Upload
dony-ferguson
View
225
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
modul
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Industri pertambangan saat sekarang ini menunjukkan peningkatan cukup
signifikan. Paradigma dalam industri pertambangan saat ini lebih memperhatikan
aspek lingkungan. Adanya proyek penambangan misalnya batubara, mengakibatkan
suatu dampak langsung maupun tidak langsung, dampak positif ataupun dampak
negatif terhadap lingkungan di sekitar lokasi penambangan tersebut. Namun juga
disadari telah menjadi konotasi dalam masyarakat bahwa industri pertambangan
selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Hal ini merupakan
akibat dari beberapa ciri-ciri khusus industri pertambangan yaitu :
(i) Industri pertambangan akan selalu melakukan penggalian muka tanah dalam
rangka menggali bahan galian berharga. Hal ini tentunya akan menyebabkan
terganggunya bentang alam dan mengusik estetika.
(ii) Kandungan material berharga dalam batuan yang digali sangat kecil, sehingga
diperlukan penggalian batuan yang jauh lebih banyak untuk mengekstrak
mineral. Hal ini mengakibatkan adanya banyak limbah padat yang akan
tertimbun.
(iii) Pada industri pertambangan sering diikuti dengan proses pengolahan bahan
galian yang kadang-kadang memerlukan bahan kimia yang akan terlarut dalam
limbah cair yang akan dibuang, dan kemungkinan menggangu lingkungan.
(iv) Industri pertambangan adalah suatu industri yang padat teknologi dan modal
yang umumnya dilakukan pada daerah terpencil. Hal ini memerlukan operator
terdidik dan terlatih yang biasanya tidak dijumpai pada lokasi penambangan.
Tenaga kerja sering diperoleh dari luar daerah sehingga dapat menimbulkan
kecemburuan sosial dan perbedaan sistem nilai.
Ciri-ciri khusus ini tentunya akan dihadapi oleh industri pertambangan dengan
cara melakukan upaya-upaya penanggulangan dari dampak negatif dan
pengembangan dampak positif tambang. Dokumen amdal yang menjadi acuan kerja
dapat diterapkan dalam kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
1
Tulisan ini membahas metode penambangan, tata cara penambangan, tahapan
penambangan, dan rancangan penambangan yang berwawasan lingkungan.
Pembahasan disertai ilustrasi teknis dan gambaran nyata di lapangan. Metode
penambangan difokuskan pada tambang terbuka (open pit). Tata cara penambangan
membahas istilah teknis penambangan bijih dan batubara.
2
BAB II
METODE DAN TATA CARA PENAMBANGAN
2.1 Metode Penambangan
Karateristik endapan, bentuk, lokasi dan formasi batuan baik overburden atau
interburden, merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
sistem penambangan. Berdasarkan faktor di atas dapat ditentukan tambang terbuka
(open pit) atau tambang bawah tanah (underground). Pada tulisan ini lebih
difokuskan pada pembahasan tentang tambang terbuka. Tambang terbuka dilakukan
untuk mengeksploitasi endapan mineral atau batubara yang terletak dekat dengan
permukaan. Keuntungan dari metode penambangan secara open pit adalah :
a. Produktivitas tinggi sehingga tidak memerlukan banyak tenaga kerja
b. Biaya produksi rendah terutama disebabkan penggunaan peralatan
berkapasitas besar
c. Tingkat produksi relatif tinggi
d. Produksi awal dilakukan dengan persiapan relatif mudah
e. Strata pendidikan untuk tenaga kerja relatif rendah, namun ketrampilan
operator merupakan persyaratan utama
f. Kegiatan operasi dan strategi penambangan relatif fleksibel terhadap
perubahan
g. Permuka kerja (front) yang luas memberikan kenyamanan dalam
menggunakan peralatan besar untuk tingkat produksi tinggi.
h. Pembuatan dan penanganan permukaan lereng tambang lebih mudah dan
murah dibanding dengan tambang bawah tanah.
i. Persiapan penambangan (development) dan pembuatan jalan masuk (access
mine) lebih mudah, bukaan awal tambang tidak terlalu besar karena selalu
memperhatikan batas stripping ratio.
j. Perolehan tambang (recovery) relatif baik yaitu mendekati 100 % kecuali
pada batas tambang (pit limits) karena mendekati batas sudut lereng yang
semakin kecil.
k. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja lebih baik.
3
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penambangan adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Endapan
Kondisi lapisan batubara (Gambar 2.1) atau bijih yang tersingkap di permukaan
tanah sebagai singkapan (out-crop) mendapat prioritas utama untuk ditambang.
Kondisi endapan yang perlu diperhatikan juga adalah: arah jurus (strike),
kemiringan lapisan (dip) dan ketebalan lapisan.
Gambar 2.1 Kondisi endapan batubara di lapangan
b. Kondisi Material Overburden dan Interburden
Kekuatan material menurut standar klasifikasi masa bantuan oleh Bieniaskwi
(1989), batuan overburden dan interburden dapat dikelompokkan: kuat, lemah
sangat lemah. Apabila kuat tekan uniaksial (UCS) kurang dari 1 Mpa, operasi
penggalian dapat dilakukan dengan metode gali bebas (excavating).
c. Nisbah Kupas (Stripping Ratio, SR)
Nisbah kupas adalah perbandingan antara jumlah material penutup (overburden)
dan tonase bijih atau batubara. Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya
4
dinyatakan dalam ton waste per ton ore. Pada tambang batubara sering dipakai
satuan m3 overburden per ton batubara.
SR = atau SR =
Untuk geometri penambangan bijih yang ditetapkan, nisbah kupas merupakan fungsi
dari kadar batas.
Gambar 2.2 Penampang potong lapisan batubara
Parameter yang digunakan untuk membuat desain penambangan diperoleh
dari hasil studi geoteknik. Lereng keseluruhan (overall slope) didesain mengikuti
rekomendasi geoteknik yang dibuat dengan faktor keamanan 1,5 (highwall) dan 1,1
(lowwall).
Geometri Jenjang Individu (Individual Bench)
Geometri jenjang terdiri dari tinggi, lebar, dan kemiringan, misalnya:
Tinggi jenjang 10 m
Lebar berm 6 m
Kemiringan jenjang 60o
5
Gambar 2.3 Contoh single bench
Geometri Lereng Akhir Tambang (Final Pit Slope)
Geometri terdiri dari tinggi dan kemiringan lereng keseluruhan, misalnya:
Tinggi lereng keseluruhan (overall) 50 - 120 m
Kemiringan lereng keseluruhan (overall slope) 40o
Gambar 2.3 Ilustrasi dimensi lereng akhir penambangan
6
Lereng Timbunan (dump slopes)
Contoh desain lereng timbunan adalah sebagai berikut:
Kemiringan keseluruhan (overall) 21o
Tinggi jenjang 10 m
Lebar berm 3 m
Kemiringan jenjang individu 30o
Jarak antara toe timbunan dengan pit crest, minimum adalah 2 kali kedalaman
pit, untuk mengurangi kemungkinan pembebanan akibat tanah timbunan.
Gambar 2.4 Dimensi lereng timbunan
Jalan Tambang (mine roads)
Contoh desain jalan tambang sebagai berikut:
Lebar total 24 m
Lebar permukaan jalan 22 m
Gradien maksimum 8 % (AASHTO 1994)
Super elevasi 4 % (AASHTO 1994)
Turning radius 25 m
Desain Ramp
Lebar pit ramp operasi 22 m
Gradien ramp 8 %
Lebar selokan 1 m
7
Gambar 2.5 Pit dan jalan tambang
Gambar 2.6 Desain ramp
8
Berdasarkan letak endapan relatif dekat permukaan tanah, peningkatan produksi
dengan teknologi tambang terbuka lebih mudah untuk dilaksanakan, biaya modal dan
operasi tambang terbuka relatif lebih murah daripada tambang bawah tanah, maka
dapat diterapkan sistem tambang terbuka (open pit mining).
2.2 Tatacara penambangan
Tata cara penambangan adalah sebagai berikut: daerah dibagi menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil yaitu : Pit (tambang), Panel, Strip, dan Blok.
a. Pit
Lokasi penambangan dibagi menjadi beberapa pit. Pembagian ini didasarkan pada
pertimbangan kondisi topografi dan geologi misal munculnya sesar.
Gambar 2.7 Desain pit
9
b. Panel
Masing-masing pit dibagi menjadi beberapa panel yang melintang dari barat ke timur
atau sebaliknya. Biasanya lebar tiap panel adalah 100 m. Penomoran untuk Panel 1
adalah 01, Panel 2 adalah 02, dan seterusnya pada masing-masing pit.
c. Strip
Setiap panel dibagi lagi menjadi beberapa strip yang dibuat tegak lurus garis panel.
Lebar setiap strip adalah 100 m melintang dari selatan ke utara atau sebaliknya. Arah
strip ini disesuaikan juga dengan letak dan kondisi endapan. Penomoran Strip 1
adalah 01, Strip 2 adalah 02, dan seterusnya pada masing-masing panel.
d. Blok
Blok merupakan perpotongan antara panel dan strip. Bentuk akhir dari blok adalah
bujursangkar dengan ukuran misalnya 100 m x 100 m. Penomoran untuk blok adalah
gabungan dari Pit, Panel, dan Strip yang masing-masing terdiri dari 2 digit.
Contoh : P1A0305
Berarti : P1A = Pit 1A
03 = Panel 3
05 = Strip 5
Urut-urutan penambangan atau tahapan dalam penambangan bijih disebut
push back atau biasanya disebut: slices, phases, stages. Sedangkan untuk endapan
batubara sering disebut strip mine.
10
BAB III
TAHAPAN KEGIATAN PENAMBANGAN
Tahapan kegiatan penambangan yang dilakukan adalah dengan cara open pit mining
yang terdiri dari serangkaian kegiatan meliputi :
(1) Pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk
(2) Penggalian dan pemindahan lapisan penutup (overburden dan interburden),
(3) Penambangan dan pengangkutan batubara.
3.1 Pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang akan
ditambang secara open pit. Beberapa pekerjaan yang akan dilakukan berkaitan
dengan operasi ini adalah :
a. Pembabatan semak dan perdu
Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer, yang menjalankan
fungsi gali-dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar.
Semak dan perdu yang menutupi area penambangan didorong ke daerah-daerah
pembuangan.
Gambar 3.1 Bulldozer sebagai alat gali-dorong
11
b. Penebangan pohon dan pemotongan kayu
Penebangan pohon-pohon dan penebangan kayu-kayu yang ada dilakukan
sebelum operasi pembersihan lahan penambangan. Lahan dari lokasi yang akan
ditambang biasanya ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon, dari yang berukuran
kecil sampai besar. Untuk pohon yang berukuran besar perlu dilakukan
pemotongan dengan mesin pemotong (chainsaw). Pohon yang telah dipotong,
kayunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dalam operasi pemindahan
kayu-kayu, digunakan alat-alat pengangkut beban berat dan rantai besi untuk
pengikat dan penarik, kemudian diangkut dengan truk.
c. Operasi pengupasan tanah pucuk (top soil)
Operasi pengupasan lapisan top soil yang banyak mengandung bahan-bahan
organik hasil pelapukan yang menyuburkan tanah, dilakukan setelah pembersihan
lahan penambangan.
Gambar 3.2 Pengupasan tanah pucuk
12
Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan dan bulldozer misal Cat
D8R. Lapisan top soil didorong dan dikumpulkan pada lokasi tertentu dekat
dengan daerah operasi bulldozer, kemudian dimuat menggunakan excavator
misal Cat 5130B dan diangkut dengan dump truck ke tempat penyimpanan tanah
pucuk. Timbunan tanah subur ini, nantinya dimanfaatkan pada saat melakukan
pekerjaan reklamasi. Tanah pucuk yang harus dipindahkan ditempatkan di
dumping area.
3.2 Operasi penggalian dan pemindahan lapisan penutup
Operasi penggalian lapisan penutup berupa overburden dan interburden, dilakukan
dengan menggunakan excavator misal Cat 5130B dibantu dengan bulldozer misal
Cat D9R.
Gambar 3.3 Operasi pemindahan lapisan material penutup
13
Tabel 6.3 Contoh perhitungan volume tanah pucuk
Tahun ke Luas (ha) Tebal Tnh Pucuk (m) Vol. Tnh Pucuk (m3)1 18,00 1 180.0002 24,75 1 247.5003 30,63 1 306.2504 24,75 1 247.5005 22,75 1 227.5006 27,75 1 277.5007 28,94 1 289.375
Total 177,56 1.775.625
Untuk material lemah sampai sedang, langsung dilakukan penggalian dan pemuatan
ke dump truck (misal Cat 777D).
Gambar 3.4 Pengangkutan material memakai dump truck kapasitas besar
Bila ditemukan material keras, terlebih dahulu diberaikan dengan bulldozer,
kemudian digali dan dimuat dengan excavator. Pemakaian ripper pada bulldozer
14
disesuaikan dengan kebutuhan operasi pemberaian material. Pemindahan material
hasil penggalian lapisan penutup ini, menggunakan excavator sebagai alat muat, dan
dump truck sebagai alat angkut.
Lapisan penutup diangkut dari daerah penambangan ke lokasi penimbunan
(dumping area) yang telah direncanakan, berupa daerah bekas penambang terdekat
atau daerah-daerah kosong yang ada di sekitar tambang. Timbunan lapisan penutup
ini harus ditutup dengan lapisan tanah subur agar dapat ditanami kembali.
Gambar 3.5 Kegiatan penggalian dan pemindahan batubara
3.3 Operasi penggalian dan pemindahan batubara
Operasi penggalian batubara dilakukan dengan menggunakan excavator (misal Cat
375) dibantu dengan bulldozer (misal Cat D9R). Untuk batubara yang memiliki
kekuatan lemah sampai sedang, langsung digali dan dimuat ke dump truck (misal
Iveco MPC410E38H). Sedangkan batubara yang keras, diberaikan dahulu dengan
bulldozer, kemudian digali dan dimuat dengan excavator. Pengangkutan batubara ke
stockpile atau ke crusher dapat dilakukan dengan dumptruck untuk jarak angkut yang
15
relatif jauh, sedangkan untuk jarak dekat dapat dilakukan dengan belt conveyor.
Umumnya batubara dari stockpile diangkut ke tongkang menggunakan belt conveyor.
Gambar 3.6 Kegiatan pemindahan batubara dari stockpile ke tongkang
16
BAB IV
PENJADWALAN PRODUKSI
Penjadwalan produksi tambang dinyatakan dalam periode waktu tertentu
meliputi data: tonase bijih dan waste (batubara dan overburden), kadar (kualitas), dan
pemindahan material total dari tambang tersebut. Tujuan penjadwalan produksi
adalah memaksimumkan net present value (NPV), rate of return (ROR), atau dengan
lain perkataan dapat menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah
mungkin.
Selama proses penjadwalan, evaluasi sering dilakukan terhadap tingkat
produksi bijih, jadwal pengupasan tanah penutup, strategi kadar batas (cut-off grade).
Data masukan dalam evaluasi tersebut adalah tabulasi ton dan kadar per jenjang dari
material yang akan ditambang.
Asumsi awal yang diperlukan untuk menentukan penjadwalan produksi
adalah:
(1) Tingkat produksi dapat berubah atau meningkat berdasarkan waktu.
(2) Penjadwalan sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cut-off grade yang
berbeda.
Dua butir di atas mempengaruhi pula jadwal pengupasan tanah/material penutup.
4.1 Penjadwalan Produksi Bijih
(1) Pengamatan Terhadap Tabulasi Ton/Kadar Mineral Untuk Tiap Tahap
Pada tahap awal penambangan umumnya jenjang–jenjang (bench) berada
pada lokasi material penutup (waste). Jenjang–jenjang yang berada di bawah
umumnya terdiri dari bijih. Jenjang tersebut merupakan jenjang produksi bijih yang
diandalkan untuk dikirim ke pabrik pengolahan. Aspek yang perlu dicermati disini
adalah pada elevasi jenjang berapakah akan terjadi peralihan dari material penutup
(waste) ke bijih yang diandalkan? Salah satu kriteria adalah nisbah kupas. Pada
elevasi jenjang berapakah nisbah kupas jenjang akan lebih rendah dari nisbah kupas
rata–rata?
17
(2) Kebutuhan Pengupasan Pra Produksi
Jumlah material penutup yang harus dikupas selama masa pra–produksi
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Proses penjadwalan produksi
dapat dilakukan dengan simulasi jumlah material dengan mempertimbangkan
pengupasan pada push back pertama, kedua dan seterusnya. Material bijih yang
ditambang selama pra–produksi biasanya ditumpuk di dekat crusher dan menjadi
bagian dari bijih untuk tahun pertama.
(3) Penentuan Jadwal Pengupasan Material Penutup (Waste)
Penjadwalan pengupasan material penutup disesuaikan dengan urutan tahap–
tahap penambangan (push back). Tahap pertama dilakukan penambangan jenjang per
jenjang hingga sasaran produksi bijih untuk tahun pertama tercapai. Persentase
jenjang terakhir yang harus ditambang dihitung untuk mencapai sasaran produksi.
Tonase bijih dan waste ditabulasikan waste untuk mengetahui jumlah material total.
Tahap-tahap penambangan dilanjutkan pada jenjang-jenjang berikutnya hingga
semua bijih dapat terambil. Jumlah ore, waste, dan material total ditabulasikan untuk
setiap tahun.
Jumlah waste yang harus dipindahkan dibagi dengan umur tambang akan
menghasilkan tingat produksi waste per tahun yang terjadwal teratur dan merata.
(4) Menyeimbangkan Jadwal
Setelah ditentukan tingkat produksi bijih dan tingkat pemindahan/pergerakan
material total untuk setiap periode waktu. Langkah berikutnya adalah menambang
dari push back sumber bijih utama dan dari push back waste yang harus dikupas pada
suatu periode waktu untuk mencapai sasaran produksi. Masalah yang timbul adalah
akan ada sejumlah waste di dalam material bijih dan sebaliknya, sejumlah bijih
dalam material waste. Penjadwalan diupayakan seimbang sehingga jumlah bijih dari
semua potensi dapat memenuhi sasaran, dan jumlah material total dari potensi bijih
tersebut mencapai sasaran pula. Metode yang dapat dilakukan adalah: metode coba–
coba (trial and error), dan menggunakan persamaan serentak (simultaneous
equations).
Setelah bijih dan waste (atau material total) dari tiap push back ditentukan
untuk suatu periode waktu, kadar untuk tahun itu dapat ditentukan sebagai rata–rata
terimbang (berbobot) untuk bijih yang ditambang.
18
Jumlah bijih yang ditimbun selama pra-produksi dan bijih yang ditambang
selama tahun pertama sama dengan sasaran produksi tahun pertama. Untuk pabrik
yang besar, sasaran produksi tahun pertama biasanya sekitar 75% sasaran produksi.
Umumnya kesalahan perkiraan produksi sulit dihindari, sehingga perlu dilakukan
pengecekan berulang kali. Apabila suatu push back telah selesai, pastikan bahwa
material total yang ditargetkan setiap tahun dari push back tersebut sama dengan
jumlah bijih dan waste untuk push back yang bersangkutan. Evaluasi dilakukan juga
pada jumlah jenjang yang dapat ditambang dari satu push back selama tahun
tersebut.
(5) Prosedur Penjadwalan Produksi
Software tambang yang digunakan untuk penjadwalan produksi penambangan
misalnya Miner (mine planning software), sedangkan Gtcomp (grade tonnage
computation) dipakai untuk penaksiran tonase, kadar, dan pendapatan (revenue)
berdasarkan nilai ekonomi tiap blok yang telah didesain.
Prosedur penjadwalan produksi adalah:
(a) Tentukan jumlah material yang akan ditambang selama satu periode waktu
(misal kuartal) pada push back sumber bijih utama (push back produksi) dan
pada push back untuk pengupasan waste (stripping push back).
(b) Tentukan jumlah bijih yang akan diproses sesuai dengan kapasitas mill pada
periode waktu tersebut.
(c) Hitung jumlah bijih dan kadar yang terdapat di stockpile (untuk tambang yang
sudah beroperasi). Informasi ini sangat penting karena bijih yang akan diproses
tidak selalu berasal dari hasil penambangan melainkan dapat juga berasal dari
stockpile dengan pertimbangan tonase dan kadar bijih untuk memperoleh
produksi logam yang optimal.
(d) Membuat cut (daerah yang akan ditambang) baik pada push back produksi
ataupun stripping dengan cara melakukan proses digitasi pada topografi
penambangan. Pada proses ini dibutuhkan model blok sebagai pedoman
penambangan yang menunjukkan variasi kadar bijih yang akan ditambang
(selective mining). Lebar cut sudah mempertimbangkan ruang kerja alat sesuai
dengan desain push back.
19
Gambar 4.1 Digitasi cut penambangan
(e) Hasil digitasi memperlihatkan cut penambangan pada push back produksi dan
push back stripping pada beberapa jenjang yang direncanakan akan ditambang.
Gambar 4.2 Cut penambangan pada push back produksi dan push back stripping
20
push back stripping
push back produksi
topografipush back stripping
topografipush back produksi
proses digitasi
f) Lakukan perhitungan tonase, kadar, dan nilai ekonomi cut yang akan
ditambang dan cek tonase dan kadar bijih yang akan diproses. Apabila belum
sesuai, lakukan kembali proses digitasi (trial and error) dengan melakukan
perubahan pada cut sampai diperoleh tonase yang sesuai dengan kadar bijih
terbaik. Contoh hasil perhitungan Gtcomp dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Hasil perhitungan Gtcomp
Pendapatan Tonase Pendapatan Kadar Cu Kadar Cur
(revenue ) (tonnage ) (revenue ) (grade ) (Cu recovery )
(US$/t) (ton) (US$) (%) (%)rev>5.6 21,391,389 234,867,708 0.595 0.515rev>5.7 20,650,646 230,679,563 0.602 0.521rev>5.8 19,961,148 226,716,801 0.608 0.528rev>5.9 19,369,461 223,256,886 0.614 0.534rev>6.0 18,738,007 219,498,419 0.620 0.540rev>6.1 18,235,678 216,460,387 0.625 0.546rev>6.2 17,763,479 213,552,901 0.630 0.551rev>6.3 17,187,828 209,955,445 0.637 0.557rev>6.4 16,409,811 205,020,408 0.646 0.566rev>6.5 15,917,886 201,845,010 0.653 0.573rev>6.6 15,408,965 198,509,019 0.659 0.579rev>6.7 14,971,389 195,602,854 0.665 0.585rev>6.8 14,496,239 192,395,116 0.672 0.592rev>6.9 14,061,422 189,418,742 0.678 0.598rev>7.0 13,633,855 186,448,489 0.685 0.605rev>7.1 13,323,231 184,258,819 0.690 0.610rev>7.2 12,966,943 181,706,329 0.695 0.616rev>7.3 12,677,557 179,609,348 0.700 0.620rev>7.4 12,385,240 177,455,477 0.705 0.625rev>7.5 12,117,945 175,464,461 0.7094 0.6296rev>7.6 11,811,199 173,150,374 0.7149 0.6351rev>7.7 11,470,664 170,543,608 0.721 0.6413rev>7.8 11,080,909 167,523,994 0.7285 0.6488rev>7.9 10,841,346 165,643,665 0.734 0.6541rev>8.0 10,531,521 163,181,540 0.7405 0.6605
g) Tabulasikan jumlah material yang akan ditambang pada tiap push back.
h) Buatlah penampang potong (cross section) pada semua jenjang yang akan
ditambang untuk melihat bentuk topografi akhir setelah rencana penambangan
dilaksanakan.
21
Gambar 4.3 Topografi setelah penambangan
i) Lakukan perhitungan dan tabulasikan tonase bijih yang akan diproses, tonase
bijih yang ditimbun di stockpile (kadar rendah maupun kadar sedang) dan jumlah
waste yang harus ditimbun.
j) Lakukan perhitungan produksi logam yang akan diperoleh pada kuartal tersebut.
Setelah proses penjadwalan dilakukan, gambaran konseptual tentang bentuk
akhir tambang setiap tahun dapat dilihat pada peta kemajuan tambang per tahun
Berdasarkan peta tersebut setiap tahun dapat diketahui banyaknya jenjang yang akan
ditambang dan dapat dibuat rancangan tambang selanjutnya.
4.2 Penjadwalan Produksi Batubara
Penjadwalan produksi didasarkan pada jumlah cadangan di daerah konsesi
pertambangan setelah dikurangi dengan faktor kehilangan yaitu: 3.5% pada saat
penggalian dan pengangkutan, 1% pada tahap crushing dan 0,5% pada saat conveyor
loading ke barge dan kontrak penjualan batubara.
Contoh jadwal produksi batubara dan volume lapisan penutup dapat dilihat
dalam tabel di bawah.
22
Tabel 4.2 Contoh jadwal produksi batubara dan tanah penutup per tahun
No.
TAHUN
PRODUKSI BATUBARA (ton)
PRODUKSITANAH
PENUTUP(bcm)
STRIPPINGRATIO
(bcm/ton)ROM COAL
SALE COAL
1 2004 (produksi awal) 1.051.997 1.000.000 6.311.981 6 : 12 2005 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 13 2006 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 14 2007 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 15 2008 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 16 2009 (Jan. – Des.) 2.103.994 2.000.000 12.623.961 6 : 17 2010 (Jan. – Des.) 2.018.035 1.918.290 12.108.212 6 : 1
Total 13.590.000 12.918.290 81.359.998 6 : 1
Berdasarkan pertimbangan volume tanah penutup yang digali per tahun
(Tabel 4.2), dapat diaplikasikan metode back filling, artinya tanah hasil penggalian
dari suatu area penambangan, diisikan kembali pada area yang telah ditambang.
Penerapan metode back filling sekaligus diintegrasikan dengan program reklamasi
tambang. Hal ini akan memberikan keuntungan, karena akan mereduksi jarak angkut
overburden dan biaya reklamasi tambang di daerah tersebut.
Tabel 4.3 Jadwal Penimbunan Tanah Penutup
No.TAHUN
TANAH PENUTUP (bcm)OUTSIDE
DUMPBACKFILLING TOTAL
1 Tahun 2004 (produksi awal) 6.131.981 - 6.131.9812 Tahun 2005 (Jan. – Des.) 6.491.980 6.131.981 12.623.9613 Tahun 2006 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9614 Tahun 2007 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9615 Tahun 2008 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9616 Tahun 2009 (Jan. – Des.) - 12.623.961 12.623.9617 Tahun 2010 (Jan. – Des.) - 12.108.212 12.108.212
Total 12.623.961 68.736.037 81.359.998
Material overburden diangkut dan ditimbun di daerah dumping area. Volume
overburden yang ditimbun di dumping area dan yang ditimbun sebagai material
pengisi (back filling), ditunjukkan pada Tabel 4.3.
23
BAB V
TEMPAT PENIMBUNAN
Tempat penimbunan dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan stockpile.
Waste dump adalah suatu lokasi untuk pembuangan material kadar rendah dan atau
material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih (material
kadar tinggi) dalam suatu operasi tambang terbuka. Sedangkan stockpile digunakan
untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang.
Material stockpile misalnya: bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang
akan datang, tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.
Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh terhadap jumlah
gilir-kerja (shift) yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah truk yang
diperlukan.
Pada umumnya luas daerah yang diperlukan untuk waste dump adalah dua
sampai tiga kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini disebabkan oleh:
(a) material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-45%
dibandingkan dengan material insitu
(b) sudut kemiringan untuk setiap dump umumnya lebih landai dari pit
(c) material pada umumnya tidak dapat ditimbun setinggi kedalaman dari pit
Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste dump.
Istilah yang lebih populer adalah waste rock storage area, rock piles, dan lain lain.
5.1 Jenis Dump
Jenis dump dibedakan menjadi dua yaitu:
(1) Valley fill atau crest dumps
(a) Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topogragrafi curam
(b) Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk
membawa muatan ke elevasi ini dan membuang muatan ke lembah di
bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang.
(c) Dump dibangun berdasarkan angle of repose.
24
(d) Dumping akan mulai pada kaki dari dump final sehingga pada awal proyek
jarak pengangkutan truk lebih panjang.
(e) Pemadatan diperlukan untuk memenuhi persyaratan reklamasi.
(2) Terraced dump yaitu timbunan yang dirancang ke atas (dalam lift).
(a) Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan.
(b) Timbunan dirancang dari bawah ke atas. Tinggi tiap lift biasanya 20-40 m.
(c) Lift–lift berikutnya terletak di belakang sehingga sudut keseluruhan (overall
slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.
5.2 Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi waste dump tergantung pada beberapa faktor yaitu:
(a) Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu.
(b) Topografi.
(c) Volume waste rock sebagai fungsi waktu.
(d) Batas konsesi pertambangan.
(e) Jalur penirisan yang ada.
(f) Persyaratan reklamasi.
(g) Kondisi fondasi.
(h) Peralatan penanganan material.
Selama rancangan detil dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang berbeda
untuk perbandingan faktor ekonomik.
5.3 Parameter Rancangan
(1) Angle of repose: batuan kering ROM umumnya mempunyai angle of repose
antara 34-37 derajat. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump, ketidakteraturan
bongkah batuan, kecepatan dumping. Pengukuran dapat di buat pada sudut
lereng yang ada di daerah tersebut.
(2) Faktor pengembangan (swell factor): faktor pengembangan pada umumnya
pada batuan keras antara 30-45%. Satu meter kubik insitu akan mengembang
menjadi 1,3–1,45 meter kubik material lepas. Sedangkan material dapat
dipadatkan sekitar 5-15 %. Material yang ditimbun menggunakan dump truk
25
akan menjadi lebih kompak daripada material yang ditimbun oleh ban berjalan
(belt conveyor stacker).
(3) Tinggi lift (jarak setback): umumnya 15–40 meter dan hanya berlaku untuk dump
yang dibangun ke atas. Rancangan jarak setback dirancang sedemikian rupa
sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata–rata (average overall slope angle)
adalah 2H : 1V (270) sampai 2,5H : 1V (220) untuk memudahkan reklamasi.
(4) Jarak dari pit limit: jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan
antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat dump harus
diperhitungkan. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
(5) Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Truk harus menggunakan tenaga
mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini juga akan
mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak waste
dump (crest).
5.4 Penaksiran Volume
Penaksiran volume dapat dilakukan memakai beberapa cara antara lain:
(1) Penampang horizontal
(a) ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-rata
adalah luas lift.
(b) tinggi lift memberikan dimensi ke tiga untuk menaksir volume tiap lift.
(c) jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump.
(2) Penampang vertikal
(a) buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui
dump.
(b) ukur luas tiap penampang.
(c) luas ini dianggap sama hingga separo jalan ke penampang berikutnya
pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap
penampang.
(d) jumlahkan volume tiap–tiap penampang untuk memperoleh volume
total dump.
26
(3) Rancangan dump menggunakan cara coba-coba (trial and error).
(a) rancanganlah dump secara coba-coba dan taksir volume. Bandingkan
dengan volume dump yang diperlukan.
(b) sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan
dicapai, umumnya dicoba antara 2–3 kali.
5.4 Prosedur Rancangan Timbunan
Berikut ini adalah salah satu cara desain timbunan (pada kasus ini timbunan
bijih kadar rendah) yang dibantu dengan menggunakan suatu perangkat lunak
(software) yaitu Miner (mine planning sofware).
Prosedur perancanan timbunan adalah sebagai berikut:
(a) Pastikan jumlah material yang akan akan ditimbun berdasarkan rencana
penambangan yang telah dibuat tahap sebelumnya, misalnya jumlah material
waste atau jumlah bijih kadar rendah ataupun bijih kadar sedang yang
ditimbun di stockpile.
(b) Menentukan lokasi timbunan kemudian mendigitasi topografi untuk
membentuk timbunan. Digitasi ini (Gambar 5.1) digunakan untuk merancang
pembentukan lereng dengan kemiringan tertentu dan jalan angkut yang
diperlukan sehingga truk memiliki access masuk ke lokasi timbunan.
(c) Merancang timbunan dari elevasi terendah menuju ke elevasi atas sesuai
tonase material.
27
Gambar 5.1 Proses digitasi membentuk rencana timbunan
Gambar 5.2 Bentuk timbunan pada beberapa elevasi
28
proses digitasi
(d) Lakukan perhitungan kapasitas volume timbunan berdasarkan luas dan tinggi
jenjang rencana timbunan. Lakukan perubahan desain apabila desain
kapasitas tonase timbunan belum sesuai dengan tonase material yang akan
ditimbun. Kapasitas timbunan (tonase) diperoleh dengan cara mengalikan
volume timbunan dengan densitas material lepas (loose material density).
Gambar 5.3 Proses perhitungan kapasitas timbunan
(e) Setelah membentuk timbunan dengan kapasitas tonase sesuai dengan tonase
material yang akan ditimbun, lakukan pengisian material yang akan ditimbun
(sesuai desain) sehingga membentuk topografi akhir.
29
Gambar 5.4 Topografi akhir setelah penimbunan
(f) Bentuk timbunan dapat juga digambarkan dalam bentuk tiga dimensi (3D)
Gambar 5.5 Bentuk timbunan tiga dimensi (3D)
5.5 Reklamasi
30
Timbunan bijih kadar rendah di stockpile
Pit
Desain timbunan
Untuk memenuhi syarat lingkungan pada umumnya dump akan dirancang
dengan kemiringan 2H : 1V atau 2,5H : 1V yang bertujuan untuk stabilitas jangka
panjang dan memudahkan penanaman kembali (revegetasi). Pekerjaan yang harus
dilakukan berupa: (a) menimbun dengan topsoil atau overburden, (b) memelihara
saluran air dan kolam pengendapan sedimen, (c) harus memantau air dari dump
(masalah air asam tambang), (d) menggunakan satu track dozer ditugasi pada waste
dump yang aktif, (e) menjaga dump tetap bersih dan memelihara kemiringan, (e)
menimbun material dengan truk dekat crest, dan dozer mendorong material melalui
crest, (f) membebaskan truk dan peralatan lain yang terperangkap.
Gambar 5.6 Timbunan material kadar rendah pada suatu waste dump
Rancangan dump pada kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
31
Waste
Gambar 5.7 Rancangan dump dengan kemiringan lereng 2H : 1V
Gambar 5.8 Rancangan dump dengan kemiringan lereng 2,5H : 1V
Penimbunan kembali ke daerah bekas penambangan (mined out) banyak
memberi keuntungan yaitu: jarak pengangkutan material menjadi pendek,
mengurangi dampak visual dari aktivitas tambang, dan lebih leluasa menjadwalkan
penempatan material pada dump sesuai penjadwalan produksi.
32
1
2
2,5
1
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisoma, G.S., S. Waterman (2001), Reserve modeling for mining geology, Short Course, Indonesian Association of Geologist-GEOSEA 2001, 30th Annual Conference-10th Regional Congress, Yogyakarta, September, 1-87.
2. Cottle, J.W., C.J. Davey (1983), Computerized deposit modelling, volumetrics, and production scheduling, Computers in Mining Symposium, The Aust.I.M.M. Southern Queensland Branch, May, 111-115.
3. Dincer, T.A., T.S. Golosinski (1993), Pit limit optimization algorithms – present status and developments, Applications of Computers in the Mineral Industry, University of Wollongong, N.S.W., October, 293-300.
4. Hustrulid, W., M. Kuchta (1995), Open Pit Mine Planning and Design, Volume 1 Fundamental, A.A. Balkema/Roterdam/Brookfield, 212-248.
5. Kotzé, A.P.L., J.A.V.D.Westhuizen, W.C. Pienaar (1986), An Approach to computer aided opencast mine planning, The Planning and Operation of Open-pit and Strip Mines, J.P.Deetlefs, Editor, Johannesberg, SAIMM, 37-45.
6. Roditis, Y.S. (1993), Beyond open pit optimization planning, scheduling and sensitivity analysis, Preprint Number 93-227, Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc., 1-7.
7. Wright, E.A., (1990), Open pit mine design models, Series on Mining Engineering, 8, Trans. Tech. Publications, 1-187.
33
BIODATA
A. Data Pribadi
1. Nama : Dr. Ir. Waterman Sulistyana, M.Sc.
2. Tempat, Tgl. Lahir : Klaten, 11 Pebruari 1963
3. Pekerjaan : Dosen Tetap Jurusan Teknik Pertambangan UPN
“Veteran” Jogjakarta
4. Alamat :
a. Kantor : UPN “Veteran” Jogjakarta
Jl SWK 104 Condongcatur Jogjakarta 55283
Telpon 0274-486701, Fax 0274-486702
b. Rumah : Purwomartani Baru Blok E/28 Jogjakarta 55571
Telp. 0274-497815
c. Email : [email protected]
B. Pendidikan
1. S3 Institut Teknologi Bandung 2003
2. S2 Institut Teknologi Bandung 1999
3. S1 UPN “Veteran” Jogjakarta 1990
C. Jabatan Terakhir
Kepala Laboratorium Simulasi Komputasi Jurusan Teknik Pertambangan
D. Keanggotaan Organisasi Profesi
1. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI)
2. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
34
TRAINING PT SUCOFINDO
METODE DAN TATACARA PENAMBANGAN
Oleh
Waterman Sulistyana
JOGJAKARTA
2005
35
36