154
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan , psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat. Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. MODUL PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1 PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN

piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

  • Upload
    hanhu

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana

manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas

intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari

sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan

bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub

kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada

khusus penyandang cacat.

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses

dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan

pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui

tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang

sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena

itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan

menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikanadalah

soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikanmemusatkan perhatian

pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-

faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.

Di dalam modul ini terdapat beberapa pembahasan mengenai

Psikologi pendidikan. Setelah menempuh mata kuliah psikologi pendidikan

diharapkan mahasiswa/I memiliki kompetensi sebagai berikut:

1. Dapat menjelaskan pengertian, tujuan, dan kegunaan psikologi

pendidikan

2. Dapat menjelaskan hakikat belajar

3. Dapat menjelaskan konsep perkembangan individu dalam belajar

4. Dapat menjelaskan prinsip-prinsip belajar

5. Dapat menjelaskan teori-teori belajar

mODUL Psikologi pendidikan 1

PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN

Page 2: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

6. Dapat menjelaskan intelligensi dan IQ

7. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar

8. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar kognitif

9. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar membaca (disleksia)

10.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar menulis (disgrafia)

11.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar bahasa (disfasia)

12.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar matematika (diskalkulia)

13.Dapat menjelaskan pengelolaan kelas berbasis psikologi

14.Dapat menjelaskan diagnosa kesulitan anak belajar

mODUL Psikologi pendidikan 2

Page 3: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Pengertian dan ruang lingkup Psikologi Pendidikan

Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa itu berasal dari

kata bahasa inggris psycology. kata psycology merupakan dua akar kata

yang bersumber dari kata greek (yunani), yaitu 1) psyche yang berarti

jiwa; 2) logos yang berarti ilmu. jadi, secara harfiah psikologi memang

berarti ilmu jiwa. Psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan

organisme manusia. alam hubungan ini, psikologi didefenisikan sebagai

ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan

dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana

makhluk tersebut berfikir dan berperasaan.

Bruno (1987) membagi pengertian psikologi dalam tiga bagian yang

pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama, psikologi adalah studi

(pendidikan) mengenai  “ruh”.Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan

mengenai “kehidupan mental”. ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan

mengenai “tingkah laku” organisme. Chaplin (1972) dalam dictionary of

Psychology mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai

perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme

dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan

perubahan dalam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang

mengubah lingkungan.

Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat

membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah

yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan

badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar.

Misalnya: insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka

mODUL Psikologi pendidikan 3

PERTEMUAN 2

Pengertian, Tujuan, dan Kegunaan Mempelajari Psikologi Pendidikan

Page 4: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

mati pulalah nyawanya. Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang

bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian

perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi

dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses

belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan

lingkungan. Proses belajar  ialah proses untuk meningkatkan kepribadian

(personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-

nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih

sukses, dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa

mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan

kecakapan-kecakapan.

Pengertian psikologi diatas menunjukkan beragamnya pendapat

para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya

perbedaan titik berangkat para ahli dalam mempelajari dan membahas

kehidupan jiwa yang kompleks ini. Dan dari pengertian tersebut paling

tidak dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana individu

tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.

Pendidikan dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me

sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan.

Dalam memelihara dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran.

Selanjutnya, “pendidikan” menurut KBBI adalah peroses pengubahan

sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Psikologi Pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang

menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Sedangkan menurut  ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi

pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran

mODUL Psikologi pendidikan 4

Page 5: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip –

prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

Dari uarian di atas, kita dapat mengetahu pengertian dari psikologi

dan pengertian pendidikan itu sendiri. Sepanjang atau selagi kita masih

berpendapat bahwa psikologi adalah suatu ilmu yang berusaha

menyelidiki semua aspek keperibadian dasar tingkah laku manusia, baik

yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah, baik secara teoritis maupun

dengan melihat kegunaannya di dalam praktek, baik secara individual

maupun dalam hubungannya dengan manusia lain atau lingkungannya,

mungkin kita akan mengatakan bahwa ‘psikologi pendidikan’ itu

sebenarnya sudah termasuk di dalam psikologi, dan tidak perlu

dipersoalkan atau dipisahkan menjadi sesuatu disiplin ilmu tersendiri.

Psikologi pendidikan dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan

adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya

lebih menekankan pada maslah pertumbuhan dan perkembangan anak,

baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dalam masalah

pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan

belajar.

B. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Jika kita bertanya mengenai lingkup (scope) psikologi pendidikan,

maksudnya bertanya tentang apa saja yang dibicarakn oleh psikologi

pendidikan, maka berdasarkan berbagai buku psikologi pendidikan akan

diperoleh jawaban yang berbeda-beda. Sebagian buku menunjukan

lingkup yang luas, sedangkan buku-buku yang lain menunjukkan ingkup

yang lebih sempit atau terbatas. Buku yang lingkupnya lebih luas biasanya

membahas selain proses belajar juga membahas tentang perkembangan,

hereditas dan lingkungan, kesehatan mental, evaluasi belajar dan

sebagainya. Sedangkan buku yang lingkupnya lebih sempit biasanya

berkisar pada soal proses belajar mengajar saja. Perbedaan ini sangat

mODUL Psikologi pendidikan 5

Page 6: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dipengaruhi oleh maksud penulis dalam menulis buku itu. Ada yang

bermaksud hanya memberikan pengantar saja, sehingga pembahasanya

mengenai lingkup itu cukup luas, akan tetapi kurang mendalam.

Sebaliknya ada yang lingkup pembahasannya tidak luas, yaitu berkisar

pada proses beljar, akan tetapi pembahasannya cukup mendalam. Jadi,

beleh dikatakan bahwa tidak ada dua buku psikologi pendidikan yang

menunjukkan ruang lingkup materi yang sama benar. Walaupun demikian,

pada dasarnya psikologi pendidikan membahas hal-hal sebagai berikut:

a) Hereditas dan Lingkungan

b) Pertumbuhan dan Perkembangan

c) Potensial dan Karakteristik Tingkah laku

d) Hasil Proses Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Individu yang

Bersifat Personal dan Sosial

e) Higiene Mental dan Pendidikan dan

f) Evaluasi Hasil Pendidikan.

Ruang Lingkup psikologi pendidikan meliputi:

Pengetahuan tentang psikologi pendidikan: pengertian ruang lingkup,

tujuan mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan.

Pembawaaan

Lingkungan fisik dan psikologis

Perkembangan siswa

Proses – proses tingkah laku

Hakekat dan ruang lingkup belajar

Faktor yang mempengaruhi belajar.

Hukum dan teori belajar.

Pengukuran pendidikan.

Aspek praktis pengukuran pendidikan.

Transfer belajar.

Ilmu statistik dasar.

mODUL Psikologi pendidikan 6

Page 7: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Kesehatan mental.

Pendidikan membentuk watak / kepribadian

Kurikulum pendidikan sekolah dasar.

Kurikulum pendidikan sekolah menengah

C. Tujuan mempelajari Psikologi Pendidikan

Tujuan mempelajari psikologi pendidikan adalah :

1. Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)

Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-

beda, tidak ada yang sama antara siwa satu dengan siswa yang

lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami keberagaman

antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan

tingkat pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada

masing-masing potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan pemahaman

guru yang baik terhadap siswanya, maka bisa menciptakan hasil

pembelajaran yang efektif dan efisien serta mampu menciptakan

suasana pembelajaran yang kondusif.

2. Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran

Sebagai sorang pendidik dalam memilih strategi dan metode

pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan

karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan

oleh seorang guru melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas

perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan sudah

bisa menyesuaiakan dengan kondisi peserta didik, maka proses

pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.

3. Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas

Kemampuan guru dalam menciptakan iklim dan kondisi

pembelajaran yang kondusif mampu membantu proses pembelajaran

berjalan secara efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-

mODUL Psikologi pendidikan 7

Page 8: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang

berbeda menyesuaikan karakteristik siswa dalam mengajar untuk

menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik. Disinilah peran

psikologi pendidikan yang mampu mengajarkan bagaimana seorang

pendidik mampu memahami kondisi psikologis dan menciptakan

suasana pembelajaran yang kondusif,  sehingga proses pembelajaran

di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.

4. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa

Selain berperan sebagai pengajar di dalam kelas, seorang guru

juga diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu

memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika

peserta didik mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan

sebagai seorang pembimbing seorang pendidik juga lebih bisa

melakukan pendekatan secara emosional terhadap peserta didiknya.

Jika sudah tercipta hubungan emosional yang positif antara pendidik

dan peserta didiknya, maka proses pembelajaran juga akan tercipta

secara menyenangkan.

5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran

Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas dan

melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan.

Dengan mempelajari psikologi pendidikan diharapkan seorang

pendidik mampu memberikan penilaian dan evaluasi secara adil

menyesuikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing

peserta didik tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.  

Peranan Psikologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam

rangka mewujudkan tindakan psikologis yang tepat dalam interaksi antara

setiap faktor pendidikan. Pengetahuan psikologis tentang peserta didik

menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Karena itu,

pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan

mODUL Psikologi pendidikan 8

Page 9: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

bagi para guru, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai

pendidik. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan berfungsi diantaranya :

a. Sebagai proses Perkembangan siswa.

b. Mengarahkan cara belajar siswa

c. Sebagai penghubung antara mengajar dengan belajar

d. Sebagai pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Proses Belajar

Mengajar.

Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada pendidik

dan calon pendidik untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran

pada kondisi yang berbeda-beda seperti di bawah ini:

a. Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik);

Seorang pendidik harus berhadapan dengan sekelompok siswa di

dalam kelas dengan hati-hati karena karakteristik masing-masing siswa

berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami

perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran

yang efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu pendidik

dan calon pendidik dalam memahami perbedaan karakteristik siswa

tersebut.

b. Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas;

Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam

proses pembelajaran sangat membantu pendidik untuk menyampaikan

materi kepada siswa secara efektif. Iklim pembelajaran yang kondusif

harus bisa diciptakan oleh pendidik sehingga proses belajar mengajar bisa

berjalan efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang

tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam

mengajar untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi

pendidikan berperan dalam membantu pendidik agar dapat menciptakan

iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses

pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan efektif.          

c. Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran;

mODUL Psikologi pendidikan 9

Page 10: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan

siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu pendidik dalam menentukan

strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu

mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar

dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta

didik.

d. Memberikan Bimbingan kepada Peserta Didik;

Seorang pendidik harus memainkan peran yang berbeda di sekolah,

tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan

sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan

kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan pendidik untuk

memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk

siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda.

e. Mengevaluasi Hasil Pemb\elajaran;

Pendidik harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas

seperti mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam

mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu

pendidik dan calon pendidik dalam mengembangkan evaluasi

pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi,

pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi maupun menentukan hasil-hasil

evaluasi.

mODUL Psikologi pendidikan 10

PERTEMUAN 3 Hakikat Belajar

Page 11: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. PENGERTIAN BELAJAR1. Pengertian Belajar Menurut Para Ahli

James O. Whittaker, merumuskan belajar sebagai proses dimana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau  pengalaman.

Crinbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as

a result of experience. Belajar sebagai aktivitas yang ditunjukkan oleh

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L.

Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in

the broader sense) is originated or changed through practice or

training. Belajar adadalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas)

ditimbulkan atau diubah melaui praktek atau latihan. Sedangkan Geoch

merumuskan belajar learning is change is performance as a result of

practice. Drs. Slameto merumuskan belajar sebagai suatu prose usaha

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasilpengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian-pengerian yang diberikan oleh para ahli di

tas maka dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan

jiwa raga untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari pengalalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

B. HAKIKAT BELAJAR

Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata

yang sangat penting untuk dibahas yaitu kata “perubahan” atau “Change”.

Ketika kata “perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan, maka

pembicaraan sudah menyangkut permasalah mendasar dari maslah

mODUL Psikologi pendidikan 11

Page 12: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli

untuk memberikan pengertia belajar, maka intinya tidak lain adalah

masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar.

Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan

perubahan yang diinginkan atau dikehendaki oleh pengertian belajar

dimaksud.

Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan di

akhir aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya degan

pemilikan pengalaman baru,  maka individu itu telah dikatan belajar.

Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar

adalah perubahan yang bersentuhan dengan asfek kejiwaan dan

mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah akibat mabuk

karena meminum minuman keras, akibat gila, akibat tabrakan, dan

sebagainya, bukan kata gori belajar dimaksud.

C. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Berdasarkan pendekatan tertentu maka prinsip-prinsip belajar

dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu prinsip-prinsip belajar yang

bersifat psikologos dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat  linguistic 

(materi dan metodk).

Prinsip-prinsip belajar yang bersifat psikologis yaitu:

i. Motivasi, lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang

untuk berbuat sesuatu. Jadi, sesorang yang belajar akan mengalami

kemajuan yang pesat dengan adanya motivasi tersebut.

ii. Pengalaman sendiri, atau apa yang dialami sendiri akan lebih

menarik dan berkesan daripada mengetahui dari orang  lain.

iii. Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang menyebabkan

manusia itu menjadi maju.

iv. Pemecahan masalah, seorang  yang belajar tidak dapat dipisahkan

dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlukan kekeritisan

mODUL Psikologi pendidikan 12

Page 13: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

seseorang tersebut dalam menhadapi maslah itu dalam

mengembangkan pengetahuan, pengalaman dan sikap.

v. Berpikir analitis-sintesis, berpikir secara analitis adalah berusaha

menegenal sesuatu dengan cara mengenali cirri-ciri atau unsure-

unsur yang ada pada sesuatu itu. Sedangkan, berpikir sintesis

adalah proses berpikir untuk menemukan hubungan cirri-ciri yang

disebutkan dalam jawaban-jawaban yang diperoleh dari berpikir

analitis.

vi. Perbedaan individual, sudah menjadi kodratnya bahwa anak didik

yang kita hadapi tidak mempunyai kematangan berpikir, kemampuan

berbahasa, dan tingkat integensi yang sama.

Sedangkan prinsip-prinsip belajar yang bersifat lingistik, seperti

yang telah dirumuskan Abdul Chaer dan Leonie Austina (2004: 206),

sebagai berikut:

a. Mudah menuju sukar, maksudnya pemberian materi harus dimulai dari

yang mudah kemudian diikuti yang sukar atau yang lebih sukar. Jadi

asas ini mengajarkan bahwa pemberian materi harus diberikan secara

bertahap menurut tingkat kesukarannya.

b. Sederhana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus

dimulai dari yang sederhana, baru kemudian diikuti oleh materi yang

kompeks.

c. Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pelajaran harus

dimulai dari yang ada didekat peserta didik, baru kemudian secara

berangsur-angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh.

d. Pola menuju unsur, maksudnya materi pelajaran yang diberikan mula-

mula harus yang berupa satu kebulatan, sesudah itu baru diberikan

unsure-unsur dari kebulatan itu.

e. Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi pelajaran yang

mula-mula harus diberikan adalah penggunaan atau satuan-satuan

materi tersebut. Asas penggunaan ini dapat diberikan dalam bentuk

mODUL Psikologi pendidikan 13

Page 14: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

latihan-latihan yang berulang-ulang dan terus-menerus sehingga para

peserta didik menjadi terampil menggunakannya.

f. Masalah bukan kebiasaan, maksudnya adalah para peserta didik harus

dibiasaka untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang sudah

diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.

g. Kenyataan bukan buatan, kenyataan menunjukkan bahwa materi

pelajaran mempunyai variasi. Kenyataan ini tidaak dapat diabaikan

dalam pengajaran terhadap para peserta didik.

D. CIRI-CIRI BELAJAR

Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada

beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan kedalam cirri-ciri belajar:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti individu yang belajar

akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurng-kurangnya

individu merasakan telah terjadi perubahan dalam  dirinya.

2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. Sebagai hasil belajar,

perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung secara terus

menerus dan tidak statis.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perbuatan

belajar, perubaha-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk

memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang

terjadi karena proses belajar bersifat menetap dan permanen, ini

berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat

menetap.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa

perubahan tingkah laku itu terjadi Karena ada tujuan yang akan

dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah aku yang

benar-benar disadari.

mODUL Psikologi pendidikan 14

Page 15: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

6. Perubahan mencakup seluruh asfek tingkah laku. Perubahan yang

diperoleh individu setelah melalui peroses belajar meliputi perubahan

seluruh tingkah laku.

E. JENIS-JENIS BELAJAR

Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan

perubahan itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar

mempunyai cirri-ciri masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang

ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar antara lain :

1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang

mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang

digunakan.

2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif

bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati

dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau

lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.

3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan

suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat

diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi

yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu

bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan

semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka

organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk

memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi

ilmiah.maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-

konsep dan struktur-struktur hubungan.

5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang

mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang

yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-

mODUL Psikologi pendidikan 15

Page 16: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan

tertentu.

6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar

kemahiran intelektual (intellectual skill), yang dikemukakan oleh

Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan

satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu

keteraturan.

7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu

masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan

dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan

melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah

serta metode-metode bekerja tertentu.

8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill). Orang yang memiliki

suatau keterampilan motorik, mampu melakukan gerak gerik jasmani

dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak

gerikberbagai anggota badan secara terpadu.

9. Belajar Estetis. Bentuk belajar ini bertujuan membentukkemampuan

menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang

kesenian.

F.AKTIVITAS BELAJAR1. Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Ketika seorang

guru atau dosen menggunakan meode ceramah, maka setiap siswa atau

mahasiswa diharuskan untuk mendengarkan materi yang sedang

disampaikan.

2. Memandang

Memandang adalah mengarahkan pengelihatan ke suatu objek.

Dalam pendidikan, aktivitas memandang termasuk dalam katagori

aktivitas belajar baik memandang materi pelajaran yang sedang disajikan

mODUL Psikologi pendidikan 16

Page 17: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dalam bentuk catan maupun memandang gerak-gerik pengajar yang

sedang menyampaikan materi.

3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap

Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia

yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar.

4. Menulis atau Mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan

dari aktivitas belajar yang dilakukan karena orang menyadari kebutuhan

dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu

nantinya berguna bagi pencapain tujuan belajar.

5. Membaca

Membaca disisi tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga

membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan-

catatan kuliyah, dan lain sebagainya yang berhubungan denga kebutuhan

belajar.

6. Membuat Ikhtisar atau ringkasan dan Menggarisbawahi

Ini adalah salah satu cara untuk mempermudah untuk memahami

dan mengulangi materi pelajaran yang sudah didapatkan sebelumnya.

7. Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram, dan Bagan-bagan

Dalam buku atau dalam lingkungan lain sering dijumpai tabel,

diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat

berguna bagi seorang dalam mempelajari materi yang relevan.

8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja

mODUL Psikologi pendidikan 17

Page 18: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Dalam menyusun paper tidak sembarangan, tetapi harus

metodoligis dan sistematis. Metodlogis artinya menggunakan metode

tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan

kerangka berpikir yang logis dan kronologi.

9. Mengingat

Ingat itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan

(learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (rembering)

hal-hal yang telah dilakukan atau dipelajari.

10.Berpikir

Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-

tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu.

11.Latihan atau Praktek

Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional,

dengan demikian aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.

G. GAYA BELAJAR

Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam empat 

kecenderungan utama yaitu:

1. Concrete Experience (CE). Siswa  belajar melalui perasaan (feeling),

dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret,  lebih

mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap

perasaan orang lain.  Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui

pengalaman baru,  siswa  cenderung lebih terbuka dan mampu

beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.

2. Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran

(thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide,

perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau

perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang

mODUL Psikologi pendidikan 18

Page 19: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan

mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.

3. Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan

(watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak

suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna

dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan

perasaannya untuk membentuk opini/pendapat, siswa

mengobservasi dan  merefleksi pengalamannya dari berbagai segi.

4. Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),

cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani

mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat

perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam

menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan

prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah

dan mengambil keputusan.

mODUL Psikologi pendidikan 19

PERTEMUAN 4 Perkembangan Individu Dalam

Belajar

Page 20: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A.    Perkembangan Individu Dalam Belajar

Perkembangan individu murid, siswa, dan mahasiswa (peserta

didik), ditunjukkan bagaimana perkembangan anak-anak, remaja dan

dewasa tumbuh dan berkembang secarafisik, psikis dari fase ke fase

seperti dalam hal pertumbuhanfisik, kognitif, afektif, sosial, psikomotor,

moral. Proses pengajaran dan pembelajaran tidak akan bisa berjalan

efektif dan efisien apabila seorang pendidik tidak memahami

perkembangan peserta didik secara menyeluruh. Untuk itu pendidik

memerlukan pengetahuan tentang perkembangan individu peserta didik.

1. Konsep Perkembangan Individu

Perkembangan individu merupakan perubahan yang sistematis,

progresif, dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga

akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan-perubahan

yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.

Yang dimaksud perubahan yang sistematis yaitu perubahan dalam

perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling

mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya baik fisik

maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Progresif

berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, baik

secara kuantitatif maupun kualitatif. Berkesinambungan berarti bahwa

perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara

beraturan atau berurutan. Perkembangan individu secara fisik terjadi

sesuai dengan fase-fase perkembangan, sedangkan secara psikis terjadi

perubahan imajinasi fantasi ke realistis.

2. Belajar dan Fase-fase Perkembangan Individu

mODUL Psikologi pendidikan 20

Page 21: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Manusia membutuhkan kepandaian yang bersifat jasmaniah dan

rohaniah, dan ini dapat dicapai melalui belajar. Meskipun bayi yang baru

lahir membawa beberapa naluri dan insting dan potensi-potensi, tetapi

potensi tersebut tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya

pengaruh dari luar. Untuk itu manusia membutuhkan belajar sepanjang

kehidupannya, kapanpun dan dimanapun.

Para ahli mendefinisikan belajar sebagai berikut:

a. Menurut Hilgard, belajar adalah proses yang melahirkan atau

mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam

laboratorium atau dalam lingkungan alamiah).

b. Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam

tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau

pengalaman.

c. James P. Chaplin, learning (hal belajar, pengetahuan), yang berarti

perolehan dari sembarang perubahan yang relative permanen dalam

tingkah laku sebagai hasil praktek atualisasi pengalaman.

            Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah :

a) Belajar itu membawa perubahan

b) Perubahan itu ada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru

c) Perubahan itu terjadi karena usaha

Menurut Havinghurst yang dikutip oleh Made Pidarta, fase-fase

perkembangan pada manusia sejak dari masa kanak-kanak sampai masa

tua ada enam fase, yaitu:

a. Fase perkembangan masa kanak-kanak (Infancy & Early Childhood)

Pada masa ini, anak berada pada usia 0-6 tahun dan memiliki ciri –

ciri antara lain : 1) Belajar berjalan, mengambil makanan padat; 2) Belajar

bicara; 3) Belajar mengontrol eliminasi (urin & fekal); 4) Belajar tentang

perbedaan jenis kelamin; 5) Membentuk konsep-konsep sederhana

mODUL Psikologi pendidikan 21

Page 22: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

mengenai kenyataan sosial dan fisik; 6) Belajar membedakan mana yang

benar dan mana yang salah, mengembangkan hati nurani; 7) Belajar

mengadakan hubungan emosi

b. Fase perkembangan masa anak (Middle childhood)

Pada masa ini, anak berada pada usia 6-12 tahun dan memiliki ciri-

ciri antara lain : 1) Membangun perilaku yang sehat; 2) Belajar

keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang luar

biasa; 3) Belajar bergaul dengan teman sebaya; 4) Belajar peran sosial

terkait dengan maskulinitas dan feminitas; 5) Mengembangkan

ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung; 6)

Mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan

sehari-hari; 7) Membangun moralitas, hati nurani dan nilai-nilai; 8)

Pencapaian kemandirian; dan 9) Membangun perilaku dalam kelompok

sosial maupun institusi (sekolah).

c. Fase perkembangan masa remaja (Adolescence)

Pada masa ini, remaja berada pada usia 12-18 tahun dan memiliki

ciri -ciri   antara lain : 1) Membina hubungan baru yang lebih dewasa

dengan teman sebaya baik laki maupun perempuan; 2) Pencapaian peran

sosial maskulinitas atau feminitas; 3) Pencapaian kemandirian emosi dari

orang tua, orang lain; 4) Pencapaian kemandirian dalam mengatur

keuangan; 5) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara

efektif; 6) Memilih dan mempersiapkan pekerjaan; 7) Mempersiapkan

pernikahan dan kehidupan keluarga; 8) Membangun ketrampilan dan

konsep-konsep intelektual yang perlu bagi warga negara; 9) Pencapaian

tanggungjawab sosial; dan 10) Memperolah nilai-nilai dan system etik

sebagai penuntun dalam berperilaku.

d. Fase perkembangan masa dewasa awal (Early Adulthood)

mODUL Psikologi pendidikan 22

Page 23: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Pada masa ini, mereka berada pada usia 18-30 tahun dan memiliki

ciri-ciri antara lain : 1) Memilih pasangan; 2) Belajar hidup bersama orang

lain sebagai pasangan; 3) Mulai berkeluarga; 4) Membesarkan anak; 5)

Mengatur rumah tangga; 6) Mulai bekerja; 7) Mendapat tanggungjawab

sebagai warga negara; dan 8) Menemukan kelompok sosial yang cocok.

e. Fase perkembangan masa setengah baya (Middle-age)

Pada masa ini, seseorang yang telah dewasa lanjut berada pada

usia 30-50 tahun dan memiliki ciri -ciri antara lain: 1) Mendapat

tanggungjawab sosial dan sebagai warga negara; 2) Membangun dan

mempertahankan standard ekonomi keluarga; 3) Membimbing anak dan

remaja untuk menjadi dewasa yang bertanggungjawab dan

menyenangkan; 4) Mengembangkan kegiatan-kegiatan di waktu luang; 5)

Membina hubungan dengan pasangannya sebagai individu; 6) Mengalami

dan menyesuaikan diri dengan beberapa perubahan fisik; dan 7)

Menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua yang bertambah

tua.

f. Fase perkembangan masa tua (Later maturity)

Pada masa lanjut, mereka berada pada usia 50 tahun lebih dan

memiliki  ciri-ciri antara lain: 1) Menyesuaikan diri dengan penurunan

kekuatan fisik dan kesehatan; 2) Menyesuaikan diri dengan situasi

pensiun dan penghasilan yang semakin berkurang; 3) Menyesuaikan diri

dengan keadaan kehilangan pasangan (suami/istri); 4) Membina

hubungan dengan teman sesama usia lanjut; 5) Melakukan pertemuan-

pertemuan sosial; 6) Membangun kepuasan kehidupan; dan 7) Kesiapan

menghadapi kematian.

mODUL Psikologi pendidikan 23

Page 24: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

3. Perkembangan Individu secara Didaktis

Syamsu Yusuf mengemukakan beberapa tahapan perkembangan

individu dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut:

a. Masa usia pra sekolah

            Masa usia pra sekolah terbagi dua yaitu: (1) masa vital dan (2)

masa estetik.

1) Masa vital, pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis

untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Adapun tugas

perkembangan pembelajaran pada fase ini adalah:

a. Anak belajar memakan makanan keras;

b. Anak belajar berjalan;

c. Anak belajar berbicara.

2) Masa estetik; masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa

keindahan. Seseorang individu anak bereksplorasi dan belajar melalui

panca inderanya. Adapun tugas pembelajaran pada fase ini, yaitu:

a) anak belajar membedakan yang baik dan yang buruk;

b) anak membedakan jenis kelamin, belajar sopan santun;

c) anak belajar mengeja dan  membaca;

d) anak belajar mengenal individu secara emosional dan sosial.

b. Masa usia jenjang pendidikan dasar

Masa usia pendidikan dasar disebut juga masa intelektual, atau

masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah

matang untuk memasuki sekolah. Adapun ciri-ciri utama anak yang sudah

matang, yaitu:

1) memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok

sebaya;

2) keadaan fisik yang memungkinkar anak-anak memasuki dunia

bermain dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani;

mODUL Psikologi pendidikan 24

Page 25: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

3) memasuki dunia mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan

komunikasi yang luas (Tohirin, 2005:34).

Adapun tugas anak-anak pada usia sekolah dasar ini adalah:

1) Belajar ketrampilan, jasmani atau fisik melalui bermain.

2) Belajar bergaul.

3) Belajar mengembangkan kemampuan menulis, membaca, dan

menghitung.

4) Belajar mengenal kemampuan dirinya.

5) Belajar memainkan berperan sebagai lelaki maupun wanita.

6) Belajar membandingkan diri dengan yang lainnya.

7) Belajar menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginannya.

8) Belajar bersikap bebas atau tidak terikat menentukan sesuatu

kehendak.

mODUL Psikologi pendidikan 25

PERTEMUAN 5

Prinsip-Prinsip Belajar

Page 26: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A.    PENGERTIAN PRINSIP

Sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama

(Badudu&Zein, 2001:1089). Sesuatu yang menjadi dasar dari pokok

berpikir, berpijak dsb (Syah Djanilus, 1993). Sesuatu kebenaran yang

kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya (Dardiri, 1996)

B.     PENGERTIAN BELAJAR

 Menurut Walra, rochmat, (1999:24)  Belajar ialah Suatu aktifitas

atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku

dan pribadi yang bersifat permanen. Moh. Surya (1997) : “belajar diartikan

sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh

perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalamberinteraksi dengan lingkungannya”.

Menurut Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan

dalam kepribadianyang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang

baru berbentukketerampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan

kecakapan”. Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan

perilaku yang muncul karena pengalaman”. Wingkel, 1987 : “belajar

adalah suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri

sendiri.”Belajar adalah suatu proses/usaha sadar yang dilakukan

olehindividu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku baik dalam

aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap dan nilai) maupun psikomotor

(keterampilan) sebagai hasil interaksinyadengan lingkungan untuk

mencapai tujuan tertentu.

D.    PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR

mODUL Psikologi pendidikan 26

Page 27: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh

para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan.

Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang

relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya

pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya

maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Berikut ini

prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961)

adalah:

1. Prinsip Kesiapan (Readinees). Proses belajar dipengaruhi kesiapan

siswa. Yang dimaksud dengan kesiapan siswa ialah kondisi yang

memungkinkan ia dapat belajar.

2. Prinsip Motivasi (Motivation). Tujuan dalam belajar diperlukan untuk

suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar

untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan

memelihara kesungguhan.

3. Prinsip Persepsi. Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan

bagaiman ia memahami situasi. Persepsi adalah interpertasi tentang

situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya

sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi

perilaku individu.

4. Tujuan. Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh

para pelajarpada saat proses terjadi. Tujuan ialah sasaran khusus

yang hendak dicapai olehseseorang.

5. Prinsip Perbedaan Individual. Proses pengajaran semestinya

memperhatikan perbedaan individual dalamkelas dapat memberi

kemudahan pencapaian tujuan belajar setinggi-tingginya. Pengajaran

yang hanya memperhatikan satu tingkat sasaran akan

gagalmemenuhi kebutuhan seluruh siswa

6. Prinsip Transfer dan Retensi. Belajar dianggap bermanfaat bila

seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam

mODUL Psikologi pendidikan 27

Page 28: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

situasi baru. Apapun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya

akan digunakan dalam situasi yang lain.Proses tersebut dikenal

sebagai proses transfer. Kemampuan sesesoranguntuk menggunakan

lagi hasil belajar disebut retensi.

7. Prinsip Belajar Kognitif.Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan

dan penemuan. Belajarkognitif mencakup asosiasi antar unsur,

pembentukan konsep,penemuan masalah dan keterampilan

memecahkan masalah yangselanjutnya membentuk perilaku baru,

berpikir, bernalar, menilai danberimajinasi.

8. Prinsip Belajar Afektif. Proses belajar afektif seseorang menemukan

bagaimana ia menghubungkandirinya dengan pengalaman baru.

Belajar afektif mencakup nilai emosi,dorongan, minat dan sikap

9. Prinsip Belajar Evaluasi. Jenis cakupan validitas evaluasi dapat

mempengaruhi proses belajar saatini dan selanjutnya pelaksanaan

latihan evaluasi memungkinkan bagiindividu untuk menguji kemajuan

dalam pencapaian tujuan.

10.Prinsip Belajar Psikomotor. Proses belajar psikomotor individu

menentukan bagaimana ia mampumengendalikan aktivitas ragawinya.

Belajar psikomotor mengandung aspekmental dan fisik.

a. Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk

1. Prinsip efek kepuasan (law of effect). Jika sebuah respon

menghasilkan efek jembatan yang memuaskan, maka hubungan

Stimulus-Respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak

memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula

hubungan yang terjadi antara Stimulus-Respon.

2. Prinsip pengulangan (law of exercise). Bahwa hubungan antara

stimulus dengan respons akan semakin bertambah erat, jika sering

dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak pernah

dilatih.

mODUL Psikologi pendidikan 28

Page 29: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

3. Prinsip kesiapan (law of readiness). Bahwa kesiapan mengacu pada

asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan

suatu pengantar (conduction unit) dimana unit-unit ini menimbulkan

kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atu tidak

berbuat sesuatu.

4. Prinsip kesan pertama (law of primacy). Prinsip yang harus dipunyai

pendidik untuk menarik perhatian peserta didik.

5. Prinsip makna yang dalam (law of intensity). Bahwa makna yang

dalam akan menunjang dalam proses pembelajaran. Makin jelas

makna hubungan suatu pembelajaran maka akan semakin efektif

sesuatu yang dipelajari.

6. Prinsip bahan baru (law of recentcy). Bahwa dalam suatu

pembelajaran diperlukan bahan baru untuk menambah wawasan

atau pengalaman suatu peserta didik.

7. Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip

pengulangan). Bahwa hubungan antara Stimulus-Respon akan

semakin kuat dan bertambah erat jika sering dilatih dan akan

semakin lemah dan berkurang jika jarang atau tidak pernah dilatih.

E. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJARSiswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan

pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu

saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil

dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip

belajar terhadap diri mereka.

a. Perhatian dan Motivasi

Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua

ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya

tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa

harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang

dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam

mODUL Psikologi pendidikan 29

Page 30: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain

yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih

indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses

pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373).

Contoh kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti

mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya

dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan

psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma

kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar

sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.

Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya

oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus

dibangkitkan dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat

membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara

terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan atau

mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara

positif pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau

sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari

contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan

motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat

psikis.

b. Keaktifan

Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun

kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan

mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah

perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari

sumber informasi yang dibutuhkan,  menganalisis hasil percobaan, ingin

mODUL Psikologi pendidikan 30

Page 31: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku

sejenis lainnya.

Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut

keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

c. Keterlibatan langsung/ berpengalaman

Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya

sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut

untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini. secara mutlak menuntut

adanyan keterlibatan langsung dari “tiap siswa dalam kegiatan belajar

pembelajaran.

Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-

segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka.

Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan

mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk

perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi

siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli,

siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan,

siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk

perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin

terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku

keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran

dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.

d. Pengulangan

Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan

belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari

pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam

melakukan pengulangan.

mODUL Psikologi pendidikan 31

Page 32: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi

prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setidp

valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal nama-

nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa

sejarah.

e. Tantangan

Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila

siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih

termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik

(Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan

untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada

dalam kegiatan pembelajaran.

Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya

kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu

memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga

harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan

yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan

implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan

eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau

mencari tahu pemecahan suatu masalah.

f. Balikan dan Penguatan

Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang

dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu

memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus

merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku

siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera

mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan

terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari

gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.

mODUL Psikologi pendidikan 32

Page 33: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

g. Perbedaan Individual

Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda

satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut

tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat

variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya

berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara

belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.

Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang

siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu dengan lain.

Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-

sifatnya.

Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa.

Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya

pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita

kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya

pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu

dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama,

demikian pula dengan pengetahuannya.

Implikasi adanya prinsip perbedaan individual diantaranya adalah

menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau

memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa

dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas implikasi

prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari

kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.

Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap

kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.

Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip

belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak

semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.

mODUL Psikologi pendidikan 33

Page 34: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Pengertian Teori Belajar

Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-

kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh Mc. Keachie dalam

grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4).Sedangkan Hamzah (2003:26)

menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang

didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri

dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya

dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.

Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat asas tentang

kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan

prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. 

Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan setiap orang.

Belajar dilakukan hampir setiap waktu,  kapan saja,  dimana saja,  dan

sedang melakukan apa saja.  Belajar juga merupakan aktivitas yang

dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahahan dalam dirinya

melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat

membawa perubahan pada si pelaku, baik perubahan pengetahuan,

sikap, maupun ketrampilan. Pengertian belajar sendiri adalah suatu

perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil dari praktik

dan pengalaman. Jadi teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak

yang membantu peserta didik untuk belajar.

B. Macam-macam Teori Belajar

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka

bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di

mODUL Psikologi pendidikan 34

PERTEMUAN 6 Teori - Teori Belajar

Page 35: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa

aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :

1.   Teori Belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah

laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang

menjadi aliran psikologibelajar yang berpengaruh terhadap arah

pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang

dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada

terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Menuru teori behavior,  belajar adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan

perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah

masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang

berupa respon.

Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon

atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau

pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan

penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Berikut tokoh-

tokoh teori behavioristik:

a. Edward L. Thordike

Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan

hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa

belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara

stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan. Teori  ini

dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh thorndike.

Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing muda. Kucing itu

mODUL Psikologi pendidikan 35

Page 36: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji. Kurungan

kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya

terpijit,  pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar

kurungan disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring.

Kucing mulai beraksi. Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk

keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa disengaja kucing

tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia keluar dari

kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.

Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing

tersebut. Pada awal percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir

hingga menyentuh tombol. Namun setelah sekian lama percobaan kucing

tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol

pembuka pintu. Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa proses

belajar  melalui dua bentuk, yaitu:

1. trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses

belajar dari kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.

2. law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang

mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat

dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.

b.  Ivan Petrovitch Pavlov

Teori pavlov lebih dikenal dengan pembiasaan klasik (classical

conditioning). Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang

dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan rusia. Teori classical

conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara

mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam

eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing dengan tujuan mengkaji

bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme. Teori ini

dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air liur. Air liur

akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam

mODUL Psikologi pendidikan 36

Page 37: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

percobaanya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan

pada anjing. Setelah diulang berkali- kali ternyata air liur tetap keluar bila

bel berbunyi meskipun makananya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu

upaya untuk mengondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons

terhadap sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu,

kebiasaan berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll.

Terbentuk karena pengkondisian. 

c. Burrhus Frederic Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih

mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan

konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.

 Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan

perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh

tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang

tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan

saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi

respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-

konsekuensi. Konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya

perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara

benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan

lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan

berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon

tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan

perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah

laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang

digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

mODUL Psikologi pendidikan 37

Page 38: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

d. Teori Kognitif

Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses

internal mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan,

mengingat, dan belajar. Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat

diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti

motivasi, keyakinan, dan sebagainya. Psikolagi kognitif menyebutkan

bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik

meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat

mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang

belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat  jasmaniah

yaitu mulut dan tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan

pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan menggoreskan penayang

dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada, melainkan yang

terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran

behaviorisme  yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-

teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para

psikolog modern dewasa ini.

Berikut tokoh-tokoh teori kognitif:

1. Teori Gestalt

Teori ini dikenal juga dengan sebutan field theory atau insight full

learning. Menurut teori gestalt, manusia bukan sekedar makhluk reaksi

yang berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang memengaruhinya.

Akan tetapi, manusia adalah individu yang merupakan bulatan fisik dan

psikis.

Manusia menurut gestalt, adalah makhluk bebas. Ia bebas memilih

cara untuk bereaksi dan menentukan stimuli yang diterima atau stimuli

yang ditolaknya. Dengan demikian, belajar menurut psikolagi gestalt

bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus dan respons yang lama

mODUL Psikologi pendidikan 38

Page 39: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

makin kuat tetapi karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan.

Akan tetapi belajar terjadi jika ada pengertian (insight). Pengertian atau

insight ini muncul setelah beberapa saat seseorang mencoba memahami

suatu masalah yang muncul kepadanya.

Persepsi dan insight siswa sangat penting dalam teori gestalt. Salah

satu sumbangan yang paling penting dari teori gestalt adalah ide bahwa

tugas-tugas sekolah harus cocok dengan pengalaman dan pemahaman

siswa, kegagalan sering terjadi karena: (1) tugas terlalu sulit bagi siswa

untuk mencapai insight, (2) keterangan-keterangan dari guru tidak terlalu

jelas.

2. Teori Jean Piaget

Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif

yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,

yaitu: Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian)

informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.

Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang

baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi

dan akomodasi. Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam pembelajaran, yaitu

perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh

anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya,

yaitu bagaimana anak secara aktif mengkontruksi pengetahuannya.

Pengetahuan sendiri datang dari tindakan.

Menurut teori Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi

lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara

itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya

berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang

pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

3. Teori Burner

Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat

deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya,

mODUL Psikologi pendidikan 39

Page 40: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan

bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.

4. Teori Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan

bermuara pada manusia itu sendiri.  Meskipun teori ini sangat

menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini

lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam

bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada

ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti

apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian..

Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan

manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

 Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si

pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses

belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai

aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha

memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,  bukan dari

sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah

membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu

masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai

manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi

yang ada dalam diri mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori

dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan

manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Berikut tokoh-tokoh teori humanistik:

a. Carl Rogers

Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses

belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka

berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila

tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh

mODUL Psikologi pendidikan 40

Page 41: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus

bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna

dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika

dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan

peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses

pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek

perasaan peserta didik. Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut

teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui

dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan

proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang

apakah proses belajarnya berhasil. Menurut Roger, peranan guru dalam

kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah

sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam:

1) membantu menciptakan suasana kelas yang kondusif agar siswa

bersikap positif terhadap belajar,

2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan

kebebasan kepada siswa untuk belajar,

3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka

sebagai kekuatan pendorong belajar,

4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, 

5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai

siswa sebagaimana adanya.

b. Arthur Combs

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang

seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu..

Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan

besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari

persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,

hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal

itu terlupakan.

mODUL Psikologi pendidikan 41

Page 42: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Inteligensi dan IQ

Intelegensi berasal dari bahasa latin yaitu Intellegere artinya

menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut willim stern,

intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada

kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai

dengan tujuan. William Stren juga menyatakan bahwa intelegensi

sebagian besar dengan dasar dan turunan. Menurut David Wechsler,

inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir

secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. 

Pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada

intelegensi seseorang. Alfred Binet (1905) merumuskan bahwa intelegensi

terdiri dari pengertian atau komprehensen, pendapat atau inpensian

pengarahan dan kritik. Jadi , intelegensi adalah “kemampuan yang dibawa

sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara

yang tertentu”. Didalam psikologi dikenal dengan istilah intelegensi.

Intelegensi ini sekaligus dapat menggantikan berbagai macam istilah yang

berhubungan dengan kecerdasan.

Psikologi hakekatnya ialah ilmu tentang tingkah laku. Jadi

mengenai intelegensi, tingkah laku dapat dibagi dalam tingkah laku yang

hanya sedikit membutuhkan intelegansi dan tingkah laku banyak

membutuhkan intelegensi. Misalnya: seseorang yang berada di taman, ia

hanya menikmati bunga-bunga yang memiliki warna warni dan tidak

membutuhkan intelegensi yang tinggi. Tetapi apabila ia menghitungnya

dan mengelompokkan bunga-bunga itu menjadi warna yang sama,dan

memisahkan jenis dan nama bunganya masing-masing maka dalam hal

mODUL Psikologi pendidikan 42

PERTEMUAN 7 Intelligensi Dan IQ

Page 43: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

ini membutuhkan intelegensi yang sangat tinggi. Menurut spearman ada

dua faktor yang ada dalam intelegensi yaitu:

1. General intelegensi

2. Spacific intelegensi

Faktor general intelegensi terdapat pada semua intelegensi

sedangkan faktor spacific intelegensi hanya terdapat pada hal-hal tertentu

saja. Misalnya: orang yang unggul dalam pelajaran ilmu pasti. Faktor

spesific intelegensi berhubungan dengan syaraf otot, ingatan, dan latihan

serta pengalaman. Menurut para ahli intelegensi bermacam-macam, yaitu:

Intelegensi kreatif yang berkemampuan menciptakan, terdapat pada

para penemu barang-barang baru.

Intelegensi eksekutif yang berkemampuan untuk melihat fikiran orang

lain. Terdapat pada manusia umumnya.

Intelegensi teoritis, dimiliki oleh para sarjana, mahasiswa, dan para

ahli teori umumnya.

Intelegensi praktis, ialah kemampuan bertindak secara cepat dan

tepat melakukan suatu pekerjaan, misalnya dimiliki oleh para

pengemudi kendaraan, para guru di sekolah, dan lain-lain.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah

suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara

rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,

melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang

merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Adapun faktor-

faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

1. Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu

keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai

tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang

diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu

mODUL Psikologi pendidikan 43

Page 44: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.

Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ

mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak

pernah saling kenal.

2. Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak

lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan

yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak.

Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain

gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari

lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal

kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti

inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari

Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes

kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi

mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan

kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur

mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila

kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang

disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan

kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu

(umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian

dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian

timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi

perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan

kemampuan.

mODUL Psikologi pendidikan 44

Page 45: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi, sehingga

terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain ialah:

1. Pembawaan: Pembawaan di tentukan oleh sifat – sifat dan ciri – ciri

yang di bawah sejak lahir. “batas kesanggupan kita”, yakni dapat

tidaknya memecahkan suatu soal, pertama – tama di tentukan oleh

pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh.

Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan –

perbedaan itu masih tetap ada.

2. Kematangan: Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis)

dapat di katakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan

menjalankan fungsinya masing – masing. Anak – anak tak dapat

memecahkan soal – soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ –

organ tubuhnya dan fungsinya jiwanya masih belum matang untuk

melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan

umur.

3. Pembentukan: Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri

seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelijensi. Dapat kita

bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah -

sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

4. Minat dan pembawaan yang khas: Minat mengarahkan perbuatan

kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.

Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan (motif - motif) yang

mendorong manusia unutk berinteraksi dengan dunia luar (manipulate

and exploring motives). Dari manipulasi dengan eksplorasi yang

dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat

terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya

untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

5. Kebebasan: Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih

metode – metode yang tertentu dalam memecahkan masalah –

mODUL Psikologi pendidikan 45

Page 46: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga

bebas dalam memilih maslah sesuai dengan kebutuhannya. Denga

adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya

menjadi syarat dalam perbuatan intelijensi.

B. Ciri-ciri Perbuatan Inteligensi

Adapun Beberapa ciri-ciri perbutan intelegensi yaitu sebagai

berikut:

1. Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan maslah yang

baru bagi yang bersangkutan. Misalnya ada soal :”mengapa api jika

ditutup dengan sehelai karung bisa padam? Ditanyakan kepada anak

yang baru bersekolah dapat menjawab dengan betul maka jawaban

itu intelegen. Tetapi jika pertanyaan itu di jawab oleh anak yang baru

saja mendapat pelajaran ilmu alam tentang api, hal itu tidak dapat

dikatakan intelegen.

2. Perbuatan intelegen sifatnya bertujuan. Untuk mencapai tujuan yang

hendak diselesaikannya dicarinya jalan yang dapat menghemat waktu

dan tenaga. Saudara kehilangan bolpoin disuatu lapangan.

Bagaimana mencarinya? Bagaimana menebang pohon-pohon dirimba

raya agar dalam waktu singkat dapat merobohkan pohon-pohon?

Cara mengambil buah kelapa dilampung dengan memakai gala yang

panjang, sedangkan di daerah jawa pada umumnya dengan memanjat

batangnya satu -satu.

3. Masalah yang di hadapi harus mengandung suatu tingkat kesulitan

bagi yang bersangkutan. Ada suatu maslah yang bagi orang dewasa

mudah memecahkan menjawabnya, hampir tiada berfikir, sedang bagi

anak-anak harus dijawabnya dengan otak, tetapi dapat. Jawaban

anak itu intelegen.

4. Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat.

Apa yang harus anda perbuat jika anda lapar? Kalau jawabnya : saya

harus mencuri makanan. Tentunya jawaban itu tidak intelegen.

mODUL Psikologi pendidikan 46

Page 47: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

5. Dalam berbuat intelegen seringkali menggunakan daya

mengabstraksi. Pada waktu berfikir, tanggapan – tanggapan dan

ingatan – ingatan yang tidak perlu harus di singkirkan. Apa persamaan

anatara jendela dan daun? Jawaban yang bernar memerlukan daya

mengabstraksi.

6. Perbuatan yang intelegen bercirikan kecepatan. Proses

pemecahannya relatif cepat, sesuai dengan permasalahan yang di

hadapi.

7. Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan

yang mengganggu pemecahan masalah yang sedang di hadapi.

C. Pengukuran Tes Intelegensi dan Manfaatnya

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang

psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai

untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus

(anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon.

Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911. Tahun 1916, Lewis Terman,

seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes

Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik

yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental

age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes

Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh

seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian

dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini

banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13

tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet

adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini,

Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri

dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari

faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor

mODUL Psikologi pendidikan 47

Page 48: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor

ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa,

dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes

dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di

mana alat tes tersebut dibuat.

Pada penyusunan tes yang pertama ini dimaksudkan untuk

menggolongkan anak-anak yang normal dan anak-anak yang lemah

mental. Sehingga tesnya terkenal dengan nama Tes Binet Simon. Tes ini

pertama kali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama “Chelle

Matrique de Intelegence” atau Skala Pengukuran Kecerdasan. Tes Biner-

Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang telah dikelompik-

kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun).

Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak

berhubungan dengan pelajaran di sekolah, seperti:

a. Menceritakan isi gambar-gambar

b. Menyebut harga mata uang

c. Memperbandingkan berat timbangan

Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan diatas, kita dapat

mengetahui kecerdasan seseorang. Adapun kegunaan tes intelagensi

selain dibutuhkan untuk pergaulan sehari-hari juga diperlukan untuk

berbagai jenis kebutuhan misalnya:

1. Bagi staf sekolah. Staf sekolah terutama guru memerlukan hasil-hasil

pengukuran intelegensi murid-muridnya terutama untuk bahan

pembimbing dalam pelajarannya.

2. Conselor (penyuluh) memerlukan hasil pengukuran intelagensi, sebab

banyak hambatan yang diderita anak yang salah satu sebabnya terletak

dalam tingkat intelegensi.

mODUL Psikologi pendidikan 48

Page 49: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

3. Untuk keperluan seleksi dan penempatan. Dalam dunia pendidikan,

untuk menyeleksi calon murid atau mahasiswa yang sesuai dengan

kebutuhan dan tuntutan. Bidang pekerjaan atau jabatan hasil

pengukuran intelegensi berguna untuk memilih pegawai sesuai

kebutuhan.

4. Psikiater. Psikiater juga memerlukan hasil pengukuran intelegensi hal

ini untuk mengetahui kelainan psikis individu (pasiennya).

Menurut Witherington (1978) ada 5 kegunaan test intelegensi,

yaitu:

Dapat digunakan untuk turut menetukan kemasakan anak-anak untuk

menerima pekerjaan sekolah, karena terkadang antara umur

kronologis dan umur psikis tidak seimbang.

Berguna untuk mengadakan klasifikasi kedalam golongan-golongan

menurut kemampuan mereka yang dilakukan untuk kepentingan

pelajaran.

Berguna untuk mendiaknosis, misalnya ada seorang anak yang tidak

berhasil untk mencapai kemajuan yang normal, maka tes intelegensi

dapat dipergunakan untk mementukan kesukaran yang dihadapi anak

itu. Kalu seorang anak yang terlambat kemajuan belajarnya tetapi

mencapai skor yang tinggi pada suatu test intelegensi, maka mungkin

sebab keterlambatan itu adalah karena faktor-faktor lainnya. Misalnya

faktor minat, cara belajar dan mengajar.

Di gunakan dalam memberikan bimbingan pendidikan maupun

bimbingan untuk menentukan jabatan.

Berguna untuk membantu studi mengenai pelanggaran-pelanggaran

peraturan/tata tertib, misalnya kalau seorang pemuda memperlihatkan

kecendrungan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya non

sosial dan kriminal, maka timbullah soal tanggungjawab semua moril,

apakah pemuda tadi cukup intelegensia untuk diminta tanggungjawab

moril bagi segala tindakannya.

mODUL Psikologi pendidikan 49

Page 50: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

D. Inteligensi dan Kaitannya dengan PendidikanSalah satu tugas yang terpenting dalam penelitian ilmiah, ialah

untuk membuktikan suatu hipotesis yang selanjutnya dapat di jadikan

dasar untuk meramalkan kejadian dimasa mendatang (guilford,1973). Test

inteligensi seperti halnya dengan test – test lainnya tidaklah tepat kalau

hanya di gunakan sebagai lebel atau cap bagi seseorang, tetapi

seharusnya di gunakan untuk membantu dalam mengerti atau memahami

diri seseorang. Tujuan sebenarnya dari test – test semacam itu menurut

Witherington (1978), ialah memungkinkan meramalkan kemampuan

potensial untuk belajar atau melakukan pekerjaan sekolah, supaya

dengan demikian dapatlah orang menentukan apa yang sebaiknya dia

lakukan selanjutnya. 

Bahkam anastasi menulis, bahwa sebagian besar test inteligensi

dapat dianggap sebagai pengukur bakat belajar. Hasil pengukuran

inteligensi yang biasanya dinyatakan dengan IQ dapat merupakan

gambaran pendidikan terdahulu yang telah dicapainya, dan dapat pula

merupakan predictor (alat peramal) terhadap hasil pendidikan dimasa

mendatang . Skinner (1958) sependapat dengan pernyataan itu dan ia

mengemukakan bahwa pada umumnya telah di temukan bahwa IQ

berguna sebagai salah satu faktor di dalam memprediksi kesuksesan

belajar di sekolah.

Maka jelaslah, bahwa hubungan hasil test inteligensi memang

mampu dan berguna dalam meramalkan kesuksesan belajar di sekolah.

Dan tidak di ragukan lagi, bahwa memprediksi suatu hasil terutama dalam

dunia pendidikan memang sangat diperlukan, apalagi dengan kaitannya

terhadap penyeleksian calon siswa ataupun mahasiswa yang melampui

batas tampung sekolah atau perguruan tinggi. Namun harus disadari

bahwa tidak semua test inteligensi cocok unutk di jadikan alat unutk

memprediksi sebab banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecocokan

penerapan tersebut. Dan harus pula di sadari dalam meramalkan suatu

kesuksesan belajar bahwa belajar itu sendiri tidak semata – mata sebagai

mODUL Psikologi pendidikan 50

Page 51: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

pemanfaatan kemampuan potensial (intelegensia), melainkan masih

banyak faktor yang ikut menentukan hasil dari proses belajar. 

Faktor – faktor tersebut antara lain; faktor indogen, yaitu faktor dari

dalam individu itu sendiri , baik faktor fisiologis seperti keadaan jasmani,

indera, dan lain – lain, namun faktor psikologisnya seperti minatnya,

kecenderungan pribadinya, dan lain – lain. Juga faktor eksogeen, yaitu

faktor yang berasal dari luar, misalnya ada keributan dari orang – orang di

sekeliling tempat belajar, atau ada gambar seseorang yang dapat

mengganggu konsentrasinya dan faktor – faktor non sosial seperti

keadaan alam dan alat perlengkapan belajar. Jadi jelas hasil test

intelugensi bukan jaminan untuk sukses belajar, akan tatapi sangat

bermanfaat untuk meramalkan kemampuan mencapai sukses dalam

belajar.

mODUL Psikologi pendidikan 51

Page 52: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Pengertian Kesulitan Belajar

Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang

untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang

memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa

siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,

kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan

belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan

siswa lainnya.

Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita

pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan

rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang

berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa

yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh)

tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai

dengan kapasitasnya.

Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan

intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki

ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan

hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori,

serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori

motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement

tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang

merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai

kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas

dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional

mODUL Psikologi pendidikan 52

PERTEMUAN 9 Hakikat Kesulitan Belajar

Page 53: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning

difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja,

tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu

kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-

rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat

tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.

B. Faktor-faktor Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas

dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun,

kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan

perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam

kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering

minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan

belajar terdiri atas dua macam.

1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul

dari dalam siswa sendiri.

2. Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang

dari luar diri siswa.

Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara

lain tersebut dibawah ini.

1. Faktor intern siswa. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau

ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:

a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya

kapasitas intelektual/intelegensi siswa;

b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi

dan sikap;

mODUL Psikologi pendidikan 53

Page 54: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti

terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan

telinga)

2. Faktor ektern siswa. Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan

kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar

siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.

1. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan

antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

2. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah

perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer

group) yang nakal.

3. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang

buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang

berkualitas rendah.

Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:

1. Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua

mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang

cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup

mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian.

Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah

harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya

juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2. Non-social Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab

munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah,

kurikulum dan sebagainya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang

menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan

sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya:

a. Keturunan. Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek

keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami

mODUL Psikologi pendidikan 54

Page 55: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

kesulitan dalam membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti

secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor penyebabnya

adalah faktor keturunan.

b. Otak. Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban

belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini

telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti

menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak

yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak

yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan

belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh

karena itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai

penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.

c. Pemikiran. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan

menmgalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang

pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat

mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para

ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang,

dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.

d. Gizi. Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap

anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat

antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi. Artinya,

kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya

kelambanan atau kesulitan belajar.

e. Lingkungan. Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak

menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental

anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun

lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi

kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab

terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut

dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.

mODUL Psikologi pendidikan 55

Page 56: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

f. Biokimia. Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain

terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian

yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk &

Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka

pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun

kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986)

membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh

Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan

hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan

kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan

makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan

belajar.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang

yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor

yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis

berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome)

yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya

keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar

itu.

1. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.

2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.

3. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.

Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara

umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya

ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan

belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya

disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan

pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).

mODUL Psikologi pendidikan 56

Page 57: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

C. Diagnosis Kesulitan Belajar

Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan

belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan

identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena

yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda

siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan

menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang

terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada

ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur

seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

D. Jenis Kesulitan Belajar

Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat

macam, yaitu sebagai berikut:  Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada

yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada

yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan

bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen /

menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor

penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena

factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita

dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam.

Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan

berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula

siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-

hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat

psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa

mencakup pengetian yang luas, diantaranya: (a) learning disorder; (b)

mODUL Psikologi pendidikan 57

Page 58: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning

diasbilities.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana

proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang

bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,

potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu

atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,

sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang

dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga

keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami

kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-

gemulai.

2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang

dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya

siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental,

gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa

yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok

menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain

bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki

tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi

prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites

kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong

sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-

biasa saja atau rendah.

4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam

proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama

dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi

intelektual yang sama.

mODUL Psikologi pendidikan 58

Page 59: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada

gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,

sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. 

E. Karakteristik Kesulitan Belajar

Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik

yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini

diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar

khusus.

a. Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam

mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya

memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.

b. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan

belajar. Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas

atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan

belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.

c. Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan

teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun

sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi

minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau

memindahkan motivasi ke kegiatan lain.

d. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang

Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan

gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang

pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera

datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,

ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri.

Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.

e. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga

Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak

konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan

mODUL Psikologi pendidikan 59

Page 60: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan

perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan

yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari

rendahnya prestasi itu sendiri

f. Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar

dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak

berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang

lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi

terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak

yang keterbelakangan mental.

g. Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat

anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman

belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang

kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi

pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak.

Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak

mendukung kegiatan belajar

F. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya

Gangguan Persepsi Visual, yaitu:

Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis,

sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.

Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan

urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.

Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.

Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.

Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan

(tangan, kaki dan lain-lain).

Gangguan Persepsi Auditori, yaitu:

Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang

didengarnya.

mODUL Psikologi pendidikan 60

Page 61: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.

Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru

(sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena

sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah

datang suara (masalah) lain.

Gangguan Belajar Bahasa, yaitu:

Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.

Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

Gangguan Perseptual-Motorik, yaitu:

Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel,

dsb.)

Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang

mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.

Gangguan Hiperaktivitas, yaitu:

Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa

diam)

Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa

menyelesaikannya

Gangguan Kacau (distractability), yaitu:

Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting

Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses

pemikiran

Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan

mODUL Psikologi pendidikan 61

Page 62: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Pengertian KognitifIstilah kognitif berasal dari kata cognition yang artinya sama

dengan kata knowing yang berarti mengetahui. Dalam perkembangan

selanjutnya, istilah kognitif menjadi sangat populer sebagai domain atau

wilayah psikologis manusia yang berhubungan dengan pemahaman,

pertimbangan, pengelolaan informasi dan keyakinan.

Arti dari kata  kognisi (cognition) itu sendiri sebetulnya tidak ada

kesepakatan secara umum,  namun kesadaran tetap yang dipelajari

dalam psikologi kognitif adalah berbagai hal seperti sikap, ide, harapan

dan sebagainya. Dengan perkataan lain psikologi kognitif mempelajari

bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra dan diproses dalam

jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan

dalam bentuk tingkah laku. Psikologi kognitif dikatakan sebagai perpaduan

antara psikologi gestalt dan behaviorisme.

Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi

umum yang mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan

mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti

dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui

penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu

penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur

kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.

B. Teori belajar psikologi kognitifSebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud

dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukan beberapa definisi belajar:

1. Hilgard dan Bower (1990:84) belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu

mODUL Psikologi pendidikan 62

PERTEMUAN 10 Belajar Kognitif

Page 63: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang situasi titu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat

dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan,

kematangan, atau keadaan sesaat seseorang. Misalnya kelelelahan

dan pengaruh obat.

2. Gagne dalam buku the conditions of learning (1977:84) mengatakan

bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan

isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga

pembuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia

mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

3. Morgan dalam buku introduction psycchology (1978:84) mengatakan

belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah

laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan

adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian

tentang belajar, yaitu bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam

tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku

yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah

laku yang lebih buruk.

Manusia dalam menghadapi kehidupannya senantiasa menghadapi

berbagai masalah dan tantangan yang amat besar dan rumit yang tidak

seluruhnya mudah untuk dipecahkan. Fungsi kognitif manusia

menghadapi objek dalam bentuk representatif yang menghadirkan objek

tersebut dalam kesadaran, hal tersebut tampak jelas pada aktivitas

berpikir. Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran

tersendiri, orang yang memiliki kemahiran ini ia akan mampu mengontrol

dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri.

Sebagai contoh, bagaimana ia memusatkan perhatian, bagaimana belajar,

bagaimana menggali ingatan, bagaimna menggunakan pengetahuan yang

dimiliki, dan bagaimana berpikir dengan menggunakan konsep dalam

menghadapi permasalahan.

mODUL Psikologi pendidikan 63

Page 64: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Sasaran umum belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah

sistematisasi alur pemikiran  sendiri dan sistematisasi proses belajar

dalam diri yang biasa disebut proses kontrol. Jalur belajar kegiatan kognitif

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Fase motivasi: anak sadar akan tujuan yang harus dicapai dan

bersedia melibatkan diri.

2. Fase konsentrasi: anak khusus memperhatikan unsur yang relevan,

sehingga terbentuk pola perseptual tertentu.

3. Fase mengolah: anak menahan informasi dan mengolah informasi

untuk diambil maknanya.

4. Fase menyimpan: anak menyimpan informasi yang telah diolah

kedalam ingatan.

5. Fase menggali: a) anak menggali informasi yang tersimpan dalam

ingatan mereka dan memasukkan kembali kedalam working memory.

Informasi ini telah dikaitkan dengan informasi baru; dan b) anak

menggali informasi yang tersimpan dalam ingatan mereka dan

mempersiapkan sebagai masukan bagi fase prestasi.

6. Fase prestasi: informasi yang telah disimpan digali kembali untuk

memberikan prestasi mereka.

7. Fase umpan balik: anak mendapat konfirmasi sejauh prestasinya.

Kognitif merupakan suatu yang berhubungan dengan proses

berpikir guna untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Wujud dari

penggunaan fungsi kemampuan kognitif seseorang dapat dilihat dari

kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman.

1981: 142). Perkembangan kognitif yang matang sesuai usianya sangat

membatu untuk fungsi mental seseorang yang meliputi persepsi, pikiran,

simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.

Jean Piaget yang merupakan tokoh psikologi perkembangan

berkebangsaan Swiss ini, menyatakan dalam teori kognitifnya bahwa

anak-anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan

mODUL Psikologi pendidikan 64

Page 65: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

melalui empat tahap perkembangan kognitif. Keempat tahap

perkembangan kognitif tersebut meliputi :

1. Tahap sensomotori (mulai dari lahir hingga 2 tahun). Dalam tahap ini,

bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan

mengkordinasikan pengalaman-pengalaman sensorisnya (melihat,

mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik dan motorik.

2. Tahap praoperasi (2 hingga 7 tahun). Anak mulai melukiskan

dunianya dengan kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar ini

mencerminkan meningkatnya pemikiran simbolis dan melampaui

hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik.

3. Tahap operasi konkret (7 hingga 11 tahun). Anak saat ini dapat

bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan

mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk-bentuk yang

berbeda.

4. Tahap operasi formal (11 tahun hingga masa dewasa). Remaja

bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis.

Jika seorang anak tidak memperlihatkan indikator perkembangan

kognitif Piaget sesuai dengan rentan usianya atau pun tidak mengikuti

pola perkembangan kognitif tersebut, maka ada kemungkinan anak

mengalami kesulitan dalam kemampuan perkembangan kognitifnya.

Sehingga anak tersebut tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif

yang di tuntut oleh kebanyakan sekolah. Serta mempengaruhi proses

belajarnya, dan anak akan berkesulitan belajar.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan anak dalam

menyelesaikan tugas-tugas kognitif terkait dengan gaya kognitif

mereka. Sehingga akan mempengaruhi pemrosesan informasi yang

mereka dapatkan terhadap suatu lingkungan. Gaya kognitif adalah cara

seseorang dalam menghadapi tugas kognitif dan berpikir untuk

menyelesaikan permasalahan (pemecahan masalah). Hallahan,

Kauffman, dan Llody (1985: 84) berpadangan bahwa gaya kognitif adalah

bagaimana cara seseorang berpikir (how of thinking), dan setiap orang

mODUL Psikologi pendidikan 65

Page 66: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas-tugas

pemecahan masalah.

Pada kajian anak berkesulitan belajar akan ada dua dimensi yang

mempengaruhi gaya kognitif seorang anak, yaitu : (a)gaya kognitif

ketidakterikatan-keterikatan pada lingkungan (field independence-field

dependence), dan (b)gaya kognitif reflektifitas-impulsivitas (reflectivity-

impulsivity) (Hallahan, Kauffman, dan Lloyd, 1985: 84).

a. Gaya Kognitif Ketidakterikatan-Keterikatan Pada Lingkungan

Kemampuan seseorang untuk membebaskan diri dari pengaruh

lingkungan pada saat membuat keputusan tentang tugas-tugas

perseptual. Disebut keterterikatan pada lingkungan (field dependence)

karena seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perseptual banyak

dipengaruhi oleh lingkungan. Dan disebut ketidakterikatan pada

lingkungan (field independence) karena seseorang tidak mudah

terpengaruh pada lingkungan terhadap tugas perseptualnya.

Anak berkesulitan belajar umumnya tergolong dalam gaya kognitif

keterikatan pada lingkungan. Sehingga anak tersebut mudah terkecoh

oleh informasi yang menyesatkan dan persepsinya menjadi tidak

akurat. Implikasi kondisi tersebut, maka perlunya latihan bagi anak

bekesulitan belajar agar mampu memusatkan perhatian pada data

perseptual yang esensial dan menghindari diri pada pengaruh data yang

mengecohkan.

b. Gaya Kognitif Reflektifitas-Impulsivitas

Kemapuan yang terkait dengan pemanfaatan atau penggunaan

waktu yang diperlukan anak dalam menjawab persoalan dan jumlah

kesalahan yang dibuat. Anak yang impulsif cenderung menjawab

persoalan secara cepat tetapi membuat banyak kesalahan, sedangkan

anak yang reflektif cenderung menjawab persoalan secara lebih lambat

tetapi hanya membuat sedikit kesalahan. Umumnya anak berkembang

dari impulsif ke reflektif, yang berarti bahwa anak yang muda lebih impulsif

dan anak yang tua cenderung lebih reflektif.

mODUL Psikologi pendidikan 66

Page 67: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Meskipun demikian berbeda halnya dengan anak berkesulitan

belajar, mereka lebih cenderung dengan gaya kognitif yang impulsif,

walaupun usianya mungkin lebih tua.[9] Karena gaya kognitif impulsif

tersebut anak berkesulitan belajar memiliki problema bukan hanya dalam

bidang akademik tetapi juga pada perilakunya. Implikasi dari kondisi

tersebut maka perlunya latihan, khususnya bagi anak berkesulitan belajar

dengan gaya kognitif impulsif agar mereka memperoleh latihan

merespons suatu persoalan dengan menggunakan waktu yang cukup dan

cara yang lebih hati-hati.

Selain gaya kognitif yang dapat mempengaruhi dalam pemrosesan

informasi, kemampuan memori juga merupakan salah satu elemen

penting dalam pemrosesan informasi. Memori adalah merujuk pada

proses mengigat informasi. Memori atau ingatan adalah proses

penyimpanan informasi dan dapat dipanggil kembali ketika dibutuhkan

(Cardoso, 1997).

a. Memori jangka pendek

Merupakan kemampuan untuk mengingat informasi yang lebih relatif

pada jangka waktu yang pendek. Dalam memori jangka pendek

seseorang mampu mempertahankan informasi selama 30 detik selama

tidak ada pengulangan terhadap informasi itu. Memori jangka pendek

dapat diukur dengan menyuruh anak mengamati objek-objek visual atau

audio dalam waktu yang singkat, misalnya 20 detik. Dan anak diminta

untuk mengingat kembali objek yang dilihat atau didengarnya dengan

urutan yang benar.

Banyak anak berkesulitan belajar yang mengalami kesulitan dalam

ingatan visual pada memori jangka pendek (Hallahan, Kauffman, & Ball,

1973; Tayer, Hallahan, Kauffman, & Ball, 1976). Dan fakta membuktikan

bahwa anak berkesulitan belajar kemampuannya dalam memori jangka

pendek auditori lebih rendah dari mereka yang tergolong tidak

berkesulitan belajar(Humle & Snowling, 1992).

mODUL Psikologi pendidikan 67

Page 68: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

b. Memori kerja

Beberapa bukti bahwa memori kerja lebih penting dari masalah

memori jangka pendek dalam kesulitan membaca dari murid yang

berkesulitan belajar. Memori kerja merujuk pada kemampuan seseorang

untuk menjaga informasi dalam jumlah yang sedikit dalam pikiran. Sambil

memahami informasi tersebut dan membayangkan informasi tersebut

untuk bisa menuju operasi yang lebih jauh.

Contoh sehari-hari dari memori kerja tersebut untuk mengingat

alamat rumah seseorang dalam pikiran. Sambil mendengarkan instruksi

untuk mencapai alamat rumah tersebut. Atau juga dalam mendengarkan

untuk menghafal runtutan peristiwa atau suatu kejadian dalam sebuah

cerita dan mencoba untuk mengerti arti dari cerita tersebut. Dalam hal

tersebut digambarkan bahwa memori kerja berbeda dengan memori

jangka pendek.

Dalam studi ini, anak-anak dan dewasa yang berkesulitan belajar

dan anak-anak dan dewasa yang normal dibandingkan dalam beberapa

tipe dari tugas memori kerja dan memori pendek. Dalam salah satu tugas

memori kerja contohnya seseorang diberikan sebuah barisan kata-kata.

Lalu ditanyakan kembali adakah kata tersebut dalam barisan kata-kata

yang diberikan. Dan dipinta untuk mengingat kembali kata-kata tersebut

dalam urutan yang benar.

Hasilnya menyatakan bahwa untuk seseorang yang berkesulitan

belajar, memori kerjanya tersebut sangat penting untuk memprediksikan

bacaan dan kemampuan matematika. Dengan kata lain seseorang yang

berkesulitan belajar yang memiliki kemampuan yang baik dalam memori

jangka pendek dan memori kerja. Akan menampakkan kemampuan yang

baik pula pada kemampuan membaca dan kemampuan matematika.

Ada dua strategi yang digunakan untuk mengembangkan

perkembangan kognitif. Kedua strategi tersebut biasa digunakan oleh

anak yang tidak berkesulitan belajar. Strategi tersebut adalah

pengulangan dan pengorganisasian. Seorang anak akan mudah terbantu

mODUL Psikologi pendidikan 68

Page 69: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

dalam mengingat sekelompok kata jika kata-kata tersebut diulang-ulang.

Dan memorinya akan lebih terbantu lagi jika anak mampu

mengorganisasikan kata-kata tersebut menjadi beberapa kelompok.

Anak berkesulitan belajar cenderung tidak menggunakan strategi

mengulang atau menghafal dan mengorganisasikan materi yang harus

diingat. Meskipun mereka dapat dilatih untuk hal tersebut, agar strategi ini

menjadi kebiasaan dalam mengingat suatu materi yang dipelajari.

Dapat disimpulkan bahwa anak yang berkesulitan belajar memiliki

beberapa hal yang ditandai dalam perkembangan kognitifnya. Anak

kesulitan belajar memiliki gaya kognitif yang terikat atau ketergantungan

pada lingkungan serta memiliki gaya kognitif yang impulsif. Artinya anak

yang bertipe kognitif terikat pada lingkungan mudah terkocoh oleh

informasi yang menyesatkan sehingga persepsinya tidak akurat. Dan anak

kesulitan belajar memiki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak

yang normal. Sehingga memori jangka pendek dan memori kerjanya

mempengaruhi kemampuannya dalam memprediksikan membaca dan

matematika.

Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan latihan yang intensif

dengan guru yang tepat. Seperti latihan untuk memusatkan perhatian

pada data perseptual esensial dan menghindari diri dari pengaruh data

yang mengecoh, latihan merespons suatu persoalan dengan

menggunakan waktu yang cukup dan cara yang hati-hati. Serta latihan

mengulang dan mengorganisasikan untuk perkembangan kognitif anak

kesulitan belajar.

mODUL Psikologi pendidikan 69

Page 70: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Kesulitan Belajar Membaca

Membaca merupakan salah satu komponen dan sistem

komunikasi. Membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh

semua anak karena melalui membaca anak dapat belajar banyak tentang

berbagai bidang studi. Oleh karena itu, membaca merupakan

keterampilan yang harus diajarkan sejak anak masuk SD dan kesulitan

belajar membaca harus secepatnya diatasi. Kesulitan belajar menunjuk

pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan

yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan membaca.

Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi

sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi

bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu adalah

berbagai pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar tampil sebagai suatu

kondisi ketidak mampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki

intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang

cukup dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi

tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kesulitan belajar

menunjukkan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi

akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-

kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam menulis

dan membaca.

Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).

Perkataan disleksia dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan

membaca”. Terdapat beberapa pengertian disleksia yang dikemukakan

para ahli seperti berikut:

mODUL Psikologi pendidikan 70

PERTEMUAN 11 Kesulitan Belajar Membaca

(Disleksia)

Page 71: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

a) Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun

penglihatan, pendengaran. Inteligensinya normal, dan ketrampilan

usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor

neurologis dan tidak dapat diatributkan pada faktor kedua, misalnya

Iingkungan atau sebab sebab sosial (Corsini,1987).

b) Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang

berinteligensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang

budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan

serta tidak bermasalah emosional (Guszak,1985). 

c) Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari

komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis

menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu

bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam

mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan

waktu, arah, dan masa. (Bryan & Bryan dikutif Mercer,1987). 

d) Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis

terutama belajar mengeja secara betul dan mengungkapkan pikiran

secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal

serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-

mata pelajaran lainnya ( Hornsby dalam Sodiq, 1996:4)

Jadi pengertian disleksia adalah suatu tipe atau bentuk kelainan

membaca yang disebabkan oleh faktor-faktor neurologis, genetika, dan

psikologis dasar, tapi umumnya mereka ini cukup cerdas yang ditandai

oleh skor IQ rata-rata/ normal atau di atas rata-rata. Untuk

penanganannya membutuhkan keterlibatan para ahli selain guru yang

bersangkutan, seperti ahli pendidikan khusus dan psikolog, Wikipedia

(2007) menambahkan, anak disleksia memiliki kesulitan dalam

mengasosiakan antara bentuk huruf dengan bunyinya dan mereka juga

sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu.

mODUL Psikologi pendidikan 71

Page 72: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

anak disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan belajar membaca

yang disebabkan oleh faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar,

serta sering menunjukkan kesulitan dalam mengasosiasikan antara

bentuk huruf dan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau

kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu, tetapi mereka memiliki

kecerdasan di atas rata-rata bahkan ada di atas rata-rata.

B. Karakteristik

Anak kesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan

membaca yang tidak wajar. Mereka sering memperlihatkan adanya

gerakan-gerakan yang penuh ketegangan, seperti mengernyitkan kening,

gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga sering

memperlihatkan adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan

perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan

guru. Anak berkesulitan belajar membaca juga sering memegang buku

bacaan yang terlalu menyimpang dari kebiasaan anak normal, yaitu jarak

antara mata dan buku bacaan kurang dari 15 inci (kurang lebih 37,5 cm).

Anak mengalami kesulitan belajar membaca karena pada mulanya telah

mengalami berbagai kesalahan seperti berikut : 

a. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan

belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf,

bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau

kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat.

Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena anak

menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak

diperlukan. Contoh penghilangan huruf atau kata adalah “baju anak itu

merah” dibaca “baju itu merah” atau “adik membeli roti” dibaca “adik

beli roti”. 

mODUL Psikologi pendidikan 72

Page 73: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

b. Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf,

membaca terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan

membacanya. Contoh dari kesalahan ini misalnya pada saat anak

seharusnya membaca “baju mama di lemari” dibaca “baju mama ada

dilemari”. 

c. Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini

mungkin disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut

hingga hanya menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang

tidak mengubah makna adalah “tas ayah di dalam mobil” dibaca oleh

anak “tes bapak di dalam mobil”. 

d. Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam (1) pengucapan

kata yang salah makna berbeda, (2) pengucapan kata salah makna

sama, (3) pengucapan kata salah tidak bermakna. Keadaan semacam

ini dapat terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga

menduga-duga saja, karena mungkin membaca terlalu cepat, karena

perasaan tertekan atau takut kepada guru, atau karena perbedaan

dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh

pengucapan kata salah makna berbeda adalah “baju bibi baru” dibaca

“baju bibi biru”, pengucapan salah makna salah adalah “kakak pergi

ke sekolah” dibaca “kakak pigi ke sekolah”, sedangkan contoh

pengucapan salah tidak bermakna adalah “bapak beli durian” dibaca

“bapak beli duren”. 

e. Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika ingin membantu

anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa

menit ditunggu oleh guru anak belum juga melafalkan kata-kata yang

diharapkan. Anak yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya

karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut

risiko jika terjadi kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memiliki

kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas

membaca. 

mODUL Psikologi pendidikan 73

Page 74: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

f. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Contoh

pengulangan adalah “bab-ba-ba bapak menulis su-su-surat”.

Pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga

harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf

yang kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang anak sengaja

mengulang kalima untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.

g. Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau

atas-bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang

hampir sama seperti d dengan b, p dengan q atau g, m dengan n atau

w. 

h. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari bahwa

adanya kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak

lalu mencoba membetulkan sendiri bacaannya.

i. Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca

dengan tersendat-sendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca

sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun demikian guru

umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap sebagai

kebiasaan yang tidak baik. Keraguan dalam membaca juga sering

disebabkan anak kurang mengenal huruf atau karena kekurangan

pemahaman. 

j. Berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat

digunakan oleh guru sebagai acuan dalam menyusun alat diagnosisi

informal. Observasi yang terus menerus guru dapat mengetahui

kesalahan-kesalahan anak dalam membaca; dan berdasarkan

kesalahan-kesalahan tersebut dapat dicarikan pemecahannya.

C. Assesmen Kesulitan Belajar Membaca

Suatu sekolah sebaiknya memiliki data yang lengkap tentang anak.

Data tersebut mencakup riwayat anak sejak dikandung, keadaan

keluarga, skor tes intelegensi, kondisi pendengaran dan penglihatan, dan

sebagainya. Data tersebut hendaknya tersimpan secara baik tetapi mudah

mODUL Psikologi pendidikan 74

Page 75: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

untuk memperolehnya kembali. Data semacam itu belum dapat secara

langsung digunakan untuk memberikan intervensi bagi anak kesulitan

belajar tetapi dapat memberikan gambaran umum tentang anak. Jika data

umum tentang anak telah tersedia, guru remedial atau diagnostisian dapat

menggunakan instrumen assesmen formal maupun informal. Mengingat

instrumen assesmen formal untuk kesulitan belajar membaca masih sukar

diperoleh maka berikut ini hanya dibicarakn instrumen asesmen informal.

Ada tiga jenis instrumen asesmen informal yang dibicarakan, yaitu untuk

mengetahui kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman.

1. Membaca lisan

Menurut Hargrove dan Poteet (1984:170) ada 13 jenis perilaku

yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan.

Adapun berbagai perilaku tersebut adalah:

a. Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca

b. Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan

jari

c. Menelusuri tiap baris bacaan ke bawah dengan jari

d. Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak

e. Menempatkan buku dengan cara yang aneh

f. Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata

g. Sering melihat pada gambar, jika ada

h. Mulutnya komat kamit waktu membaca

i. Membaca kata demi kata

j. Membaca terlalu cepat

k. Membaca tanpa ekspresi

l. Melakukan analisis tetapi tidak mensintesiskan

m. Adanya nada suara yang aneh atau tegang yang menandakan

keputusasaan.

mODUL Psikologi pendidikan 75

Page 76: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

2. Membaca pemahaman

Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet

(1984:194) ada tujuh kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca

pemahaman, yaitu :

1. Mengenal ide pokok suatu bacaan

2. Mengenal detail yang penting

3. Mengembangkan imajinasi visual

4. Meramalkan hasil

5. Mengikuti petunjuk

6. Mengenal organisasi karangan

7. Membaca kritis

Untuk melatih anak membaca pemahaman, guru biasanya

menugaskan kepada anak untuk membaca yang dikenal dengan

membaca dalam hati. Dengan demikian, tujuan membaca dalam hati pada

hakikatnya sama dengan membaca pemahaman. Perbedaannya, anak-

anak yang masih duduk di SD, tampaknya masih sulit untuk mencapai

tujuan seperti yang dikemukakan oleh Ekwall di atas. Bagi anak-anak

yang masih duduk di SD, sudah cukup memadai jika anak memahami isi

bacaan yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam menjawab

berbagai pertanyaan yang sesuai dengan kata dalam bacaan. Rudell

seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984 :195) telah

mengembangkan kerangka kerja lain tentang bermacam-macam

keterampilan pembaca pemahaman. Kerangka kerja tersebut

mengkonsetualisasikan pemahaman sebagai suatu kontinum dari taraf

faktual, taraf interpretatif, hingga taraf aplikatif. Untuk sampai pada taraf

faktual, anak harus mengindentifikasi dengan mengingat data atau

informasi yang ada dalam bacaan. Untuk memilih pemahaman pada taraf

interpretatif, anak harus melakukan analisis, rekontruksi, atau pengujian

dan untuk sampai pada taraf aplikatif, anak harus menggunakan atau

mODUL Psikologi pendidikan 76

Page 77: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

mengaplikasikan data pada situasi baru.di halaman berikut dikemukakan

tabel keterampilan membaca pemahaman yang dikembangkan oleh

Rudell seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984 :195).

D.  Metode Pengajaran Membaca

Metode pengajaran membaca pada anak ada dua kelompok yaitu

metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya dan metode

pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan belajar.

1. Metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya

Ada berbagai metode pengajaran membaca yang bisa digunakan

adalah sebagai berikut :

a.  Metode membaca dasar

Metode membaca dasar umumnya menggunakan pendekatan

eklektik yang menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan

kesiapan, pembendaharaan kata, mengenal kata, pemahaman, dan

kesenangan membaca (Lerner, 1988:371). Metode membaca dasar

umumnya dilengkapi dengan suatu rangkaian buku dan sarana penunjang

lain, yang disusun dari taraf sederhana ke taraf yang lebih sukar. Sesuai

dengan kemampuan atau tingkat kelas anak-anak. Saat ini metode

pengajaran membaca dasar memiliki kecenderungan untuk

memperkenalkan bunyi huruf atau membaca lebih awal, yaitu di TK. Isi

bacaan umumnya juga disesuaikan dengan kondisi dari suatu etnik atau

daerah tempat tinggal anak.

b. Metode Fonik

Metode fonik menekankan pada pengenalan kata melalui proses

mendengarkan bunyi huruf. Dengan demikian, metode fonik lebih sintesis

daripada analitis. Pada mulanya anak diajak mengenal bunyi-bunyi huruf,

kemudian mensintesiskan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata dan

mODUL Psikologi pendidikan 77

Page 78: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

kata. Untuk memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan

huruf-huruf tersebut dengan huruf depan berbagai nama benda yang

sudah dikenal anak seperti huruf a dengan gambar ayam, huruf b dengan

gambar buku, dan sebagainya.

c. Metode linguistik

Metode linguistik didasarkan atas pandangan bahwa membaca pada

dasarnya adalah suatu proses memecahkan kode atau sandi yang

berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai dengan percakapan.

Pandangan ini berasumsi bahwa pada saat anak masuk kelas satu SD,

mereka telah menguasai bahan ujaran. Dengan demikian, membaca

adalah memecahkan sandi hubungan bunyi tulisan. Metode ini menyajikan

kepada anak suatu bentuk kata-kata yang terdiri dari konsonan- vokal

atau konsonan – vokal – konsonan seperti “bapak”, “lampu”, dan

sebagainya. Berdasarkan kata-kata tersebut anak diajak memecahkan

kode tulisan tersebut menjadi bunyi percakapan. Dengan demikian,

metode ini lebih analitik daripada sintetik.

d. Metode SAS (struktural Analisis Sintetik)

Metode ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara metode fonik

dengan metode linguistik. Meskipun demikian, ada perbedaan antara kode

tulisan yang dianalisis dalam metode linguistik dengan metode SAS.

Dalam metode linguistik kode tulisan yang dianalisis berbentu kata

sedangkan dalam metode SAS yang dianalisis adalah kode tulisan yang

berbentuk kalimat pendek yang utuh. Metode SAS didasarkan atas

asumsi bahwa pengamatan anak mulai dari keseluruhan (gestalt) dan

kemudian ke bagian-bagian. Oleh karena itu, anak diajak memecahkan

kode tulisan kalimat pendek yang dianggap sebagai unit bahasa utuh,

selanjutnya diajak menganalisis menjadi kata, suku kata, dan huruf, dan

akhirnya kembali menjadi kalimat. Metode ini digunakan secara luas di

Indonesia. Ada berbagai keluhan dari para guru dan orangtua yang

mODUL Psikologi pendidikan 78

Page 79: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

menganggap metode ini menyebabkan anak menghafal bacaan tanpa

mengenal huruf. Kesulitan ini diduga disebabkan karena anak kurang

mampu melakukan analisis dan sintesis, yang banyak dialami oleh anak

berkesulitan belajar.

e. Metode Alfabetik

Metode ini menggunakan dua langkah, yaitu memperkenalkan kepada

anak-anak berbagai huruf alpabetik dan kemudian merangkaikan huruf-

huruf tersebut menjadi suku kata, kata, dan kalimat. Metode ini bila

digunakan dalam bahasa Indonesia tidak terlalu sulit bila dibandingkan

dengan kalau digunakan dalam bahasa inggris karena hampir semua

hurus mewakili bunyi yang sama. Metode ini sering menimbulkan

kesulitan bagi anak berkesulitan belajar. Anak berkesulitan belajar sering

menjadi bingung mengapa tulisan “bapak” tidak dibaca “baepeka”.

f. Metode pengalaman bahasa

Metode ini terintegrasi dengan perkembangan anak dalam

keterampilan mendengarkan, bercakap-cakap, dan menulis. Bahan

bacaan didasarkan atas pengalaman anak. Metode ini didasarkan atas

pandangan:

a) Apa yang dapat saya pikirkan, dapat saya katakan.

b) Apa yang dapat saya katakan, dapat saya tulis.

c) Apa yang dapat saya tulis, dapat saya baca.

d) Saya dapat membaca yang ditulis orang lain untuk saya baca.

Berdasarkan kemampuan pengalaman anak, guru mengembangkan

keterampilan anak untuk membaca. Pada mulanya anak diminta untuk

menceritakan pengalamannya kepada guru, dan guru menuliskan

pengalaman anak tersebut pada papan tulis atau kertas. Sebagai contoh :

anak bercerita Saya pergi ke toko. Saya beli buku. Saya juga beli sepatu.

mODUL Psikologi pendidikan 79

Page 80: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Berdasarkan cerita anak yang ditulis oleh guru, keterampilan membaca

anak-anak dikembangkan.

2. Metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar

Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan

membaca adalah sebagai berikut:

a. Metode Fernald

Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca

multisensoris yang sering dikenal pula sebagai metode VAKT (visual,

auditory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan

yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata

diajarkan secara utuh. Metode ini memiliki empat tahapan. Tahapan

pertama, guru menulis kata yang hendak dipelajari di atas kertas dengan

krayon. Selanjutnya anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya

(tactile and kinestetik). Pada saat menelusuri tulisan tersebut anak melihat

tulisan (visual), dan mengucapkannya dengan keras (auditory). Proses

semacam ini diulang-ulang sehingga anak dapat menulis kata tersebut

dengan benar tanpa melihat contoh. Jika anak telah dapat menulis dan

membaca dengan benar, bahan bacaan tersebut disimpan. Pada tahapan

kedua, anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan

jari, tetapi mempelajari tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil

mengucapkannya. Anak-anak mempelajari kata-kata baru pada tahapan

ketiga, dengan melihat tulisan yang ditulis di papan tulis atau tulisan cetak,

dan mengucapkan kata tersebut sebelum menulis. Pada tahapan ini anak

mulai membaca tulisan dari buku. Pada tahapan ke empat, anak mampu

mengingat kata-kata yang dicetak atau bagian-bagian dari kata yang telah

di pelajari.

mODUL Psikologi pendidikan 80

Page 81: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

b.   Metode Gillingham

Metode Gillingham merupakan pendekatan struktural taraf tinggi

yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktivitas pertama

diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf

tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari

berbagai huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke

dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik

diselesaikan.

c.   Metode Analisis Glass

Metode analisis glass merupakan suatu metode pengajaran melalui

pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Metode ini bertolak dari

asumsi yang mendasari membaca sebagai pemecahan sandi atau kode

tulisan. Ada dua asumsi yang mendasari metode ini. Pertama, proses

pemecahan sandi (decoding) dan membaca (reading) merupakan

kegiatan yang berbeda. Kedua, pemecahan sandi mendahului membaca.

Pemecahan sandi didefinisikan sebagai menentukan bunyi yang

berhubungan dengan suatu kata tertulis secara tepat. Membaca

didefinisikan sebagai menurunkan makna dari kata-kata yang berbentuk

tulisan. Jika anak tidak dapat melakukan pemecahan sandi tulisan secara

efisien, maka mereka tidak akan belajar membaca.

Melalui metode analisis glass, anak dibimbing untuk mengenal kelompok-

kelompok huruf sambil melihat kata secara keseluruhan. Metode ini

menekankan pada latihan auditoris dan visual yang terpusat pada kata

yang sedang dipelajari. Materi yang diperlukan untuk mengajar mengenal

kelompok-kelompok huruf dapat dibuat oleh guru. Secara esensial,

kelompok huruf dapat dibuat pada kartu berukuran 3 X 15 cm. pada tiap

kartu tersebut, guru menuliskan secara baik kata-kata terpilih yang telah

menjadi pembendaharaan kata anak. Kelompok kata didefinisikan sebaga

dua atau lebih huruf yang merupakan satu kata utuh, menggambarkan

mODUL Psikologi pendidikan 81

Page 82: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

suatu bunyi yang relatif tetap. Dalam bahasa Indonesia kelompok huruf

yang merupakan satu kata yang hanya terdiri dari suku kata sangat

jarang. Kata “tak” misalnya, sesungguhnya merupakan kependekan dari

kata “tidak”; dan kata “pak” atau “bu” sesungguhnya kependekan dari kata

“bapak” dan “ibu”. Dengan demikian, peranan metode analisis glass dapat

bahasa Indonesia akan berbentuk suku kata, misalnya kata “bapak” terdiri

dari dua kelompok huruf “ba” dan “pak”.

E.   Mengatasi  Kesulitan Belajar dalam Kemampuan Membaca

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca,

mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata

(misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan,

penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami

fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah

bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan

apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan

mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi

keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting

sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang

mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan

keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya

merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja.

Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia

mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika

tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam

mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka

mengalami masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang

ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas,

dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa

mODUL Psikologi pendidikan 82

Page 83: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-

laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak

sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya.

Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada

seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang

cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku

tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata

dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.

Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata,

maka kesulitan membaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. 

mODUL Psikologi pendidikan 83

Page 84: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Disgrafia atau Kesulitan MenulisDisgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa

menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk

tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan

baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis.

Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai

belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya.

Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik

lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis

biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar,

terutama pada anak yang berada di tingkat SD.

Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan

sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang

bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali

mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah

didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham

bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah,

kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan

guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual

motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri

perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan

anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia

diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus

mODUL Psikologi pendidikan 84

PERTEMUAN 12 Kesulitan Belajar Menulis

(Disgrafia)

Page 85: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat

intelegensianya.

B. Penyebab DisgrafiaSecara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti,

namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang

yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala

entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para

ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang

mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada

kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.

Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor

neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang

berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak

mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara

kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan

angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual,

kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. 

C. Ciri-Ciri DisgrafiaAda beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Diantaranya

adalah:

i. Terdapat ketidak konsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

ii. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih

tercampur.

iii. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

iv. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu

ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

v. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya

memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir

menempel dengan kertas.

vi. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah

terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.

mODUL Psikologi pendidikan 85

Page 86: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

vii. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat

dan proporsional.

viii. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin

contoh tulisan yang sudah ada.

D. Mengatasi Anak yang Mengalami DisgrafiaAda beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu

anak dengan gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami

kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah

untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya.

Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru

maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan

tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang

tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan

tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk

belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer

atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat

mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa

memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak.

Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan

membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan

guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap

usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis

Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan

tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas

mODUL Psikologi pendidikan 86

Page 87: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk

teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua,

dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak

disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf

dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

mODUL Psikologi pendidikan 87

Page 88: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Kesulitan Belajar Bahasa (disfasia)

Disfasia adalah ketidakmampuan anak menggunakan simbol

linguistik dalam berkomunikasi secara verbal. Gangguan pada anakyang

terjadi pada fase perkembangan ketika anak belajar berbicara disebut

disfasia perkembangan (developmental dysphasia).

Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasia reseptif dan disfasia ekspresif.

Pada disfasia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam

penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata- kata yang diucapakan,

tetapi tidak mengerti apa yang didengar karena mengalami gangguan

dalam peroses stimulus yang masuk. Pada disfasia eksperesif, anak itdak

mengalami gangguan pemahaman bahasa, tetapi ia sulit

mengekspresikan kata secara variabel. Anak dengan gangguan

perkembangan bahasa akan berdampak akan berdampak kemampuan

membaca dan menulis. Penyebab Disfasia adalah adanya gangguan di

pusat bicara yang ada di otak.

B. Ciri-ciri Disfasia

Pada usia 1 tahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang

bermakna, seperti mama dan papa. Kemampuan bicara reseptif

(menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan biacara

ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Ada

juga tampilan klinis keterlambatan bicara menurut Widodo

Judarwanto yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara

nonfungsional, yaitu:

mODUL Psikologi pendidikan 88

PERTEMUAN 13 Kesulitan Belajar Bahasa

(Disfasia)

Page 89: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Usia Gejala

4 - 6 BULAN Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang

tuanya.

Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh.

8 - 10 BULAN Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang

menarik. perhatian.

Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil

namanya.

9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti

tertawa atau menangis.

12 - 15 BULAN 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara.

12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi

bila membutuhkan sesuatu.

15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak

boleh" atau "daag".

15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata.

18 - 24 BULAN 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak

menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian.

18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain

dengan baik.

21 bulan, belum dapat mengikuti perintah

sederhana.

24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi

kalimat.

24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau

kata-kata orang lain.

24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota

tubuhnya bila ditanya.

30 - 36 BULAN 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota

keluarga.

mODUL Psikologi pendidikan 89

Page 90: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana,

pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang

lain selain anggota keluarga.

3 - 4 TAHUN 3 tahun, tidak bisa mengucapkan kalimat.

3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti

"ayah" diucapkan "aya".

4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti

secara lengkap.

C. Faktor Penyebab Gangguan Disfasia

Keterlambatan berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian

akademis dan pribadi anak saja tetapi pengaruh yang paling serius adalah

terhadap kemampuan membaca pada awal anak masuk sekolah. Ada

beberapa penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya, yaitu:

1. Hambatan pendengaran. Pada beberapa kasus, hambatan pada

pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak

mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami

hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan

bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah

karena adanya infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan

oral-motor. Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan

adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini

menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak

yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak

mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya

untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.

3. Masalah keturunan. Masalah keturunan sejauh ini belum banyak

diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran.

mODUL Psikologi pendidikan 90

Page 91: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa

kasus di mana seorang anak mengalami keterlambatan bicara,

ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau

pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya

menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai

salah satu faktor yang mempengaruhi.

4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua. Masalah

komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki

peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan

berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak

menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anaklah

yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-

kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat

kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun.

Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan

hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau

jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi

kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak

menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan

“memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau

keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya

untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi

kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasanya.

5. Adanya keterbatasan fisik seperti pendengaran terganggu, otot

bicara kurang sempurna, bibir sumbing, dan sebagainya.

D. Cara Mengatasi Gangguan Disfasia

mODUL Psikologi pendidikan 91

Page 92: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Cara mengatasi gangguan perkembangan bahasa, salah satunya

adalah gangguan utamanya dulu yang diselesaikan, baru kemudian

dilakukan terapi pada anak disfasia, misalnya:

i. Dokter anak akan memberikan obat untuk membantu memperbaiki

sel-sel yang rusak di pusat bicara.

ii. Bersamaan dengan itu akan dilihat fungsi organ bicaranya, apakah

juga ada gangguan atau tidak.

iii. Terapi wicara akan dilakukan dengan cara latihan otot bicara, seperti

latihan meniup, menyedot, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan,

dan sebagainya. Kemudian anak diminta untuk menirukan bunyi,

kata, baru kemudian kalimat.

Selain berobat ke dokter, ada juga cara praktis meng"set up" situasi

untuk menciptakan "functional comunication" adalah sebagai berikut:

a. Cari tahu hal yang paling menyenangkan buat anak, misalkan anak

suka nonton film teletubis. Hal tersebut bisa digunakan untuk

dijadikan situmulus untuk mengajari anak "functional comunication".

b. Mengetahui kemampuan anak untuk berkomunikasi sampai sejauh

mana, dan kemudian ditetapkan "target" respon yang diharapkan.

Misalkan, kalau anak belum sama sekali berkomunikasi..maka target

perilaku komunikasi yang diharapkan adalah "menunjuk/komunikasi

bahasa tubuh" dulu. Bila anak sudah bisa berbicara maka targetnya

adalah mengucapkan satu kata, dua kata, dan sebagainya.

c. "Set up" situation dimana anak harus mengkomunikasikan apa yang

dinginkan kepada orang lain. Misalkan, saat dia ingin menonton

"teletubies", kita letakan kaset telutubies favoritenya di tempat yang

anak tidak bisa menjangkaunya, kemudian minta dia untuk menunjuk

ketempat kaset diletakan, atau bilang"minta" kepada kita bila dia

ingin kaset tersebut, dan sebagainya, sesuai dengan target perilaku

komunikasi yang sudah ditetapkan pada point 2. Pada awalnya, kita

mODUL Psikologi pendidikan 92

Page 93: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

bantu dengan prompt verbal atau prompt model sehingga anak

menerima pembelajaran "functional komunikasi" ini dengan bersih.

Anak menerima pesan, bila dia ingin sesuatu dia harus mengatakan

keinginannya pada orang lain dalam bentuk bahasa tubuh atau

verbal, dan kedua menghindari anak "tantrum" karena memang

belum mengerti apa yang kita inginkan darinya. Bila anak bisa,

berikan dia reward, seperti sorakan dan sebagainya. Bila anak tidak

bisa cukup bilang "coba lagi ya?!", setelah itu bantu anak sekali lagi

dan langsung lepaskan anak dari trial tersebut, agar anak tidak

"frustrasi". Trial tersebut bisa dicoba pada kesempatan yang

berbeda. Sebisa mungkin buat situasi menyenangkan bagi

anak..mengingat komunikasi adalah masalah yang sulit buat anak

penyandang disfasia.

d. Pastikan dalam setiap trial atau set up situation yang diciptakan,

anak bekerja dengan bersih, including eye contact bahasa tubuh

yang dimaksud, artikulasi kata, dan sebagainya.

e. Evaluasi kemampuan anak, kemudian kembangkan "functional

comunication" ini seterusnya. Misalkan, yang tadi hanya menunjuk,

selanjutnya harus mengatakan benda yang dimaksud atau yang

tadinya satu kata, harus bisa dua kata "minta kaset"..dan

sebagainya. Dengan begitu anak akan tertantang terus untuk

berkomunikasi.

f. Terpenting adalah konsisten dalam menjalankan. Dalam arti semua

orang dalam keluarga harus memperlakukan hal yang sama untuk

anak, jadi anak mengerti itu adalah aturan main yang harus dia

lakukan bila menginginkan sesuatu.

mODUL Psikologi pendidikan 93

PERTEMUAN 14 Kesulitan Belajar Matematika

(Diskalkulia)

Page 94: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Diskalkulia atau Kesulitan Belajar Matematika

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta,

diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut

gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini

dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan

berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang

bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-

proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan

belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol

matematis.

Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan

belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit

dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran,

tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang

menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan,

pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya

gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.

Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar,

tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar.

Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak

dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka

dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan

pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak

diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak.

Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat

konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar

mODUL Psikologi pendidikan 94

Page 95: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak

membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang

cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru

kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan dalam

memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

B. Penyebab Diskalkulia

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke

dalam dua golongan, yaitu :

Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:

1. Faktor fisiologi. Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri.

seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami

kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran,

memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor

fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab

munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat

kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang

pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat

tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2. Faktor psikologis. Faktor psikologis adalah berbagai hal yang

berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam

belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya

memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu

yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang

dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu

genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran

dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 –

110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga

pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ

dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi

mODUL Psikologi pendidikan 95

Page 96: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang

tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau

anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi

penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat,

motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam

belajar.

Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;

1. Faktor-faktor sosial. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak

oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan

perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang

cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan

perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,

apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini

tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2. Faktor-faktor non- sosial. Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi

penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di

sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar,

serta kurikulum.

C. Ciri-Ciri Diskalkulia

Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan

dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum

diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara

anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan

konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan

pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep

jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan

berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan

menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin

berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga

mODUL Psikologi pendidikan 96

Page 97: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan,

karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat

abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak

lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri. Berikut beberapa

ciri-ciri umum anak memiliki gangguan diskalkulia, yaitu:

i. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal,

malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam

kata-kata tertulis.

ii. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit

menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian

uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang,

menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan

uang.

iii. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah,

mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan

angka atau urutan.

iv. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan

arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia

juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

v. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang

waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau

masa mendatang.

vi. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-

angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi

deret hitung serta deret ukur.

vii. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit

memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.

viii. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena

bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

D. Mengatasi Anak yang Mengalami Diskalkulia

mODUL Psikologi pendidikan 97

Page 98: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Penanganan pada anak diskalkulia, yaitu:

a. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.

b. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat

anak.

c. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk

memepertanyakan matematika dalam dirinya.

d. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu

pemecahan masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran

matematika.

e. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat.

Dengan cara ini mempermudah anak untuk mengerti konsep

matematika.

f. Tulis angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat.

Dan menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami

konsep angka secara keseluruhan.

g. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang

matematika.

h. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari.

Seperti mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja

makan. Usahakan anak aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini.

i. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan

terlalu menekan anak untuk pandai berhitung.

j. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus

dengan penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan.

k. Ingatan anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang

informasi-informasi yang ada tidak terbuang.

mODUL Psikologi pendidikan 98

PERTEMUAN 15 Pengelolaan Kelas Berbasis

Psikologi

Page 99: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

A. Pengertian Pengelolaan Kelas Berbasis Psikologi

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan

kelas.Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah

awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah

“manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris,

yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan,

pengelolaan. (Djamarah 2006:175). “Pengelolaan adalah proses yang

memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan”Dekdibud (dalam Rachman

1997:11). Pengelolaan dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam

Djamarah 2006:175) adalah pengadministrasian pengaturan atau

penataan suatu kegiatan.

Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) ”kelas adalah suatu

kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang

mendapat pengajaran dari guru” sedangkan menurut Ahmad (1995:1)

“kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar”. pengelolaan

kelas adalah menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan

mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar

(pembinaan raport, penghentian tingkah laku siswa yang menyeleweng

perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatwaktuan penyelesaian

tugas oleh siswa, penetapan norma kelompok produktif, dsb). Sedangkan

menurut Theo Riyanto (2002: 46), pengelolaan kelas tidak sekedar

bagaimana mengatur ruang kelas dengan segala sarana dan

prasarananya, tetapi menyangkut bagaimana interaksi dan pribadi-pribadi

didalamnya.

mODUL Psikologi pendidikan 99

Page 100: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

Pengelolaan Kelas berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi

adalah suatu pengelolaan yang meliputi beberapa pengelolaan antara lain

pengelolaan ruang kelas, kegiatan siswa, hasil karya siswa, waktu, bentuk

kegiatan belajar, sumber belajar (alat, bahan, perpustakaan, papan tulis,

dan sebagainya) (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:13)

Berdasarkan pengertian di atas, pengelolaan kelas yang dimaksud

oleh peneliti adalah suatu usaha guru dalam mengatur siswanya baik

dalam hal ruang kelas, interaksi, kedisiplinan dan juga belajar siswa agar

terciptanya kondisi belajar yang kondusif.

Ahmad (1995:1) menyatakan “Pengelolaan kelas adalah segala

usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang

efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar

dengan baik sesuai kemampuan.” Pengelolaan kelas merupakan usaha

sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara

sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar,

penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,

mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan,

waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan

kurikuler dapat tercapai.

Sedangkan menurut Made Pidarta (dalam Djamarah, 2005:172)

“Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang

tepat terhadap problem dan situasi kelas.” Guru bertugas menciptakan,

memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga

anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat, dan energinya

pada tugas-tugas individual.

Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat “ bahwa

penelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung

jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud

agardicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar

mODUL Psikologi pendidikan100

Page 101: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang seperti diharapkan.” Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu

pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan,

perabot, alat pelajaran).

Pengelolaan kelas merupakan kegiatan yang terencana dan

sengaja dilakukan oleh guru, dosen (pendidik) dengan tujuan menciptakan

dan mempertahankan kondisi yang optimal, sehingga diharapkan proses

belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, sehingga

tercapai tujuan pembelajaran. Pengelolaan kelas (classroom

management) berdasarkan pendekatannya menurut Weber (1977)

diklasifikasikan kedalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan

otoriter, pendekatan permisif dan pendekatan modifikasi tingkah laku.

Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter pengelolaan kelas

adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan

menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin

secara ketat (Weber).

Kedua, pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah

upaya yang dilakukan oleh guru memberi kebebasan kepada siswa untuk

melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan yang mereka inginkan. Dan

fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa aman

untuk melakukan aktifitas di dalam kelas.

Ketiga, pendekatan modifikasi tingkah laku. Pendekatan ini di

dasarkan pada pengelolaan kelas merupakan proses perubahan tingkah

laku, jadi pengelolaan kelas merupakan upaya untuk mengembangkan

dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari siswa dan

berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki

perilaku negativ yang dilakukan oleh siswa.

Sedangkan menurut Sudirman (1991:310) pengelolaan kelas

adalah upaya mendayagunakan potensi kelas. Sejalan dengan itu,

Arikunto (1988:67) menyatakan pengelolaan kelas adalah suatu usaha

mODUL Psikologi pendidikan101

Page 102: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran yang

dimaksud untuk mencapai kondisi yang kondusif dan optimal sehingga

dapat terlaksananya kegiatan pembelajaran seperti yang diharapkan. 

Berdasar pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan

proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah pada

penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,

mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan

baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

B. Penerapan Asas-asas Didagtik Dalam Proses Pembelajaran

Didaktik berasal dari bahasa Yunani “didaskein” yang berarti

pengajaran dan “didaktos” yang berarti pandai mengajar. Didaktik

diartikan sebagai ilmu mengajar yang memberikan prinsip-prinsip atau

azas-azas tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga

dikuasai dan dimiliki oleh siswa.

Azas-azas didaktik yang utama yang harus dihayati dan diterapkan

oleh guru dalam mengelola pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Azas Apersepsi. Apersepsi adalah memperoleh tanggapan-tanggapan

baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Pengetahuan yang

telah dimiliki siswa dapat digunakan untuk memahami sesuatu yang

belum diketahui, sehingga apersepsi dapat membangkitkan minat dan

perhatian terhadap sesuatu.

2. Azas Peragaan. Peragaan merupakan metode pembelajaran yang

sangat efektif, karena dengan peragaan siswa akan lebih tertarik

apalagi jika peragaan itu menggambarkan aktivitas yang sebenarnya.

Azas peragaan menurut Edgar Dale dapat diwujudkan dalam bentuk:

1) Pengalaman langsung; 2) Pengalaman yang diatur; 3) Dramatisasi;

4) Demonstrasi; 5) Karyawisata; 6) Pameran; 7) Televise sebagai alat

mODUL Psikologi pendidikan102

Page 103: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

peraga; 8) Film sebagai alat peraga; dam 9) Gambar sebagai alat

peraga.

3. Azas Motivasi. Dalam menjalankan fungsinya, guru memiliki tugas

untuk mendorong siswa untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu demi suksesnya tujuan belajar.

4. Azas Belajar Aktif. Agar siswa dapat berhasil baik dalam belajarnya

maka dia harus didorong untuk terlibat secara aktif  baik mental

maupun fisiknya.

5. Azas Kerjasama. Dalam proses pendidikan siswa harus diberikan

kesempatan untukberlatih bagai mana hidup dalam kelompok dan

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama.

6. Azas Mandiri. Siswa sebagai pebelajar harus diperlakukan sesuai

dengan perkembangan usia dan kematangannya. Secara bertahap

siswa harus diajarkan untuk mampu menyelesaikan masalah yang

dihadipinya  oleh siswa itu sendiri.

7. Azas Penyesuaian dengan Individu Siswa. Karena kemampuan tiap

siswa dalam menguasai suatu materi pejaran berbeda-beda maka

guru dituntut untuk mampu menyesuaikan  dengan kecepatan masing-

masing anak.

8. Azas Korelasi. Azas korelasi adalah mengaitkan pokok bahasan yang

diajarkan dengan pokok bahasan lain dalam satu mata pelajaran

ataupun dengan pelajaran lain.

9. Azas Evaluasi yang Teratur. Melakukan evaluasi terhadap proses

belajar mengajar yang ditunjukan oleh kinerja siswa dalam belajar

perlu dilakukan secara teratur dan berkesinambungan selama dan

setelah proses belajar mengajar berlangsung.

Dengan memahami dan menerapkan didaktik yang tepat dan

sesuai  maka akan berimplikasi positif terhadap pelaksanaan proses

pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan.

mODUL Psikologi pendidikan103

Page 104: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

C. Dimensi-dimensi Pengelolaan Kelas

Dimensi-dimensi Pengelolaan Kelas, yaitu:

1.  Dimensi Pencegahan. Dimensi Pencegahan (preventif) dapat

merupakan tindakan guru dalam mengatur siswa dan peralatan atau

format belajar mengajar yang tepat. Dalam rangka pembinaan

pengelolaan di sekolah kita dapat menempuh berbagai usaha anatara

lain: 1) Meningkatkan Kesadaran diri dari guru; 2)  Meningkatkan

Kesadaran Siswa; 3) Sikap Tulus daru guru; 4)  Menemukan dan

pengenalan alternatif pengelolaan; dan 5) Membuat Kontrak Sosial.

2. Dimensi Tindakan (action). Dimensi indakan merupakan kegiatan

yang dilakukan guru bila terjadi masalah pengelolaan. Adapun hal

yang bisa dijadika pertimbangan bagi guru adalah : 1) Lakukan

tindakan dan bukan Ceramah; 2) Do not bargain; 3) Gunakan

“Kontrol” Kerja; dan 4) Nyatakan peraturan dan konsekuensinya.

3. Dimensi Penyembuhan. Dimensi Penyembuhan dimaksudkan untuk

membina kontrak social yang tidak jalan. Bentuk dari situasi ini: 1)

Siswa melanggar sejumlah peraturan sekolah; 2) Siswa menolak

konsekuensi; 3)  Siswa menolak sama sekali aturan khusus yang

sudah dibuat; 4) Dan lainnya.

D. Komponen-komponen Pengelolaan Kelas

Komponen-komponen ketrampilan pengelolaan kelas ini pada

umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu ketrampilan yang

berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang

optimal (bersifat preventif) dan ketrampilan yang berhubungan dengan

pengembangan kondisi belajar yang optimal.(Djamarah 2006:186)

Ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan

pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari ketrampilan sikap

tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok.

Ketrampilan suka tanggap ini dapat dilakukan dengan cara memandang

mODUL Psikologi pendidikan104

Page 105: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

secara seksama, gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi

reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan. Yang termasuk ke dalam

ketrampilan memberi perhatian adalah visual dan verbal.Tetapi memberi

tanda, penghentian jawaban, pengarahan dan petunjuk yang jelas,

penghentian penguatan, kelancaran dan percepatan, merupakan sub

bagian dari ketrampilan pemusatan perhatian kelompok.

Masalah modifikasi tingkah laku, pendekatan pemecahan

masalahkelompok, dan menemukan serta memecahkan tingkah laku yang

menimbulkan masalah, adalah tiga buah strategi yang termasuk ke dalam

ruang lingkup ketrampilan yang berhubungan dengan pengembangan

kondisi belajar yang optimal.

mODUL Psikologi pendidikan105

Page 106: piaud.radenfatah.ac.idpiaud.radenfatah.ac.id/download/file/2a2987e41a2f0843899f8f433f547… · Web viewpiaud.radenfatah.ac.id

REFERENSI

Ahmad Mudzakir. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia

Amilda M.A,. 2013. Kesulitan Belajar: alternatif penanganan dan

pelayanan, Palembang: Rafa Press

Anton S. 2015. Pelayanan dan Model Pembelajaran Anak Berkesulitan

Belajar,. Surakarta: UNS Press

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rinek cipta.

Hidayati, Wiji Dan Purnami Sri. 2008. Psikologi Perkembangan.

Yogyakarta: Teras

Iskandar, 2015. Psikologi Pendidikan, Jakarta: GP Press

M. Dalyono. 2016. Psikologi pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta

Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia

Mardianto. 2013. Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing.

Muhibbin Syah, 2010. Psikologi pendidikan, Bandung: Rosda Karya

Musari dan Fakhri, Muhammad. 2009. Bahan ajar psikologi belajar.

Mataram:Fak. Tarbiyah.

Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Rahmalina Wahab. 2015. Psikologi Pendidikan, Palembang: Rafa Press

Saparinah, Sadli. 1996. Intelegensi Bakat dan Test IQ. Jakarta: PT Gaya

Favorit Press(Anggota IKAPI).

Sarlito, W. Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali

Pers.

Sujanto, Agus. 2001. Psikologi umum. Jakarta: Bumi Aksara

Syah, Muhibbin.2003. psikologi belajar. Jakarta: PT.RajaGrafindo pesada.

mODUL Psikologi pendidikan106