32
Pertempuran Merah Putih di Manado Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersiar juga samapi ke Manado. Rakayat Manado khususnya para pemuda menyambutnya dengan hangat. Di sisi lain, pasukan NICA untuk mengamankan kepentiangan segera mempersenjatai bekas pasukan KNIL yang menjadi tawananan Jepang. Mereka disambut sebagai Pasukan Tangsi Putih. Pada bulan Desember 1945, pasukan Sekutu menyerahkan kekuasaan kota Manado kepada NICA. Stelah mendapat mandate itu, pasukan NIca segera melakukan penagkapan terhadap sejumlah tokoh RI untuk mengamankan kedudukannya RI. Para bekas pasukan KNIL yang mendukung RI dikenal sebagai Pasukan Tangsi Hitam. Para pejuang itu membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI). PPI sering melakukan pertemuan rahasia untuk mengoordinasikan kegiatan melawan NICA. Akan tetapi, kegiatan tersebut diketahui NICA. Akibatnya, beberapa pemimpin PPI ditangkap. Senjata pasukan KNIL pendukung RI dilucuti. Namun, tindakan NICA tersebut tidak menyrutkan tekad para pejuang Indonesia. Pada tanggal 14 Febuari 1946, PPI menyerbu NICA dimarkas Tangsi Putih di Teling. Dengan senjata seadanya, PPI mampu melepaskan para tawanan dan melawan komandan NICA dan pasukannya. Secara spontan para pejuang merobek warna riru pada Bendera Belanda di markas itu dan mengibarkan bendera Merah putih. Para pejuang juga berhasil menguasai markas NICA di Tomohon dan Tondano. Para pendukung RI segera membentuk pemerintah sipil. B.W Lapian terpilih sebagai residennya. Berita penegak kedaulatan Indonesia di Manado segera dikirim ke Yogyakarta. Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 Oleh Ben Wowor PADA 7 Februari 1946 seluruh rencana telah rampung sampai pada tindakan-tindakan darutat serta pengamanan bilamana terjadi sesuatu kemacetan. Rencana ini telah pula diberitahukan kepada BW Lapian dalam suatu rapat rahasia yang diadakan pada hari itu di rumahnya di Singkil, Manado Utara. Juga turut dalam perundingan PM Tangkilisan, juga telah dihubungi No Ticoalu dan dr Tumbelaka. Situasi Markas Besar KNIL di Tomohon senantiasa diberitahukan

Pertempuran Merah Putih Di Manado

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Pertempuran Merah Putih di Manado

Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersiar juga samapi ke Manado. Rakayat Manado khususnya para pemuda menyambutnya dengan hangat. Di sisi lain, pasukan NICA untuk mengamankan kepentiangan segera mempersenjatai bekas pasukan KNIL yang menjadi tawananan Jepang. Mereka disambut sebagai Pasukan Tangsi Putih.

Pada bulan Desember 1945, pasukan Sekutu menyerahkan kekuasaan kota Manado kepada NICA. Stelah mendapat mandate itu, pasukan NIca segera melakukan penagkapan terhadap sejumlah tokoh RI untuk mengamankan kedudukannya RI. Para bekas pasukan KNIL yang mendukung RI dikenal sebagai Pasukan Tangsi Hitam. Para pejuang itu membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI). PPI sering melakukan pertemuan rahasia untuk mengoordinasikan kegiatan melawan NICA. Akan tetapi, kegiatan tersebut diketahui NICA. Akibatnya, beberapa pemimpin PPI ditangkap. Senjata pasukan KNIL pendukung RI dilucuti. Namun, tindakan NICA tersebut tidak menyrutkan tekad para pejuang Indonesia. Pada tanggal 14 Febuari 1946, PPI menyerbu NICA dimarkas Tangsi Putih di Teling. Dengan senjata seadanya, PPI mampu melepaskan para tawanan dan melawan komandan NICA dan pasukannya. Secara spontan para pejuang merobek warna riru pada Bendera Belanda di markas itu dan mengibarkan bendera Merah putih. Para pejuang juga berhasil menguasai markas NICA di Tomohon dan Tondano. Para pendukung RI segera membentuk pemerintah sipil. B.W Lapian terpilih sebagai residennya. Berita penegak kedaulatan Indonesia di Manado segera dikirim ke Yogyakarta.

Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946

Oleh Ben Wowor

PADA 7 Februari 1946 seluruh rencana telah rampung sampai pada tindakan-tindakan darutat serta pengamanan bilamana terjadi sesuatu kemacetan. Rencana ini telah pula diberitahukan kepada BW Lapian dalam suatu rapat rahasia yang diadakan pada hari itu di rumahnya di Singkil, Manado Utara. Juga turut dalam perundingan PM Tangkilisan, juga telah dihubungi No Ticoalu dan dr Tumbelaka. Situasi Markas Besar KNIL di Tomohon senantiasa diberitahukan oleh AS Rombot melalui FW Sumanti yang bertindak sebagai ordonans umum.

Pembagian tugas yang ditetapkan oleh Ch Taulu dan SD Wuisan sebagai berikut:1. Kompi-VII dijadikan combat troop, dipimpin Mambo Runtukahu, Yus Kotambunan, Gerson Andris, Mas Sitam, Lengkong Item dan Niko Anes. Mereka menguasai dan mengamankan perwira-perwira Belanda KNIL dan NICA.2. Yang pertama harus dikuasai bahan makanan, senjata, mesiu dan pakaian.3. Kompi-148 dibawah pimpinan Wim Waney, dibantu Wim Tamburian, Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga, Bert Sigarlaki, Samel Kumaunang, Oscar Rumambi, setelah dapat dikuasai tempat-tempat suplai tersebut, harus menjalankan -aksi penangkapan terhadap anggota tentara Belanda dan pejabat-pejabat NICA di rumah mereka.4. SD Wuisan menguasai Kompi-143 dan akan mengawasi kamp tawanan Jepang di Girian-Bitung; Sigar Mende dan Polet Malonda Kompi-144 di Manado dan Suparmin Kompi-142 di Tomohon.5. Pengamanan markas besar di Tomohon dan telekomunikasi ditugaskan kepada telegrafis-

Page 2: Pertempuran Merah Putih Di Manado

markonis AS Rombot yang selanjutnya akan menguasai semua dinas radio.No Tooy menguasai semua dinas telepon dan Maurits Rotinsulu dinas pengangkutan.6. Kurir-kurir istimewa untuk menghubungi pemuda-pemuda di Manado, Tondano dan pedalaman Minahasa adalah No Korompis, Gustaf Sumarauw, Jan Sambuaga dan Wim Tamburian.

Penangkapan di Kalangan MiliterPada 28 Januari 1946, Freddy Lumanauw dan Mantik Pakasi dipanggil Komandan Garnisun, Kapten Blom, dan langsung dibawa ke penjara karena ada laporan bahwa mereka sedang mengatur komplot untuk menggulingkan kekuasaan KNIL di tangan Belanda. Pada 31 Januari Lumanauw dan Mantik dibawa di bawah pengawalan MP ke Tomohon dan langsung diperiksa oleh Oditur Militer Mr OE Schravendijck. Pada hari itu mereka dikembalikan ke penjara Manado karena mereka tidak bersedia mengungkapkan sebab dan latarbelakang sehingga mereka mulai berkomplot. Selama dalam tahanan ini mereka diberitahu oleh Frans Korah tentang perkembangan rencana persiapan kup yang diatur oleh Taulu, Wuisan dan Sumanti.

Pada 6 Februari 1946 mereka kembali diperiksa di Tomohon, dimana kepada mereka dinyatakan oleh Oditur Militer bahwa sudah diperoleh bukti yang jelas menunjukkan, bahwa mereka pada 1944 telah dikirim ke Sulut dengan tugas khusus dari Dr Ratulangi yang kini berada di Makassar untuk melaksanakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Lumanauw yakin bahwa mata-mata Belanda telah mengikuti pembicaraan dalam perundingan-perundingan rahasia dari pasukan Tubruk dan Schravendijck telah mengadakan pengecekan dengan atasannya di Jakarta. Proses pengusutan ini akan membawa mereka ke sidang mahkamah militer, namun mereka tidak bersedia menuturkan mission yang diberikan oleh Ratulangi pada waktu mereka diberangkatkan dari Jakarta itu.

NICA menjadi gelisah karena setelah gerakan-gerakan pemuda berhasil ditekannya, malah tubuh dan aparatnya sendiri, yakni KNIL, telah disusupi oleh musuh-musuh Republik yang berpemerintahan pusat di Jogyakarta.

Kemudian pribadi-pribadi Taulu dan Wuisan semakin besar mendapat perhatian dan sorotan dari pimpinan KNIL.

Opsir-opsir Belanda telah beberapa kali mengadakan pertemuan antara mereka sendiri, yakni Blom, Verwaayen, De Leeuw, Molenburgh, Brouwers dan lain-lain untuk menemukan jalan, cara bagaimana mereka dapat menumpas gerakan-gerakan bawah tanah dalam tubuh KNIL, supaya tidak menjalar ke seluruh jajaran KNIL. Mereka semakin bingung, karena setelah penangkapan pemuda-pemuda pada 9 Januari lalu dan kemudian pada 28 Januari Lumanauw dan Pakasi diamankan di penjara, sebenarnya sudah tidak ada lagi anasir-anasir Republik yang mereka harus takuti.

Pada 9 Februari pimpinan KNIL mengambil tindakan pengamanan di kompleks tentara Teling dengan menangkap anggota komplotan Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga dan Wim Tamburian. Mereka ini dikunci dalam sel Tangsi Putih. Bukti kegiatan mereka, termasuk menghubungi pemuda-pemuda ekstremis dan pejabat-pejabat tertentu yang dicurigai, sudah cukup jelas bagi NICA setelah dicek dengan laporan-laporan yang masuk.

Page 3: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Taulu dan Wuisan Masuk SelNamun, keadaan menjadi makin tegang. Pada 13 Februari, jam 9 pagi, Furir Taulu dipanggil komandan Kapten Blom dan setelah senjatanya dilucuti oleh sersan-mayor Brouwers, maka ia dimasukkan dalam sel tahanan.

Tidak berapa lama Sersan Bisman dipanggil oleh Kapten Blom, tetapi ia tidak ditahan, mungkin karena ia memiliki tanda jasa dari Tentara Sekutu. Bisman dalam Perang Dunia ke-2 mendapat latihan intelejen di Australia dan sering turut dalam kapal selam Sekutu untuk dilepaskan di perairan daerah musuh untuk mencari tahu kekuatan tentara Jepang, seperti yang dilakukannya di Tarakan dan di Manado pada 1944.

Selanjutnya Komandan Kompi VII, Carlier, dipanggil oleh Komandan Korps, Kapten Blom, yang menanyakan kepadanya bagaimana dengan keadaan Kompi VII. Dijawab oleh Letnan Carlier bahwa Kompi VII dapat mengamankan seluruh Sulut, karena prajurit-prajuritnya banyak berpengalaman dalam perang yang baru lampau, lagipula kompi ini adalah pemberani, namun patuh dan setia pada atasannya.

Mambi Runtukahu Memelopori AksiYang memelopori aksi adalah Peleton I: Mambi Runtukahu, Wkl Kmd Regu I, Gerson Andris, Wkl Kmd Regu II, Mas Sitam, Wkl Kmd Regu III, Yus Kotambunan, Kmd Verkenner, Lengkong Item, Angg regu IV dan Wehantouw Verkenner.

Kota Manado DikuasaiDi penjara Manado para tahanan nasionalis pada tengah malam itu dengan hati berdebar-debar menunggu saat dimulaikan aksi di Teling. Karena mereka juga telah diberitahu tentang saat dan awal aksi ini sebelumnya melalui titipan surat yang disembunyikan dalam makanan. Mereka amat cemas dan hampir saja putus asa ketika mendengar bahwa unsur-unsur pimpinan pemberontakan sudah tertangkap.

Ketegangan memuncak ketika pintu besi dari penjara berbunyi gemerincing: Apakah aksi telah gagal dan Belanda akan memperkeras tindakan-tindakan penekanan? Demikianlah Lumanauw dan Pakasi bertanya-tanya. Melalui trali-trali sel tampaklah pada mereka bukanlah Polisi Militer (PM) yang muncul melainkan kawan-kawan Frans Lantu dan Yus Kotambunan. Mereka memasuki halaman penjara dengan menyandang beberapa perlengkapan senjata serta didampingi oleh sipir yang membawa kunci-kunci. Semuanya lalu bersorak-sorak gembira. Lumanauw dan Pakasi diberikan masing-masing senapan dan pistol, karena mereka harus melanjutkan tugas untuk menyelesaikan aksi kup itu yang tengah berjalan dan masih berbentuk tanda tanya.

Kaum nasionalis yang selama ini meringkuk dalam tahanan semuanya dibebaskan. Tampak di antara mereka tokoh-tokoh perintis nasional seperti GE Dauhan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP Harmanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin-pemimpin pemuda BPNI, John Rahasia dan Mat Canon.

Komandan Garnisun Manado, Kapten Blom, yang berdiam di Sario dibangunkan oleh ajudannya dengan kata-kata: ‘’Kapten diminta datang segera ke Teling karena keadaan agak berbahaya.

Page 4: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Letnan Verwaayen mendesak agar segera datang!’’ Juga ditegaskan oleh ajudannya, bahwa para pengawal sudah siap menunggu di luar dengan sebuah jeep, bahwa perjalanan aman dan penjagaan cukup kuat.

Pada subuh hari semua tentara Belanda dimasukkan dalam tahanan di Teling dan selebihnya dibawa ke penjara untuk menggantikan para tahanan nasionalis yang telah dibebaskan.

Sang Saka Merah Putih BerkibarPada jam 03.00 di markas tentara di bukit Teling, sewaktu aksi penangkapan sedang berjalan, maka Wangko Sumanti yang memberikan perintah, mengambil bendera Belanda (merah-putih-biru) yang disimpan di rumah jaga, merobek helai birunya dan menyerahkan bagian dwi-warna kepada Mambi Runtukahu yang sudah siap sebagai inspektur upacara menunggu dekat tiang bendera. Secara hikmat bendera Merah Putih digerek oleh Kotambunan dan Sitam untuk kemudian berkibar pada saat fajar menyingsing di bumi Sulut.

Ternyata pasukan-pasukan KNIL yang ada di Tomohon dan Girian masih dikuasai oleh perwira-perwira Belanda dan perlu mendapat penyelesaian dari Manado. Perintah dan persiapan dilakukan oleh Wangko Sumanti untuk meneruskan aksi kup ini di Tomohon dan Girian.

Tomohon Diserbu: Korban di Kedua Belah PihakSegera Frans Bisman dan Freddy Lumanauw ditugaskan dengan dua peleton siap tempur untuk menuju Tomohon. Pada jam 04.30 14 Februari mereka berangkat dengan empat kendaraan, yaitu 2 jeep dan 2 truck/power. Jeep depan berbendera Merah-Putih dikendarai oleh Frans Bisman dengan beberapa pengawal penembak bren, menyusul jeep kedua dengan perlengkapan dan pengawalan yang sama; yang ditempati oleh Freddy Lumanauw.

Di luar Kota Manado konvoi ini sedikit mengalami hambatan karena jeep terdepan terjerumus dalam selokan, sehingga agak memakan waktu untuk menariknya, namun tak ada kerusakan apa-apa.

Gelaerts, demikian nama sersan Belanda itu, berada di Manado waktu terjadi kup tengah malam dan ia langsung mengendarai motornya ke Tomohon untuk memberitahukan kejadian ini kepada Komandan De Vries setelah hubungan telepon terputus.

Sewaktu mau kembali ke Manado pagi itu dan berada di pompa bensin untuk mengisi minyak ia berpapasan dengan pasukan penyerbu dari Bisman.

Ultimatum Kepada Komandan KNIL Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman dan Komandan KNIL De Vries, membawa ultimatum dari Bisman agar De Vries dengan seluruh pasukan-pasukannya di Tomohon ialah Kompi-142 dan satu kompi stafnya menyerahkan diri. Dengan dua tangannya diangkat ke atas, Samsuri menempuh jarak duaratus meter lebih menuju ke Markas De Vries, di mana komandan ini sudah siap dengan stellingnya.

Samsuri menjelaskan kepada De Vries bahwa pasukan dari Manado telah tiba di persimpangan jalan di depan kantor polisi Tomohon dan meminta Overste De Vries bersama pasukannya di

Page 5: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Tomohon menyerahkan diri.

Samsuri kembali untuk menyampaikan jawaban ini dan untuk kedua kalinya Bisman memerintahkan Samsuri untuk memberitahukan De Vries bahwa pasukan dari Manado akan segera mengadakan serangan.

Mendengar akan ultimatum terakhir ini maka De Vries memutuskan dan menyampaikan kepada Samsuri bahwa ia akan menyerahkan diri bersama pasukan-pasukan di Tomohon, termasuk para penguasa sipil NICA kepada pasukan Bisman.

Kup Berhasil dan Penguasa-penguasa Belanda Tertawan Upacara penyerahan berlangsung dengan pelbagai campuran perasaan bagi kedua pihak masing-masing. Komandan KNIL itu terharu dan bercucuran air mata ketika bendera merah-putih-biru disobek helai birunya dan dwi-warna Merah-Putih dinaikkan pada tiangnya. Atas permintaan Bisman maka De Vries menuju ke kendaraan yang tersedia dan bersama-sama mereka menuju ke kantor polisi untuk meneruskan perjalanan ke Manado.

Residen Coomans de Ruyter, Komandan NICA, diambil dari tempat kediamannya di rumah sakit RK Gunung Maria, begitu anggota-anggota Staf NICA lainnya yang berada di Kaaten-Tomohon dikumpulkan di kantor polisi dan dengan sebuah truk mereka langsung dibawa ke tempat penampungan di Manado.

Suatu pasukan kecil di bawah pimpinan Freddy Lumanauw masih harus meneruskan tugas operasi ke pedalaman Minahasa. Pengemudinya Oscar Pandeiroth menggantikan Alo Porayouw yang telah gugur sebagai seorang pahlawan kemerdekaan dan menjadi pahlawan 14 Februari 1946 yang pertama.

Suatu peristiwa yang menegangkan yang diceritakan Freddy Lumanauw kemudian, ialah ketika dalam persiapan untuk menyerbu markas De Vries, kedapatan olehnya bahwa peluru-peluru yang dibawa pasukan tidak cocok dengan senjata Lee Enfield, karena buatan Jepang. Wangko Sumanti di Teling Manado segera dihubungi melalui telepon dan ternyata memang ada kekeliruan dan diakui Sumanti sebagai keteledoran akibat kesibukan pada waktu pasukan disiapkan di malam buta untuk dikirim ke Tomohon. Seandainya ada terjadi penyerbuan dan pertempuran maka senapan-senapan yang dibawa akan tidak berdaya dan tidak ada gunanya.

Pengamanan di kota-kota kecamatan di Minahasa disertai dengan penurunan bendera Belanda dan diganti dengan penaikan bendera Merah-Putih, berlangsung di instansi-instansi pemerintah dan polisi setempat di bawah pimpinan Freddy Lumanauw. Berturut-turut di Tondano, Remboken, Kakas, Langowan dan Kawangkoan, selesai upacara bendera dilakukan penertiban seperlunya di kalangan pamong-praja dengan mendapat bantuan penuh dari pasukan-pasukan pemuda.

Penyelesaian di Kamp Tawanan JepangPada subuh 14 Februari 1945, juga suatu pasukan dari Manado di bawah pimpinan Maurits Rotinsulu yang ditugaskan ke Girian untuk menguasai kamp tawanan Jepang, berhasil menangkap anggota-anggota tentara Belanda di asrama Girian dengan bantuan Samel

Page 6: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Kumaunang dan Hans Lengkoan, namun komandan kampemen tawanan yang bermarkas di Wangurer, Letnan Van Emden, bertahan dan tetap menguasai seluruh kamp tawanan itu. Perwira ini tidak mengakui penyerahan pimpinan KNIL kepada pihak pemberontak, sedangkan ia adalah komandan dari Sekutu. Malah ia sempat menahan seorang anggota pasukan Rotinsulu yang bernama Makalew.

Setelah kegagalan ini dilaporkan kepada Taulu, maka Taulu bersama Sumanti pergi ke Sario untuk meminta perintah tertulis dari Kapten Blom buat Van Emden, agar ia segera menyerahkan diri kepada pasukan Sumanti yang akan dikirim ke Girian.

Bert Sigarlaki yang adalah ordonans tetap untuk Van Emden diterima untuk masuk ke dalam kampemen dan menemui Van Emden. Setelah surat dari Blom dibacanya, maka surat itu diludahinya dengan melemparkan kata-kata kotor kepada alamat Blom seraya menyentak bahwa semua mereka sebangsa di Manado adalah pengecut dan bukan militer.

Kumaunang dan Lengkoan yang menguasai asrama tentara di Girian memikirkan suatu siasat lain untuk menangkap Van Emden, yaitu menunggu saatnya mereka berdua memegang pos di kamp tawanan di lokasi Wangurer.

Begitulah pada 17 Februari 1946 pada jam 06.00 pagi kedua pejuang ini masuk dalam kelompok jaga, seluruhnya terdiri dari 8 orang. Mereka ini sepakat untuk menunjuk Samel Kumaunang yang akan menangkap Van Emden, mengingat tubuhnya yang besar dan kekar akan dapat menguasai perwira Belanda itu, bila terpaksa harus adu kekuatan.

Tidak lama kemudian muncul komandan itu dengan jeepnya, lengkap dengan senjata dua pistos pada masing-masing pinggangnya dan satu stegun yang disandang. Waktu ia turun dari kendaraannya menuju ke pos, Kumauang berseru: '‘Komandan, Green bizonderheden!’’ (tidak kurang apa-apa dalam penjagaan), namun disambungnya lagi: ‘’Letnan, kenapa kami tidak dapat jatah rokok dari Manado, apakah saya boleh merokok?’’ ‘’Oh, tentu saja’’, jawab Van Emden, dan tangannya sibuk memeriksa dan mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Ketika ia menyampaikan sebatang rokok sambil menyiapkan apinya kepada Kumaunang, maka secepat kilat tangan letnan yang diulurkan itu ditarik dengan sekuat-kuatnya, badannya condong jatuh ke depan dan setelah tangannya itu diputar, stegun jatuh ke tanah dan kedua pistolnya dapat dilucut oleh Kumaunang. Pada saat itu kawan-kawan lain menyergap perwira itu, mengikat kedua tangan kakinya dan menyeretnya ke dalam jeep. Ia dibiarkan dalam keadaan terikat dan di bawah pengawasan, sampai seluruh kampemen tawanan dan penjagaan telah ditertibkan dan dapat berjalan normal kembali, kini di bawah kekuasaan Tentara Nasional Indonesia.

Para anggota tentara Belanda lainnya sudah lebih dahulu diangkut secara terpisah dari komandan kampemen dengan adanya berita: ‘’Perintah dari korps komandan supaya para perwira dan perwira bawahan harus segera berkumpul di Manado tanpa membawa senjata’’.

Kemudian rombongan yang dipimpin oleh Kumaunang mengantar Van Emden ke Manado, disusuli rombongan dari Sumanti yang ditugaskan oleh Taulu dengan maksud yang sama.

Di sepanjang jalan rakyat menyambut kemenangan ini dengan sorak-sorakan ‘’Hidup Merah

Page 7: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Putih’’. Dalam kup selama beberapa hari ini semua warga Belanda dari KNIL maupun dari NICA berhasil ditawan. Seorang pengusaha perkebunan Belanda, Van Loon, yang coba melarikan diri dengan perahu kecil ke Ternate, terpaksa harus kembali di pantai Likupang dan ia langsung menyerahkan diri.

Page 8: Pertempuran Merah Putih Di Manado

MERAH PUTIH DI MANADO PATAHKAN

PROVOKASI BELANDA DI LUAR NEGERI

LIMA puluh tahun lalu, tepatnya tanggal 14 Februari 1946, jam 01.00. Sejumlah tentara KNIL yang setia kepada Republik Indonesia di tangsi militer Teling Manado bangun dari tidur, bergerak menuju lokasi sasaran di dalam tangsi dengan formasi huruf "L". Mereka melucuti senjata semua pimpinan militer Belanda di tangsi itu dan memasukkannya ke sel sebagai tahanan.

Peristiwa itu berlanjut dengan pengibaran sang saka Merah Putih di tangsi yang terkenal angker karena pasukan yang menempati kompleks milter itu dikenal sebagai pasukan pemberani andalan Belanda. Para pejuang itu merobek warna biru bendera Kerajaan Belanda, menyisakan dwi warna Merah Putih dan mengibarkannya di tangsi itu.

Kapten Blom, pemimpin Garnisun Manado ditangkap sekitar pukul 03.00, setelah lebih dulu menahan Letnan Verwaayen, pimpinan tangsi militer Teling. Siangnya, pasukan pejuang republik menangkap Komandan KNIL Sulawesi Utara Letkol de Vries dan Residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA. Sehari kemudian, para pejuang menaklukkan kamp tahanan Jepang yang berkekuatan 8.000 serdadu.

Peristiwa ini diberitakan berulang-ulang melalui siaran radio dan telegrafi oleh Dinas Penghubung Militer di Manado, ditangkap dan diteruskan oleh kapal perang Australia SS "Luna" ke Allied Head Quarters di Brisbane. Selanjutnya Radio Australia menjadikannya sebagai berita utama dan ikut disebar-luaskan oleh BBC-London dan Radio San Fransisco Amerika Serikat.

Bagi Belanda, perebutan tangsi militer Teling dan penurunan bendera merah putih biru digantikan Sang Saka Merah Putih oleh kalangan pejuang Indonesia merupakan pukulan telak. Bahkan kekalahan militernya di Manado secara otomatis melumpuhkan provokasinya di luar negeri bahwa perjuangan kemerdekaan di Indonesia cuma terbatas di pulau Jawa.

Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, menurut Belanda yang berkampanye di berbagai forum internasional, bukan perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Perjuangan kemerdekaan Indonesia versi Belanda cuma sebatas di Jawa, sebab menurut Belanda, kekuasaan di daerah-daerah, juga di tanah Minahasa masih dalam genggamannya.

Bangkitnya warga Manado, Minahasa dan seluruh rakyat Sulut merebut kekuasaan dari tangan penjajahan Belanda yang bersumber pada jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 bermakna sangat positif bagi upaya diplomasi Indonesia di luar negeri. Proses ini kemudian diakui mempercepat pengakuan internasional terhadap kemerdekaan RI. Provokasi Belanda gagal total, sebab lewat peristiwa 14 Februari 1946, dunia

Page 9: Pertempuran Merah Putih Di Manado

menjadi yakin, perjuangan kemerdekaaan Indonesia milik seluruh rakyat dari Sabang sampai Marauke.

Belanda gagal memanfaatkan mitos persahabatan Belanda-Minahasa yang dikenal dengan Verbond Minahasa - Nederland (10 Januari 1679) sebagai senjata untuk meninabobokkan warga Minahasa. Sebab, bagi putra-putri Indonesia di tanah Minahasa, persatuan dan kesatuan dalam kemerdekaan Indonesia tidak bisa ditawar-tawar.

Semangat perjuangan nasional di tanah Minahasa seperti ditulis Ben Wowor dalam buku Sulawesi Utara Bergolak juga termotivasi surat rahasia yang dikirimkan Pahlawan Nasional DR GSSJ Ratulangi yang menegaskan, agar pemimpin rakyat menjauhkan diri dari pikiran dan tindakan provinsialistis dan hendaknya menggabungkan diri ke dalam satu perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Surat itu dibawa sekelompok pemuda yang tiba dari Makassar 11 Januari 1946. Kurir pembawa surat Nona Politon yang dititipi surat itu lolos melalui empat pos pemeriksaan.

***

TEKAD menaklukkan tangsi militer Teling yang juga markas Garnisun Manado dicetuskan tanggal 13 Februari 1946, tepatnya jam 18.00 di kantin tangsi itu seusai apel sore oleh sekelompok prajurit pemberani dipimpin Wakil Komandan Regu I Kompi VII Mambi Runtukahu.

Padahal ketika itu, di depan kantin sedang berkumpul sejumlah anggota peleton CPM, namun tidak ada yang berani mendekat karena mengetahui anggota-anggota yang berkumpul di kantin adalah anggota-anggota Kompi VII yang dikenal sebagai kompi macan, kompi pemberani.

Pada jam 21.30, saat apel malam, kelompok pencinta RI itu mulai mempersiapkan diri. Kelompok itu terdiri dari Wakil Komandan Regu I Mambi Runtukahu, Wadanru II Gerson Andris, Wadanru III Mas Sitam, Komandan Verkenner Jus Kotambunan, Anggota Regu IV Lengkong Item dan Verkenner Wehantouw.

Sekitar pukul 24.00, Sersan Piket Sutarkun menginformasikan agar seluruh anggota yang masih di berbincang di luar asrama masuk tidur karena Komandan Kompi VII Letnan Carlier dan Komandan Peleton Serma Wijszer akan mengadakan pemeriksaan malam. Di dalam asrama, kedua tentara Belanda itu menemukan, seluruh anggota Kompi VII sudah lelap tidur.

Tepat pukul 00.30 (14 Februari), seluruh anggota kelompok yang mempersiapkan aksi militer itu memeriksa persiapan akhir. Pukul 00.45, kembali seluruh anggota aksi berkumpul dan menyatukan tekad, masing-masing menyatakan siap mempertaruhkan nyawa bagi RI.

Tepat pukul 01.00, di saat sepi dan tenang, pergerakan dimulai. Pasukan menuju tangsi putih dalam formasi huruf "L". Sebagian pasukan dipimpin Runtukahu dan Kotambunan keluar dari pintu kiri, sedangkan Andris dan Sitam memimpin pasukan keluar dari pintu kanan.

Page 10: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Mereka muncul satu demi satu di depan pos jaga dengan senjata terkokang tanpa peluru sebab siangnya seluruh peluru milik anggota yang dicurigai telah disita petugas atas perintah atasannya.

Pasukan Runtukahu menaklukkan pos jaga dan sekaligus membebaskan CH Taulu dan Wuisan, dua pemimpin aksi yang ditangkap beberapa hari sebelumnya.

Di tangsi putih, para pejuang yang terdiri dari Kotambunan, Sitam dan Lantu menangkap Komandan Peleton I Wijszer dan Komandan Kompi Carlier serta Komandan CPM Belanda. Dalam perjalanan menuju tangsi hitam, pasukan pejuang dihadang peleton KNIL yang setia kepada Belanda, tetapi dengan kemahiran menyerbu, pasukan pro Belanda itu berhasil ditaklukkan.

Pasukan pejuang lalu menguasai seluruh tangsi militer Teling dan berhasil menangkap seluruh pimpinan militer yang tinggal di luar tangsi. Mereka juga berhasil membebaskan teman-temannya yang sempat ditahan di penjara Manado, seperti Freddy Lumanauw dan Pakasi.

Kaum nasionalis yang bergerak dalam perjuangan politik seperti GE Dauhaan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP Hermanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin politik lainnya seperti John Rahasia dan Mat Canon yang meringkuk di tahanan dibebaskan. Pukul 03.00, sementara aksi berlangsung, Wangko Sumanti memerintahkan perobekan helai biru dari bendera Belanda dan menyerahkan kepada Mambi Runtukahu yang selanjutnya bertindak sebagai inspektur upacara penaikan Sang Saka Merah Putih.

Kantor Telepon sejak aksi dimulai dikuasai pegawai yang pro Indonesia seperti oleh No' Tooy, G Sumendap serta beberapa staf lain. Selain itu kelompok pejuang menguasai kantor Dinas Telegrafi Manado.

Setelah menguasai Manado, pasukan pejuang dipimpin Freddy Lumanauw dan Bisman menuju Tomohon, mengendarai dua mobil jeep dan dua truk. Di Tomohon, mereka dihadang seorang serdadu Belanda dengan sejumlah tembakan. Alo Porawouw tertembak dan tewas, sedangkan Freddy Lumanauw yang duduk di sampingnya berhasil lolos, lalu bersama pasukan Bisman menaklukkan serdadu Belanda itu.

Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman dan Komandan KNIL De Vries menyampaikan ultimatum dari Bisman agar De Vries menyerah. Dengan dua tangan terangkat ke atas, Samsuri berjalan sepanjang 200 meter menuju markas De Vries.

Kepada Komandan KNIL Sulut De Vries, Samsuri menjelaskan, pasukan pejuang siap menerkamnya bila tidak segera menyerahkan diri. Untuk meyakinan De Vries, Sigar Rombot, anggota pasukan pejuang juga menjelaskan kepada De Vries, bahwa melawan kehendak para pejuang sama saja dengan mati konyol. De Vries akhirnya berhasil diyakinkan dan menyerah.

Page 11: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Sejak itu, seluruh kantor instansi pemerintah menurunkan di tanah Minahasa bendera Belanda menggantikannya dengan Merah Putih.

***

MENYUSUL kemenangan itu, pemimpin perjuangan Ch Taulu kemudian pada tanggal 15 Februari 1946 mengeluarkan Maklumat Nomor 1 yang berisi, (1) Kemarin malam jam 01.00 tanggal 14 Februari 1946, oleh pejuang-pejuang KNIL dibantu para pemuda telah merebut kekuasaan dari pemerintahan Belanda (NICA)

Sulawesi Utara dalam rangka mempertahankan Kemerdekaan RI yang diproklamirkan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta; (2) Rakyat diminta membantu sepenuhnya perjuangan itu; (3) Kepada pejuang untuk mengambil alih pemerintahan Belanda; (4) Keamanan di seluruh Sulut dijamin Tentara RI Sulawesi Utara; (5) Kantor-kantor pemerintahan harus bekerja seperti biasa; (6) Kegiatan ekonomi harus tetap jalan seperti biasa (pasar-pasar, toko-toko, sekolah-sekolah). Bila ada pasar atau toko tidak buka akan disita; (7) Barangsiapa yang berani melakukan pengacauan berupa penganiayaaan, penculikan, perampokan, pembunuhan dan sebagai akan segera dihukum mati di muka umum.

Pemimpin perjuangan selanjutnya mengeluarkan Maklumat Nomor 2 berisi, "Dimaklumkan bahwa pada tanggal 16 Februari sudah diadakan rapat umum di gedung Minahasa Raad (DPR) yang dipimpin pucuk pimpinan Ketentaraan Indonesia di Sulawesi Utara dihadiri oleh Kepala-Kepala Distrik dan onderdistrik di Minahasa, Raja dari Bolaang Mongondow, Kepala daerah Gorontalo, Pemimpin-pemimpin dan Pemuka-Pemuka Indonesia". Rapat ini telah menetapkan BW Lapian menjadi Kepala Pemerintahan Sipil Sulawesi Utara. Maklumat itu ditandatangani Letkol Ch Taulu, SD Wuisan, J Kaseger, AF Nelwan dan F Bisman.

Untuk melaksanakan pemerintahan sipil, BW Lapan dibantu oleh DA Th Gerungan (keprintahan), AIA Ratulangi (keuangan), Drh Ratulangi (perekonomian), Dr Ch Singal (kesehatan), E Katoppo (PPK), Hidayat kehakiman), SD Wuisan (kepolisian), Wolter Saerang (penerangan), Max Tumbel (pelabuhan/pelayaran).

Bersamaan dengan peringatan Valentine's Day, masyarakat Manado memperingati hari Merah Putih. Hari yang menunjukkan komitmen perjuangan orang Manado ini dalam membela dan mempertahankan Pancasila hampir dilupakan publik Manado yang lebih fokus pada perayaan kasih sayang.

"Semangat 14 februari itu perlu dilestarikan berhubung orang-orang yang bergerak dalam peristiwa itu mengikuti perjuangan dari Sam Ratulangi," ujar Dr. Bert Supit, akademisi dan budayawan Sulawesi Utara lewat telepon Senin (14/1) kepada SUARAMANADO.

Perjuangan Sam Ratulangi didasarkan atas kesetiaan pada proklamasi yang berdasarkan Pancasila, terang Bert. "Tetapi, sekarang ini, penerapan Pancasila sebagai ideologi negara

Page 12: Pertempuran Merah Putih Di Manado

semakin tidak menentu. Sudah kacau. Jadi, kalau negara ini mau tetap setia, maka semua ideologi agama itu harus dilarang. Kalau tidak, maka semangat 14 Februari itu tidak berlaku lagi," tegasnya.

Saat ditanya apa yang dimaksud dengan ideologi agama Bert mencontohkan beberapa organisasi di bawah agama dengan ideologi tertentu yang sudah berani membuat peraturan-peraturan yang berdasarkan asas-asas tertentu.

"Jika demikian yang terjadi di tanah air ini, maka semangat Pancasila tidak berlaku lagi," tegasnya. Kontrak 17 Agustus harus tetap murni, tidak ada lagi pertentangan-pertengan tentang ideologi yang sudah disusun sejak negara ini didirikan. Semangat merah putih adalah semangat mempertahankan ideologi Pancasila, tambahnya lagi.

Supit mengaku miris melihat kondisi pemimpin dan para elit politik saat ini yang terkesan abu-abu, dan dapat dikatakan tidak lagi setia dengan kontrak kemerdekaan yang oleh Supit diindikasikan lebih membela kepentingan kekuasaan atau partai politik.

Peristiwa Merah Putih terjadi pada tanggal 14 Februari 1946 merupakan bukti komitmen orang Manado terhadap negara Republik Indonesia yang pada saat itu dianggap pro Belanda. Kejadian itu benar-benar merupakan ekspresi orang Manado yang ‘menelanjangi’ kolonial Belanda.

Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946

Oleh Ben Wowor

PADA 7 Februari 1946 seluruh rencana telah rampung sampai pada tindakan-tindakan darutat serta pengamanan bilamana terjadi sesuatu kemacetan. Rencana ini telah pula diberitahukan kepada BW Lapian dalam suatu rapat rahasia yang diadakan pada hari itu di rumahnya di Singkil, Manado Utara. Juga turut dalam perundingan PM Tangkilisan, juga telah dihubungi No Ticoalu dan dr Tumbelaka. Situasi Markas Besar KNIL di Tomohon senantiasa diberitahukan oleh AS Rombot melalui FW Sumanti yang bertindak sebagai ordonans umum.

Pembagian tugas yang ditetapkan oleh Ch Taulu dan SD Wuisan sebagai berikut:1. Kompi-VII dijadikan combat troop, dipimpin Mambo Runtukahu, Yus Kotambunan, Gerson Andris, Mas Sitam, Lengkong Item dan Niko Anes. Mereka menguasai dan mengamankan perwira-perwira Belanda KNIL dan NICA.2. Yang pertama harus dikuasai bahan makanan, senjata, mesiu dan pakaian.3. Kompi-148 dibawah pimpinan Wim Waney, dibantu Wim Tamburian, Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga, Bert Sigarlaki, Samel Kumaunang, Oscar Rumambi, setelah dapat dikuasai tempat-tempat suplai tersebut, harus menjalankan -aksi penangkapan terhadap anggota tentara Belanda dan pejabat-pejabat NICA di rumah mereka.4. SD Wuisan menguasai Kompi-143 dan akan mengawasi kamp tawanan Jepang di Girian-Bitung; Sigar Mende dan Polet Malonda Kompi-144 di Manado dan Suparmin Kompi-142 di Tomohon.

Page 13: Pertempuran Merah Putih Di Manado

5. Pengamanan markas besar di Tomohon dan telekomunikasi ditugaskan kepada telegrafis-markonis AS Rombot yang selanjutnya akan menguasai semua dinas radio.No Tooy menguasai semua dinas telepon dan Maurits Rotinsulu dinas pengangkutan.6. Kurir-kurir istimewa untuk menghubungi pemuda-pemuda di Manado, Tondano dan pedalaman Minahasa adalah No Korompis, Gustaf Sumarauw, Jan Sambuaga dan Wim Tamburian.

Penangkapan di Kalangan MiliterPada 28 Januari 1946, Freddy Lumanauw dan Mantik Pakasi dipanggil Komandan Garnisun, Kapten Blom, dan langsung dibawa ke penjara karena ada laporan bahwa mereka sedang mengatur komplot untuk menggulingkan kekuasaan KNIL di tangan Belanda. Pada 31 Januari Lumanauw dan Mantik dibawa di bawah pengawalan MP ke Tomohon dan langsung diperiksa oleh Oditur Militer Mr OE Schravendijck. Pada hari itu mereka dikembalikan ke penjara Manado karena mereka tidak bersedia mengungkapkan sebab dan latarbelakang sehingga mereka mulai berkomplot. Selama dalam tahanan ini mereka diberitahu oleh Frans Korah tentang perkembangan rencana persiapan kup yang diatur oleh Taulu, Wuisan dan Sumanti.

Pada 6 Februari 1946 mereka kembali diperiksa di Tomohon, dimana kepada mereka dinyatakan oleh Oditur Militer bahwa sudah diperoleh bukti yang jelas menunjukkan, bahwa mereka pada 1944 telah dikirim ke Sulut dengan tugas khusus dari Dr Ratulangi yang kini berada di Makassar untuk melaksanakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Lumanauw yakin bahwa mata-mata Belanda telah mengikuti pembicaraan dalam perundingan-perundingan rahasia dari pasukan Tubruk dan Schravendijck telah mengadakan pengecekan dengan atasannya di Jakarta. Proses pengusutan ini akan membawa mereka ke sidang mahkamah militer, namun mereka tidak bersedia menuturkan mission yang diberikan oleh Ratulangi pada waktu mereka diberangkatkan dari Jakarta itu.

NICA menjadi gelisah karena setelah gerakan-gerakan pemuda berhasil ditekannya, malah tubuh dan aparatnya sendiri, yakni KNIL, telah disusupi oleh musuh-musuh Republik yang berpemerintahan pusat di Jogyakarta.

Kemudian pribadi-pribadi Taulu dan Wuisan semakin besar mendapat perhatian dan sorotan dari pimpinan KNIL.

Opsir-opsir Belanda telah beberapa kali mengadakan pertemuan antara mereka sendiri, yakni Blom, Verwaayen, De Leeuw, Molenburgh, Brouwers dan lain-lain untuk menemukan jalan, cara bagaimana mereka dapat menumpas gerakan-gerakan bawah tanah dalam tubuh KNIL, supaya tidak menjalar ke seluruh jajaran KNIL. Mereka semakin bingung, karena setelah penangkapan pemuda-pemuda pada 9 Januari lalu dan kemudian pada 28 Januari Lumanauw dan Pakasi diamankan di penjara, sebenarnya sudah tidak ada lagi anasir-anasir Republik yang mereka harus takuti.

Pada 9 Februari pimpinan KNIL mengambil tindakan pengamanan di kompleks tentara Teling dengan menangkap anggota komplotan Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga dan Wim Tamburian. Mereka ini dikunci dalam sel Tangsi Putih. Bukti kegiatan mereka, termasuk menghubungi pemuda-pemuda ekstremis dan pejabat-pejabat tertentu yang dicurigai, sudah

Page 14: Pertempuran Merah Putih Di Manado

cukup jelas bagi NICA setelah dicek dengan laporan-laporan yang masuk.

Taulu dan Wuisan Masuk SelNamun, keadaan menjadi makin tegang. Pada 13 Februari, jam 9 pagi, Furir Taulu dipanggil komandan Kapten Blom dan setelah senjatanya dilucuti oleh sersan-mayor Brouwers, maka ia dimasukkan dalam sel tahanan.

Tidak berapa lama Sersan Bisman dipanggil oleh Kapten Blom, tetapi ia tidak ditahan, mungkin karena ia memiliki tanda jasa dari Tentara Sekutu. Bisman dalam Perang Dunia ke-2 mendapat latihan intelejen di Australia dan sering turut dalam kapal selam Sekutu untuk dilepaskan di perairan daerah musuh untuk mencari tahu kekuatan tentara Jepang, seperti yang dilakukannya di Tarakan dan di Manado pada 1944.

Selanjutnya Komandan Kompi VII, Carlier, dipanggil oleh Komandan Korps, Kapten Blom, yang menanyakan kepadanya bagaimana dengan keadaan Kompi VII. Dijawab oleh Letnan Carlier bahwa Kompi VII dapat mengamankan seluruh Sulut, karena prajurit-prajuritnya banyak berpengalaman dalam perang yang baru lampau, lagipula kompi ini adalah pemberani, namun patuh dan setia pada atasannya.

Mambi Runtukahu Memelopori AksiYang memelopori aksi adalah Peleton I: Mambi Runtukahu, Wkl Kmd Regu I, Gerson Andris, Wkl Kmd Regu II, Mas Sitam, Wkl Kmd Regu III, Yus Kotambunan, Kmd Verkenner, Lengkong Item, Angg regu IV dan Wehantouw Verkenner.

Kota Manado DikuasaiDi penjara Manado para tahanan nasionalis pada tengah malam itu dengan hati berdebar-debar menunggu saat dimulaikan aksi di Teling. Karena mereka juga telah diberitahu tentang saat dan awal aksi ini sebelumnya melalui titipan surat yang disembunyikan dalam makanan. Mereka amat cemas dan hampir saja putus asa ketika mendengar bahwa unsur-unsur pimpinan pemberontakan sudah tertangkap.

Ketegangan memuncak ketika pintu besi dari penjara berbunyi gemerincing: Apakah aksi telah gagal dan Belanda akan memperkeras tindakan-tindakan penekanan? Demikianlah Lumanauw dan Pakasi bertanya-tanya. Melalui trali-trali sel tampaklah pada mereka bukanlah Polisi Militer (PM) yang muncul melainkan kawan-kawan Frans Lantu dan Yus Kotambunan. Mereka memasuki halaman penjara dengan menyandang beberapa perlengkapan senjata serta didampingi oleh sipir yang membawa kunci-kunci. Semuanya lalu bersorak-sorak gembira. Lumanauw dan Pakasi diberikan masing-masing senapan dan pistol, karena mereka harus melanjutkan tugas untuk menyelesaikan aksi kup itu yang tengah berjalan dan masih berbentuk tanda tanya.

Kaum nasionalis yang selama ini meringkuk dalam tahanan semuanya dibebaskan. Tampak di antara mereka tokoh-tokoh perintis nasional seperti GE Dauhan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP Harmanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin-pemimpin pemuda BPNI, John Rahasia dan Mat Canon.

Komandan Garnisun Manado, Kapten Blom, yang berdiam di Sario dibangunkan oleh ajudannya

Page 15: Pertempuran Merah Putih Di Manado

dengan kata-kata: ‘’Kapten diminta datang segera ke Teling karena keadaan agak berbahaya. Letnan Verwaayen mendesak agar segera datang!’’ Juga ditegaskan oleh ajudannya, bahwa para pengawal sudah siap menunggu di luar dengan sebuah jeep, bahwa perjalanan aman dan penjagaan cukup kuat.

Pada subuh hari semua tentara Belanda dimasukkan dalam tahanan di Teling dan selebihnya dibawa ke penjara untuk menggantikan para tahanan nasionalis yang telah dibebaskan.

Sang Saka Merah Putih BerkibarPada jam 03.00 di markas tentara di bukit Teling, sewaktu aksi penangkapan sedang berjalan, maka Wangko Sumanti yang memberikan perintah, mengambil bendera Belanda (merah-putih-biru) yang disimpan di rumah jaga, merobek helai birunya dan menyerahkan bagian dwi-warna kepada Mambi Runtukahu yang sudah siap sebagai inspektur upacara menunggu dekat tiang bendera. Secara hikmat bendera Merah Putih digerek oleh Kotambunan dan Sitam untuk kemudian berkibar pada saat fajar menyingsing di bumi Sulut.

Ternyata pasukan-pasukan KNIL yang ada di Tomohon dan Girian masih dikuasai oleh perwira-perwira Belanda dan perlu mendapat penyelesaian dari Manado. Perintah dan persiapan dilakukan oleh Wangko Sumanti untuk meneruskan aksi kup ini di Tomohon dan Girian.

Tomohon Diserbu: Korban di Kedua Belah PihakSegera Frans Bisman dan Freddy Lumanauw ditugaskan dengan dua peleton siap tempur untuk menuju Tomohon. Pada jam 04.30 14 Februari mereka berangkat dengan empat kendaraan, yaitu 2 jeep dan 2 truck/power. Jeep depan berbendera Merah-Putih dikendarai oleh Frans Bisman dengan beberapa pengawal penembak bren, menyusul jeep kedua dengan perlengkapan dan pengawalan yang sama; yang ditempati oleh Freddy Lumanauw.

Di luar Kota Manado konvoi ini sedikit mengalami hambatan karena jeep terdepan terjerumus dalam selokan, sehingga agak memakan waktu untuk menariknya, namun tak ada kerusakan apa-apa.

Gelaerts, demikian nama sersan Belanda itu, berada di Manado waktu terjadi kup tengah malam dan ia langsung mengendarai motornya ke Tomohon untuk memberitahukan kejadian ini kepada Komandan De Vries setelah hubungan telepon terputus.

Sewaktu mau kembali ke Manado pagi itu dan berada di pompa bensin untuk mengisi minyak ia berpapasan dengan pasukan penyerbu dari Bisman.

Ultimatum Kepada Komandan KNIL Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman dan Komandan KNIL De Vries, membawa ultimatum dari Bisman agar De Vries dengan seluruh pasukan-pasukannya di Tomohon ialah Kompi-142 dan satu kompi stafnya menyerahkan diri. Dengan dua tangannya diangkat ke atas, Samsuri menempuh jarak duaratus meter lebih menuju ke Markas De Vries, di mana komandan ini sudah siap dengan stellingnya.

Samsuri menjelaskan kepada De Vries bahwa pasukan dari Manado telah tiba di persimpangan

Page 16: Pertempuran Merah Putih Di Manado

jalan di depan kantor polisi Tomohon dan meminta Overste De Vries bersama pasukannya di Tomohon menyerahkan diri.

Samsuri kembali untuk menyampaikan jawaban ini dan untuk kedua kalinya Bisman memerintahkan Samsuri untuk memberitahukan De Vries bahwa pasukan dari Manado akan segera mengadakan serangan.

Mendengar akan ultimatum terakhir ini maka De Vries memutuskan dan menyampaikan kepada Samsuri bahwa ia akan menyerahkan diri bersama pasukan-pasukan di Tomohon, termasuk para penguasa sipil NICA kepada pasukan Bisman.

Kup Berhasil dan Penguasa-penguasa Belanda Tertawan Upacara penyerahan berlangsung dengan pelbagai campuran perasaan bagi kedua pihak masing-masing. Komandan KNIL itu terharu dan bercucuran air mata ketika bendera merah-putih-biru disobek helai birunya dan dwi-warna Merah-Putih dinaikkan pada tiangnya. Atas permintaan Bisman maka De Vries menuju ke kendaraan yang tersedia dan bersama-sama mereka menuju ke kantor polisi untuk meneruskan perjalanan ke Manado.

Residen Coomans de Ruyter, Komandan NICA, diambil dari tempat kediamannya di rumah sakit RK Gunung Maria, begitu anggota-anggota Staf NICA lainnya yang berada di Kaaten-Tomohon dikumpulkan di kantor polisi dan dengan sebuah truk mereka langsung dibawa ke tempat penampungan di Manado.

Suatu pasukan kecil di bawah pimpinan Freddy Lumanauw masih harus meneruskan tugas operasi ke pedalaman Minahasa. Pengemudinya Oscar Pandeiroth menggantikan Alo Porayouw yang telah gugur sebagai seorang pahlawan kemerdekaan dan menjadi pahlawan 14 Februari 1946 yang pertama.

Suatu peristiwa yang menegangkan yang diceritakan Freddy Lumanauw kemudian, ialah ketika dalam persiapan untuk menyerbu markas De Vries, kedapatan olehnya bahwa peluru-peluru yang dibawa pasukan tidak cocok dengan senjata Lee Enfield, karena buatan Jepang. Wangko Sumanti di Teling Manado segera dihubungi melalui telepon dan ternyata memang ada kekeliruan dan diakui Sumanti sebagai keteledoran akibat kesibukan pada waktu pasukan disiapkan di malam buta untuk dikirim ke Tomohon. Seandainya ada terjadi penyerbuan dan pertempuran maka senapan-senapan yang dibawa akan tidak berdaya dan tidak ada gunanya.

Pengamanan di kota-kota kecamatan di Minahasa disertai dengan penurunan bendera Belanda dan diganti dengan penaikan bendera Merah-Putih, berlangsung di instansi-instansi pemerintah dan polisi setempat di bawah pimpinan Freddy Lumanauw. Berturut-turut di Tondano, Remboken, Kakas, Langowan dan Kawangkoan, selesai upacara bendera dilakukan penertiban seperlunya di kalangan pamong-praja dengan mendapat bantuan penuh dari pasukan-pasukan pemuda.

Penyelesaian di Kamp Tawanan JepangPada subuh 14 Februari 1945, juga suatu pasukan dari Manado di bawah pimpinan Maurits Rotinsulu yang ditugaskan ke Girian untuk menguasai kamp tawanan Jepang, berhasil

Page 17: Pertempuran Merah Putih Di Manado

menangkap anggota-anggota tentara Belanda di asrama Girian dengan bantuan Samel Kumaunang dan Hans Lengkoan, namun komandan kampemen tawanan yang bermarkas di Wangurer, Letnan Van Emden, bertahan dan tetap menguasai seluruh kamp tawanan itu. Perwira ini tidak mengakui penyerahan pimpinan KNIL kepada pihak pemberontak, sedangkan ia adalah komandan dari Sekutu. Malah ia sempat menahan seorang anggota pasukan Rotinsulu yang bernama Makalew.

Setelah kegagalan ini dilaporkan kepada Taulu, maka Taulu bersama Sumanti pergi ke Sario untuk meminta perintah tertulis dari Kapten Blom buat Van Emden, agar ia segera menyerahkan diri kepada pasukan Sumanti yang akan dikirim ke Girian.

Bert Sigarlaki yang adalah ordonans tetap untuk Van Emden diterima untuk masuk ke dalam kampemen dan menemui Van Emden. Setelah surat dari Blom dibacanya, maka surat itu diludahinya dengan melemparkan kata-kata kotor kepada alamat Blom seraya menyentak bahwa semua mereka sebangsa di Manado adalah pengecut dan bukan militer.

Kumaunang dan Lengkoan yang menguasai asrama tentara di Girian memikirkan suatu siasat lain untuk menangkap Van Emden, yaitu menunggu saatnya mereka berdua memegang pos di kamp tawanan di lokasi Wangurer.

Begitulah pada 17 Februari 1946 pada jam 06.00 pagi kedua pejuang ini masuk dalam kelompok jaga, seluruhnya terdiri dari 8 orang. Mereka ini sepakat untuk menunjuk Samel Kumaunang yang akan menangkap Van Emden, mengingat tubuhnya yang besar dan kekar akan dapat menguasai perwira Belanda itu, bila terpaksa harus adu kekuatan.

Tidak lama kemudian muncul komandan itu dengan jeepnya, lengkap dengan senjata dua pistos pada masing-masing pinggangnya dan satu stegun yang disandang. Waktu ia turun dari kendaraannya menuju ke pos, Kumauang berseru: '‘Komandan, Green bizonderheden!’’ (tidak kurang apa-apa dalam penjagaan), namun disambungnya lagi: ‘’Letnan, kenapa kami tidak dapat jatah rokok dari Manado, apakah saya boleh merokok?’’ ‘’Oh, tentu saja’’, jawab Van Emden, dan tangannya sibuk memeriksa dan mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Ketika ia menyampaikan sebatang rokok sambil menyiapkan apinya kepada Kumaunang, maka secepat kilat tangan letnan yang diulurkan itu ditarik dengan sekuat-kuatnya, badannya condong jatuh ke depan dan setelah tangannya itu diputar, stegun jatuh ke tanah dan kedua pistolnya dapat dilucut oleh Kumaunang. Pada saat itu kawan-kawan lain menyergap perwira itu, mengikat kedua tangan kakinya dan menyeretnya ke dalam jeep. Ia dibiarkan dalam keadaan terikat dan di bawah pengawasan, sampai seluruh kampemen tawanan dan penjagaan telah ditertibkan dan dapat berjalan normal kembali, kini di bawah kekuasaan Tentara Nasional Indonesia.

Para anggota tentara Belanda lainnya sudah lebih dahulu diangkut secara terpisah dari komandan kampemen dengan adanya berita: ‘’Perintah dari korps komandan supaya para perwira dan perwira bawahan harus segera berkumpul di Manado tanpa membawa senjata’’.

Kemudian rombongan yang dipimpin oleh Kumaunang mengantar Van Emden ke Manado, disusuli rombongan dari Sumanti yang ditugaskan oleh Taulu dengan maksud yang sama.

Page 18: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Di sepanjang jalan rakyat menyambut kemenangan ini dengan sorak-sorakan ‘’Hidup Merah Putih’’. Dalam kup selama beberapa hari ini semua warga Belanda dari KNIL maupun dari NICA berhasil ditawan. Seorang pengusaha perkebunan Belanda, Van Loon, yang coba melarikan diri dengan perahu kecil ke Ternate, terpaksa harus kembali di pantai Likupang dan ia langsung menyerahkan diri.

Monumen Perjuangan

MONUMEN Perjuangan Rakyat Bali memang merupakan monumen yang memiliki simbol-simbol yang mengabadikan jiwa perjuangan rakyat Bali dari zaman ke zaman, yang dapat memberikan inspirasi dalam mengisi pembangunan. Munculnya pahlawan-pahlawan dalam masa-masa merebut kemerdekaan, tidak terlepas dari masa-masa sebelumnya. Kebanggaan akan kejayaan masa lampau merupakan modal utama untuk menghargai warisan budaya bangsa. Budaya bangsa memiliki nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan dan dapat memberikan keteladanan. Monumen Perjuangan Rakyat Bali memvisualisasikan kehidupan perjuangan masa lampau dalam bentuk diorama, sebagai pencerminan jalannya sejarah rakyat Bali dari masa prasejarah sampai masa pembangunan di zaman kemerdekaan. Bentuk dan perwujudan monumen ini mencerminkan falsafah kehidupan rakyat Bali yang disinari keagungan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai pencipta alam semesta, serta memberi kekuatan dalam sejarah perjuangan rakyat Bali dan kehidupan yang sejahtera.

Kemonumentalan wujud monumen ini diperlihatkan oleh wujud yang tinggi menjulang di atas pelataran yang luas. Keanggunan dan kewibawaannya sangat ditunjang oleh wujud simbolik dan ornamentiknya. Wujud arsitektural monumen ini mengkombinasikan falsafah lingga-yoni dan pemutaran Mandhara Giri di Ksirarnawa. Falsafah pemutaran Mandhara Giri ini identik dengan perputaran bumi pada sumbangan yang juga sekaligus mengelilingi matahari, sehingga menimbulkan konsep ruang dan waktu, serta terjadinya siklus kehidupan. Keabadian akan bisa diperoleh jika orang mampu menemukan intisari ajaran Tuhan, melalui proses pelaksanaan dan pemahaman ajaran-Nya dalam siklus kehidupan. Unsur-unsur dari kisah pemutaran Mandhara Giri ini kemudian diwujudkan ke dalam berbagai bentuk dalam satu-kesatuan wujud arsitektur monumen.

Secara struktural vertikal, monumen ini tersusun dalam Tri Angga atau tiga struktur badan. Bagian atas (Utama Angga) monumen merupakan wujud bajra, bagian

Page 19: Pertempuran Merah Putih Di Manado

tengah (Madya) berwujud bangunan segi delapan, dan bagian bawah (Nista) berwujud bangunan segi empat.

Sedangkan dalam struktur horisontal, Utama Mandala (pelataran atas) monumen berwujud gedung pusat monumen yang dikelilingi telaga dan jalan setapak, serta dibatasi tembok sekelilingnya dan dilengkapi kori agung. Di luar gedung induk, pengunjung bisa menikmati suasana lingkungan akan sekitar. Madia Mandala merupakan pelataran tengah monumen berupa jalan setapak yang dibatasi tembok halaman dan dilengkapi empat candi bentar pada keempat sisinya. Di pelataran tengah monumen inilah dibangun ruang diorama berjumlah 33 unit, yang memajang miniatur perjuangan rakyat Bali.

Sedangkan Nista Mandala merupakan pertamanan dan tempat duduk santai, parkir di pelatan luar/bagian depan dari momumen. Pada zona Nista Mandala (lantai gedung terbawah) dilengkapi ruang informasi, perpustakaan, ruang pameran, ruang pertemuan, administrasi dan toilet. Di tengah-tengah ruang terdapat telaga Puser Tasik, delapan. Tiang Agung dan jalan tangga naik simbol tapak dara (tanda keramat penolak bala).

***

Wujud bajra (genta) di bagian atas monumen merupakan simbol senjata Dewa Iswara yang juga disebut Dewa Siwa, salah satu manifestasi Tuhan dalam Tri Murti atau Tri Sakti. Kelima ujung bajra di atas monumen adalah simbol Panca Dewa yang dalam kesatuannya disebut Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa). Simbol Tuhan Yang Maha Esa juga diwujudkan ke dalam bentuk bangunan segi delapan dan teratai berdaun delapan (Asta Iswarya).

Sedangkan wujud-wujud simbolik nasionalisme bangsa Indonesia, antara lain diwujudkan dalam ukuran tinggi monumen dari dasar sampai puncak, setinggi 45 meter, merupakan simbol tahun kemerdekaan Indonesia 1945. Dan jumlah anak tangga Kori Agung monumen yang berjumlah 8 buah, simbol bulan kemerdekaan Indonesia (Agustus).

Nilai-nilai perjuangan rakyat Bali digali dari makna yang terkandung dari keberhasilan para Dewa memperoleh Tirta Amerta dari kisah pemutaran Mandhara Giri di Ksirarnawa yang dilakukan oleh para Dewa dengan para Daitya dengan kerja keras, tekun dan ulet, tanpa mengenal lelah.

Page 20: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Sedangkan semangat kepahlawanan rakyat Bali tercermin dari diorama yang diwujudkan di dalam bangunan monumen. Diorama ini berjumlah 33 buah, menggambarkan perjuangan rakyat Bali dari masa pra sejarah sampai pada pembangunan di zaman kemerdekaan sekarang. Jiwa kepahlawanan akan tampak apabila kita mencermati dengan seksama diorama yang melukiskan Perang Jagaraga di Buleleng (16 April 1949), Puputan Badung (20 September 1906), Puputan Klungkung (28 April 1908) dan Puputan Margarana (20 November 1946). Peperangan ini terjadi karena rakyat Bali berjuang untuk membela Nusa dan Bangsa dan rela mati demi membela kebenaran.

***

Diorama yang terdapat di dalam gedung di zona tengah (Maha Mandala), memajang 33 unit adegan peristiwa dalam bentuk miniatur. Setiap unit menghabiskan lantai 3x2 meter dan tinggi 3 meter. Proses pengamanan diorama ini dilakukan dari arah timur memutar ke selatan, ke barat, ke utara dan kembali ke timur -- searah jarum jam. Leretan putaran diorama ini terdiri dari dua lapis. Leretan putaran luar terdiri dari unit 1 sampai 21. Kemudian leretan putaran tengah dimulai dari unit 22 sampai 33.

Urutan 1 dan 2 memajang kehidupan rakyat Bali masa pra sejarah (300.000 SM - 800 M). Urutan 3 sampai 15 memajang perjuangan rakyat Bali periode Bali kuno sampai kerajaan-kerajaan setelah masuknya pengaruh Majapahit (900 M - Abad ke-16). Urutan ke 16 sampai 33 memajang perjuangan rakyat Bali periode 1945 - 1945. Pada unit-unit ini dapat dilihat diorama peperangan kerajaan-kerajaan di Bali melawan Belanda, perjuangan para pemuda-pemuda Bali melawan Belanda, termasuk Puputan Margarana dan terakhir berkaitan dengan rakyat Bali mengisi kemerdekaan, dengan pembangunan di segala bidang.

Dengan demikian, monumen yang dilengkapi diorama ini berupaya mengabadikan peristiwa perjuangan rakyat Bali dalam bentuk monumen. Dengan mengunjungi monumen ini, diharapkan pengunjung dapat mencermati peristiwa perjuangan-perjuangan rakyat Bali dengan mudah, sehingga dapat dihayati dan nilai-nilainya dapat diwarisi, terutama dalam konteks mengisi kemerdekaan dalam pembangunan di segala bidang.

Selain bertujuan untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan dan jiwa patriotisme rakyat Bali, monumen ini juga secara simbolik memvisualkan bahwa perjuangan rakyat Bali tersebut diberkati oleh

Page 21: Pertempuran Merah Putih Di Manado

keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan dijiwai oleh budaya Bali. Karena itulah wujud monumen ini memiliki nilai-nilai simbolik yang bersifat sosial religius, berkaitan dengan perjuangan rakyat Bali, kebudayaan Bali dan masalah Ketuhanan.Bali merupakan pulau yang terkenal karena keindahan alam serta ketinggian seni budayanya, getaran revolusi 17 agustus 1945 mengisi setiap dada rakyat Bali. Proklamasi 17 Agustus memanggil setiap putra Bali untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan itu.Daerah Buleleng merupakan daerah Bali bagian utara yang pertama kali didatangi oleh pasukan NICA (Belanda) pada tanggal 27 Oktober 1945. Sejak saat pendaratan Belanda tersebut, kemudian terjadi pertempuran di berbagai tempat di Buleleng. Hadangan, Sergapan – sergapan secara gerilya dilakukan terhadap iringan (konvoi) pasukan Belanda oleh masyarakat pribumi. Demikianlah di dalam rapat M.B.O. Bali yang antara lain dihadiri oleh : Ketut Wijana, Wayan Nur Rai, I Dewa Made Suwija, Made Wijakusuma, yang bertempat tinggal di Muduk Pengorengan, timbullah ide dari seorang pejuang untuk berkaul kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang merupakan pegangan satu-satunya bagi para pejuang saat seperti itu. Setelah mulai musyawarah-musyawarah maka para pejuang bersepakat untuk berkaul, bahwa : “Bila perjuangan R.I. menang, nanti para pejuang akan membangun sebuah pura republik“.Juga telah disepakati bahwa di pura tersebut akan ditanam dua buah batang pohon beringin sebagai lambang Sang Saka Merah Putih yang di taman masing-masing di jeroan dan di jabaan. Seiring berjalannya waktu, maka pada tanggal 17 januari 1948 di tanah milik Bapak Wirta tersebut dilakukan upacara penyampain Ikrar, dimana puncak acaranya ialah penanaman dua batang pohon beringin yang berjarak 17 meter arah utara selatan. Setelah semua akan diperkirakan berjalan lancar maka pada tanggal 28 maret 1966 diundanglah para tokoh-tokoh untuk mengadakan rapat di gedung D.P.R.G.R. Buleleng (Singaraja) guna membicarkan kemungkinan pelaksanaan pembangunan Pura Republik yang diiklarkan. Tindakan lebih lanjut adalah pembentukan panitia pembangunan, dimana pada tanggal 31 maret 1966 merupakan peletakan batu pertama dalam pembuatan pura dan monumen Bhuwana Kerta. Pelaksana pembangunannya adalah C. V. Dharma dengan pengawas teknis P.U seksi Buleleng serta dibantu oleh masyarakat buleleng secara gotong royong.Sehingga dari gambaran umum diatas, keberadan monumen dan pura Bhuwana Kerta sangatlah penting. Maka dari itu, kami berusaha untuk mengkaji lebih lanjut mengenai keberadaan dan sejarah pendirian monumen Bhuwana Kerta dalam tulisan yang kami beri judul “Sejarah Pembangunan Monumen Bhuwana Kerta”. Daerah Buleleng yang merupakan daerah Bali bagian utara pertama kali didarati oleh pasukan NICA (Belanda) pada tanggal 27 Oktober 1945. kapal perang Belanda mendekati Pelabuhan Buleleng dan kemudian menurunkan pasukannya didahului oleh tembakan-tembakan gencar ke arah pantai. Para pejuang Buleleng telah siap untuk menyerbu mereka. Tetapi karena tembakan dari kapal serta sederhananya persenjataan yang dimiliki sehingga usaha untuk menahan pendaratan pasukan Belanda itu menjadi gagal.Keadaan yang demikian ini menyebabkan para pemuda pejuang mejalankan perang gerilya. Mereka bergerak, berpindah-pindah dari daratan yang satu ke daratan yang lain atau dari puncak bukit yang satu ke puncak bukit yang lain.setiap menyelesaikan suatu penyergapan terhadap konvoi Belanda, mereka kemudian secepatnya berpindah untuk menghindari kejaran pasukan Belanda. Siasat perang gerilya ini cukup menyulitkan pihak Belanda walaupun mereka memiliki persenjataan yang lebih lengkap. Perlu dicatat bahwa pada penyerbuan pasukan yang mendarat di Pelabuhan Buleleng telah gugur seorang pejuang bernama Ketut Mertha.Menyadari bahwa di dalam suatu gerakan diperlukan suatu organisasi yang sempurna maka oleh segenap pejuang di Buleleng dibentuklah Markas Besar Dewan Perjuangan Republik Indonesia (M.B.D.P.R.I) yang dipimpin oleh Ida Bagus Indra.Untuk memudahkan pengaturan serta komunikasi maka wilayah Buleleng dibagi atas 4 staf yaitu :1) Staf Timur yang terdiri dari daerah Tejakula, Kubutambahan dan Sawan. Untuk daerah ini dikoordinir oleh antara lain : Pak Cilik, Intaran, Seputra, Hartawan, Mataram dan lain-lain.2) Staf Selatan meliputi daerah Sukasada yang dikoordinir oleh Ida Komang Utara.3) Staf Barat yang meliputi daerah Banjar, Seririt (Pengastulan), dikoordinir oleh Mertha Pastima.4) Staf Kota yang meliputi daerah sekitar kota Singaraja dikoordinir oleh Ketut Serutu.Seperti yang dijelaskan bahwa pasukan Buleleng tergabung dalam Resimen Sunda Kecil di bawah pimpinan

Page 22: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai.Sejak saat pendaratan Belanda tersebut, kemudian terjadi pertempuran di berbagai tempat di Buleleng, hadangan, sergapan-sergapan secara gerilya dilakukan terhadap iringan (konvoi) pasukan Belanda. Tahun 1946 merupakan tahun terbanyak terjadi pertempuran-pertempuran di Buleleng karena semangat yang berkobar-kobar. Pejuang Gde Muka Pandan gugur pada tanggal 3 April 1946 saat pengurungan di kota Singaraja.Pada tanggal 27 Oktober 1946 konvoi Belanda dihadang oleh para pejuang di Pangkung Bangka di jalan yang dilalui oleh konvoi berbelok-belok dan menanjak serta berjuang dalam di kanan-kirinya. Para pejuang yang terlibat dalam pertempuran tersebut antara lain: I Gusti Ngurah Mayor, Wayan Mudana, Nyoman Oka (Api) dan lain-lainnya. Dalam pertempuran tersebut telah gugur 9 (sembilan) orang pejuang yaitu :1) Ketut Mas2) Made Sukedana3) Gede Natih4) Wayan Kenak5) Wayan Jirna6) Ketut Putra7) Pan Subandra8) Toyang9) Ketut SukaKini di di tempat pertempuran tersebut didirikan sebuah monumen untuk memperingati jasa para pahlawan tersebut. Beberapa pertempuran yang patut diketengahkan ialah : pertempuran di Patas, dimana terlibat beberapa pejuang antara lain I Gusti Ngurah Partha, Sanusi dan lain-lain. Dua orang telah gugur dalam pertempuran itu yaitu Bagus Ketut Gelgel dan Moch. Ajir.

Kemudian terjadi pula pertempuran di Sekumpul dimana gugur empat orang pejuang, yaitu :1) Pan Kayun2) Pan Wenten3) I Gulem4) Pan RajengDi daerah Buleleng bagian timur misalnya di Bondalem terjadi juga pertempuran yang mengakibatkan 29 orang pejuang gugur.Seperti diketahui sejak pertempuran Margarana maka Pusat Perjuangan (MBO) di Bali dipindahkan ke Bali yaitu di Munduk Pengorengan. Oleh sebab itu M.B.D.P.R.I. Buleleng menggabungkan diri dengan M.B.O. Bali. Tokoh-tokoh yang mengkordinir Pusat Perjuangan itu antara lain: Ketut Wijana, Wayan Nur Rai, Dewa Made Suwija dan lain-lain. Ruang gerak makin sempit setelah terbentuknya Negara Indonesia Timur sebagai akibat perjanjian Renville. Bali dipimpin oleh Dewan Raja-raja yang merupakan alat kolonialisme Belanda sehingga menyebabkan keadaan para pejuang menjadi sulit. Kendatipun demikian semangat rakyat untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap menyala dan hidup dalam di kalangan rakyat. Hal ini terbukti dari adanya demostrasi rakyat di Buleleng pada Raja Buleleng yang menuntut agar Bali tetap masuk Republik yang berpusat di Yogya. Walaupun para demonstran dihadang oleh pasukan Belanda bersenjata lengkap namun semangat rakyat tidak pernah dikendorkan oleh senjata yang serba modern. Kejadian ini adalah sebagai bukti bahwa perjuangan masih tetap mendapat dukungan dari rakyat.Tetapi dibalik kegembiraan ini kondisi serta situasi tidak memungkinkan bagi para pejuang untuk mengimbangi semangat yang diperlihatkan oleh rakyat Buleleng. Mereka amat terjepit akibat hasil perjanjian diatas dan yang mereka perbuat hanyalah menunggu ketentuan dari pusat serta tetap berusaha memelihara semangat juangnya. Pada saat para pejuang kehilangan pegangan akibat kelumpuhan materiil serta fisik maka mereka berharap satu-satunya kepada Tuhan, sehingga atas Rahmat-Nya mereka berhasil menggapai cita-citanya. Timbulah ide dari seorang pejuang untuk berkaul kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang merupakan pegangan satu-satunya bagi para pejuang saat itu. Setelah itu mereka mulai berkaul, bahwa:“Bila perjuangan RI menang, nanti para pejuang akan membangun sebuah pura republik”.

Page 23: Pertempuran Merah Putih Di Manado

Juga disepakati bahwa di Pura tersebut akan ditanam dua batang pohon beringin sebagai lambang Sang Saka Merah Putih yang masing-masing ditanam di Jeroan dan di Jabaan. Namun disini permasalahannya yaitu untuk mengucapkan kaul tersebut atau diikrarkan harus dilakukan dimana dan juga harus dilanjutkan dengan menanam dua pohon beringin ini. Hal ini dikarenkan para pejuang tidak mempunyai tanah untuk melakukan hal tersebut. Namun dalam rapat tersebut diketahui oleh Bapa Wirta yang merupakan seorang petani dan beliau menawarkan sebidang tanah milik keluargannya yang nantinya akan dijadikan tempat untuk keperluan ikrar tersebut. Pada tanggal 17 Januari 1948 ditanah tersebut dilakukanlah upacara ikrar tersebut. Setelah melakukan ikrar tersebut dan memberikan penghormatan terakhir, para pejuang ini lalu membubarkan diri karena ada berita bahwa tentara Belanda mencium adanya kejadian ini.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Bali

Tidak lama setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan, rakyat Bali dikejutkan dengan kedatangan Sekutu. Sekutu datang dengan diboncengi pasukan Belanda. Situasi pun semakin buruk setelah Belanda ingin membentuk Indonesia Timur.

Kemudian Sekutu melakukan gempuran secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat tempur. Pemimpin pasukan Letkol I Gusti Ngurah Rai memerintahkan para pejuang untuk mengadakan perang puputan yang artinya secara habis-habisan. Letkol I Gusti Ngurah Rai akhirnya gugur bersama dengan anak buahnya.