Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PESAN DAKWAH DALAM FILM HOROR SANDEKALA
(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)
SKRIPSI
Oleh:
AS’AD HIDAYATULLOH
NIM: 211016029
Pembimbing
Asna Istya Marwantika, M.Kom.I.
NIP. 198810152018012001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONOROGO
2020
i
ABSTRAK
Hidayatulloh, As’ad. 2020. Pesan Dakwah Dalam Film Horor Sandekala
(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Skripsi. Jurusan Komunikasi
Dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Asna Istya
Marwantika
Kata Kunci: Film Sandekala, Analisis Semiotika, Pesan Dakwah.
Film merupakan sebuah karya yang dapat menyampaikan sebuah pesan
atau gagasan yang mengandung aspek hiburan, edukatif, yang dapat dilihat dan
dinikmati masyarakat. Film juga dapat memepengaruhi penikmatnya atau
komunikannya melalui pesan-pesan, tanda-tanda yang terdapat dalam film
tersebut. Film horor Sandekala merupakan film yang bertemakan mitos yang ada
di masyarakat tentang larangan keluar pada waktu maghrib tiba. Mitos yang
biasanya tidak ada hubungannya dengan hadits Nabi SAW, mitos yang diangkat
menjadi film ini justru terdapat dalam hadits Nabi SAW. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui dakwah apa yang terkandung dalam film Sandekala dan
mengetahui pesan dakwah apa yang terkandung dalam film horor Sandekala
tersebut
Untuk mengidentifikasi penelitian tersebut, penulis menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan Teknik analisis Semiotika
Charles Sanders Peirce. Setelah melakukan analisis data, terdapat makna pesan
dakwah dalam film Sandekala. Dalam penelitian ini disusun menggunakan
analisis Semiotika Charles Sanders Peirce, yakni Sign, Object, Interpretant.
Ditemukan bahwa kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Dari hasil temuan yang telah penulis teliti, penulis menemukan pesan akidah
yang mana mengandung nilai-nilai kepercayaan yang ditandai dengan adegan-
adegan dalam scene. Nilai-nilai tersebut mengikuti perintah-perintah Allah SWT
yang telah diturunkan kepada kita, seperti halnya mengerjakan shalat. (2) Fakta
tentang mitos dilarang keluar maghrib karena adanya setan/makhluk halus pada
waktu tersebut memang adanya. Mitos yang biasanya tidak berkaitan dengan
hadits Nabi, namun mitos yang diangkat menjadi film ini, juga tercantum dalam
hadits Nabi SAW. Nabi SAW memerintahkan untuk tidak melakukan kegiatan di
luar rumah pada waktu tersebut.
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
Alamat : Jl. Puspita Jaya DesaPintu, Jenangan, Ponorogo 63492
e-mail: [email protected] website: http://fuad.iainponorogo.ac.id
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi atas nama Saudara:
Nama : As’ad Hidayatulloh
NIM : 211016029
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul : Pesan Dakwah Dalam Film Horror Sandekala
(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)
Telah disetujui dan diperiksa untuk diuji dalam ujian munaqosah.
Ponorogo, 5 Juni 2020
Yang Mengetahui,
Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam
Dr. Iswahyudi, M.Ag
NIP. 197903072003121003
Yang Menyetujui,
Pembimbing
AsnaIstya M,M.Kom.I.
NIP. 198810152018012001
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah adalah suatu usaha yang mengajak, menyeru dan
mempengaruhi manusia agar selalu berpegang pada ajaran Allah guna
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.1 Dakwah bukan
hanya kewenangan ulama atau tokoh agama, karena dakwah Islam
memiliki wilayah yang luas dalam semua aspek kehidupan. Ia memiliki
keragaman bentuk, metode, media, pesan, perilaku dan mitra dakwah.2
Dakwah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu da’a-
yadi’i-da’watan, yang artinya mengajak, menyeru, dan memanggil.
Pengertian tersebut dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur‟an surah yunus (10)
ayat 25: “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki
orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). 3
Dakwah adalah usaha menyampaikan sesuatu kepada orang lain,
baik itu perorangan atau kelompok tentang pandangan dan tujuan hidup
manusia sesuai Islam. Dakwah dapat diartikan sebagai seruan, ajakan, dan
panggilan. Dapat pula diartikan mengajak, menyeru, memanggil dengan
lisan ataupun dengan tingkah laku atau perbuatan nyata. Atau lebih
tegasnya bahwa dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari
1 Muhammad Munir, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), 19.
2 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), 5.
3 Syamsuddin AB, Pengantar Sosiologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2016), 6.
2
seseorang kepada orang lain, baik secara individu maupun secara
kelompok. 4
Dakwah awalnya dilakukan dengan cara da‟i berceramah di depan
khalayak umum atau orang banyak. Namun pada masa sekarang ini,
berdakwah tidak hanya bisa dilakukan dengan cara di atas mimbar. Di era
digital, berdakwah dapat dilakukan melalui media massa. Media yang
dapat menampung segala aspirasi masyarakat, pendidikan, ilmu
pengetahuan, atau juga dakwah.
Media massa merupakan media penyampai pesan dengan
menggunakan surat kabar, radio, televisi. Namun di era digital ini,
penggunaan media massa berkembang sangat luas, yang dapat menyentuh
seluruh aspek masyarakat, seperti Facebook, Instagram, WhatsApp,
bahkan Youtube dan salah satunya adalah film.
Film disini dinggap lebih sebagai hiburan ketimbang media
pembujuk. Yang jelas, film mempunyai kekuatan bujukan atau persuasi
yang besar. Contohnya kritik publik dan adanya lembaga sensor, yang
juga menunjukkan bahwa sebenarnya film juga sangat berpengaruh.5
Film adalah suatu bentuk komunikasi massa elektronik yang
berupa media audio visual yang mampu menampilkan kata-kata, bunyi,
citra, dan kombinasi. Film juga merupakan salah satu bentuk komunikasi
4 Ibid., 10. 5 William L. Rivers, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media Massa & Masyarakat
Modern. (Jakarta: PRENADA MEDIA), 252.
3
modern yang kedua muncul didunia.6 Semakin berkembangnya fungsi
media komunikasi massa, film sebagai media untuk menyampaikan
informasi tidak disadari juga oleh komunikan, bahwa media massa juga
dapat berfungsi untuk mengkonstruk atau menframing suatu informasi.
Media disini juga memiliki pengaruh atau kekuatan yang dapat
mempengaruhi sebuah konflik atau peristiwa. Hal tersebut terjadi antara
lain karena kekuatan media muncul melalui proses pembingkaian
(framing), penggambaran fakta, teknik pengemasan fakta, penambahan
foto atau pengurangan foto, pemilihan sudut pandang (angle), dan lain-
lain.7
Selain untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pendidikan,
hiburan atau informasi, film juga dapat juga sebagai media dakwah. Tidak
heran jika di era modern ini dakwah Islam semakin pesat, dan harapannya
dapat memperluas dan meleburkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam pada
masyarakat, dalam bentuk cerita, visual, yang dikemas dalam bentuk
sebuah film. Hal tersebut dilakukan agar pesan yang terkandung dalam
film dapat tersampaikan.
Industri film Indonesia, sekarang sudah banyak melahirkan film-
film yang sangat baik dalam penataan gambar dan menyisipkan unsur-
unsur dakwah Islam dalam film tersebut. Film Sandekala, merupakan film
pendek yang bergenre horor. Film yang disutradarai oleh Amriy
6 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: PT. REMAJA ROSDA KARYA), 126.
7 Sobur, Analisis Teks Media, 171.
4
Ramadhan, diperankan oleh Riska Dwi Septiana (Sebagai seorang ibu) dan
Kesyia Safalina (Sebagai seorang anak). Film ini telah memenangkan
berbagai penghargaan, yaitu:
1. Winner People‟s Choice (Film Pendek Terfavorit Pilihan
Penonton) XXI Short Film Festival 2016
2. 4th
Winner (Regional 1) Festival Film Jawa Barat 2015
3. Finalis Festival Sinema Prancis 2015
4. Official Selection Los Angles Indonesian Film Festival 2015
5. Official Selection PPI Paris 2015
6. Official Selection Ganesha Film Festival (Bandung Nu Aink) 2015
7. Official Selection (Non Competition) Viddsee Juree 2016
Film ini diadaptasi dari mitos masyarakat tentang misteri senja
atau dapat juga disebut dengan larangan keluar di waktu maghrib.
Biasanya orang tua yang mengetahui anaknya main di luar rumah saat
masuk waktu maghrib, akan menyuruh anaknya pulang dan masuk
kedalam rumah. Konon mitos larangan keluar rumah saat maghrib ini
dikarenakan banyak setan atau jin yang bergentayangan, waktu inilah yang
sering disebut Sandekala.
Jika dilihat dalam bahasa Sunda juga dapat disimpulkan bahwa
“Sandekala” terdiri dari dua suku kata yaitu sande = sandi (pertanda) dan
kala (waktu) jika diartikan, Sandekala adalah pertanda waktu. Sandekala
merupakan warisan yang diturunkan oleh nenek moyang Sunda. Dalam
legenda masyarakat Sunda, kisah-kisah Sandekala menceritakan tentang
5
makhluk yang gemar mengganggu dan menculik anak-anak yang bermain
ketika senja tiba. Sandekala merupakan sebuah cerita yang termasuk
kedalam legenda alam gaib. Cerita legenda sandekala ini populer di
masyarakat Sunda, biasanya masyarakat Sunda menyebutnya dengan
hantu senja. Panggilan hantu senja ini dikarenakan biasanya sandekala
menampakkan wujud di saat senja, karena itulah beberapa orang
menyebutnya dengan hantu senja. Wujud hantu sandekala ini sendiri
bertubuh raksasa dengan kedua matanya yang menyala. Selain itu
masyarakat di Sunda menggunakan legenda ini sebagai sebuah cerita
untuk menakuti sekaligus mendidik anak-anak, agar senantiasa berada
didalam rumah ketika magrib tiba atau menjelang malam. 8
Namun ketika waktu maghrib sudah selesai, orang tua pun Kembali
membiarkan anak- anaknya untuk bermain di luar rumah. Disini bagi umat
Islam, nasehat atau pelarangan yang dilakukan oleh orang tua tersebut
hanya sebagai mitos sandekala yang disampaikan secara turun temurun.
Biasanya orang tua tersebut melarang dikarenakan ia juga mengalami hal
yang sama yaitu, pernah mengalami pelarangan untuk tidak keluar pada
waktu maghrib tiba dan tidak mengetahui apakah larangan tersebut ada
dalam Al Qur‟an ataupun Hadits.9 Namun setelah diselidiki, dalam Islam
larangan untuk keluar pada waktu maghrib juga diterangkan dalam hadits.
8https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/775/8/UNIKOM_Muhammad%20Iqbal_12%20BA
B%20II.pdf (Diakses pada: Rabu, 20 Agustus 2020, jam 20.31 WIB).
9 https://sandekala.com/mitos-sandekala-berdasarkan-agama-islam/ ( Diakses pada:
Senin, 20 Januari 2020, jam 11.52 WIB).
6
Hadits Bukhori-Muslim yang dikutip oleh Zulham Qudsi Farizal
Alam dalam jurnalnya menerangkan, “Jika malam datang
menjelang, atau kalian di sore hari, maka tahanlah anak-anak
kalian, karena sesungguhnya katika itu setan sedang bertebaran.
Jika telah berlalu sesaat dari waktu malam, maka lepaskan mereka.
Tutuplah pintu dan bedzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya
setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. Tutup pula wadah
minuman dan dan berdzikirlah kepada Allah, walaupun deangan
sekedar meletakkan sesuatu diatasnya, matikanlah lampu-lampu
kalian.10
Dari keterangan tersebut, antara mitos dan kebenaran sabda Nabi
tentang sandekala atau larangan keluar menjelang maghrib tiba, maka
penulis tertarik mengkaji tentang pesan dakwah yang terkandung dalam
film “Sandekala”. Untuk itu penulis mengangkat permasalahan ini dalam
bentuk judul: Pesan Dakwah Dalam Film Horor Sandekala (Analisis
Semiotika Charles Sanders Peirce)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, tulisan ini difokuskan pada
Pesan Dakwah Dalam Film Horor Sandekala (Analisis Semiotika Charles
Sanders Peirce). Jika disusun dalam bentuk rumusan masalah, penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tanda, objek, dan interpretasi dakwah yang terkandung
dalam film horor Sandekala?
2. Apa pesan dakwah dalam film horor Sandekala?
10
Zulham Qudsi Farizal Alam, “Hadis dan Mtos Jawa” Riwayah: Jurnal Studi Hadis
volume 3 nomor 1 2017, 119.
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang sesuai dengan permasalahan diatas dapat disusun
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dakwah apa yang terkandung dalam film horor
Sandekala tersebut
2. Untuk mengetahui pesan dakwah apa yang terkandung dalam film
horor Sandekala tersebut
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap, dengan dilakukannya penelitian ini, dapat
memberikan manfaat, baik manfaat praktis ataupun manfaat teoritis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penulis berharap dapat memberikan manfaat dan
kontribusi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang
analisis semiotika dan dakwah, khususnya untuk mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa-
mahasiswa ataupun penggiat-penggiat film, penikmat film dan juga
sumbangan bagi masyarakat. Juga untuk literatur kepustakaan
khususnya untuk jenis penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini
diharapkan juga memberikan manfaat dan juga masukan secara kritis
dengan apa yang ditonton. Karena film merupakan hasil dari relitas.
8
E. Telaah Pustaka
Untuk melengkapi serta menambah kesempurnaan sebuah karya
ilmiah, perlu kiranya peneliti menyebutkan hasil dari beberapa penelitian
terdahulu yang memiliki korelasi dengan penelitian yang ditulis oleh
penulis, adalah sebagai berikut:
Pertama, Analisis Resepsi Kepercayaan Mistis Pada Film Pendek
Sandekala (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Desa Batu, Mojokerto,
Kedawung, Sragen) Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Dalam Skripsi
diatas Peneliti tersebut mengambil warga Desa Batu, Mojokerto,
Kedawung, Sragen sebagai subjek penelitian. Peneliti menemukan warga
Desa Batu, Mojokerto, Kedawung, Sragen, masih banyak yang
mempercayai hal-hal yang berbau mistis. Teknik analisis dalam penelitian
tersebut adalah dengan menggunakan analisis Resepsi oleh Stuart Hall.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, peneliti
mengumpulkan data dengan melakukan observasi, dokumentasi dan
wawancara. Persamaannya yaitu sama-sama menganalisis film pendek
Sandekala namun menggunakan model analisis yang berbeda. 11
Kedua, Representasi Nilai Toleransi Antarumat Beragama Dalam
Film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” (Analisis Semiotika Charles
Sanders Peirce). Dalam skripsi diatas penulis membahas tentang film yang
berjudul, “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”. Penelitian ini berfokus pada
11
http://eprints.iain-surakarta.ac.id/2275/1/Exsan_Bahtiar[1].pdf (Diakses pada: senin, 20
Februari 2020, jam 11.52 WIB).
9
representasi nilai toleransi antar umat beragama yang terkandung dalam
film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” dengan konsep Charles Sanders
Peirce yang diklasifikasikan melalui tiga bagian yaitu tanda, objek dan
interpretan. Perbedaannya yaitu objek yang diteliti berbeda namun model
analisis yang digunakan sama yaitu, Semiotika Charles Sanders Peirce. 12
F. Kajian Teori
1. Dakwah
Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu
mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan
dakwah.13
Secara terminologis, telah banyak para ahli yang
mendefinisikan dakwah Islam. Sayyid Qutb memberi batasan dengan
“mengajak” atau “menyeru” kepada orang lain untuk tetap bepegang
pada jalan Allah atau pada sabil Allah Swt. Bukan untuk mengikuti dai
atau sekelompok orang. Ismail al-Faruqi mengungkapkan bahwa
hakikat dakwah adalah kebebasan, universal, rasional. Dan kebebasan
inilah menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku
untuk semua umat dan sepanjang masa).14
2. Semiotika Charles Sanders Peirce
Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi.
Manusia dengan perantara tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi
dengan sesamanya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
12
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8433/1/Nur%20Hikma%20Usman.pdf (Diakses
pada: Senin, 20 Februari 2020, jam 12.15 WIB). 13
Harjani, M. Munir, Elvy Hudriyah, dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media,
2003), 4. 14
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 14.
10
untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai
dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah
manusia dan bersama-sama manusia.15
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda
dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan
penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Ilmu ini
menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan
itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem,
aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti.16
Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana sign
„tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sign system (code) „sistem tanda‟.
Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiotik sebagai “a
relationship among a sign, an object, an a meaning (suatu hubungan
diantara tanda, objek, dan makna).”17
3. Film
Dalam sejarah perkembangannya, film sendiri dapat dikatakan
sebagai evolusi hiburan yang berawal dari penemuan pita seluloid pada
abad ke-19. Mula-mula hanya dikenal film tanpa warna (hitam-putih)
15
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaya, 2013), 15. 16
Burhan Bungin. Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta; Kencana Prenada Media
Group, 2014), 65. 17
Sobur, Semiotika Komunikasi, 16.
11
dan suara. Kemudian, film bersuara mulai dikenal pada akhir 1920-an,
disusul film berwarna pada 1930-an. Peralatan produksi film pun terus
mengalami perkembangan sehingga, film masih mampu menjadi
tontonan yang menarik bagi khalayak luas sampai saat ini.18
Jenis-jenis film
a. Film dokumenter
Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film
pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang
perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Grierson juga
berpendapat bahwa cara pembuatan film dokumenter meruuapakn
cara yang kreatif untuk mempresentasikan realitas, meskipun
pendapat Grierson mendapat tantangan dari berbagai pihak, namun
pendapatnya kini masih relevan sampai saat ini. Intinya, film
dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring
dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran dari film
dokumenter misalnya dokudrama. Dalam dokudrama, terjadi
reduksi realita demi tujuan estetis agar gambar dan cerita menjadi
lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan
hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tetap berbeda jauh.
Dalam dokudrama, realita tetap jadi pakem pegangan.19
18
Sri Wahyuningsih, Film Dan Dakwah: Memahami Representasi Pesan-Pesan Dakwah
Dalam Film Melalui Analisis Simiotik (Surabaya; Media Sahabat Cendekia, 2019), 02. 19
Heru Effendy, Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser, (Jakarta; Erlangga,
2009), 3.
12
b. Film Cerita
Film cerita adalah film yang mengandung suatu cerita,
yaitu yang lazim diputar digedung-gedung bioskop. Film jenis ini
dibuat dan didistribusikan untuk publik, layaknya juga. Topik
cerita yang digunakan atau diangkat dalam jenis ini biasa berupa
fiktif atau juga kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur
menarik, baik dari segi pengambilan gambar yang artistik maupun
dari jalan ceritanya.20
G. Metode Penelitian
Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos” dan "logos,"
kata metodos terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui
atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Kata logi (logos)
yang melekat pada kata metode memiliki arti analisis teoritis atau ilmu
mengenai suatu cara atau metode.21
Sedangkan penelitian dalam Bahasa inggris disebut dengan
research. Jika dilihat dari susunan katanya, terdiri dari dua suku kata, yaitu
re yang berarti melakukan kembali atau pengulangan dan search yang
bererti melihat, mengamati atau mencari, sehingga research dapat
diartikan sebagai rangakaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
20
Wahyuningsih, Film Dan Dakwah: Memahami Representasi Pesan-Pesan Dakwah
Dalam Film Melalui Analisis Simiotik, 03. 21
Sugeng Puji Leksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Malang; Kelompok
Intrans Publishing, 2016), 3-4.
13
pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail, lebih
komprehensif dari suatu yang dilakukan.22
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat
interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode,
dalam menelaah masalah penelitiannya. Penggunaan berbagai metode
ini sering disebut tringualasi, dimaksudkan agar peneliti memperoleh
pemahaman yang komprehensif (holistik) mengenai fenomena yang
diteliti. Sesuai dengan prinsip epistemologisnya, peneliti kualitatif lazim
menelaah hal-hal yang berada dalam lingkungan alamiah, berusaha
memahami, atau menafsirkan, fenomena-fenomena berdasarkan makna-
makna yang orang berikan kepada hal-hal tersebut.23
2. Data dan Sumber data
Data adalah deskripsi sesuatu kejadian yang dihadapi dalam
penelitian. Data dapat berupa catatatan-catatatan yang diperoleh dari
interview atau wawancara, observasi atau pengamatan, jawaban dalam
angket yang tersimpan sebagai file dalam database. Data akan menjadi
bahan dalam suatu proses pengolahan data. Oleh karena itu, suatu data
belum dapar berbicara banyak sebelum diolah lebih lanjut.24
22
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi; CV
Jejak, 2018), 7. 23
Deddy Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung; PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 5. 24
Sugeng, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, 7.
14
a. Data Primer: berupa rekaman video yang berupa adegan-
adegan dalam film pendek “Sandekala”.
b. Data Sekunder: berupa dokumen tertulis, yaitu seperti
reverensi film “Sandekala” baik dari artikel di internet
maupun buku-buku yang relevan dengan penelitian.
Dalam menyusun penelitian ini. Penulis menggunakan sumber data
berupa tayangan video film Sandekala yang ada di media Youtube.
Dengan dokumentasi berupa video, penulis dapat memilih dan memilah
tayangan yang mengandung simbol dan dakwah dalam film pendek
tersebut. Sehingga, penulis dapat menganalisis simbol pesan moral dalam
tayangan film pendek Sandekala.
3. Teknik pengumpulan data
“Kata-kata dan Tindakan merupakan sumber utama dalam
penelitian kualitatif” selebihnya seperti dokumen, data umum, data
khusus, dan lainnya adalah sebagai tambahan. Untuk teknik pengumpulan
data, penulis akan lebih analisis semiotika yang menganalisis simbol dan
pesan dakwah yang terdapat dalam film Sandekala.
4. Teknik pengolahan data
Agar dapat mengetahui tanda dan pesan moral dalam film pendek
Sandekala, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Melihat atau menyaksikan tayangan film pendek Sandekala yang
telah didownload di channel youtube SnapfilmID.
15
b. Mengamati setiap adegan dalam film tersebut mulai dari narasi
yang digunakan, latar tempat, dan juga ekspresi.
c. Melakukan screen capture pada setiap scene atau dalam setiap
adegan yang dianggap mewakili
d. Analisis data dengan analisis Semiotika Charles Sanders Peirce
untuk mengetahui tanda dan pesan dakwah dalam film pendek
Sandekala.
e. Menarik kesimpulan dengan cara memberi penilaian pada hasil
data yang telah dianalisis.
5. Teknik analisis data
Analisis data kualitatif yang juga disebut juga dengan penelitian
yang dipinjam dari disiplin ilmu sosiologi dan antropologi dan diadaptasi
ke dalam setting pendidikan. Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena
sosial dan pada pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan
dibawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa pengetahuan
dihasilkan dari sosial dan bahwa pemahaman pengetuhuan sosial adalah
suatu proses ilmiah yang sah (legitimate).25
Proses analisis data dalam
proses ini dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber. Selanjutnya ialah mereduksi data, lalu dilakukan penafsiran data
atau pengolahan data untuk menarik kesimpulan dengan menggunakan
analisis Semiotika model Charles Sanders Peirce.
25 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada, 2012), 2.
16
H. Sistematika Pembahasan
Supaya pembahasan skripsi ini dapat tersusun dengan baik dan
sistematis sehingga penjelasan atau penjabaran yang ada dapat dipahami
dengan baik pula, maka penulis membagi pembahasan menjadi lima bab,
dan masing-masing bab terbagi menjadi beberapa sub bab:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang penjelasan yang bersifat umum
seperti, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, telaah pustaka, dan lain-lain.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan memaparkan teori tentang dawah,
film, serta representasi dakwah menggunakan teori Charles
Sanders Peirce.
BAB III : TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang paparan data tentang
screen capture adegan-adegan dalam video yang diperoleh
dari media youtube dan internet. Data yang diperoleh
berupa soft file film pendek Sandekala.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini meruapakan pokok pembahasan skripsi, bab ini
berisi tentanag analisis semiotika Charles Sanders Peirce
17
yang terdapat dalam film Sandekala dan juga pesan
dakwah dalam film Sandekala.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan. Yaitu
memberikan penilaian dari hasil data yang dianalisis
sebagai jawaban dari pokok-pokok permasalahan dan dan
juga saran yang berhubungan dengan penelitian sebagai
masukan untuk pihak-pihak yang terkait.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, kata dakwah berasal dari Bahasa arab. Jadi
kata du‟ā atau isim Masdar dari du‟aa yang keduanyua mempunyai arti
sama yaitu ajakan atau panggilan. Menurut pendapat ulama Basrah, dasar
pemanggilan kata dakwah itu adalah kata dari masdar yakni da‟wah yang
artinya penggilan. Sedangkan menurut ulama Kuffah, perkataan dakwah
itu diambil dari akar kata do‟ā yang artinya telah memanggil-manggil1.
Secara umum, dakwah adalah ajakan atau seruan kepada yang
baik dan yang lebih baik. Dakwah mengandung ide tentang progresivitas,
yaitu sebuah proses kegiatan menuju kepada yang baik dan yang lebih
baik secara terus menerus dalam mewujudkan tujuan dakwah. Dengan
begitu, dalam dakwah terdapat suatu ide dinamis, suatu yang terus tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tuntunan ruang dan waktu. Sementara itu,
dakwah dalam prakteknya merupakan kegiatan untuk mentransformasikan
nilai-nilai agama yang mempunyai arti penting dan berperan dalam
1 Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya. (Bandung; Penerbit
Alfabeta, 2016), 16.
19
pembentukan persepsi umat tentang berbagai nilai hidup.2 Nurkholis
Madjid berpendapat bahwa:
Dakwah yang berkembang ditengah masyarakat cenderung
mangarah pada nahi munkar, yakni tekanan-tekanan untuk
melawan atau perjuangan reaktif dan kurang amar ma‟rufnya,
yang mengajak pada kebaikan, kebersamaan, suatu cita-cita
dalam bentuk perjuangan proaktif.3
Begitu juga dengan pendapat Syekh Ali Mahfudz yang
menjelaskan,
Bahwa dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka
mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendapat ini juga
selaras dengan pendapat Al-Ghazali bahwa amr ma‟ruf nahi
munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam
dinamika masyarakat Islam.4
Dakwah juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk
memotivasi orang dengan basirah, supaya menempuh jalan Allah SWT
dan meninngikan agamanya. Dakwah dalam Islam adalah dakwah
basirah, maknanya berarti dakwah yang disebarluaskan dengan cara
damai dan bukan dengan kekerasan, serta mengutamakan aspek kognitif
(kesadaran intelektual), dan afektif (kesadaran emosional). Dakwah
demikian ini, lebih lanjut disebut sebagai dakwah persuasif (membujuk).5
2 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah. (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2013), 17.
3 Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya, 19.
4 Munzier Suparta, Harjani Hefni, Metode Dakwah. (Jakarta Timur; Prenada Media, 2003), 7.
5 A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam. (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2011), 29-30.
20
Dakwah juga tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuannya. Dakwah harus disampaikan secara jujur, terbuka, dan bebas.
Kata jujur dala dakwah setara dengan kata al-ballagh dalm Al-Qur‟an,
yaitu menyampaikan kebenaran secara transparan, apa adanya, tanpa
unsur kebohongan dan manipulasi. Adapun terbuka dalam dakwah,
mengacu kepada sikap rendah hati (tawadlu‟), mengakui keterbatasan,
bersedia menerima kritik dan menerima perbaikan dari luar. Dakwah juga
dilakukan dengan bebas, tanpa unsur paksaan. Karena pada prinsipnya
kebenaran itu amat jelas dan jiwa manusia sendiri condong kepada
kebenaran.6
Tujuan dakwah pada hakikatnya adalah mencapai kebenaran
tertinggi, yaitu beriman dan lalu berserah diri secara total kepada
kehendak Allah (Islam). Kebenaran yang dituju dakwah adalah kebenaran
yang tertanam sejak manusia lahir sebagai bawaan (nature, fitrah) yang
inheren dan intrinsik dalam diri setiap orang. Kebenaran itu pada awalnya
tidak terikat dengan identitas dan atribut-atribut sosial dan biologis
manusia seperti jenis kelamin, agama, ras, dan warna kulit. Dari sini,
dakwah sesungguhnya lebih berorientasi kepada lahir dan terbentuknya
sikap hidup manusia yang fitri dan azali.7
6 Ibid., 13.
7 Ibid., 14.
21
Agama Islam yang memiliki aspek keyakinan yang berbeda
dengan agama yang lainnya, menurut Muhammad Iqbal, satu-satunya
agama yang mampu memperkenalkan kepada umat Islam suatu demokrasi
spriritual yang jadi inti tujuan Islam. Sebenarnya pada saat ini, manusia
membutuhkan tiga hal; 1) menafsirkan alam secara spriritual, 2)
membebaskan jiwa individual, 3) meletakkan prinsip-prinsip dasar yang
menggerakkan perkembangan umat manusia di atas dasar moral.8
Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat
penting dalam kehidupan seorang Muslim, di mana intinya berada pada
ajakan dorongan (motivasi, rangsangan serta bimbingan terhadap orang
lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi
keuntungan dirinya dan bukan untuk kepentingan pengajaknya. Jadi
berbeda (bertolak belakang) dengan propaganda.9
Di sisi lain, agama Islam sebagai suatu ajaran tidaklah berarti
manakala ia tidak diwujudkan dalam action amaliah. Ini merupakan aspek
konsekuensial dari keberadaan Islam yang bukan semata-mata menyoroti
satu sisi saja dari kehidupan manusia, melainkan menyoroti semua
persoalan hidup manusia secara total dan universal.10
8 Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya, 199.
9 Aminuddin, “Konsep Dasar Dakwah”: Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016, 33.
10 Ibid., 33.
22
2. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah dalam pembahsan ini adalah bagian-bagian
yang terkait dan merupakan satu kesatuan dalam suatu penyelenggaraan
dakwah. Jadi unsur-unsur dakwah tersebut yaitu:
a. Subjek dakwah
Dalam hal ini yang dimaksut dengan subjek dakwah adalah,
yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu disebut da‟i atau
mubaligh. Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara individu
atau bersama-sama. Hal ini tergantung kepada besar kecilnya skala
penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah
yang akan digarapnya. Semakin luas dan kompleks permasalahan
dakwah yang dihadapi, tentunya besar pula penyelengaraan dakwah
dan mengingat keterbatasan subjek dakwah, baik dibidang keilmuan,
pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek dakwah yang
terorganisasi akan lebih efektif daripada yang secara individu
(perorangan) dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Sebagai
seoarang da‟i harus mempunyai syarat tertentu, diantaranya:
menguasai isi kandungan Al-Qur‟an dan sunnah Rosul serta hal-hal
yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah; menguasai ilmu
23
pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugas-tugas dakwah,
takwa kepada Allah SWT.11
b. Objek Dakwah
Ajaran Islam merupakan satu agama yang dibawakan
melalui nabi Muhammad Saw, yang ajarannya disampaikan
kepada seluruah umat manusia. Dengan tujuan agar risalah Ilahi
dapat diterima dan dapat diyakini manusia.12
Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelonmpok
orang yang dituju atau menjadi sasaran kegiatan dakwah.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka setiap manusia tanpa
membedakan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, warna
kulit, dan lain sebagainya adalah sebagai objek dakwah. Hal ini
sesuai dengan sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas
kerisalahan Rosulullah Saw.13
Manusia sebagai objek dakwah dapat digolongkan
menurut peringkatnya masing-masing serta menurut lapangan
kehidupannya. Akan tetapi menurut pendekatan psikologis,
manusia hanya dapat didekati dari tiga sisi, yaitu sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, dan makhluk ber-Ketuhanan. Manusia
11
Syamsuddin, Sosiologi Dakwah. (Jakarta; Kencana, 2016), 13. 12
Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya, 53. 13
Syamsuddin, Sosiologi Dakwah, 13-14.
24
sebagai makhluk individu memiliki tiga macam kebutuhan hidup
yang harus dipenuhi secara seimbang, yaitu:
1) Kebutuhan kebendaan (material). Pemenuhan kebutuhan ini
akan memberiakn kesenangan bagi hidup manusia.
2) Kebutuhan kejiwaan (spiritual). Pemenuhan asepk ini akan
memberikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian dalam
batinnya.
3) Kebutuhan kemasyarakatan (sosial). Pemenuhan aspek ini akan
membawa kepuasan bagi manusia. Seabgai makhluk sosial,
manusia hidup Bersama kelompoknya, bersatu dan bergaul
denagan yang lain.14
Pada prinsipnya, objek dakwah terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Objek material; ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam
(dalam Al-Qur‟an dan Sunnah), sejarah Islam (hasil ijtiahad
dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial
hukum, ekonomi, Pendidikan dan kemasyrakatan, politik, dan
kelembagaan Islam).
2) Objek formal; ilmu dakwah adalah mengkaji salah satu sisi
objek formal yang dihadapi umat. Hal-hal yang dipanang
bersifat doctrinal dan konseptual dinyatakan secara empiric
14
Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya, 54.
25
yang hasilnya dapat dirasakan oleh umat manusia sebagai
rahmat Islam sejagat raya.15
c. Materi Dakwah
Maddah atau materi dakwah adalah isi pesan atau materi
yang disampaikan da‟i kepada mad‟u. Sumber utamanya adalah al-
Qur‟an dan al-Hadits yang meliputi aqidah, syari‟ah, muamalah,
dan akhlaq dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh
darinya. Materi yang disampaikan oleh seorang da‟i harus cocok
dengan bidang keahliannya, juga harus cocok dengan metode dan
media serta objek dakwahnya. Dalam hal ini, yang menjadi
maddah (materi) dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri.16
d. Metode Dakwah
Menurut istilah ”metodologi” berasal dari Bahasa Yunani,
yakni metodhos dan logos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang
berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu, sementara logos
berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian metodologi adalah
metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.17
Sedangkan dakwah menurut pandangan Quraish Sihab yaitu:
15
Syamsuddin, Sosiologi Dakwah, 14. 16
http://digilib.uinsby.ac.id/242/5/Bab%202.pdf (Diakses pada: Sabtu, 07 Maret 2020, jam
10.35 WIB). 17
Ahmad Slamet, Metodologi Studi Islam. (Yogyakarta; Penerbit Deepublish (Group
Penerbitan CV Budi Utama), 2016), 7.
26
Seruan dan ajakan kepada keinsyafan atau usaha
mengubah situasi kepada situai yang lebih bagus, baik
terhadap pribadi ataupun masyarakat. Esensi dakwah
bukan hanya mengajak pada kebenaran semata, tetapi
pada penerapan akhlak Islam yang sempurna.18
Salah satu unsur penting dalam berdakwah adalah metode.
Rosulullah SAW menyampaikan dakwahnya menurut metodik dan
melalui media yang telah diwahyukan, seperti apa yang tercantum dalam
al-Qur‟an dan Sunnah. Pembicaraan tentang metode dakwah merupakan
salah satu komponen yang sangat penting, karena penyampaian risalah
Islam tidak mungkin dimengerti dan dipahami dengan baik bila
disampaikan dengan cara kurang baik. Maka bagi seorang da‟i yang
belum memahami metode dakwah, maka kegiatan dakwah bias saja kaku
dan kurang dipahami oleh mad‟u. oleh karenanya sebagai da‟i dituntut
untuk mengetahui bagaimana sikapnya menghadapi ummat yang
didakwahinya.19
هى اعلم بمه ادع الى سبيل ربك بالحكمة والمىعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسه ان ربك
ضل عه سبيله وهى اعلم بالمهتديه
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk. (QS Surat An-Nahl : 125)
18
Enung Asmaya, Aa Gym: Dai Sejuk Dalam Masyarakat Majemuk. (Jakarta Selatan;
Hikmah, 2004), 28. 19
Ahmad Zuhdi, Dakwah Sebagai Ilmu dan Prespektif Masa Depannya, 56.
27
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa metode dakwah meliputi
tiga cakupan:
1) Al-Hikmah, metode bil-hikmah adalah metode dakwah yang sesuai
untuk semua golongan. Disampaikan dengan cara yang sebaik-baiknya
dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi objek
dakwah. Kriteria metode dakwah ini, selain cara penyampaiannya
yang baik, isi pesannya yang sesuai, juga karena juru dakwanya
handal.20
2) Al-Mau‟idzatil Hasanah, secara bahasa mau‟izhah hasanah terdiri dari
dua kata, mau‟izhah dan hasanah. Kata mau‟izhah berasal dari kata
wa‟adza-ya‟idzu-wa‟dzan-„idzatan berarti; nasihat, bimbingan,
pendidikan, dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan
dari sayyi‟ah yang berarti kebaiakan lawannya kejelekan.21
Mau‟izhah
hasanah dapat diartikan sebagai unkapan yang mengandung unsur
bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah, berita gembira, peringatan
pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalm kehidupan
agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.22
3) Al-Mujadalah, pendekatan dakwah ini dilakukan dengan dialog yang
berbasis budi pekerti yang luhur, tutur kalam yang lembut, serta
20
Abdul Pirol, Komunikasi Dan Dakwah Islam. (Yogyakarta; Penerbit Deepublish (Group
Penerbitan CV Budi Utama), 2018), 54. 21
Munzier Suparta, Harjani Hefni, Metode Dakwah, 15-16. 22
Ibid., 16.
28
mengarah kepada kebenaran dengan disertai argumentasi demonstratif
rasional dan tekstual sekaligus, dengan maksut menolak argumen batil
yang dipakai lawan dialog. Debat ataau dialog dalam dakwah tidak
memiliki tujuan pada dirinya sendiri. Ia lebih ditujukan sebagai
wahana (wasilah) untuk mencapai kebenaran dan petunjuk Allah
SWT23
. Tujuan utama dialog ini adalah mencari titik temu yang
mampu mempererat kebersamaan ditengah banyaknya perbedaan atau
pertentangan.24
B. Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), film adalah selaput
tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat film negatif (yang akan dibuat
potret) dan untuk tempat yang positif (yang akan dimainkan di bioskop). Film
juga diartikan sebagai gambar hidup atau lakon (cerita). Artinya adalah film
tersebut mempresentasikan sebuah cerita dari tokoh tertetu secara utuh dan
berstruktur.25
Film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Dalam
banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antar
23
A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam, 206. 24
Ibid., 207. 25
Anton Mbruri, Manajemen Produksi Acara Televisi Format Acara Drama. (Jakarta; PT
Grasindo, 2013), 2.
29
film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu
mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan
(message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Tapi kritik yang
muncul terhadap prespektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah
potret dari masyarakat dimana film dibuat. Film selalu merekam realitas yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian
memproyeksikannya ke atas layer.26
Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang perfilman,
dimana disebutkan bahwa yang dimaksut dengan film adalah karya cipta seni
dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang
dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita
video, piringan video dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam
segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronika,
atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau
ditayangkan dengan sistem mekanik, elektronik atau lainnya. Sedangkan film
yang dimaksut adalah film yang keseluruhan diproduksi oleh lembaga
pemerintah atau swasta atau pengusaha film di Indonesia, atau yang
merupakan hasil kerja sama dengan pengusaha film asing.27
26
Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA, “Representasi Perempuan Dalam Film Cinta Suci
Zahrana”: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Vol. 6 no. 2, Agustus 2015-Januari 2016, 152. 27
Anton Mabruri, Produksi Program TV Drama. (Jakarta; Grasindo, 2018), 2.
30
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 33 Thun 2009 Tentang Perfilman (UU baru tentang
perfilman) “Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan
media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi
dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan”. Pendefinisian UU
Perfilman tahun 2009 jauh lebih singkat, yang perlu digaris bawahi adalah
film merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa. Yang artinya
film mempunyai fungsi mempengaruhi orang, baik bersifat negatif ataupun
positif, bergantung dari pengalaman dan pengetahuan individu. Tetapi secara
umum film adalah media komunikasi yang mampu mempengaruhi cara
pandanag individu yang kemudian akan membentuk karakter suatu bangsa.28
Kekhususan film adalah mediumnya, cara pembuatannya dengan
kamera dan pertunjukkannya dengan proyektor dan layar.29
Sebagai media
massa, film merupakan bagian dari respons terhadap penemuan waktu luang,
waktu libur dari kerja, dan sebuah jawaban atas tuntutan utnuk cara
menghabiskan waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau dan (biasanya)
terhormat.30
28
Anton Mabruri, Manajemen Produksi Acara Televisi Format Acara Drama, 2-3. 29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2013), 130. 30
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa. (Jakarta; Salemba Humanika, 2011), 35.
31
Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan
linguistik untuk mengodekan pesan yang sedang disampaikan.31
Oleh karena
itu film adalah sebuah pencipta budaya massa.32
1. Jenis-jenis film
Secara umum jenis film dapat dibedakan menjadi dua yaitu, film
dokumenter dan film fiksi.
a. Film Dokumenter
Kunci utama dari film dokumenter adalah terkait penyajian
data. Film dokumenter juga berhubungan dengan orang, latar tempat
(lokasi) yang nyata, tokoh, peristiwa, bukan hanya suatu peristiwa atau
kejadian yang sengaja dibuat. Film dokumenter juga dapat dibuat atau
digunakan dengan maksut dan tujuan, seperti halnya Pendidikan,
berita, sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik (propaganda),
biografi, dan lain sebagainya.33
Istilah dokumenter—untuk menyebut film non-fiksi—pertama
kali digunakan oleh John Grierson dalam tulisannya yang dimuat di
harian The New York Sun, edisi 8 Februari 1926. Kala itu, ia
mengkritik film Moana: A Romance of the Golden Age karya Robert
31
Alex Sobur, Semiotika Komunikas, 131. 32
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, 37. 33
Khoirul Huda, “Makna Toleransi dalam Film “?” (Tanda Tanya) (Analisis Framing Model
Gamson Modigliani)”, (Skripsi, IAIN Ponorogo, 2018), 33.
32
Joseph Flaherty. Dalam tulisan itu, Grierson mendefinisikan film
documenter sebagai laporan aktual yang kreatif—creative treatment of
actuality.34
Umumnya film dokumenter berdurasi panjang dan diputar di
bioskop dan festival. Film dokumenter bebas menggunakan semua tipe
shot, sedangkan umumnya dokumenter televisi berdurasi pendek, dan
terbatas menggunakan tipe shot sperti closeup, dan medium shot. Hal
ini karena adanya penyesuaian pada perbedaan besar layar bioskop
dan layar kaca televisi. 35
Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman
atau kejadian nyata atau sebenarnya, tanpa interpretasi imajinatif
seperti pada film fiksi. Jika pada film fiksi latar belakang adegan
dirancang atau tersusun, maka difilm dokumenter latar belakang harus
sesuai atau spontan otentik dengan latar tempat atau situasi dan
kondisi asli (apa adanya).36
Namun menurut Bill Nichols—Director of the Graduate
Program in Cinema-San Francisco State University. Baginya, setiap
film adalah film dokumenter. Ia menggolongkan film menjadi dua
kategori: (1) documentaries of wish-fulfillment; dan (2) documentaries
34 Aan Ratmanto, “Beyond The Historiography: Film Dokumenter Sejarah Sebagai Alternatif
Historiogrfi di Indonesia”: SASDAYA, Gadjah Mada Journal of Humanities, Vol. 2, No. 2 Mei 2018,
408.
35
Anton Mabruri, Produksi Program TV Non-Drama. (Jakarta; Grasindo, 2018), 307. 36
Ibid., 308.
33
of social representation. Jenis pertama biasa disebut sebagai film
fiksi—film yang merupakan bentuk ekspresi dari imaginasi para
sineasnya. Sedangkan jenis yang kedua biasa disebut sebagai film non-
fiksi—film yang merepresentasikan realitas kehidupan secara nyata.37
b. Film Fiksi
Film fiksi umumnya dibuat berdasarkan ide imajinasi belaka.
Namun demikian ada juga film fiksi yang diilhami peristiwa faktual
(true story) atau kisah nyata. namun tetap tidak dapat menghilangkan
aspek karangan. Kemudian ada plot, cerita, tokoh, dan setting (waktu,
tempat, dan lainnya). 38
Film fiksi ilmiah termasuk dalam genre film
induk primer yang merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan
popular sejak awal perkembangan sinema era 1900-an hingga 1930-
an. Film fiksi ilmiah dari awal kemunculannya selalu menggunakan
efek khusus, seperti film Trip to The Moon (1903) yang menggunakan
efek superimpose (memadukan dua gambar atau lebih dalam satu
frame). 39
Film fiksi atau film fiktif adalah sebuah genre film yang
mengisahkan cerita fiktif maupun narasi. Sejak kemunculan gaya
37
Aan Ratmanto, “Beyond The Historiography: Film Dokumenter Sejarah Sebagai Alternatif
Historiografi di Indonesia”, 408. 38
Redi Panuju, Film Sebagai Proses Kreatif. (Malang; PT Citra Intrans Selaras, 2019), 22. 39
Sudjadi Tjipto, “Perjalanan Fantasi Menembus Ruang Dan Waktu (Analisis Semiotika Film
The Time Machine)”: STSRD VISI Yogyakarta, Jurnal Rekam, Vol. 11 No. 1 - April 2015, 12.
34
klasik Hollywood di awal abad ke-20, film cerita yang biasanya dalam
bentuk film utama telah mendominasi film komersial. Pembuatan film
zaman dulu dan tak terlihat (sering disebut fiksi "realis") sering
menjadi pusat definisi umum ini. Unsur kunci pembuatan film tak
terlihat ini berada pada pengeditan berkelanjutan.40
2. Struktur Film
Secara fisik struktur film dibagi menjadi tiga unsur, yakni shot,
adegan, dan sekuen. Ketiga unsur ini sangatlah penting untuk membagi
unsur-unsur dalam film secara sistematik.
a. Shot
Shot adalah unsur terkecil dalam film. Terdiri dari beberapa
shot yang dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Selama
produksi, shot dalam film memiliki arti proses perekaman sejak
kamera diaktifkan (on) hingga kamera dihentikan (off), atau dapat juga
diistilahkan satu kali take (pengambilan gambar). Sementara shot
setelah jadi tau paska produksi, memiliki arti rangkaian gambar secara
utuh yang tidak terpotong oleh gambar.41
Adapun jenis-jenis shot
yaitu:
40
https://id.wikipedia.org/wiki/Film_fiksi (Film) (Diakses pada: Senin, 16 Maret 2020, jam
20.45 WIB).
41
Khoirul Huda, “Makna Toleransi dalam Film “?” (Tanda Tanya) (Analisis Framing
Model Gamson dan Mondigliani)”, 47.
35
1). Extreme Close Up (ECU)
Extreme Close Up merupakan teknik pengambilan gambar
yang mengambil, menunjukkan, menampilkan objek tertentu
secara detail. Fungsi shot ini adalah untuk mengetahui secara
detail suatu objek, sehingga objek mengisi seluruh layar dan
objek terlihat sangat detail dan jelas.
2). Big Close Up (BCU)
Big Close Up merupakan teknik pengambilan gambar
pada daerah kepala sampai dagu. Shot ini berfungsi untuk
menunjukkan atau menonjolkan ekspresi yang dikeluarkan objek
dan untuk menunjukkan sifat yang tercermin dari seseorang atau
bagian wajah.
3). Close Up (CU)
Close Up merupakan teknik pengambilan gambar pada
kepala sampai bahu. Fungsi dari shot ini yaitu untuk
menunjukkan secara detail atau jelas emosi atau reaksi seseorang
dari objek tersebut.
4). Medium Close Up (MCU)
Medium Close Up disini merupakan teknik pengambilan
gambar mulai dari ujung kepala sampai dada. Dan teknik ini
berfungsi untuk mempertegas profil seseorang.
36
5). Medium Shot (MS)
Medium Shot merupakan teknik pengambilan gambar pada
daerah ujung kepala sampai pinggang. Fungsi shot ini adalah
untuk memperlihatkan sosok objek secara jelas. Shot ini sangat
cocok untuk adegan wawancara karena penonton akan
mengetahui ekspresi dan emosi objek.
6). Knee Shot (KS)
Knee Shot merupakan teknik pengambilan gambar yang
menampilkan bagian kepala sampai lutut. Dan fungsinya yaitu
hampir sama dengan fungsi Medium Shot.
7). Full Shot (FS)
Knnee Shot adalah teknik pengambilan gambar yang
menampilkan bagian tubuh secara penuh, yaitu dari ujung kepala
sampai kaki. Knee Shot ini berfungsi untuk menampilkan objek
beserta lingkungan yang ada disekitarnya
8). Long Shot (LS)
Shot ini mempunyai teknik pengambilan gambar dari jarak
yang jauh dan menampilkan pemandangan yang ada di sekitar
objek. Shot ini berfungsi untuk menampilkan objek dan latar
belakangnya.
37
9). Extreme Long Shot (ELS)
Extreme Long Shot merupakan teknik pengambilan
gambar yang yang lebih jauh dengan menampilkan lingkungan
suatu objek secara penuh, jauh, berdimensi lebar, dan utuh.
Fungsinya yaitu guna untuk menpilkan atau menunjukkan objek
dengan lingkungannya untuk membantu menunjukkan cerita dn
peristiwa kepada penonton.
10). Grup Shot (GS)
Grup Shot merupakan teknik pengambilan gambar yang
menunjukkan atau mengutamakan suatu kelompok atau orang
sebagai objek gambarnya, yang berfungsi untuk menampilkan
adegan sekelompok orang yang beraktivitas.
11). Establising Shot ( ES)
Shot jenis ini merupakan teknik pengambilan gambar yang
besar. Fungsi jenis shot jenis ini biasanya dimunculkan pada
awal adegan dan menunjukkan gambar dengan memperlihatkan
hubungan dari suatu hal yang terperinci dengan jelas.
38
12). Over Shoulder Shot (OSS)
Shot ini berguna untuk mengambil gambar atau shot dari
belakang bahu salah satu objek dan bahu objek lainnya dalam satu
frame.42
b. Adegan (Scene)
Scene merupakan bagian terkecil dari sebuah adegan. Scene
merupakan peristiwa atau hal yang berlangsung di suatu tempat dan
waktu tertentu. Untuk itulah. Pada awal scene dituliskan penjelasan
tempat dan waktu peristiwa yang berlangsung dalam scene yang
besangkutan.43
c. Sekuen (Sequence)
Sequence adalah suatu bagian utama dari alur cerita yang
terdiri dari scene-scene yang memiliki kesatuan arti dalam program
(cerita induk).44
C. Semiotika Charles Sanders Peirce
Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion
yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas
dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili
sesuatu yang lain. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran
42
Ibid., 37-40. 43
Fitryan G. Dennis, Bekerja Sebagai Penulis Skenario. (Jakarta Timur; PT Penerbit
Erlangga, 2009), 50. 44
Andi Facruddin, Dasar-Dasar Produksi Film. (Jakarta; Kencana, 2012), 358.
39
hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada sistomatologi dan
diagnostik inferensial.45
Secara terminologis Semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda.46
Sementara, istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada
akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatic Amerika, Charles Sanders
Peirce, merujuk kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi
dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda; tak hanya bahasa dan
sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu
sendiri-sejauh terkait dengan pemikiran manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-
tanda karena, jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungan
dengan realitas.47
Teori semiotika Peirce dikenal dengan model triadic dan konsep
trikotominya terdiri dari; (1) Representament; berfungsi sebagai tanda (sign),
(2) Interpretant; lebih merujuk pada makna tanda, (3) Object; merujuk pada
tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representament yang berkaitan dengan
acuan. Object dapat berupa representasi mental, dapat juga berupa sesuatu
yang nyata diluar tanda. Model triadik dari Peirce sering juga disebut
45
Alex Sobur, Anaisis Teks Media. (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), 95. 46
Indiawan Seto Wahjuwibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi. (Jakarta; Penerbit Mitra Wacana Media, 2018), 8. 47
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 13.
40
“triangle meaning semiotics” atau dikenal dengan teori segitiga makna, yang
dijelaskan secara sederhana: “tanda adlah sesuatu yang dikaitkan pada
seseorang untuk seseuatu dalam beberapa hal atau kapasistas. 48
Hal terpenting dalam proses semiotic adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat
berkomunikasi. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran
dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya kesuatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda. Peirce muncul dengan skematik triadik, yakni ground,
objek, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengandalkan
klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi
qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada
tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut, merdu. Sinsign adalah
eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang
menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang
terkandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan
adanya hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. 49
Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya
bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce
48
Dian Ferdiansyah, “Pesan Dakwah Dalam Film Kukejar Cinta Ke Negeri China (Analisis
Semiotika Charles Sanders Pierce)”, (Skrisi, IAIN Surakarta, 2017), 37. 49
Ibid., 40-41.
41
ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali
semua komponen dalam strukutur tunggal. Inti dari pemikiran Peirce adalah
bahwa jagat raya (the universe) ini terdiri atas tanda-tanda (signs). Ini
merupakan pandangan pansemiotik tentang jagat raya kita. Semiotik bagi
Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influnce), atau kerja sama
tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).
Menurut Peirce, seperti dikutip Eco “something which stands to” (tanda
adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu
yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas). Definisi Peirce tidak menuntut
kualitas keadaan yang secara sengaja diadakan dan secara artifisial
diupayakan. Lebih dari itu, triade Peirce bisa juga dipakai untuk yang tidak
dihasilkan oleh manusia, tetapi dapat diterima oleh manusia; misalnya gejala
meteorologis dan macam indeks yang lain.50
Peirce dikenal karena teori tandanya. Secara umum Peirce juga
sering mengulang-ulang bahwa tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi
seseorang.51
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial,
memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar
dengan „tanda‟. Maka dari itu semiotika mempelajari hakikat tentang
50
Ibid., 41-42. 51
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 40.
42
keberadaan suatu tanda.52
Semiotika juga dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri
dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Dengan kata lain, semua media
pada dasarnya membawa bias-bias tertentu dan setiap wartawan yang
memasuki sebuah lingkungan, media akan menyerap bias-bias media itu
sebagai sebagian dari kejayaan bahkan mengambilnya sebagai bagian dari
„corporate culture‟nya dia.53
Semiotik untuk studi media massa ternyata tak hanya terbatas
sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga bisa sebagai metode analisis.
Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah
sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada pada
benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah
makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. 54
Tanda terdapat diamana-mana; kata adalah tanda, demikian pula
gerak isyarat, lampu lalu lintas bendera, bangunan, atau nyanyian burung
dapat dianggap sebagai tanda. Karya sastra yang besar misalnya, merupakan
produk strukturisasi dari subjek kolektif. Subjek kolektif itu dapat berupa
kelompok kekerabatan, kelompok kerja, kelompok teritorial, dan sebagainya.
52
Indiawan Seto Wahjuwibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
Dan Skripsi Komunikasi, 9. 53
Ibid., 11. 54
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 114-115.
43
Karena itu jelas bahwa segala sesuatu dapat menjadi tanda. Charles Sanders
Peirce menegaskan, bahwa kita hanya dapat berfikir dengan sarana tanda.
Sudah pasti bahwa tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi.55
Semiotika Peirce bermula dari ketertarikan dirinya untuk
menyelidiki bagaimana manusia berfikir, sampai pada Peirce menyimpulkan
bahwa semiotika tak lain adalah sinonim dengan logika.56
Upaya klasifikasi Peirce terhadap tanda memiliki kekhasan meski
tidak bisa dibilang sederhana. Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi:
Ikon (icon), Indeks (Indeks), dan Simbol (Symbol) yang didasarkan atas relasi
diantara representamen pada objeknya.57
1) Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan „rupa‟ sehingga tanda itu
mudah dikenali oleh pemakainya. Di dalam ikon hubungan
representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa
kualitas. Contohnya sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda
yang ikonik karena „menggambarkan‟ bentuk yang memiliki kesamaan
dengan objek yang sebenarnya.
2) Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau
eksistensial diantara representamen dan objeknya bersifat konkret, actual
dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial dan kasual. Contoh,
55
Alex Sobur, Anaisis Teks Media, 124. 56
Abdul Basit, Konseling Islam. (Jakarta; Kencana, 2017), 87. 57
Indiwan Seto Wahjuwibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan
Skripsi Komunikasi, 18.
44
jejak telapak kaki diatas permukaan tanah, misalnya merupakan indeks
dari seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu
merupakan indeks dari kehadiran seorang „tamu‟ dirumah kita.
3) Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbriter dan konvensional
sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat.
Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Tak
sedikit dari rambu lalu lintas yang bersifat simbolik.
44
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Film Sandekala
1. Sinopsis Film Sandekala
Film sandekala adalah film pendek yang disutradarai oleh Amriy
Ramadhan. Film pendek ini diadaptasi dari mitos dan beberapa kisah nyata
tentang peristiwa gaib yang terjadi diantara perpindahan waktu dari senja
ke petang. Hal tersebut dijelaskan juga oleh sutradara Amriy Ramadhan
“Sebuah film pendek yang menceritakan tentang mitos kepercayaan
masyarakat, keangkeran, perpindahan waktu dari maghrib ke petang”.
Jelas Amriy.
Istilah perpindahan waktu tersebut dikenal dengan nama
“Sandekala” dan dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai waktu
mistis keramat yang menandai keluarnya para setan serta lelembut untuk
mengganggu manusia. Oleh karena itu banyak sekali larangan ketika
sandekala berlangsung. Beberapa di antaranya adalah larangan keluar
rumah atau larangan melakukan kegiatan yang berat di kala waktu ini.1
Film pendek bergenre horor ini mengisahkan seorang ibu dengan putrinya
yang diganggu sosok kuntilanak ketika mereka hendak pulang ke rumah.2
Film sandekala ini mengangkat mitos masyarakat jawa tentang
perpindahan siang ke petang atau pada waktu menjelang malam (maghrib).
1https://snapmedsos.wixsite.com/snapfilmsindonesia/projects (Film) (Diakses pada:
Senin, 06 April 2020, jam 08.30 WIB). 2http://revi.us/perayaan-tradisi-dan-mistis-dalam-xxi-short-film-festival-2016/ (Film)
(Diakses pada: Senin, 06 April 2020, jam 08.45 WIB).
45
Mitos yang biasanya tidak ada hubungannya dengan hadits atau sabda
Nabi, mitos yang diangkat menjadi film ini justru masuk pada sabda Nabi
SAW atau hadits Nabi.
Gambar 3.1: Poster Film Sandekala
Nabi pernah bersabda tentang larangan keluar pada waktu senja,
atau pada waktu pergantian siang ke malam. Rosulullah SAW bersabda:
“Jika malam datang menjelang, atau kalian di sore hari, maka
tahanlah anak-anak kalian, karena sesungguhnya katika itu setan
sedang bertebaran. Jika telah berlalu sesaat dari waktu malam,
maka lepaskan mereka. Tutuplah pintu dan bedzikirlah kepada
Allah, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu
yang tertutup. Tutup pula wadah minuman dan makanan kalian
dan berdzikirlah kepada Allah, walaupun deangan sekedar
meletakkan sesuatu diatasnya, matikanlah lampu-lamou kalian.”
(HR. Bukhori-Muslim).
Film ini diperankan oleh Riska Dwi Septiana (sebagai seorang ibu)
dan Kesyia Safalina (sebagai seorang anak). Riska pun mengaku kalau
film yang diperankannya ini juga terjadi dikehidupan sehari-hari, untuk
tidak keluar pada waktu maghrib menjelang. “Cerita ini sebenernya
46
simpel banget ya, tapi ini emang ngena banget karena dalam sehari-
harinya kita emang maghrib tu jangan keluar.” kata Riska.3
Film ini diproduksi dalam waktu dua hari. Dan dalam kurun waktu
dua hari tersebut, waktu yang tepat untuk syuting yaitu ketika menjelang
waktu maghrib. Sedangkan selisih antar waktu tersebut hanya satu jam.
Hal ini juga dijelaskan oleh asisten direktor film sandekala. “Gue dikasih
waktu dua hari kita syuting, dan kita harus ngebikin semua suasan tu
maghrib, sedangkan dijam yang kita cari diantara jam lima jam enam,
kita cuma punya satu jam” ucap Arief Suro Adji.4
Jika hanya mengandalkan waktu tersebut, yaitu menjelang waktu
maghrib, maka banyak waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu dalam
pembuatan film ini juga mengubah bagaimana latar waktu yang
sebelumnya pagi atau siang, menjadi petang. Dan untuk itu cahaya yang
tidak perlu akan dihilangkan dan disetting menjadi lebih gelap agar tidak
terjadi backlight dan menjadikan suasana seperti waktu senja atau
maghrib.
Dari hasil produksi film tersebut menjadikan film Sandekala
mendapat beberapa penghargaan, salah satunya menjadi pemenang Film
3 https://www.youtube.com/watch?v=0VLXK-_s07c (Diakses pada: Rabu, 08 April 2020,
jam 10.20 WIB). 4 https://www.youtube.com/watch?v=0VLXK-_s07c (Diakses pada: Rabu, 08 April 2020,
jam 10.20 WIB).
47
Pendek Favorit Pilihan di XXI Short Film Festival 2016. Film ini juga
sudah diputar di Los Angles Indonesian Film Festival pada tahun 2015.5
Dan juga lolos sebagai finalis dalam Festival Cinema Perancis
tahun 2015.6 Inilah beberapa kategori yang telah diraih:
1. Winner People’s Choice (Film Pendek Terfavorit Pilihan
Penonton) XXI Short Film Festival 2016
2. 4th
Winner (Regional 1) Festival Film Jawa Barat 2015.7
3. Finalis Festival Sinema Perancis 2015.
4. Official Selection Los Angles Indonesian Film Festival 2015.
5. Official Selection PPI Paris 2015.8
6. Official Selection Ganesha Film Festival (Bandung Nu Aink)
2015.9
7. Official Selection (Non Competition) Viddsee Juree 2016.10
2. Alur Cerita Film Sandekala
Alur cerita dalam film ini yaitu mengisahkan seorang ibu dan
anak yang keluar pada waktu maghrib tiba. Ketika adzan
berkumandang, ibu dan anak ini masih diluar rumah dan baru akan
5https://www.researchgate.net/publication/337490479_Semiosis_Process_In_The_Sounds
_Of_Gamelan_And_Pesinden_In_Sandekala_Film (Film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020,
jam 11.25 WIB). 6http://metrobali.com/institut-prancis-dan-kedubes-perancis-gelar-festival-sinema-
prancis-2015/ (Film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020, jam 19.45 WIB). 7http://disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php?mod=news&act=showd
etail&catid=&id=2126&lang=en (Film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020, jam 20.15 WIB). 8 https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020, jam
20.35 WIB). 9 https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020, jam
20.35 WIB). 10
https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020,
jam 20.35 WIB).
48
pulang. Dengan buru-buru, ibu (Riska Dwi Septiana) menyuruh
anaknya (Kesyia Safalina) untuk bergegas. Setelah sampai
dipersimpangan jalan, ibu (Riska Dwi Septiana) mengajak sang anak
(Kesyia Safalina) untuk lewat jalan yang biasa dilewati saat pulang ke
rumah, namun sang anak (Kesyia Safalina) memberikan isyarat dengan
menggelengkan kepala pertanda tidak mau melewati jalan tersebut,
dan ingin melewati jalan yang berlawanan arah.
Ketika melewati jalan tersebut dengan harapan cepat sampai,
tapi yang terjadi, ibu (Riska Dwi Septiana) dan anak (Kesyia Safalina)
malah kembali pada persimpangan tersebut. Sang ibu bingung, dan
untuk yang kedua kalinya, ibu (Riska Dwi Septiana) dan anak (Kesyia
Safalina) ini melewati jalan yang berlawanan arah, melewati gang-
gang, tapi hal yang sama terjadi lagi, yaitu kembali pada persimpangan
tersebut. Ibu (Riska Dwi Septiana) ini seakan-akan putus asa, namun ia
masih percaya dan akhirnya untuk yang ketiga kalinya ibu (Riska Dwi
Septiana) dan anak (Kesyia Safalina) tersebut melewati jalan yang
berlawanan arah dari jalan yang biasa dilewati.
Endingnyapun sama, ia dan anaknya kembali lagi
dipersimpangan tersebut. Dan akhirnya dengan terpaksa, ibu (Riska
Dwi Septiana) dan Anak (Kesyia Safalina) melewati jalan yang biasa
ia lewati saat pulang. Sang anak (Kesyia Safalina) sempat menolak,
namun sang ibu memaksanya. Namun hal aneh pun mulai terjadi,
49
suasana menjadi mencekam, dan seolah-olah dibelakang mereka
berdua ada yang mengikuti.
Setelah sampai disalah satu gang, tiba-tiba terdengar suara
gamelan yang sedang ditabuh disertai dengan nyayian tembang, sang
ibu berjalan semakin pelan, berhenti, dan menoleh kebelakang, namun
yang dilihat tidak ada seorangpun disana tapi suara gamelannya tetap
terdengar.
Tidak sampai disitu, hal anehpun juga terjadi, ketika mereka
melanjutkan perjalanan, tiba-tiba jalannya terasa semakin menjauh.
Padahal jarak untuk keluar dari gang tersebut tidak terlalu jauh. Sang
ibu semakin gelisah dan berusaha tidak menghiraukannya dan
melanjutkan perjalanannya, namun kejadian aneh tersebut terus
terulang sampai tiga kali, seakan-akan mereka berdua terjebak di gang
tersebut.
Dan sampai yang keempat kalinya suara nyanyian tembang dan
gamelan semakin terdengar dengan jelas, seolah-olah suara tersebut
berada dibelakang mereka. Namun mereka akhirnya bisa keluar dari
gang, dan lari menjauh dari gang tersebut dengan tergesa-gesa.
Sesampainya di rumah, ibu (Riska Dwi Safalina) berusaha
membuka pintu. Namun karena ketakutan, sang ibu (Riska Dwi
Safalina) sampai kesulitan untuk memasukkan kunci untuk membuka
pintu. Disela-sela tersebutlah tiba-tiba muncul hantu kuntilanak
dibelakang mereka, yang semakin mendekat dan mendekat, sampai
50
pada akhirnya sang ibu dapat membuka pintu, langsung masuk, dan
bergegas menutup pintu rumah. Namun yang terjadi dibalik pintu
adalah, ibu dan anak tersebut tiba-tiba berada diluar rumah, bukan di
dalam rumah.
3. Pemain Film Sandekala
a. Rizka Dwi Septiana
Gambar 3.2: Foto Rizka Dwi Safalina
Rizka Dwi Safalina lahir di Pekanbaru, 16 September
1989.11
Dalam film Sandekala, ia berperan sebagai seorang ibu.
Berambut panjang keriting dan diikat. Disini ia mempunyai
seorang anak.
11
https://www.indonesianfilmcenter.com/profil/index/director/16294/rizka-dwi-septiana
(Diakses pada: Selasa, 14 April 2020, jam 21.18 WIB).
51
b. Kesyia Safalina
Gambar 3.3: Foto Kesyia Safalina
Disini Kesyia Safalina berperan sebagai seorang anak.
Berambut keriting dan panjang. Dalam perannya, ia memakai baju
putih dan membawa sebuah boneka.
B. Temuan Data Tentang Dakwah
Setelah melihat dan mengamati secara seksama, ditemukannya
adegan yang mengandung unsur dakwah, berikut merupakan data tentang
dakwah dalam film Sandekala.
Data 1
Tabel 3.1 Suara adzan serta pemandangan langit yang mulai gelap
SHOT VISUAL TEKS/DIALOG KETERANGAN
ELS Adzan maghrib yang
dikumandangkan
serta pemandangan
siluet perumahan
serta pemandangan
Cast:-
Scene:
1 (pemukiman
warga) sore hari.
Efek: suara adzan
52
langit yang mulai
gelap, yang
menandakan atau
menunjukkan
bahwasannya maghrib
telah tiba
maghrib.
Data 2
Tabel 3.2 Seorang ibu yang menyuruh anaknya masuk kedalam
rumah
SHOT VISUAL TEKS/DIALOG KETERANGAN
LS Seorang ibu yang
menyuruh anaknya
masuk kedalam
rumah.
Menunjukkan
bahwasannya
maghrib telah tiba.
Ibu: Hey
maghrib, masuk.
Cast:-
Scene:
2 (pemukiman
warga) sore hari
atau masuk
waktu maghrib.
Efek: Suara
adzan.
53
Data 3
Tabel 3.3 Seorang bapak yang hendak pergi ke masjid
SHOT VISUAL TEKS/DIALOG KETERANGAN
LS Seorang bapak
paruh baya yang
hendak pergi ke
masjid
Cast:Seorang
bapak paruh
baya, figuran
seorang ibu
penjual warung,
dan figuran
seorang anak
yang sedang
masuk rumah.
Scene:
5 (jalan
pemukiman
warga) sore hari.
Efek: Suara
adzan.
Data 4
Tabel 3.4 Warga yang sedang bersiap-siap melaksanakan sholat
SHOT VISUAL TEKS/DIALOG KETERANGAN
CS Warga yang sedang Cast: 3 orang
54
bersiap-siap
melaksanakan
holat maghrib di
msjid.
figuran yang
bersiap-siap
melaksanakan
shalat maghrib.
Scene:
6 (masjid) sore
hari.
Data 5
Tabel 3.5 Seorang ibu yang memaksa anaknya melewati jalan yang
biasa mereka lewati
SHOT VISUAL TEKS/DIALOG KETERANGAN
MCU
CU
Ibu memaksa
anaknya untuk
melewati jalan
yang biasa mereka
lewati namun tiba-
tiba muncul hantu
kuntilanak
Ibu: Kita harus
lewat sini
Ibu: Ayoo
Cast: Ibu dan
anak.
Scene:
13 (di
persimpangan
jalan). Sore hari
masuk waktu
maghrib.
55
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Semiotika Tentang Dakwah Pada Film Sandekala
Setelah meneliti dan mengamati, melihat dan mendengar elemen-
elemen fil yang ada dalam film Sandekala, akhirnya peneliti menemukan
data berupa shot, visual, dialog dan keterangan yang terkait dengan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Maka selanjutnya adalah
mengenalisis film tersebut menggunakan teori Semiotika Charles Sanders
Peirce, sehingga diperoleh temuan data yang berupa potongan-potongan
adegan dari scene yang digunakan menjabarkan teori Peirce tentang
makna sebuah tanda.
Poin utama dari Semiotika Charles Sanders Peirce ini dalah
trikotominya yang terdiri dari tiga tingkat dan sub-tipe tanda.
Tabel 4.1
Trikotomi Teori Semiotika Charles Sanders Peirce
1 2 3
Representament/ Sign (R 1)
Object (O 2)
Interpretant (I 2)
Qualisign
Icon
Rhema
Sinsign
Index
Dicisign
Legisign
Symbol
Argument
Dari tanda tersebut, penulis membagi dan mengurai tanda-tanda
yang terdapat dalam tiap-tiap scene film Sandekala. Berikut adalah uraian
dari hasil penelitian yang penulis analisis:
56
Tabel 4.2 Scene 1
Sign/Teks Objek Interpretant
Scene 1
Pemandangan langit
yang mulai petang
disertai dengan suara
adzan.
Suara adzan yang
sedang
dikumandangkan,
pertanda masuk
waktu sholat
maghrib.
Makna tanda tersebut
adalah mengajak
untuk segera
menunaikan ibadah
sholat maghrib.
Tanda tersebut berada discene 1. Dalam scene tersebut
menjelaskan bahwasannya adzan merupakan panggilan atau seruan kepada
umat muslim, bahwasannya telah masuk waktu maghrib.
Sign/tanda dalam scene ini adalah adzan yang dikumandangkan.
Adzan disini juga sangat berkaitan dengan rukun islam yang kelima yaitu
sholat. Jadi adzan disini merupakan komponen penting dalam masuknya
waktu sholat. Tanda ini merupakan sinsign, yaitu eksistensi aktual benda
atau peristiwa yang ada pada tanda atau tanda yang menjadi tanda
berdasarkan bentuk atau rupa dalam kenyataan.
Maksut dari scene tersebut yaitu, untuk menyeru kepada
masyarakat muslim akan masuknya waktu sholat.
57
Tabel 4.3 Scene 2
Sign/Teks Objek Interpretant
Scene 2
Pemukiman warga dan
seorang ibu yang
mengingatkan anaknya.
Dialog:
”Hey maghrib, masuk”.
Pada scene tersebut
seorang ibu yang
mengingatkan
anaknya untuk segera
masuk kedalam
rumah, karena hari
sudah mulai gelap.
Makna tanda tersebut
adalah ketika maghrib
atau gelap menjelang,
untuk tidak main atau
berkegiatan diluar
rumah.
Ibu: Hey maghrib, masuk.
Seorang ibu yang menyuruh anaknya untuk segara masuk kedalam
rumah karena hari sudah mulai petang. Dialog tersebut berada di scene 2.
Dalam scene ini menceritakan tentang anak-anak yang sedang main diluar
rumah dan ketika maghrib mulai menjelang, seorang ibu menyuruh
anaknya masuk.
Sign dalam scene ini adalah seruan atau peringatan seorang ibu
kepada anaknya untuk segera masuk kedalam rumah. Hal tersebut juga
berkaitan dengan hadits Nabi, untuk tidak berkegiatan diluar rumah ketika
58
maghrib menjelang. Tanda ini merupakan sinsign, yaitu eksistensi aktual
benda atau peristiwa yang ada pada tanda atau tanda yang menjadi tanda
berdasarkan bentuk atau rupa dalam kenyataan.
Maksut dari scene tersebut yaitu ketika hari mulai gelap atau
maghrib mulai menjelang, untuk tidak berkegiatan diluar rumah. Hal
tersebut juga tercantum pada hadits Nabi. Karena setan-setan keluar pada
waktu tersebut.
Tabel 4.4 Scene 5
Sign/Teks Objek Interpretant
Scene 5
Seorang bapak paruh
baya, memakai peci,
sarung dan baju koko.
Seorang bapak yang
sedang berjalan
untuk pergi ke
masjid.
Makna dari tanda
tersebut adalah
dalam keadaan
apapun, pergilah
untuk shalat
berjamaah di masjid.
Adegan tersebut berada di scene 5. Dalam adegan tersebut
memperlihatkan seorang bapak paruh baya yang memakai pakaian
muslim, untuk pergi ke masjid.
59
Sign dalam scene ini adalah seorang bapak yang memakai pakaian
muslim, lengkap dengan sarung, peci dan sajadah. Bapak tersebut hendak
pergi ke masjid ketika adzan berkumandang. Tanda ini merupakan sinsign,
yaitu eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda atau tanda
yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupa dalam kenyataan.
Maksut dari tanda tersebut yaitu dalam keadaan apapun, pergilah
untuk shalat berjamaah di masjid.
Tabel 4.5 Scene 6
Sign/Teks Objek Interpretant
Scene 6
Orang yang berada di
masjid
Memperlihatkan
seseorang yang
sedang bersiap-siap
untuk shalat
berjamaah di masjid.
Makna dari tanda
tersebut adalah
shalat berjamaah
lebih utama dari
shalat sendirian.
Adegan tersebut berada di scene 6. Dalam scene tersebut terlihat
ada beberapa orang yang sedang bersiap-siap guna untuk melaksanakan
shalat berjamaah di masjid.
Sign dalam scene ini adalah orang yang berada di masjid, yang
sedang bersiap-siap untuk melaksanakan shalat berjamaah. Tanda ini
merupakan sinsign, yaitu eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada
60
pada tanda atau tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupa
dalam kenyataan.
Maksut dari scene tersebut adalah shalat berjamaah lebih utama
dari shalat sendirian.
Table 4.6 Scene 13
Sign/Teks Objek Interpretant
Scene 13
Ekspresi wajah cemas
dan kaget
Dialog:
Ibu: “Kita harus lewat
sini”.
Ibu: “Ayoo”
Ibu yang menyuruh
anaknya untuk
melewati jalan yang
biasa mereka lewati.
Namun tiba-tiba ada
hantu kuntilanak
muncul.
Makna tanda tersebut
menjelaskan bahwa
untuk tidak keluar
pada waktu maghrib
menjelang, karena
setan muncul pada
waktu tersebut.
Ibu: “Kita harus lewat sini”.
Ibu: “Ayoo”
Dialog tersebut berada di scene 13. Dalam scene ini diceritakan,
ibu yang sedang cemas karena kebingungan tidak bisa keluar dari
persimpangan jalan tersebut. Dan ketika ibu tersebut memutuskan untuk
61
mengambil jalan yang biasa mereka lewati, tiba-tiba ada hantu kuntilanak
muncul.
Sign dalam scene tersebut adalah ekspresi wajah dalam adegan Ibu
yang menyuruh anaknya untuk melewati jalan yang biasa mereka lewati.
Dan ekspresi wajah sang anak yang kaget ketika hantu kuntilanak itu
muncul. Tanda ini merupakan sinsign, yaitu eksistensi aktual benda atau
peristiwa yang ada pada tanda atau tanda yang menjadi tanda berdasarkan
bentuk atau rupa dalam kenyataan.
Maksut dari tanda tersebut adalah untuk tidak keluar pada waktu
maghrib menjelang, karena setan muncul pada waktu tersebut.
B. Analisis Pesan Dakwah Dalam Film Sandekala
Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentu
efektifitas suatu Tindakan komunikasi. Bahkan pesan menjadi unsur
penting selain komunikator dan komunikan. Tanpa adanya pesan, maka
komunikasi antar manusia tidak akan terjalin. Pesan merupakan isi dari
suatu Tindakan komunikasi, isi pesan atau materi dakwah yang
disampaikan bersumber dari al-Qur‟an dan al-Hadits.
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab,
يدعو- - دعوة ,Yang berarti menyeru, memanggil, mengajak ,دعا –
mengundang.1 Pesan-pesan dakwah juga dapat disampaikan melalui media
massa, seperti halnya media film. Film adalah media massa yaitu media
1 Muhammad Qodaruddin Abdullah, Pengantar Ilmu Dakwah. (Pasuruan; CV. Penerbit
Qiara Media, 2019), 02.
62
komunikasi massa modern, yang muncul atau hadir seiring dengan
berkembangnya masyarakat.
Setelah melakukan analisis temuan data tentang dakwah dengan
menggunakan analisis Semiotika Charles Sanders Peirce dan menemukan
makna secara mendetail dari masing-masing temuan data tersebut, analisis
temuan data tersebut dianalisis kemuadian dicari makna inti yang terdapat
dalam adegan atau dialog pada temuan data tersebut.
Film Sandekala ini merupakan film yang didalamnya mengandung
pesan dakwah. Karena objek penelitian adalah film, diamana tanda bahasa
yang akan dianalisa menrupakan merupakan data primer. Dari sistem,
konsep, dan tanda yang terdapat dalam adegan film untuk mencari sebuah
pesan yang berupa dakwah dalm film Sandekala tersebut.
Setelah data tersebut dianalisa, dikelompokkan dan dihitung
berdasarkan perangkat Charles Sanders Peirce. Adapun analisis pesan
dakwah dalam film Sandekala adalah sebagai berikut:
1. Scene 1
Scene ini mengambil sudut gambar pemandangan langit
yang menunjukkan bahwasannya waktu yang mulai gelap dan
maghrib telah tiba. Dalam scene tersebut juga ada adzan
maghrib yang menandakan bahwasannya telah masuk waktu
sholat maghrib. Scene ini juga mengandung tentang unsur
dakwah.
63
Dalam scene ini terdapat lantunan adzan yang
merupakan bentuk positif sebagai dakwah dalam arti panggilan
atau ajakan untuk melakukan kewajiban kita sebagai umat
muslim, yaitu sembahyang atau sholat. Dalam Al-Qur‟an Allah
SWT juga berfirman dalam surat Almaidah ayat 58 tentang
seruan untuk sholat atau sembahyang, Allah SWT berfirman:
لك لة اتخذوها هزوا ولعبا ذ وإذا ناديتم إلى الصيعقلون بأنهم قوم ل
Artinya: “Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk
(melaksanakan) shalat, mereka menjadikannya ejekan dan
permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-
orang yang tidak mengerti.” (QS. Al-Maidah: 58).
Dalam hadits yang dikutip oleh Syaikh Abdul Aziz bin
Nazhir al-Musainid dalam bukunya yang berjudul
“Kumpulan Tanya Jawab Seputar Shalat” menjelaskan
bahwasannya Nabi SAW bersabda:
ى لكن أحدكن لاة فليؤذ إذا حضسث الص
كن أكبسكن وليؤه
Artinya: Jika shalat telah tiba, maka kumandangkan
adzan, kemudian hendaklah orang yang paling tua
diantara kalian yang menjadi imam (HR. Bukhari)2.
Dalam ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwasannya
hendaklah menyeru untuk melakukan sholat dengan cara
mengumandangkan adzan. Dalam scene ini merepresentasikan
bahwa adzan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan mengingatkan, menyeru, kepada umat muslim ketika
waktu shalat tiba. Dari hasil penjelasan tersebut dapat
2 Syaikh Abdul Aziz bin Nazhir al-Musainid, Kumpulan Tanya Jawab Seputar Shalat.
(Jakarta Timur; Penerbit Almahira, 2007), 111.
64
disimpulkan bahwa adzan meruapakan kegiatan yang
mengandung unsur dakwah.
2. Scene 2
Scene ini menceritkan seorang ibu yang mengingatkan
anaknya untuk masuk keadalam rumah, ketika waktu maghrib
telah tiba.
Dalam scene ini mengajarkan bahwa kita sebagai umat
manusia harus saling menasehati. Sesungguhnya saling
nasehat-menasehati dan ingat-mengingatkan adalah ibadah
yang paling utama yang menghantarkan kepada ketaatan
kepada Allah.
Tercamtum juga dalam suarah al-„Ahsr: 2-3 yang
berbunyi:
وعملوا آمنوا الذين إل( ٢) خسر لفي الإنسان إن الحات بر وتواصوا بالحق وتواصوا الص (٣)بالص
Artinya: “Sungguh, manusia berada dalam kerugian (2),
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati
untuk kesabaran (3).” (QS. Al-„Ashr: 2-3).
Dalam potongan ayat diatas menjelaskan bahwasannya
kita sesama manusia harus saling mengingatkan. Apalagi yang
kita ingatkan darah daging kita, anak kita sendiri, yang masih
membutuhkan bimbingan dan nasehat-nasehat dari orang tua.
Maka dari itu, hal ini merupakan kewajiban diantara kita untuk
saling mengingatkan, sehingga kekeliruan atau kekhilafan
65
dapat dihindarkan. Tanpa ada yang mengingatkan, kita tak akan
pernah tahu dimana letak kesalahan yang kita perbuat.
3. Scene 5
Dalam scene ini diceritakan seorang bapak memakai
baju koko, memakai peci, sarung, dan membawa sajadah, untuk
pergi ke masjid ketika adzan berkumandang.
Dari adegan ini mengejarkan bahwasannya kita sebagai
umat muslim yang akan menunaikan shalat di masjid,
hendaklah memakai pakaian yang rapi, sopan dan indah.
Hal ini tercantum dalam QS. Al-A‟raf: 31.
د كل هسجد وكلوا يا بي آدم خروا شيتكن ع
واشسبوا ول تسسفوا إه ل يحب الوسسفيي
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A‟raf:
31).
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menanggapi tentang QS.
Al‟A‟raf: 31, yang berbunyi: “Dalam ayat ini dan juga
dalil dari As-Sunnah yang semakna dengannya
(terkandung faidah) dianjurkannya memperindah
penampilan ketika shalat, lebih-lebih pada hari Jum‟at
dan hari raya (hari „id). (Juga dianjurkan) memakai
wangi-wangian, karena hal itu termasuk dalam
perhiasan, dan juga siwak, karena hal itu termasuk
dalam perkara yang menyempurnakannya.” (Tafsir Ibnu
Katsir, 3: 402)3
3 https://muslim.or.id/55737-memakai-pakaian-terbaik-ketika-shalat-bag-1.html (Diakses
pad: Rabu 13 Mei 2020, jam 11.30 WIB).
66
Dalam surat Al-A‟raf ayat 31 tersebut menjelaskan,
bahwasannya kita ketika akan melaksanakan shalat di masjid
hendaknya berpakaian yang indah, memperindah pakaian.
Indah disini dapat juga dikatakan sebagai sopan dan bersih.
Dalam scene ini menjelaskan bahwa setiap kita
beribadah kepada Allah atau shalat, hendaklah memperindah
pakaian. Karena kita menghadap Sang Pencipta, menghadap
Allah SWT, dan kita juga berdo‟a memohon ampun
kepadaNya.
4. Scene 6
Dalam scene ini memperlihatkan beberapa orang yang
sedang bersiap-siap guna melaksanakan shalat berjamaah di
masjid. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya shalat
merupakan kewajiban bagi umat muslim. Dan shalat lebih baik
dikerjakan dengan cara berjamaah, terutama di masjid. Shalat
yang dikerjakan dengan berjamaah mendapatkan pahala yang
lebih daripada shalat sendiri. Dan shalat berjamaah lebih utama
27 derajat dariapada shalat sendiri (munfarid).
Hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi SAW yang dikutip
oleh Wawan Sofwan Solehudin dalam bukunya yang
berjudul “Shalat Berjamaah dan Permasalahannya”,
yang berbunyi.
67
ل هي صلاة الفر صلاة الجواعت أفض
بسبع وعشسيي دزجت
“Shalat jamaah lebih baik 27 derajat disbanding shalat
sendirian” (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)4
Dan dalam QS. Al-Baqarah: 43 Allah juga berfirman.
لوة وءاتوا كوة وٱزكعوا هع وأقيووا ٱلص ٱلص
ٲكعيي ٱلس
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan
ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku‟ ”. (QS. Al-
Baqarah: 43).
Dalam hadits Nabi SAW dan dalam potongan surah Al-
Baqarah:43 menjelaskan, bahwasannya shalat berjamah lebih
utama daripada shalat sendiri (munfarid). Dalam hadits tersebut
sudah jelas menjelaskan bahwasannya shalat berjamaah lebih
utama daripada shalat seorang diri. Sedangkan dalam QS. Al-
Baqarah: 43 kalimat “ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku‟”
memiliki arti akan wajib shalat berjamaah.
Pada scene ini menjelaskan bahwa shalat berjamaah
lebih utama daripada shalat seorang diri. Dan seseorang yang
melaksanakan shalat berjamaah akan mendapatkan keutamaan
27 derajat dibandingkan dengan shalat sendiri.
4 Wawan Sofwan Solehudin, Shalat Berjamaah dan Permasalahannya, (Bandung;
Tafakur, 2014), 42-43.
68
5. Scene 13
Dalam scene ini menceritakan seorang ibu yang
memaksa/meyakinkan anaknya untuk melewati jalan yang
biasa mereka lewati. Namun ketika ibu tersebut memaksa sang
anak disisi lain memperlihatkan munculnya hantu kuntilak. Ibu
dan anak ini terlambat pulang ketika maghrib menjelang.
Adegan dalam scene ini menjelaskan bahwasannya
ketika maghrib menjelang jangan keluar rumah atau jangan
melakukan kegiatan diluar rumah. Karena ketika maghrib
menjelang jin, setan, keluar.
Hal ini juga diterangkan dalam hadits Nabi SAW yang
dikutip oleh Wulan Mulya Pratiwi dalam bukunya yang
berjudul: “Menabur Iman di Dada Anak” yang berbunyi.
“Bila hari telah senja, laranglah anak-anak keluar rumah
karena ketika itu setan berkeliaran. Dan bila masuk
Sebagian waktu malam maka biarkanlah mereka. Dimalam
hari tutuplah pintu dengan menyebut nama Allah Ta‟ala,
karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup
dengan menyebut nama Allah Ta‟ala, sekalipun dengan
membentangkan sesuatu diatasnya. Padamkan lentera
kalian ketika hendak tidur.” (HR. Bukhari-Muslim)5
Dalam hadits tersebut menjelaskan bahwasannya Nabi
SAW melarang keluar pada waktu matahari telah tenggelam
(waktu maghrib). Hadits tersebut juga merupakan dakwah,
karena disampaikan melalui sabda Rosulullah SAW yang
merupakan junjungan umat Islam.
5 Wulan Mulya Pratiwi, Menabur Iman Di Dada Anak. (Jakarta; Qibla, 2018), 20.
69
Dalam scene menjelaskan bahwa dilarang keluar pada
waktu maghrib atau beraktifitas pada waktu senja atau pada
waktu maghrib menjelang. Dikarenakan setan-jin juga keluar
diwaktu-waktu tersebut. Karena dalam hadits Nabi SAW juga
dijelaskan bahwasannya, jangan keluar pada waktu maghrib
tiba karena setan dan jin keluar pada waktu-waktu tersebut.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menemukan dan menganalisis temuan data menggunakan
analisis Charles Sanders Peirce pada film Sandekala, akhirnya penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil temuan yang telah penulis teliti, penulis menemukan
pesan akidah yang mana mengandung unsur-unsur atau nilai
yang ditandai berupa adegan-adegan dalam scene. Nilai
tersebut mengikuti perintah-perintah Allah SWT yang telah
diturunkan kepada kita, seperti halnya mengerjakan shalat,
mengumandangkan adzan yang mana hal ini merupakan
pengingat bagi umat Islam dalam masuknya waktu shalat.
2. Film ini berkaitan dengan mitos masyarakat jawa tentang
dilarang keluar pada waktu maghrib. Karena munculnya
setan/makhluk halus pada waktu tersebut. Mitos yang juga
tercantum dalam hadits Nabi ini memberikan pelajaran atau
pendidikan kepada anak-anak untuk tidak bermain atau
melakukan kegiatan diluar rumah pada waktu maghrib atau
pada waktu malam tiba.
70
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran kepada seniman-seniman atau kreator-kreator film, dan juga kepada
adek-adek mahasiswa-mahasiswi untuk:
1. Terus berkarya dalam pembuatan film, terutama kreator-kreator
muda, muslim yang ingin menyampaikan atau menyiarkan
ajaran Islam melalui film, baik itu yang berkaitan dengan Al-
Qur’an maupun Al-Hadits. Karena film merupakan salah satu
cara yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan, baik itu
pesan dakwah, pesan komunikasi, maupun pesan moral.
2. Semangat dalam berkarya. Dengan dilakukannya penelitian ini
semoga dapat memberikan sumbangan ilmu sebagai referensi
untuk penelitian pada masa yang akan dating. Sehingga daapat
juga memberikan manfaat juga dibidang komunikasi dan
dakwah.
71
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Muhammad. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009
AB, Syamsuddin. Pengantar Sosiologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2016
L. Rivers, William. W. Jensen, Jay. Peterson, Theodore. Media Massa &
Masyarakat Modern. Jakarta: PRENADA MEDIA
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. REMAJA ROSDA KARYA
https://sandekala.com/mitos-sandekala-berdasarkan-agama-islam/ ( Diakses pada:
senin, 20 Januari 2020, jam 11.52 WIB).
Farizal Alam, Zulham Qudsi. “Hadis dan Mitos Jawa” Riwayah: Jurnal Studi
Hadis volume 3 nomor 1 2017, 119.
http://eprints.iain-surakarta.ac.id/2275/1/Exsan_Bahtiar[1].pdf (Diakses pada:
senin, 20 Februari 2020, jam 11.52 WIB).
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8433/1/Nur%20Hikma%20Usman.pdf
(Diakses pada: senin, 20 Februari 2020, jam 12.15 WIB).
Harjani, Munir, M. Hudriyah, Elvy. dkk, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya, 2013.
Bungin, Burhan. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta; Kencana Prenada
Media Group, 2014.
72
Wahyuningsih, Sri. Film Dan Dakwah: Memahami Representasi Pesan-Pesan
Dakwah Dalam Film Melalui Analisis Simiotik. Surabaya; Media Sahabat
Cendekia, 2019.
Effendy, Heru. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser. Jakarta;
Erlangga, 2009.
Puji Leksono, Sugeng. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang;
Kelompok Intrans Publishing, 2016.
Anggito, Albi. dan Setiawan, Johan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi;
CV Jejak, 2018.
Mulyana, Deddy. dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung; PT
Remaja Rosdakarya, 2013.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Zuhdi, Ahmad. Dakwah Sebagai Ilmu dan Perspektif Masa Depannya. Bandung;
Penerbit Alfabeta, 2016.
Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Suparta, Munzier. Hefni, Harjani. Metode Dakwah. Jakarta Timur; Prenada Media,
2003.
Ismail, Ilyas. dan Hotman, Prio. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama
dan Peradaban Islam. Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2011.
Aminuddin. “Konsep Dasar Dakwah”: Al-Munzir Vol. 9, No. 1, Mei 2016, 33.
Syamsuddin. Sosiologi Dakwah. Jakarta; Kencana, 2016.
73
http://digilib.uinsby.ac.id/242/5/Bab%202.pdf (Diakses pada: Sabtu, 07 Maret
2020, jam 10.35 WIB).
Slamet, Ahmad. Metodologi Studi Islam. Yogyakarta; Penerbit Deepublish (Group
Penerbitan CV Budi Utama), 2016).
Asmaya, Enung. Aa Gym: Dai Sejuk Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta
Selatan; Hikmah, 2004.
Pirol, Abdul. Komunikasi Dan Dakwah Islam. Yogyakarta; Penerbit Deepublish
(Group Penerbitan CV Budi Utama), 2018).
Ismail, A. Ilyas. dan Hotman, Prio. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun
Agama dan Peradaban Islam, 206.
Mabruri, Anton. Manajemen Produksi Acara Televisi Format Acara Drama.
Jakarta; PT Grasindo, 2013.
Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA, “Representasi Perempuan Dalam Film
Cinta Suci Zahrana”: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Vol. 6
no. 2, Agustus 2015-Januari 2016.
Mabruri, Anton. Produksi Program TV Drama. Jakarta; Grasindo, 2018.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta; Salemba Humanika, 2011.
Huda, Khoirul. “Makna Toleransi dalam Film “?” (Tanda Tanya) (Analisis
Framing Model Gamson dan Mondigliani)”, Skripsi, IAIN Ponorogo,
2018.Ferdiansyah, Dian “Pesan Dakwah Dalam Film Kukejar Cinta Ke
74
Negeri China (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce)”, Skrisi, IAIN
Surakarta, 2017.
Aan Ratmanto, “Beyond The Historiography: Film Dokumenter Sejarah Sebagai
Alternatif Historiogrfi di Indonesia”: SASDAYA, Gadjah Mada Journal
of Humanities, Vol. 2, No. 2 Mei 2018.
Mabruri, Anton. Produksi Program TV Non-Drama. Jakarta; Grasindo, 2018.
Ratmanto, Aan. “Beyond The Historiography: Film Dokumenter Sejarah Sebagai
Alternatif Historiografi di Indonesia”.
Panuju, Redi. Film Sebagai Proses Kreatif. Malang; PT Citra Intrans Selaras,
2019.
Tjipto, Sudjadi. “Perjalanan Fantasi Menembus Ruang Dan Waktu (Analisis
Semiotika Film The Time Machine)”: STSRD VISI Yogyakarta, Jurnal
Rekam, Vol. 11 No. 1 - April 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Film_fiksi (Film) (Diakses pada: Senin, 16 Maret
2020, jam 20.45 WIB).
G. Dennis, Fitryan. Bekerja Sebagai Penulis Skenario. Jakarta Timur; PT Penerbit
Erlangga, 2009.
Facruddin, Andi. Dasar-Dasar Produksi Film. Jakarta; Kencana, 2012.
Wahjuwibowo, Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian Dan Skripsi Kmunikasi. Jakarta; Penerbit Mitra Wacana Media,
2018.
75
Basit, Abdul. Konseling Islam. Jakarta; Kencana, 2017.
https://snapmedsos.wixsite.com/snapfilmsindonesia/projects (Film) (Diakses pada:
Senin, 06 April 2020, jam 08.30 WIB).
http://revi.us/perayaan-tradisi-dan-mistis-dalam-xxi-short-film-festival-2016/
(Film) (Diakses pada: Senin, 06 April 2020, jam 08.45 WIB).
https://www.youtube.com/watch?v=0VLXK-_s07c (Diakses pada: Rabu, 08 April
2020, jam 10.20 WIB).
https://www.youtube.com/watch?v=0VLXK-_s07c (Diakses pada: Rabu, 08 April
2020, jam 10.20 WIB).
https://www.researchgate.net/publication/337490479_Semiosis_Process_In_The
Sounds_Of_Gamelan_And_Pesinden_In_Sandekala_Film (Film) (Diakses
pada: Sabtu, 11 April 2020, jam 11.25 WIB).
http://metrobali.com/institut-prancis-dan-kedubes-perancis-gelar-festival-sinema-
prancis-2015/ (Film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April 2020, jam 19.45
WIB).
http://disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php?mod=news&act=
showdetail&catid=&id=2126&lang=en (Film) (Diakses pada: Sabtu, 11
April 2020, jam 20.15 WIB).
https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April
2020, jam 20.35 WIB).
76
https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April
2020, jam 20.35 WIB).
https://picbabun.com/tag/ngaoskineklub (film) (Diakses pada: Sabtu, 11 April
2020, jam 20.35 WIB).
https://www.indonesianfilmcenter.com/profil/index/director/16294/rizka-dwi-
septiana (Diakses pada: Selasa, 14 April 2020, jam 21.18 WIB).
Abdullah, Muhammad Qodaruddin. Pengantar Ilmu Dakwah. (Pasuruan; CV.
Penerbit Qiara Media, 2019), 02.
al-Musainid, Syaikh Abdul Aziz bin Nazhir. Kumpulan Tanya Jawab Seputar
Shalat. Jakarta Timur; Penerbit Almahira, 2007.
https://muslim.or.id/55737-memakai-pakaian-terbaik-ketika-shalat-bag-1.html
(Diakses pad: Rabu 13 Mei 2020, jam 11.30 WIB).
Solehudin, Wawan Sofwan. Shalat Berjamaah dan Permasalahannya, Bandung;
Tafakur, 2014.
Pratiwi, Wulan Mulya. Menabur Iman Di Dada Anak. Jakarta; Qibla, 2018.