Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Scanned by TapScanner
PERSEPSI SISWA MADRASAH ALIYAH (MA) DI KOTA
TANGERANG SELATAN TERHADAP PENDIDIKAN STEM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd)
Oleh:
RIANA WATI
11150162000024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H /2020 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Riana Wati, “Persepsi Siswa Madrasah Aliyah (MA) di Kota Tangerang
Selatan terhadap Pendidikan STEM”. Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2020.
Adanya pendidikan STEM di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya rendahnya kualitas prestasi sains dan matematika siswa menengah di
Indonesia, tuntutan untuk mempersiapkan keterampilan siswa agar sukses dalam
menghadapi tantangan persaingan global, serta menghasilkan lulusan yang lebih
banyak di bidang STEM. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana
persepsi siswa terhadap pendidikan STEM. Populasi dalam penelitian ini
merupakan sekolah-sekolah Madrasah Aliyah yang ada di Kota Tangerang Selatan.
Sementara itu, sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive
sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 527 orang siswa kelas XI-XII IPA.
Proses pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner (angket)
sebanyak 31 pernyataan yang terdiri dari 4 aspek, yaitu matematika, sains,
teknologi dan engineering, serta keterampilan abad 21. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persepsi siswa Madrasah Aliyah (MA) di Kota Tangerang
Selatan setuju terhadap Pendidikan STEM. Mayoritas siswa setuju pada aspek sains,
teknologi dan engineering, serta keterampilan abad 21, sedangkan siswa
menyatakan ragu-ragu pada aspek matematika. Berdasarkan data tersebut, hasil
penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan dalam mensukseskan
implementasi STEM di Indonesia.
Kata kunci: Persepsi, Siswa, Pendidikan STEM
v
ABSTRACT
Riana Wati (11150162000024). Madrasah Aliyah (MA) Student Perception in
South Tangerang City of STEM Education, Chemistry Education Study
Program Departement of Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching
Training, Syarif Hidayatullah Jakarta Islamic State University.
STEM Education in Indonesia is caused by several things, incuding the low
level of scientific and mathematical achievement of secondary students in Indonesia,
the demand to prepare students' skillss to be successful in facing the challenges of
global competition, and produce more graduates in the STEM field. The purpose of
this study is to find out how students' perceptions of STEM education. The
population in this study are students of 8 Madrasah Aliyah (MA) schools in South
Tangerang City. Meanwhile, the sample in this study was taken using a purposive
sampling technique, where the number of samples used in the study were 527
students of class XI-XII science. The process of collecting data in this study using
a questionnaire in which 31 statements consisting of 4 aspects consists of
mathematics, science, technology and engineering, and 21st century skillss are
developed. The results showed that the perception of Madrasah Aliyah (MA)
students in Tangerang City agreed to STEM Education. Majority of students agree
are the aspects of science, technology and engineering, and 21st century skillss.
Meanwhile, for the mathematical aspect, students are still not confident. Based on
this data, the result of this study are expected to be a significant consideration for
the successful implementation of STEM in Indonesia.
Key words: Perception, Students, STEM Education.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah
mmeberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Persepsi Siswa Madrasah Aliyah (MA) di Kota Tangerang
Selatan terhadap Pendidikan STEM”. Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dengan tulus, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Burhanudin Milama, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan, waktu, serta motivasi kepada penulis selama perkuliahan
berlangsung.
4. Salamah Agung, M.A., Ph.D., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran, kritik, ilmu, serta waktu dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Dila Fairusi, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, saran, kritik, ilmu, serta waktu dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Munasprianto Ramli, Ph.D, selaku Validator instrumen yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
vii
7. Siti Nurul Azkiyah, Ph.D, selaku Validator instrumen yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
8. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Kimia, yang telah memberikan ilmu
serta motivasi selama penulis menjadi mahasiswa Pendidikan Kimia.
9. Seluruh guru mata pelajaran kimia di sekolah tempat penulis melakukan
penelitian, yang telah memberikan kesempatan, arahan selama penulis
mengambil data penelitian.
10. Orang tua serta adik tercinta yang selalu memberikan do’a, dukungan,
motivasi, serta semangat selama penulis menjalani perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Kimia 2015 A, khususnya Irna
Marlina, Siti Parida, Sawitri, serta Laraswati Oktavia, yang selalu
memberikan masukan, kritik, motivasi, serta semangat selama penulis
menjalani perkuliahan. Serta umumnya mahasiswa Pendidikan Kimia
2015.
12. Teman-teman skripsi terutama Silvyana Marcheline, Sarah Muthiah
Widad, Anisa Hafizah yang selalu memberikan masukan, kritik, motivasi
selama penyusunan skripsi ini.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Terakhir, penulis berharap bahwa setiap bantuan yang diberikan oleh semua
pihak dapat menjadi ladang kebaikan, serta semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, April 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................... i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...................................................................iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 6
C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
E. Tujuan penelitian ............................................................................................ 6
F. Manfaat penelitia. ............................................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................8
A. Landasan Teori ............................................................................................... 8
1. Persepsi ........................................................................................................ 8
2. STEM ......................................................................................................... 13
3. Pendidikan STEM di Indonesia..................................................................22
4. Keterampilan Abad 21 (21 Century Skills) ................................................ 24
ix
B. Penelitian yang relevan ................................................................................. 30
C. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 32
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 32
B. Metode Penelitian ......................................................................................... 32
C. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 33
D. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 34
F. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 35
G. Validitas dan Reliabilitas .............................................................................. 36
H. Analisis Data ................................................................................................ 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 39
A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 39
B. Pembahasan .................................................................................................. 44
1. Persepsi Siswa terhadap Matematika..........................................................45
2. Persepsi Siswa terhadap Sains ................................................................... 47
3. Persepsi Siswa terhadap Teknologi dan Engineering ................................ 51
4. Persepsi Siswa terhadap Keterampilan Abad 21 ....................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 61
A. Kesimpulan ................................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................74
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses terjadinya persepsi..................................................................11
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian.............................................................31
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian.............................................................................33
Gambar 4.1 Persepsi siswa terhadap matematika..................................................45
Gambar 4.2 Persepsi siswa terhadap sains.............................................................48
Gambar 4.3 Persepsi siswa terhadap teknologi dan engineering...........................53
Gambar 4.4 Persepsi siswa terhadap keterampilan abad 21..................................56
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Indikator Instrumen Penelitian................................................................35
Tabel 3.2 Hasil Validasi Instrumen.........................................................................37
Tabel 4.1 Data Responden Penelitian.....................................................................39
Tabel 4.2 Jumlah dan persentase siswa pada setiap pilihan jawaban.......................40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar uji referensi..........................................................................74
Lampiran 2. Lembar contoh jawaban instrumen.................................................107
Lampiran 3. Lembar hasil validasi instrumen......................................................111
Lampiran 4. Lembar tabel hasil validasi instrumen.............................................121
Lampiran 5. Lembar surat penelitian...................................................................122
Lampiran 6. Foto saat pengambilan data penelitian............................................130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini berlangsung sangat cepat dan
menyebabkan persaingan antar negara. Hal ini yang kemudian menjadi
tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia untuk terus melakukan
inovasi dan meningkatkan daya saing agar mampu bersaing secara global.
Untuk itu seseorang harus mempunyai berbagai macam keterampilan seperti
keterampilan dalam bahasa serta kemampuan dalam mengoperasikan
teknologi (Soh, Arsada, & Osmana, 2010). Hal ini tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi setiap negara untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya agar dapat memiliki kemampuan tersebut. Tantangan tersebut
juga terjadi di setiap negara, termasuk di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang banyak dijadikan sebagai tempat
investasi oleh negara lain. Hasil kajian ASEAN Business Outlook Survey
2014 menunjukkan Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama
investasi asing di wilayah ASEAN, tetapi juga mengindikasikan fakta bahwa
Indonesia memiliki tenaga kerja dengan keahlian rendah dan murah
(Zubaidah, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dan keahlian
yang dimiliki oleh sumber daya manusia di Indonesia masih kurang.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dan
berkompetisi dalam pasar global, hal tersebut perlu dipersiapkan, salah
satunya dengan sistem pendidikan. Menurut Education Index pada tahun
2017, pendidikan di Indonesia untuk wilayah ASEAN berada di peringkat ke-
7 dengan skor sebesar 0,622 di bawah Singapura, Malaysia, Brunei
Darussalam, Thailand, Filipina dan Vietnam. Sementara untuk daya saing
menurut Global Talent Competitiveness Index (GTCI) pada 2019, Indonesia
berada di peringkat ke 6 dengan skor 38,61 (Gerintya, 2019). Hal ini
menunjukkan bahwa peringkat pendidikan di Indonesia masih dibawah
2
negara-negara lain, sehingga menyebabkan daya saing sumber daya manusia
di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara lain.
Rendahnya pendidikan di Indonesia sendiri dapat diketahui dari hasil
prestasi sains dan matematika siswa sekolah menengah di Indonesia seperti
yang terdapat pada PISA. Berdasarkan hasil penelitian PISA 2015, diketahui
bahwa nilai rata-rata sains siswa Indonesia sebesar 403 atau di bawah nilai
rata-rata yang ditetapkan OECD sebesar 493. Sementara itu, rata-rata nilai
matematika siswa Indonesia sebesar 386 atau di bawah nilai rata-rata sebesar
490 (OECD, 2016). Berdasarkan hasil PISA Indonesia untuk tahun 2019,
nilai rata-rata matematika berada di peringkat 72 dari 78 negara dan untuk
nilai rata-rata sains berada di perigkat 70 dari 78 negara (Kurnia, 2019).
Sementara itu, untuk hasil TIMSS Indonesia tahun 2015 menempatkan
Indonesia di posisi 44 dari 49 negara atau posisi rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan mayoritas nilai rata-rata sains dan matematika berperingkat rendah
yang memiliki persentase 54% (Hadi & Novaliyosi, 2019). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan sains dan matematika siswa menengah di
Indonesia masih rendah.
Rendahnya kemampuan sains dan matematika siswa sekolah menengah
di Indonesia menunjukkan bahwa perlu adanya perubahan dalam pendidikan.
Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui Pendidikan STEM. Hal ini
karena pekerjaan di masa depan akan memerlukan pemahaman dasar di
bidang sains dan matematika, serta perkembangan abad 21 dimana sains dan
teknologi menjadi bagian dari perkembangan globalisasi, sehingga siswa
harus meningkatkan kemampuannya dalam STEM (Engineering For Kids,
2016). Istilah Pendidikan STEM mengacu pada pengajaran dan pembelajaran
di bidang sains, teknologi, teknik (engineering), dan matematika (Gonzalez
& Kuenzi, 2012). Selain itu menurut Innovation America dalam (Ashgar,
Ellington, Rice, Johnson, & Prime, 2012) menyebutkan bahwa saat ini
terdapat minat yang besar dalam Pendidikan STEM, khususnya dalam
strategi yang efektif untuk mempersiapkan siswa untuk studi lanjutan di
bidang terkait STEM. Sementara itu, di negara Amerika Serikat, STEM
3
merupakan dorongan untuk meluluskan lebih banyak siswa di bidang sains,
teknologi, teknik, dan matematika, sebagai upaya mempertahankan daya
saing dan tidak tertinggal dari negara-negara berkembang (Breiner, Harkness,
Johnson, & Koehler, 2012).
Pendidikan STEM sendiri telah dilihat sebagai pondasi untuk
pertumbuhan ekonomi oleh banyak negara di dunia (Lee, Chai, & Hong,
2019). Atas hal ini kemudian banyak negara menganggap penting untuk
meningkatkan keterampilan STEM sebagai suatu langkah untuk menghadapi
tantangan di bidang ekonomi (English, 2016). Selain itu, Pendidikan STEM
dapat digunakan dalam mempersiapkan keterampilan siswa agar sukses
dalam persaingan global (Lantz, 2009). Sementara itu, menurut Reeve dalam
(Sampurno, Sari, & Wijaya, 2015), dengan mempelajari STEM di tingkat
dasar hingga menengah, dapat membantu siswa memiliki ketertarikan untuk
berkarir di bidang STEM, serta membangun lapangan pekerjaan dalam
bidang Pendidikan STEM secara nasional. Selain itu, Pendidikan STEM juga
digunakan sebagai kebutuhan dalam kehidupan modern (Pimthong &
Williams, 2018).
Salah satu penelitian mengenai Pendidikan STEM telah dilakukan di
Indonesia, dimana penerapannya dengan mengintegrasikan STEM dengan
fenomena bencana yang disebut STEM–Disaster (STEM-D). Penerapan
STEM-D dalam penelitian tersebut dilakukan dengan mengobservasi video
bencana alam, dimana siswa mengintegrasikan konsep STEM dengan
fenomena bencana, sehingga siswa mampu menghasilkan solusi terkait
bencana yang terintegrasi dengan konsep STEM (Sampurno, Sari, & Wijaya,
2015). Selain itu, Misbah, Gulikers, maulana, & Mulder (2015)
mengungkapkan bahwa kerja sama antara guru dengan siswa di sekolah
kejuruan menghasilkan siswa lebih banyak memiliki keterampilan, karena
siswa dilatih untuk menghadapi persaingan di dunia kerja. Hal ini yang
kemudian banyak orang tua percaya bahwa jika anak-anak mereka terdaftar
di sekolah kejuruan, mereka akan lebih siap dalam menghadapi masa depan
mereka.
4
Menyikapi hal tersebut, kemudian (Shin, Rahmatullah, Roshayanti, Ha,
& Lee, 2018) dalam penelitiannya mengemukakan sebaiknya pemerintah
mengeluarkan kurikulum dimana proses kegiatan belajar memasukkan topik
berkaitan dengan STEM. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar siswa sekolah
menengah memiliki keterampilan di bidang STEM, sehingga baik siswa yang
bersekolah di sekolah umum maupun siswa yang bersekolah di sekolah
kejuruan dapat sama-sama meningkatkan keterampilan dan mempersiapkan
diri dalam menghadapi tantangan di masa depan mereka.
Meskipun demikian, untuk memasukkan STEM ke dalam kegiatan
belajar mengajar maupun menerapkan Pendidikan STEM di Indonesia
merupakan sebuah tantangan. Salah satu penelitian di Malaysia mengenai
persepsi siswa sekolah menengah pertama terhadap STEM menunjukkan
bahwa bahwa secara keseluruhan siswa memiliki persepsi yang positif
terhadap STEM, tetapi dalam meningkatkan Pendidikan STEM, masalah
terkait sains dan matematika menjadi tantangan serius bagi pemerintah (Meng,
Idris, & Eu, 2014). Tantangan ini tidak hanya terjadi di Malaysia, tetapi juga
di Indonesia. Hal ini karena untuk meningkatkan Pendidikan STEM baik di
negara maju maupun berkembang tetap menjadi tantangan (Caprile, Palmen,
Sanz, & Dente, 2015). Saat ini, di Indonesia sendiri terutama di sekolah
menengah, proses pembelajaran masih dilakukan secara terpisah satu sama
lain, sehingga menjadi tantangan sendiri bagi pemerintah untuk mengubah
sistem pendidikan yang saat ini digunakan menjadi Pendidikan STEM.
Pendidikan STEM di Indonesia sendiri baru berkembang selama
beberapa tahun terakhir, sehingga belum banyak di ketahui. Hal ini menjadi
tantangan tidak hanya bagi pemerintah, akan tetapi juga bagi guru maupun
siswa. Terlebih siswa yang mengalaminya secara langsung di sekolah.
Menurut Sari (2017), penerapan Pendidikan STEM sulit dilakukan pada
siswa sekolah menengah pertama karena keterbatasan tingkat analisis dan
materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran STEM pada tingkat sekolah
menengah pertama di Indonesia masih tergolong baru dan belum dapat
membuka wawasan luas bagi siswa mengenai STEM.
5
Penelitian mengenai persepsi Pendidikan STEM di Indonesia pernah
dilakukan sebelumya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap Pendidikan STEM dapat
diketahui menggunakan AT-STEM (Attitude towards STEM) (Suprapto,
2016). Hasil penelitian lain diketahui bahwa siswa sekolah menengah
menunjukkan peningkatan dalam pengetahuan konten STEM, tetapi juga
menunjukkan peningkatan dalam kecenderungan kreatif mereka dan persepsi
mereka tentang mata pelajaran dan karir STEM (Knezek, Christensen, Wood,
& Periathiruvadi, 2013).
Pada dasarnya STEM memiliki dua tujuan dasar, yaitu untuk
memperbanyak jumlah siswa yang siap untuk memasuki studi lanjutan dan
mengejar karir di bidang STEM, dan untuk meningkatkan jumlah lulusan
siswa terkait STEM (Thomasian, 2011). Untuk dapat berkarir di bidang
STEM terutama pada persaingan di abad 21 seperti saat ini, seorang siswa
tidak cukup hanya memiliki pengetahuan akan STEM, tetapi juga harus
memiliki keterampilan yang terkait dengan abad 21. Untuk bersaing dalam
perkembangan abad 21 seperti saat ini, terdapat 4 keterampilan yang harus
dimiliki siswa, yaitu kreativitas (creativity), berpikir kritis (critical thinking),
kolaborasi (collaboration) dan komunikasi (communication) atau yang
dikenal sebagai 21 century skills. (Bialik & Fadel, 2015). Keterampilan inilah
yang kemudian diupayakan di dalam Pendidikan STEM. Dengan demikian,
Pendidikan STEM merupakan sebuah upaya dalam mempersiapkan siswa
dalam menghadapai perkembangan abad 21.
Dengan adanya Pendidikan STEM tentu menimbulkan berbagai macam
persepsi. Menurut teori konstruktivisme, persepsi atau perception merupakan
proses yang sangat aktif melibatkan evaluasi, interpretasi, dan organisasi.
Persepsi adalah produk akhir dari interaksi antara stimulus dan hipotesis
internal, harapan, dan pengetahuan pengamat (observer) (Demuth, 2013).
Atas hal tersebut, kemudian persepsi menjadi tahapan akhir dalam
pengambilan suatu keputusan maupun menginterpretasikan suatu hal. Dalam
6
hal ini, persepsi siswa memiliki peran penting untuk melihat bagaimana
pandangan siswa terhadap Pendidikan STEM.
Dalam studi awal diketahui bahwa baik guru Madrasah Aliyah (MA)
belum memahami mengenai Pendidikan STEM, sedangkan siswa tidak
mengetahui mengenai Pendidikan STEM. Dengan demikian, penting
dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap
Pendidikan STEM. Oleh sebab itu, atas beberapa pertimbangan di atas, maka
peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Persepsi Siswa Madrasah
Aliyah (MA) di Kota Tangerang Selatan terhadap Pendidikan STEM”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang muncul dalam penelitian
ini yaitu:
1. Kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah.
2. Kemampuan sains dan matematika siswa di Indonesia masih rendah.
3. Pendidikan STEM di Indonesia belum banyak diterapkan di sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis memberi
batasan penelitian ini yaitu persepsi dalam penelitan ini merupakan persepsi
siswa terhadap Pendidikan STEM.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
terdapat dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana persepsi siswa Madrasah
Aliyah (MA) di Kota Tangerang Selatan terhadap Pendidikan STEM?
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa MA
di Kota Tangerang Selatan terhadap Pendidikan STEM.
7
F. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini di antaranya ialah untuk:
1. Guru
Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi unutk
mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap Pendidikan STEM.
2. Mahasiswa/peneliti
Bagi mahasiswa ataupun peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama
mengenai bagaimana persepsi siswa terhadap Pendidikan STEM.
3. Pemerintah
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
dalam rangka penerapan Pendidikan STEM di Indonesia, sehingga ada
masukan dalam perencaaan Pendidikan STEM di sekolah.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Persepsi
a. Pengertian persepsi
Dalam psikologi Gestalt, persepsi diartikan sebagai keseluruhan
penerimaan rangsangan yang diterima oleh alat indra, bukan penjumlahan
atas rangsangan-rangsangan tersebut (Sarwono, 2013). Sementara itu,
menurut Rakhmat (2008), persepsi atau perception adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan
fungsi psikologis yang dimulai dari proses sensasi (proses mendeteksi
sebuah rangsang), yang kemudian diteruskan dengan proses
mengelompokkan, menggolong-golongkan, mengartikan, dan mengaitkan
beberapa rangsangan sekaligus (Shaleh, 2004). Sementara (Fauzi, 2008)
mengungkapkan bahwa persepsi merupakan penafsiran stimulus yang ada
di dalam otak.
Pengertian persepsi juga dikemukakan oleh Walgito dan Atkinson
dalam (Candra, Harini, & Sumitra, 2017). Walgito menyatakan bahwa
persepsi merupakan perorganisasian dan penginterpresentasian terhadap
stimulus. Sementara Atkinson mengemukakan bahwa persepsi adalah
penyelidikan dalam mengintegrasikan sensasi ke dalam proses perseptual
dan menggunakannya untuk mengenali dunia. Sementara itu, Mar’at (1982)
mendeskripsikan persepsi sebagai proses pengamatan seseorang yang
berasal dari komponen kognisi. Hal ini juga dikemukakan oleh Thoha
(2009) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi melalui panca
indranya. Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa persepsi merupakan
9
hasil akhir dari proses penerimaan rangsangan atau stimulus oleh panca
indra yang kemudian ditafsirkan.
b. Jenis persepsi
Dalam (Candra, Harini, & Sumitra, 2017), persepsi dibagi menjadi
dua jenis yaitu External perception yaitu persepsi yang terjadi karena
adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu.
1. Self-perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
rangsangan yang berasal dari dalam diri individu.
2. External perception maupun self-perception, kedua istilah ini
harus dipahami dalam arti ganda.
Dalam hal ini external perception dan self-perception dapat secara
bersamaan muncul, sehingga pada akhirnya persepsi yang dihasilkan akan
dipengaruhi bagaimana kondisi tubuh dalam menerima stimulus tersebut
(Lindstrom, 2014).
c. Fungsi persepsi
Persepsi muncul akibat adanya rangsangan atau stimulus yang
diterima oleh panca indra. Oleh sebab itu, persepsi memiliki fungsi
tersendiri terhadap sistem panca indra. Salah satu fungsi persepsi
dikemukakan oleh Atkinson dalam (Candra, Harini, & Sumitra, 2017)
dimana persepsi memiliki fungsi untuk menentukan objek yang ada di
tempat itu (pengenalan) dan di mana objek itu berada (lokasinya). Hal ini
kemudian menjadi penting sebab mengingat bahwa panca indra yang
digunakan untuk menerima sebuah rangsangan salah satunya ialah mata.
Salah satu fungsi lain dari persepsi adalah mempertahankan penampilan
objek tetap konstan, walaupun kesan yang diterima retina terus menerus
berubah (Candra, Harini, & Sumitra, 2017).
10
d. Syarat terjadinya persepsi
Seperti yang diketahui, timbulnya sebuah persepsi diawali
dengan adanya rangsangan yang diterima oleh panca indra. Oleh sebab
itu, kemudian terdapat beberapa syarat seorang individu dapat
melakukan persepi seperti yang dikemukakan Walgito dalam (Candra,
Harini, & Sumitra, 2017) di antaranya yaitu:
1. Adanya objek yang akan menimbulkan stimulus. Stimulus ini bisa
berasal dari luar individu maupun dari dalam diri individu itu sendiri.
2. Adanya alat indra yang digunakan untuk menerima stimulus.
3. Adanya perhatian sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi.
Perhatian sendiri akan mengarahkan individu untuk mengamati
sesuatu yang akan dipersepsikan.
e. Proses terjadinya persepsi
Suatu persepsi dapat muncul setelah melalui beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan inilah yang kemudian disebut sebagai subproses
dalam persepsi. Subproses ini yang kemudian dapat dipergunakan
sebagai bukti bahwa persepsi itu merupakan hal yang kompleks dan
interaktif (Thoha, 2009). Proses terjadinya persepsi terdiri dari beberapa
tahapan. Walgito dalam (Candra, Harini, & Sumitra, 2017)
mengemukakan bahwa terdapat tiga proses tahapan terjadinya persepsi,
yaitu:
1. Proses fisik (kealaman): adanya objek stimulus reseptor
atau alat indra
2. Proses fisiologis: stimulus saraf sensoris otak
3. Proses psikologis: proses dalam otak, sehingga individu
menyadari stimulus yang diterima.
11
Proses pertama terjadinya suatu persepsi diawali dengan adanya stimulus
(rangsangan) yang hadir. Kemudian dari stimulus tersebut akan
menimbulkan proses registrasi atau pengindraan oleh panca indra
terhadap stimulus. Setelah itu, kemudian akan terjadi proses interpretasi
terhadap stimulus, dimana proses ini akan berbeda pada setiap orang
tergantung pada cara pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian
seseorang. Akibatnya persepsi yang ditimbulkan pada masing-masing
orang akan berbeda. Tahapan selanjutnya yaitu umpan balik (feedback),
dimana proses ini merupakan pemberian respon terhadap stimulus yang
diterima (Thoha, 2009). Dari proses tersebut, proses terjadinya persepsi
dapat dilihat seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Proses terjadinya persepsi
f. Faktor perkembangan persepsi
Di dalam persepsi, meskipun stimulus yang diterima merupakan hal
yang sama, akan tetapi persepsi masing-masing individu akan berbeda.
Hal ini tergantung bagaimana cara individu tersebut menafsirkan stimulus
yang diterima. Selain itu, perkembangan diri individu juga akan
mempengaruhi bagaimana cara ia menafsirkan sebuah stimulus. Dalam
(Thoha, 2009) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan persepsi diantara yaitu sebagai berikut:
1. Psikologi: keadaan psikologi seseorang akan berpengaruh terhadap
persepsi seseorag terhadap suatu objek.
stimulus
alat indra
otak
persepsi
12
2. Famili: pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak berasal
dari keluarganya. Hal ini dikarenakan banyak orang tua
menurunkan persepsinya terhadap suatu hal kepada anak-anaknya,
sehingga banyak anak-anak yang persepsinya akan mengikuti
persepsi orang tuanya.
3. Kebudayaan: kebudayaan dalam lingkungan masyarakat
merupakan salah satu faktor yang kuat dalam mempengaruhi sikap,
nilai, dan cara pandang seseorang terhadap suatu hal maupun
memahami suatu keadaan.
g. Faktor-faktor terjadinya persepsi
Persepsi yang dihasilkan setiap individu dalam menafsirkan sebuah
rangsangan akan berbeda satu sama lain. Perbedaan penafsiran tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut (Sarwono, 2013), faktor-
faktor tersebut di antaranya:
1. Perhatian: setiap individu biasanya tidak dapat memfokuskan diri
kepada banyak hal ataupun menerima seluruh rangsangan yang ada
disekitarnya secara bersamaan karena keterbatasan daya serap
yang dimiliki setiap individu, sehingga akan menimbulkan
persepsi yang berbeda.
2. Set: set (mental set) merupakan kesiapan mental seseorang untuk
menghadapi suatu rangsangan yang akan timbul dengan cara
tertentu. Perbedaan mental set antar individu juga akan
mempengaruhi terhadap persepsi yang dihasilkan.
3. Kebutuhan: kebutuhan merupakan sesuatu yang perlu dimiliki
setiap individu, baik itu kebutuhan sesaat maupun kebutuhan yang
menetap dalam diri seseorang. Perbedaan kebutuhan antar individu
juga akan berpengaruh terhadap persepsi suatu objek.
4. Sistem nilai: sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat akan
berpengaruh terhadap persepsi. Hal ini dikarenakan perbedaan
karakteristik budaya dan sistem nilai yang berlaku di dalam
13
masyarakat, sehingga akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu
objek.
5. Tipe kepribadian: kepribadian setiap individu yang berbeda akan
berpengaruh terhadap persepsi yang timbul dari suatu objek.
6. Gangguan kejiwaan: gangguan kejiwaan dapat mempengaruhi
persepsi individu terhadap suatu objek. Hal ini diakibatkan karena
adanya kesalahan persepsi, seperti terjadinya ilusi, halusinasi, dan
delusia.
Oleh karena itu, meskipun objek yang diamati setiap individu sama, akan
tetapi persepsi yang dihasilkan dari objek tersebut akan berbeda satu
sama lain tergantung kondisi dari individu tersebut.
2. STEM
Penggunaan istilah STEM pertama kali dikemukakan pada tahun
1990 oleh NSF (National Science Foundation) dengan menggunakan istilah
SMET. Akan tetapi, karena istilah tersebut lebih terdengar seperti smut,
kemudian diajukan akronim METS. Akan tetapi, akronim ini kurang
mendapat respon dari para anggota karena ada yang mengatakan bahwa ini
adalah nama grup baseball Nasional di New York (Suwarma, Astuti, &
Endah, 2015), maka kemudian pengunaannya diubah menjadi STEM.
STEM merupakan sebuah istilah yang terdiri dari gabungan sciene
(S), technology (T), engineering (E) dan mathematics (M) (Pimthong &
Williams, 2018). Dalam hal ini NRC (National Research Council) dalam
(Honey, Pearson, & Schweingruber, 2014) telah mendefinisikan STEM dari
masing-masing aspek sebagai berikut:
1. Sains
Sains merupakan studi tentang alam, termasuk hukum-hukum alam
yang terkait dengan fisika, kimia, biologi, pengobatan atau
penerapan, yang menggunakan penerapan atas fakta, prinsip, dan
juga konsep. Sains adalah ilmu pengetahuan yang telah terakumulasi
14
dari waktu ke waktu serta proses penyelidikan secara saintifik yang
akhirnya menghasilkan sebuah pengetahuan baru. Sains sendiri
berkaitan dengan ilmu teknik
2. Teknologi
Teknologi terdiri dari seluruh sistem dimana individu atau
organisasi menggunakan pengetahuan, proses, dan perangkat untuk
menciptakan dan mengoperasikan teknologi. Sepanjang sejarah,
manusia telah menciptakan teknologi untuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan mereka. Banyak teknologi modern adalah produk
dari penggabungan antara sains dan teknik (engineering). Teknologi
hasil penggabungan tersebut kemudian digunakan kembali di dalam
sains dan engineering.
3. Teknik (engineering)
Teknik (engineering) adalah pengetahuan tentang desain dan
penciptaan produk yang digunakan manusia dan proses untuk
memecahkan masalah. Salah satu kendala dalam desain teknik
adalah hukum alam, atau sains. Kendala lain termasuk waktu, uang,
bahan yang tersedia, ergonomi, peraturan lingkungan, kemampuan
manufaktur, dan reparabilitas. Teknik memanfaatkan konsep dalam
sains dan matematika serta alat teknologi.
4. Matematika
Matematika adalah studi tentang pola dan hubungan antara jumlah,
angka, dan ruang. Tidak seperti dalam sains, di mana bukti empiris
dicari untuk menyatakan sesuatu, dalam matematika dilakukan
melalui argumen logis berdasarkan pada asumsi mendasar. Argumen
logis sendiri adalah bagian dari matematika yang terus berkembang.
Tetapi tidak seperti dalam sains, pengetahuan dalam matematika
tidak dikalahkan, kecuali asumsi-asumsi dasar diubah. Kategori
konseptual spesifik matematika meliputi angka dan aritmatika,
aljabar, fungsi, geometri, dan statistik serta probabilitas. Matematiks
digunakan di dalam sains,teknologi dan teknik (engineering).
15
Penggunaan istilah STEM banyak digunakan dalam berbagai tingkat
akademisi, seperti pada dokumen kurikulum hingga penggunaan di ruang
kelas formal maupun non formal (Singh, 2016). STEM sendiri merupakan
pengaplikasian pengetahuan secara interdisipliner yang dirancang sebagai
upaya untuk memberikan siswa pengalaman belajar yang luas dan berkaitan
secara nyata dengan kehidupan mereka (Gomez & Albrecht, 2014). Saat ini,
STEM mulai dikembangkan di beberapa negara sebagai upaya agar
masyarakat mulai mengerti STEM dan juga sebagai kebutuhan yang banyak
digunakan dalam kehidupan modern (Pimthong & Williams, 2018). Dengan
kata lain, STEM adalah pendekatan yang didasarkan pada integrasi berbagai
bidang dan disiplin ilmu untuk tujuan yang sama, dan berfokus pada solusi
masalah kehidupan nyata (Kan & Murat, 2018).
Dalam artikel yang dikemukakan Bybee menyebutkan bahwa
sekarang adalah waktu untuk bergerak melampaui slogan dan menjadikan
literasi STEM untuk semua siswa sebagai prioritas pendidikan. Berdasarkan
inilah kemudian pemerintah hingga pemerhati pendidikan berupaya untuk
mengidentifikasi secara spesifik tujuan dari Pendidikan STEM yaitu
educational goals (meningkatkan pemahaman STEM kepada siswa) dan
workforce goals (memperkirakan banyak siswa yang memasuki sekolah
lanjutan mengenai STEM dan peluang kerja dibidang STEM) (Torlakson,
2014). Kemudian atas dasar tersebut, organisasi profesional yang berkaitan
dengan STEM mempunyai rekomendasi untuk menggambarkan hubungan
di antara setiap aspek dalam STEM yaitu sebagai berikut:
1. Siswa yang terpelajar secara ilmiah mengunakan pengetahuan ilmiah
tidak hanya fisika, kimia, biologi, dan ilmu bumi/ruang untuk
memahami dunia, tetapi mereka juga memahami kebutuhan ilmiah
teknologi yang ada dan baru, bagaimana kemajuan baru dalam
pemahaman ilmiah dapat direkayasa, dan bagaimana matematika
digunakan untuk mengartikulasikan dan memecahkan masalah.
2. Siswa yang melek teknologi memahami bahwa teknologi adalah
inovasi atau manipulasi sumber daya alam untuk membantu
16
menciptakan dan memuaskan kebutuhan manusia, dan juga untuk
belajar bagaimana memperoleh, memanfaatkan, dan mengelola alat
teknologi untuk memecahkan sains, matematika, dan teknik.
3. Siswa yang melek teknik memahami bagaimana teknologi masa lalu,
sekarang, dan masa depan dikembangkan melalui proses desain teknik
untuk memecahkan masalah. Mereka juga melihat bagaimana sains
dan matematika digunakan dalam penciptaan teknologi ini.
4. Siswa yang melek secara matematis tidak hanya tahu cara
menganalisis, bernalar, mengkomunikasikan ide secara efektif,
mereka juga dapat secara matematis mengajukan, memodelkan,
merumuskan, menyelesaikan, dan menafsirkan pertanyaan dan solusi
dalam sains, teknologi, dan teknik (Torlakson, 2014, hal. 9).
a. Pendidikan STEM
Pendidikan STEM adalah pendekatan dimana konsep-konsep
secara akademis digabungkan dengan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menerapkan sains, teknologi,
engineering, dan matematika di dalam konteks tersebut sehingga dapat
membuat keterkaitan satu sama lain (Lantz, 2009). Istilah Pendidikan
STEM merupakan kegiatan pengajaran dan pembelajaran di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika. Kegiatan ini biasanya
mencakup kegiatan pendidikan di semua tingkatan kelas dari pra-sekolah
hingga tingkat tinggi baik secara formal maupun informal (Gonzalez &
Kuenzi, 2012). Pendidikan STEM adalah sebuah pendekatan yang
mendorong siswa untuk belajar langsung, membuat mereka mencapai
impian mereka dan memastikan bahwa mereka mentransfer
pembelajaran tersebut untuk masalah baru dan berbeda (Yildirim & Selvi,
2015). Pendidikan STEM pada awalnya berkembang di Amerika Serikat
atas dasar kekhawatiran pemerintah terhadap masa depan terutama pada
bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika. Kekhawatiran
tersebut juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara global,
17
yang kemudian mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian
lebih terhadap Pendidikan STEM (Wang, Moore, Roehrig, & Park, 2011).
Atas dasar kekhawatiran tersebut kemudian pada tahun 2007
Committe on Prospering in the Global Economy of the 21st century
menerbitkan Rising Above The Gathering Storm sebagai tanggapan
terhadap lemahnya kinerja siswa dalam sains dan matematika di Amerika
Serikat. Dari hal tersebut, kemudian dikeluarkan beberapa rekomendasi
di antaranya berupa upaya meningkatkan keterampilan sains dan
matematika; mendukung dan meningkatkan penelitian dasar jangka
panjang yang terkait dengan perekonomian, keamanan, dan kualitas
hidup; meningkatkan daya tarik Amerika Serikat untuk merekrut dan
mempertahankan ilmuwan atau insinyur yang terbaik dan tercerdas di
dunia, dan meningkatkan insentif untuk inovasi (Breiner, Jhonson,
Harkness, & Koehler, 2012).
Pendidikan STEM sendiri tidak dapat dilakukan secara terpisah.
Pendidikan STEM sendiri dilakukan dengan menggabungkan proses
mengajar dan belajar antara dua atau lebih mata pelajaran terkait STEM
atau STEM dengan satu atau lebih mata pelajaran lain yang ada di
sekolah (Sanders, 2009). Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya
mampu menguasai satu pelajaran tertentu, akan tetapi siswa dapat
menghubungkan antara STEM dengan pelajaran lainnya. Lebih lanjut
(Brown, Brown, Reardon, & Merrill, 2011) menjelaskan bahwa para ahli
dalam Pendidikan STEM yang percaya bahwa memahami matematika
dan sains dengan baik dan dibarengi dengan pemahaman mengenai
teknologi dan engineering akan menyebabkan siswa menjadi lebih baik
dan dapat menentukan pilihan mengenai pendidikan selanjutnya atau
pekerjaan yang berkaitan dengan STEM.
Menurut Xie & Yauman (2003) dan Xie & Killewald (2010)
dalam (Xie, Fang, & Shauman, 2015) terdapat dua komponen pencapaian
dalam Pendidikan STEM. Komponen pertama yaitu pencapaian
pendidikan secara umum, dan komponen kedua yaitu pencapaian
18
Pendidikan STEM terhadap pendidikan non STEM. Secara umum
(Bybee, 2013) menyatakan Pendidikan STEM berbeda dengan bentuk
pendidikan lainnya pada hal-hal berikut:
1. Pendidikan STEM berkaitan dengan mengatasi masalah yang
berkaitan dengan tantangan globalisasi.
2. Pendidikan STEM berkaitan dengan perubahan persepsi
mengenai masalah yang berkaitan dengan lingkungan
3. Pendidikan STEM berkaitan dengan keterampilan tenaga kerja
abad ke-21 (21st century skills)
4. Pendidikan STEM berkaitan dengan masalah keamanan nasional
yang berkelanjutan
Ketiga poin di atas yang menjadikan STEM berbeda dan menjadikan
Pendidikan STEM sebagai salah satu bentuk pendidikan yang paling
sesuai untuk menjawab tantangan masa depan. Dengan adanya
Pendidikan STEM, siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan
konsep-konsep sains dan matematika, yang pada akhirnya akan menarik
minat pelajar kepada sains dan matematika dan dapat berkarir di bidang
STEM (Adnan, et al., 2016). Kemudian, siswa yang berkarir di bidang
STEM diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan secara pengetahuan,
tetapi juga dalam hal keterampilan, sehingga dapat bersaing di dalam
abad 21 (Kan & Murat, 2018).
b. Tujuan Pendidikan STEM
Fungsi pendidikan secara umum telah termuat dalam UU No 20
tahun 2003, dimana pendidikan berfungsi di antaranya untuk menjadikan
peserta didik berilmu, cakap, dan kreatif (Mendikbud, 2003). Sementara
untuk Pendidikan STEM, menurut (Bybee, 2013) Pendidikan STEM
memiliki beberapa tujuan di antaranya yaitu:
1. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi
pertanyaan dan masalah dalam situasi kehidupannya,
19
menjelaskan fenomena alam, mendesain, serta menarik
kesimpulan berdasarkan bukti mengenai isu-isu terkait STEM.
2. Memahami karakteristik disiplin STEM sebagai bentuk-bentuk
pengetahuan, penyelidikan, serta desain yang digagas manusia.
3. Kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk
lingkungan material, intelektual, dan kultural.
4. Mau terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya
efisiensi energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya
alam), menjadi warga negara yang konstruktif, peduli, serta
reflektif dengan menggunakan gagasan-gagasan sains, teknologi,
teknik dan matematika.
Selain hal di atas, Moore (2008) dalam (Moore, Tank, Glancy, Silverling,
& Mathis, 2014) mengungkapkan bahwa tujuan pengintegrasian STEM
dalam kegiatan pembelajaran melalui konten dan konteks di antaranya
ialah untuk:
1. Memperdalam pemahaman siswa tentang setiap disiplin ilmu
dengan konsep kontekstualisasi.
2. Memperluas pemahaman siswa tentang STEM melalui paparan
konteks STEM yang relevan secara sosial dan budaya.
3. Meningkatkan minat terhadap STEM untuk memperluas
ketertarikan siswa terhadap bidang STEM.
Selain beberapa tujuan di atas, lebih lanjut (Morrison, 2006)
menguraikan beberapa fungsi pendidikan STEM, di antaranya yaitu:
1. Problem solver (pemecah masalah): mampu memecahkan masalah,
dan menerapkan pemahaman dan pembelajaran ke dalam masalah
tersebut disertai argumen dan bukti.
2. Innovators (inovator): kekuatan untuk tujuan penyelidikan
independen dan asli menggunakan proses desain kreatif
menggunakan konsep dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan,
matematika, dan teknologi dengan menerapkannya pada proses
desain rekayasa.
20
3. Inventors (penemu): mengatur kebutuhan dunia dan secara kreatif
merancang dan mengimplementasikan solusi mengenali kebutuhan
dunia dan secara kreatif merancang, menguji, mendesain ulang,
dan kemudian mengimplementasikan solusi (proses rekayasa).
4. Self-reliant (mandiri): mampu mengatur agenda sendiri,
mengembangkan dan mendapatkan kepercayaan diri dan bekerja
dalam jangka waktu yang ditentukan.
5. Logical thinkers (pemikir logis): menggunakan logika, dan mampu
membuat keterkaitan atau pemahaman tentang fenomena alam, dan
mampu menerapkan proses pemikiran rasional dan logis dari sains,
matematika, dan desain teknik untuk inovasi dan penemuan.
6. Technologically literate (melek teknologi): dapat memahami sifat
teknologi, menguasai keterampilan yang dibutuhkan dan
menerapkannya dengan tepat dan menjelaskan sifatnya
Di dalam pengintegrasian Pendidikan STEM, terdapat dua tujuan
yang diharapkan diperoleh oleh siswa maupun guru. Bagi siswa, dengan
adanya pengintegrasian Pendidikan STEM, siswa diharapkan memiliki
kemampuan dalam literasi STEM, keterampilan abad ke-21, kesiapan
berkarir di bidang STEM, minat dan keterlibatan dalam STEM, serta
kemampuan untuk membuat keterkaiatan di antara disiplin STEM.
Sementara untuk guru, dengan adanya Pendidikan STEM diharapkan
guru mampu untuk meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan
konten STEM (Honey, Pearson, & Schweingruber, 2014).
Untuk mencapai tujuan tersebut, kemudian NRC (National
Research Council) menyatakan bahwa siswa perlu mengintegrasikan
berbagai keterampilan dalam program Pendidikan STEM. Menurut NRC
dalam (Suwarma, Astuti, & Endah, 2015), standar keterampilan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Adaptability atau keterampilan untuk beradaptasi terhadap suatu
kondisi yang tidak umum.
21
2. Complex communication skills merupakan keterampilan untuk
memproses dan menginterpretasikan informasi baik secara verbal
maupun non verbal.
3. Non-routine problem solving merupakan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang tidak biasa/umum.
4. Self management and self development merupakan kemampuan
untuk bekerja dengan baik, baik itu dengan dengan kelompok
(orang lain) maupun sendiri.
5. System thinking merupakan kemampuan untuk memahami cara
kerja seluruh sistem serta bagaimana pengaruh suatu tindakan
perubahan terhadap sistem tersebut.
Lebih lanjut, (Chen & Soldner, 2013) mengungkapkan bahwa dengan
mengkaitkan sikap terhadap STEM akan memunculkan motivasi,
kepercayaan diri, dan keyakinan tentang kemampuan untuk mempelajari
mata pelajaran STEM di dalam diri siswa.
c. Faktor –faktor Pendidikan STEM
Adanya Pendidikan STEM tidak terlepas dari faktor yang
mempengaruhinya. Secara umum (Xie, Fang, & Shauman, 2015)
membagi faktor-faktor tersebut menjadi tiga bagian yaitu:
1. Faktor kontekstual berhubungan dengan bagaimana keadaan
siswa selama di dalam kelas atau dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam hal ini peran guru menjadi penting karena guru yang
memberikan pengetahuan yang akan berpengaruh terhadap
pemahaman siswa terhadap STEM.
2. Keluarga: keluarga juga memiliki peran yang penting terhadap
Pendidikan STEM. Hal ini karena keluarga dapat memberikan
informasi dan dukungan berupa motivasi kepada siswa.
Ketertarikan siswa akan STEM juga dapat dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya.
22
3. Kemampuan individu yang berbeda-beda juga akan berpengaruh
terhadap hasil dalam Pendidikan STEM baik kemampuan (skills)
secara kognitif maupun non kognitif.
Selain ketiga aktor di atas, faktor lain yang mempengaruhi persepsi
siswa terhadap STEM ialah motivasi, pengalaman (experience), dan
keyakinan diri (self-efficacy) (Brown, Concannon, Marx, Donaldson, &
Black, 2016).
3. Pendidikan STEM di Indonesia
The Existence of the ASEAN Economic Community mengemukakan
salah satu tantangan besar bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia
ialah meningkatkan daya saing produk dan tenaga kerja (Milaturrahmah,
Mardiyana, & Pramudya, 2017). Untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,
salah satunya dipengaruhi oleh kualitas pendidikan. Peringkat pendidikan
Indonesia untuk wilayah ASEAN sendiri berada di posisi ke 7 (Gerintya,
2019). Selain itu, salah satu penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia
jumlah lulusan dengan ilmu sains dan jurusan teknik sebesar 24% dan lebih
rendah daripada Korea sebesar 29% (Shin, Rachmatullah, Roshayanti, Ha, &
Lee, 2018). Atas dasar tersebut, yang kemudian menyebabkan adanya
Pendidikan STEM di Indonesia.
Di Indonesia, pendekatan STEM belum banyak digunakan, sehingga
dapat pula dikatakan bahwa Pendidikan STEM di Indonesia belum
berkembang secara maksimal (Milaturrahmah, Mardiyana, & Pramudya,
2017). Pendidikan STEM sendiri lahir sebagai upaya dalam mengatasi
masalah atas rendahnya skor penilaian internasional seperti TIMSS dan PISA
serta sebagai upaya agar masyarakat mulai mengerti STEM dan juga sebagai
kebutuhan untuk digunakan dalam kehidupan modern (Pimthong & Williams,
2018). Di Indonesia sendiri Pendidikan STEM lahir selain sebagai upaya
dalam memperbaiki nilai PISA Indonesia yang menunjukkan bahwa nilai
rata-rata sains siswa Indonesia sebesar 403 dan rata-rata nilai matematika
siswa Indonesia sebesar 386 pada tahun 2015 (OECD, 2016). Selain itu juga
23
untuk mempersiapkan siswa memiliki keterampilan terkait STEM sehingga
dapat berkarir di bidang STEM.
Secara khusus, konsep STEM di Indonesia menjadi populer dalam
beberapa tahun terakhir, terutama di tingkat pendidikan tinggi. Dapat
dikatakan bahwa konsep ini secara bertahap berkembang di Indonesia
(Suprapto, 2016). Dimana salah satu penerapan STEM telah diterapkan di
sekolah kejuruan. Di Indonesia program sekolah kejuruan merupakan salah
satu yang banyak diminati. Hal ini karena sekolah kejuruan akan melatih
siswa untuk memiliki kemampaun (skills) yang lebih banyak untuk
menghadapi dunia kerja (Misbah, Gulikers, Maulana, & Mulder, 2015). Hal
inilah yang kemudian disikapi oleh Kemendikbud dengan menetapkan
Standar Kompetensi Lulusan yang berbasis pada kompetensi abad 21
(Mendikbud, 2016). Salah satu upaya untuk menghasilkan lulusan yang dapat
bersaing dalam kompetisi di abad 21 ialah melalui Pendidikan STEM.
Lebih dari itu, Pendidikan STEM di Indonesia tidak dapat berjalan
dengan baik jika tidak didukung oleh setiap komponen yang terlibat di
dalamnya, mulai dari pemerintah hingga guru. Oleh sebab itu, dalam
penerapan Pendidikan STEM perlu di dukung dengan kemampuan STEM
yang dimiliki oleh guru, di antaranya ialah pengetahuan terkait konten,
pengalaman, dan kemampuan pedagogi (Stohlmann, Moore, & Roehrig,
2012). Sebuah penelitian menemukan bahwa kemampuan guru masih rendah,
yang disebabkan karena guru kurang siap utuk mengajarkan sains dan
matematika, serta rendahnya jumlah guru yang berkualifikasi untuk
mengajarkan STEM (Lantz, 2009). Belum banyaknya jumlah guru yang
memiliki kemampuan pedagogis mengeai STEM ini yang pada akhirnya
menyebabkan Pendidikan STEM di Indonesia belum berjalan secara
maksimal. Selain itu, latar belakang keluarga juga akan mempengruhi
persepsi siswa terhadap STEM (Zhou, Anderson, Wang, & LI, 2017).
24
4. Keterampilan Abad 21 (21 Century Skills)
Keterampilan abad 21 berkaitan dengan perkembangan teknologi, yang
mengubah gaya hidup maupun interaksi antar sesama secara signifikan
karena perkembangan teknologi digital (Reynolds, Notari, & Tavares, 2016).
Keterampilan abad 21 tidak hanya kemampuan mengenai pengetahuan, tetapi
juga pemahaman dan keterampilan (skills) (Kan & Murat, 2018). Lebih lanjut,
keterampilan abad 21 menjadi tiga kelompok besar yaiu learning and
inovation skills, ICT skills, dan life and career skills (Dede, 2009).
a. Learning and thinking skills
Dalam keterampilan ini, selain siswa perlu mempelajari konten
akademik, siswa juga perlu tahu bagaimana mereka memanfaatkan apa
yang mereka ketahui secara efektif dan inovatif. Keterampilan ini
terdiri dari keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah,
keterampilan komunikasi, keterampilan kreativitas dan inovasi,
keterampilan kolaborasi, keterampilan belajar kontekstual,
keterampilan literasi media dan informasi.
b. ICT literacy
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah kemampuan untuk
menggunakan teknologi untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan konten abad ke-21, dalam konteks pembelajaran mata
pelajaran inti. Siswa harus dapat menggunakan teknologi untuk
mempelajari konten dan keterampilan, sehingga mereka tahu cara
belajar, berpikir kritis, menyelesaikan masalah, menggunakan
informasi, berkomunikasi, berinovasi, dan berkolaborasi.
c. Life and career skills
Seorang guru yang baik selalu memasukkan kecakapan hidup ke dalam
pedagogi mereka. Akan tetapi, tantangan yang dihadapi hari ini adalah
bagaimana untuk menggabungkan keterampilan-keterampilan tersebut.
Life skills sendiri meliputi kepemimpinan, etika, akuntabilitas,
kemampuan beradaptasi, produktivitas, tanggung jawab, keterampilan
25
orang-orang (people's skills), pengarahan diri sendiri (self-direction),
tanggung jawab sosial (social responsibility).
Dalam perkembangannya, keterampilan abad 21 telah banyak
diklasifikasi oleh beberapa organisasi maupun institusi seperti ATCS
(Assessment and Teaching of 21st Century Skills), P21 (Partnership for 21st
Century Learning), OECD (Organization for Economic Co-operation and
Development), ASIA Society (Asia Society Partnership for Global Learning),
ISTE (International Society for Technology in Education), NCREL (North
Central Regional Educational Laboratory), EU (European Union) yang
memiliki kesamaan bahwa keterampilan abad 21 terdiri dari kreatifitas,
berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi.) (Voogt & Roblin, 2010). Saat
ini, keterampilan abad 21 menjadi hal yang penting berdasarkan hasil survey
dalam perekrutan tenaga kerja. Dalam perekrutan tenaga kerja sendiri
terdapat dua kemampuan yang dilihat yaitu pengetahuan dasar dan
keterampilan. Pengetahuan dasar di antaranya sains dan matematika,
sedangkan keterampilan di antaranya adalah berpikir kritis, komunikasi,
kolaborasi dan kreativitas/inovasi (Fadel, 2008).
Terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam 21 century, yaitu
kreativitas, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi. Dibawah ini
merupakan penjabaran dari setiap bagain, di antaranya yaitu:
a. Kreativitas
Menurut Guilford dalam (Runco & Jaeger, 2012) kreativitas
dalam arti sempit adalah kemampuan atau karakteristik seseorang
terhadap hal-hal kreatif. Dimana kemampuan kreativitas menentukan
apakah seseorang memiliki kekuatan untuk menunjukkan perilaku
kreatifnya. Selain itu, kreativitas merupakan tindakan membuat
sesuatu yang baru, asli, dan bernilai baik untuk pribadi maupun untuk
budaya (Burkhardt, et al., 2003). Kreativitas merupakan salah satu
kemampuan yang diharapkan diperoleh siswa dari sekolah (Hobbs &
Frost, 2003). Hal ini karena jika seorang siswa meninggalkan sekolah
tanpa dibekali kemampuan kreativitas untuk berkreasi dan berinovasi,
26
maka mereka akan kurang siap dalam menghadapi tantangan di
masyarakat dan juga di dalam persaingan tenaga kerja (Roekel, 2012).
Lebih lanjut Piirto (2011) mengungkapkan bahwa dalam
keterampilan abad 21, kreativitas akan berhubungan dengan inovasi.
Dalam hal tersebut kemudian kreativitas dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Berpikir kreatif
Berpikir kreatif dapat digunakan dalam berbagai teknik, seperti
dalam pembuatan ide-ide baru yang bermanfaat, elaboratif,
memperbaiki, menganalisis, dan mengevaluasi ide-ide agar
dapat meningkatkan dan memaksimalkan upaya-upaya kreatif.
2. Bekerja secara kreatif dengan orang lain
Dalam hal ini seseorang dapat mengembangkan, menerapkan,
dan mengkomunikasikan ide-ide baru kepada orang lain secara
efektif; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru
dan beragam, memasukkan input dan umpan balik kelompok ke
dalam suatu karya; mendemonstrasi orisinalitas dan daya cipta
dalam pekerjaan dan memahami batas dunia nyata untuk
mengadopsi ide-ide baru, melihat kegagalan sebagai
kesempatan untuk belajar, memahami bahwa kreativitas dan
inovasi adalah proses siklus jangka panjang dari keberhasilan
kecil dan kesalahan yang sering terjadi.
3. Menerapkan inovasi: bertindak berdasarkan ide-ide kreatif untuk
membuat kontribusi yang nyata dan bermanfaat bagi bidang
inovasi.
b. Critical Thinking (berpikir kritis)
The National Council for Exellence in Critical Thinking
mendefinisikan critical thinking sebagai proses disiplin intelektual
yang secara aktif dan terampil mengkonseptualisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi yang
dikumpulkan dari atau dihasilkan oleh pengamatan, pengalaman,
27
refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai panduan untuk
keyakinan dan tindakan (Bialik & Fadel, 2015). Konsep berpikir kritis
digunakan untuk semua macam pengetahuan dan menyiratkan
keterlibatan nyata peserta didik dalam proses konstruksi pengetahuan
melalui refleksi dan berpikir secara mendalam (Saleh, 2019). Menurut
Siegel dalam (Rezaei, Derakhshan, & Bagherkazemi, 2011), berpikir
kritis dibagi menjadi dua, yaitu pure skills dan skills plus tendencies.
Pure skills merupakan merupakan kemampuan seseorang untuk
menilai dengan benar atau mengevaluasi jenis pernyataan tertentu.
Sementara itu, skills plus tendencies merupakan keterampilan atau
keahlian yang diperlukan untuk menilai pernyataan (dan tindakan)
yang tepat, dan juga kecenderungan untuk menjalankan keahlian
tersebut dalam pernyataan biasa (dan tindakan) kegiatan penilaian
mereka.
c. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan interaksi secara kooperatif di antara dua
atau lebih individu yang bekerja bersama untuk memecahkan masalah
atau membuat suatu produk. Kolaborasi sendiri termasuk ke dalam
interpersonal skills. Interpersonal skills sendiri di dalamnya terdiri
atas kemampuan untuk membaca dan mengatur emosi, motivasi, dan
perilaku diri sendiri atau orang lain selama interaksi sosial atau dalam
konteks interaktif sosial (Burkhardt, et al., 2003). Karenanya,
kolaborasi sering dianggap sebagai keterampilan sosial, di samping
ketegasan, tanggung jawab, dan empati (Malecki & Elliott, 2002).
Kolaborasi telah diidentifikasi sebagai hasil pendidikan yang
penting dalam diri seseorang, karena kolaborasi bukan hanya sebagai
sarana untuk mengembangkan atau menilai pengetahuan yang
dipelajari melalui keterlibatan dan praktik (Kuhn, 2015). Selain itu,
dengan adanya kolaborasi siswa secara aktif akan terlibat dalam
proses pembelajaran; memperkaya pengalaman belajar siswa;
28
menciptakan lingkungan yang lebih interaktif; mendorong pertanyaan,
diskusi, dan debat; serta mengembangkan keterampilan (baik kognitif
maupun generik) yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan kerja
mereka (Hunter, 2006).
Kolaborasi yang ada pada siswa dapat dibagi menjadi dua yaitu
kolaborasi secara personal dan kolaborasi secara interpersonal. Secara
personal, seorang siswa yang memiliki keterampilan kolaborasi
diantaranya akan barsedia dan mampu mengambil peran yang berbeda,
terbuka dan jujur dengan ide, kepedulian, dan nilai-nilai, menjadi
pemimpin dan juga pengikut dalam kelompok, dan mampu
menerapkan keterampilan kolaboratif untuk berbagai situasi.
Sementara dalam kolaborasi secara interpersonal, seorang siswa akan
berkomitmen untuk berbagi tujuan dan menerima tanggung jawab
untuk kelompok menuju tujuan itu, bekerja untuk mencocokkan tugas
dengan kemampuan anggota tim, dan mendengarkan dengan penuh
hormat dan objektif (Burkhardt, et al., 2003).
d. Komunikasi
Seseorang yang memiliki kemampuan komunikasi akan mampu
menyampaikan pemikiran, opini, perintah dengan jelas dan persuasif
secara langsung maupun tertulis kepada orang lain, serta mampu
memotivasi orang lain melalui kemampuan berbicaranya (Zubaidah,
2016). Dalam abad 21, komunikasi yang efektif sangat penting untuk
keberhasilan dalam masyarakat berbasis pengetahuan seperti saat ini
Komunikasi yang efektif melibatkan kemampuan dalam mengajar dan
berkolaborasi, keterampilan interpersonal, tanggung jawab pribadi,
tanggung jawab sosial dan sipil, serta komunikasi interaktif
(Burkhardt, et al., 2003).
Dalam mengembangkan keterampilan abad 21, peran sekolah menjadi
salah satu aspek penting. Sekolah tidak hanya fokus untuk mempersiapkan
siswa dalam tes akademik maupun meningkatkan nilai tes mereka, tetapi
29
harus bisa melakukan hal yang lebih kepada siswanya, di antaranya termasuk
kemampuan berpikir, kemampuan sosial dan emosional, keterampilan dalam
bersikap termasuk motivasi dan self efficacy. Berdasarkan hal tersebut, para
peneliti maupun praktisi mengemukakan keterampilan yang menjadi
perhatian banyak pihak di antaranya seperti kemampuan berikir kritis,
kreatifitas, metakognisi, pemecahan masalah, kolaborasi, motivasi, self
efficacy, dan ketekunan (Lamb, Maire, & Doecke, 2017). Dengan demikian,
sangatlah penting bagi Pendidikan STEM untuk melatih individu-individu
yang berkualifikasi untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi negara dan
dapat menghasilkan inovasi agar tidak tertinggal dari perkembangan (Kan &
Murat, 2018).
Untuk mengetahui mengenai persepsi terhadap Pendidikan STEM, dapat
dilihat dari setiap aspeknya (Suprapto, 2016) yaitu:
1. Sains: mengeksplorasi sikap siswa terhadap sains, seperti sains di
sekolah, di luar sekolah, dan pekerjaan kehidupan, serta karir dalam
sains.
2. Matematika: mengeksplorasi sikap siswa terhadap matematika, seperti
belajar matematika, menilai dan memilih karir dalam matematika.
3. Teknologi dan Engineering: mengeksplorasi sikap siswa terhadap
teknologi dan teknik (seperti menggunakan teknologi, mesin baru,
menciptakan produk baru, dan berkarir di bidang teknik), merangkum
sikap siswa terhadap mengintegrasikan STEM (menggunakan
kreativitas dan inovasi untuk pekerjaan masa depan dan karir yang
melibatkan STEM).
Selain itu, karena Pendidikan STEM memiliki keterkaitan dengan
keterampilan abad 21, maka dalam hal ini juga ditambahkan mengenai
keterampilan abad 21 yang terdiri dari learning and inovation skills, dan life
and career skills.
30
B. Penelitian yang relevan
Dalam penelitian ini, terdapat penelitian lain yang meneliti bagaimana persepsi
siswa terhadap STEM di antaranya sebagai berikut:
1. Meng, Idris, & Eu (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Secondary
Students' Perceptions of Assessments in Science, Technology,
Engineering, and Mathematics (STEM) menunjukkan bahwa secara
keseluruhan siswa menunjukkan sikap postitif terhadap STEM. Selain
itu, secara gender tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi dengan STEM.
2. Suprapto (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Students Attitudes
towards STEM Education: Voices from Indonesian Junior High
Schools menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan satu
sama lain antara sains, teknologi, engineering dan matematika.
3. Christenses, Knezek, & Wood (2014) dalam penelitiannya yang
berjudul Student perceptions of Science, Technology, Engineering and
Mathematics (STEM) Content and Careers menunjukkan bahwa siswa
yang memiliki kecenderungan terhadap STEM memiliki kesamaan
dengan orang yang profesional dalam STEM.
4. Zhou, Anderson, Wang, & LI (2017) dalam penelitiannya yang berjudul
Perceptions and Preferences of High School Students in STEM: A Case
Study in Connecticut and Mississippi menemukan bahwa latar belakang
keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi dan
pilihan siswa sekolah menengah terhadap STEM.
C. Kerangka Berpikir
Dalam perkembangan global yang pesat seperti saat ini, diperlukan
kualitas sumber daya manusia yang mumpuni agar dapat bersaing satu sama
lain. Untuk itu, dibutuhkan keterampilan (skills) yang cukup terutama dengan
adanya perkembangan teknologi yang pesat seperti saat ini. Selain itu, kualitas
sumber daya manusia dalam suatu negara akan menentukan apakah negara
tersebut dapat bersaing atau tidak secara global. Akan tetapi, saat ini kualitas
31
sumber daya manusia di Indonesia belum mampu bersaing secara global. Oleh
sebab itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas tersebut, salah
satunya melalui Pendidikan STEM. Pendidikan STEM diperlukan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia agar memiliki kemampuan untuk
bersaing dalam menghadapi tantangan global. Akan tetapi, Pendidikan STEM
di Indonesia sendiri masih belum merata, sehingga diperlukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana persepsi terhadap Pendidikan STEM. Persepsi ini
digunakan untuk mengetahui apakah siswa setuju dengan adanya Pendidikan
STEM ataukah tidak serta sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan Pendidikan STEM. Kerangka berpikir terdapat pada Gambar
2.2.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Adanya Pendidikan STEM di
Indonesia
Dilakukan penelitian untuk
melihat bagaimana persepsi
mengenai Pendidikan STEM
Diketahui bagaimana persepsi siswa
terhadap Pendidikan STEM
Indikator Pendidikan STEM
Sains
Matematika
Teknologi dan Engineering
Keterampilan abad 21
Kualitas sumberdaya manusia di
Indonesia belum dapat bersaing
secara global
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada tanggal 17 Juli 2019- 13 Agustus
2019 pada siswa Madrasah Aliyah (MA) yang ada di Kota Tangerang
Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di MAN 1 Kota Tangerang Selatan, MA
Pembangunan UIN Jakarta, MA Khazanah Kebajikan, MA Soebono
Mantofani, MA Manba’ul Ulum, MA Daarul Hikmah, MA Jami’yyah
Islamiyah, serta MA Madinatunnajah.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan suatu
gelaja, peristiwa, dan kejadian yang terjadi secara faktual, sistematis, dan
akurat. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama
yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau
subjek yang diteliti secara tepat (Sukardi, 2003). Lebih lanjut, Sugiyono
(2018) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berisi tentang penjelasan terhadap variabel yang diteliti, mulai dari
pendefinisian hingga uraian lengkap dari berbagai referensi. Dalam metode
penelitian deskriptif tidak diarahkan untuk menjelaskan hubungan seperti
dalam suatu rumusan hipotesis, dan juga tidak memprediksi atau meramal
implikasi apa yang akan terjadi manakala suatu variabel dimanipulasikan.
Tetapi penelitian hanya mengumpulkan data untuk menggambarkan
fenomena yang sedang terjadi (Sanjaya, 2013).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi
siswa terhadap Pendidikan STEM terutama di Kota Tangerang Selatan.
Dalam penelitian ini, tempat penelitian yang digunakan berbeda-beda
sehingga data yang diperoleh dapat bervariasi dan mendapatkan persepsi
yang berbeda supaya data yang diperoleh dapat maksimal.
33
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan adopsi dan penerjemahan instrumen
berupa kuesioner dari penelitian yang berjudul Gender and Student
Attitudes towards Science, Technology, Engineering, Mathematics (Unfried,
Faber, & Wiebe, 2014). Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan
terdiri dari STEM dan 21 century skills. Kemudian instrumen tersebut
dilakukan validasi terjemahan oleh dosen ahli. Setelah dinyatakan layak
untuk diujikan, selanjutnya kuesioner dilakukan uji coba kepada siswa
untuk melihat tingkat validitas dan reliabilitas dari kuesioner tersebut.
Setelah didapatkan hasil uji coba validasi, kemudian instrumen tersebut
diujikan kepada siswa untuk memperoleh data penelitian, yang kemudian
data tersebut akan dianalisis dan ditarik kesimpulan. Prosedur penelitian ini
seperti yang terdapat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
adopsi dan penerjemahan
instrumen
validasi instrumen oleh
dosen ahliuji coba instrumen
dinyatakan valid dan reliabel
pengambilan data ke sekolah
analisis data
kesimpulan
34
2018). Objek penelitian ini adalah sekolah Madrasah Aliyah (MA) yang ada
di Kota Tangerang Selatan.
Adapun sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini,
sampel yang digunakan merupakan siswa Madrasah Aliyah (MA) kelas XI
dan XII yang mengambil jurusan IPA. Dalam pengambilan sampel,
digunakan teknik pengambilan secara purposive sampling, dimana dalam
menentukan seseorang menjadi sampel didasarkan pada tujuan tertentu
(Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini sampel yang diperoleh yaitu siswa
kelas XI dan XII IPA. Pengambilan sampel pada kelas XI dan XII dilakukan
dengan pertimbangan bahwa pada kelas tersebut siswa telah lebih banyak
mempelajari matematika, sains, teknologi dan engineering, serta
keterampilan abad 21. Sampel tersebut diambil dari beberapa sekolah yang
ada di Kota Tangerang Selatan yaitu MAN 1 Kota Tangerang Selatan, MA
Pembangunan UIN Jakarta, MA Khazanah Kebajikan, MA Soebono
Mantofani, MA Manba’ul Ulum, MA Daarul Hikmah, MA Jami’yyah
Islamiyah, serta MA Madinatunnajah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
menyertakan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada siswa.
Kuesioner yang dibagikan sendiri terdiri dari sejumlah pernyataan yang
harus dijawab oleh siswa. Angket (kuesioner) adalah instrumen penelitian
berupa daftar pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang harus dijawab
atau diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Penggunaan
kuesioner dipilih karena kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien sehingga cocok digunakan jika jumlah responden cukup besar
dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2018).
35
F. Instrumen Penelitian
Penggunaan instrumen bertujuan sebagai alat bantu yang digunakan
dalam mengambil data penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang
digunakan oleh peneliti yaitu angket (kuesioner) yang diadoptasi dari
instrumen yang telah dipublikasikan oleh Unfried, Faber, & Weibe tahun
2014. Instrumen ini terdiri empat bagian, yaitu matematika, sains, teknologi
dan engineering, serta keterampilan abad 21.
Dalam instrumen tersebut terdapat 37 pernyataan dengan lima
pilihan jawaban, dimana jawaban tersebut mengunakan skala Likert.
Instrumen tersebut terdiri dari 8 pernyataan untuk matematika, 9 pernyataan
untuk sains, 9 pernyataan untuk teknologi dan engineering, serta 11
pernyataan untuk keterampilan abad 21 seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Indikator Instrumen Penelitian
No Aspek Indikator Pernyataan Pernyataan
1 Matematika mengeksplorasi sikap siswa
terhadap matematika, seperti
belajar matematika, menilai
dan memilih karir dalam
matematika.
1,2,3,4,5,6,7,8
2 Sains mengeksplorasi sikap siswa
terhadap sains, seperti sains di
sekolah, di luar sekolah, dan
pekerjaan kehidupan, serta
karir dalam sains.
9,10,11,12,13,14,
15,16,17
3 Teknologi
dan
Engineering
mengeksplorasi sikap siswa
terhadap teknologi dan teknik
(seperti menggunakan
teknologi, mesin baru,
menciptakan produk baru, dan
berkarir di bidang teknik),
18,19,20,21,22,23,
24,25,26
36
merangkum sikap siswa
terhadap mengintegrasikan
STEM (menggunakan
kreativitas dan inovasi untuk
pekerjaan masa depan dan
karir yang melibatkan STEM).
4 Keterampilan
Abad 21
Mengeksplorasi sikap siswa
terkait learning and inovation
skills, dan life and career
skills.
27,28,29,30,31,32,
33,34,35,36,37
Dalam pemilihan jawaban pada instrumen menggunakan skala
Likert. Skala likert sendiri telah banyak digunakan untuk mengukur persepsi,
sikap, pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial
(Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini, skala Likert yang digunakan
berjumlah 5 pilihan yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), ragu-
ragu (R), setuju (S) dan sangat setuju (SS).
G. Validitas dan Reliabilitas
Setelah dilakukan penerjemahan terhadap instrumen, kemudian
dilakukan uji validitas dan realibilitas. Validitas atau kesahihan
menunjukkan pada keterampilan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur
apa yang harus diukur (Suharsaputra, 2012). Sementara itu, reliabilitas
merupakan kedapatdipercayaan atau keajegan suatu insturmen pengukuran
dikatakan reliabel apabila istrumen tersebut dipergunakan secara berulang
memberikan hasil ukur yang sama (Suharsaputra, 2012).
Dalam pengujian awal instrumen untuk mengetahui berapa banyak
pernyataan yang valid, diketahui bahwa nilai r tabel sebesar 0,311 (Kadir,
2015). Berdasarkan hal tersebut, dari hasil pengujian data diperoleh bahwa
jumlah pernyataan yang valid sebanyak 31 pernyataan dari jumlah total
sebanyak 37 pernyataan. Sementara itu, untuk nilai reliabilitas instrumen,
37
diperoleh nilai sebesar 0,741. Dengan demikian, dalam proses pengambilan
data penelitian, jumlah pernyataan yang digunakan sebanyak 31 pernyataan.
Sebanyak 31 pernyataan di dalam instrumen yang valid tersebut
terdiri dari 6 pernyataan untuk matematika, 7 pernyataan untuk sains, 8
pernyataan untuk teknologi dan engineering, serta 10 pernyataan untuk
keterampilan abad 21 seperti terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.2 Hasil Validasi Instrumen
No Aspek Pernyataan
1 Matematika 1*,2*,3,4,5,6,7,8
2 Sains 9,10,11,12,13,14,15*,16*,17
3 Teknologi dan Engineering 18,19,20,21,22,23,24*,25,26
4 Keterampilan Abad 21 27,28,29,30,31,32,33,34,35,36*,37
Ket: tanda (*) menunjukkan item tidak valid
H. Analisis Data
Data yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu berupa data
kuantitatif. Dalam prosesnya analisis data yang digunakan melalui berbagai
tahapan yaitu di antaranya:
1. Proses tabulasi
Dalam proses ini, data yang telah diperoleh kemudian
dikelompokkan berdasarkan sekolah masing-masing, yang
kemudian digabungkan menjadi satu. Setelah itu, kemudian data
dihitung jumlah siswa pada setiap pilihan jawaban, sehingga
diperoleh jumlah siswa yang memilih pada masing-masing jawaban
dari semua sekolah.
2. Perhitungan data
Setelah diketahui jumlah siswa yang memilih setiap pilihan
jawaban, kemudian data dihitung Persentasenya. Data kuantitatif
berupa persentase ini didapat dari frekuensi jawaban responden
(siswa) terhadap pilihan jawaban yang diberikan. Perhitungan
38
Persentase ini dihitung berdasarkan pilihan jawaban siswa
dibandingkan dengan jumlah siswa.
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑜𝑝𝑠𝑖
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100 %
3. Pendeskripsikan data
Dalam proses ini, data yang telah diperoleh kemudian
dideskripsikan dalam bentuk pernyataan untuk memperoleh bentuk
nyata dari responden, sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau
orang lain yang tertarik pada hasil penelitian yang dilakukan. Untuk
peneliitan kuantitatif, cara mendeskripsikan data menggunakan
statistika deskriptif dengan tujuan agar data dapat dengan mudah
dimengerti.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh serta pembahasan
yang telah dilakukan terhadap penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
persepsi siswa Madrasah Aliyah (MA) di Kota Tangerang Selatan setuju
terhadap Pendidikan STEM. Mayoritas siswa menyatakan setuju pada aspek
sains, teknologi dan engineering, serta keterampilan abad 21. Sementara itu,
untuk matematika siswa menyatakan ragu-ragu.
B. Saran
Berdasarkan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun
penulis memberikan saran terhadap penelitian ini diantaranya yaitu sebagai
berikut:
1. Peneliti selanjutnya diharapkan memperluas berbagai aspek dalam
penelitian terutama yang berkaitan dengan persepsi siswa terhadap
pendidikan STEM.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan memperbanyak sumber data penelitian
agar data yang diperoleh lebih bevariasi sehingga hasil yang diperoleh
lebih maksimal.
63
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., Ayob, A., Tek, O. E., Ibrahim, M. N., Ishak, N., & Sheriff, J. (2016).
Memperkasa Pembangunan Modal Insan Malaysia di Peringkat Kanak-
kanak: Kajian Kebolehlaksanaan dan Kebolehintegrasian Pendidikan
STEM dalam Kurikulum PERMATA Negara. Malaysian Journal of Society
and Space, 12(1), 29-36.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi
Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ashgar, A., Ellington, R., Rice, E., Johnson, F., & Prime, G. M. (2012, Agustus 8).
Supporting STEM Education in Secondary Science Contexts.
Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 6(2), 85-125.
doi:10.7771/1541-5015.1349
Bevins, S., Brodie, M., & Brodie, E. (2005, September 7-10). A Study of UK
Secondary School Students' Perceptions of Science and Engineering.
European Educational Research Association Annual Conference, 1-20.
Bialik, M., & Fadel, C. (2015). Skill for the 21st Century: What Should Students
Learn? Boston: Center for Curriculum Redesign.
Breiner, J. M., Harkness, S. S., Johnson, C. C., & Koehler, C. M. (2012). What Is
STEM? A Discussion About Conceptions of STEM in Education and
Partnerships. School Science and Mathematics, 112(1), 3-11.
Britner, S. L., & Pajares, F. (2006). Sources of Science Self-Efficacy Beliefs of
Middle School Students. Journal of Research In Science Teaching, 43(5),
485-499.
Brophy, S., Klein, S., Portsmore, M., & Rogers, C. (2008, July). Advancing
Engineering Education in P-12 Classrooms. Journal of Engineering
Education, 369-387.
64
Brown, P. L., Concannon, J. P., Marx, D., Donaldson, C. W., & Black, A. (2016).
An Examination of Middle School Students' STEM Self-Efficacy with
Relation to Interest and Perceptions of STEM. Journal STEM Education,
17(3), 27-37.
Brown, R., Brown, J., Reardon, K., & Merrill, C. (2011, March). Understanding
STEM: Current Perceptions. Technology and Engineering Teacher, 5.
Burkhardt, G., Monsour, M., Valdez, G., Gunn, C., Dawson, M., Lemke, C., . . .
Martin, C. (2003). EnGauge 21st Century Skills: Literacy in the Digital Age.
Illinois dan Los Angeles, California: NCREL dan Metiri Group.
Bybee, R. W. (2013). The Case for STEM Education. Virginia: NSTA press.
Candra, I. W., Harini, I. A., & Sumitra, I. N. (2017). Psikologi Landasan Keilmuan
dan Praktik Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Capobianco, B. M., Diefes-Dux, H. A., Mena, I., & Weller, J. (2011, Aprl). What
is an Engineer? Implications ofElementary School Student Conceptions
forEngineering Education. Journal of Engineering Education, 100(2), 304-
328.
Caprile, M., Palmen, R., Sanz, P., & Dente, G. (2015). Encouraging STEM Studies
for the Labour Market. Europian Parlement.
Chen, X., & Soldner, S. (2013). STEM Attrition: College Students’ Paths Into and
Out of STEM Fields Statistical Analysis Report. U.S. Department of
Education. Washington DC: National Center For Education Statistics.
Child, S., & Shaw, S. (2016). Collaboration in the 21st Century: Implications for
Assessment. Research Matters(22), 17-22.
Christensen, R., Knezek, G., & Wood, T. T. (2014). Student Perceptions of Science,
Technology, Engineering and Mathematics (STEM) Content and Careers.
Computers in Human Behavior, 173-186.
65
Dede, C. (2009). Comparing Frameworks for “21st Century Skills". Harvard
Graduate School of Education.
Demuth, A. (2013). Perception Theories. Tranava: Faculty of Philosophy.
Dick, T. P., & Rallis, S. F. (1991). Factors And Influences on High School Students
Career Choices. Journal for Research in Mathematics Education, 22, 281-
292.
Engineering For Kids. (2016, Februari 2). Why is STEM Education So Important?:
Diakses dari https://www.engineeringforkids.com pada tanggal 1
September 2019.
English, L. D. (2016). STEM Education K-12: Perspectives on Integration. English
International Journal of STEM Education (2016), 3:3, 1-8.
Fadel, C. (2008). 21st Century Skills: How Can You Prepare Students for The New
Global Economy? Paris: OECD.
Fauzi, A. (2008). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Gerintya, S. (2019, Mei 02). Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing pun
Lemah. Diakses dari tirto.id: http://tirto.id.com pada tanggal 1 September
2019.
Gomez, A., & Albrecht, B. (2014). True STEM Education. Technology and
Engineering Teacher, 8.
Gonzalez, H. B., & Kuenzi, J. J. (2012, November 15). Science, Technology,
Engineering, and Mathematics (STEM) Education: A Primer.
Congressional Research Service, 1-34.
Gupta, U. G., & Hount, L. E. (2000). High School Students’ Perceptions of
Information Technology Skills and Careers. Journal of Industrial
Technology, 16, 2-8.
Hacker , M., & Barak, M. (2017). Important Engineering and Technology Concepts
and Skills for All High School Students in the United States: Comparing
66
Perceptions of Engineering Educators and High School Teachers. Journal
of Technology Education, 28(2), 31-52.
Hadi, S., & Novaliyosi. (2019). TIMSS INDONESIA (TRENS IN
INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY).
Prosiding Seminar Nasional & Call For Papers (hal. 562-569).
Tasikmalaya: Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas
Siliwangi.
Hernandez, P. R., Bodin, R., Elliott, J. W., Ibrahim, B., Rambo-Hernandez, K. E.,
Chen, T. W., & de Miranda, M. A. (2014). Connecting the STEM Dots:
Measuring the Effect of an Integrated Engineering Design Intervention. Int
J Technol Des Educ, 107-120.
Hobbs, R., & Frost, R. (2003). Measuring the Acquisition of Media-Literacy Skills.
Reading Research Quarterly, 38, 330-355.
Hohenberg, P. C. (2010). What Is Science? New York: New York University.
Honey, M., Pearson, G., & Schweingruber, H. (2014). STEM Integration in K-12
Education Status, Prospects, and an Agenda For Research. Washington
D.C: The National Academies Press.
Hunter, D. (2006). Assessing Collaborative Learning. British Journal of Music
Education, 23(1), 75-89.
Kadir. (2015). Statistika Terapan Konsep, Contoh dan Analisis Data dengan
Program SPSS/Lisrel dalam Penelitian Edisi Kedua. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Kan, A. U., & Murat, A. (2018). Investigation of Perception Science Teacher 21st
Century Skill Competence Perception and Attitudes Toward STEM.
International Online Journal of Education Sciences, 251-272.
Katehi, L., Pearson, G., Feder, M. (2009). Engineering in K-12 Education:
Understanding the Status and Improving the Prospects. Washington D. C. :
The National Academies Press.
Kline, S. J. (1985). What is technology? Bulletin of Science, Technology & Society,
5(3), 215-218. doi:10.1177/027046768500500301
67
Knezek, G., Christensen, R., Wood, T. T., & Periathiruvadi, S. (2013). Impact of
Environmental Power Monitoring Activities on Middle School Student
Perceptions of STEM. School Student Perceptions of STEM, 24(1), 98-123.
Kuhn, D. (2015). Thinking Together and Alone. Educational Researcher, 44, 46-
53.
Kurnia, T. (2019, Desember 4). Skor Terbaru PISA: Indonesia Merosot di Bidang
Membaca, Sains, dan Matematika. Diambil kembali dari
https://www.m.liputan6.com Pada tanggal 3 Juni 2020
Kwok, S. (2016). Science Education in the 21st Century. Nature Astronomy, 2(7),
530-533.
Lamb, S., Maire, Q., & Doecke, E. (2017). Key Skill for the 21st Century: an
evidence-based review. Melbourne: Victoria University.
Lantz, H. B. (2009). Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)
Education. What form? What function? CurrTech Integrations. 1-11.
Diakses dari
http://www.currtechintegrations.com/pdf/STEMEducationArticle.pdf.
pada tanggal 10 September 2019.
Lee, M. H., Chai, C. S., & Hong, H. Y. (2019). STEM Education in Asia Pacific:
Change and Development. Asia-Pacific Edu Res, 28(1), 1-4.
Li, Y., & Schoenfeld, A. H. (2019). Problemating Teaching and Learnig
Mathematics as "given" in STEM Education. International Journal of
STEM Education, 6:44, 1-13.
Lindstrom, K. (2014). Internal and External Perception in Conceptualizing Home
Landscapes: Japanese Examples. Geografiska Annaler Series B Human
Geography, 51-65.
Liu, X. (2009). Beyond Science Literacy: Science and the Public. International
Journal of Environmental & Science Education, 4, 301-311.
68
Malecki, C. K., & Elliott, S. N. (2002). Childrens Social Behaviors as Predictors of
Academic Achievment: A Longitudinal Analysis. School Psychology
Quarterly, 17(1), 1-23.
Mar'at. (1982). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Bandung: Ghalia
Indonesia.
Mativo, J. M., Womble, M. N., & Jones, K. H. (2011, February). Engineering and
technology students’ perceptions of courses. International Journal of
Technology and Design Education, 103-115.
McPhearson, P. T., Pollack, R. E., & Sable, J. E. (2008). Increasing Scientific
Literacy in Undergraduate Education: A Case Study from “Frontiers of
Science” at Columbia University. In: A Vision of transdisciplinarity: Laying
Foundations for a World Knowledge Dialogue,ed. F Darbellay, M Cockell,
J Bilotte, etc. Switzerland: EPFL Press. Diakses dari
http://columbiauniversity.net/cu/biology/faculty/pollack/publications/essay
s-andreviews/increasing scientific literacy.pdf. pada tanggal 15 Oktober
2019.
Mendikbud. (2003, Juli 8). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Diakses dari www.kelembagaan.ristekdikti.go.id:
http://www.kelembagaan.ristekdikti.go.id pada tanggal 5 Oktober 2019.
Mendikbud. (2016). Salinan Lampiran Permendikbud No.21 th 2016 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Meng, C. C., Idris, N., & Eu, L. K. (2014). Secondary Students' Perceptions of
Assessments in Science, Technology, Engineering, and Mathematics
(STEM). Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 10(3), 219-227.
Milaturrahmah, N., Mardiyana, M., & Pramudya, I. (2017). Mathematics Learning
Process with Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM)
69
Approach in Indonesia. International Conference on Mathematics and
Science Education (ICMScE), 1-7.
Misbah, Z., Gulikers, J., Maulana, R., & Mulder, M. (2015, Mei 22). Teacher
Interpersonal Behaviour and Student Motivation in Competence-Based
Vocational Education: Evidence from Indonesia. Teaching and Teacher
Education, 50, 79-89.
Mishra, K. S., (2016). Self- Concept- A Person's Concept of Self-Influence.
International Journal of Recent Research Aspects. 8-13.
Moore, T. J., Tank, K. M., Glancy, A. W., Silverling, E. A., & Mathis, C. A. (2014).
Engineering to Enhance STEM Integration Efforts. 121st ASEE Annual
Conference & Exposition (pp. 24.511.1-24.511.15). Indianapolis: American
Society for Engineering Education.
Morrison, J. S. (2006). TIES STEM Education Monograph Series, Attributes of
STEM Education. Baltimore: MD: TIES.
Murti, K. E. (2015, July 29). Pendidikan Abad 21 dan Implementasinya Pada
Pembelajaran Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Diakses dari
kemdikbud web site: https://p4tksb.kemdikbud.go.id pada tanggal 8
Oktober 2019.
Nordin, A., & Ling, L. H. (2011, June 2). Hubungan Sikap Terhadap Mata Pelajaran
Sains dan Penguasaan Konsep Asas Sains Pelajar Tingkatan Dua. Journal
of Science & Mathematics Educational, 2, 89-101.
Novferma, N. (2016, Mei). Analisis Kesulitan Dan Self-Efficacy Siswa SMP
Dalam Pemecahan Masalah Matematika Berbentuk Soal Cerita. Jurnal
Riset Pendidikan Matematika, 3, 76-87.
Novitasari, D. (2016, Desember). Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif
Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal
Pendidikan FIBONACCI Matematika & Matematika, 2(2), 8-18.
70
OECD. (2016). Result Form PISA 2015 INDONESIA. OECD Publishing.
P21 Framework Definitions. (2009). Partnership For 21st Century Skills, 1-9.
Panchangam, S. C. (2014). An Introduction to Engineering. Engineering & Science
Focus:: AITK, 1-2.
Perdana, G. P. (2017, Juni). Pengetahuan Awal dan Tingkat Keyakinan Siswa
Tentang Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan
Pembelajaran, 1(2), 143-152.
Piirto, J. (2011). Creativity for 21st Century Skill: How to Embed Creativity into
the Curriculum. Ohio, USA: Sense Publisher.
Pimthong, P., & Williams, J. (2018, July 2018). Preservice Teacher understanding
of STEM Education. Kasetsart Journal of Social Sciences, 1-7.
doi:https://doi.org/10.1016/j.kjss.2018.07.017
Quinn, F., & Lyons, T. (2011, Desember). High School Students’ Perceptions of
School Science and Science Careers: A Critical Look at a Critical Issue.
Science Education International, 22(4), 225-238.
Rakhmat, J. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Reynolds, R., Notari, M., & Tavares, N. J. (2016, Januari). 21st Century Skills
Development through Inquiry Based Learning From Theory to Practice. 1-
15.
Rezaei, S., Derakhshan, A., & Bagherkazemi, M. (2011, July). Critical Thinking in
Language Education. Journal of Language Teaching and Research, 2, 769-
777.
Roekel, D. V. (2012). Preparing 21st Century Students for a Global Society.
Alexandria: National Education Association.
Runco, M. A., & Jaeger, G. J. (2012). The Standard Definition of Creativity.
Creativity Research Journal, 92-96.
71
Saleh, S. E. (2019). Critical Thinking as a 21st Century Skill: Conceptions,
Implementation and Challenges in the EFL Classroom. European Journal
of Foreign Language Teaching, 4(1), 1-17.
Sampurno, P. J., Sari, Y. A., & Wijaya, A. D. (2015, June). Integrating STEM
(Science, Technology, Engineering, Mathematics) and Disaster (STEM-D)
Education for Building Students' Disaster Literacy. International Journal of
Learning and Teaching, 1(1), 73-76.
Sanders, M. (2009). STEM, STEM Education, STEMMania. The Technology
Teacher, 20-26.
Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sari, R. H. (2017). Pengaruh Implementasi Pembelajaran STEM Terhadap Persepsi,
Sikap, Dan Kreativitas Siswa. Prosiding Seminar Nasional MIPA III (pp.
416-420). Langsa-Aceh: www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA.
Sarwono, S. W. (2013). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Shaleh, A. R. (2004). Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Shin, S., Rachmatullah, A., Roshayanti, F., Ha, M., & Lee, J. K. (2018). Career
Motivation of Secondary Students in STEM:a Cross-cultural Study
Between Korea and Indonesia. Int J Educ Vocat Guidance, 18, 203-231.
Siegal, M. A., & Ranney, M. A. (2003). Developing the Changes in Attitude about
the Relevance of Science (CARS) Questionnaire an Assessing Two High
School Sciences Classes. Jounal Of Resecarh In Science Teaching, 40(8),
757-775.
Singh, D. (2016). Student's Perceptions of The Imhotep's Legacy Academy After-
school Programme. Kanada: Lakehead University.
72
Skaalvik, E. M., & Rankin, R. J. (1995). A Test of the Internal/External Frame of
Reference Model at Different Levels of Math and Verbal Self-Perception.
American Educational Research Journal, 32(1), 161-184.
Soh, T. M., Arsada, N. M., & Osmana, K. (2010). The Relationship of 21st Century
Skills on Students’ Attitude and Perception Towards Physics. Procedia
Social and Behavioral Sciences, 546-554.
Stohlmann, M., Moore, T. J., & Roehrig, G. H. (2012). Considerations for Teaching
Integrated STEM Education. Journal of Pre-College Engineering
Education Research (J-PEER), 2(1), 28-34.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung: PT Refika Aditama.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suprapto, N. (2016, July). Students' Attitudes Towards STEM Education: Voices
from Indonesian Junior. Journal of Turkish Science Education(13), 75-87.
Suwarma, I. R., Astuti, P., & Endah, E. N. (2015). “Balloon Powered Car” Sebagai
Media Pembelajaran IPA Berbasis STEM (Science, Technolohy,
Engineering, And Mathematics). Prosiding Simposium Nasional Inovasi
dan Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015) (pp. 373-376). Bandung:
Bandung Press.
Tang, M., Newmeyer, M. D., & Pan, W. (2008). Factors Influencing High School
Students’ Career Aspirations. Professional School Counseling Journal,
11(5), 285-295.
Thoha, M. (2009). Perilaku Organisasi Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Rajawali Press.
73
Thomasian, J. (2011). Building a Science, Technology, Engineering, and Math
Education Agenda. New York: National Governors Association.
Torlakson, T. (2014). INNOVATE: A Blueprint for Science, Technology,
Engineering, and Mathematics in California Public Education. California:
State Superintendent of Public Instruction.
Unfried, A., Faber, M., & Wiebe, E. (2014). Gender and Student Attitudes toward
Science, Technology, Engineering, and Mathematics. 120th ASSE Annual
Conference & Exposition. (pp. 1-26). North Carolina: The Friday Institute
for Educational Innovation at North Carolina State University.
Utami, B., Saputro, S., Ashadi, & Masykuri, M. (2016). Scientific Literacy In
Science Lesson. Prosiding ICTTE FKIP UNS 2015. 1, pp. 125-133.
Surakarta: FKIP UNS.
Vennix, J., Brok, P. d., & Taconis, R. (2017). Perceptions of STEM-based outreach
learning activities in secondary education. Learning Environ Res , 20, 21-
46.
Voogt, J., & Roblin, N. P. (2010). 21st Century Skills: Discussion Paper. Enschede,
The Netherlands: University of Twente.
Wagner, T. (2008). Rigor Redefined The Seven Survival Skills for Gareers, Gollege,
and Citizenship. Educational Leadership , 66(2), 20-24.
Wang, H.-H., Moore, T. J., Roehrig, G. H., & Park, M. S. (2011). STEM Integration:
Teacher Perceptions and Practice. Journal of Pre-College Engineering
Education Research (J-PEER), 1(2), 1-13.
Xie, Y., Fang, M., & Shauman, K. (2015, Agustus 1). STEM Education. Annu Rev
Sociol, 1-31.
Yildirim, B., & Selvi, M. (2015, Maret). Adaptation Of STEM Attitude Scale To
Turkish. Turkish Sudies: International Periodical For The Languages,
74
Literature and History of Turkish or Turkic, 10/3, 1117-1130.
doi:http://dx.doi.org/10.7827/TurkishStudies.7974
Zhou, B. B., Anderson, C., Wang, F., & LI, L. (2017). Perceptions and Preferences
of High School Students in STEM: A Case Study in Connecticut and
Mississippi. Systemics, Cybernetics and Informatics, 15(5), 23-26.
Ziegler, G. M., & Loos, A. (2010). Teaching and Learning "What is mathematics".
1-14.
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan Abad Ke-21: Keterampilan yang Diajarkan
Melalui Pembelajaran. Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Isu-isu
Strategis Pembelajaran MIPA Abad 21 (pp. 1-17). Kalimantan Barat:
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Persada Khatulistiwa Sintang.