166
PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN TESIS OLEH : INDI FANDAYA 127005048 / HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG

LISENSI-WAJIB PATEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001

TENTANG PATEN

TESIS

OLEH :

INDI FANDAYA

127005048 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG

LISENSI-WAJIB PATEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001

TENTANG PATEN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

INDI FANDAYA

127005048 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG

LISENSI-WAJIB PATEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN

2001 TENTANG PATEN

Nama Mahasiswa : INDI FANDAYA

Nomor Pokok : 127005048

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)

Ketua

Pembimbing

(Prof. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum)

Anggota

Pembimbing

(Dr. Utary Maharany Barus, SH., M.Hum)

Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MS, CN)

Dekan,

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum

Tanggal Lulus : 25 Agustus 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN, M.Hum

2. Dr. Utary Maharany Barus, SH., M.Hum

3. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum

4. Dr. Hasyim Purba, SH., MHum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : INDI FANDAYA

Nim : 127005048

Program Studi : Magister Hukum FH USU

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-

WAJIB PATEN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri,

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Hukum FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan, 25 Agustus 2016

Yang membuat Pernyataan

INDI FANDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Oleh :

Indi Fandaya*)

Runtung Sitepu**)

T. Keizerina Devi Azwar**)

Utary Maharany Barus**)

ABSTRAK

Istilah Paten pertama kali muncul di kawasan Eropa pada abad kegelapan

seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakan. Istilah Paten sendiri berasal

dari bahasa Yunani yang berarti ‘terbuka’. Di Inggris dikenal istilah letters Patent,

yaitu surat keputusan yang dikeluarkan oleh kerajaan yang memberikan hak eksklusif

kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata Paten itu sendiri, konsep

Paten untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya,

inventor mendapatkan hak eklusif selama periode tertentu. Permasalahan dalam

penulisan tesis ini adalah Apakah syarat-syarat pemberian lisensi-wajib Paten sesuai

prinsip-prinsip yang terkandung dalam Hak Kekayaan Intelektual? Bagaimanakah

peran pemerintah dalam menentukan besarnya royalti lisensi-wajib?

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, yaitu penelitian

kepustakaan yang ditujukan pada peraturan-peraturan atau bahan hukum lain yang

menekankan pada bahan data yang bersifat sekunder. Penelitian ini bersifat deskriptif

analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis

masalah-masalah yang berkenaan dengan syarat-syarat pemberian lisensi-wajib dan

peran pemerintah dalam menentukan besarnya royalti yang dibahas dalam tesis ini.

Hasil penelitian menunjukkan syarat pemberian syarat-syarat pemberian

lisensi wajib belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Kekayaan

Intelektual, hal ini disebabkan hilangnya asas keadilan pada pemilik atau pemegang

Paten pada saat Paten yang telah ditemukan atau dihasilkan oleh pemilik atau

pemegang Paten diambil alih oleh pemerintah hanya karena kebutuhan yang

mendesak dan untuk kepentingan masyarakat. Peran pemerintah sangatlah besar dan

mutlak terhadap menentukan besarnya royalti terhadap pelaksanaan Paten yang

dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 20014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah dan Peraturan

Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang

Imbalan Yang Berasal Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada

Inventor.

Kata Kunci : Hak Kekayaan Intelektual, Paten, Lisensi-wajib.

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

THE HOLDER OF THE COMPULSORY LICENSE LIABILITY BY LAW

NUMBER 14 OF 2001 CONCERNING THE PATENT

By :

Indi Fandaya*)

Runtung Sitepu**)

T. Keizerina Devi Azwar**)

Utary Maharany Barus**)

ABSTRACT

Patent term first appeared in Europe in the Dark Ages as technologies used ..

Patent term itself comes from the Greek word meaning 'open'. In the UK the term

known letters Patent, namely the decree issued by the kingdom which gives exclusive

rights to certain individuals and businesses. From the definition of the word itself

Patents, Patents concept to open knowledge for the betterment of society and instead,

inventors obtain exclusive rights for a certain period. Problems in this thesis is Do

the terms of compulsory patent licensing according to the principles contained in the

Intellectual Property Rights? How is the government's role in determining the

amount of royalties for a compulsory license?

This research is uses legal normative research, namely research literature

aimed at regulations or other legal materials which emphasizes the data that is of

secondary materials. This research is an analytic descriptive study aimed to describe

and analyze the problems relating to the terms of compulsory licensing and

government's role in determining the amount of royalties that are discussed in this

thesis.

The results showed a condition of the terms of the license shall not fully in

accordance with the principles of intellectual property rights, this is due to the loss of

the principle of justice on the owner or holder of patents when patent that has been

discovered or produced by the owner or holder of patents taken over by government

simply because of the pressing needs and for the benefit of society. The role of

government is enormous and absolutely to determine the amount of royalties to the

patent exploitation undertaken by the government issued Government Regulation

No. 27 of 20014 About the Mechanism of Patent by the Government and Regulation

of the Minister of Finance Ministry of Finance Regulation No. 72/PMK.02/2015

About Rewards Comes from Non Tax Revenue Royalties To Patent Inventor.

Keywords : Intellectual Property Rights , Patents , Compulsory Licenses.

*) Students Master of Law, Faculty of Law, University of North Sumatra **) Lecturer of Master of Law, Faculty of Law, University of North Sumatra

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahnabirrahim

Alhmdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada

Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya kepada Penulis sehingga Penulis

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Begitu pula shalawat beriring

salam Penulis ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW (Allahumma Sholli

Alla Sayyidina Muhammad Wa Ala Alihi Sayyidina Muhammad).

Tesis ini merupakan salah satu syarat wajib untuk meraih gelar Magister

Hukum pada Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa ide-ide yang Penulis tuangkan dalam penulisan tesis ini

tidaklah datang dengan begitu saja, tetapi melalui proses pembelajaran yang panjang

yang Penulis telah lewati pada bangku perkuliahan di Program Studi Pascasarjana

Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tesis yang Penulis

Kemukan :

“Pertanggungjawaban Pemegang Lisensi-Wajib Paten Menurut Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten”.

Dalam penulsan tesis ini, Penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan

dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

“Kedua Orang Tua Penulis, yang telah sabar dan mencurahkan segenap kasih

sayangnya dan segala pengorbanannya serta doa sehingga Penulis dapat memperoleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

pendidikan tinggi ini, kepada orang tua penulis yang paling Penulis sayangi dan cintai

Ayahanda H. E. Zulfan Effendi, SE., MM., Ibunda Hj. Ismawaty Siregar dan Ibu

Mertua Hj. Nadrah Hanim Lubis, BA dengan doa mereka jugalah Penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.”

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara sekaligus Pembimbing yang mana beliau telah memberikan bimbingan,

ilmu, motivasi, saran dan masukan yang membangun kepada Penulis;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara sekaligus Penguji yang telah memberikan ilmu, saran,

masukan dan arahan yang membangun kepada Penulis;

4. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., sebagai Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi

Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus

Pembimbing yang mana beliau telah memberikan bimbingan, ilmu, motivasi,

saran dan masukan yang membangun kepada Penulis;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

7. Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum., sebagai Pembimbing yang mana

beliau telah memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran dan masukan yang

membangun kepada Penulis;

8. Dr. Hasyim Purba, SH., M.Hum., selaku Penguji Penguji yang telah memberikan

ilmu, saran, masukan dan arahan yang membangun kepada Penulis;

9. Bapak-bapak, Ibu-ibu dosen dan staff pengajar Program Studi Pascasarjana Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai ilmu

pengetahuan dan berbagai hal-hal yang bermanfaat sebagai bekal yang berharga

bagi penulis untuk sekarang dan masa yang akan datang;

10. Seluruh pegawai Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

11. Istriku tercinta drg. Elfi Amalia Lubis yang telah membantu dan memotivasi

dalam pengerjaan tesis agar Penulis menyelesaikan tesis ini;

12. Adinda Elvina Suci Kartika, SE dan Adinda Suhendra Adani tersayang yang

memberikan motivasi dan menghibur agar Penulis menyelesaikan tesis ini;

13. Abangda Kurnia Boloni Sinaga, SSTP., Abangda M. Alkhairi Sirait, SE., kakanda

Nurul Wardani Lubis, SE., M.Si., Kakanda Silviyani Lubis, SE., M.Si., Adinda

Robith Ismi Lubis, SE., Ak., CA., dan Adinda dr. Anggita Dwi Putri Rangkuti

yang memberikan motivasi dan menghibur agar Penulis menyelesaikan tesis ini;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

14. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku dan rekan mahasiswa,

sudah membantu selama penyelesaian tesis, yang tidak dapat penulis sebutkan

namanya satu-persatu.

Penulis tidak dapat membalas segala kebaikan pihak-pihak yang telah

membantu Penulis selama Penulis mengecap pendidikan di Program Studi

Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa

yang dapat membalas budi baik mereka. Penulis juga menyadari akan

ketidaksempurnaan hasil tesis ini karena Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT,

oleh sebab itu besar harapan Penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan

saran guna menghasilkan sebuah karya yang lebih baik di masa mendatang. Semoga

ilmu yang telah Penulis peroleh selama ini dapat bermanfaat, bermakna, serta dapat

Penulis terapkan dalam kehidupan bemasyarakat.

Dengan bantuan dan dukungan yang telah Penulis dapatkan akhirnya dengan

meyerahkan diri dan senantiasa memohon petunjuk serta perlindungan dari Allah

SWT semoga amalan dan perbuatan baik tersebut mendapat imbalan dengan yang

lebih baik. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, 25 Agustus 2016

Penulis,

INDI FANDAYA

NIM. 127005048

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Indi Fandaya

Tempat /Tanggal Lahir : Medan / 08 November 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Sudah Menikah

Alamat : Jl. Mistar No. 16 Medan, 20118

Handphone : 081361788117

Email : [email protected]

II. PENDIDIKAN

Tahun 1995 – 2001 : SD Negeri 060834 Medan

Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Medan

Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 4 Medan

Tahun 2007 – 2011 : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

Tahun 2012 – 2016 : Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum, Fakultas

Hukum Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………….................................................................................... i

ABSTRACT ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 14

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 14

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 14

E. Keaslian Penulisan ................................................................. 15

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi …………............... 16

G. Metode Penelitian .................................................................. 26

BAB II : SYARAT-SYARAT PEMBERIAN LISENSI WAJIB PATEN

SESUAI PRINSIP-PRINSIP YANG TERKANDUNG

DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ……...............

29

A. Prinsip-prinsip Dalam Hak Kekayaan Intelektual ................

B. Prinsip-prinsip Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun

2001 Tentag Paten ................................................................

C. Syarat-syarat Pemberian Lisensi-Wajib ...............................

1. Lisensi Paten .................................................................

2. Jenis Lisensi ..................................................................

3. Tahapan Permohonan Paten ..........................................

4. Perlindungan Hak Terhadap Penerima Lisensi di

Indonesia ....................................................................

5. Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Lisensi Paten di

Indonesia ....................................................................

29

38

41

41

49

52

59

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

6. Syarat Dan Prosedur Pendaftaran Paten Asing di

Indonesia ....................................................................

7. Perlindungan Paten Asing di Indonesia .......................

8. Lisensi Wajib .............................................................

62

64

65

D. Prosedur Pemberian Lisensi-Wajib .................................... 68

E. Kriteria Paten Yang di berikan Lisensi-Wajib ....................

1. Paten Produk dalamLisensi Paten …............................

2. Paten Proses …...……………………...........................

3. Hubungan Hukum :

3.1 Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Lisensi ...

3.2 Hubungan Hukum Para Pihak ……...…..………...…

4. Hukum Yang Berlaku Dalam Perjanjian Lisensi ……...…

72

72

73

79

82

84

F. Contoh Kasus Pelanggaran Paten …………..…………….… 91

BAB III : PERAN PEMERINTAH DALAM MENENTUKAN

BESARNYA ROYALTI LISENSI-WAJIB ............................

97

A. Pengertian Royalti .......................................................... 97

B. Dasar Menentukan Besarnya Royalti Dalam Lisensi Paten ... 100

C. Dasar Menentukan Royalti Pada Lisensi-Wajib .................. 103

D. Peranan Pemerintah Dalam Pengaturan Lisensi Paten .......... 108

E. Peran Pemerintah Dalam Menentukan Besarnya Royalti .... 123

F. Contoh Kasus Royalti (Ilustrasi) ..................................... 131

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 135

A. Kesimpulan .............................................................................. 135

B. Saran ........................................................................................ 137

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 139

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Paten pertama kali muncul di kawasan Eropa pada abad kegelapan

seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakan. Peraturan pertama kali

sekitar tahun 1470 di Venice, Italia yang diberikan kepada Caxton, Galileo Galilei

dan Johannsburg Guttenberg atas temuannya sehingga mereka dapat memiliki hak

monopoli. Ide ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru wilayah Eropa sekitar abad

ke 16 yang di gunakan pada masa kerajaan inggris zaman Tudor. Keadaan tersebut

membuat bidang perindustrian berkembang pesat dan memuncak pada Revolusi

Industri yang terjadi di Inggris.1

Hak Paten baru lahir di Inggris pada tahun 1623 dengan nama Statute of

Monopolies lalu menyebar ke daerah Amerika Serikat. Amerikat sendiri baru

mempunyai undang-undang Paten pada tahun 1719.Pada masa itu hak Paten

digunakan pada penemuan telepon oleh Alexander Graham Bell. Ia dapat menjadi

orang kaya setelah temuannya ini digunakan oleh banyak orang dengan hak yang

dimilikinya sebagai pemegang Paten.

Istilah Paten sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘terbuka’. Di

Inggris dikenal istilah letters Patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan oleh

kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.

Dari definisi kata Paten itu sendiri, konsep Paten untuk membuka pengetahuan demi

1 https://andasiallagan92.wordpress.com/2014/06/07/hak-Paten/ diakses pada tanggal

17 Juli 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapatkan hak eklusif selama

periode tertentu (20 tahun untuk Paten Biasa, dan 10 tahun untuk Paten Sederhana).2

Istilah Paten dapat dikatakan sebagai suatu hak khusus yang diberikan kepada

seorang penemu atau si pencipta berdasarkan Undang-Undang yang berlaku atas

permintaan yang diajukan kepada pihak penguasa bagi temuan yang diperolehnya

khususnya dalam bidang teknologi, yang dapat diterapkan dalam bidang industri, baik

berupa temuan baru, cara memperbaiki sistem kerja lama, atau menambahkan sebuah

perbaikan-perbaikan baru dalam cara kerjanya untuk jangka waktu tertentu.Terdapat

beberapa pengertian atau definisi mengenai hak Paten. Pengertian tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, Paten adalah hak eksklusif

yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang

teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya

tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

melaksanakannya.

2. Menurut Octroiwet 1910, Hak Paten yaitu suatu hak khusus yang diberi kepada

seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang menciptakan sebuah

produk baru, cara kerja baru, atau perbaikan baru dari produk atau dari cara kerja.

3. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Paten berasal dari kata Ocktroi yang

dalam bahasa Eropa mempunyai arti suatu surat perniagaan atau izin dari

pemerintahan yang menyatakan bahwa orang atau perusahaan boleh membuat

barang pendapatannya sendiri (orang lain tidak boleh membuatnya).

2 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hak Paten

adalah hak yang diberikan kepada seseorang atas temuannya di bidang teknologi

yang nantinya dapat berguna dalam perkembangan industri penemuan-penemuan

tersebut dapat berupa cara kerja baru dan segala perbaikannya atau pun penambahan

cara kerja yang dianggap lebih baik yang dapat dilaksanakan sendiri secara komersial

atau pun diserahkan kepada orang lain dengan seizinnya yang dilaksanakan

berdasarkan jangka waktu tertentu.3

Lisensi merupakan penjualan izin atau privilege untuk mempergunakan Paten,

teknologi, hak atas merek ataupun Hak Kekayaan Intelektual lainnya kepada pihak

lain, dimana pemberi lisensi akan memperoleh keuntungan berupa pembayaran fee

atau royalti dari penerima lisensi. Selain itu pengertian lisensi telah diambil alih

dalam peraturan perUndang-Undangan Republik Indonesia sebagaimana dapat dilihat

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desian Industri, Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang

Merek, semuanya mengatur mengenai Hak Kekayaan Intelektual.

Adapun rumusan atau pengertian lisensi yang diberikan dalam keempat

Undang-Undang tersebut adalah,secara berturut-turut sebagai berikut :4

1. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada

pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan

3 Ibid. 4 Yusdinal, “Perlindungan Hukum Terhadap Lisensi Paten”, (Semarang : Fakultas Hukum

UNDIP, 2008), Hal. 93-94.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang

yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Pasal

1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000).

2. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Desain industri kepada

pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan

pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Disain Industri

yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu

(Pasal 1 angka 11 Undang Nomor 31 Tahun 2000).

3. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak kepada pihak lain melalui

suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk

menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang

diberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Pasal 1

angka 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).

4. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Paten kepada pihak lain

melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak untuk menikmati

manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberikan perlindungan dalam jangka

waktu tertentu dan syarat tertentu (Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor

14 Tahun 2001).

5. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain

melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)

untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberikan perlindungan

dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Pasal 1 angka 13 Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Menurut Black’s Law Dictionary. Lisensi diartikan sebagai “ A personal

privilege to do some particular act or series of fact…” atau The permission by

competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a

trespass, a tort, or otherwise would not allowable artinya lisensi adalah suatu bentuk

hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan yang diberikan

oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin, tanpa adanya izin tersebut maka

tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan terlarang yang tidak sah,

yang merupakan perbuatan melawan hukum. Dalam Law Dictionary karya PH Collin,

lisensi didefinisikan sebagai: Official document which allows someone to do

something or to use something; Permission given by someone to do something which

would otherwise be illegal.5

Pengertian lisensi menurut Betsy Ann Toffler dan Jane Imber dalam

Dictionary of marketing Terms, diartikan sebagai berikut :

Contractual agreement between two business entities in which licensor permits the

licensee to use a brand name, Patent, other proprietary right, in exchange for a

royalty.Licensing enables the licensor to profit from the skills, expansion capital, or

other capacity of the license.Licensing is often used by manufactures to enter foreign

markets in which they have no expertise.The licensee benefits from the name

recognition and creativity of the licensor.6

Lisensi merupakan suatu bentuk pemberian izin untuk memanfaatkan suatu

Hak atas kekayaan Intelektual, yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada

5 Ibid., Hal.87. 6 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

penerimalisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha,

baik dalam bentukteknologi atau pengetahuan (know how) yang dapat dipergunakan

untuk memproduksi menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang (berwujud)

tertentu. Untuk keperluan tersebut penerima lisensi diwajibkan untuk memberikan

kontra prestasi dalam bentuk pembayaran royalti yang dikenal juga dengan licensi

fee.7

Lisensi dalam pengertian yang lebih lanjut senantiasa melibatkan suatu bentuk

perjanjian (kontrak tertulis) dari pemberi lisensi dan penerima lisensi. Perjanjian

tersebut juga berfungsi sebagai dan merupakan bukti pemberian izin dari pemberi izin

lisensi kepada penerima lisensi untuk menggunakan nama dagang, Paten atau hak

milik lainnya (Hak atas Kekayaan Intelektual).8

Melalui lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak untuk

membuat produk yang akan dijual tersebut, namun tidak secara cuma-cuma. Sebagai

imbalan dari pembuatan produk dan atau biasanya juga meliputi hak untuk menjual

produk yang dihasilkan tersebut, pengusaha yang memberi izin memperoleh

pembayaran berupa royalti. Besarnya royalti selalu dikaitkan dengan banyak atau

besarnya jumlah produk yang dihasilkan atau dijual dalam kurun waktu tertentu.

Pada dasarnya, terdapat dua tipe lisensi, yaitu lisensi secara sukarela dan

lisensi wajib. Lisensi sukarela didasarkan atas perjanjian para pihak berdasarkan

prinsip-prinsip umum dalam hukum kontrak, sedangkan lisensi wajib melibatkan

7Ibid., Hal 88. 8Ibid., Hal 87-88.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

interfensi pemerintah dalam melaksanakannya.9 Dalam hal ini, lisensi diberikan tanpa

memerlukan perjanjian dari pemegang hak Paten. Di Indonesia, lisensi wajib diatur

berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Pasal 74 sampai

Pasal 87.10

Berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten,

yang dimaksud dengan lisensi wajib adalah lisensi untuk melaksanakan Paten yang

diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar permohonan. Lisensi

wajib hanya dapat terlaksana bila memenuhi kondisi dan syarat-syarat tertentu

sebagaiamana dalam Pasal 75, yaitu bila telah lewat jangka 36 (tiga puluh enam)

bulan terhitung sejak tanggal pemberian Paten ternyata Paten yang bersangkutan

tidak dilaksanakan maupun dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh

pemegang Paten, atau Paten telah dilaksanakan oleh pemegang Paten atau penerima

lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pelaksanaan lisensi wajib sebagaimana dalam Pasal 78 disertai dengan

pembayaran royalti oleh penerima lisensi wajib kepada Pemegang Paten dengan

besaran royalti dan tata cara pembayaran yang telah ditentukan oleh Direktorat

Jendral dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian

Lisensi Paten atau perjanjian lain yang sejenis.11

9 Tobing Alexander D.L., ”Perlindungan Hukum Terhadap Paten asing Yang Telah Di

Daftarkan Menurut Undang-Undang No 14 Tahun 2001 Tentang Paten”, (Sumatera Utara Fakultas

Hukum USU, 2010) tanpa halaman. 10 Ibid. 11 Sunendar, Aqimuddin dan Dzulman, “Penempatan Model Fleksibilitas Paten Atas Obat

Dalam WTO-Aggrement On Trade Related Aspects Of Intelectual Property Right (Trips) Oleh

Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No 14 Tahun 2001 Tentang Paten”. (Bandung : Prosiding

SNa PP, 2014), Hal 95-96.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Dalam kesepakatan TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of

Intelectual Property Rights), ketentuan yang mengatur lisensi wajib juga

dapatditemukan dalam Section 5 tentang Patents, yaitu dalam ketentuan Pasal 31

tentang Other Use Without Authorization of the Right Holder, di mana antara lain

disebutkanadanya empat alasan pemberian lisensi wajib, yaitu:12

1. Karena keperluan yang sangat mendesak (Emergency and extreme urgency);

2. Kepentingan praktek persaingan usaha (Anti-competitive practices);

3. Penggunaan non komersial untuk kepentingan public (Public noncommercialuse);

dan

4. Adanya saling ketergantungan (Dependent Patents).

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten dinyatakan

bahwa lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila :13

1. Pemohon yang mengajukan permintaan tersebut mempunyai bukti

yangmeyakinkan bahwa :

a. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten yang

bersangkutan secara penuh;

b. Mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan

secepatnya;

c. Telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup

untuk mendapatkan lisensi dari pemegang Paten atas dasar persyaratan dan

kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh hasil; dan

12 Maria Edietha.”Perjanjian Lisensi Patent Pooling Terkait Aspek Hukum Persaiangan

Usaha”, (Depok : Fakultas Hukum UI, 2010), Hal.16. 13 Ibid., Hal. 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Paten tersebut dapat dilaksanakan di

Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberikan manfaat

kepada sebagian besar masyarakat.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten tidak mengatur secara

rinci mengenai hal-hal apa saja yang harus dimuat dalam perjanjian lisensi Paten

sehingga para pihak bebas menentukan hal-hal apa saja yang akan dimuat dalam

perjanjian lisensi yang mereka buat, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian dan Pasal 1338 tentang kebebasan

berkontrak.

Dengan demikian, hak dan kewajiban para pihak perlu diatur dalam suatu

Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang membuat

perjanjian lisensi, karena dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten hanya diatur hak dan kewajiban Pemegang Paten saja, dimana hak dan

kewajiban tersebut apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan akibat hukum

terhadap status Paten tersebut, misalnya kewajiban Pemegang Paten untuk membayar

biaya tahunan dan kewajiban pemegang Paten untuk melaksanakan Patennya di

Indonesia.

Apabila pemegang Paten terlambat membayar biaya tahunan, maka akan

dikenakan denda dan bahkan dapat juga Paten tersebut dibatalkan apabila tidak

dibayar selama tiga tahun berturut-turut. Sementara itu, apabila pemegang Paten tidak

melaksanakan Patennya di Indonesia, maka pihak lain yang ingin menggunakan

Paten tersebut dapat meminta lisensi wajib dari Direktorat Jenderal HKI untuk

melaksanakan Paten tersebut. Dengan demikian, kewajiban untuk membayar biaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

tahunan dan biaya lain yang timbul yang diwajibkan oleh Undang-Undang terhadap

pemegang Paten harus jelas dalam perjanjian lisensi kewajiban tersebut kepada siapa

dibebankan.14

Menurut Pasal 82 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten,

permintaan lisensi wajib bisa dilakukan oleh pemegang Paten itu sendiri atas dasar

alasan bahwa pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar

Paten lainnya yang sudah ada.

Keputusan atas pemberian lisensi wajib dari Direktorat Jenderal HKI memuat

ketentuan sebgai berikut :15

1. Lisensi wajib non eksklusif;

2. Alasan pemberian lisensi wajib;

3. Bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan

pemberian lisensi wajib;

4. Jangka waktu lisensi wajib;

5. Besarnya biaya royalti yang harus dibayarkan penerima lisensi wajib kepada

pemegang hak Paten dan cara pembayarannya;

6. Syarat berakhirnya lisensi wajib dan hal yang dapat membatalkannya;

7. Lisensi wajib terutama digunakan untuk memnuhi kebutuhan pasar di dalam

negeri;

8. Lain lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang

bersangkutan secara adil.

14 Tobing Alexander D.L.Loc.Cit. 15 Mastur. ”Pengaturan Dan Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Dibidang

Paten”, Majalah ilmiah Ilmu Hukum QISTIE. Hal 59.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Sedangkan menurut ilmu pengetahuan hukum Paten juga mengembangkan

beberapa bentuk lisensi Paten, yaitu :16

1. Lisensi Eksklusif

Merupakan lisensi yang dalam perjanjiannya diberikan oleh pemegang hak Paten

hanya kepada satu orang penerima saja dan tidak diberikan kepada orang lain.

2. Lisensi Non-Eksklusif

Pada lisensi eksklusif hak Paten dialihkan kepada satu orang saja, maka dalam

lisensi non-eksklusif hak Paten tidak hanya diberikan kepada satu orang saja, tetapi

dapat diberikan kepada beberapa orang penerima lisensi Paten.

3. Lisensi Silang

Lisensi ini terjadi bila seorang pemegang Paten memberikan lisensi kepada pihak

lain atas hak Patennya dan sebagai imbalannya ia akan menerima lisensi atas Paten

dari pihak lain tersebut. Hal seperti ini biasanya terjadi atas Paten yang meliputi

aspek yang berbeda dari penemuan yang sama, misalnya satu pihak memiliki Paten

utama, sedangkan pihak lain memiliki penyempurnaan Paten tersebut, oleh karena itu

mereka dapat melakukan lisensi silang.

Dalam perkembangannya di Indonesia, maka masih minimnya peran

pemerintah terhadap Paten di Indonesia sehingga terjadinya pelanggaran yang

diakibatkan oleh pemegang atau pemilik Paten, dimana pemegang atau pemilik Paten

tidak menjalankan Paten yang dimiliki setelah pemegang atau pemilik Paten

mendaftarkan Patennya ke Direktorat Jeneral HKI. Dalam hal tersebut Paten tersebut

acapkali diambil oleh pihak lain untuk di klaim atau digunakan demi keuntungan

16 Maria Edietha, Op .Cit., Hal. 17-18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

pribadi. Hal tersebut sering berkembang menjadi perkara hukum, dimana pihak lain

mengklaim Paten dari pemilik atau pemegang Paten. Pada perkara hukum yang

terjadi, maka diperlukan peran pemerintah dalam penyelesaian perkara hukum

tersebut.

Pemilik atau pemegang Paten apabila tidak menggunakan Patennya setelah

mendaftarkan ke Direktorat Jenderal HKI, dapat diambil alih atau diberikan kepada

orang lain dengan ketentuan adanya permohonan dari pihak lain untuk menggunakan

Paten berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal HKI yang merupakan lisensi-wajib.

Dalam hal ini, semestinya Direktorat Jenderal HKI meminta informasi kepada

pemilik atau pemegang Paten alasan tidak menggunakan Paten yang yang dimiliki

setelah didaftarkan dan apabila timbul kemungkinan pemilik atau pemegang Paten

tidak memiliki biaya untuk melaksanakan Paten, maka seharusnya peran Direktorat

Jenderal HKI membantu pemilik atau pemegang Paten untuk melaksanakan Patennya

terlebih lagi Paten tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki manfaat

bagi masyarakat luas bukan hanya mengambil alih Paten dari pemilik atau pemegang

Paten dikarenakan tidak digunakan atau dilaksanakan dengan kompensasi pemberian

yang royalti yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan besar yang

tidak sesuai atau merugikan bagi pemilik atau pemegang Paten.

Paten yang dimohon oleh pemohon Paten, dimana Paten yang dimohon

diambil alih oleh Direktorat Jenderal HKI yang merupakan lisensi-wajib dan

diberikan kepada pemohon Paten yang sudah mendapatkan izin, maka si pemohon

Paten dapat menggunakan Paten yang di mohon dengan melakukan perjanjian lisensi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dengan si pemilik atau si pemegang Paten dengan hal-hal yang sudah disepakati oleh

para pihak termasuk royalti untuk si pemilik atau pemegang Paten.

Royalti yang telah disepakati oleh para pihak ditentukan oleh pemerintah atau

Direktirorat Jenderal HKI, dimana royalti yang ditetapkan oleh Direktirorat Jenderal

HKI acapkali tidak sesuai dengan hasil yang telah ditemukan oleh si pemilik atau

pemegang Paten. Hal tersebut dapat memberikan kerugian bagi si pemilik atau

pemegang Paten dari segi moril, dimana pemilik atau pemegang Paten merasa tidak

dihargai hasil penemuannya sehingga pemilik atau pemegang Paten tidak akan

mendaftarkan Paten bahkan tidak akan melakukan penemuan untuk suatu Paten yang

baru. Dalam hal ini Direktirorat Jenderal HKI harus lebih memperhatikan dari sisi

keadilan atas royalti yang diberikan kepada si pemilik atau pemegang Paten, dimana

harus sesuainya royalti yang diberikan kepada si pemilik atau pemegang Paten agar si

pemilik atau pemegang Paten merasa dihargai dan didukung oleh pemerintah.

Pertanggung jawaban dari pemilik atau pemegang Paten terkait dengan

lisensi-wajib dimana pemilik atau pemegang Paten harus memeberikan segala

informasi terkait Paten yang dimilikinya, walaupun pada dasarnya pemilik atau

pemegang Paten tidak menginginkan Paten yang dimilikinya diambil alih oleh

Direktorat Jenderal HKI atau di lisensi-wajibkan dikarenakan tidak digunakan atau

dilaksanakan Paten yang dimiliki oleh pemilik atau pemegang Paten walaupun

pemilik atau pemegang lisensi-wajib Paten mendapatkan royalti.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka, penting untuk dilakukan

penelitian tentang : “Pertanggungjawaban Pemegang Lisensi-Wajib Paten Menurut

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, selanjutnya dapat

dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah syarat-syarat pemberian lisensi-wajib Paten sesuai prinsip-prinsip yang

terkandung dalam Hak Kekayaan Intelektual ?

2. Bagaimanakah peran pemerintah dalam menentukan besarnya royalti

lisensi-wajib ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian

ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat pemberian lisensi-wajib atas

Paten sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Hak Kekayaan

Intelektual.

2. Untuk mengetahui dan memahami peran pemerintah dalam menentukan besarnya

royalti lisensi-wajib.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang Hak Kekayaan Intelektual

serta menambah khasanah kepustakaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, manfaat bagi seluruh

pihak yang berwenang dan membantu pengetahuan terkait dengan permasalahan yang

diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif serta memadai dalam upaya

mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya dalam hal hak Paten,

lisensi-wajib serta hak eksklusifnya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang “Pertanggungjawaban

Pemegang Lisensi-Wajib Paten menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten”, belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah

yang sama, walaupun ada beberapa topik tentang Lisensi-Wajib Paten seperti :

1. Alexander Dumont L. Tobing (077005109)

“Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing yang telah didaftarkan

Menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten.” Dengan

rumusan masalah :

a. Bagaimana syarat-syarat dan prosedur pendaftaran Paten asing di

Indonesia ?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Paten asing di Indonesia ?

c. Bagaimana penegakan hukum pidana terhadap Paten asing di

Indonesia ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Munawar Lubis (097005053)

“Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Paten di Indonesia.”

Dengan rumusan masalah :

a. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penerima lisensi Paten

di Indonesia ?

b. Apakah yang menjadi hambatan-hambatan penegakan hukum dalam

memberikan perlindungan terhadap penerima lisensi Paten di

Indonesia ?

c. Bagaimanakah penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa dalam

perjanjian lisensi Paten di Indonesia ?

Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,

rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang

membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari ketergantungan pada

berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungan pada metodelogi, karena aktivitas

penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Teori

berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau tertentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktor-faktor yang

dapat menunjukan ketidakbenarannya.17

Teori berasal dari kata Theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan,

yang pada gilirannya berasal dari kata Thea dalam bahasa Yunani yang secara hakiki

menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar Theo ini pula muncul kata

modern Teater yang berarti pertunjukkan atau tontonan. Dalam banyak literatur

beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menujukkan bangunan berpikir yang

tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan) dan juga simbolis.18

Fred N Kerlinger menjelaskan pengertian teori sebagai : “seperangkat konsep,

batasan, dan proposi yang menyajikan pendangan sistematis tentang fenomena

dengan merinci hubungan-hubungan anatar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan

memprediksikan gejala itu.”19

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk

mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori

merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori

merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari

seperangkat konsep atau variable, defenisi dan proposisi yang disusun secara

sistematis.20

17 Desy Purnama Sari Nainggolan, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pendaftaran indikasi

Geografis Produk Pertanian Di Sumatera Utara”, (Medan, Fakultas Hukum USU, 2013), Hal. 19. 18 H. R. Otje Salaman dan Aton F. Susanto, “Teori Hukum”, (Bandung : PT. Refika Aditama,

2004), Hal. 21. 19 H. Salim, “Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum”, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,

2010), Hal. 7. 20 J. Supranto, “Metode Penelitian Hukum dan Statistik”, (Jakarta : Rhineka Cipta, 2003),

Hal. 194.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis. 21 Teori diperlukan untuk menerangkan atau

menjelaskan gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.22

Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.23

Kata lain kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan

perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.24

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimasikan penemuan-

penemuan penelitian, memuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan

menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori

merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.25

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Teori Hukum Benda dan Hak Kebendaan.

Hukum Benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang

benda atau barang-barang (zaken) dan Hak Kebendaan (zakelijk recht). Pengertian

21 M. Soly Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, (Bandung : C.V. Mandar Maju, 1994),

Hal. 27. 22 J. J. M. Wuisman, “Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas”, Penyunting : M. Hisyam,

(Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996) Hal. 13.

23 Burhan Ashsofa, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta, Rineka Cipta, 1998), Hal. 23.

24 M. Solly, Op. Cit, Hal. 80. 25Ibid., Hal. 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

benda dapat dibedakan menjadi pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas.

Pengertian ialah benda dalam arti sempit ialah setiap barang yang dapat diihat saja

(berwujud). Sedangkan pengertian benda dalam arti luas disebut dalam Pasal 509

KUHPerdata yaitu benda ialah tiap barang-barang dan hak-hak yamg dapat dikuasai

dengan hak milik atau denga kata lain benda dalam konteks hukum perdata adalah

segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu hak diatasnya, utamanya yang

berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah

Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.

Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II KUHPerdata,

pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II KUHPerdata ini mempergunakan

sistem tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan

selain dari yang telah diatur dalam Undang-Undang ini. Selain itu, hukum benda

bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi,

termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu

yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga

pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah

benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya

tagihan/piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito. Meskipun

pengertian zaak dalam KUHPerdata tidak hanya meliputi benda berwujud saja,

namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda

yang berwujud. Selain itu, istilah zaak didalam KUHPerdata tidak selalu berarti

benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : “perbuatan hukum”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

(Pasal 1792 KUHPerdata), atau “kepentingan” (Pasal 1354 KUHPerdata), dan juga

berarti “kenyataan hukum” (Pasal 1263 KUHPerdata).26

Hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak yang mutlak atas sesuatu benda di

mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat

dipertahankan terhadap siapapun. Hak perdata itu diperinci atas dua hal :

1) Hak Mutlak (hak absolut), yaitu :

a) Hak kepribadian, misalnya : hak atas namanya, kehormatannya, hidup,

kemerdekaan dan lain-lain.

b) Hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga, yaitu hak-hak yang timbul

karena adanya hubungan antara suami isteri, karena adanya hubungan antara

orang tua dan anak.

c) Hak mutlak atas sesuatu benda, inilah yang disebut hak kebendaan.

2) Hak Nisbi (hak relatif) atau hak persoonlijk, yaitu semua hak yang timbul karena

adanya hubungan perutangan sedangkan perutangan itu timbul dari perjanjian,

Undang-Undang dan lain-lain.27

b. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang sejalan

dengan prinsip legalitas dalam sistem eropa kontinental, bilamana hukum akan

ditegakkan harus ada aturan yang mengaturnya, sehingga aturan itu secara pasti akan

dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, maka hukum itu akan mengandung

26 Nin Yasmin Lisasih. “Teori Hukum Benda”.

http://yasminelisasih.com/2011/08/14/teorihukumbenda/ diakses tanggal 27 agustus 2014. 27 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “Hukum Benda”, (Yogyakarta : Liberty. 2004), Hal. 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

norma-norma yang mati yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakpastian

hukum dan ketidakadilan hukum.28

Ada kalanya kata-kata atau kalimat dalam sebuah undang-undang bisa jadi

jelas sekali dan bisa pula tidak jelas tentang apa yang diperintahkan undang-undang

tersebut, sehingga ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang

diselesaikan melalui interpretasi. H.L.A Hart dalam bukunya berjudul ”The Concept

of Law” menyebutnya ketidakpastian (legal uncertainty) dalam undang-undang.29

Masalah kepastian hukum dalam teoritis dari dulu hingga kini tidak pernah

selesai dibicarakan. Mungkin dapat direnungkan teori hukum dalam pandangan Hans

Kelsen dan Jeremy Bentham. Kedua pemikir ini saling berbeda memaknai hukum

positif sebagai suatu kepastian hukum. Ketika seseorang berhaluan pada Hans Kelsen

analisis positivistiknya akan bersifat top down, dan ketika yang lain berhaluan pada

Jeremy Bentham, maka analisis positivisitiknya bersifat botton up.30

Kepastian hukum bila dilihat berdasarkan analisis top down, maka analisisnya

akan melihat kepastian hukum sesuai dengan apa yang ditentukan dalam undang-

undang, tetapi jika melihat kepastian hukum berdasarkan analisis botton up, maka

analisisnya akan melihat kepastian hukum bukan hanya ditentukan dalam

undang-undang melainkan lebih luas daripada itu.31

28 Mellisa Yanwar. “Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek

Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)”, (Medan,

Fakultas Hukum USU, 2015), Hal. 19. 29 H.L.A Hart, “The Concept of Law”, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997),

diterjemahkan oleh M. Khozim, “Konsep Hukum”, (Bandung : Nusamedia, 2010), Hal. 230. 30 Achmad Ali, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence)”, (Kencana, Jakarta, 2009),

Hal. 106. 31 Mellisa Yanwar, Op. Cit., Hal. 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Teori kepastian hukum dalam Peter Mahmud Marzuki, menyebut aturan

hukum yang bersifat umum menjadi batasan bagi masyarakat dalam melakukan

tindakan terhadap individu lain. Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa dalam

kehidupan masyarakat diperlukan aturan agar dapat melindungi kepentingan

masyarakat. Namun tidak semua ketentuan dalam undang-undang mampu

mengakomodasi semua kepentingan.32

Hans Kelsen menyebut tidak ada kekosongan hukum tetapi yang ada hanya

kekosongan Undang-Undang. Hans Kelsen menentang kebijakasanaan diserhakan

kepada keyakinan hakim untuk menilainya. 33 Penentangan Kelsen semakin

memperkuat doktrinnya tentang kepastian hukum adalah kepastian Undang-Undang.

Peter Mahmud Marzuki memandang sebaliknya bahwa ketika terjadi suatu

kekosongan Undang-Undang atau kekosongan aturan, maka harus diserahkan kepada

kebijaksanaan hakim dengan menerapkan kebebasan hakim perlu menemukan

hukumnya, sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan, tidak ada Undang-Undang

yang mangaturnya. 34 Kepastian hukum ditanggapi secara berbeda-beda manakala

memperhatikan kasus-kasus tertentu, terutama di kalangan para praktisi hukum

maupun kalangan akademisi.35

Kepastian hukum dalam suatu undang-undang menghendaki kepastian dalam

perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan

32 Peter Mahmud Marzuki, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Kencana, Jakarta, 2009), Hal. 286 dan

Hal. 294. 33 Hans Kelsen, “Pengantar Teori Hukum”, diterjemahkan oleh Siswi Purwandari, (Bandung

: Nusa Media , 2009), Hal. 135-137. 34 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., Hal. 159. 35 Faisal, ”Menerobos Positivisme Hukum”, (Bekasi : Gramata Publishing, 2012), Hal. 162.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

lainnya dari pasal-pasal undang-undang. Kepastian hukum juga menghendaki suatu

kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang telah

ditentukan dalam undang-undang dalam parktek.36

c. Teori Perlindungan Hukum

Teori ini dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum

merupakan perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak

asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan

berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku dinegara tersebut guna mencegah

terjadinya kesewenang-wenangan, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi

sebagai perlindungan atas kepentingan manusia.37

Perlindungan hukum adalah suatu upaya yang dilakukan oleh hukum dalam

menanggulangi pelanggaran, yang terdiri dari dua jenis, yaitu:38

1) Perlindungan hukum yang bersifat represif, yaitu perlindungan hukum yang

dibuat untuk menyelesaikan suatu sengketa.

2) Perlindungan hukum yang bersifat preventif, yaitu perlindungan hukum yang

dibuat dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.

Perkembangan hak kekayaan intelektual sebagai hak milik yang eksklusif

melandasi beberapa teori yang dikenal sebagai reward theory, recovery theory,

danincentive theory dalam rangka melindungi hak kekayaan intelektual tersebut. 39

Berdasarkan reward theory maka seseorang pencipta/penemu harus dilindungi dan

mendapatkan penghargaan atas jerih payahnya. Recovery Theory menyatakan bahwa

36 Mellisa Yanwar. Op. Cit., Hal. 24. 37 Philipus M Hadjon, “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia”, (Surabaya: Bina Ilmu,

1987), Hal. 19. 38Ibid. 39 Cita Citrawinda Priapantja, “Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi :

Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi”, (Jakarta : Chandra Pratama, 1999), Hal. 29.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

seorang pencipta/penemu harus memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kembali

suatu yang telah dikeluarkan selama dalam proses menghasilkan suatu karya. Incentive

theory menyatakan diperlukannya insentif untuk memacu pengembangan kreativitas

sehingga menghasilkan suatu yang baru.

Hak Kekayaan Intelektual sebagai hak milik eksklusif memerlukan perlindungan

agar hak pemilik Hak Kekayaan Intelektual tidak dilanggar. Pemilik Hak Kekayaan

Intelektual dapat melakukan berbagai upaya untuk melindungi hak miliknya dari

penggunaan dan pemanfaatan tanpa izinnya.40

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi berfungsi menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

konsep yang digunakan dalam proposal tesis ini agar secara operasional diperoleh

hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan berdasarkan judul

penelitian “Pertanggungjawaban Pemegang Lisensi-Wajib Paten Menurut

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten”, berikut penjelasan

konsepsional tersebut :

a. HKI (intellectual property rights) yang berkaitan dengan hak kepemilikan

atas karya-karya intelektual adalah hak-hak yang tidak berwujud (intangible

right).41

b. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas

hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu

40 Desy Purnama Sari Nainggolan. Op. Cit. Hal. 23. 41 Roscoe Pound, “Pengantar Filsafat Hukum”. Diterjemahkan oleh M. Radjab, Cet. 3

(Jakarta : Batara Karya Aksara. 1982), Hal. 139.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya

kepada pihak lain untuk melaksanakannya.42

c. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain

berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari

suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat

tertentu.43

d. Lisensi-wajib adalah suatu bentuk lisensi yang diberikan dengan alasan

tertentu oleh pemilik atau pemegang suatu Hak Atas Kekayaan Intelektual

yang dilisensikan secara paksa tersebut, melainkan diberikan oleh suatu badan

nasional yang berwenang.44

e. Pertanggungjawaban hukum adalah hal yang dapat dipertanggungjawabkan

atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan

kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas Undang-Undang

yang dilaksanakan.45

f. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan

pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk

atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.46

g. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara

bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang

menghasilkan Invensi.47

42 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 43 Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 44 Gunawan Widjaja, “Lisensi (Seri Hukum Bisnis)”. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2003), Hal. 34. 45 Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), Hal. 337. 46 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan

prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

hukum dari sisi normatifnya.48

1. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini jika dilihat dari sifatnya merupakan penelitian diskriptif

analitis yang diartikan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti pada

saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perUndang-Undangan (Statute

Approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). 49 Data yang telah

dikumpulkan secara kualitatif normatif baik melalui penelitian perpustakaan sebagai

data pelengkap kepada para pihak yang berkompetensi dengan masalah Paten, dalam

melakukan lisensi Paten akan dilakukan editing dan dibuat suatu abstraksi sehingga

akan memperoleh komponen substansi perjanjian lisensi Paten dari sudut hukum

kemudian dianalisa secara kualitatif. Didalam menganalisa data normatif, data

empirik dijadikan suatu alat kontrol atau untuk mengecek data normatif. Dengan

demikian data empirik dideskripsikan dengan norma-norma yang telah ada, analisa

yang akan di teliti adalah mengenai regulasi yang mewajibkan pencatatan perjanjian

lisensi-wajib Paten.

47 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 48Johny Ibrahim, “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”, (Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2007), Hal. 57. 49 Johny Ibrahim, Op. Cit., Hal. 302.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perUndang-Undangan yaitu Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Peraturan Undang-Undang yang terkait lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-

dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus

hukum, dan jurnal-jurnal hukum. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks

mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para

sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.50

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal

ilmiah.51

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan ini

50 Petter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, (Jakarta : Pradyna Paramitha, 2005), Hal. 141. 51 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat”, (Jakarta : Rajawali Pers) , Hal. 14.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan

perUndang-Undangan, literatur-literatur, jurnal ilmiah dan data-data analisis yang

ditabulasi kemudian disistematika dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang

relevan dengan objek penelitian. Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk

mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau

tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun

naskah resmi.

5. Analisis Data

Pengolahan sumber bahan hukum hakikatnya kegiatan untuk mengadakan

sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat

klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan

pekerjaan penafsiran dan konstruksi. 52 Data yang diperoleh dari hasil penelitian

dikelompokkan menurut permasalahan yang selanjutnya dilakukan analisis secara

kualitatif yang dimaksudkan untuk menganalisa dengan penjelasan dalam bentuk

interpretasi yang dituangkan sehingga memberikan penjelasan yang

mempresentasikan hasil dari data yang diperoleh. Berdasarkan analisa terhadap

substansi pembahasan dalam penulisan ini, maka dapat dilakukan penafsiran dengan

metode interpretasi yang dikenal dalam ilmu hukum. Hasil dari interpretasi yuridis ini

diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang diajukan dalam

penulisan ini secara lengkap.

52 Bambang sunggono, “Metodologi Penelitian Hukum”, (Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada. 2003), Hal. 195.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

BAB II

SYARAT-SYARAT PEMBERI LISENSI-WAJIBPATEN SESUAI

PRINSIP-PRINSIP YANG TERKANDUNG DALAM HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

A. Prinsip-prinsip Dalam Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip atau asas hukum, sebagai sarana yang membuat hukum itu hidup,

tumbuh dan berkembang serta menunjukan kalau hukum itu bukan sekedar kosmos

kaedah.Kekosongan atau kumpulan dari peraturan belaka, sebab asas hukum itu

mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya

dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan

melahirkan suatu peraturan selanjutnya.53

Asas hukum menjadi alat anasir untuk mengisi kekosongan dan kesenjangan

hukum. Asas hukum akan menghindari keterbelakangan aturan normatif dari realitas.

Dari hukum yang normatif dan terus berjalan tertatih-tatih di belakang kenyataan

(het recht hint antcher). Banyak yang memberikan komentar diantara ahli yuridis

mengenai asas/prinsip hukum sebagai ground norm (Kelsen) dan penting dalam

penyusunan sebuah aturan, sebagaimana dikemukakan oleh Suparto Wijoyo

(2005: 45-49)54

1. Asas hukum itu adalah tendensi-tendensi, yang disyaratkan pada hukum oleh

pandangan kesusilaan kita (Paul Scholten).

53 Damang Averroes Al-Khawarizmi, Prinsip-prinsip Hukum. 6 Desember 2011

http://www.negarahukum.com/hukum/prinsip-prinsip-hukum.html diakses pada tanggal

7 Agustus 2016. 54 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Asas hukum adalah ukuran-ukuran hukumiyah-etis, yang memberikan arah

pembentukan hukum (Karl Larens).

3. Dari asas itulah hukum positif memperoleh makna hukumnya. Di dalamnya juga

terdapat kriterium yang dengannya kualitas dari hukum itu dapat dinilai, hukum

itu dapat dipahami dengan berlatar belakang suatu asas yang melandasi

(Meuwissen).

4. Asas adalah anggapan-anggapan pertimbangan-pertimbangan fundamental yang

merupakan dasar diletakkannya tingkah laku kemasyarakatan (King Gie dan Ten

Berg).

Perlindungan HKI didasarkan prinsip bahwa HKI merupakan hak milik yang

bersifat eksklusif bagi pemilik atau pemegang HKI untuk memanfaatkan dan

menguasai sepenuhnya hak tersebut. Pemegang HKI berhak mencegah pihak lain

menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa seizinnya. Hak eksklusif ini sebagai

penghargaan atas upaya karya intelektual yang dihasilkannya.55

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual lebih dominan pada perlindungan

individual, namun untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan

masyarakat, maka sistem Hak Kekayaan Intelektual mendasarkan diri pada prinsip

sebagai berikut :56

55 Chandra Irawan, “Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia : Kritik Terhadap

WTO/TRIPs dan Upaya Membangun Hukum Kekayaan Intelektual Demi Kepentingan Nasional”,

(Bandung : CV. Mandar Maju, 2011), Hal.53-55. 56 Muhammad Djumhana, “Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek”, (Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1999), Hal. 25-26.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

1. Prinsip Keadilan (the Principle of Natural Justice)

Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang

bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam

pemiliknya.57 Pencipta sebuah karya, atau orang lain yang bekerja membuahkan

hasil dari kemampuan intelektualnya, berhak memperoleh imbalan. Imbalan

tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman

karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan

perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk

bertindak dalam rangka kepentingan tersebut, yang disebut hak. Setiap hak

menurut hukum itu mempunyai peristiwa tertentu yang menjadi alasan

melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka

peristiwa yang menjadi alassn melekatnya itu, adalah penciptaan yang

mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini tidak terbatas di

dalam negeri penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di

luar batas negaranya. Hal itu karena hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan

pihak lain untuk melakukan (commision), atau tidak melakukan (omission) sesuai

perbuatan.

2. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)

Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu

kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang

57 http://yuarta.blogspot.co.id/2011/03/prinsip-prinsip-hak-kekayaan.html diakses pada

tanggal 7 Agustus 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.58 Hak milik

intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu

kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum

dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam

kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat

ekonomis manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang

kehidupannya didalam masyarakat. Dengan demikian hak milik intelektual

merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikannya,

seseorang akan menapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk pembayaran

royalti dan technical fee.

3. Prinsip Kebudayaan (The Culture Agreement)

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni

untuk meningkatkan kehidupan manusia.59 Karya manusia itu pada hakikatnya

bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan

timbul pula suatu gerakan hidup yang harus menghasilkan karya lebih banyak

lagi. Konsepsi demikian, maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf

kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu juga akan memberikan

kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya,

karsa, cipta manusia yang dilakukan dalam sistem hak milik intelektual adalah

suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang

58 Ibid. 59 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong dan

melahirkan ciptaan baru.

4. Prinsip Sosial (The Social Argument)

Prinsip sosial, yakni hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada

individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan

keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat. 60 Hukum tidak mengatur

kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari

manusia yang lain akan tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai

warga masyarakat. Jadi manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang

sama-sama terikat dalam satu ikatan kemasyarakatan.

Menurut Achmad Zen Umar Purba, ada 5 (lima) jenis prinsip dasar dalam

Hak Kekayaan Intelektual, yaitu :61

1. Hak Otoritas

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak, dan sebagai hak dia merupakan harta atau

aset berupa benda yang tidak berwujud (intangible asset). Hak Kekayaan

Intelektual baru ada secara hukum jika telah ada pengayoman, penaungan, atau

perlindungan hukum dari Negara atau otoritas publik terhadap suatu karya

intelektual. Melalui mekanisme pengurusan dokumentasi diberikan hak kepada

pemohon Hak Kekayaan Intelektual, termasuk inventor, pendesain dan pemilik

merek. Di sini terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu (i) hak ekslusif, (ii) Negara dan

(iii) jangka waktu tertentu.

60Ibid. 61Indra Rahmatullah.“Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan dalam Perbankan”.

(Yogyakarta : Deepublish, 2015), Hal. 39-44.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Dengan hak yang didapat dari otoritas publik, tumbuhlah ekslusivitas atau

kepemilikan sehinggasi pemilik dapat melarang pihak lain menggunakan hak

tersebut tanpa izinnya. Mengenai negara yang memberikan pengayoman,

penaungan atau perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual, hukum

internasional menempatkan negara sebagai otoritas tertinggi di dunia. Kalaupun

ada lembaga internasional, lembaga ini mendapat mandat dari negara-negara yang

membentuk lembaga di maksud.

2. Hak Privat dan Pasar

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak bagi pemilik karya intelektual, jadi sifatnya

individual, perorangan dan privat. Namun, masyarakatlah yang mendapat

kemaslahatannya melalui mekanisme pasar. Sebagai contohnya, Bell menemukan

telepon, Watt menemukan mesin dan Edison menemukan listrik. Karya

intelektual yang telah mendapat atau telah dikemas dengan hak eksklusif yang

oleh sebab itu merupakan property pemiliknya menciptakan pasar (permintaan

dan penawaran). Hal itu timbul karena pelaksaan sistem Hak Kekayaan

Intelektual memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Sebagai contohnya dalam

Paten, pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten diisyaratkan adanya unsur dapat diterapkan dalam industri selain harus

mengandung invensi baru dan langkah-langkah inventif.

Ada 2 (dua) prinsip dengan bahasan di atas yaitu prinsip kebudayaan (the culture

argument) dan prinsip sosial (the social argument). Prinsip kebudayaan yang

menjelaskan bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk

memungkinkan hidup yang selanjutnya dari karya itu akan timbul suatu gerakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan demikian, maka

pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra dapat

meningkatkan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia di samping

memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

Sedangkan prinsip sosial menjelaskan bahwa hukum tidak mengatur kepentingan

manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri akan tetapi juga mengatur

kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam

hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam satu ikatan

kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diakui oleh hukum, dan

diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan merupakan kepentingan

seluruh masyarakat yang terpenuhi.

3. Prinsip Berkesinambungan

Apabila sistem telah tercipta sehingga mempertemukan pemegang Hak Kekayaan

Intelektual dan masyarakat, maka hubungan ini akan berkesinambungan yang

akhirnya masyarakatlah yang membutuhkan barang-barang, kreativitas terus

diperlukan dan pada akhirnya pada sistem Hak Kekayaan Intelektual melekat

unsur berkesinambungan atau estafet. Sebagai contohnya dalam hal Paten,

inventor harus membuka dan mengungkapkan invensinya. Dengan demikian,

selain dimaksudkan agar publik mengetahui isi invensi yang dilindungi tersebut,

keterbukaan ini bertujuan untuk merangsang orang lain mengembangkan lagi

invensi tersebut untuk kemudian dimintakan Paten baru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

4. Satu Kesatuan

Hak Kekayaan Intelektual merupakan satu kesatuan sistem. Hal ini berarti

kekayaan intelektual mencakup berbagai bidang yang luas, sehingga diperlukan

pengikatan antara semua unsur agar saling terkait menjadi satu. Kendatipun saat

ini pengeloaan Hak Kekayaan Intelektual masih berada dibawah Departemen

Hukum dan HAM, pengelolaan sistem Hak Kekayaan Intelektual dilakukan

berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait, seperti yang direfleksikan dalam

berbagai bidang Hak Kekayaan Intelektual, yaitu hak cipta, Paten, merek, indikasi

geografis, desain industry, desain tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang.

5. TRIPs Mengikat

TRIPs sebagai salah satu lampiran WTO Agreement merupakan dokumen yang

mengikat Indonesia dan telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1994. Dikatakan salah satu karena dalam WTO termuat piagam aturan-

aturan kelembagaan beserta 4 (empat) lampiran penting. Keempat Annex tersebut

yaitu :

a. Annex 1 terdiri dari tiga bagian

1) Annex 1 A tentang Multilateral Agreement on Trade in Goods :

• GATT 1994 (harus dibaca bersamaan dengan GATT 1947).

• Agreement on Agriculture.

• Agreement on Sanitary and Phylosanitary measures.

• Agreement Textile and Clothing (perjanjian ini diakhiri pada

Januari 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

• Agreement on Technical Barriers to Trade.

• Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs.

• Agreement on Implemantation of Article VI (Anti Dumpin).

• Agreement on Implemantation of Article VII (Cusom Valuation).

• Agreement on Preshipment Inspection.

• Agreement on Rules of Origin.

• Agreement on Import Licensing.

• Agreement on Safeguards.

2) Annex 1 B :General Agreement on Trade in Services (GATS).

3) Annex 1 C :Trade-Related Aspects of International Property Rights

(TRIPs), including Trade in Counterfeit Goods.

b. Annex 2 : Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement

of Disputes

c. Annex 3 : Trade Policy Review Mechanisme

d. Annex 4 : Plurilateral Trade Agreement

• Annex 4 (a) Agreement on Trade in Civil Aircraft.

• Annex 4 (b) Agreement on Government Procurement.

• Annex4 (c) International Dairy Agreement (perjanjian ini diakhiri pada

tahun 1997).

• Annex4 (d) International Bovine Meat Agreement (perjanjian ini diakhiri

pada tahun 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

B. Prinsip-prinsip Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten

Asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dan mendasari pengaturan

perlindungan Paten dalam peraturan perUndang-Undangan di Indonesia adalah

sebagai berikut :62

1. Asas Manfaat

Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah perlindungan Paten yang

memberikan manfaat bagi para inventor pemegang hak dan pengguna hak Paten.

2. Asas Rasional

Yang dimaksud asas rasional adalah perlindungan Paten yang mempertimbangkan

nilai ekonomis dari invensi, berdasarkan sifat alamiah dari perkembangan

pengetahuan manusia itu sendiri, mempertimbangkan ketahanan nasional,

kesejahteraan masyarakat dan keadilan bagi seluruh komponen masyarakat.

3. Asas Efisien

Yang dimaksud asas efisien adalah perlindungan Paten yang mempertimbangkan

pengelolaan hak pada biaya yang layak.

4. Asas Optimal

Yang dimaksud dengan asas optimal adalah invensi yang menggunakan seluruh

sumberdaya dan pengetahuan yang ada di dalam negeri.

62 DR. Enny Nurbaningsih, SH., M.Hum, “Naskah Akademik RUU Tentang Paten”,

(Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2015), Hal. 25-30.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

5. Asas Ekonomis

Yang dimaksud dengan asas ekonomis adalah perlindungan Paten memberikan

manfaat secara efisien dan optimal yang menghasilkan nilai tambah.

6. Asas Peningkatan Nilai Tambah

Yang dimaksud dengan asas peningkatan nilai tambah adalah perlindungan Paten

yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

7. Asas Berkelanjutan

Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah pengelolaan hak yang

memperhatikan perkembangan teknologi dan sosiologi agar pemanfaatannya

dapat diteruskan dalam waktu mendatang.

8. Asas Berkeadilan

Yang dimaksud dengan asas berkeadilan adalah perlindungan Paten yang

menjamin aksesibilitas informasi seluruh lapisan masyarakat.

9. Asas Kesejahteraan Masyarakat

Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan masyarakat adalah perlindungan Paten

yang berorientasi pada kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.

10. Kebaruan (Novelty)

Invensi adalah konsep pemikiran inventor yang diterjemahkan kedalam suatu

kegiatan pemecahan masalah spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa

produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Suatu invensi dianggap baru apabila mengandung langkah inventif dimana bagi

manusia yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hak tidak

dapat diguna sebelumnya. Invensi tersebut juga harus dapat diterapkan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

industri. Suatu invensu dianggap baru jika penerimaan tersebut tidak sama dengan

teknologi yang diungkapkan sebelumnya adalah teknologi yang telah diumumkan

di Indonesia atau diluar Indonesia dalam suatu tulisan atau uraian tulisan atau

melalui peragaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk

melaksanakan invensi tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.

11. Hak Eksklusif

Hak eksklusif artinya hak yang hanya diberikan kepada pemegang atau pemilik

Paten untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial

atau memberikan hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian,

orang lain dilarang melaksanakan Paten tersebut tangpa persetujuan pemegang

atau pemilik Paten.

Paten merupakan suatu pemberian (grand) oleh negara berupa hak untuk

melarang pihak lain untuk menggunakan/membuat/menjual invensi, dan negara

member pengakuan secara hukum dalam bentuk hak ekonomi dan hak moral

untuk kreasi inventor. Dengan demikian hanya inventorlah yang mempunyai

akses dan pengakuan dari negara. Asas ini telah diterapkan di dalam Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang mengatur pemegang atau

pemilik Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya

dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuan dari pemegang atau pemilik

Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

12. First to File

Sistem ini adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme

bahwa seseorang yang pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai

pemegang atau pemilik Paten, bila semua persyaratan sudah terpenuhi.

13. Penentuan tanggal penerimaan permohonan Paten (Filling Date)

Tanggal penerimaan adalah tanggal penerimaan permohonan yang telah

memenuhi peresyaratan administratif. Tanggal penerimaan merupakan tanggal

dimana Direktorat Jenderal HKI menerima surat permohonan yang telah

memenuhi ketentuan dan syarat-syarat pengajuan permohonan.

14. Hak Prioritas

Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal

dari negara yang tergabung dari negara yang tergabung dalam Paris Convention

for the protection og Industrial Property atau Agreement Establishing the World

Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di

negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah

satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun

waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut.

C. Syarat-syarat Pemberian Lisensi-Wajib

1. Lisensi Paten

Pengaturan lisensi Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu perjanjian yang

lazimnya dibuat secara tertulis yang disebut dengan perjanjian lisensi. Dengan adanya

perjanjian lisensi ini, penerima lisensi Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat digugat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

karena dianggap melanggar Hak Kekayaan Intelektual sebab pemilik Hak Kekayaan

Intelektual telah memberikan izin kepadanya untuk menggunakan haknya tersebut,

baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang yang didaftarkan. Selain memuat

jangka waktu pemberian lisensi, juga mencantumkan persyaratan tertentu yang harus

dilaksanakanpenerima lisensi Paten terdaftar dalam jangka waktu tertentu tersebut.

Dalam bidang Paten bahwa pemilik terdaftar berhak memberikan lisensi akan

menggunakan Paten tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa, yang

berlaku diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan

lain. 63

Perjanjian lisensi dimaksudkan dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI dalam

Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Paten. Adanya perjanjian lisensi

hak atas Paten terdaftar tidak menyebabkan pemilik terdaftar kehilangan hak untuk

menggunakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak lainnya untuk

menggunakan Paten terdaftar tersebut. Ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 21

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang menyatakan bahwa

pemilik Paten terdaftar yang telah memberikan lisensi kepada pihak lain tetap dapat

menggunakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk

menggunakan Paten tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain.64

63 Gunawan Suryomurcito, dkk, “Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang Hukum

Perjanjian Lisensi”, (Jakarta : BPHN Departemen Hukum dan HAM, 2006) tanpa halaman. 64 Rachmadi Usmani, “Hukum HKI, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia.”

(Jakarta : Alumni. 2003) Hal. 350.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Paten dapat diberikan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :65

a. Aspek kebaharuan penemuan (novelty).

Suatu invensi dianggap memenuhi syarat kebaruan jika pada saat pengajuan

permintaan Paten, invensi tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari

invensi terdahulu. Untuk menentukan apakah sebuah invensi bersifat baru, harus

diadakan pemeriksaan terhadap data terdahulu untuk mencari dokumen pembanding

yang terbit sebelum tanggal penerimaan permohonan Paten.

Syarat kebaruan (novelty), dapat ditentukan berdasarkan pembatasan-

pembatasan tertentu, misalnya daerah (territory), kapan penemuan itu diketahui, dan

cara pengumuman penemuan itu kepada masyarakat. Syarat kebaruan dapat bersifat

mutlak (world wide novelty) atau relatif.Bersifat mutlak adalah syarat kebaruan

adalah syarat yang harus diikuti oleh semua negara, sedangkan syarat kebaruan relatif

adalah syarat yang timbul kondisi dan kepentingan negara yang semakin

berkembang. Indonesia dalam hal syarat kebaruan menganut sistem kebaruan yang

luas (world wide novelty), hal tersebut tercantum dalam ketentuan Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, yaitu : bahwa suatu penemuan tidak

dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan Paten, penemuan tersebut telah

diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau

melalui peragaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk

melaksanakan penemuan (invensi) tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal

prioritas.

65 Abdulkadir Muhammad, “Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual”, (Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2001), Hal. 131.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten juga mengatur bahwa suatu invensi tidak dianggap telah diumumkan

jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan:

a) Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di

Indonesia, atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam

suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi;

b) Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh inventornya dalam rangka

percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.

b. Langkah inventif yang terkandung dalam penemuan (inventive step).

Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seorang

yang mempunyai keahlian biasa mengenai teknik merupakan hal yang tidak dapat

diduga sebelumnya (non-obviousness). Di Indonesia, penilaian adanya langkah

inventif merujuk pada Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten, yang penilaiannya mengacu pada kriteria suatu invensi merupakan hal yang

tidak dapat diduga harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada

saat diajukan permintaan Paten, atau yang telah ada pada saat diajukan permintaan

Paten, atau yang telah ada pada saat diajukan permintaan pertama dalam hal

permintaan itu diajukan dengan hak prioritas.

c. Dapat atau tidaknya penemuan diterapkan atau digunakan dalam industri

(industrially aplication).

Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten, suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dapat diproduksi, atau dapat digunakan dalam berbagai jenis industri (dalam hal ini

pengertian industri merupakan pengertian yang luas). Suatu invensi harus dapat

diterapkan untuk tujuan praktis, harus dapat dilaksanakan dalam praktek. Jika invensi

itu dimaksudkan sebagai produk atau bagian dari produk, maka produk itu harus

mampu dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas yang yang sama, sedangkan

jika invensi dimaksudkan sebagai proses atau bagian dari proses, maka invensi

tersebut harus mampu digunakan dalam praktek.

Dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan

Peraturan pemerintah. Oleh karena hingga saat ini Peraturan Pemerintah tersebut

belum ada maka segala ketentuan mengenai perjanjian lisensi selain tunduk pada

Undang-Undang Paten itu sendiri, juga tunduk pada ketentuan umum sebagaimana

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan tentunya juga tunduk pada

kesepakatan para pihak, selama tidak bertentangan dengan aturan hukum lainnya

yang berlaku.66

Termasuk di dalamnya ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten, dimana dicantumkan ketentuan yang melarang ketentuan

yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang

merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat

kemampuan bangsa Indonesia dalam mengusai dan mengembangkan teknologi pada

umumnya dan yang berkaitan dengan penemuan yang diberi Paten tersebut. Dalam

66 Edietha Maria.,Op .Cit., Hal. 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

hal demikian, maka Direktorat Jenderal Paten memiliki hak untuk menolak

pencatatan atas perjanjian lisensi yang memuat ketentuan tersebut.67

Pada Pasal 71 ayat (2) Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten dinyatakan

bahwa permohonan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditolak oleh Direktorat Jenderal. Kalau

diperhatikan ketentuan Pasal 71 ayat (2) di atas, batasan serta yang dimaksud dengan

merugikan perekonomian Indonesia ataupun pembatasan yang menghambat

kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada

umumnya dalam perjanjian lisensi Paten tidak jelas. Dalam Undang-Undang ini tidak

dijelaskan pembatasan-pembatasan dalam perjanjian lisensi Paten yang bagaimana

yang dilarang serta perjanjian lisensi Paten yang bagaimana dibolehkan. Barang kali

yang dimaksud dengan ketentuan yang merugikan perekonomian dan kemamuan

bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi dalam perjanjian lisensi Paten adalah

grandback dan restrictive. Larangan untuk membuat klausula ini adalah penting

untuk menghindari adanya hambatan penguasaan teknologi bagi bangsa Indonesia.68

Menurut ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten, maka perjanjian lisensi Paten wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal HKI,

kemudian dimuat dalam daftar umum dengan membayar biaya yang besarnya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Selanjutnya dalam Pasal 72 ayat (2) Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten, dijelaskan pula bahwa apabila perjanjian lisensi tidak

67 Ibid.,Hal. 15. 68 Tobing Alexander D.L. Loc .Cit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak

ketiga.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, bahwa

dalam mengembangkan usahanya dengan cara menggunakan lisensi Paten orang lain

baik dari licensor asing, maupun lokal. Maka pihak licensee (penerima lisensi) harus

memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pengalihan Paten, guna melindungi

kepentingannya, dengan memperhatikan beberapa ketentuan Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten sebagai berikut :69

1. Licensee berhak untuk mendapatkan segala macam informasi yang berhubungan

dengan Hak Kekayaan Intelektual yang dilisensikan, yang diperlukan olehnya

untuk melaksanakan lisensi yang dialihkan tersebut. Lisensi dapat dialihkan

sebagian atau seluruhnya, bergantung pada perjanjian tertulis antara para pihak

(Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten);

2. Hak eksklusif yang dilindungi oleh negara bagi pemegang Paten adalah dalam

pelaksanaan Paten produk dan Paten proses (Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten);

3. Agar diperhatikan, bahwa pengalihan Paten harus disertai dokumen asli Paten

berikut hal lain yang berkaitan dengan Paten (Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten) dan segala bentuk pengalihan Paten wajib

dicatat dan diumumkan (Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten. Sebab pangalihan Paten yang tidak memperhatikan

69 Wr. Imas R. “Perjanjian Lisensi Paten Dan Know-How Transfer Sebagai bentuk

Investasi”. Hal. 12-13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

hal-hal tersebut diatas (Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten), akan mengakibatkan pengalihan hak Paten ini tidak sah dan batal demi

hukum (Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten);

4. Perjanjian lisensi Paten tersebut tidak diperbolehkan memuat ketentuan, baik

langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian

Indonesia;

5. Bahwa lisensi tersebut berlaku selama jangka waktu yang diberikan dan

berlakuuntuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 69 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten). Lamanya Perlindungan

terhadap Paten adalah 20 (dua puluh tahun) untuk Paten (Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten) dan 10 (sepuluh) tahun

untuk Paten sederhana (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten);

6. Agar memperhatikan, bahwa lisensi tersebut benar-benar dapat bermanfaat yang

mengandung inovasi baru yang dapat memiliki “added value” dan diterapkan

dalam industri (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten);

7. Penatapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim

digunakan dalam perjanjian Lisensi Paten atau perjanjian lain yang sejenis

(Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten).

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (1) di atas terdapat 3 (tiga) unsur

perjanjian lisensi tidak boleh memuat :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

1. Ketentuan baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan

perekonomian Indonesia;

2. Pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai

dan mengembangkan teknologi pada umumnya; dan

3. Hal yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam

peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Kalau diperhatikan ketiga persyaratan tersebut masih bersifat umum, oleh

karena itu masih perlu diuraikan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah

ataupun dalam bentuk Peraturan Presiden.70

2. Jenis Lisensi

Pada dasarnya, terdapat dua tipe lisensi, yaitu lisensi secara sukarela dan

lisensi wajib. Lisensi sukarela didasarkan atas perjanjian para pihak berdasarkan

prinsip-prinsip umum dalam hukum kontrak, sedangkan lisensi wajib melibatkan

intervensi pemerintah dalam melaksanakannya. Dalam hal ini, lisensi diberikan tanpa

memerlukan perjanjian dari pemegang hak Paten. Di Indonesia, lisensi wajib diatur

berdasarkan Pasal 74 sampai Pasal 87 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten. Lisensi wajib harus bersifat non eksklusif, artinya bahwa disamping

orang yang memegang lisensi wajib masih dapat di pihak lain mengerjakan dan

melaksanakan Paten yang bersangkutan, dan penggunaannya juga hanya untuk

kepentingan pasar dalam negeri.

70 Tobing Alexander D.L. Loc.Cit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Objek dari ketentuan lisensi wajib ini adalah Paten yang tidak

digunakan.Tujuannya, untuk menjamin agar inventor, baik asing maupun domestik,

dan pemegang Paten nasional dapat melaksanakannya dalam wilayah Negara

Republik Indonesia, sehingga tidak menghambat pembangunan ekonomi, industri dan

perdagangan nasional. Selain itu, ketentuan ini juga ditujukan untuk mencegah impor

barang yang sama ke dalam wilayah Indonesia.

Melalui peraturan domestik Indonesia, pemerintah mengijinkan terjadinya

importasi ke Indonesia tanpa izin dari pemegang Paten dengan dasar teori pelepasan

(theory of exhaustion). Teori ini menyatakan bahwa pemegang hak atas Paten

kehilangan haknya setelah penjualan pertama dari produk Paten disuatu negara. Teori

pelepasan ini kemudian dianut dan digunakan pasca Deklarasi Doha sebagai sarana

untuk membela kepentingan kesehatan masyarakat.

Kegiatan Impor Pararel di Indonesia diatur dalam dalam Bab XV tentang

Ketentuan Pidana, tepatnya pada Pasal 135 huruf a Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten. Ketentuan tersebut menyatakan secara eksplisit bahwa

imporpararel merupakan bentuk pengecualian Ketentuan Pidana. Impor Pararel tidak

masuk dalam katagori suatu tindak pidana, jika memenuhi dua unsur yakni :71

1) Pelaksanaan impor pararel hanya dilakukan terhadap produk obat yang dalam

proses pemasaran di suatu negara yang ternyata telah terbukti memiliki harga

yang melampaui harga pasar internasional;

71 Sunendar, Aqimuddin dan Dzulman, Op.Cit., Hal. 94.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2) Pelaksanaan impor pararel harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan

perUndang-Undangan yang mengatur tentang kegiatan impor berdasarkan

ketentuan hukum nasional dan hukum Internasional.

Proses pemeriksaan substantif permohonan Paten, harus diajukan permohonan

tertulis kepada Direktorat Jenderal HKI dengan dikenai biaya (Pasal 48 ayat 1

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten). Permohonan pengajuan

pemeriksaan substantif harus diajukan paling lambat dalam 36 bulan sejak tanggal

penerimaan. Bila permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas

waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak dibayar, permohonan akan dianggap ditarik

kembali.72

Direktorat Jenderal HKI dalam pemeriksaan substantif dapat meminta bantuan

ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari pemerintah terkait atau

pemeriksa Paten dari Kantor Paten negara lain. Penggunaan bantuan ahli, fasilitas,

atau pemeriksa Paten dari Kantor Paten negara lain tetap dilakukan dengan

memperhatikan ketentuan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi yang

dimohonkan Paten (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten).

Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan substantif pada Direktorat Jenderal HKI

berkedudukan sebagai pejabat fungsional. Pemeriksan diberi jenjang dan tunjangan

fungsional selain hak-hak lainnya sesuai Pasal 51 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten.

72 Rachmadi Usmani. Op .Cit., Hal. 254.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Tahapan Permohonan Paten

73

Sumber :www.dgip.go.id

73Direktorat Jenderal Hak atas kekayaan Intelektual, Departemen KeHKIman dan HAM,

“Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual”, DJ HKI, Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

a. Persetujuan atau Penolakan Permohonan

Direktorat Jenderal HKI wajib memberi keputusan untuk menyetujui atau

menolak permohonan :74

1. Paten, paling lama 36 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat

permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud Pasal 48 atau

terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman sesuai dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (1) apabila permohonan pemeriksaan itu diajukan

sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman tersebut;

2. Paten sederhana, paling lama 24 bulan sejak tanggal penerimaan (Pasal 54

Undang-UndangNomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten).

Ketentuan waktu 36 bulan dalam memberikan keputusan terhadap permohonan

dimaksudkan untuk mendekati pengaturan internasional dalam rangka kerja sama

Paten.

b. Permintaan Banding

Permintaan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang

berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat

substantif sesuai Pasal 56 ayat 1 atau Pasal 56 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh

pemohon atau kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan yang

disampaikan kepada Direktorat Jenderal HKI. Permohonan banding diajukan paling

lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan

74 Sukandarrumidi.“Paten.”(Yogyakarta : Pusat Pelayanan HAKI UGM. 2007) Hal. 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

penolakan permohonan. Bila melewati jangka waktu tanpa adanya permohonan

banding, penolakan permohonan dianggap diterima oleh pemohon.

Permintaan Banding diajukan melalui sekretariat Komisi Banding Paten yang

berkantor di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atau melalui kantor

wilayah Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia, berdasarkan keputusan

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. : M.ll.PR.07.06

TAHUN 2003 Tentang Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk menerima Permohonan Hak Kekayaan

Intelektual.75

Ada tahapan Tata Cara Permintaan Banding, adalah sebagai berikut :76

a. Pemohon/kuasa mengajukan Permohonan Banding Paten secara tertulis kepada

Ketua Komisi Banding melalui Sekretariat Komisi Banding dalam bahasa

Indonesia, dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan tembusan

Kepada Direktur Paten, dalam hal ini ditangani oleh urusan tata usaha.;

b. Permohonan banding harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak

tanggal Surat Pemberitahuan Penolakan Permohonan Paten;

c. Permohonan banding dapat dilakukan secara langsung atau melalui pos secara

tercatat.

Permintaan Banding diajukan rangkap 5 (lima) dengan melampirkan :

1. Surat kuasa, jika pengajuan banding melalui Kuasa;

75 Direktorat Jenderal Kekayaan Hak Intelektual 2013.”Buku Panduan Hak Kekayaan

Intelektual.Tangerang.Hal 25. 76 Ibid., Hal.25-26.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Bukti Pembayaran Biaya Permohonan Banding (yang dibayarkan melalui loket

atau Bank yang ditunjuk);

3. Photocopy Keputusan Penolakan Permintaan Paten;

4. Alasan atau penjelasan Permohonan Banding;

5. Salinan Bukti Permohonan Paten yang diajukan berdasarkan Hak Prioritas yang

diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia apabila Permohonan Paten diajukan

dengan menggunakan Hak Prioritas.

Sekretariat Komisi Banding memberikan tanda terima berkas yang lengkap,

kemudian dicatat dalam Buku khusus Komisi Banding Paten.

a. Apabila tanggal Penerimaan berkas yang disampaikan secara langsung

melampaui batas waktu 3 (tiga) bulan, terhitung sejak tanggal Surat Penolakan

Permohonan Paten Sekretaris memberitahukan secara tertulis kepada pemohon

tentang penolakan Permohonan banding atas dasar alasan tidak dipenuhi;

b. Jika Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat, maka tanggal penerimaan

berkas tersebut di Sekretariat Komisi Banding dianggap sebagai tanggal

diajukannya Permohonan Banding;

c. Berkas Permohonan banding diteruskan ke Urusan Permohonan.

Apabila berkas Permohonan banding telah dilengkapi dengan persyaratan

yang dibutuhkan, formulir serta berkas Permohonan banding tersebut diteruskan

kepada urusan Persidangan untuk diberi Nomor Urut Banding.

1. Apabila setelah lewat 14 (empat belas) hari persyaratan Permohonan banding

tersebut tidak dilengkapi, maka permohonan banding tersebut dianggap ditarik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

kembali dan biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. Berkas

Permohonan banding terse but dikembalikan kepada pemohon atau kuasa dan satu

berkas menjadi Arsip Direktorat Jenderal HKI;

2. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir (a) berakhir pada

waktu/hari libur, maka hari terakhirdihitung pada hari kerja berikutnya;

3. Permohonan Banding Paten yang telah diajukan tersebut tidak dapat diajukan

kembali.

Setelah Permohonan Banding diperiksa Komisi Banding apabila permohonan

ditolak, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan gugatan ke pengadilan Niaga

dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya

permohonan banding.

c. Pengalihan Paten

Paten adalah hak kekayaan intelektual yang bersifat bergerak dan tidak

berwujud dan mengandung nilai ekonomi. Jadi, Paten dapat beralih kepada pihak

lain, baik secara biasa maupun lisensi.

a) Karena Pewarisan atau Perjanjian :

Menurut Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Paten

dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan,

hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan peraturan

perUndang-Undangan.77

77 Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

b) Karena Pemberian Lisensi :

Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasar perjanjian

lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16. Kecuali jika

diperjanjikan lain, lingkup lisensi meliputi semua perbuatan dalam Pasal 16,

berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah

Republik Indonesia (Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten).78

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten mengatur 3 jenis

pembatalan Paten, yaitu :

1. Batal Demi Hukum

Paten dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang Paten tidak memenuhi

kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan (Pasal 88

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001Tentang Paten).Paten yang batal demi hukum

diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada pemegang Paten serta

penerima lisensi dan mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.79

2. Pembatalan Karena Permohonan

Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian

atas permohonan pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat

Jenderal. Pembatalan Paten tidak dapat dilakukan jika penerima lisensi tidak memberi

persetujuan tertulis yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.

78 Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 79 Pasal 88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Pembatalan Karena Gugatan

Menurut Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten, gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan bila :80

a. Paten tersebut menurut ketentuan Pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten seharusnya tidak diberikan.

b. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak

lain untuk invensi yang sama berdasarkan Undang-Undang ini.

c. Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya

pelaksanaan Paten dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan

kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal

pemberian lisensi wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian

lisensi wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi wajib.

Gugatan pembatalan karena alasan :

1. Ketentuan Pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2001 Tentang Paten diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang Paten

melalui Pengadilan Negara.

2. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain

dapat diajukan oleh pemegang Paten atau pemegang lisensi kepada

Pengadilan Negara agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan.

80 Pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya

pelaksanaan Paten dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan

kepentingan masyarakat dapat diajukan oleh jaksa terhadap pemegang Paten

atau penerima lisensi wajib kepada Pengadilan Niaga (Pasal 91 ayat 2, ayat 3,

dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten).81

Isi putusan Pengadilan Niaga tentang pembatalan Paten disampaikan ke

Direktorat Jenderal paling lama 14 hari sejak putusan diucapkan. Direktorat Jenderal

mencatat dan mengumumkan putusan tentang pembatalan Paten tersebut. Pemegang

lisensi Paten yang dibatalkan karena alasan sama dengan Paten lain yang telah

diberikan kepada orang lain untuk penemuan yang sama tetap berhak melaksanakan

lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan

dalam perjanjian lisensi.

4. Perlindungan Hak Terhadap Penerima Lisensi Paten Di Indonesia

Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh Undang-Undang

guna mencegah terjadipelanggaran, maka pelanggaran tersebut harus diproses secara

hukum, dan apabila terbukti melakukan pelanggaran, dia akan dijatuhi hukuman

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bidang Hak Kekayaan Intelektual yang

dilanggar. Apabila terdapat perbuatan dengan sadar melanggar hukum dan pelaku

dapat dituntut membayar ganti rugi. Penuntutan ganti rugi tidak mengurangi hak

negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten tersebut.

81 Pasal 91 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Tindak pidana terhadap Paten ancamannya hukuman pidana penjara empat

tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sedangkan

tindak pidana yang dilakukan karena melanggar hak pemegang Paten sederhana dapat

dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak

Rp.250.000.000 (Dua ratus lima puluh juta rupiah).82

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

terdapat pengecualian yaitu perbuatan yang tidak dapat dikenakan pidana apabila :

1. Mengimpor suatu produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dan produk

tersebut telah dimasukkan ke pasar disuatu negara oleh pemegang Paten yang sah

dengan syarat produk tersebut diimpor sesuai dengan peraturan

perUndang-Undangan yang berlaku;

2. Memproduksi produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dalam jangka

waktu dua tahun sebelum berkahirnya perlindungan Paten dengan tujuan untuk

proses perizian kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan tersebut

berakhir.

Pengaturan ketentuan pidana dalam hukum Paten selain menyangkut

pelanggaran terhadap pemegang Paten atau pemegang lisensi juga diatur mengenai

pelanggaran terhadap kewajiban menjaga serta menyimpan kerahasiaan penemuan

dan seluruh dokumen permintaan patem, yaitu Pasal 132 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yaitu :

“Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Pasal 40 dan Pasal 41 dipidana dengan

pidana penjara paling lama dua tahun”.

82 Mastur.”Op. Cit., Hal. 62.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

5. Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Lisensi Paten di Indonesia

Menurut Prof. Komar Kantaatmaja S.H bahwa penyelesaian sengketa dapat

digolongkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negoisasi baik berupa negoisasi

yang bersifat langsung (negotiation simplisiter) maupun pernyataan pihak ketiga

(mediasi dan rekonsiliasi);

2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun

Internasional;

3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase baik yang bersifat ad hoc

maupun terlembaga.

Ketentuan penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten berpijak pada penyelesaian melalui proses

litigasi di lembaga pengadilan. Proses pemeriksaan pada sengketa Paten dilakukan

dengan melihat materi yang diajukan oleh pihak yaitu :

1. Sengketa pemberian Paten;

2. Sengketa atas hak eksklusif pemegang Paten, yaitu menyangkut perbuatan pihak

yang tidak berhak atau tidak mendapatkan persetujuan dari pemegang Paten,

melakukan perbuatan, membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,

menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan, atau

diserahkan produk yang diberi Paten atau menggunakan proses produksi yang

diberi Paten untuk membuat barang.83

83Ibid., Hal. 65.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Hukum acara dalam pemeriksaan atas sengketa tersebut secara singkat juga

diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang

menyangkut :

1. Lembaga yang memeriksa yaitu Pengadilan Niaga;

2. Tata cara dan lamanya proses pemeriksaan;

3. Pembatasa pemeriksaan, maksudnya pemeriksaan putusan untuk sengketa Paten

tidak mengenal banding apabila putusan tingkat pertama dirasakan tidak puas

maka pihak tersebut hanya dapat melakukan kasas;

4. Ada pembatasan waktu pemeriksaan, artinya pemeriksaan dibatasi hanya seratus

delapan puluh hari sejak tanggal gugatan didaftarkan atau berkas perkara diterima

Mahkamah Agung.

Dalam kenyataannya sengketa tidak hanya diselesaikan Pengadilan tetapi bisa

diselesaikan di luar pengadilan.84

6. Syarat Dan Prosedur Pendaftaran Paten Asing di Indonesia

Tidak semua Invensi dapat diberi Paten (Patentability) atau mencakup ruang

lingkup Paten. Di negara manapun pada umumnya mensyaratkan bahwa Paten hanya

akan diberikan pada Invensi yang baru (novelty), mengandunglangkah Inventif

(inventif step) dan dapat diterapkan dalam industri (industrialapplycability).

Persyaratan-persyaratan ini merupakan persyaratan yang merupakan yang bersifat

substantif yang menentukan apakah suatu invensi dapat diberi Paten atau tidak.

Persyaratan yang demikian diatur juga di Indonesia, terbukti dalam Pasal 2 angka 1

84 Pasal 124 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten menyatakan bahwa Paten

diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat

diterapkan dalam industri, dengan demikian, berdasarkan bunyi Pasal 2 angka 1

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten tersebut, tidak semua hasil

invensi dapat diberi Paten, hanya invensi yang memenuhi persyaratan saja yang dapat

diberi Paten.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten menganut prinsip

terbuka artinya siapa saja berhak menerima Paten asalkan syarat-syarat untuk

permohonan tentang pemberian Paten dapat dipenuhi baik secara substantif maupun

secara administrasi formal.

Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten, hak Paten akan diberikan jika ada permohonan, hal ini mengandung pengertian

bahwa seseorang dapat melaksanakan hak Patennya jika permohonannya sudah

diterima dan tercatat dalam Lembaran Berita Paten Negara.

Perihal bagaimana permohonan Paten dilakukan diatur dalam Pasal 20 dan

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang menyatakan

bahwa Paten diberikan atas dasar permohonan dan Pasal 21 menyatakan bahwa setiap

permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang

merupakan satu kesatuan invensi. Ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 ini, jelas

ditentukan bahwa pemberian Paten didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh

inventor atau kuasanya. Mengenai permohonan yang diajukan oleh mereka yang

berdomisili diluar negeri atau tidak berdomisili atau tidak berkedudukan tetap di

Wilayah Negara Republik Indonesia, diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 ayat (2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang menyatakan bahwa

permohonan yang demikian harus diajukan melalui konsultan HKI yang telah

terdaftar di Indonesia. Untuk itu mereka harus menyatakan dan memilih domisili atau

kedudukan hukum diIndonesia untuk kepentingan permohonan tersebut.85

7. Perlindungan Paten Asing di Indonesia

Salah satu prinsip pokok yang dianut oleh WTO dengan TRIPs sebagai salah

satu lampirannya adalah non diskriminasi, salah satunya yakni: perlakuan nasional

(National Treatment) yang terdapat dalam Pasal 3 TRIPs dimana semuaproduk

berasal dari luar negeri harus diperlakukan sama (non diskriminasi) dengan produk

lokal sehingga dengan perlakuan ini bisa memberi jaminanperlindungan bagi produk

luar yang pada giliranya akan menciptakan iklim kompetisi yang sehat, sehingga

terjadi adaya alih teknologi seperti yang diharapkan, dan pada akhirnya akan tercipta

pemerataan kemampuan antaranegara berkembang dengan negara maju.

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tetang Paten

adalah sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam menyikapi segala ketentuan yang

ada dalam TRIPs, hal ini dibuktikan dengan dilakukan perubahan atas Undang-

Undang Nomor 13 tahun 1997 dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten, dan semua itu dilakukan untuk melakukan penyesuaian dan beberapa

penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan dalam TRIPs.

85 Kurniawan.“Perlindungan Terhadap Paten Asing Berdasarkan Sistem Hukum Paten Di

Indonesia Pasca Trips-WTO”. Vol-27 No.3 November 2012 (Mataram : Universitas Mataram.

Jatiswara), Hal. 8-9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, menjelaskan

bahwa pada dasarnya perlindungan terhadap pemegang Paten itu hanya bersifat

teritorial saja artinya Paten tersebut hanya berlaku untuk satu wilayah tertentu saja

dan jika ingin diakui di negara luar maka ia harus mendaftarkan kembali Patennya di

negara tersebut. Ini artinya Paten asing apabila ingin mendapatkan perlindungan di

Indonesia, maka terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran pada Direktorat

Jenderal HKI Republik Indonesia.86

8. Lisensi Wajib

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain

berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu

Paten yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Pada

umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki perundangan yang mengatur

tentang perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib, lisensi karena permufakatan dan lisensi

karena berlakunya hukum.

Lisensi karena permupakatan/perjanjian yaitu seorang atau badan hukum

menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan Patennya kepada

orang lain melalui suatu kontrak. Lisensi Pemegang Paten berhak memberikan

Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi, kecuali diperjanjikan lain,

pemegang Paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada

Pihak ketiga.

86 Ibid., Hal. 16-17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak

langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan

yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan

mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang

diberi Paten tersebut pada khususnya. Perjanjian Lisensi harus dicatat dan

diumumkan dengan dikenai biaya, dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat di

Direktorat Jenderal HKI, perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum

terhadap pihak ketiga.

Lisensi wajib adalah lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan,

berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal HKI, atas dasar permohonan dengan

ketentuan sebagai berikut :

1. Setiap pihak dapat mengajukan permohonan lisensi wajib kepada Direktorat

Jenderal HKI setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung

sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya tertentu, dengan alasan

bahwa Paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan atau tidak dilaksanakan

sepenuhnya di Indonesia oleh pemegang Paten;

2. Permohonan lisensi wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah Paten diberikan

atas dasar alasan bahwa Paten telah dilaksanakan oleh pemegang Paten atau

pemegang lisensinya dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan

masyarakat;

3. Selain kebenaran alasan tersebut, lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila

Pemohon dapat menunjukan bukti yang meyakinkan bahwa ia:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

a. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten yang

bersangkutan secara penuh;

b. Mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan Paten yang

bersangkutan dengan secepatnya;

c. Telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang

cukup untuk mendapatkan lisensi dari pemegang Paten atas dasar

persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak mendapat hasil; dan

d. Direktorat Jenderal HKI berpendapat bahwa Paten tersebut dapat

dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat

memberikan manfaat kepada sebagian besar masyarakat.

Sedangkan menurut Rahmi Jened persyaratan lisensi wajib :87

1. Article 27 TRIPs secara implisit mengisyaratkan bahwa Pemerintah tidak boleh

membebankan lisensi wajib berdasarkan alasan kurangnya pekerjaan di wilayah

setempat atau lokal. Oleh karena itu pemegang Paten dapat mengimpor produk

yang dibuat dengan proses yang telah diPatenkan;

2. Lisensi wajib tidak boleh diberikan hanya karena alasan bahwa pemegang Paten

telah menolak memberikan lisensi pada pihak ketiga, karena esensi dari hak

eksklusif Paten adalah memang untuk mengecualikan pihak ketiga yang tanpa

seizinnya melaksanakan haknya dan menggunkan invensinya. Mengingkari hak

ini berarti merusak hak eksklusif Paten tersebut dan hal ini beretentangan

dengan tujuan dari standar yang ditetapkan dalam TRIPs.

87 Amelya Zuharni, “Perliindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib”, (Medan,

Fakultas Hukum USU, 2008) Hal. 27-28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

D. Prosedur Pemberian Lisensi-Wajib

Permintaan lisensi wajib dapat diajukan oleh setiap pihak kepada Direktorat

Jenderal HKI setelah jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal

pemberian Paten.Permohonan lisensi wajib dilakukan dengan alasan bahwa Paten

tersebut tidak dilaksanakan atau dilaksankan tidak sepenuhnya di Indonesia. Lisensi

wajib dapat terlaksana apabila memenuhi kondisi dan syarat-syarat tertentu :

1. Paten tersebut dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak pemberian Paten tidak

dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang Paten, padahal kesempatan untuk

melaksankan sendiri secara komersial sepatutnya ditempuh;

2. Pihak yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan bukti yang

meyakinkan bahwa :

a) Kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan secara

penuh;

b) Mempunyai fasilitas sendiri untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan

secepatnya;

c) Telah mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup untuk

mendapatkan lisensi dari pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi

yang wajar tetapi tidak memperoleh hasil.

Menurut Pasal 82 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten88,

permintaan lisensi wajib bisa dilakukan oleh pemegang Paten itu sendiri atas dasar

alasan bahwa pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar

Paten lainnya yang sudah ada.

88 Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Keputusan atas pemberian lisensi wajib dari Direktorat Jenderal HKI memuat

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Lisensi wajib non eksklusif;

2. Alasan pemeberian lisensi wajib;

3. Bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan

pemberian lisensi wajib;

4. Jangka waktu lisensi wajib;

5. Besarnya biaya royalti yang harus dibayarkan penerima lisensi wajib kepada

pemegang hak Paten dan cara pembayarannya;

6. Syarat berakhirnya lisensi wajib dan hal yang dapat membatalkannya.

7. Lisensi wajib terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam

negeri;

8. Lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang

bersangkutan secara adil.

Suatu hak milik dapat berakhir atau hapus dengan cara-cara di bawah ini :89

1. Orang lain memperoleh hak milik itu dengan salah satu cara untuk memperoleh

hak milik;

2. Binasanya benda;

3. Eigenaar melepaskan benda tersebut dengan ketentuan bahwa pemilik

melepaskan benda tersebut dengan maksud untuk melepaskan hak milik.

89 Sri Soedewi Mascjchoen Sofwan. “Hukum Perdata : Hukum Benda.” (Yogyakarta :

Liberty. 1981) Hal. 82.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Demikian pula dengan invensi yang dilindungi Paten akan berakhir dengan

adanya penarikan kembali yang dilakukan oleh inventor atau kuasanya terhadap

invensi yang dimohonkan Patennya. Penarikan kembali permohonan Paten dilakukan

dengan mengajukan permohonan penarikan kembali secara tertulis oleh pemohon

atau kuasanya kepada Direktorat Jenderal HKI. Pelaksanaan Paten oleh pemerintah

juga merupakan salah satu berakhirnya invensi yang dilindungi oleh Paten.

Ketentuan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

ditentukan apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat

penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak

untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang

bersangkutan. Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu Paten ditetapkan dengan

Keputusan Presiden setelah Presiden mendengarkan pertimbangan Menteri dan

menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait.90

Penjelasan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

menyatakan bahwa Ketentuan Pasal 99 berlaku secara mutatis mutandis bagi Invensi

yang dimohonkan Paten, tetapi tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46. Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan

sendiri Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten serupa itu

hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah. Pemegang Paten sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai

dengan Paten tersebut dapat dilaksanakan.91

90 Pasal 99 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 91 Pasal 100 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Pasal 101 dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten menyatakan bahwa :

Pasal 101 :

1) Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan suatu Paten yang penting

artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan bagi kebutuhan sangat

mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah memberitahukan secara

tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan:

a. Paten yang dimaksudkan disertai nama Pemegang Paten dan Nomornya;

b. Alasan;

c. Jangka waktu pelaksanaan;

d. Hal-hal lain yang dipandang penting.

2) Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dilakukan dengan pemberian imbalan

yang wajar kepada Pemegang Paten.92

Pasal 102 :

1. Keputusan Pemerintah bahwa suatu Patenakan dilaksanakan sendiri oleh

Pemerintah bersifat final.

2. Dalam hal Pemegang Paten tidak setuju terhadap besarnya imbalan yang

ditetapkan oleh Pemerintah, ketidaksetujuan tersebut dapat diajukan dalam

bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.

3. Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

menghentikan pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.93

Bentuk perlindungan lain yang diberikan Undang-Undang kepada pemegang

lisensi adalah pemegang/penerima lisensi tidak wajib meneruskan pembayaran royalti

yang seharusnya masih wajib dibayarkan kepada pemegang Paten yang Patennya

dibatalkan, tetapi mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu lisensi

yang dimilikinya kepada pemegang Paten yang berhak.94

92 Pasal 101 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 93 Pasal 102 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 94 Jurnal Fakultas Hukum UNIB. 2012. “Tinjauan Hukum Pemegang Paten.”

http://www.slideshare.net/asef2012/tinjauan-hukum-pemegang-Paten diakses tanggal 1 November

2014.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

E. Kriteria Paten Yang Diberikan Lisensi-Wajib

1. Paten Produk Dalam Lisensi Paten

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten secara tersirat

mengenalkan jenis-jenis Paten yang lain, yaitu Paten proses dan Paten produk. Paten

produk adalah Paten yang diberikan terhadap produk. Produk lisensi Paten adalah

invensi atau penemuan di bidang teknologi. Perlu diketahui bahwa penemuan tersebut

dapat terdiri dari Patendan know how. Sebagai perbandingan, di Eropa perjanjian

lisensi ini dapat mencakup Paten murni, know how, dan campuran antara know how

dan Paten murni.95Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa umumnya yang

dapat dilisensikan adalah invensi yang sudah diPatenkan.Dengan demikian, Paten

yang dijadikan sebagai obyek dalam perjanjian lisensi harus memenuhi persyaratan

substansial 96 dan kriteria penemuan yang dapat diPatenkan (Patentabilitas).

Berkaitan dengan Patentabilitas dari suatu penemuan, pada dasarnya semua

penemuan yang lahir dari kemampuan intelektual manusia dapat diPatenkan 97 ,

kecuali beberapa hal yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten : tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum,

dan moral.98 Sedangkan terminology know how digunakan untuk mengkonstruksi

95 Commission Regulation (EC Law) of Technology Transfer. 240/96 of 31 January 1996,

Article 10 (6) and Recital 4. 96 Persyaratan substansial ini mencakup kebaruan, langkah inventif, dan industrial

applicability. Lihat: Pasal 2 (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten. Bandingkan

dengan TRIPs, Pasal 27 ayat (1). 97 Lihat: 35 USC, s.101; Lihat juga: Diamond v Chakrabarty 447 U.S. 303 (1980);

Bandingkan dengan : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Pasal 7, Australian

Patent Act, s.51 and Japanese Patent Law, s.32. 98 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

informasi komersial yang bermanfaat yang tidak dilindungi oleh Paten.99Know how

merupakan pembadanan dari informasi tekhnis yang bersifat rahasia,100 substantial,101

dan diidentifikasidalam bentuk yang wajar. Secara khusus, knowhow adalah

pengetahuan atau keahlian dalam melaksanakan beberapa fungsi dalam produk atau

proses secara efesien. Sebagai contoh, dalam lisensi know how lisensor akan

memberitahukan atau mendeskripsikan pada lisensi tentang teknik manufacturing

atau proses, resep, formula kimia, rancangan atau gambar pabrik. Dalam hal know

how, lisensi mendapat ijin untuk mengakses dan menggunakan know how yang

merupakan bagian dari perjanjian lisensi yang tidak dapat diperoleh dengan mudah

dan murah oleh lisensi. Oleh karena itu, perlindungan atas informasi rahasia menjadi

penting. Ia dapat dilindungi atas dasar hubungan kontraktual diantara para pihak yang

terlibat dalam perjanjian lisensi.

2. Paten Proses

Paten proses adalah Paten yang diberikan terhadap proses. Patenproses

mencakup : algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software),

teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus.

Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan

komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.

Paten dapat berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di

hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens

99 Lihat: Blakeney, Michael, 1989, pp.42. 100 Lihat: Commission Regulation (EC Law) of Technology Transfer, No. 240/96 of 31

January 1996, Art.10 (2). 101 Ibid., Art.10 (3).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat

perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di

Amerika Serikat, metode bedah dapat diPatenkan, namun hak Paten ini mendapat

pertentangan dalam prakteknya.Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates

(Hippocratic Oath), dokter wajib membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas

kepada koleganya.Sehingga pada tahun 1994, The American Medical Association

(AMA) House of Delegates mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi Paten ini.

Syarat hasil temuan yang akan diPatenkan di Indonesia adalah baru (belum

pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga

sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk

Paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara Paten sederhana adalah 10 tahun. Paten

tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum

diPatenkan oleh pihak lain dan layak diPatenkan, dapat dilakukan penelusuran

dokumen Paten.

Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat

perlindungan Paten, yaitu proses/produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan

Undang-Undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode

pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap

manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu

pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis

penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses

mikro-biologis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Subyek dalam perjanjian lisensi adalah para pihak yang terlibat dalam

kontrak lisensi. Kontrak tersebut dibuat oleh lisensor dan lisensee atau pengguna

dari teknologi yang dilisensikan. Dalam prakteknya, para pihak tersebut dapat

melibatkan pemerintah, lembaga, perusahaan dan atau bahkan individu.

Pada dasarnya terdapat dua tipe lisensi: (i) sukarela; dan (ii) lisensi wajib.

Lisensi sukarela didasarkan atas perjanjian para pihak berdasarkan prinsip-prinsip

umum dalam hukum kontrak sedangkan lisensi wajib melibatkan intervensi

pemerintah dalam melaksanakannya. Dalam hal ini lisensi diberikan tanpa

memerlukan perjanjian dari pemegang hak Paten. Di Indonesia, lisensi wajib diatur

berdasarkan Pasal 74 sampai dengan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten.

Obyek dari ketentuan lisensi wajib ini adalah Paten yang tidak digunakan.

Tujuannya, untuk menjamin agar inventor baik asing maupun domestik dan

pemegang Paten nasional dapat melaksanakannya dalam wilayah Negara Indonesia102

sehingga tidak menghambat pembangunan ekonomi industri dan perdagangan

nasional. Selain itu, ketentuan ini juga ditujukan untuk mencegah impor barang yang

sama ke dalam wilayah Indonesia.

Ketentuan yang berkaitan dengan lisensi wajib ini merefleksikan perhatian

pemerintah terhadap upaya perlindungan kepentingan nasional, kepentingan publik,

dan agar teknologi yang diPatenkan tersebut tidak disalahgunakan. Sejalan dengan

pernyataan tersebut, berdasarkan kepentingan nasional, pertahanan keamanan, dan

kepentingan publik seperti kesehatan, makanan, dan untuk mengawasi pelaksanaan

102 Pasal.76 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

suatu Paten, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten memberlakukan

ketentuan tentang lisensi wajibdan pembatalan atau penarikan (revocation) atas suatu

Paten.

Pelaksanaan lisensi-wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima lisensi-

wajib kepada pemegang Paten. Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara

pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan memperhatikan tata

cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi Paten atau yang sejenis (misalnya

perjanjian yang lazim dibuat dalam pengalihan kemampuan atau pengetahuan tentang

teknologi yang tidak diPatenkan).

Lisensi-wajib dapat pula dimintakan oleh pemegang Paten atas alasan bahwa

pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa melanggar Paten lain

yang telah ada. Keadaan ini biasanya terjadi dalam pelaksanaan Paten yang

merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan penemuan yang lebih dahulu

telah dilindungi Paten.

Permohonan lisensi-wajib sebagaimana tersebut diatas, berdasarkan Pasal 82

(ayat 1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, hanya dapat

dipertimbangkan apabila Paten yang benar-benar dilaksanakan mengandung unsur

pembaruan teknologi yang nyata-nyata lebih maju dari pada Paten yang telah ada

sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemegang Paten berhak untuk

saling memberikan lisensi untuk menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

persyaratan yang wajar dan penggunaan Paten oleh penerima lisensi tidak dapat

dialihkan kecuali bila dialihkan bersama-sama dengan Paten sebelumnya.103

Pemberian lisensi-wajib berdasarkan Paris Convention dengan ketentuan

sebagai berikut :

1. Pemberian lisensi-wajib bukan merupakan suatu bentuk keharusan, tetapi suatu

hal yang diperbolehkan;

2. Lisensi-wajib hanya dapat diberikan untuk menghindari terjadinya

penyalahgunaan hak eksklusif yang telah diberikan oleh negara, yang tidak

disertai dengan pelaksanaan Paten yang telah diberikan perlindungan tersebut;

3. Sehubungan dengan ketiadalaksanaan Paten, pembatalan Paten hanya mungkin

dilakukan jika dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun setelah berlakunya

lisensi-wajib yang pertama, yang diwajibkan sehubungan dengan pelaksanaan

Paten yang dilindungi tersebut;

4. Pemberian lisensi-wajib itu sendiri baru dapat diberikan dalam jangka waktu

4 (empat) tahun terhitung sejak permohonan perlindungan Paten diajukan, atau

tiga tahun terhitung sejak Paten diberikan yang mana yang terlama;

5. Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif dan tidak dapat dialihkan, serta tidak

memberikan hak untuk mensub-lisensikan lisensi-wajib yang telah diberikan

tersebut.104

Direktorat Jenderal HKI dapat membatalkan keputusan pemberian lisensi-

wajib dalam hal sebagai berikut :

103 Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 104 Gunawan Widjaja, Op. Cit., Hal. 39.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

1. Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi-wajib tidak ada lagi;

2. Penerima lisensi-wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi wajib tersebut atau

tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera

melaksanakannya;

3. Penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan lainnya termasuk

pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian lisensi wajib.

Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

selanjutnya menentukan bahwa pemeriksaan atas permintaan lisensi-wajib dilakukan

oleh Direktorat Jenderal HKI dengan mendegarkan pula pendapat instansi dan pihak-

pihak terkait dan pemegang Paten yang bersangkutan.

Berakhirnya lisensi-wajib yaitu setelah selesainya jangka waktu yang

ditetapkan atau karena adanya pembatalan.Dengan berakhirnya lisensi-wajib

penerima lisensi mempunyai kewajiban untuk menyerahkan kembali lisensi yang

diperolehnya kepada Direktorat Jenderal HKI yang selanjutnya mengakibatkan

pulihnya hak pemegang Paten atas Paten yang bersangkutan terhitung sejak tanggal

pencatatan lisensi-wajib yang telah berakhir tersebut.

Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan kecuali karena pewarisan, alasannya

adalah bahwa lisensi-wajib tersebut hanya diberikan dalam keadaan khusus dan

terikat pada syarat-syarat yang khusus pula di dalam pelaksanaannya. Lisensi-wajib

yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh syarat pemberiannya maupun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

ketentuan lainnya, terutama jangka waktu dan harus dilaporkan kepada Direktorat

Jenderal HKI.105

3. Hubungan Hukum

3.1. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Lisensi

Hak dan kewajiban pemberi dan penerima lisensi ini dituangkan dalam

perjanjian yang dibuat oleh mereka yang bersepakat. Hak dan kewajiban tersebut

antara lain dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Kewajiban Pemberi lisensi meliputi :

a. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hakPaten

yang dilisensikan yang diperlukan oleh penerima lisensi untuk melaksanakan

lisensi yang diberikan tersebut.

b. Memberikan bantuan pada penerima lisensi cara pemanfaatan dan atau

penggunaan hak Paten yang dilisensikan tersebut.

2. Hak Pemberi Lisensi, meliputi:

a. Memperoleh pengawasan jalannya pelaksanaan dan penggunaan atau

pemanfaatan lisensi oleh penerima lisensi;

b. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha

penerima lisensi yang mempergunakan hak Paten yang dilisensikan;

c. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja penerima lisensi lisensi guna

memastikan bahwa hak Paten yang dilisensikan telah dilaksanakan sebagai

mestinya sesuai dengan perjanjian;

105 Gunawan Widjaja. Op. Cit., Hal. 59-63.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

d. Mewajibkan penerima lisensi dalam hal tertentu untuk membeli barang-

barang lainnya dari pemberi lisensi;

e. Mewajibkan penerima lisensi untuk menjaga kerahasiaan hak Paten yang

dilisensikan;

f. Mewajibkan agar penerima lisensi tidak melakukan kegiatan yang sejenis,

serupa ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

menimbulkan persaingan tidak sehat dengan kegiatan usaha yang

mempergunakan hak Paten yang dilisensikan;

g. Menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang dianggap

layak olehnya;

h. Atas pengakhiran lisensi, pemberi lisensi meminta kepada penerima lisensi

untuk mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang

diperoleh penerima lisensi selama masa pelaksanaan lisensi;

i. Atas pengakhiran lisensi, pemberi lisensi melarang penerima lisensi untuk

memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan yang

diperoleh penerima lisensi selama masa pelaksanaan lisensi;

j. Atas pengakhiran lisensi, pemberi lisensi melarang penerima lisensi untuk

tatap melakukan kegiatan yang sejenis, serupa ataupun yang langsung maupun

tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan hak

Paten yang dilisensikan;

k. Pemberi lisensi tidak menghapuskan hak penerima lisensi untuk tetap

memanfaatkan, menggunakan atau melaksanakan sendiri hak Paten yang

dilisensikan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Kewajiban Penerima Lisensi Paten adalah:

a. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi lisensi Paten

kepadanya guna melaksanakan hak Paten yang dilisensikan;

b. Memberikan keleluasaan bagi pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan

maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba guna memastikan bahwa

penerima lisensi telah melaksanakan hak Paten yang dilisensikan dengan baik;

c. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan

khusus dari pemberi lisensi;

d. Menjaga kerahasiaan atas hak Paten yang dilisensikan, baik selama pemberian

maupun setelah berakhirnya masa pemberian lisensi Paten;

e. Melaporkan segala pelanggaran hak Paten yang ditemukan dalam praktek;

f. Tidak memanfaatkan hak Paten yang dilisensikan selain untuk tujuan

melaksanakan lisensi Paten yang diberikan;

g. Melakukan pendaftaran lisensi bagi kepentingan pemberi lisensi dan jalannya

pemberian lisensi tersebut;

h. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung

maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha

yang mempergunakan hak Paten yang dilisensikan;

i. Melakukan pembayaran royalti dalam bentuk jenis dan jumlah yang telah

disepakati secara bersama;

j. Atas pengakiran lisensi tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data

informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima lisensi Paten

selama masa pelaksanaan lisensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

4. Hak Penerima Lisensi.

a. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan hak Paten

yang dilisensikan yang diperlukan olehnya untuk melaksanakan lisensi yang

diberikan.

b. Memperoleh bantuan dari pemberi lisensi atas segala macam cara

pemanfaatan dan atau penggunaan hak Paten yang dilisensikan.

3.2. Hubungan Hukum Para Pihak

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten memuat beberapa

ketentuan yang secara khusus mengandung unsur-unsur yang khas apabila ditinjau

dari hukum perdata dan hukum dagang, antara lain mengenai :106

1. Pengakuan, perolehan dan pendaftaran Paten oleh penemu.

2. Peralihan hak, hubungan hukum para pihak.

3. Penyalahgunaan dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Paten sebagai hak kebendaan yang bergerak pada awalnya diperoleh dan

dimiliki oleh pencipta dapat dialihkan kepada pihak-pihak lain sesuai dengan

kemampuan atau keinginan pencipta. Yang dianggap sebagai benda bergerak tidak

lain adalah suatu ciptaan yang merupakan hasil setiap karya penemuan dalam bentuk

yang berbeda dan menunjukan keasliannya dan novelty dalam bidang ilmu

pengetahuan.

106 Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST&RG, “Perlindungan Hukum Terhadap

Hak Cipta di Indonesia”, Makalah disampaikan dalam rangka bimbingan dan konsultasi HAKI para

Pengusaha UKM Indag di Bandung, Hal. 18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Pada setiap peralihan hak selalu melibatkan dua pokok, yaitu pihak yang

mengalihkan dan pihak yang menerima peralihan. Hubungan hukum yang terjadi

diantara para pihak pada dasarnya bergantung pada jenis dan sifat dari peralihan itu

sendiri. Peralihan hak yang didasarkan pada atas hak pewarisan, hibah atau wasiat

hanya memberikan keuntungan sepihak dari pihak penerima hak. Penerima hak dapat

menikmati atas hak Paten yang diperolehnya melalui berdasarkan warisan, hibah,

atau wasiat. Prosedur peralihannya sendiri pada dasarnya ditentukan oleh prosedur

dan persyaratan bagi suatu warisan, hibah atau wasiat.

Hubungan hukum antara pewaris atau penerima wasiat menjadi satu

hubungan hukum yang sepihak dalam arti tidak ada hak dan kewajiban yang timbal

balik antara para pihak karena hak dan kewajibannya secara sepihak ditentukan oleh

pewaris, pemberi hibah atau pemberi wasiat. Peralihan hak Paten karena perjanjian,

biasanya atas perjanjian jual beli.

Peralihan hak Paten dengan cara ini harus dilakukan secata tertulis dengan

syarat-syarat yang jelas sebagai pernyataan kata sepakat diantara para pihak.

Peralihan hak karena perjanjian, melahirkan suatu hubungan hukum diantara para

pihak dengan hak dan kewajiban yang seimbang, sesuai dengan syarat yang telah

disepakati. Oleh karena itu dalam akta perjanjian peralihan hak dimaksud, hendaknya

diatur dengan rinci sehingga dengan jelas segera diketahui apa yang menjadi hak dan

kewajiban para pihak antara lain :107

1. Hak-hak apa saja yang diperoleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain.

2. Kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh pihak satu terhadap pihak lain.

107 Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST dan RD, Op. Cit., Hal. 21.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

3. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para pihak.

4. Berapa lama perjanjian berlaku dan kapan akan diakhirinya.

4. Hukum Yang Berlaku Dalam Perjanjian Lisensi

Yang dimaksud dengan Governing Law adalah hukum yang diberlakukan

terhadap perjanjian lisensi Paten yang dibuat oleh para pihak yaitu licensor dan

licensee untuk menafsirkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian agar kedua belah

pihak mempunyai pengertian yang sama mengenai segala hak dan kewajiban, maka

biasanya dalam perjanjian ditentukan sistem hukum mana yang akan dipergunakan

atau dianggap berlaku.

Menurut Sudargo Gautama, dalam hal para pihak tidak menentukan secara

eksplisit sistem hukum mana yang akan berlaku maka pilihan hukum ini akan

ditentukan berdasarkan teori yaitu :108

1. Teori Lex loci contractus, yang berarti bahwa hukum yang dipakai adalah hukum

dari tempat terjadinya perjanjian. Teori ini acapkali dipakai akan tetapi sekarang

tidak praktis lagi karena seringkali tempat terjadinya perjanjian sulit ditentukan.

Sebab banyak perjanjian cukup dibuat melalui telepon, atau faxsimile sehingga

para pihak tidak bertemu disuatu tempat.

2. Teori Lex Loci Solutions, yang mengandung arti bahwa hukum yang

dipergunakan dan berlaku untuk suatu perjanjian adalah hukum dari tempat

dimana perjanjian tersebut dilaksanakan. Teori ini untuk beberapa kontrak juga

sulit dipakai karena ada perjanjian yang pelaksanaannya tidak terikat pada suatu

108 Sunaryati Hartono, “Pokok-pokok Hukum Perdata Internasional”, (Bandung : Bina Cipta,

1995), Hal. 51.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

negara tertentu misalnya dalam perjanjian antara pabrik dengan orang-orang yang

bertindak sebagai agen bagi hasil produksinya. Pelaksanaan perjanjain oleh pihak

agen ini didadakan diberbagai negara sehingga sulit untuk menentukan hukum

mana yang disebut lex loci solutionis.

3. Teori “the Proper Law of Contract”, menurut teori ini hukum yang dipergunakan

adalah sistem hukum dengan mana peristiwa tersebut mempunyai hubungan yang

paling erat.

Menurut Martin Wolf harus “exemintaion whit law the contract has the most

realconnexion” 109 Sedangkan menurut Sudargo Gautama, hukum yang akan

dipergunakan dalam teori “the proper law of contract”, adalah sistem hukum yang

mempunyai koneksitas yang paling erat yaitu titik taut yang lebih banyak dengan

sistem hukum dari negara manakah yang kita saksikan, maka hukum negara itulah

yang diapakai. 110 Untuk mempertegas mengenai hal ini Sudargo Gautama

mengemukakan :

Kepastian dari semula dapat dicapai dengan memegang pada apa yang

dinamakan teori tentang “prestasi yang paling karakteristik. Maka hukum dari pihak

yang melakukan prestasi yang paling karakteristik itulah yang dipakai. Pendapat itu

merupakan pencerminan dari teori “dei charactertiche leistung”. Teori ini

menunjukan pada hukum dari pihak yang melakukan prestasi yang khusus atau yang

paling karakteristik yang berlaku untuk perjanjian tersebut.111 Yang dimaksud dengan

109 Marton Wolf, Private International Law, Secon Edition, Oxford London, 1950. 110 Sunaryati Hartono, Op. Cit., Hal. 53. 111 Sudargo Gautama “Hukum Perdata International Indonesia (selanjutnya disingkat

Sudargo Gautama III)”, Lokakarya HPI, Jakarta 30 September 1983, Hal. 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

prestasi yang paling karakteristik adalah prestasi yang paling utama dan menonjol

dari salah satu pihak dalam hubungan perjanjian yang bersangkutan.

Teori ini semula dikembangkan di Swiss, semakin banyak pengikutnya dan

dapat diterima oleh berbagai pihak. Bahkan dalam konsep Rancangan Undang-

Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia, teori “die chracteristiche Leistung”

ini yang dipergunakan apabila tidak terdapat pilihan hukum yang diutarakan secara

tegas. Dalam pelaksanaan pencatatan lisensi Paten persyaratan-persyaratan dan

ketentuan-ketentuan yang dituntut dari pihak yang akan menerima hasil dari Paten si

penemunya, serta dituangkan dalam suatu perjanjian lisensi. Semakin tinggi rumit

dan eksklusif suatu Paten yang akan dialihkan semakin banyak persyaratan dan

ketentuan yang diminta.

Di lain pihak yang membutuhkan Paten dalam sebuah Tekhnologi kadang-

kadang terpaksa menerima persyaratan dan ketentuan tersebut (seperti perusahaan-

perusahaan yang dijadikan objek penelitian) karena teknologi itu sangat dibutuhkan

untuk industri yang akan dikembangkan dalam kaitannya dengan lisensi Paten secara

umum perangsang paling besar bagi pemilik teknologi adalah mengalihkan

teknologinya secara bisnis terbuka peluang untuk perluasan pasar dan peningkatan

volume penjualan. Lebih dari itu pemilik teknologi hanya akan mengalihkan

teknologinya jika yakin bahwa antara pihaknya dan pihak penerima teknologi akan

terjadi hubungan kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.

Hanya dalam keadaan yang demikian ia bergerak berbagai pengalaman dan

sumber daya ekonominya. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten secara mendasar akan membantu pengembangan industri pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

umumnya sedangkan di bidang ekonomi adanya peraturan Paten ini setidaknya akan

membantu menciptakan iklim yang semakin mantap bagi kegiatan penanaman modal

asing. Dalam arti bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten para investor asing tidak perlu khawatir untuk berusaha dan membawa

teknologi yang mereka bawa karena adanya perlindungan hukum.

Berkaitan dengan perjanjian lisensi Paten kaitannya dengan pengalihan

teknologi dapat dikatakan bahwa sistem Paten mendorong pengembangan teknologi

melalui lima jalur sebagai berikut :

1. Memberikan insentif bagi upaya untuk menghasilkan teknologi baru;

2. Menciptakan iklim yang merangsang penerapan teknologi baru secara sukses;

3. Mendorong iklim teknologi baik karena informasi tentang teknologi yang tersedia

dalam dokumen-dokumen Paten maupun karena adanya sistem Paten itu sendiri;

4. Merupakan alat bagi perencanaan industri baik pada tingkat teknis/perushaan

maupun pada tingkat makro;

5. Mendorong penanaman modal.112

Dengan demikian terlihat besarnya peranan suatu lisensi Paten bagi negara

sedang berkembang dalam mengembangkan industrinya. Oleh karena itu adanya

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten seperti yang telah

dikemukakan diatas dapat sangat membantu dalam pengembangan industri dan

sekaligus akan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi para penanam

modal atau pemilik modal dan teknologi untuk tidak saja menanam modalnya tetapi

112 Balitbang Deperindag III, Op. Cit., Hal. 96.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

tidak ragu membawa teknologinya untuk dipergunakan di negara yang menerima

lisensi teknologi.

Perjanjian lisensi yang dibuat dalam rangka penanaman modal asing itu pada

dasarnya merupakan dasar kerjasama yang mengatur syarat-syarat dan kondisi

pemindahan teknologi dari pihak asing kepada perusahaan-perusahaan penerima

lisensi di Indonesia. Dengan demikian perjanjian lisensi akan mengalihkan hak untuk

mengeksploitasi dari pemberi lisensi Paten kepada penerima lisensi. Jadi penerima

lisensi akan dapat melakukan hak untuk mengekspolitasi yang tadinya dipegang oleh

pemberi lisensi. Namun demikian menurut sistem yang dianut oleh Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Pihak pemberi lisensi Paten pada dasarnya

masih boleh melaksanakan sendiri Paten yang dilisensikan atau memberi lisensi yang

sama kepada pihak ketiga lainnya.113

Secara ekonomi penguasaan teknologi merupakan sumber kemungkinan bagi

peningkatan nilai tambah dan kemakmuran dan sekaligus menciptakan kemandirian

serta mengurangi ketidak pastian. Untuk itu diperlukan kemandirian serta mengurangi

ketidakpastian. Untuk itu diperlukan strategi penguasaan dan pengembangan

teknologi yang tepat prioritas utama perlu diberikan pada penguasaan, penerapan dan

pengembangan teknologi yang menyentuh dan dapat dimanfaatkan oleh orang banyak

dan meningkatkan derajat hidupnya tanpa mempersoalkan apakah teknologi tersebut

merupakan teknologi sederhana atau teknologi canggih.114

113 Sudargo Gautama. “Seri-Seri hukum Hak Milik Intelektual (disingkat Sudargo gautama

IV)”, (Bandung : PT. Eresco, 1990), Hal. 39. 114 JB Sumarlin,“Demokrasi Ekonomi” (Jakarta : ISEI, 1990), Hal. 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Dengan memperhatikan uraian diatas menunjukan bahwa perjanjian lisensi

bukan hanya merupakan dokumen hukum yang mencantumkan kepentingan perdata

dan resiko yang disetujui dalam perjanjian tetapi sebenarnya perjanjian itu juga harus

melindungi juga kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan arahan

Undang-Undang 1945 yang mengatakan bahwa cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara.

Perjanjian di Indonesia pada prinsipnya masih berpedoman kepada hukum

perikatan yang dituangkan dalam KUHPerdata Indonesia. Oleh Karena itu adanya

suatu peraturan perUndang-Undangan yang khusus mengatur mengenai perjanjian

lisensi sebagaimana yang dikehendaki oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 Tentang Paten Pasal 73 belum terlaksana sehingga pembuatan perjanjian

lisensi antara pihak didasarkan kepada penerapan asas kebebasan berkontrak.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman kebebasan berkontrak itu adalah salah

satu asas hukum kontrak dan ia tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya dapat

ditentukan setelah kita memahami posisinya dalan kaitannya dengan asas-asas hukum

kontrak yang lain yang secara menyeluruh asas-asas ini merupakan pilar tiang

pondasi dari hukum kontrak tidak terbatas akan tetapi dibatasi oleh tanggung jawab.

Asas ini mendukung kedudukan yang seimbang diantara para pihak sehingga sebuah

kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.115

115 Mariam Darus Badrulzaman, “Aneka Hukum Bisnis”, (Bandung : Alumni.1994), Hal. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Menurut penelitian literatur yang dikeluarkan oleh WIPO ada hal-hal yang

sangat perlu diperhatikan oleh penerima lisensi dalam membuat persetujuan

perjanjian lisensi Paten yang berhubungan dengan teknologi adalah :

1. Penerima Lisensi harus memahami informasi yang lengkap mengenai :

a. Data pokok kelayakan ekonomis, proyeksi kebutuhan dan biaya pengoperasian

yang diestimasikan;

b. Rincian tentang bahan mentah dan masukan yang diperlukan, dant ersedianya

masukan itu, termasuk keahlian bidang keteknikan dalam negeri;

c. Tahapan pabrikasi yang direncanakan, petunjuk adanya sumber pemasok

bahaya yang akan diproses, komponen-komponen dan suku cadang pembantu

yang diperlukan setiap tahap;

d. Hak-hak Paten, jika ada yang berhubungan dengan produk atau proses, apakah

hak-hak Paten itu telah diberikan dinegara penerima lisensi, dan masa

berlakunya hak-hak Paten itu menurut surat-surat Patennya.

2. Memilih Teknologi

Langkah-langkah berikut ini direkomendasikan :

a. Pemilihan tersebut harus menetapkan bahwa teknologi itu telah dibuktikan

secara komersial, tetapi tidak ketinggalan zaman;

b. Teknologi-teknologi alternatif yang tersedia harus dievaluasi berkaitan dengan

hal-hal sebagai berikut :

(i) Biaya untuk memperoleh teknologi itu.

(ii) Masukan-masukan pokok yang diperlukan dan lokasi tersedianya masukan-

masukan pokok itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

c. Dimana teknologi telah diterapkan dari suatu negara tertentu yang lain,

evaluasi perbandingan harus tetap dibuat, untuk mengantisipasi kemungkinan

selanjutnya, seperti dalam butir (b) diatas, dan untuk tujuan negosiasi.

3. Memilih Pemberi Lisensi.

Untuk menetapkan pemberi lisensi tertentu yang cocok penetapan itu harus :

a. Mengevaluasi kedudukan pemberi lisensi tersebut termasuk para pemberi

lisensi asing lainnya sumber alternatif teknologi yang sama dapat diperoleh.

b. Mengevaluasi kualitas pengalaman pemberi lisensi dan kemampuan pemberian

bantuan teknik yang diperlukan.

c. Memperoleh informasi mengenai keluasan dan kedalaman operasi dan sifat

berbagai produk, dimana pemberi lisensi adalah pembuatnya.

d. Mengetahui pengalaman pemberi lisensi dalam pemberian lisensinya pada

waktu yang lalu.

F. Contoh Kasus Pelanggaran Hak Paten

Salah satu kasus pelanggaran hak Paten Alat Terapi Fisik Gondo Seri-8

(ATFG-8) adalah perkara Pidana dengan terdakwa Dra.Lili Andrianti Als Lily Binti

Sutiman dan terdakwa Drs. Parwoto Djati Als. Parwoto Bin Jiyi Parwiro yang

terdaftar di pengadilan Negeri Pekanbaru dengan Nomor register perkara 725/PID

B/2008/PN_PBR, yang mana kedua terdakwa tersebut diatas didakwa oleh Jaksa

Penuntut Umum dengan dakwaan Nomor PDM-1920/PEKAN/06/2008.

Berdasarkan dakwaan tersebut dapat diketahui kronologis terjadinya tindak

pidana yang dilakukan oleh terdakwa Dra. Lily Andrianti Als Lily Binti Sutiman dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

terdakwa Drs. Parwoto Djati Als Parwoto Bin Jiyi Parwiro yang telah menimbulkan

kerugian terhadap Sugondo selaku pemilik Paten ATFG-8.116

Terdakwa telah membuka alat praktik alat terapi yang diberi nama ATFB-

2005 yang bertempat di jalan Ahmad Yani Nomor 157 B dimana pemilik alat tersebut

adalah Sugondo selaku pimpinan pusat ATFG-8 di Bandung, sedangkan terdakwa

selaku pengelola/Kepala cabang di Pekanbaru sejak 2003 dan membuka praktik di

Pekanbaru. Dimana system pengelolaan terdakwa apabila ada setiap pasien yang

hendak terapi dikenakan biaya sebesar Rp.75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah),

dimana terdakwa memperoleh 20% dari satu pasien sedangkan Sugondo selaku

pemilik memperoleh 70% dari satu pasien.

Sejak bulan Desember 2005 terdakwa tidak mengadakan kerjasama lagi

dengan Sugondo dan tanpa sepengetahuan Sugondo terdakwa telah membuka alat

terapi sendiri sejak bulan januari 2006 dimana terdakwa memperoleh alat terapi

ATFB memesan alat terapi tersebut melalui telepon sebesar Rp.1.300.000 (satu juta

tiga ratus ribu rupiah). Terdakwa sampai saat ini tidak memiliki sertifikat atau hak

Paten dari Hak Kekayaan Intelektual.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan dakwaan

alternative yang diajukan oleh penuntut Umum yaitu pertama melanggar Pasal 131

Jo. Pasal 16 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

116 Ayu Trisna Novriyani.”Perlindungan Hak Paten Terhadap Alat Terapi Fisik Gondo Seri-

8 (ATFG-8) di Pekanbaru Menurut Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten”, (Pekanbaru, Fakultas Hukum UIR,2010 ), Hal. 46.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Jo. Pasal 55 ayat (2) sub 1e KUHP atau kedua didakwa melanggar Pasal 378 KUHP

Jo. Pasal 55 ayat (2) sub 1e KUHP.117

Berdasarkan keterangan saksi, ahli, Terdakwa dan barang bukti, Terdakwa

terbukti telah melanggar Pasal 131 Jo. Pasal 16 Ayat (1) huruf a Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Jo. Pasal 55 ayat (2) sub 1e KUHP yang unsur

unsurnya adalah sebagai berikut : Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak

melanggar hak pemegang Paten sederhana dengan membuat, menggunakan, menjual,

mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau

disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten, sebagai Pelaku adalah mereka

yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakuakn

perbuatan.118

Berdasarkan keterangan saksi, ahli, Terdakwa dan barang bukti bahwa Alat

Terapi Fisik Gondo (ATFG-8) dan fitur dari ATFB-2005 terdapat kesamaan

mengenai kegunaan, bentuk dan cara penggunaan. Alat Terapi Fisik Gondo Seri-8

(ATFG-8) ini telah didaftarka oleh Sugondo ke Direktorat Jendral Hak Atas

Kekakyaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal

1 Juli 2001 yang berlaku selama 10 (sepuluh) tahun, sejak tanggal 1 Juli 2002 sampai

dengan tanggal 1 Juli 2012.119

Alat Terapi Fisik Gondo Seri-8 (ATFG-8) memiliki peranan tersendiri dalam

dunia bisnis di Indonesia khusunya dan Internasional umumnya. Sugondo melakukan

komersialisasi penemeuannya tersebut dengan Lisensi.Lisensi yang diberikan oleh

117 Ibid., Hal.47-48. 118 Ibid. Hal. 56. 119 Ibid. Hal. 60.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Sugondo hanya terbatas pada penerima lisensi menerima izin dari Sugondo,

kemudian mendapatkan Alat Terapi Fisik Sugondo Seri-8 (ATFG-8), kemudian

melakukan terapi kepada pasien dan memperoleh keuntungan dengan persentase

tertentu dari pembayaran.Artinya penerima lisensi tidak diberikan izin untuk

melakukan penjualan Alat Terapi Fisik Gondo Seri-8 (ATFG-8) tersebut secara bebas

kepada masyarakat.120

Sugondo selaku pemilik lisensi Alat Terapi Fisik Seri-8 (ATFG-8)

mempunyai hak untuk memberikan lisensi hak Paten kepada pihak lain. Hal ini diatur

dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten. Sebagai

timbal balik dari pemberian lisensi, Sugondo mendapatkan imbalan yang layak

dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi yang

dinamakan dengan royalti.121

Dalam perkara ini Terdakwa dituntut secara pidana disertai tuntutan ganti rugi

atas pelanggaran hak Paten. Terdakwa diputus bersalah karena telah melakukan

tindak pidana hak Paten sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 131 Jo. Pasal

16 ayat (1) huruf aUndang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten.

Tindakan pelanggaran Paten alat Terapi Fisik Gondo Seri-8 (ATFG-8)

tersebut pada dasarnya telah merugikan Sugondo secara ekonomi dan moral.

Sugondo selaku Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten

yang dimiliknya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat,

120Ibid.Hal. 65. 121 Ibid., Hal. 66.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

menggunkan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan

untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten.

Paten ini dapat memberikan nilai ekonomis bagi Sugondo dengan

memberikan lisensi bagi pihak lain. Nilai ekonomis yang diterima Sugondo dapat

dibayarkan oleh pemohon lisensi dengan beberapa ketentuan, diantaranya :

1. Dalam jumlah tertentu dan sekaligus;

2. Persentase;

3. Gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus;

4. Gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus ; atau

5. Bentuk lain yang disepakati para pihak.122

Selain secara ekonomi, Sugondo juga dirugikan secara moral, hal ini

disebabkan karena Sugondo selaku penemu dari Alat Terapi Fisik Seri-8

(ATFG-8) tidak akan diakui sebagai orang yang menciptakannya.123

Dengan mengingat dan memperhatikan Pasal 131 Jo. Pasal 16 Ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Jo. Pasal 55 ayat (2)

sub 1e KUHP, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memutuskan :

1. Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan

tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang Paten

sederhana dengan cara menggunakan;

122Ibid .Hal. 71-72. 123Ibid .Hal. 79.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan

denda masing masing sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan apabila

denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)

bulan masing-masing.124

124 Ibid., Hal. 95- 96.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

BAB III

PERAN PEMERINTAH MENENTUKAN BESARNYA ROYALTI

LISENSI-WAJIB

A. Pengertian Royalti

Istilah Royalti Paten berada pada sisi membagi sesuatu, yang sifatnya

memberi dan menerima serta kesepakatan antar individu dan/atau badan

hukum.Umumnya untuk royalti Paten diberikan kepada pemilik/pemegang Paten

sebagai imbalan untuk melaksanakan salah satu atau sebagaian atau keseluruhan hak

dari pemegang Paten oleh pihak lain, khususnya terkait dengan empat hak dasarnya,

yaitu untuk manufaktur, untuk menggunakan, untuk menjual, atau menyediakan

untuk dijual dari suatu Paten yang dilindungi.

Dalam bentuk lain juga ada istilah “fee” yang menyerupai bentuk royalti, yang

biasanya diberikan oleh Pemohon Paten kepada inventor atau para inventor atas hasil

invensinya di bidang teknologi tertentu atau imbalan yang dibayarkan oleh pemegang

hak kepada inventor atau para inventor atas dasar suatu pengalihan hak atas

invensinya terhadap permohonan Paten yang telah diberi Paten.125

Besaran angka royalti Paten ini dipengaruhi oleh berapa besar nilai dan

kepentingan atas suatu invensi yang diberikan hak Paten. Patent Royalty Rate ini

sering dihitung dari persentase nilai produk akhir. Di samping tergantung dari

“besaran angka royalti Paten” tersebut di atas, nilai royalti juga dipengaruhi oleh

beberpa faktor, antara lain :

125 http://pusbindiklat.lipi.go.id/wp-content/uploads/Pengelolaan-dan-royalti-HKI-khususnya-

Paten-Compatibility-Mode.pdf diakses pada tanggal 5 Maret 2015.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

1. Apakah Paten yang dilaksanakan oleh pihak lain tersebut bersifat fundamental atau

sedikit hasilnya (penyempurnaan);

2. Apakah teknologi penggantinya dapat dilaksanakan;

3. Berapa besar kontribusi terhadap produk akhir yang komersial.

Contoh royalty rate (nilai royalti) yang dibayarkan oleh penerima lisensi dari

pemegang Paten (US Pharmaceutical Industry) dihitung dari rata-rata hasil penjualan

kotor, yaitu :

a. Royalty Patent pending (Paten yang ditunda pemberian sertifikatnya karena

belum siap dibebani kewajiban membayar biaya tahunan) untuk usaha bisnis

yang kuat: + 1%;

b. Paten yang telah terdaftar tetapi belum ada uji pra-klinis: 1 s/d 2%;

c. Produk Paten farmasi dengan uji pra-klinis : 2 s/d 3%;

d. Produk Paten farmasi setelah uji coba klinis : 3 s/d 4%;

e. Produk Paten obat-obatan yang telah lolos uji USFDK 5 s/d 7%;

f. Produk Paten obat-obatan yang telah ada pangsa pasarnya.

Persetujuan perlisensian atau kontrak lisensi teknologi adalah sarana efektif

didalam proses alih teknologi dari negara-negara yang sedang berkembang.

Pengaturan royalti dalam persetujuan perlisensian adalah salah satu bentuk imbalan

yang dibayar pemegang lisensi (nasional atau joint venture) kepada pemberi lisensi

(asing). Imbalan atas alih teknologi dapat diatur dalam persetujuan jenis-jenis

perlisensian yaitu :

a. Persetujuan perlisensi Paten;

b. Persetujuan technological knowhow;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

c. Persetujuan bantuan teknis;

d. Persetujuan jasa-jasa engineering (rekayasa);

e. Persetujuan kontrak pemasokan mesin dan instalasi serah kunci (turn key);

f. Lisensi Merek Dagang franchise;

g. Persetujuan perlisensian berangkai (composite).

Disini akan dibatasai mengenai persetujuan-persetujuan lisensi Paten dan

technological knowhow. Didalam persetujuan-persetujuan lisensi dapat ditemukan

banyak jenis imbalanselain royalti seperti misalnya :

a. Pembayaran sekaligus (lumpsum);

b. Uang pangkal atau pembayaran (front end);

c. Ongkos penyingkapan (disclosuer fee);

d. Ongkos rekayasa manajemen/konsultan;

e. Peran serta didalam equity (saham dalam Perseroan terbatas);

f. Penjualan barang-barang yang diproduksi.

Para pembeli lisensi dari negara-negara yang dahulu dinamakan sosialis,

biasanya menyeratkan agar pemegang lisensi membayar sekaligus untuk lisensi

teknologi mereka. Juga menghendaki agar pemegang lisensi itu membayar

pemberilisensi asing itu dalam bentuk penjualan ekspor barang-barang produksi

mereka.126

126 Yusdinal, Op. Cit. Hal. 147.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

B. Dasar Menentukan Besarnya Royalti Dalam Lisensi Paten

Royalti dalam Perjanjian Lisensi Sebelumnya telah dijelaskan bahwa

kompensasi dari pemberian lisensi dari suatu Paten adalah adanya royalti.

Pembayaran royalti adalah pembayaran sejumlah royalti kepada pemberi lisensi, yaitu

pemegang hak oleh penerima lisensi dan jumlah royalti yang dilakukan oleh

penerima lisensi. Pembayaran royalti ini dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua

belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Jadi dalam

hal ini setiap pemberian lisensi biasanya diikuti dengan pembayaran royalti.

Royalti dalam hal ini diartikan sebagai kompensasi bagi penggunaan sebuah

hak Paten. Dengan kata lain para pengguna hak tersebut (disebut juga “user”) yang

wajib meminta izin dan membayar royalti adalah mereka yang memperdengarkan

mempertontonkan karya cipta pada kegiatan-kegiatan yang bersifat komersial.

Royalti harus dibayar karena karya cipta adalah suatu karya intelektual manusia yang

mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin menggunakan secara komersil,

maka sudah sepatutnya minta izin kepada penciptanya. Pembayaran royalti

merupakan konsekuensi dari menggunakan jasa/karya orang lain.127

1. Macam-macam Bentuk Royalti

a. Royalti Berjalan (Running Royalties)

Menurut WIPO dalam buku Licensing Guide, suatu royalti bisa

didefinisikansebagai suatu pembayaran “ter pasca hitung”(post calculated) dan

berulang darijumlah yang ditentukan sebagai fungsi penggunaan ekonomis dari hasil

127 Tim Lindsey, “Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar”, (Bandung : Alumni. 2005),

Hal. 120.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

unit, produksi, penjualan, produk, laba. Maka apa yang disebut dengan royalti

berjalan itu diformulasikan sebagai berikut : Tarif Royalti x dasar royalti (royalti rate

x royalty base).128

Tarif royalti diungkapkan dalam presentase tertentu,sedangkan dasar

royaltidapat berbentuk unit produksi, penjualan atau laba tersebut diatas. Dasar

royalti yang paling sering dijumpai adalah nilai bersih penjualan yang pada

prinsipnya berarti harga jual produk yang dihasilkan di bawah lisensi dikurangi pajak

penjualan, raba atau potongan lainnya. Juga royalti ditetapkan dengan nilai tertentu

(fixed) untuk seluruh masa kontrak maka disebut royalti tarif tetap (fixed royalti rate).

Kadang-kadang digunakan jenis selain dari royalti tarif tetap ini. Misalnya tarif

royalti yang berubah-ubah (variable) selama jangka waktu kontrak.129

Contoh :

Royalti ditetapkan sebagai berikut:

1. a % dari nilai penjualan sampai dengan P juta rupiah atau ribu ton setahun.

2. b % dari nilai bersih penjualan lebih dari P juta rupiah atau ribu ton tetapi

kurang dari Q juta rupiah atau ribu ton setahun.

3. c % dari nilai bersih penjualan dari Q juta rupiah atau ribu ton setahunkeatas.

Ditentukan bahwa nilai : a>b>c> dan P<Q, biasanya hal ini terjadi jika si pemegang

lisensi memutuskan selamakontrak berlaku untuk mendirikan deretan (train) atau

instalasi kedua, yang akan disusul dengan yang ketiga dan seterusnya. Selain itu juga

menggairahkan produksi cepat dan efisien oleh pemegang lisensi.

128 Yusdinal, Op. Cit. Hal. 147. 129 Ibid., Hal. 148.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

b. Royalti Minimum Tahunan.

Suatu pembayaran royalti tahunan yang minimal adalah untuk menjamin agar

pemegang lisensi akan memelihara sesuatu tingkat produksi yang minimal. Hal ini

biasanya terjadi dalam praktek bila menyangkut lisensi eksklusif. Jika pemegang

lisensi gagal memenuhi royalti minimum maka mungkin akan berakibat hilangnya

eksklusifitas. Sering kali untuk operasi tahunan pertama tidak dikenakan persyaratan

royalti minimum tetapi mungkin hanya dikenakan royalti minimum yang amat

rendah, dengan maksud agar tarif royalti minimal tahunan itu akan dapat dinaikan

nanti bila produksi penuh telah tercapai.130

c. Royalti Bayar Penuh (paid Up).

Ongkos royalti bayar penuh didefiniskan sebagai royalti total yang

harusdibayar selama periode kontrak dengan kapasitas pabrik (design capacity)

tertentu, royalti bayar penuh ini digunakan sebagai dasar ketika ongkos lisensidibayar

dalam angsuran. Untuk tahun pertama angsuran ini dapat diturunkan, tetapi didalam

tahun-tahu nberikutnya angsuran itu dapat dinaikan. Jelas royalti ini sangat penting

karena penerapannya didalam perhitungan laba rugi (profitabiliys) dan analisis aliran

tunai (cash flow analylisis) untuk proyek industri tertentu. Jenis ini juga merupakan

dasar untuk perlisensian proses tertentu yang berbeda dengan lisensi teknologi

produk.131

130Ibid. 131Ibid.,Hal. 149.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

C. Dasar Menentukan Royalti Pada Lisensi-Wajib

Kalkulasi royalti lisensi teknologi seharusnya didasarkan pada kalkulasi laba

yang diharapkan oleh si pemegang lisensi selama waktu berlakunya persetujuan. Jadi

pertama hendaklah dilakukan suatu survai pasar yang disusul suatu studi kelayakan

ekonomi dan keuangan yang lengkap tentang proyek itu, lalu pembayaran royalti oleh

pemegang lisensi hendaklah didasarkan pada prinsip bahwa pemberi lisensi akan ikut

mendapat bagian dari laba yang diharapkan itu, maka rumus umum dapat disusun

sebagai berikut :132

Tarif royalti dalam % = Y x Z

100

Y= Laba pemegang lisensi dalam %

Z= bagian untuk pemberi lisensi dari laba pemegang lisensi dalam %

Hal ini bisa dikira-kira bahwa biasanya pemberi lisensi setuju dengan bagian

25% dari labapemegang lisensi, atau Z = 25%. Misalkan laba pemegang lisensi

Y= 20% dari nilai bersihpenjualan maka dalam hal ini tarif royalti adalah 5%.

Sedangkan apabila laba untuk tahun-tahun berikutnya diperkirakan, katakanlah 25%,

maka tarif royalti adalah 25% dari 25% atau 6,25%.

Perkiraan sebesar 25% bagian laba untuk pemberi lisensi didasarkan pada

suatu alihteknologi yang tidak begitu rumit tetapi juga tidak begitu sederhana, jika

teknologi yang dimaksudamat maju atau rumit, maka bagian laba untuk pemberi

lisensi dapat bisa mencapai 50% daripada25%. Sebaliknya apabila teknologi yang

dilisensikan itu menduduki suatu bagian kecil yang bersifatkhas maka bagian sebesar

132 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

10% dari laba untuk si pemberi lisensi adalah wajar atau masuk akal. Jadi untuk

lisensi teknologi maju tarif royalti sebesar 10% adalah biasa dan untuk lisensi

teknologimadya yang tidak diPatenkan, tarif royalti dapat ditentukan 2%.133

Hal ini harus berhati-hati bila akan menaksir suatu royalti sekaligus

(lumpsum). Dengan memperhatikan teori aliran tunai terdiskon (discointed cashflow),

maka harus menerpakan metode net prsent value (NPV) untuk memperoleh nilai

royalti yang lebih realitas dibanding metode konvensional nilai royalti yang lebih

realitas dibanding metode konvensional. Di dalam perlisensian teknologi proses

kalkulasi royalti sekaligus juga disyaratkan, biasanya oleh pemberi lisensi.134

Rumusnya adalah :

L= tarif Royalti x U x C x T

L= Jumlah pembayaran total sekaligus

U= Harga jual per unit ($ per ton)

T= Jangka waktu kontrak dalam tahun

Mengingat teori discounted cash flow maka metode NPV juga harus ditetapkan disini

suatu pendekatan lain adalah bahwa kita tidak memandang laba sipemegang lisensi

sebagai presentase dari laba atas penjualan bersih melainkan atas investasi (return on

investment=ROI) yang selalu lebih rendah daripada persentase atas penjualan bersih

untuk proyek-proyek padat modal.

Guna menentukan suatu royalti berjalan yang layak, maka pertama harus

plotkan royalti berjalan (persentase penjualan bersih) sebagai ROI tahunan. Tarif

133 Ibid. 134 Ibid., Hal. 150.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

royalti ditaksir melalui proses tawar menawar atau negosiasi antara pemberi lisensi

dan calon pemegang lisensi.

Umumnya suatu kebijaksanaan adalah jika pemberi lisensi menuntut tarif

royalti yang amat tinggi karena hal itu dapat mengawali hubungan antara pemakai

dan pemberi lisensi menjadi tidak baik sebaliknya masalah perlisensian jangan

ditangani sebagai suatu tindakan dermawan atau belas kasihan. Dinegara-negara yang

sedang berkembang hasil karya dan pengetahuan mengenai perlisensian teknologi

amat kurang diantara para usahawan nasional, hendaknya mereka sendiri dan

konsultan mereka menguasai aspek-aspek teknologi dan komersial persetujuan

pelisensian. Mereka yang menamakan dirinya konsultan manajemen teknologi harus

mampu memberikan teknologi dalamarti yang ekonomis menguntungkan dan

mengenali sifat-sifat istimewa teknologi yang bersangkutanyang akan memberinya

kelebihan atau keunggulan ekonomis diatas teknologi bersaing lainnya.

Guna meningkatkan pengetahuan, mereka dapat bergabung dengan

asosiasiprofesi seperti Licensing Executive Sosiety (LES) yang mempunyai anggota

diseluruh dunia. Penetapan tarif royalti tergantung pada banyak faktor misalnya

eksklusifitaslisensi, teritorial geografis, tingkat minimum penjualan, bantuan teknis,

pembelian suku cadang yang cocok, aspek pemasaran dan seterusnya. Jadi melalui

perundingan antara pemberi dan pemakai lisensi, hendaknya diperoleh kesepakatan

tarif royalti.

Sebagaimana telah dinyatakan tadi, pengetahuan mengenai pelisensian pada

umumnya penetapan harga (tarif) royalti pada khususnya di Indonesia amat kurang.

Para usahawan dapat mengusulkan supaya didirikan suatu kantor pemerintah yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

khusus untuk memnberi nasihat dan informasi mengenai pelisensian kepada para

usahawan Indonesia. Di negara-negara yang sedang berkembang saat ini banyak

kantor yang digunakan secara khusus untuk membantu usahawan setempat dalam

perundingan dengan pemberi lisensi asing, misalnya di Meksiko, Philipina, Argentina

dan negara-negara lain.135

Menurut UNIDO dalam Guidelines for evaluation for Transfer Agereement,

perhitungan royalti dilakukan sebagai berikut :136

Payment to licensor

Sales Royalty = --------------------------

Product sales price

Atau

Licensors profit

Sales Royalty = ------------------------

Product sales price

Licensors profit Licensee profit

= -------------------- x -------------------------

Licensee profit Product sales price

Atau

Royalty rate on sales = licensor share of licensee profit x licensee, profit on sales.

Atau

ROS= LSLPxPOS

Jadi penerima lisensi yang dapat memperkirakan keuntungannya dibandingkan

dengan nilai jual (POS) dapat juga memperkirakan LSP untuk POS yang diingini.137

135 Yusdinal, Op. Cit., Hal.208. 136 UNIDO, “Guidelines for Evaluation of Transfer of technologi Agreement”, United

Nation, New York, 1979, Hal. 39. 137 Yusdinal, Op. Cit., Hal. 209.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Contoh jika pemberi lisensi ingin bagian 20% dari keuntungan penerima

lisensi atau produk yang nilai julanya $ 500/kg dan menurut perkiraan pemberi lisensi

$.150/kg pemberi lisensi akan menawarkan 6% royalti atas harga jual.138

ROS = LSLP x POS

20 $ 1.50

= ----- x ---------

100 $ 5.00

Rumus tersebut penting bagi pemerintah untuk menentukan batas royalti yang dapat

diterima dan penting bagi penerima dan pemberi lisensi untuk dasar perhitungan

tawar menawar. Andaikata pemerintah menghendaki memberi izin LSLP hanya 10%,

maka royalti rate menjadi :

10 150

-------- (LSLP) x ------ POS = 3% (ROS)

1000 5.00

Jika ROS tetap 6% (kasus A), harga penjual produks $ 500/kg, tetapi keuntungan

penerima lisensi turun menjadi $ 0,50/kg maka :

ROS

LSLP = ----------

POS

6

= --------

0,50/5.00

= 60%

Jadi LSLP naik jika keuntungan penerima lisensi menurun. Dengan perkataan

lain,untuk suatu royalti rate yang diperjanjiakn dalan perjanjian lisensi, LSLP

138 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

merupakan yang tertinggi jika penerima lisensi membeuat keuntungan yang kecil atas

penjualan, dengan mempergunakan rumus :

ROS=LSLPxPOS

Dapat disimpulkan dua kemungkinan :

1. Penerima lisensi atau pemerintah negara bersangkutan harus memperhatikan

royalti rates, jika kemungkinan perusahaan membuat keuntungan agak rendah.

Keuntungan rendah apabila :

a. Tahap pertama proyek.

b. Penualan dalam ekspor.

c. Teknologi industri rendah.

d. Dalam persaingan.

2. Royalty rates yang tinggi dapat disetujui jika proyek menjalankan perusahaan

yang sangat menguntungkan (seperti barang elektronik dan instrumentation).139

D. Peranan Pemerintah Dalam Pengaturan Lisensi Paten

Pelaksanaan pencatatan lisensi Paten dengan persyaratan-persyaratan dan

ketentuan-ketentuan yang dituntut dari pihak yang akan menerima teknologi yang

dihasilkan dari Paten si penemunya, serta dituangkan dalam suatu perjanjian lisensi.

Semakin tinggi rumit dan eksklusif suatu teknologi yang akan dialihkan semakin

banyak persyaratan dan ketentuan yang diminta. Di lain pihak yang membutuhkan

teknologi kadang-kadang terpaksa menerima persyaratan dan ketentuan tersebut

(seperti perusahaan-perusahaan yang dijadikan objek penelitian), karena teknologi itu

139 Ibid. Hal. 210.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

sangat dibutuhkan untuk industri yang akan dikembangkan. Dalam kaitanya dengan

lisensi Paten secara umum perangsang paling besar bagi pemilik teknologi adalah

mengalihkan teknologinya secara bisnis terbuka peluang untuk perluasan pasar dan

peningkatan volume penjualan. Lebih dari itu pemilik teknologi hanya akan

mengalihkan teknologinya, jika yakin bahwa antara pihaknya dan pihak penerima

teknologi akan terjadi hubungan kerja sama jangka panjang yang saling

menguntungkan. Hanya dalam keadaan yang demikian ia bergerak berbagai

pengalaman dan sumber daya ekonominya.140

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten secara

mendasar akan membantu pengembangan industri pada umumnya, sedangkan di

bidang ekonomi adanya peraturan Paten ini setidaknya akan membantu, menciptakan

iklim yang semakin mantap bagi kegiatan penanaman modal asing. Dalam arti bahwa

dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten para invenstor

asing tidak perlu khawatir untuk berusaha dan membawa teknologi yang mereka

bawa, karena adanya perlindungan hukum.

Berkaitan dengan perjanjian lisensi Paten kaitannya dengan pengalihan

teknologi dapat dikatakan bahwa sistem Paten mendorong pengembangan teknologi

melalui lima jalur sebagai berikut :

a. Memberikan insentif bagi upaya untuk menghasilkan teknologi baru.

b. Menciptakan iklim yang merangsang penerapan teknologi baru secara sukses.

140 Ibid., Hal. 151.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 124: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

c. Mendorong iklim teknologi baik karena informasi tentang teknologi yang

tersedia dalam dokumen-dokumen Paten maupun karena adanya sistem Paten itu

sendiri.

d. Merupakan alat bagi perencanaan industri baik pada tingkat teknis/perushaan

maupun pada tingkat makro.

e. Mendorong penanaman modal.141

Perjanjian lisensi yang dibuat dalam rangka penanaman modal asing itu pada

dasarnya merupakan dasar kerjasama yang mengatur syarat-syarat dan kondisi

pemindahan teknologi dari pihak asing kepada perusahaan-perusahaan penerima

lisensi di Indonesia. Dengan demikian perjanjian lisensi akan mengalihkan hak untuk

mengeksploitasi dari pemberi lisensi Paten kepada penerima lisensi. Jadi penerima

lisensi akan dapat melakukan hak untuk mengekspolitasi yang tadinya dipegang oleh

pemberi lisensi. Namun demikian, menurut sistem yang dianut oleh Undang-Undang

Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten, pihak pemberi lisensi Paten pada dasarnya

masih boleh melaksanakan sendiri Paten yang dilisensikan atau memberi lisensi yang

sama kepada pihak ketiga lainnya.142

Secara ekonomi penguasaan teknologi merupakan sumber kemungkinan bagi

peningkatan nilai tambah dan kemakmuran sekaligus menciptakan kemandirian serta

mengurangi ketidakpastian. Untuk itu diperlukan strategi penguasaan dan

pengembangan teknologi yang tepat prioritas utama perlu diberikan pada penguasaan,

penerapan dan pengembangan teknologi yang menyentuh dan dapat dimanfaatkan

141 Ibid. Hal 152. 142 Ibid. Hal. 152-153.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 125: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

oleh orang banyak dan meningkatkan derajat hidupnya, tanpa mempersoalkan apakah

teknologi tersebut meriupakan teknologi sederhana atau teknologi canggih.143

Dengan memperhatikan uaraian diatas menunjukan bahwa perjanjian, lisensi

bukan hanya merupakan dokumen hukum yang mencantumkan kepentingan perdata

dan resiko yang disetujui dalam perjanjian tetapi sebenarnya perjanjian itu juga harus

melindungi juga kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan arahan

Undang-Undang 1945 yang mengatakan bahwa cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara.

Perjanjian di Indonesia pada prinsipnya masih berpedoman kepada hukum

perikatan yang dituangkan dalam KUHPerdata Indonesia. Oleh karena itu adanya

suatuperaturan perUndang-Undangan yang khusus mengatur mengenai perjanjian

lisensi sebagaimana yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 73 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten belum terlaksana sehingga pembuatan

perjanjian lisensi antara pihak didasarkan kepada penerapan asas kebebasan

berkontrak.

Kebebasan berkontrak itu adalah salah satu asas hukum kontrak dan ia tidak

berdiri sendiri. Maknanya hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya

dalam kaitannya dengan asas-asas hukum kontrak yang lain, yang secara menyeluruh

asas-asas ini merupakan pilar tiang pondasi dari hukum kontrak tidak terbatas, akan

tetapi dibatasi oleh tanggung jawab. Asas ini mendukung kedudukan yang seimbang

143 Ibid., Hal. 153.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 126: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

di antara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil dan memberikan

keuntungan bagi kedua belah pihak.144

Dengan demikian bahwa penerapan asas kebebasan berkontrak dalam

pembuatan perjanjian lisensi bukanlah sasuatu yang tanpa batas, tetapi dalam

penerapannya asas ini harus dilakukan dengan suatu tanggung jawab dari para pihak,

sehingga apa yang diperjanjikan itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang telah

ditentukan dalam Code of Conduct on transfer of Technologi, WIPO, UNCTAD,

TRIPs dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten.145

Pengalihan teknologi yang berlangsung melalui proses penanaman modal

asing, dalam bentuk perjanjian lisensi, pada dasarnya masih merupakan suatu

hubungan kontraktual antara para pihak yang dalam prakteknya didasarkan pada

penerapan asas kebebasan berkontrak dan kemampuan bernegosiasi antara penerima

lisensi dan pemberi lisensi. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa salah satu asas lain

yang terkait dengan penerapan asas kebebasan berkontrak adalah asas itikad baik dari

para pihak asas itikad baik ini harus diterapkan dalam pelaksanaan dari perjanjian

lisensi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata Indonesia.

Dengan demikian dalampembuatan dan pelaksanaan perjanjian lisensi, asas

kebebasan berkontrak dan asas itikad baik mempunyai peranan yang sangat penting.

Dalam perjanjian lisensi sudah tentu licensor dan licensee menentukan

syarat-syarat dan kondisi untuk disepekati bersama melalui suatu negosiasi. Secara

rinci mencakup aturan dalam perjanjian pada umumnya, isis keseluruhan atau

144 Ibid. 145 Ibid., Hal. 154.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 127: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

sebagian dari teknologi Paten yang dialihkan. Di sini kejelian dari pihak penerima

teknologi sangat dibutuhkan termasuk adanya jaminan pelaksanaan alih teknologi

tepat waktu tidak sah penerapannya dan cara atau proses pengalihannya.146

Secara teoritis perjajian lisensi berperan sebagai sarana yang efektif untuk

terjadinya alih teknologi dari luar negeri ke Indonesia dalam rangka penanaman

modal asing. Karena dalam klausula-klausula perjanjian lisensi yang telah disepakati

oleh licensor dan licensee berdasarkan penerapan asas kebebasan berkontrak telah

dituangkan persetujuan dari pihak licensor untuk mengalihkan teknologinya kepada

pihak licensee. Adanya klausula mengenai pengalihan teknologi tersebut, harus

dipandang sebagai suatu jaminan terjadinya pengalihan teknologi melalui perjanjian

lisensi.

Untuk memperoleh informasi berdasarkan hasil penelitian. Pembahasan dan

analisa menegani hal ini dilakukan dengan menguraikan beberapa masalah yang

tertuang dan terkait dengan manfaat pencatatan lisensi Paten. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa masalah-masalah yang diuraikan berikut ini mempunyai pengaruh

yang besar dalam menentukan besar atau tidak suatu perjanjian lisensi Paten dalam

penyelengaraan lain teknologi secara maksimal. Adapun hal tersebut

meliputi :147

a. Posisi Tawar (bargaining position),

b. Pembatasan-pembatasan,

c. Masalah pemahaman teknis melalui pendidikan dan latihan,

146 Ibid., Hal. 154. 147Ibid., Hal. 155.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 128: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

d. Pemasaran dan wilayah Pemasaran,

e. Masalah Jaminan,

f. Hak atas penemuan baru,

g. Penyediaan mesin alat-alat dan bahan baku,

h. Penguasaan atas teknologi yang dilisensikan.

a. Posisi Tawar (bargaining Position)

Kekuatan dan kelemahan dalam posisi tawar menawar dalam suatu kontrak

perjanjian lisensi sangat tergantung dari pada kesiapan para pihak dalam

merencanakan kontrak perjanjian lisensi Paten. Biasanya kelemahan yang ada pada

licensee biasanya ditemui berkaitan dengan :

1. Tidak menguasai atau kurangnya informasi mengenai teknologi yang akan

dialihkan.

2. Belum mempunyai standar agreement atau kesiapan tentang bentuk perjanjian

yang akan disepakati dalam rangka alih teknologi.

3. Kurang menguasai bahasa yang dipergunakan dalam perjanjian.

4. Tidak memiliki informasi tentang potensi nasional yang dapat diandalkan untuk

membantu, baik dalam negosiasi maupun dalam pelaksanaan perjanjian.

5. Tidak memiliki suatu panduan atau pedoman perjanjian lisensi yang berisi

peraturan-peraturan pemerintah atau ketentuan lain yang ada kaitannya dengan

pembuatan suatu perjanjian lisensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 129: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

6. Pihak licensee tidak memiliki banyak informasi tentang licensor.148

b. Pembatasan-pembatasan dalam kontrak perjanjian lisensi-wajib Paten.

Pembuatan kontrak perjanjian lisensi Paten yang diadakan oleh perusahaan-

perusahaan yang menjadi objek penelitian ini, ada terdapat pembatasan-pembatasan

dan/atau larangan-larangan yang pada prinsipnya tidak boleh dicantumkan dalam

klausula-klausula perjanjian lisensi Paten. Pembatasan ini merupakan

penyalahgunaan kedudukan dari satu pihak untuk menekan pihak lain dalam

mengejar keuntungan materi yang maksimal.

Salah satu perusahaan yang diperoleh datanya adalah membuat beberapa

larangan dalam klausula perjanjanjian mereka antara lain menyebutkan dilarang

untuk ekspor bagi licensee atas produk-produk yang dilisensikan. Penerima lisensi

boleh melakukan ekspor jika hal tersebut sudah mendapat persetujuan dari pemegang

lisensi. Dengan demikian pemegang lisensi mempunyai posisi dominan yang

akhirnya menentukan suatu keadaan klausula yang sangat berat dan membatasi ruang

gerak dari penerima lisensi. Klausula yang tersebut di atas pada dasarnya tidak

diperkenankan dalam klausula kontrak lisensi, sebagaimana yang diatur dalam

WIPO, UNCTAD, TRIPs dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten.149

c. Masalah latihan dan pendidikan

Setiap perjanjian lisensi Paten ditentukan juga bahwa kewajiban pemberi

lisensi untuk mengadakan latihan atau training bagi tenaga yang tenaga kerja

148 Ibid. 149 Ibid., Hal. 156.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 130: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

penerima lisensi agar dalam menjalan suatu teknologinya dapat sesuai dengan

petunjuk teknis yang ditentukan. Pendidikan dan latihan itu diberikan didalam dan

luar negeri dan biasanya diberikan secara paket dalam jangka waktu tertentu yang

tergantung kepada tingkat kesulitan teknologi yang dilisensikan. Dari hasil penelitian

biasanya yang dilakukan pendidikan dan latihan adalah mengenai proses pembuatan,

metode produksi, desain industri serta manajemen dengan tempat disesuai dengan

kontrak perjanjian, biasanya dilakukan di negara pemegang hak dengan alasan

peralatan dan daya dukung sudah siap.150

d. Pemasaran serta Wilayah Pemasaran

Aspek pemasaran adalah salah satu aspek penting dalam rangka alih teknologi

adalah masalah pemasaran barang yang dihasilkan oleh industri atau

perusahaan-perusahaan tertentu. Bagi suatu industri, agar tercipta permintaan yang

efektif, pemasaran pemegang peranan yang sangat menentukan bagi maju atau

mundurnya industri yang bersangkutan. Oleh karena itu, usaha pemasaran biasanya

diusahakan agar menjangkau wilayah-wilayah yang seluas mungkin, baik didalam

negeri maupun di luar negeri. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Direktorat Paten

menunjukan bahwa dengan adanya pembatasan wilayah pemasaran yaitu hanya

terbatas di Indonesia saja, sebagai teritori yang disepakati bersama.

Pembatasan wilayah pemasaran ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh

adanya kekhawatiran licensor bahwa ia pada suatu ketika akan disaingi oleh licensee

dan didesak dalam pemasaran, sehingga licensor pada akhirnya akan tersaingi.

150 Ibid., Hal. 157.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 131: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Adanya pembatasan wilayah pemasaran ditentukan dalam perjanjian lisensi

tersebut akan mengakibatkan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi

perkembangan ekonomi dan teknologi negara berkembang. Pembatasan ini

sesungguhnya merupakansalah satu untuk praktek RBP, yang sebenarnya tidak boleh

dimuat dalam perjanjian lisensi.151

e. Masalah jaminan

Pencantuman klausula tentang jaminan dalam perjanjian lisensi mempunyai

peran penting dalam mendukung keberhasilan alih teknologi. Kiranya ketentuan

tentang jaminan ini telah merupakan suatu keharusan untuk dicantumkan dalam

perjanjian yang bersangkutan. Klausula tentang masalah jaminan yang memuat

ketentuan-ketentuan yang berisi jaminan, atas kesamaan kualitas produk dengan apa

yang diproduksi oleh licensor, untuk membuat atau mengasemblingkan produk, atau

memberikan pendidikan dan latihan tenaga kerja yang melaksanakan teknologinya.

Lebih dari itu diberikan jaminan perlindungan dari pihak ketiga yang mungkin timbul

karena adanya kekuarangan atau cacat, yang tersembunyi atau yang kelihatan dalam

desain dan pembuatan produk.

Pada dasarnya setiap perusahaan pemberi lisensi menjamin bahwa know how

dan informasi yang diberikan kepada licensee adalah benar-benar kepunyaannya,

mempunyai keadaan yang sama dengan yang digunakan oleh licensor, dan

menghasilkan produk yang sama sebagai hasil asembling.152

151 Ibid. 152 Ibid,. Hal. 158.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 132: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

f. Hak atas Penemuan Baru.

Perjanjian lisensi merupakan salah satu saluran untuk terjadinya alih teknologi

itu, ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdapat pada perusahaan-

perusahaan penanaman modal asing di Indonesia dapat dikurangi secara bertahap.

Hal ini didasari oleh adanya kesadaran bahwa tanpa adanya kegiatan penelitian dan

pengembangan di perusahaan, hal ini menghindari ketergantungan kepada

pemberilisensi. Hal ini sangat kurang menguntungkan jika penerima lisensi

menemukan dan mengembangkan teknologi yang berasal dari hasil pengembangan

lisensi teknologi, akan tetapi hak atas penemuan tersebut tetap harus diserahkan

kepada pemberi lisensi selama kontrak perjanjian lisensi Paten berlangsung. Kecuali

diperjanjian lain dalam klausula kontrak.153

g. Penyediaan Mesin Alat-Alat dan Bahan Baku.

Klausula yang mencantumkan bahwa licensee akan mendapatkan peralatan-

peralatan teknis, seperti mesin, alat-alat, bahan-bahan setengah jadi dan bahan baku

lainnya dari licensor itu sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang

mendesak untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Klausula tersebut termasuk

suatu klausula yang tidak boleh dituangkan dalam perjanjian lisensi, hal itu karena

adanya pembatasan RBP. Namun demikian ada juga perusahan yang menyediakan

mesin, peralatan dan bahan baku tidak mendatangkan langsung dari pihak licensor

atau prinsipal. Akan tetapi pihak ketiga yang memasok mesin dan peralatn maka

untuk pendidikan dan latihan dilakukan oleh pihak ketiga.

153 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 133: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

h. Penguasan Teknologi.

Penguasaan teknologi yang diimpor merupakan proses evolutif. Proses

tersebut dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu (1) tahap memakai teknologi

yang di impor, (2) tahap menirunya, (3) tahap mengadaptasinya, (4) tahap

mengembangkan teknologi baru berdasarkan teknologi yang diimpor. Tahap-tahap

tersebut dibedakan berdasarkan kadar inovasi yang dilakukan oleh licensee dalam

pemanfaatan teknologi tersebut. Anggapan utama yang mendasari pentahapan

tersebut adalah bahwa tingkat penguasaan akan naik apabila ada kemampuan riil

berinovasi meningkat. Dari hasil penelitian diatas bahwa suatu kemampuan dalam

menguasai teknologi adalah sebagai patokan majunya suatu bangsa. Dengan melalui

lisensi teknologi adalah upaya dalam mencapai kemampuan berinovasi, kemampuan

tersebut harus melalui proses tahap demi tahap, sehingga dalam setiap proses atau

tahapan harus dilakukan inovasi teknologi untuk mencapai proses yang maksimal

atau penemuan baru.154

Ronny Hanitijo Soemitro, menunjukan bahwa proses alih teknologi terdapat

dalam suatu bagan yang berbentuk dua buah simpul umpan balik yang bertemu pada

terminal proses alih teknologi itu sendiri. Simpul umpan balik pertama adalah pemilik

teknologi yang disebut sektor pemberi (suplai). Simpul umpan balik kedua

merupakan sektor kebutuhan. Terhadap kedua sektor simpul balik tersebut bekerja

dimensi-dimensi kebutuhan, ketatalaksanaan dan kelembagaan. 155 Namun dalam

kenyataan dilapangan bahwa adanya berbagai pembatasan-pembatasan yang

154 Ibid., Hal. 159. 155 Ibid ., Hal. 160.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 134: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dituangakan dalam kontrak perjanjian lisensi seperti yang telah diungkapkan diatas,

yaitu antara lain : pembatasan pemasaran, wilayah pemasaran, larangan ekspor, hak

atas penemuan yang baru, penyediaan alat-alat dan bahan baku, dan belum mampu

menguasai teknologi yang dilisensikan secara maksimal karena licensor cenderung

tidak sungguh-sungguh dalam mengalihkan teknologinya. Selain itu dengan adanya

pembatasan-pembatasan menunjukan adanya bargaining position yang tidak

seimbang antara penerima dan pemberi lisensi. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa tidak mudah untuk menciptakan terjadinya alih teknologi melalui perjanjian

lisensi, karena pada dasarnya perjanjian lisensi itu dibuat untuk kepentingan bisnis

dan bukan kepentingan mengalihkan teknologi. Jadi yang menjadi tujuan utama dari

perjanjian lisensi itu pada prinsipnya adalah untuk memperoleh keuntungan yang

maksimal bagi pihak licensor maupun licensee.

Perjanjnian lisensi yang dilakukan dalam rangka penanaman modal asing oleh

perusahaan-perusahaan penanaman modal asing atau joint venture, yang dibuat

berdasarkan penerapan asas kebebasan berkontrak, kenyataannya belum dapat

berperan secara efektif sebagaimana yang diharapkan karena pada prinsipnya baru

memasuki tahap awal dari penguasaan teknologi yaitu tahap pengenalan dari

teknologi yang dijadikan obyek lisensi.

Belum efektifnya peranan perjanjian lisensi Paten disebabkan oleh berbagai

kendala, antara lain disebabkan oleh orientasi dari perjanjian lisensi itu sendiri yang

lebih cenderung kepada kepentingan bisnis guna memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya bagi para pihak, sedangkan masalah alih teknologi belum

memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh, terutama oleh pihak licensor sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 135: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

pemilik teknologi walaupun telah dituangkan dalam isi perjanjian lisensi. Lebih dari

itu belum terciptanya keseimbangan bargainig position, adanya pembatasan-

pembatasan ruang gerak licensee oleh pihak licensor, adanya kecendrungan pihak

licensor tidak sungguh-sungguh ingin mengalihkan teknologinya, selain dari kendala-

kendala yang terkait lainnya. Sehingga tidak mengherankan bila dalam pelaksanaan

perjanjian lisensi itu, kenyataan belum memberi peluang kepada pihak licensee untuk

menguasai teknologi yang dilisensikan itu sebagaimana yang diharapkan. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian lisensi belum dapat secara maksimal

menjadi sarana yang efektif dalam penyelenggaraan alih teknologi sebagaimana yang

diharapkan. Dengan demikian, jika pembatasan-pembatasan masih berlangsung maka

proses alih teknologi hanya simbolis.

Walaupun alih teknologi melalui perjanjian lisensi yang dibuat belum

berperan secara maksimal, namun telah mempunyai andil atau keterkaitan dengan

pengembangan industrialisasi. Disebabkan teknologi yang telah dialihkan itu, sangat

penting artinya dalam menunjang pengembangan industrialisasi.156

Roscoe Pound dengan teori social engineering mengemukakan bahwa hukum

sebagai alat rekayasa sosial dan sesuai dengan konsep teori ini memang perjanjian

lisensi Paten sebagai salah satu peringkat pranata hukum dapat diguanakan sebagai

alat rekayasa agar terciptanya alih teknologi secara efektif. Melalui perjanjian-

perjanjian lisensi yang dilakukan para pihak yang berkepentingan, yaitu licensor dan

licensee diharapkan terjadinya alih teknologi, namun dari temuan dilapangan

kenyataanya lain, oleh karena itu kiranya menganalisis temuan ini teori interaksi

156Ibid , Hal. 160-161.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 136: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

simbolik relevan untuk diterapkan dalam teori interaksi simbolis, memang perjanjian

lisensi sebagai stimulus tidak selalu menghasilkan terjadinya alih teknologi sebagai

respon secara memuaskan. Dalam hal stimulus tidak menghasilkan respon, maka

perlu dipelajari tindakan sosial dengan mempergunakan teknik introspeksi guna

mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi aktor, yaitu baik licensor maupun

licensee. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa dalam suatu interaksi simbolis, stimulus

tidak secara otomatis melahirkan suatu respon yang dikehendaki, akan tetapi antara

stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses

interprestasi oleh aktor, yaitu proses berpikir yang khas dimiliki oleh manusia.

Dengan demikian berperannya atau tidak lisensi Paten dalam meningkatkan alih

teknologi sangat bergantung kepada kehendak para pihak yang berkepentingan, dan

tidak selalu tergantung kepada apa yang tertuang didalam perjanjian lisensi yang

disepakati.

Hal tersebut diakui juga oleh WIPO suatu organisasi yang menangani Hak

Kekayaan Intelektual sering kali dijumpai berbagai kendala, salah satu diantaranya

adalah adanya keengganan dari pemilik teknologi untuk melakukan alihteknologi

kepada penerima teknologi di negara-negara sedang berkembang.157 Jika dipandang

secara sosiologi, bahwa alih teknologi baru akan dapat berhasil bila terjadi bersamaan

dengan pergeseran pola kehidupan masyarakat dari tradisonal agraris ke modern

industriali. Dengan demikian dalam penyelenggaraan alih teknologi sangat

dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti : orientasi perjanjian lisensi, kehendak para

pihak, pembatasan-pembatasan terhadap ruang gerak licensee, bargaining position,

157Ibid , Hal. 161-162.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 137: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

infrastruktur yang relevan, kemampuan negosiasi dan manajemen, disamping pola

kehidupan masyarakat. Namun demikian harus diikuti oleh upaya untuk mengadakan

infrastruktur yang relevan, membuat rancangan orientasi perjanjian lisensi,

kemampuan bernegosiasi dan manajemen yang handal, serta mengubah pola

kehidupan masyarakat, dari pola kehidupan tradisional agraris ke modern industrial

agar masyarakat itu mampu mendukung proses industrialisasi.

Usaha perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan seperti diuraikan diatas,

haruslah sungguh-sungguh dilakukan oleh pihak licensee secara terarah dan

terprogram karena secara konsepsional perjanjian lisensi itu meripakan sarana yang

paling efektif dalam pengalihan teknologi dari luar negeri ke Indonesia seperti yang

telah diungkapkan.

Salah satu yang sangat mendesak untuk dilakukan dalam memperbaiki

kelemahan-kelemahan itu, adalah diadakannya suatu perangkat peraturan-peraturan

perUndang-Undangan yang jelas mengatur tentang perjanjian lisensi Paten teknologi,

sebagai tindaklanjut dari yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

Tentang Paten, yang ditunjang oleh suatu pusat informasi teknologi, baik mengenai

teknologi yang akan dialihkan maupun teknologi yang ada diluar negeri dalam

berbagai bidang usaha. Informasi ini sangat penting bagi para pengusaha.158

E. Peran Pemerintah Dalam Menentukan Besarnya Royalti

Royalti merupakan subsistem terpenting yang mempengaruhi kualitas

hubungan antara pemberi dan penerima lisensi. Bagi pemberi lisensi, royalti adalah

158Ibid , Hal. 162.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 138: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

imbalan baginya karena telah menghabiskan waktu, biaya, dan percobaan untuk

memperoleh penemuan baru tersebut. Sehingga sedapat mungkin pemberi lisensi atau

pemilik paten berharap untuk memperoleh royalti yang tinggi dari penerima lisensi.

Perjanjian lisensi di Indonesia hingga saat ini masih berdasarkan pada asas

kebebasan berkontrak. Belum terdapat aturan yang membatasi para pihak yang

terlibat dalam perjanjian lisensi. Dalam pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2001 Tentang Paten, mekanisme pembayaran royalti hanya dijelaskan dalam lisensi

wajib saja dimana dikatakan bahwa besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara

pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal HKI. Selanjutnya, penetapan

besarnya royalti ini dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim dilakukan

dalam perjanjian lisensi paten atau perjanjian lain yang sejenis. Terhadap lisensi

biasa, mekanisme pembayaran royalti diserahkan kepada perjanjian diantara para

pihak.159

Dalam hal ini, peran pemerintah dalam pemberian dan menentukan besarnya

royalti merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dalam melindungi Paten

atau Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Dengan demikian pemerintah secara otomatis

melindungi si pemilik atau pemegang Paten, dimana dalam menemukan suatu Paten

diperlukan pemikiran, waktu dan biaya yang cukup banyak sehingga pemilik atau

pemegang Paten akan sangat dirugikan apabila Paten yang ia miliki diambil atau

pembayaran atas Paten berupa royalti dalam suatu perjanjian lisensi tidak sesuai

dengan apa yang telah ditemukan atau dibuat oleh pemilik atau pemegang Paten.

159 Taufiq Kurniawan, 19 Juni 2012, “Kontrak Lisensi Alih Teknologi Di Indonesia”,

http://kurniowen.blogspot.co.id/2012/06/kontrak-lisensi-alih-teknologi-di.html diakses pada tanggal

2 Agustus 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 139: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Paten yang dimiliki oleh pemilik atau pemegang Paten dapat diambil alih oleh

pemerintah sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten yang merupakan lisensi wajib yang dimana Paten tersebut merupakan Paten

yang memiliki kegunaan yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah atau masyarakat

luas.

Pemerintah juga mengatur Paten yang dapat digunakan oleh pemerintah

dengan mengambil alih Paten dari pemilik atau pemegang Paten sebagaimana telah

diantur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Tata Cara

Pelaksananaan Paten Oleh Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah menjelaskan

pada Pasal 1 terkait definisi Paten yaitu :

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas

hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu

melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya

kepada pihak lain untuk melaksanakannya.160

Dapat diambil kesimpulan bahwa Paten dalam Peraturan Pemerintah tersebut

merupakan Paten dalam bidang teknologi dimana Paten yang dihasilkan atau

ditemukan dapat membantu atau dapat bermanfaat dalam pertahanan keamanan

negara. Dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, maka pemerintah dengan

alasan yang mendesak untuk kepentingan masyarakat pelaksanaan Paten dapat

dilakukan oleh Pemerintah.

Pada Peraturan Pemerintah tersebut, mengatur pula tentang imbalan atau

royalti bagi pemilik atau pemegang Paten tetapi yang mengatur tentang besaran

royalti yang didapat oleh pemilik atau pemegang Paten. Dengan demikian,

160 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pelaksanaan

Paten Oleh Pemerintah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 140: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

pemerintah dapat menentukan besarnya royalti tidak sesuai dengan apa yang telah di

hasilkan oleh pemilik atau pemegan Paten dikarenakan alasan yang sangat mendesak

bagi masyarakat dan keamanan negara. Hal tersebut bertentangan dengan asas

ketidakadilan bagi pemilik atau pemegang Paten. Oleh karena itu, pemilik atau

pemegang Paten dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga apabila royalti yang

didapat dari Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan hasil yang

sudah dilakukannya sampai akhirnya Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah

ditemukan.

Pemerintah juga telah mengeluarkan ketentuan terkait dengan royalti yang

dituangkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang

Imbalan Yang Berasal Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada

Inventor. Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyebutkan bahwa :

Pemberian Imbalan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kegiatan

inovasi yang berorientasi Paten dan meningkatkan PNBP Royalti Paten atas

inovasi tersebut.161

Imbalan yang diterima oleh pemilik atau pemegang Paten dapat diterima

setelah Paten yang ia miliki diambil alih oleh pemerintah dimana pemerintahlah yang

melaksanakan Paten tersebut. Dalam menentukan besarnya royalti pemerintah

mempunyai cara perhitungannya sendiri berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

tersebut, dimana sudah tercantum pada Pasal 7 dan Pasal 8, yakni :

161 Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 141: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Pasal 7 :

(1) Dasar perhitungan imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

merupakan hasil perkalian antara PNBP Royalti Paten dengan presentase

persetujuan penggunaan PNBP Royalti Paten instansi pemerintah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) PNBP Royalti Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan

jumlah PNBP Royalti Paten atas 1 (satu) jenis Paten selama 1 (satu) tahun

anggaran.162

Pasal 8 :

Tarif Imbalan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dihitung

berdasarkan lapisan nilai dengan persentase menurun dengan ketentuan

sebagai berikut :

a. Untuk lapisan nilai sampai dengan Rp100.000.000,- (seratusjuta rupiah),

Inventor diberikan tarif Imbalan tertentu sebesar 40% (empat puluh

persen);

b. Untuk lapisan nilai sampai dengan Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah)

sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratusjuta rupiah), Inventor diberikan

tarif Imbalan tertentu sebesar 30% (tiga puluh persen);

c. Untuk lapisan nilai sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

sampai dengan Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), Inventor diberikan

tarif Imbalan tertentu sebesar 20% (dua puluh persen);

d. Untuk lapisan nilai lebih dari Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah),

Inventor diberikan tarif Imbalan tertentu sebesar 10% (sepuluh persen).163

1. Formula Perhitungan Imbalan Atas PNBP Royalti Paten

Perhitungan Imbalan dihitung berdasarkan hasil perkalian dasar perhitungan

Imbalan dengan tarif Imbalan tertentu. Formula perhitungan Imabalan adalah sebagai

berikut :

I = DPI x tarif Imabalan tertentu

162 Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor. 163 Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 142: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Keterangan :

I = Imbalan

DPI = dasar perhitungan Imbalan

Tarif Imbalan tertentu = lapisan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

a. Dasar Perhitungan Imbalan (DPI)

Formula perhitungan DPI adalah sebagai berikut : 164

DPI = PNBP Royalti Paten x PP

Keterangan :

DPI = dasar perhitungan Imbalan

PNBP Royalti Paten = Nilai PNBP Royalti Paten setahun

PP = keputusan menteri keuangan mengenai

persetujuan penggunaan PNBP

b. Tarif Imbalan Tertentu

Tarif Imbalan tertentu tertinggi adalah 40% (empat puluh persen) untuk nilai

kumulatif dasar perhitungan Imbalan sampai dengan sebesar Rp100.000.000

(seratus juta rupiah) pertama dan selanjutnya dengan presentase menurun

dengan ketentuan sebagai berikut :165

164 Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor. 165 Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 143: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Lapisan Nilai Tarif Imbalan Tertentu

S.d Rp.100.000.000,00 (40% x Rp.100.000.000,00)

Di atas Rp.100.000.000,00 s.d

Rp.500.000.000,00

(Imbalan untuk s.d Rp.100.000.000,00)

+ 30% x (DPI – Rp.100.000.000,00)

Di atas Rp.500.000.000,00 s.d

Rp.1.000.000.000,00

(Imbalan untuk s.d Rp.500.000.000,00)

+ 20% x (DPI – Rp.500.000.000,00)

Di atas s.d Rp.1.000.000.000,00 (Imbalan untuk s.d

Rp.1.000.000.000,00) + 10% x

(DPI – Rp.1.000.000.000,00)

2. Contoh Perhitungan Imbalan

Paten ABC pada Satker Litbang A menghasilkan nilai kumulatif PNBP

Royalti pada tahun 20xl sebesar Rpl.250.000.000,00 (satu milyar dua ratus lima

puluh ribu rupiah). Persetujuan penggunaan atas PNBP pada Satker Litbang A

sebesar 80% (delapan puluh persen). Dasar penghitungan Imbalan sebesar :166

DPI = Rpl.250.000.000,00 x 80%

= Rp 1.000.000.000,00

Perhitungan Imbalan

Lapisan DPI (Rp) Perhitungan DPI

(Rp)

Nilai DPI (Rp) Tarif Perhitungan

1 2 3 4 5 = 3x4

s.d.

100.000.000,00

100.000.000,00 -

0,00

100.000.000,00 40% 40.000.000,00

lebih dari

100.000.000,00

s.d.

500.000.000,00

500.000.000,00 –

100.000.000,00

400.000.000,00 30% 120.000.000,00

166 Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang

BerasalDari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 144: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

lebih dari

500.000.000,00

s.d.

1.000.000.000,00

1.000.000.000,00 –

500.000.000,00

500.000.000,00 20% 100.000.000,00

lebih dari

1.000.000.000,00

1.000.000.000,00 –

1.000.000.000,00

0,00 10% 0,00

Total 1.000.000.000,00 260.000.000,00

Pelaksanaan Paten oleh pemerintah berdasarkan teori pengawasan. Mengacu

kepada teori pengawasan pembedaan dapat ditinjau dari segi sifat kontrol terhadap

objek yang diawasi. Dengan kata lain, apakah kontrol itu hanya dimaksudkan untuk

menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legilitas),

ataukah juga dinilai pula benar-tidaknya perbuatan ditinjau dari segi/pertimbanagan

kemanfaatannya (opportunitasnya).167

Paten yang diberikan oleh pemerintah dibatalkan karena dalam keadaan

mendesak untuk kepentingan masyarakat dan perlindungan Paten menyebabkan harga

menjadi mahal, tentu sangat merugikan pemegang Paten karena untuk menemukan

suatu Invensi membutuhkan biaya riset yang tidak sedikit, waktu yang cukup lama

dan tenaga serta pikiran. Oleh karena itu, mekanisme pelaksanaan Paten oleh

pemerintah dengan pemerintah yang menentukan besar royalti yang akan diterima

pemegan Paten, merupakan jalan keluar yang adil bagi pihak pemegang Paten

maupun masyarakat.168

Dapat dilihat bahwa pemerintah sudah mengatur dan berperan dalam

menentukan besaran royalti yang dalam Paten, dimana pemilik atau pemegang Paten

167 DR. Enny Nurbaningsih, SH., M.Hum, Op. Cit., Hal. 37 168 Ibid., Hal. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 145: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

dapat menerima Paten apabila Paten yang dihasil dilaksanakan oleh pemerintah.

Sampai pada saat ini Paten di Indonesia dapat dibilang masih sedikit dikarenakan

masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara permohonan Paten dan

ketakutan akan diambil alihnya Paten yang mereka temukan oleh pemerintah tanpa

adanya pergantian berupa royalti yang setara dengan apa yang telah ditemukan atau

dihasilkan. Melihat hal tersebut pemerintah harus lebih melakukan sosialisasi

ketentuan-ketentuan terkait dengan Paten, Paten yang diambil alih oleh pemerintah

dan royalti.

F. Contoh Kasus Royalti (Ilustrasi)

1. Contoh I

Seorang pemegang Paten memiliki sebuah temuan yang telah ia hasilkan

dengan waktu 3 (tiga) tahun dengan biaya sebesar Rp.80.000.000,- (delapan puluh

juta rupiah). Paten yang ia hasilkan adalah suatu Paten dalam sebuah produk, dimana

produk tersebut merupakan alat untuk mempermudah pekerjaan dalam bidang

pertambangan.

Paten tersebut dapat menggali lebih cepat dengan perbedaan waktu yang

lumayan jauh. Hal tersebut merupakan suatu keuntungan yang sangat bagus dalam

dunia pertambangan serta dapat menghemat waktu. Mesin galian biasa memerlukan

waktu 30 menit untuk kedalaman 10 m sedangkan dengan Paten yang telah

ditemukan dapat menghasilkan kedalam 20 m dalam waktu yang sama.

Paten yang ditemukan oleh pemegang Paten setelah didaftarkan dan disetujui

oleh Direktorat Jenderal HKI sebagaimana prosedur dan persyaratan yang berlaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 146: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, maka

pemegang telah melindungi Patennya dari pihak-pihak yang merugikan. Pemegang

Paten setelah mendapat persetujuan dapat melakukan perjanjian lisensi dengan pihak

lain dengan hal-hal yang disepakati dengan jangka waktu 6 (enam) tahun.

Penerima Paten menerima segala informasi terkait dengan Paten yang dimiliki

oleh pemegang Paten termasuk cara penggunaannya. Pemberi Paten menerima

haknya berupa royalti yang dibayarkan oleh penerima Paten setiap tahunnya. Pada

tahun pertama sampai dengan tahun ketiga pembayaran royalti berjalan lancer tanpa

adanya keterlambatan. Pada tahun keempat, penerima Paten melakukan wanprestasi

atau melanggar ketetentuan yakni tidak melakukan pembayaran royalti kepada

pemberi Paten dan secara diam-diam penerima Paten membuat Paten yang sama

dengan Paten yang dimiliki oleh pemberi Paten tanpa seizing pemberi Paten. Paten

yang dihasilkan oleh penerima Paten dijual dengan harga yang lebih murah dari

pemilik Paten yang sebenarnya. Sehingga pemberi Paten melaporakan penerima

Paten kepada Pengadilan setempat. Hal tersebut telah merugikan pemberi Paten

dikarenkan tidak mendapat royalti dari Paten yang telah ia temukan dengan susah

payah.

Peran pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam hal tersebut untuk melindungi

Paten yang ditemukan oleh pemilik atau pemegang Paten dan telah disetujui oleh

Direktorat Jenderal HKI sebagai Paten yang dimiliki oleh pemilik atau pemegang

Paten. Sehingga pemilik atau pemegang Paten merasa dilindungi dan dihargai Paten

yang telah ia temukan dengan memakan banyak waktu dan biaya yang cukup besar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 147: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Contoh II169

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperoleh royalti total

Rp1,5 miliar dari dua paten para penelitinya yang telah digunakan oleh PT Inti dan

PT Tiga Pilar Sejahtera. "BPPT adalah lembaga riset pemerintah yang pertama

memperoleh royalti dari hasil risetnya melalui BPPT Enjiniring (BE). Lembaga riset

pemerintah lainnya bisa juga seperti itu," kata Kepala BPPT Marzan A Iskandar

seusai "Customer Gathering BPPT 2014" di Jakarta, Kamis (25/4/2014).

Menurut dia, selama ini BPPT sebagai lembaga pemerintah non-kementerian

hanya boleh melakukan riset hingga menghasilkan prototipe, sementara proses

produksi dan pemasaran dari hasil riset tersebut dilakukan sektor industri yang

hasilnya dimasukkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun,

sejak ada Keputusan Menteri Keuangan No. 158/KMK.05/2007, lembaga pemerintah

dimungkinkan mengelola PNBP yang diperolehnya, misalnya untuk dimanfaatkan

sebagai fasilitas riset.

"BE adalah suatu unit dari total 18 satuan unit kerja di BPPT yang dapat

melakukan kerja sama teknis atau pelayanan teknologi kepada mitra pengguna

melalui PNBP sesuai UU No. 20 tahun 1998, dan sesuai Keputusan Menteri

Keuangan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU),"

terang Marzan. Ia menjelaskan, BPPT hingga saat ini memiliki 156 paten, 10 hak

cipta, sembilan hak merk, dan 18 desain industri, namun baru dua paten yang telah

dilisensi oleh industri dan mendapatkan royalti, yakni mesin perisalah (notulensi

169 rri.co.id RadioRepublik Indonesia BPPT Terima Royalti Rp 1,5 Miliar dari Paten

Penelitiannya,http://rri.co.id/post/berita/75996/teknologi/bppt_terima_royalti_rp_15_miliar_dari_paten

_penelitinya.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 148: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

otomatis dari bahasa lisan ke tulisan), serta Biskuneo (biskuit yang mengandung

nutrisi lengkap khusus untuk korban bencana). "Tapi yang digunakan masyarakat

sudah banyak seperti hujan buatan dan lain-lain. Sistem royalti tentu akan diikuti oleh

prototipe lainnya, misalnya pesawat tanpa awak yang sedang dalam proses produksi

di PT DI dengan lisensi juga diproses secara paralel," imbuh Marzan.

Kepala BPPT Enjiniring, JB Satya Sananugraha menambahkan, sampai saat

ini jumlah mitra yang telah bekerja sama dengan BE sebanyak 117 mitra, yakni

24 mitra asing, 24 mitra BUMN, 31 mitra pemerintah, serta 38 mitra swasta.

"Sedangkan jumlah kontrak kerja sama sebanyak 295 kontrak kegiatan senilai

Rp.373,7 miliar dan royalti yang diterima melalui BE pada 2013 sebesar

Rp.1,5 miliar," katanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 149: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Syarat dan proses pemberian lisensi-wajib atas Paten adalah dengan cara

inventor harus mengajukan permohonan atas suatu temuan atau invensi yang

memiliki sifat kebaruan, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan di

industri. Pengajuan invensi itu sendiri harus mematuhi persyaratan pokok yakni

syarat formalitas (administrasi) dan substantif (teknis). Kriteria sebagai syarat

pemberian lisensi-wajib Paten apabila Paten tersebut dapat dilaksanakan di

Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberi manfaat kepada

sebagian besar masyarakat. Syarat-syarat pemberian lisensi wajib belum

sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual, hal ini

disebabkan hilangnya asas keadilan pada pemilik atau pemegang Paten pada

saat Paten yang telah ditemukan atau dihasilkan oleh pemilik atau pemegang

Paten diambil alih oleh pemerintah hanya karena kebutuhan yang mendesak

dan untuk kepentingan masyarakat. Apabila Paten yang telah ditemukan atau

dihasilkan pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah, maka pemerintah wajib

memberikan royalti sesuai dengan prinsip keadilan dan ekonomi. Dalam hal

tersebut, pemerintah seharusnya lebih berperan dalam melindungi dan

membantu pemilik atau pemegang Paten dalam melaksanaakan Paten yang ia

miliki agar pemilik atau pemegang Paten tidak takut untuk menemukan atau

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat luas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 150: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Paten yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah terhadap suatu Paten

yang telah ditemukan atau dihasilkan oleh pemilik atau pemegang Paten dan

sudah didaftarkan kepada Direktorat Jenderal HKI, maka pemilik atau

pemegang Paten berhak mendapatkan keuntungan atau pergantingan berupa

royalti. Royalti yang di dapat oleh pemilik atau pemegang Paten besarnya dan

tata cara pembayarannya ditentukan dengan kesepakatan yang disepakati antara

penerima Paten dengan pemilik atau pemegang Paten yang tertuang dalam

suatu perjanjian. Dalam hal Paten pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah

dikarenakan kebutuhan yang sangat mendesak, maka pemerintah akan

membayar pergantian terhadap Paten tersebut berupa royalti, dimana besarnya

royalti sudah ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Apabila pemilik atau

pemegang Paten keberatan atas besaran jumlah royalti yang diberikan oleh

pemerintah, maka pemilik atau pemegang Paten dalam mengajukan gugatan

melalui Pengadilan Niaga. Dapat di lihat bahwa peran pemetintah sangatlah

besar dan mutlak terhadap menentukan besarnya royalti terhadap pelaksanaan

Paten yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 20014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten Oleh

Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang Berasal Dari Penerimaan

Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor, dimana pemilik atau

pemegang Paten dapat mengajukan gugatan terhadap besar royalti yang di

terima pada Pengadilan Niaga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 151: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

B. SARAN

1. Masuknya Paten dan lahirnya berbagai perjanjian lisensi merupakan konsekuensi

logis dari diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang

Paten, karena ini merupakan bagian dari globalisasi perekonomian dunia dan

Negara Indonesia yang telah mencanangkan dirinya untuk menjadi negara

industri sudah seharusnya melakukan perjanjian lisensi ini semaksimal mungkin.

Oleh karena itu, maka pemerintah Indonesia harus secara berkelanjutan

melakukan sosialisasi tentang Paten atau lisensi Paten untuk menunjang dan

mempercepat laju industrialisasi. Agar para penemu mencatatkan Patennya,

maka pemerintah harus lebih mensosialisasikan peraturan tentang Paten itu

sendiri dan harus adanya kejelasan serta kepastian hukum terhadap Paten yang

mereka punyai termasuk royalti, sehingga dapat memberikan motivasi dan

semangat dalam menemukan suatu produk atau proses. Pemerintah juga harus

segera mengeluarkan perturan terkait dengan lisensi-wajib yang sampai saat ini

belum adanya perturan yang mengatur secara tersendiri terkait dengan lisensi

wajib. Apabila peraturan terkait lisensi-wajib tersebut sudah diatur, maka para

pemilik atau pemegang Paten akan lebih tenang dalam menemukan,

mengahasilkan dan mengembangkan Paten yang ia miliki tanpa ada rasa takut

untuk diambil alih tanpa melihat usaha keras pemilik atau pemegang Paten demi

menemukan, menghasilkan dan mengembangkan Paten karena pada hakikatnya

sumber daya alam Indonesia sangat luas dan melimpah untuk dijadikan suatu

temuan yang akan sangat berguna atau bermanfaat bagi masyarakat secara luas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 152: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

2. Perlu adanya kejelasan dan klausula perjanjian lisensi Paten tentang pembayaran

royalti, karena masalah pembayaran royalti saat ini masih ditemui kendala-

kendala yang sifatnya tidak adil dalam pembayaran royalti, sehingga merugikan

pemberi Paten. Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam melindungi pemilik

atau pemegang Paten terkait dengan royalti, sehingga pemilik atau pemegang

Paten tidak merasa dirugikan dan tidak bertentangan prinsip keadilan yang

berada dalam Hak Kekayaan Intelektual. Penentukan besarnya royalti yang

pelaksanaan Paten dari pemilik atau pemegang Paten dilaksanakan oleh

Pemerintah sudah ditentukan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor

27 Tahun 20014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah dan

Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

72/PMK.02/2015 Tentang Imbalan Yang Berasal Dari Penerimaan Negara

Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor. Akan tetapi alangkah baiknya

pemerintah lebih memperhatikan pemilik atau pemegang Paten dengan melihat

proses yang dialami dalam menemukan, menghasilkan dan mengembangkan

Paten dengan membantu pemilik atau pemegang Paten dalam melaksanakan

Patennya melalui bantuan pendanaan dan perlindungan terhadap Patennya. Hal

tersebut akan berdampak baik bagi pemilik atau pemegang Paten agar merasa

terlindungi dan dihargai atas apa yang telah ia temukan, hasilkan dan

kembangkan tanpa merasa khawatir atas Patennya dan lebih banyak memberikan

sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 153: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Aqimuddin, Sunendar dan Dzulman. 2014. Penempatan Model Fleksibilitas Paten

Atas Obat Dalam WTO-Aggrement On Trade Related Aspects Of Intelectual

Property Right (Trips) Oleh Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No 14

Tahun 2001 Tentang Paten. Bandung : Prosiding SNa PP.

Ali, Achmad. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang

(Legisprudence).Jakarta : Kencana.

Anwar, Chairul. 1992. Hukum Paten dan PerUndang-Undangan

PatenIndonesia.Jakarta : Djambatan.

Ashsofa, Burhan. 1998.Metode Penelitian Hukum.Jakarta : Rineka Cipta.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1992. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni.

Balitbang Deperindag. 1993. Peranan Pengacara/Konsultan Hukum Dalam

Pembangunan Industri Nasional (selnjutnya Deperindag III). Jakarta :

lokakarya.

Chazawi, Adami. 2007. Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI).

Malang : Bayumedia Publishing.

Djumhana, Muhammad. 1999. Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek.

Bandung : Citra Aditya Bakti.

Faisal. 2012. Menerobos Positivisme Hukum. Bekasi : Gramata Publishing.

Fuady, Munir. 1999. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu.

Bandung : PT Aditya Bakti.

Gambiro, Ita. 1995. Hukum Paten. Jakarta : Sebelas Printing.

----------------. 1996.Perjanjian Alih Teknologi Jenis dan Karakteristiknya.

Semarang : Depperindag.

Gautama, Sudargodan Rizawanto Winata. 1998. Pembaharuan Undang-

UndangPaten1997.Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Habibie, B.J. 1992. Ilmu Pengetahuan, teknologi dan Pembangunan Bangsa.

Jakarta : BPPT.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 154: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Hadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesi. Surabaya :

Bina Ilmu.

Hart, H.L.A. The Concept of Law. (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997)

diterjemahkan oleh M. Khozim. Konsep Hukum. Bandung : Nusamedia. 2010.

Hartono, Sunaryati. 1995. Pokok-pokok Hukum Perdata Internasional. Bandung :

Bina Cipta.

H.R, Ridwan. 2002. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ibrahim, Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Bandung :

Citra Aditya Bakti.

ldham, Ibrahim. 1990. Peraturan PerUndang-Undangan tentang Perjanjian Lisensi

Paten.Jakarta : BPHN.

-------------------. 1985. Alih Teknologi Melalui Perjanjian Lisensi. Jakarta : FH Ul.

-------------------. 1998. Persaingan Sehat di Bidang Hak Atas Kekayaan

Intelektual.Jakarta : BPHN.

-------------------. 1985. “Alih Teknologi Melalui Pvjanjian Lisensi.”Jakarta : FH UI.

Irawan, Chandra. 2011.Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia : Kritik

Terhadap WTO/TRIPs dan Upaya Membangun Hukum Kekayaan Intelektual

Demi Kepentingan Nasional.Bandung : CV. Mandar Maju.

Jened, Rahmi. 2000. Diktat Hukum Paten. Surabaya :Fakultas Hukum Universitas

Airlangga.

------------------. 2007. Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif.

Surabaya : Airlangga Universty Press.

Kelsen, Hans. 2009. Pengantar Teori Hukum, diterjemahkan oleh Siswi

Purwandari.Bandung :Nusa Media.

Khairandy, Ridwan dkk. 1999. Kapita Selekta HKI I. Jogyakarta : UH.

Kurniawan. Perlindungan Terhadap Paten Asing Berdasarkan Sistem Hukum Paten

Di Indonesia Pasca Trips-WTO. Jurnal Hukum, Vol. 27 No.3 November

2012. Universitas Mataram. Jatiswara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 155: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Lindsey, Tim, dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : PT.

Alumni.

Lubis, M. Soly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian.Bandung : CV. Mandar Maju.

Lubis, T. Mulya. 1991. Undang-UndangPaten. Jakarta : PT. Gramedia.

----------------------. Alih Teknologi antara Harapan dan Kenyataan. Majalah Prisma

No. 4 Th XVI April 1987.

Marzuki, Peter Mahmud. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana.

Muhammad, Abdulkadir. 1998. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.

Bandung : Citra Aditya Bakti.

Pamuntjak, Amir. 1994. Sistem Paten Pedoman Praktek dan Alih Teknologi. Jakarta :

Djambatan.

Pound, Roscoe. 1982. Pengantar Filsafat Hukum. Diterjemahkan oleh M. Radjab,

Cet. 3, Jakarta : Batara Karya Aksara.

Prakosa, Djoko.1991. Hukum Merek dan Paten.Semarang : Dahara Prize.

Priapantja, Cita Citrawinda. 1999.Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi

: Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi. Jakarta. Chandra

Pratama.

Purba, Ahmad Zen Umar. Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Sistem HKI

Nasional.Jurnal Hukum Bisnis, Vol.13, April 2001.

Rahmatullah, Indra. 2015. Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan dalam

Perbankan.Yogyakarta : Deepublish.

Riduan. 2004. Metode dan Tekhnik Menyusun Tesis. Bandung : Bina Cipta.

Salaman, H. R. Otje dan Aton F. Susanto.2004.Teori Hukum, Bandung : PT. Refika

Aditama.

Saleh, Ruslan. 1994. Seluk Beluk Praktek Lisensi. Jakarta : Sinar Grafika.

Salim, H, 2010. PerkembanganTeori dalam Ilmu Hukum.Jakarta : RajaGrafindo

Persada.

Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : Rajawali Press.

Sanusi Bintang. 1998. Hukum Hak Paten. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 156: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Satri. J. 2001. Hukum perikatan, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Buku

I.Bandung : PT. Citra Adityabakti.

Setyawanto, L. Tri. 1994. Aspek Hukum Pemilihan Paket Teknologi yang akan

Dialihkan Dalam Pelaksanaan Alih Teknologi di Indonesia Menuju Era

Industrialisasi dalam Majalah Masalah-Masalah Hukum, FH UNDIP,

Semarang.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. 1990. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat.Jakarta : Rajawali Pers.

----------. 2006. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 1981. Hukum Perdata : Hukum Benda.

Yogyakarta : Liberty.

-------------------------------------------. 2004. Hukum Benda. Yogyakarta : Liberty.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada. 2005.

Supranto, J. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik.Jakarta : Rhineka Cipta.

Suradimadja, Supyan. Peranan Paten dan Merek dalam Alih Teknologi, Makalah

Seminar alih Teknologi. LIPI, Jakarta.

Suryomurcito, Gunawan, dkk. 2006. Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang

Hukum PerjanjianLisensi. Jakarta : BPHN Departemen Hukum dan HAM.

UNIDO. 1979. “Guidelines for Evaluation of Transfer of technologi Agreement”,

New York : United Nation.

Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan Dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia.Bandung : PT. Alumni.

Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta : Sinar Grafika.

Widjaja, Gunawan. 2001. Seri Hukum Bisnis Lisensi. Jakarta : PT. Rajagrafindo.

Wuisman, J. J. M. 1996.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting :

M. Hisyam, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 157: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

II. Peraturan PerUndang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten

Oleh Pemeintah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

III. Tesis dan Naskah Publikasi

Edietha, Maria.2010. Perjanjian Lisensi Patent Pooling Terkait Aspek Hukum

Persaiangan Usaha.Depok :Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Novriyani, Ayu Trisna. 2010. Perlindungan Hak Paten Terhadap Alat Terapi Fisik

Gondo Seri-8 ( ATFG-8 ) di Pekanbaru Menurut Undang -Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.Pekanbaru : Fakultas Hukum

Universitas Islam Riau.

Purnama Sari Nainggolan, Desy.2013. Tinjauan Yuridis Terhadap Pendaftaran

indikasi Geografis Produk Pertanian Di Sumatera Utara.Medan : Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Yanwar .Mellisa. 2015. Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara

Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel dan

Merek PT. Perwira Adhitama Sejati). Medan : Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Yusdinal. 2008. “Perlindungan Hukum Terhadap Lisensi Paten”. Semarang :

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Zuharni, Amelya. 2008. Naskah Publikasi. “Perliindungan Hukum Pemilik Paten

Dalam Lisensi Wajib”.Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 158: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

IV. Internet

Damang Averroes Al-Khawarizmi, Prinsip-prinsip Hukum.6 Desember 2011

http://www.negarahukum.com/hukum/prinsip-prinsip-

hukum.htmldiaksespada tanggal 7 Agustus 2016.

Direktorat Jenderal Hak atas kekayaan Intelektual, Departemen KeHKIman

danHAM, “Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual”, DJ HKI, Jakarta

Direktorat Hak Cipta ,Desain Industri , DTLST&RG,” Perlindungan Hukum

Terhadap Hak Cipta di Indonesia”, Makalah disampaikan dalam rangka

bimbingan dan konsultasi HKI para Pengusaha UKM Indag di Bandung.

DR. Enny Nurbaningsih, SH., M.Hum, “Naskah Akademik RUU Tentang Paten”,

(Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2015),

http://bphn.go.id/layanan/res_nasmis, diakses pada tanggal 8 Agustus 2016.

“Hak Paten “,https://andasiallagan92.wordpress.com/2014/06/07/hak-Paten/ diakses

pada tanggal 17 Juli 2016.

“Hak Paten Masih Soal Reog”, http://www.annasagung.blog.com/2424617,

dipublikasikan tanggal 17 Desember 2007, diakses tanggal 1 April 2014.

Henny Marlyna.“Kuliah Hak

Paten”.https://www.google.co.id/search?q=Henny+Marlyna.+Kuliah+Hak+P

aten.&biw=1366&bih=657&source=lnms&sa=X&ved=0ahUKEwjokMKDgs

XNAhVDLI8KHV1VC6wQ_AUIBygA&dpr=1#q=Hak-Milik-Intelektual-

Pertemuan-7diakses pada tanggal 5 Februari 2016.

https://andasiallagan92.wordpress.com/2014/06/07/hak-Paten/ diakses pada tanggal

17 Juli 2016.

http://yuarta.blogspot.co.id/2011/03/prinsip-prinsip-hak-kekayaan.html diakses pada

tanggal 7 Agustus 2016.

Jurnal Fakultas Hukum UNIB. 2012. “Tinjauan Hukum Pemegang Paten.”

http://www.slideshare.net/asef2012/tinjauan-hukum-pemegang-Paten diakses

tanggal 1 November 2014

.

Klinik Konsultasi HKI-IKM http://www.slideshare.net/daffyducks/hki-35825653

diakses pada tanggal 5 Februari 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 159: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

Nin Yasmin Lisasih. “Teori Hukum Benda”.

http://yasminelisasih.com/2011/08/14/teorihukumbenda/ diakses tanggal

27 agustus 2014.

Purba, A. Zen Umar, Hak Kekayaan Intelektual dan Perjanjian Lisensi.

http//www.dgp.gp.id/eb.htm, dipublikasikan November 2001, diakses tanggal

01 April 2014.

rri.co.id RadioRepublik Indonesia BPPT Terima Royalti Rp 1,5 Miliar dari Paten

Penelitiannya,http://rri.co.id/post/berita/75996/teknologi/bppt_terima_royalti_

rp_15_miliar_dari_paten_penelitinya.html diakses pada tanggal

1 Agustus 2016.

Sentra Hak Kekayaan Intelektual – Balai Besar Tekstil,

https://ipbbt.wordpress.com/perolehan-hki/ diakses pada tanggal

5 Februari 2016.

Sri. “Akuisisi Hak Paten Obat”. http://sriright.wordpress.com/2012/11/09/HKI1/.

diakses tanggal 3 September 2014.

Taufiq Kurniawan, 19 Juni 2012, “Kontrak Lisensi Alih Teknologi Di Indonesia”,

http://kurniowen.blogspot.co.id/2012/06/kontrak-lisensi-alih-teknologi-

di.html diakses pada tanggal 2 Agustus 2016

Wr. Imas R. “Perjanjian Lisensi Paten Dan Know-How Transfer Sebagai bentuk

Investasi”.

http://www.academia.edu/12636419/PERJANJIAN_LISENSI_PATEN_DAN

_KNOW-HOW_TRANSFER_SEBAGAI_BENTUK_INVESTASI diakses

pada tanggal 15 oktober 2015.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 160: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

LAMPIRAN

A. Contoh Formulir Paten

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 161: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 162: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 163: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

B. Contoh Sertifikat Paten

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 164: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 165: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 166: PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG LISENSI-WAJIB PATEN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA