Plankton Dan Studi Kasus Bentos

Embed Size (px)

DESCRIPTION

plankton

Citation preview

Sedangkan untuk ekosistem air tawar keberadaan organisme dapat diklasifikasikan berdasarkan ekologi:a.Organisme dapat diklasifikasikan berdasar niche utama pada posisinya dalam rantai energi dan rantai makanan; yaitu: Autotroph, Phagotroph, dan Saprotroph.b.Organisme dapat diklasifikasikan berdasar bentuk kehidupannya atau kebiasaan hidup; yaitu: Benthos, Periphyton, Plankton, Nekton, dan Neustonc.Organisme dapat diklasifikasikan berdasar daerah atau subhabitat. Dalam daerah lentik (air tenang) dengan kedalaman tertentu, seperti danau dapat ditemukan tiga zona, yaitu zona litoral (daerah dangkal), zona limnetik (daerah tengah), dan zona profundal (bagian dasar atau daerah diamana tidak ada penetrasi cahaya matahari).

Beberapa jenis organisme yang hidup di air tawar dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas air, salah satunya adalah plankton. Plankton merupakan organisme melayang yang bergerak pasif mengikuti aliran air, dalam klasifikasi ekologi plankton termasuk dalam organisme yang diklasifikasikan berdasarkan bentuk kehidupan atau kebiasaan hidup. Kehidupan organisme plankton tergantung dari kualitas parairan, iklim dan faktor kompetisi. Keanekaragaman plankton dan dominasi species plankton dalam suatu perairan menggambarkan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan dan keberadaan plankton di perairan tersebut.Plankton terbagi menjadi 2 jenis, yaitu phytoplankton dan Zooplankton. Phytoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang hidup di perairan tawar maupun laut. Ada banyak jenis phytoplankton, masing-masing memiliki characteristi cshape. Secara bersama-sama, banyak tumbuh phytoplankton di lautan di seluruh dunia dan merupakan dasar dari rantai makanan laut. Ikan kecil, dan beberapa jenis ikan paus, memakan phytoplankton. Beberapa species phytoplankton tergantung kondisi tertentu untuk pertumbuhan, mereka adalah indikator baik perubahan di lingkungannya. Zooplankton adalah kategorisasi untuk organisme kecil yang termasuk protozoa kecil dan metazoa besar. Kepentingan ekologi dari zooplankton termasuk foraminifera, radiolaria dan dinoflagellate. Zooplankton metazoa penting termasuk cnidaria seperti ubur-ubur, crustacea seperti copepoda dan krill, moluska seperti pteropoda dan chordate.

Di Instalasi Laboratorium Biologi Lingkungan BBTKL-PPM Yogyakarta pengujian parameter plankton telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Methode pengujian yang diterapkan berdasarkan Standard Methode for the Examination of Water and Wastewater 21th Edition 2005 meliputi methode pangambilan dan pengujian plankton. Secara umum pengujian plankton merupakan pengujian untuk menentukan jenis (species) dan jumlah setiap species plankton dari sampel air. Dari data jenis dan jumlah setiap species plankton maka dapat ditentukan index dominasi , index diversitas, dan index kesamaan antara 2 sampel jika dibutuhkan. Dari nilai index-index tersebut dapat ditentukan kualitas perairan berdasarkan organisme plankton.Berkut ini adalah cara pengujian plankton dan rumus untuk menentukan index dominasi , index diversitas, dan index kesamaan antara 2 sampel;Cara pengujian Plankton:

Alat dan Bahan:MikroskopSedgwick-Rafter (SR)Pipet Pasteur

Prosedur :Disiapkan sample sesuai dengan prosedur pengambilan planktonSample diisikan pada SR sebanyak 1 mLAmati jenis dan hitung jumlah setiap jenis plankton dengan mikroskop.Untuk identifikasi jenis plankton gunakan standard bench references.Organisme yang telah rusak tidak dimasukkan dalam perhitungan jumlah plankton.Penentuan index diversitas plankton menurun Shannon:

H = - Pi log PiPi = ni / NDimana ni : Jumlah setiap jenis PlanktonN : Jumlah total jenis planktonPenentuan Index Dominasi.C = (ni / N)2Dimana ni : Jumlah setiap jenis PlanktonN : Jumlah total jenis planktonSumber:Anonim. 2005. Standard Methode for the Examination of Water and Wastewater 21th Edition. American Public Health Association. Inc. New York.Samingan Tjahjono. Ir, MSc. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Edisi ke-3, terjemahan dari Fundamental of Ecology 3th edition. UGM press. Yogyakarta

Plankton merupakan organisme yang hidup melayang atau mengapung di dalam air. Kemampuan geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Plankton dapat di bagi menjadi dua golongan utama yakni fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton (acapkali pula disebut plankton nabati) merupakan tumbuhan yang amat banyak ditemukandi semua parairan, tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat kehadirannya. Konsentrasinya bisa ribuan hingga jutaan sel per liter air laut. Zooplankton, sering pula disebut plankton hewani, terdiri dari sangtan banyak jenis hewan. Ukurannya lebih besar dari fitoplankton, bahkan ada pula yang bisa mencapai lebih satu meter seperti pada ubur-ubur. Plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, mempunyai peran penting dalam ekosistem laut, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan lainnya. Selain itu hampir semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai palnkton terutama pada tahap masih berupa telur dan larva.Berbeda dengan tumbuhan bentos yang hidupnya menancap atau melekat di dasar laut dan hanya terdapat di sepanjang pantai yang dangkal, fitoplankton bisa ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis. Zone ini dikenal sebagi zone eufotik, tebalnya bervariasi dari beberapa puluh sentimeter pada air yang keruh hingga lebih 150 m pada air yang jernih. Besarnya dimensi ruang zone eufotik yang menjadi habitat fitoplankton menyebabkan fitoplankton yang mikroskopis ini berfungsi sebagai tumbuhan yang paling penting artinya dalam ekosisitem laut.Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbon dioksida dengan adanya sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Karena kemampuan membentuk zat organik dari zat anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen primer (primary producer).Fitoplankton sebagai produser primer merupakan pangkal rantai pakan dan merupakan fondamen yang mendukung kehidupan seluruh biota laut lainnya. Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa perairan yang produktivitas primer fitoplanktonnya tinggi akan mempunyai potensi sumberdaya hayati yang besar pula.Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai di mana terjadi air naik (upwelling). Di kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Di depan muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan daerah air naik zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/08/kelimpahan-dan-kepadatan-plankton.html

studi kasus benthosPENENTUAN KUALITAS PERAIRAN PADA 3 KOLAM DI KAWASAN ITS DENGAN MENGGUNAKAN MAKROFAUNA BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATORLaporan Praktikum Biologi Monitoring 2011, Kelompok 6Laboratorium Ekologi,Jurusan Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya2011

METODOLOGIWaktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilaksanakan bulan Mei tahun 2011 di sekitar perairan perairan kolam di Kampus ITS Surabaya, dengan tiga stasiun pengamatan yaitu, stasiun I berada di kolam samping biologi, stasiun II berada di kolam 8 dan stasiun III berada dikolam FTK (Fakultas Teknologi Kelautan (Gambar 1). Rounded Rectangle: Stasiun I Rounded Rectangle: Stasiun IIRounded Rectangle: Stasiun III3 lokasi sampling

Metode Pengambilan sampelMetode pengambilan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Metode sampling, dimana penetapan titik sampel pada 3 titik pengamatan, yaitu di titik 1 kolam samping biologi, titik 2 kolam 8,titik 3 kolam FTK. Sampel diambil pada 2 waktu yaitu siang dan malam.Pengambilan sampling dilakukan dengan menggunakan scoop net. Pengambilan sampling tersebut dilakukan pada perairan tenang. Masing-masing sampel tersebut diambil di lokasi yang terletak di bawah alga dan menempel pada substrat berupa sedimen.Pengumpulan sampelPada setiap titik sampling dilakukan pengoleksian makrofauna bentik. Pengambilan sampel Bentos dilakukan dengan menggunakan Scoope net, dan diawetkan dengan formalin 5%. Sampel yang diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk keperluan identifikasi. Pada setiap titik sampling juga dilakukan pengambilan sampel substrat dasar untuk analisis kandungan materi organik.IdentifikasiIdentifikasi dilakukan di Laboratorium Zoologi kampus Biologi ITS Surabaya dengan menggunakan beberapa buku identifikasi makrofaunabentik.

HASIL DAN PEMBAHASANKualitas Perairan Berdasarkan Indeks Diversitas Shannon-Wienner (H)Hasil analisis terhadap kelompok organisme makrozoobentos secara keseluruhan diperairan kolam samping biologi, kolam delapan dan kolam dekat perkapalan ditemukan 6 spesies dari kelas Gastropoda dan 1 jenis dari kelas Crustacea. Spesies Gastropoda yang berhasil teridentifikasi antara lain Bellamya javanica, Brachydiplax chalybea, Melanoides granifera, Melanoides tuberculata, Pila scutata dan Bellamya sp.. Sedangkan spesies dari kelas Crustacea adalah Caridina sp..Jenis Gastropoda merupakan jenis yang paling banyak didapat. Hal ini sangat erat kaitannya dengan berbagai faktor fisika kimia perairan dan sedimen, salah satunya adalah jenis sedimen. Jenis sedimen pada lokasi penelitian dengan fraksi dominan lumpur dapat menopang kehidupan makrozoo bentos dari jenis Gastropoda. Jenis Gastropoda Melanoides sp., Bellamya sp. dan Caridina sp. dijumpai pada seluruh stasiun pengamatan, ini menunjukkan bahwa ketiga spesies tersebut lebih toleran terhadap terhadap perubahan kondisi lingkungan. Menurut Barnes (1987) bahwa jenis Gastropoda biasa hidup pada substrat berpasir dan lumpur. Selain itu hal ini juga berhubungan dengan sifat Gastropoda yang lebih toleran terhadap terhadap perubahan berbagai parameter lingkungan sehingga penyebarannya bersifat kosmopolit.Spesies yang ditemukan disetiap stasiun pengamatan dan dalam jumlah yang cukup banyak yaitu Carinida sp. dan Bellamya javanica. Carinida sp sebanyak 62 individu pada stasiun I,37 individu pada stasiun II, sedangkan Bellamya javanica sebanyak 37 individun pada stasiun III. Ini menunjukkan bahwa Carinida sp. B. Javanica merupakan spesies yang paling sesuai dengan kondisi perairan di ke 3 lokasi pengambilan sampel. Caridina sp. merupakan jenis udang yang berukuran kecil yang umumnya banyak dijumpai di anak-anak (alur) sungai sekitar perairan muara dan di air tenang seperti danau yang juga merupakan komponen penting jaring-jaring makanan (food web) ekosistem perairan danau dan muara. Sedangkan Bellamya javanica merupakan nama lain dari keong sawah yang paling banyak ditemukan di sawah, banyak juga ditemukan dihabitat berlumpur dan airnya tak berarus/begerak seperti kolam dan danau.Berdasarkan Brower (1998), keanekaragaman spesies merupakan pengukur dari stabilitas komunitas (kemampuan struktur komunitas untuk tidak terpengaruh oleh gangguan dari komponennya). Stabilitas suatu komunitas berhubungan dengan jumlah dan tingkat kompleksitas jalur energi dan nutrisi (jaring-jaring makanan). Makin baik tingkat kompleksitas dari jaring-jaring makanan, maka komunitas makin stabil. Komunitas yang stabil memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.Hasil pengukuran indeks keanekaragaman pada kolam samping biologi, kolam delapan dan kolam dekat perkapalan disajikan pada tabel 4. Keanekaragaman bentos pada ketiga lokasi pengambilan sampel yaitu di kolam samping biologi, kolam 8 dan kolam dekat perkapalan dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener. Didapatkan hasil, stasiun I mempunyai indeks keanekaragaman 1,10 dengan struktur komunitas cukup stabil. Stasiun II memiliki indeks keanekaragaman 1.37 dengan struktur komunitas stabil. Stasiun III memiliki indeks keanekaragaman 0.31 dengan struktur komunitas cukup stabil. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa nilai indeks keanekaragaman Shannon-winner masuk dalam kategori sedang dan buruk/rendah.hal ini menunjukkan bahwa kualitas perairan kolam samping biologi, kolam 8 dan kolam dekat perkapalan telah tercemar sedang hingga berat. Kovacs (1992) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara keanekaragaman dengan kualitas lingkungan.Bahan pencemar yang masuk pada ke tiga kolam tersebut berasal dari sungai dan selokan yang merupakan akumulasi dari limbah rumah tangga di sekitar keputih merupakan sumber utama penghasil limbah organik maupun anorganik. Kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas perairan kolam, hal ini dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman bentos yang rendah. Odum (1971) menyebutkan bahwa keanekaragaman spesies cenderung rendah dalam ekosistem yang mengalami tekanan secara fisik maupun kimia. Tingginya faktor pembatas fisikokimia perairan menyebabkan organisme tertentu saja yang mengalami kesintasan.Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wienner) Makrofauna Bentik pada 3 Stasiun Pengamatan Di Kawasan ITSStasiun PengamatanIndeks KeanekaragamanStruktur Komunitas*)Kategori*)Kualitas Perairan**)

Stasiun I1,100cukup stabilSedangtercemar sedang

Stasiun II1,367stabilSedangtercemar sedang

Stasiun III0,314cukup stabilBuruktercemar berat

*) Wibisono,2005; **) Dahuri,1995Tabel 5. Hasil perhitungan Family Biotic IndexData SpesiesOrdoFamilytixiti.xiFBI

STASIUN I

Bellamya JavanicaArchitaenoglossaViviparidae*632192

Carinida sp..Decapoda*Atyidae662372

Brachydipalx chalibdeaOdonataCardolidae*51470

Melanoides graniferaNeotaenoglossaThiaridae*6636

Total (n)1146705,87

STASIUN II

Melanoidessp.NeotaenoglossaThiaridae*627162

Brachydipalx chalibdeaOdonataCardolidae*5420

Carinidasp.Decapoda*Atyidae637222

Bellamyasp.ArchitaenoglossaViviparidae*6530

Total (n)734345,94

STASIUN III

Belamya javanicaArchitaenoglossaViviparidae*637222

Melanoides tuberculataNeotaenoglossaThiaridae*6212

Carinidasp.Decapoda*Atyidae616

Total (n)402406

Taxon yang memiliki tanda * merupakan tingkatan taxon yang memberikan nilai toleransi berdasarkan Bode et al. (1996); Hauer and Lamberti (1996); Hilsenhoff (1988); Plafkin et al. (1989) dalam Mandavile (2002). Tidak semua famili yang kami temukan dalam sampel memiliki nilai toleransi berdasarkan literatur tersebut sehingga ada kalanya spesies tersebut dinilai tingkat toleransinya berdasarkan tingkatan ordo (Carinida sp.: Decapoda). Pada stasiun pengamatan 2 ditemukan satu spesies yang tidak memiliki nilai toleransi baik pada tingkat famili maupun ordo yaitu Pila scuttata. Hal ini mungkin disebabkan karena biasanya indek biologi yang digunakan masih mengadopsi dari kriteria yang berasal dari negara beriklim subtropis yang kadangkala belum tentu cocok diterapkan di Indonesia karena sebagai negara tropis, indonesia memiliki keanekaragaman makrofauna bentik yang lebih tinggi daripada negara beriklim subtropis (Sudarso et al, 2009). Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa family biotic index (FBI) masing-masing stasiun pengamatan berada pada kisaran 5,76 6,50 yang artinya berdasarkan FBI, masing-masing stasiun pengamatan memiliki kualitas lingkungan cukup buruk (fairly poor), yang artinya terdapat banyak polutan bahan organik di stasiun-stasiun pengamatan tersebut.

Tabel 6. Hasil pengukuran kandungan bahan organik dalam sedimen menggunakan metode gravimetriStasiun pengamatanKandungan Bahan Organik

Stasiun I4,65 %

Stasiun II2,86 %

Stasiun III4,67 %

Semua stasiun pengamatan merupakan ekosistem kolam buatan yang tidak memiliki sistem sirkulasi air atau bisa dikatakan bahwa semua stasiun pengamatan merupakan ekosistem lentik (standing water).Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Djaenuddin et al (1994), dalam Sinaga (2009) kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut:< 1 % = sangat rendah1% - 2% = rendah2,01% - 3% = sedang3% - 5% = tinggi>5,01% = sangat tinggiBerdasarkan kriteria diatas maka dapat dikatakan bahwa kandungan bahan organik stasiun I dan III adalah tinggi sedangkan pada stasiun II kandungan bahan organiknya sedang. Menurut Sinaga (2009), substrat dasar suatu perairan merupakan faktor yang penting bagi kehidupan hewan makrozoobentos yaitu sebagai habitat hewan tersebut. Masing-masing spesies mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap substrat dan kandungan bahan organik substrat. Perairan dengan sedimen yang halus memiliki persentase bahan organik yang tinggi karena kondisi lingkungan yang tenang (seperti pada tiap stasiun sampel) yang memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan-bahan organik dasar perairan, sedangkan tipe sedimen yang kasar memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak dapat mengendap, serta kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik yang tinggi, akan tetapi belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substrat pun ikut menentukan.Perbandingan Kualitas Perairan Menggunakan Parameter H dan FBI Terdapat beberapa perbedaan mengenai kualitas perairan jika dihitung berdasarkan H atau FBI. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 7Tabel 7. Perbandingan Kualitas Perairan Berdasarkan H dan FBIStasiun PengamatanKualitas PerairanKandungan Bahan Organik

Berdasarkan HBerdasarkan FBI

NilaiStruktur KomunitasNilaiKategori

I1,100Cukup stabil5,87Cukup Buruk4,65 %

II1,367Stabil5,94Cukup Buruk2,86 %

III0,314Cukup stabil6Cukup Buruk4,67 %

Secara umum, terdapat sedikit perbedaan antara nilai H dan FBI dalam menilai kualitas perairan. Menurut perhitungan H(dilihat dari kestabilan struktur komunitas), stasiun II memiliki kualitas perairan yang terbaik (bernilai 1,367 yang artinya struktur komunitas stabil). Sedangkan menurut perhitungan FBI (berdasarkan adanya spesies-spesies yang toleran terhadap pencemaran), stasiun I memiliki kualitas lingkungan perairan yang paling bagus (berdasarkan nilai: 5,87), meskipun semua stasiun pengamatan memiliki kategori cukup buruk menurut kategori yang ditentukan oleh Hilsenhoff (1988) dalam Mandavile (2002). Namun kedua indeks ini menunjukkan hasil yang relatif sama pada stasiun pengamatan III. Menurut indeks keanekaragaman, stasiun III memiliki nilai H terendah yang mengindikasikan kualitas perairan yang lebih buruk, begitu juga menurut perhitungan FBI yang menyatakan bahwa stasiun III memiliki nilai FBI yang paling tinggi yang juga mengindikasikan kualitas perairan yang lebih buruk jika dikaitkan dengan pencemar bahan organik. Selain itu % kandungan bahan organik dalam sampel sedimen stasiun III juga menunjukkan angka tertinggi jika dibendingkan dengan dua stasiun pengamatan lainnya. Kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik yang tinggi, meskipun belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substrat pun ikut menentukan. Namun disisi lain, tingginya kandungan bahan organik akan mengakibatkan turunnya kandungan oksigen terlarut (DO) (Sinaga, 2009). Meskipun beberapa spesies bentos sensitif pada perubahan DO namun ada spesies lainnya yang toleran terhadap kondisi ini. Sehingga dalam kondisi kandungan bahan organik tinggi sekalipun dapat memungkinkan kelimpahan makrofauna bentik, atau dengan kata lain memungkinkan tingginya nilai H.Disisi lain, perhitungan FBI didasarkan pada toleransi suatu famili terhadap polutan bahan organik. Famili yang toleran terhadap pencemar bahan organik memiliki nilai toleransi yang lebih tinggi sehingga kehadiran spesies-spesies yang toleran ini akan mengakibatkan meningkatnya nilai FBI. Dengan semakin tingginya nilai FBI maka semakin tinggi pula kandungan polutan bahan organik yang ada (Mandavile, 2002). Sehingga kandungan bahan organik yang tinggi akan memicu tingginya nilai FBI.KESIMPULANSetelah dilakukan praktikum dan dilakukan pula pengamatan dan perhitungan aka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener makrofauna bentik di tiga stasiun pengamatan, stasiun I dan III memiliki struktur komunitas yang cukup stabil sedangkan stasiun II memiliki struktur komunitas yang stabil. Berdasarkan perhitungan family biotic index (FBI), seluruh stasiun pengamatan termasuk dalam kategori cukup buruk, yaitu terdapat banyak polutan bahan organik. Berdasarkan analisa pengukuran kandungan bahan organik dalam sampel sedimen, kandungan bahan organik stasiun I dan III adalah tinggi sedangkan pada stasiun II kandungan bahan organiknya sedang.DAFTAR PUSTAKAAunurrohim, et al. 2008. Keanekaragaman Nudibranchia Di Perairan Pasir Putih Situbondo. Jurusan Biologi ITS, SurabayaAunurohim. 2010. Modul Ajar Biomonitoring Serial: Pencemaran Air, Udara, dan Tanah. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember: SurabayaBarbour, M.T., J. Gerritsen, B.D. Snyder, & J.B. Stribling, 1999, Rapid Bioassessment Protocols For Use In Streams And Wadeable Rivers: Periphyton, Benthic Macroinvertebrates And Fish, Second Edition. EPA 841-B-99-002, US-EPA, Office Of Water Washington, D.C.Barnes, R. S. K. and R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology 3rd Edition. Blackwell Science Ltd. London.Brower, J.E. 1998. Field and Laboratory Methods for General Ecology. United States of America: McGraw-Hill Companies.Dahuri. R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. IPB. Bogor.Kovacs, M. 1992. Biological Indicators of Environment Protection. Ellis Horwoad. New York.Mandavile, S.M. 2002. Benthic Macroinvertebrates in Freshwaters Taxa Tolerance Values, Metrics, and Protocols. (Project H-1) Soil & Water Conservation Society of Metro HalifaxMontagna, P. A., J. E. Bauer, D. Hardin and R. B., Spies. 1989. Vertical Distribution of Microbial and Meiofaunal Populations in Sediments of Natural Coastal Hydrocarbon Seep. Journal of Marine Science.Odum EP. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada University press.Pavluk T.I., A. bij de Vaate, & H. A. Leslie, 2000, Development of an Index of Trophic Completeness for Benthic Macroinvertebrate Communities in Flowing Waters. Hydrobiologia 427: 135141.Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. TESIS: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: MedanSudarso, Y. et al. 2009. Penyusunan biokriteria dengan Menggunakan Konsep Multimetrik: Studi Kasus Anak Sungai Cisadane. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2009) 35 (2): 179-200Sulastri, Dede Irving Hartoto Dan Iwan Ridwansyah. 2010. Pemilihan zonasi kawasan konservasi Keanekaragaman biota muara layang di sekitar Teluk klabat, pulau Bangka. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(3): 343-360Suwondo, Mahmud alpusari, Elya febrita, Dessy.2004. Kualitas biologi perairan sungai senapelan, sago dan sail Di kota pekanbaru Berdasarkan bioindikator plankton dan bentos. Jurnal Biogenesis Vol. 1(1):15-20, 2004Wardhana, Arya Wisnu.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offest. Yogyakarta.Wibisono, M. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Grasindo: Jakarta

http://gresyan.blogspot.com/2011/10/penentuan-kualitas-perairan-pada-3.html