43
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan bagian dari rumah sakit yang terpisah, suatu ruangan khusus yang memiliki staf dan alat-alat khusus yang ditujukan untuk mengelola penderita dengan penyakit yang mengancam jiwan (Prijanto Poerjoto, 1993). Kecemasan dan nyeri adalah dua factor yang menyebabkan stress emosi yang hebat pada pediatric di ruang PICU. Pemilihan obat premedikasi peroral pada pasien pediatrik penting untuk memberikan efek sedasi yang adekuat dan stabilitas hemodinamik selama tindakan anestesi dan pembedahan (Yudha, 2010). Penilaian klinis derajat berat sakit merupakan elemen penting dalam menentukan prognosis dan pelayanan rujukan pada pasien Pediatric Intensive Care Unit (PICU) (Gunning K, 1999). Penilaian skala sedasi pada anak yang dirawat merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebagai panduan untuk menyusun algoritma penanganan nyeri. Oleh karena itu dibutuhkan suatu 1

Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan bagian dari rumah sakit

yang terpisah, suatu ruangan khusus yang memiliki staf dan alat-alat khusus yang

ditujukan untuk mengelola penderita dengan penyakit yang mengancam jiwan

(Prijanto Poerjoto, 1993). Kecemasan dan nyeri adalah dua factor yang

menyebabkan stress emosi yang hebat pada pediatric di ruang PICU. Pemilihan

obat premedikasi peroral pada pasien pediatrik penting untuk memberikan efek

sedasi yang adekuat dan stabilitas hemodinamik selama tindakan anestesi dan

pembedahan (Yudha, 2010). Penilaian klinis derajat berat sakit merupakan elemen

penting dalam menentukan prognosis dan pelayanan rujukan pada pasien

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) (Gunning K, 1999). Penilaian skala sedasi

pada anak yang dirawat merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebagai

panduan untuk menyusun algoritma penanganan nyeri. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu fomat pengkajian penilaian sedasi yang efektif bagi anak di

ruangan PICU.

Kegawatan sirkulasi dan respirasi menempati urutan pertama dan kedua,

dengan jumlah pasien yang memakai alat ventilasi mekanik 32 dari 120 pasien

(26,7%) di PICU. Leteurtre dkk (2003) melaporkan kegawatan neurologis dan

kardiovaskular menempati urutan pertama dan kedua dengan jumlah pasien yang

memakai alat ventilasi mekanik 51%. (Leteurtre, Martinot, Duhamel, Proulx,

Grandbastien, & Cotting, 2003). Pemasangan ventilator tentunya merupakan salah

satu prosedur yang membutuhkan pemberian sedasi untuk mengurangi nyeri.

1

Page 2: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Dalam sebuah penelitian mengenai persepsi dan pemanfaatan terapi

komplementer dan alternative yang dilakukan oleh perawat yang tergabung dalam

American Association of Critical Care Nurses oleh Tracy et al (2005) kepada 726

responden perawat kritis menyatakan bahwa penggunaan terapi komplementer

terbanyak yang digunakan adalah manajemen diet, olahraga, teknik relaksasi dan

terapi doa yang mengatasi stress, kecemasan serta berbagai macam tanda dan

gejala di ruang ICU. Nyeri telah menjadi masalah utama di ruang keperawatan

kritis anak sehingga manajemen nyeri menjadi manajemen utama, serta

penggunaan sedative harus terus terpantau dengan adanya pengkajian terhadap

level sedative. Namun beberapa macam sedative memiliki efek samping yang

cukup menyakitkan bagi anak, baik efek samping psikologis dan efek samping

fisik. Sedative medikasi terkadang hanya mampu menyelesaikan maslah fisik

sedangkan masalah psikologis anak belum terselesaikan, sehingga perlulah adanya

terapi non farmakologis sebagai usaha mengurangi efek psikologis pada nyeri.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis mencoba menyusun makalah

mengenai inovasi pengkajian dan intervensi terhadap pasien di PICU. Intervensi

yang digunakan yaitu pemberian guided imagery. Distraksi nyeri adalah

manajemen nyeri yang paling esensial untuk digunakan sebagai intervensi dalam

mengurangi nyeri bagi anak-anak dengan distress (Cohen, 2005). Keefektifan

managemen nyeri dapat dilihar melalui pengkajian nyeri. Adapun pengkajian

nyeri yang dapat digunakan di ruangan PICU yaitu menggunakan COMFORT

Behaviour Scale. Berdasarkan hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa model

pengkajian COMFORT Behavior scale lebih efektif digunakan dibandingkan

dengan COMFORT Scale (Ista, van Dijk, Tibboel, & de Hoog, 2005).

2

Page 3: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep PICU, pengkajian di PICU dan dan inovasi intervensi

di PICU?

1.3 Tujuan

1.3.1Tujuan Umum

Mengetahui konsep PICU dan dan menyusun pengkajian dan inovasi

intervensi di PICU

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan pengertian PICU

2. Menjelaskan konsep sedasi di PICU

3. Menjelaskan analisa penelitian terkait sedation Assessment di PICU

4. Menjelaskan Konsep Terapi Komplementer dan Alternatif dalam

PICU

5. Menjelaskan Analisa Penelitian terkait Guided imagery di PICU

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Institusi

Menjadi salah satu acuan pembelajaran bagi Advanced Nursing Practice

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Menjadi salah satu sumber acuan pembelajaran mengenai konsep PICU ,

intervensi dan inovasi pengkajian di PICU

3

Page 4: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep PICU

2.1.1 Pengertian

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah unit fokus perawatan kompleks

dengan penerapan monitoring hemodynamic secara invasive serta perawatan bagi

pasien pediatrik yang sedang menghadapi masa kritis seperti dalam open heart

surgery, thoracic surgery, neurosurgery, orthopaedic surgery, otolaryngology

surgery, plastic surgery, urologic surgery and transplantation of the heart, lungs,

bone marrow and liver. PICU juga termasuk unit perawatan kritis yang merawat

dan memonitoring secara intensif kondisi pasien anak dengan trauma mayor.

Anak-anak yang dirawat dalam PICU adalah anak dengan rerata usia 1 hari

sampai 18 tahun. Diperlukan perawat yang sudah mendapat pendidikan khusus,

dan memiliki dedikasi serta motivasi yang tinggi bagi para perawat yang bekerja

di PICU. Para perawat tersebut harus bisa melakukan interpretasi keadaan klien

pediatrik, mendeteksi perubahan-perubahan fisiologis yang dapat mengancam

jiwa, serta dapat bertindak mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam

jiwa, sebelum dokter datang. Perbandingan perawat dan klien di PICU 1 : 1 atau

2 : 3 (artinya 1 perawat untuk 1 klien atau 2 perawat untuk 3 klien).

Pada saat ini pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan suatu instalasi

tersendiri, dengan disiplin ilmu sendiri, meski tak lepas dari perkembangan

disiplin ilmu yang lain (DepkesRI, 2002).

2.1.2 Tujuan Pelayanan Keperawatan Intensif

Tujuan pelayanan keperawatan Intensif di ruang PICU antara lain:

4

Page 5: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

1. Menyelamatkan kehidupan

2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan

monitoring yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data

yang didapat, dan melakukan tindak lanjut.

3. Meningkatkan kualitas klien dan mempertahankan kehidupan

4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh klien

5. Mengurangi angka kematian klien kritis dan mempercepat proses

penyembuhan klien.

2.1.3 Klasifikasi PICU

Adapun klasifikasi pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah:

1. PICU primer (standar minimal)

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) primer merupakan

pelayanan pengelolaan resusitas segera untuk klien sakit gawat, tunjangan

kardio – respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran sangat penting dalam

pemantauan dan pencegahan penyulit pada klien bayi, anak dan bedah.

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) harus mampu melakukan ventilasi

mekanik dan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.

2. PICU Sekunder

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sekunder adalah

pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu lama, mampu

melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.

3. PICU Tersier

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tersier adalah pelayanan

untuk semua aspek perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan tertinggi

termasuk dukungan atau bantuan hidup multi system kompleks dalam jangka

5

Page 6: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

waktu yang tidak terbataas serta mampu melakukan pemantauan invasive

dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

2.1.4 Peran dan tanggung jawab perawat PICU

Perawat PICU memainkan peran penting. Perawat PICU terdaftar secara

khusus dilatih untuk merawat anak yang sakit kritis. Perawat PICU memiliki

kepedulian yang tinggi untuk anak-anak dari segala usia yang membutuhkan

perhatian khusus dari trauma, operasi, dan berbagai kondisi neurologis seperti,

pernapasan, kardiovaskular, pencernaan, ginjal atau system genitourinary,

ortopedi, membakar, onkologi, dan / atau multi-sistem keterlibatan. Perawat PICU

memiliki peranan penting dalam memastikan bahwa kebutuhan fisik pasien dan

kebutuhan nyeri terpenuhi, memiliki peran penting dalam mengatasi perubahan

kondisi pasien, berkomunikasi dengan tim perawatan kesehatan, obat-obatan, dan

perawatan medis. Memenuhi kebutuhan perkembangan dan emosional pasien

sebagai prioritas kerja serta memastikan pasien dan keselamatan keluarga. Tim

keperawatan didedikasikan untuk menyediakan perawatan yang sangat baik dan

membantu keluarga melalui mereka menginap di PICU. (Monroe Carell Jr.

Childern Hospital at Vanderbilt, 2011)

2.1.4 Indikasi masuk ruang PICU

Kriteria Klien Pediatric Intensive Care Unit (PICU):

1. Klien untuk rawat PICU adalah

1) Prioritas I: yaitu klien yang dalam keadaan akut dan perlu alat bantu nafas.

2) Prioritas II yaitu klien dengan keadaan perlu monitoring intensif, syok

disritmia yang mengancam jiwa, terapi titrasi

6

Page 7: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

3) Prioritas III yaitu klien dengan keadaan endstage suatu penyakit yang

mengalami kegawatan

2. Klien tidak masuk PICU adalah klien dengan kriteria MBO (mati batang otak)

3. Klien keluar PICU antara lain:

1) Bila indikasi untuk semua tindakan di ruang intensif tidak dibutuhkan lagi

(pemantauan invasive, CVP, arteri line dan intervensi invasive)

2) Kriteria keluar dari PICU didasarkan atas parameter hemodinamik stabil,

status respirasi stabil (tanpa ETT, jalan nafas bebas, gas darah normal) dan

kebutuhan O2 minimal.

3) Tidak butuh tunjangan inotropok vasodilator, anti aritmia

4) Disritmia jantung terkontrol

5) Kateter pemantau sudah dilepas

6) Pasien dengan PD atau HD kronik yang telah teratasi keadaan akutnya

7) Trakheomalasia tidak lagi membutuhkan suction intensif.

8) Staf medic dan keluarga telah melakukan penilaian bersama dan

menyepakati bahwa tidak lagi ada keuntungan untuk mempertahankan

perawatan di PICU (informed concent).

2.2 Konsep Sedasi di PICU

Nyeri dan kecemasan menjadi masalah umum dalam emergency department (ED).

Dengan mengurangi nyeri, akan dapat mengurangi kecemasan dan pasien dapat

lebih kooperatif, sehingga dapat meraih hasil akhir / outcome yang lebih baik.

Ketakutan, kecemasan dan level perkembangan seorang anak membuat anak

mengalami kesulitan dalam menerima setiap prosedur tindakan medis yang

diberikan oleh petugas ketika berada dalam ruang PICU, hal ini yang akan

7

Page 8: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

menyebabkan hasil akhir atau outcome yang diharapkan kurang sesuai dan tidak

optimal. Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa banyak pusat dan pelaku

di emergency department kurang memperhatikan premedikasi bagi pasien anak

yang akan mendapatkan prosedur yang menyakitkan.

Tindakan medis yang biasa digunakan dalam emergency department seperti PICU

dan bertujuan untuk mengatasi kecemasan, nyeri dan agitasi adalah prosedur

sedasi (sedative procedures). Prosedur sedasi yang biasa digunakan untuk

tindakan mayor di emergency departement seperti : reduksi pada fraktur tulang,

lumbar puncture, biopsy bone marrow, pemasangan multiple IV lines dan

tindakan menyakitkan lainnya pada anak-anak. Prosedur sedasi memiliki tujuan

untuk mengurangi restrain (tekanan nyeri) dan mengurangi stress pada pasien dan

anggota keluarga. Berbagai macam sedative medication antara lain :

1. Opioid analgesic (memiliki efek hypnosis, tetai ada efek samping pada depresi

pernafasan) salah satu contoh opioid analgesic adalah :

a. morphine sulfate (memiliki efek yang reliable dan dapat diprediksi dengan

baik, efek samping ringan)

b. Fentanyl (memilki efek hipotensi, menurunkan cardiac output dan tekanan

darah),

2. Benzodiazepines

a. Midazolam (larut dalam air, sehingga bisa diberikan per-oral dan tidak

menyebabkan nyeri)

b. Diazepam (efek menenangkan hypothalamus)

3. Barbiturates (Pentobarbial (ada efek anti konvulsant), Methohexital,

Thiopental)

8

Page 9: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

4. Zat lain : Nitrous Oxide (NO), Ketamine, Propofol, dll

2.3 Analisa Penelitian terkait Sedation Assessment di PICU

Adapun Penelitian tentang Sedation Assessment di PICU antara lain

1. Assessment of sedation levels in pediatric intensive care patients can be

improved by using the COMFORT "behavior" scale

Penelitian ini dilakukan pada 78 anak di ruangan PICU dengan menggunakan

metode prospective observational study. Peneliti menyebutkan bahwa COMFORT

Behaviour Scale lebih reliable dibandingkan Original COMFORT untuk

mengukul level sedasi pada pasien anak. Titik cutoff dari skala COMFORT-B

berhubungan dengan skor interpretasi perawat yang menggunakan algoritma

sedasi pada unit perawatan intensif anak (Ista, van Dijk, Tibboel, & de Hoog,

2005).

2. An item analysis of the COMFORT Scale in a pediatric intensive care unit

Penelitian ini dilaksanakan pada 18 anak yang dilakukan intubasi di ruangan

pediatric Intensive Care Unit (PICU. Peneliti melakukan analisis item dari skala

COMFORT yang terdiri dari delapan parameter klinis untuk mengetahui tingkat

distress pada anak yang mengalami fase kritis. Dari penelitian tersebut didapatkan

bahwa dari delapan item dalam COMFORT Scale, hanya terdapat 6 item saja yang

validitas dan reabilitasnya mencapai 97%. Hal ini dikarenakan dua item yang lain

sangat dipengaruhi oleh hemodinamik (Carnevale & Razack, 2002).

3. Assessing sedation in the pediatric intensive care unit by using BIS and the

COMFORT Scale

Penelitian ini dilakukan pada 31 anak yang terpasang ventilasi mekanik dan

sedasi. Tujuan peneliti yaitu untuk mengevaluasi keefektifan Bispektrum Indeks

9

Page 10: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Scale (BIS) untuk mengukur tingkat sedasi pada anak-anak sakit kritis dan

membandingkan kinerjanya dengan penilaian standar tingkat sedasi (COMFORT

Scale). Yang dilakukan dua kali sehari selama lima hari. Hasilnya, pengukuran

tingkat sedasi dengan mengguna BIS lebih efektif digunakan dibandingkan

dengan menggunakan COMFORT Scale (Crain, Slonim, & Pollack, 2002).

4. Correlation of the Bispectral Index Monitor with the COMFORT Scale in the

pediatric intensive care unit.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat korelasi antara COMFORT Scale

dan monitor BIS. Penelitian ini menggunakan desain studi prospektif dan

dilakukan pada 75 dengan usia rata-rata 10 bulan. Monitor BIS mungkin valid dan

berguna untuk mengukur tingkat sedasi anak-anak di PICU. Namun kita tidak bisa

mengharapkan korelasi yang sempurna antara nilai-nilai BIS dan skala

observasional karena mereka mengukur variabel yang berbeda. Kemampuan

monitor BIS untuk membedakan antara tingkat sedasi yang sangat mendalam

mungkin berguna untuk mencegah over-sedasi pada anak-anak dalam PICU dan

untuk memperjelas target level yang tepat dari obat penenang untuk setiap anak.

(MD, J, J, & RH, 2005)

5. State Behavioral Scale: a sedation assessment instrument for infants and

young children supported on mechanical ventilation.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji reliabilitas dan

validitas State Behavioral Scale (SBS) untuk digunakan dalam menggambarkan

tingkat sedasi/ agitasi pada pasien anak dengan intubasi ventilasi mekanik.

Penelitian ini dilakukan pada 91 pasien anak dengan intubasi ventilasi mekanik.

Penelitian ini menjelaskan bahwa SBS ini dapat digunakan untuk instrument

10

Page 11: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

dalam mengukur tingkat sedasi pada anak, namun perlu penelitian lebih lanjut

untuk menguji tingkat keefektifan dari SBS tersebut. (MA, SK, KA, RA, & JH,

2006)

6. Optimal sedation of mechanically ventilated pediatric critical care patients.

Penelitian ini dilakukan pada 85 anak yang berada di PICU dengan metode Serial

prospective agreement cohort studies. Dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa

pengukuran level sedasi lebih baik menggunakan COMFORT Scale dibandingkan

dengan penilaian global intensivist. (CM, et al., 1994).

Dari beberapa penelitian, terdapat beberapa model pengkajian level sedasi pada

anak yang sedang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), antara lain

COMFORT Scale, comfort behavior scale, State Behavioral Scale (SBS), dan

Bispektrum Indeks Scale (BIS). Model pengkajian SBS belum diketahui

efektifitasnya dalam mengukur level sedasi pada anak, sehingga perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut terkait hal tersebut (MA, SK, KA, RA, & JH, 2006). Pada

model Bispektrum Indeks Scale (BIS), beberapa penelitian menyebutkan bahwa

model ini efektif untuk mengukur level sedasi pada anak, model BIS juga lebih

efektif digunakan dibandingkan dengan model COMFORT Scale (MD, J, J, &

RH, 2005). Akan tetapi, BIS ini sangat buruk untuk menilai level sedasi pada

opioid dan ketamin (Malviya, Voepel-Lewis, Tai, Watcha, Sadhasivam, &

Friesen, 2007). Disamping itu, Sebelum dilakukan pengukuran, pada bagian dahi

an dipasang empat buah elektroda perak untuk mengetahui elektromyocity pada

keadaan sedasi. Hasil dari pemeriksaan ini akan ditampilkan pada monitor. Akurat

tidaknya hasil pemeriksaan ini tergantung pada tinggi rendahnya amplitude dan

pemasangan electrode (Johansen, 81-99). Dalam penerapan model BIS ini,

11

Page 12: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

kesalahan alat dalam menginterpretasikan kemungkinan bisa terjadi, sehingga

perlu dipertimbagkan kembali untuk digunakan. Pada penggunaan model

pengkajian COMFORT Scale, dari 8 item yang dikaji, hanya 6 item yang valid

dan reliable, sehingga butuh dimodifikasi (Carnevale & Razack, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa model pengkajian

comfort behavior scale lebih efektif dibandingkan dengan COMFORT Scale (Ista,

van Dijk, Tibboel, & de Hoog, 2005). Dari beberapa penjelasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa model pengkajian COMFORT Behaviour Scale yang ebih

efektif digunakan dan applicable.

2.4 Konsep Terapi Komplementer dan Alternatif dalam PICU

Pengobatan alternatif adalah setiap upaya praktek penyembuhan yang

tidak menggunakan obat konvensional. Terapi alternatif dan komplementer adalah

upaya penyembuhan penyakit yang berbasis budaya dimana dapat meningkatkan

keberhasilan upaya pemulihan (Conward &  Ratanakul,1999). Definisi lain

mengenai komplementer adalah adalah penggunaan terapi tradisonal kedalam

pengobatan modern (Andrews et al., 19990). Terminologi ini dikenal sebagai

terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam

pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang

menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi

yang memengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah  keharmonisan

individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi

(Smith et al., 2004). Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah

lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai

12

Page 13: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

dengan prinsip keperwatan yang memandang manusia sebgai makhluk yang

holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

National Center for Complementary/Alternative medicine (NCCAM) membuat

klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan ke dalam 5 kategori :

1. Mind-body terapi

Yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi

kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya

perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journalin, bio feedback,

humor, tai chi, dan terapi seni.

2. Alternatif sistem pelayanan

Yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pedekatan pelayanan

biomedis berbeda dari barat misalnya pengobatan tradiosonal cina, ayurvedia,

pengobatan asli amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.

3. Terapi Biologis

Yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal dan

makanan.

4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh

Yaitu terapi yang didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya

pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna,

serta hidroterapi.

5. Terapi Energi

Yaitu terapi yang yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau

mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapeutik sentuhan, pengobatan

sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.

13

Page 14: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

2.5 Analisa Penelitian terkait Guided imagery di PICU

Berbagai macam terapi tambahan (adjuvant therapy) bagi dalam prosedur sedative

saat ini telah banyak berkembang. Terapi ajuvan ini adalah sebuah terapi yang

memang membutuhkan pelatihan dan pembelajaran dalam penggunaannya, tetapi

dalam sekali pelatihan atau pemebelajaran terapi ini mudah untuk dilaksanakan.

Salah satu contohnya adalah terapi non-pharmacologycal Guided imagery.

Guided imagery telah menjadi salah satu terapi komplementer adjuvant dalam

keperawatn kritis terutama dalam keperawatan kritis anak. Berdasarkan penelitian

oleh (Kline, Turnbull, Labruna, Haufler, DeVivio, & Ciminera, 2009) mengenai

penerapan Guided imagery sebagai manajemen nyeri pada 24 anak postoperative

di ruang PICU menyatakan bahwa dengan melakukan Guided Mental Imagery

pada klien anak selama 28 menit saat preoperative akan menurunkan tingkat rerata

nyeri.

Penelitian lain yang menyatakan bahwa guided imagery efektif digunakan

sebagai manajemen pain dan membantu mengurang kecemasan dan agitasi ada

pasien anak. pernyataan dari (Cohen, 2005) bahwa distraksi nyeri adalah

manajemen nyeri yang paling esensial untuk digunakan sebagai intervensi dalam

mengurangi nyeri bagi anak-anak dengan distress. Dan menjadi komponen

esensial dalam keberhasilan non-pharmacologycal manajemen nyeri (Elliott,

1983). Hasil penelitian Lambert (1996) menggunakan terapi guided imagery

dapat menurunkan nyeri postoperative dan mempercepat ALOS pasien anak.

Tingkat kecemasan anak juga menurun dibandingkan dengan kelompok control

yang tidak diberikan intervensi guided imagery.

14

Page 15: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Selain itu menurut penelitian A Meta-Analysis of the Effect of Guided Imagery

Practice on Outcomes (Debra Van Kuiken) di sebutkan bahwa ada hubungan

antara lama durasi pemberian intervensi guided imagery terhadap effect outcome

nya. Semakin lama di berikan terapi guided imagery maka hasilnya akan semakin

positif. Tetapi dalam penelitian tersebut sangat sulit untuk menentukan dosis

minimal waktu pemberian terapi guided imagery agar memberikan efek yang

besar. Jenis kelamin juga mempengaruhi hasil dari pemberian terapi guided

imagery, menurut penelitian Imagery Reduces Pain in Pediatric ICU - CHPA,

Hypnotherapy Association (Sullivan 2010) terjadi penurunan yang signifikan

terhadap nyeri yang di alami anak laki-laki pain ratings [t(38) = 3.41, p = .0015]

sedangkan pada anak perempuan menunjukkan penurunan rasa nyeri yang tidak

signifikan. Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi guided imagery

untuk mengatasi nyeri pada anak di ruang intensive care memiliki manfaat.

15

Page 16: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Keperawatan saat ini di PICU

Penggunaan terapi komplementer dan alternative di dunia keperawatan kritis

sudah semakin berkembang. Dalam sebuah penelitian mengenai persepsi dan

pemanfaatan terapi komplementer dan alternative yang dilakukan oleh perawat

yang tergabung dalam American Association of Critical Care Nurses oleh Tracy

et al (2005) kepada 726 responden perawat kritis menyatakan bahwa penggunaan

terapi komplementer terbanyak yang digunakan adalah manajemen diet, olahraga,

teknik relaksasi dan terapi doa. Lebih lanjut dalam penelitiannya meyatakan

bahwa terapi komplementer sangat berperan dalam mengatasi stress, kecemasan

serta berbagai macam tanda dan gejala di ruang ICU yang mana kondisi pasien

selalu dalam keadaan yang tidak stabil dan memiliki toleransi yang rendah dalam

penggunaan terapi farmakologi tradisional.

Dan dalam pengembangan Advanced Nursing Practice kami akan mengangkat

topik Guided imagery sebagai terapi komplementer adjuvant selain medication

sedative untuk menurunkan Agitasi dan nyeri pada Anak di Ruang PICU.

3.2 Pengkajian Level Sedasi Menggunakan COMFORT Behaviour Scale

COMFORT B Scale

Kriteria anak yang dapat dilakukan pengkajian dengan menggunakan COMFORT

Behaviour Scale menurut (Monique van Dijk, B, Peters, & Patricia van Deventer,

2005) yaitu:

1. Mendapatkan pengobatan

16

Page 17: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

1) Pemberian analgesik dan obat penenang

2) Tambahan analgesik dan obat penenang

3) Obat-obatan, seperti antikonvulsan, yang dapat mempengaruhi perilaku

4) Sebelum menggunakan agen memblokir neuromuscular (dilakukan setelah

bolus diberikan,

5) Nonfarmakologis intervensi penbrian sukrosa.

2. Kondisi anak

1) Penyakit parah yang membatasi gerak

2) Penyakit neuromuskular, penyakit kognitif, dan penyakit neurologis

3) Post operasi

4) Kondisi yang membatasi gerak

5) Pemasangan ventilasi mekanis

6) Lingkungan yang mempengaruhi perilaku

7) Persepsi perawat pada emosi anak, seperti kemarahan atau ketakutan

Adapun waktu dilakukannya pengkajian dengan COMFORT Behaviour Scale

yaitu:

1. Setiap 2 jam di hari pertama pasien post operasi besar

2. Sebelum dan setelah intervensi pada pasien nyeri

3. Prosedur lain-lain yang menimbulkan rasa sakit akut (Monique van Dijk, B,

Peters, & Patricia van Deventer, 2005).

Tabel 1. Analisa rencana inovasi PICOT COMFORT B Scale

Population Intervension Comparation Outcome Time

Anak yang dirawat Melakukan - Valid dan Setiap 2 jam

17

Page 18: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

di Pediatric

Intensive Care Unit

(PICU) yang

terpasang ventilator

mekanik

pengkajian untuk

mengetahui level

sedasi dan tingkat

nyeri pada anak

dengan menggunakan

COMFORT

Behaviour Scale.

COMFORT B Scale

terdiri dari 7 item

yaitu alertness,

calmness-agitation,

respiratory response,

Crying, physical

movement, muscle

tone, dan facial

tension yang mana

tiap item terdiri dari 5

skor dari 1-5

(Monique van Dijk, B,

Peters, & Patricia van

Deventer, 2005)

reliable untuk

mengukur

level sedasi

pada anak di

ruangan PICU

(Ista, van Dijk,

Tibboel, & de

Hoog, 2005)

di hari

pertama

setelah

operasi

(Monique van

Dijk, B, Peters,

& Patricia van

Deventer,

2005)

Implementasi COMFORT B Scale

18

Page 19: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Cara mengimplementasikan model pengkajian COMFORT Behaviour Scale

terdiri dari beberapa tahap ( www.anestesiarianimazione.com), yaitu:

1. Fase persiapan (sekitar 3 bulan)

Perawat merencanakan pengkajian nyeri menggunakan COMFORT Behaviour

Scale melalui diskusi dengan tenaga medis dan staf keperawatan. Setelah

didiskusikan, mereka mulai membahas pendekatan yang cocok untuk

mengimplementasikan rencana tersebut. Setelah itu dilakukan sosialisasi terkait

pengimplementasian COMFORT Behaviour Scale untuk mendapatkan dukungan

positif dari tenaga kesehatan lain. Langkah selanjutnya yaitu pelatihan pada

perawat dan dokter tentang cara menggunakan COMFORT Behaviour Scale.

2. Fase 2

Selama fase ini kita melakukan penilaian dasar untuk menentukan kebijakan

pengobatan nyeri di bangsal. Tujuannya, Comfort Behaviour score dikumpulkan

selama dua bulan pertama dan dimasukkan dalam database bersama karakteristik

pasien dan dosis pemberian analgesik. Staf medis mengembangkan algoritma

pemberian analgesik yang sesuai untuk kelompok pasien tertentu. Pada akhir

periode (4bulan), perawat melakukan proses evaluasi melalui survei, wawancara,

misalnya, apakah frekuensi penilaian comfort behavior scale sudah cukup, terlalu

rendah, atau terlalu tinggi. Selain itu, perawat memeriksa apakah penilaian

Comfort Behaviour Scale yang dicatat dalam file pasien yang tepat. Di samping

itu, memberikan pengetahuan kepada perawat tentang frekuensi aktual penilaian

Comfort Behaviour Scale. Dengan informasi ini, frekuensi penilaian Comfort

Behaviour Scale dalam kelompok pasien tertentu dapat disesuaikan, dan

algoritma pemberian analgesik secara adekuat dapat ditentukan.

19

Page 20: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

3. Setelah perawatan (4 bulan)

Selama periode ini, pengkajian terus dilakukan dikombinasikan dengan

managemen nyeri terpadu setiap hari. kegiatan selanjutnya berfokus pada

keteraturan mengisi form COMFORT Behaviour Scale tanpa mengabaikan proses

implementasi. Pelatihan cara menggunakan COMFORT Behaviour Scale juga

dapat dilakukan kembali bagi tenaga kesehatan yang belum mengetahui. Diskusi

dengan perawat di ruangan lain juga diperlukan untuk bertukar pengalaman

tentang pelaksanaan model pengkajian COMFORT Behaviour Scale.

4. Fase 4

Pelaksanaan penilaian nyeri membutuhkan perhatian secara khusus. Perawat

melakukan pemeriksaan rutin dalam beberapa kasus untuk memperbaiki skor

nyeri agar tidak memburuk, sehingga pelaksanaan penilaian nyeri harus diawasi

untuk waktu yang lama.

Terdapat beberapa faktor yang menghambat keberhasilan penilaian nyeri

yang dikombinasikan dengan algoritma untuk mengetahui adaptasi seseorang

yang diberikan obat analgesik.

1. Staf medis acuh tak acuh, menganggap penilaian nyeri sebagai isu

keperawatan saja. Komitmen dari tenaga medis sangat penting, karena meraka

harus mengembangkan algoritma pemberian analgesic sesuai dengan keadaan

terkini.

2. Tidak ada waktu atau uang untuk melakukan pelatihan bagi semua perawat.

20

Page 21: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Gambar 1. Form pengkajian COMFORT Behaviour Scale

21

Page 22: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

3.3 Guided imagery untuk Mengurangu nyeri pada Anak di Ruang PICU

Nyeri dan kecemasan menjadi masalah umum dalam emergency

department (ED). Dengan mengurangi nyeri, akan dapat mengurangi kecemasan

dan pasien dapat lebih kooperatif, sehingga dapat meraih hasil akhir / outcome

yang lebih baik. Ketakutan, kecemasan dan level perkembangan seorang anak

membuat anak mengalami kesulitan dalam menerima setiap prosedur tindakan

medis yang diberikan oleh petugas ketika berada dalam ruang PICU, hal ini yang

akan menyebabkan hasil akhir atau outcome yang diharapkan kurang sesuai dan

tidak optimal. Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa banyak pusat dan

pelaku di emergency department kurang memperhatikan premedikasi bagi pasien

anak yang akan mendapatkan prosedur yang menyakitkan.

The agency for health care Policy and Research and The American Society of

Anasthesiologist memberikan rekomendasi untuk penggunakan pharmacological

dan non-pharmacological teknik untuk manajemen nyeri pada pasien anak (Huth,

2009) & (Anasthesiologist, 1992). Nyeri dihasilkan dari hubungan antara

komponen afektif dari stimulus noxious (Melzak & Casey, 1968) Noxius adalah

Sebuah stimulus berbahaya atau berpotensi, merusak jaringan dan bertanggung

jawab untuk menyebabkan rasa sakit, tetapi tidak selalu memyebabkannya.

Beberapa rangsangan berbahaya, khususnya di visera, tidak menyebabkan respon

nociceptive. rangsangan dapat menyebabkan nyeri viseral atau pembuangan

aferen, sebanding dengan yang dari rangsangan merusak. Rangsangan Algogenic

adalah mereka yang menimbulkan nyeri dan biasanya, namun tidak selalu,.Ketika

intervensi non farmakologial dikombinasi dengan agen farmakologikal sebagai

22

Page 23: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

manajemen nyeri post-operatif maka, sensor dan komponen afektif nyeri dapat

berkurang daripada hanya menggunakan medikasi sedative saja (Huth, 2009)

The academy of Guided imagery (2010) menyatakan bahwa guided imagery

adalah sebah teknik visualisasi dan pemberian sugesti langsung, serta secara

metafora dan mendongeng sebagai sebuah jalan untuk menghubungkan antara

alam bawah sadar dan menyerupakan sebuah gambar imajinasi yang dapat

berkomunikasi dengan alam sadar. Dengan adanya hubungan antara alam sadar

dan bawah sadar inilah pasien dapat menggunakan sumber internal yang

sebelumnya tidak disadari untuk membantu dam menjadi coping bagi pasien

dalam menghadapi situasi yang mengancam. Praktik guided imagery dapat

dilakukan melalui instruksi dan pembimbingan dari seorang psikologis, atau

pelatih professional lain, dapat melalui rekaman video atau rekaman suara,

maupun dapat dilakukan sendiri tanpa ada sumber external yang mempengaruhi.

Praktik guided imagery paling umum adalah Interactive Guided imagery, praktik

relaksasi ini mengembangkan bentuk imajinasi langsung kepada pasien tanpa

adanya professional mapun rekaman suara yang diberikan kepada pasien.

(Rossman M, 2004)

Huth et al (2004) dalam penelitian experimental secara random menganalisis 73

anak usia sekolah (7-12 tahun) yang akan menajalani tonsilektomi dan/atau

adenoidectomy. Pada saat perlakuan, kelompok perlakuan diberikan rekaman

video-tape dan diperdengarkan audiotape 1 minggu sebelum hari operasi. Mereka

juga diperdengarkan audiotape setelah keluar dari ruang operasi dan ketika sudah

berada dirumah (discharge). Hasil menunjukkan bahwa ada penurunan nyeri dan

kecemasan yang signifikan antara 1 - 4 jam setelah operasi juga didukung dengan

23

Page 24: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

adanya pemberian analgesic dan penangangan kecemasan. Intervensi yang

digunakan adalah Magical Island: Relaxation for Kids (Magic Island) yang

diawali dengan tension-release exercise untuk meringankan ketengan otot dan

stress fisik kemudian diiringi dengan background music seorang narrator

membacakan imajinasi perjalanan menggunakan balon udara menuju Magic

island (Pulau Ajaib). Anak-anak di dorong untuk teratur melakukan nafas dalam

untuk mengubah sirkulasi oksigen dan menenangkan tubuh. Relaksasi Magic

Island ini menggunakan tiga alat relaksasi: tension-release exercise, nafas dalam

dan imajinasi terbimbing untuk menenangkan pikiran dan mengembangkan

imajinasi anak.

Tabel 2. Analisa Inovasi PICOT Guided imagery

Population Intervension Comparation Outcome Time

12 anak (usia 3-18

tahun) yang dirawat

di PICU .

Responden: 6 anak

Kelompok control 6

anak

Instrument :

CD Guided

imagery yang

terdapat

rekaman

terjemahan dari

Magical island

diberikan pada

responden

penelitian

untuk di

perdengarkan

Instrument :

Teaching mental

imagery dan

detailed inquiry

(Kline, Turnbull,

Labruna, Haufler,

DeVivio, &

Ciminera, 2009)

Audio recorded of

Guided imagery in

2 month

(Miranda A.L. van

Terdapat

penurunan

tingkat nyeri

yang signifikan

pada kelompok

responden yang

diberikan terapi

guided imagery,

skala trauma

menunjukkan

penurunan

tingkat trauma

15-20 menit

sebelum

tindakan

medis yang

menyakitkan

(Kline,

Turnbull,

Labruna,

Haufler,

DeVivio, &

Ciminera,

2009)

24

Page 25: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

kelompok

control : no

intervention

Post painfull

medical

prosedur :

Pain rating

Scale

Menggunakan

Likert Scale (0-

10) anak

usia 8-18 tahun

Wong Baker

Faces:

(happy –

extremely

pained) anak

usia 3-7 tahun

Pediatric

trauma Scale

Pediatric

trauma score (-

1 and +2)

lower score

Tilburg, 2009)

Watching

Videotape &

Listening Audio

Tape : Magical

Island (Huth,

2009)

anak

Persepsi positif

perawat thd

sikap kooperatif

anak di ruang

PICU

25

Page 26: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

indicated

greater trauma

severity

Persepsi

perawat dalam

merawat

responden dan

kelompok

control

26

Page 27: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

DAFTAR PUSTAKA

Anasthesiologist, A. s. (1992). Acute pain management in infants, childern, adolescent: operative and medical prosedure.

Bakke AC, P. M. (2002). The effect of hypnotic-guided imagery on psychological well-being and immune function in patients with prior breast cancer. J Psychosom Res. , 2002 Dec;53(6):1131-7.

Carnevale, F. A., & Razack, S. M. (2002). An item analysis of the COMFORT scale in a pediatric intensive care unit. Pediatric Critical Care Medicine: Volume 3 ; Issue 2 , 177-180.

CM, M., PG, S., LH, L., KW, H., B, A., TS, Y., et al. (1994). Optimal sedation of mechanically ventilated pediatric critical care patients. Critical Care Medicine , 163-170.

Cohen, M. L. (2005). a comparison distraction strategies of venipuncture distress in childern. journal of pediatrics psychology vol 30 , 387-396.

Crain, N. M., Slonim, A. M., & Pollack, M. M. (2002). Assessing sedation in the pediatric intensive care unit by using BIS and the COMFORT scale. Pediatric Critical Care Medicine; Volume 3; Issue 1 , 11-14.

Curley MA, H. S. (2006). State Behavioral Scale: a sedation assessment instrument for infants and young children supported on mechanical ventilation. Pediatric Critical Care Medicine , 107-140.

DepkesRI. (2002). Pelayanan Intensive Care. In D. Y. RI, Pelayanan Intensive Care (pp. 21-25). Jakarta: Depkes RI.

Elliott, C. H. (1983). the management of childern distress in response to painful medical treatment for burn injuries. behaviour research and therapy Vol 21 , 675-683.

Gunning K, R. K. (1999). Outcome data and scoring system. BMJ , 241.

Huth, M. M. (2009). Evaluation of the M a g i c Island : Relaxation for Kids Compact Disc. CNE ContinuingNursing Education Series vol 35 no 5 , 290-295.

Ista, E. R., van Dijk, M. P., Tibboel, D. M., & de Hoog, M. M. (2005). Assessment of sedation levels in pediatric intensive care patients can be improved by using the COMFORT "behavior" scale . Pediatric Critical Care Medicine , 58-63.

Johansen, J. W. (81-99). Update on Bispectral Index monitoring . Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology , 2006.

Kline, W. H., Turnbull, P., Labruna, V. E., Haufler, L., DeVivio, S., & Ciminera, a. P. (2009). Enhancing Pain Management in the PICU by Teaching Guided Mental Imagery: A Quality-Improvement Project. Journal of Pediatric Psychology , Volume 35, Issue 1Pp. 25-31.

27

Page 28: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Lambert, S. A. (1996). The effects of hypnosis/guided imagery on the postoperative course of children. Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics , Vol 17(5), Oct 1996, 307-310.

Leteurtre, Martinot, Duhamel, Proulx, Grandbastien, & Cotting. (2003). Validation of the paediatric logistic organ dysfunction (PELOD) score: prospective, observational, multicentre study. Lancet , 192.

MA, C., SK, H., KA, F., RA, J., & JH, A. (2006). State Behavioral Scale: a sedation assessment instrument for infants and young children supported on mechanical ventilation. Pediatric Critical Care Medicine , 107-140.

Maj Eric A. Gonzales, C. M. (2010). Effects of Guided Imagery on Postoperative outcomes in patients undergoing same-day surgical procedures: a randomized single blind study. AANA Journal ß June 2010 ß Vol. 78, No. 3 , 181-188.

Malviya, S., Voepel-Lewis, T., Tai, A. R., Watcha, M. F., Sadhasivam, S., & Friesen, R. H. (2007). Effect of Age and Sedative Agent on the Accuracy of Bispectral Index in Detecting Depth of Sedation in Children. Pediatrics , 120;e461.

MD, T., J, Z., J, G., & RH, F. (2005). Correlation of the Bispectral Index Monitor with the COMFORT scale in the pediatric intensive care unit. Pediatric Critical Care Medicine , 648-653.

Miranda A.L. van Tilburg, P. D.-M. (2009). Audio-Recorded Guided Imagery Treatment Reduces Functional Abdominal Pain in Children: A Pilot Study. PEDIATRICS Vol. 124 No. 5 November 1, 2009 .

Monique van Dijk, P. R., B, J. W., Peters, P. R., & Patricia van Deventer, R. a. (2005). The COMFORT Behavior Scale A tool for assessing pain and sedation in infants. AJN Vol. 105, No. 1 .

Monroe Carell Jr. Childern Hospital at Vanderbilt. (2011, August 25). Retrieved March 7, 2013, from http://www.childrenshospital.vanderbilt.org/services.php?mid=7143: http://www.childrenshospital.vanderbilt.org/services.php?mid=7143

Pope-Angulo, N. (2010). , RN. B.S. WCSI CCEP 4 , 1-2.

Rossman M, L. (2004). Guided imagery in cancer care. Seminars in integratif medicine , 99-106.

Traci R. Stein, P. M. (2010). A Pilot Study to Assess the Effects of a guided imagery audiotape intervention on psychological outcomes in patients undergoing coronary artery bypass graft surgery. JOURNAL OF HOLISTIC NURSING PRACTICE , 213-215.

Weydert, J. A. (2006). Evaluation of guided imagery as treatment for recurrent abdominal pain in children : a randomized control trial . BMC Pediatrics , 1-10.

Yudha, S. (2010). Perbandingan Premedikasi Klonidin Dan Diazepam Peroral Terhadap Level Sedasi Dan Respons Hemodinamik Pediatrik. Retrieved

28

Page 29: Picu Final Kurang Cover Kata Pengantar Daftar Isi

Maret 2013, 2013, from http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=29178.

Zen-zen. (2010). Managemen PICU . Retrieved Maret 6, 2013, from http://akatsuki-ners.blogspot.com/2010/11/manajemen-picu-dan-.html.

29