64
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 1 PINJAMAN MODAL KERJA DAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG MIKRO Pudi Astiono, SE ,MM ABTRAKSI Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama yang berupa pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan untuk investasi dan lain-lain melalui lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Baru-baru ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen mikro pedagang pasar dengan berencana membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan strategi meningkatkan kredit mikro, menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar system perbankkan dan keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal. Melakukan pinjaman modal kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang, sebaliknya justru akan menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya keuntungan yang diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah keuntungan yang didapat) dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif.. Kata kunci : Pinjaman Modal, Tingkat keuntungan , Pedagang Mikro Mulai tahun 1997 sampai sekarang merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan Indonesia misalnya, ketidakstabilan nilai tukar rupiah, tingginya inflasi, kelangkaan bahan baku dan komponen, maupun tingginya suku bunga kredit perbankan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997, telah menunjukkan eksistensi kekuatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam menopang perekonomian Indonesia. Bukan pada krisis 1997 saja, pada krisis kali ini (pertengahan 2008) Usaha Mikro, Kecil dan Menenga juga menunjukan kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Banyak kalangan tidak memperhitungkan keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ternyata mampu menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, bahkan menyumbang output nasional cukup besar. Namun di balik kesuksesan yang didapat oleh UMKM, tidak dapat dipungkiri UMKM pun memiliki beberapa permasalahan. Masalah yang klasik dan mendasar, yaitu keterbatasan modal, sumber daya manusia, pengembangan produk dan akses pasar. Keterbatasan modal merupakan masalah krusial yang dialami oleh UMKM. Tanpa modal yang cukup mustahil UMKM dapat berdiri. Tabel : A. 1. 1 Jenis Kesulitan Usaha Mikro No Jenis Kesulitan IKR IK 1 Kesulitan Modal 34,55 % 44,05 % 2 Pengadaan Bahan Baku 20,14 % 12,22 % 3 Pemasaran 31,70 % 34,00 % 4 Kesulitan Lainnya 13,6 % 9,73 % IKR : Industri Kecil Rumah Tangga IK : Industri Kecil Permodalan atau Keuangan Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), Permodalan atau keuangan maksudnya adalah bagaimana usaha dari suatu perusahaan untuk mencari dana atau kekayaan guna kelancarkan jalannya perusahaan tersebut. Sebelum dicari maka disusun dulu anggaran untuk apa dana itu digunakan. Setelah dana diperoleh baru diinvestasikan ke dalam barang-barang modal.misalnya, seorang pedagang ingin membuka usaha pertokoan. Dia harus memperkirakan apa saja yang harus dibelanjahi, misalnya mendirikan bangunan, mengontrak toko, membeli peralatan toko, dan membeli barang dagangan dan sebagainya. Kemudian dicari dana/kekayaan untuk digunakan, seperti rencana yang suda ditetapkan. Dana yang dicari ini dapat diperoleh dari tangan pertama atau tangan kedua. Pengertian modal. Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), memaparkan pengertian modal menurut para ahli dalam bukunya “Prestasi Ekonomi Dua” sebagai berikut :

PINJAMAN MODAL KERJA DAN TINGKAT KEUNTUNGAN …journal.unisla.ac.id/pdf/12412010/01. PINJAMAN MODAL KERJA DAN... · memberikan pinjaman kepada usaha yang telah lama berkembang, atau

Embed Size (px)

Citation preview

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 1

PINJAMAN MODAL KERJA DAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG MIKRO

Pudi Astiono, SE ,MM

ABTRAKSI

Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama yang berupa

pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi semua lapisan masyarakat

Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan untuk investasi dan lain-lain melalui

lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Baru-baru ini PT Bank

Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen mikro pedagang pasar dengan berencana

membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan

strategi meningkatkan kredit mikro, menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar

system perbankkan dan keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal. Melakukan pinjaman modal

kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang, sebaliknya justru akan

menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya keuntungan yang

diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah keuntungan yang didapat)

dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif..

Kata kunci : Pinjaman Modal, Tingkat keuntungan , Pedagang Mikro

Mulai tahun 1997 sampai sekarang merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan

Indonesia misalnya, ketidakstabilan nilai tukar rupiah, tingginya inflasi, kelangkaan bahan baku dan

komponen, maupun tingginya suku bunga kredit perbankan.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997, telah menunjukkan eksistensi

kekuatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam menopang perekonomian Indonesia. Bukan pada krisis

1997 saja, pada krisis kali ini (pertengahan 2008) Usaha Mikro, Kecil dan Menenga juga menunjukan

kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.

Banyak kalangan tidak memperhitungkan keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) yang ternyata mampu menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, bahkan

menyumbang output nasional cukup besar. Namun di balik kesuksesan yang didapat oleh UMKM, tidak

dapat dipungkiri UMKM pun memiliki beberapa permasalahan. Masalah yang klasik dan mendasar, yaitu

keterbatasan modal, sumber daya manusia, pengembangan produk dan akses pasar. Keterbatasan modal

merupakan masalah krusial yang dialami oleh UMKM. Tanpa modal yang cukup mustahil UMKM dapat

berdiri.

Tabel : A. 1. 1

Jenis Kesulitan Usaha Mikro

No Jenis Kesulitan IKR IK

1 Kesulitan Modal 34,55 % 44,05 %

2 Pengadaan Bahan Baku 20,14 % 12,22 %

3 Pemasaran 31,70 % 34,00 %

4 Kesulitan Lainnya 13,6 % 9,73 %

IKR : Industri Kecil Rumah Tangga

IK : Industri Kecil

Permodalan atau Keuangan

Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), Permodalan atau keuangan maksudnya adalah bagaimana

usaha dari suatu perusahaan untuk mencari dana atau kekayaan guna kelancarkan jalannya perusahaan

tersebut. Sebelum dicari maka disusun dulu anggaran untuk apa dana itu digunakan. Setelah dana diperoleh

baru diinvestasikan ke dalam barang-barang modal.misalnya, seorang pedagang ingin membuka usaha

pertokoan. Dia harus memperkirakan apa saja yang harus dibelanjahi, misalnya mendirikan bangunan,

mengontrak toko, membeli peralatan toko, dan membeli barang dagangan dan sebagainya. Kemudian dicari

dana/kekayaan untuk digunakan, seperti rencana yang suda ditetapkan. Dana yang dicari ini dapat diperoleh

dari tangan pertama atau tangan kedua.

Pengertian modal.

Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), memaparkan pengertian modal menurut para ahli dalam

bukunya “Prestasi Ekonomi Dua” sebagai berikut :

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 2

Menurut Moh. Hatta (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), dalam bukunya “Beberapa Fatsal

Ekonomi dan Koperasi”, menyatakan bahwa “dalam bahasa sehari-hari hampir tiap orang tahu apa yang

disebut capital=modal. Tetapi dalam ilmu ekonomi pengertian tentang capital itu masi kusut…..” capital

berasal dari kata “caput” artinya kepala, atau induk.

Harry G. Gutmann dan Herbert E. Dougall (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), mengemukakan

bahwa pengertian capital/modal bisa ditinjau dalam beberapa penggunaan :

1) Accounting usage.

2) Business usage.

3) Economic usage.

4) Legal usage.

Atau dengan istilah lain dikatakan :

a) Accounting view of capital. Disini modal diartikan sebagai selisi antara total asset dengan total

liabilities. Dalam bahasa sehari-hari kita kenal selisih antara harta dengan utang, ini yang disebut modal

sendiri.

b) Bisiness view of capital. Seperti yang dikatakan oleh Guthmann dan Dougall “businessman speaking of

capital refers to the total of assets needed to operatet a business” memandang capital/modal pada titik

tolak dari sisi kiri neraca, dan menganggap modal perusahaan sebagai totalitas dari barang-barang

modal yang dimiliki oleh perusahaan. Sedang meurut Charles W. Gerstenberg yang menitikberatkan

pengertian modal pada total assets, atau total investment dalam perusahaan (deddy yusuf arhapi dkk,

2000 : 112).

c) Economic view of capital. Guthmann dan Dougall menulis “Economic, too different their definition if

capital, although their general definition is wealth used in the production of further wealth”. Kalau

ditinjau difinisi diatas, maka menurut Nyotoamijoyo, pandangan ekonomi ini mengenal tiga ungsur

yaitu : Ungsur pertama adalah wealth atau kekayaan (sumber-sumber modal). Ungsur kedua adalah

kekayaan yang ditarik perusahaan, digunakan untuk produksi (barang-barang modal). Ungsur ketiga

adalah bawah produksi diselenggarakan untuk seterusnya (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 112).

d) Legal view of capital. Dari segi hukum, modal diartikan sebagai modal saham suatu perusahaan yang

dibentuk dalam suatu perseroan terbatas.

Sumber-sumber Permodalan.

Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 113), Pada dasarnya kita kenal dua sumber permodalan, yaitu :

1) Modal sendiri (kekayaan sendiri/sumber intern)

Sumber ini berasal dari pemilik perusahaan atau dari dalam perusahaan, misalnya penjualan saham,

simpanan anggota pada bentuk koperasi, dan uang cadangan. Kekayaan sendiri ini mempunyai cirri,

yaitu : terikat secara permanen dalam perusahaan.

2) Modal pinjaman (kekayaan asing/sumber ekstern)

Sumber ini berasal dari luar perusahaan, yaitu berupa pinjaman jangka panjang atau jangka pendek.

Pinjaman jangka pendek yaitu : pinjaman yang jangka waktunya maksimum satu tahun, Sedangkan

pinjaman jangka panjang yaitu : pinjaman yang jangka waktunya lebih dari satu tahun. Ciri-ciri dari

kekayaan asing ini yaitu : tidak terikat secara permanen, atau hanya terikat sementara, yang sewaktu-

waktu akan dikembalikan lagi kepada yang meminjamkan.

Dengan beberapa perbedaan tersebut, kita dapat melihat fungsi dari kekayaan sendiri, yaitu

sebagai berikut:

a) Garansi terhadap kekayaan asing (modal pinjaman).

b) Modal sendiri.

c) Ungsur pemikul risiko.

d) Working capital (modal kerja).

e) Alat penjaga likuiditas.

Modal Kerja.

Pada hakekatnya kebutuan modal kerja adalah kebutuan dana untuk jangka pendek, yaitu

kebutuan dana yang, umumnya, untuk jangka waktu kurang dari satu tahun.

1) Pengertian Modal Kerja.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, maka sering dipergunakan beberapa

pengertian modal kerja sebagai berikut :

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 3

a) Pertama, modal kerja dalam pengertian seluruh aktiva lancar disebut juga sebagai gross

working capital, atau konsep kuantitatif.

b) Kedua, modal kerja dalam pengertian aktiva lancar dikurangi hutang jangka pendek (net

working capital), konsep kualitatif.

c) Ketiga modal kerja dalam artian keseluruan dana yang diperlukan untuk menghasilkan

laba tahun berjalan (modal kerja fungsional), atau konsep fungsional.

2) Program pinjaman/kredit modal kerja.

Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama

yang berupa pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi

semua lapisan masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan

untuk investasi dan lain-lain melalui lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan

lembaga-lembaga lainnya.

Baru-baru ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen

mikro pedagang pasar dengan berencana membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar

tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan strategi meningkatkan kredit mikro,

menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar system perbankkan dan

keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal.

Derektur operasional dan jaringan BRI Suprajarto mengatakan, ada alasan kini BRI

menggarap segmen mikro . dengan bantuan alat electronic data capture (EDC) yang dapat

berfungsi sebagai ATM bergerak, resiko kredit menjadi jauh lebih kecil. Dengan alat itu,

petugas bank akan proaktif mendatangi pedagang yang akan membayar cicilan atau

menabung. Pedagangpun diuntungkan karna tidak perlu meninggalkan dagangannya untuk

menyetor cicilan (kompas, selasa, 10 maret 2009).

Bukan hanya itu Pemerinta pun memberi dukungan penuh kepada UMKM dengan

membentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yaitu Suatu program pemerintah yang

merupakan partisipasi BUMN dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha kecil agar

menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN yang

diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja (http://www.___ Taspen Corporate

Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina Lingkungan_files\joomla-

visites.htm).

Pada tanggal 1 januari 1978 Pemerinta perna memebrikan suatu bentuk kredit jangka

menegah yang bisa dimangfaatkan oleh perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan

perusahaannya yang di beri nama : “kredit modal kerja permanen”. Kredit modal kerja

permanen adalah kredit modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran

usaha. Kredit ini dapat diberikan untuk semua usaha terutama unit-unit produksi yang

melakukan usaha rehabilitasi dan perluasan, yang menghasilkan barang dan jasa kecuali jasa-

jasa yang bersifat hiburan/amusement, Bunga kredit sebesar 12% per tahun (Suad Husnan,

2001 : 104).

Pengertian Bunga.

Pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain dinamakan bunga. Ia biasanya

dinyatakan sebagai persentasi dari modal yang dipinjam, seperti misalnya 1%, 2% atau 3%.

Bunga yang dinyatakan sebagai persentasi dari modal dinamakan tingkat bunga. Pada umumnya

persentasi yang dinyatakan menunjukan tingkat bunga dari sejumlah modal di dalam satu tahun.

Dengan demikian kalau dinyatakan bunga 15 persen, artinya adalah : modal yang dipinjamkan

memperoleh tingkat bunga sebanyak 15 persen setahun (Sadono Sukirno, 2004 : 381).

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 4

Penentuan tingkat bunga.

Grafik : B. 2. 1

Penentuan Tingkat Bunga

Menurut ahli ekonomi klasik tingkat bunga ditentukan oleh permintaan ke atas tabungan

dan penawaran tabungan. Bagaimana kedua-duanya faktor ini menentukan tingkat bunga

ditunjukan dalam Grafik : B. 2. 1, kurva S dan I berturut-turut adalah kurva penawaran dana

modal dan permintaan dana modal. Maka keseimbangan tercapai di titik dan ini menunjukan

bahwa jumlah dana modal yang akan di investasikan adalah dan tingkat bunga adalah Kalau

dimisalkan permintaan keatas modal berubah menjdi Sedangkan penawaran modal tetap

sebesar S, keseimbangan pada ke yang berarti tingkat bunga naik dari menjadi dan dana

yang di investasikan bertambah dari menjadi dan apabila permintaan ke atas dana modal

tetap sebesar I tetapi penawaran bertambah menjadi , maka keseimbangan pada ke dengan

demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari kepada dan dana yang di

investasikan bertambah menjadi (Sadono Sukirno, 2004 : 380).

Faktor penyebab perbedaan tingkat bunga.

Menurut Sadono Sukirno (2004 : 389) Dalam teori, analisis mengenai penentuan tingkat

bunga selalu menganggap bahwa dalam perekonomian terdapat hanya satu tingkat buga. Tapi

kenyataanya sangat berbeda karena dalam perekonomian terdapat beberapa tingkat bunga. Misal

seorang menabung uang di bank menerima bunga yang berbeda dari orang yang meminjam uang

di bank. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Yang terpenti dijelaskan di bawa

ini:

1) Perbedaan resiko.

Pinjaman pemerinta membayar tingkat bunga lebih rendah dari tingkat pinjaman

swasta. Walau begitu pemerinta masi dapat memperoleh pinjaman yang diperlukannya

karena resiko dari meminjamkan kepada pemerinta sangat kecil. Bank-bank akan muda

memberikan pinjaman kepada usaha yang telah lama berkembang, atau kepada usaha yang

tidak banya resikonya dengan bunga yang rendah sedangkan pada usaha yang tinggi

resikonya akan dikenakan bunga yang besar.

2) Jangka waktu pinjaman.

Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat bunga yang harus

dibayar. Ini di sebabkan karna resiko yang ditanggung peminjam akan semakin besar apa

bilah jangka waktu semakin panjang.

3) Biaya administrasi pinjaman.

Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan jumlah administrasi untuk

memproses pinjaman tersebut tidak banyak berbeda. Apaka suatu perusahaan meminjam 100

juta atau 10 juta, biaya administrasinya adalah sama. Maka diukur dari sudut biaya

administrasi untuk pinjaman per rupia, pinjaman 10 juta akan menelan biaya yang lebih

tinggi dari pinjaman 100 juta. Dengan demikian, pinjaman yang relative lebih kecil jumlanya

akan membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 5

Pengertian Keuntungan.

Menurut Sadono Sukirno (2004 : 391-392), Dalam teori ekonomi, keuntungan mempunyai

arti yang sedikit berbeda dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut

pandangan perusahaan, Keuntungan adalah : perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang

diperoleh dengan seluru biaya yang dikeluarkan.

Seperti juga upah, sewa dan bunga, keuntungan adalah pembayaran ke atas “jasa” yang

diberikan oleh sesuatu faktor produksi. Keuntungan merupakan pembayaran kepada “keahlian

keusahawanan” yang disediakan para pengusaha. Keahlian tersebut akan digunakan pengusaha

untuk membuat keputusan-keputusan berikut :

1) Menentukan barang apa yang akan diproduksi dan dijual kepasar, dan berapa banyaknya.

2) Menentukan cara memproduksi yang terbaik dengan kombinasi faktor-faktor yang efisien

dalam memproduksinya.

Apabila usaha mereka berhasil, mereka akan mendapat balas jasa dari jerih payanya

dalam bentuk keuntungan ekonomi atau keuntungan murni.

Ahli-ahli telah mengemukakan beberapa teori yang bertujuan untuk mengemukakan

sumber dari wujudnya keuntungan ekonomi. Pada umumnya teori-teori tersebut menjelaskan

bahwa keuntungan adalah: pendapatan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayara dari

melakukan kegiatan berikut :

a) Menghadapi resiko ketidak pastian dimasa yang akan datang.

b) Melakukan inovasi/pembaharuan di dalam berbagai kegiatan ekonomi.

c) Mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar.

Keuntungan maksimum.

Dalam menentukan keuntungan maksimum ini telah dinyatakan ada dua cara yaitu :

1) Dengan mengunakan pendekatan biaya total dan hasil total.

2) Dengan mengunakan pendekatan hasil marginal dan biaya marginal.

Hasil penjualan total, dan biaya total ini merupakan cara yang paling mudah untuk

menentukan tingkat produksi yang memaksimumkan keuntungan. untuk menentukan keadaan

tersebut yang perluh dilakukan adalah :

a) Membandingkan hasil penjualan total dan biaya total pada setiap tingkat produksi.

b) Menentukan tingkat produksi dimana hasil penjualan total melebihi biaya total pada jumlah

yang paling maksimum.

Hasil penjualan marginal, biaya marginal dan keuntungan. Untuk memahami pendekatan

hasil penjualan marginal – biaya marginal (MC = MR) dengan lebih baik untuk lebih jelasnya

lihat grafik dibawa ini :

Garfik : B. 2. 2

Keuntungan Maksimum

Grafik B. 2. 1,a di atas memperlihatkan fungsi biaya dan pendapatan yang umum.

Untuk tingkat keluaran yang rendah, biaya melebihi pendapatan sehingga keuntungan ekonomi

negatif. Dalam kisaran keluaran menengah, pendapatan melebihi biaya, hal ini berarti

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 6

keuntungan positif, dan yang terakhir ditingkat keluaran yang tinggi, biaya meningkat dengan

tajam dan sekali lagi melebihi pendapatan. Jarak vertikal antara kurva pendapatan dan biaya

(yaitu keuntungan) diperlihatkan dalam gambar B. 2. 1,b disini keuntungan mencapai

maksimum di q*, pada saat ini kemiringan kurva pendapatan (pendapatan marginal) = kurva

biaya (biaya marginal).

Keuntungan bersih.

Keuntungan bersih adalah keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan setelah

dikurangi jumlah produksi. Tetapi yang dimaksud penulis keuntungan bersi di sini adalah

keuntungan yang di dapat oleh pedagang mikro yang melakukan pinjaman modal kerja dimana

keuntungan/laba kotor di kurangi bunga pinjaman di tambah angsuran pinjaman. Untuk

menghitung keuntungan bersih maka digunakan rumus :

Keuntungan bersih = Keuntungan kotor - (Jumlah Bunga + Jumlah Pokok + Biaya

Operasional)

Contoh : Jumlah pinjaman = Rp. 10.000.000

Keuntungan kotor per bulan = Rp. 2.000.000

Bunga pinjaman per bulan = Rp. 100.000 (1%)

Jumlah Pokok = Rp. 834.000 (12 bulan)

Biaya Operasional = Rp. 300.000

Jawab :

Keuntungan bersih.= Rp. 2.000.000 – (Rp. 205.000 + Rp. 200.000)

= Rp. 1.050.000 – (Rp. 405.000)

= Rp. 645.000 / keuntungan bersi.

Pengertian Pedagang Mikro.

Menurut Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin

atau mendekati miskin dengan ciri-ciri : dimiliki oleh keluarga, mempergunakan teknologi

sederhana, memanfaatkan sumber daya lokal, serta lapangan usaha yang mudah dimasuki dan

ditinggalkan.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 Tanggal 29 Januari 2003,

usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan yang memiliki hasil penjualan

paling banyak Rp 100 juta per tahun, dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp

50 juta.

Ciri-ciri Usaha Mikro, antara lain:

1) Belum melakukan manajemen/catatan keuangan, sekalipun yang sederhana, atau masih sangat

sedikit yang mampu membuat neraca usahanya.

2) Pengusaha atau SDM-nya berpendidikan rata-rata sangat rendah, umumnya tingkat SD, dan

belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

3) Pada umumnya tidak/belum mengenal perbankan tapi lebih mengenal rentenir atau tengkulak.

4) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

5) Tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki pada umumnya kurang dari 4 (empat) orang.

Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang

cukup potensial untuk dilayani dalam meningkatkan intermediasinya, karena usaha mikro

mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro,

antara lain:

a) Perputaran usaha (turn over) umumnya cepat. Kemampuannya menyerap dana yang

relatif mahal dan dalam situasi krisis ekonomi, kegiatan usahanya tetap berjalan bahkan

mampu berkembang, karena biaya manajemennya yang relatif rendah.

b) Pada umumnya para pelaku usaha mikro tekun, sederhana, serta dapat menerima

bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

Pengertian Pasar.

Pasar adalah suatu tempat di mana penjual dan pembeli bertemu untuk membeli atau

menjul barang dan jasa atau factor-faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada

umumnya diartikan sesuatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian Teori Ekonomi

Mikro adalah lebih luas lagi. Dalam Teori Ekonomi Mikro pasar meliputi juga “pertemuan”

antara pembeli dan penjual dimana keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antra

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 7

importir karet yang bertempat tinggal di America dan eksportir karet di Indonesia yang

melakukan transaksi jual beli melalui telex), (Ari Sudarman, 2000 : 7).

Fungsi Pasar.

Pasar mempunyai lima fungsi utama. Kelima fungsi ini menunjukan pertanyaan-pertanya

yang harus dijawab setiap system ekonomi. Dalam system ekonomi persaingan bebas (free

enterprise capitalism) pasar menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam system ekonomi

komunistis (communism), dilain pihak, pertanyaan-pertanyaan tersbut dijawab oleh para

perancang Negara (planners). Fungsi fungsi tersebut adalah :

1) Pasar menetapkan nilai (sest value). Dalam ekonomi pasar, harga adalah ukuran nilai. Fungsi

ini memecakan masalah penentuan apa yang harus dihasilkan oleh suatu perekonomian.

2) Pasar mengorganisir produksi. Dengan adanya harga-harga factor produksi dipasar, maka akan

mendorong produsen ( entropreneur ) memilih metode produksi yang paling efisien.

3) Pasar mendistribusikan barang. Hal ini menyangkut pertanyaan untuk siapa barang dihasilkan.

4) Pasar berfungsi menyelenggarakan penjatahan (rationing). Penjatahan adalah inti dari adanya

harga.

5) Pasar mempertahankan dan mempersiapkan keperluan dimasa yang akan datang. Tabungan

dan investasi semuanya terjadi dipasar dan keduanya merupakan usaha untuk

mempertahankan dan mencapai kemajuan perekonomian yang bersangkutan.

Bekerjanya mekanisme pasar di dalam menjawab kelima pertanyaan tersebut dapat

dijelaskan dengan menggunakan gambar ; B. 2. 2 dimana sector rumah tangga memberi barang

dan jasa dari perusahaan disektor pasar barang, dan sebagai imbalannya sector perusahaan

menerima uang. Dalam aliran ini sector rumatangga sebagai pembeli barang dan jasa, sedangkan

sector perusahaan sebagai penjual. Penghasilan konsumen yang dibelanjakan dari penjualan factor

produksi yang dimilikinya (tanah, tenaga kerja, capital, dan ketrampilan) kepada sector

perusahaan.sebagai imbalanya sector rumah tangga menerima uang (penghasilan konsumen) dan

transaksi ini terjadi dipasar produksi (Ari Sudarman, 2000 : 7)

GAMBAR : B. 2. 2

Macam-macam pasar dalam perekonomian.

Soediyono (2000 : 10-12) Ada empat macam pasar dalam perekonomian di Indonesia

diantaranya melipui :

1) Pasar Komoditi :

a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga.

b) Saving atau penabungan.

c) Investasi

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 8

d) Tingkat harga.

e) Pajak

f) Pengeluaran konsumsi pemerintah.

g) Transfer pemerintah.

h) Ekspor

i) Impor

2) Pasar Uang :

a) Permintaan uang untuk transaksi.

b) Permintaan uang untuk berjaga-jaga.

c) Permintaan uang untuk spekulasi.

d) Uang kertas dan uang logam.

e) Uang giral.

f) Alat-alat likuid lainnya.

g) Tingkat bunga.

3) Pasar Tenaga Kerja :

a) Permintaan akan tenaga kerja.

b) Penawaran tenaga kerja.

c) Upah riil.

d) Upah nominal.

e) Pengangguran dan tenaga kerja.

4) Pasar Modal :

a) Permintaan akan surat-surat berharga.

b) Harga surat-surat berharga.

c) Penawaran surat-surat berharga.

meningkatkan keinginan pedagang untuk meminjam dana dengan harapan akan membantu pedagang

untuk mengembangkan usahanya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.

Dengan adanya pinjaman modal kerja pedagang mikor bukan hanya akan mendapatkan modal untuk

menjalankan usahanya, tapi juga akan berpengaruh terhadap pendapatan atau keuntungan (mendapat

keuntungan bahkan peningkatan keuntungan) bilah Pedagang Mikro melakukan Pinjaman Modal Kerja

tersebut.

Kesimpulan

Pedagang Mikro yang kekurangan atau tidak mempunyai modal untuk membuka atau

mengembangkan usahanya, hendaknya tidak takut atau ragu-ragu lagi untuk melakukan Kredit Pinjaman

Modal Kerja, karena Pinjaman Modal Kerja ini solusi yang tepat untuk mengatasi masalah permodalan yang

dialami. Melakukan pinjaman modal kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang,

sebaliknya justru akan menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya

keuntungan yang diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah

keuntungan yang didapat) dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuan

konsumtif..

Pemberi modal hendaknya memberi informasi (penyuluan) tentang masalah kredit pinjaman modal

kerja kepada Pedagang Mikro agar mereka lebih tau mengenai seluk beluk (sisi positif dan negative) tentang

Kredit Pinjaman Modal Kerja, supaya saat mereka melakukan pinjaman tidak merasa kesulitan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarman, Ari, 2000, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Tiga, Yogyakarta, BPFE.

Soediyono, 2000, Ekonomi Makro, Yogyakarta, Liberty.

Priyatno, Dwi, 2008, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta, Mediakom.

Yusuf Arhapi, Deddy. Zaenal Arifin. Dan Bambang Sugeng, 2000, Prestasi Ekonomi dua, Cetakan Pertama,

Bandung, Ganeca Exact.

http://www.___ Taspen Corporate Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina

Lingkungan.htm

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 9

Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tak Diterbitkan.

KOMPAS, Selasa 10 Maret 2009, BISNIS & KEUANGAN (BRI Garap Pasar Tradisional), Hal 19.

Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Husnan, Suad, 2001, Manajemen Keuangan (teori dan penerapan), Yogyakarta, BPFE.

Trihendradi, Cornelius, 2007, Langkah Mudah Mengguasai Statistik Menggunakan SPSS 15, Yogyakarta,

Penerbit ANDI.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 10

PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS PT. BANK

SYARI’AH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU (KCB) BOJONEGORO

Abdul ghofur,SE,Ak)*

ABSTRAKSI

Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa

perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada

sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu

perbankan syariah.Masyarakat lebih memilih mengajukan permohonan pembiayaan murabahah pada koperasi

karena tidak ada batas minimal harga barang dan tidak perlu jaminan.Berdasarkan hal diatas, maka penulis

mengangkat penelitian ini, Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas.

Tehnik analisis data yang di pakai adalah Analisis Ratio keuangan (Return On Assets (ROA), Loan to Deposit

Ratio (LDR), Credit Risk Ratio (CRR), Assets Utilization (AU)

Hasil penelitian adalah Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan

marjin sebesar Rp. 934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah

menghasilkan marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau

sebesar 28,13 %. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri

KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan

ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas

aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko

dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik.

(Kata kunci: pembiayaan, murabahah, profitabilitas)

A. Latar Belakang

Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua

pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat

diandalkan, tetapi ada sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan

keterbukaan, yaitu perbankan syariah.

Bank berdasarkan prinsip syariah, bank syariah berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi

(Intermediaty Institution), yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana

tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah

bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip

syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan (profit lost sharing principle).

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, telah muncul pula kebutuhan akan adanya

bank yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 disebut dengan tegas istilah “Prinsip Syariah” bank berdasarkan

prinsip syariah. Karena operasinya berpedoman ketentuan-ketentuan Syariah Islam, karenanya bank islam

disebut pula “Bank Syariah”

Bank Syariah juga memberikan jasa-jasa pembiayaan. Jasa-jasa pembiayaan yang diberikan

Bank Syariah jauh lebih beragam dari pada jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh Bank Konvensional.

Mengenai jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank islam bukan saja pembiayaan dalam bentuk

kredit,tetapi juga memberikan jasa-jasa pembiayaan yang biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan

(multi finance company), seperti leasing,hire purchase, pembelian barang oleh nasabah Bank kepada Bank

Islam yang bersangkutan dengan cicilan, pembelian barang oleh Bank Islam kepada perusahaan manufaktur

dengan pembayaran dimuka, pernyataan modal (equity participation atau venture capital).

Jasa perbankan islam yang terkait dengan jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank syariah

dikemas dalam produk-produk yang ada dalam Bank syariah, salah satunya adalah pembiayaan Murabahah.

Pembiayaan Murabahah merupakan jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan

cicilan. Sedangkan pola pelayanannya dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada

perjanjian murabahah atau Mark-Up, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh

nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah

tersebut dengan menambah mark-up atau keuntungan. Penjualan barang oleh Bank kepada nasabah

dilakukan atas dasar cost-plust profit.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 11

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut :

a. Apa saja resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam memberikan

pembiayaan Murabahah kepada debitur?

b. Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah

Mandiri KCP Bojonegoro ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam

memberikan pembiayaan Murabahah kepada debitur.

b. Untuk mengetahui kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank

Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.

D. Landasan Teori

a. Pengertian Umum Bank Syariah

Menurut Warkum Sumitro (2002 : 5) Bank Syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai

penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, yang sistem dan

mekanisme usahanya berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana yang diatur dalam Al- Qur’an dan Al’

Hadist. Artinya Bank tersebut dalam beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariat Islam, dan

menjauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dan diisi dengan kegiatan-

kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

b. Fungsi dan Tujuan Bank Syariah

Fungsi Bank Syariah menurut Adiwarman Karim (2004 : 87-102), adalah :

1. Penyaluran Dana (Financing)

Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam

4 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, adalah :

a).Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i)

prinsip jual belum dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau

benda (Transfer of Property). Transaksi jual belum dapat dibedakan berdasarkan bentuk

pembayarannya dan waktu penyerahan barang, adalah :

b.) Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak

sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli.

c). Pembiayaan Salam

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang dipejual belikan belum ada, oleh karena itu

barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.

d.)Pembiayaan Istishna

Istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank

dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam syariah umumnya diaplikasikan pada

pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

e).Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja

dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek

transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

f).Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)

c. Pengertian Pembiayaan Murabahah

Pengertian murabahah menurut Adi Warman Karim (2001 : 103), adalah akad jual beli barang dengan

menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Pengertian murabahah menurut M. Syafi’i Antonio (2003 : 270) Kontrak pembiayaan

murabahah yang harus dilakukan adalah :

1) Nasabah menyiapkan rincian biaya kontrak yang telah diberikan kepadanya, termasuk harga

bahan, tenaga kerja dan overhead.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 12

2) Bank Islam membeli kontrak yang dimaksud senilai biayanya dan mencairkan dana pembiayaan

sesuai dengan penyelesaian kontrak.

3) Bank Islam dapat mengawasi dan menggunakan pihak ketiga, yaitu konsultan atau profesional

untuk mengawasi pekerjaan nasabah dengan persetujuan nasabah.

4) Pada saat selesainya kontrak, bank syariah menjual kepada nasabahnya dengan harga yang telah

disepakati bersama, yaitu harga beli ditambah dengan margin keuntungan bank.

5) Hasil pembayaran kontrak dibayarkan kepada bank digunakan untuk melunasi kepada bank.

b. Dasar Hukum Murabahah

Dasar Hukum Murabahah adalah :

1). Al Qur’an

Firman Allah QS. Al Baqorqh (2 : 282) yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan hutang piutang dalam waktu yang

ditentukan, tulislah! hendaklah ada diantaramu penulis yang akan menuliskannya sebagaimana

Allah telah mengajarkan kepadanya, hendaklah dituliskannya! hendaklah orang yang bersangkutan

membacakan apa yang hendak dituliskannya itu, dan hendaklah bertaqwa kepada Allah Tuhannya

dan janganlah bertindak mengurangi sedikitpun dari jumlahnya’.

Firman Allah QS. Al Baqoroh (2 : 280) yang artinya :

“Dan jika (orang berhutang itu) dalam keadaan sulit maka berilah tangguh sampai ia

berkelapangan…….”

2. Al Hadist

Hadist Rasulullah SAW yang dijadikan dasar pembiayaan murabahah yaitu :

Dari Abu Sa’id Al khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya jual beli harus dilakukan suka sama suka”.

3. Ijma’ Mayoritas Ulama

Tentang jual beli dengan cara mudharabah (Ibnu Rusyid, Bidayah Al Mujtahid, II/161 : Al Kasani,

Bada’ i Sana’i V/220-222)

4. Kaidah Fiqih

“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya”.

c. Syarat Murabahah

menurut M. Syafi’i Antonio (2001 : 102) terdapat lima syarat dalam Murabahah yang harus dipenuhi

adalah

1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan

3) Kontrak harus bebas dari riba atau bunga

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian

dilakukan secara hutang. Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (2) dan (3) tidak dipenuhi, pembeli

memliki pilihan , melanjutkan pembelian seperti apa adanya, kembali kepada penjual dan

menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang dijual, atau membatalkan kontrak.

d. Jenis-Jenis Murabahah

Pembayaran pembiayaan Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan (kredit). Menurut

Adiwarman Karim (2004 : 107) berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan Murabahah secara

garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Pembiayaan Murabahah didanai dengan Unrestricted Investment Account (URIA) atau investasi tidak

terikat. contohnya : Al Ba’i Naq dan wal Muajjal atau bayar dengan cicilan.

2) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan Restricted Investment Account (RIA) atau investasi

terikat. Contohnya : Al Ba’i Araq dan Wal Murabahah Muajjal yaitu bayar sekaligus (lum sum)

diakhir.

3) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan modal bank.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 13

D. Kerangka Berfikir

Interprestasi :

Dengan menggunakan metode analisa LDR, ROA, CRR, dan AU diharapkan mampu memberi gambaran

tentang pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.

F. Hipotesis

1. Diduga bahwa pembiayaan Murabahah berpengaruh dalam meningkatkan profitabilitas pada PT. Bank

Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.

2. Diduga dengan pembiayaan murabahah dapat diketahui resiko yang dihadapi oleh PT. Bank Syariah

Mandiri KCP Bojonegoro.

G. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini kami tidak menggunakan varibel ( bebas dan terikat ) karena tidak ada

faktor x dan y akan tetapi memprediksi pengaruh pembiayaan murobahah dalam meningkatkan

profitabilitas perusahaan yaitu :

1. Pembiayaan Murabahah

Yaitu Akad jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati

penjual dan pembeli,

2. Profitabilitas perusahaan

Besar kecilnya laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukkan ukuran keberhasilan manajemen (

produktifitas ) dalam mengelola suatu perusahaan. Untuk itu berapa besar laba yang diinginkan perlu

direncanakan

H. metode Analisa

Adapun metode analisa yang di gunakan yaitu dengan menggunakanAnalisis Ratio keuangan

1. Return On Assets (ROA)

Adalah rasio kemampuan bank dalam mnghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimilki, rumus :

100% x Asset Total

Bersih LabaROA

1. Loan to Deposit Ratio

Untuk perbandingan antara pembiayaan yang terjadi disuatu bank dengan dana yang dimiliki bank

yang terdiri dari pihak ketiga dan modal sendiri.

100%x sendiri modal ketigapihak Dana

PembiayaanLDR

2. Credit Risk Ratio (CRR)

Untuk menutup kemungkinan kerugian tidak terbayarkan kredit diberikan kepada debitur dimana

aktiva di klasifikasikan cadangan aktiva produktif.

3. Assets Utilization (AU)

Kinerja

Perusahaan

Neraca

L/R

Pembiayaan

Murabahah

(X)

Pengembangan

Usaha

LDR

ROA

CRR

AU

laba

Perusahaan

Kinerja

Pembiayaan

Murabahah

(Y)

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 14

Kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan

operasional maupun non operasionalnya.

100%x Asset Total

lOperasionaNon Pendapatan lOperasiona PendapatanAU

I. Hasil Penelitian

Berikut analisa dan interprestasi pembiayaan Murabahah pada tahun 2006 - 2007 :

Tabel 2

PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro

Persentase Pertumbuhan Penyaluran Pembiayaan

Tahun 2008-2009

Sumber : data PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro yang diolah

Untuk mengetahui pertumbuhan pembiayaan dan margin Murabahah dalam 2 tahun terakhir, berikut

disajikan persentase pertumbuhan pembiayaan dan marjin Murabahah pada tabel 3 berikut

Tabel 3

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Persentase Pertumbuhan pembiayaan Murabahah dan Marjin Murabahah

Tahun 2008 – 2009

Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah

Untuk dapat memberikan gambaran tentang kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebagai

perusahaan perbankan syariah, dilihat dari badan hukumnya, assetnya, dan pembiayaannya, berikut disajikan

analisis rasio keuangan perbankan yang mengacu pada neraca komparatif per 31 Desember 2008 dan per 31

Desember 2009 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

a. Return On Asset (ROA)

ROA merupakan rasio kemampuan Bank dalam menghasilkan laba dari pengelolaan asset yang

dimiliki.

Tahun 2008

%100Asset Total

Bersih LabaROA

%1009.554.967 Rp.

934.420 Rp. pembiayaan padaROA Murabahah

= 9,78 %

ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

%100967.554.9 Rp.

95.236 Rp.

= 0,99 %

Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,78 %, sedangkan pada PT.

Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 0,99 %.

No

Jenis

Pembiayaan

Tahun 2008 Tahun 2009 Pertumb

uhan

(%)

Rp % Rp %

1

2

3

Mudharabah

Murabahah

Qardh dana

talangan haji

1.119.112

4.188.687

241.429

20,17 %

75,48 %

4,35 %

2.339.676

5.180.333

552.364

28,98 %

64,17 %

6,85 %

109,07%

23,69%

116.36%

Total 5.549.228 100 % 8.072.373 100 %

Tahun

2008

Tahun

2009

Pertumbuhan

(%)

Murabahah

Marjin

Rp.

4.188.687

Rp.

934.420

Rp.

5.180.333

Rp.

1.197.274

23,69 %

28,13 %

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 15

Tahun 2009

%100Asset Total

Bersih LabaROA

%10012.885.391 Rp.

1.197.274 Rp. pembiayaan padaROA Murabahah

= 9,29 %

ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

%100391.885.12

168.183 Rp.

= 1,31 %

Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,29 %, sedangkan pada

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 1,31 %.

Tabel 4

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Persentase Pertumbuhan Return On Asset (ROA)

Per 31 Desember 2008-2009

Tahun ROA (%)

Pertumbuhan (%)

Murabahah Total

Murabahah Total

2006

2007

9,78 %

9,29 %

0,99 %

1,31 %

-

(0,49)

-

0,32

Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah

b. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR merupakan perbandingan antara pembiayaan yang terjadi di suatu bank dengan

dana yang dimiliki bank yang terdiri dari dana pihak ketiga dan modal sendiri. Dana pihak ketiga

berasal dari giro, tabungan, deposito, dan kewajiban-kewajiban yang segera dibayar oleh bank yang

juga merupakan modal bagi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro karena modal bank ada

pada kantor pusat

%100Sendiri ModalKetigaPihak Dana

PembiayaanLDR

%1009.554.967 Rp.

4.188.687 Rp. Pembiayaan Pada LDR Murabahah

= 43,84 %

LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

%100Sendiri ModalKetigaPihak Dana

PembiayaanLDR

%1009.554.967 Rp.

7.414.757 Rp.

= 77,60 %

%10012.885.391 Rp.

5.180.333 Rp. Pembiayaan Pada LDR Murabahah

= Rp. 40,20 %

LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

%10012.885.391 Rp.

10.326.374 Rp.

= 80,14 %

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 16

Tabel 5

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Persentase Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR)

Per 31 Desember Tahun 2008-2009

Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) menurut Dahlan Siamat (2005 : 239) adalah :

a. Pembentukan cadangan umum

Pembentukan cadangan umum terhadap aktiva produktif ditetapkan paling kurang sebesar 1

% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar.

Aktiva produktif dalam bentuk sertifikat BI dan surat utang Negara serta bagian aktiva

produktif yang dijamin dengan agunan tunai dikecualikan dari ketentuan pembentukan cadangan

umum.

b. Pembentukan cadangan khusus

Pembentukan cadangan khusus untuk aktiva produktif dan non produktif ditetapkan paling

kurang sebesar :

1) 5 % dari aktiva dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan.

2) 15 % dari aktiva dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan.

3) 50 % dari aktiva dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan.

4) 100 % dari aktiva dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan.

Untuk mengetahui rasio resiko kredit dari aspek keuangan digunakan Credit Risk Ratio (CRR). Untuk

mengetahui CRR perlu diketahui terlebih dulu Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan

total pembiayaan dalam 2 tahun terakhir pada tabel 6 :

Tabel 6

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Total Pembiayaan

Tahun 2008-2009

Tahun 2008 Tahun 2009

PPAP

Total Pembiayaan

Rp. 0

Rp.7.414.757

Rp. 0

Rp. 10.326.374

Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah

Dikarenakan tidak pernah terjadi pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP

Bojonegoro, maka tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).

Tahun 2008

CRR = (bad debs : total loans) x 100 %

= (Rp. 0 : Rp. 7.414.757) x 100 %

= 0 %

Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 %

Tahun 2009

CRR = (bad debs : total loans) x 100 %

= (Rp. 0 : Rp. 10.326.374) x 100 %

= 0 %

Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 %

CRR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro pada tahun 2008 dan tahun 2009

sebesar 0 % karena tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Hal ini

menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dapat mengelola pembiayaannya

dengan baik karena semakin rendah CRR suatu bank maka akan semakin baik.

Tahun

LDR (%) Pertumbuhan (%)

Murabahah Total

Pembiayaan

Murabahah Total

Pembiayaan

2006

2007

43,84 %

40,20 %

77,60 %

80,14 %

-

- 3,64

-

2,54

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 17

c. Asset Utilization (AU)

Asset Utilization merupakan kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya

untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya.

Tahun 2008

%100Asset Total

lOperasionaNon PendapatanlOperasiona PendapatanAU

%1009.554.967 Rp.

5.595 Rp. 1.079.546 Rp.

= 30,21 %

Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan

pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 30,21 %.

Tahun 2009

%100Asset Total

lOperasionaNon PendapatanlOperasiona PendapatanAU

%10012.885.391 Rp.

Rp.1.1161.487.194 Rp.

= 11,55 %

Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan

pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 11,55 %.

Pada tahun 2008AU PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebesar 30,21 %

dan tahun 2008 sebesar 11,55 % sehingga mengalami penurunan sebesar -18,66 %. Hal ini

menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro tidak dapat mengelola assetnya

dengan baik karena semakin rendah AU suatu bank maka akan semakin tidak baik.

Berikut disajikan pertumbuhan rasio keuangan perbankan dalam 2 tahun terakhir

Tabel 7

PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Persentase Pertumbuhan Rasio Keuangan Perbankan

Per 31 Desember Tahun 2008-2009

Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah

Dilihat dari persentase pertumbuhan rasio keuangan perbankan, kinerja pembiayaan Murabahah

dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun

2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu

rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas aman untuk LDR adalah antara 85 %

NO Rasio Nilai (%)

Tahun

2006

Nilai (%)

Tahun 2007

Pertumbuhan

(%)

1

2

3

4

5

6

ROA pada

Murabahah

ROA total pada PT.

Bank Syariah

Mandiri

LDR pada

Murabahah

LDR total pada

pembiayaan PT.

Bank Syariah

Mandiri

CRR

AU

9,78

0,99 %

43,84

77,60

0

30,21

9,29

1,31 %

40,20

80,14

0

11,55

(0,49)

0,32

(- 3,64)

2,54

0

(-18,66)

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 18

sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank

Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan profitabilitas secara total mengalami peningkatan,

yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti

tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun

demikian, perlu untuk lebih berhati-hati dengan kondisi LDR-nya, karena LDR PT. Bank Syariah Mandiri

KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh dibawah batas aman BI. LDR yang

terlalu rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank

J. Kesimpulan

1. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 mencapai Rp. 4.188.687 dan pada tahun 2009 mencapai Rp.

5.180.333, sehingga pembiayaan Murabahah mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar Rp. 991.646 atau

sebesar 23,69 %. bila dibandingkan dengan pembiayaan Murabahah, maka pembiayaan Mudharabah

masih sangat rendah, dengan perbandingan 75,48 % untuk pembiayaan Murabahah dan 20,17 % untuk

pembiayaan Mudharabah pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2009 perbandingannya adalah 64,17 %

untuk pembiayaan Murabahah dan 28,98 % untuk pembiayaan Mudharabah. Tingginya pembiayaan

Murabahah ini disebabkan banyaknya masyarakat golongan menengah kebawah atau yang kurang

mampu, lebih memilih memanfaatkan pembiayaan

2. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan marjin sebesar Rp.

934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah menghasilkan

marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau sebesar

28,13 %. Kenaikan tersebut disebabkan sistem perhitungan yang proporsional (flat) berjalan dengan baik,

dimana dalam perhitungan ini jumlah angsuran harga pokok dan marjin keuntungan dibayar secara tetap

setiap bulan dari satu periode ke periode selanjutnya.

3. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP

Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan

ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI

batas aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat

likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan

profitabilitas secara total mengalami peningkatan, yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada

ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini

menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun demikian, pdengan kondisi LDR-nya, karena

LDR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh

dibawah batas aman BI. LDR yanerlu untuk lebih berhati-hati g terlalu rendah menunjukkan tingkat

likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1992, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Jakarta.

, 1998, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992, Jakarta.

, 2003, Peraturan Bank Indonesia, Nomor 5/7/2003, Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi

Bank Syariah, Jakarta.

, 2004, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung.

, 2005, Indonesia Certificate in Banking Risk Regulation, Work Book Level 1, Jakarta,

GARP dan BSMR.

Adiwarman Karim, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dahlan Siamat, 2002, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta.

Helfert, A Erich, 1997, Teknik Analisis Keuangan Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur

Kinerja Perusahaan, Erlangga, Jakarta.

Imam Rusyamsi, 1996, Asset Leability Manajement Strategi Pengelolaan Aktiva dan Pasiva Bank, UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Kasmir, 1998, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kuncoro Hadi, 2005, Interal Credit sebagai Early Warning System dari Default Pembiayaan (On line),

(http://www.irpaweb.com, diakses 16 Februari 2006).

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 19

LukmanSyamsudin, 2001, Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan,

Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Maleong Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.

Muhamad, 2003, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Pers, Jakarta.

Siswanto Sutojo, 19977, Menangani Kredit Bermasalah Konsep Teknik dan Kasus, PT Pustaka Binanian

Pressindo, Jakarta.

S, Munawir, 1993, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta.

Suad Husnan, 2001, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN,

Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan dan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Teguh Pudjo Muljono, 1996, Bank Budgeting Profit Planning and Control : Buku Petunjuk Tentang

Penyusunan Anggaran Bank Terutama Dalam Rangka Perencanaan Laba Serta

Pengendaliannya, BPFE, Yogyakarta.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 20

PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK DENGAN METODE DIRECT COSTING

Nurul Badriyah,SE.,MPd)*

Dosen unisla

ABSTRAK

Direct costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya

produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi. Manfaat informasi harga pokok produksi

massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah : Menentukan harga jual produk, memantau realisasi

biaya produksi, Menghitung laba atau ruperiodik, Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk

dalam proses yang disajikan dalam neraca. Penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam

penentuan harus diusahakan seteliti-telitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi

pengambilan keputusan tentang harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi

akan berpengaruh pada harga yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya semakin tinggi

harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jual produk.

Kata kunci : Metode Direct costing, penentuan harga jual, produk

Setiap perusahaan yang akan didirikan pasti mempunyai tujuan, dalam hal ini terdapat dua tujuan utama

perusahaan yaitu: keuntungan (profit) dan maksimalisasi kemakmuran (wealth).Kegiatan yang dilakukan melalui

langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Hal-hal yang harus

diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan antara lain meliputi kegiatan produksi dan memasarkan

hasil produksi tersebut. Kegiatan dalam proses produksi harus memperhatikan cara-cara yang tepat, sehingga

terjadi efisiensi biaya produksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan harus diklasifikasikan secara tepat sehingga penentuan harga pokok produksi sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Apabila penetapan harga pokok produksi terlalu tinggi maka mengakibatkan harga jual barang akan

tinggi, dan apabila penetapan harga pokok produksi terlalu rendah akan mengakibatkan kerugian bagi

perusahaan sendiri, karena laba yang dinikmati terlalu kecil atau terjadi penurunan keuntungan perusahaan.

Keputusan penetapan harga jual dianggap merupakan suatu keputusan tunggal harus diambil seorang

pemimpin, alasannya penentuan harga bukan hanya keputusan pemasaran atau finansial. Keputusan penentuan

harga jual adalah keputusan yang menyangkut seluruh aspek aktivitas perusahaan dan akibatnya pada

perusahaan.

Bila penentuan harga jual tidak sesuai dengan harga pokok produksinya, maka terjadi adalah tidak

adanya keseimbangan antara harga pokok produksi dan harga pokok penjualannya. Sehingga mengakibatkan

tidak menentunya pendapatan dalam perusahaan. Maka sebab itulah penetapan harga pokok produksi harus

disesuaikan dengan harga jual produk.

Pengertian Biaya

Menurut Mulyadi (2007:8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan

uang, yang telah terjadi atau yang memungkinkan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

Menurut Usry (1994:25) biaya adalah nilai tukar prasyarat, pengorbanan yang dilakukan guna

memperoleh manfaat.

Sedangkan menurut Hansen (1999:40) biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan

untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang

bagi organisasi.

Klasifikasi Biaya

Menurut Mulyadi (2007:13) biaya dapat digolongkan menjadi:

1) Penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran

Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya

2) Penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan

Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang

siap dijual. Menurut obyek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 21

Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk,

contoh: biaya iklan, biaya promosi, biaya angkut dari gudang perusahaan ke gudang pembelian.

Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan

pemasaran produk. contoh: biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian

hubungan masyarakat.

3) Penggolongan biaya berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu

yang dibiayai. Menurut Mulyadi (2007:14)

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.

Biaya tidak langsung dalam hubunganya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak

langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost).

4) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume aktivitas

Biaya variabel adalah biaya-biaya yang secara total selalu mengalami perubahan,dimana perubahan

itu searah dan sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan. Meliputi: Biaya bahan baku langsung

dan biaya tenega kerja langsung.

Biaya semivariabel adalah biaya-biaya yang tidak bersifat tetap, tetapi tidak pula bersifat

variabel.Biaya ini mengalami perubahan,tetapi tidak sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan

yang meliputi: biaya bahan baku tidak langsung,biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

pemeliharaan dan biaya peralatan.

Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan

jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu yang

meliputi: gaji direktur produksi, pajak kekayaan dan asuransi.

5) Penggolongan biaya berdasarkan jangka waktu manfaatnya

Pengertian Biaya Produksi

menurut Munandar (1997:25) biaya produksi dibagi kedalam 3 hal:

biaya bahan mentah adalah biaya yang terdiri dari semua bahan yang dikerjakan dalam proses produksi

untuk diubah menjadi barang jadi

upah tenaga kerja adalah upah yang dibayarkan untuk tenga krja yang secara langsung

memproses barang mentah mnejadi barang jadi.

biaya pabrik tidak langsung adalah semua biaya yang terdapat serta terjadi dalam

lingkungan pabrik tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi.

Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2007:18) pengertian harga pokok produksi adalah sebagian dari seluruh biaya yang

dibebankan atau dikeluarkan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan atau laba yang diharapkan.

Harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan, biaya

yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur, biaya bahan langsung dan

overhead (Hansen, 1999:49).

Fungsi Perhitungan Harga Pokok Produksi

manfaat informasi harga pokok produksi massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah:

Menentukan harga jual produk

memantau realisasi biaya produksi

Menghitung laba atau ruperiodik

Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca

Variabel Costing/Direct Costing

Variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan

biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 22

Harga pokok produk menurut metode ini terdiri dari :

1) Biaya bahan baku xx

2) Biaya tenaga kerja langsung xx

3) Biaya overhead variabel pabrik xx

4) Harga pokok produk xx

Dalam metode ini biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai periode cost dan bukan sebagai

unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam priode

terjadinya.

Metode variabel costing ini dikenal dengan nama direct costing. Istilah direct costing sebenarnya sama

sekali tidak berhubungan dengan istilah direct cost (biaya langsung). Pengertian langsung dan tidak langsungnya

suatu biaya tergantung erat tidaknya hubungan biaya dengan obyek penentuan biaya, misalnya: produk, proses,

departemen, dan pusat biaya yang lain.

Proses Pengumpulan Biaya Produksi

Dalam variabel costing dengan metode harga pokok proses, harga pokok produk persatuan dihitung

setiap akhir periode, misalnya setiap akhir bulan, dengan cara membagi total biaya produksi variabel selama satu

bulan dengan total ekuivalensi produksi selama periode yang sama. Dengan demikian biaya overhead pabrik

variabel tidak dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka, namun dibebankan kepada

produk menurut biaya yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu.

Karena variabel costing dengan metode harga pokok proses menghendaki biaya overhead pabrik

dibebankan kepada produk menurut biaya overhead pabrik variabel yang sesungguhnya terjadi selama periode

akutansi tertentu, tidak sebesar tarif yang ditentukan di muka seperti halnya dengan metode harga pokok

pesanan, maka akutansi biaya produksi dilakukan sebagai berikut:

a. Biaya produksi variabel, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, dicatat langsung pada

saat terjadinya dengan mendebit rekening barang dalam proses yang bersangkutan.

b. Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dicatat dengan pertama kali mendebit rekening biaya

overhead pabrik Sesungguhnya. Pada akhir bulan, biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, yang

didebitkan ke dalam rekening biaya overhead Pabrik Sesungguhnya, dianalisis untuk menentukan biaya

overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa

analisis statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana (misalnya metode titik tertinggi dan

terendah). Hasil analisis terhadap rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya tersebut digunakan untuk

membuat jurnal berikut ini:

Biaya Overhead Pabrik Variabel Sesungguhnya xx

Biaya Overhead Pabrik Tetap Sesungguhnya xx

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx

c. Biaya overhead pabrik variabel dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi

dalam periode akutansi tertentu dengan jurnal:

Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xx

Biaya Overhead Pabrik Variabel xx

d. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum juga perlu dipisahkan menurut perilaku biaya tersebut

dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum

sesungguhnya terjadi pertama kali dicatat ke dalam rekening kontrol biaya pemasaran atau biaya administrasi

dan umum. Pada akhir bulan, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang didebitkan ke dalam

rekening biaya pemasaran atau biaya administrasi dan umum dianalisis untuk menentukan biaya yang

berperilaku variabel dan biaya yang berperilaku tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa analisis

statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana, misalnya metode titik tertinggi dan terendah.

Hasil analisis terhadap rekening biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum tersebut digunakan untuk

membuat jurnal berikut ini:

Biaya Pemasaran Variabel xx

Biaya Pemasaran Tetap xx

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 23

Biaya Pemasaran xx

Biaya Administrasi dan Umum Variabel xx

Biaya Administrasi dan Umum Tetap xx

Biaya Administrasi dan Umum xx

Akuntansi biaya produksi dan biaya nonproduksi dalam metode variabel costing dibagi menjadi tahap

berikut ini:

1) Pencatatan Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penolong

Pemakaian bahan baku selama periode tertentu tersebut jurnal sebagai berikut:

Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen 1 xx

Persediaan Bahan Baku xx

2) Pencatatan Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja di departemen produksi dalam periode tertentu dijurnal sebagai berikut:

Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1 xx

Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1 xx

Gaji dan Upah xx

3) Pencatatan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya

Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu dicatat oleh PT X dengan jurnal

sebagai berikut:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 1 xx

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 2 xx

Berbagai Rekening yang Dikredit xx

Pembagian biaya overhead pabrik menurut perilakunya dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Barang dalam Proses-

Biaya Overhead Pabrik Variabel xx

Biaya Overhead Pabrik Tetap xx

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx

4) Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses Departemen Pertama Pada Akhir Periode

Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 1

Persediaan Produk dalam Proses xx

Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku xx

Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja xx

Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx

5) Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi yang Ditransfer ke Gudang

Harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang dalam periode waktu tertentu sebagai berikut:

Persediaan Produk Jadi xx

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xx

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja xx

Barang Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx

6. Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses di Departemen Setelah Pertama Pada Akhir Periode

Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 2 pada akhir bulan dicatat sebagai berikut:

Persediaan Produk dalam Proses xx

Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku xx

Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja xx

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 24

BarangdalamProses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx

7). Pencatatan Penjualan Produk

Hasil penjualan produk selama periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut:

Piutang xx

Hasil penjualan xx

Harga pokok produk yang dijual dalam periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut:

Harga Pokok Penjualan xx

Persediaan Produk Jadi xx

8). Pencatatan Biaya Komersial

Biaya nonproduksi yang terjadi dalam periode tertentu dicatat dengan jurnal sebagai berikut:

Biaya Pemasaran xx

Biaya Administrasi dan Umum xx

Berbagai Rekening yang Dikredit xx

Menentukan Harga Jual Produk

a. Memantau Realisasi Biaya Produksi

Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu tidak diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen

memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan didalam pelaksanaan rencana

produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya

produksi apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan

sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan

menggunakan metode harga pokok proses.

b. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu

Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode waktu

tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi

biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba

atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya non produksi

dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok dalam proses digunakan oleh

manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode

tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.

c. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses Yang Disajikan Dalam

Neraca

Metode harga pokok pesanan digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya

produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk tiap pesanan guna menghasilkan informasi labar atau rugi

bruto tiap pesanan. Pada saat Manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik,

manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca,

manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada

tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya

produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya produksi tiap periode tersebut manajemen dapat

menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca.

Pengertian Harga Jual

Harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau

pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan dalam satuan uang (Sulastiningsih, 1999: 82).

Pada umumnya penentuan harga jual merupakan salah satu keputusan yang sangat penting bagi sebuah

perusahaan.

Menurut Sugiri (2004:16) harga jual merupakan salah satu keputusan manajemen, hidup atau matinya

perusahaan dalam jangka panjang bergantung pada keputusan ini. Dalam jangka panjang, harga jual harus cukup

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 25

untuk menutup seluruh biaya dan laba normal, agar perusahaan dapat bertahan. Jika biaya dan laba yang

diinginkan tidak dapat ditutup oleh harga jual, maka investor akan mencari peluang yang lebih menguntungkan.

Tujuan Penetapan Harga 1) Dalam laba maksimum

Dalam praktek terjadinya harga memang ditentukan oleh penjual dan pembeli. Makin besarnya daya

beli konsumen semakin besar pula kemungkinan bagi penjual menpunyai harapan untuk mendapatkan

keuntungan maksimal sesuai dengan kondisi yang ada.

2) Mendapatkan pengendalian investasi yang ditargetkan atau pengembalian pada penjualan bersih

Harga yang dapat dicapai dalam penjualan dimaksudkan pula untuk menutup investasi secara

berangsur-angsur. Dana yang dipakai untuk mengembalikan investasi hanya bisa diambil dari perusahaan,

dan laba hanya bisa diperoleh bilamana harga jual lebih besar dari jumlah seluruhnya.

3) Mencegah atau mengurangi saingan

Tujuan mencegah atau mengurangi saingan dapat dilakukan melalui kebijakan harga. Hal ini dapat diketahui

bilamana penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu persaingan hanya dapat

dilakukan tanpa melalui kebijakan harga.

4) Mempertahankan atau memperbaiki market share (pangsa pasar)

Memperbaiki market share hany mungkin dilakukan bilamana kemampuan dan kapasitas produk perusahaan

masih cukup longgar, disamping juga kemampuan dibidang lain seperti pemasaran keuangan dan

sebagainya.

Penentuan Harga Jual Suatu Produk

Menurut Mas’ud (1995:113) Adalah Sebagai Berikut:

1) Gross marjin pricing

Dalam penentuan harga jual berupa gross marjin pricing, pada umumnya sangat tepat digunakan oleh

perusahaan yang beroperasi di bidang perdagangan dimana jenis perusahaan ini tidak membuat sendiri

produk yang dijual sehingga banyak aktiva tetap yang digunakan. Caranya dengan menentukan prosentase

tertentu diatas harga (cost) produk yang dibeli. Presentasi ini disebut “mark on prosentase” atau “mark up”

prosentase ini meliputi bagian untuk menutup biaya operasi dan bagian menentukan laba yang diinginkan.

Prosentase mark up besarnya berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya.

Perusahaan yang mempunyai resiko besar akan menentukan prosentase mark up ini lebih besar dibandingkan

dengan perusahaan yang resikonya tidak begitu besar. Sebagai contoh perusahaan fashion yang menjual

pakaian-pakaian mode mark up nya relatif besar dari pada perusahaan yang tidak dipengaruhi mode dalam

menjual produknya.

Penentuan harga jual dengan metode ini yaitu dengan menentukan cost barang yang dijual ditambah

mark up yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut:

2) Direct cost pricing

Metode ini dikenal dengan nama “marginal income pricing“ karena hanya memperhitungkan biaya

berhubungan dengan volume atau penjualan sehingga menghasilkan marginal income. Marginal income berapa

yang dikehendaki oleh perusahaan, hal ini sebagai dasar penentuan harga jual, dirumuskan :

3) Full cost pricing

Penentuan harga jual dengan metode ini hampir sama dengan metode direct cost pricing.

Perbedaannya terletak pada dasar pembebanan costnya. Kalau dalam “direct cost pricing” hanya biaya-biaya

variabel saja sedang dalam metode ini semua jenis biaya dipakai sebagai dasar untuk harga jual. Jadi metode

ini memasukkan semua biaya untuk membuat produk ditambah prosentase yang diinginkan untuk menutup

biaya operasi dan laba yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut :

4) Time and material pricing

Harga Jual = Biaya variabel + Biaya lain-lain

+ ( % Laba yang diinginkan x

Dasar penentuan laba )

Harga Jual = Biaya produksi total +

Margin ( Biaya produksi

total ) + Biaya operasi

Harga jual = Cost Produk + ( % Mark up x Dasar

penentuan

Mark up )

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 26

Dalam metode ini tarif tertentu ditentukan dari upah langsung dan tarif lainnya dari bahan baku masing-

masing. Tarif ini dijadikan satu ditambah jumlah tertentu dari biaya tenaga kerja ini merupakan jumlah dari :

a) Upah langsung dari premi-premi pada karyawan

b) Bagian yang layak dan berhubungan dengan upah tenaga kerja

c) Bagian untuk laba

Yang dimaksud “material” adalah semua beban yang dimasukkan dalam faktur pembelian material

yang digunakan untuk job atau pekerjaan tertentu ditambah pemakaian material. Beban-beban material ini

biasanya ditentukan dengan prosentase dari harga pokok material.

5) Capital employed pricing cost

Metode ini prosedurnya dengan menentukan prosentase mark up tertentu dari kapital yang dianggap

mempunyai peranan dalam memproduksi barang atau produk. Harga jual ini dirumuskan sebagai berikut :

Atau menggunakan rumus sebagai berikut :

Peranan Penetapan Harga Pokok Produksi Untuk Menetapkan Harga Jual Produk

penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam penentuan harus diusahakan seteliti-

telitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi pengambilan keputusan tentang

harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi akan berpengaruh pada harga

yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya

Dengan demikian semakin tinggi harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jualnya.

Setiap konsumen pada umumnya memberi harga jual terendah dari barang sejenis meskipun kualitas produk

suatu perusahaan lebih tinggi, maka konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang lebih rendah dari

harga jualnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa harga pokok yang terlalu tinggi akan

mempersulit perusahaan.

Jika pendekatan variabel costing digunakan dalam penentuan biaya produk, harga jual produk harus

dapat menutup taksiran biaya penuh, yang merupakan jumlah biaya variabel (biaya produksi dan biaya non

produksi) biaya tetap (biaya produksi tetap dan biaya non produksi tetap) sebesar yang akan dikeluarkan,

ditambah dengan laba wajar. (Mulyadi, 2001: 79)

Adapun pendekatan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Direct Costing

Metode direct costing: penentuan harga produksi yang hanya membebankan biaya produksi variabel saja ke

dalam harga pokok produksi.

Metode direct costing terdiri dari:

Biaya bahan baku Rp. xxx

Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx

Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx

Harga pokok produk

Rp. xxx

2. Penentuan Harga Jual Dengan Menggunakan Metode Direct Costing

(Biaya produksi variabel + biaya lain variabel) + (laba yang diinginkan)

Biaya bahan baku Rp. xxx

Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx

Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx

Jumlah biaya variabel Rp. xxx

Mark up Rp. xxx

Harga jual produk Rp. xxx

Harga Jual = Total Cost + (% dari capital employed)

Volume penjualan dalam unit

Harga Jual =

tetapaktiva x % - 1

unit dalampenjualan Volume

tetap)aktiva x (%Cost Total

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 27

Pengertian mark up disini adalah: laba yang dikehendaki + biaya administrasi dan umum.

Prosentase mark up disini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Laba yang dikehendaki + biaya pemasaran + biaya administrasi dan umum.

DAFTAR RUJUKAN

Carter, William K., and Milton F. Usry. 2006. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 13. Krista, Penerjemah. Jakarta:

Salemba Empat.

Halim, Abdul. 1999. Dasar-dasar Akuntansi Biaya. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Hansen, Don R., and Maryanne M. Mowen. 1999. Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Erlangga.

Hartanto. 1992. Akuntansi Biaya Untuk Perhitungan Harga Pokok Produk. Yogyakarta: BPFE.

Mas’ud, Machfoed. 1995. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: STIE Widya Wiwaha

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Mulyadi. 2007. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Munandar. 1997. Budgeting. Edisi I. Yogyakarta: BPFE.

Sulastiningsih. 1999. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Sugiri, Slamet, dan Sulastiningsih. 2004. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Usry, Milton F. 1994. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok Produk. Jakarta: Salemba Empat.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 28

Perencanaan Laba dan Pengendalian Produksi

Dengan Analisa Break Event Point (BEP) Titin ,SE, MM)

DOSEN UNISLA

ABTRAKSI Analisa Break Event Point ( BEP ) bertujuan untuk mengetahui apakah BEP dapat memberikan pengaruh pada

perencanaan laba dan pengendalian laba. Perencanaan laba dihitung berdasarkan laporan rugi laba dan

laporan penjualan, sedangkan laporan rugi laba dan laporan penjualan dapat diketahui berdasarkan besarnya

pengendalian laba pada perusahaan. Berdasarkan disini bertujuan untuk memprogram pelaksaanaan untuk

tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang. Adanya

perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk

mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan

pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut akan

pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan

budget menetapkan standart pelaksanaan.

Kata kunci : perencanaan laba, pendalian produksi, analisa break eventpoint.

Pengaruh krisis moneter yang besar dirasakan oleh beberapa pelaku bisnis yang mengakibatkan

perusahaan - perusahaan harus dapat mempertahankan usahanya secara efektif dan efisien. Dampak krisis

ekonomi juga berpengaruh terhadap naiknya harga bahan – bahan kebutuhan pokok, sehingga pelaku bisnis

berupaya keras agar tetap dapat mempertahankan usahanya.

Untuk mempertahankan kelangsungan usaha tidaklah mudah apalagi dalam keadaan perekonomian saat

ini diperlukan usaha yang keras untuk mencapai hasil yang maksimal. Pihak manajemen sangat diperlukan

kemampuannya untuk menyusun suatu rencana yang matang. Hal ini membutuhkan berbagai kebijaksanaan dan

strategi yang tepat sehingga dapat mewujudkan tujuan yang yang telah ditetapkan.

Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat

diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk

melakukan pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut

akan pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan

budget menetapkan standart pelaksanaan.

Analisis BEP dipelukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga

jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel dan laba atau rugi.

Pengertian Perencanaan

Menurut Wilson dan Campbell ( 1991 : 125 ), Perencanaan adalah perumusan tujuan dan juga program

pelaksanaan untuk tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang.

Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas manajemen, dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan

untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan

pengendalian terhadap kegiatan perusahaan.

Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 78 ), Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila

rencana tersebut telah ditetapkan, rencana harus diimplementasikan.

Menurut Sumarni ( 1998 : 142 ), Perencanaan adalah menentukan jumlah dan jenis produk yang akan

dibuat agar tetap dalam hal kualitas, manfaat dan kuantitasnya agar dapat dicapai keuntungan yang maksimal.

Tujuan Perencanaan ( Objective of Planing )

Tujuan perencanaan menurut H. Malayu S.P. Hasibuan ( 2001 : 95 ) adalah sebagai berikut :

1) Untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara

pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.

2) Untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada

tujuan.

3) Untuk memperkecil resiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.

4) Untuk menyebabkan kegiatan agar dilakukan secara teratur dan bertujuan.

5) Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 29

6) Untuk membantu penggunaaan suatu alat pengukuran hasil kerja.

7) Untuk menjadikan suatu landasan untuk pengendalian.

8) Untuk membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.

9) Untuk menghindari mismanagemen dan penempatan karyawan.

Jenis-jenis Perencanaan

Menurut H. Malayu S. P. Hasibuan ( 2001 : 96 – 102 ) jenis – jenis perencanaan adalah sebagai berikut :

1) Tujuan / objective

Yaitu pusat perhatian, sampai sejauh mana bidang - bidang atau pusat perhatian itu dapat direalisasikan pada

waktu tertentu ditentukan oleh perkiraan dan hasil yang hendak dicapai.

2) Kebijaksanaan / policy

Yaitu suatu jenis rencana yang memberikan bimbingan berfikir dan arah dalam pengambilan keputusan.

Karena dengan kebijakanaan ini, maka rencana akan semakin baik dan menjuruskan daya fikir dari

pengambil keputusan kearah tujuan yang diinginkan.

3) Prosedur

Yaitu suatu rangkaian tugas yang mewujudkan urutan waktu dan rangkaian itu harus dilaksanakan.

4) Rule

Yaitu suatu rencana tentang peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus ditaati. Rule kadang-kadang

ditimbulkan oleh prosedur, tetapi keadaanya tidak sama. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa rule tidak

menurut “urutan” tindakan dan waktu pelakasanaan pekerjaan.

5) Program

Yaitu suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang kongrit. Karena dalam program

sudah tercantum, baik sasaran, kebijaksanaan, prosedur, waktu maupun anggaran.

6) Budget / anggaran

Yaitu suatu rencana yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap

bidang. Dalam anggaran ini hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang akan diperoleh.

7) Metode

Yaitu sebagai hasil cara pelaksanaan suatu tugas dengan suatu pertimbangan yang memadai menyangkut

tujuan, fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan waktu, uang, dan usaha.

8) Strategi

Yaitu penentuan cara yang harus dilakukan agar memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efektif, .dan

dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Manfaat Perencanaan

Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 81 ), antara lain :

1) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan.

2) Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama.

3) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.

4) Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat.

5) Memberikan cara pemberian pemeritah untuk beroperasi.

6) Memudahkan dalam melakukan koordinasi diantara berbagai bagian organisasi.

7) Membuat tujuan khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami.

8) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.

9) Menghemat waktu, usaha dan dana.

Perencanaan Laba

Menurut Mulyadi ( 2001 : 226 ), Perencanaan Laba adalah merencanakan masa depan perusahaan

dengan satu dasar alternatif dan perumusan kebijakan dalam penyusunan anggaran yang harus dipertimbangkan

dampaknya terhadap laba perusahaan.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 30

Laba dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :

1) Volume produk yang terjual.

2) Harga jual produk.

3) Biaya.

Biaya mempengaruhi harga jual untuk mencapai laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi

volume penjualan, sedangkan volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi

mempengaruhi biaya. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Dalam laporan laba-rugi yang disusun menurut metode variabel costing, perusahan dapat memperoleh

berbagai parameter sebagai berikut:

1) Impas ( Break-event ).

1) Margin of Safety.

2) Shut-down Point.

3) Degree of operating leverage.

4) Laba kontribusi per Unit.

Laporan Rugi Laba

Menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002, p. 80), “Income Statement also nown as a profit and

loss statement, this final output from the accounting cycle reports on the restaurant’s profitability, including

details regarding revenues earned and expenses incurred during a given period of time.” Yang artinya, Income

Statement juga dikenal sebagai laporan laba dan rugi, ini merupakan hasil akhir dari alur laporan akuntansi pada

perhitungan keuntungan, meliputi pendapatan dan biaya-biaya yang disajikan secara detail selama periode waktu

yang diberikan. Yang di sebut Neraca Keuangan (Balance Sheet),

Pengertian Pengendalian

Pengendalian merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui sejauh mana

aktivitas operasional perusahaan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan semula. Jika terdapat penyimpangan -

penyimpangan yang mungkin timbul serta menyimpang dari perencanaan, maka fungsi pengendalian membantu

untuk mengatasi penyimpangan yang terjadi.

Pengendalian adalah untuk menjamin terciptanya kinerja yang efisien, memungkinkan tercapainya

tujuan tersebut. Kegiatan tersebut mencakup penetapan tujuan dan standar, membandingkan kinerja yang diukur

dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, menekankan pencapaian sukses dan upaya untuk memperbaiki

kesalahan Welsch et al (115). Supriyanto (1994) menambahkan bahwa pengendalian (controlling) adalah proses

untuk menjamin bahwa pelaksanaan kerja yang efisien akan dapat mencapai tujuan perusahaan yang telah

ditetapkan.

Sedangkan menurut Glenn A. Welsch W. Hilton Poul N. Gordon( 1995 : 05 ), pengendalian adalah

proses untuk memastikan tindakan yang efesien untuk mencapai organisasi yang mencakup :

1. Penetapan sasaran dan standar

2. Membandingkan keberhasilan dengan sasaran dan standar

3. Mendorong keberhasilan dan memperbaiki kekurangan

Jadi dari beberapa definisi yang ada di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu

proses control usaha sistematis perusahaan untuk memastikan rencana dan tindakan yang efisien dalam mencapai

suatu tujuan perusahaan.\

Tujuan Pengendalian

Dasar dari setiap tindakan adalah tujuan. Tujuan merupakan proses akhir dari terciptanya sesuatu yang

diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh soekarno ( 1986 ) menyebutkan tujuan pengendalian, yaitu :

1. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalanan dengan rencana yang ditetapkan.

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intruksi serta asas-asas yang telah

ditetapkan.

3. Untuk mengetahui kesulitan, kelemahan, serta kekurangan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan

pekerjaan.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 31

4. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan secara efisien.

5. Untuk mngetahui jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan kearah perbaikan.

Jenis – jenis Pengendalian

Pengendalian merupakan fungsi kelima dan terakhir dalam proses manajemen sama dengan

perencanaan, pengendalian juga dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu ada proses pengendalian yang

harus dilakukan dalam suatu organisasi. Pengendalian dapat didefinisikan suatu proses penguji dan mengevaluasi

untuk kerja sebenarnya setiap komponen organisasi suatu perusahaan, mengambil tindakan perbaikan kalau

diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan, sasaran, kebijaksanaan dan standard yang telah ditetapkan

secara efisien. Perencanaan menetapkan sasaran, tujuan, kebijaksanaan dan standard yang dipergunakan oleh

suatu perusahaan.

Pengendalian dilakukan dengan menggunakan evaluasi pribadi, laporan untuk kerja bekal, dan laporan

khusus

Pandangan lain mengatakan jenis Pengendalian sebagai berikut :

1. Pengendalian pendahuluan

Dipergunakan sebelum melakukan tindakan untuk memastikan bahwa sumber daya karyawan disisipkan dan

siap untuk memulai kegiatan.

2. Pengendalian keselarasan

Memantau dengan menggunakan pengamatan pribadi dan laporan atas kegiatan yang sedang berlangsung

untuk memastikan bahwa sasaran dapat dicapai, kebijaksanaan dan prosedur di patuhi selama melakukan

kegiatan.

3. Pengendalian umpan balik

Tindakan setelah kejadian ( pra perencanaan ) yang memusatkan perhatian pada hasil masa lalu untuk

mengendalikan kegiatan dimasa datang. ( Glenn A. Welsch Ronald W. Hilton Poul N. Gordon, 1995 : 16 )

Produksi

Menurut Sofyan Assauri ( 1999 : 75 ), Produksi diartikan suatu cara atau metode dan teknik untuk

menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber - sumber ( tenaga

kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.

Seperti yang diketahui bahwa metode dan teknik menghasilkan produk cukup banyak, tetapi secara

ekstrim dapat dijadikan menjadi dua yaitu:

1) Proses produksi secara terus menerus ( Continuous Process)

Perusahan ini beropersi secara terus menerus untuk memenuhi permintaan pasar selama permintaan akan

barang hasil produksi masih diperlukan konsumen.

2) Proses produksi terputus-putus ( Intermitten Process )

Perusahan ini akan berproduksi bila barang tersebut ada yang memesannya dan barang yang diproduksi

hanya sesuai dengan prmintaan pemesanan.

Hubungan antara Perencanaan dan Pengendalian

Perencanaan merupakan proses dalam pengambilan keputusan serta pelaksana tindakan secara terinci

yang ditujukan untuk mencapi tujuan perusahaan sedangkan pengendalian adalah tindakan yang dapat diterapkan

untuk menjamin tindakan yang dapat diterapkan untuk menjamin tindakan sesuai dengan rencana.

Stoner ( 1990 ) berpendapat bahwa pengendalian tidak akan terjadi bila tidak ada rencana, dan suatu

rencana mempunyai kemungkinan kecil untuk berhasil bila tidak dilakukan beberapa upaya untuk kemajuan

yang telah dicapai.

Hubungan antara perencanaan dan pengendalian yang berjalan beriringan akan menciptakan kondisi

yang dinamis dalam setiap kegiatan, perusahaan untuk mencapai target perusahaan yaitu tercapainya tujuan

secara optimal. Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya sangat dipengaruhi dari perencanaan dan

pengendalian yang baik dalam perencanaan.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 32

s BEP

Analisa Break-Event Point ( BEP )

Istilah Break-Event Point dipakai bilamana suatu perusahaan hanya menutup biaya produksi dan biaya

usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan. Dengan demikian pengertian Break-Event adalah suatu

keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel

maupun yang bersifat tetap. Dengan kata lain keadaan Break-Event menunjukan jumlah laba sama dengan nol

atau bahwa penghasilan total sama dengan biaya total.

Menurut M. Muslich ( 2003 : 66 ), Break Event Point adalah analisis yang menunjukkan hubungan

antara investasi dan volume produksi atau penjualan untuk mendapatkan suatu tingkat profitabilitas.

Menurut Andri Apriyono ( 20 february 2009 ), Break Event Point adalah suatu keadaan dimana dalam

suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas ( penghasilan = total biaya ).

Menurut Mulyadi ( 2001 : 232 ), Break Event Point adalah keadan suatu usaha yang tidak meperoleh

laba dan tidak menderita kerugian.

Menurut Bambang Riyanto ( 1992 : 76 ), Break Event Point adalah suatu teknik analisa untuk

mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.

Menurut Adisaputro ( Anggaran Perusahaan, hal 93-94 ), Break Event Point adalah analisis yang

mampu menunjukan bagaimana jumlah keuntungan yang diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan

pada salah satu atau lebih dari faktor berikut ini :

1. Harga jumlah produk : naik turunya harga jual akan berpengaruh terhadap penghasilan dan penjualan.

2. Jumlah unit yang terjual : juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara langsung mempengaruhi

penghasilan penjualan.

3. Biaya produksi dan atau biaya usaha : yang terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus

diperhitungkan terhadap hasil penjualan.

Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan penjualan dengan keseluruhan biaya, maka

perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena

itu analisis Break-Event sering juga disebut sebagai analisa Cost-Volume-Profit ( Analisi CVP ).

Gambar 1

Kurva BEP

0 P1 P2 P3 P4

Garis Produksi / penjualan.

Keterangan :

OP : Garis Produksi/ Penjualan (dalam unit)

OS : Garis Penjualan (dalam rupiah)

OR : Biaya

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Laba dibagi menjadi 3, yaitu :

Perubahan Volume produksi / Penjualan

Perubahan harga Jual

Perubahan Biaya

Perubahan Volume Produksi.

R2

Biaya Variabel

Total Biaya Semi

Variabel

Volume Penjualan

R1

RP

Daerah Rugi

Daerah laba

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 33

Asumsi - Asumsi Dasar Dalam Menggunakan Analisis Break-Event Point ( BEP )

Untuk dapat melakukan analisis Break-Event Point ( BEP ) atau titik impas dalam pengelolaan suatu

usaha jasa restoran dan bar, dalam hal ini bistro dan lounge perlu dipenuhi asumsi – asumsi dasarnya, karena

tanpa terpenuhi asumsi dasar tersebut maka tidak akan dapat dilakukan suatu dasar analisisnya. Adapun asumsi –

asumsi yang harus terpenuhi menurut Soekrisno, ( Manjemen Food and beverage service hotel, hal 172 -

173,2001 ) didalam menganailisis biaya volume laba adalah sebagai berikut :

1. Biaya didalam usaha bisnis dibagi atau dapat dipisahkan mana yang bersifat variabel ( variabel Cost ) dan

mana yang bersifat tetap ( Fixed cost ). Biaya – biaya yang bersifat meragukan, yaitu semivariabel harus

ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada 2 kelompok biaya saja, yakni biaya tetap dan biaya

variabel

2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah – ubah secara proporsioanal dengan volume penjualan. Ini

berarti bahwa biaya perunitnya atau perpelangganya adalah tetap sama.

3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume penjualan. Ini berarti

bahwa biaya tetap perunitnya atau perpelangganya berubah – ubah karena adanya perubahan volume

kegiatan atau penjualan.

4. Harga jual perunit tidak berubah selama periode yang dianalisis, jika dalam usaha menaikan volume

penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini

mempengaruhi hubungan biaya, volume dan laba.

5. Usaha bisnis tertentu hanya memproduksi atau menjual satu macam produk saja, apabila diproduksi lebih

dari satu macam produk, pertimbangan penghasilan penjualan antara masing – masing produk atau sales mix

nya adalah tetap konstan.

6. Situasi ekonomi dan keadaan lain harus tetap dalam kondisi stabil. Pada masa inflasi tinggi sangat susah

untuk meramalkan penjualan atau harga jual untuk masa mendatang dan akan sangat beresiko untuk

menggunakan analisa BEP untuk pengambilan keputusan kedepan.

7. Bahwa analisa BEP hanya digunakan sebagai panduan untuk pengambilan keputusan pendekatan matematis

atau pendekatan grafis mungkin mengidikasikan suatu kepastian, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan

seperti hubungan antara karyawan, niat baik pelanggan, keadaan sosial atau lingkungan, yang menjadi

kontradiksi dalam perhitungan analisa BEP.

Klasifikasi Biaya

Untuk menentukan BEP atau biasa kita sebut titik impas, biaya-biaya yang terjadi selama periode

tertentu harus diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Pada umumnya perilaku biaya diartikan

sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan berdasarkan perilakunya dalam

hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

1. Biaya Tetap

adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu tetapi biaya

perunit berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan.

2. Biaya Variabel

adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahaan volume kegiatan sedangkan biaya

variabel perunitnya konstan ( tetap ) dengan adanya perubahaan volume.

3. Biaya Semi Variabel

adalah biaya yang memiliki elemen tetap dan variabel didalamnya.

Sifat biaya semi variabel memilki karakteristik seperti dibawah ini :

a. Total berubah mengikuti perubahan volume, tetapi perubahannya tidak proposional.

b. Perunitnya juga berubah, tetapi terbalik dengan perubahaan volume, dan tidak sebanding.

Pemisahaan biaya semi variabel / campuran

adalah pemisahan biaya campuran ini diperlukan dalam rangka penggunaannya sebagai perencanaan,

pengendalian dan sebagai informasi pengambilan keputusan.

Beberapa jenis biaya tertentu yang sifatnya campuran sulit untuk ditentukan dengan pasti,berapa bagian

yang bersifat variabel dan beberapa bagian yang bersifat tetap. Oleh karena pentingnya perencanaan dan

pengendaliaan, biaya campuran harus dipisahkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 34

Beberapa teknik untuk memisahkan biaya campuran menurut Sugiri, ( Akuntansi Manajemen hal 44-51

), antara lain :

1) Metode diagram pancar

2) Metode titik tertinggi dan rendah

3) Metode regresi linear

Ketiga teknik ini mendasarkan pada pengumpulan data historis yang menunjukan besarnya biaya

campuran / semi variabel dimasa lalu berbagai tingkat kegiatan.

Untuk menentukan perencanaan laba dan pengendaliaan produksi dengan menggunakan metode analisa

break event point dengan rumus yang dilakukan oleh Drs. R. A. Supriyono ( Akuntansi Manajemen 1, halaman

516-519 ) dapat dilakukan sebagai berikut :

1) BEP Dalam Unit

A A

X = =

P – B CM per Unit

Ket :

X = Volume Penjualan

P = Harga Jual Per unit

A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap

B = Biaya Variabel Per unit

2) BEP Dalam Rupiah

A A

PX = =

B CM Ratio

1- P

b. Sedangkan Perhitungan laba yang direncanakan, Untuk menghitung perencanaan laba dapat

digunakan rumus sebagai berikut :

1) Perencanaan Laba Dalam Unit

A + I A + I

X = =

P – B CM per Unit

Ket :

X = Volume Penjualan

A = Biaya Tetap

P = Harga Jual Per Unit

B = Biaya Variabel Per Unit

I = Laba yang Ditargetkan

2). Perencanaan Laba Dalam Rupiah

A + I A + I

X = =

B CM per Unit

1 –

P

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 35

Ket :

P = Harga Jual Per unit

X = Volume Penjualan

A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap

B = Biaya Variabel Per unit

I = Laba yang ditargetkan

1 = Konstata

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputra G-M Asri ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE, Yogyakarta.

Ahyari Agus ( 1994 ), Manajemen Produksi, Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.

Apriyono,Andri ( 2009 ), WWW. Break Event Point.

Asri Adisaputro G-M, ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE,Yogyakarta.

Gleen A Welsch-Ronald W. Hilton-Poul N. Gordon ( 1995 ),Budgeting, Edisis Kelima, Bumi Aksara, Jakarta.

H. Malayu. S.P. Hasibuan ( 2001 ), Pengantar Manajemen, Edisi revisi, PT Bumi Aksara.

Kamarudin, Ahmad, ( 2000 ), Akuntansi Manajemen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Milton F. Usry Lawrence H. Hammer( 1995 ), Akuntansi Biaya, Edisi kesatu, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Multi Sumarni-Jhon Sueprihanto ( 1998 ), Pengantar Bisnis, Edisi Kelima, Liberty, Yogyakarta.

Mulyadi ( 2001 ), Akuntansi Manajemen, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga,Jakarta.

Muslich Mohamad, SE. M.BA, ( 2003 ), Manajemen Keuangan Modern, Penerbit Bumi Aksara , Jakarta.

Riyanto Bambang ( 1995 ), Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Penerbit Gadja Mada,Yogyakarta.

Soekresno,( 2001 ), Manajemen Food and Beverage Service Hotel, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

T. Hani Handoko, ( 1994 ), Dasar-dasar Manajemen, Edisi kedua, cetakan ketujuh, BPFE, Yogyakarta.

Umar Husein ( 2003 ), Study Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 36

ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP

TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA)

Dr. imam Sutrisno)*

Dosen unisla

ABSTRAK

Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan

keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga

kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Oleh karna itu pelaksanaan pengawasan dan pengendalian

dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan.

Berdasarkan uraan di atas maka Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan

jalan melaksanakan kegiatan pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang

produksi. Oleh karna itu penulis mengangkat dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh antara system

pengendalian Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil produksi dan Apakah pelaksanaan

sistem pengendalian Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan produksi ,sehingga

penulis dapat menganalisa data dengan metode statistic.

Metode analisa data yang di pakai adalah Regresi sederhana dan koefisien koerelasi produk moment (r)

antara system manajemen TQC (X) dengan tingkat kerusakan produk (Y) selama 1tahun (bulan januari –

desember).Sedangkan uji t di gunakan untuk menguji hipotesa tentang nilai koefisien korelasi.

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa Y=58,98 + 0,106X Artinya Apabila perusahaan tidak

melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar 58,98.,dan apabila Total Quality Control

ditambah/ dinaikan maka berpengaruh terhadap tingkat kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa

(a=0) dan koefisien korelasi (r) = 0,61 sehingga R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t

table yaitu 2,443 > 2,228 berarti system pengendalian total quality control berpengaruh terhadap tingkat

kerusakan produk yang rusak.

(Kata kunci :system manajemen, TQC, tingkat kerusakan, produk )

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan

keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga

kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin.

Pelaksanaan pengawasan dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan.

Seorang yang melakukan tugas pengawasan harus sungguh-sungguh mengerti tujuan dari tugas yang

dilaksanakan itu.

Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan jalan melaksanakan kegiatan

pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang produksi. Maka pengawasan

telah ditetapkan pada perusahaan pengelola kayu PT. Sinar Kayu Abadi, mengingat produk perusahaan

merupakan produk pesanan yang mana secara tidak langsung baik buruknya membawa nama baik

perusahaan tersebut.

Dengan demikian penting sekali manajemen Total Quality Control diterapkan dalam perusahaan.

Usaha yang dilakukan merupakan produksi pesanan dimana produksi yang ditunjukkan untuk memenuhi

permintaan, terutama permintaan dari luar negeri.Selain itu pengawasan mutu (Quality Control) merupakan

spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standart yang tercermin dalam produk atau hasil akhir.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, dapat di rumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Adakah pengaruh antara system manajemen Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil

produksi perusahaan pengelolaan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya?

2. Apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan

produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya ?

C. Tujuan Penelitian

3. Untuk mengetahui, apakah ada pengaruh Sistem manajemen Total Quality Control terhadap tingkat

kerusakan produk perusahaan pengolahan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 37

4. Untuk mengetahui, apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan

tingkat kerusakan produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya.

D. Landasan Teori

1. Pengertian Manajemen

Menurut Mary porker vollet , Manajemen adalah seni (kemampuan pribadi) dalam menyelesaikan

pekerjaan melalu orang lain.”

Sedangkan menurut Stoner , Manajemen adalh proses perencanaan, pengorganisasianm

pengarahan dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya

sumberdaya organisasi lainnya , agar mencapai tujuan oganisasi yang telah ditetapkan.

2. Pengertian Pengendalian Mutu Terpadu (TQC)

Menurut Sofyan Assauri (1993 : 162), bahwa pengendalian mutu terpadu (TQC) adalah untuk

memastikan apakah kebijakan dalam hal standart mutu terpadu tercermin dalam hasil akhir.

Pengendalian Mutu Terpadu(TQC) menurut Suryadi Prawira Sentono (2002 : 71) “adalah kegiatan

terpadu mulai dari pengendalian standart mutu bahan, standart proses produksi, barang setengah

jadi, barang jadi,sampai standart pengiriman produk akhir konsumen, agar barang (jasa) yang

dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan”.

3. Pengertian Produk Rusak (Spoiled Good)

Menurut pendapat Mari Mulyadi (1999 : 324) bahwa produk rusak adalah produk yang tidak

memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi

produk yang baik.

Produk rusak berbeda dengan sisa bahan, Karena sisa bahan merupakan bahan yang mengalami

kerusakan dalam proses produksi yang telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya

overhead pabrik.

4. Organisasi pengawasan mutu dalam fungsi suatu perusahaan

Pengawasan mutu merupakan fungsi yang terpenting dari suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap

pabrik mempunyai pengawasan yang dilakukan oleh bagian pengawasan.

Setiap orang atau bagian yang berhubungan dengan kegiatan produksi mempunyai tanggung

jawab langsung atas pelaksanaan pekerjaan dan sesuainya barang hasil dengan spesifikasi yang telah

ditentukan.

Oleh karena itu tugas ini merupakan tugas yang beraneka ragam ini sangat sulit karena

menyangkut berbagai bidang, maka tanggung jawab pengawasan mutu ini begitu besar dan terletak

pada bagian manajer produksi.

Tugas-tugas dari organisasi pengawasan terhadap proses produksi ini adalah :

1) Pengawasan atas bahan-bahan yang rusak

2) Pengawasan atas kegiatan macam-macam tingkatan produksi

3) Pengawasan terhadap produksi akhir

4) Penyelidikan atas sebab-sebab kesalahan yang timbul

Adapun langkah-langkah pengawasan kualitas adalah sebagai berikut :

1) Pemilihan hal-hal yang penting, menentukan tingkat-tingkat dalam suatu proses, dimana harus

dilakukan cheeking. hal ini dilakukan dengan memperhatikan :

a) Tanggung jawab terhadap langganan, terutama dalam menyangkut nama baik perusahaan.

b) Sifat dari material dan reability supplier.

c) Kepentingan proses produksi itu sendiri stabilitas dan pentingnya untuk menjaga material-

material tetap berada dalam arus produksi.

2) Menentukan standart kualitas

Dalam hal ini harus ditetapkan dengan jelas macam kualitas yang akan diperlukan, banyaknya

jumlah yang harus dicapai.

Standart harus memenuhi :

a) Keinginan pembeli yang biasanya berhubungan dengan fungsi dari elastisitas hasil produksi

tersebut.

b) Kebutuhan teknik dan proses pekerjaan lebih lanjut.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 38

3) Pemeriksaan terhadap barang-barang yang sedang dikerjakan, pemeriksaan hendaknya dilakukan

setiap saat selama proses produksi berlangsung dan memperhatikan :

a) Hubungan antar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menguji, serta akibat yang akan terjadi,

memberikan suatu pekerjaan yang salah, ditinjau dari hal menambah biaya proses lebih lanjut.

b) Akibat keterlambatan, bilamana hasil tes menunjukkan perlu diadakan tindakan koreksi.

4) Melaporkan hasil-hasil tersebut diatas

Hasil pengujian terutama langsng mengawasi jalannya pelasanaan produksi agar sebelum

terjadi pembuatan yang salah dapat diambil langkah tindakan. Oleh karena itu keterangan tentang

langkah-langkah tindakan koreksi yang perlu dilakukan harus jelas.

5. Gugus Kendali Mutu

a. Pengertian gugus kendali mutu

Pendapat dari beberapa ahli mengenai gugus kendali mutu memberikan definisi yang

berbeda-beda akan tetapi pada prisipnya maksud dan tujuannya sama.

Menurut pendapat dari Rusli Syarif (1990 : 7) bahwa “gugus kendali mutu adalah suatu

kelompok kecil dari bidang pekerjaan yang sejenis dalam organisasi yang mengadakan pekerjaan

secara suka rela diluar jam kerja tertentu”.

Sedangkan menurut pendapat Kouru Ishikawa (1988 : 7), bahwa “gugus kendali mutu

adalah kelompok kerja yang secara suka rela mengadakan kegiatan pengendalian mutu ditempat

kerja mereka sendiri”.

Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1) Gugus kendali mutu adalah pelaksanaan pengendalian mutu terpadu sebagai salah satu teknik

untuk meningkatkan mutu produk perusahaan.

2) Gugus kendali mutu adalah sekelompok kerja dalam unti yang sama dan bertemu secara

berkala dengan cara mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan masalah.

Dengan melalui gugus kendali mutu ini diharapkan mutu produksi yang dihasilkan dapat

ditingkatkan dan tingkat kerusakan dapat ditekan sekecil mungkin dan keadaan mutu produk dapat

diketahui sejak dini.

Ide dasar dilaksanakannya gugus kendali mutu perusahaan secara menyeluruh sebagai berikut :

1) Turut membantu perbaikan dan pengembangan perusahaan.

2) Menghargai kemanusiaan dan mengembangkan yang sesuai dan pantas.

3) Menggunakan kemampuan sepenuhnya dan bila perlu menggali kemampuan yang tak terbatas.

Ada 9 macam pedoman kegiatan dalam gugus kendali mutu :

1) Pengembangan diri

2) Kesukarelaan

3) Kegiatan kelompok

4) Partisipasi karyawan

5) Pemanfaatan teknik-teknik kendali mutu

6) Kegiatan yang berhubungan erat dengan tempat kerja

7) Vasilitas dan kesinambungan dalam kegiatan kendali mutu

8) Pengembangan bersama

9) Kesadaran akan pentingnya kendali mutu

b. Pelaksanaan Gugus Kendali Mutu

Mengingat masalah yang dihadapi setiap organisasi atau perusahaan berbeda maka jenis

ketertiban para karyawan setiap perusahaan atau orgaisasi juga akan berbeda-beda pula. Untuk

menghadapi hal yang demikian itu, maka setiap anggota organisasi atau perusahaan harus

dikembangkan rasa memiliki dan rasa ikut bangga pada perusahaannya.

Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu dibentuk kelompok-kelompok atau gugus kendali

mutu disemua bagian dan semua bagian tingkat dalam organisasi.

.

6. Langkah-langkah Gugus Kendali Mutu dan Kegiatan Gugus Kendali Mutu

Langkah-langkah tugas gugus kendali mutu adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan informasi

1) Menetapkan tolak ukur dan target hasil kerja

2) Mengukur dan mencatat hasil kerja untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai

fakta

3) Mengolah data-data yang diperoleh unutk dijadikan bahan informasi

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 39

b. Mengidentifikasi masalah

Dari informasi-informasi yang didapatkan akan diidentifikasikan masalah yang dihadapi

merupakan sumbang saran dari :

1) Anggota gugus kendali mutu sendiri

2) Manager atau atasan

3) Staf atau ahli

c. Pemilihan masalah

Pemilihan masalah dilakukan sendiri oleh gugus kendali mutu.

d. Analisa masalah dan rekomendasi penyelesaian

Analisa masalah dilakukan oleh anggota gugus kendali mutu dan bila diperlukan dapat meminta

bantuan ahli dalam bidang yang bersangkutan, yang diundang dalam pertemuan gugus kendali

mutu guna memberikan petunjuk dan pengarahan saja, sebab semua tanggung jawab tetap menjadi

beban gugus kendali mutu yang bersangkutan.

E. Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan dan memahami dalam penelitian ini agar sesuai dengan kriteria yang sistematis dan

logis, maka diperlukan suatu kerangka konseptual yaitu membuat skema/ bagan yang menggambarkan alur

masalah.

Keterangan :

Dengan menggunakan pendekatan Total Quality Control akan dapat mengendalikan tingkat kerusakan

produk.

F. Hipotesis

“ Di duga Sistem ManajemenTotal Quality Control berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk

pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya”

G. Definisi Operasional Variabel

Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian atau apa yang menjadi titik

pokok penelitian (suhartini,1992 : 91)

Menurut Sugiyono (2006 : 3), Variabel Bebas Adalah Variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain,

meliputi :

Total Quality Contro,l sebagai varabel bebas (X)

Total Quality Control adalah suatu sistem yang efektif dengan cara mengikutsertakan seluruh jajaran

karyawan untuk secara aktif dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan mutu dari berbagai produk yang

dihasilkan peerusahaan.

Tingkat Kerusakan produk, sebagai varabel terikat (Y)

Tingkat kerusakan adalah mengetahui berapa produk yang mengalami kerusakan dengan didasarkan pada

ketentuan.

H. Metude Analisa Data

Analisa data yang di gunakan dalam penelitian kuantitaif ini yaitu :

1, Pearson Product Moment Correlation, yang ditunjukkan dengan rumus :

Strategi

Perusahaan

Pendekatan

Total Quality

Control

(TQC) (X)

Tingkat

Kerusakan

Produk

(Y)

Regresi Linier

Korelasi

Uji t

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 40

2222 ...

..

YYnXXn

YXXYnr

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

n = Banyaknya tahun

X = Jumlah Total Quality Control

Y = Jumlah tingkat kerusakan produk

2. Analisa Regresi Linier

Pada penelitian ini teknik analisa yang digunakan adalah regresi linier karena peneliti berasumsi

terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dengan analisa ini diharapkan dapat

menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Y = a + bx

Keterangan :

Y = Tingkat kerusakan

X = Pendekatan TQC

b = Koefisien regresi

a = Konstanta

b. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji tingkat signifikan pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat secara parsial (sendiri-sendiri) pada tingkat kepercayaan tertentu.

21

2

r

nrt

Keterangan :

t = t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t table

n = Banyaknya tahun

r = koefisien korelasi

Hi; Daerah penolakan Hi : Daerah penolakan

Ho : daerah

penerimaan

- t table t Tabel

0 : Ho 1 (tidak ada pengaruh variabel X atau pendekatan Total Quality Control terhadap variabel Y atau

tingkat kerusakan).

0 : Hi 1 (ada pengeruh variabel X atau sstem manajemen Total Quality Control terhadap variabel Y atau

tingkat kerusakan)

I .Hasil penelitian

Setelah penulisan mendapatkan data-data dari perusahaan mengenai data-data biaya Total Quality

Control, maka dapat diolah dan di analisa guna mengetahi seberapa besar pengaruh system pengendalian

Total Quality control terhadap tingkat kerusakan. Dari data diatas, kemudian dilakukan uji kebenarannya,

maka berikut ini ditetapkan langkah-langkah pengujian hipotesis sebagai berikut :

1. Analisa korelasi

2222 .

.

yynxxn

yxxynrxy

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 41

Dimana :

r = Koefesien Korelasi

n = Jumlah yang diteliti

x = jumlah total quality control

y = Jumlah tingkat kerusakan

Tabel 1

Pengaruh Total Quality Control dengan

Tingkat Kerusakan pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya

2222 .

.

yynxxn

yxxynrxy

221995)450.350(12.144.12)378.914.12(12

)995.1)(144.12()020.085.2(12

xyr

025.980.3400.205.4.736.476.147536.972.154

280.227.24240.020.25

xyr

375.225.800.495.7

960.792xyr

74,47485,737.2

960.792

xrxy

91,766.299.1

960.792xyr

61,0xyr

2. Analisa Regresi Linier

Analisa regresi linier digunakan untuk mengukur intensitas hubungan dua variabel dan membuat nilai Y

atas dasar nilai X dengan rumus :

Y= a + bx

b=

22 )()(

))((

XXn

YXXYn

b= 2)144.12()536.914.12(12

)995.1)(144.12()020.085.2(12

b =

736.476.147536.972.154

280.227.24240.020.25

b = 800.495.7

960.792

b = 0,106

a = n

XbY

= 12

)144.12)(106,0(995.1

Bulan X Y X2

Y2

XY

Januari 1.272 225 1.617.984 50.625 286.200

Februari 1.249 197 1.560.001 38.809 246.053

Maret 1.223 202 1.495.729 40.804 247.046

April 1.187 191 1.347.921 36.481 226.717

Mei 1.161 197 1.347.921 38.809 228.717

Juni 1.144 121 1.308.736 14.641 138.424

Juli 1.120 183 1.254.400 33.489 204.960

Agustus 996 86 992.016 7.396 85.656

September 811 173 657.721 29.929 140.303

Oktober 782 156 611.524 24.336 121.992

November 628 144 394.384 20.736 90.432

Desember 571 120 326.041 14.400 68.520

Jumlah 12.144 1.995 12.914.378 350.455 2.085.020

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 42

= 12

)3,287.1(995.1

= 12

7,707

a = 58,98

Y = 58,98 + 0,106X

J. Pengujian Hipotesis

Hipotesis sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi Dengan Tingkat Signifikan

Uji dua arah = a/2 = 0,025 (2,5%) ,Df = N – K – 1 Df = 12 – 1 – 1 = 10

Di mana :

Ho : β = 0 ( tidak ada pengaruh variabel X atau sytem manajemen Total Quality Control terhadap

variabel Y atau tingkat kerusakan)

Hi : β≠ 0 ( terdapat pengaruh variabel X atau sytem manajemen Total Quality control terhadap variabel

Y atau tingkat kerusakan)

Ttabel = 2,228

21

2)-(n

r

rthitung

2)61,0(1

2)-(1261,0

hitungt

3721,01

1061,0

hitungt

6279,0

16,361,0 xthitung

7924,0

9276,1hitungt

433,2hitungt

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa t hitung > t table yaitu 2,433 > 2,228 berarti variabel system

manajemen dengan menggunakan pendekatanTotal Quality Control dengan tingkat kerusakan produk

mempunyai pengaruh yang signifikan dimana Ho Ditolak dan Hi Diterima

K. Kesimpulan

Dari hasil penelitiaan maka penulis menarik beberapa kesimpulan berdasarkan data – data pada

perusahaan pengolahan kayu PT SINAR KAYU ABADI –Surabaya yang telah diolah dari analisis sebelumnya

adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisa korelasi produk moment ada hubungan yang kuat antara systm manajemen TQC dengan

tingkat kerusakan produk dengan nilai r = 0,61 dan R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t

table yaitu 2,443 > 2,228 , hal ini berarti system manajemen total quality control terhadap tingkat kerusakan

mempunyai pengaruh, dimana Ho diterima dan Hi ditolak.

2.Dari hasil analisa Regresi Linier Sederhana bahwa persamaan Y = a + b X , Y=58,98 + 0,106X

a =58,98 Artinya Apabila koperasi tidak melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar

58,98.

b= 0,106 Artinya.apabila Total Quality Control ditambah/dinaikaan maka berpengaruh terhadap tingkat

kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa ( a = 0 ).

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 43

DAFTAR PUSTAKA

Iqbal hasan, 2004. Analisi Data Penelitian dan Statistik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta

Kouru Ishikawa, 1990. Teknik Penentuan Pengendalian Mutu, Edisi 1, Penerbit Mediyatma sarana

Perkasa, Jakarta

Lalu Sumayang, 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Manulang M, 1981. Dasar-Dasar Manajemen Produksi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta

Muhdarsah Sinungan, 1997. Pengendalian Mutu Terpadu, Edisi 11, Penerbit PPM, Jakarta

Mulyadi, 1999. Akuntansi Biaya, Edisi V, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta

Sofyan Assaury, 1993. Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi V, Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, Jakarta

Sudjana, 1989. Metode Statistik, Edisi V, Penerbit Tarsito, Bandung

Suryadi Prawirosentono, 2002. Manajemen Mutu Terpadu, Penerbit Bumi Aksara,

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 44

LEASING SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PEMBELANJAAN

DALAM PENAMBAHAN SARANA ANGKUT

(studi kasus Perusahaan Tenun El Resas Lamongan)

Abid Muhtarom,SE)*

Dosen Unisla

ABTRAKSI

Persaingan yang semakin ketat ini perusahaan dituntut untuk lebih mengutamakan kepuasan pelayanan

bagi konsumen, dengan tidak mengabaikan tujuan perusahaan. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi

yang baik ditimbulkan oleh perusahaan yang berskala besar maupun yang berskala kecil sangatlah

membutuhkan adanya sumber pembelanjaan yang tepat agar menunjang kelancaran produksi.

Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan leasing

merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambhan

sarana angkut sedangkan tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber

pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambahan sarana angkut pada

perusahaan tenun. Sehubungan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian ini adalah diduga dengan

menggunakan cara leasing ( sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan lebih efesien mendapat

sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun Elresa Lamongan.

Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis, maka untuk menganalisa Leasing (X) terhadap sumber

pembelanjaan maka metode yang digunakan yaitu NPV,CF,IRR, hasil yang diperoleh adalah Dengan melakukan

perhitungan angsuran pembayaran antara kredit bank dan leasing menggunakan metode NVP perbandingan

antara kredit bank sebesar Rp. 838.235.963,2 sedangkan Leasing sebesar 795.501.506, maka usulan investasi

diterima dan layak. Perhitungan IRR kredit bank 74,48% sedangkan Leasing 72,01%, maka IRR diterima

karena IRR lebih besar dari Cost of Capital.

Dari perhitungan analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan melalui leasing lebih

efesien dibandingkan dengan pembiayaan melalui kredit bank untuk pembelanjaan sarana angkut pada

perusahaan Elresas.

Kata kunci : leasing, sumber pembelanjaan, penambahan sarana

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada dewasa ini tumbuh dengan pesatnya. Pertumbuhan

dan perkembangan ini meliputi segala bentuk badan usaha, baik yang bergerak di bidang industri, jasa,

perdagangan dan lainnya. Hal ini merupakan salah satu wujud nyata dari alam kebebasan atau kemerdekaan

yang diraih oleh para pendiri bangsa dengan pengorbanan baik harta, nyawa, dan lainnya.

Beberapa alternatif sumber pembelanjaan dalam penambahan sarana angkut yaitu menggunakan

dana yang dimiliki perusahaan itu sendiri, dana yang diperoleh melalui kredit bank, atau dengan sewa guna

usaha (leasing). Perusahaan harus mengambil suatu tindakan bijaksana dalam menetapkan alternatif yang

ada.

B. Perumusan Masalah

“Apakah dengan menggunakan leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada

membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut Perusahaan Tenun Elresas?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan

terbaik dari pada membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut pada Perusahaan Tenun.

D. Landasan teori

Pengertian Manajemen Pembelanjaan

Menurut Bambang Riyanto pengertian Pembelanjaan adalah sebagai berikut :

Pembelanjaan dalam arti sempit adalah aktivitas perusahaan yang hanya bersangkutan dengan

usaha mendapatkan dana saja yang sering dinamakan pembelanjaan pasif. Sedangkan arti pembelanjaan

secara luas yaitu meliputi semua aktivitas perusahaan yang bersangkutan dengan usaha mendapatkan

dana tersebut seefisien mungkin.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 45

Jenis-jenis Pembelanjaan Dalam Perusahaan

Ditinjau dari sudut pemberi dana manapun dari pihak penerima dana, masalah pembelanjaan dapat

dikatagorikan atas 2 jenis pembelanjaan, yakni :

a. Pembelanjaan Aktif

Pembelanjaan aktif adalah usaha menanamkan dana yang ada dalam perusahaan lain atau

menanamkan dalam usaha sendiri dengan memilih alternatif’ cara yang paling efisien dan

menguntungkan.

b. Pembelanjaan Pasif

Pembelanjaan pasif adalah usaha memperoleh dana dari berbagai sumber dana yang paling

menguntungkan.

Sumber Pembelanjaan perusahaan

Jika ditinjau dari sumber modal atau dana yang diperoleh perusahaan, maka sumber

pembelanjaan dapat dikategorikan atas :

1. Pembelanjaan yang bersumber dari dalam perusahaan

Pembelanjaan dari dalam perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan

dana tidak diambil dari luar perusahaan, melainkan diambil dari dana yang dibentuk atau

dikategorikan atas :

a. Pembelanjaan intern (Interne finazierung)

Adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari laba cadangan.

b. Pembelanjaan intensive (Intensive finazierung)

Pembelanjaan intensive adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari

penyusutan aktiva tetap.

2. Pembelanjaan dari luar perusahaan (Aussenfina zierung)

Pembelanjaan dari luar perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan

modal adalah diambil dari sumber-sumber modal di luar perusahaan.

Sumber-sumber modal diluar perusahaan dapat dibedakan menjadi 3 tipe pembelanjaan yaitu :

1) Hutang jangka pendek (short term debt) yang meliputi periode kurang dari satu tahun, dapat

berupa :

- Kredit dari penjual (trade credit)

Perusahaan dapat meminta kepada supplier untuk menjual barangnya dengan pembayaran

di belakang biasanya tidak perlu ada jaminan atas hutang dagang tersebut.

- Commercial paper

Biasanya tingkat bunga kurang dari “prima rate” yang diperhitungkan dalam bank.

- Bank

Untuk mendapatkan pinjaman dari Bank, perlu memiliki posisi keuangan yang lebih baik

dan modal yang cukup. Kredit dari bank dapat berupa fasilitas over draff dan lain-lain.

2) Hutang jangka menengah (intermediate term) yang meliputi jangka waktu antara l tahun

sampai dengan 5 tahun dapat berupa :

- Inventory financing

Inventory ini harus berupa barang yang mempunyai nilai pasar atau harus dapat

dipasarkan (marketable)

- Leasing

Leasing dapat berupa “Leasing Property” dengan membuat persetujuan menyangkut

purchase option dapat dilaksanakan dengan cara “Sates and lease back”, ataupun

“financial lease” dan “Operating lease”.

- Lembaga keuangan

Salah satu alternatif selain Bank, yang kadang kala menawarkan tingkat bunga yang relatif

lebih tinggi dan menghendaki jaminan yang cukup besar.

3) Hutang jangka panjang (long term) yang meliputi jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat berupa

:

- Bonds

Merupakan kewajiban jangka panjang dan salah satu alternatif yang cukup menarik karena

stock deviden, bisa berupa pinjaman obligasi.

- Mortgages

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 46

Mempunyai tingkat bunga yang menguntungkan, skedul pembayarannya dalam waktu

yang cukup lama, dan selalu bersedia.

- Kredit investasi kecil

Pinjaman Bank Berjangka

Menurut Karta Dinata, pinjaman melalui bank memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Si peminjam wajib membayar bunga.

b. Wajib membayar administrasi yang harus dikeluarkan untuk membuat perjanjian tersebut.

c. Selain itu bank juga memperhitungkan untuk jumlah kredit yang belum dipergunakan.

d. Suatu bentuk persyaratan lain yang mungkin diminta bank adalah yang disebut

Compensating Balance yaitu jumlah uang yang harus ada dalam rekening biro peminjam.

Pengertian Leasing

Leasing berasal dan bahasa Inggris “to lease“ yang berarti menyewakan, namun berbeda

dengan istilah rent/rental yang masing-masing mempunyai arti dan hakekat yang berlainan.

Definisi leasing menurut IAI dalam Pedoman SAK dituangkan dalam pasal Surat

Keputusan Bersama Tiga Menteri dengan No. Kep-122/MK/1974, No. 32/MSK/2/1974 dan No.

30/Kpb/I/1974 menyatakan bahwa

Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal

untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-

pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (Pile) bagi perusahaan tersebut untuk

membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing

berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

Adapun pihak yang bersangkut dalam perjanjian kontrak (lease) atau juga subyek

perjanjian lease, terdiri dan beberapa pihak yaitu :

1) Lessor

Adalah pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari beberapa perusahaan.

2) Lessee

Adalah pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa dan yang mempunyai

hak opsi.

3) Kreditur

Dalam transaksi leasing umumnya terdiri dari beberapa bank, insurance company, trust,

yayasan.

4) Supplier

Adalah penjual dan pemilik barang yang disewakan, dapat terdiri dari perusahaan yang berada

di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri.

Jenis-jenis Leasing

Berdasarkan Pernyataan SAK Nomor 30 jenis-jenis leasing adalah :

1) Finance Lease (sewa guna usaha pembiayaan)

Dalam sewa guna usaha ini lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal.

Lessee memilih barang modal yang dibutuhkan, dan atas nama perusahaan leasing melakukan

pemesanan. Pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi

lease. Selama masa lease, lessee melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah

seluruhnya ditambah pembayaran nilai sisa (kalau ada) akan mencakup pengembalian harga

perolehan barang modal yang dibiayai beserta bunganya yang merupakan pendapatan lessor.

2) Operating Lease (sewa menyewa biasa)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan

selanjutnva disewakan kepada penyewa guna usaha. Jumlah pembayaran sewa guna usaha

tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut

berikut bunganya.

3) Sales Type Lease (Sewa guna usaha penjualan)

Merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease)

dimana jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang

juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha ini seringkali merupakan suatu

jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.

4) Levarage Lease

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 47

Transaksi sewa guna usaha ini melibatkan minimal tiga pihak yaitu penyewa guna usaha,

perusahaan sewa guna usaha dan kreditur jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari

transaksi ini. Biasanya metode ini dipergunakan untuk pembiayaan barang modal yang

nilainya sangat besar sehingga tidak mungkin dipikul sendiri oleh pihak lessor.

Mekanisme Leasing

Menurut Achmad Anwari prosedur dan mekanisme yang berkaitan dalam kontrak leasing,

secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Pemilihan barang modal oleh lessee

Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran

harga dan menunjuk supplier peralatan yang di maksud.

2) Permohonan lease

Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, menyerahkan kepada lessor disertai

dokumen pelengkap.

3) Evaluasi oleh lessor

Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease

dengan syarat dan kondisi yang disetujui lease (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka

kontrak lease dapat ditandatangani.

4) Penandatangan kontrak leasing

Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang

dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam

kontrak utama.

5) Kontrak pembelian

Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan.

6) Penyerahan barang modal

Supplier dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi untuk mempertahankan dan

memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan

purna jual.

7) Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.

8) Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lessee). Bukti pemilikan dan

pemindahan pemilikan kepada lessor.

9) Pembayaran harga barang modal.

Lessor membayar harga peralatan yang di lease kepada supplier

10) Pembayaran sewa

Lessee membayar sewa secara periodik sesuai jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam

kontrak lease.

11) Lease dapat menggunakan hak opsi diakhir kontrak lease. Diakhir masa kontrak lessee

mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut atau tidak membelinya.

12) Pengembalian barang modal kepada lessor jika lessee tidak menggunakan haknya maka ia

harus mengembalikan barang modal tersebut. Kepada lessor dan berakhirlah kontrak leasing

tersebut

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini disertakan

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 48

Gambar 2.1

Sumber : Ahmad Anwari (Leasing di Indonesia, 1987 : 50)

Cost of Capital / Biaya Modal

- Pengertian Cost of Capital

Menurut Drs. Agus Sartono pengertian Cost Of Capital (biaya modal) adalah :

Biaya yang harus dikeluarkan atau yang harus dibayar untuk mendapatkan modal baik yang

berasal dari utang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai investasi

perusahaan.

Menurut Bambang Riyanto, pengertian biaya modal adalah :

Biaya yang bersifat “Explicit” dari suatu sumber dana adalah sama dengan ”Discount Rate”

yang dapat menjadikan nilai sekarang dari dana netto yang diterima perusahaan dari suatu

sumber dana sama dengan nilai sekarang dari semua dana yang harus dibayarkan, karena

penggunaan dana tersebut beserta pelunasannya.

Cash Flows (arus kas)

Arus kas suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

a. Initial cash flow atau arus kas permulaan

Adalah arus kas yang terjadi pada waktu investasi yang dilakukan (T=0). Arus kas ini biasanya

terdiri : harga beli suatu aktiva ditambah biaya transportasi dan pemasangan, perubahan pada net

working capital, dan lain-lain. Jumlah bersih semua item pada (T=0) merupakan pengeluaran

investasi dan bertanda negatif.

b. Operational cash flow atau arus kas operasi

Adalah arus kas yang dihasilkan dari operasi proyek. Mula-mula kita melihat efek baru terhadap

biaya dan penghasilan. Penghasilan incremental merupakan arus kas masuk, biaya incremental

merupakan kas keluar. Kemudian biaya-biaya depresiasi setiap tahun dihitung dan disesuaikan

dengan pajak yang bertanda positif.

c. Terminal cash flow atau arus kas terminal

Adalah arus kas yang terjadi pada akhir proyek misalnya :

1) Nilai sisa pada tahun terakhir, dampak pajak harus diperhitungkan.

2) Net working capital yang terjadi pada awal proyek harus dikembalikan (off set)

Penilaian Investasi

Dalam penilaian investasi ada beberapa metode yang dapat digunakan, tetapi penulis hanya

membatasi pada metode penilaian investasi Net Present Value Internal Rate of Return yang akan

dibahas sebagai berikut :

a. Net Present Value

Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows) pada masa yang akan datang selama investasi

berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi nilai sekarang.

Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah dengan cara membandingkan nilai

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 49

sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran

kas (cash outflows) selama investasi modal berlangsung. Kriteria penilaiannya adalah suatu usulan

investasi dinilai layak untuk dilaksanakan jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif.

b. Internal Rate of Return

Metode ini didefinisikan sebagai suku bunga yang akan menyamakan present value cash inflows

dengan present value cash outflows atau suatu tingkat diskonto yang menyamakan NPV = 0 r atau

IRR dapat dicari dengan bantuan tabel PVIF, untuk itu kita harus menggunakan teknik coba-coba

atau “Trial and Error”, dapat dilakukan dengan :

- Menghitung nilai sekarang arus kas dari suatu investasi, dengan menggunakan suku bunga

yang wajar kemudian membandingkan nilai sekarang yang didapat dengan biaya investasi, jika

nilai bersih yang didapat lebih besar dari biaya investasi, maka coba lagi dengan suku bunga

yang lebih tinggi dan seterusnya. Sebaliknya jika nilai sekarang dari arus kas lebih kecil dari

biaya investasi, maka menggunakan suku bunga yang lebih rendah.

E. Kerangka Berpikir

F. Hipotesis

diduga dengan menggunakan cara leasing (sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan

lebih efisien mendapatkan sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun

Elresas Lamongan.

G. Operasional Variabel

Arikunto (1993) bahwa “Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian.”

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yang terdiri dari :

1. Leasing / Sewa guna usaha

Cara pembiayaan yang digunakan untuk memperoleh sumber pembelanjaan dalam penambahan

sarana angkut tanpa harus membeli aktiva tersebut, dengan sistem sewa guna usaha. Pembiayaan

dilakukan dengan secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Indikator yang

digunakan adalah Net Present Value aliran kas keluar yang dinyatakan dalam bentuk satuan rupiah.

2. Alternatif Sumber Pembelanjaan

Cara yang harus ditempuh oleh perusahaan dalam merencanakan dan penentuan sumber dana yang

akan digunakan dalam melaksanakan kegiatannya.

H. Metode Analisis Data

. Model analisis yang dipergunakan antara membeli yang dananya melalui kredit Bank atau

dengan cara leasing (menyewa) adalah Discounted Cash Flow Methods (dengan menggunakan

perbandingan Net Present Value)

1. Untuk menentukan nilai sekarang, bersih atas pembelian digunakan :

NPV = - Ao +

n

0tt)r1(

At

Dimana :

A0 = Initial investment

At = Cash flow atau arus kas pada waktu t

r = Biaya modal proyek (project cost of capital)

t = Periode waktu

Leasing Alternatif Sumber Pembelanjaan

1. Discounted Cash Flow Methods

2. Metode leas square

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 50

n = Usia proyek

2. Untuk menentukan besarnya arus kas setiap tahunnya dapat digunakan rumus sebagai berikut :

CF = Angsuran – T (Bunga + DEP)

Dimana :

CF = Perubahan cash flow

T = Pajak

DEP = Depresiasi

3. Untuk menentukan besarnya Discount rate (IRR) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

NPV =

n

0tt)r1(

At = 0 atau IRR = IR2 -

12

1

NPVNPV

NPV

x IR2 - IR1

Dimana :

r = IRR atau Tingkat Diskonto

Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan dimuka, maka :

- Kriteria penerimaan : NPV nol atau positif, yang berarti present value dari arus kas masuk sama

dengan atau lebih besar dari presen value dari arus kas keluar.

- Dengan demikian, jika NPV proyek negatif, proyek tersebut harus ditolak.

- Jika 2 proyek bersifat “Mutually Exclusive” (artinya hanya 1 yang dipilih), maka proyek yang

memiliki NPV positif yang tersebar yang dipilih.

1. Hasil penelitian

Analisa Aspek Keuangan

Dalam hal ini akan dilakukan proyeksi pendapatan perusahaan selama 5 tahun

mendatang setelah adanya penambahan sarana angkut :

a. Estimasi penjualan

Dalam hal ini penulis menggunakan rumus Leas Square dengan perhitungan sebagai berikut

Y = a + bx

a = n

Y

b = 2X

XY

Keterangan :

Y = Estimasi yang akan diperoleh

a = Rata-rata estimasi yang akan diperoleh pada tahun sebelumnya

b = Rata-rata selisih dari tahun sebelumnya

X = Jumlah sampel

Tabel 4.1

Trend Penjualan Tahun 2004-2008

Tahun Penjualan (Y) X XY X2

2004 2.193.051.000 -2 - 4.386.102.000 4

2005 4.126.050.000 -1 - 4.126.050.000 1

2006 6.098.520.000 0 0 0

2007 7.829.640.000 1 7.829.640.000 1

2008 9.759.858.000 2 19.519.716.000 4

30.007.119.000 0 18.837.204.000 10

Sumber data : diolah oleh penulis

Y = a + bx

a = n

Y

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 51

= 5

000.119.007.30

= 6.001.423.800

b = 2X

XY

= 10

000.204.837.18

= 1.883.720.400

Y2009 = a + bx

= 6.001.423.800 + 1.883.720.400 (3)

= 11.652.585.000

Tabel 4.2

Estimasi Penjualan Tahun 2009-2013

Tahun Penjualan

2009 11.652.585.000

2010 13.536.305.400

2011 15.420.025.800

2012 17.303.746.200

2013 19.187.466.600

Sumber data : diolah oleh penulis

b. Estimasi Harga Pokok Produksi

Tabel 4.3

Trend Harga Pokok Produksi Tahun 2004-2008

Tahun HPP (Y) X XY X2

2004 1.063.900.000 -2 -2.127.800.000 4

2005 2.346.890.500 -1 -2.346.890.500 1

2006 3.823.052.000 0 0 0

2007 5.580.748.000 1 5.580.748.000 1

2008 6.804.302.000 2 13.608.604.000 4

19.618.892.500 14.714.661.500 10

Sumber data : diolah oleh penulis

Y = a + bx

a = n

Y

= 5

500.892.618.19

= 3.923.778.500

b = 2X

XY

= 10

500.661.714.14

= 1.471.466.150

Y2009 = a + bx

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 52

= 3.923.778.500 + 1.471.466.150 (3)

= 8.338.176.950

Tabel 4.4

Estimasi HPP Tahun 2009-2013

Tahun Harga Pokok Produksi

2009 8.338.176.950

2010 9.809.643.100

2011 11.281.109.250

2012 12.752.575.400

2013 14.224.041.550

Sumber data : diolah oleh penulis

c. Estimasi Biaya Penjualan

Tabel 4.5

Trend Biaya Penjualan Tahun 2004-2008

Tahun Biaya Penjualan (Y) X XY X2

2004 324.105.000 -2 -648.210.000 4

2005 459.869.775 -1 -459.869.775 1

2006 614.495.000 0 0 0

2007 892.710.342 1 892.710.342 1

2008 875.630.433 2 1.751.260.866 4

3.166.810.550 0 1.535.891.433 10

Sumber data : diolah oleh penulis

Y = a + bx

a = n

Y

= 5

550.810.166.3

= 633.362.110

b = 2X

XY

= 10

433.891.535.1

= 153.589.143

Y2009 = a + bx

= 633.362.110 + 153.589.143 (3)

= 1.094.129.539

Tabel 4.6

Estimasi Biaya Penjualan Tahun 2009-2013

Tahun Biaya Penjualan

2009 1.094.129.539

2010 1.247.718.682

2011 1.401.307.825

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 53

2012 1.554.896.968

2013 1.708.486.111

Sumber data : diolah oleh penulis

d. Estimasi Biaya Administrasi dan Umum

Tabel 4.7

Trend Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2004-2008

Tahun Biaya Adm & Umum (Y) X XY X2

2004 675.337.000 -2 -1.350.674.000 4

2005 898.790.000 -1 -898.790.000 1

2006 918.870.000 0 0 0

2007 1.232.210.500 1 1.232.210.500 1

2008 1.410.750.000 2 2.821.500.000 4

5.135.957.500 0 1.804.246.500 10

Sumber data : diolah oleh penulis

Y = a + bx

a = n

Y

= 5

500.957.135.5

= 1.027.191.500

b = 2X

XY

= 10

500.246.804.1

= 180.424.650

Y2009 = a + bx

= 1.027.191.500 + 180.424.650 (3)

= 1.568.465.450

Tabel 4.8

Estimasi Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2009-2013

Tahun Biaya Adm & Umum

2009 1.568.465.450

2010 1.748.890.100

2011 1.929.314.750

2012 2.109.739.400

2013 2.290.164.050

Sumber data : diolah oleh penulis

e. Perhitungan Depresiasi

Harga 2 unit kendaraan jenis Colt Diesel @ Rp 800.000.000 Rp 160.000.000

Harga 3 unit kendaraan jenis Truck Fuso @ Rp 150.000.000 Rp 450.000.000

Harga Perolehan Rp 610.000.000

Umur ekonomis masing-masing kendaraan 5 tahun

Depreasi per tahun adalah :

5

000.000.610Rp = Rp 122.000.000,-

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 54

2. Analisa Penilaian Alternatif Sumber Pembelanjaan

a. Alternatif Kredit Bank

Data yang diperlukan jika perusahaan mengambil alternatif kredit bank dalam penambahan sarana

angkut adalah :

- Dana yang diperlukan perusahaan dalam penambahan sarana angkut sebesar Rp 610.000.000,-

- Bank memperhitungkan bunga atas pinjaman sebesar 20%.

- Umur ekonomis masing-masing kendaraan diperkirakan 5 tahun.

- Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus.

- Jangka waktu kredit 5 tahun.

- Besarnya tarif pajak 30%.

- Biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dengan dasar perhitungannya dengan rumus :

Ki = Kb (1-T)

Dimana :

Kb = Besarnya bunga pinjaman

Ki = Biaya Modal

T = Tarif pajak yang dikenakan

Jadi Ki = Kb (1-T)

= 20% (1-30%)

= 0,14 atau 14%

Setelah mengetahui data-data diatas maka dapat diketahui besarnya angsuran yang harus

dibayar setiap tahunnya dengan perhitungan sebagai berikut :

Pan = A (P VIFA i, n)

610.000.000 = A (P VIFA 20%, 5)

610.000.000 = A (2,9906)

A = 203.972.447

Tabel 4.9

Skedul Pembayaran Angsuran dan Bunga Pinjaman

Alternatif Kredit Bank Tahun 2009-2013

Tahun Angsuran per th

(1)

Bunga per th

(2)

Pokok Pinjaman

(3)

Hutang Pokok

(4)

1 203.972.447 122.000.000 81.972.447 610.000.000

2 203.972.447 105.605.510,6 98.366.936,4 528.027.553

3 203.972.447 85.932.123,3 118.040.323,7 429.660.616,6

4 203.972.447 62.324.058,6 141.648.388,5 311.620.292,9

5 203.972.447 33.994.380,9 169.978.066,2 169.971.904,4

Sumber data : diolah oleh penulis

Keterangan tabel :

Bunga = 20% x 610.000.000

= 122.000.000

Pokok Pinjaman = (1) – (2)

Hutang Pokok = Hutang pokok tahun sebelumnya – (3)

Tabel 4.10

Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank

Th

(1)

Pembayaran

Hutang

(2)

Bunga

(3)

Penyusutan

(4)

Perlindungan Pajak

(2+3) 0,3

(5)

Aliran kas keluar

(1-4)

1 203.972.447 122.000.000 122.000.000 73.200.000 130.772.447

2 203.972.447 105.605.510,6 122.000.000 68.281.653,2 135.690.793,8

3 203.972.447 85.932.123,3 122.000.000 62.379.636 141.592.810

4 203.972.447 62.324.058,6 122.000.000 55.297.217,6 148.675.229,4

5 203.972.447 33.994.380,9 122.000.000 46.798.314,3 157.174.132,7

871.580.641,8

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 55

Sumber data : diolah oleh penulis

Tabel 4.11

Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank

Th Aliran Kas Keluar DF 14% PV Aliran Kas Keluar

1 130.772.447 0,877 114.687.436

2 135.690.793,8 0,769 104.346.220,4

3 141.592.810 0,675 95.575.146,7

4 148.675.229,4 0,592 88.015.735,8

5 157.174.132,7 0,519 81.573.374,9

871.580.641,8 484.197.913,8

Sumber data : diolah oleh penulis

b. Alternatif Leasing

Ketentuan yang disepakati dalam penambahan sarana angkut alternatif leasing adalah sebagai

berikut :

- Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan 5 unit sarana angkut sebesar Rp 610.000.000,-

- Perusahaan leasing mengharapkan tingkat keuntungan sebesar 17%

- Umur ekonomis kendaraan diperkirakan 5 tahun.

- Metode penyusutan yang digunakan perusahaan yaitu metode garis lurus.

- Jangka waktu periode leasing 5 tahun.

- Besarnya tarif pajak yang dikenakan diasumsikan sebesar 30%.

- Karena leasing dibandingkan dengan pinjaman maka tingkat bunga yang digunakan adalah

biaya hutang maka biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dihitung dengan rumus :

Ki = Kb (1-T)

= 20% (1-30%)

= 14%

Sedangkan untuk mengetahui berapa pembayaran sewa yang harus dibayar setiap tahunnya adalah :

PV = R (PVIFA n-1, i+1) + A (PVIF n.1)

610.000.000 = R (PVIFA 5-1, 17%+1) + A (PVIF 17%,5)

610.000.000 = R (3.743) + 0(0,456)

R (3.743) = 162.970.879 Tabel 4.12

Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing

Th (1)

Pembayaran sewa

(2)

Perlindungan pajak

(3)

Kas keluar setelah pajak

(1-2)

0 162.970.879 - 162.970.879

1 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3

2 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3

3 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3

4 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3

5 - 48.894.263,7 - 48.891.263,7

Sumber data : diolah oleh penulis

Tabel 4.13

Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing

Th (3)

Kas keluar setelah pajak DF 14 % PV Aliran Kas Keluar

0 162.970.879 0,877 162.970.879

1 114.079.615,3 0,769 100.047.822,6

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 56

2 114.079.615,3 0,675 87.727.224,2

3 114.079.615,3 0,592 77.003.740,3

4 114.079.615,3 0,519 67.535.132,3

5 - 48.891.263,7 - 25.374.565,8

469.910.232,6

Sumber data : diolah oleh penulis

Dari perhitungan tabel 4.11 dan tabel 4.12 diatas maka dapat diketahui bahwa leasing

memberikan total biaya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif sumber pembelanjaan

melalui kredit Bank,

Sedangkan penilaian terhadap usulan investasi perusahaan tersebut layak atau tidaknya dapat

digunakan beberapa metode penilaian investasi untuk masing-masing alternatif sumber pembelanjaan

yaitu dengan menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode Net Present Value

Metode ini menghitung beberapa nilai uang pada saat ini untuk nilai tertentu di masa yang akan

datang yaitu dengan membandingkan biaya hutang dan biaya leasing pada tabel berikut ini :

Tabel 4.14

Perbandingan Total Biaya dari Kredit dan Leasing

Pembayaran per tahun NPV dari Biaya

Kredit Bank Leasing Kredit Bank Leasing

203.972.447 162.970.879 484.197.913,8 469.910.232,6

Sumber data : diolah oleh penulis

Dari tabel 4.14 diatas dapat dinyatakan bahwa leasing memberikan aliran kas keluar (total biaya)

yang lebih rendah daripada kredit bank.

Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dapat dilihat dibawah ini :

1) Alternatif Kredit Bank

Penilaian terhadap investasi metode Net Present Value dengan cara kredit bank adalah sebagai

berikut :

NPV = PV of Proceeds – PV initial Investment

PV Proceeds = PMT

n

1r

1

r1

1

= PMT (PVIFA r.n)

= 484.197.913,8 (PVIFA, 20%.5)

= 484.197.913,8 (2.991)

= 1.448.235.960,2

NPV = PV of Proceeds – PV Initial Investment

= 1.448.235.960,2 – 610.000.000

= 838.235.960,2

2) Alternatif Leasing

Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dengan cara Leasing

dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

PV Proceeds = PMT (PVIFA, r.n)

= 469.910.232,6 (2.991)

= 1.405.501.506

Maka dapat diketahui Net Present Value alternatif Leasing adalah sebesar :

NPV = PV Proceeds – PV Initial Investment

= 1.405.510.506 – 610.000.000

= 795.501.506

Dari perhitungan kedua alternatif diatas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan

metode penilaian Net Present Value usulan investasi kendaraan dapat diterima dan layak untuk

dijalankan karena usulan investasi tersebut dapat menghasilkan Total Present Value yang lebih

besar dari pada Net Investment, sehingga valuenya positif (NPV > 0)

b. Metode Internal Rate of Return

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 57

Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan

penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan membandingkan biaya hutang dan biaya

leasing dapat dilihat pada tabel 4.14, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut :

1) Alternatif Kredit Bank

Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return cara kredit bank, dengan

menggunakan tingkat bunga 74% dan 75%.

r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan menggunakan tabel PVIFA untuk itu

digunakan teknik coba-coba atau Trial Error :

PV Proceeds = PMT (PVIFA, 74%.5)

= 484.197.913,8 (1.267)

= 613.478.756,8

NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment

= 613.478.756,8 – 610.000.000

= 3.478.756,8

PV Proceeds = PMT (PVIFA, 75%.5)

= 484.197.913,8 (1.252)

= 606.262.920,1

NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment

= 606.262.920,1 – 610.000.000

= - 3.737.079,9

Maka dapat diketahui :

r = 74%, NPV = 3.478.756,8

r = 75%, NPV = - 3.737.079,9

artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 74% dan 75% maka untuk

menemukan IRR yang sesungguhnya penulis menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut :

IRR = IR1 -

12

1

NPVNPV

NPV

x IR2 – IR1

= 75% - 8,756.478.39,079.737.3

7,756.478.3

x 75% - 74%

= 75% + 0,482%

= 75,48%

2) Alternatif Leasing

Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return dengan cara leasing

dengan menggunakan tingkat bunga 72% dan 73%.

r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan bantuan tabel PVIFA untuk itu digunakan

tehnik coba-coba atau Trial Error :

PV Proceeds = PMT (PVIFA r.n)

= 469.910.232,6 (PVIFA 72%.5)

= 616.052.314,9

NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment

= 616.052.314,9 – 610.000.000

= 6.052.314,9

PV Proceeds = PMT (PVIFA r.n)

= 469.910.232,6 (PVIFA 73%.5)

= 469.910.232,6 (1.296)

= 609.003.661,5

NPV2 = PV Proceeds – PV Initial Investment

= 609.003.661,5 – 610.000.000

= - 996.338,5

Jadi dapat diketahui :

r = 72%, NPV = 6.052.314,9

r = 73%, NPV = - 996.338,5

artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 72% sampai 73%, untuk menemukan

IRR yang sesungguhnya maka penulis menggunakan tehnik interpolasi sebagai berikut :

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 58

IRR = IR1 -

12

1

NPVNPV

NPV

x IR2 – IR1

= 72% - 9,314.052.65,338.996

9,314.052.6

x 73% - 72%

= 72% + 0,001%

= 72,01%

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa investasi penambahan sarana angkut

yang baru layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang

diisyaratkan oleh perusahaan (20%) yaitu IRR alternatif kredit bank sebesar 74,48% dan

72,01% untuk alternatif leasing.

3. Analisa Penilaian Investasi Terhadap Laporan Rugi Laba

Adapun perhitungan penilaian investasi laporan rugi laba untuk 5 tahun yang akan datang

masing-masing alternatif sumber pembelanjaan adalah :

a. Laporan rugi laba alternatif kredit bank

Perhitungan penilaian investasi alternatif kredit bank adalah sebagai berikut : Tabel 4.15

Perusahaan Tenun Elresas

Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011

Uraian 2009 2010 2011

Penjualan 11.652.584.200 13.536.304.600 15.536.304.600

Harga pokok produksi 8.338.176.750 9.809.643.000 11.281.109.250

Laba kotor 3.314.407.450 3.726.661.600 4.255.195.350

Biaya operasional :

Biaya penjualan 1.094.129.539 1.247.718.683 1.401.307.826

Biaya adm & umum 1.568.465.450 1.748.890.100 1.929.314.826

Biaya depresiasi 122.000.000 122.000.000 122.000.000

Laba sblm bunga & pajak 529.812.461 608.052.817 802.572.774

Biaya bunga 96.839.582,8 96.839.582,8 96.839.582,8

Laba sebelum pajak 432.972.878,2 511.213.234,2 705.733.191,2

Pajak 30% 129.891.863,5 153.363.970,3 211.719.957,4

Laba setelah pajak 303.081.014,7 357.849.263,9 494.013.233,8

Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas

Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif kredit bank untuk tahun 2012-

2013 : Tabel 4.16

Perusahaan Tenun Elresas

Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013

Uraian 2012 2013

Penjualan 17.303.745.400 19.187.463.800

Harga pokok produksi 12.752.575.500 14.224.041.750

Laba kotor 4.551.169.900 4.963.422.050

Biaya operasional :

Biaya penjualan 1.504.896.969 1.708.486.133

Biaya adm & umum 2.109.739.400 2.290.164.050

Biaya depresiasi 122.000.000 122.000.000

Laba sblm bunga & pajak 814.533.531 842.771.987

Biaya bunga 96.839.582,8 96.839.582,8

Laba sebelum pajak 717.693.948,2 745.932.404

Pajak 30% 215.308.184,5 223.779.721,3

Laba setelah pajak 502.285.763,7 522.152.682,9

Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 59

b. Alternatif Leasing

Adapun perhitungan penilaian laporan rugi laba dengan cara leasing untuk tahun 2009-2011 adalah

sebagai berikut : Tabel 4.17

Perusahaan Tenun Elresas

Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011

Uraian 2009 2010 2011

Penjualan 11.652.584.200 13.536.304.600 15.536.304.600

Harga pokok produksi 8.338.176.750 9.809.643.000 11.281.109.250

Laba kotor 3.314.407.450 3.726.661.600 4.255.195.350

Biaya operasional :

Biaya penjualan 1.094.129.539 1.247.718.683 1.401.307.826

Biaya adm & umum 1.568.465.450 1.748.890.100 1.929.314.826

Biaya depresiasi 122.000.000 122.000.000 122.000.000

Laba sblm bunga & pajak 529.812.461 608.052.817 802.572.774

Biaya bunga 93.982.046,5 93.982.046,5 93.982.046,5

Laba sebelum pajak 435.830.414,5 514.070.770,5 708.590.727,5

Pajak 30% 130.749.124,3 154.221.232,2 212.577.218,3

Laba setelah pajak 305.081.290,2 359.849.539,5 496.013.509,3

Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas

Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif leasing untuk tahun 2012-2013 : Tabel 4.18

Perusahaan Tenun Elresas

Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013

Uraian 2012 2013

Penjualan 17.303.745.400 19.187.463.800

Harga pokok produksi 12.752.575.500 14.224.041.750

Laba kotor 4.551.169.900 4.963.422.050

Biaya operasional :

Biaya penjualan 1.504.896.969 1.708.486.133

Biaya adm & umum 2.109.739.400 2.290.164.050

Biaya depresiasi 122.000.000 122.000.000

Laba sblm bunga & pajak 814.533.531 842.771.987

Biaya bunga 93.982.046,5 93.982.046,5

Laba sebelum pajak 720.551.484,5 748.789.940,5

Pajak 30% 216.165.445,4 224.636.982,2

Laba setelah pajak 504.386.039,2 524.152.958,4

Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas

Dari laporan rugi laba diatas maka dapat diketahui bahwa alternatif leasing lebih

menguntungkan dibandingkan dengan kredit bank, karena leasing menghasilkan total laba yang

lebih baik.

J. Kesimpulan

1. Perusahaan menambah sarana angkut dengan memilih atas 2 alternatif sumber pembelanjaan yaitu

alternatif kredit dan leasing dengan melakukan penilaian perbandingan Present Value aliran kas keluar

(total biaya) masing-masing alternatif dengan asumsi memilih alternatif yang memberikan pengeluaran

bersih yang lebih rendah.

2. Melakukan perbandingan perhitungan angsuran pembayaran antara kredit dan leasing dengan

menggunakan metode Net Present Value (NPV) untuk menentukan apakah usulan investasi tersebut

dapat diterima dan layak untuk dijalankan.

Angsuran pembayaran per tahun Net Present Value

Kredit Bank Leasing Kredit Bank Leasing

203.972.447 162.970.879 838.235.963,2 795.501.506

Keputusan Investasi Diterima Diterima

3. Melakukan perhitungan Internal Rate of Return dengan menggunakan alternatif kredit dan leasing yang

menentukan apakah usulan investasi dapat diterima dan layak untuk dijalankan.

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 60

Internal Rate of Return

(IRR) Keputusan Investasi

Kredit Bank 74,48% Diterima

Leasing 72,01% Diterima

Sumber data : diolah oleh penulis

4. Melakukan perhitungan penilaian investasi terhadap laporan rugi laba masing-masing alternatif sumber

pembelanjaan dengan perbandingan alternatif manakah yang memberikan total laba yang lebih besar

pada periode 5 tahun yang akan datang.

Tahun Laba Setelah Pajak (EAT)

Kredit Bank Leasing

2009 303.081.014,7 305.081.290,2

2010 357.849.263,9 359.849.539,4

2011 494.013.233,8 496.013.509,3

2012 502.285.763,7 504.386.039,2

2013 522.152.682,9 524.152.958,4

2.179.381.959,0 2.189.483.336,5

Dari perbandingan laporan rugi laba tersebut maka alternatif leasing lebih menguntungkan

dibandingkan dengan alternatif kredit bank, karena leasing lebih menghasilkan total laba yang lebih besar

daripada kredit bank

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Anwari, Leasing Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta 1987.

Agus Sartono, Manajemen Keuangan, Edisi 3, Cetakan ke empat, UGM, Yogyakarta 1997.

Amin Wijaya Tunggal dan Arief Johan Tunggal, Akuntansi Leasing, Cetakan ke satu, PT. Reneke Cipta, Jakarta 1994.

Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Penelitian, edisi refisi, Rineka Cipta : Yogyakarta. Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Empat, UGM Yogyakarta, 1995.

Ikatan Akuntan Indonesia, Standart Akuntansi Keuangan, PSAK No. 30, PT. Salemba Empat, Jakarta 1999.

James C. Van Horne, John, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Edisi Indonesia, Jilid 2 Jakarta 1999.

Jay Smith dan Freds Skolnsen, Akuntansi Intermedite, Jilid satu Airlangga, Jakarta 1996. Kartadinata, Analisa Belanja Dasar dan Perhitungan Dalam Keputusan Keuangan, Cetakan ke empat, Jakarta 1995.

Marcel Go, Manajemen Group Bisnis, Cetakan Kesatu, Jakarta, 1992.

Mas’ud Mahfoeds, Akuntansi Manajemen, Edisi Revisi ,UGM Yogyakarta 1995.

Mulyadi, Akuntansi Biaya Untuk Manajemen, Cetakan Kedua, Edisi 4, Penerbit BPFE, Yogyakarta 1992. Mulyadi Riyanto Pudjosunarto, Evaluasi Proyek, Edisi 2, Cetakan Kedua, Liberty Yogyakarta 1995.

Suad Husnan, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Cetakan kesatu, Liberty Yogyakarta 1993

Syamsudin Alwi, Alat-alat Analisa Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi, Jakarta 1992.

1

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 2

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 3

Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 4