Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PetspdOifMssaUhKetenagakeijain—,AriefHartono
Perspektif MasalahKetenagakerjaan di Indonesia
Memasnki Era Kompetisi GlobalArifHartono
ibalik terbukanya peluang mem-Dperoleh keuntungan dalam erafree trade, nampaknya negara-negara berkembang masih akanmenghadapi banyak masalah,
tak terkecuaii Indonesia. Pokokpermasalahan seberiamya masihberanjakdari karakteristik khas negara-negaraberkembangyang relatif belumslap dalambanyak ha! untuk memasuki era tersebut.Era dimana strategi deskrimlnasi danproteksi dengan alasan apapaun secarabertahap akan dihapus (fair trade). Setiapnegara dituntut untuk berkompetisi dalamperan 'kesejajaran' secara fefryang diaturdalam suatu kesepakatan global.
Salah satu masalah krusial yangakan dihadapi Indonesia memasuki tahun2000 -era dimana fase awal perdaganganbebas dimulal- adalah masalahketenagakerjaan yang klan kronls.Bagalmana tidak: memasuki tahun 2000penduduk Indonesia diperklrakan sudahmencapai202jutajlwa dengan gelombangangkatan kerja sebanyak 98 juta orangsedangkan kesempatan kerja yangtersedia hanya bisa menampung 89 juta(Depnaker, 1996). Kita bisamembayangkan, betapa Indonesia masihakan menghadapimasalah pengangguranyang cukup berat, belum lag!blladikaitkandengan akan menlngkatknya persalngantenaga kerjadomestik dengan tenaga kerja
80
asing sebagai konsekuensi darl semakintipisnya batassuatunegaradengannegaralain. Masalah inl klan terasa berat karenaakan merembet pada masalah-masalahsoslal lalnnya yang tidak bisa dipandangenteng, antara lain kesenjangan,krimlnalltas dan kekerasan soslal lalnnya.
TullsanInl mencoba untukmenguralsecara ringkas urgensi tenaga kerjadalampembangunan, berbagai penyebabmunculnya masalah ketenagakerjaan,mehganills permasalahan kekinlan dandalam perspektif kedepan terutamamemasuki era persalngan global.
Tenaga Kerja dalam Pembangunan:Suatu Kerangka Skematis
Selalh kelangkaan modal (capital),permasalahan ppkok lain yang dihadapinegara-negara berkembang adalahmasalah kependudukan(ketenagkerjaan).Bahkandapat dikatakan, bahwa besarnyasumberdaya manusia yangtidak didukungkualltas yang memadal merupakankontributorterbesardarlsusahnya negara-negara berkembang untuk lepas darl'perangkap kemisklnan' (povietytrap).
Pemicu awalnya tidak terlepas darltingginya angka pertumbuhan pendudukyang mengaklbatkan tingginya pula angkapenawaran tenaga kerja. Dalam sisi yanglain tingginya angkatan kerja Inl tidakdibarengi dengan kualltas yang memadal
UNISIA NO. 31IXVIIIIIII996
Perspektif Masalah Ketenagakerjaan Arief Hartono
(terutama pendidikan) sehinggamelahirkan angkatan kerj'a yangberproduktivitas rendah. Hal ini sangatlahwajar, karena memang kondisi pendidikandinegara berkembang maupun
kemampuan penduduk untuk menikmatipendidikan masih rendah. Dari sinilahkemudian muncul berbagai masalah yangsangat menghambat prosespembangunan. (lihat gambarl)
Gambar 1Kerangka Skematis Tenaga Kerja dalam Pembangunan
Pengan^M tnertaJleiyang tf^engetuNMcatt iJdtmel
TMai
6«datn uau
paRunutianpendudukyangdnggl
Tk>gk&1kosuburdfl(lertlias)yangUngg"
yang buruktmtiadsppehof]aan
Tt>^l keaehotandan gli) yang rarMeh
Keletgartungan padayang
hemrf lanaga k8(]a
dan aeirP yang rondah arrastaal
PmluUNIas
angkalan kedayang rendah
Tk>^tibungar\yang rendah
Kolerairplanmana)ortal Pendaptian
.yang kufang roodahmenudal
Koaempatan belajar(pendldkan} yang laibaias
Tarsi keMdt^an yang retrdah
1. KemlaMnan absohrt - persedlaanbaran^baratrg kobutuhan pokokyang lldak mencutaipt
2. Tlngkat ketahalan yang kurangmemadal
3. Tkigkal pendidikan dan 'layananaoslaT laki yang rendah
KETERBELAKANGAN
UNISIA NO. 3IIXVHIWI996
(2)
Rasa harga dklyang ratrdah
(IdeiUas. martaMl.kahonn^arv
'pengafcBaA)
KumngnyapengendalantemadapnasSreendti
Kenwuan
vnuk d%ua.^al
dan bcnfcaplergamung
(3)Kcmerdakaanyartg te/baias
(a) akbal dom^ Bkbat pilhannand dan Ksunlungankokf^veepm . nvilertai •padapOiak 2. Kasertangai
3- Kotkerrplaal1. XebMharr- 4 Kaktfahan
kspfakanpenlager^an
Z Bartutn -
pemerHahdan swsaa
3. Tekralo^4. PonSAan
5. Nllal-nllai;gnya http
81
PerspektifMasalah Ke(enagilcef}aan_-,44n>///<iriono
Dari gambar 1 kita bisa melihat.bahwa tingkat kehidupan yang rendahsangat dtpengaruhi oleh tingkatpendapatan yang rendah. Pendapatanyah^ rendah merupakan akibat darirendahnya tingkat produktivitas rata-rataangkatan kerja secara keseluruhan (tidakhanya mereka yang bekerja saja). Yaitutotal produksi nasional dibagidengan totalangkatan kerja yang ada. Rendahnyatingkat produktivitas angkatan kerja Itudapat disebabkan oleh berbagai macamfaklor yang mellputi:- (1) sis! penawaran.berupa rendahnya tingkatnya kesehatan,gizi makanan dan sikap terhadappekerjaan, tingginya tingkat pertumbuhanpenduduk, pengangguran dan semipengangguran; (2) sisi permintaan, berupaketerampllan yang kurang memadai,rendahnya kemampuan manajerial danrendahnya.tingkat pendidikan para pekerja,bersama-sama dengan kebutuhanmenglmpor teknik-teknik produksi yanghemat tenaga kerja, telafi mengaklbatkanpenggantlan modal tenaga kerja dalamarus produksi dalam negeri.
Oleh karena Itu, kpmblnasi antarapermintaan tenaga kerja yang rendah dansediaan tenaga kerja yang tinggi telah
"••X
mengaklbatkan.pemakalan yang kurangmemadai tenaga-tenaga kerja ada secaramely'as. Lebih jauh lagi, pendapatan yangrendah telah mengaklbatkan semakinrendahnya tabungan dan investasi yangjuga berarti membatasi penciptaanlapangan pekerjaan.Akhlrnya, pendapatanyang rendah Itu juga dianggap memllikikaltanyang erat dengan besarnya jumlahkeluarga dan tingginya kelahiran, karenaanak-anak merupakan sumber ekonomidan jaminan sosial yang paling utamadimasa tua dalam keluarga-keluarga yangmiskin.
Struklur DemografI dan Potret AngkatanKerja Indonesia
Struktur demografi Indonesiamemasuki milenlum II (era tahun 2000)masih diwarnai bayang-bayang cirldemografi yang kurang menguntungkansebagaimana layaknya negaraberkembang lainnya. Hal In! ditandal antaralain (1) maslh relatif tingginya angkaperkembangan penduduk, (2) strukturumur yang tidak favorabel, (3) distrlbusipenduduk yang tidak selmbang dan (4)rendahnya jumlah tenaga kerja yang
82
Tabel 1
Proyeksl Struktur Penduduk Indonesia
Keteranqan
Tahun (Juta Jiwa)
Pertumbuhan1995 2020
Jumlah 194,8 254,2 30,49 %Kelahiran Bay! 4.5 3,4 -24,44 %Usia 0-14 tahun 68,7 59,1 -13,97%
Usia 15 tahun keatas 131,5 198,1 50.65 %
UsIa lanjut ' 8.9 18,2 104,49%
Penduduk Miskin 25 •)Penduduk Kota 70 - 140 100%
data tidak tersedia
Sumber: Kantcr Menteri Negara Kependudukann/BKKBN
I 1
UmiA NO. SnX\'l/lW1996
terdidik dan terlatih. Ciri intsebagian dapatdiilhat pada tabel 1.
Walaupun diperkirakan terjadipenurunan tingkat angka kelahiran bay!yang cukup memuaskan (24,44%), sebagaidampak dari keberhasilan KeluargaBerencana , namun jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 masthmenunjukkan angka yang cukup besar,yaltu 254,2 juta jiwa. Dari sisl permintaan,perkembangan penduduk yang cepattidaklah selalu merupakan penghambatbag! pembangunan ekonomi jlka disertaikemampuan yang tinggi untukmenghasilkan dan menyerap produksiyang dihasilkan. Hansen dengan SecularStagnation Theory-nya mengatakan bahwabertambahnya iumlah penduduk justeruakan menciptakan/memperbesarpermlntaaan agregatlf, terutama Investasi.Demikian juga halnya dengan parapengikut Keynes tidak melihat tambahanpenduduk sekedar sebagai tambahanpenduduk saja, tetapi juga sebagaikenaikan dalam daya beli (purchasingpower).
Berbeda dengan pengalaman-pengalaman negara yang sudah majudimana pertambahan penduduk justerumenyumbang terhadap kenaikanpenghasllan per kapita, maka di negara-negara berkembang yang terjadi justerusebaliknya. Perkembangan pendudukyang cepat justeru akan menghambatperkembangan ekonomi. Kaum Klasikseperti Adam Smith, David RIcardo danThomas Robert Malthus berpendapatbahwa akan selalu terjadi perlombaanantara tingkat perkembangan out putdengan perkembangan penduduk, yangakhirnya akan dimenangkan olehperkembangan penduduk. Karenapenduduk juga berfungsi sebagai tenagakerja, maka paling tidak akan terdapatkesulitan dalam penyediaan lapangan
UNISIA NO. SHXVIUIII1996
Perspektif MasalahKetenagakerjaan....,AnV///a^ro/i0
pekerjaan. Ciri lain dari gelombangperkembangan penduduk tersebut adalahdiwarnai dengan rendahnya produktivitassehingga mengakibatkan rendahnyaproduksi pula. Karena hampir semuapenghasllan yang diadapat akan habisdikonsumsi maka mengakibatkanrendahnya tingkat investasi. Dengandemikian perkembangan penduduk yangcepat akan menimbulkan diseconomies ofscale.
Dengan melihat data kependudukantahun 1985 yang dibandingkan tahun 1995,kitaakan menemukan adanya peningkatanjumlah pengangguran terbuka. Kalau padatahun 1985 jumlah pengangguryang betul-betul menganggur (tidak bekerja samasekali) sebanyak 1,37 juta orang (2,14%);maka pada tahun 1995 angka tersebutmembengkak menjadi 6,25 juta orang(7,24%). Jadi pertumbuhan yangmenganggur tiap tahunnya rata-rata16,4%. Angka tersebut bila dilambahdengan pengangguran tersembunyi tentuakan semakin membengkak.
Data tersebut mensinyalkan bahwafenomena pengangguran di Indonesiamenunjukkan angka yang layakmengundang perhatian dan sekaliguswarning bagi para perencanapembangunan. Departemen Tenaga Kerjasudah memperkirakan pada Repeiita Vlinisaja diperkirakan akan terdapat sekitar800.000 angkatan keija usia produktifyangbeium mendapat pekerjaan. Jumlah inibelum ditambah dengan limpahanpengangguran yang tersisa dari Pelitasebelumnya. Bicara soal pengangguranpun , ada diantara angkatan kerja yangkini bekerja tidak maksimal (penganggurterselubung) yang bekerja 1-5 jam sehari.Masalah pengangguran ibarat gerbongkereta yang terus memanjang, karenadalam Repeiita VH nanti diperkirakanmasihterdapat sekitar600.000 orangpenganggur
83
Perspektif Masalah Kelenagakerjaan AriefHartQno
bam, sehingga pada tahun 2000 angkapengangguran akan mencapai 4 sampai4,5 juta Jiwa.
Dilihat dari segi tingkat pendidikan,yang merupakan salah satu faktor kunciuntuk masuk ke pasar kerja , posisiangkatan kerja Indonesia-pun tampaknyamasih tetap berada dl pinggiran, sebabmayoritas mereka masih mengandalkanijazah Sekolah Dasar. Depnakermemperkirakan pada akhir Repelita VI(1998/1999), angkatan kerja yang hanyalulusan SD masih cukup dominan, yaitumencapai porsi lebih dari 60% dari totalangkatan kerja produktif.
Dilihat secara internal tingkatpendidikan yang sedemikian rendah sudahmerupakan hambatan yang cukupdirasakan untuk memasuki kerja. apalagidaiam perspektif persaingan globai.Namun demikian, kita masih menemukan
fenomena ironis; walaupun terjadi surplustenaga kerja ternyata tidak semua semuapeluang atau kebutuhan tenaga kerja yangada bisa dipenuhi. Hal ini menggambarkanketldaksejalanan antara kualifikasiangkatan kerja yang ada dengankesempatan kerja yang tidak terisi tersebut.
Blla dirinci, justeru persentasepengangguran terbesar ada pada orang-orang yang berpendidikan, khususnyayang berpendidikan SLIP ke atas. Daridata yang ada, dari rata-rata nasional7,24% yang berpendidikan tinggi (diplomasampai doktor) persentasepenganggurannya pada tahun 1995mencapai 12,3%. Padahal tahun 1985 baru5,3 persen. Untuk SLTA meningkat dari11,6% menjadi 15,8%. Untuk SLTP dari4,5% menjadi 10,2%.
Salah satu faktor yangmenyebabkan terjadinya pengangguranbesar-besaran antara lain karena terjadipeningkatan angkatan kerja untukkelompok berpendidikan yang relatif sangat
84
cepat. Hal ini menggambarkan pula bahwaproduk pendidikan yang ada masih belumsejaian dengan kebutuhan sektor-sektorpembangunan dan pasar tenaga kerjanasional.
Transformasi Sektor Subsisten dan
Surplus Tenaga KerjaMenyoal berbagai masalah
ketengakerjaan -terutama fenomenapengangguran- tidak bisa dilepaskan daripola/format dasar pembangunan darinegara yang bersangkutan. Sebagaimanakita ketahui bahwa Industrialisasi selama
ini diyakini sebagai pola dasarpembangunan yang terbaik dl negara-negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Sehingga dapatdikatakan bahwaindustri merupakan 'panglima' dalampembangunan.
Industrialisasi dan pengembanganindustri merupakan jalur kegiatan dalamusaha untuk meningkatkan kesejahteraanrakyat dalam arti tingkat kehidupan yangleblh maju maupun yang lebih bermutu.Pola pengembangan industri merupakansuatu fungsi pokok kesejahteraan rakyat;bukan merupakan kegiatan yang mendiriuntuk mencapai hasil fisik-teknologissemata.
Tolok ukurdari keberhasilan industri
dalam suatu negara paling tidalk bisa dilihatdari dua hal, yaitu (1) sumbangan kegiatanindustri terhadap produk nasional, sebagaibagian dari Produk Domestik Bruto, (2)sumbangan kegiatan industri terhadapkesempatan kerja , yang dapat dilihat dariprosentase angkatan kerja yang bekerjadi sektor industri.
Dalam kasus Indonesia, sektorindustri pada tahun 1990 memberikansumbangan terhadap PDB sekitar 19%danmencapai angka 24% pada tahun 1995.Menurut UNIDO (United Nations IndustrialDevelopment Organization), Indonesia
UNISIA NO.
telah memasuki fase negara semi industri,yaitu negara yang sektor Industrinyamemberikan sumbangan terhadap PDBsebesar 20% - 30 %. Sumbangan sektorindustri in! berkebalikan dengan sektorpertanian, dimana dari tahun ke tahun ternsmengalami penumnan dalam memberikankontribusiterhadap PDB Indonesia. Tahun1990 pertanian masih memberikankontribusi sebesar 20% sedangkan padatahun 1995 hanyatinggal 17%.
Dibandingkan dengan kontribusinyaterhadap PDB, daya serap sektor industriterhadap tenaga kerja menunjukkan polayang tidak sama. Daridata Depnaker, padatahun 1993 sektor Industri baru mampumenyerap tenaga kerja sebanyak 11,8 %dan diproyeksikan selam limatahun (1998)diproyeksikan mengalami pertumbuhanmenjadi 14,3% (tumbuh sebesar 2,5%).Sementara dl sektor pertanian terjadipenurunan sebesar 5,6% selama limatahun (49,5% pada tahun 1993 dan 43,9%pada tahun 1998)
Dengan ilustrasi diatas, kita bisamelihat bahwa dalam hal menampungluberan tenaga kerja dari sektor pertanian,
Perepeklif Masalah Kctcnagakerjaan AriefHarlorw
sektor industri belum menunjukkankapasitas yang optimal. Hal ini dikuatkandengan data kuantitatifyang menunjukkanbesarnya angka pengangguran di Indonesia. Padahal, proses industrlallsasi sedangdan akan berjalan terus seiring 'kemajuan'bangsa Indonesia; berarti sektor Industrimakin memainkan peran dominan dalamperekonomian dan menggeser peranIradisional" sektor pertanian sebagai sektorunggulan. Yang layak kita pertanyakanadalah bagaimana kita bisa melampauimasa 'transisi' Ini.dengan selamat,terutama dalam hal ketenagakerjaan?
Pada kenyataannya, skenariotransformasi pertanian ke industri tidaklahsemulus sebagaimana dikemukakan W.Arthur Lewis (1954) maupun GustavRanis dan John Fei (1961). Dalamteorlnya Lewis-Fei-Ranls menyatakanbahwa perekonomian yang belumberkembang (under development) terbagidalam dua sektor: (1) sektor pertanian(tradisional/subsisten) yang dicirikan olehproduktivitas 'surplus' tenaga kerja yangnol atau amat rendah, (2) sektor Industrikota modern yang produktivitasnya tinggi;
label 2
Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 1993 dan 1998
Sektor
1993 1998
Juta Persen Juta Persen
Pertanian 38,9 49,5 39,9 43,9
Industri 9,3 11,8 12,9 14,3
Perdagangan 12,2 15,5 13,9 15,3
Jasa 14,0 17,8 16,0 18,0
Lainnya (Pertambangan, listrlk dan-bangunan)
4,3 5,5 6,2 6,8
Sumber: Depnaker
UNISIA NO. SI/XVmW1996 85
Per^ektifMasalah Ketenagakejjaan AnefHartono
sehingga tenaga kerjadarisektor subsistensecara berangsur pindah ke sektor modem ini.
Dalam analisanya, Lewismengatakan bahwa di sektor subsisten,sebaglan dari tenaga kerja produksibatasnya adalah sangat minimal ataudianggap no! dan adakalanya negatip.Namun demiklan, tingkat upah merekatidak serendah produksi batasnya.Merekamasih mendapatkan tingkat upah yangmemungkinkan untuk memperlahankanhidup keluarganya; tingkat upah yangdemiklan lazim disebut tingkat subsistenatau cukup hidup. Sementara itu, di sektormodern mempunyai tingkat upah yanglebih tinggi dari sektor subsisten.
Menurut Lewis, prosespembangunan bermula, dan selanjutnyatenjs menerus berlangsung. sebagaiakibatdari penanamanam kembal/ (re-invesment)keuntungan yang diperoieh sektor modern. Kegiatan in! akan menciptakansejumlah kesempatan kerja di sektormodem, produksi disektor Ini meningkatdan dengan demikian pembangunanterclpta. Akibat dari perkembangan ini,pada masa berikutnya akan terclptakeuntungan yang leblh besar sertaditanamkan kembali pula. Sebagai akibatdari kegiatan ini lebih banyak kegiatanekonomi dilakukan dlsektor modern, lebihbanyak kesempatan kerja terclpta. danpada akhirnya akan menciptakan kenaikanproduksi dan pembangunan ekonomi.Proses pembangunan ini akan terusmenerus berlangsung hingga dalamperekonomian itu tidak terdapat lagikelebihan kerja. (lihat gambar2)
86
Gambar2Model Lewis tenlang Pertumbuhan
Ekonomi dan Penciptaan KesempatanKerja
Sektor modem
0,IK,l
L. L, L,
Kuantnit lervapa kerja
DjtKJ
Sementara itu Gustav Ranis danJohn Fei, walapun teorinya mempunyaikemlripan corak dengan terionya Lewis,tetapi Ranis-Fel menekankan analislsnyapada aspek yang berbeda. Ranis-Feidalam membuat gambaran mengenalproses pembangunan penekanannya leblhbanyak diberikan kepada menunjukkanperubahan-perubahan yang terjadi disektor pertanlan.
Ranis-Fei membedakan prosespembangunan ekonomi* dalam tiga tahap,yaitu: (1) tahap dimana tenaga kerjajumlahnya masih berlebihan dan keadaanIni menakibatkan produksi batas di sektorpertanian adalah sebesar nol, (2) tahapdimana kelebihan tenaga kerja tidakterdapat lagi, akan tetapi masih terdapatpengangguran tersembunyi, (3) tahap
UNISIA NO. 3J/XVI/UI/J996
dimana produksi batas di sektor pertanianbesarnya telah melebihi tingkat upahinstitusionil dan mengakibatkan tenagakerja yang berada di sektor pertanian akanmenerima upah yang lebih tainggi dantahap-tahap sebelumnya.
Menurut perkiraan model lineardalam kerangka model Ranls-Fei-Lewis,fenomena pengangguran di Indonesiaakan tuntas pada tahun 1999 dengansyarat bahwa sektor industri bisa menyeraptenaga kerja dengan pertumbuhanpenterapan 5,2%. Pada tahun 1999dlperkirakan tidak ada lagi tenaga kerjaberlebih (labor surplus) karena sektorindustri telah berhasil menyerap semuakelebihan tenaga kerja yang 'terlempar*dari sektor pertanian. Namun,sebagaimana data yang telahdikemukakan sebelumnya bahwa ternyataangka penganguran di Indonesia padatahun tersebut masih menunjukkan angka
Penpelctif Masalah Ketenagakerjaan Arief Harlono
yang sangat tinggi. Hal inilah yangmenimbulkan tanda tanya besar tentangkemampuan sektor industri di Indonesiadalam menerima limpahan tenaga kerjadari sektor pertanian.
MIgrasI Desa-Kota dan Reran SektorInformal dalam Menampung TenagaKerja yang 'Terlempar*
Pada telaah sebelumnya telahditunjukkan bagaimana kekurangoptimalan(untuk tidak mengatakan kegagalan) sektorindustri dalam menampung limpahantenaga kerja sektor pertanian sebagaiakibat dari adanya transformasi sektorsubsisten ke sektor modern. Pada bagianini masih akan ditunjukkan dialektika sektorsubsisten-modern dalam pendekatan yangberbeda serta akan ditunjukkan pulabagaimana 'reaksi spontan' para 'kaumterlempar'.
Tabel 3
Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia Menggunakan Model Ranis PelTahun 1974-1999
Tahun 1974 1979 1984 1989 1994 1999 Pertumbuhan
Angkatan kerja 40,0 45,2 51,2- 57.9 65,5 74,2 2,5%
AK Sektor Pertanian 25,0 25,8 26,3 25,3 23,7 21.4
TK Pertanian tidak Berlebihan 17,0 17,8 18,6 19,5 20,4 21.4 0,92
AK Sektor Industri 15,0 19,4 24,9 32,6 41,8 52,8 5,2
TK Industri yang Wajib 23,0 27.4 32,6 38,4 45,1 52,8 3,5
Faktor Kelebihan 0.2 0,18 0,15 0.1 0.05 0,0
TK Berlebihan 8,0 6.0 7.7 5.8 3,3 0,0
Sumber: Bruce Glassbumer dan Adltyawan Chandra, Teoridan Kebijakan EkonomIMakro, Jakarta, LP3ES,1979, hal. 189-191
UNISIA NO. 3UXVIIIUI1996 87
Pet^ektif Masalah Ketcnagakei}aui.._,.4n>///(zrro/>o
Pembangunan di hampir semuanegara berkembang -termasuk Indonesia-, sering diartikan sebagai mengalirnyatenaga kerja dari desa ke kota; bahkansejarah perkembangan ekonomi EropaBarat dan Amerika Serikat telahmenunjukkan fenomena yang sama.Umumnya desa didominasi oleh aktivitaspertanian dan kota memusatkan diri padaindustri, sehingga keseluruhanperkembangan ekonomi dikarakterlslikkanolehrelokasi tenaga kerja tahap demitahapke luar darl daerah pertanian memasukikawasan industri melalui migrasi desa kota(urbanisasi). Dengan demlklan Urbanisasidan Industrialisasi adalah 'sinonim'.
Banyak teori dikemukakan untukmencoba meneiusuri niat bermigrasi,antara Iain (1)sfress-//7ress/7o/dmode/atausering dikenal dengan place utility model/residential satisfaction model/residentialpreference model, (2) the human capitalapproach, (3) contextual analysis, (4)value expentancy model, serta kombinasi/integrasidarl semua teori tersebut benjpa(5) place-utility and behavior intentions.
Stress-thresshold model berangkatdari suatu asumsi bahwa Individumerupakan makhluk raslonal yang mamoumemllih alternatif terbaik denganmembandlngkan untung dan rugi. Individubiasanya membandingkan tempat tinggaiyang ada dengan yang diharapkanberdasarkan pertlmbangan untung danrugi. Kaiau peniialan terhadap tempattinggai sekarang negatif/kurangmenguntungkan, maka usaha mencaritempat yang baru akan segeradireallsasikan.
Human capital model padaprinsipnya didasarkan atas teoripembuatan keputusan Individual, denganmenekankan aspek investasidaiam rangkapeningkatan produktlvitas manusla. Daiammodel Ini niat tersebut iebih ditentukan
88
oleh usaha mencari kesempatan kerjayang Iebih baik dan income yang Iebihtinggi. Migrasi dianggapnya sebagai bentukinvestasi Individu, yang diputuskan setelahyang bersangkutan memperhitungkanbiayadan manfaat. Pengembangan modeiini nampak daiam karya Todaro, dimanadia berpendapat bahwa bahwa keputusanbermigrasi merupakan suatu responsterhadap harapan tentang penghasilanyang akan diperoleh di kota dibandlngkandengan yang diterlma di desa, dankemungkinan memperoieh pekerjaan.
Contextual analysis memusatkanperhatlannya pada pengaruh faktor latarbelakang struktural. Faktor-faktor dansituasi eksternai makro dankemasyarakatan harus dipertimbangkankarena faktor-faktor tersebut dapatberfungsi sebagai pendorong atausebaliknya sebagai penghambat daiampengambilan keputusan bermigrasi.Faktor-faktortersebut meliputi karakteristikdaerah asal asal dan tujuan, kesempatankerja, tingkat upah, tanah dan sistempemilikannya, ikatan keluarga, sistemwarisan, jaringan transportasi dankomunikasi, dan akses terhadap berbagaifasilitas dan pelayanan, faktor ikiim, program pemerintah dan sebagainya.
Fokus utama dari value expentancymodelmempe\a\ar\ hubungan antara sikap,nilai persepsi dan niat bermigrasi. Menurutmodel Ini, niat bermigrasi dipengaruhi oiehberbagai jenis niiai dan harapan untukmemperoieh niial-nilai tersebut yang terdiridari kekayaan, status, kemandirian, affiiiasidan moralltas.
Sementara untuk integratif modelmengasumsikan bahwa niat bermigrasisecara langsung dipengaruhi oleh tigafaktor, yaitu persepsi tentang 'place utility', latar belakang pribadi dan struktural.
Dengan mempelajari berbagai teoriyang menjeiaskan niat mereka bermigrasi,
UNISIA NO. .^IlX\'llinil996
Peispektif MasalahKetenagakerjaan AriefHartono
kita dapat memperoleh suatu generalisasibahwa arus migrasi desa-kota atau lebihtepatnya urbanisasi banyak diwarnaitendensi ekonomis, yaitu memperolehpekerjaan terutama sektor modern-formal.Seperti dikemukakan terdahulu bahwapada realitanya sektor modern tidakmampu menampung gelombang relokasitenaga kerja dari sektor pertanlan yangcukup besar tersebut, sehingga mereka
lerhempas' serta berkelana diantara keduasektor tersebut; sektor ini kemudian dikenaldengan sektor informal. Mereka terjundalam berbagai aktivitas ekonomi daripedagang asongan. tukang becak, tukangojek sampai para pemulung sampah.
Dengan melihat mekanlsmemunculnya sektor informal, maka dapatdikatakan bahwa sektor informal
merupakan 'sektor penyelamat' dari
Gambar 3
Kerangka Skematis untuk Menganalisis Keputusan Migrasi dari Todaro
FtkM-rtktor
(mliilnyt
K«4iiaiv<»bl|akan paRwmtih (ff^
Satim aetW(iTtalnya «jrMkaputuaan)
Upaholayihfceta
Ptndapaianwiayah teta
Panglrlmanuang dail k^takadau
Panghaillanuaana man*(M
Pandapaian•tsyth daaa
Prababiillaaaabuah pa-kadaan
UNISIA NO. 3IIXV1IIUI1996
Blaya pakjano
Bltya hidis
Biaya Iranapor
KtuntunginpaiMt (mluVny«kanlim«t•n total
Kauntunganbarmtgraal
KaAnlanba^mmtl
Karuglan paNa(mitakb* iWkp,adaptaal loalat.dan artagatnya)
Konak deu-
Sanna pan-dd1kai\ danaabepalnya
Arua Intor
maal
Nlal yanghatapkan eo.karang dartmtoraaJ
N3al mtgrailyang oiadffla
aputuiabonnigraal
89
Per^eklif NbsalaJi Kelenagakeijaan...., 4n>///ar(on(7
ketidakmulusan transformasi sektor formalyang terjadi. Sektor informal merupakan'pahlawah' yang dapat menampungluberan tenaga kerja dari sektor formaldengan kapasrtas daya tampung yangsangat besar. Sayangnya, sektor in! kurangmendapatkan posisi yang layaksebagalmana layaknya seorang'pahlawan'. Bahkan, sektor in! mendapatjuiukan yang terkesan minor dan seram,yaitu ekonomi bayangan, black economyataupun underground economy. Sejauh inipenanganan masalah sektor informal diperkotaan maslh banyak belum beranjakdari pola lama, yaitu usir dan gusur demikebersihan, keamanan dan kenyamanankota.
Persoalan sektor Informal selamaini lebih banyak dilihat bukan karenamasalah internal dari sektor tersebut,melainkan karena posisi strukturalnyayangkurang menguntungkan sehingga sektorini sullt berkembang. Dengan demikianpemecahannya tidak bisa dilakukan hanyamembenahi struktur internal dari sektorinformal tersebut, meiainkan harusterintegrasi juga dengan pemecahanmasalah struktur luarnya secara makro.Persoalan lain pada sisi pemerintah daerahjuga harus diselesaikan, karena pada levelbirokrasi Ini persoalan ekonomi Informalmengalami kemacetan akibat dari polakebijakan langsung (direct approach)karena dianggap menganggu ekonomiyang formal. Disadari atau tidak, sektorinformal telah mendapat perlakuan yangkurang adil. Seharusnya dampak negatifyang ditimbulkan harus diatasi lewatpranata dan kelompok-kelompok yangsudah melembaga dikalangan mererkasendiri, sehingga kebijakan pemerintahbesifat tidak langsung (indirect strategy)yang bersifat menstimulasi mereka yangbergerak di sektor informal untukbert^embang lebih jauh. Dua hal penting
90
yang harus dipertlmbangkan daiampembinaan sektor Informal adalah unsurkewirausahaan dan semangat merekamengelak dan ketidakberdayaan yangdiciptakan oleh sistem yang sempit sertapeluang partisipasiyang terbatas.
Eksport-import Tenaga KerJa dan DayaSaing Global
Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang diwarnai dengan besarnyakwantitas angkatan kerja yang tidaktertampung dalam kesempatan kerja yangtersedia maupun relatifrendahnya kualitasmereka, disisi lain kita menemul^n adanyaparadok ketenagakerjaan, yaitu semakinbesarnya tenaga kerja asing (TKA) yangbekerja di Indonesia.
Pada tahun 1994 jumlah TKAmencapai 41.422 orang naik sebesar37,99% pada tahun 1995 sehingga menjadi57.159. Dengan gaji selangit -dibandinggajl rata-rata pekerja Indonesia- para TKAiniharus dibayar dengan devisa yang tidakkecil. Berdasarkan data Depnaker, untukmembayar gaji TKA tahun 1995 Indonesiaharus mengeluarkan devisa sekitar 2,4miliar dolar AS atau sekitar Rp. 5,5 triliun.Padahal pada tahun yang sama terjadidefisit transaksi berjalan sekitar 7 miliardolar AS. Sementara itu, data pada tahun1996 diperkirakan devisa yang digunakanuntuk membayar TKA sebesar Rp. 5,2Triliun, sedangkan para TKI yang bekegadi luar negeri hanya mampu menghasilkanRp. 500 milyar. Kondisi Ini mengejutkanbanyak pihak, selain menyedot devisa yangcukup besar, keadaan ini juga bukan tidakmungkin telah merampas peluang pekerjayang bisa diisi pekerja lokal.
Besarnya TKA di Indonesia tidakakan menjadi masalah, ketika merekamemang benar-benar dibutuhkan danbelum ada tenaga kerja lokal yang bisamengisi pos tersebut. Namun disinyalir
UNISIA NO. 31/XVIIIIII1996
banyak pihak bahwa banyak diantara pos-pos tersebut bisa diisi oleh pekerja lokaldengan kualtas hasil kerja yang tidak kalahdengan TKA. Kalau ini memang yangterjadi maka akan semakin memperburukdemand-supply \enaga kerja di Indonesiayang kondisi sebelumnya memang belumbalk. Pos-pos manajer perhotelan,perbankan sampai pemasangan tiang-tiang pancang atau Instalasi perlistrikansudah bukan saatnya lag! jadi monopolinya
PerspektifMasalah Ketenagakerjaan...., AriefHurtono
TKA, 'karena tenaga lokal sudah cukupmumpuni; bahkan dalam bidang rancangbangun dan rekayasa pesawat terbangatau kereta api tenaga lokal juga sudahmenunjukkan kehandalannya.
Besarnya TKA di Indonesia terasaparadok pula dengan kebljakan pemerintahyang berupaya keras mengatasi besarnyagelombang angkatan kerja melalui eksporttenaga kerja atau yang lebih terkenaldengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Tabel 4
Perturribuhan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia Tahun 1994-1995
Warga Negara Tahun 1994 Tahun1995 Pertumbuhan {%)
Amerika 3.282 3,537 7,77
Australia - 2.723 3.049 11,97
Belanda 748 907 21,26
Hongkong 1.001 1.592 59,04
India 2.293 4.121 79,72
Inggris 2.087 2.264 8,48
Jepang 6.457 9.442 46,23
Jerman Barat 993 843 -15,11 •
Korea Selatan 5.539 11.668 110,65
Kanada 860 954 10,74
Malaysia 2.454 2.737 11,53
Perancis 810 897 10,74
Philipina 2.386 2.721 14,04
Seiandia Baru . 487 515 5,57
Singapura 1.412 1.615 14,38
Taiwan 3.728 5.694 52,74
Thaiiand 1.265 470 -62,85
RRC 1140 1.361 19,39
Lain-laIn 1.757 2.772 57,77
Jumlah 41.442 57.159 37,99
Sumber: Dit PTK Dalam Negeri, Ditjen Binapenta
UmiA NO. 31IXVJIIIIII996 91
Per^ektif Masaloh Ketenagakeijaan AriefHartono
Tabel 5Jumlah Tenaga Kerja Indonesia
Ke Luar Negerl
Periode Jumlah TKI
Pelita 1 (1969-1974) 5.624
Pelita II (1974-1979) 17.042
Pelita III (1979-1984) 96.410
Pelita IV (1984-1989) 292.262
Pelita V (1989-1994) 652.272
Pelita VI (1994-1999) 1.250.000 ')
Sumt^r: Depnaker
Selama lima Pelita (Peiita l-V)terllhat upaya keras pemerlntahmenlngkatkan penglrlman TKI. Hal Ininampak pada penlngkatan jumlahpenglrlman TKI darl Pelita ke Pelita. Jikapada Pelita I hanya mampu mengirimsebanyak 5.624 orang TKI, maka padaPelita II mengalaml penlngkatan sebesar203,02% menjadi 17.042 orang TKI, Pelitaill meningkat465,72%, Pelita IV meningkat203,14% serta meningkat 123,18% padaPelita V. Upaya ini mempunyal maknaganda, selain untuk mengatasi masalahpengangguran dl dalam negeri yang kiankronis juga untuk memacu penerimaandevlsa. Tentu saja upaya Ini akan terasasia-sia jika pada saat yang bersamaanterjadi pula gelombang besar TKA yangmenyerbu Indonesia.
Sementara itu, pada Pelita VIpemerlntah Indonesia mencanangkanakan mengirim 1,25 juta TKI denganperklraan penerimaan devlsa sebesar 8,4milyar dollar AS. Dengan kondisi demlkianmaka, pada tahun 2000 dlperklrakanjumlahTKI mencapal 2,5jutaorang denganpenghasllan rata-rata 500 dollar AS perbulan dengan devlsa sebesar 12,5 mllyardollar AS per tahun. Darl sisl kualltas.
92
penglrlman pekerja tidak terampll alausetengah terampil akan dikurangi darlsekitar80%padatahun 1994/1995 menjadi0% pada tahun 1998/1999. Ancangan initentu saja merupakan terasa agakmenyejukkan karena selama ini penglrimanTKI didomlnasi oleh para pembantu rumahtangga dengan permlntaan terbesar darlArab Saudi. Data Depnaker tahun 1993masih menunjukkan bahwa arab Saudimerupakan pangsa terbesar TKI (61,2%),disusul Malaysia 20,1%, Laln-Iain 7,3%,SIngapura 7,1%, Taiwan/Cina 3,1% danBrunei 1,2%.
Mellhat kecenderungan masadepan, satu hal yang tidak bisa anggapremeh adalah masalah daya saing tenagakerja Indonesia. Hal ini penting untukdicermati, balkdalam rangka kepentlngandemand-supply tenaga kerja domestlkmaupun guna memproyeksl daya saIngTKI dalam kontek global.
Tabel 6
Perlngkat Daya Saing Sumber DayaManusla Negara-Nagara Asia
Negara 1995 1996
SIngapura 1 8
Hongkong 19 22
Jepang 6 4
Taiwan 18 16
Malaysia 25 34
Korsel 21 21
Thailand 26 40
Indonesia 44 45
CIna 40 35
Filiplna " 43 38
India 47 44
Sumber: World Competitiveness Report, 1996
Berdasarkan perlngkat daya saIngdunia yang disusun Institute for Management Development (IMD) -suatu lembagariset berbasls diSwiss- dalam laporan yang
UNISIA NO. 3I/XVlltl/ll99ti
berjudul Word Competitivenes Reportternyata secara keseluruhan Indonesiapada tahun 1996 berada pada rangking41 yang berarti terjadi penumnan dariposisi 33 pada tahun 1995. Dilihat darikemampuan menembus pasarinternasional juga mengalami penurunandari rangking 32 pada tahun 1995 menjadirangking 37 pada tahun 1996. Demikianpula halnya dengan sumberdaya manusia,Indonesia melorot satu perlngkat dari 44pada tahun 1995 menjadi 45 pada tahun1996. Hanya dalam ha! kekuatan ekonomidomestik Indoensia mengalamipeningkatan peringkat dari 27 menjadi 25pada tahun 1996.
Peringkat yang disusun berdasarkan225 kriteria dalam delapan faktortersebutmemeberikan peringatan kepada kita •terutama dalam hal daya saing SDM-bahwa kita masih dalam posisi yang relatifbeium kuat dalam persaingan global.Dalam hal daya saing SDM kita masihtertinggal dengan India yang mendudukiperingkat 44, Philipina peringkat 38,Thailand peringkat 40, Malaysia peringkat34 terlebih dengan Singapura yangmenduduki peringkat 8. Hal ini tentu sajatidak menjadikan kita menjadi 'patah arang'namun justeru akan lebih menyulutsemangat juang dalam persaingantersebut. Karena, mau atau tidak mau, sukaatau tidak suka kita tidak akan bisa
mengelakkan dari persaingan dalamsegala hal. Seakan dunia terasa klanterasa sempit dan negara kian terasa tiadaberbatas, mereka yang unggullah yangakan dapat menikmati era ini.
Kesejahteraan PekerjaSelain masalah-masalah yang
bersifat makro, terutama diakibatkanadanya ketimpangan demand-supplytenaga kerja di Indonesia, secara lebihmikro tenaga kerja Indonesia juga masih
UNISIA NO. 31/XVHIIIIJ996
Peispektif Masalah Ketenagakerjaan AriefHartono
menghadapi banyak masalah . Masalahyang paling menonjol adalah adanyatingkat kompensasi/upah yang belummensejahterakan kehldupan mereka.
Indikator masih rendahnya tingkatupah para pekerja ini ditandai denganUpah Minimum Regional (UMR) yangmasih dibawah Kebutuhan Hidup Minimum(KHM). Memang benar, bahwa tingkatupah saat ini sudah berada diatasKebutuhan Fisik Minimum (KFM), tetapijumlah tersebut baru mencapai 93% daritingkat KHM. Artinya para pekerja untukdapat hidup layak secara minimal punbelum tercapai.
Fenomena lain yang kurangmenguntungkan para pekerja dari UMRini adalah banyaknya para pengusahayang menjadikan UMR tersebut justerusebagai plafon tertinggi dari upah mereka.Dengan demikian bukan tidak mungkinUMR justeru menjadi 'Upah MaksimumRegional'. Atau bahkan, dalam banyakkasus para pengusaha memang belummentaati ketentuan UMR dengan berbagaialasan kepentingan perusahaan.
Fenomena diatas menyebabkanrasa tidak puas dikalangan pekerja yangbermuara pada besarnya gelombang aksiunjuk rasa/pemogokan kerja sebagaimanaterlihat pada tabel 7.
Besarnya angka aksi unjuk rasatersebut diakibatkan karena para pekerjamerasa bahwa cara tersebut merupakancara yang paling efektif untuk 'menekan'para pengusaha maupun penguasa untukmemenuhl tuntutan mereka. Hal ini harus
ditebus mahal oleh para pengusahaberupa besarnya jam kerja yang hilang,yang berarti pula turunnya angkaproduktivitas perusahaan dan diikuti puladengan hilangnya kesempatanmemperoleh profit yang lebih besar.
Kondisi ini menggambarkan pulamasih lemahnya bergaining power parapekerja, balk secara individual maupunsecara kolektif melalui SPSI. Tumpuanharapan yang begitu besar dari parapekerja terhadap SPSI sebagai institusi
93
Perspcktif Masalah Ketenagakerjaan Arief Hartono
Tabel 7
Perkembangan Kasus Unjuk Rasa / Pemogokan Kerja
Tahun Jumlah
Kasus
Pekerja Terlibat Jam Kerja yang hilang Pekerja Terlibat Per1000 Pekerja
1989 19 1.168 29.257 0,4
1990 61 27.839 229.959 0,8
1991 130 64.474 534.610 1,8
1992 251 143.005 1.019.654 5,2
1993 185 103.490 966.931 2.6
1994 296 147.662 1.421.032 3,3
Sumber: World Bank
Tabel 8Sebab-Sebab Pemogokan Buruh 1990-1994 (dalam prosentase)
Sebab 1990 1991 1992 1993 1994
1. Upah 58 63 67 61 61
2. Kondisi Kerja 31 17 14 15 13
3. THR, Serikat Kerja, Jaminan Sosial 11 20 19 24 26
Total (%) 100 100 100 100 100
Sumber: Tiras (17 Mei 1995 )
94 UmiA NO. 3llXVIinill996
yang memperjuangkan kepentlnganmereka selama inibelum dapat diperankansecara optimal. Munculnya serlkat buiuhtandingan (SBSI) dapat dianiiisis dariperspektif ini.
Selain upah, faktor-faktorkepentlngan pekerja yang lain terutamakondisi kerja dan jaminan sosial menjadialasan yang paling sering menjadi pemicumunculnya gelombang unjuk rasa .Selengkapnya penyebab dari unjuk rasapara pekerja di Indonesia tampak padatabet 8.
Dengan gambaran diatas,nampaklah bahwa tingkat kesejahteraanpara pekerja juga hams merdapatkan porsiperhatian yang serius pula. Hal tersebutperlu dilakukan karenaketidakpuasan parapekerja temtama dalam hal kesejahteraan-mempakan vahabel yang sangat rawandalam memicu bergolaknya mereka, yangjuga dapat mengancam pertumbuhanekonomi kita.
PenutupBerbagai permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, baik yangbersifat kuantitatif maupun kualitatif, padakenyataanya masih melilit dalamperekonomian Indonesia. Sementara itudalam dimenst global pun tenaga kerjakita masih dibayangi kemampuan dayasaing yang rendah, hal ini menunjukkanbahwa perekonomian kita masih periu ternsmeiakukan pembenahan yang integratifdan multi dimensional.
Berbagai kebijakan pemerintahdalam upaya mengatasi masalahketengakerjaan baik untuk menyelesaikanmasalah domestik ataupun dalammenghadapi tantangan global bagaikandua keping mata uang yang tak bisadipisahkan. Penciptaan keseimbanganekonomi desa dan kota, ekspansi industri-industri sakala kecil yang padat karya,eliminasi distorsi harga faktor, pemilihanteknoiogi produksi padat karya yang tepat,
UNtsiA NO. snxvmnnm
Perspelctif MasabhKetetugakeijaui AriefHartono
modifikasi pertautan langsung pendidikandan kesempatan kerja, perbaikan tingkatkesejahteraan pekerja serta penanganansektor informal yang 'sewajarnya' secarapelan namun pasti diharapkan akan dapatmenyelesaikan berbagai permasalahnyang ada. Namun yang pertu digarisbawahibahwa masalah ketenagakerjaan bukanlahmasalah parsialistik yang berdiri sendiri,namun mempakan suatu paradigma yangsaling bertautan dengan membawaberbagai konsekuensi baikpositip maupunnegatip.
Daftar Pustaka
Arif Hartono, Gugatan Kaum Buruhterhadap Ketimpanagn dalamIndustri, Jurnal ekonomi THI Vol. 3,Juni, FE Ull, Yogyakarta, 1994.
, Sektor hformal: Suatu MozaikPerekonomian Kota dan Distorsi
Kebijakan Pembangunan, MajalahIlimiah Unsia, No. 27 Tahun XVTriwulan III, Ull, Yogyakarta, 1995.
Aris Ananta (Peny.), Ciri DemografisKualitas Penduduk dan
Pembangunan Ekonomi, LembagaDemcgrafl-FE Ul, Jakarta, 1993.
Asep Djaja Saefullah, Mobilitas Pendudukdan. Perubahan di Pedesaan,
Prisma No.7 Hal.35-47, LP3ES.Jakrta, 1994.
, Mobilitas Penduduk danModernisasi Desa, Prisma No. 10Hal. 23-36, LP3ES. 1995.
Baldwin & Gerald M. Meier, EconomicDevelopment: Theory, History, andPolicy, John Wiley, 1960.
Bruce Glasiburner dan AdityawanChandra, Teori dan Kebijakanekonomi Makro, LP3ES, Jakarta,1994.
Chris Manning, Approaching The TurningPoint: Labor Market Change under
95
Perspektif MasaUh Ketcnagakeijaan...., AnV/Z/orrono
Indonesian's New Order, TheDeveloping Economies, 33 (1).ha! 52-58.
Didi J. Rachblni, EkonomI informalPerkotaan, LP3ES, Jakarta, 1994.
Gerald M. Meier, Leading Issues in Economic Development, Fifth Edision,Oxford University Press, New York,1989.
Hedi Sutomo, Model Lain TransformasiSektoral di Indonesia, Prisma No.10Hal.3-21,LP3ES, 1995.
Lyn Square, Kebijaksanaan KesempatanKerja di Negara SedangBerkembang, Ul Press, 1982.
Michael P. Todaro, Economic Development, Fifth Edision, Longman, London, 1994.
P3EI-FE Ull, Kumpulan Makalah SeminarProblematika Upah buruh: SuatuTinjauan, Etika Kesejahteraan danEfisiensi, P3EI-FE Ull, Yogyakaita,
96
1995.
Prijono Tjiptoherijanto, Ketenagakerjaan,Kewirausahaan dan PembangunanEkonomi, LP3ES, Jakarta, 1992.
Sumitro Djojohadikusumo, Perdagangandan Industri dafam Pembangunan,LP3ES. Jakrta. 1987.
, Dasar Teori Pertumbuhan danEkonomi Pembangunan, LP3ES,1994.
Thee Kian WIe, Industrialisasi di Indonesia, LP3ES. 1994.
YeremiasT. Keban, Studi Niat Bermigrasidi Tiga Kota, Prisma, No.7 Hal. 17-33, LP3ES, 1994.
Marian Kompas, beberapa edisiMarian Republika, beberapa edisIBiro Pusat Statistik, Data-Data PDB,
Penduduk dan Ketenagakerjaanserta Industri
Departemen Tenaga Kerja Rl, Data-DataKetenagkerjaan Indonesia.
UNISIA NO. 31IXVI/IIII1996