87
i PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon PADA VARIASI KONSENTRASI SUKROSA DALAM MEDIA MS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh : Irmawati M0402032 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

i

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN

KULTUR KALUS Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon

PADA VARIASI KONSENTRASI SUKROSA

DALAM MEDIA MS

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh :

IrmawatiM0402032

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2007

Page 2: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

i

PERSETUJUAN

SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPINKULTUR KALUS Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon

PADA VARIASI KONSENTRASI SUKROSA DALAM MEDIA MS

Oleh:

Irmawati

M0402032

telah disetujui untuk diujikan

Surakarta, Januari 2007

Menyetujui

Mengetahui

Ketua Jurusan Biologi

Drs. Wiryanto, M.SiNIP. 131 124 613

Pembimbing I

Solichatun, M.Si.NIP. 132 162 554

Pembimbing II

Dra. Endang Anggarwulan, M.SiNIP. 130 676 864

Page 3: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

ii

PENGESAHAN

SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPINKULTUR KALUS Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon

PADA VARIASI KONSENTRASI SUKROSA DALAM MEDIA MS

Oleh:

Irmawati

M0402032

telah dipertahankan di depan tim penguji

pada tanggal 12 Februari 2007

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Surakarta, Februari 2007

Mengesahkan

Penguji III/Pembimbing I

Solichatun, M.SiNIP. 132 162 554

Penguji IV/Pembimbing II

Dra. Endang Anggarwulan, M.SiNIP. 130 676 864

Penguji I

Widya Mudyantini, M.SiNIP. 132 240 172

Ketua Jurusan Biologi

Drs. Wiryanto, M.SiNIP. 131 124 613

Penguji II

Drs. Marsusi, M.SNIP. 130 906 776

Dekan F MIPA

Drs. Marsusi, M.SNIP. 130 906 776

Page 4: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur penjiplakan, maka

gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, Februari 2007

IrmawatiNIM. M0402032

Page 5: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

iv

ABSTRAK

Irmawati. 2006. PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon PADA VARIASI KONSENTRASI SUKROSA DALAM MEDIA MS. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh variasi konsentrasi sukrosa terhadap pertumbuhan dan kandungan reserpin pada kultur kalus R. verticillata.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kultur kalus yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah tahap inisiasi kalus untuk menginduksi kalus dari eksplan daun R.verticillata, dan tahap kedua adalah tahap produksi reserpin pada media perlakuan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi konsentrasi sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 0 g/l, 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l dan 40 g/l, masing-masing 5 ulangan. Data yang diambil terdiri dari data kualitatif (morfologi kalus) yang disajikan secara deskriptif serta data kuantitatif (berat basah kalus, berat kering kalus, dan kandungan reserpin) yang dianalisis menggunakan uji ANAVA dilanjutkan uji DMRT taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi sukrosa mempengaruhi berat basah kalus, berat kering kalus dan kandungan reserpin. Peningkatan konsentrasi sukrosa dalam media MS cenderung meningkatkan pertumbuhan kalus R. verticillata yang ditunjukkan pada berat basah dan berat kering kalus. Peningkatan berat basah kalus tertinggi diperoleh pada media dengan konsentrasi sukrosa 20 g/l, sedangkan berat kering kalus tertinggi diperoleh pada media dengan konsentrasi sukrosa 40 g/l. Penambahan sukrosa sampai dengan 30 g/l meningkatkan kandungan reserpin, pada konsentrasi sukrosa di atas 30 g/l cenderung menurunkan kandungan reserpin.

Kata Kunci: Pertumbuhan kalus, reserpin, Rauvolfia verticillata, sukrosa.

Page 6: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

v

ABSTRACT

Irmawati. 2006. THE GROWTH AND RESERPINE CONTENT OF CALLUS CULTURE OF Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon ON THE VARIATION OF SUCROSE CONCENTRATION IN MS MEDIUM. Department of Biology. Faculty of Mathematics and Natural Science. Sebelas Maret University. Surakarta.

The aim of this research is to study the effect of variation of sucrose concentration on growth and reserpine content on callus culture of R. verticillata.

The research was conducted with callus culture method that consist of two stages. The first stage is callus initiation to induce callus from explant (R. verticillata leaf), and the second stage is reserpine production on treatment medium. This research uses Complately Randomized Desaign (CRD) by one factor, variation of sucrose concentration. The sucrose concentration consists of five levels e. q 0 g/l, 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l and 40 g/l, and each concentration in five replicates. The collected data consist of qualitative and quantitative data. The qualitative data (callus morphology) presented descriptively. The quantitative data (fresh weight callus, dry weight callus, reserpine content) were analysed using ANOVA and followed by DMRT 5% confident level.

The result of research showed that variation of sucrose concentration influence fresh weight callus, dry weight callus and reserpine content. The increasing of sucrose concentration tended to raise callus growth, which could be seen from the fresh and dry weight callus. The highest fresh weight callus was found in medium with sucrose concentration 20 g/l, while the highest dry weight callus was found in medium with sucrose concentration 40 g/l. The increasing of sucrose concentration until 30 g/l raised reserpine content, but sucrose concentration over 30 g/l decreased reserpine content.

Key Word: Callus growth, reserpine, Rauvolfia verticillata, sucrose.

Page 7: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

vi

MOTTO

Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan

(Q.S. Al Fatihah (1): 5)

Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk persiapan

saat sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu (H.R. Bukhari)

Keberhasilan butuh perjuangan, perjuangan butuh pengorbanan, pengorbanan butuh keikhlasan, penuhilah dengan ketulusan dan kesabaran itulah

sebaik-baik usaha maka kau akan mendapat yang terbaik.

Tiada kata terlambat untuk berubah menjadi lebih baik (Penulis)

Page 8: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

vii

PERSEMBAHAN

Sebuah ikhtiar kecil dan sederhana ini aku persembahkan untuk:

Mama dan Papa atas doa dan kepercayaannya Ini semua tak sebanding dengan apa yang kalian berikan

Mbak dan masku, adik-adikku, keponakanku atas doanya Kalian semangatku, karena kalian aku bertahan

Para pendidik dan Almamaterku Karena kalian aku menjadi lebih berarti

Semua saudaraku di bumi Allah Semoga bermanfaat

Page 9: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

viii

KATA PENGANTAR

Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon merupakan salah satu tumbuhan

yang berkhasiat obat. Reserpin yang terkandung di dalamnya sering dimanfaatkan

sebagai obat hipertensi. Pada umumnya pemanfaatan R. verticillata dengan cara

mengambilnya langsung dari alam. Keberadaan tumbuhan R. vertcillata semakin

langka sedangkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya sangat

dibutuhkan. Kelangkaan tumbuhan ini disebabkan karena laju penggunaan yang

tinggi dibanding kemampuan alam untuk memulihkan populasinya. Sulitnya

pembudidayaan juga menjadi salah satu penyebab kelangkaan tumbuhan ini.

Kultur in vitro selain dimanfaatkan untuk pemuliaan dan perbanyakan

tanaman juga dapat digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder.

Manipulasi media merupakan salah satu metode kultur in vitro untuk

mengoptimalisasi produksi metabolit sekunder; salah satunya dengan variasi

konsentrasi sumber karbon berupa sukrosa.

Sukrosa merupakan sumber karbon dan sumber energi yang efektif dalam

kultur in vitro. Keberadaan sukrosa dalam media sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan metabolisme sel. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji

pertumbuhan dan kandungan reserpin kalus R. verticillata pada variasi konsentrasi

sukrosa dalam media MS (Murashige Skoog).

Februari , 2007

Penulis

Page 10: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................. v

HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 4

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 4

1. Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon ......................................... 4

2. Teknik Kultur in Vitro ................................................................ 7

3. Metabolit Sekunder .................................................................... 10

4. Nutrisi dalam Media ................................................................... 16

B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 18

C. Hipotesis ............................................................................................ 19

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 20

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 20

B. Bahan dan Alat .................................................................................. 20

Page 11: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

x

1. Bahan .......................................................................................... 20

2. Alat ............................................................................................. 21

C. Rancangan Percobaan ....................................................................... 22

D. Cara Kerja ......................................................................................... 22

1. Persiapan .................................................................................... 22

2. Induksi Pembentukan Kalus ....................................................... 24

3. Penanaman Kalus pada Media Perlakuan ................................... 25

4. Pemeliharaan Selama Perlakuan ................................................ 26

5. Pengamatan dan Pengujian Hasil ............................................... 26

E. Analisis Data ..................................................................................... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 29

A. Induksi Pembentukan Kalus .............................................................. 29

B. Kalus dalam Media Perlakuan .......................................................... 31

1. Morfologi Kalus ......................................................................... 31

2. Pertumbuhan Kalus .................................................................... 35

C. Analisis Kandungan Reserpin dalam Kalus ...................................... 42

BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 52

A. Kesimpulan ....................................................................................... 52

B. Saran .................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53

LAMPIRAN .................................................................................................. 58

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................................... 68

RIWAYAT HIDUP PENULIS ..................................................................... 70

Page 12: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Morfologi kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari) ................................................ 32

Tabel 2. Rata-rata peningkatan berat basah kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari)...... 35

Tabel 3. Rata-rata berat kering kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa ........................................................... 39

Tabel 4. Rata-rata kadar reserpin (mg/g) kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa .......................................... 42

Page 13: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

xii

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 1. Morfologi tanaman Rauvolfia verticillata ................................ 5

Gambar 2. Struktur kimia reserpin (Manitto, 1981) .................................. 12

Gambar 3. Jalur biosintesis Alkaloid Indol Monoterpenoid (Shank et al., 1998) ......................................................................................... 13

Gambar 4. Struktur kimia molekul sukrosa (Dwidjoseputro, 1994) .......... 17

Gambar 5. Diagram alir kerangka pemikiran ............................................. 19

Gambar 6. Morfologi kalus R. verticillata umur 30 hari pada media inisiasi ....................................................................................... 30

Gambar 7. Morfologi kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari) ........................................... 34

Gambar 8. Histogram rata-rata peningkatan berat basah kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari) ............................................................. 35

Gambar 9. Histogram rata-rata berat kering kalus R. verticillata pada MS dengan variasi konsentrasi sukrosa .................................... 39

Gambar 10. Histogram rata-rata kadar reserpin (mg/g) kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa ................ 42

Gambar 11. Sinyal transduksi gula pada tumbuhan (Ramawat dan Merillon, 1999) ......................................................................... 44

Gambar 12. Jalur biosintesis asam mevalonat (Berg et al., 2002) ................ 47

Gambar 13. Jalur biosintesis asam shikimat (Odneal, 2000) ........................ 48

Gambar 14. Biosintesis Alkaloid Indol Monoterpenoid dari jalur Shikimat dan jalur Mevalonat (Verpoorte et al., 2002; Shank et al., 1998).......................................................................................... 49

Page 14: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

HalamanLampiran 1. Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog) (Dodds dan

Roberts 1995) ........................................................................ 58

Lampiran 2. Tanaman Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon .................... 59

Lampiran 3. Data berat kalus R. verticillata pada variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS ...................................................... 60

Lampiran 4. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% pertambahan berat basah kalus R. verticillata ................................................................ 61

Lampiran 5. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% berat kering kalus R. verticillata ............................................................................. 62

Lampiran 6. Kurva standar reserpin murni ............................................... 63

Lampiran 7. Hasil spektrofotometer sampel kalus perlakuan ................... 64

Lampiran 8. Data kadar reserpin kalus R. verticillata pada variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS ................................... 65

Lampiran 9. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% kadar reserpin R. verticillata .............................................................................. 66

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar reserpin ....................................... 67

Page 15: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................. vi

HALAMAN MOTTO ................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 4

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 4

1. Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon ......................................... 4

2. Teknik Kultur in vitro ................................................................. 7

3. Metabolit Sekunder .................................................................... 10

4. Nutrisi dalam Media ................................................................... 16

B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 18

C. Hipotesis ............................................................................................ 19

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 20

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 20

Page 16: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

xi

B. Bahan dan Alat .................................................................................. 20

1. Bahan .......................................................................................... 20

2. Alat ............................................................................................. 21

C. Rancangan Percobaan ....................................................................... 22

D. Cara Kerja ......................................................................................... 22

1. Persiapan .................................................................................... 22

2. Induksi Pembentukan Kalus ....................................................... 24

3. Penanaman Kalus pada Media Perlakuan ................................... 25

4. Pemeliharaan Selama Perlakuan ................................................ 26

5. Pengamatan dan Pengujian Hasil ............................................... 26

E. Analisis Data ..................................................................................... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 29

A. Induksi Pembentukan Kalus .............................................................. 29

B. Kalus dalam Media Perlakuan .......................................................... 31

1. Morfologi Kalus ......................................................................... 31

2. Pertumbuhan Kalus .................................................................... 35

C. Analisis Kandungan Reserpin dalam Kalus ...................................... 42

BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 52

A. Kesimpulan ....................................................................................... 52

B. Saran .................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53

LAMPIRAN .................................................................................................. 58

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................................... 68

RIWAYAT HIDUP PENULIS ..................................................................... 71

Page 17: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan.

Berbagai jenis penyakit sekarang ini banyak menyerang masyarakat. Sejalan

dengan itu berbagai jenis obat telah diusahakan untuk mengatasinya, baik obat

sintetik maupun obat alami (tradisional). Salah satu bahan baku obat adalah

senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan. Tumbuhan yang

berkhasiat sebagai obat misalnya Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon.

Tumbuhan ini mengandung senyawa kimia reserpin yang bermanfaat sebagai obat

tekanan darah tinggi (anti hipertensi) (LIPI, 1999).

Kebutuhan senyawa kimia dalam tumbuhan obat semakin meningkat, tapi

keberadaan tumbuhan yang bersangkutan semakin langka. Kelangkaan tumbuhan

ini disebabkan penggunaan yang terus menerus serta laju pemanenan dan

pemanfaatan lebih tinggi daripada laju kemampuan alam untuk memulihkan

populasinya (Anonim, 2000). Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu

teknologi agar diperoleh senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan secara

optimal dengan tidak menyebabkan kepunahan tumbuhan yang bersangkutan

(Mulabagal dan Tsay, 2004).

Kultur in vitro merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

memproduksi metabolit sekunder hanya dengan menggunakan bagian tertentu dari

suatu tumbuhan. Dengan kultur in vitro produksi metabolit sekunder dapat

Page 18: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

2

diperoleh setiap saat karena tidak tergantung kondisi lingkungan seperti iklim dan

kondisi tanah (Fisher et al., 1999). Menurut Ramachandra Rao (2000), produksi

metabolit sekunder yang bernilai ekonomi tinggi melalui kultur in vitro dapat

diperoleh melalui beberapa metode khusus antara lain pemilihan klon sel,

pemberian prekursor, elisitasi dan manipulasi faktor lingkungan dan media.

Optimalisasi produksi metabolit sekunder dengan manipulasi media dapat

dilakukan dengan cara manipulasi faktor fisik dan optimalisasi elemen nutrisinya

(Choi et al., 1994 dalam Mulabagal dan Tsay, 2004). Penambahan sumber karbon

pada media kultur dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder. Menurut

Manuhara (1995) kandungan alkaloid vinkristin Catharanthus roseus meningkat

setelah penambahan sumber karbon berupa sukrosa pada media kultur.

Penambahan kombinasi sukrosa dan glukosa juga dapat meningkatkan kandungan

saponin kultur kalus Talinum paniculatum (Suskendriyati, 2003).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji

pengaruh pemberian variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS pada

pertumbuhan dan kandungan reserpin kalus R. verticillata.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS

terhadap pertumbuhan kalus R. verticillata?

Page 19: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

3

2. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS

terhadap kandungan reserpin kalus R. verticillata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS terhadap

pertumbuhan kalus R. verticillata.

2. Mempelajari pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS terhadap

kandungan reserpin kalus R. verticillata.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang pengaruh variasi konsentrasi sukrosa dalam

media MS terhadap pertumbuhan dan kandungan reserpin kalus R. verticillata.

2. Memberikan informasi mengenai konsentrasi sukrosa yang optimum untuk

menghasilkan pertumbuhan dan kandungan reserpin tertinggi kalus R.

verticillata.

Page 20: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon.

a. Klasifikasi

Tanaman Rauvolfia verticillata mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Apocynales

Famili : Apocynaceae

Genus : Rauvolfia

Spesies : Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon. (Tjitrosoepomo, 2000).

b. Morfologi

Rauvolfia verticillata merupakan semak tegak, dengan tinggi 0,5-3

meter. Batangnya berwarna abu-abu. Daunnya berkarang 3 atau 4 pada

bagian terminal, dan di bagian bawahnya umumnya berhadapan (opposite);

panjang tangkai daun 0,5-1,5 cm; helaian daun melebar atau hampir

berbentuk bujur dengan daging daun seperti kertas. Bunganya berwarna putih

kemerahan, dengan tabung corolla panjangnya 9-18 mm, menggembung dari

tengah sampai bagian leher tabung corolla. R. verticillata mempunyai buah

Page 21: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

5

berwarna ungu keputihan, bentuk membulat sampai lonjong, berpasangan,

dan bagian basal berlepasan (Lampiran 2) (LIPI, 1999).

Gambar 1. Morfologi tanaman Rauvolfia verticillata

c. Ekologi dan Distribusi

Rauvolfia verticillata dapat ditemukan di beberapa tempat di Indonesia.

Tanaman ini mempunyai nama daerah yang berbeda-beda; di Sumatra disebut

salung-salung, di Melayu disebut sepuleh, di Jawa sering disebut pule pandak

atau pule, di Thailand disebut kayawan atau rayon, dan di Inggris disebut rice

weed (LIPI, 1999). R. verticillata mempunyai beberapa sinonim, yaitu

Dissolena verticillata Lour., Ophioxylon maius Hassk., Hunteria sundana

Miq., Rauvolfia chinensis (Spreng) Hemsl, serta Rauvolfia perakensis King

dan Gamble (de Padua et al., 1999).

Tumbuhan pule umumnya tumbuh di tempat terbuka, baik di dataran

rendah maupun pegunungan (Anonim, 2000). Pule banyak ditemukan di

hutan Dipterocarpaceae, hutan bambu dan hutan hujan tropis. Di alam,

Page 22: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

6

tanaman ini umumnya tumbuh di tanah lempung atau berbatu kapur dengan

ketinggian 30-2000 m dpl (de Padua et al., 1999).

Rauvolfia verticillata tersebar di beberapa negara di dunia seperti India,

Sri Lanka, Laos, Burma, Thailand, Cina, Taiwan, Kamboja, Vietnam, Filipina

dan Semenanjung Malaya. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di

Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi (LIPI, 1999).

R. verticillata merupakan tumbuhan yang mudah atau rentan terserang

penyakit. Sampai saat ini tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang

sulit ditemukan keberadaannya dan sulit dibudidayakan (Anonim, 2000).

d. Kandungan Kimia dan Manfaat

Rauvolfia verticillata mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Thien An

dan Ziegler, 2001). Kandungan kimia tanaman R. verticillata antara lain

reserpin, perakin, ajmalin, isoreserpin dan sarpagin. Tanaman ini bermanfaat

sebagai obat, terutama bagian akar, batang dan daunnya yang berkhasiat

untuk mengobati tekanan darah tinggi, malaria dan tipus. Senyawa reserpin

sendiri bermanfaat sebagai anti hipertensi dan obat penenang (Lajis, 1996).

Dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan, teknik isolasi serta

identifikasi, zat aktif tersebut sekarang telah distandardisasi, diformulasikan,

dan disajikan dalam bentuk pil, tablet, kapsul dan sediaan lain yang kita kenal

saat ini sebagai obat (Anonim, 2003).

Page 23: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

7

2. Teknik Kultur in Vitro

a. Definisi dan Manfaat

Kultur in vitro atau disebut juga kultur jaringan tanaman adalah suatu

teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan

atau organ dalam media kultur dengan kandungan nutrisi lengkap, serta

kondisi ruang kultur yang aseptik dan terkontrol (Yusnita, 2004). Pelaksanaan

kultur in vitro tanaman didasarkan pada sifat totipotensi sel yaitu sifat setiap

sel tanaman hidup yang pada dasarnya dilengkapi dengan informasi genetik

dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang

menjadi tanaman utuh, jika berada di lingkungan yang sesuai (Ignacimuthu,

1997; Yusnita, 2004).

Teknik kultur in vitro dilaksanakan pada kondisi yang steril, yaitu bebas

dari kontaminan seperti mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam media

kultur. Sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada

pada permukaan eksplan. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai sterilan

misalnya NaOCl, CaOCl2, etanol dan HgCl2 (Yusnita, 2004). Eksplan yang

telah steril ditanam pada media kultur. Media MS (Murashige Skoog)

merupakan media yang sering digunakan untuk induksi kalus. Komposisi

utama media ini adalah garam mineral, sumber karbon, zat pengatur tumbuh

(ZPT) dan bahan pemadat (agar) (Ramawat, 1999; Scragg, 1997;

Ignacimuthu, 1997).

Perkembangan teknik kultur in vitro telah banyak memberikan manfaat

dalam bidang penelitian, terutama untuk analisis fisiologi tumbuhan dan

Page 24: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

8

aspek-aspek biokimia tumbuhan (Wetherell, 1982). Teknik kultur in vitro

digunakan untuk menghasilkan produk-produk tanaman melalui proses yang

sama, dengan faktor lingkungan berupa suhu, cahaya, komposisi media, dan

pH yang terkontrol baik dari setiap tahapan kultur (Auge, 1995). Kultur in

vitro dimanfaatkan sebagai alternatif untuk memperoleh tanaman bebas virus,

memperbanyak tanaman, melestarikan plasma nutfah, manipulasi genotip,

dan produksi senyawa tanaman yang diinginkan (Mulabagal dan Tsay, 2004).

b. Inisiasi dan Pertumbuhan Kalus

Proses produksi metabolit sekunder secara in vitro diawali dengan

menumbuhkan eksplan dalam media padat untuk menghasilkan kalus. Kalus

adalah massa amorf dari sel-sel parenkim berdinding tipis yang tersusun tidak

rapat dan tidak teratur, yang berasal dari proliferasi sel eksplan dalam kultur

(Dodds dan Roberts, 1995). Sel-sel kalus bersifat meristematis dan

merupakan wujud dediferensiasi, yaitu jaringan dewasa yang masih hidup dan

telah mempunyai sifat tertentu menjadi meristematis kembali (Margara, 1982

dalam Suryowinoto, 1996). Menurut Suryowinoto (1996), menginduksi kalus

merupakan salah satu langkah penting dalam kultur in vitro.

Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, misalnya

akar, batang, daun, biji atau buah. Dengan kata lain semua bagian tanaman

multiseluler merupakan sumber eksplan yang potensial untuk inisiasi kalus.

Organ yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan yang berbeda

Page 25: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

9

(Dodds dan Roberts, 1995). Pada umumnya kalus muncul pada bagian yang

terluka (Sinnot, 1960 dalam Dodds dan Roberts, 1995).

Menurut Gamborg (1991), zat pengatur tumbuh dibutuhkan untuk

menginduksi pertumbuhan dan pembelahan sel. Pembentukan kalus dapat

dirangsang dengan hormon auksin dan sitokinin. Senyawa auksin misalnya

2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), asam naftalen asetat (NAA), asam indol

asetat (IAA) dan asam indol butirat (IBA). IAA sangat tidak stabil dan mudah

diuraikan oleh enzim yang dibebaskan oleh sel, sedangkan 2,4-D maupun

NAA sangat lambat diuraikan oleh tumbuhan dan stabil pada pemanasan

dengan autoklaf (Wetherell, 1982). Senyawa auksin terutama IAA cepat

meningkatkan pertumbuhan, mendorong terbentuknya sejumlah sel yang

cukup banyak, tapi sel tersebut tidak membelah sehingga banyak diantaranya

yang poliploid dengan beberapa inti (Salisbury dan Ross, 1995)

Pembelahan sel dapat diinduksi dengan senyawa sitokinin, misalnya

zeatin, zeatin ribosida, dihidrozeatin dan isopentenil adenin (IPA). Beberapa

sitokinin sintetik yang dapat mendorong pembelahan sel yaitu kinetin dan

benziladenin. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sitokinin memacu

sitokinesis jaringan yang ditumbuhkan secara in vitro. Sitokinin bersama

dengan auksin akan menginduksi pembelahan sel yang ditumbuhkan pada

media dengan komposisi nutrien yang optimum (Salisbury dan Ross, 1995).

Perbandingan sitokinin dan auksin yang seimbang akan merangsang

pertumbuhan kalus (Yusnita, 2004).

Page 26: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

10

Pertumbuhan kalus pada media kultur biasanya ditentukan dengan

mengukur berat kalus (Yokota et al., 1999). Pertumbuhan kalus sangat

penting untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan dan sintesis produk

sekunder serta akumulasinya di dalam kalus (Ramawat, 1999). Sanchez et al.

(2000) menjelaskan bahwa kalus mempunyai tiga tahap pertumbuhan.

Pertama tahap lag (adaptasi), merupakan masa adaptasi kalus terhadap media

baru. Pada tahap lag belum terjadi pertumbuhan kalus. Tahap kedua adalah

tahap eksponensial, terjadi pertumbuhan secara maksimum. Tahap ketiga

adalah stasioner, yaitu pertumbuhan kalus menurun bahkan menjadi linier.

3. Metabolit Sekunder

a. Alkaloid Indol Monoterpenoid

Metabolit sekunder merupakan produk metabolisme yang khas pada

suatu tanaman (Kurz dan Constabel, 1991), yang dihasilkan oleh suatu organ

tapi tidak dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber energi bagi tanaman

tersebut (Taiz dan Zeiger, 1998). Metabolit sekunder tanaman dihasilkan

melalui reaksi metabolisme sekunder dari bahan organik primer (karbohidrat,

protein dan lemak) (Anggarwulan dan Solichatun, 2001). Menurut Croteau et

al. (2000), berdasarkan asal biosintesisnya terdapat tiga kelompok utama

metabolit sekunder, yaitu terpenoid, alkaloid dan fenilpropanoid atau

kelompok senyawa fenol. Beberapa produk sekunder ini merupakan bahan

obat yang berguna (Kurz dan Constabel, 1991).

Page 27: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

11

Alkaloid adalah suatu senyawa kimia heterosiklik yang mengandung

paling sedikit 1 atom nitrogen. Sifat-sifat senyawa ini antara lain larut dalam

air, pH biasanya lebih dari 7, umumnya tidak berwarna, pada suhu kamar

berbentuk kristal dan memiliki rasa yang pahit. Biasanya alkaloid bersifat

racun pada konsentrasi tertentu (Taiz dan Zeiger, 1998). Menurut Croteau et

al. (2000), alkaloid mempunyai struktur molekuler yang kompleks dan

mempunyai aktivitas farmakologi dan fisiologi yang tinggi dalam tubuh

organisme. Efek fisiologis alkaloid tersebut banyak dimanfaatkan sebagai

obat (Chairul, 2003).

Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tanaman seperti daun,

biji, ranting dan kulit kayu. Pada umumnya kadar alkaloid dalam tanaman

kurang dari 1%. Pengelompokan alkaloid sangat bervariasi. Salah satu

kelompok alkaloid yang banyak terdapat dalam tanaman adalah alkaloid indol

monoterpenoid (AIM). Kelompok alkaloid ini pada dasarnya merupakan

turunan dari satu unit triptamin dan satu unit C9 atau C10 dari terpenoid

(secologanin) (Ramawat dan Merillon, 1999). Sebagian besar anggota

alkaloid indol monoterpenoid mempunyai aktivitas sebagai bahan obat serta

memiliki nilai ekonomi yang tinggi, misalnya reserpin dan vinkristin

(Robinson, 1995). Reserpin adalah salah satu senyawa kimia yang terkandung

dalam tumbuhan. Senyawa ini dapat menurunkan tekanan darah tinggi atau

sebagai anti hipertensi (Lajis, 1996). Struktur kimia reserpin disajikan pada

Gambar 2.

Page 28: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

12

Gambar 2. Struktur kimia reserpin (Manitto, 1981).

Menurut Meijer et al. (1993), AIM dapat dibentuk melalui dua jalur

biosintesis yaitu jalur shikimat dan jalur mevalonat dari metabolisme primer

(Gambar 3). Pada jalur shikimat, triptofan adalah prekursor untuk sebagian

besar AIM. Triptofan akan membentuk triptamin dengan katalisator triptofan

dekarboksilase (TDC) (St-Pierre et al., 1999). Secologanin terbentuk melalui

jalur mevalonat dengan katalisator utama adalah enzim geraniol 10-

hidroksilase (G10H). Enzim geraniol 10-hidroksilase mengkatalisis

pembentukan 10-hidroksigeraniol dari senyawa geraniol. Geraniol berasal

dari senyawa geranil difosfat, yang selanjutnya akan terbentuk loganin,

kemudian secologanin (Shank et al., 1998).

Jalur biosintesis indol terpenoid berpusat pada striktosidin yang

merupakan prekursor sentral untuk semua alkaloid indol terpenoid.

Striktosidin terbentuk dari kondensasi triptamin dan secologanin yang

dikatalisis oleh striktosidin sintase (SSS). Enzim ini mengkatalisis kondensasi

kelompok amino primer pada triptamin dan gugus aldehid dari secologanin

Page 29: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

13

untuk membentuk AIM yang pertama yaitu 3(s)-striktosidin, yang

digunakan sebagai prekursor pembentukan AIM (Shank et al., 1998).

Gambar 3. Jalur Biosintesis Alkaloid Indol Monoterpenoid (Shank et al., 1998)

b. Produksi Metabolit Sekunder Melalui Kultur in Vitro

Metabolit sekunder tanaman merupakan sumber utama untuk

farmakeutikal, zat aditif makanan, parfum dan pestisida (Ramachandra Rao

dan Ravishankar, 2002). Sampai saat ini sumber daya alam yang berpotensi

menghasilkan senyawa-senyawa tersebut semakin berkurang, sedangkan

pengguna produk alam tersebut semakin meningkat (Heble, 1996).

Menurut Mulabagal dan Tsay (2004), kultur in vitro merupakan teknik

alternatif yang potensial untuk mendapatkan metabolit sekunder yang cukup

Jalur Shikimat Jalur Mevalonat

Triptofan

Triptamin

Triptofan dekarboksilase

Geranyl difosfat

Geraniol

10 - hidroksigeraniol

Enzim G10H

Loganin

Secologanin

Striktosidin

4,21-dehidrogeissosizin

Alkaloid Indol Monoterpenoid

Striktosidin sintase

Page 30: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

14

banyak tanpa harus menyebabkan kelangkaan pada tanaman induk. Penerapan

kultur in vitro untuk menghasilkan metabolit sekunder lebih menguntungkan

daripada metode konvensional, karena metode ini mempunyai beberapa

keuntungan antara lain: (1) dapat menghasilkan senyawa berkhasiat dalam

kondisi terkontrol, (2) pembentukan metabolit sekunder dapat ditingkatkan

melalui manipulasi media, (3) produk yang dihasilkan relatif konsisten baik

kualitas maupun kuantitasnya, (4) produksinya tidak tergantung pada kondisi

lingkungan seperti keadaan geografis, iklim dan musim.

Produksi metabolit sekunder melalui kultur in vitro dapat dilakukan

dengan kultur kalus maupun kultur suspensi sel. Untuk menghasilkan

metabolit sekunder dalam jumlah yang besar melalui kultur in vitro

dibutuhkan berbagai metode untuk merangsang aktivitas biosintesis senyawa

aktif tanaman tersebut (Ramachandra Rao, 2000). Beberapa strategi untuk

meningkatkan produksi metabolit sekunder melalui kultur in vitro telah

dikembangkan. Dalam kultur in vitro, jenis metabolit sekunder tertentu akan

terakumulasi dalam jumlah yang besar apabila berada di bawah kondisi

tertentu pula. Beberapa cara mengoptimalkan produksi metabolit sekunder

melalui kultur in vitro antara lain: (1) manipulasi faktor lingkungan dan

media, (2) pemilihan klon sel yang bernilai tinggi, (3) pemberian prekursor,

dan (4) elisitasi (Mulabagal dan Tsay, 2004).

Optimalisasi produk metabolit sekunder dengan memanipulasi kondisi

media dan faktor lingkungan dapat dilakukan dengan manipulasi komponen

media, fitohormon, pH, suhu, aerasi, elisitasi dan pencahayaan. Manipulasi

Page 31: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

15

faktor fisik dan elemen nutrisi kemungkinan menjadi pendekatan yang paling

mendasar untuk optimalisasi produksi metabolit sekunder melalui kultur in

vitro (Mulabagal dan Tsay, 2004). Beberapa produk senyawa ditemukan

terakumulasi dalam jumlah yang cukup tinggi dalam kultur, misalnya

ginsenosides pada Panax ginseng (Choi et al., 1994 dalam Mulabagal dan

Tsay, 2004), saponin pada kultur kalus Talinum paniculatum (Suskendriyati,

2003).

Modifikasi media mengubah komposisi dasar biokimia dari suatu

biomassa yaitu protein, lipid, karbohidrat dan pigmen. Komposisi media

berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi biomassa (Sanchez et al., 2000)

Modifikasi media dapat meningkatkan kandungan metabolit sekunder,

misalnya antosianin pada kultur kalus strawberry (Miyanaga et al., 2000). Sel

tanaman dengan nutrisi media yang sesuai akan mengalami pertumbuhan

dengan baik. Tanaman memperoleh sumber energi untuk metabolisme dari

gula yang ditambahkan dalam media. Kandungan antosianin pada kultur sel

strawberry meningkat sampai tiga kali lipat dari kontrol setelah penambahan

sukrosa pada media kultur (Miyanaga et al., 2000), begitu juga kandungan

betasianin kultur suspensi Chenopodium rubrum diperoleh kadar maksimal

pada media dengan penambahan sukrosa 2% (Berlin et al., 1986 dalam

Leathers et al., 1992). Menurut Lee et al. (1998), pada kultur suspensi wortel

yang ditumbuhkan pada media yang kekurangan glukosa menyebabkan

terhambatnya katabolisme fosfolipid. Suskendriyati (2003) melaporkan

bahwa pada kombinasi sukrosa 20 g/l dan glukosa 30 g/l diperoleh kadar

Page 32: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

16

saponin tertinggi pada kultur kalus Talinum paniculatum Gaertn. Pada

penelitian tersebut pemberian sukrosa pada media MS dengan konsentrasi

yang berbeda juga memberikan beda nyata terhadap berat basah maupun

berat kering kalus Talinum paniculatum.

4. Nutrisi dalam Media

Keberhasilan teknik kultur in vitro terutama disebabkan oleh

pengetahuan yang baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang

dikulturkan (Gamborg, 1991). Nutrisi dalam media mempengaruhi kesehatan,

daya hidup, pertumbuhan sel jaringan, organ dan differensiasi planlet.

Menurut Dodds dan Roberts (1995), komponen media dalam kultur jaringan

tanaman meliputi makro dan mikronutrien, vitamin, sumber karbon dan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Komponen makronutrien dalam media terdiri dari

nitrogen (N), fosfor (P), potasium (K), kalsium (Ca), sulfur (S) dan

magnesium (Mg). Mikronutrien meliputi besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn),

boror (Br), tembaga (Cu), molibnum (Mo) dan klor (Cl). Komponen media

tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme sel dalam media

kultur (Ramawat, 1999).

Menurut Wetherell (1982), sumber karbon dan sumber energi harus ada

dalam media kultur. Karbohidrat adalah salah satu senyawa organik sebagai

sumber karbon yang ada dalam media kultur jaringan. Karbohidrat sangat

dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan sel dan berperan dalam metabolisme

sel. Sumber karbon dalam media kultur adalah glukosa, fruktosa, galaktosa

Page 33: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

17

dan sukrosa. Sukrosa dan glukosa dengan konsentrasi 2-4% merupakan

sumber karbon yang paling cocok diberikan dalam media kultur (Wetter dan

Constabel, 1991). Menurut Dodds dan Roberts (1995), jumlah sukrosa dan D-

glukosa yang sering ditambahkan dalam media adalah 20.000-30.000 mg/l.

Pemberian variasi konsentrasi sukrosa yang lebih ataupun kurang dari kadar

normal (20-30 g/l) dalam media dapat menimbulkan stres pada biosintesis

metabolit sekunder dan juga menyebabkan perubahan tekanan osmotik

(Manuhara, 1995).

Karbohidrat dalam tubuh tumbuhan kira-kira berjumlah 75%, baik yang

berupa monosakarida atau disakarida. Monosakarida yang banyak terdapat

dalam tubuh tumbuhan adalah glukosa dan fruktosa. Sumber karbon lain yang

banyak terdapat dalam tumbuhan adalah sukrosa (Gambar 4). Sukrosa adalah

disakarida yang merupakan produk fotosintesis tidak langsung. Disakarida ini

terdiri dari dua monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Sukrosa mudah

larut dalam air, dan terhidrolisis menjadi satu molekul glukosa dan satu

molekul fruktosa (Dwidjoseputro, 1994).

Gambar 4. Struktur kimia molekul sukrosa (Dwidjoseputro, 1994)

Page 34: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

18

Sukrosa berfungsi sebagai pembentuk komponen sel, sumber energi dan

sumber karbon. Transport sukrosa ke dalam sel dapat dalam bentuk

disakaridanya (sukrosa) maupun komponen penyusunnya yaitu heksosa

(Strum, 1999 dalam Suskendriyati, 2003). Menurut Iraqi dan Tremblay

(2001), hidrolisis sukrosa adalah langkah awal dari penggunaannya dalam sel.

Sukrosa dalam media dihidrolisis menjadi monosakarida selama masa kultur.

Krook et al. (1998) menyatakan bahwa sukrosa terhidrolisis secara

cepat menjadi heksosa (glukosa dan fruktosa) oleh enzim invertase dinding

sel. Glukosa dan fruktosa hasil hidrolisis sukrosa masuk ke dalam sel secara

terpisah. Kedua monosakarida tersebut digunakan sel untuk metabolisme,

selanjutnya digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon. Selain

sebagai sumber karbon dan sumber energi, sukrosa yang terserap

mempengaruhi tekanan osmotik sehingga menyebabkan pemanjangan sel

(Strum, 1999 dalam Suskendriyati, 2003).

B. Kerangka Pemikiran

Peningkatan pertumbuhan dan kandungan reserpin Rauvolfia verticillata

dapat dilakukan secara in vitro dengan cara memanipulasi media tumbuh yaitu

dengan penambahan sumber karbon berupa sukrosa dengan konsentrasi yang

berbeda. Penambahan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda akan

mempengaruhi metabolisme karbon dalam sel. Hasil metabolisme karbon dalam

sel yang berupa energi dan rangka karbon selanjutnya akan digunakan untuk

Page 35: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

19

pertumbuhan sel dan produksi metabolit sekunder. Secara skematis kerangka

pemikiran penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut :

Gambar 5. Diagram alir kerangka pemikiran

C. Hipotesis

1. Peningkatan konsentrasi sukrosa sampai batas optimum dalam media MS

akan meningkatkan pertumbuhan kalus Rauvolfia verticillata.

2. Peningkatan konsentrasi sukrosa sampai batas optimum dalam media MS

akan meningkatkan kandungan reserpin kalus Rauvolfia verticillata.

Eksplan daun R. verticillata

Media MS

Metabolisme karbon dalam sel

Energi, sumber karbon

Produksi reserpin

Variasi konsentrasi sukrosa

Pertumbuhan kalus

Page 36: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan yaitu bulan Mei-November

2006, bertempat di Sub Lab. Biologi Lab. Pusat MIPA UNS Surakarta.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Bahan Tanaman Sumber Eksplan

Tanaman yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah Rauvolfia

verticillata yang diperoleh dari Tawangmangu, Karanganyar. Daun R.

verticillata yang digunakan adalah daun ke tiga dari pucuk.

b. Bahan Kimia

1) Untuk Sterilisasi Eksplan

Bahan yang digunakan untuk sterilisasi eksplan adalah air mengalir,

akuades steril, dithane 3%, agrape 2%, dan alkohol 70%.

2) Untuk Pembuatan Media

a) Media Inisiasi Kalus

Bahan-bahan untuk pembuatan media inisiasi kalus terdiri dari

bahan-bahan kimia pada komposisi dasar media Murashige Skoog

Page 37: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

21

(MS) (Lampiran 1), bahan pemadat berupa agar 7.000 mg/l, KOH 1N,

HCl 1N, NAA 2 mg, kinetin 2 mg dan akuades.

b) Media Perlakuan

Media perlakuan menggunakan bahan-bahan kimia seperti pada

media inisiasi kalus yang ditambah sukrosa dengan variasi konsentrasi

0 g/l, 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l dan 40 g/l (modifikasi dari Manuhara, 1995;

Suskendriyati, 2003).

3) Bahan untuk Analisis Reserpin

Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kandungan reserpin

adalah etanol p.a., akuabides, asam sulfamat 5%, sodium nitrit 0,3%, dan

senyawa reserpin murni.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Alat untuk Sterilisasi

Untuk sterilisasi alat dan media digunakan autoklaf yang telah diatur

pada suhu 121C dan tekanan 1,5 atm.

b. Alat untuk Pembuatan Media

Peralatan yang digunakan meliputi timbangan analitik, gelas beker,

gelas ukur, pipet volume, pipet tetes, spatula, pH meter, botol kultur,

alumunium foil, hot plate dengan magnetic stirrer, kertas label dan karet

gelang.

Page 38: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

22

c. Alat untuk Penanaman Eksplan

Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, bunsen

burner, cawan petri, gunting, pinset, scalpel, tissue dan hand sprayer.

d. Alat untuk Analisis Reserpin

Alat yang digunakan meliputi mortar dan pesle, tabung reaksi, pipet

volum, kertas saring, vortek, water batch dan spektrofotometer UV-Visible

(Shimadzu UV-160 IPC).

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan, yaitu

penambahan sukrosa dengan lima taraf konsentrasi (0 g/l, 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l,

dan 40g/l) dengan lima ulangan. Penentuan taraf perlakuan ini berdasarkan pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Manuhara (1995) dan Suskendriyati ( 2003).

D. Cara Kerja

1. Persiapan

a. Sterilisasi Alat

Alat-alat dan botol kultur dicuci dengan detergen, dibilas dengan air

kemudian dikeringkan. Setelah kering botol kultur dan alat yang berbentuk

botol atau tabung ditutup dengan alumunium foil, sedangkan alat-alat lainnya

(skalpel, pinset, spatula dan pipet) dibungkus dengan kertas. Semua alat dan

Page 39: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

23

botol kultur tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121C dan

tekanan 1,5 atm selama satu jam.

b. Pembuatan Larutan Stok

Bahan-bahan kimia untuk stok media MS ditimbang, kemudian

dilarutkan dalam 50 ml akuades dalam gelas beker dan diaduk dengan

magnetic stirrer. Setelah bahan larut, volume ditetapkan hingga 100 ml,

kemudian larutan dimasukkan dalam botol stok dan diberi label. Untuk

larutan FeEDTA setelah larutan Na2EDTA dilarutkan baru ditambahkan

Fe2SO4 yang telah digerus. Setelah bahan kimia larut, volume ditetapkan

hingga 100 ml, kemudian dimasukkan dalam botol stok dan diberi label.

Semua botol yang berisi larutan stok ditutup dengan alumunium foil, lalu

disimpan dalam lemari es.

c. Pembuatan Media

1) Media Inisiasi Kalus

Larutan-larutan stok diambil dari lemari es. Gelas beker volume 1

liter diletakkan di atas hot plate dan diisi sepertiganya dengan akuades,

kemudian masing-masing larutan stok dimasukkan sesuai dengan

komposisi media MS yang tercantum dalam Lampiran 1. Sukrosa 30 g

ditambahkan dalam gelas piala dan diaduk hingga larut sempurna.

Campuran diaduk setiap kali penambahan larutan hingga larut sempurna.

Kemudian akuades dimasukkan sampai ¾ bagian dari kapasitas gelas

Page 40: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

24

beker. Keasaman (pH) larutan media diukur dengan pH meter pada kisaran

5,6-5,8. Apabila pH larutan terlalu tinggi ditambah HCl 1N tetes demi

tetes untuk menurunkan pH dan bila pH larutan terlalu rendah ditambah

KOH 1N untuk menaikkan pH. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer

sampai diperoleh pH yang diharapkan. Zat pengatur tumbuh (NAA 2 mg

dan kinetin 2 mg) ditambahkan dalam larutan. Setelah itu agar sebanyak 8

g dimasukkan, lalu ditambah akuades sampai volume 1 liter. Media

dimasak sampai mendidih, setelah itu dituangkan ke dalam botol kultur

steril sebanyak 25 ml. Botol kultur ditutup rapat dengan alumunium foil

dan diberi label. Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121C, tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Media yang telah disterilkan

didinginkan dan disimpan pada rak media.

2) Media Perlakuan

Pembuatan media perlakuan sama seperti pada media inisiasi kalus,

tetapi dengan penambahan sukrosa sesuai dengan konsentrasi yang telah

ditentukan.

2. Induksi Pembentukan Kalus

a. Sterilisasi Eksplan

Daun R. verticillata dicuci dengan air mengalir serta dibuang bagian

daun yang kotor dan mati. Setelah itu daun direndam dalam larutan dithane

3% selama 2 menit, lalu akuades steril selama 5 menit. Kemudian daun

direndam dalam larutan agrape 2% selama 3 menit, lalu akuades steril selama

Page 41: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

25

5 menit. Setelah itu daun direndam dalam alkohol 70% selama ½ menit, lalu

akuades steril tiga kali masing-masing selama 5 menit.

b. Penanaman Eksplan

Eksplan yang telah disterilkan ditanam dalam media inisiasi kalus.

Penanaman eksplan dilakukan secara aseptik dalam laminar air flow cabinet

yang telah disinari sinar UV minimal 1 jam sebelumnya. Botol kultur yang

telah berisi eksplan ditutup rapat dengan alumunium foil, kemudian

diinkubasi selama 30 hari.

c. Pemeliharaan Eksplan

Eksplan diinkubasi dalam ruang kultur steril selama 30 hari untuk

menghasilkan kalus. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi botol-botol

kultur disemprot dengan alkohol 70% minimal tiga hari sekali.

3. Penanaman Kalus Pada Media Perlakuan

Kalus yang diperoleh dari media inisiasi kalus dipindah ke media perlakuan.

Pemindahan kalus dilakukan pada hari ke 30. Pemindahan dilakukan secara

aseptik dalam laminar air flow cabinet dengan menggunakan pinset steril. Setelah

kalus dimasukkan, botol kultur ditutup rapat dengan alumunium foil, kemudian

diinkubasi dalam ruang kultur selama 15 hari.

Page 42: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

26

4. Pemeliharaan selama Perlakuan

Inkubasi kalus dalam media perlakuan dilakukan selama 15 hari. Untuk

mencegah terjadinya kontaminasi botol-botol kultur disemprot dengan alkohol

70% minimal tiga hari sekali.

5. Pengamatan dan Pengujian Hasil

a. Pengamatan Pertumbuhan Kalus

Pertumbuhan kalus sangat penting diketahui, untuk mengetahui

hubungan antara pertumbuhan dan sintesis metabolit sekunder serta

akumulasinya dalam kalus. Pertumbuhan kalus ditentukan dengan mengukur

berat basah dan berat kering. Pengukuran berat basah kalus dilakukan dengan

menimbang berat basah kalus awal dan berat basah kalus akhir. Berat basah

kalus awal diperoleh dengan menimbang kalus beserta botol kultur, media

dan alumunium foil pada hari ke-0, hasilnya dikurangi dengan berat botol,

media serta alumunium foil sebelum ditanami kalus. Berat basah akhir

diperoleh dengan menimbang kalus secara langsung pada akhir pengamatan

(hari ke-15 dari awal penanaman pada media perlakuan). Berat kering kalus

diperoleh dengan mengukur berat kalus yang telah dikeringkan dalam oven

pada suhu 50C (pengukuran dilakukan setiap 24 jam sampai diperoleh berat

yang konstan). Pengamatan morfologi kalus dilakukan setiap hari selama 15

hari. Parameter yang diamati meliputi warna dan tekstur kalus.

Page 43: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

27

b. Analisis Kadar Reserpin

Kalus yang telah dikeringkan digerus dengan menggunakan mortar

sampai berbentuk serbuk halus. Serbuk kalus dimasukkan dalam tabung

reaksi sebanyak 100 mg, ditambahkan pelarut etanol p.a sebanyak 10 ml lalu

divortek, kemudian ditambah akuabides sampai volume 100 ml. Larutan

disaring dan ditambahkan sodium nitrit 0,3% sebanyak 1 ml, kemudian

diendapkan dalam water batch yang bersuhu 55C selama 30 menit. Larutan

didinginkan dan ditambahkan asam sulfamat 5% sebanyak 0,5 ml. Ekstrak

yang diperoleh diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-

Visible (Shimadzu UV-160 IPC) pada panjang gelombang 399 nm dengan

larutan pembanding reserpin murni (Singh et al., 2004).

Kadar reserpin (mg/l pelarut) hasil spektrofotometer kemudian

dikonversi dalam bentuk mg/g kalus kering (Lampiran 10), dengan rumus:

B

VSR

Dimana:R : Kadar reserpin (mg/g) berat kering kalusS : Kadar reserpin sampel hasil spektrofotometer (mg/l) pelarutV : Volume pelarut (l)B : Berat serbuk kalus yang dispektrofotometer (g)

(Hary, 1998 yang dimodifikasi)

Page 44: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

28

E. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif

berupa morfologi kalus (warna dan tekstur kalus) yang disajikan secara deskriptif.

Data kuantitatif meliputi berat basah kalus, berat kering kalus dan kadar reserpin

dalam kalus. Data kuantitatif dianalisis secara statistik dengan uji ANAVA dan

dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5%.

Page 45: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Induksi Pembentukan Kalus

Induksi pembentukan kalus merupakan tahapan penting dalam kultur

jaringan tumbuhaan. Melalui tahap inilah tahapan selanjutnya (produksi metabolit

sekunder) dapat dilakukan. Kalus diinduksi dalam media MS (Murashige Skoog)

dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). Menurut Santoso dan Nursandi

(2004), ZPT dapat merangsang terbentuknya kalus. Pada penelitian ini eksplan

ditanam pada media MS yang diberi NAA 2 mg/l dan kinetin 2 mg/l.

NAA (Asam Naftalen Asetat) adalah jenis auksin yang dalam kultur

jaringan tumbuhan dikenal sebagai hormon yang memiliki kemampuan

menginduksi kalus. Auksin menyebabkan pembesaran dan pemanjangan sel.

Kinetin adalah jenis sitokinin yang dapat merangsang pembelahan sel eksplan,

proliferasi sel-sel kalus dan mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Santoso

dan Nursandi, 2004).

Eksplan pada media inisiasi terlihat mengalami pembengkakan pada hari

ke-1 sampai hari ke-7. Hal ini terjadi karena eksplan menyerap air dari media

(proses imbibisi) sebagai tahap awal proses pertumbuhan, akibatnya sel-sel

membesar. Pada tahap tersebut belum terlihat adanya kalus, karena eksplan berada

pada fase lag yaitu fase adaptasi dengan media. Kalus mulai terbentuk pada hari

ke-7 setelah penanaman, yang ditandai dengan adanya tonjolan-tonjolan berwarna

keputihan pada bagian bekas luka (irisan). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Page 46: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

30

Suryowinoto (1996) bahwa timbulnya kalus merupakan aktivitas sel-sel di bagian

eksplan yang terluka dengan cara sel-selnya menjadi meristematik lagi. Luka yang

dialami jaringan atau sel tumbuhan akan mengaktifasi mekanisme pertahanan diri

tumbuhan baik secara lokal maupun sistemik (pada jaringan yang tidak luka)

dalam bentuk perubahan arah jalur metabolisme dan menginduksi ekspresi gen-

gen tertentu. Hanya pada jaringan yang rusak yang akan terbentuk struktur sel

tidak beraturan, mengalami dediferensiasi, mengeluarkan senyawa simpanan, dan

kehilangan banyak air. Pembelahan sel yang terus menerus mengakibatkan

terbentuknya jaringan penutup luka. Jaringan inilah yang disebut kalus. Kalus

merupakan massa sel yang tidak terdiferensiasi (Leon et al., 2001).

Morfologi kalus yang terbentuk pada media inisiasi selama 30 hari

mempunyai tekstur yang kompak (Gambar 6). Menurut Street (1973) kalus yang

kompak disebabkan kalus memiliki susunan sel yang rapat sehingga sulit

dipisahkan.

Gambar 6. Morfologi kalus R. verticillata umur 30 hari pada media inisiasi.

Kalus yang terbentuk memiliki warna putih kekuningan dan sedikit

kecokelatan. Warna kalus yang kurang hijau diduga erat kaitannya dengan

1

2

Keterangan :

1. Eksplan

2. Kalus

Page 47: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

31

mekanisme pertahanan diri terhadap perlakuan pada jaringan atau sel eksplan,

yaitu berupa sayatan atau pengaruh dari sterilan, sehingga metabolisme terfokus

untuk pertahanan diri. Menurut Leon et al. (2001) pada saat terjadi pelukaan,

tumbuhan akan segera memproduksi sejenis oksigen reaktif (reactive oxygen

species) yaitu anion superoksida pada jaringan yang rusak dan hidrogen peroksida

pada skala lokal maupun sistemik. Adanya oksigen reaktif berpotensi

menimbulkan proses oksidasi; akibatnya terjadi pencokelatan secara cepat pada

kalus maupun sel pada awal pertumbuhannya. Peristiwa pencokelatan merupakan

proses adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik atau biokimia

(memar, pengupasan, pemotongan, serangan penyakit, atau kondisi lain yang

tidak normal) (Santoso dan Nursandi, 2004). Warna kehijauan pada kalus diduga

disebabkan adanya sitokinin dalam media inisiasi yang dapat memacu

terbentuknya klorofil.

B. Kalus Dalam Media Perlakuan

Kalus umur 30 hari yang diperoleh dari media inisiasi disubkulturkan pada

media perlakuan dengan variasi konsentrasi sukrosa yang telah ditentukan. Kalus

diinkubasi selama 15 hari dalam ruang kultur.

1. Morfologi Kalus

Kalus yang disubkulturkan pada media perlakuan memiliki tekstur yang

cenderung kompak (non freeable) sampai akhir perlakuan. Warna kalus

mengalami perubahan menjadi cokelat muda dan cokelat tua. Morfologi kalus

pada media perlakuan umur 15 hari disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 7.

Page 48: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

32

Tabel 1. Morfologi kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari).

Morfologi KalusKonsentrasiSukrosa (g/L)

UlanganTekstur Warna

1 Kompak Cokelat tua2 Kompak Cokelat tua3 Kompak Cokelat tua4 Kompak Cokelat tua

0

5 Kompak Cokelat tua1 Kompak Cokelat agak tua2 Kompak Coklat tua3 Kompak Coklat tua4 Kompak Cokelat muda

10

5 Kompak Cokelat tua1 Agak remah Cokelat muda2 Kompak Cokelat muda3 Kompak Cokelat tua4 Kompak Cokelat tua

20

5 Kompak Cokelat tua1 Agak remah Cokelat muda2 Agak remah Cokelat muda3 Kompak Cokelat muda4 Kompak Cokelat muda

30

5 Kompak Cokelat muda1 Kompak Cokelat muda2 Agak remah Cokelat muda3 Kompak Cokelat tua4 Kompak Cokelat tua

40

5 Kompak Cokelat agak tua

Tekstur kalus yang kompak memiliki susunan sel yang rapat dan padat

sehingga sulit dipisah-pisahkan. Kalus non freeable juga disebabkan sebagian sel-

selnya memiliki proporsi vakuola yang lebih besar serta mempunyai dinding

polisakarida yang besar pula (Street, 1973). Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa

kalus tidak berwarna hijau. Hal ini diduga karena adanya dekomposisi klorofil.

Menurut Guilano et al. (1993) dalam Santoso dan Nursandi (2004), dekomposisi

klorofil secara biokimia dapat terjadi melalui:

Page 49: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

33

1. Hilangnya rantai phyton karena enzim klorofilase sehingga terbentuk

klorofilin / klorofilid yang menghasilkan warna hijau cerah.

2. Dekomposisi klorofilid lebih lanjut menjadi phaeophorbides (berwarna

cokelat) dan klorins (tidak berwarna).

3. Fotooksidasi sehingga Mg2+ hilang dan terbentuk phaeophytin yang berwarna

cokelat dan hijau olive (keputihan).

Menurut George dan Sherrington (1984), gula (sukrosa) dalam media

kultur jaringan dapat menghambat sintesis klorofil dengan tingkat penghambatan

yang berbeda-beda tergantung jaringan dan spesies tumbuhan. Penimbunan gula

dalam sel dapat menghambat proses fotosintesis dan menyebabkan pertumbuhan

tidak normal serta daun nekrotik (Jana dan Sheen (1992) dalam Fitriyani dkk,

1999). Penimbunan sukrosa disebabkan oleh absorbsi sukrosa dari media melalui

bagian eksplan yang teriris. Penimbunan sukrosa dalam sel menyebabkan

kebutuhan gula dalam sel sudah terpenuhi sehingga sel-sel tidak melakukan

fotosintesis; akibatnya pembentukan klorofil terhambat. Pencokelatan juga

merupakan gejala proses penuaan. Pencokelatan kalus juga dapat disebabkan oleh

akumulasi senyawa fenol dalam sel kalus. Menurut Santoso dan Nursandi (2004)

enzim yang berperan dalam proses pencokelatan ini adalah enzim komplek

polifenol oksidase yaitu fenol hidroksilase, kresolase dan katekolase.

Pembentukan senyawa fenol juga dapat didorong oleh adanya bahan-bahan kimia

dalam media, misalnya auksin. Auksin menurut Santoso dan Nursandi (2004)

dapat mendorong terjadinya pencokelatan pada eksplan daun muda kelapa sawit.

Page 50: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

29

Ulangan

Konsentrasi

Sukrosa (g/l)

1 2 3 4 5

0

10

20

30

40

Gambar 7. Morfologi kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari).

1 2

Keterangan :

1. Kalus

2. Ekspla

n

Page 51: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

29

2. Pertumbuhan Kalus

Pertumbuhan adalah suatu proses dalam kehidupan tumbuhan yang

mengakibatkan perubahan ukuran, bentuk dan jumlah sel pada kondisi-kondisi

tertentu (Sitompul dan Guritno, 1995). Menurut Yokota et al. (1999) pertumbuhan

kalus pada media kultur biasanya ditentukan dengan mengukur berat kalus.

a. Berat Basah

Parameter pertumbuhan dapat diamati dari peningkatan berat basah

(Lampiran 3). Peningkatan berat basah kalus dihitung dengan cara berat basah

akhir dikurangi berat basah awal. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) berat

merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tumbuhan.

Rata-rata peningkatan berat basah kalus disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 8.

Tabel 2. Rata-rata peningkatan berat basah kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari).

Konsentrasi Sukrosa (g/l) 0 10 20 30 40

Rata-rata Peningkatan Berat Basah (g)

a

0,40

b

0,80

b

0,92

b

0,90

b

0,76

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Gambar 8. Histogram rata-rata peningkatan berat basah kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa (umur 15 hari).

0,4

0,90,76

0,920,8

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

0 10 20 30 40

Konsentrasi Sukrosa (g/l)

Pe

rta

mb

ah

an

Be

rat

Ba

sa

h (

g)

Page 52: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

30

Hasil uji statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa variasi

konsentrasi sukrosa pada media perlakuan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan berat basah kalus. Pada Tabel 2 terlihat

bahwa konsentrasi sukrosa 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l dan 40 g/l memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan berat basah kalus, tapi

signifikan dengan media tanpa pemberian sukrosa.

Pada Gambar 8 terlihat bahwa secara keseluruhan media perlakuan

mampu meningkatkan berat basah kalus. Media dengan konsentrasi sukrosa

20 g/l menghasilkan pertumbuhan kalus terbesar. Rata-rata peningkatan berat

basah kalus pada media ini sebesar 0,92 g atau sebesar 108,85% dari berat

basah awal. Hal ini bisa dikatakan bahwa konsentrasi sukrosa 20 g/l

merupakan konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan kalus R. verticillata

karena pada konsentrasi sukrosa 30 g/l terjadi penurunan berat basah.

Peningkatan berat basah kalus terendah terjadi pada media tanpa pemberian

sukrosa, dengan rata-rata peningkatan berat basah sebesar 0,4 g atau sebesar

64,85% dari berat basah awal. Hal ini disebabkan jumlah sukrosa yang

dibutuhkan sebagai sumber energi dan sumber karbon untuk memacu

pertumbuhannya tidak mencukupi. Karbohidrat sangat dibutuhkan untuk

memacu pertumbuhan sel dan berperan dalam metabolisme (Wetter dan

Constabel, 1991). Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang berperan

penting dalam tumbuhan sebagai sumber energi, sumber karbon dan

pembentuk komponen sel (Dwidjoseputro, 1994). Menurut George (1993)

dalam Iraqi dan Tremblay (2001), sukrosa merupakan sumber karbon dan

Page 53: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

31

sumber energi yang paling sesuai untuk pertumbuhan jaringan pada kultur sel

tanaman dibandingkan dengan jenis karbohidrat yang lainnya.

Sukrosa dalam media masuk ke dalam sel melalui proses difusi bebas,

osmosis maupun arus massa. Sukrosa dalam sel akan terhidrolisis menjadi

glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase. Proses hidrolisis sukrosa oleh

invertase berlangsung di sitosol, vakuola maupun dinding sel (Salisbury dan

Ross, 1995). Pemecahan sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan

fruktosa) merupakan langkah awal penggunaan sukrosa oleh sel kalus (Iraqi

dan Tremblay, 2001). Glukosa dan fruktosa yang terbentuk akan digunakan

sebagai sumber energi maupun sumber karbon untuk pertumbuhannya.

Glukosa dan fruktosa dalam metabolisme sel akan masuk dalam glikolisis dan

siklus Krebs untuk membentuk energi berupa ATP yang akan digunakan

untuk pertumbuhan kalus.

Pada tumbuhan yang sedang mengalami pertumbuhan, laju respirasi

meningkat sebagai akibat dari proses pertumbuhan yang membutuhkan

banyak energi. Menurut Salisbury dan Ross (1995), sukrosa merupakan gula

yang paling banyak ditranslokasikan dalam tumbuhan dan merupakan

pemasok glukosa dan fruktosa yang paling banyak untuk substrat respirasi.

Konsentrasi sukrosa yang opimum dalam media akan memberikan energi

yang optimum pula untuk pertumbuhan. Pada umumnya, sumber karbon

utama bagi tumbuhan adalah CO2 yang difiksasi dari udara yang akan diubah

menjadi gula heksosa melalui proses fotosintesis. Tumbuhan yang

ditumbuhkan secara in vitro, fotosintesisnya berlangsung kurang optimal

Page 54: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

32

sehingga pemberian sumber karbon dalam media sangat dibutuhkan (Marezki

(1974) dalam Suskendriyati, 2003).

Sukrosa yang terangkut ke dalam sel sebagian akan diubah menjadi

energi dan sebagian lagi diubah menjadi bahan-bahan yang diperlukan untuk

memacu pertumbuhan kalus (Salisbury dan Ross, 1995). Sukrosa juga

berperan terhadap pemanjangan dan pembesaran sel. Sukrosa yang

terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase menyebabkan

terjadinya peningkatan tekanan turgor. Tekanan turgor menyebabkan

pemanjangan dan pembesaran sel. Hal inilah yang diduga menyebabkan

perbedaan peningkatan berat basah kalus, sebab respon setiap sel (berupa

tekanan turgor) terhadap kondisi cairan di sekitar sel berbeda-beda. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Maretzki (1974) dalam Suskendriyati (2003), bahwa

respon pertumbuhan sel terhadap penambahan karbohidrat berbeda-beda

untuk setiap spesies.

b. Berat Kering Kalus

Indikator pertumbuhan kalus selain ditentukan dengan peningkatan

berat basah juga dapat dilihat pada berat kering kalus (Lampiran 3). Berat

kering kalus merupakan indikator pertumbuhan yang lebih representatif

dibandingkan dengan berat basah kalus. Menurut Sitompul dan Guritno

(1995), berat basah atau berat segar sulit digunakan sebagai indikator

petumbuhan karena berat basah masih dipengaruhi oleh kandungan air dalam

sel. Kandungan air sel dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tidak selalu

Page 55: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

33

konstan sehingga kandungan air dalam sel, jaringan atau keseluruhan tubuh

tanaman berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur sel itu sendiri.

Rata-rata berat kering kalus setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3

dan Gambar 9. Berat kering kalus yang digunakan adalah berat kering

konstan. Untuk mendapatkan berat kering yang konstan, kalus dikeringkan

dalam oven dengan suhu 50 C dan ditimbang setiap hari sampai diperoleh

berat yang konstan. Pengeringan kalus bertujuan untuk menghentikan

aktivitas metabolisme sel dengan segera (Sitompul dan Guritno, 1995).

Tabel 3. Rata-rata berat kering kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa.

Konsentrasi Sukrosa (g/l) 0 10 20 30 40

Rata-rata Berat Kering (g)

a

0,044

b

0,074

c

0,102

d

0,124

e

0,152

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada satu baris berarti menunjukkan beda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Gambar 9. Histogram rata-rata berat kering kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa.

Hasil uji statistik (Lampiran 5) terhadap berat kering kalus

menunjukkan bahwa pemberian sukrosa dengan berbagai konsentrasi

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat kering kalus untuk

0,1520,124

0,1020,074

0,044

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0 10 20 30 40Konsentrasi Sukrosa (g/l)

Be

rat

Ke

rin

g (

g)

Page 56: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

34

setiap perlakuan. Dari Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata berat kering kalus

tertinggi diperoleh dari media dengan konsentrasi sukrosa 40 g/l yaitu sebesar

0,152 g. Hasil ini belum menunjukkan hasil yang optimum sebab belum

terlihat adanya penurunan berat kering kalus pada penelitian ini. Sukrosa

merupakan sumber energi dan karbon untuk pertumbuhan kalus, serta

komponen penyusun sel. Ketersediaan sukrosa yang besar memungkinkan

tersedianya cukup energi serta bahan-bahan penting untuk pertumbuhan dan

pembentukan biomassa.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), sukrosa yang terangkut ke

dalam sel sebagian akan masuk metabolisme untuk menghasilkan energi dan

sebagian lagi diubah menjadi bahan esensial seperti bahan dinding sel, protein

dan bahan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan. Berat kering kalus

terendah diperoleh pada media tanpa pemberian sukrosa yaitu sebesar 0,044 g.

Pada media ini kalus tidak memperoleh cukup bahan untuk membentuk

biomassa sebab jumlah karbohidrat (sukrosa) yang berfungsi sebagai sumber

energi dan sumber karbon sangat kurang bahkan mungkin tidak ada.

Pada Gambar 9 terlihat bahwa peningkatan berat kering kalus seiring

dengan peningkatan konsentrasi sukrosa. Diduga peningkatan konsentrasi

sukrosa menyebabkan pembentukan metabolit untuk mendorong pembelahan

dan pertumbuhan kalus. Sukrosa dalam media menyebabkan sel-sel kalus aktif

membelah sehingga kalus lebih banyak membentuk biomassa selama

pertumbuhan (Suskendriyati, 2003). Sukrosa akan terhidrolisis menjadi

glukosa dan fruktosa. Selain menghasilkan energi, metabolisme sukrosa juga

Page 57: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

35

menyediakan kerangka karbon antara yang dapat digunakan untuk

menghasilkan produk esensial lainnya dalam tumbuhan misalnya metabolit

sekunder (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada penelitian ini terdapat perbedaan pola antara berat basah dan

berat kering kalus. Pada peningkatan berat basah terlihat adanya penurunan

peningkatan berat basah pada konsentrasi sukrosa 30 g/l dan 40 g/l, sedangkan

pada berat kering kalus belum terlihat adanya penurunan berat kering sampai

pada konsentrasi sukrosa 40 g/l (konsentrasi tertinggi). Hal ini diduga

disebabkan oleh kemampuan kalus dalam menyerap dan menyimpan air. Berat

basah dipengaruhi kandungan air dalam kalus, sedangkan berat kering

merupakan berat konstan yang sudah tidak dipengaruhi kandungan air. Kalus

yang memiliki berat basah tinggi tapi berat kering rendah disebabkan kalus

mampu menyerap dan menyimpan air dalam jumlah banyak, sehingga ketika

dikeringkan banyak air yang hilang dan menyebabkan berat kering kalus

rendah. Pada berat basah kalus yang rendah tapi berat keringnya tinggi

disebabkan kalus hanya mampu menyerap dan menyimpan air sedikit,

sehingga ketika dikeringkan air yang hilang hanya sedikit dan diperoleh berat

kering yang tinggi.

Kemampuan kalus dalam menyerap dan menyimpan air dipengaruhi

oleh tekstur kalus. Menurut Abidin (1990) sel yang berada pada lapisan luar

dan kontak dengan media lebih mudah menyerap air daripada sel yang berada

di lapisan dalam. Tekstur kalus yang tidak rata menyebabkan tidak semua sel

kalus mampu menyentuh media terutama sel kalus bagian dalam, akibatnya

Page 58: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

36

kemampuan kalus untuk menyerap dan menyimpan air tidak sama. Sel kalus

yang memiliki vakuola lebih besar akan menyimpan air lebih banyak

dibanding sel dengan vakuola kecil. Hal inilah yang diduga menyebabkan

perbedaan pola antara berat basah dan berat kering kalus.

C. Analisis Kandungan Reserpin dalam Kalus

Kadar reserpin dalam kalus R. verticillata yang ditanam pada media MS

dengan variasi konsentrasi sukrosa dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visible

pada panjang gelombang 399 nm. Rata-rata kadar reserpin (mg/g) dalam kalus

disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 10.

Tabel 4. Rata-rata kadar reserpin (mg/g) kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa.

Konsentrasi sukrosa (g/l) 0 10 20 30 40

Rata-rata kadar reserpin (mg/g)

a93,204

a140,444

b302,56

c548,9

b373,24

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Gambar 10. Histogram rata-rata kadar reserpin (mg/g) kalus R. verticillata pada media MS dengan variasi konsentrasi sukrosa.

373,24

548,18

302,56

140,44493,204

0

100

200

300

400

500

600

0 10 20 30 40Konsentrasi Sukrosa (g/l)

Kad

ar R

eser

pin

(m

g/g

)

Page 59: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

37

Uji statistik menunjukkan variasi konsentrasi sukrosa memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap kadar reserpin kalus R. verticillata. Dari Tabel

4 diketahui bahwa kadar reserpin terendah diperoleh pada media perlakuan tanpa

sukrosa yaitu 93,204 mg/g kalus kering dan kadar reserpin tertinggi diperoleh

pada media dengan konsentrasi sukrosa 30 g/l yaitu sebesar 548,9 mg/g kalus

kering. Kadar reserpin yang rendah pada media tanpa sukrosa diduga disebabkan

oleh sumber karbon yang tersedia hanya cukup untuk pertumbuhan sehingga

untuk membentuk metabolit sekunder tidak mencukupi. Pada konsentrasi sukrosa

yang rendah sel akan kekurangan sumber karbon untuk asimilasinya. Pada media

dengan penambahan sukrosa yang cukup tinggi, sumber karbon dan energi yang

tersedia selain mencukupi untuk pertumbuhan kalus juga cukup untuk

pembentukan metabolit sekunder sehingga reserpin yang terbentuk tinggi.

Reserpin merupakan senyawa metabolit sekunder yang masuk dalam

kelompok Alkaloid Indol Monoterpenoid (AIM). Kelompok alkaloid ini pada

dasarnya merupakan turunan dari satu unit asam amino triptamin dan satu unit C9

dan C10 dari terpenoid (secologanin) (Ramawat dan Merillon, 1999). Kandungan

reserpin dipengaruhi oleh konsentrasi dan metabolisme nitrogen dalam sel.

Metabolisme nitrogen sendiri membutuhkan energi yang diperoleh dari

metabolisme karbohidrat. Nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino yang

merupakan prekursor metabolit sekunder. Menurut Bloom dalam Palaniswamy et

al. (2002) penyerapan nitrogen oleh tumbuhan bisa dalam bentuk NH4+ dan NO3

-.

Keberadaan karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan penyerapan NH4+.

Sumber nitrogen dalam bentuk NH4+ bisa langsung dipakai untuk membentuk

Page 60: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

38

asam amino tanpa harus direduksi sehingga tidak membutuhkan banyak energi.

Hal ini berarti karbohidrat yang ada dapat dipakai sebagai sumber energi dan

sumber karbon untuk membentuk metabolit sekunder. Konsentrasi karbohidrat

yang rendah menyebabkan penyerapan NH4+ menjadi terhambat sehingga sumber

nitrogen yang banyak digunakan adalah NO3-. Penggunaan NO3

- harus melalui

proses reduksi yang membutuhkan sekitar 25% energi dari hasil fotosintesis,

akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pembentukan metabolit sekunder tidak

optimal.

Sukrosa selain sebagai sumber karbon dan energi dalam pembentukan

metabolit sekunder juga berfungsi mengatur sinyal yang mempengaruhi ekspresi

gen dalam proses pembentukan metabolit sekunder (Jang dan Sheen, 1997 dalam

Ramawat dan Merillon, 1999). Menurut Ramawat dan Merillon (1999),

heksokinase dalam sel tumbuhan berfungsi sebagai sensor gula. Sukrosa yang

tinggi akan mengaktifkan heksokinase. Heksokinase akan mengaktifkan protein

fosfatase dan protein kinase yang mengatur proses transkripsi protein sehingga

terbentuk gen pengekspresi pembentukan metabolit sekunder (Gambar 11).

Gambar 11. Sinyal transduksi gula pada tumbuhan (Ramawat dan Merillon, 1999)

Gula

Heksokinase

Protein fosfataseProtein kinase

Aktivasi

Penghambatan

Transkripsi

Gen penyandi pembentukan metabolit

sekunder

Metabolit sekunder

Page 61: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

39

Sukrosa dalam sel kalus akan terhidrolisis membentuk glukosa dan

fruktosa. Sukrosa mempengaruhi pembentukan metabolit sekunder melalui jalur

glikolisis dan siklus Krebs. Dengan adanya enzim heksokinase, monosakarida

hasil hidrolisis sukrosa membentuk gula terfosforilasi yang akan masuk jalur

glikolisis membentuk asam piruvat. Melalui proses oksidasi asam piruvat

terbentuk asetil Ko-A yang akan masuk siklus Krebs untuk menghasilkan energi

berupa ATP dan NADH, yang digunakan untuk pembentukan metabolit sekunder.

Asetil Ko-A dari glikolisis mengalami kondensasi membentuk hidroksimetil

glutaril Ko-A (HMG-CoA), yang kemudian tereduksi membentuk asam

mevalonat (MVA). Dengan energi ATP dari siklus Krebs, asam mevalonat diubah

menjadi asam mevalonat 5 pirofosfat (MVA PP) dengan penambahan fosfat

inorganik (Pi). Asam mevalonat 5 pirofosfat diubah menjadi isopentenil pirofosfat

(IPP) oleh enzim anhidrokarboksilase dengan energi ATP dan melepaskan CO2,

Pi dan ADP. Melalui proses isomerase, isopentenil pirofosfat diubah menjadi

dimetil alil pirofosfat yang kemudian berkondensasi dengan isopentenil pirofosfat

membentuk geranil pirofosfat yang dikatalisis oleh enzim prefenil transferase.

Geranil pirofosfat diubah menjadi geranil difosfat. Geranil difosfat diubah

menjadi geraniol dengan melepaskan fosfat inorganik. Geraniol diubah menjadi

10-hidroksigeraniol dengan katalisator enzim geraniol 10-hidroksilase (G10H),

selanjutnya terbentuk loganin dan secologanin. Secologanin merupakan kelompok

terpenoid yang dalam pembentukan AIM akan berkondensasi dengan triptamin

membentuk 3(s)-striktosidin (Shank et al., 1998; Manitto, 1981).

Page 62: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

40

Pembentukan metabolit sekunder melalui jalur shikimat dimulai dari

fosfoenol piruvat (PEP) yang mengalami kondensasi tipe aldo stereospesifik

dengan D-eritrose-4-fosfat membentuk 3-deoksi-D-arabinoheptulosonat-7-fosfat

(DAHP). Adanya penutupan cincin DAHP menyebabkan terbentuknya asam

dehidroquinat (DHQ). Asam dehidroquinat mengalami dehidrasi reversibel

membentuk asam dehidrosikimat, kemudian dengan adanya NADPH membentuk

asam shikimat. Penambahan fosfat pada asam shikimat dan eliminasi air

membentuk enamin yang akan berkondensasi dengan PEP membentuk asam

isokhorismat. Eliminasi 1,4-konjugat asam fosfor dari asam isokhorismat

menghasilkan asam khorismat. Dengan adanya proses aminasi terbentuk asam

anthranilat yang kemudian membentuk triptofan. Triptofan diubah menjadi

triptamin dengan katalisator enzim triptofan dekarboksilase (Herbert, 1995;

Manitto, 1981). Triptamin merupakan substrat enzim striktosidin sintase (SSS)

pada pembentukan AIM. Triptamin dari jalur shikimat akan berkondensasi dengan

secologanin dari jalur mevalonat membentuk 3(s)-striktosidin dengan katalisator

enzim striktosidin sintase. 3(s)-striktosidin digunakan sebagai prekursor

pembentukan AIM (Shank et al., 1998) salah satunya reserpin (Gambar 12, 13,

dan 14).

Page 63: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

41

Gambar 12. Jalur biosintesis asam mevalonat (Berg et al., 2002)

Asetil-KoA 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG-KoA)

Asetoasetil-KoA

TiolaseHMG-KoA

sintase

Asam mevalonat

HMG-KoA reduktaseSTATINLER

Mevalonat kinase

Mevalonat-5-pirofosfat

ATP

ATP

Isopentenil-5-pirofosfat (PP)

CO2Mevalonat-5-pirofosfat

dekarboksilase

Dimetilalil-PP

Isopentenil-PP isomerase

Geranil-PP

Geranil-PP-sintaseBIFOSFONATLAR

Farnesil-PP

Farnesil-PP-sintaseBIFOSFONATLAR

Skualen

2,3 oksidoskualen

Lanosterol

Kolesterol

Geranilgeranil-PP

PrenillenmisProteinler

HEMADOLIKOLUBIKUINON

Skualen sintase

Skualen monoksigenase

Skualen epoksidase

19 reaksi

NADPH

Geranilgeranil-PP sintase

Mevalonat-5-fosfat

Fosfomevalonat kinase

Geranil difosfat

Secologanin

Page 64: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

42

Gambar 13. Jalur biosintesis asam shikimat (Odneal, 2000).

Jalur pentosa fosfat Glikolisis

Eritrosa 4-fosfat

Fosfoenol piruvat

3-Deoksi 7-fosfoheptulosonat

3-DehidrokuinatAsam kuinat

3-Dehidroshikimat

Shikimat

3-Fosfoshikimat

3-Enol-piruvul shikimat-5-fosfat (EPSP)

Khorismat

Prefenat

L-Arogenat

TirosinL-Fenilalanin

Jalur fanil propanoid

Asam protokatekuat

Vanillin Katekol

Antranilat

Asam 4-amino 4-deoksikhorismat

Asam P-amino

benzoat

Isokhorismat

Antranilat

Asam 2,6 dehidrobenzoat (Asam resorsilat

P-ribosil antranilat

CDRP

Indol gliserol fosfat

L-Triptofan

DAHP sintase

3-Dehidrokuinat sintase

3-Dehidrokuinat dehidrase

Shikimat 3-dehidrogenase

Shikimat kinase

EPSP sintase

Khorismat sintase

Prefenat aminotransferase

Khorismat mutase

Arogenat dehidrogenase

Arogenat dehidrase

O-metil transferase

Page 65: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

43

Gambar 14. Biosintesis Alkaloid Indol Monoterpenoid dari jalur Shikimat dan jalur Mevalonat (Verpoorte et al., 2002; Shank et al., 1998).

Jalur Shikimat

Triptofan

Triptamin

Triptofan dekarboksilase

Geranil difosfat

Geraniol

10 - hidroksigeraniol

Loganin

Secologanin

Striktosidin

4,21-dehidrogeissosizin

Alkaloid Indol Monoterpenoid

Striktosidin sintase

Jalur Mevalonat

Enzim G10H

Reserpin

Page 66: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

44

Peningkatan kadar reserpin terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi

sukrosa sampai pada konsentrasi sukrosa 30 g/l lalu menurun pada konsentrasi

sukrosa 40 g/l (Gambar 10). Konsentrasi sukrosa yang rendah dalam media

diduga tidak digunakan untuk membentuk metabolit sekunder, tapi dioptimalkan

untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Pada media dengan nutrisi yang

optimal, sel-sel kalus dapat menggunakan nutrisi dalam media untuk pertumbuhan

dan pembentukan biomassa serta untuk pembentukan metabolit sekunder,

sehingga pada kondisi ini bisa diperoleh biomassa yang besar serta kadar reserpin

yang tinggi pula. Konsentrasi sukrosa lebih dari 30 g/l memang memacu

pertumbuhan sel sehingga diperoleh laju pertumbuhan kalus yang tinggi, tetapi

menghambat pembentukan metabolit sekunder dalam sel (Mantell dan Smith,

1986). Penghambatan pembentukan metabolit sekunder bisa juga disebabkan oleh

sukrosa yang tersisa dari proses pertumbuhan terkonversi menjadi hasil samping

berupa senyawa-senyawa lain misalnya asam-asam organik dan CO2. Hal inilah

yang menyebabkan kadar reserpin pada media dengan konsentrasi sukrosa 40 g/l

lebih rendah daripada kadar reserpin pada media dengan konsentrasi sukrosa 30

g/l. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Manuhara (1995) bahwa

kandungan alkaloid vinkristin kalus daun Catharantus roseus (L.) G. Don

dipengaruhi konsentrasi sukrosa.

Manuhara (1995) telah melakukan penelitian tentang pengaruh manipulasi

media terhadap kandungan alkaloid vinkristin kalus daun Catharanthus roseus

(L.) G. Don. Pada penelitian tersebut salah satu perlakuan yang diberikan adalah

variasi konsentrasi sukrosa (20, 30, 40, 50, dan 60 g/l). Kadar alkaloid vinkristin

Page 67: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

45

tertinggi pada media dengan konsentrasi sukrosa 40 g/l. Kalus pada media yang

mengandung sukrosa 50 g/l mengandung alkaloid vinkristin lebih sedikit,

sedangkan penambahan sukrosa 20, 30, dan 60 g/l pada media tidak menunjukkan

adanya alkaloid vinkristin. Hal ini mungkin disebabkan sukrosa sebagai sumber

karbon, hidrogen dan oksigen dalam jumlah 20 dan 30 g/l tidak digunakan untuk

pembentukan vinkristin, tapi hanya dipakai untuk pertumbuhan kalus.

Penambahan sukrosa lebih dari 50 g/l kemungkinan menghambat pembentukan

alkaloid vinkristin (Manuhara, 1995).

Variasi konsentrasi sukrosa pada penelitian ini mempengaruhi

pertumbuhan dan kandungan reserpin kalus daun R. verticillata. Pertumbuhan

kalus cenderung meningkat yang ditunjukkan pada berat basah dan berat kering

kalus. Penambahan sukrosa sampai dengan 20 g/l pada media meningkatkan berat

basah kalus, di atas 20 g/l peningkatan berat basah kalus mengalami penurunan.

Berat kering kalus meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa.

Berat kering kalus tertinggi pada media dengan konsentrasi sukrosa 40 g/l. Hal ini

berarti belum diketahui konsentrasi sukrosa yang optimum, sebab belum terlihat

adanya penurunan berat kering kalus. Kandungan reserpin meningkat sampai pada

konsentrasi sukrosa 30 g/l, kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi

sukrosa 40 g/l. Konsentrasi sukrosa 30 g/l adalah konsentrasi yang optimum untuk

meningkatkan kandungan reserpin kalus daun R. verticillata.

Page 68: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Peningkatan konsentrasi sukrosa dalam media MS cenderung meningkatkan

pertumbuhan kalus R. verticillata yang ditunjukkan pada berat basah dan berat

kering kalus.

2. Peningkatan konsentrasi sukrosa dalam media MS cenderung meningkatkan

kandungan reserpin kalus R. verticillata. Penambahan sukrosa sampai dengan

30 g/l meningkatkan kandungan reserpin, konsentrasi sukrosa di atas 30 g/l

menurunkan kandungan reserpin.

B. Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan reserpin kultur

kalus R. verticillata dengan variasi konsentrasi sukrosa di atas 40 g/l karena

sampai konsentrasi 40 g/l belum terlihat penurunan berat kering kalus.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan reserpin kultur

kalus R. verticillata dengan pemberian jenis sumber karbon lain atau dengan

kombinasi sumber karbon.

Page 69: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

53

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1990. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung.

Anggarwulan, E. dan Solichatun. 2001. Fisiologi Tumbuhan. FMIPA, UNS. Surakarta.

Anonim. 2003. Suplemen Obat dan Klaim Kesehatan. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id. [27 Maret 2006].

Anonim. 2000. “Apocynaceae : Rauvolfia linnaeus, sp. http://www.eflpras.org/florataxon.aspx?flora_id=2&taxon_id=200018456. [27 Maret 2006].

Auge, R. 1995. “The Physiological Phenomena Related to the Realisation of Culture in Vitro”. In Auge, R., Beauchesne, G., Boccon_Gigod, J., Decourtye, L., Digat, B., Jalouzot, R., Minier,R., Morand, J. Cl., Reynoird, J. P., Strullu, D. G. and Vidalie, H. (Eds.) In Vitro Culture and it’s Application in Holticulture. Science Publisher, Inc. New Hampshire. p: 7-8.

Berg, J. M., Tymoczko, J. L., and Stryer, L. 2002. Biochemistry. 5th Edition. New York. http://upload.wikimedia.org/wikimedia/tr/thumb/e/e0/mevalonat. [21 Januari 2007].

Chairul. 2003. “Identifikasi secara Cepat Bahan Bioaktif pada Tumbuhan Di Lapangan”. Berita Biologi. Vol. 6. p: 424-431. Laboratorium Fitokimia Bidang Botani Puslit Biologi LIPI-Bogor.

Croteau , R., Kutchan, T. M. and Lewis, H. G. 2000. “Natural Products (Secondary Metabolites)”. In Buchanan, B., Gruissem, W. and Jones, R (Eds). Biochemistry and Molecular Biology of Plants. American Society of Plants Physiologists. New York.

De Padua, L. S., Bunyapraphatsara, N., and Lemmens, R. H. M. J. 1999. Plant Resources of South East Asia (Medicinal and Poisonous Plant 1). 12 (1). PROSEA. Bogor.

Dodds, J. H. and Roberts, L W. 1995. Experiments in Tissue Culture. Third Edition. Cambridge University Press. Cambridge.

Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta.

Page 70: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

54

Fischer, R., Liao, Y. C., Hoffmann, K., Schillberg, S. and Emans, N. 1999. “Molecular Farming of Recombinant Antibodies in Plants”. Biological Chemistry. 380: 825-839.

Fitriyani, I., Margono, B., dan Dahlia. 1999. “Pengaruh Asam 2,4-D Diklorofenoksi Asetat terhadap Klorofil dan Glukosa Kalus Morinda citrifolia L”. Chimera. 4 (1): 37-46.

George, E. P. and Sherington, P. D. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Eversley: Hand Book and Directory of Commersial Laboratories. Exigetic Limited.

Gamborg, O. L. 1991. “Kalus dan Kultur Sel”. Dalam Wetter, L. R. dan Constabel, F. (Editor) Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB. Bandung.

Hary, 1998. Pengaruh Glukosa terhadap Kandungan Vitamin C pada Kalus Kubis Merah (Brassica oleracea L. var capitata). Skripsi. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta.

Heble, M. R. 1996. “Production of Secondary Metabolites Through Tissue Culture and Its Prospects for Commersial Use”. In Islami, A. S. (Eds.) Plant Tissue Culture. Science Publisher, Inc. USA. p: 161-168.

Herbert, R. B. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder. Jilid 2. (diterjemahkan oleh Bambang Srigandono). Champman and Hall. London And New York.

Ignacimuthu, S. 1997. Plant Biotechnology. Science Publisher, Inc. New Hampshire.

Iraqi, D. and Tremblay, F. M. 2001. “Analysis of Carbohydrat Metabolism Enzymes and Cellular Contents of Sugar and Protein During Spruce Somatic Embryogenesis Sugest A Regulatory Role of Exogenous Sucrose in Embrio Development”. J. Experimental Botany. 52: 2301-2311.

Krook, J., Vreughdenhil, D., Dijkema, C., and van der Plas, L. H. W. 1998. “Sucrose and Starch Metabolism in Carrot (Daucus carota L.) Cell Suspension Analysed by 13C Labelling : Indication for A Cytosol and A Plastid-Localized Oxidative Pentosa Pathway”. J. Experimental Botany. 49: 1917-1924.

Kurz, W. G. W. dan Constabel, F. 1991. “Produksi dan Isolasi Metabolit Sekunder”. Dalam Wetter, L. R. dan Constabel, F. ( Editor) Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB. Bandung.

Page 71: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

55

Lajis, R. Hj. 1996. Perubatan Nasional. Pusat Racun Negara. USM. http://www.prn2.usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/1996/kosmika/html. [9 April 2006].

Leathers, R. R., Davin, C., and Zryd, J. P. 1992. “Betalian Producing Cell Culture of Beta vulgaris L. Var. Bikores Monogerm (Red Beet)”. In Vitro Cell. Dev. Biol. 28: 39-45.

Lee, S. H.,Chae, H. S., Lee, T. K., Kim, S. H., Shin, S. H., Cho, B. H., Cho, S. H., Kang, B. G., and Lee, W. S. 1998. “Ethylene-Mediated Phospholipid Catabolic Pathway in Glucose-Starved Carrot Suspension Cell”. Plant Physiol. 116: 233-229.

Leon, J., Pojo, E. and Sanchez-Serano, J. J. 2001. “Wound Signalling in Plants”. J. Exp. Botany. 52 (34): 1-3.

LIPI. 1999. Koleksi Tumbuhan Obat Kebun Raya Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor (LIPI). Bogor.

Manitto, P. 1981. Biosintesis Produk Alami (diterjemahkan oleh Koensoemardiyah). IKIP Semarang Press. Semarang.

Mantell, S. H. and Smith, H. 1986. Plant Biotechnology. Cambridge University Press. Great Britain.

Manuhara, Y. S. W. 1995. “Pengaruh Manipulasi Media terhadap Kandungan Alkaloid Vinkristin Kalus Daun Catharanthus roseus(L.) G. Don”. Berkala Penelitian Hayati. 1: 1-7.

Meijer, A. H., Verpoorte, R., and Hoge, J. H. C. 1993. “Regulation of Enzymes and Gene Involved in Terpenoid Indol Alkaloid Biosynthesis in Catharanthus roseus”. J. Plant Res. Special Issue. 3: 145-164.

Miyanaga, K., Seki, M., and Furusaki, S. 2000. “Quantitative Determination of Culture Strawberry-Cell Heterogeneity by Image Analysis : Effects of Media Modification on Anthocyanin Accumulation”. Biochemical Engineering. 5: 201-207.

Mulabagal, V. and Tsay, H. S. 2004. “Plant Cell Culture – an Alternative and efficient Source for the Production of Biologically Important Secondary Metabolites”. Int. J. Appl. Sci. Eng. 2(1): 29-48.

Odneal, M. 2006. http://www.missouristate.edu. [21 Januari 2007].

Palaniswamy, U. R., Bernard, B. B., and Richard, J. M. 2002. “Effect of Nitrate: Ammonium Nitrogen Ratio on Oxalate Levels of Purslane”. In Janick, J.

Page 72: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

56

and Whipkey, A. (Eds). Trends in New Crops and New Uses. ASHS Press. Alexandria, VA. p: 453-455.

Ramachandra Rao, S. 2000. “Biotechnological Production of Phyto-pharmaceuticals”. Journal of Biochemistry Molecular Biology Biophysics. 4: 73-102.

Ramachandra Rao, S. and Ravishankar, G. A. 2002. “Plant Cell Cultures : Chemical Factories of Secondary Metabolites”. Biosynthesis Advances. 2: 101-153.

Ramawat, K. G. 1999. “Production in Culture Optimization”. In Ramawat, K. G. and Merillon, J. M. (Eds). Biotechnology Secondary Metabolites. Science Publisher, Inc. New Hampshire. p: 193-218.

Ramawat, K. G. and Merillon, J. M. 1999. Biotechnology Secondary Metabolites. Science Publisher, Inc. New Hampshire.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata). Penertbit ITB. Bandung.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 (diterjemahkan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB. Bandung.

Sanchez, S., Martinez, M. E., and Espinola, F. 2000. “Biomass Production and Biochemical Variability of The Marine Microalga Isochrysis galbana in Relation to Culture Medium”. Biochemical Engineering Journal. 6: 13-18.

Santoso, U. dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Scragg, A. H. 1997. “The Production of Aromas by Plant Cell Culture”. Adv. In. Biochem. Eng. 55: 259-263.

Shank, J. B., Bhadra, J., Morgan, J., Rijhwani, S., and Vani, S. 1998. “Quantification of Metabolites in the Indole Alkaloid Pathways of Catharanthus roseus : Implication of Metabolites Engineering”. Biotechnology and Bioengineering. Vol. 58 No 2 dan 3: 333-338.

Singh, D. K., Srivastava, B., and Sahu, A. 2004. “Spectrophotometric Determination of Rauwolfia Alkaloid: Estimation of Reserpin in Pharmaceuticals”. Analytical Sciences. The Japan Society for Analytical Chemistry. 20: 571-573.

Page 73: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

57

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

St-Pierre, B., Vasquez-Flota, F. A., and De Luda, V. 1999. “Multicellular Compartmentation of Catharanthus roseus. Alkaloid Biosynthesis Predicts Intercellular Translocation of Pathway Intermediate”. Plant Cell. 11: 887-900.

Street, H. E. 1973. Plant Tissue and Cell Culture. University of California Press. Berkeley and Los Angeles.

Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman secara in Vitro. Kanisius. Yogyakarta.

Suskendriyati, H. 2003. “Pertumbuhan dan Produksi Saponin Kultur Kalus Talinum paniculatum Gaertn. dengan Variasi Pemberian Sumber Karbon”. Skripsi. Jurusan Biologi F MIPA UNS. Surakarta.

Taiz, L. and Zeiger, E. 1998. Plant Physiology. Sinaver Asosiates, Inc Publisher.

Massachusett.

Thien An, T. and Ziegler, S. 2001. “Utilization of Medicinal Plants in Bach Ma National Park, Vietnam”. Medicinal Plant Conservation. Vol 7.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. UGM Press. Yogyakarta.

Verpoorte, R., Contin, A., and Memelink, J. 2002. “Biotechnology for The Production of Plant Secondary Metabolites”. Phytochemistry Reviews. 1: 13-25.

Wetter, L. R. and Constabel, F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman(diterjemahkan oleh Mathilda B Widianto). Edisi Kedua. ITB. Bandung.

Wetherell, D. F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman secara in Vitro(diterjemahkan oleh Koensoemardiyah). IKIP Semarang Press. Semarang.

Yokota, T., Tutumi, N., and Takahasi, K. 1999. “Growth Rate Estimation of in Vitro Primarily Induced Carrot Callus by a Fractal Based Model”. Biochemical Engineering Journal. 3: 231-234.

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Page 74: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

58

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog) (Dodds dan Roberts 1995)

NO KOMPOSISI KONSENTRASI (mg/l)

Makronutrien

1 NH4NO3 1.650

2 KNO3 1.900

3 CaCl2. 2 H2O 440

4 MgSO4.7 H2O 370

5 KH2PO4 170

Mikronutrien

6 FeSO4 . 7H2O 27,8

7 Na2EDTA.2H2O 37,2

8 MnSO4.4 H2O 22,3

9 ZnSO4.7 H2O 8,6

10 H3BO3 6,2

11 Kl 0,83

12 Na2M0O4.2 H2O 0,25

13 CuSO4. 5 H2O 0,025

14 C0Cl2. 6 H2O 0,025

Vitamin

15 Myo-inositol 100

16 Nicotinic acid 0,5

17 Pyridoxine. HCl 0,5

18 Thiamine . HCl 0,1

Sumber karbon

Sucrosa 30.000

Asam Amino

20 Glycine 3

Page 75: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

59

Lampiran 2. Tanaman Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon

Keterangan :

A. Morfologi R. verticillata

B. Bunga R. verticillata

C dan D. Buah R. verticillata

1. Habitus (bentuk semak tegak)

2. Daun (bentuk melebar hampir membujur, susunan daun berkarang 3)

3. Batang (bentuk bulat, berkayu)

4. Corolla (bewarna putih)

5. Tabung corolla (berwarna kemerahan)

6. Buah masih muda (berwarna hijau, bentuk lonjong, letak berpasangan)

7. Buah sudah tua (berwarna putih keabu-abuan, bentuk bulat, berpasangan)

A B

C D

1

2

3

54

67

Page 76: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

60

Lampiran 3. Data berat kalus R. verticillata pada variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS.

Tabel 1. Data berat basah awal kalus R. verticillata

Berat Basah Awal (g)Konsentrasi Suktosa (g/l) 1 2 3 4 5 Jumlah Rerata

0 0,8 0,6 0,4 1,0 1,0 3,8 0,7610 1,1 0,8 1,0 0,9 0,4 4,2 0,8420 0,9 0,7 1,4 0,8 0,6 4,4 0,8830 0,9 1,1 0,6 0,9 0,7 4,2 0,8440 0,6 1,9 1,1 1,5 1,0 6,1 1,22

Tabel 2. Data berat basah akhir kalus R. verticillata

Berat Basah Akhir (g)Konsentrasi Suktosa (g/l) 1 2 3 4 5 Jumlah Rerata

0 1,3 1,1 0,9 1,3 1,2 5,8 1,1610 1,8 1,9 1,5 2,0 1,0 8,2 1,6420 2,0 1,5 2,5 1,7 1,3 9,0 1,830 2,1 2,2 1,4 1,7 1,3 8,7 1,7440 1,6 2,8 1,8 2,0 1,7 9,9 1,98

Tabel 3. Data peningkatan berat basah kalus R. verticillata

Berat Basah Akhir (g)Konsentrasi Suktosa (g/l) 1 2 3 4 5 Jumlah Rerata

0 0,5 0,5 0,5 0,3 0,2 2,0 0,410 0,7 1,1 0,5 1,1 0,6 4,0 0,820 1,1 0,8 1,1 0,9 0,7 4,6 0,9230 1,2 1,1 0,8 0,8 0,6 4,5 0,940 1,0 0,9 0,7 0,5 0,7 3,8 0,76

Tabel 4. Data berat kering kalus R. verticillata

Berat Kering (g)Konsentrasi Suktosa (g/l) 1 2 3 4 5 Jumlah Rerata

0 0,05 0,04 0,04 0,05 0,04 0,22 0,04410 0,09 0,06 0,08 0,08 0,06 0,37 0,07420 0,11 0,09 0,11 0,10 0,10 0,51 0,10230 0,13 0,13 0,12 0,12 0,12 0,62 0,12440 0,14 0,15 0,15 0,17 0,15 0,76 0,152

Page 77: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

61

Lampiran 4. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% peningkatan berat basah kalus R. verticillata.

OnewayDescriptives

PeningkatanBeratBasah

5 ,400 ,1414 ,0632 ,224 ,576 ,2 ,5

5 ,800 ,2828 ,1265 ,449 1,151 ,5 1,1

5 ,920 ,1789 ,0800 ,698 1,142 ,7 1,1

5 ,900 ,2449 ,1095 ,596 1,204 ,6 1,2

5 ,760 ,1949 ,0872 ,518 1,002 ,5 1,0

25 ,756 ,2740 ,0548 ,643 ,869 ,2 1,2

0

10

20

30

40

Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

PeningkatanBeratBasah

1,650 4 20 ,201

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

ANOVA

PeningkatanBeratBasah

,882 4 ,220 4,791 ,007

,920 20 ,046

1,802 24

Between Groups

Within Groups

Total

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

PeningkatanBeratBasah

Duncana

5 ,400

5 ,760

5 ,800

5 ,900

5 ,920

1,000 ,293

KonsSukrosa0

40

10

30

20

Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.

Page 78: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

62

Lampiran 5. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% berat kering kalus R.

verticillata

OnewayDescriptives

BeratKering

5 ,0440 ,00548 ,00245 ,0372 ,0508 ,04 ,05

5 ,0740 ,01342 ,00600 ,0573 ,0907 ,06 ,09

5 ,1020 ,00837 ,00374 ,0916 ,1124 ,09 ,11

5 ,1240 ,00548 ,00245 ,1172 ,1308 ,12 ,13

5 ,1520 ,01095 ,00490 ,1384 ,1656 ,14 ,17

25 ,0992 ,03936 ,00787 ,0830 ,1154 ,04 ,17

0

10

20

30

40

Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

BeratKering

1,735 4 20 ,182

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

ANOVA

BeratKering

,035 4 ,009 103,093 ,000

,002 20 ,000

,037 24

Between Groups

Within Groups

Total

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

BeratKering

Duncana

5 ,0440

5 ,0740

5 ,1020

5 ,1240

5 ,1520

1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

KonsentrasiSukrosa0

10

20

30

40

Sig.

N 1 2 3 4 5

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.

Page 79: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

63

Lampiran 6. Kurva standar reserpin murni

File Name: SERP!NCreated: 10:59 11/22/06Data: OriginalWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39 Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 Std # Conc. Abs. 1 20.000 0.004 2 40.000 0.005 3 60.000 0.006 4 80.000 0.007 5 100.00 0.009

Hasil Analisis Regresi Kurva Standar Reserpin

0,0040,005

0,0060,007

0,009

y = 0,0012x + 0,0026

R2 = 0,9730

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

20 40 60 80 100

Konsentrasi Reserpin (mg/l)

Ab

sorb

ansi

absorbansi

Linear (absorbansi)

Page 80: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

64

File Name: Sukrosa - 0Created: 11:21 12/02/06Data: OriginalWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39 Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 ID Conc. Abs. 1 605.3 0.039 2 599.2 0.038 3 1252. 0.077 4 623.7 0.040 5 1580. 0.097

File Name: Sukrosa-10Created: 13:10 12/05/06Data: OriginalWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39 Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 ID Conc. Abs. 1 2290. 0.140 2 687.3 0.044 3 1392. 0.086 4 327.9 0.022 5 2325. 0.142

File Name: Sukrosa-20Created: 13:20 12/05/06Data: OriginalWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39

Lampiran 7. Hasil spektrofotometer sampel kalus perlakuan

Page 81: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

65

Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 ID Conc. Abs. 1 3741. 0.226 2 2445. 0.149 3 1413. 0.087 4 3888. 0.235 5 3641. 0.220

File Name: Sukrosa-30Created: 10:54 12/06/06Data: ModifiedWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39 Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 ID Conc. Abs. 1 5383. 0.325 2 5224. 0.315 3 6250. 0.376 4 5236. 0.316 5 5226. 0.315

File Name: Sukrosa-40Created: 12:59 12/04/06Data: OriginalWavelength: 399.0 Slit Width: 2.0Multi-Point Working CurveConc = k1 A + k0k1 = 16710 k0 = -41.39 Chi-Square: 0.00013Number of Points: 5 ID Conc. Abs. 1 3204. 0.194 2 5095. 0.307 3 2608. 0.159 4 4771. 0.288 5 2984. 0.181

Page 82: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

66

Lampiran 8. Data kadar reserpin kalus R. verticillata pada variasi konsentrasi sukrosa dalam media MS

Kadar ReserpinPerlakuan

Ulangan

Absorbansi mg/l pelarut mg/g kalus

Rerata (mg/g)

Sukrosa

0 g/l

1

2

3

4

5

0,039

0,038

0,077

0,040

0,097

605,3

599,2

1252

623,7

1580

60,53

59,92

125,2

62,37

158

93,240

Sukrosa

10 g/l

1

2

3

4

5

0,140

0,044

0,086

0,022

0,142

2290

687,3

1392

327,9

2325

229

68,73

139,2

32,79

232,5

140,444

Sukrosa

20 g/l

1

2

3

4

5

0,226

0,149

0,087

0,235

0,220

3741

2445

1413

3888

3641

374,1

244,5

141,3

388,8

364,1

302,56

Sukrosa

30 g/l

1

2

3

4

5

0,325

0,315

0,376

0,316

0,315

5383

5224

6250

5236

5226

538,3

522,4

625,0

523,6

522,6

548,18

Sukrosa

40 g/l

1

2

3

4

5

0,194

0,307

0,159

0,288

0,181

3204

5095

2608

4771

2984

320,4

509,5

260,8

477,1

298,4

373,24

Page 83: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

67

Lampiran 9. Hasil uji ANAVA dan DMRT 5% kadar reserpin R. verticillata

Oneway

Descriptives

KadarReserpin

5 93,2040 45,68483 20,43088 36,4788 149,9292 59,92 158,00

5 140,4440 90,89871 40,65114 27,5783 253,3097 32,79 232,50

5 302,5600 106,90911 47,81121 169,8148 435,3052 141,30 388,80

5 548,1800 43,47588 19,44300 494,1976 602,1624 522,40 625,00

5 373,2400 112,23806 50,19439 233,8780 512,6020 260,80 509,50

25 291,5256 184,75265 36,95053 215,2635 367,7877 32,79 625,00

0

10

20

30

40

Total

N Mean Std. DeviationStd. ErrorLower BoundUpper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

KadarReserpin

3,836 4 20 ,018

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

ANOVA

KadarReserpin

674137,9 4 168534,486 23,235 ,000

145067,1 20 7253,354

819205,0 24

Between Groups

Within Groups

Total

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Post Hoc TestsHomogeneous Subsets

Page 84: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

68

KadarReserpin

Duncana

5 93,2040

5 140,4440

5 302,5600

5 373,2400

5 548,1800

,391 ,204 1,000

KonsentrasiSukrosa0

10

20

40

30

Sig.

N 1 2 3

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar reserpin

Kadar reserpin hasil spektrofotometer dalam bentuk mg/l pelarut

dikonversi menjadi mg/g kalus kering.

Misalnya pada perlakuan sukrosa 0 ulangan 1.

Diketahui: absorbansi = 0,039

konsentrasi reserpin 605,3 mg/l = 0,6053 mg/ml

volume pelarut (etanol) = 1 ml

berat serbuk kalus sampel = 0,01 g

Perhitungan:

Rumus : B

VSR

Dimana:R : Kadar reserpin (mg/g) berat kering kalusS : Kadar reserpin sampel hasil spektrofotometer (mg/l) pelarutV : Volume pelarut (l)B : Berat serbuk kalus yang dispektrofotometer (g)

Kadar reserpin = g

mlmlmg

01,0

16053,0

= 60, 53 mg/ g kalus

Catatan: satuan hitungan menyesuaikan

Page 85: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

68

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirrabbil’alamiin. Segala

puji syukur tak hentinya penulis panjatkan hanya kehadirat Allah SWT atas segala

nikmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga panulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini dengan baik.

Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW,

teladan terbaik sepanjang masa yang telah memberikan petunjuk jalan kebenaran

dan mengentaskan manusia dari kejahiliyahan (kebodohan) menuju kemuliaan.

Penelitian dan penyusunan naskah skripsi dengan judul “Pertumbuhan

dan Kandungan Reserpin Kultur Kalus Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon pada

Variasi Konsentrasi Sukrosa dalam Media MS” ini dapat terselesaikan dengan

baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Marsusi, M.S selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Surakarta, atas pemberian ijin dan penggunaan sarana dan prasarana untuk

penelitian skripsi.

2. Drs. Wiryanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Sebelas

maret Surakarta, atas pemberian ijin penelitian untuk skripsi.

3. Solichatun, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Dra. Endang Anggarwulan,

M.Si selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, pengarahan dan

bantuannya selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

4. Widya Mudyantini, M.Si selaku Dosen Penelaah I dan Drs. Marsusi, M.S

selaku Dosen Penelaah II, atas kritik, saran dan masukannya demi perbaikan

penyusunan naskah sripsi ini.

5. Muhammad Indrawan, M.Si selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingan,

pengarahan dan nasehat selama masa studi penulis.

6. Seluruh Dosen Jurusan Biologi, atas curahan ilmu yang sangat berharga dan

bermanfaat.

Page 86: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

69

7. Kepala Laboratorium Pusat MIPA UNS, Kepala Sub Laboratorium Biologi

beserta seluruh staf atas ijin penelitian dan bantuannya selama penulis

melakukan penelitian.

8. Bapak Agus Purnomo dan Bapak Sri Widodo selaku Pegawai Tata Usaha

Jurusan Biologi FMIPA UNS, atas bantuan dan kelancaran administrasi

selama penulis menempuh masa studi dan melakukan penelitian.

9. Bapak Adenan Suryani dan Bapak Misbakhul Munir selaku Laboran Jurusan

Biologi FMIPA UNS, atas bantuan dan pinjaman alat-alat.

10. Kepala Perpustakaan dan seluruh staf Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan

FMIPA, Perpustakaan Jurusan Biologi, atas pelayanan menggunakan fasilitas

buku dan referensi selama penulis menempuh studi dan penyusunan skripsi.

11. Kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga atas dukungan, semangat

dan doa tulusnya yang tak pernah terhenti.

12. Sahabat seperjuangan Ninik dan Patmi atas kebersamaan, bantuan dan suka

dukanya selama penelitian, Prop. Kuncoro atas segala bantuannya.

13. Teman-teman Biologi angkatan 2002 : Ana eF, Kartika, Nuren S.Si, Neni,

Feril, Ana NC, Anik, Ifah, Dwi, Umi, Wiwin, Pungki, Tri, Sari, Sevi S.Si,

Dinda S.Si, Astika, Angel S.Si, Adit, Wika, Niken, Esti, Ester, Sinta, Diana,

Prop. Miko’, Pak Dokter Slamet, H. Alim, Pak Unang, Bos Cahyo, Widhi.

Bersama kalian kutemukan hidup baru. Terima kasih atas kenangan yang

indah ini, dukungan, bantuan dan kebersamaannya.

14. Muryanti, S.Si, Aminah Sarju Pinilih, S.Si, Nunung Nur Cahyani, S.Si,

Nurdiya Ardiyanti, S.Si, Yoanita Wijayani, S.Si, Ari Pitoyo, S.Si, Herwin

Suskendriyati, S.Si, alumnus penelitian kultur jaringan tumbuhan, atas

bantuan, referensi, dan pengalamannya dalam melakukan penelitian.

15. Seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Segala bantuan yang telah tercurah tidak dapat penulis membalasnya,

semoga Allah Yang Maha Mengetahui mengganti dengan yang lebih baik.

Jazakumullah khoiron kastiron.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Page 87: PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN KULTUR KALUS

70

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kab. Semarang, Jawa Tengah, 3 Februari 1983.

Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bringin III, Bringin, Kab. Semarang

pada tahun 1996. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan SLTP di SLTP

N2 Bringin, Kab. Semarang, kemudian menamatkan pendidikan SMU tahun 2002

di SMU N3 Salatiga. Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan

Biologi FMIPA UNS Surakarta melalui jalur SPMB.

Selama menempuh studi di Jurusan Biologi FMIPA UNS, penulis pernah

menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah:

Biologi Umum dan Fisiologi Tumbuhan (Tahun 2005/2006).

Struktur dan Perkembangan Tumbuhan III dan Kultur Jaringan Tumbuhan

(Tahun 2006/2007).

Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan:

HIMABIO sebagai staff Bidang Kerohanian (Periode 2003/2004)

Syiar Kegiatan Islam (SKI) FMIPA UNS

Staff Departemen Pelayanan Umat (Periode 2003/2004)

Kepala Biro Administrasi Keuangan (Periode 2005/2006)

Dewan Perwakilan Angkatan (DPA) Jurusan Biologi sebagai Sekretaris

(Periode 2004/2005).

Penulis bersama-sama dengan Isnaini Nur Hidayati dan Slamet

Mardiyanto Rahayu pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian

(PKMP) Tingkat Universitas tahun 2005 dengan judul “Analisis Kandungan

Kimia Biji Alpukat (Persea amaricana Mill) Sebagai Zat Antidiabetika (Obat

Kencing Manis) (masuk sepuluh besar).