Upload
truongthuy
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Multifungsi Pertanian, 2005
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KARAKTERISTIK
HIDROLOGI: SUATU STUDI DI DAS CIJALUPANG, BANDUNG, JAWA BARAT
Land use changes and their impacts on hydrological characteristics: A study in Cijalupang Watershed,
Bandung, West Java
Erna Suryani dan Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah
Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123 e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Fenomena perubahan penggunaan lahan dan dampak yang ditimbulkan perlu dipahami guna menentukan tindakan yang perlu dilakukan di masa yang akan datang. Model dapat membantu memahami fenomena tersebut. Penelitian yang dilakukan di daerah aliran sungai (DAS) Cijalupang (2.792 ha), Bandung, Jawa Barat menggunakan model hidrologi Soil and Water Assessment Tool 2000 menunjukkan bahwa model ini mampu menjelaskan dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS ini. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien determinasi yang tinggi (R2=0,88) dan efisiensi model Nash Sutcliffe (R2=0,72) setelah dilakukan koreksi terhadap aliran dasar sebesar 1,2 mm hari-1. Pengurangan luas kebun campuran sebesar 203 ha dan hutan sebesar 66 ha yang diikuti dengan penambahan luas tegalan sebesar 158 ha dan pemukiman sebesar 143 ha meningkatkan total hasil air tahunan meskipun tidak signifikan (+0,35%). Pengaruh signifikan terlihat pada proporsi komponen aliran. Total aliran permukaan meningkat sebesar 12,37% dan aliran dasar menurun sebesar 2,54%. Meningkatnya aliran permukaan disebabkan penurunan kemampuan tanah meretensi air yang ditunjukkan oleh meningkatnya bilangan kurva aliran permukaan. Meningkatnya bilangan kurva aliran permukaan semakin meningkatkan jumlah hujan yang berubah langsung menjadi debit. Akibatnya debit semakin tinggi di musim hujan (November-April) dan rendah di musim kemarau (Mei-Oktober). Aliran puncak (peak discharge) mengalami peningkatan sebesar 6,22%, yaitu dari 2,41 m3 dt-1 pada tahun 1991 menjadi 2,56 m3 dt-1 pada tahun 2002, demikian juga dengan koefisien aliran permukaan yang juga meningkat dari 0,21 (tahun 1991) menjadi 0,22.
ISBN: 979-9474-42-6 87
Suryani dan Agus
ABSTRACT
Land use change phenomena and its implication need to be well-understood to determine the appropriate measures in the future. A model can be applied to understand the phenomena. This research carried out in Cijalupang watershed, Bandung, West Java using the hydrological model “Soil and Water Assessment Tool 2000” showed that this model was able to explain the effect of land use changes on hydrological characteristics in this watershed. This was exhibited by high coefficient of determination (R2=0.88) and Nash Sutcliffe efficiency (R2=0.72) after the correction of base flow as high as 1.2 mm day-1. The decrease of mixed garden as large as 203 ha and forest 66 ha followed by the increase of upland agriculture (tegalan) 158 ha and settlement area 143 ha have increased total annual water yield although it was not significant (0.35%). The significant effect was shown by the proportion of flow components. Total runoff increased 12.37% and the base flow decreased 2.54%. The increase of runoff was caused by the decrease of soil capability to hold water as shown by the increased runoff curve number (CN). As CN increased the amount of rain water that was directly converted into water discharge also increased. As such, water discharge was high in the wet season (November – April) and low in the dry season (May – October). Peak discharge also increased as high as 6.09%, from 2.41 m3 s-1 (in 1991) to 2.56 m3 s-1 (in 2002), and so was runoff coefficient (the proportion of runoff to effective rainfall), from 0.21 to 0.22.
PENDAHULUAN
Latar belakang Penggunaan lahan suatu kawasan sangat mempengaruhi kondisi hidrologi
kawasan tersebut begitu juga sebaliknya. Kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar atau memperkecil hasil air (water yield) (Asdak, 1995). Pawitan (2002) mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah (recharge) dan meningkatkan aliran permukaan (runoff). Penurunan muka air tanah secara langsung mempengaruhi penurunan debit. Begitu juga sebaliknya, peningkatan runoff secara langsung mempengaruhi peningkatan debit.
Wahyunto et al. (2001) melaporkan bahwa telah terjadi pengurangan luas lahan hutan dan sawah di daerah aliran sungai (DAS) Citarik sebagai akibat pertambahan penduduk, perkembangan pembangunan dan industri. Perubahan ini menurut Tala’ohu et al. (2001) menurunkan daya sangga air DAS tersebut. Apriyanto (2001) melaporkan, bahwa dalam periode tahun 1987–1999 perubahan penggunaan lahan di Bopunjur (DAS Ciliwung) mengakibatkan penurunan debit
84
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
minimum harian dan peningkatan debit maksimum harian karena rendahnya kapasitas DAS menginfiltrasikan air hujan. Studi yang sama oleh Pawitan (2002) melaporkan, bahwa pada setiap daerah tangkapan di DAS tersebut terjadi peningkatan puncak aliran (peak discharge) 2–216%. Peningkatan tersebut menurut Agus et al. (2003) mengindikasikan peningkatan ancaman banjir. Penelitian yang dilakukan Widiati (1998) di daerah cekungan Bandung melaporkan, bahwa pesatnya pembangunan telah meningkatkan koefisien runoff daerah tersebut. Dampak peningkatan koefisien tersebut adalah kecenderungan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Fenomena perubahan penggunaan lahan dan dampak yang ditimbulkan merupakan kejadian di alam yang perlu dipahami guna menentukan tindakan yang perlu dilakukan di masa yang akan datang. Saefulhakim & Otsubo (1999) mengemukakan bahwa model dapat membantu memahami fenomena tersebut.
Soil and water assesment tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh praktek pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian dalam periode waktu yang panjang. SWAT dikembangkan oleh agricultural research service (ARS), USDA, merupakan gabungan beberapa model, yaitu: simulator for water resources in rural basins (SWRRB), chemicals, runoff, and erosion from agricultural management systems (CREAMS), groundwater loading effects on agricultural management systems (GREAMS), dan erosion-productivity impact calculator (EPIC). Dari beberapa penelitian, SWAT mampu menggambarkan pengaruh praktek pengelolaan lahan terhadap hidrologi DAS (Neitsch et al., 2001a; Fohrer & Frede, 2002; De Girolamo et al. 2003).
Tujuan penelitian 1. Sejauh mana perubahan penggunaan lahan telah terjadi di DAS Cijalupang. 2. Apakah SWAT mampu menggambarkan pengaruh perubahan penggunaan lahan
terhadap karakteristik hidrologi DAS Cijalupang. 3. Bagaimana pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik
hidrologi DAS Cijalupang.
Kegunaan penelitian Informasi perubahan karakteristik hidrologi akibat perubahan penggunaan
lahan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam merencanakan penggunaan lahan yang lebih baik di masa yang akan datang ditinjau dari aspek hidrologi.
85
Suryani dan Agus
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian dilaksanakan di DAS Cijalupang yang merupakan bagian dari
kawasan DAS Citarik yang berada di Sub-DAS Citarum Hulu. Secara geografis terletak pada 06°59’30–07°04’00” LS dan 107°49’30”– 107°53’00” BT. Secara administrasi daerah ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Luas areal penelitian + 27.92 km2 (2.792 ha). Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: digital elevation model
(DEM) skala 1:25.000, peta rupa bumi 1:25.000, peta tanah skala 1:50.000, landsat TM (thematic mapper) tahun perekaman 1991, 2000 dan 2002, data iklim dan data hidrologi. DEM diperoleh melalui pengolahan peta kontur skala 1:25.000 menggunakan ArcView 3.2.
Analisis penggunaan lahan dilakukan menggunakan ER mapper 6.4, penyajian hasil dan analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan ArcView 3.2. Sedangkan dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi menggunakan Soil and Water Assessment Tool 2000 (SWAT 2000).
86
Prosiding Multifungsi Pertanian, 2005
PETA LOKASI PENELITIAN DAS CIJALUPANG, BANDUNG, JAWA BARAT
Skala 1 : 50.000
Lokasi Penelitian
PETA SITUASI DAERAH PENELITIAN
N
S
Legenda umum : Batas administrasi : Jalan kereta api
: Jalan : Sungai : Kontur, beda tinggi 12.5 meter : DAS Cijalupang
Sumber peta dasar : Peta rupabumi lembar Cicalengka (1209-321), Majalaya (1208-643) dan Leles (1208-644) (Bakosurtanal, 1997).
E W
Gambar 1. Lokasi penelitian.
ISBN: 979-9474-42-6 87
Prosiding Multifungsi Pertanian, 2005
Metode
1) Tahap persiapan Pada tahap ini dilakukan identifikasi, inventarisasi, dan pengadaan bahan-
bahan yang diperlukan; seperti peta kontur, peta rupa bumi dan citra landsat. Data yang diperlukan meliputi data tanah, penggunaan lahan dalam bentuk karakteristik dan spasial, karakteristik sungai, iklim, dan hidrologi.
2) Pengumpulan data Data tanah yang diperlukan meliputi sifat morfologi, fisika, dan kimia. Sifat-
sifat tanah tersebut sebagian diperoleh melalui deskripsi profil tanah di lapangan dan analisis di laboratorium, sebagian lagi diperoleh dari laporan survei dan pemetaan tanah DAS Citarum I Padalarang, Jawa Barat, skala 1:50.000 (LPT, 1976).
Data penggunaan lahan meliputi pengelolaan tanaman dan teknik konservasi yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan dan informasi dari masyarakat setempat. Data karakteristik sungai diperoleh melalui pengamatan lapangan dan referensi dari berbagai penelitian. Data iklim berupa curah hujan harian diperoleh dari stasiun pencatat hujan Cicalengka dan Paseh, sedangkan data suhu udara, kelembapan relatif, dan radiasi matahari diperoleh dari stasiun iklim Ciparay. Data debit diperoleh dari pos duga air Cijalupang Peundeuy.
3) Tahap analisis Analisis dilakukan terhadap perubahan penggunaan lahan dan dampak
perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi. • Analisis perubahan penggunaan lahan
Untuk memperoleh informasi penggunaan lahan yang terdapat dalam citra, dilakukan klasifikasi terhadap citra landsat TM tahun perekaman 1991, 2000, dan 2002. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi kemiripan maksimum terbimbing (maximum likelihood supervised classification), dimana setiap kelas spektral dideskripsikan oleh suatu distribusi probabilitas dalam suatu ruang multispektral.
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi didapatkan dengan mengoverlaykan dua peta penggunaan lahan dengan tahun berbeda. • Analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi
ISBN: 979-9474-42-6 88
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
Analisis dampak perubahan penggunaan lahan (1991-2002) terhadap karakteristik hidrologi dilakukan menggunakan program SWAT 2000. Sebagai input jumlah curah hujan yang jatuh di daerah penelitian pada tahun 1991.
Karakteristik hidrologi yang diprediksi adalah: total hasil air (wateryield) bulanan dan tahunan, aliran dasar (baseflow), aliran permukaan (runoff), aliran lateral (interflow), puncak aliran (peak discharge), dan koefisien aliran permukaan (runoff coefficient). a. Penyiapan data input
Data input seperti data tanah, penggunaan lahan, iklim dan karakteristik sungai, baik sungai utama (main channel) maupun cabang sungai (reach) dipersiapkan dalam format database. Data tanah meliputi: infiltrasi dan permeabilitas untuk penyusunan hydrology soil group (HSG), kedalaman maksimum perakaran, ketebalan horizon, bulk density (BD), available water content (AWC), saturated hydraulic conductivity, C-organik, kandungan liat, debu, pasir, bahan kasar, dan moist soil albedo. Data penggunaan lahan meliputi data pengelolaan tanaman dan teknik konservasi.
Data iklim yang dikumpulkan merupakan data iklim harian yang meliputi data curah hujan, suhu maksimum dan minimum, radiasi matahari dan kelembapan relatif. Sedangkan data karakteristik sungai meliputi faktor kekasaran saluran dan dasar sungai. b. Prosedur analisis
Delineasi areal penelitian Delineasi dilakukan menggunakan DEM yang secara otomatis mendeliniasi
daerah penelitian berdasarkan kelerengannya.
Pembentukan HRU Hydrologic response unit (HRU) merupakan satuan analisis hidrologi yang
mempunyai karakteristik tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan yang unik. HRU diperoleh dengan cara mengoverlaykan peta tanah dan peta penggunaan lahan.
Penggabungan dengan data iklim Data iklim yang merupakan hasil pengukuran stasiun-stasiun iklim dan
dientry dalam format database dihubungkan dengan HRU yang sudah terbentuk.
Simulasi SWAT menghitung hasil air menggunakan persamaan sebagai berikut:
89
Suryani dan Agus
pondtlossQQQWyld gwlatsurf −−++=
dimana Wyld adalah total jumlah air yang masuk ke sungai utama selama periode waktu simulasi (mm), adalah aliran permukaan (mm), adalah air yang
mengalir secara lateral di dalam profil tanah (mm), adalah aliran bawah
permukaan (mm), tloss adalah air yang hilang dari sungai karena adanya pengaliran air ke dalam tanah dan ke sisi samping sungai (mm) dan pond adalah air yang hilang melalui kolam-kolam penampungan air (embung/mm).
surfQ latQ
gwQ
Aliran permukaan (Qsurf) dihitung berdasarkan metode SCS (soil conservation service) curve number, menggunakan persamaan:
)()( 2
SIRIR
Qaday
adaysurf +−
−=
dimana Qsurf adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Rday adalah jumlah curah hujan pada hari tersebut (mm), Ia kehilangan awal akibat simpanan permukaan, intersepsi, dan infiltrasi (mm), dan S adalah parameter retensi (mm).
Parameter retensi dirumuskan sebagai berikut:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −= 1010004.25
CNS
dimana CN adalah curve number dan nilai Ia berdasarkan hasil penelitian hanya 20% dari S (0.2S), maka persamaan menjadi:
)8.0()2.0( 2
SRSR
Qday
daysurf +
−=
Aliran lateral dihitung menggunakan persamaan: )( latQ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
hilld
satexcesslylat L
slpKSWQ
....2
024.0 ,
φ
dimana adalah jumlah aliran lateral yang masuk ke sungai utama pada hari i
(mm), adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), adalah
saturated hydraulic conductivity (mm/jam), slp adalah lereng (m/m),
latQ
excesslySW , satK
dφ adalah
porositas tanah (mm/mm) dan panjang lereng (m). hillLVolume air perkolasi dihitung dengan persamaan:
lylyexcessly FCSWSW −=, jika lyly FCSW >
90
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
0, =excesslySW jika lyly FCSW ≤
dimana SWly,excess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), SWly adalah kandungan air tanah (mm), dan FCly adalah kapasitas lapang (mm).
Aliran bawah permukaan atau base-flow (Qgw) dihitung dengan persamaan:
wtblgw
gw hL
KQ x
. 80002
sat=
dimana Ksat adalah hydraulic conductivity (mm/hari), Lgw adalah jarak antara DAS ke saluran utama (m), dan hwtbl adalah tinggi muka air tanah (m).
Volume air yang hilang dari sungai karena adanya pengaliran air ke dalam tanah dan ke sisi samping (tloss) dirumuskan sebagai:
L x P x TT x Ktloss chchch=
dimana Kch adalah hydraulic conductivity dari sungai (mm/jam), TT adalah lama waktu pengaliran (jam), Pch adalah perimeter basah sungai (m), dan Lch adalah panjang sungai (km).
Aliran puncak (qpeak) dihitung menggunakan metode rasional yang dimodifikasi.
conc
surftcpeak t
AreaQq
.6.3..α
=
dimana adalah puncak aliran (mpeakq 3 dt-1), tcα adalah fraksi dari curah hujan harian
yang terjadi selama waktu konsentrasi, adalah aliran permukaan (mm), area
(km
surfQ2), waktu konsentrasi (jam) dan 3.6 adalah faktor unit konfersi. conct
Koefisien aliran permukaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
day
surf
RQ
C =
diamana adalah koefisien aliran permukaan, adalah aliran permukaan
(mm), adalah curah hujan harian (mm).
C surfQ
dayR
• Kalibrasi dan validasi model SWAT
Kalibrasi adalah pengujian model agar dapat menggambarkan keadaan sebenarnya dan validasi adalah perbandingan secara visual antara kurva debit (hidrograf) hasil simulasi dengan kurva debit hasil pengukuran stasiun pengamatan.
91
Prosiding Multifungsi Pertanian, 2005
Kalibrasi dan validasi model SWAT dilakukan dengan membandingkan hasil air simulasi dengan hasil pengukuran debit stasiun pengamat tahun 1991. Untuk tujuan tersebut hasil pengukuran stasiun pengamat dipisahkan atas aliran permukaan (runoff), aliran dasar (baseflow), dan aliran lateral (interflow) menggunakan prinsip straight line method. Kalibrasi dan validasi dilakukan sampai hasil simulasi mendekati hasil pengukuran. Prosedur kerja kalibrasi mengikuti Neitsch et al. (2001b).
Analisis secara statistik dilakukan untuk melihat standar deviasi (α), koefisien determinasi dan efisiensi model Nash Sutcliffe (R2). Standar deviasi dihitung menggunakan persamaan:
n
| Q - Q | 1
pm ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
=∑=
n
iα
dimana Qm adalah debit aktual yang terukur (mm), Qp adalah debit hasil simulasi (mm) dan n adalah jumlah pengamatan.
Koefisien determinasi dihitung menggunakan persamaan:
( ) ( )
( ) ( )∑∑
∑
==
=
−−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
=n
ipp
n
imm
pp
n
imm
QQQQ
QQQQR
1
22
1
2
12
.
.
dimana mQ adalah debit aktual rata-rata terukur (mm), pQ adalah debit hasil
simulasi rata-rata (mm). Sedangkan efisiensi model dihitung menggunakan persamaan:
∑
∑
=
=
−
−= n
iavg
n
ipm
Q
QQR
1
2m
1
2
2
)(Q
)( - 1
dimana Qavg adalah rata-rata debit terukur (mm) Model dianggap valid bila model tersebut dapat menggambarkan atau
mendekati keadaan yang sebenarnya. Nilai kevalidan model dapat diukur dengan nilai standar deviasi yang rendah dan koefisien determinasi serta efisiensi model yang tinggi.
I 92
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis perubahan penggunaan lahan Hasil analisis citra landsat tahun 1991-2002 menunjukkan bahwa kebun
campuran merupakan penggunaan lahan yang paling luas mengalami pengurangan, yaitu sekitar 7,27% dari luas 719,57 ha pada tahun 1991 menjadi 516,60 ha pada tahun 2002. Perubahan yang cukup besar juga terjadi pada penggunaan lahan hutan, yaitu sebesar 2,35% dari luas 344,01 ha pada tahun 1991 menjadi 278,50 ha pada tahun 2002. Pengurangan luas lahan lainnya juga terjadi pada sawah sebesar 0,93% dan semak sebesar 0,67%. Seiring dengan berkurangnya kebun campuran, hutan, sawah dan semak terjadi penambahan luas lahan tegalan, pemukiman dan perkebunan teh masing-masing 5,64, 5,11, dan 0,46%. Perubahan luas penggunaan lahan disajikan pada Tabel 1, trend perubahannya disajikan pada Gambar 2 sedangkan penyebarannya disajikan dalam bentuk peta perubahan penggunaan lahan DAS Cijalupang tahun 1991-2002 pada Gambar 3.
Tabel 1. Perubahan penggunaan lahan DAS Cijalupang tahun 1991 – 2002 Penggunaan lahan Tahun 1991 Tahun 2000 Tahun 2002 Perubahan*
ha % ha % ha % ha %
Hutan 344,01 12,32 318,32 11,40 278,50 9,98 -65,51 -2,35 Semak 309,43 11,08 256,46 9,19 290,76 10,42 -18,67 -0,67 Perkebunan teh
23,50 0,84 36,17 1,30 36,42 1,30 12,92 0,46
Kebun campuran
719,57 25,78 531,84 19,05 516,60 18,50 -202,97 -7,27
Tegalan 790,69 28,32 941,26 33,72 948,26 33,97 157,57 5,64 Sawah 396,40 14,20 373,99 13,40 370,31 13,26 -26,10 -0,93 Pemukiman 208,10 7,45 333,66 11,95 350,86 12,57 142,76 5,11 Total 2791,70 100,00 2791,70 100,00 2791,70 100,00
Sumber: Interpretasi citra landsat tahun pengamatan 1991, 2000, dan 2002 Keterangan: * perubahan dari tahun 1991 ke tahun 2002.
Lahan tegalan merupakan penggunaan lahan dominan di daerah penelitian.
Lahan ini diusahakan mulai pada lereng datar (3%) sampai pada lereng sangat curam (45%). Pada umumnya petani telah menerapkan teknik konservasi dengan pembuatan teras bangku dan teras gulud. Tanaman yang diusahakan adalah jagung, ubi kayu, tembakau dan kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau). Di beberapa tempat, khususnya di bawah kaki Gunung Mandalawangi bagian utara, lahan diusahakan untuk tanaman sayuran seperti tomat, wortel, cabai, dan kubis.
93
Suryani dan Agus
Perubahan penggunaan lahan DAS Cijalupang tahun 1991-2002
Gambar 2. Grafik trend perubahan penggunaan lahan di DAS Cijalupang tahun 1991 – 2002
Gambar 3. Peta perubahan penggunaan lahan DAS Cijalupang tahun 1991-2002
0 200 400 600 800
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
1991 2000 2002 Tahun
pemukiman
sawah
tegalan
kebun campuran
semak belukar
hutan
94
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
Lahan tegalan terus mengalami penambahan luas dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian lahan kering memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Hasil analisis citra landsat menunjukkan bahwa perubahan luas lahan tegalan sebagian besar berasal dari kebun campuran, sebagian lainnya berasal dari semak belukar dan hutan. Sedangkan penambahan luas areal permukiman berasal dari lahan sawah, tegalan, dan kebun campuran.
Menurut Rustiadi (1999) perubahan penggunaan lahan mengikuti posisi geografi. Di daerah rural perubahan penggunaan lahan terjadi dari lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Di daerah sub-urban dan urban perubahan penggunaan lahan terjadi dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan industri.
Analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi
Kalibrasi dan validasi model SWAT Kalibrasi dan validasi hasil air dilakukan pada tahun 1991. Pengujian
dilakukan terhadap total hasil air (wateryield) bulanan dan total hasil air tahunan. Agar wateryield hasil simulasi dapat menggambarkan keadaan hasil air yang sebenarnya, maka aliran dasar (baseflow) hasil simulasi SWAT dikoreksi sebesar 1,2 mm hari-1. Hasil pengujian total hasil air bulanan dan tahunan disajikan pada Tabel 2, sedangkan perbandingan kurva debit hasil pengukuran stasiun pengamat dengan hasil simulasi disajikan pada Gambar 4.
Dari 1.098,42 mm curah hujan yang jatuh di DAS Cijalupang pada tahun 1991, total air yang dihasilkan berdasarkan pengukuran stasiun pengamat Cijalupang Peundeuy sekitar 1.021,62 mm (Lampiran 1). Dari total hasil air tersebut sebesar 179,24 mm (17,54%) merupakan aliran permukaan (runoff), 103,14 mm (10,10%), adalah aliran lateral (interflow) dan sisanya 739,24 mm (72,36%) adalah aliran dasar (baseflow). Hasil simulasi menghasilkan total hasil air tahun 1991 sebesar 1.035,73 mm yang terdiri atas 183,58 mm (17,72%) aliran permukaan, 742,12 mm (71,65%) aliran dasar, dan 110,52 (10,67%) merupakan aliran lateral. Uji statistik yang dilakukan terhadap hasil air bulanan menunjukkan bahwa standar deviasi (α) adalah 13,40. Sedangkan kemampuan model menggambarkan dampak perubahan penggunaan lahan terhadap hasil air bulanan ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,88 dan efisiensi model Nash Sutcliffe (R2=0,72). Indeks tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan yang dikemukakan oleh Fohrer dan Frede (2002) yakni sebesar 0,71.
95
Suryani dan Agus
Hasil kalibrasi dan validasi tahun 1991 digunakan untuk memprediksi dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS Cijalupang.
Tabel 2. Kalibrasi total hasil air bulanan dan total hasil air tahunan.
Debit (mm)
Bulan Curah hujan 1991*
Hasil pengukuran
Hasil simulasi
Koreksi baseflow
1,2
Hasil simulasi
terkoreksi
mm hari-1
Januari 112,30 132,86 69,58 37,20 106,78Februari 73,72 85,71 43,30 33,60 76,90Maret 235,11 126,61 120,61 37,20 157,81April 117,17 116,83 75,42 36,00 111,42Mei 23,28 71,71 38,93 37,20 76,13Juni 0,00 58,68 18,12 36,00 54,12Juli 0,00 55,77 7,50 37,20 44,70Agustus 0,00 47,94 2,77 37,20 39,97September 5,43 50,23 1,11 36,00 37,11Oktober 5,43 44,47 0,50 37,20 37,70November 294,27 93,37 75,73 36,00 111,73Desember 231,71 137,44 138,16 37,20 175,36Rata-rata 91,54 85,15 49,31 36,50 85,81Total 1098,42 1021,62 597,73 1035,73Runoff - 179,24 183,58 183,58Baseflow - 739,24 304,12 438,00 742,12Interflow - 103,14 110,52 110,52Standar deviasi (α = 13,40) Koefisien determinasi (R2=0,88) Efisiensi model atau indeks Nash Sutcliffe (R2=0,72) Keterangan: * = curah hujan hasil analisis model SWAT
96
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
Validasi total debit bulanan hasil pengukuran vs debit hasil simulasi sebelum dikoreksi
1.2 mm hari-1200.00 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00 jan
Gambar 4. Validasi total hasil air bulanan hasil pengukuran stasiun pengamat tahun 1991 dengan hasil simulasi SWAT sebelum dan sesudah dikoreksi 1.2 mm hari-1
feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des Bulan aktual simulasi
Validasi total debit bulanan hasil pengukuran vs debit hasil simulasi sesudah dikoreksi
1.2 mm hari-1i200.00 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00 jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Bulan aktual simulasi
R2=0,72
97
Suryani dan Agus
Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS Cijalupang Total hasil air, aliran permukaan, aliran dasar, dan aliran lateral
Tabel 3 memperlihatkan bahwa perubahan penggunaan lahan (1991-2002) cenderung meningkatkan total hasil air walaupun peningkatan tidak signifikan (+0,35%). Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada proporsi komponen aliran. Total aliran permukaan meningkat sebesar 12,37% dan aliran dasar menurun 2,54%, demikian juga dengan aliran lateral (-0,14%).
Meningkatnya aliran permukaan disebabkan berkurangnya kemampuan tanah meretensi air akibat meningkatnya bilangan kurva aliran permukaan (curve number). Bilangan kurva aliran permukaan merupakan fungsi dari tipe tanah, penggunaan lahan, dan kondisi kandungan air tanah sebelumnya (SCS Engineering Division, 1986). Williams (1995) menambahkan bahwa lereng ikut mempengaruhi bilangan kurva aliran permukaan. Semakin tinggi bilangan kurva aliran permukaan, semakin sedikit air yang dapat diretensi tanah, akibatnya semakin besar jumlah curah hujan yang langsung menjadi debit. Debit akan semakin tinggi di musim hujan dan semakin rendah di musim kemarau karena berkurangnya pengisian air bawah tanah (recharge). Begitu juga sebaliknya, semakin rendah bilangan kurva aliran permukaan, semakin banyak air yang dapat diretensi tanah, akibatnya jumlah curah hujan yang langsung menjadi debit akan semakin sedikit. Kemampuan meretensi air suatu tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk menerima, menyimpan dan melepaskannya dalam jumlah tertentu. Kemampuan meretensi air tanah akan mempengaruhi pembagian air menjadi komponen aliran. Pada Tabel 3 terlihat bahwa debit bulanan umumnya meningkat pada musim hujan, yaitu bulan November-April dan menurun pada musim kemarau, yaitu bulan Mei-Oktober.
Berdasarkan hasil analisis rata-rata bilangan kurva aliran permukaan DAS Cijalupang pada tahun 1991 adalah 68,68. Dengan bilangan kurva aliran permukaan tersebut kemampuan tanah rata-rata meretensi air hujan sebesar 23,17 mm. Hal ini menunjukkan bahwa aliran permukaan terjadi pada saat kandungan air tanah rata-rata melebihi 23,17 mm. Pada keadaan demikian total jumlah curah hujan yang langsung menjadi debit mencapai 183,58 mm atau sekitar 16,71%. Perubahan penggunaan lahan pada tahun 2002 meningkatkan rata-rata bilangan kurva aliran permukaan menjadi 68,99 dan menurunkan kemampuan rata-rata meretensi air hujan menjadi 22,83 mm. Pada kondisi tersebut aliran permukaan terjadi pada saat kandungan air tanah rata-rata melebihi 22,83 mm. Dengan menurunnya kemampuan tanah meretensi air hujan tersebut, maka total curah hujan yang langsung menjadi
98
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
debit meningkat menjadi 206,29 mm atau sekitar 18,78%. Gambar 5 menyajikan hubungan curah hujan dan aliran permukaan pada masing-masing penggunaan lahan di DAS Cijalupang menggunakan metode SCS.
Tabel 3. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan terhadap total hasil air, aliran permukaan, aliran dasar, dan aliran lateral DAS Cijalupang
Debit hasil simulasi Bulan Curah
hujan (1991*)
Tahun 1991 Tahun 2000 Tahun 2002 Perubahan
debit 1991-2002
mm Januari 112,30 106,78 105,96 105,96 Februari 73,72 76,90 82,14 81,91 Maret 235,11 157,81 160,34 160,63 April 117,17 111,42 111,43 111,43 Mei 23,28 76,13 74,32 73,94 Juni 0,00 54,12 53,08 52,82 Juli 0,00 44,70 44,29 44,15 Agustus 0,00 39,97 39,83 39,76 September 5,43 37,11 37,13 37,11 Oktober 5,43 37,70 37,71 37,70 November 294,27 111,73 116,18 117,69 Desember 231,71 175,36 175,40 176,23 Total 1098,42 1035,73 1038,99 1039,37 +0,35% Runoff 183,58 203,77 206,29 +12,37% Baseflow 742,09 729,35 723,23 -2,54% Interflow 110,52 106,39 110,37 -0,14%
Keterangan: * = curah hujan generate SWAT.
99
Suryani dan Agus
Hub ung an curah hujan dan aliran permukaan p ad a set iap C N p engg unaan lahan d i D A S C ijalup ang
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
C urah hujan (mm)
Hubungan curah hujan dan aliran permukaaan di DAS Cijalupang menggunakan metode CN, SCS
pk=72,65
sw=75,09
kc=68,41 sm=67,79
ht=61,51
pt=68,52 tg=68,14
Gambar 5. Hubungan curah hujan dan aliran permukaan di DAS Cijalupang menggunakan metode bilangan kurva aliran permukaan (CN), SCS
Data pada Gambar 5 menunjukkan bahwa sawah merupakan penggunaan
lahan yang mempunyai bilangan kurva aliran permukaan tertinggi (CN=75,09) yang mengindikasikan kemampuan sawah meretensi air hujan paling rendah (16,85 mm). Rendahnya kemampuan tanah sawah meretensi air hujan disebabkan adanya lapisan bajak dan tingginya kandungan air tanah sehingga menghalangi masuknya air ke dalam tanah. Air akan tertahan di permukaan dan berubah menjadi aliran bila daya tampung sawah terpenuhi. Daya tampung sawah tergantung kepada tinggi pematang dan tinggi genangan. Semakin tinggi pematang dan semakin rendah genangan, air yang dapat ditampung semakin banyak, akibatnya air yang dialirkan semakin sedikit, begitu sebaliknya.
Bilangan kurva terendah dijumpai pada penggunaan lahan hutan (CN=61,51) yang mengindikasikan kemampuan meretensi air paling tinggi, dimana aliran permukaan terjadi saat kandungan air tanah melebihi 31,79 mm. Tingginya kemampuan tanah meretensi air pada penggunaan lahan hutan, selain disebabkan oleh penggunaan lahannya juga ditentukan oleh sifat fisik tanah yang cukup baik (Lampiran 2). Total ruang pori (TRP) tanah-tanah yang dijumpai >50%. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan tanah menerima air cukup baik, hal ini juga ditunjukkan oleh permeabilitas tanah yang tergolong agak cepat pada lapisan atas dan sedang sampai agak cepat pada lapisan bawah.
Permukiman mempunyai CN 72,65, aliran permukaan terjadi saat kandungan air tanah melebihi 19,12 mm. Kebun campuran, tegalan, kebun teh dan semak belukar mempunyai bilangan kurva aliran permukaan yang hampir sama yang
100
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
menunjukkan kemampuan meretensi air hujan relatif sama, yakni berturut-turut 23,46, 23,75, 23,34, dan 24,14 mm.
Puncak aliran permukaan dan koefisien aliran permukaan Puncak aliran permukaan (peak runoff) adalah maksimum aliran permukaan
yang terjadi pada satu kejadian hujan. Puncak aliran permukaan merupakan indikator kekuatan mengerosi (erosive power) dari satu kejadian hujan (storm) dan digunakan untuk menduga kehilangan sedimen.
Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap puncak aliran permukaan disajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa tahun 1991 waktu yang diperlukan mencapai puncak aliran (time to peak) adalah 1,80 jam, pada tahun 2002 menjadi lebih pendek, yaitu 1,73 jam. Hal yang sama terjadi pada waktu dasar hidrograf (time base) yang semakin pendek pada tahun 2002.
Unit hidrograf DAS Cijalupang tahun 1991 dan 2002
Gambar 5. Unit hidrograf DAS Cijalupang tahun 1991 dan 2002
Aliran puncak pada tahun 1991 mencapai 2,41 m3 dt-1 dan pada tahun 2002
meningkat menjadi 2,56 m3 dt-1 (peningkatan sebesar 6.22%). Peningkatan puncak aliran permukaan juga diikuti oleh peningkatan koefisien aliran permukaan dari 0,21 pada tahun 1991 menjadi 0,22 pada tahun 2002.
0 0.2 0.4 0.6 0.8
1 1.2 1.4 1.6 1.8
2 2.2 2.4 2.6 2.8
1991 2002
0.00 1.00 9.00 10.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
T (jam)
Tb=8.66 jam
Tp=1.73 jam
Tp=1.8 jam
Tb=9 jam
101
Suryani dan Agus
KESIMPULAN 1. Kalibrasi dan validasi model SWAT menunjukkan bahwa SWAT mampu
menggambarkan dampak perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS Cijalupang yang ditunjukkan oleh koefisien determinasi dan efisiensi Nash Sutcliffe yang tinggi, berturut-turut 0,88 dan 0,72 setelah koreksi terhadap aliran dasar sebesar 1,2 mm hari-1. Uji statistik tersebut menunjukkan bahwa SWAT dapat digunakan sebagai alat untuk merencanakan penggunaan lahan untuk menciptakan kondisi hidrologi yang lebih baik.
2. Dalam periode bahwa 1991-2002 di DAS Cilajupang (2.792 ha) telah terjadi pengurangan luas kebun campuran sekitar 7,27% dan hutan sebesar 2,35%. Seiring dengan pengurangan luas kebun campuran dan hutan terjadi peningkatan luas tegalan sebesar 5,64% dan permukiman sekitar 5,11%.
3. Perubahan penggunaan lahan meningkatkan total hasil air tahunan meskipun tidak segnifikan (+0,35%). Perubahan yang signifikan terjadi pada komponen aliran. Total aliran permukaan meningkat sebesar 12,37% dan aliran dasar menurun sebesar 2,54%.
4. Meningkatnya aliran permukaan disebabkan menurunnya kemampuan tanah meretensi air yang ditunjukkan oleh meningkatnya bilangan kurva aliran permukaan (CN). Meningkatnya CN, meningkatkan pula jumlah hujan yang berubah langsung menjadi debit, sehingga debit semakin tinggi di musim hujan (November-April) dan semakin rendah di musim kemarau (Mei-Oktober).
DAFTAR PUSTAKA Agus, F., Wahyunto, and G. Irianto. 2003. Evaluation of flood mitigation function of
several land use systems in selected areas of Java, Indonesia. Paper presented at Japan/OECD Expert Meeting on Land Conservation Indicators, 13 – 15 May, 2003 Kyoto, Japan.
Apriyanto. 2001. Indeks Konservasi sebagai Intrumen Pengendali Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi DAS Ciliwung di Bopunjur. Tesis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
De Girolamo, A.M., Lo Porto, A., Passarella, G. and M. Garnier. 2003 Evaluation Of The Optimal Location Of Monitoring Sites Based On Hydrologic Models and GIS Technology. 2nd International SWAT Conference. Bary, Italy. July 1st – 4th, 2003.
102
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
Fohrer, N., H.G. Frede. 2002. An integrated modelling approach to sustainable land
use concept in a low mountain range area. Institute of Natural Resources Management, Justus-Liebig-University Giessen Heinrich-Buff-Ring 26-32, D-35392 Giessen, Germany.
LPT. 1976. Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Aliran Sungai I, Padalarang, Jawa Barat. Laporan. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Neitsch, S.L., J.G. Arnold, J.R. Kiniry, and J.R. Williams. 2001a. Soil and Water Assessment Tool; Theoretical Documentation Version 2000. Soil and Water Research Laboratory – ARS. Texas.
Neitsch, S.L., J.G. Arnold, J.R. Kiniry, and J.R. Williams. 2001b. Soil and Water Assessment Tool; User’s Manual Version 2000. Soil and Water Research Laboratory – ARS. Texas.
Pawitan, H. 2002. Flood hydrology and an integrated approach to remedy the Jakarta floods. Paper presented at the International Conference on Urban Hydrology for the 21st Century, the Humid Tropics Hydrology and Water Resources Center for Southeast Asia and Pacific (HTC Kuala Lumpur) of the Department of Irrigation and Drainage Malaysia in Collaboration with UNESCO and IAHSO, 14-18 October 2002. Kuala Lumpur, Malaysia.
Rustiadi, E. 1999. Pattern of land use change in Jakarta Suburban: Bekasi District. p.158-162 In Kuninori Otsubo (Ed) Land Use for Global Environment Conservation (LU/GEC). Final report of the LU/GEC first phase (1995-1997). Center for Global Environmental Research. National Institute for Environmental Studies. Environment Agency of Japan.
Saefulhakim, R.S. dan K. Otsubo. 1999. Development of a land use/cover change model for Indonesia. p 72-87 In Kuninori Otsubo (Ed) Land Use for Global Environmental Conservation (LU/GEC). Final Report of the LU/GEC first phase (1995-1997). Center for Global Environmental Research. National Institute for Environmental Studies. Environment Agency of Japan.
SCS Engineering Division. 1986. Urban hydrology for small watersheds. U.S. Department of Agriculture, Technical Release 55.
Talao’ohu, S.H, F. Agus, Irianto G. 2001. Hubungan perubahan penggunaan lahan dengan daya sangga air Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang. hlm. 93-102 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Puslitbangtanak bekerjasama dengan MAFF Jepang dan Sekretariat Asean.
Wahyunto, M. Zainal Abidin, Adi Priyono, dan Sunaryo. 2001. Studi perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah. hlm. 39-63 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Puslitbangtanak bekerjasama dengan MAFF Jepang dan Sekretariat Asean.
103
Suryani dan Agus
Widiati, A. 1998. Analisis Perubahan Fungsi Ruang Hidrologi terhadap Keseimbangan Air: Studi Kasus Cekungan Bandung. Tesis Magister. Bidang Khusus Teknologi Pengelolaan Lingkungan. Program Studi Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
William, J.R. 1995. Chapter 25: The EPIC model. p.909-1000 In V.P. Singh (ed.). Computer Models of Watersheds Hydrology. Water Resources Publications, Highlands Ranch, Co.
104
Perubahan penggunaan lahan: Studi kasus DAS Cijalupang
Lampiran 1. Hasil pengukuran debit Sungai Cijalupang tahun 1991
DEBIT HARIAN No. Stasiun : 411 Sungai : Cijalupang Tempat : Peundeuy Luas DPS : 27,92 km2
Tahun : 1991
Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des mm
1, 4,05 3,28 3,65 5,17 2,97 2,07 1,67 1,61 1,58 1,58 1,39 2,72 2, 2,69 3,13 3,37 5,29 2,66 2,07 1,67 1,70 1,58 1,55 1,49 5,85 3, 8,51 3,03 4,64 5,48 2,60 2,07 1,70 1,70 1,67 1,55 1,58 9,35 4, 6,50 3,06 6,25 5,23 2,57 2,07 1,61 1,67 1,73 1,52 1,95 6,38 5, 3,50 3,44 6,22 3,22 2,82 2,14 1,58 1,67 1,73 1,55 2,10 3,96 6, 2,85 3,96 4,15 3,28 2,60 2,07 1,61 1,67 1,64 1,49 1,83 3,53 7, 3,13 3,53 3,00 3,34 2,51 2,04 1,64 1,76 1,64 1,36 1,86 3,37 8, 3,56 2,94 3,06 3,37 2,41 2,01 1,67 1,61 1,64 1,21 1,98 3,22 9, 8,17 2,91 3,50 7,77 2,88 2,04 1,73 1,55 1,67 1,30 4,12 3,37 10, 8,54 2,91 4,24 7,58 2,94 2,04 1,83 1,49 1,76 1,30 2,82 6,00 11, 4,39 2,97 3,13 4,36 2,69 2,04 1,80 1,45 1,64 1,30 2,29 4,05 12, 3,28 3,06 3,90 3,44 2,69 1,98 1,83 1,42 1,67 1,33 3,78 4,83 13, 3,28 3,22 2,94 3,34 2,63 1,95 1,83 1,39 1,67 1,36 2,69 4,09 14, 5,11 2,88 2,79 8,39 2,38 1,98 1,83 1,42 1,70 1,42 4,02 4,80 15, 3,93 2,79 2,91 3,25 2,32 2,01 1,83 1,33 1,76 1,42 3,03 3,59 16, 3,62 2,79 2,69 2,91 2,26 1,95 1,83 1,33 1,70 1,58 5,08 3,25 17, 8,08 2,91 4,05 2,63 2,20 1,95 1,83 1,49 1,61 1,55 3,99 4,36 18, 5,76 2,94 4,95 2,38 2,10 1,98 1,76 1,49 1,64 1,55 2,79 4,64 19, 3,62 2,51 7,68 4,64 2,04 2,01 1,83 1,49 1,76 1,55 2,38 6,84 20, 3,16 2,41 6,50 3,53 2,01 1,95 1,86 1,55 1,76 1,64 2,32 5,26 21, 3,03 2,35 4,61 2,91 2,01 1,83 1,89 1,52 1,76 1,61 2,82 4,67 22, 2,97 2,48 4,36 3,25 1,92 1,86 1,92 1,52 1,70 1,52 3,13 3,68 23, 2,97 2,75 3,56 3,40 1,83 1,89 1,95 1,61 1,67 1,45 2,69 3,76 24, 3,22 2,85 3,13 2,72 1,80 1,89 2,04 1,64 1,61 1,42 3,00 4,27 25, 3,22 2,82 2,72 3,06 1,83 1,86 2,04 1,61 1,58 1,42 6,10 4,58 26, 3,16 2,57 2,57 2,94 1,86 1,89 2,01 1,61 1,58 1,42 9,19 4,21 27, 3,13 5,66 2,44 2,57 1,95 1,83 1,95 1,70 1,64 1,39 5,08 3,84 28, 3,16 3,56 2,72 2,41 2,01 1,80 1,89 1,58 1,67 1,36 3,47 3,78 29, 3,28 3,16 2,38 2,07 1,73 1,83 1,36 1,73 1,30 2,66 3,74 30, 4,67 5,32 2,57 2,07 1,67 1,67 1,45 1,70 1,21 1,76 3,74 31, 4,33 8,39 2,07 1,67 1,55 1,27 3,68
Total 132,86
85,70 126,61 116,83 71,71 58,68 55,77 47,94 50,23 44,47 93,37 137,44
Rata2 4,29 3,06 4,08 3,89 2,31 1,96 1,80 1,55 1,67 1,43 3,11 4,43 Maks 8,54 5,66 8,39 8,39 2,97 2,14 2,04 1,76 1,76 1,64 9,19 9,35 Min 2,69 2,35 2,44 2,38 1,80 1,67 1,58 1,33 1,58 1,21 1,39 2,72 Total 1021,62
105
Suryani dan Agus
Lampiran 2. Sifat fisika tanah.
Tekstur Kadar Air (% vol,) Pori Drainase
(% vol,) Pedon
Keda-laman (cm)
Hor, Liat Debu Pasir
Pasirhalus
KA (% vol)
BD (g/cc)
RPT (% vol) pF 1 pF 2
pF2,54 KAFC
pF4,2 KAWP Cepat Lambat
AT (% vol,) (AWC)
Permeabilitas,
mm/jam
EA-1 0-2020-60 60-92 92-134 134-160
Ap AB Bt1 Bt2 BC
72 61 74 80 86
18 34 22 15 11
7 5 4 5 3
3 16,037,4 35,8 37,8 35,0
1,01 1,19 1,02 0,88 0,87
61,9 55,1 61,5 66,8 67,2
34,6 51,6 49,1 48,4 45,6
28,0 44,9 42,9 41,6 40,2
23,4 39,8 38,3 37,5 36,1
15,9 31,4 27,0 25,0 24,6
33,9 10,2 18,6 25,2 27,0
4,6 5,0 4,6 4,1 4,1
7,5 8,5 11,3 12,5 11,5
189,0 66,2*
EA-2 0-15 15-65 65-125 125-170
Ap Bt1 Bt2 Bt3
30 54 68 76
53 29 24 18
13 17 8 6
4 23,133,2 41,6 46,6
1,13 1,05 1,37 1,32
57,4 60,4 48,3 50,2
42,4 45,0 43,3 45,4
37,2 40,0 37,0 40,0
33,0 34,6 32,1 35,3
24,5 26,1 23,6 27,2
20,2 20,4 11,3 10,2
4,2 5,4 4,9 4,7
8,5 8,5 8,5 8,1
108,0 86,8*
EA-3 0-17 17-40 40-70
Ap BC1 BC2
56 43 48
28 40 28
6 17 24
10 17,329,4 34,5
1,16 1,14 1,19
56,2 57,0 55,1
41,5 43,7 44,3
36,0 38,3 38,0
30,9 33,9 33,8
21,0 29,5 25,1
20,2 18,7 17,1
5,1 4,4 4,2
9,9 8,0 8,7
108,9 102,9*
EA-4 0-2525-65 65-90 90-150
Ap AB Bt1 BC
56 45 58 53
24 32 29 32
9 23 13 15
11 25,531,6 39,8 43,6
1,21 1,03 1,20 1,18
54,3 61,1 54,7 55,5
47,1 44,7 51,2 54,5
40,8 38,7 44,6 48,0
35,7 33,8 40,4 42,8
27,6 22,9 30,5 32,9
13,5 22,4 10,1 7,5
5,1 4,9 4,2 5,2
8,1 10,9 9,9 9,9
94,3 37,3*
EA-5 0-2222-51 51-92 92-155
Ap AB Bt1 Bt2
72 61 74 80
18 34 22 15
7 5 4 5
3 21,637,5 44,8 49,4
1,15 1,03 0,97 1,10
56,6 61,1 63,4 58,5
49,3 54,3 57,2 53,0
42,3 48,0 50,5 51,5
37,9 43,9 45,9 46,5
25,8 31,5 32,2 33,8
14,3 13,1 12,9 7,0
4,4 4,1 4,6 5,0
12,1 12,4 13,7 12,7
120,3 31,6*
EA-7 0-1515-45 45-95 95-130
Ap1 Ap2
2Bw1 3Bw2
7 18 25 29
75 65 61 59
9 17 14 12
9 11,517,1 32,6 47,6
0,73 0,68 0,58 0,45
72,5 74,3 78,1 83,0
31,4 31,9 43,8 61,0
28,0 27,1 38,5 54,6
23,6 23,0 33,6 50,1
15,3 14,1 19,8 17,1
44,5 47,2 39,6 28,4
4,4 4,1 4,9 4,5
8,3 8,9 13,8 33,0
99,8 103,4*
EA-8 0-1515-50 50-125 125-175
Ap Bt1
2Bt2 2Bt3
30 54 68 76
53 29 24 18
12 17 8 6
5 12,028,5 41,6 46,6
1,29 1,29 1,37 1,32
51,3 51,3 48,3 50,2
43,0 46,5 43,3 45,4
36,8 40,1 37,0 40,0
31,8 35,5 32,1 35,3
21,0 26,4 23,6 27,2
14,5 11,2 11,3 10,2
5,0 4,6 4,9 4,7
10,8 9,1 8,5 8,1
65,9 86,8*
Keterangan: BD = Bulk Density (g/cc), KAFC = Kadar air kapasitas lapang (% vol), KAWP = Kadar air titik layu permanen (% vol), AWC = Air tersedia (% vol), * = rata-rata permeabilitas lapisan bawah.
110