6
Perkembangan terakhir konflik Kamboja-Thailand adalah sikap Thailand yang menolak intervensi pihak ketiga, dalam hal ini ASEAN, di dalam penyelesaian konflik perbatasan. Sikap Thailand ini dapat memberikan gambaran apa yang sesungguhnya terjadi di kawasan Asia Tenggara, khususnya di dalam tubuh negara-negara anggota ASEAN. Dimana pada akhirnya fenomena tersebut dapat menjelaskan mengapa upaya kerjasama ASEAN yang lebih erat sulit untuk dijalankan. Perspektif-Perspektif Dominan di dalam Hubungan Internasional Pola interaksi sebuah negara ditentukan oleh bagaimana cara pandang negara tersebut dalam melihat sistem internasional. Ini artinya, bagaimana sebuah negara bertindak ditentukan oleh perspektif apa yang digunakan oleh negara tersebut untuk memandang atau menilai dinamika internasional yang berkembang. Dimana pada akhirnya, hasil penilaian tersebut akan diimplementasikan oleh negara dalam bentuk kebijakan luar negeri. Di dalam Ilmu Hubungan Internasional dikenal 2 perspektif dominan yang mempengaruhi negara dalam menyusun kebijakan luar negerinya. Kedua perspektif ini memiliki pandangan yang saling bertolak belakang satu sama lain. Perspektif pertama adalah Perspektif Realis. Perspektif ini menyatakan bahwa 1) state of nature dari sistem internasional adalah anarki atau tidak adanya satu otoritas pun yang mampu mengatur negara negara dan memiliki kedudukan di atas negara; 2) Dengan demikian negara memiliki kedaulatan mutlak di dalam sistem internasional; 3) Pendekatan militer merupakan metode penyelesaian utama di dalam setiap konflik yang terjadi, dan; 4) Persepektif Realis tidak mempercayai kerjasama internasional. Perspektif kedua adalah Perspektif Liberalis. Berbeda dengan Realisme, Liberalisme menyatakan bahwa 1) di dalam sistem internasional terdapat norma dan hukum yang mengatur aktivitas negara-negara; 2) Dialog atau diplomasi merupakan metode penyelesaian konflik yang utama, dan; 3) Perspektif Liberalis mempercayai bahwa kerjasama internasional memberikan hasil yang positif bagi negara dan sistem internasional. Konflik Thailand-Kamboja dan ASEAN Charter Perkembangan terakhir dari konflik Thailand-Kamboja adalah penolakan Thailand bagi keterlibatan pihak ketiga di dalam penyelasaian konflik.

Perkembangan terakhir konflik Kamboja

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan terakhir konflik Kamboja

Perkembangan terakhir konflik Kamboja-Thailand adalah sikap Thailand yang menolak intervensi

pihak ketiga, dalam hal ini ASEAN, di dalam penyelesaian konflik perbatasan. Sikap Thailand ini

dapat memberikan gambaran apa yang sesungguhnya terjadi di kawasan Asia Tenggara,

khususnya di dalam tubuh negara-negara anggota ASEAN. Dimana pada akhirnya fenomena

tersebut dapat menjelaskan mengapa upaya kerjasama ASEAN yang lebih erat sulit untuk

dijalankan.

Perspektif-Perspektif Dominan di dalam Hubungan Internasional

Pola interaksi sebuah negara ditentukan oleh bagaimana cara pandang negara tersebut dalam

melihat sistem internasional. Ini artinya, bagaimana sebuah negara bertindak ditentukan oleh

perspektif apa yang digunakan oleh negara tersebut untuk memandang atau menilai dinamika

internasional yang berkembang. Dimana pada akhirnya, hasil penilaian tersebut akan

diimplementasikan oleh negara dalam bentuk kebijakan luar negeri.

Di dalam Ilmu Hubungan Internasional dikenal 2 perspektif dominan yang mempengaruhi negara

dalam menyusun kebijakan luar negerinya. Kedua perspektif ini memiliki pandangan yang saling

bertolak belakang satu sama lain.

Perspektif pertama adalah Perspektif Realis. Perspektif ini menyatakan bahwa 1) state of nature

dari sistem internasional adalah anarki atau tidak adanya satu otoritas pun yang mampu

mengatur negara negara dan memiliki kedudukan di atas negara; 2) Dengan demikian negara

memiliki kedaulatan mutlak di dalam sistem internasional; 3) Pendekatan militer merupakan

metode penyelesaian utama di dalam setiap konflik yang terjadi, dan; 4) Persepektif Realis tidak

mempercayai kerjasama internasional.

Perspektif kedua adalah Perspektif Liberalis. Berbeda dengan Realisme, Liberalisme

menyatakan bahwa 1) di dalam sistem internasional terdapat norma dan hukum yang mengatur

aktivitas negara-negara; 2) Dialog atau diplomasi merupakan metode penyelesaian konflik yang

utama, dan; 3) Perspektif Liberalis mempercayai bahwa kerjasama internasional memberikan

hasil yang positif bagi negara dan sistem internasional.

Konflik Thailand-Kamboja dan ASEAN Charter

Perkembangan terakhir dari konflik Thailand-Kamboja adalah penolakan Thailand bagi

keterlibatan pihak ketiga di dalam penyelasaian konflik. Thailand menginginkan konflik

diselesaikan secara bilateral antara Thailand dan Kamboja saja. Tidak dapat disangkal kebijakan

Thailand ini bersumber dari pandangannya bahwa keterlibatan pihak ketiga akan mengancam

kedaulatan Thailand sebagai sebuah negara.

Melalui sikap Thailand tersebut dapat dilihat perspektif apa yang digunakan oleh Thailand dalam

menyusun kebijakan luar negerinya, yaitu perspektif realis yang menempatkan kedaulatan

sebagai hak mutlak sebuah negara dimana keterlibatan pihak lain dalam penyelesaian masalah

Page 2: Perkembangan terakhir konflik Kamboja

dianggap sebagai ancaman atas kedaulatan negara.

Diantara negara-negara ASEAN, Thailand bukanlah negara satu-satunya yang menggunakan

Realisme sebagai perspektif luar negerinya, melainkan seluruh negara anggota ASEAN.

Realisme merupakan perspektif dominan yang digunakan oleh negara-negara anggota ASEAN

dalam menyusun kebijakan luar negerinya. Hal ini dapat dilihat dari kesepakatan negara-negara

anggota menerapkan prinsip non-intervensi di dalam mekanisme kerjasama ASEAN. ASEAN

tidak diperbolehkan ikut campur di dalam penyelesaian masalah (konflik) yang dihadapi oleh

negara-negara anggotanya. Campur tangan ASEAN dipandang sebagai campur tangan pihak

ketiga yang mengancam kedaulatan negara.

Salah satu mimpi besar ASEAN saat ini adalah mewujudkan regionalisme di kawasan Asia

Tenggara. Upaya ini salah satunya dilakukan dengan menyusun Piagam ASEAN (ASEAN

Charter) yang akan digunakan sebagai landasan penyatuan kerjasama ASEAN yang lebih erat.

Jika kita berbicara mengenai kerjasama multilateral ataupun regionalisme maka hal itu pasti erat

kaitannya dengan perspektif Liberalis yang mengakui keberadaan kerjasama internasional dan

memandang bahwa kerjasama internasional akan memberikan sumbangan positif bagi negara.

Dengan kata lain, kerjasama multilateral/regionalisme merupakan produk dari perspektif Liberalis.

Pandangan liberalis ini bertolak belakang dengan pandangan Realis yang melihat sebaliknya.

Bagi realisme, kerjasama internasional, apapun bentuknya, tidak akan memberikan keuntungan

bagi sebuah negara dan juga tidak akan memberikan sumbangan apapun bagi sistem

internasional karena di dalam sistem internasional yang anarki, prinsip yang berlaku adalah self

help, yaitu setiap negara hanya akan mementingkan dirinya masing-masing dan berbagai hal

hanya dapat diusahakan oleh negara bersangkutan itu sendiri. Dengan kata lain, bagi perspektif

Realis, kerjasama multilateral/regionalisme dilihat sebagai ancaman dibandingkan peluang.

Dengan perbedaan pandangan yang sedemikian jauh sangat sulit dibayangkan bahwa negara-

negara yang mengadopsi prinsip-prinsip realis dapat membangun dan menjalin kerjasama yang

erat di antara mereka. Namun kondisi inilah yang terjadi di Asia Tenggara. Dengan fakta yang

demikian sangat sulit mengharapkan kerjasama yang lebih erat akan tercapai di antara negara-

negara anggota ASEAN sekalipun Piagam ASEAN telah diberlakukan. Piagam ASEAN yang

berciri liberalis akan selalu berbenturan dengan kebijakan negara-negara anggotanya yang

bercirikan realis.

Dengan demikian upaya selanjutnya yang harus menjadi prioritas ASEAN, setelah menyusun

Piagam ASEAN, adalah membongkar pola pikir negara-negara anggotanya untuk lebih liberalis

sehingga mau melepaskan sebagian kedaulatannya kepada entitas yang lebih tinggi (ASEAN)

dan menjalin kerjasama yang lebih erat diantara negara-negara anggota.

Page 3: Perkembangan terakhir konflik Kamboja

wendy a. prajuli

D ipos t ing o leh  wendy pra ju l i  d i  7 :40 AM  

Labe l :   ka j ian as ia tenggara

1 1 K O M E N T A R :

verdinand said...

nice articles..

lagi mau apply asean secretariat jadi lagi banyak2 baca tentang asean

kalau menurut gue wendie,

perspektif liberalis itu bisa efektif dengan beberapa syarat. Dan sayangnya, keadaan-

keadaan untuk terjadinya kerjasama yang menguntungkan tidak ada di antara negara

asean. Coba, mana mungkin terjadi perdagangan bebas antara indonesia laos? pasti

laos merasa rugi banget karena merasa sudah ketinggalan jauh dengan indonesia.

Yahh pesimis juga sih melihat regionalisasi asean. Apalagi dengan adanya konflik

Thailand kamboja ini.

3 :45 PM

calvinms said...

secara historis, asean nyaris tidak pernah jadi mediator. tipis bedanya antara "unik" dan

"tak berguna" tapi begitulah faktanya, negara2 anggota asean lebih menekankan

penyelesaian secara bilateral daripada mediasi.

tinggal tiga negara lagi untuk ratifikasi, moga2 impian kita tidak kandas karena

nasionalisme sempit para pembuat keputusan.

4 :31 PM

wendy a. prajuli said...

Page 4: Perkembangan terakhir konflik Kamboja

cb perhatikan, 3 negara yg lom ratifikasi it adl negara2 asean yg sdh demokratis pdhl isi

piagam asean ttg ham, demokrasi dll. paradoks kan?

asean mang aneh...

4 :44 PM

calvinms said...

seaneh2nya asean lebih aneh liga arab dan asteng sih. Setidaknya kita sudah mencapai

tahap mau berintegrasi seperti ini, apapun kekurangannya, kita harus mengapresiasi

yang ada karena masa depan dunia ada di asia, dan asean merupakan bagian dari asia.

tiga negara mungkin belum meratifikasi piagam karena sibuk dengan masalah domestik.

10 :35 AM

Ksatrio Mbojo Ireng said...

Jadilah 'role-model' dalam perihal yang satu ini, dimana Indonesia juga bisa terus

menjalankan peranan pentingnya tidak hanya di Asean, namun bisa merambah keluar

seeprti di konflik Israel- Palestina dan mungkin ke Afrika.

Moga2 pemimpin kita faham.

5:20 PM

Dodi said...

Permasalahan ini sudah dibahas dalam pertemuan sampingan di 41st AMM dan akan

dibahas lagi perkembangannya dalam 14th Summit akhir tahun. Dapat kita tangkap

bahwa masalah ini tidak segenting yg digambarkan selama ini.

Page 5: Perkembangan terakhir konflik Kamboja

Selain itu, kita dapat melihat para petinggi negara yg berkumpul di 41st AMM di

Singapura percaya pada kemampuan kedua negara untuk menahan diri dan

mengupayakan penyelesaian secara damai.

6 :47 PM

majesty said...

sebenernya sama aja si Liberalis atau Realis... dua duanya sama sama over simplifikasi

sesuatu yang sebenernya kompleks...

ASEAN emang dibentuk dengan Piagam yang mencerminkan Liberal Idealis... tapi disisi

laen ASEAN juga dibentuk sebagai langkah preventif/balance of power saat perang

dingin (realis banget kan, makannya banyak yang mulai mempertanyakan

relevansinya)...

Jadi cara paling mudah untuk membuat integrasi ASEAN atau menumbuhkan semangan

Liberalis adalah dengan meningkatkan atau paling tidak melebih-lebihkan ancaman dari

luar ASEAN... soalnya dalam Realis kerjasama internasional itu bisa terjadi sebagai

bentuk balance of power...

Perkembangan terakhir konflik Kamboja-Thailand adalah sikap Thailand yang menolak intervensi pihak ketiga, dalam hal ini ASEAN, di dalam penyelesaian konflik. Sikap Thailand ini menunjukan bahwa prinsip non-intervensi masih tertanam kuat di dalam benak negara-negara anggota ASEAN.

Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa masih tidak mudah bagi ASEAN untuk mewujudkan mimpi mengintegrasikan negara-negara anggotanya ke dalam kerjasama multilateral yang lebih erat meskipun telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang mendukung, seperti penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter).

Perspektif Realis hingga saat ini masih menjadi pendekatan dominan di dalam interaksi antar negara-negara anggota ASEAN. Hal ini berbeda dengan kasus Eropa dimana negara-negara di kawasan tersebut cenderung lebih berperspektif Liberalis, sehingga memudahkan bagi terbentuk kerjasama multilateral yang lebih erat (regionalisme).