Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) KOTA DEPOK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Ibnu Aidil Putra
NIM: 21180181000046
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ibnu Aidil Putra
Tempat/Tanggal Lahir : Bangkinang, 17 April 1990
NIM : 21180181000046
Jurusan : Magister Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Perspektif
Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di Sekolah Menegah Atas (SMA) Kota
Depok” adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu pesyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika
dikemudian hari terbukti bahwa penelitian ini bukan karya saya sendiri, maka saya
siap menerima sanksi pencabutan gelar magister sebagaimana berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 April 2020
Yang membuat pernyataan
Ibnu Aidil Putra
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Pembimbing dari:
Nama : Ibnu Aidil Putra
NIM : 21180181000046
Jurusan : Magister Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Tesis : Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Kota Depok.
Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa tersebut di atas telah
menyelesaikan penulisan BAB I, II, III, IV, V, dan disetujui untuk mengikuti Ujian
Hasil Tesis.
Jakarta, 26 April 2020
Dosen Pembimbing
Dr. H. Nurochim, M.M.
NIP. 19590715 198403 1 003
iv
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL TESIS
Tesis dengan judul “Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok” yang ditulis oleh Ibnu Aidil
Putra dengan NIM 21180181000046 telah diujikan dalam seminar hasil Program
Magister Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 29 April
2020. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran-saran dari penguji sebagai salah satu
syarat mengikuti Ujian Promosi Tesis.
Jakarta, 29 April 2020
Tanggal Tanda Tangan
Penguji I
Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd --------- -----------
NIP. 19661009 199303 1 004 ______________ _____________
Penguji II
Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd
NIP. 19730602 200501 1 002 ______________ _____________
v
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROMOSI TESIS
Tesis dengan judul “Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok” yang ditulis oleh Ibnu Aidil
Putra dengan NIM 21180181000046 telah diujikan dalam Ujian Promosi Tesis
oleh Program Magister Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa,
14 Juli 2020. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran-saran dari penguji sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program
Magister (S2) Manajemen Pendidikan Islam.
Jakarta, 14 Juli 2020
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Program Studi
Dr. Jejen Musfah, M.A
NIP. 19770602 200501 1 004 ______________ _____________
Penguji I
Dr. Jejen Musfah, M.A
NIP. 19770602 200501 1 004 ______________ _____________
Penguji II
Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd
NIP. 19730602 200501 1 002 ______________ _____________
Penguji III
Dr. Yayah Nurmaliyah, MA
______________ _____________
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Hj. Sururin, M.Ag
NIP. 19710319 199803 2 001
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam tesis ini berpedoman pada
buku “Pedoman Penullisan Kaya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang
diterbitkan oleh Tim CeQDA (Center For Quality Development dan Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
A. Konsonan
ARAB NAMA LATIN KETERANGAN
Alif - Tidak dilambangkan ا
Ba‟ B Be ب
Ta‟ T Te ت
Tsa‟ Ts Te dan es ث
Jim J Je ج
Ḥa‟ Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kha‟ Kh Ka dan Ha خ
Dal D De د
Dzal Dz De dan zet ذ
Ra‟ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍad Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
Ain „ Koma terbalik„ ع
Ghain Gh Ge dan ha غ
Fa F Fa ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
vii
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
Ha‟ H Ha ه
Hamzah „ Apstrof ء
Ya‟ Y Ye ي
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal, vocal rangkap, dan
vocal panjang. Ketiganya adalah sebagai berikut:
1. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥaḥ A A ا
Kasraḥ I I ا
Ḍammaḥ U U ا
Contoh:
Kataba : كتب Naṣaara dan : نصر
2. Vokal rangkap
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥaḥ dan Ya’sakun Ai A dan I ى ي
Fatḥaḥ dan Wau sakun Au A dan U ى و
Contoh:
ḥaula : حول Laisa : ليس
3. Vokal panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥaḥ dan Ba Ā A dengan garis di atas ب ا
ب يKasrih dan Ba Ī I dengan garis di atas
Ḍammah dan Ba Ȗ U dengan garis di atas ب و
viii
ABSTRAK
Ibnu Aidil Putra, NIM 21180181000046, “Perspektif Kebijakan Pendidikan
Sistem Zonasi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok”. Tesis Program
Studi Magister Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan Penelitian untuk mengetahui perspektif atau cara pandang pihak
Eksternal sekolah (masyarakat/Orangtua Peserta Didik) dan Internal sekolah (Pihak
Sekolah) terhadap kebijakan sistem zonasi yang telah berlangsung dengan apa yang
telah dirasakan positif dan negatifnya.
Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini merupakan kualitatif dengan
menggunakan pendekatan perspektif. Dengan pendekatan perspektif dapat
mendiskripsikan hasil dari pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa kebijakan sistem
zonasi ini akan menghilangkan julukan sekolah favorit, meratakan sekolah di setiap
kelurahan yang ada di Kota Depok, menghemat biaya transportasi karena jarak
tempuh dari rumah kesekolah yang begitu dekat, melengkapi fasilitas yang ada di
setiap sekolah negeri yang ada di Kota Depok supaya meningkatkan pelayan mutu
di setiap sekolah tersebut. Saran pada tesis ini adalah (1) pemerintah daerah atau
pusat membuat 2 sekolah yang penduduknya banyak di suatu kelurahan, (2)
diadakannya 1 atau 2 kelas belajar khusus untuk anak yang mempunyai kelebihan
akademik. (3) meningkatkan SDM tenaga pendidik dan sarana prasarana bagi
sekolah negeri yang baru dibangun atau diadakan, (4) pemerintah daerah dan
kelurahan harus bekerja sama untuk meminimalisis kecurangan yang terjadi saat
penerimaan peserta didik baru untuk tempat tinggal.
Kata Kunci: Kebijakan Pendidikan, Sistem Zonasi.
ix
ABSTRACT
Ibnu Aidil Putra, Student’s Number 21180181000046, "Zonation System
Education Policy Perspective in Depok City High Schools". Thesis Master of
Islamic Education Management (MPI) Study Program Faculty of Tarbiyah and
Teaching Science (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The purpose of this study is to determine the perspectives of the school's
external (community/parents) and internal (schools) regarding the zoning system
policies that have occurred and the effects that has been felt positively and
negatively.
Based on these objectives, this research is a qualitative one using a
perspective approach. With the perspective approach can describe the results of
data collection through observation, interviews and documentation. Based on
research that has been done this zoning system policy will eliminate the nickname
of favorite schools, leveling schools in every village in Depok, saving
transportation costs because of the distance from schools that relatively close,
completing existing facilities in every public school in Depok in order to improve
quality service in each of these schools. Suggestions in this thesis are (1) if the
regional or central government creates two schools with a large population in an
area, (2) holds one or two special learning classes for children who have overrated
academic abilities. (3) improving the teaching human resources and infrastructures
for newly built or held public schools; (4) local governments must work together to
encourage students when new they are recruited for housing.
Keywords: Educational Policy, Zoning System.
x
ملخص : القيد رقم فوترا، عيدل ام ظ ن م ي ل ع ت ة اس ي س ة ه اج و م "68811818111112ابن
يتساجمةحورطأ".كو ب ي د ة ن ي د يم اف ي ل الع ة س ر د يالم ف م ي س ق الت ةيبرالت ةاردإقسم .شريفىدايةاللهالسلميةالحكوميةجاكرتاةيبرالت ةيل كةيملسال
جهةلمعرفةثحالبافدىأ من واجهةدرسةالم
الم خارج
أعمتج)الم (بلالط اءيلو/
درسةدوالم اخل
ةسرد)الم ميسقت امظناتاسيسلوح(
تمعمتثدحتالقاطنالم ا
.بلسوابيإلكشبوبروعالش
عنب ي افدىالهىىذلاء البىذد ع، جهن مامدختاسبكيفيةةاسردثحا عممواجهة.جهن م
للخنماتانيالب عججائتن فصونكيواجهةالم
وةظحلالم
.قيثوالت وتلابقالم
عنب اللاء بىاؤرجإتتالاثبى ميسقت امظنةاسيسنأايةناطالم كن ست لغي ىذه ق
فضلةالم درسة
والم ةيوست،
ساردالم فيالكتري فوت وك،وب ي دةني دمخاصةةيرق ل ك
واصلتنلآلتالم
نمةافسالم
المكتاسوا،د جةبي رقةسردالم
قافرالم
ةدوجوالم ل ك
ةامعةسردم ةمدالةدوجيستلجأنكموب ي دةني دم هىذنمل ك.ساردالم
احتقال انكلس انميبكددعخاصةليت سردماءشن(إ8)وىةالسالر هىذ ،ةيرالقع6) وذالفطلليصص ميلصفوألصفدق(
الم الايزي ز3).ةييادكا ةادي(
داروالم
وسيردالتةئيلةيرشالبالم العامة )ىاؤشنإتتالةامالعساردمللرافق ي1ا ىلعب(
اتموكالحللمالعةيرضالحوةيل حالم يذالاليتحالليلقت معا تسجيلدنعثدي
.همنكسحسبددالبلالط
لت قسيمالكلمةالرئيسية:سياسةالت ربية،نظاما
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan beserta limpahan hidayah dan taufik
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW yang telah membimbing umatnya
menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
Tesis ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka mencapai gelar Magister
Pendidikan (M.Pd.). Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari sepenuhnya
tidak akan terwujud tanpa ada bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong,
membimbing dan memberikan motivasi. Ucapan terima kasih khususnya penulis
sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Hj. Sururin, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan berserta jajarannya.
3. Dr. Jejen Musfah, M.A selaku Ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam dan
serta Muslikh Amrullah, M.Pd selaku Sekretaris Program Magister Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang selalu meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk
membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.
4. Dr. H. Nurochim, M.M selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan
waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan tesis.
5. Semua Dosen Manajemen Pendidikan Islam maupun Dosen yang ada di
Program Magister FITK tanpa terkecuali yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas Ilmu yang telah diberikan.
6. Ayahanda Masri dan Ibunda Rabusida yang telah berjuang dalam
membesarkan dan mendidik penulis, dan memberi segala curah kasih
sayangnya sera doanya sehingga penulis dapat berpendidikan lebih tinggi.
semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin ya rabbal
„alamin.
7. Teman-teman Magister MPI B angkatan 2018 yang selalu menyenangkan di
dalam kelas maupun di luar kelas. Terima kasih untuk kalian.
8. Pengurus Forum Mahasiswa Magister FITK periode 2019/2020 yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Maafkan ketua kalian ini kalau tidak maksimal
menjalankan Forma Magister.
9. Teman-teman Magister angkatan 2018 tanpa terkecuali yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
xii
10. Jajaran SMA Negeri 1 Depok, SMA Negeri 6 Depok, dan SMA Negeri 9
depok yang telah bersedia menjadi narasumber maupun yang membrikan
kelengkapan administrasi selama penulis melakukan penelitian.
11. Teman-teman yang berada di luar lingkungan kampus, baik di tempat
tongkrongan penulis sering main dan di sekolah tempat penulis mengajar.
Terima kasih untuk canda tawa dan motivasinya.
12. Dan teruntuk kamu dunia akhirat ku, terima kasih atas segala kesabaran dan
keikhlasan mendampingiku, sehingga aku dapat menyelesaikan tesis ini
dengan tepat waktu, sekali lagi terima kasih “Putri Yulinda Sari”.
Harapan dan iringan doa penulis ucapkan semoga Allah SWT meridhai dan
membalas amal baik kita semua dengan berlipat kemuliaan. Amin. Akhirnya besar
harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca sekalian.
Jakarta, 26 April 2020
Ibnu Aidil Putra
xiii
DAFTAR ISI
COVER
SURAT PERNYATAAN ...................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS......................... iii
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL ................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROMOSI TESIS .............. v
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................... 8
C. Pembatasan Masalah .......................................................... 8
D. Rumusan Masalah .............................................................. 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................... 9
F. Maanfaat Penelitian ........................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kebijakan Pendidikan ........................................................ 10
1. Pengertian Kebijakan .................................................. 10
2. Pengertian Pendidikan ................................................ 11
3. Pengertian Kebijakan Pendidikan ............................... 18
4. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan ................... 19
5. Model-Model Kebijakan dalam Pendidikan ............... 20
6. Karakteristik Kebijakan Pendidikan ........................... 23
7. Implementasi Kebijakan Pendidikan .......................... 25
8. Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan 27
9. Sistem Zonasi.............................................................. 28
10. Ketentuan dalam Sisten Zonasi .................................. 29
11. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Zonasi ................. 30
B. KARANGKA KONSEPTUAL ......................................... 32
C. PENELITIAN YANG RELEVAN .................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 39
B. Metode Penelitian .............................................................. 39
C. Sumber dan Jenis Data ....................................................... 40
D. Populasi dan Sampel .......................................................... 40
xiv
1. Populasi ........................................................................ 40
2. Sampel ......................................................................... 40
E. Pengumpulan Data ............................................................. 41
1. Studi Pustaka (Library Research) ................................ 41
2. Studi Lapangan (Field Research) ................................ 41
a. Observasi ............................................................... 42
b. Wawancara ............................................................ 42
c. Dokumentasi .......................................................... 43
F. Instrumen Penelitian .......................................................... 43
1. Pedoman Observasi ..................................................... 44
2. Pedoman Wawancara ................................................... 45
3. Pedoman Dokumentasi ................................................ 46
G. Pengolahan Data ................................................................ 46
H. Analisis Data ...................................................................... 47
I. Teknik Pemeriksaan Uji Keabsahan Data ......................... 48
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Temuan ..................................................................... 51
1. Gambaran Umum ......................................................... 51
2. Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok ............. 54
B. Pembahasan ....................................................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................ 88
B. Saran .................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu ............... 37
Tabel 3.1 Rencana kegiatan Penelitian dan Penyelesaian Tesis ........ 39
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pengumpulan Data ............................................. 43
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara ......................................................... 45
Tabel 4.1 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 1 Depok ............................ 73
Tabel 4.2 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 6 Depok ............................ 74
Tabel 4.3 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 9 Depok ............................ 75
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1.1 Grafik I Jumlah SMA/SMK di Indonesia ........................ 4
Gambar. 1.2 Grafik II Jumlah SMA dan SMK di Jawa Barat ............. 5
Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Konseptual ........................................... 34
Gambar. 3.1 Teknik Pengumpulan Data .............................................. 42
Gambar. 3.2 Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................... 48
Gambar. 4.1 Kegiatan Penerimaan Calon Peserta didik baru
SMA Negeri 6 Depok ...................................................... 65
Gambar. 4.2 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 1 Depok .......................... 74
Gambar. 4.3 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 6 Depok .......................... 75
Gambar. 4.4 Fasilitas Sekolah SMA Negeri 9 Depok .......................... 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan modal utama yang harus dimiliki setiap manusia,
hal ini menjadi penting karena pada dasarnya pendidikan adalah laksana
eksperimen yang tidak akan pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada
kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian, karena pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus
berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki
potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya.
Dewasa ini sistem Pendidikan semakin berkembang pesat. Segala
sesuatu yang dapat mengembangkan sistem Pendidikan diterapkan guna
mencapai tujuan pendidikan. Seperti kita ketahui bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dan pendidikan juga merupakan bagian
integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
proses pembangunan itu sendiri. Kelangsungan hidup dan kemajuan suatu
bangsa, khususnya bagi Negara yang sedang membangun ditentukan oleh maju
tidaknya pendidikan. Hal ini membuat peran pendidikan dirasakan sangat
penting setiap bangsa. Menurut Schleicher (2012) The fast-changing society
and knowledge leads to the international focus on school improvement to
better prepare students for the higher educational demands of the 21st century
(Prenger, 2019:441).
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan sistem pendidikan
Nasional yang diatur secara sistematis dan terencana. Diharapkan dengan
adanya pendidikan paling tidak masyarakat mampu terbebas dari belenggu
buta huruf, kebodohan, keterbelakangan, dan kelemahan. Huruf, katam kalimat
dan susunan kalimat yang kemudian menjadi sebuah narasi dikenalkan melalui
pendidikan sehingga masyarakat tidak buta huruf. Pendidikan juga berperan
dalam penyampaian informasi keilmuan yang akan menjadikan masyarakat
mengetahui, mengerti, memahami, dan memiliki wawasan yang semakin luas.
Selain itu pendidikan juga membangkitkan motivasi untuk masyarakat agar
dapat bergerak maju memacu dan bangkit dari keterbelakangan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah,
berakhlak mulia, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, tentang
sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara”.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemajuan sebuah Negara, oleh karena itu
setiap warga Negara diberikan kesempatan yang sama untuk menempuh
pendidikan. Hal ini membuat pendidikan menjadi hak dasar warga Negara.
Maka seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap warga Negara
dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup
bangsa sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan
pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
menciptakan kesejahteraan umum.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal
13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal,
non-formal dan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini
mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan non-formal
adalah jalur pendidikan yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang namun pelaksanaanya berada di luar sekolah atau diluar pendidikan
formal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang berlangsung di
dalam keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang
dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Dalam pendidikan formal, tahapan awal untuk melalui jenjang
pendidikan dilakukan melalui penerimaan peserta didik baru. Penerimaan
peserta didik baru adalah proses seleksi yang akan menentukan siswa yang
diterima di suatu sekolah. Proses ini diharapkan dapat berjalan secara objektif,
akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi sehingga bisa mendorong
peningkatan akses layanan dan pemerataan pendidikan.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini telah banyak
mengalami perubahan dan kemajuan, tentu saja proses perubahan dan
kemajuan tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhi, salah satu faktor
yang mempengaruhi adalah landasan pendidikan yang digunakan. Tanpa
adanya landasan maka pendidikan tidak akan mempunyai pijakan atau pondasi
yang kuat untuk menopang pengembangan kegiatan pendidikan. Oleh karena
itu banyak sekali landasan yang harus diperhatikan untuk pengembangan
kegiatan pendidikan, salah satunya yaitu landasan kebijakan.
3
Landasan kebijakan dalam pendidikan merupakan pedoman dan petunjuk
bagi pelaksana pendidikan di dalam menjalankan kegiatan pendidikan. Oleh
sebab itu landasan tersebut biasanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan
peraturan perundang-undangan atau hukum yang berlaku pada suatu negara,
kemudian ditetapkan dan dikeluarkan oleh orang yang mempunyai kekuasaan
dalam bidang tersebut pada saat itu. Kebijakan yang dibuat dan ditetapkan oleh
pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan pasti mempunyai dasar yang
kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dengan
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan kebutuhan masyarakat yang
diimbangi dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh sebab itu sangat jelas bahwa landasan kebijakan pendidikan
sangat penting perannya di dalam melindungi dan memberikan pengawasan
terhadap kegiatan pendidikan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana untuk
mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Dalam amanat konstitusi Republik Indonesia pasal 31 UUD 1945
menegaskan pendidikan sebagai hak bagi setiap warga negara. Tidak
dibenarkan ada satu warga negara pun yang terhambat dalam mendapatkan
layanan pendidikan. Baik dari hambatan aksesbilitas maupun
akseptabilitas yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Hambatan aksesbilitas atau ketercapain diartikan sebagai derajat
kemudahan yang dicapai seseorang terhadap objek atau pelayanan. Artinya
setiap warga negara tidak dibenarkan mendapatkan kesulitan menjangkau
layanan pendidikan. Misalnya tidak tersedianya jalan, jembatan atau sarana
yang mendukungnya untuk menjangkau pendidikan.
Sedangkan hambatan akseptabilitas diartikan sebagai derajat peluang
diterimanya warga negara untuk mendapatkan layanan pendidikan. Artinya
sejumlah persyaratan administrasi maupun regulasi yang memungkinkan
menjadi hambatan bagi warga negara mendapatkan layanan pendidikan.
Dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun 2017
sampai saat ini, pemerintah menerapkan pola zonasi sekolah. Pola ini
membagi sejumlah sekolah negeri dengan mengukur pada tingkat daya
tampung dan jumlah lulusan dari jenjang sekolah sebelumnya pada tahun
lulusan. Sehingga para peserta didik baru hanya mendaftarkan diri pada
sekolah yang berada pada wilayah zonasinya.
Mekanisme zonasi ini dipilih sebagai upaya pemerintah untuk
menghadirkan layanan pendidikan yang merata kualitasnya di seluruh daerah
di Indonesia. Sehingga mampu menghapus status sekolah favorit, sekaligus
mencapai kualitas lulusan pada setiap jenjang sekolah sesuai harapan.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) tahun 2019, jumlah sekolah untuk seluruh jenjang
pendidikan di Indonesia mencapai 215.769 unit. Terdiri dari tingkat SMA
sebanyak 13.709 unit, tingkat SMK sebanyak 13.929 unit dan selebihnya
jenjang SMP dan SD.
4
Namun dari jumlah itu sekolah yang memiliki kualitas terbaik sesuai
Standar Nasional Pendidikan masih sangat minim. Berdasarkan data yang
sama pada tahun 2019 menujukan jumlah SMA yang mendapatkan Standar
Nasional Pendidikan sebanyak 23,5 persen dari 13.709 yaitu sebanyak 3.220
SMA, sedangkan tingkat SMK yang mendapatkan Standar Nasional
Pendidikan sebanyak 12,2 persen dari 13.929 yaitu sebanyak 1.700 SMK.
Seperti terlihat pada gambar grafik berikut ini:
Gambar 1.1
Sumber: Presentasi Mendikbud, 2019
Pada grafik tersebut memperlihatkan jurang kualitas sekolah pada
jenjang SMA / SMK di tingkat nasional. Terlalu besarnya jurang
perbedaan kualitas sekolah dari sisi jumlah memberi pesan kualitas sekolah
masih jauh dari harapan. Pemerintah belum mampu menyediakan sekolah yang
memiliki standar yang sama dan merata di banyak daerah.
Kondisi tidak meratanya kualitas pendidikan tingkat nasional, ternyata
kian memprihatinkan pada tingkat daerah. Pada provinsi Jawa Barat,
Kemendikbud mencatat jumlah SMA sebanyak 1.646 unit dan jumlah SMK
sebanyak 2.936 unit. Dari jumlah itu hanya 17,0 persen pada jenjang SMA
yang memiliki Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan pada tingkat SMK
hanya 7 persen yang memiliki Standar Nasional Pendidikan.
Gambaran kondisi sekolah di Jawa Barat yang tidak merata
merupakan titik awal menuai persoalan dalam penerapan system zonasi.
Karena aksesbilitas dan aksepbilitas untuk mendapatkan sekolah berkualitas
semakin sulit. Akibatnya bagi keluarga yang merasa memiliki anak berprestasi
menjadi terhambat menjangkau pendidikan.
Menariknya kebijakan zonasi ini sudah diberlakukan sejak
tahun 2017 dan diberlakukan terhadap sekolah negeri. Pemerintah masih
memberikan kebebasan kepada calon peserta didik untuk memilih sekolah
swasta di zona manapun. Kini kebijakan serupa masih terus diterapkan.
Peserta didik hanya dapat menikmati sekolah negeri pada zonasi sesuai
lokasi tinggalnya.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018/2019, Wilayah Jawa
Barat memiliki jumlah sekolah negeri sebanyak 20.456 unit yang terdiri dari
5
507 unit jenjang SMA dan 286 unit jenjang SMK. Dimana dari data tersebut
sekolah yang dinyatakan berstandar pendidikan nasional hanya 17,0 % dari
507 yaitu sebanyak 86 SMA dan 7,0% dari 286 yaitu sebanyak 20 untuk
jenjang SMK, dengan total calon peserta PPDB tingkat SMA dan SMK
sebanyak 774 ribu peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, upaya pemerintah
untuk menghadirkan layanan pendidikan yang merata kualitasnya di seluruh
daerah di Indonesia melalui sistem zonasi perlu dukungan dan peran serta
pemerintah daerah dalam pencapaiannya.
Gambar 1.2
Sumber: Mendikbud, 2019
Salah satu upaya nyata kebijakan pemerintah dalam rangka pemerataan
pendidikan ini pemerintah mengeluarkan aturan baru dalam penerimaan
peserta didik melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 17
Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang di dalam
Permendikbud tersebut, diatur mengenai sistem zonasi yang harus diterapkan
sekolah dalam menerima calon peserta didik baru.
Berdasarkan Permendikbud nomor 14 Tahun 2018, dengan menerapkan
sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari
sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah peserta didik yang
diterima. Domisili calon peserta didik tersebut berdasarkan alamat pada kartu
keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan
penerimaan peserta didik baru.
Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kondisi di daerah tersebut. Kemudian sebesar 10 persen dari total jumlah
peserta didik dibagi menjadi dua kriteria, yaitu 5 persen untuk jalur prestasi,
dan 5 persen untuk peserta didik yang mengalami perpindahan domisili.
Dalam Permendikbud ini memang disebutkan bahwa seleksi Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) pada tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
(SMA/SMK) mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai
6
dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar. Urutan
prioritas itu adalah: 1. Jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan ketentuan
zonasi; 2. Usia; 3. Nilai hasil ujian sekolah dan surat hasil ujian nasional
(SHUN); dan 4. Prestasi di bidang akademik dan non akademik yang diakui
sekolah sesuai dengan kewenangan daerah masing-masing.
Sistem zonasi ini untuk menghilangkan pemikiran pada masyarakat
tentang sekolah favorit nantinya. Karena banyak anggapan bahwa sekolah
favorit menjadi pilihan utama bagi masyarakat walaupun daya jarak tempat
tinggal dengan sekolah begitu jauh dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu
pergaulan, fasilitas, rasa bangga, dilirik universitas , dan pandangan orangtua.
(https://www.123ish.com/id/entries/1312-alasan-sekolah-negeri-lebih-baik-dari-
swasta di akses pada tanggal 24 juni 2020).
1. Pergaulan
Di sekolah negeri favorit pergaulan memang betul di jaga oleh pihak
sekolah baik di dalam sekolah ataupun di lingkungan luar sekolah dengan
aturan yang ketat. Seperti SMA Negeri 1 Depok yang menerapkan sistem
point (300 Point) terhadap peserta didik selama peserta didik berada di
sekolah. Ada juga sekolah yang memberlakukan tinggal di asrama
sekolah. Seperti yang diterapkan oleh SMAN Unggul Thamrin Jakarta.
2. Fasilitas
Sekolah negeri favorit tentunya mempunyai fasilitas yang baik dan
memadai baik dari segi sarana prasarana, ataupun tenaga pendidik dan
kependidikan yang professional sesuai dengan bidangnya.
3. Rasa Bangga
Peserta didik yang bersekolah di tempat sekolah favorit tentu
mempunyai rasa bangga yang sangat luar biasa dikarenakan masuk ke
sekolah tersebut tidak mudah dan banyak pesaingan. Seperti di SMA
Negeri 1 Depok yang hampir tiap tahunnya yang mendaftar 1000 sampai
2000 calon peserta didik, tetapi yang diterima hanya 300 sampai 400
peserta didik.
4. Dilirik Universitas
Sekolah favorit memang banyak di lirik oleh berbagai universitas,
dikarenakan kualitas peserta didik yang ada disekolah favorit tersebut
sudah mumpuni baik secara akademis maupun non akademis. Seperti
lulusan SMAN 1 Depok tahun 2019/2020 yang diterima di jalur undangan
sebanyak 64 orang. (https://sman1depok.sch.id/2020/05/13/daftar-siswa-
yang-berhasil-mendapatkan-undangan-ptn/ di akses pada tanggal 24 Juni
2020)
Begitu juga dengan lulusan SMAN Unggul Thamrin Jakarta yang
jumlah peserta didik 58 dan semuanya lulus ke perguruan tinggi baik di
dalam negeri ataupun di luar negeri (http://chilmarbuchari.blogspot.com/2014/07/daftar-murid-smanu-mht-yang-
diterima-di.html di akses pada tanggal 24 Juni 2020)
7
5. Pandangan orang lain
Pandangan masyarakat terhadap sekolah negeri favorit memang
masih sangat tinggi. Buktinya banyak orang yang berlomba-lomba agar
anaknya bisa masuk sekolah negeri favorit dan mengenyam pendidikan di
sana. Saat anak lulus nanti dan mencari pekerjaan atau melanjutkan ke
perguruan tinggi juga akan memudahkan dia karena biasanya perusahaan
atau perguruan tinggi mencari orang yang lulusan sekolah negeri favorit
terlebih dahulu di bandingkan dengan lulusan sekolah negeri biasa atau
swasta. Hal ini menjadikan sekolah negeri favorit lebih unggul di
bandingkan dengan sekolah negeri biasa atau swasta.
Alih-alih nantinya akan ada pemerataan sekolah di tiap kecamatan.
Merancang pemerataan inilah yang menjadi salah satu tujuan pendidikan di
Indonesia nantinya. Agar peserta didik atau orang tua nantinya tidak
mengeluarkan biaya terlalu besar untuk biaya transportasi.
Dengan adanya sistem zonasi ini diharapkan penerimaan peserta didik
baru dapat berjalan tanpa diskriminasi dan mampu memberikan kesempatan
yang sama bagi setiap perserta didik untuk mengenyam pendidikan formal,
terlepas dari kemampuan kognitif ataupun ekonomi yang rendah.
Dalam berbagai aspek, salah satu yang mempengaruhi sistem zonasi ini
adalah sekolah favorit dimana sekolah tersebut pasti mempunyai kualitas yang
baik untuk mendukung pembelajaran selama disekolah baik itu akademik
maupun non-akademik. Sehingga kecerdasan peserta didik akan tersalurkan
dengan baik. Kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu matematika
(logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga meliputi
beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musikal, visual-spatial, interpersonal,
dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan kecerdasan
jamak (Multiple Intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard Gardner tahun
1983 yaitu kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika
logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial,
kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan
kecerdasan naturalis.
Kecerdasan majemuk adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat
dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik (kemampuan
menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, presentasi pidato, diskusi,
tulisan), logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam
memacahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga
dimensi), bodily-kinesthetic (keterampilan gerak, menari, olahraga), musical
(kepekaan dan kemampuan berekspresi dan bunyi, nada, melodi, irama),
intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri),
interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang
lain), naturalist (kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan).
Adupun penerapan sistem zonasi dalam proses penerimaan peserta didik
baru (PPDB) di berbagai tingkat sekolah negeri sudah mulai membaik karena
8
memang diprioritaskan untuk masyarakat kurang mampu terlebih dahulu.
Peserta didik dengan prestasi masih bisa diterima di sekolah yang di inginkan,
akan tetapi dengan penerimaan yang sangat sedikit yang diperuntukan untuk
calon peserta didik yang berprestasi, maka dari itu persaingan untuk dapat
diterima di sekolah yang diinginkan sangat ketat sekali alur seleksinya untuk
jalur prestasi. Dengan demikian anak dan orangtua ssangan berharapdapat
diterima di sekolah negeri dari pada sekolah swasta sebagai pilihan dengan
karena pertimbangan kualitas dan biaya.
Berdasarkan pemaparan di atas, menarik bagi peneliti untuk mengetahui
bagaimana tanggapan orangtua, guru dan kepala sekolah dengan sistem zonasi
ini yang telah dilaksanakan di wilayah Kota Depok. Penulis memilih tempat
penelitian di pendidikan kota Depok karena masalah pemerataan pendidikan di
kota Depok belum sepenuhnya terwujud sepenuhnya, ditambah dengan jumlah
penduduk dikota Depok sangat banyak terutama dikalangan remaja, hanya
sedikit sekolah yang mempunyai kuliatas mumpuni baik dari segi sarana
maupun prasarana. Dan sering penulis perhatikan jarak tempuh dari tempat
tinggal peserta didik ke sekolah begitu jauh, sehingga memakan waktu
diperjalanan. Oleh karena itu peneliti membuat suatu judul PERSPEKTIF
KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS (SMA) KOTA DEPOK.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Masih banyak anggapan masyarakat tentang sekolah favorit yang menjadi
pilihan utama;
2. Kurangmeratanya sekolah yang ada di suatu wilayah;
3. Biaya transportasi yang terlalu besar jika jarak sekolah terlalu jauh dari
tempat tinggal;
4. Pemerataan sekolah dengan fasilitas yang memadai untuk menunjang
kemampuan peserta didik.
5. Masih banyak pelayanan mutu sekolah yang belum membaik;
6. Kurangnya semangat belajar peserta didik akibat tempat tinggal terlalu
jauh dari sekolah.
C. Pembatasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dari itu peneliti membuat
pembatasan masalah agar tidak terlalu meluas pembahasan yang akan dibahas
nantinya. Belum diketahui pesepsi di masyarakat tentang sistem zonasi, maka
dari itu pembatasan masalah penelitian ini adalah Bagaimana perspektif
orangtua, guru, dan Kepala Sekolah tentang sistem zonasi yang sudah telah
terlaksana?
9
D. Rumusan masalah
Dari pembatasan masalah yang telah di paparkan, maka menarik bagi
peneliti untuk merumuskan suatu masalah bagaimana perspektif kebijakan
sistem zonasi di sekolah Menegah Atas (SMA) Kota Depok?
E. Tujuan penelitian
Tujuan Penelitian untuk mengetahui perspektif atau cara pandang pihak
Eksernal sekolah (masyarakat/Orangtua Peserta Didik) dan Internal sekolah
(Pihak Sekolah) terhadap kebijakan sistem zonasi yang telah berlangsung
dengan apa yang telah dirasakan. Serta bagaimana letak kekuatan, kelemahan,
ancaman, dan peluang dari sistem zonasi ini.
F. Manfaat penelitian
Manfaat dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan ajuan untuk menjadikan
sekolah lebih baik lagi kedepannya. Dan juga untuk membuat kebijakan di
lembaga pendidikan.
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengalaman, wawasan dalam mengembangkan keilmuan
di dunia pendidikan serta mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah khusus nya dinas pendidikan .
3. Bagi Universitas
Dapat menambah referensi yang berhubungan dengan penelitian
sistem zonasi sekolah.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kebijakan Pendidikan
1. Pengertian Kebijakan
Secara umum kebijakan dapat diartikan dengan konsep atau rencana
dasar pemerintah atau organisasi publik untuk mengatur kepentingan
umum atau orang banyak. Dalam meningkatkan pelayanan publik
pemerintah dalam hal ini bisa juga disebut sebagai kebijakan. Kebijakan
(policy) yaitu menunjukkan adanya serangkaian alternatif yang dipilih
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (Soebahar, 2013: 11). Menurut KBBI
(2005:886) kebijakan yaitu sebagai rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintah,
organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, atau maksud
sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran;
garis haluan. Menurut Hasbullah (2009:37) kebijakan mengandung arti
mengurus masalah atau kepentingan umum, atau berarti juga administrasi
pemerintah. Sedangkan menurut Tilaar dan Nugroho (2008:16)
berpendapat bahwa kebijakan didasari oleh pertimbangan akal dalam
proses pembuatannya. Akal manusia merupakan unsur yang dominan di
dalam mengambil keputusan dari berbagai opsi dalam pengambilan
keputusan kebijakan.
Pendapat lain disampaikan oleh Syamsi (1996:6) Kebijakan adalah
pedoman yang menyeluruh baik lisan maupun tulisan yang berisi nilai-
nilai dan norma-norma yang diberikan oleh pimpinan untuk mencapai
tujuan orgaisasi yang realisasinya diikuti dengan perencanaan dan
program kegiatan. Menurut Suharto (2010:7) Kebijakan adalah prinsip
atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan
keputusan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Schultz (2004:350)
menyebutkan policy refers to rules, management strategies, processes,
and plans allowed by the publik to address their areas of concern.
(Kebijakan itu merujuk pada aturan-aturan, strategi manajemen, proses,
dan rencana yang dikehendaki oleh publik yang digunakan untuk
menunjukkan perhatian publik). Selain itu, Soebahar (2013:11) mengutip
pendapat Donovan dan Jakson bahwa kebijakan dapat dipahami dari
perspektif filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai konsep
“filosofis”, kebijakan dipandang sebagai serangkaian prinsip, atau kondisi
yang diinginkan, sebagai produk, kebijakan diartikan sebagi serangkaian
kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai proses, kebijakan menunjuk pada
cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa
yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai
produknya, dan, sebagai “kerangka kerja”, kebijakan merupakan suatu
11
proses tawar menawar dengan negosiasi dengan merumuskan isu-isu dan
metode dan implementasinya.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembuatan kebijakan, yaitu:
a. Adanya pengaruh tekanan dari luar;
b. Adanya pengaruh kebiasan lama (konservatisme).
c. Adanya pengaruh sifat pribadi
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar. (Subarsono, 2006:25)
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan
merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kepentingan banyak orang
yang menghasilkan sebuah aturan baru. Untuk mencapai hal itu diperlukan
adanya strategi managemen dalam bertindak selama proses pembuatan
kebijakan serta, diperlukan adanya pemikiran yang kuat artinya, suatu
kebijakan harus rasional. Sehingga, dapat diterima dimasyarakat.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Arti pendidikan itu
sendiri juga menimbulkan berbagai macam pandangan, termasuk
bagaimana pendidikan harus diselenggarakan dan metode seperti apa yang
harus dipakai (Soyomukti, 2015: 21-22).
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogy”
yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan “paedagogos”. Dalam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan
sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam.
Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual (Kadir, dkk, 2012: 59).
Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan. Walaupun demikian,
pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti.
Dalam arti luas, pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu. Pendidikan seumur hidup
bermakna bahwa pendidikan adalah bagian dari kehidupan sendiri.
Pengalaman belajar dapat berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hayat (Soyomukti, 2015: 22). Sedangkan Karakteristik khusus
Pendidikan dalam arti luas, yaitu:
a. Masa pendidikan.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap saat selama ada
pengaruh lingkungan.
12
b. Lingkungan Pendidikan.
Pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan hidup, baik yang
khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada
dengan sendirinya.
c. Bentuk Kegiatan.
Tentang dari bentuk-bentuk yang misterius atau tak disengaja sampai
dengan terprogram. Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman
belajar dalam hidup. Pendidikan berlangsung dalam beraneka ragam
bentuk, pola, dan lembaga. Pendidikan dapat terjadi sembarang, kapan
dan di mana pun dalam hidup. Pendidikan lebih beriorientasi pada
peserta didik.
d. Tujuan.
Tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak
ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan. Tujuan
pendidikan adalah tidak terbatas. Tujuan pendidikan adalah sama
dengan tujuan hidup (Mudyahardjo, 2012: 3-4). Dalam arti sempit, Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah
terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubugan-
hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Sedangkan karakteristik khusus
Pendidikan dalam arti sempit, yaitu:
a. Masa Pendidikan.
Pendidikan berlangsung dalam waktu yang terbatas, yaitu masa anak
dan remaja.
b. Lingkungan Pendidikan.
Pendidikan berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang
diciptakan khusus untuk penyelenggaraan pendidikan. Secara teknis
pendidikan berlangsung di kelas.
c. Bentuk Kegiatan.
Isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum.
Kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga
guru mempunyai peranan yang sentral dan menentukan. Kegiatan
pendidikan terjadwal, tertentu waktu dan tempatnya.
d. Tujuan.
Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. Tujuan pendidikan
terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu.
Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan hidup (Mudyahardjo,
2012: 6-7).
Dalam arti alternatif atau luas terbatas, Pendidikan adalah usaha
sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta
13
didik agar dapat memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-
pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non-
formal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang berlangsung
seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-
kemampuan individu, agar dikemudian hari dapan memainkan peranan
hidup secara tepat. Sedangkan Karakteristik khusus Pendidikan dalam arti
alternative atau luas terbatas, yaitu:
a. Masa pendidikan.
Pendidikan berlangsung seumur hidup, yang kegiatan-kegiatannya
tidak berlangsung sembarang, tetapi pada saat-saat tertentu.
b. Lingkungan pendidikan.
Pendidikan berlangsung dalam sebagian dari lingkungan hidup.
Pendidikan tidak berlangsung dalam lingkungan hidup yang tergelar
dengan sendidirinya. Lingkungan alam sekitar yang alami tidak
merupakan lingkungan pendidikan. Pendidikan hanya berlangsung
dalam lingkungan hidup kultural.
c. Bentuk Kegiatan.
Pendidikan dapat berbentuk pendidikan formal, pendidikan informal,
dan pendidikan non-formal. Kegiatan pendidikan dapat berbentuk
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan. Pendidikan selalu
merupakan usaha sadar yang tercakup didalamnya usaha pengelolaan
pendidikan, baik dalam bentuk pengelolaan pendidikan nasional
maupun satuan pendidikan, serta usaha melaksanakan kegiatan
pendidikan. Pendidikan brorientasi kepada komunikasi pendidik
dengan peserta didik. Kegiatan pendidikan berbentuk kegiatan belajar
mengajar.
d. Tujuan.
Tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan pendidikan
yang bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara
optimal dengan tujuan-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya
yang dapat memainkan peranannya sebagai warga dalam berbagai
lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial. Tujuan
pendidikan mencakup tujuan-tujuan setiap jenis kegiatan pendidikan
(bimbingan, pengajaran, dan latihan), tujuan-tujuan satuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup, yang
bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan-tujuan hidup
(Mudyahardjo, 2012: 11-12).
Hisbullah (2009: 2-4) menyatakan bahwa dari tiga dasar pengertian
pendidikan inilah para ahli memberikan batasan-batasan tertentu tentang
hakikat pendidikan sesuai dengan sudut pandang masing-masing.
Langeveld memaparkan Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
14
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang
dewasa atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku,
putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang
yang belum dewasa.
Sedangkan John Dewey menyatakan bahwa Pendidikan adalah
proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Lain halnya apa yang
disampaikan oleh J.J. Rousseau, bahwa Pendidikan adalah yang memberi
kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak. Akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
Carter V. Good (1959) membagi pengertian pendidikan ke dalam
dua point, yaitu:
a. Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching.
b. The systematized learning or instruction concerning principles and
methods of teching and of student control and guidance; largelly
replaced by the term eduction.
Ahmad D. Marimba (1976: 671) mendefenisikan Pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ki Hajar
Dewantara (2004) bahwa Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dan menurut
UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Dari beberapa batasan di atas meskipun berbeda secara redaksional,
namun secara esensial terdapat unsur yang sama. Pendidikan merupakan
suatu proses, kegiatan manusiawi, hubungan antarpribadi. dan untuk
mencapai tujuan.
Menurut Triwijayanto (2014:24), Unsur-unsur dalam pendidikan
meliputi beberapa hal yang saling terkait. Unsur-unsur tersebut antara lain
peserta didik, pendidik, interaksi edukatif, tujuan pendidikan, isi
pendidikan, kurikulum, dan lingkungan Pendidikan.
15
a. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik yaitu subjek atau
pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku
pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin
mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang
hidupnya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik
ialah:
1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga merupakan insan yang unik.
2) Individu yang sedang berkembang.
3) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
manusiawi.
4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri (Tirtarahardja
& La Sulo, 2008: 52).
b. Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
khususannya, serta berpartisipasi dalam menyelanggarakan
pendidikan. (Triwijayanto, 2014: 25). Dalam menyampaikan materi
tentang ilmu pengetahuan yang diampu oleh setiap pendidik. Seorang
pendidik diharapkan sudah mampu menguasai setiap materi yang ada.
Hal ini kan baik pula jika didukung dengan media pembelajaran untuk
membantu penyampaian materi oleh pendidik agar peserta didik dapat
dengan mudah memahami apa yang disampaikan. Karna menurut
Scoerning dkk (2015) Teachers struggle to predict what students will
share, to envision managing students’ sharing, or leveraging student
thinking for learning. This leads to uncertainty in the class-room,
requiring increased improvisation where teachers act as guides for
student learning while still allowing students to make choices about
what and how to learn. Pernyataan ini di sambung oleh Larkin (2013),
bahwa Enabling students to make choices also requires a more
flexible understanding of the science content, a competence eluding
many nov-ices. (Christa Haverly, dkk. 2019:63).
c. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antarpeserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh
melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanipulasikan isi,
metode, serta alat-alat pendidikan. (Tirtarahardja & La Sulo, 2008:
52). Dalam suatu proses belajar mengajar seorang pendidik
diharapkan tidak hanya monoton menggunakan metode ceramah saja,
namun juga harus komunikatif terhadap peserta didik. Akan lebih baik
16
lagi jika metode-metode yang digunakan dalam menyampaikan materi
pelajaran bisa berubah-ubah dengan tetap memperhatikan kaidah-
kaidah yang ada.
d. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
Tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang
dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan
pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan
pengajaran atau latihan, diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
itu (Suradi, 2012: 6). Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan.
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan
arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan (Tirtarahardja &
La Sulo, 2008: 37). Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
e. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi atau isi
pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu
dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian
tujuan. Isi pendidikan merupakan materi dan kompetesi untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Isi pendidikan juga merupakan materi-materi
dalam proses pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara (Triwijayanto, 2014: 25). Materi ini meliputi
materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang
mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan
muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinnekaan
kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan
demikian jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat
ditumbuhkembangkan. (Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 52).
f. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode atau
kurikulum).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman cara penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di
17
dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara pendidik dan
peserta didik (Triwijayanto, 2014: 25). Alat dan metode merupakan
suatu cara yang digunakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Alat
pendidikan dibedakan atas dua:
1) Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan,
pembatasan, peringatan bahkan juga hukum.
2) Yang bersifat kreatif, yaitu yang bermaksud memperbaiki,
misalnya ajakan contoh, nasehat, dorongan, pemberian
kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif,
maka beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu:
1) Kesesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai.
2) Kesesuaian dengan peserta didik.
3) Kesesuaian denga pendidik.
4) Kesesuaian dengan situasi dan kondisi saat digunakannya alat
tersebut (Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 56-57).
g. Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan
pendidikan).
Lingkungan pendidikan sering dijabarkan dengan keluarga,
sekolah, dan masyarakat (Triwijayanto, 2014: 25). Berikut merupakan
penjelasan singkat mengenai tripusat pendidikan tersebut, yaitu:
1) Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari
sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah.
Fungsi dan peranan keluarga di samping pemerintahan dan
masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada
pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta
bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Dalam UU RI No
2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan
peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni
membangun Indonesia seutuhnya. Lingkungan keluarga
merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan karena
itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu
dalam setiap keluarga agar dapat mendidik anaknya secara optimal
(Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 168-170).
2) Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk
melaksanakan pendidikan. Dalam kemajuan suatu zaman, keluarga
tidak mungkin lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan dan
aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah
dalam proses pembangunan masyarakat. Sekolah seharusnya
menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia sebagai
18
individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia masa
depan (Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 173).
3) Masyarakat
Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang
dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan. Lambaga-
lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat,
baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan
fungsi edukatif. Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan
sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu
beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Di
Indonesia sendiri, perkembangan masyarakat itu sangat bervarisi
sehingga wujud sosial kebudayaan dalam masyarakat dalam
dewasa ini memiliki tipe yang berbeda-beda (Tirtarahardja & La
Sulo, 2008: 179).
3. Pengertian Kebijakan Pendidikan
Salah satu bentuk kebijakan pemerintah yaitu mengenai kebijakan
pendidikan. Kebijakan pendidikan adalah kebijakan suatu pemerintah
untuk mengatur pendidikan di negaranya (KBBI, 2005:886). Kebijakan
pendidikan merupakan keseluruhan proses dan perumusan langkah-
langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi
pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam
masyarakat untuk kurun waktu tertentu. (Tilaar, 2008:140). Kebijakan
pendidikan sebagai bagian dari kebijakan publik, maka kebijakan
pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik. Ensiklopedia
menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan
hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan yang
mencakup tujuan pendidikan dan cara mencapai tujuan pendidikan.
(Nugroho, 2008:36). Carter V. Good, (1959:18) mendefiniskan
educational policy is judgment, derived from some system of values and
some assesment of situational factors. Selanjutnya operating within
institutionalized education as general plan for guiding decision regarding
means of attaining desired educational objectives. Kemudian menurut
Hasbullah (2015: 47-48) menyatakan bahwa kebijakan pendidikan
merupakan produk sistem dan politik pendidikan, oleh karenanya
stratifikasi kebijakan pada dasarnya sangat luas dan beragam, dari yang
bersifat makro hingga bersifat mikro. Secara garis besar terdapat dua strata
dalam stratifikasi kebijakan pendidikan yang terdiri atas:
a. Kebijakan pendidikan di tingkat pusat, dimana kebijakan ini
diimplementasikan oleh institusi pemerintah yang ada ditingkat pusat
dan memiliki ruang lingkup nasional, dan oleh sebab itulah kebijakan
ini berlaku disemua wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misalnya, seperti Ujian Nasional (UN).
19
b. Kebijakan pendidikan ditingkat daerah yang menetapkan kebijakan
ini adalah pemerintah daerah yang memiliki ruang lingkup daerah,
oleh sebab itulah kebijakan ini hanya berlaku pada daerah tertentu
saja yakni hanya daerah yang menetapkan keputusan atau kebijakan
tersebut. Misalnya, mengenai kebjakan tentang sistem zonasi PPDB.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pendidikan merupakan salah satu kebijakan publik yang berasal dari
pemerintah, baik itu berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah mengenai aturan-aturan tentang pendidikan yang harus diterapkan
oleh semua lembaga pendidikan dimana aturan-aturan tersebut bertujuan
memperbaiki sistem pendidikan yang telah teralisasi.
4. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan
Membuat Kebijakan dalam pendidikan ada pendekatan yang harus
dilakukan. Menurut Sagala (2006: 100-102) ada dua pendekan kebijakan
dalam pendidikan, yaitu pendekatan empirik (empirical) dan pedekatan
evaluatif.
a. Pendekatan Empirik (Empirical)
Pendekatan empiris ditekankan pada penjelasan berbagai sebab
dan akibat dari suatu kebijakan tertentu dalam bidang pendidikan
yang bersifat faktual atau fakta macam informasi yang dihasilkan
bersifat deskriptif dan predikti
Penelitian kebijakan publik bersifat empiris dan kuantitatif pada
suatu organisasi dilakukan seperti masalah-masalah kemiskinan,
pemberantasan buta huruf, gelandangan di kota, penyakit masyarakat,
dan kontrol politik berlawanan dengan tradisi yang lebih tua seperti
spekulasi filosofis, mistik, takhayul, dan otoritas agama terutama
mengandalkan observasi yang didasarkan pada pengalaman spekulatif
untuk membenarkan pernyataan dan pengetahuan. Kebijaksanaan
merupakan proses rasional dimana analisis menghasilkan informasi
dan argument yang masuk akal mengenai pemecahan-pemecahan
potensial atas masalah kebijaksanaan.
Dengan demikian informasi kebijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pendekatan empiris akan menghasilkan informasi
penyelenggaraan pembelajaran yang aktual yang dibutuhkan di
lapangan pada akhirnya dapat mengarah ke pernyataan kebijakan
yang bisa saja sama sekali berbeda dengan kondisi objektif di
lapangan.
b. Pendekatan Evaluatif
Pendekatan evaluatif ditekankan pada penentuan bobot atau
manfaatnya (nilai) beberapa kebijakan menghasilkan informasi yang
bersifat evaluatif. Evaluasi terhadap kebijakan membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan evaluatif yaitu bagaimana nilai suatu kebijakan
dan menurut nilai yang mana kebijakan itu ditentukan. Dengan
20
demikian dapat ditegaskan bahwa evaluasi kebijakan pendidikan
adalah suatu aktivitas untuk mengetahui seberapa jauh kebijakan
benar-benar dapat diterapkan dan dilaksanakan serta seberapa besar
dapat memberikan dampak nyata memenuhi harapan terhadap
khalayak sesuai direncanakan.
Model evaluasi kebijakan terdiri dari : (1) evaluasi proses, yaitu
samapai dimana kebijakan telah dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
terkait dengan kebijakan sesuai dengan garis-garis yang telah
ditetapkan dan (2) evaluasi dampak yaitu seberapa besar kebijakan ini
telah menyebabkan perubahan pada tujuan yang harus dicapai.
Sedangkan Dunn menegaskan bahwa evaluasi kebijakan organisasi
digolongkan menjadi tiga, yaitu : (1) evaluasi semu (pseudo
evaluation) yang sekedar mempersoalkan alat-alat evaluasinya,
umumnya sekadar mempersoalkan apakah alat-alat evaluasi yang
dipergunakan telah memenuhi persyaratan sebagai alat evaluasi yang
baik seperti sahih (valid), punya ketetapan dapat dipercaya (reliable),
layak praktis (feasible), dan sebagainya. (2) evaluasi resmi (formal
evaluation) disamping mempersoalkan validitas, realibilitas, dan
fisibilitas alat-alat evaluasi, juga sekaligus melihat substansi yang
dievaluasi. Informasi-informasi yang didapatkan dalam evaluasi
formal ini dilihat kesahihan dan keadaannya, dan substansi-substansi
yang dievaluasi juga dilihat apakah telah sesuai dengan target-target
yang telah ditetapkan atau belum, dan (3) evaluasi berdasarkan teori
keputusan (decision theoretic evaluation) didasarkan atas banyak
kompromi dan bahkan consensus, maka evaluasi kebijakan
berdasarkan teori keputusan ini selain memperhatikan kesahihan dan
keandalan juga mempertimbangkan harga atau nilainya, bagi mereka
yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan.
Dengan demikian evaluasi kebijakan adalah suatu aktivitas yang
didesain untuk menilai sejauh mana kebijkan-kebijakan yang telah
dibuat telah berhasil sesuai seperti yang diharapkan atau tidak.
5. Model-model Kebijakan dalam Pendidikan
Menurut Stokey dan Zeckhuaser “A model is simplified
representation of some aspect of the real world. Sometimes of an object,
sometimes of a situation or a process. It may be an acyual physical
representation, a globe, for instance or a diagram, a concept, oe even a
set a question”. Jadi, model adalah representasi dari sebuah aspek dalam
dunia nyata yang disederhanakan. Kadang-kadang model berupa objek,
sebuah situasi atau proses. Namun, yang jelas model itu representasi fisik
yang nyata. Seperti globe (bola dunia), diagram, sebuah konsep dan
bahkan sederet pertanyaan. (Fattah, 2012:59-60)
Istilah tipe-tipe model kebijakan menurut Dunn terdiri dari enam
model, yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model
21
simbolis, model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.
(Sagala, 2006:105)
a. Model Deskriptif
Model deskriptif menurut Suryadi dan Tilaar adalah suatu
prosedur atau cara yang digunakan untuk penelitian dalam ilmu
pengetahuan baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu
gejala yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan menurut Cohn
model deskriptif adalah pendekatan positif yang diwujudakan dalam
bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “state of the art”
atau keadaan apa adanya dari suatu gejala yang sedang diteliti dan
perlu diketahui para pemakai. Tujuan model deskriptif oleh Dunn
memprediksikan atau menjelaskan sebab-sebab dan konsekuensi-
konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan.
Penafsiran secara ilmiah mengenai gejala kemasyarakatan
dalam model deskriptif agar diperoleh kesepakatan umum mengenai
suatu permasalahan yang sedang disoroti untuk menerangkan suatu
gejala, adalah menerangkan apa adanya tentang hasil dari suatu upaya
yang dilakukan oleh suatu kegiatan atau program, dan menyajikan
informasi yang diperlukan sebagai bahan masukan bagi pengambilan
keputusan. Misalnya, untuk meramalkan kinerja pendidikan dalam hal
ini Departemen Pendidikan Nasional, bersama konsorsium pendidikan
pada tataran makro nasional mempersiapkan ramalan yang berkaitan
dengan kualitas lulusan dan eliminasi angka drop out sebagai laporan
bidang pendidikan oleh Presiden.
b. Model Normatif
Pendekatan normatif menurut Suryadi dan Tilaar disebut juga
pendekatan perspektif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan
menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan
oleh pemakai untuk memecahkan suatu masalah. (Sagala, 2006:105)
Model ini bertujuan bukan hanya untuk menjelaskan dan/atau
memprediksi, tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk
mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Di antara
beberapa jenis model normatif yang digunakan oleh para analis
kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat
kapasitas pelayanan yang optimum. (Fattah, 2012:61)
Model normatif tidak hanya memungkinkan analis atau
pengambil kebijakan memperkirakan masa lalu, masa kini, dan masa
datang. Pendekatan normatif dalam analisis kebijakan dimaksudkan
untuk membantu para pengambil keputusan (Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota, dan Kepala Sekolah) memberikan gagasan hasil
pemikiran agar para pengambil keputusan dapat memecahkan suatu
masalah kebijakan. Pendekatan normatif ditekankan pada rekomendasi
serangkaian tindakan yang akan dating (aksi) yang dapat
22
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan yang dibutuhkan oleh
masyarakat pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
c. Model Verbal
Dalam menggunakan model verbal, analisis bersandar pada
penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan
rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukan
berbentuk nilai-nilai angka pasti. Model verbal secara relatif mudah
dikomunikasikan diantara para ahli dan orang awam, dan biayanya
murah. Keterbatasan model verbal adalah masalah-masalah yang
dipakai untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implicit
atau bersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa
secara kritis argument-argumen tersebut sebagai keseluruhan, karena
tidak didukung informasi atau fakta yang mendasarinya.
d. Model Simbolis
Model simbolis menggunakan simbol-simbol matematis untuk
menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya
mencari suatu masalah. Prediksi atau solusi yang optimal dari suatu
masalah kebijkan diperoleh dari model-model simbolis dengan
meminjam dan menggunakan metode-metode matematika, statistika,
dan logika. Model-model simbolis dapat memperbaiki keputusan
kebijakan, tetapi hanya jika premis-premis sebagai pijakan penyusun
model dibuat eksplisit dan jelas. Tanpa verifikasi empiris hanya ada
sedikit jaminan bahwa hasil praktik semacam itu dapat diandalkan
untuk tujuan kebijakan normative. Karena itu penentuan kebijakan atas
dasar angka-angka kuantitatif tidak cukup memadai untuk melakukan
prediksi, masih perlu data kualitatif atau fakta-fakta yang real sebagai
pertimbangan prediksi dan juga penentuan kebijakan.
e. Model Prosedural
Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara
variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan.
Prosedur simulasi dan penelitian pada umumnya (meskipun tidak
harus) diperoleh dengan bantuan komputer, yang diprogram untuk
menghasilkan prediksi-prediksi alternatif di bawah serangkaian asumsi
yang berbeda-beda. Model prosedural dicatat dengan memanfaatkan
model ekspresi yang simbolis dalam penentuan kebijakan.
Perbedaannya, simbolis menggunakan data aktual untuk
memperkirakan hubungan antara variabel-variabel kebijakan dan hasil,
sedangkan model prosedural adalah mensimulasikan hubungan antara
variabel tersebut. Model prosedural dalam ditulis dalam bahasa non-
teknis yang terfahami. Kelebihannya memungkinkan simulasi dan
penelitian yang kreatif, kelemahannya sering mengalami kesulitan
mencari data atau argument yang dapat memperkuat asumsi-
asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi disbanding
dengan model verbal simbolis.
23
f. Model Sebagai Pengganti dan Perspektif
Pendekatan preskriptif menurut Suyadi dan Tilaar merupakan
upaya ilmu pengetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep
yang dapat digunakan oleh pemakai memecahkan suatu masalah
khususnya masalah kebijakan. Preskripsi atau rekomendasi
diidentikkan dengan advokasi kebijakan, yang sering kali dipandang
sebagai cara membuat keputusan idiologis atau untuk menghasilkan
informasi kebijakan yang relevan dan argument-argument yang masuk
akal mengenai solusi-solusi yang memungkinkan bagi masalah publik.
Jadi pengambilan kebijakan bukan atas kemauan atau kehendak para
penentu kebijakan, tetapi memiliki alasan-alasan yang kuat dan
kebijakan tersebut memang menjadi kebutuhan publik. Bentuk
ekspresi dari model kebijakan lepas dari tujuan, menurut Dunn dapat
dipandang sebagai pengganti (surrogates) atau sebagai perspektif
(perspective).
Model pengganti (surrogate model) diasumsikan sebagai
pengganti masalah-masalah substantif. Model pengganti mulai disadari
atau tidak dari asumsi bahwa masalah formal adalah representasi yang
sah dari masalah yang substantif. Model perspektif didasarkan pada
asumsi bahwa masalah formal tidak pernah sepenuhnya mewakili
secara sah masalah substantif, sebaliknya model perspektif dipandang
sebagai satu dari banyak cara lain yang dapat digunakan untuk
merumuskan masalah substantif. Perbedaan antara model pengganti
dan perspektif adalah penting dalam analisis kebijakan publik.
6. Karakteristik Kebijakan Pendidikan
Menurut Imron (2008:23) dalam Kebijakan pendidikan ada
karakteristik khusus yang harus diperhatikan, yaitu memiliki tujuan
pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional,
dibuat oleh yang berwenang, dalam dievaliasi, dan memiliki sistematika.
a. Memiliki tujuan pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih
khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan
terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
b. Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu
adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan
pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah.
Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional
sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah
hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut.
Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang
legitimat.
24
c. Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat
umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk
memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi
pendukung pengambilan keputusan.
d. Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di
bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai
menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar
pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga
pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
e. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan
yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung
kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi
terhadapnya secara mudah dan efektif.
f. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga,
oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut
seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut
memiliki efektifitas, efisiensi dan stabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling
berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan
cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan
hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan
pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan
politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya
atau disamping dan dibawahnya.
Salah satu contoh kebijakan pendidikan yakni mengenai kebijakan
sistem zonasi. Adapun kebijakan pendidikan memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut (Madjid, 2018: 13-15):
a. Memiliki tujuan pendidikan. Pada kebijakan sistem zonasi memiliki
tujuan pendidikan yaitu untuk menjamin penerimaan peserta didik
baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, non-diskriminatif,
dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan
pendidikan.
b. Memiliki aspek legal-formal. Kebijakan system zonasi merupakan
kebijakan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang menggantikan
25
Permendikbud Nomor 17 Tahun 20017 Tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru Pada TK, SD, SMP, SMA, SMK, atau bentuk lain yang
sederajat. Maka sudah tentu kebijakan system zonasi memiliki
pengakuan secara resmi (legal).
c. Memiliki konsep operasional. Kebijakan sistem zonasi dibuat oleh
pihak yang berwewenang yakni oleh para kementrian pendidikan dan
kebudayaan. Kebijakan tersebut dapat di evaluasi dan memiliki
sistematika.
Berdasarkan keterangan diatas maka sudah jelas kebijakan sistem
zonasi ialah salah satu kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan yang
didalamnya mengandung karakteristik kebijakan pendidikan meliputi
tujuan pendidikan, aspek legal dan memiliki konsep operasional.
7. Implementasi Kebijakan Pendidikan
Tolok ukur keberhasilan kebijakan pendidikan adalah pada
implementasinya. Beberapa teori terkait implementasi kebijakan
dikemukakan oleh para ahli. Grindle (Rusdiana, 2015:132) menyebutkan
bahwa implementasi kebijakan sesungguhnya tidak hanya terbatas pada
mekanisme penjabaran keputusan politik ke dalam prosedur rutin melalui
saluran birokrasi, tetapi berkaitan dengan masalah konflik, yaitu siapa
memperoleh apa dalam suatu kebijakan, bahkan pelaksanaan kebijakan
merupakan sesuatu yang sangat penting, kemungkinan jauh lebih penting
daripada perumusan kebijakan.
Menurut Ali Imron (2012:64) implementasi kebijakan adalah
aktualisasi kebijakan pendidikan secara konkrit di lapangan. Implementasi
kebijakan harus dilakukan, karena masalah-masalah yang dirumuskan
dalam perumusan kebijakan menuntut pemecahan masalah melalui
tindakan. Akan diketahui secara jelas melalui implementasi, apakah suatu
rumusan alternatif pemecahan masalah benar-benar sesuai dengan
masalahnya atau tidak. Melalui implementasi juga, apakah setelah
diterapkannya alternatif pemecahan masalah akan menimbulkan masalah
baru atau tidak.
Sedangkan menurut Gorton dan Scheneider (1991:65)
“Implementing inolves administrators in the process of making sure that
the plant is curried out as intended”. Artinya, implementasi melibatkan
seorang administrator pada proses memastikan rencana berjalan sesuai
yang dikehendaki. Pada dasarnya proses implementasi kebijakan
pendidikan dapat dilihat pada tahap implementasi. Sebaik apapun
kebijakan pendidikan yang sudah dibuat jika tidak diimplementasikan
maka tidak akan dapat dirasakan manfaatnya. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983: 20)
mengemukakan Implementation is the carrying out a basic policy
decision, usually incorporated in a statute but which can also take the
form of important executive or court decisions. Ideally that the decision
26
identitas the problems (s) to be addressed, stipulates the objective (s) to be
pursued and in a variety of ways, structures the implem entation process.
(Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
digabungkan dalam undang-undang tetapi yang juga dapat berbentuk
keputusan eksekutif atau pengadilan yang penting. Idealnya bahwa
keputusan mengidentifikasi masalah yang harus ditangani, menetapkan
tujuan yang harus dikejar dan dalam berbagai cara, struktur proses
implementasi).
Dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan berarti
mewujudkan suatu keputusan kebijakan yang memiliki legalitas hukum
dapat berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
eksekutif, dan lain-lain dalam bentuk program-program kerja yang
merujuk pada masalah yang akan ditangani oleh kebijakan. Selain itu
sebagai bagian dari proses kebijakan, maka dari hasil implementasilah
kebijakan memperoleh umpan balik, apakah perlu kebijakan direvisi atau
tidak.
Ripley dan Franklin (1986: 12) Untuk mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan perlu didasarkan pada tiga aspek, yaitu (1) tingkat
kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi diatasnya atau tingkatan birokrasi,
sebagaimana diatur dalam undang-undang, (2) adanya kelancaran rutinitas
dan tidak adanya masalah; serta (3) pelaksanaan dan dampak (manfaat)
yang dikehendaki dari semua program terarah. (Akib, 2010:3).
Selain itu, ada 2 (dua) persepektif yang dapat dilihat untuk melihat
keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan diimplementasikan menurut
Purwanto dan Sulistyawati, (2012:68-69), yaitu: 1) Memahami
keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para
implementer dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam
dokumen kebijakan. Dari persepektif kepatuhan tersebut boleh dikatakan
sangat kental dipengaruhi oleh pandangan yang melihat keberhasilan
implemtasi ditentukan oleh persoalan pengelolaan urusan administrasi dan
manajemen. keberhasilan implementasi secara mudah dapat dilihat
melalui serangkaian checklist tentang apa yang harus dilakukan oleh para
implenter dalam melakukan delivery berbagai policy output kepada
kelompok sasaran; 2) Berusaha untuk memahami implementasi secara
lebih luas yaitu mengukur keberhasilan implementasi tidak hanya dilihat
dari segi kepatuhan implenter dalam mengikuti SOP namun demikian juga
diukur dari keberhasilan mereka dalam merealisasikan tujuan-tujuan
kebijakan yang wujud nayatnya berupa munculnya dampak kebijakan.
Berdasarkan temuan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
mencapai keberhasilan pengimplementasian kebijakan diperlukan adanya
kerjasama yang baik antara pembuat kebijakan dengan yang melaksanakan
kebijakan, disamping itu perlu adanya perhatian khusus dalam membuat
kebijakan agar dapat direalisasikan, baik dari segi manfaat dan tujuan.
Ketika kebijakn sudah harus di implementasikan perlu juga adanya
27
pengawasan dari para anggota pembuat kebijakan, yang tujuannya adalah
mengevaluasi keefektifan pelakasanaan kebijakan.
8. Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan
Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan
mendasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah empirik.
Kajian ini menggunakan pola pendekatan yang beragam sesuai dengan
faham teori yang dianut oleh masing-masing penentu kebijakan. Dalam
kajian ini, paling tidak ada dua pendekatan yang dapat direkomendasikan
kepada para penentu atau yang berwenang dalam merumuskan suatu
kebijakan pendidikan. Dua pendekatan dalam perumusan kebijakan
pendidikan tersebut adalah (1) Social demand approach dan (2) Man-
power approach. (Rohman, 2002:12)
a. Pendekatan Social Demand Approach (kebutuhan sosial)
Menurut Rohman (2002:12) Sosial demand approach adalah
suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang
mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta aneka kepentingan
yang didesakkan oleh masyarakat. Pada jenis pendekatan jenis
ini para pengambil kebijakan, terlebih dahulu menyelami dan
mendeteksi terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat
sebelum mereka merumuskan kebijakan pendidikan yang
ditanganinya.
Pendekatan social demand sebenarnya tidak semata-mata
merespon aspirasi masyarakat sebelum dirumuskannya kebijakan
pendidikan, akan tetapi juga merespon tuntutan masyarakat sertelah
kebijakan pendidikan diimplementasikan. Partisipasi warga dari
seluruh lapisan masyarakat diharapkan terjadi baik pada masa
perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan. Dalam
perumusan kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe perumusan
kebijakan yang bersifat pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat
dirumuskan apabila ada tuntutan dari masyarakat terlebih dahulu.
b. Pendekatan Man-Power Approach
Pendekatan jenis ini lebih menitikberatkan kepada
pertimbangan-pertimbangan rasional dalam rangka menciptakan
ketersediaan sumber daya manusia (human resources) yang memadai
di masyarakat. Pendekatan man-power ini tidak melihat apakah ada
permintaan dari masyarakat atau tidak, apakah masyarakat menuntut
untuk dibuatkan suatu kebijakan pendidikan tertentu atau tidak, tetapi
yang terpenting adalah menurut pertimbangan-pertimbangan rasional
dan visioner dari sudut pandang pengambil kebijakan. Pemerintah
sebagai pemimpin yang berwenang merumuskan suatu kebijakan
memiliki legitimasi kuat untuk merumuskan kebijakan pendidikan.
Dapat dipetik aspek penting dari pendekatan jenis kedua ini, bahwa
secara umum lebih bersifat otoriter. Man-power approach kurang
28
menghargai proses demokratis dalam perumusan kebijakan
pendidikan, terbukti perumusan kebijakannya tidak diawali dari
adanya aspirasi dan tuntutan masyarakat, akan tetapi langsung saja
dirumuskan sesuai dengan tuntutan masa depan sebagaimana dilihat
oleh sang pemimpin visioner. Terkesan adanya cara-cara otoriter
dalam pendekatan jenis kedua ini. Namun dari sisi positifnya, dalam
pendekatan man-power ini proses perumusan kebijakan pendidikan
yang ada lebih berlangsung efisien dalam proses perumusannya, serta
lebih berdimensi jangka panjang (Rohman, 2009: 114-118).
Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan
mendasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah
empirik. Kajian ini menggunakan pola pendekatan yang beragam
sesuai dengan faham teori yang dianut oleh masing-masing penentu
kebijakan. Dalam kajian ini, paling tidak ada dua pendekatan yang
dapat direkomendasikan kepada para penentu/berwenang dalam
merumuskan suatu kebijakan pendidikan (Rohman, 2009: 114).
9. Sistem Zonasi
Sistem Zonasi adalah Penataan Reformasi Dalam Pembagian
Wilayah Sekolah. secara keseluruhan sistem zonasi yang berlaku saat ini
merupakan landasan pokok penataan reformasi sekolah mulai dari Taman
Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Sistem Zonasi
yang mengatur mengenai zona wilayah bagi calon siswa dimuat dalam
Sistem PPDB yang baru melalui Permendikbud No.14 Tahun 2018.
Sistem zonasi terbaru ini prinsip nya hampir sama dengan Bina
lingkungan, hanya saja pada jumlah kuota sistem zonasi ini jauh lebih
banyak dibandingkan bina lingkungan yaitu mencapai 90%.
Menurut Abidin dan Asrori (2018:6) Sistem zonasi merupakan
bagian dari upaya reformasi sekolah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Adanya sistem zonasi ini mampu menciptakan
pemerataan, siswa berprestasi tidak berkumpul di sekolah favorit saja
karena mau tidak mau mereka harus mendaftar di sekolah terdekat dan
tidak bisa mendaftar ke sekolah yang jaraknya jauh walaupun
menyandang status favorit.
Hal senada juga disampaikan oleh Wahyuni (2018:14) bahwa Sistem
zonasi pada penerimaan peserta didik baru merupakan kebijakan yang
telah berjalan sejak tahun 2017, yang dimaksudkan untuk pemerataan
kualitas pendidikan yang diharapkan dapat menghilangkan istilah sekolah
favorit atau sekolah unggulan.
Selain itu, adanya sistem zonasi ini akan memacu peningkatan
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan, karena sekolah akan menerima
peserta didik yang berprestasi maka mau tidak mau kualitas pengajar harus
ditingkatkan agar dapat membina peserta didik dengan baik (Pengaribuan,
2019:4). Sehingga melalui sistem zonasi tersebut akan mudah mengetahui
29
jumlah guru yang dibutuhkan serta menghilangkan terjadinya
penumpukkan sejumlah guru yang berkompeten pada wilayah tertentu.
Berdasarkan ketentuan dari Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018
yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, bahwa sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerapkan sistem
zonasi. Sekolah wajib menerima calon peserta didik baru yang berdomisili
pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90% dari total jumlah
peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik tersebut
berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang paling lambat diterbitkan
enam bulan sebelum pelaksanaan penerimaan peserta didik baru. Radius
zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi
daerah tersebut dengan memperhatikan ketersediaan anak usia sekolah di
daerah tersebut. Penetapan radius zona pada sistem zonasi ditentukan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan musyawarah atau kelompok kerja
kepala sekolah. Sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi atau
kota atau kabupaten ketentuan persentase dan radius zona terdekat
ditetapkan melalui kesepakatan tertulis antara pemerintah daerah yang
saling berbatasan. Sekolah dapat menerima calon peserta didik sebesar
10% dari total jumlah peserta didik dibagi menjadi dua kriteria, yaitu 5%
untuk jalur prestasi dan 5% untuk peserta didik yang mengalami
perpindahan domisili.
Sistem zonasi diberbagai daerah memiliki kebijakan masing-
masing. Namun, pada pelaksanaanya tetap mengkrucut pada tujuan
diberlakukannya kebijakan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (edukasi.
kompas.com, 5 Juni 2018) mengatakan melalui sistem zonasi pemerintah
ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Pemerintah
memiliki target bahwa pemerataan tidak hanya untuk akses pada
pelayanan pendidikan saja, melainkan juga pemerataan kualitas
pendidikan. Muhadjir Effendy juga menambahkan sistem zonasi adalah
salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas.
Diharapkan dengan adanya implementasi sistem zonasi ini permasalahan
dalam pemerataan kualitas pendidikan terselesaikan. Sistem zonasi
merupakan bagian dari upaya reformasi sekolah dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan pandangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
sistem zonasi merupakan langkah awal pemerintah untuk menciptakan
pemerataan pendidikan bagi masyarakat yang dapat ditempuh melalui
jarak tempat tinggal ke tempat sekolah.
10. Ketentuan dalam Sistem Zonasi
Adapun ketentuan sistem zonasi menurut Undang-Undang
Permendikbud No. 14 Tahun 2018 Pasal 16 Tentang Sistem Zonasi,
yaitu:
30
a. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib
menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona
terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh
persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
b. Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling
lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
c. Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah
tersebut berdasarkan: a. ketersediaan anak usia Sekolah di daerah
tersebut; dan b. jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan
belajar pada masing-masing Sekolah.
d. Dalam menetapkan radius zona sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala
Sekolah.
e. Bagi Sekolah yang berada provinsi/kabupaten/kota, di daerah
ketentuan perbatasan persentase dan radius zona terdekat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui
kesepakatan secara tertulis antar pemerintah daerah yang saling
berbatasan.
f. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat
menerima calon peserta didik melalui:
1) jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat
dari Sekolah paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah
keseluruhan peserta didik yang diterima; dan
2) jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili di luar zona
terdekat dari Sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan
domisili orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana
alam/sosial, banyak 5% (lima persen) dari total paling jumlah
keseluruhan peserta didik yang diterima.
11. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Zonasi
Mengetahui adanya kelebihan dan kekurangan pada suatu
kebijakan perlu kiranya dianalisis menggunakan metode atau cara. Pada
penelitian ini Penulis menganalisa kebijakan sistem zonasi dengan
menggunkan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan
threats).
a. Stengths (Kekuatan)
Kepedulian pemerintah untuk kemajuan negara, agar mampu
bersaing dengan manca negara secara gelobal. Pemerintah berupaya
membenahi dengan memperbaiki sumber daya manusia melalui
pendidikan. Kita dapat melihat kebelakang. Masa Pra-Orde Baru,
pendidikan dijadikan sebagai alat indoktrinasi. Pada masa orde baru,
pendidikan dijadikan alat penyeragaman denagn ekonomi sebagai
31
panglima. Hasilnya, pada masa akhir orde baru, pendidikan justru
mengingkari kebhinekaan sebagai potensi kekayaan dan keragaman
budaya di Indonesia bahkan sebagai falsafah bangsa Indonesia
(Tilaar, 2000:2-4). Lalu, munculah masa kritis yang kalau jujur diakui
sebagai refleksi kondisi atau keadaan pemerintah yang telah
menelantarkan pendidikan nasional. Jadi sudah amat cukup lama
pendidikan di Indonesia dianaktirikan, dipinggirkan, dipandang
sebelah mata. Padahal hasilnya pendidikan disuatu negara akan
berdampak positif pada semua sendi kehidupan (Chan, 2005: 105).
Oleh karena itu, kita dapat berbangga hati atas kepedulian
pemerintah saat ini cukup besar pada bidang pendidikan. Hal ini
terbukti dari adanya kebijakan tentang pemerataan pendidikan
memiliki tujuan yang jelas dan tegas yaitu untuk menjamin
penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan,
akuntabel, non-diskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka
mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Selain itu,
kebijakan ini didukung oleh berbagai pihak seperti lembaga
pendidikan (sekolah, dinas pendidikan daerah), masyarakat dan
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah siap memberikan pelayanan
pendidikan pada setiap lembaga pendidikan secara menyeluruh.
Kemudian, masyarakat diberikan keadilan untuk mendapatkan
pendidikan melalui fasilitas yang diberikan pemerintah.
b. Weaknesses (Kelemahan)
Berbicara mengenai kekuatan, adapula yang menjadi kelemahan
pada kebijakan ini yaitu pada nyatanya pelayanan pemerintah kurang
memadai, seperti tidak seimbangnya antara jumlah calon peserta
didik dengan kesediaan sekolah negeri, seperti menurut Purwanti
(2019:12) yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah daerah yang
tidak mendukung, serta ketidaksiapan pemerintah daerah dalam
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas di
semua sekolah, dan kurangnya sosialisasi penetapan zonasi disetiap
wilayah yang menimbulkan miskomunikasi/kesalahfahaman
(Pangaribuan, 2019:10). Selain itu, pemerintah pusat juga belum
memberikan sanksi secara terperinci pada lemabaga pendidikan yang
apabila tidak melakukan secara prosedur/aturan yang berlaku.
c. Opportunities (Peluang/Ancaman)
Kebijakan sistem zonasi mempermudah pemerintah pusat dan
daerah untuk memetakan dan memberikan peningkatan akses
pendidikan, baik terkait fasilitas sekolah, metode pembelajaran,
maupun kualitas dan distribusi guru, sehingga mempercepat
pemerataan mutu pendidikan di seluruh daerah. (portal informasi
indonesia, Indonesia.go.id). Selain itu, kebijakan ini memberikan
peluang terhadap kebermanfaatan waktu dan keadaan peserta didik
yaitu lebih hemat waktu dan lebih hemat biaya transportasi karena
32
jarak sekolah dekat, dapat mengurangi kemancetan serta kondisi
peserta didik lebih bugar.
d. Threats (Tantangan)
Ada beberapa tantangan yang harus siap dihadapai oleh
pemerintah, sekolah, siswa dan masyarakat. Bagi pemerintah dan
sekolah, mereka harus saling bersinergi untuk segera memberikan
pelayanan dan fasilitas, yaitu untuk memenuhi jumlah sekolah negeri
serta fasilitas didalamnya seperti menyediakan guru PNS
(profesional), mensosialisasikan secara menyeluruh, menentukan titik
zona disetiap daerah, dan lain-lain. Sedangkan untuk siswa dan
masyarakat, mereka harus siap menerima untuk belajar dengan
siapapun dan dengan latar belakang siswa yang berdeda-beda.
B. KERANGKA KONSEPTUAL
Setelah dilakukan penguraian terhadap beberapa pengertian dan konsep
yang akan membatasi penelitian ini, maka kerangka konseptual merupakan
instrument yang memberikan penjelasan bagaimana upaya penulis memahami
pokok masalah, maka penulis mengambil beberapa faktor yang menjadi
indikator pengaruh dari penerimaan peserta didik baru melalui sistem zonasi
yaitu objektif, akuntabel, transparan dan tanpa diskriminasi serta faktor-faktor
yang mempengaruhi proses belajar yang terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal.
Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Konseptual
Perspektif Kebijakan Pendidikan
Sistem Zonasi
Orang Tua Guru Kepala Sekolah
Positif dan Negatif
Aspek –aspek
Kebijakan Sistem zonasi:
1. Sekolah Favorit
2. Pemerataan sekolah
3. Biaya transportasi
4. Fasilitas sarana dan prasarana
5. Kualitas pelayanan mutu
6. Jarak rumah ke sekolah
33
C. PENELITIAN YANG RELEVAN
Pembahasan pada karya ilmiah ini, tentu ada karya ilmiah sebelumnya
yang salah satu menjadi pertimbangan dalam pengambilan judul pada karya
ilmiah yang akan penulis lakukan. Berikut penelitian terdahulu yang telah
dilakukan:
1. Jati Prasetyo (2018), karya ilmiah yang berjudul Evaluasi Dampak
Kebijakan Sistem Zonasi PPDB Terhadap Jarak Tempat Tinggal Dan
Biaya Transportasi Pelajar SMA di DIY. Untuk mengetahui keberhasilan
dan dampak dari kebijakan ini, perlu dilakukan evaluasi berdasarkan
analisis fakta dan bukti secara empiris. Evaluasi dampak kebijakan
dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah kebijakan
diberlakukan. Variabel yang dipilih sebagai indikator untuk mengukur
keberhasilan dan dampak dari kebijakan ini adalah jarak antara tempat
tinggal dengan sekolah dan biaya transportasi yang dikeluarkan pelajar,
sementara yang menjadi objek penelitian adalah pelajar jenjang SMA di
wilayah DIY. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi dampak kebijakan sistem zonasi dalam PPDB terhadap
jarak tempat tinggal dengan sekolah dan biaya transportasi yang
dikeluarkan pelajar SMA di wilayah DIY.
Hasil penelitian membuktikan secara empiris bahwa rata-rata jarak
tempat tinggal dengan sekolah dan biaya transportasi pelajar SMA di
DIY mengalami penurunan signifikan setelah diberlakukannya kebijakan
sistem zonasi dalam PPDB. Hal itu berarti bahwa kebijakan ini bisa
dikatakan telah berhasil mencapai tujuannya dan berdampak positif bagi
masyarakat. Temuan lainnya dalam penelitian adalah waktu tempuh
perjalanan pulang pergi pelajar juga diperkirakan berkurang sehingga
secara teori kebijakan ini juga berdampak mengurangi kemacetan.
Keterbatasan utama penelitian adalah kurangnya literatur dan penelitian
terdahulu di Indonesia dan ketersediaan data yang masih mentah.
Implikasi dari penelitian yaitu rekomendasi berdasarkan hasil penelitian
kepada pemerintah untuk melanjutkan kebijakan ini, mempromosikan
moda transportasi umum serta moda transportasi sehat bagi pelajar,
penambahan kapasitas daya tampung sekolah negeri, serta evaluasi lebih
lanjut secara komprehensif terhadap kebijakan sistem zonasi ini.
2. Azizah Arifinna Safarah dan Udik Budi Wibowo (2018), karya ilmiah
yang berjudul Program Zonasi Di Sekolah Dasar Sebagai Upaya
Pemerataan Kualitas Pendidikan Di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui upaya pemerataan kualitas pendidikan melalui program
zonasi sekolah dasar di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi literatur
yang membahas program zonasi sekolah sebagai upaya pemerataan
pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan memiliki dua elemen
kunci yakni membekali individu dengan pengetahuan yang
memungkinkan mereka mengambil bagian dalam segala aspek kehidupan
34
serta memberikan akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap individu.
Salah satu upaya dalam pemerataan pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah yaitu program zonasi sekolah.
Hasil studi menunjukkan bahwa program zonasi sekolah menjadi
salah satu program yang efektif dari pemerintah dalam mewujudkan
pemerataan pendidikan di Indonesia.
3. Desi Wulandari, Adelina Hasyim, dan Yunisca Nurmalisa (2018), karya
ilmiah Yang berjudul Pengaruh Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui
Sistem Zonasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Tujuan Penelitian ini
adalah menganalisis Pengaruh penerimaan peserta didik baru melalui
sistem zonasi terhadap prestasi belajar siswa kelas VII di SMPN 1
Labuhan Ratu Lampung Timur Tahun Pelajaran 2017/2018. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 32
responden. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan analisis
data menggunakan Chi Kuadrat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
terdapat pengaruh yang positif atau signifikan dengan kategori keeratan
tinggi antara penerimaan peserta didik baru melalui sistem zonasi terhadap
prestasi belajar siswa kelas VII SMPN 1 Labuhan Ratu Lampung Timur
Tahun Pelajaran 2017/2018.
4. Dian Purwanti (2018), karya ilmiah yang berjudul Efektivitas Kebijakan
Penerimaan Peserta Didik Baru Sistem Zonasi Bagi Siswa Rawan
Melanjutkan Pendidikan (The Effectiveness of New Student Admission of
Zoning System Policy for Students Prone to Continue Education).
Penerimaan Peserta Didik Baru yang familiar dengan akronim PPDB
adalah kegiatan rutin tahunan yang merupakan tahap seleksi bagi calon
peserta didik baru yang diselenggarakan oleh panitia tingkat Sekolah
dibawah pengawasan dan koordinasi Dinas Pendidikan. Kebijakan PPDB
sistem zonasi kota Bandung mengusung asas objektif, transparan,
akuntabel, dan berkeadilan. Melalui sistem zonasi pemerintah kota
Bandung berharap semua warga kota Bandung bisa mendapatkan
layanan pendidikan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal,
sehingga lebih hemat waktu, lebih hemat biaya transportasi, kondisi
peserta didik lebih bugar, mengurangi kemacetan, dan terjadi pemerataan
pendidikan. Pada proses implementasi kebijakan sistem zonasi tahun
ajaran 2018/2019, semua SMP Negeri terpenuhi kuotanya dan
menampung 90% calon siswa yang domisilinya dekat dengan sekolah.
Adapun yang menjadi permasalahan adalah sistem ini tidak efektif untuk
mengurangi angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-anak dari
kalangan RMP. Dengan metode uji beda vektor rata-rata butir indikator,
penelitian ini mencoba mengevaluasi efektivitas kebijakan sistem zonasi
yang diimplementasikan pada tahun 2017 dan 2018.
35
Sehingga dapat diketahui kebijakan sistem zonasi terbukti dapat
meningkatkan angka partisipasi kasar dari siswa RMP, namun tidak
efektif dalam mengurangi angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-
anak RMP, karena faktanya tidak semua anak RMP berdomisili di dekat
sekolah. Berdasarkan hal tersebut peneliti merekomendasikan agar Dinas
Pendidikan memastikan proses yang dilakukan tepat sasaran.
5. Elsa Nida Pangaribuan dan Nunuk Hariyati (2019), karya ilmiah yang
berjudul “Implementasi Kebijakan Sistem Zonasi Penerimaan Peserta
Didik Baru Jenjang Smp Di Kabupaten Gresik”. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan sistem zonasi dan kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan sistem zonasi penerimaan
peserta didik baru jenjang SMP di Kabupaten Gresik. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek
penelitian ini yakni Kasi Kurikulum SMP, Staf Kurikulum SMP, Kabid
Pendidikan Dasar, Waka Kesiswaan, Wakil Kepala Sekolah. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Implementasi kebijakan
sistem zonasi pada PPDB jenjang SMP di Kabupaten Gresik telah
dilaksanakan selama dua tahun yang bertujuan untuk pemerataan kualitas
pendidikan pada sekolah-sekolah di wilayah Kabupaten Gresik, sejauh ini
sudah implementasi kebijakan sistem zonasi di Kabupaten Gresik telah
berjalan dengan efektif karena telah nampak potensi-potensi peserta didik
mulai merata di wilayah Kabupaten Gresik. (2) Kendala yang dihadapi
dalam implementasi sistem zonasi yaitu kekurangpahaman wali murid
terhadap sosialisasi mengenai sistem zonasi karena latar belakang
pendidikan wali murid yang berbeda-beda. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut yaitu melakukan sosialisasi sistem zonasi lebih
awal dengan sejelas-jelasnya.
6. Novrian Satria Perdana (2019), karya ilmiah yang berjudul Implementasi
PPDB Zonasi Dalam Upaya Pemerataan Akses Dan Mutu Pendidikan.
Penelitian ini dengan tujuan untuk menganalisis implementasi pelaksanaan
PPDB Zonasi di Provinsi Sulawesi Tengah dalam upaya pemerataan akses
dan mutu pendidikan. Penelitian ini dilakukan bulan September 2018.
Penelitian ini berfokus pada jenjang SMA Negeri di 3 wilayah Provinsi
Sulawesi Tengah, yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten
Donggala. Pengambilan sampel dilakukan dengan tujuan tertentu, yaitu
SMA favorit di wilayah terdekat ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.
Analisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan model
implementasi Van Meter and Van Horn (1975) yang meliputi variabel
Ukuran dan Tujuan Kebijakan, Sumber daya, Karateristik Agen
Pelaksana, Sikap/ kecenderungan (Disposition) para Pelaksana,
Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana, Lingkungan
Ekonomi, Sosial, dan Politik. Berdasarkan hasil analisis, hasil penelitian
ini adalah pelaksanaan PPDB Zonasi di Provinsi Sulawesi Tengah telah
36
berhasil dalam upaya memeratakan akses dan mutu pendidikan. Sebaran
siswa dari sisi jarak sudah mendekat ke rumah siswa dan dari sisi mutu
input juga telah menyebar di berbagai sekolah sehingga sudah tidak ada lagi
dikotomi sekolah unggulan dan non unggulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikhotomi sekolah favorit dan
tidak favorit belum dapat dihilangkan bukan semata karena pola fikir
masyarakat, melainkan juga karena kebijakan pemerintah daerah yang
tidak mendukung, serta ketidaksiapan pemerintah daerah dalam
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas di semua
sekolah.
7. Nurhalimah (2020), karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Kebijakan
Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru di SMP Negeri Tangerang
Selatan”, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan aspek context,
input, process, product pada kebijakan penerimaan peserta didik baru
(PPDB system zonasi di SMP Negeri Tangerang Selatan. Penelitian ini
dilakukan bulan November 2019 Sampai Februari 2020. Penelitian ini
berfokus pada jenjang SMP Negeri di Tangerang Selatan yaitu di SMP
Negeri 17 dan SMP Negeri 04 Tangerang selatan. Analisis penelitian ini
dengan menggunakan pendekatan model CIPP (Context, Input, Process,
Product) yang dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan. Hasil
penelitian ini adalah implementasi kebijakan PPDB sistem zonasi di SMPN
Tangerang Selatan secara umum sudah berjalan sesuai dengan prinsip
kebijakan. Namun, tentu tidak lepas dari berbagai kekurangan yang masih
perlu diperbaiki agar tujuan kebijakan PPDB sistem zonasi yaitu
pemerataan pendidikan tercapai.
Tabel 2.1 persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu
No. Peneliti Perbedaan Persamaan
1. Jati Prasetyo (2018) Fokus tujuan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi
dampak kebijakan sistem
zonasi dalam PPDB terhadap
jarak tempat tinggal dengan
sekolah dan biaya transportasi
yang dikeluarkan pelajar SMA
di wilayah DIY.
Antara
penelitian
terdahulu
dengan
penelitian saat
ini membahas
tentang
pemerataan
pendidikan,
jarak tempat
tinggal, dan
biaya
transportasi.
2. Azizah Arifinna
Safarah dan Udik
Budi Wibowo (2018)
Fokus penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui upaya
pemerataan kualitas pendidikan
melalui program zonasi
sekolah dasar di Indonesia.
Penelitian ini merupakan studi
literatur yang membahas
37
program zonasi sekolah
sebagai upaya pemerataan
pendidikan.
3. Desi Wulandari,
Adelina Hasyim, dan
Yunisca Nurmalisa
(2018)
Fokus penelitian ini bertujuan
menganalisis Pengaruh
penerimaan peserta didik baru
melalui sistem zonasi terhadap
prestasi belajar siswa kelas VII
di SMPN 1 Labuhan Ratu
Lampung Timur Tahun
Pelajaran 2017/2018,
4. Dian Purwanti (2018) Fokus penelitian ini bertujuan
untuk mencari faktor-faktor
apakah yang menjadi penyebab
tidak efektifnya implementasi
kebijakan PPDB SMP di kota
Bandung, dengan
menggunakan model
korelasional dan akan
dihimpun dari sejumlah
responden yang jumlahnya
ditentukan melalui sampel atas
populasi
5. Elsa Nida
Pangaribuan dan
Nunuk Hariyati
(2019)
Fokus penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan
implementasi kebijakan sistem
zonasi dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan
kebijakan sistem zonasi
penerimaan peserta didik baru
jenjang SMP di Kabupaten
Gresik.
6. Novrian Satria
Perdana (2019)
Fokus penelitian ini bertujuan
Menganalisis implementasi
pelaksanaan PPDB Zonasi di
Provinsi Sulawesi Tengah
dalam upaya pemerataan akses
dan mutu pendidikan, dengan
menggunakan pendekatan
model implementasi Van
Meter and Van Horn (1975)
7. Nur Halimah (2020) Fokus peneliti
mendeskripsikan aspek
context, input, process, product
38
pada kebijakan penerimaan
peserta didik baru (PPDB
system zonasi di SMP Negeri
Tangerang Selatan, dengan
menggunakan pendekatan
model CIPP (Context, Input,
Process, Product) yang
dikembangkan oleh
Stufflebeam dan kawan-kawan Sumber: Jati Prasetyo (2018), Azizah dan Udik (2018), Desi dan Yunisca (2018), Dian Purwati
(2018), Elsa dan Nunuk (2019), Novrian (2019), Nurhalimah (2020)
Berdasarkan Tabel 2.1 mengenai perbedaan dan persamaan peneliti terdahulu
dengan penelitian saat ini, maka ada ruang yang dapat diisi, sekaligus distingsi
penelitian ini yaitu tempat penelitian, tujuan penelitian, model penelitian, dan
analisis penelitian.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat yang di pilih sebagai lapangan penelitian adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA) yang berada di Kota Depok. Waktu penelitian
direncanakan 6 bulan dimulai dari bulan November 2019 sampai April 2020 di
Kota Depok.
Tabel. 3.1
Rencana Kegiatan Penelitian dan Penyelesaian Tesis
Kegiatan Nov
2019
Des
2019
Jan
2020
Feb
2020
Mar
2020
Apl
2020
Mei
2020
Juni
2020
Juli
2020
Obervasi awal dan
mencari masalah
Persiapan pembuatan
proposal
Penyusunan proposal
Pengajuan proposal
ke jurusan
Ujian proposal
Perbaikan proposal
Bimbingan
Seminar hasil tesis
Perbaikan seminar
hasil tesis
Promosi tesis
Finalisasi tesis
B. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif.
Dengan menggunakan pendekatan perspektif, pada penelitian ini menggunakan
2 pendekatan, yaitu secara empiris dan normatif.
1. Pendekatan secara empiris, yaitu dilakukan dengan meneliti langsung ke
lapangan untuk melihat secara langsung penerapan dari sistem zonasi,
serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap
dapat memberikan informasi terkait permasalahan di atas.
40
2. Pendekatan secara normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan
dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang di teliti pada penelitian ini.
C. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan oleh peneliti ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber datanya. Data diperoleh atas wawancara
dengan informan yaitu pihak Eksernal sekolah (masyarakat/Orangtua
Peserta Didik) dan Internal sekolah (Pihak Sekolah) yang berada di
sekolah Negeri Kota Depok.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data
sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur,
dan perundang-undangan.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Menurut Sugiyono (2002:57), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.
Misalnya akan melakukan penelitian di lembaga X, maka lembaga X
ini merupakan populasi. Lembaga X mempunyai sejumlah orang/subyek
dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas.
Tetapi lembaga X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misalnya
motivasi kerja, disiplin kerja, kepemimpinannya, dan lain-lain. Satu
orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu
mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya bicara, disiplin pribadi,
hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain-lain.
Dalam populasi, peneliti mengambil populasi kepada lembaga atau
sekolah yang telah mempunyai karakteristik tertentu, misalkan sekolah
yang telah lama berdiri yang yang telah siap melakukan penerapan system
zonasi ini dengan sekolah yang belum lama berdiri. Misalkan sekolah A
lebih siap menerapkan system ini dari pada sekolah B. Serta letak wilayah
dari tiap-tiap sekolah tersebut. yang telah disebutkan di atas. Misalkan
sekolah A berada di wilayah timur dan sekolah B berada di wilayah Barat.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2002:57), sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
41
Hal senada juga di kemukana oleh Farouk Muhammad dan Djaali
(2010:41) bahwa sample penelitian adalah sebagian dari unit-unit yang ada
dalam populasi yang ciri-ciri atau karakteristiknya benar-benar diselidiki.
Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang di ambil dari populasi
harus betul-betul representative (mewakili). (Sugiyono, 2002:58).
Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut
yang dianggap paling tahu tentang apa yang ingin peneliti tanyakan kepada
partisipan. (sugiyono, 2012:85).
Partisipan penelitian yang menjadi narasumber dalam penelitian ini
adalah 3 sekolah yang setiap sekolah masing-masing mendapatkan 6
narasumber.
E. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian. Karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka seorang peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standard penelitian.Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
1. Studi pustaka (Library Research)
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari Undang-
Undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan
objek penelitian.
2. Studi lapangan (Field Research)
Studi di lapangan dilakukan langsung di lapangan guna memperoleh
informasi dan memperoleh data primer dengan melakukan observasi,
wawancara kepada informan yang dilakukan dengan cara mengajukan
beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan terlebih dahulu, dan juga
pengambilan dokumentasi. Menurut Sugiyono, (2014:62) teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan pengamatan (observation), wawancara (interview),
dokumentasi (documentation), dan gabungan ketiganya (trianggulation).
Pengumpulan data yang yang dilakukan dalam penelitian ini, dengan cara
sebagai berikut:
42
Gambar 3.1
Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Observasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian
mengingat tidak setiap penelitian menggunakan alat pengumpulan
data. Observasi memakan waktu yang lebih lama apabila ingin
melihat sesuatu perubahan dan pengamatan. (Subagyo, 2015:62).
Peneliti turun langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati
gejala-gejala yang berhubungan dengan kebijakan sistem zonasi. Hal
ini memungkinkan peneliti mampu memahami berbagai kasus atau
situasi yang muncul pada objek penelitian secara menyeluruh.
Observasi ini bersifat pasif, maksudnya peneliti hanya melakukan
pengamatan tanpa keterlibatan langsung dalam kegiatan.
b. Wawancara
Esterberg (2002:66) menyatakan bahwa “onterviewing is at
the heart of social reseach. If you look thougt almoust any
sociological journal, you will find that much sosial research is
besed on interview, either standardized or more in-depth”. Yang
maksudnya adalah Interview merupakan penelitian sosial yang
didasarkan pada interview yang standar maupun yang mendalam. Dan
wawancara terdapat dua bagian dalam penelitian yaitu, wawancara
terstruktur (structured interview), wawancara semistruktur
(semistructure interview).
Wawancara dilakukan kepada informan sebagai penguatan
makna terhadap hasil observasi. Data yang akan dikumpulkan dari
Teknik
pengumpulan
data
(Dokumentation)
Dokumentasi
(Interview)
Wawancara
(Observaion)
Pengamatan
43
wawancara berupa data yang berkaitan dengan fokus penelitian,
dimana rincian pertanyaan ditampilkan dalam pedoman wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan sebagai penguat dan/atau pelengkap
data dari penggunaan metode observasi dan wawancara yang berupa
gambar, tulisan atau karya-karya monumental dari seseorang.
(Sugiono, 2009:240).
Untuk melengkapi data penelitian yang telah diperoleh dari
hasil observasi dan waawancara, maka peneliti juga mengumpulkan
data melalui dokumentasi, baik itu profil sekolah dan data-data
pendukung lainnya.
F. Instrumen Penelitian
Peneliti berperan sebagai intrumen kunci dalam penelitian. Menurut
Creswell (2016:248), para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data
melalui studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Kehadiran peneliti
dalam penelitian ini dilakukan sesuai kesepakatan dengan objek penelitian
dalam rangka mengumpulkan data dan informasi berkenan dengan fokus
penelitian. Untuk memudahkan tugas peneliti sebagai instrumen kunci, maka
peneliti menggunakan acuan berupa pedoman observasi, pedoman wawancara,
dan daftar dokumen yang dibutuhkan sebagai usaha menggali informasi dari
sumber data penelitian.
Instrumen penelitian dapat disebut sebagai alat pengumpul data.
Menurut Faisal (2007:32), perlunya alat untuk pengumpulan data seperti
pedoman wawancara untuk setiap informan, panduan observasi, dan form isian
dokumentasi. Peneliti mengumpulkan data dilapangan dengan menggunakan
teknik observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Untuk lebih jelas
berkenaan tentang data yang diperlukan dalam aspek yang diteliti, dan metode
pengumpulan data yang digunakan serta sumber datanya, maka ditampilkan
dalam tabel berikut:
Tabel. 3.2
Kisi-Kisi Pengumpulan Data.
Variabel Indikator Sumber
Data
Dokumen
Pendukung
Metode Instrumen
1. Kekuatan
kebijakan
pendidikan
sistem
zonasi
Mengidentifikasi
kan pengenalan
sekolah
Kepala
sekolah,
guru
Profil
sekolah
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
Mengetahui
pemerataan
pendidikan
Kepala
sekola,
guru, dan
orang tua
Data dinas
pendidikan.
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
44
Peningkatan
akses layanan
pendidikan
Kepala
sekolah,
guru, dan
orang tua
Fasilitas
sekolah
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
2. Kelemahan
kebijakan
pendidikan
sistem
zonasi
Mengetahui daya
tampung untuk
calon peserta
didik dengan
kesediaan
sekolah negeri
Kepala
sekolah,
guru, dan
orang tua
Data dinas
pendidikan.
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
3. Peluang
kebijakan
pendidikan
sistem
zonasi
Meningkatkan
akses layanan
pendidikan
Kepala
sekolah,
guru, dan
orangtua
Fasilitas
sekolah
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
Menjelaskan
waktu datang
kesekolah, hemat
biaya
transportasi,
kondisi peserta
didik lebih bugar
Kepala
sekolah,
guru, dan
orangtua
Catatan
harian piket
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
4. Ancaman/ta
ntangan
kebijakan
pendidikan
sistem
zonasi
Mengidentifikasi
kan pemerataan
pelayanan dan
fasilitas
Kepala
sekolah,
guru,
orang tua
Gedung
sekolah,
fasilitas,
dan daftar
tenaga
pendidik.
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
Mengsosialisasik
an secara
menyeluruh dan
menentukan titik
zona tiap daerah
Kepala
sekolah,
guru, dan
orang tua
Notulen
rapat
Observasi
wawancara
studi
dokumentasi
Pedoman
wawancara
pedoman
observasi
1. Pedoman Observasi
a. Mengamati pemerataan sekolah di kota Depok
b. Mengamati akses layanan di sekolah
c. Mengamati daya tampung setiap sekolah
d. Mengamati kedangan peserta didik ke sekolah
e. Mengamati pemerataan pelayanan dan fasilitas sekolah
f. Mengamati sosialiasi ke masyarakat zona tiap daerah.
45
2. Pedoman Wawancara
Agar wawancara lebih terarah, maka disusun kisi-kisi wawancara
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Wawancara
No Indikator Butir Pertanyaan Informasi
1 Mengidentifikasikan
pengenalan sekolah
(Kekuatan)
1. Bagaimana sejarah
singkat berdirinya
sekolah ini?
2. Kapan Bapak/Ibu
berada di sekolah
ini?
Kepala sekolah,
guru
2 Mengetahui pemeratan
Pendidikan (kekuatan)
1. Bagaimana pendepat
bapak/Ibu tentang
pemerataan
pendidikan?
2. Apakah pendidikan
sekarang sudah
merata khususnya di
kota depok?
Kepala sekola,
guru, dan orang
tua
3 Meningkatkan akses
layanan pendidikan
(kekuatan)
1. Bagaimana layanan
pendidikan yang
Bapak/Ibu lihat pada
saat ini?
Kepala sekolah,
guru, dan orang
tua
4 Mengetahui daya tampung
untuk calon peserta didik
(kelemahan)
1. Bagaimana cara
peneriman calon
peserta didik di
sekolah ini?
2. Berapa calon peserta
didik yang
mendaftar di sekolah
ini?
3. Berapa penerimaan
peserta didik setiap
tahunnya?
Kepala sekolah,
guru, dan orang
tua
5 Menjelaskan waktu datang
kesekolah, hemat biaya
transportasi, kondisi
peserta didik lebih bugar
(Peluang)
1. Bagaimana dengan
kehadiran peserta
didik dengan sistem
zonasi ini?
2. Apakah dengan
adanya sistem
zonasi ini
Kepala sekolah,
guru, dan orangtua
46
menghemat biaya
transportasi?
3. Apakah kodisi fisik
peserta didik lebih
bugar datang ke
sekolah karena tidak
memakan banyak
waktu di perjalanan?
6 Mengidentifikasikan
pemerataan pelayanan dan
fasilitas
(tantangan)
1. Apakah fasilitas di
sekolah tersebut
memenuhi fasilitas
yang memadai?
Kepala sekolah,
guru, orang tua
7 Mengsosialisasikan secara
menyeluruh dan
menentukan titik zona tiap
daerah
(tantangan)
1. Apakah sosialisasi
sistem zonasi ini
sudah dilaksanakan
ke masyarakat?
2. Bagaimana cara
sekolah
mengsosialisasikan
sistem zonasi?
Kepala sekolah,
guru, dan orang
tua
3. Pedoman Dokumentasi
Adapun dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Bangunan sekolah
b. Struktur sekolah
c. Tenagan pendidik dan kependidikan
d. Dokumen rapat kerja
e. Dokumen dengan narasumber
f. Fasilitas penunjang pembelajaran
g. Notulen Rapat
h. Dan dokumen-dokumen pendukung lainnya.
G. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan
dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, dan
literatur yang berkaitan dengan judul dan pembahasannya.
2. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi
atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
3. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah
ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan dalam
menginterprestasikan data.
47
H. Analisis data
Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada, maka data
tersebut perlu dianalisis. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang dihasilkan
dari penelitian dilapangan ke dalam bentuk penjelasan dengan cara sistematis
sehingga memiliki arti dan dapat dirangkum guna pembahasan pada tahap
selanjutnya.
Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian
rupa sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2004:103). Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu konsepnya
Miles dan Huberman (1984: 21-23) bahwa aktivitas analisis data kualitatif ini
digunakan dengan cara intraktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya terkumpul. Adapun dalam menganalisis data secara
kualitatif seluruh data yang telah terkumpul dari berbagai sumber melalui
observasi partisipasi, wawancara, dan penyalinan dokumen dengan jalan
dibaca, dipelajari, dan ditelaah untuk kemudian dipahami secara baik, yaitu
langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut: Reduction data,
Display data, dan Conclusion Drawing/ verfication data.
a) Data Reduction (Reduksi data)
Begitu banyak data yang diperoleh di lapangan, untuk itu peneliti
perlu melakukan reduksi data. Dengan cara merangkkum, memilih hal-hal
yang berkaitan dengan pembahasan, dan memfokuskan pada pokok-pokok
yang dibutuhkan, kemudian membuang yang tidak diperlukan. Dengan
demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
yang selanjutnya bila diperlukan.
b) Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, tahap selanjutnya yaitu penyajian data.
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian, bagan-bagan, dan lain
sebagainya. Namun dalam hal ini, peneliti banyak menggunakan narasi,
karena model inilah yang banyak digunakan oleh penelitian kualitatif.
c) verfication data (Penarikan Kesimpulan)
Verifikasi data merupakan pemeriksaan benar atau tidaknya laporan
penelitian. Dengan demikian, kesimpulannya harus mendapatkan
verifikasi dari objek penelitian. Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada
hasil penelitian di lapangan, atau bisa ditinjau sebagian makna-makna
yang muncul dari data yang harus di uji kebenarannya. Yang merupakan
uji validasi.
48
Kesimpulan yang dihasilkan merupakan temuan baru yang belum ada
sebelumnya. Karena temuan tersebut berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih belum jelas. Sehingga setelah diteliti Nampak
jelas dapat berupa hubungan kausal, interaktif atau teori.
I. Teknik Pemeriksaan Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data, yaitu dengan mengadakan pemeriksaan terhadap
keabsahan data-data yang telah terkumpul dengan menggunakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang didasarkan atas kriteria. Menurut Moleong
(2004:324); Satoni dan Komariyah, (2014:164) ada empat kriteria yang
digunakan dalam pengujian keabsahan data pada metode penelitian kualitatif
yaitu credibility (derajat kepercayaan), transferability (keteralihan),
dependability (kebergantungan), dan confirmability (kepastian). Uraian teknik
pemeriksaan uji keabsahan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Gambar 3. 2
Pemeriksaan keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat memilih salah satu, yaitu:
1. Credibility (derajat kepercayaan)
Bertujuan untuk menilai kebenaran dari temuan penelitian kualitatif,
yang dapat dilakukan dengan:
a. Perpanjangan keikutsertaan, dengan perpanjangan pengamatan ini berarti
hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk, semakin
Pemeriksaan
Keabsahan data
Kepastian
(Confirmability)
Kebergantungan
(dependability)
Keteralihan
(tranferability)
Derajat keterpercayaan
(Credibility)
49
akrab (tidak ada jarak lagi, semakin terbuka, saling mempercayai
sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi). Kegiatan yang
dilakukan yaitu dengan mengikuti serta mengamati hal-hal yang
berhubungan dengan kebijakan sistem zonasi.
b. Ketekunan pengamatan dalam penelitian, meningkatkan ketekunan
berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan selama penelitian berlangsung. Hal tersebut
dilakukan dengan cara selalu mengamati berbagai aktivitas untuk
memperoleh informasi, mencatat dan juga merekam hal-hal yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, dengan bermaksud
memperdalam serta lebih terfokus.
c. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber,
cara dan waktu yaitu dengan membandingkan hasil pengamatan dengan
hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen,
dan membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dengan cara mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan
tenaga pendidik dan orang tua.
e. Kecukupan referensi, dengan adanya pendukung untuk membuktikan
data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan referensi ini dapat berupa
foto-foto, rekaman, dan dokumen autentik. Buku-buku dan berbagai
referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
f. Kajian kasus negatif, hal ini dilakukan dengan cara mencari informasi
dan mengumpulkan contoh kasus atau sesuatu yang terjadi dengan
lembaga yang dianggap ’tidak baik’, kemudian di analisis dan
dibandingkan dengan kenyataan di lapangan ketika penelitian.
g. Pengecekan, merupakan pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Tujuan pengecekan adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data. Hal ini dilakukan dengan cara memeriksa serta melaporkan data
hasil penelitian kepada sumbernya, agar menyamakan persepsi antara
peneliti dengan pihak yang ditunjuk oleh sekolah tersebut. Hal ini
dilakukan dengan cara berdiskusi serta berdialog bersama pihak yang ada
di lokasi penelitian.
2. Transfermability (keteralihan)
Menurut Moleong (2004:338) keteralihan menuntut peneliti agar
melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti
dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian
diselenggarakan. Cara yang dilakukan dengan melaporkan hasil penelitian
yang menggambarkan konteks penelitian yang dilaksanakan di SMA Negeri
Kota Depok dalam bentuk uraian deskriptif rinci dan disusun secermat
mungkin pada BAB IV.
50
3. Dependability (kebergantungan)
Dependability disebut juga dengan reliabilitas. Penelitian yang
reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses
penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji dependability ditempuh
dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Auditing dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing. Ada
dua kriteria yaitu kebergantungan, proses ini dilakukan dengan
berkonsultasi kepada auditor (Dosen pembimbing Dr. H. Nurochim, MM).
Untuk menentukan apakah penelitian ini dilanjutkan, diperbaiki atau
dihentikan sesuai dengan kelengkapan data yang terkumpul. Selanjutnya
kriteria kepastian, proses auditing ini dilakukan dengan cara
mengklarifikasi/memeriksa data yang telah terkumpul pada subjek
penelitian, dalam hal ini kepada pihak yang ikut terlibat dalam pelaksanaan
penelitian di SMA Negeri di Kota Depok. Setelah itu, hasil pemeriksaan
data dibuktikan dengan surat pernyataan atau persetujuan yang dikeluarkan
oleh SMA terkait dengan diketahui oleh bapak kepala sekolah bahwa hasil
penelitian tersebut sesuai dengan sebenarnya.
4. Confirmability (kepastian)
Pengujian conformability dalam penelitian kualitatif disebut juga
objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan objektif jika hasil penelitian
telah disepakati banyak orang yang terlibat baik tenaga pendidik SMA
Negeri 1, 6 dan 9, serta orang tua dalam kebijakan sistem zonasi. Langkah
ini dilakukan dengan merundingkan hasil data dari wawancara,
dokumentasi serta observasi bersama stake holder yang secara langsung
ikut terlibat.
51
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV ini membahas tentang temuan yang berbentuk deskripsi data
yang berasal dari apa yang ada dilapangan diperoleh melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Adapun uraian pada bab ini sesuai dengan pertanyaan penelitian.
Dalam bab ini pula akan diuraikan hasil temuan dan pembahasan tentang perspektif
kebijakan sistem zonasi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok yang
melibatkan 3 sekolah yaitu SMAN 1 Depok, SMAN 6 Depon, dan SMAN 9
Depok. Adapun uraiannya sebagai berikut:
A. Hasil Temuan
Deskriptif data yang akan disajikan dari hasil penelitian ini adalah untuk
memberikan gambara secara umum mengenai penyebaran data yang diperoleh
dari lapangan. Adapun deskripsi data tempat penelitian ditunjukkan seperti
berikut:
1. Gambaran Umum
a. SMA Negeri 1 Depok
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Depok adalah Lembaga
Pendidikan tinggat atas Umum. SMAN 1 ini diresmikan tanggal 20
November 1979 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Sebelumnya
sekolah ini berada di bawah lisensi SMA Negeri 1 Bogor tetapi,
dengan berbagai pertimbangan dan tuntutan perkembangan wilayah
Depok pada masa itu, berdirilah SMA Negeri 1 Depok secara mandiri
dan terpisah dari SMA Negeri 1 Bogor. SMA Negeri 1 Depok pertama
kali di pimpin oleh Bapak Moch. Djuhdi, dan dari 2017 akhir sampai
sekarang di pimpin oleh Supyana, S.Pd. (sman1depok.sch.id)
b. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Depok
1) Visi SMA Negeri 1 Depok
Menjadikan SMA Negeri 1 Depok sebagai sekolah
unggulan yang kompetitif, berwawasan global dan bernuansa
lingkungan serta religius.
2) Misi SMA Negeri 1 Depok
a) Sekolah unggulan yang kompetitif di bidang akademik dan non
akademik.
b) Sekolah yang memiliki wawasan global dan kepedulian
terhadap lingkungan hidup.
c) Sekolah yang berpredikat menjadi sekolah model dan religius.
Visi dan misi ini menjadi pendorong SMA Negeri 1 Depok
untuk terus menigkatkan prestasi agar tetap menjadi sekolah
unggulan di kota Depok. Untuk mewujudkan visi dan misi ini juga
dibutuhkan kerjasama seluruh warga sekolah, mulai dari kepala
52
sekolah, komite sekolah, guru-guru, karyawan, siswa, dan juga
masyarakat. (sman1depok.sch.id)
c. Jumlah Peserta Didik dan Pegawai SMA Negeri 1 Depok
Jumlah peserta didik di SMA Negeri 1 Depok yaitu 1.083 Peserta
didik yang terdiri dari 360 kelas X, 375 kelas XI, dan 325 kelas XII.
Sedangkan pegawai yang ada di SMA Negeri 1 Depok yaitu 77
pegawai yang terdiri dari 53 Tenaga Pendidik dan 24 Tenaga
Kependidikan. (sman1depok.sch.id).
d. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 1 Depok
SMA Negeri 1 Depok juga mempunyai fasilitas yang terbilang
lengkap dan memadai yaitu terdiri dari 28 ruang kelas, 2 halaman
parkir, 7 toilet, ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah,
ruang komite, ruang guru, ruang tata usaha, ruang BK, lab biologi, lab
kimia, lab komputer, perpustakaan, ruang koperasi, lapangan upacara,
mushalla, dan pos satpam. (sman1depok.sch.id).
e. SMA Negeri 6 Depok
Sebelum berdirinya Gedung sekolah SMA Negeri 6 Depok, lahan
SMA Negeri 6 Depok adalah kebun kelapa sawit. SMAN 6 Depok
berdiri tahun 2003, alasan didirkannya sekolah SMA Negeri 6 Depok
ini adalah untuk menjawab kebutuhan masyarakat dengan adanya
sekolah negeri, tetapi pada saat itu belum ada fasilitas gedung,
sehingga pemerintah kota depok mencari lokasi dan gedung yang akan
digunakan. Selama 1 tahun kita masih menumpang di sekolah swasta
di kelurahan limo. Dan tahun 2004 barulah gedung SMAN 6 Depok
ini. Masih dengan lokal yang terbatas, dengan hanya 3 lokal dan 1
ruang guru. Antusias masyarakat pada saat itu masih kurang kepada
sekolah negeri, akhirnya para pegawai sekolah mengajak masyarakat
untuk sekolah di SMAN 6 pada tahun pertama. Untuk tahun-tahun
berikutnya barulah masyarakat tingat minat masyarakat itu mulai
tinggi sehingga sekolah menambah ruang kelas 3 lagi. Seiring
banyaknya peminat, maka diterapkanlah sistem masuk pagi dan siang.
Sistem masuk pagi dan siang pun bertahan sampai 2009. Dan seiring
bertambahnya ruang rombongan belajar, maka di tahun 2010 barulah
berubah aturan bahwa semua peserta didik masuk pagi. (Sri
Irlandarini, 30 Januari 2020).
f. Visi dan Misi SMA Negeri 6 Depok
1) Visi SMA Negeri 6 Depok
Menjadikan SMA Negeri 6 Depok unggul dalam prestasi yang
berlandaskan keimanan dan ketakwaan, berkarakter kebangsaan
serta berwawasan lingkungan.
53
2) Misi SMA Negeri 6 Depok
Dalam rangka mewujudkan Visi SMA Negeri 6 Depok di atas
disusunlah misi, dengan rincian sebagai berikut:
a) Meningkatkan pembinaan akhlak atau budi pekerti luhur.
b) Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan inovatif bagi
semua guru & siswa.
c) Mengembangkan minat bakat dan kreatifitas peserta didik agar
tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
d) Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
yang bertaraf internasional.
e) Menciptakan sekolah yang nyaman, aman, disiplin, kreatif ,
inovatif dan menyenangkan.
f) Meningkatkan kualitas prestasi siswa yang cerdas dan
kompetitif bertaraf nasional dan internasional.
g) Menghasilkan kualitas lulusan yang mampu berkompetensi
baik tingkat regional maupun global.
h) Menumbuhkembangkan hubungan kerjasama dalam
manajemen sekolah.
i) Meningkatkan sarana prasarana untuk keunggulan sekolah.
j) Menumbuhkembangkan jaringan informasi baik intranet,
internet, maupun perpustakaan.
k) Menumbuhkembangkan budaya hidup bersih, sehat, aman,
tertib dan indah.
l) Menciptakan lingkungan yang asri dan hijau.
m) Membentuk karakter yang mandiri dan integritas.
Visi dan misi ini menjadi pendorong SMA Negeri 6 Depok
untuk terus menigkatkan prestasi agar tetap menjadi sekolah
unggulan di kota Depok. Untuk mewujudkan visi dan misi ini juga
dibutuhkan kerjasama seluruh warga sekolah, mulai dari kepala
sekolah, komite sekolah, guru-guru, karyawan, siswa, dan juga
masyarakat. (sman6depok.sch.id)
g. Peserta Didik dan Pegawai SMA Negeri 6 Depok
Jumlah peserta didik di SMA Negeri 6 Depok yaitu 991 Peserta
didik yang terdiri dari 333 kelas X, 342 kelas XI, dan 316 kelas XII.
Sedangkan pegawai yang ada di SMA Negeri 1 Depok yaitu 71
pegawai yang terdiri dari 51 Tenaga Pendidik dan 20 Tenaga
Kependidikan. (sman6depok.sch.id).
h. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 6 Depok
SMA Negeri 6 Depok juga mempunyai fasilitas yang terbilang
lengkap dan memadai yaitu terdiri dari 28 ruang kelas, 2 halaman
parkir, 8 toilet, 2 lapangan olahraga, ruang kepala sekolah, ruang wakil
54
kepala sekolah, ruang komite, ruang guru, ruang tata usaha, lab
biologi, lab kimia, lab komputer, perpustakaan, ruang koperasi,
mushalla, dan pos satpam. (sman6depok.sch.id)
i. SMA Negeri 9 Depok
SMA Negeri 9 Depok ada pada tahun 2012, awalnya SMA
Negeri 9 Depok belum mempunyai gedung sendiri pada waktu itu
sehingga menggunakan Gedung SMA Negeri 5 Depok sebagai tempat
kegiatan belajar mengajar. Pada tahun 2012 gedung SMA Negeri 9
Depok mulai dibangun. Dan tahun ajaran berikutnya barulah SMA
Negeri 9 Depok mempunyai gedung sendiri.
Sekolah yang beralamat di Jalan Bali Blok H RW 13, Perumahan
Megapolitan Estate, Kel. Cinere, Kec. Cinere, kota Depok, Jawa Barat.
Tiga kali pergantian kepala sekolah dari awal beridirnya sampai pada
saat sekarang yaitu Dra. Hj. R. Laksmi Gantini, M.Si (2012-2013),
Supyana S.Pd (2013-2018), Drs. Dede Agus Suherman, M.M.
(sman9depok.sch.id)
j. Peserta Didik dan Pegawai SMA Negeri 9 Depok
Jumlah peserta didik di SMA Negeri 9 Depok yaitu 628 Peserta
didik yang terdiri dari 203 kelas X, 219 kelas XI, dan 206 kelas XII.
Sedangkan pegawai yang ada di SMA Negeri 1 Depok yaitu 71
pegawai yang terdiri dari 51 Tenaga Pendidik dan 20 Tenaga
Kependidikan. (Monograf SMA Negeri 9 Depok).
k. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Depok
SMA Negeri 9 Depok juga mempunyai fasilitas yang terbilang
lengkap dan memadai yaitu terdiri dari 20 ruang kelas, halaman parkir,
9 toilet, 2 lapangan olahraga, ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala
sekolah, ruang komite, ruang guru, ruang tata usaha, 3 ruangan
Laboratorium, perpustakaan, ruang koperasi, mushalla, halaman
parkir, dan pos satpam. (Monograf SMA Negeri 9 Depok).
2. Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di Sekolah Menengah
Atas (SMA) Kota Depok
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemajuan sebuah Negara, oleh
karena itu setiap warga Negara diberikan kesempatan yang sama untuk
menempuh pendidikan. Hal ini membuat pendidikan menjadi hak dasar
warga Negara. Maka seluruh warga Negara Indonesia berhak
mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Pemerintah berkewajiban
memenuhi hak setiap warga Negara dalam memperoleh layanan
pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung
55
jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan
kesejahteraan umum. Oleh karenanya, pemerintah harus mengeluarkan
kebijakan yang mengatur itu semua.
Hasbullah (2015: 47-48) menyatakan bahwa kebijakan pendidikan
merupakan produk sistem dan politik pendidikan, oleh karenanya
stratifikasi kebijakan pada dasarnya sangat luas dan beragam, dari yang
bersifat makro hingga bersifat mikro. Secara garis besar terdapat dua strata
dalam stratifikasi kebijakan pendidikan yang terdiri atas:
a. Kebijakan pendidikan di tingkat pusat, dimana kebijakan ini
diimplementasikan oleh institusi pemerintah yang ada ditingkat pusat
dan memiliki ruang lingkup nasional, dan oleh sebab itulah kebijakan
ini berlaku disemua wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misalnya, seperti Ujian Nasional (UN).
b. Kebijakan pendidikan ditingkat daerah yang menetapkan kebijakan
ini adalah pemerintah daerah yang memiliki ruang lingkup daerah,
oleh sebab itulah kebijakan ini hanya berlaku pada daerah tertentu
saja yakni hanya daerah yang menetapkan keputusan atau kebijakan
tersebut. Misalnya, mengenai kebijakan tentang sistem zonasi PPDB.
Dalam hal ini pihak sekolah dan masyarakat memegang peranan
penting untuk melaksanakan kebijakan pendidik itu sebaik mungkin,
adapun peranan-peranan tersebut diantaranya:
a. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1, 6, 9 Depok?
Suatu sekolah tentu mempunyai jejak sejarah bagaimana sekolah
itu bisa berdiri dan apa saja yang melatarbelakangi didirkannya
sekolah tersebut. Dari hasil wawancara yang ditemukan di lapangan
bahwasanya ada yang mengetahui sejarah berdirinya SMA Negeri 1
Depok seperti yang dipaparkan oleh Iwan Setiawan salah satu guru
SMA 1 Depok yang sudah menjadi tenaga pendidik di SMA 1 Depok
Semenjak 2009 menerangkan bahwa:
“Dulunya sekolah SMAN 1 ini masih kawasan bogor,
tetapi pada tahun 70 apa 80 an baru disahkan menjadi SMAN
1 Depok oleh gubernur jakarta pada saat itu”. (wawancara
tanggal 11 Februari 2020).
Dan ada juga yang tidak mengetahui sejarah berdirinya SMA
Negeri 1 Depok seperti dipaparkan oleh Rika Zahlia, orang tua Peserta
didik yang tinggal di wilayah SMA Negeri 1 semenjak 2004
menerangkah bahwa:
“Saya tidak tau persis, yang saya tau yang umumnya saja,
seperti SMA N 1 ini sekolah favorit, terus yang muridnya
terus berprestasi dan Kedisiplinannya yang tinggi”.
(wawancara tanggal 17 Februari 2020).
56
Adapun sejarah SMA Negeri 6 Depok, menurut Sri Irlandarini
salah satu guru dan juga wakil kepala sekolah bidang kurikulum
memaparkan bahwa:
“SMAN 6 Depok ini berdiri tahun 2003 yang menjawab
kebutuhan masyarakat dengan adanya sekolah negeri, tetapi
pada saat itu belum ada fasilitas gedung, sehingga
pemerintah kota depok mencari lokasi dan gedung yang akan
digunakan. Selama 1 tahun kita masih menumpang di
sekolah swasta di kelurahan limo. Dan tahun berikutnya
barulah gedung SMAN 6 Depok ini. Masih dengan lokal
yang terbatas, dengan hanya 3 lokal dan 1 ruang guru,
akhirnya kita menerapkan sistem masuknya pagi siang.
Tetapi antusias masyarakat pada saat itu masih kurang
kepada sekolah negeri. Akhirnya kita jemput bola, mengajak
masyarakat untuk sekolah di SMAN 6. Dan ini tahun
pertama saja, untuk tahun-tahun berikutnya barulah
masyarakat tingat minat masyarakat itu mulai tinggi sehingga
sekolah menambah ruang kelas 3 lagi. Sistem masuk pagi
sore pun bertahan sampai 2009. Awal tahun itu, sekolah
SMAN 6 Depok ini hanya sebatas batu loncatan, kebanyakan
hanya sampai pada pertengahan semester atau 1 semester
saja, habis itu pindah ke SMA Negeri yang udah punya
nama, makanya kita kehabisan siswa. Kata mereka yang
penting masuk negeri dulu”. (wawancara tanggal 30 Januari
2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syahrul Amin orang tua salah
satu peserta didik SMA Negeri 6 Depok menerangkan bahwa:
“Awalnya sekolah ini itu kebun karet. Kemudian di tahun
2004 itu baru didirikan gedung SMA Negeri 6 Depok ini.
Waktu itu adanya nama SMAN 6 depok ini tahun 2003”.
(wawancara tanggal 31 Januari 2020).
Sedangkan untuk sejarah singkat SMA Negeri 9 Depok,
menurut Pargiyatno salah satu guru yang juga menjadi wakil kepala
sekolah bidang kurikulum memaparkan bahwa:
“SMA Negeri 9 Depok ini berdiri awalnya karna tidak ada
sekolah di wilayah Cinere, awalnya sekolah ini diadakan
pada tahun 2012, kita numpang dulu di SMAN 5, menjelang
gedung selesai dibangun, setehun setelahnya yaitu 2013,
barulah berdiri gedung SMAN 9 ini dan mulailah kita aktif
melaksanakan kegiatan belajar mengajar”. (wawancara
tanggal 28 Janauri 2020).
57
Hal senada juga disampaikan oleh Olwin Lepiana Silalahi salah
satu orangtua peserta didik di SMA Negeri 9 Depok memaparkan
bahwa:
“Sekolah ini ada pada tahun 2012, saat itu masih
pembangunan, dan masih numpang di sekolah lain. barulah
2013 gedungnya jadi”. (wawancara tanggal 28 Januari 2020).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tidak
semua responden tau betul dengan sejarah sekolah tersebut. Dan di
samping itu ada sekolah yang berdirinya sudah lama berpuluh tahun
dan ada juga sekolah yang berdirinya masih baru beberapa tahun.
b. Semenjak kapan Bapak/Ibu berada di sekolah atau tinggal
lingkungan SMA Negeri 1, 6, 9 Depok
Pihak sekolah atau orang tua yang telah berada atau tinggal
dilingkungan sekolah berbeda-beda, ada yang sudah berada di sekolah
tersebut sudah lama dan belum lama berada sekolah seperti yang Sri
Mulyani sebagai guru bimbingan konseling, bahwa:
“Saya berada di SMA Negeri 1 Depok dari bulan
September 2018 dan Iwan Setiawan yang sudah berada di
SMA Negeri 1 Depok dari tahun 2009”. (wawancara tanggal
11 Februari 2020).
Ada juga yang telah lama tinggal di sekitar SMA Negeri 1
Depok seperti Safi’I orang tua Peserta didik, bahwa:
“Saya tinggal di lingkungan SMA Negeri 1 Depok dari
tahun 1999 atau 2000 dan Fani orang tua peserta didik yang
juga tinggal di lingkungan SMA Negeri 1 Depok dari tahun
1999”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan di SMA Negeri 6 Depok menurut Setiawati salah
satu guru di SMA Negeri 6 Depok, bahwa:
“Saya berada di SMA Negeri 6 Depok dari tahun 2006
dan budewi berada di SMA Negeri 6 Depok dari tahun
2015”. (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Lain halnya dengan Nouva Rita Lumintang, orang tua dari
peserta didik di SMA Negeri 6 Depok, bahwa:
“Saya berada di wilayah SMA Negeri 6 Depok semenjak
15 tahun yang lalu yaitu tahun 2005. Dan ada juga orangtua
peserta didik yaitu Syahrul Amin yang tinggal di wilayah
SMA Negeri 6 Depok dari tahun 1971”. (wawancara tanggal
31 Januari 2020).
58
Begitu juga dengan SMA Negeri 9 Depok yaitu menurut Sri
Sulasmi guru di SMA N 9 Depok, bahwa:
“Saya berada semenjak tahun 2014. Dan juga dengan
Firmansyah, ia berada di SMA Negeri 9 semenjak 2014
setahun setelah berdirinya sekolah”. (wawancara tanggal 28
Janauri 2020).
Sedangkan Wiwin Aji Pangesti orangtua dari peserta didik SMA
Negeri 9 Depok, bahwa:
“Saya tinggal di wilayah Cinere semenjak tahun 2010 dan
juga Olwin Lepiana Silalahi yang tinggal di lingkungan
sekolah semenjak 2008”. (wawancara tanggal 28 Janauri
2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan
bahwa ada pihak dari sekolah yang sudah berada lama disekolah
tersebut da nada juga yang baru berada di sekolah tersebut. Dan begitu
juga untuk yang tinggal di wilayah sekitaran sekolah. Ada orang tua
yang sudah lama sampai berpuluh tahun tinggal di wilayah lingkungan
sekolah, ada juga yang baru beberapa tahun tinggal di lingkungan
sekolah tersebut.
c. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Menurut Hakim (2006:61) Pemerataan dan perluasan
pendidikan merupakan suatu kebijakan publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik, maka harus
dilaksanakan dengan perencanaan yang matang (planning). Dalam
pemerataan pendidikan, pemerintah telah berupaya mengatasinya
namun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tidak semuanya
berhasil. Masih banyak upaya pemerintah yang kurang berhasil
bahkan bisa juga disebut gagal dalam pelaksanaannya. Menurut
Ahmad Erwan salah satu guru SMA Negeri 1 Depok ini memaparkan
bahwa:
“Pemerataan pendidikan sangat di harapkan untuk
masyarakat agar semua anak mendapatkan pendidikan yang
layak, tapi kalau untuk saat ini belum merata apalagi di
pedesaan atau di pelosok-pelosok sana mulai dari sarana
prasarasan yang kurang lengkap dan terkadang ada juga yang
kurang tenaga pendidiknya”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Fani orantua dari peserta didik
SMA Negeri 1 Depok ini memaparkan bahwa:
59
“Pendidikan di Indonesia belum merata, yang di kota aja
masih banyak yang belum layak dikatakan sekolah, mulai
dari tenaga pendidik profesionalnya, sarana prasarana, dan
lain-lain”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Setiawati salah satu guru di SMA Negeri 6
Depok ini memaparkan bahwa:
“Pemerataan pendidikan di Indonesia belum merata,
karena terbatasi oleh batasan geografis yang kepulauan
kemudian ada daerah yang terisolir, otomatis belum
terlaksana secara maksimal di Indonesia, ketersediaan sarana
prasarana pendidika juga belum mumpuni, apalagi berbicara
kualitas. Mungkin kalau wajib belajar 12 tahun sudah banyak
di daerah Indonesia yang telah melaksanakannya. Tetapi
kalau untuk kualitas masih jauh dari harapan karna
kebanyakan hanya terpusat di kota-kota besar saja.
Sedangkan untuk di pedesaan itu belum terpenuhi secara
maksimal kualitas yang ingin di wujudkan. (wawancara
tanggal 30 Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syamsiyah salah satu orang tua
peserta didik ini memaparkan bahwa:
“Pemerataan pendidika sangat baik, apalagi kalau
pemerataan pendidikan itu dilakukan sampai ke pelosok-
pelosok desa, dengan begitu indonesia akan maju dengan
pendidikannya yang menurut saya saat ini ada perbedaan
antara pendidikan di desa dan pendidikan di kota”.
(wawancara tanggal 31 Februari 2020).
Begitu juga Menurut Pargiyatno salah satu guru dan juga wakil
Kepala Sekolah bidang kurikulum di SMA Negeri 9 Depok ini
memaparkan bahwa:
“Pemerataan pendidikan itu bagus sekali kalau memang
terwujud sepenuhnya, banyak kita lihat daerah-daerah yang
terkadang belum mempunyai sekolah, seandainya adapun itu
sekolah, belum tentu juga dengan tenaga pendidik. Banyak
problem yang terjadi sebenarnya pada saat ini. Semoga saja
pemerataan pendidikan itu bisa terealisasikan dengan baik
sampai ke daerah-daerah terpencil”. (wawancara tanggal 28
Janauri 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Elina Anggitha salah satu
orang tua peserta didik di SMA Negeri 9 Depok ini bahwa:
60
“Pemerataan pendidikan Sangat bagus diterapkan sebaik
mungkin, jadi nanti tidak ada sekolah yang namanya sekolah
favorit dan sekolah yang tidak favorit tidak lagi kekurangan
murid, dan siswa pun jadi merata dalam tingkat kualitas. Jadi
siswa yang berkualitas itu tidak hanya di sekolah favorit saja.
Melainkan juga di sekolah-sekolah negeri lainnya juga”.
(wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini
belum merata, dikarenakan melihat kondisi tempat yang mingkin di
pedalaman, jumlah masyarakat yang ada di daerah tersebut, dan lain
hal sebagainya.
d. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di Kota
Depok?
Dari pemaparan sebelumnya di atas mengatakan bahwa
pendidikan di Indonesia belum merata, tidak terkecuali dengan Depok.
Menurut Ahmad Erwan guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan
bahwa:
“Masih kurang merata ya kalau sekolah yang negeri.
Harusnya setiap kecamatan itu 2 sekolah negeri, agar
masyarakat yang kurang mampu bisa mengenyam
pendidikan yang layak dan murah”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Safi’i bahwa:
“Sekolah di Depok belum merata, perlu di tambahnya
sekolah Negeri, khususnya di kejuruannya ya. Karna saya
lihat belum meratanya sekolah Negeri kejuruan di kota
Depok ini”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Budewi Intan guru SMA Negeri 6 Depok
ini memaparkan bahwa:
“Sebelum mengajar di SMAN 6 Depok, saya tadinya
menjadi guru di SMAN 1 Depok selama 10 tahun, kalau saya
lihat pendidikan di kota Depok itu belum merata, karena
masih ada sekolah yang gedungnya masih berbagi dengan
sekolah lain, dan yang numpang itu adalah sekolah negeri
sendiri”. (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Hal berbeda dipaparkan oleh Syamsiyah orang tua peserta didik
di SMA Negeri 6 ini memaparkan bahwa:
61
“Saya rasa sudah, karna hampir tiap kelurahan di Depok
itu sudah ada sekolah negeri, apalagi di tambah dengan
sekolah swasta”. (wawancara tanggal 31 Januari 2020).
Adapun menurut Sri Sulasmi guru di SMA Negeri 9 ini
memaparkan bahwa:
“Saya kira sudah, karna banyak bantuan dari pemerintah
untuk meningkatkan pendidikan khususnya di kota Depok
sendiri. Dan agar anak tidak berangkat sekolah tidak terlalu
jauh dari tempat tinggalnya. (wawancara tanggal 28 Janauri
2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangesti orantua
peserta didik di SMA Negeri 9 ini memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah sudah. Pemerintah pusat telah juga
menghimbau dan memberikan mandat ke pemerintah daerah
agar tiap daerah itu harus ada sekolah negeri”. (wawancara
tanggal 28 Janauri 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan di kota Depok ini masih kurang merata,
walaupun di setiap kecamatan sudah mempunyai sekolah, akan tetapi
sekolah di setiap wilayah tersebut harus mempertimbangkan jumlah
penduduknya. Bisa jadi kalau penduduk disuatu wilayah itu banyak,
alangkah baiknya sekolah tersebut di tambah untuk wilayah yang
mempunyai jumlah penduduknya banyak.
e. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1, 6, 9
Depok?
Pemerintah pusat telah menerapkan sistem zonasi pada tahun
2017, kemudian di revisi pada tahun 2018 di seluruh pendidikan yang
ada di Indonesia (Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018). Menurut Sri
Mulyani guru SMA Negeri 1 Depok ini memaparkan bahwa:
“SMA Negeri 1 Depok menerapkan sistem zonasi pada
tahun ajaran 2018/2019”. (wawancara tanggal 11 Februari).
Hal senada juga dipaparkan oleh Rika Zahlia orang tua peserta
didik SMA Negeri 1 Depok ini memaparkan bahwa:
“Sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok telah diterapkan
semenjak tahun ajaran 2018/2019”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
Sedangkan di SMA Negeri 6 Depok, menurut Setiawati guru
SMA Negeri 6 Depok ini memaparkan bahwa:
62
“Zonasi di SMAN 6 Depok ini sudah berjalan 2 tahun dari
2018 waktu walikotanya masih pak muhajir”. (wawancara
tanggal 30 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Nouva Rita Lumintang orang
tua peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Sistem zonasi di SMAN 6 depok ini sudah 2 atau 3 tahun
belakangan ini”. (wawancara tanggal 31 Januari 2020).
Adapun menurut Firmansyah guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“SMA Negeri 9 Depok 2 tahun kebelakang sudah
diberlakukannya sistem zonasi yaitu tahun ajaran
2018/2019”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan Olwin Lepiana Silalahi orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Tahun ajaran 2018/2019, 2 tahun belakangan ini lah
sudah diberlakukannya sistem zonasi di SMA Negeri 9
Depok”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
sistem zonasi di SMA Negeri kota depok baru benar-benar diterapkan
pada tahun ajaran 2018/2019 walaupun pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan tersebut pada tahun 2017.
f. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak/Ibu rasakan pada
saat ini dengan sistem zonasi?
Kebijakan sistem zonasi diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pendidikan. Penerapan sistem zonasi juga dapat mendukung
pemerataan pendidikan peserta didik, tenaga pendidik dan
kependidikan karena khususnya bagi peserta didik masuk sekolah
dalam zonasi bisa ditetapkan sebelum taman sekolah dasar atau
sekolah menengah pertama karena basisnya tempat domisisli.
Sedangkan tujuan diadakannya kebijakan sistem zonasi ini adalah
untuk mendorong sekolah lebih terbuka dalam melakukan penerimaan
peserta didik baru dari berbagai sekolah sebelumnya. Uapaya
pemerintah dalam meningkatkan akses layanan pendidikan harus
mendapat dukungan semua elemen mulai dari masayarakat sekitar,
orang tua maupun pihak sekolah dan atau pemangku kepentingan
lainnya. Menururt Lupiyadi dan Hamdani (2006:5) Secara sederhana
layanan pendidikan bisa diartikan dengan jasa pendidikan. Kata jasa
(service) itu sendiri memiliki beberapa arti, mulai dari pelayanan
pribadi (personal service) sampai pada jasa sebagai suatu produk.
63
Melalui kebijakan sistem zonasi ini diharapkan berdampak
dengan meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan serta
penunjang kegiatan di sekolah dalam bentuk sarana dan prasarana.
Menurut Iwan Setiawan guru SMA Negeri 1 Depok ini memaparkan
bahwa:
“Alhamdulillah sudah baik, kita selalu mengikuti apa yang
menjadi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga, kalau
dari untuk siswa, ya semua siswa kita fasilitasi dengan baik
dan dengan pelayanan yang baik juga tentunnya”.
(wawancara tanggal 11 Februari 2020).
Hal senada juga disampai oleh Rika Zahlia orang tua peserta
didik SMA 1 Depok memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah baik, mulai dari sekolahnya yang sudah
memfasilitasi mumpuni, dan guru-gurunya membimbing
dengan baik”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Setiawati guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Kalau layanan pendidikan secara umum yang saya
rasakan belum memuaskan. Masih banyak ketimpangan saya
lihat, terutama di daerah-daerah pinggiran atau desa-desa
terpencil. Pernah saya baca berita, ada sekolah yang ada
muridnya, tetapi tidak ada atau tidak lengkap gurunya karena
sekolah itu terletak di pedesaan terpencil, dan yang mengajar
disana hanya warga disana saja. Alasanya karna sekolah itu
terlalu jauh dan tidak didukung sarana transportasi yang
memadai, dan sarana prasaranan di sekolah tersebut. Kalau
untuk di SMAN 6 depok, Alhamdulillah layanan disini sudah
cukup baik, hanya saja kita kekurangan aula saja. Tapi
selebihnya Alhamdulillah memadai”. (wawancara tanggal 30
Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syamsiyah orang tua peserta
didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Yang saya lihat dari tahun ke tahun terus ada perbaikan
dan itu menurut saya baik apalagi dengan kami yang
masyarakat menengah kebawah ini, tertolong sekali”.
(wawancara tanggal 31 Janauri 2020).
Adapun menurut Pargiyatno guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Kalau saya rasakan selama berjalannya sistem zonasi 2
tahun belakangan ini, ya alhamdulillah untuk layanan
64
pendidikannya lumayanan memuaskan, baik itu dari tenaga
pendidik, kependidikan dan juga murid. Pun dengan saranya
dan prasarananya. Pemerintah terus meningkatkan akan hal
itu”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleoh Elina Anggitha bahwa:
“Sudah baik, telah sesuai dengan program yang
dijalankan”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelayanan yang sudah diterapkan melalui system
zonasi sudah dilaksanakan sebaik mungkin oleh pemerintah, itu
terbukti yang telah dirasakan oleh pihak sekolah ataupun yang dilihat
dan dirasakan juga oleh orangtua dan peserta didik.
g. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA
Negeri 1, 6, 9 Depok?
Berdasarkan data Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan
(permendikbud) Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta
didik telah telah memerintahkan kabupaten/kota agar menerapkan
sistem zonasi melalui tiga jalur. Ketiga jalur tersebut yaitu terdiri dari
zonasi wilayah sekitar radius sekolah 90 persen, jalur prestasi 5
persen, dan jalur perpindahan orang tua/wali sebesar 5 persen.
Menurut Sri Mulyani guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Mengisi persyaratan di website terlebih dahulu, setelah
nanti dinyatakan lulus dari pemerintah dinas pendidikan
provinsi, barulah anak tersebut melengkapi data fisik ke
sekolah. Sekarang itu sudah transparan, jadi orangtua bisa
mengecek langsung dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
(wawancara tanggal 11 Februari 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Fani orang tua peserta didik
SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Saya mengambil formulir dahulu, setelah itu baru
mengambil nomor antrian, dan memberikan pemberkasan ke
panitia”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Sri Irlandarini guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Ya kita telah melakukan sosialisasi dengan diadakan sosialisasi
dari kelurahan, jadi itu kelurahan mengundang pihak sekolah dan
masyarakat sekitar datang ke kelurahan untuk memberi tau kepada
masyarakat dengan diadakan PPDB sistem zonasi jarak. Tetapi
kebanyak masyarakat sudah pada tau. Terus kita juga membuat
65
spanduk untuk di bentangkan di depan sekolah berikut dengan
persyaratan-persyaratan yang harus di lengkapi dan alur-alunya juga.
(wawancara tanggal 30 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syahrul Amin orang tua
peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Saya dan anak mendaftarkan diri ke sekolah, nanti ada
pengarahan dari sekolah bagaimana tahapan-tahapannya.
Dan itu melalui website. Dan setelah diterima baru kita daftar
ulang ke sekolah mengisi formulir-formulir yang telah
disediakan oleh sekolah”. (wawancara tanggal 31 Januari
2020).
Adapun menurut Pargiyatno guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Kita membimbing orang tua calon peserta didik untuk
melakukan pengisian data melalui website, setelah itu
menunggu hasilnya dari dinas provinsi. Karna yang
menentukan bukan sekolah, melaikan dinas provinsi. Dan
kalau dinyatakan lulus atau keterima, barulah nanti orang tua
murid tersebut mengisi formulir yang telah kami sediakan
dengan data-data untuk pelengkapan administrasi”.
(wawancara tanggal 28 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangesti orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Kalau saya waktu itu mengisi biodata di website, terus
kalau sudah dinyatakan di terima, baru saya datang
kesekolah mengisi formulir dan mengelengkapi data yang
diperlukan”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Gambar 4.1
Kegiatan penerimaan calon Peserta didik baru SMA Negeri 6 Depok
66
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa pihak sekolah telah membuat alur atau cara untuk mendaftar
sebaik mungkin agar nantinya para calon peserta didik tidak
kebingunagan apa yang harus dilakukan untuk mengikuti alur
pendaftaran.
h. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1, 6, 9
Depok?
Besarnya antusias orang tua terhadap anaknya dapat bersekolah
di sekolah Negeri masih terlaluu besar, sehingga tidak jarang di suatu
sekolah tersebut membludak untuk mendaftarkan anaknya. Menurut
Iwan Setiawan guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Calon peserta didik yan daftar di SMA Negeri 1 hampir
2000-an. Saya tidak tau pastinya berapa, karena saya bukan
panitia dan waktu itu kepala sekolah memberi tahu kami para
guru pas rapat, tetapi saya lupa jumlah pastinya”.
(wawancara tanggal 11 Februari 2020).
Hal senada dipaparkan Rika Zahlia orang tua peserta didik SMA
Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Calon peserta didik yang mendaftar 1000 ke atas. Berapa
pastinya saya orang tua peserta didik tidak mengetahuinya”.
(wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Budewi Intan guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Sebelum penerapan sistem zonasi, Yang mendaftar
tadinya itu selama saya di sini tahun 2015 itu sampai 1000an,
tapi setelah sistem zonasi ini yang daftar hanya 600 sampai
700 an”. (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Nouva Rita Lumintang orang
tua peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Waktu itu saya mendaftar sudah 700 an nama-nama yg
sudah mendaftar”. (wawancara tanggal 31 Januari 2020).
67
Adapun menurut Firmansyah guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Yang mendaftar di SMA Negeri 9 Depok sekitar 400
calon peserta didik”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Berbeda apa yang dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangestu orang
tua peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Pas pengumpulan orangtua waktu pertama sebelum
masuk sekolah, pihak sekolah memberi tau jumlah banyak
yang mendaftar, seingat saya 600-700 an calon peserta didik
yang mendaftar di SMAN 9 ini”. (28 Janauri 2020).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa calon
peserta didik begitu antusiah untuk mendaftarkan diri mereka ke
sekolah yang dituju, terlihat di SMA Negeri 1 hampir 2000 yang
mendaftar, di SMA Negeri 6 ada 700 pendaftar, dan di SMA Negeri 9
ada 400 pendaftar. Ini artinya persaingan untuk lolos begitu ketat pada
setiap sekolah dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dan dilaksanakan oleh sekolah tersebut.
i. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Setiap sekolah pasti mempunyai batasan dalam penerimaan
peserta didik hal ini dikarenakan ruang kelas yang terbatas dan jumlah
rombongan belajar yang sudah ditentukan. Maka pihak sekolah perlu
sekiranya membatasi penerimaan peserta didik baru setiap tahunnya.
Menurut Sri Mulyani guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Di sini itu ada 10 kelas, 1 kelasnya 36 siswa. Berarti ada
360 siswa yang diterima. (11 Februari 2020). Sedangkan
menurut Safi’i orang tua peserta didik SMA Negeri 1 Depok
memaparkan bahwa berapa pastinya saya tidak tau, mungkin
sekitar 300 sampai 350 murid yang diterima”. (wawancara
tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Sri Irlandarini guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Kalau untuk penerimaan itu karna ini sistemnya di atur
oleh pusat langsung, bukan dari sekolah, yaitu 324 peserta
didik kalau disesuaikan dengan kelas yang ada. Disini kelas
ada 9 untuk peserta didik baru dikalikan saja tiap kelasnya 36
peserta didik”. (wawancara tanggal 30 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syahrul Amin orang tua
peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
68
“Mungkin sekitar 300 atau 400 an, waktu itu saya tanya
sama anak saya berapa temannya sekelas, dia jawab 34 apa
36 gitu saya lupa”. (wawancara tanggal 31 Februari 2020).
Adapun menurut Sri Sulasmi guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Yang diterima ada 216 murid, karna ada 6 kelas. 1
kelasnya 36 murid”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh olwin orang tua peserta didik
SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Peserta didik yang diterima di SMA Negeri 9 ada 210
peserta didik”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Dari hasil wawancara di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
calon yang diterima di tiap-tiap sekolah tidak ditentukan oleh pihak
sekolah, melainkan sudah ditentukan oleh pihak pemeritah daerah
pusat secara otomatis dan disesuaikan dengan jumlah ruang kelas yang
tersedia di setiap sekolah. Dan setiap rombongan belajar terdiri dari 36
peserta didik di tiap-tiap sekolah.
j. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi
ini di SMA Negeri 1 Depok?
Kedisiplinan peserta didik untuk datang kesekolah semestinya
harus dilakukan sebaik mungkin dengan datang kesekolah tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Sebelum adanya sistem zonasi tentunya
tempat tinggal peserta didik dengan sekolah lumayan jauh dan bias
memakan waktu yang lama diperjalanan dan pada akhirnya terlambat
untuk datang kesekolah. Tentunya dengan adanya kebijakan sistem
zonasi ini mampu menjawab salah tantangan kedisiplinan yang ada di
sekolah dengan jarak tembuh yang dekat dari sekolah. Menurut
Ahmad Erwan guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Melalui jalur zonasi peserta didiknya ini tidak
kehadirannya sama saja. Hanya diuntungkan karena jarak
yang dekat saja peserta didiknya”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Safi’i orang tua peserta didik
SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Tidak banyak pengaruh ya, sebelum ada zonasi pun
untuk kehadiran pun sudah bangus, dulu itu mungkin niatnya
beda ya, anak itu termotivasi untuk hadir ke sekolah karena
sekolah ini favorit dan bagus, tapi kalau sekarang karna
69
sistem zonasi ya mungkin dekat, ya sama saja”. (wawancara
tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Setiawati guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Untuk kehadiran tidak ada perbedaan yang terlalu
signifikan, maksudnya perbedaan itu ada, tetapi tidak beda
jauh dari sebelumnya”. (wawancara tanggal 30 Januari
2020).
Lain halnya apa yang disampaikan Nouva Rita Lumintang orang
tua peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Berpengaruh, seandainya rumah mereka jauh, otomatis
diperjalanan mereka kena macet, karna daerah kelurahan
limo ini kalau pagi macetnya dimana-mana. Kalau rumahnya
dekat kan bisa jalan kaki”. (31 Januari 2020).
Adapun menurut Firmasyah guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Sama aja sih kalau yang saya lihat. Kalau adapun
perbedaannya, tidak terlalu jauh lah perbedanya untuk
tingkat kehadiran sebelum dan sekarang diterapkannya
sistem zonasi ini”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangesti orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Kalau anak saya alhamdulillah stabil dan cenderung
meningkat karna jarak yang dekat”. (wawancara tanggal 28
Januari 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kehadiran peserta didik untuk datang kesekolah
tidak terlalu banyak menuai perubahan dari sebelum dan cenderung
meningkat dari sebelumnya diterapkannya sistem zonasi.
k. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya
transportasi?
Sebelum diterapkannya sistem zonasi, jarak tempuh peserta
didik ke sekolah bisa dibilang cukup jauh. Hal ini akan menambah
pengeluaran orang tua untuk biaya transportasi, baik menggunakan
kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum atau online. Dengan
adanya sistem zonasi, tentu dapat mengurangi biaya tambahan
dikarenakan jarak tempuh dari rumah peserta didik ke sekolah
terbilang dekat dari rumah. Menurut Sri Mulyani guru SMA Negeri 1
Depok memaparkan bahwa:
70
“Iya betul dapat menghemat, karna anak-anak disekitar
sini bisa berjalan kaki ke sekolah, kan radiusnya Cuma 400an
meter. Ya gak jauh lah dari rumah mereka ke sekolah. Jadi
tidak memakai biaya tambahan lagi, mereka bisa berjalan
kaki ke sekolah”. (wawancara tanggal 11 Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Fani orang tua peserta didik
SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Menghemat sekali ya, mau ngapa-ngapain ke sekolah
tinggal jalan kaki aja, baik anak ataupun saya sendiri sebagai
orang tua”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Sri Irlandarini guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Ya sangat membantu untuk keuangan orangtua, apalagi
sekarang itu sudah memakai sitem zonasi jarak, yang tahun
ini aja jarak balik jauh aja 500 meter. Artinya juga
mengurangi yang membawa transportasi pribadi dan
mengurangi kemacetan juga. Tapi nyatanya gak juga, mereka
masih bawa motor masing-masing ke sekolah”. (wawancara
tanggal 30 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Nouva Rita Lumintang orang
tua peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Menghemat sekali kalau saya rasakan. Karna kalau
sekolahnya jauh, otomatis berapa biaya yg harus dikeluarkan,
apalagi kalau pakai jasa online kayak gojek atau grab pasti
lebih besar lagi. Kalau rumahnya dekat kan bisa jalan kaki
kalau seandainya ada sepeda ya naik sepeda saja”.
(wawancara tanggal 31 Januari 2020).
Adapun menurut Pargiyatno guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Ya mungkin menghemat, dimana tadinya rumah murid
itu jauh dari sekolah, otomatis biaya berangkat ke sekolahnya
juga nambah, entah itu naik motor sendiri dengan duit
bensinnya, atau memakai jasa ojek online. Belum di tambah
macetnya nanti di perjalanan. Bisa memakan waktu yang
lama juga”. (wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Olwin Lepiana Silalahi orang
tua peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Sangat menghemat sekali ya, karna dekat dari rumah jadi
tidak mengeluarkan biaya lebih”. (28 Janauri 2020).
71
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dengan adanya sistem zonasi ini biaya pengeluaran
orangtua dapat berkurang dikarenakan jarak tempuh dari sekolah ke
rumah yang begitu dekat dan tidak perlu menggunakan kendaraan
pribadi maupun umum melainkan bisa berjalan kaki untuk pergi ke
sekolah.
l. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah
karena tidak memakan banyak waktu di perjalanan?
Kondisi peserta didk saat datang kesekolah seharusnya terlihat
bugar dan segar, kalau jarak tempuh dari rumah ke sekolah terlalu
jauh, maka bias dipastikan kondisi peserta didik tidak akan terlihat
bugar dan segar karena memakan waktu diperjalan dan belum lagi
ditambah keadaan macet di jalanan, bisa jadi peserta didik sampai ke
sekolah dengan keadaan berkeringat, gerah, keadaan seragam yang
tidak rapi sehingga terlihat peserta didik tersebut tidak fres dan segar.
Dengan adanya system zonasi ini yang jarak tempuh dari rumah ke
sekolah tidak terlalu jauh, diharapkan kondisi fisik peserta didik
terlihat bugar dan segar sampai di sekolah. Menurut Ahmad Erwan
guru SMA Negeri 1 Depok Memaparkan bahwa:
“Seharusnya iyaa, tapi kembali lagi ke siswa nya, karna
ada juga siswa yang ngegampangin mentang-mentang dekat
ke sekolah, terus dilalai-lalaikan akhirnya terlena dan buru-
buru datang ke sekolah”. (wawancara tanggal 17 Februari
2020).
Berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Safi’i orang tua
peserta didik SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Saya kira benar, terkadang anak yang sekolahnya jauh
ada kendala di jalan, bisa aja macet di jalan atau belum lagi
ditilang polisi dan sebagainya, kalau dekat kan tinggal jalan
kaki saja kesekolah dan tambah bugar lah karna sudah
olahraga duluan”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Setiawati guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Iya, karna tadi jarak tempuh ke sekolah, selain
menghemat biaya transportasi, keadaan siswa ke sekolah pun
lebih fres dan bugar karna jarak yang tidak jauh ke sekolah”.
(wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syamsiyah orang tua peserta
didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
72
“Alhamdulillah bugar, karna perjalanan tidak terlalu
jauh”. (wawancara tanggal 31 Januari 2020).
Adapun menurut Pargiyatno guru SMA Negeri 9 Depok bahwa:
“Alhamdulillah 85%-90% dari total murid sistem zonasi,
ya kondisi fisiknya baik-baik saya, dia datang ke sekolah
dengan kondisi fress atau bugar, tidak kelihatan lelah di
wajahnya karna lama di perjalanan, kan rumah mereka dekat
dari sekolah, mungkin bisa berjalan kaki, atau naik sepeda”.
(28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangesti orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah anak saya selalu bugar dan bersemagat
datang ke sekolah karna jaraknya dekat”. (28 Janauri 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa kondisi fisik peserta didik tentu menentukan mood untuk
menempuh kegiatan yang ada disekolah. Tentunya dengan adanya
sistem zonasi ini, anak bisa datang kesekolah dengan keadaan bugar
dan bersemangat untuk mengikut kegiatan yang ada di sekolah.
m. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang
memadai?
Fasilitas di sekolah sangat berpengaruh terhadap jaminan
sekolah tersebut, dengan lengkap dan baiknya fasilitas tersebut maka
bisa di sekolah tersebut akan meningkatka minat dan bakan siswa baik
akademik mau pun non akademik untuk berprestasi. Baik itu sarana
atapun prasarana. Menurut Iwan Setiawan guru SMA Negeri 1 Depok
memaparkan bahwa:
“Kalau di SMA Negeri 1 Depok alhamdulillah sudah
memenuhi, karena kita sudah ISO 2008 dan dari segi fasilitas
sarana dan prasarananya pun sudah memadai semua”.
(wawancara tanggal 11 Februari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Rika Zahlia orang tua peserta
didik SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah sudah memadai kalau untuk SMA Negeri
1 ini”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut budewi Intan guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Kalau dari segi fasilitas ya memadai dari segi sarana dan
prasarana, pemerintah terus memberikan bantuan apapun itu
73
untuk menunjang sarana dan prasarana. Hanya kekurangan
aula saja, karna tidak ada lahan lagi”. (wawancara tanggal 30
Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syahrul Amin bahwa:
“Ya kalau bisa memadailah untuk sekolah yang
menerapkan sistem zonasi biar menunjang untuk anak-anak
lebih giat lagi belajarnya. Tapi untuk SMAN 6 Depok sendiri
saya lihat waktu mendaftar mungkin sudah memadai dan
sudah lengkap dari sarana dan prasarannya”. (wawancara
tanggal 31 Januari 2020).
Adapun menurut Firmansyah guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Ya standar pemerintah sendiri otomatis memadailah.
(wawancara tanggal 28 Janauri 2020). Hal senada juga
dipaparkan oleh Elina anggitha orang tua peserta didik SMA
Negeri 9 Depok memaparkan bahwa selama saya lihat di
sekolah anak saya untuk fasilitasnya sudah memadai dari
sarana dan prasarananya”. (wawancara tanggal 28 Januari
2020).
Tabel 4.1
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 1 Depok No. Jenis
Ruang Jumlah
1. Ruang Kepala Sekolah 1 2. Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 3. Ruang Komite Sekolah 1 4. Ruang Guru 1 5. Ruang Tata Usaha 1 6.. Ruang Bimbingan Konseling (BK) 1 7. Ruang Kelas 28 8. Laboratorium Biologi 1 9. Laboratorium Kimia 1 10. Laboratorium Komputer 1 11. Perpustakaan 1 12. Ruang Galeri 1 13. Ruang Pusat Kegiatan Siswa (Pusgiwa) 1 14. Ruang Koperasi 1 15. Koperasi 1 16. Lapangan Upacara 1 17. Mushalla 1 18. WC Guru 1 19. WC Siswa 5
74
20. WC Kepala Sekolah 1 21. Pos Satpam 1 22. Halaman Parkir 2
Sumber: https://sman1depok.sch.id/
Gambar 4.2
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 1 Depok
Ruang Koputer Lapangan Upacara Ruang kelas
Mushollah Taman belajar Perpustakaan
Tabel 4.2
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 6 Depok
No. Jenis
Ruang Jumlah
1. Ruang Kepala Sekolah 1 2. Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 3. Ruang Komite Sekolah 1 4. Ruang Guru 1 5. Ruang Tata Usaha 1 6. Ruang Kelas 28 7. Laboratorium 2 8. Perpustakaan 1 9. Koperasi 1 10. Lapangan olahraga 2 11. Mushalla 1 12. WC Guru 1 13. WC Siswa 6 14. WC Kepala Sekolah 1 15. Pos Satpam 1
75
16. Halaman Parkir 2
Sumber: http://sman6depok.sch.id/
Gambar 4.3
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 6 Depok
Koperasi Mushollah Lapangan Upacara
Perpustakaan Ruang Kelas Ruang Laboratorium
Tabel 4.3
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 9 Depok
No. Jenis
Ruang Jumlah
1. Ruang Kepala Sekolah 1 2. Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 3. Ruang Guru 1 4. Ruang Tata Usaha 1 5. Ruang UKS 1 6. Ruang Kelas 20 7. Laboratorium 3 8. Perpustakaan 1 9. Lapangan olahraga 1 10. Mushalla 1 11. WC Guru 1 12. WC Siswa 8 13. Pos Satpam 1 14. Halaman Parkir 1 15. Kantin 1
Sumber: https://sman9depok.sch.id/
76
Gambar 4.4
Fasilitas sekolah
SMA Negeri 9 Depok
Ruang Komputer Lapangan Upacara Mushollah
Laboratorium Ruang Kelas Ruang Waka Sekolah
Dari hasil pemaparan wawancara dan dokumentasi di atas dapat
disimpulkan bahwa fasilitas sarana dan prasarana dari tiap sekolah
sudah memenuhi standar yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk
menunjang kegiatan peserta didik baik akademin maupun non
akademis.
n. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke
masyarakat?
Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tentulah
sosialisasi haruslah dilakukan kepada masyarakat, agar masayrakat
tersebut bisa mengetahui perkembangan yang ada untuk
mempersiapkan diri sebaik mungkin. Menurut Ahmad Erwan guru
SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Kalau waktu itu sudah di sosialisasikan, cuma kurang
maksimal aja sepertinya dari Panitia PPDB Pusat Jawa Barat.
Karna banyak masyarakat yang masih belum paham,
sehingga waktu tahun ini saja ada masyarakat datang ke
sekolah dari sebelum masuk waktu sholat subuh. Saya pun
sebagai guru yang bukan panitia kaget aja, kok masih ada
yang seperti itu. Nah mungkin dari situlah saya kira
sosialisasinya kurang maksimal”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
77
Hal senada juga dipaparkan oleh Fani orang tua peserta didik
SMA Negeri 1 Depok bahwa:
“Kalau melalui media sosial sudah ya. Tapi kalau
langsung sepertinya tidak ada. Kalau pun ada sepertinya
belum maksimal”. (wawancara tanggal 17 Februari 2020).
Sedangkan menurut Sri Irlandarini guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Sudah, bahkan banyak juga masyarakat itu sudah tau
dengan adanya penerimaan murid baru melalui sistem
zonasi”. (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Nouva Rita Lumintang orang
tua peserta didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Sudah, kebanyakan melalui media sosial dan dari
kelurahan juga sudah di sosialisasikan juga. Dan itu
dilakukan sebelum jauh-jauh hari PPDB”. (wawancara
tanggal 31 Janauri 2020).
Adapun menurut Sri Sulasmi guru SMA Negeri 9 memaparkan
bahwa:
“Sudah, bahkan dari kecamatan pun jauh sebelum
penerimaan PPDB sudah mengadakan pertemuan sekolah-
sekolah yang dekat kecamatan tersebut dengan masyarakat
sekitar yang berada dalam kawasan masyarakat tersebut”.
(wawancara tanggal 28 Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkah oleh Wiwin Aji Pangesti orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah sudah dilakukan dari jauh-jauh sebelum
dimulainya pendaftaran”. (wawancara tanggal 28 Janauri
2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas dapat diterik
kesimpulan bahwa sekolah telah melakukan sosialisas kepada
masyaratak sebelum penerimaan peserta didik baru akan dimulai
pembukaannya. Sosialisasi ini dilakukan oleh tiap sekolah 6 bulan
sebelum penerimaan peserta didik baru.
o. Bagaimana cara SMA Negeri 1, 6, 9 Depok mengsosialisasikan
sistem zonasi?
Dari pemaparan sebelumnya di atas mengatakan bahwa
melakukan sosialisasi wajib dilakukan. Banyak cara yang bisa
dilakukan, mulai dari media cetak seperti membuat banner dan di
perlihatkan di depan sekolah, melalui selembaran brosur ataupun
78
Koran. Dan bisa juga melalui media online seperti WhatsApp dan
melihat berita melalui smartphone. menurut Ahmad Erwan guru SMA
Negeri 1 Depok bahwa:
“Melalui media online, waktu itu juga pernah kepala
sekolah datang ke SMP di kecamatan pancoran mas untuk
mengsosialisasikan sistem zonasi ini”. (wawancara tanggal
17 Februari 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Rika Zahlia orang tua peserta
didik SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Kalau anak saya kan ada di SMP 5 tadinya, nah biasanya
kepala sekolah SMP 5 mengundang kepala sekolah SMA
Negeri 1 untuk sosialisasi”. (wawancara tanggal 17 Februari
2020).
Sedangkan menurut Budewi Intan guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Biasanya kita di undang ke kantor kelurahan, di situ nanti
akan disosialisasikan. Dan juga melalui media cetak seperti
memasang banner di depan sekolah dan lengkap dengan
aturan serta syarat-syaratnya”. (wawancara tanggal 30
Januari 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Syamsiah orang tua peserta
didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Saya waktu itu dapat undangan ke sekolah untuk
pengadaan sosialisasi dari sekolah di tambah di depan
sekolah ada spanduk untuk pemberitahuan kepada
masyarakat”. (wawancara tanggal 31 Janauri 2020).
Adapun menurut Firmansyah guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Melalui media cetak, seperti banner dan isi di media
cetak itu ada tersebut sudah ada persyaratannya juga, terus
jumlah penerimaan, dan lain sebagainya”. (wawancara
tanggal 28 Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Olwin Lepiana Silalahi orang
tua peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“SMA Negeri 9 Depok sosialisasi melalui media cetak
seperti banner/spanduk di pajang di depan sekolah”.
(wawancara tanggal 28 Janauri 2020).
79
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa sosialisasi yang dilakukan dari tiap sekolah
hampir sama yaitu dengan menghadiri rapat gabungan yang ada di
satuan wilayah tersebut, ada juga melalui media online, dan juga
melalui media cetak.
p. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Dengan adanya sistem zonasi ini akan memacu peningkatan
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan, karena sekolah akan
menerima peserta didik yang berprestasi maka mau tidak mau kualitas
pengajar harus ditingkatkan agar dapat membina peserta didik dengan
baik (Pengaribuan, 2019:4). Sehingga melalui sistem zonasi tersebut
akan mudah mengetahui jumlah guru yang dibutuhkan serta
menghilangkan terjadinya penumpukkan sejumlah guru yang
berkompeten pada wilayah tertentu. Begitu juga dengan sarana dan
prasarana yang harus memadai sehingga mendukung semua program
yang telah disusun sedemikian rupa oleh pihak sekolah. Menurut
Ahmad Erwan guru SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Insya allah sudah, hanya saja pasti ada positif dan
negatifnya, mungkin kalau dari positifnya ya dari masyarakat
yang bisa bersekolah di dekat rumah tanpa mengeluarkan
biaya yang lebih lagi. Dan negatifnya untuk sekolah, baik itu
dari citra sekolah, prestasi, dan guru nya juga. Karna yang
masuknya di sini itu tidak seperti dulu yang melakukan
seleksi dengan ketat dan NEM yang tinggi. Kalau sekarang
siapa saja bisa masuk asalkan jaraknya tidak melampaui
batas yang telah ditentukan, ya mungkin ada murid yang
berasal dari sekolah yang kurang disiplinnya atau ada juga
yang kurang dalam pembekalan ilmunya, sehingga efeknya
ke kita sebagai guru yang memberi materi dengan semenarik
mungkin agar bisa di cerna oleh semua anak. Dan untuk saat
ini yang saya rasakan tidaklah mudah”. (wawancara tanggal
17 Februari 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Safi’i orang tua peserta didik
SMA Negeri 1 Depok memaparkan bahwa:
“Saya kira kalau sudah berjalan baik mungkin sudah, tapi
yang saya lihat itu dampak dari sistem zonasi ini yaa, artinya
seperti yang saya rasakan dari tahun-tahun sebelumnya. Dulu
itu anak-anak yang masuk ke SMA 1 Depok ini memang
terjaring sangat ketat sehingga menghasilkan anak-anak yang
berkualitas, baik itu dari segi tingkah laku, prestasi dan lain
hal sebagainya. Tapi semenjak adanya sistem zonasi ini jadi
bercampur anak-anaknya. Tercampur dalam artian anak-
80
anaknya siapa aja bisa masuk karna melihat dari jarak. Baik
itu kurang pintar, atau tingkah lakunya yang belum baik.
Sehingga pertaruhan nama SMA Negeri 1 yang tadinya baik
di mata masyarakat. Ini lah mungkin yang menjadi tantangan
untuk kedepannya bagi sekolah”. (wawancara tanggal 17
Februari 2020).
Sedangkan menurut Sri Irlandarini guru SMA Negeri 6 Depok
memaparkan bahwa:
“Menurut saya sudah ya, tapi ada sisi positif dan sisi
negatifnya, kalau sisi positif mungkin, masyarakat yang
ekonominya yang menegah kebawah bisa sekolah di negeri
walaupun NEM nya rendah. Artinya masyarakat itu
diuntungkan dengan adanya sistem zonasi ini. Sedangkan
negatifnya adalah pada hakikatnya sekolah ini kan
berkompetisi. Ketika sekolah itu di lihat dari jarak saja
ditambah NEM nya kecil, justru semangat untuk
berkompetisinya sangat kurang sekali. Di tambah saya
melihat ada tindakan kecurangan yang dilakukan oleh
oknum-oknum tertentu, maksudnya ada anak yng rumahnya
tidak di wilayah disitu, terus dia mengontrak rumah untuk
mendapatkan domisinya saja, karna kan syarat masuknya
harus ada keterangan surat domisili, setelah domisili itu
dapat, dia balik lagi ke rumah aslinya. Itu ada beberapa kasus
yang saya temukan seperti itu”. (wawancara tanggal 30
Janauri 2020).
Hal senada juga disampaikan oleh Syamsiyah orang tua peserta
didik SMA Negeri 6 Depok memaparkan bahwa:
“Saya kira sudah ya mas, dengan apa yang saya rasakan,
mulai dari pendaftaran sampai penerimaan, semuanya
transfaransi dan tidak ada yang ditutup-tutupi”. (wawancara
tanggal 31 Janauari 2020).
Adapun menurut Pargiyatno guru SMA Negeri 9 Depok
memaparkan bahwa:
“Alhamdulillah yang saya rasakan sudah. Terlebih adanya
pemerataan dari muridnya, maksudnya murid yang
berprestasi itu tidak numpuk di sekolah terentu saja, namun
sudah tersebar di tiap-tiap sekolah. Begitu juga dengan
tenaga pendidik nya. Alhamdulillah tenaga pendidiknya
sudah profesional semua, tapi ada juga yang baru dan perlu
pendampingan untuk penyesuaian itu dari tenaga pendidik
dan kependidikan. Sedangkan dari sarana dan prasaranan
81
pendidikannya sudah hampir melengkapi. Hanya tadi yang
saya bilang barusan. Kita hanya kekurangan 1 lapangan
tambahan untuk olahraga saja”. (wawancara tanggal 28
Janauri 2020).
Hal senada juga dipaparkan oleh Wiwin Aji Pangesti orang tua
peserta didik SMA Negeri 9 Depok memaparkan bahwa:
“Kalau menurut saya sudah ya, karna cara pendaftarannya
juga tidak ribet dan bikin pusing. Dan di tambah lagi fasilitas
untuk sekolahnya terus ditingkatkan dari pemerintah melalui
melengkapi sarana dan prasaran di sekolah”. (wawancara
tanggal 28 Janauri 2020).
Dari pemaparan hasil wawancara di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sistem zonasi pada saat ini mempunyai dua sudut
pandang yang berbeda, yaitu positif dan negatif. Posistifnya sistem
zonasi ini setiap orangtua yang mempunyai anak mempunyai harapan
untuk dapat bersekolah yang bermutu baik, terlepas itu dari sarana
prasaranan, tenagan pendidik dan kependidikan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya.
Negatifnya dari penerapan sistem zonasi ini, ada juga
masyarakat yang cerdik dengan mengontrak pada tempat tinggal di
sekitar sekolah agar anak mereka bisa sekolah di tempat tersebut
dengan melampirkan surat keterangan dari Rukun Tetangga (RT).
B. Pembahasan
Dari hasil temuan yang telah dipaparkan di atas, begitu banyak perspektif
kebijakan sistem zonasi di Depok mulai dari sekola favorit, pemerataan
sekolah sistem zonasi, biaya transportasi, Fasilitas sekolah, pelayanan mutu
pendidikan, dan jarak tempat tinggal ke sekolah.
1. Sekolah favorit.
Label sekolah unggul dan tidak unggul, atau sekolah favorit dan tidak
favorit begitu sangat terlihat sebelum adanya Kebijakan sistem zonasi ini.
Pelabelan itu tentu mencederai semangat penerimaan peserta didik baru
untuk sekolah-sekolah yang tidak favorit. Dengan adanya sistem zonasi ini
tentunya menyamaratakan kualitas pendidikan dan melunturkan favoritisme
sekolah sangat diharapkan nantinya. Kebanyakan orang tua takut anaknya
tidak mendapatkan pendidikan berkualitas apabila gagal diterima di sekolah
negeri yang mempunyai reputasi atau status sekolah unggulan, favorit, ikon,
maupun legendaris.
Secara praktikal, orangtua lebih memilih sekolah negeri yang rekam
jejaknya sudah teruji, baik dari segi disiplin, proses pembelajaran, guru-
guru, prestasi sekolah, maupun iuaran siswanya. Untuk SMA misalnya,
sekolah-sekolah yang lulusannya terbukti menempati perguruan-perguruan
tinggi unggulan akan menjadi incaran utama. Karena ada keyakinan yang
82
terpatri kokoh, kunci awal kesuksesaan anak tercinta adalah ketika mereka
bersekolah di sekolah favorit atau unggulan. Sehingga, ketika sang anak
gagal menembus sekolah incarannya, itu seolah menjadi tanda awal
kegagalan anak-anak. Memori kolektif itu membuat orangtua berjibaku
sekuat tenaga agar anak-anaknya masuk ke sekolah favorit. Bagi yang
memiliki kapital ekonomi memadai, anak akan diberikan les atau
bimbingan belajar yang masif dan terstuktur ketika akan memasuki jenjang
selanjutnya.
Maka dari pada itu, untuk meninggalkan pesepsi atau cara berpikir
orang tua yang seperti demikian, maka diadakan sebuah kebijakan yang
mana nanti sekolah-sekolah yang berada di dalam naungan pemerintahan
(Negeri) mendapatkan mutu pendidikan yang bagus mulai dari tenaga
pendidik dan kependidikan, fasilitas sarana dan prasarana, dan daya saing
dengan sekolah lain untuk prestasi akademik dan non akademik, dan juga
nantinya masuk ke Perguruan Tinggi ternama.
Karena menurut Cepi (2011) Sekolah unggul dipersepsikan sebagai
sekolah yang mampu menghasilkan otuput maksimal dari input yang
minimal. Keunggulan sekolah mencakup input, proses, dan output.
Keunggulan merupakan hasil kerja sama dari semua pihak dalam
mewujudkannya.
Sedangkan menurut Intan (2020) bahwa program pemerataan
pendidikan yang dilakukan pemerintah sangatlah bangus untuk kemajuan
pendidikan di Indonesia. Bagaimana nantinya itu tiap kota ataupun di desa
mempunyai pendidikan yang mumpuni untuk melakukan proses belajar
mengajar. Itu bagi saya sangat bagus sekali agar tidak jadi ketimpangan
nantinya dengan adanya embel-embel sekolah favorit.
Hal senada juga dipaparkan oleh Firmasyah (2020) bahwa semenjak
ada zonasi sepertinya sudah merata, artinya siswa yang pintar tidak
bertumpuk pada satu sekolah, sudah terbagi sesuai dengan tempat tinggal
masing-masing dan sekaligus mengurangi persepsi masyarakat tentang
sekolah favorit.
Kedua pemaparan di atas diperkuat oleh pernyataan Nanang (2017)
menyebut bahwa sekolah-sekolah favorit seolah mendapat hak istimewa
untuk menerima anak didik dengan bakat istimewa dengan mengabaikan
semangat “pendidikan untuk semua” sesuai UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003. Sebab menurutnya, selama ini, penerimaan di sekolah favorit tidak
hanya menggunakan standar prestasi tetapi juga ekonomi. Apalagi secara
simbolik, legitimasi sekolah favorit yang sudah terbangun panjang membuat
siapa saja berhasrat masuk ke sekolah-sekolah favorit ini, utamanya mereka
yang memiliki kapital akademik dan ekonomi yang memadai.
Dengan demikian dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya kebijakan sistem zonasi ini setidaknya bisa menciptakan
sekolah yang unggul dari tiap-tiap sekolah dan tidak hanya pertumpu
83
kepada satu sekolah saja yang mengakibatkan banyak persepsi orangtua
tentang sekolah favorit.
2. Pemerataan sekolah sistem zonasi.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam
agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting
karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai
bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu,
Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam
memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan
Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
menciptakan kesejahteraan umum.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (TAP
MPR No. IV/MPR/1999) mengamanatkan, antara lain: 1) mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia
Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan
secara berarti, 2) meningkatkan mutu lembaga pendidikan yang
diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
menetapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, olah raga dan seni. Sejalan
dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1)
menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah
peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat
miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total
penduduk. Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan utama dalam
mendapatkan akses pendidikan.
Oleh karenanya Sistem zonasi pendidikan yang diterapkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak tiga tahun
terakhir melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dipandang sebagai
kebijakan yang baik. Tinggal bagaimana relevansinya yang ada di lapangan.
Menurut Mulyani (2020) bahwa sekolah yang ada alhamdulillah
sudah merata, semuanya diterima khususnya anak-anak yang tidak mampu
terlebih dahulu. Dan ditambah lagi dengan sekolah negeri yang sudah ada di
tiap-tiap wilayah kota depok. Hal senada juga dipaparkan oleh Syahrul
Amin (2020) bahwa hampir tiap kelurahan di depok itu sudah ada sekolah
negeri, apalagi di tambah dengan sekolah swasta.
84
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa wajib bagi
pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan agar meningkatkan
kualitas pendidikan di tiap daerah tersebut dan tidak ada ketimpangan di
dalamnya seperti tiap wilayah belum mempunyai sekolah Negeri.
3. Biaya transportasi.
Salah satu dari kebijakan sistem zonasi ini yaitu dengan menghemat
biaya transportasi melalui jarak peserta didik ke sekolah itu hanya bisa di
tempuh dengan berjalan kaki atau pun bersepeda. Seperti apa yang
dikatakan oleh Irlandarini (2020) bahwa sangat membantu untuk keuangan
orangtua, apalagi sekarang itu sudah memakai sitem zonasi jarak, yang
tahun ini aja jarak balik jauh aja 500 meter. Artinya juga mengurangi yang
membawa transportasi pribadi dan mengurangi kemacetan juga. Tapi
nyatanya gak juga, mereka masih bawa motor masing-masing ke sekolah.
Hal senada juga dipaparkan oleh Olwin (2020) biaya transportasi Sangat
menghemat sekali ya, karna dekat dari rumah jadi tidak mengeluarkan biaya
lebih.
Hal ini diperkuat oleh Kepala Bidang Sekolah Menengah Atas (SMA)
Dinas Pendidikan Sumatra Selelatan Bonny Syafrian (2019) bahwa
Penerimaan siswa dan siswi dengan menggunakan sistem zonasi atau jarak
tempat tinggal dari sekolah sebagai upaya menghemat biaya transportasi
siswa.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah yang dekat
dengan rumah peserta didik akan menghemat biaya tambahan pengeluaran
orang tua untuk anak karena anak bisa datang ke sekolah dengan berjalan
kaki atau menggunakan sepeda.
4. Jarak tempat tinggal ke sekolah.
Jarak tempat tinggal dengan sekolah tentu menentukan calon peserta
didik itu masuk ke sekolah sistem zonasi, karena 90% perserta didik yang
diterima nantinya berasal dari jarak rumah yang berdekatan dengan wilayah
yang ada di sekolah tersebut. Jarak ini yang dimanfaatkan oleh calon
peserta didik terlepas NEM nya kecil atau besar waktu menyelesaikan
sekolah menegah pertama (SMP).
Lain dari pada itu, jarak rumah ke sekolah juga tidak memakan waktu
yang lama sehingga peserta didik tidak perlu naik kendaran bermesin
seperti motor dan mobil. Dan juga tidak membuat macet jalanan karena
tidak meggunakan transportasi tersebut sehingga tidak memakan waktu
yang lama untuk berangkat ke sekolah dan bisa membuat kondisi peserta
didik lebih bugar datang ke sekolah. Seperti yang dipaparkan oleh Setiawati
(2020) bahwa jarak tempuh ke sekolah, selain menghemat biaya
transportasi, keadaan siswa ke sekolah pun lebih fres dan bugar karna jarak
yang tidak jauh ke sekolah. Hal senada juga dipaparkan oleh Safi’i (2020)
bahwa , terkadang anak yang sekolahnya jauh ada kendala di jalan, bisa aja
85
macet di jalan atau belum lagi ditilang polisi dan sebagainya, kalau dekat
kan tinggal jalan kaki saja kesekolah dan tambah bugar lah karna sudah
olahraga duluan.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rudi (2017:7) bahwa Sistem zonasi
akan menguntungkan calon peserta didik yang tinggal dekat dengan
sekolah. Hal ini sesuai dengan cita-cita Menteri Muhadjir agar mengurangi
waktu tempuh peserta didik ke sekolah. Meskipun tidak berprestasi, calon
peserta didik dapat melanjutkan pendidikan di sekolah yang terdekat dengan
domisilinya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa jarak tempat tinggal
ke sekolah sangat diutamakan oleh pihak sekolah melalui sistem zonasi ini
karna mencegah upaya-upaya yang mengutungkan masyarakat itu sendiri
terutama yang mempunyai ekonomi menengah ke bawah, seperti
menghemat biaya transportasi, tidak memakan banyak waktu di perjalanan
sehingga siswa lebih bugar datang ke sekolah, mengantisipasi terjadinya
kecelakaan sewaktu dalam perjalanan ke sekekolah.
5. Fasilitas sekolah.
Dalam konteks pemilihan sekolah yang dianggap terbaik untuk
dimasuki anak-anaknya, fasilitas sekolah termasuk salah satu yang
dipertimbangkan orang tua murid, atau calon murid itu sendiri, ketika
memilih sekolah. Lepas dari menjadi faktor penentu pilihan atau tidak,
kondisi fasilitas fisik itu, seperti ditunjukkan oleh berbagai penelitian,
diduga berpengaruh terhadap iklim dan hasil belajar, dan menjadi salah satu
indikator sekolah yang bermutu. Fasilitas fisik sekolah seperti bangunan,
ruangan dan lapangan/halaman serta fasilitas pendidikan, walau tidak
menjamin keberhasilan belajar, akan tetapi kekurangan apalagi
ketiadaannya dapat berakibat negatif pada proses dan hasil belajar.
Sebenarnya yang terpenting bukan ada atau tidak adanya fasilitas dimaksud,
melainkan mutu dan pemanfaatannya.
Mengenai pengaruh bangunan sekolah terhadap hasil belajar murid itu
Cash & Twiford (2009) menegaskan bahwa sejak hampir lebih dari 60
tahun yang lalu berbagai penelitian menunjukkan hubungan positif kualitas
bangunan terhadap hasil belajar murid. Cash & Twiford (2009) juga
menyatakan bangunan sekolah itu ada dua unsur, yaitu kosmetik dan
struktural. Bangunan yang kosmetik adalah bagian bangunan yang tampak
(berujud bangunan), sementara yang struktural di antaranya ventilasi atau
pertukaran udara (untuk saat ini termasuk pemanas-di derah iklim dingin-
dan atau pendingin udara), cahaya, warna. Kedua-duanya sama-sama
berpengaruh terhadap hasil belajar murid. Seperti telah disebutkan, tidak
semua peneliti dan penelitian menyimpulkan bahwa fasilitas itu
berpengaruh besar terhadap prestasi belajar murid.
Dalam hal ini bagaimana fasilitas sekolah sistem zonasi yang berada
di wilayah depok. Menurut Pargiyatno (2020) bahwa alhamdulillah dari
86
pertama di bangun sekolah ini terus terjadi pembenahan dan penambahan
apa-apa saja yang kurang dari segi saranya prasarannya. Yang terakhir itu
pembangunan untuk lap IPA ya alhamdulillah sudah rampung, terus untuk
Aula juga sudah ada. Paling kita kekurangan lapangan olahraga 1 lagi.
Karna banyaknya siswa, mungkin kita memerlukan 2 lapangan olahraga.
Hal berbeda dipaparkan oleh Setiawati (2020) bahwa untuk fasilitas sekolah
secara umum belum memadai, banyak sekolah yang misalnya belum punya
gedung sendiri, atau fasilitas-fasilitas sarana prasarana yang mendukung,
khususnya untuk pembelajaran. Kalau di SMAN 6 Depok ada satu fasilitas
yang kurang, yaitu kita belum punya aula. Selebihnya Alhamdulillah sudah
ada.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas sangatlah
menunjang untuk proses pembentukan peserta didik agar lebih baik untuk
kedepannya dan untuk tenaga pendidik dan kependidikan agar bekerja
secara maksimal, baik di dalam kelas untuk kegiatan belajar maupun diluar
kelas untuk kegiatan olahraga ataupu ektrakulikuler. Dan untuk membuat
suasana nyaman dan kebersihan untuk dilingkungan sekolah baik itu mulai
dari pos keamanan untuk satpam, dan untuk pekerja kebersihan.
6. Pelayanan mutu pendidikan.
Pendidikan yang bermutu dan berkualitas merupakan harapan dan
dambaan bagi setiap warga negara. Masyarakat, baik yang terorganisir
dalam suatu lembaga pendidikan, sangat berharap agar siswa dan anak-anak
mendapatkan pendidikan yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam
menjalani kehidupan. Untuk menjawab harapan masyarakat tersebut, setiap
Sekolah hendaknya selalu berupaya agar pendidikan yang dikelolanya dapat
menghasilkan produk yang berkualitas, yaitu produk yang dapat
memuaskan para pelanggan. Mutu dibidang pendidikan meliputi mutu
input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu
jika siap berproses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu menciptakan
suasana yang pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan
Bermakna. Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar akademik dan non
akademik siswa yang tinggi. Outcome dinyatakan bermakna apabila lulusan
cepat terserap di jenjang pendidikan selanjutnya yang mumpuni, ataupun di
dunia kerja.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam upaya penjaminan dan
pengendalian mutu, di samping para peningkatan fasilitas fisik, seperti
ruang kelas, ruang kantor, ruang laboratorium, ruang perpustakaan, ruang
praktek, alat pembelajaran, media pendidikan, dan lain-lain. Dan juga dapat
dilakukan peningkatan fasilitas non fisik. Fasilitas non fisik yang dimaksud
adalah peserta didik, orang tua, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Dengan adanya sistem zonasi tentunya sangat diharapkan tingkat
pelayanan mutu pendidikannya semakin membaik mulai dari fasilitas
fisiknya maupun non fisik khususnya di kota Depok. Seperti yang
87
dipaparkan oleh Pargiyatno (2020) bahwa alhamdulillah untuk layanan
pendidikannya lumayanan memuaskan, baik itu dari tenaga pendidik,
kependidikan dan juga murid. Pun dengan saranya dan prasarananya.
Pemerintah terus meningkatkan akan hal itu. Hal senada juga dipaparkan
oleh Fani (2020) bahwa pelayan mutu pendidikan sudah bagus, saya pun
sebagai orangtua merasa puas dengan layanan pendidikan sistem zonasi
pada saat ini.
Sebagaimana yang dipaparkan di atas, hal ini diperkuat oleh
pernyataan Rabiah (2019:66), ia berpendapat bahwa Otonomi daerah
membawa dampak pada pengelolaan pendidikan di daerah. Dengan
diberlakukannya otonomi pendidikan, diharapkan akan berpengaruh positif
terhadap tumbuhnya lembaga pendidikan yang berkualitas. Setiap lembaga
pendidikan diharapkan mampu menggali sumber daya dan potensi daerah
berbasis keunggulan lokal. Konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari
desentralisasi pendidikan tersebut, karena budaya dan potensi daerah yang
sangat beragam, adalah lulusan yang bervariasi. Oleh karena itu, upaya
standarisasi mutu dan jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan
memenuhi standar mutu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya
memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.
Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan
mutu pendidikan sangat dan perlu diterapkan oleh setiap lembaga
pendidikan mulai dari fasilitas fisik maupu fasilitas non fisik seperti tenaga
pendidikan dan tenaga kependidikan yang berkualitas sesuai dengan
bidangnya. Agar bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya terutama
yang bukan pakai kebijakan sistem zonasi dan bisa menghasilkan luluasan
yang berkualitas baik akademik maupun non akademik.
88
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa ada beberapa poin terkait perspektif tentang
kebijakan sistem zonasi di SMA Kota Depok:
1. Menghilangkan pemikiran calon peserta didik dan orangtua tentang
sekolah favorit, dalam sistem zonasi ini tidak ada lagi yang namanya
sekolah favorit, semua sekolah diwajibkan mempunyai kualitas yang
mumpuni, baik dari fasilitas sarana dan prasarana maupun dalam tenaga
pendidik dan kependidikan yang akan menunjang peserta didik untuk
berprestasi baik itu akadamik dan non akademik. Dan begitu juga dengan
setelah peserta didik melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang
mana sekolah mampu bersaing dengan sekolah lain untuk mewujudkan
perserta didik yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu dapat melanjutkan
sekolah ke perguruan tinggi yang diinginkan. Sehingga masyarakat sekitar
percaya bahwa sekolah itu mampu mambuat anak-anak berkembang dan
tidak menjadi kewatiran tersendiri bagi para orangtua untuk masa depan
anaknya dikemudian hari.
2. Meratakan sekolah di setiap wilayah. Maksudnya adalah setiap wilayah itu
wajib mempunyai setidaknya satu sekolah negeri yang mumpuni dan
mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik. Dan kemungkinan bisa lebih
dari satu karena melihat jumlah masyarakat yang ada di suatu wilayah
tersebut agar tidak terjadi diskriminasi terhadap masyarakat di wilayah
tersebut. Karena tujuannya dari sistem zonasi ini mengdahulukan
masyarakat menengah kebawah.
3. Sebelum diterapkannya sistem zonasi, biaya transportasi sangat menyita
keuangan para orangtua peserta didik, karena jarak tempuh yang cukup
jauh, sehingga memakan biaya tambahan, baik itu memakai jasa ojek
transportasi online ataupun kendaraan pribadi. yang mengeluarkan biaya
bensin atau belum onderdil motor ketika rusak. Dengan begitu, sekolah
yang dekat dengan rumah peserta didik akan menghemat biaya tambahan
pengeluaran orang tua untuk peserta didik, karena peserta bisa datang ke
sekolah dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda.
Pengaturan jarak tempat tinggal dari sekolah dalam kebijakan zonasi
membuat 90% calon peserta didik berasal dari sekitar wilayah sekolah
tersebut. Hal ini banyak disamput positif oleh orangtua dikarenakan selain
mengutungkan bagi mereka khususnya golongan menengah kebawah
karena bisa bersekolah di sekolah negeri yang sebagian besar ditunjang
oleh fasilitas mumupini baik fisik maupun non fisik dan biaya yang relatif
murah. Lain dari pada itu juga keuntungan yang didapatkan yaitu
menghemat biaya untuk berangkat ke sekolah dikarenakan peserta didik
bisa berjalan kaki atau menggunakan sepeda ke sekolah dan juga tidak
89
membuat rasa cemas saat dalam perjalanan menuju sekolah dengan dalih
kecelakaan saat diperjalanan atau macet saat perjalanan ke sekolah.
Keuntungan yang lainnya juga yaitu membuat kondisi peserta didik lebih
bugar datang ke sekolah karena tidak memakan waktu saat diperjalanan.
4. Dalam kebijakan sistem zonasi ini tentunya fasilitas sekolah harus
diutamakan. Dalam konteks pemilihan sekolah yang dianggap terbaik
untuk dimasuki anak-anaknya, fasilitas sekolah termasuk salah satu yang
dipertimbangkan orang tua murid, atau calon murid itu sendiri ketika
memilih sekolah. Fasilitas sangatlah menunjang untuk proses
pembentukan peserta didik agar lebih baik untuk kedepannya dan untuk
tenaga pendidik dan kependidikan agar bekerja secara maksimal, baik di
dalam kelas untuk kegiatan belajar maupun diluar kelas untuk kegiatan
olahraga ataupu ektrakulikuler. Dan untuk membuat suasana nyaman dan
kebersihan untuk dilingkungan sekolah baik itu mulai dari pos keamanan
untuk satpam, dan untuk pekerja kebersihan.
5. Setiap sekolah hendaknya selalu berupaya agar pendidikan yang
dikelolanya dapat menghasilkan produk yang berkualitas, yaitu produk
yang dapat memuaskan para pelanggan. Mutu di bidang pendidikan
meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan
dinyatakan bermutu jika siap berproses. Proses pendidikan bermutu
apabila mampu menciptakan suasana yang pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna. Output dinyatakan bermutu
jika hasil belajar akademik dan non akademik siswa yang tinggi. Outcome
dinyatakan bermakna apabila lulusan cepat terserap di jenjang pendidikan
selanjutnya yang mumpuni, ataupun di dunia kerja. Oleh karena itu,
pelayanan mutu pendidikan sangat dan perlu diterapkan oleh setiap
lembaga pendidikan mulai dari fasilitas fisik maupu fasilitas non fisik
seperti tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan yang berkualitas sesuai
dengan bidangnya. Agar bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya
terutama yang bukan pakai kebijakan sistem zonasi dan bisa menghasilkan
luluasan yang berkualitas baik akademik maupun non akademik.
B. Saran
Berdasarkan hasil dari penemuan dan simpulan yang telah dipaparkan,
maka peneliti menyarankan agar:
1. Dalam penerimaan peserta didik sistem zonasi diperlukannya perhatian
pemerintah untuk persyaratan terutama dalam hal keterangan tempat
tinggal dari Rukun Tetangga (RT) setempat. Karena banyak orangtua yang
memanipulasi data untuk persyaratan tersebut agar calon peserta didik bisa
sekolah di tempat yang diinginkan. Sebaiknya persyaratan tersebut di ganti
dengan surat Kartu Keluarga Asli.
2. Membuat 2 sekolah negeri di daerah khusus banyak penduduk agar daya
tampung untuk masyarakat lebih terjangkau. Karena temuan di lapangan
90
yang penulis dapatkan banyak masyarakat sekitar tidak tertampung
dikarenakan batas penerimaan di sekolah tersebut.
3. Meningkatkan SDM tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni
dalam bidangnya di sekolah negeri yang baru diadakan atau dibangun.
91
DAFTAR PUSTAKA
Amir B., Qualitative Researchin Sociology: An Introduction. London: Sage
Publication Ltd, 2000.
Chan, M. Sam dan Sam, T. Tuti, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Dewantara, Ki Hadjar, Bagian Pertama: Pendidikan, Yogyakarta: MLPTS, 2004.
Esterberg, Qualitative Methods in Social Reseach, Mc Graw Hill, New York, 2002.
Fattah, Nanang, Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Gardner, Howard. Frames of Mind. The Theory of Multiple Inteligences. New
York: Basic Books. 1983.
___________. Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, alih bahasa Alexander
Sindoro. Batam: Interaksara. 2003.
Good, Carter V., Dictionary of education, New York:Mc Graw Hill Book
Company. 1959.
Gorton, Richard A. and Gail Thierbach Scheineder, School Based Leadership:
Challenges and Oppurtunities. New York: Wm.C.Brown Publisher, 1991.
Hisbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Imron, Ali, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
_________. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2005.
Kadir, Abdul, dkk. Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Group,
2012.
Lupiyadi, Rambat, dan Hamdani, A., Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta:
Salemba Empat, edisi II, 2006.
92
Madjid, Abd. Analisis Kebiajkan Pendidikan. Yogyakarta: Samudra Marvesti,
2018.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al Ma’arif, 1976.
Martono, Nanang. Sekolah Publik Vs Sekolah Privat dalam Wacana Kekuasaan,
Demokrasi, dan Liberalisasi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. 2017.
Mazmanian, D. A. & Paul. A. Sabatier. Implementation and Public Policy.
London: Scott, Forestnan and Company. 1983.
Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004.
Miles. B Matthew dan Huberman, Michael. A., Qualitative Data Analysis. (1984),
Terj. Jetjep Rohendi Rohidi, Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press,
1992.
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
Dasar Pedidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta:
Rajawali Press, 2012.
Muhammad, Farouk dan Djaali, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bunga
Rampai, 2010.
Nugroho, Riant, Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008.
Prasetyo, Jati, Evaluasi Dampak Kebijakan Sistem Zonasi PPDB Terhadap
Jarak Tempat Tinggal Dan Biaya Transportasi Pelajar SMA di DIY. 2018.
Purwanti, Dian, Efektivitas Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru Sistem
Zonasi Bagi Siswa Rawan Melanjutkan Pendidikan (The Effectiveness of
New Student Admission of Zoning System Policy for Students Prone to
Continue Education), 2018.
Rohman, Arif, Politik Ideologi Pendidikan, Yogyakarta: Mediatama, 2009.
Rusdiana, Kebijakan Pendidikan (dari Filosofi ke Implementasi), Bandung: CV
Pustaka Setia, 2015.
Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2006.
93
Schult, David (Ed), Encyclopedia of Public Administration and Public Policy.
New York: Facts On File, Inc, 2004.
Soebahar, Halim, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru Sampai UU
Sisdiknas. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Soyomukti, Nurani, Teori-Teori Pendidikan: Dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-Russ Media, 2015.
Subarsono, AG., Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi,
Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2015.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV ALFABETA, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif dan R&D, Jakarta: ALFABETA,
2012.
Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: CV Alfabeta, 2010.
Suradi, Moh. Pengantara Pendidikan Teori dan Apliksi. Jakarta: PT Indek, 2012.
Suryadi, Ace dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu
Pengantar. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Syamsi, Ibnu, Kebijakan Publik, Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi,
Diktat Mata Kuliah Analisa Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1996.
Tilaar, H.A.R., Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan
Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Public.
Yogyakarta: Pusaka Belajar, 2008.
Tilaar, H.A.R., dan Nugroho, Riant., Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2008.
Tirtarahardja, Umar & La Sulo, S.L., Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta. 2008.
94
Triwijayanto, Teguh, Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2014.
Watt, T.T., Are Small School and Private Schools Better for Adolescents
Emotional Adjudtment. Sociology of Education, 2003.
Widayanti, Dewi dan Rosdiana, Weni, Evaluasi Kebijakan Penerimaan Peserta
Didik Baru Di Sman 22 Surabaya Tahun 2018, 2019.
Wulandari, Desi. dkk., Pengaruh Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui
Sistem Zonasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa, 2018.
DAFTAR JURNAL
Abidin, Muhammad Zainal dan Asrori, Peranan Sekolah Kawasan Berbasis Sistem
Zonasi dalam Pembentukan Karakter di SMP Negeri 15 Kedung Cowek
Surabaya, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1, 2018.
Akib, Haedar., IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Apa, Mengapa, dan Bagaimana,
Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Tahun. 2010.
Cash, Carol, & Twiford, Travis. Improving Student Achievement and School
Facilites in a Time of Limited Funding. International Journal of Educational
Leadership Preparation, Volume 4, Number 2 (April - June, 2009).
Hakim, Lukman, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Rakyat Sesuai Dengan
Amanat UNDANG-UNDANG Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016.
Haverly, Christa, et. al., “Making Space”: How Novice Teachers Create
Opportunities for Equitable Sense-Making in Elementary Science, Journal
of Teacher Education, Vol. 71(1), 2019.
Jabar, Cepi Safruddin Abd., PENCAPAIAN KEUNGGULAN PADA SMA NEGERI
DAN SWASTA BERKATEGORI UNGGUL DI KOTA BANDUNG, Jurnal
Penelitian Pendidikan, Vol 12 No. 2, Oktober 2011.
Pangaribuan, Elsa Nida, dan Hariyati, Nunuk. Implementasi Kebijakan Sistem
Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru Jenjang Smp Di Kabupaten Gresik,
Jurnal, Gresik: Unesa, 2019.
Perdana, Novrian Satria, Implementasi PPDB Zonasi Dalam Upaya Pemerataan
Akses Dan Mutu Pendidikan.Jurnal Pendidikan Glasser, vol 3, no 1, 2019.
95
Prenger, Rilana, et al., The Effects of Networked Professional Learing
Communities, Journal of Teacher Education, Vol. 70 (5), 2019.
Purwanti, Dian. dkk., Implementasi Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru
berdasarkan Sistem Zonasi di Kota Bandung, Jurnal GOVERNANSI, p-
ISSN 2442-3971 e-ISSN 2549-7138, Volume 5 Nomor 1, April 2019.
Purwanto, Erwan Agus dan Sulistyastuti, Dyah Ratih, Implementasi Kebijakan
Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Yogyakarta : Penerbit Gava
Media, 2012.
Rabiah, Sitti., Management of Higher Education in Improving the Quality of
Education, Jurnal Sinar Manajemen, Vol 6, No 1, 2019.
Rohman, Arif, Akar Ideologis Problem Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jurnal
Fondasia, Volume II, No-2, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UNY,
2002.
Rudi, Muhamad., Efektivitas Penerimaan Peserta Didik Menggunakan Sistem
Zonasi Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah, Jurnal Ilmu Pendidikan UNP,
2017.
Safarah, Azizah Arifinna dan Wibowo, Udik Budi, Program Zonasi Di
Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pemerataan Kualitas Pendidikan Di
Indonesia.Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 21, No.2, 2018.
Wahyuni, Dinar, Pro Kontra Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru
Tahnun Ajaran 2018/2019. Jurnal Info Singkat. Vol. 10 No. 14, 2018.
Prenger, Rilana, et al., The Effects of Networked Professional Learing
Communities, Journal of Teacher Education, Vol. 70 (5), 2019.
DAFTAR PERATURAN
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (TAP MPR No.
IV/MPR/1999).
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang no. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.
96
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas,
Sekolah Menengah Kejuruan, Atau Bentuk Lain Yang Sederajat.
DAFTAR WEBSITE
https://lampung.antaranews.com/berita/334930/penerimaan-siswa-sistem-zonasi-
hemat-transportasi-siswa di akses pada tanggal 07 April 2020 pada pukul
15.07 Wib.
https://www.123ish.com/id/entries/1312-alasan-sekolah-negeri-lebih-baik-dari-
swasta di akses pada tanggal 24 juni 2020.
https://sman1depok.sch.id/2020/05/13/daftar-siswa-yang-berhasil-mendapatkan-
undangan-ptn/ di akses pada tanggal 24 Juni 2020.
http://chilmarbuchari.blogspot.com/2014/07/daftar-murid-smanu-mht-yang-
diterima-di.html di akses pada tanggal 24 Juni 2020.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden :
Status Responden : Kepala Sekolah/Guru/Orangtua. (Lingkari)
Hari/Tanggal :
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
2. Semenjak kapan Bapak/Ibu berada di SMA Negeri 1 Depok?
3. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak/Ibu rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Sri Mulyani, S.Pd
Status Responden : Mewakili Kepala Sekolah (Bid. Bimbingan Konseling)
Hari/Tanggal : 11 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Saya taunya sekolah ini berdiri tahun 80 an, karna saya juga baru di SMAN 1
ini.
2. Semenjak kapan Ibu berada di SMA Negeri 1 Depok?
Saya disini dari bulan September 2018.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Sudah lumayan ya, sekarang itu pemerintah daerah, provinsi dan pusat lebih
peka terhadap anak-anak yang kurang mampu, kalau pemerataan pasti yang
dilihat anak-anak yang tidak mampu, karna biaya pendidikan lumayan besar.
Dimana-mana harus diterima dan diutamakan anak-anak tidak mampu dan
jangan sampai tidak sekolah, jadi akhir-akhir ini pemerataan pendidikan sudah
mulai bagus.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Alhamdulillah sudah, semuanya diterima khususnya anak-anak yang tidak
mampu terlebih dahulu. Dan ditambah lagi dengan sekolah negeri yang sudah
ada di tiap-tiap wilayah kota depok.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Semenjak tahun ajaran 2018/2019.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Alhamdulillah sudah mulai bagus, tidak ada diskriminasi antara anak-anak
yang mampu dengan anak-anak yang tidak mampu. Semua disamakan untuk
mendapat hak layanan pendidikan sesuai dengan aturan.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Mengisi persyaratan di website terlebih dahulu, setelah nanti dinyatakan lulus
dari pemerintah dinas pendidikan provinsi, barulah anak tersebut melengkapi
data fisik ke sekolah. Sekarang itu sudah transparan, jadi orangtua bisa
mengecek langsung dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
Kalau awal zonasi diberlakukan 2018 itu masih 1000an, tetapi untuk tahun
kedua ini membludak sampai 2000an sehingga waktu itu diberitakan di media
cetak, ataupun media sosial.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Disini itu ada 10 kelas, 1 kelasnya 36 siswa. Berarti ada 360 siswa yang
diterima.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Sama saja, baik sebelum zonasi dan sistem zonasi ini berlangsung. Ya
tergantung individunya juga.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iya betul, karna anak-anak disekitar sini bisa berjalan kaki ke sekolah, kan
radiusnya Cuma 400an meter. Ya gak jauh lah dari rumah mereka ke sekolah.
Jadi tidak memakai biaya tambahan lagi, mereka bisa berjalan kaki ke sekolah.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Bisa jadi seperti itu, kalau lama dijalankan sudah lemas duluan mungkin kena
macet diperjalanan. Kalau ini kan tidak karna jarak tempuh yang dekat,
otomastis membuat dia siap untuk datang kesekolah dengan kondisi fisik yang
bugar.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Fasilitas di sekolah disediakan untuk kenyamanan anak-anak, jadi diupayakan
dengan selogan sekolah ramah anak, jadi kita berusaha untuk menyamankan
anak dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Mau dia masuk jalur prestasi atau
hanya dengan murni jarak.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, biasanya melalui media sosial, media cetak.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Memasang spanduk di depan sekolah, biasanya juga ada masyarakat yang
menanyakan langsung ke sekolah. Apalagi sekarang-sekaran ini sudah mulai
banyak orang tua yang menanyakan ke sekolah untuk sistem zonasi ini.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau saya sebagai guru memandang segala sesuatu dengan positif, artinya
apapun kebijakan dari pemerintah kita jalankan sebaik mungkin. Pasti setiap
kebijakan itu ada pro dan kontranya. Tapi pada intinya kita terfokus dengan
siswa, mau bagaimana pun yang masuk kesini kita maksimalkan dengan sebaik
mungkin dengan kebijakan yang ada.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Ahmad Erwan, S.Th.I
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : 17 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Saya taunya sekolah ini ada tahun 80 an yang didirikan oleh gubernur jakarta
pada saat itu.
2. Semenjak kapan Bapak berada di SMA Negeri 1 Depok?
Semenjak tahun 2014.
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
Ya bagus, sangat di harapkan untuk masyarakat agar semua anak mendapatkan
pendidikan yang layak, tapi kalau untuk saat ini belum merata apalagi di
pedesaan atau di pelosok-pelosok sana mulai dari sarana prasarasan yang
kurang lengkap dan terkadang ada juga yang kurang tenaga pendidiknya.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Masih kurang merata ya kalau sekolah yang negeri. Harusnya setiap
kecamatan itu 2 sekolah negeri, agar masyarakat yang kurang mampu bisa
mengenyam pendidikan yang layak dan murah.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Dari tahun ajaran 2018/2019.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Alhamdulillah kalau untuk di SMA Negeri 1 sudah berjalan dengan baik,
paling yang menjadi kendala kita sebagai guru ya soal anak-anaknya yang
beragam tingkah lakunya. Karna penerimaan anaknya tidak sama waktu
sebelum zonasi.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Kalau dulu itu berdasarkan NEM yang paling tinggi, tapi kalau sekarang diihat
terlebih dahulu dari jarak dan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Baru
nanti yang berprestasi. Untuk penerimaannya yang jelas mereka mengisi
formulir terlebih dahulu. Itu aja saya taunya, karna saya bukan panitia PPDB.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
Yang mencalonkan diri jadi siswa 1000 an lebih.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
360 murid, karna ada 10 kelas, 1 kelasnya ada 36 siswa.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Melalui jalur zonasi peserta didiknya ini tidak kehadirannya sama saja. Hanya
di untungkan karna jarak yang dekat saja peserta didiknya.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iya betul, karna jarak tadim yang dekat.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Seharusnya iyaa, tapi kembali lagi ke siswa nya, karna ada juga siswa yang
ngegampangin mentang-mentang dekat ke sekolah, terus dilalai-lalaikan
akhirnya terlena dan buru-buru datang ke sekolah.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Insya allah terpenuhi, semuanya sudah lengkap untuk standarisasi dari
pemerintah.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Kalau waktu itu sudah di sosialisasikan, Cuma kurang maksimal aja sepertinya
dari Panitia PPDB Pusat Jawa Barat. Karna banyak masyarakat yang masih
belum paham, sehingga waktu tahun ini saja ada masyarakat datang ke sekolah
dari sebelum masuk waktu sholat subuh. Saya pun sebagai guru yang bukan
panitia kaget aja, kok masih ada yang seperti itu. Nah mungkin dari situlah
saya kira sosialisasinya kurang maksimal.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Melalui media online, waktu itu juga pernah kepala sekolah datang ke SMP di
kecamatan pancoran mas untuk mengsosialisasikan sistem zonasi ini.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Insya allah sudah, hanya saja pasti ada positif dan negatifnya, mungkin kalau
dari positifnya ya dari masyarakat yang bisa bersekolah di dekat rumah tanpa
mengeluarkan biaya yang lebih lagi. Dan negatifnya untuk sekolah, baik itu
dari citra sekolah, prestasi, dan guru nya juga. Karna yang masuknya di sini itu
tidak seperti dulu yang melakukan seleksi dengan ketak dan NEM yang tinggi.
Kalau sekarang siapa saja bisa masuk asalkan jaraknya tidak melampaui batas
yang telah ditentukan, ya mungkin ada murid yang berasal dari sekolah yang
kurang disiplinnya atau ada juga yang kurang dalam pembekalan ilmunya,
sehingga efeknya ke kita sebagai guru yang memberi materi dengan semenarik
mungkin agar bisa di cerna oleh semua anak. Dan untuk saat ini yang saya
rasakan tidaklah mudah.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Iwan Setiawan, S.Pd
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : 11 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Dulunya sekolah SMAN 1 ini masih kawasan bogor, tetapi pada tahun 70 apa
80 an baru di sah kan menjadi SMAN 1 Depok oleh gubernur jakarta pada saat
itu.
2. Semenjak kapan Bapak/Ibu berada di SMA Negeri 1 Depok?
Saya berada di SMAN 1 ini dari Tahun 2009
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
Belum merata ya, soalnya di tempat kelahiran saya aja di cianjur itu masih
banyak sekolah belum terfasilitasi sistem IT, bahkan dari segi tenaga
pengajarnya pun juga masih jauh dari kata pemerataan, masih banyak kurang.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Kalau untuk pembangunan sekolahnya sih sudah, Cuma kalau untuk tenaga
pendidik guru profesionalnya sepertinya belum merata.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Dari tahun ajaran 2018/2019, ya 2 tahun ini lah.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Alhamdulillah sudah baik, kita selalu mengikuti apa yang menjadi kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah juga, kalau dari untuk siswa, ya semua siswa kita
fasilitasi dengan baik dan dengan pelayanan yang baik juga tentunnya.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Untuk alur penerimaan, para orang tua calon murid mengisi biodata di web
terlebih dahulu, setelah nanti diterima baru mengisi biodata yang telah
disediakan oleh panitia PPDB SMAN 1 Depok.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
Lupa saya, yang jelas hampir 2000 calon peserta didik
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Disini sudah ada 10 rombel, 1 rombel 36 murid berarti ada 360 murid yang
diterima.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Menurut saya tidak terlalu ada perubahan, dibandingkan sebelum sistem zonasi
dengan sekarang. Mungkin itu tergantung pada individunya masing-masing.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Pasti, karna lebih dekat dengan sekolah dan bisa berjalan kaki.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iya karna dia tidak jauh dari sekolah dan tidak terkena macet juga di
perjalanan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Kalau di SMAN 1 alhamdulillah sudah memenuhi, karena kita sudah ISO 2008
dan dari segi fasilitas sarana dan prasarananya pun sudah memadai semua.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Saya kira sudah ya, dan masyarakat sudah banyak tau juga tentang sistem
zonasi ini melalui media sosial.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kita memasang spanduk di depan sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau menurut saya belum, maksudnya itu belum efektif untuk kehadiran
siswa, kalau untuk KBM pun juga lebih bagus sebelum adanya sistem zonasi,
karna kami sebagai guru pun merasa betul memberikan pembelajaran kepada
anak-anak sistem zonasi, karna itu tadi, murid yang disini itu walaupun NEM
nya kecil tapi dengan jarak yang dekat dia tetap bisa masuk asalkan memenuhi
syarat yang telah ditentukan. Mungkin ini menjadi tantangan lebih buat kami
para guru.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Fani
Status Responden : Orang Tua
Hari/Tanggal : 17 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Sebelum saya tinggal di sekitaran SMA Negeri 1 Depok ini saya taunya
sekolah ini sudah ada, jadi saya tidak tau persis kapan sekolah ini didirikan.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 1 Depok?
Dari tahun 1998
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Belum merata, yang di kota aja masih banyak yang belum layak dikatakan
sekolah, mulai dari tenaga pendidik profesionalnya, sarana prasarana, dan lain-
lain.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Belum.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Mulainya dari 2 tahun belakangan ini tahun 2018
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Sudah bagus, saya pun sebagai orangtua merasa puas dengan layanan
pendidikan sistem zonasi pada saat ini.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Saya mengambil formulir dahulu, setelah itu baru mengambil nomor antrian,
dan memberikan pemberkasan ke panitia.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
Di atas 1000 kayaknya
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Yang diterima 300 an
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Sama aja saya melihatnya.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Menghemat sekali ya, mau ngapa-ngapain ke sekolah tinggal jalan kaki aja,
baik anak ataupun saya sendiri sebagai orang tua.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iyaa, khususnya untuk anak saya, yang da penyakit asma, jadi karna
sekolahnya dekat alhamdulillah jadi terbantu karena tidak kelaam di jalan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Iyaa memadai sekali, sangat menunjang kemampuan murid.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Kalau melalui media sosial sudah ya. Tapi kalau langsung sepertinya tidak ada.
Kalau pun ada sepertinya belum maksimal.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kalau saya dari teman saya anaknya yang sudah masuk di sini. Sepertinya di
infokan ke orangtuan angkatan sebelumnya, jadinya dari mulut ke mulut aja.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Alhamdulillah, sejauh ini saya merasakannya telah bagus, karna sangat banyak
menguntungkan kami sebagai orangtua.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Rika Zahlia
Status Responden : Orang Tua
Hari/Tanggal : 17 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Saya tidak tau persis, yang saya tau yang umumnya saja, seperti SMA N 1 ini
sekolah favorit, terus yang muridnya terus berprestasi dan Kedisiplinannya
yang tinggi.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 1 Depok?
Dari tahun 2004.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Ya harus lah, karenakan semua anak ingin berkembang, ingin masa depan nya
cerah dan membahagiakan orangtua.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Sudah, soalnya di kota depok pendidikan sudah meningkat dari tiap tahunnya.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Kalau tidak salah saya dari tahun kemarin 2018.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Alhamdulillah baik, mulai dari sekolahnya yang sudah memfasilitasi
mumpuni, dan guru-gurunya membimbing dengan baik.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Kita mengambil formulir, ambil nomor antrian, setelah itu baru verifikasi data
fisik. Yang mengupload ke website nanti pihak sekolah, nanti kita tinggal lihat
jurnal, anak kita ada di urutan ke berapa.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
1000 an lebih laah. Berapa pastinya saya lupa.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
300 an peserta didik.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Meningkat ya, karna gampang di pantau ke rumah kalau ada kendala dengan
kehadiran oleh pihak sekolah.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iyaa pasti menghemat, kan dekat dari sekolah.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iya, ya gak kena macet, kalau berangkat agak siangan dikit pasti macet dan
kelamaan di jalan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Alhamdulillah sudah kalau untuk SMA Negeri 1 ini.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, sebelum anak saya lulus pun sebenarnya saya sudah tau.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kalau anak saya kan ada di SMP 5 tadinya, nah biasanya kepala sekolah SMP
5 mengundang kepala sekolah SMA Negeri 1 untuk sosialisasi.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Sudah berjalan dengan baik ya, tapi sepertinya masih kurang sekolah negeri
nya. Ya minimal 2 per kecamatan lah.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Safi’i
Status Responden : Orangtua
Hari/Tanggal : 17 Februari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Depok?
Kalau dari awalnya saya tidak tau ya, soalnya saya tinggal disini itu sekolah ini
sudah ada. Tapi dari informasi yang beredar, sekolah SMA 1 ini ada semenjak
tahun 80 an.
2. Semenjak kapan Bapak tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 1 Depok?
Saya tinggal disini tahun 1999 atau 2000.
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
kalau itu terjadi sangat bagus sekali ya, soalnya di desa-desa itu kebanyakan
ada sekolah yang tidak ada muridnya. Jangan kan di kota, mungkin di kota-
kota pun juga mempunyai masalah di pemerataan pendidikan ini. Ya
contohnya saja sebelum adanya sistem zonasi ini banyak siswa yang
mendaftarkan dirinya ke sekolah-sekolah yang favorit. Dan itu menjadi
ketimpangan untuk sekolah-sekolah yang tidak favorit dalam segi hal
muridnya.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Belum, perlu di tambahnya sekolah Negeri, khususnya di kejuruannya ya.
Karna saya lihat belum meratanya sekolah Negeri kejuruan di kota Depok ini.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 1 Depok?
Mulai diterapkannyan 2 tahun belakangan ini. Tahun ajaran 2018/2019.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Ya kalau saya perhatikan semakin kesini semakin membaik, artinya murid
semakin lama semakin diperhatikan, terutama pendidikan akhlaknya.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 1 Depok?
Memang waktu itu saya langsung ke sekolah mengisi formulir dan melengkapi
dokumen berbentuk fisik saja.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 1 Depok?
Informasi yang saya dengar itu 1000 lebih
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Berapa pastinya saya tidak tau, mungkin sekitar 300 sampai 350 murid yang
diterima.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 1 Depok?
Tidak banyak pengaruh ya, sebelum ada zonasi pun untuk kehadiran pun sudah
bangus, dulu itu mungkin niatnya beda ya, anak itu termotivasi untuk hadir ke
sekolah karna sekolah ini favorit dan bagus, tapi kalau sekarang karna sistem
zonasi ya mungkin dekat, ya sama saja.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Saya rasa iya, karna anak saya tinggal nyebrang aja ke sekolah, beda seperti
kakaknya dulu yang sekolah jauh dari rumah di sawangan sana yang
membutuhkan tambahan uang itu transportasinya.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Saya kira benar, terkadang anak yang sekolahnya jauh ada kendala di jalan,
bisa aja macet di jalan atau belum lagi ditilang polisi dan sebagainya, kalau
dekat kan tinggal jalan kaki saja kesekolah dan tambah bugar lah karna sudah
olahraga duluan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Saya kira sudah cukup lah ya, walaupun lahannya yang kurang luas, tapi
fasilitasnya sudah memadai.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Menurut saya kalau dari pemerintah sudah cukup bagus ya. Kita juga banyak
melihat dari internet atau media sosial.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 1 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Ada kurang sosialisasi dari sekolah, karna banyak orangtua yang belum tau, ya
seperti tahun kemarin ya, banyak masyarakat itu datang ke sekolah masih
gelap dan bahkan ada dari jam 2 malam sudah mangkal di depan sekolah.
Karna menurut mereka yang duluan daftar yang akan diterima. Makanya
mereka bela-belain datang ke sekolah sampai larut malam begitu, padahal
kenyataannya kan tidak. Jarak, prestasi lah yang akan menentukan. Sosialisasi
seperti ini lah yang kurang kepada masyarakat yang dilakukan sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Saya kira kalau sudah berjalan baik mungkin sudah, tapi yang saya lihat itu
dampak dari sistem zonasi ini yaa, artinya seperti yang saya rasakan dari
tahun-tahun sebelumnya. Dulu itu anak-anak yang masuk ke SMA 1 Depok ini
memang terjaring sangat ketat sehingga menghasilkan anak-anak yang
berkualitas, baik itu dari segi tingkah laku, prestasi dan lain hal sebagainya.
Tapi semenjak adanya sistem zonasi ini jadi bercampur anak-anaknya.
Tercampur dalam artian anak-anaknya siapa aja bisa masuk karna melihat dari
jarak. Baik itu kurang pintar, atau tingkah lakunya yang belum baik. Sehingga
pertaruhan nama SMA Negeri 1 yang tadinya baik di mata masyarakat. Ini lah
mungkin yang menjadi tantangan untuk kedepannya bagi sekolah.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Sri Irlandarini, S.Sos
Status Responden : Mewakili kepala sekolah (WaKaBid. Kurikulum)
Hari/Tanggal : Kamis, 30 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
SMAN 6 Depok ini berdiri tahun 2003 yang menjawab kebutuhan masyarakat
dengan adanya sekolah negeri, tetapi pada saat itu belum ada fasilitas gedung,
sehingga pemerintah kota depok mencari lokasi dan gedung yang akan
digunakan. Selama 1 tahun kita masih menumpang di sekolah swasta di
kelurahan limo. Dan tahun berikutnya barulah gedung SMAN 6 Depok ini.
Masih dengan lokal yang terbatas, dengan hanya 3 lokal dan 1 ruang guru,
akhirnya kita menerapkan sistem masuknya pagi siang. Tetapi antusias
masyarakat pada saat itu masih kurang kepada sekolah negeri. Akhirnya kita
jemput bola, mengajak masyarakat untuk sekolah di SMAN 6. Dan ini tahun
pertama saja, untuk tahun-tahun berikutnya barulah masyarakat tingat minat
masyarakat itu mulai tinggi sehingga sekolah menambah ruang kelas 3 lagi.
Sistem masuk pagi sore pun bertahan sampai 2009. Awal tahun itu, sekolah
SMAN 6 Depok ini hanya sebatas batu loncatan, kebanyakan hanya sampai
pada pertengahan semester atau 1 semester saja, habis itu pindah ke SMA
Negeri yang udah punya nama, makanya kita kehabisan siswa. Kata mereka
yang penting masuk negeri dulu.
2. Semenjak kapan Ibu berada di SMA Negeri 6 Depok?
Saya mulai mengajar di SMAN 6 itu dari tahun 2006
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Kalau secara umum saya setuju dengan adanya pemerataan pendidikan,
awalnya dan biasanya kita membeli/membuat rumah itu tidak melihat jarak
rumah ke sekolah. Tapi kemudian akhirnya kemacetan terjadi disana sini,
penyebabnya itu karna jarak yang ditempuh jauh sehingga angka
keterlambatan yang tinggi. Mungkin itu salah satu alasan diterapkannya
pemerataan pendidikan agar semuanya terakomodir untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih baik. Jadi bukan hanya di kota aja tetapi di daerah
pinggiran juga.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya melihat belum, terutama untuk SMA itu belum merata. Kenapa, karna
memang sekolah itu ada yang saling berdekatan. Terus di tambah dengan SMP
itu tidak seimbang, SMP Negeri di depok saja sudah 26 sekolah, terus di
tambah lagi dengan swastanya. Artinya output dari SMP itu untuk terserap ke
sekolah SMA Negeri, karna SMA Negerinya hanya ada 13 sekolah. Itu
sebabnya belum merata.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Dalam setiap PPDB itu kita selalu mengikuti aturan pemerintah, zonasi itu
sebenarnya bukan baru-baru ini, dulupun sebenarnya sudah ada tapi namanya
itu bina lingkungan yang tupoksinya melihat anak-anak yang ada di sekitar
lingkungan sekolah. Cuma dulunya persentasenya itu tidak diatur seperti
sekarang. Dan pada akhirnya pak menteri pada saat itu menerapkan sistem
zonasi, yaitu zonasi jarak sampai saat ini.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Secara umum menurut saya ya hanya biasa-biasa saja. Harusnya kalau melihat
dengan zonasi jarak, siswa kita itukan rumahnya tidak jauh dari sekolah, itu
akhirnya pelayanan kita jauh lebih mudah, ketika ada permasalahan atau kita
mau berkomunikasi dengan orang tua itu lebih dekat. Terus dengan persepsi
kita dengan adanya sistem zonasi jarak ini akan menekankan tingkat
keterlambatan siswa datang ke sekolah. Tetapi terkadang harapan tidak selalu
sesuai dengan kenyataan. Justru yang rumahnya dekat mempunya
kecendrungan untuk datang terlambat karna mungkin pemikiran mereka karena
rumahnya dekat.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Ya kita telah melakukan sosialisasi dengan diadakan sosialisasi dari kelurahan,
jadi itu kelurahan mengundang pihak sekolah dan masyarakat sekitar datang ke
kelurahan untuk memberi tau kepada masyarakat dengan diadakan PPDB
sistem zonasi jarak. Tetapi kebanyak masyarakat sudah pada tau. Terus kita
juga membuat spanduk untuk di bentangkan di depan sekolah berikut dengan
persyaratan-persyaratan yang harus di lengkapi dan alur-alunya juga.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Untuk calon peseta didik yang mendaftar dalam sistem zonasi ini sekitar 700
lebih, maksudnya masih di tahap angka 700 an.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Kalau untuk penerimaan itu karna ini sistemnya di atur oleh pusat langsung,
bukan dari sekolah, yaitu 324 peserta didik kalau disesuaikan dengan kelas
yang ada. Disini kelas ada 9 untuk peserta didik baru dikalikan saja tiap
kelasnya 36 peserta didik.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Seperti saya jelaskan sebelumnya. Kalau idealnya kan gitu ya rumah semakin
dekat justru tidak terlambat. Tapi kadang-kadang ada sesuatu yang dipaksakan,
misalkan anak itu tidak mau sekolah di SMA negeri dekat rumah karna
aturannya yang ketat, tapi ketika orang tua sudah ngomong mempunyai hak
untuk daftar disini, itu yang mereka gunakan. Akhirnya terjadilah seperti ini.
Mungkin dulunya waktu SMP, mereka kurang disiplin atau aturan sekolahnya
yang kurang kedisiplinannya, ketika masuk sekolah negeri dengan aturan
terlalu ketat, akhirnya mereka belum siap sepenuhnya.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Ya sangat membantu untuk keuangan orangtua, apalagi sekarang itu sudah
memakai sitem zonasi jarak, yang tahun ini aja jarak balik jauh aja 500 meter.
Artinya juga mengurangi yang membawa transportasi pribadi dan mengurangi
kemacetan juga. Tapi nyatanya gak juga, mereka masih bawa motor masing-
masing ke sekolah.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Itu memang idealnya mereka datang kesekolah lebih rapih, seger, dan fress.
Cuma kayaknya tidak ada perbedaan yang signifikan juga antara yang jauh dan
yang dekat. Karena yang dekat juga kadang-kadang terlalu di anggap enteng,
jadi keteki mendekati jam masuk, mereka baru buru-buru datang ke sekolah.
Ada yang lari-larian juga sehingga kondisi fisik mereka tidak fress dan segar
lagi.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Secara umumnya, mungkin belum ya. Karena saya liat masih ada sekolah yang
belum mempunyai kedung sendiri atau masih numpang dengan sekolah lain.
Dan ada juga fasilitas di dalam sekolah tersebut belum lengkap juga.
Contohnya saja di SMA Negeri 6 ini, kita belum punya aula. Tapi kalau untuk
yang lainnya sudah.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, bahkan banyak juga masyarakat itu sudah tau dengan adanya
penerimaan murid baru melalui sistem zonasi.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kalau untuk sosialisasi sudah kita lakukan, baik itu memenuhi undangan
datang ke kelurahan, ataupun kita mengunjungan SMP yang satu kelurahan
dengan kita, ada juga kita mengundang warga sekitar untuk mengsosialisasikan
nya. Dan juga kita mengsosialisasikannya melalui media cetak dengan
membuat banner dn di pajang di depan sekolah beserta dengan syarat-syarat
yang harus dipenuhi.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Menurut saya sudah ya, tapi ada sisi positif dan sisi negatifnya, kalau sisi
positif mungkin, masyarakat yang ekonominya yang menegah kebawah bisa
sekolah di negeri walaupun NEM nya rendah. Artinya masyarakat itu
diuntungkan dengan adanya sistem zonasi ini. Sedangkan negatifnya adalah
pada hakikatnya sekolah ini kan berkompetisi. Ketika sekolah itu di lihat dari
jarak saja ditambah NEM nya kecil, justru semangat untuk berkompetisinya
sangat kurang sekali. Di tambah saya melihat ada tindakan kecurangan yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, maksudnya ada anak yng rumahnya
tidak di wilayah disitu, terus dia mengontrak rumah untuk mendapatkan
domisinya saja, karna kan syarat masuknya harus ada keterangan surat
domisili, setelah domisili itu dapat, dia balik lagi ke rumah aslinya. Itu ada
beberapa kasus yang saya temukan seperti itu.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Dra. Budewi Intan, M.Pd
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : Kamis, 30 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
Ya setau saya SMA N 6 Depok ini berdiri pada tahun 2013.
2. Semenjak kapan Ibu berada di SMA Negeri 6 Depok?
Saya disini itu semenjak 2015.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Program pemerataan pendidikan yang dilakukan pemerintah sangatlah bangus
untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Bagaimana nantinya itu tiap kota
ataupun di desa mempunyai pendidikan yang mumpuni untuk melakukan
proses belajar mengajar. Itu bagi saya sangat bagus sekali agar tidak jadi
ketimpangan nantinya dengan adanya embel-embel sekolah favorit.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Sebelum saya di SMAN 6 Depok ini, tadinya saya menjadi guru di SMAN 1
Depok selama 10 tahun, kalau saya lihat pendidikan di kota depok itu belum
merata, karena masih ada sekolah yang gedungnya masih berbagi dengan
sekolah lain, dan yang numpang itu adalah sekolah negeri sendiri.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Menerapkan sistem zonasi di SMAN 6 Depok ini yaitu pada tahun ajaran
2018/2019, jadi sudah 2 tahun belakangan ini SMAN 6 Depok
menerapkannya.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Untuk layanan sendiri, khususnya di SMAN 6 Depok sudah berjalan dengan
baik, hanya saja kita kekurangan aula saja, selebihnya alhamdulillah terpenuhi,
bahkan kita sudah memakai sistem komputer untuk semua jenjang ujian
ataupun ulangan, dan sampai saat ini hanya SMAN 6 Depok yang masih
menerapkannya.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Alur penerimaan untuk penerimaan sistem zonasi ini, ya biasanya dilakukan
sosialisasi atau penyuluhan terlebih dahulu di kantor kecamatan, tapi
kebanyakan sekarang masyarakat sekitar sudah pada tau tentang sekolah
sistem zonasinya. Dan yang diterima nantinya itu diseleksi oleh sistem dinas
pendidikan pusat yang ada di bandung, tidak dari sekolah asal. Yang untuk di
sekolah hanya mengisi formulir yang telah disediakan dari sekolah saja.
Selebihnya di upload melalui website yang telah diberitau.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Sebelum penerapan sistem zonasi, Yang mendaftar tadinya itu selama saya di
sini tahun 2015 itu sampai 1000an, tapi setelah sistem zonasi ini yang daftar
hanya 600 sampai 700 an.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Penerimaan setiap tahunnya pada sistem zonasi ini yaitu 324 peserta didik
terdiri dari 9 kelas yang isi tiap kelasnya 36 siswa.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Ya, ada perubahanlaah untuk kehadiran, tapi tidak signifikan.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Ya mungkin ada penghematan biaya. Tadinya yang kebanyakan jauh dari
sekolah, tapi sekarang malah dekat jarak untuk di tempuh ke sekolah. Tapi
yang sedikit disesali, para peserta didik masih menggunakan motor ke sekolah,
hanya 1-15 orang yang berjalan kaki ataupun naik sepeda.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iyaa betul, karna jarak tempuh yang dekat membuat mereka tidak berlama-
lama di perjalanan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Kalau dari segi fasilitas ya memadai dari segi sarana dan prasarana, pemerintah
terus memberikan bantuan apapun itu untuk menunjang sarana dan prasarana.
Hanya kekurangan aula saja, karna tidak ada lahan lagi.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Saya rasa sudah, dan sudah banyak juga masyarakat yang akan sistem zonasi
ini.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Biasanya kita di undang ke kantor kelurahan, di situ nanti akan
disosialisasikan. Dan juga melalui media cetak seperti memampangkan banner
di depan sekolah dan lengkap dengan aturan serta syarat-syaratnya.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Sebenarnya ada plus dan minusnya sih untuk sistem zonasi ini, kalau plus nya
yang mana tadinya anak-anak yang ekonominya menengah ke bawah bisa
bersekolah di sekolah negeri agar tidak terlalu memakan biaya, tapi minusnya
di sistem zonasi ini kualitas peserta didik, yang mana peserta didik yang nilai
ujiannya rendah bisa masuk di sekolah negeri. Dan ini menjadi tantangan
tersendiri bagi kami para guru.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Setiawati, M.Hum
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : 30 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
Sekolah SMAN 6 Depok ini berdiri semenjak 2003, setau saya sekolah ini
berdiri pertama kalinya hanya ada tiga kelas, karna tidak lama sekolah ini ada,
saya pun sudah mengajar di sekolah ini.
2. Semenjak kapan Ibu berada di SMA Negeri 6 Depok?
Dari tahun 2006.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Otomatis belum ya, karna terbatasi oleh batasan geografis yang kepulauan
kemudia ada daerah yang terisolir, otomatis belum terlaksana secara maksimal
di Indonesia, ketersediaan sarana prasarana pendidika juga belum mumpuni,
apalagi berbicara kualitas. Mungkin kalau wajib belajar 12 tahun sudah banyak
di daerah Indonesia yang telah melaksanakannya. Tetapi kalau untuk kualitas
masih jauh dari harapan karna kebanyakan hanya terpusat di kota-kota besar
saja. Sedangkan untuk di pedesaan itu belum terpenuhi secara maksimal
kualitas yang ingin di wujudkan.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Kalau di kota depok depok sendiri, belum merata. ya masih ada sekolah negeri
di kota Depok yang numpang atau belum mempunyai gedung.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Zonasi di SMAN 6 Depok ini sudah berjalan 2 tahun dari 2018 waktu
walikotanya masih pak muhajir.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Kalau layanan pendidikan secara umum yang saya rasakan belum memuaskan.
Masih banyak ketimpakan saya lihat, terutama di daerah-daerah pinggiran atau
desa-desa terpencil. Pernah saya baca berita, ada sekolah yang ada muridnya,
tetapi tidak ada atau tidak lengkap gurunya karena sekolah itu terletak di
pedesaan terpencil, dan yang mengajar disana hanya warga disana saja.
Alasanya karna sekolah itu terlalu jauh dan tidak didukung sarana transportasi
yang memadai, dan sarana prasaranan di sekolah tersebut. Kalau untuk di
SMAN 6 depok, Alhamdulillah layanan disini sudah cukup baik, hanya saja
kita kekurangan aula saja. Tapi selebihnya Alhamdulillah memadai.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Alur penerimaan untuk PPDB Sistem zonasi di SMAN 6, mengisi formulir
terlebih dahulu, setelah itu baru melakukan pengaksesan upload berkas di
website dinas pendidikan Jawa Barat. Untuk menentukan terima tidak
diterimanya, itu dilakukan oleh dinas pendidikan pusat, bukan sekolah yang
menentukan.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Dulu semenjak saya disini dan belum menerapkan sistem zonasi yang ada pada
saat ini, yang mendaftar ke SMAN 6 Depok 300 dan terus bertambah tiap
tahunnya, bakan pernah sampai 1000an lebih. Tapi semenjeka sistem zonasi,
yang mendaftar hanya 600 sampai 700 an.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Kalau untuk penerimaan peserta didik baru sistem zonasi itu ada 324 peserta
didik. Terdiri dari 9 kelas, setiap kelasnya berisi 36 peserta didik, mungkin
insya allah tahun ajaran baru nanti di tambah 1 kelas lagi, menjadi 10 kelas.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Untuk kehadiran tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, maksudnya
perbedaan itu ada, tetapi tidak beda jauh dari sebelumnya.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iya betul, tentu jarak tempuh peserta didik tidak terlalu jauh dari sekolah,
berbeda waktu sebelum diterapkannya sistem zonasi, jarak tempuh siswa ke
sekolah lumayan jauh.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iya, karna tadi jarak tempuh ke sekolah, selain menghemat biaya transportasi,
keadaan siswa ke sekolah pun lebih fres dan bugar karna jarak yang tidak jauh
ke sekolah.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Kalau untuk fasilitas sekolah secara umum belum memadai, banyak sekolah
yang misalnya belum punya gedung sendiri, atau fasilitas-fasilitas sarana
prasarana yang mendukung, khususnya untuk pembelajaran. Kalau di SMAN 6
Depok ada satu fasilitas yang kurang, yaitu kita belum punya aula. Selebihnya
Alhamdulillah sudah ada.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Kalau sosialisasinya mungkin sudah. Karena sebelum pembukaan PPDB,
biasanya tiap2 kelurahan mengadakan sosialisasi di kantor kelurahan dengan
mengundang sekolah Negeri yang ada di kawasan tersebut, dan mengundang
sebagian warga yang termasuk dalam kelurahan tersebut.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Pertama, sosialisasi langsung dengan mengadakan pertemuan di kantor
kelurahan. Kedua, kami memasang media cetak, seperti banner di depan
sekolah lengkap dengan persyaratan untuk mendaftar melalui sistem zonasi.
Dan secara umumnya pasti.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau pandangan saya pada sistem zonasi pada saat ini ada nilai positif dan
negatifnya kalau nilai positifnya seperti yang saya katakan sebelumnya, oke
saya setuju dengan adanya pemerataan pendidikan untuk anak bisa bersekolah
di negeri dengan biaya yang tidak terlalu masalah dibandingkan dengan
swasta, itu menurut pendapat saya kalau swasta itu mahal bayaran SPP dan
lain hal sebagainya. Tapi kalau untuk kualitas itu sangat jauh dengan apa yang
diharapkan. Apalagi untuk persaingan yang kompetitif, kebanyakan anak yang
mempunyai Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang rendah walaupun dia bisa
dikatakan lulus dari bangku SMP dapat masuk di sekolah negeri karna sistem
zonasi tadi, dan bergabung dengan anak yang nilai NEM nya tinggi dalam satu
kelas, saya sebagai guru sulit memberikan materi apabila anak yang
mempunyai kemampuan yang rendah menyerap daya pembelajaran yang
tinggi, otomatis anak tadi pun tidak bisa belajar secara maksimal, kalau saya
bedakan materinya, otomatis memakan waktu yang lebih lama lagi dan relatif
tidak efektif untuk pembelajaran di kelas. Walaupun ini tantangan bagi kami
para guru, tapi melihat keadaan yang ada dilapangan akan sangat sulit untuk
kedepannya apalagi bersaing dengan sekolah lain, misalkan sekolah-sekolah
swasta yang unggulan. Nah ini yang menjadi hal negatif dari sistem zonasi
yang diterapkan pada saat ini menurut saya. Solusi dari saya harusnya
pemerintah membuat kelas khusus dan penerimaan dan pendataan bagi peserta
didik yang mempunyai NEM tinggi untuk sekolah-sekolah negeri. Agar apa,
disitu nanti sekolah bisa menerapkan daya saing yang kompetitif dengan
sekolah swasta unggulan. Tidak menyatukan peserta didik yang nilainya
rendah dengan peserta didik yang nilai NEM tinggi.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Syahrul Amin
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 31 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
Awalnya sekolah ini itu kebun karet. Kemudian di tahun 2004 itu baru
didirikan gedung SMA Negeri 6 Depok ini. Waktu itu adanya nama SMAN 6
depok ini tahun 2003.
2. Semenjak kapan Bapak tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 6 Depok?
Saya tinggal di wilayah SMA ini semenjak lahir tahun 1971.
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
Pemerataan pendidikan memang penting. Karena begini, kebanyakan di suatu
wilayah itu tidak ada sekolah negeri.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya rasa sudah ya. Tapi kalau bisa Ya minamal tiap kecamaan itu 2 sekolah
Negeri lah.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Kalau tidak salah saya 2 atau 3 tahun ini.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Ya bagus kalau apa yang saya rasakan. Mulai dari bantuan buku dan untuk
kegiatan lainnya di sekolah.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Saya dan anak mendaftarkan diri ke sekolah, nanti ada pengarahan dari sekolah
bagaimana tahapan-tahapannya. Dan itu melalui website. Dan setelah diterima
baru kita daftar ulang ke sekolah mengisi formulir-formulir yang telah
disediakan oleh sekolah.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Pas saya mendaftar itu, sudah mencapai angka 500 an, saya lupa berapa
pastinya.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Mungkin sekitar 300 atau 400 an, waktu itu saya tanya sama anak saya berapa
temannya sekelas, dia jawab 34 apa 36 gitu saya lupa.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Kalau anak saya sih alhamdulillah sebelum waktu masuk, dia sudah berangkat
sekolah ya minimal 20 menit sebelum bel masuk. Tapi ketika saya berangkat
kerja saya lihat masih ada aja yang terlambat.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Menghemat sekoli ya, yang mana dulunya anak saya waktu SMP itu jauh dari
tempat tinggal, jadi lumayan menguras keunagan juga, belum lagi nantinya
macet di jalan ke sekolahnya.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Ya betul, karna jarak dari rumah ke sekolah yang terlalu dekat.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Ya kalau bisa memadailah untuk sekolah yang menerapkan sistem zonasi biar
menunjang untuk anak-anak lebih giat lagi belajarnya. Tapi untuk SMAN 6
Depok sendiri saya lihat waktu mendaftar mungkin sudah memadai dan sudah
lengkap dari sarana dan prasarannya.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, saya lihat di media sosial dan media cetak sepertinya sudah di
sosialisasikan. Di tambah ada pemberitahuan dari kelurahan, RW, dan RT.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kalau sekolah SMAN 6 Depok memanggil warga untuk hadir ke sekolah, tapi
sepertinya saya tidak mengikuti kegiatan sosialisasi yang dilakukan SMAN 6
Depok waktu itu.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Ya alhamdulillah menurut saya sudah berjalan dengan baik. Sudah bagus, dan
sangat membantu sekali dengan keadaan ekonomi kami yang tidak berlebihan
banyak.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Nouva Rita Lumintang
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 31 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
Saya tidak tau betul berdirinya kapan SMAN 6 ini, tapi semenjak saya tinggal
disini, ini sekolahnya sudah ada.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 6 Depok?
Sudah 15 tahun saya tinggal di kota depok khususnya di kelurahan limo.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Untuk membicarakan pemerataan pendidikan mungkin ada perbedaan antara
yang di kota dan di desa. Apalagi sekarang sudah menggunakan IT, bisa jadi
untuk daerah-daerah yang belum terjangkau dengan internet mungkin itu agak
sulit, berbeda dengan yang ada di kota. Sekarang kan sudah pada
menggunakan IT semua.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya rasa ya sudah, kita lihat saja dari guru, alhamdulillah saya lihat sudah
sesuai dengan bidang studi yang dia ampuh, tidak berbeda dengan apa yang dia
ambil di semasa kuliah dahulu.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Sistem zonasi di SMAN 6 depok ini sudah 2 atau 3 tahun belakangan ini.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Ada plus dan minusnya ya, dulu SMA 1 itu terkenal dengan sekolah yang
unggul, karna disana yang di pioritaskan adalah NEM. Kalau sekarangkan
tidak, anak mau NEM berapapun asal Lulus, dia bisa masuk di sekolah
tersebut. Sedangkan kalau untuk ekonominya menengah kebawah ya mungkin
terbantu.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Alurnya itu nanti kita ngisi biodata di web yang telah disediakan, dan nanti
disuru milih mau sistem zonasi yang mana, ada yang murni jarak, prestasi, atau
kombinasi (jarak+prestasi)
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Waktu itu saya mendaftar sudah 700 an nama-nama yg sudah mendaftar.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Kalau itu saya kurang tau persis, mungkin satu kelasnya 32-36 murid per kelas.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Ya jelas berpengaruh, seandainya rumah mereka jauh, otomatis diperjalanan
mereka kena macet, karna daerah kelurahan limo ini kalau pagi macetnya
dimana-mana. Kalau rumahnya dekat kan bisa jalan kaki.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Menghemat sekali kalau saya rasakan. Karna kalau sekolahnya jauh, otomatis
berapa biaya yg harus dikeluarkan, apalagi kalau pakai jasa online kayak gojek
atau grab pasti lebih besar lagi. Kalau rumahnya dekat kan bisa jalan kaki
kalau seandainya ada sepeda ya naik sepeda saja.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Seharusnya lebih fress dan bugar ya karena dekan dengan sekolah. Kalau
jauhkan sampai di sekolah udah pada keringetan, atau lecek karna lama di
jalanan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Saya rasa sudah lengkap karena sepenuhnya di tanggung sama pemerintah.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, kebanyakan melalui media sosial dan dari kelurahan juga sudah di
sosialisasikan juga. Dan itu dilakukan sebelum jauh-jauh hari PPDB.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Waktu itu kita pernah di undang ke sekolah untuk pemberitahuan PPDB zistem
zonasi, bagaimana alur dan lain sebagainya. Dan di depan sekolah biasanya
terpampang banner PPDB sistem zonasi.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Saya rasa sudah, dan saya pribadipun sangat terbantu dengan adanya sistem
zonasi ini dengan anak saya bisa bersekolah di sekolah negeri dan tidak
mengeluarkan biaya yang terlalu besar dengan ekonomi kami yang menengah.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Syamsiyah
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 31 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 6 Depok?
Saya tidak tau sejarah persisnya, karna saya tinggal disini dari tahun 2008 dan
sekolah ini sudah ada.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 6 Depok?
Tahun 2008.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Pemerataan pendidika sangat baik, apalagi kalau pemerataan pendidikan itu
dilakukan sampai ke pelosok-pelosok desa, dengan begitu indonesia akan maju
dengan pendidikannya yang menurut saya saat ini ada perbedaan antara
pendidikan di desa dan pendidikan di kota.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya rasa sudah, karna hampir tiap kelurahan di depok itu sudah ada sekolah
negeri, apalagi di tambah dengan sekolah swasta.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 6 Depok?
Mungkin 2 atau 3 tahun belakangan ini, saya pernah membaca berita melalui
media sosial, kalau tidak salah 2017.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Yang saya lihat dari tahun ke tahun terus ada perbaikan dan itu menurut saya
baik apalagi dengan kami yang masyarakat menengah kebawah ini. Tertolong
sekali.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 6 Depok?
Saya mengisis biodata dan persyaratan apa saja di website, setelah itu kalau
diterima, mengisi formulir yang telah disediakan oleh sekolah.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 6 Depok?
Waktu itu saya mendaftar sudah ada 700an pendaftar.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Kalau berapa persisnya saya kurang tau, mungkin 1 kelasnya itu 30 – 35
murid.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 6 Depok?
Kalau untuk anak saya sendiri, ya alhamdulillah tepat waktu, maksudnya 20
menit sebelum masuk sekolah dia sudah berangkat, paling perjalanan ke
sekolah 5-10 menit.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Menghemat sekali, karya saya sebagai orangtua tidak perlu mengeluarkan uang
tambahan lagi.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Alhamdulillah bugar, karna perjalanan tidak terlalu jauh.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Kalau saya lihat pada saat saya mengantarkan anak saya waktu pendaftaran,
kayak sudah lengkap dan memadai.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, baik itu dari sosial media, atau dari spanduk yang terpampang.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 6 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Saya waktu itu dapat undangan ke sekolah untuk pengadaan sosialisasi dari
sekolah di tambah di depan sekolah ada spanduk untuk pemberitahuan kepada
masyarakat.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Saya kira sudah ya mas, dengan apa yang saya rasakan, mulai dari pendaftaran
sampai penerimaan, semuanya transfaransi dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Drs. Pargiyatno
Status Responden : mewakili kepala sekolah (WaKaBid Kurikulum)
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
SMA Negeri 9 depok ini berdiri awalnya karna tidak ada sekolah di wilayah
Cinere, awalnya sekolah ini diadakan pada tahun 2012, kita numpang dulu di
SMAN 5, menjelang gedung selesai dibangun, setehun setelahnya yaitu 2013,
barulah berdiri gedung SMAN 9 ini dan mulailah kita aktif melaksanakan
kegiatan belajar mengajar.
2. Semenjak kapan Bapak berada di SMA Negeri 9 Depok?
Saya disini itu dari tahun 2015.
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
Pemerataan pendidikan itu bagus sekali kalau memang terwujud sepenuhnya,
banyak kita lihat daerah-daerah yang terkadang belum mempunyai sekolah,
seandainya adapun itu sekolah, belum tentu juga dengan tenaga pendidik.
Banyak problem yang terjadi sebenarnya pada saat ini. Semoga saja
pemerataan pendidikan itu bisa terealisasikan dengan baik sampai ke daerah-
daerah terpencil.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya rasa sudah, sudah tiap daerah di depok ini sudah mempunyai sekolah
Negeri, baik itu di tingkat SD, SMP, SMA sederajat.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
Penerapan sistem zonasi itu disini semenjak tahun ajaran 2018/2019, tadinya
kan ada wacana diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018, tetapi banyak
kendala-kendala atau mungkin kekurangan-kekurangan yang terjadi pada
sistem zonasi pada saat itu. Ya setiap kebijakan itu pasti ada kekurangannya
ya, mungkin ini hanya memperkecil kekurangan pada saat itu di tahun 2017.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Kalau saya rasakan selama berjalannya sistem zonasi 2 tahun belakangan ini,
ya alhamdulillah untuk layanan pendidikannya lumayanan memuaskan, baik
itu dari tenaga pendidik, kependidikan dan juga murid. Pun dengan saranya
dan prasarananya. Pemerintah terus meningkatkan akan hal itu.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Kita membimbing orang tua calon peserta didik untuk melakukan pengisian
data melalui website, setelah itu menunggu hasilnya dari dinas provinsi. Karna
yang menentukan bukan sekolah, melaikan dinas provinsi. Dan kalau
dinyatakan luus atau keterima, barulah nanti orang tua murid tersebut mengisi
formulir yang telah kami sediakan dengan data-data untuk pelengkapan
administrasi.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Untuk 2 tahun ini karna sistem zonasi, yang mendaftar itu ada 600 sampai 700
an. Kalau dulu sebelum diterapkannya betul sistem zonasi ini, yang daftar itu
900 an.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Untuk jumlah penerimaan murid, karna ini baru ada 6 kelas untuk siswa
barunya, jadi ada 216 murid, karna 1 kelasnya 36 murid.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Yang tingkat kehadiran ada perbedaan ya, tapi tidak terlalu berbada jauh sama
sebelum penerapan zonasi ini. Ya paling naik 5-10 persen lah untuk
kehadirannya. Yang tadinya mungkin 85-90 persen.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Ya mungkin menghemat, dimana tadinya rumah murid itu jauh dari sekolah,
otomatis biaya berangkat ke sekolahnya juga nambah, entah itu naik motor
sendiri dengan duit bensinnya, atau memakai jasa ojek online. Belum di
tambah macetnya nanti di perjalanan. Bisa memakan waktu yang lama juga.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Alhamdulillah 85%-90% dari total murid sistem zonasi, ya kondisi fisiknya
baik-baik saya, dia datang ke sekolah dengan kondisi fress atau bugar, tidak
kelihatan lelah di wajahnya karna lama di perjalanan, kan rumah mereka dekat
dari sekolah, mungkin bisa berjalan kaki, atau naik sepeda.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Alhamdulillah dari pertama di bangun sekolah ini terus terjadi pembenahan
dan penambahan apa-apa saja yang kurang dari segi saranya prasarannya.
Yang terakhir itu pembangunan untuk lap IPA ya alhamdulillah sudah
rampung, terus untuk Aula juga sudah ada. Paling kita kekurangan lapangan
olahraga 1 kali. Karna banyaknya siswa, mungkin kita memerlukan 2 lapangan
olahraga.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Kalau secara umunya sudah, kita juga panitia PPDB juga mendapat undangan
ke Kecamatan untuk melakukan sosialisasi ketiap-tiap sekolah yang ada
dikecamatan tersebut, begitu juga dengan para RW dan RT dari tiap2 daerah.
Agar nantinya bisa di lanjuti ke masyarakat masing-masing wilayah.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kalau kita cukup memajang banner atau spanduk di depan sekolah, karna
untuk ke masyarakatnya sudah cukup lewat RW dan RT masing-masing aja.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Alhamdulillah yang saya rasakan sudah. Terlebih adanya pemerataan dari
muridnya, maksudnya murid yang berprestasi itu tidak numpuk di sekolah
terentu saja, namun sudah tersebar di tiap-tiap sekolah. Begitu juga dengan
tenaga pendidik nya. Alhamdulillah tenaga pendidiknya sudah profesional
semua, tapi ada juga yang baru dan perlu pendampingan untuk penyesuaian itu
dari tenaga pendidik dan kependidikan. Sedangkan dari sarana dan prasaranan
pendidikannya sudah hampir melengkapi. Hanya tadi yang saya bilang
barusan. Kita hanya kekurangan 1 lapangan tambahan untuk olahraga saja.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Sri Sulasmi, M.Pd
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
SMAN 9 ini ada pada tahun 2013, diadakannya karena di kecamatan Cinere
belum ada SMA Negeri pada waktu itu.
2. Semenjak kapan Ibu berada di SMA Negeri 9 Depok?
Saya berada di SMAN 9 ini semenjak 2014.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Pemerataan pendidikan pada intinya bagus untuk pendidikan itu sendiri
nantinya di setiap wilayah agar masyarakat bisa mendapatkan hak dengan apa
yang telah dicantumkan dalam undang-undang bahwa setiap warga Negara itu
berhak mengenyam pendidikan yang layak selama 12 tahun.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Saya kira sudah, karna banyak bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan
pendidikan khususnya di kota depok sendiri. Dan agar anak tidak berangkat
sekolah tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
Sudah diterapkan 2 tahun ini.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Kalau untuk pelayanan Alhamdulillah sudah bagus, karna di SMAN sendiri
sering diberi bantuan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas dari sarana
prasarana sekolah.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Kan kita ada juknis nya terus kita ikuti, dan ada beberpa jalur yang diikuti
seperti jalur prestasi, jarak, dan tidak mampu. Tinggal bagaimana para calon
siswa mencocokan dengan jalur yang sudah ditentukan.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Yang medaftar itu 600 sampai 700 an.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
216 murid, karna ada 6 kelas. 1 kelasnya 36 murid
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Untuk kehadrian 90% Alhamdulillah, paling yang 10% itu ada yang sakit, atau
keperluan keluarga dan lain sebagainya. Tapi intinya yang tidak hadir itu
masih ada kabar dari orangtuanya.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iya pasti, karna jaraknya dekat dan bisa berjalan kaki.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iyaa betul, memang kita bisa membandingkan dengan anak dating ke sekolah
yang dekat dan yang jauh. Tapi tidak menutup kemungkinan juga anak yang
dekat terkadang dia terburu-buru dating kesekolah. Ntah itu karna kesiangan
atau lain sebagainya yang membuat mereka keringatan atau pakaiaan lecek dan
bermacam-macamlah.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Alhamdulillah sudah, seperti yang saya katakana sebelumnya, pemerintah terus
memberi bantuan untuk sekolah agar menunjang dari segi sarana dan
prasarana.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, bahkan dari kecamatan pun jauh sebelum penerimaan PPDB sudah
mengadakan pertemuan sekolah-sekolah yang dekat kecamatan tersebut
dengan masyarakat sekitar yang berada dalam kawasan masyarakat tersebut.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Kita mengajak atau mengundang masyarakat ke sekolah untuk memberi tahu
tentang alur penerimaan dan syarat-syarat untuk diperlukan dengan adanya
sistem zonasi biasanya 3 bulan sebelum PPDB. Dan juga kita membuat media
cetak seperti banner yang di bentangkan di depan sekolah atau di sekitar
sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau saya pribadi senang sekali ya, karna tidak membedakan siswa dari
golongan atau kasta. Tapi input yang kita rasakan, kita mendapatkan siswa
yang sekirannya dengan kebiasaan dikelas, seperti tidak mampu menyerap
pembelajaran dengan baik. Tapi pada umumnya Alhamdulillah dengan sistem
zonasi ini bisa membantu masyarakat untuk bersekolah lebih dekat.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Firmansyah, S.S
Status Responden : Guru
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
Sekolah ini ada pada tahun 2012/2013.
2. Semenjak kapan Bapak berada di SMA Negeri 9 Depok?
Saya dari tahun 2014 berada di SMAN 9 ini.
3. Bagaimana pendapat Bapak tentang pemerataan Pendidikan?
Semenjak ada zonasi sepertinya sudah merata, artinya siswa yang pintar tidak
bertumpuk pada satu sekolah, sudah terbagi sesuai dengan tempat tinggal
masing-masing dan sekaligus mengurangi persepsi masyarakat tentang sekolah
favorit.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Sudah merata, yang terakhir itu SMA Negeri di kecamatan beji.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
2 tahun kebelakang sudah diberlakukannya sistem zonasi.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Bapak rasakan pada saat ini dengan
sistem zonasi?
Sudah bagus, secara umum
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Ada tiga pilihan dalam sistem zonasi sekarang ini, zonasi murni jarak, zonasi
prestasi, dan zonasi kombinasi (jarak+prestasi). Tinggal calon siswa yang
memilihnya.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Kurang tau persis saya, yang jelas pernah dengar dari guru atau panitianya
sekitar 400an
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Yang diterima 36 per kelas, disini ada 6 kelas, berarti 216 siswa
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Sama aja sih kalau yang saya lihat. Kalau adapun perbedaannya, tidak terlalu
jauh lah perbedanya untuk tingkat kehadiran sebelum dan sekarang
diterapkannya sistem zonasi ini.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iyaa menghemat, dari yang dulunya mayoritas pada jauh, sekarang ya
kebanyakan sudah dekat dari sekolah tempat tinggalnya karna sistem zonasi.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Ya kalau menurut saya sama-sama aja.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Ya standar pemerintah sendiri otomatis memadailah.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Kalau saya rasa sudah, pun juga kecamatan juga ikut andil mengsosialisasikan
sistem zonasi ini ke masyarakat.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Melalui media cetak, seperti banner dan isi di media cetak itu ada tersebut
sudah ada persyaratannya juga, terus jumlah penerimaan, dan lain sebagainya.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Sudah baik, karna ini beberapa tahun ini, ya masih terlihat membaik, tapikan
selalu ada evaluasi, nah tinggal kita lihat nanti kedepannya bagaimana apakah
masih bisa sebaik sekarang yang kita lihat. Kalau harapan saya sih harusnya
lebih baik lagi. Ya pastilah sistem zonasi yang berjalan pada saat ini pasti ada
kekurangan dari berbagai sudut pandang.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Elina Anggitha S.J.
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
Sekolah ini ada kalau tidak salah 2012 apa 2013 gitu, saya lupa.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 9 Depok?
Saya tinggal di daerah cinere ini baru 4 tahun, ya tahun 2015.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Sangat bagus, jadi nanti tidak ada sekolah yang namanya sekolah favorit dan
sekolah yang tidak favorit tidak lagi kekurangan murid, dan siswa pun jadi
merata dalam tingkat kualitas. Jadi siswa yang berkualitas itu tidak hanya di
sekolah favorit saja. Melainkan juga di sekolah-sekolah negeri lainnya juga.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Sudah, karna tidak menjalankan sesuai sistem yang ada.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
Pernah saya baca artikel tentang penerapan sistem zonasi, itu dari 2017. Tapi
kalau di SMAN 9 ini kalau tidak salah tahun ajaran 2018/2019 baru
diterapkan.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Sudah baik, telah sesuai dengan program yang dijalankan.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Kita datang kesini, terus ditanya sama panitianya. Terus disuruh milih mau
sistem zonasi apa, apakah mau jarak, prestasi atau kombinasi.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Waktu itu ada kisaran 300 an yang mendaftar.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
200an lah, tidak tau saya angka pastinya berapa.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Kalau untuk anak saya, sama saja. Kalau secara umumnya, karna mungkin
sudah dekat dengan sekolah mungkin tingkat kehadiran makin tinggi lah.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iyaa pastilah. Karna rumahnya pada dekat jadi ya bisa jalan kaki aja ke
sekolah.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Iya jelas karna tidak memakan waktu banyak diperjalanan.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Selama saya lihat di sekolah anak saya untuk fasilitasnya sudah memadai dari
sarana dan prasarananya.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah di sosialisasikan dari beberapa bulan sebelum pendaftaran.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Melalui media cetak yaitu banner/spanduk di depan sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau menurut saya, sudah ya, karna sudah sesuai dengan aturan yang sudah di
buat, sudah sesuai prosedur juga.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Olwin Lepiana Silalahi
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
Sekolah ini ada pada tahun 2012, saat itu masih pembangunan, dan masih
numpang di sekolah lain. barulah 2013 gedungnya jadi.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 9 Depok?
Saya tinggal di wilayah cinere ini dari 2008.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Menurut saya harus dilakukan pemerataan ya, agar pendidikan tidak jomplang
khususnya antara di kota dan di desa. Agar tidak ada bahasanya lagi yang di
desa atau di pinggiran kota tidak diperhatikan.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Kurang tau saya, tapi sepertinya sudah karna aturan dari pemerintah setiap
kecamatan itu harus ada Sekolah Negeri.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
Tahun ajaran 2018/2019, 2 tahun belakangan ini lah.
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Ya baik, dengan apa yang saya rasakan sebagai orangtua.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Saya mengisi data di website dahulu, setelah itu baru mengisi formulir di
sekolah.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Saya kurang tau persis berapanya. Yang jelas lebih lah dari murid yang
diterima bias jadi 2x lipat atau bahkan 3x lipat dari murid yang diterima.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Waktu itu ada pemberitahuan dari pihak sekolah, kalau tidak salah 210
kayaknya.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Kalau anak saya sih, ada kemajuan ya, mungkin karna dekat dari rumah. Tapi
kalau secara umumnya saya tidak tau.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Sangat menghemat sekali ya, karna dekat dari rumah jadi tidak mengeluarkan
biaya lebih.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Kalau secara umumnya lebih kepada anaknya sih, tapi untuk anak saya karna
dekat ya bugar asalkan bangunanya gak kesiangan. Karna biasanya kalau
kesiangan jadi terburu-buru ke sekolahnya.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Ya memadailah, karna kan selalu dapat bantuan dari pemerintah untuk
melengkapi sarana dan prasarana agar lengkap.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Sudah, dan saya pun juga mengetahuinya dari kabar-kabar di sosial media
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
SMAN 9 sosialisasi melalui media cetak seperti banner/spanduk di pajang di
depan sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Sudah, karna selalu ada bantuan dari pemerintah untuk melengkapi sarana
prasarana di sekolah.
INSTRUMEN PERTANYAAN WAWANCARA
“PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI
DI SEKOLAH KOTA DEPOK”
Nama Responden : Wiwin Aji Pangesti
Status Responden : Orang Tua Murid
Hari/Tanggal : 28 Januari 2020
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 9 Depok?
Dulu tidak ada sekolah SMA Negeri di wilayah cinere ini, pada 2012 diadakan
oleh pemerintah, dan 2013 gedungnya selesai di bangun.
2. Semenjak kapan Ibu tinggal di sekitar wilayah SMA Negeri 9 Depok?
Semenjak tahun 2010.
3. Bagaimana pendapat Ibu tentang pemerataan Pendidikan?
Saya setuju dengan adanya pemeratan, agar nanti siswa itu tidak sekolah
terlalu jauh untuk mendapatkan sekolah yang dia inginkan.
4. Apakah pendidikan sekarang sudah merata khususnya di kota Depok?
Alhamdulillah sudah. Pemerintah pusat telah juga menghimbau dan
memberikan mandat ke pemerintah daerah agar tiap daerah itu harus ada
sekolah negeri.
5. Semenjak kapan penerapan sistem zonasi di SMA Negeri 9 Depok?
Tahun ajaran 2018/2019
6. Bagaimana layanan pendidikan yang Ibu rasakan pada saat ini dengan sistem
zonasi?
Alhamdulillah sudah baik ya, dengan apa yang saya rasakan khusunya di
SMAN 9 Depok ini.
7. Bagaimana cara/alur penerimaan calon peserta didik di SMA Negeri 9 Depok?
Kalau saya waktu itu mengisi biodata di website, terus kalau sudah dinyatakan
di terima, baru saya datang kesekolah mengisi formulir dan mengelengkapi
data yang diperlukan.
8. Berapa calon peserta didik yang mendaftar SMA Negeri 9 Depok?
Pas pengumpulan orangtua waktu pertama sebelum masuk sekolah, pihak
sekolah memberi tau jumlah banyak yang mendaftar, seingat saya 600-700 an
calon peserta didik yang mendaftar di SMAN 9 ini.
9. Berapa penerimaan peserta didik setiap tahunnya?
Yang diterima 216 murid. Karna pas pengumpulan orangtua pun juga
disebutkan angka yang diterima.
10. Bagaimana dengan kehadiran peserta didik dengan sistem zonasi ini di SMA
Negeri 9 Depok?
Kalau anak saya Alhamdulillah stabil dan cenderung meningkat karna jarak
yang dekat.
11. Apakah dengan adanya sistem zonasi ini menghemat biaya transportasi?
Iya betul, karna tidak ada biaya lebih.
12. Apakah kondisi fisik peserta didik lebih bugar datang ke sekolah karena tidak
memakan banyak waktu di perjalanan?
Alhamdulillah anak saya selalu bugar dan bersemagat datang ke sekolah karna
jaraknya dekat.
13. Apakah fasilitas di sekolah sistem zonasi memenuhi fasilitas yang memadai?
Harusnya memadai karna terus dapat bantuan dari pemerintah. Tapi kalau di
SMAN 9 sendiri sudah lengkap sepertinya.
14. Apakah sosialisasi sistem zonasi ini sudah dilaksanakan ke masyarakat?
Alhamdulillah sudah dilakukan dari jauh-jauh sebelum dimulainya
pendaftaran.
15. Bagaimana cara SMA Negeri 9 Depok mengsosialisasikan sistem zonasi?
Sekolah SMAN ini sosialisasi dengan memasang spanduk di depan sekolah.
16. Apakah sistem zonasi pada saat ini sudah berjalan dengan baik?
Kalau menurut saya sudah ya, karna cara pendaftarannya pun juga gak ribet
dan bikin pusing. Dan di tambah lagi fasilitas untuk sekolahnya terus
ditingkatkan dari pemerintah melalui melengkapi sarana dan prasaran di
sekolah.
INTRUMEN DOKUMENTASI
Adapun dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai berikut:
a. Bangunan sekolah
b. Struktur sekolah
c. Tenagan pendidik dan kependidikan
d. Dokumen rapat kerja
e. Dokumen dengan narasumber
f. Fasilitas penunjang pembelajaran
g. Notulen Rapat
h. Dan dokumen-dokumen pendukung lainnya.
Foto dengan Narasumber
SMA Negeri 1 Depok
Foto dengan Narasumber
SMA Negeri 6 Depok
Foto dengan Narasumber
SMA Negeri 9 Depok
Fasilitas-Fasilitas
SMA Negeri 1 Depok
Fasilitas-Fasilitas
SMA Negeri 6 Depok
Fasilitas-Fasilitas
SMA Negeri 9 Depok
Dokumentasi PPDB 2019/2020
SMA Negeri 6 Depok
BIODATA PENULIS
Nama lengkap Pemuda berdarah Melayu
dan Minang ini adalah Ibnu Aidil Putra, anak ke
Enam dari Tujuh bersaudara ini lahir dari Ayah
Masri dan Ibu Rabusida. Ibnu, begitu sapaan
akrabnya lahir pada tanggal 17 April 1990 di
Bangkinang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Pemuda yang hobi bermain Sepak Bola ini
menyelesaikan Pendidikan dari Sekolah Dasar 012
Langgini pada tahun 2003, lanjut ke Madrasah
Tsanawiyah di Pondok Pesantren Darun Nahdha
Thawalib Bangkinang (PPDT-TB) lulus pada tahun
2007 dan lanjut ke jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas di Yayasan
Lembaga Pendidikan Kampar lulus pada tahun 2009.
Setelah lulus Sekolah menengah atas pemuda ini sempat tidak melanjutkan
pendidikannya selama satu tahun. Lalu pemuda yang hobi bercanda, humoris, dan
suka bergaul ini melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas yang ada di
kawasan Tangerang Selatan yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2011. Banyak pembelajaran yang di dapat oleh pemuda ini selama di bangku kuliah
baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. 5,5 tahun berselang akhirnya pemuda
yang tidak pernah main-main kalau sudah berbicara perasaan ini menyelesaikan
kuliah Strata-1 (S1) dengan karya Ilmiah Skripsinya yang berjudul “Interaksi
Sosial Antara Organisasi Ekstra Kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Studi Kasus: HMI dan PMII di FITK)” pada tahun 2017. Setahun kemudian
tepatnya 2018, pemuda yang lantang terhadap pembuat kedzoliman bagi mereka
yang tertindas ini melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) di Magister FITK Program
Studi Manajemen Pendidikan Islam. Dan Alhamdulillah selesai dalam waktu 4
semester (2 tahun) yaitu pada Juli 2020 yang karya ilmiah Tesisnya yang berjudul
“Perspektif Kebijakan Pendidikan Sistem Zonasi di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Kota Depok”.
“Jangan Pernah Mengatakan Gengsi atau Malu Lakukan dan Berikan yang Terbaik”