35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan melayani ibu untuk melahirkan bayinya merupakan pekerjaan yang tidak terhindar dari berlumuran darah. Hingga saat ini, perdarahan obstertrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok sosial-ekonimi lemah. Pada sebuah laporan disebutkan perdarahan obstetrik yang dapat menyebabkan kematian maternal terdiri atas solusio plasenta (19%) dan koagulopati (14%), robekan jalan lahir termasuk ruptura uteri (16%), plasenta previa (7%), dan plasenta akrtea/inkreta dan perkreta (6%), dan atonia uteri (15%) (Sarwono 2010). Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendapatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Plasenta previa perlu diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya (Sarwono, 2010). Plasenta previa adalah plasenta yang berimpantasi ada segmen bawah rahim demikian rupa sehigga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu plasenta previa totalis, parsialais, marginalis, dan plasenta letak rendah. 1

placenta previa

Embed Size (px)

Citation preview

24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan melayani ibu untuk melahirkan bayinya merupakan pekerjaan yang tidak terhindar dari berlumuran darah. Hingga saat ini, perdarahan obstertrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok sosial-ekonimi lemah. Pada sebuah laporan disebutkan perdarahan obstetrik yang dapat menyebabkan kematian maternal terdiri atas solusio plasenta (19%) dan koagulopati (14%), robekan jalan lahir termasuk ruptura uteri (16%), plasenta previa (7%), dan plasenta akrtea/inkreta dan perkreta (6%), dan atonia uteri (15%) (Sarwono 2010).

Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendapatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Plasenta previa perlu diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya (Sarwono, 2010).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimpantasi ada segmen bawah rahim demikian rupa sehigga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu plasenta previa totalis, parsialais, marginalis, dan plasenta letak rendah. Plasenta previa dapat dideteksi lebih awal dengan ultrasonografi (Sarwono, 2010).

Frekuensi kejadian plasenta previa di Amerika Serikat adalah 0,3-0,5% dari seluruh total kehamilan (Ananth et al, 2003). Resiko meningkat 1,5-5 kali pada ibu dengan riwayat persalinan sectio caeasaria. Meta analisis menunjukkan bahwa kejadian plasenta previa meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah persalinan melalui sectio caesaria, dengan peningkatan kejadian 1% setelah 1 kali persalinan SC, 2,8% setelah 3 kali persalinan SC, dan 3,7% setelah 5 kali persalinan SC (Marshall et al, 2011).

Apabila plasenta previa dapat didiagnosis dini dan ditatalaksana dengan baik, diharapkan dapat mencegah timbulnya komplikasi terhadap janin dan ibu serta memiliki prognosis yang baik. Oleh karena itu pada laporan kasus ini kami akan membahas mengenai plasenta previa.1.2 Tujuan1.2.1 Mengetahui cara menegakkan diagnosis plasenta previa

1.2.2 Mengetahui penyebab pasien dengan plasenta previa masuk ke proses inpartu

1.2.3 Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan plasenta previa

1.2.4 Mengetahui komplikasi plasenta previa

1.2.5 Mengetahui prognosis pasien dengan plasenta previa

1.3 Manfaat

1.3.1 Mampu menegakkan diagnosis plasenta previa

1.3.2 Mampu melakukan tatalaksana pasien dengan plasenta previa

1.3.3 Menurunkan resiko kematian ibu hamil yang menderita perdarahan antepartum

BAB IIURAIAN KASUS

2.1 Identitas PasienNo. Registrasi

: 1123xxxxNama

: Ny.WPSUmur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggaLama Pendidikan: 12 tahunAgama

: IslamNama Suami

: Tn. SUmur

: 37 tahun

Lama Pendidikan: 12 tahunPekerjaan

: Buruh pabrik`Status

: Menikah 1 kaliLama menikah: 14 tahun

Kehamilan

: G3P2002 Ab000Alamat

: Ds Arjowinangun RT 1/4 Kedung Kandang MalangTanggal MRS

: 4 Mei 2015, pukul 20.00 WIB2.2 Subyektif

Keluhan Utama:Keluar darah dari jalan lahirPerjalanan Penyakit:

Pasien mengeluhkan keluar darah berupa flek-flek dari jalan lahir pada tanggal 4 Mei 2015 14.00 WIB, namun pasien tetap di rumah. Kemudian pada pukul 15.30 karena darah yang keluar semakin banyak (kurang lebih dua pembalut), pasien pergi ke bidan. Oleh bidan, pasien dilakukan pemeriksaan inspekulo dan terlihat jaringan plasenta, bidan mencurigai pasien mengalami plasenta previa, maka pasien disarankan untuk dirujuk ke RSSA. Namun karena keluarga pasien masih berdiskusi, maka pukul 19.00 pasien baru datang ke RSSA. Pasien tidak memiliki riwayat coitus, trauma, melakukan pijat, dan minum jamu-jamuan sebelumnya. Pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri yang menyertai perdarahan. Pasien juga tidak mengeluhkan rasa anyang-anyangan.Hari pertama haid terakhir ( HPHT) :4 Oktober 2014 sesuai dengan usia kehamilan 30-32 minggu

Taksiran persalinan:11 Juli 2015

Menarche:12 tahun

Siklus haid:28 hari

Lamanya haid:5 hari

ANC:Puskesmas sebanyak 2 kali

Alergi obat-obatan/ makanan:Tidak ada

Riwayat Kehamilan/ Persalinan:No.At/P/I/Ab/EBBLCara LahirPenolongL/PUmurH/M

1.Aterm3400 gramSptBBidanLaki-laki14 tahunHidup

2.Aterm3300 gramSptBDokter spesialis kandungan di RS WavaLaki-laki6 tahunHidup

5.Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi:Pasien menggunakan kontrasepsi suntikan per 3 bulan dan berhenti sejak 1 tahun yang lalu.Riwayat Kesehatan Ibu Saat Kehamilan: Riwayat coitus (-) Riwayat jamu (-), obat-obatan (-) Riwayat aktivitas: pasien seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak yang sehari-hari, pasien melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci, dan merawat anak. Riwayat makan 2-3x per hari dengan nasi putih dan lauk yang bervariasi, seperti tahu, tempe, ikan, dan sayur serta diselingi camilan.Riwayat Penyakit Dahulu:Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, alergi, dan riwayat operasi disangkal oleh pasien.Riwayat Penyakit Keluarga:Riwayat keluarga pasien dengan penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, alergi, dan riwayat operasi disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga dengan plasenta previa (-).Riwayat Sosial:Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah dengan suami, dan anaknya. Sanitasi, ventilasi, dan kebersihan rumah baik. Pasien tinggal di lingkungan perkampungan dan tidak memelihara hewan peliharaan.TanggalSubjektifObjektifAssessmentRencana

4 Mei 2014

19.30 WIB-Ny. Wati Siswati/33 tahun/menikah 1x selama 14 tahun/P2002Ab000/Anak terakhir usia 6 tahun/KB injeksi 3 bulanan berjenti 1 tahun yang lalu/HPHT 4 Oktober 2014

-Pasien mengeluh keluar darah berupa flek-flek dari jalan lahir tanpa disertai rasa nyeriKU : baik, Compos MentisTB : 153 cm

BB : 60 kg

TD : 110/70 mmHg Nadi :88x/menit

RR : 18x/menit

Kepala dan Leher : an +/+ ict -/-

Thoraks : Jantung S1S2 tunggal murmur (-)

Paru Rhonki - - Wheezing - -

- - - -

- - - -

Abdomen : TFU : 23 cm

Letak bujur U DJJ : 130x/menit

His : (+) jarang TBJ : 1550 gram

GE : V/V flek (+) minimal, fluor (-)Insp : V/V flek (+) minimal, fluor (-), clot (+), Portio membuka 1cm, terlihat jaringan plasenta Varises (-) Laserasi (-)

VT : tidak dilakukan

Hasil CTG : Baseline rate : 130 bpm Variability : 5-20 bpm Acc

: (+)Decc

: (-)Normal CTGHasil USG : Tampak janin intra uterin T/H letak bujur kepala di bawah

BPD

: 77,5 mm (31w1d)

AC

: 263 mm (30w3d)

FL

: 59,5 mm (31w0d)

AFI

: 10,2

EFW

: 1653 gr Plasenta implantasi di corpus posterior meluas menutupi OUIMaturasi grade II

Hasil Lab :

DL:12.470/7,7/23,9%/236.000

FH: 10,2 / 24,7

OT/PT: 10/5

Alb: 2,4

RBS: 86

Ur/Cr: 16,9/0,63

SE: 138/4,15/108

G3P2002Ab000 gr 30-32 minggu T/H+ Perdarahan antepartum ec Placenta previa totalis

+ Anemia

+ Hipoalbuminemia

Rencana Diagnosis : SI/TIBC

USG fetomaternal pada jam kerjaRencana Terapi : Usul terapi konservatif IVFD NS ~ 20 tpm

Inj. Cefazolin 3x1 iv (skin test)

Induksi maturasi paru dengan injeksi Dexametashon 2x16 mg interval 24 jam Pro transfusi PRC 2 lb/day sampai dengan Hb 10 gr/dl

Transfusi Albumin 20% sampai dengan Alb 3 gr/dl Tokolitik :

Kaltrofen supp II

Isoxufrin 2 x 1 Terapi Oral :

Asam Mefenamat 3x500mg

Hystolan 3x1

SF 1x1

Jika perdarahan aktif, pro SC cito

Rencana Evaluasi : Observasi tanda vital keluhan subjektif kontraksi uterus detak jatung janin reaksi tranfusiRencana Education:

KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:

Kondisi pasien

Prosedur perawatan konservatif

Lapor bila ada perdarahan ulang Boleh pulang untuk rawat jalan namun harus menghindari aktivitas fisik dan hubungan suami istri

4 Mei 2015

23:00Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir + 1 underpadKU : baik, CM

TD : 110/70 mmHg Nadi :88x/menit

RR : 20x/menit

Kepala dan Leher : an +/+ ict -/-

Thoraks : Jantung S1S2 tunggal murmur (-)

Paru Rhonki - - Wheezing - -

- - - -

- - - -

Abdomen : TFU : 23 cm

Letak bujur U

DJJ : 90 -135x/menit

His : (+) 10.1.20s TBJ : 1550 gram

GE : V/V flek (+) minimalInsp : V/V flek (+) minimal, clot (+) Varises (-) Laserasi (-)Portio terbuka + 1 cm, tampak jaringan plasentaVT : tidak dilakukan

Hasil CTG : Kategori III (Patologis) Baseline : 135 bpm

Variability : 5 15 bpm

Acc : (-)

Decc : (+)

Hasil Lab :

DL : 8.770 /6,1 / 19,1 / 187.000FH : PTT : 10,2 aPTT : 24,7

OT/PT: 10/5 Alb: 2,4

GDA : 86 Ur/Cr : 16,4/0,43

SE : 138/4,5/108G3P2002Ab000 gr 30 32 minggu T/H

+ Antepartum bleeding ec Plasenta Previa totalis + fluxus berulang + fetal compromised+ anemia + hipoalbuminemiaRencana Diagnosis:-

Rencana Terapi:

- Resusitasi intrauterine

- ibu miring ke kiri

- O2 10 lpm NRBM

- Kaltrofen supp II

- usul terminasi dengan sc cito +MOW

- Persiapan op:

- IVFD RL 1000cc

- inj. cefazoline 1 gr IV

- inj. ranitidine 1 ampl IV

- inj. Metoclopramide 1 ampl IV

- pasang DC/ daftar ok

- konsul anestesi

- konsul kardiologi

Rencana Evaluasi:

Tanda-tanda vital

Keluhan subjektif pasien

DJJ fluxusRencana Education:

KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:

Kondisi pasien

Prosedur perawatan operatif Kemungkinan berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan beserta efeknya Prognosis pasien

5 Mei 2015Post-opKU : tampak sakit sedang

TD : 120/80 mmHg Nadi : 88x/menit

RR : 20x/menit

Kepala dan Leher : an +/+ ict -/-

Thoraks : Jantung S1S2 tunggal murmur (-)

Paru Rhonki - - Wheezing - -

- - - -

- - - -

Sat. O2 : 99%

Abdomen: TFU 2 jari bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, BU (+) normal, meteorismus (-), luka operasi tertutup kassa keringGenitalia eksterna: flux (-), fluor (-), lochea (+)

P2103 Ab000 post SCTP +MOW dengan GA h-0 ec. APB placenta previa totalis + fluxus berulang + fetal compromised + anemia + hipoalbuminemiaRencana Diagnosis: DL 2 jam post-op albumin 2 jam post-opRencana Terapi:

Puasa sampai dengan BU (+) IVFD RL:D5 = 2:2 + 20 IU oksitosin 20tpm s/d 12 jam post operasi pro transfusi albumin s/d > 3 gr/ dL Bila Hb < 8 , transfusi PRC 2 labu/hari sampai dengan HB > 8 Terapi inj :Cefazolin 3 x 1

Ketorolac 3 x 1

Kalnex 3 x 1

Ranitidin 2 x 1

Vit. C 1 x 1

Rencana Evaluasi : Keluhan pasien VS Fluxus kontraksi uterusRencana Education:

KIE kondisi pasien post-operasi

6 Mei 201507.00-GCS 456

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 89x/menit

RR : 20x/menit nafas spontanKepala dan Leher : an +/+ ict -/-

Thoraks : Jantung S1S2 tunggal murmur (-)

Paru Rhonki - - Wheezing - -

- - - -

- - - -

Sat. O2 : 99%

Abdomen: TFU 2 jari bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, BU (+) normal, meteorismus (-)

Genitalia eksterna: flux (-), fluor (-), lochia (+)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan

Hasil

Hematologi

Hemoglobin

7,40 g/dL

Eritrosit (RBC)

2,66 106/ L

Leukosit (WBC)

20,29 103/L

Hematokrit

21,00 %

Trombosit

173 103/L

MCV

78,90 fl

MCH

27,80 pg

Eo/ba/neu/lim/mo

0/0.2/88,7/7,1/4

P2103 Ab000 post SCTP +MOW dengan GA h-1 ec. APB placenta previa totalis + fluxus berulang + fetal compromised + anemia + hipoalbuminemiaRencana Diagnosis:-

Rencana Terapi:

Asam mefenamat 3 x 1

Cefazolin 3 x 1

Metoclopramide 3 x 1Ranitidin 1 x 1

Rencana Evaluasi : Keluhan pasien VS Fluxus kontraksi uterusRencana Education:

KIE

7 Mei 2015KU : baik, CMGCS 456TD : 100/70 Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

Kepala dan Leher : an -/- ict -/-

Thoraks : C/P dbn

Abdomen: TFU 2 jari bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, BU (+) normal, meteorismus (-),Luka operasi tertutup kassa terawat keringGenitalia eksterna: flux (-), fluor (-), lochia (+)

DL: 6,9/10,30/21,6/173.000

Alb: 2,73

P2103 Ab000 post SCTP +MOW dengan GA h-2 ec. APB placenta previa totalis + fluxus berulang + fetal compromised + anemia + hipoalbuminemia Rencana Diagnosis:

cek DLRencana Terapi:

Diet TKTP

Mobilisasi

Tx oral :

Asam mefenamat 3 x 1

Cefadroxil 3 x 1

Metoclopramide 3 x 1Ranitidin 1 x 1

Pro transfusi PRC 2 labu/hari sampai dengan HB > 8Rencana Evaluasi :

Objektif Keluhan pasien VS FluxusRencana Education:

KIE kondisi pasien saat ini

8 Mei 2015KU : baik, CMGCS 456TD : 100/70 Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

Kepala dan Leher : an -/- ict -/-

Thoraks : C/P dbn

Abdomen: TFU 2 jari bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, BU (+) normal, meteorismus (-),Luka operasi tetap terawat keringGenitalia eksterna: flux (-), fluor (-), lochia (+)

DL: 9,6/9,63/29,2/205.000

P2103 Ab000 post SCTP +MOW dengan GA h-3 ec. APB placenta previa totalis + fluxus berulang + fetal compromised + anemia + hipoalbuminemiaRencana Diagnosis:

cek DLRencana Terapi:

Diet TKTP

Mobilisasi

Tx oral :

Asam mefenamat 3 x 1

Cefadroxil 3 x 1

Metoclopramide 3 x 1Ranitidin 1 x 1

Pro transfusi PRC 2 labu/hari sampai dengan HB > 8 jika sudah boleh pulangRencana Evaluasi :

Objektif Keluhan pasien VS FluxusRencana Education:

KIE kondisi pasien saat ini

Tindakan SCTP + MOW1. Pasien ditidurkan terlentang di atas meja operasi dengan GA

2. Antisepsis dan demarkasi lapangan operasi

3. Incisi midline diperdalam sampai cavum peritoneum terbuka

4. Tampak uterus gravidarum

5. Bladder flap dijauhkan ke caudal dengan hak besar

6. Incisi SBR, dilebarkan ke lateral dengan jari keluar air ketuban berwarna jernih. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan dengan BB 1890 gr, PB 43 cm, AS 3-5-7 jam 1:30. Tali pusat diklem, dipotong, bayi dirawat.

7. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan. Cavum uteri dibersihkan.

8. Jahit sudut SBR kanan/kiri, dilanjutkan jahit uterus jelujur faston 2 lapis.9. Reperitonealisasi

10. Dilakukan MOW tubectomy pomerus D/S

11. Eksplorasi ( tidak ada perdarahan aktif

12. Cavum peritoneum dicuci dengan NS hangat 500 cc

13. Adnexa D/S dalam batas normal.

14. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

15. Operasi selesai.

KALA II/ Bayi Tunggal

Tanggal : 5/5/2015Pukul 01.30Cara Kelahiran: SCTP + MOWIndikasi : APB ec. PPT + fluxus berulang + fetal compromiseBerat

: 1890 grPanjang : 43 cm

Hidup, Perempuan

AS

: 3/5/7Kelainan kongenital (-)KALA III

Tanggal : 5/5/2015Pukul01.35Cara plasenta lahir : Tarikan ringanPlasenta lengkap

KALA IV (2 Jam PP)

Tanggal : 5/5/2015Pukul03.10

TFU :2 jari bawah pusar

TD : 110/70

Perdarahan : 100cc

Pindah ruangan RR

Monitoring Pasien

Tanggal: 5/5/2015

Pukul 04.00 di ruang RR

Post SCTP dt APB (epidural)

Nafas spontanRR: 20x/min

TD: 120/60 mmHg

Sat O2: 99%

HR: 88x/min

GCS 456

Prod. Urin : 600 cc

Abdomen soefl

Infus NS Pukul 22.00

TD: 120/80 mmHgHR: 80x/min

SaO2: 100%Pada tanggal 6/5/2014 pasien pindah ke R.8Hasil NSTBAB IIIPERMASALAHAN

3.1 Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?3.2 Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?

3.3 Bagaimana komplikasi dan prognosis pada kasus ini?

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penegakan diagnosis pada pasien ini

4.1.1 AnamnesaAnamnesis dilakukan sebagai tahap awal dari proses klinis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan (working diagnosis) sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dalam ilmu obstetri, dilakukan anamnesis yang lebih detail terhadap status obstetri pasien, termasuk riwayat persalinan, riwayat menstruasi, riwayat kontrasepsi, dan riwayat medis lainnya ( Lockwood, 2014).

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien merupakan seorang wanita berusia 33 tahun, 1 kali menikah selama 14 tahun, riwayat partus 2 kali dengan 2 anak hidup. Saat ini pasien hamil yang ketiga, riwayat antenatal care di puskesmas sebanyak 2 kali. Pasien mengeluhkan keluar darah berupa flek-flek dari jalan lahir pada tanggal 4 Mei 2015 pukul 14.00 WIB, namun pasien tetap di rumah. Kemudian pada pukul 15.30 karena darah yang keluar semakin banyak (kurang lebih dua pembalut), pasien pergi ke bidan. Oleh bidan, pasien dilakukan pemeriksaan inspekulo dan terlihat jaringan plasenta, bidan mencurigai pasien mengalami plasenta previa, maka pasien disarankan untuk dirujuk ke RSSA. Namun karena keluarga pasien masih berdiskusi, maka pukul 19.00 pasien baru datang ke RSSA. TIdak ada riwayat konsumsi jamu, konsumsi obat maupun pijat oyok. Riwayat makan 2-3x per hari dengan nasi putih dan lauk yang bervariasi, seperti tahu, tempe, ikan, dan sayur serta diselingi camilan. Aktivitas sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga dengan 2 orang anak melakukan kegiatan seperti menyapu, memasak, mencuci dan mengurus anak.Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, alergi, dan riwayat operasi disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga pasien dengan penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, alergi, dan riwayat operasi disangkal oleh pasien.

Plasenta previa adalah komplikasi obstetri yang terjadi pada kehamilan trimester dua dan tiga. Pada umumnya, keadaan ini dijelaskan sebagai implantasi plasenta di bagian bawah dari uterus dan plasenta tersebut menutupi semua atau sebagian dari pembukaan ke serviks (ostium uteri interna) serta salah satu penyebab utama terjadinya perdarahan pervaginam dalam suatu periode waktu. Plasenta previa dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada fetus dan ibu (Lockwood, 2014).

Gejala utama dari plasenta previa adalah perdarahan tiba-tiba dari vagina tanpa disertai dengan nyeri perut. Perdarahan yang terjadi bisa sangat parah dan mungkin berhenti dengan sendirinya, tetapi dapat muncul beberapa hari atau minggu kemudian. Gejala tersebut dijumpai pada pasien ini yaitu perdarahan tiba-tiba berupa flek-flek dari jalan lahir yang muncul pada trimester ketiga kehamilan, lebih tepatnya pada usia kehamilan 30-32 minggu ( Lockwood, 2014).Menurut Sarwono, gejala plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri, yang terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas beberapa waktu kemudian, dengan jumlah perdarahan yang lebih banyak dari sebelumnya (Sarwono, 2010).Jenis plasenta previa:

1. Plasenta previa totalis: plasenta menutupi seluruh bagian ostium uteri interna

2. Plasenta previa parsialis: plasenta menutupi sebagian ostium uteri interna

3. Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium ditutupi oleh plasenta

4. Plasenta previa letak rendah: plasenta terimplantasi di segmen bawah uterus sekitar 2-3 cm dari ostium(Sarwono, 2010).

Gambar 1.1

Gambar 1.2

Gambar 1.1 Bayi intrauterin dengan plasenta previa totalis (Mayo Clinic,2015)Gambar 1.2 Macam-macam plasenta previa (Pagano,2015)Faktor resiko plasenta previa:

Multipara

Usia 35 tahun Riwayat cesarean delivery Merokok dan menggunakan cocaine Peningkatan maternal serum alpha-fetoprotein 2 MoM pada kehamilan 16 mingguDari anamnesa yang didapat, pasien telah memiliki riwayat partus 2 kali dengan 2 anak hidup tanpa faktor resiko multipara sehingga dapat meningkatkan resiko plasenta previa (Norwitz, 2006).

4.1.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik selanjutnya dilakukan untuk mempertajam proses klinis dengan mencari bukti-bukti objektif terhadap keluhan subjektif pasien dari anamnesis di atas. Pemeriksaan fisik dalam ilmu obstetri meliputi pemeriksaan fisik secara umum, kemudian pemeriksaan status interna dan terakhir adalah pemeriksaan status ginekologinya. Temuan dari pemeriksaan fisik pada pasien dengan plasenta previa diantaranya adalah adanya darah yang keluar dari jalan lahir yang jumlahnya sesuai dengan beratnya anemia, bisa didapatkan pula tanda-tanda syok bila perdarahan sangat banyak, tidak adanya kontraksi uterus, bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul karena dihalangi oleh plasenta, dan kondisi janin normal atau terjadi gawat janin. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan (WHO, 2013). Pada pasien yang didapatkan adanya darah yang keluar dari jalan lahir, pemeriksaan dalam merupakan kontraindikasi (Sarwono, 2010).Dari pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan umum baik, tampak sakit sedang, dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status obstetric, tinggi fundus uteri (TFU) 23 cm, letak janin bujur U, denyut jantung janin (DJJ) 130x/menit (Dopler), taksiran berat janin (TBJ) 1550 gram, terdapat HIS namun jarang. Pemeriksaan dengan inspekulo didapatkan fluxus minimal dan bekuan darah, serta tampak portio terbuka 1 cm dan tampak jaringan plasenta (Norwitz, 2006).4.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu USG abdomen untuk mengetahui keadaan janin. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan NST, darah lengkap, dan faal hemostasis. Dari pemeriksaan USG didapatkan tampak janin intra uterin tunggal hidup, letak bujur, kepala dibawah, plasenta implantasi di cornu posterior, plasenta menutupi saluran OUI, maturasi grade II dengan kesimpulan plasenta previa totalis. Hasil pemeriksaan CTG patologis kategori III. Pada pemeriksaan darah lengkap juga tidak didapatkan kelainan.Penegakkan diagnosis plasenta previa adalah dengan ultrasound kehamilan (USG). Definitif diagnosis mungkin membutuhkan kombinasi dari USG abdominal dan USG vagina. Dalam keadaan yang jarang, MRI mungkin dapat digunakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan lebih jelas. Jika sudah diketahui bahwa suatu plasenta previa maka pemeriksaan vagina secara rutin akan dihindari untuk mengurangi resiko terjadinya perdarahan yang hebat. Mungkin membutuhkan ultrasound tambahan untuk mengetahui lokasi pasti dari plasenta sebelum dilahirkan serta denyut jantung janin dapat diketahui (Norwitz, 2006).

4.1.4 Insiden Etiologi Plasenta Previa

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus dengan jaringan parut meningkatkan angka kejadian plasenta previa (Norwitz, 2006).

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan, blastokista berimplantasi pada desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang yang lain. Teori lain mengemukakan salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, kelainan pada rahim misalnya seperti bekas caesarian section, kuretase, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dijadikan sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas caesarian section berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan merokok didapatkan insidensi plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri interna (Norwitz, 2006).

Dari hasil anamnesis didapatkan beberapa faktor resiko yang terdapat pada pasien ini seperti usia diatas 30 tahun yaitu 33 tahun dan mempunyai riwayat paritas tinggi dimana pasien telah partus 2 kali.4.2 Penatalaksanaan pada Plasenta Previa

Setiap ibu hamil yang mengalami perdarahan pada trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat di rumah sakit atau MRS. Pasien diminta untuk istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika hasil Rho negatif maka perlu diberikan RhoGam pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Terminasi per abdominam bila terjadi perdarahan per vaginam masif atau mengancam keselamatan terutama ibu dan janin. Lakukan tindakan konservatif jika perdarahan sedikit atau berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur, cari tanda adanya infeksi di saluran kemih, serviks dan vagina (Norwitz, 2006).

Pada kehamilan 24-34 minggu diberikan terapi tokolitik sulfas magnesikus untuk menekan HIS sementara waktu, antibiotik, steroid untuk pematangan paru janin, serta persiapan transfusi autologus bila Hb ibu < 11 g%. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik ibu hamil yang memperlihatkan keadaan klinis, tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium seolah dalam kondisi normal, padahal hal tersebut belum tentu dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Apabila perdarahan terjadi pada trimester kedua, pasien perlu diingatkan bahwa perdarahan ulang biasanya lebih banyak dari yang sebelumnya. Jika terdapat gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi, pasien mungkin sudah mengalami perdarahan yang cukup berat (Norwitz, 2006).

Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu, karenanya keadaan janin tidak sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dapat beresiko tinggi untuk mengalami solusio plasenta, seksio sesarea, kelainan letak janin, dan perdarahan pasca persalinan. Pada sebuah laporan, pemeriksaan maternal serum alfa feto protein (MSAFP) pada trimester kedua dapat menjadi upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat. Apabila kadar MSAFP naik lebih tinggi dari 2 median, pasien tersebut mempunyai peluang 50% memerlukan perawatan di rumah sakit karena perdarahan sebelum 30 minggu. Janin harus dilahirkan prematur sebelum 34 minggu atas indikasi hipertensi dalam kehamilan (Norwitz, 2006).

Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan yang lebih ketat dengan istirahat baring dan perawatan di rumah sakit. Dalam keadaan yang cukup serius pasien dapat dirawat di rumah sakit hingga melahirkan. Apabila dalam masa perawatan terjadi perdarahan yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila perdarahan tidak begitu banyak pasien diistirahatkan hingga usia kehamilan 36 minggu, dan bila pada amniosentesis menunjukkan paru janin telah matang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu dapat melalui SC (Norwitz, 2006).

Pada pasien yang pernah dilakukan seksio sesarea sebelumnya perlu diperiksa dengan USG, Colour Doppler, atau MRI untuk melihat adanya kemungkinan plasenta akreta, inkreta, atau perkreta. Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan USG transvaginal, apabila belum ada pembukaan pada serviks dan terjadi perdarahan yang sangat banyak yang mengkhawatirkan dapat dilakukan persalinan melalui SC. Kebanyakan SC pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama apabila plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. SC dengan insisi vertikal pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Pemberian anestesia lokal dapat diberikan karena dapat mengendalikan tekanan darah dengan baik, mengingat perdarahan intraoperasi dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada pemakaian anestesia umum. Namun pada pasien dengan perdarahan berat sebelumnya, pemberian anestesia umum lebih baik mengingat anestesia regional dapat memperberat hipotensi dan memblokir respons normal simpatetik terhadap hipovolemia (Norwitz, 2006).Pada kondisi plasenta previa, kelahiran pervaginam hanya dapat dilakukan pada jenis plasenta previa marginalis dan plasenta previa letak rendah, sedangkan pada plasenta previa totalis dan parsialis harus melalui proses SC. SC cito dilakukan apabila terdapat tanda-tanda gagal konservatif/fluxus aktif (Norwitz, 2006).Tatalaksana umum pada pasien dengan plasenta previa adalah memperbaiki kekurangan cairan atau darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau RL) dan meakukan penilaian jumlah perdarahan. Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan SC tanpa memperhitungkan usia kehamilan. Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan terapi konservatif (WHO, 2013).

Terapi konservatif:

Tujuan agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif

Syarat terapi konservatif:

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik

Belum ada tanda inpartu

KU ibu cukup baik

Janin masih hidup dan kondisi janin baik

Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis Berikan tokolitik bila ada kontraksi

Pemberian dexamethasone untuk pematangan paru janin Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan Pastikan tersedianya sarana transfusi (WHO, 2013)

Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan syarat telah mendapat KIE untuk segera kembali ke RS bila perdarahan berulang, dan pasien tidak boleh melakukan hubungan suami istri dan menghindari aktivitas fisik dan kerja rumah tangga (Sarwono, 2010)

Terapi Aktif:

Rencanakan terminasi kehamilan jika:

Usia kehamilan cukup bulan

Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misal anensefali)

Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa melakukan usia kehamilan (WHO, 2013)Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif, yaitu diberikan tokolitik Kaltrofen supp 2, Isoxufrin 2, pemberian cairan IVFD RL maintenance, diberikan terapi oral As. Mefenamat 3 x 600 mg, Histolan 3 x 1 tab dan Roborantia 1 x 1 tab Pada 4 Mei jam 11 malam didapatkan HIS, fluxus berulang, pada pemeriksaan inspekulo didapatkan flex, bekuan darah, portio terbuka 1 cm dan tampak jaringan plasenta, maka dari itu terapi konservatif dinyatakan gagal karena pasien masuk ke dalam kondisi inpartu dan harus segera dilakukan SC cito. 4.3 Komplikasi dan Prognosis Plasenta Previa

Ada beberapa komplikasi utama yang terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal. Komplikasi yang terjadi diantaranya berupa anemia, shok, plasenta akreta, kematian ibu karena perdarahan (Houry, 2009), seviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak, kelainan letak janin, kelahiran prematur dan gawat janin, serta komplikasi lain berupa solusio plasenta (RR 13,8), seksio sesaria (RR 3,9), kelainan letak janin (RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50%), DIC (15,9%) (Sarwono, 2010).Prognosis ibu dan bayi pada plasenta previa saat ini lebih baik dibandingkan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG serta ketersediaan transfusi darah dan cairan infus yang telah ada hampir di semua rumah sakit. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat program KB juga dapat menurunkan insiden plasenta previa. Namun untuk janin, masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun melalui seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya dapat dihindari sekalipun tindakan konservatif telah dilakukan (Norwitz, 2006).

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan Penegakan diagnosis dari kasus plasenta previa totalis dari pasien ini melalui beberpa tahap:1. Anamnesis sehingga dapat diketahui adanya faktor resiko plasenta previa pada pasien, yaitu pasien berusia > 30 tahun (33 tahun), multipara dengan memiliki 2 anak hidup sebelum kehamilan ini, dan ada keluhan keluar darah dari jalan lahir yang berulang serta tidak disertai rasa nyeri perut

2. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu dengan inspekulo untuk mengetahui sumber perdarahan yang keluar dari jalan lahir dan tampak jaringan plasenta serta bekuan darah

3. Pemeriksaan penunjang yaitu dengan USG abdomen sehingga dapat diketahui adanya plasenta yang menutupi ostium uteri interna Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini yaitu SC cito karena terapi konservatif yang sebelumnya dilakukan dinyatakan gagal dan hasil pemeriksaan ditemukan adanya HIS, fluxus berulang, portio terbuka, bekuan darah, dan tampak jaringan plasenta Komplikasi yang muncul dari kasus ini, janin terlahir prematur karena terapi konservatif gagal serta prognosisnya baik karena plasenta previa totalis yang dialami sudah terdeteksi sehingga kondisi Ibu dan janin baik.

5.2 SaranPada kasus ini disarankan untuk pemberian KIE kepada pasien dan keluarganya. Pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin sehigga dapat mengetahui secara dini apabila terdapat penyulit pada saat kehamilan.DAFTAR PUSTAKAAnanth CV, Smulian JC, Vintzileos AM. The effect of placenta previa on neonatal mortality: a population-based study in the United States, 1989 through 1997. Am J Obstet Gynecol. May 2003;188(5):1299-304Houry DE, Salhi BA. Acute complications of pregnancy. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, et al, eds. Rosens Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2009:chap 176.

Lockwood CJ, et al. Clinical manifestations and diagnosis of plasenta previa. http://www.uptodate.com/home. Accessed Jan. 27, 2014. Mayoclinic.Diseases and Conditions Placenta previa.http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/placenta-previa/multimedia/placenta-previa/img-20005784. Accessed May 21, 2015Marshall NE, Fu R, Guise JM. Impact of multiple cesarean deliveries on maternal morbidity: a systematic review. Am J Obstet Gynecol. Sep 2011;205(3):262.e1-8Norwitz, Errol R. Schorge, John O. 2006. Obstetrics and Gynaecology at a Glance.2nd edition.Wiley.

Pagano, Trina.2015. Understanding Placenta Previa -- the Basics. http://www.webmd.com/baby/understanding-placenta-previa-basics. Accessed May 21, 2015Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Hal. 500-502. Bina Pustaka Sarwono, Jakarta.WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasillitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Hal. 96-98. Kementeria Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta1