Upload
lekhanh
View
235
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
i
ii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan Januari 2014Editor: Restu Febriantura, A.Md.
ISBN: 978-602-17617-6-2
Surakarta: Fairuz Media, 2014151 halaman
PROSIDINGSeminar Nasional Manajemen Pendidikan
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIADALAM ERA INDUSTRI MODERN
Perum, Soditan Permai Ngadirejo No. 11. A, Gumpang,Kartasura, Sukoharjo 57161
Telp.: 08164274703 Email: [email protected]
Magister Manajemen PendidikanProgram Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah SurakartaJl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan Surakarta 57102
Telp. 0271 730772, email: [email protected]://mpd.ums.ac.id
Copyright © 2013© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG – UNDANG
iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telahmemberikan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun ProsidingSeminar Nasional Manajemen Pendidikan Program Studi Magister ManajemenPendidikan, Program Pascasarjana UMS 2014 sesuai rencana. Seluruh makalahyang terdapat dalam prosiding ini telah dipresentasikan dalam kegiatan seminarpada tanggal 8 Januari 2014 di Ruang Seminar Program Pascasarjana UMS.
Seminar Nasional Manajemen Pendidikan yang diselenggarakan olehP rogram Studi Magister Manajemen Pendidikan mengambil tema”Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Era Industri Modern”. Untukitu dalam seminar nasional ini disajikan satu makalah utama, yaitu “KontribusiPembelajaran Matematika Kontekstual” oleh Prof. Dr. Sutama, M.Pd dari UMS.Selain makalah utama tersebut, dalam seminar ini juga disampaikan makalahhasil-hasil penelitian dari para dosen maupun guru yang berkaitan dengan bidangpendidikan.
Akhirnya, semoga prosiding ini dapat bermanfaat sebagai mediapenyebaran hasil-hasil kajian dan penelitian bidang pendidikan dan dapatdimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Surakarta, Januari 2014
Tim Editor
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul iHalaman Penerbit iiKata Pengantar iiiDaftar Isi iv
Makalah Utama:Kontribusi Pembelajaran Matematika KontekstualSutama, Sabar Narimo, dan Nita Purwaningsih (1 – 15)
Makalah Pendamping:Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Di SekolahSri Lahir (16 – 29)
Penilaian Pembelajaran Kurikulum 2013Budi Paryono (30 – 40)
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Era Industri ModernCipto budoyo (41 – 47)
Optimalisasi Permainan Anak Untuk Penanaman Pendidikan Budi PekertiRosidah Aliim Hidayat (48 – 59)
Manajemen Pembelajaran Pendekatan Scientific Untuk Meningkatkan KualitasLulusan Sekolah DasarSri Utaminingsih (60 – 74)
Model Pelatihan Apresiasi Dan Kreasi Seni Rupa trimatra (Gagasan PeningkatanKompetensi Guru Taman Kanak-Kanak)Sri Verayanti R. (75 – 88)
Merancang Karir Guru Melalui Pengembangan Keprofesian BerkelanjutanEndang Wuryandini (89 – 104)
Implementasi Kurikulum 2013: Perlunya Adaptabilitas Manajemen SekolahDalam Menghadapi Tantangan Dan PerubahanPurwanto Hudi R (105 – 117)
Merubah Kurikulum Merupakan Tuntutan Zaman Elemen Perubahan ManakahYang Dilakukan Dari Kurikulum Lama Menjadi Kurikulum 2013Benedictus Kusmanto (118 – 127)
v
Menjadi Guru EfektifRahayuningsih (128 – 138)
Pembelajaran Karakter Wirausaha Untuk Meningkatkan Kualitas SDM LulusanSMKWidiyanto (139 – 151)
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
48
OPTIMALISASI PERMAINAN ANAK UNTUK PENANAMANPENDIDIKAN BUDI PEKERTI
OlehRosidah Aliim Hidayat
Pendidikan Guru Sekolah Dasar USTJl. Batikan,Tuntungan UH III/1043 Umbulharjo Telp.(0274) 7009648 Yogyakarta
Abstrak
Kemerdekaan bangsa Indonesia telah lebih dari setengah abad, akan tetapikarakter bangsa Indonesia semakin mengalami kemunduran. Terbukti dalamberbagai peristiwa atau kejadian yang sering berlangsung dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat melalui TV maupun media cetak menunjukan betapa masyarakatbangsa Indonesia tengah mengalami degradasi jati diri. Kurangnya keterampilanguru maupun orangtua dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek-aspekbudi pekerti kedalam mata pelajaran maupun kegiatan sehari-hari dan adanyaanggapan bahwa pendidikan budi pekerti menjadi tanggung jawab guru agamaserta pendidikan saat ini mengandalkan aspek kognitif kurang memperhatikanaspek yang lainnya menjadikan pembangunan kearah jati diri bangsa belumterwujud. Sikap kedisiplinan, kejujuran, semangat kerja tinggi, serta berakhlakmulia cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut mnenunjukkan bahwapendidikan budi pekerti mengalami kegagalan. Secara konsepsional, pendidikanbudi pekerti merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusiaseutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang danmasa yang akan datang. Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakanupaya membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, danlatihan selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masadepannya. Berangkat dari pentingnya pendidikan budi pekerti tersebut, akan lebihbaik jika penanaman budi pekerti dilakukan sejak dini (masa anak-anak). Olehkarena itu diperlukan pengintegrasiannya dalam kehidupan anak-anak. Permainananak-anak berguna bagi kemajuan jasmani serta rohani mereka. Badannyamenjadi kuat dan sehat, serta kekakuan bagian-bagian tubuh juga hilang. Manfaatpermainan anak-anak bagi kemajuan jiwa, yaitu ketajaman pikiran, kehalusanrasa, serta kekuatan kemauan. Permianan anak dapat membiasakan berpikir riilserta menghilangkan kesegangan atau gampang putus asa sehingga mampumendidik anak-anak untuk tetap terus sanggup berjuang sampai tercapaitujuannya. Proses pendidikan yang terdapat dalam permainan anak-anak ituditerima mereka tidak dengan paksaaan atau perintah. Namun, merekamelakukannya karena kemauan serta kesenangan untuk menerima dan mengalamisegala pengaruh yang sangat mendidik itu.
Kata Kunci: pendidikan karakter, budi pekerti, permainan anak.
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
49
Pendahuluan
Kemerdekaan bangsa Indonesia telah lebih dari setengah abad, akan tetapi
karakter bangsa Indonesia semakin mengalami kemunduran. Pendidikan budi
pekerti saat ini menjadi sorotan masyarakat untuk dikaji dan dicari solusinya. Hal
tersebut disebabkan bangsa Indonesia telah mengalami krisis moral. Terbukti
dalam berbagai peristiwa atau kejadian yang sering berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari dapat disaksikan melalui TV maupun media cetak menunjukan betapa
masyarakat bangsa Indonesia tengah mengalami degradasi jati diri.
Moral bangsa terasa semakin memperhatinkan dan kesewenangan terjadi
dimanan-mana, tata krama pun hilang, nyawa seperti tak ada harganya, korupsi
menjadi-jadi bahkan telah dilakukan terang-terangan. Berbagai bentuk kerusuhan
yang diikuti penjarahan, pembunuhan dan pemerkosaan terjadi di berbagai daerah.
Selain itu, keutuhan dan ketahanan bangsa-pun terancam disintegrasi dengan
terjadinya beberapa konflik di berbagai daerah nusantara.
Kurangnya keterampilan guru maupun orangtua dalam mengembangkan
dan mengintegrasikan aspek-aspek budi pekerti kedalam mata pelajaran maupun
kegiatan sehari-hari dan adanya anggapan bahwa pendidikan budi pekerti menjadi
tanggung jawab guru agama serta pendidikan saat ini mengandalkan aspek
kognitif kurang memperhatikan aspek yang lainnya menjadikan pembangunan
kearah jati diri bangsa belum terwujud. Sikap kedisiplinan, kejujuran, semangat
kerja tinggi, serta berakhlak mulia cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut
mnenunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti mengalami kegagalan.
Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha sadar
menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur
dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. Di samping itu,
pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembentukan, pengembangan,
peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka
bersedia dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi,
dan seimbang.
Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan upaya membekali
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
50
pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa depannya.
Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta
menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap
sesama makhluk.
Berangkat dari pentingnya pendidikan budi pekerti tersebut, akan lebih
baik jika penanaman budi pekerti dilakukan sejak dini (masa anak-anak). Oleh
karena itu diperlukan pengintegrasiannya dalam kehidupan anak-anak.
Pengintegrasian budi pekerti perlu diperjelas wujudnya. Hal tersebut dapat
diwujudkan melalui strategi yang tepat untuk anak-anak supaya mereka memiliki
kesadaran berperilaku baik.
Konsep Pendidikan Budi Pekerti
Dalam undang-undang pendidikan, sebenarnya sudah dicantumkan bahwa
pendidikan nasional kita ini bertujuan untuk membantu generasi muda agar
berkembang menjadi manusia yang utuh, yang berpengetahuan tinggi, bermoral,
beriman, berbudi luhur, bersosialitas, dan lain-lain. Dengan kata lain menurut
undang-undang pendidikan, pendidikan sekolah kita ini ingin membentu generasi
muda untuk berkembang menjadi manusia yang lebih utuh dengan segala aspek
kemanusiaannya.
Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin
“educare” berarti memasukkan sesuatu (Hasan Langgulung, 1988: 4). Dalam
konsteks ini, istilah pendidikan dapat dimaknai sebagai proses menanamkan nilai-
nilai tertentu ke dalam kepribadian anak didik. Pendidikan ditinjau dari sudut
pandang masyarakat menurut Hasan Langgulung (1988: 3) berarti: pewarisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap
berkelanjutan. Atau dengan kata lain, penyaluran nilai-nilai budaya oleh
masyarakat yang akan disalurkan dari generasi ke genarasi agar identitas
masyarakat tersebut tetap terpelihara.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kneller yang memaknai pendidikan
sebagai proses pewarisan budaya. Menurut Kneller (1967: 21), education is the
process by which society, through schools, colleges, universities, and other
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
51
institutions, deliberately transmits its cultural heritage-its accumulated
knowledge,value, and skill from one generation to another. Dengan kata lain,
pendidikan merupakan proses dimana masyarakat melalui sekolah-sekolah,
perguruan tinggi, universitas, dan institusi lain dengan sengaja mewariskan
warisan budayanya-yakni berupa akumulasi pengetahuan, nilai, dan keterampilan
dari generasi ke generasi yang lain. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan secara tepat
dalam berbagai lingkungan hidup (Mudyaharjo, 2001). Buah dari pendidikan
seharusnya berupa kemantapan budi dan keteguhan tekad (Tetep anteping budi lan
kencening tekad iku wohing kawruh). Jadi jika hasil pendidikan kita belum
demikian perlu introspeksi dimana kesalahan itu terjadi. Salah satu diantaranya
adalah minimnya faktor keteladanan, disamping faktor lain seperti faktor
psikologis dan fisiologis, faktor internal dan eksternal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat dipilah
menjadi dua, yakni faktor dari dalam dan faktor dari luar (Suryabrata, 1984).
Faktor dari dalam terdiri atas faktor psikologis yang terdiri atas minat, kecerdasan,
bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif. Faktor fisiologis terdiri atas kondisi
fisik secara umum dan kondisi panca indera. Faktor dari luar terdiri atas
lingkungan (alami dan sosial), dan faktor instrumental terdiri atas kurikulum,
program, sarana dan fasilitas atau prasarana, serta guru (tenaga pengajar).
Diantara faktor-faktor di atas, faktor kecerdasan, bakat, dan motivasi memegang
peranan besar.
Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa disebut
budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti berarti perbuatan.
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1997) mengartikan istilah budi pekerti
sebagai sikap dan perilaku sehari-hari, baik individu, keluarga, masyarakat,
maupun bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku dan dianut dalam
bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas, dan kesinambungan masa
depan dalam suatu sistem moral, dan yang menjadi pedoman perilaku manusia
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
52
Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan bersumber pada
falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya Indonesia.
Lickona (2013: 69-70), yang mengemukakan bahwa terdapat dua nilai moral
utama, yaitu sikap hormat dan bertanggungjawab. Nilai-nilai tersebut mewakili
dasar moralitas utama yang berlaku secara universal. Nilai-nilai rasa hormat dan
tanggungjawab tersebut sangat diperlukan untuk: 1) pengembangan jiwa yang
sehat; 2) kepedulian akan hubungan interpersonal; 3) sebuah masyarakat yang
humanis dan demokratis; dan 4) dunia yang adil dan damai.
Berdasarkan dua nilai moral utama, yaitu rasa hormat dan tanggungjawab,
Lickona (2013: 74) menurunkan sejumlah nilai lain, yaitu kejujuran, keadilan,
toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerjasama,
keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai khusus tersebut menurut Lickona
sebagai media pendukung untuk bersikap hormat dan bertanggugjawab.
Haidar (2004) mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha
sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-
nilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan
perilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan
Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku,
perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan
akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa
Inggris disebut ethics.
Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai
usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan,
serta keteladanan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya
yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan budi pekerti juga merupakan suatu upaya pembentukan,
pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik
agar bersedia dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras
serasi, seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual, dan
individu-sosial (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2010).
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
53
Secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai suatu
upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi seutuhnya yang tercermin
dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya berdasarkan nilai-
nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan
bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka memiliki hati
nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam
melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk
(Balitbang Puskur, Depdiknas, 2010).
Hakekat Permainan Anak
Permainan menurut Santrock ialah suatu kegiatan yang menyenangkan
yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Kegiatan tersebut
dilakukan tanpa paksaan dan dengan perasaan senang. Vygotsky yakin bahwa
permainan adalah suatu setting yang sangat bagus bagi perkembangan kognitif,
khususnya pada aspek-aspek simbolis dan khayalan (John W. Santrock, 2002:
272-273). Aspek simbolis dan khayalan ini terlihat ketika anak menirukan sesuatu
yang dilihatnya sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Bettelheirn dalam
Tedjasaputra menambahkan permainan merupakan kegiatan yang ditandai dalam
aturan serta persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari
luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan (Mayke S.
Tedjasaputra, 2001: 60). Maka permainan memberikan kontribusi pada anak
dalam belajar konsep dan aktivitas yang nyata dalam bermain.
Jackman mendefinisikan bermain sebagai sebuah perilaku memotivasi
diri, bebas memilih, berproses dan menyenangkan merupakan aktivitas alamiah
bagi anak-anak (Hilda L. Jackman: 20). Selanjutnya Fromberg dalam Dockett
mendefinisikan bermain sebagai pengalaman simbolik dan penuh makna (Sue
Dockett dan Mailyn Fleer, 2000: 18). Selanjutnya Dockett dan Fleer
mendefinisikan dalam bukunya bermain sebagai aktivitas yang mendatangkan
kesenangan (Ibid: 21). Ditambahkan oleh Brewer bahwa bermain adalah
kegembiraan, sebuah kegiatan yang menyenangkan ketika melakukannya, bebas
dari paksaan atau tekanan luar, spontan dan dilakukan dengan sukarela (Marjorie
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
54
J. Kostelnik, dkk, 2007: 380). Hal ini memberikan mereka kesempatan untuk
membuat, menemukan, dan mempelajari dunia mereka. Hal ini memberikan
kegembiraan bagi anak dan pemahaman tentang diri mereka sendiri dan orang
lain.
Pakar teori kognitif yang dikemukakan oleh Smilansky (1968) membagi
permainan dalam empat jenis sejalan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif
anak (Hilda L. Jackman: 125). Diantaranya sebagai berikut: a) Bermain
fungsional, terjadi ketika seorang anak mengambil peran dan berpura-pura
menjadi orang lain, b) Bermain konstruktif, jenis permainan ini dapat dilakukan
sendiri atau dengan orang lain yang mana anak merencanakan objek yang akan di
manipulasi atau orang untuk menciptakan pengalaman tertentu, c) Bermain
drama, melibatkan berpura-pura dan mempercayai, d) Permainan dengan aturan,
anak-anak bermain sesuai dengan aturan yang sudah ada.
Sifat permainan anak-anak diapandang oleh Haeckel (Ki Hadjar Dewantara,
2009: 133) sebagai ulangan zaman batu, zaman pertanian, pelajaran,
penggembalaan, keprajuritan dan sebagainya yang terdapat di seluruh dunia.
Sebagai contoh adalah permainan anak-anak yang menggunakan batu, tanah, air,
hewan, permainan perang-perangan, pertanian, perdagangan, dan beradu
kekuatan.
Jumlah permainan anak-anak banyak sekali, sehingga dapat dikatakan tak
terhitung. Sebab, selain permianan yang lama sudah ada, permainan-permainan
baru juga semakin bertambah. Anak-anak memilii kodrat lebih tepat disebut
dengan iradat atau keinginan, untuk selalu meniru segala apa yang menarik
perhatiannya. Selain itu, nampak pula semangat “konservatifnya” atau
keenggangan mereka untuk melepaskan adat kebiasaannya sehingga seringkali
kita lihat permainan yang lama terus hidup berdampingan dengan permianan-
permainan yang baru.
Permainan lama diperbaharui dengan isi baru, akan tetapi cara atau
langkah-langkahnya dengan cara yang lama. Isi baru ini diambil dari bahan-bahan
yang terdapat dalam zaman atau masyarakat baru. Dengan demikian, maka di
dalam kehidupan anak-anak tersebut selalu nampak kemajuan yang terus-
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
55
menerus, yaitu zaman dahulu bersambung dengan zaman yang baru secara terus-
menerus yang dapat berlangsung kearah kemajuan.
Permainan anak-anak dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Pada
pengelompokan tersebut ada pengelompokkan khusus bagi anak-anak perempuan,
permainan laki-laki, dan ada juga permainan yang dilakukan bersama oleh anak
laki-laki dan perempuan, yaitu permainan campuran perempuan dan laki-laki.
Adapaun perbedaannya pada sifat dan bentuk setiap permainan. Sehingga sesuai
dengan sifat hidup anak-anak perempuan atau anak-anak laki-laki atau sifat hidup
anak-anak secara umum.
Jenis permainan dapat dikelompokkan dalam jenis permianan keolahragaan,
kekuatan badan, dan permainan menurut isi atau maksudnya (permainan
sandiwara). Corak istimewa permainan anak-anak bangsa Indonesia dengan
menggunakan nyanyian. Nyanyian ini dapat mengembalikan cara pendidikan dan
pengajaran dari sifatnya intelektualistis kepada sifat kemanusiaan. Maksudnya,
mempergunakan pengaruh rhytme yaitu wirama untuk mencapai terbentuknya
budi pekerti yang lurus atau harmonis.
Penanaman Pendidikan Budi Pekerti dengan Permainan Anak
Segala gerak-gerik anak-anak, sikapnya, kesedihan dan kesenangannya,
serta tingkah lakunya ada dalam berbagai permainan. Hal tersebut disebabkan
waktu bukan tidur atau tidak sedang melakukan suatu pekerjaan tertentu (biasanya
dilaksanakan secara sambil lalu), seringkali hanya bermain-main saja. Dengan
kata lain, hampir seluruh kehidupan anak-anak itu terisi oleh permainan. Bagi
mereka, semua aktivitas yang dapat memutus waktu bermain dianggap sebagai
“gangguan” yang mengecewakan. Anak-anak berhenti bermain jika merasa lelah
sekali (jarang sekali terjadi) atau dalam keadaan terpaksa, misalnya saat mereka
makan atau minum, mengasingkan diri sebentar, atau dipanggil ayah-bundanya.
Anak-anak kecil suka merangkak, suka bersandar pada tongkat atau barang
lain, merambat pagar, dan lain–lain. Aktivitas tersebut merupakan tuntutan
jasmani untuk mendapatkan tambahan kekuatan atau pengurangan beban yang
sangat diperlukan untuk menjalankan segala gerak-gerik badan anak-anak yang
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
56
secara kodrati masih kekurangan kekuatan. Permainan anak-anak pada umumnya
dapat dipandang sebagai tuntutan jiwa mereka untuk menuju ke arah kemajuan
hidup jasmani.
Banyak permainan anak-anak yang menirukan gerak-gerik orang tua.
Sebagai contoh permainan meniru orang bercocok tanam, berdagang, menerima
tamu, dan mengejar pncuri. Kegiatan tersebut memiliki sifat mendidik diri pribadi
dengan jalan orientasi serta mengalami, walaupun kegiatannya hanya khayal atau
fantasi. Dalam hal tersebut memiliki manfaat sama dengan sandiwara (bermain
peran).
Pengujian kekuatan atau kepandaian (kecerdikan, kecakapan, dan
sebagainya) terdapat dalam permainan anak. Rasa ingin selalu dapat mengalahkan
temanya, merasa senang sekali jika menang, dan sangat bersedih kalau kalah. Hal
tersebut sesuai dengan semangat orang-orang yang sedang bertanding dalam
olahraga. Tentu saja sikap yang seperti itu dapat mendidik anak, tidak saja untuk
selalu memperbaiki kecakapannya, tetapi juga untuk menebalkan tekad dan
kepercayaan diri mereka sendiri. Mencoba kekuatan atau kepandaian dapat
dengan beradu, dapat pula dilakukan dengan sendirian. Setelah demonstrasi
mereka memperlihatkan kejayaannya. Hal itu memiliki manfaat, antara lain
berhubungan dengan tumbuhnya rasa percaya diri, rasa bertanggungjawab, rasa
tidak minderwaarding (kurang berharga), dan sebagainya. Permainan anak-anak
pada umumnya berlatih diri untuk kehidupannya kelak. Caranya, anak-anak harus
terus-menerus mengulangi suatu permainan tanpa merasa bosan sehingga bisa
menunjukkan sifat dari latihan tersebut.
Selain permainan anak yang berhubungan dengan kesehatan badan (yang
sangat diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dengan sebaik-baiknya), terdapat
pula hal penting mengenai kemajuan kehidupan rohani anak-anak. Sebagai contoh
permainan yang menggunakan alat indera. Permainan tersebut memiliki pengaruh
sangat besar pada pertumbuhan serta pengembangunan batin anak-anak. Wujud
permainan tersebut dapat berbeda-beda, seperti menggambar, mengatur urutan
suara atau barang-barang menurut panjangnya, besarnya atau beratnya. Dengan
hal tersebut maka rasa, pikiran, dan kemauan anak-anak tersebut dapat terdidik
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
57
dengan sendirinya. Disinilah secara tegas dapat dibuktikan terdapat hubungan erat
antara kemajuan jasmani dengan rohani. Permainan anak-anak tersbut spontan
keluar dari kemauan anak sendiri. Sehingga tidak ada yang mengatur baik guru
maupun fasilitator atau benar-benar mengandung faktor psikologis. Permainan
anak-anak dapat mendatangkan kegembiraan, kesegaran jiwa, dan semangat yang
dapat memupuk perkembangan jiwa mereka. Permainan cepat melihat dan
mendengar dapat digunakan untuk memperbaiki masuknya alam luar kedalam
jiwa, tepat dan teliti memperkirakan jarak dan sebagainya. Latihan panca indera
ini diadakan di alam terbuka sehingga dapat terlihat sesuai dengan nyatanya.
Permainan anak yang mengandung kesenian berguna untuk menghidupkan
dan memperkembangkan beberapa naluri yang baik-baik, di antaranya naluri-
naluri motoris, ritmis, dan lain-lain, yang semuanya dapat memajukan budi
pekerti yang harmonis. Antara lain gerak-gerik yang terdapat dalam permainan-
permainan dan tarian-tarian yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Tarian
disini harus berbeda dengan tarian oarang dewasa supaya anak-anak dapat
merasakan kegembiraan. Kesenian tersebut harus disesuaikan dengan jiwanya.
Permainan anak-anak tersebut yang lama dapat diperbaharui dengan isi
baru, akan tetapi cara atau langkah-langkahnya dengan cara yang lama. Isi yang
baru dapat diambil dari bahan-bahan yang terdapat dalam zaman atau maysrakat
baru. Dengan demikian, maka dalam kehidupan anak-anak tersebut selalu nampak
kemajuan yang terus-menerus (Ki Hadjar Dewantara). Menurut hukum evolusi,
sifat terus-menerus ini terdapat dalam segala hidup yang berlangsung ke arah
kemajuan.
Munculnya permainan anak-anak adalah akibat adanya kelebihan atau sisa
kekuatan yang ada pada jiwa anak-anak untuk dikeluarkan. Kekuatan energi yang
ada di dalam jiwanya lebih dari yang mereka butuhkan (untuk segala gerak-gerik
lahir dan batin).
Permianan anak-anak dalam pendidikan dapat dikembangkan sesuai dengan
daerah masing-masing. Beberapa contoh permainan anak Jawa seperti sumbar,
gateng, dan unclang, yang mendidik agar saksama (titi pratitis), cekatan, dan
menjernihkan penglihatan. Kemudian permainan, seperti: dakon, cublak-cublak
Prosiding Seminar Nasional Manejemen PendidikanMagister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 8 Januari 2014
58
suweng, dan kubuk yang mendidik anak tentang pengertian perhitungan dan
perkiraan (taksiaran). Selain itu, permainan gobag, trembung, raton, cu, geritan,
obrog, panahan, si, jamuran, jelungan, dn lain-lainnya yang bersifat olahraga akan
mendidik anak dalam hal: kekuatan dan kesehatan badan, kecekatan dan
keberanian, ketajaman penglihatan, dan lain-lain. Ada juga permainan sepeti:
mengutas bunga (ngronce), menyulam daun pisang atau janur, atau membuat
tikar, dan pekerjaan anak lainnya yang dapat menjadikan mereka memiliki sikap
tertib dan teratur.
Penutup
Permainan anak-anak adalah suatu kesenian yang sederhana dari anak-anak
tetapi memenuhi syarat-syarat etis dan estetis berasal dari alam ke arah budaya.
Permainan anak-anak berguna bagi kemajuan jasmani serta rohani mereka.
Badannya menjadi kuat dan sehat, serta kekakuan bagian-bagian tubuh juga
hilang. Seluruh panca inderanya khususnya mata, telinga, dan kaki serta
tangannya dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi lancar,
lembut, dan cekatan.
Manfaat permainan anak-anak bagi kemajuan jiwa, yaitu ketajaman pikiran,
kehalusan rasa, serta kekuatan kemauan. Pengaruh-pengaruh yang tak khusus dari
permainan anak-anak misalnya: tambahnya kesadaran akan kekuatan lahir dan
batin dari sendirinya, kebiasaan setiap waktu menyesuaikan diri dengan tiap-tiap
keadaaan baru, dan lebih tegas mengoreksi segala kesalahan atau kekurangan pada
diri sendiri, menyadari kekuatan orang lain, dan melakukan siasat atau sikap yang
tepat serta bijaksana, yakni siasat yang praktis idealistis. Selain itu, sangat
bermanfaat sekali untuk mendidik perasaan diri dan sosial, disiplin diri,
ketertiban, kesetiaan atau ketaatan pada janji dan kesanggupan, membiasakan
bersikap awas dan waspada serta siap sedia menghadapi segala keadaan dan
peristiwa.
Permianan anak dapat membiasakan berpikir riil serta menghilangkan
kesegangan atau gampang putus asa sehingga mampu mendidik anak-anak untuk
tetap terus sanggup berjuang sampai tercapai tujuannya. Proses pendidikan yang
Rosidah Aliim Hidayat/ Optimalisasi Permainan Anak
59
terdapat dalam permianan anak-anak itu diterima mereka tidak dengan paksaaan
atau perintah. Namun, mereka melakukannya karena kemauan serta kesenangan
untuk menerima dan mengalami segala pengaruh yang sangat mendidik itu.
Daftar Pustaka
Depdiknas. 2010. Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter. Jakarta.
Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem PendidikanNasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-1.
Hasan Langgulung, 1988 Hasan Langgulung. (1988). Asas-asas PendidikanIslam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Hilda L. Jackman, op.cit
Ki Hadjar Dewantara. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: CV. GrafinaMediacipta.
Kneller, G. F. (1967). The philosophy of education. New York: London-Sydney.
Lickona, T. 2013. Educating for Character. Mendidik untuk Membentuk Karakter.Terjemahan oleh Juma Abbdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan untuk PendidikanUsia Dini. Jakarta: Gramedia.
Marjorie J. Kostelnik, dkk, 2007. Developmentally Appropriate Curriculum BestPractices In Early Chilhood Education, United States: Pearson PrenticeHall.
Redja. 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Santrock, John W. 2002. Life Span Development edition 5, perkembangan masahidup jilid 1, Jakarta:Erlangga
Sue Dockett dan Mailyn Fleer, Sue. 2000. Play and Pedagogy in EarlyChildhood Bending the Rules, Sydney: Harcourt.
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, edisi kedua.