Pertukaran Cairan Mikrovaskuler Dan Terapi Cairan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pertukaran Cairan Mikrovaskuler Dan Terapi Cairan

Citation preview

BAB IPENDAHULUANSekitar 60% volume total tubuh terdiri dari cairan, bervariasi menurut umur dan jenis kelamin. Volume intraseluler 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan volume ekstraseluler. Tiga perempat dari volume ekstraseluler mengisi ruang interstisial dan sisanya merupakan volume plasma. Sel darah merah termasuk dalam kompartemen intraseluler. Darah (volume intravaskular) menyumbang 6-7% dari berat badan atau 4 hingga 6 liter pada laki-laki dewasa. Pada kondisi hematokrit yang normal bernilai sekitar 40%, volume plasma pada orang dewasa dengan berat badan 70kg adalah sekitar 3L, tetapi pada kondisi nilai hematokrit yang lebih rendah, volume plasma menjadi lebih besar untuk mempertahankan kondisi normovolemia. Pada sebagian besar organ tubuh, volume interstisial merupakan 25% hingga 30% dari total volume cairan ekstravaskuler pada jaringan dan sisanya merupakan volume intraseluler. Volume interstisial relatif lebih kecil pada otak akan tetapi belum ada penjelasan yang pasti.Dalam siklus normal fisiologis, hanya sedikit terdapat variasi pada volume tubuh total, demikian juga dengan ukuran relatif volume dari berbagai kompartemen tubuh. Tujuan dari terapi pada kondisi patofisiologi yang berbeda adalah untuk mempertahankan hubungan yang adekuat antara volume interstisial dan intravaskuler. Jika hubungan ini secara kasar terganggu dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisial akan menyebabkan hipovolemia dan edema tanpa disertai perubahan volume ekstraseluler total. Apabila terjadi redistribusi akibat dari filtrasi bersih pada salah satu atau sebagian kecil organ tubuh, maka akan sedikit mempengaruhi volume plasma total, akan tetapi efek samping dari pembentukan edema lokal pada organ-organ tersebut mungkin terjadi secara signifikan. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada sepsis atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS), dimana bisa saja terjadi kebocoran cairan dan protein transkapiler umum dari intra ke ruang ekstravaskuler pada sebagian besar organ tubuh. Edema jaringan interstisial berikutnya dapat menimbulkan efek samping pada meningkatnya jarak difusi antar kapiler, meskipun hasil patofisiologis utama dari situasi tersebut lebih sering dihubungkan dengan hilangnya volume plasma daripada perkembangan edema. Kondisi tersebut ditemukan pada edema otak atau edema paru, dan mungkin, edema ginjal, kondisi dimana sering hanya memiliki efek minor pada volume plasma total, tetapi menimbulkan efek samping lokal yang signifikan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Pertukaran Cairan Mikrovaskuler2.1.1 Pembuluh Darah MikroMikrosirkulasi tiap organ disusun secara khusus untuk memenuhi kebutuhan organ tersebut. Umumnya arteri akan bercabang enam sampai delapan kali sebelum arteri tersebut menjadi cukup kecil untuk disebut arteriol. Arteriol ini kemudian bercabang dua sampai lima kali lagi sebelum memasuki kapiler. Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah berkali lipat. Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang kontinyu, namun mempunyai serabut otot polos yang mengelilingi pembuluh pada titik-titik intermiten. Di titik tempat setiap kapiler sejati berasal dari sebuah metarteriol, terdapat serabut otot polos yang biasanya mengelilingi kapiler. Serabut ini disebut sfingter prakapiler yang dapat membuka dan menutup jalan menju kapiler. Venula lebih besar dari arteriol dan mempunyai lapisan otot yang lebih lemah, namun memiliki tekanan yang juga lebih kecil dibandingkan arteriol.Akibat jumlah kapiler yang sangat banyak dan susunan dari jaringan mikrovaskuler yang bertanggung jawab terhadap pertukaran antara darah dan jaringan seperti cairan, gizi, dan produk sisa (gambar 1), luas permukaan total untuk pertukaran pada dewasa sebesar 700m2 untuk sirkulasi sistemik dan 90m2 pada paru. Membran kapiler tersusun atas satu lapis sel endotel. Seperti halnya sel-sel endotel lain yang melapisi bagian dalam dari seluruh pembuluh darah tubuh, sel-sel ini memiliki fungsi endokrin dengan memproduksi substansi seperti nitrit oksida, prostasiklin, dan endotelin. Pembuluh darah kapiler tidak berkontribusi terhadap variasi normal dalam total aliran darah ke suatu organ karena kurangnya sel otot polos dan rendahnya resistensi vaskuler pada kapiler. Pertukaran cairan transvaskuler terjadi di sepanjang kapiler termasuk juga pada bagian paling proksimal dari venula dan mereka akan membentuk the exchange vessels. Derajat permeabilitas untuk zat terlarut pada membran

Gambar 1. Ilustrasi jaringan mikrovaskuler. Anak panah menunjukkan arah aliran darah.mikrovaskuler pada pembuluh darah ini merupakan dasar morfologi dan fisiologi yang esensial untuk pertukaran cairan transvaskuler dalam suatu organ.Kapiler (termasuk exchange venules) dapat dibagi menjadi sinusoidal capillaries, fenestrated capillaries, dan continous capillaries. Sinusoidal capillaries bersifat permeabel terhadap semua zat terlarut termasuk protein dan lain-lain yang terdapat di hati, limpa, dan sumsum tulang. Fenestrated capillaries dapat ditemukan dalam kelenjar, glomerulus dan sebagian dari traktus gastrointestinal dan ditandai oleh transendothelial fenestrae dengan permeabilitas tinggi terhadap cairan dan zat terlarut kecil, tetapi dengan permeabilitas makromolekul yang terbatas. Continous capillaries dominan di akhir dari organ seperti otot skelet, jantung, paru, kutis, mesentrium, dan sistem saraf pusat. Kecuali di dalam otak, continous capillaries ditandai oleh permeabilitas yang tinggi terhadap zat terlarut kecil melalui gap interendotelial, tetapi dengan permeabilitas protein yang terbatas. Dalam otak, interendothelial junctions bersifat lebih ketat, berujung pada permeabilitas yang rendah terhadap semua zat terlarut, termasusk zat terlarut kecil seperti ion natrium dan koorida, tetapi permeabilitas terhadap air tetap tinggi.

Gambar 2. Struktur pembuluh darah kapiler (a) kapiler kontinyu (b) kapiler fenestrated (c) kapiler sinusoidalDarah umumnya tidak mengalir secara terus menerus melalui kapiler, namun secara intermiten setiap beberapa detik atau menit. Penyebab timbulnya aliran ini adalah fenomena vasomotion, yang berarti kontraksi intermiten metarteriol dan sfingter prekapiler, bahkan terkdang arteriol yang sangat kecil. Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan penutupan metarteriol dan sfingter prekapiler adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Mekanisme yang terlibat dalam pembentukan molekul makro dan permeabilitas cairan masih belum jelas. Faktor yang dibahas dalam hal ini adalah keadaan kontraktil dari filamen intraendotel yang mengatur ukuran pori interseluler; muatan listrik dari plasma protein tertentu seperti albumin, fibronektin, dan orosomukoid, konsentrasi eritrosit dalam plasma; dan status kimia dan elektrikal dari glikoprotein permukaan endotel (glycocalyx).Telah di dalilkan bahwa protein ditranspor secara aktif melalui mekanisme energy-dependent dalam sepanjang pembuluh darah kapiler dengan proses yang disebut transcytosis. Akan tetapi beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa transcytosis hanya sedikit berkontribusi dalam keseluruhan transport molekul antara darah dengan jaringan, dan transport protein utamanya terjadi secara pasif.2.1.2 Persamaan StarlingDalam kapiler dimana permeabilitas terhadap air dan zat terlarut kecil tinggi dan permeabilitas terhadap protein rendah, pertukaran cairan transvaskuler (Jv) dijabarkan secara normal dengan rumus Starling.Jv = LpS (P - )Dimana Lp merupakan permeabilitas hidraulik (konduktivitas cairan), S merupakan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran cairan mencerminkan jumlah kapiler yang diperfusi, P merupakan gaya tekan hidrostatis transkapiler bersih untuk filtrasi, merupakan koefisien refleksi untuk makromolekul (protein plasma), dan merupakan kekuatan tekanan penyerapan osmotik koloid transkapiler. Koefisien refleksi plasma protein merupakan bagian efektif dari tekanan osmsosis koloid transkapiler yang menghambat filtrasi cairan, dan mewakili kesulitan saat makromolekul melewati exchange vessels bersama dengan air. Koefisien refleksi adalah faktor penting yang mempengaruhi jumlah protein dan cairan yang ditransfer dari ruangan intra ke ekstravaskuler. Bernilai 1,0 apabila membran tidak permeabel terhadap molekul, dan 0 apabila molekul dapat melewati membran tanpa hambaatan. Koefisien refleksi untuk molekul protein plasma mewakili rata-rata permeabilitas mikrovaskuler terhadap molekul ini, dan memberi perkiraan terhadap keefektifan dari kekuatan osmotik koloid dalam melakukan penyerapan di seanjang membran kapiler pada seluruh organ. Koefisien refleksi dari protein adalah dibawah 1,0 pada semua organ tubuh kecuali di otak. Albumin merupakan protein yang mendominasi dalam membentuk tekanan osmotik koloid dalam plasma, dan koifisien refleksi untuk albumin pada organ-organ berbeda ditunjukkan pada tabel 1. Otot skelet menyumbang sekitar 40% dari berat tubuh, dan berkurangnya koefisien refleksi pada organ ini dari nilai normal 0,9 hingga 0,95 memiliki pengaruh penting terhadap Tabel 1. Jumlah koefisien refleksi normal albumin

volume plasma. Koefisien refleksi untuk albumin adalah 0,9 pada usus halus dan 0,5 hingga 0,6 di paru.Meskipun permeabilitas makromolekuler rendah, terdapat kebocoran protein terus-menerus menuju ke ruang interstisial meskipun dalam kondisi normal (5-7% tiap jam), sehingga tekanan osmotik koloid interstisial menjadi seperempat hingga sepertiga dari yang di plasma. Usaha untuk mempertahankan perbedaan yang konstan dalam tekanan osmotik koloid antara intravaskuler dan ruangan interstisial dijaga dengan keseimbangan antara jumlah kebocoran protein ke interstisium dan jumlah protein di ruang interstisial yang diserap kembali menuju sirkulasi oleh sistem limfatik. Sistem resirkulasi protein antara plasma, jaringan, dan kembali ke plasma penting untuk akses menuju ruang interstisial dari antibodi, hormon yang berikatan dengan protein, sitokin, dan banyak makromolekul lain. Mempertahankan tekanan osmotik koloid di interstisium juga memungkinkan terjadinya sisstem self-limiting untuk filtrasi dan absorpsi.Dalam kondisi normal, volume dari suatu organ tidak banyak bervariasi. Ini menunjukkan bahwa efek filtrasi transkapiler dan absorpsi, dan penyerapan limfatik terhadap volume jaringan mendekati nol. Pada seluruh organ tubuh dengan kapiler kontinyu, kecuali otak dan ginjal, tekanan osmotic koloidnya tinggi dan sekitar seperempat hingga sepertiga dari yang ada dalam plasma. Filtrasi cairan akan dikurangi bertahap dan berenti ketika ekuilibrium Starling yang baru telah dicapai. Absorpsi cairan akan meningkatkan tekanan osmotik inerstisial dan akan berhenti pada berkurangnya volume jaringan ketika ekuilibrium Starling yang baru telah dicapai.2.1.3 Model Tiga PoriPersamaan Starling dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana tekanan hidrostatik dan osmotik koloid mengatur pertukaran cairan di sepanjang jaringan kapiler pada suatu jaringan, tetapi tidak dapat menjelaskan mekanisme dimana protein dipindahkan dari ruang intra ke ekstravaskuler. Dari karakteristik spesifik pori jaringan kapiler, didapatkan teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan pertukaran transvaskuler dari protein.Dinding kapiler bertindak secara fungsional sebagai membran yang mengandung pori dengan tiga ukuran yang berbeda. Pori ini mengandung banyak pori interendotelial kecil dengan radius 4 hingga 6 nm, dan terdistribusi di sepanjang dinding kapiler dan permeabel terhadap zat terlarut kecil dan air. Pori-pori kecil ini 10.000 hingga 30.000 kali lebih banyak daripada pori interendotelial yang besar dengan jari-jari 20 hingga 30 nm yang terletak utamanya pada sisi venula dari jaringan kapiler dan venula proksimal, dan permeabel terhadap protein. Membrane kapiler juga memiliki pori transmembran endotelial yang sangat kecil yang hanya permeabel terhadap air (aquaporins). Untuk mendapatkan deskripsi secara kuantitatif dari transpor makomolekul, cairan, dan zat terlarut kecil dalam keadaan normal, aquaporins dapat diabaikan dan hanya menggunakan pori kecil dan pori besar saja. Bersama dengan rumus Starling, model pori ini dapat digunakan untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang pertukaran cairan transvaskuler dalam kondisi fisiologis dan patologis.Gradien tekanan osmotik koloid berkembang di sepanjang pori kecil (dan aquaporin) menghambat tekanan hidrostatik untuk penyaringan. Karena protein molekul dapat melewati pori besar dengan mudah, konsentrasi protein akan sama pada sisi luminal dan interstisial dari lubang pori, dan mengakibatkan gradient tekanan osmotic koloid yang sangat rendah pada tiap pori besar. Hal ini berarti tekanan osmotik koloid transkapiler di sepanjang pori besar hampir tidak ada ( 0) terhadap tekanan hidrostatik, dan filtrasi kaya protein kontinyu terhadap plasma yang disebu jet

Gambar 3. Model tiga pori dalam mengatur pertukaran transvaskuler dari cairan dan molekul.stream yang melalui setiap pori tanpa mempedulikan arah atau besarnya total volume yang melewati pori kecil. Pada kondisi normal, proses dari kehilangan protein duapertiganya adalah pengaruh konveksi, dan sepertiganya difusi, tetapi pengaruh relatif konveksi meningkat pada kondisi patofisiologis dengan peningkatan permeabilitas.Jumlah dan ukuran pori yang tersedia untuk pasase protein dijelaskan dengan koefisien refleksi protein. Pori besar hanya menyumbangkan 0,2% hingga 0,4% dari total area pori pada kondisi normal, akan tetapi tetap berperan penting pada kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Pada kondisi normal hanya 5% aliran cairan dari darah ke intersisial via pori besar, tetapi dalam kondisi berkurangnya koefisien refleksi protein secara signifikan 40% hingga 45% akan melewati pori besar.Gangguan pada mekanisme yang mengontrol keseimbangan cairan dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan volume jaringan. Bisa karena gangguan pada mekanisme yang mengontrol permeabilitas mikrovaskuler, perubahan dalam tekanan hidrostatis dan osmotic koloid transkapiler, drainase limfatik yang tidak mencukupi, atau luas permukaan yang berubah untuk pertukaran cairan.

2.1.4 AutoregulasiTekanan hidrostatik transkapiler adalah faktor penting dalam mengontrol pertukaran cairan transvaskuler. Peningkatan tekanan hidrostatik akan meningkatkan filtrasi cairan dan mengurangi penyerapan cairan. Pada kebanyakan organ tubuh, perbedaan tekanan hidrostatik mikrovaskuler direstriksi dalam keadaan normal, mengartikan bahwa peningkatan tekanan arterial akan menginduksi vasokonstriksi dan dan mengurangi vasodilatasi. Autoregulasi juga berarti perbedaan dalam aliran darah menuju organ saat terjadi perbedan tekanan arterial relatif lebih kecil daripada perbedaan dalam tekanan darah arterial. Autoregulasi dari aliran darah adalah konsekuensi dari variasi kompensasi dalam total resistensi vaskuler dari organ, autoregulasi dari tekanan hidrostatik kapiler merupakan perbedaan dalam rasio resistensi pos dan prekapiler. Derajat autoregulasi berbeda pada tiap organ, lebih buruk pada paru, dan lebih efektif pada otak, otot skelet, ginjal, dan sirkulasi usus halus. Autoregulasi tekanan hidrostatik kapiler dipercaya lebih efektif dibandingkan autoregulasi aliran darah. Mekanisme sirkulasi basal yang mendasari fenomena autoregulasi belum dapat diklarifikasi, akan tetapi faktor utamanya adalah modulasi dari reaktivitas miogenik oleh mekanisme umpan balik metabolik.Autoregulasi adalah sistem yang rentan dan dapat ditekan secara signifikan pada kondisi patofisilogis seperti orang yang menjalani operasi atau trauma kecelakaan dan SIRS/ sepsis. Autoregulasi yang tertekan berarti tekanan hidrostatik kapiler basal yang lebih tinggi, dan peningkatan tekanan arteri yang sedang meningkat dan penururnan tekanan arteri yang sedang menurun. Ini berarti peningkatan tekanan arteri selama autoregulasi tertekan akan meningkatkan filtrasi yang berujung pada peningkatan edema jaringan dan penurunan volume plasma, sementara filtrasi akan menghambat berkurangnya tekanan arteri. Berdasarkan teori tiga pori, peningkatan filtrasi melalui pori besar diinduksi oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dan akan meningkatkan kehilangan protein melalui konveksi, terutama dalam kondisi koefisien refleksi (peningkatan permeabilitas) protein tertekan. Selanjutnya kebocoran cairan plasma dan protein ke interstisium akan meningkat seiring meningkatnya tekanan arteri. Dalam kondisi peningkatan inflamasi jaringan, juga bisa terdapat alterasi dalam matriks interstisial disertai pengurangan tekanan interstisial. Faktor tersebut juga dapat menyebabkan kebocoran protein transkapiler.Dari segi fisiologis, jelas bila kehilangan autoregulasi sebagai konsekuensi dari relaksasi sel-sel otot halus pembuluh darah tidak mengurangi perfusi dari suatu organ; justru malah meningkatkan perfusi. Akan tetapi kehilangan autoregulasi tetap sering dihubungkan dengan perfusi yang terganggu. Alasannya adalah terganggunya perfusi jaringan suatu organ dapat dijelaskan oleh alterasi patofisiologi lain yang terjadi bersamaan dengan inhibisi dari reaktivitas miogenik dari sel otot polos. Autoregulasi yang tertekan tidak mengurangi perfusi, tetapi mungkin merupakan tanda yang berhubungan dengan perfusi yang terganggu.2.1.5 Efek Hemodinamik terhadap Peningkatan PermeabilitasPeningkatan permeabilitas terhadap protein (berkurangnya koefisien refleksi) disebabkan oleh peningkatan jumlah pori besar. Proses tersebut merngurangi kekuatan absorpsi osmotik koloid transkapiler sehingga meningkatkan filtrasi dan edema. Hal ini disebabkan oleh penurunan koefisien refleksi dan peningkatan kebocoran protein ke ruang interstisial yang mengakibatkan penurunan kekuatan absorpsi osmotik koloid. Kebocoran protein memiliki efek positif pada sistem pertahanan tubuh dengan memfasilitasi perpindahan sel imunologi aktif dan molekul dari darah ke jaringan, tetapi juga memiliki efek samping seperti hipovolemia, edema jaringan, peningkatan tekanan jaringan, dan mikrosirkulasi terganggu. Dalam kondisi proses peningkaan permeabilitas general, konsentrasi protein plasma dapat dikatakan menurun dan konsentrasi protein interstisial meningkat, sehingga menyebabkan penurunan gaya osmotik penyerapan transkapiler. Dampak patofisiologis dari proses ini juga bergntung pada keefektifan sistem limfatik dalam menyerap cairan kaya protein di interstisium.Perubahan tekanan hidrostatik kapiler dapat terjadi karena perubahan tekanan arterial, terutama dalam kondisi autoregulasi yang tertekan, atau vasodilatasi/ konstriksi prekapiler. Laju filtrasi cairan transkapiler sebagian besar berhubungan dengan konduktansi cairan (LpS pada rumus Starling). Menurut rumus Starling, peningkatan permeabilitas cairan, Lp (terutama pori kecil), atau peningkatan luas permukaan (S) yang tersedia untuk pertukaran cairan tidak akan berpengaruh secara langsung terhadap arah pergerakan cairan atau perubahan besarnya volume jaringan ketika kondisi ekuilibrium cairan Starling baru telah tercapai. Satu-satunya konsekuensi dari peningkatan LpS adalah peningkatan laju transportasi cairan di sepanjang membran dan hanya mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ekuilibrium cairan Starling yang baru dalam volume jaringan.Peningkatan dalam jumlah sedang pada laju filtrasi cairan atau peningkatan transfer protein bisa dikompensasi oleh sistem limfatik. Dalam kondisi koefisien refleksi protein yang berkurang secara signifikan (peningkatan jumlah pori besar), Lebih banyak volume cairan yang difiltrasi akan meningkatkan kebocoran protein dan mengurangi tekanan absorpsi osmotic koloid transkapiler, kemudian menyebabkan kehilangan volume plasma dan evolusi edema jaringan. Peningkatan permeabilitas protein juga dapat berpengaruh pada efektivitas dari macam-macam penambah volume plasma.2.1.6 Pertukaran Cairan Mikrovaskuler pada ParuPembuluh darah mikro pada pulmonal prinsipnya tidak berbeda dengan kebanyakan kapiler kontinyu lainnya. Dari segi fungsional, rumus Starling juga dapat diterapkan di paru. Kapiler pulmonal terdiri dari pori kecil, pori besar, dan aquaporin, dan pertukaran cairan pulmonal dan permeabilitas endotelial dapat dijelaskan dengan model tiga pori. Pembuluh darah mikro ini beradaptasi terhadap fungsi mereka untuk pertukaran gas dengan jaringan mikrovaskuler yang lebih padat dari organ lainnya, dan mereka mengakomodasi perbedaan yang besar dalam curah jantung dan fungsinya untuk membersihkan darah dari berbagai macam komponen yang tidak diinginkan.Jaringan vaskuler pulmonal termasuk sel otot polos tetapi tidak ada autoregulasi, dan tekanan hidrostatik kapiler lebih rendah daripada kebanyakan organ tubuh lain. Tonus vaskuler rendah, dan perbedaan resistensi vaskuler biasanya terjadi secara pasif karena pengaruh simpatis pada pembuluh darah pulmonal lemah dan tidak ada reaktivitas miogenik. Sel otot polos konstriksi ketika teerekspos kondisi hipoksia (vasokonstriksi hipoksik) terutama hipoksia di sisi alveolar. Pada kondisi patofisiologis seperti pada sindroma kegagalan nafas akut dan hipertensi pulmonal akut, peningkatan resistensi vaskuler pulmonal karena vasokonstriksi hipoksik, perubahan struktur dinding vaskuler, dan oklusi pembuluh darah mikro karena agregasi sel darah dan adhesi dinding. Sejauh ini hanya nitrit oksida (NO) dan prostasiklin (atau analog prostasiklin) inhalasi yang efektif dalam mengurangi resistensi vakuler pulmonal secara klinis, namun vasodilator pulmonal potensial yang lain seperti endothelin-1 antagonis masih dalam tahap evaluasi.Akumulasi cairan dalam paru diminimalisir oleh oleh aliran limfatik dan perubahan tekanan hidrostatik interstisium dan osmotik koloid. Disebutkan bahwa edema yang signifikan tidak dapat berkembang pada paru normal (permeabilitas normal) pada peningkatan tekanan hidrostatik kapiler selama masih dibawah level kritikal yaitu 25mmHg, ketika sistem limfatik digunakan hingga kapasitas maksimal. Diatas tekanan kritikal hidrostatik kapiler, atau sama dengan tekanan osmotik koloid, terdapat peningkatan isi cairan paru disertai peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Dikatakan juga bahwa peningkatan hidrostatik lebih jauh akan menyebabkan distensi dinding kapiler disertai peningkatan ukuran pori, yang berujung pada jumlah pori besar yang banyak. Keberadaan mekanisme tersebut belum dapat diklarifikasi penuh, tetapi jika ada, maka akan terdapat peningkatan filtrasi cairan dan transport protein secara konveksi ke interstisium paru. Pada kondisi patofisiologis, edema paru juga bisa terjadi pada tekanan hidrostatik kapiler yang lebih rendah akibat berkurangnya koefisien refleksi protein seperti halnya pada kebanyakan organ tubuh lainnya. Tekanan jalan nafas pada paru juga dapat mempengaruhi aliran cairan di sepanjang membran kapiler dan menghambat edema paru.Kedua pori baik besar maupun kecil memiliki permeabilitas yang lebih tinggi di paru dibandingkan sebagian besar organ lain dengan kapiler kontinyu. Radius pori keil efektif rata rata 7,5 hingga 8nm dimana pada otot skelet hanya 4 hingga 6 nm, dan koefisien refleksi normal lebih rendah pada paru. Pada kondisi normal, sistem limfatik bekerja cukup efektif dalam penyerapan kebocoran protein yang tinggi pada interstisium paru. Hal ini berarti membran kapiler paru telah beradaptasi torhadap proses pembersihan darah dari immunoglobulin, antibody, faktor komplemen, sitokin, dan substansi makromolekul lainnya.2.1.7 Pertukaran Cairan Mikrovaskuler pada OtakMeskipun kapiler pada otak merupakan tipe kontinyu, mekanisme yang mengatur pertukaran cairan transvaskuler pada otak berbeda dengan organ lain dengan kapiler kontinyu. Pertukaran cairan di sepanjang kapiler otak berdasarkan pada persimpangan ketat interendotel. Faktor lain seperti ukuran dan muatan elektrik dari zat terlarut dan komposisi dari membran dasar endotel mungkin juga terlibat. Sistem ini kemudian bersama-sama menjadi membrane kapiler semipermeabel sebagai bagian dari blood-brain barrier (BBB). Hal ini menjelaskan impermeabilitas untuk pertukaran pasif tidak hanya untuk makromolekul, tetapi juga zat terlarut kecil seperti ion sodium dan klorida, sedangkan permeabilitas terhadap air tinggi. Dalam otak, permeabilitas terhadap zat terlarut juga bergantung pada transport aktif melalui pompa energy-dependent dalam membran endotelial, tetapi kapasitas terhadap transfer cairan dan molekuler terlalu rendah untuk pengaruh yang signifikan terhadap regulasi volume otak.Otak berfungsi secara fungsional seperti model satu pori dalam pertukaran cairan, tidak terdapat pori kecil dan besar tetapi terdapat pori yang permeabel terhadap air. Otak juga berbeda dengan organ-organ lain dimana pada otak terdapat sistem cairan serebro spinal (CSS) dan tidak adanya sistem drainase limfatik. Kontrol efektif dari volume otak sangat penting untuk fungsi otak yang baik dimana otak dikelilingi oleh cranium yang keras dan tertutup, dengan ruang terbatas terhadap pertambahan volume. Gangguan dalam mekanisme yang mengatur pertukaran cairan transvaskuler pada otak dapa menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intracranial, dimana akan mengurangi tekanan perfusi otak, dan akhirnya akan menyebabkan herniasi batang otak yang fatal.Karena membran kapiler otak memiliki permeabilitas yang terbatas terhadap protein dan zat terlarut yang kecil, maka rumus Starling yang sudah disebutkan di atas tidak dapat digunakan. Deskripsi yang lebih baik dari aliran volume (Jv) di sepanjang jaringan mikrovaskuler otak adalahJv = LpS [P - p ss]Lp adalah komponen permeabilitas spesifik untuk air, S adalah luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran cairan, dan LpS adalah konduktansi hidraulik jaringan yang mencerminkan kapasitas total pertukaran cairan, termasuk banyaknya kapiler pada jaringan. P adalah tekanan hidrostatik transkapiler. p adalah tekanan osmotik koloid transkapiler protein yang efektif, dimana koefisien refleksi protein adalah 1,0. s adalah tekanan osmotik transkapiler untuk zat terlarut kecil, dan s adalah koefisien refleksi dari zat terlarut tersebut. Bagian akhir dari persamaan tersebut merupakan jumlah dari tekanan osmotik transkapiler efektif untuk semua zat terlarut kecuali protein, dan bernilai nol pada kondisi siap, dimana perubahan s akan segera dikompensasi oleh aliran air transkapiler. Untuk ion sodium dan klorida yang memiliki kelarutan terhadap lemak yang rendah, luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi (S) tidak berbeda jauh dari luas permukaan yang tersedia untuk difusi, yang lebih mudah diebedakan dalam otak. Area untuk difusi sering digunakan untuk membandingkan luas permukaan utuk pertukaran cairan yang tersedia dengan berbagai substansi dalam otak dan dijabarkan sebagai produk luas permukaan permeabilitas.

Kontrol Volume pada Otak NormalTekanan osmotic efektif dari zat terlarut yang dibentuk sepanjang BBB ditentukan oleh perbedaan tekanan osmotic perivaskuler intrakapiler dan interstisial, dan kesulitan suatu zat untuk melewati membran kapiler sehubungan dengan air. Faktor-faktor ini digambarkan oleh koefisien refleksi (s) untuk substansinya, dengan analogi terhadap situasi makromolekul di tubuh. Ion sodium dan klorida adalah zat terlarut yang mendominasi total osmolaritas ekstraseluler dengan nilai 5600mmHg. Pada kondisi normal, koefisien refleksi pada kapiler otak untuk ion tersebut dan kebanyakan zat terlarut kecil lainnya adalah 1,0, dibandingkan dengan tempat lain di tubuh dimana koefisien refleksinya jauh lebih rendah dan sebagian besar hampir nol. Perubahan pada keseimbangan antara tekanan osmotik koloid (onkotik) dan hidrostatik akan menginduksi pengatur pasif filtrasi dan absorpsi di otak. Tetapi ketika aliran volume terinduksi sepanjang membrane kapiler hanya sedikit pada otak dengan BBB utuh karena efek kompensatorik, pada otak dengan BBB terganggu bisa didapatkan jumlah yang banyak.Fakta bahwa koefisien refleksi untuk zat terlarut kecil seperti ion sodium dan klorida mendekati 1,0 pada otak normal berarti air yang melewati BBB di arah manapun akan hampir tidak mengandung ion ini dan cairan yang masuk ke otak akan menginduksi dilusi. Bahkan dilusi ruang interstisial yang kecil sekalipun akan mengakibatkan pengurangan yang jelas terhadap tekanan osmotik di sepanjang membran, dan menginduksi efek self-limiting yang kuat terhadap filtrasi. Hal ini juga berarti bahkan pengurangan yang sedikit terhadap koefisien refleksi untuk sodium dan klorida dapat mengganggu regulasi volume otak normal dan menginduksi edema otak oleh karena ketidak seimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik.Perbedaan pada konduktivitas hidraulik (LP) atau luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran cairan (S) antara bagian tang berbeda dari otak tidak akan mempengaruhi jumlah aliran volume total, tetapi hanya mempengaruhi laju transfer cairan yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik transkapiler. Perbedaan pada konduktansi hidraulik (LpS) dapat digambarkan dengan konduktansi cairan kapiler yang lebih besar dua hingga tiga kali pada gray matter dibandingkan dengan white matter pada otak. Perbedaan pada konduktansi hidraulik tidak terlalu penting untuk regulasi volume otak normal karena aliran volume di sepanjang BBB yang utuh sangat kecil akibat dari efek menghambat yang kuat yang derjadi karena dilusi atau konsentrasi ruang interstisial.Meskipun ion sodium dan klorida, dan plasma protein memiliki koefisien refleksi 1,0 di otak, area pertukaran untuk albumin 700 hingga 1400 kali lebih kecil dibandingkan ion sodium dan klorida. Perbedaan permeabilitas sepanjang BBB yang utuh antara ion sodium/ klorida dan protein tidak signifikan berdasarkan regulasi volume otak normal. Hanya sedikit molekul protein yang dipindahkan ke ruang interstisial meskipun gaya penggerak untuk difusi molekul protein di sepanjang membran kapiler relatif besar. Plasma protein membuat menimbulkan tekanan onkotik ssekitar 26mmHg, sedangkan konsentrai protein interstisial mendekati nol. Perkiraan jumlah dari konsentrasi protein interstisial secara umumm di otak bisa didapatkan dengan menghitung konsentrasi protein di cairan serebro spinal (CSS), karena cairan ruang interstisial menunjukkan hubungan kontinyu deengan CSS. Penghitungan protein CSS menunjukkan bahwa konsentrasi protein scara umum rendah tidak hanya pada otak normal, tetapi juga otak yang terluka, mengindikasikan bahwa hanya sedikit atau tidak ada kebocoran protein setelah cedera otak.Kontrol Volume pada Otak CederaBerdasarkan prinsip kontrol pada pertukaran cairan mikrovaskuler dalam otak normal, jelas bahwa kerusakan pada BBB dalam hal permeabilitas pasif untuk zat terlarut kecil seperti ion natrium dan klorida akan mempengaruhi regulasi volume otak yang normal. Ini berarti bahwa pertukaran cairan karena ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan osmotik transkapiler koloid akan kurang teredam, karena filtrat tidak tanpa zat terlarut kecil dan karena itu akan memiliki pengaruh yang lebih kecil pada osmolaritas interstitial dibandingkan dengan situasi ketika BBB masih utuh. Filtrasi dan penyerapan cairan akan jauh lebih sedikit ternetralkan oleh pengenceran dan konsentrasi interstitial dibandingkan dengan otak normal. Setelah trauma otak parah atau selama meningitis, mungkin ada gangguan dari BBB dalam hal permeabilitas pasif untuk natrium dan ion klorida dan zat terlarut kecil lainnya, dan konsentrasi ion ini dalam filtrat daerah yang paling terluka bahkan mendekati yang di dalam plasma. Situasi tersebut akan menunjukkan beberapa kesamaan dengan keadaan normal di seluruh tubuh, di mana mempengaruhi pada pertukaran cairan mikrovaskuler yang disebabkan oleh variasi dalam tekanan osmotik hidrostatik dan koloid dapat berkembang tanpa dinetralkan oleh mekanisme self-limiting yang kuat. Bahkan tidak akan ada pengenceran protein interstitial menangkal filtrasi karena konsentrasi protein interstisial rendah di otak. Ini berarti bahwa peningkatan tekanan hidrostatik kapiler atau penurunan tekanan osmotik koloid plasma dapat menyebabkan edema interstitial. Kurangnya mekanisme self-limiting yang kuat untuk pertukaran cairan seperti yang melekat dalam BBB utuh mungkin menjadi salah satu faktor di balik perkembangan edema otak akibat BBB yang terganggu. Sementara pertukaran cairan di otak yang normal dapat digambarkan dengan model satu pori dengan pori-pori permeabel untuk air saja, cedera otak dapat dijelaskan oleh model dua pori termasuk pori-pori kecil dan pori-pori hanya permeabel terhadap air, tetapi tidak ada pori besar.Filtrasi transkapiler melalui BBB yang terganggu seiring waktu akan meningkatkan tekanan intrakranial, dan tekanan hidrostatik transkapiler yang berkurang secara bertahap akan melawan filtrasi. Filtrasi akan berhenti ketika gradien tekanan hidrostatik transkapiler menyeimbangkan gradien tekanan osmotic koloid plasma transkapiler. Fakta bahwa otak tertutup di tempurung yang kaku berarti bahwa peningkatan tekanan intrakranial terinduksi jauh lebih besar daripada peningkatan awal tekanan hidrostatik transkapiler atau penurunan awal dalam tekanan osmotik koloid yang memicu filtrasi.Tekanan intrakranial normal sekitar 10mmHg selalu melebihi tekanan aliran vena (Pv). Ini berarti bahwa ada keruntuhan vena subdural pasif (kadang-kadang disebut

Gambar 4. Ilustrasi dari otak dengan kapiler yang permeabel terhadap zat terlarut kecil. PA adalah tekanan arteri, Q adalah aliran darah, Ra dan Rv adalah resistensi pre dan post kapiler, PV adalah tekanan vena.resistor Starling). Jika tekanan intrakranial meningkat lebih lanjut, akan ada lebih banyak runtuhnya vena subdural, dan tekanan vena retrograde sehubungan dengan keruntuhan (Pout pada gambar) akan meningkat. Kenaikan ini akan ditransfer ke kapiler, tetapi hanya untuk tingkat 80% sampai 85% karena penurunan tekanan pada venula. Oleh karena itu, peningkatan tekanan intrakranial akan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan kapiler hidrostatik, menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan intrakranial dan sebagainya. Akhirnya kondisi tetap yang baru dalam tekanan intrakranial akan tercapai, dan tekanan intrakranial secara teoritis bisa meningkat hingga delapan kali lebih besar dari peningkatan awal tekanan hidrostatik, jika 80% dari peningkatan filtrasi diinduksi tekanan intrakranial ditransfer secara retrograde ke kapiler. Demikian pula, penurunan tekanan osmotik koloid akan mendorong filtrasi, dan filtrasi tidak akan berhenti sampai tekanan intrakranial meningkat dan hingga delapan kali lebih besar dari penurunan tekanan osmotik koloid memicu filtrasi.Fenomena fisik penurunan tekanan perfusi dengan peningkatan tekanan jaringan, menjelaskan bahwa tekanan jaringan lebih tinggi dari tekanan vena umum terjadi dan dapat terjadi tidak hanya di otak, tetapi juga pada organ tubuh lainnya seperti organ abdomen pada peningkatan tekanan intra-abdominal. Misalnya tekanan perfusi yang berkurang di ginjal, karena mekanisme ini mungkin menjadi penjelasan paling masuk akal di balik pengamatan terhadap penurunan dalam produksi urin pada pasien dengan peningkatan tekanan intra-abdominal.Prinsip-prinsip ini menunjukkan bahwa kenaikan tekanan hidrostatik dan / atau penurunan tekanan osmotik koloid dapat memicu edema otak vasogenik dalam keadaan BBB terganggu. Jika demikian, terapi edema otak dapat menguntungkan dengan efek lain dalam pengobatan sebagai antihipertensi dan restitusi dari penurunan tekanan osmotik koloid infus larutan koloid. Prinsip-prinsip fisiologis regulasi volume otak sebagai alat membimbing dalam Konsep Lund untuk pengobatan edema otak, sejauh ini menunjukkan hasil hasil yang paling memuaskan.Edema otak mungkin juga alami karena intraseluler, karena kerusakan membran sel dan disfungsi sel melalui sitotoksik dan efek iskemik. Hal ini juga mungkin akibat dari peningkatan osmolaritas dalam interstitium setelah disintegrasi berbagai molekul dan elemen sel. Upaya besar telah dilakukan untuk mengurangi edema intraseluler oleh berbagai jenis zat cell-protecting, tapi semua telah gagal ketika diterapkan pada manusia. Pengurangan edema intraseluler terutama telah dicapai oleh langkah-langkah yang meningkatkan sirkulasi di otak, mempertahankan konsentrasi natrium normal dalam plasma, atau mengurangi peningkatan volume selular dengan infus larutan hipertonik.2.1.8 Penggantian Cairan IntravaskulerHipovolemia menginduksi vasokonstriksi perifer dan mikrosirkulasi terganggu karena peningkatan keluaran simpatik dan pelepasan katekolamin, dan merupakan faktor penting yang berkontribusi pada kegagalan organ multipel di unit perawatan intensif. Menghindari hipovolemia adalah tujuan utama dalam pengobatan pasien sakit kritis dan pasien yang menjalani operasi. Ada perdebatan berlanjut mengenai solusi yang digunakan antara koloid dan kristaloid, serta koloid yang digunakan. Penggunaan eritrosit transfusi untuk substitusi volume tanpa adanya perdarahan masih kontroversial. Larutan kristaloid terdiri dari zat terlarut dengan berat molekul di bawah 30 kDa, sedangkan larutan koloid mengandung molekul yang juga lebih besar dari 30 kDa.Ada konsensus umum bahwa untuk beberapa pasien sakit kritis (pasien dengan syok septik atau multitrauma), mungkin sulit untuk mempertahankan normovolemia. Aspek fisiologis pada penggunaan koloid dan larutan kristaloid mungkin dapat menjelaskan mengapa solusi ini tidak efektif seperti yang diharapkan dalam mencapai kondisi normovolemia pada pasien sakit kritis.2.2 Terapi CairanAir merupakan 60% dari berat tubuh kebanyakan manusia dewasa, presentasi lebih rendah pada orang dengan obesitas. Total cairan tubuh secara fungsional dapat dibagi menjadi ekstraseluler (20% berat tubuh), dan intraseluler (40% berat tubuh) yang dipisahkan dengan membrane sel. Cairan ekstraseluler kemudian akan dibagi menjadi intravaskular (dalam sirkulasi) dan interstisial (di sekeliling rongga antar sel). Cairan intravascular (volume darah 5-7% berat tubuh) memiliki komponen intraseluler yaitu sel darah merah (hematokrit 40-45%) dan putih, dan komponen ekstraseluler yaitu plasma (55-60% volume darah).

Gambar 5. Pembagian cairan dalam tubuhTerapi cairan yang baik bergantung pada pengertian terhadap fisiologis dan patofisiologis yang mendasari dan juga mempertimbangkan keseimbangan eksternal dan internal. Dalam pemberian cairan juga perlu diperhatikan penilaian, pengukuran, dan pemantauan sesuai kondisi pasien. 2.2.1 Infusi KristaloidLarutan kristaloid sendiri atau dalam kombinasi dengan koloid banyak digunakan sebagai ekspander volume plasma. Volume larutan kristaloid isotonic yang diinfuskan akan terdistribusi merata ke seluruh ruang ekstraseluler karena zat terlarut kecil dapat melewati membran kapiler dengan bebas. Distribusi tersebut tidak akan terjadi di otak normal karena BBByang masih baik, tetapi dapat terjadi di otak terluka dengan BBB permeabel terhadap zat terlarut kecil. Untuk ion dan molekul dengan berat molekul di bawah 5 kDa, membran kapiler di sebagian besar organ tubuh tidak membatasi transfer zat terlarut melintasi membran. Difusi natrium dan ion klorida sangat cepat sehingga aliran darah ke organ adalah satu-satunya batasan untuk ekuilibrasi dari gradien konsentrasi transvaskular. Jadi tidak lebih dari sekitar seperempat dari volume infus akan tetap tersedia di intravaskular, dan sebagian besar dari volume yang diinfuskan berpindah ke interstisium dalam beberapa menit. Penggunaan larutan kristaloid untuk mengembalikan penurunan volume plasma diturunkan karena itu selalu berarti peningkatan simultan dalam kadar air sebagian besar jaringan tubuh. Dalam batas-batas yang wajar edema jaringan, hal ini kurang penting untuk sebagian kecil organ tubuh. Untuk paru-paru dan otak peningkatan kadar air dari jaringan mungkin memiliki makna patofisiologis yang lebih besar, diawali dengan mengurangi oksigenasi darah dan diikuti dengan menginduksi edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat.Namun, ada risiko bahwa efek peningkatan plasma dari infus kristaloid bahkan tidak akan seefektif yang disebutkan di atas pada pasien dengan dengan peningkatan permeabilitas. Pertama, pasien dengan peningkatan permeabilitas mungkin telah kehilangan plasma ke interstitium menghasilkan plasma volume yang lebih rendah. Kedua, infus kristaloid akan menyebabkan dilusi agak lebih kecil dari interstitium daripada plasma, yang dapat mengakibatkan penurunan kekuatan penyerapan koloid. Dapat dihitung bahwa tekanan osmotik koloid dalam plasma dan dalam ruang interstitial akan berkurang sekitar 7% setelah infus 1L larutan kristaloid isotonik kepada pasien dengan volume plasma dari 3 L dan volume interstitial dari 11 L. Ini berarti bahwa tekanan osmotik koloid plasma normal sekitar 26 mmHg berkurang sekitar 2 mmHg, dan tekanan osmotik koloid interstitial yang normal sekitar 8 mmHg berkurang sekitar 0,5 mmHg. Menurunnya tekanan penyerapan osmotik koloid transkapiler sekitar 1,5 mmHg akan menyebabkan filtrasi sampai kondisi siap (ekuilibrium Starling) baru tercapai. Efek ini lebih kecil pada pasien dengan penurunan tekanan osmotik koloid transkapiler. Ketiga, pada pasien dengan penurunan koefisien refleksi untuk molekul makro seperti pada sepsis / SIRS atau setelah trauma, transfer volume besar cairan dari intravaskular ke ruang interstitial setelah infus kristaloid akan menyebabkan kehilangan protein secara konvektif bila ada volume cairan meningkat melewati pori-pori besar. Akhirnya kemungkinan terjadi peningkatan tekanan kapiler hidrostatik karena tekanan arteri meningkat akibat ekspansi volume (terutama pada depresi autoregulasi), yang akan meningkatkan hilangnya protein melalui pori-pori besar secara konveksi.2.2.2 Infusi KoloidInfus larutan koloid digunakan dengan tujuan utama untuk mengembalikan volume plasma yang rendah, tapi kadang-kadang juga untuk mengembalikan tekanan osmotik koloid rendah. Distribusi relatif infus koloid antara ruang intra dan ekstravaskuler tergantung pada permeabilitas untuk molekul makro dari membran kapiler. Ini berarti bahwa otak dengan permeabilitas rendah untuk molekul makro dalam hal ini berperilaku berbeda dari anggota tubuh lainnya.Jaringan dengan Kapiler yang Permeabel terhadap ProteinPeningkatan tekanan osmotik koloid plasma yang dihasilkan dari infus koloid hiperonkotik awalnya akan mendorong penyerapan di kapiler dengan peningkatan lebih lanjut dalam volume plasma ditambahkan ke volume infus awal. Dikatakan bahwa efek ekspansi volume plasma dari koloid pada pasien sakit kritis sering hanya sementara, dan oleh karena itu infus koloid harus diulang untuk mempertahankan normovolemia. Perilaku ini dapat dijelaskan oleh model tiga pori untuk pertukaran cairan transvaskular. Singkatnya, terlepas dari arah atau besarnya aliran cairan bersih melintasi membran kapiler, filtrasi air membentuk aliran jet melalui setiap pori besar karena tidak ada kekuatan luminal yang menyerap dalam pori-pori ini, sehingga terjadi kebocoran molekul makro melalui pori secara terus menerus. Volume kebocoran protein tergantung pada ukuran dan jumlah dari pori besar (menunjukkan koefisien refleksi molekul makro) dan tekanan hidrostatik transkapiler. Ini berarti bahwa hilangnya molekul makro ke interstitium jauh lebih besar pada permeabilitas molekul tinggi daripada pada kondisi dengan permeabilitas normal, dan hilangnya molekul makro meningkat dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Peningkatan tekanan kapiler hidrostatik yang disebabkan oleh vasodilatasi dan tekanan arteri meningkat setelah infus larutan koloid akan meningkatkan kebocoran molekul makro konvektif. Efektivitas jangka panjang dari solusi koloid untuk mengembalikan volume plasma rendah pada pasien sakit kritis tampaknya tergantung pada tingkat pengurangan koefisien refleksi untuk makromolekul, pada kapasitas autoregulasi, dan tekanan arteri. Ini berarti bahwa menghindari hipertensi bisa menjadi pertmbangan terapi untuk melawan hipovolemia dan edema pada kondisi dengan peningkatan permeabilitas.OtakTidak ada kebocoran transkapiler protein dan makromolekul lainnya di otak normal. Meskipun ada kebocoran protein di daerah terbatas dengan pembuluh darah mikro yang terganggu secara mekanik pada otak terluka, kebocoran bersih makromolekul untuk seluruh otak terlalu kecil untuk menghasilkan tekanan osmotik koloid signifikan dalam interstitium otak. Hal ini berarti bahwa baik dengan BBB utuh dan terganggu kekuatan menyerap koloid efektif di sepanjang kapiler otakhampir sama besarnya dengan tekanan osmotik koloid plasma. Peningkatan tekanan osmotik koloid dengan infus koloid tidak akan memiliki pengaruh pada pertukaran cairan transvaskuler di otak normal karena permeabilitas untuk natrium dan klorida pada BBB normal. Situasi ini berbeda pada otak dengan BBB terganggu dengan peningkatan permeabilitas untuk zat terlarut kecil. Peningkatan tekanan osmotik koloid plasma dengan infus koloid akan menginduksi penyerapan dan mengurangi volume otak interstitial sampai dinetralakan oleh penurunan TIK terinduksi. Harus diingat bahwa proses ini berjalan sangat lambat karena rendahnya konduktansi hidraulik otak.Berdasarkan argument tersebut dan fakta bahwa larutan kristaloid dapat didistribusikan ke interstisium otak yang cedera, mendukung pemberian koloid dibandingkan kristaloid untuk ekspansi volume plasma pada pasien dengan cedera otak dengan BBB terganggu.2.2.3 Transfusi EritrositPada penurunan hematokrit, volume plasma relatif harus bertambah besar untuk mencegah hipovolemia, yang mungkin sulit dicapai dengan infus kristaloid dan koloid. Sel-sel darah merah tidak melewati membran kapiler dan akan menetap di intravaskuler untuk waktu yang lama dan dengan demikian berkontribusi mempertahankan volume darah.Selalu ada risiko dengan transfusi darah seperti reaksi transfusi, transfer agen infeksi, dan reaksi imunologi, yang dapat menjelaskan mengapa kita masih kekurangan studi klinis yang mendukung penggunaan secara bebas transfusi darah pada pasien non perdarahan. Tes yang lebih baik untuk menyingkirkan infeksi dan penanganan yang lebih baik terhadap darah dengan menggunakan leucocyte-depleted blood dan darah yang disimpan untuk waktu yang lebih singkat dapat mengurangi dampak buruk dari transfusi darah. Jika demikian, efek keuntungan fisiologis yang telah disimpulkan dari penggunaan transfusi dengan eritrosit untuk mempertahankan normovolemia bisa menjadi sangat berharga pada pasien dengan kondisi dimana normovolemia sangat penting, seperti pada pasien dengan trauma otak atau SIRS.2.2.4 Larutan HipertonikLarutan hipertonik digunakan secara klinis dengan tujuan menambah volume plasma atau untuk mengurangi edema otak. Larutan hipertonik mengandung molekul kecil, dan di semua organ kecuali otak normal, dapat melewati membran kapiler dengan bebas. Ini berarti pemerataan substansi di seluruh ruang ekstravaskuler. Larutan hipertonik mengerahkan efek menambah plasmanya terutama dengan menginduksi perpindahan cairan dari intra ke ruang ekstra selular. Besarnya kekuatan osmotik disepanjang membran sel dan jumlah cairan yang diserap dari kompartemen intraseluler tergantung pada osmolalitas dari larutan dan kombinasi dengan permeabilitas membran untuk molekul infus. Larutan hipertonik dapat menyebabkan penyusutan sel-sel endotel pembuluh darah dan sel-sel darah, sehingga meningkatkan mikrosirkulasi.Larutan hipertonik yang paling umum digunakan klinis manitol, urea, dan salin hipertonik, di mana manitol dan urea yang digunakan terutama untuk mengurangi edema otak, sedangkan salin hipertonik digunakan baik untuk mengurangi edema otak dan untuk menambah volume plasma. Urea merupakan zat endogen yang diproduksi dalam sel-sel yang aktif secara metabolik dan normalnya menembus dinding sel melalui difusi. Begitu juga dengan manitol saat menembus membran sel seperti yang ditunjukkan dalam kultur sel glial. Ini berarti bahwa efek menambah plasma dari urea dan manitol tidak bertahan lama dan agak tidak efektif dalam meningkatkan volume plasma yang rendah. Selanjutnya, telah didiskusikan apakah mungkin ada rebound sementara peningkatan volume sel yang merugikan akibat akumulasi intraseluler manitol seperti yang ditunjukkan secara eksperimental pada sel glial dan otot skelet kucing. Situasi mungkin berbeda untuk saline hipertonik sebagai pompa natrium dalam membran sel akan mencegah akumulasi intraselular sodium dan klorida. Efek menyerap garam hipertonik sehingga diharapkan akan lebih tahan lama daripada manitol dan urea, dengan risiko lebih kecil untuk efek rebound.Di otak, manitol dan salin hipertonik menciptakan kekuatan menyerap di sepanjang membran kapiler otak karena BBB memiliki permeabilitas terbatas dari substansi. Ini berarti bahwa akan ada pengurangan volume ruang interstitial, tetapi juga dari ruang intraseluler karena peningkatan sekunder osmolalitas interstitial. Urea perlahan menembus kapiler otak serta membran sel otak, dan karena itu kurang efektif dalam mengurangi volume otak daripada manitol dan salin hipertonik. Setelah cedera otak, situasi bergantung pada derajat gangguan dari BBB berkaitan dengan kesulitan molekul dari larutan hipertonik melewati membran kapiler otak. Semakin BBB dibuka untuk bagian dari zat terlarut kecil, kekurangan cairan akan diserap melalui membran kapiler, dan penyerapan cairan akan terjadi lebih dari ruang intraseluler. Jika pembukaan BBB signifikan, situasi akan sama dengan yang di seluruh tubuh dengan ekspansi volume interstitial dan intravascular setelah infus larutan hipertonik.2.3 Terapi Pengurangan PermeabilitasSebuah terapi farmakologis yang mengurangi peningkatan permeabilitas protein mungkin menjadi pertimbangan yang menarik untuk menjaga volume plasma dengan mengurangi kebocoran plasma ke interstitium. Masih belum ada substansi pengurang permeabilitas yang terbukti efektif dalam praktek klinis, tetapi terbutaline, aminofilin, dan prostasiklin semua zat yang telah dievaluasi dalam studi eksperimental tentang efek mereka dalam mengurangi permeabilitas terhadap protein. Zat yang sedang dianalisis sejauh ini diduga bertindak melalui peningkatan intraseluler siklik adenosin monofosfat, sehingga mempengaruhi keadaan kontraktil dari filamen intraendothelial dan lebar pori-pori interendothelial. Sejauh ini prostasiklin tampaknya menjadi alternatif yang paling menjanjikan karena mengurangi permeabilitas protein dan cairan dalam dosis yang relatif rendah sebagaimana telah diuji secara eksperimental dalam model trauma pada kucing.

BAB IIISIMPULANMikrosirkulasi tiap organ disusun secara khusus untuk memenuhi kebutuhan organ tersebut. Arteri akan bercabang menjadi arteriol, yang nantinya menjadi metarteriol sebelum menjadi kapiler dan akhirnya menjadi venula. Membran kapiler tersusun atas satu lapis sel endotel dan dikelilingi satu lapis membrane basal yang sangat tipis di sisi luar kapiler. Pada membrane tersebut terdapat tiga jenis pori yang berfungsi sebagai media pertukaran cairan, ion, dan molekul. Pada kondisi normal terdapat suatu keadaan yang mendekati keseimbangan di membran kapiler. Jumlah cairan yang merembes keluar kapiler hampir setara dengan jumlah cairan yang kembali ke sirkulasi. Pertukaran cairan transvaskuler dapat dijabarkan dengan rumus Starling yang melibatkan beberapa komponen. Perbedaan pada komponen-komponen tersebut menyebabkan rumus Starling pada otak berbeda dengan organ lainnya. Pertukaran cairan mikrovaskuler pada sebagian besar organ hampir sama, akan tetapi berbeda pada paru dimana strukturnya harus menyesuaikan dengan fungsi paru sebagai tempat pertukaran gas, dan pada otak dimana terdapat BBB yang mengakibatkan pertukaran molekul kecil maupun besar sulit terjadi. Air merupakan 60% dari berat tubuh kebanyakan manusia dewasa dan dibagi secara fungsional menjadi cairan ekstraseluler dan intraseluler. Cairan ekstravaskuler akan dibagi lagi menjadi interstisial dan intravaskuler. Dalam terapi cairan penting untuk mengetahui dasar pengertian, keseimbangan, dan memperhatikan penilaian, pengukuran, dan pemantauan sesuai kondisi pasien. Penggunaan cairan untuk terapi harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien, dimana tiap larutan memiliki sifat dan fungsi yang berbeda. Larutan koloid memiliki molekul yang kecil sehingga lebih mudah berdifusi dan mengisi ruang ekstravaskuler, sedangkan larutan koloid memiliki ukkuran molekkul yang lebih besar sehingga lebih bermanfaat untuk mengganti volume cairan intravaskuler. Larutan lainnya adalah larutan hipertonik, yang lebih diutamakan fungsinya sebagai penambah volume plasma dan mengurangi edema otak. 17