132
Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Dalam Bidang Sejarah Peradaban Islam (SPI) OLEH: Fenny Desmi Widiastuti NIM: 1711430017 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM JURUSAN ADAB FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU 2021 M/1442 H

Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu

Abad ke XX M

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Dalam Bidang Sejarah Peradaban Islam (SPI)

OLEH:

Fenny Desmi Widiastuti

NIM: 1711430017

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

JURUSAN ADAB FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN

DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

2021 M/1442 H

Page 2: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

i

Page 3: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

ii

Page 4: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

iii

MOTO

“Balas Dendam Terbaik Adalah Menjadikan Dirimu Lebih Baik.”

(Ali bin Abi Thalib)

“Jangan Berjanji Ketika Bahagia, Dan Jangan Mengambil Keputusan

Ketika Marah.”

(Ali bin Abi Thalib)

“Jika Sejarah Menjadi Guru Kebijaksanaan, Tokoh Sejarahlah Yang

Mengkongkritkan Keteladanan.”

(Najwa Shihab)

Page 5: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

iv

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmaanirohim, Alhamdulillahirobbil’alamin.

Yang utama dari segalannya, sembah sujud serta syukur kepada

ALLAH SWT. nikmat dan kasih sayangmu telah memberikan kekuatan,

membekaliku dengan ilmu dan kesabaran, serta yang senantiasa menerangi

jalanku juga Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke

jalan yang benar. Kemudian, rasa terimakasih yang setulus-tulusnya untuk

orang-orang yang kusayangai dan kucintai, serta orang-orang yang telah

mengiringi langkah keberhasilanku :

1. Ayahandaku (Windarlan) dan Ibundaku (Dewi Sartika) yang sangat

aku sayangi, yang selalu mengiringi langkahku dengan doa-doa tulus

disetiap sujudnya, yang selalu memberikan semangat, dukungan, rasa

kasih sayang yang tak terhingga, kesabaran, nasihat-nasihat, dan

pengorbanan tanpa pamrih yang selalu diberikan sepanjang hidupku.

Semoga Allah selalu memberi kebahagiaan untuk kita. Terimakasih

Ayah terimakasih Ibu, ku persembahkan karyaku sebagai langkah

awal membalas semua kesisayangmu.

2. Saudara Perempuanku (Yunita Rahayu S.) terimakasih sudah

menjadi kakak yang mengayomi dan membri arahan kepada adikmu

ini selama dalam menyelesaikan studi ini.

Page 6: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

v

3. Kepada keluarga besarku yang telah mendukung dan mendoakanku

selama menyelesaikan studi, terutama kepada kakak sepupuku (Okta

Monalisa) terimakasih telah meberi dukungan baik moril maupun

materil, terimakasih mbak sudah mau menolongku dalam melakukan

penelitian.

4. Keluarga Besar Prodi Sejarah Peradaban Islam (SPI) terimakasih

telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman kepadaku.

5. Terimakasih kepada ibu Arum dan ibu Gaya yang telah memberika

motivasi dan semangat kepadaku untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Terimakasih kepada Pembimbing I ibu Refileli, M.A yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini dan memberikan arahan

dengan penuh kesabaran.

7. Terimakasih kepada Pembimbing II Dr. Japarudin, M.Si Yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini dan memberikan arahan

dengankesabaran dan keikhlasan.

8. Terimakasih kepada seluruh dosen FUAD dan para karyawan, staf

Fakultas Ushuluddin, Adab, Dan Dakwah IAIN Bengkulu.

9. Teman-teman kampus seperjuangan SPI 2017 untuk mendapatkan

gelar sarjana, terimakasih sudah menjadi Partner atau teman yang

baik semasa kuliah.

10. Almamater yang telah menempahku dan mengiringi langkahku

dalam menggapai cita-cita.

Page 7: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

vi

Page 8: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

vii

ABSTRAK

Fenny Desmi Widiastuti, NIM. 1711430017, PERKEMBANGAN

ISLAM DI REJANG LEBONG ABAD KE XX . Skripsi Program Studi Sejarah

Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Bengkulu.

Masuknya Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke 17 yakni

sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan agama

Hindu/Buddha. Untuk memahami masuknya Islam di tanah Rejang dapat di

pahami dengan dua teori, yaitu teori Palembang dan teori Minangkabau. Teori

Palembang yaitu teori yang berdasarkan argumentasi bahwa Islam dibawa

kesultanan Palembang dibuktikan dengan di wilayah Rejang Lebong

ditemukannya piagam undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno,

yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807 Masehi Kesultanan Palembang dan

hubungan kerajaan Palembang Darussalam dengan Raja Depati Tiang Empat di

Lebong, dan teori Minangkabau yakni Islam bisa masuk karena pernikahan antara

Sultan Muzaffar Syah raja dari Indrapura dengan Putri Serindang Bulan, putri Rio

Mawang dari kerajaan Lebong, dan dibukyikan dengan adanya Naskah

Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M kepada Mad Ali keturunan

dari Pagaruyung. Kemudian, skripsi ini bertujuan mendeskripsikan masuk dan

berkembangnya Islam di Rejang Lebong pada abad ke XX M. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan tahapan

heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian yang di

dapat: (1) Masuknya Islam ke Rejang Lebong di pengaruhi oleh Kesultanan

Palembang, Banten dan Pagaruyung, yang di mana dibuktikan dengan piagam

Palembang yang berisikan peraturan-peraturan dan Residen Palembang yang

bertuliskan Arab Melayu dan Belanda berisikan pengangkatan Mat Arif sebagai

Depati di Rejang Lebong, kemudian adanya surat bertuliskan Arab Melayu yang

di berikan oleh Kesultanan Pagaruyung kepada Mad Ali sebagai identitas diri,

kemudian, dakwah syekh Malik Kubro di Renah Skalawi yang di mana

dakwahnya di teruskan oleh muridnya yakni Sutan Gagu . (2) Islam mulai

berkembang setelah tahun 1900, terutama setelah masuknya organisasi -

organisasi sosial keagamaan, berdirinya lembaga Islam seperti Madrasah,

Pasantren dan Institut. Pusat ajaran Islam di Rejang Lebong yakni terletak di

Dusun Sawah, yang dimana pada saat itu daerah Dusun Sawah di sebut sebagai

Mekkah kecil. Disebut demikian karena pada masa itu Dusun Sawah menjadi

pusat keagamaan, saat seseorang akan naik haji, maka pusat perkumpulan mereka

sebelum berangkat, yaitu di Dusun Sawah.

Kata Kunci: masuk, berkembangannya, Islam, Rejang Lebong.

Page 9: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya

kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan

judul “PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG ABAD KE XX M”.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurakan senantiasa kepada junjungan alam

dan tauladan bagi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

banyak membantu, membimbing, dan memotivasi penulis menyelesikan penulisan

skripsi ini. Semoga bantuan menjadi amal yang baik serta iringan do’a dari

penulis agar semua pihak di atas mendapat imbalan dari Allah SWT. Dalam

penulisan skripsi ini penulis sadar begitu banyak kesulitan-kesulitan yang

dihadapi. Namun berkat ketekunan, keuletan penulis dan berkat bantuan dari

semua pihak kesulitan - kesulitan itu dapat diatasi terutama dosen pembimbing.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Sirajudin M, M.Ag, MH selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Bengkulu.

2. Dr. Suhirman, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu.

3. Ibu Maryam, M.Hum selaku ketua Jurusan Adab Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bengkulu.

4. Ibu Refileli, M.A Selaku Ketua Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI),

serta pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, semangat,

dan arahan dengan penuh kesabaran, sekaligus menjadi pembimbing

Akademik.

5. Dr. Japarudin, S.Sos.I.,M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan ide

dan waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.

Page 10: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

ix

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ushuluddin, Adan, dan Dakwah IAIN Bengkulu

yang telah mengajar dan membimbing, serta memberikan berbagai ilmunya

dengan keikhlasan.

7. Karyawan Fakultas Ushuluddin, Adan, dan Dakwah IAIN Bengkulu yang telah

memberikan pelayanan yang baik dalam administrasi.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebut satu persatu.

Atas segala bantuan yang tiada nilai harganya, semoga Allah SWT

membalas dengan pahala yang berlipat ganda. Atas segala kebaikan semoga

menjadi amal sholeh, Amin. Akhirnya, kepada Allah SWT penulis memohon

semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan penelitian selanjutnya, dan

dapat berguna bagi penulis dan para pembaca.

Bengkulu, 14 Januari 2021

Penulis

Fenny Desmi Widiastuti

NIM.1711430017

Page 11: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................. ii

HALAMAN PENGESAHAAN SKRIPSI ....................................... iii

MOTO ................................................................................................. iv

PERSEMBAHAN ................................................................................ v

ABSTRAK ........................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ..................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 10

C. Batasan Masalah...................................................................... 10

D. Tujuan Penelitian ................................................................... 10

E. Kegunaan Penelitian............................................................... 11

F. Kajian Penelian Terdahulu ..................................................... 11

G. Kerangka Teori........................................................................ 16

H. Metode Penelitian.................................................................... 18

I. Sistem Penelitian ..................................................................... 28

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografi Kabupaten Rejang Lebong............................. 30

B. Penduduk Rejang Lebong ....................................................... 32

Page 12: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

xi

C. Agama di Rejang Lebong........................................................ 35

BAB III SEJARAH SUKU BANGSA REJANG

A. Asal-usul suku Rejang (Rejang Purba) ................................... 38

B. Sejarah Rejang Modren (Era Kepemimpinan Para Ajai) ........ 51

C. Lokasih Kediaman Suku Bangsa Rejang ................................ 55

BAB IV PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG

ABAD KE XX

A. Masuknya Islam di Rejang Lebong ........................................ 60

B. Perkembangan Islam di Rejang Lebong ................................. 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 88

B. Saran ........................................................................................ 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian.................................................. 21

Tabel 1.2 Batas-batas Kabupaten Rejang Lebong .............................. 29

Tabel 1.3 Jarak kota Curup dari beberapa kota sekitarnya ................. 30

Tabel 1.4 mayoritas penduduk Rejang Lebong................................... 31

Tabel 1.5 Agama masyarakat Rejang Lebong .................................... 34

Tabel 1.6 Pribadatan di Rejang Lebong .............................................. 34

Page 14: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam dapat berkembang dengan cepat karena Islam

mengajarkan hubungan manusia dan Tuhan. Islam disebarluaskan tanpa

paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya. Islam masuk ke

Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke-7/ke-8 M. Pendapat ini

didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslim yang

bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya yang bertahun

475 H atau 1082 M..1

Namun, ada beberapa teori yang mengatakan Islam masuk ke

Indonesia yakni, pertama teori Gujarat yang dimana teori ini menyatakan

bahwa Islam dibawah oleh para pedagang Gujarat yang berniaga ke

Nusantara pada abad ke-13 M. Kedua teori Makkah, teori ini menyatakan

bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M dibawah oleh para

pedagang Arab. Ketiga teori Persia, teori ini berpendapat bahwa orang

yang membawa Islam ke Nusantara berasal dari Persia (Iran). Kemudian

keempat teori Cina, teori ini dikemukakan oleh Emanuel Godinho de

Eradie seorang scientiss Spanyol yang menulis tahun 1613, ia mengatakan

sesungguhnya akidah Muhammad telah diterima di Patani dan Pam di

pantai Timur kemudian diterima dan diperkembangkan oleh Permaicuri

1 Ismail, “Sejarah Agama-agama” (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2017), hlm. 258

Page 15: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

2

(yaitu Parameswara) di tahun 1411 M.2

Daerah pertama berkembangnya Islam di Indonesia yakni pesisir

Utara Pulau Sumatera. Mereka membentuk masyarakat Islam pertama di

Peureulak Aceh Timur yang kemudian meluas sampai bisa mendirikan

kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara. Pulau Sumatera

merupakan salah satu pulau terbesar ke dua di Indonesia setelah pulau

Kalimantan. Terdapat beberapa Provinsi di Pulau Sumatera dan salah

satunya yakni Provinsi Bengkulu, yang dimana Islam juga berkembang

cukup baik di Provinsi ini.

Masuknya Islam di Bengkulu pada masa ini dapat diketahui

melalui beberapa teori yakni, pertama teori Aceh berdasarkan argumentasi

bahwa Islam dibawa ulama dari Aceh bernama Tengku Malin Muhidin

tahun 1417 M ke Kerajaan Sungai Serut dan melalui dominasi Aceh dalam

perdagangan rempah-rempah abad ke-17 serta di situs makam Gresik

Dusun Kaum Gresik, Desa Pauh Terenjam, Kecamatan Mukomuko

terdapat sembilan buah makam, dua diantaranya menggunakan nisa tipe

Aceh. Kedua, teori Palembang berdasarkan argumentasi bahwa Islam

dibawa Kesultanan Palembang dibuktikan dengan pengakuan masyarakat

sebagai keturunan dari kesultanan Palembang dan di wilayah Rejang

Lebong terbukti ditemukannya Piagam Undang-undang dari tembaga

dengan aksara Jawa Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807

Masehi. Kesultanan Palembang dan hubungan kerajaan Palembang

2 Alma’arif, “Islam Nusantara: Srudi Epistemologis Dan Kritis”, Jurnal Studi Keislaman,

15, no. 2 (Desember 2015) : 274

Page 16: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

3

Darussalam dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong.3

Ketiga, teori Minangkabau berdasarkan argumentasi bahwa Islam

masuk ke Bengkulu melalui perkawinan Sultan Muzaffar Syah, Raja dari

Kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang Bulan, puteri Rio Mawang

dari Kerajaan Lebong (1620-1660), datangnya Bagindo Maharaja Sakti

dari Kesultanan Pagaruyung abad XVI dan menjadi Raja Sungai Lemau

dan kesultanan muko-muko dibawah pengaruh Kesultanan Indrapura

Sumatera Barat. Keempat, teori Banten yakni melalui persahabatan antara

Kerajaan Banten dengan Kerajaan Selebar dan perkawinan antara Raja

Pangeran Nata Di Raja dengan Putri Kemayun, puteri Sultan Ageng

Tirtayasa dari Banten (1668). Selain itu, raja Banten juga ada mengirim

utusan dan memberikan pengakuan terhadap para raja kecil tersebut

dengan memberi mereka gelar yang dari namanya dapat diterima mereka

sudah memeluk agama islam.

Perkembangan Islam di Bengkulu juga dapat diketahui melalui

catatan pemerintahan kolonial Inggris ketika pertama kali mendarat di

Bengkulu pada tahun 1685. Menurut laporan Benyamin Bloome,

disebutkan bahwa ketika Inggris pertama kali tiba di Bengkulu bertepatan

dengan bulan Ramadhan. Adapun keterangan lain menyebutkan bahwa

ketika terjadi proses perjanjian antara pihak Inggris dengan raja-raja

pedalaman dan Raja Tua, mereka meyakinkannya dengan mengangkat

sumpah di atas kitab suci Al-Qur’an, dari keterangan tersebut dapat

3 Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M (Melacak Tokoh

Agama, Masjid dan Lembaga [organisasi] Islam)." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan

Sejarah Islam 1.2 (2016): 116.

Page 17: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

4

dikatakan bahwa agama Islam sudah berkembang di Bengkulu sejak abad

XVII. Ada beberapa naskah kuno sebagai sumber sejarah juga

memperjelas bahwa agama Islam sudah masuk di Bengkulu jauh sebelum

orang-orang Inggris datang ke Bengkulu tahun 1685.4

Di Propinsi Bengkulu terdapat cukup banyak suku bangsa. Suku-

suku bangsa yang telah hidup secara turun temurun di Propinsi Bengkulu

antara lain adalah suku Rejang, suku Serawai, suku Melayu Bengkulu,

suku Pasemah, suku bangsa Lembak, suku Muko-muko, suku Enggano,

suku Kaur. Dari berbagi suku yang hidup di Bengkulu tersebut mayoritas

penduduk asli berasal dari suku Rejang (penduduk terbesar di Kabupaten

Rejang Lebong dan Bengkulu Utara). Oleh karena itu, fokus utama yang

menjadi sorotan pada tulisan adalah sejarah islam di tanah Rejang

khususnya daerah Rejang Lebong.

Tanah Rejang, merupakan tanah-tanah kediaman suku bangsa

Rejang semula bernama Renah Sekalawi. Kemudian pada awal abad XVI

dibagi menjadi beberapa Luak (daerah) sebagaimana dijelaskan oleh

Abdullah Siddiq dalam bukunya Hukum Adat Rejang. Pada abad ke XVI

di daerah pegunungan Dataran Tinggi Bukit Barisan, terdapat kerajaan

Depati Tiang Empat dengan Rajo Depatinya, yang berpusat di Lebong.

Daerahnya meliputi 4 Luak, yaitu Luak Lebong, Luak Ulu Musi, Luak

Lembak Beliti dan Luak Pesisir. Pertalian Rajo Depati dengan empat

depati yang lain adalah bagaikan Rajo Depati memegang peti Adat dan

4 Ismail, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVII-XX, (Skripsi,

Program Studi Pascasarjana, UIN Raden Fatah Palembang, 2018), hlm. 4

Page 18: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

5

empat depati yang lain memegang anak kuncinya. Rakyatnya terdiri dari

suku bangsa Rejang seluruhnya.5

Masuknya Islam di tanah Rejang juga tidak lepas dari bagaimana

Islam masuk ke Bengkulu. Seperti disebutkan oleh Ahmad Abas Musofah

dalam jurnar yang ditulisnya pada tahun 2016 yang berjudul “Sejarah

Islam Di Bengkulu ABAD KE XX M”, ia menyebutkan bahwa masuknya

Islam ke bengkulu dapat dikelasifikasikan menjadi beberapa teori. Dan

dari beberapa teori itu terdapat dua buah teori yang dapat di masukan

dalam memahami masuknya Islam di tanah Rejang, yaitu teori kedua yang

disebut dengan teori Palembang dan teori ketiga yang disebut dengan teori

Minangkabau. Teori kedua atau teori Palembang yaitu teori yang

berdasarkan argumentasi bahwa Islam dibawa kesultanan Palembang

dibuktikan dengan pengakuan masyarakat sebagai keturunan dari

kesultanan Palembang dan di wilayah Rejang Lebong terbukti

ditemukannya piagam undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa

Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807 Masehi Kesultanan

Palembang dan hubungan kerajaan Palembang Darussalam dengan Raja

Depati Tiang Empat di Lebong.6

Terdapat pula teori ketiga atau teori Minangkabau yaitu teori

berdasarkan argumentasi bahwa Islam masuk melalui perkawinan Sultan

Muzaffar Syah, Raja dari kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang

Bulan, puteri Rio Mawang dari kerajaan Lebong (1620-1660). Datangnya

5 Badrul Munir Hamidy, “Masuk dan Berkembangnya Islam di Daerah Bengkulu”

(Jakarta : RINEKA CIPTA, 2004), hlm. 78. 6 Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu..., 116.

Page 19: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

6

Bagindo Maharaja Sakti dari Kesultanan Pagaruyung abad XVI dan

menjadi Raja Sungai Lemau dan kesultanan muko-muko dibawah

pengaruh kesultanan Indrapura Sumatera Barat.

Tentang telah masuknya ajara Islam di Rejang Lebong, telah

ditemukan surat Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif

sebagai pasirah Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat

tersebut ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa

Belanda. Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda

ditulis dengan aksara latin. Surat pengankatan tersebut tertanggal 15

Februari 1889. Bila tulisan Arab Melayu dapat diinterpretasikan sebagai

budaya Islam di Indonesia, kemudian diproyeksikan pula bahwa

pemegang surat (Depati Tiang Alam dan Rakadi) berikut dengan rakyat

yang dipimpinnya telah mampu membaca (mengerti) perihal surat

dimaksud, maka diperkirakan bahwa Islam telah dipeluk Suku Rejang

“pegunungan” pada awal tahun 1880 an atau lebih awal lagi. Hal ini

terbukti dengan pernyataan Abdulah Sidik ketika menjelaskan pengertian

pasar, ia mengatakan bahwa pasar Muara Aman timbul pada tahun 1897

dengan Datuk pertama seorang yang berasal dari Palembang bernama

Nang Cik. Ketika beliau naik haji, sebagai penggantinya dipilih-lah

seseorang yang berasal dari Bengkulu bernama Merah Ganti.7 Karena

telah memeluk Islam, Merah Ganti inilah yang kemudian memberikan

wakaf sebidang tanah untuk pembangunan masjid di Muara Aman.

7 Mabur Syah. “Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah Dakwah

Islam Di Wilayah Rejang.” Jurnal Dakwah dan Komunikasi 1.1 (2016): 33.

Page 20: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

7

Dengan kesimpulan keempat, dinyatakan Islam mulai masuk ke

Rejang Lebong adalah sejalan dengan terbukanya daerah Rejang Lebong

dengan daerah lainnya di sekitarnya antara tahun 1869-1906. Secara

konkretnya dan dalam rentangan yang pendek diperkirakan bahwa Islam

masuk ke Rejang Lebong antara tahun 1880-1900. Islam di Rejang

Lebong Pertama-tama di bawa oleh mubaligh dari Palembang, kemudian

diteruskan oleh mubaligh-mubaligh dari Bengkulu dan Sumatera Barat.

Baru kemudian setelah penduduk aslinya banyak yang belajar ke luar

daerah, terutama ke Padang dan Yogyakarta, Islam mulai dikembangkan

oleh putra daerah. Islam di Rejang Lebong mulai berkembang setelah

tahun 1900, terutama setelah masuknya organisasi sosial keagamaan,

seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, dan Tarbiyah Islamiyah.

Dari daerah Kepala Curup Rejang Lebon juga diperoleh informasi

lisan, yang menyebutkan beberapa tokoh yang menbawa Islam ke tanah

Rejang ini, antara lain Atok (60 th) yang mengatakan bahwa orang yang

pertama-tama mengajarkan Islam di Kepala Curup adalah Kiyai Delamat

yang berasal dari Muaro Ogan. Kemudian, Ahmad Taher (64 th)

mengatakan bahwa di desa Lubuk Belimbing agama Islam di kembangkan

oleh Kiyai Abdurrahman dari Palembang. Serta, H. Kader (83 th)

mengatakan bahwa menurut cerita-cerita orang tua,8 yang mula-mula

membawa Islam di Tebat Monok adalah Abdullamad bersama tiga orang

temannya berasal dari Muaro Ogan. Tokoh yang disebut sebagai pembawa

8 Mabrur Syah, “Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal Kajian Histori Sejarah

DakwahIslam Di Wilayah Rejang...,hlm. 35 – 44.

Page 21: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

8

Islam pertama di beberapa daerah seperti yang dipaparkan tadi, setelah

dihubungkan dengan mubaligh-mubaligh Islam dari Palembang yang

menyiarkn Islam sampai ke pedalaman-pedalaman sesungguhnya adalah

tokoh sama, yakni Haji Abdurrahman Delamat.

Adapun perkembangan Islam di Rejang Lebong, secara lebih

terorganisasi terjadi pada Abad 20 dengan semakin banyaknya

Mubaligh/Da’i yang datang ke tanah Rejang, mereka yang berasal dari

daerah Minangkabau membawa faham Muhammadiyah dan PERTI

(Persatuan Tarbiyah Islamiyah) tahun 1930, dam Mubaligh/Da’i yang

berasal dari Palembang membawa Spirit serikat dagang Islam dalam PSII.

Mereka mulanya ke Lebong kemudian ke Curup yang menjadi kota

perlintasan dagang setelah dibukanya jalur rel kereta api di Lubuk Linggau

oleh pemerintahan Hidia Belanda. Dimasa penyiaran Islam, kelompok-

kelompok tarekat di Bengkulu dan Rejang Lebong cukup banyak yang

berasal dan mempunyai silsilah keguruan dengan Syekh-syekh tarekat di

Sumatera Barat. Tokoh-toh kelompok Islam tradisional, terutama

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), di Bengkulu dan Rejang berguru

ke Candung Sumatera Barat, sementara tokoh-tokoh kelompok modernis

berguru ke padang panjang, pola belajar seperti ini masih berlangsung

sampai sekarang.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan temuan-

temuan yang bersifat ilmiah dan dapat teruji kebenarannya, serta penelitian

ini akan membantu memberikan solusi yang tepat dalam menjawab

Page 22: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

9

berbagai macam masalah yang dihadapi para sejarawan dalam meneliti

mengenai sejarah Islam di Rejang Lebong. Kemudian dengan adanya

penelitian ini yang dimana baik masyarakat lokal maupun masyarakat luar

dapat mengetahui sejarah dari masuk dan berkembangnya Islam di Rejang

Lebong, serta dengan adanya penelitian ini juga dapat membantu mencari

data-data mengenai Islamisasi di Rejang Lebong yang belum terlacak serta

peninggalan-peninggalan mengenai Islam di sana, yang di mana kita

ketahui data yang menjelaskan mengenai Islam di Rjang Lebong sangat

sedikit. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan banyak

pengetahuan tentang masuknya agama Islam di tanah Rejang, tidak hanya

itu perkembangan agama Islam di tanah Rejang juga akan memperkaya

historiografi penyebaran Islam di Nusntara, khusunya di Rejang Lebong.

Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut dengan judul: PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG

LEBONG ABAD KE XX M. Hal ini mengingat memang sudah ada yang

meneliti mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong,

tetapi dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan masi banyak yang

belum menerangkan secara menyeluruh bagaimana Islam masuk dan

berkembang di Rejang Lebong, terutama masi sangat sedit data atau

informasi yang menjelaskan atau menerangkan mengenai tokoh-tokoh

yang menyebarkan Islam di Rejang Lebong dan bagaimana Islam itu

sendiri bisa masuk ke Rejang Leong.

Page 23: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

10

Dengan demikian, kajian ini dianggap penting karena memberikan

banyak pengetahuan tentang masuknya agama Islam di tanah Rejang.

Tidak hanya itu perkembangan agama Islam di tanah Rejang juga akan

memperkaya historiografi penyebaran Islam di Nusntara, khusunya di

Rejang Lebong. Kajian ini juga diharapkan dapat memperkaya wawasan

mengenai agama Islam di Rejang Lebong.

B. Rumusan Masalah

Berhubungan dengan pembahasan di atas, terdapat masalah yang

akan dibahas dalam penenlitian ini yaitu, Bagaimana proses masuk dan

berkembangnya Islam di Rejang Lebong abad ke XX M.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian yang akan di laksanakan tidak meluas, maka

penelitian ini akan di batasi pada kajian historis Islam di Rejang Lebong,

yang dimana historis Islamisasi di Rejang Lebong di batasi pada masalah

masuknya Islam dan perkembangnya di Rejang Lebong abad ke XX M .

Batasan ini nantinya akan membantu peneliti agar lebih fokus pada topik

yang di ambil yakni, Islamisasi di Rejang Lebong Bengkulu.

D. Tujuan Penelitian

Karena tanah Rejang (Suku Rejang) merupakan suku tertua di

Sumatera dan mayoritas masyarakat di sana memeluk agama Islam, maka

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Islam masuk ke Rejang

Lebong dan perkembangannya dari abad ke XX M.

Page 24: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

11

E. Kegunaan Penelitian

Menurut Dudung Abdurahman, kegunaan penelitian terdiri dari dua

macam yaitu kegunaan secara teoritis dan praktis. Adapun hasil penelitian

ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:9

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

menjadi referensi atau rujukan bagi peneliti selanjutnya. Serta dapat

menambah ilmu sejarah mengenai masuk dan berkembangnya Islam di

Rejang Lebong Bengkulu.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

kepada masyarakat yang ingin mengetahui tentang masuknya Islam di

Rejang Lebong, serta perkembangannya. Di samping itu, penelitian ini

juga diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa/mahasiswi dalam

melakukan penelitian mengenai perkembangan Islam khususnya di

tanah Rejang yakni di Rejang Lebong Bengkulu.

F. Kajian Peneliti Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis

mengangkat beberapa penelitian sebagai refrensi dalam memperkaya

bahan kajian pada penelitian ini. Berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian

terdahulu sebagai perbandingan terhadap penelitian ini.

9 Dudung Abdurahman, “Metodologi Penelitian Sejarah Islam” (Yogyakarta : AR-

RUZ), 61.

Page 25: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

12

Pertama, Abdullah Siddik, dalam buku yang di tulisnya pada tahun

1980 yang berjudul Hukum Adat Rejang. Dalam buku yang ia tulis ini, ia

menerangkan bagaimana hukum adat Rejang berlaku pada masa itu, tidak

hanya itu di dalam bukunya ia juga menjelaskan semua yang berkenaan

dengan suku Rejang, mulai dari asal usul suku Rejang itu sendiri, tulisan

KA-GA-NGAnya hingga hukum adat yang berlaku pada masyarakat suku

Rejang itu sendiri.10

Kedua, Jalaluddin, Sukarman, dan Hanafi dalam bukunya yang ia

tulis pada tahun 1992 berjudul Masuk dan berkembangnya islam di Rejang

Lebong. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa suku bangsa Rejang

yang berdiam di pesisir telah lebih dahulu menganut islam dibanding suku

bangsa Rejang yang tinggal di balik bukit Barisan, yakni sekitar tahun

1552-1570.11

Ia juga menyebutkan bahwa, suku bangsa Rejang yang

tinggal di balik bukit barisan kontak dengan islam pertama kali di sekitar

tahun 1625, sedangkan kontak kedua terjadi antara tahun 1776-1804.

Ketiga, Badrul Munir Hamidy dalam bukunya yang ia tulis pada

tahun 2004 berjudul Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Daerah

Bengkulu. Di dalam buku yang ia tulis, menjelaskan mengenai proses

masuk dan berkembangnya Islam di daerah Bengkulu, serta di dalam

bukunya ia juga menerangkan mengenai masuk dan berkembangnya Islam

di Tanah Rejang yang dimana ia menjelaskan sejarah Islam di tanah

Rejang dengan di awali penjelasan mengenai asal usul suku Rejang dan

10

Abdullah Siddik, “Hukum Adat Rejang”, (Jakarta : PN BALAI PUSTAKA, 1980), 27. 11

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 70.

Page 26: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

13

kerajaan-kerajaan yang ada di tanah Rejang itu sendiri. Ia juga

menyebutkan masuknya Islam ke tanah Rejang melalui perkawinan antara

Sultan Mujaffar Syah dari Indrapura dengan puteri Serindang Bulan, jadi

menurutnya Islam masuk ke tanah Rejang pada abad ke XVII.12

Keempat, Ahmad Abas Musofa dalam jurnal yang ditulisnya tahun

2016 berjudul Sejarah Islam Di Bengkulu Abad Ke XX M (Melacak Tokoh

Agama, Masjid dan Lembaga [Organisasi]Islam). Menunjukkan hasil

penelitiannya yaitu ia menjelasakan bahwa islam masuk ke Bengkulu

dapat diklasifikasikan menjadi beberpa teori, yaitu pertama ia

menyebutkan teori Aceh, dimana kerajaan Sungai Serut berkerjasama

dengan Aceh dalam masalah perdagangan rempah-rempah, kedua teori

Palembang yang dimana Islam di bawah Kesultanan Palembang dan di

wilayah Rejang Lebong terbukti ditemukannya piagam undang-undang

dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka

atau 1807 Masehi kesultanan Palembang dan hubungan kerajaan dengan

Raja Depati Tiang Empat di Lebong. Ketiga, teori Minangkabau bahwa

islam masuk melalui perkawinan Sultan Muzaffar Syah, Raja dari

Kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang Bulan. Keempat, teori Banten

melalui persahabatan antara kerajaan Banten dengan Kerajaan Selebar dan

perkawinan antara Raja Pangeran Nata Di Raja dengan putri Kemayu,

puteri Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten (1668).13

Kelima, Japarudin dalam jurnal yang ditulisnya tahun 2016

12

Hamidy, “Masuk dan Berkembangnya , 13. 13

Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam,” 116.

Page 27: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

14

berjudul Sejarah Dakwah Di Bengkulu. Hasil penelitiannya yaitu mengkaji

tentang sejarah masuknya Islam di Bengkulu. Dalam penelitiannya ia

mengatakan sejarah dakwah di Bengkulu dimulai dari interaksi kerajaan-

kerajaan Islam di Sumatera Barat, Aceh, maupun melalui hubungan

dengan antara kerajaan kecil yang ada di Bengkulu kala itu, seperti

kerajaan Sungai Lemau yang berinteraksi dengan pedagang dari Banten

melalui kompeni Inggris.14

Keenam, Mabrur Syah tahun 2016 menulis Adat Perkawinan Suku

Rejang Dalam Perspektif Islam. Di dalam buku yang ia tulis ini, dimana ia

menerangkan mengenai latar sejarah dan adat perkawinan suku Rejang

dari Islamisasi hingga Akulturasi. Perbedaan kajian yang dilakukan oleh

Mabrur Syah dengan kajian yang penuli lakukan yakni, dimana Mabrur

Syah mengkaji mengenai perkawinan suku Rejang dari perspektif Islam,

sedangkan penulis akan mengkaji mengenai proses masuk dan

berkembangnya Islam di tanah Rejang khususnya di daerah Rejang

Lebong, Bengkulu.15

Selain buku ini Mabrur Syah juga mengeluarkan

jurnal yang ia tulis pada tahun 2016 yang berjudul Alkuturasi Islam Dan

Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah Dakwah Islam Di Wilayah Rejang.

Dalam jurnal yang ia tulis menerangkan mengenai asal Rejang, masuknya

Islam di wilayah Rejang dan alkuturasi Islam dengan Budaya Rejang.

Ketujuh, Rohimin, M. Ag dan tim dalam buku yang ditulis pada

14

Japarudin. "SEJARAH DAKWAH DI BENGKULU." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal

Kebudayaan dan Sejarah Islam 1.2 (2016): 170. 15

Mabrur Syah, “Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam”, (Banten :

Patju Kreasi, 2016), 10.

Page 28: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

15

tahun 2017 yang berjudul Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Provinsi

Bengkulu. Dari buku yang mereka tulis, dimana mereka menjelaskan

mengenai sejarah Provinsi Bengkulu. Kemudian, ia menjelaskan mengenai

masuknya Islam ke Provinsi Bengkulu baik itu sejarah Islam di Kota

Bengkulu, Rejang, Serawai, Kaur, dan muko-muko semua dijelaskan pada

buku yang ia tulis bersama teman-teman.

Kedelapan, Ismail dalam skripsi yang ia tulis tahun 2018 berjudul

Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVI-XX. Dalam

skripsi yang ia tulis menunjukkan hasil penelitiannya yaitu bahwa

penyebaran Islam di Bengkulu telah berlangsung sejak abad ke-XIV yaitu

melalui jalur Ace, Palembang, Minangkabau, dan Banten. Setelah itu

Islam mengalami perkembangan melalui proses adopsi, adaptasi dann

akulturasi dengan berbagai budaya yang ada.16

Dari kedelapan penelitian di atas, ada dua pola kecenderungan

yang terlihat yakni pertama, penjelasan mengenai sejarah Islam di Rejang

Lebong ini berfokus pada sosial masyarakat suku Rejang, dan

kencenderungan yang kedua berfokus pada politik atau kerjasama antar

kerajaan. Adapun pembeda dari penelitian sebelumnya dengan penelitian

yang akan di lakukan yakni, penelitian ini berusaha untuk menjelaskan

jalur masuk dan berkembangan Islam di Rejang Lebong dari sosial

masyarakatnya atau kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di daerah

Rejang Lebong. Serta, penelitian ini juga akan berfokus pada penyebaran

16

Ismail, “ Masuk Dan Berkembangnya..., 1.

Page 29: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

16

atau perkembangan Islam melalui alkuturasi budaya pada masyarakat

Rejang Lebong.

G. Kerangka Teori

Dalam penelitian, suatu teori digunakan agar dapat membantu

untuk menganalisa suatu fenomena dimana hal tersebut menjadi suatu

objek penelitian. Teori ini sendiri merupakan pedoman dan pegangan bagi

peneliti guna mempermudah dan memperjelas jalannya penelitian. Adapun

selain digunakan sebagai pedoman, teori merupakan sumber inspirasi bagi

penelitian guna memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian.17

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Progresif Linear

yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, yang dimana teorinya didasarkan

pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah. teori Progresif

Linear sendiri merupakan teori yang memandang bahwa peristiwa sejarah

berlangsung dalam satu garis linear, garis lurus yang menuju ke progress

dan perfeksi, dengan indikatornya adalah peristiwa/ fakta sejarah sebagai

hasil perbuatan manusia yang mengandung nilai-nilai kesejahteraan.18

Pada teori ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwasanya sejarah terus

bergerak maju, artinya masuk dan berkembangnya Islam di Rejang

Lebong terus mengalami kemajuan, yang dimana Islam selalu berkembang

dan bergerak maju di daerah Rejang Lebong yang dimana masyarakat

yang menganut agama Islam semakin meningkat. Dapat kita lihat juga

17

Imam Suprayogo, “Metodologi Penelitian Sosial – Agama”, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2001), 129. 18

Sulasman, “Metodologi Penelitian Sejarah”, (Bandung : PUSTAKA SETIA, 2014),

hlm. 159.

Page 30: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

17

mayoritas besar masyarakat yang ada di daerah Rejang Lebong menganut

agama Islam, dan dengan adanya penyebaran Islam di daerah Rejang

Lebong ini bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat di sana dengan

saling memberikan toleransi kepada masyarakat yang menganut agama

lain.

Kemudian, dari teori progresif Linear ini dapat kita lihat

bagaimana Islam terus maju dan berkembang, yang di mana pada awal

masuknya Islam di Rejang Lebong tepatnya pada abad ke 17 belum ada

organisas atau sekolah berbasis Islam, akan tetapi dengan perkembangan

Islam yang terus maju akhirnya pada awal abad ke 20 mulailah masuknya

organisasi-organisasi sosial keagamaan, speerti Muhammadiyah, NU, dan

Tarbiyah Islamiyah. Setelah itu, juga mulai di bangun sekolah-sekolah

berbasis Islamiyah di kota Padang, Rejang Lebong yang bernama

perguruan Islam pada tahun 1954-1957. Kemudian, dari jumlah penduduk

yang pada abad ke 17 belum ada yang memeluk agama Islam karena pada

saat itu agama yang di yakini oleh masyarakat Rejang Lebong yakni

Hindu dan Buddha, namu setelah Islam mulai masuk ke Rejang Lebong

akhirnya Islam mulai berkembang yang kita ketahui sekarang mayoritas

masyarakat Rejang Lebong menyakini agama Islam, serta mulai

banyaknya tempat-tempat ibadah seperti masjid yang di bangun di daerah

Rejang Lebong, Bengkulu.

Page 31: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

18

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses pengumpulan

dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk

mencapai tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

kategori metode penelitian kualitatif melalui kegiatan lapangan dan

pustaka dan dengan metode penelitian sejarah melalui tahapan heuristik,

kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan

pendekatan sosial, sedangkan dalam rekonstruksi menggunakan perspektif

old history atau new history yang bersifat analitis dan berbasis problem

orientid. Adapun aspek yang ingin diketahui yakni mengenai proses

masuknya Islam dan perkembangannya di daerah Rejang Lebong

Bengkulu abad ke XX M. Fokus penelitian ini untuk mengetahui

bagaimana perkembangnya Islam di daerah Rejang Lebong yang menjadi

agama mayoritas di anut oleh masyarakat di sana.

Peneliti menggunakan data dan informasi dari berbagai sumber,

baik sumber yang berupa arsip/dokumen, foto, buku, skripsi, disertasi,

artikel-artikel, jurnal, observasi langsung, wawancara dengan beberapa

narasumber, kemudian diidentifikasi secara sistematis dan dianalisis.

Penelitian ini di tulis dengan metode penelitian sejarah dengan melalui

empat tahap :

Page 32: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

19

1. Heuristik ( Teknik Pengumpulan Sumber/Data )

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuristiken yang menemukan

atau mengumpulkan sumber.19

Heuristik juga merupakan suatu teknik,

suatu seni dan bukan suatu ilmu, oleh karena itu heuristik tidak

mempunyai peraturan-peraturan umum.20

Jadi haeuristic adalah suatu

metode penelitian sejarah dalam langkah awal untuk menemukan

berbagai sumber data yang terkait dengan langkah awal untuk

menemukan berbagai sumber data yang terkait dengan masalah yang

sedang diteliti. Dalam penelitian ini dikumpulkan dua sumber yaitu,

sumber data primer dan data sekunder. Sumber primer adalah sumber

sejarah yang direkam dan dilaporkan oleh para saksi mata. Salah

satunya adalah piagam palembang yang merupakan sumber tertulis

menempati posisi tertinggi dalam penulisan sejarah.

Walaupun peneliti menemukan kesulitan dalam memperoleh

sumber dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan dua sumber yaitu

sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer pada penelitian

ini adalah sesuatu yang langsung diperoleh dari informan atau

responden penelitian yang telah dipilih oleh peneliti dan memenuhi

syarat untuk dijadikan informasi dalam penelitian tentang Sejarah dan

Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu. Sumber primer

yang peneliti temukan dalam penelitian ini adalah piagam undan-

undang yang berisikan hubungan kerajaan Palembang Darussalam

19

M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, “Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar”, (Jakarta :

Prenada Media Grup, 2014), 219. 20

Abdurahman, “Metodologi Penelitian....,104.

Page 33: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

20

dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong, Residen Palembang yang

berisikan mengenai pengangkatan Mat Arif sebagai Pasirah Bermani

Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam, dan surat yang bertuliskan huruf

arab melayu yang berisikan mengenai identitas diri Mat Ali dari

kerabat di Pagaruyung.

Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data yang diperoleh sebagai pelengkap data primer yang telah

diperoleh. Sumber sekunder adalah istilah yang digunakan dalam

Historiografi untuk merujuk pada karya sejarah yang ditulis

berdasarkan pada sumber-sumber primer dan biasanya dengan merujuk

pula pada sumber-sumber lainnya. Adapun sumber sekunder dalam

penelitian ini: laporan-laporan hasil penelitian terdahulu, literatur-

literatur yang mendukung penelitian, dan lampiran-lampiran data yang

diperoleh, serta data-data lain yang dipublikasikan yang dapat

mendukung dan menjelaskan tentang masalah penelitian. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini yaitu, penulis menggunakan

berbagai teknik sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu:

Observasi, yaitu suatu metode yang biasanya dimulai dengan

melakukan pengamatan terhadap suatu objek yang akan diteliti secara

langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus

dikumpulkan dalam penelitian. Teknik observasi ini digunakan untuk

melakukan pengamatan secara langsung untuk mengetahui tentang

Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad

Page 34: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

21

ke XX M. Berdasarkan observasi yang sudah dilakukan peneliti, maka

penelitian ini akan membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan.

Lokasi penelitian dilakukan di Curup Kabupaten Rejang Lebong.

Wawancara, teknik ini dilakukan oleh peneliti untuk dapat

mengkonfirmasi serta mendiskusikan validitas data-data dengan

sumber yang dipandang mengenal serta mengetahui sejarah Masuk dan

Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan beberapa

narasumber yang layak dengan penulis yang dapat memberikan

informasi yang relevan tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di

Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XVII – XX.

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian

No. Nama Tempat

Tanggal

Lahir

Jenis

Kelami

Alamat Keterangan

1. Ahmad

Faizir

Sani

Curup, 30

April 1965

Laki-laki Simpang

Lebong

Kec.

Curup

Utara.

Wakil Ketua

BMA

Kabupaten

Rejang

Lebong

2. Abdul

Aziz,

S.Pd

Lebong

Selatan, 02

September

1964

Laki-laki Jln.

Juang

28, No.

61, Kel.

Batu

Galing,

Kec.

Curup

Kasih Cagar

Budaya dan

Museum

Kemendikbud

Kabupaten

Rejang

Lebong.

Page 35: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

22

Selatan

3. Marlina,

S.Sos

Kota

Padang, 01

Februari

1971

Perempuan Gaja

Mada

02, Kel.

Air

Rambai,

Kec.

Curup

Kota

Kasih Sejarah

dan Tradisi

Kemendikbud

Kabupate

Rejang

Lebong

4. Andi

Wijaya,

SH

- Laki-Laki Simpang

Lebong

Mantan

Anggota

Dewan

5. Tuni 1931 Laki-Laki Dusun

Sawah

Mantan

Anggota

BMA Dusun

Sawah

Sumber: Wawancara Informasi Penelitian

Dokumentasi, dalam penelitian ini dilakukan pendokumentasian

demi menyatakan bukti dan berupa jenis sumber apapun, baik itu

tulisan, gambar, atau benda lainnya yang digunakan untuk

mendapatkan data kontekstual berkenaan dengan Masuk dan

Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M.

Dalam hal ini peneliti mendokumentasikan dari hasil observasinya

dengan menggunakan kamera handphone yang berupa hasil foto

wawancara dari narasumber, serta bukti-bukti arkeologi mengenai

Islam di Rejang Lebong.

Page 36: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

23

2. Kritik Sumber (Teknik Validasi/Verifikasi Sumber Data)

Setelah sumber-sumber dan data terkumpul baik berupa sumber

tertulis maupun berupa benda maka sumber tersebut diuji melalui

beberapa kritik baik berupa interen maupun eksteren.21

Kritik eksteren merupakan tahap pengujian atas asli atau tidaknya

sumber yang telah ditemukan.22

Bila sumber itu merupakan sumber

tertulis maka harus diteliti, gaya tulisannya, bahasanya, kalimat

ungkapannya, kata-kata hurufnya dan segi penampilannya. Misalnya

sumber yang telah penulis temukan dan telah diteliti keasliannya yakni

surat Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif sebagai

pasirah Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut

ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Belanda.

Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda ditulis

dengan aksara latin. Dan pada surat pengankatan tersebut tertulis

tanggal 15 Februari 1889 dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong.

Kritik Interen dilakukan untuk menilai kelayakan atau

kredibilitas sumber. Biasanya mengacuh pada kemampuan sumber

untuk mengungkapkan kebenaran suatu pristiwa. Dari data yang

diperoleh baik sumber primer maupun sumber sekunder tersebut

peneliti menghubungkan dan mencari korelasi kebenaran dari sumber

primer tersebut dengan sumber sekunder yang didapatkan berupa buku

mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong.

21

Madjid dan Wahyudi, “Ilmu Sejarah , 223. 22

Abdurahman, Metodologi Penelitian , 68.

Page 37: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

24

Misalnya saja seperti sumber yang penulis temukan di mana

penulis menjadikan beberapa buku seperti buku, masuk dan

berkembangnya Islam di Rejang Lebong, masuk dan berkembangnya

Islam di Bengkulu, kemudian beberapa jurnal yang penulis ambil

untuk di jadikan sumber seperti jurnal yang ditulis oleh Ahmad Abas

Musofa pada tahun 2016 dengan judul Sejarah Islam di Bengkulu

Abad ke XX M, Mabrur Syah juga mengeluarkan jurnal yang ia tulis

pada tahun 2016 yang berjudul Alkuturasi Islam Dan Budaya Lokal

Kajian Historis Sejarah Dakwah Islam Di Wilayah Rejang, tidak

hanya jurnal tetapi penulis juga menggunakan skripsi sebagai sumber

dalam penelitian ini yang dimana skripsi yang digunakan yakni Ismail

dalam skripsi yang ia tulis tahun 2018 berjudul Masuk Dan

Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVI-Xxber, serta penulis

juga mendapat sumber data mengenai sejarah Islam di Rejang Lebong

ini dari beberapa observasi dan melakukan wawancara kepada

beberapa orang untuk mendapat kan data yang lengkap . Dari beberapa

sumber yang penulis rujuk baik sumber primer maupun sekunder

sebagai sumber dalam penelitiannya, penulis dapat melihat kesamaan

dari sumber-sumber yang telah penulis kumpulkan, dan dengan ini

penulis dapat menarik fakta sejarah mengenai perkembangan Islam di

Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XVII - XX.

3. Interpretasi

Page 38: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

25

Interpretasi sering disebut juga dengan analisis sejarah.

Sedangkan interpretasi itu sendiri berasal dari kata interpretation yang

berarti suatu penjelasan yang diberikan oleh penafsiran.23

Dalam tahap

ini, peneliti akan menguraikan mengenai Masuk dan berkembangnya

Islam di Rejang Lebong dengan teori yang digunakan dalam penelitian

ini. Pertama, peneliti menggunakan teori dari Ibnu Khaldun yakni

Progresif Linear yang di mana teori ini memandang bahwa peristiwa

sejarah berlangsung dalam satu garis linear, garis lurus yang menuju

ke progress dan perfeksi, dengan indikatornya adalah peristiwa/ fakta

sejarah sebagai hasil perbuatan manusia yang mengandung nilai-nilai

kesejahteraan. Pada teori ini Ibnu Khaldun mengungkapkan

bahwasanya sejarah terus bergerak maju yang dalam artian

bahwasanya Islam masuk dan Berkembang di Rejang Lebong juga

terus mengalami kemajuan atau perkembangan.

Sebelum kedatangan Islam di wilayah Rejang Lebong,

masyarakat di sana menganut paham animisme. Barulah saat Islam

mulai masuk dan berkembang di wilayah Bengkulu yang di mana

Islam masuk melalui jalur pedagang, pernikahan dan kerjasama antara

kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada saat itu, maka dari situ

juga Islam mulai masuk dan berkembang di wilayah Rejang Lebong.

Menurut sumber yang peneliti dapatkan, bahwasannya orang yang

pertama menyebarkan agama Islam di wilayah Rejang Lebong yakni

23

Abdurahman, Metodologi Penelitian, 68.

Page 39: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

26

Haji Abdurrahman Delamat, yang dimana beliau telah menyebarkan

agama Islam di beberapa daerah yang ada di Rejang Lebong.24

Kemudian, menurut sumber yang lain mengatakan bahwa

Sutan Gagu (Ajai Bisau) yang merupakan seorang pejabat di kerajaan

Melayu dan sekaligus murid dari Syech Malik Qubro, di mana ia

adalah orang pertama yang datang ke Rena Skalawi dan menjadi

pemimpin orang-orang Rejang di sana. Tetapi tidak hanya itu saja,

Sutan Gagu juga berusaha melanjutkan misi dari Syech Malik Qubro

untuk menyebarkan agama Islam di tanah Rejang, ia menyebarkan

agama Islam dengan cara pendekatan melalui penyuluh pertanian.

Sutan Gagu mengajarkan orang-orang Rejang cara bertani yang baik,

sistem pengaliran yang benar dan cara pengobatan. Dari para tokoh-

tokoh ini lah Islam mulai berkembang yang di mana awalnya

masyarakat di tanah Rejang menganut paham animisme, namun secara

perlahan-lahan banyak dari masyarakat yang mulai menganut agama

Islam, sampai sekarang pun agama Islam sudah sangat berkembang di

wilayah Rejang Lebong, bahkan mayoritas masyarakat Rejang

menganut agama Islam.

4. Historiografi

Tahapan terakhir dalam metode sejarah yakni Historiografi.

Historiografi berasal dari history yang artinya sejarah dan grafi.

Historiografi yang merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan

24

Rohimin, dkk, “Masuk Dan Berkembangnya , 110.

Page 40: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

27

penelitian. Dalam penulisan sejarah ini, perubahan akan diurutkan

sesuai kronologisnya. Penulisan sejarah adalah usaha rekontruksi

peristiwa yang terjadi pada masa lampau.25

Penyajian penulisan secara

garis besar terdiri atas tiga bagian : (1) pengantar, (2) hasil penelitian,

(3) kesimpulan. Setiap bagian biasanya dijelaskan dalam bab atau sub

bab yang jumlahnya tidak ditentukan secara mengikat, yang penting

antara satu bab dengan bab yang lain harus ada kesinambungan yang

jelas.26

Yang pertama, bagian pengantar, atau biasanya disebut dengan

pendahuluan, dalam pengantar harus dikemukkakn latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, ruang lingkup, tinjauan

pustaka, teori dan konsep yang dipakai, metode penelitian dan

sistematika pembahasan. Kedua, bagian hasil penelitian, pada bagian

ini akan ditunjukkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian

dan penyajian. Setiap fakta yang ditulis harus disertai dengan data

yang mendukung. Dalam bagian hasil penelitian ini akan di bagi

menjadi 3 bab, yang dimana pada bab pertama dari hasil penelitian ini

akan membahas mengenai deskripsi wilayah yang akan dilakukan

penelitian.

Kemudian bagian bab kedua dari hasil penelitian yakni membahas

mengenai asal usul suku Rejang, dan bagian bab yang ketiga dari hasil

penelitian yakni membahas mengenai masuknya Islam di Rejang

25

Badri Yatim, “Historiografi Islam” (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), 1. 26

Abdurrahman, Metode Penelitian, 69.

Page 41: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

28

Lebong, serta perkembangannya. Ketiga, bagian kesimpulan ini

berisikan mengenai lampiran generalisasi dari yang telah diuraikan

dalam bab sebelumnya. Simpulan merupakan jawaban-jawaban atas

permasalahan yang telah dirumuskan dibagian pengantar, yang harus

kita ingat bahwa kesimpulan bukanlah ringkasan dari uraian-uraian

terdahulu, melainkan intisari dari hasil penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah suatu susunan atau urutan dari

pembahasan agar memudahkan persoalan-persoalan yang akan dibahsas,

dalam penulisan skripsi ini, berikut sistematika penulisan yang akan

penulis bahas dalam empat bab secara sistematis yaitu sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, meliputi pembahasan tentang: Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian,

Kegunaan Penelitian, Kajian Terhadap Penelitian Terdahulu,

Landasan Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II : Pada bab ini penulis akan membahas mengenai deskripsi wilayah

(Letak geografis, Penduduk Rejang Lebong, Agama di Rejang

Lebong).

BAB III : Bab ini akan membahas mengenai sejarah suku bangsa Rejang

(Asal usul suku Rejang, sejarah Rejang moderen, lokasih

kediaman suku bangsa Rejang).

Page 42: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

29

BAB IV : pembahasan mengenai masuk dan berkembangnya Islam di

Rejang Lebong abad ke XX M (masuknya Islam di Rejang

Lebong, perkembangan Islam di Rejang Lebong).

BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan

Saran.

Page 43: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

30

BAB II

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografi Kabupaten Rejang Lebong

Kabupaten Rejang Lebong dengan terletak pada posisi 102°19'-102°57’'

Bujur Timur dan 2°22'07''- 3°31' Lintang Selatan. Batas-batas

administratif kabupaten Rejang Lebong yakni :27

Tabel 1.2

Batas-batas Kabupaten Rejang Lebong

No. Batas Wilayah

1. Utara Kabupaten Lebong

2. Selatan Kabupaten Kepahiyang

3. Timur Kabupaten Musi Rawas

4. Barat Kabupaten Bengkulu Utara

Sebelah utara dengan air Sebelat dan gunung Sebelat, sebelah

Selatan dengan bukit Rindu dihutan, sebelah Timur dengan Bukit Barisan,

sebelah Barat dengan Samudera Indonesia

27

Feri Murtiningrum, “Analisis Daya Saing Usaha Tani Kopi di Kabupaten Rejang Lebong”,

(Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu, 2013). 45

Page 44: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

31

Ibu kota kabupaten Rejang Lebong terletak di Kota Curup. Jarak kota

Curup dari beberapa kota disekitarnya yakni :

Tabel 1.3

Jarak kota Curup dari beberapa kota sekitarnya

No. Kota Jarak

1. Kepahiyang 25 km

2. Bengkulu 85 km

3. Lubuk Linggau 55 km

4. Palembang 484 km

5. Tanjung Karang 774 km

6. Padang 890 km

7. Jambi 702 km

Setelah daerah Rejang Lebong bebas dari tekanan-tekana dari bangsa-

bangsa yang ingin menduduknya, pada tahun 1950 an wilayah Rejang

Lebong sudah mulai membenahi sistem pemerintahan pusat untuk

pemekaran wilayah, alhasil tahun 2004 pengajuan itu dapat di terima oleh

pihak pemerintah pusat. Setelah dipertimbangkan dari berbagai aspek

maka terbentuklah pemekaran wilayah Kepahiyang dan Lebong tersebut

Page 45: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

32

sehingga keduanya menjadi kabupaten baru dari provinsi Bengkulu.

Kabupaten Rejang Lebong setelah pemekaran menurut peraturan daerah

kabupaten Rejang Lebong nomor 8 tahun 2003, kabupaten ini memiliki

luas wilayah 359 hektar atau sekitar 0,24%, ibu kotanya yakni Curup.

Kabupaten Rejang Lebong ini terletak di lereng pegunungan Bukit Barisan

dan berjaka.

B. Penduduk Rejang Lebong

Mayoritas penduduk kabupaten Rejang Lebong merupakan suku Rejang

yang jumlahnya mencapai 43%, disusul suku Jawa yang merupakan

pendatang dengan jumlah sekitar 53,2%, suku pribumi selain suku Rejang

adalah suku Lembak. Walaupun dominasi penduduk Rejang Lebong

merupakan suku Rejang dan suku Jawa, penduuduk di Rejang Lebong

sangtlah majemuk baik dari kesukuan, ras maupun keagamaan.28

Tabel 1.4

Mayoritas Penduduk Rejang Lebong

No. Suku Jumlah

1. Suku Rejang 43 %

2. Suku Jawa 53,2%

28

Katalog BPS: 1101002. 1704030, Statistic Daerah Rejang Lebong 2017, (Rejang Lebong, 2017),

Page 46: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

33

Sejak zaman Belanda tepatnya pada tahun 1904, provinsi Bengkulu dibuka

bagi daerah transmigrasi suku-suku yang ada, dan telah menetapkan secara

turun-temurun di Rejang Lebong yaitu :

1. Kaur, suku kaur datang dari sudut Tenggara provinsi Bengkulu. Suku

Kaur datang ke Rejang Lebong untuk mengadu nasib.

2. Musi, suku Musi yang datang dari Sumatera Selatan kebanyakan

datang atas kemauan menuntut ilmu dan belajar.

3. Palembang, orang Palembang dikota Curup sudah sangat banyak dari

mereka bersama suku Jawa sudah menjadi kaum pendatang terbesar di

Rejang Lebong.

4. Madura, suku Madura datang atas alasan keinginan kuat untuk bertani

dan berdagang.

5. Sunda, suku Sunda banyak mendiami perkotaan dan wilayah

transmigrasi Talang Benih.

6. Serawai, suku Serawai banyak menjadi petani di daratan tinggi dan

pedalaman. Suku Serwai datang dari bagian lain di selatan provinsi

Bengkulu.

7. Basemah, suku Basemah adalah penduduk asli provinsi Sumatera

Selatan. Saat ini, suku Basemah kabanyakan berdiam di Curup

Tengah.29

29

Resman Toni, “Perlawanan Rakyat Terhadap...,39.

Page 47: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

34

8. Melayu, suku Melayu di Rejang Lebong berasal dari keturunan yang

berbeda-beda. Ada yang berasal dari Bangka, Deli, Kepri, Riau, Jambi

bahkan Pontianak, Malaysia, dan Sambas.

9. Minang, suku Minang mayoritas berdagang dan hidup di daerah

perkotaan.

10. Ambon, ada beberapa keluarga Ambon yang tinggal di Rejang Lebong

atas dasar tugas sebagai misionaris ke pedalam.

11. Batak, suku Batak yang ada saat ini sudah cukup banyak populasinya

di Rejang Lebong dan telah bermukim tiga atau dua generasi. Banyak

orang Batak yang menikah dengan masyarakat suku Rejang dan suku

Lembak. Suku Batak banyak bermukim di daerah pedalam di

kabupaten Rejang Lebong.

12. Lampung, suku Lampung datang kebanyakan sebagai pengusaha.

13. Keturunan India, banyak mendiami perkotaan dan wilayah kampung

Jawa, Curup. Kebanyakan orang-orang India disini adalah orang-orang

generasi ke lima atau keempat, dan orang-oarang India yangf ada di

Curup memeluk agama Islam Sunni.30

14. Tionghoa, pada umumnya orang-orang Tionghia di Rejang Lebong

berprofesi di bidang perdagangan dan berdiam di wilayah Pasar

Tengah, Curup. Kebanyakan dari mereka beragama katolik, protestan

dan budha.

30

Resman Toni, “Perlawanan Rakyat Terhadap...,40.

Page 48: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

35

15. Minahasa, sama halnya dengan suku Ambon, orang Minahasa/Manado

datang ke Rejang Lebong atas alasan tugas sebagai misionaris ke

daerah-daerah.

16. Bali, orang Bali yang datang ke Rejang lebong tinggal di kampung-

kampung Bali, mayoritas mereka beragama Hindu, tetapi ada juga

yang beraga Islam. Pura tempat mereka beribadah berada di kecamatan

Sindang Kelingi.

17. Kerinci, suku Kerinci atau masyarakat setempat menyebutnya Kicai,

merupakan suku pendatang dari kerinci yang berada di wilayah

provinsi Jambi, umunya mereka merupakan petani, dan tak sedikit

yang sukses di pemerintahan.

18. yang sukses di pemerintahan.

C. Agama di Rejang Lebong

Mayoritas penduduk di Kabupaten Rejang Lebong beragama Islam,

kemudian agama-agama lain seperti Kristen, Protestan, Katolik, Buddha,

dan Hindu.

Tabel. 1.5

Agama masyarakat Rejang Lebong

No. Agama Jumlah Orang

1. Islam 27.890

2. Katolik 316

Page 49: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

36

3. Protestan 308

4. Hindu 25

5. Buddha 325

Sumber: Dokumentasi Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong31

Ada pun jumlah peribadatan yang berada di Rejang Lebong yaitu:

Tabel 1.6

Pribadatan di Rejang Lebong

No. Tempat Pribadatan Jumlah

1. Masjid 1096

2. Gereja Protestan 12

3. Gereja Katholik 3

4. Vihara 2

5. Pura Tahap pembangunan

6. Klenteng Baru di Bangun di Mojorejo

31

Katalog BPS: 1101002. 1704030, Statistic Daerah Rejang Lebong 2017, (Rejang

Lebong, 2017), 61.

Page 50: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

37

Selain tempat-tempat pribadatan di atas, di daerah Rejang Lebong

juga terdapat Sinagoga (tempat peribadatan orang Yahudi) di sidang jati.

Dari data di atas dapat kita lihat, letak geografisnya daerah Rejang Lebong

di kelilingi oleh perbukitan. Kemudian, masuknya Islam ke Rejang

Lebong yang di pengaruhi oleh Kesultanan Palembang dan Pagar Uyung,

dapat dilihat dari letak geografisnya yang di mana Rejang Lebong

berdekatan dengan daerah Palembang. Serta, dimana pada era kolonial

daerah Rejang Lebong di gunakan tempat persinggahan para kolonial

untuk beristirahat setelah mengambil emas di tambah emas Lebong,

sebelum mereka kembali ke daerah Linggau menuju Palembang. Dari

dibukaknya daerah ini Islam mulai berkembang dengan Pesat di daerah

Rejang Lebong.

Kemudian, banyaknya imigran yang datang ke Rejang Lebong

juga menjadi faktor berkembangnya Islam di Rejang Lebong. Namun,

tidak hanya penduduk imigran yang datang ke Rejang Lebong memeluk

agama Islam, tetapi juga penduduk imigran yang datang ke Rejang Lebong

menganut agama lain seperti Hindu, Buddha, dan Kristen. Akan tetapi

mayoritas penduduk Rejang Lebong memeluk agama Islam.

Page 51: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

38

BAB III

SEJARAH SUKU BANGSA REJANG

A. Asal – Usul Suku Rejang ( Rejang Purba )

Di Sumatera tepatnya di Bengkulu, mempunyai berbagai macam

suku yang mendiami provinsi tersebut seperti, suku Mukomuko, suku

Rejang, suku Pekal, suku Serawai, suku Basemah, suku Kaur, dan suku-

suku pribumi Enggano. Namun dari berbagai macam suku yang mendiami

Provinsi Bengkulu, suku Rejang mempunyai populasi penduduk yang

paling banyak di Bengkulu. Hampir sebagian Provinsi Bengkulu di

dominasi oleh masyarakat suku Rejang, seperti wilayah Kabupaten Rejang

Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten

Bengkulu Utara, dan Kabupaten Lebong.32

Masyarakat suku Rejang merupakan masyarakat yang mendiami

Bengkulu sejak zaman dahulu. Suku Rejang adalah sekelompok orang

yang bermula dan menetap di Lebong. Nama Rejang konon berasal dari

kata Merejang yang artinya berjalan tanpa arah dan tujuan.33

Adapun asal

usul suku Rejang sendiri dikaitkan dengan riwayat empat biku (biksu) dari

kerajaan Majapahit.34

Akan tetapi untuk menelusuri jejak asal-usul suku

Rejang kita harus menengok kembali sejarah kedatangan nenek moyang

bangsa Indonesia.

32

Tim Penyusun, “Peradaban Di Pantai Barat Sumatera, Perkembangan Hunian Dan Budaya

Bengkulu”, ( Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013 ), 23. 33

Mabur Syah, “Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam”, (Banten : Patju Kreasi,

2016), 9. 34

Agus Setiyanto, “Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX Peran Elite Politik

Tradisional Dan Elit Agama”, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2015), 68.

Page 52: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

39

Ada beberapa penelitian yang dilakukan tentang suku Rejang yakni:

1. Jhon Marden, seorang sarjana Inggris pada tahun 1779 M yang

menulis buku The History of Sumatera.

2. M. Husain yang merupakan putra asli Rejang dari anak pangeran kota

Donok Lebong pada tahun 1960-1966 M yang menjabat sebagai

gubernur Sumatera Selatan. Catatan-catatan kajiannya dituangkan ke

dalam suatu naskah pada 1932 dengan judul “Tembo dan Adat Rejang

Tiang IV”, yang beliau simpan sendiri dan tidak diterbitkan.

3. Dr. Hazairin Putra Bengkulu pada tahun 1932 dalam rangka

penyusunan disertasinya yang berjudul Drejang yang kemudian

dibukukan oleh M.A Yespans yang merupakan sarjana Australia yang

mengadakan penelitian pada tahun 1961-1963.

Namun dari beberapa penelitian tersebut tidak ada satupun yang

menyimpulkan asal muasal dari mana nenek moyang suku Rejang. Akan

tetapi secara umum suku Rejang berasal dari Hindia Belakang, karena

berdasarkan kepada teori tentang asal usul bangsa Indonesia yakni para

manusia perahu dari Hindia Belakang yang mencari daerah baru kepulauan

Nusantara. Pada abad ke 2 M yang berlayar dari pantai Barat Sumatera

dan mereka menduduki sungai Ketahun kemudian menetap di Lebong

(Rena Seklawi/Pinang Belapis).35

Lebih spesifik Richard McGinn peneliti bahasa Rejang dari jurusan

linguistik Universitas Ohio dalam bukunya yang terbit tahun 2006

35

Ekorusyono, “Kebudayaan Rejang”, (Yogyakarta : Buku Litera, 2013), 14.

Page 53: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

40

mengemukakan hipotesisnya tentang asal usul bangsa Rejang berasal dari

India belakang bermigrasi melalui rute yaitu : mengarungi laut China

Selatan singgah di pulau kalimantan terus ke pulau Bangka Belitung

mendarat di pulau Sumatera tepatnya muara sungai Musi kemudian

memudiki dan menyimpang ke kanan melalui sungai Rawas sampai ke

hulu gunung yang di kenal daerah Tapus sekarang ini.

Pendapat ini didukung adanya bukti bukti bahwa ada 7 desa dalam

kecamatan Bermani Ulu Rawas yang berpenduduk Rejang dan kecamatan

tersebut masuk kabupaten Musi Rawas. Adapun ketujuh desa tersebut

adalah desa Kuto Tanjung, desa Napal Licin, desa Sosokan, kelurahan

Muara Kolam (sebagai ibu kota kecamatan), desa Sendawar, desa Karang

Pinggan dan desa Muara Kuwis yang berdekatan dengan desa Embong

Utara kecamatan Lebong Utara kabupaten Lebong sekarang.36

Pada bulan Juli 2008, bapak A. Samid Said, mantan Ketua Badan

musyawarah Adat Kabupaten Bengkulu Utara di Arga Makmur yang

dikutip oleh Ekorusyono mengatakan bahwa orang Rejang yang pertama

datang di Bintunan bernama Rhe Hyang berasal dari Cina. Kemudian pada

bulan Agustus 2010, Dicky Darmawan Botto, S.Ag, di Bogor yang juga di

kutip oleh Ekorusyono membetulkan nama lengkap beliau, yaitu Rhe Jang

Hyang berasal dari Mongolia, mereka ada di daerah itu (Bengkulu) sejak

410 ”masa” silam, atau sekitar 4100 tahun yang lalu. Seperti kita ketahui,

manusia purba di Indonesia sudah punah pada periode 40.000 tahun silam,

36

Ekorusyono, “Kebudayaan Rejang”, 15.

Page 54: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

41

mereka disebut Rejang purba karena pada awal kedatangan kelompok

migrasi dari bangsa Mongolia yang dipimpin oleh Rhe Jang Hyang

merejang dari utara melalui jalur barat, berakhir di pesisir Bintunan mirip

dengan kehidupan manusia purba.

Mereka hidup selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat

lain di mana daerah yang dapat memberi mereka kehidupan, mereka

tinggal di gua-gua, atau mereka membuat serudung yang hanya beratap

daun puar untuk berteduh, dan peralatan yang sangat sederhana. Mereka

hidup dari hasil bumi yang disediakan oleh alam, dari hasil tangkapan ikan

di sungai-sungai dan dari hasil berburu hewan. Kehadiran mereka

membawa kebudayaan kapak batu persegi tiga untuk menebang pohon

(cikal-bakal kapak Beliung), kapak perimbas untuk marimbas semak

belukar dan untuk menguliti kulit binatang, kapak genggam untuk

menggali umbi dan memotong hewan, dan alat serpih digunakan sebagai

pisau.37

Setelah bertahun-tahun mereka hidup merejang di dalam hutan,

akhirnya mereka mulai hidup menetap, dan sekitar tahun 2090 SM mereka

mendirikan sebuah perkampungan yang diberi nama Kutai Nuak, di daerah

utara Napal Putih, Bengkulu Utara sekarang. Kemudian, di tengah hutan

belantara sekitar Kutai Nuak, Rhe Jang Hyang menemukan keluarga

migrasi lain dengan dua anak perempuan yang masih kecil, keadaan

mereka sangat memprihatinkan, keluarga tersebut diajak Rhe Jang Hyang

37

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang, Sejarah Adat Budaya Bahasa Dan Aksara”,

(Kabupaten Rejang Lebong, 2015), 29.

Page 55: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

42

bergabung di Kutai Nuak. Setelah dewasa anak migrasi itu yang bernama

Rumbay diambil oleh Rhe Jang Hyang menjadi isterinya yang kedua.

Akan tetapi Kutai Nuak hanya bertahan selama 5 ”masa”, atau

selama 50 tahun saja, oleh karena persediaan makanan di daerah tersebut

sudah mulai menipis dan terdesak oleh migrasi lain, yaitu bangsa Weddoid

dan Negroid, lalu sekitar tahun 2040 SM Kutai Nuak ditinggalkan. Rhe

Jang Hyang beserta keluarganya pindah ke daerah yang lebih dalam lagi,

yaitu di daerah Pinang Belapis, suatu daerah yang luas terletak di antara

Kabupaten Lebong dengan Kabupaten Kerinci, Jambi Sekarang. Rumbay

ikut dengan Rhe Jang Hyang ke Pinang Belapis. Orang tuanya Rumbay

pindah ke arah utara (Riau). Saudara dan pengikut-pengikut Rhe Jang

Hyang yang lain ada yang Pindah ke arah timur, tinggal dan menetap di

daerah hulu Ogan, Palembang sekarang, dan ada yang meneruskan

perjalanan mereka ke arah Selatan, kemudian tinggal dan menetap di

Pegunungan di daerah Lampung, sekarang.38

Di Pinang Belapis kelompok Rhe Jang Hyang mulai lagi menata

kehidupan baru dalam sebuah perkampungan di dalam pigai yang disebut

Kutai Pinang Belapis, namun mereka masih merupakan kelompok

masyarakat ”komunal”, dalam arti, setiap anggota belum mempunyai hak

milik perorangan, semua yang ada masih merupakan milik bersama,

bersama pula mereka mengecap keberhasilan dalam berusaha dan bersama

pula mereka menanggung resiko dalam berusaha.

38

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 30.

Page 56: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

43

Pigai adalah batas aman yang mengelilingi kampung yang terbuat dari

parit dengan kedalaman 2.5 meter dan lebar 2.5 meter untuk memberi rasa

aman dari gangguan binatang buas, dan aman dari musuh yang datang dari

luar. Setelah Rhe Jang Hyang meninggal dunia dalam usia 120 tahun,

beliau diganti oleh I Daey Lian cucu Rhe Jang Hyang dari keturunan isteri

pertama bernama Nie Liean, I Daey Lian memimpin Kutai Pinang Belapis

selama 67 tahun, beliau meninggal dunia dalam usia 121 tahun.

Perkembangan selanjutnya, Kutai Pinang Belapis sudah banyak

kemajuan, perkampungan di dalam pigai terus bertambah, mereka telah

mampu menyusun perangkat kutai/desa tahap awal untuk mengatur

kehidupan bersama, mereka tidak lagi hidup sebagai manusia pemburu-

peramu, mereka sudah mulai berkebun, menanam ubi-ubian, talas dan

gayong, mereka juga sudah berternak hewan, berkolam ikan, dan mereka

juga sudah mampu menyusun organisasi kutai/desa untuk mengatur

kehidupan mereka bersama. Peraturan dan adat disampaikan secara lisan

karena belum ada aksara atau tulisan.39

Pada masa kepemimpinan Suto Da Eng, keturunan Rhe Jang

Hyang dan Rumbay yang diperkirakan generasi ke-7, di Kutai Pinang

Belapis terjadi perselisihan pendapat tentang kepemimpinan Suto Da Eng.

Suto Da Eng diangkat menjadi ketua pada usia yang masih muda. Sejak

kepemimpinan Suto Da Eng di Kutai Pinang Belapis sering terjadi huru-

hara, karena banyak kebijakan Suto Da Eng dianggap terlalu keras. Suto

39

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 31.

Page 57: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

44

Da Eng juga merubah pola kepemimpinan yang lama, yaitu masyarakat

Pinang Belapis harus hidup mandiri, tidak lagi tergantung dan

mengandalkan hidup dari hasil kelompok. Masyarakat Pinang Belapis

harus bekerja dan berusaha sendiri. Dengan banyaknya terjadi huru-hara,

dan ditambah dengan kebijakan yang dianggap keras, Suto Da Eng tidak

disukai oleh masyarakat Pinang Belapis dan diminta untuk mengundurkan

diri. Suto Da Eng memimpin Kutai Pinang Belapis selama 20 tahun.40

Masa kepemimpinan selama 20 tahun itu dianggap terlalu singkat

oleh Suto Da Eng, dan Suto Da Eng tidak dapat menerima perlakuan

masyarakat Pinang Belapis. Suto Da Eng menjadi seorang pemberontak

dan pemarah, dan akhirnya sekitar tahun 1830 SM Suto Da Eng dan

keluarga beserta 7 keluarga sanak saudaranya yang setia pergi

meninggalkan Pinang Belapis dengan tujuan Borneo, Pulau Kalimantan

sekarang. Menurut Asmawi Zainal, orang Rejang yang pindah ke Pulau

Kalimantan itu di tengah laut perahu layar mereka terpisah karena

gelombang laut, satu kelompok menyusuri laut pantai Kalimantan Barat ke

arah utara dan kelompok yang lain menyusuri laut pantai Kalimantan

Barat ke arah timur, dan terdampar di ujung selatan Pulau Sulawasi.

Menurut Dicky Darmawan Botto, orang-orang Rejang yang pindah

ke Pulau Kalimantan itu dipimpin oleh Suto Da Eng, mereka menyusuri

laut pantai Kalimantan Barat ke arah utara, kemudian di muara sungai

(Sungai Rejang) mereka berpisah. Suto Da Eng meneruskan perjalanannya

40

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 31.

Page 58: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

45

menyusuri laut pantai dan kelompok yang lain menyusuri sungai ke arah

hulu. Mereka-mereka inilah keturunan Rejang yang berkembang di

Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimanta Barat, yaitu di daerah

Sungai Rejang, Sungai Bukar dan Sungai Sadong, dan Suto Da Eng lah

yang memberi nama sebuah sungai yang membelah pulau Kalimantan itu

dengan nama sungai "Rejang" sebagai tanda hormat beliau kepada leluhur

Rhe Jang Hyang.41

Kemudian, Suto Da Eng beserta keluarga dan pengikutnya yang

masih bersamanya meneruskan pengembaraan dengan perahu layar

mereka menyusuri laut pantai Kalimantan Utara ke arah timur, lalu

menyusuri laut pantai Sulawesi ke arah selatan hingga sampai di ujung

Pulau Sulawesi, dan keturunan Suto Da Eng berkembang di daerah

Sulawesi Selatan. Suto Da Eng meninggal dunia dalam usia 123 tahun, di

Sulawesi Selatan. Dengan mundurnya Suto Da Eng sebagai ketua di Kutai

Pinang Belapis, maka ditunjuklah Jun Jung Bumay, keturunan dari I Daey

Lian sebagai ketua yang baru.

Di bawah kepemimpinan Jun Jung Bumay masyarakat Pinang

Belapis lebih teratur dan sejahtera, namun Jun Jung Bumay tetap

melanjutkan kebijakan Suto Da Eng, yaitu masyarakat Pinang Belapis

harus hidup mandiri. Meskipun masyarakat Pinang Belapis mengecam

kebijakan Suto Da Eng ketika itu namun, mereka harus ikut dan tunduk

kepada pemimpin mereka yang baru. Jun Jung Bumay memimpin Pinang

41

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 32.

Page 59: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

46

Belapis selama 70 tahun, dan beliau meninggal dunia dalam usia 110

tahun.

Masyarakat Rejang purba baik di Kutai Nuak maupun di Kutai

Pinang Belapis mereka tinggal di perkampungan di dalam pigai. Rumah

komunal Rejang purba berbentuk bundar (dome), bahan dari kayu bulat,

atap dari daun ilalang, jumlah rumah setiap kampung berjumlah 30-40

buah, semua rumah menghadap ke tengah halaman (latet), dan masing-

masing rumah diberi pagar dari bambu atau kayu. Apa bila penduduk

dalam satu kampung sudah melebihi kapasitas pigai, maka salah satu dari

keluarga mereka akan ke luar dan membangun perkampungan dalam pigai

yang baru.42

Di tengah-tengah halaman (latet) dibangun psiban yang berfungsi

sebagai tempat/ruang tunggu tamu yang ingin bertemu dengan ketua/ raja,

setiap tamu yang datang diterima di psiban dan disuguhi serawo kelapa

muda, tamu yang menemui ketua/raja masuk ke dalam rumah dan disuguhi

iben pena'ok (sirih penyapa). Begitu pula kalau ada tamu yang datang

dalam hal adat, sang ketua/raja (Rhe Jang Hyang) memakai ikat kepala

yang terbuat dari kulit kayu dan disisipkan tiga helai bulu burung.

Ketua/raja didampingi oleh hulubalang yang lengkap dengan tombak dan

perisai di tangan. Kalau disimak dari keterangan di atas, berarti adat

menyuguh tamu dengan serawo kelapa muda dan iben pena'ok sudah

dipakai sebagai adat oleh mereka sejak di Kutai Pinang Belapis, dengan

42

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 33.

Page 60: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

47

demikian, dapat disimpulkan bahwa adat menyuguh serawo kelapa muda

dan adat menyuguh iben pena’ok adalah merupakan adat tertua suku

bangsa Rejang.

Masa pra aksara suku Rejang berakhir diperkirakan pada era tahun

400 SM dengan masuk Deutro Melayu dari Asia Barat (Timur Tengah dan

India Utara). Kedatangan Deutro Melayu (Melayu Muda) pada era tahun

500 SM membawa kebudayaan besi dan logam, seperti kapak corong,

kapak sepatu, perhiasan (emas-perak) dan aksara. Kehadiran Deutro

Melayu ini membawa banyak pengaruh dan perubahan pada kehidupan

suku Rejang.43

Dengan berjalannya waktu, Kutai Pinang Belapis terus

berkembang, perkampungan di dalam pigai terus bertambah dan

penduduknya pun semakin banyak, mereka sudah dapat mengelola batu-

batu emas, dan mereka telah melakukan kegiatan perdagangan (barter).

Kehidupan mereka sudah lebih baik, lebih teratur dan lebih sejahtera.

Kemudian, Kutai Pinang Belapis berkembang menjadi sebuah kerajaan

yang disebut Kerajaan Pinang Belapis dengan raja pertamanya bergelar

Bejunjung Bumay Betudung Lenget. Sebagai syarat terbentuknya sebuah

kerajaan, mereka mengembangkan bahasa dan tulisan sendiri, yaitu bahasa

Rejang dan aksara Rejang yang disebut Ka Ga Nga, nama yang

dipopulerkan oleh Prof. Jaspan pada tahun 1964.

Banyak orang berpendapat bahwa aksara Rejang atau Tulisan Ulu

43

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 34.

Page 61: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

48

adalah merupakan maha karya hasil ciptaan leluhur suku Rejang sendiri.

Tetapi kalau menurut para ahli, aksara Rejang merupakan turunan dari

aksara Pallawa yang berkembang di wilayah India Selatan pada era abad

ke-3 SM, ada juga yang berpendapat bahwa aksara Rejang turunan dari

aksara Kawi yang berkembang di wilayah Nusantara pada abad ke-8

masehi. Kalaupun aksara Rejang merupakan aksara dari hasil turunan

aksara lain, tentu bukan dari aksara Pallawa ataupun aksara Kawi, karena

kalau dilihat dari bentuk sudut dan gerak-alurnya ada kemungkinan aksara

Rejang hasil turunan dan perkembangan dari aksara Brahmi yang

berkembang di India Utara pada era abad ke-6 SM, hanya saja aksara

Brahmi ditulis dari kanan ke kiri, dan aksara Rejang ditulis dari kiri ke

kanan dan terbalik bila dibandingkan dengan aksara Brahmi.44

Selanjutnya, Kerajaan Pinang Belapis terus berkembang, anak-

cucu keturunan Rhe Jang Hyang disebut orang-orangnya ”Jang" atau tun

jang sesuai dengan nama panggilan sehari-hari Rhe Jang Hyang. Setelah

mereka menetap dan mempunyai wilayah dan daerah tempat tinggal

sendiri, orang-orangnya Jang ini dan untuk seterusnya disebut: Suku

Bangsa Rejang, asal kata dari Rhe Jang (Hyang). Jadi, kata ”rejang" bukan

berasal dari kata "merejang" (berjalan tanpa tentu arah dan tujuan di dalam

hutan) seperti yang dikatakan banyak orang selama ini.

Pada masa pemerintahan raja Denay Kaey Lian, gelar: Ratu Agung

(338-410 M) merupakan masa keruntuhan Kerajaan Pinang Belapis,

44

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 35.

Page 62: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

49

karena setelah meninggalnya Ratu Agung (dalam usia 97 tahun), rakyat

Pinang Belapis mengalami krisis kepemimpinan, orang yang tepat untuk

menggantikan Ratu Agung tidak ada. Ratu Agung tidak mempunyai

keturunan langsung yang jelas. Raja yang baru harus dipilih dan

ditentukan oleh rakyat Pinang Belapis sendiri. Oleh karena banyaknya

orang yang ingin menjadi raja di Pinang Belapis, maka terjadilah

perselisihan pendapat dan perebutan kekuasaan, perang Saudara pun tak

terelakan.45

Mungkin inilah yang disebut oleh Salim Senawar, Tapus sebagai

zaman medura klam atau zaman kegelapan. Orang-orang di Pinang

Belapis "gelap mata" akan kekuasaan, kala itu mereka tidak lagi memiliki

norma, dan berbagai bentuk kebobrokan moral lainnya, lebih-lebih lagi

mereka percaya kepada khurafat. Mereka tidak peduli lagi dengan kata

”persaudaraan" sehingga terjadi kekacauan, perang saudara pun tak

terelakan, Kerajaan Pinang Belapis hancur tak berbekas.

Meskipun telah tercetus kata ”swarang patang stumang " waktu

itu, namun niat mereka yang tersisa untuk berpisah dan meninggalkan

Pinang Belapis adalah merupakan jalan yang harus mereka tempuh. Selain

mereka melihat kondisi perkampungan mereka yang hacur, sanak keluarga

yang ikut menjadi korban, termasuk anak-anak, dan rasa dendam sesama

yang saling menyalahkan di antara mereka. Rasanya sulit bagi mereka

untuk tinggal di Pinang Belapis lagi, dan akhirnya sisa-sisa orang Rejang

45

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 35.

Page 63: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

50

itu meninggalkan Pinang Belapis dan mencari tempat baru untuk dibangun

perkampungan baru dengan kelompok mereka masing-masing.

Di antara mereka ada yang pindah ke hulu Sungai Salai, yaitu di

dusun Skandau wilayah Tubei sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai

Ketahun, yaitu di dusun Tapus sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai

Ameun, yaitu di Kutai Belek Tebo, di balik tebo Tepuk wilayah Lebong

Tengah sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai Musi, yaitu di Batu

Lebar, Anggung, di daerah Cawang sekarang. Ada yang pindah ke hulu

Sungai Rawas, yaitu di daerah Muara Kulam sekarang, ada yang pindah ke

hulu Sungai Samben yaitu di Bintunan, Bengkulu Utara sekarang, dan ada

yang pindah ke hulu Sungai Serut, yaitu Bengkulu sekarang.46

Di tempat-

tempat baru ini mereka mulai lagi hidup berkelompok dan membangun

perkampungan di dalam pigai, bentuk rumah mereka tidak lagi bundar,

tetapi rumah panggung membentuk empat sudut.” Masa-masa ini

merupakan awal penyebaran suku Rejang di luar Renah Skalawi, peristiwa

ini terjadi 1600 tahun yang lalu atau pada tahun 410 M.

Pengalaman pahit itu membuat traumatik bagi orang Rejang, hal

itu membentuk karakter orang Rejang yang keras namun melankolis, hal

ini dapat dilihat dari lagu-lagu daerah mereka yang sedih dan mendayu-

dayu. Orang “Rejang tidak suka dengan keributan, tetapi jangan “dimulai”

biasanya mereka minta ”penyelesai". Orang Rejang tidak mudah percaya

kepada orang lain, termasuk sesama orang Rejang itu sendiri.

46

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 36.

Page 64: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

51

Penderitaan suku bangsa Rejang belum berhenti sampai di situ, pada tahun

1110 dusun Skandau dilanda paceklik. Dusun Skandau yang subur

makmur mendadak gersang dan tandus, apa saja yang ditanam tidak bisa

menuwai hasil, selalu gagal panen dan tentunya terjadi paceklik

berkepanjangan, akhirnya satu persatu penduduk Skandau pindah ke

tempat-tempat lain dan membangun perkampungan baru. Mereka pindah

dan membangun perkampungan baru seperti di dusun Pelabai, Suka

Datang, Taba Atas, Atas Tebing, Kutai Balau Seteun, Bandar Agung,

Pagar Agung, Kutai Tik Lako (Semelako), dan sedangkan keluarga ketua

Skandau pindah ke dusun Pelabai dan Suka Datang. Di tempat-tempat

baru itu mereka membuat lagi perkampungan baru di dalam pigai, tetapi

pigai tidak selalu berbentuk parit, ada pigai dari tanaman bambu, atau

perkampungan yang sengaja di bangun di atas perbukitan datar sehingga

mendapat pigai tebing yang curam.47

B. Sejarah Rejang Moderen ( Era Kepemimpinan Para Ajai )

Orang-orang suku Rejang hidup di pedalaman di hulu-hulu sungai

mulai mengenal sistem pengetahuan, teknologi, dan religi dengan hadirnya

orang pendatang. Orang-orang pendatang yang membawa perubahan pada

pola kehidupan suku bangsa Rejang dan kemudian menjadi pemimpin

(Ajai) orang-orang Rejang. Zaman Ajai di Renah Sekalawi diperkirakan

sekitar pertengahan abad ke XIV dan mulai dikenal dengan Rejang Tiang

Empat. Pada zaman Ajai ini juga suku Rejang mulai menetap di lembah

47

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 37.

Page 65: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

52

sekitaran sungai Ketahun. Dimasa bercocok tanam ini timbul

perkampungan yang ddiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga

dan mulai diatur untuk menutupi keperluan bersama.

Menurut riwayat yang tertulis, suku bangsa Rejang berasal dari

Empat Petulai dan tiap petulai dipimpin oleh pemimpinannya yang disebut

dalam istilah Rejang “Ajai”. Perkataan Ajai berasal dari perkataan Manjai

yang berarti pimpinan suatu kumpulan manusia. Sekumpulan manusia

yang hidup bersama secara menetap itu, masih merupakan satu masyrakat

yang bersifat komunal, artinya tiap anggotanya belum mempunyai milik

perorangan, semuanya masih kepunyaan bersama dan mereka bersama

pula mengecap segala keuntungan dan menanggung segala kerugian. Ajai

itulah yang memimpin mereka dalam menunaikan semua kepentingan

bersama dalam mempertahankan diri terhadap gangguan-gangguan dari

luar, dalam menghindarikan bencana-bencana yang datang dari orang-

orang halus dan dalam menjamin berlakunya adat istiadat mereka.48

Sungguhpun demikian pentingnya kedudukan Ajai tersebut dsn memang

dihormati oleh masyarakat, tetapi ia masih tetap dianggap sebagai anggota

biasa masyarakat yang diberi tuga memimpin. Dalam zaman Ajai ini di

daerah Lebong masih bernama Renah Sekelawi atau Pinang Belapis,

Palembang masih bernama Selebar Daun dan Bengkulu masih bernama

48

Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, (Jakarta :PN Balai Pustaka, 1980), 32.

Page 66: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

53

Limau Nipis atau Sungai Serut. Adapun para Ajai yang memimpin suku

bangsa Rejang ini terdiri dari empat orang yaitu :49

1) Ajai Bintang, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di

Pelabai Lebong (Marga Juru Kalang).

2) Ajai Begelan Mato, memimpin sekumpulan manusia yang

menetap di Kutei Belek Tebo Lebong, (Marga Suku VIII

Sekarang).

3) Ajai Siang, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di

dusun Selang Lakat Lebong (Marga Juru Kalang).

4) Ajai Keteko, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di

dusun Bandar Agung Lebong ( Marga Suku IX sekarang).

Dibawah pemerintahan para Ajai ini, mulailah suku bangsa Rejang

menciptakan peraturan-peraturan dan berbagai adat istiadat serta

kebudayaan sendiri. Kemudian dimasa ini datanglah empat orang Biku

berasal dari kerajaan Mojopahit kedaerah ini, sebagaimana diutarakan

Abdullah Sidik, Dalam masa pimpinan Ajai ini lah datang ke Renah

Sekolawi empat orang abang beradik dari Mojopahit, yaitu empat putera

Ratu Kencana Unggut yang melarikan diri ke Palembang dan terus ke

Renah Sekalawi. Keempat mereka itu adalah :

1. Biku Sepanjang Jiwo

2. Biku Bembo

3. Biku Bejinggo dan

49

Darnasah Gunib, “Pandangan Islam Tentang Tari Kejei”, (Fakultas Syaria’ah, IAIN Jami’ah

Raden Fatah, Bengkulu, 1984), 9.

Page 67: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

54

4. Biku Bernama

Kebijakan dan pengetahuan yang tinggi dari para Biku ini berhasil

membina masyarakat Rejang kepada kehidupan yang lebih baik,

karenanya mereka diangkat sebagai pemimpin. Selanjutnya tatkala para

Ajai merasa sudah waktunya mengundurkan diri dari kepemimpinan suku

bangsa Rejang maka dengan resmi mereka menyerahkan jabatan tersebut

kepada para Biku dimaksud. Biku Sepanjang Jiwo mengganti Ajai Bintang

di Palabai, Biku Bembo mengganti Ajai Siang dan berkedudukan di Suka

Negeri dekat Tapus (Ulu sungai Ketahun) Biku Bejenggo berkedudukan di

Batu Lebar dekat Anggung Rejang di Kesambe dan Biku Bermano

berkedudukan di Kutei Rukam dekat Tes sekarang.50

Masing-masing Biku menata kehidupan masyarakat dibawah

kepemimpinan mereka dalam kesatuan pemerintahan yang bersifat

kekeluargaan, sehingga masing-masing kelompok untuk selanjutnya

terikat pada identitas kelompok masing-masing dan mematuhi peraturan-

peraturan yang berlaku dalam kelompok masing-masing. Kelompok

masyarakat tersebut mereka namakan dengan “Petulai” dengan demikian

suku bangsa Rejang memiliki 4 Petulai, sehingga sering disebut dengan

“Jang Pat Petulai” (Rejang Empat Petulai).

Adapun nama dari petulai-petulai tersebut adalah Tubei, Bermani,

Juru Kalang dan Selupu (Rejang Selupen). Petulai Biku Sepanjang Jiwo

diberi nama Tubei, asal kata ini dari bahasa Rejang „berubeui-ubei‟ yang

50

Darnasah Gunib, “Pandangan Islam..., 10.

Page 68: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

55

berarti berduyun-duyun. Petulai Bermano diberi nama Bermani, asal kata

dari bahasa Rejang „beram manis‟ yang berarti tapai manis, Biku Bembo

diberi nama Juru Kalang, asal kata ini dari bahasa Rejang “Kalang” yang

berarti Galang. Petulai Bejenggo diberi nama Selupuei asal kata ini dari

bahasa Rejang “Berupei-upei” yang berarti bertumpuk-tumpuk. Lama-

kelamaan masing-masing petulai berkembang semakin besar sehingga

wilayah kediaman mereka tidak lagi hanya di daerah asalnya, tetapi

semakin jauh keluar, ada yang berdiam di daerah pesisir pantai, ada pula

yang ke daerah Musi Ulu Rawas dan ada pula yang ke Lintang IV

Lawang.

C. Lokasih Kediaman Suku Bangsa Rejang

Adapun lokasih kediaman suku bangsa Rejang Sebagaimana telah

diutarakan sebelum ini, meliputi beberapa kabupaten di provinsi Bengkulu

dan provinsi Sumatera Selatan.51

Hal ini sesuai dengan pendapat Dr.

Abdullah Sidik dalam bukunya Hukum Adat Rejang yang dimana ia

mengatakan, dari tempat asal Lebong, suku bangsa Rejang tersebut

melalui sungai Musi, air Kelingi, air Lakitan dan air Rupit, bertebaran

memasuki wilayah propinsi Sumatera Selatan yang sekarang, sehingga

dewasa ini kita dapati mereka mendiami kabupaten Musi Ulu Rawas dan

Lahat. Namun demikian dimana sekarang ini masyarakat Rejang diluar

propinsi Bengkulu sudah jarang menyebutkan dirinya sebagai orang

Rejang, karena mereka lebih menonjolkan identitas wilayah kediamannya

51

Darnasah Gunib, “Pandangan Islam...., 11.

Page 69: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

56

sekarang, seperti orang Lintang IV Lawang, orang Rawas dan lainnya.

Karenanya yang masih menamakn dirinya orang Rejang adalah yang

mendiami wilayah-wilayah kecamatan Lebong Utara, Lebong Selatan,

Curup, Kepahyang di kabupaten Rejang Lebong, dan kecamatan-

kecamatan Taba Penanjung (sebagian), Talang Empat (sebagian), Lais,

Kerkap, Arga Makmur, Sebelat, Pondok Kelapa (sebagian), kabupaten

Bengkulu Utara, semuanya dalam daerah propinsi Bengkulu.

Secara terperinci suku bangsa Rejang menurut sensus penduduk

Republik Indonesia tahun 1961, berdiam di marga-marga yakni:52

1. Marga Suku XI (di wilayah Lebong), kepala Marganya berkedudukan

di dusun Muara Aman.

2. Marga Suku VII (di wilayah Lebong), kepala Marganya berkedudukan

di dusun Talng Leak.

3. Marga Bermani-Juru Kalang (di wilayah Lebong), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Rombo Pengadang.

4. Marga Selupu Lebong (di wilayah Lebong), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Taba Baru.

5. Marga Bermani Ulu (di wilayah Rejang), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Sawah.

6. Marga Selupu Rejang (di wilayah Rejang), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Kesambe.

52

Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 20.

Page 70: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

57

7. Marga Merigi (di wilayah Rejang), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Daspeta.

8. Marga Bermani Ilir (di wilayah Rejang), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Keban Agung.

9. Marga Sindang Beliti (di wilayah Rejang), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Lubuk Belimbing.

10. Marga Suku Tengah Kepungut (di wilayah Rejang), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Lubuk Mupo.

11. Marga Selupu Baru (di wilayah Pesisir), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Taba Penanjung.

12. Marga Selupu Lama (di wilayah Pesisir), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Karang Tinggi.53

13. Marga Merigi Kelindang (di wilayah Pesisir), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Jambu.

14. Marga Juru Kalang (di wilayah Pesisir), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Pagar Jati.

15. Marga Bang Haji (di wilayah Pesisir), kepala Marganya berkedudukan

di dusun Sekayu.

16. Marga Semitul (di wilayah Pesisir), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Pondok Kelapo.

17. Marga Bermani Sungai Hitam (di wilayah Pesisir), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Pasar Pedati.

53

Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 21.

Page 71: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

58

18. Marga Bermani Perbo (di wilayah Lais), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Perbo.

19. Marga Bermani Palik (di wilayah Lais), kepala Marganya

berkedudukan di dusun Aur Gading

20. Marga Air Besi (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Pagar Bayu.

21. Marga Kerkap (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Kerkap.

22. Marga Lais (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di dusun

Rajo.54

23. Marga Air Padang (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Padang Kala.

24. Marga Bintunan (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Pagar Ruyung.

25. Marga Sebelat (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di

dusun Sebelat.

Seterusnya ada kelompok orang-orang Rejang yang berdiam di pasar-pasar

Lais dan Ketahun dan di marga Protatin XII. Semua masyarakat hukum

adat yang tersebut di atas yang berjumlah adalah 18, masuk masyarakat

hukum kabupaten Bengkulu Utara. Dari tempat asal Lebong, uku bangsa

Rejang tersebut maelalui sungai-sungai Musi, Air Kelingi, Air Lakitan dan

Air Rupit, bertebaran memasuki wilayah propinsi Sumatera Selatan yang

54

Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 22

Page 72: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

59

sekarang, sehingga dewasa ini kita dapati mereka mendiami kabupaten-

kabupaten Musi Ulu Rawas dan Lahat.55

.

55

Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 22.

Page 73: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

60

BAB IV

PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG

A. Masuknya Islam di Rejang Lebong

Masunyak Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke

17 yakni sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan

agama Hindu/Buddha, masyarakat Rejang Lebong sudah sedikit demi

sedikit mengenal Islam. Karena pada saat itu masyarakat Rejang Lebong

mendapat pengaruh dari kesultanan Palembang. Akan tetapi kesultanan

Pagar Uyung juga memberikan pengaruh besar terhadap masuknya Islam

di Rejang Lebong, karena dari beberapa surat mereka menyiarkan

agama.56

Salah satu buktinya yakni, surat yang bertuliskan Arab Melayu

ditujukan kepala Mat Ali pembarap Dusun Sawah waktu itu Taba Litang

dari kerabat di Pagar Uyung sebagai Identitas diri. Mat Ali juga

merupakan orang pertama yang berangkat haji pada waktu itu di Dusun

Sawah.57

Namun, dapat diketahui bahwa proses masuk dan

berkembangannya suatu agama harus melewati beberapa proses supaya di

terima dan di kenal oleh masyarakat seperti melalui perdagangan,

pernikahan, dan melalui dakwah. Begitu pula masuk dan berkembangnya

agama Islam juga melalui proses tersebut, ada beberapa pendapat yang

56

Ahmad Faizir Sani (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten

Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB. 57

Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, ( Curup : Lembaga Studi dan

Penelitian Kebudayaan Daerah (ISPKD), 2000), 84.

Page 74: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

61

mengatakan bahwa Islam masuk ke nusantara melalui jalur perdagangan,

pernikahan, dan dakwah. Sebelum membahas mengenai proses Islamisasi

di Rejang Lebong melalui perdagangan, kita juga harus mengetahui

terlebih dahulu bagaimana Islam masuk ke nusantara melalui jalur

perdagangan dan bisa menyebar ke daerah Sumatera khususnya daerah

Bengkulu dan sampailah ke daerah Rejang Lebong.

Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal

sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Wilayah

Barat Nusantara dan sekitar Malak sejak masa kuno merupakan wilayah

yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di

sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting

antara Cina dan India.58

Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan

Jawa antara abad ke-1 dan ke-77 M sering disinggahi pedagang asing,

seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa

dan Geresik di Jawa).

Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada

yang sampai ke Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M ( abad 1 H),

ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Baru pada

zaman-zaman berikutnya, penduduk nusantara masuk Islam, bermula dari

penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad

ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan

Palembang di Sumatera.

58

Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2017), 191.

Page 75: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

62

Sedangkan masuknya Islam ke Bengkulu melalui jalur perdagangan, di

mana di sebutkan bahwa, masuknya Islam diklasifikasi menjadi beberapa

teori dan salah satu teori menjelaskan mengenai jalur perdagangan. Teori

yang mengetakan mengenai masuknya Islam ke Bengkulu melalui jalur

perdagangan yakni teori Aceh, yang dimana berdasarkan argumen bahwa

Islam dibawah ulama Aceh bernama Tengku Malin Muhidin tahun 1417

M ke kerajaan Sungai Serut dan melalui domisi Aceh dalam perdagangan

rempah-rempah abad ke-17.59

Sejak Malaka direbut portugis pada tahun

1511 arus perdagangan tidak lahi melalui selat Malaka – Palembang –

Surabaya, tetapi melalui pantai Barat Sumatera; Aceh – Pariaman –

Selebar dan Banten.

Sedangkan untuk masuknya Islam ke wilayah Rejang sendiri

melalui jalur perdagangan, sama hal dengan Bengkulu yang di mana

terjadi kontak perdagangan antara kerajaan sungai serut yang mayoritas

penduduknya yakni dari suku Lembak, dan kerajaan Sungai Serut yang

mayoritas penduduknya suku Rejang. Seperti yang dijelaskan di atas

bahwasannya kedua kerajaan ini melakukan kerjasama perdagangan

dengan Aceh di bagian utara dan Banten di bagian Selatan. Dari nukilan

sejarah ini dapat diperkirakan bahwa suku bangsa Rejang yang diam di

pesisir telah menganut agama Islam.60

59

Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M” Jurnal Tsaqofah &

Tarikh, 1, no. 2 (Juli-Desember, 2016) : 116. 60

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong”, (Fakultas

Ushuluddin, IAIN Raden Fatah Curup, 1992), 62.

Page 76: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

63

Menurut bapak Ahmad Faizir yang merupakan wakil ketua BMA Rejang

Lebong. Ia mengatakan bahwasanya masuknya Islam melalui jalur

perdagangan di Rejang Lebong yakni melalui perdagangan antara

kesultanan Palembang dan kesultanan pagar uyung, padang. Kesultanan

Palembang pada abad ke 17, yang dimana pangeran Muhammad

Badaruddin I telah memeluk Islam, dan pada abad ke 18 kesultanan

Palembang mengambil wilayah pengaruhnya sampai ke Rejang Lebong

yang dahulu di sebut wilayah Sumatera Selatan.61

Maka dari itu,

kesultanan Palembang berpengaruh terhadap masuknya Islam di Rejang

Lebong yang di mana di temukannya piagam undang-undang dari tembaga

dengan aksara Jawa Kuno yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807

Masehi.

Sejarah dari kesultanan Palembang sendiri yakni yang di mana

pada saat itu terjadi pertikaian di kerajaan Demak. Pasca 1546

(pemerintahan Sultan Trenggana) antara Aria Jipang dan pangeran

Hadiwijaya dari panjang. Pertikaian tersebut menyebabkan Aria

Panangsang tewas.

Pengikut Aria Panangsang lari ke Palembang dan menemui

ayahnya yang bernama Seda Ing Lautan (Adipati Demak di Palembang).

Tiba saat pemerintahan Ki Mas Hindi, Palembang mengambil keputusan

untuk memiliki identitas sendiri dan bukan merupakan bagian dari jawa.

61

Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara :

Kabupaten Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.

Page 77: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

64

Penguasa Palembang, Ki Mas Hindi memekai gelar sultan dan selanjutnya

Palembang dikenal sebagai kesultanan Palembang Darussalam.

Piagam kesultanan Palembang sendiri merupakan putusan

Kanjeng Ratu Palembang (Sultan Mahmud Badaruddin II) kepada Depati

Puyuh Putih yang berisikan putusan Palembang mengenai peraturan

hutang piutang, perdagangan, hukum, pembunuhan dan tawanan yang

kabur, penemuan barang berharga dan orang-orang yang menjadi abdi

dalem. Prasasti ini berasal dari rumaha Donok yaitu rumah pangeran H.

Mat Arif yang teletak di desan Dusun Sawah, kecamatan Curup Utara,

kabupaten Rejang Lebong, provinsi Bengkulu. Namun sekarang prasasti

ini berada di umah bapak H. Ir. Ahmad Faizir M.M sebagai benda koleksi

pribadi, terletak di jalan Dokter Aka Gai No. 7 Simpang Lebong,

kelurahan jalan baru, kecamatan Curup Kota, kabupaten Rejang Lebong,

provinsi Bengkulu.

Di dalam piagam Palembang terdapat birokrasi kesultanan wilayah

Palembang dengan berbagai aturan di dalamnya. Untuk baris pertama

dalam piagam berbunyi :62

“ hingkaƞ layaƞ Piagӗm ṣakiƞ kājӗƞ sulṭan

ratu// , artinya, Inilah surat Piagӗm dari kanjeng sultan ratu. Masi pada

baris pertama piagam Palembang berbunyi: “...Kaḍawuḥ deniƞ kedipati

rabaḥ hiƞ desa raja(ng)...”, yang memiliki arti, ...Diperintahkan kepada

kedipati rabaḥ di desa reja(ng)...

Adapun aturan-aturan yang terdapat dalam piagam Palembang yakni :

62

Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang Kabupaten Rejang Lebong

Provinsi Bengkulu; Kajian Epigrafi”, (Fakultas Ilmu Bdaya, Universitas Udayana Denpasar,

2019), 74.

Page 78: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

65

a) Pembayaran Hutang Piutang.

Hutang piutang (bagi yang terlambat membayar hutang, maka

harus membayar hutang dengan tambahan 30 %). Kemudian jika hal

ini berlangsung secara terus menerus sebanyak tiga kali, maka hutang

tersebut naik menjadi dua kali lipat dan tidak boleh naik lagi. Hal ini

tertulis dalam piagam Kesultanan Palembang pada baris ke dua dan

baris ke tiga yang berbunyi:63

...Utawi lan nana wo (ng) palembang(ng),

hutaƞ hapiutaƞ lan wo(ng) desa, muwaḥ

pada niƞ desa, yen ṭumӗkka hiƞ ṅubayane

hora nahur maṅka hiƞ ṅi” (la. 2)

“tuƞ katigaƞ walasṡan. Tutuk iƞ tiga

muṅgaḥ dadi nikӗl hora kna muṇgaḥ mani

(ng)...(la.3)

Artinya :

...Jika ada orang Palembang, hutang piutang

dengan orang desa, atau sesama orang desa,

apabila telah habis perjanjiannya tapi belum

membayar maka” (la. 2)

“dihitung tiga belas. Sampai mundur tiga

kali naik menjadi dua kali lipat tidak boleh

naik lagi... (la. 3)

b) Peraturan Mengenai Perdagangan.

63

Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 78.

Page 79: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

66

Dikatakan dalam piagam kesultanan Palembang, baris kelima dan

keenam bahwa Sultan melarang pedagang ataupun orang desa

melakukan jual beli terhadap manusia.

...muwaḥ hora kna woƞ daga(ng) utawa” (la.5)

“wo(ng) desa, ula(h) ḍagaƞ huwoƞ hiku

laraṅan daḷm...(la.6)

Artinya :

“...dan tidak boleh pedagang atau” (la.5)

“orang desa, menjual orang itu larangan

sultan...(la.6)

Tidak boleh juga pedagang menginap di rumah penduduk desa

Rejang dan membangun rumah di wilayah Desa Rejang. hal ini

tertulis dalam lempeng piagam kesultanan Palembang baris

keenam:

...Lan nora kna dagaƞ modakiƞ ṅumaḥ

wawoƞ desa, utawa agawiḥ humah amakṡa

huga kna dӗnda daḷm...

Artinya :

...Dan tidak boleh pedagang menginap di

rumah penduduk desa, atau membangun

rumah jika memaksa kena denda oleh

sultan...

Page 80: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

67

c) Peraturan Mengenai Pencurian.

Jika ada pencuri yang tertangkap dan terbukti tela mencuri dengan

barang bukti terdapat barang curiannya, maka pencuri itu diwajibkan

untuk mengembalikan barang curian dua kali lipat dari barang curian

tersebut. Selain itu, pencuri juga wajib dikenakan hukum kerja paksa

di desa Rejang. Peraturan ini tertulis pasa baris ke tujuh yakni :64

lamun nana wo(ng) maliƞ maṅka wus nata

pamaliƞ ṅe, saduwiḥ noƞ ṅiku muliḥ nikil.

Kaƞ maliƞ ṅiku dadi penambut gawiḥ...

Artinya :

jika ada orang mencuri dan jelas apa

yang dicurinya, maka barang curian

kembali dua kali lipat. Dan pencuri itu

dikenai hukuman kerja paksa...

d) Peraturan Mengenai Pembunuhan.

Seseorang yng kedapatan membunuh abdi dalem Sultan atau

pegawai dari Kesultanan maka pembunuh tersebut tersebut dikenakan

denda sepuluh kali lipat dan jika pembunuh itu membunuh orang luar

atau bukan dari pegawai kesultanan maka dikenakan denda satu atau

64

Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 80.

Page 81: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

68

yang berkelipatann dua. Peraturan ini tertulis pada baris ketujuh dan

kedelapan :65

...Kalawan yen noƞ desa hama (la.7)

tenni hikawula daḷm ṡiwi kna waṅun

ṡapuluḥ. Yen kawulanniḥ woƞ jaba, siji ba,

siji waṅunniḥ kero (karo)...(la.8)

Artinya :

...Dan jika ada orang desa (la.7)

membunuh orang sultan orang tersebut

kenakan denda kelipatan sepuluh. dan jika

itu orang luar, kenakan satu, satu

berkelipatan dua...(la.8)

e) Peraturan Mengenai Pembayaran Upeti.

Pembayaran upeti dilakukan oleh wilayah daerah kepungutan

kepada kesultanan Palembang Darussalam dengan waktu pembayaran

satu kali dalam satu musim pergi ke palembang. Peraturan ini tertulis

dalam lempeng baris ke lima :

...sapisan ṡamusim seba amalembaƞ,

sisapa hora lanut (manut) patime

aṅaturakӗn amalemba(ng)...

Artinya :

65

Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 81.

Page 82: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

69

...satu kali semusim pergi ke Palembang,

siapa yang tidak mematuhi menyerahkan

upeti ke Palembang

f) Peraturan Mengenai Orang yang memiliki anak tuli, buras (lekuk-

lekuk kecil pada muka yang disebabkan karena luka-luka akibat

penyakit cacar dan sejenisnya), dan orang yang beranak kembar.66

Selain dari piagam tersebut juga terdapat surat Residen Palembang

nomor 5 tentang pengangkatan Mat Arif sebagai pasirah Bermani Ulu

dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut di tulis dengan aksara

Arab dan bahasa Belanda latin. Surat pengangkatan tersebut tertanggal 15

Februari 1889.67

Dalam menyebarkan Islam, tidak hanya melalui jalur perdagangan

tetapi juga melalui jalur pernikahan. Pernikahan merupakan salah satu dari

saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan

pernikahan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian

diantara dua individu. Kedua individu yaitu suami dan isteri membentuk

keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti

membentuk masyarakat muslim.

Saluran Islamisasi melalui pernikahan yakni antara pedagang atau

saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat

berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan

pernikahan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam.

66

Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 82. 67

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong”, (Fakultas

Ushuluddin, IAIN Raden Fatah Curup, 1992), 68.

Page 83: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

70

Melalui pernikahan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi,

para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada

kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri

bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum

menikah, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai

keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-

kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.

Begitu juga masuknya Islam melalui jalur pernikahan yang

dilakukan para pedagang atau jalinan kerjasama antar kerajaan. Seperti

halnya masuknya Islam di Rejang Lebong yang mana dikatakan Sultan

Muzaffar Syah raja dari kerajaan Indrapura yang menikahi putri Serindang

Bulan adalah putri satu-satunya dari raja Mawang yang merupakan raja

terakhir yang memimpin Petulai Tubei yang berkeduduan di Kutei Belau

Santeun (atau sekarang disebut Desa Kota Baru Santan), suatu daerah

yang berada dalam wilayah Margo Suku IX, Lebong.68

Kemudian, pernikahan antara Mat Ali yang merupakan Depati

Puyuh Putih dengan seorang putri dari bangsawan Rejang. Mat Ali berasal

dari Padang, yang dimana pada saat itu ia telah memeluk agama Islam.69

Dengan adanya pernikahan ini menambah bukti masuknya Islam melalui

jalur pernikahan, serta dengan kedudukan Mat Ali yang telah memeluk

agama Islam dan juga ia sebagai Depati atau petinggi pada saat itu di

68

Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M” Jurnal Tsaqofah &

Tarikh, 1, no. 2 (Juli-Desember, 2016) : 116. 69

Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten

Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.

Page 84: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

71

wilayah Rejang Lebong, juga berpengaruh terhadap perkembangan Isalam

di Rejang Lebong.

Masuknya Islam ke Rejang Lebong juga melalui dakwah, yang

dapat kita ketahui bahwasanya Dusun Sawah merupakan desa tertua di

Rejang Lebong yang menjadi saksi dari perkembangan Islam di sana.

Menurut sumber yang di dapat, pada saat itu terdapat tiga Syekh asli dari

Dusun Sawah yang pergi belajar ke Mekkah, setelah menempuh ilmu di

sana mereka kembali ke Rejang Lebong tepatnya ke Dusun Sawah dan

menyebarkan ajaran Islam yang telah mereka pelajari saat itu.70

Kemudian

cicit dari Mat Ali sendiri yang bernama Abdullah Sani Khalik juga

merupakan penyiar agama Islam di Dusun Sawah dan merupakan Pasirah

Bermani Ulu. Saat menjadi Pasirah Bermani Ulu pada saat itu, Abdullah

Sani Khalik sering berkeliling kampung menyiarkan agama dengan

berpenampilan yang berwibawah, kesan ini lah yang terus diingat oleh

penduduk Bermani Ulu secara turun temurun.71

Tidak hanya melalui perdagangan dan pernikahan, masuknya Islam

ke Rejang Lebong juga melalui sosial Kebudayaan. Seperti halnya yang

dilakukan oleh para Wali Songo dan para ulama lainnya, penyebaran Islam

di wilayah Rejang juga menggunakan strategi dakwah kultural. Salah

satunya Melalui kebudayaan, Islam dapat di terima oleh masyarakat

Rejang Lebong, yang dimana Islam memang tidak memaksakan siapapun

70

Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten

Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB. 71

Plimo Kalam, “Profil Budayawan A. Sani Khalik”, (Curup : Lembaga Studi Dan

Penelitian Kabudayaan Daerah (LSPKD), 2001), 38.

Page 85: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

72

untuk memeluknya sebagai agama, dan para pembawa Islam ke Rejang

Lebong menggunakan media kebudayaan atau mereka menyesuaikan

kebudayaan masyarakat Rejang dengan memasukkan unsur agama Islam

di dalamnya. Seperti halnya dalam Tari Kejei, yang dimana tarian ini

sudah ada sejak zaman dahulu yang di pelihara oleh suku Rejang sampai

sekarang. Pada upacara pembukaan pada Tari Kejei dibuka dengan

membakar kemenyan serta membaca mantra-manta, dan sebagian mantra

tersebut adalah :72

Diwo serban duatei, diwo serban ting-ting.

Diwo gemeranam duatei gemerunum. Nak

peak sembilan tambun. Di-o teine keme lak

makei eine adat oa-o sedee.

Artinya :

Dewa yang maha tinggi yaitu dewa ting-

ting. ke ikut sertaan dewa, terdengar suara

gemuruh dan semaraknya di sebelah

sembilan tambun.

Mantra tersebut adalah berupa permohonan agar acara tersebut

dapat meriah, serta selamat. Agama Islam telah menetapkan bahwa

membaca mantra tidak ada larangan, akan tetapi sesudah membaca mantra

itu mereka akan melaksanakan pembacaan do’a menurut ajaran Islam.

Dari sini kita dapat melihat bahwa Islam tidak melarang masyarakat

Rejang meninggalkan keyakinan mereka akan tetapi agama Islam

72

Darnasah Gunib, “Pandangan Islam Tentang Tari Kejei”, (Fakultas Syari’ah, IAIN

Jami’ah Raden Fatah Bengkulu, 1984), 30-31.

Page 86: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

73

membaur dalam keyakinan atau kesenian masyarakat Rejang dengan

menambahkan unsur keislaman di dalamnya, seperti halnya Sunan

Kalijaga yang menyebarkan agama Islam melalui permainan wayang,

yang dimana ia memasukkan unsur Islam dalam permainan wayang

tersebut supaya penduduk dapat belajar agama Islam melalui kesenian atau

kebudayaan.

Kemudian, yang dilakukan oleh Sutan Gagu yang merupakan

seseorang yang datang ke Renah Skalawi dan menjadi pemimpin orang-

orang Rejang yang berada di dusun Semeleko. Sutan Gagu datang ke tanah

Rejang pada era generasi ke-14, dari keturunan ketua Skandau yang

pindah ke dusun Pelabai. Sebelum datang ke tanah Rejang Sutan Gagu

adalah seorang pejabat di kerajaan Melayu yang menjadi bagian dari

kerajaan Mojopahit. Sutan Gagu juga salah seorang murid Syech Malik

Qubro yang sebelumnya pernah datang ke Renah Skalawi dengan tujuan

untuk menyiarkan ajaran Islam. Walaupun Syech Malik Qubro mendapat

restu dari sesepuh dan leluhur suku Rejang, namun Syech Malik Qubro

mendapat tantangan dari masyarakat suku Rejang yang kala itu masih

menganut paham animisme, kemudian Syech Malik Qubro meninggalkan

Renah Skalawi dan melanjutkan perjalanannya ke tanah Jawa (Banten).73

Kedatangan Sutan Gagu di Renah Skalawi diperkirakan pada

pertengahan abad ke-14, atau bertepatan dengan dipindahkannya kerajaan

Melayu ke pegunungan Minangkabau oleh Adicawarman pada tahun

73

Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 38.

Page 87: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

74

1347, mungkin Sutan Gagu tidak lagi mendapat suatu jabatan di sana, atau

memang mendapat tugas dari Syech Malik Qubro dari Banten agar Sutan

Gagu dapat meneruskan misinya, yaitu menyiarkan ajaran Islam di tanah

Rejang. Mengingat misi Syech Malik Qubro ditentang oleh orang-orang

Rejang, maka Sutan Gagu menggunakan cara lain dalam usahanya

menyiarkan ajaran Islam, yaitu dengan pendekatan sebagai “ penyuluhan

Pertanian “. Sutan Gagu mengajarkan orang-orang Rejang cara bertani

yang baik, sistem pengairan yang benar, dan beliau juga mengajarkan

orang-orang Rejang tata cara kenduri Mudang Biniak, kenduri Mekek Poi,

Kenduri Bumai, dan Sutan Gagu juga ahli dalam pengobatan. Dengan

adanya dua kegiatan itu (sebagai penyuluh pertanian dan pengobatan)

Sutan Gagu dapat lebih sering bertemu dengan warga dan menyisipkan

ajaran-ajaran agama Islam secara perlahan-lahan.

Pada abad ke 17 Islamisasi di Rejang Lebong dapat kita lihat yang

dimana pada saat itu Raja Mawang (1550 – 1600) yang merupakan putra

dari Rajo Megat yang berkedudukan tidak lagi di Pelabai, tetapi di Kutei

Belau Sateun. Raja Mawang mempunyai 7 orang anak, termasuk putri

bungsunya Serindang Bulan, yang ditemui Tuanku Indrapura Sultan

Muzaffar (± 1620 – 1660) yang sedang berburu ke Pulau Pagai Muara Aer

Ketahun dan dijadikan istrinya. Setelah Raja Mawang awafat ia di

gantikan oleh putranya Ki Karang Nio dengan memakai gelar Sultan

Abdullah (1600 – 1640), sedangkan saudara-saudaranya yang lain

bertebaran di luar wilayah Lebong mendirikan kutei-kutei dan

Page 88: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

75

kesusatuannya disebut Migai atau di Melayukan menjadi Merigi, yaitu

suatu perpecahan dari Petulai Tubei. Dari data di atas dapat di katakan

bahwa abad ke 17 telah terjadi proses Islamisasi yang di awali dengan

pernikahan putri Serindang Bulan dengan Sultan Muzaffar yang berasal

dari Indrapura, yang di mana Sultan Muzaffar sudah memeluk agama

Islam. Setelah itu, keturunan dari mereka menyebar dan mendirikan Kutei

mereka sendiri, dapat di lihat juga dari nama-nama mereka yang telah

menggunakan unsur Islami seperti Abdullah yang berarti “hamba Allah”.

Pada abad ke 18 Islam masuk ke Rejang Lebong dengan adanya

pengaruh dari kesultanan Pagaruyung, yang dimana banyak masyarakat

Rejang Lebong pergi ke Pagaruyung untuk menimba ilmu agama yang

kemudian di saat mereka kembali ke Rejang Lebong, mereka akan

mengajarkan apa yang telah mereka dapatkan di sana. Tidak hanya itu

bukti bahwa Islam masuk ke Rejang Lebong pada abad ke 18 dibuktikan

dengan adanya naskah Pagaruyung yang bertuliskan Arab Melayu. Surat

atau naskah ini di tujukan kepada Mat Ali sebagai identitas diri dan bukti

silsilah ketutunan Pagaruyung. Adapun isi atau terjemahan dari surat

tersebut yang disalin dengan sama bunyinya dari huruf Arab ke huruf latin

yakni:74

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

Ini cap tapak tangan Tuanku duliyg dipertuan di Pagar Ruyung

kaya dikasikan kepada M. Ali Taba Lintang juga adanya, jikalau

74

Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan

Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 84.

Page 89: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

76

barang kemana dibawak baik lalu pelaluan dan ke petengahan

baik kepala kiri dan kepala kanan dan (tidak terbaca) dan serambi

muka baik lalu (tidak terbaca) dan (tidak terbaca) baik lalu

kebenatang hari baik lalu berkeliling pulau (pejuruni) baik kelaut

baik lalu kedarat baik ketanah besar jangan dibinasakan orang

nan memegang surat cap ini jikalau dibinasakan orang dimakan

kutuk Tuanku Daulat yang dipertuan besar di Pagar Ruyung

melainkan seperti Firman Allah Taala didalam kuranAlalhi salam,

(.............................)

Kalau akan jadikan barang didalam dunia akan ganti akan tuan

jikalau tiada diper (tidak terbaca) orang pernaru oap ini, makan

bisakawi Daulat tuanku (Gagak) yang dipertuan di Pagar Ruyung

juga adanya pandai tidak anak buah tiada kembang empat sunah

sakti tuanku Gagak yang dipertuan besar di Pagar Ruyung kepada

segala hamba rakyat

Sudah bekumar tiada dalam beranak anak nan sama awan putih

nan selama gagak hitam nan sedalam laut nan setinggi langit juga

adanya wallahu alam sadq daulat yang dipertaan besar kepada

(tidak terbaca) negeri barang siapa tuan tuan yang melihat cap ini

daulat Dipertuan Besar ini hendaklah mintaklah doa kepada Allah

supaya beroleh dari pada Daulat yang dipertuan berkat “ Insya

Allah ) kemudian (tidak terbaca), orang Minang Kabau sampai

adat tuanku yang dipertuan di Pagar Ruyung.75

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

1. Inilah bab Sultan di Dusun Rkam Lebong yakni nama Sultan Taja

Megat anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung juga

adanya.

2. Inilah bab Sultan di Negeri ( حما بن ) yang bernama Sultan Sariat

Paskah Rahim anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua

adanya.

3. Inilah bab Sultan di Negeri Batam yang bernama Sultan Maju

Kaya anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.

4. Inilah bab Sultan di Negeri Jambi yang bernama Bagindo Tuan

anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.

5. Inilah bab Sultan di Negeri Periaman yang bernama Sultan

Maharaja anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua

adanya.

6. Inilah bab Sultan ( نن بو ) kembali pulang dusun (غن ) pagu anak

cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.

75

Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong...., 84.

Page 90: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

77

7. Inilah bab Sultan Indra giri yang bernama Sultan Syari Kaya

anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.

8. Inilah bab Sultan di Negeri Palembang yang bernama Sultan

Inda Pusu Inda Rahim anak cucu yang dipertuan Di Pagar

Ruyung jua adanya.

9. Inilah bab Sultan di Negeri (لم ) yang bernama Muhamad Sah

anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.

10. Inilah bab Sultan di Negeri Siak yng bernama Raja Alam anak

cucung yang dipertuan di Pagar Ruyungn jua adanya.76

Ini adalah sebagai lampiran dari surat yang dikirim dari Pagaruyung

kepada Mat Ali di Dusun Taba Lintang Dusun Sawah, yang dinamakan

Cap Tapak Tangan bertuliskan huruf Arab Melayu, surat ini terdapat di

dalam tabung bambu, akan tetapi tahun dan tanggalnya tidak dapat dibaca.

Inilah bukti rantai Silsilah Keturunan Pagaruyung pase awal dari sebuah

surat dalam tabung bambu yang dikirim dari Pagaruyung, agar rantai

sejarah tidak terputus. Mat Ali sendiri wafat pada bulan Januari tahun

1888 dan di makamkan di Dusun Sawa, Marga Bermani Ulu, Rejang

Lebong.

Pada abad ke 19 Islam masuk ke Rejang Lebong dengan adanya

pengaruh dari kesultanan Palembang, dengan bukti di temukannya surat

Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif sebagai pasirah

Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut ditulis

menggunakan dua bahasa yakni bahasa Arab Melayu dan Belanda.77

Kemudian, dari beberapa sumber yang di dapatkan bahwa ada beberapa

tokoh agama yang menyiarkan agama Islam di Rejang Lebong yakni Kyai

Haji Abdul Hamid Merogan, beliau berasal dari Palembang yang

76

Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan

Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 83. 77

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 67.

Page 91: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

78

menyebarkan Islam di Rejang Lebongdan hidup antara tahun 1825-1890.

Kemudian, Haji Abdurrahman Delamat, ia berasal dari Muara Ogan yang

meneruskan dakwah Haji Abdul Hamid Merogan di Rejang Lebong.

Tempat dakwah beliau di Kepala Curup, Tebat Monok, Kesambe,

Despetah, Keban Agung dan Ujan Mas.78

Setelah itu ada Haji Ahmad

Syekh yang dikatakan bahwa ia berasal dari Rejang Lebong, ia menetap di

Mekkah lalu kembali lagi ke Rejang Lebong untuk menyiarkan agama

Islam. Sekembalinya ia ke Rejang Lebong, ia di panggil Imam Mergo.79

Kemudian, tidak hanya Haji Ahmad Syekh saja yang berdakwah di

daerah Rejang Lebong untuk menyebarkan agama Islam, akan tetapi juga

ada beberapa ulama yang berdakwah di daerah Rejang Lebong untuk

menyebarkan agama Islam yakni, Ki Abdul Hamid Merogan ( 1825 –

1890), H. Abdurrahman Delamat ( XIX) , Abdul Majid (XX), Zaidin

Burhani (XX), Ramli Burhani (XX), M. Yatim (XX), Mukhtar Yatim

(XX), Sutan Besar (XX), A.M. Sutan Jamin (XX). Ada pula tokoh-tokoh

agama yang memberikan sumbangsinya terhadap perkembangan Islam di

Rejang Lebong yakni KH. Djam’an Nur yang juga terlibat dalam

pendirian fakultas Ushuluddin Curup, pendidikan yang ia tempuh yang

dimana ia melanjutkan sekolah yang sempat terputus ke Sekolah Rakyat di

daerah Muara Aman. Djamaan juga melanjutkan pendidikan agamanya

78

Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M (Melacak Tokoh

Agama, Masjid dan Lembaga [organisasi] Islam)." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan

Sejarah Islam 1.2 (2016): 116. 79

Andi Wijaya, SH, (Mantan Anggota Dewan), wawancara : Kabupaten Rejang Lebong,

07/01/2021, pukul 09.45 WIB.

Page 92: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

79

dengan belajar di Madrasah Diniyah Darussaqafah yang dipimpin oleh

K.H Muhammad Amin Addary. Pada tahun 1951 Djamaan memutuskan

untuk menuntut ilmu ke Sumatera Barat, Djamaan sempat belajar beberapa

bulan di Parabek, namun akhirnya memutuskan untuk pindah belajar ke

Surau Candung (Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung). 80

Kemudian, tokoh agama yang memberikan sumbangsinya terhadap

perkembangan Islam di Rejang Lebong yakni KH. Badrul Munir Hamidy,

dimana pendidikan dasar Badrul Munir diperoleh di sekolah Rakyat No. 1

Curup. Ia menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1956, setamatmya

dari Sekolah Rakyat, ia melanjukan pendidikannya ke jenjang berikutnya

di Pendidikan Guru Agama (PGAMP) dan tamat pada tahun 1961. Selain

belajar di sekolah formal Badrul Munir juga belajar agama pada sang

ayah, Abdul Hamid Somad dan Ali Amran, setelah tamat di sekolah

Pendidikan Guru Agama (PGAMP), ia melanjutkan pendidikan ke jenjeng

berikutnya, yakni di sekolah Pendidikan Guru Agama Atas (PGA.A)

Negeri di Palembang pada tahun 1963. Sementara pendidikan tinggi

diperolehnya di fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup,

danberhasil memperoleh gelar sarjana pada tahun 1973.81

Badrul Munir

tercatat pernah mengajar di beberapa sekolah di Curup, antara lain di

Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Ekonomi

80

Hery Noer Aly, dkk, “Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota Bengkulu )Studi

Terhadap Asal Usul Keilmuan dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam)”,

(Bengkulu : Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Masyarakat Institut Agama Islan Negeri

(IAIN) Bengkulu, 2014), 53. 81

Hery Noer Aly, dkk, “Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota Bengkulu )..., 59.

Page 93: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

80

Pertama Negeri (SMEPN), Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah

Ekonomi Atas Negeri (SMEAN) dan Madrasah Aliyah.

B. Perkembangan Islam di Rejang Lebong

Islam mulai berkembang setelah tahun 1900, terutama setelah

masuknya organisasi - organisasi sosial keagamaan, seperti

Muhammadiyah, NU, dan Tarbiyah Islamiyah. Pusat ajaran Islam di

Rejang Lebong yakni terletak di Dusun Sawah, yang dimana pada saat itu

daerah Dusun Sawah di sebut sebagai Mekkah kecil. Disebut demikian

karena pada masa itu Dusun Sawah menjadi pusat keagamaan dan saat

seseorang akan naik haji maka pusat perkumpulan mereka sebelum

berangkat yaitu di Dusun Sawah. Di Dusun Sawah ini pula banyak

menyimpan sejarah bangunan dan arsip-arsip, akan tetapi Dusun Sawah

porak poranda oleh gempa tahun 1979, dan menghancurkan semuanya

termasuk Ruamh Donok/Rumah Pangeran.82

Pada masa kerajaan perkembangan Islam belum terlalu pesat,

masyarakat hanya mengetahui saja apa itu Islam tetapi belum

meyakininya. Seperti kita ketahui pada masa itu tujuan utama orang

Rejang keluar maupun para pendatang masuk ke Rejang Lebong bukan

soal penyiaran agama tetapi soal nafkah atau perhubungan dagang hasil

hutan seperti kemenyan, gading gajah dan sebaliknya, pedagang dari luar

membawa pakaian, barang pecah belah, garam dan keperluan peralatan

82

Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan

Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 47.

Page 94: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

81

rumah tangga.83

Namun demikian para pedagang yang sudah beragama

Islam menunjukkan pergaulan yang baik, sopan santun, jujur, menepati

janji, dari sikap-sikap itu yang akhirnya menarik perhatian orang Rejang,

dari sinilah orang Rejang terpengaruh mulai memetik budaya Islam seperti

mulai menggunakan nama atau gelar.

Kemudian, pada masa kolonial Islam sudah mulai berkembang di Rejang

Lebong, akan tetapi para penjajah yang datang ke daerah Rejang Lebong

tidak mengusik keyakinan para penduduk di sana. Mereka hanya

memperhatikan masalah perdagangan dan monopoli hasil bumi terutama

merica untuk kepentingan mereka sendiri. Namun, pada abad ke-20

Belanda mendirikan lembaga pendidikan bersama pimpinan masyarakat

baik yang berbasis umum maupun keagamaan atau sekolah swasta.84

Dari

pada itu, banyak juga para penduduk yang pergi untuk belajar ke Padang

untuk menimbah ilmu mengenai Islam, dari sana lah saat mereka pulang

ke Rejang Lebong mereka mendirikan sebuah sekolah Islam , dan pada

tahun 1954 – 1957 didirikan sekolah Islam yang bernama Perguruan Islam

yang terletak di Kota Padang, Rejang Lebong.85

Setelah itu, karena sulitnya anak-anak orang biasa masuk HIS

maka tokoh masyarakat mendirikan sekolah sejenis dan tahun 1961

masyarakat Kepahiang mendirikan sekolah kepandaian puteri.

Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam yang dipelopori oleh

83

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 102. 84

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 105. 85

Marlina, S.Sos, (Kasih Tradisi dan Budaya), wawancara : Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13/10/2020, pukul 10.00 WIB.

Page 95: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

82

para pedagang Islam yang berasal dari Aceh, Banten terutama dari

Sumatera Barat, Kerinci. Para pedagang Islam memilih menetap di Muara

Aman, Curup, Kepahiang dan Padang Ulak Tanding, bahkan ada yang

masuk dan ikut bermukim di dusun-dusun sambil berdagang dan mencari

nafkah lainnya. Mereka mengajak dan mengajarkan agama Islam kepada

orang tua ataupun anak-anak yang sudah tertarik pada tingkah laku dan

ajaran Islam.

Tentunya seperti di daerah lain mereka mengajar dan menyebarkan

agama Islam melalui pimpinan dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di

tempat tersebut. Para pedagang Islam sangat pandai bergaul, berlaku sopan

santun, ramah tama, tulus ikhlas menolong, pemurah dan adil serta

menepati janji dan menghormati adat penduduk setempat yang akhirnya

mereka dihormati dan di segani, maka akhirnya berangsur-rangsur

penduduk asli Rejang ikut memeluk agama Islam. Para penduduk mulai

mempercakapkan masalah peribadatan di rumah, di pasar dan di mana

mereka bersantai.86

Kegiatan untuk memahami dan memperdalam agama Islam lebih

lanjut mulai dijiwai oleh penduduk, sehingga mereka mendatangi para

guru atau orang-orang yang dianggap sudah berilmu agama Islam yang

ta’at dan mengundang guru-guru kerumah atau ketempat pertemuan untuk

belajar mengaji atau bersura. Para penganut yang ta’at baik para pendatang

dan penduduk asli bergotong royong mendirikan surau, tempat pengajian

86

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 106.

Page 96: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

83

dan membuka perguruan dan mendirikan masjid untuk tempat beribadah

seperti sholat Jum’at dan kegiatan besar Islam lainnya.

Seperti halnya salah satu masjid tertua di Rejang Lebong yakni

masjid Jamik Curup yang didirikan pada tahun 1905 sebagai salah satu

bukti perkembangan Islam di Rejang Lebong, serta masjid Jamik Curup

juga merupakan masjid bersejarah bagi organisasi Tarbiyah Islamiyah

dalam mengembangkan organisasinya. Kemudian, salah satu masjid yang

dapat kita ketahui sebagai salah satu bukti perkemabang Islam di Rejang

Lebong yakni, masjid Agung Baitul Makmur yang berada di Jln. S.

Sukowati, kelurahan Air Putih Lama, Kecamatan Curup, Rejang Lebong,

Bengkulu.87

Masjid ini didirikan pada tahun 1990, masjid ini di bangun

menggunakan dana APBN, APBD dan donasi dari masyarakat muslim

Rejang Lebong. Arsitektur dari bangunan masjid ini sangat kental dengan

gaya bangunan Eropa, akan tetapi saat ini sudah banyak renovasi yang di

lakukan pemerintah terhadap masjid Agung Baitul Makmur ini.

Kemudian, pengaruh gerakan nasional terhadap perkembangan

agama Islam di Rejang Lebong, seperti yang kita ketahui gerakan nasional

termasuk umat Islam atau bernafaskan Islam seperti Serikat Dagang Islam,

Gerakan Tarbiyah Islamiyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU),

organisasi yang bernafas Islam lainnya yang berdiri di Jawa maupun

Sumatera. Gerakan-gerakan itu ibarat minyak tumpah kekertas menyusup

pula masuk ke Rejang Lebong yang pada umumnya mulai masuk sekitra

87

Abdul Azizi, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan Permuseuman), wawancara : Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13/10/2020, pukul 10.40 WIB.

Page 97: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

84

tahun 1928-1934.88

Organisasi-organisasi masa umat Islam ini bergerak

dalam lapangan pendidikan formal, mendirikan perguruan (PPA) atau

perguruan pendidikan Al-Ikhsan, di Muara Aman Madrasah Muhamadiyah

di Curup, Muara Aman, Kepahiang, Madrasah Perti di Curup dan akhirnya

sampai kedusun-dusun.

Kemudian, pengaruh organisasi dalam perkembangan Islam di

Rejang Lebong seperti halnya organisasi Tarbiyah Islamiyah yang

berkembang di Curup. Organisasi ini telah mendirikan sebuah sekolah

berbasis Islam yang bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Curup

pada tahun 1938. Karena kondisi tanah merupakan jurang, maka gedung

sekolah ini dibangun dengan arsitektur rumah panggung. Sekarang, setelah

beberapa kali rehab, gedung tersebut hanya dipakai untuk Sekolah Dasar

Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup. Sebelumnya, gedung ini juga

digunakan untuk Madrasah Ibtidayah Tarbiyah Islamiyah (MI-IT) Pasar

Baru. Namun, sejak tahun 2000-an, MI berhenti beroprasi, sementara MTI

Curup berhenti di tahun 1980.89

SDTI Curup sendiri berdiri pada 23 Juni 1953 yang awalnya

bernama Sekolah Rakyat (SR) Islam Perti. Sekolah ini didirikan untuk

mendukung kebijakan pemerintah pasca kemerdekaan RI. Selain itu juga

untuk memperkuat basis layanan pendidikan yang telah diselenggarakan

sebelumnya. Sekolah ini juga diharapkan dapat berfungsi untuk

mengembagkan potensi umat. Perkembangan Islam melalui organisasi

88

Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 107. 89

D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-dan-

masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).

Page 98: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

85

Trbiyah Islamiyah ini dapat di katakan sangat membantu dalam

penyebaran dan perkembangan Islam di daerah Rejang Lebong. Gerakan

dan perkembangannya menjadi lebih maju.

Basis sosial yang turun dari Masjid Jamik Curup itu meningkatkan

kepercayaan masyarakat secara luas di kabupaten Rejang Lebong dan

sekitar bahkan di wilayah Provinsi Bengkulu. Terbukti pada tahun 1968

warga Air Rambai dengan sukarela menyerahkan lahan kepada organisasi

ini untuk difungsikan sebagai tempat pendidikan yang khas. Maka

berdirilah MTI Air Rambai, madrasah tersebut lebih dikhususkan sebagai

wahana kaderisasi pendidik. Buya HM. Arsyad Thahara, BA, salah satu

lulusannya. Sejak itulah progres gerakan perjuangan organisasi ini menjadi

lebih meningkat, hingga sempat mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah

(STIT) Curup pada tahun 1989, pada saat inilah Yayasan Tarbiyah Rejang

Lebong dibentuk.90

Kemudian, bukti perkembangan Islam di Rejang Lebong dalam

bidang pendidikan juga terlihat dari beberapa sekolah berbasis Islam yang

di bangun, seperti MAS Ar Rahman, Mas Muhammadiyah, MAN Curup.

Kemudian di Kab. Lebong ada MAN Talang Leak Lebong, MAN Lebong,

setelah itu di Curup juga di bangun Ummul Chair khusus untuk wanita,

dan STAIN Curup (IAIN Curup). Sejarah dari dibangunnya IAIN Curup

yang di mana awalnya ia hanyalah sebuah fakultas Ushuluddin yang

berstatus sebagai fakultas jauh dari IAIN Raden Fatah Palembang. Dengan

90

D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-dan-

masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).

Page 99: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

86

kata lain, cikal bakal IAIN Curup ketika itu adalah Fakultas Ushuluddin

IAIN Raden Fatah Palembang berada di Curup. Gagasan pendiri Fakultas

Ushuluddin ini diawali dengan pembentukan panitia persiapan pendirian

fakultas Ushuluddin IAIN Rden Fatah Cabang Curup tanggal 21 Oktober

1962.

Susunan kepanitian tersebut terdiri dari pelindung, penasehat,

ketua I, ketua II, sekretaris I, sekretaris II, bendahara, pembatun dan seksi-

seksi. Pendirian fakultas ini antara lain mendapat dukunungan Prof. Dr.

Mr. Hazairin, HM. Husein Gubernur Sumatera Selatan, Prof. Ibrahim

Husein dan lain sebagainya. Tak lama setelah panitia persiapan pendirian

fakultas Ushuluddin Raden Fatah Cabang Curup dibentuk, didirikan pula

Yayasan Taqwa Palembang Cabang Curup. Gagasan pendirian fakultas

Ushuluddin ini memperoleh sambutan hangat dan semangat dari seluruh

lapisan masyarakat Curup. Dengan mendapat dukungan yang banyak dari

berbagai pihak, pada tahun 1963 Yayasan Taqwa Palembang Cabang

Curup mendirikan fakultas Syari’ah dengan status swasta. Fakultas

Syari’ah yang lahir ini dipimpin oleh Drs. A. Zaidan Djauhari sebagai

Dekan dan Drs. Djam’an Nur sebagai Wakil Dekan.91

Hampir bersamaan dengan perubahan status IAIN Raden Fatah

Palembang yang semula sebagai cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

menjadi IAIN yang berdiri sendiri, fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah

Curup juga diganti menjadi fakultas Ushuluddin. Dengan keluarnya surat

91

IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal 12

Februari 2021).

Page 100: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

87

keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 86 tahun 1964,

tahun 1964 fakultas Ushuluddin yang semula berstatus swasta beriubah

menjadi negeri. Eksistensi fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup

memberikan kontribusi penting bagi perkembangan peradaban Islam di

Kabupaten Rejang Lebong, terutama bidang keagamaan. Fakultas

Ushuluddin ini juga memperoleh apresiasi dan dukungan yang

mengembirakan dari pemerintah daerah Rejang Lebong. Salah satu bukti

konkret dari perhatian pemda terhadap fakultas ini adalah bantuan yang

diberikan oleh Bupati Rejang Lebong Syarifuddin Abdullah pada tahun

1964, yaitu berupa mobil Jeep Land Rover, uang rutin setiap bulan Rp.

10.000,- bensin premium 15 liter setiap hari, mesin ketik dan seperangkat

kursi dan meja untuk ruangan tamu dan pimpinan.92

Dalam perjalanan sejarahnya, lokasi perkuliahan fakultas

Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup pernah berpindah-pindah beberapa

kali. Dari tahun 1963 hingga 1964 ditempati gedung sekolah pendidikan

Guru Agama Negeri (PGAN) Curup yang berlokasi di Talang Rimbo

Curup. Tahun 1965 hingga 1968 digunakan gedung yang saat ini menjadi

lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Curup di jalan Dwi Tunggal. Dari

tahun 1969 hingga tahun 1981 pernah digunakan gedung Yayasan Rejang

Setia bekas sekolah Belanda 9HIS) di jalan Setia Negara. Kemudian baru

tahun 1982 fakultas Ushuluddin bisa bernafas lega karena sudah menepati

92

IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal 12

Februari 2021).

Page 101: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

88

bangunan sendiri berkat bantuan dari pemerintah yang berlokasi di Jl. Dr.

Ak. Gani Curup hingga saat ini

Tidak hanya masjid Jamik yang merupakan masjid tertua di Rejang

Lebong sebagai bukti perkembangan Islam di sana, akan tetapi masi ada

masjid-masjid yang dibangun sebagai bukti atas pesatnya perkebangan

Islam di Rejnag Lebong seperti, Masjid Uswatun Hasanah yang berdiri

tahun 1910 yang terletak di Kelurahan Talang Beni, Kecamatan Curup,

Kabupaten Rejang Lebong. Kemudian ada masjid Istiqlal (1930), masjid

Al-Hijaz/Al-qolbi (1911), masjid Taqwa (1942), masjid Nurul Qadar

(1940), masjid Baitusy Syarif (1920), masjid Nurul Iman (1920), masjid

Al-Muchlisin (1920), masjid Jumhuriyah (1943), masjid Baitul Akbar

(1930), Masjid Al-Hidayah (1911), masjid Raudatusshalihin (1917).

Masuknya Islam ke Rejang Lebong sendiri, tidak pernah

memaksakan atau merubah adat atau tradisi dari penduduk Rejang Lebong

sendiri, akan tetapi Islam mengakulturasi adat atau tradisi penduduk

dengan unsur Islami. Dari perkembangan Islam di Rejang Lebong jika

dilihat dari unsur budaya, dapat kita lihat dari tradisi Kejei penduudk

Rejang Lebong. Pada awalnya pembuka dari tradisi Kejei menggunakan

mantra-mantra yang dilontarkan kepada sang dewa, yang dimana kita

ketahui daerah Rejang Lebong awalnya dipengaruhi agama

Hindu/Buddha, sehingga mereka menggunakan kata-kata dewa dalam

mantranya.93

Namun, dengan perkembangan Islam di Rejang Lebong

93

Darnasah Gunib, “Pandangan Islam..., 31.

Page 102: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

89

maka dari tradisi Kejei ini di masukkan unsur Islami seperti di akhir

pembacaan mantra akan di tutup dengan membaca do’a sesuai dengan

ajaran atau do’a dalam ajaran Islam.

Kemudian, dari segi pakaian para penari Kejei yang laki-laki

hanya menggunakan selempang songket berbentuk silang yang menutupi

dadanya saja. Namun, seterlah Islam masuk maka pakaian yang di

gunkana di ganti, yakni menggunakan baju untuk menutupi tubuh para

penari laki-laki, tetapi masa menggunkan selendang songket pada pakaian

para penari laki-laki.94

Sampai sekarang tradisi sebelum memuali Kejei

dan pakaian para penari laki-laki Kejei masi digunakan dan di

pertahankan.

Dengan masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong,

mayoritas penduduk Rejang Lebong beragama Islam, kemudian agama-

agama lain lebih kecil yaitu Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan

Hindu.

94

Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten

Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.

Page 103: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

90

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masunyak Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke

17 yakni sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan

agama Hindu/Buddha, masyarakat Rejang Lebong sudah sedikit demi

sedikit mengenal Islam. Namun, lambat laun Islam mulai masuk ke Rejang

Lebong melalui kerjasama perdagangan antara kesultanan Palembang dan

kesultanan Pagar Uyung, Padang. Kesultanan Palembang menjadi

pengaruh besar dari masuknya Islam ke Rejang Lebong dengan di

buktikannya piagam Palembang dan surat Risiden Palembang. Tidak

hanya Kesultanan Palembang, Kesultanan Pagaruyung juga menjadi salah

satu pengaruh dari masuknya Islam di Rejang Lebong dengan

dibuktikannya surat yang bertuliskan Arab Melayu yang ditujukan kepada

Mat Ali sebagai Pasirah Bermani Ulu pada saat itu sebagai identitas

dirinya.

Masuknya Islam ke Rejang Lebong, tidak hanya melalui

perdagangan, aka tetapi juga melalui jalur pernikahan dan kesenian. Di

mana dikatakan Sultan Muzaffar Syah raja dari kerajaan Indrapura yang

menikahi putri Serindang Bulan yang merupakan putri satu-satunya dari

raja Mawang. Kemudian, pernikahan antara Mat Ali yang merupakan

Depati Puyuh Putih dengan seorang putri dari bangsawan Rejang.

Page 104: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

91

Setelah Islam masuk Ke Rejang Lebong, Islam mulai berkembang sendikit

demi sedikit, seperti halnya sudah adanya sekolah berbasis Isla yang di

namakan Perguruan Islam yang di bangun sekitar tahun 1954 - 1957 M.

Kemudian, berkembangnya beberapa organisasi seperti NU,

Muhamadiyah, Tarbiyah Islamiyah dll. Perkembangan Islam di Rejang

Lebong juga dapat dilihat dari beberapa tempat ibadah yang dibangun di

sana seperti salah satunya Masjid Jamik Curup yang di bangun pada tahun

1905. Dan pada tahun 1989 oleh organisasi Tarbiyah Islamiyah dibangun

sebuah sekolah Islam bernama Sekola Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT)

Curup. Setelah itu, pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang

menjajah daerah Rejang Lebong mereka tidak pernah mengganggu

masalah keagaamaan masyarakat Rejang Lebong karena tujuan mereka

hanalah tambang Emas.

B. SARAN

Penulis berharap masyarakat Rejang Lebong memahami atau

mengetahui mengenai masuknya Islam ke Rejang Lebong. Kemudian,

penulis berharap adanya dukungan pemerintah yang membidangi

kebudayaan dan sejarah untuk memantau keberadaan cagar budaya dan

warisan budaya secara intensif, serta mempublikasikan pada masyarakat

umum sebagai bentuk pengenalan dan pembinaan kebudayaan dan sejarah.

Serta, penulis berharap adanya penelitian lanjutan secara lebih mendalam

mengenai Islam di Rejang Lebong. Pemaparan dalam tulisan ini masih

Page 105: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

92

terdapat banyak kekurangan, sehingga diperlukan saran-saran serta kritik-

kritik dari masyarakat luas mengenai Islam di Rejang Lebong.

Page 106: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

93

DAFTAR PUSTAKA

Ismail. Sejarah Agama-agama. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2017

Rohimin, et.al. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Provinsi Bengkulu.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2017.

Siddik, Abdullah. Hukum Adat Rejang. Jakarta : PN BALAI PUSTAKA, 1980.

Syah, Mabrur. Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam. Banten :

Patju Kreasi, 2016.

Hamidy, Badrul Munir. Masuk dan Berkembangnya Islam di Daerah Bengkulu.

Jakarta : RINEKA CIPTA, 2016.

Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah. Bandung : PUSTAKA SETIA, 2014.

Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.

Hasan, Zulma. “Anok Kutai Rejang”. Sejarah Adat Budaya Bahasa dan Aksar

Kabupaten Lebong, 2015.

Jalaludin, Sukarman, Hanafi. Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang

Lebong. Curup : IAIN Raden Fatah Curup, 1992.

Tim Penyusun. Peradaban Di Pantai Barat Sumatera, Perkembangan Hunian

dan Budaya Wilayah Bengkulu. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013.

Syah, Mabur. Adat Pernikahan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam. Banten :

Patju Kreasi, 2016.

Page 107: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

94

Setiyanto, Agus. Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX Peran Elite

Politik Tradisional Dan Elit Agama. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2015.

Ekorusyono. Kebudayaan Rejang. Yogyakarta : Buku Litera, 2013. Hasan,

Zulman. Anok Kutai Rejang,Sejarah Adat, Budaya, Bahasa Dan Aksara.

Kabupaten Rejang Lebong, 2015.

Sidik, Abdullah. Hukum Adat Rejang. Jakarta : PN Balai Pustaka, 1980.

Wijaya, Andi. Marga Bermani Ulu Rejang Lebong. Curup : Lembaga Studi dan

Penelitian Kebudayaan Daerah (ISPKD), 2000.

Sani, Ahmad Faizir. Untaian Mahligai. Kabupaten Rejang Lebong : Sanggar

Bumei Pat Petulai, 2020.

Marschall, Wolfgang, Michele Galizia, Thomas M. Psota, Simone Prodolliet and

Heinzpeter Znoi. The Rejang Of Southern Sumatera. Centre Fror South-

East Asian Studies At The University Of Hull, 1992.

Musofa, Ahmad Abas. “Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M”. Jurnal

Tsaqofah & Tarikh, Vol. I, No. 2 (Juli-Desember, 2016) :116.

Japarudin. “Sejarah Dakwah Di Bengkulu”. Jurnal Tsaqofah & Tarikh, Vol.1,

No.2 (Juli-Desember, 2016) : 170.

Gunib, Darnasah. Pandangan Islam Tentang Tari Kejei. Fakultas Syaria’ah, IAIN

Jami;ah Raden Fatah, Bengkulu, 1984.

Aly, Hery Noer, Aan Supian, Lukman. Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota

Bengkulu )Studi Terhadap Asal Usul Keilmuan dan Kontribusinya Dalam

Page 108: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

95

Pengembangan Pendidikan Islam). Bengkulu : Lembaga Penelitian Dan

Pengembangan Masyarakat Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Bengkulu.

2014.

Duansyah,Wendi. “Sejarah Pergerakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

Di Kota Bengkulu Tahun 1984-2019.” Institut Agama Islam Negeri

Bengkulu, Bengkulu, 2020. Proquest disertasi & Tesis global.

Ismail. “Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVII-XX.”

Universitas Raden Fatah, Palembang, 2018. Proquest disertasi & Tesis

global.

Juliadi, Wizin. “Perkembangan Islan Di Kecamatan Pasar Manna Kabupaten

Bengkulu Selatan Abad 20.” Institut Agama Islam Negeri Bengkulu,

Bengkulu, 2016. Proquest disertasi & Tesis global.

Ahmad Faizir Sani (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara :

Kabupaten Rejang Lebong, 12 Oktober 2020, pukul 09.00 WIB.

Marlina, S.Sos, (Kasih Tradisi dan Budaya), wawancara : Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13 Oktober 2020, pukul 10.00

WIB.

Abdul Azizi, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan Permuseuman), wawancara : Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13 Oktober 2020,

pukul 10.40 WIB.

Andi Wijaya, SH (Mantan Angota Dewan), wawancara : Kabupaten Rejang

Lebong, 07 Januari 2021, pukul. 09.45 WIB.

Page 109: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

96

Tuni (Mantan Anggota BMA Dusun Sawah), wawancara : Kabupaten Rejang

Lebong, 07 Januari 2021, pukul. 13.03 WIB.

D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-

dan-masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).

IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal

12 Februari 2021).

Page 110: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

97

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 111: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

98

PEDOMAN WAWANCARA

Daftar Pertanyaan :

1. Kapan Islam masuk ke Rejang Lebong?

2. Bagaiman Islam bisa berkembang di Rejang Lebong?

3. Siapa tokoh yang membawa Islam ke Rejang Lebong?

4. Bagaimana keadaan masyarakat Rejang Lebong sebelum dan sesudah

masuknya Islam?

5. Apa saja peninggalan-peninggalan Islam di Rejang Lebong?

Page 112: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

99

Dokumentasi

Piagam Undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno, Yng berangka

tahun 1729 Saka atau 1807 M.

Page 113: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

100

Surat Residen Palembang yang menggunakan dua bahasa yakni bahasa Arab

Pegon dan bahasa Belanda.

Page 114: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

101

Gulungan naskah Pagaruyung

Naskah Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M.

Page 115: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

102

Naskah Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M.

Page 116: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

103

Gambar Mat Ali, seorang pemimpin di daerah Rejang Lebong yang berasal dari

Pagaruyung, sekaligus penyebar Islam di daerah Dusun Sawah, Rejang Lebong.

Page 117: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

104

Gambar Mat Arif beserta Istri dan Anaknya.

Lemari tempat menyimpan naskah Pagaruyung, Residen Palembang, dan

Lempengan Undangan-undang Kesultanan Palembang.

Page 118: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

105

Gambar Abdullah Sani Khalik, Pasirah Bermanin Ulu.

Gambar masjid Jamik Curup pada masa awal perkembangan Islam di Rejang

Lebong.

Page 119: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

106

Gambar masjid Jamik Curup pada tahun 2021.

Gambar masjid Agung Baitul Makmur sebagai salah satu bukti perkembangan

Islam di Rejang Lebong.

Page 120: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

107

Gambar masjid Uswatun Hasanah dahulu

Gambar masjid Uswatun Hasanah Sekarang (2021)

Page 121: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

108

Wawancara bersama bapak Ahmad Faizir Sani (seniman dan budayawan Rejang

Lebong).

Wawancara bersama bapak Aziz Abdul, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan

Permuseuman, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong).

Page 122: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

109

Wawancara bersama ibu Marlina, S.Sos (Kasih Tradisi dan Budaya, Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong).

Wawancara bersama bapak Tuni (Mantan anggota BMA Dusun Sawah)

Page 123: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

110

Page 124: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

111

Page 125: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

112

Page 126: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

113

Page 127: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

114

Page 128: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

115

Page 129: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

116

Page 130: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

117

Page 131: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

118

Page 132: Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M

119