Upload
joke-punuhsingon
View
232
Download
34
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property rights) itu adalah hak kebendaan,
hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja ratio.
Hasil dari pekerjaan ratio manusia yang menalar. Hasil kerja itu berupa benda
immateril, benda tidak berwujud. Misalnya karya cipta lagu. Untuk menciptakan
alunan nada (irama) diperlukan pekerjaan otak. Menurut ahli biologi otak
kananlah yang berperan untuk menghayati kesenian, berkhayal, menghayati
kerohanian termasuk juga kemampuan melakukan sosialisasi dan mengendalikan
emosi. Fungsi tersebut sebagai fungsi non verbal, metaforik, intuitif, imaginatif
dan emosional. Spesialisasinya bersifat intuitif, holistic dan mampu memproses
informasi secara simultan.
Jika ditelusuri lebih jauh Hak Atas Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan
bagian dari benda, yaitu benda tak berwujud (benda immateril). Benda dalam
kerangka hukum perdata diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori salah satu
diantara kategori itu adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda
berwujud dan benda tidak berwujud. Hal ini dapat dilihat batasan benda yang
dikemukakan oleh pasal 499 KUH Perdata, yang berbunyi: menurut paham
undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap
hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.1 Untuk pasal ini, Prof Mahadi
menawarkan, seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan
kalimat ini sebagai berikut: yang dapat menjado obyek hak milik adalah benda
dan benda itu terdiri dari barang dan hak.
Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang dimaksud
oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil (stoffelijk voorwerp),
sedangkan hak adalah benda immaterial. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi
benda menurut pasal 503 KUH Perdata, yaitu: Ada barang yang bertubuh, dan ada
barang yang tak bertubuh.2
1 R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 155.
2 Soedharyo Soimin, SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Cet. II, 1999, hal. 156.
1
Benda immateril atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah kita
contohkan seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak gunan bangunan,
hak guna usaha hak atas benda berupa jaminan, hak atas kekayaan intelektual
(intellectual property rights) dan lain sebagainya. Hak milik immateril termasuk
ke dalam hak-hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Karena itu hak milik
immateril itu sendiri dapat menjadi obyek dari suatu hak benda. Hak benda
adalah hak absolut atas sesuatu benda berwujud, tetapi ada hak absolut yang
obyeknya bukan benda berwujud. Itulah yang disebut dengan nama Hak Atas
Kekayaan Intelektual (intellectual property rights).3
Kata ‘hak milik’ (hak atas kekayaan) atau ‘property’ yang digunakan dalam istilah
tersebut diatas, sungguh menyesatkan, kata Mrs. Noor Mout-Bouwman. Karena
kata harta benda / property mengisyaratkan adanya suatu benda nyata. Padahal
Hak Atas Kekayaan Intelektual itu tidak ada sama sekali menampilkan benda
nyata. Ia bukanlah benda materil. Ia merupakan hasil kegiatan berdaya cipta
pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materil
maupun immateril. Bukan bentuk penjelmaan yang dilindungi akan tetapi daya
cipta itu sendiri. Daya cipta dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu
pengetahuan atau paduan dari ketiga-tiganya.4
Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang
optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai seorang terpelajar, mampu
menggunakan ratio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika
(metode berpikir, cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya disebut rasional
atau logis. Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.5
Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) dapat dikategorikan
dalam dua kelompok, yakni: Hak Cipta (Copy Rights) dan Hak Milik (hak
kekayaan) Perindustrian (Industrial Property Rights).
Selanjutnya, hak dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu:Hak Cipta dan
Hak yang Berkaitan (bersepadan) dengan Hak Cipta (Neighboring Rights).
3 Mahadi, Hak Milik Immateril, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1985, hal. 5-6.4 Bouwman-Noor Mout, Perlindungan Hak Cipta Intelektual: Suatu Rintangan atau Dukungan
Terhadap Perkembangan Industri, Makalah, FH-USU, 10 Januari 1989.5 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 10.
2
Istilah Neighboring Rights, belum ada terjemahan yang tepat dalam bahasa hukum
Indonesia. Ada yang menerjemahkan dengan istilah hak bertetangga dengan hak
cipta, ada pula yang menerjemahkannya dengan istilah hak yang berkaitan atau
berhubungan dengan hak cipta, seperti yang terdapat dalam Bab VA UU No. 12
Tahun 1997 tentang Hak Cipta, atau Hak Terkait seperti yang tercantum dalam
Bab VII UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
OK. Saidin menggunakan istilah”hak yang bersmepadan dengan Hak Cipta oleh
karena kedua hak itu (copy rights maupun Neighboring Rights) adalah dua hak
yang saling melekat berdampingan tetapi dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya.6
Neighboring Rights, dalam hukum di Indonesia, pengaturannya masih
ditumpangkan dengan pengaturan Hak Cipta. Namun jika ditelusuri lebih lanjut
Neighboring Rights itu lahir dari adanya Hak Cipta induk. Misalnya liputan
pertandingan sepak bola atau pertandingan tinju, Live Show artis penyanyi adalah
Hak Cipta sinematografi, tetapi untuk penyiarannya di televisi yakni berupa hak
siaran adalah Neighboring Rights. Keduanya masih merupakan satu kesatuan,
tetapi dapat dipisahkan. Begitu pula antara Hak Cipta lagu dengan hak penyiaran.
Yang pertama merupakan Hak Cipta, sedangkan hak yang disebutkan terakhir
adalah Neighboring Rights. Itulah alasannya menggunakan istilah yang
bersepadan dengan Hak Cipta untuk terjemahan Neighboring Rights. Kedua hak
itu saling melekat, menempel tetapi dapat dipisahkan. Adanya Neighboring Rights
selalu diikuti dengan adanya Hak Cipta, namun sebaliknya adanya Hak Cipta
tidak mengharuskan adanya Neighboring Rights.
Keduanya masih merupakan satu kesatuan, tetapi dapat dipisahkan. Begitu pula
antara hak cipta lagu dengan hak penyiaran, yang pertama merupakan hak cipta
sedangkan hak yang disebutkan terakhir adalah neighboring rights. Itulah
alasannya sehingga cenderung menggunakan istilah bersempada dengan hak cipta
untuk terjemahan neighboring nights. Kedua hak itu saling melekat, saling
menempel, tetapi dapat dipisahkan. Adanya neighboring rights, selalu ada karena
adanya hak cipta, namun sebaliknya adanya hak cipta tidak mengharuskan adanya
neighboring rights.
6 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 14.
3
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan lata belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam
penulisan ini adalah : Bagaimanakah Perlindungan Hukum Neighboring Rights.
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari Neighboring Rights, dan
2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum Neighboring
Rights.
D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang ada pada waktu sekarang, dan pelaksanaannya tidak
hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan
intepretasi data itu.
Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder atau data ayang
diperoleh dari hasil penelitian normatif. Data-data yang terkumpul kemudian
dianalisis secara kualitatif untuk datang pada kesimpulan yang jelas dan tepat.
4
BAB IIPERLINDUNGAN HUKUM NEIGHBORING RIGHTS
A. Definisi dan Ruang Lingkup
Neighboring Rights adalah sebuah ungkapan singkat (abbreviated expression)
untuk sebutan yang lebih panjang yang lebih tepat yakni “Rights Neighboring on
Copyrights”. Dalam terminologi lain Neighboring Rights dirumuskan juga sebagai
Rights Related to, or “neighboring on” copyrights (hak yang ada kaitannya
dengan, yang ada hubungannya dengan atau “berdampingan dengan” hak cipta.7
Dalam Neighboring Rights, terdapat 3 hak, yaitu:
1. the rights of performing artist in their performances (hak penampilan artis atas
tampilannya).
2. the rights producer of phonograms in their phonograms (hak produser
rekaman suara atau fiksasi suara atas karya rekaman suara tersebut).
3. the rights of broadcasting organizations in their radio and television
broadcasts (hak lembaga penyiaran atas karya siarannya melalui radio dan
televisi).8
Istilah neighboring rights, dalam lapangan perlindungan hukum hak kekayaan
intelektual pengaturannya antara lain dijumpai dalam Rome Convention (1961).
Untuk istilah ini ada yang menerjemahkan dengan istilah hak yang bertetangga
dengan hak cipta, ada pula yang menerjemahkan dengan istilah hak yang
berhubungan dengan hak cipta, dan terakhir UHC Indonesia menerjemahkannya
dengan istilah hak yang berkaitan dengan hak cipta.
Tidak ada perbedaan yang tajam antara hak cipta (copyrights) dengan neighboring
rights. Sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang disiarkan oleh
lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum kedua hak ini.
Copy Rights berada di tangan pencipta atau produser, sedangkan neighboring
rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang mengumandangkan siaran tersebut.
7 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 133.8 International Bureau of WIPO, International Protection of Copyrights and Neighboring Rights, WIPO/CNR/ABU/93/2.
5
Tentu kita pernah menyaksikan live show pagelaran musik Indonesia di salah satu
stasiun televise swasta Indonesia, pertandingan langsung sepak bola perebutan
Piala Dunia, pertandingan tinju perebutan juara dunia WBA atau IBF. Semua
tayangan itu terkandung adanya neighboring rights. Demikian pula halnya
penyiaran terhadap karya rekaman suara di media elektronika (Televisi dan
Radio), publikasi terhadap karya sinematografi di televise, penyiaran seni
pertunjukan di televise atau radio, kesemuanya itu termasuk perlindungan
terhadap hak atas neighboring rights.
Seorang artis memiliki hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
membuat atau memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar
dari pertunjukannya untuk tujuan komersil. Hak yang melekat pada artis tersebut
selain copy rights, juga neighboring rights. Yang termasuk copy rights adalah hak
atas karya rekaman suara, sedangkan neighboring rightsnya adalah hak atas
penampilannya. Hak atas penampilannya itu dapat berwujud seperti video clip
(penggalan-penggalan film atau senematografi). Gambar dari pertunjukan dalam
bentuk video clip tersebut dilindungi sebagai neighboring rights.
Dalam pasal 49 UHC Indonesia secara rinci diuraikan tentang ruang lingkup atau
cakupan Neighboring Rights, yang meliputi:
(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser rekaman suara memiliki hak aksklusif untuk memberikan
izin atau melarang pihak lain yang menyewakan karya rekaman suara atau
rekaman bunyi.
(3) Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak
dan/atau menyiarkan ulang siaran karyanya melalui transmisi dengan atau
tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan neighboring rights meliputi:
1. Hak pertunjukan terhadap penampilan.
2. Hak produser rekaman terhadap rekaman yang dihasilkannya.
6
3. Hak lembaga penyiaran terhadap karya siarannya.
Dari ketiga hak tersebut di atas, terlihat tiga subyek yang menjadi pemegang hak
yaitu pelakon (artis, actor, penyanyi, penari dan semacamnya), produser rekaman
dan lemabag siaran.
Subyek-subyek di atas adakalanya bukan pencipta namun mereka memiliki andil
besar dalam mendistribusikan sarana hiburan yang dapat dinikmati dan digunakan
oleh masyarakat. Ada nilai tertentu yang mereka berikan sehingga sudah
semestinya mereka mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana perlindungan
yang diberikan kepada pencipta.
Penampilan artis, aktor dan musisi yang dapat direkam dalam berbagai wujud atau
bentuk hasil rekaman (Cassets, CD dan DVD) yang dapat digunakan sebagai
sarana hiburan dan informasi secara berulang-ulang, demikian juga terhadap
rekaman suara, siaran radio dan TV. Perlindungan hukum patut diberikan kepada
yang bersangkutan, guna menumbuhkan rangsangan kreativitas dan sekaligus
memberikan pengakuan terhadap jerih payah mereka dalam bentuk imbalan
berupa royalty.
Mengenai jangka waktu, dalam pasal 50 UHC Indonesia merinci tentang jangka
waktu perlindungan Neighboring Rights. Untuk jelasnya, bunyi pasal 50 UHC
Indonesia adalah sebagai beriktu:
(1) Jangka waktu perlindungan bagi:
a. Pelaku, berlaku selama 50 Tahun sejak karya tersebut
pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau
media audiovisual;
b. Produser Rekaman Suara berlaku selama 50 Tahun sejak
karya tersebut selesai direkam;
c. Lembaga Penyiaran berlaku 20 (dua puluh) Tahun sejak
karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
(1) Perhitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Tanggal 1 Januari Tahun berikutnya
setelah:
7
a. karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau
dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. karya rekaman suara selesai direkam;
c. karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.9
B. Perlindungan Hukum Neighboring Rights
Perlindungan Neighboring Rights selain diatur dalam UU Indonesia, saat ini
pengaturannya terdapat juga dalam kaedah hukum Internasional, yakni:
1. Rome Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms
and Broadcasting Organization (1961).
2. Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms againts
Unauthorized Duplication of Their Phonograms.
3. Brussels Convention Relative to the Distribution of Programme Carring
Signal Transmitted by Satellite.
Sedangkan dalam hukum Indonesia pengaturannya tidak disebutkan secara rinci
dalam satu peraturan khusus tetapi dimuat dalam UU No. 19 Tahun 2002.
Rome Convention (1961) secara khusus mengatur tentang perlindungan hukum
Neighboring Rights, sedangkan Konvensi Jenewa (Geneva Convention) mengatur
tentang hak produser rekaman dan Brussel Convention menitikberatkan pada
pengaturan tentang distribusi program siaran yang menggunakan jaringan
transmisi satelit. Menuurut ketentuan pasal 3 Rome Convention, yang tercakup
dalam pengertian pelakon (performers) adalah para aktor, penyanyi, musisi, penari
dan orang lain yang beraksi dalam sebuah tampilan lagu, penyampai berita, atau
orang yang tampil dalam kegiatan seni dan sastra lainnya. Mereka-mereka ini
yang secara hukum didudukkan sebagai subyek hukum hak atas Neighboring
Rights, disamping para produser rekaman suara dan lembaga penyiaran.
Produser rekaman suara (producer of phonograms) berarti orang yang menurut
ketentuan hukum (the legal entity) untuk pertama kalinya memfiksasikan suara
orang lain dalam bentuk karya Rekaman Suara.
9 UU Perlindingan HAKI, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2004, hal. 155.
8
Seorang produser berhak untuk mendapat perlindungan hukum terhadap karya
rekaman suara orang lain yang merupakan hasil kerjanya, bilamana hasil karya
rekaman itu ditayangkan ulang oleh pihak lain untuk tujuan komersil. Sebut saja
misalnya sebuah hotel atau restoran mengumandangkan lagu-lagu karya rekaman
suara yang bertujuan untuk menarik minat para tamu untuk hadir, maka pemilik
hotel atau restoran tersebut berkewajiban untuk membayar Royalti kepada
produser rekaman tersebut.
Demikian pula halnya dengan karya rekaman suara itu disiarkan melalui Radio
atau Televisi yang menyuguhkan sarana hiburan namun disisi lain mereka juga
memiliki tujuan komersil dari penjualan iklan, maka sudah sepantasnya hak
produser rekaman turut menjadi perhatian para penyelenggara atau pemilik siaran
radio atau televisi. Fenomena pelanggaran terhadap neighboring rights saat ini
berlangsung tanpa ada penyelesaian hukum yang berarti. Banyak pengusaha
Karaoke, dan pemilik Stasiun Radio Swasta menyiarkan karya rekaman suara
tanpa membayar royalty atau meminta izin kepada pemiliknya. Fenomena
pelanggaran ini juga terjadi ketika maraknya kampanye PILKADA di daerah-
daerah yang membuat iklannya di TV maupun Radio dengan mengambil
penggalan-penggalan lagu para penyanyi terkenal dengan tujuan menarik
dukungan dari masyarakat untuk memilih salah satu kandidat.
Seringkali dalam sebuah pagelaran musik dan lagu yang menampilkan penyanyi
atau musisi terkenal, peranan penari latar sering tenggelam karena kebesaran sang
penyanyi atau sang musisi. Tampilan penyanyi, musisi dan penari sama andilnya
dalam keberhasilan sebuah pagelaran musik dan lagu. Dalam terminologi hukum
neighboring rights ketiga-tiganya (penyanyi, musisi dan penari) memiliki hak
yang sama. Tak jarang karena gerakan tarian yang ditampilkan dalam pagelaran
itulah yang membuat pemirsa tertarik, sehingga karya rekaman lagi tersebut
menjadi laris di pasaran yang membawa keuntungan bagi pencipta, produser
rekaman dan penyanyi dan juga sang musisi. Penari sering terabaikan. Kiranya
sudah saatnya penghargaan terhadap penari juga si pencipta tari koreografer di
perhatikan dalam setiap kali ada transaksi bisnis yang obyeknya hak cipta dimana
di dalamnya melibatkan penari sebagai pemegang hak neighboring rights.
Hal yang sama juga berlaku bagi si penyampai berita, pemandu acara, moderator
acara dalam acara siaran televisi, sepanjang hal itu bersifat komersial, sepantasnya
9
mereka mendapat royalty dari penampilannya manakala penampilannya itu
ditayangkan ualng.
Berikut ini akan diuraikan tentang hak-hak pelakon, produser dan lembaga
penyiaran.
1. Hak Pelakon atas Tampilannya
Istilah pelakon digunakan dalam uraian ini untuk memperluas cakupan
pengertian performers yang tidak hanya terbatas pada ruang lingkup artis
semata-mata tetapi juga mencakup seluruh aktivitas manusia yang
menampilkan kebolehannya di depan public seperti pembaca berita, pembawa
acara, pemain bola kaki, pemain bulu tangkis, pesenam, perenang yang tidak
hanya terbatas pada penampilan yang berlatar belakang kesenian dan
kesusastraan (artistic works an literary).
Pertandingan tinju professional atau pertandingan bulu tangkis yang
digandrungi para pemirsa layar kaca sudah sepantasnya masuk dalam
perlindungan neighboring rights, haruslah diposisikan sebagai pelakon
(performers) sebagai subyek neighboring rights.
Penyanyi seringkali bukan pencipta, karena itu ia tidak mendapatkan
perlindungan hak cipta. Hak cipta berada di tangan pencipta lagu atau musisi.
Kecuali pencipta merangkap sebagai penyanyi dan merangkap pula sebagai
musisi.
Dalam hal penyanyi bukan pencipta dan bukan musisi, maka penyanyi berhak
mendapatkan perlindungan neighboring rights, demikian halnya pula dengan
produser rekaman suara. Namun tidak pula berarti penyanyi yang juga
berperan sebagai pencipta dan musisi tidak mendapatkan perlindungan
neighboring rights, perlindungan yang sama tetap diberikan.
Di Indonesia untuk hak-hak para pencipta lagu, musisi dan penyanyi, mestinya
juga produser rekaman suara untuk menerima pembayaran Royalty dipegang
oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Royalty itu berasal dari
pemutaran lagu-lagu di berbagai tempat hiburan yang bersifat komersil, mulai
10
dari pesawat terbang, kereta api, pub, sampai ke diskotik. YKCI hanya
menagih royalty yang berasal dari anggota yayasan. Royalty itu dibayarkan
kepada pencipta lagu, musisi dan penyanyi dengan hitungan presentase
tertentu, dan dipotong biaya administrasi dan lain-lain yang berkaitan dengan
penagihan royalty kepada yayasan yang besarnya berkisar 22 – 28% dari
jumlah tagihan yang diperoleh. Para seniman tersebut ada yang memperoleh
royalty sampai Rp. 35 juta per tahun.10
Persoalan yang dihadapi oleh para seniman, pencipta, penyanyi dan musisi
sangat konvensional yakni sikap dan pandangan para pengusaha hiburan yang
menganggap bahwa memutar atau menyanyikan lagu-lagu (yang dilindungi
hak cipta atau atau neighboring rights) orang lain tidak diwajibkan membayar
royalty. Mereka mengira kalau telah membeli Cassets, CD atau DVD, mereka
sudah bebas menggunakannya untuk kegiatan hiburan tanpa terikat lagi
dengan pencipta atau pemegang hak (Copy Rights atau Neighboring Rights),
padahal dalam aktivitas mereka, pengusaha tersebut ‘menjual’ hiburan dengan
memanfaatkan karya cipta orang lain. Agaknya penyadaran terhadap
pentingnya penghargaan karya cipta orang lain tersebut perlu ditumbuhkan
dan dirangsang sejak dini dengan cara pengenalan awal penegakan hukum
yang ketat terhadap pelarangan hak cipta atau Neighboring Rights.
Memang secara internal (antara pelakon dengan pengusaha atau antara
pemegang kuasa dengan pelakon) terdapat kendala mengenai besarnya royalty
yang harus dibayarkan. Para penyanyi musisi dan pencipta sering tidak
mengetahui dengan pasti berapa besar royalty yang akan mereka terima.
Pemungutan royalty memang tergantung volume/kuantitas pemutaran lagu,
tapi siapa yang mengetahui bahwa lagu mereka paling banyak diputar atau
banyak diminati misalnya dalam bisnis karaoke.
Pada tahun 2000 misalnya YKCI misalnya mencatat kelompok Kahitna Yovie
Widianto menerima bayaran Rp. 35 juta. Angka itu tidak dapat dipastikan
akan bertahan untuk tahun berikutnya, bias naik juga bisa turun, tergantung
pada mekanisme pasar. Jadi persis menjual barang dagangan terkadang banyak
pembeli terkadang sepi. Lagu dan musik yang mengundang banyak pembeli
10 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 139.
11
tergantung pada penawaran kualitas suara, kualitas musik, jenis irama, lirik
lagu, hasil rekaman dan tak kalah pentingnya siapa penyanyinya.11
Tiap-tiap penyanyi mempunyai tipologi suara sendiri. Perbedaan karakteristik
tampilan artis, menyebabkan perbedaan peminat yang pada gilirannya berbeda
pula penghargaan dan penerimaan royalty.
Lagu-lagu dengan irama jazz dan balada, tidak memerlukan tampilan fisik,
tapi melulu pada kekuatan vokal dan iramanya, berbeda dengan lagu dangdut
yang harus disertai liukan tubuh (seni koreografer) yang penuh dengan muatan
Neighboring Rights yakni tampilan artis yang menerbitkan hak atas
penampilannya.
Yang patut untuk dikembangkan lebih lanjut adalah bagaimana menciptakan
hubungan fungsional antara pengusaha hiburan dengan para pelakon, jangan
sampai terjadi hubungan yang mengundang potensi konflik. Jangan ada
pengusaha hiburan telah membeli CD atau DVD lantas sudah boleh ia
menggunakan sesuka hatinya untuk tujuan komersial. Yang dibeli adalah
kepingan CD atau DVD untuk dinikmati sendiri, bukan untuk tujuan
komersial. Kalau untuk tujuan komersil haruslah dibangun hubungan
fungsional yang bersifat simbolis mutualisme, jangan simbolis parasitisme,
dimana yang satu hidup tetapi merugikan bahkan membunuh yang lain. Jika
para penyanyi, musisi dan pencipta lagu tidak mendapatkan keuntungan apa-
apa dari hasil ciptaannya, itu sama dengan memiskinkan, dan memuat mereka
enggan berkreasi. Tidak adanya kreativitas pencipta, berarti menutup kran
lahirnya karya cipta, itu sama dengan mati. Dengan kematian, maka para
pengusaha hiburan juga ikut terkubur.
Perlindungan yang sama juga harus diberikan kepada pelakon lain, selain
penyanyi yakni pembawa acara, pemandu acara, pembaca berita, para atlit
tinju, renang, bulu tangkis, sepak bola dan lain-lain. Sebab selain mereka
tampil dengan segenap kemampuan, keahlian dan kepercayaan diri dimiliki,
hasil dari tampilan itu juga membuahkan keuntungan secara finansial bagi
perusahaan yang mengelola siaran. Ada aspek bisnis yang mereka tawarkan
kepada publik dimana mereka memperoleh pembayaran melalui iklan. Hasil
11 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 140.
12
dari segenap upaya pelakon yang tampil dalam pertunjukan yang di dalamnya
terdapat hubungan bisnis dengan pihak ketiga lainnya (pemasangan iklan),
sedah sepantasnya sebagian dari keuntungan itu diserahkan kepada pemegang
Neighboring Rights. Dengan demikian kreativitas akan tumbuh dengan pesat,
dan inilah salah satu tujuan dari perlindungan hukum Neighboring Rights.
2. Hak Produser Rekaman
Produser rekaman suara biasanya mendapatkan hak untuk merekam suara dari
para penyanyi atau musisi atau kedua-duanya. Hak itu dapat diperoleh atas
persetujuan pencipta atau orang yang menerima hak dari pencipta. Persetujuan
itu dapat berupa lisensi. Kalau produser rekaman suara mendapat izin untuk
melakukan kegiatan perekaman suara dan kepadanya diberikan izin untuk
memperbanyak, hak semacam itu dalam ketentuan hukum hak cipta dilindungi
sebagai Hak Cipta. Produser rekaman suara dalam hal ini kapasitasnya sebagai
penerima hak dari pencipta.
Para produser sudah barang tentu bekerja sesuai dengan teknik-teknik
perekaman suara. Peralatan untuk itu disediakan dengan sebaik-baiknya, sebab
kualitas hasil rekaman sangat ditentukan oleh ketersediaan fasilitas. Studio
rekaman harus dilengkapi dengan peralatan teknologi tinggi (canggih) guna
menampilkan suara rekaman terbaik. Tak jarang misalnya penyanyi Indonesia
harus memilih studio rekaman di Piliphina, Singapore atau Australia.
Dengan gambaran seperti itu, dapat dibayangkan besarnya biaya produksi
untuk satu rekaman suara. Sudah tentu produser akan memperehitungkan
biaya-biaya itu secara ekonomis dan diupayakan dapat kembali dari hasil
penjualan karya rekaman suara tersebut dalam bentuk Cassets, CD atau DVD.
Selain hak cipta yang melekat pada sang produser dari pencipta, masih ada
hak lain lagi yakni Neighboring Rights.
Produser tidak hanya berhak mendapat keuntungan dari penjualan Cassets, CD
atau DVD (sebab itu merupakan hak cipta), tetapi berhak juga atas royalty
manakala Cassets, CD atau DVD itu dikumandangkan di hotel-hotel,
13
restaurant, bar, diskotik, di bandara, pesawat terbang, kapal laut dan apalagi di
tempat-tempat lain yang menyediakan sarana hiburan yang bersifat komersil.
3. Hak Lemabaga Penyiaran
Salah satu bentuk penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
komunikasi dan informasi adalah dengan ditemukannya rancangan khusus
untuk penyebaran informasi secara cepat, tepat dan akurat.
Berbagai produk teknologi komunikasi dan informasi, termasuk di dalamnya
media radio dan televisi memiliki ciri khas yaitu menjanjikan kecepatan,
ketepatan, dan kepraktisan dalam menyajikan berita.
Proses penyelenggaraan siaran radio dan televisi merupakan proses yang
panjang dan rumit, namun dituntut untuk tetap berjalan di atas landasan pola
pikir dan tindakan yang cepat, dinamis, praktis, tepat dan berkualitas. Hal ini
dapat dicapai dengan dukungan teknologi komunikasi dan informasi. Siaran
radio dan televisi dapat berlangsung selama 24 jam setiap harinya.. Jadi tidak
ada waktu yang kosong, tidak ada hari tanpa siaran.12
Dalam kaitannya dengan perlindungan Neighboring Rights, radio dan televise
dapat menyiarkan hasil rekaman dengan membayar royalty kepada pemegang
hak exsclusive. Hak eksklusif itu adalah lembaga penyiaran pertama atau
untuk pertama kalinya menyiarkan acara itu.
Adapun hak-hak yang dimiliki oleh lembaga siaran tersebut adalah:
1. Moral Rights, yang merupakan hak dari performers untuk disebutkan
namanya dalam kaitan dengan pertunjukan mereka dan hak untuk menolak
kerugian yang ditimbulkan akibat dari pertunjukan mereka.
2. Exclusive Rights, yaitu dalam hal reproduksi , distribusi, rental dan
rekaman suara secara on-line (on-line availability of sound recording)
terhadap pertunjukan mereka.
12 J.B. Wahyudi, Dasar-Dasar manajemen Penyiaran, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hal. 1-2.
14
3. Hak untuk memperoleh pembayaran yang wajar dari siaran dan
komunikasi kepada khalayak dari penayangan ulang siaran mereka.
Bila diamati dan dicermati masalah moral rights atau hak moral, kita akan
segera mengetahui bahwa hak moral merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
performers (artis, penyanyi, pemusik dan orang-orang yang berakting,
berpidato, mendeklamasikan, memainkan maupun menampilkan karya seni
dan kesusastraan dan cerita rakyat)13 untuk disebutkan namanya. Dalam
penampilan sebuah lagu di radio atau televise, penyiar radio wajib
menyebutkan nama penyanyi dan penciptanya begitu juga musisinya.
Performers atau pemegang hak mempunyai hak untuk mendapatkan
pembayaran yang wajar dari hasil siaran yang disiarkan oleh lembaga-lembaga
penyiaran. Hal ini merupakan hal yang wajar karena lembaga siaran ini
mendapatkan keuntungan atau fee dari produsen-produsen yang produknya
ditawarkan melalui radio atau televise tersebut dalam bentuk iklan. Inilah
wujud dari Property Rights yang dimiliki oleh performers.
Pembayaran royalty adalah merupakan salah satu bentuk implementasi
ditegakkannya pengakuan atas hak cipta secara umum dan secara khusus
penegakan hak atas Neighboring Rights di kalangan lembaga penyiaran. Hal
ini juga tak lain adalah sebagai konsekuensi berlakunya ketentuan TRIPS
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) di Indonesia, dimana
Indonesia adalah salah satu penandatangan Konvensi Roma yang di dalamnya
mengatur ketentuan tentang Neighboring Rights ini.
Dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002, disebutkan bahwa dalam
menjalankan fungsinya, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan
kebudayaan.14 Kata “fungsi ekonomi”, menurut penulis dapat diartikan bahwa
dengan lembaga penyiaran ini maka semua pihak yang terkait dengan
penyiaran memperoleh keuntungan financial secara proporsional.
13 WIPO Performances and Phonograms Treaty, Artcle 2 (a).14 UU Penyiaran dan Pers, Fokusmedia, Bandung, 2005, hal. 6.
15
BAB IIIP E N U T U P
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak atau menyiarkan
rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
2. Produser rekaman suara memiliki hak aksklusif untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain yang menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyi.
3. Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan/atau
menyiarkan ulang siaran karyanya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel,
atau melalui sistem elektromagnetik lain.
B. SARAN
Penampilan penyanyi, musisi dan penari sama andilnya dalam keberhasilan
sebuah pagelaran musik dan lagu. Dalam terminologi hukum neighboring rights
ketiga-tiganya (penyanyi, musisi dan penari) memiliki hak yang sama. Tak jarang
karena gerakan tarian yang ditampilkan dalam pagelaran itulah yang membuat
pemirsa tertarik, sehingga karya rekaman lagi tersebut menjadi laris di pasaran
yang membawa keuntungan bagi pencipta, produser rekaman dan penyanyi dan
juga sang musisi. Penari sering terabaikan. Kiranya sudah saatnya penghargaan
terhadap penari juga si pencipta tari koreografer di perhatikan dalam setiap kali
ada transaksi bisnis yang obyeknya hak cipta dimana di dalamnya melibatkan
penari sebagai pemegang hak neighboring rights.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986.
2. Soedharyo Soimin, SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Cet. II, 1999.
3. Mahadi, Hak Milik Immateril, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1985.4. Bouwman-Noor Mout, Perlindungan Hak Cipta Intelektual: Suatu Rintangan
atau Dukungan Terhadap Perkembangan Industri, Makalah, FH-USU, 10 Januari 1989.
5. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003
6. International Bureau of WIPO, International Protection of Copyrights and Neighboring Rights, WIPO/CNR/ABU/93/2.
7. UU Perlindingan HAKI, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2004.8. J.B. Wahyudi, Dasar-Dasar manajemen Penyiaran, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1994.9. WIPO Performances and Phonograms Treaty..10. UU Penyiaran dan Pers, Fokusmedia, Bandung, 2005.
17