103
The Face of Clowny Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas tutorial yang diberi oleh Ame Suciawati Setiawan,drg.,M.Kes. Disusun Oleh : Arina Sani Nafisa (160110140097) Fara Salsabila Susilo (160110140098) Inas Sania Afanina H (160110140099) Irmayanti Meitrieka (160110140100) Salma Tufahati (160110140101)

Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah Prenatal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Embriologi

Citation preview

The Face of Clowny

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas tutorial yang diberi oleh

Ame Suciawati Setiawan,drg.,M.Kes.

Disusun Oleh :

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014/2015

Kata PengantarAsalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan ridho-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul The Face of Clowny ini dapat terselesaikan.

Selanjutnya kami ucapkan terima kasih atas dorongan yang diberikan kepada kami dalam proses penyelesaian karya tuis ilmiah ini, Ame Suciawati Setiawan,drg.,M.Kes. yang telah membimbing kami dalam proses penyelesaian makalah ini dan berbagai arahan yang telah diberikan demi tersusunnya karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat. Walaupun demikian manusia tidak luput dari kesalahan sehingga mohon maaf bila ada kekeliruan. Kami tunggu kritik dan sarannya.

Wassalamualaikum wr. wb.Bandung, 26 Februari 2015

Tutorial 9

Daftar Isi

iKata Pengantar

iiDaftar Isi

1BAB I Analisis Kasus

11.1CASE 1: THE FACE OF CLOWNY

21.1.1Terminology

21.1.2Problems

21.1.3Hypothesis

31.1.4Mechanisms

31.1.5Learning Objective

41.1.6I Dont Know

41.2Kasus Lanjutan: The Face of Clowny

51.2.1Terminology

51.2.2Problems

61.2.3Hypothesis

61.2.4Mechanisms

61.2.5More Info

61.2.6Learning Issues

8BAB 2Tinjauan Pustaka

82.1Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia

82.2Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah Prenatal

112.2.1Perubahan Proporsi Wajah

122.2.2Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir

172.2.3Pertumbuhan dan Perkembangan Palatum

182.2.4Palatum Sekunder

222.2.5Pertumbuhan dan Perkembangan Lidah

242.3Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah dari Fase Postnatal

252.3.1Pertumbuhan Kompleks Nasomaxillary

252.3.2Pertumbuhan Mandibula

262.3.3Pertumbuhan Processus Alveolaris

272.3.4Remodeling Permukaan

272.3.5Pertumbuhan Diferensial Wajah

292.4Cleft

292.4.1Bibir Sumbing (Cleft Lip)

322.5Makrostomia

362.5.1Mekanisme Terjadinya Makrostomia

372.5.2Fisiologi Anak yang Terkena Makrostomia

372.5.3Faktor Penyebab

452.6Tindakan Lanjutan

462.7Pemeriksaan

462.7.1Pemeriksaan Intra Oral

492.7.2Pemeriksaan ekstra oral

502.8Screening Gen

572.9Radiografi

63BAB 3Pembahasan

633.1Analisis Kasus

633.2Sintesis Pembahasan

653.3Pemecahan Masalah

66BAB 4Kesimpulan

664.1Kesimpulan

67Daftar Pustaka

BAB I Analisis Kasus1.1 CASE 1: THE FACE OF CLOWNY

You are a student of dentistry working at Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. A young mother who looks very worried bring in her baby of 2 months old. During anamnesis, she tells you that she was very shocked when her baby was born with a weird face, her mouth is wide bilaterally with extension to the angles of the mouth.

Extra oral and intra oral examination:

There is a wide mouth and bilateral extension of the angles of the mouth to the masseter area. The cleft are lined with skin externally and buccal mucosa internally. A clear line of demarcation is noticeable where the lips end and the defects begin. Further physical examination does not show other abnormalities.

1.1.1 Terminology

Anamnesis: riwayat medis pasien

Bilaterally: ke arah samping

Demarcation: batas pemisah

Buccal mucosa : lapisan dalam pipi dan bibir

Defect: kecacatan

Bilateral extension: perpanjangan ke arah samping

Cleft: celah / sumbing

Abnormalities: kelainan1.1.2 Problems

Lahir dengan wajah aneh

Terjadi pemanjangan luas sudut bibir bilateral

Terdapat celah dengan kulit di bagian luar dan buccal mucosa di bagian dalam

Perpanjangan ujung bibir sampai ke area masseter

Terdapat garis pembatas yang jelas di bagian ujung bibir

1.1.3 Hypothesis

Kelainan tumbuh-kembang di bagian orofasial

1.1.4 Mechanisms

Kelainan tumbuh-kembang di bagian fasial

Terdapat celah dengan kulit di bagian luar dan buccal mucosa di bagian dalam

Terjadi perpanjangan luas sudut mulut sampai ke area masseter

Lahir dengan wajah aneh

1.1.5 Learning Issue1. Apa definisi pertumbuhan dan perkembangan?

2. Bagaimana proses tumbuh-kembang wajah dari fase prenatal?

3. Bagaimana proses tumbuh-kembang wajah dari fase postnatal?

4. Bagaimana pertumbuhan kompleks nasomaxillary dan pertumbuhan mandibula?

5. Bagaimana proses tumbuh-kembang bibir?

6. Apa penyebab terbentuknya celah bibir?

7. Bagaimana proses terbentuknya celah bibir?

8. Bagaimana proses tumbuh-kembang palatum?

9. Bagaimana proses tumbuh-kembang lidah?

1.1.6 I Dont Know

1. Pemeriksaan extra oral

2. pemeriksaan intra oral

1.2 Kasus Lanjutan: The Face of ClownyDuring the normal 9 months of pregnancy nothing particular happened to the mother of Clowny, the childs name. In this case there was no history of medication, use of traditional medications, illnesses of nutrional deficiencies in pregnancy and no evidence of attempted abortion was established. The doctor on duty diagnosed the child as makrostomia and she/he is going to refer her for having further treatment.

1.2.1 TerminologyPregnancy

: Masa kehamilan

Medication

: Pengobatan

Traditional medication: Pengobatan tradisional

Illnesses

: Penyakit

Nutrional deficiencies

: Defisiensi nutrisi

Abortion

: Aborsi

Makrostomia

: Celah pada bibir akibat tonjolan maxilla dan

mandibula yang gagal bersatu sehingga membentuk

ukuran mulut yang terlalu besarDiagnosed

: DiagnosaTreatment

: Perawatan1.2.2 Problems

Tidak ada tanda-tanda kelainan saat kehamilan Tidak ada riwayat medis Tidak pernah menggunakan obat tradisional Tidak pernah kekurangan nutrisi1.2.3 Hypothesis

Makrostomia terjadi karena faktor genetik

1.2.4 Mechanisms

Makrostomia terjadi karena faktor genetik

Tidak ada tanda-tanda kelainan saat kehamilan

Tidak ada riwayat penyakit, tidak menggunakan pengobatan, tidak melakukan upaya aborsi, dan tidak kekurangan nutrisi1.2.5 More Info Screening Gen Radiografi1.2.6 Learning Issues

1. Apa itu makrostomia?2. Apa penyebab makrostomia?3. Bagaimana mekanisme penyebab makrostomia?4. Apa saja perubahan fisiologi yang terjadi pada pasien makrostomia?5. Apa saja gejala dari makrostomia?6. Bagaimana tindakan yang harus dilakukan pada pasien makrostomia?7. Apa itu screening gen?8. Apa itu pemeriksaan radiografi?BAB 2 Tinjauan Pustaka2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan ManusiaPertumbuhan (growth) adalah perubahan kuantitatif (berupa pertambahan ukuran, volume, massa) yang bersifat irreversible atau tidak dapat balik karena adanya pembesaran sel dan pertambahan jumlah sel akibat adanya proses pembelahan sel. Contoh: munculnya gigi baru, semakin bertambahnya jumlah gigi, semakin bertambahnya tinggi badan, dll.

Perkembangan (development) adalah suatu proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif (ditekankan pada segi fungsional) akibat adanya proses pertumbuhan dan hasil belajar, dan biasanya tidak dapat diukur. Contoh: pematangan sel ovum dan sperma, munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dst.

Diferensiasi adalah proses perkembangan sel / jaringan imatur menjadi matur dengan fungsi khusus. Proses diferensiasi menyebabkan sekelompok sel menjadi berbeda dalam struktur, fungsi, dan perilaku yang berlangsung pada waktu embrio. Diferensiasi dimulai beberapa saat setelah fertilisasi (zigot) dan berakhir setelah proses organogenesis.

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah Prenatal

Pada minggu ke-4, muncul prominensia fasialis (tonjolan wajah) yang terutama terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk oleh pasangan pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari stomodeum dapat dibedakan prominensia maksilaris dan prominensia mandibularis dapat di temukan di sebelah kaudal struktur ini. Prominensia frontonasalis di bentuk oleh masenkim yang terletak ventral dari vesikel otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi prominensia frontonasalis terdapat plakoda nasalis (olfaktoria), di bawah pengaruh induktif bagian ventral otak depan.

Selama minggu ke-5, plakoda nasalis mengalami invaginasi membentuk fovea nasalis (lempeng hidung). Selama dua minggu berikutnya prominensia maksilaris bertambah besar menekan prominensia nasalis mediana sehingga celah antara prominensia maksilaris dan prominensia nasalis mediana lenyap dan keduanya menyatu, prominensia maksilaris membesar ini untuk membentuk pipi dan maksila.

Pada minggu ke-6, wajah bagian atas mulai terlihat berbentuk datar dan lebar dengan posisi lubang hidung pada bagian lateral wajah. Sebelah lateral dari regio ini, terdapat maxillary processes yang berbentuk massa triangular dan terletak pada aspek superior lateral dari rongga mulut. Disamping itu, mandibular arch yang berbentuk datar dan lebar juga terlihat menyatu dengan batas bawah rongga mulut. Pada perkembangan selanjutnya, aurikula telinga yang berasal dari enam bukit kecil jaringan juga akan muncul secara lateral.

2.2.1 Perubahan Proporsi WajahPerubahan proporsi wajah terjadi pada minggu ke-6, hal ini disebabkan oleh adanya pertambahan dimensi secara lateral pada lubang hidung. Disamping itu, ekspansi otak regio anterior juga menyebabkan pindahnya regio lateral maksila ke permukaan depan wajah. Sehingga, kedua mata dan perbatasan jaringan pipi yang semula berada di samping berputar sebesar 90o ke permukaan depan wajah akibat pertumbuhan diferensial tersebut.

Pada awal mingu ke-7, wajah manusia baru dapat dikenali berkat hasil dari lokasi mata yang frontal, diferensiasi hidung, dan pembesaran mandibula. Telinga eksternal yang berasal dari diferensiasi auricular hillocks juga terlihat.

Pada awalnya, Prominensia nasalis lateralis dan proinensia maksilaris dipisahkan oleh suatu alur dalam, alur nasolakrimal. Ektoderm di dasar alur ini membentuk suatu korda epitel padat yang melepaskan diri dari ektoderm di atasnya. Setelah kanalisasi, korda membetuk duktus nasolakrimalis, ujung atasnya melebar untuk membentuk sakus lakrimalis. Setelah korda terlepas, prominensia nasalis lateralis dan prominensia maksilaris bergabung satu sama lain. Duktus nasolakrimalis terhubung dari sudut medial mata ke meatus inferior rongga hidung, dan prominensia maksilaris membesar untuk membentuk pipi dan maksila.

Pada minggu ke-10, cavitas nasal terbagi menjadi dua lintasan yang terbuka sampai pharynx di belakang palatum sekunder, melalui choana.Perkembangan proporsional philtrum, sisi lateral tonjolan maxilla dan mandibula membentuk wajah dan mengurangi lebar mulut sampai pada ukuran akhir.2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir

2.2.2.1 Akhir Minggu ke-4

Terbentuk stomodeum

Lateral => prominensia maksila

Kaudal => prominensia mandibula

Tepi atas => prominensia frontonasalis

2.2.2.2 3.2.2.2 Minggu ke-7 sampai ke-9

Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxilaris arcus pharyngeal ke-1

Pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaries saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan processus maxillaris.Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis archus pharyngeal ke-1 dari masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah.

Otot-otot bibirOtot ini dapat dibagi menjadi dua grup, yaitu lapisan lebih dalam pembentuk m. buccinator pada pipi dan orbicularis oris yang menyerupai sphincter pada bibir. Lapisan yang lebih superficial terbentuk dari sekumpulan otot kecil yang muncul dari maxilla, tulang zygomaticum, fascia yang menutupi m. masetter, dan dari mandibula. Otot-otot tersebut berkumpul untuk memasuki bibir dengan gerak radial. Pada sudut mulut, beberapa serat yang lebih pendek melewati beberapa serat di atasnya untuk memasuki bibir atas, dan begitu pula sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus cranial VII.

Otot sphincter

Otot sphincter adalah m. orbicularis oris. Otot-otot dilator

Otot dilator terdiri atas satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari bibir. Otot-otot dilator bibir tersebar di sekitar bibir, dan fungsinya adalah untuk membuka bibir. Gerakan ini biasanya diikuti dengan gerakan membuka mulut. Otot berasal dari tulang-tulang fascia di sekeliling mulut dan berkonvergensi untuk berinsersio pada substansi bibir. Otot-otot tersebut terbentang dari sisi hidung ke sudut mulut dan kemudian ke bawah, ke arah orificum oris. Otot-otot ini dipersarafi oleh ramus buccalis dan mandibularis N. Facialis (depressor labii inferioris dan depressor anguli oris dipersarafi oleh nervus cabang mandibula). Otot-otot dilator sebagai berikut :

1. M. Levator labii superioris aleque nasi

2. M. Levator labii superioris

3. M. Zygomaticus minor

4. M. Zygomaticus mayor

5. M. Levator anguli oris

6. M. Risorius

7. M. Depressor anguli oris

8. M. Depressor labii inferioris

9. M. Mentalis

Otot-otot ini mengontrol pergerakan ekspresi daerah bibir, seperti ketika sedang tersenyum, sedih atau sedang mencemooh. Pergerakan tersebut cenderung mengalihkan gerakan penting otot dilator di rongga mulut, yang berhubungan dengan gerakan otot sfingter yang menutupi rongga mulut. Kontraksi yang ringan dari serabut-serabut otot orbicularis oris membuat bibir menutup secara bersamaan, ketika kontraksi yang kuat mengumpulkan bibir seperti ketika bersiul. Perpisahan bibir dihasilkan oleh kontraksi bersama-sama dari otot radial superior (maxillary) dan inferior (mandibular) dan relaksasi dari otot sfingter orbicularis oris. Saat bibir atas relaksasi, disangga oleh gigi incisivus rahang atas. Jika gigi tersebut terlalu menonjol ke depan, bibir atas tidak bisa berkontak dengan bibir bawah pada posisi relaksasi.

Mekanisme Pembentukan PipiPipi mempunyai struktur yang hampir sama dengan bibir. Pipi membentuk dinding rongga mulut yang dapat bergerak. Secara anatomi, aspek external dari pipi bergabungdengan region buccal, di anterior berhubungan dengan oral dan region mentalis (bibir dan dagu), superior dengan region zygomaticum, posterior dengan region parotid, dan inferior dibatasi dengan mandibula. Tonjolan pipi berada pada sambungan antara zygomaticum dan region buccal. Tulang zygomaticum berada di bawah tonjolan dan arcus zygomaticum yang berlanjut ke posterior, sering disebut cheek bone.

Pipi mempunyai lapisan eksternal berupa kulit, lapisan internal berupa membrane mukosa, lapisan tengah berupa otot (yaitu buccinator), dan jaringan ikat yang mengandung saraf dan pembuluh darah. Kelenjar buccal terletak internal dari buccinators.

Sensor inervasi kulit dan membran mukosa dari bibir atas berasal dari nervus infraorbitalis, bibir bawah berasal dari nervus mentalis, sedangkan pipi berasal dari nervus buccalis. Serta secretomotor kelenjar pada bibir atas dan bagian atas pipi lewat dari ganglion pterygopalatinus di nervus maxillaris dan lanjutan infraorbitalisnya. Serta yang sama dari kelenjar pada bibir bawah dan pipi bagian bawah lewat dari ganglion oticus di nervus mandibularis dan alveolar inferiornya serta cabang buccal. Otot mendapatkan aliran darah dari nervus facialis, seperti otot ekspresi wajah.

Otot Pipi

Otot yang utama pada pipi adalah buccinators. Superficial buccinators dibungkus oleh lemak (bucal fat-pads). Terdiri dari serat yang pipih, tipis, tetapi kuat pada kontaknya dengan membrane mukosa vestibuli oral. Serat ini melekat di atas dan di bawah permukaan luar maxilla dan mandibula pada regio gigi molar yang dekat dengan garis refleksi gusi muccoperiosteum dari processus alveolaris. Margin posteriornya melekat pada raphe (kumpulan jaringan ikat) pterygomandibular.Pipi disuplai oleh cabang buccal dari artery maxilla dan diinervasi oleh cabang buccal dari n. mandibular.

Otot-otot pipi antara lain:

M. Buccinator

M. Masseter

M. Pterygoideus medialis

M. Pterygodeus lateralis

Buccinator dan orbicularis oris membentuk lembaran serat otot melewati sekeliling wajah dari pterygomandibular pertama ke yang lainnya. Masing-masing raphe berkumpul keluar dari ujung hamulus (tonjolan) lapisan pterygoid medial masuk ke permukaan mandibula, di atas posterior dan diujung mylohyoid. Otot ini berkumpul seperti sebuah kesatuan, zona perlekatan seperti nodus yang kecil terletak lateral dan berukuran kecil di atas sudut mulut. Otot orbicularis oris dan buccinators merupakan bagian yang penting di kedokteran gigi karena membentuk elemen yang penting dari lembaran otot yang terbentang di bagian luar dari dental arcus. Sedangkan, otot ekspresi dan bagian yang berperan dalam berbicara dan mastikasi adalah counter keseimbangan oleh gaya dari otot lidah bagian dalam dental arcus. Jika keseimbangan terganggu, maka perubahan pada posisi gigi akan terjadi.

Perlekatan buccinator membatasi kedalaman vestibula mulut, khususnya sulcus di antara gusi dan pipi. Ketika pipi dilebarkan dengan menariknya keluar, beberapa ridge membrane mukosa akan muncul di antara bagian dalam gusi dan margin gusi. Ridge ini dihasilkan oleh regangan kumpulan-kumpulan serat otot buccinator. Hal ini penting untuk menunjukkan posisi otot-otot ini selama mencetak untuk pembuatan gigi tiruan.2.2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Palatum

2.2.3.1 Segmen IntermaksillaAkibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia nasalis mediana menyatu di permukaan dan di bagian dalam membentuk struktur segmen intermaksila. Segmen intermaksila terdiri dari komponen bibir yang membentuk filtrum bibir atas, komponen rahang atas yang membawa empat gigi seri, dan komponen langit-langit yang membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga (gambar 15.24). Segmen intermaksila bersambungan dengan bagian rostral septum nasale yang dibentuk oleh prominensia frontalis.

2.2.4 Palatum SekunderMeskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksila, bagian utama palatum definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bilah dari prominensia maksilaris. Palatine shelves (bilah-bilah palatum) muncul pada minggu keenam perkembangan dan mengarah oblique ke bawah di kedua sisi lidah (gambar 15.25). Pada minggu ketujuh, palatine shelves bergerak ke atas untuk memperoleh posisi horizontal di atas lidah dan menyatu membentuk palatum sekunder (gambar 15.26 dan 15.27).Di sebelah anterior, palatine shelves menyatu dengan palatum primer yang berbentuk segitiga, dan foramen incisivum adalah tanda utama di garis tengah antara palatum primer dan sekunder (gambar 15.27B). Penggabungan ketiga komponen palatum pada awalnya tidak menghasilkan atap mulut yang melengkung. Palatum keras bertumbuh, bertambah panjang, lebar, dan luas, menjadi berbentuk lengkung atap mulut. Garis penggabungan lereng palatum sekunder ditandai sutura midpalatal pada orang dewasa. Pada saat yang bersamaan dengan menyatunya kedua palatine shelves, septum nasale tumbuh ke bawah dan bergabung dengan bagian cephalic palatum yang baru terbentuk (gambar 15.27).

Osifikasi tidak terjadi pada bagian paling belakang dari palatum, menghasilkan palatum lunak.

2.2.5 Pertumbuhan dan Perkembangan Lidah

Lidah, yang terdiri dari mukosa dan otot lurik mulanya berasal dari beberapa sumber yang berbeda. Mukosa pada badan lidah (corpus linguae) atau 2/3 anterior lidah berasal dari arkus faringeal I, sedangkan mukosa pada pangkal lidah atau 1/3 posterior lidah berasal dari arkus faringeal III. Otot lidah mulanya merupakan myoblast yang bermigrasi ke lidah dari somite occipital.

Lidah mulai muncul pada embrio di minggu keempat dalam bentuk dua tonjol lateral lingual dan satu tonjol di medial yang disebut dengan tuberculum impar. Ketiga tonjolan ini berasal dari arkus faringeal I. Tonjol median kedua, yaitu copula (hypobranchial eminence) terbentuk dari mesoderm arkus II, III, dan sebagian arkus IV walaupun ada referensi yang menyatakan bahwa hypobranchial eminence terbentuk sepenuhnya dari arkus faringeal III. Terakhir, tonjol median ketiga yang terbentuk dari bagian posterior dari arkus faringeal IV, yang menandakan perkembangan epiglottis.

Gambar 1.1 A. Embrio pada minggu kelima B. Embrio pada bulan kelima C. dan D. Hasil scan mikrograf elektron dalah fase embrional serupa A dan B

Bersamaan dengan membesarnya ukuran tonjol lateral lingual, mereka tumbuh lebih besar, menutupi tuberculum impar dan bersatu membentuk bagian 2/3 anterior atau badan lidah. Bagian 1/3 posterior lidah atau pangkal lidah terbentuk dari perkembangan hypobranchial eminence yang berfusi dengan tuberculum impar dan tonjol lateral lingual. Kedua bagian tersebut, bagian 2/3 anterior dan 1/3 posterior dibatasi oleh terminal sulcus.

Karena mukosa yang menutupi badan lidah berasal dari arkus faringeal pertama, innervasi sensorik di area ini diberikan oleh cabang mandibular dari nervus trigeminal (V3). Bagian pangkal lidah diberikan suplai saraf sensorik oleh nervus glossopharyngeus yang menandakan bahwa jaringan pada arkus ketiga tumbuh menutupi arkus kedua.

Epiglottis dan bagian sangat posterior dari lidah dipersarari oleh nervus laryngeus superior yang mencerminkan perkembangannya dari arkus keempat. Beberapa otot dari lidah diduga berdiferensiasi dengan cara in situ, namun lebih banyak yang merupakan perkembangan dari myoblast yang berasal dari somite occipital. Maka dari itu, otot pada lidah juga diinnervasi oleh nervus hypoglossus.

Secara umum, persarafan di lidah mudah untuk dipahami. Badan dari lidah disuplai oleh nervus trigeminus, nervus dari arkus pertama; pangkal lidah disuplai oleh nervus glossopharyngeus dan nervus vagus, nervus dari arkus ketiga dan keempat. Innervasi sensorik special (perasa) pada 2/3 anterior lidah disuplai oleh chorda tympani cabang dari nervus facialis, sedangkan 1/3 posteriornya disuplai oleh nervus glossopharyngeus.

2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah dari Fase Postnatal

Dengan mempelajari perubahan normal yang sering terjadi pada kompleks wajah, para praktisi klinis dapat mengidentifikasi dan mendiagnosis berbagai abnormalitas yang ada pada pasien dengan tujuan untuk menyediakan penanganan dan perawatan yang optimal kepada para pasien. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para klinisi untuk mengetahui bagaimana perubahan pada wajah, di mana perubahan ini terjadi, dan kapan perubahan ini biasanya terjadi karena perubahan pada wajah dan gigi geligi manusia terus berlangsung selama kehidupan. Di tahap pertumbuhan tertentu, perubahan ini bisa sangat drastis dan mudah diamati sedangkan di beberapa tahap lainnya perubahan ini bisa dibilang hampir tidak kentara, namun tetap saja harus diperhatikan karena sama pentingnya. Contohnya, ditemukan perubahan yang signifikan pada kompleks dentofacial individu dengan rentang umur 25 tahun sampai 45 tahun seperti bertambahnya panjang sekitar 2,0 mm pada lengkung rahang maxilla dan mandibula milik laki-laki maupun perempuan, dapat juga dilihat adanya perubahan seperti hidung yang membesar.

2.3.1 Pertumbuhan Kompleks Nasomaxillary

Dengan adanya pertumbuhan dari kartilago di nasal septum, terutama vomer dan perpendicular plate of ethmoid, kompleks nasomaxillary berubah, terlihat lebih maju dan juga ke bawah. Perubahan ini menyebabkan pertumbuhan di aspek posterior maxilla dan juga tuberositas maxilla sehingga bisa mengakomodasi erupsi gigi molar permanen. Gerakan maxilla ke depan juga mengakibatkan pembesaran di hidung dan oropharynx supaya dapat mengakomodasi kebutuhan suplai udara yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan seorang anak.

2.3.2 Pertumbuhan Mandibula

Pada bayi yang baru lahir (neonatus), mandibula tidak seutuhnya tergabung di midline, namun terdiri dari 2 bagian. Di akhir tahun pertama, kedua belahan mandibula bergabung menjadi satu tulang berbentuk parabolik. Bagian-bagian yang ada di mandibula meliputi satu badan dan 2 ramus yang menyokong kondilus dan prosesus koronoid. Mandibula terbentuk dari jaringan intramembran. Dan perlu diingat bahwa Meckels cartilage (kartilago primer original di mandibula) menghilang saat masa intrauterin sehingga hanya tersisa beberapa sisa seperti tulang malleus dan incus di telinga bagian tengah dan ligamen shenomandibula. Sehingga kartilago kondilar terbuat dari kartilago sekunder).

Pada umumnya, bagian kepala kondilus tumbuh ke arah atas dan belakang. Pertumbuhan mandibula tampak menuju ke bawah dan depan. Pergerakan mandibula ini dan juga kompleks nasomaxilla mempermudah pertumbuhan pharynx, lidah, dan struktur terkait lainnya. Pertumbuhan pada kondilus menjadi kompensasi terhadap pergerakan mandibula secara vertikal dan mengakomodasikan erupsi gigi secara vertikal juga. Di sisi lain, resorpsi tulang di batas anterior dan deposisi di batas posterior kedua ramus bertanggung jawab untuk pertumbuhan ramus dan badan mandibula ke arah anterior dan posterior. Perubahan-perubahan ini meningkatkan panjang badan mandibula ke arah posterior sehingga dapat mengakomodasikan molar permanen yang mengalami erupsi.

2.3.3 Pertumbuhan Processus Alveolaris

Pertumbuhan tulang alveolar sangat tergantung pada erupsi gigi geligi. Setelah gigi diekstraksi, prosesus alveolaris mulai mengalami resorbsi. Laju resorbsi ini dapat diperlambat dengan mengembalikan fungsinya semula dengan penggunaan gigi tiruan yang cocok. Bertambahnya ketinggian wajah ke arah vertikal merupakan hasil dari pertumbuhan prosesus alveolaris di maxilla dan mandibula, yang terkait dengan erupsi gigi geligi.

2.3.4 Remodeling Permukaan

Semua permukaan yang bertulang mengalami remodelling secara selektif melalui deposisi dan resorpsi. Contohnya, tulang dagu menjadi lebih prominen seiring lanjutnya usia, terutama lebih disebabkan oleh resorpsi tulang di atas dagu (daripada akibat deposisi tulang di dagu), dan juga disertai dengan pertumbuhan mandibula ke depan.

2.3.5 Pertumbuhan Diferensial Wajah

Kebanyakan dari perubahan ini saling terikat satu sama lainnya. Misalnya pertumbuhan basis kranial ke arah depan bisa menyebabkan maxilla ikut ke depan, sedangkan pengurangan di fleksural basis kranial bisa menyebabkan mandibula berotasi ke belakang. Oleh karena itu, pertumbuhan badan mandibula dan kepala kondilus tidak berlangsung secara proporsional seiring bertambah usia. Sebagai contoh, di dalam kandungan ibu, ukuran kepala fetus hampir mencakup 1/3 dari ukuran tubuh totalnya. Di lain pihak, saat lahir, ukuran kepalanya mencapai dari ukuran tubuh total, kemudian saat beranjak dewasa, ukuran kepalanya menjadi hanya 1/8 dari ukuran tubuh total. Pertumbuhan diferensial serupa juga terjadi di berbagai bagian dari kompleks kraniofasial. Hampir 2/3 bagian dari pertumbuhan total maxilla dan mandibula akan tampak pada umur sekitar 10-12 tahun, saat-saat dimana mulai banyak pasien yang mencari perawatan ortodonti. Pada umur sekian, masih ada kemungkinan klinisi dapat memperbaiki kelainan-kelainan yang ada pada maxilla dan mandibula.

2.4 Cleft

Cleft adalah kelainan berupa celah pada bibir yang didapatkan seseorang sejak lahir.

Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:

Cleft lip tanpa disertai cleft palate Cleft palate tanpa disertai cleft lip Cleft lip disertai dengan cleft palate2.4.1 Bibir Sumbing (Cleft Lip)Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung.

/Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus.Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir.

Kelainan ini terbentuk saat bayi masih dalam kandungan dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut.

Berbagai kelainan perkembangan orofasial, antara lain:

1. Celah bibir unilateral: kegagalan penggabungan tonjolan nasal medial dengan tonjolan maksila dengan celah satu sisi di bagian kanan atau kiri saja

2. Celah bibir bilateral: kegagalan penggabungan tonjolan nasal medial dengan tonjolan maksila dengan celah di kedua sisi

3. Celah bibir median: disebabkan oleh penggabungan tidak sempurna dari kedua tonjolan nasal medial

4. Makrostomia: penyatuan tonjolan maksila dan mandibula membentuk ukuran mulut yang terlalu lebar

5. Astomia: penyatuan tonjolan maksila dan mandibula membentuk mulut yang tertutup

Terdapat dua faktor penyebab terjadinya celah, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan:

1. Faktor genetik

Celah terjadi karena adanya abnormalitas dari kromosom. Celah bibir terjadi sebagai suatu ekspresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom.2. Faktor Lingkungan

a. Defisiensi nutrisi

Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.

b. Zat kimia

Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.

c. Trauma

Trauma mental dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah.

d. Radiasi

Radiasi yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat bayi.

2.5 Makrostomia

Makrostomia merupakan penyatuan tonjolan maxilla dan mandibula (processus maxilaris dan processus mandibularis) yang gagal bersatu sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar.

Makrostomia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Makrostomia unilateral, merupakan kelainan yang terjadi akibat dari gagal bersatunya tonjolan maxilla dan mandibula di salah satu bagian sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar hanya di salah satu bagian antara di sebelah kanan atau sebelah kiri.

2. Makrostomia bilateral, merupakan kelainan yang terjadi akibat tonjolan maxilla dan mandibula yang gagal bersatu sehingga ukuran mulut terlalu besar. Kelainan ini sering disebut the face of clowny karena bentuk wajah yang terlihat seperti badut akibat bentuk mulut yang besar.

Ciri-ciri yang tampak pada penderita makrostomia:

Mulut melebar

Semakin lama mulutnya semakin melebar

Bentuk wajah menjadi kurang jelas

Susah menghisap ASI

Makrostomia dapat menimbulkan sindrom:. Sindrom Barber Say

Sindrom Barber Say adalah sebuah keadaan kelainan kongenital yang ditandai dengan hipertrikosis, terutama di bagian punggung, kulit yang tipis dan rapuh, hyperlaxity, dan dismorfisme wajah, termasuk makrostomia, deformitas kelopak mata, ocular telecanthus, telinga yang rendah dan abnormal, dan garis rambut yang rendah.

2. Sindrom Ablepharon Macrostomia

Sindrom Ablepharon Macrostomia adalah sebuah kelainan turunan yang sangat langka yang ditandai dengan berbagai macam abnormalitas fisik yang mempengaruhi bagian kraniofasial, kulit, jari jari, dan genitalia. Individu yang bersangkutan juga mungkin memiliki malformasi di area puting dan dinding abdominal. Di bayi yang mengalami sindrom ini, pertumbuhan kelopak mata atas dan bawah mungkin tidak sempurna atau tidak terbentuk sama sekali (ablepharon atau microablepharon) begitu juga dengan tidak bertumbuhnya bulu dan alis mata; mulut yang ukurannya melebihi ukuran normal (makrostomia); dan/atau telinga yang tumbuh dengan tidak sempurna atau sama sekali tidak terbentuk.

3. Sindrom Treacher Collins

Sindrom Treacher Collins (juga dikenal sebagai sindrom Franceschetti-Zwahlen-Klein atau mandibulofacial dysostosis) adalah kelainan genetik langka yang dicirikan dengan perubahan bentuk wajah. Sindrom Treacher Collins ditemukan hanya 1 dari 10.000 kelahiran. Fitur fisik umumnya termasuk letak mata miring ke bawah, rahang kecil di bawah, dan perubahan bentuk telinga, atau bahkan tidak adanya telinga. Beberapa fitur fisik yang jarang terlihat pada penderita adalah makrostomia, deformitas nasal, dan koloboma di kelopak mata atas.

4. Sindrom Simpson Golabi Behmel

Sindrom Simpson Golabi Behmel adalah suatu kondisi yang memengaruhi banyak bagian dari tubuh dan biasanya banyak terjadi pada pria. Bayi yang terkena sindrom ini ukuran tubuhnya lebih besar dari biasa ketika lahir dan terus tumbuh dalam laju yang tidak biasa. Orang orang dengan sindrom Simpson Golabi Behmel mempunyai fitur fisik yang khas meliputi jarak yang jauh antara kedua mata (hipertelorisme okular), mulut dengan ukuran mulut yang melebihi batas normal (makrostomia), lidah yang besar (makroglossia) yang memiliki lekukan di tengah, dan kelainan yang mempengaruhi langit langit rongga mulut.

2.5.1 Mekanisme Terjadinya Makrostomia

Mekanisme terjadinya makrostomia:

Pada saat bayi di dalam kandungan tidak terlihat apabila bayi menderita makrostomia. Saat bayi terlahir, terlihat sudut simetris di batas antara bibir dan kulit normal pada bibir atas dan bibir bawah. Dinding rongga mulut terus berkembang dengan mekanisme pertumbuhan dan penggabungan, hasilnya mengakibatkan mekanisme tidak menyatunya jaringan (terutama pada bagian otot buccal bahkan dapat mengenai otot masseter sampai dengan telinga) akibat makrostomia.2.5.2 Fisiologi Anak yang Terkena Makrostomia

Sulit makan: sulit menghisap ASI

Sulit bicara

Terkadang terjadi masalah pernapasan

2.5.3 Faktor Penyebab

1. Faktor Genetik Mutasi GenPenyebab terjadinya celah bibir ini belum sepenuhnya diketahui. Salah satu faktor penyebabnya adalah mutasi gen. Mutasi gen, yaitu berhubungan dengan beberapa macam sindrom atau gejala yang dapat diturunkan oleh hukum Mendel dimana celah bibir dengan atau tanpa langitan sebagai komponennya. Pada beberapa kasus, tampak kejadian celah bibir dan langitan mengikuti pola hukum Mendel namun pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan. Pada mutasi gen biasanya ditemukan sejumlah sindrom yang diturunkan menurut hukum Mendel, baik secara autosomal dominan, resesif, maupun X-linked. Pada autosomal dominan, orang tua yang memiliki kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama, sedangkan pada autosomal resesif kedua orang tua normal, tetapi sebagai pembawa gen abnormal. Pada kasus terkait X (X-linked), wanita dengan gen abnormal tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan sedangkan pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan ini (Albery, 1986). Pendapat saat ini terhadap etiologi dari celah bibir dan langit-langit adalah bahwa celah bibir dan celah langit-langit tersendiri memiliki predisposisi genetik dan kontribusi komponen lingkungan. Sejarah keluarga dengan celah bibir dan langit-langit dimana hubungan keluarga derajat pertama berpengaruh pada peningkatan resiko menjadi 1 dalam 25 kelahiran hidup.2. Faktor Lingkungan Pengaruh ObatObat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.

Obat teratogenik adalah obat yang dapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada janin selama dalam kehamilan ibu. Adanya bahan-bahan yang bersifat teratogenik akan menimbulkan gangguan pada sel-sel tubuh janin yang sedang melakukan proses pembentukkan organ tersebut. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil yaitu rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya makrostomia. Obat-obat antineoplastik juga terbukti menyebabkan cacat ini pada binatang.

JamuMengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya makrostomia. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut.

Kontrasepsi hormonalPada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal. Obat obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama makrostomia. Obat obatan itu antara lain : Talidomid, diazepam (obat obat penenang) Aspirin (Obat obat analgetika)Aspirin berbahaya bagi janin yang belum lahir, yaitu bisa menyebabkan masalah jantung, mengurangi berat badan lahir, atau menyebabkan efek serius pada bayi yang belum lahir. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Oleh karena itu, ibu hamil harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.

Kebiasaan Buruk Ibu

Saat masa kehamilan, seorang ibu harus menjaga kebiasaannya karena setiap kegiatan yang dilakukan ibu sangat berpengaruh bagi perkembangan janin. Kebiasaan buruk seperti merokok dan mengonsumsi kafein secara berlebihan termasuk faktor pemicu munculnya celah bibir dan palatum.

Berdasarkan penelitian, seorang ibu yang rutin mengonsumsi kafein di masa kehamilannya memiliki kesempatan 15% melahirkan anak dengan celah bibir dan palatum.

Ibu yang merokok juga akan memicu munculnya celah bibir dan palatum lebih besar daipada yang tidak. Karena kafein yang masuk ke dalam tubuh ibu, juga akan diserap oleh bayi yang dikandungnya.

Kekurangan Nutrisi

Kebutuhan gizi ibu hamil terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Zat-zat gizi yang perlu mendapat perhatian dari ibu hamil adalah karbohidrat dan lemak sebagai sumber tenaga, protein sebagai pembentuk jaringan baru, vitamin untuk memperlancar proses biologis, dan mineral yang meliputi kalsium dan zat besi. Nutrisi dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Adapun tiga jenis nutrisi yang sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus antara lain:

a. Asam Folat

Kasus kelainan makrostomia yang paling banyak terjadi selain dari faktor hereditas adalah faktor gizi, terutama kekurangan asam folat. Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti makrostomia.

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri dapat mengakibatkan terjadinya celah di bagian mulut, seperti makrostomia dan defek lahir lainnya pada manusia.

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainnya. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.

Memang faktor nutrisi sangat penting pada ibu yang sedang hamil. Defisiensi nutrisi dapat mengakibatkan kecacatan pada fetus yang sedang dikandungnya. Namun, faktor lain mengapa sang ibu sampai bisa kekurangan nutrisi kemungkinan yang terbesar adalah akibat dari keadaan ekonomi yang kurang di keluarga sang ibu.

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya. Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya. Trauma (Stres)

Walaupun tampaknya tidak ada hubungan langsung antara ibu dan janin, namun susunan keadaan emosi ibu dapat memengaruhi reaksi dan perkembangan janin. Telah terbukti, bahwa keadaan emosi ibu seperti marah, takut, dan cemas akan menimbulkan reaksi pada susunan saraf otonom, yaitu melepaskan beberapa zat kimiawi ke dalam aliran darah. Hal ini akan merangsang kelenjar endokrin terutama adrenalin dan jumlah hormon dalam tubuh. Metabolisme dalam tubuh pun akan mengalami perubahan. Dapat dikatakan bahwa komposisi perubahan darah dan zat kimiawi di bawa ke janin melalui plasenta dan menyebabkan perubahan system sirkulasi pada janin. Perubahan ini akan mengganggu perkembangan janin. Hal tersebut dikarenakan ketika seorang ibu hamil dan mengalami ketakutan, kecemasan, stes, dan emosi yang mendalam, maka akan terjadi perubahan psikologis, antara lain meningkatnya pernapasan dan sekresi oleh kelenjar. Adanya produksi hormon adrenalin sebagai tanggapan terhadap kekuatan akan menghambat aliran darah ke daerah kandungan dan membuat janin kekurangan udara. Ibu yang mengalami kecemasan berat dan berkepanjangan sebelum atau selama kehamilan kemungkinan besar mengalami kesulitan medis dan melahirkan bayi yang abnormal dibandingkan dengan ibu yang relative tenang dan aman, goncangan emosi di asosiasikan dengan kejadian aborsi spontan, kesulitan proses lahir, kelahiran premature dan penurunan berat, kesulitan pernapasan dari bayi yang baru lahir dan cacat fisik. Disamping itu, stress dan kecemasan yang dialami ibu setelah kehamilan, diasosiasikan dengan bayi yang sangan aktif, lekas marah, dan tidak teratur dalam makan, tidur, dan buang air. Kecemasan pada ibu dan kemungkinan terus berlanjut sampai setelah anak lahir ( Sameroff dan Chandler, 1975) . Radiasi

Sinar X adalah suatu radiasi yang berenergi kuat yang tergantung pada dosisnya dapat mengurangi pembelahan sel, merusak materi genetik, dan menimbulkan defek pada yang belum dilahirkan.bayi dalam perut ibu sensitif terhadap sinar X karena sel-selnya masih membelah dengan cepat dan berkembang menjadi jaringan dan organ yang berbeda-beda.

Pada saat minggu ke-3 hingga ke-8 kehamilan, merupakan fase pembentukan organ pada janin sehingga paparan radiasi bahkan pada dosis yang rendah sekalipun dapat menyebabkan gangguan pada sel-sel tubuh janin yang sedang melakukan proses pembentukan organ tersebut karena adanya bahan yang bersifat teratogenik.2.6 Tindakan Lanjutan

Tindakan yang dilakukan pada penderita macrostomia adalah operasi. Penderita macrostomia (mulut lebar) memerlukan pembedahan untuk membuat cincin lengkap otot di sekitar mulut mereka. Jika otot-otot di sudut mulut tidak membentuk, mulut akan lebih lebar dari biasanya (macrostomia). Hal ini dapat mengganggu proses makan dan berbicara. Pada umur 9 bulan akan hilang otot di kedua sisi mulutnya. Untuk memperbaiki hal ini, ahli bedah membuat cincin otot yang menghubungkan sudut mulut menggunakan otot-otot lain di sekitar mulut. Mereka juga membawa sudut mulut lebih dekat bersama-sama.

Prosedur:

- Ahli bedah berhati-hati memotong kulit, otot dan jaringan di dalam mulut.

- Kemudian mereka memindahkan dan menghubungkan lapisan ini.

-Di sudut mulut, mereka membawa otot bagian atas ke bawah otot yang lebih rendah untuk memberikan mulut bentuk normal.

-Mereka menggunakan sayatan kecil zigzag (cut), yang membantu untuk menyembunyikan bekas luka.

Perbaikan ini memungkinkan penderita untuk menggunakan mulut mereka untuk makan dan berbicara, dan menciptakan tampilan natural.2.7 Pemeriksaan

Pemeriksaan terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Pemeriksaan ekstra oral

b. Pemeriksaan intra oral2.7.1 Pemeriksaan Intra Oral

Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan dalam rongga mulut. Pemeriksaan intra oral berkaitan dengan gigi dan jaringan sekitar (jaringan lunak maupun jaringan keras).

Cara pemeriksaan : InspeksiMemeriksa dengan mengamati obyek (gigi) bagaimana dengan warna, ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan, permukaan jaringan, permukaan, karies, abrasi, dan resesi. PalpasiDilakukan dengan cara menekan jaringan ke arah tulang atau jaringan sekitarnya. Untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan periosteal tulang rahang, adanya pembengkakan dengan fluktuasi atau tanpa fluktuasi. PerkusiDilakukan dengan cara mengetukkan jari atau instrumen ke arah jaringan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan periodontal atau tidak. Sondasi

Dengan menggunakan sonde atau eksplorer dapat diketahui kedalaman kavitas dan reaksi pasien. Rasa sakit yang menetap atau sebentar dan adanya rasa ngilu. Termis

Tes yang dilakukan dengan iritan dingin ataupun panas, untuk mengetahui vitalitas gigi. Lazim digunakan chlor ethyl, disemprotkan pada kapas kemudian ditempelkan pada bagian servikal gigi. Tes mobilitasGigi dimobilisasi untuk memeriksa ada tidaknya luksasi. Tes Elekrik Pemakaian alat pulp tester untuk mengetahui vitalitas gigi. TransiluminasiMenggunakan iluminator dari arah palatal atau lingual. Untuk mengetahui adanya karies di lingual palatal, membedakan gigi nekrosis dan gigi vital, serta membantu mendetekasi fraktur yang tidak terlihat. Test vitalitasGigi hanya dapat memberikan informasi bahwa masihada jaringan syaraf yg mengantar impuls sensori, bukanmenunjukkan bahwa pulpa masih normal. Rontgen foto Pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan terhadap:

1. Gigi

Status gigi geligi2. Oral hygiene Baik

Sedang

Buruk

3. Pemeriksaan terhadap mukosa / jaringan lunak yang menutupi tulang alveolar, seperti: Inflamasi, Bergerak/tidak bergerak. Keras/lunak Hiperemi Benjolan Fistula / gumboil Ulkus Gingivitis Stomatitis4. Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar.

Bentuk U, V Datar, sempit, luas, undercut5. Lidah

Apakah ukurannya normal atau besar (makroglossia)

6. Palatum Normal

Tinggi

Dangkal

7. FrenulumTinggi, sedang, rendah

Cara pemeriksaannya adalah dengan menarik bibirdan melihat dimanakah jaringan yang menjadi pucat.2.7.2 Pemeriksaan ekstra oral

Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk melihat kelainan diluar rongga mulut. Padapemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah bentuk wajah, bibir, sendi TMJ, mata, ekspresi, dan kelenjar limfe.

Pemeriksaan bentuk wajah terdiri atas tiga pemeriksaan, yaitu tipe wajah, kesimetrisan wajah, dan profil wajah. Tipe wajah ada tiga, yaitu sempit, normal, dan lebar. Kesimetrisan wajah ada dua, yaitu simetris bilateral dan asimetris. Dikatakan simetris bilateral apabila wajah terbagi dua sama lebar dan anatomisnya sama jika ditarik garis median dari garis rambut ke titik glabela, subnasion, dan menton. Profil wajah terbagi menjadi wajah datar, cembung, dan cekung. Untukmenentukan profil wajah, tarik garis dari titik glabela, subnasion, dan pogonion dan dilihat dariarah sagittal.

Pemeriksaan bibir bertujuan untuk melihat tonus bibir dan katup bibir. Tonus bibir atau kekuatan otot bibir terbagi atas tiga, yaitu normal, hipotonus, dan hipertonus. Katup bibir untuk melihat apakah bibir dapat terkatup atau tidak. Cara pemeriksaannya adalah dengan mempalpasi otot bibir pada keadaan otot orbicularis oris dalam keadaan relaksasi.

Pemeriksaan TMJ dilakukan untuk melihat apakah pasien memiliki masalah pada sendi rahang. Masalah yang umum terjadi adalah adanya clicking dan rasa sakit/nyeri pada sendi rahang.

Mata diperiksa untuk melihat pupil apakah sama besar (isokor) atau tidak sama besar(anisokor), melihat sclera apakah ikterik atau tidak ikterik, dan melihat konjungtiva apakah pucat(anemis) atau tidak.

Saat pasien datang berobat, kita sebagai dokter gigi harus dapat melihat ekspresi pasiena pakah pasien tersebut tenang, tampak sakit sedang, atau tampak sakit berat. Ekspresi pasien dapat membantu kita menilai kondisi psikologis pasien dan dapat membantu kita berkomunikasi efektif dengan pasien serta memilih perawatan yang sesuai sehingga dapat meringankan rasa sakit pasien.Pemeriksaan kelenjar limfe pada pasien dilakukan pada kelenjar limfe submandibular kanan dan kiri. Caranya adalah pasien duduk di kursi dental dengan kepala menempel di kursi yang posisinya agak merebah. Dokter berada di belakang pasien. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan, tekan lembut menyusuri belakang telinga ke submandibula sampai arah dagu.2.8 Screening Gen

PENGERTIANScreening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.Screening dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasikandan memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti.Uji tapis bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang diagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak menular dengan harapan penuh dapat mengurangi angka mortalitas.Screening pada umumnya bukan merupakan uji diagnostic dan oleh karenanya memerlukan penelitian follow-up yang cepat dan pengobatan yang tepat pula. TUJUAN1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terdapat pada orang yang tampak sehat,tapi mungkin menderita penyakit ( population risk).2. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemic dapat dihindari.3. Mendapatkan penderita sedini mungkin untuk segera memperoleh pengobatan.4. Mendidik masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.SASARANSasaran utama uji tapis atau skrining adalah : Penderita penyakit kronis Infeksi bakteri ( lepra, TBC, dan lain-lain) Infeksi virus ( hepatitis ) Penyakit non infeksi : Hipertensi Diabetus mellitus Penyakit jantung Karsinoma serviks Prostate Glaikoma Aids

PRINSIP PELAKSANAANProses uji tapis terdiri dari dua tahap : 1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit. 2. Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostic.Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan laborat atau radiologist misalnya :1. Pemeriksan gula darah2. Pemeriksaan radiology untuk uji tapis TBCMACAM SCREENING1. Penyaringan massal (mass screening)Penyaringan yang melibatkan populasi secara keseluruhan.Contoh: screening prakanker leher rahim dengan metode iva pada 22.000 wanita.2. Penyaringan multiple Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik uji penyaringan pada saat yang sama. Contoh: screening pada penyakit AIDS.3. Penyaringan yang ditargetkanPenyaringan yg dilakukan pada kelompokkelompok yang terkena paparan yang spesifik.Contoh : screening pada pekerja pabrik yang terpapar dengan bahan timbal.4. Penyaringan oportunistikPenyaringan yang dilakukan hanya terbatas pada penderita penderita yang berkonsultasi kepada praktisi kesehatan Contoh: screening pada klien yang berkonsultasi kepada seorang dokter.KRITERIA UNTUK MELAKSANAKAN SCREENING Sifat penyakit yang serius Prevalensi tinggi pada tahap praklinik Periode yg panjang diantara tanda tanda pertama sampai timbulnya penyakit LOKASI SCREENINGUji tapis dapat dilakukan di lapangan, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, pusat pelayanan khusus dan lain-lain : 1. Lapangan: uji skrining TBC2. RSU

: pap smear 3. RSK

: uji tapis glaikoma di RS mata 4. Pelayanan khusus : RS jantung, RS kanker VALIDITAS TES UJI SKRININGAgar hasil pengukuran dari penyaringan/screening itu valid, maka harus diukur dengan menggunakan sensitivitas & spesifitas:

Sensitivitas Adalah proporsi dari orang-orang yang benar-benar sakit yang ada di dalam populasi yang disaring, yang diidentifikasi dengan menggunakan uji penyaringan sebagai penderita sakit. Spesifisitas Adalah proporsi dari orang-orang yang benar-benar sehat, yang juga diidentifikasi dengan menggunakan uji penyaringan sebagai individu sehat. KRITERIA EVALUASI Validitas : merupakan tes awal baik untuk memberikan indikasi individu mana yg benar sakit dan mana yang tidak sakit. Dua komponen validitas adalah sensitivitas dan spesifitas. Reliabilitas : adalah bila tes yang dilakukan berulang ulang menunjukan hasil yang konsisten. Yield : merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari uji tapis. CARA TES SCREENINGSebelum melakukan skrining terlebih dahulu harus ditentukan penyakit atau kondisi medis apa yang akan dicari pada skrining.Contoh uji skrining: Pap smear yaitu tes screening kanker serviks.Pap smear dilakukan di ruang dokter dan hanya beberapa menit. Pertama anda berbaring di atas meja periksa dengan lutut ditekuk. Tumit anda akan diletakkan pada alat stirrups. Secara perlahan dokter akan memasukkan alat spekulum ke dalam vagina anda. Lalu dokter akan mengambil sampel sel serviks anda dan membuat apusan (smear) pada slide kaca untuk pemeriksaan mikroskopis.

Dokter akan mengirim slide ke laboratorium, dimana seorang cytotechnologist (orang yang terlatih untuk mendeteksi sel abnormal) akan memeriksanya. Teknisi ini bekerja dengan bantuan patologis (dokter yang ahli dalam bidang abnormalitas sel). Patologis bertanggung jawab untuk diagnosis akhir.

Pendekatan terbaru dengan menggunakan cairan untuk mentransfer sampel sel ke laboratorium. Dokter akan mengambil sel dengan cara yang sama, namun dokter akan mencuci alat dengan cairan khusus, yang dapat menyimpan sel untuk pemeriksaan nantinya. Ketika sampel sampai ke laboratorium, teknisi menyiapkan slide mikroskopik yang lebih bersih dan mudah diinterpretasikan dibanding slide yang disiapkan dengan metode tradisional.umumnya dokter akan melakukan pap smear selama pemeriksaan panggul (prosedur sederhana untuk memeriksa genital eksternal, uterus, ovarium, organ reproduksi lain dan rektum). Walaupun pemeriksaan panggul dapat mengetahui masalah reproduksi, hanya pap smear yang dapat mendeteksi kanker serviks atau prakanker sejak dini.2.9 Radiografi

Definisi Radiografi

Radiografi adalah alat yang digunakan dalam diagnosis dan pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Meskipun dosis radiasi dalam radiografi rendah, bila memungkinkan paparan radiasi harus diminimalkan. Dokter Gigi harus mempertimbangkan manfaat dari radiografi dental terhadap meningkatnya konsekuensi paparan radiasi terhadap pasien, efek dariyang terakumulasi dari beberapa sumber dari waktu ke waktu. Harus mengikuti prinsip-prinsip untuk meminimalkan paparan radiasi. Pada era maju sekarang ini, umumnya layanan radiologi telah dikelompokkan menjadi dua prosedur, yaitu radiologi diagnostic dan intervensional. Radiologi diagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk prosedur diagnosis, sedangkan radiologi intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk memandu prosedur perkutaneus seperti pelaksanaan biobsi, pengeluaran cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap saluran atau pembuluh darah yang menyempit.

Radiografi Dental

Definisi Radiografi Dental Radiografi dental adalah alat yang membantu dalam diagnosa dan rencana pengobatan penyakit mulut seperti karies, periodontal penyakit dan patologi oral.Radiologi ini merupakan langkah awal pendeteksi keparahan penyakit.Dalam tindakan perawatan gigi sangat baik jika dilakukan radiologi dental sebagai penunjang dari pemeriksaan klinis sehingga tahapan atau langkah dalam pengobatan bisa sebaik mungkin. Dibidang kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting.Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan pemeriksaan radiografi agar perawatan yang dilakukan mencapai hasil yang optimal.

Radiografi di kedokteran gigi ada 2 macam yaitu :

1. Radiografi intra oral (film dalam mulut) Adalah radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur di sekitarnya.Pemeriksaan intra oral adalah pokok dari dental radiografi.

Tipe radiografi intar oral:

a. Periapikal radiografi

Pemeriksaan radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling rutin dikerjakan di kedokteran gigi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa gigi (crown dan root) serta jaringan sekitarnya.

b.Interproksimal radiografi

Bertujuan untuk memeriksa crown, crest tulang alveolar di maksila dan mandibula dalam satu film. Film yang dipakai adalah film khusus.

c. Oklusal radiografi

Bertujuan untuk melihat area yang lebih luas lagi yaitu maksila atau mandibula dalam satu film. Film yang digunakan adalah film khusus.

2. Radiografi ekstra oral (film di luar mulut)

Merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan rahang. Film berada diluar mulut.

Tipe radiografi ekstra oral :

a. Panoramik

Foto panoramik merupakan foto roentgen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto roentgen ini digunakan untuk mengevaluasi gigi.

b. Lateral cephalometric

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras.

c. Postero-anterior

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto roentgen ini juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita.

d. Proyeksi waters

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis, dan rongga nasal. Sudut kemiringan kepala 37 derajat.

Kegunaan Radiologi Dental

Radiografi sangat penting bagi dokter gigi untuk:

1. Diagnosa

2. Perencanaanpengobatan

3. Evaluasi terhadap perawatan yang dilakukan

Aplikasi Radiografi terhadap Kasus Makrostomia

Pada kasus makrostomia ini, dapat diidentifikasi melalui foto rontgen yang dilakukan secara extraoral maupun intraoral dengan beberapa teknik tersebut. Contohnya seperti pada roentgen extraoral dengan teknik proyeksi chepalometri dan postero-anterior, akan terlihat dengan jelas radiografi radiopak dari processus maxilaris dan processus mandibularis yang tidak bersatu. Dan pada roentgen intraoral akan terlihat dengan jelas apakah celah tersebut menembus hingga ke buccal mucosa atau tidak.BAB 3 Pembahasan3.1 Analisis Kasus

Melihat dari kasus tersebut, bayi perempuan lahir dengan wajah aneh, terjadi pemanjangan luas sudut bibir bilateral, terdapat celah dengan kulit di bagian luar dan buccal mucosa di bagian dalam, perpanjangan ujung bibir sampai ke area masseter dan terdapat garis pembatas yang jelas di bagian ujung bibir.

Ibunya pun mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda kelainan saat kehamilan, tidak ada riwayat medis, tidak pernah menggunakan obat tradisional dan tidak pernah kekurangan nutrisi.

Dokter pun mendiagnosa bahwa bayi perempuan itu mengidap penyakit makrostomia. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang dan penentuan penanganan yang tepat untuk makrostomia ini.3.2 Sintesis Pembahasan

Kasus makrostomia ini sebenarnya sangat langka sekali. Definisi dari makrostomia itu sendiri adalah penyatuan tonjolan maxilla dan mandibula (processus maxilaris dan processus mandibularis) yang gagal bersatu sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar. Belum ada kepastian yang jelas mengenai penyebab makrostomia. Namun, terdapat 2 faktor penyebab yaitu genetik dan lingkungan. Genetik berarti berasal dari keturunan terjadi mutasi gen, sedangkan lingkungan itu seperti pemakaian obat-obatan, radiasi yang berlebihan, kekurangan nutrisi, kebiasaan buruk ibu, dan lain-lain.

Makrostomia itu terbagi menjadi dua jenis yaitu unilateral dan bilateral. Makrostomia unilateral adalah kelainan yang terjadi akibat dari gagal bersatunya tonjolan maxilla dan mandibula di salah satu bagian sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar hanya di salah satu bagian antara di sebelah kanan atau sebelah kiri. Sedangkan, makrostomia bilateral adalah kelainan yang terjadi akibat dari gagal bersatunya tonjolan maxilla dan mandibula di salah satu bagian sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar di kedua sisi ujung bibir. Di dalam kasus ini, bayi perempan tersebut terkena penyakit makrostomia bilateral, karena terjadi celah di kedua ujung bibir. Kelainan ini terjadi saat usia kehamilan sekitar tujuh minggu, karena pada masa tersebut sedang terjadi pembentuk bibir dan pipi.

Kasus makrostomia bilateral ini, kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik, karena hasil anamnesa dari sang ibu membuktikan bahwa tidak ada kelainan yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Misalnya, ibu tidak menggunakan obat-obatan, tidak kekurangan nutirisi, dan lain-lain.

Bayi perempuan ini alias si penderita perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Dari radiografi akan terlihat bagian mana atau jaringan mana yang terjadi kerusakan dan kelainan. Radiografi ini juga dilakukan untuk kebutuhan diagnosa, perencanaan pengobatan dan evaluasi terhadap perawatan yang dilakukan. Saat dikandungan pun sang bayi sudah bisa dilihat apakah dia terjadi kelainan atau tidak, yaitu menggunakan screening gen.

3.3 Pemecahan Masalah

Tindakan yang dilakukan pada penderita macrostomia adalah operasi. Penderita macrostomia (mulut lebar) memerlukan pembedahan untuk membuat cincin lengkap otot di sekitar mulut mereka. Jika otot-otot di sudut mulut tidak membentuk, mulut akan lebih lebar dari biasanya (macrostomia). Hal ini dapat mengganggu proses makan dan berbicara. Pada umur 9 bulan akan hilang otot di kedua sisi mulutnya. Untuk memperbaiki hal ini, ahli bedah membuat cincin otot yang menghubungkan sudut mulut menggunakan otot-otot lain di sekitar mulut. Mereka juga membawa sudut mulut lebih dekat bersama-sama.

.

BAB 4 Kesimpulan4.1 Kesimpulan

Dari kasus yang telah diberikan, telah diketahui bahwa bayi berumur dua bulan memiliki masalah dengan keadaan pertumbuhan dan perkembangan di bagian orofasial. Setelah kami analisis bersama-sama ternyata bayi ini terkena peyakit makrostemia bilateral. Sebenarnya, penyakit ini belum diketahui penyebab pastinya, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit makrostemia bilateral itu bisa misalnya berasal dari genetik dan lingkungan. Kemungkinan besar bila meihat hasil dari anamnesa sang ibu, anak tersebut terkena penyakit makrostomia bilateral karena faktor genetik. Kelainan ini terbentuk saat bayi masih dalam kandungan dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu sekitar minggu ke-6 kehamilan.. Penyatuan tonjolan maxilla dan mandibula (processus maxilaris dan processus mandibularis) yang gagal bersatu sehingga membentuk ukuran mulut yang terlalu besar. Penanganan yang tepat dari makrostomia ini adalah operasi celah bibir.

Daftar Pustaka

Dorland, W.A. Newman. 2011. Dorlands Pocket Medical Dictionary. Jakarta: EGC

Dorland, W. A. Newman. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Ed. 28. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Langman, Jan. 1985. Embriologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta : EGC

Norton, Neil S. 2012. Netters Head and Neck Anatomy for Dentistry. China. Elsevier

Nurkatika, dkk. 2001. Intisari Biologi SMU. Jakarta: Aksarindo Primacipta

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan. [internet]. Available at: http://wynda2.blogspot.com/2013/04/definisi-pertumbuhan-dan-perkembangan.html. [diakses 25 Februari 2015 pkl 20.48]

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan. [internet]. Available at: http://www.kamusq.com/2013/08/pertumbuhan-dan-perkembangan-adalah.html. [diakses 25 Februari 2015 pkl. 20.48]

Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta : Hipokrates

Sperber, Geoffrey H. 2001. Craniofacial Development. London: BC Decker Inc.

Bishara, Samir E. 2001. Textbook of Orthodontics. Philadelphia: W.B Saunders Company

Sadler, T.W. 2000. Langmans Medical Embriology 8th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Arina Sani Nafisa (160110140097)

Fara Salsabila Susilo(160110140098)

Inas Sania Afanina H (160110140099)

Irmayanti Meitrieka(160110140100)

Salma Tufahati (160110140101)

Vita Previa Indiraya (160110140102)

An Nisaa Mardhatillah (160110140103)

Sanita Zhafira Nasrullah(160110140104)

Intan Ayu Nurazizah(160110140105)

Rosita Nurdiani (160110140106)

Umi Latifah(160110140107)

Jane Randika (160110140108)