Upload
themirandatruth
View
644
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Nota Pembelaan (Pleidooi) oleh Penasehat Hukum atas nama Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum KPK no. DAK-14/24/07/2012 yang dikeluarkan tanggal 9 Juli 2012 dan Surat Tuntutan Penuntut Umum KPK no. Tut - 26/24/09/2012 yang dikeluarkan tanggal 12 September 2012, dalam Perkara Pidana no. 39/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST PENGADILAN TIPIKOR JAKARTA PUSAT, 17 September 2012
Citation preview
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
1
NOTA PEMBELAAN (PLEIDOOI)
PERKARA PIDANA NOMOR: 39/Pid.B/TPK/2012/PN.Jkt.Pst
PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT
ATAS NAMA TERDAKWA
Prof. MIRANDA SWARAY GOELTOM, SE, MA, Ph.D
BAB I
PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Pada kesempatan ini izinkanlah kami, Tim Penasihat Hukum terlebih
dahulu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Majelis Hakim Yang Mulia, atas lancarnya proses pemeriksaan dalam
persidangan selama ini dan atas upaya yang sungguh-sungguh dari Majelis
Hakim untuk mewujudkan suatu proses peradilan yang adil (due process of
fair trial) terhadap Terdakwa. Kami juga merasa perlu untuk
menyampaikan terima kasih kepada Saudara Penuntut Umum yang telah
membuat dakwaan dan menghadirkan saksi-saksi dalam perkara ini
dimuka persidangan serta dalam membuat Requisitor terhadap Terdakwa.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
2
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Bahwa dalam suatu proses pemeriksaan tindak pidana kita semua tahu,
bahwa untuk mencari kebenaran materiil harus didukung dengan alat-alat
bukti maupun keterangan-keterangan saksi yang berkesesuaian yang harus
kita cermati untuk dipergunakan sebagai pertimbangan hukum dengan
sangat cermat, karena hal ini menyangkut pada hukuman, nasib dan masa
depan Terdakwa.
Pada persidangan hari Rabu tanggal 12 September 2012 yang lalu, saudara
Penuntut Umum telah membacakan tuntutannya yang pada pokoknya
menyatakan bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
sebagaimana dalam dakwaan Pertama dengan menuntut Terdakwa agar
dijatuhi pidana selama 4 (empat) tahun.
Bahwa dasar penuntutan terhadap Terdakwa sama sekali tidak
berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama proses
pemeriksaan di persidangan. Fakta-fakta yang dikemukakan oleh Penuntut
Umum bukanlah suatu fakta yang telah diuji sesuai dengan hukum
pembuktian sebagaimana dalam proses persidangan. Fakta-fakta yang
dijadikan dasar oleh Penuntut Umum lebih kepada asumsi serta kecurigaan
kepada Terdakwa yang secara jelas tidak dilandasi kepada suatu fakta yang
bersesuaian satu dengan yang lain, sehingga bertentangan dengan Pasal
185 ayat (6) butir a KUHAP yang berbunyi: “Dalam menilai kebenaran
keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
3
lain”, serta telah mengabaikan asas satu saksi bukan saksi (unus testis
nullus testis) dalam pembuktian perkara pidana. Adapun fakta-fakta
hukum yang tergali dalam perkara a quo akan kami sampaikan secara rinci
pada bagian analisa fakta pembelaan ini.
Bahwa dari analisa atas fakta-fakta yang terungkap pada persidangan,
hampir keseluruhan uraian dakwaan Penuntut Umum yang menyangkut
hubungan atau adanya keterkaitan antara Terdakwa dengan Nunun
Nurbaeti tidak dapat dibuktikan berdasarkan alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP (keterangan saksi yang saling
bertentangan yang menimbulkan keraguan, terdapat saksi yang sengaja
disembunyikan karena keterangannya tidak mendukung saksi a charge
Penuntut Umum), uraian dakwaaan Penuntut Umum semata-mata hanya
hasil imajinasi berdasarkan asumsi Penuntut Umum saja, hal ini menjawab
secara langsung kesan bahwa penuntutan dalam perkara a quo yang pada
awalnya banyak mendapat kritikkan seolah-olah penuntutan terkesan
dipaksakan untuk diajukan dalam proses persidangan.
Masih segar dalam ingatan kita hal yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi
6-12 Februari 2012 dengan judul “Dewa Mabuk di Ruang Penyidik”, begitu
judul berita halaman 30-31 Majalah Tempo dimaksud. Dalam paragraf 7-
10, 12, 21-22:
“Sepekan sebelumnya, Samad -juga seorang diri- mengumumkan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka kasus suap cek pelawat untuk 39 anggota Dewan periode 1999-2004. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini dituding berada di balik penyuapan agar dipilih DPR duduk di jabatan prestisius itu. Kemunculan Samad seorang diri Kamis dua pekan lalu memunculkan dugaan keretakan antar pemimpin KPK. Beberapa sumber bercerita, jumpa pers soal Miranda itu di luar rencana dan hasil rapat sehari sebelumnya. “Rapat memutuskan perlu ada gelar kasus lagi,” kata sumber itu. Dalam rapat itu, penyidik dan pemimpin KPK terbelah. Dua pemimpin KPK, Bambang Widjajanto dan Busyro Muqoddas, menganggap dua bukti untuk menjerat Miranda belum terlalu kuat, sehingga perlu beberapa kali gelar
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
4
kasus dengan bukti-bukti tambahan. Para penyidik setuju dengan pendapat ini. Samad sebaliknya. Dia menilai pengakuan Miranda soal pertemuan anggota fraksi PDI Perjuangan di Hotel Dharmawangsa dengan calon Deputi Gubernur Senior BI sebelum pemilihan adalah bukti Miranda sedang menggalang dukungan. Pertemuan itu menjelaskan motif cek-cek yang diterima anggota Komisi Keuangan dan Perbankan dari PDI Perjuangan. ... Rapat gelar kasus itu buntu. Tak ada kesepakatan di antara dua kubu. Bambang dan Busyro menyodorkan jalan tengah: jika tak ada bukti lain, penetapan tersangka menunggu persidangan Nunun sehingga dua bukti itu berada di bawah sumpah pengadilan dan tak bisa dicabut lagi. ”Perdebatannya cukup keras, “ ujar sumber Tempo. ... Meski tak menyebut secara spesifik kasus Miranda, penjelasan Bambang mengkonfirmasi perbedaan pendapat antar pemimpin KPK itu menyangkut soal bukti dan metode penyidikan kasus. “Pak Samad yang terlalu terburu-buru. Mungkin terpengaruh gaya LSM,” ujar seorang sumber. Sebelum terpilih sebagai Ketua KPK, Samad adalah pengacara merangkap aktivis antikorupsi di Makasar. Kepemimpinan Samad berbeda dengan kerja KPK periode sebelumnya. Di zaman Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, kata seorang sumber, bukti-bukti ditimbang bolak-balik sebelum sampai pada keputusan menetapkan seseorang sebagai Tersangka. “Sekarang seperti memakai jurus dewa mabuk.”
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Kita menyadari, bahwa prinsip pemidanaan kepada seseorang adalah
diletakkan pada minimal 2 alat bukti dan dari 2 alat bukti tersebut ada
keyakinan bahwa seseorang tersebut adalah bersalah melakukan suatu
tindak pidana. Pemidanaan terhadap seseorang bukan diawali keyakinan
terlebih dahulu, kemudian mencari 2 alat bukti apalagi untuk memenuhi 2
alat bukti tersebut kemudian menerabas dan mengabaikan ketentuan
pembuktian (vide Pasal 183 KUHAP).
Selama proses pembuktian dalam perkara a quo diperoleh fakta bahwa
Terdakwa tidak pernah memerintahkan ataupun menganjurkan ataupun
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
5
turut serta dengan Nunun Nurbaeti melakukan suatu perbuatan terlarang,
dalam proses pembuktian di persidangan, Terdakwa menyatakan bertemu
dengan anggota fraksi PDIP dan fraksi TNI/Polri sebelum fit and proper test
DGS BI tahun 2004 juga telah dijelaskan dalam persidangan bukan sesuatu
yang bertentangan dengan ketentuan ataupun peraturan perundang-
undangan, oleh karenanya tidak terdapat suatu kesalahan dalam diri
Terdakwa, sehingga sesuai dengan asas geen straf zonder schuld (tiada
pidana tanpa kesalahan), maka Terdakwa harus dibebaskan dari seluruh
dakwaan (Anwijzigheid van alle Schuld).
Apabila dalam suatu proses pemeriksaan di persidangan diperoleh fakta-
fakta yang sebenarnya belum memenuhi syarat untuk menyatakan
seseorang bersalah ataupun adanya keragu-raguan atas suatu fakta, maka
hendaknya sesuai dengan asas in dubio pro reo/when in doubt, for the
accused yang pada pokoknya menyatakan apabila terdapat keraguan atas
tindakan yang dilakukan oleh seseorang, maka seseorang tidak dapat
dijatuhi pidana oleh suatu pengadilan.
Asas in dubio pro reo telah digunakan oleh Mahkamah Agung (“MA”) untuk
memutus perkara, di antaranya dalam Putusan MA No. 33 K/MIL/2009
yang dalam pertimbangannya antara lain berbunyi sebagai berikut:
“asas IN DUBIO PRO REO yang menyatakan jika terjadi keragu-raguan apakah Terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi Terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan.”
Penerapan mengenai asas geen straf zonder schuld / Anwijzigheid van alle
Schuld dan asas in dubio pro reo sudah menjadi yurisprudensi, serta
merupakan penerapan dari Pasal 182 ayat (6) KUHAP sendiri yang
berbunyi:
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
6
“Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. putusan diambil dengan suara terbanyak; b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang
dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
Lebih lanjut mengenai harus dibebaskannya Terdakwa berdasarkan asas in
dubio pro reo dapat dilihat pada ketentuan Pasal 191 KUHAP yang
berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus
bebas”.
Dari uraian tersebut diatas, apabila fakta-fakta hukum yang tergali dalam
proses pemeriksaan dalam persidangan a quo tidak terdapat suatu fakta
yang meyakinkan bahwa Terdakwa memiliki maksud dan tujuan ataupun
bersama-sama atau menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk melakukan suatu
tindak pidana, maka Terdakwa harus dibebaskan.
Bahwa sebagaimana kita ketahui sehubungan dengan adanya keragu-
raguan mengenai kesalahan seseorang maka Hakim harus memberikan
putusan yang menguntungkan bagi terdakwa sebagaimana juga dikenal
adagium “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah dari pada
menghukum satu orang yang tidak bersalah”.
Bahwa pengabaian terhadap asas-asas sebagaimana yang telah diuraikan
diatas dapat mengakibatkan kegagalan dalam menegakkan keadilan
(miscarriage of justice) dan merusak sendi-sendi sistem hukum serta
melanggar hak asasi manusia.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
7
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Kami, Tim Penasihat Hukum berkeyakinan, bahwa Majelis Hakim Yang
Mulia tentunya akan bertindak secara bijak dan objektif, dan hanya
menggunakan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan sebagai
dasar pertimbangan hukum dalam mengambil putusan dalam perkara a
quo, terbebas dari pengaruh manapun juga baik pengaruh pemberitaan
media massa, pengaruh pendapat dalam berbagai tulisan ataupun
pengaruh dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari posisi
Terdakwa dalam perkara ini. Hanya dengan demikianlah Terdakwa akan
dapat memperoleh keadilan yang hakiki dalam perkara ini.
Tim Penasihat Hukum dan juga Terdakwa tetap berkeyakinan bahwa
Terdakwa akan memperoleh keadilan dalam putusan yang akan diambil
oleh Majelis Hakim Yang Mulia.
Untuk kepentingan dan atas nama Klien kami, Prof. Miranda Swaray
Gultom, SE, MA, Ph.D, perkenankanlah kami, Tim Penasihat Hukum
mengajukan Nota Pembelaan (Pleidooi) terhadap dakwaan dan Surat
Tuntutan (Requisitor) Penuntut Umum yang telah disampaikan dan
dibacakan dalam persidangan yang lalu.
Adapun Nota Pembelaan ini kami bagi dalam Sistematika sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
II. DAKWAAN
III. FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DIPERSIDANGAN
A. Keterangan Saksi-Saksi
B. Keterangan Ahli
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
8
C. Keterangan Terdakwa
IV. FAKTA – FAKTA HUKUM
V. ANALISA YURIDIS
VI. PERMOHONAN DAN PENUTUP
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
9
BAB II
DAKWAAN
Berdasarkan Surat Penetapan Hakim Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 39/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST
tanggal 25 Juli 2012 Terdakwa didakwa dengan dakwaan:
PERTAMA atau;
Subjek Dakwaan
Terdakwa bersama-sama dengan:
Nunun Nurbaeti atau
Masing-masing bertindak sendiri-sendiri
Tempus de Licti:
Pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni
2004 atau;
Setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2004.
Locus de Licti:
Bertempat di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT.001/004, Kelurahan Cipete,
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan Jalan Riau No. 17-21, Menteng,
Jakarta Pusat atau:
Setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo
Pasal 35 ayat (3) UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
10
Normatif/Ketentuan Perundangan sebagai Referensi Penuntut Umum:
1. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 Tahun 2004;
2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 02 A DPR
RI/I/2001-2002 tanggal 10 September 2001.
Objek Tindakan Hukum
Terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti dimana
dalam pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk
dikenalkan kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota
Komisi IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa
dalam pelaksanaan pemilihan DGS BI. (Surat Dakwaan halaman 3)
Untuk memenuhi permintaan Terdakwa, selanjutnya Nunun Nurbaeti
bertempat di rumah nya di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT. 001/004,
Kelurahan Cipete, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan memfasilitasi
pertemuan antara Terdakwa dengan anggota Komisi IX DPR RI yaitu
Endin AJ Soefihara dari Fraksi PPP, Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta
masing-masing dari Fraksi Golkar dengan tujuan agar Fraksi Golkar
mendukung untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test DGS BI.
Setelah acara pertemuan selesai Nunun Nurbaeti mendengar ada yang
menyampaikan kepada Terdakwa “ini bukan proyek thank you ya?”,
maksudnya atas dukungan terhadap Terdakwa akan ada sesuatu
imbalan kepada anggota DPR yang memilih dalam fit and proper test
DGS BI tahun 2004. (Surat Dakwaan halaman 3).
Terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDI-P (Dudhi
Makmun Murod, Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan lainnya) untuk
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
11
melakukan pertemuan khusus di salah satu ruangan di Hotel
Darmawangsa Jakarta atas biaya Terdakwa. Terdakwa meminta agar
dalam melaksanakan fit and proper test pemilihan DGS BI 2004 anggota
dari Fraksi PDIP memilih terdakwa. (Surat Dakwaan halaman 4)
Terdakwa juga mengundang Fraksi TNI/Polri pada Komisi IX DPR RI
(Udju Djuaheri, Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno) untuk
melakukan pertemuan di kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga Jalan
Sudirman Jakarta Selatan. Terdakwa meminta agar pada fir and proper
test pemilihan DGS BI 2004 para anggota dari Fraksi TNI/Polri tidak
menanyakan masalah pribadi Terdakwa. (Surat Dakwaan halaman 4)
Sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS BI di
hadapan DPR-RI Komisi IX (7 Juni 2004), setelah Nunun Nurbaeti
menerima TC atas sepengetahuan Terdakwa, Nunun Nurbaeti
bertempat dikantor nya Jalan Riau No. 17-21 Menteng Jakarta Pusat
melakukan pertemuan dengan Hamkah Yandhu untuk membicarakan
rencana pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI. (Surat
Dakwaan halaman 5)
Terdakwa mengetahui pemberian TC senilai kurang lebih Rp.
20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima puluh juta
rupiah) oleh Nunun Nurbaeti kepada para anggota Komisi IX DPR RI.
(Surat Dakwaan halaman 9).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
12
Untuk memenuhi permintaanTerdakwa, selanjutnya NNbertempat di rumahnya JalanCipete Raya No. 39, memfasilitasipertemuan antara Terdakwadengan anggota Komisi IX DRP RIyaitu Endin dari Fraksi PPP,Hamka Yandhu dan PaskahSuzetta masing-masing dari fraksiGolkar dengan tujuan agar fraksiGolkar mendukung untukmemilih Terdakwa dalam fit &proper test calon DGS BI. Setelahacara pertemuan selesai NNMendengar ada yangmenyampaikan kepada terdakwaini bukan proyek thank you ya”maksudnya atas dukunganterhadap Terdakwa akan adasuatu imbalan kepada anggotaDPR yang memilihnya dalam fit &proper test DGS BI tahun 2004
Terdakwa Bersama-sama dengan Nunun Nurbaetie atau masing-masing bertindak sendiri-sendiri, pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni 2004
Terdakwa yang mengetahuibahwa dukungan dari anggotaKomisi IX bukanlah proyekThank you, selain memintadukungan kepada anggota DPRKomisi IX melalui NN, Terdakwajuga mengundang anggotakomisi IX dari fraksi PDI P yangdi hadiri beberapa anggotakomisi IX dari fraksi PDI Pdiantaranya Dudie MakmunMurod, Agus Condro, EmirMoeis dan yang lainnya, untukmelakukan pertemuan khususdi salah satu ruangan di hotelDarmawangsa atas biaya dariTerdakwa, yang mana dalampertemuan tersebut Terdakwameminta agar dalampelaksanaan fit & propert testpemilihan DGS BI Tahun 2004para anggota dari fraksi PDI Pmemilih Terdakwa
Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI, Agar Terdakwa tidak gagal dipilihseperti dalam pemilihan Gubernur BI tahun 2003 Terdakwa melakukanpertemuan dengan NN, dimana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta NNuntuk dikenalkan kepada teman-teman NN yang menjadi anggota komisi IX DPRRI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa dalam pelaksanaanpemilihan DGS BI, yang mana NN menyetujui permintaan Terdakwa
KONSTRUKSI DAKWAAN KE SATU
MSG(Terdakwa)
NununNurbaeti
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU TIPIKOR Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP
PertemuanDi Cipete Rumah Nunun
Pertemuan Di Hotel Darmawangsa
1
24
Terdakwa selain itu jugamengundang fraksi TNI/Polripada komisi IX DPR RI yaituUdju Djuhaeri, Darsu Yusuf, R.Sulistyadi dan Suyitno untukmelakukan pertemuan dikantor Terdakwa GedungBank Niaga Jl. Sudirman, yangmana dalam pertemuan ituTerdakwa meminta agardalam pelaksanaan fit &proper test pemilihan DGS BItahun 2004 para anggota darifraksi TNI/ polri tidakmenanyakan masalah pribadiTerdakwa yaitu keretakankeluarga Terdakwasebagaimana yang pernahterjadi dalam pelaksanaanpemilihan Gub BI tahun 2003yang juga masih diikutiolehterdakwa, sehingga terakwatidak terlpilih dalam prosespemilihan Gub BI tahun 2003
Menindak lanjutipembicaraan NN denganPaskah, di Hotel Mulia CoffeeShop, NN, Paskah dan HamkaYandhu melakukanpertemuan di Café D’Loungejl. Gunawarman, yangmanadalam pertemuantersebut NN meminta kembalikepada Paskah agar fraksiGolkar mendukung pemilihanTerdakwa dalam pemilihansebagai DGS BI tahun 2004karena dari fraksi PDIP sudahbersedia mendukung
8 Juni 2004, DPR
melakukanFit and proper
TestDGS BI
TC diberikan
• Seharri sebelum Terdakwa menjalanji fit & proper test calon DGS BI di hadapan DPR Komisi IXtepatnya pada tanggal 7 Juni 2004, setelah NN menerima sejumlah TC BII atas sepengetahuanTerdakwa, NN bertempat di kantornya jl. Riau No. 17-21 menteng melakukan pertemuan denganHamka Yandhu untuk membicarakan rencana pemberian TC BII kepada anggota Komisi IX DPR RIsebagaii tanda terima kasih setelah anggota komisi IX DRP RI memilih Terdakwa sebagai DGS BI
• NN selanjutnya menghubungi Arie Malangjudo (AMJ) untuk datang ke ruangan kerjanya danmeminta AMJ agar menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota komisi IX DPR, namun AMJmerasa keberatan, setelah diberikan penjelasan oleh NN bahwa Hamka Yandhu yang mengatursemuanya akhirnya AMJ menyanggupinya. Dalam pertemuan itu Hamka juga mengatakan kepadaAMJ “kita sudah atur, nanti ada kode merah, kuning, hijau, putih kode pada kantong itu” denganmenunjuk 4 (empat) buah kantong belanja
5
PertemuanDi Hotel Mulia Coffee
shop dan D’Lounge
Arie Malangjudo
Anggota Komisi IX DPR diantaranya
Dudi MkmunMurod, Endin
Soefihara, HamkaYandhu, Udju,
Sulistyadi, Suyitno dan
Darsup Yusup
6
7
8
10
Pertemuan di GrahaNiaga kantor Terdakwa
3
Pertemuan di Jalan Riau Kantor Nunun Nuerbaeti
9
Tiidak lagi membahasmasalah keluargasebagaimana yang MSGminta atau yang dimintamelalui NN, Hasil Votingmemilih
TerdakwaTerpilih
sebagai DGS BI periode 2004
Unsur Pokok Perbuatan Pidana: a. bersama-sama
dengan Nunun Nurbaeti.
b. memberi sesuatu
TC BII senilai Rp. 20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima
puluh juta rupiah) melalui Ahmad Hakim Safari MJ alias Ari Malangjudo
yang merupakan bagian dari total 480 (empat ratus delapan puluh)
lembar TC senilai Rp. 24. 000.000.000,- (dua puluh empat milyar
rupiah).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
13
c. kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDIP)
dan Endin AJ Soefihara (Fraksi PPP) selaku Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia masa Periode tahun 1999-2004 serta
beberapa anggota Komisi IX DRP RI periode 1999-2004 lainnya.
d. karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berhubungan dengan Pemilihan Terdakwa sebagai Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia (DGS BI) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 tahun 2004, yang dilakukan secara bertentangan
dengan kewajiban anggota DPR RI untuk tidak melakukan perbuatan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sesuai dengan Pasal 5 angka 4 UU No. 28
tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme dan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
RI No. 02 A DPR RI-2001-2002 tanggal 10 September 2001.
Bahwa Terdakwa bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti memberi
sesuatu berupa TC melalui Ari Malangjudo kepada anggota Fraksi Golkar
(Hamkah Yandhu), Fraksi PDIP (Dudhie Makmun Murod), Fraksi PPP
(Endin Sofihara) selaku anggota DPR RI, karena berhubungan dengan
pemilihan Terdakwa sebagai DGS BI yang dilakukan secara bertentangan
dengan kewajiban anggota DPR RI untuk tidak melakukan perbuatan
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
14
Ancaman Pidana
Kesatu
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KEDUA atau;
Subjek Dakwaan
Terdakwa;
Tempus de Licti:
Pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni
2004 atau;
Setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2004.
Locus de Licti:
Bertempat di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT.001/004, Kelurahan Cipete,
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan Jalan Riau No. 17-21, Menteng,
Jakarta Pusat atau:
Setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo
Pasal 35 ayat (3) UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Normatif/Ketentuan Perundangan sebagai Referensi Penuntut Umum:
1. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 Tahun 2004;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
15
2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 02 A DPR
RI/I/2001-2002 tanggal 10 September 2001.
Objek Tindakan Hukum
Terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti dimana
dalam pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk
dikenalkan kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota
Komisi IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa
dalam pelaksanaan pemilihan DGS BI. (Surat Dakwaan halaman 3)
Untuk memenuhi permintaan Terdakwa, selanjutnya Nunun Nurbaeti
bertempat di rumah nya di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT. 001/004,
Kelurahan Cipete, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan memfasilitasi
pertemuan antara Terdakwa dengan anggota Komisi IX DPR RI yaitu
Endin AJ Soefihara dari Fraksi PPP, Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta
masing-masing dari Fraksi Golkar dengan tujuan agar Fraksi Golkar
mendukung untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test DGS BI.
Setelah acara pertemuan selesai Nunun Nurbaeti mendengar ada yang
menyampaikan kepada Terdakwa “ini bukan proyek thank you ya?”,
maksudnya atas dukungan terhadap Terdakwa akan ada sesuatu
imbalan kepada anggota DPR yang memilih dalam fit and proper test
DGS BI tahun 2004. (Surat Dakwaan halaman 3).
Terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP (Dudhi
Makmun Murod, Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan lainnya) untuk
melakukan pertemuan khusus di salah satu ruangan di Hotel
Darmawangsa Jakarta atas biaya Terdakwa. Terdakwa meminta agar
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
16
dalam melaksanakan fit and proper test pemilihan DGS BI 2004 anggota
dari Fraksi PDIP memilih terdakwa. (Surat Dakwaan halaman 4)
Terdakwa juga mengundang Fraksi TNI/Polri pada Komisi IX DPR RI
(Udju Djuaheri, Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno) untuk
melakukan pertemuan di kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga Jalan
Sudirman Jakarta Selatan. Terdakwa meminta agar pada fir and proper
test pemilihan DGS BI 2004 para anggota dari Fraksi TNI/Polri tidak
menanyakan masalah pribadi Terdakwa. (Surat Dakwaan halaman 4)
Sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS BI di
hadapan Komisi IX DPR RI (7 Juni 2004), setelah Nunun Nurbaeti
menerima TC atas sepengetahuan Terdakwa, Nunun Nurbaeti
bertempat dikantor nya Jalan Riau No. 17-21 Menteng Jakarta Pusat
melakukan pertemuan dengan Hamkah Yandhu untuk membicarakan
rencana pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI. (Surat
Dakwaan halaman 5)
Terdakwa mengetahui pemberian TC senilai kurang lebih Rp.
20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima puluh juta
rupiah) oleh Nunun Nurbaeti kepada para anggota Komisi IX DPR RI.
(Surat Dakwaan halaman 9).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
17
Untuk memenuhi permintaanTerdakwa, selanjutnya NNbertempat di rumahnya JalanCipete Raya No. 39, memfasilitasipertemuan antara Terdakwadengan anggota Komisi IX DRP RIyaitu Endin dari Fraksi PPP,Hamka Yandhu dan PaskahSuzetta masing-masing dari fraksiGolkar dengan tujuan agar fraksiGolkar mendukung untukmemilih Terdakwa dalam fit &proper test calon DGS BI. Setelahacara pertemuan selesai NNMendengar ada yangmenyampaikan kepada terdakwaini bukan proyek thank you ya”maksudnya atas dukunganterhadap Terdakwa akan adasuatu imbalan kepada anggotaDPR yang memilihnya dalam fit &proper test DGS BI tahun 2004
Terdakwa dengan sengaja menganjurkan NN untuk melakukan perbuatan memberi sesuatuberupa TC BII senilai Rp. 20.850.000.000
Terdakwa yang mengetahuibahwa dukungan dari anggotaKomisi IX bukanlah proyekThank you, selain memintadukungan kepada anggota DPRKomisi IX melalui NN, Terdakwajuga mengundang anggotakomisi IX dari fraksi PDI P yangdi hadiri beberapa anggotakomisi IX dari fraksi PDI Pdiantaranya Dudie MakmunMurod, Agus Condro, EmirMoeis dan yang lainnya, untukmelakukan pertemuan khususdi salah satu ruangan di hotelDarmawangsa atas biaya dariTerdakwa, yang mana dalampertemuan tersebut Terdakwameminta agar dalampelaksanaan fit & propert testpemilihan DGS BI Tahun 2004para anggota dari fraksi PDI Pmemilih Terdakwa
Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI, Agar Terdakwa tidak gagal dipilihseperti dalam pemilihan Gubernur BI tahun 2003 Terdakwa melakukanpertemuan dengan NN, dimana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta NNuntuk dikenalkan kepada teman-teman NN yang menjadi anggota komisi IX DPRRI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa dalam pelaksanaanpemilihan DGS BI, yang mana NN menyetujui permintaan Terdakwa
KONSTRUKSI DAKWAAN KE DUA
MSG(Terdakwa)
NununNurbaeti
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU TIPIKOR Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke 2 KUHP
PertemuanDi Cipete Rumah Nunun
Pertemuan Di Hotel Darmawangsa
1
24
Terdakwa selain itu jugamengundang fraksi TNI/Polripada komisi IX DPR RI yaituUdju Djuhaeri, Darsu Yusuf, R.Sulistyadi dan Suyitno untukmelakukan pertemuan dikantor Terdakwa GedungBank Niaga Jl. Sudirman, yangmana dalam pertemuan ituTerdakwa meminta agardalam pelaksanaan fit &proper test pemilihan DGS BItahun 2004 para anggota darifraksi TNI/ polri tidakmenanyakan masalah pribadiTerdakwa yaitu keretakankeluarga Terdakwasebagaimana yang pernahterjadi dalam pelaksanaanpemilihan Gub BI tahun 2003yang juga masih diikutiolehterdakwa, sehingga terakwatidak terlpilih dalam prosespemilihan Gub BI tahun 2003
Menindak lanjutipembicaraan NN denganPaskah, di Hotel Mulia CoffeeShop, NN, Paskah dan HamkaYandhu melakukanpertemuan di Café D’Loungejl. Gunawarman, yangmanadalam pertemuantersebut NN meminta kembalikepada Paskah agar fraksiGolkar mendukung pemilihanTerdakwa dalam pemilihansebagai DGS BI tahun 2004karena dari fraksi PDIP sudahbersedia mendukung
8 Juni 2004, DPR
melakukanFit and proper
TestDGS BI
TC diberikan
• Seharri sebelum Terdakwa menjalanji fit & proper test calon DGS BI di hadapan DPR Komisi IXtepatnya pada tanggal 7 Juni 2004, setelah NN menerima sejumlah TC BII atas sepengetahuanTerdakwa, NN bertempat di kantornya jl. Riau No. 17-21 menteng melakukan pertemuan denganHamka Yandhu untuk membicarakan rencana pemberian TC BII kepada anggota Komisi IX DPR RIsebagaii tanda terima kasih setelah anggota komisi IX DRP RI memilih Terdakwa sebagai DGS BI
• NN selanjutnya menghubungi Arie Malangjudo (AMJ) untuk datang ke ruangan kerjanya danmeminta AMJ agar menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota komisi IX DPR, namun AMJmerasa keberatan, setelah diberikan penjelasan oleh NN bahwa Hamka Yandhu yang mengatursemuanya akhirnya AMJ menyanggupinya. Dalam pertemuan itu Hamka juga mengatakan kepadaAMJ “kita sudah atur, nanti ada kode merah, kuning, hijau, putih kode pada kantong itu” denganmenunjuk 4 (empat) buah kantong belanja
5
PertemuanDi Hotel Mulia Coffee
shop dan D’Lounge
Arie Malangjudo
Anggota Komisi IX DPR diantaranya
Dudi MkmunMurod, Endin
Soefihara, HamkaYandhu, Udju,
Sulistyadi, Suyitno dan
Darsup Yusup
6
7
8
10
Pertemuan di GrahaNiaga kantor Terdakwa
3
Pertemuan di Jalan Riau Kantor Nunun Nuerbaeti
9
Tiidak lagi membahasmasalah keluargasebagaimana yang MSGminta atau yang dimintamelalui NN, Hasil Votingmemilih
TerdakwaTerpilih
sebagai DGS BI periode 2004
Unsur Pokok Perbuatan Pidana:
a. dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan sengaja menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan
sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk melakukan perbuatan
memberi sesuatu berupa TC senilai Rp. 20.850.000.000,- (dua puluh
milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah) melalui Ahmad Hakim
Safari MJ alias Ari Malangjudo yang merupakan bagian dari total 480
(empat ratus delapan puluh) lembar TC senilai Rp. 24. 000.000.000,-
(dua puluh empat milyar rupiah).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
18
b. kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (fraksi PDIP)
dan Endin AJ Soefihara (fraksi PPP) selaku Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia masa periode tahun 1999-2004 serta
beberapa anggota Komisi IX DRP RI periode 1999-2004 lainnya.
c. karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berhubungan dengan Pemilihan Terdakwa sebagai Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia (DGS BI) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 tahun 2004, yang dilakukan secara bertentangan
dengan kewajiban anggota DPR RI untuk tidak melakukan perbuatan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sesuai dengan Pasal 5 angka 4 UU No. 28
tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi dan nepotisme dan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
RI No. 02 A DPR RI-2001-2002 tanggal 10 September 2001.
Bahwa Terdakwa sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk
melakukan perbuatan memberi sesuatu berupa TC melalui Ari
Malangjudo kepada anggota Fraksi Golkar (Hamkah Yandhu), Fraksi PDIP
(Dudhie Makmun Murod), Fraksi PPP (Endin Sofihara) selaku anggota DPR
RI, karena berhubungan dengan pemilihan Terdakwa sebagai DGS BI yang
dilakukan secara bertentangan dengan kewajiban anggota DPR RI untuk
tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
19
Ancaman Pidana
Kedua
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP.
KETIGA atau;
Subjek Dakwaan
Terdakwa bersama-sama dengan:
Nunun Nurbaeti atau
Masing-masing bertindak sendiri-sendiri
Tempus de Licti:
Pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni
2004 atau;
Setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2004
Locus de Licti:
Bertempat di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT.001/004, Kelurahan Cipete,
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan Jalan Riau No. 17-21, Menteng,
Jakarta Pusat atau:
Setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo
Pasal 35 ayat (3) UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
20
Normatif/Ketentuan Perundangan:
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 Tahun 2004;
Objek Tindakan Hukum
Terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti dimana
dalam pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk
dikenalkan kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota
Komisi IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa
dalam pelaksanaan pemilihan DGS BI.
Terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP (Dudhi
Makmun Murod, Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan lainnya) untuk
melakukan pertemuan khusus di salah satu ruangan di Hotel
Darmawangsa Jakarta atas biaya Terdakwa. Terdakwa meminta agar
dalam melaksanakan fit and proper test pemilihan DGS BI 2004 anggota
dari Fraksi PDIP memilih terdakwa.
Terdakwa juga mengundang Fraksi TNI/Polri pada Komisi IX DPR RI
(Udju Djuaheri, Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno) untuk
melakukan pertemuan di kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga Jalan
Sudirman Jakarta Selatan. Terdakwa meminta agar pada fit and proper
test pemilihan DGS BI 2004 para anggota dari Fraksi TNI/Polri tidak
menanyakan masalah pribadi Terdakwa.
Sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS BI di
hadapan DPR RI Komisi IX (7 Juni 2004), setelah Nunun Nurbaeti
menerima TC atas sepengetahuan Terdakwa, Nunun Nurbaeti
bertempat dikantor nya Jalan Riau No. 17-21 Menteng Jakarta Pusat
melakukan pertemuan dengan Hamkah Yandhu untuk membicarakan
rencana pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
21
Terdakwa mengetahui pemberian TC senilai kurang lebih Rp.
20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima puluh juta
rupiah) oleh Nunun Nurbaeti kepada para anggota Komisi IX DPR RI.
Untuk memenuhi permintaanTerdakwa, selanjutnya NNbertempat di rumahnya JalanCipete Raya No. 39, memfasilitasipertemuan antara Terdakwadengan anggota Komisi IX DRP RIyaitu Endin dari Fraksi PPP,Hamka Yandhu dan PaskahSuzetta masing-masing dari fraksiGolkar
Terdakwa Bersama-sama dengan Nunun Nurbaetie atau masing-masing bertindak sendiri-sendiri, pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni 2004
Terdakwa yang mengetahuibahwa dukungan dari anggotaKomisi IX bukanlah proyekThank you, selain memintadukungan kepada anggota DPRKomisi IX melalui NN, Terdakwajuga mengundang anggotakomisi IX dari fraksi PDI P yangdi hadiri beberapa anggotakomisi IX dari fraksi PDI Pdiantaranya Dudie MakmunMurod, Agus Condro, EmirMoeis dan yang lainnya, untukmelakukan pertemuan khususdi salah satu ruangan di hotelDarmawangsa atas biaya dariTerdakwa, yang mana dalampertemuan tersebut Terdakwameminta agar dalampelaksanaan fit & propert testpemilihan DGS BI Tahun 2004para anggota dari fraksi PDI Pmemilih Terdakwa
Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI, Agar Terdakwa tidak gagal dipilihseperti dalam pemilihan Gubernur BI tahun 2003 Terdakwa melakukanpertemuan dengan NN, dimana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta NNuntuk dikenalkan kepada teman-teman NN yang menjadi anggota komisi IX DPRRI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa dalam pelaksanaanpemilihan DGS BI, yang mana NN menyetujui permintaan Terdakwa
KONSTRUKSI DAKWAAN KE TIGA
MSG(Terdakwa)
NununNurbaeti
Pasal 13 UU TIPIKOR Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP
PertemuanDi Cipete Rumah Nunun
Pertemuan Di Hotel Darmawangsa
1
24
Terdakwa selain itu jugamengundang fraksi TNI/Polripada komisi IX DPR RI yaituUdju Djuhaeri, Darsu Yusuf, R.Sulistyadi dan Suyitno untukmelakukan pertemuan dikantor Terdakwa GedungBank Niaga Jl. Sudirman, yangmana dalam pertemuan ituTerdakwa meminta agardalam pelaksanaan fit &proper test pemilihan DGS BItahun 2004 para anggota darifraksi TNI/ polri tidakmenanyakan masalah pribadiTerdakwa yaitu keretakankeluarga Terdakwasebagaimana yang pernahterjadi dalam pelaksanaanpemilihan Gub BI tahun 2003yang juga masih diikutiolehterdakwa, sehingga terakwatidak terlpilih dalam prosespemilihan Gub BI tahun 2003
Menindak lanjutipembicaraan NN denganPaskah, di Hotel Mulia CoffeeShop, NN, Paskah dan HamkaYandhu melakukanpertemuan di Café D’Loungejl. Gunawarman, yangmanadalam pertemuantersebut NN meminta kembalikepada Paskah agar fraksiGolkar mendukung pemilihanTerdakwa dalam pemilihansebagai DGS BI tahun 2004karena dari fraksi PDIP sudahbersedia mendukung
8 Juni 2004, DPR
melakukanFit and proper
TestDGS BI
TC diberikan
• Seharri sebelum Terdakwa menjalanji fit & proper test calon DGS BI di hadapan DPR Komisi IXtepatnya pada tanggal 7 Juni 2004, setelah NN menerima sejumlah TC BII atas sepengetahuanTerdakwa, NN bertempat di kantornya jl. Riau No. 17-21 menteng melakukan pertemuan denganHamka Yandhu untuk membicarakan rencana pemberian TC BII kepada anggota Komisi IX DPR RIsebagaii tanda terima kasih setelah anggota komisi IX DRP RI memilih Terdakwa sebagai DGS BI
• NN selanjutnya menghubungi Arie Malangjudo (AMJ) untuk datang ke ruangan kerjanya danmeminta AMJ agar menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota komisi IX DPR, namun AMJmerasa keberatan, setelah diberikan penjelasan oleh NN bahwa Hamka Yandhu yang mengatursemuanya akhirnya AMJ menyanggupinya. Dalam pertemuan itu Hamka juga mengatakan kepadaAMJ “kita sudah atur, nanti ada kode merah, kuning, hijau, putih kode pada kantong itu” denganmenunjuk 4 (empat) buah kantong belanja
5
PertemuanDi Hotel Mulia Coffee
shop dan D’Lounge
Arie Malangjudo
Anggota Komisi IX DPR diantaranya
Dudi MkmunMurod, Endin
Soefihara, HamkaYandhu, Udju,
Sulistyadi, Suyitno dan
Darsup Yusup
6
7
8
10
Pertemuan di GrahaNiaga kantor Terdakwa
3
Pertemuan di Jalan Riau Kantor Nunun Nuerbaeti
9
Tiidak lagi membahasmasalah keluargasebagaimana yang MSGminta atau yang dimintamelalui NN, Hasil Votingmemilih
TerdakwaTerpilih
sebagai DGS BI periode 2004
Unsur Pokok Perbuatan Pidana:
a. memberi hadiah atau janji
memberikan hadiah berupa Traveller Cheque Bank Internasional
Indonesia senilai Rp. 20.850.000.000,- (dua puluh miliyar delapan ratus
lima puluh juta rupiah) melalui Ari Malangjudo, yang merupakan bagian
dari total 480 (empat ratus delapan puluh) lembar TC BII senilai Rp.
24.000.000.000,- (dua puluh empat miliyar rupiah).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
22
b. kepada Pegawai Negeri
Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDIP)
dan Endin AJ Soefihara (Faksi PPP) selaku Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia masa periode tahun 1999-2004 serta
beberapa anggota Komisi IX DRP RI periode 1999-2004 lainnya.
c. dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya, atau pemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
yaitu Terdakwa dan Nunun Nurbaeti mengetahui hadiah berupa TC
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan anggota Komisi
IX DPR RI dalam rangka Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No. 3
tahun 2004.
Ancaman Pidana
Ketiga
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
ayat (1) ke 1 KUHP.
KEEMPAT
Subjek Dakwaan
Terdakwa;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
23
Tempus de Licti:
Pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan Juni
2004 atau;
Setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2004
Locus de Licti:
Bertempat di Jalan Cipete Raya No. 39 C RT.001/004, Kelurahan Cipete,
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan Jalan Riau No. 17-21, Menteng,
Jakarta Pusat atau:
Setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo
Pasal 35 ayat (3) UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Normatif/Ketentuan Perundangan:
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah
dengan UU No. 3 Tahun 2004;
Objek Tindakan Hukum
Terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti dimana
dalam pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk
dikenalkan kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota
Komisi IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa
dalam pelaksanaan pemilihan DGS BI.
Terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP (Dudhi
Makmun Murod, Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan lainnya) untuk
melakukan pertemuan khusus di salah satu ruangan di Hotel
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
24
Darmawangsa Jakarta atas biaya Terdakwa. Terdakwa meminta agar
dalam melaksanakan fit and proper test pemilihan DGS BI 2004 anggota
dari Fraksi PDIP memilih terdakwa.
Terdakwa juga mengundang Fraksi TNI/Polri pada Komisi IX DPR RI
(Udju Djuaheri, Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno) untuk
melakukan pertemuan di kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga Jalan
Sudirman Jakarta Selatan. Terdakwa meminta agar pada fir and proper
test pemilihan DGS BI 2004 para anggota dari Fraksi TNI/Polri tidak
menanyakan masalah pribadi Terdakwa.
Sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS BI di
hadapan DPR RI Komisi IX (7 Juni 2004), setelah Nunun Nurbaeti
menerima TC atas sepengetahuan Terdakwa, Nunun Nurbaeti
bertempat dikantor nya Jalan Riau No. 17-21 Menteng Jakarta Pusat
melakukan pertemuan dengan Hamkah Yandhu untuk membicarakan
rencana pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI.
Terdakwa mengetahui pemberian TC senilai kurang lebih Rp.
20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima puluh juta
rupiah) oleh Nunun Nurbaeti kepada para anggota Komisi IX DPR RI.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
25
Untuk memenuhi permintaanTerdakwa, selanjutnya NNbertempat di rumahnya JalanCipete Raya No. 39, memfasilitasipertemuan antara Terdakwadengan anggota Komisi IX DRP RIyaitu Endin dari Fraksi PPP,Hamka Yandhu dan PaskahSuzetta masing-masing dari fraksiGolkar
Terdakwa dengan sengaja menganjurkan NN untuk melakukan perbuatan memberi sesuatuberupa TC BII senilai Rp. 20.850.000.000
Terdakwa yang mengetahuibahwa dukungan dari anggotaKomisi IX bukanlah proyekThank you, selain memintadukungan kepada anggota DPRKomisi IX melalui NN, Terdakwajuga mengundang anggotakomisi IX dari fraksi PDI P yangdi hadiri beberapa anggotakomisi IX dari fraksi PDI Pdiantaranya Dudie MakmunMurod, Agus Condro, EmirMoeis dan yang lainnya, untukmelakukan pertemuan khususdi salah satu ruangan di hotelDarmawangsa atas biaya dariTerdakwa, yang mana dalampertemuan tersebut Terdakwameminta agar dalampelaksanaan fit & propert testpemilihan DGS BI Tahun 2004para anggota dari fraksi PDI Pmemilih Terdakwa
Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI, Agar Terdakwa tidak gagal dipilihseperti dalam pemilihan Gubernur BI tahun 2003 Terdakwa melakukanpertemuan dengan NN, dimana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta NNuntuk dikenalkan kepada teman-teman NN yang menjadi anggota komisi IX DPRRI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa dalam pelaksanaanpemilihan DGS BI, yang mana NN menyetujui permintaan Terdakwa
KONSTRUKSI DAKWAAN KE EMPAT
MSG(Terdakwa)
NununNurbaeti
Pasal 13 UU TIPIKOR Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke 2 KUHP
PertemuanDi Cipete Rumah Nunun
Pertemuan Di Hotel Darmawangsa
1
24
Terdakwa selain itu jugamengundang fraksi TNI/Polripada komisi IX DPR RI yaituUdju Djuhaeri, Darsu Yusuf, R.Sulistyadi dan Suyitno untukmelakukan pertemuan dikantor Terdakwa GedungBank Niaga Jl. Sudirman, yangmana dalam pertemuan ituTerdakwa meminta agardalam pelaksanaan fit &proper test pemilihan DGS BItahun 2004 para anggota darifraksi TNI/ polri tidakmenanyakan masalah pribadiTerdakwa yaitu keretakankeluarga Terdakwasebagaimana yang pernahterjadi dalam pelaksanaanpemilihan Gub BI tahun 2003yang juga masih diikutiolehterdakwa, sehingga terakwatidak terlpilih dalam prosespemilihan Gub BI tahun 2003
Menindak lanjutipembicaraan NN denganPaskah, di Hotel Mulia CoffeeShop, NN, Paskah dan HamkaYandhu melakukanpertemuan di Café D’Loungejl. Gunawarman, yangmanadalam pertemuantersebut NN meminta kembalikepada Paskah agar fraksiGolkar mendukung pemilihanTerdakwa dalam pemilihansebagai DGS BI tahun 2004karena dari fraksi PDIP sudahbersedia mendukung
8 Juni 2004, DPR
melakukanFit and proper
TestDGS BI
TC diberikan
• Seharri sebelum Terdakwa menjalanji fit & proper test calon DGS BI di hadapan DPR Komisi IXtepatnya pada tanggal 7 Juni 2004, setelah NN menerima sejumlah TC BII atas sepengetahuanTerdakwa, NN bertempat di kantornya jl. Riau No. 17-21 menteng melakukan pertemuan denganHamka Yandhu untuk membicarakan rencana pemberian TC BII kepada anggota Komisi IX DPR RIsebagaii tanda terima kasih setelah anggota komisi IX DRP RI memilih Terdakwa sebagai DGS BI
• NN selanjutnya menghubungi Arie Malangjudo (AMJ) untuk datang ke ruangan kerjanya danmeminta AMJ agar menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota komisi IX DPR, namun AMJmerasa keberatan, setelah diberikan penjelasan oleh NN bahwa Hamka Yandhu yang mengatursemuanya akhirnya AMJ menyanggupinya. Dalam pertemuan itu Hamka juga mengatakan kepadaAMJ “kita sudah atur, nanti ada kode merah, kuning, hijau, putih kode pada kantong itu” denganmenunjuk 4 (empat) buah kantong belanja
5
PertemuanDi Hotel Mulia Coffee
shop dan D’Lounge
Arie Malangjudo
Anggota Komisi IX DPR diantaranya
Dudi MkmunMurod, Endin
Soefihara, HamkaYandhu, Udju,
Sulistyadi, Suyitno dan
Darsup Yusup
6
7
8
10
Pertemuan di GrahaNiaga kantor Terdakwa
3
Pertemuan di Jalan Riau Kantor Nunun Nuerbaeti
9
Tiidak lagi membahasmasalah keluargasebagaimana yang MSGminta atau yang dimintamelalui NN, Hasil Votingmemilih
TerdakwaTerpilih
sebagai DGS BI periode 2004
Unsur Pokok Perbuatan Pidana: a. dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan sengaja menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan
sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk melakukan perbuatan
memberi sesuatu berupa TC senilai Rp. 20.850.000.000,- (dua puluh
milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah) melalui Ahmad Hakim
Safari MJ alias Ari Malangjudo yang merupakan bagian dari total 480
(empat ratus delapan puluh) lembar TC senilai Rp. 24. 000.000.000,-
(dua puluh empat milyar rupiah).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
26
b. kepada Pegawai Negeri
Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDIP)
dan Endin AJ Soefihara (Fraksi PPP) selaku Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia masa Periode tahun 1999-2004 serta
beberapa anggota Komisi IX DRP RI periode 1999-2004 lainnya.
c. dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut yaitu Terdakwa dan Nunun Nurbaeti mengetahui hadiah berupa TC BII
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan anggota Komisi
IX DPR RI dalam rangka Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No. 3
tahun 2004.
Bahwa Terdakwa sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk
melakukan perbuatan memberi hadiah atau janji berupa TC melalui
Ari Malangjudo kepada anggota Fraksi Golkar (Hamkah Yandhu), Fraksi
PDIP (Dudhie Makmun Murod), Fraksi PPP (Endin Sofihara) selaku anggota
DPR RI, Terdakwa dan Nunun Nurbaeti mengetahui hadiah berupa TC
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan anggota Komisi IX
DPR RI dalam rangka Pemilihan DGS BI.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
27
Ancaman Pidana
Keempat
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
ayat (1) ke 2 KUHP.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
28
BAB III
FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DIPERSIDANGAN
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Bahwa dalam proses persidangan selama ini telah didengar keterangan
saksi-saksi dan keterangan ahli baik yang diajukan oleh Penuntut Umum
maupun yang diajukan oleh Terdakwa/Tim Penasihat Hukum, serta
keterangan Terdakwa. Dari seluruh keterangan-keterangan tersebut, telah
terungkap fakta-fakta dipersidangan sebagaimana dikemukakan dibawah
ini:
A. KETERANGAN SAKSI-SAKSI.
1. Drs. Agus Condro Prayitno (mantan anggota DPR-RI Komisi IX pada
fraksi PDI Perjuangan Periode 2003-2004 sebelumnya periode 1999-
2003 pada Komisi VII dan 2004-2009 pada Komisi II DPR-RI)
diperiksa sebagai saksi pada tanggal 9 Agustus 2012. Memberikan
keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam pada
persidangan sebagai berikut:
Saksi tidak ada hubungan semenda atau hubungan darah dengan
Terdakwa.
Saksi tahu Terdakwa.
Bahwa saksi pernah menjadi anggota DPR tahun 2004. Periode
1999-2004.
Bahwa saksi pada tahun 1999-2003 di Komisi VII, kemudian
2003-2004 di Komisi IX.
Bahwa tugas Komisi IX adalah keuangan dan perbankan, ada
hubungan dengan Bank Indonesia.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
29
Bahwa saksi dari fraksi PDI-Perjuangan. Bahwa 18 orang dari
fraksi PDI-Perjuangan yang ada di Komisi IX.
Bahwa saksi masih ingat siapa-siapa saja orang yang dari fraksi
PDI-Perjuangan.
Bahwa tahun 2004 ada pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia.
Bahwa saksi lupa Deputi Senior Bank Indonesia sebelumnya,
“kalau tidak salah Pak Anwar Nasution.”
Pada tahun 2004 Miranda Gultom, Hartadi Sarwono, satunya lagi
Pak Budi Rohadi kalau tidak salah yang dipilih dalam pemilihan
Deputi Senior Bank Indonesia.
Bahwa proses pemilihan di DPR, setelah DPR menerima surat
dari Presiden tentang nama-nama calon Deputi Gubernur Senior
yang harus dipilih oleh DPR. Itu kemudian Pimpinan DPR
mengumumkan dalam satu rapat paripurna, kemudian setelah
itu dibahas di badan musyawarah ditentukan komisi mana yang
nanti akan melakukan pemilihan. Di badan musyawarah
diputuskan karena BI itu mitra dari Komisi IX maka kemudian
ditugasilah Komisi IX untuk melakukan proses pemilihan.
Bahwa pada saat pemilihan yang terpilih Ibu Miranda Gultom.
Bahwa landasan Komisi IX memilih Terdakwa sebagai Deputi
Senior Bank Indonesia, kalau memilih saya tidak tahu yang Mulia
tetapi ketika Ibu Miranda itu memperoleh suara terbanyak
kemudian dinyatakan sebagai calon terpilih. Tetapi kalau
alasannya apa, ada dalam pikirannya masing-masing kawan-
kawan anggota Komisi IX waktu itu yang memilih.
Bahwa kalau dari fraksi PDI-P itu pertama-tama tidak dalam
rapat pleno fraksi cuma pimpinan fraksi menyampaikan bahwa
dalam waktu dekat akan diadakan pemilihan Deputi Gubernur
Senior BI. Kemudian disampaikan nama-nama yang sudah
diajukan oleh Presiden yang harus dipilih di Komisi IX. Itu
disampiakan dalam rapat pleno fraksi. Kemudian ditindak lanjuti
di Rapat Poksi. Poksi itu anggota fraksi yang ada dalam satu
komisi di Poksi IX waktu itu. Tempatnya di Gedung DPR di
Wisma Nusantara.
Bahwa yang dilakukan di luar gedung sekali pernah diadakan
pertemuan di Hotel Darmawangsa, yang hadir saat itu saya
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
30
kemudian Pak Panda Nababan, Pak William Tutuwarima, Bu
Angel, Pak Matius Kormes, Pak Emir Moeis, Pak Max Muin
kemudian Pak Rusman Lumbantoruan juga hadir terus Ibu
Miranda Gultom, dia juga hadir tapi hadirnya belakangan.
Bahwa saya tidak tahu persis siapa yang punya inisiatif
pertemuan Darmawangsa (pertemuan di luar gedung khusus
dengan orang yang akan dipilih) tetapi saya sebagai anggota
Komisi IX dari fraksi PDI-Perjuangan waktu itu diperintahkan
oleh Pimpinan fraksi, di undang begitu, untuk hadir ke Hotel
Darmawangsa dimana nanti akan diperkenalkan dengan Ibu
Miranda Gultom.
Bahwa pada saat di Darmawangsa tidak membicarakan hal-hal
yang penting tetapi sekedar untuk katakanlah meyakinkan
bahwa dari temen-temen fraksi PDI-Perjuangan di Komisi IX itu
sudah sepakat untuk memilih Ibu Miranda. Kemudian Ibu
Miranda juga menyampaikan, tidak terlalu lama setengah jam
kemudian Bu Miranda pamit.
Bahwa saya duduknya agak jauh jadi mejanya agak panjang oval,
tetapi yang saya dengar sekitar semacam silaturohmi.
Bahwa saya tidak tahu yang memilih tetapi saya diundang
diperintahkan oleh Pimpinan fraksi saya. Yang memberitahu ke
saya itu Pak Wiliam Tutuwarima, saya di beritahu “Gus nanti
sekitar jam 3 kita ke Hotel Darmawangsa nanti kita akan ada
pertemuan dengan Bu Miranda”.
Bahwa pemilihan Gubernur Senior BI itu dilakukan secara
tertutup jadi persisnya apakah 18 orang dari fraksi PDI-
Perjuangan itu semuanya memilih Bu Miranda atau tidak, saya
tidak tahu tetapi yang saya yakini bahwa teman-teman PDI-
Perjuangan itu kompak memilih Ibu Miranda.
Bahwa sehari setelah pemilihan itu saya diundang ke
ruangannya Pak Emir Muis terus kemudian disitu memang
dibagikan satu amplop yang berisi 10 lembar travel cek. Yang
memberikan Pak Dudi Makmun Murod. Jumlahnya 10 lembar
travel cek, satu lembar Rp. 50 juta. Travel cek dikeluarkan dari
Bank International Indonesia (BII).
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
31
Bahwa jadi begini pada saat di rapat Poksi di Poksi IX, PDI-
Perjuangan kemudian ditegaskan supaya teman-teman fraksi
PDI-Perjuangan yang Komisi IX itu memilih Ibu Miranda.
Alasannya rasional karena faktor jam terbang, kompetensi,
kemudian pengalaman dan segala macam. Akhirnya dari segi
kemampuan dan segala macam itu tidak diragukan lagi
disbanding dengan calon yang lain. Pada waktu itu memang saya
mendengar Pimpinan itu mengatakan Pak Cahyo Kumolo
mengatakan “Ibu Miranda bersedia tapi 300 tapi kalo kita minta
500 itu beliau tidak keberatan”. Dari Pak Cahyo Kumolo yang
saya ingat pernah mengatakan seperti itu sebelum pemilihan
pada saat rapat. Yang hadir di rapat sebagian besar dari kawan-
kawan Komisi IX dari fraksi PDI-Perjuangan.
Bahwa saat itu saksi tidak menanyakan uang itu sumbernya dari
mana.
Bahwa ketika saya menerima bersama-sama kawan-kawan di
ruangannya Pak Emir Muis begini pikiran saya “ini ada kaitannya
dengan apa yang disampaikan Pak Cahyo Kumolo ketika rapat
poksi”.
Bahwa saksi tidak pernah atau anggota DPR menerima travel cek
yang berhubungan dengan gaji.
Bahwa saya ketika menerima TC, itu feeling saya ada hubungan
karena dikaitkan dengan apa yang disampaikan oleh Pak Cahyo
Kumolo di rapat Poksi tetapi saya tidak punya pikiran itu duit
dari mana, sumbernya dari mana, pikiran saya waktu itu “wong
duit itu yang memberikan adalah Pimpinan Fraksi”. Pak Dudi
Makmun Murod itu kan Pimpinan fraksi saya, dia bendahara
fraksi. Kemudian Pak Emir Muis juga salah satu pimpinan fraksi
sekaligus merangkap sebagai ketua poksi. Saya percaya saja,
begitu menerima ooh… ini duit dari fraksi. Fraksi itu duitnya dari
mana, itu saya tidak terlalu banyak berpikir waktu itu.
Bahwa Saya tidak tahu apakah fraksi lain menerima TC. Yang
setahu saya fraksi PDI-P dan yang bersama-sama saya lihat
waktu itu 4 orang.
Bahwa saya dengar nama Ibu Nunun Nurbaeti itu dari surat
kabar.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
32
Bahwa rapat Poksi itu yang memimpin Ketua Poksi Pak Emir
Muis, kemudian disitu hadir Pak Cahyo Kumolo yang menjabat
selaku Ketua Fraksi dan Pak Panda Nababan selaku Sekertaris
Fraksi.
Bahwa perkataan dari Ketua Fraksi Cahyo Kumolo “Ibu Miranda
bersedia tapi 300 tapi kalo kita minta 500 itu beliau tidak
keberatan” saksi mendengar langsung saat itu berada di satu
ruangan. Cahyo Kumolo berbicaranya didalam pertemuan rapat
intern Poksi, disampikan kepada yang ada didalam rapat itu.
Tidak ada tanggapan dari yang hadir atas perkataan tersebut.
Bahwa dalam pikiran saya waktu itu nanti setelah selesai
pemilihan akan diberi sesuatu. Pada waktu itu memang
kemudian Pimpinan Fraksi menjanjikan “setelah ini kita akan
mempertemukan dengan Ibu Miranda supaya betul-betul yakin”,
karena kan sebelumnya kami Fraksi PDI-P pernah mendukung
Ibu Miranda di pemilihan Gubernur BI kemudian kalah. Nah ini
supaya yakin nantinya akan menang.
Bahwa pertemuan di Hotel Darmawangsa dengan Terdakwa
hanya sekali. Kalau yang saksi dengar sendiri pembicaraannya
seputar ramah tamah, perkenalan, pengakraban. Kalau
pembicaraan mengenai dukungan dalam artian ketika itu, kami
dari Komisi IX fraksi PDI-Perjuangan sudah full nanti akan
mendukung untuk memilih yang bersangkutan. Persisnya saksi
lupa yang dikatakan Terdakwa, tetapi substansi nya itu Ibu
Miranda ya mengucapkan “terima kasih kalau didukung”.
Bahwa saksi mendengar ada pemilihan Gubernur BI tahun 2003.
Pada saat itu saksi masih duduk di Komisi VII tidak ikut
pemilihan. Saksi mendengar dari kawan yang pernah ada duduk
di Komisi IX, kawan saksi Bapak William Tutuwarima ada Bapak
Bambang Pranoto, ada Bapak Danil Setiawan.
Bahwa saya menceritakan kepada KPK, apakah itu disebut
melaporkan tetapi persisnya ketika itu saya diperiksa sebagai
saksi untuk kasus BI juga dimana tersangkanya adalah Pak Aulia
Pohan. Pada saat diperiksa kemudian ditanya apakah saya
pernah terima sejumlah uang dari Pak Hamkah Yandhu dari
Golkar terkait pembahasan amandemen UUBI jumlahnya Rp.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
33
250 juta. Dalam pikiran saya waktu saya memang tidak pernah
menerima uang sejumlah Rp. 250 juta, jangan-jangan duit yang
saya terima dalam jumlah Rp. 500 juta dalam bentuk TC yang
disampaikan Cahyo Kumolo pada saat itu Rp. 300 juta tapi yang
saya terima Rp. 500 juta, siapa tau bahwa duit itu juga sebagian
dari situ maka saya ngomong saya terimanya tidak Rp. 250 juta
tapi Rp. 500 juta. Kemudian Penyidik menanyakan Rp. 500 juta
itu dalam rangka apa, coba kronologinya seperti apa. Kemudian
saya ceritakan duit itu saya terima sehari setelah pemilihan ibu
Miranda.
Bahwa pada saat pemilihan saya memilih Ibu Miranda Gultom.
Kalau pada saat fit and proper test yang kelihatan mumpuni itu
memang Ibu Miranda Gultom. Jadi sebenarnya tidak usah dikasih
duit pun saya tetap akan memilih karena satu itu instruksi partai
yang mau tidak mau harus dijalankan, yang kedua secara
objektif memang diantara 3 calon yang memang menonjol Ibu
Miranda.
Bahwa perkataan Cahyo Kumolo tentang “Ibu Miranda bersedia
memberikan 300 tapi kalo kita minta 500 itu beliau tidak
keberatan” di rapat poksi diantara teman-teman anggota Komisi
IX dari fraksi PDI-Perjuangan. Pada saat itu hadir Pak Poltak, Pak
Wiliam, Pak Emir Muis. Seingat saya memang Pak Cahyo Kumolo
menyatakan seperti itu. Karena itu kalimat yang pertama kali
saya dengar artinya “kok ada mau memilih orang, kok kemudian
ada cerita tentang mau dikasih 300 tapi kalau kita minta 500
tidak keberatan”. Di Komisi VII saya tidak pernah dengar ada
cerita seperti itu atau omongan seperti itu ketika akan memilih.
Begitu di Komisi IX ada kalimat seperti itu kan jadi nya teringat
terus dalam pikiran saya.
Bahwa di rapat komisi itu sudah disampikan kemudian pada
rapat pleno fraksi mempertegas untuk memilih Bu Miranda,
tetapi bahwa sudah ada denger-denger bahwa Pimpinan Partai
memutuskan untuk memilih Bu Miranda kami sudah denger
sebelumnya. Kami sudah dengar bocoran nanti yang dipilih Ibu
Miranda. Bocoran itu sebelum pemilihan. Waktu rapat poksi itu
penegasan artinya untuk mempertegas bahwa nanti yang harus
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
34
dipilih adalah Ibu Miranda. Kalau sebelum-sebelumnya sudah
denger nanti kita akan memilih Ibu Miranda.
Bahwa Nursuhud PDI-Perjuangan sebagai anggota DPR periode
tahun 2004-2009. Nursuhud tidak ikut memilih pada waktu itu
bersama saksi. Waktu itu Nursuhud statusnya masih sebagai
asisten saksi. Tahun 1999-2004 Nursuhud masih menjadi
asisten saksi. Rekaman di stasiun Gambir itu pada November
2008.
Bahwa Bambang Pranoto ketika bertemu dengan saya di Gambir
kemudian. Saya kontak (menghubungi) Pak Bambang Pranoto,
janjian bertemu di Gambir untuk ngomong-ngomong. Kemudian
disitu bercerita terkait apa yang saya alami di KPK. Kemudian
saya berusaha untuk meminta dukungan Mas Bambang Pranoto
(almarhum) supaya beliau bersedia ngomong bahwa dulu dia
pernah ada cerita pernah ditawari persekot 250 juta nanti kalau
menang akan dipenuhi 250 juta itu tadi. Tapi Pak Bambang
Pranoto tidak mau tidak berani “sudah kamu sana saja cukup”.
Artinya kalau saya ngomong sudah cukup tidak perlu ada cerita
yang lain, wong kalau sudah dipanggil KPK itu namanya sudah
tercemar. Beliau keberatan “udah lah Gus, gak usah”. Artinya
beliau tidka usah memberi kesaksian.
Bahwa tahapan pertama untuk pemilihan mendengarkan
paparan dari para calon dari 3 orang itu, kemudian setelah
selesai dilakukan voting. Saya mengikuti setiap tahapan tadi.
Saksi tidak pernah melakukan pertemuan dengan calon yang
lain.
Bahwa saya itu tahu Ibu Miranda pada saat saya masuk Komisi
IX, kadang-kadang beliau ikut rapat, ngomong-ngomong saja
tidak pernah. Tidak pernah bertemu tidak pernah
membicarakan mengenai TC, kecuali ramah tamah tadi di Hotel
Darmawangsa.
Bahwa ada yang nyeletuk menanggapi pernyataan Cahyo
Kumolo pada saat rapat Poksi tersebut tetapi saya lupa siapa,
saya ingat nya begini “kalau beliau bersedia kasih 500 kenapa
kita kok 300, bodoh itu kalau beliau bersedia 500 kita minta nya
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
35
cuma 300” ada celetukan seperti itu tapi saya lupa siapa
orangnya.
Bahwa saya santai-santai saja menanggapi pernyataan Cahyo
Kumolo sambil ingat-ingat, karena waktu saya di Komisi VII
tidak pernah ada. Kemudian mau milih siapa atau orang mau
kasih sesuatu itu tidak pernah ada. Tidak pernah terpikirkan.
Bahwa tidak terpikir TC itu dari mana, saya terima saja tetapi
feeling saya ketika terima cek itu terkait dengan omongan Pak
Cahyo. Pengahasilan DPR itu langsung masuk tabungan bukan
seperti ini (TC).
Bahwa yang terpikirkan saya pada waktu itu ya sudahlah ini
tanggung jawab fraksi karena yang mengatur semuanya fraksi.
Ketika menjelang pemilihan Presiden juga kasih Rp. 50 juta
untuk biaya membantu anggota yang memenangkan Ibu Mega di
lapangan.
Bahwa TC itu saya pakai. TC itu sekarang sudah saya
kembalikan. Saya mengembalikan dengan jual asset.
Bahwa pada waktu pertemuan di Darmawangsa yang
disampaikan ramah tamah saja kepada teman-teman. Saya tidak
begitu mendengarkan, saya agak jauh, santai-santai tapi
substansinya itu ramah tamah tidak dalam rangka fit and proper
test, tidak formil atau setengah formil gitu. Itu 3 atau 4 hari
menjelang fit and proper test. Fit and proper test nya itu tanggal
8 Juni. Hasil voting Ibu Miranda mendapat suara terbanyak. Lalu
besoknya saya menerima TC dari Pak Dudi Makmun Murod
sebanyak 10 lembar TC. Pada waktu terima TC, Pak Dudi
menyampaikan “ini uang nya sudah cair”, saya tidak menanyakan
uang apa waktu itu.
Bahwa saya mengatakan tadi “tidak dikasih uang pun, karena itu
perintah partai mesti PDI itu memilih”.
Bahwa ketika rapat Poksi, bahwa Pak Cahyo Kumolo seingat
saya pernah menyampaikan “Ibu Miranda mau kasih 300 kalau
kita minta 500, beliau tidak keberatan”.
Bahwa semua yang terima uang itu tidak ada yang bertanya ini
uang apa, asal nya dari mana. Suasananya sepertinya sudah
mengerti ini, langsung turun saja. Saya disitu tidak sampai 10
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
36
menit. Begitu terima saya disuruh hitung, saya hitung, kemudian
sudah saya turun. Pak Dudi yang memberi Cuma bicara “ini uang
sudah cair, coba tolong dihitung jumlahnya sama tidak?”
Kalau yang saya alami begitu terima uang nya disuruh
menghitung, ada kode nya tidak. Amplopnya nya sudah dipisah-
pisahkan, jumlahnya sama, sudah kemudian saya turun.
Bahwa setahu saya tidak ada pertemuan dengan calon DGS BI
yang lainnya. Saya tidak tahu apakah teman-teman yang lain
pernah melakukan pertemuan dengan Terdakwa.
Bahwa ada pemilihan lain selain pemilihan DGS BI, pemilihan
lain itu pemilihan BPK, tidak ada permainan uang seperti ini.
Tidak ada arahan dari pimpinan pada saat pemilihan BPK.
Bahwa pada saat fit and proper test tidak ada pertanyaan-
pertanyaan mengenai moral dari anggota Komisi IX pada saat
itu, pertanyaannya seputar profesionalitas saja. Dalam proses fit
and proper test itu dalam menguji dilakukan satu-satu yang
lainnya tidak ada diruangan.
Bahwa kalau tidak salah hasil yang diterima Terdakwa pada saat
voting itu adalah 41 dari total anggota Komisi sekitar 53 atau 56
gitu.
Bahwa dalam BAP saksi nomor 30 dialog dalam bahasa Jawa
menit 1.11.
Bahwa pembicaraan saksi dengan Bambang Pranoto tepatnya
tahun 2008 bulan Nopember, harinya lupa kalau tanggalnya
kalau tidak salah tanggal 8 lah, 8 Nopember sore jam 3.
Pembicaraan saksi rekam pakai HP Komunikator.
Terjemahannya bahasa Indonesia dari Pak Bambang Pranoto
seperti itu (dibacakan BAP saksi oleh Penuntut Umum dan
diperdengarkan rekaman suara). Bahwa suara itu suara saya dan
suara almarhum Bambang Pranoto. Saudara Nursuhud ada
disitu.
Bahwa percakapan di menit 01.34 arti dan maksud Pak
Bambang Pranoto “persekotnya 250 juta dimana nanti akan
digenapi menjadi 750 juta”. Percakapan ini dibenarkan oleh
saksi.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
37
Bahwa percakan dalam menit 1.39 diartikan oleh saksi “Pak
Bambang Pranoto menjelaskan bahwa persekotnya 250 juta,
kemudian Pak Bambang Pranoto menanyakan kepada orang
yang memberi tahu kepada Pak Sukono dan Pak Welli “kalau
tidak menang dan tidak terpilih bagaimana dengan persekot itu?.
Saksi membenarkan rekaman percakapan ini.
Bahwa percakapan ini dilakukan di Stasiun Gambir, posisinya di
ruang tunggu eksekutif (executive lounge) Parahyangan di lantai
2. Direkam pada hari itu, pada hari yang sama pada jam yang
sama tempat yang sama.
Bahwa percakapan saksi di BAP nomor 33. Itu percakapan menit
ke 1.58 arti dan maksud ucapan pembicaraan “Pak Bambang
Pranoto mengatakan menurut Pak Sungkono yang penting
kewajiban untuk memilih Miranda sebagai Gubernur BI sudah
dilaksanakan lalu Pak Bambang Pranoto mengatakan bila begitu
caranya lebih baik kalau sudah menang saja saya menerima uang
nya”. Saksi membenarkan keterangan ini.
Bahwa terjemahan dari saksi di persidangan dengan yang di BAP
tidak sama.
Bahwa keseluruhan maksudnya dari percakapan tersebut bahwa
Mas Bambang Pranoto menceritakan, beliau itu kan kadang
masuk kadang tidak, menceritakan bahwa dia itu diminta,
didatangi oleh kawan-kawan beliau di Komisi IX waktu itu.
Bahwa pada saat itu saya melakukan pembicaraan antara saya
dengan Mas Bambang Pranoto almarhum trus disitu ada saudara
Nursuhud, yang dibicarakan waktu itu adalah Mas Bambang
Pranoto bercerita waktu itu bahwa ketika menjelang pemilihan
Gubernur BI, beliau didatangi oleh kawan-kawan beliau bersama
dengan anggota Komisi IX dari PDI untuk ikut pemilihan dan
kemudian untuk memilih apa yang diperintahkan oleh partai
dan dijanjikan akan diberikan persekot 250 juta nanti
kalausudah selesai menang mau dikasih dan digenapi menjadi
750 juta. Intinya itu. Pemilihan tahun 2003.
Bahwa saya menerima TC, bagian saya, saya terima di ruangan
Emir Muis. Yang bersama-sama saya, setelah dibuka nilainya
sama, 10 lembar. Yang bareng saya yang diundang ke
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
38
ruangannya Emir Muis semuanya menerima tidak ada yang
mengembalikan. Kalau Pak Emir Muis itu saya tidak melihat
sendiri tidak tahu dia terima atau tidak tetapi menurut Pak Emir
Muis dalam persidangan saya, beliau mengatakan menerima
kemudian dikembalikan ke Pak Panda Nababan.
Bahwa tidak secara eksplisit disampaikan arahan/kriteria yang
akan menjadi dasar untuk pemilihan DGS BI dalam pertemuan
atau rapat Poksi. Tidak pernah disampaikan secara eksplisit.
Bahwa tidak ada arahan untuk menanyakan bagaimana kriteria
atau cara-cara bertanya dalam melakukan fit and proper test.
Bahwa saksi lupa apakah dalam pelaksanaan fit and proper test
ada ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal apa yang harus
dipertanyakan oleh anggota komisi.
Bahwa saya tidak pernah mengklarifikasi kepada Terdakwa
mengenai perkataan “Ibu Miranda mau kasih 300 kalau kita
minta 500, beliau tidak keberatan” yang diucapkan Pak Cahyo
Kumolo dalam rapat Poksi. Alasannya satu, kan ndak ngerti sama
Ibu jadikan saya selaku anggota Komisi IX baru kemudian tidak
begitu kenal dengan Ibu kemudian tidak ada urgensi dari diri
saya untuk mengklarifikasi. Itukan omongan dari Pimpinan
fraksi saya ya sudah saya percayai begitu saja.
TANGGAPAN TERDAKWA: terdakwa keberatan dengan keterangan saksi karena Terdakwa
tidak pernah menyatakan perkataan “Ibu Miranda mau kasih 300
kalau kita minta 500, beliau tidak keberatan” kepada Pak Cahyo
Kumolo
2. HAMKAH YANDHU Y.R (mantan anggota DPR RI Komisi IX periode
2002-2004) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 9 Agustus 2012.
Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam
pada persidangan sebagai berikut:
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
39
Bahwa saksi sebagai anggota DPR tahun 2002-2004 Komisi IX
dari fraksi Partai Golkar. Pada waktu itu sebanyak 15 orang,
Paskah Suzetta, Bobi Suhardiman, Asep Sujana, dan lain-lain.
Bahwa pada tahun 2004 dilakukan pemilihan Deputi Senior BI.
Seingat saya ada 3 calon pada waktu itu. Ada pertama Ibu
Miranda Gultom, Hartadi B. Sarwono, dan yang satu lagi lupa.
Ketika itu yang terpilih saudari Ibu Miranda Gultom.
Bahwa Komisi IX anggotanya kurang lebih 52. Saksi lupa
perolehan suara untuk Terdakwa.
Bahwa tidak ada pengarahan dari fraksi saksi pada saat
pemilihan Terdakwa.
Bahwa tidak pernah ada pertemuan-pertemuan dalam rangka
pemilihan Gubernur Senior BI, tidak ada pertemuan di Hotel
Darmawangsa.
Bahwa pernah ada pertemuan dengan Ibu Nunun. Pada waktu
itu ada acara breakfast untuk pertemuan dengan orang-orang
Sunda di Hotel Mulia. Saya tidak mendengar apa yang
dibicarakan, saya hanya hadir waktu itu.
Bahwa TC itu ada pada saat meluasnya berita dari Agus Condro.
Bahwa saya pernah menerima TC. Saya menerimanya waktu itu
pada saat sesudah acara voting pemilihan Deputi Gubernur. Saya
diajak oleh temen saya, saudara Azar Muklis untuk ke suatu
tempat, seingat saya waktu itu Jalan Riau. Saya tidak tahu
mengapa dibawa ke Jalan Riau, saya hanya diajak. Bahwa waktu
itu saya menerima bingkisan warna coklat yang diterima oleh
Azar Muklis, saya hanya mendapingi saja. Seingat saya Jalan Riau
itu dekat Menteng. Seingat saya waktu itu seperti rumah. Waktu
itu kami datang berdua, ditanyakan dari mana kemudian kita
bilag dari Golkar dan diarahkan naik ke lantai 2.
Bahwa saya waktu itu habis fit and proper test, duduk-duduk di
sekretariat tiba-tiba dicolek sama Azar Muklis untuk menemani,
akhirnya datanglah ke suatu tempat.
Bahwa pada saat di Jalan Riau itu menurut keterangan supir saya
ada beberapa mobil sama. Saya menemukan ada bapak-bapak
pakai kaca mata saya tidak tahu namanya memperkenalkan
namanya Ari atau siapalah. Saya diajak saja ke Jalan Riau,
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
40
pokoknya dia bilang ikut aja. Waktu itu menerima bungkusan
warna coklat. Dalam perjalanan kita buka bungkusannya
ternyata di dalamnya ada amplop warna putih yang namanya
sudah ada.
Bahwa anggota fraksi Golkar lainnya ada menerima amplop.
Didalam amplop coklat itu seingat saya ada 14 amplop.
Bahwa setelah pemeriksaan, dikonfrontir saksi tahu namanya
Ari yang memberikan amplop coklat karena memperkenalkan
namanya Ari.
Bahwa saksi tidak tahu hubungan Ari dengan pemilihan
Gubernur Senior BI.
Bahwa saya tidak banyak berkomunikasi, hanya Azhar Muklis
yang banyak berkomunikasi. Saksi tidak tahu mengapa Azhar
Muklis menerima amplop dari seseorang.
Bahwa saksi bertanya dengan Azhar Muklis uang apa ini, Azhar
Muklis bilang “gak usah nanya-nanya”.
Bahwa saya yang membagi-bagikan amplop itu, karena ada
namanya saya membagikan begitu saja. Saya tidak menanyakan
uang apa ini kepada Ari Malangjudo. Saksi tidak tahu apakah
fraksi lain mendapat uang ini. Saksi hanya membagikan kepada
fraksi Golkar Komisi IX saja.
Bahwa saya pernah ditelepon oleh Paskah Suzetta. Saya dengan
Pak Paskah kan sesama komisi dan beliau pimpinan komisi,
dalam hal telpon-telpon sudah hal biasa.
Bahwa iya saya pernah diminta merapat ke Hotel Mulia. Di Hotel
Mulia itu biasa kita kalau habis rapat-rapat di DPR mampir ke
situ (Hotel Mulia) untuk ngopi-ngopi. Saya bilang kepada Paskah
Suzetta ada amplop. Tidak ditanya oleh Paskah Suzetta amplop
apa itu, dia manggut-manggut saja waktu dikasih.
Bahwa saya tidak tahu uang apa yang saya terima. Setelah ada
pemberitaan, dan Agus Condro menceritakan ada aliran TC
untuk pemilihan Gubernur. Saya kembalikan uang itu. Waktu itu
TC dikeluarkan oleh BII. Saya tidak langsung menguangkan TC
itu. Waktu itu ada sekretaris saya yang menguangkan. 10 lembar
TC masing-masing Rp. 50 juta.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
41
Bahwa di fraksi Golkar itu setiap hari Jumat selalu ada rapat
rutin namanya rapat fraksi mengevaluasi sidang-sidang yang
sudah maupun yang akan kita sidangkan.
Pada waktu itu setiap agenda rapat pasti dibahas pada rapat
Poksi termasuk pada saat itu dari agenda untuk pemilihan
Deputi Gubernur.
Bahwa jabatan Deputi Gubernur Senior itu sangat penting dalam
sejarah Gubernur BI. Kita di Poksi itu kan ada yang namanya tim
ahli, jadi berdasarkan masukan-masukan dari tim ahli nama-
nama yang sudah dikirim oleh Presiden untuk dipilih ketiga
nama yang tadi. Bahwa kita melihat sosok ibu Miranda yang
berkompetensi untuk itu, dari segi pengalaman, kemampuan,
hubungan jadi rekomendasi dari tim ahli bahwa Ibu Miranda
yang paling cocok.
Bahwa pada waktu itu kita memang dari fraksi Golkar kadang-
kadang diberi kesempatan untuk memilih masing-masing sesuai
dengan kemampuan. Jadi tidak ada pengarahan khusus untuk
Golkar harus memilih Miranda. Jadi masing-masing diberi
keleluasaan untuk memilih. Tetapi sebelumnya sudah ada
pengarahan-pengarahan yang disampaikan oleh tim ahli.
Bahwa dari Paskah Suzetta biasanya kesimpulan rapat itu
dibawa ke Pimpinan Fraksi untuk menyampaikan hasil yang
dirapatkan di Poksi. Beliau lah yang berhubungan dengan
Pimpinan Fraksi untuk menyampaikan hasil rapat itu.
Bahwa saya waktu itu ikut memilih pada waktu pemilihan. Saya
waktu fit and proper test tidak ikut karena saya ada kegiatan
pembahasan UUdi Komisi lain. Itu wajib untuk memilih. Voting
tertutup waktu itu.
Bahwa dalam hal voting, fraksi kita selalu diwajibkan untuk
hadir walaupun di luar kota, apalagi untuk memilih sesuatu yang
penting atau paripurna maupun pemilihan-pemilihan di komisi.
Jadi kita sebagai anggota itu dipanggil.
Bahwa saksi ataupun teman-teman saksi tidak pernah
melakukan pertemuan sebelum pemilihan dengan terdakwa.
Dengan calon yang lain juga tidak pernah melakukan pertemuan.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
42
Bahwa saksi pernah mengikuti pemilihan sebelumnya yaitu
pemilihan Gubernur BI waktu itu kandidatnya Burhanuddin
Abdullah dengan Ibu Miranda Gultom yang satunya lagi saksi
lupa. Pada waktu itu yang terpilih Burhanuddin Abdullah. Saksi
pada waktu itu mengikuti fit and proper test. Tidak ada dana-
dana seperti ini pada tahun 2003. Pada waktu itu, ada kata-kata
dari anggota dewan yang menyudutkan Terdakwa, menyangkut
masalah pribadi. Perkataan itu dikembangkan oleh media pada
waktu itu. Pada waktu pemilihan Terdakwa tidak terpilih.
Bahwa saya datang ke Jalan Riau hanya 1 kali. Bahwa saksi tidak
pernah mengatakan kalimat dalam Dakwaan Penuntut Umum
pada halaman 5 “…. Bahwa Nunun Nurbaeti yang akan mengatur
semua nya, akhirnya Ahmad Safari menyanggupi….”
Bahwa saksi tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti, Ari
Malangjudo pada hari sebelum pemilihan di Jalan Riau.
Bahwa saksi sendiri pada saat pemilihan memilih Miranda
Gultom. Seingat saksi ada 14 bungkusan yang diambil dari Jalan
Riau bersama dengan Azar Muklis. Pada saat setelah dari sana di
DPR masih ada kawan-kawan. Itu amplop coklat diletakan diatas
meja, yang ada namanya mereka ambil. Saya letakkan amplop itu
di atas meja trus sisa nya saya ambil karena sisanya diserahkan
ke Azar Muklis untuk membagikan temen-temen yang sudah
pulang.
Bahwa terdakwa pernah menyampaikan untuk memilih dia
sambil guyon-guyon saja. “ya… Ibu Miranda dicalonkan lagi
untuk Deputi Senior. Ini sebelum pemilihan.
Bahwa saya kenalnya sebetulnya hanya saya diajak sama Pak
Paskah Suzetta waktu itu ada acara reuni persundaan. Biasanya
sebelum rapat itu kan kita suka mampir di hotel Mulia disitulah
ada yang namanya Ibu Nunun, tapi membicarakan untuk
halalbilhalal persudaan. Saya tidak sering bertemu, hanya waktu
itu saja hanya 2 kali.
Bahwa sesudah pemberian TC itu tidak pernah bertemu lagi
dengan Nunun Nurbaeti. Sebelumnya Nunun tidak pernah bicara
dengan saya mengenai TC, misalnya untuk mengambil TC
tersebut di Jalan Riau, kecuali tadi diminta oleh Azar Muklis.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
43
Bahwa uang tersebut sudah saya kembalikan pada saat
penyelidikan. Seingat saya yang namanya ada di amplop itu
menerima semuanya.
Bahwa saya bertemu dengan Nunun Nurbaeti 2 kali, yang
pertama di Hotel Mulia yang kedua di D’Lounge. Karena waktu
itu menjelang halalbilhalal. Yang di D’Lounge itu sebelum fit and
proper test.
Bahwa pada saat pulang dari sana (Jalan Riau) memang ada yang
menghubungi bahwa kawan-kawan yang di DPR disuruh tunggu,
Pak Azar ditelepon, dia bilang tunggu aja masih dalam
perjalanan.
Bahwa terkait BAP saksi No. 13, saksi menjawab mengiyakan
sesuai BAP. Seperti yang tadi saya bilang kalau ada rapat-rapat
mendapat uang transport. Pada waktu itu tidak ada penjelasan
kalau ini dari pemilihan Deputi Senior BI.
Bahwa saksi tidak tahu dimana rumah Nunun Nurbaeti. Saksi
tidak pernah datang ke rumah di Jalan Cipete Raya. Tidak pernah
datang bersama Endin Sofihara. Tidak pernah datang dengan
Paskah Suzetta.
Bahwa saksi tidak mendengar Nunun Nurbaeti saat itu pada saat
pertemuan masyarakat sunda di Hotel Mulia meminta kepada
Paskah Suzetta agar Golkar di Komisi IX mendukung atau
memilih Terdakwa dalam fit and proper test Deputi Gubernur
Senior BI.
Bahwa di BAP saksi ada juga pertemuan yang di D’Lounge Jalan
Munawarman Jakarta Selatan. Itu rangkaian pertemuan yang
halalbihalal persudaan. Setiap ada pertemuan sundaan saksi
selalu menemani Paskah Suzetta karena diajak beliau.
Bahwa pada tahun 2003 di Komisi IX ada proses fit and proper
test Gubernur BI. Pada saat itu calon nya Pak Burhanuddin
Abdullah, Ibu Miranda Gultom, satu lagi saya lupa. Pada saat itu
yang terpilih Pak Burhanuddin Abdullah.
Bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat fit and
proper test yang menyangkut profesionalisme, pengalaman dan
kemampuan. Itu standar dalam fit and proper test.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
44
Bahwa dalam menentukan penilaian untuk memilih DGS, kepada
masing-masing komisi diberikan suatu kebebasan berdasarkan
penafsirannya terkait dengan. Begitu juga dalam memberikan
suaranya diberikan kebebasan kepada masing-masing. Secara
pribadi kita harus memilih karena ini tertutup. Nurani kita biar
diarahkan sama fraksi tetapi kalau kita memilih itu bisa.
Bahwa pada saat saksi menerima TC saksi belum mengetahui
kalau TC itu ada kaitannya dengan pemilihan DGS BI.
Bahwa kalau memilih itu kan hak prerogative kita dan sangat
rahasia, jadi pada waktu itu memang ada semacam lobi-lobi
pendekatan. Waktu tahun 2003 fraksi golkar pada saat
pemilihan Gubernur BI saya memilih Burhanuddin Abdullah.
Waktu itu kita juga dapat masukan dari tim poksi/ahli. Seingat
saya pada waktu tahun 2003 arahan dari fraksi Golkar adalah
untuk memilih Burhanuddin Abdullah. Pada tahun 2004,
masukan dari tim ahli untuk memilih Miranda Gultom dan saksi
memilih Miranda Gultom.
Bahwa dalam fit and proper test pemilihan yang menentukan
terpilihnya seseorang di DPR adalah jumlah voting dan itupun
juga di Komisi belum final karena dibawa ke pleno. Biasanya di
pleno juga suka ditanyakan dan bisa batal di pleno. Dan di rapat
pleno itu kan anggotanya 550. Jadi pada waktu itu anggota
menyetujui. Jadi saya rasa 550 anggota memilih Miranda Gultom
sebagai Deputi Gubernur Senior BI.
Bahwa saksi tidak pernah diperkenalkan kepada terdakwa oleh
Nunun Nurbaeti.
Bahwa saksi tidak pernah diperkenalkan oleh Nunun Nurbaeti
kepada terdakwa.
Bahwa menurut saksi, terdakwa memiliki kemampuan untuk
menjadi DGS BI.
Bahwa pada saat terdakwa menjabat sebagai DGS BI, kinerja
terdakwa memuaskan.
TANGGAPAN TERDAKWA
tidak ada tanggapan dari Terdakwa
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
45
3. Drs. DARSUP YUSUF, SH, MSc (Purnawirawan TNI AD/Mantan
anggota DPR RI Mei 2002-September 2004) diperiksa sebagai saksi
pada tanggal 13 Agustus 2012. Memberikan keterangan dibawah
sumpah menurut agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Anggota DPR RI 1999-2004 tapi dimulai tahun 2002 karena
pergantian antar waktu
Pada tahun 2004 pernah dilakukan pemilihan DGS BI, Pada saat
itu sebagai calon adalah 3 orang, Budi Rochadi, Hartadi Sarwono
dan Miranda Goeltom
Berasal dari Fraksi TNI Polri
Yang terpilih sebagai DGS BI adalah Miranda Goeltom
Pernah terjadi pertemuan dengan Miranda Goeltom pada Mei
2004
Pertemuan adalah inisiatif dari Miranda
Miranda mengadakan sosialisasi dalam rangka silaturahmi, yang
diundang adalah saksi sendiri, Udju DDjuhaeri, Sulis dan Suyitno
Yang terpilih ketika itu adalah Miranda Gultom, berapa suara
yang diperoleh tidak tahu secara pasti, pemilihan tersebut
dilakukan secara voting tertutup, surat didapat bu Miranda
diatas 40
Saksi menerima TC dari Arie Malangjudo di jalan Riau no 17,
diterima tanggal 8 Juni 2004, pemilihan dilakukan pada tanggal
yang sama, antara jam 17.00-17.30
Pada waktu itu datang berempat ke Jalan Riau No. 17, saksi
sendiri, darsup, suyitno dan sulistyadi
Tidak kenal dengan Arie sebelumnya
Sesuai persidangan sebelumnya Arie pada saat itu memberikan
amplop kepada Udju dan Udju membagikan kepada anggota lain
Begitu masuk keruangan hanya melihat sekeliling kantor,
sepengetahuan saksi tidak ada yang disampaikan Arie
Menerima TC 10 lembar dengan nilai @ Rp 50 juta, amplop besar
diterima Udju, dan isinya dibagikan, pada amplop tidak ada
nama, masing-masing mendapat Rp 500 juta
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
46
Uang tidak ada hubungan dengan pemilihan DGS BI, tidak tahu
maksud uang itu
Datang ke jalan Riau 17 karena diajak Udju, karena tidak tahu
Arie atau Nunun Nurbaeti
Menurut saksi karena hubungan Adang dengan Udju akrab, itu
merupakan pemberian pak Adang melalui Udju untuk dibagikan
Pada saat itu ada mengadakan pertemuan dengan calon lain,
untuk perkenalan saja
Pernah mengikuti pemilihan DGS BI
Tidak ingat pernah ada permintaan Miranda untuk tidak
menanyakan masalah keluarga;
Pada saat pemilihan GBI 2003 ada pamflet-pamflet mengenai
keluarga Terdakwa, tapi tidak meminta secara khusus pada saksi
mengenai keluarga;
Pada waktu bertemu MG tidak ada izin untuk bertemu Miranda
dari ketua Fraksi;
Tidak ada arahan fraksi untuk siapa yang harus dipilih;
Pada saat ada undangan dari Terdakwa diterima dari stafnya,
pada saat itu ditanyakan darimana tahu no teleponya dan
dijawab tahu dari sekretaris fraksi;
Pertemuan diadakan esok hari setelah dihubungi;
Oleh Terdakwa yang dibicarakan dalam pertemuan adalah
sosialisasi untuk silaturahmi, sekita 30-35 menit;
Pada saat itu Miranda hanya bercerita, tidak ada kesepakatan
apapun disitu atau diluar;
Saksi memilih Miranda;
Saksi tidak tahu bahwa yang telepon adalah Nunun Nurbaeti;
Saksi diundang oleh Budi Rochadi untuk makan malam bersama,
isinya makan, ngobrol dan berbicara;
Saksi tidak pernah menduga bahwa TC dari MG, pada pertemuan
di Niaga juga tidak ada komitmen;
Hartadi Sarwono tidak ada undangan untuk bertemu;
Bahwa pemilihan dilakukan secara tertutup, masing-masing
anggota komisi IX menulis pada selembar kertas untuk calon
yang dipilih.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
47
Pada saat itu belum diumumkan siapa calon yang terpilih, diajak
Udju ke Riau 17
Kebiasaan kalau selesai rapat fraksi makan, menduga ini diajak
makan di daerah belakang sarinah
Bahwa saksi Udju tidak menyampaikan apa-apa, ketika
menerima amplop juga tidak, ketika menerima amplop tidak
langsung dibuka, amplop dibuka dirumah
Bukan kebiasaan untuk bertemu sosialisasi dengan calon
Saksi sebagai DPR sebagai wakil rakyat, jad bila ada rakyat yang
akan audiensi apakah perorangan atau kelompok diterima
Pertemuan tidak akan mempengaruhi independensi dalam
memilih, buktinya Udju memilih Budi Rochadi
Bahwa tidak ada permintaan atau harapan dari Miranda agar
tidak ditanyakan masalah keluarga, saksi hanya mendengar
cerita dari Miranda saja
Pertemuan hanya sekitar 30 menit
Waktu pertemuan ada minuman untuk anggota fraksi
Pada saat fit and proper test tidak ada yang menanyakan masalah
pribadi
Pada pemilihan lain tidak pernah ada pertemuan
Bahwa saksi lupa bahwa tahun 2003 ada anggota yang
mempermasalhkan keretakan pribadi
Bahwa dasar memilih Miranda dalam voting adalah kertas karya
Miranda sudah banyak pengalaman jabatannya, sebagai contoh,
Budi Rochadi adalah perwakilan BI di Jepang, mungkin dia
adalah eselon II, Hartadi Sarwono baru terpilih beberapa saat
menjadi DG BI, Bu Miranda pernah menjadi staf perbankan di
LN,kemudian pernah menjadi DG BI serta pengalaman lain, jadi
memilih benar-benar berdasarkan kompetensi dan
profesionalisme, apalagi melihat riwayat jabatan, Budi Rochadi
belum layak dicalonkan berdasarkan riwayat jabatannya
Bahwa berdasarkan paparan Miranda benar-benar punya
strategi membangun BI yang saat itu terpuruk namany;
Yang menjadi dasar memilih salah satunya adalah integritas
moral;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
48
Setelah menerima penyerahan TC, beberapa saat kemudian tidak
pernah bertemu Nunun Nurbaeti, untuk konfirmasi ataupun
menerima, pada saat ingin dikonfimasi tidak nyambung;
Dalam menggali informasi saksi tidak dipengaruhi oleh Nunun
Nurbaeti;
Diberikan kebebasan melakukan eksplorasi sesuai apa yang
menjadi pemikirannya;
Bahwa tidak ada larangan atau kewajiban tertentu misalnya
untuk menanyakan masalah moral kepada kandidat, apakah
kandidat bermoral atau tidak, bercerai atau tidak, kawin lagi
atau tidak, bila kita menanyakan itu kami dibilang tidak
nyambung karena kertas karyanya bukan soal itu;
Bahwa dari ketiga calon yang diajukan presiden saat itu yang
masih aktif di BI hanya Hartadi, Budi tidak tahu jabatannya apa,
Miranda tidak mengenal;
Dalam rapat-rapat selaku mitra komisi IX pernah bertemu
Hartadi Sarwono, karena Komisi IX sering rapat dengan BI
Bahwa sebelum pemilihan GBI 2003, tidak bertemu dengan
calon Miranda;
Bahwa saksi lupa, tidak tahu dan tidak kenal Miranda atau
apakah Miranda aktif di tahun 2003;
Tidak bertanya mengenai masalah keluarga tidak ada kaitannya
dengan Miranda, sampai saat ini tidak tahu kaitannya TC dengan
Miranda;
Saksi lupa berapa kali bertemu dengan Miranda di tahun 2003,
tetapi rasanya pernah sekali melihat Miranda bersama DG BI
lainnya;
Bahwa saksi tidak ada komuniskasi apapun dengan Nunun Nurbaeti, apalagi untuk mengenalkan Miranda;
TANGGAPAN TERDAKWA: - Tidak ada tanggapan dari Terdakwa.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
49
4. UDJU DDJUHAERI (mantan anggota DPR RI Komisi IX periode 1999-
2004) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 13 Agustus 2012.
Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam
pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi pernah sebagai anggota DPR RI 2003-2004,
merupakan pergantian paruh waktu, berada pada komisi IX;
Pada tahun 2004 pernah dilakukan pemilihan DGS BI, Pada saat
itu sebagai calon adalah 3 orang, Budi Rochadi, Hartadi Sarwono
dan Miranda Goeltom;
Bahwa saksi berasal dari FTNI Polri;
Bahwa yang terpilih sebagai DGS BI adalah Miranda Goeltom;
Bahwa pertama kali bertemu dengan Budi Rochadi, salah satu
kandidat, yang dibicarakan adalah perkenalan dan tidak ada
komitmen apapun;
Bahwa pada bulan Mei atau April sebelum pemilihan bertemu
Miranda di suatu gedung di depan Ratu Plaza, tidak tahu itu
tempat siapa;
Bahwa mendapat pemberitahuan dari Darsup waktu itu sebagai
Kapoksi;
Secara detail tidak mengerti apa isi yang disampaikan Miranda;
Bahwa yang menang bu Miranda, tetapi jumlah suara tidak tahu;
Bahwa saksi menerima TC dari Arie Malangjudo di jalan Riau no
17, diterima tanggal 8 Juni 2004, pemilihan dilakukan pada
tanggal yang sama, antara jam 17.00-17.30
Bahwa sekitar jam 16.30 dapat telepon dari seseorang diduga
Nunun Nurbaeti, isinya kami dari FTNI Polri diminta datang ke
Jalan Riau No. 17 bertemu Arie;
Pada waktu itu datang berempat ke Jalan Riau No. 17, saksi
sendiri, darsup, suyitno dan sulistyadi;
Bahwa dengan tenggang waktu pemberian dan penerimaan cek,
ada dugaan bahwa itu terkait dengan pemilihan DGS;
Bahwa waktu itu sudah kenal dengan Nunun Nurbaeti, karena
suaminya pernah menjadi Kapolda Jabar dan saksi menjadi salah
satu direktur intelnya;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
50
Begitu dibilang untuk datang ke jalan Riau langsung ditutup
teleponnya, tidak sempat konfirmasi;
Setelah dirundingkan akhirnya datang berempat ke jalan Riau;
Pada waktu itu tidak melihat mobil anggota DPR lain di jalan Riau;
Begitu dibagikan langsung pulang, menurut saksi kemungkinan
ada hubungan dengan pemilihan DGS;
Bahwa Fraksi TNI Polri berjumlah 4 orang;
Bahwa pada saat itu ada mengadakan pertemuan dengan calon
lain, untuk perkenalan saja;
Bahwa pada waktu itu bertemu di depan Ratu Plaza, pada saat itu
ada pertemuan dengan Terdakwa, penjelasan-penjelasan Miranda
banyak yang tidak dipahami;
Bahwa tidak ada permintaan apapun dari Terdakwa;
Bahwa tidak ingat pernah ada permintaan Miranda untuk tidak
menanyakan masalah keluarga;
Bahwa pada waktu bertemu MG tidak ada izin untuk bertemu
Miranda dari ketua Fraksi;
Bahwa tidak ada arahan fraksi untuk siapa yang harus dipilih;
Bahwa pertemuan diadakan esok hari setelah dihubungi;
Bahwa dugaan bahwa TC berkaitan dengan pemilihan DGS adalah
karena duit itu diterima tidak lama sebelum pemilihan DGS, tidak
memilih MG;
Bahwa TC yang diterima itu tidak ada hubungan dengan
Terdakwa sama sekali, tidak ada komitmen apapun;
Bahwa tidak bertanya karena buru-buru, yang terpikirkan saat itu
ada dugaan berkaitan dengan pemilihan DGS BI, asal-usul uang
tidak diketahui;
Bahwa saksi menduga ibu Nunun Nurbaeti adalah karena melihat
foto Adang di jalan Riau;
Bahwa pada saat mau dikonfirmasi, telepon yang menghubungi
langsung ditutup;
Bahwa tidak pernah ada komunikasi dengan Nunun Nurbaeti,
termasuk juga tidak ada komunikasi dari Nunun Nurbaeti untuk
memilih Miranda;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
51
Bahwa pada saat datang ke jalan Riau Arie tidak menceritakan
bahwa itu adalah kantor Nunun Nurbaeti, saksi datang, terima cek
dan langsung pulang;
Bahwa sebelum pemilihan bertemu dengan Budi Rochadi atas
undangan Budi Rochadi;
Bahwa tidak pernah menduga bahwa TC dari MG, pada pertemuan
di Niaga juga tidak ada komitmen;
Bahwa Hartadi Sarwono tidak ada undangan untuk bertemu;
Bahwa tidak ada aturan bagi calon untuk sosialisasi dan tidak ada
juga larangan;
Bahwa dalam praktek itu biasa dilakukan;
Bahwa sosialisasi dilakukan pada April dan Mei;
Bahwa sosialisasi dilakukan karena waktunya pendek tidak semua
anggota fraksi bisa bertanya;
Bahwa pada sosialisasi belum bisa menilai calon kapabel atau
tidak;
Bahwa Bu Miranda terpilih menjadi DGS BI tahun 2004, lupa jam
terpilihnya Miranda;
Bahwa saksi tidak memilih bu Miranda tapi datang ke jalan Riau,
sistem pemilihan melaui voting, tidak tahu apakah pada saat ke
jalan Riau Bu Miranda sudah terpilih atau belum;
Bahwa amplop dibuka lalu ditutup lagi isinya diduga cek
Bahwa tidak pernah mengatakan hitung-hitung uang pensiun;
Bahwa pada waktu itu amplop putih 4 langsung menggeser ke
yang lainnya, amplop tidak dibuka satu persatu;
Bahwa sebelum pertemuan di depan Ratu Plaza, pernah ada
pertemuan di daerah Kuningan dan hotel Hilton dengan Budi
Rochadi;
Bahwa tidak hapal siapa yang hadir dalam pertemuan tetapi FTNI
Polri berempat hadir, tidak tahu siapa saja yang hadir pada saat
itu;
Bahwa pada saat itu saksi pulang lebih dulu;
Bahwa sosialisasi dilakukan dengan teman-teman komisi,
sosialisasi hanya 2 dengan Budi Rochadi dan Miranda;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
52
Bahwa tidak tahu kenapa pertemuan diluar gedung DPR, hanya
sebagai yang diundang;
Bahwa pertemuan tidak mempengaruhi independensi saksi dalam
memilih;
Bahwa setiap pemilihan tidak pernah ada sesuatu karena
seseorang memperoleh suara terbanyak;
Bahwa di komisi IX fraksi terbesar adalah Golkar dan PDIP;
Bahwa Komisi IX berjumlah kalau tidak salah 55 orang;
Bahwa tidak ada pertimbangan apa-apa berangkat atau tidak ke
jalan Riau, pada akhirnya sepakat berangkat juga barangkali ada
pesan tertentu;
Bahwa pada saat diinstruksikan ke Jalan Riau tidak pesan tentang
titipan;
Bahwa pada saat ingin konfirmasi telepon langsung ditutup,
anggota lain dari FTNI Polri sepakat saja untuk ikut saksi ke jalan
Riau;
Bahwa pada saat bertemu Terdakwa, Terdakwa sempat
menyampaikan adanya pamflet yang mendiskreditkan keluarga
pada saat pemilihan fit and proper test pemilihan Gubernur BI
tahun 2003;
Bahwa saksi tidak mendengar soal cerita keluarga dari Miranda,
itu menurut saksi tergantung fokus dari masing-masing orang;
Bahwa secara substansial tidak mengerti mengenai moneter yang
diceritakan Miranda;
Bahwa pertemuan hanya sekitar 30 menit;
Bahwa waktu pertemuan ada minuman untuk anggota fraksi;
Bahwa pada waktu itu tidak tahu jabatan Miranda;
Bahwa pada saat fit and proper test tidak ada yang menanyakan
masalah pribadi;
Bahwa pada saat menjabat di Komisi IX, selain GBI dan DGS BI,
ada juga pemilihan calon BPK, yang pada saat itu saksi adalah
sebagai calon;
Bahwa jangankan bertemu pada saat pemilihan saksi sebagai
calon ketua BPK sms saja tidak ada;
Bahwa pada pemilihan lain tidak pernah ada pertemuan;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
53
Bahwa saksi lupa bahwa tahun 2003 ada anggota yang
mempermasalahkan keretakan pribadi;
Bahwa saksi tidak tahu syarat untuk ikut pemilihan DGS, seluruh
syarat sudah dipenuhi pada saat calon diajukan presiden;
Bahwa ketiga kandidat sudah memenuhi syarat, kalau mengenai
paparan atau effective speaking tergantung paparan masing-
masing;
Bahwa yang menjadi dasar untuk memilih Gubernur BI tahun
2003 adalah kompetensi dan performance;
Bahwa mental dan moral menjadi salah satu dasar untuk memilih;
Bahwa setelah menerima penyerahan TC, beberapa saat kemudian
tidak pernah bertemu Nunun Nurbaeti, untuk konfirmasi ataupun
menerima, pada saat ingin dikonfimasi tidak nyambung;
Bahwa saksi tidak pernah kontak sesudah itu dengan Miranda;
Bahwa sesudah penerimaan TC, saksi tidak pernah bertemu
Nunun Nurbaeti untuk menyampaikan itu;
Bahwa didalam menggali informasi tidak ada syarat pertanyaan
baku yang wajib diikuti anggota komisi;
Bahwa dalam tata tertib anggota DPR tidak ada syarat pertanyaan
baku dalam fit and proper test;
Bahwa tidak ada metode khusus yang harus diikuti anggota DPR;
Bahwa cara melakukan fit and proper test dengan voting,
tergantung pertimbangan masing-masing anggota;
Bahwa kepada anggota komisi diberikan kebebasan seluas-
luasnya untuk melakukan atau tidak melakukan pertanyaan;
Bahwa seingat saksi tidak ada larangan bagi kandidat untuk
menyampaikan harapan, permintaan atau penjelasan kepada
anggota komisi, harapan tergantung pada anggota untuk
menerima atau tidak, keputusan itu ada pada anggota masing-
masing;
Bahwa ketua Poksi saat itu adalah Darsup;
Bahwa saksi tidak pernah diinstruksikan untuk memilih MG atau
agar jangan ditanyakan masalah pribadi;
Bahwa dalam BAP No. 14 dijelaskan bahwa dalam pertemuan
dengan Miranda, tidak tahu apakah yang dijelaskan merupakan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
54
visi dan misinya, hanya dijelaskan masalah perbankan yang tidak
diketahui oleh saksi
Bahwa pada pertemuan pertama dengan Budi Rochadi hanya
perkenalan, pada pertemuan kedua Budi Rochadi tidak hadir, apa
yang disampaikan tidak mendengar apa-apa;
Bahwa saksi tidak tahu siapa yang bayar dalam pertemuan dengan
Budi Rochadi dan bukan saksi;
Bahwa dari ketiga calon yang diajukan presiden saat itu yang
masih aktif di BI hanya Hartadi, Budi tidak tahu jabatannya apa,
Miranda tidak mengenal;
Bahwa dalam rapat-rapat selaku mitra komisi IX pernah bertemu
Hartadi Sarwono, karena Komisi IX sering rapat dengan BI;
Bahwa waktu itu Budi Rochadi dan Miranda mengadakan
pertemuan dengan saksi karena keduanya tidak aktif di BI
sehingga tidak bertemu dalam rapat kerja komisi IX;
Bahwa sebelum pemilihan GBI 2003, tidak bertemu dengan calon
Miranda;
Bahwa saksi lupa, tidak tahu dan tidak kenal Miranda atau apakah
Miranda aktif di tahun 2003;
Bahwa saksi tidak bertanya mengenai masalah keluarga tidak ada
kaitannya dengan Miranda, sampai saat ini tidak tahu kaitannya
TC dengan Miranda;
Bahwa saksi tidak menduga apakah TC berkaitan dengan memilih
Miranda;
Bahwa waktu menerima telepon dari Nunun Nurbaeti, saksi
kesulitan mencari jalan Riau, sebelumnya tidak pernah kesana;
Bahwa saksi tidak pernah melihat Miranda atau mungkin tidak
konsentrasi apakah pernah melihat Miranda dalam rapat dengan
DPR di tahun 2003;
Bahwa saksi tidak ada komuniskasi apapun dengan NN, apalagi
untuk mengenalkan Miranda;
5. SUYITNO (Purnawirawan TNI AU/Mantan anggota DPR RI dari
Fraksi TNI/Polri) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 13 Agustus
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
55
2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama
Islam pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi pernah menjadi anggota Komisi IX,saat itu sebagai
calon adalah Miranda, Budi Rochadi dan Hartadi Sarwono;
Pemilihan pada Juni 2004;
Pernah dilakukan pertemuan dengan Miranda di sebuah kantor di
Jl Sudirman di depan Ratu Plaza, kantor saudara Terdakwa;
Ada pesan dari staf Miranda, dimana FTNI Polri diminta datang ke
sana;
Yang dibicarakan dengan Terdakwa adalah tentang masalah
perbankan garis besar dan silaturahmi perkenalan;
Pernah diperiksa penyidik KPK, pertanyaan No. 13, yang
dipertanyakan mengenai masalah keluarga, Miranda juga
memperkenalkan diri selaku pribadi, persisnya tidak tahu, ada
juga bahas keluarga, menyinggung juga masalah keluarga yang
terungkap dalam pemilihan GBI 2003;
Dari apa yang diungkapkan Miranda, saksi menangkap bahwa
Miranda tidak nyaman ditanyakan masalah keluarga;
Miranda tidak pernah menyampaikan untuk tidak menanyakan
masalah keluarga;
Ikut dalam pemilihan Gubernur BI, pada saat itu masalah keluarga
mengemuka, pada pemilihan 2004 tidak ada pesan langsung dari
Miranda agar tidak ditanya masalah keluarga;
Saksi menafsirkan sendiri tentang masalah keluarga yang
dikatakan Miranda, yang diungkap di pemilihan Gubernur BI,
Miranda berharap agar pemilihan tahun 2004 tidak diulang;
Pada tahun 2004 tidak ada ditanyakan masalah keluarga;
Tidak ingat anggota DPR yang menanyakan masalah keluarga,
yang terpilih adalah Miranda, tatapi mayoritas kurang lebih 54
anggota Komisi IX;
Pada kurang lebih 1-2 hari berikutnya sesudah pemilihan
berangkat ke jalan Riau karena diajak ole Udju menggunakan
mobil saksi, ke daerah Sarinah dan mencar jalan Riau;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
56
Sampai di jl Riau, masuk ke dalam ada anak muda keluar, pada
tahun 2008 baru tahu dari Udju bahwa namanya Arie, kemudian
Arie masuk kedalam lagi dan membawa amplop besar;
Dari map besar dikeluarkan amplop-amplop yang diterima Udju
dan diteruskan ke saksi;
Isi amplop baru diketahui di rumah, Udju ditanya maksud TC juga
tidak tahu;
Tidak menduga bahwa TC berkaitan dengan pemilihan DGS,
waktu itu tidak bertanya atau mencari juga;
Tidak tahu TC ada hubungan dengan pemilihan DGS BI;
Tidak ada arahan untuk memilih calon tertentu;
Ada pertemuan juga dengan Budi Rochadi 2 kali;
Pertemuan itu perkenalan, menceritakan soal perbankan dan
sambil makan-makan, di suatu tempat di Kuningan;
Pemilihan GBI 2003 ada menyinggung masalah keluarga,
mengenai pemberitaan FTNI tidak pernah mempersoalkan
masalah keluarga;
Sudah lupa apakah Tahun 2004 pertanyaan-pertanyaan, FTNI
tidak pernah mempersoalkan masalah pribadi, Saksi sendiri tidak
tanya;
Persisnya yang diceritakan keluarga adalah masalah keluarga,
Miranda mengatakan tahun 2003 masalah itu diungkap;
Miranda tidak minta agar tidak menanyakan masalah
keluarga,hanya penangkapan saksi;
Kemudian bertemu Miranda adalah pada saat fit and proper test;
Diskusi antara FTNI setelah pertemuan tidak ada;
Pertemuan dengan Budi Rochadi lebih dulu dari Dalam pertemuan
di Ratu Plaza ;
Untuk pertemuan di Niaga ada dihubungi oleh staf Miranda;
Belakangan diketahui bahwa TC berjumlah 10 lembar;
Sudah dikembalikan pada September 2008 sebelum penyelidikan
di KPK;
Pertemuan dengan Miranda hanya sekali di depan Ratu Plaza;
Tidak ada spesifik permintaan dukungan dari Miranda dan FTNI
juga tidak memberikan komitmen mendukung siapapun;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
57
Alasan memilih Miranda karena Miranda memiliki kelebihan
dibanding calon lain dalam hal menyampaikan visi misi maupun
menjawab pertanyaan;
TC ada hubungan dengan pemilihan DGS tidak tahu, bahkan ingin
tahu sebenarnya bagaimana duduk perkaranya;
Dari pemberitaann tahu bahwa anggota DPR Komisi IX;
Tahun 2004 selesai masa tugas;
Masuk Komisi IX pada 2002 antar waktu;
BAP No. 34, ada dugaan bahwa penerimaan TC waktu itu terkait
dengan pemilihan DGS BI;
Waktu bertemu Arie tidak ada pembicaraan lain dengan saksi;
Baru tahu tahun 2008 bahwa Arie bilang ada titipan, karena
waktunya singkat;
Dalam BAP No. 21 FTNI Polri datang bersama-sama di Jalan Riau
178, Arie menyatakan ada titipan, baru diketahui tahun 2009 dari
Udju DDjuhaeri, di tahun 2004 tidak dengan perkataan itu;
Tidak tanya soal penerimaan amplop karena dikira bukan uang;
Baru tahu isi amplop adalah TC setelah dibuka di rumah;
Komisi IX fraksi dengan anggota terbesar adalah PDIP atau Golkar;
Di Komisi IX sejak 2002, sudah 3 kali fit and proper, tahun 2003
pemilihan Gubernur BI yang dimenangkan Burhanudin Abdullah,
pada 2004 awal pemilihan DG BI yang terpilih adalah Hartadi
Sarwono, pemilihan DGS BI yang terpilih Miranda Goeltom;
Pada pemilihan GBI tersebut tidak ada dilakukan pertemuan,
calon-calonnya adalah Cyrillius Hernowo, Burhanudi Abdullah
dan Miranda Goeltom;
Pada saat melakukan pertemuan di depan Ratu Plaza Terdakwa
menyampaikan masalah pribadi dan ditangkap agar tidak
ditanyakan masalah keluarga;
BAP No. 13 dan No. 18 Miranda hanya menceritakan masalah
keluarga dan menangkap bahwa Miranda tidak nyaman
ditanyakan soal itu;
Pada tahun 2004 seingat saksi tidak ada yang tanyakan soal
keluarga;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
58
Tahun 2003 ada anggota fraksi yang menanyakan masalah
pribadi;
Sebelumnya tidak pernah kenal dengan Nunun Nurbaeti dan
Adang Darajatun tapi tahu;
Pada saat diajak Udju sama sekali tidak menyinggung alasan ke
jalan Riau;
TC digunakan untuk berbagai kepentingan Rumah Tangga;
Ikut dalam pemilihan GBI tahun 2003, tidak ikut mengajukan
pertanyaan hanya monitor saja;
Pada saat fit and proper tahun 2004 terhadap kandidat lain tidak
ditanyakan masalah keluarga, tidak berpikir masalah keluarga
ditampilkan di forum;
Dalam fit and proper test tidak ada arahan untuk menanyakan
apapun, termasuk mengorek masalah keluarga;
Dengan Nunun Nurbaeti tidak pernah bertemu sampai sekarang
juga;
Pada 2004 setau saksi tidak ditanyakan masalah keluarga;
Tahun 2003 ada dengar anggota lain ada bertanya masalah
keluarga;
Tahun 2003 di media sebelum fit and proper test 2003 ada
pemberitaan tentang keluarga Miranda, tidak bisa dipastikan
saksi;
Tahun 2004 tidak ada pemberitaan masalah keluarga di media;
Tahun 2004 tidak ada pihak yang meletakkan pamflet tentang
keluarga Miranda;
Tahun 2003 ada pihak yang meletakkan pamflet tentang
kehidupan keluarga Miranda;
Peristiwa tahun 2004 mengalami sendiri dan ingat sendiri
pemilihan DGS BI dan bukan informasi saksi lain;
BAP No. 11 salah satu kegiatan komisi IX pemilihan DGS BI,
kronologis pemilihan dalam angka 7 menjawab sampai dengan
pemilihan DGS BI dilakukan Hartadi tidak melakukan sosialisasi
karena dalam keseharian setiap hari sering bertemu di rapat
dengan DPR;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
59
Mulai menjabat komisi IX pada Oktober 2002, pada waktu masuk
sudah tidak di DG BI, tapi dari riwayat hidup tahu bahwa Miranda
pernah menjadi DG BI;
Pada tahun 2003 tidak mengajukan pertanyaan;
Miranda tidak pernah mengajukan diri, menawarkan apapun,
menjanjikan apapun ;
Tidak pernah mendengar janji dari Miranda;
Menawarkan apapun sebelum dan sesudah terpilih;
Pada tahun 2003 saksi ikut dalam pemilihan GBI, juga ada
pemilihan DG BI Hartadi Sarwono, yang berbeda beberapa hari
dengan pemilihan GBI;
Saksi tetap pada jawabannya.
TANGGAPAN TERDAKWA:
Miranda menyatakan jawaban pada saat pemilihan GBI: mengenai
hal lain moral kalau saya tidak salah tadi ada satu penanya
bagaimana moral dan integritas ini bisa anda bertanggungjawab
kalau dari kehidupan rumah tangga gagal;
Saya merasa bapak dan ibu sekalian tidak ada satupun kita yang
ingin dan memulai pernikahan dengan cita-cita untuk gagal tetapi
bagi saya moral justru ditunjukkan dengan kemampuan saya
secara teguh mendidik anak-anak saya dalam kesulitan yang
sangat besar harus bertanggungjawab bagi seorang ibu, bekerja
sendiri menyekolahkan anak-anak, dan membimbingnya agar
menjadi manusia berbudi, saya dan pak Usmanjaya memasukkan
agama saya Kristen tapi menurut saya itu tidak terlalu penting
dan anak-anak saya Islam dan saya mendidik anak-anak saya
menjadi islam yang baik sesuai dengan janji sejak awal menikah
dan sampai detik ini;
Keberatan atas asumsi secara jelas saksi mengatakan di
persidangan, bahwa saksi hanya mendengar Miranda
menceritakan mengenai visi misi perbankan dan kehidupan
keluarga, Miranda tidak pernah minta saksi untuk tidak
menanyakan masalah keluarga di fit and proper test, apabila mau
ditanya pun saya pada saat itu tidak perduli ada yang disampaikan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
60
adalah seperti saksi katakan, itu terkait dengan keterbukaan,
semua orang tahu rumah tangga saya gagal, saya cerai dan
menikah kembali, dengan resmi, catatan sipil bukan nikah siri,
sehingga tidak ada keharusan saksi untuk tidak menanyakan.
Yang saya bantah adalah saya tidak pernah minta mengajukan
permintaan apapun kepada saksi.
6. IR. AHMAD HAKIM SAFARI MJ als. ARIE MALANGJUDO (Konsultan
PT. Peninsular Management Services, pernah menjabat sebagai
Direktur Utama sejak tahun 2003 pada PT. Wahana Esa Sejati)
diperiksa sebagai saksi pada tanggal 16 Agustus 2012. Memberikan
keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam pada
persidangan sebagai berikut:
Saksi bernama Ir. Ari Malang judo, lahir di Jogjakarta;
Saksi kenal dengan Terdakwa, tidak ada hubungan keluarga;
Saksi kenal dengan terdakwa sekitar bulan Agustus tahun 2004,
saya di ajak oleh bu Nunun ke kantor ibu Miranda ketika itu ibu
Nunun menyampaikan bahwa beliau diminta untuk menjadi
sekertaris GABSI namun karena kesibukannya dia minta saya
untuk menggantikan, sebetulnya saya sudah menolak namun
beliau mengatakan sudah kita berangkat saja dululah nanti kita
berkenalan kemudian kita berangkat ke kantornya ibu Miranda
di Bank Indonesia;
Pertemuan dengan Terdakwa 2 kali, pertama ketika dengan ibu
Nunun di perkenalkan Kemudian kedua ketika setelah saya
berjumpa sama bu Miranda kemudian diminta saya ikut satu kali
pertemuan rapat GABSI juga di Bank Indonesia;
Hubungan saya dengan Nunun satu perusahaan beliau Komisaris
Utama saya Direktur Utama di PT. Wahana Esa Sejati, alamat
kantor di jalan Riau No 21. Perusahaan bergerak dibidang
perkebunan kelapa sawit di daerah Riau;
Pernah seseorang menemui saya, Waktu tanggal 8 Juni 2004
sekitar pukul 12 siang saya diminta mengantarkan titipannya
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
61
ibu Nunun ke restoran bebek bali saya antarkan kantong belanja,
diperintahkan ibu nunun pada tanggal 7 Juni 2004 Di ruang
kerja ibu Nunun, Kebetulan kantor Wahana Esa Sejati terpisah
ibu nunun di kantor Wahana Esa Sembada ada 2 PT jadi kantor
ibu Nunun mesti keluar dulu dari kantor saya mesti nyeberang
kemudian baru ke kantor bu Nunun. Ketika itu saya
diperkenalkan oleh ibu Nunun sudah ada tamu beliau ketika
tamu itu disebutnya anggota DPR pada saat itu saya tidak kenal
sama sekali tapi sekarang sudah kenal karena sudah
diperkenalkan yaitu Hamka Yandhu;
Saya pernah bertemu dengan Hamka Yandhu di ruangan ibu
Nunun, ketika saya hadir di ruangan itu ibu Nunun langsung
menyampaikan mau minta tolong mau mengantarkan tanda
terima kasih kepada anggota DPR ibu Nunun yang bilang seperti
itu, kemudian saya bilang ya saya kan ga pernah kenal dan tidak
pernah berkecimpung di dunia itu, ibu Nunun bilang udah pak
Arie pasif saja nanti pada hubungin kok mereka nanti bapak itu
(maksudnya hamka yandhu) ciri-cirinya Hamka Yandhu
orangnya klimis rapih tinggi besar orangnya kulitnya agak hitam
pake jas pada waktu itu, selanjutnya setelah ibu nunun
menyampaikan nanti bapak itu yang atur, pak hamka yandhu
mengatakan gampanglah kok nanti di tas belanja (dari karton)
nanti pakai seperti itu nanti kita tandain saja dia bilang nanti ada
merah, kuning, hijau sama polos, setelah itu karena saya juga
kurang tepat kalo berdebat di depan tamu ya sudah setelah ibu
menyampaikan bapak pasif saja nanti mereka akan
menghubungi ya sudah saya kembali ke ruangan saya, ketika
saya pamit pak hamka yandhu bilang coba saya mau ikut
keruangan saya, ketika itu pukul 10 atau 11 pagi selanjutnya
beliau ikut keruangan saya ke gedung No. 23, kebetulan ruangan
kerja saya di lantai 2 beliau ikut dan tidak banyak bicara cuma
ketika sampai diatas beliau hanya berkomentar ini kok kantor
lorong-lorong gini saya menjawab ya inilah ruangan saya. Beliau
mengatakan ok saya sudah tau kalau gitu saya pamit, waktu itu
saya antar beliau ke bawah, beliau naik mercedez hitam;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
62
Saya mengetahui beliau hamka yandhu dia menyebut ketika
dalam perjalanan dari ruangan ibu Nunun ke ruangan saya;
Keesokan harinya tanggal 8 sekitar pukul 10/11 saya di telpon
dari PDI namanya Dudi Makmum Murod dia minta mau ambil
titipan ibu Nunun kalau bisa tolong dianter ke Bebek Bali jam 12
siang nah tas itu belum ada disaya, karena belum ada saya
telepon ibu nunun “bu ini udah ada yang nanyain titipannya, oh
iya iya nanti saya sampaikan ke bapak” nah kurang lebih jam 11
saudara ngatiran mengantar keruangan saya;
Sesudah tas itu di antar saudara Ngatiran, saya langsung
berangkat ke restoran bebek bali di senayan bertemu dengan
dudi makmum murod, jadi ketika saya sampai di tempat parkir
saya hubungi beliau mengatakan masuk saja;
Saya ketemu dengan Dudi beliau duduk di belakang pas di
hadapan pintu masuk, begitu saya sampai langsung beliau
nyambut saya “pak Arie ya? Itu titipan buat saya? Iya saya
katakan” langsung dia ambil begitu diterima beliau mengatakan
sedang rapat tidak bias berlama-lama;
Saya tidak tau isi tas apa;
Yang saya kasih ke dudi tandanya merah;
Ketika dalam perjalanan ke restoran bebek bali saya terima
telepon dari saudara endin dari PPP, beliau minta ketemu di
hotel century pada hari yang sama sekitar pukul 2. Kalau Dudi
jam 12;
Saya sempat minum dulu restoran bebek bali setelah itu saya
langsung karena dekat di senayan jadi begitu sampai saya naik
keatas, jadi waktu itu hotel century itu lobynya diatas ada
semacam café ada tangga kiri kanan, saya naik rupanya pak
Endin sudah ada. Saya pernah diperkenalkan dulu sama ibu
Nunun pada saat acara paguyuban sunda tapi lupa-lupa ingat,
pada saat di hotel century beliau yang menegur saya duluan “pak
arie ya? Iya pak endin, Langsung saya sampaikan tasnya”;
Saya tidak sempat bicara beliau hanya menyampaikan “pak ini
nanti kalau kurang gimana ya? Wah saya tidak ngerti telepon
saja ibu Nunun saya bilang begitu” setelah itu beliau
meninggalkan saya lewat lift;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
63
Saya kembali ke kantor waktu itu mengejar waktu supaya tidak
3 in 1 jadi saya mengejar sampai di kantor sebelum jam 4, begitu
sampai di kantor saya dapat telepon dari ibu Nunun yang
menyampaikan bahwa nanti ada pak Udju akan datang ke kantor
sekitar magrib, waktu itu saya belum tau pak Udju cuma dibilang
pak udju gitu. Waktu saya sedang menunggu gitu tiba-tiba
telepon dari pak Hamka Yandhu nanya saya “bapak ada dimana?
Saya ada dikantor” kemudian beliau mengatakan “saya menuju
kesana”;
Sekitar pukul 5 pak Hamka sampai di kantor, waktu itu sendirian
kemudian beliau langsung naik keruangan saya, saya kasih
tasnya yang ada tanda kuning. Kemudian beliau nanya “gimana
pak sudah selesai semua? Belum pak nanti menurut ibu nunun
yang akan datang pak Udju nanti sore/magrib, setelah beliau
dengar nama pak Udju beliau mengatakan kalau begitu saya
pulang dulu deh ga enak kalau ketemu, langsung pamit;
Kemudian magrib itu datang yang namanya pak Udju datang
berempat, udju itu dari polri;
Karena mereka datang berempat saya persilahkan masuk ke
ruang rapat, Ketika duduk di ruang rapat beliau
memperkenalkan diri saya Udju Djuhaeri dari Polri kemudian di
perkenalkan teman-temannya ini dari angkatan laut tapi saya
lupa nama-namanya;
Saya kasih tasnya yang polos jadi ketika itu karena pak udju yang
diberitahu oleh ibu Nunun, tas saya sampaikan ke pak Udju
kemudian oleh pak Udju ada amplop coklat didalamnya dibuka
jadi duduknya ruang rapatnya tu seperti ini berhadapan, dibuka
kemudian dikeluarkan ada 4 ampolp putih itu di serahkan
kepada temen-temannya masing-masing kemudian pak Udju
sampaikan coba bapak-bapak tolong dilihat dihitung jangan
sampai kurang kalau ada kurang nanti saya disalahin kira-kira
gitu. Trus mereka buka tapi tidak dikeluarkan, Bagaimana pak
“di tanya sama pak udju” cukup? Cukup kata mereka;
Semuanya buka di dpn saya TC itu tapi tidak dkeluarkan;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
64
Kemudian pak udju sampaikan yah anggap saja ini uang pensiun,
saya juga tidak tahu kemudian dijelaskan sama pak udju bahwa
fraksi TNI/Polri tahun depan itu akan tidak ada lagi di DPR;
Saya sampaikan kepada ibu Nunun lewat telepon bahwa sudah
selesai semuanya bahwa terakhir pak Udju, beliau mengatakan
oh ya udah;
Saya bertanya kepada pak udju karena dia agak keluar sedikit
waktu ngitung dari ampolp itu Traveler cheque ya pak Udju, dia
bilang iya ini itung-itung uang pensiun pak;
Saya nanya kepada ibu Nunun, bu kok isinya Travel cheque,
beliau mengatakan udah gapapalah itu urusan saya;
Saya tidak tau yang dibagi-bagi tas itu untuk kepentingan apa
karena saya baru kembali dari riau Yang Mulia, jadi tidak
mengikuti situasi Jakarta trus waktu itu juga kantornya ibu
nunun sedang sibuk sekali membuat barang-barang untuk
pilpres jadi bu Nunun itu simpatisan Megawati dan satu lagi
yang dari NU;
Saya tidak tau sejauh mana hubungan ibu Nunun dengan
terdakwa, ketika saya diajak ibu nunun berkunjung ke kantor
ibu Miranda kemudian diperkenalkan kemudian saya lihat
kedekatannya ckup dekat karena jam kerja ibu nunun bawa
cucu, Waktu itu sudah di kantor Bank Indonesia;
Saya di PT Wahana esa sejat sebagai Direktur utama sejak tahun
2003, pemilik saham 90% keluara ibu Nunun saya 10% dikasih;
Saya nolak diminta mengantar karena kurang pantaslah ngatar-
ngantar begitu waktu itu, saya waktu itu merasa gengsi sajalah
waktu itu;
Jadi waktu ibu Nunun meminta tolong saya menyampaikan
tanda terima kasih itu saya spontan langsung menolak jadi
pembicaraan disitu tidak focus pada isinya tapi kepada “udahlah
pak Arie pasif saja nanti ada yang menghubungi”;
Saya tahu isi tas tersebut Cheque sejak saya mulai berprasangka
ketika pak Endin mengatakan “pak kalau ini kurang bagaimana”;
PT Wahana Esa Sejati mempunyai rekening-rekening di Bank
Bukopin, Bank artha graha dan Bank BNI 46;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
65
Dengan terdakwa pernah bertemu 2 kali yang pertama di
kenalkan oleh Ibu Nunun yang kedua sendiri;
Saya mendapat kesan hubungan ibu Nunun dengan terdakwa
dekat;
Pada saat pertemuan di kantor Bank Indonesia ibu Nunun
dengan Terdakwa tidak ada menyinggung masalah yang saya
antar-antarkan;
Benar saat menyerahkan tas Ngatiran mengatakan pak ini tas
dari ibu;
Banyak tas-tas yang diserahkan oleh anak buah saya, karena di
kantor banyak tas-tas ada yang sama tasnya dengan yang di
berikan kepada anggota DPR;
Sepanjang saya bekerja di kantornya ibu Nunun memang ibu
Nunun sering kali mengadakan pertemuan dalam bentuk
semacam pesta di rumah dan yang diundang dari berbagai
kalangan diantaranya dari DPR;
Tidak pernah tau pembicaraan dengan para anggota DPR;
Saya tidak jadi sekertaris GABSI saya berkeberatan karena saya
tidak bisa Bridge;
Pada tanggal 7 tersebut Ibu bicara kepada saya di depan anggota
DPR (hamka yandhu) dia bilang mau minta tolong kepada pak
arie untuk menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota
DPR saya bilang “wah kenapa saya” saya lupa topic
pembicaraannya cuma tidak mungkin terlalu keras karena di
depan tamu;
Saya tidak pernah dengar Terdakwa minta diperkenalkan
kepada anggota DPR
7. NGATIRAN (Karyawan/Office Boy pada PT. Wahana Esa Sambada
sejak tahun 2003-2010) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 16
Agustus 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Saksi bekerja sebagai dagang;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
66
Saya kenal dengan Terdakwa, tidak ada hubungan keluarga; Benar saya mengantar tas keruangan Arie Malangjudo; Kalau tidak salah ada 4 tas, kurang lebih jam makan siang; Saya kerja sebagai kurir di PT. Wahana jalan Riau No. 17 Menteng,
sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2010; Yang memerintahkan saya dari sekertariat, saya tidak ingat Ibu Nunun tidak pernah memerintahkan saya membawa tas ke
ruangan Arie Malang Judo; Sekertariat saya tidak ingat satu persatu cuma disitu ada ibu
Marni, ibu Neni, ibu Ruth dan ibu Tine; Tas itu saya bawa dari ruangan ibu Nunun, saya antar ke
tempatnya pak Arie; Saya tidak tau isi tas itu; Saya pada saat membawa tas itu disuruh membawa ke ruangan
pak arie, diruangan ketemu dengan pak arie kemudian saya menyerahkan pak ini tas dari ibu;
Yang memerintahkan mengatar tas itu bukan ibu, saya diperintah dari sekertariat antar barang, barang dari ibu;
Saya mengambil tas dari ruangan ibu, saya berani karena di perintah oleh sekertariat;
Setelah mengantarkan tas saya melapor kepada sekertariat; Semua pekerjaan menyangkut ibu Nunun;
Saya tidak pernah tanya apa isi kantong itu; Pada saat mengambil tas tersebut di ruangan ibu Nunun saya
sendiri, waktu itu ruangan ibu nunun terbuka kebetulan ibu ada di dalam, saya ketok pintu saya permisi mau ngambil kantong di meja, ibu nunun hanya bilang iya;
8. Dr. ENDIN AJ SOEFIHARA, MMA (Mantan anggota DPR RI Komisi IX
sejak tahun 1999-2004 dari Fraksi PPP) diperiksa sebagai saksi pada
tanggal 29 Agustus 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah
menurut agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi adalah anggota Komisi IX DPRRI, Keuangan
Perbankan, Perencanaan;
Pernah melakukan pemilihan DGS BI 2004 anggotanya Budi
Rochadi, Hartadi Sarwono dan MG;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
67
Bahwa yang memenangkan berdasarkan voting adalah Miranda
Goeltom;
Setelah pemilihan, saksi pernah bertemu Ari Malangjudo di Hotel
Century, tapi tidak ingat sesudah atau sebelum pemilihan;
Bahwa Ari Malangjudo yang meminta bertemu dengan saksi, di
Century, tidak ada pembicaraan apa-apa, Arie ada menyerahkan
sesuatu pada saat itu;
Bahwa yang diserahkan adalah amplop besar berisi amplop lagi;
Bahwa pada amplop tidak ada tandanya;
Bahwa pada amplop tersebut ada nama-nama Urai Faisal, Daniel
Tanjung, Sofyan Usman, kesemuanya fraksi PPP;
Bahwa yang untuk saksi berisi TC, 10 lembar, masing-masing Rp
50.000.000,-, tidak tahu dalam rangka apa;
Bahwa saksi pernah bertemu Arie di masyarakat Jawa Barat, Arie
tidak mengatakan apa-apa pada saat itu;
Bahwa saksi biasa menerima amplop berisi proposal atau lainnya;
Bahwa amplop dibuka oleh saksi setelah pertemuan dengan Arie,
tetapi saksi tidak ingat waktu pastinya;
Bahwa saksi mengatakan sudah berulang-ulang mengenai TC,
namun menurut Majelis ini adalah perkara lain, namun perkara
ada split, saat ini Endin sebagai saksi, dan terdakwa nya Miranda
Gultom.
Bahwa saksi tidak menanyakan kepada Arie mengenai TC;
Bahwa pertemuan dengan anggota fraksi ada dan dengan
Terdakwa tidak ada, dengan kandidat lain juga tidak ada, tidak
ada arahan memilih siapapun, tidak memilih Miranda Goeltom;
Bahwa saksi tidak pernah ada pertemuan dengan Miranda
Goeltom sebelum maupun sesudah, tidak memilih Miranda
Goeltom juga;
Bahwa kriteria kandidat DGS BI memiliki pengalaman moneter,
kecakapan moneter, pergaulan moneter, khusus PPP harus sesuai
dengan Faksun politik PPP;
Bahwa Arie yang menelepon ingin bertemu, tidak membicarakan
yang lain;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
68
Bahwa amplop ke yang lain tidak tahu isinya, tidak pernah
dibicarakan, amplopnya hanya dibicarakan dengan Daniel
Tanjung, kemudian TC nya dititipkan ke Daniel Tanjung dan
Daniel menitipkan lagi ke yang lain, sampai diperiksa tidak pernah
menggunakan dan mencairkan, barang itu adalah barang subhat
dan tidak akan digunakan, telah dikembalikan jauh sebelum
penyidikan;
Bahwa pertemuan dengan Arie di Hotel Century, Arie pernah
menyatakan bahwa Endin bertanya apakah ini tidak kurang,
Endin menyangkal hal tersebut;
Bahwa saksi tidak pernah bertemu Miranda atau Nunun Nurbaeti
sebelum ataupun sesudah pemilihan hanya bertemu di komisi
atau ruang-ruang komisi;
Bahwa setelah menerima bungkusan tidak saling tanya dititipkan
ke Daniel Tanjung, itu kelemahan saat itu, saat itu tidak ada
komunikasi juga dengan Arie, itu tidak digunakan olehnya;
Bahwa saksi memilih calon lain, tidak ada instruksi memlih
calonnya siapa, tapi ada kriterianya;
Bahwa tahunnya sekitar 2004, di amplop besarnya tidak ada
warna;
Bahwa saksi biasa duduk-duduk, ngopi, bertemu teman di hotel
Mulya;
Bahwa saksi selalu menolak bahwa penerimaan berkaitan dengan
pemilihan DGS BI;
Bahwa penerimaan itu tidak tahu ada keterkaitan atau tidak
dengan pemilihan DGS BI;
Bahwa saksi kenal dengan Nunun Nurbaeti dan Arie Malangjudo,
tidak tahu tempat kerjanya, baru kemudian diketahui. Tidak hapal
kapan dibuka uang itu.
Bahwa saksi tidak tahu motif dari pemberian uang, tidak pernah
bertemu lagi dengan Arie, begitu terjadi masalah, lalu minta ke
Daniel untuk dikembalikan.
Bahwa pemberian itu juga tidak ada yang merasa dirugikan
dengan pemberian itu
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
69
Bahwa saksi kenal Arie juga dari pertemuan masyarakat Jabar,
tidak tahu kedekatan Arie dengan Nunun Nurbaeti, tidak tahu
pekerjaan dan keseharian Ari Malangjudo;
Bahwa kalimat yang disampaikan Ari Malangjudo waktu telepon
hanya mengatakan ingin bertemu, waktu menyerahkan tidak
mengatakan apa-apa termasuk mengenai isinya;
Bahwa rumah Nunun Nurbaeti di Cipete Raya, terakhir kesana
dalam acara Masyarakat Jabar, tidak pernah ada pertemuan
dengan Paskah, Hamka, Endin dan Miranda Goeltom, dan lain-lain;
Bahwa fraksi di komisi IX sekitar 50 orang;
Bahwa saya tidak pernah mempermasalahkan urusan pribadi;
Bahwa saksi tidak tahu apakah Ari Malangjudo orang sunda,
mengenal Ari Malangjudo sekitar 2001 dalam halal bihalal
masyarakat Jabar di mercantile club;
Saksi tidak berpikir apa yang ada dalam amplop coklat, sudah
biasa menerima amplop berisi proposal dan sebagainya, tidak
tahu kalau pak Ari adalah staf Nunun Nurbaeti;
Bahwa pada bulan Juni 2004, di Komisi IX ada banyak kegiatan
diluar pemilihan DGS BI, raker, dengar pendapat atau lainnya;
Bahwa pemilihan DGS BI itu dipilih komisi IX, atas perintah
paripurna DPR, hasil pemilihan diserahkan kepada pimpinan DPR,
kemudian DPR dengan rapat paripurna menetapkan hasil
pemilihan, jadi komisi IX tidak pernah menetapkan seseorang
menjadi DGS, untuk penegasan
Bahwa pemilihan DGS diikuti 3 orang Miranda Goeltom, Hartadi
dan Miranda Goeltom, pelaksanaannya diawali Fit and proper test
kemudian voting, Bu Miranda terpilih denagn angka terbanyak,
kemudian dilaporkan ke paripurna DPR, paripurna DPR lah yang
menetapkan menyetujui atau tidak menyetujui ibu Miranda
menjadi DGS BI;
Bahwa saya tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti
dimanapun maupun dengan Miranda Goeltom, menjelang
pemilihan DGS BI, dengan Paskah di kediaman Nunun Nurbaeti
juga tidak ada;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
70
Bahwa alasan yang mendasari saat itu tidak memilih DGS tahun
2004 adalah fatsun politik PPP, secara politik kita tahu bagaimana
PPP, Bu Miranda juga tahu;
Bahwa dalam fit and proper test diberikan kesempatan pada PPP
untuk menggali apakah calon punya kecakapan moneter di
perbankan dan pergaulan moneter internasional, kemudian siapa
yang dipilih harus sesuai intern PPP;
Bahwa kalau memenuhi saya tidak punya alat evaluasinya, tapi bu
Miranda boleh dibilang memiliki kecakapan;
Bahwa sebagaimana kita tahu PPP punya mekanisme politik
sendiri dan kita tahu dengan istilah Fatsun;
Bahwa hubungan saya dengan Miranda Goeltom tetap baik,
dengan kata lain kalau saya tidak pilih pun beliau pasti sudah
taulah;
Bahwa saya tidak pernah dikenalkan ke Miranda Goeltom oleh
Nunun Nurbaeti;
TANGGAPAN TERDAKWA: Bahwa saksi tidak pernah diminta oleh terdakwa untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tugas saudara sebagai anggota Komisi IX DPRRI tahun
1999-2004 dalam rangka pemilihan DGS BI 2004;
Bahwa terdakwa tidak pernah menjanjikan sesuatu, memberikan
sesuatu, memberikan hadiah atau memberi janji apapun sebelum
atau pada saat atau sesudah pemilihan DGS BI agar saksi
melakukan sesuatau atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tugas saksi dalam pemilihan DGS BI;
Bahwa terdakwa tidak pernah meminta kepada saksi untuk
memilih terdakwa.
9. Drs. PASKAH SUZETTA, MH (Mantan anggota DPR RI Komisi IX
periode 1999-2004 dan Mantan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu)
diperiksa sebagai saksi pada tanggal 29 Agustus 2012. Memberikan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
71
keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam pada
persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi adalah anggota Komisi IX DPR RI;
Saksi pernah melakukan pemilihan DGS BI 2004 anggotanya Budi
Rochadi, Hartadi Sarwono dan Miranda Goeltom, yang
memenangkan berdasarkan voting adalah Miranda Goeltom;
Setelah pemilihan saksi Endin pernah bertemu saksi Ari
Malangjudo di Hotel Century, tapi tidak ingat sesudah atau
sebelum;
Bahwa saksi pernah kenal dengan Nunun Nurbaeti, dalam rangka
perkumpulan masyarakat Jabar, Nunun Nurbaeti tidak pernah
menyampaikan sesuatu sehubungan dengan pemilihan DGS BI;
Bahwa saksi tidak pernah terima sesuatu dari Hamka Yandu;
Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Hakim No 16/Pid/B-
TPK/2011 tanggal 17 Agustus 2011 dipersalahkan melanggar
pasal 11 UU Tipikor dan telah menjalankan hukuman secara
penuh;
Bahwa saksi tidak pernah menerima dan mencairkan TC maupun
keluarganya juga;
Bahwa saksi pernah bertemu dengan Hamka membahas
pemilihan DGS BI, saat itu sebagai pimpinan Poksi, tidak pernah
mengarahkan fraksi;
Bahwa pada tahun 2003 Terdakwa adalah calon Gubernur BI
tetapi yang terpilih adalah Burhanudin Abdullah;
Bahwa tahun 2003 ada mempermasalahkan kredibilitas moral
karena ada beberapa surat dari mantan suaminya yang
menyatakan masalah pribadi, semua fraksi dapat, sehingga yang
terpilih bukan Terdakwa;
Bahwa pada pemilihan DGS BI tidak pernah ada pertemuan
dengan Miranda Goeltom ataupun dengan calon lain, tidak ada
titipan-titipan;
Bahwa pertemuan Sunda di D’Lounge ataupun di Hotel Mulya
tidak pernah hadir, hanya hadir pada halal bihalal masyarakat
sunda tahun 2006, ketemu di DLounge jalan Gunawarman akhir
2005 membicarakan membentuk paguyuban sunda. Pertemuan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
72
pertama dengan Nunun Nurbaeti di Mercantile tahun 2001, pada
zaman presiden Gus Dur, diundang bukan oleh Nunun Nurbaeti
tapi Adang Darajatun;
Bahwa saksi tidak pernah berada di Mulia. Sampai jam 9 malam
masih penghitungan. Tidak pernah dengar pemberian uang di
fraksi. Tidak pernah diceritakan oleh Hamka;
Bahwa anggota Fraksi Partai Golkar 14;
Bahwa saksi datang ke rumah Nunun Nurbaeti terakhir tahun
2008, atas undangan Adang, tidak pernah berhubungan dengan
Nunun Nurbaeti, tidak akrab dengan Nunun Nurbaeti, tidak ada
hubungan bisnis atau apapun juga, hanya berhubungan karena
terkait pak Adang sebagai pembinan di Jabar, yang pernah sebagai
Kapolda Jabar dan wakapolri, tidak pernah bertelepon dengan
Nunun Nurbaeti apalagi sampai Nunun Nurbaeti memberi
perintah untuk saya datang ke rumahnya;
Bahwa saksi hadir di Dlounge pada akhir 2005 diakhir menjadi
menteri, sekaligus mengucapkan selamat kepada saya;
Bahwa saya telah diputus bersalah melanggar pasal 11, saya
diadili 3 bulan siang dan malam, saya bersedia untuk dikonfrontir;
Bahwa tahun 2003 menurut surat dari mantan suami Miranda
Goeltom, Miranda Goeltom sudah berhubungan dengan suami
sekarang tanpa nikah, akan tetapi tahun 2004, akhir 2003 juga,
sebelum pencalonan DGS, MG ternayta telah cerai dengan suami
terdahulu dan telah menikah dengan suami sekarang, bahkan
telah menikah, bahkan saya diundang tapi saya tidak hadir waktu
itu,jadi artinya tuduhan moral kepada Terdakwa pada saat
pemilihan DGS sudah tidak dipermasalahkan itu yang bisa saya
sampaikan;
Bahwa pemilihan DG dalam rangka kegiatan terakhir dari
rangkaian acara DPR karena setelah itu kita reses baru masuk lagi
tanggal 16 Agustus dalam pembahasan RAPBN, bahwa pada saat
itu dalam situasi tidak normal, karena saat itu para anggota baru
menyelesaikan pemilu legislatif ada yang terpilih lagi ada yang
tidak. Kita Juga kegiatan beralih menjadi kegiatan fraksi dan partai
karena kita langsung kedaerah melakukan pilpres, jadi ini
kegiatan terakhir, tidak ada lagi kegiatan lainnya;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
73
Bahwa pemilihan dengan one man one vote, bu Miranda terpilih
tapi tidak mayoritas, karena yang lain juga dapat suara;
Bahwa tidak pernah ada pertemuan di kediaman Nunun Nurbaeti;
Bahwa ada surat-surat dari suami Miranda Goeltom pada 2003
pada saat pemilihan Gubernur BI,pada saat pemilihan DGS tidak
ada;
Bahwa hasil pemilihan Komisi IX belum absolut harus diajukan
lagi ke paripurna, saat itu ketua komisi Emir, melaporkan ke
sidang paripurna, itupun hasilnya harus minta pengesahan ke
Presiden;
Bahwa di paripurna sepengetahuan saya diterima oleh paripurna;
Bahwa kinerja Miranda Goletom bersama tim DG waktu itu sangat
baik, inflasi bisa diturunkan, nilai tukar juga stabil, dan kalau
Miranda Goletom salah mungkin sudah ditangkap KPK;
Bahwa paguyuban sunda berdiri sekitar 2005 tidak ada badan
hukumnya;
Bahwa paguyuban sunda sebelumnya hanya person ke person dan
pada waktu itu yang mengumpulkan dengan figur Adang
Daradjatun, baru formal akhir 2005, sebelumnya hanya individu
saja;
Bahwa saksi tidak pernah dimintakan dukungan oleh Nunun
Nurbaeti untuk mendukung Miranda Goletom;
Bahwa saksi tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti pada
tahun 2004;
TANGGAPAN TERDAKWA: Bahwa saksi tidak pernah diminta oleh terdakwa untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tugas saudara sebagai anggota Komisi IX DPRRI tahun
1999-2004 dalam rangka pemilihan DGS BI 2004;
Bahwa terdakwa tidak pernah menjanjikan sesuatu, memberikan
sesuatu, memberikan hadiah atau memberi janji apapun sebelum
atau pada saat atau sesudah pemilihan DGS BI agar saksi
melakukan sesuatau atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tugas saksi dalam pemilihan DGS BI;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
74
Bahwa terdakwa tidak pernah meminta kepada saksi untuk memilih terdakwa.
10. DUDHIE MAKMUN MUROD (Mantan anggota DPR RI Komisi IX
periode 1999-2004) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 29 Agustus
2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama
Islam pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi adalah anggota DPR RI Komisi IX;
Bahwa saksi pernah melakukan pemilihan DGS BI 2004
anggotanya Budi Rochadi, Hartadi Sarwono dan Miranda Goletom;
Bahwa yang memenangkan berdasarkan voting adalah Miranda
Goeltom;
Bahwa saksi menerima sesuatu dari Arie, tapi tidak tahu untuk
apa, sebanyak 10 lembar TC di Bebek Bali;
Bahwa saksi dihubungi Panda, diminta menghubungi Arie
Malangjudo, bertemu dengan Arie Malangjudo, Arie Malangjudo
serahkan amplop berisi amplop lagi berisi amplop berisi nama-
nama anggota Fraksi PDIP;
Bahwa pertemuan Dharmawangsa, baru mengetahui di
pengadilan difasilitasi oleh Miranda Goeltom, hadir 5-10 menit
sebelum bubar, Ia telat, yang dibicarakan tidak ada karena sudah
mau bubar, tidak ingat apakah dari PDIP hadir semua, tidak
mendengar pembicaraan;
Bahwa saksi tidak pernah ada pertemuan dengan Emir Moeis,
tentang pemberian uang 500 juta tersebut;
Bahwa tidak pernah ada pertemuan dengan Emir Moeis dan
Cahyo Kumolo mengatakan BAP No. 16 Pemberian TC terkait
dengan pemilihan DGS Miranda Gultom, pada saat itu Emir
memberikan kesempatan kepada Cahyo Kumolo dan Panda untuk
memberikan pengarahan untuk memilih MG dengan alasan
kompetensi dan pengalamannya bagus. Tidak pernah mengatakan
hal tersebut;
Bahwa tidak ada pertemuan dengan Cahyo Kumolo untuk memilih
Miranda Gultom;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
75
Bahwa pertemuan hanya di Dharmawangsa, sudah ada arahan
memilih Miranda Goletom, kalau fraksi sudah putuskan anggota
mengikuti;
Bahwa tidak ada ucapan terimakasih untuk pemilihan, Agus
Condro hanya pindah seminggu sebelumnya, tidak pernah
mendengar ocehan Agus Condro soal pemberian 300-500 juta
oleh Miranda Goeltom;
Bahwa saksi hanya disuruh oleh Panda Nababan, sekretaris fraksi,
tidak tanya dalam rangka apa, kalau perintah dari sekretaris fraksi
tidak menanyakan;
Bahwa setelah menerima langsung diinfokan ke Panda, Nababan
amplop tidak saya buka, lalu menghubungi Emir Moeis, Emir
Moeis yang membuka, diberikan di ruangan Emir Moeis, semua 17
ada namanya dari anggota Komisi IX dari PDIP;
Bahwa anggota PDIP tidak ada yang bertanya karena buru-buru,
sampai menjadi masalah mungkin ada beberapa yang bertanya;
Bahwa saksi mengembalikan 2008 sebelum perkara mencuat;
Bahwa pada saat penerimaan uang Miranda Goeltom belum
terpilih. Miranda Goeltom terpilih sesuai BAP jamnya;
Bahwa penerimaan uang diyakini tidak terkait dengan pemilihan
DGS, sebelumnya tidak pernah ada penerimaan tersebut;
Bahwa anggota PDIP di komisi 17, saat itu terbesar;
Bahwa menjelang pemilihan DGS pernah ada rapat fraksi di ruang
fraksi meghasilkan 11 keputusan no 8 atau 9 memutuskan
mendukung Miranda Goletom sebagai DGS BI;
Bahwa tidak mendengar ada celetukan ada dananya tidak, karena
ruangannya besar sebesar ruangan komisi kira-kira 4x ruangan
ini, sekitar 142 hadir disana;
Bahwa di rapat fraksi itu pak Cahyo tidak mengatakan apapun,
karena sudah ada keputusan tertulisnya;
Bahwa rapat di Dharmawangsa diatas 13-15 orang yang hadir,
diundang oleh sekretaris fraksi Panda dan ketua fraksi Cahyo
Kumolo;
Bahwa saya tidak tertarik bahkan tidak mendengar;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
76
Bahwa pertemuan di Dharmawangsa tidak mendengar apa-apa
karena sudah mau bubar;
Bahwa saksi sama dengan pak Paskah, cuma saya tambahkan
sedikit, jangankan pemilihan DGS, UU pun kami hanya
rampungkan untuk kemudian membawa ke sidang paripurna, di
sidang paripurna bisa divoting setuju atau tidak, baru disahkan,
jadi komisi tidak ada wewenang menetapkan si A, UU pun hanya
diramu dan dibawa ke paripurna, paripurna yang putuskan
diterima atau tidak;
Bahwa ya diterima;
Bahwa saya kira fraksi tidak memutuskan sembarangan, pasti ada
pertimbangan kecakapan disitu, kinerjanya sangat baik, harus
saya akui Miranda Goletom sangat senior;
TANGGAPAN TERDAKWA: Bahwa saksi tidak pernah diminta oleh terdakwa untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tugas saudara sebagai anggota Komisi IX DPRRI tahun
1999-2004 dalam rangka pemilihan DGS BI 2004;
Bahwa terdakwa tidak pernah menjanjikan sesuatu, memberikan
sesuatu, memberikan hadiah atau memberi janji apapun sebelum
atau pada saat atau sesudah pemilihan DGS BI agar saksi
melakukan sesuatau atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tugas saksi dalam pemilihan DGS BI;
Bahwa terdakwa tidak pernah meminta kepada saksi untuk
memilih terdakwa.
11. NUNUN NURBAETI (Direktur Utama PT. Wahana Esa Sambada)
diperiksa sebagai saksi pada tanggal 3 September 2012. Memberikan
keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam pada
persidangan sebagai berikut:
Saksi kenal dengan Terdakwa; Saya tidak ingat sejak kapan kenal dengan Terdakwa;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
77
Ada pertemuan dirumah saya, saya lupa tanggalnya Tahun 2004
ada ibu Miranda Goeltom ada Pak Endin ada Hamka Yandhu ada
Paskah Suzetta;
Dalam rangka agar membantu agar supaya ibu Miranda Goeltom menjadi DGS BI dalam fit & Proper test;
Kantor saya jalan Riau; Saya tidak ingat kapan tanggal pemilihan DGS BI; Hamka Yandhu tidak pernah datang ke tempat saya sebelum
pemilihan DGS BI; Saya tidak mengetahui mengenai Travel Cheque; Tidak sama sekali saya mengetahui TC, saya mendengar di TV, di
Radio, di Media, saya tidak pernah memberikan apapun melalui Travel Cheque;
Tidak sama sekali pernah melihat Anggota DPR Dari fraksi ABRI, Golkar menjemput sesuatu ke kantor saya jalan Riau;
Saya kenal dengan Arie Malang Judo; Saya tidak ingat pernah memperkenalkan Arie kepada Terdakwa; Saya pernah berkunjung ke kantor Terdakwa sebagai kawan, saya
lupa kapan; Tidak pernah Anggota DPR datang ke kantor saya sore-sore atau
sesudah magrib dalam rangka kekantor saya mengambil sesuatu baik Hamka Yandhu atau fraksi Golkar;
Saya kenal dengan Endin, dalam rangka organisasi kesundaan; Saya tidak pernah memerintahkan kepada Arie Malangjudo untuk
memberikan sesuatu kepada Endin maupun Dudi; Saya tidak pernah melihat travel bag di ruangan saya; Saya tau Ngatiran dia kerja di kantor saya tapi saya tidak pernah
berhubungan dengan Ngatiran dan Tidak pernah masuk keruangan saya;
Saya sudah 8 bulan di penjara; Dalam kapasitas kenal dengan Terdakwa saya merasa akrab; Saya tidak ingat terdakwa pernah mengunjungi kantor saya; Saya pernah mengunjungi kantor terdakwa setelah terdakwa
menjadi DGS BI, ketika saya berkunjung ke kantor Ibu Miranda sebagai kekeluargaan saja apakah itu beliau mengundang saya dalam rangka mengadakan konser atau apa saya juga lupa lagi tapi tidak hal lain yang kami bicarakan di gedung BI tersebut tetapi waktu kita hanya bicara kekeluargaan dan saya pun waktu ke tempat ibu Miranda Goeltom kalau tidak salah dengan cucu saya;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
78
BAP No. 20 ya benar keterangan saya; Pada saat memperkenalkan Anggota DPR itu, ibu Miranda
sebetulnya sudah kenal tetapi hanya lebih mempertemukan kembali ya itu yang terjadi di rumah saya seperti di BAP tersebut;
Saya tidak ingat siapa yang datang duluan; Tidak ada acara lain di rumah saya, waktu itu khusus untuk
memperkenalkan; Saya tidak ikut bicara dalam pertemuan mereka; BAP No. __ thank you benar; Setelah pertemuan tersebut tidak ada pertemuan lagi; Kalau Arie Malang Judo di Wahana Esa Sejati; Tidak ada pertemuan antara saya yang memberikan semacam tas
kemudian arie malang judo dipanggil dan mengantarkan kepada anggota DPR;
Saya tidak pernah mencairkan TC; Saya tidak ingat pernah menyuruh Sumarni untuk mencairkan TC.
12. NUNUN NURBAETI dikonfrontir keterangannya dengan ARI
MALANGJUDO sebagai saksi pada tanggal 3 September 2012.
Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama Islam
pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi Nunun Nurbaeti tidak ingat pernah memerintah Ari
Malangjudo;
Saya tidak pernah bertemu dan memerintahkan saudara Hamka
Yandhu dan saudara Arie Malangjudo di kantor saya;
Bahwa saksi Nunun Nurbaeti kenal dengan Endin;
Bahwa seperti di sampaikan, di rumah saya bertemu dengan ibu
Miranda Goeltom hanya itu yang saya tahu dan saya ingat;
Saya juga punya saksi yang Mulia bahwa tidak pernah ada
pertemuan di ruangan saya dengan Hamka Yandhu sebelum
pemilihan DGS BI;
Bahwa saksi Nunun Nurbaeti tidak pernah menyuruh Office boy;
Dipertemukan dalam rangka Waktu itu ibu Miranda meminta
tolong saya agar supaya dalam fit & proper test DGS BI tentunya
tidak dipermalukan seperti yang sudah-sudah dan tentunya beliau
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
79
minta dibantu agar semuanya bisa lancar dengan baik yang mulia
mohoon maaf mungkin kata-kata saya juga saya lupa lagi tapi kira-
kira seperti itu mungkin saya tambahkan itu hanya itikad baik;
Saya takut salah kira-kira seperti itu ada kata-kata agar tidak di
permalukan;
Tidak hanya dari para anggota DPR saja;
Saya kenal dengan anggota DPR yang di maksud;
Saya tidak ingat siapa yang inisiatif saya tidak ingat kalau
kebetulan ketemunya Terdakwa dengan anggota DPR di rumah
saya;
Betul saya ingat saya ketemu Terdakwa dengan anggota DPR di
rumah saya;
Saya tidak ingat siapa yang menelpon anggota DPR untuk datang
ke rumah saya;
Setelah mereka ketemu tentunya mereka pamitan;
Saya sampaikan Ibu Miranda menelpon saya minta untuk
dipertemukan kemudian saya pertemuan di dengan yang saya
kenal di rumah saya;
Betul saya tidak ikut dalam pertemuan tersebut karena bukan
urusan saya;
Sesuai BAP ketika pulang berpamitan saya mendengar “ini bukan
proyek thank you ya” tetapi saya tidak tahu siapa yang bicara
karenakan semua juga tidak mengakui ke rumah saya, maupun
tidak mengakui bertemu saya, semua tidak mengakui kenal
dengan saya, semua juga tidak mengakui itu adalah pernyataan
mereka;
Saya tidak pernah terima Travel cheque;
Ya saya punya karyawan bernama Sumarni, dia yang memegang
keuangan saya dalam keperluan keluarga;
Perusahaan yang saya pimpim adalah Wahana Esa Sambada;
Saya tidak pernah telepon Pak Udju, tidak pernah menyuruh Pak
Udju datang ke beliau;
Saya kenal Pak Udju dulu bekas anggota suami saya saat suami
saya menjadi KAPOLDA Jawa Barat;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
80
Seingat saya acara persundaan yang di hadiri pak Paskah bukan di
Hotel Mulia coffe shop tapi di tempat lain di hotel lain;
Kalau di café D’Lounge iya, semua sesepuh sunda hadir pak
Paskah dan Hamka Yandhu ada;
Dalam pertemuan di café D’Longue tidak pernah ada saya
meminta kepada pak Paskah agar fraksi Golkar membantu
Terdakwa dalam pemilihan DGS BI yang saya ingat pertemuan
dengan pak Paskah di D’Lounge setelah pemilihan DGS BI;
Di perlakukan bukan di permalukan;
Maksud tidak diperlakukan seperti itu hanya seperti itu saja,
selaku teman dekat saya tidak ingat terdakwa cerita yang lain atau
tidak;
Tidak pernah Terdakwa menceritakan kegagalan dalam pemilihan
Dewan Gubernur BI;
Di Kantor saya ada pegawai yang bernama Ngatiran, kalau staf
saya ada saudara Yani, Sukri Bay ada sekertaris, Sumarni terus
ada Neni;
Saya hanya selalu berhubungan dengan sekertaris;
Saya tidak pernah memerintahkan staf saya agar nanti seseorang
mengantarkan bungkusan semacam travel bag ke Arie malang
judo;
Kalau yang berkaitan dengan fit & proper tes DGS BI seingat saya
tidak pernah melakukan pertemuan seingat saya hanya ibu
Miranda hanya meminta untuk dipertemukan;
Pada saat mereka melakukan pertemuan saya juga ada dirumah
karena itu rumah saya;
Pertemuan di Cipete antara Miranda Goeltom, Paskah
Suzetta, Endin dan Hamka Yandhu itu dilakukan pada siang
hari setelah jam 10;
Saya tidak pernah menelpon pak Udju dan saya tidak tahu nomor
telephone pak Udju;
Suasana saat saya mendengar Ini bukan proyek thank you biasa
saja;
Setelah pamitan saya mendengar itu;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
81
Saya tidak ingat itu di teras atau dirumah namun pada saat
pamitan saya mendengar itu tetapi karena kami ini orang sunda
suka bercana dan kami ini akrab setelah itu sudah;
Saya tidak ingat apakah kata-kata itu berupa candaan atau tidak;
Saya tidak ingat yang mengatakan itu laki atau perempuan;
Pada saat pertemuan Terdakwa tidak pernah menyampaikan
kepada saya untuk pesan menyerahkan TC BII kepada para
anggota Komisis IX DPR RI;
Saya tidak pernah melibatkan pak adang darajatun dalam
pertemuan Cipete;
Saya tidak ingat nomor telepon pak Endin, pak Hamka dan pak
Paskah;
Seingat saya, saya tidak pernah langsung bertelpon kecuali saya di
telepon dan tentunya saya akan menyuruh sekertaris
13. ARI MALANGJUDO dikonfrontir keterangannya dengan NUNUN
NURBAETI dan UDJU DJUAHERI sebagai saksi pada tanggal 3
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Konfrontir dengan Nunun dan Udju
Benar saya pernah diperintah oleh Nunun Nurbaeti untuk
mengantarkan beberapa bungkus katakanlah semacam tas yang
berisi TC kepada anggota DPR;
Pengantaraannya itu 8 Juni 2004; Saya di perintah oleh Nunun Nurbaeti untuk memberikan tas-tas
tersebut yang sudah ada warnanya; Ya saya pada waktu itu ada hubungan pekerjaan dengan Nunun
Nurbaeti di PT. Wahana Esa Sejati saya sebagai Dirut, ibu Nunun sebagai Komisaris Utama;
Pernah saya bertemu dengan Endin, Waktu itu yang telepon saya Endin;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
82
Pada waktu saya bertemu di ruangan ada saksi lain waktu itu yaitu hamka yandhu tanggal 7 Juni 2004 yang mengatakan akan mengaturnya ibu Nunun;
Tidak ada Nunun pada saat bertemu dengan fraksi TNI/POLRI di kantor jalan Riau ketika saya dapat perintah diminta pasif saya nanti saya dihubungi ternyata mereka memang menghubungi saya di HP saya, ketika itu saya di kantor di jalan Riau No. 21 beda satu rumah dengan kantor Nunun;
Pernah ada pertemuan di ruangan Nunun dengan Hamka Yandhu sebelum pemilihan DGS BI;
Selain pak Endin, dudi dan hamka yandhu ada pak Udju Djuhaeri dari anggota DPR fraksi TNI/Polri saya di telpon oleh bu Nunun mengatakan bahwa pak Udju akan datang nanti sore hari menjelang magrib, maksud tujuannya mengambil titipan tas belanja warna putih. Mereka hadir berempat saya tidak ingat nama-namanya, saya baru ketemu pada saat itu, pak Udju datang kemudian mengetuk assalamualaikum dan mengatakan saya Udju apakah ada titipan dari ibu Nunun kemudian saya keluar saya lihat ada 3 orang lain karena ruang kerja saya tidak besar maka saya ajak ke ruang rapat. Waktu itu saya lapor ke ibu Nunun saya sudah sampaikan ke pak Udju ibu nunun mengatakan oh iya terima kasih;
Saya tidak tahu pada sat itu sedang ada fit & proper test DGS BI; Saya melihat mereka bertiga membuka amplop dihadapan saya
tetapi tidak membuka semua.
14. UDJU DJUAHERI dikonfrontir keterangannya dengan NUNUN
NURBAETI dan ARI MALANGJUDO sebagai saksi pada tanggal 3
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Hari itu tanggal 8 Juni 2004 sekitar jam 5 saya mendapat telepon
ketika saya masih si ruang sidang yang suaranya mirip seorang
wanita bahwa bunyi telepon itu agar saya datang ke jalan Riau No.
17 kemudian telepon itu saya sampaikan kepada pak Darsup, pak
Sulis dan pak Suyitno;
Saya sebelumnya sudah mengenal Nunun;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
83
Kami saat itu menanyakan siapa yang menelpon tapi saat itu
langsung di tutup;
Saya tidak bisa memastikan kalau suara itu suara ibu Nunun;
Saya tidak pernah mengatakan cukup, mungkin pak Arie salah
dengar pengertian saya cukup itu sudah selesai atau belum, saya
kan ga tau cek yang ada didalam kami baru tahu itu TC bernilai 50
juta pada saat dirumah;
Saat itu sedikit saya membuka amplop itu di depan Arie Malang
Judo dan saya waktu itu secepatnya pulang tidak bertanya
apapun;
Tidak ada setelah diberikan TC itu Arie Malang Judo menanyakan
untuk apa TC itu diberikan
15. LINI SUPARNI (pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah saksi
Nunun Nurbaeti) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 3 September
2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut agama
Islam pada persidangan sebagai berikut:
Saya kenal dengan Nunun sejak 1971;
Tidak kenal dengan Terdakwa;
Terdakwa pernah datang ke rumah Nunun seingat saya 2 kali awal
tahun 2004;
Saya tidak tahu untuk keperluan apa Terdakwa datang;
Waktu Terdakwa datang ke rumah Nunun 2 kali saya tidak tahu
dalam rangka apa, yang pertama siang hari sekali setelah jam 12
lalu satu kali lagi malam hari waktu itu ada acara. Kalau yang
siang hari tidak ada acara hanya ibu Miranda dengan ibu
Nunun tidak ada yang lain;
Waktu itu ibu Miranda datang sendiri ke rumah ibu Nunun;
Saya tidak tahu ibu Miranda pernah melakukan pertemuan di
rumah ibu Nunun.
16. Ir. IZEDRIK EMIR MOEIS, MSi (Mantan Ketua Komisi IX DPR RI
periode 1999-2004 merangkap Ketua Panitia Anggaran DPR RI
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
84
periode 2004-2009) diperiksa sebagai saksi pada tanggal 3
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi pada tahun 2004 pernah menjadi anggota DPR-RI,
sampai dengan tahun 2003 awal di Komisi VIII kemudian 2002
pertengahan sampai 2004 di Komisi IX;
Bahwa Komisi IX pernah melakukan fit and proper test untuk
pemilihan DGS BI, ada 3 calon ada Ibu Miranda, ada Pak Hartadi,
dan ada almarhum Pak Budi Rohadi;
Bahwa kalau tidak salah pemilihannya bulan Juni 2004;
Bahwa sebelum pemilihan pernah ada pertemuan fraksi tentang
siapa yang akan dipilih untuk Deputi Senior BI, yang hadir saat itu
Pimpinan Fraksi dan anggota fraksi mungkin beberapa yang tidak
hadir tapi waktu itu jumlah fraksi kita ada 153 orang dengan
Ketuanya Pak Cahyo Kumolo dan Pak Panda Nababan sebagai
sekretaris fraksi dan Pak Dudi Makmun Murod sebagai bendahara
fraksi;
Bahwa pembicaraannya saat itu kalau kaitannya dengan Deputi
Gubernur tempo hari dibicarakan bahwa kita akan pemilihan
Deputi Gubernur Senior dan arahan dari fraksi dan dari DPP
Partai untuk mensukseskan ibu Miranda Gultom yang
sebelumnya telah gagal mensukseskan menjadi Gubernur BI.
Dalam lingkungan Poksi saksi ada lagi. Sesudah pertemuan fraksi
ada pertemuan poksi, pada saat pertemuan poksi ada ditawarkan
untuk bisa bertemu langsung juga dengan calon yang kita mau
sukseskan yaitu ibu Miranda Gultom;
Bahwa pertemuan itu ada di Hotel Darmawangsa;
Bahwa saksi hadir pada pertemuan poksi, ketua komisi harus
hadir terus. Pada saat itu hadir Cahyo Kumolo;
Bahwa tidak pernah dibicarakan mengenai pemberian uang
sebesar 300 juta sampai 500 juta. Kalau membicarakan uang tidak
pernah;
Bahwa ada pertemuan di Hotel Darmangwangsa. Waktu itu Pak
Panda mengatakan “untuk jelasnya sebagai orang yang nanti akan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
85
bergerak di fit and proper sebaiknya saudara-saudara ketemu
secara langsung dengan Ibu Miranda Gultom”;
Bahwa memang ada pertemuan selanjutnya di Hotel
Darmawangsa. Saya tahu nya saya dipanggil sama Pak Panda
untuk hadir, sepertinya yang mengurusi dari fraksi. Tentunya dari
Pak Panda, mungkin staff nya. Saya tidak tahu siapa yang
mengurusi cuma dugaan saya ya karena inisiatif dari fraksi ya
fraksi mengurusnya;
Bahwa dalam pertemuan itu yang hadir seluruh anggota Poksi,
kemudian ada Pak Panda, Pak Cahyo. Waktu itu khusus memang
bertemu dengan terdakwa. Artinya pertama kita ingin mengetahui
kapabilitas dari terdakwa, kemudian juga ada beberapa
pertanyaan-pertanyaan atau rumor yang tempo hari berkembang.
Ada masalah pribadi ya masalah-masalah umum. Jadi ada
beberapa yang menanyakan supaya clear. Kan banyak sekali isu-
isu yang salah. Dan itu juga dijawab oleh Ibu Miranda sehingga
semua nya clear;
Bahwa waktu itu ada 3 calon, almarhum Pak Budi Rohadi, Pak
Hartadi dan Ibu Miranda. Yang terpilih waktu pemilihan itu Ibu
Miranda;
Bahwa waktu itu ada pembagian TC, yang membagi Pak Dudi
Makmun Murod dan saya juga tidak tahu itu dari mana. Tapi saya
sudah punya prinsip bahwa saya tidak mau terima. Saya tolak.
Pada waktu itu beberapa amplop dibuka oleh kawan-kawan
didalamnya ada TC. Sebelum membagikan amplop Pak Dudi tidak
ada menaympaikan sesuatu. Bahwa iya betul Pak Dudi Makmun
Murod ada berkata “rekan-rekan ini ada amplop atas kegiatan kita
kemarin juga sekaligus untuk modal kampanye”. Maksud kata-kata
“yang kemarin itu” untuk pemilihan Deputi Gubernur BI. Masing-
masing orang dari partai saksi menerima TC. Saya agak lupa siapa-
siapa saya yang menerima. Tetapi waktu itu dibagi di ruangan
Komisi, sebagian orang lagi ada di ruangan lain. Di ruang komisi
ada sekitar 10 sampai 12 orang ada disana. Yang saya ingat ada
Pak Max Muin, saya ingat ada Ibu Angelina juga waktu itu, semua
menerima. Menerima dalam bentuk amplo. Saya melihat kawan-
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
86
kawan buka amplop. Saya tidak tahu berapa jumlahnya satu TC
Cuma dari omongan-omongan saya tahu itu ada 50 juta;
Bahwa yang untuk saya, saya tolak. Kalau yang untuk saya yang
menyerahkan Pak Dudi trus saya menolak saya berikan kepada
Pak Panda. Saya mengatakan kepada Pak Panda “Pak ini apap-
apan ni. Ini apa duit dari pemilihan Miranda kemarin? Terus Pak
Panda marah “siapa bilang ini uang Miranda?. Saya menolak
apapun, saya serahkan kepada Pak Panda;
Bahwa saya tidak tahu asal TC dari mana. Saya juga tidak tahu
apakah ada untuk fraksi lain;
Bahwa saya kenal dengan terdakwa sudah lama. Sudah sejak dari
SMA. Seingat saya betul ada sekitar bulan Mei 2004 ada
pertemuan kedua di ruang rapat fraksi di lantai 7 Gedung DPR.
Panda Nababan mengatakan bahwa “kita akan memilih saudara
Miranda Gultom agar saudara Emir Muis selaku Pimpinan Komisi
dapat memperjuangkan secara maksimal. Pengalaman kita saat
pemilihan Gubernur BI kemarin.” Lalu saya berkata “siap pak, saya
akan kordinasikan dengan seluruh anggota fraksi PDI-P agar solid
dalam pemilihan mendatang.”;
Bahwa dalam BAP yang dibacakan oleh Majelis, saksi ada
mengatakan “apakah saudara terdakwa siap untuk
mempertahankan nilai tukar rupiah pada waktu itu?” terdakwa
menjawab “bisa, asalkan keadaan politiknya stabil.;
Bahwa saya menolak TC pada waktu itu karena saya tidak tahu
dari mana. Dari siapapun saya tidak mau menerima tetapi waktu
sama Panda saya katakan “ini dari Miranda ni? Pak Panda bilang
“bukan, siapa bilang dari Miranda”. TC tersebut saya tolak;
Bahwa saya tidak tahu berapa jumlahnya TC itu. Betul beberapa
hari kemudian Pak Panda Nababan memberikan kembali TC itu.
Pada waktu pemberian pertama itu kan katanya upah capek, kalau
yang kedua ini pemberian bantuan dari fraksi. TC itu saya
serahkan ke tim saya, karena waktu itu pesannya adalah ini untuk
konsolidasi partai dan untuk pensuksesan pemilu. Akhirnya saya
serahkan ke staff-staff saya, ada Pak Sapto, ada Pak Hindarto dan
Pak Wasai. Kemudian uang nya langsung dibawa keKalimantan
Timur. Digunakan untuk kampanye dan kegiatan sosial;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
87
Bahwa saya tahu pemberian TC itu untuk apa setelah jadi perkara.
Bahwa ini kaitannya dengan pemilihan Deputi Gubernur. Itu
setelah jadi perkara di KPK;
Bahwa tidak ada selentingan mengenai pemberian TC pada saat
pertemuan di Hotel Darmawangsa;
Bahwa untuk memilih Terdakwa memang merupakan perintah
partai. Waktu partai kami gagal memenangkan saudara Miranda
untuk menjadi Gubernur, itu ada sanksi nya. Waktu itu sampai
ketua komisi nya yang dari Partai kami juga diganti waktu itu. Pak
Max Muin diganti karena gagal mensukseskan Ibu Miranda jadi
Gubernur. Saya diberi tugas untuk mensukseskan, jadi beban
berat juga buat saya waktu itu;
Bahwa saya tidak pernah tahu kalau terdakwa sendiri pernah
tidak minta tolong kepada fraksi yang saya ketahui atau minta
tolong kepada partai supaya digolkan. Ini memang instruksi
partai;
Bahwa saya lupa jumlah suara yang memilih Miranda tetapi
seingat saya jumlah suaranya dominan karena yang lain-lain
seingat saya jumlah suaranya dibawah 5;
Bahwa kalau saya melihatnya itu, karena itu juga ditawarkan oleh
Pimpinan Fraksi “supaya saudara lebih kenal dengan yang
saudara-saudara perjuangkan, saya akan aturkan pertemuan
untuk bertatap muka langsung dengan yang bersangkutan.
Kemudian ada pertemuan di Darmawangsa, saya tidak tahu siapa
yang melakukan itu. Jadi pengertian saya ya saya dipanggil oleh
Pak Panda, paling tidak beliau tahu kordinator untuk pertemuan
itu. Saya gak ngerti, biaya siapa;
Bahwa pada pertemuan di Darmawangsa itu ada klarifikasi salah
satu nya mengenai masalah keluarga terdakwa. Ceritanya itu kan
simpang siur, akhirnya kita dengar dari Ibu Miranda sendiri
keadaan keluarganya. Secara prinsip itu terbuka dan objektif,
secara manusia kita juga tidak mau berkutat disitu tapi memang
cukup memuaskan jawabannya;
Bahwa seingat saya tidak ada yang menanyakan masalah keluarga
lagi dari fraksi lain pada saat pelaksanaan fit and proper test;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
88
Bahwa pemberian dari Pak Dudi kan diberikan kepada satu-satu,
kemudian Pak Dudinya pergi dan kawan-kawan buka waktu
diketahui didalamnya ada TC, langsung saya naik keatas ketemu
Pak Panda, mungkin selisih waktunya 5 menit. Langsung saya
serahkan ke Pak Panda langsung saya menolak untuk
menerimanya;
Bahwa pada saat pelaksanaan fit and propers test seingat saya
tidak ada pertanyaan mengenai masalah keluarga;
Bahwa pada saat menerima sepengetahuan saya itu TC karena
sama seperti yang diterima kawan-kawan lain;
Bahwa pada saat pertemuan di Darmawangsa, Ibu Miranda
sempat menyampaikan visi dan misi, target-target makro
ekonominya dan juga system perbankan dan sedikit tentang fiscal
juga disampaikan;
Bahwa sebelum proses pelaksanaan fit and proper wajib
dilakukan penelitian administrasi oleh seluruh anggota Komisi;
Bahwa sebagai ketua komisi sudah merasa cukup mengenai hasil
masukan-masukan yang diperoleh dari anggota Komisi IX untuk
informasi dan data-data mengenai calon DGS BI Ibu Miranda
Gultom, selain itu kita juga mengundang Perbanas untuk
menanyakan pandangan perbankan terhadap kandidat-kandidat
yang ada;
Bahwa yang menjadi pertimbangan fraksi saat itu dan saya sendiri
untuk memilih Ibu Miranda Gultom DGS BI, satu selain memang
dari DPP telah memutuskan memilih Ibu Miranda, kedua untuk
kami-kami yang cukup mendalami masalah ekonomi moneter, Ibu
Miranda memang orang yang tepat. Memang yang lain juga bisa
tetapi pada saat itu yang paling senior dan paling tepat ya Ibu
Miranda. Bahwa ada hal-hal lain itu lebih pada rumors dari teman-
teman komisi dari fraksi lain dari partai lain;
Bahwa mengenai Cahyo Kumolo yang mengatakan sesuatu
tentang duit khususnya bahwa “Miranda bersedia memberikan 300
juta 500 juta.” Saya ini Ketua Poksi merangkap Ketua Komisi saya
harus betul-betul alert bahkan saya biasanya bawa rekaman dan
saya rekam, tetapi karena sudah lama jadi ganti yang lain. Saya
rekam itu, semua pembicaraan saya tahu apa yang dibicarakan,
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
89
saya ingat pembicaraan nya. Dan Pak Cahyo itu pasif orang nya.
Tidak ada pernyataan dari Cahyo Kumolo tentang“Miranda
bersedia memberikan 300 juta, 500 juta kalau diminta”. Saya kan
alert sekali, kalau itu sampai disebut oleh Pak Cahyo tentu akan
berkembang didalam pertemuan tersebut. Bener-bener tidak ada;
Bahwa pertemuan-pertemuan di luar itu biasa, tidak dilarang
tetapi lebih enak kalau ketemu di DPR saja.
TANGGAPAN TERDAKWA:
Performance Ibu bagus, pilihan saksi sesuai dengan harapan saksi
pada saat terdakwa menjadi Deputi Gubernur Senior BI.
17. IRA MUTIA SALMA alias IRA ARIFIN (Mantan Director of Catering
pada Hotel Darmawangsa periode 2004-2009) diperiksa sebagai
saksi pada tanggal 6 September 2012. Memberikan keterangan
dibawah sumpah menurut agama Islam pada persidangan sebagai
berikut:
Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa;
Bahwa tidak ada hubungan sedarah atau semenda dengan
terdakwa.
Bahwa tahun 2004-2009 saksi sebagai Director Catering di Hotel
Darmawangsa. Mulai bulan Januari 2004 hingga Maret 2009.
Bahwa secara langsung kepada saya, saya tidak pernah menerima
pemesanan ruangan di Hotel Darmawangsa tetapi berdasarkan
bookingan, iya ada.
Bahwa saya lupa persis tanggal pemesanan nya tetapi sesuai
dokumen yang waktu itu pernah diperlihatkan kepada saya.
Bahwa pada saat itu, saksi tidak melihat terdakwa hadir di Hotel
Darmawangsa.
Bahwa saksi mengetahui bahwa terdakwa merupakan VIP
Member di Hotel Darmawangsa. Tepatnya terdakwa sebagai
Member, karena buat kami, semua adalah VIP.
Bahwa terdakwa melakukan pemesanan sebagai member dari
tempat tersebut. Persisnya saya kurang tahu tetapi berdasarkan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
90
data yang pernah di perlihatkan ke saya, saat itu keanggotaan nya
dari Bahana Pembinaan Usaha Indonesia.
Bahwa pembayaran secara fisik, saya tidak mengetahui tetapi
berdasarkan member ship itu dibebankan kepada Ibu Miranda. Di
Hotel Darmawangsa itu di ruangan Dwarawati.
Bahwa seingat saya booking itu dilakukan, berdasarkan dokumen
kurang lebih untuk 15 orang. Booking-an itu sebenarnya di sistem
dibuat pagi hingga malam mungkin. Tetapi kenyataannya
penggunaanya hanya sebentar seingat saya, berdasarkan
dokumen.
Bahwa saksi lupa persisnya bayaran atas penggunaan ruangan di
Hotel Darmawangsa.
Bahwa saksi tidak ingat berapa nomor booking nya.
Bahwa saksi lupa untuk tanggal berapa booking nya. Mungkin
sekitar bulan Mei 2005, saya lupa. Tidak terlalu ingat juga jam nya
jam berapa. Kalau saya tidak salah jam 3 sore.
Bahwa kapasitas ruangan untuk 16 orang.
Bahwa kebetulan itu jatuh di hari Sabtu jadi saya tidak ada karena
akhir pekan itu saya selalu libur. Jadi saya tidak melihat ada
kegiatan apa.
Bahwa yang tertera dalam sistem hanya nama pemesannya saja
tidak ada nama-nama orang yang datang.
Bahwa perbedaan dari member dan non member itu ada, itu
hanya mendapatkan privilege discount saja. Anggota member ship
dari Club Bimasena itu ada banyak, saya rasa ribuan. Tapi secara
persisnya saya kurang tahu.
BAP No. 10 jawaban saksi terkait dengan anggota member ship
tadi berapa banyaknya. Termasuk Bank Mandiri, PLN, iya betul
secara korporasi.
Bahwa perlakuan khusus kepada Ibu Miranda itu lebih kepada,
satu mendapatkan diskon sudah pasti untuk member dan
perlakuan khusus tadi atas penggunaan fasilitas kebugaran. Itu
saja. Jadi khusus untuk member itu tidak dikenakan biaya sewa
ruangan itu perbedaan khususnya dengan non member. Tidak
pada saat terdakwa memesan ruangan itu saja.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
91
TANGGAPAN TERDAKWA
Tidak ada pertanyaan ataupun tanggapan terhadap saksi ini.
18. TJAHYO KUMOLO (anggota DPR RI) saksi Ad-Charge yang diajukan
oleh Kuasa Hukum Terdakwa diperiksa sebagai saksi pada tanggal 6
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Bahwa saksi kenal dan mengetahui Terdakwa.
Bahwa tidak ada hubungan sedarah atau semenda dengan
terdakwa.
Bahwa jabatan saksi saat pemilihan DGS tahun 2004 adalah Ketua
Fraksi PDI Perjuangan periode dari 2003.
Bahwa sebagai Ketua Fraksi, setiap ada proses pengambilan
keputusan politik orang, ditiap-tiap Komisi itu selalu Ketua Poksi
melaporkan kepada Pimpinan Fraksi lewat rapat fraksi. Bahwa di
komisi kami pada saat itu di Komisi IX ada proses pemilihan
Deputi Senior. Semua proses pengambilan keputusan yang
menyangkut nama di tiap-tiap Komisi selalu dilaporkan kepada
fraksi.
Bahwa tahapan pertama setelah Pimpinan Poksi melaporkan ada
surat ke DPR kemudian DPR menyerahkan kepada Komisi IX,
kami sebagai Ketua Fraksi didalam rapat fraksi menyerahkan
kepada Poksi tolong dipelajari tiga nama yang diusulkan itu
lakukan fit and proper, komunikasikan dengan fraksi-fraksi yang
lain kemudian pilih yang terbaik dari ketiga nama itu.
Bahwa sebelum fit and proper memang kami hanya mengarahkan
tolong lakukan fit and proper dengan fair.
Pada saat itu arahan saya, lakukan fit and proper secara
proporsional abaikan kalau ada isu-isu yang menyangkut masalah
sara, masalah keluarga, masalah-masalah pribadi, itu saja.
Bahwa ke saya atau ke fraksi tidak ada pengaduan atau surat-
surat mengenai diri pribadi Ibu Miranda yang dapat
mempengaruhi kredibilitas yang bersangkutan dalam fit and
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
92
proper test pemilihan DGS tetapi pengaduan mungkin lewat
komisi. Saya tidak tahu adanya pengaduan.
Bahwa setelah fit and proper Ketua Poksi melaporkan bahwa dari
hasil fit and proper yang terbaik adalah Ibu Miranda. Kemudian
saya sebagai Ketua Fraksi dalam forum rapat fraksi “ya sudah pilih
dengan baik” karena pada saat itu harus voting, ya saya kira perlu
mengkonsolidasikan dengan teman-teman Poksi kami disitu, saya
minta cek yang sakit siapa yang tidak bisa hadir siapa sehingga
dalam voting harus bisa memenuhi syarat. Lazimnya dipraktekan
seperti itu.
Bahwa dari laporan Ketua Poksi kami, dari tiga nama yang
memenuhi syarat yang paling baik dari antara 3 itu adalah Ibu
Miranda.
Seingat saya setelah fit and proper, keputusan sebelum dilaporkan
ke fraksi kan harus diputuskan bersama dalam rapat poksi.
Bahwa kata-kata “Miranda bersedia memberikan tiga ratus tapi
kalau kita meminta nya lima ratus dia tidak keberatan” tidak
pernah diucapkan didepan Agus Condro, karena dalam rapat
poksi semua anggota hadir.
Bahwa kebetulan untuk masalah perbankan bukan bidang saya
jadi semua keputusan saya ikut teman-teman yang ada di Komisi
IX pada saat itu.
Bahwa Miranda Gultom tidak pernah menjanjikan kepada saya
memberikan sesuatu yang dapat mempengaruhi tugas atau
kewajiban saya didalam pelaksanaan fit and proper test 2004
tersebut.
Bahwa didalam rapat Poksi setiap rapatnya selalu dipimpin oleh
Ketua Poksi dan saya diundang oleh Ketua Poksi untuk ikut hadir
memberikan arahan pada rapat Poksi. Ketua Poksinya pada saat
itu Emir Muis jadi didalam rapat itu ada saya dan Emir Muis.
Arahannya karena tidak disepakati untuk pengambilan keputusan
secara musyawarah mufakat di Komisi, saya minta untuk
dikonsolidasikan dalam voting, cek ulang anggota-anggota yang
tidak hadir “Kalau toh sudah ada kesepakatan dari hasil fit and
proper yang terbaik adalah Bu Miranda ya silahkan pilih Bu
Miranda” itu saja.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
93
Bahwa saksi tidak pernah mengucapkan kata “Miranda bersedia
memberikan tiga ratus tapi kalau kita meminta nya lima ratus dia
tidak keberatan” baik juga dalam bentuk formulasi lain.
Bahwa rapat poksi yang lain saya tidak tahu. Saksi tidak ada
menghadiri rapat poksi lain selain rapat poksi yang tadi.
Bahwa saksi tidak tahu apakah setelah pemilihan Miranda Gultom,
Dudi Makmun Morud membagi-bagi amplop terhadap anggota
PDI P di suatu ruangan.
Bahwa saya mengetahui adanya cek-cek pelawat yang diterima
oleh PDI-P anggota Komisi IX dalam hal pemilihan DGS BI pada
saat saudara Agus buat statement di media pada tahun 2008.
Pertama kali saya tahu dan saya langsung cek ke Pak Agus lewat
telepon lewat sms tidak pernah dibalas.
Bahwa pada saat itu saya sebagai Ketua Fraksi.
Bahwa kalau dana/konstituen sebagai anggota DPR sumber nya
itu berasal dari anggota DPR yang bersangkutan. Kalau lewat
donator tidak ada kalau lewat frkasi tidak ada untuk pemberian
kepada konstituen karena kas fraksi memotong dari gaji kami
anggota DPR.
Bahwa saksi ada 4 kali di BAP, kalau untuk perkara yang ini saksi
tidak di BAP.
Bahwa saksi menjadi Ketua Fraksi mulai tahun 2003 sampai 2012
jadi sudah 8 tahun, tidak ada aturan dari DPR resmi sebagai
lembaga yang melarang anggota DPR atau fraksi untuk bertemu
dengan orang yang akan diputuskan dalam proses pengambilan
keputusan politik di DPR. Yang kedua aturan di fraksi kami dan
saya selama itu menjadi Ketua Fraksi juga tidak pernah membuat
suatu larangan untuk anggota DPR di tiap-tiap Komisi untuk
bertemu kecuali khusus untuk Panglima TNI dan khusus untuk
Kapolri harusnya saya sendiri karena saya mengambil keputusan
atas perintah partai bahwa untuk pemilihan Kapolri dan Panglima
TNI, fraksi PDI Perjuangan dilarang untuk melakukan voting harus
musyawarah mufakat. Jadi pada prinsipnya kami membebaskan
pada anggota kami di tiap-tiap Komisi, kalau ada proses
pengambilan keputusan politik menyangkut orang untuk ketemu
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
94
atau kenalan atau membuat forum visi misi itu kami serahkan dan
tidak pernah kami monitor karena kami hanya ingin hasilnya saja.
Bahwa kami mengambil kebijakan sebagai Ketua Fraksi tidak
secara detail kami Tanya ketua Poksi. Baru mendengar ada
pertemuan setelah pertemuan Darmawangsa, kalau tidak salah
saya mendengar dari Pak Emir atau Pak Panda bahwa “kami sudah
ketemu” itu saja.
Bahwa laporan lisan saja setelah pertemuan di Hotel itu, saya
diberitahu bahwa “kemarin Poksi sudah ketemu” sudah itu saja.
Setelah pertemuan dilaporkan.
Bahwa terkait dengan terpilihnya terdakwa sebagai DGS BI
melalui voting, iya memang PDI-P menginstruksikan kepada
semua anggota yang ada di Komisi IX untuk memilih terdakwa, itu
karena sudah hasil fit and proper dilaporkan kepada Ketua Poksi
didalam forum rapat fraksi dengan pertimbangan kemudian kita
putuskan untuk memilih Miranda.
Bahwa tentang pemberian uang kepada konstituen, sebagai
anggota DPR kita dalam satu tahun itu bisa 4 sampai 5 kali masa
reses. Pada masa reses kami mendapatkan uang reses. Uang reses
itulah yang dipertanggungjawabkan sebagai anggota DPR untuk
dikembalikan ke konstituen jika tidak habis. Disamping itu
mungkin secara pribadi-pribadi anggota DPR juga bisa, kalau
memang di daerah masyarakat dapil nya ada kegiatan dia
mungkin ikut menyumbang. Bahwa masing-masing calon/anggota
DPR punya hak masing-masing, kami tidak bisa memonitor kapan
dimana kepada siapa diberikan. Karena itu hak masing-masing
anggota DPR.
Bahwa setelah pertemuan di Darmawangsa itu hanya
disampaikan bahwa kami sudah ketemu, memperkenalkan
dengan teman-teman yang belum kenal. Yang kami maksud adalah
teman-teman di Komisi IX pada saat itu.
Bahwa kalau tidak salah fit and proper dilaksanakan antara bulan
Juli-Agustus tahun 2004. Seingat saya fit and proper dilakukan
satu hari. Saksi tidak tahu apa saja yang dilakukan dalam fit and
proper. Saat itu saksi tidak tahu apakah pelaksanaan fit and
proper dari pagi sampai sore.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
95
Bahwa saksi mendapat laporan mengenai pertemuan di
Darmawangsa pada saat rapat fraksi di DPR. Setelah fit and proper
ada rapat fraksi kemudian Ketua Poksi melaporkan resmi untuk
diambil keputusan dalam rapat itu.
Bahwa saya mendapat laporan malam hari setelah pengambilan
keputusan voting yang mendapat suara terbanyak Ibu Miranda.
Itu saja. Saya tidak tahu fit and proper test selesai jam berapa.
Bahwa ada dilakukan rapat poksi, yang dibicarakan pada rapat itu
dilaporkan akan ada fit and proper dan kemungkinan akan ada
voting. Pada saat itu belum dibicarakan bahwa yang akan dipilih
adalah terdakwa. Kami ketahui setelah fit and proper, kami dapat
laporan kalau sudah dilakukan fit and proper kemudian
dilanjutkan voting, kami dapat laporan bahwa yang terbanyak
adalah Miranda.
Bahwa sebelum fit and proper pernah diarahkan untuk memilih
Miranda pada saat rapat poksi dan pada saat rapat fraksi.
Bahwa seingat saya bahwa karena ada laporan bahwa akan
diadakan pemilihan, ada 3 nama yang masuk kami meminta pada
poksi pada saat itu untuk melakukan pengecekan pada calon yang
ada, pilih yang terbaik. Pada saat itu belum mengarahkan kepada
nama terdakwa, karena baru rapat pertama karena bersamaan
juga dengan memilih anggota BPK, ada usulan pemilihan Panglima
TNI.
Bahwa karena tidak bisa musyawarah mufakat maka dilakukan
voting. Komunikasi itu untuk menjaring fraksi kira-kira arahnya
kemana pada hasil fit and proper itu. Saya kira masing-masing
fraksi punya kebijakan masing-masing, hanya komunikasi saja
antara sesama anggota komisi.
Tidak pernah menjanjikan sesuatu agar terpilih menjadi DGS BI
kepada bapak atau kepada siapa saja yang menurut bapak
bertentangan dengan aturan hukum bagi semua anggota PDI P di
DPR khususnya Komisi IX. Kita ketemu di DPR saja tidak pernah.
TANGGAPAN TERDAKWA
Tidak ada keberatan dengan keterangan saksi.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
96
B. KETERANGAN AHLI
1. Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa ahli dalam bidang Hukum Tata
Negara yang diajukan oleh Kuasa Hukum Terdakwa pada tanggal 10
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Dijelaskan bahwa wewenang penuh presiden dalam mengisi jabatan-jabatan kenegaraan telah bergeser sejak amandemen UUD ’45. Hal ini terbukti dari beberapa jabatan-jabatan seperti KAPOLRI, Hakim Agung, dan lain-lain yang membutuhkan approval dulu dari DPR.
UU kita tidak mengenal fit & proper test. Itu hanya hal internal. UU
kita hanya mengenal “approval dari DPR” saja. Bahwa pada
akhirnya approval tersebut dilaksanakan melalui mekanisme fit &
proper test, itu kejadian faktual saja tadi.
Jabatan-jabatan publik yang dipilih melalui DPR lah yang layak dilakukan melalui fit & proper test.
Karena fit & proper test tidaklah diatur secara resmi, maka peraturan-peraturan resmi mengenai pertanyaan-pertanyaan apa saja yang selayaknya ditanyakan dalam proses tersebut, juga tidak ada.
Pasal 219(3) Tatib DPR mengatakan bahwa untuk rapat-rapat yang disebutkan di pasal 220 harus dilakukan di gedung DPR, namun di ayat (4) dikatakan bahwa jika Pimpinan DPR menyetujui.
Hal di atas berlaku terhadap jenis-jenis rapat yang disebutkan di pasal 220 secara limitatif.
Tidak semua pertemuan bisa dianggap sebagai rapat. Pertemuan di luar gedung DPR antara DPR dengan calon Deputi
Senior Gubernur BI dalam rangka persiapan fit & proper test, tidak dilarang. Hal tersebut asal tidak terjadi KKN di dalamnya. Hal ini baik dari segi kewajiban DPR maupun dari segi kewajiban calonnya.
Anggota fraksi harus tunduk terhadap instruksi partai, karena mereka punya anggaran dasar. Sanksinya, jika anggota tersebut melanggar, anggota fraksi tersebut bisa diganti.
Pemilihan jabatan-jabatan politik, mengenai calon-calon mana yang akan dipilih Presiden, kriterianya tidak ada pengaturannya.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
97
Memang ada kemungkinan bahwa jabatan tersebut dapat diduduki oleh orang-orang inkompeten di bidangnya.
Tidak ada larangan untuk calon menemui DPR sebelum fit & proper test untuk menanyakan pertanyaan2 apa saja yang akan disampaikan nantinya di test tersebut, dan memberitahukan apa-apa saja yang sebaiknya tidak ditanyakan.
Pengangkatan seseorang untuk jabatan tertentu bisa saja dibatalkan jika di kemudian hari diketahui bahwa prosesnya diwarnai dengan KKN.
Hak setiap orang untuk bertemu itu dijamin oleh UU HAM. Walaupun UU 28 Tahun 1999 tidak melarang orang untuk
bertemu. Jika pertanyaan mengenai etika, moral, dan lain-lain. Ahli
mengaku tidak memiliki kompetensi untuk menilai. Ahli hanya bisa menilai dari segi hukum. Untuk Deputi Senior Gubernur BI tidak ada peraturannya.
2. Dr. Burhanuddin Zabir Magenda, MA, PhD ahli dalam bidang Ilmu
Politik yang diajukan oleh Kuasa Hukum Terdakwa pada tanggal 10
September 2012. Memberikan keterangan dibawah sumpah menurut
agama Islam pada persidangan sebagai berikut:
Ahli menjelaskan bahwa ada beberapa jabatan publik yang
pengisian jabatannya harus melalui proses fit & proper test oleh
DPR. Hal ini berlaku terutama setelah amandemen UUD yang
dilakukan pada tahun 1999. Hal ini misalnya, oleh Komisi I DPR,
posisi Panglima TNI, KAPOLRI, Anggota Komisi Penyiaran
Indonesia, Calon-calon Duta Besar RI di luar negeri. Selain itu oleh
Komisi II, test tersebut dilakukan terhadap calon-calon anggota
KPU; Komisi III, untuk calon-calon hakim agung, dan kepala KPK.
Komisi XI melakukan test tersebut terhadap calon anggota BPK,
calon Gubernur BI dan Deputi Gubernur Senior BI.
Ahli menjelaskan bahwa, dalam pelaksanaan fit &proper test terhadap Calon Deputi Senior Gubernur BI, biasanya presiden akan mengirimkan nama-nama calon kepada DPR. Lalu komisi XI akan melakukan fit & proper test.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
98
Pada prakteknya, fraksi-fraksi/poksi-poksi DPR dapat bertemu dengan calon-calon, dan sebaliknya. Dan dari segi ilmu politik, hal itu sah-sah saja.
Tujuan dari pertemuan tersebut adalah agar visi dan misi bisa dijelaskan.
Pertemuan tersebut sah-sah saja untuk dilakukan di luar gedung DPR.
Fraksi-fraksi di DPR sah-sah saja untuk memerintahkan anggota-anggotanya untuk memilih seorang calon.
Jika anggota-anggota tersebut tidak melaksanakan instruksi untuk memilih tersebut, maka mereka dapat menerima teguran dan bahkan bisa pergantian antar waktu. Itu sanksi politik.
Calon pejabat BI yang akan melalui fit & proper test dapat memintakan kepada fraksi-fraksi yang akan melakukan test tersebut agar tidak menanyakan hal-hal yang bersifat privasi. Hal tersebut tercakup dalam ICCPR, terutama pasal 17, yang sudah diratifikasi Indonesia.
Moral dapat dijadikan kriteria pemilihan calon deputi senior Gubernur BI, hanya jika hal itu berhubungan dengan hukum. Hal ini misalnya perihal apakah calon deputi senior tersebut pernah melakukan tindak pidana sebelumnya, dll. Namun demikian, hal ini tidak mencakup bilamana calon tersebut pernah bercerai secara sah dan menikah lagi secara sah, dll...
Mungkin saja seseorang melakukan penggalangan dukungan terhadap seorang calon tanpa diketahui calon tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh simpati ideologis. Itu sah-sah saja secara politik.
Fit & proper test itu landasan filosofisnya terdapat dalam UUD ’45, yaitu untuk menjaga legitimasi pejabat tersebut.
Pemilihan pejabat ini mencakup aspek professional dan politik dari calon tersebut.
Menerima uang itu tidak diperbolehkan dalam pertemuan dalam rangka fit & proper test.
Pertemuan bisa dibiayai oleh calon, bisa juga dibiayai oleh DPR. Jika ada pemberian sesuatu dalam pertemuan sebelum fit &
proper test, maka hal tersebut akan melanggar etika.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
99
C. KETERANGAN TERDAKWA
Prof. MIRANDA SWARAY GOELTOM, SE, MA, PhD (Mantan Deputi
Senior Bank Indonesia 2004-2009/PNS Departemen Pendidikan
Nasional sebagai Profesor (Dosen), diperiksa sebagai Terdakwa pada
persidangan tanggal 10 September 2012. Memberikan keterangan
sebagai berikut:
Apakah pada tahun 2004 saudara pernah mengikuti pencalonan DGS
BI? Siapa-siapa saja yang ketika itu sebagai calonnya?
Pernah Yang Mulia, selain saya ada (alm) budi rohadi dan bapak
Hartadi Sarwono
Kemudian dari hasil fit & proper yang dilakukan oleh DPR?
Yang dipilih secara mayoritas adalah saya
Masih ingat saudara kapan pemilihannya?
Tanggal 8 Juni 2004
Sebelum Juni 2004 sehari sebelum atau dua hari sebelum pernah
saudara melakukan pertemuan dengan anggota dewan yang bakal
melakukan pemilihan saudara?
Tidak Yang Mulia
Yang di Darmawangsa?
Itu beberapa minggu sebelumnya yang mulia
Kapan itu masih ingat saudara?
Saya kurang ingat tapi dari data yang ada, dari bill yang di tunjukan
ke saya itu sekitar tanggal 20an bulan Mei 2004
Siapa-siapa saja yang hadir dalam pertemuan itu?
Saya tidak ingat persis Yang Mulia tetapi ada lebih dari 10 orang
Dari fraksi mana?
PDIP
Tempatnya di mana?
Di Darmawangsa Yang Mulia
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
100
Apa yang di bicarakan disana?
Pada awalnya hanya diperkenalkan kepada semua yang hadir
beberapa diantaranya saya pernah kenal pada waktu saya menjabat
sebagai DG BI tahun 1997-2003, beberapa diantaranya saya tidak
kenal yaitu mereka-mereka yang bergantian antara waktu, kemudian
setelah itu saya di tanyakan kira-kira mau apa sih rencana kamu
kalau terpilih di BI, saya menceritakan ringkasan sekitar 5-10 Menit
ringkasan dari visi misi saya yaitu pertama saya ingin agar peranan
BI lebih besar lagi didalam perekonomian di Indonesia terutama
terkait dengan UKM (usaha kecil menengah) dan kredit-kredit untuk
usaha kecil menengah, kemudian yang kedua adalah bagaimana saya
ingin agar stabilitas sektor keuangan dan stabilitas sektor moneter
itu di synchronize dan yang ketiga adalah peningkatatan Good
Governance di BI itu sekitar 10 menit Yang Mulia lalu setelah itu
ngobrol-ngorol saja bertanya-tanya
Pada waktu pertemuan itu apakah saudara pernah menyampaikan,
saudara sebelumnya pernah ikut fit & proper test untuk pemilihan
Gubernur BI?
Betul pada tahun 2003 pertengahan Mei 2003 tanggal 12 atau 13
saya di calonkan sebagai Gubernur BI oleh Presiden bersama 2 calon
lainnya
Menang siapa ketika itu?
Pada waktu itu yang dipilih anggota DPR komisi IX dan kemudian di
tetapkan disidang paripurna DPR RI dan di Putusakan oleh Presiden
dan di tandatangani oleh Presiden adalah Burhanudin Abdulah
Apakah pada waktu fit 2003 pemilihan Gubernur BI saudara pernah
ditanyakan masalah keluarga oleh anggota DPR?
seingat saya yang di pertanyakan adalah mengenai bentuk
pertanyaannya kurang lebih adalah bagaimana saudara bisa berhasil
menjadi pimpinan BI kalau rumah tangga saja gagal, jadi masalah
keluarga itu waktu itu dipertanyakan mengenai rumah tangga, lalu
saya menjelaskan mungkin salah satu atau dua bertanya dengan
jenis-jenis perkataan yang lain tetapi yang di pertanyakan seputar itu
lalu, saya menjelaskan mengenai rumah tangga saya bahwa pada saat
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
101
pemilihan Gubernur BI tahun 2003 saya sudah menikah bulan
februari 2003 memang benar saya telah bercerai tahun 2000 yang
putusan inkracht Mahkamah Agungnya baru pada tahun 2002,
kemudian saya menerangkan karena itu juga ditanyakan bagaimana
mengenai keutuhan rumah tangga kalau agama berbeda dengan
anak-anak, saya menjawab betul saya adalah Kristen Protestan anak-
anak saya 2 orang adalah Muslim dan saya ingin mereka menjadi
Muslimah yang baik sebab itu saya mendidik mereka dan membawa
mereka di sekolah islam di Al-Izhar pondok labu kemudian juga
mengajar mereka bagaimana bermoral dan beretika yang baik saya
menjawab pada saat pertanyaan itu bahwa bagi saya ukuran moral
atau ukuran integritas orang adalah ukuran bagaimana seseorang
bisa menjalakan komitmennya, saya menjelaskan bahwa kegagalan
berumah tangga itu tidak ada kaitanya dengan moral karena saya
yakin bahwa siapapun yang menikah awalnya tidak pernah
berencana untuk gagal, tetapi kalau kegagalan ada yang diperlukan
adalah komitmen dan saya jawab komitmen saya adalah mendidik
anak-anak saya untuk menjadi anak-anak yang berhasil anak-anak
yang berbudi, berakhlak dan beriman
Apakah saudara mengetahui sebelum pemilihan DGS BI ada
selebaran-selebaran tentang masalah rumah tangga saudara?
Tidak pada sebelum pemilihan DGS BI tahun 2004, yang ada adalah
sebelum pemilihan Deputi Gubernur BI tahun 2003 ada pampflet-
pamflet, selebaran-selebaran yang sangat menurut saya sangat
berbahaya bukan untuk diri saya tetapi untuk masyarakat secara
keseluruhan karena selebaran itu mempertentangkan gender
mempertentangkan agama bahwa tidak patut seorang yang non
muslim menjadi memimpin BI tidak patut seorang yang bercerai
menjadi memimpin BI tidak patut seorang wanita memimpin BI,
pampflet itu disebarkan sebelum maupun pada saat pemilihan
Gubernur BI berlangsung
Apakah pada waktu pertemuan di Darmawangsa, apakah saudara
pernah meminta kepada anggota dewan itu supaya tidak
menanyakan tentang keluarga?
Tidak pernah Yang mulia
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
102
Kemudian apakah pernah saudara mengadakan pertemuan dengan
fraksi ABRI di kantor saudara?
Betul Yang Mulia di kantor saya di Gedung Graha Niaga Jalan Jendral
Sudirman
Pertemuan Darmawangsa itu inisiatif siapa?
Seingat saya itu inisiatif dari anggota fraksi PDI P di komisi IX
Pertemuan itu tentu membutuhkan suatu biaya, uang pertemuan,
minuman itu ditanggung oleh siapa?
Yang memesan ruang rapat atau suatu ruangan di Bima Sena
Darmawangsa adalah saya karena saya adalah member dan saya
memilih disitu atas anjuran anggota fraksi untuk mengusulkan
dimana, saya mengusulkan disitu karena saya tidak akan harus
membayar fee untuk menyewa ruang rapat karena sebagai member
dan kalau membayar sebagai anggota saya membayar, saya
membayar menurut saya secara etika ketimuran patut saja karena
sungguh tidak etis menurut saya menagih urunan patungan 80 ribu
rupiah per orang karena biayanya hanya 1.300.000 yang Mulia dan
yang datang 15-16 orang termasuk saya, saya rasa sungguh tidak
cukup etis… minta 70.000 yah untuk minum teh
Itu fraksi mana?
Itu fraksi PDI P di Komisi IX yang mulia
Pertemuan saudara di fraksi ABRI?
seingat saya pertemuan saya dengan fraksi abri itu setelah
pertemuan saya dengan fraksi PDI P tempatnya di kantor saya di
jalan jendral sudirman
Siapa-siapa yang hadir ketika itu?
Pada saat itu saya lupa namanya persis, tapi ada 4 orang dari anggota
fraksi TNI/Polri namanya ada pak Darsup yang saya ingat dan pak
Udju
Itu atas inisiatif siapa?
Itu atas inisiatif saya, karena setelah saya melakukan pertemuan
dengan fraksi PDI P di darmawangsa yang mulia saya melihat ada
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
103
kegunaannya untuk bertemu dengan fraksi-fraksi lainnya bukan
hanya fraksi tni polri karena saya juga memohon untuk bertemu
dengan semua fraksi-fraksi tetapi hanya fraksi TNI/Polri yang pada
waktu itu cocok waktunya kenapa saya berinisiatif seperti itu karena
pada waktu bertemu di Darmawangsa banyak hal yang bisa
diklarifikasi ada pertanyaan mereka, bagaimana status keluarga anda
saya dengan senang hati mengklarifikasi bahwa status kelaurga saya
tidak ada masalah saya menikah di gereja dan catatan sipil pada
februari 2003 bahkan sebelum pemilihan gubernur BI tahun 2003
saya bercerai saya punya 2 anak dan sebagainya, kemudian juga saya
bisa mengklarifikasikan pada waktu pertemuan di damawangsa
waktu ada yang bertanya apa saja Mir yang kamu kerjain sejak kamu
selesai Deputi Gubernur Mei 2003 sampai sekarang setahun ngapain
saja, saya ceritakan saya pengajar di fakultas UI sejak tahun 1973
saya kembali menjadi professor disitu kembali mengajar penuh
pertemuan dengan fraksi ABRI di kantor saudara?
Itu juga persisi, jadi pada saat itu kesempatan saya juga untuk
menerangkan bahwa saya pada saat itu bukan menggangur saya
mengajar saya menjadi komisaris utama dari rabo Bank International
kemudian saya menjadi international counsultan dari ABN AMRO di
Netherland di Belanda sehingga saya merasa perlu itu inisiatif saya
Yang Mulia pada waktu di Niaga
Sekitar jam berapa pertemuan itu baik di darmawangsa maupun di
kantor saudara?
Saya tidak ingat, tapi kemungkinan siang hari
Saudara kenal dengan nunun? Sejak kapan
Ya, saya kenal dengan Ibu Nunun Nurbaeti mungkin sekitar tahun
2002-2003 karena anaknya satu kota dengan anak saya di
Sanfransisco kuliah pada saat itu
Apakah pernah saudara minta kepada saudara Nunun Nurbaeti
untuk memperkenalkan anggota DPR melalui Nunun Nurbaeti?
Tidak saya tidak pernah
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
104
Apakah saudara mengadakan pertemuan dirumah Nunun dengan
anggota DPR yang lain, dengan Paskah Suzette, Endin semuanya
Tidak pernah Yang Mulia
Apa tujuan saudara mengadakan pertemuan-pertemuan dengan
anggota DPR sebelum saudara melakukan pemilihan?
Tujuan saya hanya satu disclosure dan transparansi, saya ingin Yang
Mulia agar siapapun yang memilih saya mengetahui mengenai diri
saya sedalam-dalamnya seluas-luasnya sepanjang apapun yang ingin
mereka ketahui mengenai diri saya baik mengenai kemampuan
profesional saya maupun mengenai hal-hal yang lain
Saudarakan, ya seandainya menyampaikan visi dan misi saudarakan
bakal di fit oleh anggota DPR disanakan saudara bisa menyampaikan
visi dan misi saudara sekaligus mengclearkan tentang masalah
keluarga saudara, ngapain harus ada pertemuan-pertemuan
sebelumnya sampaikan visi dan misi saudara?
Yang mulia mohon saya ingin menjelaskan kembali, pertemuan
pertama dengan PDI P itu bukan inisiatif saya itu adalah atas inisiatif
dan kalau menurut saksi di persidangan adalah perintah dari fraksi
untuk bertemu untuk menggali lebih banyak mengenai saya,
berdasarkan hasil pertemuan di Darmawangsa itulah baru saya
terfikirkan dan berpendapat ada baiknya kalau kepada semua fraksi
yang lain juga bias dijelaskan sebanyak-banyaknya agar mereka
mengetahui apapun yang mereka ingin ketahui
Waktu saudara menyampaikan visi dan misi saudarakan bisa
menyampaikan ke seluruh anggota DPR?
Betul, tetapi penyampaian visi dan misi itu terbatas waktunya untuk
membaca paper 45 menit
Saudara terdakwa apakah saudara mengetahui ada tentang TC
pemberian anggota DPR RI?
Tidak Yang Mulia
Saudara kenal dengan Endin? Sejak kapan
Kenal Yang Mulia, sejak tahun 1997 pada saat saya menjadi DG BI
sampai Mei 2003 hari terakhir saya menjadi DG BI 17 Mei 2003
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
105
Dengan Paskah Suzetta?
Kenal, tetapi dengan paskah suzette kenal lebih lama lagi karena
pada waktu saya menjadi deputi di kantor menko eko was bank
tahun 1993 saya sudah sering rapat dengan paskah suzette sudah
menjadi anggota komisi IX saat itu
Dengan Hamka Yandhu?
Mengenal juga sekitar tahun 1997-1998 pada saat saya DG BI
Sebelum saudara fit & proper test bulan juni apakah saudara pernah
bertemu dengan orang yang bersangkutan?
Tidak yang mulia
Diwaktu saudara terpilih sebagai DGS BI kebijakan apa yang saudara
ambil? Menyangkut dengan moneter?
Yang mulia jabatan saya sebagai DGS BI pada saat itu adalah sebagai
wakil gubernur, dan tentunya didalam jabatan sebagai wakil
gubernur banyak policy-policy atau kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh DG bukan oleh saya sendiri tetapi oleh DG, kalau yang
terkait dengan operasional saya memang tidak memegan sector
perbankan, tidak memegang sector moneter tidak memegang sector
system pembayaran, saya menjadi DG bidang hukum Yang Mulia.
Kemudian saya menjadi DG bidang IT kemudian DG bidang MI dan
DG bidang pendidikan kebank Sentralan dari sisi oprasionil itulah
direktorat yang di bawah saya kalau dari sisi policy ya jabatan
sebagai DGS BI itu bersama-sama gubernur dan anggota DG lainnya
itu adalah mengikuti rapat mendengarkan apa yang diajukan oleh
Direktorat kemudian mengambil policy kebijakan
Dalam mengambil suatu keputusan Dewan Gubernur itu yah, Apakah
bisa saudara mengambil keputusan sendiri tanpa tahu deputi-deputi
yang lain?
Tidak bisa Yang mulia, rapat Dewan Gubernur itu secara aturan di BI
itu harus disetujui secara mutlak, yang memiliki hak veto hanya
Gubernur BI saja
Apakah ada kebijakan tertentu yang menguntungkan orang-orang
tertentu dengan kebijakan saudara?
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
106
Tidak ada yang mulia
Rapat Dewan Gubernur?
Tidak ada Yang mulia
Kami lanjutkan, Tadi saudara sampaikan bahwa pada waktu
pertemuan di Darmawangsa saudara tidak tahu dari DPR siapa saja
yang tidak hadir, tadi saudara sampaikan kepada ketua majelis kenal
dengan Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, Agus Condro dan Panda
Nababan itu dari fraksi apa?
Paskah Suzetta dari fraksi Golkar jadi tidak hadir, Endin dari fraksi
saya lupa PPP atau PAN kalau Agus Condro dan Panda Nababan dari
PDIP
Apakah kalau saudara tidak tahu semua yang tidak hadir agus condro
dan panda nababan hadir dalam pertemuan di darmawangsa itu?
Saya tidak ingat kalau agus condro tidak mengenal mukanya tidak
pernah melihat namanya tetapi kalau panda nababan saya ingat
hadir
Tadi saudara sampaikan kenal dengan nunun nurbaeti, saudara
pernah kerumahnya? Berapa kali
Pernah satu atau dua kali pada saat tarawih
Itu pada saat saudara datang kerumah Nunun itu pada waktu
mendekati pemilihan DGS BI ataukah dalam rangka yang lain?
Seingat saya sekitar bulan oktober-november 2004 pada saat tarawih
Kemudian apakah pernah saudara juga minta kepada nunun nurbaeti
supaya mencarikan sponsor atau pihak yang dapat memberikan
sejumlah dana bagi anggota komisi IX DPR?
Tidak pernah Yang Mulia
Dalam rangka fit & proper test saudara dalam pemilihan DGS BI,
saudara tahu ada pihak yang mensponsori saudara atau yang
memberikan hadiah-hadiah pada anggota Dewan?
Tidak tahu Yang Mulia
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
107
Tidak pernah ada yang menghubungi saudara bahwa nanti akan
menjadi sponsor atau pendukung saudara?
Tidak pernah Yang mulia
Saya lanjutkan terdakwa ya, terlepas dari pada pertemuan biaya-
biaya saudara yang telah keluarkan di Darmawangsa apa juga di
gedung saudara di depan gedung niaga ya waktu pertemuan dengan
fraksi TNI/Polri saudara membayar juga biaya disitu untuk minum?
Itu adalah dikantor saya Yang Mulia jadi hanya menghidangkan teh
Tidak membayar karena kita punya teh sendiri gitu?
Ya, betul Yang mulia
Terkait dengan dakwaan saudara yang diarahkan kepada saudara ini
yah, apakah ada saudara membuat janji-janji dalam pertemuan itu
baik dari Komisi IX fraksi PDI P agar saudara dipilih oleh mereka itu
dalam fit & proper test?
Tidak pernah yang Mulia
Terhadap anggota fraksi TNI/ Polri?
Tidak pernah Yang Mulia
Pernah datang kerumah Nunun Nurbaeti ya?
Pernah yang mulia seingat saya pada saat tarawih bulan oktober-
november 2004
Kemudian kembali kepada Nunun Nurbaeti ya, ada Nunun
menerangkan bahwa mendengar ada kata-kata ada proyek thank you
saudara tahu itu?
Saya tidak pernah ada pertemuan di rumah ibu Nunun Yang Mulia
Kemudian apakah pertemuan saudara disamping tadi setelah saya
tanyakan mendukung saudara untuk dipilih bersedia mendukung
Terdakwa sebagai DGS BI apakah itu memang pernah saudara
utarakan dalam pertemuan-pertemuan di tempat yang lain, ini diluar
kepada DPR ya, Kepada Nunun itu permintaan saudara nunun itu
apa?
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
108
Tidak ada yang spesifik yang Mulia, saya kepada setiap orang yang
memberi ucapan selamat kepada saya “selamat ya Mir… semoga
berhasil jadi calon”
Itu pemberian ucapan selamat setelah saudara dicalonkan ya?
Setelah dicalonkan bulan April 2004
Setelah diusulkan oleh presiden untuk di fit & proper tes di DPR gitu?
Betul Yang mulia, karena di media masa cukup luas dibahas banyak
yang menyelamatkan saya, saya hanya mengatakan “doain saya ya”
Saya lanjutkan ya, terdakwa tadi saudara mengatakan bahwa
pertemuan di darmawangsa itu inisatif dari PDIP ya?
Betul yang Mulia, seingat saya melalui telephone
Masalah pemberitahuan itu apakah seminggu sebelumnya atau
sesaat akan ada pertemuan?
Mohon maaf yang mulia persisi tanggalnya tidak ingat tetapi
tentunya sebelum pertemuan karena saya membook bima senanya
Terkait akan perkenalan saudara dengan orang yang bernama nunun
nuerbaeti yah, apakah saudara juga sering dating juga kerumahnya
nunun?
Mungkin hanya 1-2 kali yang Mulia pada acara-acara tarawih
Kalau Nunun sendiri pernah ga datang ke tempat saudara?
Pernah Yang Mulia
Apakah itu sebelum atau sesudah pemilihan?
Sesudah pemilihan yang mulia sekitar September-Oktober 2004
Itu dalam rangka apa mereka kesana?
Dalam rangka saya ingin menawarkan kepada beliau, menegaskan
kembali bahwa saya diutus oleh hasil sidang PB (pengurus besar)
GABSI untuk menyampaikan ke ibu Nunun bahwa ia adalah salah
satu calon dari 3 calon yang waktu itu diusulkan, saya diutus untuk
menanyakan ke ibu Nunun apakah ia bersedia menjadi sekertaris
umum atau sekjen GABSI karena sekjen GABSI yang lama sdr. Toto
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
109
Lubis itu sakit menahun sehingga mengundurkan diri dan posisi itu
sudah cukup lama kosong
Memang punya dia keahlian bidang GABSI ibu nunun sampai di utus?
Tidak yang mulia, saya ketua umumnya tidak punya keahlian Bridge
tetapi keahlian organisasi tentunya ibu Nunun sudah terkenal
Apakah jadi dia sekertaris?
Tidak jadi yang mulia karena ibu nunun menolak
Itu setelah pemilihan?
Betul yang mulia, itu setelah pemilihan
Kalau sebelumnya apa dia pernah datang ke kantor saudara?
Belum pernah Yang mulia karea kantor saya di BI setelah saya
terpilih
Selain saudara sebut tadi fraksi ABRI, Golkar maupun yang lainnya
apakah saudara menyurati atau menelphone untuk melakukan
pertemuan juga?
Yang mulia beberapa diantara dari mereka saya sudah mengenal
cukup lama sejak tahun 1997-1998 saya memiliki hp mereka, saya
memiliki hp pak Paskah pak Hamka seingat saya dari semua yang
saya telephone tidak semua berhasil tapi yang saya ingat menolak
dengan jelas adalah saudara Endin, saudara Endin mengatakan “sori
deh Mir ga usah… kalo gw bakalan pasti ga milih lo, karena ga boleh
sama partai aku.. itu adalah garis partai untuk tidak memilih orang
seperti kamu… kamu ngertikan.. jangan marah”
Kalau dengan fraksi yang lain, yang saudara melakukan pertemuan
apakah mereka berjanji akan memilih saudara seperti ungkapan
Endin tidak akan memilih saudara?
Oh tidak ada, kalau Endin dia mengatakan itu karena dia tidak mau
bertemu
Maksud saya pada saat pertemuan di Darmawangsa atau fraksi ABRI
di kantor saudara apakah mereka juga mengatakan akan memilih
saudara?
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
110
Tidak ada, tidak ada berbicara mengenai memilih siapa tidak memilih
siapa
Terhadap inisiatif pertemuan dengan PDIP adalah inisiatif dari fraksi
PDIP ya, siapa yang waktu itu menelphone ibu?
Saya kurang ingat yang mulia, tapi saya pasti salah satu yang
namanya ada di nomor telephone saya. Karena kebiasaan saya kalau
orang nomor tidak ada nama tidak saya angkat
Tapi kenapa kok ibu yang memesan tempat di darmawangsa?
Karena mereka yang mengatakan atur saja deh Mir mau bertemunya
dimana karena kami bisanya bertemunya tanggal sekian
Sebetulnya pribadi ibu sendiri punya rencana ga untuk mengundang
semua fraksi?
Sebetulnya tidak, sama sekali tidak. Pada tahun 2003 pada pemilihan
DG BI saya juga tidak bertemu dengan siapa pun
Sebetulnya sesungguhnya tujuan tu apa sih? Kok ibu begitu repotnya
harus ketemu dengan fraksi-fraksi kan calon bukan ibu saja ada tiga
orang?
Betul yang mulia, tidak ada tujuan lain selain memenuhi permintaan
PDI P awalnya, mohon dicatat yang mulia yang meminta bertemu
dengan saya adalah fraksi dan saya rasa siapapun kalau ada fraksi
yang mau memilih mengundang bukan hanya satu orang pribadi tapi
bertemu beramai-ramai dengan fraksi dan mengatakan saya mau
memperkenalkan fraksi supaya lebih tau juga mengenai kamu seperti
apa yang belum tau mengenai kamu tentu kita akan menjawab iya,
jadi kalau PDI P itu bukan inisiatif saya. Baru setelah saya bertemu
dengan PDI P saya melihat cukup banyak kegunaannya karena
terlihat dari wajah mereka pada saat saya menerangkan ya saya
punya keluarga, saya punya pekerjaan ini, ya anak saya islam, ya saya
Kristen tampak mereka wajahnya puas terpenuhi keinginan tahunya
Sekarang ibu kan mau fit and proper ya, kenapa tidak ibu persiapkan
untuk nanti saja bukan untuk lobi-lobi?
Itu bukan lobi-lobi yang Mulia, itu adalah proses transparansi dan
disclosure yang Mulia
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
111
Apakah saudara pernah meminta dukungan dari keluarga dan teman-
teman dari terkait dengan proses pemilihan sebagai DGS BI?
Dari keluarga tentunya saya meminta dukungan moral dan dukungan
doa
Dari teman-teman?
Juga sama
Apa yang saudara sampaikan untuk permintaan dukungan itu?
Umumnya, secara garis besar, intinya “Doain saya ya”
Apa saudara pernah minta dukungan kepada teman-teman itu agar
diperkenalkan atau dipertemukan kepada anggota DPR?
Tidak
Yang mulia karena pada persidangan Terdakwa sebagai saksi,
sebenarnya pertanyaan ini nanti akan kami perlihatkan transkrip
bahwa terdakwa menjawab dia memang meminta
Keberatan majelis ini statusnya kan ibu Miranda sebagai terdakwa
Saya bisa menjelaskan majelis di saksi mana saya mengatakan seperti
itu
Saudara terdakwa yah, tadi pernah satu dua kali ke rumah Nunun
pada saat Tarawih apakah selain terawih saudara juga pernah kesana
seperti acara ulang tahun atau acara keramaian yang lainnya?
Tidak pernah, seingat saya hanya acara tarawih saja
Apakah saudara mengetahui jumlah fraksi-fraksi dengan jumlah
anggota yang besar di DPR?
Tidak
Mengenai pertemuan di Darmawangsa tadi sudah ditanyakan oleh
majelis dan dijawab oleh terdakwa bahwa inisiatif berasal dari fraksi
PDIP tadi sudah ditanyakan oleh penuntut umum bahwa yang
menghubungi pada akhirnya menurut saudara terdakwa adalah dari
PDIP sendiri, pertanyaannya apa pertimbangan saudara pada waktu
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
112
itu untuk menerima penawaran tersebut dan tidak menolak tawaran
pertemuan tersebut?
Ada 2, satu saya pada saat dicalonkan sebagai DGS BI tahun 2004
sudah tidak menjabat di Bank Indonesia sejak Mei 2003 sampai
dengan fit & proper test saya bukan pejabat dimana-mana hanya
pegawai negeri di fakultas ekonomi sehgga saya tidak mengenal
anggota2 DPR sehingga pada saat ada anggota fraksi PDI P
menelphone saya meminta untuk bertemu dan memperkenalkan dan
untuk bertanya-tanya saya tidak bisa menolak saya merasa ya patut
untuk memenuhinya
Tadi saudara terdakwa sudah menjelaskan bahwa dalam pertemuan
di Darmawangsa saudara terdakwa juga menjelaskan status dari
perkawinan dan status dari keluarga saudara terdakwa sendiri,
untuk penegasan penjelasan itu saudara sampaikan kepada anggota
DPR apakah atas inisiatif saudara Terdakwa sendiri atau ada
pertanyaan dari para anggota DPR?
Karena ada yang bertanya
Apakah didalam pertemuan di Niaga saudara Terdakwa meminta
untuk tidak ditanyakan mengenai masalah keluarga?
Tidak pernah
Apakah saudara terdakwa mengetahui apa sebabnya dalam fit &
proper test Gubernur BI 2003 ada beberapa anggota DPR ada yang
bertanya mengenai masalah perkawinan dan masalah keluarga
terdakwa?
Awlanya saya tidak mengetahui tentunya tetapi belakangan saya
baru tahu bahwa ada surat entah siapa yang mengirim, kalau kata
Emir Moeis mantan suami saya mengirim surat ke DPR pada saat itu
saya sudah bercerai sebetulnya tetapi proses perceraiaanya memang
tidak mudah memakan waktu 2 tahun untuk sampai inkracht di
Mahkamah Agung
Selain dari surat dan juga selain dari pamphlet dalam pemilihan 2003
Gubernur BI ada lagi ga pemberitaan missal dari media massa yang
memberitakan masalah itu?
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
113
Pada tahun 2004 tidak ada pemberitaan di media masa mengenai
masalah itu lagi, hanya di 2003 saja
Tahun 2003 dimedia massa ada?
Di media massa ada dibicarakan banyak, kita bisa download semua
media massa saat tu banyak ada yang bicara perempuan apa bisa jadi
gender, kemudian ada yang bicara apa patut kalau wanita yang non
muslim seperti itu, jadi masalahnya waktu itu lebih ke masalah
gender dan agama dan sebagai seorang pendidik dan pengajar saya
merasa terkejut tentunya tetapi itu diluar kemampuan saya untuk
mencegahnya. Tahun 2004 saya bersyukur tidak ada lagi yang
melemparkan pamflet-pamflet yang bisa merusak hubungan
masyarakat seperti itu.
2004 pamflet tidak ada?
Tidak ada
Pemberitaan di media massa?
Tidak ada di 2004
surat pengaduang dari orang tertentu?
Tidak ada pada saat itu
Saudara terdakwa kita masih mengenai fit & proper test, kapan
pertama kali saudara terdakwa mengikuti fit & proper test untuk
menduduki jabatan di BI, kan saudara terdakwa berdasarkan
informasi bahwa saudara terdakwa itu menduduki DG BI sejak tahun
1997, kapan pertama kali fit & proper test? Apakah tahun 1997
sudah mengikuti fit & proper test?
Tahun 1997 itu menurut UU BI pada saat itu penujukan DG BI itu
adalah oleh presiden di lantiknya oleh menteri keuangan, kemudian
pada tahun 1999 ada UU BI baru No. 23 tahun 1999 dimana BI
menjadi lembaga yang Independen, maka sejak tahun 1999 di
undangkan bahwa setiap DG, Gubernur, DGS harus melaui prosedur
tertentu yaitu di calonkan oleh presiden bagi Gubernur dan DGS di
calonkan oleh Gubernur bagi DG tetapi disampaikan oleh Presiden ke
DPR kemudian harus mengikuti fit & proper test dan sebagainya itu
tidak tertulis tetapi itulah peraturan internal, maka pada tahun 2000
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
114
itu pertama kali ada fit & proper test saat 1999 kami dilantik kembali
pada waktu itu Presidennya itu sudah bukan Soeharto tapi habibie
diantara berdelapan saya dan gubernur dipilih oleh habibie untuk
menjabat sampai 2003 dengan gubernurnya syahril sabirin,
kemudian 2 orang lagi dipilih hanya menjabat sampai 2002, 2 orang
lagi sampai 2000 jadi seperti Aulia Pohan pada saat itu dan Iwan
Prawira nata kusuma itu hanya 1 tahun di perpanjang, saya 4 tahun
di perpanjang itu sebabnya masa jabatan saya sebagai DG itu
berakhir 17 Mei 2003 bersama-sama dengan Gubernur BI syahril
sabirin. Kemudian oleh presiden Megawati saat itu karena saya
adalah DG yang paling senior diantara semua yang ada disitu saya
termasuk yang dicalonkan sebagai Gubernur BI.
Mengenai kedatangan saudara terdakwa di rumah Nunun di jalan
cipete, bagaimana saudara begitu yakin bahwa itu adalah bulan
oktober-November 2004 dan bukan mendekati bulan juni 2004
mendekati fit & proper test?
Saya menggunakan logika saja, saya tidak ingat persis tanggalnya
tetapi saya tau bahwa bulan puasa kalau kita hitung setiap tahun itu
Ramadhan maju 11 hari jadi kalau sekarang tahun 2012 delapan
tahun yang lalu pasti 88 hari atau kira-kira 3 bulan setelah bulan
sekarang kalau itu jatuhnya bulan Juli ya kira-kira oktober-nopember
lah itu logic saja
Apakah antara bulan april sejak saudara terdakwa di calonkan oleh
presiden sampai dengan bulan juni 2004 apakah sdara pernah
berkunjung ke rumah Nunun di jalan cipete?
Tidak
Selain kalimat doain saya ya, apakah saudara Terdakwa pernah
meminta dukungan kepada orang-orang lain dengan menggunakan
kalimat-kalimat lain?
Hampir tidak pernah itu sudah seperti mantra otomatis saja, itu
semacam etika ketimuran menurut saya.
Apakah sejak april sampai dengan juni 2004 saudara terdakwa
pernah meminta dukungan terhadap nunun termasuk permintaan
doain saya ya?
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
115
Saya tidak ingat
Apakah ibu pernah menjanjikan atau meminta atau bahkan
menyuruh ibu Nunun untuk memberikan TC sehubungan dengan
pemilihan DGS BI?
Tidak pernah
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
116
BAB IV ANALISA FAKTA HUKUM
Majelis Hakim yang Mulia, Penuntut Umum yang Terhormat, Hadirin Persidangan sekalian,
Bahwa sebagaimana kami sampaikan dalam analisa fakta sebelumnya,
bahwa selama dalam proses pemeriksaan di persidangan telah diperiksa
dan didengar keterangan pihak-pihak dalam persidangan a quo, adapun
tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk menguji apakah seseorang
dalam hal ini Terdakwa yang dihadapakan ke depan persidangan oleh
Penuntut Umum benar-benar melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan oleh Penuntut Umum.
Dalam sistem pembuktian di Indonesia yaitu menggunakan Negatief Wettelijk Stelsel, “dimana untuk menyatakan salah tidaknya seorang Terdakwa tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim semata-mata, atau hanya semata-mata didasarkan atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, seorang Terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut UUserta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim”.
(M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 279)
Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) telah
memberikan ruang lingkup yang jelas mengenai batasan tentang dapat
dipidananya seseorang, yaitu terdapat minimal 2 alat bukti dan dari 2 alat
bukti tersebut Majelis Hakim meyakini bahwa Terdakwa telah melakukan
suatu tindak pidana dari ketentuan tersebut diatas, maka seorang tidak
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
117
mungkin dapat dipidana hanya berdasarkan keyakinan belaka yang
sifatnya subjektif. Keyakinan haruslah dibangun dari minimal 2 alat bukti
yang terungkap selama proses pemeriksaan di persidangan, hal ini sering
dikenal sebagai prinsip minimum pembuktian.
Saudara Penuntut Umum pada persidangan yang lalu telah membacakan
tuntutannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa Terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan
tindak pidana korupsi secara bersama-sama menyuap Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara sebagaimana dalam dakwaan Pertama, yaitu
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (“UU Tipikor”).
Terkait dengan tuntutan dari Penuntut Umum tersebut, kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa sangat tidak sependapat, hal ini sesuai dengan
pendapat Mr. Trapmann bahwa perbedaan penafsiran antara Penuntut
Umum dan Penasihat Hukum dapat terjadi walaupun kasus dan fakta yang
dihadapi sama, karena hal tersebut bergantung kepada sikap, titik tolak
dan pandangan Penuntut Umum yaitu pandangan subjektif dari posisi yang
objektif; (Lilik Mulyadi, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana
Korupsi, Alumni, Bandung 2007, halaman 87).
Bahwa dalam Surat Tuntutannya, fakta-fakta yang dikemukakan oleh
Penuntut Umum hanyalah fakta-fakta yang merugikan Terdakwa serta
tidak memenuhi syarat sebagai fakta hukum, bahkan terdapat fakta-fakta
yang tidak benar dan dipaksakan untuk mendukung pendapat yang
menguntungkan bagi Penuntut Umum yaitu keterangan dalam proses cross
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
118
examination yang berbeda dengan yang di kemukakan oleh Penuntut
Umum.
Dalam Surat Tuntutannya Penuntut Umum telah memanipulasi
keterangan-keterangan saksi yang telah menjadi fakta hukum yang nyata-
nyata menguntungkan Terdakwa dan disisi lain Penuntut Umum
memunculkan fakta untuk “menambal” kekurangan fakta dalam menyusun
rangkaian peristiwa berkait nya, yang menurut Penuntut Umum saling
sambung menyambung dan berkaitan sehingga merupakan suatu delik
yang sempurna.
Pembuktian seharusnya menggali fakta-fakta, bahwa seseorang diyakini
telah melakukan suatu perbuatan pidana, pembuktian dengan
menggunakan metode ketting bewijs (keterangan saksi yang berdiri
sendiri-sendiri dan saling berkaitan dengan keterangan saksi yang lain)
yang digunakan oleh Penuntut Umum rentan akan munculnya keragu-
raguan atas terjadi atau tidaknya suatu delik. Kita tidak boleh menutup
mata, karena perkara yang diputus dengan ketting bewijs sering menjadi
kontroversi dalam masyarakat. Antara lain dalam Kasus Pollycarpus dan
Muchdi PR.
Dalam Kasus Muchdi PR, terdakwa didakwa menganjurkan Pollycarpus
atau menyuruh lakukan atau turut serta melakukan bersama-sama
Pollycarpus dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain yaitu korban Almarhum Munir. Meskipun Pollycarpus
telah dipidana dengan menggunakan metode pembuktian ketting bewijs
akan tetapi Muchdi PR dibebaskan dari segala tuntutan hukum. (vide.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
119
1488/Pid.B/2008/Pn.Jak.Sel. jo. Putusan Mahkamah Agung No.
423K/Pid/2009).
Berdasarkan contoh kasus tersebut, perkara yang dituntut dan diputus
dengan menggunakan metode pembuktian ketting bewijs dapat menjadi
bias dan selalu menimbulkan ketidakyakinan (keragu-raguan) dalam
masyarakat mengenai bersalah atau tidaknya seseorang. Penggunaan
metode pembuktian ketting bewijs ini cenderung dan rentan yang dapat
menimbulkan kerugian terhadap kedudukan seorang terdakwa. Oleh
karena itu, Penasihat hukum sangat menghargai sikap Majelis Hakim dalam
perkara Muchdi PR yang membebaskan Muchdi PR dari dakwaan
pembunuhan berencana.
Kami perlu mengemukakan metode pembuktian yang dilakukan oleh
Penuntut Umum pada halaman 146 Surat Tuntutan yang menyatakan:
“bahwa sesuai dengan pemeriksaan dipersidangan diperoleh fakta-fakta berupa keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri-sendiri namun berkaitan satu sama lainnya atau dalam hukum pembuktian dikenal dengan keterangan saksi berantai (ketting bewijs) serta bersesuaian dengan alat bukti lainnya…”.
Bahwa KUHAP memang memberi peluang pada pembuktian melalui Pasal
185 ayat (4) KUHAP yang berbunyi:
“keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu”.
Bahwa dalam perkara a quo keterangan saksi yang berdiri sendiri telah
dimanipulasi oleh Penuntut Umum dengan mengambil keterangan-
keterangan saksi secara tidak lengkap cendrung yang menguntungkan
untuk dikaitkan dengan keterangan saksi lainnya sehingga menurut
Penuntut Umum merupakan keterangan saksi yang berdiri sendiri-sendiri
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
120
namun saling berkaitan sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu. Tindakan demikian sangat menciderai rasa
keadilan dan menyesatkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami perlu untuk meluruskan fakta-fakta
hukum yang tergali dalam proses pemeriksaan di persidangan dengan
objektif dan transparan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 184 KUHAP dan Pasal 185 KUHAP, sekaligus menguji kebenaran
uraian dakwaan Penuntut Umum sebagai dasar dalam pemeriksaan
perkara a quo.
Adapun fakta-fakta yang terungkap selama dalam proses pemeriksaan
dipersidangan adalah sebagai berikut:
A. Terdakwa tidak pernah meminta kepada Nunun Nurbaeti untuk
diperkenalkan dengan anggota Komisi IX DPR RI, karena Terdakwa
sebelumnya telah menjabat sebagai Deputi Gubernur BI sejak tahun
1997, yang merupakan mitra kerja anggota Komisi IX DPR RI. Oleh
karena itu Terdakwa sudah mengenal anggota Komisi IX DPR RI
sehingga tidak membutuhkan bantuan Nunun Nurbaeti untuk
diperkenalkan.
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Dr. Endin AJ Soefihara, MMA:
- Bahwa saksi tidak pernah bertemu Miranda atau Nunun Nurbaeti sebelum ataupun sesudah pemilihan hanya bertemu di komisi atau ruang-ruang komisi;
- Bahwa saya tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti dimanapun maupun dengan Miranda Goeltom, menjelang pemilihan DGS BI;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
121
2. Keterangan Drs. Paskah Suzetta, MH
- Bahwa saksi tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti pada tahun 2004;
3. Keterangan Hamka Yandhu - Bahwa saksi tidak pernah diperkenalkan kepada terdakwa
oleh Nunun Nurbaeti.
4. Keterangan Izedrik Emir Moeis - Bahwa saya kenal dengan terdakwa sudah lama, sudah sejak
dari SMA
Keterangan Terdakwa sebagai berikut:
- Saya tidak pernah minta kepada saudara Nunun Nurbaeti untuk memperkenalkan anggota DPR melalui Nunun Nurbaeti.
Dari keterangan saksi-saksi yang dikemukakan dalam pemeriksaan
di persidangan, dimana keterangan tersebut saling bersesuaian satu
sama lain sehingga merupakan suatu fakta hukum.
Mengenai keterangan Nunun Nurbaeti yang menyatakan:
- Pada saat memperkenalkan anggota DPR itu, ibu Miranda sebetulnya sudah kenal tetapi hanya lebih mempertemukan kembali ya itu yang terjadi di rumah saya seperti di BAP tersebut;
merupakan keterangan yang berdiri sendiri serta tidak bersesuaian
dengan alat bukti lain yaitu keterangan Paskah Suzetta, keterangan
Hamka Yandhu, keterangan Endin AJ. Soefihara, dan keterangan
Terdakwa yang saling bersesuaian yang pada pokoknya menyatakan
tidak pernah melakukan pertemuan di rumah Nunun Nurbaeti di
Jalan Cipete Raya No. 39 C dan keterangan Nunun Nurbaeti tidak
bersesuaian dengan keterangan Lini Suparni sehingga tidak dapat
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
122
dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara a quo sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi
“keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa Terdakwa bersalah terhadap Perbuatan Terdakwa yang
didakwakan kepadanya” dan Pasal 185 ayat (4) KUHAP.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap diatas, maka fakta dalam
surat dakwaan Penuntut Umum pada halaman 3, halaman 11, halaman
18, halaman 25 yang pada pokoknya menyatakan “…., Terdakwa
melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti, dimana dalam
pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk dikenalkan
kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota Komisi
IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa dalam
pelaksanaan pemilihan DGS BI, yang mana Nunun Nurbaeti menyetujui
permintaan Terdakwa” juga tidak terbukti dalam proses pemeriksaan di
persidangan.
B. Terdakwa tidak pernah diperkenalkan dan dipertemukan oleh
Nunun Nurbaeti di rumahnya di Jalan Cipete Raya No. 39 pada saat
sebelum pemilihan DGS BI tanggal 8 Juni 2004 dengan anggota
Komisi IX DPR RI antara lain Hamka Yandhu, Paskah Suzetta dan Endin
Sofihara.
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Hamka Yandhu
- Bahwa saksi tidak tahu dimana rumah Nunun Nurbaeti. Saksi tidak pernah datang ke rumah di Jalan Cipete Raya.
- Bahwa saksi tidak pernah datang bersama Endin Sofihara. - Bahwa saksi tidak pernah datang dengan Paskah Suzetta.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
123
2. Keterangan Paskah Suzetta
- Bahwa saksi datang ke rumah Nunun Nurbaeti terakhir tahun 2008, atas undangan Adang Djaradatun;
- Bahwa saksi tidak pernah berhubungan dengan Nunun Nurbaeti, tidak akrab dengan Nunun Nurbaeti, tidak ada hubungan bisnis atau apapun juga, hanya berhubungan karena terkait pak Adang sebagai Pembina di Jabar, yang pernah sebagai Kapolda Jabar dan Wakapolri;
- Bahwa saksi tidak pernah bertelepon dengan Nunun Nurbaeti apalagi sampai Nunun Nurbaeti memberi perintah untuk saya datang ke rumahnya;
- Bahwa tidak pernah ada pertemuan di kediaman Nunun Nurbaeti;
3. Keterangan Endin AJ Soefihara
- Bahwa rumah Nunun Nurbaeti di Cipete Raya, terakhir kesana dalam acara masyarakat Jabar, tidak pernah ada pertemuan dengan Paskah, Hamka, Endin dan Miranda Goeltom, dan lain-lain;
- Bahwa saya tidak pernah bertemu dengan Nunun Nurbaeti dimanapun maupun dengan Miranda Goeltom, menjelang pemilihan DGS BI, dengan Paskah di kediaman Nunun Nurbaeti juga tidak ada;
4. Keterangan Lini Suparni
- Waktu Terdakwa datang ke rumah Nunun 2 kali saya tidak tahu dalam rangka apa, yang pertama siang hari sekali setelah jam 12 lalu satu kali lagi malam hari waktu itu ada acara. Kalau yang siang hari tidak ada acara hanya ibu Miranda dengan ibu Nunun tidak ada yang lain.
- Waktu itu ibu Miranda datang sendiri ke rumah ibu Nunun; - Saya tidak tahu ibu Miranda pernah melakukan pertemuan di
rumah ibu Nunun.
Keterangan Terdakwa sebagai berikut:
- Saksi pernah datang ke rumah Nunun satu atau dua kali pada saat tarawikh yaitu sekitar bulan Oktober dan Nopember tahun 2004.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
124
- Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dirumah Nunun dengan anggota DPR yang lain, dengan Paskah Suzette, Endin semuanya.
- Saya tidak pernah berkunjung ke rumah Nunun di Jalan Cipete antara bulan April sejak saudara Terdakwa di calonkan oleh presiden sampai dengan bulan juni 2004;
Dari keterangan saksi Hamka Yandhu, Paskah Suzetta, Endin Sofihara,
yang dikemukakan dalam pemeriksaan di persidangan, dimana
keterangan tersebut saling bersesuaian satu sama lain sehingga
merupakan fakta hukum karena telah memenuhi 2 alat bukti yang sah.
Bahwa fakta hukum tersebut diatas bertentangan dengan Keterangan
Nunun Nurbaeti:
- Ada pertemuan dirumah saya, saya lupa tanggalnya tahun 2004 ada ibu Miranda Goeltom ada Pak Endin ada Hamka Yandhu ada Paskah Suzetta;
- Pertemuan di Cipete antara Miranda Gultom, Paskah Suzetta, Endin Sofihara dan Hamka Yandhu itu dilakukan pada siang hari setelah jam 10.
- Dalam rangka agar membantu agar supaya ibu Miranda Goeltom menjadi DGS BI dalam fit & Proper test;
adalah keterangan yang berdiri sendiri dan tidak bersesuaian dengan
alat bukti lain dalam persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 185
ayat (2) KUHAP yang berbunyi “keterangan seorang saksi saja tidak
cukup untuk membuktikan bahwa Terdakwa bersalah terhadap
Perbuatan Terdakwa yang didakwakan kepadanya”, dan karena tidak
terdapat alat bukti lain yang sah yang dapat menguatkan pendapat
Nunun Nurbaeti tersebut, maka keterangan tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai fakta hukum.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
125
Dalam tuntutannya pada halaman 147 Surat Tuntutan mengemukakan
pada pokoknya pertemuan di Jalan Cipete berdasarkan keterangan
Nunun Nurbaeti dan Lini Suparni adalah bertentangan dengan fakta
yang tergali selama proses pemeriksaan persidangan, dimana Lini
Suparni tidak pernah menyatakan Terdakwa bertemu dengan anggota
Komisi IX DPR RI, hanya datang 2 kali, siang hari dimana hanya terdapat
Nunun Nurbaeti dengan Terdakwa dan pada malam hari yaitu pada saat
ada acara ramai-ramai. Oleh karena itu keterangan Lini Suparni tidak
mendukung keterangan Nunun Nurbaeti melainkan mendukung fakta
hukum mengenai tidak pernah terjadinya pertemuan di Jalan Cipete
tersebut. Menurut Nunun Nurbaeti pertemuan dilakukan pada siang
hari setelah jam 10, dan hal tersebut tidak sesuai dengan keterangan
Lini Suparni, yang menyatakan bahwa pertemuan pada siang hari hanya
antara Terdakwa dengan Nunun Nurbaeti dan tidak terdapat pihak lain
dalam hal ini Paskah Suzetta, Endin Sofiha dan Hamka Yandhu.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap diatas, maka fakta dalam
surat dakwaan Penuntut Umum pada halaman 3, halaman 11, halaman
18, yang pada pokoknya menyatakan “untuk memenuhi permintaan
Terdakwa, selanjutnya Nunun Nurbaeti bertempat di rumahnya Jalan
Cipete Raya No. 39C RT 001/004, Kelurahan Cipete, Kecamatan
Cilandak, Jakarta Selatan memfasilitasi pertemuan antara
Terdakwa dengan anggota Komisi IX DPR RI yaitu Endin AJ
Soefihara dari fraksi PPP, Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta
masing-masing dari fraksi Golkar dengan tujuan agar fraksi Golkar
mendukung untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test calon DGS
BI….” tidak terbukti dalam proses pemeriksaan di persidangan.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
126
Bahwa karena pertemuan di rumah Nunun Nurbaeti di Jalan Cipete Raya
No. 39 C tidak terbukti maka dakwaan Penuntut Umum yang
menyatakan”ini bukan proyek thank you ya” juga tidak terbukti.
C. Terdakwa tidak mengundang anggota Fraksi PDIP di Hotel
Darmawangsa, dan pada saat pertemuan tersebut Terdakwa tidak
pernah meminta dukungan kepada anggota Komisi IX DPR RI dari
fraksi PDIP agar memilih Terdakwa pada saat fit and proper test,
atau agar tidak menanyakan masalah pribadi Terdakwa, dan pada
pertemuan tersebut Terdakwa tidak pernah menjanjikan akan
memberikan hadiah termasuk janji pemberian berupa TC.
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Agus Condro Prayitno
- Bahwa pertemuan di Hotel Darmawangsa dengan Terdakwa hanya sekali. Kalau yang saksi dengar sendiri pembicaraannya seputar ramah tamah, perkenalan, pengakraban. Kalau pembicaraan mengenai dukungan dalam artian ketika itu, kami dari Komisi IX fraksi PDI-Perjuangan sudah full nanti akan mendukung untuk memilih yang bersangkutan. Persisnya saksi lupa yang dikatakan Terdakwa, tetapi substansi nya itu Ibu Miranda mengucapkan “terima kasih kalau didukung”.
- Bahwa pada waktu pertemuan di Darmawangsa yang disampaikan ramah tamah saja kepada teman-teman. Saya tidak begitu mendengarkan, saya agak jauh, santai-santai tapi substansinya itu ramah tamah tidak dalam rangka fit and proper test, tidak formil atau setengah formil gitu.
- Bahwa saya tidak tahu persis siapa yang punya inisiatif pertemuan Darmawangsa (pertemuan di luar gedung khusus dengan orang yang akan dipilih) tetapi saya sebagai anggota Komisi IX dari fraksi PDI-Perjuangan waktu itu diperintahkan oleh Pimpinan fraksi, di undang begitu, untuk hadir ke Hotel Darmawangsa dimana nanti akan diperkenalkan dengan Ibu Miranda Gultom.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
127
2. Dudhie Makmun Murod
- Bahwa rapat di Dharmawangsa diatas 13-15 orang yang hadir, diundang oleh Sekretaris Fraksi Panda Nababan dan Ketua Fraksi Cahyo Kumolo;
- Bahwa saya datang 5-10 menit sebelum bubar, saya tidak mendengar percakapan;
- Bahwa pertemuan di Dharmawangsa tidak mendengar apa-apa karena sudah mau bubar;
3. Izedrik Emir Moeis
- Bahwa pertemuan itu ada di Hotel Darmawangsa; - Bahwa waktu itu Pak Panda mengatakan “untuk jelasnya sebagai
orang yang nanti akan bergerak di fit and proper sebaiknya saudara-saudara ketemu secara langsung dengan Ibu Miranda Gultom”;
- Bahwa memang ada pertemuan selanjutnya di Hotel Darmawangsa. Saya tahu nya saya dipanggil sama Pak Panda untuk hadir, sepertinya yang mengurusi dari fraksi. Saya tidak tahu siapa yang mengurusi cuma dugaan saya ya karena inisiatif dari fraksi ya fraksi mengurusnya;
- Bahwa dalam pertemuan itu yang hadir seluruh anggota Poksi, kemudian ada Pak Panda, Pak Cahyo.
- Bahwa tidak ada selentingan mengenai pemberian TC pada saat pertemuan di Hotel Darmawangsa;
- Bahwa pada pertemuan di Darmawangsa itu ada klarifikasi salah satu nya mengenai masalah keluarga Terdakwa;
- Bahwa pada saat pertemuan di Darmawangsa, Ibu Miranda sempat menyampaikan visi dan misi, target-target makro ekonominya dan juga sistem perbankan dan sedikit tentang fiskal juga disampaikan;
Keterangan Terdakwa sebagai berikut:
- Pada awalnya hanya diperkenalkan kepada semua yang hadir beberapa diantaranya saya pernah kenal pada waktu saya menjabat sebagai DG BI tahun 1997-2003, beberapa diantaranya saya tidak kenal yaitu mereka-mereka yang bergantian antara waktu, kemudian setelah itu saya di tanyakan kira-kira mau apa sih rencana kamu kalau terpilih di BI, saya menceritakan ringkasan sekitar 5-10 Menit ringkasan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
128
dari visi misi saya yaitu pertama saya ingin agar peranan BI lebih besar lagi didalam perekonomian di Indonesia terutama terkait dengan UKM (usaha kecil menengah) dan kredit-kredit untuk usaha kecil menengah, kemudian yang kedua adalah bagaimana saya ingin agar stabilitas sektor keuangan dan stabilitas sektor moneter itu di synchronize dan yang ketiga adalah peningkatatan Good Governance di BI itu sekitar 10 menit Yang Mulia lalu setelah itu ngobrol-ngorol saja bertanya-tanya;
- Seingat saya itu inisiatif dari anggota fraksi PDI P di Komisi IX
Dari keterangan saksi-saksi yang dikemukakan dalam pemeriksaan di
persidangan, dimana keterangan tersebut saling bersesuaian satu sama
lain.
Berdasarkan fakta yang terungkap diatas, maka fakta dalam surat
dakwaan Penuntut Umum pada halaman 4, halaman 11, halaman 19,
halaman 25, yang pada pokoknya menyatakan “Terdakwa yang
mengetahui bahwa dukungan dari anggota Komisi IX bukanlah proyek
thank you, selain meminta dukungan kepada anggota DPR Komisi IX
melalui Nunun Nurbaeti, Terdakwa juga mengundang anggota Komisi
IX dari fraksi PDIP ….” tidak terbukti dalam proses pemeriksaan di
persidangan.
D. Terdakwa tidak pernah meminta dukungan kepada anggota DPR
dari fraksi TNI Polri pada saat pertemuan di Graha Niaga (depan
Ratu Plaza) agar memilih Terdakwa pada saat fit and proper test,
atau agar tidak menanyakan masalah pribadi Terdakwa dan pada
pertemuan tersebut Terdakwa tidak pernah menjanjikan akan
memberikan hadih atau janji termasuk janji pemberian berupa TC.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
129
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Darsup Yusuf
- Pernah terjadi pertemuan dengan Miranda Goeltom pada Mei 2004;
- Pertemuan adalah inisiatif dari Miranda; - Miranda mengadakan sosialisasi dalam rangka silaturahmi, yang
diundang adalah saksi sendiri, Udju DDjuhaeri, Sulis dan Suyitno; - Oleh Terdakwa yang dibicarakan dalam pertemuan adalah
sosialisasi untuk silaturahmi, sekitar 30-35 menit; - Pada saat itu Miranda hanya bercerita, tidak ada kesepakatan
apapun disitu atau diluar; - Saksi tidak pernah menduga bahwa TC dari Miranda Goeltom,
pada pertemuan di Niaga juga tidak ada komitmen; - Bahwa tidak ada permintaan atau harapan dari Miranda agar
tidak ditanyakan masalah keluarga, saksi hanya mendengar cerita dari Miranda saja;
2. Keterangan Udju DDjuhaeri
- Bahwa pada bulan Mei atau April sebelum pemilihan bertemu Miranda di suatu gedung di depan Ratu Plaza, tidak tahu itu tempat siapa;
- Bahwa pada waktu itu bertemu di depan Ratu Plaza, pada saat itu ada pertemuan dengan Terdakwa, penjelasan-penjelasan Miranda banyak yang tidak dipahami;
- Bahwa tidak ada permintaan apapun dari Terdakwa; - Pada pertemuan di Niaga juga tidak ada komitmen;
3. Keterangan Suyitno
- Pernah dilakukan pertemuan dengan Miranda di sebuah kantor di Jl Sudirman di depan Ratu Plaza, kantor saudara Terdakwa;
- Yang dibicarakan dengan Terdakwa adalah tentang masalah perbankan garis besar dan silaturahmi perkenalan;
- Miranda tidak pernah menyampaikan untuk tidak menanyakan masalah keluarga;
- Miranda tidak minta agar tidak menanyakan masalah keluarga kepada saksi,hanya penangkapan saksi;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
130
- Bahwa tidak ada permintaan dukungan dari Miranda dan Fraksi TNI juga tidak memberikan komitmen mendukung siapapun;
Keterangan Terdakwa sebagai berikut:
- Kemudian Betul Yang Mulia di kantor saya di gedung Graha Niaga jalan Jendral Sudirman;
- Seingat saya pertemuan saya dengan fraksi ABRI itu setelah pertemuan saya dengan fraksi PDI P tempatnya di kantor saya di jalan Jendral Sudirman;
- Pada saat itu kesempatan saya juga untuk menerangkan bahwa saya pada saat itu bukan menggangur saya mengajar saya menjadi komisaris utama dari Rabo Bank International kemudian saya menjadi international counsultan dari ABN AMRO di Netherland di Belanda sehingga saya merasa perlu itu inisiatif saya Yang Mulia pada waktu di Niaga;
- Tidak ada berbicara mengenai memilih siapa tidak memilih siapa;
- Didalam pertemuan di Niaga saya tidak pernah meminta untuk tidak ditanyakan mengenai masalah keluarga.
Dari keterangan saksi-saksi yang dikemukakan dalam pemeriksaan di
persidangan, dimana keterangan tersebut saling bersesuaian satu sama
lain sehingga menjadi fakta hukum.
Berdasarkan fakta yang terungkap diatas, maka fakta dalam surat
dakwaan Penuntut Umum pada halaman 4, halaman 12, halaman 19,
halaman 25 yang pada pokoknya menyatakan “Terdakwa selain itu juga
mengundang Fraksi TNI/Polri pada Komisi IX DPR RI (Udju Djuaheri,
Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno) untuk melakukan pertemuan di
kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga Jalan Sudirman Jakarta Selatan,
yang mana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta agar pada fit and
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
131
proper test pemilihan DGS BI 2004 para anggota dari Fraksi
TNI/Polri tidak menanyakan masalah pribadi Terdakwa yaitu
keretakan keluarga Terdakwa, ....” tidak terbukti dalam proses
pemeriksaan di persidangan.
Bahwa meskipun Terdakwa mengundang Fraksi TNI/Polri di kantor
Terdakwa di Gedung Niaga namun dalam pertemuan tersebut tidak ada
permintaan Terdakwa untuk dipilih dalam pemilihan DGS BI tahun
2004. Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri yang hadir dalam pertemuan
tersebut dalam keterangannya di persidangan menyatakan tidak
memilih Terdakwa dan yang bersangkutan ikut menerima TC dan telah
dijatuhi pidana.
Berdasarkan poin A, B, C dan D tersebut diatas, maka fakta dalam
dakwaan pada halaman 13 yang menyatakan : “…. Fraksi-fraksi besar
yaitu Golkar, PDI-P ditambah dari fraksi TNI Polri tidak lagi
mempersolakan integritas moral Terdakwa khusus yang berhubungan
dengan masalah pribadi, yaitu keretakan keluarga Terdakwa
sebagaimana yang Terdakwa minta kepada fraksi-fraksi tersebut diatas
ataupun yang diminta melalui Nunun Nurbaeti sebelumnya” adalah tidak
terbukti dalam proses pemeriksaan di persidangan oleh karena itu
harus diabaikan.
E. Pertemuan antara Terdakwa dengan Anggota Komisi IX DPR RI
periode 2004-2009 di luar gedung DPR RI baik di Hotel
Darmawangsa maupun di Gedung Niaga tidak bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan undang-undang.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
132
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Izedrik Emir Moeis
- Bahwa pertemuan-pertemuan di luar Gedung DPR itu biasa, tidak dilarang.
2. Keterangan Tjahyo Kumolo
- Bahwa saksi menjadi Ketua Fraksi mulai tahun 2003 sampai 2012 jadi sudah 8 tahun, tidak ada aturan dari DPR resmi sebagai lembaga yang melarang anggota DPR atau fraksi untuk bertemu dengan orang yang akan diputuskan dalam proses pengambilan keputusan politik di DPR.
Keterangan Ahli sebagai berikut:
1. Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa ahli dalam bidang Hukum Tata Negara
- Pertemuan di luar gedung DPR antara DPR dengan calon Deputi Senior Gubernur BI dalam rangka persiapan fit & proper test, tidak dilarang. Hal ini baik dari segi kewajiban DPR maupun dari segi kewajiban calonnya;
- Hak setiap orang untuk bertemu itu dijamin oleh UU HAM. - UU 28 Tahun 1999 tidak melarang orang untuk bertemu.
2. Prof. Burhanuddin Zabir Magenda, MA, PhD ahli dalam bidang Ilmu
Politik
- Pada prakteknya, fraksi-fraksi/poksi-poksi DPR dapat bertemu dengan calon-calon, dan sebaliknya. Dan dari segi ilmu politik, hal itu sah-sah saja;
- Tujuan dari pertemuan tersebut adalah agar visi dan misi bisa dijelaskan;
- Pertemuan tersebut sah-sah saja untuk dilakukan di luar gedung DPR.
Dari keterangan saksi-saksi yang dikemukakan dalam pemeriksaan di
persidangan, dimana keterangan tersebut saling bersesuaian satu sama
lain sehingga menjadi fakta hukum.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
133
F. Terdakwa tidak pernah menjanjikan untuk memberikan TC
kepada anggota Komisi IX DPR RI baik melalui Nunun Nurbaeti
maupun orang lain sehubungan dengan pemilihan DGS BI 2004.
Fakta tersebut diatas diperoleh dari keterangan saksi sebagai berikut:
1. Keterangan Agus Condro Prayitno
- Bahwa saya ketika menerima TC, itu feeling saya ada hubungan karena dikaitkan dengan apa yang disampaikan oleh Pak Tjahyo Kumolo di rapat Poksi tetapi saya tidak punya pikiran itu duit dari mana, sumbernya dari mana, pikiran saya waktu itu “wong duit itu yang memberikan adalah Pimpinan Fraksi”. Pak Dudi Makmun Murod itu kan Pimpinan fraksi saya, dia bendahara fraksi. Kemudian Pak Emir Muis juga salah satu pimpinan fraksi sekaligus merangkap sebagai ketua poksi. Saya percaya saja, begitu menerima “ooh… ini duit dari fraksi”. Fraksi itu duitnya dari mana, itu saya tidak terlalu banyak berpikir waktu itu.
2. Keterangan Hamka Yandhu
- Bahwa saya pernah menerima TC. Saya menerimanya waktu itu pada saat sesudah acara voting pemilihan Deputi Gubernur;
- Bahwa saya yang membagi-bagikan amplop itu, karena ada namanya, saya membagikan begitu saja. Saya tidak menanyakan uang apa ini kepada Ari Malangjudo.
- Bahwa pada saat saya menerima TC, saya belum mengetahui kalau TC itu ada kaitannya dengan pemilihan DGS BI.
3. Keterangan Darsup Yusuf
- Saksi menerima TC dari Arie Malangjudo di Jalan Riau No. 17, diterima tanggal 8 Juni 2004, pemilihan dilakukan pada tanggal yang sama, antara jam 17.00-17.30;
- Menerima TC sebanyak 10 lembar dengan nilai @ Rp 50 juta, amplop besar diterima Udju, dan isinya dibagikan, pada amplop tidak ada nama, masing-masing mendapat Rp 500 juta;
- Uang tidak ada hubungan dengan pemilihan DGS BI, tidak tahu maksud uang itu;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
134
4. Keterangan Udju Djuhaeri
- Bahwa saksi menerima TC dari Arie Malangjudo di Jalan Riau no 17, diterima tanggal 8 Juni 2004, pemilihan dilakukan pada tanggal yang sama, antara jam 17.00-17.30;
- Bahwa sampai saat ini tidak tahu kaitannya TC dengan Miranda; - Bahwa saksi tidak menduga apakah TC berkaitan dengan memilih
Miranda;
5. Keterangan Suyitno
- Tidak menduga bahwa TC berkaitan dengan pemilihan DGS, waktu itu tidak bertanya atau mencari juga;
- Tidak tahu TC ada hubungan dengan pemilihan DGS BI;
6. Keterangan Endin Soefihara
- Bahwa Ari Malangjudo yang meminta bertemu dengan saksi, di Century, tidak ada pembicaraan apa-apa, Arie ada menyerahkan sesuatu pada saat itu;
- Bahwa yang untuk saksi berisi TC, 10 lembar, masing-masing Rp 50.000.000,-, tidak tahu dalam rangka apa;
- Bahwa penerimaan TC itu tidak tahu ada keterkaitan atau tidak dengan pemilihan DGS BI;
7. Keterangan Dudhie Makmun Murod
- Bahwa saksi menerima sesuatu dari Arie, tapi tidak tahu untuk apa, sebanyak 10 lembar TC di Bebek Bali;
- Bahwa saksi dihubungi Panda Nababan, diminta menghubungi Arie Malangjudo, bertemu dengan Arie Malangjudo, Arie Malangjudo serahkan amplop berisi amplop lagi berisi amplop berisi nama-nama anggota Fraksi PDIP;
- Bahwa penerimaan uang diyakini tidak terkait dengan pemilihan DGS;
8. Keterangan Nunun Nurbaeti
- Saya tidak mengetahui mengenai Travel Cheque; - Saya tidak pernah memerintahkan kepada Arie Malangjudo untuk
memberikan sesuatu kepada Endin maupun Dudi; - Saya tidak pernah terima Travel cheque;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
135
9. Keterangan Ari Malangjudo
- Benar saya pernah diperintah oleh Nunun Nurbaeti untuk mengantarkan beberapa bungkus katakanlah semacam tas yang berisi TC kepada anggota DPR;
10. Keterangan Izedrik Emir Moeis
- Bahwa saya tidak tahu asal TC dari mana. Saya juga tidak tahu apakah ada untuk fraksi lain;
Keterangan Terdakwa sebagai berikut:
- Saudara Terdakwa apakah saudara mengetahui ada tentang TC pemberian anggota DPR RI? Tidak Yang Mulia
Dari keterangan saksi-saksi yang dikemukakan dalam pemeriksaan di
persidangan, dimana keterangan tersebut saling bersesuaian satu sama
lain sehingga menjadi fakta hukum.
Bahwa dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum pada halaman 154 yang
menyatakan: “Izedrik Emir Moeis yang menduga pemberian TC BII
tersebut berasal dari Terdakwa berkaitan dengan fit and proper test DGS
BI karena waktu Dudhie Makmun Murod menyerahkan TC BII sambil
mengatakan “sebagai upah capek atas kegiatan kemarin”
Bahwa keterangan saksi Izedrik Emir Moeis bahwa TC tersebut berasal
dari Terdakwa merupakan dugaan dan rekaan dari Izedrik Emir Moeis
sendiri, karena Dudhie Makmun Murod menyatakan bahwa TC tersebut
sebagai upah capek atas kegiatan kemarin. Keterangan tersebut tidak
dapat dijadikan fakta hukum untuk menyatakan bahwa TC tersebut
berasal dari Terdakwa karena bukanlah keterangan yang bersumber
dari hal yang dilihat, didengar dan dialami sendiri, sesuai dengan
ketentuan Pasal 185 ayat (5) KUHAP yang berbunyi “baik pendapat
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
136
maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja bukan
merupakan keterangan saksi”, maka keterangan Izedrik Emir Moeis
tersebut harus diabaikan dan tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat
bukti yang sah.
Bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum halaman 132 Surat
Tuntutan menyatakan “bahwa sesuai keterangan Agus Condro, dalam
rapat intern PDIP Cahyo Kumolo pernah menyampaikan untuk memilih
Terdakwa dalam Pemilihan DGS BI tahun 2004, Terdakwa bersedia
memberikan uang perorang sebesar Rp. 300 juta tapi kalau diminta Rp.
500 juta Terdakwa tidak keberatan…”
Bahwa fakta yang dikemukakan oleh Penuntut Umum tersebut
menyesatkan, karena keterangan “Terdakwa bersedia memberikan uang
perorang sebesar Rp. 300 juta tapi kalau diminta Rp. 500 juta Terdakwa
tidak keberatan” hanya berdasarkan keterangan dari Agus Condro, yang
kemudian dibantah oleh keterangan saksi Izedrik Emir Moeis yang
menyatakan: “… saya biasanya bawa rekaman dan saya rekam, tetapi
karena sudah lama jadi ganti dengan yang lain, semua pembicaraan saya
tahu apa yang dibicarakan, saya ingat pembicaraannya, dan Pak Tjahjo
itu pasif orangnya. Tidak ada pernyataan dari Tjahjo Kumolo tentang
Miranda bersedia memberikan 300 juta, 500 juta kalau diminta.
Saya kan alert sekali, kalau itu sempat disebut Pak Tjahjo, tentu akan
berkembang didalam pertemuan tersebut. Benar-benar tidak ada”.
Keterangan dari Izedrik Emir Moeis tersebut bersesuaian dengan
keterangan Tjahjo Kumolo pada saat persidangan yang menyatakan
“tidak pernah mengucapkan kata-kata “Miranda bersedia
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
137
memberikan 300 juta, 500 juta kalau diminta, baik juga dalam
bentuk formulasi lain”.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka keterangan Izedrik Emir Moeis
bersesuaian dengan keterangan Tjahyo Kumolo, oleh karenanya
merupakan fakta hukum, sedangkan keterangan Agus Condro Prayitno
hanya berdiri sendiri dan tidak bersesuaian keterangan saksi lainnya
oleh karena itu keterangan tersebut harus diabaikan dan tidak dapat
dijadikan sebagai fakta hukum.
Berdasarkan fakta yang terungkap diatas, maka fakta dalam surat
dakwaan Penuntut Umum pada halaman 9, halaman 16, halaman 23,
halaman 29 yang pada pokoknya menyatakan “Terdakwa mengetahui
pemberian TC BII senilai kurang lebih Rp. 20.850.000.000,- (dua puluh
milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah) oleh Nunun Nurbaeti
kepada para anggota Komisi IX DPR RI tersebut karena para
anggota Komisi IX DPR RI dalam fit and proper test dalam rangka
pemilihan DGS BI tahun 2004 telah memilih Terdakwa, ...” tidak
terbukti dalam proses pemeriksaan di persidangan.
G. Tidak pernah ada pertemuan antara Nunun Nurbaeti dengan
Paskah Suzetta dan Hamka Yandhu di D’Lounge dan Hotel Mulia
yang membicarakan permintaan dukungan dari Fraksi Golkar
untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test DGS BI tahun 2004.
1. Keterangan Nunun Nurbaeti
- Dalam pertemuan di café D’Longue tidak pernah ada saya meminta kepada pak Paskah agar fraksi Golkar membantu Terdakwa dalam pemilihan DGS BI yang saya ingat pertemuan dengan pak Paskah di D’Lounge setelah pemilihan DGS BI;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
138
2. Keterangan Paskah Suzetta
- Bahwa pertemuan Sunda di D’Lounge ataupun di Hotel Mulia saya tidak pernah hadir, hanya hadir pada halal bihalal masyarakat sunda tahun 2006, ketemu di D’Lounge Jalan Gunawarman akhir 2005 membicarakan membentuk paguyuban sunda. Pertemuan pertama dengan Nunun Nurbaeti di Mercantile tahun 2001, pada zaman Presiden Gus Dur, diundang bukan oleh Nunun Nurbaeti tapi Adang Darajatun;
- Bahwa saya hadir di D’lounge pada akhir 2005 diakhir menjadi menteri, sekaligus mengucapkan selamat kepada saya;
3. Keterangan Hamka Yandhu
- Bahwa pernah ada pertemuan dengan Ibu Nunun. Pada waktu itu ada acara breakfast untuk pertemuan dengan orang-orang Sunda di Hotel Mulia. Saya tidak mendengar apa yang dibicarakan, saya hanya hadir waktu itu.
- Bahwa saksi ataupun teman-teman saksi tidak pernah melakukan pertemuan sebelum pemilihan dengan Terdakwa. Dengan calon yang lain juga tidak pernah melakukan pertemuan;
- Bahwa saya bertemu dengan Nunun Nurbaeti 2 kali, yang pertama di Hotel Mulia yang kedua di D’Lounge, karena waktu itu menjelang halalbilhalal. Yang di D’Lounge itu sebelum fit and proper test.
- Bahwa saksi tidak mendengar Nunun Nurbaeti pada saat pertemuan masyarakat sunda di Hotel Mulia meminta kepada Paskah Suzetta agar Golkar di Komisi IX mendukung atau memilih Terdakwa dalam fit and proper test Deputi Gubernur Senior BI.
Dari keterangan saksi Nunun Nurbaeti, Hamka Yandhu dan saksi Paskah
Suzetta yang dikemukakan dalam pemeriksaan di persidangan, dimana
keterangan saksi berdiri sendiri-sendiri namun dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak ada pembicaraan permintaan dukungan dari
Fraksi Golkar untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test DG S BI
tahun 2004.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
139
Berdasarkan fakta yang terungkap diatas, maka dakwaan Penuntut
Umum pada halaman 4, halaman 11, halaman 12, yang pada pokoknya
menyatakan “Menindaklanjuti pembicaraan Nunun Nurbaeti dengan
Paskah Suzetta di Hotel Mulia Coffee Shop, Nunun Nurbaeti, Paskah
Suzetta dan Hamka Yandhu melakukan pertemuan di Café D’Lounge
Jl. Gunawarman Jakarta Selatan, yang mana dalam pertemuan tersebut
Nunun Nurbaeti meminta kembali kepada Paskah Suzetta agar fraksi
Golkar mendukung pemilihan Terdakwa dalam pemilihan DGS BI 2004 …”
tidak terbukti sama sekali di muka persidangan.
Dari uraian fakta persidangan tersebut diatas, maka Penuntut Umum
jelas tidak dapat membuktikan bagaimana Terdakwa melakukan tindak
pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum sendiri.
Dari awal persidangan sebagaimana Eksepsi kami terdahulu, Penuntut
Umum telah tidak hati-hati dalam melakukan penuntutan terhadap
Terdakwa yang terkesan dipaksakan, bahkan telah menggunakan pasal
yang telah Daluarsa masa penuntutan nya.
Fakta lain yang menunjukkan kurangnya bukti untuk mendakwa kasus a
quo dapat dibuktikan dari tindakan Penuntut Umum dengan
menghadirkan saksi Arief Budi Raharjo selaku Penyelidik pada KPK
yang pernah memeriksa Hamka Yandhu ke muka persidangan dan
ternyata kehadiran saksi Arief Budi Raharjo telah ditolak oleh Majelis
Hakim untuk memberikan kesaksian hanya mendengar dari orang lain
(de auditu) sehingga kesaksian yang bersangkutan tidak memiliki
klasifikasi sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 26
KUHAP yaitu orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan
mengalami sendiri suatu peristiwa hukum.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
140
Tindakan Penuntut Umum tersebut menunjukkan bahwa Penuntut
Umum tidak memiliki bukti yang cukup untuk mendakwa Terdakwa,
dan dengan segala upaya telah berusaha untuk melakukan tindakan
unlawful gathering evidence/illegally acquired evidence dalam menyusun
dakwaannya dengan menjadikan orang yang tidak memiliki kapasitas
sebagai saksi menjadi saksi.
Menurut Herbert L. Packer dalam bukunya berjudul The Model in
Operation: From Arrest to Charge, Stanford University Press, California,
1968, halaman 195-196 pada pokoknya menyatakan bahwa illegally
acquired evidence (perolehan bukti secara tidak sah) adalah tidak patut
dijadikan sebagai bukti di pengadilan.
Bahwa dengan ditolaknya keberadaan saksi Arief Budi Raharjo yang
telah memeriksa Hamka Yandhu dalam bentuk Berita Acara Permintaan
Keterangan di muka persidangan a quo, telah membawa konsekuensi
terhadap dakwaan yang dikemukakan oleh Penuntut Umum. Berita
Acara Permintaan Keterangan yang dilakukan oleh Arif Budi Raharjo
selaku Penyelidik pada KPK terhadap saksi Hamka Yandhu yang
dijadikan sebagai dasar penyusunan dakwaan menjadi tidak bernilai
dan harus diabaikan.
Selain fakta di atas, fakta lain dalam dakwaan yang tidak terbukti dalam
proses pemeriksaan di persidangan antara lain adalah:
Dakwaan halaman 12, ….. menyatakan:
“sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS BI di
hadapan DPR-RI Komisi IX tepatnya pada tanggal 7 Juni 2004, setelah
Nunun Nurbaeti menerima sejumlah TC atas sepengetahuan
Terdakwa,……”
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
141
Bahwa selama dalam proses pemeriksaan di Persidangan tidak terdapat
bukti yang menyatakan Terdakwa mengetahui Nunun Nurbaeti
menerima TC, bahkan siapa yang memberikan TC kepada Nunun
Nurbaeti tidak pernah terungkap dalam pemeriksaan perkara a quo hal
tersebut didukung dengan keterangan Nunun Nurbaeti yang
menyatakan:
- Saya tidak mengetahui mengenai Travel Cheque;
- Pada saat pertemuan Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada
saya untuk pesan menyerahkan TC kepada para anggota Komisis IX
DPR RI.
Dari seluruh dakwaan tersebut diatas, maka fakta-fakta dalam rangkaian
uraian perbuatan sebagai berikut:
1. Uraian “…., Terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti,
dimana dalam pertemuan itu Terdakwa meminta Nunun Nurbaeti untuk
dikenalkan kepada teman-teman Nunun Nurbaeti yang menjadi anggota
Komisi IX DPR RI guna mencari dukungan atas pencalonan Terdakwa
dalam pelaksanaan pemilihan DGS BI, yang mana Nunun Nurbaeti
menyetujui permintaan Terdakwa” pada halaman 3, halaman 11,
halaman 18, halaman 25 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI secara sah
dan meyakinkan.
2. Uraian “untuk memenuhi permintaan Terdakwa, selanjutnya Nunun
Nurbaeti bertempat di rumahnya Jalan Cipete Raya No. 39C RT 001/004,
Kelurahan Cipete, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan memfasilitasi
pertemuan antara Terdakwa dengan anggota Komisi IX DPR RI yaitu
Endin AJ Soefihara dari fraksi PPP, Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta
masing-masing dari fraksi Golkar dengan tujuan agar fraksi Golkar
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
142
mendukung untuk memilih Terdakwa dalam fit and proper test calon DGS
BI….” pada halaman 3, halaman 11, halaman 18 surat dakwaan TIDAK
TERBUKTI secara sah dan meyakinkan.
3. Uraian “Terdakwa yang mengetahui bahwa dukungan dari anggota
Komisi IX bukanlah proyek thank you, selain meminta dukungan kepada
anggota DPR Komisi IX melalui Nunun Nurbaeti, Terdakwa juga
mengundang anggota Komisi IX dari fraksi PDIP yang dihadiri beberapa
anggota Komisi IX dari fraksi PDIP diantaranya Dudhie Makmun Murod,
Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan yang lainnya, untuk melakukan
pertemuan khusus di salah satu ruangan di Hotel Darmawangsa Jakarta
atas biaya dari Terdakwa, yang mana dalam pertemuan tersebut
Terdakwa memperkenalkan dirinya sebagai salah satu calon yang akan
mengikuti fit and proper test pemilihan DGS BI tahun 2004” pada
halaman 4, halaman 11, halaman 19, halaman 25 surat dakwaan TIDAK
TERBUKTI secara sah dan meyakinkan.
4. Uraian “Terdakwa selain itu juga mengundang Fraksi TNI/Polri pada
Komisi IX DPR RI (Udju Djuaheri, Darsup Yusuf, R Sulistyadi dan Suyitno)
untuk melakukan pertemuan di kantor Terdakwa di Gedung Bank Niaga
Jalan Sudirman Jakarta Selatan, yang mana dalam pertemuan itu
Terdakwa meminta agar pada fir and proper test pemilihan DGS BI 2004
para anggota dari Fraksi TNI/Polri tidak menanyakan masalah pribadi
Terdakwa yaitu keretakan keluarga Terdakwa, ....” pada halaman 4,
halaman 12, halaman 19, halaman 25 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI
secara sah dan meyakinkan.
5. Uraian “…. Terdakwa juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi
PDI-P (Dudhi Makmun Murod, Agus Condro Prayitno, Emir Moeis dan
lainnya) untuk melakukan pertemuan khusus di salah satu ruangan di
Hotel Darmawangsa Jakarta atas biaya Terdakwa...” pada halaman 4,
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
143
halaman 11, halaman 19, halaman 25 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI
secara sah dan meyakinkan.
6. Uraian “Terdakwa mengetahui pemberian TC BII senilai kurang lebih Rp.
20.850.000.000,- (dua puluh milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah)
oleh Nunun Nurbaeti kepada para anggota Komisi IX DPR RI tersebut
karena para anggota Komisi IX DPR RI dalam fit and proper test dalam
rangka pemilihan DGS BI tahun 2004 telah memilih Terdakwa, ...” pada
halaman halaman 9, halaman 16, halaman 23, halaman 29 surat
dakwaan TIDAK TERBUKTI secara sah dan meyakinkan.
7. Uraian “Menindaklanjuti pembicaraan Nunun Nurbaeti dengan Paskah
Suzetta di Hotel Mulia Coffee Shop, Nunun Nurbaeti, Paskah Suzetta dan
Hamka Yandhu melakukan pertemuan di café D’Lounge Jl. Gunawarman
Jakarta Selatan, yang mana dalam pertemuan tersebut Nunun Nurbaeti
meminta kembali kepada Paskah Suzetta agar fraksi Golkar mendukung
pemilihan Terdakwa dalam pemilihan DGS BI 2004 …” pada halaman 4,
halaman 11, halaman halaman 12 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI
secara sah dan meyakinkan.
8. Uraian “…. Fraksi-fraksi besar yaitu Golkar, PDIP ditambah dari fraksi TNI
Polri tidak lagi mempersolakan integritas moral Terdakwa khusus yang
berhubungan dengan masalah pribadi, yaitu keretakan keluarga
Terdakwa sebagaimana yang Terdakwa minta kepada fraksi-fraksi
tersebut diatas ataupun yang diminta melalui Nunun Nurbaeti
sebelumnya” pada halaman 13 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI
secara sah dan meyakinkan.
9. Uraian sehari sebelum Terdakwa menjalani fit and proper test calon DGS
BI di hadapan DPR-RI Komisi IX tepatnya padda tanggal 7 Juni 200,
setelah Nunun Nurbaeti menerima sejumlah Travellers Cheque Bank
Internasional Indonesia (TC BII) atas sepengetahuan Terdakwa, ……
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
144
pada halaman 12 surat dakwaan TIDAK TERBUKTI secara sah dan
meyakinkan.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
145
BAB V
ANALISA YURIDIS
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Setelah melakukan kajian dan analisa terhadap fakta-fakta pada bab
sebelumnya, dimana kemudian diketahui fakta mana yang benar-benar
fakta hukum dan fakta mana yang tidak memenuhi syarat digunakan
sebagai fakta hukum dengan membandingkannya dengan tindakan yang
dikemukakan oleh Penuntut Umum dalam uraian dakwaanya, maka kami
akan melakukan analisa yuridis atas fakta-fakta hukum yang terbukti
selama proses pemeriksaan dipersidangan sebagai berikut:
Bahwa Terdakwa telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi
sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan yang disusun secara
alternatif, dimana Penuntut Umum mendakwa Terdakwa dengan dugaan
telah melakukan tindak pidana korupsi yaitu melanggar ketentuan sebagai
berikut:
Pertama : Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undangNo. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-
undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
ATAU
Kedua : Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undangNo. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
146
undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP.
ATAU
Ketiga : Pasal 13 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
ATAU
Keempat : Pasal 13 Undang-undangNo. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP.
Bahwa adapun pokok dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum adalah:
Bahwa Terdakwa baik secara bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti
telah melakukan pemberian sesuatu kepada anggota Komisi IX DPR RI
Periode 2004-2009 agar melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
jabatannya selaku anggota Komisi IX DPR RI atau memberikan janji atau
sesuatu kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009 dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
147
Bahwa Terdakwa dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana
atau keterangan sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti melakukan
pemberian sesuatu kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-
2009 agar melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya
selaku anggota Komisi IX DPR RI atau memberikan janji atau sesuatu
kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009 dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Bahwa berdasarkan pokok dakwaan tersebut diatas, maka untuk
membuktikan terpenuhinya ketentuan yang didakwakan, maka harus
dibuktikan unsur-unsur inti delik sebagai berikut:
Bahwa dalam tuntutannya, Penuntut Umum telah menuntut
Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
dalam dakwaan Pertama.
Adapun unsur-unsur dakwaan Pertama adalah sebagai berikut:
1. Unsur “setiap orang”;
Bahwa atas pendapat Penuntut Umum yang menyatakan unsur “setiap
orang” telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum, dalam setiap penjabaran unsur-unsur dari pasal-pasal
yang didakwakan terhadap diri Terdakwa dalam tuntutannya adalah
tidak tepat. Karena unsur “setiap orang” adalah merupakan element
delict dan bukan bestandeel delict yang harus dibuktikan.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
148
Bahwa unsur “setiap orang” tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus
dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan selanjutnya, yaitu apakah
perbuatan yang didakwakan tersebut memenuhi unsur tindak pidana
atau tidak. Jika unsur lainnya terpenuhi barulah unsur “setiap orang”
dapat dinyatakan terpenuhi atau terbukti. Dengan demikian,
pembuktian serta penjabaran terhadap unsur-unsur tindak pidana
tersebut haruslah dimulai dengan pembahasan terhadap unsur-unsur
ke-2, ke-3, ke-4, dan seterusnya, baru kemudian dapat dilihat apakah
unsur ke-1 “setiap orang” terbukti atau tidak. Jadi bukanlah seperti
pembahasan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam surat
tuntutannya dimana seolah-olah Terdakwa Prof. Miranda Swaray
Goeltom, SE, MA, Ph.D telah dianggap bersalah atas perbuatan yang
dilakukannya, bahkan sebelum perbuatan tersebut terbukti memenuhi
rumusan delik sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum
(straftbaarfeiten).
Bahwa karena dalam pembahasan unsur selanjutnya unsur-unsur yang
didakwakan kepada Terdakwa tidak terbukti, maka dengan sendirinya
unsur “setiap orang” juga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
2. Unsur “memberi sesuatu”;
Memberikan sesuatu pemberian berarti bahwa tindakan memberikan
terjadi sebelum atau sementara (ketika) pegawai negeri itu
menyeleweng. Sedangkan memberikan janji berarti, tindakan tersebut
masih akan ada kelanjutan dari janji itu. Namun delik sudah dipandang
sempurna, pada saat si petindak sudah memberikan pemberian atau
janji itu baik secara langsung maupun melalui seseorang perantara
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
149
kepada pegawai tersebut kendati pegawai tersebut tidak mau
menerimanya. (S.R. Sianturi, Tindak Pidana di Luar KUHP, halaman 76).
Oleh karena Pasal 5 ayat (1) huruf a yang berasal dari Pasal 209 ayat (1)
angka 1 KUHP adalah pasangan dari Pasal 12 huruf a yang berasal dari
Pasal 419 angka 1 KUHP, maka dengan sendirinya yang dimaksud
dengan “sesuatu” dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a adalah “hadiah”. Yang
dimaksud dengan “hadiah” menurut Putusan Hoge Raad tanggal 25
April 1916 adalah segala sesuatu yang mempunyai arti. (R. Wiyono, SH,
Pembahasan Undang-undangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 58-59)
Bahwa berdasarkan hasil pembuktian dipersidangan diperoleh fakta-
fakta hukum sebagai berikut:
Bahwa Ari Malangjudo pada tanggal 8 Juni 2004 telah membagikan
Traveller Cheque (TC) kepada anggota DPR RI antara lain, kepada
Dudi Makmun Murod di Restoran Bebek Bali pada siang hari, kepada
Endin Sofihara di Hotel Century setelah Ari Malangjudo memberikan
paper bag kepada Dudi Makmun Murod, yaitu sekitar jam 2 siang,
kemudian Hamka Yandhu dan Udju Djuhaeri, Darsup Yusuf,
Sulistyadi dan Suyitno datang ke Jalan Riau No. 17 Menteng yang
diterima oleh Ari Malangjudo.
Bahwa Ari Malangjudo tidak mengetahui maksud pemberian TC
tersebut kepada para anggota Komisi IX DPR RI, melainkan atas
perintah dari Nunun Nurbaeti, dan Ari Malangjudo tidak pernah
diperintah oleh Terdakwa.
Bahwa anggota Komisi IX DPR RI pada saat menerima TC tersebut
tidak mengetahui hubungan antara pemberian TC dengan pemilihan
DGS BI 2004.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, maka pihak yang
memberikan TC kepada anggota Komisi IX DPR RI adalah Arie
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
150
Malangjudo atas perintah dari Nunun Nurbaeti. Dalam peristiwa
pemberian TC dimaksud Terdakwa sama sekali tidak mengetahui. Fakta
tersebut diatas berkesesuaian dengan keterangan Nunun Nurbaeti yang
pada pokoknya menyatakan tidak pernah mendapat perintah dari
Terdakwa untuk membagikan TC kepada anggota Komisi IX DPR RI.
Bahwa sesuai dengan fakta hukum yang memberikan TC adalah Arie
Malangjudo bukan Terdakwa, maka dengan sendirinya unsur memberi
sesuatu menjadi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
3. Unsur “kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara”;
Bahwa kami tidak akan menguraikan secara mendetail mengenai
kualifikasi dari Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara seperti yang
telah dikemukakan oleh Penuntut Umum. Permasalahan sesungguhnya
adalah bukan pada apakah anggota Dewan tersebut memenuhi
kualifikasi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, akan tetapi
apakah TC yang diterima oleh anggota Komisi IX DPR RI tersebut
berasal dari Terdakwa.
Bahwa dari unsur sebelumnya, mengenai unsur memberikan sesuatu
telah kami uraikan bahwa yang memberi adalah Ari Malangjudo atau Ari
Malangjudo atas perintah Nunun Nurbaeti dan bukan dilakukan oleh
Terdakwa, sehingga unsur memberi sesuatu tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan. Karena unsur memberi sesuatu tersebut tidak terbukti
dalam diri Terdakwa, maka unsur kepada Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dengan sendirinya menjadi tidak terbukti.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
151
4. Unsur “karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatan”
Menurut R. Wiyono, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, pelaku tindak
pidana korupsi memberikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara tersebut telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. (R.
Wiyono, Pembahasan Undang-undangPemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 63).
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka dasar pemberian sesuatu
kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut adalah
karena Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara telah melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya terlebih dahulu. Hal
inilah yang membedakannya dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b
UU Tipikor yang mengatur pemberian sesuatu tersebut untuk tujuan
agar Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu diawali dengan
pemberian yang mengakibatkan Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Berdasarkan konstruksi ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor
tersebut diatas, maka Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang
menerima sesuatu tersebut, telah melakukan 2 jenis perbuatan
melawan hukum, yaitu: 1) tindakan melakukan sesuatu yang
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
152
bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya pada saat sebelum menerima sesuatu dan; 2)
tindakan menerima sesuatu yang dilarang dalam jabatan dan
kedudukannya.
Adapun konstruksi ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor dapat
dilihat dalam skema berikut:
ta
Berdasarkan konstruksi Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor tersebut
diatas, maka apabila dihubungkan dengan fakta hukum yang diperoleh
selama pemeriksaan di persidangan sebagai berikut:
a. Bahwa Terdakwa dalam pertemuan dengan para anggota Komisi IX
DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan di Hotel Dharmawangsa maupun
dari Fraksi TNI/Polri di Graha Niaga, tidak pernah meminta kepada
anggota Komisi IX DPR RI tersebut untuk memilih Terdakwa pada
saat pemilihan DGS BI 2004 dimana Terdakwa sebagai salah satu
Skema tindak pidana voltooid sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
Pemberi Sesuatu Pemberi Sesuatu
Pegawai
Negeri/Penyelenggara
Negara 1
3 Tindakan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Memiliki maksud agar dengan pemberian tersebut Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
Tindakan Memberikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
2
4 Tindakan Menerima Sesuatu
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
153
calon, termasuk menjanjikan akan memberikan sesuatu apabila para
anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009 memilih Terdakwa.
b. Pemilihan Terdakwa oleh anggota Komisi IX DPR RI berdasarkan
instruksi dari fraksi untuk memilih Terdakwa, karena dinilai lebih
berpengalaman dan kompeten untuk menempati posisi sebagai DGS
BI.
c. Bagi anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi PPP yang tidak memilih
Terdakwa dikarenakan adanya alasan diluar profesionalitas yang
menjadi pandangan partai.
d. Pemilihan DGS BI dilakukan pada tanggal 8 Juni 2004, mulai dari
siang hari sampai dengan malam hari.
e. Para anggota Komisi IX DPR RI menerima TC setelah dilakukan
voting pemilihan DGS BI tahun 2004.
f. Para anggota Komisi IX DPR RI pada saat menerima TC tersebut tidak
pernah mengira ada hubungannya dengan pemilihan DGS BI tahun
2004.
g. Para anggota Komisi IX DPR RI yang tidak memilih Terdakwa juga
menerima TC.
h. Para anggota Komisi IX DPR RI yang memilih Terdakwa pada saat fit
and proper test karena atas perintah fraksi dan menurut penilaian
masing-masing anggota, Terdakwa memiliki kemampuan dan
pengalaman yang lebih dibanding dengan calon yang lain.
Berdasarkan fakta hukum tersebut diatas, maka perlu dilakukan analisa,
apakah anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009 melakukan suatu
perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya baik dilakukan
maupun tidak dilakukan dalam jabatannya sebelum menerima TC.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
154
Tindakan anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009 yang melakukan
fit and proper test DGS BI 2004 bukanlah merupakan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya melainkan merupakan pelaksanaan
kewajiban yang berasal dari perintah undang-undang, yaitu Pasal 41 UU
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi: “Gubernur dan Deputi
Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Tindakan-tindakan anggota Komisi IX DPR RI sebelum menerima TC
yang ada hubungannya dengan Terdakwa adalah anggota Komisi IX DPR
RI dari Fraksi PDIP dan Fraksi TNI/Polri mengadakan pertemuan
dengan Terdakwa yaitu masing-masing di Hotel Dharmawangsa dan di
Kantor Terdakwa di Graha Niaga.
Bahwa mengenai boleh tidaknya pertemuan tersebut dilakukan, oleh
ahli Prof. Burhanuddin Zabir Magenda MA, PhD telah dinyatakan
sebagai hal yang biasa dalam praktek politik di DPR tidak dilarang,
kemudian juga oleh ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. I Gde Pantja
Astawa, SH, MH menyatakan bahwa pertemuan dengan anggota Dewan
oleh calon pejabat publik yang akan dilakukan uji kelayakan dan
kepatutan tidak dilarang menurut peraturan perundang-undangan,
termasuk Tata Tertib DPR RI. Lebih lanjut dikemukakan, pertemuan di
luar Gedung DPR dalam rangka persiapan fit and proper test juga tidak
dilarang dengan calon DGS BI, asal tidak terjadi KKN didalam pertemuan
tersebut.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
155
Dari penjelasan diatas maka telah jelas bahwa pertemuan dengan Fraksi
PDIP dan Fraksi TNI/Polri tersebut tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, pertanyaan selanjutnya
adalah apakah dalam pertemuan tersebut terdapat suatu tindakan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Bahwa berdasarkan keterangan dari saksi Izedrik Emir Moeis yang
bersesuaian dengan keterangan Agus Condro dan Dudhie Makmun
Murod dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa adalah untuk
mengetahui kapabilitas Terdakwa sebagai calon DGS BI. Pada saat
pertemuan tersebut Terdakwa tidak pernah meminta untuk dipilih
ataupun meminta untuk ditanyakan masalah internal keluarga, dan yang
paling utama dalam pertemuan tersebut tidak pernah terdapat janji dari
Terdakwa untuk memberikan sesuatu kepada anggota Komisi IX DPR RI
yang hadir pada saat itu.
Dari penjelasan mengenai pertemuan tersebut terlihat jelas bahwa
pertemuan di Hotel Dharmawangsa tidak bertentangan dengan
kewajiban anggota Komisi IX DPR RI baik dilakukan dalam jabatannya
maupun tidak dilakukan dalam jabatannya.
Kemudian Terdakwa melakukan pertemuan dengan Fraksi TNI/Polri di
kantor Terdakwa gedung Graha Niaga. Pertemuan tersebut
dilatarbelakangi dari adanya pertemuan di Hotel Dharmawangsa
dengan Fraksi PDIP, dimana dalam pertemuan tersebut Terdakwa
merasa baik apabila bisa menggali hal-hal apa yang diinginkan oleh
anggota Dewan apabila nanti kelak terpilih sebagai DGS BI, pada saat
pertemuan tersebut juga Terdakwa dapat mengklarifikasi mengenai
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
156
rumor-rumor menyangkut internal keluarga yang dapat mengarah
kepada isu gender dan agama.
Karena melihat manfaat dari Pertemuan dengan Fraksi PDIP tersebut
kemudian Terdakwa menghubungi semua fraksi akan tetapi yang
bersedia dan waktunya tepat adalah Fraksi TNI/Polri.
Bahwa fakta tersebut diatas bersesuaian dengan keterangan dari
Darsup Yusuf, Suyitno dan Udju Djuhaeri pada saat pemeriksaan di
persidangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa pertemuan
tersebut merupakan silaturahmi serta membahas hal-hal yang akan
dilakukan oleh Terdakwa apabila terpilih menjadi DGS BI menyangkut
masalah moneter. Dalam pertemuan tersebut tidak pernah dibicarakan
mengenai permintaan dukungan kepada Fraksi TNI/Polri agar memilih
Terdakwa pada saat fit and proper test DGS BI dan Terdakwa juga tidak
pernah menyampaikan untuk tidak menanyakan masalah keluarga,
serta Terdakwa juga tidak pernah menjanjikan memberikan sesuatu
kepada anggota Fraksi TNI/Polri tersebut.
Berkaitan penjelasan diatas, maka baik pertemuan maupun isi
pertemuan yang dilakukan Terdakwa dengan anggota Komisi IX DPR RI
Fraksi PDIP dan Fraksi TNI/Polri masing-masing di Hotel
Dharmawangsa dan Graha Niaga tidak terdapat hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menyangkut pemberian hadiah atau janji dalam hubungannya dengan
kewajiban Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, menurut Andi
Hamzah, jika seseorang memberi gratifikasi (hadiah atau janji) kepada
seorang Pegawai Negeri, supaya Pegawai Negeri itu melakukan
kewajibannya dengan baik tidak dapat dipidana. Bagian inti delik
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
157
“supaya Pegawai Negeri itu melalaikan kewajibannya atau berlawanan
dengan kewajibannya” tidak terpenuhi. Demikianlah sehingga Arsyad
mantan Direktur Keuangan BNI 46 dibebaskan dari dakwaan memberi
suap kepada pejabat Polri oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari
Selasa tanggal 22 Mei 2007. Pemberian uang kepada pejabat Polri itu
atas permintaan pejabat itu sebagai biaya mengejar pembobol BNI 46
Adrian Woworuntu dkk., agar uang BNI bisa kembali. Jika Arsyad
memberi uang supaya Polri jangan mengejar pelaku korupsi barulah
terpenuhi bagian inti delik tersebut. (Andi Hamzah, Pemberantasan
Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Edisi Revisi,
Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2007, halaman 223).
Bahwa dalam Surat Tuntutannya, Penuntut Umum pada bagian
pembahasan unsur a quo, pada halaman 170-171 menyatakan:
“pertemuan-pertemuan yang dilakukan antara Terdakwa selaku calon DGSBI dengan Para Anggota DPR RI Komisi IX selaku penguji dalam uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test dalam rangka pemilihan DGS BI sebelum pelaksanaan fit and proper test baik yang difasilitasi oleh Nunun Nurbaeti, pertemuan Terdakwa dengan anggota Fraksi TNI Polri di Kantor Terdakwa dengan permintaan persoalan pribadi tidak ditanyakan, maupun pertemuan dengan fraksi PDIP Komisi IX DPR RI di Hotel Dharmawangsa atas biaya dari Terdakwa, yang ditindaklanjuti dengan adanya perbuatan pemberian TC BII kepada seluruh anggota DPR RI Komisi IX yang melakukan fit and proper test terhadap Terdakwa adalah perwujudan dari perbuatan Kolusi yang merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi yang diwarnai dengan pemberian TC BII sebagai pelicin agar segala urusan menjadi lancar ataupun permintaannya dikabulkan. Perbuatan yang mencederai objektifitas dalam penyelenggaraan Negara ini bertentangan dengan Pasal 3 dan 5 butir 4 Undang-undangNo. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dimana penyelenggaraan Negara harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan dan larangan melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hal ini merupakan rangkaian petunjuk bahwa pemberian sesuatu berupa TC BII oleh Terdakwa bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti melalui Ari Malangjudo kepada anggota Komisi IX DPR RI karena
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
158
anggota Komisi IX DPR RI telah berbuat yang bertentangan dengan kewajibannya terkait upaya pemenangan Terdakwa dalam pemilihan DGS BI”.
Bahwa uraian dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum tersebut diatas
adalah tendensius dan cenderung melakukan segala upaya, tanpa dapat
membuktikan, menghubungkan suatu perbuatan dengan perbuatan
lainnya tanpa ukuran yang jelas serta menentukan perbuatan tersebut
sebagai perbuatan Kolusi.
Tindakan Penuntut Umum yang menyatakan perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban DPR adalah Perbuatan tersebut Kolusi,
akan tetapi Penuntut Umum tidak menguraikan perbuatan kolusi yang
dimaksud. Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Penyelenggaraan Negara
Yang Bebas dan Bersih dari KKN menyebutkan:
“Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelengara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan Pihak Lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau Negara”.
Bahwa dalam penyusunan tuntutan tersebut, terlihat jelas Penuntut
Umum hanya mencari-cari alasan yang sebenarnya tidak logis, apabila
maksud Penuntut Umum perbuatan yang bertentangan dengan
kewenangan anggota DPR RI adalah melakukan kolusi dengan
Terdakwa, Penuntut Umum tidak menjelaskan hal apa yang dilakukan
secara melawan hukum, dan siapa yang dirugikan dari perbuatan
kerjasama tersebut dan berapa kerugianyang timbul.
Fakta-fakta yang menyatakan bahwa dalam pertemuan, Terdakwa
meminta supaya tidak ditanyakan masalah keluarga kepada anggota
Komisi IX DPR RI adalah keliru dan bukanlah merupakan fakta hukum
yang terungkap dalam proses pemeriksaan di persidangan.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
159
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertemuan maupun isi
pertemuan antara Terdakwa dan anggota Komisi IX DPR RI tidak
terdapat hal-hal yang bersifat Kolusi, Korupsi atau Nepotisme.
Pertemuan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
udangan yang berlaku, oleh karena tindakan tersebut bukanlah
perbuatan yang melawan hukum.
Penuntut Umum juga menyatakan perbuatan tersebut mencederai
objektifitas dalam Penyelenggaraan Negara. Lagi-lagi Penuntut Umum
mengemukakan pendapatnya tidak secara jelas Penyelenggaraan
Negara yang mana yang tercedarai objektifitasnya. Apabila yang
dimaksud oleh Penuntut Umum dengan adanya pertemuan tersebut
anggota Komisi IX DPR RI yang akan mengadakan fit and proper test
menjadi tidak objektif adalah keliru dan tidak beralasan.
Bahwa mengenai adanya pertanyaan keluarga oleh para anggota DPR RI
pada saat fit and proper test pemilihan Gubernur BI tahun 2003 adalah
dikarenakan adanya penyebaran pamphlet-pamlet dan surat aduan
kepada para anggota DPR RI tersebut sebagaimana telah diungkap
dipersidangan melalui keterangan saksi Paskah Suzetta, Izedrik Emir
Moeis, yang kemudian mengenai pertanyaan masalah keluarga tersebut
telah dijelaskan oleh Terdakwa pada saat fit and proper test tersebut.
Sedangkan pada saat fit and proper test DGS BI tahun 2004 mengenai
permasalahan keluarga sudah tidak ditanyakanlagi oleh anggota DPR RI
dikarenakan penyebaran pamlet-pamflet tersebut sudah tidak ada lagi
dan permasalahan keluarga tersebut sudah dijelaskan kepada para
anggota DPR RI.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
160
Oleh karena itu pernyataan Penuntut Umum yang pada pokoknya
menyatakan tidak terpilihnya terdakwa pada saat fit and proper test DG
BI tahun 2003 dikarenakan alasan integritas moral yang berkaitan
dengan masalah pribadi sehingga pada saat pemilihan DGS BI tahun
2004 perlu memberikan TC adalah tidak beralasan karena penilaian
gagal nya Terdakwa dalam voting DG BI tahun 2003 bukan karena
ditanyakan masalah keluarga. Pemilihan DG BI tahun 2003 merupakan
proses politik dimana pada saat pemilihan tersebut sangat tergantung
pada subjektifitas para anggota DPR RI sesuai dengan kultur politik
pada saat itu, dimana adanya pandangan tertentu yang mendiskreditkan
gender dan keyakinan tertentu untuk menjadi pemimpin.
Sudah jelas bahwa setiap anggota Komisi IX DPR RI dalam pemeriksaan
di persidangan sebagai saksi sudah menyatakan bahwa Terdakwa
memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih untuk menjabat
sebagai DGS BI dibandingkan dengan calon yang lain, justru yang tidak
memilih Terdakwa-lah yang tidak objektif yaitu mengabaikan mengenai
kemampuan dan pengalaman Terdakwa demi perintah fraksi tertentu
dengan alasan tertentu yang diluar alasan profesionalitas.
Pernyataan Penuntut Umum “Hal ini merupakan rangkaian petunjuk
…” menunjukkan Penuntut Umum tidak dapat membuktikan secara jelas
perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban anggota DPR RI
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, sehingga Penuntut
Umum hanya merangkai-rangkai fakta yang pada akhirnya
membingungkan dan tidak jelas maksudnya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka unsur karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
161
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya tidak terbukti oleh
karena itu Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Kesatu dan
dakwaan Kedua Penuntut Umum.
Selain berdasarkan ketentuan tersebut diatas, karena kasus a quo
menyangkut dan berkaitan dengan perkara lain yang diproses secara
terpisah, yaitu perkara yang menyangkut mengenai para penerima TC,
dimana telah dipidana dengan putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, yaitu melanggar ketentuan Pasal 11 UU Tipikor, Seharusnya
apabila penerima dihukum dengan Pasal 11 UU Tipikor tersebut, maka
pihak yang diduga memberikan TC harus dikenakan dengan Pasal 13 UU
Tipikor.
Adapun konstruksi ketentuan antara Pasal 11 UU Tipikor dengan Pasal
13 UU Tipikor dapat dilihat dalam tabel berikut.
Pasal 11 UU Tipikor Pasal 13 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana penjara ….., pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara….
Dari perbandingan diatas, jelas terlihat adapun padanan Pasal 11 UU
Tipikor adalah Pasal 13 UU Tipikor. Walaupun tidak terdapat norma
yang secara tegas mengatur bahwa seseorang hanya dapat dituntut atas
suatu ketentuan tertentu, akan tetapi atas suatu peristiwa pidana
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
162
tertentu, dimana pelaku sudah dipidana karena melanggar suatu
ketentuan tertentu maka Terdakwa seharusnya didakwa dengan
ketentuan pasal yang berkesesuaian.
Masalah penerapan pasal yang diduga memberi TC tersebut dengan
ketentuan Pasal 13 UU Tipikor juga untuk menciptakan keseragaman
pendapat, sehingga terhindar dari preseden ketidakpastian hukum
seperti yang pernah terjadi mengenai pengajuan Peninjauan Kembali
oleh Jaksa Penuntut Umum, oleh Mahkamah Agung diterima akan tetapi
dalam perkara lain di tolak dengan alasan normatif, sikap ini dapat
menimbulkan ketidakpastian hukum dan bersifat merugikan para
pencari keadilan serta memperburuk citra lembaga penegak hukum itu
sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Terdakwa yang didalam
uraian fakta diduga bersama-sama atau menganjurkan Nunun Nurbaeti
melakukan tindakan suap dalam Dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua
adalah bertentangan dengan putusan atas perkara lain (Penerima TC)
serta bertentangan dengan sifat kualifikasi delik disamping tidak
terbuktinya unsur karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya oleh karena itu dakwaan Pertama dan dakwaan Kedua harus
dinyatakan batal demi hukum.
Pernyataan Penuntut Umum, pada halaman 138 Surat Tuntutannya
yang menyatakan pada pokoknya bahwa meskipun para penerima TC
dipidana karena melanggar ketentuan Pasal 11 UU Tipikor, maka belum
tentu mereka tidak terbukti melakukan sebagaimana yang didakwakan
sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
163
Tipikor. Bahwa pernyataan Penuntut Umum tersebut sangat keliru
karena telah menilai suatu pertimbangan hukum dalam putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara atas nama Hamka
Yandhu dan Dudhie Makmun Murod.
Terkait dengan permasalahan penentuan suap, menurut Andi Hamzah,
walaupun Pasal 209 KUHP (Penyuapan Aktif) berpasangan degan Pasal
418 KUHP dan 419 KUHP (Penyuapan Pasif), penuntutan tidaklah harus
serempak. Walaupun yang menyuap belum/tidak dituntut, Penerima
Suap tetap dapat dituntut, demikian putusan Mahkamah Agung tanggal
13 Desember 1960, dalam rangka hubungan Pasal 209 KUHP
(Penyuapan Aktif) dengan Pasal 418 KUHP dan Pasal 419 KUHP
(Penyuapan Pasif), si Penyuap harus mengetahui bahwa pejabat itu
dalam memenuhi keinginannya tidak menepati kewajibannya (HR. 13
November 1893). (Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum
Pidana Nasional dan Internasional, edisi revisi 2007, Grafindo, Jakarta,
halaman 219).
Dalam ketentuan Pasal 11 UU Tipikor tersebut tidak dipersyaratkan
Penerima hadiah tersebut telah melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor.
Bahwa tidak bisa di pungkiri Penerima TC telah dihukum berdasarkan
putusan yang berkekuatan hukum tetap sebagai Penerima hadiah janji,
maka yang harus dicari dan dimintakan pertanggungjawaban pidananya
adalah Pemberi hadiah atau janji, karena tidak mungkin ada Penerima
hadiah/janji kalau tidak ada Pemberi hadiah atau janji, dan tidak
mungkin pula ada Pemberi suap tanpa adanya Penerima suap, oleh
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
164
karena itu pernyataan Penuntut Umum tersebut tidak berdasar hukum
dan harus diabaikan.
5. Unsur “Penyertaan” dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Bahwa ketentuan mengenai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, untuk
membuktikan adanya unsur penyertaan pada Terdakwa harus
dibuktikan terlebih dahulu mengenai kapasitas Terdakwa apakah dalam
kapasitas sebagai pelaku (pleger) atau turut serta melakukan
(medepleger) atau menyuruh lakukan (doenpleger).
Bahwa dalam dakwaannya Penuntut Umum tidak secara jelas
mengemukakan kualitas dari Terdakwa, Penuntut Umum hanya
menggunakan istilah “bersama-sama” yang dalam teori penyertaan
bersifat membingungkan, karena penyertaan yang dikenal dalam Pasal
55 ayat (1) ke 1 KUHP hanya pelaku (pleger) atau turut serta melakukan
(medepleger) atau menyuruh lakukan (doenpleger).
Bahwa dalam surat tuntutannya Penuntut Umum menyatakan pada
pokoknya bahwa Terdakwa dalam kapasitas sebagai turut serta
melakukan (medepleger), akan tetapi pendapat Penuntut Umum
tersebut adalah keliru karena selain fakta yang digunakan oleh Penuntut
Umum bukan fakta hukum yang dapat digunakan sebagai dasar
melakukan analisa, serta adanya kekeliruan dari Penuntut Umum dalam
melakukan analisa bahwa Terdakwa turut serta (medepleger) dengan
Nunun Nurbaeti.
Adapun doktrin terhadap “turut serta” (medepleger) antara lain adalah:
Van Hammel dan Trapman berpendapat bahwa turut serta melakukan
(medeplegen) itu terjadi apabila perbuatan masing-masing peserta
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
165
memuat “semua unsur-unsur tindak pidana” yang bersangkutan. (
Utrecht, Hukum Pidana II, Op.cit., halaman 112).
Pompe sebagaimana yang dikemukakan dalam buku Moeljatno, lebih
kurang pendapatnya sama dengan Simons, “medeplegen” berarti “mede”
(bersama) dengan seorang atau lebih melaksanakan “strafbaarfeit”,
dalam makna bahwa masing-masing atau setidak-tidaknya mereka itu
semua melaksanakan unsur-unsur “strafbaarfeit” tersebut. Dalam
perkiraan Moeljatno, “medeplegen” menurut Pompe tidak harus
melakukan “delicts handeling” (perbuatan yang mewujudkan delik),
tetapi ia harus melakukan “uit voerings handeling” (perbuatan
pelaksanaan) bersama-sama dengan orang lain.
(Moeljatno, Hukum Pidana. Delik-Delik Percobaan. Delik-delik
Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, Cet. I. November 1983, hal. 110-111).
E. Utrecht, Dengan mengikuti pendapat H.R. (Hoge Raad) tanggal 29
Oktober 1934, menyatakan bahwa unsur-unsur turut melakukan
(medeplegen):
a. Antara para peserta ada satu kerja sama yang diinsyafi (bewuste
samenwerking);
b. Para peserta bersama telah melaksanakan (gezamenlijke uitvoering).
(Utrecht. E, Hukum Pidana II, Penerbit Universitas, Bandung, Cet II, 1965,
hal.32)
Andi Zainal Abidin dan Andi Hamzah menyatakan “para pelaku –
peserta (medeplegers) ialah dua atau lebih orang bekerja sama secara
sadar dan bersama-sama melakukan perbuatan-perbuatan yang secara
keseluruhan mewujudkan delik ataupun sesuai dengan kesepakatan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
166
pembagian peran, seorang melakukan perbuatan yang sangat penting
bagi terwujudnya delik. (A.Z. Abidin dan A. Hamzah, Bentuk-bentuk
Khusus Perwujudan Delik (Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Delik)
dan Hukum Penintensier, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2002, hal 190).
Lebih lanjut menurut Moeljatno: Hakekat “turut serta (medeplegen)”
dengan berpegang kepada syarat yang telah disebutkan oleh Pompe,
yaitu setidak-tidaknya mereka itu semua melakukan unsur perbuatan
pidana. ini tidak berarti bahwa masing-masing harus melakukan bahkan
tentang apa yang dilakukan oleh peserta atau yang tidak mungkin
dilakukan peserta, sangat tergantung dari masing-masing keadaan. Akan
tetapi yang pasti adalah adanya kerjasama yang erat antara mereka
diwaktu melakukan perbuatan pidana. Justru dengan adanya kerja sama
yang erat antara para peserta sewaktu dilakukan perbuatan itulah,
maka dalam batas-batas yang ditentukan dalam undang-udang “tiap-
tiap peserta juga bertanggung jawab atas perbuatan peserta
lainnya”.(Moeljatno, Hukum Pidana. Delik-delik Percobaan. Delik-delik
Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, Cetakan I, November 1983, halaman
110-111).
Menurut Loebby Loqman, Turut Serta (medepleger) yaitu mereka yang
ikut serta dalam suatu tindak pidana. Terdapat syarat dalam bentuk
mereka yang turut serta, antara lain:
a. Adanya kerjasama secara sadar dari setiap peserta tanpa perlu ada
kesepakatan, tapi harus ada kesengajaan untuk mencapai hasil
berupa tindak pidana.
b. Ada kerja sama pelaksanaan secara fisik untuk melakukan tindak
pidana.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
167
Setiap peserta pada turut melakukann diancam dengan pidana yang
sama. (Loebby Loqman, Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak
Pidana, (Jakarta: Universitas Tarumanegara UPT Penerbitan, 1995),
halaman 59).
Dari berbagai doktrin diatas, maka untuk terpenuhinya adanya suatu
keadaan turut serta melakukan, harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Para peserta bersama telah melaksanakan suatu perbuatan
(gezamenlijke uitvoering).
b. Antara para peserta ada satu kerja sama yang erat secara sadar yang
diinsyafi (bewuste samenwerking);
Sehubungan dengan suatu kerja sama yang sadar, PAF Lamintang
menyebutkan bahwa untuk adanya medeplegen itu justru yang perlu
diperhatikan ialah ada atau tidak adanya suatu volledig en nauwe atau
adanya suatu kerja sama yang lengkap dan bersifat demikian eratnya
diantara para peserta di dalam kejahatan, oleh karena tidak adanya
kerjasama seperti itu, kita juga tidak dapat berbicara mengenai adanya
suatu medeplegen. (PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia, Cetakan Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, halaman
623).
Bahwa adapun fakta-fakta yang terungkap dalam proses pemeriksaan di
persidangan adalah sebagai berikut:
1. Terdakwa tidak pernah meminta diperkenalkan atau dipertemukan
dengan anggota Komisi IX DPR RI kepada Nunun Nurbaeti
sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
168
2. Terdakwa tidak pernah bertemu dengan Paskah Suzetta, Hamka
Yandhu dan Endin Sofihara di Cipete di rumah Nunun Nurbaeti
sehingga Terdakwa maupun anggota DPR RI tidak pernah
mengucapkan kata-kata ini bukan proyek thank you ya.
3. Terdakwa tidak pernah mengetahui mengenai tindakan Arie
Malangjudo untuk memberikan TC BII kepada anggota DPR RI Komisi
IX periode 2004-2009.
4. Ari Malangjudo tidak mengetahui tujuan pemberian TC BII tersebut
dan juga anggota Komisi IX DPR RI dalam kesaksiannya tidak
mengetahui maksud pemberian dari TC BII tersebut sebelum adanya
pernyataan Agus Condro di Media.
5. Bahwa hal tersebut juga bersesuaian dengan keterangan Nunun
Nurbaeti yang menyatakan tidak pernah diperintahkan oleh
Terdakwa untuk memberikan TC kepada anggota Komisi IX DPR RI
dan juga tidak pernah memberikan TC kepada Ari Malangjudo, serta
keterangan anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi PDIP yang pada
pokoknya menyatakan bahwa pemilihan Terdakwa didasarkan pada
keputusan fraksi, bukan keputusan individu.
6. Bahwa Udju Djuhaeri dan Endin Soefihara yang menerima TC tidak
memilih Terdakwa sebagai DGS BI tahun 2004.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, maka Terdakwa tidak
pernah melakukan suatu perbuatan apapun dalam rangka pemberian
TC kepada para anggota Komisi IX DPR RI yang dikualifisir sebagai
suatu delik. Pemberian TC kepada para anggota Komisi IX DPR RI
dilakukan oleh Arie Malangjudo atau Ari Malangjudo atas perintah
dari Nunun Nurbaeti. Terdakwa tidak pernah melakukan suatu
perbuatan apapun yang menjadikan terjadinya suatu delik yang
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
169
sempurna. Oleh karena itu Terdakwa dengan Nunun Nurbaeti tidak
memiliki suatu kerja sama yang disadari atau diinsyafi.
Fakta lain yang mendukung tidak adanya kerjasama yang dinsyafi
antara Terdakwa dan Nunun Nurbaeti adalah bahwa selama proses
pemeriksaan dipersidangan tidak pernah terbukti terdapat suatu
komunikasi yang intensif ataupun fakta lainnya yang dapat
menunjukkan bahwa antara Terdakwa dengan Nunun Nurbaeti sama-
sama memiliki tujuan untuk memberikan TC kepada anggota Komisi IX
DPR RI demi memenangkan Terdakwa sebagai DGS BI.
Mengenai adanya kesadaran para pelaku dalam turut serta
dikemukakan oleh Prof. Langemeijer yang menyatakan bahwa apabila
kesadaran tentang adanya suatu kerja sama itu ternyata tidak ada, maka
orang juga tidak dapat mengatakan bahwa disitu terdapat suatu
perbuatan turut melakukan. (PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,
halaman 629).
Berdasarkan hal tersebut, maka antara Terdakwa (bersama-sama dalam
dakwaan) dengan pelaku (pleger) tidak terdapat niat dan kehendak
yang sama, Nunun Nurbaeti menyatakan tidak pernah diminta
Terdakwa untuk memberikan TC kepada anggota Komisi IX DPR RI,
Terdakwa tidak pernah mengetahui pemberian TC, pemberian TC
dilakukan oleh Arie Malangjudi tanpa diketahu oleh Terdakwa, para
penerima TC tidak mengetahui adanya hubungan antara TC tersebut
dengan pemilihan DGS BI tahun 2004, penerima TC ada yang tidak
memilih Terdakwa sebagai DGS BI tahun 2004. Oleh karenanya secara
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
170
hukum unsur bersama-sama (turut serta melakukan) harus dinyatakan
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Bahwa dalam surat tuntutan Penuntut Umum pada halaman 155-156
yang menyatakan pada pokoknya bahwa Terdakwa memiliki hubungan
sangat dekat sebagai Teman dengan Nunun Nurbaeti, Terdakwa sering
berkunjung ke rumah Nunun Nurbaeti, Nunun Nurbaeti sering
berkunjung ke kantor Terdakwa bahkan bersama cucunya dan Nunun
Nurbaeti banyak kenal dengan para anggota Komisi IX DPR RI, lebih-
lebih anggota Komisi IX DPR RI banyak yang menjadi anggota
persatuan/ikatan orang sunda.
Berdasarkan fakta-fakta yang dikemukakan oleh Penuntut Umum
tersebut, Penuntut Umum berkesimpulan sangat logis bila Terdakwa
meminta bantuan Nunun Nurbaeti untuk memperlancar keinginan lolos
DGS BI tahun 2004, dan sangat tidak nalar sebagai teman dekat Nunun
Nurbaeti melakukan perbuatan untuk kepentingan Terdakwa tanpa
persetujuan atau kerja sama dengan Terdakwa.
Bahwa Pernyataan Penuntut Umum di atas adalah merupakan pendapat
pribadi dari analisis pribadi semata bukan merupakan hasil analisis
yang berdasarkan fakta yang terungkap dalam proses pemeriksaan di
persidangan yang seharusnya menjadi acuan untuk mencari kebenaran
materiel, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku
yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum yang
menjadi tujuan dari KUHAP sebagaimana Pedomana Pelaksanaan
KUHAP. (Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
171
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Oleh karena itu pendapat
Penuntut Umum tersebut bersifat tendensius dan tidak didasarkan pada
fakta hukum yang terungkap di persidangan melainkan hanya
berdasarkan pada asumsi atau dugaan atau perkiraan Penuntut Umum
semata.
Bahwa Terdakwa sudah menjadi DG BI sejak tahun 1997 dimana dalam
melaksanakan tugas tersebut sering melakukan rapat dengan anggota
Komisi IX DPR RI sebagai mitra kerja BI, oleh karena itu Terdakwa
sudah mengenal para anggota Komisi IX DPR RI yaitu Paskah Suzetta,
Endi Sofihara dan Hamka Yandhu sejak lama sebagaimana juga telah
diakui oleh para anggota Komisi IX DPR RI tersebut, oleh karena itu
Terdakwa tidak membutuhkan keberadaan Nunun Nurbaeti hanya
untuk kepentingan memperkenalkan atau mempertemukan dengan
anggota DPR RI.
Berdasarkan hal tersebut pula Terdakwa yang memiliki keyakinan atas
kapasitas dan kemampuannya setelah bertemu dengan Fraksi PDIP di
Hotel Dharmawangsa dan Fraksi TNI/Polri yang bersedia untuk hadir
karena memiliki waktu yang tepat, bahwa pertemuan tersebut
merupakan inisiatif Terdakwa sendiri tanpa bantuan dari Nunun
Nurbaeti.
Bahwa kemudian karena alasan kemampuan dan kapasitas tersebutlah
Terdakwa dalam pertemuan-pertemuan dengan anggota DPR tidak
meminta untuk dipilih sebagaimana juga diakui oleh Agus Condro,
Izedrik Emir Moies, Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, para anggota Fraksi
TNI/Polri dalam pemeriksaan di persidangan. Karena merasa memiliki
kemampuan dan kapasitas tersebut, Terdakwa juga tidak pernah
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
172
menjanjikan akan memberikan sesuatu agar dirinya terpilih sebagai
DGS BI. Fakta ini bersesuaian dengan keterangan para anggota Komisi IX
DPR RI yang pada awalnya tidak menyadari bahwa TC tersebut ada
kaitannya dengan pemilihan DGS BI. Uraian keterangan saksi yang
saling bersesuaian dengan saksi yang lain dan bersesuaian dengan
fakta-fakta berdasarkan keterangan saksi-saksi lain tersebut telah
mematahkan uraian fakta yang dibangun oleh Penuntut Umum.
Fakta yang terungkap dalam persidangan yang menyatakan kunjungan
1 (satu) atau 2 (dua) kali Terdakwa ke rumah Nunun Nurbaeti dan
pertemuan Nunun Nurbaeti di kantor Terdakwa setelah Terdakwa
terpilih sebagai DGS BI yang dinilai oleh Penuntut Umum sebagai
pertemuan yang sering merupakan pendapat yang sangat subjektif
dan tidak berdasar apalagi Penuntut Umum mencoba menggunakan
pertemuan dengan membawa serta cucu menunjukkan antara
Terdakwa dengan Nunun Nurbaeti memiliki hubungan yang sangat
akrab adalah mengada-ada.
Suatu pendapat seharusnya didasarkan kepada fakta hukum yaitu fakta
yang diperoleh berdasarkan 2 alat bukti yang sah. Pendapat yang tidak
didasarkan kepada fakta dapat menyebabkan penegakkan hukum
menjadi salah arah yaitu dapat menghukum orang yang tidak bersalah
menjadi bersalah. Masalah kesalahan dalam penegakkan hukum sudah
pernah terjadi dalam sejarah sistim peradilan kita sebagai contoh kasus
adalah kasus Sengkon dan Karta, kasus Asrori, dan kasus pasangan
Risman dan Rostin di Gorontalo, yang ternyata dikemudian hari terbukti
bahwa mereka yang tidak bersalah telah dijatuhi pidana bersalah.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
173
Pernyataan Penuntut Umum yang menyatakan bahwa Nunun Nurbaeti
banyak kenal dengan para anggota Komisi IX DPR RI, lebih-lebih
anggota Komisi IX DPR RI banyak yang menjadi anggota
persatuan/ikatan orang sunda merupakan pendapat yang berlebihan,
Penuntut Umum tidak pernah menjelaskan dan kami yakin tidak akan
bisa menjelaskan siapa saja dan berapa banyak anggota Komisi IX DPR
RI yang merupakan orang sunda seperti dimaksud Penuntut Umum
yang masuk dalam persatuan/ikatan orang sunda tersebut yang dikenal
oleh Nunun Nurbaeti.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka antara Terdakwa dengan
Nunun Nuraeti tidak terdapat suatu kerjasama yang diinsyafi untuk
memberikan TC BII kepada anggota Komisi IX DPR RI, oleh karena itu
unsur Turut Serta (medepleger) tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, oleh karena itu Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan
Pertama dan dakwaan Ketiga.
6. Unsur “menganjurkan/menggerakkan (uitloker)”
Bahwa walaupun Penuntut Umum hanya menuntut Terdakwa
melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama, maka
kami akan menguraikan unsur menganjurkan/menggerakkan
(uitloker) dalam dakwaan Kedua dan dakwaan Keempat.
Menurut Profesor van HAMEL merumuskan uitloking itu sebagai suatu
bentuk delneeming atau keturut sertaan berupa: kesengajaan
menggerakkan orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan pada
dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindak pidana dengan
menggunakan cara-cara yang telah ditentukan oleh UUkarena telah
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
174
tergerak, orang tersebut kemudian telah dengan sengaja melakukan
tindak pidana yang bersangkutan”.
Lebih lanjut dikemukakan, untuk adanya uitloking itu haruslah dipenuhi
dua syarat objektif, yaitu:
1. Bahwa perbuatan yang telah digerakkan untuk dilakukan oleh orang
lain itu harus menghasilkan suatu voltooid delict atau suatu delik
yang selesai, yang menghasilkan suatu strafbaar poging atau suatu
percobaan yang dapat dihukum.
2. Bahwa tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang itu
disebabkan karena orang terebut telah tergerak oleh suatu uitloking
yang dilakukan oleh orang laindengan menggunakan salah satu cara
yang telah disebutkan didalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP.
Bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dipersidangan
diperoleh fakta hukum sebagai berkut:
Terdakwa tidak pernah meminta diperkenalkan atau dipertemukan
dengan anggota Komisi IX DPR RI kepada Nunun Nurbaeti
sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum.
Terdakwa tidak pernah bertemu dengan Paskah Suzetta, Hamka
Yandhu dan Endin Sofihara di rumah Nunun Nurbaeti di Jalan Cipete
Raya No. 39 C sehingga ucapan “ini bukan proyek thank you ya”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Nunun Nurbaeti tidak pernah
ada.
Terdakwa tidak pernah meminta, menyuruh atau menganjurkan
Nunun Nurbaeti untuk memberikan TC kepada para anggota Komisi
IX DPR RI dalam rangka pemilihan DGS BI tahun 2004.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
175
Terdakwa bukan pemegang dan pemilik TC yang diserahkan dan
diberikan kepada anggota Komisi IX DPR RI dalam rangka pemilihan
DGS BI tahun 2004.
Bahwa Terdakwa tidak mengetahui sama sekali mengenai hal-hal
yang terkait dengan penyerahan dan pemberian TC yang dilakukan
oleh pihak Nunun Nurbaeti dan Ari Malangjudo kepada anggota
Komisi IX DPR RI dalam rangka pemilihan DGS BI tahun 2004.
Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut diatas, maka Terdakwa tidak
terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh
Penuntut Umum dalam dakwaan Kedua dan dakwaan Keempat dalam
Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
Menurut Rammelink, tidak semua tindak pembujukan diancam dengan
sanksi pidana tergantung pada (ada/tidaknya) sejumlah sarana
pembujukan yang diperinci dengan tegas oleh perundang-undangan.
(Rammelink, Hukum Pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari
Kitab UUHukum Pidana Belanda dan Padananya Dalam Kitab UUHukum
Pidana Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, halaman 329)
Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP mensyaratkan mengenai cara-cara
melakukan pembujukan seperti: memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana
atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain melakukan suatu
perbuatan pidana.
Bahwa selama proses pemeriksaan di persidangan, tidak ada satupun
fakta hukum yang menunjukkan bahwa Terdakwa memberi atau
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
176
menjanjikan sesuatu kepada Nunun Nurbaeti, atau Terdakwa telah
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, baik dengan kekerasan
atau ancaman ataupun melakukan penyesatan. Terdakwa juga tidak
pernah memberi kesempatan, sarana atau keterangan agar Nunun
Nurbaeti melakukan pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI
tahun 2004.
Penuntut Umum telah salah dalam menilai posisi Terdakwa, karena
selama proses persidangan tidak terdapat hubungan apapun antara
Terdakwa dengan Nunun Nurbaeti dalam hubungan pemberian TC
kepada anggota Komisi IX DPR RI, quad non Nunun Nurbaeti dianggap
terbukti melakukan pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI,
maka dalam pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR RI oleh
Nunun Nurbaeti tersebut tidak terdapat suatu sifat pembujukan atau
menganjurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ke 2.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka unsur menganjurkan kepada
Nunun Nurbaeti untuk melakukan suatu delik dalam Pasal 55 ayat (1)
ke-2 dalam dakwaan Kedua dan dakwaan Keempat tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan.
7. Dakwaan Ketiga dan Dakwaan Keempat Daluarsa
Dalam dakwaan Ketiga dan Keempat, Terdakwa telah didakwa diduga
melakukan sesuatu perbuatan yaitu secara bersama-sama dengan
Nunun Nurbaeti atau menganjurkan Nunun Nurbaeti memberi hadiah
atau janji kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 2004-2009.
Bahwa sebagaimana telah kami uraikan sebelumnya, bahwa Terdakwa
tidak memenuhi unsur turut serta ataupun menganjurkan Nunun
Nurbaeti, akan tetapi untuk memperjelas alasan hukum tidak dapat
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
177
dipidananya Terdakwa karena tidak terdapat bukti mengenai turut
serta dan menganjurkan tersebut. Bahwa Pasal 13 UU Tipikor yang
didakwakan kepada Terdakwa telah daluarsa masa penuntutannya.
Ketentuan dalam Pasal 103 KUHP menyatakan bahwa:
”Ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan Perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh Undang-undangditentukan lain”
Oleh karenanya ketentuan dalam Buku I KUHP (Ketentuan Umum)
berlaku juga terhadap UU Tipikor.
Ketentuan Umum KUHP mengatur mengenai daluarsa (hilangnya hak
untuk melakukan penuntutan) sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat
(1) butir ke-2 KUHP yang berbunyi:
“kewenangan menuntut pidana hapus karena daluarsa :
Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
Oleh karena UU Tipikor tidak terdapat ketentuan yang secara khusus
mengatur mengenai daluarsa, maka ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1)
butir ke-2 KUHP tersebut secara mutatis mutandis berlaku terhadap UU
Tipikor.
Bahwa oleh karena Pasal 13 UU Tipikor memiliki ancaman hukuman
paling lama 3 tahun, maka penerapan Pasal 13 UU Tipikor untuk
perkara pemberian TC kepada anggota Komisi IX DPR-RI yang
terjadi pada bulan Juni 2004 telah daluarsa pada Juni 2010 yang
lalu. Oleh karena itu kewenangan penuntutan untuk perkara pemberian
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
178
TC kepada anggota Komisi IX DPR-RI dengan menggunakan Pasal 13 UU
Tipikor telah hapus sejak bulan Juni 2010.
Mengingat Pasal 13 UU Tipikor tersebut sudah tidak dapat dilakukan
penuntutan, maka dengan sendirinya Dakwaan atas Pasal 13 UU Tipikor
tersebut menjadi daluarsa sehingga Penuntut Umum tidak memiliki
dasar hukum untuk mendakwa Terdakwa melakukan tindak pidana
Pasal 13 UU Tipikor dalam perkara pemberian TC kepada anggota
Komisi IX DPR-RI yang terjadi pada bulan Juni 2004.
Menurut Andi Hamzah, tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima
jikalau terjadi lampau waktu (verjaring), sesuai dengan Pasal 78 KUHP.
Lebih lanjut diuraikan bahwa terdapat 2 jenis lampau waktu menurut
Hukum Pidana Barat yang dianut oleh KUHP Indonesia, yaitu:
a. Lampau waktu penuntutan (Pasal 78 KUHP) dan;
b. Lampau waktu untuk melaksanakan hukuman (executie) Pasal 84
KUHP.
Untuk lampau waktu penuntutan diatur berlaku pada hari sejak delik
dilakukan.
Mengenai ketentuan Pasal 80 KUHP yang mengatur mengenai tiap-tiap
tindakan penuntutan, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang
ditentukan dalam aturan-aturan umum. Penuntutan yang dimaksud
dalam ketentuan tersebut adalah penuntutan terhadap khusus orang
yang dituntut tersebut, dalam kasus ini adalah penuntutan terhadap
Terdakwa, dan bukan disandarkan kepada penuntutan terhadap orang
lain.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
179
Menurut Andi Hamzah, penuntutan tersebut diartikan dimulai pada
saat kejaksaan melimpahkan (overwijen) berkas perkara pidana yang
disertai surat dakwaan kepada Pengadilan Negeri, lebih lanjut oleh Jan
Remmelink menyatakan sepanjang pihak yang dituntut diketahui
identitasnya atau menurut Undang-undangsudah dipanggil melalui
surat secara patut, sedemikian sehingga tidak perlu bahwa dakwaan
dihadiri oleh Terdakwa sendiri in persona, dalam kasus a quo surat
dakwaan adalah tertanggal 9 Juli 2012 maka sejak itulah dalwarsa
berhenti yang mana telah melewati waktu 6 tahun sebagaimana diatur
dalam Pasal 78 KUHP.
Pengaturan ketentuan daluarsa dalam KUHP tersebut merupakan
norma yang bersifat lex scripta yaitu didasarkan pada ketentuan
Undang-undangatau hukum tertulis dan lex certa lengkap dan jelas
tanpa samar-samar (nullum crimen sine lege stricta), oleh karena itu
wajib untuk diikuti dan dilaksanakan sesuai dengan asas legalitas, dalam
teori hukum apabila ternyata terdapat pandangan yang berbeda terkait
dengan norma tersebut tidak serta merta norma tersebut dapat
diabaikan, kecuali terdapat peraturan perundang-undangan yang
merubah atau membatalkan keberadaan norma tersebut.
Bahwa Arrest Hoge Raad tanggal 21 Desember 1929, N.J 1929: 29, pada
pokoknya berpendapat “jikalau kata-kata atau rumus undang-undang
itu cukup jelas, maka Hakim tidak boleh menyimpang dari kata-kata
tersebut, walaupun yang sungguh pembuat undang-undang ini
berlainan dengan arti kata tersebut (H.A. Zainal Abidin Farid, Hukum
Pidana I, Sinar Grafika, Cetak Kedua, Juli 2007, halaman 115), dan in
casu kata-kata atau rumusan Pasal 78 KUHP sudah cukup jelas, sehingga
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
180
tidak boleh menyimpang dari kata-kata dalam ketentuan undang-
undang tersebut.”
Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka dasar Penuntut Umum untuk
mendakwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana dalam dakwaan
Ketiga dan Keempat adalah tidak sah karena merupakan pengabaian
pada asas legalitas dalam KUHP.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
181
BAB VI
PENUTUP
Majelis Hakim Yang Mulia, Penuntut Umum Yang Terhormat, Hadirin sekalian
Berdasarkan uraian pembelaan tersebut diatas, maka dapat diambil suatu
kesimpulan:
Bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-
sama dengan Nunun Nurbaeti memberi sesuatu kepada Pegawai
Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya sebagaimana dalam dakwaan Pertama
Penuntut Umum ;
Bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi
atau menjanjikan sesuatu, dengan menggunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan sengaja menganjurkan
orang lain untuk melakukan perbuatan memberi sesuatu kepada
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya sebagaimana dalam dakwaan Kedua
Penuntut Umum;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
182
Bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama
dengan Nunun Nurbaeti memberi hadiah atau janji kepada Pegawai
Negeri atau Penyelenggara Negara dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut sebagaimana dalam dakwaan Ketiga Penuntut
Umum;
Bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi
atau menjanjikan sesuatu, menganjurkan orang lain untuk
melakukan perbuatan memberi hadiah atau janji kepada Pegawai
Negeri atau Penyelenggara Negara dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut sebagaimana dalam dakwaan Keempat Penuntut
Umum;
Dari seluruh rangkaian uraian pembelaan kami tersebut diatas, maka
sampailah saatnya bagi kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Prof.
Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D menyampaikan permohonan
kepada Majelis Hakim Yang Mulia, kiranya berkenan memberikan Putusan
sebagai berikut:
1. Menerima Nota Pembelaan (Pleidooi) dari Terdakwa Prof. Miranda
Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D dan Tim Penasihat Hukum Terdakwa;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
183
2. Menyatakan dakwaan Penuntut Umum No: Dak-14/24/07/2012 atas
nama Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D tidak
dapat diterima;
3. Menyatakan Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi baik secara bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti
ataupun menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk menyuap Pegawai Negeri
atau Penyelenggara Negara sebagaimana dalam dakwaan Pertama dan
dakwaan Kedua Surat dakwaan Penuntut Umum;
4. Menyatakan Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi baik secara bersama-sama dengan Nunun Nurbaeti
ataupun menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberikan gratifikasi
kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagaimana dalam
dakwaan Ketiga dan dakwaan Keempat Surat Dakwaan Penuntut
Umum;
5. Membebaskan Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA,
Ph.D dari seluruh dakwaan (Vrijspraak), atau setidak-tidaknya
melepaskan Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
6. Memerintahkan Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan
Terdakwa Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D dari tahanan
Negara Rumah Tahanan KPK cabang Rumah Tahanan Kelas I Jakarta
Timur;
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
184
7. Memulihkan dan Mengembalikan segala hak Terdakwa Prof. Miranda
Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D dalam kemampuan, kedudukan serta
harkat dan martabatnya;
8. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono).
Tim Penasihat Hukum Terdakwa sekali lagi menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang dengan penuh kesabaran
telah mendengarkan pembacaan Nota Pembelaan ini. Dengan mengucap
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Maha Adil, kami
akhiri Nota Pembelaan ini dengan suatu keyakinan, bahwa Majelis Hakim
Yang Mulia akan memberikan Putusan yang seadil-adilnya berdasarkan
fakta hukum yang terungkap di persidangan.
Akhirnya kepadaNya jualah segala doa dan harapan kita pasrahkan.
Jakarta 17 September 2012 Hormat Kami
Tim Penasihat Hukum Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
Dr. Dodi S. Abdulkadir, BSc, SE, SH, MH.
Andi F. Simangunsong, SH.
Dr. Benny B. Nurhadi, SH, MH.
Jonas M. Sihaloho, SH.
Asep B. Hermanto, SH, MH.
Napindo Simbolon, SH.
Nota Pembelaan (Pleidooi) Prof. Miranda Swaray Goeltom, SE, MA, Ph.D
185
Mery Anni C. Manurung, SH.
RM. Andiasworo, SH.
Dave Advitama, SH.