14
23 PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA Pengantar Membahas Banten dulu dan kini tak dapat dilepaskan dari 4 hal, yaitu keislaman yang plural, kejawaraan, potensi maritim, dan pertanian (Tb. Muhammad El-Hatta Kurdi, 2011) 8 . Empat hal di atas menjadi starting point bagi para peneliti dalam mengkaji khasanah Banten. Pertama, dari segi keislaman Banten dikenal plural. Pluralitas ini terbukti dari sejumlah historiografi lokal yang bercorak budaya kosmopolit dan multikultural (Halwany dan Chudari, 1993). Sementara itu, dari sisi etnis sejak tahun 1676 ribuan orang Cina sudah tinggal di Banten. Orang Arab, India, Jawa, Sunda, Melayu, Makassar, Bugis, dan Bali, juga turut menjadi penanda multi-etnisitas masyarakat Banten. 9 Kedua, keberadaan entitas jawara. Jawara menjadi sub kultur yang tak terpisahkan dari masyarakat Banten (Hudaeri, 2002). Keberadaannya menjadi penanda sejarah dan setting sosial Banten hingga saat ini. Oleh karena itu, rasanya tak lengkap jika mengkaji Banten tanpa membahas aspek kejawaraannya. Ketiga, Banten kaya akan potensi maritim dan mengandalkan perdagangan laut dalam menopang perekonomiannya. 10 Tome Pires (1512-1515) dalam catatannya pernah menyebut "Bantam" sebagai salah satu pelabuhan penting Kerajaan Sunda, di samping “Pongdam” (Pontang), “Cheguide” (Cigading), “Tamgaram” (Tangerang), Calapa” (Sunda Kelapa) dan “Chemano” (Cimanuk). Keempat, dari sisi pertanian, Banten merupakan sentra produsen beras di Pulau Jawa. Realitas sosiohistoris dan geopolitik tersebut sudah sepatutnya memosisikan Banten sebagai salah satu pemain penting dalam peta pembangunan Nasional, terlebih bagi wilayah bagian utara “pesisir Tangerang” yang terhubung langsung dengan Teluk Jakarta, Ibukota Negara. Namun demikian, kedekatan geografis yang hanya “sepelemparan tombak” dan lanskap fisik yang dekat itu tak berarti melekat (memiliki kesamaan, daya tarik dan pertautan yang kuat). Jakarta dan Banten sejatinya seperti dua kutub dengan perbedaan mencolok. Kuatnya oligarki kejawaraan dalam peta politik banten, penguasaan SDA, dan tertinggalnya pembangunan pesisir Tangerang menjadi parameter dan indikasi real lemahnya SDM Banten. Sementara, posisi Jakarta memandang Banten bagai lawan, bukan kawan. Sinisme politik berikut ini: “Tak boleh ada Kerajaan di depan 8 Wawancara tanggal 4 September 2011, pukul 13.30 15.30 WIB (Satu bulan sebelum narasumber wafat). Narasumber adalah sejarahwan Banten dan Mantan Ketua Pusat Kepurbakalaan Banten. 9 Perkembangan dari pluralitas etnis kemudian memunculkan beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan (Cina). 10 Dalam sejarahnya monopoli atas perdagangan lada di Lampung, pernah menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara, sehingga Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masanya. Lihat Heriyanti Ongkodharma Untoro. 2007. Kapitalisme Pribumi Awal Kesultanan Banten: Kajian Arkeologi-Ekonomi. Depok: FIB UI. Lihat juga Yoneo Ishii. 1998. The Junk Trade from Southeast Asia: Translations from the Tôsen Fusetsu-gaki 1674-1723, Institute of Southeast Asian Studies.

PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

23

PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA

Pengantar

Membahas Banten dulu dan kini tak dapat dilepaskan dari 4 hal, yaitu

keislaman yang plural, kejawaraan, potensi maritim, dan pertanian (Tb.

Muhammad El-Hatta Kurdi, 2011)8. Empat hal di atas menjadi starting point bagi

para peneliti dalam mengkaji khasanah Banten. Pertama, dari segi keislaman

Banten dikenal plural. Pluralitas ini terbukti dari sejumlah historiografi lokal yang

bercorak budaya kosmopolit dan multikultural (Halwany dan Chudari, 1993).

Sementara itu, dari sisi etnis sejak tahun 1676 ribuan orang Cina sudah tinggal di

Banten. Orang Arab, India, Jawa, Sunda, Melayu, Makassar, Bugis, dan Bali, juga

turut menjadi penanda multi-etnisitas masyarakat Banten.9 Kedua, keberadaan

entitas jawara. Jawara menjadi sub kultur yang tak terpisahkan dari masyarakat

Banten (Hudaeri, 2002). Keberadaannya menjadi penanda sejarah dan setting

sosial Banten hingga saat ini. Oleh karena itu, rasanya tak lengkap jika mengkaji

Banten tanpa membahas aspek kejawaraannya. Ketiga, Banten kaya akan potensi

maritim dan mengandalkan perdagangan laut dalam menopang

perekonomiannya.10

Tome Pires (1512-1515) dalam catatannya pernah menyebut

"Bantam" sebagai salah satu pelabuhan penting Kerajaan Sunda, di samping

“Pongdam” (Pontang), “Cheguide” (Cigading), “Tamgaram” (Tangerang),

“Calapa” (Sunda Kelapa) dan “Chemano” (Cimanuk). Keempat, dari sisi

pertanian, Banten merupakan sentra produsen beras di Pulau Jawa.

Realitas sosiohistoris dan geopolitik tersebut sudah sepatutnya

memosisikan Banten sebagai salah satu pemain penting dalam peta pembangunan

Nasional, terlebih bagi wilayah bagian utara “pesisir Tangerang” yang terhubung

langsung dengan Teluk Jakarta, Ibukota Negara. Namun demikian, kedekatan

geografis yang hanya “sepelemparan tombak” dan lanskap fisik yang dekat itu tak

berarti melekat (memiliki kesamaan, daya tarik dan pertautan yang kuat). Jakarta

dan Banten sejatinya seperti dua kutub dengan perbedaan mencolok. Kuatnya

oligarki kejawaraan dalam peta politik banten, penguasaan SDA, dan

tertinggalnya pembangunan pesisir Tangerang menjadi parameter dan indikasi

real lemahnya SDM Banten. Sementara, posisi Jakarta memandang Banten bagai

lawan, bukan kawan. Sinisme politik berikut ini: “Tak boleh ada Kerajaan di depan

8 Wawancara tanggal 4 September 2011, pukul 13.30 – 15.30 WIB (Satu bulan sebelum

narasumber wafat). Narasumber adalah sejarahwan Banten dan Mantan Ketua Pusat

Kepurbakalaan Banten. 9 Perkembangan dari pluralitas etnis kemudian memunculkan beberapa kampung yang

mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan (Cina). 10

Dalam sejarahnya monopoli atas perdagangan lada di Lampung, pernah menempatkan

penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara, sehingga Kesultanan Banten berkembang

pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masanya. Lihat Heriyanti Ongkodharma

Untoro. 2007. Kapitalisme Pribumi Awal Kesultanan Banten: Kajian Arkeologi-Ekonomi. Depok:

FIB UI. Lihat juga Yoneo Ishii. 1998. The Junk Trade from Southeast Asia: Translations from the

Tôsen Fusetsu-gaki 1674-1723, Institute of Southeast Asian Studies.

Page 2: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

24

halaman Istana Negara…”11

menjadi bahasa generik untuk merangkum nuansa

perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. Banten dan Jakarta hari ini

sejatinya saling tarik-menarik kepentingan. Posisi pesisir Tangerang yang menjadi

titik koordinat di antara keduanya, tentunya menjadi yang utama dan sangat

penting untuk dikaji secara lebih mendalam.

Berangkat dari konteks tersebut, pembahasan pada bab ini akan

mengetengahkan: (1) dialektika setting sosial Pesisir Tangerang dalam lanskap

sosiografis dan geopolitik kewilayahan; (2) karakteristik kultur dan pendidikan

masyarakat Pesisir; (3) potensi SDA dan sosial-ekonomi Pesisir; dan (4) Pesisir

Tangerang dalam transisi dan tarik-menarik kepentingan Jakarta – Banten.

Deskripsi Sosiografis dan Geopolitik Kewilayahan

Pesisir Tangerang memiliki sejarah panjang. Berdasarkan data arkeologis,

masa awal masyarakat Tangerang dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang

membawa keyakinan Hindu-Budha dan Islam, seperti Tarumanagara, Kerajaan

Sunda, dan Banten (Ekajati, 2004). Secara sosiografis Pesisir Tangerang tidak

bisa dilepaskan dari empat hal utama yang saling terkait. Keempat hal itu adalah

peranan Sungai Cisadane; peranan pesisir; lokasi Tangerang di tapal batas antara

Banten dan Jakarta; dan bertemunya beberapa etnis dan budaya dalam masyarakat

Tangerang. Sungai Cisadane membujur dari selatan di daerah pegunungan ke

utara di daerah pesisir. Sungai ini berperan penting dalam kehidupan masyarakat

di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) hingga dewasa ini.12

Sementara itu, keragaman etnis dan sosial budaya pesisir Tangerang

ditandai oleh berbagai bukti akulturasi dan asimilasi beberapa kebudayaan.

Misalnya, perpaduan antara China dan budaya asli Tangerang melahirkan sub

etnis Cina Benteng. Perpaduan Beladiri Kuntao dan Silat melahirkan jenis silat

Beksi – silat khas Tangerang. Potensi ini mengakar dan menjadi salah satu ciri

masyarakat pesisir Tangerang.

Secara administratif pesisir Tangerang membentang sepanjang wilayah

Utara Banten-Teluk Jakarta. Dari aspek kewilayahan ia melingkupi 13 kecamatan

sepanjang Kronjo (yang berbatasan dengan kecamatan Tanara, Banten) hingga,

Teluk Naga dan Kosambi (yang berbatasan dengan Jakarta). Dua wilayah tersebut

menjadi penanda penting yang mempertautkan Tangerang, Banten – Jakarta. Dan,

Teluk Naga melalui tiga desa di wilayah pesisir menjadi fokus dalam setting

11

Endi Biaro, “Pilkada Banten, Harga Diri Tangerang” 25 April 2011 dalam

http://endibiaro.blogdetik.com/?p=290 Diakses 28 Desember 2011. 12

Hulu sungai Cisadane berasal dari lerang sebelah Utara G. Kendeng (+ 1764 m), G.

Perbakti (+ 1699 m), dan G. Salak (+ 2211 m), mengalir ke utara melalui pegunungan di wilayah

jawa barat, melewati kota bogor, kota tangerang, dan bermuara di laut jawa. Panjang sungai sekitar

140 km dengan luas DAS ± 1.411 km2. Menurut penuturan Wa Salam (120 tahun) seorang

sesepuh tertua dan Mantan Juru Kunci Situs Muara Cisadane, di Muara Sungai Cisadane, Desa

Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga. Pada masa lalu lebar Sungai Cisadane lebih besar

dibandingkan kondisi saat ini. Ketika itu pedagang bambu sering melintas dan pemandangannya

masih menarik. Aroma mistis pun tidak bisa lepas dari sungai Cisadane. Konon sering dikabari

terdapat siluman buaya putih di sungai ini. Sampai pertengahan 80-an nuansa mistis masih kuat di

kalangan masyarakat (Wawancara dengan Wa Salam (120), 10 Oktober 2011, pukul 14.00 –

16.00).

Page 3: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

25

sosial pesisir Tangerang. Teluk Naga adalah kecamatan penting yang berada di

Kabupaten Tangerang bagian utara.

Berdasarkan data susenas 2010, jumlah penduduk Teluk Naga mencapai

171.630 jiwa. Sebagian besar penduduknya beragama Islam (90%), Protestan

(7%), Katolik (1,7%), Budha (2%), dan Hindu (0,3%). Sementara itu dari segi

pendidikan sebagian besar masyarakat Teluk Naga hanya sampai sekolah dasar.

Bahkan dalam laporan program keaksaaraan fungsional tahun 2009 masih tercatat

sekitar 600-an penduduk yang buta aksara. Dengan kata lain, dari sisi pendidikan

masyarakat Teluk Naga masih tergolong rendah.

Secara geografis letak Teluk Naga sangat strategis. Bila ditinjau dari

wilayah laut (bagian utara), Teluk Naga berada pada jalur pembangunan maritim

(pariwisata pantai Tanjung Burung, Tanjung Pasir, dan Muara – tiga desa utama

yang menjadi fokus kajian) yang menghubungkan dengan Kepulauan Seribu. Dari

wilayah daratan bagian timur merupakan zona perhubungan antara kawasan

industri Tangerang dengan Ibukota DKI Jakarta. Di bagian Barat merupakan

sentra pertanian, perkebunan, dan home industry. Sedangkan bagian selatan

berbatasan langsung dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kondisi

geografis ini, menempatkan Teluk Naga sebagai daerah penting dan wilayah

penyangga (hinterland) bagi ibukota DKI Jakarta.

Luas Teluk Naga sekitar 4.763,198 Ha. Luas ini belum termasuk luas

wilayah lautnya yang jauh lebih besar dari luas daratan. Secara administratif

Teluk Naga terbagi atas 13 desa. Ketiga belas desa tersebut antara lain desa

Tanjung Burung, Tanjung Pasir, Muara, Lemo, Tegalangus, Kampung Besar,

Pangkalan, Kampung Melayu Barat, Kampung Melayu Timur, Babakan Asem,

Kebon Cau, Teluk Naga, dan Bojong Renged. Sebagai besar masyarakat Teluk

Naga merupakan etnis Betawi. Kemudian disusul etnis Sunda, Tionghoa (Cina

Benteng), Jawa, dan sebagian kecil etnis Minang.

Mata pencaharian masyarakat Teluk Naga cukup beragam dari bertani,

nelayan, wiraswasta, pegawai/pekerja, PNS, dan buruh. Namun, mayoritas dari

masyarakat Teluk Naga dewasa ini bermata pencaharian sebagai pekerja. Lantaran

Teluk Naga dalam kurun waktu dua dekade terakhir tengah mengalami dinamika

menjadi sentra industri penting penyuplai tenaga kerja bagi pengembangan

industri di wilayah Tangerang dan Ibukota DKI Jakarta. Pada konteks ini

dinamika yang terjadi pada masyarakat Teluk Naga inheren dengan dinamika

yang terjadi pada masyarakat Tangerang secara keseluruhan.

Posisi sentral dan dinamika tersebut tak lepas dari sejarah panjang Teluk

Naga dulu dan kini. Sejak jaman Taruma Nagara, Kesultanan Banten, Kolonial

Belanda, masa pergerakan nasional, dan masa kekinian. Teluk naga13

merupakan

13

Konon nama Teluk Naga berasal dari cerita Sunan Gunung Jati yang hendak berkunjung ke

Banten melalui jalur Sungai Cisadane. Ketika itu, sunan Gunung Jati menggunakan perahu

berkepala naga milik istrinya putri Ong Tin. Sunan Gunung Jati sempat beristirahat di muara

sungai Cisadane yang kebetulan secara geografis lanskap wilayah tersebut menyerupai sebuah

Teluk. Dari sinilah kemudian muncul istilah Teluk Naga. Versi kedua dalam kitab Tina Layang

Parahyang (Catatan dari Parahyang) diceritakan bahwa pada tahun 1407 telah terjadi gelombang migrasi pertama dari Cina menuju Tangerang yang dipimpin Tjen Tjie Lung alias Halung. Mereka

melakukan pendaratan pertama di muara Sungai Cisadane, yang sekarang berubah nama menjadi

Teluk Naga. Sementara gelombang kedua kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang diperkirakan

terjadi setelah peristiwa 1740. Mereka mendapat restu dan perbekalan dari Kaisar Qing dengan

Page 4: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

26

pintu gerbang masuk para saudagar dari kerajaan-kerajaan di nusantara, China,

India, dan Arab yang masuk melalui pelabuhan Tamgaram.14

Jalur sungai

Cisadane yang melintasi sepanjang wilayah Teluk Naga menjadi lalu lintas yang

ramai dikunjungi para saundagar menuju pelabuhan tersebut.

Dari sini cerita-cerita menarik tentang Teluk Naga dalam mata rantai

sejarahnya memberi warna pada karakteristik khas masyarakatnya. Dari setiap

jaman tersebut memunculkan banyak tokoh besar tak terkecuali munculnya kaum

jawara. Gambar 4.1 Peta Teluk Naga

Sumber: Koleksi Pribadi

Kaum jawara pesisir mengisi pos dalam ruang publik masyarakat

Tangerang. Pada era kerajaan dan kolonial mereka menjadi pejuang bersama

rakyat. Di era orde lama dan orde baru bersama pemerintah mereka menjadi

security informal dan di era desentralisasi mereka menjadi elite penguasa.

janji bahwa mereka akan tetap loyal terhadap kaisar. Mereka datang bersama-sama dengan kapal

dagang Belanda (Ekadjati, 2004). Karena mereka datang menggunakan perahu-perahu berkepala

naga, wilayah ini kemudian dikenal dengan istilah Teluk Naga, tempat bersandarnya perahu naga. 14

Nama Tangerang di ambil dari istilah Tamgaram, sebuah nama pelabuhan di wilayah

Kronjo (sekarang). Pelabuhan ini dahulu merupakan penghasil garam, rumput laut, dan hasil ikan

yang melimpah. Namun sayangnya saat ini pelabuhan tersebut hanya tinggal nama. Bahkan tak

banyak orang yang mengetahui nama Tamgaram tersebut. Versi kedua, menurut Ekajati (2004)

dalam tradisi lisan yang menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tengerang

dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sunda yaitu tengger dan perang.

Kata “tengger” dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda”. Sedangkan istilah “perang” menunjuk

pengertian bahwa daerah tersebut dalam perjalanan sejarah menjadi medan perang antara

Kasultanan Banten dengan tentara VOC. Hal ini dibuktikan dengan adanya keberadaan benteng

pertahanan kasultanan Banten di sebelah barat Cisadane dan benteng pertahanan VOC di sebelah

Timur Cisadane.

Page 5: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

27

Transformasi sosial ini setidaknya ditopang oleh kelembagaan jawara yang kian

menguat di level pedesaan hingga propinsi, kultur politik yang mendukung,

penguasaan atas SDA, dan posisi wilayah yang strategis sebagai penyangga

Ibukota.

Karakteristik Kultur dan Pendidikan Masyarakat Pesisir

Keempat realita di atas menjadi parameter semakin menghegemoninya

kekuasaan elit jawara. Dalam konteks pedesaan hegemoni tersebut tak lepas dari

kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat pesisir yang masih rentan.

Ketergantungan kehidupan masyarakat pesisir pada ketersedian sumberdaya laut

dan budidaya ikan menjadi kualitas ekosistem sangat menentukan peningkatan

kesejahteraan mereka. Di samping itu, problematika pengentasan kemiskinan

semakin kompleks karena dimensi yang dihadapi tidak hanya sekedar ekologi dan

ekonomi, tapi juga politik.

Fakta tersebut nampak terlihat pada masyarakat di tiga lokasi penelitian.

Secara historis mereka merupakan nelayan dan pembudidaya tambak asli etnis

betawi yang mengalami marginalisasi15

, di samping para nelayan pendatang asal

Demak, Jepara, dan Parean (Indramayu).16

Terpuruknya kondisi masyarakat

pesisir, seperti ditengarai di atas tentunya tidak terlepas dari kondisi ekologis di

mana mereka berada. Pada umumnya nelayan dan pembudidaya tambak berada

dan menjadi penghuni desa pesisir. Pendidikan formal yang di terima masyarakat

pesisir secara umum jauh lebih rendah dari pada non-pesisir lainnya. Persentase

total jumlah penduduk di tiga desa penelitian tidak tamat SD masih sangat besar.

Lihat data berikut ini.

Tabel 4.1 Kompisisi Penduduk Pesisir Teluk Naga

Sumber: Monografi Desa, 2011.

15

Menurut Shahab (2000), Masyarakat Nelayan Teluk Naga berdasarkan kawasan tempat

tinggalnya dapat dikategorikan sebagai Betawi Pesisir. Selengkapnya, penggolongan orang Betawi

berdasarkan tempat tinggalnya terdiri dari: Betawi Tengah, Betawi Pinggir, Betawi Udik, dan

Betawi Pesisir. (1) Betawi Tengah, mendiami wilayah sekitar Gambir, Menteng, Senen,

kemayoran, Sawah Besar, dan Taman Sari. (2) Betawi Pinggir, mendiami wilayah sekitar Pasar

Rebo, Pasar Minggu, Pulo Gadung, Jatinegara, Kebayoran, dan Mampang Prapatan. (3) Betawi

Udik, mendiami kawasan sekitar Cengkareng, Tangerang, Batu Ceper, Cileduk, Ciputat,

Sawangan, Cimanggis, Pondok Gede, Bekasi, Kebon Jeruk,Kebayoran Lama, Cilandak, Kramat

Jati, dan Cakung (4). Betawi Pesisir, mendiami wilayah sekitar Teluk Naga, Mauk, Japad, Tanjung

Priok, Marunda, Kalapa, dan Kepulauan Seribu. 16

Di Desa Tanjung Burung mayoritas nelayan pendatang berasal dari Demak dan Jepara.

Hasil tangkapan mereka tidak hanya di jual ke tempat pelelangan ikan, tetapi banyak juga yang

langsung di kirim ke restoran-restoran besar di Jakarta, bahkan ada juga yang di ekspor ke Negara-

negara tetangga, seperti ke Singapura, terutama hasil laut jenis udang. Sementara itu, di Desa

Tanjung Pasir mayoritas nelayan pendatang berasal dari Parean (Indramayu).

Desa Jenis Kelamin KK

Laki Perempuan

Tanjung Burung 3,390 3,369 1,845

Tanjung Pasir 2,740 2,860 2,018

Muara 1,845 1,935 801

Page 6: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

28

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Pesisir Teluk Naga17

No. Tingkat Pendidikan Desa Tanjung

Burung

Desa Tanjung

Pasir

Desa Muara

1 Belum Sekolah 1017 1.976 215

2 Usia 7-45 thn tidak sekolah 1703 145 752

3 Tidak tamat

SD/Sederajat/Buta Huruf

1.126 234 450

4 SD/Sederajat 680 3.789 520

5 SMP/Sederajat 680 1.653 65

6 SMA/Sederajat 521 954 40

7 Akademi/Sarjana 49 41 12

Sumber: Monografi Desa, 2011.

Sementara itu, bila dilihat dari sektor perekonomian, mayoritas masyarakat

pesisir Teluk Naga, Tangerang dewasa ini bermata pencaharian sebagai

buruh/karyawan swasta. Realitas ini berbanding lurus dengan rendahnya tingkat

pendidikan masyarakat. Padahal idealitanya, pendidikan memiliki urgensi yang

esensial sebagai jembatan kehidupan “life is education, education is life” (Rupport

C. Lodge dalam Zuhairini, 2004:10). Secara umum pendidikan dapat

meningkatkan pembangunan dan mobilitas sosial suatu masyarakat, kesejahteraan

keluarga, dan status atau kelas sosial seseorang, sehingga mendapatkan kehidupan

yang lebih baik.

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Teluk Naga

No. Mata

Pencaharian

Desa Tanjung

Burung

Desa Tanjung

Pasir

Desa Muara

1 Buruh Swasta 3.017 65 1.220

2 PNS 20 15 5

3 Pengrajin 16 5 20

4 Tukang Batu 0 62 6

5 Pedagang 320 1.213 63

6 Penjahit 16 0 5

7 Peternak 1 6 25

8 Petani 0 176 143

9 Nelayan 68 2.331 420

10 Montir 11 0 4

11 Dokter 1 0 0

12 Sopir 53 30 5

13 Pengemudi

Becak

8 0 0

14 TNI/Polri 1 0 1

15 Pengusaha 6 0 2

Sumber: Monografi Desa, 2011.

17

Ada dua faktor yang menjadi penghambat pendidikan pada masyarakat pesisir Teluk Naga,

Tangerang yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi rendahnya

tingkat pendidikan di tiga desa tersebut antara lain: (1) pandangam atau pola pikir dari keluarga

miskin; (2) kemauan anak untuk bersekolah atau mendapatkan pendidikan; (3) penghasilan orang

tua; dan (4) penghasilan orangtua. Sementara itu, faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya

tingkat pendidikan di tiga desa tersebut antara lain: (1) biaya dan keperluan sekolah; (2) jarak yang

ditempuh untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas; (3) faktor geo-ekologi; dan (4) faktor

politik (rendahnya kesempatan dan aksesibilitas pendidikan).

Page 7: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

29

Mengenai fasilitas penunjang pendidikan di pesisir Teluk Naga harus

diakui masih jauh dari kategori memadai, di mana pada Desa Tanjung Burung,

Tanjung Pasir, dan Muara hanya terdapat beberapa fasilitas pendidikan saja.

Untuk mengetahui fasilitas pendidikan yang ada pada wilayah ini, lihat tabel

berikut:

Tabel 4.4 Fasilitas Pendidikan

Sarana/Prasarana

Pendidikan

Tanjung

Burung

Tanjung Pasir Muara

PAUD 2 5 1

TK 1 - -

SD/Sederajat 3 4 3

SLTP/Sederajat 2* 1* 1**

Sumber: Monografi Desa, 2011. Keterangan:

*) sekolah swasta, swadaya masyarakat/kualitasnya rendah

**) SMP Terbuka

Fasilitas pendidikan di atas, keadaannya sangat memprihatinkan. Di SD

Tanjung Pasir II, misalnya, sebanyak 270 murid SDN Tanjung Pasir II, belajar

dalam kondisi khawatir dan resah karena harus belajar di bangunan sekolah yang

nyaris roboh. Jakfar Sidik (kepala sekolah), mengatakan, bila ada tiupan angin

kencang dan hujan deras, pihaknya terpaksa meliburkan siswa lantaran khawatir

tertimpa bangunan. Pada bagian atap ruang kelas, sudah tidak memiliki plafon

karena hancur beberapa tahun lalu. Demikian pula, tiang penyangga bangunan

bagian dalam sudah reot dimakan usia (Wawancara, 26 Oktober 2010).

Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di SMP Bhakti Karya Pantura,

Tanjung Burung. Sekolah yang hanya memiliki 12 siswa ini (8 orang kelas 07 dan

4 orang kelas 08) keadaan fisik dan sarana pendukungnya tidak memadai. Pun

demikian yang terjadi di SMP Terbuka di Desa Muara. Tidak memadainya

fasilitas pendidikan tersebut sangat berpengaruh terhadap akseptabilitas

masyarakat setempat terhadap pendidikan. Secara historis kendala tersebut

muncul sebagai akibat terjadinya birokratisasi dan politisasi pendidikan oleh

pemerintah.

Secara sosiologis-kultural kendala tersebut muncul sebagai akibat dari

perilaku pelaksana pendidikan sendiri yang umumnya cenderung kurang

menunjukkan sikap beradaptasi dan kurang menyatu dengan masyarakat sekitar

sekolah. Secara ekologis pembangunan pendidikan belum sepenuhnya menjadi

"wadah sosial" di mana setiap anggota masyarakat secara terbuka dapat

mengambil dan melakukan peran-peran pendidikan, serta melakukan proses

adaptasi-diri sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing bagi optimalisasi

daya-daya dan potensi-potensi ubah-diri yang dimiliki. Simak pandangan berikut

ini.

“Anak ibu mah pada ga sekolah de, ibu juga dulu ga sekolah. Anak ibu mentok cuma

sampe kelas 3 SD doang, ya kalo menurut ibu mah „pendidikan ga penting‟, ngabisinin

duit aja, ntar ujung-ujungnya kerjanya mah sama aja ngangon kebo. Emang dasar

anaknya juga pada ga mau sekolah, katanya mah pada mau kerja aja de. Kebetulan juga

ibu ga punya uang kalo mau sekolah mah. (Ibu Rohani, wawancara, 20 April 2012).”

Page 8: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

30

Cara pandang pesimistis tersebut menjadi protipe bahwa pendidikan belum

sepenuhnya menjadi institusi sosial yang memungkinkan terciptanya kohesi-

kohesi sosial dan nilai transformatif di kalangan masyarakat pesisir Teluk Naga,

Tangerang. Maka relevansi pendidikan dan setting pembelajaran sudah

seharusnya disesuaikan dengan kehidupan masyarakat pesisir kita. Untuk itu,

perlu adanya transformasi budaya yang dapat membangun keadaban pesisir –

keadaban yang transformatif, tangguh, dan mandiri, bukan keadaban yang lemah,

pasif, dan destruktif (Mubyarto, et. al. 1984: 10).

Tabel 4.5 Karakter Masyarakat Pesisir

Aspek Tanjung Pasir Tanjung Burung Muara

Karakter Lugas dan spontan Lugas dan spontan Lugas dan spontan

Gaya Hidup Konsumtif, suka

pamer, mewah

Konsumtif, suka

pamer

Konsumtif, suka pamer

Partisipasi Politik Pasif Pasif Pasif

Afiliasi Politik Politik

keluarga/kekerabatan

Politik

keluarga/kekerabatan

Politik

keluarga/kekerabatan

Budaya dan seni vulgar (dangdut dan

tarling)

vulgar (dangdut,

cokek, dan lenong)

vulgar (dangdut, cokek,

dan lenong)

Corak

keagamaan

- Nahdiyin, Islam

Tradisional

- Nahdiyin, Islam

Tradisional

- Plural (secara

umum)

- Nahdiyin, Islam

Tradisonal

- Plural (secara

umum)

Kehidupan sosial Egaliter Egaliter Egaliter

Etnik Betawi dan Sebagian

kecil nelayan-

Pembudidaya

Tambak Asal

Parean, Indramayu

Betawi dan Sebagian

kecil nelayan-

Pembudidaya Tambak

asal Jawa (Demak)

Betawi

Basis peradaban Pantai Muara Cisadane

(Sungai)

Pantai

Sumber: Diolah dari data lapangan, 2010-2012.

Karakter di atas, bagi masyarakat pesisir Teluk Naga, Tangerang terbentuk

dari proses yang panjang. Misalnya, gaya hidup konsumtif terjadi karena adanya

dorongan ”gengsi sosial” yang kini semakin tampak menggejala dan merupakan

”kompensasi psikologis” dari kesengsaraan hidup yang cukup lama menimpa.

Dengan kata lain gaya hidup yang dianggap ”boros” itu merupakan upaya

menyenangkan diri sesaat dalam menikmati kehidupan yang selayaknya. Streotipe

ini sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Padahal kultur

masyarakat pesisir, jika dicermati pada dasarnya memiliki etos kerja yang handal.

Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya

pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring, dan seterusnya. Kondisi tersebut

lambat tapi pasti membentuk dan menjadi identitas mereka (Ginkel, 2007).

Masyarakat pesisir Teluk Naga, Tangerang secara kultur-pendidikan

lemah dan pasif. Secara struktural mereka termarginalisasi dalam sistem. Menurut

Sunarto (2004) marjinalisasi hanyalah satu di antara banyak masalah yang timbul

sebagai akibat ketimpangan (Sunarto, 2004). Di mana ketimpangan ketersediaan

sarana sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sarana infrastruktur publik.

Marjinalisasi mengabaikan hakekat pemberdayaan masyarakat partisipatif (Ife,

2002), cenderung mengakibatkan keadaan komunitas pedesaan menjadi semakin

Page 9: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

31

tidak berdaya dalam beradaptasi terhadap perubahan struktural dan ekologis. Lihat

data realitas lemahnya pembangunan sosial ekonomi berikut ini.

Tabel 4.6 Pembangunan Sosial dan Ekonomi

Desa Pelatihan

Keterampilan

Modal

Usaha

Padat

Karya

Perbaikan

Rumah

Rehabilitasi

Kampung

Rehabilitasi

Ling

Kumuh

Tanjung

Burung

Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak

Tanjung

Pasir

Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak

Muara Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak

Sumber: Monografi Desa, 2010.

Tabel 4.7 Infratruktur dan Sanitasi

Desa Infrastruktur Air Sungai

Sudah

Listrik

(KK)

Non

PLN

(KK)

Sampah TPS BAB Ma

ndi

Minu

m

Baku

minu

m

Irig

asi

Transport

asi

Tanjung

Burung

1645 0 Timbun

angkut

dan

sungai

0 Bukan

jamban

1 4 5 7 4

Tanjung

Pasir

1618 200 Timbun

angkut

dan

sungai

0 Jamban

Umum

2 4 6 7 4

Muara 480 270 Timbun

angkut

dan

sungai

0 Jamban

Umum

1 4 6 7 4

Sumber: Monografi Desa, 2010.

Tabel 4.8 Sarana Kesehatan Desa Bersalin Poliklinik Puskesmas Puskesmas Pembantu

Tersed

ia

Akses

Jarak

Kemud

ahan

Terse

dia

Akse

Jarak

Kemud

ahan

Terse

dia

Akse

s

Jarak

Kemuda

han

Terse

dia

Akse

s

Jarak

Kemuda

han

Tanjung

Burung

Tidak 6.00 Mudah Tdk 7.00 Mudah Tdk 7.00 Mudah Tak 10.00 Mudah

Tanjung

Pasir

Tidak 9.00 Mudah Tdk 9.00 Mudah Tdk 10.00 Mudah Tdk 5.00 Mudah

Muara Tidak 12.00 Sulit Tdk 13.00 Sulit Tdk 12.00 Sulit Tdk 6.00 Sulit

Sumber: Monografi Desa, 2010.

Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kekayaan potensi SDA yang

dimiliki masyarakat pesisir Teluk Naga, Tangerang.

Potensi SDA dan Sosial Ekonomi Pesisir

“Tak kan ada ikan di meja makan, tanpa ada jerih payah nelayan........”

Lirik tersebut mengandaikan bahwa sumbangsih nelayan dalam menopang

kehidupan kita sangat besar (Widodo, 2007). Pun, demikian mengandaikan

Page 10: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

32

kepada kita bahwa potensi sumber daya alam pesisir juga begitu melimpah.

Dalam potret masyarakat pesisir Tangerang, kondisi luas wilayah 301,62 Km2 dan

panjang garis pantainya ± 51 Km, secara geografis dan ekologi menyajikan

kekayaan alam yang melimpah dan beragam.18

Khusus untuk Desa Tanjung

Burung, Tanjung Pasir dan Muara, potensi pariwisata pesisir, pemancingan19

, dan

budaya pesisir menjadi andalan utama.

Dari potensi pariwisata, pantai Tanjung Pasir merupakan salah satu

andalan utama masyarakat sekitar Jabodetabek. Ia menjadi salah satu pintu masuk

menuju Kepulauan Seribu. Jaraknya strategis sekitar 10 km dari Bandara

Soekarno-Hatta. Sementara itu, dari sisi potensi hasil laut, terutama ikan dari tiga

desa di pesisir Teluk Naga, Tangerang sangat melimpah. Lihat tabel jenis ikan dan

teknologi tangkap berikut ini:

Tabel 4.9 Jenis Tangkapan Ikan

No. Jenis Teknologi Jenis Ikan

1. Tambak Ikan Mujair (Tilapia mossambica );

Kepiting (the mangrove crab) Scylla serrata;

Udang Putih (prawn); grouper); Ikan Bandeng

(milk fish), dan ikan kakap.

2. Serok Muara Sungai Udang Putih (prawn); Udang Galah; Ikan Kerapu

(Greasy grouper)

3. Serok di Laut Ikan Kurisi, dll

4. Pancing dan Jaring Ikan Pari, Tengkek, Talang, kurisi, sembilang,

como, kakap merah, kuwe, manyung, kerapu,

Kembung, Samge, cumi, dll.

Sumber: Diolah dari data lapangan, 2010-2012.

Ikan-ikan itu dibawa ke TPI yang terdapat di Tanjung Pasir. TPI ini merupakan

salah satu dari lima TPI yang masih aktif di kabupaten Tangerang.20

Karena

nelayan pesisir Teluk Naga biasa menangkap ikan secara one day fishing, maka

18

Secara administratif jarak wilayah perairan pesisir Tangerang dari garis pantai (batas antara

laut dan darat) sampai ke perairan tengah (laut) adalah 4 mil atau 6,4 km. Wilayah pesisir

pantainya berada di bagian Utara yang meliputi 7 kecamatan pantai yaitu: Kronjo, Mauk, Kemiri,

Pakuhaji, Teluknaga, Kosambi dan Sukadiri (DKP Kab. Tangerang, 2006).

19 Tambak-tambak ikan yang ada di tiga desa tersebut luasnya mencapai sekitar 1.200 ha,

umumnya hanya digunakan untuk wisata mancing. Sistem pemancingan di sini adalah jumlah ikan

yang didapat pemancing dibayar oleh pemacingnya sebesar Rp. 20.000/kg untuk ikan bandeng,

ikan mujair seharga Rp 15.000/kg, ikan mas seharga Rp 20.000/kg, dan 35.000/kg untuk ikan

kakap. Soal lama sebentarnya memancing diserahkan ke pemancing sesukanya. Asal ikan yang

didapat – dibayar (Wawancara dengan Dawi/buruh tambak, 20 April 2012).

20 Struktur organisasi yang ada di pelelangan ikan di TPI Tanjung Pasir terdiri dari, Kepala

Pelelangan (Suryadi, Amd), ada Bakul atau biasa disebut juga Pelele. Ada orang yang menunjuk

ikan, pencatat, dan Juru Lelang. Juru lelang fungsinya sebagai penentu harga ikan.

Page 11: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

33

TPI Tanjung Pasir aktif dalam melakukan transaksi pelelangan ikan setiap hari.21

Berikut tangkapan dominan nelayan pesisir Teluk Naga.

Tabel 4.10 Tangkapan Dominan

No. Jenis Ikan Dominan Jumlah Nilai Produksi (Rp)

1. Pari 11,847 67.093.000

2. Tengkek 8,074 64.920.000

3. Manyung 6,993 53.074.500

4. Kembung 8,907 108.784.000

5. Samge 6,103 38.686.000

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010)

Tabel 4.11 Kalender Musim Penangkapan Ikan

Musin Ikan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Penangkapan Tinggi √ √ √

Penangkapan Sedang √ √

Penangkapan Rendah √ √ √ √ √ √ √ Sumber: Diolah dari data lapangan, 2010-2012.

Selain potensi pariwisata pantai Tanjung Pasir dan potensi tangkapan ikan,

berikut disajikan beberapa potensi sumberdaya alam yang dimiliki masyarakat di

tiga desa pesisir Teluk Naga, Tangerang.

Tabel 4.12 Sumber Potensi Pesisir

Jenis Potensi Tanjung Burung Tanjung Pasir Muara

Kerajinan

tradisional

Sapu lidi dan agar-

agar rumput laut

Keripik sukun dan

agar-agar rumput laut

Keripik sukun dan

agar-agar rumput

laut

Home industry22

Warung perlengkapan

memancing, hio dan

bengkel,

warung, bengkel,

toko, dan pengolahan

rajungan dan ikan

asin

warung, dan

pengolahan ikan asin

dan koperasi

masyarakat mandiri

21

Berdasarkan data KKP (2010), jumlah armada kapal perikanan yang mendaratkan ikan di

TPI Tanjung Pasir didominasi oleh kapal motor tempel sebanyak 79 unit; 38 Jenis alat penangkap

ikan; 22 unit Jaring Rampus dan sebanyak 57 unit Pancing Rawe. 22 Secara historis perkembangan home industry hasil kerajinan tradisional masyarakat pesisir

Tangerang pernah mencapai kejayaannya antara tahun 1913-1931. Saat itu industri kerajinan topi

dari anyaman bambu dan pandan, menjadi primadona dan kualitas ekspor. Konon, topi-topi

tersebut dikenal sangat baik kualitasnya sehingga mampu menembus pasar dunia. Produk

kerajinan topi diekspor ke Amerika dan Eropa (terutama Perancis) melalui pelabuhan Tanjung

Priuk. Topi-topi tersebut dianyam oleh kaum pribumi dan diperdagangkan di dalam negeri oleh

orang Tionghoa sedangkan pemasaran ke luar negeri banyak dilakukan oleh pedagang Eropa.

Kejayaan topi Tangerang baru berakhir sekitar tahun 1931 dan hingga kini tak mampu bangkit

kembali. Kemunduran tersebut diawali dengan merosotnya ekspor akibat adanya perubahan mode

yang diminati pasar dunia dan saingan mode topi dari pengrajin di Amerika Selatan. Selain itu

karena adanya krisis ekonomi tahun 1930 di mana menghantam ekspor-impor dunia. Bahkan

akibat krisis tersebut perusahaan tenun di Balaraja, Tangerang "gulung tikar" (Ekajati, 2004: 120

dan Brousson, 2007: 72-74).

Page 12: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

34

Holtikultura

pesisir

Kelapa dan sukun - -

Potensi Alam Pasir laut, tambak,

dan sungai

Pasir, tambak, dan

pantai

Pasir, tambak,

minyak bumi, dan

pantai

Industri Peternakan sapi

TUM, Industri Kapal

(PT. Andromeda), dan

pupuk

Pabrik skala kecil Pabrik skala kecil

Wisata Bahari Sungai cisadane dan

pemancingan Alam

Resort Tanjung

Pasir23

, Taman

Penangkaran Buaya,

pemancingan, dan

pariwisata Pantai

Tanjung Pasir

Taman mangrove,

pemancingan, dan

kali buntu

Wisata Budaya Cina Benteng dan

komunitas betawi

pinggiran

Pesta laut dan

komunitas betawi

pinggiran

Cina benteng dan

komunitas betawi

pinggiran

Sumber: Diolah dari data lapangan, 2010-2012.

Di antara kekayaan sosial dan budaya, selain sub kultur Cina Benteng,

peninggalan budaya yang menjadi potensi dan perlu dikembangkan kembali

adalah batik khas Tangerang. Kekhasan batik asal Tangerang terletak pada ragam

ornamen, guratan corak dan dibuat oleh warga di pinggiran pesisir. Kedua,

kolaborasi kebudayaan masyarakat Tangerang dengan Tionghoa, misalnya, perlu

tetap dilestarikan. Termasuk melestarikan hasil sejarah percampuran kedua

kebudayaan ini seperti Klenteng Teluknaga di pesisir pantai utara, wayang potehi,

gambang kromong, tarian cokek dan lainnya. Pengembangan kembali potensi ini

penting, untuk mengentaskan kemiskinan24

, menciptakan keadaban, dan

kemandirian masyarakat pesisir Teluk Naga Tangerang.

Pesisir Tangerang dalam Transisi dan Tarik-Menarik Kepentingan Jakarta

– Banten

Potensi sumberdaya alam pesisir Teluk Naga, Tangerang merupakan aset

yang memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup masyarakatnya, baik

dari aspek ekonomi, sosial, hukum maupun politik. Masyarakat mempunyai

kepentingan bahwa masalah ekonomi mereka bergantung pada sumberdaya alam

tersebut. Dalam kondisi ini, kontestasi antara pihak-pihak yang terkait terhadap

penguasaan sumberdaya alam tak dapat dipungkiri. Negara dalam hal ini, Jakarta

begitu berkepentingan terhadap wilayah ini, pun demikian dengan Banten.

23

Menurut sumber dari masyarakat setempat, Resosrt Tanjung Pasir dimiliki oleh TW (Wawancara dengan Irvan Yusna, 20 Juli 2011)

24 Kemiskinan masyarakat Pesisir Teluk Naga, Tangerang dalam kondisi hari telah membuat

beberapa ibu rumah tangga nekat menjadi TKI. Setiap tahunnya paling sedikitnya 5 orang warga

dari setiap desa di Tangerang bagian Utara berangkat ke Arab Saudi untuk mengundi nasib.

Sejumlah warga nekad menjadi tenaga kerja ke luar negeri untuk meraup real. Maklum di kawasan

yang terletak di pinggir pantai utara Tangerang ini lapangan kerja minim, apa lagi tingkat

pendidikan sebagian warga juga rendah. Sementara, bak gayung bersambut sejak 4 tahun terakhir

di perbatasan Teluk Naga – Selapajang, Tangerang Kota, telah berdiri tempat Penampungan TKI.

(Pos Kota, 25 November 2010).

Page 13: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

35

“Bagai di persimpangan jalan……” frase ini cocok untuk menggambarkan tarik-

menarik antara kedua wilayah tersebut.

Bila ditelusuri persaingan kedua wilayah sudah berlangsung lama. Secara

historis kontestasi politis dan bernilai strategis ini terjadi sejak Batavia (Jakarta

kala itu) dan Banten terjadi peperangan. 10 Juli 1659 atas inisiasi Sultan Jambi,

terjadi kesepakatan damai yang dilanjutkan dengan perjanjian bahwa tapal batas

wilayah Kesultanan Banten dengan wilayah Batavia adalah Sungai Cisadane.

Sejak itu, daerah Tangerang sebelah timur Sungai Cisadane menjadi daerah

kekuasaan Batavia, sedangkan daerah Tangerang sebelah barat sungai tetap

merupakan wilayah Kesultanan Banten (Ekajati, 2004:91-92).

Akan tetapi, kesepakatan batas wilayah kekuasaan di atas tidak bertahan

lama. Seluruh daerah Tangerang baik sebelah timur maupun sebelah barat Sungai

Cisadane jatuh ke dalam kekuasaan VOC setelah kekuasaan di Kesultanan Banten

beralih dari tangan Sultan Ageng Tirtayasa kepada puteranya, Sultan Haji. Untuk

mengatur wilayah kekuasaannya secara administratif, pada awalnya VOC

menempatkan daerah Tangerang sebelah timur Sungai Cisadane menjadi sebuah

distrik militer dalam wilayah Batavia bagian barat. Wilayah itu dipimpin oleh

seorang komandan pasukan serdadu VOC, mengingat relatif belum aman dari

serangan musuh dan juga dalam rangka pembinaan masyarakat yang tinggal di

pemukiman yang baru terbentuk. Namun setelah keadaan berangsur-angsur tertib,

status daerah administrasi pemerintahan Tangerang sebelah timur Sungai

Cisadane diubah menjadi sebuah regentschap (kabupaten) di wilayah Batavia

(Suryana dkk., 1992: 10,13,54).

Konteks historis tersebut menjadi penanda yang tak terpisahkan dari

menguatnya episentrum politik kedua wilayah hingga dewasa ini. Menguat

lantaran pesisir Teluk Naga, Tangerang menyimpan sumberdaya alam yang

melimpah. Pesisir Teluk Naga, Tangerang menjadi akar tunjang perekonomian,

locus activity (lokasi pergerakan) perekonomian Banten. Namun, memiliki

karakter demografis yang “mendekati” Jakarta, dalam berbagai aspek. Di sinilah

dilema itu terjadi, akar tunjang perekonomian ini seperti tak kelihatan. Kekuatan

daya kebangkitan yang terkumpul, seperti tersaput oleh Banten dan dikebiri oleh

Jakarta.

Faktanya, terlihat jelas bahwa aset-aset sumberdaya alam pesisir Teluk

Naga, Tangerang dikuasai oleh pengusaha Jakarta. Dari penguasaan atas

agraria/pertanahan, industri, hingga pariwisata. Selain itu, puluhan industri

berskala kecil dan menengah juga dikuasi mereka. Dengan penguasaan

sumberdaya tersebut menjadi cermin bahwa magnet Tangerang lebih mengarah

kepada kutub Jakarta. Namun demikian, bukan berarti juga menolak diri atas

kekuasaan Banten, karena secara admistratif Pesisir Teluk Naga, Tangerang masih

menjadi bagian dari wilayah Banten yang sah.

Yang terjadi adalah, pembagian atas sumber daya ekonomi tersebut.

Jakarta, menjadi investor dan penanam modal tunggal, sedangkan Banten menjadi

penyedia wilayah. Pada titik inilah dibutuhkan pemegang kuasa atau pihak ketiga

yang menjadi pengelola, pelestari, penjaga, dan pengontrolnya. Kondisi ini,

menempatkan keberadaan jawara sebagai pemeran baru dalam mengisi ruang

sosial politik yang strategis dan kaya sumber ekonomis tersebut. Realitas ini

menjadikan babak baru yang turut mendorong transformasi Jawara menjadi salah

Page 14: PESISIR TANGERANG DALAM POTRET TIGA DESA · The Junk Trade from Southeast Asia: ... perbedaan karakter dua wilayah yang bertetangga ini. ... Sungai Cisadane membujur dari selatan

36

satu lapisan kelas menengah-atas sebagai pengusaha (sejumlah perguron atau

perguruan silat bertransformasi menjadi organisasi ekonomi seperti Gapensi dan

Kadin) dan penguasa.

Transformasi jawara dari “jagoan” praktisi pencak silat menjadi

pengusaha, disebabkan jawara mendapat banyak proyek dari pemerintah sebagai

bentuk “terima kasih” atas dukungan mereka dalam menjaga stabilitas negara –

Orde Baru. Jawara menjadi pengusaha yang sebagian besar berbisnis di proyek-

proyek milik pemerintah seperti pengadaan lahan, pembangunan jalan dan

sebagainya. Ketika rezim Orde Baru runtuh dan Banten menjadi Provinsi, para

Jawara dengan modal jaringan dan finansial, menjadi aktor yang paling siap

memasuki dan mendominasi arena politik lokal Banten. Sistem demokrasi dan

otonomi daerah membuka ruang bagi pembentukan klan politik di Banten, klan

politik a la jawara.

Ikhtisar

Konsekuensi logis atas penguasaan aset-aset sumberdaya pesisir dan

tumbuhnya elit jawara secara anatomis melahirkan tiga ruang sosial baru.

Pertama, penguasa/investor - korporatokrasi pesisir, ditandai oleh dibangunnya

kawasan wisata pesisir, taman penangkaran buaya, resort, industri kapal, dan

rencana tata kota pesisir. Pada kawasan ini terdapat permukiman penduduk yang

berkategori menengah, bawah, bahkan kumuh. Jelas penetrasi negara dan pasar

sangat besar di area ini. Kedua, ruang sosial jawara, ruang ini tersegmentasi

secara kelas sosial, informal, dan formal. Kedudukan sosial jawara

bertransformasi menjadi elitis, penguasa desa lantaran posisi stategisnya sebagai

pemegang hak kuasa atas investasi para pengusaha atau pemilik modal.

Ketiga, Pada aras yang lebih mikro, secara bersamaan muncul juga ruang

“kontestasi wong cilik”. Hal tersebut mereka lakukan pada arena “sisa”, antara

ruang yang dikelola negara-korporatokrasi dan elit jawara. Mereka misalnya, coba

mencari nafkah sebagai nelayan pinggir, buruh tambak, buruh pabrik, dan

pesuruh. Mereka yang tidak terserap pada kategori ini memilih menjadi TKI,

karena Negara menyediakan alternatif ini. Sebagian yang lain menduduki secara

ilegal tanah negara, tanah timbul/garapan – tanpa sertifikat. Misalnya terjadi pada

masyarakat Kampung Garapan, Tanjung Pasir dan masyarakat Kampung Beting,

Tanjung Burung.

Inilah paradoksal masyarakat pesisir Teluk Naga, Tangerang, berwatak

politis, sosial ekonomis dan strategis. Sungguh pun terjadi pergeseran sosio-

spasial yang signifikan, pondasi awal kawasan ini selayaknya dilihat sebagai

keberlanjutan hal yang sama sejak era kolonial. Tidak berlebihan bila dikatakan

bahwa struktur sosio-spasial pesisir Teluk Naga, Tangerang merupakan kelanjutan

pesisir Jakarta yang memiliki karakter post-kolonial.