34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dll). (1) Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru. (2,3) Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. (4, 5, 6) Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah 1

Pneumonia Lobaris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Presus Anak

Citation preview

Page 1: Pneumonia Lobaris

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan

tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur),

selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau

makanan, radiasi, dll).(1)

Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada

sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada

lobus paru.(2,3)

Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan

anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(4, 5, 6)

Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang berkembang

pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas

yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok

walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan

oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten

terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS

(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan

derajat kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.(2)

B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai

definisi, etiologi dan epidemiologi, patologi dan patogenesis, manifestasi klinis,

diagnosis dan diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosisnya.

1

Page 2: Pneumonia Lobaris

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : An. Jonas Alfa Risky Purbajan

Umur : 1 Bulan 9 Hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Dlikosari Blotongan Sidorejo Salatiga

Tanggal Masuk : 13 Mei 2012

Tanggal Keluar : 20 Mei 2012

B. Anamnesa

1. Keluhan Utama : Batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien batuk sejak 4 hari SMRS, dahak (+), darah (-). Dahak tidak bisa

keluar.

Pilek (+), sesak nafas (+) hari saat masuk RS.

Demam (-), kejang (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-).

Bab cair (+) hari saat masuk RS 2-3 x, warna kuning, lendir (-), darah (-).

Bak (+) normal, menetek (-), minum susu formula (+).

Sudah berobat, diberi obat batuk tapi tidak membaik.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dengan gejala yang sama (-), riwayat alergi (-), riwayat

mondok (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah riwayat TBC luar paru (+).

5. Riwayat Imunisasi

Polio (+), Hepatitis B (+), BCG (+).

6. Riwayat Lingkungan

Asap rokok dirumah (-), ventilasi terbuka.

2

Page 3: Pneumonia Lobaris

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum: Sesak

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital Sign : Heart Rate : 146x/menit

Suhu : 37,30C

Respirasi : 54x/menit

4. BB : 4,9 kg TB : cm Status Gizi : Baik

5. Status Umum

a. Kepala : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-),

nafas cuping hidung (+)

b. Leher : Pembesaran limfonodi (-), JVP ≠ meningkat.

c. Thorax : Simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

ronki +/+, wheezing -/-

d. Abdomen : Simetris (+), distensi (-), peristaltik (+) dbn, supel (+),

nyeri tekan (-), timpani (+)

e. Ekstremitas : Deformitas (-), edema (-), sianosis (-), akral hangat (+)

f. Intergumen : Turgor (+) baik, ikterik (-), sianosis (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Leukosit : 8,5 (4,5-10) . 103/µL

Eritrosit : 3,5 (4,5-5,5) . 106 /µL

Hemoglobin : 10,8 (14-18) g/dl

Hematokrit : 32,7 (40-54) %

MCV : 92,6 (85-100) FL

MCH : 30,6 (28-31) Pg

MCHC : 33,0 (30-35) g/dl

Trombosit : 581 (150-450) . 103 /µL

LED : I Jam : 2 (3-8) mm

: II Jam : 5 (5-18) mm

Hitung Jenis

3

Page 4: Pneumonia Lobaris

Segmen : 54 (36-66)

Limfosit : 38 (22-40)

Monosit : 8 (4-8)

Rontgen Thorax

Cor : Dalam batas normal

Pulmo : Gambaran pneumonia apex dextra, lobaris

E. Diagnosa Sementara

Pneumonia Lobaris Dextra

F. Diagnosis Banding

Bronkopneumonia

ISPA

Bronkitis

Bronkiolitis

G. Terapi

O2 1 L/menit

Inf Kaen 3B µ 12 tpm + drip Aminopilin 24 mg

Inj Dexametason 2x0,2 cc

Inj Cebactam 3x60 mg

Nebul 3x (Ventolin ½ Amp + Flexotid ½ Amp + NaCl 2 cc)

PO : Sanmol mg 50

Epexol mg 2,5 3x1

Colergis tab I

Ketricin mg 0,1

Epexol mg 2,5 3x1

Lasal mg 0,25

4

Page 5: Pneumonia Lobaris

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses

peradangannya ini menyerang lobus paru.(2,6)

Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar

anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya.

Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae,

Pneumococcus, S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV,

influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi

(makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5) Pneumonia hipostatik, (6)

Sindrom Loeffler. (3,4,5)

B. Etiologi

Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri.

Golongan bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus

pneumonia lobaris adalah (3,4,5):

1. Bakteri gram positif

a. Pneumococcus

b. Staphylococcus aureus

2. Bakteri gram negatif

a. Haemophilus influenzae

b. Klebsiella pneumoniae

Bakteri gram positif

1. Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus

pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan

pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak

ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia

5

Page 6: Pneumonia Lobaris

kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia

lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa

dan anak besar.(3,5)

Pneumokokus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya

menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh

virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)

• Patofisiologi

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian

atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung

multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain

yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau bagian-bagian dari lobus,

tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Namun, gambaran pneumonia

lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang

tidak lebih sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan yang

ditandai dengan banyak daerah konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas

yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang permanen.(5)

Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau

saliva (droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena

adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan

menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :

1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang

berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakteri dalam

jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.

2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah,

fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang

terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.

3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)

6

Page 7: Pneumonia Lobaris

Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu

karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan

permukaan pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap

pneumococcus. Kapiler tidak lagi mengalami kongesti.

4) Resolusi (7 s/d 11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,3,5)

Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada pneumonia lobaris adalah

bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda dengan bronkopneumonia dimana

penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan

ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang

mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,3)

• Gambaran Klinis

Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel

serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai

39oC atau lebih. Anak sangat gelisah, dispneu. Kesukaran bernafas yang

disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas

ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan

yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah

supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang

ditemukan, tapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta

sputum yang berwarna seperti karat (dahak berdarah). Lebih lanjut lagi bisa

terjadi efusi pleura dan empiema, dimana keadaan ini dapat menyebabkan

ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat

dengan gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup

pada daerah efusi dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan. Suara

bronkial sering ditemukan tepat di atas batas cairan dan pada sisi yang tidak

terkena.(3,5,8)

Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Tanda-

tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit. Pada

7

Page 8: Pneumonia Lobaris

perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada

auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.(3,5)

• Diagnosis

Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk

dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan

jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan prognosis

penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun. (3,5,8)

Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan

aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien,

pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi nasofaring, tapi penemuan ini tidak

dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat, karena 10-15% populasi

mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun,

isolasi bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnosa infeksi.

Bakteremia ditemukan pada sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia

pneumokokus. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik dan biakan.(3,5,8)

Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada satu atau beberapa

lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi sebelum

konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan fisik. Konsolidasi lobus pada

anak yang lebih tua tidak sesering pada bayti dan anak muda. Foto Roentgen

dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pneumotoraks, atelektasis,

abses paru, pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum, atau

perikarditis.(3,5)

• Diagnosa banding

Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri

lain atau virus tanpa pemeriksaan mikrobiologi yang tepat. Keadaan-keadaan

yang mungkin merancukan antara lain bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal

jantung kongestif, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru dan

tuberkulosis.(3,5)

• Komplikasi

8

Page 9: Pneumonia Lobaris

Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi

tidak lazim, walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh

mikroorganisme lain pada temapat yang sama. Komplikasi yang sering terjadi

ialah empiema, yang terjadi sebagai akibat dari perluasan infeksi pada

permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibanding pada anak

yang lebih tua.(3,5,8)

• Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan

pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak,

pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000

unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan kloramfenikol 50-75

mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas

seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak

sampai 2 hari setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita

alergi penisilin maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. .(3,5,9)

Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk

mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan

penyakit ini. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan

NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10 mEq/500

ml botol infus. Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran

bernafas sebelum menjadi sianosis.(3,5,8)

• Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini

pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat

bakteri pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang

menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama

juga menjadi rendah.(3,5)

9

Page 10: Pneumonia Lobaris

2. Staphylococcus aureus

Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang

cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak

segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang

berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit

bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4,7)

Seperti pada infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering

didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada

umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di

bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini

terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain-

strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai

antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah

dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada

saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran

stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi

penyakit.(5)

• Patofisiologi

Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya

hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Koagulase akan mengadakan

interaksi dengan suatu faktor plasma untuk menghasilkan suatu zat aktif yang

mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan selanjutnya menyebabkan

pembentukan koagulan.(8)

Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat fibropurulen

tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni stafilokokus,

lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk

trombus-trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan

peradangan luas.(5,8)

• Gambaran Klinis

10

Page 11: Pneumonia Lobaris

Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang

disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran

pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari sampai 1 minggu.

Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda kesukaran

pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi dada

dan subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa

penderita dapat mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan

muntah-muntah, anoreksia, diare serta distensi abdomen.(3,5,8)

Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan

yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila

terjadi efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-

getaran suara yang berkurang pada auskultasi.(3,5,7)

• Diagnosis

Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel

polimorfonuklear, pada bayi muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran

normal. Bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya buruk, sering ditemukan

adanya anemia ringan sampi sedang. Biakan didapatkan dari aspirasi trakea

atau pungsi pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan gambaran kokus gram

positif dalam kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak

bernilai diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura

menunjukkan adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar

dari 300 – 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah

yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah.(5)

Gambaran radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya

terbatas, atau dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus paru atau

hemitoraks.(5,8)

• Diagnosis banding

Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar

dilakukan. Mulainya yang mendadak dan penjelekan gejala yang cepat harus

11

Page 12: Pneumonia Lobaris

dipertimbangkan disebabkan oleh stafilokokus sampai terbukti lain. Riwayat

furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses payudara ibu harus

dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini. Pneumonia bakteri lain yang

menyebabkan empiema atau pneumatokel dapat merancukan diagnosa,

termasuk pneumonia streptokokus, klebsiella, H. influenza, pneumonia

pneumokokus dan tuberkulosis dengan kaverna. Kadang-kadang aspirasi benda

asing yang tidak radioopak dapat memberikan gambaran klinis dan radiologis

yang sama.(5)

• Komplikasi

Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering

ditemukan bersama pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari

perjalanan alamiah penyakit dan bukan sebagai komplikasi. Lesi septik di luar

saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali pada bayi muda, yang padanya dapat

terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis multipel

stafilokokus pada jaringan lunak.(5,8)

• Penatalaksanaan

Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan

nanah, pemberian oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara intravena.

Kadang-kadang dapat diperlukan bantuan ventilasi.(5)

Terapi pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten

penisilase (misal : nafsilin) 200 mg/kgBB/hari secara intra vena atau

seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau dengan ampicilin 100

mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari, pada neonatus. Pada bayi dan

anak-anak antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari

secara intra vena dengan lama pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada

pneumonia stafilokokus sangatlah penting karena telah banyak yang resisten

terhadap beberapa antibiotika, namun mengingat cepatnya perjalanan penyakit

maka dianjurkan untuk memberikan antibiotika spektrum luas yang kiranya

12

Page 13: Pneumonia Lobaris

belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat penisilinase dapat

diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari secara intra vena.(3,5,9)

Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian

oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk mengurangi sianosis

dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa-pipa drainase

bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di

dalam rongga toraks lebih dari 5 – 7 hari.(5)

• Prognosis

Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan

penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan

bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur

penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.

Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya

harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit

defisiensi imunologis.(3,5)

Bakteri gram negatif

1. Haemophilus influenzae

Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan

pada bayi dan anak-anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi

hemofilus, dan sangat berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis

media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.(5,8)

• Patofisiologi

Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada

tanda roentgenogram dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan

lobus tunggal atau multipel, efusi pleura dan pneumatokel. Penyebaran dari

infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang terinfeksi

memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit

polimorfonuklear ataupun sel-sel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel

13

Page 14: Pneumonia Lobaris

epitel bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan

edema yang disertai dengan perdarahan.(5,6,8)

• Gambaran Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran

klinis yang diakibatkan oleh pneumokokus, pneumonia H. influenza lebih

sering mulai secara tersembunyi dan biasanya perjalanannya lama selama

beberapa minggu. Batuk hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif.

Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran

bernafas, takipnea dan pernafasan cuping hidung.(5)

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi

saat perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial; cairan pleural sering ada

pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,8)

• Diagnosis

Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur

didapatkan dari darah, cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang

memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia relatif.

Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang positif dapat

dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan

pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan (counter

immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air kemih dan

cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila ditemukan adanya

atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya

benda asing.(5,6,8)

• Komplikasi

Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan

termasuk bakteremia, perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis.

Meningitis terjadi pada 15% penderita yang lebih muda pada satu penelitian.(5)

14

Page 15: Pneumonia Lobaris

• Penatalaksanaan

Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia

pneumokokus dan stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol

dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau

seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus dimasukkan sebagai

terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil

penisilinase; jika strain tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100

mg/kgBB/hari saja. Uji kepekaan dan resistensi sangat penting.(5,9)

Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi pleura dan piartrosis.(5)

• Prognosis

Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri

penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar terlalu jauh. Namun

apabila terdapat penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema maka hal

tersebut akan memperburuk prognosisnya.(8)

2. Klebsiella pneumoniae

Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus

respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme

ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella

pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada neonatus. Banyak bayi

mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa memperlihatkan

adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami

sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan

adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat

pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi nosokomial dengan

organisme tersebut.(8)

• Patofisiologi

15

Page 16: Pneumonia Lobaris

Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini

memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan kecenderungan

merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami

nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan

jaringan setempat sudah fibrosis.(7)

• Gambaran Klinis

Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah

kekakuan yang multipel pada onset yang mendadak, demam, batuk yang

produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tiba-tiba, serta dapat terjadi

hemoptisis.(7,8)

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat perkusi

dan adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat banyaknya sekresi pus

pada kavitas paru.(5,7,8)

• Diagnosis

Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya

infiltrasi pada lobus paru dan pleura-pleura yang menonjol. Kultur bakteri yang

positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi paru.(7,8)

• Penatalaksanaan

Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat

dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini.

Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus. Dosis yang

digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam selama

minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara iv/im.

Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas

paru.(3,7,8,9)

Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi

pengembangan parunya.(3,7,8)

16

Page 17: Pneumonia Lobaris

• Prognosis

Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan

parenkim sisa bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.(8)

Pneumonia aspirasi

Aspirasi ini dapat terjadi karena terminumnya minyak tanah atau bensin.

Terdapat 2 teori tentang patogenesisnya, yaitu : (1) kerosene dapat mencapai paru

setelah diabsorpsi di traktus digestivus, (2) aspirasi terjadi sewaktu menelan

kerosen, muntah atau pada saat membilas lambung. Suhu tubuh dapat meninggi

dan kesadaran dapat menurun. Pneumonia aspirasi juga dapat terjadi pada

neonatus, yang sering terjadi ialah adanya aspirasi dari cairan amnion. Pengobatan

simtomatik dan antibiotika sebagai profilaksis, dapat diberikan kombinasi

penisilin atau ampisilin dengan gentamisin. Pada umumnya pembilasan lambung

tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya aspirasi.(3,5)

Sindrom Loeffler

Pada sindrom ini terlihat gambaran foto toraks gambaran infiltrat besar

dan kecil yang tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis miliaris dengan batas

tidak tegas. Infiltrat dapat berpindah-pindah dari satu lobus ke lobus lainnya atau

dari paru satu ke paru yang lain. Infiltrat ini merupakan infiltrat eosinofil oleh

karena dijumpai banyak eosinofil pada infiltrat tersebut. Pada umumnya infiltrat

tersebut dianggap sebagai reaksi alergi terhadap protein asing yang di daerah

tropis dihubungkan dengan migrasi larva cacing Ascaris lumbricoides atau

lainnya, dari usus masuk ke peredaran darah dan paru. Darah menunjukkan

eosinofilia yang meningkat sebesar 40-70%. Penyakit ini biasanya tidak memberat

dan dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.

Pengobatannya terdiri atas antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder dan

antelmintika.(3,5)

Pneumonia hipostatik

17

Page 18: Pneumonia Lobaris

Terjadi karena adanya kongesti pada paru yang lama, misalnya pada

penderita penyakit menahun yang berbaring lama. Kongesti paru bagian belakang

bawah mengakibatkan mudahnya kuman yang biasanya terdapat secara komensal

berkembang biak dan kemudian menyebabkan peradangan pada daerah paru.

Pencegahannya ialah dengan mengubah-ubah posisi berbaring.(3,5)

Pneumonia viral

Pneumonia yang disebabkan oleh virus terutama oleh Respiratory

Syncitial Virus (RSV) dan parainfluenza virus. Pada umumnya patogenesis

terjadinya infeksi tersebut belumdiketahui secara pasti, namun pada infeksi RSV

yang menyebabkan bronkiolitis atau pneumonia didapatkan nekrosis pada epitel

bronkioler dan infiltrate limfosit serta sel mononuclear peribronkioler, kadang

dapat dijumpai penebalan interalveoler dan pengisian ruangan antara alveolus

dengan cairan.(5,10)

Gambaran Klinis

Pada infeksi RSV menyebabkan spectrum penyakit saluran nafas yang

luas. Pada bayi 25-40% infeksi melibatkan saluran pernafasan bagian bawah,

meliputi pneumonia, bronkiolitis dan trakeobronkitis. Gejala klinis dimulai

dengan rinore, sedikit demam, dan gejala sistemik ringan, seringkali disertai

adanya mengi dan batuk. Sebagian besar pasien akan sembuh dalam waktu 1

sampa i2 minggu. Pada penyakit yang berat, dapat terjadi takipnea dan dispnea,

akhirnya dapat terjadi hipoksi yang jelas, sianosis dan apnea. Pemeriksaan fisik

dapat ditemukan adanya mengi, ronki dan suara abnormal paru lainnya yang

menyeluruh. Sinar X pada dada menunjukkan hiperekspansi, penebalan

peribronkial dan berbagai infiltrat berkisar dari infiltrat interstitial menyeluruh

sampai konsolidasi segmental atau lobar.(5,10)

Pada infeksi parainfluenza, gejala yang muncul ialah coryza (rabas

hidung yang muncul banyak sekali), sakit tenggorok, serak dan batuk dengan

atau tanpa sesak (croup). Pada batuk yang menyebabkan sesak, demam

menetap, dengan coryza dan sakit tenggorok yang memburuk. Batuk menyalak

18

Page 19: Pneumonia Lobaris

atau menyerupai suara alat musik tiup dapat diamati dan dapat berkembang

menjadi stridor yang jelas. Penyembuhan terjadi setelah 1 sampai 2 hari,

meskipun kadang dapat terjadi sumbatan pada jalan nafas dan hipoksia yang

progresif. Jika berkembang menjadi bronkiolitis atau pneumonia dapat terjadi

batuk yang progresif disertai mengi, takipnea dan peningkatan produksi

sputum.(5,10)

Diagnosis

Diagnosis infeksi RSV dapat diperkirakan dari keadaan epidemiologik,

misalnya penyakit yang parah pada bayi selama wabah virus RSV dalam

masyarakat. Diagnosis secara pasti ditegakkan dengan isolasi virus dari sekret

saluran pernafasan, meliputi sputum, usapan tenggorok, atau bilasan

nasofaringeal. Virus dideteksi dalam biakan jaringan dan dapat dikebnali

secara spesifik dengan reaksi imunologis menggunakan imunofluoresens,

ELISA, atau teknik lainnya.(10)

Pencegahan dan terapi

Pengobatan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian bawah terdiri

atas terapi pernafasan meliputi tirah baring, hidrasi, pengisapan secret dan

pemberian oksigen serta pemberian anti bronkospastik bila diperlukan. Pada

kasus yang berat, dapat dipertimbangkan pemasangan intubasi dan bantuan

pernafasan. Pada penelitian terhadap pemberian ribavirin aerosol pada infeksi

oleh RSV menunjukkan efek penyembuhan dan perbaikan gas darah. Pada

infeksi virus parainfluenza, terutama pada kasus yang berat, dapat diberikan

glukokortikoid sistemik dosis tinggi.(10)

Upaya pencegahan dapat diberikan vaksin, namun hingga sekarang

vaksin yang efektif untuk mengatasi infeksi tersebut belum ditemukan. Pada

RSV, telah dikembangkan imunisasi dengan glikoprotein permukaan F dan G

RSV yang sudah dimurnikan atau berupa virus hidup, stabil dan sudah

dimusnahkan. Sedangkan pada virus parainfluenza belum dikembangkan

vaksin yang efektif.(10)

19

Page 20: Pneumonia Lobaris

C. Profilaksis

Tindakan profilaksis terhadap pneumonia maupun komplikasi yang

ditimbulkannya dapat dengan pemberian vaksin. Jenis vaksin yang beredar antara

lain : vaksin pneumokokal, vaksin conjugated H. influenza tipe B, vaksin

influenza, dan vaksin varisela.(11)

Dari semua vaksin yang tersedia, sekitar 80-90% adalah vaksin jenis

pneumokokal. Kebanyakan anak-anak di atas 2 tahun dan orang dewasa

mempunyai suatu respon antigen di dalam 2-3 minggu setelah vaksinasi. Sekitar

50% pasien yang divaksinasi timbul keluhan erythema dan/atau rasa sakit di

lokasi suntikan; sekitar 1% timbul demam, mialgia; dan 5 dari 1 juta orang yang

divaksinasi timbul reaksi anafilaksis atau reaksi serius yang lain.(8,11)

Vaksinasi direkomendasikan untuk anak-anak di atas 2 tahun dan pada

orang dewasa dengan resiko tinggi terhadap infeksi pneumokokus atau terhadap

komplikasinya, termasuk juga orang dengan penyakit kardiovaskuler dan paru

yang kronis, gangguan fungsi lien, asplenia, penyakit Hodgkin's, berbagai

myeloma, DM, infeksi HIV, sirosis hepatis, alkolholism, gangguan ginjal,

transplantasi organ, atau kondisi-kondisi lain dihubungkan dengan

immunosuppression dan anak dengan nefrosis.(5,8,11)

Anak dengan penyakit sel bulan sabit atau penyebab lain asplenia perlu

profilaksis dengan penisilin disamping juga dengan vaksin pneumokokal. Infeksi

saluran nafas atas yang rekuren pada anak-anak ( otitis media dan sinusitis) bukan

suatu indikasi untuk vaksinasi. Efek perlindungan vaksin ini masih belum

diketahui. Vaksinasi ulang setelah 5 sampai 10 tahun diindikasikan bagi mereka

dengan resiko tinggi.(11)

20

Page 21: Pneumonia Lobaris

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis bahwa pasien menderita

batuk berdahak sejak 4 hari SMRS, darah (-), pilek (+), sesak (+), demam (-), Bab

cair (+) hari saat masuk RS 2-3 x, warna kuning, lendir (-), darah (-).

Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan keadaan umum sesak,

kesadaran kompos mentis, heart rate 146x/menit, suhu 37,30C respirasi 54x/menit.

Pernapasan cuping hidung (+), ronki (+/+), retraksi (+).

Pemeriksaan laboratorium tidak terdapat peningkatan angka leukosit.

Terdapat sedikit penurunan hemoglobin yaitu 10,8 g/dl. Pada hasil hitung jenis

tidak terdapat peningkatan. Hasil rontgen thorax menunjukkan pneumonia apex

pulmo dextra.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

disimpulkan bahwa pasien mengalami pneumonia apex pulmo dextra, dengan

etiologi

21

Page 22: Pneumonia Lobaris

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman

Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 – 1998, Vol. 32, No. 3,

Penerbit FK UGM, Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.

2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4,

Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal: 709-712.

3. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan

Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.

4. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 1995, hal: 695-705.

5. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi

12, Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.

6. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit

EGC, Jakarta, 1998, hal: 167.

7. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary

Medicine with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co

(Inc.), USA, 1986, pp: 85-105.

8. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California,

1987, pp:1427-1428.

9. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada

Anak, EGC, Jakarta, 2001, hal 496-522.

10. isselbacher, et al, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13,

Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.

11. Shah Ira, Pneumonia in Children, http://

www.pediatriconcall.com/fordoctor/DiseasesandCondition/Faqs/Pneumonia.a

sp, 2001.

22