21
PERNIKAHAN BEDA AGAMA (Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Munakahat) Dosen Pengampu : Drs. H. Muhtar M.Ag Disusun oleh : M Hafizhuddin Hazazi 141104070934 Ahwal Al-Syakhshiyyah Tahun Ajaran 2015/2016

Pernikahan Beda Agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini adalah pembahasan hukum pernikahan antara orang islam dengan non islam

Citation preview

PERNIKAHAN BEDA AGAMA(Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Munakahat)

Dosen Pengampu : Drs. H. Muhtar M.Ag

Disusun oleh :

M Hafizhuddin Hazazi

141104070934

Ahwal Al-Syakhshiyyah

Tahun Ajaran 2015/2016

Jalan Kh. Soleh Iskandar KM.2, Kedung Badak, Tanah Sereal, Jawa Barat 16162, Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadhirat Allah SWT. Atas rahmat dan karuniaNYA kami

dapat menyelesaikan makalah pernikahan beda agama ini. Semoga shalawat dan salam

tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw, para keluarganya dan para

shabatnya dan pengikut-pengikutnya yang setia sampai akhir jaman.

Makalah ini disusun untuk membantu para mahasiswa dalam mempelajari fiqh munakahat

tentang penikahan beda agama, sehingga mahasiswa dapat memahami ketentuan-ketentuan

dan hukum dari pelaksanaan pernikahan antara orang yang berbeda agama.

Kami mengakui bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena itu kepada para

pembaca dan para pakar dimohon untuk memberikan saran dan kritiknya yang konstruktif

demi kesempurnaan makalah ini.

Kepada semua pihak kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini menjadi amal shaleh

bagi kami dan bermanfaat. Amin

Bogor, November 2015

Penyusun

M Hafizhuddin Hazazi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................I

Daftar Isi.............................................................................................II

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang....................................................................1

2. Rumusan Masalah...............................................................1

BAB II Pembahasan

1. Pernikahan, muslim musyrik dan ahlu kitab ................2

2. Pernikahan beda agama

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama yang universal karena dalam agama islam bukan saja

membahas dan memerintahkan makhluk hidup untuk sekedar beribadah kepada Allah

SWT karena selain dari semua rangkaian ibadah mahdhoh ada rangkaian ibadah yang

mengatur dan mengurus kehidupan sesama manusia agar terjadi keamanan keselarasan

dan keadilan yang timbul di lingkungan manusia.

Fiqih Munaqahat salah satu dari hukum yang mengatur kehidupan sesama manusia

khususnya dalam pembahasan tentang tata cara peraturan pernikahan yang dilakukan oleh

sesama manusia yang sesuai dengan aturan dan hukum fiqih, agar tercipta keluarga yang

bahagia kekal dan berada dalam naungan ridho Allah SWT.

B. Rumusan masalah

1. Definisi pernikahan, orang muslim, orang musyrik dan Ahlu Kitab

2. Pernikahan beda agama

3. Hukum permikahan beda agama

4. Dampak pernikahan beda agama

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pernikahan, orang muslim, orang musyrik dan Ahlu Kitab

Sebelum mempelajari tentang pernikahan beda agama antara seorang muslim dengan

seorang musyrik atau dengan ahlu kitab, pembahasan yang harus kita ketahui adalah

definisi dari pernikahan dan orang yang berkaitan dengan pernikahan.

a. Pernikahan

Nikah (dalam bahasa Indonesia kawin) menurut bahasa ialah berkumpul atau

bercampur. Sedangkan menurut istilah, nikah adalah ijab (ucapan dari orang tua

atau wali perempuan untuk menikahkan puterinya) dan qabul (ucapan penerimaan

dari lelaki calon suami) yang menghalalkan hubungan suami-isteri antara lelaki

dan perempuan, menurut syariat Islam.1

Adapun menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia yang menjadi landasan

pengertian dan tujuan perkawinan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

1 Fiqh sunah

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-

masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang

menurut perundang-undangan yang berlaku.2

b. Muslim

Muslim adalah secara harfiah berarti "seseorang yang berserah diri (kepada

Allah)", termasuk segala makhluk yang ada di langit dan bumi. Kata muslim kini

merujuk kepada penganut agama Islam saja, kemudian pemeluk pria disebut

dengan Muslimin dan pemeluk wanita disebut Muslimah.3

c. Musyrik

Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan apa

pun, merupakan kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki arti Mengesakan

Allah. Kata syirik sendiri berasal dari kata syarikah atau persekutuan, yaitu

mempersekutukan atau membuat tandingan hukum atau ajaran lain selain dari

ajaran/hukum Allah. Dalam Islam, syirik adalah dosa yang tak bisa diampuni

kecuali dengan pertobatan dan meninggalkan kemusyrikan sejauh-jauhnya.

Kemusyrikan secara personal dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran selain

ajaran Allah secara sadar dan sukarela (membenarkan ajaran syirik dalam qalbu,

menjalankannya dalam tindakan dan berusaha menegakkan atau menjaga ajaran

syirik tersebut).

d. Ahlu Kitab

Ahlu Kitab secara bahasa, adalah orang-orang yang beragama sesuai dengan al-

Kitab samawi. Dengan ungkapan lain, mereka adalah para penganut atau pengikut

al-Kitab yang di turunkan Allah. Adapun menurut istilah yang dikemukakan oleh

2 UU No.1 Tahun 19743

beberapa imam. Imam  Syafi’i,  memahami  istilah Ahl   Al-Kitab, sebagai orang-

orang Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa-

bangsa lain yang menganut agama Yahudi dan  Nasrani. Menurut Imam Abu

Hanifah dan mayoritas pakar-pakar hukum yang menyatakan bahwa siapa  pun

yang  mempercayai salah seorang Nabi, atau kitab yang pernah diturunkan Allah,

maka  ia  termasuk  Ahl  Al-Kitab. Dengan demikian Ahl Al-Kitab, tidak terbatas

pada kelompok penganut agama Yahudi atau Nasrani.4

Dengan demikian pengertian Ahlu Kitab dan Musyrik itu berbeda karena ayat Al-

Quran pun membedakan ahlu kitab dengan orang musyrik yang tercantum dalam

surat Al-Baqarah ayat 105

ذين يود ما ل ٱل ه� كفروا م أ ه�كتبه� ركين وال ٱ ه�م ه� لٱ أن ينز و ك ب كم م خ من ر مه�عل ر ه� ه� هه� متهٱلل ***ر تص ب ه ي اۦه� �� من يش*** م

هو ل ذو ٱلل ه�ف ه� ٱ ه�عظيم ١٠٥ ٱ105. Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada

menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan

Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya

(kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.

2. Pernikahan Beda Agama

a. Pernikahan muslim dengan musyrik

Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilaksanakan oleh seorang lai-

laki dan perempuan yang memiliki kepercayaan yang berbeda seperti pernikahan

yang dilakukan oleh lelaki muslim kepada seorang wanita musyrik ataupun

sebaliknya. Islam sendiri melarang dilakukannya pernikahan yang berbeda agama

karena sudah ada nash dalam Al-Quran yang menerangkan hukum pernikahan

beda agama tersebut yang tertulis dalam surat Al-Baqarah ayat 221

ركت تنكح***وا وال ه��������م ه� ***ة خ منٱ من م وألم م ى ي ر حت ه� ه� ر� ��� م ه� وال تنكح**وا ك جب أ ول رك مه�م ه� ه� �ه ر� ركينه� ه������م ه� **وٱ من ى ي � حت� م ه�

4

*** أولئك ي جبك أ ر ول من خ من م ه�ولع م مه� ه� �ه ر ه� ر ه� ه� ر! إلىعونه"ا $#لن ر ه وٱ عوا إلى ٱلل ةه� ي ه�جن ف**رة وٱ ه&م ه� نهٱ **إ ن ءايتهۦره' ب ۦ ويبي

رون ه يتذك اس لعل ٢٢١ه�للن221. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-

orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia

menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Ayat diatas menegaskan bahwa hukum dari pernikahan sorang muslim kepada

seorang kafir hukum nya adalah haram, karena asbabun nuzul dari ayat ini

menerangkan saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat mengutus seorang

lelaki dari kabilah yang terkenal kaya. Orang tersebut bernama Martsad bin Abi

Martsad (sekutu Bani Hasyim).

Dia diutus ke Mekkah untuk membebaskan tawanan Muslimin yang ditahan di

sana. Tatkala Martsad sampai di kota Mekkah, kedatangannya didengar oleh

seorang wanita bernama ‘Anaq, yang pada masa jahiliyah menjadi selir Martsad.

Ketika Marsad masuk Islam, ia pun meninggalkannya. Kemudian tatkala ‘Anaq

menjumpainya, dan ia berkata, “Celaka engkau hai Martsad! Ke mana saja

engkau?” Martsad menjawab, “Islam telah menghalangiku denganmu dan Islam

telah mengharamkan hubungan kita”. “Tetapi jika engkau masih suka, akan aku

nikahi engkau”. ‘Anaq menjawab, “Baiklah saya setuju”. Martsad melanjutkan

perkataannya, “Kalau begitu, saya pulang dulu ke Madinah untuk meminta izin

kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang masalah ini, baru aku

akan menikahimu”.

‘Anaq berteriak, “Oh Ayahku!”. Sambil mengumpat dan meminta pertolongan

kepada orang banyak. Lalu, berdatanganlah orang-orang banyak dan memukuli

Martsad. Lalu, ditinggalkannya sendirian.

Kemudian, setelah menyelesaikan tugasnya membebaskan tawanan Muslimin di

Mekkah. Ia pun segera kembali ke Madinah menemui Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi Wasallam dan mengabarkan kepada Nabi keinginannya untuk menikahi

‘Anaq. Lalu ia pun menceritakan peristiwa yang ia alami saat bertemu ‘Anaq di

Mekah. Hingga dirinya dipukuli banyak orang. Martsad berkata kepada Nabi,

“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bolehkah saya menikahinya?”.

Atas dasar pertanyaan yang diajukan oleh Martsad kepada Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi Wasallam itulah, maka turun ayat 221, Surat al-Baqarah tersebut.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu…”.

Pada peristiwa bersamaan juga terjadi peristiwa, salah seorang sahabat nabi

bernama Abdullah bin Rawahah mempunyai budak perempuan hitam. Karena

kejadian tertentu, Abdullah bin Rawahah marah besar dengan budaknya, lalu ia

menamparnya.

Kejadian ini akhirnya diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

Wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Bagaimana

keadaan budakmu itu, wahai Abdullah?” Abdullah menjawab, “Dia berpuasa,

shalat, berwudhu, dan dia juga bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan

Engkau adalah utusan Allah”. Maka seketika itu pula Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi Wasallam mengingatkan bahwa walaupun budak, ia adalah seorang

muslimah.

Kemudian Abdullah bin Rawahah bersumpah untuk memerdekakannya dan

menikahinya. Benar juga, begitu ia memerdekakannya, dengan berani melawan

adat waktu itu, ia pun menikahinya.

Masyarakat setempat pada waktu itu ramai memperbincangkan pernikahan

Abdullah bin Rawahah dengan mantan budak perempuannya yang hitam itu.

Seakan-akan itu adalah pernikahan yang hina, sehingga mereka menyayangkan

hal itu terjadi.

Ramainya pemberitaan negatif ini disebabkan karena pada waktu itu ada

fenomena di masyarakat jazirah Arab, yaitu mereka senang menikahi perempuan

musyrik yang kaya lagi cantik, dan memang biasanya perempuan-permpuan

musyrik kala itu mempunyai jabatan bagus di masyarakatnya. Dengan kata lain

mereka adalah perempuan yang berpangkat, bukan budak atau bekas budak seperti

tadi.

Dengan kejadian seperti ini, maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 221, sebagai

jawaban bahwa apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Rawahah bukan sebuah hal

yang buruk.

“…..Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatimu….”.

Selain ayat di atas ketentuan Al Quran yang melarang seorang muslim menikah

dengan seorang musyrik terdapat dalam surat

ها ذين يأي منت ءامنوا إذا جاءكم ٱل ه�م ه� ���تحنوهر� مهجر ف**ٱ ر ه� ٱه جع**وهن إلىٱلل فال ت من تموهن م عل لم بإيمنه فإ ه# أ ر� ه� ه� ه� ��� ر ه�

$#كفا ر ه� ون ٱ ه وال ه يحل ه� ال هن ح ل ه� �� ���لهر ر10. Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)

mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah

mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu

kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka

tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka.

b. Pernikahan muslim dengan Ahlu Kitab

Islam membedakan antara orang musyrik dan ahlu kitab, oleh karena itu

pernikahan antara seorang muslim dengan ahlu kitab mempunyai dua pendapat

yaitu boleh dan haram, itu semua karena pengertian dari orang musyrik dan ahlu

kitab memang berbeda sehingga ketentuan hukum yang terbentuk pun berbeda.

Selain disebabkan karena definisi dari orang musyrik dan ahlu kitab yang berbeda

alasan lain perbedaan hukum tersebut tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 5

مٱ ه�ي ٱ أحل لكم ه� ب ��لطي ذينٱ وطع**ام ر **وا ل ه�كتبٱ أوت ك ه� ح ل �� ره و ح ل ره�وطع**امك �� ر نتٱه� ص** ه م منتٱ من ه� ه�م نتٱ وه� ص** ه م ه�

ذينٱمن ******وا ل تم******وهنه�كتبٱ أوت إذا ءات لك ه� من ق ه� ه)دا ورهنأج خذي أ فحين وال مت ر مس صنين غ ر� م م ه� ه� ٥ه

5. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-

orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi

mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara

wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah

membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud

berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.

Para Ulama berbeda pendapat tentang Ahlu kitab yang dimaksud dalam surat al-

maidah ayat 5 terebut, seperti pendapat-pendapat berikut ini :

o Ahli Kitab di dalam Al-Quran disematkan bagi umat Yahudi dan umat

Nashrani sebelum datangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pada

Kitab Taurat dan Injil yang asli, berisi ajaran tauhidullah, mengesakan Allah,

dan Nabi-Nabi tersebut adalah Muslim, hamba yang menyerahkan diri pada

aturan Allah. Nabi Musa ‘Alaihis Salam dengan Kitab Tauratnya, Allah utus

untuk kaum atau bangsa Yahudi, yaitu kaum keturunan Nabi Ya’qub

(panggilannya Israil). Belum sebagai agama Yahudi. Ajaran Nabi Musa

‘Alaihis Salam seperti di dalam Kitab Taurat adalah menyuruh manusia

menyembah Allah yang Esa, tidak menyekutukannya. Namun kemudian,

kaum Yahudi selanjutnya, banyak yang menyimpang dari ajaran Nabinya.

Mereka mulai menyembah selain Allah, menyekutukan Allah, dengan

menyembah anak sapi, dan menyebut Uzair putera Allah. Mereka pun

mendirikan agama baru, yaitu agama Yahudi. Demikian halnya Nabi Isa

‘Alaihis Salam dengan Kitabnya Injil, menyuruh manusia menyembah Allah

yang Esa, tidak menyekutukannya. Nabi Isa diutus kepada kaum Nashara

(artinya pembela). Mereka membela ajaran Nabi Isa ‘Alaihis Salam. Bukan

Nashara sebagai agama.

o Imam Al-Ghazali menyebut Ahli Kitab kufur karena mendustakan Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ajaran yang dibawa Nabi.

o Ahli Tafsir Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ukuran keimanan orang-orang

Yahudi adalah jika mereka berpegang pada Taurat Nabi Musa ‘Alaihis Salam

hingga datang periode Nabi Isa ‘Alaihis Salam. Jika mereka tidak mengikuti

ajaran Nabi Isa ‘Alaihis Salam, maka mereka akan binasa. Selanjutnya, ukuran

keimanan orang-orang Nashara adalah jika mereka berpegang pada Injil Nabi

Isa ‘Alaihis Salam. Jika tidak, merekapun akan binasa. Demikian selanjutnya,

kedua kelompok tersebut, jika tidak mengikuti Nabi terakhir Muhammad

Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka mereka pun akan binasa.

o Imam Ath-Thabari menegaskan, ukuran keimanan Ahli Kitab (orang-orang

Yahudi dan orang-orang Nashara), yakni pembenaran mereka terhadap

kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan terhadap ajaran yang

dibawanya dengan kitabnya Al-Qur’an.

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sekarang ahli kitab yang

masih benar-benar memegang taurat atau injil yang masih utuh dan secara murni

sudah tidak ada, karena isi kandungan dan ajaran dari kitab taurat dan injil yang

ada sekarang ini adalah buatan dan karangan dari orang-orang yahudi dan nasrani.

Selain itu seharusnya jika ahlu kitab benar-benar mengimani kitab taurat dan injil

secara utuh dan benar seharusnya mereka beriman kepada Allah dan mengimani

Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup seperti yang tercantum dalam surat

Ash-Shaf ayat 5-6

مهه'وإ يۦه� قال موسى لق لمون أن ذونني وقد ت م لم ت ه� يق ه� � هول هٱرس*** فلما زاغ***وا أزاغ لل ك ره� إل هٱه� ***وبه ولل هٱمه� قل اللل

دي مٱه�ي ه�ق قينٱ ه� ٥ ه�فس** ى ه'وإ يم يبنيه)نٱ ق**ال عيس** ه# م

ي رسول ءيل إن ر هٱه(إ ن يدي منلل ما ب كم مصدقا ل ه� إل ه�**ةٱ رى دي ه�لت تي م ب و ي ا برس** ه� ومبش** ن� �+ ه ر� #� م فلماۥه����(مهٱن �� أ ر ه

نتٱجاءهم ب ر� س مبي ذا قالوا هه�بي ر ٦ه.5. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa

kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku

adalah utusan Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari

kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk

kepada kaum yang fasik

6. Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil,

sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab

sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)

seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad

(Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa

bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

3. Hukum pernikahan beda agama

Melalui pembahasan tentang pernikahan beda agama maka dapat ditarik kesimpulan

dari penjelasan diatas untuk mengambil keputusan hukum.

a. Pernikahan muslim atau muslimah dengan musyik atau musyrikat hukumnya

adalah haram sehingga musyrik atau musyrikat tersebut bertaubat dan memeluk

agama islam sesuai dengan ayat dalam surat Al-Baqarah ayat 221.

b. Pernikahan muslim laki laki dengan perempuan muhshon dari Ahlu Kitab

hukumnya adalah boleh jika perempuan Ahlu kitab memenuhi syarat muhshon

yang terkandung dalam surat al maidah ayat 5.

c. Pernikahan muslimah (muslim perempuan) dengan laki-laki Ahlu Kitab

hukumnya adalah haram, karena yang diperbolehkan dalam surat al-maidah

adalah kaum perempuan dari ahlu kitab.

Selain dari nash Al-Quran, hukum positif di Indonesia melarang terjadinya dan

dilakukannya pernikahan beda agama yang tercantum dalam Undang-undang No. 1

tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 menyatakan, “Perkawinan adalah sah,

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

itu.”. Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tingkat Pusat dalam Musyawarah

Nasional II pada 1980, yang diketuai Prof. Dr. Buya Hamka waktu itu, juga telah

menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. Pertama, para ulama di Tanah Air

memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim

hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita

bukan Muslim. Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait

nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada

akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara

dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.

4. Dampak Pernikahan Beda Agama

Segala perbuatan yang dilakukan manusia selalu ada maslahat dan mafsadatnya

begitu pula dengan pernikahan yang dilakukan pasti ada maslahat dan mafsadatnya,

jika pernikahan dilakukan sesuai dengan aturan dan hukum fiqih dengan benar maka

segala bentuk mafsadat pasti akan bisa diatasi, namun ketika pernikahan dilakukan

tanpa mengetahui ilmu dan hukumnya maka pernikahan tersebut hanya akan

mendatangan keruksakan dan mafsadat bagi orang-orang yang terlibat. Melihat

pernikahan beda agama yang tidak sesuai dengan aturan hukum baik hukum fiqih

maupun hukum positif maka pasti hanya akan membawa mafsadat diantaranya :

a. Akan terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga

b. Tidak akan menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah

c. Jauh dari rahmat dan ridho Allah

d. Anak akan terkena imbas dari perbedaan agama

e. Tidak mempunyai kekuatan hukum di Indonesia

f. Berujung terhadap perceraian.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah :

o Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

o Pernikahan beda agama seperti yang dilakukan antara orang muslim dan

orang kafir atau ahlu kitab sudah tercantumkan dan ditetapkan dalam surat

Al-Baqarah ayat 221 dan surat Al-Maidah ayat 5.

o Hukum dari pernikahan beda agama terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat

221 dan surat Al-Maidah ayat 5 dan juga terdapat dalam keputusan MUI dan

keputusan NU yang menyatakan bahwa sekarang hukum dari pernikahan

agama tersebut adalah haram.

o Akibat dari pernikahan beda agama sangat banyak bahkan lebih cenderung

mengakibatkan dampa yang negatif.

2. Kritik dan Saran