22

Click here to load reader

PLB Proposal Fixed

Embed Size (px)

DESCRIPTION

it's just a proposal.. wish me can make it real

Citation preview

Page 1: PLB Proposal Fixed

RANCANGAN PENELITIAN TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

PSIKOLOGI LINTAS-BUDAYA

”PERBEDAAN TINGKAT MOTIVASI BERPRESTASI ANTARA MAHASISWA ETNIS CINA DAN ETNIS JAWA DI SURABAYA”

Dosen PJMK :

Dr. Suryanto, Msi.

Oleh :

Mellisa F.A.S. 110610109

Anita Huroiyati 110610120

Theresia Aitta 110610123

Selvina Yusniar 110610132

Kelas Paralel : B

Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga

2008

Page 2: PLB Proposal Fixed

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Isu-isu yang berkaitan dengan persaingan antar suku dan etnis tampaknya

sudah sangat akrab terdengar di telinga kita, khususnya di Indonesia yang

merupakan negara dengan keanekaragaman budayanya. Hal ini dapat dilihat dari

rentetan peristiwa-peristiwa yang menorehkan sejarah yang cukup panjang dalam

beberapa tahun terakhir. Isu-isu tersebut antara lain konflik di Aceh antara GAM

(Gerakan Aceh Merdeka) yang menentang pemerintah RI dan ingin merdeka

menjadi negara sendiri. Orang-orang dalam golongan GAM itu marah pada

pemerintah Indonesia karena mereka menganggap pemerintah Indonesia (dalam

hal ini dianggap sebagai ‘suku Jawa’) telah bertindak semena-mena terhadap

kekayaan alam rakyat mereka tanpa memedulikan kesejahteraan rakyat Aceh

sendiri. Hal ini tentunya bukan berarti memang orang Jawa melakukan hal

tersebut, melainkan ada oknum tertentu yang adalah orang Jawa ikut terlibat

dalam pengeksploitasian kekayaan alam Aceh tersebut. Isu lain yang juga tidak

kalah ‘heboh’ adalah konflik antara suku Dayak dengan suku Madura, dimana

suku Dayak tidak dapat menerima bila suku Madura terlalu menguasai bidang

bisnis (khususnya transportasi) di daerah ‘kekuasaan’ mereka, Sampit. Bahkan

sempat terdengar perumpamaan yang pernah dilontarkan oleh orang Madura,

bahwa Sampit adalah kota Sampang kedua (Sampang adalah salah satu kota di

Pulau Madura yang merupakan daerah asal orang Madura). Hal ini tidak dapat

dibantah bahwa memang orang Madura terbiasa dengan kerja kerasnya, sehingga

bila diibaratkan dalam suatu peribahasa dapat dikatakan bahwa dimana ada ‘uang’

di sana pasti ada orang Madura.

Masih berkaitan dengan isu antar suku-etnis, kali ini yang akan menjadi

judul penelitian kami adalah mengenai perbedaan motivasi berprestasi di antara

mahasiswa yang berasal dari etnis Jawa dan dari etnis Cina. Etnis Jawa yang

sudah dikenal dengan stereotype sebagai orang yang ‘suka mengalah’ atau

‘nriman’ yang artinya nerima, yakni menerima keadaan, bila direpresentasikan

dalam bekerja adalah dapat digambarkan seperti orang yang ‘lamban dalam

2

Page 3: PLB Proposal Fixed

bekerja’, ‘punya semangat kerja yang rendah’ yang dapat digolongkan secara

kasar sebagai simtom-simtom ‘motivasi berprestasi yang rendah’. Berbeda dengan

etnis Cina yang sudah kita ketahui sebagai penduduk pendatang, yang dianggap

memiliki etos kerja yang tinggi, punya semangat kerja yang tinggi, sehingga

dalam bekerja diduga mereka akan digambarkan sebagai orang-orang yang

menekuni bidang pekerjaan mereka hingga berhasil (punya motivasi berprestasi

yang tinggi). Namun paparan-paparan tersebut masih merupakan pendapat

pendapat yang tidak berarti tanpa adanya pembuktian-pembuktian secara empiris.

Walau dalam kenyataan sehari-hari kita mungkin saja dapat menduga anggapan

seperti apa yang mungkin sesuai kenyataan, tetapi bukti yang tampak bisa jadi

hanyalah sebagai bayangan yang mungkin tidak terlalu mewakili kenyataan

sebenarnya yang mungkin saja terselubung. Maka dari itulah, peneliti memilih

judul/topik ini untuk diteliti lebih jauh mengenai kebenarannya. Apakah memang

ada perbedaan yang cukup signifikan (untuk dapat dikatakan berbeda) dalam hal

motivasi berprestasi antara mahasiswa etnis Cina dengan mahasiswa etnis Jawa.

Pertanyaan inilah yang kami akan coba menjawabnya dengan pembuktian melalui

penelitian kami.

PERUMUSAN MASALAH

“Apakah ada perbedaan tingkat motivasi berprestasi antara mahasiswa yang

berasal dari etnis Cina dan dari etnis Jawa?”

3

Page 4: PLB Proposal Fixed

LANDASAN TEORI

ETNIS

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan etnis

bertalian dengan kelompok sosial di sistem sosial atau kebudayaan yang

mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adapt, agama, bahasa

dan sebagainya. Sedangkan Shibutani dan Kwan (1965: 84) menyatakan bahwa

kelompok etnis adalah orang-orang yang meyakini diri mereka sendiri sebagai

termasuk satu jenis, yang disatukan oleh ikatan emosional dan

mempermasalahkan kelangsungan hidup mereka. Seringkali mereka berbicara

dengan bahasa yang sama dan memiliki warisan budaya yang sama pula.

Dalam masalah hubungan ras, ada dua kata yang sering dipakai yaitu ras dan

etnik. Beberapa pakar menganggap keduanya dapat saling menggantikan dan

sebagian lainnya menegaskan perlu dilakukan pembedaan diantara keduanya.

Kata etnis biasanya lebih disukai karena definisinya jauh lebih luwes

dibandingkan ras. Ras lebih mengacu pada kelompok yang dibatasi secara sosial

atas dasar kriteria fisik saja. Berkaitan dengan kata ras adalah rasisme, yaitu

sekumpulan keyakinan bahwa perbedaan-perbedaan yang diturunkan secara

genetik di antara kelompok-kelompok manusia secara intrinsik dikaitkan dengan

ada atau tidaknya kemampuan atau ciri-ciri yang relevan secara sosial.

Anggota kelompok etnis mempunyai identitas etnik yaitu bagaimana

seorang anggota etnis menjelaskan siapa dirinya kepada orang lain (Alba &

Chamlin, 1983: 48).

Menurut Barth (1988: 5) yang dimaksud dengan kelompok etnis adalah

suatu populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

Kelompok tersebut juga mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan

rasa kebersaman dalam suatu bentuk budayanya. Anggota kelompok etnis

membentuk jaringan komunikasi di antara sesamanya, dan mereka menentukan

ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain. Adanya ciri-ciri

tersebut menyebabkan mereka dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

4

Page 5: PLB Proposal Fixed

Hubungan antar etnis Cina-Jawa seringkali dikacaukan dengan

etnosentrisme. Myers (1994: 243) mendefinisikan etnosentrisme sebagai suatu

keyakinan terhadap superioritas etnis dan budaya sendiri, dan menganggap rendah

kelompok lain.

Etnis Cina

Kapal-kapal dagang Cina telah berlayar ke Asia Tenggara selama berabad-

abad. Pada awal abad ke-15 banyak berdiri pemukiman-pemukiman tetap orang

Cina di Asia Tenggara (Ch’ng, 1995: 42).

Sampai saat ini kelompok etnis Cina di Indonesia merupakan golongan

minoritas, sehingga dengan jumlah yang kecil ini terkenal dengan kehidupannya

yang komunal, sehingga biasanya mereka bertempat tinggal di sebuah kompleks

pemukiman yang ditinggali oleh mayoritas etnis Cina yang biasa disebut Pecinan.

Lokasi Pecinan ini biasanya terletak di tengah kota yang merupakan tempat

perdagangan kota tersebut.

Golongan etnis Cina ini sebagian besar mengembangkan usaha di bidang

perdagangan yang mengambil tempat-tempat strategis di pusat kota. Etnis Cina

juga mempunyai falsafah hidup yang berasal dari ajaran kepercayaan yang

digunakan dalam falsafah hidupnya seperti mulai bekerja pada waktu matahari

terbit dan pulang pada waktu matahari terbenam. Masyarakat etnis Cina juga

mempunyai kepercayaan terhadap hal beruntung dan sial. Sehingga dalam

melakukan segala sesuatu terutama yang bersifat besar seperti pernikahan,

penguburan, dan sebagainya perlu menghitung hari baik sebelum dilaksanakan.

Ada juga pengaturan tata ruang dan bangunan. Hal-hal itu diperhitungkan untuk

menghindari kesialan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut masih berlaku terutama

dalam keluarga etnis Cina yang masih ‘totok’ (Andrey Fifo & Frickson C.

Sinambelu, 1995: 21).

Sebenarnya etnis Cina yang ada di Indonesia tidak terlalu homogen, artinya

mereka berasal dari berbagai daerah di daratan Cina. Sebagian terbesar dari kaum

imigran itu berasal dari propinsi-propinsi Fukkien dan Kwantung (Vasanty Puspa,

1986: 353). Walaupun mereka berasal dari berbagai daerah, tetapi dalam

5

Page 6: PLB Proposal Fixed

pandangan orang Indonesia pada umumnya mereka hanya terbagi dalam dua

golongan yaitu, baba dan totok. Penggolongan ini bukan hanya berdasar pada

kelahiran saja, artinya orang Cina itu bukan hanya mereka yang lahir di Indonesia

atau hasil perkawinan campuran dengan etnis Indonesia asli. Sedangkan Cina

totok bukan hanya mereka yang lahir di Cina, melainkan menyangkut tinggi

rendahnya penyesuaian diri mereka terhadap kebudayaan Indonesia yang ada di

sekitarnya.

Keluarga dan klan adalah pengelompokkan manusia yang paling penting di

antara etnis Cina atau orang-orang Cina perantauan. Keluarga adalah inti dari

keberadaan orang Cina. Tidak memiliki keluarga berarti tidak memiliki status atau

identitas, di dalam masyarakat Cina tradisional (Tan dalam Ch’ng, 1995: 46).

Secara luas diakui bahwa kebudayaan Cina mempunyai etos kerja yang

menekankan pada keuletan dan kerajinan. Sejak lama, para pengamat Barat yang

mengamati etnis Cina telah membuat gambaran bahwa orang-orang dari etnis

Cina adalah pekerja yang tidak kenal lelah.

Redding (1990: 70) menghubungkan etos kerja etnis Cina dengan bakti

kepada keluarga. Penerimaan akan disiplin, rasa takut terhadap ketidakamanan,

toleransi besar terhadap rutinitas dan pragmatisme yang ditanamkan dengan kuat

semenjak mereka masih anak-anak.

Etnis Jawa

Secara antropologi budaya, yang dimaksud dengan etnis Jawa adalah orang-

orang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai

ragam dialeknya dalam kehidupan sehari-hari dan bertempat tinggal di daerah

Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari kedua daerah

tersebut (Herusatoto, 1982: 41).

Etnis Jawa mempunyai pola perilaku dan aturan-aturan yang khas dengan

berlandaskan falsafah hidup yang telah digariskan secara turun temurun sebagai

tradisi yang harus dipatuhi dan harus dijaga kelestariannya. Sikap hidup yang

berkaitan dengan cara hidup dan pola kebudayaan seluruh bangsa. Misalnya bila

6

Page 7: PLB Proposal Fixed

seseorang akan menikah maka orang tersebut harus memikirkan tentang “bebet,

bibit, bobot” dari calon pasangan hidupnya.

Menurut falsafah Jawa, manusia seharusnya memiliki tiga macam sikap

yang tak terpisahkan yaitu:

1. rela

rela merupakan keikhlasan hati dan rasa bahagia dalam hal menyerahkan

segala milik individu tersebut, baik hak maupun biah pekerjaan sehingga

tidak satupun yang membekas dalam hati baik dalam kekecewaan dan

tekanan akibat keterikatan macam-macam perubahan dan penderitaan

yang selalu dialami.

2. nerima

nerima merupakan perasaan puas seseorang dengan nasib, tidak ada

keinginan untuk memberontakdengan kata lain menerima segala sesuatu

itu baik itu hal yang menyenangkan atau mengecewakan.

3. sabar

adalah sikap seseorang yang telah menjalani sikap rela dan nerima yang

bisa jadi sabar. Kesabaran merupakan perasaan lapang dada yang dapat

merangkul segala pertentangan yang ada (Andrey Fifo & Frickson C.

Sinambelu, 1995: 20).

Falsafah hidup orang Jawa sangat menarik karena kesamar-samarannya dan

ketidakpastian tujuannya. Falsafah tersebut dapat diibaratkan sebagai sebuah

lapangan terbuka yang bisa dimasuki oleh setiap orang tanpa diperlukan

pendidikan formal tertentu. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa falsafah Jawa

yang luwes tersebut dihayati oleh orang-orang Jawa sehingga sedikit banyak

memberikan pedoman dalam kehidupannya (Marbangun Hardjowirogo, 1984:

64).

MOTIVASI BERPRESTASI

Pengertian Moytivasi Berprestasi

Menurut Chaplin (dalam Widawati, 1998:28) Motivasi berprestasi adalah:

7

Page 8: PLB Proposal Fixed

1. Kecenderungan untuk mencapai sukses atau memperoleh apa yang

menjadi tujuan akhir yang dikehendaki.

2. Keterlibatan diri seseorang terhadap suatu tugas.

3. Harapan untuk berhasil dalam suatu tugas yang diberikan.

4. Dorongan untuk mengatasi rintangan-rintangan atau perjuangan untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sulit secara cepat dan tepat.

Yatim dan Irwanto (dalam Widawati, 1998:29) menggambarkan motivasi

berprestasi sebagai suatu virus mental yang dapat menimbulkan dorongan pada

seseorang untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai prestasi belajar

yang lebih baik, efisien dan cepat daripada yang pernah dilakukan sebelumnya.

McClelland (dalam Dipboye, 1994:91) mendefinisikan motivasi berprestasi

sebagai suatu kebutuhan untuk berprestasi yang mengarahkan perilaku

berkompetisi dengan standar ekselen, dimana hal ini dapat diperjelas dari orang

tua.

Motivasi berprestasi juga didefinisikan sebagai hasrat untuk mengerjakan

sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin. Motivasi berprestasi akan menjadi

kuat pada situasi kompetitif dan pada individu yang memiliki orientasi pada

prestasi (Murray dalam Widawati, 1998: 29).

Ciri-ciri individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi

Berdasarkan penelitian McClelland (dalam Gunarsah, 1995, dalam

Widawati, 1998:28) bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai motivasi

berprestasi tinggi:

1. Punya perasaan yang kuat untuk mencapai tujuan dengan hasil yang

sebaik-baiknya.

2. Memiliki tanggung jawab pribadi yang besar dan mampu bertanggung

jawab terhadap diri sendiri dan menentukan masa depannya sehingga

apa yang dicita-citakan berhasil dicapai.

3. Mempergunakan umpan balik untuk menentukan tindakan yang lebih

efektif guna tercapainya prestasi, kegagalan yang dialami tidak membuat

putus asa melainkan sebagai pelajaran untuk berhasil.

8

Page 9: PLB Proposal Fixed

4. Cenderung bertindak kreatif dan inovatif.

5. Menyukai hal-hal baru yang penuh tantangan.

McClelland (Yuwono dkk, 2005:72) mengidentifikasikan 4 karakteristik

dari individu yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berprestasi, yaitu:

1. Memiliki keinginan yang kuat untuk mengambil tanggung jawab pribadi

atas pengambilan keputusan atau penyelesaian tugas.

2. Cenderung membuat tujuan dengan tingkat kesulitan yang sedang dan

memperhitungkan resiko.

3. Keinginan yang kuat untuk mendapat umpan balik yang konkret.

4. A single minded preoccupation with task accomplishment.

Atkinson (dalam Jung, 1978, dalam Widawati, 1998: 30) menyatakan bahwa

motivasi berprestasi seseorang didasarkan pada dua tendensi yaitu untuk meraih

sukses dan untuk menghindari kegagalan. Dua tipe individu berdasarkan tendensi

tersebut:

1. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai motivasi

untuk meraih sukses.

2. Individu dengan motivasi berprestasi yang rendah akan mempunyai

motivasi menghindari kegagalan lebih tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

Faltor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi sebagaimana dikutip

dari (Sardiman, 1986: 81) dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi motivasi berprestasi menurut Gage dan

Berlinger (1984, Widawati, 1998:26):

1. Minat

Minat merangsang timbulnya rasa ingin tahu. Minat ini akan menyeleksi

perilaku yang akan diarahkan pada pemenuhan rasa ingin tahu.

2. Kebutuhan

Kebutuhan berkaitan erat dengan kebutuhan utama dalam diri seseorang.

Bila kebutuhan utama ‘need of achievement’ maka akan memotivasi

9

Page 10: PLB Proposal Fixed

individu untuk memperoleh kepuasan setelah mencapai sukses sesuai

target tertentu.

3. Nilai

Nilai berkaitan dengan orientasi pada tujuan tertentu yang dianggap baik

dan penting untuk dilakukan dalam diri seseorang.

4. Sikap

Sikap berhubungan dengan perasaan suka terhadap sesuatu. Sikap juga

melibatkan unsur kognitif.

5. Aspirasi

Aspirasi berkaitan dengan harapan atas hasil dan sukses yang akan

dicapai. Aspirasi ini dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, sukses

yang pernah dicapai sebelumnya dan aspirasi yang konkret akan

memotivasi melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.

6. Insentif

Insentif diartikan sebagai sesuatu yang akan diterima seseorang sebagai

kepuasan pribadi atas kemampuannya.

Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi berprestasi antara lain:

1. Budaya

Budaya mempunyai pengaruh dalam pembentukan nilai-nilai bagi

individu termasuk nilai-nilai dalam keluarga melalui hal-hal yang

menonjol dari masyarakat. Pengaruh budaya ini lebih lanjut oleh

McClelland dikhususkan pada nilai-nilai keluarga yang mementingkan

pendidikan dan keberhasilan sebagaimana kebudayaan masyarakat

sekitar yang menjunjung nilai-nilai yang sama (Gunarsa, 1983: 257).

Adapun yang termasuk juga dalam kategori ini adalah etnik, dimana

etnik atau ras individu mempengaruhi motivasi berprestasi apakah dia

berasal dari kelompok minoritas atau mayoritas.

2. Latihan pada anak

Keadaan social dan budaya masyarakat akan mempengaruhi cara orang

tua mendidik anaknya. Latihan pada anak dalam mengembangkan

ketidaktergantungan, kepercayaan diri, keyakinan diri, dan keinginan

10

Page 11: PLB Proposal Fixed

untuk melebihi. Bila anak dilatih terlalu bersuasana serba diperbolehkan,

maka motivasi keberhasilan akan rendah. Jika dilatih dengan ketat,

motivasi keberhasilan akan lebih tinggi (McClelland dalam Gunarsa,

1983: 257). Anak-anak yang biasa dilatih mandiri atau independence

juga akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi (McClelland, dalam

http://en.wikipedia.org/wiki/N-Ach). McClelland (1961, dalam Siregar,

1996: 28) menyebutkan kembali bahwa cara mengasuh anak akan

berpengaruh terhadap perkembangan motivasi berprestasi mereka.

HIPOTESIS

“Ada perbedaan tingkat motivasi berprestasi antara mahasiswa yang berasal

dari etnis Cina dan dari etnis Jawa.”

11

Page 12: PLB Proposal Fixed

METODE PENELITIAN

TIPE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian komparatif yaitu penelitian untuk menguji

perbedaan atau keberadaan suatu variable pada dua sampel atau lebih ( Sugiono,

2001: 37).

IDENTIFIKASI VARIABEL

Dalam penelitian ini terdapat satu varibel bebas dan satu variabel terikat

yang akan diukur yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable) yakni etnis (dalam hal ini etnis

Jawa dan etnis Cina)

2. Variabel tergantung/terikat (dependent variable) yaitu motivasi

berprestasi.

DEFINISI OPERASIONAL

Agar varibel dapat diamati dan diukur, maka setiap konsep yang ada dalam

permasalahan atau ada dalam hipotesis harus disusun definisi operasional

(M.Zainudin, 2000:24). Dalam penelitian ini definisi operasional yang digunakan

adalah:

1. Etnis

Etnis adalah garis keturunan yang didapatkan seorang individu yang

berasal dari orang tua yang melahirkan dirinya atau dari nenek

moyangnya.

2. Motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu (yang

berhubungan dengan prestasi) secara lebih baik daripada dikerjakan

sebelumnya, untuk mencapai suatu keberhasilan dalam hubungannya

dengan nilai standar keunggulan.

12

Page 13: PLB Proposal Fixed

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian, dapat terdiri dari manusia,

hewan, benda, tumbuhan, gejala-gejala nilai tes atau peristiwa sebagai sumber

data yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu suatu penilaian (Nawawi

dalam M. Singarimbun & Effendi S, 1989:27). Populasi dalam penelitian ini

adalah mahasiswa yang sedang menjalani kuliah program S1 di Surabaya).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

random sampling, dimana seluruh anggota populasi memilki kesempatan yang

sama untuk dijadikan sampel.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan secara tepat yaitu sesuai dengan

tujuan penelitian dan untuk memperoleh data dengan validitas dan reliabilitas

setinggi mungkin, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuesioner yang mengukur tingkat motivasi berprestasi

individu.

13

Page 14: PLB Proposal Fixed

DAFTAR PUSTAKA

Kristiana, I.F., 2002, Perbedaan Tingkat Motivasi Berprestasi Remaja ditinjau

berdasarkan Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh Orang Tua, Skripsi,

Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya.

Rachma, A.F., 1997, Perbedaan Sikap Mahasiswa yang ber-Etnis Cina dan ber-

Etnis Jawa terhadap Perkawinan antar Etnis, Skripsi, Program Sarjana

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya.

14