28
BAB I PENDAHULUAN Mata adalah anugerah yang sangat indah dari Allah SWT. Dengan kedua mata kita dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia. Dengan demikian kesehatan mata harus selalu dijaga. Kesehatan mata tidak hanya lahiriah yaitu sehat secara anatomi maupun fungsi, tetapi juga rohani yaitu kesehatan hati. Terdapat beberapa kelainan yang dapat mengganggu penglihatan dan penampilan. Contohnya adalah tumor jinak konjungtiva. Terdapat dua jenis tumor jinak yang bisa tumbuh di konjungtiva yakni pinguekula dan pterigium. Kedua tumor jinak ini dibedakan berdasarkan lokasi dan menifestasinya. Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan yang tidak mengganggu refraksi, sementara pterigium adalah pertumbuhan jaringan konjungtiva ke dalam kornea dan biasanya menyebabkan kelainan refraksi. Pinguekula adalah suatu penonjolan berwarna putih kekuningan yang tumbuh di dekat kornea. Ukurannya bisa semakin besar. Penyebabnya tidak diketahui tetapi pertumbuhannya didukung oleh pemaparan sinar matahari dan iritasi mata. 1

Pinguekula

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ophtalmology

Citation preview

Page 1: Pinguekula

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah anugerah yang sangat indah dari Allah SWT. Dengan

kedua mata kita dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia. Dengan

demikian kesehatan mata harus selalu dijaga. Kesehatan mata tidak hanya

lahiriah yaitu sehat secara anatomi maupun fungsi, tetapi juga rohani yaitu

kesehatan hati.

Terdapat beberapa kelainan yang dapat mengganggu penglihatan dan

penampilan. Contohnya adalah tumor jinak konjungtiva. Terdapat dua jenis

tumor jinak yang bisa tumbuh di konjungtiva yakni pinguekula dan pterigium.

Kedua tumor jinak ini dibedakan berdasarkan lokasi dan menifestasinya.

Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan

yang tidak mengganggu refraksi, sementara pterigium adalah pertumbuhan

jaringan konjungtiva ke dalam kornea dan biasanya menyebabkan kelainan

refraksi.

Pinguekula adalah suatu penonjolan berwarna putih kekuningan yang

tumbuh di dekat kornea. Ukurannya bisa semakin besar. Penyebabnya tidak

diketahui tetapi pertumbuhannya didukung oleh pemaparan sinar matahari dan

iritasi mata.

Penyebab pinguekula tidak begitu dipahami di mana faktor resikonya

adalah paparan sinar ultraviolet. Pinguekula tidak enak dilihat tetapi biasanya

tidak menyebabkan masalah yang serius dan tidak perlu dibuang/diangkat.

Indikasi terapi untuk pinguekula adalah mengurangi ketidaknyamanan dan

juga kepentingan kosmetik.

Pencegahan meliputi menghindari mata dari terpaparnya sinar

ultraviolet, menghindari debu, dan iritan lain yang beresiko. Prognosis

umumnya baik, namun pinguekula dapat berkembang menjadi pterigium.

1

Page 2: Pinguekula

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. J

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Sumberlawang, Sragen

Tgl pemeriksaan : 10 Oktober 2014

No. RM : 01276548

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama

Mata terasa mengganjal

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa mengganjal. Mata

kanan juga nrocos dan terasa silau jika melihat. Keluhan terasa memberat

jika terkena angin, sinar matahari, dan kelelahan. Keluhan dirasakan sejak

tiga bulan yang lalu, yaitu sejak mata kanan pasien terkena cipratan

minyak goreng saat menggoreng lele. Pekerjaan pasien adalah sebagai juru

masak di rumah makan milik keluarganya di Kartasura. Pasien tidak

mengeluhkan adanya rasa nyeri, gatal, cekot-cekot, keluar kotoran dari

mata, mata merah, pusing, mual, dan muntah.

Pasien sudah delapan kali memeriksakan diri di poli mata RSDM

karena keluhan tersebut dan sebelumnya telah diberi obat tetes mata.

Pasien sebelumnya memakai kacamata baca dengan kekuatan +1.50 D.

2

Page 3: Pinguekula

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

-Riwayat hipertensi : disangkal

-Riwayat kencing manis : disangkal

-Riwayat alergi : disangkal

-Riwayat sakit serupa : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup

T = 120/90 mmHg N = 88x/menit Rr = 20x/menit S = 36,5C

B. Pemeriksaan subyektif OD OS

Visus sentralis jauh 6/6 6/6

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi

Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan

Koreksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi

Visus Perifer

Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan

Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan

Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata

3

Page 4: Pinguekula

Tanda radang tidak ada tidak ada

Luka tidak ada tidak ada

Parut tidak ada tidak ada

Kelainan warna tidak ada tidak ada

Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium

Warna hitam Hitam

Tumbuhnya normal Normal

Kulit sawo matang sawo matang

Geraknya dalam batas normal dalam batas

normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Strabismus tidak ada tidak ada

Pseudostrabismus tidak ada tidak ada

Exophtalmus tidak ada tidak ada

Enophtalmus tidak ada tidak ada

Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata

Mikrophtalmus tidak ada tidak ada

Makrophtalmus tidak ada tidak ada

Ptisis bulbi tidak ada tidak ada

5. Gerakan Bola Mata

Temporal superior normal normal

Temporal inferior normal normal

Temporal normal normal

Nasal normal normal

Nasal superior normal normal

4

Page 5: Pinguekula

Nasal inferior normal normal

6. Kelopak mata

Gerakannya dalam batas normal dalam batas

normal

Lebar rima 10 mm 10 mm

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Entropion tidak ada tidak ada

Ekstropion tidak ada tidak ada

7. Sekitar saccus lakrimalis

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

8. Sekitar glandula lakrimalis

Odem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

9. Tekanan intra okuler

Palpasi N N

Tonometer Schiotz 10 mm 10 mm

Non Contact Tonometer tidak dilakukan tidak

dilakukan

Hiperemis tidak dilakukan tidak

dilakukan

10. Konjungtiva

Konjungtiva palpebra superior

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sekret tidak ada tidak ada

5

Page 6: Pinguekula

Konjungtiva palpebra inferior

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sekret tidak ada tidak ada

Konjungtiva fornix

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sekret tidak ada tidak ada

Konjungtiva bulbi

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tida kada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Injeksi konjungtiva tidak ada tidak ada

Injeksi siliar tidak ada tidak ada

Sekret tidak ada tidak ada

Lain-lain pinguekula (+) pinguekula (-)

11. Sklera

Warna putih putih

Penonjolan tidak ada tidak ada

12. Cornea

Ukuran 12 mm 12 mm

Limbus jernih Jernih

Permukaan rata, mengkilap rata,

mengkilap

Sensibilitas normal Normal

Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak

dilakukan

Fluoresin Test tidak dilakukan tidak

dilakukan

Arcus senilis (-) (-)

6

Page 7: Pinguekula

13. Kamera Okuli Anterior

Isi jernih jernih

Kedalaman dalam dalam

14. Iris

Warna coklat coklat

Gambaran spongious spongious

Bentuk bulat bulat

Sinekia anterior tidak ada tidak ada

15. Pupil

Ukuran 2 mm 2 mm

Bentuk bulat bulat

Tempat sentral sentral

Reflek direct (+) (+)

Reflek indirect (+) (+)

Reflek konvergensi baik baik

16. Lensa

Ada/tidak ada ada

Kejernihan jernih jernih

Letak sentral sentral

Shadow test (-) (-)

17. Corpus vitreum

Kejernihan tidak dilakukan tidak

dilakukan

FOTO PASIEN:

7

Page 8: Pinguekula

OD

OD dan OS

8

Page 9: Pinguekula

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus sentralis jauh 6/6 6/6

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi

Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan

Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal

Supercilium dalam batas normal dalam batas normal

Pasangan bola mata dalam orbita

dalam batas normal dalam batas normal

Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Tekanan Intra okuler dalam batas normal dalam batas normal

Konjunctiva bulbi pinguekula (+) dalam batas normal

Sklera dalam batas normal dalam batas normal

Kornea dalam batas normal dalam batas normal

Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal

Iris dalam batas normal dalam batas normal

Pupil dalam batas normal dalam batas normal

Lensa dalam batas normal dalam batas normal

Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING

OD Pinguekula

OD Pterigium

OD Pseudopterigium

VI. DIAGNOSIS

OD Pinguekula

9

Page 10: Pinguekula

VII. PENATALAKSANAAN

A. Nonmedikamentosa

Menghindari paparan asap, debu, dan angin

B. Medikamentosa

Cendo lyteers 6 dd gtt I

Gentamycin ED 4 dd gtt I

VIII. PROGNOSIS OD OS

Ad vitam bonam bonam

Ad sanam dubia ad bonam bonam

Ad fungsionam bonam bonam

Ad kosmetikum dubia ad bonam bonam

10

Page 11: Pinguekula

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pinguekula adalah suatu tumor jinak berupa penonjolan berwarna putih

kekuningan di konjungtiva yang biasanya tumbuh di daerah nasal konjungtiva.

B. Anatomi

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.

Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah

benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak (contact

lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar

lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar kornea tidak

kering.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar

digerakkan dari tarsus.

b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar

dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Sklera adalah bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan

kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari

papil saraf optik sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan

jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.

Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola

11

Page 12: Pinguekula

mata. Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut

disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul

Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul

Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan

dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen,

yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.

Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau

merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.

C. Imunologi Mata

Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain, mata

juga memberikan respons imun, baik humoral maupun selular. Respons imun

humoral terutama terjadi melalui IgE dan sel mast yang mengawali reaksi

alergi. IgG kadar tinggi dalam darah dapat berperan dalam penyakit autoimun

yang mengenai mata seperti pemfigoid mata. Respons imun seluler terutama

melibatkan sel T.

Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedang konjungtiva

merupakan kelanjutan dari jaringan ikat. Sel mast ditemukan dalam

konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang

merupakan komponen mata. Vitreus dan kornea adalah avaskular dan tidak

dimasuki sel mast. Iris, korpus siliar, dan koroid merupakan lapisan lanjutan

sebagai uvea. Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas seluler dan penyakit

kompleks imun, sedang konjungtiva dilibatkan hipersensitivitas cepat atau

alergi.

Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan

petanda dari proses imun aktif langsung seperti endapan Corneal Immune

Rings (CIR), yang analog dengan presipitasi Ouchterlony, floating

lymphocytes (floaters) yang analog dengan migrasi sel dan reaksi serupa

Arthus yang menimbulkan edem dan infiltrasi granulosit di kornea,

konjungtiva dan kulit atas pengaruh mediator kemotaktik seperti C5a.

12

Page 13: Pinguekula

D. Epidemiologi

Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah

iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.

Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang

terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi

sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang

terletak di atas 400 Lintang. Insiden Pinguekula cukup tinggi di Indonesia

yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi Pinguekula. Prevalensi

pinguekula meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari

kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang

(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali

lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan

rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

E. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui. Namun terdapat

beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula.Faktor resiko

yang mempengaruhi pinguekula adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet

sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pinguekula

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan

konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang,

waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor

penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pinguekula

dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga

dengan pinguekula, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

13

Page 14: Pinguekula

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal

defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pinguekula.

Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu,

dry eye juga dapat menyebabkan pinguekula.

F. Patogenesa

Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari

radiasi sinar ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi

benda iritan seperti debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja

normal, menipis, atau menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.

Pinguekula biasanya terjadi secara bilateral, karena kedua mata

mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultra violet, debu

dan kekeringan.

Daerah nasal konjungtiva relatif mendapat sinar ultra violet yang lebih

banyak dibandingkan dengan konjungtiva yang lain, karena disamping kontak

langsung, juga dari pantulan hidung. Hal ini mengakibatkan pinguekula lebih

sering terjadi pada daerah nasal konjungtiva.

Pinguekula dianggap terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat

kolagen dalam konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan

pembengkakan jaringan yang biasanya akan datar.Pinguekula lebih umum terjadi

pada orang paruh baya atau lebih tua.

Hal ini karena seiring bertambahnya usia, kelenjar lakrimalis mulai menurun

fungsinya untuk membasahi mata sehingga mata cenderung kering dan tidak

terlindungi. Namun, mereka bisa muncul lebih awal jika seseorang di bawah

sinar matahari sangat sering. Pinguekula mungkin bertambah parah dari waktu ke

waktu dan tumbuh lebih besar terutama jika perlindungan terhadap matahari

tidak digunakan.

14

Page 15: Pinguekula

G. Manifestasi Klinis

Pinguekula sering bermanifestasi di dekat limbus pada zona

interpapebral, paling sering daerah nasal, berupa penonjolan putih kekuningan,

deposit subepithelial yang amorf. Pinguekula dapat membesar secara bertahap

dalam periode waktu yang lama. Inflamasi berulang dan iritasi okuli mungkin

dijumpai.

H. Diagnosis

Seorang dokter mata biasanya dapat mendiagnosa pinguekula dengan

observasi eksternal, secara umum menggunkan instrumen yang disebut slit

lamp. Slit lamp adalah sebuah mikroskop dengan sumber cahaya dan dapat

memperjelas struktur mata bagi pemeriksa. Bagaimanapun, karena pinguekula

dapat saja terlihat seperti pertumbuhan jaringan mata yang serius, penting bagi

penderita untuk memeriksakan mata mereka pada ahli mata yang profesional.

Secara histopatologi, jaringan kolagen subepitelial menjadi berfragmen,

bergelombang, dan lebih basofilik dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.

Jaringan juga diwarnai dengan pewarna jaringan elastic dan bukan jaringan

yang tidak elastic. Jaringan ini biasanya tidak elastik terhadap terapi dengan

elastase yang tidak mencegah pewarnaan positif untuk elastin. Jenis degenerasi

kolagen ini, sebagaimana karakteristik pewarnaan pada jaringan elastic disebut

elastoid atau degenerasi elastotik atau secara sederhana, elastosis.

Ada 3 karakteristik pinguekula yang konsisten:

1. Degenerasi basofilik kolagen (elastosis). Perubahan ini bermanifestasi

sebagai nodul dari degenerasi basofilik terfragmentasi. Juga disebut

degenerasi kolagen elastotic karena akan merosot noda hitam dengan

Verhoeff-van Gieson noda dan memberikan penampilan serat elastis.

Kontroversi muncul karena beberapa peneliti percaya sudah ada serat

elastis yang terlibat sementarayang lain menunjukkan elastase yang tidak

menghilangkan noda tersebut. Ada juga mungkin degenerasi kolagen urat saraf

yang tidak basofilik.

15

Page 16: Pinguekula

2. Peradangan kronis di substantia propria. Peradangan biasanya dimediasi oleh

limfosit dan sel-sel inflamasi mononuklear.

3. Peningkatan vaskularisasi. Tidak ada dari temuan ini yang khusus, namun

mereka hampir tidak berubah. Selain epitel yang melapisi dikatakan

menipis, epitel dapat pula hiperplastik atau displastik (dalam hal diagnosis

utama adalah displasia). Mungkin terdapat pula fokus keratinisasi.

I. Penatalaksanaan

Terapi lubrikasi untuk mencegah iritasi sering digunakan secara klinis.

Eksisi jaringan pinguekula hanya diindikasikan ketika pinguekula mengganggu

tampilan kosmetik atau lebih jauh pinguekula tersebut menjadi meradang secara

kronis. Penggunaan dari steroid topical dapat juga dipertimbangkan pada

pasien dengan inflamasi kronis. Bagaimanapun, proses penyembuhan pasca

operasi pengangkatan jaringan pinguekula, walaupun tidak sakit, biasanya

membutuhkan waktu yang lama. Biasanya juga terdapat angka kekambuhan

yang tinggi (50-60% di beberapa daerah). Sehingga, operasi biasanya

dihindari jika masalah yang timbul akibat pinguekula tidak begitu signifikan.

Komplikasi pinguekula termasuk; merah, iritasi, skar kronis pada

konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan

penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat

menyebabkan diplopia.

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft

oedem, graft hemorrhage, retraksi graft, jahitan longgar, korneoskleral dellen,

granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar

kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak

adalah rekuren pinguekula post operasi.

Beberapa metode telah digunakan untuk mengurangi kekambuhan pasca

operasi. Satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah radiasi beta. Walaupun

metode ini efektif pada pertumbuhan ulang pinguekula yang lambat, metode

ini dapat menimbulkan katarak. Metode yang aman digunakan adalah penggunaan

agen antikanker topikal yakni mitomycin-C.

16

Page 17: Pinguekula

J. Pencegahan

Belum ada hal yang begitu pasti untuk mencegah timbulnya kelainan ini,

ataupun mencegah pinguekula berkembang jadi pterigium. Bagaimanapun,

timbulnya pinguekula dan pterigium telah dihubungkan dengan radiasi sinar

ultraviolet. Oleh karena itu, paparan terhadap sinar matahari harus dikurangi. The

American Optometric Association (AOA) menyarankan bahwa kaca mata hitam

yang dipakai harus mampu menahan 99-100% dari sinar UV-A dan UV-B. Pasien

juga dapat menghindari debu dan iritan lain yang terdapat di lingkungan.

K. Prognosis

Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali

menyebabkan kerusakan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik.

Sekali lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang

serius.

17

Page 18: Pinguekula

BAB IV

KESIMPULAN

Pinguekula adalah salah satu dari jenis tumor jinak yang terdapat pada

konjungtiva. Terdapat dua jenis tumor jinak yang bias tumbuh di konjungtiva

yakni pinguekula dan pterigium. Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar

kornea dan berwarna putih kekuningan yang tidak mengganggu refraksi.

Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim

panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Penyebab

pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui, namun terdapat beberapa faktor

resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula. Faktor resiko yang

mempengaruhi pinguekula adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar

matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.

Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali

menyebabkan kerusajan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik. Sekali

lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang serius.

18

Page 19: Pinguekula

DAFTAR PUSTAKA

Darkeh AK. Acute Pinguecula. Last updated 2 Mei 2006. Diunduh dari www.emedicine.com. (diakses pada tanggal 18 Oktober 2014)

Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS: Pinguekula. Ilmu Penyakit Mata PERDAMI, Ed. Kedua. 239-262. Jakarta 2002, Sagung Seto

Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Pinguekula. dalam : Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000, hal : 220-232

19