Upload
kade-chintya-pramita-sari
View
1.028
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik
di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)
menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk , tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah Infeksi saluran
nafas akut termasuk pneumonia dan influenza(2,4). Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health Statistic 2001,
Influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam, sedangkan dari hasil Survei
Kesehatann Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah menempati
urutan ke- 2 penyebab kematian. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bonkiektasis yang terinfeksi.(12)
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dari
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia komuniti yang dirawat
inap berkisar antara 20- 35%. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6% diantaranya kasus
non tuberkolosis, sedangkan pada penderita rawat inap 58,8% kasus infeksi dan 14,6% diantaranya infeksi
non tuberkolosis.(10,11)
Dinegara maju seperti Amerika, insidens pneumonia komuniti adalah 12 kasus per 1000 orang
pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa, dan angka
kematiannya adalan 15%.(2)
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya. Dinegara maju seperti Amerika, dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Mengingat pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal
antibiotik harus diberikan secara empiris.(1,2)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari brokiolus terminalis
yang mencangkup bronkiolus respiratorius dan alvioli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
ganguan pertukaran gas setempat, istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses
infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai
untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal
1
kembali, namun pada pneumonia narkotikans yang disebabkan antara lain oleh staphylococcus atau kuman
gram negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis. Diagnosis pneumonia harus didasarkan pada pengertian
patogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencangkup bentuk manefestasi, berat proses penyakit
dan etiologi pneumonia, cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan
antibiotik yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.(3,4)
Pneumonia diklasifikasikan sebagai Pneumonia tipikal dan Pneumonia atipik seperti halnya M.
Pneumonia, kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H.influenza, S. aureus, dan bakteri
gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumonia dan bakteri
lain dan virusn dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.pneumonia.(1)
Pneumonia juga terbagi mnjadi 2 kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN)
yang terjadi > 48 jam setelah dirawat baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai
ventilator. dan Pneumonia Komunitas (PK)(2001) yang didapat dimasyarakat/ diluar RS , Disamping
kedua bentuk utama ini tedapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai.(1)
Community acquired pneumonia(CAP) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak
menjalani rawat inap di rumah sakit baru-baru ini.CAP adalah tipe pneumonia yang paling
sering.Penyebab paling sering dari CAP berbeda tergantung usia seseorang,tetapi mereka termasuk
Streptococcus pneumoniae,virus,bakteri atipikal dan Haemophilus influenzae.Di atas semuanya itu ,
Streptococcus pneumoniae adalah penyebab paling umum dari CAP seluruh dunia.Bakteri gram negatif
menyebabkab CAP pada populasi beresiko tertentu.CAP adalah penyebab paling umum keempat kematian
di United Kingdom dan keenam di AS .Suatu istilah yang ketinggalan jaman,walking pneumonia telah
digunakan untuk mendeskripsikan tipe dari Community acquired pneumonia yang lebih tidak ganas(karena
itu fakta bahwa pasien dapat terus berjalan dari pada membutuhkan perawatan rumah sakit). Walking
pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri atipikal.(4,5)
Hospital acquired pneumonia,juga disebut pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang
disebabkan selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.Penyebabnya,mikrobiologi,perawatan dan prognosis berbeda dari community acquired
pneumonia.Hampir 5% dari pasien yang diakui pada rumah sakit untuk penyebab yang lain sesudahnya
berkembang menjadi pneumonia. Pasien rawat inap mungkin mempunyai banyak faktor resiko untuk
pneumonia,termasuk ventilasi mekanis,malnutrisi berkepanjangan,penyakit dasar jantung dan paru-
paru,penurunan jumlah asm lambung dan gangguan imun.Sebagai tambahan,mikroorganisme seseorang
2
yang terekspos di suatu rumah sakit berbeda dengan yang dirumah. Mikroorganisme di suatu rumah sakit
mungkin termasuk bakteri resisten seperti MRSA,Pseudomonas,Enterobacter,dan Serratia.Karena
individu dengan Hospital acquired pneumonia biasanya memiliki penyakit yang mendasari dan terekspos
dengan bakteri yang lebih berbahaya,cenderung lebih mematikan daripada Community acquired
pneumonia.Ventilator associated pneumonia(VAP) adalah bagian dari hospital acquired pneumonia.VAP
adalah pneumonia yang timbul setelah minimal 48 jam sesudah intubasi dan ventilasi mekanis.(3,4,5)
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon
imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering
bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(11,3)
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa
anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor
iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.(1)
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai
kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat
dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik.(2)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 SEJARAH
Gejala-gejala dari pneumonia yang digambarkan oleh Hippocrates(c.460 BC-380BC):(4)
Peripneumonia dan pleuritis dapat diamati jika demam akut,dan jika sakit pad salah satu bagian atau
keduanya jika bernapas,jika ada batuk dengan pengeluaran sputum berwarna kemerahan atau kelabu
kehitaman atau juga encer,berbusa dan kemerah-merahan atau memiliki karakter lain yang berbeda dari
keadaan, ketika pneumonia menjadi parah,kasus ini terlalu sulit ditolong,jika dia tidak menyingkirkan,jika
ada sesak dan sedikit jumlah urine dan bau tajam,berkeringat sekitar leher dan kepala,berkeringat
seperti itu keadaan buruk beralih ke mati lemas,rales dan memperoleh siksaan yang sangat dari penyakit
tersebut. Bagaimanapun,Hippocrates sendiri mengarahkan pneumonia sebagai suatu penyakit
“istilah kuno”.Dia juga melaporkan hasil pengaliran empyema melalui pembedahan. Maimonides(1138-
1204 AD) mengamati”dasar gejala-gejala terjadinya pneumonia dan tidak pernah ketinggalan
meninjau,demam akut,pita perekat sakit pada samping(pleuritis), laju nafas pendak,denyut yang bergerigi
dan batuk”(4,5). Gambaran klinik ini sungguh mirip seperti ditemukan dalam buku-buku modern,dan itu
memperluas pemikiran tentang pengetahuan kedokteran bertahun-tahun yang lalu ke dalam abad ke19.
Bakteri pertama kali ditemukan pada jalan nafas pada individu yang meninggal karena pneumonia oleh
Edwin Klebs pada tahun 1875(6). Pertama kali teridentifikasi dua bakteri penyebab streptoccocus pneumonia
dan klebsiella pneumonia yang menemukan Carl Friedlander dan Albert frankel pada tahun 1882 dan
1884,berturut-turut.Friedlander pertama kali memperkenalkan pewarnaan gram pada pemeriksaan dasar
laboratoriummasih digunakan untuk mengidentifikasi dan membagi bakteri. Paper Cristian Gram’s
menguraikan cara ini pada tahun 1884 untuk membantu membedakan antara dua bakteri yang berbeda dan
menunjukan yang dapat menyebabkan pneumonia dapat lebih dari satu mikroorganisme. Sir William
Osler,dikenal sebagai”bapak kedokteran modern” menyadari morbiditi dan mortalitas dari
pneumonia,menggambarkan itu sebagai”kapten dari manusia yang sudah mati”.Bagaimanapun,beberapa
kunci perkembangan pada tahun 1900 mengembangkan hasil untuk pneumonia.Dengan perkembangan dari
penicillin dan antibiotik yang lain,teknik pembedahan modern,dan perawatan intensif dalam abad ke
20,kematian dari pneumonia menurun dengan cepat pada negara berkembang.Vaksinasi pada bayi terhadap
haemophillus influenza type B mulai tahun 1988 dan penurunan yang dramatik pada kasus-kasus
sesudahnya. Vaksinasi terhadap streptoccocus pneumonia pada orang dewasa mulai tahun 1977 dan pada
anak-anak mulai tahun 2000,hasilnya menunjukan penurunan yang sama.(3,4,5)
4
II.2 EPDEMIOLOGI
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh
dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang
terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN atau
pneumonia di pusat perawatan/ PPP). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut
di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%(2)
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dari
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia komuniti yang dirawat
inap berkisar antara 20- 35%. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6% diantaranya kasus
non tuberkolosis, sedangkan pada penderita rawat inap 58,8% kasus infeksi dan 14,6% diantaranya infeksi
non tuberkolosis.(2)
Dinegara maju seperti Amerika, insidens pneumonia komuniti adalah 12 kasus per 1000 orang
pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa, dan angka
kematiannya adalan 15%.(2)
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya. Dinegara maju seperti Amerika, dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Mengingat pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal
antibiotik harus diberikan secara empiris.(2)
II.3 DEFINISI
Pneumonia adalah keradangan dari parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga interstitium.
Secara klinis Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi,aspirasi, obat- obatan dan lain- lain.
Pneumonia yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat- obatan dan lain- lain) (3,4)lazimnya disebut pneumonitis
II.4 ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur
dan protozoa, data dari kepustakaan luar negeri, pneumonia yang didapat di masyarakat (community-
acquired pneumonia atau pneumonia komuniti) banyak disebabkan gram positif , sebaliknya pneumonia
5
yang didapat dirumah sakit ( hosspital- acquired pneumonia atau pneumonia nosokomial) banyak
disebabka bakteri gram negatif, sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Meskipun demikian di Indonesia, akhir- akhir ini laporan dari beberapa rumah sakitmenunjukan bahwa
kuman yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram
negatif. (2)
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Grup Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Sterptokokus pneumonia
Sterptokokus piogenes
Stafilokokus aureus
Klebsiela Pneumonia
Eserikia Koli
Yersinia Pestis
Legionnaires Bacillus
Pneumonia Bakterial
Aktinomisetes A. Israeli
Nokardia Astoroides
Aktinomikosis pulmonal
Nokardiosis pulmonal
Fungi Kokidioides imitis
Histoplasma Kapsulatum
Blastomises Dermatitidis
Aspergilus
Fikomisetes
Kokidiodomikosis
Histoplasmosis
Blastomikosis
Aspergilosis
Mukormikosis
Riketsia Koksiela Burneti Q Fever
Klamidia (Chlamydia) Chlamidia Psittaci Psitakosis
Ornitosis
Mikoplasma Mikoplasma Pneumonia Pneumonia Mikoplasmal
Virus Influenza virus, Adeno virus
rerespiratory syncytial
Pneumonia Virus
Protozoa Pneumosistis karini Pneumonia Pneumosistis
6
II.5 KLASIFIKASI PNEUMONIA
2.5.1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community- acquired Pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial ( hospital- acquired Pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocommpromised
2.5.2. Berdasarkan kuman penyebab
a. Pneumonia bakterial/ tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa kuman mempunyai tendensi
menyerang seseorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus pada
penderita pasca infeksi influenza
b. Pneumonia atipikal, disebabkan oleh mycoplasma, Langionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder predileksi terutama pada penderita dengandaya
tahan lemah (immunocompromised)
2.5.3. Berdasar predeleksi infeksi
a. c. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau adanya proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan adanya bercak- bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering padsa bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial
* Sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan- bahan lain
sehingga dikenal :
7
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan- bahan organik atau uap kimia seperti berillium
3. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan- bahan debu yang mengandung alergen yang mengandung
debu dari pabrik – pabrik gula yang mengandung spora dari actinomycetes thermofilik.
4.Drug reaction pneumonitis : Nitro furantoin, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia, eusinofilik pneumonia
2.5.4. Tipe lain dari pneumonia(2)
- Severe acute respiratory syndrome (SARS)
SARS adalah pneumonia yang sangat menular dan mematikan yang pertama kali muncul pada tahun2002
setelah kejadian luar biasa di Cina.SARS disebabkan oleh SARS coronavirus,sebelumnya patogen yang
tidak diketahui.Kasus baru dari SARS tidak terlihat lagi sejak bulan juni 2003.
- Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia (BOOP)
BOOP disebabkan oleh inflamasi dari jalan napas kecil dari paru-paru.Juga dikenal sebagai cryptogenic
organizing pneumonitis(COP).
- Pneumonia eosinofilik
Pneumonia eosinofilik adalah invasi kedalam paru oleh eosinofil,sejenis partikel sel darah
putih .Pneumonia eosinofilik sering muncul sebagai respon terhadap infeksi parasit atau setelah terekspos
oleh tipe faktor lingkungan tertentu.
- Chemical pneumonia
Chemical pneumonia(biasanya disebut chemical pneumonitis)biasanya disebabkan toxin kimia seperti
pestisida,yang mungkin memasuki tubuh melalui inhalasi atau melalui konta dengan kulit.Manakala bahan
toxinnya adalah minyak,pneumonia disebut lipoid pneumonia.
- Aspiration pneumonia
Aspiration pneumonia (atau aspiration pneumonitis) disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung,entah ketika makan atau setelah muntah.Hasilnya inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi
8
tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan yang teraspirasi mungkin mengandung bakteri anaerobic atau
penyebab lain dari
pneumonia.Aspirasi adalah penyebab kematian di rumah sakit dan pada pasien rawat
jalan,karena mereka sering tidak dapat melindungi jalan napas mereka dan mungkin
mempunyai pertahanan lain yang menghalangi.
Cara dan pengiriman spesimen dahak untuk mencari etiologi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Cara pengambilan bahan
Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dilakukan dengan cara noninvasif
yaitu dibatukkan ( dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi tanstrakeal, bilasan/ sikatan
bronkus, bronchoalveolar lavage (BAL). Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila dilakukan dengan
cara yang steril. Bahan bisa didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau
transtorakal, kecuali apabila ditemukan kuman yang bukan koloni di saluran nafas atas seperti M.
tuberculosis , Lagionella, P. carinii. Walaupun cara invasif dapat menemukan penyebab dengan
pasti, cara ini tidak dianjurkan, akan tetapi hanya dapat digunakan pada kasus tertentu. Untuk
penderita rawat inap dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak dan kultur darah pada kasus berat
yang sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan
sebelum pemeriksaan kultur.(2)
Cara pengambilan dan pengiriman dahak yang benar
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula- mula kumur- kumur dengan akuades steril,
setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukan dahaknya. Dahak segera dikirim
ke laboratorium ( tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat
dibantu nebulisasi denagn Nacl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan
apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/LPB dan sel epitel< 10/LPB.(2)
II.6 DIAGNOSIS
2.6.1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya di tandai dengan demam, mengigil, suhu tubuh meningkat dapat sampai > 40º
C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang- kadang disertai darah, sesak nafas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
9
Temuan pemeriksaan dada tergantung dari luas lesi di paru, Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit
tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi dapat
terdengar suara nafas (bronkovesikuler) sampai bronkial, dapat disertai romki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.(2)
2.6.2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/ lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakan diagnosis. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan “ air bronchogram”, penyebaran bronkogenik
dan interstitial serta gambaran kaviti. Foto torak saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Sterptokokus pneumonia, Pseudomonas aeruginosa sering memperilhatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiella pneumoniae sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.(7)
b. Pmeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul
kadang- kadang mencapai 30.000/ul dan pada hitung jenis leukosit terdapat pergesaran kekiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etilogi diperlukan pemerikssan dahak, kultur darah dan
10
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, dan pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.(2,6)
II.7.1 PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa, edema dar
seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel- sel PMN dan diapedesisi dari eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel- sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli
dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
dengan kemudian dimakan (difagositir). Pada waktu terjadinya peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik tersebut yaitu :
1. Zona Luar : alveoli yang terisi dengan kuman pneumokok dan cairan edema
2. Zona permulaan Konsolidasi : terdiridari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah
3. Zona Konsolidasi yang luas : daerah dimana terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PNM yang
banyak.
4. Zona resolusi : Daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit, dan alveolar
makrofag
Red Hepatization ialah daerah perifer dimana terdapat edem dan perdarahan
Gray Hepatization ialah daerah konsolidasi yang luas (2)
11
II.7.2 ANATOMI PATOLOGI
Pneumonia oleh bakteri:
Proses radang selalu mulai dari hilus paru-paru yang menjalar secara progresif ke perifer sampai seluruh
satu atau lebih lobus terkena. Proses radang di bagi 4 tingkat:
1 Kongesti
Lobus paru yang meradang tampak berwarna kemerah merahan, Kapiler melebar serat kapiler didalam
alveolus terdapat eksudat jernih, bengkak, banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerah-
merahan. Kapiler melebar dan kongestif, alveolus terisi eksudat jernih(serous), Lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar
dan bakteri dapat ditemukan dalam jumlah banyak.
2 Hepatisasi merah
Lobus paru tampak lebih padat sehingga perabaannya seperti hepar. Irisan tampak kering, granuler dan
berwarna merah.Pleura yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa yang kekuning-kuningan. Jumlah
netrofil bertambah, tampak pula sel darah merh dalam alveolus. Eksudat berubah jadi fibrinosa.
3 Hepatisasi kelabu
Perabaan masih tetap padat, hanya warna merah berubah menjadi pucat kelabu., permukaan pleura suram
karena diliputi oleh fibrin. Alveoli terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus
kapiler karena tidak lagi kongesti.
Eksudat pada pleura masih ada, bahkan dapat berubah menjadi nanah sehingga timbullah empiema. Sel-sel
tampak kabur karena enzim proteolitik, fibrin lebih menggumpal, dan tanpa amorf, tidak nampak lagi.
Makrofag lebih berperanan dalam proses penyembuhan.
4 Resolusi
Eksudat berkurang dalam alveoli makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi
lemak. Fibrio dan menghilang serta patologis anatomis bronchopneumonia berbeda dengan pneumonia
lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak- bercak dengan distribusi yang tidak teratur .Paru-paru menjadi
basah lagi dan pada irisan keluar cairan keruh dan eksudat pada pleura menghilang. Eksudat yang lunak
sebagian di batukkan keluar, saebagian mengalami absorpsi. Dengan cara demikian seluruh kelainan dalam
paru-paru akan kembali ke keadaan normal.(2)
12
Pneumonia oleh virus :
Paru-paru tampak membesar, berwarna merah cerah. Pada irisan keluar cairan edema hemoragik, suatu
tanda yang penting. Walaupun paru-paru lebih berat, namun tidak di temukan konsollidasi seperti pada
pneumonia oleh bakteri. Kelenjar limfe trakheobronkhial membesar.
Infeksi di mulai dari saluran napas atas.Virus ini menimbulkan nekrosis epitel trakhea dan reaksi radang
pada dindingnya. Akibatnya terjadi tukak pada selaput lendir yang ditutupi oleh fibrin. Hal ini
merendahkan resistensi jaringan paru-paru sehinigga terjadi infeksi sekkunder oleh bakteri. (5,6,8)
II.8. PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab terisap ke paru–paru perifer melalui saluran nafas sehingga menyebabkan reaksi pada
sekitarnya. Di mulai dengan infeksi di dalam alveolus membran paru menjadi meradang dan pori–pori
besar sehingga cairan serta sel darah merah dan darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveolus.
Jadi alveolus yang terinfeksi tersebut menyebar dengan perluasan bakteri dari alveolus ke alveolus.
Akhirnya suatu luas di paru–paru kadang–kadang ke seluruh lobus atau bahkan satu paru menjadi
terkonsolidasikan yang berarti bahwa mereka terisi dengan cairan dan debris sel.(4,5)
13
II.10 . FOKUS PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
Onset dan lamanya batuk,demam atau dingin menggigil
Warna dan konsistensi sputum
Terapi yang dipakai sejak onset infeksi
Tanda dan gejala: Onset mendadak dingin, menggigil.
b. Data Objektif
• Takipneu
• Gerakan dada nyeri dan terbatas pada daerah yang sakit
• Palpasi toraks untuk memeriksa ekspansi yang terbatas dan peningkatan vokal fremitus pada daerah yang
terkena
• Auskultasi untuk memeriksa:
1 Suara pernafasan yang meningkat intensitasnya: suara bronkovesikuler, atau bronchial pada daerah yang
terkena.
2 Suara Pernafasan tambahan ronkhi inspiratoir, pada sepertiga akhir inspirasi.(1)
II.11 TES DIAGNOSTIK
• Diagnosa pnemonia bakterialis ditegakan bersdasar pada anamnesa pasien,infiltrat parenkim pada foto
thoraks.Leukositosis dan kultur sputum.Hipoksemia dan asidosis repiratoris.Pemeriksaan mikroskopik
Sputum dapat membatu penegakan diagnosis :
• Analisa warna sputum:
1 Mukoid tidak berwarna atau jernih proses noinfeksi.
2 Kuning kream: Stafilokokus pnemonia
3 Hijau: Psedomonas Pnemonia
4 Curent jelly: Klebisela Pnemonia
5 Berkara: Pneumokokal pneumonia
• Konsituen yang menunjukan infeksi meliputi: polimorfonuklear dan sel-sel epitel bersilia pada bronkus
yang merupakan indek terhadap kerusakan epitel bronchial.(1,2)
14
II. 12 MEKANISME PERTAHANAN PARU
Daya pertahanan paru sangatlah penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran nafas. Paru
mempumyai mekanisme pertahanan untuk mencegah agar kuman tidak masuk ke dalam paru. Daya
pertahanan paru initerdiri dari beberapa mekanisme sebgai berikut : (2)
1. Mekanisme Pembersihan Di saluran Napas Penghantar, meliputi :
a. Reepitelisasi saluran nafas
b. Aliran lendir pada permukaan epitel
c. Bakteri alamiah atau epitelial cell binding site analog
d. Faktor hormonal lokal ( ig G dan Ig A)
e. Kompetisi mikroba setempat
f. Sistem transport mukosilier
g. Refleks bersin dan batuk
Saluran nafas atas ( nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme perthanan melalui barier anatomi dan
mekanis terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen , sillia dan mukus mendorong keluarnya
mikroorganisme dengan cara dibatukan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi dari silia seperti pada Sindroma
Kartagener’s, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakheal yang lama dapat mengganggu aliran dari
sekret yang telah terkontaminasi dengan kuman patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi
nasokomial (pneumonia nosokomial) (7,9)
2. Mekanisme Pembersihan di “ Respiratory exchange airway” meliputi :
a. Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
b. Sistem kekebalan humoral lokal (Ig G)
c. Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
d. Penarik Netrofil
15
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru ( saluran nafas atas). Ig A
merupoakan salah satu bagian dari sekret hidung ( 10% dari total protein sekret hidung ). Penderita
defisiensi Ig A memiliki resiko terjadi infeksi saluran nafas atas berulang. Kuman yang sering mengadakan
kolonisasi pada saluran nafas atas sering mengeluarka enzimproteolitik dan merusak Ig A. Kuman gram
negatif ( P. Aeruginosa, E. Coli, Serratia spp, Proteus spp, dan K. Pneumoniae) mempunyai kemampuan
untuk merusak Ig A. Defisiensi dan kerusakan dari setiap komponen pertahanan saluran nafas atas akan
menyebabkan kolonisasi kuman patogen yang mempermudah terjadinya infeksi saluran nafas bawah.
3. Mekanisme Pembersihan Di Saluran Udara Subglotik
Mekanisme pertahanan dari saluran nafas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan komponen
seluler. Mekanisme penutupan dan reflek batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat
dari orofaring. Bila terjadi ganguan fungsi dari glotis maka hal ini merupakan bahaya bagi saluran nafas
bagian bawah yang dalam keadaan normal bersifat steril. Tindakan pemasangan pipa nasogastrik, alat
trakeostomi memberikan kemudahan bagi masuknya kuman patogen secara langsung ke saluran nafas
bawah. Gangguan fungsi dari mukosiliar dapat mempermudah masuknya kuman patogen kesaluran nafas
bawah, bahkan infeksi akut oleh kuman- kuman M. pneumoniae, H. influenzae dan virus juga dapat
merusak gerakan silia.
4. Mekanisme Pembersihan di “ Respiratory Gas Exchange Airway” Bronkiolus dan alveoli mempunyai
mekanisme pertahanan sebagai berikut :
a. Cairan yang melapisi alveoli :
Surfaktan
Suatu glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP- A, SP- B, SP- C dan SP-
Dyang berfungsimemperkuat daya fagositosisterhadap bakteri oleh makrofag
Aktivitas anti bakteri ( non spesifik) : FFA, Lisozim, iron binding protein
b. Ig G ( Ig G1 dan Ig G2 yang berfungsi sebagai opsonin)
c. Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
d. Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus ( pada infeksi GNB, P aeruginosa)
e. Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN kesaluran nafas termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar,
sitokin dan leukotrien.(3)
16
Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk dan berkembang biak dan
menimbulkan penyakit.(2)
Resiko terjadinya infeksi pada paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk mencapai
dan merusak permukaan epitel saluran nafas. Ada beberapa cara mikroorganisme untuk mencapai
permukaan saluran nafas :
1. Inoklulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi pada permukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut ditasa yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi
virus, infeksi mikroorganisme atipikal, infeksi mikobakrteria atau jamur. Kebnayakan bakteri dengan
ukuran 0,5-2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi mikroorganisme pada saluran nafas atas( hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran pernfasan bagian bawah dan terjadi inokulasi, maka hal ini merupakan
awal dari permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebgaian sekret orofaring terjadi
pada orang normalwaktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse).(3)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001- 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjsi
pneumonia.
Pada pneumonia biasanya mikrorganisme masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorgainsme
yang terdapat di saluran nafas atas sama denga saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama. (5)
17
II.13 PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi
karena beberapa alasn yaitu :
1. Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa
2. Kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia
3. Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berkut (7,8)
Penisilin Sensitive Streptococcus pneumoniae(PSSP)
o Golongan Penisilin
o TMT-SMZ
o Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
o Betalaktam dosis tinggi (untuk rawat jalan)
o Sefotaksim, seftriaksondosis tinggi
o Makrolid baru dosis tinggi
o Flurokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
o Aminoglikosid
o Seftazidin, Sefoperason, Sefepim
o Tiraksilin, Piperasilin
o Karbapenem : Meropenem, Imipenem
o Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistant Staphylococcus aureus(MRSA)
o Vankomisin
18
o Teikoplanin
o Linezolid
Haemophilus Influenzae
o TMT-SMZ
o Azitromisin
o Sefalosporin generasi 2 dan 3
o Fluorokuinolon respirasi
Lagionella
o Makrolid
o Flurokuinolon
o Rifamppisin
Mycoplasma Pneumoniae
o Doksisiklin
o Makrolid
o Flurokuinolon
Chamydia Pneumoniae
o Doksisiklin
o Makrolid
o Flurokuinolon
KOMPLIKASI
Efusi Pleura
Empiema
Abses Paru
Pneumotoraks
Gagal nafas
Sepsis
III.1 Bronkopneumonia
19
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk
bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.(2,5)
3.1 A. Etiologi
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru
melalui 2 jalur, yaitu dengan :
1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.(6)
Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus bronkopneumonia adalah :
1. Bakteri gram positif
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
c. Streptococcus hemolyticus
2. Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b. Klebsiella pneumoniae
Bakteri Gram Positif
III.1.a Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang bertanggung jawab atas lebih dari 90%
kasus bronkopneumonia pada masa kanak-kanak. Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer,
biasanya menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus atau zat
kimia pada saluran pernafasan.
Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi.
Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan
20
oleh penyebarannya yang cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman
kanak-kanak, rumah penitipan anak).(7)
Sering terjadi kerusakan paru dan abses, destruksi parenkim paru – pneumonia spontan, pneumotoraks,
sembuh akan menyebabkan : kista paru (pneumotocele), Banyak pada “Hospital Epidemic” tahun 1960,
banyak disebabkan oleh starin tunggal dari S. Aureus, melalui (8)
Aliran darah
Nasofaring
Metastasis pada ibu- ibu yang menyusui
“Staphilococcus carier “- “ “environment”
Pemakaian antibiotik yang berlebihan dan dapat menyebabkan super infeksi Staphilococcus
Reservoir Staphilococcus : lantai, tempat tidur dan pakaian (laundry)
3.1.a.1 Manifestasi Klinis
Timbulnya tidak mendadak, terutama pada penderita di luar rumah sakit, setelah infeksi virus
influenza
Panas badan tidak merata dan di luar serangan
Nyeri pleuritik, menggigil, batuk produktif dengan dahak yang purulen/ bloody streak. Pada
sebagian kecil dari penderita tedapat batuk darah
Pada penderita yang dirumah sakit, biasanya timbul mendadak dengan menggigil, panas badan dan
batuk- batuk, tanpa tanda fisik yang jelas, pada bayi dan anak- anak batuk dan nyeri dada minimal,
yang menonjol adalah panas, sesak nafas dan sianosis
Fisik ; sakit keras, takipnea, takikardia, mengeluh nyeri dada setempat ( Localized chest pain) yang
betmbah bila nafas dalam, Sianosis (+)
Ronki Basah halus dengan 1 atau lebih daerah yang redup, kadang- kadang terdengar bising gesek
pleura
3.1.a.2 Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya
terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke
bagian paru lain yang berdekatan.(7)
21
Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva dan tersering mengenai lobus
bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan
menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :
1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear
mengisi alveoli.
3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4) Resolusi (7 s/d 11 hari)
3.1.a 3 Gambaran Klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa
disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39oC atau lebih. Anak sangat gelisah, dispnu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya
sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi
(ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada
daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat
dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat. Lebih lanjut lagi
bisa terjadi efusi pleura dan empiema, sehingga perlu dilakukan torasentesis sesegera mungkin.(4,7,8)
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Pada perkusi bisa ditemukan adanya
suara redup yang terlokalisasi. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya ronki basah halus ataupun
adanya suara-suara pernafasan yang melemah. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi
sesudah 2 – 3 minggu.(4,7)
22
Diagnosis
3.1.a.4 Laboraturium
Pengobatan gram : PMN leukosit dengan intra seluler dan ekstra seluler kokkus
Kultur sputum ;
Kultur pada agar darah , hemolitik, yellow pigmented colonies tampak dalam 24 jam, kultur darah sering
sekali negatif dan insiden bakteremia pada bayi tinggi, leukosit menigkat dengan PMN yang dominan, Bila
leukosit 2000/mm3 pertanda prognosi jelek
Rontgen (6,7,11)
- khas di mana pendapat konsolidasi pada lobus, lobulus, atau sekmen dari satu atau lebih lobus paru
- Patchy dengan infiltrasi pada beberapa tempat dari paru seperti bronko pneumonia
- Cairan di pleura atau intralobuler
- Single atau multiple radiolucencies pada darah di mana terdapat infiltrat
- Pada bayi sering terjadi pneumotocele dan pada dewasa sering terjadi abses, tapi dengan pengobatan yang
cepat dan tepat dapat menghilang secara spontan
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk dengan jumlah sel polimorfonuklear
terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan
prognose penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun.
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang dilakukan dengan
hati-hati. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan biakan. Selain itu biakan
juga bisa didapatkan dari darah atau dari cairan pleura yang didapatkan dengan melakukan torasentesis.(7,8)
23
Gambaran radiologis dapat berupa adanya bercak-bercak infiltrat pada 1 atau beberapa kasus. Sangat
penting untuk mendapatkan gambaran radiologis dari resolusi sempurna, 3 – 4 minggu setelah semua
gejala menghilang. Apabila respon klinis yang diberikan penderita lambat, maka terdapat indikasi untuk
membuat serangkaian röntgenogram.(4,7)
3.1.a.5 Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka terhadap obat
tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis
50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular tanpa penyulit. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau
paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin
maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari.
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk mengatasi demam tinggi, merupakan
tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini. Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan
kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis. Indikasi pemberian vaksin polivalen pneumococcus
polisakarida bermanfaat pada populasi penderita tertentu, misalnya penderita dengan anemia sel sabit.(4,7,8)
3.1.a.6 Terapi
- Mortalitas 15 sampai 50% dan ini tergantung pada:
1. Virulensi organisme
2. Daya tahan tubuh
3. Berat atau ringan penyakit dasarnya
- 50% dari nonhospital aquired pneumonia resistence dengan penisilin-G. dosis penisilin-G 3.6 sampai
20.000.000 U/ hari. I.M / I.V
- Bila kebal terhadap penisilin dapat diberi:
1. oksasilin: 4-8 gram / hari
2. kloksasilin: 4-8 gram / hari
3. ampisilin di rusak oleh penisilinase dan tidak boleh di pakai bila organisme tidak peka oleh
penisilin
4. linkomisin: 2,4-2,8 gram / hari I.U
5. Klidamisin: 1,2 gram / hari
Obat obat bakteriostatik: tetrasiklin, novobiosin, eritromisin
~ Vankomisin:
24
- seluruh stafilokok peka secara invitro
- pemberian intravena dan kurigian nya sering terjadi flebitis (50%) juga dapat terjadi rash, panas
dan nefrotoksik
- dosis 2-3 gram / 24jam dapat di beri tiap 6 jam
~Kanamisin:
- “Anti Stafilokok”
- nefotoksik dan ototoksik
- dosis toltal 10 gram dapat mengurangi kerusakan pada ginjal dan nevus VIII
- Dosis: 1,5 sampai 2 gram / hari dengan dosis maksimal, 14 – 20 gram untuk orang dewasa
~ Basitrasin :
- Pada bayi dan anak kecil lebih rendah toksisitasnya
- I.M / intratekal
3.1.a.7 Komplikasi :
1. Meningitis :
- Dapat bersama abses otak
- Pemeriksaan cairan serebrospinalis : protein tinggi dan glukosa rendah/ N
2. Empiema : 15-40 %
3. Abses paru / Pneumatoceles
4. Pneumotoraks :
- Terutama pada bayi dan anak kecil
- Pengobatan tergantung pada luas daripada pneumotoraks bila perlu dengan “ tube” drainase
- Fistel bronkopleural :
Sering pada penderita dengan penyakit paru sebelumnya
5. Metastase abses : abses pada organ – organ tubuh seperti ginjal, otak, miokardium, endokarditis
bakterial.
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.(2,4,7)
Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan
penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi
saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,4)
25
3.1.a.8 Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut,
maka mortalitas bronkopneumonia akibat bakteri pneumococcus selama masa bayi dan masa kanak-kanak
sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.
III.1.b Pneumonia Pneukok
Disebabkan oleh pneumokokus (Sterptokokus pneumonia), yang pertama kali ditemukan oleh Pasteur (9)pada tahun 1881. Tumbuh diperbenihan agar darah dalam waktu 24-48 jam. Ada 75 tipe , akan tetapi
yang virulen hanya 3 tipe. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat
menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya akan
berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas tinggi. Terbanyak
pada masa pandemi dari influenza pada tahun 1918 – 1919 dimana banyak kematian oleh karena
pneumonia sterptokok. Biasanya mengenai umur, muda, tua dan debil. Dari group A beta haemolitik
streptokokus piogenes. Insiden dari pneumonia streptokok dan bakteriaemia menurun setelah dipakainya
Pneumonia pneumokok merupakan infeksi paru akut yang dapat berupa pneumonia lobaris atau
bronkopneumonia. Terjadinya beberapa hari setelah infeksi saluran pernafasann bagian atas. Pada
umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur
di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan
dengan strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika.
Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu
kemudian. Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan
penyebaran staphylococcus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.
Penderita- penderita dengan hipogamaglobulinemia atau mieloma multipel lebih peka terhadap infeksi ini,
juga pada orang- orang peminum alkohol.(6,10)
Akhir- akhir ini insiden penyakit ini, diseluruh dunia, menurun dengan sangat tajam, hal ini disebabkan :
1. Perbaikan higiene oleh karena standar hidup yang makin membaik
2. pemakaian obat- obat antimikrobial pada radang saluran pernafasan atas sehingga jarang terjadi
perjalaran ke bawah.
3.1.b.1 Gambaran Klinik
26
Sebagian besar dari penderita didahului dengan keradangan saluran pernafasan bagian atas, kemudian
timbul keradangan saluran pernafasan bagian bawah. Serangan biasanya mendadak dengan perasaan
menggigil disusul dengan panas badan (100-106º F), yang tertinggi pada pagi dan sore atau variasi diurnal.
Batuk- batuk terdapat pada 75 % dari penderita. Batuk dengan dahak berwarna merah ( sputa ruva),
kadang- kadang berwarna hijau dan purulen. Batuk darah bisa sedikit atau banyak. Nyeri dada waktu tarik
napas dalam (pleuritik pain). Gejala lain berupa : kedinginan/ menggigil, mialgia terutama pada daerah
lengan dan tungkai. Herpes labialis (fever blister) dijumpai pada 10 % penderita.(7)
3.1.b.2 Patofisiologi
Staphylococcus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin,
stafilokinase dan koagulase. Koagulase akan mengadakan interaksi dengan suatu faktor plasma untuk
menghasilkan suatu zat aktif yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan selanjutnya menyebabkan
pembentukan koagulan.
Bronkopneumonia akibat organisme ini bersifat unilateral atau lebih menonjol pada satu sisi dibandingkan
dengan sisi yang lain. Ditandai dengan daerah-daerah luas yang mengalami nekrosis perdarahan serta
daerah-daerah pembentukan rongga-rongga yang tidak beraturan. Permukaan pleura biasanya diselubungi
oleh lapisan eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni
staphylococcus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-
trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas(11)
3.1.b.3 Tanda- tanda fisik
Tampak sangat sakit, berkeringat, menggigil, panas tinggi dan nyeri dada sehingga penderita memfiksir
hemitoraks yang sakit. Takikardi dan takipnoe. Pergerakan pernafasan hemitoraks yang sakit tertinggal,
fremitus raba meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi redup, pernafasan bronkial, ronki basah halus,
egofoni, bronkofoni,” whispered pectoriloqy” . Kadang- kadang terdengarbising gesek pleura.(3,8) Distensi
abdomen terutama pada konsoidasi dari lobus bawah, perlu dibedakan dengan kolestitis dan pleuritis akut
akibat perforasi.
3.1.b.4 Laboratorium
27
Gram stain of sputum with gram positive diplococci- Streptococcus pneumoniae (Pneumococcus):Note relationship with neutrophils. MCC of typical, community acquired pneumonia
Pemeriksaan sputum banyak terdapat sel PMN dan bakteri gram positif, diplokokus berbentuk lancet.
Jumlah leukosit meningkat (10000-30000/mm3), tapi 20% dari penderita tidak terdapat leukositosis. Bila
total leukosit lebih kecil dari 3000/mm3 pertanda prognose yang jelek. Hitung jenis “shift to the left”. LED
selalu naik. Bilirubin D/I naik oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli
dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia(1)
.31.b.5 Gambaran Radiologi (Rontgen)
Terdapat bayangan kesuraman yang homogen pada satu lobus atau lebih
Ro : terdapat satu atau dua focal asca dari pneumonitis
Image in a 49-year-old patient with pneumococcal pneumonia. This chest CT shows a left upper lobe opacity extending to the periphery
Lab : Leuko naik dengan jumlah PMN yang matur dan imatur yang lebih besar
Pengecatan gram pada sputum : - gram pos koken
- PMN leukosit
28
3.1.b .6 Pengobatan
Obat pilihan masih Penisilin 300.000-600.000 U Pen.Proc,1-2 kali/hari selama 7-10 hari atau 300.00 U
aqueous penisilin 2-4 kali/hari. Tidak ada bukti yang cukup bahwa dosis tinggi penisilin dapat
mempercepat kesembuhan. Penisilin oral 4 dd 250 mg, juga dapat dipakai eritromicin, kloramfenikol,
tetrasiklin, linkomisin, ampisilin, sefalotin. Oksegen via kateter nasal atau masker pada penderita dengan
pneumonia yang luas disertai sianosis. Observasi tekanan darah, respirasi dan denyut jantung> Hipotensi
merupakan tanda- tanda dari hipoksia berat dan bakterimia atau penyebaran dari kuma ke meningen.
Hati- hati, pemakaian vasopressor oleh karena dapat menambah vasokonstriksi, dengan akibat penurunan
dari vaskularisasi koroner dan otak. Pda septik syok dapat di beri kortikosteroid dalam dosis besar ( sama
dengan 2500 mg cortison/ hari) diberikan penetral dalam waktu pendek selama 3-5 hari. Bila dari biakan
didapatkan staphylococcus positif maka methicilin dihentikan, kemudian diberikan penisilin G dengan
dosis 25.000 – 50.000 unit/kgBB/6 jam secara intravena. Cefuroxime diberikan sebagai obat tunggal
efektif untuk bronkopneumonia dengan dosis 75 mg/kgBB/hari. pada anaerobik sterptokokus yang resisten
membutuhkan 3-6 juta U/hari. Obat pilihan untuk kuman ini adalah Klindamisin
Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita
setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka
pipa-pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam
rongga toraks lebih dari 5 – 7 hari(4)
3.1.b.7 Prognosa
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka
mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita
dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Semua
penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya harus diuji terhadap kemungkinan
fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis. Bila yang terkena hanya 1 lobus maka
mortilitas 1 %, bila ada bakteremia, leukopenia atau mengenai 2 sampai 3 lobus mortalitas naik menjadi 10
%. Mortalitas juga meningkat pada umur tua dan pada trimester III dari kehamilan (9)
31.b.8 Komplikasi
o Empiema :
Relatif jarang sebagai komplikasi pneumonia pneumokok. Dpat ditentukan dengan pemeriksaan
fisik dibantu dengan pemeriksaan rontgen/ lateral decubitus. Diagnosa pasti dengan torakosintase.
29
o Efusi Pleural :
- 5% ri pneumonia pneumokok
- pada pembenihan biasa steril
- dapat diabsorbsi tanpa residu
o Super Infection :
- Dengan bakteri gram negatif atau stafilokok
- Diketahui dari perjalanan penyakit diman setelah diobati dengan obat antibiotika penderita
menjadi sembuh dengan panas badan yang menurun tapi kemudian terjadi kenaikan dari suhu
badan, disertai batuk- batuk dan tanda- tanda perluasan dari pneumonia.
o Perikarditis :
-“ Precordial chest pain “, panas badan yang menetap dan hipotensi harus diingat kemungkinan
perikarditis
- “perikardial friction rub” (+)
o Abses Paru :
- Sering terjadi pada pneumonia pneumokok tipe 3
- Prolonged antibiotik terapi (2-4 minggu)
o Atelektasis :
- Panas badan yang persisten dan dispnea yang sedikit meningkat kemungkinan atelektasis
- Perlu penghisapan dari trakea dan bila perlu bronkoskopi untuk membersihkan saluran napas dan
mucus plaque, kadang- kadang perlu diberikan bronkodilator dan obat mengencerkan sputum per
aerosol.
o Resolusi yang terlambat :
- Infiltrat tetap selama 4-6 minggu tanpa adanya penyakit lain seperti bronkiektasis, obstruksi
neoplasma atau pulmonary super infaetion
- Terutama pada orang tua, malnutrition, alkohol dan pada beberapa penderita dengan bronkitis
kronis, emfisema dan fibrosis
- Perlu pemeriksaan bronkoskopi dan sitologi sputum
o Endokarditis
- Bakterimia dapat merusak katup, Chordae tendinea dan papillary mucle
- Dapat terjadi bersama- sama pneumonia pneumokok
- Pemgobatan : 3 juta U penisilin/hari selama 4 minggu
o Meningitis :
30
- Tiap penderita pneumonia pneumokok dengan gejala disorientasi, somnolen harus dilakukan
lumbal punksi untuk mengevaluasi kemungkinan meningitis pneumokok
- Pengobatan : Penisilin
i.v. 10.000000 U/ hari
i.v 1.000.000 2-3 jam
intratekal :10.000 U (1-3 kali)/ 12 jam. Kortikosteroid untuk mencegah akumulasi dari eksudasi
keradangan yang tebal yang dapat menyebabkan blok dari cairan serebrospinalis
o Gangren :
- Akibat sepsis pneumokok, terjadi gangren dari jari tangan/ kaki
- Pada beberapa kasus bersamaan dengan DIC
o Artritis
o Nefritis
Sangat jarang tetapi biula ada hematuri setelah pneumonia pneumokok, maka ini disebabkan oleh
“Diffuse” nephritis simulating poststreptococcal glomerulonephritis”. Pneumokok dapat dikultur
dari urine.
III.1.c Streptococcus hemolyticus
Streptococcus grup A paling sering mengakibatkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tapi kadang
juga dapat menimbulkan infeksi ke daerah-daerah lain tubuh termasuk traktus respiratorius bagian bawah.
Penyakit ini paling sering ditemukan pada anak berumur 3 – 5 tahun dan jarang dijumpai pada bayi-bayi.
Penyakit ini sering timbul dengan dipermudah oleh adanya infeksi-infeksi virus terutama eksantema-
eksantema dan influenza epidemis.(8)
3.1.c. 1 Patofisiologi
Infeksi traktus respiratorius akibat bakteri ini menimbulkan terjadinya trakeitis, bronkiolitis yang
selanjutnya menjadi bronkopneumonia. Lesi-lesi terjadi pada mukosa trakeobronkial menjadi nekrosis
disertai dengan pembentukan ulkus-ulkus yang tidak beraturan dan adanya sejumlah besar eksudat, edema
dan perdarahan yang terisolasi. Proses ini kemudian menyebar luas ke sekat-sekat antar alveolus dan
pembuluh-pembuluh limfonodi, yang selanjutnya secara limfogen menyebar ke mediastinum dan hilus dan
mencapai permukaan pleura dan menjadi pleuritis. Eksudat ini kandungan fibrinnya lebih sedikit bila
dibanding dengan eksudat yang diakibatkan oleh pneumococcus.(8)
3.1.c..2 Gambaran Klinis
31
Gejala-gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan bronkopneumonia oleh pneumococcus. Awalnya
terjadi secara tiba-tiba yang ditandai demam tinggi, menggigil, tanda-tanda kesukaran bernafas serta
kadang-kadang adanya kelemahan badan.(8)
3.1.c.3 Diagnosis
Adanya lekositosis seperti pada kasus pneumococcus. Selain itu ditegakkan dari kenaikan titer
antistreptolisin serum. Biakan bakteri ini positif didapatkan dari hapusan tenggorok, sekresi nasofaring,
tapi yang lebih positif lagi ditemukannya bakteri ini dalam cairan pleura, darah atau dari cairan aspirasi
paru.
Pada gambaran radiologis didapatkan bronkopneumonia difus yang disertai efusi pleura yang luas, kaang
bisa terlihat suatu adenopati di daerah hilus paru-paru.(7,8)
3.1.c.4 Penatalaksanaan
Obat pilihan yang diberikan adalah penisilin G dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari. Awal pemberiannya
secara parenteral, kemudian disempurnakan dengan pemberian oral selama 2 – 3 minggu setelah terlihat
adanya kemajuan klinis. Cefuroxime bisa diberikan sebelum kultur bakteri dilakukan dengan dosis 75
mg/kgBB/hari, ini merupakan terapi yang efektif dan sebaiknya dilanjutkan selama 10 hari.
Bila pada penderita sudah terjadi empiema, maka harus dilakukan torasentesis untuk tujuan penegakan
diagnosa dan mengeluarkan cairan supaya paru-paru dapat kembali mengembang secara optimal.(7,8)
3.1.c.5 Prognosis
Angka mortalitas dan morbiditas menurun setelah pengobatan dengan antibiotika yang sesuai segera
diberikan. Selebihnya penyebaran penyakit selanjutnya jarang terjadi.(8)
Bakteri Gram Negatif
III.2.a Haemophilus influenzae
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan sangat
berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.
Organisme patogen yang sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b dan termasuk bakteri
gram negatif.(8)
32
3.2.a.1 Patofisiologi
Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan
adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun sel-sel limfosit disertai dengan
penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema
yang disertai dengan perdarahan.(6,7,8)
3.2.a.2 Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh
pneumococcus. Batuk hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga
dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara
pernafasan yang tubuler saat auskultasi.(6,7,8)
3.2.a.3 Diagnosis
Image in a 50-year-old patient with Haemophilus influenzaepneumonia. The chest CT shows a very dense round area of consolidation adjacent to the pleura in the left lower lobe.
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan pleura
maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia
relatif. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan (counter
immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air kemih dan cairan pleura untuk menegakkan
diagnosis lebih dini.(6,8)
3.2.a.4 Penatalaksanaan
33
Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari. Pemberian kloramfenikol
ini dikatakan efektif karena obat sangat aktif mengatasi hasil produksi bakteri ini yaitu berupa beta
laktamase dan tidak menimbulkan efek pada cairan serebrospinal serta memberikan efek bakterisidal yang
lebih bagus dibanding dengan ampicillin atau cefomandole.
3.2.a..5 Prognosis
Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri penyebab akan melemah dan tidak
mampu lagi menyebar terlalu jauh. Namun apabila terdapat penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema
maka hal tersebut akan memperburuk prognosisnya.(8)
3.2.a.6 Diagnosis
Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya infiltrasi pada lobus paru dan pleura-
pleura yang menonjol. Kultur bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi
paru.
3.2.a.7 Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini terbukti
efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus.
dosis yang digunakan 15 – 20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam selama minimal 10 – 14
hari. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru.
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.(6,8)
3.2.a.8 Diet
o Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup
IV.2.b Klebsiela(FRIEDLANDER’S) Pneumonia
Pada tahun 1882 Friedlander menemukan kuman tersebutyang berbentuk pleomorfik, berkapsul, batang
gram negatif dan tumbuh cepat pada media biasa secara aerobik. 1886 Escheric menemukan Aerogenes
34
yang sifat- sifatnya (antigen) sama dengan kuman yang dijumpai oleh Friedlander sehingga kuman tersebut
digolongkan dalam grup Klebsiela Aerobakter.
4.2.b.1 Gambaran Klinik
Merupakan 2% dar keseluruhan penderita dengan pneumonia bakterialyang dirawat di rumah sakit.
Timbulnya mendadak dengan panas badan, batuk- batukdan nyeri dada. Pda sebagian kecil dari penderita
batuk produktif dengan riak yang kental seperti gelatinda berwarna merah. Banyak penderita mengeluarkan
riak kental, berwarna hijau, purulen dan kadang- kadangdenga strip darah atau dengan batuk darah profus
Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal
pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat
Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada neonatus. Banyak bayi mengandung
organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya
sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga
menularkan adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara
sebagai sumber-sumber utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut(8,9)
4.2.b.2 Patofisologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Nakteri ini memasuki alveoli melalui peralatan
yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar
mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah
fibrosis.
4.2.b.3 Tanda Fisik ;
Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah kekakuan yang multipel pada onset yang
mendadak, demam, batuk yang produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tiba-tiba, serta dapat terjadi
hemoptisis. Tampak sakit, sesak berat, takipnea, sianosis, hipotensi. Tanda klasik dari konsolidasi
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat perkusi dan adanya ronki basah kasar saat
auskultasi akibat banyaknya sekresi pus pada kavitas paru.(4)
4.2.b.4 Diagnosis
Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya infiltrasi pada lobus paru dan pleura-
pleura yang menonjol. Kultur bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi
paru.(4)
35
4.2.b.5 Laboratorium :
o Gram : PMN
o Leukosit bervariasi (N/)
Pneumonia lebih sering pada kuman dengan predileksi lobus bawahdan segmen posterior dari lobus atas
Gambaran radiologis : Konsolidasi masif dengan fisura interlobaris yang terdorong ke luar 25 – 50 %
tampak 1 atau lebih abses yang tidak jelas pada pemeriksaan fisik atau rontgen
Terapi :
- Harus segera dan intensif oleh karena mortalitas meningkat 20 %
- In vitro peka dengan : Streptomisin (2 gr), Tetrasiklin (2gr), Kloramfenikol (2 gr)
- Sefalosporin dengan gentamisin dapat juga dipakai, tetapidata efektivitas belum jelas
- Hipoksia dan hipotensi, sering : ~ Berikan oksigen
~ Koreksi anemia
- Pengenceran dahak + bronkodilator
4.2.b.6 Diet
o Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup
IV.2.c PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Di dunia, pneumonia komuniti ini
erupakan masalah kesehatan karena angka kematian yang tinggi.(2)
4.2.c.1 Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan kuman gram positif dan dapat
pula kuman atipik. Akan tetapi di indonesia laporan akhir-akhir ini dari beberapa kota meunjukkan bahwa
kebanyakan kuman yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
gram negatif.(8)
36
Bedasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,
Malang, Makassar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda
didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut:
K. Pneumoniac 45,18%
S. Pneumoniac 14,04%
S. Viridans 9,21%
A.aureus 9%
Pseudomonas Aeruginosa 8,56%
B hemolitik 7,89%
Enterobacter 5,26%
Pseudomonas spp 0,9%
4.2.c.2 Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, foto toraks dan
laboratorium . diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraksn terdapat infiltrat
progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala di bawah ini:
Batuk-batuk bertambah berat
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh lebih dari sama dengan 37,5 derajat celsius (oral) / riwayat demam
Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki
Leukosit lebih dari sama dengan 10.000 atau kurang dari 4500
4.2.c..3 Penilaian derajat keparahan penyakit
Penialaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel 1. dibawah
ini:
37
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
Karakteristik penderita Jumlah poin
Faktor demografi:
Usia: - laki-laki
- Perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta:
- Keganasan
- Penyakit hati
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit cerebrovaskular
- Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik
- Perubahan status mental
- Pernapasan ≥ 30 kali / menit
- Tekanan darah sitolik ≤ 90 mmHg
- Suhu tubuh < 35ºC atau ≥40ºC
- Nadi ≥ 125 kali / menit
Hasil laboratorium / Radiologi
- Analisis gas darah arteri: pH 7,35
- BUN > 30 mg / dL
- Natrium <130 mEq / liter
- Glukosa 250 mg / dL
- Hematokrit < 30%
- PO² ≤ 60 mmHg
- Efusi pleura
Umur (tahun
(tahun) -10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
+20
+20
+20
+15
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
38
Menurut American Thoracic Society (ATS), kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih
kriteria dibawah ini(2,7)
Kriteria minor:
Frekuensi napas lebih dari 30 / menit
PaO2 / FiO2 kurang dari 250 mmHg
Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
Gambaran rontgen paru melibatkan lebih dari 2 lobus
Tekanan sistolik kurang dari 90mmHg
Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg
Kriteria mayor:
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah lebih dari 50%
Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jam (syok septik)
Serum kreatin lebih dari 2 mg / dl atu peningkatan lebih dari 2 mg / dl, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Berdasar kesepakatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2003, kriteria yang dipakai untuk
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu
kriteria dibawah ini.
Frekuensi nafas lebih dari 30 / menit
PaO2 / FiO2 kurang dari 250 mmHg
Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
Gambaran rontgen paru melibatkan 2 lobus
Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg
3. Pneumonia pada penggunaan NAPZA
39
Updating dari British Thoracic Society (BTS) tahun 2004, membuat skor berdasar data parameter
yang menyangkut kesadaran (Confusion: Defined as a Mental Test Scoren of 8 or Less, or New
Disorientation in Person, Place or Time), frekuensi pernapasan (Respiratory rate more than 30 /
mins), tekanan darah (Blood Pressure, SBP less than 90 mmHg or DBP less than 60 mmHg) dan
usia (Age more than 65 years) yang dikenal dengan CRB-65 score dimana masing-masing
gambaran diatas diberi skor 1 point sebagai pedoman menentukan penderita pneumonia menjalani
rawat inap. Apanila jumlah point sebesar 0: penderita cukup menjalani rawat jalan, jumlah point
sebesar 1 atau 2: dipertimbangkan untuk menjalani rawat inap, sedang apabila jumlah point sebesar
3 atau 4: harus segera menjalani rawat inap.(6)
.
Kriteria perawatan Intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling
sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi mekanik dan membutuhkan vasopressor
lebih dari 4 jam [syok septik] atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO2 / FiO2 kurang dari 250 mmHg,
gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg).
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi utuk perawatan Ruang Rawat Intensif.(4,8)
IV. 3 Diagnosis pneumonia atipik
a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran nafas yaitu demam, batuk on produktif dan gejala
sistematik berupa nyeri kepala dan mialgia.
b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolodasi jarang terjadi
c. Gambaran radiologis menunjukkan infiltrat intertisial
d. Laboratorium menunjukkan leukositsis ringan dan pengecatan gram, biakan dahak atau darah
tidak ditemukan bakteri
e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik:
Isolasi bukan sensivitinya sangat rendah
Deteksi antigen enzyme immunoassayys (EIA)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Uji serologi:
- Cold agglutinin
- Uji fiksasi komplemen merupaan standar untuk diagnosis M. Pneumoniae
40
- Micro Immunofluorescence (MIF), stancar seologi untuk C. Pneumoniae
- Antigen dari urin untuk Lagionella
Gambaran klinis pneumonia atipik tidak sama dengan pneumonia tipik (bakterial). Untuk membantu /
mempermudah gambaran perbedaan gejala klinis dan tipik dapat dilihat pada tabel 2., meskipun tidak
selalu dijumpai gejala-gejala sebagaimana berikut dibawah ini:
Tabel 2. Perbedaan gambaran klinis pneumonia tipik dan atipikal
Tanda dan gejala Pneumonia
bakterial (tipik)
Penumonia non bakterial (atipikal)
Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain
Gejala di luar paru
Pewarnaan gram
Radiologi
Laboratorium
Gangguan fungsi hati
Akut
Tinggi menggigit
Produktif
Purulen
Jarang
Lebih jarang
Kokus gram (+)/(-)
Konsolidasi lobar
Lebih tinggi
Jarang
Gradual
Kurang tinggi
Non produktif
Mukoid
Nyeri kepala, mialgia, sakit tenggorokan
Sering
Flora normal atau spesifik
”Patchy”
Lekosit normal kadang rendah
Sering meningkat
4.3.1 Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu memperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat inap, penderita dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya
faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan mikroorganisme patogen
yang tertentu / spesifik misalnya S. Pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor
modifikasi adalah(11)
Pneumokokus resisten terhadap penisilin
41
- Umur lebih dari 65 tahun
- Memakai obat-obatan golongan b laktam selama tiga bulan terakhir
- Pecandu alkohol
- Penyakit gangguan kekebalan
- Penyakit penyerta yang multipel
- Kuman etentrik gram negatif
- Penghuni rumah jompo
- Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
- Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
- Riwayar pengobatan antibiotik
Pseudomonas aeruginosa
- Bronkiektasis
- Pengobatan korktikosteroid lebih dari 10 mg / hari
- Pengobatan antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari pada bulan terakhir
- Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komunitidibagi menjadi(9)
1. Penderita rawat jalan
- Pengobatan suportif / simptomatik:
a. Istirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antobiotik kurang dai 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa:
- Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif:
- Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
42
b. Pemasangan infus untuk terapi rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
- Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam
- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) diobservasi tingkat kegawatannya,
bila dapat distabilkan maka penderita cukup dirawat inap di ruang rawat biasa, bila terjadi respiratory
distress maka penderita dirawat di ruang gawat intensif. Berbagai petunjuk terapi empirik pneumonia
komuniti dibuat untuk mempermudah dokter memulai pemberian antibiotik sebagai terapi awal. Pada tabel
3. Dan 4. berikut ini dapat dilihat petunjuk (guideline) dari PDPI, IDSA, Canada dan ATS.(2)
Tabel 3. Petunjuk terapi empirik pneumonia komuniti menurut PDPI 2003
Rawat jalan Tanpa faktor modifikasi:
Golongan Beta laktam dan Beta laktam + anti Beta laktamase
Dengan faktor modifikasi:
- Golongan Beta laktam + anti Beta laktamase atau
- Fluorokuinolon respirasi
(levofloksasin, moksifloksasin gatifloksasin)
Bila dicurigai pneumonia atipik:
Makrolid baru (roksitromisin, klaritrimisin, azitromisin)
Rawat inap Tanpa faktor modifikasi:
- Golongan beta laktam + anti beta laktamase iv, atau
- Sefalosporin generasi 2, 3 iv, atau
- Fluorokuinolon respirasi iv
Dengan faktor modifikasi
- Sefalosporin generasi 2, 3 iv
- Fluorokuinolon respirasi iv
Bila dicurigai desartai infeksi bakteri atipik ditambah makrloid
baru
Ruang rawat intensif Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
Sefalosporin gen. 3 iv non pseudomonas ditambah makrolid
43
baru atau fluorokuinolon respirasi iv
Ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
- Sefalosporin antipseudomonas iv atau karbapenemiv
ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas (siproflaksasin)
iv atau aminoglikosida iv
- Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik:
Sefalosporin antipseudomonas iv atau carbapenem iv
ditambah aminoglikosida iv, ditambah lagi makrolid baru
atau fluorokuinolon respirasi iv
Tabel 4. Terapi pneumonia komuniti menurut IDSA 2000, Canada 2000 dan ATS 2001
IDSA 2000 Canada 2000 ATS 2001
Pasien
rawat
jalan
Makrolid atau doksisiklin atau
fluorokuinolon
Tanpa faktor modifikasi
- makrolid atau doksisiklin
Dengan faktor modifikasi
- makrolid baru
- fluorokuinolon respirasi
- amoksilin / klavulanat +
makrolid
Tanpa penyakit
kardiopulmoner atau
faktor modifikasi:
- makrolid/doksisiklin
Dengan penyakit
kardiopulmoner atau
faktor modifikasi:
- beta laktam:
amoksilin dosis tinggi
Amoksilin /
klavulanat atau
parenter al seftriakson
+ makrolid atau
doksisiklin atau
fluorokuinolon
respirasi saja
Pasien Sefalosporin gen. 3 + makrolid
atau beta- laktam / penghambat
Fluorokuinolon respirasi atau Tanpa penyakit
kardiopulmoner atau
44
rawat
inap
betalaktamase + makrolid atau
fluorokuinolon saja
gen. 2, 3 atau 4 + makrolid faktor modifikasi:
- beta-latktam iv +
makrolid iv /
doksisiklin atau
- Fluorokuinolon iv saja
(anti pneumokokus)
Dengan penyakit
kardiopulmoner atau
faktor modifikasi:
- Azitromisin iv saja
jika alergi: dosisiklin,
beta-laktam atau
fluorokuinolon saja
(anti pneumokokus)
Pasien
ruang
rawat
intensif
Sefalosporin gen.3 atau 4 atau
penghambat beta-laktamase +
fluorokuinolon atau makrolid
Dengan resiko pseudomonas:
- Fluorokuinolon respirasi iv
+ sefotaksim, seftriakson
atau penghambat beta-
laktamase
Dengan resiko pseudomonas:
- Fluorokuinolon anti
pseudomonas + beta-
laktam anti pseudomonas
atau aminoglikosid
Tanpa resiko
pseudomonas:
- beta-latktam iv +
- Makrolid azitromisin
iv atau fluorokuinolon
iv
Dengan resiko
pseudomonas:
- Beta-laktam anti
pseudomonas iv +
fluorokuinolon anti
pseudomonas iv atau
beta-laktam anti
pseudomonas iv +
aminoglikosid +
makrolid (azitromisin)
iv atau fluorokuinolon
45
nonpseudomonas iv
Terapi Sulih (Switch Therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sedapat mungkin dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral
dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi
nosokomial, perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang deberikan
secara iv dan antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sekuensial
(obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi berbeda) dan step down (obat sama, potensi
lebih rendah).(1)
Contoh:
Terapi sekuensial: levofloksasiniv, moksifloksasin iv, gatifloksasin iv ke obat yang sama per oral
Switch over: seftsidin iv ke siprofloksasin oral
Step down: amoksilin, cefuroksim, cefotaksim iv ke cefiksim oral
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan
penderita dapat berobat jalan.
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti:
Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
Penderita sudah tidak panas kurang lebih 8 jam
Gejala klinik (misal: frekuensi pernapasan, batuk) membvaik
Lekosit menuju normal / normal
Evaluasi Pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kembali
diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan kuman penyebabnya, seperti dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Penderita yang tidak respons dengan pengobatan empirik yang telah diberikan
Penderita yang tidak respons dengan pengobatan empirik yang telah diberikan
46
Salah diagnosis Diagnosis sudah benar
- Gagal jantung
- Emboli
- Keganasan
- Sarkiodosis
- Reaksi obat
- Perdarahan
Faktor penderita:
- Kelainan lokal
(sumbatan oleh benda
asing)
- Respons penderita
yang tidak adekuat
- Komplikasi:
1. Super infeksi paru
2. Empiema
Faktor obat:
- Salah memilih obat
- salah dosis / cara
pemberian obat
- Komplikasi
- Reaksi obat
Faktor Kuman:
- Drug-resistant
terhadap obat
- Kuman patogen yang
lain
- Bakteri
(mikrobakteria atau
nokardia)
- nonbakterial (jamur
atau virus)
Prognosis
pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, kuman penyebab dan penggunaan
antibiotik yang adekuat dan optimal. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat. Menurut Infectious Disease Society of America (IDSA) angka
kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas (menurut PORT) yaitu kelas I 0,1% dan
kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8% kelas IV 8,2 % dan kelas V 29,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa meningkatnya resiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan
resiko kelas (tabel 5.). di RDUD Dr. Soetomo angka kematian 20 – 35% sedangkan di RS Persahabatan
penumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, 1999 adalah 21%(3)
47
Tabel 5. Derajat skor resiko menurut PORT
Kelas resiko Total skor Mortaliti (%) Perawatan
I Tidak diprediksi 0,1 Rawat jalan
II ≤ 70 0,6 Rawat jalan
III 71 - 90 2,8 Rawat inap / jalan
IV 91 - 130 8,2 Rawat inap
V >130 29,2 Rawat inap
Pencegahan
a. Pola hidup sehat termasuk berhenti merokok
b. Vaksinasi (Vaksn pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu dilakukan
penelitian tentang efektifitasnya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan resiko
tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik, diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll.
Vaksinasi yang ulang direkomendasi setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara
lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.
IV.4 PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di
rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan
dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia
nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x
pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-
50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami
bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif
(IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan
48
meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan
bertambah rata-rata 7-9 hari.(5)
Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang dirawat. Lebih
kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan angka kejadian
pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20 – 30%.
Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan
dengan rumah sakit yang kecil. (5)
4.4.1 DEFINISI
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit
dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia
(VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. (4,5)
4.4.2 ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial
dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae,
Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti
Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur,
kuman anaerob dan virus jarang terjadi.(4,8)
Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan
antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan
pemerintah serta angkanya sangat bervariasi. Data dari RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo (lihat
Lampiran I) hanya menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini belum dapat
dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat tidak dilakukan foto toraks pada saat
pasien masuk ruang rawat intensif.
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif
misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.
49
4.4.3 PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi
apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke
dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia
lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami pneumonia
nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian
bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan
proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor
risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau
pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan
Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian
atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia. (11,12)
50
4.4.4 FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di
rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur
lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis (3)
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu
torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
51
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap
Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh,
pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian
penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan
kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri
gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung
dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid /
penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
• Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
• Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas,
selang makanan, selang infus, kateter dll
• Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
• Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
• Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
4.4.5 DIAGNOSIS
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia
nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
52
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
• Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38oC (9)
- sekret purulen
- leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat
paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ
yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
4.4.6 Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari
selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan
biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan ≥ 106
colony-forming units/ml dari sputum, ≥ 105 – 106 colony-forming units/ml dari aspirasi
endotrracheal tube, ≥ 104 – 105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , ≥
103 colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml
dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda
(lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada >
20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat
lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
53
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara
invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus
dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi
transtorakal.
54
55
4.5 TERAPI ANTIBIOTIK
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan
pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis
harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi
saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang
berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons
klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji
kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang
memuaskan.
Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan
semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004
56
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS /
IDSA 2004)
Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik
untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada
ATS/IDSA 2004)
57
58
Gambar 3. Skema terapi empirik untuk HAP dan VAP
5.1 LAMA TERAPI
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan
P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka
lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan
Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari. (9)
5.2 RESPONS TERAPI
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons klinis
terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik dalam
kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian antibiotik empirik
mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik
tidak akan mengubah mortaliti tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak
memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis
59
berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten,
virulensi dan keadaan lain). (6,7,8)
Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan sesudah terapi
dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil mikrobiologis dapat berupa: eradikasi
bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau infeksi persisten.
Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis yang diukur
dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik. Pada pasien yang
memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto
toraks memburuk maka kondisi klinis pasien perlu diwaspadai.
5.3 .Penyebab Perburukan
Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk diantaranya kasus-kasus yang
diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik,
Beberapa penyakit noninfeksi seperti gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru , pneumonia
aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP. (2)
Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu mekanis yang lama,
gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat paru bilateral, pemakaian antibiotik sebelumnya
dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakteri, resistensi
kuman sebelum dan selama terapi terutama P.aeruginosa yang diobati dengan antibiotik tunggal. Hasil
buruk dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau bakteri yang telah resisten
dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh patogen lain seperti M.tuberculosis, jamur dan
virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan pada pemberian antibiotik.
Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru dan empiema. Pada
beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang bersamaan seperti sinusitis, infeksi
karena kateter pembuluh darah, enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat dapat
menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ multipel.
60
5.3.1 Penilaian kasus tidak respons
Gambar 4. Berbagai kemungkinan penyebab tidak terjadi perbaikan
klinis setelah pengobatan antibiotik(3)
5.3.2 Evaluasi Kasus Tidak Respons
Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal perlu dilakukan
evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding dan melakukan pengulangan pemeriksaan
kultur dari bahan saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan bronkoskopi. Jika hasil
kultur terlihat resisten atau terdapat kuman yang jarang ditemukan maka dilakukan modifikasi terapi. Jika
dari kultur tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses noninfeksi. Pemeriksaan lain adalah foto
toraks (lateral dekubitus) USG dan CT scan dan pemeriksaan imaging lain bila curiga ada infeksi di luar
paru seperti sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli paru dengan infark.(5)
5.3,3 Pencegahan Pneumonia Nosokomial
1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung
61
• Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan
berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug
resistant (MDR)
• Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan
topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia
nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien
misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini
masih membutuhkan survailans mikrobiologi
• Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat
melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan
risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan.
• Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya
metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di
lambung.
• Anjuran untuk berhenti merokok
• Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza
2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
• Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi isi
lambung
• Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
• Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal
• Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam
saluran napas bawah
• Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui
selang makanan ke usus halus
3. Pencegahan inokulasi eksogen
• Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk
menghindari infeksi silang
• Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya
alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
• Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur
• Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi
62
• Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang
makanan , jarum infus dll
4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
• Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
• Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
• Mobilisasi sedini mungkin
5.3.4 PROGNOSIS (3,4,5)
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter
spp. atau MRSA)
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan usus
63
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat
intensif RS Persahabatan tahun 2004
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif
RS Dr. Soetomo tahun 2002
64
5.3.5 Pembagian pneumonia nosokomial menurut The Japanese Respiratory Society (2004)
1. Kel I : Pasien pneumonia ringan atau sedang tetapi tanpa faktor risiko
2. Kel II : Pasien pneumonia ringan dengan 1 atau lebih faktor risiko
3. Kel III : Pasien pneumonia sedang atau berat dengan 1 atau lebih faktor risiko dan pasien pneumonia
berat dengan atau tanpa faktor risiko
4. Kel IV : Pasien dengan kondisi spesifik
a. Netropenia
b. Immunosupresi seluler
c. Immunosupresi humoral
Keterangan :
Faktor risiko :
1. CVD
2. Penyakit saluran napas kronik
3. Gagal jantung
4. Diabetes, gagal ginjal, penyakit hati kronik
5. Pemakaian penghambat H2 atau antasid
6. Pemakaian antibiotik jangka lama
7. Umur ≥65 tahun
8. Keganasan
65
Pembagian kriteria pneumonia ringan-sedang-berat menurut
The Japanese Respiratory Society (2004)
66
Pengobatan empirik pneumonia nosokomial menurut the Japanese Respiratory Society (2004)
67
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari brokiolus terminalis yang
mencangkup bronkiolus respiratorius dan alvioli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
ganguan pertukaran gas setempat, Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa, data dari kepustakaan luar negeri, pneumonia yang didapat di
masyarakat (community- acquired pneumonia atau pneumonia komuniti) banyak disebabkan gram positif ,
sebaliknya pneumonia yang didapat dirumah sakit ( hosspital- acquired pneumonia atau pneumonia
nosokomial) banyak disebabka bakteri gram negatif. Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru
dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli
paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal Onset dan lamanya batuk,demam atau dingin
menggigil(2)
Warna dan konsistensi sputum, Tanda dan gejala: Onset mendadak dingin, menggigil.
Data Objektif
• Takipneu
• Gerakan dada nyeri dan terbatas pada daerah yang sakit
• Palpasi toraks untuk memeriksa ekspansi yang terbatas dan peningkatan vokal fremitus pada daerah
yang terkena
• Auskultasi untuk memeriksa:
1 Suara pernafasan yang meningkat intensitasnya: suara bronkovesikuler, atau bronchial pada daerah
yang terkena.
2 Suara Pernafasan tambahan ronkhi inspiratoir, pada sepertiga akhir inspirasi.
Diagnosa pnemonia bakterialis ditegakan bersdasar pada anamnesa pasien,infiltrat parenkim pada foto
thoraks.Leukositosis dan kultur sputum.Hipoksemia dan asidosis repiratoris.Pemeriksaan mikroskopik
Sputum dapat membatu penegakan diagnosis :
• Analisa warna sputum:
1 Mukoid tidak berwarna atau jernih proses noinfeksi.
2 Kuning kream: Stafilokokus pnemonia
3 Hijau: Psedomonas Pnemonia
4 Curent jelly: Klebisela Pnemonia
68
5 Berkara: Pneumokokal pneumonia
• Konsituen yang menunjukan infeksi meliputi: polimorfonuklear dan sel-sel epitel bersilia pada bronkus
yang merupakan indek terhadap kerusakan epitel bronchial.
Tatalaksana(4,5,6,7)
- Mortalitas 15 sampai 50% dan ini tergantung pada:
1. Virulensi organisme
2. Daya tahan tubuh
3. Berat atau ringan penyakit dasarnya
- 50% dari nonhospital aquired pneumonia resistence dengan penisilin-G. dosis penisilin-G 3.6 sampai
20.000.000 U/ hari. I.M / I.V
- Bila kebal terhadap penisilin dapat diberi:
1. oksasilin: 4-8 gram / hari
2. kloksasilin: 4-8 gram / hari
3. ampisilin di rusak oleh penisilinase dan tidak boleh di pakai bila organisme tidak peka oleh
penisilin
4. linkomisin: 2,4-2,8 gram / hari I.U
5. Klidamisin: 1,2 gram / hari
Obat obat bakteriostatik: tetrasiklin, novobiosin, eritromisin
~ Vankomisin:
- seluruh stafilokok peka secara invitro
- pemberian intravena dan kurigian nya sering terjadi flebitis (50%) juga dapat terjadi rash, panas
dan nefrotoksik
- dosis 2-3 gram / 24jam dapat di beri tiap 6 jam
~Kanamisin:
- “Anti Stafilokok”
- nefotoksik dan ototoksik
- dosis toltal 10 gram dapat mengurangi kerusakan pada ginjal dan nevus VIII
- Dosis: 1,5 sampai 2 gram / hari dengan dosis maksimal, 14 – 20 gram untuk orang dewasa
~ Basitrasin :
- Pada bayi dan anak kecil lebih rendah toksisitasnya
- I.M / intratekal
69
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN.
Nama : Tn. Muhamad Yusuf
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Teratai RT 07/ 03 Jati Rahayu
Agama : Islam
Suku : Betawi
Bangsal : mawar
NRM : 03247031
Pekerjaan : Buruh bangunan
Status : Menikah
Masuk RS : 2 Agustus 2011
ANAMNESIS. (Autoanamnesis pasien, tanggal 3 agustus 2011 pukul 18.00 WIB)
Keluhan Utama : Sesak nafas 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, Batuk Kering,Pusing, nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD bekasi dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS yang dirasakan
tiba-tiba saat pasien sedang berkerja. Sesak dirasakan hilang timbul dan semakin hari menetap dan
semakin sering muncul, Keluhan sesak nafas tidak disertai adanya suara nafas berbunyi (mengi)
atau mengorok, juga tidak disertai adanya bengkak-bengkak pada kedua tungkai serta kebiruan
pada ujung-ujung jari maupun sekitar mulut.Selain keluhan sesak pasien juga mengeluhkan batuk
sejak ± 3 bulan SMRS, Batuk berdahak berwarna putih dan tidak berubah warna dan tidak ada
darah. Sejak ± 3 bulan sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak kunjung membaik, Pasien juga
mengalami demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan naik turun yang cukup
tinggi, siang sama dengan malam. Panas badan tidak disertai kejang maupun penurunan
kesadaran. Pasien juga mengeluhkan pusing di kepala sebelah kanan, pasien juga mengeluh nyeri
70
dibagian ulu hati dan mual, Riwayat asma, atopi, darah tinggi dan sakit gula disangkal, pasien
mengaku tidak ada perubahan pada berat badan pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan sesak napas sebelumnya disangkal, Riwayat asma, alregi,darah tinggi dan diabetes
disangakal. Riwayat sakit paru dan mengkonsumsi obat paru dalam jangka waktu lam disangkal,
pasien baru kali ini dirawat di RS
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dalam keluarga pasien ( tinggal serumah ) dengan pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang
sama, lingkungan sekitar rumah pasien (tetangga) berdasarkan pengakuan pasien tidak ada yang
menunjukan gejala yang sama dengan pasien. Orang tua pasien tidak pernah menderita hal yang
sama begitu juga dengan saudara kandung pasien dan anak serata istri pasien, riwayat darah
tinggi, asma, diabetes dalam keluarga disangkal
Riwayat Kebiasaan Pribadi :
Pasien berkerja sehari- hari nya sebagai buruh bangunan selama 20 tahun dan tidak pernah
memakai masker atau alat pelindung diri lainnya, Pasien mempunyai riwayat merokok yang lama
± 35 tahun, sejak pasien berumur 20 tahun dan baru berhenti ± 1 minggu terakhir, dalam satu hari
pasien menghabiskan 1- 2 bungkus rokok, pasien tidak mengkonsumsi alkohol
71
III. PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 70x / menit, reguler, isi cukup.
Pernafasan : 44 x / menit.
Suhu : 37,7ºC
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 162
IV. PEMERIKSAAN FISIK LAINNYA
Kepala : normocephal, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : conjungtiva anemis (+/+), sclera icterik (-/-), reflek cahaya (+/+),
Telinga : simetris kiri dan kanan, discharge (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (+/+), sekret (-/-), septum deviasi (-/-).
Mulut : Perioral sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (+)
Thoraks Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi interkostal (-)
Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis.
Cor Inspeksi : ichtus cordis tidak terlihat. Palpasi : ichtus cordis tidak teraba Perkusi : batas
jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis. Palpasi : fremitus kanan dan kiri simetris.
Perkusi : sonor, kiri = kanan Auskultasi :bronko vesikuler, rhonki basah kasar (+/+), wheezing
(-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (+)
Auskultasi : bising usus (+) 3x/ menit
72
Perkusi : timpanin nyeri perkusi (+) di regio epigastrium dan hipokondrica dextra, nyeri ketok
CVA (-/-), Acites (-)
Palpasi : perabaan hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di regio epigastrium dan
hipokondrica dextra
Extermitas : akral hangat --/--, edema -- /-- , motorik 5555/5555
PENERIKSAAN PENUNJANG
Lab tanggal 2/8/2011 Mikrobiologi tgl 2/8/2011
LED 140 mm BTA 1x Tidak Ditemukan
Leukosit 12 ribu/ ul
Netrofil Segment 90 %
Limfosit 7 % Kimia Klinik tgl 3/8/2011
Eritrosit 3,46 Juta/ul Protein Total 5,82 g/dl
Hb 10,9 g/dl Albumin 1,95 g/dl
Ht 29,7 % Globulin 3,87 g/dl
GDS 118 mg/dl
K 3,3 mmol/L
RONTGEN
Thorax Foto
Cor : normal
Pulmo : tampak bercak-bercak infiltrat parahilus kanan-kiri dan ada perselubungan di daerah basal
paru terlebih di paru kanan
Kesan : PPOK dengan Bronkopneumonia
73
V. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan darah rutin ( Hb, Ht, leukosit) hitung jenis
- Faal paru spirometri
- EKG
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : PPOK dengan bronkopneumonia
Diagnosis Banding : Asma persisten sedang , CHF
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
1. O2 3 liter/ menit sampai sesak hilang
2. RL / 12 jam
3. Ceftriaxone 2x 1 gr
4. Rantin 2x1 gr
5. Kalmetason 2x4 mg IV
6. OBH 3x 1 C
DISKUSI
ANAMNESIS
Dari anamnesis didapatkan:
1.Sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak napas muncul karena dipicu oleh kegiatan kerja atau
aktivitas, tidak disertai adanya suara nafas berbunyi mengi atau mengorok dan tanpa bengkak
pada kedua tungkai ataupun kebiruan pada ujung-ujung jari dan sekitar mulut.
2.Batuk berdahak sejak ± 6 bulan SMRS , warna dahak putih dan agak sedikit kental, batuk
berdahak tanpa disertai adanya darah.
3.Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun yang cukup
74
tinggi, siang sama dengan malam. Panas badan tidak disertai kejang maupun penurunan
kesadaran.
4.Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan.
5.Di keluarga tidak ada yang mengidap penyakit batuk-batuk lama ataupun sesak napas.
6. Pasien mempunyai riwayat merokok yang cukup lama yaitu ± 35 tahun, dengan menghabiskan
kira- kira 1-2 bungkus sehari.
7. Pasien juga mengeluh demam, pusing kepala sebelah kanan dan nyeri di bagian ulu hati
PEMERIKSAAN FISIK:
• Pernapasan cuping hidung (+/+)
• Rhonki (+/+)
RONTGEN Tanggal 30/07/2011
Thorax Foto
Cor : normal
Pulmo : tampak bercak-bercak infiltrat parahilus kanan-kiri dan terdapat perselubungan di basal
paru sebelah kanan
Kesan : PPOK dengan Bronkopneumonia
75
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 2/8/2011
LED 140 mm BTA 1x Tidak Ditemukan
Leukosit 12 ribu/ ul
Netrofil Segment 90 %
Limfosit 7 % Kimia Klinik tgl 3/8/2011
Eritrosit 3,46 Juta/ul Protein Total 5,82 g/dl
Hb 10,9 g/dl Albumin 1,95 g/dl
Ht 29,7 % Globulin 3,87 g/dl
GDS 118 mg/dl
K 3,3 mmol/L
DIAGNOSIS
1. Diagnosis pneumonia dapat ditegakkan bila ditemukan paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut:
- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung atau retraksi epigastrik
- Ronki basah sedang nyaring
- Demam
- Pada foto torak tampak infiltrat
- Lekositosis Pada pasien ini terdapat gejala sesak napas diserta pernapasan cuping hidung adan
retraksi epigastrik, demam, adanya ronki basah sedang nyaring, dan adanya gambaran bercak-
bercak infiltrat parahilus kanan-kiri pada rontgen thorax. Sehinga memenuhi kriteria
ditegakkannya diagnosis bronkopneumonia.
2. Dari anamnesis di dapatkan riwayat merokok yang lama dan diduga juga terdapat riwayat
terpajan polutan yang cukup lama dikaitkan dengan pekerjaan sehari- hari pasien, keluhan batuk
berdahak 3 bulan , Suara nafas normal vesikular lemah diduga pasien juga menderita PPOK
PROGNOSIS
Tergantung etiologi, berat penyakit, dan usia.
76
PENATALAKSANAAN.
Penatalaksaan umum
1. O2 3 liter/ menit sampai sesak hilang 7. Metilprednisolon 2x 62,5
2. RL / 12 jam 8. Nebulazer ( ventoline, bisolfone, prokaterol)
3. Ceftriaxone 2x 1 gr
4. Rantin 2x150 mg
5. Kalmetason 3x 1 amp IV
6. OBH 3x 1 C
Penatalaksanaan khusus
mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama
karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya
pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Pemberian
antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
Antibiotik
Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman yang dicurigai. Bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
Ampisilin 2 x 200 mg iv Ampisilin (100mg/kgbb/hari iv) Pneumonia ringan
beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin
kotrimoksazol makrolid (eritromisin) Antibiotika selanjutnya tergantung dari pemantauan
terhadap respon 24-72 jam pengobatan. Apabila mangalami perbaikan teruskan sampai 3 hari
klinis baik, sedangkan apabila bertambah berat/ tidak ada perbaikan ganti antibiotik sesuai bakteri
penyebab
Prinsip penatlaksanaan Eksaserbasi PPOK
1. Optimalisasi pebggunann obat- obatan
a. Bronkodilator
o Agonis ɮ2 kerja singkat kombinasi dengan antikolinergik melalui inhalasi (nebulazer)
o Xantin IV sistemik
b. Kortikosteroid sistemik
77
c. Antibiotik
o Golongan makrolid baru ( Azitromisin, Roksitromisin, Klaritromisisn)
o Golongan Kuinolon respirasi
o Sefalosporin generasi III/IV
d. Mukolitik
e. Ekspektoran
2. Terapi oksigen
3. Terapi Nutrisi
4. Rehabilitasi fisis dan respirasi
5. Evaluasi Progresifiti penyakit
6, Edukasi
Anjuran :
Tidak merokok lagi (STOP rokok) dan menghindari tempat- tempat yang penuh asap kendaraan
atau asap rokok,
Latihan fisik untuk meningkatkan kemampuan otot pernfasan dirumah : jalan,jogging, naik sepeda
15- 30 mnt selama 4-7 hari/minggu
Pemberian komposisi nutrisi yang seimbang ( diet tinggi lemak- rendah karbohidrat)
Latihan pernafasan
78
LEMBAR FOLLOW UP
S O LAB A PHari 2
rabu
3/8/2011
Sesak nafas +
ber(-), dahak
warna putih
kekuningan (+),
nyeri ulu hati
(+), mual (-),
pusing (-)
TD :
110/70mmHg
N : 85x/mnt
RR : 44x/mnt
S : 37,7º C
Mata : CA +/+
SI -/-
Thorak :
I : pergerakan
dinding dada
saat bernafas
simetris
kanan- kiri
P : SN
vesikuler,
WH-/-, RH
+/+, jantung :
BJ I.II reg, M
(-), G(-)
Abdomen :
I : datar, supel
P: nyeri tekan
(+) diregio
epigastrium
(+)
Palpasi hati
dan limpa
tidak teraba
P : Nyeri
ketok CVA
-/-, nyeri
Periksa
sputum (-)
LED 140
Leukosit 12
Hb 10,9
Ht 29,7
GDS 118
Klaium 3,3
PPOK
Dan
Bronkopneumonia
RL/ 12 jam
Ceftriaxone
2x1 gr
Ranitidin 2x1,
kalmetason
2×4
OBH 3x 1 CC
79
perkusi (-),
acites (-)
Ekstremitas :
Oedem : --/--
Akral hangat
--/--
Hari 2
kamis
4/8/2011
Sesak nafas (-),
batuk (+) dahak
sedikit kental
berwarna
bening,nyeri uli
hati (-), pusing
kepala (-),mual
TD :
120/80mmHg
Nadi :
80x/mnt
RR : 22x/mnt
RR : 36,2
Mata : CA-/-,
SI -/-
Thorak :
paru : SN
vesikuler, WH
-/-.Rh +/+
Jantung : BJ
I,II reg m (-),
G(-)
Abdomen :
datar, supel,
nyeri palpasi
(-), nyeri
ketok CVA
-/-, nyeri
perkusi (-),
acites (-)
Ektremitas :
oedem --/--,
akral hangat
--/--
Hasil lab
tgl
3/8/2011
Protein
total 5,82
Albumin
1,95
Globulin
3,87
PPOK dan
Bronkopneumonia
RL /12 jam
Mukolitik :
ambroxol 3x1
Antibiotik :
ceftriaxone 2x 1
gr IV
Antiinflamasi :
Metilprednisolon
(2x 62,5) IV
Ranitidine 2x 1
amp
Nebulazer
(golongan
antikolenergik
dikombinasi
Hari 3 Sesak nafas (-), TD : BTA 1x PPOK dengan Mukolitik :
80
jumat, 5
agustus
2011
batuk (+) dahak
berkurang,nyeri
uli hati (-),
pusing kepala
(-),mual (-)
120/70mmHg
Nadi :
84x/mnt
RR : 25x/mnt
RR : 37,2
Mata : CA-/-,
SI -/-
Thorak :
paru : SN
vesikuler, WH
-/-.Rh +/+
Jantung : BJ
I,II reg m (-),
G(-)
Abdomen :
datar, supel,
nyeri palpasi
(-), nyeri
ketok CVA
-/-, nyeri
perkusi (-),
acites (-)
Ektremitas :
oedem --/--,
akral hangat
--/--
Tidak
Ditemukan
bronkopneumonia
perbaikan
ambroxol 3x1
Cefixime 2 x 50
mg
Ranitidine 2x
150 mg
Analisa Kasus
Dari anamnesis, yang mendukung diagnosis PPOK dengan bronkopneumonia adalah pasien
mengalami sesak, demam, batuk berdahak. Selain itu pada pemeriksaan fisik di dapatkan frekuensi
pernapasan yang cepat (44 x/menit), terdapat pernapasan cuping hidung, suhu yang naik (37,7ºC).
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil LED meningkat 140 mm/jam yang
mendukung diagnosa PPOK dan hasil lekositosis yang mendukung ke arah bronkopneumonia
81
bakterial, dan pada hasil foto thoraks juga mendukung diagnosis bronkopneumonia, dengan di
dapatkannya gambaran bercak infiltrat dan perselubungan di basal paru bagian kanan, juga
penigkatan corakan bronkovaskular yang mendukung diagnosa PPOK
Pasien ini di indikasikan untuk di rawat inap, dengan alasan pertimbangan usia pasien dan terdapatnya
beratnya penyakit (ada sesak napas sebagai salah satu tanda bahaya). (1). Penatalaksanaan pada pasien
ini berupa pengobatan kausal dengan antibiotik, antibiotik yang di berikan adalah Ceftiaxone (golongan
sefalosporin generasi 3) yang di berikan dengan dosis 2 x 1 g secara intravena
Tindakan suportif meliputi pemberian cairan intravena (RL/ 12 jam), terapi oksigen (o2 nasal 3 lpm),
keluhan batuk diberikan OBH sirup 3x1 C dan sesaknya di lakukan inhalasi (menngunakan fentolin ,
pulmicort, bisolvon )
Pasien berespon dengan baik terhadap pengobatan sehingga pada perawatan hari I dan seterusnya
telah di dapati perbaikan terbukti dari gejala klinis yang telah membaik yaitu sesak telah
berkurang, sudah tidak demam dan batuk berdahak yang frekuensinya telah berkurang .
Pasien pulang pada perawatan hari ke III dengan kondisi yang lebih baik, dan saat pulang pasien
di berikan obat batuk ambroxol 3 x 1 cc, antibiotik cefixime 2 x 50 mg, ranitidine 2 x 150 mg,
pasien di sarankan untuk datang kontrol kembali 1 minggu kemudian untuk menilai adanya
eksaserbasi penyakit.
Jakarta , 8 agustus 2011
Dr. Anthony D. tulak SpP
82