Upload
lyngoc
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH
DALAM INTERNET BANKING
(Tinjauan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
(S.H)
Oleh:
Ajeng Kumalasari
NIM : 1110048000036
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014
ii
PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM INTERNET BANKING
(Tinjauan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Ajeng Kumalasari
NIM : 1110048000036
Pembimbing
Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.
NIP. 195510151979031002
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436H/2014M
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan yang
ada pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau jiplakan
karya orang lain, maka saya siap dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 April 2014
Ajeng Kumalasari
v
ABSTRAK
Ajeng Kumalasari, Nim 1110048000036, Perlindungan Hukum Data Nasabah
Dalam Internet Banking (Tinjauan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan),Konsentrasi Hukum Bisnis,Fakultas Syariah dan
Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1435 H/2014 M,x+
halaman + 2 halaman daftar pustaka + 27 halaman lampiran.
Penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang ada di jaman sekarang
dengan peraturan yang baru. Data nasabah internet banking dirasa merupakan bagian
dari produk internet banking yang perlu diperhatikan karena data nasabah adalah
identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan
transaksi keuangan dengan Bank terutama pada Internet Banking. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk dan upaya perlindungan data nasabah
dalam internet banking. Dengan menggunakan metodologi yuridis normatif
pendekatan terhadap Undang-Undang OJK dan BI, bahan hukum primer, sekunder,
dan tertier, teknik pengumpulan data berdasarkan rumusan masalah dan
diklasifikasikan menurut sumber, dianalisa menggunakan pengolahan data sekunder.
Berdasarkan hasil analisis, data nasabah dalam internet banking membutuhkan
perlindungan hukum yang jelas dan pasti serta pengamanan data nasabah secara
efektif. Karena perlindungan terhadap konsumen jasa perbankan telah berpindah dari
Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan tidak menutup kemungkinan bahwa
peraturan Bank Indonesia masih digunakan selama peraturan OJK belum ada atau
tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Kata kunci : Perlindungan Hukum, Data Nasabah, Internet Banking
Dosen Pembibing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.
Daftar Pustaka : 1993-2011
\
vi
KATA PENGANTAR
Dengan iringan doa dan puji syukur kepada Allah SWT karena izin-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa penulis
hanturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan
sahabatnya, karna berkat perjuangannya kita dapat memeluk agama Islam sampai saat
ini. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril
maupun materil, juga masukan serta saran. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih Kepada Yang Terhormat :
1. Dr. H. JM Muslimin, M.A dan seluruh jajaran dekanat Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua Prodi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Djawahir
Hejazziey, S.H., M.A., M.H. dan Sekertaris Prodi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Drs. Abu Tamrin S.H., M.Hum.
3. Dosen Pembimbing Penulis, Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.,M.H. yang
dengan sabar telah membimbing penulis sampai dengan selesainya penulisan
skripsi ini.
vii
4. Segenap dosen pengajar tetap maupun tidak tetap Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh staf Perpustakaan
Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang merupakan
bagian yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Keluarga tercinta yang sangat berarti terutama Bapak, Ibu tersayang dan
Kakak yang selalu ada dalam keadaan senang maupun sedih dan telah
memberi dukungan dalam segala hal.
6. Sahabat-sahabatku dari awal berjuang di Ilmu Hukum dari awal masuk
sampai sekarang dari senang maupun duka bersama Hopsah Varah Dini (ocha
ganneosha), Siti Anisah (ninis), Defi Satiatika, Ayyida Sabila (abil), Nazia
Tunisa Alham (zia), Muhamad Rizky.
7. Yang telah membantu memberi masukan dan saran skripsi ini Liza Tri
Kusuma dan Zikri Muliansyah terima kasih atas bimbingan kalian. Segenap
mahasiswa Ilmu Hukum angkatan 2010 dan Hukum Bisnis Atiek Af’idata,
Apriyanti, Nourma Andriany, Nurfika, serta kawan-kawan lainnya terima
kasih banyak atas supportnya.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan
skripsi ini, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Jakarta, 24 April 2014
Penulis
Ajeng Kumalasari
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 4
C. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6
E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ................................................... 7
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual ......................................... 9
G. Metode Penelitian............................................................................... 11
H. Sistematika penelitian ........................................................................ 14
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH
A. Perlindungan Hukum ......................................................................... 16
B. Data Nasabah ..................................................................................... 23
BAB III INTERNET BANKING
A. Perbankan
1. Pengertian Perbankan .................................................................... 33
2. Pengertian Nasabah ....................................................................... 34
3. Jenis-Jenis dan Kegiatan Usaha ..................................................... 35
ix
4. Pengawasan dan Pengaturan .......................................................... 40
B. Internet Banking
1. Pengertian Internet Banking ......................................................... 42
2. Fasilitas Internet Banking ............................................................ 43
3. Tipe layanan Internet Banking ..................................................... 46
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM
INTERNET BANKING
A. Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah Internet
Banking .......................................................................................... 48
B. Mekanisme Perlindungan Hukum Data Nasabah Internet
Banking .......................................................................................... 52
C. Upaya yang Dilakukan Perbankan dalam Melindungi Data
Nasabah Pengguna Internet Banking ............................................. 55
D. Analisa Kasus ................................................................................ 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 64
B. Saran .............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai kebijakan yang ada dalam lingkup perbankan di sisi lain untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus mengalami perkembangan dan
kemajuan bidang teknologi. Dengan kehadiran berbagai produk perbankan salah
satunya yaitu electronic banking adalah layanan yang memungkinkan nasabah
Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan
transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone banking,
electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.
Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan
banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta
kenyamaan.1Di era yang disebut information age ini, media elektronik menjadi
salah satu media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis industri
perbankan saat ini sudah mengandalkan kegiatan operasional berbasiskan pada
teknologi informasi salah satu bentuknya berupa internet banking.2
Dengan kehadiran layanan internet banking ini merupakan suatu sarana
media alternatif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi nasabah oleh
1 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law aspek hukum teknologi
informasi, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 84.
2 Muhamad Djumhana. Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya,
2008), h. 277.
2
suatu bank yang ingin menjadikan suatu solusi yang efektif untuk nasabah dalam
melakukan transaksi pembayaran apapun dengan mudah, cepat, di mana saja dan
kapan saja.
Karakteristik layanan internet banking untuk memfasilitasi transaksi
perbankan yang berbeda dengan perbankan secara konvensional menimbulkan
dampak negatif dalam hal pengaturan hukum data pribadi nasabah yang berkaitan
dengan kerahasiaan bank. Hal ini terlihat bahwa dalam pelaksanaannya
pemanfaatan layanan internet banking ini melibatkan banyak pihak, baik pihak
perbankan, pihak internet service provider, maupun nasabah perbankan yang
bersangkutan.3
Salah satu aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam layanan internet
banking, yaitu aspek keamanan (security) sehingga nasabah mempercayai layanan
tersebut. Selain unsur keamanan internet banking memerlukan persyaratan
lainnya yaitu meliputi aplikasi yang mudah digunakan, layanan dapat dijangkau
dari mana saja, kapan saja, dan murah, serta dapat diandalkan.
Persoalan yang sering diperdebatkan seperti kerahasiaan (privasi) dan
keamanan informasi, ketepatan akumulasi dan menyebarkan informasi (oleh
badan medis, polisi, perpajakan dan otoritas yang serupa, bisnis dan institusi
pribadi) serta akses informasi (dari catatan yang disimpan oleh otoritas) telah
mendapatkan aturan-aturan baru. Efisiensi sistem hukum dan pendidikan hukum
3 Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 186.
3
telah dibantu dengan penyesuaian aturan yang mengatur bukti dan pengumpulan,
penyimpanan dan pencarian materi-materi yang bersifat melalui teknologi
informasi.4
Eksistensi internet banking disamping menjanjikan sejumlah harapan pada
saat yang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru, antara lain, sering
menjadi sasaran empuk kejahatan di dunia maya (cyber crime). Kejahatan di
dunia maya yang terjadi dalam internet banking yaitu dengan mencuri data
pribadi nasabah terdapat dalam komputer yang menggunakan software illegal.
Salah satu kewajiban bank adalah menjamin kerahasiaan data pribadi
nasabah, munculnya pemanfaatan layanan internet banking dalam dunia
perbankan semakin mempersulit terjaminnya kerahasiaan data pribadi nasabah
tersebut. Berbicara data pribadi nasabah dalam pemanfaatan layanan internet
banking dapat meliputi dua aspek yaitu data privacy dan information privacy.
Data pribadi didefinisikan sebagai setiap informasi yang berhubungan untuk
mengidentifikasikan atau dapat mengidentifikasikan seseorang.5
Keamanan atas data pribadi nasabah merupakan unsur terpenting dalam
perbankan karena nasabah memilih bank tertentu untuk melakukan transaksi
keuangannya atas dasar kepercayaan pada bank yang telah dipilih oleh nasabah.
4 Assafa Endeshaw. Hukum E-Commerce dan internet, dengan fokus di Asia Pasifik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 28.
5 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 152
4
Dimana perlu adanya jaminan keamanan data pribadi nasabah bisa juga diartikan
perlu adanya payung hukum untuk mengatur hal tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa teknologi komputer diakui telah
meningkatkan kecemasan masyarakat dengan kemampuannya dalam hal
mengolah informasi. Kemampuan komputer tersebut dapat saja disalahgunakan
sehingga dirasakan kebutuhan akan suatu sistem checks and balances untuk
mencegah penyalahgunaan kemampuan tersebut. Dengan semakin meningkatnya
penggunaan internet banking sekarang ini, perhatian akan perlunya perlindungan
terhadap data nasabah. Oleh sebab itu, dapat penelitian ini dipilih judul
“PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM INTERNET
BANKING (Tinjauan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan).”
B. Identifikasi Masalah
1. Masalah perlindungan hukum nasabah internet banking
2. Masalah pengawas perbankan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam
melindungi nasabah internet banking
3. Masalah mekanisme Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelesaian masalah
kerahasian data nasabah dalam transaksi internet banking
4. Masalah upaya perbankan untuk melindungi data nasabah dalam internet
banking
5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan mengenai data nasabah dalam internet
banking maka penelitian ini hanya mengkaji bagaimana perlindungan data
nasabah dalam internet banking berdasarkan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan batasan masalah diatas
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum data nasabah dalam Internet
Banking ?
b. Bagaimana mekanisme perlindungan hukum data nasabah internet
banking ?
c. Upaya apa saja yang dilakukan Perbankan dalam melindungi nasabah
dalam internet banking ?
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu dari hasil penelitian,
penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan data nasabah pengguna
internet banking menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan,
Perbankan, Perlindungan Konsumen dan Informasi Teknologi Elektronik.
b. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana mekanisme pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap data nasabah internet banking.
c. Untuk mengetahui dan memahami upaya apa saja yang dilakukan
perbankan dalam melindungi data nasabah internet banking.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai :
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai perlindungan data nasabah internet banking beserta
penggunaan internet banking dengan baik.
b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan :
1) Bagi Akademis
Dapat menambah pengetahuan mengenai perbankan beserta
peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia khususnya dalam
7
internet banking dan juga dapat sebagai suatu bentuk penambahan
literatur perbankan.
2) Bagi Masyarakat Umum
Dapat menjadi masukan bagi masyarakat apabila ingin
melakukan transaksi perbankan dengan menggunakan internet banking
agar lebih berhati-hati dan waspada terhadap penggunaan internet
banking dimana saja.
3) Bagi Pemerintah
Dapat memberi masukan kepada pemerintah untuk
memperjelas peraturan mengenai perlindungan data nasabah pengguna
jasa internet banking.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dahulu pernah ada penelitian dengan internet banking yang ditulis oleh
Siti Nurjanah, Prodi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah
UIN Syarif Hidayatullah, 2010 yang berjudul “Respon Nasabah Bank BNI
Syariah Terhadap Transaksi Melalui Layanan Internet Banking (Studi kasus PT.
BNI Syariah Cabang Jakarta Timur)”. Penelitian tersebut menggunakan
penelitian lapangan dan berupa data kuantitatif yang berisi kuosioner dan
wawancara dan di penelitian ini hanya membahas terhadap hasil kepuasan
terhadap layanan internet banking.Sedangkan yang membedakan skripsi ini yaitu
disini peneliti membahas peraturan yang mengatur perlindungan data nasabah
8
internet banking dilihat dari segi hukumnya dan peneliti disini menggunakan
metode yuridis normatif yang menganalisis peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan
Bank Indonesia.
Skripsi Arief Hannany, Prodi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis,
Fakultas Syariah dan Hukum,Uin Syarif Hidayatullah,2013 yang berjudul
“Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan (Studi
Komparatif Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Bank Indonesia)”.
Penelitian tersebut lebih menjelaskan tentang kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan terhadap perlindungan konsumen perbankan secara menyeluruh oleh
Bank Indonesia yang terkait tugasnya memberikan kredit atau pembiayaan bagi
bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek. Yang membedakan
dengan skripsi ini yaitu disini lebih spesifik terhadap masalah perbankan dalam
perlindungan hukum data nasabah internet banking dari sisi Otoritas Jasa
Keuangan dan Bank Indonesia
Penulisan skripsi ini penulis juga telah review buku yang terkait dengan
penelitian seperti “Aspek Hukum Internet Banking” yang ditulis oleh Budi Agus
Riswandi yang diterbitkan oleh PT RajaGrafindo Persada, yang membedakan
buku tersebut dengan skripsi ini adalah buku tersebut lebih meninjau dari sudut
hukum perbankan.
9
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 1 Ayat
(1), Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan,
yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank
lainnya. Menghimpun dana dan menyalurkan dana seperti yang sudah
diketahui masyarakat yang menjadi fungsi utama bank. Sedangkan dalam
memberikan jasa bank lainnya tergantung pada kebijakan bank yang akan
membantu mempermudah masyarakat untuk kelancaran sistem perbayaran.
Berbagai macam jasa layanan perbankan serta berkembangnya
teknologi, tingkat keamanan terhadap nasabah merupakan bagian dari
pelayanan jasa perbankan yang perlu diperhatikan. Karena atas dasar
kepercayaan nasabah kepada bank untuk menggunakan jasa layanan yang
membantu mempermudah membutuhkan pelayanan yang aman, cepat dan
teliti.
10
2. Kerangka Konseptual
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang
dimilikinya.6
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank, termasuk pihak
yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk
melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).
Data Pribadi Nasabah menurut Peraturan Bank Indonesia adalah
identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka
melakukan transaksi keuangan dengan Bank. Data pribadi nasabah merupakan
bagian dari perbankan yang harus dijamin kerahasiannya bank terhadap
nasabah terutama nasabah internet banking.
Produk bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk
atau jasa lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai
pemasaran.
Layanan perbankan melalui media elektronik adalah layanan yang
memungkinkan nasabah bank untuk memperoleh informasi, melakukan
komunikasi, dan melaikan transaksi perbankan melalui media elektronik
6 Chatamarrasjid Ais, Hukum perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 7.
11
antara lain ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking,
mobile banking.
Teknologi Informasi adalah teknologi terkait sarana komputer,
telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya yang digunakan dalam
pengolahan data keuangan dan atau pelayanan jasa perbankan.
Cyber crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh sesorang atau
kelompok orang dengan pemanfaatan jasa computer atau internet.7
Internet Banking adalah jasa-jasa yang juga diberikan melalui
perbankan tradisional, seperti pembukaan rekening, tagihan pembayaran
elektronis yang memungkinkan nasabah untuk menerima dan melakukan
pembayaran melalui internet banking.8
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu
pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan serta
norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut
kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Pada penelitian hukum normatif yang
sepenuhnya mempergunakan data sekunder, maka penyusunan kerangka
7 Abdul Manan, aspek-aspek pengubah hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 176.
8 Budi Agus Riswandi,Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 20.
12
teoritis yang bersifat tentatif dapat ditinggalkan. Penyusunan kerangka
konsepsionil mutlak diperlukan. Di dalam menyusun kerangka konsepsionil,
maka dipergunakan perumusan-perumusan yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan yang dijadikan dasar penelitian.9
2. Pendekatan masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-
undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan
pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan
dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait perlindungan hukum data
nasabah dan internet banking. Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami
konsep perlindungan hukum data pribadi nasabah. Pendekatan kasus yaitu
kasus kejahatan dalam internet banking yang setelah itu penulis analisis
dengan undang-undang yang terkait dengan kasus.
3. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan dengan menggunakan bahan-bahan pustaka hukum yang
mendukung. Sumber data diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni:
norma atau kaidah dasar, yaitu pembukaan UUD 1945, peraturan dasar
Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen<
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2008), h. 54.
13
Informasi Transaksi Elektronik. Serta peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan internet banking.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti: rancangan UU, hasil-hasil penelitian, karya dari
kalangan hukum dan sebagainya.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup: bahan-
bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap
hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia. Dan di luar
bidang hukum seperti ekonomi, sosiologi.
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-
hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan
rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data dalam hakikatnya
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap
bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis
dan konstruksi.10
Pengklasifikasian dengan pengolahan bahan hukum secara
deduktif yaitu dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan yang bersifat konkret. Metode analisis
10
Bambang Sunggono. Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2005), h. 186
14
data yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif karena penyajian dan
pengolahan data secara sekunder dengan Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan, Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen, dan Informasi Transaksi
Elektronik.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa
subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai
berikut:
BAB I : Bab ini merupakan bagian pendahuluan penulisan, memuat
latar belakang, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu,
kerangka teori dan kerangka konseptual, hipotesis, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini memuat tentang tinjauan umum perlindungan hukum
data nasabah, pengertian perlindungan hukum beserta teori-teori
hukum, pengertian data nasabah, perlindungan hukum terhadap
data nasabah dan unsur-unsur data nasabah.
15
BAB III : Bab ini memuat tentang tinjauan umum internet banking, yaitu
pengertian perbankan, jenis-jenis dan kegiatan usaha perbankan
serta pengawasan dan pengaturan Perbankan, pengertian internet
banking, fasilitas yang ada dalam internet banking, tipe layanan.
BAB IV : Bab ini menganalisa peran perlindungan data nasabah dalam
internet banking ditinjau dari Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan, Peraturan Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen,
Informasi Transaksi Elektronik serta analisa penulis serta ayat
yang terkait dengan skripsi ini.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi ini. Untuk itu penulis
menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu
penulis memberikan saran yang dianggap perlu.
16
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH
A. Perlindungan Hukum
Manusia merupakan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, tiap
anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain.1 Sebagai
makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan
hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen). 2
Perbuatan hukum (rechtshandeling) diartikan sebagai setiap perbuatan
manusia yang dilakukan dengan sengaja/atas kehendaknya untuk menimbulkan
hak dan kewajiban yang akibatnya diatur oleh hukum. Perbuatan hukum terdiri
dari perbuatan hukum sepihak seperti pembuatan surat wasiat atau hibah, dan
perbuatan hukum dua pihak seperti jual-beli, perjanjian kerja dan lain-lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan
Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Sedangkan hukum
adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau dapat yang berlaku bagi semua
orang dalam masyarakat (Negara). Perlindungan hukum adalah peraturan yang
dibuat oleh pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat.
Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hubungan antara
dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu
1 Uti, Ilmu Royen, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing, (Tesis S2
Fakulas Hukum, Universias Diponegoro Semarang, 2009), h. 46
2 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cet. Kedelapan), h. 49.
17
dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lain. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban
pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.3
Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan dan
dijamin oleh hukum. Hak dan kewajiban timbul karena adanya peristiwa menurut
van Apeldorn 4“peristiwa hukum adalah peristiwa yang berdasarkan hukum
menimbulkan atau menghapuskan hak”. Berdasarkan peristiwa hukum maka
hubungan hukum dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Hubungan hukum yang bersegi satu (eenzijdigerechtsbetrekkingen),
dimana hanya terdapat satu pihak yang berwenang memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata)
sedangkan pihak yang lain hanya memiliki kewajiban.
2. Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen), yaitu
hubungan hukum dua pihak yang disertai adanya hak dan kewajiban pada
masing-masing pihak, kedua belah pihak masing-masing
berwenang/berhak untuk meminta sesuatu dari pihak lain, sebaliknya
masing-masing pihak juga berkewajiban memberi sesuatu kepada pihak
lainnya, misalnya hubungan bank dengan nasabah.
3. Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek hukum
lainnya, hubungan ini terdapat dalam hal hak milik (eigendomrecht).
3Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan kedelapan, h. 269
4 Soeroso, Pengatar Ilmu Hukum Cetakan Kedelapan, h. 251
18
Logemann sebagaimana dikutip Soeroso berpendapat, bahwa dalam tiap
hubungan hukum terdapat pihak yang berwenang/berhak meminta prestasi yang
disebut dengan “prestatie subject” dan pihak yang wajib melakukan prestasi yang
disebut “plicht subject”.5 Dengan demikian setiap hubungan hukum mempunyai
dua segi yaitu kekuasaan/wewenang atau hak (bevoegdheid) dan kewajiban
(plicht). Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum
dinamakan “Hak”, yaitu kekuasaan/kewenangan untuk berbuat sesuatu atau
menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu.
Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu
masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan
yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi
ketegangan dan konflik maka ada hukum yang mengatur dan melindungi
kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan
menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu
dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam
sebuah hak hukum.6 Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif,
Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada hubungan hukum yang
diberikan oleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah, recht).
5 Soeroso, Pengatar Ilmu Hukum Cetakan Kedelapan, h. 270
6 Uti Ilmu Royen, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja/ Buruh outsourcing, h. 49
19
Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum
sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Bronislaw Malinowski
dalam bukunya berjudul Crime and Custom in Savage, mengatakan “bahwa
hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan
dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari-
hari”.
Hukum menentukan kepentingan-kepentingan masyarakat yang dapat
ditingkatkan menjadi hak-hak hukum yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Hak
diberikan kepada pendukung hak yang sering dikenal dengan entitas hukum (legal
entities, rechtspersoon) yang dapat berupa orang-perorangan secara kodrati
(naturlijke) dan dapat juga entitas hukum nir kodrati yaitu entitas hukum atas
hasil rekaan hukum.7
Pendukung hak (entitas hukum) memiliki kepentingan terhadap objek dari
hak yang dapat berupa benda (ius ad rem) atau kepada entitas hukum orang secara
kodrati (ius in persona). Pemberian hak kepada entitas hukum, karena adanya
kepentingan dari entitas tersebut kepada obyek hak tertentu.
Menurut Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan (Theory of
interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus dilindungi oleh
hukum, yaitu pertama; menyangkut kepentingan pribadi (individual interest),
7 Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, (Jakarta: Penerbit Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h. 377.
20
kedua; yang menyangkut kepentingan masyarakat (social interest), dan ketiga;
menyangkut kepentingan umum (public interest).
Kepentingan individu (individu interest) ini terdiri dari kepentingan
pribadi, sedangkan kepentingan kemasyarakatan (social interest) terdiri dari
keamanan sosial, keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum,
perlindungan atas sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial,
dan kehidupan manusia. Adapun kepentingan publik (public interest) berupa
kepentingan negara dalam bertindak sebagai representasi dari kepentingan
masyarakat.
Selanjutnya Bohannan mengatakan “lembaga hukum memberikan
ketentuan-ketentuan tentang cara-cara menyelesaikan perselisihan-perselisihan
yang timbul di dalam hubungannya dengan tugas-tugas lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya”. Cara-cara menyelesaikan perselisihan yang timbul
inilah yang kemudian dinamakan upaya hukum. Upaya hukum diperlukan agar
kepentingan-kepentingan yang telah menjadi hak benar-benar dapat terjaga dari
gangguan pihak lain.
Upaya hukum dikenal dalam dua jenis, yaitu upaya hukum non yudisial
(di luar peradilan) dan upaya hukum yudisial (peradilan). Upaya hukum non-
yudisial bersifat pencegahan sebelum pelanggaran terjadi (preventif) yang berupa
tindakan-tindakan seperti peringatan, teguran, somasi, keberatan, dan pengaduan.
Sedangkan upaya hukum yudisial bersifat represif/korektif artinya telah
memasuki proses penegakan hukum (law enforcement), upaya ini dilakukan
21
setelah pelanggaran terjadi dengan maksud untuk mengembalikan atau
memulihkan keadaan. “Muara dari upaya hukum adalah agar hak yang dimiliki
seseorang terhindar dari gangguan atau apabila hak tersebut telah dilanggar maka
hak tersebut akan dapat dipulihkan kembali. Namun demikian, tidaklah dapat
diartikan bahwa dengan adanya upaya hukum maka keadaan dapat dikembalikan
sepenuhnya”.
Keberadaan hukum dalam masyarakat sangatlah penting, dalam kehidupan
dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu
menjamin kebebasan dan hak warga, maka mentaati hukum dan konstitusi pada
hakekatnya mentaati imperatif yang terkandung sebagai subtansi maknawi
didalamnya imperatif. Hak-hak asasi warga harus dihormati dan ditegakkan oleh
pengembang kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun, ataupun juga ketika
warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mengetahui
jalannya proses pembuatan kebijakan publik.8
Kebijakan publik didasarkan pada apa yang dibutuhkan dan diperlukan
oleh masyarakat seperti perlindungan hukum karena Indonesia menganut atas
dasar Negara yang menjunjung tinggi hukum maka dalam aspek apapun
khususnya dalam aspek perbankan masyarakat membutuhkan perlindungan
hukum terhadap produk perbankan.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap
subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif
8 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Yogyakarta : Liberty, 2003), h.22.
22
maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan
kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.9
Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.10
Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat atau
konsep Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari
keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia,
konsep rechtsct muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius
Stahl. Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum (rule of
Law) yang dipelopori oleh A.V.Dicey.
Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara
hukum, yaitu :
1. Perlindungan hukum yang preventif Perlindungan hukum kepada rakyat
yang diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang
menjadi definitif.
9 http//www.artikata.com/artiperlindunganhukum.htmlm, diunduh 15 maret 2014
10
Satjipto Raharjo, Sisi Lain dari Hukum di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003), h. 121.
23
2. Perlindungan hukum yang represif Perlindungan hukum yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan
hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan
hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip Negara hukum.
Oleh karena itu terhadap lembaga perbankan perlu diberikan landasan
gerak yang kokoh dan mampu menampung tuntutan perkembangan jasa
perbankan lebih mampu melaksanakan fungsinya secara efisien, sehat, dan
wajar.11
B. Data Nasabah
Perlindungan hukum terhadap nasabah bank atas kerusakan elektronik
banking dihubungkan dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen.12
Dengan disahkannya UUPK tersebut pada tanggal 20 April 1999, masalah
perlindungan konsumen telah dijadikan sebagai hal yang penting, artinya
kehadiran Undang-Undang tersebut tidak saja memberikan posisi tawar yang kuat
pada konsumen untuk menegakkan hak-haknya, melainkan juga agar dapat
tercipta aturan main yang lebih fair bagi semua pihak. Dalam penjelasan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi
11
Direktorat Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penelitian Hukum
Tentang Aspek Hukum Pertanggung jawaban Bank Terhadap Nasabah (Jakarta : Direktorat Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1995), h. 21.
12
Ronny Prasetya, Pembobolan Atm Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban
Kejahatan Perbankan (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), h. 58
24
konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan pelaku usaha, tetapi justru
sebaliknya, perlindungan konsumen akan dapat mendorong iklim berusaha yang
sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan
melalui penyediaan barang dan/ atau jasa yang berkualitas.
Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1. pemakai barang hasil
produksi (bahan pakaian, makanan, dsb): kepentingan pun harus diperhatikan; 2.
penerima pesan iklan; 3. pemakai jasa (pelanggan dsb). Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis
formal ditemukan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) No. 8 Tahun 1998. UUPK menyatakan, bahwa konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.13
Hal ini kemudian diakomodasi dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, yaitu
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Jadi, konsumen dalam pengertian ini merupakan pemakai akhir, dan
bukan konsumen antara. Konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli
sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Artinya,
13
Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 4.
25
dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu dilandasi
privity of contract (hubungan kontraktual).
Namun demikian, posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan
pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat kesadaran akan
haknya, kemampuan finansial, dan daya tawar (bargaining position) yang rendah,
padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesenjangan. Tata hukum harus
memosisikan pada tempat yang adil, di mana hubungan konsumen dengan pelaku
usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain.
Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum
karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah berikan perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut
harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.
Implikasi hukum terhadap pemahaman mengenai aspek perlindungan
konsumen dalam sistem hukum Indonesia menempatkan posisi hukum
perlindungan konsumen sebagai bagian dari bidang hukum publik, terutama
bidang hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Sebelumnya pandangan
hukum perlindungan konsumen hanya berkaitan dengan bidang hukum perdata
(dalam arti luas). Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman mengenai hubungan antara
konsumen dengan pelaku usaha yang bersifat kontraktual saja.
26
Dasar hubungan hukum antara bank dengan para nasabah adalah
hubungan kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan bank,
maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak (perjanjian).
Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah merupakan suatu
kontrak campuran, yang menampakkan ciri-ciri perjanjian pemberian kuasa
(lastgeving) sebagaimana diatur oleh Pasal 1792, dan juga dalam bentuk
perjanjian penitipan barang Pasal 1694.14
Perkembangan ilmu teknologi yang semakin maju kemudian membawa
perubahan juga terhadap arah perlindungan konsumen. Talcott Parsons,
sebagaimana diuraikan oleh Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa“…
penemuan di bidang teknologi merupakan penggerak perubahan sosial sebab
penemuan yang demikian itu menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang
berantai sifatnya.” Pemahaman terhdap hukum pun akan berubah. Hukum tidak
sekedar pasif menunggu adanya perubahan namun aktif menciptakan perubahan
di mana peranan hukum dalam pembangunan adalah justru untuk mendirikan
insfrastruktur bagi tercapainya perubahan politik, perubahan ekonomi, dan
perubahan sosial di dalam masyarakat.
Dalam pasal 2 UUPK, dinyatakan bahwa perlindungan hukum bagi
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) prinsip
dalam pembangunan nasional, yaitu:
14
Marulak Pardede, Likuidasi Bank Perlindungan Nasabah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1998, Cet. Pertama), h. 59.
27
1. Prinsip manfaat. Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaran perlindungan hukum bagi konsumen harus memberi
manfaat sebesarnya-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan;
2. Prinsip keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen
dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil;
3. Prinsip Keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah;
4. Prinsip Keamanan dan keselamatan konsumen. Dimaksudkan untuk memberi
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan / atau jasa yang
digunakan;
5. Prinsip Kepastian Hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan hukum bagi konsumen, di mana negara dalam hal ini turut
menjamin adanya kepastian hukum tersebut.
Dalam praktiknya saat ini perlindungan hukum atas privasi data/ informasi
pribadi dalam transaksi online di internet dapat diperoleh berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ada, yaitu misalnya Undang-Undang Perlindungan
Data atau Undang-Undang lainnya yang mengatur pula mengenai perlindungan
28
privasi data pribadi. Selain itu, perlindungan hukum atau juga dapat diperoleh
berdasarkan peraturan yang dibuat oleh situs misalnya kebijakan privasi (privacy
policy), privacy notice, privasi statement maupun ketentuan-ketentuan pelayanan
situs.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tersebut diatur
mengenai siapa yang dimaksud dengan subjek data, pengguna data, hak dan
kewajiban para pihak, lembaga pengawas pelaksanaan dan penyelesaian sengketa
mengenai perlindungan data, prinsip-prinsip perlindungan data dan lain-lain.
Prinsip-prinsip tersebut jika mengacu pada Data Protection Act Inggris
1998 yaitu sebagai berikut.
1. Data pribadi harus diperoleh secara jujur dan sah.
2. Data pribadi harus dimiliki hanya satu tujuan atau lebih yang spesifik dan sah,
dan tidak boleh diproses lebih lanjut dengan cara yang tidak sesuai dengan
tujuan-tujuan tersebut.
3. Data pribadi harus layak, relevan, dan tidak terlalu luas dalam hubungannya
dengan tujuan atau tujuan-tujuan pengolahannya.
4. Data pribadi harus akurat dan jika perlu selau up-to-date.
5. Data pribadi harus diproses sesuai dengan tujuannya dan tidak boleh dikuasai
lebih lama dari waktu yang diperlukan untuk kepentingan tujuan atau tujuan-
tujuan tersebut.
29
6. Data pribadi harus diproses sesuai dengan hak-hak dari subjek data
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.
7. Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk
menghadapi kegiatan pemrosessan data pribadi yang tidak sah serta atas
kerugian yang tidak terduga atau kerusakan dari data pribadi.
8. Data pribadi tidak boleh dikirim ke Negara atau wilayah lain di luar Wilayah
Ekonomi Eropa kecuali jika Negara atau wilayah tersebut menjamin dengan
suatu tingkat perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan subjek
data sehubungan dengan pemrosesan data pribadi.15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 juga menjelaskan
pengertian Data Pribadi Nasabah yaitu identitas yang lazim disediakan oleh
Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank.
Perlindungan hukum terhadap nasabah dapat dilakukan melalui 2 cara
yaitu:
a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan olrh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui:
(1) Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,
15
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h. 187.
30
(2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
(3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga
pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada
umumnya,
(4) Memelihara tingkat kesehatan bank,
(5) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian,
(6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah, dan
(7) Menyediakan informasi resiko pada nasabah.16
Perlindungan ini adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya
resiko kerugian dari kegiatan yang dilakukan oleh bank. Perlindungan langsung
terdapat dalam ketentuan sebagai berikut:
a. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.
26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
16
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2005), h. 133
31
2. Sistem Perlindungan Nasabah Penyimpan (deposit protection system).
Di seluruh dunia, industri perbankan adalah salah satu cabang industri
yang paling banyak diatur oleh Pemerintah karena stabilitas sistem perbankan
dan keuangan merupakan prasyarat mutlak bagi pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian secara keseluruhan. Alasan intervensi Pemerintah tersebut
adalah;
Pertama, menjaga keamanan dan kesehatan lembaga perbankan maupun
sistem keuangan secara keseluruhan. Tanpa adanya lembaga perbankan dan
sistem keuangan yang terpercaya tidak mungkin masyarakat bersedia
menerima uang sebagai alat tukar, sebagai ukuran nilai, sebagai alat
penyimpan kekayaan, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan utang
piutang di kemudian hari (deferred payments).
Kedua, untuk dapat mengontrol jumlah uang beredar dalam menjaga
stabilitas tingkat harga. Semakin maju suatu perekonomian, semakin kecil
peranan uang kertas dan uang logam yang beredar karena semakin besar
peranan surat utang yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan sebagai
pengganti uang kertas dan logam.
Ketiga, industri perbankan dianggap sebagai industri yang sangat strategis
dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi untuk mewujudkan berbagai
sasaran pembangunan. Dengan perkataan lain, lembaga keuangan seolah-olah
dianggap sebagai semi perusahaan negara yang dapat digunakan oleh
Pemerintah sebagai instrumen untuk mewujudkan sasaran kebijaksanaannya.
32
Keempat, untuk memelihara persaingan yang sehat dalam industri
keuangan. Melalui persaingan yang sehat, lembaga keuangan berlomba untuk
memobilisir dana masyarakat, berlomba untuk menurunkan biaya
intermediasi, dan lomba menurunkan piutang ragu-ragu karena adanya kredit
macet.17
Untuk mencapai hal-hal diatas, kepada nasabah bank juga perlu diberikan
perlindungan. Dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap nasabah bank
tersebut setidaknya terdapat enam pilihan kebijakan yang dapat dilakukan
yaitu:
a. Secara tegas menyatakan, bahwa pemerintah tidak memberikan
perlindungan terhadap simpanan nasabah;
b. Simpanan nasabah tidak diberikan perlindungan akan tetapi nasabah
penyimpan diberi hak prioritas dalam proses likuidasi bank;
c. Cakupan jaminan yang tidak tegas;
d. Jaminan terselubung;
e. Jaminan terbatas yang dinyatakan secara eksplisit;
f. Jaminan menyeluruh yang dinyatakan secara tegas.18
17
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Jakarta: Fakultas Hukum UI,
2002), h. 140.
18
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, h. 141.
33
BAB III
INTERNET BANKING
A. Perbankan
1. Pengertian Perbankan
Perbankan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia segala sesuatu
mengenai Bank. Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku.
Bangku inilah yang dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan
operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer
menjadi bank.
Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai
kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank
yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta
hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. 1
Sedangkan Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah
seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, doktrin dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-
masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari,
rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-
petugasnya,hak , kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang
tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti,
1996), h. 1.
34
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan
dengan dunia perbankan.2
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum
yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan.
2. Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No.
10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2
yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank,
termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank
untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in costumer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang
jenis dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa
penegertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis
nasabah ada 2, yakni:
1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
2 Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1999), h. 14
35
3. Jenis Bank dan Kegiatan Usaha Perbankan
a. Jenis - Jenis Bank
Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat
dari ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang
membagi bank dalam dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank perkreditan
Rakyat.3
Yang dimaksud dengan bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,
sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.4
b. Kegiatan Usaha Perbankan
Usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Dalam pasal 6
Undang-Undang Perbankan No 10 Tahun 1998 yang diubah disebutkan
bahwa usaha-usaha yang dapat dijalankan oleh Bank Umum Meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat
Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan , dan /
3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 20-21
4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, h.21
36
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan utang
Bank Umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan
utang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 100 sampai pasal 229 Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang
(SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin
dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang
berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
2. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. Obligasi;
37
6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun.
Usaha Bank Umum sebagaimana dimaksud di atas mencakup
kegiatan membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga seperti
surat pengakuan utang dan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
e. Memindahkan uang
Bank Umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk
kepentingan sendiri maupun nasabah.
f. Menempatkan atau meminjamkan dana
Bank Umum menjalankan usaha menempatkan dana pada,
meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain,
baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek atau saran lainnya.5
g. Menerima pembayaran
Bank umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga. Kegiatan
ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.
5 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), h. 209
38
h. Menyediakan tempat penyimpanan
Bank umum menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga. Penyedian tempat di sini adalah kegiatan bank yang semata-
mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat
berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh
bank.
i. Melakukan kegiatan penitipan
Bank umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak
lain berdasarkan suatu kontrak. Kegiatan penitipan dapat dilakukan
baik dengan menerima titipan harta penitip maupun
mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank.
j. Penempatan dari dalam bentuk surat berharga
Bank umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada
nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercantum
dalam bursa efek.
k. Kegiatan anjak piutang, kartu kredit dan wali amanat
Bank umum melakukan penempatan anjak piutang, usaha kartu kredit
dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam dan luar negeri, yang dilakukan dengan
pengambilalihkan atau pembelian piutang tersebut.
39
l. Menyediakan pembiayaan
Bank umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan
lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
m. Menyediakan kegiatan lain
Bank umum dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh
bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan
peraturan perudang-undangan yang berlaku.
Ketatnya persaingan di bidang perbankan dan pengaruh global saat
ini membuat pengelola usaha perbankan berupaya secara maksimal agar
setiap kegiatan dilakukan secara efisien dan efektif, sehingga tidak dapat
dihindarkan adanya pemakaian alat-alat elektronik seperti:
- Telephone Bill Payment (pembayaran dengan telepon)-TBP
-Automatic Teller Machine (mesin kasir otomatis)- ATM
-Electronic Fund Transfer (pemindahan dana secara elektronik) – EFT
-Transfer Kawat
-Komputer
-Clearing house inter bank payment/CHIBP (lembaga kliring/
pembayaran antarbank).6
6 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Perbankan, (Jakarta: Erlangga, 1993) ,h. 50
40
4. Pengawasan dan Pengaturan Perbankan
a. Pengawasan Perbankan
Kebijakan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap perbankan bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat
pemilik dan serta menjaga kelangsungan usaha bank sebagai kepercayaan
dan sebagai lembaga intermediasi. Pengawasan tersebut dilaksanakan baik
secara tidak langsung (off-site supervisory) maupun secara langsung (on-
site examination).
Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung adalah
pengawasan yang dilakukan dengan meneliti, menganalisis serta
mengevaluasi laporan-laporan yang disampaikan oleh suatu bank dengan
tujuan untuk mengetahui apakah bank telah melaksanakan ketentuan
perbankan sekaligus untuk menilai kinerja perbankan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah
pengawasan dalam bentuk pemeriksaan langsung yang diikuti dengan
tindakan-tindakan perbaikan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang,
seluruh bank wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa bank
untuk memeriksa buku-buku serta berkas-berkas yang ada pada bank.
Selain itu, bank juga wajib membantu apabila diperlukan dalam rangka
41
memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan
yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.7
b. Pengaturan Perbankan
Kebijakan pengaturan bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia
dengan mengeluarkan berbagai ketentuan kehati-hatian tentang perbankan
dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pokok-pokok ketentuan atau peraturan perbankan yang ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia secara garis besar memuat: (1) perizinan
bank; (2) kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan; (3)
kegiatan usaha bank pada umumnya; (4) kegiatan bank berdasarkan
prinsip syariah; (5) merger, konsolidasi dan akuisisi bank; (6) sistem
informasi antarbank; (7) tata cara pengawasan bank; (8) sistem pelaporan
bank kepada Bank Indonesia; (9) penyehatan bank; (10) pencabutan izin
usaha, likuidasi dan pembubaran bentuk hukum bank; dan (11) lembaga-
lembaga pendukung sistem perbankan.8
7 Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003) h. 33-34
8 Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003) h. 32
42
B. Internet Banking
1. Pengertian Internet Banking
Internet merupakan sekumpulan jaringan yang terhubung satu dengan
lainnya, di mana jaringan menyediakan sambungan menuju global informasi.9
Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan
layanan internet banking dilakukan melalui dua jalan, yaitu pertama, melalui
bank konvensional (an existing bank) dengan representasi kantor secara fisik
menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada
nasabahnya dan dalam hal ini merupakan penyerahan secara tradisional.
Kedua, suatu bank mungkin mendirikan suatu “virtual”, “cabang”, atau
„internet” bank. Virtual bank dapat menawarkan kepada nasabahnya
kemampuan untuk penyimpanan deposito dan tagihan dana pada ATM atau
bentuk lainnya yang dimiliki.
Internet banking merupakan salah satu pelayanan perbankan tanpa
cabang, yaitu berupa fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk
melakukan transaksi perbankan tanpa perlu datang ke kantor cabang. Layanan
yang diberikan internet banking kepada nasabah berupa transaksi pembayaran
tagihan informasi rekening, pemindahbukuan antar rekening, informasi
terbaru mengenai suku bunga dan nilai tukar valuta asing, administrasi
mengenai perubahan Personal Indentification Number (PIN), alamat rekening
9 Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Pengantar Teknologi Informasi Internet: Konsep dan
Aplikasi, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 117.
43
atau kartu, data pribadi dan lain-lain, terkecuali pengambilan uang atau
penyetoran uang. Karena untuk pengambilan uang masih memerlukan layanan
atm dan penyetoran uang masih memerlukan bantuan bank cabang.
Pengertian internet banking menurut Karen Furst adalah sebagai
berikut. Internet banking is the use of the internet as remote delivery channel
for banking services, including traditional services, such as opening a deposit
account or transferring funds among different account, as well as new
banking services, such as electronic bill present and payment, which allow
customers to receive and pay bill over bank’s website.10
Dari pengertian ini,
dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu
bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan
sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang sifatnya
konvensional maupun yang baru.
2. Fasilitas Internet Banking
Pemanfaatan teknologi informasi bagi industri perbankan dalam
inovasi produk jasa bank juga dibayang-bayangi oleh potensi risiko kegagalan
sistem dan / atau risiko kejahatan elektronik yang dilakukan oleh orang-orang
yang tidak bertanggungjawab. Dalam memberikan pelayanan internet
banking, bank dapat menyediakan layanan yang bersifat informational,
communicative dan/ atau transactional. Penyediaan layanan tersebut
memperhatikan prinsip prudential banking, prinsip pengamanan dan
10
Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, h. 20.
44
terinteregrasinya sistem TI, cost effectiveness, perlindungan nasabah yang
memadai serta searah dengan strategi bisnis. Pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat, kehatian-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.
Harus disadari bahwa cyber crime merupakan salah satu bentuk atau
dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas dunia
internasional. Volodymyr Golubev seperti disitir barada nawawi arief,
meyebutkan new form of anti social behavior. Beberapa sebutan lainnya yang
cukup keren diberikan kepada jenis kejahatan dunia maya (cyber space/virtual
space offence), dimensi baru dari high tech crime, dimensi baru dari
transnational crime, dan dimensi baru dari white collar crime.
Hal ini juga dikarenakan bank sebagai lembaga kepercayaan sehingga
dalam menjalankan kegiatan internet banking harus pula diselenggarakan
dengan memperhatikan penyelenggaraan internet banking khususnya risiko
reputasi dan risiko hukum.
Dalam praktik internet banking terdapat berbagai macam serangan
atau ancaman bagi pihak pengguna dan penyedia layanan internet banking.
Contohnya serangan seperti Man In The Middle Attack dan Trojan horses
dapat menggangu keamanan layanan. Gambaran umum dari aktifitas yang
sering disebut Man In The Middle Attack yaitu penyerang membuat sebuah
website dan membuat nasabah pengguna layanan internet banking atau user
45
masuk ke website tersebut. Agar berhasil mengelabui user, website tersebut
harus dibuat semirip mungkin dengan website bank yang sebenarnya.
Kemudian user memasukkan passwordnya, dan penyerang kemudian
menggunakan informasi ini untuk mengakses website bank yang sebenarnya.
Untuk mengecoh token, penyerang dapat mengirimkan challenge-response
kepada user sebelum melakukan transaksi illegal. Sedangkan Trojan horses
adalah program palsu dengan tujuan jahat, yang disusupkan kepada sebuah
program yang umum dipakai. Disini para penyerang menginstall Trojan
kepada computer user. Ketika user mulai login ke website banknya,
penyerang menumpangi sesi tersebut melalui Trojan untuk melakukan
transaksi yang diinginkannya. Untuk mencegah serangan-serangan tersebut,
bank penyedia layanan internet banking perlu melakukan sosialisasi aktif dan
intensif kepada para nasabahnya mengenai penggunaan layanan jasa internent
banking yang baik dan aman. Selain itu, diperlukan suatu ketentuan yang
mengatur perbankan nasional yang memiliki pusat penyimpanan, melakukan
proses data atau informasi dan transaksi perbankan. serta perlu dibentuk
sebuah unit kerja khusus atau divisi pengamanan dan pencegahan kejahatan
perbankan di dalam struktur bank tersebut dan Bank Indonesia yang fungsinya
untuk melakukan penerapan kebijakan pengamanan sistem, melakukan
penelitian untuk pencegahan terhadap ancaman atau kejahatan yang sudah ada
maupun yang mungkin terjadi dan melalukan tindakan pemulihan serta
pemantauan transaksi perbankan selama 24 jam.
46
3. Tipe layanan internet banking
Bank Indonesia dalam surat edarannnya No.6/18/DPNP
menggolongkan layanan internet banking menjadi beberapa tipe layanan,
yaitu:
1. informational internet banking
Yaitu layanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi
melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (
execution transaction).
2. communicative internet banking
Yaitu pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi
atau melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking
secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution
transaction).
3. transactional internet banking
Yaitu pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan
interaksi dengan bank penyedia layanana internet banking dan melakukan
eksekusi transaksi (execution transactional).
Adapun jenis layanan pada internet banking yang umumnya
diselenggarakan di indonesia adalah sebagai berikut:
1. transfer antar rekening sesama bank penyelenggara layanan internet
banking ataupun antar bank domestik (kliring);
47
2. pembayaran, seperti untuk telepon, kartu kredit, internet, listrik, dan lain
sebagainya;
3. pembelian, seperti untuk pulsa telepon berbasis teknologi GSM ataupun
CDMA;
4. penempatan deposito, untuk Automatic Roll Over (ARO) atau Non-ARO;
5. informasi rekening dan kartu kredit;
6. fasilitas layanan, seperti informasi kurs dan infromasi suku bunga.
48
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH
DALAM INTERNET BANKING
A. Bentuk Perlindungan Hukum Data Nasabah dalam Internet Banking
Bentuk perlindungan hukum terhadap data nasabah internet banking di
wujudkan dengan di terbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang
didalamnya mengatur tentang perlindungan terhadap nasabah internet
banking, seperti:
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
dibentuk dalam rangka menghadapi perkembangan perekonomian nasional
yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan
yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju,
diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan
dengan memasuki era globalisasi dan telah diratifikasi beberapa perjanjian
Internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya
sektor perbankan.
Pada Pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
49
Prinsip kerahasiaan bank pada ketentuan tersebut tidak dapat
diterapkan secara optimal terhadap perlindungan hukum atas data pribadi
nasabah dalam penyelenggaraan layanan internet banking. Hal ini dikarenakan
perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan
tersebut terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpulkan oleh bank,
padahal data nasabah di dalam penyelenggaraan layanan internet banking
tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang
ditransfer oleh pihak nasabah dari tempat komputer dimana nasabah
melakukan transaksi.
Pasal ini menjelaskan bahwa dalam perbankan yang salah satunya
mengandung prinsip kerahasian harus diterapkan dalam sistem perbankan
yang berhubungan dengan data nasabah yang sangat penting dalam produk
internet banking.
Ada pula pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007
Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi
Informasi Oleh Bank Umum yang termasuk dalam bentuk perlindungan
hukum data nasabah internet banking. Bahwa perkembangan Teknologi
Informasi memungkinkan bank memanfaatkannya untuk meningkatkan
efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan bank kepada nasabah,
bahwa penggunaan Teknologi Informasi dalam kegiatan operasional bank
juga dapat meningkatkan risiko yang dihadapi bank, dengan meningkatnya
risiko yang dihadapi, bank perlu menerapkan manajemen risiko secara
50
efektif, bahwa Teknologi Informasi merupakan aset yang berharga bagi
Bank sehingga pengelolaannya bukan hanya merupakan tanggung jawab unit
kerja penyelenggara Teknologi Informasi namun juga seluruh pihak yang
menggunakannya.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen di dalam Pasal 3 pada huruf a,b,d,f Perlindungan
Konsumen bertujuan:
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Lalu Dalam Pasal 4 huruf a Hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
51
Bahwa dapat disadari dalam peraturan perlindungan konsumen,
konsumen mendapatkan perlindungan dari adanya kepastian hukum dan
keterbukaan informasi yang dimana dalam internet banking dibutuhkan
suatu aturan yang pasti untuk melindungi data nasabah beserta keterbukaan
informasi dalam mengakses internet banking agar terhindar dari kejahatan
teknologi. Dan disebutkan di dalam Pasal 4 konsumen memiliki hak atas
keamanan dalam megkonsumsi barang.
Lalu menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Teknologi Elektronik pada Pasal 16 huruf b dan d:
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut:
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,
kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan
dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh
pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
Kerahasian sebuah informasi merupakan bukan hanya diatur dalam
sistem perbankan untuk menjaga informasi atas data nasabah tetapi di dalam
52
UU ITE sebagaimana yang diatur untuk melindungi suatu kerahasiaan yang
menyangkut data nasabah yang dilakukan oleh penyelenggara elektronik.
Sementara itu yang penulis analisa Pada Undang-Undang OJK
terdapat pada Pasal 7 huruf c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;
Disini penulis mengkaitkan dalam Pasal ini dalam Manajemen risiko
dengan prinsip kehati-hatian bisa dikatakan bahwa disini OJK telah mengikuti
peraturan yang sudah ada yang diatur sebelumnya pada UU Perbankan,
manajemen resiko terkait dalam UU Perlindungan Konsumen yang mana
dapat menjamin keamanan suatu produk yaitu internet banking, serta
berkaitan dengan UU ITE yang dapat melindungi kerahasian informasi data
nasabah.
B. Mekanisme Perlindungan Hukum Data Nasabah Dalam Internet Banking
Mekanisme merupakan tata cara pelaksaaan menurut undang-undang
yang berlaku terdapat pada:
Pada peraturan UU ITE Pasal 16 huruf e lanjutan pada bagian yang
sebelumnya telah dijabarkan bahwa:
53
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum.
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Dapat diketahui bahwa mekanisme yang baik dalam perlindungan data
nasabah internet banking dibutuhkan kebaruan-kebaruan terhadap informasi
atau data nasabah agar terhindar dari suatu perbuatan yang diluar dugaan
nasabah.
Sedangkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007
Proses Manajemen Risiko Terkait Teknologi Informasi Pasal 10 dan 14 yaitu:
Pasal 10
(1) Bank wajib melakukan proses manajemen risiko yang mencakup
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian atas risiko terkait
penggunaan Teknologi Informasi.
(2) Proses manajemen risiko dilakukan terhadap aspek-aspek terkait
Teknologi Informasi yang paling kurang mencakup pengembangan dan
pengadaan Teknologi Informasi, operasional Teknologi Informasi,
jaringan komunikasi, pengamanan informasi, Business Continuity Plan,
end user computing, Electronic Banking, dan penggunaan pihak penyedia
jasa Teknologi Informasi.
54
(3) Dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain untuk menyelenggarakan
Teknologi Informasi, Bank wajib memastikan bahwa pihak penyedia jasa
Teknologi Informasi menerapkan juga manajemen risiko yang paling
kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 14
Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara
efektif Dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut:
a. pengamanan informasi ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga
kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaannya
(availability) secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku;
b. pengamanan informasi dilakukan terhadap aspek teknologi, sumber daya
manusia dan proses dalam penggunaan Teknologi Informasi;
c. pengamanan informasi mencakup pengelolaan aset bank yang terkait
dengan informasi, kebijakan sumber daya manusia, pengamanan fisik,
pengamanan akses, pengamanan operasional, dan aspek penggunaan
Teknologi Informasi lainnya;
Pasal 29
OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:
a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan
Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
55
b. membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di
Lembaga Jasa Keuangan; dan c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan
Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
C. Upaya Terhadap Perlindungan Data Nasabah Pengguna Internet
Banking
Lebih lanjut mengenai apa yang mana dari masing-masing peraturan
perundangan ataupun ketetapan Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan
di sebutkan apa saja bentuk dari perlindungan bagi nasabah internet banking
yang tertuang dalam Pasal-Pasal berikut:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank
Umum, di dalam Bab Peraturan tersebut terdapat upaya perlindungan data
nasabah pengguna internet banking pada Pasal 10 dan 14 dengan upaya Proses
Manajemen Risiko Terkait Teknologi Informasi di Bank, yang mana
dijelaskan sebagai mekanisme. Dalam Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Pasal 28 yang berbunyi:
“Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang
melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang
meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas
56
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta
Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan
tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang
dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.”
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
57
Sedangkan UU Perlindungan Konsumen Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Sementara itu di dalam UU ITE Pasal 21 ayat (3), (4) dan Pasal 26,
Pasal 30 dan Pasal 32
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga
secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak
pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi
tanggungjawab pengguna jasa layanan.
58
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
59
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada
Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi
dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang
tidak sebagaimana mestinya.
D. Analisa Kasus
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat
banyak Negara yang belum siap dan sempat membuat produk-produk hukum
untuk mengantisipasi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut.1
1 Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum,(Jakarta: Kencana, 2005), h. 180.
60
Contoh kasus "Tersangka pencurian uang menggunakan media internet
banking ditangkap Kepolisian Daerah Metro Jaya. Hal itu disampaikan
Kepala Satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Winston
Tommy Watuliu hari ini di Polda Metro Jaya, Selasa (2/2).
Tersangka berinisial EYN, seorang sarjana berusia 30-an tahun, saat ini
ditahan di Polda Metro Jaya. Sedangkan tersangka lain berinisial HH masih
diburu pihak kepolisian. "Pelaku mencuri uang korbannya dengan meng-
intercept data nasabah saat korban melakukan transaksi lewat internet," jelas
Winston. Korban ada dua orang, yaitu AS dan WRS. Keduanya karyawan
swasta di Jakarta.
Modus yang digunakan tersangka yakni mengambil data-data nasabah
lalu melakukan konfigurasi untuk dapat membuka PIN atau password
rekening korbannya. Setelah itu, pelaku melakukan pemindahbukuan
sejumlah uang ke tiga rekening penampung. Tiga rekening penampung dibuka
di bank yang berlainan. "Total kerugian sekitar 60-100 juta rupiah," kata
Winston.
Kasus ini didasarkan pada laporan polisi pada Oktober 2009 dari pihak
bank yang mengalami kebobolan. "Akhir November pelaku EYN berhasil
kami tangkap," kata Winston. Pelaku dikenakan Pasal 363 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman empat tahun penjara,
61
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang.2
Dari kasus diatas dapat dijera UU ITE pada Pasal 52 ayat (3) yang berbunyi:
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik
serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga
pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,lembaga internasional, otoritas
penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok
masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.”
Berdasarkan penelitian dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa keuangan bahwa didalamnya bab Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat Untuk Perlindungan Konsumen dan masyarakat,
OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan
masyarakat, yang meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada
masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.
Dari pasal tersebut menjelaskan bahwa edukasi kepada konsumen
diperlukan dan dibutuhkan untuk menunjang perlindungan hukum terhadap
data nasabah dalam internet banking. Keseimbangan perlindungan hukum
2 Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2010/02/02/064222937/Tersangka-Pencuri-
Uang-Lewat-Transaksi-Internet-Ditangkap pada 7 Mei 2014 pukul 21.00 WIB
62
terhadap konsumen dengan produsen tidak terlepas dari adanya pengaturan
tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.
Surat al-Lukman ayat 20
(03: 03)لقما ن /
Artinya: Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah
menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang di bumi untuk
(kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.
Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa
ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
Dijelaskan bahwa:
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan hamba-hamba-Nya akan
nikmat-nikmat-Nya dan mengajak mereka bersyukur, dan agar mereka
melihat nikmat itu dan tidak melupakannya dengan mata dan hatimu. Seperti
matahari, bulan dan bintang agar kamu mengambil manfaat daripadanya.
Seperti hewan, pohon-pohon, tanaman, sungai, barang tambang dan lain-lain.
63
Yakni yang tampak terlihat, seperti penampilan yang menarik, sempurnanya
fisik, nikmat harta, dsb. Yakni yang tersembunyi, seperti pengetahuan, iman,
nikmat agama, memperoleh manfaat dan terhindar dari bahaya dan lain-lain.
Oleh karena itu, sikap yang seharusnya kamu lakukan adalah mensyukuri
nikmat itu, mencintai Pemberi nikmat dan tunduk kepada-Nya,
menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah dan tidak menggunakannya
untuk maksiat meskipun nikmat itu turun berturut-turut. Yakni ada orang yang
tidak bersyukur, bahkan kufur kepada nikmat itu dan kufur kepada
Pemberinya, dan mengingkari yang hak yang ada dalam kitab-kitab-Nya dan
yang dibawa para rasul-Nya. Dia mendebat yang hak dengan yang batil untuk
mengalahkannya, padahal perdebatannya tidak di atas ilmu. Dari rasul atau
mengikuti orang yang mendapat petunjuk. Dengan demikian perdebatannya
tidak di atas dalil „aqli (akal), dalil nakli, dan tidak mengikuti rasul dan orang-
orang yang mendapat petunjuk, bahkan hanya sekedar ikut-ikutan dengan
nenek moyang mereka yang tidak mendapatkan petunjuk, yang sesat lagi
menyesatkan.
Kaitannya dalam skripsi ini yaitu ilmu yang bermanfaat manusia diberi
ilmu untuk dimanfaatkan dengan sebaik mungkin jangan mengambil ilmu
untuk memanfaatkan orang lain atau mengambil haknya orang lain.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian bab-bab terdahulu penulis dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Bentuk perlindungan terhadap data nasabah dalam internet banking di
Indonesia terdapat dari beberapa macam peraturan yang telah mengatur
tentang internet banking yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan
Teknologi Informasi Oleh Bank Umum lalu Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Teknologi Elektronik beserta Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan pada bagian perlindungan terhadap konsumen.
2. Mekanisme yang dilakukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu
mampu mengendalikan risiko yang sudah diatur dalam peraturan bank
Indonesia serta Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik.
3. Untuk mencegah agar tidak terjadinya kejahatan dalam internet banking
dengan mengupayakan konsumen agar selalu update terhadap pembaharuan
data nasabah.
B. Saran
Bahwasannya dengan berkembangnya dan kemajuan dibidang teknologi di
bidang perdagangan khususnya dibidang perbankan dibutuhkan suatu Undang-
undang khusus yang mengatur tentang perlindungan Data nasabah termasuk
65
dalam Internet banking melihat dari kemajuan Negara lain yang sudah lebih
dahulu membuat Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Maka Indonesia
dengan sebagai Negara yang sudah termasuk dalam Negara teknologi maju yang
sudah perlu dibentuk Undang-Undang perlindungan data nasabah agar
terjaminnya para nasabah perbankan menggunakan data pribadi. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin bahwa setiap individu mengetahui informasi
mengenai mereka yang ada pada pihak lain, serta untuk mendorong pengumpul
data (data collector) untuk lebih menjaga privasi informasi pribadi yang mereka
kumpulkan tersebut.
Seberapa efektifkah Undang-Undang yang telah dibuat, menurut
Lawrence Friedman dalam teori efektifitas, unsur-unsur sistem hukum itu
terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal
substance) dan budaya hukum (legal culture).1 Struktur hukum meliputi
badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait, seperti
Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan lain-lain. Sedangkan substansi hukum adalah mengenai
norma, peraturan maupun undang-undang.
1 Lawrence Friedman, “American Law”, (London: W.W. Norton & Company, 1984), h. 6.
66
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Abdullah, Suseno Piter, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003.
Agus Riswandi, Budi, Aspek Hukum Internet Banking, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
Ais, Chatamarrasjid, Hukum perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: kencana, 2005.
Departemen Kehakiman, Penelitian Hukum Tentang Aspek Hukum Pertanggung
jawaban Bank Terhadap Nasabah, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 1995.
DJumhana, Muhamad, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra
Aditya, 2008.
Endeshaw, Assafa, Hukum E-Commerce dan Internet, (Dengan Fokus di Asia
Pasifik), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Makarim,Edmon, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Manan, Abdul, Aspek-aspek pengubah hukum, Jakarta: Kencana, 2006.
Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law aspek hukum teknologi
informasi, Bandung: Refika Aditama, 2005.
Marpaung, Leden, Kejahatan Terhadap Perbankan, Jakarta: Erlangga, 1993.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2011.
Miru, Ahmadi Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
67
Pardede, Marulak, Likuidasi Bank Perlindungan Nasabah, Cetakan Pertama, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1998.
Persada, 2005.
Prasetya, Ronny, Pembobolan Atm Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban
Kejahatan Perbankan, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010.
Raharjo, Satjipto, Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003.
Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Fakultas Hukum
UI, 2002.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2008.
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2005.
Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
68
Skripsi, Tesis, atau Disertasi
Nurjanah, Siti “Respon Nasabah Bank BNI Syariah Terhadap Transaksi Melalui
Layanan Internet Banking (Studi kasus PT. BNI Syariah Cabang Jakarta
Timur Prodi Muamalat (Ekonomi Islam)” (Skripsi S1 Perbankan Syariah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)
Hannany, Arief “Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan
(Studi Komparatif Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Bank Indonesia)”
(Skripsi S1 Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013)
Ilmu Royen, Uti “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing” (Tesis
S2 Fakultas Hukum, Universias Diponegoro Semarang, 2009)
Internet
http://www.tempo.co/read/news/2010/02/02/064222937/Tersangka-Pencuri-
Uang-Lewat-Transaksi-Internet-Ditangkap