49
BAB I PENDAHULUAN Industri pertambangan saat sekarang ini menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Paradigma dalam industri pertambangan saat ini lebih memperhatikan aspek lingkungan. Adanya proyek penambangan misalnya batubara, mengakibatkan suatu dampak langsung maupun tidak langsung, dampak positif ataupun dampak negatif terhadap lingkungan di sekitar lokasi penambangan tersebut. Namun juga disadari telah menjadi konotasi dalam masyarakat bahwa industri pertambangan selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Hal ini merupakan akibat dari beberapa ciri-ciri khusus industri pertambangan yaitu : (i) Industri pertambangan akan selalu melakukan penggalian muka tanah dalam rangka menggali bahan galian berharga. Hal ini tentunya akan menyebabkan terganggunya bentang alam dan mengusik estetika. (ii) Kandungan material berharga dalam batuan yang digali sangat kecil, sehingga diperlukan penggalian batuan yang jauh lebih banyak untuk mengekstrak mineral. Hal ini mengakibatkan adanya banyak limbah padat yang akan tertimbun. (iii) Pada industri pertambangan sering diikuti dengan proses pengolahan bahan galian yang kadang-kadang 1

pertambangan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

modul

Citation preview

Page 1: pertambangan

BAB I

PENDAHULUAN

Industri pertambangan saat sekarang ini menunjukkan peningkatan cukup

signifikan. Paradigma dalam industri pertambangan saat ini lebih memperhatikan

aspek lingkungan. Adanya proyek penambangan misalnya batubara, mengakibatkan

suatu dampak langsung maupun tidak langsung, dampak positif ataupun dampak

negatif terhadap lingkungan di sekitar lokasi penambangan tersebut. Namun juga

disadari telah menjadi konotasi dalam masyarakat bahwa industri pertambangan

selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Hal ini merupakan

akibat dari beberapa ciri-ciri khusus industri pertambangan yaitu :

(i) Industri pertambangan akan selalu melakukan penggalian muka tanah dalam

rangka menggali bahan galian berharga. Hal ini tentunya akan menyebabkan

terganggunya bentang alam dan mengusik estetika.

(ii) Kandungan material berharga dalam batuan yang digali sangat kecil, sehingga

diperlukan penggalian batuan yang jauh lebih banyak untuk mengekstrak

mineral. Hal ini mengakibatkan adanya banyak limbah padat yang akan

tertimbun.

(iii) Pada industri pertambangan sering diikuti dengan proses pengolahan bahan

galian yang kadang-kadang memerlukan bahan kimia yang akan terlarut dalam

limbah cair yang akan dibuang, dan kemungkinan menggangu lingkungan.

(iv) Industri pertambangan adalah suatu industri yang padat teknologi dan modal

yang umumnya dilakukan pada daerah terpencil. Hal ini memerlukan operator

terdidik dan terlatih yang biasanya tidak dijumpai pada lokasi penambangan.

Tenaga kerja sering diperoleh dari luar daerah sehingga dapat menimbulkan

kecemburuan sosial dan perbedaan sistem nilai.

Ciri-ciri khusus ini tentunya akan dihadapi oleh industri pertambangan dengan

cara melakukan upaya-upaya penanggulangan dari dampak negatif dan

pengembangan dampak positif tambang. Dokumen amdal yang menjadi acuan kerja

dapat diterapkan dalam kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan.

1

Page 2: pertambangan

Tulisan ini membahas metode penambangan, tata cara penambangan, tahapan

penambangan, dan rancangan penambangan yang berwawasan lingkungan.

Pembahasan disertai ilustrasi teknis dan gambaran nyata di lapangan. Metode

penambangan difokuskan pada tambang terbuka (open pit). Tata cara penambangan

membahas istilah teknis penambangan bijih dan batubara.

2

Page 3: pertambangan

BAB II

METODE DAN TATA CARA PENAMBANGAN

2.1 Metode Penambangan

Karateristik endapan, bentuk, lokasi dan formasi batuan baik overburden atau

interburden, merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

sistem penambangan. Berdasarkan faktor di atas dapat ditentukan tambang terbuka

(open pit) atau tambang bawah tanah (underground). Pada tulisan ini lebih

difokuskan pada pembahasan tentang tambang terbuka. Tambang terbuka dilakukan

untuk mengeksploitasi endapan mineral atau batubara yang terletak dekat dengan

permukaan. Keuntungan dari metode penambangan secara open pit adalah :

a. Produktivitas tinggi sehingga tidak memerlukan banyak tenaga kerja

b. Biaya produksi rendah terutama disebabkan penggunaan peralatan

berkapasitas besar

c. Tingkat produksi relatif tinggi

d. Produksi awal dilakukan dengan persiapan relatif mudah

e. Strata pendidikan untuk tenaga kerja relatif rendah, namun ketrampilan

operator merupakan persyaratan utama

f. Kegiatan operasi dan strategi penambangan relatif fleksibel terhadap

perubahan

g. Permuka kerja (front) yang luas memberikan kenyamanan dalam

menggunakan peralatan besar untuk tingkat produksi tinggi.

h. Pembuatan dan penanganan permukaan lereng tambang lebih mudah dan

murah dibanding dengan tambang bawah tanah.

i. Persiapan penambangan (development) dan pembuatan jalan masuk (access

mine) lebih mudah, bukaan awal tambang tidak terlalu besar karena selalu

memperhatikan batas stripping ratio.

j. Perolehan tambang (recovery) relatif baik yaitu mendekati 100 % kecuali

pada batas tambang (pit limits) karena mendekati batas sudut lereng yang

semakin kecil.

k. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja lebih baik.

3

Page 4: pertambangan

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penambangan adalah sebagai berikut :

a. Kondisi Endapan

Kondisi lapisan batubara (Gambar 2.1) atau bijih yang tersingkap di permukaan

tanah sebagai singkapan (out-crop) mendapat prioritas utama untuk ditambang.

Kondisi endapan yang perlu diperhatikan juga adalah: arah jurus (strike),

kemiringan lapisan (dip) dan ketebalan lapisan.

Gambar 2.1 Kondisi endapan batubara di lapangan

b. Kondisi Material Overburden dan Interburden

Kekuatan material menurut standar klasifikasi masa bantuan oleh Bieniaskwi

(1989), batuan overburden dan interburden dapat dikelompokkan: kuat, lemah

sangat lemah. Apabila kuat tekan uniaksial (UCS) kurang dari 1 Mpa, operasi

penggalian dapat dilakukan dengan metode gali bebas (excavating).

c. Nisbah Kupas (Stripping Ratio, SR)

Nisbah kupas adalah perbandingan antara jumlah material penutup (overburden)

dan tonase bijih atau batubara. Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya

4

Page 5: pertambangan

dinyatakan dalam ton waste per ton ore. Pada tambang batubara sering dipakai

satuan m3 overburden per ton batubara.

SR = atau SR =

Untuk geometri penambangan bijih yang ditetapkan, nisbah kupas merupakan fungsi

dari kadar batas.

Gambar 2.2 Penampang potong lapisan batubara

Parameter yang digunakan untuk membuat desain penambangan diperoleh

dari hasil studi geoteknik. Lereng keseluruhan (overall slope) didesain mengikuti

rekomendasi geoteknik yang dibuat dengan faktor keamanan 1,5 (highwall) dan 1,1

(lowwall).

Geometri Jenjang Individu (Individual Bench)

Geometri jenjang terdiri dari tinggi, lebar, dan kemiringan, misalnya:

Tinggi jenjang 10 m

Lebar berm 6 m

Kemiringan jenjang 60o

5

Page 6: pertambangan

Gambar 2.3 Contoh single bench

Geometri Lereng Akhir Tambang (Final Pit Slope)

Geometri terdiri dari tinggi dan kemiringan lereng keseluruhan, misalnya:

Tinggi lereng keseluruhan (overall) 50 - 120 m

Kemiringan lereng keseluruhan (overall slope) 40o

Gambar 2.3 Ilustrasi dimensi lereng akhir penambangan

6

Page 7: pertambangan

Lereng Timbunan (dump slopes)

Contoh desain lereng timbunan adalah sebagai berikut:

Kemiringan keseluruhan (overall) 21o

Tinggi jenjang 10 m

Lebar berm 3 m

Kemiringan jenjang individu 30o

Jarak antara toe timbunan dengan pit crest, minimum adalah 2 kali kedalaman

pit, untuk mengurangi kemungkinan pembebanan akibat tanah timbunan.

Gambar 2.4 Dimensi lereng timbunan

Jalan Tambang (mine roads)

Contoh desain jalan tambang sebagai berikut:

Lebar total 24 m

Lebar permukaan jalan 22 m

Gradien maksimum 8 % (AASHTO 1994)

Super elevasi 4 % (AASHTO 1994)

Turning radius 25 m

Desain Ramp

Lebar pit ramp operasi 22 m

Gradien ramp 8 %

Lebar selokan 1 m

7

Page 8: pertambangan

Gambar 2.5 Pit dan jalan tambang

Gambar 2.6 Desain ramp

8

Page 9: pertambangan

Berdasarkan letak endapan relatif dekat permukaan tanah, peningkatan produksi

dengan teknologi tambang terbuka lebih mudah untuk dilaksanakan, biaya modal dan

operasi tambang terbuka relatif lebih murah daripada tambang bawah tanah, maka

dapat diterapkan sistem tambang terbuka (open pit mining).

2.2 Tatacara penambangan

Tata cara penambangan adalah sebagai berikut: daerah dibagi menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil yaitu : Pit (tambang), Panel, Strip, dan Blok.

a. Pit

Lokasi penambangan dibagi menjadi beberapa pit. Pembagian ini didasarkan pada

pertimbangan kondisi topografi dan geologi misal munculnya sesar.

Gambar 2.7 Desain pit

9

Page 10: pertambangan

b. Panel

Masing-masing pit dibagi menjadi beberapa panel yang melintang dari barat ke timur

atau sebaliknya. Biasanya lebar tiap panel adalah 100 m. Penomoran untuk Panel 1

adalah 01, Panel 2 adalah 02, dan seterusnya pada masing-masing pit.

c. Strip

Setiap panel dibagi lagi menjadi beberapa strip yang dibuat tegak lurus garis panel.

Lebar setiap strip adalah 100 m melintang dari selatan ke utara atau sebaliknya. Arah

strip ini disesuaikan juga dengan letak dan kondisi endapan. Penomoran Strip 1

adalah 01, Strip 2 adalah 02, dan seterusnya pada masing-masing panel.

d. Blok

Blok merupakan perpotongan antara panel dan strip. Bentuk akhir dari blok adalah

bujursangkar dengan ukuran misalnya 100 m x 100 m. Penomoran untuk blok adalah

gabungan dari Pit, Panel, dan Strip yang masing-masing terdiri dari 2 digit.

Contoh : P1A0305

Berarti : P1A = Pit 1A

03 = Panel 3

05 = Strip 5

Urut-urutan penambangan atau tahapan dalam penambangan bijih disebut

push back atau biasanya disebut: slices, phases, stages. Sedangkan untuk endapan

batubara sering disebut strip mine.

10

Page 11: pertambangan

BAB III

TAHAPAN KEGIATAN PENAMBANGAN

Tahapan kegiatan penambangan yang dilakukan adalah dengan cara open pit mining

yang terdiri dari serangkaian kegiatan meliputi :

(1) Pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk

(2) Penggalian dan pemindahan lapisan penutup (overburden dan interburden),

(3) Penambangan dan pengangkutan batubara.

3.1 Pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk

Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang akan

ditambang secara open pit. Beberapa pekerjaan yang akan dilakukan berkaitan

dengan operasi ini adalah :

a. Pembabatan semak dan perdu

Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer, yang menjalankan

fungsi gali-dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar.

Semak dan perdu yang menutupi area penambangan didorong ke daerah-daerah

pembuangan.

Gambar 3.1 Bulldozer sebagai alat gali-dorong

11

Page 12: pertambangan

b. Penebangan pohon dan pemotongan kayu

Penebangan pohon-pohon dan penebangan kayu-kayu yang ada dilakukan

sebelum operasi pembersihan lahan penambangan. Lahan dari lokasi yang akan

ditambang biasanya ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon, dari yang berukuran

kecil sampai besar. Untuk pohon yang berukuran besar perlu dilakukan

pemotongan dengan mesin pemotong (chainsaw). Pohon yang telah dipotong,

kayunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dalam operasi pemindahan

kayu-kayu, digunakan alat-alat pengangkut beban berat dan rantai besi untuk

pengikat dan penarik, kemudian diangkut dengan truk.

c. Operasi pengupasan tanah pucuk (top soil)

Operasi pengupasan lapisan top soil yang banyak mengandung bahan-bahan

organik hasil pelapukan yang menyuburkan tanah, dilakukan setelah pembersihan

lahan penambangan.

Gambar 3.2 Pengupasan tanah pucuk

12

Page 13: pertambangan

Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan dan bulldozer misal Cat

D8R. Lapisan top soil didorong dan dikumpulkan pada lokasi tertentu dekat

dengan daerah operasi bulldozer, kemudian dimuat menggunakan excavator

misal Cat 5130B dan diangkut dengan dump truck ke tempat penyimpanan tanah

pucuk. Timbunan tanah subur ini, nantinya dimanfaatkan pada saat melakukan

pekerjaan reklamasi. Tanah pucuk yang harus dipindahkan ditempatkan di

dumping area.

3.2 Operasi penggalian dan pemindahan lapisan penutup

Operasi penggalian lapisan penutup berupa overburden dan interburden, dilakukan

dengan menggunakan excavator misal Cat 5130B dibantu dengan bulldozer misal

Cat D9R.

Gambar 3.3 Operasi pemindahan lapisan material penutup

13

Page 14: pertambangan

Tabel 6.3 Contoh perhitungan volume tanah pucuk

Tahun ke Luas (ha) Tebal Tnh Pucuk (m) Vol. Tnh Pucuk (m3)1 18,00 1 180.0002 24,75 1 247.5003 30,63 1 306.2504 24,75 1 247.5005 22,75 1 227.5006 27,75 1 277.5007 28,94 1 289.375

Total 177,56 1.775.625

Untuk material lemah sampai sedang, langsung dilakukan penggalian dan pemuatan

ke dump truck (misal Cat 777D).

Gambar 3.4 Pengangkutan material memakai dump truck kapasitas besar

Bila ditemukan material keras, terlebih dahulu diberaikan dengan bulldozer,

kemudian digali dan dimuat dengan excavator. Pemakaian ripper pada bulldozer

14

Page 15: pertambangan

disesuaikan dengan kebutuhan operasi pemberaian material. Pemindahan material

hasil penggalian lapisan penutup ini, menggunakan excavator sebagai alat muat, dan

dump truck sebagai alat angkut.

Lapisan penutup diangkut dari daerah penambangan ke lokasi penimbunan

(dumping area) yang telah direncanakan, berupa daerah bekas penambang terdekat

atau daerah-daerah kosong yang ada di sekitar tambang. Timbunan lapisan penutup

ini harus ditutup dengan lapisan tanah subur agar dapat ditanami kembali.

Gambar 3.5 Kegiatan penggalian dan pemindahan batubara

3.3 Operasi penggalian dan pemindahan batubara

Operasi penggalian batubara dilakukan dengan menggunakan excavator (misal Cat

375) dibantu dengan bulldozer (misal Cat D9R). Untuk batubara yang memiliki

kekuatan lemah sampai sedang, langsung digali dan dimuat ke dump truck (misal

Iveco MPC410E38H). Sedangkan batubara yang keras, diberaikan dahulu dengan

bulldozer, kemudian digali dan dimuat dengan excavator. Pengangkutan batubara ke

stockpile atau ke crusher dapat dilakukan dengan dumptruck untuk jarak angkut yang

15

Page 16: pertambangan

relatif jauh, sedangkan untuk jarak dekat dapat dilakukan dengan belt conveyor.

Umumnya batubara dari stockpile diangkut ke tongkang menggunakan belt conveyor.

Gambar 3.6 Kegiatan pemindahan batubara dari stockpile ke tongkang

16

Page 17: pertambangan

BAB IV

PENJADWALAN PRODUKSI

Penjadwalan produksi tambang dinyatakan dalam periode waktu tertentu

meliputi data: tonase bijih dan waste (batubara dan overburden), kadar (kualitas), dan

pemindahan material total dari tambang tersebut. Tujuan penjadwalan produksi

adalah memaksimumkan net present value (NPV), rate of return (ROR), atau dengan

lain perkataan dapat menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah

mungkin.

Selama proses penjadwalan, evaluasi sering dilakukan terhadap tingkat

produksi bijih, jadwal pengupasan tanah penutup, strategi kadar batas (cut-off grade).

Data masukan dalam evaluasi tersebut adalah tabulasi ton dan kadar per jenjang dari

material yang akan ditambang.

Asumsi awal yang diperlukan untuk menentukan penjadwalan produksi

adalah:

(1) Tingkat produksi dapat berubah atau meningkat berdasarkan waktu.

(2) Penjadwalan sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cut-off grade yang

berbeda.

Dua butir di atas mempengaruhi pula jadwal pengupasan tanah/material penutup.

4.1 Penjadwalan Produksi Bijih

(1) Pengamatan Terhadap Tabulasi Ton/Kadar Mineral Untuk Tiap Tahap

Pada tahap awal penambangan umumnya jenjang–jenjang (bench) berada

pada lokasi material penutup (waste). Jenjang–jenjang yang berada di bawah

umumnya terdiri dari bijih. Jenjang tersebut merupakan jenjang produksi bijih yang

diandalkan untuk dikirim ke pabrik pengolahan. Aspek yang perlu dicermati disini

adalah pada elevasi jenjang berapakah akan terjadi peralihan dari material penutup

(waste) ke bijih yang diandalkan? Salah satu kriteria adalah nisbah kupas. Pada

elevasi jenjang berapakah nisbah kupas jenjang akan lebih rendah dari nisbah kupas

rata–rata?

17

Page 18: pertambangan

(2) Kebutuhan Pengupasan Pra Produksi

Jumlah material penutup yang harus dikupas selama masa pra–produksi

merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Proses penjadwalan produksi

dapat dilakukan dengan simulasi jumlah material dengan mempertimbangkan

pengupasan pada push back pertama, kedua dan seterusnya. Material bijih yang

ditambang selama pra–produksi biasanya ditumpuk di dekat crusher dan menjadi

bagian dari bijih untuk tahun pertama.

(3) Penentuan Jadwal Pengupasan Material Penutup (Waste)

Penjadwalan pengupasan material penutup disesuaikan dengan urutan tahap–

tahap penambangan (push back). Tahap pertama dilakukan penambangan jenjang per

jenjang hingga sasaran produksi bijih untuk tahun pertama tercapai. Persentase

jenjang terakhir yang harus ditambang dihitung untuk mencapai sasaran produksi.

Tonase bijih dan waste ditabulasikan waste untuk mengetahui jumlah material total.

Tahap-tahap penambangan dilanjutkan pada jenjang-jenjang berikutnya hingga

semua bijih dapat terambil. Jumlah ore, waste, dan material total ditabulasikan untuk

setiap tahun.

Jumlah waste yang harus dipindahkan dibagi dengan umur tambang akan

menghasilkan tingat produksi waste per tahun yang terjadwal teratur dan merata.

(4) Menyeimbangkan Jadwal

Setelah ditentukan tingkat produksi bijih dan tingkat pemindahan/pergerakan

material total untuk setiap periode waktu. Langkah berikutnya adalah menambang

dari push back sumber bijih utama dan dari push back waste yang harus dikupas pada

suatu periode waktu untuk mencapai sasaran produksi. Masalah yang timbul adalah

akan ada sejumlah waste di dalam material bijih dan sebaliknya, sejumlah bijih

dalam material waste. Penjadwalan diupayakan seimbang sehingga jumlah bijih dari

semua potensi dapat memenuhi sasaran, dan jumlah material total dari potensi bijih

tersebut mencapai sasaran pula. Metode yang dapat dilakukan adalah: metode coba–

coba (trial and error), dan menggunakan persamaan serentak (simultaneous

equations).

Setelah bijih dan waste (atau material total) dari tiap push back ditentukan

untuk suatu periode waktu, kadar untuk tahun itu dapat ditentukan sebagai rata–rata

terimbang (berbobot) untuk bijih yang ditambang.

18

Page 19: pertambangan

Jumlah bijih yang ditimbun selama pra-produksi dan bijih yang ditambang

selama tahun pertama sama dengan sasaran produksi tahun pertama. Untuk pabrik

yang besar, sasaran produksi tahun pertama biasanya sekitar 75% sasaran produksi.

Umumnya kesalahan perkiraan produksi sulit dihindari, sehingga perlu dilakukan

pengecekan berulang kali. Apabila suatu push back telah selesai, pastikan bahwa

material total yang ditargetkan setiap tahun dari push back tersebut sama dengan

jumlah bijih dan waste untuk push back yang bersangkutan. Evaluasi dilakukan juga

pada jumlah jenjang yang dapat ditambang dari satu push back selama tahun

tersebut.

(5) Prosedur Penjadwalan Produksi

Software tambang yang digunakan untuk penjadwalan produksi penambangan

misalnya Miner (mine planning software), sedangkan Gtcomp (grade tonnage

computation) dipakai untuk penaksiran tonase, kadar, dan pendapatan (revenue)

berdasarkan nilai ekonomi tiap blok yang telah didesain.

Prosedur penjadwalan produksi adalah:

(a) Tentukan jumlah material yang akan ditambang selama satu periode waktu

(misal kuartal) pada push back sumber bijih utama (push back produksi) dan

pada push back untuk pengupasan waste (stripping push back).

(b) Tentukan jumlah bijih yang akan diproses sesuai dengan kapasitas mill pada

periode waktu tersebut.

(c) Hitung jumlah bijih dan kadar yang terdapat di stockpile (untuk tambang yang

sudah beroperasi). Informasi ini sangat penting karena bijih yang akan diproses

tidak selalu berasal dari hasil penambangan melainkan dapat juga berasal dari

stockpile dengan pertimbangan tonase dan kadar bijih untuk memperoleh

produksi logam yang optimal.

(d) Membuat cut (daerah yang akan ditambang) baik pada push back produksi

ataupun stripping dengan cara melakukan proses digitasi pada topografi

penambangan. Pada proses ini dibutuhkan model blok sebagai pedoman

penambangan yang menunjukkan variasi kadar bijih yang akan ditambang

(selective mining). Lebar cut sudah mempertimbangkan ruang kerja alat sesuai

dengan desain push back.

19

Page 20: pertambangan

Gambar 4.1 Digitasi cut penambangan

(e) Hasil digitasi memperlihatkan cut penambangan pada push back produksi dan

push back stripping pada beberapa jenjang yang direncanakan akan ditambang.

Gambar 4.2 Cut penambangan pada push back produksi dan push back stripping

20

push back stripping

push back produksi

topografipush back stripping

topografipush back produksi

proses digitasi

Page 21: pertambangan

f) Lakukan perhitungan tonase, kadar, dan nilai ekonomi cut yang akan

ditambang dan cek tonase dan kadar bijih yang akan diproses. Apabila belum

sesuai, lakukan kembali proses digitasi (trial and error) dengan melakukan

perubahan pada cut sampai diperoleh tonase yang sesuai dengan kadar bijih

terbaik. Contoh hasil perhitungan Gtcomp dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil perhitungan Gtcomp

Pendapatan Tonase Pendapatan Kadar Cu Kadar Cur

(revenue ) (tonnage ) (revenue ) (grade ) (Cu recovery )

(US$/t) (ton) (US$) (%) (%)rev>5.6 21,391,389 234,867,708 0.595 0.515rev>5.7 20,650,646 230,679,563 0.602 0.521rev>5.8 19,961,148 226,716,801 0.608 0.528rev>5.9 19,369,461 223,256,886 0.614 0.534rev>6.0 18,738,007 219,498,419 0.620 0.540rev>6.1 18,235,678 216,460,387 0.625 0.546rev>6.2 17,763,479 213,552,901 0.630 0.551rev>6.3 17,187,828 209,955,445 0.637 0.557rev>6.4 16,409,811 205,020,408 0.646 0.566rev>6.5 15,917,886 201,845,010 0.653 0.573rev>6.6 15,408,965 198,509,019 0.659 0.579rev>6.7 14,971,389 195,602,854 0.665 0.585rev>6.8 14,496,239 192,395,116 0.672 0.592rev>6.9 14,061,422 189,418,742 0.678 0.598rev>7.0 13,633,855 186,448,489 0.685 0.605rev>7.1 13,323,231 184,258,819 0.690 0.610rev>7.2 12,966,943 181,706,329 0.695 0.616rev>7.3 12,677,557 179,609,348 0.700 0.620rev>7.4 12,385,240 177,455,477 0.705 0.625rev>7.5 12,117,945 175,464,461 0.7094 0.6296rev>7.6 11,811,199 173,150,374 0.7149 0.6351rev>7.7 11,470,664 170,543,608 0.721 0.6413rev>7.8 11,080,909 167,523,994 0.7285 0.6488rev>7.9 10,841,346 165,643,665 0.734 0.6541rev>8.0 10,531,521 163,181,540 0.7405 0.6605

g) Tabulasikan jumlah material yang akan ditambang pada tiap push back.

h) Buatlah penampang potong (cross section) pada semua jenjang yang akan

ditambang untuk melihat bentuk topografi akhir setelah rencana penambangan

dilaksanakan.

21

Page 22: pertambangan

Gambar 4.3 Topografi setelah penambangan

i) Lakukan perhitungan dan tabulasikan tonase bijih yang akan diproses, tonase

bijih yang ditimbun di stockpile (kadar rendah maupun kadar sedang) dan jumlah

waste yang harus ditimbun.

j) Lakukan perhitungan produksi logam yang akan diperoleh pada kuartal tersebut.

Setelah proses penjadwalan dilakukan, gambaran konseptual tentang bentuk

akhir tambang setiap tahun dapat dilihat pada peta kemajuan tambang per tahun

Berdasarkan peta tersebut setiap tahun dapat diketahui banyaknya jenjang yang akan

ditambang dan dapat dibuat rancangan tambang selanjutnya.

4.2 Penjadwalan Produksi Batubara

Penjadwalan produksi didasarkan pada jumlah cadangan di daerah konsesi

pertambangan setelah dikurangi dengan faktor kehilangan yaitu: 3.5% pada saat

penggalian dan pengangkutan, 1% pada tahap crushing dan 0,5% pada saat conveyor

loading ke barge dan kontrak penjualan batubara.

Contoh jadwal produksi batubara dan volume lapisan penutup dapat dilihat

dalam tabel di bawah.

22

Page 23: pertambangan

Tabel 4.2 Contoh jadwal produksi batubara dan tanah penutup per tahun

No.

TAHUN

PRODUKSI BATUBARA (ton)

PRODUKSITANAH

PENUTUP(bcm)

STRIPPINGRATIO

(bcm/ton)ROM COAL

SALE COAL

1 2004 (produksi awal) 1.051.997 1.000.000 6.311.981 6 : 12 2005 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 13 2006 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 14 2007 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 15 2008 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 16 2009 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 17 2010 (Jan. – Des.) 2.018.035 1.918.290 12.108.212 6 : 1

Total 13.590.000 12.918.290 81.359.998 6 : 1

Berdasarkan pertimbangan volume tanah penutup yang digali per tahun

(Tabel 4.2), dapat diaplikasikan metode back filling, artinya tanah hasil penggalian

dari suatu area penambangan, diisikan kembali pada area yang telah ditambang.

Penerapan metode back filling sekaligus diintegrasikan dengan program reklamasi

tambang. Hal ini akan memberikan keuntungan, karena akan mereduksi jarak angkut

overburden dan biaya reklamasi tambang di daerah tersebut.

Tabel 4.3 Jadwal Penimbunan Tanah Penutup

No.TAHUN

TANAH PENUTUP (bcm)OUTSIDE

DUMPBACKFILLING TOTAL

1 Tahun 2004 (produksi awal) 6.131.981 - 6.131.9812 Tahun 2005 (Jan. – Des.) 6.491.980 6.131.981 12.623.9613 Tahun 2006 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9614 Tahun 2007 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9615 Tahun 2008 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9616 Tahun 2009 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9617 Tahun 2010 (Jan. – Des.) - 12.108.212 12.108.212

Total 12.623.961 68.736.037 81.359.998

Material overburden diangkut dan ditimbun di daerah dumping area. Volume

overburden yang ditimbun di dumping area dan yang ditimbun sebagai material

pengisi (back filling), ditunjukkan pada Tabel 4.3.

23

Page 24: pertambangan

BAB V

TEMPAT PENIMBUNAN

Tempat penimbunan dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan stockpile.

Waste dump adalah suatu lokasi untuk pembuangan material kadar rendah dan atau

material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih (material

kadar tinggi) dalam suatu operasi tambang terbuka. Sedangkan stockpile digunakan

untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang.

Material stockpile misalnya: bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang

akan datang, tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.

Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.

Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh terhadap jumlah

gilir-kerja (shift) yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah truk yang

diperlukan.

Pada umumnya luas daerah yang diperlukan untuk waste dump adalah dua

sampai tiga kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini disebabkan oleh:

(a) material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-45%

dibandingkan dengan material insitu

(b) sudut kemiringan untuk setiap dump umumnya lebih landai dari pit

(c) material pada umumnya tidak dapat ditimbun setinggi kedalaman dari pit

Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste dump.

Istilah yang lebih populer adalah waste rock storage area, rock piles, dan lain lain.

5.1 Jenis Dump

Jenis dump dibedakan menjadi dua yaitu:

(1) Valley fill atau crest dumps

(a) Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topogragrafi curam

(b) Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk

membawa muatan ke elevasi ini dan membuang muatan ke lembah di

bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang.

(c) Dump dibangun berdasarkan angle of repose.

24

Page 25: pertambangan

(d) Dumping akan mulai pada kaki dari dump final sehingga pada awal proyek

jarak pengangkutan truk lebih panjang.

(e) Pemadatan diperlukan untuk memenuhi persyaratan reklamasi.

(2) Terraced dump yaitu timbunan yang dirancang ke atas (dalam lift).

(a) Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan.

(b) Timbunan dirancang dari bawah ke atas. Tinggi tiap lift biasanya 20-40 m.

(c) Lift–lift berikutnya terletak di belakang sehingga sudut keseluruhan (overall

slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.

5.2 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi waste dump tergantung pada beberapa faktor yaitu:

(a) Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu.

(b) Topografi.

(c) Volume waste rock sebagai fungsi waktu.

(d) Batas konsesi pertambangan.

(e) Jalur penirisan yang ada.

(f) Persyaratan reklamasi.

(g) Kondisi fondasi.

(h) Peralatan penanganan material.

Selama rancangan detil dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang berbeda

untuk perbandingan faktor ekonomik.

5.3 Parameter Rancangan

(1) Angle of repose: batuan kering ROM umumnya mempunyai angle of repose

antara 34-37 derajat. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump, ketidakteraturan

bongkah batuan, kecepatan dumping. Pengukuran dapat di buat pada sudut

lereng yang ada di daerah tersebut.

(2) Faktor pengembangan (swell factor): faktor pengembangan pada umumnya

pada batuan keras antara 30-45%. Satu meter kubik insitu akan mengembang

menjadi 1,3–1,45 meter kubik material lepas. Sedangkan material dapat

dipadatkan sekitar 5-15 %. Material yang ditimbun menggunakan dump truk

25

Page 26: pertambangan

akan menjadi lebih kompak daripada material yang ditimbun oleh ban berjalan

(belt conveyor stacker).

(3) Tinggi lift (jarak setback): umumnya 15–40 meter dan hanya berlaku untuk dump

yang dibangun ke atas. Rancangan jarak setback dirancang sedemikian rupa

sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata–rata (average overall slope angle)

adalah 2H : 1V (270) sampai 2,5H : 1V (220) untuk memudahkan reklamasi.

(4) Jarak dari pit limit: jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan

antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat dump harus

diperhitungkan. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan

mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.

(5) Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Truk harus menggunakan tenaga

mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini juga akan

mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak waste

dump (crest).

5.4 Penaksiran Volume

Penaksiran volume dapat dilakukan memakai beberapa cara antara lain:

(1) Penampang horizontal

(a) ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-rata

adalah luas lift.

(b) tinggi lift memberikan dimensi ke tiga untuk menaksir volume tiap lift.

(c) jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump.

(2) Penampang vertikal

(a) buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui

dump.

(b) ukur luas tiap penampang.

(c) luas ini dianggap sama hingga separo jalan ke penampang berikutnya

pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap

penampang.

(d) jumlahkan volume tiap–tiap penampang untuk memperoleh volume

total dump.

26

Page 27: pertambangan

(3) Rancangan dump menggunakan cara coba-coba (trial and error).

(a) rancanganlah dump secara coba-coba dan taksir volume. Bandingkan

dengan volume dump yang diperlukan.

(b) sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan

dicapai, umumnya dicoba antara 2–3 kali.

5.4 Prosedur Rancangan Timbunan

Berikut ini adalah salah satu cara desain timbunan (pada kasus ini timbunan

bijih kadar rendah) yang dibantu dengan menggunakan suatu perangkat lunak

(software) yaitu Miner (mine planning sofware).

Prosedur perancanan timbunan adalah sebagai berikut:

(a) Pastikan jumlah material yang akan akan ditimbun berdasarkan rencana

penambangan yang telah dibuat tahap sebelumnya, misalnya jumlah material

waste atau jumlah bijih kadar rendah ataupun bijih kadar sedang yang

ditimbun di stockpile.

(b) Menentukan lokasi timbunan kemudian mendigitasi topografi untuk

membentuk timbunan. Digitasi ini (Gambar 5.1) digunakan untuk merancang

pembentukan lereng dengan kemiringan tertentu dan jalan angkut yang

diperlukan sehingga truk memiliki access masuk ke lokasi timbunan.

(c) Merancang timbunan dari elevasi terendah menuju ke elevasi atas sesuai

tonase material.

27

Page 28: pertambangan

Gambar 5.1 Proses digitasi membentuk rencana timbunan

Gambar 5.2 Bentuk timbunan pada beberapa elevasi

28

proses digitasi

Page 29: pertambangan

(d) Lakukan perhitungan kapasitas volume timbunan berdasarkan luas dan tinggi

jenjang rencana timbunan. Lakukan perubahan desain apabila desain

kapasitas tonase timbunan belum sesuai dengan tonase material yang akan

ditimbun. Kapasitas timbunan (tonase) diperoleh dengan cara mengalikan

volume timbunan dengan densitas material lepas (loose material density).

Gambar 5.3 Proses perhitungan kapasitas timbunan

(e) Setelah membentuk timbunan dengan kapasitas tonase sesuai dengan tonase

material yang akan ditimbun, lakukan pengisian material yang akan ditimbun

(sesuai desain) sehingga membentuk topografi akhir.

29

Page 30: pertambangan

Gambar 5.4 Topografi akhir setelah penimbunan

(f) Bentuk timbunan dapat juga digambarkan dalam bentuk tiga dimensi (3D)

Gambar 5.5 Bentuk timbunan tiga dimensi (3D)

5.5 Reklamasi

30

Timbunan bijih kadar rendah di stockpile

Pit

Desain timbunan

Page 31: pertambangan

Untuk memenuhi syarat lingkungan pada umumnya dump akan dirancang

dengan kemiringan 2H : 1V atau 2,5H : 1V yang bertujuan untuk stabilitas jangka

panjang dan memudahkan penanaman kembali (revegetasi). Pekerjaan yang harus

dilakukan berupa: (a) menimbun dengan topsoil atau overburden, (b) memelihara

saluran air dan kolam pengendapan sedimen, (c) harus memantau air dari dump

(masalah air asam tambang), (d) menggunakan satu track dozer ditugasi pada waste

dump yang aktif, (e) menjaga dump tetap bersih dan memelihara kemiringan, (e)

menimbun material dengan truk dekat crest, dan dozer mendorong material melalui

crest, (f) membebaskan truk dan peralatan lain yang terperangkap.

Gambar 5.6 Timbunan material kadar rendah pada suatu waste dump

Rancangan dump pada kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

31

Waste

Page 32: pertambangan

Gambar 5.7 Rancangan dump dengan kemiringan lereng 2H : 1V

Gambar 5.8 Rancangan dump dengan kemiringan lereng 2,5H : 1V

Penimbunan kembali ke daerah bekas penambangan (mined out) banyak

memberi keuntungan yaitu: jarak pengangkutan material menjadi pendek,

mengurangi dampak visual dari aktivitas tambang, dan lebih leluasa menjadwalkan

penempatan material pada dump sesuai penjadwalan produksi.

32

1

2

2,5

1

Page 33: pertambangan

DAFTAR PUSTAKA

1. Adisoma, G.S., S. Waterman (2001), Reserve modeling for mining geology, Short Course, Indonesian Association of Geologist-GEOSEA 2001, 30th Annual Conference-10th Regional Congress, Yogyakarta, September, 1-87.

2. Cottle, J.W., C.J. Davey (1983), Computerized deposit modelling, volumetrics, and production scheduling, Computers in Mining Symposium, The Aust.I.M.M. Southern Queensland Branch, May, 111-115.

3. Dincer, T.A., T.S. Golosinski (1993), Pit limit optimization algorithms – present status and developments, Applications of Computers in the Mineral Industry, University of Wollongong, N.S.W., October, 293-300.

4. Hustrulid, W., M. Kuchta (1995), Open Pit Mine Planning and Design, Volume 1 Fundamental, A.A. Balkema/Roterdam/Brookfield, 212-248.

5. Kotzé, A.P.L., J.A.V.D.Westhuizen, W.C. Pienaar (1986), An Approach to computer aided opencast mine planning, The Planning and Operation of Open-pit and Strip Mines, J.P.Deetlefs, Editor, Johannesberg, SAIMM, 37-45.

6. Roditis, Y.S. (1993), Beyond open pit optimization planning, scheduling and sensitivity analysis, Preprint Number 93-227, Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc., 1-7.

7. Wright, E.A., (1990), Open pit mine design models, Series on Mining Engineering, 8, Trans. Tech. Publications, 1-187.

33

Page 34: pertambangan

BIODATA

A. Data Pribadi

1. Nama : Dr. Ir. Waterman Sulistyana, M.Sc.

2. Tempat, Tgl. Lahir : Klaten, 11 Pebruari 1963

3. Pekerjaan : Dosen Tetap Jurusan Teknik Pertambangan UPN

“Veteran” Jogjakarta

4. Alamat :

a. Kantor : UPN “Veteran” Jogjakarta

Jl SWK 104 Condongcatur Jogjakarta 55283

Telpon 0274-486701, Fax 0274-486702

b. Rumah : Purwomartani Baru Blok E/28 Jogjakarta 55571

Telp. 0274-497815

c. Email : [email protected]

B. Pendidikan

1. S3 Institut Teknologi Bandung 2003

2. S2 Institut Teknologi Bandung 1999

3. S1 UPN “Veteran” Jogjakarta 1990

C. Jabatan Terakhir

Kepala Laboratorium Simulasi Komputasi Jurusan Teknik Pertambangan

D. Keanggotaan Organisasi Profesi

1. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI)

2. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

34

Page 35: pertambangan

TRAINING PT SUCOFINDO

METODE DAN TATACARA PENAMBANGAN

Oleh

Waterman Sulistyana

JOGJAKARTA

2005

35

Page 36: pertambangan

36