terlepas dari

faktor anomali cuaca, aktivitas konsumsi yang

melambat di triwulan akhir 2015 juga turut

dipengaruhi sikap masyarakat yang lebih

berhati-hati terhadap dampak kenaikan FFR,

terutama di tengah stagnannya pendapatan.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh personal saving

rate yang berada dalam tren meningkat

di sepanjang 2015 dan mencapai 5,5% di

Desember 2015.

Kinerja sektor eksternal AS semakin

terpuruk akibat pelemahan ekonomi negara

mitra dagang yang terjadi di tengah tren

apresiasi USD dan rendahnya harga minyak.

Ekspor AS terus menurun dan terkontraksi

sebesar -0,8% yoy pada TW4-15, setelah

tumbuh 1,2% pada triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan impor pada TW4-15 juga

melambat menjadi 3,4% (dari 5,6% di TW3-

15), mengindikasikan sinyal pelemahan aktivitas

ekonomi domestik.

�����������������

���������� ��� ��� ��� ��� ����� ��� ���

���������� ��� ��� ��� ��� ����� ��� ���

���������� ��� ��� ��� ��� ����� ��� ���

����������������������� ��� ��� ��� ��� ����� ���� ���

�������� ���� ���� ���� ����� ����� ���� ����

�������� ���� ���� ���� ���� ������ ���� ����

��� �������� ��������� �������� ���������� ������ �����

����������������������������������

Page 32: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

20

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Secara keseluruhan 2015, kinerja

ekonomi AS hanya mampu tumbuh 2,39%,

sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya

(2,43%). Pertumbuhan ekonomi di sepanjang

2015 bahkan terus menurun seiring tren

pelemahan konsumsi swasta, investasi dan

ekspor. Meski menurun, konsumsi swasta

masih mampu berkontribusi positif dan

menjadi penopang pertumbuhan ekonomi AS

pada 2015. Konsumsi pemerintah juga tumbuh

lebih baik pada 2015. Satu hal yang perlu

diwaspadai adalah kerentanan sektor eksternal

yang terus meningkat dan mengakibatkan

penurunan profit sektor korporasi yang

berpotensi mengakibatkan penurunan kinerja

investasi pada 2015. Kondisi tersebut terutama

disebabkan oleh pergerakan nilai tukar USD

yang terapresiasi sebesar 16,6% yoy pada

2015 (dari 1,4% pada 2014).

Permintaan eksternal yang melemah

serta harga minyak yang anjlok14 menyebabkan

kinerja sektor manufaktur dan pertambangan

menurun drast is pada 2015. Hal in i

menyebabkan pebisnis menahan ekspansi

dengan memotong belanja modal serta

melakukan upaya penghematan dengan

menurunkan biaya operasional dan biaya

personel. Penurunan performa ekspor yang

terjadi bersamaan dengan peningkatan impor

berdampak pada kontraksi net ekspor yang

semakin dalam sehingga berkontribusi negatif

terhadap pertumbuhan PDB AS pada 2015.

Daya beli yang terbatas menyebabkan

konsumsi domestik tumbuh melambat.

Penjualan ritel pada TW4-15 secara rata-rata

tumbuh 1,83% yoy, melambat dari 2,27%

di TW3-15 seiring penurunan penjualan

produk otomotif, penjualan restoran, serta

penjualan supermarket dan department

store. Rata-rata penjualan kendaraan juga

sedikit melambat menjadi 6,21% (dari 6,36%

pada TW3-15). Perlambatan konsumsi terjadi

di luar ekspektasi mengingat pada periode

tersebut biasanya masyarakat cenderung

aktif melakukan konsumsi untuk menyambut

libur natal dan tahun baru. Sikap masyarakat

yang selektif dalam melakukan konsumsi

seiring tingkat pendapatan yang stagnan dan

musim dingin yang lebih hangat dari biasanya,

diduga melatarbelakangi lemahnya konsumsi

masyarakat AS. Rendahnya harga minyak yang

berdampak pada penurunan harga BBM dan

gas rumah tangga sesungguhnya memberikan

kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan

ekspansi konsumsi. Akan tetapi kesempatan

tersebut disikapi masyarakat dengan hati-

hati karena kekhawatiran terhadap dampak

kenaikan FFR yang berpotensi mendorong

kenaikan suku bunga komersial.

Meski aktivitas konsumsi melambat

pada TW4-15, kepercayaan konsumen15

rata-rata meningkat menjadi 91,3 (dari

90,73 pada triwulan sebelumnya). Kondisi

tersebut mencerminkan perbaikan persepsi

masyarakat terhadap kondisi ekonomi AS saat

ini. Berdasarkan hasil survei pada Desember

2015, rendahnya inflasi diharapkan mampu

mengompensasi pertumbuhan upah yang

14 Harga minyak berada di kisaran USD30-USD40 per barel atau menurun hingga 47% di 2015.

15 Survey of Consumers, University of Michigan.

Page 33: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

21

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.14 indikator Konsumsi

relatif stagnan dan menopang pendapatan

riil di tengah terbatasnya daya beli. Kondisi

tersebut menjadikan masyarakat lebih

sensitif terhadap pergerakan harga, sehingga

ekspektasi untuk memperoleh potongan

harga pada saat berbelanja menjadi semakin

tinggi. Perkembangan terkini menunjukkan

kepercayaan konsumen bergerak menurun

pada awal 2016 seiring outlook ekonomi yang

cenderung suram.

Merespons lemahnya permintaan

domestik dan eksternal, kegiatan investasi

semakin terpuruk pada triwulan akhir 2015.

Produksi industri secara rata-rata terkontraksi

sebesar 0,83% yoy pada TW4-15, setelah

triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 1,14%.

Tingkat utilisasi kapasitas selama TW4-15 juga

melemah dan dalam tren menurun hingga ke

level 76,38 pada Desember 2015, dari 77,86

pada September 2015. Tertahannya ekspansi

bisnis pada TW4-15 terutama dipengaruhi

oleh pelemahan di sektor manufaktur (produk

otomotif dan mesin) dan pertambangan.

Produksi sektor pertambangan terus menurun

dan produksi sektor utilitas masih terkontraksi

akibat rendahnya harga minyak dan turunnya

konsumsi energi di penghujung 2015 seiring

cuaca yang cukup kondusif. Lemahnya

permintaan yang tercermin dari kontraksi

manufacturing factory order di sepanjang 2015

menyebabkan pebisnis di sektor manufaktur

lebih memilih untuk menahan produksinya

untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

Tekanan terhadap sektor manufaktur juga

ditengarai turut dipengaruhi oleh tren

apresiasi USD yang mencapai puncaknya pada

TW4-15 hingga terapresiasi mencapai 1,36%

qoq, setelah terapresiasi sebesar 0,4% pada

TW3-15.

Pelemahan di sektor manufaktur juga

dikonfirmasi oleh sejumlah leading indicator

investasi pada TW4-15 yang menunjukkan

penurunan. Indeks ISM manufaktur bahkan

mulai memasuki zona kontraksi pada TW4-

15 dan terus terkontraksi semakin dalam

ke level 48 pada Desember 2015, dari 50

��������������������

������������������������

������

������

������

������

�����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

����������

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

�����������������

40

50

60

70

80

90

100

110

120

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 22010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Indeks

U. of Michigan Sentiment Confidence

U. of Michigan Expectation Confidence

U. of Michigan Current Confidence

Sumber: Bloomberg

Page 34: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

22

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Grafik 1.15 Produksi industri Grafik 1.16 indikator Aktivitas bisnis

pada September 2015-terendah sejak Juni

2009-. Pelemahan ISM manufaktur tersebut

dipicu oleh kontraksi export order dan new

order. Perkembangan tersebut secara umum

mencerminkan tekanan dari sisi domestik dan

eksternal yang semakin kuat. Pelaku usaha

cenderung pesimis terhadap prospek bisnis ke

depan sebagaimana tercermin dari pergerakan

leading indicator Empire Manufacturing Index

dan Philadelphia Fed Index16 yang memburuk

pada triwulan laporan. Hal itu juga dikonfirmasi

oleh penurunan indeks ISM non-manufaktur

menjadi 56,90 (dari 58,20 pada TW3-15).

Dari sisi eksternal, tekanan apresiasi USD

yang terjadi di tengah lemahnya permintaan

eksternal dan belum stabilnya permintaan

domestik menyebabkan kinerja ekspor dan

impor terus melemah. Ekspor terkontraksi

semakin dalam mencapai 7,07% yoy pada

TW4-15, dari rata-rata TW3-15 (-5,13%).

Ekspor bahkan terkontraksi 7,2% pada

November 2015, terendah sejak Oktober

����������

�������������� ������������������������

���

���

���

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

�����������������

���

���

���

���

���

��

��

��

��

��

����������

��

��

��

��

��

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�������������������������������������������������������������������������������������

�����������������

16 Indeks Fedres regional (mencakup kawasan Pennsylvania, New Jersey dan Delaware) yang menggambarkan aktivitas bisnis kawasan, terutama sektor manufaktur.

Grafik 1.17 Leading Indicator investasi

������

������������������

���

���

���

���

���

��

��

��

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�����������������

������������������������������������������������������

��������������������������

0

10

20

30

40

50

60

70

80

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

Sumber: Bloomberg

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Indeks

ISM-ManufacturingISM-Manufacturing (new order)ISM-Non ManufacturingChicago Business Barometer

Page 35: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

23

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.18 neraca Perdagangan Grafik 1.19 ekspor – mitra Dagang Utama

2009. Penurunan ekspor terutama terjadi pada

kelompok capital goods, industrial supplies

dan produk otomotif, seiring masih lemahnya

permintaan terutama dari negara mitra dagang

seperti Canada, Meksiko, Tiongkok dan Jepang.

Impor juga terkontraksi kian dalam mencapai

5,57% pada TW4-15, dari kontraksi 3,1%

pada TW3-15. Perlambatan impor industrial

supplies mencerminkan menurunnya input

produksi seiring tertahannya ekspansi bisnis.

Sedangkan melambatnya impor consumer

goods dan produk otomotif menggambarkan

sikap hati-hati masyarakat dalam melakukan

konsumsi seiring kekhawatiran masyarakat

terhadap prospek ekonomi AS.

Secara nomina l , def i s i t neraca

perdagangan pada TW4-15 sedikit menyempit

menjadi USD130,19 miliar, dari USD133,7

miliar pada triwulan sebelumnya. Kondisi

tersebut merupakan dampak dari penurunan

impor yang lebih besar dari ekspor. Impor

terdeselerasi akibat permintaan domestik yang

belum cukup stabil serta apresiasi USD yang

mendorong penurunan harga barang impor.

Ekspor berpotensi kembali tertekan akibat

ekonomi global yang masih lemah, apresiasi

USD, dan harga minyak yang kembali turun

pada awal 2016.

Sektor perumahan AS pada TW4-15

menunjukkan perkembangan yang variatif,

meski masih cukup kondusif. Penjualan rumah

baru pada TW4-15 secara rata-rata meningkat

menjadi 505,67 ribu unit, dari 488 ribu unit

pada triwulan sebelumnya. Peningkatan

tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh harga

median rumah baru yang turun menjadi

USD294,17 ribu pada TW4-15, dari USD301,27

ribu pada TW3-15. Namun di sisi lain, rata-rata

penjualan rumah second (existing home)17

di TW4-15 sedikit menurun menjadi 5,18

juta unit (dari 5,48 juta di TW3-15), sebagai

dampak dari pemberlakuan peraturan baru

kepemilikan rumah yang lebih ketat pada

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

���������������

���

���

���

���

��

��

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����������������������

����������

���������

�����������������

�����

�����

���

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

���

����

����

����

����

����������

�� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�����������

����������

�������������

�����������

�����������������

17 Existing home sales berkontribusi sebesar 90% terhadap total penjualan rumah di AS.

Page 36: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

24

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

November 2015. Penjualan rumah second

berpotensi kembali meningkat seiring rata-

rata harga rumah second yang turun menjadi

USD221,07 ribu, dari USD227,33 ribu pada

triwulan sebelumnya. Secara umum, kinerja

penjualan rumah selama 2015 yang lebih baik

dari 2014 juga ditopang oleh suku bunga yang

relatif rendah. Ke depan, angka penjualan

rumah berpotensi tertahan dipengaruhi

pertumbuhan pendapatan masyarakat AS yang

stagnan dan rencana kenaikan FFR oleh the Fed

secara gradual.

Grafik 1.20 indikator Perumahan

18 Orang yang belum memiliki pekerjaan dan telah mencari kerja selama lebih dari 27 minggu.

��������������������������������������

������������������������������

������ ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����������������

���

���

���

���

���

���

���

�����������������

����������������������������������������

�����������������������������������

������ ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��������������� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

�����������������

�����������������

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

%

FIXED-RATE (30 year)

Sumber: Federal Home Loan Mortgage Corporation

FIXED-RATE (15 year)5/1-YR ARM

Perkembangan sektor tenaga kerja

AS menggambarkan pemulihan yang terus

berlanjut. Tingkat pengangguran mengalami

perbaikan dan kembali menurun menjadi

5% pada Desember 2015, dari 5,1% pada

September 2015 - terendah sejak Februari

2008. Penurunan tingkat pengangguran juga

dikonfirmasi oleh jumlah initial jobless claims

dan continuous claims yang secara rata-rata

menurun pada TW4-15. Selain itu, long-term

unemployment18 pada akhir TW4-15 juga

Page 37: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

25

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

kembali bergerak menurun dan berkontribusi

26,3% terhadap total pengangguran, lebih

rendah dari pengangguran jangka pendek

maupun jangka menengah.

Penyerapan tenaga kerja juga terindikasi

membaik pada TW4-15. Penambahan non

farm payroll (NFP) pada TW4-15 mencapai

837 ribu orang, dari 576 ribu orang pada

triwulan sebelumnya. Penambahan NFP

diperkirakan lebih dipengaruhi oleh pola

musiman peningkatan aktivitas menjelang libur

natal dan tahun baru yang lebih didominasi

oleh pekerja paruh waktu. Penambahan

NFP pada TW4-15 juga masih ditopang oleh

sektor jasa, terutama aktivitas perdagangan

ritel, layanan kesehatan, layanan bisnis dan

kegiatan rekreasi. Sementara penambahan

NFP disektor produksi lebih dikontribusi

oleh sektor konstruksi dan manufaktur.

Secara keseluruhan 2015, penyerapan tenaga

kerja terindikasi mengalami penurunan

seiring pelemahan yang terjadi di sektor

manufaktur dan pertambangan19. Merosotnya

harga minyak dan tekanan apresiasi USD

memaksa pebisnis melakukan efisiensi dengan

mengurangi rekrutmen untuk menahan profit

turun lebih tajam.

Hal lain yang patut dicermati di sektor

tenaga kerja AS adalah partisipasi kerja yang

sangat rendah dan tingkat pendapatan

yang cenderung stagnan. Rata-rata labor

participation rate di TW4-15 tercatat sebesar

62,53, tidak berubah dari triwulan sebelumnya.

Kondisi tersebut mengindikasikan masyarakat

yang masih pesimis dan belum sepenuhnya

yakin terhadap prospek bisnis ke depan

sehingga lebih memilih untuk keluar dari

pasar tenaga kerja. Namun demikian, jumlah

pekerja yang keluar dari pasar tenaga kerja

masih dapat diimbangi oleh calon pekerja yang

masuk ke pasar tenaga kerja (new entrants

dan reentrants) dan mencoba peruntungannya

pada siklus rekrutmen musiman di penghujung

2015. Di tengah kondisi bisnis yang sulit, rata-

rata pendapatan masyarakat pada TW4-15

tercatat stagnan di level USD25,25 per jam

(dari USD25,1 per jam).

19 Di sektor pertambangan masih terjadi lay-off.

�����������������������������������������

�����������

���������������������

�����������������������������

��

��

��

��

��

��

��

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

��

��

� �

�����������������

Page 38: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

26

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Bersamaan dengan aktivitas ekonomi

yang melemah di triwulan akhir 2015, inflasi

AS masih berada jauh dibawah target the

Fed (2%). Rata-rata inflasi AS TW4-15 berada

pada level 0,47% yoy20, sedikit meningkat

dari 0,13% pada TW3-15. Inflasi headline

yang tertahan di level rendah disumbang oleh

harga kelompok energi dan transportasi yang

masih terdeflasi. Sementara rata-rata inflasi inti

TW4-15 naik menjadi 2,01%, dari 1,84% pada

triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi inti

dikontribusi oleh harga rumah dan biaya sewa

properti, layanan jasa kesehatan, dan biaya

pendidikan yang meningkat. Gap yang lebar

antara inflasi headline dan inti lebih disebabkan

oleh tren penurunan harga minyak. Ke depan,

20 Seasonally Adjusted.

Grafik 1.21 indikator Sektor Tenaga Kerja

Grafik 1.22 inflasi Grafik 1.23 Harga minyak WTi dan brent

����������

����

����

����

����

����

����

����

����

��� ������������������������ ������������ ������������ ������������ ������������ ������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��������� ������������������������� �����������������

���������������

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

1919,5

2020,5

2121,5

2222,5

2323,5

2424,5

2525,5

26

Dec-

11

Mar

-12

Jun-

12

Sep-

12

Dec-

12

Mar

-13

Jun-

13

Sep-

13

Dec-

13

Mar

-14

Jun-

14

Sep-

14

Dec-

14

Mar

-15

Jun-

15

Sep-

15

Dec-

15

USD % yoy

Avg hourly earnings (all employees) private nonfarm (USD)-lhsAvg hourly earnings (all employees) private nonfarm (% yoy)-rhs

Sumber: Bloomberg

����������������������� ������������������

������������������������������

���������������������

�����

�����

�����

����

����

����

����

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

����

���

���

����

����

����

����

����

�������� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��� ��������� ��������� ��������� ��������� ��������� ��������� ��������� ���������

����� �����

�����������������

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

Jun-

13Ju

l-13

Aug-

13Se

p-13

Oct

-13

Nov-

13De

c-13

Jan-

14Fe

b-14

Mar

-14

Apr-1

4M

ay-1

4Ju

n-14

Jul-1

4Au

g-14

Sep-

14O

ct-1

4No

v-14

Dec-

14Ja

n-15

Feb-

15M

ar-1

5Ap

r-15

May

-15

Jun-

15Ju

l-15

Aug-

15Se

p-15

Oct

-15

Nov-

15De

c-15

Jan-

16Fe

b-16

USD/barrel

WTI spot price

Brent spot price

Terendah di 11 Feb'16USD26,21 per barrel (WTI)

USD31,04

Sumber: Bloomberg

per barrel (Brent)

Page 39: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

27

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

peningkatan harga diprediksi masih terbatas

seiring harga minyak yang masih rendah dan

nilai tukar USD yang terapresiasi. Harga minyak

varian WTI sempat menyentuh USD26,21 per

barel pada 11 Februari 2016.

Di tengah proses pemulihan yang

berjalan lambat, the Fed pada FOMC meeting

15-16 Desember 2015 menaikkan FFR sebesar

25 bps ke level 0,25%-0,50%, setelah

bertahan pada level 0,0-0,25% sejak Desember

2008. Mayoritas FOMC members menilai

sektor tenaga kerja menunjukkan perbaikan

dan meyakini inflasi akan kembali meningkat

ke level 2% dalam jangka menengah. Oleh

karena itu, menunda kenaikan FFR sampai

dengan tercapainya dual-mandate objective

(maximum employment dan target inflasi

2%) dikhawatirkan berujung pada langkah

pengetatan yang tidak terduga dan berisiko

menyebabkan aktivitas ekonomi terganggu.

The Fed memberi sinyal masih akan

tetap akomodatif untuk mendukung perbaikan

di sektor tenaga kerja dan mempertimbangkan

tekanan inflasi yang masih berada di bawah

target (2%). The Fed akan memerhatikan

perkembangan sektor tenaga kerja dan realisasi

inflasi terhadap masing-masing targetnya21

dalam menentukan timing kenaikan suku

bunga. Path adjustment FFR diperkirakan

akan dilakukan secara gradual dengan

memerhatikan kondisi ekonomi terkini, outlook

dan perkembangan sejumlah indikator. The

Fed masih akan mempertahankan kebijakan

roll-over terhadap UST jatuh tempo melalui

lelang, serta mempertahankan kebijakan

reinvestasi dari nilai pokok surat berharga

Agency maupun Agency Mortgage Backed

Securities (MBS) yang jatuh tempo. Langkah

the Fed mempertahankan kepemilikan surat

berharga jangka panjang dalam sizable

level, diharapkan dapat membantu menjaga

kondisi keuangan (financial conditions) tetap

akomodatif.

Da l am rangka mengan t i s i pa s i

perkembangan ekonomi global yang dibayangi

tekanan pelemahan, the Fed dalam FOMC

Januari 2016 kembali mempertahankan FFR

di level 0,25%-0,50%. Langkah tersebut

dilatarbelakangi oleh gejolak di pasar keuangan

yang dipicu oleh kebijakan Tiongkok. The Fed

menyatakan akan melakukan monitoring

secara ketat terhadap perkembangan ekonomi

global dan sektor keuangan, termasuk

memperhitungkan dampaknya terhadap sektor

tenaga kerja, tingkat inflasi serta risiko outlook

ekonomi ke depan. Kekhawatiran peserta

FOMC terhadap rendahnya tingkat inflasi juga

diungkapkan dalam statement on Longer-Run

Goals and Monetary Policy Strategy 2016 yang

dirilis bersamaan dengan FOMC statement

Januari 2016.

Dari sisi fiskal, kondisi keuangan

pemerintah sampai akhir 2015 menggambarkan

proses konsolidasi fiskal terus berlanjut. Defisit

fiskal menurun hingga mencapai USD478

miliar (periode Januari-Desember 2015)22,

21 Dibandingkan terhadap target maximum employment dan target inflasi.

22 Penerimaan pemerintah selama tahun 2015 mencapai USD3,27 triliun, sementara pengeluaran tercatat sebesar USSD3,75 triliun.

Page 40: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

28

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

dari USD488 pada 2014 dengan rasio defisit

terhadap PDB diperkirakan masih terkendali

dibawah 3%. Perbaikan keuangan pemerintah

terutama disebabkan oleh peningkatan

penerimaan pajak dan upaya pemotongan

anggaran pengeluaran yang didukung oleh

Partai Republik sejak 2013. Berdasarkan

proyeksi CBO terkini23, defisit anggaran

pemerintah tahun fiskal 201624 diproyeksi

meningkat menjadi USD544 miliar, dari

USD438,89 di tahun fiskal 2015. Peningkatan

defisit disebabkan oleh rencana pembebanan

pengeluaran tahun fiskal 2017 (jatuh tempo 1

Oktober 2016) sebesar USD43 miliar yang akan

dimajukan ke tahun fiskal 2016 (September

2016) karena alasan teknis25.

Meski kinerja ekonomi AS diproyeksi

masih akan menghadapi tekanan yang cukup

kuat dari rendahnya harga minyak dan apresiasi

USD, the Fed memercayai ekonomi AS mampu

tumbuh lebih baik. Pada FOMC meeting

Desember 2015, the Fed memperkirakan

ekonomi AS pada 2016 akan tumbuh di

kisaran 2,3%-2,5% yoy, sedikit lebih tinggi

dari proyeksi September 2015, dan akan

kembali tumbuh melambat di kisaran 2,0%-

2,3% pada 2017. Berbeda dengan the Fed,

IMF dalam WEO Januari 2016 memprediksi

PDB AS pada 2016 dan 2017 masing-masing

akan tumbuh sebesar 2,6%, sedikit di bawah

proyeksi September 2015 (2,8%).

Harga komoditas yang saat ini masih

tertahan di level rendah, diperkirakan berangsur

meningkat pada 2016. Dalam konteks inflasi,

the Fed memperkirakan inflasi 2016 akan

berada di kisaran 1,2%-1,7%, lebih rendah

dari proyeksi September 2015 (1,5%-1,8%)

dan kembali meningkat ke level 1,8%-2,0%

pada 2017. Guna menjangkar ekspektasi

inflasi, the Fed menetapkan target inflasi

jangka panjang di kisaran 2% yoy. Keputusan

tersebut ditujukan untuk menjaga kestabilan

harga, suku bunga jangka panjang dalam

level yang moderat, dan mendukung sektor

tenaga kerja (maximum employment). Seiring

pemulihan sektor tenaga kerja yang terus

berlanjut, the Fed juga memperkirakan tingkat

pengangguran tahun 2016 dan 2017 akan

berada di kisaran 4,6%-4,8%.

23 Rilis 25 Januari 2016.24 Periode Oktober 2015-September 2016.25 Hal ini dilakukan karena hari pertama tahun fiskal 2017 bertepatan

dengan hari libur akhir minggu.

Tabel 1.3 Proyeksi PDb AS

�������������������������

���� ��� ��� ��� ��������� ��������� ���������

���� ��� ��� ��� ��������� ��������� ���������

������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������

��� ������� ���������������������������

��������� ��������� ���������

����������������������������������������������������������

Page 41: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

29

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

26 Laporan Tahunan Office of Financial Research (OFR) 2015.

Tabel 1.4 Proyeksi inflasi AS (the Fed)

Kinerja ekonomi AS pada 2016 secara

umum diperkirakan masih akan dibayangi

oleh tekanan apresiasi USD dan rendahnya

harga minyak. Harga minyak yang terus

menurun menyebabkan kerentanan sektor

energi meningkat sehingga berdampak pada

penurunan kualitas kredit sektor energi di

sejumlah bank besar AS. Kerentanan sektor

keuangan AS juga terindikasi meningkat26,

terutama dari risiko makroekonomi, sejalan

dengan pelemahan ekonomi domestik. Dalam

hal ini, apresiasi USD dan lemahnya permintaan

global berisiko menyebabkan penurunan

pendapatan/laba korporasi. Akibatnya, ratio of

debt to earnings sektor korporasi AS (terutama

sektor non keuangan) terus meningkat dan

menggerus kemampuan membayar utang.

Kondisi tersebut dikhawatirkan menghambat

pemulihan sektor tenaga kerja dan berisiko

menekan daya beli.

Faktor lain yang patut diwaspadai

dan berisiko menahan pemulihan ekonomi

AS adalah pelemahan negara mitra dagang

utama. Pelemahan ekonomi Canada, Tiongkok

dan EMEs yang lebih buruk dari ekspektasi

dikhawatirkan menghambat kinerja sektor

manufaktur dan aktivitas produksi. Inflasi yang

���������������

���� ��������� ��������� ���������

���� ��������� ��������� ���������

������

������� ���������������������������

��� ��� ���

������ ������ ������ ������ ������

���������������

tertahan di level rendah, baik di level produsen

maupun konsumen, juga patut dicermati

jika berlangsung dalam waktu yang lama.

Inflasi yang persisten rendah dikhawatirkan

mendorong pelaku usaha semakin pesimis

terhadap prospek bisnis ke depan yang dapat

menghambat ekspansi bisnis.

b.2. Kawasan euro

Perekonomian Kawasan Euro secara

perlahan mengalami pemulihan meskipun

dengan laju pertumbuhan yang relatif lambat.

PDB TW4-15 tumbuh 1,5% yoy, sedikit di

bawah pertumbuhan TW3-15 dan estimasi

CF sebesar 1,6%. Kendati demikian, untuk

keseluruhan 2015, ekonomi tumbuh cukup

impresif mencapai 1,5%, dibanding tahun

lalu yang hanya tumbuh 0,9%. Pertumbuhan

ekonomi Kawasan Euro terutama disumbang

oleh Spanyol yang ekonominya semakin solid

dengan level pertumbuhan mencapai 3,5%

di TW4-15 (meningkat dari 3,4% di TW3-

15), ditopang oleh konsumsi domestik yang

kuat. Kinerja ekonomi Perancis juga semakin

membaik dengan pertumbuhan PDB TW4-15

mencapai 1,3%, lebih tinggi dari TW3-15

sebesar 1,1%. Namun demikian, Jerman yang

merupakan perekonomian utama di kawasan

Page 42: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

30

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

justru tumbuh melambat menjadi 1,3% (dari

1,7%) akibat penurunan ekspor.

Sejalan dengan kondisi ekonomi yang

masih dalam pemulihan, tekanan inflasi juga

relatif masih lemah. Upaya untuk mendorong

inflasi di Kawasan Euro masih menghadapi

tantangan dari rendahnya harga minyak. Selama

TW4-15, rata-rata inflasi hanya sebesar 0,1%,

sangat jauh dari target inflasi ECB sebesar 2%.

Untuk mengatasi aktivitas ekonomi yang masih

lambat tersebut, ECB menerapkan kebijakan

moneter yang lebih akomodatif. Dengan

keputusan semakin melonggarkan likuiditas

tersebut, terjadi divergensi kebijakan moneter

di negara maju dimana the Fed telah memulai

normalisasi kebijakan moneternya dengan

mulai menaikkan suku bunga kebijakan.

K e d e p a n , E C B m e m p r e d i k s i

perekonomian kawasan akan tumbuh sebesar

1,6% pada 2016, dan kemudian meningkat

mencapai 1,9% di 2017. Prediksi ECB tersebut

berbeda dengan IMF yang memperkirakan

Kawasan Euro akan tumbuh pada level 1,7%

pada tahun 2016 dan 2017. Namun demikian,

terdapat sejumlah downside risk yang dapat

menurunkan pertumbuhan di Kawasan

Euro. Di sisi domestik perlu dicermati masih

adanya risiko inflasi rendah atau bahkan

deflasi, serta tingginya utang publik dan

angka pengangguran, yang apabila tidak

ditangani dengan baik akan dapat menekan

pertumbuhan. Sedangkan faktor eksternal

yang perlu diwaspadai adalah perlambatan

pertumbuhan ekonomi negara emerging

dan risiko geopolitik. Risiko geopolitik yang

tereskalasi berpotensi menghambat kinerja

perdagangan dan mendorong kenaikan

harga minyak yang dapat menekan konsumsi

dan pertumbuhan. Selain itu, gelombang

pengungsi dari wilayah konflik juga dapat

menimbulkan gejolak sosial apabila tidak

ditangani dengan baik.

Pemulihan ekonomi Kawasan Euro yang

beranggotakan 19 negara27 masih berlangsung

dengan akselerasi yang lebih lambat dari

prediksi. Bahkan realisasi pertumbuhan PDB

TW4-15 yang diprediksi dapat mencapai level

pertumbuhan yang sama dengan triwulan

sebelumnya, tidak tercapai. Aktivitas ekonomi

Kawasan Euro di triwulan terakhir 2015

tumbuh sebesar 1,5% yoy, sedikit lebih

rendah dari TW3-15 dan estimasi CF yaitu

1,6%. Namun secara keseluruhan 2015,

perekonomian kawasan tersebut tumbuh

1,5%–sesuai prediksi CF–dan meningkat cukup

signifikan dibandingkan 2014 yang hanya

tumbuh 0,9%.

Konsumsi swasta masih menjadi

pendorong utama pertumbuhan ekonomi

Kawasan Euro. Peranan konsumsi swasta

dalam perekonomian ditopang oleh kebijakan

moneter yang semakin akomodatif, perbaikan

daya beli masyarakat sebagai implikasi dari

harga minyak yang masih di kisaran rendah,

dan tekanan inflasi yang masih jauh di bawah

target. Di sisi lain, Kawasan Euro masih berjuang

untuk memperbaiki kinerja invesetasi, dan

juga ekspor yang terhambat oleh pelemahan

ekonomi di negara emerging.

27 Negara anggota Kawasan Euro adalah Belgia, Jerman, Estonia, Irlandia, Yunani, Spanyol, Perancis, Italia, Cyprus, Latvia, Lithuania, Luxemburg, Malta, Netherland, Austria, Portugal, Slovania, dan Finlandia.

Page 43: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

31

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Di antara empat negara inti Kawasan

Euro–Jerman, Perancis, Spanyol dan Italia-,

Spanyol kembali membukukan pertumbuhan

ekonomi yang cukup mengesankan.

Melanjutkan tren perbaikan sejak awal 2014,

PDB Spanyol di TW4-15 tumbuh sebesar

3,5% yoy – lebih tinggi dari pertumbuhan

TW3-15 dan estimasi CF sebesar 3,4%.

Dengan pencapaian yang positif tersebut,

pertumbuhan PDB Spanyol selama 2015

tumbuh impresif mencapai 3,2%, dari 1,4%

pada 2014. Sebagaimana negara Eropa lainnya,

pertumbuhan ekonomi Spanyol juga didorong

oleh perbaikan konsumsi domestik.

Perancis juga mengalami perkembangan

yang positif dengan pertumbuhan PDB

TW4-15 mencapai 1,3%, lebih tinggi dari

TW3-15 sebesar 1,1%28. Secara keseluruhan

2015, ekonomi Perancis tumbuh 1,1%,

cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan

2014 yang sangat rendah (0,2%). Berbeda

dengan Spanyol, pertumbuhan Perancis lebih

dipengaruhi oleh aktivitas investasi, sejalan

dengan kebijakan moneter akomodatif dan

perbaikan penyaluran kredit. Sebaliknya,

konsumsi domestik Perancis cenderung

melemah akibat kondisi ketenagakerjaan yang

sedikit memburuk29.

Di tengah perbaikan ekonomi Spanyol

dan Perancis, ekonomi Jerman mengalami

perkembangan yang kurang menggembirakan.

Ekonomi Jerman TW4-15 tumbuh melambat

menjadi 1,3%, dari 1,7% pada TW3-15.

Pertumbuhan tersebut juga di bawah prediksi

CF yang memperkirakan pertumbuhan sebesar

1,5%. Secara keseluruhan 2015, PDB Jerman

tumbuh 1,7%–sesuai dengan estimasi CF–dan

sedikit meningkat dari 2014 sebesar 1,6%.

Pertumbuhan PDB Jerman terutama ditopang

oleh konsumsi domestik, sejalan dengan

terjadinya perbaikan di sektor ketenagakerjaan,

inflasi yang terkendali, dan ultra low interest

28 Sesuai dengan estimasi CF.29 Tingkat pengangguran Perancis cukup tinggi mencapai 10,2%

pada Desember 2015.

Grafik 1.24 Pertumbuhan PDb Grafik 1.25 Pertumbuhan PDb beberapa negara Kawasan euro

���

�����

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

��

�����������������������������������������������������������������������������������������������

���

��

��

�����

�����������������

�����

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

�����

�����

����

����

����

����

���

���

���

���

���

������������

������

������

�������

������

��������

�����������������

Page 44: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

32

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

rate. Sektor ketenagakerjaan Jerman membaik

tercermin dari tingkat pengangguran yang

terus menurun secara gradual menjadi 4,5%

pada Desember 2015, dari posisi awal 2015

sebesar 4,8%. Ke depan, tantangan sektor

ketenagakerjaan Jerman akan meningkat

akibat masuknya migran asing dari wilayah

konflik.

Kendati memiliki andil yang cukup

besar dalam menopang pertumbuhan, kinerja

konsumsi Kawasan Euro pada TW4-15

cenderung melemah. Hal ini ditunjukkan oleh

rata-rata penjualan ritel TW4-15 yang tumbuh

melambat, hanya 1,8% yoy, dibandingkan

triwulan lalu sebesar 3,2%. Pasca serangan

bom Paris pada pertengahan November

2015, aktivitas penjualan ritel menurun drastis

masing-masing menjadi 1,6% dan 1,4% pada

November dan Desember 2015, dibandingkan

Oktober yang tumbuh 2,5%. Penurunan

konsumsi pascaserangan bom ini diperkirakan

hanya sementara, seiring terjadinya perbaikan

tingkat kepercayaan konsumen. Kepercayaan

konsumen TW4-15 rata-rata terkontraksi 6,4%

yoy, relatif membaik dari triwulan sebelumnya

yang terkontraksi 7%.

Tingkat pengangguran yang masih

cukup tinggi–10,4% di Desember 2015–serta

dibayangi oleh disparitas yang cukup besar

antar negara Kawasan Euro juga menjadi faktor

yang memengaruhi pelemahan penjualan ritel.

Namun di tengah penurunan penjualan ritel,

minat konsumen untuk membeli kendaraan

relatif membaik. Kondisi ini tercermin dari

penjualan kendaraan penumpang yang

tumbuh 11,8% di TW4-15, membaik dari

10,2% di TW3-15. Penurunan harga BBM

dan pemberian diskon telah mendorong

masyarakat untuk membelanjakan dananya

pada sektor otomotif.

Grafik 1.26 indikator Konsumsi Grafik 1.27 indikator investasi

������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

���

���

���

���

���

��

��

��

��

����������

��������������������������������

������������������������

����������������������������

��������������������

�����������������

��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ���

�������� ���� ���� ����

���

���

���

��

��

��

����������������������

��������������������������

�������������������������������

����������

��

����

��

����

���

���

�����������������

Page 45: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

33

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Kondisi perekonomian global yang

masih lemah memberi implikasi negatif

pada aktivitas produksi melalui penurunan

ekspor, di tengah permintaan domestik

yang juga lemah. Rata-rata produksi industri

TW4-15 tumbuh sebesar 1,6%, melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 1,8%. Penurunan produksi industri

terutama dipengaruhi oleh perlambatan

permintaan baik dari pasar domestik maupun

ekspor - seiring dengan terjadinya pelemahan

ekonomi negara emerging termasuk Tiongkok

yang menjadi mitra dagang terbesar ketiga,

setelah Amerika dan Inggris. Penurunan

produksi terjadi pada produksi energi, barang

modal dan barang tahan lama (durable).

Meski aktivitas produksi pada triwulan

akhir kurang menggembirakan, aktivitas

bisnis ke depan diperkirakan akan membaik

sebagaimana ditunjukkan oleh Purchasing

Manager Index (PMI). Rerata indeks PMI komposit

selama triwulan laporan tercatat sebesar 54,1,

meningkat dari 53,9 pada TW3-15. Perbaikan

terjadi baik pada sektor manufaktur maupun

jasa. PMI Manufaktur TW4-15 meningkat ke

level 52,8, dari sebelumnya 52,2. Sedangkan

PMI Jasa naik ke level 54,2 di TW4-15, dari

54,0 pada TW3-15. Akselerasi PMI Manufaktur

paling impresif terjadi di Italia, dengan rerata

TW4-15 mencapai 54,9, dari 53,9 di TW3-

15. Pencapaian positif ini menjadikan PMI

manufaktur Italia merupakan yang tertinggi

diantara empat negara inti Kawasan Euro.

Perbaikan dipengaruhi oleh meningkatnya

aktivitas produksi barang konsumsi, barang

antara dan investasi. Harga barang input yang

murah menjadi faktor pendorong perbaikan

sektor manufaktur di Italia. Sejalan dengan

perbaikan PMI, indikator keyakinan ekonomi

juga dalam tren membaik ditopang oleh

perbaikan sektor jasa dan industri.

Perlambatan ekonomi negara emerging

memberikan implikasi negatif bagi kinerja

sektor eksternal Kawasan Euro. Melanjutkan

tren penurunan di periode sebelumnya,

pertumbuhan ekspor TW4-15 kembali

Grafik 1.28 indikator Pmi Grafik 1.29 Economic Sentiment Indicator

������

�����������������

������������

�������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������� ����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

����������������� ����������������

�������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������� ����

���

���

���

���

���

��

��

��

��������������������������

������������������������

������������������������

������������������������

��

��

��

���

���

���

Page 46: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

34

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

melambat ke 3,2% yoy, dari 4,4% pada TW3-

15. Bahkan pada Oktober 2015, ekspor tumbuh

sangat rendah yaitu hanya tumbuh 0,4%.

Pelemahan ekonomi emerging –terutama

Tiongkok– telah menggerus permintaan

produk ekspor Kawasan Euro. Berkebalikan

dengan ekspor, pertumbuhan impor justru

meningkat mencapai 2,3% yoy di TW4-15, dari

sebelumnya 0,9%. Meskipun pertumbuhan

ekspor menurun dan impor meningkat, level

pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dari

impor menjadikan surplus trade balance TW4-

15 tetap meningkat mencapai EUR71,9 miliar,

dari EUR62,0 miliar di TW3-15.

Sejalan dengan kebijakan moneter

akomodatif ECB, proses intermediasi perbankan

terus membaik dengan meningkatnya kredit

kepada perusahaan dan rumah tangga.

Penyaluran kredit perbankan terus meningkat

dan kredit kepada korporasi non keuangan

telah tumbuh positif, setelah beberapa

periode sebelumnya tumbuh negatif. Proses

adjustment balance sheet perbankan juga terus

Grafik 1.30 Kinerja eksternal Grafik 1.31 Pertumbuhan Kredit Perbankan Kawasan euro

berlanjut. Kinerja positif intermediasi perbankan

merupakan implikasi dari dilonggarkannya

persyaratan pemberian kredit, termasuk

penurunan nilai jaminan. Kinerja positif dari

sektor perbankan ini diharapkan dapat terus

berlanjut dan berimplikasi positif pada kegiatan

ekonomi domestik.

Perkembangan inflasi pada TW4-15

terpantau masih sangat rendah dan jauh dari

target yang ditetapkan ECB, yaitu mendekati

2%. Rata-rata inflasi pada TW4-15 hanya

mencapai 0,13% yoy, hanya sedikit meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya (0,07%),

namun menunjukkan tren yang membaik.

Harga minyak yang masih di kisaran rendah

menjadi faktor penyebab utama dibalik

rendahnya tingkat inflasi. Selama dua triwulan

terakhir, rata-rata harga energi terkontraksi

7,2%. Sejalan dengan itu, inflasi inti–diluar

harga energi, makanan, tembakau dan

alkohol–juga terpantau relatif stagnan di

kisaran 0,9% pada TW3-15 dan TW4-15.

�����

�����

����

���

���

����

����

����

����

����

����

���

���

��

��

��

��

�����������

������������������������������������������

��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ����

�����������������

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

Dec-

11

Mar

-12

Jun-

12

Sep-

12

Dec-

12

Mar

-13

Jun-

13

Sep-

13

Dec-

13

Mar

-14

Jun-

14

Sep-

14

Dec-

14

Mar

-15

Jun-

15

Sep-

15

Dec-

15

% yoy

Non-Financial CorporationLoans to Household

Sumber: Bloomberg

Page 47: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

35

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.32 Komponen inflasi Grafik 1.33 Angka Pengangguran

Di antara negara inti kawasan, tekanan

inflasi negatif masih terjadi di Spanyol yang

terdeflasi 0,5% pada TW4-15–sama dengan

triwulan sebelumnya. Inflasi Jerman, Perancis

dan Italia meski telah positif tetapi masih

sangat rendah dengan rata-rata di bawah

0,5%. Perkembangan terakhir menunjukkan

inflasi Kawasan Euro Januari 2016 mengalami

sedikit kenaikan menjadi 0,4%, naik dari

Desember 2015 sebesar 0,2%. Peningkatan

inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh

perkembangan harga minyak yang sedikit

membaik30.

Reformasi fiskal yang digulirkan untuk

memperbaiki kinerja keuangan pemerintah,

secara berangsur telah membuahkan hasil

positif. Defisit fiskal TW3-15 menyempit

menjadi 1,8% dari PDB, dibandingkan defisit

2,2% pada triwulan sebelumnya. Sejalan

dengan itu, rasio utang publik terhadap PDB

juga menurun menjadi 91,6% di TW3-15,

dari sebesar 92,3% di TW2-15. Rasio utang

tertinggi terjadi di Yunani (171% PDB),

diikuti oleh Italia (134,6%) dan Portugal

(130,5%). Sementara negara dengan rasio

utang terhadap PDB yang relatif rendah adalah

Estonia (9,8%) dan Luxembourg (21,3%).

Kendati telah menurun, rasio utang terhadap

PDB Kawasan Euro belum kembali pada level

sebelum krisis, yaitu sebesar 68,5% dari PDB

yang terjadi pada triwulan terakhir 2008.

Level utang yang tinggi menunjukkan bahwa

proses konsolidasi fiskal di Kawasan Euro masih

penuh tantangan, terutama di tengah belum

pulihnya kondisi perekonomian global dan

meningkatnya jumlah pengungsi.

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

��

����

���

���

���

���

����������

���

���

��

��

��������������

�����������������

���������

�������������

�����������

������������������������

����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

���

��

����

��

����

��

����

�����������������

�����������������

30 Penurunan harga minyak Januari 2016 sedikit tertahan sehingga hanya turun 5,3% (dibanding penurunan sebesar 5,8% di Desember 2015).

Page 48: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

36

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Performa ekonomi yang mas ih

tumbuh moderat dan di bawah ekspektasi

melatarbelakangi keputusan ECB untuk

menempuh kebijakan moneter yang lebih

akomodatif. Pada governing council meeting

2-3 Desember 2015, ECB memutuskan untuk

menurunkan deposit facility rate sebesar 10

bps menjadi -0,3%, serta mempertahankan

suku bunga main refinancing operations

rate (0,05%) dan marginal lending facility

rate (0,3%). Melalui kebijakan tersebut,

ECB berharap perbankan meningkatkan

penyaluran kredit kepada sektor riil sehingga

mendorong aktivitas ekonomi dan inflasi

bergerak mendekati target.

Kebijakan moneter yang semakin

akomodatif juga ditempuh oleh ECB dengan

memperpanjang jangka waktu pembelian aset

hingga Maret 2017 atau lebih, jika diperlukan.

Sebelumnya, ECB menargetkan pembelian

Grafik 1.34 rasio Utang Publik Terhadap PDb Grafik 1.35 rasio Defisit Fiskal Terhadap PDb

aset tersebut berakhir pada September 2016.

ECB juga menginvestasikan kembali pokok

surat berharga yang jatuh tempo. Kendati

terdapat dorongan untuk menambah jumlah

stimulus, ECB masih mempertahankan jumlah

pembelian aset sebesar EUR60 miliar per bulan.

Respons kebijakan ECB yang diarahkan untuk

menggerakkan ekonomi domestik mendapat

tantangan dari ketidakpastian prospek

pertumbuhan negara emerging, volatilitas

di pasar keuangan dan komoditas, serta

meningkatnya risiko geopolitik. Hal tersebut

menjadi pertimbangan ECB untuk meninjau

kembali stance kebijakan moneternya dalam

Governing Council Meeting Maret 2016.

Jika ekonomi domestik belum bergerak

ke arah yang diharapkan, tidak tertutup

kemungkinan ECB akan kembali melonggarkan

kebijakannya.

����

�����

��������������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

�����������������

����

�����

������������������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ����

����

��

����

��

����

��

����

�����������������

Page 49: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

37

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.36 Suku bunga eCb

ECB menggarisbawahi bahwa proses

pemulihan ekonomi masih berjalan moderat

namun rentan terhadap shock pelemahan

global termasuk pelemahan negara emerging.

Output gap yang terjadi belum dapat diatasi

sepenuhnya dan tingkat pengangguran

akan sulit untuk berada di bawah 10%

pada 2017. Ekonomi Kawasan Euro masih

akan ditopang oleh konsumsi domestik yang

diharapkan terbantu oleh membaiknya daya

beli masyarakat karena penurunan harga

minyak, stance kebijakan moneter longgar,

konsolidasi fiskal dan reformasi struktural.

Namun sebaliknya, investasi masih tetap

lemah sehingga mengurangi kepercayaan

bisnis, terlebih di tengah meningkatnya

risiko geopolitik baik di dalam maupun di

luar Kawasan Euro. Meski demikian, ECB

memprediksi bahwa cyclical recovery akan

dapat terjadi sesuai ekspektasi sehingga tetap

mempertahankan prakiraan pertumbuhan PDB

2016 sebesar 1,7%, tidak berbeda dengan

prediksi September 2015. Selanjutnya, PDB

2017 diprediksi akan tumbuh meningkat

mencapai 1,9% - lebih tinggi dari estimasi

sebelumnya. Sementara itu, IMF dalam

WEO Januari 2016 memprediksi bahwa

pertumbuhan PDB Kawasan Euro 2016 akan

mencapai 1,7%, dan tetap tumbuh di level

yang sama pada 2017.

Berbeda dengan outlook PDB, ECB

pesimis terhadap pencapaian inflasi dan

memperkirakan kenaikan inflasi akan lebih

lambat dari perkiraan semula. Pelemahan

harga minyak menjadikan path inflasi 2016

diprediksi dapat sangat rendah bahkan negatif

dalam beberapa bulan mendatang, sebelum

meningkat kembali pada 2017. Didasari

perkiraan tersebut, ECB merevisi ke bawah

������������������������

������������������������

��������������������������������

����

���

���

���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������� ���� ����

�����������������

Tabel 1.5 estimasi Pertumbuhan PDb dan inflasi

��������

����������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�������������������� ������������������ �����������������������������

�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Page 50: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

38

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

prediksi inflasi 2016 menjadi 1,0%, dan 1,6%

pada 2017. Inflasi rendah yang berkepanjangan

akan semakin meningkatkan tantangan bagi

ECB untuk mencapai target inflasi below but

close to 2% dalam jangka menengah.

Di tengah upaya mencapai level

pertumbuhan tersebut, Kawasan Euro juga

masih menghadapi sejumlah risiko. Dari sisi

internal, otoritas harus menghadapi risiko

tekanan inflasi yang masih rendah, tingkat

pengangguran yang relatif masih tinggi,

dan rasio utang publik terhadap PDB yang

masih tinggi dibandingkan sebelum krisis.

Selain itu, utang publik juga masih berpotensi

meningkat karena terdapat kecenderungan

pengalihan utang swasta menjadi utang publik.

Sedangkan dari sisi eksternal, otoritas perlu

mencermati dampak dari pelemahan ekonomi

negara emerging dan meningkatnya risiko

geopolitik. Peningkatan tensi geopolitik dapat

menghambat perdagangan dan mendorong

akselerasi harga minyak yang pada gilirannya

menekan konsumsi dan pertumbuhan PDB.

Selain itu, gelombang pengungsi dari Timur

Tengah juga dapat meningkatkan pengeluaran

Tabel 1.6 realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan ekonomi

pemerintah, dan apabila tidak ditangani

dengan tepat berpotensi menimbulkan gejolak

sosial.

b.3. jepang

PDB Jepang TW4-15 tumbuh sebesar

0,5% yoy, melambat dari triwulan sebelumnya

(1,7%) sebagai imbas dari meningkatnya

tekanan sektor eksternal di tengah lemahnya

permintaan domestik. Kinerja konsumsi swasta

menurun drastis karena daya beli yang belum

cukup solid, tercermin dari penjualan ritel dan

pengeluaran rumah tangga yang kontraktif di

penghujung 2015. Sebagai konsekuensi dari

lemahnya permintaan, pebisnis cenderung

menahan ekspansi sehingga aktivitas produksi,

terutama di sektor manufaktur, terkontraksi

semakin dalam pada TW4-15.

Tekanan terhadap aktivitas bisnis

menyebabkan perkembangan sektor tenaga

kerja diwarnai ketidakpastian. Persoalan ageing

population menyebabkan sektor tenaga kerja

semakin ketat, dan pertumbuhan pendapatan

yang sangat rendah menyebabkan masyarakat

����

������������������������������������������������������������������������������������������

�����������������������

����

��������������������������� ���� ���� ����

������

������������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������ ���� ��� ��� ��� ���� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�����������

Page 51: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

39

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

cenderung pesimis. Di sisi lain, pelemahan

ekonomi mitra dagang utama dan rendahnya

harga minyak ditengarai menjadi kontributor

utama pelemahan ekspor dan impor di TW4-

15. Tekanan terhadap ekonomi Jepang juga

dikonfirmasi oleh laju inflasi yang masih

tertahan di level rendah, terutama sebagai

dampak dari penurunan inflasi kelompok

energi dan transportasi.

BOJ masih mempertahankan kebijakan

moneter akomodatif dan melanjutkan program

QQE di sepanjang triwulan laporan. Pada MPM

28-29 Januari 2016, BOJ bahkan menempuh

langkah mengejutkan dengan mengumumkan

suku bunga negatif. Di sisi lain, pemerintah

masih terus berupaya untuk melanjutkan

proses konsolidasi fiskal. Memerhatikan

kinerja ekonomi yang melambat di triwulan

akhir 2015, BOJ merevisi proyeksi PDB tahun

fiskal 2015 menjadi 1,1%, di bawah proyeksi

Oktober 2015 (1,2%). Pertumbuhan PDB

diperkirakan kembali meningkat ke level

1,5% pada tahun fiskal 2016 (lebih tinggi

dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,4%). IMF

dalam WEO Januari 2016 memperkirakan

ekonomi Jepang akan tumbuh sebesar 1%

pada 2016, sama dengan proyeksi Oktober

2015. Pemulihan ekonomi Jepang diperkirakan

masih akan dibayangi oleh sejumlah faktor

risiko diantaranya daya beli yang belum cukup

memadai, sektor tenaga kerja yang masih

ketat, permintaan eksternal yang masih lemah,

harga minyak yang tertahan di level rendah,

serta rencana kenaikan pajak tahap kedua

pada April 2017.

Pada penghujung 2015, pemulihan

ekonomi Jepang tertahan oleh tekanan dari

sisi eksternal yang semakin kuat. PDB Jepang

TW4-15 hanya tumbuh 0,5% yoy31 (-1,4% qoq

annualized), jauh lebih rendah dari triwulan

sebelumnya 1,7% (1,3% qoq annualized)

dan di bawah ekspektasi (1,3% yoy)32.

Kinerja ekonomi Jepang yang melambat pada

triwulan akhir 2015 disebabkan oleh lemahnya

permintaan domestik di tengah meningkatnya

kerentanan sektor eksternal. Perkembangan

ekonomi global yang diwarnai oleh pelemahan

di sejumlah negara EMEs dan eksportir

minyak, serta gejolak di pasar keuangan telah

berdampak pada tertahannya permintaan

eksternal. Kondisi tersebut pada gilirannya

berimbas pada pelemahan kinerja ekspor dan

aktivitas bisnis, yang selanjutnya menyebabkan

daya beli domestik kian tertekan. Pelemahan

itu pada akhirnya semakin memperkuat

ekspektasi penambahan stimulus oleh otoritas,

baik pemerintah maupun BOJ.

Aktivitas ekonomi domestik yang

cenderung lesu dan lemahnya permintaan

eksternal berdampak pada penurunan aktivitas

konsumsi dan investasi. Kondisi tersebut

tercermin dari kinerja konsumsi swasta (pangsa

+ 60% dari total PDB) yang menurun drastis

dan terkontraksi sebesar 1,1% yoy pada

TW4-15 (dari 0,4% di TW3-15). Penurunan

konsumsi swasta menjadi kontibutor utama

perlambatan pertumbuhan di triwulan laporan.

Pertumbuhan upah yang kurang memadai

31 First estimate Japan Cabinet Office, rilis 15 Februari 2016.32 Proyeksi Consensus Forecast Januari 2016.

Page 52: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

40

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

diperkirakan menjadi salah satu pertimbangan

masyarakat (terutama kelompok rumah tangga)

dalam menahan aktivitas konsumsi pada akhir

tahun. Sejalan dengan konsumsi, kinerja

investasi juga terindikasi menurun dan tumbuh

sebesar 3,9% pada TW4-15 (dari 4,4%).

Daya beli yang terbatas mendorong pebisnis

menahan investasi di sektor properti (kelompok

residensial). Sedangkan tekanan terhadap

sektor manufaktur telah menyebabkan investasi

non-residensial (pangsa sekitar 85% dari total

investasi swasta) tumbuh terbatas. Meski

permintaan domestik dan eksternal cenderung

masih lemah, proyek infrastruktur sebagai

persiapan menuju Olimpiade Tokyo yang

akan diselenggarakan pada 2020 diharapkan

mampu mendorong kinerja investasi.

Dinamika perekonomian global yang

diliputi ketidakpastian telah menyebabkan

kinerja sektor eksternal Jepang semakin

terpuruk. Ekspor bahkan terkontraksi sebesar

0,8% pada TW4-15, setelah tr iwulan

sebelumnya tumbuh sebesar 3%. Perlambatan

ekonomi negara mitra dagang, terutama

Tiongkok dan beberapa negara emerging

Asia lainnya ditengarai menjadi faktor utama

dibalik deselerasi ekspor. Permintaan ekonomi

domestik yang belum stabil dan terjadi

bersamaan dengan anjloknya harga minyak

Grafik 1.37 Pertumbuhan PDb Grafik 1.38 PDb Kontribusi

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

-8,0

-6,0

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy % yoy

PDB, lhs Konsumsi Swasta, lhsKonsumsi Pemerintah, lhs Investasi, lhsEkspor, rhs

Sumber: Bloomberg

Impor, rhs

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy % yoy

Konsumsi Swasta, lhs Konsumsi Pemerintah, lhsInvestasi, lhs Ekspor, lhsImpor, lhs Stat DiscpPDB, rhs

Sumber: Bloomberg

Tabel 1.7 Pertumbuhan PDb

�����������������

���������� ���� ���� ��� ��� ����� ��� �������������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������������� ��� ��� ��� ��� ���� ��� ������������� ��� ���� ��� ��� ���� ���� ������������ ��� ���� ��� ��� ���� ��� ����������� ��� ���� ��� ��� ���� ��� ���

��� ����������� �������������� ��������� ���������� ������ �����

����������������������������������������������������

Page 53: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

41

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.39 indikator Konsumsi

dan komoditas juga menyebabkan nilai

impor menurun hingga terkontraksi sebesar

0,7% pada TW4-15 (dari 1,5% di triwulan

sebelumnya).

Performa ekonomi Jepang selama 2015

belum cukup memuaskan meski mampu

tumbuh 0,4% pada 2015, setelah stagnan

(0%) pada tahun sebelumnya. Pencapaian

tersebut lebih ditopang oleh penurunan nilai

impor minyak dunia dan komoditas, serta

ekspansi yang dilakukan oleh pemerintah. Daya

beli masyarakat yang lemah menyebabkan

masyarakat cenderung membatasi konsumsi.

Rendahnya harga energi bahkan belum mampu

mendorong masyarakat untuk berbelanja.

Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang

cenderung lesu juga berdampak pada lemahnya

permintaan eksternal sehingga kinerja ekspor

mengalami deselerasi. Kondisi demikian pada

gilirannya menyebabkan produsen menahan

ekspansi untuk menghindari penumpukan

persediaan. Tekanan yang dialami pebisnis

tersebut dikhawatirkan menyebabkan efek

bola salju kepada sektor tenaga kerja dan daya

beli masyarakat.

Kinerja konsumsi domestik yang

terus mengalami penurunan tercemin dari

kontraksi penjualan ritel sebesar 0,13% yoy

pada TW4-15, setelah tumbuh 0,83% pada

triwulan sebelumnya, terutama sebagai

dampak dari turunnya harga bbm. Di satu sisi,

penurunan harga bbm berpengaruh positif

menekan biaya transportasi yang merupakan

pengeluaran rumah tangga terbesar kedua

(pangsa 11,5% dari total pengeluaran rumah

tangga) setelah makanan (pangsa 27,8% dari

total pengeluaran rumah tangga). Namun

di sisi lain, situasi yang belum kondusif

menyebabkan masyarakat sangat berhati-hati

di tengah terbatasnya kenaikan pendapatan.

Penjualan ritel secara berturut-turut terkontraksi

1,1% pada November dan Desember 2015.

Pendapatan riil rumah tangga33 (kelompok

pekerja) terkontraksi sebesar 1,9% pada

TW4-15, setelah tumbuh 2% pada triwulan

sebelumnya. Musim dingin yang lebih hangat

turut berkontribusi menahan penjualan

department store sehingga melambat menjadi

0,53% pada TW4-15 dari 2,63% pada triwulan

sebelumnya. Kebutuhan pembelian produk

musim dingin seperti baju hangat dan pemanas

ruangan relatif berkurang.

Sebagai konsekuensi dari lemahnya

permintaan, pebisnis cenderung menahan

ekspansi usaha sehingga aktivitas produksi

masih kontraktif pada TW4-15. Produksi

industri yang terus melambat dan terkontraksi

semakin dalam sebesar 0,54% pada TW4-

15 (dari -0,38% pada TW3-15), terutama

33 Workers’ households.

����������

���

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

��

��

��

��

���

�����������������

��������������������

����������������������

���������������������

�����������������

Page 54: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

42

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

disumbang oleh sektor manufaktur. Pelemahan

terutama terjadi pada kelompok mesin dan

peralatan elektrik. Order mesin anjlok menjadi

-3,6% di akhir TW4-15, dari kontraksi 1,7%

di akhir TW3-15. Kondisi demikian ditengarai

erat kaitannya dengan pelemahan ekonomi

Tiongkok dan penurunan aktivitas sektor

manufaktur AS.

D i t engah ke r en tanan s ek to r

manufaktur, hasil survei Tankan Desember

210534 mencerminkan kondisi bisnis pada TW4-

15 yang tidak jauh berbeda dengan triwulan

sebelumnya. Sentimen bisnis perusahaan besar

(sektor manufaktur dan non manufaktur) pada

TW4-15 tertahan pada level yang sama dengan

hasil survei Tankan Oktober 2015 (12 dan 25).

Namun demikian, aktivitas bisnis berpotensi

kembali menurun pada survei Tankan pada

TW1-16 (7 dan 18), seiring permintaan yang

belum cukup stabil. Lemahnya permintaan

menyebabkan penurunan sentimen pebisnis

sektor manufaktur (kategori mesin dan

34 Periode survei 11 November 2105- 11 Desember 2015. 35 Periode tahun fiskal 2015 : April 2015-Maret 2016.

kendaraan bermotor). Sementara, di sektor

non manufaktur penurunan terjadi pada

kategori perumahan, perdagangan ritel dan

jasa bisnis. Jumlah responden yang menilai

kondisi bisnis belum cukup kondusif masih

cukup mendominasi survei Tankan, dengan

proporsi mencapai 60-75%.

Pengusaha diperkirakan masih akan

berhati-hati dalam melakukan ekspansi bisnis

mengingat permintaan yang belum cukup

stabil. Hasil survei Tankan pada TW4-15

menunjukkan permintaan dan penawaran

yang berasal dari domestik maupun eksternal

masih lemah (negative result). Pebisnis bahkan

menilai penurunan permintaan eksternal,

terutama EMEs, dikhawatirkan berdampak

penurunan kinerja laba. Kekhawatiran tersebut

dikonfirmasi oleh outlook pebisnis terhadap

penjualan dan laba perusahaan berskala besar,

menengah, maupun kecil yang diproyeksi

menurun pada tahun fiskal 201535.

Grafik 1.40 Produksi industri dan Inventory Grafik 1.41 Kapasitas Utilisasi

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

�����������������������������������������

���

���

��

��

��

���

���

���

��

��

��

����������

�����������������

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

���

���

��

��

��

���

���

�����������

������������������������� �����������������

������������������������

�����������������

Page 55: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

43

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Berbeda dengan pertimbangan pebisnis,

harapan perbaikan di sektor tenaga kerja

mendorong penguatan sentimen di triwulan

akhir 2015. Hal ini tercemin dari indeks

kepercayaan konsumen rumah tangga yang

secara rata-rata naik menjadi 42,3 pada TW4-

15, dari 40,9 pada triwulan sebelumnya. Indeks

kepercayaan konsumen rumah tangga untuk

kategori employment dan income growth

masing-masing meningkat menjadi 46,3 dan

41 (dari 45,3 dan 39,6 pada TW3-15). Kondisi

tersebut terutama dipengaruhi oleh ketatnya

sektor tenaga kerja yang semula diharapkan

mampu memperbaiki tingkat pendapatan.

Akan tetapi pada perkembangannya, indeks

kepercayaan konsumen rumah tangga kembali

menurun menjadi 42,5 pada Januari 2016,

dari 42,7 pada bulan sebelumnya. Hal ini

mencerminkan kekhawatiran masyarakat

terhadap perbaikan ekonomi dan pertumbuhan

pendapatan ke depan.

Tekanan terhadap aktivitas bisnis

menyebabkan perkembangan sektor tenaga

Grafik 1.42 Survei Tankan Current Condition Grafik 1.43 Survei Tankan Forecast

kerja diwarnai ketidakpastian. Tingkat

pengangguran pada akhir TW4-15 dilaporkan

turun ke level 3,3%, sedikit bergeser dari

posisi September 2015 (3,4%). Di sisi lain,

labor participation rate terindikasi turun

menjadi 59,6% pada TW4-15, dari 59,8%

pada triwulan sebelumnya. Job to applicant

ratio yang meningkat hingga mencapai

1,27 pada Desember 2015 (tertinggi sejak

Desember 1991) belum cukup kuat menarik

masyarakat untuk masuk ke pasar tenaga

kerja. Hal ini ditengarai turut dipengaruhi oleh

ketersediaan tenaga kerja usia produktif yang

kurang memadai sebagai dampak dari ageing

population. Namun, pada kenyataannya

ketatnya sektor tenaga kerja tidak diiringi oleh

perbaikan tingkat pendapatan sebagaimana

terlihat dari rata-rata pendapatan pada

TW4-15 yang hanya tumbuh sebesar 0,27%,

menurun dari triwulan sebelumnya (0,57%).

Keadaan inilah yang diperkirakan menjadi

salah satu faktor dibalik lemahnya daya beli

masyarakat Jepang dan sikap berhati-hati

dalam melakukan konsumsi.

������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

��

��

��

��������

���� �� ��

������������������������������������������������������

��������������������������������������������������������

�����������������

������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

��

����������������������������������������

��������������������������������������������

������

��

���� �� �

�����������������

Page 56: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

44

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Grafik 1.44 indeks Kepercayaan Konsumen Grafik 1.45 Tingkat Pengangguran

Sehubungan dengan persoa lan

struktural yang dihadapi oleh Jepang terkait

persoalan ageing population, kebutuhan

akan tenaga kerja asing terindikasi semakin

meningkat. Merespon kondisi tersebut,

meski pemerintah belum berencana untuk

melonggarkan kebijakan terkait imigrasi,

sinyal untuk mulai memberikan kesempatan

bagi tenaga kerja asing masuk ke Jepang

mulai terbuka. Permintaan yang paling tinggi

terutama datang dari industri kesehatan

serta sektor jasa lainnya seperti perdagangan

ritel, hotel, dan restoran. Namun demikian,

persyaratan untuk masuk dan bekerja di Jepang

relatif ketat meliputi aspek keterampilan teknis,

bahasa dan budaya Jepang.

Performa sektor eksternal Jepang

semakin terpuruk di penghujung 2015. Ekspor

dilaporkan terkontraksi sebesar 5,02% pada

TW4-15, setelah triwulan sebelumnya tumbuh

positif 2,78%. Kinerja ekspor yang terus

melambat merupakan dampak dari masih

lemahnya permintaan eksternal, terutama

untuk ekspor produk mesin, mesin elektrik

dan barang manufaktur ke AS, Tiongkok dan

sejumlah negara Asia. Perlambatan ekonomi

Tiongkok berperan signifikan, dengan pangsa

sekitar 18% dari total ekspor Jepang. Sejalan

dengan ekspor, permintaan domestik yang

relatif lemah menyebabkan impor terkontraksi

semakin dalam pada TW4-15 menjadi 14,02%,

dari -6,92% pada triwulan sebelumnya. Harga

minyak yang masih berada di level rendah

diperkirakan menjadi salah satu faktor yang

memperdalam kontraksi impor tersebut35.

Impor yang terkontraksi lebih dalam dari

ekspor berkontribusi dalam mempersempit

defisit neraca perdagangan36 TW4-15 menjadi

JPY154,63 miliar (dari JPY981,86 miliar).

35 Minyak merupakan komoditas impor utama Jepang dengan pangsa mencapai 20% dari total impor di TW4-15.

36 Seasonally adjusted.

������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

��

������

����������������������������������� ��������������������������������������� ��������������������������������������������������

��

��

��

��

��

�����������������

����������

� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

��

��

��

������������������������������� ��������������������������

�����������������������

�����������������

Page 57: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

45

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.46 neraca Perdagangan Grafik 1.47 Current Account Balance

Dinamika ini menunjukkan bahwa deselerasi

ekspor dan impor merupakan dampak dari

masih lemahya permintaan domestik dan

eksternal. Hal yang patut diwaspadai adalah

nilai tukar yen yang mulai terapresiasi pada awal

2016 dan berpotensi semakin memperlemah

kinerja ekspor. Berbeda dengan kinerja

neraca perdagangan, surplus current account

(CA) balance pada TW4-15 dilaporkan turun

menjadi JPY3,56 triliun, dari surplus JPY4,89

triliun pada triwulan sebelumnya. Apresiasi

telah menggerus nilai repatriasi investasi

eksternal dalam yen.

Inflasi masih tertahan di level rendah

dan belum beranjak dari kisaran 0%. Inflasi

headline pada TW4-15 tercatat mencapai

0,27% yoy, sedikit meningkat dari 0,13% pada

triwulan sebelumnya. Tekanan deflasi muncul

dari kelompok energi dan transportasi. Harga

kelompok energi dan transportasi masing-

masing terdeflasi semakin dalam sebesar

-6,83% dan -2,96%, setelah terdeflasi sebesar 37 Di luar inflasi kelompok makanan dan energi.

-5,9% dan -2,59% pada TW3-15. Di sisi lain,

inflasi inti37 pada TW4-15 secara rata-rata

meningkat menjadi 0,8%, dari 0,77% pada

triwulan sebelumnya, sebagai dampak dari

harga kelompok rekreasi, furnitur dan biaya

pendidikan. Meski inflasi inti meningkat, inflasi

headline masih tertahan di level rendah dan

berada jauh dari target inflasi BOJ (2%). Hal

tersebut mencerminkan proses pemulihan

ekonomi masih memerlukan waktu karena daya

beli yang relatif masih lemah. Perkembangan

ini memperkurat ekspektasi stimulus tambahan

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menyikapi pemulihan ekonomi yang

berjalan lambat, BOJ kembali mempertahankan

stance kebijakan moneter akomodatif

pada Monetary Policy Meeting (MPM) di

sepanjang TW4-15. Di luar dugaan, pada

MPM 28-29 Januari 2016, BOJ mengumumkan

akan menerapkan kebijakan suku bunga

�����

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

��

��

��

��

��

�����

�����

�����

����

���

����

���������������������������

����������������

���������������

�����������������

������ ��� ��������� ��� ��������� ��� ��������� ��� ��������� ��� ���

�������� ���� ���� ����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

����

��������������������

�����

�����

�����

����

���

����

����

����

����

����

����

������������������������������

������������������������

������������

���������������������

�����������������

Page 58: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

46

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

negatif38 dan kembali melanjutkan kebijakan

Quantitative dan Qualitative Eeasing (QQE)

untuk mendukung pemulihan ekonomi.

BOJ masih akan melakukan operasi moneter

dengan sasaran menambah jumlah monetary

base sebesar JPY80 triliun per tahun. Selain

itu, BOJ juga meneruskan langkah pembelian

aset – dalam bentuk surat utang pemerintah

(JGB), exchange-traded funds (ETFs) dan

Japan real estate investment (J-REITs) –

dalam jumlah besar, serta corporate bond

hingga mencapai jumlah yang ditargetkan.

Berdasarkan perkembangan terkini, jumlah

monetary base outstanding sampai dengan

Januari 2016 terus terakselerasi dan mencapai

JPY358,76 triliun.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan

ekonomi dan melanjutkan proses konsolidasi

fiskal, pemerintah pada 24 Desember 2015

mengumumkan anggaran tahun fiskal 2016

Grafik 1.49 inflasiGrafik 1.48 Harga Saham dan nilai Tukar

yang mencapai 96,72 triliun yen, meningkat

dari anggaran sebelumnya (96,34 triliun yen).

Dari sisi penerimaan, pemerintah menargetkan

pendapatan pajak yang lebih tinggi39 dan

berupaya mengurangi sumber pendanaan yang

berasal dari penerbitan obligasi pemerintah40

(menurunkan rasio utang terhadap PDB).

Ekspansi tersebut terutama dialokasikan

untuk meningkatkan jaring pengaman sosial,

termasuk memperluas layanan penitipan anak

dan layanan jasa kesehatan untuk penduduk

usia lanjut, serta meningkatkan anggaran

pertahanan di pulau-pulau terpencil. Dalam

rangka memperkuat path konsolidasi fiskal

menuju surplus primary balance pada 2020,

pemerintah menetapkan target defisit primer

sebesar -3,3% dari PDB pada FY2015 dan -1%

di FY2018.41

�������������

��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�������������������

���������������

�����������������

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ���� ����

��

����

���

���

��

��

��

��

��

������������������������

���������

��������������������

����������������������

�������������������

��������������

����� �����

�����������������

38 Mulai berlaku pada 16 Februari 2016.

39 57,6 triliun yen pada tahun fiskal 2016, dari 54,5 triliun yen pada tahun fiskal 2015.

40 34,4 triliun yen pada tahun fiskal 2016, dari 36,8 triliun yen pada tahun fiskal 2015.

41 Rasio defisit primer pada tahun fiskal 2010 mencapai -6,6% dari PDB.

Page 59: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

47

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 1.50 Suku bunga Kebijakan

Tabel 1.8 Proyeksi PDb dan inflasi boj

Perkembangan sejumlah indikator yang

masih lemah di penghujung 2015 mendorong

BOJ merevisi outlook pertumbuhan PDB dan

inflasi pada MPC meeting 28-29 Januari

2016. Pertumbuhan PDB tahun fiskal 2015

diproyeksi turun menjadi 1,1%, dari 1,2%

pada proyeksi Oktober 2015. Di sisi lain,

BOJ meyakini perekonomian Jepang akan

berangsur membaik dan tumbuh 1,5% pada

tahun fiskal 2016 (dari 1,4% pada proyeksi

sebelumnya), seiring harapan akan perbaikan

ekonomi negara mitra dagang serta perkiraan

terjadinya frontloading consumption sebelum

kenaikan pajak tahap kedua pada 2017.

Namun demikian, kinerja ekonomi pada tahun

fiskal 2017 diperkirakan kembali menurun

menjadi 0,3% terimbas oleh penurunan

aktivitas ekonomi pasca kenaikan pajak.

Dari sisi harga, BOJ memproyeksi laju inflasi

masih akan berada di level rendah dan di

bawah target (2%). Inflasi tahun fiskal 2015

diperkirakan berada di level 0,1% sama dengan

proyeksi sebelumnya. Sedangkan inflasi tahun

fiskal 2016 diproyeksi turun menjadi 0,8%,

dari 1,4% pada proyeksi Oktober 2015. Revisi

outlook PDB dan inflasi oleh BOJ memberikan

sinyal proses pemulihan yang berjalan lambat

untuk mencapai target inflasi serta mendorong

pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, BOJ

telah mengumumkan kebijakan suku bunga

negatif sebagai tambahan amunisi.

IMF dalam World Economic Outlook

(WEO) Januari 2016 juga merevisi proyeksi

pertumbuhan PDB Jepang. PDB Jepang 2016

diperkirakan tumbuh sebesar 1%, sama dengan

proyeksi Oktober 2015, dan akan kembali

tumbuh melambat ke level 0,3% pada 2017

(lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar

0,4%). IMF menilai performa ekonomi Jepang

di 2016 akan ditopang oleh rendahnya harga

�����

� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� �

���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

���

���

���

���

���

��������������������������

��������������������������

�����������������

�������

��������������

�������������

�����������

��������������

��������������

��������������

��������������

��������������

������������

��������������

��������������

��������������

��������������

���������������

������� ������� ������� ������� �������

������ ������

����������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Page 60: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

48

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

minyak, dukungan fiskal pemerintah, kondisi

moneter yang akomodatif, serta perbaikan

tingkat pendapatan. Namun, pelemahan

yang diperkirakan akan dialami oleh EMEs

dikhawatirkan masih akan membayangi

proses pemulihan pada 2016. Sejalan dengan

IMF, Consensus Forecast (Februari 2016)

memproyeksikan ekonomi Jepang pada 2016

akan tumbuh sebesar 1%, lebih rendah dari

proyeksi Desember 2015 (1,2%), seiring

perlambatan aktivitas ekonomi di penghujung

2015.

Perekonomian Jepang diprediksi masih

akan menghadapi sejumlah risiko yang

berpotensi menahan laju pertumbuhan

ekonomi dan menghambat pencapaian

sasaran inflasi BOJ (2%). Dari sisi domestik,

kenaikan pendapatan yang memadai sangat

diperlukan untuk memperbaiki daya beli.

Namun demikian, kondisi bisnis yang kurang

kondusif menjadikan prospek kenaikan

upah pada 2016 diperkirakan tidak setinggi

tahun sebelumnya, sebagaimana sinyal

yang diberikan oleh Toyota Motor Corp. Di

sisi lain, perkembangan sektor tenaga kerja

yang beberapa waktu terakhir semakin ketat

mencerminkan persoalan ageing population

yang tidak hanya berisiko menghambat

ekspansi bisnis, namun juga berperan dalam

menahan prospek pertumbuhan konsumsi.

Di sisi lain, rendahnya harga minyak belum

mampu mendorong konsumsi tumbuh lebih

tinggi, melainkan menahan inflasi masih

tetap berada di level rendah dan berada

jauh dari target BOJ (2%). Untuk sektor

eksternal, pelemahan ekonomi negara mitra

dagang (Tiongkok dan EMEs) dikhawatirkan

semakin menekan kinerja ekspor, terutama

di tengah tren apresiasi yen pada awal 2016.

Kenaikan pajak tahap kedua pada April

2017 patut diwaspadai menahan aktivitas

ekonomi domestik, terutama apabila kenaikan

pendapatan tidak dapat mengompensasi.

Selain itu, mundurnya Menteri Ekonomi Akira

Amari, dari kabinet PM Abe pada 28 Januari

2016 juga dikhawatirkan dapat menggangu

kecepatan pemulihan ekonomi Jepang di

2016.

Page 61: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

49

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Kebijakan Suku Bunga Negatif Bank of Japan

Bank of Japan (BoJ) memasuki

babak baru kebijakan akomodatif dengan

menetapkan kebijakan suku bunga negatif

pada Monetary Policy Meeting (MPM)

28-29 Januari 201642. Selain mengadopsi

suku bunga negatif, BOJ juga kembali

melanjutkan program pembelian aset

melalui Quantitative dan Qualitative Easing

(QQE) untuk mencapai target penambahan

monetary base tahunan sebesar 80 triliun

yen. Dengan demikian, BoJ melakukan

pelonggaran kebijakan moneter melalui

tiga dimensi instrumen, yaitu dimensi

suku bunga (negative interest rate),

dimensi kuantitas (guidelines for money

market operations), dan dimensi kualitas

(guidelines for asset purchases).

Teknis pelaksanaan kebijakan suku

bunga negatif dilakukan secara bertingkat,

sehingga tidak semua penempatan di BoJ

dikenakan suku bunga negatif. Mekanisme

tersebut terdiri dari:

1) Kategori Basic Balance, suku bunga

ditetapkan di level 0,1% bagi seluruh

penempatan lembaga keuangan di

BoJ (tidak termasuk penempatan

terkait giro wajib minimum) pada

periode 1-31 Desember 2015.

Boks 1

2) Pada kategori Macro Add-on Balance,

suku bunga ditetapkan di level 0%

untuk penempatan terkait giro wajib

minimum, serta kebutuhan provisi

untuk kredit yang diberikan BoJ

melalui Loan Support Program, juga

Fund-Supplying Operation yang

ditujukan untuk membantu lembaga

keuangan di wilayah yang terkena

dampak gempa 2011.

3) Suku bunga negatif (-0,1%) akan

dikenakan untuk kategori Policy-

Rate Balance, yang merupakan total

penempatan di BoJ terhitung sejak

16 Februari 2016, dikurangi dengan

basic balance dan macro add-on

balance.

42 Berlaku sejak 16 Februari 2016.

Grafik 1. Kebijakan Suku Bunga Negatif

Sumber: BOJ

The outstanding balance ofcurrent account at the Bank

Policy-Rate Balance

Macro Add-on Balance

Basic Balance

-0,1%

0%

+0,1%

Page 62: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

50

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Tabel 1. Monetary Base Target and The Bank’s Balance Sheet Projection

Upaya melakukan pelonggaran

kebijakan moneter ditempuh untuk

membantu mencapai target stabilitas

harga (2%) dalam waktu secepat-cepatnya.

Penerapan suku bunga negatif yang

dikombinasikan dengan pembelian aset

dalam jumlah besar juga diharapkan

mampu mendorong penurunan suku bunga

jangka panjang, sehingga meningkatkan

permintaan kredit. Langkah tersebut

dilatarbelakangi kondisi ekonomi Jepang

yang mengalami perlambatan meski telah

melaksanakan QQE43 hampir tiga tahun.

Inflasi juga masih tertahan di level rendah

dan menjauh dari target sebesar 2%, akibat

(trillion Yen)

End 2013 (Actual)

End 2014 (new

Target)

End Des 2014

(Actual)

End Des 2015

(Actual)

The Pace of annual target increase

Monetary Base 202 275 276 356 About 80 trilionBreakdown of The Bank's Balance Sheet

JGBs 142 200 202 282 About 80 trilion

CP 2,2

2,2 2,2

2,2

Maintain outsanding balance

Corporate bonds 3,2

3,2 3,2 3,2

Maintain outstanding balance

Exchange-traded funds (ETFs) 2,5 3,8 3,8 6,9 About 3 trilionJapan real estate investment trusts (J-REITs)

0,14

0,18 0,18

0,27

About 90 billion

Total assets (including others)

Total liabilities and net asset (including others)

224 297 300 383 Banknotes 90 93 93 98 Current deposits

Sumber: BoJ

107 177 178 253 224 297 300 383

43 Kebijakan QQE diluncurkan pada April 2013.

dari anjloknya harga minyak dan penurunan

harga komoditas.

Grafik 2. Suku bunga Pinjaman

0,8

0,9

1

1,1

1,2

1,3

1,4

1,5

1,6

1,7

1

0,8

0,9

1,1

1,2

1,3

1,4

1,5

% %

BOJ avg interest rates on new long-term loans: regional bank-rhsBOJ avg interest rates on new long-term loans: domestic bank-lhs

QQE

Sumber: BOJ

2010 2011 2012 2013 2014 2015Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des

Page 63: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

51

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Grafik 3. Kredit Perbankan

Grafik 4.investasi Asing pada Portofolio Domestik

Pasca penetapan suku bunga

negatif oleh BoJ, nilai tukar yen sempat

terdepresiasi mencapai 121,14 per USD

pada 29 Januari 2016. Namun, yen berbalik

menguat mencapai 113,25 per USD pada

12 Februari 2016 (6,4% ptp dibandingkan

380

390

400

410

420

430

440

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Triliun JPYyoy

Japan loans & discount avgamount outstanding bank-rhsJapan loans & discount avgamount outstanding bank yoy-lhs

QQE

Sumber: BOJ

2010 2011 2012 2013 2014 2015Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des

awal Februari 2016). Penguatan yen

terindikasi diakibatkan oleh aksi safe haven

investor merespons diutarakannya risiko

ekonomi AS oleh Janet L.Yellen kepada

Kongres AS. Aksi safe haven tersebut

tercermin dari pengalihan aset dari saham

ke obligasi pemerintah (Japan Government

Bonds). Apresiasi yen di tengah lemahnya

permintaan eksternal dikhawatirkan

semakin menekan kinerja ekspor. Ekspor

yang terkontraksi dalam di penghujung

2015 berisiko semakin terpuruk pada 2016

terutama jika permintaan global terus

melemah. Nilai tukar yen yang semakin

terapresiasi hingga 112,18 per USD pada

24 Februari 2016 karena berlanjutnya aksi

safe haven semakin memperkuat dugaan

tersebut.

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

Miliar JPY

Foreign Buying Japan Bonds

Sumber: Bloomberg

Feb Feb Jun Ags Okt Des

2013Feb Feb Jun Ags Okt Des

2014Feb FebFeb Jun Ags Okt Des

2015 2016

Sumber: Bloomberg

Feb Feb Jun Ags Okt Des

2013Feb Feb Jun Ags Okt Des

2014Feb FebFeb Jun Ags Okt Des

2015 2016

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

Miliar JPY

Foreign Buying Japan Stocks

Page 64: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

52

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

b.4. Tiongkok

Ekonomi Tiongkok 2015 ditutup

dengan perlambatan yang masih berlanjut.

Pertumbuhan tahunan jatuh di bawah target

yang ditetapkan pemerintah, sehingga target

pertumbuhan untuk kedua kalinya tidak

tercapai (setelah tahun 2014 juga tidak

tercapai). Sejalan dengan program economic

rebalancing, aktivitas ekonomi berbasis industri

manufaktur, komoditas, dan ekspor mulai

dialihkan sehingga pertumbuhannya semakin

melambat. Kondisi sektor manufaktur yang

oversupply terus mengurangi investasi. Di

sisi lain, aktivitas ekonomi berbasis jasa dan

teknologi semakin meningkat. Jasa keuangan

yang tumbuh pesat membantu memperkuat

konsumsi masyarakat. Namun demikian,

penurunan pertumbuhan di sektor manufaktur

belum dapat diimbangi oleh peningkatan di

sektor jasa, sehingga pertumbuhan Tiongkok

terus menurun.

Tantangan yang dihadapi ekonomi

Tiongkok ke depan juga masih cukup

berat. Pertumbuhan diperkirakan masih

akan melambat hingga jangka menengah.

Perlambatan tersebut juga disebabkan

oleh ruang stimulus jangka pendek yang

semakin terbatas ak ibat leve l utang

pemerintah yang tinggi dan komitmen untuk

mengimplementasikan reformasi ekonomi.

Disamping itu juga terdapat downside risks

dari faktor ketidakpastian arah kebijakan,

terutama yang terkait dengan liberalisasi sektor

keuangan. Vulnerabilitas pasar keuangan juga

dapat dipicu oleh perkembangan ekonomi yang

terus melemah. Dengan berbagai tantangan

tersebut, ekonomi Tiongkok diperkirakan

dapat mengalami “soft falling”.

Ekonomi Tiongkok 2015 ditutup dengan

berlanjutnya perlambatan pertumbuhan. PDB

TW4-15 tumbuh melemah menjadi 6,8%

yoy dari 6,9% di triwulan sebelumnya.

Dengan laju pertumbuhan tersebut ekonomi

Tiongkok sepanjang tahun 2015 tumbuh

sebesar 6,9%, di bawah target pemerintah

sebesar 7,0%. Pertumbuhan PDB di TW4-15

tersebut ditopang oleh sektor tersier (jasa)

yang tumbuh mencapai 8,3% yoy. Sementara

itu, sektor sekunder (manufaktur) dan sektor

primer (pertanian dan pertambangan) tumbuh

sebesar 6,0% dan 3,9%. Kontribusi sektor

tersier semakin dominan dengan sumbangan

pertumbuhan mencapai 4,0 percentage points

(ppts) dari total pertumbuhan 6,8% di TW4-

15. Sektor sekunder dan primer berkontribusi

lebih rendah, masing-masing sebesar 2,4 ppt

dan 0,5 ppt.

Indikasi penyesuaian struktural mulai

terlihat. Mesin pertumbuhan berbasis industri

berat, komoditas, dan ekspor tertekan dan

semakin ditinggalkan. Sementara, aktivitas

sektor jasa, konsumsi, dan teknologi berangsur

meningkat dengan variasi bisnis yang

lebih banyak. Tiongkok mengalami masa

transisi yang diwarnai dengan “two-speed

economy”—sektor manufaktur tumbuh

melemah, sedangkan sektor jasa menguat.

Percepatan sektor jasa yang semakin

meninggalkan sektor manufaktur juga tampak

pada pergerakan indikator PMI. Indikator

Page 65: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

53

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

bisnis, Purchasing Manager Index (PMI) non-

manufaktur (jasa), bertahan di posisi ekspansif

sepanjang 2015 (PMI > 50). Sebaliknya,

PMI manufaktur terpuruk ke zona kontraksi

masing-masing sejak Agustus 2015 untuk

data PMI official dan Maret 2015 untuk data

PMI Caixin (swasta). Sub-sektor jasa keuangan

rata-rata mengalami pertumbuhan tertinggi

dibandingkan sub-sektor lainnya (sebesar

23% yoy pada TW4-15). Jasa keuangan yang

maju sangat dibutuhkan Tiongkok untuk

mengakselerasi konsumsi melalui realokasi

tabungan domestik ke aktivitas ekonomi

domestik (konsumsi) secara lebih efisien.

Indikator konsumsi menunjukkan

perkembangan yang cukup solid. Penjualan

ritel berhasil tumbuh pada kisaran 11% pada

dua triwulan terakhir, terdorong penjualan

Grafik 1.52 Purchasing Manager Index (Official dan Caixin)

Grafik 1.53 Sub-Sektor jasa

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 121

2013 2014 2015 2016

PMI Mfg PMI Mfg (Caixin)PMI Non-Mfg (Caixin) (50 = no change)PMI Non-Mfg

Sumber: Bloomberg

Indeks Indeks

0

5

10

15

20

25

30

35

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy % yoy

Sumber: Bloomberg

Perdagangan TransportasiKatering Real EstateLainnya Keuangan

Tabel 1.9 Pertumbuhan ekonomi Sektoral

Periode(% yoy)

2014 TW1 7,3 3,3 7,5 7,6TW2 7,4 3,7 7,6 7,6TW3 7,1 4,1 7,5 7,6TW4 7,2 4,1 7,3 7,8

2015 TW1 7,0 3,2 6,3 8,0TW2 7,0 3,5 6,1 8,3TW3 6,9 3,8 6,0 8,4TW4 6,8 3,9 6,0 8,3

Rerata2015 6,9 3,6 6,1 8,32010-15 8,6 3,7 9,7 8,7

TersierSekunderPrimerPDB

Grafik 1.51 Kontribusi Pertumbuhan PDb Sektoral

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy % yoy

Primer SekunderTersier PDB

Sumber: Bloomberg

Page 66: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

54

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

online dan sejumlah perayaan—festival

musim semi. Selain itu, penjualan kendaraan

terakselerasi signifikan rata-rata 16% di

TW4-15 dari sebelumnya kontraksi -0,3%.

Pemerintah memangkas pajak penjualan

kendaraan kecil di bawah 1.600 cc pada bulan

September 2015 menjadi 5% dari tarif pajak

sebelumnya sebesar 10%. Dibandingkan

kebijakan pemotongan pajak kendaraan kecil

di tahun 2009, efek positif yang ditimbulkan

saat ini lebih moderat. Pada 2009 penjualan

kendaraan kecil melonjak sebesar 53%

selama setahun. Kondisi ini merefleksikan

rendahnya respon demand terhadap stimulus

- diantaranya mengindikasikan melemahnya

fiscal multiplier.

Perbaikan di sektor konsumsi tidak

dibarengi dengan penguatan investasi. Kenaikan

harga properti belakangan ini tidak sepenuhnya

mengindikasikan akselerasi investasi di seluruh

Mainland. Harga properti tier-1 (Beijing,

Shanghai, Guangzhou, Shenzhen) melonjak

rata-rata 19% yoy pada TW4-15. Kenaikan

tersebut umumnya ditopang oleh kebutuhan

akan lokasi (underlying demand) dan moneter

yang supportive termasuk pelonggaran

aturan uang muka rumah ke dua di kota-

kota besar. Sebaliknya, kondisi di tier-2 dan

3 (kota-kota kecil) relatif overstock sehingga

harga terkontraksi masing-masing -0,1% dan

-3%. Pergerakan harga tier-2 dan 3 justru

sangat berpengaruh pada pembentukan

harga properti domestik. Pangsa properti di

kawasan ini berkisar 90% dari total investasi

properti nasional. Pengembang properti masih

menahan ekspansi capex (capital expenditure)

karena melihat kondisi permintaan yang

rendah disertai akumulasi utang.

Di bidang industri, Tiongkok masih harus

berjuang memperbaiki kondisi oversupply.

Aktivitas produksi dan investasi melambat

secara bersamaan. Total investasi aset tetap—

fixed asset investments (FAI) sebagai proxy

investasi—kembali terdeselerasi rata-rata

10,8% yoy pada TW4-15, dari sebelumnya

11,6%. Laju produksi industri menurun menjadi

Grafik 1.54 indikator Konsumsi Grafik 1.55 Harga dan Penjualan Properti

� � � � � �� � � � � �� ��� � � � � �� � � � � � ��

�������� ���� ����

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

������������

��

��

��

��

��

��

�����������������

���������������������

������������������������

�����������������

� � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ����

���� ���� ���� ���� ����

���

��

��

��

��

��

���

���

���

��

��

��

��

��

��

����� �����

��������������

�����������������

�����������������

������������������

Page 67: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

55

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

5,9% dari 6,3%. Di tengah penyesuaian

produksi, rata-rata laba industri tumbuh

negatif pada dua triwulan terakhir (-3,6% di

TW4-15 dan -3,9% di TW3-15). Pemburukan

laba terutama terkonsentrasi pada perusahaan

metal dan pertambangan.

Penyesuaian pada sektor produksi

berdampak signifikan pada pola perdagangan

Tiongkok. Akibat penurunan permintaan input

industri, impor TW4-15 rata-rata terkontraksi

-11,7% yoy, dari triwulan lalu yang terkontraksi

-14% pada 2015. Permintaan eksternal yang

masih lemah menyebabkan ekspor masih

terkontraksi -5%. Perlambatan ekspor yang

lebih soft dibandingkan impor membuat neraca

perdagangan di TW4-15 mencatatkan surplus

sebesar USD176 miliar, sehingga akumulasi

surplus selama 2015 mencapai USD608

miliar. Kesinambungan surplus tersebut masih

dipertanyakan karena merupakan cerminan

dari lemahnya ekonomi baik domestik maupun

eksternal.

Konsumsi yang membaik secara terbatas

dan kelesuan aktivitas produksi, tercermin pada

dinamika harga. Di sepanjang 2015, indeks

harga produsen (PPI) rata-rata terdeflasi

-5,4% yoy dan terus melemah di TW4-15

sebesar -5,9%. Kondisi oversupply terlihat dari

jatuhnya harga komoditas bahan baku (raw

materials) dan penggalian (excavation). Di sisi

lain, indeks harga konsumen (CPI) bergerak

terbatas dengan rata-rata 1,4% yoy di 2015.

Inflasi konsumen di TW4-15 melemah rata-

rata ke angka 1,5% dari triwulan lalu sebesar

1,7%.

Sepanjang 2015 tidak terlihat tekanan

harga konsumen yang berarti. Angka inflasi

inti berjalan seiring dengan headline rata-rata

sebesar 1,5%. Inflasi harga makanan sesekali

terakselerasi, mengindikasikan faktor supply

temporer. Indikasi positif tampak dari inflasi

jasa yang menguat persisten rata-rata 2,0% -

selaras dengan upaya penguatan sektor jasa.

Grafik 1.56 investasi Aset Tetap (Fixed Asset Investment)

Grafik 1.57 laba industri

�����������������

�� � � ���� � � ���� � � ���� � � ������ ���� ���� ����

���

���

���

��

��

��

��

���

���

�������� �����

��

��

��

��

��

���������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� � � ��� � � ��� � � ��� � � ��

�������� ���� ����

���

���

��

��

��

��

��

��

������ �����������

����

���

���

���

���

���

���

������������������

�����������������

Page 68: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

56

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Sebagai leading sector di industri jasa,

sub-sektor jasa keuangan terus diperkuat

melalui liberalisasi suku bunga, nilai tukar,

dan aliran modal secara bertahap. Di tengah

perlambatan ekonomi dan situasi keuangan

global yang tidak menentu - diantaranya

akibat rencana kenaikan suku bunga the Fed

- kebijakan meliberalisasi sektor keuangan

domestik memiliki konsekuensi destabilitas.

Upaya pembukaan neraca modal dan finansial

di tengah prospek ekonomi (jangka pendek)

yang lesu dan tren risk aversion mendorong

aliran modal keluar mainland cukup tinggi

selama 2015. China International Capital

Corporation (CICC) memperkirakan aliran

modal keluar pada 2015 mencapai USD668

miliar dan sebesar 35% (USD232 miliar)

terjadi pada TW4-15. Sementara berdasarkan

rilis resmi, net-outflows pada TW4-15 senilai

USD200 miliar. Sebagai konsekuensi, nilai tukar

yuan (CNY) terdepresiasi cukup tajam pada

triwulan tersebut.

Grafik 1.60 indeks Harga Konsumen Grafik 1.61 neraca modal dan Finansial (flow)

� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

�������� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

��

����� �����

����������� ��������

���� ����������

�����������������

0

-250

-200

-150

-100

-50

50

100

150

-250

-200

-150

-100

-50

0

50

100

150

Mar

-10

Jun-

10Se

p-10

Dec-

10M

ar-1

1Ju

n-11

Sep-

11De

c-11

Mar

-12

Jun-

12Se

p-12

Dec-

12M

ar-1

3Ju

n-13

Sep-

13De

c-13

Mar

-14

Jun-

14Se

p-14

Dec-

14M

ar-1

5Ju

n-15

Sep-

15De

c-15

Fin. Account Cap. Account Net KA

USD Miliar

Sumber: Bloomberg

USD Miliar

Grafik 1.58 Perdagangan internasional Grafik 1.59 indeks Harga Produsen

����� ����������

�����������������

� � � � ��� � � � ��� � � � ��� � � � ��

���� ���� ���� ����

���

���

���

��

��

��

��

��

��

���

���

��

��

��

�������������������������

�����������

����������

� � � � �� ��� � � ��� � � ��� � �

�������� ���� ����

���

���

���

���

��

��

����������

��

��

��

��

���

���

���

����������������������������� ����������������

�����������������

Page 69: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

57

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Pasca pergeseran regime nilai tukar

menjadi lebih market based pada Agustus 2015,

nilai tukar bergerak lebih fluktuatif dan relatif

melemah. Nilai tukar spot diperdagangkan

di level CNY6,4937 per USD pada Desember

2015, atau terdepresiasi 2,1% dibandingkan

1 September 2015 (point-to-point). Tekanan

sempat mereda beberapa saat sebelum

diumumkannya aksesi yuan ke dalam basket

SDR IMF. Setelah itu, tren depresiasi kembali

terjadi dan memburuk terutama pada nilai

tukar yuan offshore (CNH). Spread CNH-

CNY melebar secara signifikan. People Bank

of China (PBC) melakukan upaya stabilisasi

melalui intervensi dalam jumlah besar di

pasar onshore dan offshore. Selama TW4-15,

PBC menyerap likuiditas yuan dan menjual

USD secara masif sehingga cadangan devisa

Desember 2015 turun drastis menjadi USD3,3

triliun dari USD3,5 triliun pada September

2015.

Penyerapan likuiditas yuan dalam rangka

intervensi menyebabkan keketatan pasar

keuangan offshore. Melalui agent bank di luar

mainland, PBC berusaha menahan depresiasi

agar spread antara CNY-CNH menyempit.

Langkah intervensi tersebut mengakibatkan

likuiditas CNH mengering sehingga suku bunga

pasar uang antar bank (HIBOR 3M) melonjak

menjadi 6% pada akhir 2015 dari 4,5% di

awal September 2015 - suku bunga bahkan

memuncak ke 10,4% pada median Januari

2016. Suku bunga offshore yang lebih tinggi

membuka peluang investor untuk melakukan

arbitrage sehingga menambah volatilitas di

pasar keuangan.

Selain melalui operasi pasar, upaya

meredam tekanan nilai tukar dilakukan melalui

penguatan kerangka kebijakan. Otoritas

membentuk RMB Index yang merupakan

nilai tukar efektif yuan terhadap keranjang

mata uang (basket currencies) pada akhir

November 2015. Terdapat 13 mata uang

yang diperhitungkan dalam basket, dengan

USD yang memiliki bobot tertinggi (26,4%).

RMB Index merupakan perwujudan dari rule

Grafik 1.63 Cadangan DevisaGrafik 1.62 nilai Tukar on dan offshore

�����������

� � ������ � ������ � �������� � ������ � ������ � � ������ � ������ � ����� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

������

������

������

������

������

������

������

������

�������������� ����

����

����

����

����

���

���

���

���

����

����

�����������������

�������������������

���������� ��������

��������

� � � ������ � � ������ � � ������ � � ������ � � ������ � � ������ � � �����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����

����

����

����

����

����

���� ���

��

��

���

���

����

���������� ����������

������������������������������������

�����������������

Page 70: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

58

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

regime nilai tukar yang baru, yaitu penetapan

yuan (fixing yuan) akan didasari oleh mata

uang utama dunia (major currencies). Secara

teknis pergerakan RMB Index menghasilkan

pergerakan nilai tukar yang lebih smooth dan

stabil. RMB Indeks juga bagian dari usaha

pemerintah mengubah persepsi bahwa yuan

hanya semata-mata dibandingkan dengan USD

- yang cenderung menguat melalui fenomena

“super dollar.”

Stabilitas pasar keuangan—terutama

saham—yang solid di awal TW4-15 berangsur

pudar ketika memasuki Desember 2015.

Bahkan, di awal periode perdagangan baru

4 Januari 2016, China Securities Index 300

- indeks komposit bursa Shanghai dan

Shenzhen - menurun signifikan sebesar 7%

hingga memicu diberlakukannya mekanisme

“circuit breaker” yang dapat menghentikan

Grafik 1.64 rmb index (CFeTS) Grafik 1.65 bobot mata Uang dalam Keranjang rmb index

98

98.5

99

99.5

100

100.5

101

101.5

102

102.5

103

103.56.2500

6.3000

6.3500

6.4000

6.4500

6.5000

6.5500

6.6000

6.6500CNY SpotFixing CNY/USDRMB Index (CFETS)

Sumber: Bloomberg

CNY/USD

depresiasi

RMB Basket currenciesindex (Official-CFETS)

US DollarEuro

Japanese Yen

Hongkong DollarAustralian DollarMalaysia Ringgit

Russian Ruble

British Pound

Singapore DollarThai Baht

Canadian DollarSwiss Franc

New Zealand Dollar

0 5 10

Sumber : China Foreign Exchange Trade System, Bloomberg

15 20 25 30

%

Grafik 1.66 Suku bunga Pasar Uang Antar bank

Grafik 1.67 indeks Harga Saham

� � � ���������������� � � � �������������� � � � �������������� � � � ���������������������� �������� ��������

���� ����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

���� ����

����

����

����

���

�����������������

������������������������������

�����������������

SHIBOR 3M(onshore)

HIBOR 3M(offshore)

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

1-Ja

n-14

21-Ja

n-14

10-F

eb-1

42-

Mar

-14

22-M

ar-1

411

-Apr

-14

1-M

ay-1

421

-May

-14

10-Ju

n-14

30-Ju

n-14

20-Ju

l-14

9-Au

g-14

29-A

ug-1

418

-Sep

-14

8-O

ct-1

428

-Oct

-14

17-N

ov-1

47-

Dec-

1427

-Dec

-14

16-Ja

n-15

5-Fe

b-15

25-F

eb-1

517

-Mar

-15

6-Ap

r-15

26-A

pr-1

516

-May

-15

5-Ju

n-15

25-Ju

n-15

15-Ju

l-15

4-Au

g-15

24-A

ug-1

513

-Sep

-15

3-O

ct-1

523

-Oct

-15

12-N

ov-1

52-

Dec-

1522

-Dec

-15

11-Ja

n-16

% %

Sumber: Bloomberg

Page 71: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

59

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

perdagangan secara otomatis. Pelemahan

indeks dipicu oleh persepsi devaluasi yuan

di awal tahun. Belakangan, mekanisme

circuit breaker terbukti tidak efektif menahan

kejatuhan harga saham sehingga pada akhirnya

pemerintah mencabut mekanisme tersebut.

Kebi jakan moneter menghadapi

“trilemma” antara pelemahan ekonomi,

fluktuasi sistem keuangan, dan reformasi

struktural. Stance kebijakan moneter 2015

secara umum relatif akomodatif. Suku bunga

kebijakan (lending rate) telah diturunkan

sebanyak lima kali dan GWM (RRR) sebanyak

tiga kali. Bank sentral melihat penguatan

tekanan pada Oktober 2015 sehingga suku

bunga dan RRR masing-masing diturunkan

menjadi sebesar 4,35% dan 17,5% (dari 4,60%

dan 18%). Suku bunga repo yang semakin

menurun mencerminkan arah kebijakan

operasi pasar yang longgar. Pembiayaan

relatif ekspansif dengan pertumbuhan uang

beredar yang rata-rata terakselerasi 13,5%

yoy pada TW4-15 dari sebelumnya 13,2%

(12,3% untuk rata-rata 2015). Di lain sisi,

akibat tekanan modal keluar dan depresiasi

nilai tukar, pemerintah melakukan intervensi

yang bersifat kontrasi pada pasar keuangan.

Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas

keuangan secara keseluruhan dan menghindari

spiral capital outflows. Kedua stance moneter

tampak bertentangan dan dipersepsikan

sebagai ketidakpastian kebijakan. Selain

itu, ekspansi moneter yang berlebihan juga

dikhawatirkan dapat mengganggu proses

reformasi struktural di tengah kondisi utang

swasta yang membengkak. Pelaku pasar

menyoroti komunikasi otoritas Tiongkok yang

juga dinilai tidak dapat memberikan sinyal arah

kebijakan yang jelas.

Grafik 1.68 indikator Kebijakan moneter Grafik 1.69 Total Pembiayaan (Total Social Financing)

� � � � �� ��� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� ��

���� ���� ���� ����

���

���

���

���

���

���

���

� �

����

����

����

����

����

����

����

����

�������������������

���������������������

�����������������

��� � � � ��� � � � �� �� ��� � � � ��

�������� ����

����

����

���

���

���

���

���

���

���

�������� �����

����

����

����

����

����

����

����

����

���

���

���

�����������������

�����

���������������������

����������������������

��������������

�����������������

������

Page 72: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

60

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Arah kebijakan fiskal cukup suportif

pada perekonomian. Meskipun pengeluaran

meningkat, pemerintah mencatatkan

keseimbangan fiskal yang cukup sehat dengan

rata-rata defisit sebesar 2,7% dari PDB di 2015.

Di triwulan terakhir 2015, stance kebijakan fiskal

lebih konsolidatif dengan defisit yang mengecil

menjadi 2,6% dibandingkan sebelumnya

4% dari PDB. Realisasi anggaran TW4-15

lebih banyak dilakukan oleh pemerintah

pusat, mempertimbangkan akumulasi utang

pemerintah daerah (Pemda) yang tinggi

(CNY15,4 triliun atau USD2,4 triliun pada

2014).44

Untuk meringankan beban bunga utang

Pemda, pemerintah pusat meningkatkan

volume pertukaran (swap) obligasi daerah

(municipal) dengan yield yang lebih rendah.

Pemerintah belum menjelaskan detil paket

stimulus yang akan dilakukan ke depan. Dalam

Central Economic Work Conference yang

digelar bulan Desember 2015, pemerintah

menyatakan kebijakan fiskal akan lebih proaktif

(mendukung pertumbuhan) dan peningkatan

defisit fiskal akan dilakukan secara gradual.

Pemerintah berniat lebih fokus dalam reformasi

sisi supply berupa pengurangan pungutan liar

dan penurunan pajak administrasi.

Untuk memperkuat orientasi kebijakan

jangka panjang, pemerintah menyelenggarakan

Central Economic Work (CEW) pada minggu

ketiga Desember 2015. Tema besar dalam

pertemuan tersebut adalah menurunkan

overcapacity dan menjaga stabilitas. Masalah

overcapacity akan diatasi dengan meningkatkan

efisiensi BUMN dalam menggunakan sumber

daya. Kebijakan moneter dan fiskal menjadi

lebih proaktif dalam menjaga stabilitas. Dalam

jangka panjang, pemerintah berambisi untuk

mencapai pertumbuhan 6,5% selama lima

tahun (2016-2020) untuk meningkatkan

pendapatan per-kapita dua kali lipat dari level

di 2010 - meningkat ke sekitar USD18 ribu

pada 2020. Visi tersebut akan diresmikan

dan dijabarkan secara teknis pada pertemuan

National People Congress (NPC) yang umumnya

Grafik 1.70 Keseimbangan Fiskal

Tabel 1.10 Proyeksi Pertumbuhan

� �� �� �� � � �� � � �� �

�������� ���� ����

����

����

����

����

����

���

��

��

��

��

���������������������������������

�����������������

����� �����

Periode CF IMF WB(% tahunan) Feb-16 WEO Jan-16 GEP Jan-16

OECDEc. Outlook

Feb-162016 6,5 6,3 6,7 6,5 6,5

TW1* 6,6 6,6TW2* 6,4 6,4TW3* 6,3 6,3TW4* 6,3 6,3

2017 6,3

Sumber: World Economic Outlook (WEO) IMF, Global Economic Prospect (GEP)Bank Dunia (WB), OECD Interim Economic Outlook, dan Consensus Forecast (CF);* CF Februari 2016.

6,0 6,5 6,2 6,3

Median

44 Sumber: www. Reuters.com (artikel: “China to cap 2015 local government debt at $2.5 trillion: Xinhua.”).

Page 73: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

61

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

diselenggarakan pada bulan Maret (2016).

Untuk jangka yang lebih panjang, Tiongkok

juga memiliki program yang disebut dengan

Beijing’s Belt and Road (BAR), yang merupakan

reinkarnasi dari pembangunan Jalur Sutra

Tiongkok. Dalam skenario BAR, Beijing akan

terhubung dengan sejumlah koridor industri

dunia sehingga terangkai dalam sebuah global

value chain (GVC) raksasa. Ulasan lebih dalam

mengenai BAR tersebut dapat merujuk pada

Bab artikel laporan ini.

Tantangan yang dihadapi ekonomi

T iongkok masih berat. Pertumbuhan

diperkirakan masih akan berada dijalur

perlambatan hingga jangka menengah.

Lembaga internasional (IMF, Bank Dunia, OECD)

dan Consensus Forecast (CF) memprediksi

ekonomi Tiongkok akan tumbuh dalam

kisaran 6,3%-6,7% (median: 6,5%) pada

2016 dan 6,0-6,5% (median: 6,3%) di 2017.

Pertumbuhan diperkirakan akan akseleratif

pada paruh pertama 2016 didukung dengan

kebijakan longgar front-loading baik dengan

kebijakan fiskal maupun moneter. Besarnya

dukungan likuiditas dan konsumsi di masa-

masa liburan Imlek di Februari 2016 mendorong

ekonomi tumbuh lebih cepat di awal tahun.

Downside risks yang membayangi

masih cukup besar terutama bersumber dari

domestik. Ketidakpastian kebijakan dapat

memicu koreksi di harga aset keuangan secara

tajam dan meningkatkan instabilitas. Keinginan

untuk mengurangi pungli (korupsi) dapat

berdampak negatif pada konsumsi jangka

pendek, namun mendukung perbaikan jangka

menengah-panjang. Risiko “hard landing”

akan lebih sebagai tail-risk (low probability; high

impact). Namun demikian, beberapa perkiraan

pesimistis membuka kemungkinan adanya

“soft falling” (dibandingkan “soft landing”).

Dalam skenario tersebut, ekonomi Tiongkok

2020 diperkirakan hanya tumbuh sekitar 4% di

2020, lebih rendah dari perkiraan pemerintah

Tiongkok dan lembaga internasional yang

di atas 6%. Reformasi dikhawatirkan tidak

berjalan mulus dan akselerasi terhalang level

utang yang tinggi.

Upside risks bagi pertumbuhan relatif

terbatas. Pendorong pertumbuhan jangka

pendek datang dari rencana stimulus besar

pemerintah - meskipun terbatas karena utang.

Selain itu, realisasi pertumbuhan yang di

bawah target resmi pemerintah (2014-2015)

memunculkan wacana bahwa pemerintah

sudah semakin terbuka dengan perlambatan

yang diakibatkan oleh reformasi struktural.

Pemerintah akan berhati-hati dengan stimulus

masif dengan mempertimbangkan level utang

saat ini. Selain itu, pemerintah kemungkinan

masih akan menyerap kerugian keuangan,

dengan biaya laju reformasi keuangan yang

tersendat. PBC dapat membiarkan RMB lebih

terdepresiasi agar nilai tambah dari net-

export meningkat, namun dengan risiko spiral

outflows dan volatilitas yang lebih tinggi serta

efeknya yang terbatas di tengah kelesuan

permintaan global.

Page 74: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

62

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

b.5. india

I n d i a m e r u p a k a n t i t i k c e r a h

perekonomian global di penghujung 2015.

Meski PDB TW4-15 melambat, pertumbuhan

tahun 2015 masih merupakan yang tertinggi di

dunia, mengalahkan kinerja ekonomi Tiongkok.

Pertumbuhan cukup solid ditunjang aktivitas

konsumsi dan pemerintah yang mengompensasi

perlambatan pada investasi swasta dan sektor

eksternal. Industri manufaktur berkembang

positif meskipun dengan dinamika yang

bervariasi di akhir TW4-15. Sektor jasa masih

dominan kendati sedikit melambat akibat

penurunan permintaan eksternal. Namun

demikian, ekspor jasa khusus ICT (komputer

dan software) berhasil rebound di akhir tahun

memenuhi kebutuhan Amerika Utara. Sektor

eksternal masih lemah terkendala permintaan

global dan nilai tukar yang relatif kuat sehingga

menyisakan sedikit perbaikan pada defisit

perdagangan. Perkembangan harga bergerak

moderat dengan sejumlah lonjakan terbatas

pada komoditas pangan akibat faktor cuaca.

Menyikapi perkembangan, RBI menjalankan

kebijakan moneter secara berhati-hati dengan

tetap mempertahankan suku bunga di level

yang rendah. Keseimbangan fiskal semakin

membaik dengan path konsolidasi yang

terjaga. India diperkirakan akan tumbuh

gemilang pada 2016 dan 2017 di iklim

harga minyak dan suku bunga murah serta

peningkatan capital inflows. Risiko yang

perlu diwaspadai berasal dari kemungkinan

melencengnya path konsolidasi fiskal, inflasi,

dan politik domestik.

India merupakan salah satu titik cerah

perekonomian global pada penghujung 2015.

Kendati PDB TW4-15 melambat 7,3% yoy

dari 7,7% pada periode sebelumnya, rata-

rata pertumbuhan tahunan (2015) mencapai

7,5% melampaui laju ekonomi Tiongkok di

angka 6,9% dan rata-rata jangka menengah

India (2010-2015) sebesar 7,2%. Konsumsi

masyarakat dan pemerintah tumbuh solid

dengan kontribusi terhadap total pertumbuhan

masing-masing 3,6 dan 0,5 percentage point

(ppt). Belanja masyarakat terakselerasi dan

pangsanya terhadap PDB membesar (menjadi

56% dari sebelumnya 54%) terpengaruh

banyaknya perayaan, murahnya harga BBM,

serta iklim moneter yang akomodatif.

Pengeluaran pemerintah meningkat

karena realisasi proyek-proyek infrastruktur.

Selain sebagai multiplier pertumbuhan, investasi

infrastruktur publik dapat mengompensasi

investasi swasta yang masih rendah. Kontribusi

investasi swasta terhadap pertumbuhan pada

TW4-15 merosot menjadi 0,9 ppt dari triwulan

sebelumnya sebesar 2,4 ppts. Reformasi supply-

side bottleneck India mengubah peranan

investasi publik terhadap investasi swasta dari

bersifat crowding-out (menghambat) menjadi

crowding in (pendorong) (Bahal, Raissi, dan

Tulin, 2015).45

Kinerja perdagangan (ekspor dan impor)

menurun, meskipun berkontribusi positif

terhadap pertumbuhan melalui perbaikan

defisit perdagangan. Kontraksi ekspor yang

45 G. Bahal, M. Raissi, dan V. Tulin (2015), “Crowding Out or Crowding In? Public and Private Investment in India, “IMF WP 15/264.

Page 75: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

63

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

46 Made in India merupakan slogan pemerintah PM Narendra Modi untuk meningkatkan kembali kinerja sektor manufaktur yang dewasa ini ekspansinya relatif tertinggal dengan sektor jasa. Dalam program tersebut, India melakukan reformasi struktural (birokrasi) untuk mempermudah investasi asing untuk berproduksi di India (“made in India”).

mengurangi pertumbuhan sebesar -2,2 ppts

terkompensasi dengan penurunan impor yang

lebih dalam—sehingga berkontribusi +2,8

ppts pada total pertumbuhan TW4-15. Ekspor

tertahan permintaan global yang masih lesu

dan nilai tukar rupee yang relatif kuat, namun

impor turun dengan pace yang lebih cepat

karena harga minyak dan komoditas (terutama

emas) yang rendah.

Proses industrialisasi menunjukkan hasil

yang menjanjikan. Dari total nilai tambah

industri (gross value added-GVA) sebesar

7,1% yoy pada TW4-15, sektor manufaktur

menyumbang 1,8 ppt, lebih tinggi dari periode

sebelumnya 1,5 ppt. Di tengah permintaan

eksternal yang lesu, produksi manufaktur

lebih terdorong oleh permintaan domestik

yang muncul akibat perayaan Diwali di

November 2015. Sektor manufaktur India terus

didorong untuk kembali menjadi pemimpin

Grafik 1.72 Kontribusi Pertumbuhan ekonomi (Sektoral)

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42013 2014 2015

Adm. Publik KeuanganDagang, Htl, Rst KonstruksiListrik, Gas, Air ManufakturTambang Agri, Hut, IkanGross VA (% yoy)

Sumber: Bloomberg

% yoy, ppts % yoy, ppts

Grafik 1.71 Kontribusi Pertumbuhan PDb (Pengeluaran)

-10

-5

0

5

10

15

-10

-5

0

5

10

15

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42013 2014 2015

Per. Modal, dll. ImporEkspor PMTBPemerintah Konsumsi

PDB (% yoy)

Sumber: Bloomberg

% yoy, ppts % yoy, ppts

(leading sector) melalui program Made in

India.46 Pangsa manufaktur dari total value

added hanya sebesar 16,4%, jauh lebih kecil

dibandingkan sektor jasa yang menguasai 2/3

nilai tambah ekonomi nasional.

Sektor jasa merupakan tulang punggung

ekonomi India dengan pergerakan terakhir

yang cenderung konsolidatif. Kontribusi sektor

jasa terhadap pertumbuhan melambat menjadi

5,1 ppts dari 5,6 ppts. Pangsanya terhadap

GVA TW4-15 juga melemah menjadi 61%

dari sebelumnya 68%. Melambatnya sektor

jasa India diantaranya disebabkan pelemahan

permintaan eksternal. Karena faktor SDM, India

unggul sebagai provider jasa global, terutama

Page 76: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

64

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Grafik 1.73 Pangsa Komponen PDb Grafik 1.74 Pangsa Komponen GVA

terkait komunikasi dan teknologi (ICT). Ekspor

jasa di TW4-1547 melambat rata-rata 3,1% yoy

dari sebelumnya 4,7%.

Sejalan dengan perlambatan PDB di TW4-

15, high frequent data juga memperlihatkan

penurunan performa. PMI komposit TW4-15

47 Karena keterbatasan data TW4-15 hanya mencakup data Oktober-November 2015.

Konsumsi

PemerintahEkspor

Impor

Per. Modal

PMTB

0

10

20

30

40

50

60

70

0

10

20

30

40

50

60

70

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42013 2014 2015

% dari PDB

Sumber: Bloomberg

% dari PDB

Pertanian

Pertambangan

Jasa

Manufaktur

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42013 2014 2015

% dari GVA

Sumber: Bloomberg

% dari GVA

Tabel 1.11 Komponen PDb berdasarkan Pengeluaran

Tabel 1.12 Komponen PDb berdasarkan Sektor

Komponen PDB 2013-14

(% yoy) TW1 TW2 TW3 TW4 Rerata Rerata Tahunan

PDB 7,5 7,6 7,7 7,3 7,5 7,2*Konsumsi 7,9 6,4 5,6 6,4 6,6 6,1Pemerintah -7,9 1,0 4,3 4,7 0,5 4,6PMTB 4,1 5,2 7,6 2,8 4,9 3,8Ekspor -8,2 -5,8 -4,3 -9,4 -6,9 5,4Impor -8,7 -5,0 -3,4 -10,8 -7,0 -0,5

2015

Sumber: Bloomberg, CEIC.*WEO Oktober 2015 (2010-2014).

Komponen GVA 2013-14(% yoy) TW1 TW2 TW3 TW4 Rerata Rerata

Nilai Tambah Bruto (gross value added)Agrikultur, Kehutanan, PerikananPertambahgan dan PenggalianManufakturListrik, Gas, dan AirKonstruksiPerdagang, Hotel, RestoranKeuanganAdministrasi Publik

6,1 7,2 7,5 7,1 7,0 6,6-1,4 1,6 2,0 -1,0 0,3 2,32,3 8,6 5,0 6,5 5,6 6,48,4 7,3 9,0 12,6 9,3 5,14,2 4,0 7,5 6,0 5,4 6,21,4 6,0 1,2 4,0 3,2 2,9

14,1 10,5 8,1 10,1 10,7 9,910,2 9,3 11,6 9,9 10,3 9,10,1 6,1 7,1 7,5 5,2 9,3

2015

Sumber: Bloomberg

Page 77: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

65

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

rata-rata jatuh ke angka 51,5 dari sebelumnya

52,0. PMI manufaktur rata-rata terperosok

ke level 50 (netral) dari sebelumnya 52,1

(ekspansi). Produksi manufaktur terganggu

curah hujan yang tinggi antara November

dan Desember 2015 sehingga mengakibatkan

banjir hebat di bagian Selatan India khususnya

di kota Chennai.

Bencana banjir Chennai dikatakan

sebagai yang terburuk dalam 100 tahun

terakhir. Sebagian dari kota-kota yang

terdampak bencana seperti Tamil Nadu,

Chennai, Kancheeuram, dan Tiruvallore

merupakan sabuk industri India dan kawasan

produksi perusahaan multinasional (MNC).

Tertekan lemahnya permintaan global, PMI

manufaktur Desember 2015 bahkan masuk

teritori kontraksi (49,1), yang merupakan level

terendah sejak Global Financial Crisis (GFC)

2009. Indikator industri lainnya (8 infrastruktur

inti) terdeselerasi signifikan rata-rata menjadi

0,9% yoy pada TW4-15 dari sebelumnya

2,8%. Produksi minyak, gas alam dan baja,

listrik terkontraksi signifikan.

Setelah sempat melemah bersama

manufaktur di Oktober dan November 2015,

PMI sektor jasa rebound pada Desember

2015. PMI sektor jasa rata-rata terakselerasi

ke level 52,3 di TW4-15 dari sebelumnya

51,3, terangkat data Desember 2015 sebesar

53,6. Berdasarkan rilis data Bank Sentral

India (Reserve Bank of India-RBI), ekspor

jasa yang terkait komputer dan perangkat

lunak meningkat drastis di Desember 2015.

Penjualan eksternal jasa komputer dan

software meningkat 15% pada 2015. Pasar

Amerika Serikat dan Kanada menguasai 60%

dari total penjualan jasa ini. Namun demikian,

penguatan ini tidak terjadi pada seluruh sektor

perdagangan.

Tabel 1.13 Delapan industri infrastruktur inti (8 Core Industries)

Periode 8 Core BatubaraMinyakMentah

GasAlam

Petroleum Pupuk Baja Semen Listrik

2015 (% yoy)Jan-15 1,8 1,7 -2,3 -6,6 4,7 7,1 1,6 0,5 2,8Feb-15 1,5 11,6 -1,9 -8,1 -1,0 -0,4 -4,4 2,7 5,2Mar-15 -0,1 6,0 1,7 -1,5 -1,3 5,2 -4,4 -4,2 1,7Apr-15 -0,4 7,9 -2,7 -3,6 -2,9 0,0 0,6 -2,4 -1,2

May-15 4,4 7,8 0,8 -3,1 7,9 1,3 2,6 2,6 5,5Jun-15 3,1 6,3 -0,7 -5,9 7,5 5,8 4,9 2,6 0,2Jul-15 1,1 0,3 -0,4 -4,4 2,9 8,6 -2,6 1,3 3,5

Aug-15 2,6 0,4 5,6 3,7 5,8 12,6 -5,9 5,4 5,6Sep-15 3,2 1,9 -0,1 0,9 0,5 18,1 -2,5 -1,5 10,8Oct-15 3,2 6,3 -2,1 -1,8 -4,4 16,2 -1,2 11,7 8,8Nov-15 -1,3 3,5 -3,3 -3,9 2,5 13,5 -8,4 -1,8 0,0Dec-15 0,9 6,1 -4,1 -6,1 2,1 13,1 -4,4 3,2 2,7

Rerata2011-15 4,7 3,8 0,4 -9,0 7,6 1,6 6,7 5,3 6,4

2015 1,7 5,0 -0,8 -3,4 2,0 8,4 -2,0 1,7 3,8TW3-15 2,3 0,8 1,7 0,1 3,1 13,1 -3,6 1,7 6,6TW4-15 0,9 5,3 -3,2 -3,9 0,1 14,2 -4,7 4,4 3,8

Sumber: Bloomberg

Page 78: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

66

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

48 M. Raissi dan V. Tulin, 2015, “Price and Income Elasticity of Indian Exports—the Role of Supply-Side Bottleneck”, IMF WP 15/161.

Perdagangan India tertekan di zona

negatif sepanjang 2015. Ekspor dan impor

yang sempat tumbuh positif di 2014 berubah

negatif di 2015. Ekspor TW4-15 rata-rata

merosot -18,9% yoy dari sebelumnya -18,4%.

Pertumbuhan impor terkoreksi lebih tajam

menjadi -18,4% dari -15,2%. Semakin

lemahnya impor membuat akumulasi defisit

TW4-15 berkurang USD4,6 miliar menjadi

USD31,2 miliar. Tiongkok masih menjadi

kontributor utama defisit, sedangkan AS

memberi sumbangan positif (surplus).

Selain terkendala permintaan global

yang lesu, ekspor terhambat nilai tukar yang

kurang kompetitif. Penelitian Raissi dan Tulin

(2015)48 menunjukkan 1% depresiasi nilai

tukar rupee mendorong ekspor manufaktur

India sebesar 0,65% dalam jangka pendek dan

1,1% dalam jangka panjang. Rupee termasuk

salah satu mata negara berkembang yang

paling kuat di tengah depresiasi nilai tukar

negara berkembang. Persepsi positif mengenai

Grafik 1.77 Perdagangan internasional Grafik 1.78 Pergerakan reer india

Ekspor, lhsImpor, lhs

-22

-20

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

-40

-20

0

20

40

60

80

100

Mar Jul NovNov Mar Jul Nov Mar Jul Nov Mar Jul Nov2012 2013 2014 20152011

USD Miliar% yoy

NeracaPerdagangan,

rhs

Sumber: Bloomberg

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

% yoy

Tiongkok Jepang Kawasan EuroKorea India

Sumber: Bank for International Settlement, diolah.

% yoy

apresiasi

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des2015

Grafik 1.75 ekspor jasa Grafik 1.76 Purchasing Manager Index

PertumbuhanSektor Jasa, lhs

Pangsa EksporJasa, rhs

40

45

50

55

60

65

70

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 112013 2014 2015

% total ekspor% yoy

Sumber: Bloomberg, RBI.

44

46

48

50

52

54

56

58

44

46

48

50

52

54

56

58

20142013 2015Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt DesAgs Okt Des

Indeks

PMI Manufacturing PMI CompositeThreshold (50) PMI Services

Sumber: Bloomberg

Indeks

Page 79: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

67

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

prospek pertumbuhan ikut meperkuat posisi

rupee dibandingkan mata uang lainnya.

Berdasarkan data BIS, Real Effective Exchange

Rate (REER) India cenderung menguat di atas

rata-rata peers sepanjang 2015.

Impor TW4-15 turun lebih cepat akibat

pelemahan impor nilai impor minyak dan

komoditas. Sebagai negara defisit energi,

impor bersifat pro-cyclical dengan harga

minyak dan komoditas. Selain itu, India juga

negara pengimpor komoditas emas dengan

maraknya perayaan dan kebutuhan terhadap

supply safe assets sebagai alat lindung nilai

terhadap tingkat inflasi yang tinggi. Di TW4-15,

nilai impor minyak dan emas rata-rata tumbuh

-41,6% yoy dan 22,3% (sebelumnya -43,6%

dan 53%). Pemerintah berupaya meredam

impor emas melalui Gold Monetization Scheme

(GMS) dan Sovereign Gold Bond (SGB). GMS

bertujuan untuk mendorong peredaran

stok emas pribadi di pasar komoditas lokal.

SGB merupakan skema pengalihan investasi

emas (fisik) menjadi surat berharga (paper

investment).

Inflasi bergerak merefleksikan aktivitas

ekonomi yang moderat di akhir tahun 2015.

Indeks harga konsumen (CPI) TW4-15 rata-rata

mencapai 5,3% yoy, menguat sebelumnya

3,9%. Meski terakselerasi angka tersebut

berada di bawah rata-rata 2012-2015 sebesar

Grafik 1.79 Kontributor Defisit Perdagangan (TW3-2015)

Grafik 1.80 impor minyak dan emas

Tabel 1.14 Perdagangan menurut Kelompok negara (TW3-15)

Trading Partner Total Trade % Ekspor % Impor % Net-EksporDunia

Emerging and Developing Economies

Advanced Economies

Non Fuel Exporting Countries

Fuel Exporting Countries

100,0172,3 100,0 70,3 102,0 100,0 -31,7

101,4 58,9 38,3 54,5 63,2 61,9 -24,9

68,4 39,7 31,9 45,4 36,5 35,7 -4,5

59,0 34,2 23,2 33,0 35,8 35,1 -12,6

42,4 24,6 15,1 21,4 27,4 26,8 -12,3Sumber: Bloomberg

China-25%

AS11%

SSA-4%UAE

6%Dev. West.Hemisphire

-4%

Saudi Arabia-6%

Switzerland-10%

DevelopingEurope

1%

Germany-2%

Hong Kong2%

South Korea-4%

Japan-2%

UK2%

Nigeria-4%

Indonesia-4% ROW

-12%

Sumber: Bloomberg (ECTR)

ImporMinyak, rhs

Total Impor,rhs

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-200

0

200

400

600

800

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122011 2012 2013 2014 2015

% yoy% yoy

Page 80: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

68

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Grafik 1.81 inflasi Harga Konsumen (CPi) Grafik 1.82 inflasi Harga Pedagang besar (WPi)

7,7%. Peningkatan inflasi periode ini didorong

kenaikan harga makanan sebesar 5,9% dari

sebelumnya 3,3%. El Nino mengakibatkan

turunnya intensitas hujan (monsoon deficiency)

sehingga menggeser panen musim dingin

(rabi). Faktor penahan akselerasi inflasi berasal

dari pelemahan harga bahan bakar dan listrik

menjadi 5,3% dari sebelumnya 5,5%. Sejalan

dengan CPI, harga pedagang besar WPI di

TW4-15 masih terdeflasi -2,2% yoy (menguat

dari triwulan lalu sebesar -4,6%). Harga

bahan bakar, energi, dan penerangan merosot

tajam -12,2% (dari sebelumnya -15,2%).

Akselerator WPI berasal dari inflasi bahan

primer yang meningkat menjadi +2,6% yoy

(dari sebelumnya -3,5%).

M e n y i k a p i p e r k e m b a n g a n

perkembangan yang belum menentu, kebijakan

moneter dijalankan secara berhati-hati. Reserve

Bank of India (RBI) mempertahankan suku

bunga kebijakan di level yang sama sejak

September 2015. Suku bunga repo dan reverse

repo masing-masing di tetapkan 6,75% dan

5,75% (September-Desember 2015). Cash

Reserve Ratio (GWM) tidak bergerak di angka

4% sejak Februari 2013. RBI melihat pasar

keuangan global bergerak lebih tenang,

meskipun disertai tekanan depresiasi mata

uang negara berkembang. Risiko inflasi akibat

El Nino dipertimbangkan sebagai akselerator

harga pangan. RBI turut mengantisipasi

rencana kenaikan gaji PNS dan pensiunan

sebesar 23,5% di 2016 dapat mengerek

ekspektasi inflasi menjauh dari targetnya. RBI

menetapkan target inflasi sebesar 6% pada

Januari 2016. Dalam jangka pendek (2016-

2017) tingkat harga diharapkan mencapai

6% dan untuk jangka panjang CPI ditetapkan

sebesar 4% (+/- 2%).

Kehati-hatian kebijakan moneter

dibarengi dengan keseimbangan fiskal

membaik dengan path konsolidasi yang

terjaga. Union Budget Deficit (pemerintah)

menargetkan defisit APBN sebesar 3,9% dari

PDB untuk FY2015/2016 (periode April 2015-

Maret 2016). Realisasi defisit pada TW4-15

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 12012 2013 2014 2015 2016

CPI Food & BvgsFuels & Lightning HousingClothing Pan, Tob, and alcohol

Sumber: Bloomberg

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

% yoy

Primary ArticlesFuel, Power & LightManufactured ProductsWPI

% yoy

Sumber: Bloomberg

Feb Apr Jun Ags Okt DesDes Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des2013 2014 20152012

Page 81: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

69

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

mencapai 3,5% dan rata-rata April-Desember

sebesar 3,7% dari PDB. India diprediksi akan

mencapai target yang ditetapkan sebesar 3,9%

(IMF, 2016).

Kondisi global dan domestik berkontribusi

cukup positif bagi penguatan konsolidasi fiskal.

Sejalan dengan penurunan harga minyak

dunia, pemerintah berupaya meningkatkan

pemasukan dari penjualan produk petroleum.

Dalam upaya konsolidasi fiskal dan simplifikasi

aturan perpajakan, India akan menerapkan

Goods and Services Tax (GST). Selain itu,

reformasi subsidi juga dilakukan meningkatkan

Grafik 1.83 Kebijakan moneter Grafik 1.84 Keseimbangan Fiskal

efisiensi dan mengurangi distorsi anggaran

negara. Konsolidasi akan ditempuh melalui

pencapaian defisit fiskal sebesar 3% dari PDB

pada medium-term (FY2017-2018). Beberapa

waktu yang lalu, Gubernur Bank Sentral

(Raghuram Rajan) sempat mengkhawatirkan

proses konsolidasi fiskal dikarenakan rencana

pemerintah menaikkan gaji PNS dan Pensiunan

sebesar 23,5% di 2016.

Dalam perkembangan terakhir, India

masih diperkirakan menjadi bright spot

ekonomi global. Lembaga internasional (IMF,

Bank Dunia, dan OECD) serta Consensus

ReverseRepo Rate

RepurchaseRate

Cash ReserveRatio

2

3

4

5

6

7

8

9

2

3

4

5

6

7

8

9

%

Sumber: Bloomberg

%

MarDes Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des2012 2013 2014 20152011

Keseimbanganfiskal, lhs

Defisit Fiskal, rhs

-6,5

-6

-5,5

-5

-4,5

-4

-3,5

-3-1500

-1000

-500

0

500

1000

2012 2013 2014 2015Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des

% dari PDBINR Miliar

Sumber: Bloomberg

Tabel 1.15 Proyeksi Pertumbuhan

Sumber: World Economic Outlook (WEO) IMF, Global Economic Prospect (GEP) Bank Dunia (WB), Economic Outlook OECD,

dan Consensus Forecast (CF); * dari CF Februari 2016.

Periode

(% tahunan)

CF

Feb-16

IMF

WEO Jan-16

WB

GEP Jan-16

OECDEc. Outlook

Feb-20162016 7,4 7,5 7,8 7,4 7,5

TW1* 7,6 7,6

TW2* 7,6 7,6

TW3* 7,5 7,5

TW4* 8,0 8,0

2017 7,7 7,5 7,9 7,3 7,6

Median

Page 82: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

70

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Forecast (CF) secara umum memprediksi

ekonomi India akan tumbuh membaik dalam

kisaran 7,4%-7,8% (median: 7,5%) pada

2016 dan 7,3-7,9% (median: 7,6%) di 2017.

Pertumbuhan diperkirakan akseleratif pada

paruh kedua 2016. Meskipun menyusut,

dorongan dari harga minyak yang murah, suku

bunga rendah, dan capital inflows diperkirakan

membantu India mencetak pertumbuhan yang

solid di 2016.

Downside risks pertumbuhan datang

baik dari sisi eksternal maupun domestik.

Kondisi overcapacity industri Tiongkok

menjadi kendala ekspansi sektor eksternal.

Keseimbangan fiskal berisiko melenceng dari

path konsolidasi dengan adanya rencana

kenaikan gaji PNS dan pensiunan di 2016.

Tekanan fiskal juga bisa datang dari rebound

harga minyak. Selain itu, kendala supply-side

dan faktor cuaca menjadi tantangan sektor

pertanian dan pencapaian target inflasi. Proses

politik juga perlu diantisipasi menahan laju

reformasi struktural.

b.6 ASeAn-5

Perekonomian ASEAN-549 menunjukkan

pelemahan pada triwulan akhir 2015. Kondisi

ini tercermin dari laju pertumbuhan Malaysia

dan Thailand yang melambat, sementara

Singapura menunjukkan pertumbuhan yang

cenderung stagnan. Di antara negara kawasan

ASEAN 5, Filipina menjadi satu-satunya negara

yang mampu tumbuh solid hingga melebihi

ekspektasi pasar. Secara umum, perlambatan

disebabkan oleh melemahnya sektor eksternal

terimbas masih tertahannya perbaikan ekonomi

global serta harga komoditas yang terus

mengalami penurunan.

Kondisi pelemahan ekonomi tersebut

terefleksi juga pada inflasi yang berada pada

level rendah, terpengaruh oleh turunnya

harga minyak dan komoditas dunia. Atas

kondisi inilah, Bank sentral kawasan ASEAN-5

mempertahankan kebi jakan moneter

akomodatif guna meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dengan tetap mempertimbangkan

sasaran inf las i dan stabi l i tas s i s tem

keuangan.

Kondisi yang memburuk di hampir

seluruh kawasan ASEAN menjadi pertimbangan

bagi IMF untuk merevisi outlook pertumbuhan

ekonomi ASEAN ke bawah menjadi 4,8%

di 2016 (atau turun 0,1% dari perkiraan

sebelumnya). Sejumlah risiko yang masih

membayangi diantaranya adalah perlambatan

ekonomi mitra dagang utama – Tiongkok

dan lanjutan normalisasi kebijakan moneter

AS. Tekanan harga minyak dan komoditas

diperkirakan menekan negara pengekspor

komoditas.

Pergerakan ekonomi di kawasan

ASEAN-5 menunjukkan pelemahan di

penghujung 2015. Kondisi ini tercermin dari

melambatnya pertumbuhan Thailand dan

Malaysia dan laju pertumbuhan Singapura

yang masih tertahan. Di sisi lain, pertumbuhan

impresif ditorehkan oleh Filipina dengan

capaian sebesar 6,3% yoy pada TW4-15 49 ASEAN-5: Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Viet Nam.

Page 83: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

71

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

atau meningkat 0,2 percentage point (ppt)

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja

ekonomi Filipina terutama didorong oleh

konsumsi swasta yang terakselerasi menjadi

6,4% dari sebelumnya 6,1%, serta investasi

yang tercatat tumbuh 13,5% dari 12,4% pada

triwulan sebelumnya.

Peningkatan konsumsi swasta terlihat

dari indikator penjualan kendaraan dan

penjualan ritel yang masing-masing tumbuh

26% dan 3,21% (meningkat 2,9 dan 2,06 ppt

dibandingkan triwulan sebelumnya). Meskipun

masih berada di zona negatif, pergerakan

indeks kepercayaan konsumen membaik

ke angka -8,1 yoy dari -11,6%. Konsumsi

di Filipina terdorong libur akhir tahun, dan

penyelenggaraan Philippines Shopping Festival

pada Oktober-November 2015 serta lonjakan

arus pengiriman uang dari tenaga kerja

Filipina di luar negeri (remitansi). Pemulihan

ekonomi di Filipina juga tergambar dari tingkat

pengangguran yang mengalami penurunan

menjadi 5,6%—terendah sepanjang sejarah.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi

Thailand yang dimotori oleh sektor eksternal

kembali mengalami perlambatan. Pertumbuhan

Thailand pada TW4-15 tercatat 2,8% yoy

atau turun 0,1 ppt dibandingkan TW3-15,

terpengaruh kinerja ekspor yang terkontraksi

3,5%. Kelesuan permintaan eksternal masih

Grafik 1.85 Pertumbuhan GDP ASeAn 5 Grafik 1.86 Unemployment Rate

Tabel 1.16 Pertumbuhan GDP ASeAn 5

Negara

PDB Kons. RT InvestasiKons.

PemerintahEkspor Impor

Malaysia 4,5% 4,9% 2,8% 3,3% 3,7% 3,6%

Thailand 2,8% 2,5% 4,8% 9,4% -3,5% -1,3%

Filipina 6,3% 6,4% 13,5% 17,4% 7 ,1% 13,3%

Singapura 1,8% 5,5% -0,7% 9,4% 10,7% (net ekspor)

Viet Nam n.a n.a n.a n.a n.a n.a

Sumber : Bloomberg

-2,0

3,0

8,0

13,0

18,0

-2,0

3,0

8,0

13,0

18,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42012 2013 2014 2015

% yoy% yoy

Malaysia, lhs Filipina, lhsSingapura, lhs Vietnam, lhsThailand, rhs

Sumber : Bloomberg

0

2

4

6

8

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42011 2012 2013 2014 2015

% yoy

ThailandMalaysia

SingapuraFilipinaVietnam

Sumber : Bloomberg

Page 84: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

72

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

terjadi seiring dengan pelemahan ekonomi mitra

dagang, terutama Tiongkok. Akselerasi pada

sektor invetasi, konsumsi, serta pengeluaran

pemerintah belum mampu mengompensasi

pelemahan sektor eksternal tersebut.

Hal serupa terjadi pada Malaysia yang

tumbuh 4,5% pada TW4-15 (terkoreksi

0,2% ppt dari triwulan sebelumnya) dan

merupakan pertumbuhan terendah sejak TW1-

13. Pelemahan ini disebabkan oleh turunnya

konsumsi pemerintah dan investasi yang

masing-masing tumbuh melambat menjadi

3,3% dan 4,3% (dari 3,5% dan 2,8% pada

triwulan sebelumnya). Berakhirnya beberapa

proyek infrastruktur yang disponsori oleh

pemerintah pada semester pertama 2015 (front

loading) dan target defisit fiskal yang tidak

melebihi 3,2% arah kebijakan fiskal cenderung

konsolidatif di akhir tahun. Sementara itu, laju

pertumbuhan Singapura cenderung stagnan

pada angka 1,8% yoy, lebih rendah dari

ekspektasi pasar sebelumnya.

Perdagangan sebagai mesin pendorong

ekonomi ASEAN mas ih keh i l angan

kekuatannya, terpengaruh perlambatan

di negara Tirai Bambu. Kecuali Malaysia,

kinerja ekspor kawasan ASEAN secara umum

mengalami koreksi negatif. Tekanan ekspor

cukup signifikan terjadi pada Thailand yang

mengalami kontraksi rata-rata sebesar 7,9%

yoy pada TW4-15, dari sebelumnya -4,7%.

Pelemahan lebih disebabkan penurunan

permintaan produk elektronik yang selama

ini menjadi salah satu produk unggulan

ekspor Thailand (share 14% dari total ekspor).

Kinerja ekspor Viet Nam turut mengalami

perlambatan menjadi 4,5% dari 9,4% pada

TW3-15. Ekspor Filipina dan Singapura masih

terkontraksi masing-masing sebesar 5,0%

dan 5,8%, meski membaik dari sebelumnya

sebesar -7,8% dan -7,9%. Penurunan ekspor

Singapura terkonsentrasi pada barang non-

elektronik (farmasi dan bahan makanan) serta

komoditas minyak ke beberapa negara tujuan

seperti Indonesia, Hongkong dan Panama.

Grafik 1.88 Produksi industri ASeAn-5Grafik 1.87 Penjualan ritel

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

0

-30

-20

-10

10

20

30

40

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy% yoy

Malaysia Singapura

Thailand Vietnam

Filipina, rhs

Sumber : Bloomberg

-20

-10

0

10

20

30

-20

-10

0

10

20

30

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy% yoy

Malaysia, lhs Filipina, lhsSingapura, lhs Vietnam, lhs

Sumber : Bloomberg

Page 85: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

73

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

50 LNG menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor Malaysia dengan share + 8%.

Sementara itu, kinerja ekspor Malaysia

yang tercatat sebagai negara pengekspor

terbesar ke-20 di dunia, tumbuh cukup

mengesankan dengan rata-rata 8,1% pada

TW4-15 atau meningkat 2,7 ppts dibandingkan

periode sebelumnya. Kenaikan permintaan

produk seperti listrik dan elektronik, mesin,

serta suku cadang menjadi faktor dibalik

perbaikan ekspor Malaysia. Peningkatan

ekspor menyebabkan surplus currect account

meningkat secara signifikan (123% qoq)

menjadi MYR11,4 miliar dari MYR5,1 miliar di

TW3-15. Penguatan current account ini diduga

ditopang oleh perbaikan daya saing nilai tukar

MYR yang terjadi pada periode sebelumnya.

Namun jika dicermati lebih jauh, ekspor

Malaysia pada dua bulan terakhir dalam tren

melemah akibat penurunan harga komoditas

(khususnya LNG50 yang mengalami koreksi

harga -53% yoy pada November 2015) serta

melambatnya permintaan dari Tiongkok.

Bersama pelemahan ekspor, produksi

industri ASEAN-5 secara umum mengalami

deselerasi (kecuali Filipina). Singapura menjadi

negara yang mengalami perlambatan produksi

terbesar hingga mencapai -6,6% pada TW4-

15, dari -6,0% pada TW3-15. Kontraksi telah

terjadi sejak 11 bulan terakhir, khususnya

akibat penurunan output industri elektronik

dan rekayasa transportasi. Sementara itu,

pelemahan yang terjadi pada Malaysia lebih

disebabkan oleh sektor pertambangan yang

terpukul turunnya harga komoditas dunia.

Kondisi berbeda terjadi pada Filipina yang

mengalami perlambatan kontraksi menjadi

rata-rata 3,6% pada TW4-15 dari rata-rata

-6,0% di triwulan sebelumnya.

Seja lan dengan kiner ja ekspor,

pergerakan impor pada TW4-15 turut menurun

pada beberapa negara. Viet Nam menjadi

negara yang mengalami penurunan impor

cukup dalam. Pertumbuhan impor Vietnam

pada TW4-15 rata-rata menurun menjadi 2,2%

yoy, dari 11,7% pada periode sebelumnya.

Impor Singapura TW4-15 melanjutkan

Grafik 1.89 Total Remitansi Filipina Grafik 1.90 Current Account Malaysia

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 112013 2014 2015

% yoyJuta USD

America Europe AsiaMiddle East Others g Remittance (%yoy)

Sumber : Bloomberg

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42010 2011 2012 2013 2014 2015

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

% yoy MYR Juta

Current Account, rhs

Ekspor

Impor

Sumber : Bloomberg

Page 86: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

74

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Grafik 1.93 rata-rata inflasi CPi

kontraksinya menjadi -9,7%, dari -9% di TW3-

15. Sebaliknya, Malaysia mengalami kenaikan

impor rata-rata menjadi 4,0% di TW4-15

dari 3,1% di triwulan lalu, sejalan dengan

bertambahnya pembelian barang konsumsi

dan bahan setengah jadi. Peningkatan tersebut

didorong oleh pertumbuhan upah sebesar

7,4% di sektor manufaktur dan 4,6% di sektor

perdagangan pada TW4-15, serta kondisi pasar

tenaga kerja yang stabil (unemployment rate

bertahan di level 3,2%).

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy% yoy

Malaysia FilipinaSingapura ThailandVietnam, rhs

Sumber : Bloomberg

Keragaman performa ekonomi di

ASEAN-5 terefleksi pada dinamika harga yang

bervariasi. Akselerasi inflasi dialami Filipina pada

TW4-15 yang rata-rata mencapai 1,3% yoy

dibandingkan sebelumnya 0,5%. Peningkatan

hampir terjadi pada seluruh kelompok barang

dan jasa. Indeks harga konsumen Thailand

dan Singapura mulai menunjukkan sinyal

peningkatan, kendati masih berjuang untuk

keluar dari zona deflasi. Thailand yang

mengalami deflasi sejak tiga triwulan terakhir

perlahan menunjukkan penguatan CPI menjadi

-0,86% pada TW4-15, dari sebelumnya -1,1%.

Deflasi yang telah terjadi selama beberapa

periode didorong oleh turunnya harga minyak

dunia. Sedangkan deflasi Singapura bergerak

melambat rata-rata menjadi -1,36% pada TW4-

15 dari -1,89% di triwulan lalu. Tren deflasi

pada Singapura didorong oleh jatuhnya harga

properti perumahan residensial. Kebijakan

pengetatan KPR untuk meredam aksi spekulatif

pembelian rumah berimbas pada pelemahan

industri dan harga properti di negara tersebut.

Di sisi lain, rata-rata inflasi Malaysia dan Viet

Grafik 1.91 ekspor ASeAn-5

Grafik 1.92 impor ASeAn-5

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy

Sumber : Bloomberg

Malaysia Filipina SingapuraThailand Vietnam

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

% yoy

Malaysia Filipina SingapuraThailand Vietnam

Sumber : Bloomberg

Page 87: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

75

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Nam tercatat melemah pada TW4-15 masing-

masing menjadi 2,6% dan 0,3% (turun 0,4 ppt

dan 0,2 ppt dari triwulan sebelumnya). Inflasi

secara umum masih tertahan harga energi dan

transportasi yang rendah.

Pergerakan ekonomi dan harga yang

lesu mendorong otoritas moneter di kawasan

mempertahankan stance kebijakan akomodatif.

Bank sentral Viet Nam, Filipina, Malaysia,

dan Thailand memutuskan untuk tetap

mempertahankan suku bunga kebijakannya

sepanjang TW4-15. Suku bunga kebijakan

Bank Sentral Thailand, Filipina, Viet Nam dan

Malaysia secara berturut-turut tetap berada di

level 1,5%, 4%, 6,5% dan 3,25%. Di tengah

tingginya risiko ketidapastian pasar global,

otoritas moneter menilai bahwa ini merupakan

langkah yang tepat dan dapat mendorong

pemulihan ekonomi dengan senantiasa tetap

memperhatikan stabilitas harga. Otoritas

tetap berhati-hati karena tekanan depresiasi

nilai tukar negara berkembang masih cukup

besar.

51 Singapura menggunakan target NEER (Nominal Effective Exchange Rate) sebagai sasaran operasional moneter MAS.Grafik 1.94 Suku bunga Kebijakan ASeAn-5

Grafik 1.95 Kebijakan moneter Singapura

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

%

Malaysia Filipina Thailand Vietnam

Sumber : Bloomberg

104

105

106

107

108

109

110

111

112

113

0

0,5

1

1,5

2

2,5

1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122013 2014 2015

Indeks% yoy

Inflasi Inti MAS, lhsS$NEER 2013, rhsS$NEER 2014, rhsS$NEER 2015, rhsLinear (S$NEER 2014, rhs)Linear (S$NEER 2015, rhs)

Sumber : Bloomberg

Otoritas Moneter Singapura (MAS)

akhirnya memutuskan untuk kembal i

memperlambat laju apresiasi SGD (NEER51)

terhadap USD pada Oktober 2015. Keputusan

tersebut ditempuh sebagai antisipasi pelemahan

inflasi inti lebih lanjut akibat penurunan harga

minyak dunia. Perubahan stance tersebut

cukup terlihat pada kemiringan (slope) apresiasi

SNEER yang melandai.

Kebijakan fiskal secara umum turut

diarahkan untuk mendorong ekonomi

masing-masing negara dengan tetap

mempertimbangkan keseimbangannya.

Pemerintah Malaysia melalui penerapan Good

and Service Tax (GST) sebesar 6% sejak April

2015 dinilai mampu meminimalisasi dampak

dari pelemahan harga komoditas dan volatilitas

yang terjadi di pasar keuangan global terhadap

pertumbuhan ekonomi negaranya. Sepanjang

2015, stance fiskal Malaysia cenderung

bersifat konsolidatif dengan defisit sebesar

Page 88: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

76

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

3,2% dari GDP (dari 3,4% pada 2014).

Penerapan dari GST diperkirakan berhasil

mendorong penguatan sumber keuangan bagi

pemerintah.

Kebijakan fiskal lainnya turut diterapkan

Malaysia melalui peningkatan belanja

infrastruktur di 2016 sebesar 5,4% yoy.

Akselerasi belanja infrastruktur akan difokuskan

pada proyek-proyek high-multiplier dengan

meminimalisir konten impor. Beberapa proyek

infrastruktur besar yang telah dirancang antara

lain adalah MRT Line 2, LRT 3, dan proyek jalan

tol dengan total pengeluaran pembangunan

diperkirakan sebesar MYR260 miliar (USD61

miliar) untuk lima tahun mendatang.

Kebijakan yang sama diterapkan oleh

Thailand dan Filipina dengan menggenjot

proyek investasi pemerintah, dengan total

anggaran masing-masing negara diperkirakan

mencapai THB1,8 triliun (USD50 miliar)

dan PHP766,5 miliar (USD16 miliar). Hal ini

diyakini akan mendorong aktivitas sektor

konstruksi dan konsumsi dibidang material.

Pada November 2015, Presiden Filipina

mengeluarkan ketentuan terkait kemudahan

berinvestasi bagi para investor asing yang

memiliki investasi di atas PHP3 miliar (USD60

juta). Kemudahan ini diberikan melalui

pemberian izin permanen terhadap multiple-

project—satu ijin berlaku untuk beberapa

proyek—yang direncanakan para investor.

Dalam perkembangan terakhir, laju

pertumbuhan ekonomi ASEAN-5 yang

melambat menjadi pertimbangan IMF untuk

merevisi ke bawah outlook perekonomian

pada 2016 (menjadi 4,8% atau turun 0,1%).

Revisi negatif proyeksi pertumbuhan dialami

oleh Singapura dan Malaysia tertahan kondisi

perekonomian global yang lesu. Di sisi

lain, Thailand dan Viet Nam diproyeksikan

mengalami percepatan pertumbuhan sebagai

dampak positif berlanjutnya pelemahan

harga minyak sementara Filipina masih akan

mencetak pertumbuhan tertinggi di antara

ASEAN-5.

Tabel 1.17 Outlook Pertumbuhan ekonomi ASeAn-5

Consensus Forecast

2016 2017 2016 2017 2016 2017

Malaysia 4,4 4,6 4,5 5,0 4,5 4,8

Filipina 5,8 5,9 6,3 6,5 6,1 6,2

Singapura 2,1 2,5 2,9 3,2 2,5 2,9

Thailand 3,1 3,3 3,2 3,6 3,2 3,4

Vietnam 6,5 6,5 6,4 6,0 6,5 6,3

ASEAN-5*) n.a n.a 4,8 5,1 4,8 5,1

% yoy

WEO Average

Sumber: Consensus Forecast Januari 2016, IMF-WEO Oktober 2015

Ket: *) Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam

Page 89: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

77

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global dan Individu Negara

Berbeda dengan IMF, World Bank

memproyeksikan Thailand akan mengalami

perlambatan pada 2016 akibat tertahannya

laju konsumsi domestik. Dalam beberapa

tahun terakhir, pertumbuhan utang swasta

Thailand bergerak eksponensial mencapai

80% dari PDB.

Kendala eksternal masih akan dihadapi

negara ASEAN-5. Berlanjutnya perlambatan

ekonomi Tiongkok dan normalisasi kebijakan

moneter AS menambah faktor ketidakpastian

kawasan. Destabilisasi keuangan global akan

menambah volatilitas yang berpengaruh

negatif pada kinerja pertumbuhan. Tren

penurunan harga minyak dunia diperkirakan

masih berlangsung pada 2016 dan masih

menjadi risiko bagi negara pengekspor

komoditas.

Page 90: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

78

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 91: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

79

Bab 2 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

Kinerja pasar keuangan dan komoditas global TW4-15 mengalami perkembangan yang

bervariatif, dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Fluktuasi pada harga saham, obligasi

maupun nilai tukar sangat dipengaruhi oleh ekspektasi pasar atas rencana normalisasi kebijakan

moneter AS dan kekhawatiran pelemahan Tiongkok termasuk respons kebijakannya yang sulit

diprediksi. Pasar keuangan cukup terkendali dan bergerak stabil pasca pengumuman kenaikan

FFR oleh the Fed pada Desember 2015. Kondisi ini sedikit mengurangi kekhawatiran bahwa pasar

akan terus bergejolak akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed.

Perkembangan pasar komoditas diwarnai oleh penurunan harga minyak dunia yang

masih terus berlangsung akibat ketidakseimbangan permintaan dan penawaran minyak. Suplai

masih terus meningkat seiring dengan keputusan OPEC untuk mempertahankan level produksi

minyaknya dan kembali masuknya Iran ke pasar minyak dunia. Sementara di sisi lain, terjadi

penurunan permintaan akibat masih lemahnya perekonomian global. Selain itu, cadangan minyak

di berbagai negara, terutama AS, telah berada di posisi yang tinggi sehingga akan berdampak

pada turunnya permintaan minyak. Kondisi ini juga berimplikasi negatif pada harga komoditas

metal dan energi lainnya. Penurunan harga juga terjadi pada komoditas pangan (jagung, gandum

dan kedelai) seiring perbaikan hasil panen. Namun sebaliknya, harga minyak sawit bergerak naik

akibat keterbatasan suplai – dampak dari El Nino – di tengah terjadinya kenaikan permintaan

untuk bio fuel.

Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

2BA B

Page 92: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

80

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

A. PASAR KEUANGAN

A.1. Pasar Saham

Harga saham di bursa saham global

pada TW4-15 secara umum bergerak lebih

stabil dibandingkan periode sebelumnya yang

sangat fluktuatif, akibat devaluasi nilai tukar

yuan. Namun secara rata-rata, mayoritas indeks

saham masih melemah dibandingkan triwulan

sebelumnya kecuali pasar saham di AS (DJIA,

S&P 500 dan Nasdaq), Korea (KSPI) dan Malaysia

(KLCI). Fluktuasi harga saham utamanya

dipengaruhi oleh ekspektasi normalisasi

kebijakan the Fed, kekhawatiran pelemahan

ekonomi Tiongkok, dan ketidakpastian arah

kebijakan Bank Sentral Tiongkok.

Di kelompok negara maju, indeks

saham AS secara umum menunjukkan kinerja

positif. Memasuki Oktober 2015, indeks

saham terus menguat dipengaruhi oleh

rilis laporan keuangan emiten yang di atas

prediksi, perbaikan indikator ketenagakerjaan,

dan penguatan penjualan rumah AS.

Namun akselerasi di pasar saham tersebut

terkoreksi oleh pelemahan harga minyak

yang merontokkan saham perusahaan energi.

Sejumlah perusahaan energi telah mengalami

kerugian dan melakukan pemutusan hubungan

kerja sehingga meningkatkan risiko pada sektor

pertambangan AS.

Saham kembali bergerak positif pada

Desember 2015 the Fed mengumumkan

kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang sesuai

dengan ekspektasi pasar. Dalam FOMC 15-16

Desember 2015, the Fed akhirnya memutuskan

untuk melakukan normalisasi kebijakan

moneter dengan mulai menaikkan suku bunga

ke level 0,25%-0,50%, dari sebelumnya

0,0%-0,25%. Keputusan diambil setelah

mempertimbangkan bahwa ekonomi AS telah

mengalami perbaikan, yaitu pengeluaran

rumah tangga dan investasi yang meningkat,

serta sektor perumahan dan sektor tenaga

kerja yang membaik. Kenaikan suku bunga

selanjutnya akan dilaksanakan secara gradual

dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi

domestik, terutama sektor tenaga kerja dan

inflasi. Keputusan kenaikan FFR yang telah

diperkirakan oleh investor tersebut menjadikan

pasar tidak terlalu bergejolak seperti yang

dikhawatirkan selama ini.

Secara umum, bursa saham Eropa

bergerak dengan arah yang hampir sama

dengan AS. Namun, indeks saham Eropa

terpantau sempat mengalami pelemahan

cukup signifikan pada awal Desember 2015.

Pelemahan tersebut dipicu oleh keputusan

ECB yang melakukan kebijakan akomodatif

di luar ekspektasi pasar. Pada Governing

Council Meeting 4 Desember 2015, ECB

memutuskan untuk memangkas suku bunga

deposito sebesar 10 bps menjadi -0,3%, dan

memperpanjang jangka waktu pembelian aset

senilai EUR60 miliar per bulan hingga Maret

2017 (sebelumnya hanya sampai September

2016). Langkah tersebut oleh pasar dianggap

belum memadai untuk menggerakkan ekonomi

dan mendorong inflasi menuju target 2%. Pasar

berekspektasi bahwa ECB akan menurunkan

suku bunga deposito sebanyak 20 bps dan

menambah jumlah pembelian aset.

Page 93: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

81

Bab 2 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

Indeks saham negara berkembang

bergerak berfluktuatif. Secara rata-rata

indeks harga saham TW4-15 melemah,

namun secara point to point (ptp) bergerak

meningkat. Sentimen positif dari penundaan

kenaikan FFR pada FOMC Oktober 2015

disambut baik oleh investor sehingga pasar

mengalami rally. Perbaikan harga saham

juga didorong oleh kebijakan Bank Sentral

Tiongkok (PBC) yang menyuntikkan likuiditas

ke pasar keuangan untuk menggairahkan

ekonomi serta sejumlah kebijakan lainnya yang

cenderung akomodatif.

Se l ama pe r iode l apo ran , PBC

menurunkan suku bunga acuan one year

lending rate dan deposit rate masing-masing

sebesar 25 bps menjadi 4,35% dan 1,5%.

PBC juga menurunkan RRR secara accross the

board sebesar 50 bps menjadi 17,5%, serta

mencabut aturan ceiling deposit rate. Upaya

PBC untuk meliberalisasi ceiling deposit rate,

selain dimaksudkan untuk mendorong dana

kembali ke pasar keuangan juga dianggap

sebagai langkah untuk memuluskan jalan agar

yuan menjadi mata uang yang diperhitungkan

dalam basket SDR. Upaya otoritas Tiongkok

akhirmya membuahkan hasil positif dengan

diterimanya yuan sebagai salah satu mata

uang dalam basket SDR pada 30 November

2015, dan akan diimplementasikan pada 1

Oktober 2016.

A.2. Pasar Obligasi Pemerintah

Kinerja pasar obligasi pada TW4-15

secara umum menguat dibandingkan dengan

triwulan lalu. Hal ini tercermin dari yield obligasi

TW4-15 yang pada umumnya mengalami

penurunan. Sentimen pasar terhadap divergensi

kebijakan moneter bank sentral negara maju,

serta perkembangan ekonomi dan pasar

keuangan Tiongkok menjadi faktor utama yang

memengaruhi pergerakan tersebut.

Grafik 2.1Perubahan Indeks Harga Saham TW4-15

Grafik 2.2Perkembangan Indeks Saham

������ ����� ���� ���� ����� ����� �����

�����������������

������������

���������������

�������������

������

���������

������������

��������������

�����������������

100

120

140

160

180

200

220

240

110

Sumber: Bloomberg

130

150

170

190

210

230

IndeksJan 2013 = 100

Dow Jones (AS) S&P (AS)Stoxx (Euro) Nikkei (Jepang)Shanghai (Tiongkok), RHS

Page 94: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

82

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Di negara maju, yield obligasi benchmark

secara rata-rata mengalami penurunan sejalan

dengan sentimen negatif dari devaluasi yuan

yang mulai mereda, serta adanya kepastian

kenaikan FFR pada Desember 2015. Sementara

itu, secara point to point yield obligasi

Pemerintah AS, Inggris dan Jerman mengalami

kenaikan.

Kinerja obligasi AS sangat dipengaruhi

oleh ekspektasi kenaikan FFR. Keputusan the

Fed untuk menunda kenaikan FFR pada Oktober

2015 direspons positif oleh pasar sehingga

terjadi pengalihan investasi dari pasar obligasi

kepada aset yang lebih berisiko (saham).

Perilaku tersebut mendorong kenaikan yield

obligasi AS. Kenaikan yield berlanjut hingga

November 2015 yang dipicu oleh adalah

sentimen positif dari rilis data ketenagakerjaan

AS yang membaik - non farm payroll Oktober

2015 membaik dan unemployment rate

turun menjadi 5%. Perbaikan data sektor

ketenagakerjaan AS tersebut memperkuat

ekspektasi bahwa the Fed akan melakukan

normalisasi kebijakannya dengan menaikkan

suku bunga kebijakan pada FOMC Meeting

Desember 2015.

Pergerakan yield obligasi negara maju

lainnya bergerak hampir searah dengan obligasi

AS. Selain faktor ekstenal, pergerakan yield

obligasi juga dipengaruhi oleh faktor domestik.

Penurunan yield obligasi Jerman pada November

2015 dipengaruhi oleh estimasi pasar bahwa

ECB akan melakukan pelonggaran kebijakan

moneternya. Keputusan ECB tersebut diyakini

akan berdampak positif bagi ekonomi Kawasan

Euro dan meningkatkan fungsi intermediasi

perbankan. Kebijakan yang lebih akomodatif

diharapkan dapat mendorong inflasi menuju

targetnya.

Kinerja obligasi negara emerging pada

periode laporan juga menguat, tercermin dari

penurunan yield obligasi pada mayoritas negara

emerging. Yield obligasi Tiongkok secara

gradual menurun, dan untuk keseluruhan TW4-

15 yield turun sebesar 37 bps (rata-rata) dan

41 bps (ptp). Penurunan tersebut dipengaruhi

oleh gejolak di pasar saham Tiongkok yang

mendorong terjadinya pengalihan investasi

ke pasar obligasi. Namun kondisi tersebut

berbalik setelah pemerintah mencabut suspensi

penjualan saham baru yang telah dilakukan

selama lima bulan. Keputusan tersebut kembali

meningkatkan minat untuk berinvestasi di

pasar saham, sehingga mendorong yield

bergerak ke bawah pada November 2015.

Kebijakan pelarangan penerbitan saham oleh

pemerintah yang diberlakukan sebelumnya

dimaksudkan untuk meredam kenaikan utang

perusahaan yang telah terlalu tinggi. Yield

kembali menurun pasca keputusan the Fed

untuk menaikkan FFR di Desember 2015 yang

sesuai dengan ekspektasi pasar.

Page 95: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

83

Bab 2 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

B. PASAR VALUTA ASING

Perkembangan pasar valuta asing

selama periode laporan bergerak variatif

dengan kecenderungan melemah terhadap

USD. Ekspektasi pelaku pasar bahwa the Fed

akan menaikkan suku bunga mendorong

perilaku safe haven pelaku pasar sehingga

dolar AS mengalami apresiasi. Pelarian

arus modal menuju AS memicu depresiasi

mata uang lainnya. Kondisi tersebut juga

dipengaruhi oleh kekhawatiran pelemahan

ekonomi Tiongkok yang lebih dalam dari

prediksi, menyusul dilakukannya serangkaian

kebijakan PBC untuk melonggarkan kebijakan

moneternya. Fluktuasi di pasar keuangan

global mereda setelah the Fed menaikkan

suku bunga kebijakan pada FOMC Meeting

Desember 2015 dan memberikan sinyal

bahwa normalisasi akan dilakukan secara

gradual dengan memerhatikan perkembangan

ekonomi domestik.

Apresiasi nilai tukar dolar AS tercermin

dari indeks DXY pada TW4-15 yang cenderung

meningkat dibanding triwulan lalu. Secara point

to point (ptp), indeks DXY menguat sebesar

2,37% qtq, lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya naik 0,9% qtq. Indeks

tertinggi tercatat pada 30 November 2015 yang

mencapai 100,17 seiring ekspektasi bahwa

ekonomi AS telah mengalami pemulihan.

Sejalan dengan penguatan dolar AS,

nilai tukar hard currency lainnya secara umum

mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Nilai

tukar EUR terdepresiasi sebesar 2,82% (ptp)

dan 1,55% (rata-rata) sebagai dampak dari

sikap wait and see pelaku pasar mengenai

kepastian waktu kenaikan FFR. Selain itu,

depresiasi EUR juga dipengaruhi oleh kebijakan

pelonggaran moneter ECB yang tidak seagresif

prakiraan pelaku pasar. ECB hanya menurunkan

suku bunga deposit facility rate sebesar 10 bps,

lebih rendah dari ekspektasi pasar (20 bps).

Grafik 2.3 Perubahan Yield Obligasi Pemerintah TW4-15

Grafik 2.4 Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah

���

���� ��� ��� ��� ��� � �� ��

�������

������

��������

�������

������

��������

�����

���������

��������

��������

���������

��������

��������������

���������

�����������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

���

���

���

���

���

���

���

� �

���

�����������������������������������������������������

������������������������������������������������������

�����������������

Page 96: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

84

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

ECB juga belum menaikkan jumlah pembelian

aset senilai EUR60 miliar per bulan. Menurut

pelaku pasar, keputusan ECB tersebut masih

belum memadai untuk menggerakkan sektor

riil dan mendorong kenaikan inflasi.

Sejalan dengan pergerakan EUR, nilai

tukar GBP juga melemah 2,59% (ptp) dan

2,09% (rata-rata). Pelemahan GBP terhadap

USD utamanya disebabkan oleh masih

lemahnya data ekonomi Inggris. Rilis inflasi

Inggris Oktober 2015 yang masih deflasi 0,1%

yoy telah menggeser prediksi kenaikan suku

bunga ke tahun 2016. Volatilitas GBP diprediksi

masih akan terjadi sejalan dengan akan

digelarnya referendum untuk menentukan

apakah Inggris masih akan bergabung dengan

kawasan Euro atau memisahkan diri (Brexit)

pada Juni 2016.

Selama triwulan laporan, pergerakan

mata uang AUD juga terpantau melemah.

Di akhir TW4-15, AUD diperdagangkan pada

level 0,7286 per USD, menurun dari akhir

TW3-15 pada level 0,7018. Depresiasi AUD/

USD terimbas oleh berlanjutnya penurunan

harga komoditas yang merupakan ekspor

andalan Australia, melebarnya defisit neraca

perdagangan, dan anjloknya angka penjualan

rumah. Meski telah terdepresiasi, otoritas

menganggap nilai tukar AUD masih overvalue

sehingga berpotensi mengurangi daya saing

produk ekspor. Pandangan ini menunjukkan

bahwa nilai tukar AUD kemungkinan masih

dapat melemah kembali.

Pe rgerakan n i l a i tukar negara

berkembang pada TW4-15 bergerak sangat

bervariasi. Mata uang negara emerging utama

– CNY dan INR (rupee) – melemah dengan

pergerakan yang searah baik secara rata-rata

maupun point to point. Namun, nilai tukar CNY

di awal triwulan sempat mengalami apresiasi

sebagai respons dari sejumlah kebijakan PBC

untuk mencegah pelemahan ekonomi lebih

dalam, serta kebijakan untuk menjadikan nilai

tukar CNY lebih ‘market based’. Pada Oktober

2015, PBC melakukan pelonggaran moneter

dengan menurunkan RRR accross the board

Grafik 2.5 Indeks Nilai Tukar USD (DXY) Grafik 2.6 Perubahan Beberapa Mata Uang terhadap Dolar AS TW4-15

������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

�����������������

����������� ���������

���������������������

������

������������

���������

��������������

����� ����� ����� ���� ���� ���� ���� ����

�����������������

Page 97: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

85

Bab 2 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

Grafik 2.7 Nilai Tukar Negara Maju Grafik 2.8 Nilai Tukar Negara Berkembang

dan mencabut ceiling deposit rate. Nilai tukar

CNY juga sempat menguat pengumuman

IMF bahwa CNY diterima sebagai salah satu

mata uang dalam basket SDR. Namun laba

perusahaan yang masih terus terkontraksi,

lemahnya kinerja manufaktur dan konsumsi,

menimbulkan kekhawatiran pelemahan

ekonomi yang lebih dalam dari perkiraan,

kembali menimbulkan sentimen negatif

bagi pergerakan CNY. Hal tersebut memicu

terjadinya capital outflow hingga mendorong

dilakukannya intervensi oleh bank sentral.

Nilai tukar ringgit Malaysia masih

mengalami depresiasi yang cukup dalam.

Selain dipengaruhi oleh sentimen kenaikan

FFR, pelemahan ringgit juga diakibatkan oleh

penurunan harga komoditas global yang

masih terus berlanjut, menurunnya cadangan

devisa, serta skandal korupsi yang terjadi pada

institusi 1MDB. Kinerja ekonomi Malaysia yang

kurang menggembirakan tersebut mendorong

penurunan outlook rating sovereign oleh

Moody’s dari positif menjadi stabil.

Sementara, nilai tukar rupiah pada

TW4-15 menguat setelah terdepresiasi cukup

dalam pada triwulan sebelumnya. Penguatan

rupiah dipicu oleh pernyataan the Fed pada

awal triwulan yang cenderung dovish dan

menunda keputusan menaikkan FFR pada

FOMC Meeting Oktober 2015. Tekanan

depresiasi terhadap rupiah sempat meningkat

menjelang rencana kenaikan FFR oleh the

Fed pada Desember 2015. Namun pasca

kenaikan FFR, rupiah cenderung menguat

sejalan dengan membaiknya faktor risiko dan

akumulasi dana asing pada aset dalam negeri.

Pada akhir triwulan, rupiah ditutup pada level

Rp13.788 per USD, membaik dibandingkan

posisi akhir TW3-15 yang mencapai Rp14.653.

Rilis sejumlah paket kebijakan pemerintah yang

cukup agresif juga mampu menumbuhkan

kepercayaan investor akan perbaikan prospek

ekonomi Indonesia dan mendorong apresiasi

nilai tukar rupiah.

������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

��

��

��

��

���

���

���

������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

������

��� ������ ��������

�����������������

������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����

��

��

���

���

���

���

���

���

��� ��� ��� ���

��� ������

�����������������

Page 98: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

86

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

C. PASAR KOMODITAS

Pelemahan harga komoditas global

masih terus berlangsung sejalan dengan

masih lemahnya pertumbuhan ekonomi baik

di negara maju maupun negara berkembang.

Pelemahan harga terjadi pada hampir seluruh

komoditas, kecuali beberapa komoditas non

energi seperti palm oil dan cocoa. Pelemahan

ekonomi Tiongkok dan beberapa negara

emerging lainnya–Brazil, Rusia dan India–

memiliki peran yang sangat signifikan dalam

mempengaruhi harga komoditas. Keempat

negara tersebut mengonsumsi sekitar 40%

komoditas energi dan makanan global, serta

50% komoditas metal dunia.

Harga komoditas minyak varian Brent

dan WTI kembali menurun. Pada akhir TW4-15,

harga minyak Brent dan WTI masing-masing

ditutup pada level USD35,75 dan USD37,04

per barel1. Pelemahan harga minyak global

1 Di akhir TW3-15, harga minyak Brent dan WTI tercatat USD47,13 dan USD 45,09 per-barel.

yang masih terus berlanjut dipengaruhi oleh

peningkatan suplai yang terjadi di tengah

masih lemahnya permintaan. Suplai minyak

meningkat sejalan dengan keputusan OPEC

yang mempertahankan jumlah produksi,

tercapainya kesepakatan nuklir Iran dan

masih meningkatnya persediaan minyak AS.

Harga minyak yang rendah diprediksi masih

akan terjadi pada 2016. World Bank–dalam

estimasi Januari 2016–merevisi ke bawah

outlook harga minyak 2016 menjadi USD37

per barel, dari USD51 per barel pada estimasi

Oktober 2015.

Pelemahan harga minyak dunia

menimbulkan efek spiral negatif bagi komoditas

lain. Zinc dan Nikel mengalami penurunan

harga yang cukup signifikan dengan rata-rata

penurunan masing-masing komoditas sebesar

12,0% qtq dan 11,1%. Di akhir TW4-15, harga

nikel ditutup pada level USD8.820 per metric

ton, menurun drastis dibandingkan akhir

Grafik 2.9 Harga Komoditas Grafik 2.10 Konsumsi Metal

Sumber: World BankKet: Definitions and compositions of price indices can be found in appendixA and C. Last observation is December 2015.

������������ ������ ������ ������ ������ ������ ������

������������������������������������������������������������������������������������������������������

�������������������

�����

����

��������������

Page 99: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

87

Bab 2 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas

Grafik 2.11 Perubahan Harga Komoditas TW4-15

Grafik 2.12 Harga Minyak

TW3-15 sebesar USD10.400. Perlambatan

ekonomi negara emerging khususnya Tiongkok

menyebabkan harga komoditas metal sulit

beranjak naik. Senada dengan itu, World Bank

memprediksi harga metal 2016 akan menurun

sebesar 10,2% dibandingkan 2015. Pelemahan

terdalam diprediksi terjadi pada iron ore yang

diperkirakan turun sebesar 25% dari tahun

2015. Faktor down side yang membayangi

pelemahan harga metal adalah penurunan

pertumbuhan Tiongkok yang terjadi bersamaan

dengan perbaikan suplai dengan menurunnya

biaya produksi.

Harga komoditas pertanian selama

TW4-15 juga mengalami penurunan meski

terdapat badai El Nino yang membawa

gelombang panas di sejumlah negara.

Melimpahnya pasokan komoditas pertanian

untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia

memicu penurunan harga terutama jagung,

gandum dan kedelai. Kondisi berbeda terjadi

pada komoditas kelapa sawit yang terkena

dampak negatif El Nino hingga mengakibatkan

penurunan persediaan. Di tengah keterbatasan

suplai, permintaan kelapa sawit justru

meningkat antara lain untuk memenuhi

kebutuhan bio fuel dan mengakibatkan

kenaikan harga.

����� ����� ����� ��� ����

��������������������������������

�������������

����������

�������������

���������

�����������

�������������������

��������������

���������

�����������������

����������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������� ����

��

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

��������������

����������������

�����������������

���

Page 100: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

88

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 101: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

89

Bab 3 - Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

Fora kerja sama internasional berupaya membangkitkan kinerja ekonomi global serta

menjaga stabilitas keuangan melalui bebagai inisiatif dan coordinated actions. Forum ASEAN+3

berupaya memperkuat resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangement (RFA) dengan

meningkatkan kesiapan operasionalisasi Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM), serta

meningkatkan kapasitas organisasi ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menjadi

International Organization. Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku efektif pada

akhir 2015, dan kini ASEAN telah menyusun AEC Blueprint 2025 yang akan menjadi panduan

arah integrasi ekonomi sepuluh tahun mendatang. Sebagai upaya penguatan jaring pengaman

internasional di kawasan, ASEAN melakukan perpanjangan perjanjian ASEAN Swap Arrangement

(ASA) hingga 2017.

Fora kerja sama multilateral, khususnya G20 dan IMF, berperan melakukan koordinasi

global dalam merespons kondisi perekonomian yang masih melambat dan tumbuh tidak merata.

KTT G20 Antalya, Turki dan Pertemuan Tahunan IMF di Lima, Peru, menghasilkan berbagai

kesepakatan dan rekomendasi. Hasil kedua pertemuan tersebut bertujuan untuk mendorong

percepatan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global yang lebih berkualitas melalui kebijakan

makroekonomi dan reformasi struktural, serta meningkatkan ketahanan ekonomi global terhadap

krisis dan memperkuat agenda pembangunan yang berkelanjutan.

Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

3BA B

Page 102: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

90

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

A. KERJA SAMA REGIONAL

A.1. Concern Terhadap Perkembangan

Ekonomi Regional

Perkembangan ekonomi regional yang

masih berjalan lambat menjadi fokus perhatian

berbagai fora internasional. Forum Executives

Meeting of East Asia Pacific Central Banks

(EMEAP) pada TW4-15 menitikberatkan

pembahasan pada kondisi ekonomi dan

keuangan terkini di kawasan EMEAP dengan

fokus pada risiko re-pricing pasar keuangan

global. Risiko re-pricing terindikasi dari aksi jual

(sell-off) di pasar ekuitas, dipicu kekhawatiran

prospek ekonomi kawasan, khususnya

dampak perlambatan ekonomi Tiongkok dan

kemungkinan pengurangan likuiditas pasca

kebijakan the Fed. Kondisi tersebut berpotensi

meningkatkan kerentanan ekonomi kawasan,

seiring dengan fundamental ekonomi yang

melemah. Gejolak pertumbuhan negara di

kawasan EMEAP lebih didominasi shock dari

faktor internal. Sementara shock dari faktor

eksternal–seperti dampak transisi ekonomi

dan rezim nilai tukar Tiongkok, serta dampak

kebijakan The Fed-kurang berpengaruh1.

Penyesuaian struktural yang sedang

berlangsung pada perekonomian Tiongkok-

motor penggerak ekonomi akan beralih dari

investasi ke konsumsi-akan mengakibatkan

perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok

dalam jangka pendek. Namun dalam

jangka panjang, reformasi struktural akan

mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan. PBC juga mereformasi

rezim nilai tukarnya untuk mendorong pelaku

pasar agar lebih aktif dan decisive. PBC juga

memprioritaskan upaya agar RMB dapat

diperhitungkan dalam keranjang mata uang

SDR sehingga dapat mendorong transaksi

perdagangan dengan negara mitra dagang.

Hal ini diharapkan dapat berdampak positif

bagi Tiongkok maupun kawasan secara

keseluruhan. Dalam menyikapi berbagai

perkembangan yang terjadi di kawasan,

BI menyampaikan pandangan mengenai

pentingnya regional policy action melalui

komunikasi bersama anggota EMEAP kepada

pasar terutama terkait aspek kondisi ekonomi

dan keuangan kawasan. Secara umum,

Deputi Gubernur EMEAP menyepakati bahwa

kebijakan moneter yang prudent dan dipadukan

dengan komunikasi yang baik kepada pasar,

merupakan kunci utama dalam mitigasi risiko,

khususnya melalui peningkatan kepercayaan

pasar.

A.2. Concern Terhadap Kondisi Sektor

Keuangan

Fora kerja sama internasional, selain

menaruh perhatian terhadap perkembangan

ekonomi global, juga mengamati perkembangan

pada pasar keuangan global. Secara umum,

pertemuan gubernur bank sentral anggota

Bank of International Settlement (BIS) selama

2015 membahas upaya untuk menghadapi

tantangan utama, yaitu: (i) perlambatan

pertumbuhan PDB global; (ii) pelemahan

perdagangan dunia; (iii) harga komoditas yang

masih dalam tren menurun; (iv) divergensi 1 Kajian Bank of Japan yang disampaikan dalam forum EMEAP.

Page 103: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

91

Bab 3 - Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

dan evaluasi kebijakan yang baik. Dengan

kemajuan teknologi yang pesat dan inovasi

sektor keuangan yang meningkat (a.l. digital

currency), negara anggota perlu mewaspadai

risiko timbulnya cyber-attacks terhadap

stabilitas keuangan. Untuk itu, forum BIS

telah menyusun pedoman terkait layanan

digital berjudul Consultative Document On

Guidance On Cyber Resilience for Financial

Market Infrastructures (FMI). Pedoman tersebut

memiliki konsep utama, yaitu (1) pentingnya

keterlibatan board-level pada cyber resilience

dalam organisasi dan cyber awareness pada

seluruh organisasi; (2) perlunya pendekatan

cyber resilience FMIs dalam lingkup keuangan

yang lebih luas; (3) penekanan penggunaan

yang tepat dari intelligence dan testing; dan

(4) pentingnya quick and safe recovery dalam

kasus cyber. Kolaborasi antara FMIs dan

otoritas dapat menjadi solusi efektif dalam

upaya memperkuat cyber resilience.

A.3. Penguatan Resiliensi Kawasan dengan

Regional Financial Arrangement (RFA)

Kerja sama ASEAN+3 masih terus

d i fokuskan pada upaya penguatan

resiliensi kawasan dalam menghadapi risiko

ketidakpastian global yang masih berlanjut.

Upaya penguatan resiliensi kawasan melalui

Regional Financial Arrangement terus

dilakukan melalui peningkatan kesiapan

operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai

Initiatives Multilateralization (CMIM) maupun

peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic

Research Office (AMRO).

kebijakan moneter di antara negara-negara

maju; dan (v) volatilitas pasar keuangan

global.

Menurut BIS, jatuhnya indeks saham

utama dan harga komoditas pada akhir

Agustus 2015 mengindikasikan divergensi

momentum pertumbuhan antara negara

advanced (AEs) dan emerging (EMEs). Ekonomi

AEs mengalami pemulihan walau masih

lemah, ditandai oleh output yang mengalami

ekspansi terbatas. Selain itu, inflasi relatif stabil

dan disertai dengan penurunan yield obligasi

sovereign dan penguatan USD yang masih

terus berlanjut. Sebaliknya, sebagian negara

EMEs tumbuh melemah, disertai dengan

tekanan inflasi yang makin tinggi, depresiasi

nilai tukar dan peningkatan sovereign bond

yield. Pelemahan pertumbuhan ekonomi

global berdampak pada penurunan harga

komoditas dan meningkatnya ketidakpastian

di pasar keuangan global. Kondisi ini antara

lain dipengaruhi oleh ketidakpastian rencana

kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di AS dan

devaluasi tidak terduga dari Chinese Yuan

(CNY). Perkembangan tersebut menjadi

pertimbangan bagi pentingnya reformasi

sektor keuangan di negara-negara anggota.

Forum BIS juga menyoroti peluang

dan tantangan bank sentral terkait kebijakan

financial inclusion, terutama yang berasal dari

inovasi teknologi. Bank sentral memiliki peran

penting dalam financial inclusion, terutama

melalui regulasi nasional, penerapan standar

internasional, pengawasan lembaga keuangan,

financial education, serta pengelolaan data

untuk memfasilitasi terciptanya desain

Page 104: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

92

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

Penguatan CMIM hingga TW4-15

masih diarahkan pada penguatan koordinasi

antara CMIM dengan Global Financial Safety

Net (GFSN) seperti fasilitas IMF, serta upaya

peningkatan operasionalisasi hal-hal teknis

yang mengacu pada standar internasional.

Penguatan koordinasi antara CMIM dengan

GFSN tersebut antara lain dilakukan melalui

pelaksanaan joint study yang dilakukan oleh

Bank of Korea, Bank Indonesia, dan Bank

of Japan mengenai “Troika’s Economic

Adjustment Programs in the Euro Area

for the CMIM’s Future Reference”. Studi

tersebut bertujuan untuk mengetahui peran

dan keterlibatan IMF pada skema Regional

Financial Arrangement di Kawasan Euro

sebagai referensi dalam memperkuat CMIM

Arrangement. Selanjutnya untuk mendukung

peran AMRO dalam implementasi CMIM,

upaya peningkatan kualitas surveillance

dan kapasitas organisasi AMRO sebagai

International Organization (IO) terus dilakukan.

Pada TW4-15, telah dilakukan penyempurnaan

organisasi AMRO dan seleksi top management

untuk mendukung pemenuhan sumber daya

AMRO yang berkualitas

A.4. Kerja Sama Liberalisasi Jasa

Keuangan

ASEAN Financial Integration Vision Post-

2015 dan Strategic Action Plan Working

Committees

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah

berlaku secara resmi dengan ditandatanganinya

Declaration of the ASEAN Community 2015

pada KTT ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur,

Malaysia pada 22 November 2015. Namun

integrasi ekonomi ASEAN merupakan suatu

proses yang dinamis dan berkelanjutan,

sehingga tidak dapat berhenti dengan telah

terimplementasikannya MEA 2015. Untuk

itu, ASEAN telah menyusun ASEAN Economic

Community (AEC) Blueprint 2025 yang akan

menjadi panduan arah integrasi ekonomi

periode 2016-2025, yang telah memasukkan visi

integrasi sektor keuangan ASEAN pasca 2015.2

Selanjutnya, dalam rangka implementasi AEC

Blueprint 2025, setiap sektor termasuk sektor

keuangan diminta untuk menyusun Strategic

Action Plan untuk memastikan tercapainya visi

integrasi ekonomi ASEAN 2025.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bank

Indonesia berinisiatif menyusun Strategic

Direction sebagai pedoman bagi Working

Committees di sektor keuangan dalam

menentukan Strategic Action Plan. Strategic

D i rect ion 3 te r sebut d i susun dengan

memerhatikan fitur utama integrasi keuangan

ASEAN yang telah disepakati, yaitu bahwa

integrasi keuangan dapat memfasilitasi aliran

investasi dan modal yang memenuhi kebutuhan

sektor riil, serta mewujudkan integrasi

keuangan yang diimbangi dengan stabilitas agar

manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat

ASEAN secara berkesinambungan.

2 Visi integrasi sektor keuangan pasca 2015 telah disepakati pada pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN bulan Maret 2015.

3 Strategic Direction dimaksudkan untuk memberikan arahan (top down direction) dari Menteri dan Gubernur Bank Sentral yang dipadukan dengan bottom up initiatives dari Working Committees.

Page 105: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

93

Bab 3 - Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

Selanjutnya dalam konteks memperkuat

second line of defense untuk mengantisipasi

risiko pembalikan arus modal di kawasan,

Gubernur Bank Sentral ASEAN telah

memperpanjang perjanjian ASEAN Swap

Arrangement (ASA)4 hingga 2017. ASA dapat

digunakan untuk membantu pemenuhan

kebutuhan likuiditas jangka pendek bagi

negara anggota yang mengalami tekanan

neraca pembayaran. Pada periode 2015-2017,

Bank Indonesia bertindak sebagai Agent Bank

yang akan mengoordinasikan implementasi

ASA saat terdapat participating member yang

mengajukan aktivasi, serta menatausahakan

proses terkait penandatanganan perpanjangan

perjanjian ASA.

B. KERJA SAMA MULTILATERAL

Perkembangan ekonomi global pada

TW4-15 yang masih melambat dan tumbuh

secara tidak merata tetap menjadi fokus

pembahasan dalam berbagai fora kerja sama

multilateral, khususnya pada Forum G20 dan

IMF. Berbagai rekomendasi dan komitmen

dihasilkan dalam fora kerja sama internasional

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan

global.

Sebagai puncak dari diskusi dan

diplomasi ekonomi selama 2015, para

pimpinan negara/anggota G20 telah bertemu

pada KTT G20 di Antalya, Turki pada 15-16

November 2015. KTT G20 Antalya telah

menghasilkan kesepakatan sebagaimana

tertuang dalam Antalya Leaders Communique

dan Antalya Action Plan. Kesepakatan

tersebut secara umum memiliki tiga tujuan

utama, yaitu: (1) mendorong percepatan

pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global

yang lebih berkualitas; (2) meningkatkan

ketahanan ekonomi global terhadap krisis;

dan (3) meningkatkan pembangunan yang

keberlanjutan.

B.1. Percepatan Pemulihan dan

Pertumbuhan Ekonomi Global yang

Lebih Berkualitas

B.1.1. Kerja sama dan Koordinasi Kebijakan

Makroekonomi

Pada KTT G20 Antalya, negara anggota

G20 memandang perbaikan ekonomi mulai

terjadi di beberapa negara besar, namun

secara umum pertumbuhan ekonomi global

masih belum merata dan terus menurun di

bawah proyeksi sebelumnya. Sebagai respons

dari tantangan tersebut, negara anggota

G20 sepakat untuk menempuh kebijakan

yang diharapkan berdampak positif bagi

perekonomian global.

Set iap otor itas moneter, sesuai

mandatnya, d iharapkan untuk terus

memastikan terciptanya stabilitas harga

dengan tetap memberi dukungan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sementara itu otoritas

fiskal diharapkan terus melanjutkan kebijakan

fiskal yang fleksibel untuk mendorong

pertumbuhan jangka pendek dan penciptaan 4 ASA pertama kali ditandatangani pada November 2005 dan dilakukan pembaharuan perjanjian setiap dua tahun.

Page 106: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

94

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

lapangan kerja. Selanjutnya, secara bersama-

sama negara anggota G20 diharapkan dapat

mengurangi ketidakseimbangan global (global

imbalances) serta melakukan kalibrasi kebijakan

dengan hati-hati dan komunikasi yang jelas

untuk menghindari negative spillover, terutama

dari kebijakan negara besar terhadap negara

lainnya.

Selain pembahasan di forum G20,

koordinasi global juga dibahas dalam

pertemuan tahunan IMF di Lima, Peru, 6-11

Oktober 2015. Sebagaimana pembahasan

pada forum G20, pertemuan tahunan IMF

tersebut juga menyimpulkan bahwa prospek

perekonomian dan stabilitas dunia pada 2015

menunjukkan pelemahan yang berkelanjutan

dan memerlukan kebijakan yang terpadu

dan terintegrasi secara domestik. Risiko

yang masih akan dihadapi terutama terkait

dengan penurunan harga komoditas, global

rebalancing dan volatilitas pasar keuangan,

serta ruang kebijakan yang terbatas.

Pada pertemuan tahunan tersebut,

IMF memperkirakan ekonomi global akan

menuju kondisi ekuilibrium baru (new norm)

yang tidak terlalu ambisius (mediocre) dengan

risiko pelemahan terutama di negara emerging

(EMEs). IMF menilai bahwa depresiasi nilai tukar

yang terjadi di negara emerging tidak secara

signifikan membantu peningkatan PDB, karena

disertai dengan penurunan pertumbuhan

perdagangan. Pada saat yang sama, EMEs

mengalami penurunan capital inflow dan

cadangan devisa sebagai respons dari tekanan

nilai tukar. Sejalan dengan G20, IMF juga

merekomendasikan negara anggotanya untuk

melakukan reformasi struktural sehingga

dapat meningkatkan produktivitas dan output

potensial, sementara khusus bagi EMEs

diperlukan kesiapan dalam menghadapi

proses global realignment dan volatilitas

pasar keuangan yang diperkirakan masih akan

terjadi. Dalam jangka pendek, setiap negara

anggota IMF juga diharapkan untuk berhati-

hati dalam menentukan respons kebijakan dan

perlu mempertimbangkan bauran kebijakan

(policy mix), baik melalui kebijakan moneter,

fiskal maupun makroprudensial.

B.1.2. Strategi Mendorong Pertumbuhan

Ekonomi

G20 menegaskan komitmen bersama

untuk melanjutkan implementasi Strategi

Pertumbuhan (Growth Strategies) yang

merupakan kesepakatan KTT G20 di Brisbane

2015 untuk mencapai target tambahan level

pertumbuhan ekonomi negara G20 sebesar

2% di 2018. Strategi Pertumbuhan ini meliputi

kebijakan makroekonomi (moneter dan

fiskal) serta reformasi struktural pada empat

pilar ekonomi, yakni investasi, perdagangan,

ketenagakerjaan dan kompetisi.

Gambar 3.1 Strategi Pertumbuhan G20 (G20 Growth Strategies)

Komitmen G20 untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

2014-2018

InvestasiInfrastruktur

Perdagangan TenagaKerja Kompetisi

Kebijakan Makroekonomi

Page 107: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

95

Bab 3 - Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

Hasil review dari organisasi internasional

yang ditunjuk oleh G20 (IMF, OECD dan World

Bank) menunjukkan bahwa hampir separuh

(±49%) komitmen dalam Brisbane Growth

Strategies telah terimplementasi dan sebagian

besar sisanya masih dalam proses implementasi

(in-progress). Berdasarkan hasil analisa IMF

dan OECD, 49% komitmen yang sudah

terimplementasi tersebut akan memberikan

dampak tambahan level pertumbuhan

sebesar 0,8% bagi ekonomi G20. Semua

anggota sepakat untuk terus melakukan

upaya mencapai sisa komitmen lainnya

sehingga dapat mencapai target tambahan

level pertumbuhan ekonomi G20 sebesar 2%

di 2018.

Dokumen Strategi Pertumbuhan (Growth

Strategies) disepakati menjadi dokumen yang

hidup (living document) sehingga terbuka

untuk dilakukan penyempurnaan setiap

tahunnya dengan memerhatikan kondisi

tantangan perekonomian terkini. Presidensi

G20 Turki 2015 telah melakukan penyesuaian

terhadap Strategi Pertumbuhan (Adjusted

Growth Strategy) yang kemudian dituangkan

dalam Antalya Action Plan.

B.1.3. Investasi dan Infrastruktur

Sejalan dengan komitmen untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, G20

terus mendorong peningkatan investasi dan

infrastruktur. Pada KTT G20 Antalya, G20

telah menyusun Country Specific Investment

Strategies (CSIS) yang menurut hasil review

dari organisasi internasional, strategi ini akan

meningkatkan rasio investasi terhadap PDB

G20 sebesar 1% di 2018. Ke depan, G20 akan

terus mendorong pembangunan infrastruktur

melalui penguatan peran bank pembangunan

multinasional (MDBs), peningkatan peran

swasta, dan mendorong Global Infrastructure

Hub (GIH)5 untuk bisa berkontribusi aktif

dalam meningkatkan kesiapan pembangunan

infrastruktur di negara anggotanya.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan

pemimpin G20 di Antalya tersebut, Pertemuan

G20 Tingkat Deputi Menteri Keuangan dan

Bank Sentral, di Sanya, China, 14-15 Desember

2015 menetapkan langkah aksi peningkatan

infrastruktur global melalui penguatan

MDBs dalam pembiayaan infrastruktur,

termasuk melakukan “proyek bersama”

(joint actions), mendukung konektivitas

infrastruktur global dan mengkaji berbagai

inovasi dalam pembiayaan infrastruktur serta

mengembangkan kapasitas institusional

(capacity building), khususnya di negara

berkembang dalam meningkatkan investasi

infrastruktur.

B.2. Upaya Meningkatkan Ketahanan

Ekonomi Global

B.2.1. Regulasi Sektor Keuangan

G20 terus berupaya meningkatkan

ketahanan ekonomi global, diantaranya

melalui regulasi di sektor keuangan. Pada

5 Global Infrastructure Hub (GIH) adalah lembaga yang dibentuk G20 pada 2014 dengan tujuan untuk menjadi pusat pertukaran pengalaman dan pengetahuan terkait investasi dan infrastruktur.

Page 108: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

96

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

KTT G20 Antalya, G20 menyambut baik

keberhasilan dari organisasi internasional,

khususnya Financial Stability Board (FSB)

dalam menyusun standar internasional untuk

Total Loss Absorbing Capacity (TLAC) bagi

bank global yang berdampak sistemik (Global

Systemically Important Banks - GSIBs) sebagai

langkah utama untuk mengakhiri skema bail

out dalam menyelamatkan bank sistemik

(mengakhiri rezim too-big-to-fail). Ke depan,

G20 akan terus memonitor perkembangan

dan implementasi standar internasional

tersebut, termasuk kemungkinan perluasannya

untuk lembaga keuangan non bank (Global

Systemically Important Financial Instituions-

GSIFIs).

Selanjutnya, pada pertemuan G20

Tingkat Deputi Menteri Keuangan dan Bank

Sentral, di Sanya, Tiongkok, 14-15 Desember

2015, Presidensi G20 Tiongkok 2016 akan

memperkuat ketahanan sektor keuangan

dengan fokus pada tiga program kerja sbb:

1. Financial Regulation: Mendorong

finalisasi dan implementasi penuh

seluruh komitmen yang terkait regulasi

sektor keuangan yang sudah disepakati,

termasuk implementasi Basel III, revisi

standardized approach for credit risk,

serta penyusunan langkah-langkah

implementasi TLAC untuk GSIBs.

2. Financial Market Infrastructure:

Menyusun kerangka kebijakan

makroprudensial yang terkait

dengan penguatan Financial Market

Infrastructure dan menyelesaikan

penyusunan the global Central

Counterparties (CCPs) and standards.

3. Financial Inclusion: Penguatan keuangan

inklusif yang didukung oleh digitalisasi

layanan keuangan, khususnya untuk

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM).

B.2.2. Kerja Sama Perpajakan

Penguatan sektor fiskal juga menjadi

salah satu pilar dalam memperkuat ketahanan

ekonomi. Sehubungan dengan itu, G20

dengan bantuan OECD telah menyelesaikan

G20/OECD Base Erosion and Profit Shifting

(BEPS)6 Action Plan. Sebagai tindak lanjutnya,

Pertemuan G20 Tingkat Deputi Menteri

Keuangan dan Bank Sentral menghasilkan

langkah aksi untuk melanjutkan agenda

perpajakan internasional pada 2016 dengan

fokus pada empat hal, yaitu (i) membangun

inclusive framework untuk mendukung

implementasi dan monitoring BEPS Action

Plan yang efektif; (ii) memastikan implementasi

standar transparansi dan pertukaran informasi

pajak secara otomatis (AEOI) pada 2017 atau

akhir 2018; (iii) mengkaji keterkaitan antara

kebijakan pajak dan agenda pencapaian target

G20, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi

maupun stablitas keuangan (Tax & Pro Growth

Policy Agenda); serta (iv) membantu negara

berkembang dalam membangun kapasitasnya

untuk memetik manfaat dari penerapan BEPS

dan AEOI (Tax & Development Agenda).

6 BEPS merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan praktik usaha yang dilakukan oleh banyak perusahaan multinasional/lintas batas negara (MNCs) untuk memindahkan keuntungan usahanya melalui skema pengurangan dasar penghitungan pajak (base erosion) dan penggeseran keuntungan (profit shifting) ke negara yang menerapkan tarif pajak rendah.

Page 109: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

97

Bab 3 - Perkembangan Kerja Sama dan Lembaga Internasional

B.2.3. Agenda Penguatan Arsitektur

Keuangan Global

Selama 2015, G20 belum menghasilkan

langkah konkrit dalam melakukan reformasi

sistem keuangan global, terutama agenda

penguatan keterwakilan negara berkembang

pada IMF (reformasi kuota IMF). Selanjutnya

pada pertemuan G20 Tingkat Deputi Menteri

Keuangan dan Bank Sentral, di Sanya, China,

14-15 Desember 2015, Presidensi G20 China

telah merumuskan upaya reformasi arsitektur

keuangan global dengan menghidupkan

kembali G20 IFA-WG (International Financial

Architecture – Working Group) dengan

program kerja sbb:

1. Melanjutkan reformasi quota dan tata

kelola IMF (IMF Quota and Governance

Reform);

2. Melanjutkan langkah-langkah G20

dalam manajemen utang luar negeri;

3. Meningkatkan pengelolaan aliran modal

(Capital flow management);

4. Memperkuat dan meningkatkan

efektivitas Jaring Pengaman Keuangan

Global (Global Financial Safety Nets

– GFSN);

5. Membahas peningkatan peran SDR

(Special Drawing Rigths)7 dalam sistem

moneter internasional.

B.3. Meningkatkan Pembangunan yang

Berkelanjutan

S e l a i n b e r u p a y a m e n d o r o n g

pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan

ketahanan ekonomi global, forum kerja sama

multilateral-khususnya G20-juga memiliki

agenda pembangunan yang berkelanjutan

dengan fokus pada beberapa isu utama yaitu

pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan,

peningkatan akses dan efisiensi energi,

serta upaya mengatasi dampak perubahan

iklim. Pada agenda pertumbuhan inklusif

dan berkelanjutan, G20 berkomitmen untuk

mengimplementasikan kesepakatan PBB

untuk Agenda Pembangunan Berkelanjutan

2030 (the 2030 Agenda for Sustainable

Development), khususnya dalam upaya

pengentasan kemiskinan dan menciptakan

pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Secara khusus pada agenda inklusi keuangan,

G20 mengembangkan Rencana Nasional

Remitansi (National Remittance Plans) sebagai

upaya untuk menurunkan biaya remitansi

global menjadi maksimal 5% dari total dana

yang ditransfer oleh tenaga kerja migran, serta

terus mendukung upaya peningkatan inklusi

keuangan lainnya dalam kerangka Global

Partnership for Financial Inclusion (GPFI).

Pada agenda energi yang berkelanjutan

(energy sustainability), G20 menghasilkan

dokumen G20 Energy Access Action Plan

untuk meningkatkan akses listrik, khususnya

di negara berkembang, yang pada tahap

awal akan dilakukan untuk wilayah Sub

Sahara Afrika. Selanjutnya pada agenda

perubahan iklim (Climate Change), G20

7 SDR (Special Drawing Rigths) adalah klaim pada mata uang yang dapat digunakan secara bebas oleh anggota IMF. Pemegang SDR dapat menukarkan SDR dengan dua cara, yakni melalui perjanjian pertukaran dengan anggota IMF lainnya dan melalui pembelian yang dilakukan oleh anggota IMF yang memiliki posisi eksternal kuat pada anggota IMF yang lemah. Keranjang SDR terdiri dari euro, yen, poundsterling dan dolar AS.

Page 110: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

98

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

sepakat untuk mengadopsi protokol dan

instrumen yang direkomendasikan oleh United

Nations Framework Convention on Climate

Change yang diterima oleh semua pihak. G20

juga mendukung upaya 160 negara yang

tergabung dalam Conference on Parties (COP),

termasuk di dalamnya anggota G20, yang pada

pertemuan ke-21 (COP 21) di Paris, Desember

2015, telah menghasilkan kesepakatan untuk

membatasi kenaikan suhu global kurang

dari dua derajat Celcius melalui penurunan

emisi karbon secepatnya dan kerja sama

keuangan global dalam membiayai kegiatan

pengurangan dampak perubahan iklim di

negara berkembang.

Page 111: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

99

Outlook Ekonomi Global: Akan Kah Segera Rebound?

Oleh: M. Noor Nugroho

Pendahuluan

Outlook atau perkiraan ke depan

merupakan sesuatu yang penting dan

strategis, terutama bagi pelaku ekonomi

untuk menyusun business plan, strategi bisnis,

anggaran dan sebagainya. Pemerintah dan

otoritas juga memerlukannya untuk menyusun

rencana pembangunan dan anggaran negara.

Salah satu indikator ekonomi yang banyak

ditunggu prakiraannya adalah pertumbuhan

PDB yang secara umum memberikan gambaran

arah perkembangan ekonomi ke depan.

Ekonomi global di 2015 tumbuh

sebesar 3,1% atau kembali melemah. Padahal

ekonomi global baru mulai rebound di 2014,

setelah tumbuh melambat dalam periode

2009-2013. Rebound di tahun 2014 tersebut

didorong oleh negara maju (AE) yang mulai

membaik, sementara negara berkembang

masih terus melemah, sehingga memunculkan

istilah ‘uneven economic recovery’.

Dengan pelemahan negara maju

di 2015, maka negara maju dan negara

berkembang melemah bersamaan. Hal ini

menimbulkan pertanyaan besar tentang

prospeknya ke depan. Beberapa International

Organizations (IOs) – seperti IMF dan World

Bank – masih tetap optimis ekonomi global

di 2016 dan 2017 akan membaik, meski

sebelumnya IOs berulangkali merevisi ke

bawah outlook untuk tahun 2015-2017.

Pada beberapa tahun terakhir tren

pertumbuhan ekonomi global relatif semakin

sulit diprediksi, sebagaimana terlihat pada

semakin seringnya IOs dipaksa merevisi

out looknya meski est imas inya te lah

menggunakan metode yang terkini serta

menggunakan informasi yang insightful dan

lengkap. Hal ini menimbulkan pertanyaan

prediksi mana yang akurat secara konsisten.

Atau, seandainya kurang akurat, bagaimana

cara menyikapi prediksi yang dianggap paling

kredibel.

A R T I K E L

4BA B

Artikel 1

Page 112: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

100

Sejauh ini prediksi IMF merupakan

prediksi yang paling banyak digunakan

atau dapat dianggap yang paling kredibel.

Kredibilitas tersebut dibentuk oleh beberapa

faktor, yaitu (1) outlook disusun dengan

menggunakan model ekonomi global yang

lengkap dan berdasarkan teori ekonomi, (2)

menggunakan asumsi yang cukup transparan,

(3) hasil estimasi global dan individual negara

dikalibrasi oleh experts (counry specialists),

(4) hasil estimasi juga dikalibrasi oleh otoritas

negara yang bersangkutan, dan (5) relatif

updated mengingat outlook diterbitkan empat

kali dalam setahun [2 kali estimasi outlook

(April dan Oktober) dan 2 kali update outlook

(Januari dan Juli)].

Namun demikian, perlu disadari bahwa

outlook yang dirilis berbagai pihak (termasuk

IMF) tidak selalu tepat, dan hal ini sangat wajar

mengingat tidak semua faktor dapat diprediksi

dengan tepat dan interaksi antar faktor tidak

selalu tetap (linear). Oleh karena itu, outlook

IMF tetap dapat menjadi starting point yang

baik untuk melihat arah perkembangan

ekonomi global ke depan, dan dilengkapi

dengan personal judgment masing-masing

pengguna outlook.

Outlook IMF (WEO Januari 2016)

IMF mengoreksi ke bawah outlook

pertumbuhan ekonomi global 2016 dan 2017

menjadi 3,4% (dari 3,6% pada WEO Oktober

2015) dan 3,6% (dari 3,8%). Meskipun

dikoreksi ke bawah, outlook IMF tersebut

mengindikasikan akan terjadi rebound di 2016

– dimana AE terus membaik secara gradual,

sementara EME mulai membaik dan tumbuh

meningkat. Kinerja ekonomi yang terus

membaik di 2017 diperkirakan akan semakin

mendorong peningkatan pertumbuhan

ekonomi global secara keseluruhan.

Pada ke lompok nega ra ma ju ,

pertumbuhan di hampir seluruh negara terus

meningkat, terutama AS, Kawasan Euro

dan Jepang. Pertumbuhan AS ditopang oleh

konsumsi rumah tangga yang kontribusinya

sangat besar pada PDB, termasuk pengaruhnya

pada aktivitas bisnis dan produksi (investasi).

Perbaikan Kawasan Euro masih bertumpu pada

core countries yang selanjutnya memberikan

positive spillover pada negara lainnya.

Sementara itu, perekonomian Jepang lebih

bergantung pada kinerja investasi luar negeri

untuk mendorong konsumsi domestik – di

tengah tingkat upah yang tidak meningkat

dan kecenderungan masyarakat yang semakin

gemar menabung.

Di negara berkembang, rebound

pertumbuhan ekonomi ditopang oleh

moderasi kontraksi ekonomi di Rusia dan

Brazil, serta peningkatan pertumbuhan di

India dan negara-negara ASEAN. Perbaikan di

berbagai negara tersebut diperkirakan dapat

mengompensasi penurunan pertumbuhan di

Tiongkok.

Page 113: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

101

Asesmen atas Outlook IMF

Outlook IMF di atas relatif tetap

optimis meskipun IMF juga menyadari masih

banyaknya downside risks yang membayangi

ekonomi global ke depan. Secara umum

optimisme tersebut terlihat pada angka

pertumbuhan 2016 yang langsung meningkat

menjadi 3,4% (dari 3,1% di 2015). Padahal

sampai dengan akhir 2015 ekonomi global

masih terus menurun – dimana pada triwulan

terakhir ekonomi global tumbuh 2,99% –

dan belum menunjukkan indikasi rebound.

Seandainya terjadi rebound di TW1 atau TW2

2016, peningkatan pertumbuhan akan terjadi

secara gradual1 sehingga secara keseluruhan

tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh sekitar

3,2%.

Tabel 1. Outlook Ekonomi Global (dalam %)

Year over Year

Estimates

2014 2015 2016 20162017 2017

Projections Difference from October2015 WEO Projections 1/

World Output 2/ 3,4 3,1 3,4 3,6 -0,2 -0,2 Advanced Economies 1,8 1,9 2,1 2,1 -0,1 -0,1 United States 2,4 2,5 2,6 2,6 -0,2 -0,2 Euro Area 0,9 1,5 1,7 1,7 0,1 0,0 Germany 1,6 1,5 1,7 1,7 0,1 0,2 France 0,2 1,1 1,3 1,5 -0,2 -0,1 Italy -0,4 0,8 1,3 1,2 0,0 0,0 Spain 1,4 3,2 2,7 2,3 0,2 0,1 Japan 0,0 0,6 1,0 0,3 0,0 -0,1 United Kingdom 2,9 2,2 2,2 2,2 0,0 0,0 Canada 2,5 1,2 1,7 2,1 0,0 -0,3 Other Advanced Economies 3/ 2,8 2,1 2,4 2,8 -0,3 -0,1 Emerging Market and Developing Economies 4/ 4,6 4,0 4,3 4,7 -0,2 -0,2 Commonwealth of Independent States 1,0 -2,8 0,0 1,7 -0,5 -0,3 Russia 0,6 -3,7 -1,0 1,0 -0,4 0,0 Excluding Russia 1,9 -0,7 2,3 3,2 -0,5 -0,8 Emerging and Developing Asia 6,8 6,6 6,3 6,2 -0,1 -0,1 China 7,3 6,9 6,3 6,0 0,0 0,0 India 5/ 7,3 7,3 7,5 7,5 0,0 0,0 ASEAN-5 6/ 4,6 4,7 4,8 5,1 -0,1 -0,2 Emerging and Developing Europe 2,8 3,4 3,1 3,4 0,1 0,0 Latin America and the Caribbean 1,3 -0,3 -0,3 1,6 -1,1 -0,7 Brazil 0,1 -3,8 -3,5 0,0 -2,5 -2,3 Middle East, North Africa, Afghanistan, and Pakistan 2,8 2,5 3,6 3,6 -0,3 -0,5 Saudi Arabia 3,6 3,4 1,2 1,9 -1,0 -1,0 Sub-Saharan Africa 5,0 3,5 4,0 4,7 -0,3 -0,2 Nigeria 6,3 3,0 4,1 4,2 -0,2 -0,3 South Africa 1,5 1,3 0,7 1,8 -0,6 -0,3

Sumber: IMF WEO Januari 2016Ket: 1/ Difference based on rounded figures for both the current and October 2015 WEO forecasts.2/ Countries included in the calculation of quarterly estimates and projections account for approximately 90 percent of world GDP at purchasing power parities.3/ Excludes the G7 (Canada, France, Germany, Italy, Japan, United Kingdom, United States) and euro area countries.4/ Countries included in the calculation of quarterly estimates and projections account for approximately 80 percent of the GDP of emerging market and developing economies at purchasing power parities.5/ For India, data and forecasts are presented on a fiscal year basis and GDP from 2011 onward is based on GDP at market prices with FY2011/12 as a base year.6/ Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam.

1 Dalam dua tahun terakhir rata-rata perubahan pertumbuhan ekonomi global (year on year basis) antar triwulan adalah 0,9 percentage point. Mengingat tidak terdapat perubahan yang signifikan dalam kurun waktu tersebut maka pertumbuhan ke depan diperkirakan relatif akan tetap berada di sekitar 0,9 percentage point.

Page 114: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

102

Bebe rapa ha l l a i n y ang j uga

menunjukkan optimisme IMF adalah (1)

membaiknya pertumbuhan di negara-negara

eksportir minyak dan (2) dampak pelemahan

Tiongkok yang ‘seolah’ tidak berdampak

ke negara lain. Beberapa negara eksportir

minyak diperkirakan tumbuh membaik, yaitu

Russia (dari -3,7% di 2015 menjadi -1,0%

di 2016), Nigeria (3,0% menjadi 4,1%) dan

negara-negara dalam kelompok ‘Middle

East, North Africa, Afghanistan, and Pakistan’

(2,5% menjadi 3,6%). Mengingat negara-

negara tersebut sangat bergantung pada

ekspor minyak, sementara harga minyak

diperkirakan turun, maka pertumbuhan di

2016 diperkirakan tidak setinggi perkiraan

IMF.

Terkait dengan pelemahan Tiongkok,

pelemahan yang cukup dalam tersebut –

diperkirakan tumbuh 6,3% di 2016 dari

6,9% (2015) – diperkirakan akan berdampak

luas pada pelemahan di negara-negara yang

menjadi pemasok Tiongkok. Namun, hal ini

tidak tercermin pada outlook negara-negara

eksportir ke Tiongkok, seperti AS, Jepang

dan Kawasan Euro, yang tetap tumbuh

meningkat.

Di sisi lain, dalam beberapa waktu

terakhir pelemahan ekonomi global salah

satunya disebabkan oleh konsumsi rumah

tangga yang menurun, termasuk di AS dan

Jepang. Penurunan tersebut disebabkan

oleh kenaikan upah yang sangat lambat

atau bahkan kurang memadai, sehingga

konsumsi juga terbatas. Indikasi ini juga

ditunjukkan oleh indikator penjualan ritel

dan keyakinan konsumen yang cenderung

memburuk. Namun, ada faktor lain yang

menyebabkan penurunan konsumsi – dan

perlu dicermati –, yaitu perilaku konsumen

yang cenderung menahan konsumsi dan

lebih memilih menabung atau investasi (lihat

Grafik di bawah). Perilaku ini dipicu oleh

ketidakpastian perkembangan ekonomi ke

depan sehingga konsumen lebih memilih

menabung untuk berjaga-jaga.

Grafik 1. Perilaku Menabung di AS Grafik 2. Perilaku Menabung di Jepang

6,0

5,5

5,0

4,0

4,5

3,5

3,0

US Personal Saving RateRata-rata 2001-2015

2013 2014 2015Jan Jun Nov Apr Sep Jan Jul Des

4,8

5,5

% Pendapatan Disposable

1800

1700

1600

1500

1400

1300

1200

Triliun Yen

Total Aset Finansial Rumah TanggaRata-rata

03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 091997 1998 1999 2000 2002 2003 2004 2005 2007 2008 2009 2010 2012 2013 2014

Page 115: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

103

Meskipun dipandang sebagai faktor

yang menekan pertumbuhan, perilaku

menabung ini pada gilirannya justru dapat

menahan konsumsi tidak menurun drastis

bahkan suatu saat dapat mengakselerasi

pertumbuhan konsumsi, yaitu pada saat

prospek ekonomi membaik dan keyakinan

konsumen kembali meningkat. Sayangnya,

prospek ke depan belum menunjukkan adanya

perbaikan karena tidak adanya engine of

growth yang baru setelah AS dan Tiongkok

melemah. Dengan kata lain, diperlukan suatu

trigger yang dapat memicu aktivitas ekonomi

dan memancing peningkatan konsumsi.

Sa lah satu t r igger yang dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi global

adalah pembangunan infrastruktur di negara

berkembang. Pembangunan infrastruktur

ini dapat mendorong aktivitas ekonomi

domestik, serta memberikan positive spillover

ke ekonomi negara lain melalui peningkatan

permintaan capital goods, bahan baku

dan kebutuhan lainnya yang selanjutnya

menggerakan aktivitas ekonomi di negara

pemasok capital goods – yaitu negara maju.

Beberapa negara berkembang yang sedang

mendorong pembangunan infrastruktur antara

lain adalah India – melalui program Make in

India2 – dan Indonesia. Namun demikian,

pembangunan infrastruktur ini membutuhkan

financing dan fiscal room yang besar. Dalam

jangka yang lebih panjang, Tiongkok juga

memiliki program Made in China 2025 yang

bertujuan untuk mengalihkan orientasi

ekspor Tiongkok dari produk manufaktur

yang ‘murah’ menjadi produk ekspor yang

memiliki value added tinggi berbasis teknologi

tinggi. Program ini diperkirakan dapat kembali

mendorong pertumbuhan Tiongkok dalam

jangka menengah panjang.

Selain pembangunan infrastruktur

di negara berkembang, Kawasan Euro juga

merupakan bright spot ekonomi global

dimana ekonominya terus membaik meskipun

dengan pace yang sangat lambat. Dengan

kebijakan moneter yang semakin akomodatif

dan sektor perbankan yang mulai ekspansif

dalam penyaluran kredit, Kawasan Euro

dapat tumbuh dengan pesat apabila likuiditas

yang berlimpah dapat tersalur ke sektor riil.

Pada saat hal itu terjadi, kawasan ini dapat

tumbuh dengan cepat mengingat keterkaitan

(perdagangan dan investasi) antar negara yang

sangat kuat. Untuk itu diperlukan measures

tambahan yang lebih kuat dari EC dan ECB

untuk mengalirkan likuiditas ke sektor riil.

Penutup

Prospek ekonomi global ke depan

diperkirakan akan tetap gloomy dan

pertumbuhan akan tetap lambat tanpa ada

upaya terobosan untuk mendorong aktivitas

ekonomi. Rebound berpotensi terjadi pada

2 Program ini merupakan program pembangunan sektor manufaktur terintegrasi di beberapa wilayah India yang bertujuan untuk membangkitkan peran sektor manufaktur serta untuk menekan angka pengangguran dengan membuka kesempatan kerja secara masif.

Page 116: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

104

2016 dan semakin membaik pada 2017, namun

pertumbuhan ekonomi global pada 2016

berpotensi lebih rendah dari 3,4%. Ekonomi

global diperkirakan dapat tumbuh lebih

cepat apabila dunia dapat mengoptimalkan

bright spots yang ada sebagai trigger untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi global

secara lebih luas. Untuk itu diperlukan

kolaborasi dan sinergi antara otoritas dan

pelaku ekonomi lintas negara untuk fokus

mengembangkan new engine of growth.

Page 117: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

105

The Next China’s Engine of Growth: Beijing’s Belt and Road (BAR)

Oleh: Arief adrianto Rasyid

Di tengah nuansa negatif tentang

ekonomi dan keuangan yang terjadi dewasa

ini, Tiongkok masih menyimpan potensi

kekuatan pada jangka menengah dan panjang.

Reformasi struktural berjalan sesuai arah yang

direncanakan, meskipun membutuhkan waktu

yang lama dengan tekanan penyesuaian yang

cukup menyakitkan. Dalam jangka pendek,

kebijakan moneter dan fiskal relatif memiliki

ruang untuk menghindari hard-landing. Sektor

jasa berpeluang menguat bersama konsumsi

apabila sistem keuangan semakin maju dan

efisien. Sebagaimana yang teridentifikasi

dalam purwarupa mesin jangka panjang,

Tiongkok berambisi untuk menghubungkan

koridor industri di Asia, Eropa, dan Timur

Tengah untuk dapat mengoptimalkan nilai

tambah Tiongkok di antara global value chains

(GVC). Proyek besar ini dinamakan dengan

“Beijing’s Belt and Road.”

Sepanjang 2015 media ekonomi dan

keuangan global cenderung memberitakan

hal-hal yang negatif mengenai ekonomi dan

keuangan Tiongkok. Pertumbuhan melambat,

nilai tukar dan pasar saham terkoreksi disertai

dengan fluktuasi yang tajam. Arah kebijakan

dinilai tidak menentu. Produktivitas tenaga

kerja melemah. Partisipasi tenaga kerja

berkurang akibat aging population. Penguatan

sektor jasa berjalan lambat seakan tidak mampu

menggantikan peran manufaktur sebagai

lokomotif ekonomi. Kondisi oversupply,

deflasi berkelanjutan, dan penurunan kinerja

laba industri seolah membuat Tiongkok

kehilangan mesin pertumbuhannya. Perspektif

publik global terhadap ekonomi Tiongkok

mengalami degradasi. Akankah Negara Tirai

Bambu mampu melewati masa transisi menuju

ekonomi yang lebih kuat dan berimbang?

Membicarakan struktur ekonomi dan

performa ekonomi Tiongkok tidak boleh

melupakan prestasi Tiongkok sebagai negara

terbesar kedua di dunia. Pertumbuhan

ekonomi Tiongkok dalam dua dekade

terakhir merupakan yang paling spektakuler.

Pendapatan per kapita melesat hingga

berkisar USD7400 pada 2014 (data Bank

Dunia), memposisikan diri sebagai negara

Artikel 2

Page 118: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

106

kelompok upper middle income dari hanya

pada kisaran USD950 di tahun 2000. Tiongkok

berhasil menahan tingkat pengangguran

yang rendah pada kisaran 4% dalam jangka

waktu yang cukup panjang (2002-2015).

Cepatnya pertumbuhan membuat kapasitas

ekonomi Tiongkok membesar hingga menjadi

kekuatan ekonomi kedua setelah AS. Tiongkok

mendominasi bidang perdagangan. Tidak

hanya barang jadi, Tiongkok menjadi pusat

rantai produksi internasional yang hampir

terkait oleh seluruh rantai produksi global

(global value chain-GVC). Dengan keterkaitan

yang erat pada ekonomi dunia maka dinamika

ekonomi domestik Tiongkok sangat mewarnai

kondisi ekonomi global.

Perlambatan dan penyesuaian orientasi

ekonomi dari manufaktur ke jasa merupakan

hal yang lazim dalam pola transformasi

industri. Setelah pembangunan industri

dan pendapatan masyarakat meningkat,

kebutuhan akan sektor jasa seperti kesehatan

dan pendidikan menjadi lebih besar. Karena

sifatnya yang sulit dimekanisasi, maka harga

konsumsi jasa menjadi jauh lebih tinggi. Karena

itu, di ekonomi berbasis jasa, inflasi sektor jasa

cenderung relatif lebih tinggi. Mahalnya harga

jasa membuat pangsa jasa terhadap aktivitas

ekonomi secara keseluruhan cukup besar.

Deindustrialisasi Tiongkok ke arah

sektor jasa merupakan hal positif bagi

keseimbangan domestik Tiongkok dan global.

Surplus produksi industri dan perdagangan

manufaktur yang persisten menyebabkan

defisit permanen di belahan dunia lain. Pada

gilirannya hal tersebut memicu destabilisasi

sistem keuangan global. Kondisi oversupply

membuat pembentukan harga menjadi lemah

dan menimbulkan degradasi lingkungan.

Transformasi struktural Tiongkok merupakan

hal yang dibutuhkan oleh domestik dan global

agar pembangunan lebih berkualitas dan

berkesinambungan.

Dalam jangka pendek, persistensi

pelemahan ekonomi tidak dapat dihindari,

sembari menunggu mesin pertumbuhan

baru—jasa dan konsumsi—siap melaju normal.

Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah

mengoptimalkan kebijakan moneter dan

fiskal untuk menjaga ekonomi tetap berada

dalam path penyesuaian—menghindari

hard landing. Manuver fiskal dan moneter

masih terbuka, meskipun dengan ruang yang

relatif sempit terkendala level utang swasta

yang tinggi. Dalam dua tahun terakhir,

pemerintah terlihat cukup berhati-hati dalam

menggelontorkan stimulus. Pemerintah dapat

menerima pencapaian pertumbuhan 2014 dan

2015 yang undershoot masing-masing 0,2 dan

0,1 ppt di bawah target.

Mesin pertumbuhan ekonomi jangka

menengah dapat diramu dari kombinasi sektor

jasa, konsumsi dan keuangan. Meskipun

pangsa sektor jasa meningkat, belum

ditemukan indikasi kuat perubahan pola

alokasi anggaran untuk konsumsi (expenditure

switching). Pangsa jasa pada PDB meningkat

sekitar 6 ppts sejak 2010, sementara pangsa

konsumsi hanya naik 2 ppts. Celah antara

keduanya (2 ppts) merepresentasikan

besarnya tabungan masyarakat di tengah

peningkatan laju pendapatan per kapita.

Page 119: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

107

Di tengah sistem keuangan yang belum

dapat diandalkan, masyarakat berupaya

mengantisipasi kebutuhan safety net pribadi

melalui akumulasi tabungan. Oleh karena itu,

memperbaiki sistem keuangan menjadi lebih

efisien merupakan prioritas agar ekspansi

sektor jasa secara efektif diterjemahkan

menjadi konsumsi masyarakat.

Tiongkok telah mempersiapkan

purwarupa mesin pertumbuhannya dengan

cukup matang. Dalam jangka panjang

produksi nasional dirancang dengan

mempertimbangkan konsep spatial ekonomi

global. Pemerintah telah mencanangkan

program Beijing’s Belt and Road (BAR) yang

merupakan rantai produksi Tiongkok yang

dirancang terhubung dengan koridor industri

dan pelabuhan barang di berbagai negara.

Program ini juga dikatakan sebagai bentuk

reinkarnasi jalur sutra (Silk Road) dengan

Mainland Tiongkok sebagai porosnya. Jalur

dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu: (i) Jalur

darat Timur-Barat membentang dari Beijing

melalui Asia Tengah, Rusia, hingga Eropa

(Silk Road Economic and Belt); (ii) Jalur darat

Utara-Selatan yang bermula dari Gerbang

Kunming melalui Mekong Sub-Region hingga

Singapura; (iii) Jalur laut yang menghubungkan

pelabuhan di Tiongkok, Asia Tenggara, India,

Terusan Suez, Laut Mediterania, hingga

Eropa (the 21st Century Maritime Silk Road

atau disebut juga sebagai “String of Pearls”

yang merupakan konotasi dari penghubung

pelabuhan).

Motivasi pembentukan BAR mencakup

aspek teknis dan filosofis. Secara teknis

BAR akan mendekatkan Tiongkok dengan

bahan baku dan pasar industrinya. Dengan

koneksi Gerbang Kunming Myanmar dan

Bangladesh hingga laut Andaman, Tiongkok

dapat mengurangi jarak tempuh melalui

semenanjung Malaka yang juga rawan.

Selain mempermudah akses terhadap negara

penghasil energi, waktu distribusi output

jadi menjadi lebih efisien. Secara filosofis,

BAR merupakan rencana strategis untuk

Grafik 1. Pangsa Konsumsi dan Investasi(% PDB)

Grafik 2. Pangsa Konsumsi dan Peningkatan Tabungan (% PDB)

55,0%

50,0%

45,0%

40,0%

35,0%

30,0%

25,0%

20,0%

Share of GDP

Consumption Investment

?

?

1978 1980 1882 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Source : CEIC, BNPP IP (Asia)

45,0%

40,0%

35,0%

30,0%

25,0%

20,0%

15,0%

Consumption (%GDP)

Urban saving rate(% disposable income)

Source: CEIC, BNPP IP (Asia)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Page 120: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

108

meningkatkan pengaruh Tiongkok di Asia,

Eropa, dan Timur Tengah. Jaringan BAR

tidak hanya koneksi fisik—jalan, jalur kereta,

pipa gas—melainkan juga koneksi non-fisik

seperti jejaring internasionalisasi RMB dan

pembiayaan proyek.

Di atas kertas, rancangan BAR sangat

komprehensif dan terintegrasi dengan

program-program lainnya. Sebelumnya,

pemerintah meluncurkan program “Made

in China” yang merupakan koridor industri

domestik yang bertujuan mengoptimalkan

posisi value added Tiongkok dalam GVC. BAR

dapat memberikan keuntungan bagi Tiongkok

untuk memilih pola produksi yang memberikan

value added tertinggi dalam GVC.

Untuk mempermudah implementasi BAR,

Tiongkok memperkuat jejaring pembiayaannya

di negara mitra. Hal tersebut diantaranya

diwujudkan melalui internasionalisasi RMB,

penempatan proyek-proyek pembangunan

pada mitra-mitra strategis, dan melakukan

pembiayaan melalui Asian Infrastructure

Investment Bank (AIIB).

BAR merupakan proyek besar dan

jangka panjang. Kendala terhadap perwujudan

BAR tidak sederhana karena mencakup faktor

domestik dan eksternal Tiongkok. Secara

domestik, koordinasi perwujudan BAR relatif

rendah karena masing-masing wilayah kerja

memiliki perencanaan BAR sendiri (BNP

Paribas, 2016). Beberapa negara yang dilalui

BAR memiliki keseimbangan fiskal yang

tertekan sehingga sulit mewujudkan koridor

atas biaya sendiri. Secara teknis, medan di

Asia Tengah yang berupa pegunungan terjal

menyulitkan pembangunan infrastruktur.

1. Timur-Barat

2. Utara-Selatan

3. “String of Pearls”

Gambar 1. Beijing’s Belt and Road (BAR)

Page 121: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

109

Secara keuangan, sektor korporasi Tiongkok

masih tertekan masalah utang. Sementara

kebutuhan infrastruktur diperkirakan mencapai

USD11 Triliun antara 2016-2030.

Namun, jika BAR berhasil dilakukan,

ekonomi Tiongkok akan semakin kuat di

dunia melalui penguasaan GVC. Efisiensi

ekonomi yang dihasilkan oleh BAR berpeluang

menghasilkan gain yang dapat mengimbangi

manfaat dari kerjasama ekonomi di bidang

perdagangan dan investasi, seperti Trans-

Pacific Partnership (TPP) dan Transatlantic

Trade and Investment Partnership (TTIP), di

mana Tiongkok tidak masuk di dalamnya.

Referensi

BNP Paribas, 27 Januari 2016, Chi on China: Challenges to China’s Consumption-led Growth,

Laporan.

BNP Paribas, 13 Januari 2016, Chi on China: Mega Trends of China (3): The Belt and Road

Strategic Plan. Laporan.

Page 122: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

110

Pakta Kemitraan Trans Pasifik: Haruskah Kita Berdiam Diri?

Oleh: Ahmad Adi Nugroho dan Gavriyuni R. Amier

Pakta Kemitraan Trans Pasifik (Trans-

Pacific Partnership-TPP) telah ditandatangani

oleh 12 (dua belas) negara perunding.

TPP merupakan standar baru kerja sama

perdagangan global yang berkualitas tinggi,

komprehensif dengan cakupan yang luas,

tidak hanya isu-isu di bidang perdagangan

(beyond the trade). Sebagaimana dicita-

citakan, pembentukan TPP diharapkan mampu

menciptakan liberalirasi perdagangan dan

integrasi ekonomi di kawasan Asia-Pacific

yang pada gilirannya akan membawa manfaat

bagi perekonomian negara anggota dan

kawasan.

Meskipun belum berlaku efektif

terdapat berbagai hal yang perlu disoroti,

khususnya mengenai kesiapan Indonesia

yang telah menyatakan intensinya untuk

bergabung ke dalam TPP. Jika Indonesia ikut

serta dalam TPP diharapkan dapat membuka

pasar baru bagi produk ekspor nasional dan

masuknya investasi di sektor riil. Namun di

sisi lain, hilangnya tarif dan non tarif barries

dapat memicu tingginya gelombang impor

dari negara-negara TPP, sehingga dapat

mempengaruhi neraca perdagangan.

Dari sisi modalitas, terdapat berbagai hal

yang perlu diperhatikan Indonesia, terutama

dari sisi kemampuan negara dalam menjaga

ruang kebijakan (policy space) dan pengaturan

di berbagai sektor. Aksesi Indonesia pada TPP

berimplikasi pada penyesuaian kebijakan dan

hukum nasional dengan prinsip-prinsip dalam

TPP (norm-making), seperti Hak Kekayaan

Intelektual, standardisasi lingkungan hidup,

sampai dengan isu transparansi regulasi.

Indonesia masih memiliki waktu untuk

mempersiapkan diri. Dalam kaitan ini, kajian

mendalam diperlukan untuk melihat cost and

benefit keikutsertaan Indonesia dalam TPP.

Lebih lanjut konsolidasi nasional merupakan

keniscayaan dalam memastikan kesiapan

sektor ekonomi dalam menghadapi penerapan

standar baru perdagangan TPP.

Artikel 3

Page 123: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

111

A. Trans Pacific ParTnershiP

(TPP), STAnDAR BARu PERJAnJIAn

PERDAGAnGAn GlOBAl

A.1. Sekilas Sejarah TPP

TPP merupakan perjanjian kemitraan

ekonomi strategis lintas kawasan Asia Pasifik

(trans pasifik) yang ditandatangani oleh dua

belas negara pada 5 Oktober 2015 di Atlanta

Amerika Serikat. Kedua belas negara perunding

terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Brunei

Darussalam, Chile, Jepang, Kanada, Malaysia,

Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura,

dan Viet Nam. Pada awalnya TPP berasal dari

inisiatif tiga negara, yaitu Singapura, Chile, dan

New Zealand, untuk membentuk perjanjian

Trans-Pacific Strategic Economic Partnership

(TPSEP) di 2003. Dua tahun kemudian (2005),

Brunei Darussalam bergabung. Pada tahun

2006, TPSEP disepakati oleh keempat negara

tersebut yang kemudian dikenal dengan

sebutan P-4. Belakangan, negara-negara lain

menyusul dan melakukan negosiasi dengan

P-4, yaitu Amerika Serikat, Australia, Peru, dan

Viet Nam (2008), Kanada dan Meksiko (2012),

dan terakhir Jepang (2013).

Selanjutnya TPSEP bermetamorfosis

menjadi TPP. Setelah proses negosiasi yang

panjang, TPP disepakati pada 4 Oktober 2015

dan ditandatangani tanggal 5 Oktober 2015.

Meski sudah disepakati dan ditandatangani

oleh dua belas negara anggota, perjanjian

TPP tidak serta merta berlaku melainkan masih

harus melalui proses persetujuan parlemen dari

masing-masing negara anggota. Mengingat

proses ratifikasi parlemen di masing-masing

negara berbeda, belum terdapat kepastian

kapan TPP berlaku efektif. Diperkirakan

perjanjian TPP baru berlaku efektif paling cepat

tahun 2017.

A.2. Standar Baru Perjanjian

Perdagangan Global

Penandatanganan TPP ini mengawali

tonggak sejarah lahirnya standar baru

perdagangan global di luar perjanjian

multilateral trading system dalam kerangka

World Trade Organization (WTO) yang

mengalami kebuntuan paska terhentinya

negosiasi Doha Development Agenda (2003).

Sejak awal bergulirnya perundingan, para

anggota beraspirasi TPP akan menjadi ‘perjanjian

abad-21’ yang modern, komprehensif,

dan berkualitas tinggi. Perjanjian ini juga

diharapkan dapat menjadi standar baru dalam

sistem perdagangan global dan mampu

beradaptasi menghadapi ‘next generation

issues’ yang akan dihadapi anggota TPP .

Meski disebut perjanjian dagang,

namun sejatinya TPP mencakup lebih dari

sekadar isu perdagangan (barang dan jasa).

Ada banyak isu lain yang juga diatur, seperti

investasi, hak kekayaan intelektual (HAKI),

kerjasama persaingan usaha, pengembangan

moda e-commerce, kerja sama usaha kecil

menengah, standardisasi ketenagakerjaan,

l ingkungan, peran badan usaha mil ik

negara (BUMN), dan isu-isu lainnya yang

mengarah pada reformasi regulasi, termasuk

penyelundupan satwa liar, pembalakan liar,

dan pencurian ikan.

Page 124: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

112

Sebagai perjanjian perdagangan yang

berstandar tinggi, ambisius, komprehensif,

dan seimbang, TPP bertujuan untuk (i)

mendorong pertumbuhan ekonomi; (ii)

mendukung penciptaan dan retensi pekerjaan;

(iii) meningkatkan inovasi; (iv) produktivitas dan

daya saing; (v) meningkatkan standar hidup; (vi)

mengurangi kemiskinan; (vii) mempromosikan

transparansi tata pemerintahan yang baik;

(viii) peningkatan tenaga kerja; dan (ix)

perlindungan lingkungan. Dengan tujuan

tersebut, diharapkan TPP akan menjadi

standar baru dan tinggi untuk perdagangan

dan investasi di kawasan Asia Pasifik, serta

sebagai langkah penting menuju tujuan akhir

perdagangan terbuka dan integrasi regional

di seluruh wilayah.

B. FITuR-FITuR uTAMA DAlAM TPP

Sebagai standar baru perdagangan

global (new standar for global trade), TPP

memiliki 5 (lima) kunci karakteristik (Key

Features), yaitu sbb.:

1. Comprehensive market access. TPP

menghilangkan atau mengurangi

tarif dan hambatan non tarif secara

substansial di seluruh perdagangan

barang dan jasa. TPP melingkupi seluruh

spectrum perdagangan, barang, jasa

dan investasi sehingga menciptakan

kesempatan baru dan manfaat bagi

dunia usaha, pekerja dan konsumen.

2. Regional approach to commitment.

Memfasilitasi cross border integration,

juga pembukaan pasar domestik.

3. Addressing new trade challenges. TPP

mempromosikan inovasi, produktifitas

dan daya saing.

4. Inclusive trade. TPP mencakup elemen-

elemen baru yang menjamin seluruh

aktifitas ekonomi di setiap tingkatan

agar memperoleh manfaat. Dalam

kaitan ini juga termasuk komitmen

untuk membantu kegiatan usaha

SME memahami TPP, memperoleh

keuntungan dari kesempatan TPP juga

termasuk komitmen untuk pemberian

capacity building.

5. Platform for regional integration. TPP

sebagai platform integrasi regional Asia

– Pacific.

Sementara dari sisi cakupan, TPP

merupakan pakta perdagangan komprehensif

dengan area kerja sama yang luas selain

perdagangan (beyond trade/WTO-plus) yang

dituangkan dalam tiga puluh Chapter yang

mengatur aspek liberalisasi perdagangan

(barang dan jasa), investasi, institutional

provision dan isu kerja sama lainnya. Tabel 1.

Page 125: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

113

Tabel 1. Cakupan TPP

• Preamble• Initial Provisions

and General Definition

• Competitiveness and Business Facilitation

• Development• Regulatory

Coherence• Transparency

and Anti Corruption

• Administrative and Institutional

• Dispute Settlement

• Exception• Final Provision

Inst

itut

iona

l Pro

visi

on • National Treatment and Market Access for Goods

• Textile and Apparel

• Rules of Origin and Origin Procedure

• Sanitary and Phytosanitary

• Technical Barrier to Trade

• Trade Remedies• Customs

Administration and Trade Facilitation

Goo

ds • Cross Border Trade in Services

• Financial Services• Investment• Telecommunication• E-Commerce

Serv

ices

& In

vest

men

t

• Competition Policy

• Temporary Entry for Business Persons

• Labor• State-Owned

Enterprises• Government

Procurement• Intellectual

Property• Environment• SMEs• Cooperation and

Capacity Building

Oth

er A

rea

of C

oope

rati

on

C. InTEnSI InDOnESIA KE DAlAM TPP

C.1. Aksesi Indonesia ke dalam TPP

TPP merupakan mega-regional trade

agreement yang mencakup USD30 triliun

Produk Domestik Bruto atau 40% dari PDB

dunia dengan potensi pasar lebih dari 800

juta penduduk dan menyatukan sepertiga dari

total arus perdagangan dunia. Dari sepuluh

negara anggota ASEAN, empat negara

bergabung dengan TPP, yaitu Singapura,

Malaysia, Viet Nam, dan Brunei. Indonesia

telah menyampaikan intensi untuk bergabung

dalam TPP. Dengan masuknya Indonesia ke

dalam TPP, Indonesia diperkirakan dapat

memperoleh akses perdagangan yang lebih

luas dan menarik investasi asing di sektor riil.

Intensi Indonesia untuk bergabung

dalam TPP tidak dapat dilakukan melalui

proses negosiasi. Mengingat Indonesia bukan

merupakan ‘negotiating party’ dalam TPP,

maka keikutsertaan Indonesia dalam TPP

dilakukan melalui proses aksesi. Syarat aksesi

sebagaimana tertuang dalam teks TPP adalah

“…prepared to comply with the obligations

set out in the Agreement…”, dan “…subject

to terms and conditions as may be agreed by

the state… and the Parties”. Dengan syarat

tersebut kecil kemungkinan ruang untuk

tawar menawar substansi perjanjian antara

anggota existing dengan anggota baru,

termasuk dalam hal terms and conditions yang

membuka kemungkinan juga dikaitkan dengan

negosiasi akses pasar. Komitmen akses pasar

tersebut dapat diartikan sebagai pembukaan

yang lebih luas dibandingkan komitmen yang

telah diberikan pada perjanjian-perjanjian FTA

sebelumnya.

Posisi Indonesia sebagai ‘acceeding

member’ dari aspek ‘rule making’ tidak

Page 126: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

114

dapat mengubah apapun sehingga teks

perjanjian bagi negara yang ingin bergabung

adalah ‘take it or leave it’. Berbeda halnya

dengan perundingan RCEP di mana Indonesia

terlibat dalam proses ‘rule making’ dimana

masing-masing negara mengukir perjanjian

berdasarkan regulasi domestiknya. Aksesi

Indonesia pada TPP berimplikasi pada

penyesuaian kebijakan dan hukum nasional

dengan prinsip-prinsip dalam TPP (norm-

making). Apabila terdapat pertentangan

klausul TPP dengan domestik, maka aturan

domestiklah yang perlu disesuaikan.

Beberapa contoh kebijakan dan

peraturan domestik yang berpotensi perlu

penyesuaian antara lain terkait HAKI dan

penyertaan modal pemerintah dalam BUMN.

Tingginya standar perlindungan HAKI akan

memaksa negara-negara yang belum comply

terhadap standar internasional seperti tertuang

dalam klausul Trade Related Aspects on

Intellectual Property Rights (TRIPS) untuk

menyesuaikan diri. TPP menerapkan aturan

yang lebih ketat dan perlindungan kekayaan

intelektual dengan jangka waktu yang

lebih lama, khususnya mengenai paten

obat-obatan dan copyrights. Perlindungan

copyrights diberikan sampai dengan 70 tahun,

lebih lama dari TRIPS yang hanya 50 tahun.

Bahkan, terkait penggunaan internet, apabila

terdapat konsumen internet yang melanggar

HAKI, maka internet service provider (ISP)

dapat diwajibkan memutus akses internet

konsumen.

Selain itu, terkait dengan penyertaan

modal pemerintah dalam Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), khususnya yang bergerak di

bidang pembangunan infrastruktur, dapat

dianggap sebagai non-commercial assistance

(NCA). Jika hal tersebut merugikan kepentingan

bisnis pihak lain, maka dapat digugat melalui

mekanisme penyelesaian sengketa investor-

negara (investor-state dispute settlement/ISDS)

ke badan arbitrase internasional.

Memperhatikan bahwa saat ini TPP

masih melalui tahap ratifikasi di masing-

masing negara anggota yang diperkirakan

akan selesai dalam dua tahun ke depan, masih

terdapat waktu untuk persiapan aksesi TPP

dengan melakukan hal-hal sbb.:

1. Mempelajari perjanjian dan implikasinya

pada perubahan berbagai ketentuan

domestik;

2. Mengidentifikasi kekuatan dan

kelemahan Indonesia (termasuk kesiapan

daya saing sektor ekonomi nasional);

3. Merumuskan rencana aksi strategis

nasional untuk mendukung intensi

keikutsertaan Indonesia dalam TPP.

C.2. Profil Perdagangan Internasional

Indonesia

Sebagian besar negara-negara

anggota TPP merupakan mitra dagang utama

Indonesia (Jepang, AS, Singapura, Malaysia,

Australia). Total ekspor non-migas ke negara-

negara tersebut sekitar 30% dari total ekspor

Indonesia, sementara total impor non-migas

dari negara-negara tersebut mencapai 32%

dari total impor Indonesia.

Page 127: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Bab 4 - A r t i k e l

115

Tarif impor di negara anggota TPP

untuk sejumlah produk bervariasi (0%-105%).

TPP memberikan peluang penghapusan tarif

yang cukup signifikan sehingga berpotensi

meningkatkan daya saing produk negara TPP

dibandingkan negara lain di luar TPP. Ekspor

anggota TPP diperkirakan akan menggerus

pangsa ekspor negara di luar TPP. Keikutsertaan

Indonesia dalam TPP berpotensi meningkatkan

ekspor sekaligus dapat meningkatkan impor.

Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk

menjaga trade balance Indonesia.

EKSPOR INDONESIA IMPOR INDONESIA

No.

NegaraTujuanEkspor

(non-migas)

Rata-rata2010-2014(juta USD)

Pangsa(%)

No. Negara Asal

Impor (non-migas)

Rata-rata2010-2014(juta USD)

Pangsa(%)

1 Tiongkok 18.721 10,57 1 Tiongkok 26.453 16,54 2 Jepang 16.360 9,23 2 Jepang 18.539 11,59

3Amerika Serikat

14.660 8,27 3 Thailand 9.799 6,13

4 India 12.039 6,80 4 Singapura 8.584 5,37 5 Singapura 8.503 4,80 5 Amerika Serikat 8.582 5,37 6 Malaysia 7.661 4,32 6 Korea Selatan 7.503 4,69 7 Korea Selatan 6.487 3,66 7 Malaysia 5.452 3,41 8 Thailand 4.782 2,70 8 Australia 4.901 3,06 9 Belanda 4.133 2,33 9 Taiwan 3.689 2,31 10 Taiwan 3.802 2,15 10 Jerman 3.651 2,28 13 Australia 2.934 1,66 12 Viet Nam 2.368 1,48 16 Viet Nam 2.264 1,28 15 Kanada 1.811 1,13 27 Kanada 793 0,45 23 Selandia Baru 755 0,47 28 Meksiko 622 0,35 28 Meksiko 374 0,23

34 Brunei Darussalam

86 0,05 33 Brunei Darussalam

12 0,01

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank IndonesiaKeterangan: warna biru merupakan anggota TPP

D. TPP: BERDIAM DIRI, MEnGhInDAR,

ATAu BERGABunG?

Tidak dapat dipungkiri bahwa TPP

saat ini merupakan benchmark alternatif

atas multilateral trading system selain WTO.

Keikutsertaan dalam perdagangan internasional

bagi small opened economy seperti Indonesia

merupakan keniscayaan. Kemampuan suatu

negara dalam mempertahankan “daya saing”

dan “daya sanding” berperan penting dalam

menjaga kinerja neraca perdagangannya.

Page 128: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

116

1 The Biggest Winner From TPP Trade Deal May Be Vietnam (Bloomberg), http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-10-08/more-shoes-and-shrimp-less-china-reliance-for-vietnam-in-tpp.

2 Kajian pemerintah Malaysia melalui Ministry of International Trade and Industry melakukan kajian dibantu oleh konsultan dari Pricewaterhouse Coopers (PWC) pada tahun 2015, http://fta.miti.gov.my/miti-fta/resources/TPPA_PwC_CBA_-_Final_Report_021215_FINAL_(corrected).pdf

Tantangan terhadap daya saing

Indonesia diperkirakan hadir dari negara-

negara peer group seperti Viet Nam dan

Malaysia. Berbagai analisis memperkirakan

Viet Nam akan memperoleh manfaat besar

dari keanggotaannya di TPP1. Negara

tersebut berpotensi meraup manfaat atas

peningkatan produk tekstil, alas kaki, dan

industri seafood. Meskipun demikian, Viet

Nam diperkirakan masih akan terganjal

klausul rules of origin atas produk tekstil dan

standardisasi ketenagakerjaan, khususnya

terkait dugaan eksploitasi pekerja anak dalam

industri garmen. Sementara, keikutsertaan

TPP bagi Malaysia berpotensi meningkatkan

PDB sampai dengan 1,15% dan tambahan

investasi senilai USD239 miliar. Di samping

itu, Malaysia juga memperoleh manfaat dari

peningkatan kualitas iklim bisnis melalui

klausul perlindungan HAKI, ketenagakerjaan,

maupun ISDS.2

Bagi Indonesia—jika bergabung—

TPP berpotensi menyejajarkan daya saing

dengan negara lain yang telah bergabung

sebelumnya. Meskipun demikian terdapat

berbagai konsekuensi yang tidak ringan.

Sejumlah langkah persiapan dan kajian

komprehensif perlu dilakukan sedini mungkin

guna mengantisipasi dampak negatifnya.

Melihat keaktifan peer countries seperti Viet

Nam dan Malaysia, berdiam diri kiranya bukan

merupakan opsi kebijakan yang ideal.

Page 129: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

117

L a m p i r a n

Page 130: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

118

Tabel 1, Produk Domestik Bruto(%, yoy)

Sumber: Bloomberg, Consensus Forecast Januari 2016 Keterangan: Cetak miring adalah angka proyeksi dari Bloomberg dan Consensus Forecast Januari 2015

Amerika Serikat

Amerika Serikat 1,9 1,7 1,2 1,7 2,8 2,5 2,4 1,3 1,1 0,9 1,5 2,5 1,7 2,6 2,9 2,5 2,9 2,7 2,1 1,8

Argentina 10,4 7,8 8,3 7,3 4,3 -1,4 0,1 0,5 1,3 5,2 3,3 1,7 0,8 0,7 -0,2 0,5 2,1 2,3 - -

Brazil 5,2 4,6 3,5 2,5 1,7 1,0 2,5 2,5 2,8 4,1 2,8 2,4 3,2 -0,8 -1,1 -0,7 -2,0 -3,0 -4,5 -

Chili 9,28 5,3 3,24 5,4 4,8 5,9 6,2 5,3 5,9 3,9 4,8 2,7 2,3 2,2 1,0 1,9 2,1 2,2 2,3 -

Meksiko 4,4 3,2 4,2 4,3 4,9 4,5 3,2 3,5 1,0 1,7 1,6 1,1 2,3 1,8 2,3 2,6 2,5 2,3 2,6 2,5

Asia Pasifik

Australia 2,0 2,5 3,1 3,1 4,4 3,9 3,2 2,7 1,8 2,1 2,0 2,3 3,0 2,7 2,5 2,2 2,1 1,9 2,5 2,6

Tiongkok 10,2 9,9 9,4 8,7 8,0 7,5 7,4 8,0 7,8 7,5 7,9 7,6 7,3 7,4 7,1 7,2 7,0 7,0 6,9 6,8

India - - - - - 4,5 6,3 5,0 4,7 7,0 7,5 6,4 6,7 6,7 8,4 6,6 7,5 7,0 7,4 7,3

Jepang 0,1 -1,5 -0,5 0,1 3,5 3,5 0,2 0,0 0,3 1,1 2,0 2,1 2,7 -0,3 -1,5 -1,0 -1,0 0,7 1,7 0,5

Korea Selatan 4,9 3,6 3,3 3,0 2,5 2,4 2,1 2,2 2,1 2,7 3,2 3,5 3,9 3,4 3,3 2,7 2,5 2,2 2,7 3,0

ASEAN-6

Indonesia 6,5 6,3 6,0 5,9 6,1 6,2 5,9 5,9 5,6 5,6 5,5 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0

Malaysia 5,0 4,6 6,0 5,5 5,1 5,2 5,0 6,5 4,3 4,6 4,9 5,0 6,3 6,5 5,6 5,7 5,6 4,9 4,7 4,5

Filipina 4,6 3,2 3,1 3,8 6,2 6,1 7,0 7,3 7,5 7,9 6,8 6,1 5,6 6,7 5,5 6,6 5,0 5,8 6,1 6,3

Singapura 9,9 1,8 5,7 3,6 2,8 3,2 1,1 2,9 2,7 4,1 5,5 5,4 4,6 2,3 2,8 2,1 2,7 1,7 1,8 1,8

Thailand 3,2 1,9 2,4 -4,1 2,9 6,1 5,0 15,3 5,2 2,6 2,5 0,5 -0,5 0,8 0,9 2,1 3,0 2,7 2,9 2,8

Vietnam 5,4 5,6 5,8 5,9 4,8 4,8 5,1 5,4 4,8 4,9 5,1 5,4 5,1 5,2 5,5 6,0 6,0 6,3 6,5 6,7

Eropa

Kawasan Euro 2,8 1,9 1,4 0,5 -0,5 -0,8 -0,9 -1,1 -1,1 -0,4 0,0 0,6 1,1 0,7 0,8 0,9 1,3 1,6 1,6 1,5

Inggris 2,1 1,7 2,0 2,1 1,5 1,0 1,2 1,0 1,4 2,2 2,1 2,8 2,8 3,0 2,8 2,8 2,5 2,3 2,1 1,9

Russia 3,3 3,3 5,0 5,2 4,7 4,2 3,1 2,0 0,7 1,2 1,3 2,1 0,6 0,7 0,9 0,4 -2,2 -4,6 -4,1 -4,0

Turki 12,4 9,3 8,7 5,3 3,1 2,8 1,5 1,3 3,1 4,7 4,3 4,6 4,9 2,4 1,8 2,7 2,5 3,8 4,0 3,0

Afrika

Afrika Selatan 3,2 3,3 3,0 3,3 2,2 2,8 2,1 1,8 1,8 2,2 1,8 2,9 1,9 1,3 1,6 1,4 2,2 1,3 1,0 1,5

Negara2011 2012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 131: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

119

Tabel 2, Angka Pengangguran

Akhir Periode (%)

Sumber: Bloomberg, CEIC Keterangan: Tanda ( - ) : Data belum keluar n,a : Data tidak tersedia

Amerika

Amerika Serikat 9,0 9,1 9,0 8,5 8,2 8,2 7,8 7,9 7,5 7,5 7,2 6,7 6,6 6,1 5,9 5,6 5,5 5,3 5,1 5,0

Argentina 7,4 7,3 7,2 6,7 7,1 7,2 7,6 6,9 7,1 7,2 6,8 6,4 7,1 7,5 7,5 6,9 6,9 5,9 5,9

Brazil 6,4 6,2 6,0 4,7 6,2 5,9 5,4 4,6 5,7 6,0 5,4 4,3 5,0 4,8 4,8 4,3 6,1 6,9 7,5 6,9

Chili 7,3 7,2 7,4 6,6 6,6 6,6 6,5 6,1 6,2 6,2 5,7 5,7 6,5 6,5 6,6 6,0 6,1 6,5 6,4 5,8

Meksiko 5,2 5,6 5,1 5,0 5,0 4,8 4,6 4,9 5,0 5,0 4,9 4,8 5,3 4,8 4,8 4,2 4,3 4,4 4,3 4,4

Asia Pasifik

Australia 4,9 4,9 5,3 5,2 5,2 5,2 5,5 5,4 5,6 5,7 5,7 5,9 5,8 6,1 6,2 6,1 6,1 6,0 6,1 5,8

Tiongkok 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,0 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,0 4,1 4,1

India n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a

Jepang 4,7 4,7 4,2 4,5 4,5 4,3 4,3 4,3 4,1 3,9 4,0 3,7 3,6 3,7 3,6 3,4 3,4 3,4 3,4 3,3

Korea Selatan 3,9 3,3 3,3 3,1 3,4 3,2 3,2 3,0 3,1 3,1 3,0 3,1 3,5 3,6 3,5 3,5 3,7 3,9 3,5 3,4

ASEAN-6

Indonesia 6,8 n,a 6,6 n,a 6,3 n,a 6,1 n,a 5,9 n,a 6,3 n,a 5,7 n,a 5,9 n,a 5,8 n,a 6,2 n,a

Malaysia 3,1 3,0 3,1 3,0 3,0 3,0 3,0 3,1 3,1 3,0 3,1 3,0 3,1 3,0 3,1 - - - - -

Filipina 7,4 7,2 7,1 6,4 7,2 6,9 7,0 6,8 7,1 7,5 7,3 6,5 7,5 7,0 6,7 6,0 6,6 6,4 6,5 5,6

Singapura 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 2,8 2,8 2,7 2,8 2,9 2,7 2,7 2,9 2,8 2,8 2,7 2,5 2,8 3,0 2,9

Thailand 0,7 0,4 0,8 0,4 0,7 0,7 0,6 0,5 0,7 0,6 0,7 0,6 0,9 1,2 0,8 0,6 1,0 0,8 0,8 0,7

Vietnam - - - 3,6 - - - 3,2 - - - 3,6 - - - 2,1 - - - -

Eropa

Kawasan Euro 9,9 9,9 10,3 10,6 11,0 11,4 11,5 11,8 12,0 12,0 12,0 11,8 11,7 11,5 11,5 11,4 11,2 11,0 10,7 10,4

Inggris 7,8 7,9 8,3 8,4 8,2 8,0 7,9 7,8 7,8 7,8 7,6 7,2 6,8 6,3 6,0 5,7 5,6 5,6 5,3 5,1

Russia 7,1 6,1 6,0 6,1 6,3 5,2 5,0 5,1 5,7 5,4 5,3 5,6 5,4 4,9 4,9 5,3 5,9 5,4 5,2 5,8

Turki 10,1 8,7 8,2 9,0 9,1 7,3 8,3 9,3 9,4 8,1 9,2 9,6 9,7 9,1 10,5 10,9 10,6 9,6 10,3 10,5

Afrika

Afrika Selatan n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a n,a

Negara2011 2012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 132: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

120

Tabel 3, Inflasi IHKAkhir Periode (%, yoy)

Sumber: Bloomberg

Amerika

Amerika Serikat 2,7 3,6 3,9 3,0 2,7 1,7 2,0 1,7 1,5 1,8 1,2 1,5 1,5 2,1 1,7 0,8 -0,1 0,1 0,0 0,7

Argentina 9,7 9,7 9,9 9,5 9,8 9,9 10,0 10,8 10,6 10,5 10,5 11,0 - - - - 16,5 15,0 14,5 26,9

Brazil 6,3 6,7 7,3 6,5 5,2 4,9 5,3 5,8 6,6 6,7 5,9 5,9 6,2 6,5 6,8 6,4 8,1 8,9 9,5 10,7

Chili 3,3 3,3 3,2 4,2 3,6 2,6 2,8 1,5 1,5 1,9 1,9 2,9 3,9 4,3 4,9 4,6 4,2 4,4 4,6 4,4

Meksiko 3,0 3,3 3,1 3,8 3,7 4,3 4,8 3,6 4,3 4,1 3,4 4,0 3,8 3,8 4,2 4,1 3,1 2,9 2,5 2,1

Asia Pasifik

Australia 3,3 3,5 3,4 3,0 1,6 1,2 2,0 2,2 2,5 2,4 2,2 2,7 2,9 3,0 2,3 1,7 1,3 1,5 1,5 1,7

Tiongkok 5,4 6,4 6,1 4,1 3,6 2,2 1,9 2,5 2,1 2,7 3,1 2,5 2,4 2,3 1,6 1,5 1,4 1,4 1,6 1,6

India - - - - 9,0 10,2 9,7 10,5 9,4 9,5 10,5 9,5 8,2 6,8 5,6 4,3 5,3 5,4 4,4 5,6

Jepang -0,5 -0,4 0,0 -0,2 0,5 -0,2 -0,3 -0,1 -0,9 0,2 1,1 1,6 1,6 3,6 3,2 2,4 2,2 0,4 0,0 0,2

Korea Selatan 4,1 4,2 3,8 4,2 2,7 2,2 2,1 1,4 1,5 1,2 1,0 1,1 1,3 1,7 1,1 0,8 0,4 0,7 0,6 1,3

ASEAN-6

Indonesia 6,6 5,5 4,6 3,8 3,9 4,3 3,8 3,7 5,0 5,4 7,9 8,1 7,3 6,7 4,5 8,4 6,4 7,3 6,8 3,4

Malaysia 3,0 3,5 3,4 3,0 2,1 1,6 1,3 1,2 1,6 1,8 2,6 3,2 3,5 3,3 2,6 2,7 0,9 2,5 2,6 2,7

Filipina 4,9 5,2 4,7 4,2 2,6 2,9 3,7 3,0 3,2 2,7 2,7 4,1 3,9 4,4 4,4 2,7 2,4 1,2 0,4 1,5

Singapura 5,0 5,2 5,5 5,5 5,2 5,3 4,7 4,3 3,5 1,8 1,6 1,5 1,2 1,9 0,7 -0,1 -0,3 -0,3 -0,6 -0,6

Thailand 3,1 4,1 4,0 3,5 3,5 2,6 3,4 3,6 2,7 2,3 1,4 1,7 2,1 2,4 1,8 0,6 -0,6 -1,1 -1,1 -0,9

Vietnam 13,9 20,8 22,4 18,1 14,2 6,9 6,5 6,8 6,6 6,7 6,3 6,0 4,4 5,0 3,6 1,8 0,9 1,0 0,0 0,6

Eropa

Kawasan Euro 2,7 2,7 3,0 2,7 2,7 2,4 2,6 2,2 1,7 1,6 1,1 0,8 0,5 0,5 0,3 -0,2 -0,1 0,2 -0,1 0,2

Inggris 4,0 4,2 5,2 4,2 3,5 2,4 2,2 2,7 2,8 2,9 2,7 2,0 1,6 1,9 1,2 0,5 0,0 0,0 -0,1 0,2

Rusia 9,5 9,4 7,2 6,1 3,7 4,3 6,6 6,6 7,0 6,9 6,1 6,5 6,9 7,8 8,0 11,4 16,9 15,3 15,7 12,9

Turki 4,0 6,2 6,2 10,5 10,4 8,9 9,2 6,2 7,3 8,3 7,9 7,4 8,4 9,2 8,9 8,2 7,6 7,2 8,0 8,8

Afrika

Afrika Selatan 4,1 5,0 5,7 6,1 6,0 5,5 5,4 5,7 5,9 5,5 6,0 5,4 6,0 6,6 5,9 5,3 4,0 4,7 4,6 5,2

Negara2011 2012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 133: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

121

Tabel 4, Suku Bunga Kebijakan Bank SentralPosisi akhir periode (%, yoy)

Sumber: Bloomberg Keterangan: -

Negara TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

Amerika

Amerika Serikat (Fed fund rate) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,50

Brazil (Selic rate) 11,75 12,25 12,00 11,00 9,75 8,50 7,50 7,25 7,25 8,00 9,00 10,00 10,75 11,00 11,00 11,75 12,75 13,75 14,25 14,25

Chili (Overnite rate) 4,00 5,25 5,25 5,25 5,00 5,00 5,00 5,00 6,00 5,00 5,00 4,50 4,00 4,00 3,25 3,00 3,00 3,00 3,00 3,50

Meksiko (Overnite rate) 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,00 4,00 3,75 3,50 3,50 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,25

Asia Pasifik

Australia (Cash target rate) 4,75 4,75 4,75 4,25 4,25 3,50 3,50 3,00 3,00 2,75 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50 2,25 2,00 2,00 2,00

Tiongkok (Lending rate) 6,06 6,31 6,56 6,56 6,56 6,31 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 5,60 5,35 4,85 4,60 4,35

India (Reverse repo rate) 6,75 7,50 8,25 8,50 8,50 8,00 8,00 8,00 7,50 7,25 7,50 7,75 8,00 8,00 8,00 8,00 7,50 7,25 6,75 6,75

Jepang (O/N Call target) 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

Korea Selatan (Call rate) 3,00 3,25 3,25 3,25 3,25 3,00 3,00 2,75 2,75 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50 2,25 2,00 1,75 1,50 1,50 1,50

ASEAN-5

Indonesia (BI rate) 6,75 6,75 6,75 6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 6,00 7,25 7,50 7,50 7,50 7,50 7,75 7,50 7,50 7,50 7,50

Malaysia (O/N rate) 2,75 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25

Filipina (O/N rate) 4,25 4,50 4,50 4,50 4,00 4,00 3,75 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 3,50 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Thailand (Repo rate) 2,50 3,00 3,50 3,25 3,00 3,00 3,00 2,75 2,75 2,50 2,50 2,25 2,00 2,00 2,00 2,00 1,75 1,50 1,50 1,50

Eropa

Kawasan EURO (Refinancing rate) 1,00 1,25 1,50 1,00 1,00 1,00 0,75 0,75 0,75 0,50 0,50 0,25 0,25 0,15 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05

Inggris (Bank rate) 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Rusia (Refinancing rate) 8,00 8,25 8,25 8,00 8,00 8,00 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25

Turki (1 Week Repo) 6,25 6,25 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,50 5,50 4,50 4,50 4,50 10,00 8,75 8,25 8,25 7,50 7,50 7,50 7,50

Afrika

Afrika Selatan (Refinancing rate) 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,50 5,50 5,75 5,75 5,75 5,75 6,00 6,25

2011 2012 2013 2014 2015

Page 134: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

122

Tabel 5, Pertumbuhan Uang Beredar

Akhir Periode (%, yoy)

Sumber: Bloomberg

Keterangan: -

Amerika

Amerika Serikat (M2) 5,0 6,0 9,9 9,8 10,1 9,6 6,8 8,1 7,3 6,9 6,3 5,5 6,1 6,5 6,2 5,9 6,1 5,6 6,1 6,0

Argentina (M3) 39,3 39,1 36,8 30,1 30,9 31,7 32,8 37,1 34,2 30,8 29,8 25,3 23,2 22,0 19,1 22,5 28,2 34,3 36,1 38,1

Brazil (M3) 18,4 19,7 18,6 18,9 20,6 20,5 18,8 16,1 13,3 12,2 9,8 8,7 7,4 8,4 11,9 13,0 12,7 12,0 8,0 9,9

Meksiko (M3) 12,6 13,2 13,6 16,0 17,5 18,5 16,7 14,6 15,0 9,9 10,1 9,4 8,8 12,6 10,8 7,5 4,7 9,0 8,8 5,7

Asia Pasifik

Australia (M3) 10,2 9,0 9,8 8,1 7,5 9,2 7,4 7,1 6,8 6,4 6,0 6,9 6,9 7,1 8,4 7,5 7,5 6,8 6,3 6,1

Tiongkok (M2) 16,6 15,9 13,0 13,6 13,4 13,6 14,8 13,8 15,7 14,0 14,2 13,6 12,1 14,7 12,9 12,2 11,6 11,8 13,1 13,3

India (M3) 16,1 17,27 16,6 16 13,0 13,7 13,6 11,3 14,0 12,7 13,0 14,8 14,0 12,2 12,7 11,1 11,1 11,0 11,0 11,0

Jepang (M3) 2,0 2,3 2,3 2,6 2,6 2,0 2,1 2,2 2,5 3,1 3,1 3,4 2,9 2,5 2,5 2,9 3,0 3,2 3,1 2,5

Korea Selatan (M3) 4,7 4,1 5,7 6,2 8,7 8,5 7,6 7,3 6,8 6,6 6,7 6,6 6,4 6,7 7,1 8,2 9,3 10,5 10,5 9,2

ASEAN-5

Indonesia (M2) 16,1 13,1 16,2 16,4 18,9 21,0 18,3 15,0 14,0 11,8 14,6 12,8 10,2 13,3 11,9 11,9 16,3 13,0 12,7 9,0

Malaysia (M3) 8,0 12,4 12,5 14,3 15,0 12,9 12,7 9,0 8,7 8,1 6,9 7,3 5,9 5,6 5,2 7,0 7,9 6,0 5,2 2,7

Filipina (M3) 9,9 11,4 7,1 7,1 4,8 5,5 6,4 9,4 13,0 20,2 31,0 31,8 35,3 23,5 16,4 11,2 8,8 9,3 8,7 9,9

Singapura (M3) 8,6 10,6 11,2 10,1 10,0 6,9 6,5 7,6 8,8 9,2 7,5 4,3 2,0 0,7 2,0 3,4 4,0 3,6 3,3 1,7

Thailand (M2) 13,2 16,3 16,2 15,2 13,1 11,1 12,6 10,3 9,5 10,2 7,1 7,3 6,4 4,4 4,0 4,6 6,1 6,1 5,4 4,5

Eropa

Kawasan Euro (M3) 1,8 1,3 1,7 1,6 2,8 3,0 2,7 3,5 2,5 2,4 2,0 1,0 1,0 1,6 2,5 3,6 4,7 4,9 4,9 4,7

Inggris (M4) -1,2 -0,6 -1,6 -2,6 -4,8 -5,5 -3,7 -1,0 0,4 1,6 2,5 0,2 -0,3 -0,7 -2,5 -1,1 -0,7 -0,2 -0,5 0,2

Rusia (M2) 26,5 22,6 21,4 22,3 21,2 19,1 14,8 11,9 14,6 15,5 16,1 14,6 8,5 6,7 7,0 6,2 6,2 6,8 7,5 11,4

Turki (M3) 20,7 21,4 20,0 13,7 8,3 7,0 8,3 13,1 16,0 17,2 21,7 20,1 21,2 17,2 14,4 11,8 15,1 21,2 24,7 21,1

Afrika

Afrika Selatan (M3) 6,5 6,0 6,8 8,3 6,7 7,0 7,5 5,2 8,1 9,2 7,0 5,9 7,9 7,3 7,8 7,3 7,3 8,7 8,5 10,4

Negara2011 2012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 135: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

123

Tabel 6, Surplus/Defisit Keuangan Pemerintah

Sumber: www,tradingeconomics,com, Moody’s Statistical Handbook November 2015

(% PDB)

Amerika

Amerika Serikat -1,6 -4,7 -13,3 -10,6 -10,5 -8,6 -5,5 -4,0 -3,5 -3,3

Argentina 0,9 1,1 -0,5 0,2 -1,3 -2,0 -1,9 -2,5 -6,5 -3,6

Brazil -2,0 -1,7 -3,1 -3,0 -2,6 -2,6 -3,5 -6,7 -9,9 -7,3

Chile 7,8 3,9 -4,4 -0,5 1,3 0,6 -0,6 -1,6 -3,3 -3,2

Meksiko -1,6 -1,3 -1,9 -2,4 -2,3 -2,4 -2,2 -2,6 -1,8 -1,5

Asia Pasifik

Australia 1,6 1,3 -3,5 -5,5 -4,8 -4,3 -2,7 -2,9 -3,0 -2,7

Tiongkok 0,6 -0,4 -2,2 -1,7 -1,1 -1,6 -1,9 -1,8 -2,7 -2,7

India -4,1 -8,1 -9,3 -7,0 -7,8 -6,9 -7,1 -6,8 -6,3 -6,0

Jepang -2,1 -4,1 -10,4 -9,3 -9,8 -8,8 -8,5 -7,3 -5,9 -4,5

Korea Selatan 3,6 1,4 -1,5 1,3 1,4 1,3 1,0 0,6 0,2 0,7

ASEAN-6

Indonesia -1,2 -0,1 -1,5 -0,7 -1,1 -1,8 -2,2 -2,2 -2,2 -2,1

Malaysia -3,0 -4,5 -6,4 -5,3 -4,7 -4,3 -3,8 -3,4 -3,1 -3,0

Filipina -1,5 -1,3 -3,7 -3,5 -2,0 -2,4 -1,4 -0,6 -1,2 -2,0

Singapura 2,8 0,1 -0,3 0,3 1,2 1,6 1,3 0,0 -1,1 -0,9

Thailand -1,6 -1,0 -4,2 -2,5 -0,8 -3,8 -1,9 -2,0 -2,3 -2,4

Vietnam -1,0 -1,9 -5,2 -3,3 -2,1 -4,3 -6,0 -6,0 -5,4 -4,9

Eropa

Kawasan Euro -0,6 -2,1 -6,4 -6,1 -4,1 -3,7 -3,0 -2,6 -2,2 -

Inggris -3,0 -5,1 -10,8 -9,7 -7,7 -8,3 -5,7 -5,7 -4,3 -3,3

Rusia 6,0 4,9 -6,3 -3,4 1,5 0,4 -1,3 -1,2 -4,5 -3,8

Turki -1,6 -2,5 -5,9 -3,4 -0,7 -1,5 -1,6 -1,4 -2,0 -1,9

Afrika

Afrika Selatan 1,4 -0,7 -4,5 -3,9 -4,8 -3,7 -3,6 -3,0 -3,5 -3,4

Negara 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015F 2016F

Page 136: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

124

Tabel 7, Neraca Berjalan

Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015F

(% PDB)

Amerika

Amerika Serikat -5,0 -4,7 -2,7 -3,0 -3,0 -2,8 -2,3 -2,2 -2,4 -2,7

Argentina 2,2 1,6 2,9 -0,3 -0,7 -0,2 -0,7 -1,1 -0,8 -1,2

Brazil -0,4 -2,4 -2,1 -2,9 -2,7 -2,7 -4,0 -4,4 -3,8 -3,2

Chili 4,2 -3,3 2,0 1,7 -1,2 -3,6 -3,7 -1,2 -0,5 -1,2

Meksiko -1,4 -1,9 -0,9 -0,5 -1,1 -1,4 -2,4 -1,9 -2,6 -2,9

Asia Pasifik

Australia -6,7 -4,8 -4,7 -3,5 -2,9 -4,3 -3,4 -3,1 -2,8 -2,7

Tiongkok 10,0 9,2 4,8 4,0 1,8 2,5 1,6 2,1 2,7 2,6

India -1,3 -2,3 -2,8 -2,9 -4,2 -4,8 -1,7 -1,4 -0,8 -0,4

Jepang 4,9 2,9 2,9 4,0 2,2 1,0 0,8 0,5 2,5 2,5

Korea Selatan 1,1 0,3 3,7 2,6 1,6 4,2 6,2 6,3 8,1 7,5

ASEAN-6

Indonesia 2,4 0,0 2,0 0,7 0,2 -2,7 -3,2 -3,1 -2,5 -2,6

Malaysia 15,0 16,7 14,9 10,1 10,9 5,2 3,5 4,3 2,0 0,7

Filipina 5,4 0,1 5,0 3,6 2,5 2,8 4,2 3,8 4,9 3,7

Singapura 26,0 14,4 16,8 23,7 22,0 17,2 17,9 19,1 18,4 17,3

Thailand 5,9 0,3 7,3 2,9 2,4 -0,4 -1,2 3,8 6,7 4,8

Vietnam -9,2 -10,9 -6,2 -3,7 0,2 5,9 4,7 4,8 -0,3 1,1

Eropa

Kawasan Euro 0,1 -1,6 -0,2 0,1 0,1 1,9 2,5 3,0 3,7 -

Inggris -2,5 -3,6 -3,0 -2,8 -1,7 -3,3 -4,5 -5,1 -4,9 -4,6

Rusia 5,6 6,3 4,1 4,4 5,1 3,5 1,7 3,1 5,3 3,2

Turki -5,8 -5,5 -2,0 -6,2 -9,7 -6,2 -7,9 -5,8 -4,9 -5,0

Afrika

Afrika Selatan -5,4 -5,5 -2,7 -1,5 -2,2 -5,0 -5,8 -5,4 -4,2 -3,9

Sumber: Bank Indonesia, www,tradingeconomics,com, Moody’s Statistical Handbook November 2015

Page 137: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

125

Tabel 8, Cadangan DevisaAkhir periode (Miliar USD)

Sumber: Bloomberg, SEKI-Bank Indonesia (untuk Indonesia) Keterangan: Tidak termasuk emas Tanda (-): Data belum keluar

Negara TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

Amerika

Amerika Serikat 45,6 44,4 43,8 42,7 43,0 46,8 45,3 42,2 39,6 39,5 40,4 39,2

Argentina 34,2 31,5 28,9 25,0 21,3 23,4 22,4 26,0 26,3 28,6 28,1 20,6

Brazil 376,9 371,1 376,0 375,8 377,2 380,5 375,7 374,1 371,0 372,2 370,6 368,7

Chili 39,8 41,0 42,3 41,1 41,0 41,1 40,1 40,5 38,4 38,2 38,2 38,6

Meksiko 167,0 166,5 172,0 176,6 182,7 190,3 190,7 193,0 195,4 192,4 181,0 176,4

Asia Pasifik

Australia 39,9 38,2 39,0 42,5 47,1 49,1 43,7 44,7 48,4 42,7 42,2 41,0

Tiongkok 3,442,7 3,496,7 3,662,7 3,821,3 3,948,1 3,993,2 3,887,7 3,843,0 3,730,0 3,693,8 3,514,1 3,330,0

India 259,7 255,3 247,9 268,6 276,4 288,8 287,4 295,4 316,2 330,5 326,6 329,2

Jepang 1,181,8 1,175,9 1,206,3 1,202,4 1,212,9 1,216,0 1,201,1 1,199,7 1,187,9 1,185,9 1,192,9 1,179,0

Korea Selatan 327,4 326,4 336,9 346,5 354,3 366,6 364,4 363,6 362,8 374,8 368,1 368,0

ASEAN-6

Indonesia 98,0 92,1 89,4 93,4 96,4 101,4 105,3 106,1 105,9 102,4 96,2 100,6

Malaysia 135,0 131,9 132,0 130,5 125,8 127,4 123,0 111,8 101,2 101,5 89,4 91,4

Filipina 84,0 81,3 83,5 83,2 79,6 80,7 79,6 79,5 80,5 80,6 80,6 80,6

Singapura 258,2 259,8 268,1 273,1 272,9 278,0 266,1 256,9 248,4 253,3 251,6 247,7

Thailand 167,7 162,5 163,5 159,0 158,8 159,3 153,3 149,1 148,5 152,5 148,0 149,3

Vietnam 28,4 24,9 24,4 25,9 33,8 35,8 36,8 34,2 36,9 37,3 30,7 -

Eropa

Kawasan Euro 217,2 215,5 221,9 220,8 228,8 229,4 223,4 228,0 240,5 240,1 242,5 245,6

Inggris 65,3 67,2 70,3 69,6 74,7 76,7 72,9 76,4 88,2 92,9 101,1 101,3

Russia 477,3 475,2 479,5 469,6 442,8 432,0 409,2 339,4 309,1 313,3 322,4 319,8

Turki 105,7 105,6 108,9 112,0 105,9 111,9 112,8 106,3 103,5 100,8 99,6 95,7

Afrika

Afrika Selatan 40,8 39,0 41,8 41,9 41,4 40,5 41,4 41,5 39,0 39,4 38,9 38,9

2013 2014 2015

Page 138: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

126

Tabel 9, Nilai Tukar Mata Uang Dunia terhadap USD

Sumber: Bloomberg, diolahKeterangan: -

Rata-rata Periode

Amerika

Argentina (Peso) 4,01 4,08 4,17 4,26 4,34 4,45 4,61 4,80 5,01 5,24 5,60 6,05 7,60 8,06 8,30 8,51 8,69 8,96 9,25 10,16

Brazil (Real) 1,67 1,60 1,64 1,80 1,77 1,97 2,03 2,06 2,00 2,07 2,29 2,28 2,36 2,23 2,27 2,55 2,87 3,07 3,54 3,84

Chili (Peso) 481,69 469,21 471,96 511,90 489,03 496,30 482,32 477,84 472,44 484,77 507,00 516,63 551,97 554,76 577,55 598,41 624,51 618,11 676,61 698,00

Meksiko (Peso) 12,06 11,72 12,34 13,65 12,97 13,54 13,17 12,95 12,64 12,48 12,90 13,02 13,23 12,99 13,12 13,90 14,95 15,32 16,44 16,77

Asia Pasifik

Australia (Dollar) 0,99 0,94 0,95 0,99 0,95 0,99 0,96 0,96 0,96 1,01 1,09 1,08 1,12 1,07 1,08 1,17 1,27 1,29 1,38 1,39

New Zealand (Dollar) 1,32 1,25 1,20 1,29 1,22 1,27 1,24 1,22 1,20 1,22 1,25 1,21 1,20 1,16 1,19 1,28 1,33 1,37 1,54 1,50

Hong Kong (Dollar) 7,79 7,78 7,79 7,78 7,76 7,76 7,76 7,75 7,76 7,76 7,76 7,75 7,76 7,75 7,75 7,76 7,76 7,75 7,75 7,75

Tiongkok (Yuan) 6,58 6,50 6,42 6,36 6,31 6,33 6,35 6,24 6,22 6,16 6,13 6,09 6,10 6,23 6,17 6,15 6,24 6,20 6,30 6,39

India (Rupee) 45,26 44,74 45,78 51,00 50,30 54,51 55,19 54,15 54,17 55,96 62,07 61,98 61,79 59,78 60,58 62,01 62,26 63,49 64,91 65,92

Jepang (Yen) 82,25 81,57 77,69 77,36 79,37 80,09 78,62 81,25 92,25 98,76 98,89 100,48 102,83 102,14 104,02 114,54 119,17 121,36 122,16 121,44

Korea Selatan (Won) 1,119 1,083 1,085 1,145 1,131 1,152 1,133 1,090 1,085 1,122 1,109 1,062 1,069 1,029 1,027 1,087 1,101 1,097 1,170 1,157

ASEAN-6

Indonesia (Rupiah) 8,901 8,591 8,614 8,987 9,082 9,312 9,507 9,646 9,707 9,799 10,652 11,604 11,835 11,631 11,769 12,253 12,810 13,127 13,857 13,769

Malaysia (Ringgit) 3,05 3,02 3,02 3,15 3,06 3,11 3,12 3,06 3,08 3,07 3,24 3,21 3,30 3,23 3,19 3,37 3,62 3,66 4,05 4,28

Filipina (Peso) 43,79 43,24 42,75 43,44 43,03 42,77 41,90 41,18 40,71 41,78 43,68 43,63 44,87 44,11 43,80 44,80 44,44 44,69 46,08 46,88

Singapura (Dollar) 1,28 1,24 1,23 1,29 1,26 1,26 1,25 1,22 1,24 1,25 1,27 1,25 1,27 1,25 1,25 1,30 1,36 1,34 1,39 1,41

Thailand (Bath) 30,53 30,28 30,13 31,00 30,98 31,28 31,35 30,67 29,80 29,87 31,45 31,74 32,65 32,45 32,11 32,71 32,65 33,25 35,25 35,83

Vietnam (Dong) 20,249 20,694 20,725 20,978 20,898 20,877 20,865 20,853 20,881 20,968 21,158 21,108 21,094 21,158 21,218 21,324 21,383 21,713 22,150 22,429

Eropa

Kawasan Euro (USD/Euro) 1,37 1,44 1,41 1,35 1,31 1,28 1,25 1,30 1,32 1,31 1,33 1,36 1,37 1,37 1,33 1,25 1,13 1,11 1,11 1,10

Inggris (USD/GBP) 1,60 1,63 1,61 1,57 1,57 1,58 1,58 1,61 1,55 1,54 1,55 1,62 1,65 1,68 1,67 1,58 1,51 1,53 1,55 1,52

Rusia (Ruble) 29,23 27,99 29,17 31,22 30,16 31,07 31,95 31,08 30,42 31,65 32,79 32,55 35,03 34,97 36,29 48,05 62,83 52,72 63,20 66,18

Turki (Lira) 1,58 1,57 1,74 1,84 1,80 1,81 1,80 1,79 1,79 1,84 1,97 2,03 2,21 2,11 2,16 2,26 2,46 2,66 2,86 2,91

Afrika

Afrika Selatan (Rand) 7,00 6,79 7,16 8,11 7,75 8,13 8,26 8,69 8,95 9,48 9,99 10,16 10,86 10,54 10,77 11,23 11,75 12,08 13,01 14,24

Negara2011 2012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 139: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

127

Tabel 10, Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Dunia Rata-rata Periode

Sumber: Bloomberg, diolahKeterangan: -

Rata-rata Periode

Amerika

Amerika Serikat (Dollar) 8,901 8,591 8,614 8,987 8,773 9,082 9,312 9,507 9,646 9,387 9,707 9,799 10,652 11,604 10,440 11,835 11,631 11,769 12,253 11,872 12,810 13,127 13,857 13,769

Argentina (Peso) 2,219 2,105 2,068 2,111 2,126 2,092 2,092 2,063 2,010 2,064 1,936 1,870 1,903 1,917 1,907 1,557 1,444 1,418 1,440 1,465 1,475 1,466 1,498 1,355

Brazil (Real) 5,340 5,385 5,264 4,987 5,244 5,135 4,737 4,688 4,685 4,811 4,860 4,737 4,657 5,099 4,838 5,006 5,219 5,174 4,810 5,052 4,459 4,276 3,918 3,581

Chili (Peso) 18,5 18,3 18,3 17,6 18,1 18,6 18,8 19,7 20,2 19,3 20,5 20,2 21,0 22,5 21,1 21,4 21,0 20,4 20,5 20,8 20,5 21,2 20,5 19,7

Meksiko (Peso) 738,2 733,2 698,1 658,2 706,9 700,1 687,7 722,1 745,0 713,7 768,2 785,5 825,5 891,0 817,6 894,4 895,1 896,9 881,4 892,0 856,7 856,7 842,7 821,2

Asia Pasifik

Australia (Dollar) 8,951 9,131 9,034 9,097 9,053 9,585 9,400 9,879 10,015 9,720 10,085 9,700 9,757 10,753 10,074 10,611 10,852 10,882 10,464 10,702 10,071 10,210 10,047 9,918

New Zealand (Dollar) 6,727 6,879 7,160 6,979 6,936 7,428 7,352 7,689 7,937 7,602 8,104 8,041 8,498 9,604 8,562 9,897 10,018 9,908 9,582 9,851 9,630 9,598 9,017 9,183

Hong Kong (Dollar) 1,143 1,105 1,105 1,155 1,127 1,170 1,200 1,226 1,244 1,210 1,252 1,262 1,373 1,497 1,346 1,525 1,500 1,518 1,580 1,531 1,652 1,693 1,788 1,777

Tiongkok (Renminbi) 1,352 1,322 1,342 1,414 1,358 1,440 1,471 1,497 1,545 1,488 1,560 1,592 1,739 1,905 1,699 1,940 1,866 1,909 1,993 1,927 2,054 2,116 2,198 2,153

India (Rupee) 196,7 192,0 188,2 176,2 188,3 180,6 170,8 172,3 178,1 175,4 179,2 175,1 171,6 187,2 178,3 191,6 194,6 194,3 197,6 194,5 205,7 206,8 213,5 208,9

Jepang (Yen) 108,2 105,3 110,9 116,2 110,1 114,4 116,3 120,9 118,7 117,6 105,2 99,2 107,7 115,5 106,9 115,1 113,9 113,1 107,0 112,3 107,5 108,2 113,4 113,4

Korea Selatan (Won) 8,0 7,9 7,9 7,8 7,9 8,0 8,1 8,4 8,8 8,3 8,9 8,7 9,6 10,9 9,6 11,1 11,3 11,5 11,3 11,3 11,6 12,0 11,8 11,9

ASEAN-5

Malaysia (Ringgit) 2,922 2,846 2,853 2,853 2,868 2,967 2,990 3,045 3,156 3,039 3,150 3,194 3,289 3,617 3,312 3,588 3,595 3,687 3,640 3,628 3,538 3,587 3,418 3,215

Filipina (Peso) 203,3 198,7 201,5 206,9 202,6 211,1 217,7 226,9 234,2 222,5 238,5 234,5 243,9 266,0 245,7 263,8 263,7 268,7 273,5 267,4 288,3 293,8 300,7 293,7

Singapura (Dollar) 6,973 6,930 7,025 6,982 6,978 7,186 7,366 7,623 7,888 7,516 7,845 7,846 8,403 9,282 8,344 9,327 9,285 9,402 9,455 9,367 9,443 9,775 9,961 9,783

Thailand (Baht) 291,6 283,7 285,9 289,9 287,8 293,1 297,7 303,2 314,4 302,1 325,7 328,1 338,7 365,6 339,5 362,5 358,5 366,5 374,6 365,5 392,4 394,8 393,1 384,2

Vietnam (Dong) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 0,5 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

Eropa

Kawasan Euro (Euro) 12,191 12,370 12,171 12,108 12,210 11,915 11,950 11,894 12,516 12,069 12,813 12,800 14,119 15,799 13,883 16,219 15,954 15,597 15,302 15,768 14,434 14,530 15,415 15,080

Inggris (Pound) 14,269 14,016 13,868 14,127 14,070 14,276 14,739 15,021 15,490 14,882 15,068 15,051 16,523 18,793 16,359 19,586 19,579 19,653 19,394 19,553 19,405 20,128 21,464 20,882

Rusia (Rubbel) 304,5 307,0 295,3 287,9 298,7 301,2 299,7 297,6 310,4 302,2 319,0 309,7 324,9 356,5 327,5 337,9 332,6 324,3 255,0 312,4 203,9 249,0 219,2 208,1

Turki (Lira) 5,643 5,480 4,956 4,886 5,220 5,056 5,154 5,272 5,375 5,214 5,437 5,328 5,411 5,730 5,482 5,345 5,508 5,439 5,416 5,426 5,198 4,926 4,852 4,736

Afrika

Afrika Selatan (Rand) 1,272 1,265 1,203 1,108 1,212 1,172 1,146 1,151 1,110 1,145 1,085 1,034 1,066 1,142 1,082 1,090 1,103 1,093 1,091 1,094 1,091 1,086 1,065 967

Negara2011

2011 2012 2013 20142012

TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015

Page 140: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

128

Tabel 11, Indeks Saham

Sumber: BloombergKeterangan: -

Rata-rata Periode

Negara TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

20112011 2012 2013 2014

2012 2013 2014 2015

Amerika

Amerika Serikat (DJIA) 12,025 12,365 11,648 11,799 11,959 12,848 12,761 13,113 13,140 12,966 13,994 14,959 15,286 15,736 14,994 16,177 16,604 16,954 17,345 16,770 17,808 18,004 17,077 17,475

Amerika Serikat (S&P 500) 1,303 1,318 1,225 1,226 1,268 1,349 1,350 1,401 1,418 1,379 1,514 1,609 1,675 1,769 1,642 1,835 1,900 1,976 2,009 1,930 2,064 2,102 2,027 2,052

Argentina (MERV) 3,496 3,333 3,005 2,589 3,106 2,756 2,300 2,431 2,466 2,488 3,264 3,481 3,844 5,324 3,978 5,810 7,193 9,503 9,823 8,082 9,400 11,639 11,032 12,175

Brazil (BVSP) 67,827 64,378 56,474 56,407 61,271 64,263 58,095 57,569 58,453 59,595 58,813 53,355 50,234 52,697 53,775 47,907 52,741 57,265 52,710 52,656 49,624 54,577 48,568 46,354

Chili (IGPA) 21,912 22,540 20,529 19,910 21,223 21,092 21,212 20,502 20,703 20,877 21,974 20,658 18,681 18,630 19,985 17,945 19,038 19,269 18,963 18,804 18,963 19,499 18,528 18,392

Meksiko (BOLSA) 37,172 35,949 34,683 35,859 35,916 37,792 38,545 40,445 42,114 39,724 44,384 41,414 40,926 41,199 41,981 40,321 41,675 44,779 43,566 42,585 42,867 44,989 43,865 43,888

Asia Pasifik

Australia (All Ord,) 4,876 4,779 4,344 4,244 4,561 4,318 4,258 4,300 4,517 4,348 4,951 4,960 5,075 5,286 5,068 5,336 5,438 5,521 5,337 5,408 5,691 5,711 5,352 5,228

Tiongkok (Shanghai) 2,863 2,839 2,608 2,366 2,669 2,343 2,343 2,119 2,088 2,223 2,324 2,205 2,085 2,170 2,196 2,052 2,049 2,203 2,641 2,236 3,339 4,484 3,540 3,495

India (BSE) 18,590 18,618 17,400 16,468 17,769 17,183 16,791 17,625 18,916 17,629 19,519 19,336 19,344 20,703 19,726 21,107 23,911 26,239 27,490 24,687 28,566 27,536 27,087 26,213

Jepang (Nikkei 225) 10,285 9,609 9,246 8,581 9,430 9,295 9,026 8,886 9,209 9,104 11,458 13,629 14,128 14,951 13,541 14,959 14,655 15,553 16,660 15,457 18,226 20,058 19,475 19,035

Korea Selatan (KOSPI) 2,034 2,116 1,938 1,850 1,985 1,974 1,910 1,900 1,938 1,931 1,986 1,934 1,913 2,010 1,961 1,946 1,993 2,041 1,948 1,982 1,966 2,094 1,987 2,000

ASEAN-6

Indonesia (JSX) 3,522 3,791 3,894 3,709 3,729 3,971 4,019 4,113 4,311 4,104 4,598 4,938 4,457 4,364 4,589 4,530 4,895 5,124 5,077 4,907 5,343 5,199 4,566 4,513

Malaysia (KLSE) 1,525 1,544 1,497 1,459 1,506 1,553 1,580 1,634 1,647 1,604 1,647 1,743 1,769 1,811 1,742 1,821 1,868 1,867 1,794 1,838 1,789 1,789 1,655 1,674

Filipina (PCOM) 3,922 4,255 4,334 4,240 4,188 4,824 5,090 5,249 5,541 5,176 6,419 6,850 6,393 6,248 6,478 6,197 6,742 7,049 7,187 6,794 7,693 7,753 7,288 7,007

Singapura (STI) 3,118 3,125 2,923 2,723 2,972 2,922 2,877 3,027 3,064 2,973 3,262 3,299 3,171 3,161 3,223 3,093 3,259 3,313 3,282 3,237 3,393 3,422 3,081 2,929

Thailand (SET) 1,003 1,061 1,061 979 1,026 1,120 1,169 1,228 1,315 1,208 1,501 1,535 1,413 1,400 1,462 1,313 1,423 1,549 1,553 1,460 1,557 1,518 1,409 1,364

Vietnam (Ho Chi Min) 484 449 421 392 436 407 448 409 389 413 471 497 489 502 490 566 564 607 580 579 576 564 591 587

Eropa

Kawasan Euro (DJ Stoxx 50) 2,933 2,863 2,382 2,278 2,614 2,474 2,226 2,401 2,543 2,411 2,677 2,696 2,782 3,018 2,793 3,091 3,214 3,173 3,102 3,145 3,442 3,621 3,387 3,333

Inggris (FTSE 100) 5,945 5,905 5,463 5,429 5,686 5,822 5,551 5,744 5,844 5,740 6,300 6,438 6,530 6,612 6,470 6,680 6,764 6,756 6,526 6,682 6,793 6,920 6,399 6,271

Rusia (RTS, $ terms) 1,929 1,936 1,713 1,445 1,755 1,608 1,428 1,424 1,463 1,481 1,557 1,363 1,349 1,445 1,428 1,278 1,265 1,246 975 1,191 833 998 835 831

Turki (XU100) 64,627 65,408 58,108 54,756 60,725 58,228 58,809 65,080 72,675 63,698 81,200 83,784 73,021 74,075 78,020 64,761 76,047 79,336 80,785 75,232 84,978 83,186 76,977 77,335

Afrika

Afrika Selatan (JSE AS) 32,030 31,866 30,718 31,743 31,589 33,778 33,743 35,113 37,558 35,048 40,336 39,861 42,078 44,704 41,745 46,569 49,486 51,321 49,114 49,122 51,483 53,138 50,785 51,789

Page 141: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

L a m p i r a n

129

Tabel 12, Government Debt

Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(% PDB)

Amerika

Amerika Serikat 63,9 64,8 76,0 87,1 95,2 99,4 100,8 101,2 103,0

Argentina 51,8 44,4 39,2 39,6 36,1 33,3 35,1 38,8 43,0

Brazil 56,4 58,0 57,4 60,9 53,4 54,2 58,8 56,8 58,9

Chili 5,0 3,9 4,9 5,8 8,6 11,2 11,9 12,8 15,1

Meksiko 18,2 17,1 21,1 29,7 30,1 31,1 33,1 28,6 30,7

Asia Pasifik

Australia 10,0 9,7 11,7 16,7 20,5 24,2 27,9 30,9 33,9

Tiongkok 31,5 34,8 31,7 35,8 36,6 36,5 37,3 39,4 41,1

India 78,5 75,4 74,7 72,5 67,5 68,1 67,5 65,8 66,1

Jepang 172,1 167,0 174,1 194,1 200,0 211,7 218,8 224,2 230,0

Korea Selatan 29,3 28,7 28,0 31,2 31,0 31,7 32,3 34,5 36,0

ASEAN-6

Indonesia 35,8 32,3 30,3 26,5 24,5 23,1 23,0 24,9 25,0

Malaysia 41,5 41,2 41,2 52,8 53,5 54,3 53,3 54,7 52,8

Filipina 55,4 51,4 54,7 54,8 52,4 51,0 51,5 49,2 45,4

Singapura 87,9 86,3 93,9 104,2 99,6 102,2 106,2 103,2 99,3

Thailand 41,3 38,7 38,1 45,8 43,8 40,8 43,5 45,7 -

Vietnam 34,8 36,0 31,9 38,4 38,3 37,9 50,0 55,0 50,5

Eropa

Kawasan Euro 67,3 64,9 68,5 78,3 83,8 86,0 89,3 91,1 92,1

Inggris 43,4 44,5 52,3 67,1 78,4 81,8 85,8 87,3 89,4

Rusia 9,0 8,5 7,9 11,0 11,0 11,7 12,7 14,0 17,9

Turki 46,5 39,9 40,0 46,1 42,2 39,1 36,2 35,9 33,0

Afrika

Afrika Selatan 32,6 28,3 27,8 31,3 35,6 39,4 42,5 37,0 39,0

Sumber: www,tradingeconomics,comKeterangan: Tanda ( - ) : Data belum ke

Page 142: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Triwulan IV 2015

130

Tabel 13, Harga Komoditi Dunia

Sumber: Bloomberg , IMF, diolah Keterangan: Indeks Harga Komoditi, harga rata-rata 2005= 100

Total 184,1 177,5 162,8 156,3 142,8 139,8 126,7 123,4 187,0 179,4 171,7 157,6 146,6 141,0 130,6 126,2

Indeks

Energi

Indeks 110,1 108,6 100,6 79,0 68,2 75,0 63,8 54,6 111,3 107,2 104,1 88,5 69,1 73,7 65,8 58,7

Harga spot

Minyak WTI (USD/barrel) 106,2 97,9 93,2 59,3 47,8 59,8 45,5 39,3 105,8 97,4 97,5 73,2 48,6 57,8 46,4 42,7

Batubara (USD/ton) 60,8 63,2 55,7 56,2 53,1 52,8 48,6 43,5 64,0 63,6 57,2 56,2 53,3 52,9 50,6 46,1

Gas Alam (USD/Mn Btu) 3,6 4,2 3,9 3,4 2,8 2,8 2,6 1,9 3,6 3,8 3,9 3,8 2,9 2,7 2,7 2,1

Logam

Indeks 201,7 196,0 198,3 186,6 172,0 163,4 152,3 142,2 196,9 198,7 204,0 188,3 176,9 167,6 153,4 147,2

Harga spot

Emas (USD/ounce) 1,351 1,222 1,238 1,199 1,180 1,182 1,125 1,069 1,331 1,271 1,282 1,200 1,219 1,194 1,125 1,104

Timah (USD/mt) 22,738 22,764 21,122 19,832 17,468 15,090 15,235 14,671 21,327 22,909 21,951 19,905 18,406 15,621 15,108 15,036

Tembaga (USD/mt) 7,186 7,207 6,838 6,389 5,916 5,847 5,202 4,640 7,104 7,168 6,975 6,572 5,801 6,058 5,266 4,877

Alumunium (USD/mt) 1,808 1,785 2,022 1,928 1,782 1,727 1,605 1,498 1,828 1,813 2,010 1,978 1,815 1,791 1,621 1,507

Nikel (USD/mt) 13,873 13,984 18,114 16,032 13,808 12,863 9,968 8,748 14,025 13,972 18,662 15,926 14,450 13,097 10,616 9,458

Pangan

Indeks 211,0 200,4 164,6 172,3 158,4 155,0 138,9 146,0 222,4 203,5 180,0 168,5 162,7 154,8 146,7 145,7

Harga spot

Jagung (USD/bushel) 4,8 4,1 3,1 3,7 3,6 3,5 3,5 3,6 5,8 4,1 3,5 3,4 3,6 3,5 3,6 3,6

Gandum (USD/bushel) 6,9 6,5 5,3 6,1 5,0 4,9 4,2 4,1 6,9 6,9 5,7 5,6 5,2 4,9 4,5 4,2

Gula (Cents/pound) 17,4 16,6 16,0 15,3 13,2 12,5 11,9 14,6 17,1 17,6 17,2 16,1 14,4 13,0 12,1 14,4

Kedelai (USD/bushel) 14,0 13,2 10,3 10,2 9,7 9,7 8,6 8,7 14,4 12,9 11,8 9,9 9,8 9,6 9,4 8,7

Beras (USD/mt) 503,8 447,5 436,5 410,7 400,7 370,5 358,8 356,0 521,0 449,9 435,0 420,8 406,6 381,8 374,0 358,3

CPO (USD/mt) 724,4 792,4 649,4 624,9 606,7 605,5 469,5 505,8 723,6 783,3 693,7 652,5 625,8 599,5 508,7 504,6

Akhir Periode Rata-rata

TW3 TW4 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4 TW3 TW4 TW3 TW4 TW1 TW2 TW3 TW4

2013 2014 2015 2013 2014 2015

Page 143: peRkembangan ekonomi keuangan dan keRja sama inteRnasional

Tim Penyusun PEKKI Triwulan IV - 2015

Penanggung JawabAida S. Budiman

EditorM. Noor Nugroho, Diah Indira

Tim ProduksiM. Noor Nugroho, Diah Indira, Arief Adrianto Rasyid, Betty Purbowati Cahyadewi, Sonya Clarissa

Kontributor Tulisan, Tabel, dan GrafikPerkembangan Ekonomi Global dan Individu NegaraM. Noor Nugroho (Perkembangan Ekonomi Global); Diah Indira (Kawasan Euro); Arief Adrianto Rasyid (Tiongkok, India); Betty Purbowati Cahyadewi (Amerika Serikat, Jepang); Sonya Clarissa (ASEAN-5)

Perkembangan Pasar Keuangan dan KomoditasDiah Indira

Perkembangan Kerja Sama Internasional dan Lembaga Internasional

Rien Ayu Maharani (Kerja Sama Regional); Bambang Satya Permana (Kerja Sama Multilateral)

ArtikelM. Noor Nugroho (Outlook Ekonomi Global: Akankah Segera Rebound?); Arief Adrianto Rasyid (The Next China’s Engine of Growth: Beijing’s Belt and Road (BAR). Ahmad Adi Nugroho dan Gavriyuni R.

Amier (Pakta Kemitraan Trans Pasifik: Haruskah Kita Berdiam Diri?)

Lampiran, Tabel, dan GrafikAzmi Utama Nawawi