19

Click here to load reader

PEWARNAAN SPORA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Spora

Citation preview

Page 1: PEWARNAAN SPORA

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PEWARNAAN SPORA

Kamis, 12 Maret 2015

Kamis, Pukul 13.00 – 16.00 WIB

Nama NPM

Vikneswaran Mutayah 260110132004

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

PEWARNAAN SPORA

Nilai TTD

Page 2: PEWARNAAN SPORA

I. TUJUAN

1. Mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur

pewarnaan spora (pewarnaan Klein).

2. Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi

dałam prosedur tersebut.

II. PRINSIP

1. Teknik aseptis

Teknik aseptis memiliki beberapa macam sterilisasi, yaitu

sterilisasi mekanik, sterilisasi fisik dan sterilisasi kimia. Setiap

macam tersebut memiliki prinsip kerja yang berbeda sesuai

dengan keadaan media yang akan disterilisasikan. Apabila

dalam melakukan penelitian maupun percobaan tidak dilakukan

teknik tersebut kemungkinan akan terjadi kontaminasi yang

menyebabkan hasil penelitian atau percobaan itu kurang akurat.

Oleh karena itu, teknik aseptis sangat penting dalam kegiatan

praktikum ataupun penelitian. (Pratiwi, 2008).

2. Pewarnaan spora

Spora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa,

diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah

pewarnaan spora yang paling banyak digunakan. Spora bakteri

sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan spora,

perlu dilakukan pemanasan supaya zat pewarna karbol fuksin

melewati masuk ke dalam spora. Pengecatan spora digunakan

untuk mengetahui spora dengan sel vegatatifnya. (Trie, 2012).

3. Penetrasi zat warna

Page 3: PEWARNAAN SPORA

Perbedaan sifat antara mycobacterium dengan mikroorganisme

lainnya adalah dengan adanya suatu dinding tebal yang berlilin

(lipoidal) yang menyebabkan penetrasi oleh zat warna menjadi

sulit. Akan tetapi, apabila zat warna sudah dapat masuk, zat warna

terssebut jadi tidak mudah dikeluarkan. (Tryana, S.T, 2008).

4. Impermeabilitas spora

Dinding spora bersifat impermeabel, tetapi zat-zat warna dapat

diserap kedalamnya dengan jalan memanaskan preparat. Sifat

impermeabel ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila

diperlakukan dalam waktu yang sama seperti pada dekolorisasi sel

sel vegetative. (Irianto, 2006)

III. TEORI DASAR

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur, dan sifat-

sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak

berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut di suspensikan.

Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk

diidentifikasi adalah dengan metode pengecatan atau pewarnaan, hal tersebut juga

berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding

sel bakteri melalui serangkain pengecetan. (Karmana,2008).

Sel bakteri dapat diamati dengan jelas jika menggunakan mikroskop

dengan perbesaran 100 x 10 yang ditambah minyak emersi. Jika dibuat preparat

ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk

memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel

bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras

sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat

asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan

warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif. (Karmana,2008).

Page 4: PEWARNAAN SPORA

Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat

warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena

muatan negatif banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam

antara lain cristal violet, methylen blue, safranin, Base Fuchsin, Malachite Green,

dll. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin, Congo Red dll (Subandi, 2009).

Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus Bacillus

dan Clostridium mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di luar sel

vegetatif (eksospora) atau di dalam sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk

spora bila kondisi lingkungan tidak optimum lagi untuk pertumbuhan dan

perkembangannya, misalnya: medium mengering, kandungan nutrisi menyusut

dan sebagainya (Hastuti, 2012).

Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces,

misalnya, meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di ujung

hifa, suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan proses pembentukan spora

pada beberapa cendawan (Irianto, 2006).

Spora pada bakteri adalah endospora, suatu badan yang refraktil terdapat

dalam induk sel dan merupakan suatu stadium isrtirahat dari sel tersebut.

Endospora memiliki tingkat metabolisme yang sangat rendah sehingga dapat

hidup sampai bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber makanan dari luar

(Irianto, 2006).

Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari

suatu siklus hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari peristiwa

pembelahan sel karena tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar, 1986).

Kemampuan menghasilkan spora memberi keuntungan ekologis pada

bakteri, karena memungkinkan bakteri itu bertahan dalam keadaan buruk.

Langkah-langkah utama di dalam proses pembentukan spora sebagai berikut :

Page 5: PEWARNAAN SPORA

1. Penjajaran kembali bahan DNA menjadi filamen dan invaginasi membran

sel di dekat satu ujung sel untuk membentuk suatu struktur yang disebut

bakal spora

2. Pembentukan sederet lapisan yang menutupi bakal spora, yaitu korteks

spora diikuti dengan selubung spora berlapis banyak

3. Pelepasan spora bebas seraya sel induk mengalami lisis (Pelczar, 1986).

Salah satu ciri endospora bakteri adalah susunan kimiawinya. Semua

endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat yaitu suatu

substansi yang tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sesungguhnya, asam tersebut

merupakan 5-10 % berat kering endospora. Sejumlah besar kalsium juga terdapat

dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks terbuat dari kompleks [Ca]2+

asam dipikolinat peptidoglikan (Pelczar, 1986).

Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya

tidaklah sama bagi semua spesies sebagai contoh, beberapa spora adalah sentral

yaitu dibentuk ditengah-tengah sel yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung dan

yang lain lagi lateral yaitu dibentuk di tepi sel (Pelczar, 1986).

Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel

vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resinten terhadap

kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan

kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Ketahanan tersebut

disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras. (Hadioetomo,

1985).

Berdasarkan struktur dan komponen kimia penyusun lapisan spora, spora

bakteri tidak dapat dilihat tanpa pewarnaan. Spora dapat diamati setelah spora

terwarnai dengan menggunakan pewarnaan spora. (Hadioetomo, 1985).

Pewarnaan spora Schaeffer-Fulton dilakukan dengan menutup sediaan

dengan larutan hijau malakit. Kemudian dengan hati-hati sediaan dipanaskan

selama 3 menit dan didinginkan sebelum dicuci dengan air. Pemanasan

Page 6: PEWARNAAN SPORA

menyebabkan warna hijau malakit meresap ke dalam endospora, selanjutnya

sediaan diwarnai dengan safranin. (Hadioetomo, 1985).

Bila pewarnaan spora bakteri ini berhasil dengan baik, maka sel vegetatif

bakteri akan berwarna merah. Jika sel membentuk spora, maka spora hasil

pewarnaan akan berwarna hijau. (Hastuti, 2012).

IV. ALAT DAN BAHAN

IV.1 Alat

1. Bak pewarna

2. Botol Semprot

3. Kaca obyek

4. Kapas

5. Kertas saring

6. Mikroskop majemuk

7. Ose

8. Pembakar spirtus.

IV.2 Bahan

1. Air suling

2. Alkohol 70 %

3. Suspensi bakteri Bacillus subtilis

4. Desinfektan

5. H2S04 1%

6. Minyak celup

7. NaCl fisiologis

8. Zat warna karbol fuksin dan metilen biru

Page 7: PEWARNAAN SPORA

IV.3 Gambar Alat

V.

PROSEDUR

Dibuat suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis

ditabung reaksi. Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 ke dalam

suspensi tersebut. Dipanaskan campuran tersebut dalam pemanas air

bersuhu 800C selama 10 menit. Dijaga jangan sampai mendidih atau

kering. Kaca objek dibersihkan menggunakan alkohol 70 % lalu di

keringkan menggunakan kapas hingga kering dan bersih. Dibuat tanda

pengamatan menggunakan spidol. Dilakukan fiksasi ose diatas api hingga

besi pada ose memerah, didinginkan didekat api. Diambil suspensi bakteri

1 2 3

4 5 6

7 8

Page 8: PEWARNAAN SPORA

Bacillus subtilis dalam tabung reaksi menggunakan ose yang telah dingin

lalu dibuat olesan bakteri dari sampel di atas kaca objek yang bersih. Kaca

objek di lewatkan diatas api hingga telihat kering. Dimulai dengan

perlakuan proses digenangi olesan dengan H2S04 1% selama 2 detik, lalu

cuci dengan air suling. Digenangi lagi olesan dengan pewarna tandingan

biru metilen selama 5 menit, dibuang zat warna yang berlebih, dibilas

dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring, lalu ditetesi

dengan minyak emersi. Diamati pada mikroskop majemuk dengan

obyektif berkekuatan 10x dan 100x. Diamati dan dicatatkan hasilnya.

VI. HASIL PENGAMATAN

Warna sporanya

merah

sedangkan dan

warna badan

vegetatif adalah

ungu.

Pewarnaan spora pada Bacillus

subtilis menggunakan metilen biru

dengan perbesaran 10X.

Page 9: PEWARNAAN SPORA

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, telah dipelajari untuk mengamati endospora bakteri

dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora atau pewarnaan Klein.

Kemudian, memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dałam

prosedur tersebut. Sebagai praktek telah diaplikasikan beberapa prinsip dalam

percobaan ini. Antara yang digunakan adalah teknik aseptis dimana ia merupakan

suatu teknik yang harus dipraktek selama melakukan pengamatan bakteri. Hal ini

demikian karena teknik aseptis merupakan satu teknik yang dilakukan untuk

menjamin preparasi atau pembiakan tersebut bebas dari partikel dan kontaminasi

luar pada waktu perlakuan. Prinsip seterusnya adalah pewarnaan spora yang

bermaksud spora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan

teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling

banyak digunakan. Prinsip terakhir yang diaplikasikan dalam percobaan ini adalah

ikatan ion. Ketika bakteri diberikan pewarnaan, bakteri tersebut mengalamai

ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari

pewarna yang disebut kromogen. Maka terjadi ikatan ion karena adanya muatan

listrik baik pada komponen seuler maupun pada pewarna. Pada percobaan kali ini

telah dilakukan pewarnaan spora menggunakan suspensi bakteri Bacillus subtilis

dan zat pewarna atau kromogen yaitu karbol fuksin dan metilen biru. Dibuat

suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis ditabung

reaksi. Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 ke dalam suspensi tersebut.

Dipanaskan campuran tersebut dalam pemanas air bersuhu 800C selama 10 menit.

Dijaga jangan sampai mendidih atau kering. Suhu suspense bakteri harus dijaga

karena kalau suhunya terlalu tinggi ini mungkin mempengaruhi hasil pengamatan

dimana bakteri mati dan tidak dapat diamati. Spora bakteri (endospora) tidak

dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik pewarnaan khusus.

Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.

Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores,

Page 10: PEWARNAAN SPORA

perlu dilakukan pemanasan yamg dapat menyebabkan lapisan luar spora

mengembang sehingga pori-pori dapat membesar dan memudahkan zat warna,

karbol fuksin meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri. Seterusnya

dimulai dengan pembuatan pewarnaan spora dengan menyiapkan alat dan bahan

yang dibutuhkan. Olesan bakteri yang digunakan adalah suspensi bakteri Bacillus

subtilis. Sekian itu, telah dibersihkan preparat dengan alkohol 70% lalu

dikeringkan dengan kapas dimana perlakuan ini betujuan agar tidak ada

kontaminasi yang terjadi dan bebas dari lemak yang masih menempel pada kaca

obyek karena lemak tersebut cenderung berikatan dengan zat warna yang mampu

memberikan hasil visualisasi terhadap bakteri yang kurang efektif. Selanjutnya

telah dilakukan pembuatan menandakan batas pengamatan dengan menggunakan

spidol pada kaca obyek yang bertujuan agar diketahui bagian yang akan dioleskan

dengan sampel kandungan bakteri dan lebih mudah untuk diamati pada saat

apabila diobservasi dibawah mikroskop karena setelah proses pewarnaan. Sebagai

langkah pertama ose atau innoculating loop terlebih dahulu harus di fiksasi

dengan meletakkan hujung bagian kawat ose pada api sehingga kawat pada ose

bertukar menjadi merah. Perlakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa ose

tersebut tidak mengandung atau menpunyai penempelan sebarang bakteri dan

kontaminan yang berada di sekitar atau sekian pemakaian sebelumnya. Setelah

fiksasi, ose didinginkan untuk beberapa menit sehingga ose tidak panas lagi.

Pendinginan ose adalah untuk memastikan bahwa ose yang masih panas ketika

dicelup kedalam sample bakteri berpotensi membunuh bakteri yang ada pada

sample sehingga hasil pengamatan tidak dapat dikenal pasti. Berikutan itu,

diambil suspensi bakteri Bacillus subtilis dari tabung reaksi dengan menggunakan

ose yang telah dingin berdekatan api dan dioleskan pada linkungan yang ditandai

pada kaca objek secara rata berdekatan api. Perlakuan ini dilakukan berdekatan

dengan api untuk mengurangkan dan mencegah paparan kontaminasi yang

mungkin terjadi pada proses pengambilan sampel dan pengolesan sampel.

Seterusnya, kaca objek yang dioleskan suspense bakteri Bacillus subtilis telah

dilewatkan pada api untuk beberapa detik sehingga kelihatan agak mengering dan

tidak bisa dilewatkan pada api terlalu lama karena bakteri pada kaca obyek itu

Page 11: PEWARNAAN SPORA

akan mati. Proses pengeringan itu bertujuan agar bakteri yang dioleskan tidak

tercuci apabila proses pewarnaan dilakukan. Setelah itu, preparat tersebut

digenangi olesan dengan H2SO4 1% selama 2 detik lalu dibilas dengan airu suling.

Pada saat pembuatan preparat, waktu yang ditentukan untuk penetesan zat warna

dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang dari waktu yang telah

ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil preparat saat dilihat

dbawah mikroskop. Berikutan itu, dilanjut dengan proses pewarnaan dengan

menggunakan pewarna tandingan metilen biru yang telah digenangi secara merata

pada preparat pada posisi horizontal pada bak pewarna. Seterusnya, didiamkan

selama 5menit agar pewarnaan tersebut merata ke seluruh daerah dimana bakteri

dioleskan dan melewati ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan

senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Kemudian dibilas dengan air

suling secara perlahan-lahan sehingga tidak ada bakteri yang tercuci ketika proses

pembilasan. Preparat tersbut kemudian telah dikeringkan dengan kertas saring

pada daerah diluar batas pengamatan karena bakteri pada preparat cenderung

menempel pada kertas saring maka proses pengeringan ini harus dilakukan secara

berhati-hati dan perlahan. Proses akhirnya adalah penetesan minyak emersi pada

preparat yang bertujuan dapat memberikan visualisasi yang lebih jelas dan terang

ketika pengamatan dan juga melindungi mikroskop itu sendiri. Minyak imersi

memiliki indeks refraksi yang tinggi dibandingkan dengan air atau udara sehingga

objek yang kita amati dapat terlihat lebih jelas. Secara akhirnya, telah diamati

preparat yang adanya bakteri pada mikroskop majemuk dengan kekuatan 10x dan

100x. Sekian itu, hasil dari pengamatan telah dicatat dan telah dikenalpasti dimana

pada pengecatan metode spora metode Klein dapat dilihat bahwa bagian yang

berwarna biru merupakan sel bakteri itu sendiri karena bakteri pertama kali diberi

zat pewarna karbol fuksin ketika persiapan membuat suspensi bakteri tersebut.

Sedangkan ada bintik-bintik kecil yang berwarna merah, itulah yang disebut

sebagai spora bakteri. Hal ini disebabkan setelah mendapat perlakuan zat pewarna

karbol fuksin, tabung reaksi terkandung suspensi bakteri dipanaskan dalam

sampai keluar uap (800C), dalam kondisi tersebut, lingkungan akan merugikan sel

bakteri karena dapat mematikan bakteri, pada kondisi seperti itu bakteri akan

Page 12: PEWARNAAN SPORA

membentuk spora untuk melindungi dirinya dari kondisi lingkungan yang

merugikan sehingga pada saat dicelupkan dengan asam sulfat (H2SO4) dan dibilas

dengan air, pada saat pencelupan dalam larutan asam sulfat, zat warna fuchsin

akan merembes masuk ke dalam spora dan spora menjadi berwarna merah,

kemudian ditambahkan zat pewarna metilen biru, sel vegetative bakteri yang

awalnya transparan akan terwarna dengan methylene blue tersebut, sehingga

berwarna biru. Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus

subtilis dengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya

jenis letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel;

terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora diantara

ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan kali ini hanya ada

spora terminalis. Warna sporanya merah sedangkan dan warna badan vegetatif

adalah ungu.

VII. KESIMPULAN

1. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri yang dapat membentuk spora.

2. Spora berwarna merah dan badan vegetatif berwarna ungu.

3. Telah mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur

pewarnaan spora (pewarnaan Klein).

4. Telah memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi

dałam prosedur tersebut.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT.Gramedia,

Jakarta.

Hastuti, S.U. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang : UMM Press

Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme Jilid 1.Bandung

Page 13: PEWARNAAN SPORA

Karmana, Oman. 2008. Biologi.PT Grafindo Media Pratama: Jakarta

Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.

Pelczar, Michael. 1986. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakata: U dan D

Tryana, S.T.2008. Dasar-dasar Mikorobiologi. Malang : Djambatan

Trie, Ita. 2012. Laporan Mikrobiologi Pewarnaan Bakteri. UMM: Malang.

Subandi, dkk. 2009. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: UI

Press.