Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI FLAVONOIDA PADA HERBA PEGAGAN EMBUN
(Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) HASIL ISOLASI SECARA
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF (KLTP)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh : Titien Christinawati
NIM : 038114056
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tak ada hal yang paling indah dalam hidup ini selain
saat kita mendapatkan dukungan dari orang-orang
yang sangat kita sayangi dan menyayangi kita di
saat kita jatuh.
“Janganlah hendaknya kamu kuatir
tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah
dalam doa dan permohonan dengan ucapan
syukur” (Filipi 4; 6)
Persembahanku untuk
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjadi perantara doa-doaku
Bapak dan Ibuku yang tak pernah berhenti menyayangi dan mendoakanku
Mbak Ari, Mas Eko dan Mbak Ina yang selalu menyemangatiku
Mas Freddyku yang selalu menemani dan memberikan dukungannya
Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Herba pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang belum banyak dikenal masyarakat. Herba pegagan embun telah diketahui mengandung minyak atsiri, kumarin, saponin, terpen dan hiperin. Herba pegagan embun berkhasiat untuk mengobati sakit kuning (hepatitis), infeksi saluran kencing, infeksi amandel, infeksi telinga tengah dan sariawan. Kemungkinan yang berperan adalah flavonoidanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis flavonoida selain hiperin yang terkandung dalam herba pegagan embun dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), reaksi warna dan spektrofotometri UV. Flavonoida didapat dengan mengekstraksi herba pegagan embun dengan menggunakan campuran metanol dan air secara maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan KLT dengan fase diam selulosa dan fase gerak n-butanol : asam asetat : air (BAW; 4 : 1 : 5, fase atas). Kemudian dilakukan isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).
Didapat 3 bercak yang sesuai ciri flavonoida. Bercak tersebut masing-masing dengan Rf 0,63; 0,76; 0,90. Bercak dengan Rf 0,76 dan 0,90 dikerok dan dilarutkan dalam metanol yang kemudian diperiksa kemurniannya dengan menggunakan KLT multi eluen dengan fase diam selulosa dan fase gerak BAW dan asam asetat 15%. Dari hasil KLT multi eluen diketahui bahwa senyawa belum murni sehingga dilakukan reisolasi dengan fase gerak asam asetat 15 %. Dari hasil reisolasi diperoleh bahwa semua senyawa adalah tunggal (murni) sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dipilih isolat yang tidak sesuai dengan ciri hiperin. Isolat tersebut dianalisis dengan reaksi warna dan spektrofotometri UV untuk mengetahui golongan dan posisi OH pada struktur flavonoida.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa isolat flavonoida yang diidentifikasi termasuk dalam golongan isoflavon yaitu 7,8-dihidroksi isoflavon. Kata kunci : flavonoida, herba pegagan embun, spektrofotometri ultraviolet,
KLTP, 7,8-dihidroksi isoflavon.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pegagan embun herb (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) is a kind of plants that has not been known by people. Pegagan embun herb contains essential oil, coumarin, saponin, terpenoid and hyperin. Pegagan embun herb is useful for healing hepatitis, urinary tract infection, tonsil infection, middle ear infection and sprue. Flavonoid might play its role in healing those diseases.
This study has a purpose to identify the kind of flavonoid instead of hyperin that is contained in pegagan embun herb by using thin layer chromatography (TLC), color reaction and UV spectrofotometry. Flavonoid was obtained by extracting pegagan embun herb using mixture of methanol and water by maseration that furthermore analyzed with TLC with stationery phase of cellulose and mobile phase of n-butanol : acetic acid : water (BAW; 4 : 1 : 5, upper phase). And then, isolation was done with preparative thin layer chromatography (PTLC).
It was obtained 3 spots that similar to the characteristics of flavonoid. That spot with each Rf 0,63; 0,76; 0,90. The spot with Rf 0,76 and 0,90 were taken and dissolved into methanol and then the purity was examined using multi eluen (TLC) with stationery phase of cellulose and mobile phase of BAW and 15 % acetic acid. From the result of multi eluen TLC was known that compound was not yet pure so reisolation was done with mobile phase of 15 % acetic acid. From the result of reisolation, it was obtained that all of the compounds were singular (pure), so it can be used for next analysis. An isolate was chosen, in which the characteristic is not similar to the characteristic of hyperin. The isolate was analyzed with color reaction and UV spectrofotometry to know the group and the OH position on the flavonoid structure.
The result of this examination indicated that the identified flavonoid isolate was included in the isoflavone group that is 7,8-dihydroxy isoflavone. Key words : flavonoid, pegagan embun herb, UV spectrofotometry, PTLC, 7,8-
dihydroxy isoflavone
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan
Bunda Maria atas berkat, kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Identifikasi Flavonoida pada Herba
Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) Hasil Isolasi Secara
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP).
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini, penulis tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, dorongan, pengarahan, saran,
ataupun fasilitas. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan, saran, pengarahan, dan kesempatan yang telah diberikan
selama penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala
masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala
masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Laboran Fakultas Farmasi, Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, Mas
Ottok, Mas Kunto dan Pak Mukmin yang telah membantu selama
penelitian.
6. Sahabat-sahabatku tercinta, Ratna, Rosa, Komang, Devi, Maria dan Anin
untuk persahabatan dan dukungannya selama ini dalam segala hal.
7. Teman-teman kelompok C untuk kebersamaan dan kenangannya selama 3
tahun dalam praktikum.
8. Hartono, Aan, Timur, Madya, Bhodonk, Mas Prasojo dan Mas Sugiyono
atas bantuannya dalam penyusunan skripsi.
9. Teman-teman kos Benteng, Mbak Utik, Mbak Kenny, Veni, Neldy, Mbak
Icha, Mbak Kristin, Ajoe dan Mbak Nanay atas keceriaannya dan
kebersamaannya.
10. Teman-teman kelas B dan teman-teman seperjuanganku di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia.
11. Semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan. Namun penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Juli 2007
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………......ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….....iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………………..v
INTISARI ……………………………………………………………………...vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………......x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...xiv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….xviii
BAB I. PENGANTAR ………………………………………..……………….1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………1
1. Permasalahan …...………………………………………………………..3
2. Keaslian penelitian …………………………………………………….....4
3. Manfaat penelitian ……………………………………………………….4
B. Tujuan Penelitian …………………………………………………………....4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………………………………………..5
A. Tumbuhan Pegagan Embun ………………………………………………...5
1. Keterangan botani ……………………………………………………….5
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Nama lokal ………………………………………………………………5
3. Morfologi ………………………………………………………………...5
4. Kandungan …………………………………………………………….....5
5. Penggunaan ………………………………………………………………6
6. Penelitian ………………………………………………………………...6
B. Pengeringan Bahan ……………………………………………………….....7
C. Maserasi ……………………………………………………………………..7
D. Flavonoida …………………………………………………………………..8
1. Struktur flavonoida ……………………………………………………....8
2. Distribusi flavonoida ……………………………………………….........9
3. Penggolongan flavonoida ………………………………………………..9
4. Manfaat flavonoida ………………………………………………..........10
5. Kelarutan flavonoida……………………………………………………11
6. Isolasi senyawa flavonoida ……………………………………………..12
7. Identifikasi warna flavonoida …………………………………………..12
E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) …………………………………………...16
F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)……………………………….18
G. Spektrofotometri Ultraviolet ……………………………………………….19
1. Tinjauan umum …………………………………………………………19
2. Spektrum senyawa flavonoida ………………………………………….22
H. Keterangan Empiris ………………………………………………………..28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….29
A. Jenis Penelitian …………………………………………..………………...29
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………………………….29
1. Variabel penelitian ……………………………………………………..29
2. Definisi operasional ……………………………………………………29
C. Bahan dan Alat Penelitian ………………………………………………….30
1. Bahan penelitian ………………………………………………………..30
2. Alat penelitian ………………………………………………………….30
D. Tata Cara Penelitian ……………………………………………………….31
1. Determinasi tumbuhan pegagan embun ………………………………..31
2. Pengumpulan bahan ……………………………………………………31
3. Pembuatan serbuk simplisia ……………………………………………31
4. Penyarian flavonoida …………………………………………………...31
5. Pemeriksaan pendahuluan flavonoida dengan KLT ……………………32
6. Isolasi flavonoida dengan KLTP ……………….……………..………..32
7. Pemeriksaan kemurnian isolat ………………………………..………...33
8. Reaksi warna flavonoida ………………………………………...……...33
9. Identifikasi senyawa flavonoida dengan spektrofotometri ultraviolet ….33
E. Analisis Data ………………………………………………..……………...35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………..37
A. Determinasi Tumbuhan ……………………………………………….…...37
B. Pengumpulan dan Pengeringan Bahan …………………………………….37
C. Penyarian Bahan …………………………………………………………...38
D. Pemeriksaan Pendahuluan Flavonoida Secara KLT ……………………….39
E. Isolasi Flavonoida dengan KLTP ………………………………...………...44
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Pemeriksaan Kemurnian Isolat ……………………………………………..46
G. Identifikasi Senyawa Flavonoida …………………………………………..48
1. Identifikasi dengan reaksi warna ……………………………………… 48
2. Identifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet ……………………….52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….63
A. Kesimpulan ………………………………………………………………..63
B. Saran ……………………………………………………………………….64
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...65
LAMPIRAN ………………………………………………………………….68
BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………………..82
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Penampakan warna bercak pada kromatogram yang dideteksi dengan
uap amonia (Markham, 1988) ……………………………………15
Tabel II. Penampakan warna golongan flavonoida dengan pereaksi
(Venkataraman, 1962) …..……………………………………..16
Tabel III. Rentangan serapan spektrum UV pada flavonoida (Markham, 1988)
…………………………………………………………………..22
Tabel IV. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan
NaOH (Markham, 1988) ……………………………………….25
Tabel V. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan
NaOAc (Markham, 1988) ………..…………………………….26
Tabel VI. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan
NaOAc dan H3BO3 (Markham, 1988) ………………………....26
Tabel VII. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan
AlCl3 serta AlCl3 dan HCl (Markham, 1988) ………………....27
Tabel VIII. Penampakan warna bercak sampel (ekstrak metanol herba pegagan
embun) …………….…………………………………………....43
Tabel IX. Analisis hasil KLT pendahuluan dan hasil spektra dibandingkan
dengan pustaka acuan (Markham, 1988) ……………………….47
Tabel X. Penampakan perubahan warna isolat setelah penambahan pereaksi
…………………………………………………………………..50
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XI. Penafsiran spektrum flavonoida dengan penambahan pereaksi geser
dari isolat metanol herba pegagan embun ……………………...54
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Kerangka flavonoida ………………………………………..……….9
Gambar 2. Sistem penomoran flavonoida ……………………………………….9
Gambar 3. Kerangka struktur golongan-golongan flavonoida …....……………14
Gambar 4. Dua komponen penyerap (benzoil dan sinamoil) ………….……….23
Gambar 5. Kromatogram uji KLT pendahuluan ekstrak metanol herba pegagan
embun …....………………….…………....………………….……42
Gambar 6. Reaksi yang terjadi setelah diberi uap amonia ……………..……….43
Gambar 7. Hasil reaksi warna …………………………….………………….…50
Gambar 8. Reaksi yang terjadi setelah pemberian NaOH ………………….…..51
Gambar 9. Reaksi yang terjadi setelah penambahan H2SO4 pekat ……………..51
Gambar 10. Reaksi yang terjadi setelah penambahan Mg dan HCl ……………52
Gambar 11. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol ...53
Gambar 12. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi NaOH ………………………………….………………….55
Gambar 13. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi NaOH setelah 5 menit …………………….………………56
Gambar 14. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi AlCl3 …....…………………….………………….………....57
Gambar 15. Reaksi yang terjadi setelah pemberian AlCl3 ……………………..57
Gambar 16. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi AlCl3/HCl …………………….………………….…………58
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 17. Reaksi yang terjadi setelah pemberian HCl pada isolat C dengan
AlCl3 ………………………….………………….………………59
Gambar 18. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi NaOAc ……………………….………………….………….59
Gambar 19. Reaksi yang terjadi setelah penambahan NaOAc …....……………60
Gambar 20. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan
diberi NaOAc/H3BO3………………………….…………………61
Gambar 21. Reaksi yang terjadi setelah pemberian NaOAc dan ditambah dengan
H3BO3 …………………….………………….…………………....61
Gambar 22. Gambar 22. 7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula
pada posisi 5 ………………….………………….…....…………..62
Gambar 23. Gambar 22. 7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula
pada posisi 4’ ………………….………………….…....…………..62
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi ……………………………………68
Lampiran 2. Foto tumbuhan herba pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides
Lmk.) ……………………………………...…………………….69
Lampiran 3. Foto kromatogram KLTP hasil reisolasi isolat I dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % …………………………..70
Lampiran 4. Foto kromatogram KLTP hasil reisolasi isolat II dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % ………………………….71
Lampiran 5. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat A dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % ………………….………72
Lampiran 6. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat A dengan fase diam
selulosa, fase gerak BAW ……………………………………...73
Lampiran 7. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat B dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % ………………………….74
Lampiran 8. Foto kromatogram KLT multi eluen amonia B dengan fase diam
selulosa, fase gerak BAW ……………………………………...75
Lampiran 9. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat C dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % ………………………….76
Lampiran 10. Foto kromatogram KLT multi eluen amonia C dengan fase diam
selulosa, fase gerak BAW …………………………………….77
Lampiran 11. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat D dengan fase diam
selulosa, fase gerak asam asetat 15 % ………………………….78
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12. Foto kromatogram KLT multi eluen isolat D dengan fase diam
selulosa, fase gerak BAW ………………………………….....79
Lampiran 13.1. Spektrum spektrofotometri UV isolat A dalam metanol …….80
13.2. Spektrum spektrofotometri UV isolat B dalam metanol ……..80
Lampiran 14.1. Spektrum spektrofotometri UV isolat D dalam metanol ……81
14.2. Spektrum spektrofotometri UV rutin dalam metanol ………...81
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Banyak jenis tumbuhan telah digunakan oleh masyarakat Indonesia
sebagai bahan obat. Tanaman obat tersebut diramu menjadi sediaan obat, yang
lebih dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional ada yang berasal dari
tumbuhan, hewan, maupun mineral yang digunakan untuk pemeliharaan,
peningkatan kesehatan dan penyembuhan penyakit. Namun masih banyak
tumbuhan liar yang belum diketahui zat berkhasiat dan kegunaannya.
Dewasa ini minat masyarakat untuk memanfaatkan tumbuh-tumbuhan
sebagai ramuan obat semakin berkembang. Banyaknya permintaan dunia akan
obat-obatan yang berasal dari alam, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki
kecenderungan untuk menempuh gaya hidup kembali ke alam atau ”back to
nature” dalam mencapai tujuan hidup yang lebih sehat dan aman terhadap
berbagai macam gangguan kesehatan (Kuswara, 2000).
Herba pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) merupakan
salah satu jenis tumbuhan yang belum banyak dikenal masyarakat. Herba pegagan
embun mengandung minyak atsiri, kumarin dan hiperin (Anonim, 2005).
Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa herba pegagan embun juga
mengandung saponin (Matsushita, Sasaki, Warashina, Miyase, Noguchi, Velde,
2004), terpen (Asakawa, Matsuda, Takemoto, 1982) dan quercetin 3-O-β- -(6″-
caffeoylgalactoside) (Shigematsu, Kouno, Kawano, 1981). Herba pegagan embun
dapat digunakan untuk mengobati sakit kuning (hepatitis), pengecilan hati dengan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
busung, batu empedu, batu dan infeksi saluran kencing, batuk dan sesak nafas,
sariawan, radang tenggorokan, infeksi amandel dan infeksi telinga tengah
(Anonim, 2005).
Timbulnya khasiat penyembuhan pada suatu penyakit tentunya
disebabkan oleh adanya senyawa dengan struktur tertentu yang terdapat di dalam
tumbuhan. Oleh karena itu, dengan diketahuinya struktur dari suatu senyawa akan
membuka peluang untuk pengembangan obat baru. Untuk mengetahui suatu
senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan dapat dilakukan dengan
mengisolasi senyawa tersebut secara kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
dan dilanjutkan dengan penentuan golongan serta strukturnya.
Digunakan metode KLTP karena KLTP memiliki beberapa kelebihan
dari kromatografi kolom yaitu pemisahan yang lebih baik karena pemisahan yang
dihasilkan berupa bercak yang tidak bergerak., mudah mengambil senyawa-
senyawa yang terpisah secara individu dengan jalan mengeroknya dan
mengumpulkan tiap-tiap lapisan, dan peralatannya yang sederhana (Gasparic dan
Churacek, 1978). KLTP merupakan salah satu metode pemisahan yang
memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar
(Hostettmann, Hostettmann, Marston, 1995).
Tanaman yang mengandung flavonoida banyak digunakan dalam dunia
pengobatan tradisional, karena dapat bekerja sebagai inhibitor pernafasan.
Flavonoida juga dapat menghambat perdarahan dan menghambat reaksi oksidasi,
baik secara enzimatik maupun non enzimatik, beberapa flavonoida dapat bekerja
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai antihipertensi, dan flavonoida juga mempunyai potensi sebagai antibakteri
(Robinson, 1995).
Adanya khasiat herba pegagan embun untuk mengobati sakit kuning
(hepatitis), infeksi saluran kencing, infeksi amandel, infeksi telinga tengah dan
sariawan kemungkinan yang berperan dalam pengobatan adalah flavonoidanya
karena flavonoida sendiri menurut Robinson (1995) memiliki daya sebagai
bakterisida, antiinflamasi dan antioksidan.
Flavonoida tersebar luas dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan ditemukan
dalam bagian-bagian tertentu dari tumbuhan. Flavonoida dalam jaringan
tumbuhan ditemukan sebagai senyawa campuran (Swain, 1976). Pada penelitian
sebelumnya telah ditemukan senyawa flavonoida yang terkandung dalam herba
pegagan embun yaitu hiperin. Senyawa flavonoida ditemukan dalam bentuk
campuran sehingga kemungkinan masih ada senyawa flavonoida lainnya yang
terkandung dalam herba pegagan embun yang belum ditemukan. Oleh karena itu
penelitian kandungan kimia khususnya jenis-jenis flavonoida lainnya yang
terkandung dalam herba pegagan embun perlu dilakukan untuk pengembangan
dan pemanfaatan herba pegagan embun dalam pengobatan.
1. Permasalahan
Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah :
Senyawa golongan flavonoida apakah yang terdapat dalam herba
pegagan embun selain hiperin dengan isolasi secara KLTP dan bagaimana
prakiraan struktur parsialnya dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT), reaksi warna dan spektrofotometri ultraviolet?
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, penelitian yang berkaitan
dengan flavonoida pada herba pegagan embun yang pernah dilakukan adalah
penelitian yang menemukan adanya flavonoida quercetin 3-O-β- -(6″-
caffeoylgalactoside) (Shigematsu et al., 1981) atau hiperin (Anonim, 2005).
Sehingga penelitian ini dilakukan untuk menemukan jenis flavonoida lainnya
selain hiperin.
3. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini meliputi 2 hal :
a. Manfaat teoritis yaitu memberikan informasi yang diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk penelitian berikutnya tentang kandungan dan
kegunaan herba pegagan embun.
b. Manfaat praktis yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang kandungan flavonoida selain hiperin pada herba pegagan embun
untuk pengembangan dan pemanfaatan tanaman tersebut dalam pengobatan.
c. Manfaat metodologis yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang penggunaan KLTP dalam isolasi senyawa flavonoida
pada herba pegagan embun.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoida dari
herba pegagan embun selain hiperin dengan menggunakan metode isolasi secara
KLTP dan identifikasi dengan KLT, reaksi warna dan spektrofotometri UV.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Pegagan Embun
1. Keterangan botani
Herba pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) mempunyai
sinonim Hydrocotyle rotundifolia Roxb. dan Hydrocotyle formosana
Masamune., termasuk dalam familia Umbelliferae (Apiaceae) (Anonim, 2005).
2. Nama lokal
Sunda : pegagan embun, antanan beurit, a. lembut
Jawa : andem, katepa’n, rendeng, semanggi
Madura : salatun, take cena
China : tikim, patikim, tian hu sui (Anonim, 2005).
3. Morfologi
Tumbuh merayap, ramping, subur di tempat lembab, terbuka maupun
teduh di pinggir jalan, pinggir selokan, lapangan rumput dan tempat lain sampai
setinggi kira-kira 2.500 m dari permukaan laut. Batang lunak, berongga,
panjang 45 cm atau lebih, daun tunggal berseling, bertangkai panjang, bentuk
bulat (Anonim, 2005).
4. Kandungan
Herba pegagan embun mengandung minyak atsiri, kumarin dan hiperin
(Anonim, 2005). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa herba pegagan
embun juga mengandung saponin (Matsushita et al., 2004), terpen (Asakawa et
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
al., 1982) dan quercetin 3-O-β- -(6″-caffeoylgalactoside) (Shigematsu et al.,
1981).
5. Penggunaan
Herba pegagan embun dapat digunakan untuk mengobati sakit
kuning (hepatitis), pengecilan hati dengan busung, batu empedu, batu dan
infeksi saluran kencing, batuk dan sesak nafas, sariawan, radang tenggorokan,
infeksi amandel dan infeksi telinga tengah (Anonim, 2005).
6. Penelitian
Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap herba
pegagan embun, yaitu :
a. Penelitian yang mengisolasi flavonoida quercetin 3-(6”-caffeoylgalactoside
dari herba pegagan embun (Shigematsu et al., 1981).
b. Penelitian yang menemukan adanya terpenoid dari herba pegagan embun
dengan kandungan terpenoid utamanya yaitu trans- β-farnesene (Asakawa et
al., 1982).
c. Penelitian yang menemukan adanya kandungan minyak atsiri pada herba
pegagan embun (Janardhanan, Thoppil, 2001).
d. Penelitian yang mengisolasi tujuh saponin triterpenoid yang salah satunya
dikenal sebagai udosaponin B dari herba pegagan embun (Matsushita et al.,
2004).
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Pengeringan Bahan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengurangan
kadar air dengan adanya pengeringan akan menghentikan reaksi enzimatik
sehingga penurunan mutu simplisia dapat dicegah.
Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu:
1. Pengeringan alamiah
a. Dengan sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan
bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan
sebagainya, dan mengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama untuk mengeringkan bagian tanaman yang
lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif
mudah menguap.
2. Pengeringan buatan
Prinsip pengeringan buatan adalah udara dipanaskan oleh suatu sumber seperti
lampu, kompor, mesin disel, atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke
dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering (Anonim, 1985).
C. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat
berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dilakukan. Pada penyarian
dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk
meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan
pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang
sebesar-besarnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel (Anonim,
1986).
D. Flavonoida
1. Struktur flavonoida
Golongan flavonoida dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-
C3-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon (Gambar 1). Kelas-
kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola
yang berlainan. Flavonoida sering terdapat sebagai glikosida. Golongan
terbesar flavonoida berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Sistem penomoran
untuk turunan flavonoida diberikan pada gambar 2 (Robinson, 1995).
C C C
O
AB
12
3
45
6
7
81'
4'
2' 3'
5'6'
Gambar 1. Kerangka flavonoida Gambar 2. Sistem penomoran flavonoida
Dua cincin karbon di ujung kiri dan kanan molekul dinyatakan berturut-
turut sebagai cincin A dan B. Gugus hidroksil hampir selalu terdapat di
flavonoida, khususnya tertempel pada cincin B di posisi 3` dan 4` atau
tertempel pada posisi 5 dan 7 cincin A, atau pada posisi 3 cincin tengah. Gugus
hidroksil ini merupakan tempat menempelnya berbagai gula yang
meningkatkan kelarutan flavonoida dalam air (Salisbury & Ross, 1995).
Di dalam tumbuhan, flavonoida biasanya berikatan dengan gula sebagai
glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula disebut aglikon (Riyanto, 1990).
2. Distribusi flavonoida
Flavonoida mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai Angiospermae. Dikenal
hampir 500 aglikon, dan lebih dari 4000 flavonoida jika glikosida diperhatikan
juga. Pada tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif
maupun dalam bunga (Robinson, 1995).
3. Penggolongan flavonoida
Penggolongan flavonoida umumnya berdasarkan substitusi cincin
heterosiklik yang mengandung gugus OH. Perbedaan gugus OH di bagian C3
akan menentukan sifat, golongan, atau tipe flavonoida, yaitu flavonol, flavon,
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
flavanon, isoflavon, auron, dan khalkon dengan flavon dan flavonol sebagai
golongan terbesar (Gambar 3) (Robinson, 1995).
4. Manfaat flavonoida
Flavonoida berfungsi sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis,
pengatur kerja antimikroba, antivirus, dan serangga bagi tanaman yang
mengandungnya. Fitoaleksin merupakan senyawa flavonoida yang dibentuk
sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka yang menghambat fungus
penyerangnya. Sebagai pigmen, flavonoida berperan dalam menarik serangga
atau burung untuk membantu proses penyerbukan (Robinson, 1995).
Tanaman yang mengandung flavonoida banyak digunakan dalam dunia
pengobatan tradisional, karena dapat bekerja sebagai inhibitor pernafasan.
Flavonoida juga dapat menghambat perdarahan dan menghambat reaksi
oksidasi, baik secara enzimatik maupun non enzimatik, beberapa flavonoida
dapat bekerja sebagai antihipertensi, dan flavonoida juga mempunyai potensi
sebagai antibakteri (Robinson, 1995).
Isoflavon memiliki aktivitas anti kanker, anti inflamasi, aktivitas pada
pembuluh darah dan aktivitas estrogenik. Isoflavon berpengaruh pada sistem
sirkulasi dan penyakit jantung koroner yaitu dengan menghambat agregasi
platelet (keping-keping sel darah), dilatan koroner dan menghambat introphy
otot jantung (cardio trophyc) sehingga dapat memperlancar sistem sirkulasi
darah (Pawiroharsono, 1994). Isoflavon berpotensi sebagai anti-kontriksi
pembuluh darah dan juga berpotensi menghambat pembentukan LDL (low
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
density lipoprotein) sehingga dapat mengurangi terjadinya arteriosclerosis pada
pembuluh darah (Jha, 1985; Jha, 1997).
Senyawa isoflavon juga mempunyai efek hormonal, khususnya efek
estrogenik. Hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang,
terutama proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon dapat melindungi proses
osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.
Isoflavon juga mempunyai efek terhadap penurunan kolesterol.
Mekanisme penurunan kolesterol oleh isoflavon melalui pengaruh terhadap
peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi, yang berakibat
pada penurunan kandungan kolesterol (Pawiroharsono, 1998).
5. Kelarutan flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol, oleh karena itu mempunyai sifat
kimia fenol. Adanya gula yang terikat pada aglikon akan menaikkan sifat
polaritas dari flavonoida yang bersangkutan (Mursyidi, 1990).
Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar. Oleh karena itu
flavonoida larut dalam pelarut polar. Pelarut polar yang biasa digunakan untuk
menyari glikosida flavonoida adalah air, metanol, etanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida dan dimetil formamid. Penyarian akan memberikan hasil
yang baik bila digunakan campuran pelarut-pelarut di atas dengan air. Untuk
aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, serta flavonol
yang mempunyai gugus metoksi, akan lebih mudah larut dalam pelarut yang
kurang polar misalnya eter dan kloroform (Mursyidi, 1990).
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Isolasi senyawa flavonoida
Isolasi flavonoida dilakukan dengan cara penyarian. Flavonoida mudah
mengalami peruraian karena panas, kerja enzim, adanya air, dan pH. Oleh
karena itu beberapa usaha dilakukan untuk menghindari perubahan molekul
flavonoida pada proses isolasi (Mursyidi, 1990).
Banyak senyawa dari golongan ini yang mudah larut dalam air,
terutama bentuk glikosidanya, dan oleh karena itu senyawa ini berada dalam
ekstrak air tumbuhan. Bahkan senyawa yang hanya larut sedikit dalam air
kepolarannya memadai untuk diekstraksi dengan baik memakai metanol,
etanol, atau aseton; dan metanol 80 % barangkali merupakan pelarut yang
sering dipakai untuk ekstraksi flavonoida (Robinson, 1995).
Flavonoida yang diperoleh dengan cara penyarian umumnya
merupakan campuran. Isolasi masing-masing komponen biasanya dilakukan
dengan teknik kromatografi (Mursyidi, 1990).
7. Identifikasi warna flavonoida
Flavonoida dapat diidentifikasi dengan mengamati perubahan warna
pada KLT sebelum dan sesudah diuapi amonia yang dilihat pada sinar UV 366
nm. Menurut Markham (1988) warna bercak dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya flavonoida tertentu (Tabel I).
Dalam suasana basa, aglikon flavonoida yang mengandung gugus
hidroksi (bersifat asam) larut dalam air dengan membentuk warna kuning dan
jika diasamkan akan mengendap kembali. Pembentukan warna kuning dalam
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suasana basa tersebut digunakan untuk deteksi pada kromatografi dan
spektrofotometri (Mursyidi, 1990).
Penelitian fitokimia juga dilakukan dengan uji kimia tertentu seperti
menggunakan pereaksi NaOH, H2SO4 pekat, logam Mg dan HCl (Tabel II)
(Venkataraman, 1962). Uji warna memberikan gambaran umum golongan
flavonoida yang terkandung pada hidroksilasi dan macam substitusi pada
senyawa tersebut sehingga pada beberapa turunan flavonoida tidak memberikan
warna pada uji tersebut. Uji warna selanjutnya didukung analisis
spektrofotometri ultraviolet (Markham, 1988).
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
O
O
O
Khalkon Flavon
O
OH
O
O
OH
O
Flavonol Dihidroflavonol
O
O
O
CH
O
Flavanon Auron
O
OH
OH
O
OH
Leukoantosianidin Antosianidin
O
OH
O
OH
O
Katekin Flavanonol
O
O
O
Isoflavon Dihidrokalkon
Gambar 3. Kerangka struktur golongan-golongan flavonoida (Robinson, 1995)
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel I. Penampakan warna bercak pada kromatogram yang dideteksi dengan uap amonia (Markham, 1988)
Warna bercak dengan UV 366 nm Jenis flavonoida yang mungkin tanpa NH3 dengan NH3
a. Biasanya 5-OH flavon atau flavonol (tersulih pada 3-O dan mempunyai 4’-OH)
Kuning, hijau-kuning atau hijau
b. Kadang-kadang 5-OH flavanon dan 4’-OH khalkon tanpa OH pada cincin B
a. Biasanya flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas
b. Beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH
c. Isoflavon, dihidroflavon, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna
d. Khalkon yang mengandung 2- atau 4-OH bebas Biru muda Beberapa 5-OH flavanon
Lembayung gelap
Merah atau jingga Khalkon yang mengandung 2- dan/atau 4-OH bebas
a. Flavon dan Flavanon yang tidak mengandung 5-OH, misalnya 5-OH-glikosida
Fluoresensi hijau-kuning atau hijau-biru b. Flavanol tanpa 5-OH bebas tetapi tersulih pada
3-OH Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH
Fluoresensi biru muda
Fluoresensi murup biru muda
Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas
Tak tampak Fluoresensi biru muda
Isoflavon tanpa 5-OH bebas
Kuning redup dan kuning, atau fluoresensi jingga
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan mempunyai atau tak mempunyai 5-OH bebas (kadang-kadang dari dihidroflavonol)
Fluoresensi kuning
Jingga atau merah Auron yang mengandung 4’-OH bebas dan beberapa 2- atau 4-OH bebas a. Auron yang tak mengandung 4’-OH bebas dan
flavanon tanpa 5-OH bebas Hijau-kuning, hijau-biru, atau hijau
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan b. Flavanol yang mengandung 3-OH bebas dan
disertai atau tanpa 5-OH bebas Merah jingga redup atau merah senduduk
Biru Antosianidin 3-glikosida
Merah jambu atau fluoresensi kuning
Biru Sebagian besar antosianidin 3,5-diglikosida
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel II. Penampakan warna golongan flavonoida dengan pereaksi (Venkataraman, 1962)
Reaksi warna Tipe flavonoida
NaOH H2SO4 pekat Logam Mg dan HCl
Khalkon Dihidrokhalkon Auron Flavanon Flavon Flavonol Flavanonol Leukoantosianin Antosianidin dan antosianin Katekin Isoflavon Isoflavanon
Jingga, merah Agak kuning Merah-ungu Kuning-jingga, jika dingin merah, dipanaskan ungu Kuning Kuning-jingga, bila teroksidasi coklat Kuning cepat menjadi coklat Kuning Biru-violet Kuning berubah merah/coklat Kuning Kuning
Jingga, merah, atau magenta Agak kuning Merah-magenta Jingga Kuning-jingga, dengan berfluoresensi Kuning-jingga dengan fluoresensi Agak merah-kuning Merah tua Kuning-jingga Merah Kuning Kuning
Tidak berwarna Tidak berwarna Tidak berwarna Merah-magenta, violet, biru Kuning, merah Merah-magenta Merah-magenta Merah muda Merah-merah muda Tidak berwarna Kuning Tidak berwarna
E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Dalam
berbagai jenis teknik kromatografi, KLT adalah yang paling cocok untuk analisis
obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemisahan, sensitif, kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh
kembali senyawa-senyawa yang dipisahkan dan memerlukan jumlah cuplikan
yang sangat sedikit. KLT adalah suatu cara pemisahan yang berdasarkan atas
pembagian campuran senyawa ke dalam dua fase yaitu fase diam (padat/cair) dan
fase bergerak (cair/gas). Adsorben yang umum digunakan antara lain silika gel,
alumina, dan selulosa. Untuk penggunaan khusus digunakan sephadex atau resin
penukar ion. Silika gel bersifat asam dan berguna untuk kromatografi pembagian
maupun penyerapan. Alumina bersifat basa terutama digunakan untuk
kromatografi penyerapan (Harborne,1987).
Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam disebabkan karena adanya gaya
kapiler. Pelarut yang digunakan dengan tingkat mutu analitik. Pemilihan pelarut
yang digunakan sebagai fase gerak tergantung dari sifat kelarutan komponen yang
akan dipisahkan (Stahl, 1985).
Senyawa yang dideteksi biasanya sebagai bercak warna atau
berfluoresensi pada UV setelah direaksikan dengan pereaksi semprot yang sesuai.
Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dari zona-zona dan dicirikan oleh nilai-
nilai hRf.
Bilangan Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi,
nisbi terhadap garis depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antar
bercak pada titik awal dan jarak rambat bercak yang dihasilkan senyawa, dan
jarak ini kemudian dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan yaitu
jarak yang ditempuh cairan pengembang (Harborne, 1987).
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gerakfaserambatcmjarak
bercakpusattitikcmjarakRf)()(
=
(Stahl, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi
lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf antara lain struktur kimia dari
senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya,
tebal dan kerataan dari lapisan penyerap, pelarut (dan derajat kemurniannya) fase
gerak, derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan,
teknik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu dan kesetimbangan
(Sastrohamidjojo, 2001).
F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan
paling dasar (Hostettmann et al., 1995). Ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x
20 cm. Ketebalan lapisan dan ukuran pelat mempengaruhi jumlah bahan yang
akan dipisahkan dengan KLTP (Stahl, 1969).
Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat
KLTP. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10 %. Cuplikan ditotolkan berupa
pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita.
Penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol
otomatis (Stahl, 1967).
Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula
atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g
penjerap) (Hostettmann et al., 1995).
KLT preparatif adalah cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil
(50 mg sampai 1 g) dari senyawa yang kurang atsiri (Gritter, Bobbitt, Schwarting,
1991). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian
besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram (Hostettmann et al., 1995).
KLTP berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh
senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis,
untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya
rumit, dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengalibrasi KLT
kuantitatif (Gritter et al., 1991). Beberapa keuntungan KLTP dari kromatografi
kolom adalah pemisahan yang lebih baik karena pemisahan yang dihasilkan
berupa bercak yang tidak bergerak, mudah mengambil senyawa-senyawa yang
terpisah secara individu dengan jalan mengeroknya dan mengumpulkan tiap-tiap
lapisan, dan peralatannya yang sederhana (Gasparic et al., 1978).
G. Spektrofotometri Ultraviolet
1. Tinjauan umum
Spektrofotometri ultraviolet adalah interaksi molekul yang mempunyai
gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet yang
menyebabkan transisi elektromagnetik dan diperoleh spektra absorbsi elektron,
karena transisi elektronik yang terjadi tergantung dari strukturnya dan jumlah
radiasi elektromagnetik yang diabsorbsi ada hubungan dengan jumlah molekul
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengabsorbsi, maka spektra absorbsi dapat digunakan untuk analisa kualitatif
yaitu memberikan informasi mengenai pola oksigenasi atau penentuan
kedudukan hidroksi fenol (Sastrohamidjojo, 2001).
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambar antara panjang gelombang
atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (Absorbansi). Absorbans suatu
senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah dengan banyaknya
molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu absorban bergantung pada
struktur elektronik senyawanya dan juga pada kepekatan senyawa tersebut
(Fessenden & Fessenden, 1999).
Transisi elektronik ditentukan oleh konfigurasi elektron dari orbital
molekul dan transisi vibrasi-rotasi ditentukan oleh gugusan-gugusan fungsional
dari suatu molekul, jadi transisi ini ditentukan oleh struktur molekul sehingga
terdapat hubungan antara struktur molekul dengan frekuensi atau panjang
gelombang. Hubungan ini merupakan dasar dari analisa kualitatif
(Sastrohamidjojo, 1985).
Terdapat pertalian antara panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan
cahaya yang dinyatakan oleh persamaan :
nc /=νλ
dimana c = kecepatan cahaya dalam hampa (2,9976 x 1010 cm/det) dan n adalah
indeks bias (perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa dengan
kecepatannya dalam media) (Sastrohamidjojo, 2001).
Untuk melukiskan bagaimana radiasi elektromagnetik berinteraksi
dengan benda, adalah perlu memikirkan berkas sinar sebagai foton. Tenaga
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi dan hal ini
dinyatakan dalam persamaan :
λν nchhE /==
dimana E = tenaga foton dalam erg, ν = frekuensi radiasi elektromagnetik
dalam hertz, dan h = tetapan Planck, 6,624 x 10-34 J-det. Foton yang memiliki
frekuensi yang tinggi (panjang gelombang pendek) mempunyai tenaga yang
lebih tinggi daripada foton yang berfrekuensi rendah (panjang gelombang
panjang) (Sastrohamidjojo, 2001).
Kromofor merupakan gugus molekul suatu zat yang dapat menyerap
sinar tampak dan UV. Molekul yang mengandung kromofor dinamakan
kromogen. Auksokrom merupakan gugus yang bila berdiri sendiri tidak dapat
menyerap sinar tampak dan UV, tetapi jika terikat pada sebuah kromofor akan
merubah panjang gelombang dan intensitas resapan maksimum. Contoh
auksokrom adalah gugus hidroksil, gugus amino, dan halogen. Serah terima
antara elektron (n) dan elektron (π) pada kromofor membentuk (n- π konjugasi).
Perubahan spektrum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pergeseran batokromik
Pergeseran resapan ke arah panjang gelombang lebih panjang (red shift).
b. Pergeseran hipsokromik
Pergeseran resapan ke arah panjang gelombang lebih pendek (blue shift).
c. Efek hiperkromik
Bertambahnya intensitas resapan gugus kromofor.
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Efek hipokromik
Berkurangnya intensitas resapan gugus kromofor.
Intensitas resapan dinyatakan dalam absorbtivitas molar pada panjang
gelombang maksimum, semakin besar nilai absorbtivitas molar makin besar
intensitasnya (Christian, 2004).
2. Spektrum senyawa flavonoida
Flavonoida mempunyai sistem aromatik terkonjugasi, karena itu
mempunyai pita serapan di daerah ultraviolet/cahaya tampak. Spektra dari
golongan flavonoida dalam metanol memperlihatkan dua puncak utama yaitu
pita I dan pita II pada daerah 240 nm-400 nm (Tabel III). Pita I menunjukkan
absorbsi yang sesuai dengan cincin B sinamoil, sedangkan pita II berhubungan
dengan absorbsi cincin A benzoil (Gambar 4).
Tabel III. Rentangan serapan spektrum UV pada flavonoida (Markham, 1988)
Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoida 250-280 310-350 Flavon 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi) 250-280 350-385 Flavonol 3-OH bebas 245-275 310-330 Isoflavon
320-329 Isoflavon 5-deoksi-6,7 dioksigenasi 275-295 300-330 Flavanon dan dihidroflavonol 230-270
(kekuatan lemah) 340-390 Khalkon
230-270 (kekuatan kuat)
380-430 Auron
270-280 465-560 Antosianin, antosianidin
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
O
O
2
3410
98
7
6
5
A C
1 B
3'
4'
5'
6'
2'
1'
Gambar 4. Dua komponen penyerap (benzoil dan sinamoil) (Untoro, 1990)
Ket : 1 = komponen penyerap benzoil sebelum garis lurus
2 = komponen penyerap sinamoil setelah garis putus-putus
Senyawa fenolik dapat menunjukkan ciri karakteristik yaitu efek
pergeseran batokromik dengan adanya basa natrium hidroksida yang
merupakan basa kuat sehingga dapat mengionisasi sejumlah gugus hidroksi
pada inti flavonoida (Tabel IV).
Natrium asetat (NaOAc) merupakan basa lemah dan mengionisasi
gugus yang mempunyai sifat keasaman tinggi yang dalam molekul flavonoida
dapat ditemukan pada posisi 7. Ada beberapa perkecualian, penambahan
NaOAc akan menunjukkan pergeseran batokromik sebesar 5-20 nm pada pita II
untuk flavon dan flavonol yang mempunyai gugus 7-OH bebas (Tabel V).
Penambahan NaOAc dan H3BO3 akan membentuk kompleks dengan
gugus orto dihidroksi pada semua posisi kecuali pada atom C5 dan C6 (Tabel
VI).
Adanya AlCl3 dan AlCl3/HCl, dapat membentuk kompleks tahan asam
antara gugus hidroksil dan keton yang bertentangan dan membentuk kompleks
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tak tahan asam dengan gugus orto-dihidroksi, pereaksi ini dapat digunakan
untuk mendeteksi kedua gugus tersebut. Jadi spektrum AlCl3 merupakan
penjumlahan pengaruh semua kompleks terhadap spektrum, sedangkan
spektrum AlCl3 dan HCl hanya merupakan pengaruh kompleks hidroksi-keto
(Tabel VII).
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOH (Markham, 1988)
Pergeseran tampak Jenis Flavonoida Pita I Pita II
Petunjuk penafsiran
Kekuatannya menurun terus
3’,4’OH, o-diOH pada cincin A dan pada cincin B: 3OH yang berdampingan
Mantap ±45-65 nm kekuatan tidak menurun
4’-OH
Mantap ±45-65 nm kekuatan menurun
3-OH, tidak ada 4’-OH bebas
Flavon Flavonol
Pita baru (bandingkan dengan MeOH) 7-OH Tidak ada
pergeseran Tidak ada OH pada cincin A
Kekuatan menurun
o-di OH pada cincin A (penurunan) lambat; O-diOH pada cincin B)
Isoflavon, flavanon, dan dihidroflavonol
Bergeser dari ±280 nm ke ±325 nm, kekuatan meningkat ke 330-340 nm
Flavanon dan dihidroflavonol dengan 5,7-OH, 7-OH tanpa 5-OH bebas
Auron Khalkon
+ 80-95 nm (kekuatan meningkat) +60-70 (kekuatan naik) pergeseran kecil
4’OH (auron) 6-OH tanpa oksigenasi pada 4’ (auron) 6-OH dengan oksigenasi pada 4’ (auron)
+60-100nm (kekuatan naik) tanpa kenaikan kekuatan +40-50 nm
4’OH (auron) 2-OH atau 4’OH dan tanpa 4’OH 4’OH (2’OH atau 4’OH)
Antosianidin Antosian
Semuanya terurai kecuali 3-deoksiantosianin
Nihil
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel V. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOAc (Markham, 1988)
Pergeseran yang tampak Jenis
flavonoida Pita I Pita II Petunjuk Flavonoida
+5-20 nm (berkurang bila ada oksigenasi pada 6/8)
7-OH Flavon Flavonol Isoflavon
Kekuatannya berkurang dengan bertambahnya waktu
-OH di 6,7 atau 7,8 atau 3,4’
+35 nm +60 nm
7-OH (dengan 5-OH) 7-OH (tanpa 5-OH)
Flavanon Dihidroflavonol
Kekuatannya berkurang dengan bertambahnya waktu
-OH di 6,7 atau 7,8
Pergeseran batokromik atau bahu pada panjang gelombang yang lebih panjang
4’-OH dan atau 4-OH (khalkon) 4’-OH dan atau tanpa 6-OH (Auron)
Tabel VI. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan NaOAc dan H3BO3 (Markham, 1988)
Pergeseran Tampak Jenis
flavonoida Pita I Pita II Petunjuk
penafsiran Flavonol, Auron, Khalkon
+12-36 nm (nisbi terhadap spektrum metanol), pergeseran lebih kecil
o-di OH pada cincin B o-di OH pada cincin A (6,7 atau 7,8)
Isoflavon, Flavanon, Dihidroflavonol
+10-15 nm (nisbi terhadap spektrum metanol)
o-di OH pada cincin A (6,7 atau 7,8)
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VII. Penafsiran spektrum ultraviolet flavonoida dengan penambahan AlCl3 serta AlCl3 dan HCl (Markham, 1988)
Pergeseran yang tampak Jenis flavonoida
(Pereaksi) Pita I Pita II Petunjuk penafsiran
+35 sampai 55 nm +17 sampai 20 nm Tak berubah
5- OH 5-OH dengan oksigenasi pada 6 Mungkin 5-OH dengan gugus prenil pada 6
+ 50 sampai 60 nm Mungkin 3-OH (dengan atau tanpa 5-OH)
Pergeseran AlCl3/HCl tambah 30 sampai 40 nm
o-diOH pada cincin B
Flavanon dan flavonon (AlCl3 dan HCl) (AlCl3)
Pergeseran AlCl3/HCl tambah 20 sampai 25 nm
o-di OH pada cincin A (Tambahan pada pergeseran o-di OH pada cincin B)
+10 sampai 14 nm +20 sampai 26 nm
5-OH (Isoflavon) 5-OH (Flavanon, dihidroflavonol)
Pergeseran AlCl3/HCl, tambah 11 sampai 30 nm
o-diOH pada cincin A (6,7 dan 7,8)
Isoflavon, flavanon, dan dihidroflavonol (AlCl3 dan HCl) (AlCl3)
Pergeseran AlCl3/HCl tambah 30 sampai 38 nm
Dihidroflavonol tanpa 5-OH (tambahan pada sembarang pergeseran o-di OH)
+48 sampai 64 nm +40 nm +60 sampai 70 nm
2’-OH (Khalkon) 2’-OH (Khalkon dengan oksigenasi pada 3’ 4-OH (Auron)
Pergeseran AlCl3/HCl tambah 40 sampai 70 nm
o-diOH pada cincin B
Auron, Khalkon (AlCl3 dan HCl) (AlCl3)
Penambahan lebih kecil
Mungkin o-diOH pada cincin A
+25 sampai 35 nm (Pada pH 2-4)
o-diOH Antosianidin, Antosianin (AlCl3) Pergeseran lebih
besar
Banyak o-diOH atau o-diOH (3-deoksi antosianidin)
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat eksploratif dengan tujuan untuk mengidentifikasi
struktur parsial senyawa flavonoida dalam herba pegagan embun selain hiperin
hasil isolasi secara KLTP yang dapat ditentukan dari warna bercak dan harga Rf
pada KLT, hasil reaksi warna dan spektrofotometri UV berdasarkan pembentukan
pita serapan yang karakteristik dengan penambahan pereaksi geser.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental yang dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel terkendali : sumber tumbuhan, pengumpulan tumbuhan,
pengeringan, pembuatan serbuk, proses penyarian flavonoida dan bahan-
bahan pereaksi yang digunakan.
b. Variabel tak terkendali : kondisi fisiologis tumbuhan dan kondisi tempat
tumbuh.
2. Definisi operasional
a. Isolasi flavonoida herba pegagan embun adalah proses pengambilan senyawa
flavonoida dari herba pegagan embun dengan maserasi dan dilanjutkan
dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).
b. Identifikasi senyawa flavonoida adalah uji kualitatif untuk mengetahui
prakiraan struktur parsial senyawa flavonoida dalam herba pegagan embun
secara kromatografi lapis tipis (KLT), reaksi warna dan spektrofotometri
ultraviolet.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Simplisia herba pegagan embun adalah seluruh bagian tumbuhan pegagan
embun yang ada di atas permukaan tanah yang telah dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan.
d. Maserasi adalah cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam
serbuk simplisia ke dalam cairan penyari yaitu campuran metanol : air
(dengan perbandingan 9 : 1 dan 1 : 1) yang disimpan selama 6-12 jam
dengan digojog pada shaker.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
a. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah herba pegagan embun.
b. Semua bahan kimia yang digunakan berderajat p.a (pro analysis), produk
Merck kecuali dinyatakan lain.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian : metanol, n-butanol, asam asetat,
amonia pekat, aluminium klorida, magnesium, asam klorida pekat, asam
sulfat pekat, natrium hidroksida, natrium asetat anhidrat, asam borat.
2. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian : spektrofotometer UV/vis model
Genesys 6 split beam, lampu UV 365 nm, oven, blender, ayakan, kertas saring,
vakum rotaevaporator, penangas air, vakum, shaker, alat-alat gelas (corong
pisah, pipet tetes, gelas ukur, Beaker glass, corong, pengaduk, plat tetes,
Erlenmeyer, labu alas bulat, pipet kapiler, alat penyemprot bercak, sintered
glass, gelas arloji, pipet ukur, flakon, cawan porselen).
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tumbuhan pegagan embun
Determinasi terhadap tumbuhan pegagan embun dilakukan dengan
menggunakan kunci determinasi tanaman (Backer dan Bakhuizen Van den
Brink Jr.; 1963, 1965).
2. Pengumpulan bahan
Bahan berupa herba yang diperoleh dari lingkungan kampus
Universitas Sanata Dharma, Paingan dikumpulkan pada bulan Januari tahun
2006.
3. Pembuatan serbuk simplisia
Herba tumbuhan pegagan embun terlebih dahulu dibersihkan dari debu
dan kotoran pada air mengalir. Kemudian herba dikeringkan dengan diangin-
anginkan. Herba dinyatakan kering apabila ketika diremas mudah hancur.
Herba yang telah kering tersebut diserbuk dengan menggunakan blender
kemudian diayak. Serbuk disimpan dalam plastik hitam yang diikat rapat.
4. Penyarian flavonoida
Bahan yang telah diserbuk dan diayak, ditimbang sebanyak 20 gram.
Penyarian dilakukan dengan cara maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan
merendam serbuk menggunakan campuran pelarut pertama yaitu metanol : air
(9 : 1) sebanyak 150 ml. Campuran digojog dengan shaker selama 6-12 jam, di
tempat yang terlindung cahaya pada suhu kamar. Untuk pemisahan serbuk dan
cairan hasil penyarian, dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring.
Bagian serbuk disari lagi dengan pelarut metanol : air (1 : 1) sebanyak 150 ml,
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas. Kedua hasil penyarian
dicampur, diuapkan dengan vakum rotaevaporator hingga tinggal sepertiga atau
metanolnya hampir menguap semua. Pelarut yang masih tersisa diuapkan pada
oven.
5. Pemeriksaan pendahuluan flavonoida dengan KLT
Pemeriksaan flavonoida dilakukan terhadap ekstrak metanol secara
KLT dengan menggunakan fase diam selulosa dan fase gerak BAW (n-butanol :
asam asetat : air = 4 : 1 : 5, fase atas). Ekstrak metanol ditotolkan pada lempeng
selulosa, kemudian dikembangkan dengan jarak pengembangan 10 cm dari
totolan. Pemisahan bercak yang didapat pada kromatogram dideteksi dengan
menggunakan lampu UV 365 nm, sebelum dan sesudah diuapi amonia (warna
reversible).
6. Isolasi flavonoida dengan KLTP
Isolasi dengan KLTP dilakukan dengan fase diam selulosa dan fase
gerak BAW. Ekstrak metanol ditotolkan berupa garis yang selanjutnya
dikembangkan dengan jarak pengembangan 10 cm dari totolan, dan didapatkan
bercak pemisahan berupa pita. Pita yang diduga sebagai flavonoida dikerok,
dimasukkan ke dalam Beaker glass dan dilarutkan dengan metanol. Selanjutnya
dilakukan penyaringan dengan menggunakan sintered glass dan disedot dengan
vakum. Filtrat yang didapat dikeringkan dan kemudian ditimbang. Dilakukan
reisolasi dengan fase diam selulosa dan fase gerak asam asetat 15 %. Reisolasi
dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas. Isolat flavonoida yang
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diperoleh digunakan untuk dianalisis dengan KLT multi eluen, reaksi warna
dan spektrofotometri UV. Sisa serbuk disimpan.
7. Pemeriksaan kemurnian isolat
Kemurnian isolat flavonoida dapat diketahui menggunakan KLT multi
eluen. KLT ini menggunakan fase gerak pertama BAW dan fase gerak kedua
asam asetat 15 % dengan fase diam selulosa. Jika hasil dari kedua fase gerak
tersebut adalah bercak tunggal maka dapat disimpulkan bahwa isolat flavonoida
tersebut sudah murni.
8. Reaksi warna flavonoida
Isolat flavonoida hasil pemisahan dianalisis dengan uji reaksi warna :
a. Tiga tetes larutan isolat pada plat tetes ditambah dengan 1 tetes larutan
NaOH 1 % (Larutan NaOH 1 % dibuat dengan melarutkan 1 g NaOH dalam
air bebas CO2 hingga 100 ml). Warna yang terjadi dicatat.
b. Tiga tetes larutan isolat pada plat tetes ditambah dengan 1 tetes larutan
H2SO4 pekat. Warna yang terjadi dicatat.
c. Tiga tetes larutan isolat pada plat tetes ditambah sedikit serbuk Mg dan 2
tetes HCl pekat. Warna yang terjadi dicatat.
9. Identifikasi senyawa flavonoida dengan spektrofotometri ultraviolet
(Mabry, Markham, Thomas, 1970)
Identifikasi dan penentuan struktur parsial isolat flavonoida dilakukan
dengan metode spektrofotometri UV dengan melarutkan isolat dalam metanol
dan berturut-turut dilakukan pemberian pereaksi geser atau diagnosis yaitu
NaOH, AlCl3 dan HCl, natrium asetat anhidrat dan H3BO3.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cara pembuatan pereaksi geser :
a. NaOH 2 M
Larutan NaOH 2 M dibuat dengan melarutkan 80,00 gram NaOH dalam air
bebas CO2 hingga 1000 ml.
b. AlCl3
Larutan AlCl3 dibuat dengan melarutkan 5 gram AlCl3 dalam metanol
hingga 100 ml.
c. HCl
Larutan HCl dibuat dengan menambahkan 50 ml HCl pekat ke dalam 100
ml aquadest.
d. NaOAc
Digunakan serbuk NaOAc anhidrat.
e. H3BO3
Digunakan serbuk asam borat anhidrat.
Tahap-tahap pengerjaan dengan spektrofotometri UV adalah sebagai berikut :
a. Tahap I
Larutan isolat flavonoida dalam metanol dimasukkan dalam kuvet sampel.
Pada kuvet blanko dimasukkan metanol. Keduanya dibaca serapannya pada
panjang gelombang 200-500 nm.
b. Tahap II
Larutan sampel dari tahap I ditambah 3 tetes pereaksi NaOH, dicampur dan
dibaca serapannya pada panjang gelombang 200-500 nm. Setelah 5 menit
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembacaan serapan dilakukan kembali untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya dekomposisi flavonoida.
c. Tahap III
Larutan isolat flavonoida baru ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3, dicampur dan
dibaca serapannya pada panjang gelombang 200-500 nm.
d. Tahap IV
Larutan sampel dari tahap III ditambah 3 tetes pereaksi HCl, dicampur dan
dibaca serapannya pada panjang gelombang 200-500 nm.
e. Tahap V
Larutan isolat flavonoida baru dalam kuvet sampel ditambah serbuk NaOAc
anhidrat sampai kira-kira setinggi 2 mm dari dasar kuvet, dikocok dan dibaca
serapannya pada panjang gelombang 200-500 nm.
f. Tahap VI
Larutan sampel dari tahap V ditambah serbuk H3BO3 dengan jumlah
setengah dari jumlah NaOAc yang digunakan, dicampur dan dibaca
serapannya pada panjang gelombang 200-500 nm.
E. Analisis Data
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode non
eksperimental deskriptif komparatif dengan data hasil penelitian yang berupa
harga Rf, warna bercak pada kromatogram, pembentukan warna pada reaksi
warna, dan spektra hasil spektrofotometri UV senyawa flavonoida dengan
pergeseran panjang gelombang yang terjadi pada penambahan pereaksi geser.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan pustaka acuan menurut
Venkataraman (1962) dan Markham (1988).
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman
yang diteliti sesuai dengan yang dimaksud sehingga tidak terjadi kesalahan pada
jenis tanaman yang digunakan. Berdasar hasil determinasi (lampiran 1), tumbuhan
pegagan embun yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nama ilmiah
Hydrocotyle sibthorpioides Lmk. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk
determinasi yaitu batang, daun, bunga dan buah.
B. Pengumpulan dan Pengeringan Bahan
Bahan berupa herba pegagan embun diperoleh dari lingkungan kampus
Universitas Sanata Dharma, Paingan yang dikumpulkan pada bulan Januari tahun
2006. Herba sebelum dikeringkan terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir.
Pencucian herba dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lain seperti tanah, kerikil, rumput, dan juga dengan pembersihan awal
ini diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba.
Untuk membuat simplisia agar tidak mudah rusak dan tahan lama, maka
herba pegagan embun dikeringkan dengan diangin-anginkan. Pemilihan cara
pengeringan ini karena simplisia yang digunakan berupa herba yang bersifat lunak
dan tipis. Tujuan dari pengeringan ini adalah mengurangi kadar air agar
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menguraikan senyawa aktif dari
simplisia tersebut dan juga dengan tidak adanya air dapat mencegah pertumbuhan
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mikroba pada simplisia. Herba dikatakan kering apabila ketika diremas mudah
hancur. Herba yang telah kering kemudian diserbuk dengan menggunakan blender
dan diayak dengan ayakan tepung berukuran 35. Simplisia dibuat serbuk dan
diayak untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaan
serbuk lebih banyak kontak dengan cairan penyari sehingga semakin besar dan
cepat senyawa aktif tersari. Selanjutnya serbuk disimpan dalam plastik hitam yang
diikat rapat dan diharapkan melindungi simplisia dari cahaya dan kelembaban
untuk mencegah penguapan dan penguraian zat aktif, karena dengan adanya
cahaya dapat menyebabkan terjadinya fotooksidasi yang akan menguraikan
susunan-susunan kimia senyawa aktif simplisia.
C. Penyarian Bahan
Penyarian dilakukan dengan cara maserasi, karena maserasi merupakan
salah satu metode penyarian yang sederhana, mudah dikerjakan, dan untuk
menghindari kemungkinan rusaknya senyawa lain selain flavonoida karena
pemanasan tinggi yang akan mengganggu proses penyarian..
Pelarut yang digunakan dalam proses penyarian adalah campuran
metanol-air dengan perbandingan 9 : 1 dan 1 : 1. Proses maserasi dilakukan
dengan merendam serbuk selama 6-12 jam dengan digojog pada shaker. Proses
maserasi dengan campuran pelarut pertama (perbandingan 9 : 1) sebanyak 150 ml
dilakukan sebanyak satu kali, sedangkan proses maserasi dengan campuran
pelarut kedua (perbandingan 1 : 1) sebanyak 150 ml dilakukan sebanyak lima kali.
Jadi, kemungkinan besar semua flavonoidanya sudah tersari. Cairan penyari akan
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menembus membran dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
flavonoida di dalam sel, dan zat aktif akan larut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dan konsentrasi cairan penyari di luar sel.
Konsentrasi di dalam sel lebih besar daripada cairan penyari di luar sel karena
arah perpindahan terjadi dari konsentrasi tinggi ke rendah maka flavonoida dapat
tersari oleh cairan penyari. Pada proses maserasi dilakukan penggojogan dengan
shaker untuk meratakan konsentrasi larutan di luar sel sehingga tetap terjadi
perbedaan konsentrasi yang berarti antara larutan di dalam sel dan di luar sel.
Ekstrak yang didapat kemudian diuji dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
D. Pemeriksaan Pendahuluan Flavonoida Secara KLT
Pemeriksaan pendahuluan adanya flavonoida dilakukan dengan
menotolkan ekstrak metanol herba pegagan embun dan rutin sebagai pembanding
pada KLT dengan fase diam selulosa yang kemudian dielusi menggunakan fase
gerak n-butanol : asam asetat : air (BAW = 4 : 1 : 5, fase atas). Pemilihan fase
diam dan fase gerak didasarkan pada polaritas dan sifat flavonoida. Penggunaan
selulosa sebagai fase diam karena selulosa bersifat non polar sehingga sesuai
dengan senyawa flavonoida yang bersifat polar dan juga selulosa dapat
memisahkan glikosida dari aglikon yang kurang polar. Apabila digunakan fase
diam lain contohnya silika yang mengandung logam CaSO4 akan mengakibatkan
terjadinya kompleks dengan flavonoida yang banyak mengandung gugus OH dan
dengan adanya kompleks dapat menyebabkan terjadinya pemisahan yang tidak
sempurna sehingga mengganggu dalam identifikasi bercak.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fase gerak yang dipakai adalah BAW karena BAW bersifat polar
sehingga sesuai dengan flavonoida yang juga bersifat polar. Dengan persamaan
sifat polar ini maka BAW dapat mengelusi flavonoida dengan baik karena akan
terjadi interaksi yang lebih kuat antara flavonoida dengan BAW daripada
flavonoida dengan selulosa. Ketiga larutan tersebut akan membentuk dua lapisan,
yaitu fase atas dan fase bawah. Pemisahan disebabkan adanya perbedaan sifat
kepolaran yaitu asam asetat dan air lebih polar dibandingkan dengan n-butanol.
Asam asetat dengan sifatnya yang polar dan volumenya yang sedikit dapat larut
dalam air. Fase atas mengandung n-butanol namun karena volume di fase atas
lebih banyak daripada volume pada n-butanol yang semula ditambahkan maka
menandakan adanya air dan asam asetat yang terdispersi dalam n-butanol.
Untuk deteksi bercak pemisahan digunakan cahaya tampak dan UV 365
nm sebelum dan sesudah diuapi amonia pekat. KLT menggunakan fase diam
selulosa dengan fase gerak BAW menghasilkan kromatogram (Gambar 5) dimana
terdapat 3 bercak, ketiganya diduga sebagai flavonoida. Ketiga bercak tersebut
memiliki nilai Rf sebagai berikut 0,63; 0,76; dan 0,90. Diperoleh juga harga Rf
rutin 0,73 (Tabel VIII). Rutin berfungsi sebagai senyawa baku pembanding.
Digunakan rutin karena rutin memiliki aglikon yang sama dengan hiperin yaitu
kuersetin. Sehingga dengan penggunaan rutin sebagai senyawa baku pembanding
diharapkan dapat dipilih bercak yang bukan hiperin untuk dianalisis lebih lanjut.
Bercak dengan Rf 0,63 dan 0,90 memiliki penampakan warna yang sama
dengan rutin yaitu pada cahaya tampak bercak tidak tampak namun ketika dilihat
pada UV 365 nm warna yang tampak adalah ungu. Sedangkan bercak dengan Rf
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
0,76 pada cahaya tampak bercak tidak tampak namun ketika dilihat pada UV 365
nm warna yang tampak adalah fluoresensi biru muda. Kemudian kromatogram
diuapi dengan uap amonia pekat yang dengan cepat menimbulkan bercak
berwarna kuning yang mudah hilang pula, namun pada UV 365 nm warna yang
timbul tidak jauh berbeda dengan sebelum diuapi amonia pekat pada UV 365 nm
(Gambar 6).
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 5. Kromatogram uji KLT pendahuluan ekstrak metanol herba pegagan embun, fase gerak BAW (4 : 1 : 5, fase atas), fase diam selulosa, jarak pengembangan 10 cm, deteksi dengan lampu UV 365 nm sesudah diuapi amonia.
Keterangan : A dan B : Ekstrak metanol herba pegagan embun (Rf a : 0,63; Rf b : 0,76; Rf c : 0,90) C : Rutin (Rf : 0,73)
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VIII. Penampakan warna bercak sampel (ekstrak metanol herba pegagan embun) dan pembanding (rutin 0,05% dalam metanol) sebelum dan sesudah diberi pereaksi uap amonia pekat yang dideteksi dengan cahaya tampak dan UV 365 nm.
Tanpa pereaksi Diuapi amonia
Bercak Cahaya tampak
UV 365 nm
Cahaya tampak
UV 365 nm
Rf
Pembanding (C) Tidak tampak
Ungu Kuning Ungu 0,73
a Tidak tampak
Ungu Kuning Ungu 0,63
b Tidak tampak
Fluoresensi biru muda
Kuning Fluoresensi biru muda
0,76
Sampel (A dan B)
c Tidak tampak
Ungu Kuning Ungu 0,90
O
O
HO
OH
O
O
O
OH
NH3
O
O
O
OH
+-NH4
Gambar 6. Reaksi yang terjadi setelah diberi uap amonia
Struktur flavonoida memiliki gugus auksokrom OH dengan atom O yang
sifatnya senang untuk menarik elektron, dengan adanya basa amonia akan mudah
melepaskan H yang kemudian diikat oleh amonia sehingga O memiliki 3 pasang
elektron bebas. Dengan adanya tambahan elektron tersebut, energi yang
diperlukan untuk mempromosikan elektronnya semakin kecil sehingga akan
diserap pada panjang gelombang yang lebih besar. Warna kuning terjadi karena
terbentuknya kuinoid. Kuinoid merupakan kromofor yang dapat menyebabkan
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu senyawa menjadi berwarna. Warna dapat cepat kembali seperti semula
karena di udara terdapat banyak uap air (H-OH) yang akan memberikan H pada O
yang kelebihan elektron sehingga reaksi kembali seperti semula (reversible).
Dengan melihat data perubahan warna pada ketiga bercak dan
dibandingkan menurut acuan (Markham, 1988), dapat dinyatakan bahwa ketiga
bercak tersebut merupakan senyawa flavonoida.
E. Isolasi Flavonoida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
(KLTP)
Isolasi flavonoida secara KLTP dengan cara menotolkan ekstrak metanol
herba pegagan embun berupa pita memanjang. Fase diam yang digunakan adalah
selulosa dan fase geraknya adalah BAW. Pada KLTP ini dihasilkan 3 bercak
pemisahan, 2 dari 3 bercak tersebut yang memiliki intensitas warna yang kuat
dikerok dan dilarutkan dalam metanol yang kemudian disebut isolat I untuk
bercak dengan Rf 0,76 dan isolat II untuk bercak dengan Rf 0,90.
Kedua isolat tersebut selanjutnya diperiksa kemurniannya dengan
kromatografi lapis tipis multi eluen (KLT multi eluen). KLT multi eluen
merupakan KLT dengan menggunakan lebih dari satu fase gerak. Fase diam yang
digunakan adalah selulosa dengan fase gerak BAW dan asam asetat 15 % yang
dideteksi dengan sinar UV 365 nm.
Dari KLT multi eluen isolat I dengan fase gerak BAW tampak 1 bercak
dengan Rf 0,73, sedangkan dari KLT multi eluen dengan fase gerak asam asetat
15 % tampak 2 bercak dengan Rf 0,39 dan 0,86. Jadi, diketahui bahwa isolat I
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belum murni. Dan selanjutnya dari KLT multi eluen isolat II diperoleh hasil yang
sama dengan KLT multi eluen isolat I, yaitu dengan fase gerak BAW tampak 1
bercak dengan Rf 0,90 dan dengan fase gerak asam asetat 15 % tampak 2 bercak
dengan Rf 0,55 dan 0,80. Jadi, diperoleh hasil bahwa kedua isolat belum murni
sehingga perlu dilakukan reisolasi.
Karena diketahui bahwa KLT multi eluen untuk kedua isolat dengan fase
gerak asam asetat 15 % menghasilkan 2 bercak, sedangkan dengan fase gerak
BAW hanya menghasilkan 1 bercak maka untuk reisolasi dengan KLTP
digunakan fase gerak asam asetat 15 % dengan fase diam yang sama, yaitu
selulosa. Dari KLTP isolat I diperoleh 3 pita pemisahan yaitu pita dengan Rf 0,36
(isolat a) berwarna ungu; Rf 0,77 (isolat b) dan 0,86 (isolat c) berwarna biru.
Sedangkan dari KLTP isolat II diperoleh 3 pita pemisahan yaitu pita dengan Rf
0,50 (isolat d) berwarna ungu; Rf 0,73 (isolat e) dan 0,86 (isolat f) berwarna biru.
Setiap pita pemisahan masing-masing isolat dikerok dan hasil kerokan dari pita
dengan warna dan Rf yang hampir sama dicampur, yaitu isolat b dengan isolat e
dan isolat c dengan isolat f. Sehingga, didapatkan 4 isolat yaitu isolat a (A), isolat
campuran b dan e (B), isolat campuran c dan f (C), dan isolat d (D). Selanjutnya
setiap isolat dilarutkan dalam metanol dan dianalisis lagi kemurniannya dengan
KLT multi eluen.
Isolat tersebut selanjutnya akan digunakan untuk pemeriksaan kemurnian
dengan KLT multi eluen, untuk reaksi warna dan untuk pemeriksaan
spektrofotometri UV.
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Pemeriksaan Kemurnian Isolat
Sebelum semua isolat dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diperiksa
kemurniannya agar tidak mengganggu proses analisis reaksi warna dan
spektrofotometri UV. Pada pemeriksaan ini digunakan KLT multi eluen dengan
fase gerak pertama adalah BAW dan fase gerak kedua adalah asam asetat 15 %.
Dari KLT dengan fase gerak pertama, yaitu BAW tampak bahwa semua isolat
hanya menghasilkan 1 bercak. Masing-masing isolat menghasilkan bercak dengan
Rf 0,79 (isolat A); 0,77 (isolat B); 0,76 (isolat C) dan 0,76 (isolat D). Dan
selanjutnya dari KLT dengan fase gerak kedua, yaitu asam asetat 15 % juga hanya
1 bercak saja yang muncul pada masing-masing isolat, yaitu dengan Rf 0,40
(isolat A); 0,80 (isolat B); 0,84 (isolat C) dan 0,51 (isolat D). Hal ini menunjukkan
bahwa semua isolat adalah tunggal (murni) sehingga dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya.
Sebelum dilakukan analisis dengan reaksi warna, terlebih dahulu
dilakukan scanning terhadap semua isolat untuk mengetahui hasil spektranya.
Dari hasil scanning diperoleh puncak-puncak spektra dengan panjang gelombang
tertentu yang sesuai dengan golongan flavonoida tertentu. Hasil puncak-puncak
spektra tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan acuan. Dari hasil scanning
dan hasil KLT pendahuluan maka dapat diketahui prakiraan golongan dari
masing-masing isolat (Tabel IX). Isolat A dan D mengarah pada golongan flavon
atau flavonol dengan 3-OH tersubstitusi. Isolat B mengarah pada golongan
flavanon dan dihidroflavonol. Sedangkan isolat C mengarah pada golongan
isoflavon.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Warna bercak dengan UV 366 nm Puncak spektra Pustaka (Markham, 1988)
Isolat
Tanpa NH3 Dengan NH3
Jenis flavonoida yang mungkin (Markham, 1988)
Pita I (nm)
Pita II (nm)
Pita I (nm)
Pita II (nm)
Golongan
310-350 250-280 Flavon Flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas Beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH Isoflavon, dihidroflavon, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH
A Lembayung gelap
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Khalkon yang mengandung 2- atau 4-OH bebas
343 259 330-360 250-280 Flavonol (3-OH
tersubstitusi)
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH B Fluoresensi biru muda
Fluoresensi murup biru muda
Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH
319 296 300-330 275-295 Flavanon dan dihidroflavonol
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH C Fluoresensi biru muda
Fluoresensi murup biru muda
Isoflavon yang tidak mengandung 5-OH
327 242 310-330 245-275 Isoflavon
310-350 250-280 Flavon Flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas Beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH Isoflavon, dihidroflavon, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH
D
Lembayung gelap
Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan
Khalkon yang mengandung 2- atau 4-OH bebas
348
263
330-360
250-280
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Identifikasi Senyawa Flavonoida
1. Identifikasi dengan reaksi warna
Sebelum dilakukan identifikasi dengan reaksi warna terlebih dahulu
dipilih salah satu isolat dari keempat isolat untuk dianalisis lebih lanjut, yaitu
isolat C. Pemilihan isolat C didasarkan pada ketidaksamaan penampakan
bercak hasil KLT pendahuluan dan hasil scanning terhadap semua isolat
dengan golongan flavonoida hiperin yang dibandingkan dengan pustaka acuan.
Hiperin (hyperoside; quercetin-3-O-galactoside) merupakan flavonoida
golongan flavonol. Sedangkan dari KLT pendahuluan dan hasil spektra untuk
isolat C menunjukkan flavonoida golongan isoflavon. Sehingga dipilih isolat C
yang tidak segolongan dengan hiperin. Pemilihan isolat C juga didasarkan pada
jumlah isolat yang diperoleh dan manfaatnya yang lebih banyak dibanding
dengan isolat B yang mengarah pada golongan flavanon dan dihidroflavonol..
Dengan pemilihan isolat C yang merupakan flavonoida golongan
isoflavon maka diharapkan herba pegagan embun dapat dikembangkan menjadi
salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan beberapa
penyakit terkait dengan aktivitas yang dimiliki isoflavon.
Reaksi warna pada isolat C dilakukan untuk lebih memantapkan
bahwa senyawa flavonoida mengarah pada golongan tertentu. Reaksi warna
tersebut hanya memberikan gambaran umum golongan senyawa flavonoida
pada hidroksilasi dan substitusi senyawa tersebut. Isolat C diteteskan pada plat
tetes, kemudian diberi pereaksi-pereaksi larutan NaOH, H2SO4 pekat, logam
Mg dan HCl (Venkataraman, 1962). Dari data hasil dan dibandingkan dengan
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
acuan maka menunjukkan bahwa isolat C mengarah pada golongan isoflavon
(Gambar 7) (Tabel X).
Berdasarkan hasil KLT pendahuluan dan KLT multi eluen,
kemungkinan isolat C adalah glikosida karena isolat C memiliki Rf yang
hampir sama dengan rutin yang adalah glikosida. Rf rutin pada KLT
pendahuluan dengan fase gerak BAW adalah 0,73 dan Rf isolat C pada KLT
multi eluen dengan fase gerak BAW adalah 0,76. Pada KLT multi eluen dengan
fase gerak asam asetat 15 % juga menunjukkan bahwa isolat C adalah glikosida
karena isolat C pada KLT multi eluen dengan fase gerak asam asetat 15 %
memiliki Rf yang lebih besar daripada Rf isolat C pada KLT multi eluen
dengan fase gerak BAW. Rf isolat C pada KLT multi eluen dengan fase gerak
asam asetat 15 % adalah 0,84 dan Rf isolat C pada KLT multi eluen dengan
fase gerak BAW adalah 0,76. Asam asetat 15 % lebih polar daripada BAW
sehingga semakin polar flavonoida maka Rfnya akan lebih tinggi pada asam
asetat 15 %. Kepolaran flavonoida dipengaruhi oleh banyaknya gugus hidroksil
dan adanya gugus gula yang terikat pada struktur flavonoida.
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 7. Hasil reaksi warna
Keterangan : 1. Isolat C ditambah dengan NaOH 2. Isolat C ditambah dengan H2SO4 3. Isolat C ditambah dengan logam Mg dan HCl pekat
Tabel X. Penampakan perubahan warna isolat setelah penambahan pereaksi
Reaksi warna NaOH H2SO4 p Mg - HCl p Isolat C Kuning → orange
tua Kuning Kuning muda
Pustaka
(Isoflavon) Kuning Kuning Kuning
Penambahan NaOH memberikan suasana basa. Dalam suasana
tersebut, aglikon flavonoida yang mengandung gugus hidroksi (bersifat asam)
larut dalam air membentuk warna kuning untuk isoflavon (Gambar 8).
Terjadinya warna kuning karena terbentuknya kuinoid.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
OH
O
O
-Na
-H2O
O
O
OH
OHO
O
O
O
O
Na OH+
Gambar 8. Reaksi yang terjadi setelah pemberian NaOH
Penambahan H2SO4 memberikan suasana asam. Dalam suasana
tersebut, pada flavonoida terbentuk warna kuning untuk isoflavon (Gambar 9).
Dalam reaksi ini, H2SO4 bertindak sebagai oksidator. Terjadinya warna kuning
karena terbentuknya kuinoid.
H2SO4 H+
OHO
O
OH
HSO4
[O]
OO
OH
OH
+
+ H
OHO
OH
OH
+ H
Gambar 9. Reaksi yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat
Dengan penambahan Mg pada suasana asam, memberikan warna
kuning muda untuk isoflavon (Gambar 10). Warna kuning muda terjadi karena
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terbentuknya kompleks Mg dengan isoflavon. Terbentuknya kompleks
menyebabkan suatu senyawa menjadi berwarna.
O
O
HO
OH
O
OH
O
OH
O
O
HO
OH
+ H Cl
O
OH
HO
OH
Mg
MgCl2
2 HCl
O
OH
O
OH
Mg2+
MgCl2
2 Cl-
MgCl2 2 Cl-+
+
+
+
O
OH
O
OH
Mg
Gambar 10. Reaksi yang terjadi setelah penambahan Mg dan HCl
2. Identifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet
Analisis kemudian dilanjutkan dengan menggunakan spektrofotometri
UV yang digunakan untuk menentukan struktur flavonoida terutama
keberadaan posisi OH pada senyawa flavonoida.
Pada hasil spektra isolat C dalam metanol dihasilkan beberapa puncak
serapan yang kemudian dilihat 2 puncak yang masuk dalam kisaran pita I dan
pita II dengan absorbansi paling besar (Gambar 11). Puncak serapan yang
didapat adalah 242 nm (pita II) dan 327 nm (pita I). Kisaran tersebut mengarah
pada berbagai golongan, namun dengan adanya dukungan data penampakan
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bercak dari KLT dan reaksi warna yang mengacu pada golongan isoflavon,
maka dilihat ternyata kisaran 2 puncak serapan tersebut juga berada dalam
kisaran flavonoida golongan isoflavon. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa senyawa flavonoida dalam herba pegagan embun termasuk golongan
isoflavon. Timbulnya 2 puncak serapan karena pada struktur flavonoida
terdapat 2 komponen penyerap (Gambar 4).
Gambar 11. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol
Pada komponen penyerap benzoil merupakan puncak serapan pada pita
II yaitu dengan panjang gelombang 242 nm sedangkan pada komponen
penyerap sinamoil merupakan puncak serapan pada pita I dengan panjang
gelombang 327 nm. Pada pita I memiliki panjang gelombang yang lebih besar
karena kromofornya berjumlah 5 lebih banyak daripada pita II yang berjumlah
4 sehingga dengan penambahan kromofor akan menyebabkan makin kecilnya
energi yang diperlukan untuk transisi π → π* dan akan menyerap radiasi UV
pada panjang gelombang yang lebih panjang.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setelah itu isolat C ditambah pereaksi-pereaksi kimia dan terjadi
perubahan serapan puncak yang kemudian dilihat pergeserannya dan
dibandingkan dengan acuan (Markham, 1988) untuk mengetahui perkiraan
posisi OH (tabel XI).
Tabel XI. Penafsiran spektrum flavonoida dengan penambahan pereaksi geser dari isolat metanol herba pegagan embun menurut Markham, 1988
Pita I Pita II
Λ (nm)
Pergeseran λ (nm)
A Λ (nm)
Pergeseran λ (nm)
A
Penafsiran
Isolat MeOH 327 - 0,610 242 - 0,489 Isoflavon MeOH/NaOH
MeOH/NaOH 5’
381 380
+54
+53 -1
0,741 0,721
270 270
+28
+28 0
0,459 0,455
Adanya gugus
hidroksil di cincin
A
Tanpa 3’,4’-
dihidroksil
MeOH/AlCl3 346 +19 0,546 265 +23 0,431 Adanya gugus orto dihidroksil di cincin A pada
posisi 6, 7 atau 7, 8
MeOH/AlCl3/HCl 332 +5 -14
0,615 237 -5 -28
0,513 Tanpa posisi 5-
OH MeOH/NaOAc 339 +12 0,490 254 +12 0,471 Posisi OH
bebas di C nomor 7
MeOH/NaOAc/H3BO3 350 +23 0,698 258 +16 0,504 Tanpa posisi 6, 7
orto dihidroksil di cincin
A
Pada penambahan NaOH pada isolat C, basa dapat mengionisasi gugus
OH dan kemudian karena adanya perubahan struktur tersebut dihasilkan
spektrum dengan puncak serapan sebesar 270 nm (pita II) dan 381 nm (pita I)
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(Gambar 12). Pita I maupun II mengalami pergeseran batokromik
(dibandingkan dengan panjang gelombang isolat dalam metanol). λmax pita I
bergeser sebesar +54 nm tanpa penurunan intensitas yang menunjukkan adanya
gugus hidroksil di cincin A. Panjang gelombang semakin besar karena adanya
perubahan struktur yaitu perpanjangan ikatan rangkap terkonjugasi pada
senyawa dengan adanya basa (NaOH) yang menyebabkan O kelebihan elektron
sehingga terdapat 2 pasang elektron bebas yang berlaku sebagai ikatan rangkap
terkonjugasi semu. Karena perpanjangan ikatan rangkap terkonjugasi
menyebabkan energi yang diperlukan lebih kecil untuk mempromosikan
elektron sehingga akan menyerap energi UV dengan panjang gelombang yang
lebih besar (Gambar 8).
Gambar 12. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi NaOH
Keterangan : ——— = isolat flavonoida (dalam metanol)
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi NaOH
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kemudian isolat yang ditambah dengan NaOH tadi dianalisis lagi
setelah 5 menit dan didapat puncak serapan sebesar 270 nm (pita II) dan 380
nm (pita I) (Gambar 13). Dibandingkan dengan puncak serapan isolat NaOH
sebelum 5 menit tidak ada pergeseran, hal ini menunjukkan bahwa senyawa
tidak terdekomposisi atau isoflavon bersifat stabil atau tidak terpengaruh pada
suasana basa. Jadi diketahui bahwa tidak ada posisi 3’, 4’-dihidroksil.
Gambar 13. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi NaOH setelah 5 menit
Keterangan : ——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi NaOH
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi NaOH setelah 5 menit
Tahap ketiga adalah dengan penambahan AlCl3 pada isolat C dan
didapat spektrum dengan puncak serapan 265 nm (pita II) dan 346 nm (pita I)
(Gambar 14). Adanya pergeseran batokromik pada pita I maupun pita II
menunjukkan adanya gugus orto dihidroksil pada atom C nomor 6, 7 atau 7, 8
di cincin A (Gambar 15).
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 14. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi AlCl3
Keterangan : ——— = isolat flavonoida (dalam metanol)
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi AlCl3
Pergeseran ke arah batokromik setelah penambahan AlCl3 karena
adanya ikatan kompleks menyebabkan senyawa berwarna yang berarti
menggeser absorbansi ke panjang gelombang dalam daerah tampak. Panjang
gelombang setelah penambahan AlCl3 lebih besar daripada panjang gelombang
dari senyawa semula yang tidak berwarna pada cahaya tampak.
OHO
OH
O
AlCl3
O
O
+
O
-H+
OHAl
Cl
Cl
Gambar 15. Reaksi yang terjadi setelah pemberian AlCl3
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kemudian isolat tadi ditambah dengan HCl dan didapat spektrum
memiliki puncak serapan 237 nm (pita II) dan 332 nm (pita I) (Gambar 16).
Dibandingkan dengan serapan puncak pada isolat dalam metanol, didapat
pergeseran hipsokromik pada pita II sebesar -5 nm yang menandakan tidak
adanya gugus OH pada atom C nomor 5. AlCl3 dan AlCl3/HCl menyebabkan
pembentukan kompleks tak tahan asam dengan gugus o-dihidroksil, pereaksi ini
dapat digunakan untuk mendeteksi gugus tersebut. Spektrum AlCl3
menunjukkan adanya gugus orto dihidroksil di cincin A pada posisi 6, 7 atau 7,
8 sedangkan spektrum AlCl3/HCl menunjukkan ada tidaknya OH bebas pada
atom C nomor 5 (Gambar 17).
Gambar 16. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi AlCl3/HCl
Keterangan : ——— = isolat flavonoida (dalam metanol)
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi AlCl3/HCl
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
OHO
OH
O
O
O
+ HCl
O
OHAl
Cl
Cl
Gambar 17. Reaksi yang terjadi setelah pemberian HCl pada isolat C dengan AlCl3 Tahap berikutnya adalah penambahan natrium asetat pada isolat C dan
dihasilkan spektrum dengan puncak serapan 254 nm (pita II) dan 339 nm (pita
I) (Gambar 18). Pita II mengalami pergeseran batokromik sebesar +12 nm yang
menunjukkan adanya gugus OH pada atom C nomor 7 (Gambar 19). Pita II
mengalami pergeseran batokromik karena adanya perpanjangan ikatan rangkap
terkonjugasi yaitu dengan adanya konjugasi semu.
Gambar 18. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi NaOAc
Keterangan : ——— = isolat flavonoida (dalam metanol)
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi NaOAc
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
O
O
HO
CH3COONa-Na+
-CH3COOH
OO
O
OO
O
+
OH OH
OH
Gambar 19. Reaksi yang terjadi setelah penambahan NaOAc
Kemudian dalam isolat yang sudah ditambah dengan NaOAc
ditambahkan lagi pereaksi H3BO3 yang membentuk kompleks pada orto
dihidroksil di cincin A dan dihasilkan puncak serapan sebesar 258 nm (pita II)
dan 350 nm (pita I) (Gambar 20). Terjadi pergeseran batokromik pada pita II
sebesar +16 nm dan pada pita I sebesar +23 nm yang menunjukkan tidak
adanya gugus orto dihidroksil pada cincin A yang berada pada posisi 6, 7
(Gambar 21).
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 20. Spektrum spektrofotometri UV isolat flavonoida dalam metanol dan diberi NaOAc/H3BO3
Keterangan : ——— = isolat flavonoida (dalam metanol)
——— = isolat flavonoida setelah diberi pereaksi NaOAc/H3BO3
O
O
HO
OH
CH3COONa-CH3COOH
-Na+
OO
O
OH
B
OH
OHHO+ +
-H2O
O
O
OB
O
OH
HO
Gambar 21. Reaksi yang terjadi setelah pemberian NaOAc dan ditambah dengan H3BO3
Dari hasil analisis warna dan didukung spektrofotometri UV terhadap
isolat C diperkirakan struktur parsial senyawa flavonoida hasil isolasi adalah
turunan 7,8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gulanya pada posisi
5 atau 4’(Gambar 22).
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
O
O
HO
OH
OR
Gambar 22. 7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula pada posisi 5
O
O
HO
OH
OR
Gambar 23. 7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula pada posisi 4’
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Turunan flavonoida yang diperoleh dari herba pegagan embun
(Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) dalam penelitian ini memiliki struktur parsial
7,8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gulanya pada posisi 5 atau 4’.
O
O
HO
OH
OR
7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula pada posisi 5
O
O
HO
OH
OR
7, 8-dihidroksi isoflavon dengan kemungkinan letak gula pada posisi 4’
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Saran
Agar penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang fitofarmaka, maka :
1. Perlu dilakukan hidrolisis terhadap isolat untuk memastikan apakah senyawa
tersebut benar-benar glikosida dan untuk mengetahui posisi gulanya.
2. Perlu dilakukan penentuan struktur lengkap isolat hasil pemisahan
menggunakan metode spektrofotometri infra merah, resonansi magnetik inti
dan spektrofotometri massa.
3. Perlu dilakukan identifikasi kandungan flavonoida terhadap isolat-isolat yang
lain.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Daftar Pustaka
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 4-6, 10-16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 4-11, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. Anonim, 2005, Tanaman Obat Indonesia : Semanggi Gunung,
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=57. Diakses pada 19 Juni 2007.
Asakawa, Y., Matsuda, R., dan Takemoto, T., 1982, Mono- and sesquiterpenoids
from Hydrocotyle and Centella species, http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6TH7-42M84J1-3B&_user=10&_coverDate=12%2F31%2F1982&_rdoc=1&_fmt=&_orig=search&_sort=d&view=c&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=3572055564a7635846ef8a5219ec7afe. Diakses pada 7 Maret 2007.
Backer, C.A. dan Bakhuizen Van den Brink Jr., R.C., 1963, Flora of Java, Vol. I,
3-9, 25-26, N.V.P., Noordhoff, Groningen, The Netherlands. Backer, C.A. dan Bakhuizen Van den Brink Jr., R.C., 1965, Flora of Java, Vol. II,
171-172, N.V.P., Noordhoff, Groningen, The Netherlands. Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th ed, John Wiley and Sons Inc,
USA. Fessenden & Fessenden, 1999, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh Aloysius
Hadyana, jilid 2, cetakan keempat, 436-438, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi,
Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung. Harborne, J.B., 1987, Phytochemical Methods, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro, Edisi II, 2-28,34-37, 47-49, 69-103, Penerbit ITB, Bandung.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A., 1995, Preparative
Chromatography Techniques, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 9-11, Penerbit ITB, Bandung.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Janardhanan, M., dan Thoppil, J.E., 2001, Chemical composition of two species of Hydrocotyle, http://jagor.srce.hr/acphee/6702.html. Diakses pada 9 Maret 2007.
Jha, H.C., 1985, Novel isoflavanoids and its derivates, new antioxidant derived
from fermented soybean (tempe), Asian Symposium Non-salted Soybean Fermentation, Tsukuba, Japan.
Jha, H.C., Kiriakidis, S., Hoppe, M. dan Egge, H., 1997, Tempe Constituents as Antioxydant, Paper Abstract for International Tempe Symposium, Bali. Institutes Physiological Chemistry, University of Bonn.
Kuswara, 2000, Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Pengembangan Obat dari Bahan Alam di PT. Kalbe Farma, No. 1, Vol. 6, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mabry, T. J., Markham, K. R., Thomas, M. B., 1970, The Systematical
Identification of Flavonoid Compound, 11-55, Springer Verlag, New York-Heindelberg-Berlin.
Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoid Identification, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 15-27, 32-53, Penerbit ITB, Bandung. Matsushita A, Sasaki Y, Warashina T, Miyase T, Noguchi H, Velde D., V, 2004,
Hydrocotylosides I-VII, new oleanane saponins from hydrocotylesibthorpioides, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=15043415. Diakses pada 7 Maret 2007.
Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, Cetakan I, 150-151, Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pawiroharsono, S., 1994, Metabolisma Isoflavon dan Faktor-ll Pada Proses Pembuatan Tempe, Prosiding Simposium Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan Modem, UGM, Yogyakarta.
Pawiroharsono, S., 1998, Benarkah tempe sebagai antikanker. Jurnal Kedokteran dan Farmasi MEDIKA, No. 12, Tahun Ke-XXIV, Desember 1998, p: 815-817.
Riyanto, S., 1990, Flavonoid, in Mursyidi, A. (ed.), Analisis Metabolit Sekunder, 171-191.
Robinson, T., 1995, The Organic Constituents of Higher Plants, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, edisi VI, 191-192, Institut Tehnologi Bandung, Bandung.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Salisbury & Ross, 1995, Plant Physiology, diterjemahkan oleh Diah dan Sumaryono, 154, Penerbit ITB, Bandung.
Sastrohamidjojo, 2001, Spektroskopi, edisi ke II, 11, penerbit Liberty,
Yogyakarta. Shigematsu, N., Kouno, I., Kawano, N., 1981, Quercetin 3-(6″-
caffeoylgalactoside) from Hydrocotyle sibthorpioides, http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6TH7-42M84FJ-17M&_user=10&_coverDate=12%2F31%2F1982&_rdoc=1&_fmt=summary&_orig=browse&_sort=d&view=c&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=4f865a7e8b7b368b4db93909e464ad7d. Diakses pada 7 Maret 2007.
Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy : a Practical
Supplement to Pharmacopies, diterjemahkan oleh Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, Institut Tehnologi Bandung, Bandung.
Untoro, P., 1990, Pemisahan Kandungan Flavonoid Eriobotrya javonica, 15,
Lind L, Disertasi ITB, Bandung. Venkataraman, 1962, Method for Determining the Structure of Flavonoid
Compound, in Geissman, T.A. (ed.), The Chemistry of Flavonoid Compound, 70.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2
Foto tumbuhan herba pegagan embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.)
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3
Foto kromatogram KLTP hasil reisolasi isolat I dengan fase diam selulosa, fase
gerak asam asetat 15 % setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4
Foto kromatogram KLTP hasil reisolasi isolat II dengan fase diam selulosa, fase
gerak asam asetat 15 % setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat A dengan fase diam selulosa, fase
gerak asam asetat 15 % sebelum diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat A dengan fase diam selulosa, fase
gerak BAW setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat B dengan fase diam selulosa, fase gerak
asam asetat 15 % setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8
Foto kromatogram KLT multi eluen amonia B dengan fase diam selulosa, fase
gerak BAW setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 9
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat C dengan fase diam selulosa, fase gerak
asam asetat 15 % setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 10
Foto kromatogram KLT multi eluen amonia C dengan fase diam selulosa, fase
gerak BAW setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat D dengan fase diam selulosa, fase
gerak asam asetat 15 % setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12
Foto kromatogram KLT multi eluen isolat D dengan fase diam selulosa, fase
gerak BAW setelah diuapi amonia pekat dilihat di lampu UV 365 nm
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 13
13.1. Spektrum spektrofotometri UV isolat A dalam metanol
13.2. Spektrum spektrofotometri UV isolat B dalam metanol
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14
14.1. Spektrum spektrofotometri UV isolat D dalam metanol
14.2. Spektrum spektrofotometri UV rutin dalam metanol
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Titien Christinawati, penulis skripsi yang berjudul
Identifikasi Flavonoida pada Herba Pegagan
Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) Hasil
Isolasi Secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
(KLTP), dilahirkan di Klaten pada tanggal 26 April
1985 dari pasangan Bapak R. Y. Sudaryo dan Ibu R.
Nanik Karsini. Penulis menyelesaikan pendidikan
Taman Kanak-kanak di TK Pertiwi Manjung pada tahun 1989 hingga 1991 dan
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Manjung I, pada tahun 1991 hingga
tahun 1997. Pendidikan SLTP ditempuh pada tahun 1997 hingga 2000 di SLTPN
I Klaten. Kemudian dilanjutkan dengan menempuh pendidikan SMU di SMUN 2
Klaten pada tahun 2000 hingga 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan pendidikan
S1 pada tahun 2007.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI