2
Pikiran Rakyat o Senin 0 Se/asa Rabu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu 0 Minggu --2-=-~' 345 678 --9--9 11 12 -1-3--1-4--15---- 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 -----07>;/;- 0 Mar --6 Apr---(j Mej-OJ~~--OJ~/--.-Ag-;--b Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des Merajut Arah Nasib KPK Oleh MIKO SUSANTO GINTING H ARI-HARI ini, tidak hanya Komisi Pem- berantasan Korupsi (KPK) yang diterpa badai prasangka, tetapi publik juga dibuat semakin ragu mana yang harus dipercaya dan mana yang tidak. Pada awal lakonnya, KPKdipuja-puji bak manusia setengah dewa yang diutus turun ke bumi untuk melawan angkara murka. Tidak lama terbang tinggi, ekpektasi publik diempaskan dengan pengakuanNazaruddin bahwa Chandra Hamzah (pimpinan KPK), Ade Rahardja (Direktur Penyidikan KPK), dan Johan Budi (Juru Bicara KPK) pernah bertemu dengannya. Hal ini telah diakui oleh Johan Budi dalam .berbagai wawancara dengan awak media. Minggu ini, KPK sedang mencoba berbenah dengan mengadakan seleksi calon pimpinannya. Seleksi ini seki- ranyajangan dipandang seba- gai formalitas semata. Namun, pandanglah seleksi ini sebagai momentum (entry point) un- tuk menemukan pemain dan formasi yang tepat dalam se- mangat pemberantasan ger- akan masif korupsi. Publik berharap bahwa se- leksi ini bebas dari tawar- menawar politik sehingga yang , akhirnya terpilih adalahorang- orang yang bebas dari tarik- menarik kepentingan (vested interest) dalam arti tidak memiliki atau mewakili ke- pentingan apa pun selain ke- pentingan luhur pemberan- tasan korupsi. Meletakkan KPK sebagai in- stitusi tentu harus ada per- samaan persepsi bahwa KPK tidak hanya dibangun dan di- tentukan oleh para pimpinan- nya. Akan tetapi, juga oleh struktur tubuh yang men- jalankan tugas-tugas fungsio- nalnya. Inilah yang disebut dengan sistem badan yang ter- diri atas kepemimpinan (lea- dership) dan struktural-fung- sional. Anatomi KPK akan ber- jalan dengan baik apabila hubungan antara kepemim- pinan dan struktural- fungsional berjalan dengan baik. Hubu- ngan ini disebut ko- ordinasi (coordina- tion). Salah satu faktor yang menjadi titik be- rat adalah kepemim- pinan (leadership) yang ideal bagi KPK. Suatu keharusan juga bagi panitia seleksi calon pimpinan KPK menentukan kriteria apa yang menjadi in- dikator seseorang dikatakan memenuhi kualifikasi sebagai pimpinan KPK yang memiliki kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Menurut saya, Panitia Selek- si (Pansel) KPKjangan sampai terjebak dalam anggapan bah- wa seleksi ini hanya semata- mata untuk memenuhi kuota yang akan diajukan kepada DPR dan kemudian akhirnya akan mengesampingkan krite- rie; yang sudah disepakati se i cara bersama. Jika dari bebera- pa calon tidak ada yang memenuhi kriteria yang sudah ditentukan, tidak ada salahnya seleksi dibuka kembali. Keber- hasilan pemberantasan korup- si lebih menjadi prioritas apa- bila dibandingkan dengan prin- sip hemat anggaran. Oleh karena itu, saya menga- jukan suatu proposal gagasan yang setidak-tidaknya men- cakup lima hal mengenai krite- ria pimpinan KPK.Proposal ini saya namakan 51(Lima I). Pertama, idealisme. Seorang pimpinan harus memiliki ide atau konsep yang tepat sebagai ramuan bagi penyakit korupsi ini. Selain itu, idealisme juga berbicara mengenai bagaimana keteguhan pimpinan KPKkelak dalam menghadapi tantangan dalam menjalankan pengabdi- annya yang tentu sarat dengan terusiknya berbagai kepentin- gan, baik itu pemerintah, ang- gota DPR, maupun korporasi. Kedua, independen. Inter- vensi politik kepada lembaga penegak hukum seperti KPK tidak bisa dimungkiri. Karena , fenomena korupsi bukan hanya fenomena hukum, melainkan juga fenomena politik. Ber- dasarkan hal itu, diperlukan sosok pimpinan yang tidak ter- jebak di dalam konflik ke- pentingan (conflict of interest). Kliping Humas Unpad 2011 --

Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/pikiranrakyat-20110810... · rat adalah kepemim-pinan (leadership) yang ideal bagi KPK. Suatu keharusan

  • Upload
    vankien

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pikiran Rakyato Senin 0 Se/asa • Rabu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu 0 Minggu

--2-=-~'3 4 5 6 7 8 --9--9 11 12 -1-3--1-4--15----

18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31-----07>;/;- 0Mar--6 Apr---(j Mej-OJ~~--OJ~/--.-Ag-;--bSep 0 Okt 0Nov 0Des

Merajut Arah Nasib KPKOleh MIKO SUSANTO GINTING

HARI-HARI ini, tidakhanya Komisi Pem-berantasan Korupsi

(KPK) yang diterpa badaiprasangka, tetapi publik jugadibuat semakin ragu manayang harus dipercaya danmana yang tidak. Pada awallakonnya, KPK dipuja-puji bakmanusia setengah dewa yangdiutus turun ke bumi untukmelawan angkara murka. Tidaklama terbang tinggi, ekpektasipublik diempaskan denganpengakuanNazaruddin bahwaChandra Hamzah (pimpinanKPK), Ade Rahardja (DirekturPenyidikan KPK), dan JohanBudi (Juru Bicara KPK) pernahbertemu dengannya. Hal initelah diakui oleh Johan Budidalam . berbagai wawancaradengan awak media.Minggu ini, KPK sedang

mencoba berbenah denganmengadakan seleksi calonpimpinannya. Seleksi ini seki-ranyajangan dipandang seba-gai formalitas semata. Namun,pandanglah seleksi ini sebagaimomentum (entry point) un-tuk menemukan pemain danformasi yang tepat dalam se-mangat pemberantasan ger-akan masif korupsi.Publik berharap bahwa se-

leksi ini bebas dari tawar-menawar politik sehingga yang ,akhirnya terpilih adalahorang-orang yang bebas dari tarik-menarik kepentingan (vestedinterest) dalam arti tidakmemiliki atau mewakili ke-pentingan apa pun selain ke-pentingan luhur pemberan-tasan korupsi.Meletakkan KPK sebagai in-

stitusi tentu harus ada per-samaan persepsi bahwa KPKtidak hanya dibangun dan di-tentukan oleh para pimpinan-nya. Akan tetapi, juga olehstruktur tubuh yang men-jalankan tugas-tugas fungsio-nalnya. Inilah yang disebut

dengan sistem badan yang ter-diri atas kepemimpinan (lea-dership) dan struktural-fung-sional. Anatomi KPK akan ber-jalan dengan baik apabilahubungan antara kepemim-pinan dan struktural-fungsional berjalandengan baik. Hubu-ngan ini disebut ko-ordinasi (coordina-tion).Salah satu faktor

yang menjadi titik be-rat adalah kepemim-pinan (leadership)yang ideal bagi KPK.Suatu keharusan jugabagi panitia seleksicalon pimpinan KPKmenentukan kriteriaapa yang menjadi in-dikator seseorangdikatakan memenuhikualifikasi sebagaipimpinan KPK yang memilikikepemimpinan yang kuat(strong leadership).Menurut saya, Panitia Selek-

si (Pansel) KPKjangan sampaiterjebak dalam anggapan bah-wa seleksi ini hanya semata-mata untuk memenuhi kuotayang akan diajukan kepadaDPR dan kemudian akhirnyaakan mengesampingkan krite-rie; yang sudah disepakati sei

cara bersama. Jika dari bebera-pa calon tidak ada yangmemenuhi kriteria yang sudahditentukan, tidak ada salahnyaseleksi dibuka kembali. Keber-hasilan pemberantasan korup-si lebih menjadi prioritas apa-bila dibandingkan dengan prin-sip hemat anggaran.Oleh karena itu, saya menga-

jukan suatu proposal gagasanyang setidak-tidaknya men-cakup lima hal mengenai krite-ria pimpinan KPK. Proposal inisaya namakan 51 (Lima I).Pertama, idealisme. Seorang

pimpinan harus memiliki ideatau konsep yang tepat sebagairamuan bagi penyakit korupsiini. Selain itu, idealisme jugaberbicara mengenai bagaimanaketeguhan pimpinan KPKkelakdalam menghadapi tantangandalam menjalankan pengabdi-annya yang tentu sarat denganterusiknya berbagai kepentin-gan, baik itu pemerintah, ang-gota DPR, maupun korporasi.

Kedua, independen. Inter-vensi politik kepada lembagapenegak hukum seperti KPKtidak bisa dimungkiri. Karena

, fenomena korupsi bukan hanyafenomena hukum, melainkanjuga fenomena politik. Ber-dasarkan hal itu, diperlukansosok pimpinan yang tidak ter-jebak di dalam konflik ke-pentingan (conflict of interest).

Kliping Humas Unpad 2011 --

Terutama sekali pirnpinan KPKtidak pernah atau tidak sedangmenjadi anggota partai politik.Menurnt Claude E. Welch danArthur K. Smith, intervensidimulai dari influence (pe-ngaruh), interuension (campurtangan), dan berujung padacontrol (pengawasan).

Ketiga, intern-interrelation-ship. Titik beratnya adalahhubungan, baik itu hubunganinternal (intern relationship)maupun hubungan denganlembaga penegak hukum lain(interrelationship), seperti ke-polisian dan kejaksaan. EnergiKPK dan publik akan habisterkuras apabila terus-menerusmengalami konflik antarlemba-ga penegak hukum. Hal itu da-pat diminirnalisasi dengan jem-batan komunikasi dan hu-bungan yang baik.

Keempat, integritas dan im-presif. Ada dua klausul, yaituintegritas dan impresif ataumengesankan. Integritas dapat

dicermati melalui rekamjejak (track record)yang bersangkutan. Se-bagai contoh, apakahdia pernah melanggarhukum, berapa hartakekayaannya, dan apapekerjaan sehari-ha-rinya. Klausul kedua,yaitu impresif adalahbagaimana sosok pim-pinan KPK kelak dapatmengesankan publik.atau dengan kata lain,akseptabilitas publik ter-hadap sosok tersebuttinggi. Hal itu dapat di-lakukan apabila ruangpartisipasi publik dibuka

seluas-luasnya. Langkah seder-hananya adalah menerima ma-sukan publik. Mengutip penda-pat Max Webber bahwa untukmemilih pejabat, maka yangutama adalah kualifikasi profe-sionalitasnya, idealnya diujimelalui ujian yang kompetitifdengan melibatkan publik.

Kelima, impartiality. Keti-dakberpihakan adalah hal yang

tidak bisa tidak dimiliki olehsosok pimpinan KPK kelak.Kritik publik mengenai KPKyang tebang pilih dalam me-nuntaskan kasus-kasus korupsiharus dijawab dengan kinerjayang tidak memilah-milah apayang harus dituntaskan terlebihdahulu. Akan tetapi, harus di-pahami bahwa semua kasusmemiliki substansi yang sama,yaitu merugikan keuangan ne-gara dengan cara melawanhukum.

Terakhir, satu hal yang se-ring kita lupakan adalah bahwaKPK merupakan lembaga adhoc. Konsekuensinya adalahKPK memang didesain untuksementara waktu. Revitalisasilembaga penegak hukum per-man en, yaitu kepolisian dankejaksaan tentu juga harusmenjadi agenda besar bersamabersamaan dengan pembe-nahan KPK. Melalui pembena-han besar itu, maka diharapkanakan hadir lembaga penegakhukum yang tetap, independen,dan tidak memihak.

Akhirnya, tidak berlebihanketika saya menganggap bahwayang tepat untuk mendudukiformasi pimpinan KPK adalahseorang yang bergelar sarjanahukum. Urgensinya adalahbahwa KPK adalah lembagapenegak hukum yang tentuharus dipimpin oleh orang-orang yang paham mengenaihukum, baik dalam arti luasmaupun sempit. Ini juga akhir-nya menjadi tantangan bagipara sarjana hukum untukmembuktikan bahwa menjadisarjana hukum adalah gelaryang mulia (nobile officium)dan bukan bad guys democra-cy (demokrasi kaum penjahat)seperti ucapan OUeTornquist.***

Penulis, aktiois GMNI,Kepala Departemen KajianStrategis BEM FH Unpad2011-2012 dan Ketua Him-punan Mahasisuia Pidana FHUnpad.