Upload
hanhu
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas
intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari
sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan
bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub
kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada
khusus penyandang cacat.
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan
pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui
tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang
sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena
itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan
menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikanadalah
soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikanmemusatkan perhatian
pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Di dalam modul ini terdapat beberapa pembahasan mengenai
Psikologi pendidikan. Setelah menempuh mata kuliah psikologi pendidikan
diharapkan mahasiswa/I memiliki kompetensi sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan pengertian, tujuan, dan kegunaan psikologi
pendidikan
2. Dapat menjelaskan hakikat belajar
3. Dapat menjelaskan konsep perkembangan individu dalam belajar
4. Dapat menjelaskan prinsip-prinsip belajar
5. Dapat menjelaskan teori-teori belajar
mODUL Psikologi pendidikan 1
PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN
6. Dapat menjelaskan intelligensi dan IQ
7. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar
8. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar kognitif
9. Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar membaca (disleksia)
10.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar menulis (disgrafia)
11.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar bahasa (disfasia)
12.Dapat menjelaskan hakikat kesulitan belajar matematika (diskalkulia)
13.Dapat menjelaskan pengelolaan kelas berbasis psikologi
14.Dapat menjelaskan diagnosa kesulitan anak belajar
mODUL Psikologi pendidikan 2
A. Pengertian dan ruang lingkup Psikologi Pendidikan
Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa itu berasal dari
kata bahasa inggris psycology. kata psycology merupakan dua akar kata
yang bersumber dari kata greek (yunani), yaitu 1) psyche yang berarti
jiwa; 2) logos yang berarti ilmu. jadi, secara harfiah psikologi memang
berarti ilmu jiwa. Psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan
organisme manusia. alam hubungan ini, psikologi didefenisikan sebagai
ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan
dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana
makhluk tersebut berfikir dan berperasaan.
Bruno (1987) membagi pengertian psikologi dalam tiga bagian yang
pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama, psikologi adalah studi
(pendidikan) mengenai “ruh”.Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai “kehidupan mental”. ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai “tingkah laku” organisme. Chaplin (1972) dalam dictionary of
Psychology mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai
perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme
dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan
perubahan dalam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang
mengubah lingkungan.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat
membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah
yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan
badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar.
Misalnya: insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka
mODUL Psikologi pendidikan 3
PERTEMUAN 2
Pengertian, Tujuan, dan Kegunaan Mempelajari Psikologi Pendidikan
mati pulalah nyawanya. Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang
bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian
perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi
dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses
belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan
lingkungan. Proses belajar ialah proses untuk meningkatkan kepribadian
(personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-
nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih
sukses, dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa
mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan
kecakapan-kecakapan.
Pengertian psikologi diatas menunjukkan beragamnya pendapat
para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya
perbedaan titik berangkat para ahli dalam mempelajari dan membahas
kehidupan jiwa yang kompleks ini. Dan dari pengertian tersebut paling
tidak dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana individu
tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.
Pendidikan dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me
sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan.
Dalam memelihara dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran.
Selanjutnya, “pendidikan” menurut KBBI adalah peroses pengubahan
sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Psikologi Pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang
menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi
pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran
mODUL Psikologi pendidikan 4
yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip –
prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Dari uarian di atas, kita dapat mengetahu pengertian dari psikologi
dan pengertian pendidikan itu sendiri. Sepanjang atau selagi kita masih
berpendapat bahwa psikologi adalah suatu ilmu yang berusaha
menyelidiki semua aspek keperibadian dasar tingkah laku manusia, baik
yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah, baik secara teoritis maupun
dengan melihat kegunaannya di dalam praktek, baik secara individual
maupun dalam hubungannya dengan manusia lain atau lingkungannya,
mungkin kita akan mengatakan bahwa ‘psikologi pendidikan’ itu
sebenarnya sudah termasuk di dalam psikologi, dan tidak perlu
dipersoalkan atau dipisahkan menjadi sesuatu disiplin ilmu tersendiri.
Psikologi pendidikan dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan
adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya
lebih menekankan pada maslah pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dalam masalah
pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan
belajar.
B. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Jika kita bertanya mengenai lingkup (scope) psikologi pendidikan,
maksudnya bertanya tentang apa saja yang dibicarakn oleh psikologi
pendidikan, maka berdasarkan berbagai buku psikologi pendidikan akan
diperoleh jawaban yang berbeda-beda. Sebagian buku menunjukan
lingkup yang luas, sedangkan buku-buku yang lain menunjukkan ingkup
yang lebih sempit atau terbatas. Buku yang lingkupnya lebih luas biasanya
membahas selain proses belajar juga membahas tentang perkembangan,
hereditas dan lingkungan, kesehatan mental, evaluasi belajar dan
sebagainya. Sedangkan buku yang lingkupnya lebih sempit biasanya
berkisar pada soal proses belajar mengajar saja. Perbedaan ini sangat
mODUL Psikologi pendidikan 5
dipengaruhi oleh maksud penulis dalam menulis buku itu. Ada yang
bermaksud hanya memberikan pengantar saja, sehingga pembahasanya
mengenai lingkup itu cukup luas, akan tetapi kurang mendalam.
Sebaliknya ada yang lingkup pembahasannya tidak luas, yaitu berkisar
pada proses beljar, akan tetapi pembahasannya cukup mendalam. Jadi,
beleh dikatakan bahwa tidak ada dua buku psikologi pendidikan yang
menunjukkan ruang lingkup materi yang sama benar. Walaupun demikian,
pada dasarnya psikologi pendidikan membahas hal-hal sebagai berikut:
a) Hereditas dan Lingkungan
b) Pertumbuhan dan Perkembangan
c) Potensial dan Karakteristik Tingkah laku
d) Hasil Proses Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Individu yang
Bersifat Personal dan Sosial
e) Higiene Mental dan Pendidikan dan
f) Evaluasi Hasil Pendidikan.
Ruang Lingkup psikologi pendidikan meliputi:
Pengetahuan tentang psikologi pendidikan: pengertian ruang lingkup,
tujuan mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan.
Pembawaaan
Lingkungan fisik dan psikologis
Perkembangan siswa
Proses – proses tingkah laku
Hakekat dan ruang lingkup belajar
Faktor yang mempengaruhi belajar.
Hukum dan teori belajar.
Pengukuran pendidikan.
Aspek praktis pengukuran pendidikan.
Transfer belajar.
Ilmu statistik dasar.
mODUL Psikologi pendidikan 6
Kesehatan mental.
Pendidikan membentuk watak / kepribadian
Kurikulum pendidikan sekolah dasar.
Kurikulum pendidikan sekolah menengah
C. Tujuan mempelajari Psikologi Pendidikan
Tujuan mempelajari psikologi pendidikan adalah :
1. Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)
Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-
beda, tidak ada yang sama antara siwa satu dengan siswa yang
lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami keberagaman
antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan
tingkat pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada
masing-masing potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan pemahaman
guru yang baik terhadap siswanya, maka bisa menciptakan hasil
pembelajaran yang efektif dan efisien serta mampu menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif.
2. Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran
Sebagai sorang pendidik dalam memilih strategi dan metode
pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan
karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan
oleh seorang guru melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas
perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan sudah
bisa menyesuaiakan dengan kondisi peserta didik, maka proses
pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.
3. Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas
Kemampuan guru dalam menciptakan iklim dan kondisi
pembelajaran yang kondusif mampu membantu proses pembelajaran
berjalan secara efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-
mODUL Psikologi pendidikan 7
prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang
berbeda menyesuaikan karakteristik siswa dalam mengajar untuk
menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik. Disinilah peran
psikologi pendidikan yang mampu mengajarkan bagaimana seorang
pendidik mampu memahami kondisi psikologis dan menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif, sehingga proses pembelajaran
di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.
4. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa
Selain berperan sebagai pengajar di dalam kelas, seorang guru
juga diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu
memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika
peserta didik mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan
sebagai seorang pembimbing seorang pendidik juga lebih bisa
melakukan pendekatan secara emosional terhadap peserta didiknya.
Jika sudah tercipta hubungan emosional yang positif antara pendidik
dan peserta didiknya, maka proses pembelajaran juga akan tercipta
secara menyenangkan.
5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran
Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas dan
melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan.
Dengan mempelajari psikologi pendidikan diharapkan seorang
pendidik mampu memberikan penilaian dan evaluasi secara adil
menyesuikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing
peserta didik tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Peranan Psikologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam
rangka mewujudkan tindakan psikologis yang tepat dalam interaksi antara
setiap faktor pendidikan. Pengetahuan psikologis tentang peserta didik
menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Karena itu,
pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan
mODUL Psikologi pendidikan 8
bagi para guru, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai
pendidik. Oleh sebab itu, psikologi pendidikan berfungsi diantaranya :
a. Sebagai proses Perkembangan siswa.
b. Mengarahkan cara belajar siswa
c. Sebagai penghubung antara mengajar dengan belajar
d. Sebagai pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Proses Belajar
Mengajar.
Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada pendidik
dan calon pendidik untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran
pada kondisi yang berbeda-beda seperti di bawah ini:
a. Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik);
Seorang pendidik harus berhadapan dengan sekelompok siswa di
dalam kelas dengan hati-hati karena karakteristik masing-masing siswa
berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami
perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu pendidik
dan calon pendidik dalam memahami perbedaan karakteristik siswa
tersebut.
b. Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas;
Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam
proses pembelajaran sangat membantu pendidik untuk menyampaikan
materi kepada siswa secara efektif. Iklim pembelajaran yang kondusif
harus bisa diciptakan oleh pendidik sehingga proses belajar mengajar bisa
berjalan efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang
tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam
mengajar untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi
pendidikan berperan dalam membantu pendidik agar dapat menciptakan
iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses
pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan efektif.
c. Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran;
mODUL Psikologi pendidikan 9
Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan
siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu pendidik dalam menentukan
strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu
mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar
dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta
didik.
d. Memberikan Bimbingan kepada Peserta Didik;
Seorang pendidik harus memainkan peran yang berbeda di sekolah,
tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan
sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan
kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan pendidik untuk
memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk
siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda.
e. Mengevaluasi Hasil Pemb\elajaran;
Pendidik harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas
seperti mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam
mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu
pendidik dan calon pendidik dalam mengembangkan evaluasi
pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi,
pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi maupun menentukan hasil-hasil
evaluasi.
mODUL Psikologi pendidikan 10
PERTEMUAN 3 Hakikat Belajar
A. PENGERTIAN BELAJAR1. Pengertian Belajar Menurut Para Ahli
James O. Whittaker, merumuskan belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Crinbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as
a result of experience. Belajar sebagai aktivitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L.
Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in
the broader sense) is originated or changed through practice or
training. Belajar adadalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas)
ditimbulkan atau diubah melaui praktek atau latihan. Sedangkan Geoch
merumuskan belajar learning is change is performance as a result of
practice. Drs. Slameto merumuskan belajar sebagai suatu prose usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasilpengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian-pengerian yang diberikan oleh para ahli di
tas maka dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
B. HAKIKAT BELAJAR
Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata
yang sangat penting untuk dibahas yaitu kata “perubahan” atau “Change”.
Ketika kata “perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan, maka
pembicaraan sudah menyangkut permasalah mendasar dari maslah
mODUL Psikologi pendidikan 11
belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli
untuk memberikan pengertia belajar, maka intinya tidak lain adalah
masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar.
Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan
perubahan yang diinginkan atau dikehendaki oleh pengertian belajar
dimaksud.
Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan di
akhir aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya degan
pemilikan pengalaman baru, maka individu itu telah dikatan belajar.
Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar
adalah perubahan yang bersentuhan dengan asfek kejiwaan dan
mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah akibat mabuk
karena meminum minuman keras, akibat gila, akibat tabrakan, dan
sebagainya, bukan kata gori belajar dimaksud.
C. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Berdasarkan pendekatan tertentu maka prinsip-prinsip belajar
dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu prinsip-prinsip belajar yang
bersifat psikologos dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat linguistic
(materi dan metodk).
Prinsip-prinsip belajar yang bersifat psikologis yaitu:
i. Motivasi, lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu. Jadi, sesorang yang belajar akan mengalami
kemajuan yang pesat dengan adanya motivasi tersebut.
ii. Pengalaman sendiri, atau apa yang dialami sendiri akan lebih
menarik dan berkesan daripada mengetahui dari orang lain.
iii. Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang menyebabkan
manusia itu menjadi maju.
iv. Pemecahan masalah, seorang yang belajar tidak dapat dipisahkan
dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlukan kekeritisan
mODUL Psikologi pendidikan 12
seseorang tersebut dalam menhadapi maslah itu dalam
mengembangkan pengetahuan, pengalaman dan sikap.
v. Berpikir analitis-sintesis, berpikir secara analitis adalah berusaha
menegenal sesuatu dengan cara mengenali cirri-ciri atau unsure-
unsur yang ada pada sesuatu itu. Sedangkan, berpikir sintesis
adalah proses berpikir untuk menemukan hubungan cirri-ciri yang
disebutkan dalam jawaban-jawaban yang diperoleh dari berpikir
analitis.
vi. Perbedaan individual, sudah menjadi kodratnya bahwa anak didik
yang kita hadapi tidak mempunyai kematangan berpikir, kemampuan
berbahasa, dan tingkat integensi yang sama.
Sedangkan prinsip-prinsip belajar yang bersifat lingistik, seperti
yang telah dirumuskan Abdul Chaer dan Leonie Austina (2004: 206),
sebagai berikut:
a. Mudah menuju sukar, maksudnya pemberian materi harus dimulai dari
yang mudah kemudian diikuti yang sukar atau yang lebih sukar. Jadi
asas ini mengajarkan bahwa pemberian materi harus diberikan secara
bertahap menurut tingkat kesukarannya.
b. Sederhana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus
dimulai dari yang sederhana, baru kemudian diikuti oleh materi yang
kompeks.
c. Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pelajaran harus
dimulai dari yang ada didekat peserta didik, baru kemudian secara
berangsur-angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh.
d. Pola menuju unsur, maksudnya materi pelajaran yang diberikan mula-
mula harus yang berupa satu kebulatan, sesudah itu baru diberikan
unsure-unsur dari kebulatan itu.
e. Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi pelajaran yang
mula-mula harus diberikan adalah penggunaan atau satuan-satuan
materi tersebut. Asas penggunaan ini dapat diberikan dalam bentuk
mODUL Psikologi pendidikan 13
latihan-latihan yang berulang-ulang dan terus-menerus sehingga para
peserta didik menjadi terampil menggunakannya.
f. Masalah bukan kebiasaan, maksudnya adalah para peserta didik harus
dibiasaka untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang sudah
diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
g. Kenyataan bukan buatan, kenyataan menunjukkan bahwa materi
pelajaran mempunyai variasi. Kenyataan ini tidaak dapat diabaikan
dalam pengajaran terhadap para peserta didik.
D. CIRI-CIRI BELAJAR
Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada
beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan kedalam cirri-ciri belajar:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti individu yang belajar
akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurng-kurangnya
individu merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. Sebagai hasil belajar,
perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung secara terus
menerus dan tidak statis.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perbuatan
belajar, perubaha-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk
memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang
terjadi karena proses belajar bersifat menetap dan permanen, ini
berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa
perubahan tingkah laku itu terjadi Karena ada tujuan yang akan
dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah aku yang
benar-benar disadari.
mODUL Psikologi pendidikan 14
6. Perubahan mencakup seluruh asfek tingkah laku. Perubahan yang
diperoleh individu setelah melalui peroses belajar meliputi perubahan
seluruh tingkah laku.
E. JENIS-JENIS BELAJAR
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan
perubahan itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar
mempunyai cirri-ciri masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang
ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar antara lain :
1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang
mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang
digunakan.
2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif
bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau
lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan
suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi
yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan
semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka
organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk
memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi
ilmiah.maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-
konsep dan struktur-struktur hubungan.
5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang
yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-
mODUL Psikologi pendidikan 15
objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan
tertentu.
6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar
kemahiran intelektual (intellectual skill), yang dikemukakan oleh
Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan
satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu
keteraturan.
7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu
masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan
dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan
melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah
serta metode-metode bekerja tertentu.
8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill). Orang yang memiliki
suatau keterampilan motorik, mampu melakukan gerak gerik jasmani
dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak
gerikberbagai anggota badan secara terpadu.
9. Belajar Estetis. Bentuk belajar ini bertujuan membentukkemampuan
menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang
kesenian.
F.AKTIVITAS BELAJAR1. Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Ketika seorang
guru atau dosen menggunakan meode ceramah, maka setiap siswa atau
mahasiswa diharuskan untuk mendengarkan materi yang sedang
disampaikan.
2. Memandang
Memandang adalah mengarahkan pengelihatan ke suatu objek.
Dalam pendidikan, aktivitas memandang termasuk dalam katagori
aktivitas belajar baik memandang materi pelajaran yang sedang disajikan
mODUL Psikologi pendidikan 16
dalam bentuk catan maupun memandang gerak-gerik pengajar yang
sedang menyampaikan materi.
3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia
yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar.
4. Menulis atau Mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan
dari aktivitas belajar yang dilakukan karena orang menyadari kebutuhan
dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu
nantinya berguna bagi pencapain tujuan belajar.
5. Membaca
Membaca disisi tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga
membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan-
catatan kuliyah, dan lain sebagainya yang berhubungan denga kebutuhan
belajar.
6. Membuat Ikhtisar atau ringkasan dan Menggarisbawahi
Ini adalah salah satu cara untuk mempermudah untuk memahami
dan mengulangi materi pelajaran yang sudah didapatkan sebelumnya.
7. Mengamati Tabel-tabel, Diagram-diagram, dan Bagan-bagan
Dalam buku atau dalam lingkungan lain sering dijumpai tabel,
diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat
berguna bagi seorang dalam mempelajari materi yang relevan.
8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja
mODUL Psikologi pendidikan 17
Dalam menyusun paper tidak sembarangan, tetapi harus
metodoligis dan sistematis. Metodlogis artinya menggunakan metode
tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan
kerangka berpikir yang logis dan kronologi.
9. Mengingat
Ingat itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan
(learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (rembering)
hal-hal yang telah dilakukan atau dipelajari.
10.Berpikir
Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-
tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu.
11.Latihan atau Praktek
Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional,
dengan demikian aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.
G. GAYA BELAJAR
Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam empat
kecenderungan utama yaitu:
1. Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling),
dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih
mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap
perasaan orang lain. Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui
pengalaman baru, siswa cenderung lebih terbuka dan mampu
beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
2. Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran
(thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide,
perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau
perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang
mODUL Psikologi pendidikan 18
mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan
mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
3. Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan
(watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak
suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna
dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan
perasaannya untuk membentuk opini/pendapat, siswa
mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari berbagai segi.
4. Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),
cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani
mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam
menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan
prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah
dan mengambil keputusan.
mODUL Psikologi pendidikan 19
PERTEMUAN 4 Perkembangan Individu Dalam
Belajar
A. Perkembangan Individu Dalam Belajar
Perkembangan individu murid, siswa, dan mahasiswa (peserta
didik), ditunjukkan bagaimana perkembangan anak-anak, remaja dan
dewasa tumbuh dan berkembang secarafisik, psikis dari fase ke fase
seperti dalam hal pertumbuhanfisik, kognitif, afektif, sosial, psikomotor,
moral. Proses pengajaran dan pembelajaran tidak akan bisa berjalan
efektif dan efisien apabila seorang pendidik tidak memahami
perkembangan peserta didik secara menyeluruh. Untuk itu pendidik
memerlukan pengetahuan tentang perkembangan individu peserta didik.
1. Konsep Perkembangan Individu
Perkembangan individu merupakan perubahan yang sistematis,
progresif, dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga
akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan-perubahan
yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.
Yang dimaksud perubahan yang sistematis yaitu perubahan dalam
perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling
mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya baik fisik
maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Progresif
berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Berkesinambungan berarti bahwa
perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara
beraturan atau berurutan. Perkembangan individu secara fisik terjadi
sesuai dengan fase-fase perkembangan, sedangkan secara psikis terjadi
perubahan imajinasi fantasi ke realistis.
2. Belajar dan Fase-fase Perkembangan Individu
mODUL Psikologi pendidikan 20
Manusia membutuhkan kepandaian yang bersifat jasmaniah dan
rohaniah, dan ini dapat dicapai melalui belajar. Meskipun bayi yang baru
lahir membawa beberapa naluri dan insting dan potensi-potensi, tetapi
potensi tersebut tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
pengaruh dari luar. Untuk itu manusia membutuhkan belajar sepanjang
kehidupannya, kapanpun dan dimanapun.
Para ahli mendefinisikan belajar sebagai berikut:
a. Menurut Hilgard, belajar adalah proses yang melahirkan atau
mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam
laboratorium atau dalam lingkungan alamiah).
b. Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
c. James P. Chaplin, learning (hal belajar, pengetahuan), yang berarti
perolehan dari sembarang perubahan yang relative permanen dalam
tingkah laku sebagai hasil praktek atualisasi pengalaman.
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah :
a) Belajar itu membawa perubahan
b) Perubahan itu ada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru
c) Perubahan itu terjadi karena usaha
Menurut Havinghurst yang dikutip oleh Made Pidarta, fase-fase
perkembangan pada manusia sejak dari masa kanak-kanak sampai masa
tua ada enam fase, yaitu:
a. Fase perkembangan masa kanak-kanak (Infancy & Early Childhood)
Pada masa ini, anak berada pada usia 0-6 tahun dan memiliki ciri –
ciri antara lain : 1) Belajar berjalan, mengambil makanan padat; 2) Belajar
bicara; 3) Belajar mengontrol eliminasi (urin & fekal); 4) Belajar tentang
perbedaan jenis kelamin; 5) Membentuk konsep-konsep sederhana
mODUL Psikologi pendidikan 21
mengenai kenyataan sosial dan fisik; 6) Belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, mengembangkan hati nurani; 7) Belajar
mengadakan hubungan emosi
b. Fase perkembangan masa anak (Middle childhood)
Pada masa ini, anak berada pada usia 6-12 tahun dan memiliki ciri-
ciri antara lain : 1) Membangun perilaku yang sehat; 2) Belajar
keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang luar
biasa; 3) Belajar bergaul dengan teman sebaya; 4) Belajar peran sosial
terkait dengan maskulinitas dan feminitas; 5) Mengembangkan
ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung; 6)
Mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari; 7) Membangun moralitas, hati nurani dan nilai-nilai; 8)
Pencapaian kemandirian; dan 9) Membangun perilaku dalam kelompok
sosial maupun institusi (sekolah).
c. Fase perkembangan masa remaja (Adolescence)
Pada masa ini, remaja berada pada usia 12-18 tahun dan memiliki
ciri -ciri antara lain : 1) Membina hubungan baru yang lebih dewasa
dengan teman sebaya baik laki maupun perempuan; 2) Pencapaian peran
sosial maskulinitas atau feminitas; 3) Pencapaian kemandirian emosi dari
orang tua, orang lain; 4) Pencapaian kemandirian dalam mengatur
keuangan; 5) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara
efektif; 6) Memilih dan mempersiapkan pekerjaan; 7) Mempersiapkan
pernikahan dan kehidupan keluarga; 8) Membangun ketrampilan dan
konsep-konsep intelektual yang perlu bagi warga negara; 9) Pencapaian
tanggungjawab sosial; dan 10) Memperolah nilai-nilai dan system etik
sebagai penuntun dalam berperilaku.
d. Fase perkembangan masa dewasa awal (Early Adulthood)
mODUL Psikologi pendidikan 22
Pada masa ini, mereka berada pada usia 18-30 tahun dan memiliki
ciri-ciri antara lain : 1) Memilih pasangan; 2) Belajar hidup bersama orang
lain sebagai pasangan; 3) Mulai berkeluarga; 4) Membesarkan anak; 5)
Mengatur rumah tangga; 6) Mulai bekerja; 7) Mendapat tanggungjawab
sebagai warga negara; dan 8) Menemukan kelompok sosial yang cocok.
e. Fase perkembangan masa setengah baya (Middle-age)
Pada masa ini, seseorang yang telah dewasa lanjut berada pada
usia 30-50 tahun dan memiliki ciri -ciri antara lain: 1) Mendapat
tanggungjawab sosial dan sebagai warga negara; 2) Membangun dan
mempertahankan standard ekonomi keluarga; 3) Membimbing anak dan
remaja untuk menjadi dewasa yang bertanggungjawab dan
menyenangkan; 4) Mengembangkan kegiatan-kegiatan di waktu luang; 5)
Membina hubungan dengan pasangannya sebagai individu; 6) Mengalami
dan menyesuaikan diri dengan beberapa perubahan fisik; dan 7)
Menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua yang bertambah
tua.
f. Fase perkembangan masa tua (Later maturity)
Pada masa lanjut, mereka berada pada usia 50 tahun lebih dan
memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Menyesuaikan diri dengan penurunan
kekuatan fisik dan kesehatan; 2) Menyesuaikan diri dengan situasi
pensiun dan penghasilan yang semakin berkurang; 3) Menyesuaikan diri
dengan keadaan kehilangan pasangan (suami/istri); 4) Membina
hubungan dengan teman sesama usia lanjut; 5) Melakukan pertemuan-
pertemuan sosial; 6) Membangun kepuasan kehidupan; dan 7) Kesiapan
menghadapi kematian.
mODUL Psikologi pendidikan 23
3. Perkembangan Individu secara Didaktis
Syamsu Yusuf mengemukakan beberapa tahapan perkembangan
individu dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut:
a. Masa usia pra sekolah
Masa usia pra sekolah terbagi dua yaitu: (1) masa vital dan (2)
masa estetik.
1) Masa vital, pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis
untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Adapun tugas
perkembangan pembelajaran pada fase ini adalah:
a. Anak belajar memakan makanan keras;
b. Anak belajar berjalan;
c. Anak belajar berbicara.
2) Masa estetik; masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa
keindahan. Seseorang individu anak bereksplorasi dan belajar melalui
panca inderanya. Adapun tugas pembelajaran pada fase ini, yaitu:
a) anak belajar membedakan yang baik dan yang buruk;
b) anak membedakan jenis kelamin, belajar sopan santun;
c) anak belajar mengeja dan membaca;
d) anak belajar mengenal individu secara emosional dan sosial.
b. Masa usia jenjang pendidikan dasar
Masa usia pendidikan dasar disebut juga masa intelektual, atau
masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah
matang untuk memasuki sekolah. Adapun ciri-ciri utama anak yang sudah
matang, yaitu:
1) memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok
sebaya;
2) keadaan fisik yang memungkinkar anak-anak memasuki dunia
bermain dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani;
mODUL Psikologi pendidikan 24
3) memasuki dunia mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan
komunikasi yang luas (Tohirin, 2005:34).
Adapun tugas anak-anak pada usia sekolah dasar ini adalah:
1) Belajar ketrampilan, jasmani atau fisik melalui bermain.
2) Belajar bergaul.
3) Belajar mengembangkan kemampuan menulis, membaca, dan
menghitung.
4) Belajar mengenal kemampuan dirinya.
5) Belajar memainkan berperan sebagai lelaki maupun wanita.
6) Belajar membandingkan diri dengan yang lainnya.
7) Belajar menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginannya.
8) Belajar bersikap bebas atau tidak terikat menentukan sesuatu
kehendak.
mODUL Psikologi pendidikan 25
PERTEMUAN 5
Prinsip-Prinsip Belajar
A. PENGERTIAN PRINSIP
Sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama
(Badudu&Zein, 2001:1089). Sesuatu yang menjadi dasar dari pokok
berpikir, berpijak dsb (Syah Djanilus, 1993). Sesuatu kebenaran yang
kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya (Dardiri, 1996)
B. PENGERTIAN BELAJAR
Menurut Walra, rochmat, (1999:24) Belajar ialah Suatu aktifitas
atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku
dan pribadi yang bersifat permanen. Moh. Surya (1997) : “belajar diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalamberinteraksi dengan lingkungannya”.
Menurut Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan
dalam kepribadianyang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang
baru berbentukketerampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan
kecakapan”. Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan
perilaku yang muncul karena pengalaman”. Wingkel, 1987 : “belajar
adalah suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri
sendiri.”Belajar adalah suatu proses/usaha sadar yang dilakukan
olehindividu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku baik dalam
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap dan nilai) maupun psikomotor
(keterampilan) sebagai hasil interaksinyadengan lingkungan untuk
mencapai tujuan tertentu.
D. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
mODUL Psikologi pendidikan 26
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh
para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan.
Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang
relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya
maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Berikut ini
prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961)
adalah:
1. Prinsip Kesiapan (Readinees). Proses belajar dipengaruhi kesiapan
siswa. Yang dimaksud dengan kesiapan siswa ialah kondisi yang
memungkinkan ia dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation). Tujuan dalam belajar diperlukan untuk
suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar
untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan
memelihara kesungguhan.
3. Prinsip Persepsi. Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan
bagaiman ia memahami situasi. Persepsi adalah interpertasi tentang
situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya
sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi
perilaku individu.
4. Tujuan. Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh
para pelajarpada saat proses terjadi. Tujuan ialah sasaran khusus
yang hendak dicapai olehseseorang.
5. Prinsip Perbedaan Individual. Proses pengajaran semestinya
memperhatikan perbedaan individual dalamkelas dapat memberi
kemudahan pencapaian tujuan belajar setinggi-tingginya. Pengajaran
yang hanya memperhatikan satu tingkat sasaran akan
gagalmemenuhi kebutuhan seluruh siswa
6. Prinsip Transfer dan Retensi. Belajar dianggap bermanfaat bila
seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam
mODUL Psikologi pendidikan 27
situasi baru. Apapun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya
akan digunakan dalam situasi yang lain.Proses tersebut dikenal
sebagai proses transfer. Kemampuan sesesoranguntuk menggunakan
lagi hasil belajar disebut retensi.
7. Prinsip Belajar Kognitif.Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan
dan penemuan. Belajarkognitif mencakup asosiasi antar unsur,
pembentukan konsep,penemuan masalah dan keterampilan
memecahkan masalah yangselanjutnya membentuk perilaku baru,
berpikir, bernalar, menilai danberimajinasi.
8. Prinsip Belajar Afektif. Proses belajar afektif seseorang menemukan
bagaimana ia menghubungkandirinya dengan pengalaman baru.
Belajar afektif mencakup nilai emosi,dorongan, minat dan sikap
9. Prinsip Belajar Evaluasi. Jenis cakupan validitas evaluasi dapat
mempengaruhi proses belajar saatini dan selanjutnya pelaksanaan
latihan evaluasi memungkinkan bagiindividu untuk menguji kemajuan
dalam pencapaian tujuan.
10.Prinsip Belajar Psikomotor. Proses belajar psikomotor individu
menentukan bagaimana ia mampumengendalikan aktivitas ragawinya.
Belajar psikomotor mengandung aspekmental dan fisik.
a. Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk
1. Prinsip efek kepuasan (law of effect). Jika sebuah respon
menghasilkan efek jembatan yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus-Respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus-Respon.
2. Prinsip pengulangan (law of exercise). Bahwa hubungan antara
stimulus dengan respons akan semakin bertambah erat, jika sering
dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak pernah
dilatih.
mODUL Psikologi pendidikan 28
3. Prinsip kesiapan (law of readiness). Bahwa kesiapan mengacu pada
asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan
suatu pengantar (conduction unit) dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atu tidak
berbuat sesuatu.
4. Prinsip kesan pertama (law of primacy). Prinsip yang harus dipunyai
pendidik untuk menarik perhatian peserta didik.
5. Prinsip makna yang dalam (law of intensity). Bahwa makna yang
dalam akan menunjang dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu pembelajaran maka akan semakin efektif
sesuatu yang dipelajari.
6. Prinsip bahan baru (law of recentcy). Bahwa dalam suatu
pembelajaran diperlukan bahan baru untuk menambah wawasan
atau pengalaman suatu peserta didik.
7. Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip
pengulangan). Bahwa hubungan antara Stimulus-Respon akan
semakin kuat dan bertambah erat jika sering dilatih dan akan
semakin lemah dan berkurang jika jarang atau tidak pernah dilatih.
E. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJARSiswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan
pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu
saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil
dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip
belajar terhadap diri mereka.
a. Perhatian dan Motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua
ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya
tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa
harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang
dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam
mODUL Psikologi pendidikan 29
bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain
yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih
indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses
pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373).
Contoh kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti
mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya
dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan
psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma
kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar
sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya
oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus
dibangkitkan dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat
membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara
terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan atau
mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara
positif pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau
sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari
contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan
motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat
psikis.
b. Keaktifan
Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun
kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan
mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah
perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari
sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin
mODUL Psikologi pendidikan 30
tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku
sejenis lainnya.
Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
c. Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya
sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut
untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini. secara mutlak menuntut
adanyan keterlibatan langsung dari “tiap siswa dalam kegiatan belajar
pembelajaran.
Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-
segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka.
Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan
mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk
perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi
siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli,
siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan,
siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk
perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin
terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku
keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran
dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
d. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan
belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari
pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam
melakukan pengulangan.
mODUL Psikologi pendidikan 31
Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi
prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setidp
valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal nama-
nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa
sejarah.
e. Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila
siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih
termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik
(Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan
untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada
dalam kegiatan pembelajaran.
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya
kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu
memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga
harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan
yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan
implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan
eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau
mencari tahu pemecahan suatu masalah.
f. Balikan dan Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang
dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu
memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus
merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku
siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera
mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan
terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari
gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.
mODUL Psikologi pendidikan 32
g. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda
satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut
tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat
variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya
berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara
belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.
Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang
siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu dengan lain.
Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-
sifatnya.
Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa.
Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya
pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita
kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya
pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu
dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama,
demikian pula dengan pengetahuannya.
Implikasi adanya prinsip perbedaan individual diantaranya adalah
menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau
memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa
dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas implikasi
prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari
kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap
kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.
Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip
belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak
semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.
mODUL Psikologi pendidikan 33
A. Pengertian Teori Belajar
Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-
kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh Mc. Keachie dalam
grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4).Sedangkan Hamzah (2003:26)
menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang
didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri
dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya
dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.
Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat asas tentang
kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan setiap orang.
Belajar dilakukan hampir setiap waktu, kapan saja, dimana saja, dan
sedang melakukan apa saja. Belajar juga merupakan aktivitas yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahahan dalam dirinya
melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat
membawa perubahan pada si pelaku, baik perubahan pengetahuan,
sikap, maupun ketrampilan. Pengertian belajar sendiri adalah suatu
perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil dari praktik
dan pengalaman. Jadi teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak
yang membantu peserta didik untuk belajar.
B. Macam-macam Teori Belajar
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka
bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di
mODUL Psikologi pendidikan 34
PERTEMUAN 6 Teori - Teori Belajar
dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa
aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :
1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologibelajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah
masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang
berupa respon.
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Berikut tokoh-
tokoh teori behavioristik:
a. Edward L. Thordike
Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan
hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa
belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara
stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan. Teori ini
dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh thorndike.
Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing muda. Kucing itu
mODUL Psikologi pendidikan 35
dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji. Kurungan
kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya
terpijit, pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar
kurungan disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring.
Kucing mulai beraksi. Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk
keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa disengaja kucing
tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia keluar dari
kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing
tersebut. Pada awal percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir
hingga menyentuh tombol. Namun setelah sekian lama percobaan kucing
tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol
pembuka pintu. Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa proses
belajar melalui dua bentuk, yaitu:
1. trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses
belajar dari kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.
2. law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang
mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat
dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
b. Ivan Petrovitch Pavlov
Teori pavlov lebih dikenal dengan pembiasaan klasik (classical
conditioning). Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang
dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan rusia. Teori classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam
eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing dengan tujuan mengkaji
bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme. Teori ini
dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air liur. Air liur
akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam
mODUL Psikologi pendidikan 36
percobaanya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan
pada anjing. Setelah diulang berkali- kali ternyata air liur tetap keluar bila
bel berbunyi meskipun makananya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu
upaya untuk mengondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons
terhadap sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu,
kebiasaan berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll.
Terbentuk karena pengkondisian.
c. Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang
tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi
respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya
perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan
lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
mODUL Psikologi pendidikan 37
d. Teori Kognitif
Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses
internal mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan,
mengingat, dan belajar. Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat
diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti
motivasi, keyakinan, dan sebagainya. Psikolagi kognitif menyebutkan
bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik
meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat
mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang
belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah
yaitu mulut dan tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan
pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan menggoreskan penayang
dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada, melainkan yang
terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran
behaviorisme yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-
teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para
psikolog modern dewasa ini.
Berikut tokoh-tokoh teori kognitif:
1. Teori Gestalt
Teori ini dikenal juga dengan sebutan field theory atau insight full
learning. Menurut teori gestalt, manusia bukan sekedar makhluk reaksi
yang berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang memengaruhinya.
Akan tetapi, manusia adalah individu yang merupakan bulatan fisik dan
psikis.
Manusia menurut gestalt, adalah makhluk bebas. Ia bebas memilih
cara untuk bereaksi dan menentukan stimuli yang diterima atau stimuli
yang ditolaknya. Dengan demikian, belajar menurut psikolagi gestalt
bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus dan respons yang lama
mODUL Psikologi pendidikan 38
makin kuat tetapi karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan.
Akan tetapi belajar terjadi jika ada pengertian (insight). Pengertian atau
insight ini muncul setelah beberapa saat seseorang mencoba memahami
suatu masalah yang muncul kepadanya.
Persepsi dan insight siswa sangat penting dalam teori gestalt. Salah
satu sumbangan yang paling penting dari teori gestalt adalah ide bahwa
tugas-tugas sekolah harus cocok dengan pengalaman dan pemahaman
siswa, kegagalan sering terjadi karena: (1) tugas terlalu sulit bagi siswa
untuk mencapai insight, (2) keterangan-keterangan dari guru tidak terlalu
jelas.
2. Teori Jean Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif
yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu: Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian)
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi. Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam pembelajaran, yaitu
perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh
anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya,
yaitu bagaimana anak secara aktif mengkontruksi pengetahuannya.
Pengetahuan sendiri datang dari tindakan.
Menurut teori Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi
lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara
itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang
pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
3. Teori Burner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya,
mODUL Psikologi pendidikan 39
teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan
bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.
4. Teori Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada
ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti
apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian..
Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori
dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
Berikut tokoh-tokoh teori humanistik:
a. Carl Rogers
Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses
belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka
berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh
mODUL Psikologi pendidikan 40
karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus
bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna
dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik. Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut
teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan
proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang
apakah proses belajarnya berhasil. Menurut Roger, peranan guru dalam
kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah
sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam:
1) membantu menciptakan suasana kelas yang kondusif agar siswa
bersikap positif terhadap belajar,
2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar,
3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka
sebagai kekuatan pendorong belajar,
4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa,
5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai
siswa sebagaimana adanya.
b. Arthur Combs
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu..
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal
itu terlupakan.
mODUL Psikologi pendidikan 41
A. Inteligensi dan IQ
Intelegensi berasal dari bahasa latin yaitu Intellegere artinya
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut willim stern,
intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada
kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai
dengan tujuan. William Stren juga menyatakan bahwa intelegensi
sebagian besar dengan dasar dan turunan. Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada
intelegensi seseorang. Alfred Binet (1905) merumuskan bahwa intelegensi
terdiri dari pengertian atau komprehensen, pendapat atau inpensian
pengarahan dan kritik. Jadi , intelegensi adalah “kemampuan yang dibawa
sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
yang tertentu”. Didalam psikologi dikenal dengan istilah intelegensi.
Intelegensi ini sekaligus dapat menggantikan berbagai macam istilah yang
berhubungan dengan kecerdasan.
Psikologi hakekatnya ialah ilmu tentang tingkah laku. Jadi
mengenai intelegensi, tingkah laku dapat dibagi dalam tingkah laku yang
hanya sedikit membutuhkan intelegansi dan tingkah laku banyak
membutuhkan intelegensi. Misalnya: seseorang yang berada di taman, ia
hanya menikmati bunga-bunga yang memiliki warna warni dan tidak
membutuhkan intelegensi yang tinggi. Tetapi apabila ia menghitungnya
dan mengelompokkan bunga-bunga itu menjadi warna yang sama,dan
memisahkan jenis dan nama bunganya masing-masing maka dalam hal
mODUL Psikologi pendidikan 42
PERTEMUAN 7 Intelligensi Dan IQ
ini membutuhkan intelegensi yang sangat tinggi. Menurut spearman ada
dua faktor yang ada dalam intelegensi yaitu:
1. General intelegensi
2. Spacific intelegensi
Faktor general intelegensi terdapat pada semua intelegensi
sedangkan faktor spacific intelegensi hanya terdapat pada hal-hal tertentu
saja. Misalnya: orang yang unggul dalam pelajaran ilmu pasti. Faktor
spesific intelegensi berhubungan dengan syaraf otot, ingatan, dan latihan
serta pengalaman. Menurut para ahli intelegensi bermacam-macam, yaitu:
Intelegensi kreatif yang berkemampuan menciptakan, terdapat pada
para penemu barang-barang baru.
Intelegensi eksekutif yang berkemampuan untuk melihat fikiran orang
lain. Terdapat pada manusia umumnya.
Intelegensi teoritis, dimiliki oleh para sarjana, mahasiswa, dan para
ahli teori umumnya.
Intelegensi praktis, ialah kemampuan bertindak secara cepat dan
tepat melakukan suatu pekerjaan, misalnya dimiliki oleh para
pengemudi kendaraan, para guru di sekolah, dan lain-lain.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah
suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara
rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
1. Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai
tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang
diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu
mODUL Psikologi pendidikan 43
yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak
pernah saling kenal.
2. Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan
yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak.
Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal
kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti
inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari
Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes
kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi
mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur
mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila
kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan
kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu
(umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian
dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian
timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi
perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan
kemampuan.
mODUL Psikologi pendidikan 44
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi, sehingga
terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain ialah:
1. Pembawaan: Pembawaan di tentukan oleh sifat – sifat dan ciri – ciri
yang di bawah sejak lahir. “batas kesanggupan kita”, yakni dapat
tidaknya memecahkan suatu soal, pertama – tama di tentukan oleh
pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh.
Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan –
perbedaan itu masih tetap ada.
2. Kematangan: Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis)
dapat di katakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing – masing. Anak – anak tak dapat
memecahkan soal – soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ –
organ tubuhnya dan fungsinya jiwanya masih belum matang untuk
melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan
umur.
3. Pembentukan: Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelijensi. Dapat kita
bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah -
sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
4. Minat dan pembawaan yang khas: Minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan (motif - motif) yang
mendorong manusia unutk berinteraksi dengan dunia luar (manipulate
and exploring motives). Dari manipulasi dengan eksplorasi yang
dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat
terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya
untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
5. Kebebasan: Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih
metode – metode yang tertentu dalam memecahkan masalah –
mODUL Psikologi pendidikan 45
masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga
bebas dalam memilih maslah sesuai dengan kebutuhannya. Denga
adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya
menjadi syarat dalam perbuatan intelijensi.
B. Ciri-ciri Perbuatan Inteligensi
Adapun Beberapa ciri-ciri perbutan intelegensi yaitu sebagai
berikut:
1. Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan maslah yang
baru bagi yang bersangkutan. Misalnya ada soal :”mengapa api jika
ditutup dengan sehelai karung bisa padam? Ditanyakan kepada anak
yang baru bersekolah dapat menjawab dengan betul maka jawaban
itu intelegen. Tetapi jika pertanyaan itu di jawab oleh anak yang baru
saja mendapat pelajaran ilmu alam tentang api, hal itu tidak dapat
dikatakan intelegen.
2. Perbuatan intelegen sifatnya bertujuan. Untuk mencapai tujuan yang
hendak diselesaikannya dicarinya jalan yang dapat menghemat waktu
dan tenaga. Saudara kehilangan bolpoin disuatu lapangan.
Bagaimana mencarinya? Bagaimana menebang pohon-pohon dirimba
raya agar dalam waktu singkat dapat merobohkan pohon-pohon?
Cara mengambil buah kelapa dilampung dengan memakai gala yang
panjang, sedangkan di daerah jawa pada umumnya dengan memanjat
batangnya satu -satu.
3. Masalah yang di hadapi harus mengandung suatu tingkat kesulitan
bagi yang bersangkutan. Ada suatu maslah yang bagi orang dewasa
mudah memecahkan menjawabnya, hampir tiada berfikir, sedang bagi
anak-anak harus dijawabnya dengan otak, tetapi dapat. Jawaban
anak itu intelegen.
4. Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat.
Apa yang harus anda perbuat jika anda lapar? Kalau jawabnya : saya
harus mencuri makanan. Tentunya jawaban itu tidak intelegen.
mODUL Psikologi pendidikan 46
5. Dalam berbuat intelegen seringkali menggunakan daya
mengabstraksi. Pada waktu berfikir, tanggapan – tanggapan dan
ingatan – ingatan yang tidak perlu harus di singkirkan. Apa persamaan
anatara jendela dan daun? Jawaban yang bernar memerlukan daya
mengabstraksi.
6. Perbuatan yang intelegen bercirikan kecepatan. Proses
pemecahannya relatif cepat, sesuai dengan permasalahan yang di
hadapi.
7. Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan
yang mengganggu pemecahan masalah yang sedang di hadapi.
C. Pengukuran Tes Intelegensi dan Manfaatnya
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang
psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai
untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus
(anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon.
Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911. Tahun 1916, Lewis Terman,
seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes
Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik
yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental
age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes
Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh
seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian
dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini
banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13
tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet
adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini,
Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri
dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari
faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor
mODUL Psikologi pendidikan 47
Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor
ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa,
dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes
dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di
mana alat tes tersebut dibuat.
Pada penyusunan tes yang pertama ini dimaksudkan untuk
menggolongkan anak-anak yang normal dan anak-anak yang lemah
mental. Sehingga tesnya terkenal dengan nama Tes Binet Simon. Tes ini
pertama kali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama “Chelle
Matrique de Intelegence” atau Skala Pengukuran Kecerdasan. Tes Biner-
Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang telah dikelompik-
kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun).
Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak
berhubungan dengan pelajaran di sekolah, seperti:
a. Menceritakan isi gambar-gambar
b. Menyebut harga mata uang
c. Memperbandingkan berat timbangan
Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan diatas, kita dapat
mengetahui kecerdasan seseorang. Adapun kegunaan tes intelagensi
selain dibutuhkan untuk pergaulan sehari-hari juga diperlukan untuk
berbagai jenis kebutuhan misalnya:
1. Bagi staf sekolah. Staf sekolah terutama guru memerlukan hasil-hasil
pengukuran intelegensi murid-muridnya terutama untuk bahan
pembimbing dalam pelajarannya.
2. Conselor (penyuluh) memerlukan hasil pengukuran intelagensi, sebab
banyak hambatan yang diderita anak yang salah satu sebabnya terletak
dalam tingkat intelegensi.
mODUL Psikologi pendidikan 48
3. Untuk keperluan seleksi dan penempatan. Dalam dunia pendidikan,
untuk menyeleksi calon murid atau mahasiswa yang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan. Bidang pekerjaan atau jabatan hasil
pengukuran intelegensi berguna untuk memilih pegawai sesuai
kebutuhan.
4. Psikiater. Psikiater juga memerlukan hasil pengukuran intelegensi hal
ini untuk mengetahui kelainan psikis individu (pasiennya).
Menurut Witherington (1978) ada 5 kegunaan test intelegensi,
yaitu:
Dapat digunakan untuk turut menetukan kemasakan anak-anak untuk
menerima pekerjaan sekolah, karena terkadang antara umur
kronologis dan umur psikis tidak seimbang.
Berguna untuk mengadakan klasifikasi kedalam golongan-golongan
menurut kemampuan mereka yang dilakukan untuk kepentingan
pelajaran.
Berguna untuk mendiaknosis, misalnya ada seorang anak yang tidak
berhasil untk mencapai kemajuan yang normal, maka tes intelegensi
dapat dipergunakan untk mementukan kesukaran yang dihadapi anak
itu. Kalu seorang anak yang terlambat kemajuan belajarnya tetapi
mencapai skor yang tinggi pada suatu test intelegensi, maka mungkin
sebab keterlambatan itu adalah karena faktor-faktor lainnya. Misalnya
faktor minat, cara belajar dan mengajar.
Di gunakan dalam memberikan bimbingan pendidikan maupun
bimbingan untuk menentukan jabatan.
Berguna untuk membantu studi mengenai pelanggaran-pelanggaran
peraturan/tata tertib, misalnya kalau seorang pemuda memperlihatkan
kecendrungan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya non
sosial dan kriminal, maka timbullah soal tanggungjawab semua moril,
apakah pemuda tadi cukup intelegensia untuk diminta tanggungjawab
moril bagi segala tindakannya.
mODUL Psikologi pendidikan 49
D. Inteligensi dan Kaitannya dengan PendidikanSalah satu tugas yang terpenting dalam penelitian ilmiah, ialah
untuk membuktikan suatu hipotesis yang selanjutnya dapat di jadikan
dasar untuk meramalkan kejadian dimasa mendatang (guilford,1973). Test
inteligensi seperti halnya dengan test – test lainnya tidaklah tepat kalau
hanya di gunakan sebagai lebel atau cap bagi seseorang, tetapi
seharusnya di gunakan untuk membantu dalam mengerti atau memahami
diri seseorang. Tujuan sebenarnya dari test – test semacam itu menurut
Witherington (1978), ialah memungkinkan meramalkan kemampuan
potensial untuk belajar atau melakukan pekerjaan sekolah, supaya
dengan demikian dapatlah orang menentukan apa yang sebaiknya dia
lakukan selanjutnya.
Bahkam anastasi menulis, bahwa sebagian besar test inteligensi
dapat dianggap sebagai pengukur bakat belajar. Hasil pengukuran
inteligensi yang biasanya dinyatakan dengan IQ dapat merupakan
gambaran pendidikan terdahulu yang telah dicapainya, dan dapat pula
merupakan predictor (alat peramal) terhadap hasil pendidikan dimasa
mendatang . Skinner (1958) sependapat dengan pernyataan itu dan ia
mengemukakan bahwa pada umumnya telah di temukan bahwa IQ
berguna sebagai salah satu faktor di dalam memprediksi kesuksesan
belajar di sekolah.
Maka jelaslah, bahwa hubungan hasil test inteligensi memang
mampu dan berguna dalam meramalkan kesuksesan belajar di sekolah.
Dan tidak di ragukan lagi, bahwa memprediksi suatu hasil terutama dalam
dunia pendidikan memang sangat diperlukan, apalagi dengan kaitannya
terhadap penyeleksian calon siswa ataupun mahasiswa yang melampui
batas tampung sekolah atau perguruan tinggi. Namun harus disadari
bahwa tidak semua test inteligensi cocok unutk di jadikan alat unutk
memprediksi sebab banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecocokan
penerapan tersebut. Dan harus pula di sadari dalam meramalkan suatu
kesuksesan belajar bahwa belajar itu sendiri tidak semata – mata sebagai
mODUL Psikologi pendidikan 50
pemanfaatan kemampuan potensial (intelegensia), melainkan masih
banyak faktor yang ikut menentukan hasil dari proses belajar.
Faktor – faktor tersebut antara lain; faktor indogen, yaitu faktor dari
dalam individu itu sendiri , baik faktor fisiologis seperti keadaan jasmani,
indera, dan lain – lain, namun faktor psikologisnya seperti minatnya,
kecenderungan pribadinya, dan lain – lain. Juga faktor eksogeen, yaitu
faktor yang berasal dari luar, misalnya ada keributan dari orang – orang di
sekeliling tempat belajar, atau ada gambar seseorang yang dapat
mengganggu konsentrasinya dan faktor – faktor non sosial seperti
keadaan alam dan alat perlengkapan belajar. Jadi jelas hasil test
intelugensi bukan jaminan untuk sukses belajar, akan tatapi sangat
bermanfaat untuk meramalkan kemampuan mencapai sukses dalam
belajar.
mODUL Psikologi pendidikan 51
A. Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang
untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang
memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa
siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan
belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan
siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita
pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan
rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang
berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa
yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh)
tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai
dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan
hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori,
serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori
motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement
tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang
merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai
kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas
dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
mODUL Psikologi pendidikan 52
PERTEMUAN 9 Hakikat Kesulitan Belajar
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning
difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja,
tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu
kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-
rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat
tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
B. Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas
dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun,
kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam
kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering
minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar terdiri atas dua macam.
1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul
dari dalam siswa sendiri.
2. Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang
dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara
lain tersebut dibawah ini.
1. Faktor intern siswa. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap;
mODUL Psikologi pendidikan 53
c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan
telinga)
2. Faktor ektern siswa. Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan
kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar
siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan
antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer
group) yang nakal.
3. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang
buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang
berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
1. Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua
mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang
cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup
mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian.
Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah
harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2. Non-social Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah,
kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang
menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan
sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya:
a. Keturunan. Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek
keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami
mODUL Psikologi pendidikan 54
kesulitan dalam membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti
secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor penyebabnya
adalah faktor keturunan.
b. Otak. Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban
belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini
telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti
menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak
yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak
yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan
belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh
karena itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai
penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
c. Pemikiran. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan
menmgalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang
pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat
mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para
ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang,
dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
d. Gizi. Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap
anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat
antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi. Artinya,
kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya
kelambanan atau kesulitan belajar.
e. Lingkungan. Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak
menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental
anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi
kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab
terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut
dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
mODUL Psikologi pendidikan 55
f. Biokimia. Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain
terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian
yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka
pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun
kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986)
membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh
Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan
hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan
kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan
makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang
yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor
yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis
berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome)
yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar
itu.
1. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara
umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya
ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan
belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya
disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan
pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
mODUL Psikologi pendidikan 56
C. Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan
belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan
identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena
yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda
siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan
menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang
terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada
ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur
seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
D. Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat
macam, yaitu sebagai berikut: Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada
yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada
yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan
bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen /
menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor
penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena
factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita
dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam.
Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan
berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula
siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa
mencakup pengetian yang luas, diantaranya: (a) learning disorder; (b)
mODUL Psikologi pendidikan 57
learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,
potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu
atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,
sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang
dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga
keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-
gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang
dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya
siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental,
gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok
menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain
bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki
tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong
sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-
biasa saja atau rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam
proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
mODUL Psikologi pendidikan 58
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada
gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,
sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
E. Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik
yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini
diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar
khusus.
a. Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam
mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya
memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
b. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan
belajar. Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas
atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan
belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
c. Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan
teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun
sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi
minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
d. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan
gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang
pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri.
Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
e. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak
konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan
mODUL Psikologi pendidikan 59
dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan
perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan
yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari
rendahnya prestasi itu sendiri
f. Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar
dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak
berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi
terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak
yang keterbelakangan mental.
g. Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat
anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman
belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang
kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi
pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak.
Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak
mendukung kegiatan belajar
F. Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya
Gangguan Persepsi Visual, yaitu:
Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis,
sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan
urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan
(tangan, kaki dan lain-lain).
Gangguan Persepsi Auditori, yaitu:
Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang
didengarnya.
mODUL Psikologi pendidikan 60
Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru
(sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena
sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah
datang suara (masalah) lain.
Gangguan Belajar Bahasa, yaitu:
Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
Gangguan Perseptual-Motorik, yaitu:
Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel,
dsb.)
Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang
mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
Gangguan Hiperaktivitas, yaitu:
Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa
diam)
Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa
menyelesaikannya
Gangguan Kacau (distractability), yaitu:
Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses
pemikiran
Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan
mODUL Psikologi pendidikan 61
A. Pengertian KognitifIstilah kognitif berasal dari kata cognition yang artinya sama
dengan kata knowing yang berarti mengetahui. Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah kognitif menjadi sangat populer sebagai domain atau
wilayah psikologis manusia yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengelolaan informasi dan keyakinan.
Arti dari kata kognisi (cognition) itu sendiri sebetulnya tidak ada
kesepakatan secara umum, namun kesadaran tetap yang dipelajari
dalam psikologi kognitif adalah berbagai hal seperti sikap, ide, harapan
dan sebagainya. Dengan perkataan lain psikologi kognitif mempelajari
bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indra dan diproses dalam
jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan
dalam bentuk tingkah laku. Psikologi kognitif dikatakan sebagai perpaduan
antara psikologi gestalt dan behaviorisme.
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi
umum yang mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan
mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti
dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui
penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu
penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur
kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
B. Teori belajar psikologi kognitifSebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud
dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukan beberapa definisi belajar:
1. Hilgard dan Bower (1990:84) belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu
mODUL Psikologi pendidikan 62
PERTEMUAN 10 Belajar Kognitif
yang situasi titu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan,
kematangan, atau keadaan sesaat seseorang. Misalnya kelelelahan
dan pengaruh obat.
2. Gagne dalam buku the conditions of learning (1977:84) mengatakan
bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
pembuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
3. Morgan dalam buku introduction psycchology (1978:84) mengatakan
belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan
adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian
tentang belajar, yaitu bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam
tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku
yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah
laku yang lebih buruk.
Manusia dalam menghadapi kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai masalah dan tantangan yang amat besar dan rumit yang tidak
seluruhnya mudah untuk dipecahkan. Fungsi kognitif manusia
menghadapi objek dalam bentuk representatif yang menghadirkan objek
tersebut dalam kesadaran, hal tersebut tampak jelas pada aktivitas
berpikir. Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran
tersendiri, orang yang memiliki kemahiran ini ia akan mampu mengontrol
dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri.
Sebagai contoh, bagaimana ia memusatkan perhatian, bagaimana belajar,
bagaimana menggali ingatan, bagaimna menggunakan pengetahuan yang
dimiliki, dan bagaimana berpikir dengan menggunakan konsep dalam
menghadapi permasalahan.
mODUL Psikologi pendidikan 63
Sasaran umum belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah
sistematisasi alur pemikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar
dalam diri yang biasa disebut proses kontrol. Jalur belajar kegiatan kognitif
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fase motivasi: anak sadar akan tujuan yang harus dicapai dan
bersedia melibatkan diri.
2. Fase konsentrasi: anak khusus memperhatikan unsur yang relevan,
sehingga terbentuk pola perseptual tertentu.
3. Fase mengolah: anak menahan informasi dan mengolah informasi
untuk diambil maknanya.
4. Fase menyimpan: anak menyimpan informasi yang telah diolah
kedalam ingatan.
5. Fase menggali: a) anak menggali informasi yang tersimpan dalam
ingatan mereka dan memasukkan kembali kedalam working memory.
Informasi ini telah dikaitkan dengan informasi baru; dan b) anak
menggali informasi yang tersimpan dalam ingatan mereka dan
mempersiapkan sebagai masukan bagi fase prestasi.
6. Fase prestasi: informasi yang telah disimpan digali kembali untuk
memberikan prestasi mereka.
7. Fase umpan balik: anak mendapat konfirmasi sejauh prestasinya.
Kognitif merupakan suatu yang berhubungan dengan proses
berpikir guna untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Wujud dari
penggunaan fungsi kemampuan kognitif seseorang dapat dilihat dari
kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman.
1981: 142). Perkembangan kognitif yang matang sesuai usianya sangat
membatu untuk fungsi mental seseorang yang meliputi persepsi, pikiran,
simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.
Jean Piaget yang merupakan tokoh psikologi perkembangan
berkebangsaan Swiss ini, menyatakan dalam teori kognitifnya bahwa
anak-anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan
mODUL Psikologi pendidikan 64
melalui empat tahap perkembangan kognitif. Keempat tahap
perkembangan kognitif tersebut meliputi :
1. Tahap sensomotori (mulai dari lahir hingga 2 tahun). Dalam tahap ini,
bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan
mengkordinasikan pengalaman-pengalaman sensorisnya (melihat,
mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik dan motorik.
2. Tahap praoperasi (2 hingga 7 tahun). Anak mulai melukiskan
dunianya dengan kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar ini
mencerminkan meningkatnya pemikiran simbolis dan melampaui
hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik.
3. Tahap operasi konkret (7 hingga 11 tahun). Anak saat ini dapat
bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan
mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda.
4. Tahap operasi formal (11 tahun hingga masa dewasa). Remaja
bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis.
Jika seorang anak tidak memperlihatkan indikator perkembangan
kognitif Piaget sesuai dengan rentan usianya atau pun tidak mengikuti
pola perkembangan kognitif tersebut, maka ada kemungkinan anak
mengalami kesulitan dalam kemampuan perkembangan kognitifnya.
Sehingga anak tersebut tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif
yang di tuntut oleh kebanyakan sekolah. Serta mempengaruhi proses
belajarnya, dan anak akan berkesulitan belajar.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan anak dalam
menyelesaikan tugas-tugas kognitif terkait dengan gaya kognitif
mereka. Sehingga akan mempengaruhi pemrosesan informasi yang
mereka dapatkan terhadap suatu lingkungan. Gaya kognitif adalah cara
seseorang dalam menghadapi tugas kognitif dan berpikir untuk
menyelesaikan permasalahan (pemecahan masalah). Hallahan,
Kauffman, dan Llody (1985: 84) berpadangan bahwa gaya kognitif adalah
bagaimana cara seseorang berpikir (how of thinking), dan setiap orang
mODUL Psikologi pendidikan 65
memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas-tugas
pemecahan masalah.
Pada kajian anak berkesulitan belajar akan ada dua dimensi yang
mempengaruhi gaya kognitif seorang anak, yaitu : (a)gaya kognitif
ketidakterikatan-keterikatan pada lingkungan (field independence-field
dependence), dan (b)gaya kognitif reflektifitas-impulsivitas (reflectivity-
impulsivity) (Hallahan, Kauffman, dan Lloyd, 1985: 84).
a. Gaya Kognitif Ketidakterikatan-Keterikatan Pada Lingkungan
Kemampuan seseorang untuk membebaskan diri dari pengaruh
lingkungan pada saat membuat keputusan tentang tugas-tugas
perseptual. Disebut keterterikatan pada lingkungan (field dependence)
karena seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perseptual banyak
dipengaruhi oleh lingkungan. Dan disebut ketidakterikatan pada
lingkungan (field independence) karena seseorang tidak mudah
terpengaruh pada lingkungan terhadap tugas perseptualnya.
Anak berkesulitan belajar umumnya tergolong dalam gaya kognitif
keterikatan pada lingkungan. Sehingga anak tersebut mudah terkecoh
oleh informasi yang menyesatkan dan persepsinya menjadi tidak
akurat. Implikasi kondisi tersebut, maka perlunya latihan bagi anak
bekesulitan belajar agar mampu memusatkan perhatian pada data
perseptual yang esensial dan menghindari diri pada pengaruh data yang
mengecohkan.
b. Gaya Kognitif Reflektifitas-Impulsivitas
Kemapuan yang terkait dengan pemanfaatan atau penggunaan
waktu yang diperlukan anak dalam menjawab persoalan dan jumlah
kesalahan yang dibuat. Anak yang impulsif cenderung menjawab
persoalan secara cepat tetapi membuat banyak kesalahan, sedangkan
anak yang reflektif cenderung menjawab persoalan secara lebih lambat
tetapi hanya membuat sedikit kesalahan. Umumnya anak berkembang
dari impulsif ke reflektif, yang berarti bahwa anak yang muda lebih impulsif
dan anak yang tua cenderung lebih reflektif.
mODUL Psikologi pendidikan 66
Meskipun demikian berbeda halnya dengan anak berkesulitan
belajar, mereka lebih cenderung dengan gaya kognitif yang impulsif,
walaupun usianya mungkin lebih tua.[9] Karena gaya kognitif impulsif
tersebut anak berkesulitan belajar memiliki problema bukan hanya dalam
bidang akademik tetapi juga pada perilakunya. Implikasi dari kondisi
tersebut maka perlunya latihan, khususnya bagi anak berkesulitan belajar
dengan gaya kognitif impulsif agar mereka memperoleh latihan
merespons suatu persoalan dengan menggunakan waktu yang cukup dan
cara yang lebih hati-hati.
Selain gaya kognitif yang dapat mempengaruhi dalam pemrosesan
informasi, kemampuan memori juga merupakan salah satu elemen
penting dalam pemrosesan informasi. Memori adalah merujuk pada
proses mengigat informasi. Memori atau ingatan adalah proses
penyimpanan informasi dan dapat dipanggil kembali ketika dibutuhkan
(Cardoso, 1997).
a. Memori jangka pendek
Merupakan kemampuan untuk mengingat informasi yang lebih relatif
pada jangka waktu yang pendek. Dalam memori jangka pendek
seseorang mampu mempertahankan informasi selama 30 detik selama
tidak ada pengulangan terhadap informasi itu. Memori jangka pendek
dapat diukur dengan menyuruh anak mengamati objek-objek visual atau
audio dalam waktu yang singkat, misalnya 20 detik. Dan anak diminta
untuk mengingat kembali objek yang dilihat atau didengarnya dengan
urutan yang benar.
Banyak anak berkesulitan belajar yang mengalami kesulitan dalam
ingatan visual pada memori jangka pendek (Hallahan, Kauffman, & Ball,
1973; Tayer, Hallahan, Kauffman, & Ball, 1976). Dan fakta membuktikan
bahwa anak berkesulitan belajar kemampuannya dalam memori jangka
pendek auditori lebih rendah dari mereka yang tergolong tidak
berkesulitan belajar(Humle & Snowling, 1992).
mODUL Psikologi pendidikan 67
b. Memori kerja
Beberapa bukti bahwa memori kerja lebih penting dari masalah
memori jangka pendek dalam kesulitan membaca dari murid yang
berkesulitan belajar. Memori kerja merujuk pada kemampuan seseorang
untuk menjaga informasi dalam jumlah yang sedikit dalam pikiran. Sambil
memahami informasi tersebut dan membayangkan informasi tersebut
untuk bisa menuju operasi yang lebih jauh.
Contoh sehari-hari dari memori kerja tersebut untuk mengingat
alamat rumah seseorang dalam pikiran. Sambil mendengarkan instruksi
untuk mencapai alamat rumah tersebut. Atau juga dalam mendengarkan
untuk menghafal runtutan peristiwa atau suatu kejadian dalam sebuah
cerita dan mencoba untuk mengerti arti dari cerita tersebut. Dalam hal
tersebut digambarkan bahwa memori kerja berbeda dengan memori
jangka pendek.
Dalam studi ini, anak-anak dan dewasa yang berkesulitan belajar
dan anak-anak dan dewasa yang normal dibandingkan dalam beberapa
tipe dari tugas memori kerja dan memori pendek. Dalam salah satu tugas
memori kerja contohnya seseorang diberikan sebuah barisan kata-kata.
Lalu ditanyakan kembali adakah kata tersebut dalam barisan kata-kata
yang diberikan. Dan dipinta untuk mengingat kembali kata-kata tersebut
dalam urutan yang benar.
Hasilnya menyatakan bahwa untuk seseorang yang berkesulitan
belajar, memori kerjanya tersebut sangat penting untuk memprediksikan
bacaan dan kemampuan matematika. Dengan kata lain seseorang yang
berkesulitan belajar yang memiliki kemampuan yang baik dalam memori
jangka pendek dan memori kerja. Akan menampakkan kemampuan yang
baik pula pada kemampuan membaca dan kemampuan matematika.
Ada dua strategi yang digunakan untuk mengembangkan
perkembangan kognitif. Kedua strategi tersebut biasa digunakan oleh
anak yang tidak berkesulitan belajar. Strategi tersebut adalah
pengulangan dan pengorganisasian. Seorang anak akan mudah terbantu
mODUL Psikologi pendidikan 68
dalam mengingat sekelompok kata jika kata-kata tersebut diulang-ulang.
Dan memorinya akan lebih terbantu lagi jika anak mampu
mengorganisasikan kata-kata tersebut menjadi beberapa kelompok.
Anak berkesulitan belajar cenderung tidak menggunakan strategi
mengulang atau menghafal dan mengorganisasikan materi yang harus
diingat. Meskipun mereka dapat dilatih untuk hal tersebut, agar strategi ini
menjadi kebiasaan dalam mengingat suatu materi yang dipelajari.
Dapat disimpulkan bahwa anak yang berkesulitan belajar memiliki
beberapa hal yang ditandai dalam perkembangan kognitifnya. Anak
kesulitan belajar memiliki gaya kognitif yang terikat atau ketergantungan
pada lingkungan serta memiliki gaya kognitif yang impulsif. Artinya anak
yang bertipe kognitif terikat pada lingkungan mudah terkocoh oleh
informasi yang menyesatkan sehingga persepsinya tidak akurat. Dan anak
kesulitan belajar memiki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak
yang normal. Sehingga memori jangka pendek dan memori kerjanya
mempengaruhi kemampuannya dalam memprediksikan membaca dan
matematika.
Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan latihan yang intensif
dengan guru yang tepat. Seperti latihan untuk memusatkan perhatian
pada data perseptual esensial dan menghindari diri dari pengaruh data
yang mengecoh, latihan merespons suatu persoalan dengan
menggunakan waktu yang cukup dan cara yang hati-hati. Serta latihan
mengulang dan mengorganisasikan untuk perkembangan kognitif anak
kesulitan belajar.
mODUL Psikologi pendidikan 69
A. Kesulitan Belajar Membaca
Membaca merupakan salah satu komponen dan sistem
komunikasi. Membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh
semua anak karena melalui membaca anak dapat belajar banyak tentang
berbagai bidang studi. Oleh karena itu, membaca merupakan
keterampilan yang harus diajarkan sejak anak masuk SD dan kesulitan
belajar membaca harus secepatnya diatasi. Kesulitan belajar menunjuk
pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan
yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan membaca.
Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi
sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi
bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu adalah
berbagai pengaruh lingkungan. Kesulitan belajar tampil sebagai suatu
kondisi ketidak mampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki
intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang
cukup dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi
tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kesulitan belajar
menunjukkan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi
akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-
kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam menulis
dan membaca.
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).
Perkataan disleksia dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan
membaca”. Terdapat beberapa pengertian disleksia yang dikemukakan
para ahli seperti berikut:
mODUL Psikologi pendidikan 70
PERTEMUAN 11 Kesulitan Belajar Membaca
(Disleksia)
a) Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun
penglihatan, pendengaran. Inteligensinya normal, dan ketrampilan
usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor
neurologis dan tidak dapat diatributkan pada faktor kedua, misalnya
Iingkungan atau sebab sebab sosial (Corsini,1987).
b) Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang
berinteligensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang
budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan
serta tidak bermasalah emosional (Guszak,1985).
c) Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari
komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis
menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu
bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam
mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan
waktu, arah, dan masa. (Bryan & Bryan dikutif Mercer,1987).
d) Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis
terutama belajar mengeja secara betul dan mengungkapkan pikiran
secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal
serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-
mata pelajaran lainnya ( Hornsby dalam Sodiq, 1996:4)
Jadi pengertian disleksia adalah suatu tipe atau bentuk kelainan
membaca yang disebabkan oleh faktor-faktor neurologis, genetika, dan
psikologis dasar, tapi umumnya mereka ini cukup cerdas yang ditandai
oleh skor IQ rata-rata/ normal atau di atas rata-rata. Untuk
penanganannya membutuhkan keterlibatan para ahli selain guru yang
bersangkutan, seperti ahli pendidikan khusus dan psikolog, Wikipedia
(2007) menambahkan, anak disleksia memiliki kesulitan dalam
mengasosiakan antara bentuk huruf dengan bunyinya dan mereka juga
sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu.
mODUL Psikologi pendidikan 71
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
anak disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan belajar membaca
yang disebabkan oleh faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar,
serta sering menunjukkan kesulitan dalam mengasosiasikan antara
bentuk huruf dan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau
kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu, tetapi mereka memiliki
kecerdasan di atas rata-rata bahkan ada di atas rata-rata.
B. Karakteristik
Anak kesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan
membaca yang tidak wajar. Mereka sering memperlihatkan adanya
gerakan-gerakan yang penuh ketegangan, seperti mengernyitkan kening,
gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga sering
memperlihatkan adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan
perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan
guru. Anak berkesulitan belajar membaca juga sering memegang buku
bacaan yang terlalu menyimpang dari kebiasaan anak normal, yaitu jarak
antara mata dan buku bacaan kurang dari 15 inci (kurang lebih 37,5 cm).
Anak mengalami kesulitan belajar membaca karena pada mulanya telah
mengalami berbagai kesalahan seperti berikut :
a. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan
belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf,
bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau
kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat.
Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena anak
menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak
diperlukan. Contoh penghilangan huruf atau kata adalah “baju anak itu
merah” dibaca “baju itu merah” atau “adik membeli roti” dibaca “adik
beli roti”.
mODUL Psikologi pendidikan 72
b. Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf,
membaca terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan
membacanya. Contoh dari kesalahan ini misalnya pada saat anak
seharusnya membaca “baju mama di lemari” dibaca “baju mama ada
dilemari”.
c. Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini
mungkin disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut
hingga hanya menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang
tidak mengubah makna adalah “tas ayah di dalam mobil” dibaca oleh
anak “tes bapak di dalam mobil”.
d. Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam (1) pengucapan
kata yang salah makna berbeda, (2) pengucapan kata salah makna
sama, (3) pengucapan kata salah tidak bermakna. Keadaan semacam
ini dapat terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga
menduga-duga saja, karena mungkin membaca terlalu cepat, karena
perasaan tertekan atau takut kepada guru, atau karena perbedaan
dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh
pengucapan kata salah makna berbeda adalah “baju bibi baru” dibaca
“baju bibi biru”, pengucapan salah makna salah adalah “kakak pergi
ke sekolah” dibaca “kakak pigi ke sekolah”, sedangkan contoh
pengucapan salah tidak bermakna adalah “bapak beli durian” dibaca
“bapak beli duren”.
e. Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika ingin membantu
anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa
menit ditunggu oleh guru anak belum juga melafalkan kata-kata yang
diharapkan. Anak yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya
karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut
risiko jika terjadi kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memiliki
kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas
membaca.
mODUL Psikologi pendidikan 73
f. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Contoh
pengulangan adalah “bab-ba-ba bapak menulis su-su-surat”.
Pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga
harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf
yang kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang anak sengaja
mengulang kalima untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.
g. Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau
atas-bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang
hampir sama seperti d dengan b, p dengan q atau g, m dengan n atau
w.
h. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari bahwa
adanya kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak
lalu mencoba membetulkan sendiri bacaannya.
i. Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca
dengan tersendat-sendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca
sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun demikian guru
umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap sebagai
kebiasaan yang tidak baik. Keraguan dalam membaca juga sering
disebabkan anak kurang mengenal huruf atau karena kekurangan
pemahaman.
j. Berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat
digunakan oleh guru sebagai acuan dalam menyusun alat diagnosisi
informal. Observasi yang terus menerus guru dapat mengetahui
kesalahan-kesalahan anak dalam membaca; dan berdasarkan
kesalahan-kesalahan tersebut dapat dicarikan pemecahannya.
C. Assesmen Kesulitan Belajar Membaca
Suatu sekolah sebaiknya memiliki data yang lengkap tentang anak.
Data tersebut mencakup riwayat anak sejak dikandung, keadaan
keluarga, skor tes intelegensi, kondisi pendengaran dan penglihatan, dan
sebagainya. Data tersebut hendaknya tersimpan secara baik tetapi mudah
mODUL Psikologi pendidikan 74
untuk memperolehnya kembali. Data semacam itu belum dapat secara
langsung digunakan untuk memberikan intervensi bagi anak kesulitan
belajar tetapi dapat memberikan gambaran umum tentang anak. Jika data
umum tentang anak telah tersedia, guru remedial atau diagnostisian dapat
menggunakan instrumen assesmen formal maupun informal. Mengingat
instrumen assesmen formal untuk kesulitan belajar membaca masih sukar
diperoleh maka berikut ini hanya dibicarakn instrumen asesmen informal.
Ada tiga jenis instrumen asesmen informal yang dibicarakan, yaitu untuk
mengetahui kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman.
1. Membaca lisan
Menurut Hargrove dan Poteet (1984:170) ada 13 jenis perilaku
yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan.
Adapun berbagai perilaku tersebut adalah:
a. Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca
b. Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan
jari
c. Menelusuri tiap baris bacaan ke bawah dengan jari
d. Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak
e. Menempatkan buku dengan cara yang aneh
f. Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata
g. Sering melihat pada gambar, jika ada
h. Mulutnya komat kamit waktu membaca
i. Membaca kata demi kata
j. Membaca terlalu cepat
k. Membaca tanpa ekspresi
l. Melakukan analisis tetapi tidak mensintesiskan
m. Adanya nada suara yang aneh atau tegang yang menandakan
keputusasaan.
mODUL Psikologi pendidikan 75
2. Membaca pemahaman
Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet
(1984:194) ada tujuh kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca
pemahaman, yaitu :
1. Mengenal ide pokok suatu bacaan
2. Mengenal detail yang penting
3. Mengembangkan imajinasi visual
4. Meramalkan hasil
5. Mengikuti petunjuk
6. Mengenal organisasi karangan
7. Membaca kritis
Untuk melatih anak membaca pemahaman, guru biasanya
menugaskan kepada anak untuk membaca yang dikenal dengan
membaca dalam hati. Dengan demikian, tujuan membaca dalam hati pada
hakikatnya sama dengan membaca pemahaman. Perbedaannya, anak-
anak yang masih duduk di SD, tampaknya masih sulit untuk mencapai
tujuan seperti yang dikemukakan oleh Ekwall di atas. Bagi anak-anak
yang masih duduk di SD, sudah cukup memadai jika anak memahami isi
bacaan yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam menjawab
berbagai pertanyaan yang sesuai dengan kata dalam bacaan. Rudell
seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984 :195) telah
mengembangkan kerangka kerja lain tentang bermacam-macam
keterampilan pembaca pemahaman. Kerangka kerja tersebut
mengkonsetualisasikan pemahaman sebagai suatu kontinum dari taraf
faktual, taraf interpretatif, hingga taraf aplikatif. Untuk sampai pada taraf
faktual, anak harus mengindentifikasi dengan mengingat data atau
informasi yang ada dalam bacaan. Untuk memilih pemahaman pada taraf
interpretatif, anak harus melakukan analisis, rekontruksi, atau pengujian
dan untuk sampai pada taraf aplikatif, anak harus menggunakan atau
mODUL Psikologi pendidikan 76
mengaplikasikan data pada situasi baru.di halaman berikut dikemukakan
tabel keterampilan membaca pemahaman yang dikembangkan oleh
Rudell seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984 :195).
D. Metode Pengajaran Membaca
Metode pengajaran membaca pada anak ada dua kelompok yaitu
metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya dan metode
pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan belajar.
1. Metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya
Ada berbagai metode pengajaran membaca yang bisa digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Metode membaca dasar
Metode membaca dasar umumnya menggunakan pendekatan
eklektik yang menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan
kesiapan, pembendaharaan kata, mengenal kata, pemahaman, dan
kesenangan membaca (Lerner, 1988:371). Metode membaca dasar
umumnya dilengkapi dengan suatu rangkaian buku dan sarana penunjang
lain, yang disusun dari taraf sederhana ke taraf yang lebih sukar. Sesuai
dengan kemampuan atau tingkat kelas anak-anak. Saat ini metode
pengajaran membaca dasar memiliki kecenderungan untuk
memperkenalkan bunyi huruf atau membaca lebih awal, yaitu di TK. Isi
bacaan umumnya juga disesuaikan dengan kondisi dari suatu etnik atau
daerah tempat tinggal anak.
b. Metode Fonik
Metode fonik menekankan pada pengenalan kata melalui proses
mendengarkan bunyi huruf. Dengan demikian, metode fonik lebih sintesis
daripada analitis. Pada mulanya anak diajak mengenal bunyi-bunyi huruf,
kemudian mensintesiskan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata dan
mODUL Psikologi pendidikan 77
kata. Untuk memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan
huruf-huruf tersebut dengan huruf depan berbagai nama benda yang
sudah dikenal anak seperti huruf a dengan gambar ayam, huruf b dengan
gambar buku, dan sebagainya.
c. Metode linguistik
Metode linguistik didasarkan atas pandangan bahwa membaca pada
dasarnya adalah suatu proses memecahkan kode atau sandi yang
berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai dengan percakapan.
Pandangan ini berasumsi bahwa pada saat anak masuk kelas satu SD,
mereka telah menguasai bahan ujaran. Dengan demikian, membaca
adalah memecahkan sandi hubungan bunyi tulisan. Metode ini menyajikan
kepada anak suatu bentuk kata-kata yang terdiri dari konsonan- vokal
atau konsonan – vokal – konsonan seperti “bapak”, “lampu”, dan
sebagainya. Berdasarkan kata-kata tersebut anak diajak memecahkan
kode tulisan tersebut menjadi bunyi percakapan. Dengan demikian,
metode ini lebih analitik daripada sintetik.
d. Metode SAS (struktural Analisis Sintetik)
Metode ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara metode fonik
dengan metode linguistik. Meskipun demikian, ada perbedaan antara kode
tulisan yang dianalisis dalam metode linguistik dengan metode SAS.
Dalam metode linguistik kode tulisan yang dianalisis berbentu kata
sedangkan dalam metode SAS yang dianalisis adalah kode tulisan yang
berbentuk kalimat pendek yang utuh. Metode SAS didasarkan atas
asumsi bahwa pengamatan anak mulai dari keseluruhan (gestalt) dan
kemudian ke bagian-bagian. Oleh karena itu, anak diajak memecahkan
kode tulisan kalimat pendek yang dianggap sebagai unit bahasa utuh,
selanjutnya diajak menganalisis menjadi kata, suku kata, dan huruf, dan
akhirnya kembali menjadi kalimat. Metode ini digunakan secara luas di
Indonesia. Ada berbagai keluhan dari para guru dan orangtua yang
mODUL Psikologi pendidikan 78
menganggap metode ini menyebabkan anak menghafal bacaan tanpa
mengenal huruf. Kesulitan ini diduga disebabkan karena anak kurang
mampu melakukan analisis dan sintesis, yang banyak dialami oleh anak
berkesulitan belajar.
e. Metode Alfabetik
Metode ini menggunakan dua langkah, yaitu memperkenalkan kepada
anak-anak berbagai huruf alpabetik dan kemudian merangkaikan huruf-
huruf tersebut menjadi suku kata, kata, dan kalimat. Metode ini bila
digunakan dalam bahasa Indonesia tidak terlalu sulit bila dibandingkan
dengan kalau digunakan dalam bahasa inggris karena hampir semua
hurus mewakili bunyi yang sama. Metode ini sering menimbulkan
kesulitan bagi anak berkesulitan belajar. Anak berkesulitan belajar sering
menjadi bingung mengapa tulisan “bapak” tidak dibaca “baepeka”.
f. Metode pengalaman bahasa
Metode ini terintegrasi dengan perkembangan anak dalam
keterampilan mendengarkan, bercakap-cakap, dan menulis. Bahan
bacaan didasarkan atas pengalaman anak. Metode ini didasarkan atas
pandangan:
a) Apa yang dapat saya pikirkan, dapat saya katakan.
b) Apa yang dapat saya katakan, dapat saya tulis.
c) Apa yang dapat saya tulis, dapat saya baca.
d) Saya dapat membaca yang ditulis orang lain untuk saya baca.
Berdasarkan kemampuan pengalaman anak, guru mengembangkan
keterampilan anak untuk membaca. Pada mulanya anak diminta untuk
menceritakan pengalamannya kepada guru, dan guru menuliskan
pengalaman anak tersebut pada papan tulis atau kertas. Sebagai contoh :
anak bercerita Saya pergi ke toko. Saya beli buku. Saya juga beli sepatu.
mODUL Psikologi pendidikan 79
Berdasarkan cerita anak yang ditulis oleh guru, keterampilan membaca
anak-anak dikembangkan.
2. Metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar
Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan
membaca adalah sebagai berikut:
a. Metode Fernald
Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca
multisensoris yang sering dikenal pula sebagai metode VAKT (visual,
auditory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan
yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata
diajarkan secara utuh. Metode ini memiliki empat tahapan. Tahapan
pertama, guru menulis kata yang hendak dipelajari di atas kertas dengan
krayon. Selanjutnya anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya
(tactile and kinestetik). Pada saat menelusuri tulisan tersebut anak melihat
tulisan (visual), dan mengucapkannya dengan keras (auditory). Proses
semacam ini diulang-ulang sehingga anak dapat menulis kata tersebut
dengan benar tanpa melihat contoh. Jika anak telah dapat menulis dan
membaca dengan benar, bahan bacaan tersebut disimpan. Pada tahapan
kedua, anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan
jari, tetapi mempelajari tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil
mengucapkannya. Anak-anak mempelajari kata-kata baru pada tahapan
ketiga, dengan melihat tulisan yang ditulis di papan tulis atau tulisan cetak,
dan mengucapkan kata tersebut sebelum menulis. Pada tahapan ini anak
mulai membaca tulisan dari buku. Pada tahapan ke empat, anak mampu
mengingat kata-kata yang dicetak atau bagian-bagian dari kata yang telah
di pelajari.
mODUL Psikologi pendidikan 80
b. Metode Gillingham
Metode Gillingham merupakan pendekatan struktural taraf tinggi
yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktivitas pertama
diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf
tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari
berbagai huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke
dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik
diselesaikan.
c. Metode Analisis Glass
Metode analisis glass merupakan suatu metode pengajaran melalui
pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Metode ini bertolak dari
asumsi yang mendasari membaca sebagai pemecahan sandi atau kode
tulisan. Ada dua asumsi yang mendasari metode ini. Pertama, proses
pemecahan sandi (decoding) dan membaca (reading) merupakan
kegiatan yang berbeda. Kedua, pemecahan sandi mendahului membaca.
Pemecahan sandi didefinisikan sebagai menentukan bunyi yang
berhubungan dengan suatu kata tertulis secara tepat. Membaca
didefinisikan sebagai menurunkan makna dari kata-kata yang berbentuk
tulisan. Jika anak tidak dapat melakukan pemecahan sandi tulisan secara
efisien, maka mereka tidak akan belajar membaca.
Melalui metode analisis glass, anak dibimbing untuk mengenal kelompok-
kelompok huruf sambil melihat kata secara keseluruhan. Metode ini
menekankan pada latihan auditoris dan visual yang terpusat pada kata
yang sedang dipelajari. Materi yang diperlukan untuk mengajar mengenal
kelompok-kelompok huruf dapat dibuat oleh guru. Secara esensial,
kelompok huruf dapat dibuat pada kartu berukuran 3 X 15 cm. pada tiap
kartu tersebut, guru menuliskan secara baik kata-kata terpilih yang telah
menjadi pembendaharaan kata anak. Kelompok kata didefinisikan sebaga
dua atau lebih huruf yang merupakan satu kata utuh, menggambarkan
mODUL Psikologi pendidikan 81
suatu bunyi yang relatif tetap. Dalam bahasa Indonesia kelompok huruf
yang merupakan satu kata yang hanya terdiri dari suku kata sangat
jarang. Kata “tak” misalnya, sesungguhnya merupakan kependekan dari
kata “tidak”; dan kata “pak” atau “bu” sesungguhnya kependekan dari kata
“bapak” dan “ibu”. Dengan demikian, peranan metode analisis glass dapat
bahasa Indonesia akan berbentuk suku kata, misalnya kata “bapak” terdiri
dari dua kelompok huruf “ba” dan “pak”.
E. Mengatasi Kesulitan Belajar dalam Kemampuan Membaca
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca,
mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata
(misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan,
penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami
fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah
bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan
apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan
mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi
keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting
sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang
mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan
keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya
merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja.
Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia
mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika
tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam
mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka
mengalami masalah dalam memahami maknanya.
Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang
ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas,
dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa
mODUL Psikologi pendidikan 82
peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-
laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak
sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya.
Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada
seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang
cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku
tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata
dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.
Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata,
maka kesulitan membaca pada anak tersebut akan terlihat jelas.
mODUL Psikologi pendidikan 83
A. Disgrafia atau Kesulitan MenulisDisgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk
tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan
baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis.
Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai
belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya.
Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik
lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis
biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar,
terutama pada anak yang berada di tingkat SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan
sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang
bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah
didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham
bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah,
kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan
guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual
motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri
perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan
anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia
diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus
mODUL Psikologi pendidikan 84
PERTEMUAN 12 Kesulitan Belajar Menulis
(Disgrafia)
berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat
intelegensianya.
B. Penyebab DisgrafiaSecara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti,
namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang
yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala
entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para
ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang
mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada
kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor
neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak
mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara
kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan
angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual,
kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
C. Ciri-Ciri DisgrafiaAda beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Diantaranya
adalah:
i. Terdapat ketidak konsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
ii. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih
tercampur.
iii. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
iv. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu
ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
v. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya
memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir
menempel dengan kertas.
vi. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah
terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
mODUL Psikologi pendidikan 85
vii. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat
dan proporsional.
viii. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin
contoh tulisan yang sudah ada.
D. Mengatasi Anak yang Mengalami DisgrafiaAda beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu
anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami
kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah
untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya.
Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru
maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan
tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang
tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan
tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer
atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat
mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa
memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak.
Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan
membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan
guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap
usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas
mODUL Psikologi pendidikan 86
yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk
teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua,
dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak
disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf
dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
mODUL Psikologi pendidikan 87
A. Kesulitan Belajar Bahasa (disfasia)
Disfasia adalah ketidakmampuan anak menggunakan simbol
linguistik dalam berkomunikasi secara verbal. Gangguan pada anakyang
terjadi pada fase perkembangan ketika anak belajar berbicara disebut
disfasia perkembangan (developmental dysphasia).
Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasia reseptif dan disfasia ekspresif.
Pada disfasia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam
penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata- kata yang diucapakan,
tetapi tidak mengerti apa yang didengar karena mengalami gangguan
dalam peroses stimulus yang masuk. Pada disfasia eksperesif, anak itdak
mengalami gangguan pemahaman bahasa, tetapi ia sulit
mengekspresikan kata secara variabel. Anak dengan gangguan
perkembangan bahasa akan berdampak akan berdampak kemampuan
membaca dan menulis. Penyebab Disfasia adalah adanya gangguan di
pusat bicara yang ada di otak.
B. Ciri-ciri Disfasia
Pada usia 1 tahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang
bermakna, seperti mama dan papa. Kemampuan bicara reseptif
(menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan biacara
ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Ada
juga tampilan klinis keterlambatan bicara menurut Widodo
Judarwanto yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara
nonfungsional, yaitu:
mODUL Psikologi pendidikan 88
PERTEMUAN 13 Kesulitan Belajar Bahasa
(Disfasia)
Usia Gejala
4 - 6 BULAN Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang
tuanya.
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh.
8 - 10 BULAN Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang
menarik. perhatian.
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil
namanya.
9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti
tertawa atau menangis.
12 - 15 BULAN 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara.
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi
bila membutuhkan sesuatu.
15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak
boleh" atau "daag".
15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata.
18 - 24 BULAN 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak
menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian.
18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain
dengan baik.
21 bulan, belum dapat mengikuti perintah
sederhana.
24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi
kalimat.
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau
kata-kata orang lain.
24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota
tubuhnya bila ditanya.
30 - 36 BULAN 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota
keluarga.
mODUL Psikologi pendidikan 89
36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana,
pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang
lain selain anggota keluarga.
3 - 4 TAHUN 3 tahun, tidak bisa mengucapkan kalimat.
3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti
"ayah" diucapkan "aya".
4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti
secara lengkap.
C. Faktor Penyebab Gangguan Disfasia
Keterlambatan berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian
akademis dan pribadi anak saja tetapi pengaruh yang paling serius adalah
terhadap kemampuan membaca pada awal anak masuk sekolah. Ada
beberapa penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya, yaitu:
1. Hambatan pendengaran. Pada beberapa kasus, hambatan pada
pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak
mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami
hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan
bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah
karena adanya infeksi telinga.
2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan
oral-motor. Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan
adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini
menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak
yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak
mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya
untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
3. Masalah keturunan. Masalah keturunan sejauh ini belum banyak
diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran.
mODUL Psikologi pendidikan 90
Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa
kasus di mana seorang anak mengalami keterlambatan bicara,
ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau
pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya
menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi.
4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua. Masalah
komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki
peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan
berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak
menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anaklah
yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-
kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat
kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun.
Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan
hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau
jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi
kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak
menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan
“memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau
keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya
untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi
kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasanya.
5. Adanya keterbatasan fisik seperti pendengaran terganggu, otot
bicara kurang sempurna, bibir sumbing, dan sebagainya.
D. Cara Mengatasi Gangguan Disfasia
mODUL Psikologi pendidikan 91
Cara mengatasi gangguan perkembangan bahasa, salah satunya
adalah gangguan utamanya dulu yang diselesaikan, baru kemudian
dilakukan terapi pada anak disfasia, misalnya:
i. Dokter anak akan memberikan obat untuk membantu memperbaiki
sel-sel yang rusak di pusat bicara.
ii. Bersamaan dengan itu akan dilihat fungsi organ bicaranya, apakah
juga ada gangguan atau tidak.
iii. Terapi wicara akan dilakukan dengan cara latihan otot bicara, seperti
latihan meniup, menyedot, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan,
dan sebagainya. Kemudian anak diminta untuk menirukan bunyi,
kata, baru kemudian kalimat.
Selain berobat ke dokter, ada juga cara praktis meng"set up" situasi
untuk menciptakan "functional comunication" adalah sebagai berikut:
a. Cari tahu hal yang paling menyenangkan buat anak, misalkan anak
suka nonton film teletubis. Hal tersebut bisa digunakan untuk
dijadikan situmulus untuk mengajari anak "functional comunication".
b. Mengetahui kemampuan anak untuk berkomunikasi sampai sejauh
mana, dan kemudian ditetapkan "target" respon yang diharapkan.
Misalkan, kalau anak belum sama sekali berkomunikasi..maka target
perilaku komunikasi yang diharapkan adalah "menunjuk/komunikasi
bahasa tubuh" dulu. Bila anak sudah bisa berbicara maka targetnya
adalah mengucapkan satu kata, dua kata, dan sebagainya.
c. "Set up" situation dimana anak harus mengkomunikasikan apa yang
dinginkan kepada orang lain. Misalkan, saat dia ingin menonton
"teletubies", kita letakan kaset telutubies favoritenya di tempat yang
anak tidak bisa menjangkaunya, kemudian minta dia untuk menunjuk
ketempat kaset diletakan, atau bilang"minta" kepada kita bila dia
ingin kaset tersebut, dan sebagainya, sesuai dengan target perilaku
komunikasi yang sudah ditetapkan pada point 2. Pada awalnya, kita
mODUL Psikologi pendidikan 92
bantu dengan prompt verbal atau prompt model sehingga anak
menerima pembelajaran "functional komunikasi" ini dengan bersih.
Anak menerima pesan, bila dia ingin sesuatu dia harus mengatakan
keinginannya pada orang lain dalam bentuk bahasa tubuh atau
verbal, dan kedua menghindari anak "tantrum" karena memang
belum mengerti apa yang kita inginkan darinya. Bila anak bisa,
berikan dia reward, seperti sorakan dan sebagainya. Bila anak tidak
bisa cukup bilang "coba lagi ya?!", setelah itu bantu anak sekali lagi
dan langsung lepaskan anak dari trial tersebut, agar anak tidak
"frustrasi". Trial tersebut bisa dicoba pada kesempatan yang
berbeda. Sebisa mungkin buat situasi menyenangkan bagi
anak..mengingat komunikasi adalah masalah yang sulit buat anak
penyandang disfasia.
d. Pastikan dalam setiap trial atau set up situation yang diciptakan,
anak bekerja dengan bersih, including eye contact bahasa tubuh
yang dimaksud, artikulasi kata, dan sebagainya.
e. Evaluasi kemampuan anak, kemudian kembangkan "functional
comunication" ini seterusnya. Misalkan, yang tadi hanya menunjuk,
selanjutnya harus mengatakan benda yang dimaksud atau yang
tadinya satu kata, harus bisa dua kata "minta kaset"..dan
sebagainya. Dengan begitu anak akan tertantang terus untuk
berkomunikasi.
f. Terpenting adalah konsisten dalam menjalankan. Dalam arti semua
orang dalam keluarga harus memperlakukan hal yang sama untuk
anak, jadi anak mengerti itu adalah aturan main yang harus dia
lakukan bila menginginkan sesuatu.
mODUL Psikologi pendidikan 93
PERTEMUAN 14 Kesulitan Belajar Matematika
(Diskalkulia)
A. Diskalkulia atau Kesulitan Belajar Matematika
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta,
diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut
gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini
dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang
bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-
proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan
belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol
matematis.
Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan
belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit
dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran,
tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang
menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya
gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar,
tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar.
Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak
dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka
dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan
pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak
diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak.
Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat
konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar
mODUL Psikologi pendidikan 94
matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang
cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru
kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan dalam
memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.
B. Penyebab Diskalkulia
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu :
Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1. Faktor fisiologi. Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri.
seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami
kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran,
memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat
tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2. Faktor psikologis. Faktor psikologis adalah berbagai hal yang
berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam
belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu
yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu
genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran
dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 –
110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga
pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ
dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi
mODUL Psikologi pendidikan 95
mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang
tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau
anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat,
motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam
belajar.
Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;
1. Faktor-faktor sosial. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak
oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang
cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan
perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini
tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2. Faktor-faktor non- sosial. Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di
sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar,
serta kurikulum.
C. Ciri-Ciri Diskalkulia
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan
dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum
diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara
anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan
konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan
pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep
jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan
berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan
menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin
berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga
mODUL Psikologi pendidikan 96
bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan,
karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat
abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak
lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri. Berikut beberapa
ciri-ciri umum anak memiliki gangguan diskalkulia, yaitu:
i. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal,
malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam
kata-kata tertulis.
ii. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit
menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian
uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang,
menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan
uang.
iii. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah,
mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan
angka atau urutan.
iv. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan
arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia
juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
v. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang
waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau
masa mendatang.
vi. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-
angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi
deret hitung serta deret ukur.
vii. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit
memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
viii. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena
bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
D. Mengatasi Anak yang Mengalami Diskalkulia
mODUL Psikologi pendidikan 97
Penanganan pada anak diskalkulia, yaitu:
a. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.
b. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat
anak.
c. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk
memepertanyakan matematika dalam dirinya.
d. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu
pemecahan masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran
matematika.
e. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat.
Dengan cara ini mempermudah anak untuk mengerti konsep
matematika.
f. Tulis angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat.
Dan menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami
konsep angka secara keseluruhan.
g. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang
matematika.
h. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari.
Seperti mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja
makan. Usahakan anak aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini.
i. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan
terlalu menekan anak untuk pandai berhitung.
j. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus
dengan penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan.
k. Ingatan anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang
informasi-informasi yang ada tidak terbuang.
mODUL Psikologi pendidikan 98
PERTEMUAN 15 Pengelolaan Kelas Berbasis
Psikologi
A. Pengertian Pengelolaan Kelas Berbasis Psikologi
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan
kelas.Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah
awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah
“manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris,
yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan,
pengelolaan. (Djamarah 2006:175). “Pengelolaan adalah proses yang
memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan”Dekdibud (dalam Rachman
1997:11). Pengelolaan dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam
Djamarah 2006:175) adalah pengadministrasian pengaturan atau
penataan suatu kegiatan.
Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) ”kelas adalah suatu
kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang
mendapat pengajaran dari guru” sedangkan menurut Ahmad (1995:1)
“kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar”. pengelolaan
kelas adalah menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar
(pembinaan raport, penghentian tingkah laku siswa yang menyeleweng
perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatwaktuan penyelesaian
tugas oleh siswa, penetapan norma kelompok produktif, dsb). Sedangkan
menurut Theo Riyanto (2002: 46), pengelolaan kelas tidak sekedar
bagaimana mengatur ruang kelas dengan segala sarana dan
prasarananya, tetapi menyangkut bagaimana interaksi dan pribadi-pribadi
didalamnya.
mODUL Psikologi pendidikan 99
Pengelolaan Kelas berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
adalah suatu pengelolaan yang meliputi beberapa pengelolaan antara lain
pengelolaan ruang kelas, kegiatan siswa, hasil karya siswa, waktu, bentuk
kegiatan belajar, sumber belajar (alat, bahan, perpustakaan, papan tulis,
dan sebagainya) (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:13)
Berdasarkan pengertian di atas, pengelolaan kelas yang dimaksud
oleh peneliti adalah suatu usaha guru dalam mengatur siswanya baik
dalam hal ruang kelas, interaksi, kedisiplinan dan juga belajar siswa agar
terciptanya kondisi belajar yang kondusif.
Ahmad (1995:1) menyatakan “Pengelolaan kelas adalah segala
usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang
efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar
dengan baik sesuai kemampuan.” Pengelolaan kelas merupakan usaha
sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara
sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar,
penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,
mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan,
waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan
kurikuler dapat tercapai.
Sedangkan menurut Made Pidarta (dalam Djamarah, 2005:172)
“Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang
tepat terhadap problem dan situasi kelas.” Guru bertugas menciptakan,
memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga
anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat, dan energinya
pada tugas-tugas individual.
Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat “ bahwa
penelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung
jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud
agardicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar
mODUL Psikologi pendidikan100
yang seperti diharapkan.” Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu
pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan,
perabot, alat pelajaran).
Pengelolaan kelas merupakan kegiatan yang terencana dan
sengaja dilakukan oleh guru, dosen (pendidik) dengan tujuan menciptakan
dan mempertahankan kondisi yang optimal, sehingga diharapkan proses
belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran. Pengelolaan kelas (classroom
management) berdasarkan pendekatannya menurut Weber (1977)
diklasifikasikan kedalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan
otoriter, pendekatan permisif dan pendekatan modifikasi tingkah laku.
Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter pengelolaan kelas
adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan
menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin
secara ketat (Weber).
Kedua, pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah
upaya yang dilakukan oleh guru memberi kebebasan kepada siswa untuk
melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan yang mereka inginkan. Dan
fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa aman
untuk melakukan aktifitas di dalam kelas.
Ketiga, pendekatan modifikasi tingkah laku. Pendekatan ini di
dasarkan pada pengelolaan kelas merupakan proses perubahan tingkah
laku, jadi pengelolaan kelas merupakan upaya untuk mengembangkan
dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari siswa dan
berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki
perilaku negativ yang dilakukan oleh siswa.
Sedangkan menurut Sudirman (1991:310) pengelolaan kelas
adalah upaya mendayagunakan potensi kelas. Sejalan dengan itu,
Arikunto (1988:67) menyatakan pengelolaan kelas adalah suatu usaha
mODUL Psikologi pendidikan101
yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran yang
dimaksud untuk mencapai kondisi yang kondusif dan optimal sehingga
dapat terlaksananya kegiatan pembelajaran seperti yang diharapkan.
Berdasar pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan
proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah pada
penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,
mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan
baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
B. Penerapan Asas-asas Didagtik Dalam Proses Pembelajaran
Didaktik berasal dari bahasa Yunani “didaskein” yang berarti
pengajaran dan “didaktos” yang berarti pandai mengajar. Didaktik
diartikan sebagai ilmu mengajar yang memberikan prinsip-prinsip atau
azas-azas tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga
dikuasai dan dimiliki oleh siswa.
Azas-azas didaktik yang utama yang harus dihayati dan diterapkan
oleh guru dalam mengelola pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Azas Apersepsi. Apersepsi adalah memperoleh tanggapan-tanggapan
baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dapat digunakan untuk memahami sesuatu yang
belum diketahui, sehingga apersepsi dapat membangkitkan minat dan
perhatian terhadap sesuatu.
2. Azas Peragaan. Peragaan merupakan metode pembelajaran yang
sangat efektif, karena dengan peragaan siswa akan lebih tertarik
apalagi jika peragaan itu menggambarkan aktivitas yang sebenarnya.
Azas peragaan menurut Edgar Dale dapat diwujudkan dalam bentuk:
1) Pengalaman langsung; 2) Pengalaman yang diatur; 3) Dramatisasi;
4) Demonstrasi; 5) Karyawisata; 6) Pameran; 7) Televise sebagai alat
mODUL Psikologi pendidikan102
peraga; 8) Film sebagai alat peraga; dam 9) Gambar sebagai alat
peraga.
3. Azas Motivasi. Dalam menjalankan fungsinya, guru memiliki tugas
untuk mendorong siswa untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu demi suksesnya tujuan belajar.
4. Azas Belajar Aktif. Agar siswa dapat berhasil baik dalam belajarnya
maka dia harus didorong untuk terlibat secara aktif baik mental
maupun fisiknya.
5. Azas Kerjasama. Dalam proses pendidikan siswa harus diberikan
kesempatan untukberlatih bagai mana hidup dalam kelompok dan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama.
6. Azas Mandiri. Siswa sebagai pebelajar harus diperlakukan sesuai
dengan perkembangan usia dan kematangannya. Secara bertahap
siswa harus diajarkan untuk mampu menyelesaikan masalah yang
dihadipinya oleh siswa itu sendiri.
7. Azas Penyesuaian dengan Individu Siswa. Karena kemampuan tiap
siswa dalam menguasai suatu materi pejaran berbeda-beda maka
guru dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan kecepatan masing-
masing anak.
8. Azas Korelasi. Azas korelasi adalah mengaitkan pokok bahasan yang
diajarkan dengan pokok bahasan lain dalam satu mata pelajaran
ataupun dengan pelajaran lain.
9. Azas Evaluasi yang Teratur. Melakukan evaluasi terhadap proses
belajar mengajar yang ditunjukan oleh kinerja siswa dalam belajar
perlu dilakukan secara teratur dan berkesinambungan selama dan
setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dengan memahami dan menerapkan didaktik yang tepat dan
sesuai maka akan berimplikasi positif terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan.
mODUL Psikologi pendidikan103
C. Dimensi-dimensi Pengelolaan Kelas
Dimensi-dimensi Pengelolaan Kelas, yaitu:
1. Dimensi Pencegahan. Dimensi Pencegahan (preventif) dapat
merupakan tindakan guru dalam mengatur siswa dan peralatan atau
format belajar mengajar yang tepat. Dalam rangka pembinaan
pengelolaan di sekolah kita dapat menempuh berbagai usaha anatara
lain: 1) Meningkatkan Kesadaran diri dari guru; 2) Meningkatkan
Kesadaran Siswa; 3) Sikap Tulus daru guru; 4) Menemukan dan
pengenalan alternatif pengelolaan; dan 5) Membuat Kontrak Sosial.
2. Dimensi Tindakan (action). Dimensi indakan merupakan kegiatan
yang dilakukan guru bila terjadi masalah pengelolaan. Adapun hal
yang bisa dijadika pertimbangan bagi guru adalah : 1) Lakukan
tindakan dan bukan Ceramah; 2) Do not bargain; 3) Gunakan
“Kontrol” Kerja; dan 4) Nyatakan peraturan dan konsekuensinya.
3. Dimensi Penyembuhan. Dimensi Penyembuhan dimaksudkan untuk
membina kontrak social yang tidak jalan. Bentuk dari situasi ini: 1)
Siswa melanggar sejumlah peraturan sekolah; 2) Siswa menolak
konsekuensi; 3) Siswa menolak sama sekali aturan khusus yang
sudah dibuat; 4) Dan lainnya.
D. Komponen-komponen Pengelolaan Kelas
Komponen-komponen ketrampilan pengelolaan kelas ini pada
umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu ketrampilan yang
berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang
optimal (bersifat preventif) dan ketrampilan yang berhubungan dengan
pengembangan kondisi belajar yang optimal.(Djamarah 2006:186)
Ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari ketrampilan sikap
tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok.
Ketrampilan suka tanggap ini dapat dilakukan dengan cara memandang
mODUL Psikologi pendidikan104
secara seksama, gerakan mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi
reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan. Yang termasuk ke dalam
ketrampilan memberi perhatian adalah visual dan verbal.Tetapi memberi
tanda, penghentian jawaban, pengarahan dan petunjuk yang jelas,
penghentian penguatan, kelancaran dan percepatan, merupakan sub
bagian dari ketrampilan pemusatan perhatian kelompok.
Masalah modifikasi tingkah laku, pendekatan pemecahan
masalahkelompok, dan menemukan serta memecahkan tingkah laku yang
menimbulkan masalah, adalah tiga buah strategi yang termasuk ke dalam
ruang lingkup ketrampilan yang berhubungan dengan pengembangan
kondisi belajar yang optimal.
mODUL Psikologi pendidikan105
REFERENSI
Ahmad Mudzakir. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Amilda M.A,. 2013. Kesulitan Belajar: alternatif penanganan dan
pelayanan, Palembang: Rafa Press
Anton S. 2015. Pelayanan dan Model Pembelajaran Anak Berkesulitan
Belajar,. Surakarta: UNS Press
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rinek cipta.
Hidayati, Wiji Dan Purnami Sri. 2008. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: Teras
Iskandar, 2015. Psikologi Pendidikan, Jakarta: GP Press
M. Dalyono. 2016. Psikologi pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Mardianto. 2013. Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing.
Muhibbin Syah, 2010. Psikologi pendidikan, Bandung: Rosda Karya
Musari dan Fakhri, Muhammad. 2009. Bahan ajar psikologi belajar.
Mataram:Fak. Tarbiyah.
Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rahmalina Wahab. 2015. Psikologi Pendidikan, Palembang: Rafa Press
Saparinah, Sadli. 1996. Intelegensi Bakat dan Test IQ. Jakarta: PT Gaya
Favorit Press(Anggota IKAPI).
Sarlito, W. Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sujanto, Agus. 2001. Psikologi umum. Jakarta: Bumi Aksara
Syah, Muhibbin.2003. psikologi belajar. Jakarta: PT.RajaGrafindo pesada.
mODUL Psikologi pendidikan106