56
i PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN TENTANG ASAS KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEYIDIK KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Disusun Oleh : DHAYU WIJANARKO NIM : E. 1103051 Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing KRISTIYADI, SH, M.HUM NIP. 1958 1225198601 1001

PERSETUJUAN PEMBIMBING - digilib.uns.ac.id/Tinjauan...Indonesia”. Penulisan hukum ini terlaksana atas bantuan, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan

Embed Size (px)

Citation preview

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN TENTANG ASAS KOORDINASI ANTARA PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEYIDIK KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA

Disusun Oleh :

DHAYU WIJANARKO

NIM : E. 1103051

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

KRISTIYADI, SH, M.HUM

NIP. 1958 1225198601 1001

ii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN TENTANG ASAS KOORDINASI ANTARA PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEYIDIK KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA

Disusun Oleh :

DHAYU WIJANARKO

NIM : E. 1103051

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari :

Tanggal :

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, SH, MH ( )

NIP. 19570629 198503 1 002

2. Bambang Santoso, SH, M.Hum ( )

NIP. 19620209 198903 1 001

3. Kristiyadi, SH, M.Hum ( )

NIP. 1958 1225198601 1001

Mengetahui

Dekan

Moh. Jamin SH, M. HUM

NIP. 1961 0930 1986011001

iii

MOTTO

“Barang siapa berhati-hati,

Ia akan mendapatkan apa yang diinginkan.

Dalam kehati-hatian terdapat keselamatan,

dan dalam ketergesa-gesaan terdapat penyesalan”

(Al Muraqqish).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Ayah dan Ibu terhormat yang selalu

memberikan do’a untuk keberhasilan studiku

2. Kakak-kakakku yang selalu memberkan

dukungan dan motivasi dalam penulisan

skripsi ini.

3. Teman-teman seperkuliahan yang selalu

membantu dan memberi semangat dalam

pembuatan skripsi ini.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini

dalam bentuk SKRIPSI dengan judul “Tinjauan Tentang Asas Koordinasi

Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik

Indonesia”.

Penulisan hukum ini terlaksana atas bantuan, arahan, serta bimbingan dari

berbagai pihak, maka dalam kesempatan kali ini penulis ucapkan terima kasih

kepada para pihak berikut ini :

1. Bapak Moh. Jamin, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penulisan hukum

ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, SH, MH, selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memfasilitasi penulis

untuk melakukan penulisan hukum dalam bentuk skripsi dibidang hukum

acara khususnya Hukum Acara Pidana.

3. Bapak Bambang Santoso, SH, M.Hum, yang telah membantu penulis dengan

memberikan pinjaman berupa buku-buku serta literatur lainnya yang

memperlancar penulisan hukum ini.

4. Bapak Kristiyadi, SH, M.Hum, selaku Pembimbing dalam penulisan hukum

ini yang telah memberikan arahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran.

5. Bapak-bapak serta Ibu-ibu Dosen Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis sehingga

dapat penulis jadikan bekal dalam mengarungi kehidupan ini.

6. Papa dan Mama yang penulis hormati serta banggakan yang penuh kasih

sayangnya dengan tiada henti-hentinya mengasuh, membimbing penulis dalam

mengejar cita-cita demi masa depan penulis.

7. Buat Kakak-Ku tercinta terima kasih atas dukungan dan semangatnya selama

ini.

v

8. Teman-teman kuliah penulis dan khususnya angkatan 2003 yang telah

memberikan semangat serta dorongan untuk menyelesaikan penulisan hukum

ini.

9. Para pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala budi

baik dan bantuannya untuk terselesaikannya penulisan hukum ini.

Semoga penulisan hukum dalam bentuk skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi para pihak yang membutuhkannya.

Surakarta, 1 Desember 2009

Penulis

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................ ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Rumusan Masalah......................................................... 3

C. Tujuan Penelitian.......................................................... 4

D. Manfaat Penelitian........................................................ 4

E. Metode Penelitian ......................................................... 4

F. Sistematika Penulisan ................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis ......................................................... 8

1. Pengertian Prinsip Koordinasi ................................. 8

2. Penyelidikan dan Penyelidik ................................... 8

3. Kewajiban dan Wewenang Penyelidik..................... 9

4. Pengertian Penyidik ................................................ 10

5. Pengertian Penyidikan............................................. 10

6. Wewenang Penyidik Kepolisian Republik Indonesia 11

7. Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil .............. 16

B. Kerangka Pemikiran ..................................................... 19

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ........................................................... 20

1. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ................... 20

2. Permintaan Bantuan Penangkapan........................... 21

3. Permintaan Bantuan Penahanan............................... 21

vii

4. Berita Acara Penyerahan Penyidikan....................... 21

5. Permintaan Izin Penyitaan....................................... 22

6. Penyusunan Berkas Perkara .................................... 23

7. Penghentian Penyidikan .......................................... 23

B. Pembahasan................................................................. 37

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ...................................................................... 45

B. Saran ............................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA

viii

ABSTRAK

DHAYU WIJANARKO, E. 1103051. Tinjauan Tentang Asas Koordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan asas koordinasi

antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Jenis data yang dipergunakan sebagai kajian adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Hasil penelitian dapat dikemukakan, bahwa asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia pengaturannya selain terdapat dalam KUHAP juga diatur dalam juklak dan juknis tentang penyidik pegawai negeri sipil, koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik kepolisian Republik Indonesia bersifat koordinatif, pengawasan, pembinaan kemampuan, serta pemberian petunjuk.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam segala aktivitas operasional tugasnya tidak boleh lepas dari pengawasan maupun kontrol dari Penyidik kepolisian Republik Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari tujuan utama KUHAP yaitu tetap melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa dalam segala tingkat pemeriksaan. Pada proses penyidikan tindakan penyidik sebagaimana telah dikemukakan telah menyentuh pada sendi-sendi perampasan hak-hak asasi manusia. Maka sudah sepantasnya dalam asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia dalam tatanan terakhir harus tetao bergerak di bawah naungan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

ix

ABSTRACTS

WIJANARKO, DHAYU, E.1103051. An Analysis on Coordination Principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

This research is aimed to know the presence of coordination principle between public officer investigator and Indonesian Police Department investigator in related regulation.

This research is included normative research type. The nature of this research is descriptive. Data being used as the analysis is secondary data. Secondary data in this research includes primary and secondary law materials. Data analysis utilized in this research is qualitative analysis.

Result of this research suggest that coordination principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator, beside ruled out in Crime Code, it is also guided in Implementation Directives (Juklak) and Technical Directives (Juknis) about Public Officer Investigator, coordination between public oficer investigator and Indonesian Police Department Investigator which coordinative, supervisory, capability constructive and directive in nature.

Public Officer Investigator in any of its operational activity shall not ignored from control and supervision from Indonesian Police Department Investigator. This is as logic consequence of the main objective of Crime Code, that is to protect the suspect or defendant rights in any of investigation level. In investigation process of investigator action as ebing suggested had related on human rights violation aspects. Then it shall be proper in coordination principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator in the final order to keep operating under Indonesian Police Department Investigator supervision.

viii

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

hasil perubahan ketiga tahun 2001 ditetapkan Negara Indonesia adalah

negara hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa

dalam menjalankan segala tugasnya tindakan pemerintah dan rakyat harus

berdasarkan hukum, tidak boleh sewenang-wenang atau menyimpang dari

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di Indonesia pernah diadakan simposium mengenai negara hukum

yang diadakan di Jakarta pada tahun 1966. simposium tersebut

menghasilkan cita-cita negara hukum : Pengakuan dan perlindungan hak-

hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik,

hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Peradilan yang bebas dan tidak

memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan

apapun juga.

Adanya pembatasan kekuasaan, serta adanya asas legalitas dalam

segala bentuknya. Sebagai negara hukum Indonesia tidak hanya

memberikan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, akan tetapi juga

menerapkannya dalam berbagai aspek termasuk salah satu diantaranya

adalah aspek hukum. Tentang hal ini dapat dicermati dalam bidang hukum

acara pidana. Sebagaimana diketahui, bahwa Indonesia pada tahun 1981

telah mengundangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

dalam perkembangannya lebih dikenal dengan Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP. Ciri utama KUHAP

dibandingkan dengan ketentuan hukum acara pidana sebelumnya (diatur

xi

dalam Heirzlene Islands Reqlemenent (HIR), bahwa KUHAP lebih menitik

beratkan pada perlindungan hak-hak asasi manusia bagi pihak-pihak yang

tersangkut dalam perkara pidana. Perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia ini dilakukan dengan cara menempatkan hak-hak pihak yang

tersangkut perkara pidana dengan mendudukkan sesuai dengan harkat dan

martabatnya.

Hingga saat ini usia Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

(KUHAP) hampir dua puluh sembilan tahun, didalam praktek sering

terdengar adanya kelemahan-kelemahan pengaturan dalam berbagai hal.

Untuk mengatasi permasalahan ini oleh pemerintah telah ditetapkan

berbagai suplemen dalam praktek, misalnya Pedoman Pelaksanaan

KUHAP, Surat Edaran Mahkamah Agung, Peraturan Pemerintah,

Keputusan Menteri Kehakiman serta Peraturan Menteri Kehakiman.

Meskipun sebenarnya selaku hukum acara atau hukum formal KUHAP

tidak tepat apabila memiliki berbagai pedoman, oleh karena selaku

ketentuan yang mengatur hukum pidana formal KUHAP sudah merupakan

pedoman (Hari Sasangko dan Lily Rosita : 2003 : 5).

KUHAP dengan segala kekurangannya hingga saat ini masih

dinyatakan berlaku sebelum dinyatakan sebaliknya, apabila oleh

pemerintah telah diundangkan Undang-undang mengenai hukum acara

pidana yang baru. Terlepas dari adanya kekurangan-kekurangan yang ada

maupun kelemahan-kelemahan dalam praktek sebenarnya apabila ditelusuri

dari asas-asas pembentukannya KUHAP disusun dengan berbagai asas

yang cukup memadai untuk berlakunya suatu undang-undang. Sebagaimana

diketahui bahwa asas-asas hukum adalah merupakan fondamen bagi

pembentukan norma hukum. Fondamen yang kuat dari KUHAP yang berisi

tentang berbagai asas hukum bagaimanapun juga harus diakui

keberadaannya tetap mendukung tegak dan eksisnya KUHAP hingga saat

ini.

Berbagai macam asas yang mendukung keberadaan KUHAP antara

lain : asas legalitas, asas opportunitas ; asas diferensiasi fungsional, asas

xii

praduga tidak bersalah, asas persamaan dimuka hukum, asas perlindungan

hak asasi manusia serta asas koordinasi antara penegak hukum. Diantara

berbagai asas tersebut adalah asas koordinasi antara penegak hukum, yang

dimaksudkan asas koordinasi adalah hubungan kerja antara alat negara

penegak hukum, yang meliputi kepolisian, kejaksaan serta pengadilan.

Sebagaimana diketahui tugas kepolisian dalam penegakan hukum

melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap tindak pidana.

Dalam kehidupan tindak pidana yang terjadi meliputi berbagai

bidang kehidupan. Bidang-bidang tertentu yang juga tidak luput dari objek

kejahatan dalam penanganannya memerlukan pemahaman dari aparat yang

menguasai bidang permasalahannya. Sesuai dengan hal ini, maka didalam

KUHAP telah ditetapkan adanya penyidik pegawai negeri sipil. Penyidik

pegawai negeri sipil adalah penyidik yang berasal dari departemen-

departemen tertentu yang diusulkan atasan dari departemen yang

bersangkutan yang diangkat oleh Menteri Kehakiman. Sebagaimana

diketahui penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai

dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan

pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi penyidik Kepolisian

Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan hukum dalam

bentuk skripsi penulis menetapkan judul “Tinjauan Tentang Asas

Koordinasi Antara Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Dengan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil”.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar uraian yang telah penulis kemukakan pada latar belakang

masalah tersebut, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah :

Bagaimana keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri

sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dalam peraturan

perundang-undangan.

xiii

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian sudah barang tentu memiliki tujuan.

Demikian pula dalam penelitian ini tujuan yang akan diperoleh adalah

untuk mengetahui keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai

negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dalam

peraturan perundang-undangan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan

manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bimbingan

pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin dalam

bidang hukum acara pidana.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan

pengetahuan tentang penelaahan ilmiah serta menambah cakrawala

dibidang penelitian ilmiah.

2. Manfaat Praktis

Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah-masalah dan ruang

lingkup yang diteliti serta dikaji secara seksama.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dipergunakan oleh

manusia sebagai sarana untuk memperkuat, membina, mengembangkan

serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun

praktis yang dilakukan secara metodologis dan sistematis, dengan

menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah dan sistematis sesuai

dengan pedoman atau aturan yang berlaku dalam pembuatan suatu karya

ilmiah (Soerjono Soekanto, 1986 : 3).

Istilah metodologi” berasal dari kata “methodos” yang artinya jalan

ke. Menurut Soerjono metodologi dirumuskan menjadi :

xiv

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan

penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi penelitian.

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur

Metode penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang

dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan

penelitian, sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan,

menemukan, menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu

penelitian tanpa metode penelitian.

Dengan demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang

sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai,

validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan

metodenya.

Adapun metode atau teknis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan

termasuk jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

yang penulis lakukan mendasarkan data sekunder sebagai objek kajian.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini ditinjau dari sifatnya merupakan penelitian

deskriptif. Adapun yang dimaksudkan dengan penelitian deskriptif

adalah penelitian yang memberikan gambaran seluas-luasnya tentang

gejala yang diteliti. Dalam hal ini penulis memberikan gambaran

seluas-luasnya tentang keberadaan asas koordinasi antara penyidik

pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

3. Jenis Data

Data yang penulis pergunakan adalah data yang relevan dengan

maksud dan tujuan penulisan ini. Jenis data yang penulis pergunakan

adalah data sekunder.

xv

Data sekunder adalah keterangan-keterangan atau pengetahuan

yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-

bahan dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tulisan lainnya.

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui KUHAP,

pedoman KUHAP, serta peraturan perundangan lainnya.

4. Sumber Data

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang berupa

keterangan-keterangan yang mendukung data primer. Sumber data

sekunder berupa pendapat para ahli, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan

dalam buku ilmiah, dan literatur yang mendukung data (Ronny Hanityo

Sumitro, 1988 : 53).

Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang penulis

pergunakan berupa :

1) Bahan hukum primer terdiri atas :

(a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Tindak Pidana

(b) Pedoman Pelaksanaan KUHAP

(c) Undang-Undang No. 20 TAhun 2001 Tentang Kepolisian

Republik Indonesia.

2) Bahan hukum sekunder :

Himpunan juklak dan juknis tentang penyidik pegawai negeri sipil

5. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif

yang mengandalkan data sekunder sebagai kajian utama, maka teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Studi

kepustakaan dilakukan dengan cara membaca serta mempelajari buku-

buku serta literatur yang terkait dengan objek penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data secara

kualitatif. Menurut Abdul Kadir Muhammad yang dimaksud dengan

analisis kualitatif adalah analisis dengan menguraikan data secara

xvi

bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak

tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan

intepretasi data (Abdul Kadir Muhammad, 2004 : 172).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu Bab I sampai

dengan Bab IV. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis kemukakan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka terdiri dari dua sub bab yakni kerangka

teoritis dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teoritis

diuraikan tentang pengertian-pengertian : prinsip koordinasi,

penyidikan, aparat yang berwenang melakukan penyidikan,

berbagai tindakan dalam penyidikan yang meliputi :

penangkapan, penahanan, penggeledahan, serta penyitaan.

Sedangkan kerangka pemikiran menggunakan arah berpikir

yang penulis lakukan dalam bentuk bagan disentrasi uraian

dalam bentuk kalimat.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan hasil penelitian yang

penulis lakukan yaitu tentang keberadaan asas koordinasi

antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik

Kepolisian Republik Indonesia selanjutnya penulis

ketengahkan pembahasan terhadap hasil penelitian tersebut.

BAB IV : KESIMPULAN

Dalam Bab IV penulis kemukakan simpulan terhadap hasil

penelitian dan saran-saran.

xvii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Pengertian Prinsip Koordinasi

Pengertian koordinasi dalam Kamus Lengkap Bahasa adalah

Penyesuaian dan Pengaturan yang baik, menyesuaikan dan mengatur

yang baik. (Tanpa Tahun : 2009). Sedangkan prinsip saling koordinasi

dalam proses hukum acara pidana menurut M. Yahya Harahap yaitu :

Ketentuan-ketentuan yang menjalin instansi-instansi penegak hukum

dalam suatu hubungan kerja sama yang dititik beratkan bukan hanya

untuk menjernihkan tugas wewenang dan efisiensi kerja, tetapi titik

berat kerja sama itu juga diarahkan untuk terbinanya suatu team aparat

penegak hukum yang dibebani tugas dan tanggung jawab saling awas

mengawasi dalam “Check in balace” antara mereka (Yahya Harahap,

1993 : 49).

2. Penyelidikan dan Penyelidik

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal 1 angka 3 KUHP).

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa penyelidikan

bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri, melainkan merupakan

sub fungsi dan bagian tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan, yang

dilingkungan Polri disebut sebagai kegiatan Reserse (H.M.A. Kuffal

2005 : 43).

Menurut Yahya Harahap : Menurut buku petunjuk Pelaksanaan

KUHP : Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub

dari fungsi penyidik yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan

yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,

xviii

pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan

berkas perkara dan penuntut umum (M. Yahya Harahap 1993 : 99).

Penyelidik

Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia

yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan

penyelidikan (Pasal 1 angka 4 KUHP).

Berdasarkan perumusan tersebut diatas, maka dapat

dikemukakan setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dari

pangkat yang paling rendah sampai dengan pangkat yang paling tinggi

adalah penyelidik.

3. Kewajiban dan Wewenang Penyelidik

Ketentuan Pasal :

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ;

a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang ;

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana ;

2. Mencari keterangan dan barang bukti ;

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan

menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri ;

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab.

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

penggeledahan dan penyitaan ;

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat ;

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;

4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik

xix

4. Penyidik

Menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP, penyidik adalah pejabat

POLRI atau pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Hal ini ditegaskan lagi

dalam Pasal 6 ayat (1) yang menegaskan penyidik adalah :

(1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

(2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh Undang-undang

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 Bab II

Pasal 2 ditentukan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik

sebagai berikut :

(1) Pejabat Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya

berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi.

(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat pengatur muda tingkat I (golongan II/b) atau yang

disamakan dengan itu

Selain Penyidik dalam KUHAP dikenal adanya Penyidik

pembantu.

Selanjutnya dalam Pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 diatur

mengenai pengangkatan dan persyaratan penyidik pembantu, yaitu :

(1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-

kurangnya berpangkat sersan dua polisi.

(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam sekurang-kurangnya

berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) atau yang disamakan

dengan itu.

5. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

xx

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1

ayat 2 KUHAP).

6. Wewenang Penyidik

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik

mempunyai wewenang :

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana.

(2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

(3) Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka.

(4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan.

(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

(6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

(7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi.

(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara.

(9) Mengadakan penghentian penyidikan

(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

Di dalam melaksanakan tugasnya penyidik dapat melakukan

berbagai tindakan yang berupa upaya paksa yang ditujukan terhadap

seseorang yang disangka telah melakukan tindak pidana.

Adapun serangkaian tindakan yang berupa upaya paksa dari

penyidik antara lain berupa :

xxi

Di dalam proses penyidikan, penyidik memiliki berbagai upaya

paksa antara lain sebagai berikut :

a) Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan-tindakan penyidik

berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik

atau penuntut suatu peradilan dalam hal serta menurut cara, yang

telah diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal 1 butir 20 KUHAP).

Penangkapan dilakukan dengan tujuan untuk memperlancar

kepentingan penyidikan atau untuk kepentingan penyidikan, adapun

dalam melakukan penangkapan harus terdapat syarat-syarat yang

harus dipenuhi untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut ialah

adanya bukti permulaan yang cukup dan atas dasar bukti permulaan

yang cukup itulah seseorang yang diduga keras telah melakukan

suatu tindakan pidana dapat ditangkap. (Pasal 17 KUHAP).

Adapun syarat-syarat untuk melakukan penangkapan adalah

sebagai berikut :

(1) Syarat formal :

(a) Dilakukan oleh penyidik POLRI atau oleh penyidik atas

perintah penyidik.

(b) Dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dari

penyidik.

(c) Menyerahkan surat perintah penangkapan kepada tersangka

dan tembusannya kepada keluarganya.

(2) Syarat material :

(a) Ada bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHP)

Bukti permulaan ini harus mengacu pada ketentuan Pasal

184 KUHP yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli,

surat, petunjuk atau keterangan terdakwa. Sementara hal

yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

xxii

(b) Penangkapan paling lama untuk satu kali 24 jam

Penangkapan hanya bisa dilakukan untuk paling lama satu

kali 24 jam, oleh karena itu apabila tenggang waktu sudah

terlewati maka penangkapan itu berubah menjadi penahanan.

(Darwan Prints, 1997 : 39-40).

Wewenang penangkapan harus memperhatikan asas hukum

pidana yaitu asas praduga tak bersalah, untuk dihormati dan

dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak sebagai

kelompok yang tidak mampu atau belum mengetahui tentang

masalah hukum yang terjadi pada diri anak itu.

Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan memperhatikan

surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah

penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan

menyebutkan alasan serta uraian singkat perkara kejahatan yang

dipersangkakan serta tempat dimana ia diperiksa. (R. Subekti, 1994

: 23).

b) Penahanan

(1) Pengertian

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di

tempat tertentu (Rumah Tahanan Negara) oleh penyidik atau

penuntut umum, atau hukum dengan penetapannya dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal

1 butir 21 KUHAP). Adapun Pasal ini menjelaskan mengenai

bentuk penahanan yang dapat berupa :

(a) Ditahan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

(b) Tahanan rumah

(c) Tahanan kota

xxiii

(2) Pejabat yang berwenang melakukan penahanan

Berdasarkan ketentuan Bab V Bagian Kedua Pasal 20-31

KUHAP pejabat yang berwenang untuk melakukan penangkapan

adalah penyidik, penuntut umum serta hakim.

(3) Persyaratan penahanan

Perintah penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang

diduga keras melakukan tindak pidana, selain didasarkan pada

bukti (alat bukti yang sah) yang cukup harus didasarkan pula

pada persyaratan yang lain sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam KUHAP yaitu :

(4) Dasar hukum penahanan

Dasar hukum/alasan obyektif

Tindakan penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka

atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan

maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam

dengan pidana penjara lima tahun/lebih atau tindakan

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

Dasar kepentingan/alasan subyektif

Alasan penahanan yaitu adanya kekhawatiran tersangka atau

terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan

barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

c) Penggeledahan

Di dalam KUHAP penggeledahan meliputi penggeledahan

rumah dan penggeledahan badan perumusan sepenuhnya adalah

sebagai berikut :

1) Penggeledahan rumah

Adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat

tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan

pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang (Pasal 1

butir 17).

xxiv

2) Penggeledahan badan

Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk

mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka

untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau

dibawanya serta untuk disita (Pasal 1 butir 18).

3) Pejabat yang berwenang untuk melakukan penggeledahan

Berdasarkan ketentuan Bab V bagian ketiga (Pasal 32

sampai dengan 37) dan Bab XIV bagian kedua (Pasal 125

sampai dengan Pasal 127) mengatur dan memberikan wewenang

untuk melakukan tindakan penggeledahan hanya kepada

penyidik Kepolisian Republik Indonesia serta penyidik pegawai

negeri sipil.

d) Penyitaan

1. Pengertian

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk

mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya

benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan

penuntutan dan peradilan (Pasal 1 butir 16 KUHAP).

2. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penyitaan

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 16 jo Pasal 38 sampai

dengan Pasal 46 KUHAP, yang berwenang untuk melakukan

penyitaan adalah pejabat penyidik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP tindakan

penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik setelah ada ijin

dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Setelah mendapatkan surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri

setempat sebelum melakukan penyitaan, penyidik harus terlebih

dahulu wajib menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang

yang menguasai benda yang disita.

xxv

Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Sebagaimana diketahui bahwa penyidik pegawai negeri

sipil mempunyai wewenang sesuai dengan dasar hukumnya

masing-masing. Adapun beberapa penyidik pegawai negeri sipil

beserta wewenangnya adalah sebagai berikut ini :

1) Di lingkungan Direktorat Jendral Pajak, penyidik pegawai

negeri sipil mempunyai wewenang antara lain :

(a) Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau

keterangan yang berkenaan dengan tindakan pidana

dibidang perpajakan ;

(b) Melakukan penelitian terhadap orang yang diduga

melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dan lain-

lain, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6

Tahun 1983 Bab IX Pasal 44;

2) Di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi, penyidik

pegawai negeri sipil mempunyai wewenang antara lain :

(a) Menerima laporan tentang adanya tindak pidana

keimigrasian ;

(b) Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap,

menahan, seorang yang disangka melakukan tindak

pidana keimigrasian dan lain-lain sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang

Keimigrasian Bab VII Pasal 47.

3) Dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1989 tentang

Telekomunikasi Bab X Pasal 40 diatur kewenangan penyidik

pegawai negeri sipil di lingkungan telekomunikasi yang

antara lain berwenang menyegel dan atau menyita alat

telekomunikasi yang dipergunakan untuk melakukan tindak

pidana.

xxvi

4) Di lingkungan Departemen Keuangan cq Direktorat Jendral

Bea dan Cukai diatur dalam Undang-undang Nomor 10

tahun 1995 tentang Kepabean Bab IV Pasal 112 :

(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan

Direktorat Bea dan Cukai diberi wewenang khusus

sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana

dibidang kepabean.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena

kewajibannya berwenang :

(a) Menerima laporan atau keterangan dari seseorang

tentang adanya tindak pidana di bidang kepabean ;

(b) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi ;

(c) Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang

kepabean ;

(d) Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap

orang yang disangka melakukan tindak pidana

dibidang kepabean ;

(e) Meminta keterangan dan bukti dari orang yang

disangka melakukan tindak pidana di bidang

kepabean ;

(f) Memotret atau merekam melalui media audio visual

terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa

saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana

dibidang kepabean ;

(g) Memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan

menurut Undang-undang dan pembukuan lainnya

yang terkait ;

xxvii

(h) Mengambil sidik jari ;

(i) Menggeledah rumah tinggal, pakaian atau badan ;

(j) Menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan

memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila

dicurigai adanya tindak pidana di bidang kepabean ;

(k) Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan

barang yang dapat dijadikan sebagai bukti dalam

perkara tindak pidana dibidang kepabean ;

(l) Memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa

saja yang dapat dijadikan bukti dalam tindak pidana

dibidang kepabean.

(m) Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan tindak pidana

dibidang kepabean ;

(n) Menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan

tindak pidana di bidang kepabean serta memeriksa

tanda pengenal diri ;

(o) Menghentikan penyidikan ;

(p) Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana di bidang kepabean menurut

hukum yang bertanggung jawab.

(3) Dilingkungan Departemen Kehutanan, Departemen

Perdagangan, dilingkungan Departemen Dalam Negeri

C2 Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II dan

Departemen-departemen lainnya juga mempunyai

beberapa pegawai negeri tertentu yang diangkat sebagai

penyidik pegawai negeri sipil.

xxviii

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan uraian yang menjelaskan hubungan

antara petugas PPNS dan Penyidik Polri di dalam penelitian yang dilandasi

dengan Asas Koordinasi. Asas tersebut mengacu pada tugas dan wewenang

dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri.Dimana tugas-tugas

yang dijalankan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tunduk dan berdasarkan atas

perintah dan persetujuan dari Penyidik Polri. Dalam menjalankan tugasnya,

Penyidik Pegawai Negeri Sipil dapat meminta bantuan dan arahan kepada

Penyidik Polri.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai kewajiban untuk membuat

berita acara penyerahan penyelidikan kepada Kepala Kejaksanaan melalui

Penyidik Polri. Asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan

Penyidik Polri meliputi pengawasan, petunjuk, bantuan teknis. Koordinasi

tersebut ditunjukkan guna membantu kinerja Polri dalam mengatasi tindak

pidana.

PPNS

1. Menerima dan menyelidiki tentang laporan adanya tindak pidana

2. Mengumpulkan data bukti permulaan yang cukup

3. Penangkapan paling lama 1 x 24 jam

4. Membuat berita acara penyerahan penyelidikan

5. Menyusun berkas perkara

PENYIDIK POLRI

1. Mengeluarkan Surat Perintah penangkapan

2. Permintaan izin penyitaan 3. Menyerahkan berkas perkara

ke Kejaksaan 4. Mengeluarkan perintah

penghentian penyelidikan

KOORDINASI

a. Pengawasan b. Petunjuk c. Bantuan penyidik d. Bantuan teknis e. Bantuan taktis f. Bantuan upaya paksa g. Tindak pidana tertentu

xxix

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Keberadaan asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil

dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Berdasarkan hasil

penelitian, maka tentang prinsip-prinsip koordinasi antara penyidik

pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dapat

dikemukakan sebagai berikut.

Sebagaimana diketahui prinsip koordinasi antara penyidik pegawai

negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia landasan

utamanya adalah ketentuan Pasal 7 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana, yang bunyi perumusan selengkapnya adalah : penyidik

pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang

yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan

tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian

Republik Indonesia.

Selanjutnya wujud prinsip koordinasi antara penyidik pegawai

negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia selengkapnya

sebagai berikut ini :

1. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

Dalam hal penyidik pegawai negeri sipil mulai melakukan

penyidikan, maka harus memberitahukan kepada Kepala Kejaksaan

melalui Kepala Kepolisian setempat. Mengenai hal ini sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Pasal 109 ayat (1) Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana yang bunyi perumusan selengkapnya adalah :

dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa

yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan kepada

penuntut umum.

xxx

2. Permintaan Bantuan Penangkapan

Dalam hal penyidik pegawai negeri sipil akan melakukan

penangkapan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan tindak

pidana, maka penyidik pegawai negeri sipil harus mengajukan

permintaan kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa tindakan penangkapan merupakan suatu

tindakan yang telah merampas hak-hak asasi manusia, maka agar

tindakan penangkapan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri

sipil ini dapat dipertanggung jawabkan, maka harus dilakukan dengan

bantuan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Atas permintaan bantuan penangkapan dari penyidik pegawai

negeri sipil terhadap penyidik Kepolisian Republik Indonesia, maka

oleh Kepolisian Republik Indonesia dikeluarkan surat perintah

penangkapan, surat perintah penangkapan ini dibuat secara tersendiri

dan dikeluarkan sebelum penangkapan.

3. Permintaan Bantuan Penahanan

Selanjutnya dalam hal penyidik pegawai negeri sipil akan

melakukan tindakan hukum yang berupa penahanan kepada seseorang

yang melakukan tindak pidana harus mengajukan bantuan kepada

penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Dalam penyidik pegawai negeri sipil akan melakukan penahanan

terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana, permintaan

penahanan yang diajukan didasarkan atas alasan-alasan penahanan,

yang antara lain meliputi : Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh

bukti yang cukup bahwa tersangka diduga keras telah melakukan tindak

pidana yang dapat dilakukan penahanan dan dikhawatirkan tersangka

akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan

atau mengulangi tindak pidana.

4. Berita Acara Penyerahan Penyidikan

Selanjutnya dalam hal penyidik pegawai negeri sipil telah

selesai melakukan penyidikan, maka seterusnya penyidik pegawai

xxxi

negeri sipil menyerahkan penyidikan kepada penyidik Kepolisian

Republik Indonesia. Berita acara penyerahan penyidikan dari penyidik

pegawai negeri sipil kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia

antara lain didasarkan atas :

1. Surat permintaan bantuan penahanan

2. Surat pemberitahuan keputusan tentang persetujuan

Pemberian bantuan penahanan dari Kepala Kepolisian. Tujuan

penyerahan berita acara penyidikan dari penyidik pegawai negeri sipil

kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia yaitu untuk kelancaran

jalannya proses penyidikan. Dalam penyerahan berita acara penyidikan

dilengkapi dengan persyaratan administrasi yang meliputi :

1. Laporan kejadian

2. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan

3. Hasil pemeriksaan

4. Barang-barang bukti yang disita

Serah terima berita acara penyidikan, dilakukan di Kantor

Kepolisian dengan cara kedua belah pihak meneliti terlebih dahulu

kelengkapan penyerahan penyidikan, dan disaksikan oleh dua orang

saksi dari kepolisian dan instansi penyidik pegawai negeri sipil.

5. Permintaan Izin Penyitaan

Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16 : Penyitaan

adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau

menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak

bergerak, wujud atau tidak berwujud. Untuk kepentingan pembuktian

dan penyelidikan, penuntutan dan peradilan.

Tentang ketentuan pelaksanaan penyitaan dirumuskan dalam

Pasal 38 :

(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin

ketua pengadilan negeri setempat.

(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik

harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapat surat ijin

xxxii

terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentutan ayat (1) penyidik

dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu

wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat

guna memperoleh persetujuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa tindakan

penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Kepolisian Republik

Indonesia, dengan disyaratkan :

a. Penyidik harus terlebih dahulu mengajukan ijin kepada ketua

pengadilan negeri setempat sebelum melakukan penyitaan

Dalam keadaan yang sangat mendesak penyidik dapat melakukan

penyitaan hanya terlebih dahulu minta ijin kepada ketua pengadilan

negeri setempat.

Penyidik PNS dapat melakukan penyitaan, akan ulangi dalam hal

penyidik PNS akan melakukan penyitaan maka penyitaan yang akan

dilakukan harus melalui penyidik kepolisian.

6. Penyusunan Berkas Perkara

Penyidik pegawai negeri sipil setelah mengumpulkan bukti-

bukti dalam penyidikan, berkewajiban menyerahkan berkas perkara ke

Kejaksaan melalui kepala kepolisian. Materi berkas perkara memuat

tentang identitas tersangka secara lengkap, status penahanan dan

penyebutan barang-barang bukti.

7. Penghentian Penyidikan

Ketentuan mengenai penghentian penyidikan dirumuskan dalam

Pasal 109 ayat (2) KUHAP : Dalam hal penyidik menghentikan

penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut

ternyata bukan menyatakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan

demi hukum, maka penyidik memberitahukan kepada penuntut umum,

tersangka agar keluarganya.

Berdasarkan rumusan Pasal 109 ayat (2) KUHAP tersebut maka

alasan penghentian penyidikan adalah :

a. Tidak terdapat cukup bukti

xxxiii

b. Peristiwanya bukan menyatakan tindak pidana

c. Penyidikan dihentikan demi hukum ini meliputi :

(1) Berlakunya asas mekisris

(2) Tersangka meninggal dunia

(3) Berlakunya tenggang waktu dakwaan

Penyidik pegawai negeri sipil apabila bermaksud akan

melakukan penghentian penyidikan maka diharuskan terlebih dahulu

memberitahukan kepada penyidik kepolisian.

Selanjutnya untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas

mengenai asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan

Penyidik Kepolisian Republik Indonesia berikut ini penulis kemukakan

contoh formulir administrasi penyidikan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil.

.

…………………………. PPNS: A.2 …………………………a) ...................., ……………… 198 ... Nomor :Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Pembertahuan dimulai- Kepada

nya penyidikan. Yth. KEPALA KEJAKSAAN ……………………….. Melalui KEPALA KEPOLISIAN ………………………..b) di JAKARTA

1. Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari …………………… tanggal …..………………………. Tahun 199 … telah dimulai penyidikan tindak pidana …………………. Undang-undang/ Peraturan ……………………………………………………. c) Atas nama tersangka : a. ………………………………………………………………. b. ……………………………………………………………….

xxxiv

c. ……………………………………………………………….

2. Dasar Penyidikan: a. Laporan Kejadian No. : ……………………………………. b. Berita Acara ………………………………………………...

tanggal ……………………………… tahun ………………. c. …………………………………………………….

Terlampir 3. Demikian untuk menjadi maklum.

Mengetahui

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ……………………………………………

………………………………………… NIP: …………………………………

………………………………….. SERSE: A.3.04.

KEPOLISIAN ………………….

………………………………...a) ………..………… 19 …..

No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Pembertahuan dimulai-

nya penyidikan. Kepada

Yth. KEPALA KEJAKSAAN

…………………………...

di

……………………………

1. Bersama ini diteruskan surat pemberitahuan dimulainya pe-nyidikan dari PPNS ………………….. No. ………………… tanggal ……….………… tentang telah dimulainya penyidikan oleh PPNS terhadap tindak pidana di bidang ………………….

xxxv

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……………………………. Undang-undang/Peraturan …………………………………. b) atas nama tersangka :c) a. ………………………………………………………………. b. ………………………………………………………………. c. ………………………………………………………………. d. ……………………………………………………………….

2. Demikian untuk menjadi malum

KEPALA KEPOLISIAN …………… d) Selaku

Penyidik

………………………………………… NIP: …………………………………

Tembusan: (Tanda lampiran) 1. Kesatuan atas Polri 2. PNS ……………….

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa dalam hal ini Penyidik

Pegawai Negeri Sipil telah mulai melakukan penyidikan, maka Penyidik Pegawai

Negeri Sipil memberitahukan kepada Kepala Kejaksaan melalui Kepala Kepolisian,

selanjutnya Kepala Kepolisian setempat memberitahukan lebih lanjut pemberitahuan

dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada saat mulai melakukan penyidikan dalam

surat tersendiri. Pemberitahuan dari Penyidik Kepolisian kepada Kepala Kejaksaan

antara lain secara tegas telah menentukan nama tersangka, serta guna tindak pidana

yang dilakukan.

………………………………a) PPNS: A.4.

Nomor : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Permintaan Bantuan

Penangkapan Kepada

xxxvi

Yth. KEPALA KEPOLISIAN

…………………………...

di

……………………………

Up. KEPALA ………………………………………RESERSE.

1. Berdasarkan : a. Laporan kejadian No. :……………… tanggal …………. b. Laporan Kemajuan penyidikan No.: ……………………..

tanggal …………………………………………………….. c. ……………………………………………………………b)

Maka tersangka: Nama : …………………………………… Tempat/tanggal lahir : …………………………………… Pekerjaan : …………………………………… Alamat : …………………………………… Jenis Kelamin : …………………………………… Diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup,

telah melakukan tindak pidana di bidang ……………………. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……… Undang-undang ……………………………….. jo Pasal 112 ayat (2) KUHAP.

2. Terhadap trsangka telah dipanggil secara sah dua kali ber-turut-turut tetapi tidak memenuhi panggilan tanpa alasa yang sah.

3. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap tersangka tersebut pada angka satu di atas.

4. Guna keperluan tersebut dimohon bantuan Kepala untuk me-lakukan penangkapan terhadap tersangka/saksi tersebut.

5. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap kabar hasilnya.

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL c)

xxxvii

…………………………….. NIP. ……………………….

…………………………a) SERIE: A.5.01 ………………………… ...................., ……………… 19 ... No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Permintaan Bantuan Kepada

Penangkapan. Yth. KEPALA ……………. ……………………….. di …………………………

Up. KEPALA ………………………………………RESERSE.

1. Rujukan surat Saudara tanggal ………………………….19.... No.: ……..……………………………….. perihal sebagaimana tersebut pokok surat di atas dengan ini diberitahukan bahwa :

a. Setelah mempelajari surat permintaan tersebut beserta lampirannya berkesimpulan bahwa terdapat/tidak terdapat b) bukti permulaan yang cukup untuk melakukan pe-nangkapan.

b. Menyetujui/menolak c) permintaan bantuan penangkapan atas nama tersangka :

Nama : …………………………………… Tempat/tanggal lahir : …………………………………… Pekerjaan : …………………………………… Alamat : …………………………………… Jenis Kelamin : …………………………………d)

(Tindasan Surat Perintah Penangkapan terlampir). d)

2. Demikian untuk maklum.

KEPALA KEPOLISIAN …………………

SELAKU PENYIDIK

xxxviii

………………………………… Nip. ………………………..

Berkaitan tentang penangkapan terhadap tersangka Penyidik Pegawai

Negeri Sipil dalam hal melakukan penangkapan diwajibkan pula untuk

mengajukan bantuan penangkapan kepada Penyidik Kepolisian Republik

Indonesia. Sudah barang tentu dalam hal Penyidik Pegawai Negeri

Sipilberkehandak untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka harus

memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam KUHAP yang antara

lain ditetapkan dalam Pasal 112 ayat (2);

1. Tersangka diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti

permulaan yang cukup.

2. Tersangka telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tetapi tidak

memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

3. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa

penangkapan terhadap tersangka.

KANTOR …………. PPNS: A.8 ……………………..a) …………., ……………19… Nomor : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Permintaan ijin / Ijin Khusus Penyitaan

Kepada

Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI ……………………………. di ……………………………

1. Berdasarkan : a. Laporan kejadian No. : ……….. tanggal ……………..

xxxix

b. Hasil pemeriksaan : ……………………………….. c. …………………………………………………………

Tersangka : Nama : ………………………………… Tempat/tanggal lahir : ………………………………… Alamat : …………………………………

Diduga telah melakukan tindak pidana di bidang …………. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..…………………….. Undang-undang/Peraturan .………………………………b)

2. Untuk kepentingan penyidik diperlukan tindakan hukum penyitaan barang bukti berupa : ……………………………

3. Guna keperluan penyitaan diharapkan kiranya Ketua dapat menerbitkan surat ijin/ijin khusus dimaksud.

4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap keputusan.

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ……………………………………….d)

Tembusan : Kepala Kepolisian ……....... ………………………….

………… ………..a) PPNS: A.8.01 ……………………..

PRO YUSTITIA

SURAT PERINTAH PENYITAAN No. : ……………………………….

Pertimbangan : Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana yang menjadi

lingkup tugas dan wewenang PPNS ……………………… perlu dilakukan tindakan penyitaan.

Dasar : 4. Pasal ………………Undang-undang……………..…b) 5. Laporan kejadian Nomor ………… tanggal ……………

xl

6. Surat ijin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri ……. ………… nomor …..………. tanggal ………….………

D I P E R I N T A H K A N

K e p a d a : 1. Nama : ………………………………………….. Pangkat : ………………………………………….. Jabatan : …………………….…. selaku Penyidik

Pegawai Negeri Sipil

2. Nama : ………………………………………….. Pangkat : ………………………………………….. Jabatan : …………………….…. selaku Penyidik

Pegawai Negeri Sipil

U n t u k : 1. Melakukan penyitaan barang bukti berupa : a. …….………………………………………….……….… b. …….……………………………………….………….… c. …….……………………………………….……….…… d. …….…………………………………….………….……

2. Setelah melaksanakan surat perintah ini segera membuat Berita Acara

3. Melaksanakan perintah ini dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab

4. Surat perintah ini berlaku dari tanggal …………………… sampai tanggal …………………………………………….

DIKELUARKAN DI …………..………… PADA TANGGAL ………...…………….. PENYIDIKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ………………………………………… d)

………………………………….. Nip. ……………………….

xli

…………………………a) PPNS: A.8.02. ………………………… ...................., ……………… 19 ….

Nomor : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Permintaan Bantuan

Penyitaan Kepada

Yth. KEPALA KEPOLISIAN

…………………………...

di

……………………………

1. Berdasarkan: a. Laporan kejadian ………………………………………….

No.: …………………….. tanggal ……………………….. b. Berita acara ………………………………………………. c. ……………………………………………………………..

Tersangka: Nama : …………………………………... Tempat/tanggal lahir : …………………………………... Pekerjaan : …………………………………... Alamat : …………………………………...

Diduga telah melakukan tindak pidana …………………….. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ………………………… Undang-undang ………………………………..…………… b)

2. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa penggeledahan:

a. ……………………………………………………………. b. ……………………………………………………………. c. …………………………………………………………….

xlii

3. Untuk keperluan tersebut pada butir 2 di atas, diminta bantu-an Kepala Kepolisian …………………………………… guna melakukan penggeledahan dan sebagai bahan pertimbangan dilampirkan laporan kemajuan penyelidikannya.

4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap khabar hasilnya ………………………………………………………..

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL …………………………………………..

……………………………………… Nip. ………………………………

KEPOLISIAN……………… SERSE: A.8.03. …………………………… a) …………,……………………. 19

No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran : Perihal : Permintaan Bantuan

Penyitaan

Kepada

Yth. KEPALA …………………..…

…………………………........b

)

di

………………………………..

Up. PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ………………..

a. Rujukan surat Saudara tanggal …………………………….... No.: ……..……………………… perihal sebagaimana tersebut pokok surat di atas dengan ini diberitahukan bahwa :

xliii

1. Setelah mempelajari surat permintaan tersebut beserta lampirannya berkesimpulan bahwa terdapat/tidak terdapat c) cukup alasan untuk dilakukan penyitaan.

2. Menyetujui/menolak c) permintaan bantuan penyitaan barang bukti berupa :

a) …………………………………………………………….

b) …………………………………………………………….

c) …………………………………………………………….

b. Demikian untuk maklum.

KEPALA KEPOLISIAN …………………

SELAKU PENYIDIK

………………………………… Pangkat ………….…….. Nip…………..

Dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil akan melakukan penyitaan,

maka hal ini pun mengajukan ijin kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengajuan ijin

inipun harus melalui Kepala Kepolisian setempat. Atas dasar surat bantuan yang

diajukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam hal akan melakukan penyitaan

tersebut, maka Kepala Kepolisian dapat menyetujui atau sebaluknya menolak.

Permohonan pengauan yang akan diteruskan kepada Ketua Pengadilan Negeri

setempat.

Kepolisian ……………….. SERSE :

C.1.05.

………………………….... Jakarta…………...19 …

No. Pol. :

KLasifikasi :

xliv

Lampiran : Satu rangkap dua.

Perihal : Pengiriman berkas

Perkara PPNS …...

An. Tersangka …..

Kepada

Yth. KEPALA KEJAKSAAN

NEGERI …………………….

……………………………….

di.

……………………………….

1. Bersama ini diteruskan Berkas Perkara dari PPNS ……..

…………….No. : …………….. tanggal ……………….

Dalam rangkap dua atas nama tersangka.

Nama : ……………..…………………………...

Umur : ………………..………………………...

Pekerjaan : ...……………………………………......

Dalam perkara pidana bidang ………….. (

diuraikan jenis tindakan pidna yang disangka di lakukan

waktu dan tempat kejadian serta Pasal pidana dan

undang-undang yang dilanggar).

2. Tersangka tersebut diatas di tahan/tidak di tahan di …….

…………. ( kalau ditahan. Surat perintah Penahanan,

surat perintah perpanjangan Penahanan dan lain-lain).

3. Barang-barang bukti yang tesebut dalam daftar barang

bukti di sirmpan di ……………………………………....

4. Selain melanggar Pasal-Pasal dalam undang-undang

tersebut diatas, disarnkan juga untuk dikaitkan dengan

Pasal-Pasal ………………………………………..KUHP

5. Demikian intuk menjadi maklum dan mohon kabar

perkembangan selanjutnya.

KEPALA KEPOLISIAN : ………………..

Selaku

xlv

Penyidik

( ……………………………… )

Tembusan :

1. Kesatuan atas polri.

2. PPNS.

………………….a) PPNS :

A.10.

…………………...

SURAT KETERANGAN

No. : ……………………

tentang

PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Menimbang : Bahwa berdasarkan hasil penyidikan terhadap

tersang-ka. Saksi dan barang-barang bukti ternyata bahwa

peristiwa yang diduga sebagai tindakan pidana

dibidang……………………………………………………

…………………………………………………….. b).

Yang di persangkakan kepada tersangka, tidak

cukup bukti atau peristiwa berikut bukan merupakan

tindakan pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum

sehingga perlu menghentikan penyidikan atas perkara

tersebut.

Mermperhatikan : 1. Surat No. : …………………tanggal …….…......

perihal perihal dimulainya penyidikan atas nama

tersangka …………………………………………..

xlvi

c). yang diduga telah melakukan tindak

pidana............. ............... sebagai mana dimaksud

dalam Pasal ..............

……………………………….……………………..

d).

2. Berita acara pemeriksaan tersangka/saksi atas nama

…………………….. tanggal ………………………..

Dasar : Pasal 109 ayat (2) KUHP.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : Menghentikan penyidikan perkara atas nama :

Nama :..........................................................

Jenis kelamin : ........................................................

Tempat/Tgl. lahir : ........................................................

Tempat tinggal : ……………………………………

Terhitung mulai tanggal……………… tahun …..………

DIKELUARKAN DI : ……………………

PADA TANGGAL : ……………

PENYIDIK PEGAWAI NEGEI SIPIL

……………………………….………..e)

...............................................................

Dasar atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil akan melakukan penghentian

penyidikan, hal inipun harus mendapat persetujuan dari Penyidik Kepolisian

Republik Indonesia. Dalam hal penghentian penyidikan ini benarbenar diperlukan

keseksamaan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil setelah mempelajari secara

cermat kasus yang dihadapi dengan mengkaitkan antara proses pemeriksaan

terhadap tersangka, pemeriksaan terhadap para saksi serta mengkaitkan dengan

barang-barang bukri yang ada.

B. Pembahasan

xlvii

Berdasarkan hasil penelitian tentang asas koordinasi antara penyidik

pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia, maka

penulis kemukakan sebagai berikut : Asas koordinasi antara penyidik

pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia

memiliki ciri-ciri :

1) Kemandirian, dalam arti bahwa koordinasi dan pengawasan tidak akan

mengurangi dan akan dijalankan secara profesional sesuai dengan asas

kemandirian dari setiap departemen.

Menurut pendapat penulis yang dimaksudkan dengan prinsip

kemandirian ini, maka instansi tempat bernaung dari penyidik pegawai

negeri sipil yang berada dalam departemen tertentu, dengan

pengawasan dari kepolisian tidak akan mengurangi sifat

keprofesionalan dalam pelaksanaan tugasnya.

Penyidik pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan bidang

tugasnya tetap berpegang pada prinsip profesionalisme. Prinsip

profesionalisme dalam arti bidang pekerjaan yang ditangani merupakan

bidang yang bersifat khusus sehingga memerlukan keahlian tersendiri

bagi pejabat yang sebagai angkutan yang menangani bidang

pekerjaannya.

Mengingat tugas penyidikan merupakan tugas yang bersifat

khusus, pada dasarnya tugas penyidikan berada di instansi kepolisian,

maka berdasarkan prinsip koordinasi ini, menjadi perpaduan antara

keprofesionalan dibidang pekerjaan masing-masing penyidik pegawai

negeri sipil dengan keprofesionalan dibidang penyidikan.

2) Kebersamaan, dalam arti bahwa koordinasi dan pengawasan tidak akan

mengurangi integritas pemimpin dan kewenangan dari departemen

tersebut

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dalam prinsip

koordinasi, harus tetap menampakkan kemandirian dari sikap

departemen. Dengan tetap berpegang pada prinsip kemandirian ini

diharapkan integritas dari masing-masing departemen tetap menampak.

xlviii

Integritas dari masing-masing departemen akan tetap menampak

manakala masing-masing pihak dalam menjalankan tugasnya dapat

menunjukkan serta mewujudkan identitas masing-masing dalam rangka

koordinasi.

Kebersamaan dapat diartikan melakukan perpaduan antara satu

departemen dengan departemen lainnya dalam rangka melaksanakan

bidang pekerjaan yaitu penyidikan.

3) Legalitas dalam arti bahwa koordinasi diselenggarakan berdasarkan

hukum yang berlaku yaitu sebagaimana tercantum dalam KUHAP.

Menurut penulis yang dimaksudkan dengan hal ini bahwa

bidang penyidikan adalah merupakan salah satu bagian dari proses

acara pidana, maka dengan sendirinya legalitas dari prinsip koordinasi

harus berdasarkan KUHAP.

Mengenai hal ini ketentuan tentang legalitas ini dapat dilihat

atas dasar ketentuan-ketentuan :

Pasal KUHAP

(1) Penyidik adalah :

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh Undang-undang

Pasal 7 ayat (2) KUHAP, Pasal 107 ayat (1), dan Pasal 107 ayat (2)

:

a. Pejabat penyidik pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan

tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik

POLRI (Pasal 7 ayat (2) KUHAP).

b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik memberikan petunjuk

kepada penyidik pegawai negeri sipil dan memberikan

penyelidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1).

c. Penyidik pegawai negeri sipil melaporkan adanya tindak pidana

yang sedang disidik kepada penyidik POLRI (Pasal 107 ayat (2).

xlix

d. Penyidik pegawai negeri sipil menyerahkan hasil penyidikan

yang telah selesai kepada penuntut umum melalui penyidik

POLRI (Pasal 107 ayat (3).

Selanjutnya dalam asas koordinasi terkandung beberapa

prinsip yang lain yaitu :

a. Pengawasan

b. Petunjuk

c. Bantuan penyidikan

d. Bantuan technis

e. Bantuan taktis

f. Bantuan upaya paksa

g. Tindak pidana tertentu

Adapun yang dimaksudkan dengan hal-hal tersebut diatas

adalah :

a. Pengawasan

Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan

seluruh kegiatan penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka

pelaksanaan penyidikan yang sedang dilakukan dapat

dibenarkan secara material maupun formil dan berjalan sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Wujud pengawasan dapat berupa :

1) Pengawasan kegiatan penyidikan yang sedang dilakukan

oleh penyidik pegawai negeri sipil atau memberikan

pengarahan teknis

2) Pengarahan teknis dalam rangka pembinaan dan peningkatan

kemampuan penyidik pegawai negeri sipil.

3) Penelitian berkas perkara hasil penyidikan yang dilakukan

oleh penyidik pegawai negeri sipil dan memberikan petunjuk

bila terdapat kekurangan-kekurangan.

b. Petunjuk

l

Petunjuk adalah tuntutan atau bimbingan yang diberikan

oleh penyidik POLRI kepada penyidik pegawai negeri sipil

dalam rangka pelaksanaan penyidikan.

c. Bantuan penyidikan

Adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik POLRI

kepada PPNS, diminta atau tidak diminta berdasarkan tanggung

jawabnya, dalam rangka pelaksanaan penyidikan, yang meliputi

bantuan teknis, bantuan taktis dan upaya paksa.

d. Bantuan teknis

Bantuan teknis adalah bantuan yang diberikan oleh

penyidik POLRI kepada penyidik pegawai negeri sipil, yang

berupa keahlian (antara lain identifikasi dan labkrim Polri untuk

kepentingan penyidikan).

Identifikasi adalah sebagai suatu proses untuk

mengidentifikasi suatu peristiwa yang telah terjadi ke dalam

identifikasi kasus. Dalam identifikasi ini antara lain dari kasus

yang terjadi akan diidentifikasi tentang :

1. Pelaku tindak pidana ;

2. Tempat terjadinya tindak pidana ;

3. Waktu terjadinya tindak pidana ;

4. Pasal-Pasal yang telah dilanggar pelaku ;

5. Cara melakukan tindak pidana ; serta

6. Barang-barang bukti yang diketemukan.

Laboratorium Polri atau yang dimaksud adalah

laboratorium kriminal yaitu suatu tempat untuk menguji tentang

sesuatu barang yang diketemukan yang perlu dilakukan untuk

diuji secara laboratorium.

e. Bantuan Taktis

Bantuan taktis yaitu bantuan yang diberikan oleh

penyidik Polri kepada penyidik pegawai negeri sipil berupa

li

personil tenaga bantuan yang berikut pelaksanaannya untuk

kepentingan penyidikan.

f. Bantuan upaya paksa

Adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik Polri

kepada penyidik pegawai negeri sipil berupa kegiatan

penindakan yang wewenangnya telah dimiliki oleh penyidik

pegawai negeri sipil.

Sebagaimana diketahui berbagai upaya paksa yang

menjadi wewenang penyidik Polri antara lain :

1. Melakukan penangkapan

2. Penahanan

3. Penggeledahan

4. Penyitaan

Selanjutnya dapat diketahui bahwa dalam prinsip

koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik

Kepolisian Republik Indonesia terkandung unsur-unsur :

1. Pengawasan

Adapun yang dimaksudkan dengan hal ini adalah

tindakan pengawasan yang dilakukan oleh penyidik

Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai

negeri sipil. Hal ini disebabkan oleh karena dalam

melaksanakan tindakan penyidikan, penyidik pegawai negeri

sipil meskipun secara pasti menguasai bidang tugasnya, akan

tetapi masalah teknis dan taktis pelaksanaan penyidik

sepenuhnya berada pada pihak penyidik Kepolisian Republik

Indonesia.

Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap penyidik

oleh penyidik pegawai negeri sipil memiliki tujuan lain

yakni agar penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pegawai

negeri sipil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

lii

Selain itu dalam rangka pengawasan oleh penyidik

Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai

negeri sipil terkandung unsur monitoring data tindak pidana

yang ditangani, analisis, serta evaluasi.

2. Pembinaan kemampuan

Sebagaimana dikatakan bahwa kemampuan teknik

dan taktik penyidikan penyidik pegawai negeri sipil berada

dibawah pembinaan penyidik Kepolisian Republik

Indonesia. Hal ini dikarenakn dalam ruang lingkup yang

luas, yakni dalam sistem peradilan pidana, komponen

penyidikan berada pada Kepolisian Republik Indonesia.

Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem peradilan

pidana terdiri dari beberapa sub sistem antara lain :

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta lembaga

pemasyarakatan.

3. Pemberian petunjuk

Prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri

sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia

meliputi pula pemberian petunjuk. Pemberian petunjuk yang

diberikan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia

terhadap penyidik pegawai negeri sipil dapat diartikan pula

sebagai pemberian petunjuk. Petunjuk yang diberikan oleh

penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik

pegawai negeri sipil disebabkan karena masalah penyidikan

merupakan masalah yang bersifat teknis dan merupakan

keahlian tersendiri. Wujud pemberian petunjuk meliputi :

a. Taktik dan teknik penyidikan

b. Taktik dan teknik penindakan

c. Taktik dan teknik pemeriksaan

d. Petunjuk administrasi penyidikan

e. Petunjuk aspek yuridis

liii

4. Pengendalian

Pada prinsipnya penyidik pegawai negeri sipil

bertanggung jawab sampai tuntas atas tindakan penyidikan

yang dilakukan atas dasar landasan kewenangan yang

diberikan oleh Undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya. Berdasarkan hal tersebut maka penyidik

Kepolisian Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk

mengendalikan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik

pegawai negeri sipil.

Yang dimaksudkan dengan mengendalikan yaitu tidak

terbatas hanya mengawasi, akan tetapi manakala tindakan

penyidik pegawai negeri sipil diperkirakan telah melampoi

batas kewenangan, maka penyidik Kepolisian Republik

Indonesia memerintahkan kepada penyidik pegawai negeri

sipil untuk tidak berbuat demikian, oleh karenanya telah

melampaui batas kewenangan.

5. Evaluasi

Dalam prinsip koordinasi antara penyidik pegawai

negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia

dapat dikatakan adanya sifat evalusif, yang dimaksudkan

dengan hal ini yaitu bahwa penyidik Kepolisian Republik

Indonesia berperan mengevaluasi tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil setiap langkah

yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil

dalam proses penyidikan dievaluasi oleh penyidik Kepolisian

Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan

hukum yang ada dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun

1981 dan peraturan Perundangan lainnya.

Proses evaluasi dapat dijadikan tolak ukur benar dan

tidaknya setiap tindakan yang telah dilakukan oleh penyidik

pegawai negeri sipil dalam proses penyidikan.

liv

6. Rekomendasi

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyidik

pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya selalu

berada dalam koordinasi penyidik Kepolisian Republik

Indonesia. Dalam kaitan dengan hal ini dapat dikatakan

bahwa tindakan dari penyidik Kepolisian Republik Indonesia

terhadap penyidik pegawai negeri sipil dikatakan bersifat

rekumendatif.

Adapun sebagai bukti dari sifat rekumendatif ini

adalah : Dalam hal Penyidik Pegawai Negeri Sipil akan

melaksanakan segala kegiatan dalam rangkaian penyidikan

misalnya mulai melaporkan penyidikan, melakukan

penangkapan, melakukan penahanan, melakukan penyitaan,

penyidik pegawai negeri sipil selalu melakukan atas

rekomendasi dari Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

lv

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang keberadaan Asas Kordinasi

Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik

Indonesia, dikaitkan dengan teori-teori yang ada dapat dtarik kesimpilan

sebagai berikut :

Asas Koordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan

Penyidik Kepolisian Repubulik Indonesia di dalam peraturan perundang-

undangan bersifat koordinatif, pengawasan, pembinaan kemampuan serta

pemberian petunjuk. Dapat dkemukakan bahwa meskipun tindak pidana yang

ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan tindak pidana yang

menyangkut ruang lingkup kedinasan dari departemen dari Pegawai Negeri

Sipil, akan tetapi dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil dalam proses akhir sepenuhnya tetap berpegang teguh

pada pertimbangan yang diberikan oleh Penyidik Kepolisian Republik

Indonesia.

B. Saran

1. Saran yang penulis kemukakan ditujukan baik kepada Penyidik Pegawai

Negeri Sipil maupun kepada Penyidik Kepolisian Republik Indonesia,

dalam hal memahami asas koordinasi ini hendaknya berpegang teguh pada

prinsip penegakan hukum yang bersendikan kepada kepastian hukum,

keadilan serta kemanfaatan.

2. Kepada Pemerintah Republik Indonesia hendaknya secara seksama untuk

segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana

sehingga termasuk didalamnya pengaturan asas koordinasi antara Penyidik

Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia

menjadi lebih jelas.

lvi

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, 2005. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Darwan Prints, 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta : Djambatan.

Hari Sasangko dan Lily Rosita, 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju.

H.M.A Kuffal, 2005. Perencanaan KUHAP Dalam Praktik Hukum. Malang : UMM Press.

M. Yahya Harahap, 1993. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini.

Ronry Hanityo Sumitro, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soerjono Soekanto, 1996. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Subekti, 2007. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.

Humpunan Juklak dan Jurknis tentang penyidik Pegawai Negeri Sipil. Jakarta

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.