22
PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Disusun Oleh : SUNU DIPTA WIBIAKSO NIM : A.131.09.0100

Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ss

Citation preview

Page 1: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Disusun Oleh :

SUNU DIPTA WIBIAKSO

NIM : A.131.09.0100

FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

2013

Page 2: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama dan

teiliti, karena pelanggaran hak tersebut memberikan dampak yang sangat negatif terhadap diri

dan keselamatan konsumen. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak

bermunculan macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik

melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung. Jika tidak hati-hati dalam memilih

produk barang/jasa yang diinginkan, Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa

tersebut. Perkembangan perekonomian, perdagangan dan perindustrian yang kian hari kian

meningkat telah memberikan kebebasan yang luar biasa kepada konsumen utuk

menggunakannya karena ada beragam variasi produk barang/jasa yang bisa digunakan. Bahkan

perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan

telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi

perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah didapatkan dan

digunakan. Realita tersebut bias menjadi tantangan yang positif dan negatif. Dikatakan positif

karena kondisi tersebut bisa memberikan manfaat bagi konsumen untuk bisa memilih secara

bebas barang/jasa yang dinginkannya yang sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi dibalik sisi

positifnya ada sisi negatifnya yaitu kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumen menjadi

lemah dari pada pelaku usaha.

Secara normatif berdasarkan kondisi diatas, upaya perlindungan konsumen menjadi

sangat penting. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen akan sulit jika kita mengharapkan

kesadaran dari pelaku usaha, maka dari itu dibutuhkanya suatu tanggap masalah / kesadaran dari

konsumen akan manfaat dan kelebihan produk barang/jasa yang mereka gunakan tetapi

kepercayaan pun tidak cukup maka diperlukannya suatu aturan yang mengikatnya agar palaku

usaha tidak semena-mena, dan hak-hak konsumenpun terlindungi.

Adanya Undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan

untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undang perlindungan konsumen bisa

Page 3: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam

menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang / jasa yang berkualitas. Dalam

penjelasan Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa dalam pelaksanaan akan

tetap memperhatikan hak dan kepentingan pelaku usaha kecil maupun menengah.

Bahkan menurut penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, faktor yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen adalah

masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Jika dilihat lebih lanjut, konsumen

ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidak mengertian

mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Lebih dari itu konsumen ternyata tidak

mendapatkan penjelasan mengenai manfaat barang / jasa bahkan konsumen tidak memiliki posisi

tawar yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa

masalah perlindungan konsumen merupakan masalah yang sangat pelik karena konsumen tidak

hanya dihadapkan pada keadaan untuk memilih apa yang yang diinginkannya (apa yang terbaik),

melainkan juga pada keadaan ketika dia tidak dapat menentukan pilihannya sendiri karena

pelaku usaha memonopolinya., dengan suatu alasan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan

kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal

mungkin dengan modal seminimal mungkin. Artinya dengan pemikiran umum seperti ini , sangat

mungkin konsumen akan dirugikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen dan perlindungan hukum

pengguna jasa penerbangan dalam kasus delay?

2. Apa peran pemerintah dalam menanggapi masalah penerbangan yang delay?

Page 4: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui UU khusus, memberikan harapan agar para palaku usaha tidak sewenang-wenang. Maka konsumen memiliki hak dan posisi seimbang dengan para pelaku usaha. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Dari pengertian di atas ada pokok-pokok dari perlindungan konsumen. Diantaranya kesamaan derajad antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen mempunyai hak, pelaku usaha mempunyai kewajiban, Pemerintah perlu berperan aktif, keterbukaan dalm promosi barang, pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional, masyarakat perlu berperan serta. Disamping itu upaya perlindungan konsumen didasarkan pada asas dan tujuan. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2 ada 5 asas perlindungan konsumen.

1. Asas manfaat,

2. Asas keadilan,

3. Asas keseimbangan,

4. Asas keselamatan dan keamanan konsumen,

5. Asas kepastian hukum.

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungan

konsumen adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen, menciptakan unsur perlindungan

hukum yang mengandung kepastian hukum, menimbulkan atau menumbuhkan kesadaran pelaku

usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang / jasa yang

menjamin kelangsungan usaha. “Adapun tujuan umum perlindungan konsumen adalah secara

umum adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen” (Miru dkk, 2008 : 63)

Page 5: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

Konsumen

Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang

haknya sering diabaikan oleh para pelaku usaha. Akibatnya hak-hak konsumen perlu dilindungi.

Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, konsumen adalah setiap orang pemakai

barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Sebagai pemakai barang/jasa konsumen memiliki beberapa hak dan kewajiban.

Pengetahuan akan hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai pihak

konsumen yang mandiri dan paham akan hak-haknya. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen

pasal 4, hak-hak konsumen.

1. Hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang /

jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang / jasa sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi dan jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang /

jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

5. Hak untuuk mendapatkan avokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Selain memiliki hak konsumen juga memiliki kewajiban yang tak kalah pentingnya yang

harus diperhatikan. Dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 5 dikatakan bahwa kewajiban

konsumen.

Page 6: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa.

Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Dengan itikad baik

kebutuhan konsumen akan terhadap barang/jasa yang diinginkan bisa terpenuhi dengan

penuh kepuasan.

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pelaku Usaha

Dalam hukum perlindungan konsumen selain konsumen terdapat juga pelaku usaha, dan

dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 3 dijelaskan pelaku usaha adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegitan usaha dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelengaraan

kegitan uasha dalam berbagai bidang ekonomi.

Untuk memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungan

konsumen maka pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban. Adapun kewajiban dari pelaku usaha

berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 6 adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuia dengan kesepakatan mengenai kondisi

nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak

baik.

3. Hak untuk pembelaan sepatunya didalm penyelesaian perkara perlindungan konsumen.

Kewajiban pelaku usaha juga memiliki peranan yang penting selain hak, yang sesuai

dengan UU Perlindungan Konsumen pasal 7 kewajiban pelaku usaha adalah;

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk barang/jasa.

3. Melakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif.

Page 7: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

4. Menjamin mutu produk barang/jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan

ketentuan standart mutu barang yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk barang/jasa

yang diproduksi, member garansi serta jaminan produk barang/jasa dibuat atau

diperdagangkan.

Selain memiliki hak dan kewajiban pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab, menurut

UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 1 bahwa pelaku usaha bertanggung jawab

memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen

akibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 

B. Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Penerbangan

Dibentuknya Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen. Maka artinya hak-hak konsumen tersebut sudah diakui keberadaannya dan memiliki

kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Upaya hukum yang dilakukan oleh

konsumen yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999.

Bentuk perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa transportasi udara, serta upaya

hukum bagi penumpang yang dirugikan oleh perusahaan transportasi udara. yaitu antara lain

Pengangkutan Udara 1939, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995. Materi perlindungan hukum yang

diatur meliputi:

1. Tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara yang terdiri dari tanggung jawab

terhadap penumpang,

2. Tanggung jawab terhadap barang, tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay)

3. Tanggung jawab asuransi.

4. Penentuan nilai ganti rugi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan udara.

5. Menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yang

mengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalaui jalur pengadilan (litigation) dan upaya

hukum di luar pengadilan (non litigation).

Page 8: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

Bahkan dalam UU penerbangan soal kompensasi bagi penumpang yang dirugikan oleh

servis maskapai. Dalam aturannya wajib memberi kompensasi dan informasi yang jelas jika

jadwal keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan 30 menit-90 menit, maskapai wajib

memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit,

kompensasinya makan besar, dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila

diminta.

Sedangkan jika delay di atas 180 menit, maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi

hingga penumpang diangkut penerbangan pada hari berikutnya. Untuk pembatalan penerbangan

karena kesalahan pihak maskapai, penumpang dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari

berikutnya atau meminta kembali biaya tiket secara penuh (refund). Dasar hukum yang

menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan melalui dasar ;

1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal

27 , dan Pasal 33.

2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara

Republik Indonesia No. 3821,

4. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Usaha Tidak Sehat.

5. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian

Sengketa.

6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen,

7. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang

Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag

Prop/Kab/Kota,

8. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005

tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Page 9: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

BAB IIIPEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Kasus

Seorang warga Ciputat hendak pergi ke Surabaya dan rencananya menggunakan jasa penerbangan X dengan nomor penerbangan Y pada pukul 20.30 wib. Pada saat ceck-in tanggal keberangkatan, ternyata pemberangkatan di-delay dan perkirakan akan terbang pukul 04.00 wib keesokan harinya, dan ternyata kasus tersebut juga terjadi pada rute penerbangan yang lainnya. Diinformasikan bahwa alasan delay tersebut karena kerusakan pesawat, sementara pesawat bantuan belum bisa diterbangkan ke Surabaya karena alasan cuaca. Dan pada pukul 23.30 wib, diinformasikan bahwa penerbangan ke Surabaya dengan no penerbangan Y dibatalkan, alasan bandara Juanda disurabaya belum buka jam 5 pagi, ahirnya para penumpang dengan jasa penerbangan X dan no penerbangan Y akan diberangkatkan keesokan hari pada pukul 07.00 dengan kapasitas penumpang 14/seat/ atau kursi, dan sisanya akan diberangkatkan pada siang hari. (Sindo, 17 September 2009) 

B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen

Meskipun telah dibentuknya UU yang mengatur masalah pelanggaran hak konsumen masih banyak juga kasus- kasus pelanggaran konsumen, seperti halnya kasus pelanggaran konsumen pengguna jasa penerbangan salah satunya. Tak sedikit pelanggaran tersebut terjadi karena suatu hal yang mengenai prosedur pelayanan konsumen. Yang lebih parahnya lagi pelanggaran tersebut bukan terjadi sekali saja bahkan terjadi berulang-ulang hal ini diperkuat dengan beberapa pengaduan yang diterima Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang langsung dibawah komando Presiden SBY pada tahun 2007, mencatat 7 maskapai penerbangan yang paling banyak dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah AirAsia, Lion Air, Garuda, Adam Air, Sriwijaya Air, Wing Air dan Batavia Air. Terdapat 25 keluhan yang masuk BPKN. Keluhan tersebut adalah masalah penundaan jadwal penerbangan tanpa pemberitahuan 7 pengaduan. Kehilangan barang di bagasi 5 pengaduan, tiket hangus 4 pengaduan, tempat duduk tidak sesuai tiket 3 pengaduan, menolak booking lewat telepon 2 pengaduan. Serta sikap pramugari, keamanan, kebersihan dan bagasi ditelantarkan 4 pengaduan. Demikian diungkapkan oleh Teddy Setiadi Kepala BPKN, yang juga Irjen Departemen Perdagangan (Depdag), dalam acara Forum dialog / trust building / dengan jasa penerbangan di Gedung Depdag, Jalan R Jakarta, (Kompas, kamis 26/4/2007).

Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah :

1. Pencatatan identitas

2. Penundaan penerbangan delay dengan alih / alasan faktor cuaca dan teknis operasional

3. Penundaan jadwal penerbangan delay tanpa pemberitahuan

Page 10: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

4. Menjual tarif tiket dengan batas atas

5. Letak atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket

6. Kehilangan barang dibagasi ( Pasal 144 Undang – Undang nomor 1 tahun 2009 ).

7. Tiket hangus

C. Peran Pemerintah Dalam Menangani Masalah Penerbangan

Pemerintah memiliki peran dalam mewujudkan perlindungan konsumen dengan

mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada para

penumpang bila terjadi keterlambatan/delay/penerbangan lebih dari 30 menit. Penumpang juga

dapat melakukan gugatan ke pengadilan bila hak-haknya itu diabaikan. Dengan adanya regulasi

itu, maskapai penerbangan tidak bisa lagi lepas tanggung jawab dan membiarkan para

penumpangnya terlantar di bandara bila pesawat tersebut mengalami keterlambatan. Peran

pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak perlindungan konsumen adalah dengan

melalukukan pembinaan sesuai dengan Pasal 10 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan

yaitu ;

1. Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.

2. Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan,

pengendalian, dan pengawasan,

3. Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang

terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur

termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

4. Pengendalian sebagaimana dimaksud meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan,

perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.

5. Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan

pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan

tindakan korektif dan penegakan hukum,

6. Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan

seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk,

Page 11: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

7. Pembinaan sebagaimana dimaksud dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh

instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang industri pesawat udara, lingkungan

hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan,

Pemerintah daerah melakukan pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud sesuai

dengan kewenangannya.

D. Analisis

Apabila faktor teknis kerap dijadikan alasan, pengawas di bandara mestinya melakukan

penelusuran lebih lanjut terhadap operator maskapai. Sebab itu merupakan suatu keganjilan. Jadi,

harus ada penjelasan secara detil kepada penanggung jawab pengawasan di lapangan yang

khusus menangani pelaporan dari maskapai. Jangan sampai faktor keterlambatan itu akibat pihak

maskapai mencari-cari pembenaran sepihak. Bukan mustahil maskapai beralasan terlambat

karena faktor teknis. Padahal yang sebenarnya, karena mereka masih menunggu penumpang

yang belum datang.

Alasan diatas cukup membuktikan bahwa pihak maskapai telah merugikan konsumen,

UU Penerbangan 2008 mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum para penyedia jasa

dan pengguna jasa penerbangan, serta tanggung jawab hukum penyedia jasa penerbangan

terhadap kerugian pihak ketiga. Dalam konteks perlindungan penumpang itu pula, UU

Penerbangan 2008 melihat penyelenggaraan penerbangan dalam kerangka perlindungan

konsumen. Perlindungan konsumen secara tegas dijelaskan pada batang tubuh maupun

penjelasan UU Penerbangan Konsumen. Untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian

hukum Pasal yang semakin mempertegas perlindungan konsumen dalam UU ini seperti;

1. Pasal 1 angka 23 menjabarkan bahwa tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban

perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh: penumpang,

pengirim barang, atau pihak ketiga.

2. Pasal 146 menegaskan: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita

karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila

pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor

cuaca dan teknis operasional.

Page 12: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

3. Pasal 147 ayat (1) menambahkan: Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya

penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat

udara.

Sebenarnya, tanggung jawab pengangkut juga disinggung sekilas dalam UU Penerbangan

1992. Bahkan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sudah

menentukan besaran ganti rugi maksimal satu juta rupiah. Namun kedua peraturan ini dianggap

kurang memadai, apalagi besaran ganti rugi maksimal. Tetapi yang lebih menggembirakan

bukan hanya perubahan besaran ganti rugi. UU Penerbangan 2008 juga merumuskan apa saja

yang masuk kategori “faktor cuaca” dan “teknis operasional”. Kedua alasan ini sering dipakai

sebagai alasan dasar penundaan penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kemampuan

untuk membuktikan kebenaran alasan tersebut. UU Penerbangan 2008 juga menegaskan faktor

apa saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak boleh

menggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan: (i) Keterlambatan pilot, co-pilot, dan awak

kabin; (ii) Keterlambatan jasa boga; (iii) Keterlambatan penanganan di darat; (iv) Menunggu

penumpang, baik yang baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan; dan (vi)

Ketidaksiapan pesawat udara.

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 memberikan pengertian dan tanggung jawab

pengangkut dan penanganan secara terpisah antara bagasi tercatat dan bagasi kabin beserta.

Upaya tanggung jawab pengusaha angkutan udara jika penumpang tidak mendapatkan pelayanan

berupa keterlambatan jadwal dan tanggung jawab terhadap kerusakan dan kehilangan barang

dalam angkutan udara angkutan udara. Proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi pihak

yang bersengketa melakukan perundingan secara langsung tanpa perantara pihak ketiga,

negosiasi bersifat informal dan tidak berstruktur serta waktunya tidak tentu. efesiensi dan

efektifitas kelangsungan negosiasi tergantung sepenuhnya pada para pihak. Bentuk-bentuk dari

Page 13: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah kurang ketelitian dalam

pencatatan identitas, penundaan penerbangan/delay/ dengan alasan faktor cuaca dan teknis

operasional, penundaan jadwal penerbangan delay tanpa pemberitahuan, menjual tarif tiket

dengan batas atas, letak atau posisi kursi tidak sesuai demgam tiket, kehilangan barang di bagasi

( Pasal 144 Undang – Undang nomor 1 tahun 2009 ), tiket hangus.

Pemerintah mempunyai peran yang penting dalam memujudkan perlindungan konsumen

dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan informasi kepada para

penumpang bila terjadi keterlambatan (delay) penerbangan lebih dari 30 menit. Peran pemerintah

dalam meyikapi pelanngaran hak perlindunga konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan

sesuai dengan pasal 10 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan diantaranya penerbangan

dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, Pembinaan Penerbangan

sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, Pengaturan

sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas

penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan

keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

B. Saran

Dalam tahap pembinaan, pihak pemerintah selaku pembuat regulasi kepada publik

khususnya perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk segera mengubah beberapa

ketentuan- ketentuan yang masih mengandung klausula baku yang berasal dari kebijakan

perusahaan dapat menyesuaikan dengan Peraturan Perundang - Undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan berbagai persoalan terhadap kurangnya pelayanan dan kompensasi ganti

rugi.

Sepatutnya pihak calon penumpang atau calon konsumen membaca dan memahami

klausula baku yang ditawarkan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal. Dengan harapan

adanya pemahaman lebih lanjut terhadap hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

Mengingat ada beberapa bagian klausula baku yang ada dalam tiket penerbangan yang

belum sesuai dan belum jelas terhadap tingkat kelayakan masyarakat Indonesia dan ketentuan

peraturan perundang - undangan. Maka perlunya Pemerintah dan Perusahaan angkutan udara

Page 14: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

niaga berjadwal untuk mengubah sebagian klausula baku yang masih mengandung unsur

pembatasan tanggung jawab.

Berkaitan dengan klausula baku yang ada dalam tiket penerbangan, maka sepatutnya

pihak konsumen mendapatkan perlindungan hukum, perlindungan hukum berupa adanya

klausula baku secara tertulis dengan penekanan pada prinsip tanggung jawab perusahaan

angkutan udara yang terwujud dalam hak dan kewajiban antara perusahaan angkutan udara dan

penumpang atau konsumen. Dan perlindungan hukum, perlindungan hukum berupa adanya

ketentuan secara tertulis yang disediakan kepada penumpang atau konsumen untuk mengajukan

klaim atau tuntutan terhadap perselisihan yang berkaitan dengan kompensasi terhadap kurangnya

pelayanan selama penerbangan.

Adanya sosialisasi berkaitan dengan peran serta masyarakat selaku pengguna jasa

penerbangan yang dapat memberikan penilaian, masukan kepada pemerintah Republik Indonesia

dan Perusahaan Angkutan Udara Niaga berjadwal. Maka dari itu akan terciptanya asas

penerbangan yang sesuai pasal 2 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan yaitu, Penerbangan

diselenggarakan berdasarkan asas. Manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata,

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum,

kemandirian, keterbukaan dan anti monopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan Negara,

kebangsaan dan kenusantaraan. Tercapainya tujuan yang sesuai pasal 3 UU no 1 tahun 2009

tentang penerbangan yaitu. Penerbangan diselenggarakan dengan tujuan. Mewujudkan

penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang

wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus

perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi

angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, menciptakan daya

saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional menunjang dan

mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan

bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional,

mempererat hubungan antarbangsa.

Page 15: Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan (Sunu)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Miru dan Yodo Sutarman. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada. 2009.

Asito, Kamus Bahasa Indonesia. C.V. Pengarang. 1999.

Fuad. Hukum Kontrak. Bandung : Citra Adity Bakti. 2001.

Happy, Susanto. Hak-hak Konsumen Jika Dirugukan. Jakarta : Transmedia Pustaka. 2009.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Suatu Hukum Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia. 2006.

Peraturan Perundang – Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan

Udara.