Upload
twinda
View
35
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Repost.
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia termasuk dalam infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dan merupakan ISNBA yang paling sering ditemukan. 1,3Data dari The National Hospital Discharge Survey di amerika serikat menunjukan bahwa diantara tahun 1990 hingga 2002 terdapat 21, 4 juta orang berumur lebih dari 65 tahun dirawat di rumah sakit. 48% dirawat akibat penyakit infeksi dan 46% dari penyakit infeksi tersebut penyebabnya adalah infeksi saluran napas bawah (ISNB). Kematian yang diakibatkan oleh ISNB dilaporkan berjumlah 48%. Pneumonia dan influenza terdaftar sebagai urutan ke 6 dari penyebab utama kematian, dan sekitar 70% kasus pneumonia di rumah sakit terjadi pada lansia. Rata-rata kasus rawat inap akibat pneumonia adalah 23,1 per 1000 pada pria berusia 75-84 tahun dan 13,3 pr 1000 pada perempuan berumur 75-84 tahun. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25-44 per 1000 orang dan yang tinggal di tempat perawatan 68-114 per 1000 orang. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. Pneumonia komunitas adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada lansia. Studi epidemiologi telah menunjukan insiden dari pneumonia meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur, dengan risiko enam kali lebih tinggi pada pasie dengan usia 75 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia < 60 tahun. Rata-rata angka kematian pada pasien dengan pneumonia komunitas yang membutuhkan perawatan dirumah sakit adalah sekitar 6-15%. Sedangkan pasien yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) memiliki rata-rata angka kematian yang berkisar antara 45-57%. 2Pneumonia menimbulkan beberapa masalah yang cukup menantang dikarenakan sering terjadi pada pasien lansia, menyebabkan infeksi yang sangat serius terutama pada pasien lansia sehingga memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi, dan mahalnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk menangani penyakit ini. Oleh sebab itu, diharapkan para tenaga medis dapat mengenali gejala-gejala dan tanda-tanda dari pneumonia, menentukan etiologi dari pneumonia serta mengetahui bagaimana penanganan dari pneumonia sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.
BAB IIPNEUMONIA PADA GERIATRIII.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia termasuk dalam infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dan merupakan ISNBA yang paling sering ditemukan. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.1,3
Pneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi penularan, yaitu komunitas, rumah sakit (nosokomial) atau pusat perawatan kesehatan (nursing home). Pneumonia yang berasal dari pusat perawatan kesehatan tidak dimasukan dalam golongan pneumonia nosokomial karena pada pusat perawatan kesehatan memiliki penghuni yang bervariasi dimana terdapat penghuni yang masih berfungsi secara penuh hingga penghuni yang hanya terbaring ditempat tidur.2II.2 Epidemiologi
Data dari The National Hospital Discharge Survey di amerika serikat menunjukan bahwa diantara tahun 1990 hingga 2002 terdapat 21, 4 juta orang berumur lebih dari 65 tahun dirawat di rumah sakit. 48% dirawat akibat penyakit infeksi dan 46% dari penyakit infeksi tersebut penyebabnya adalah infeksi saluran napas bawah (ISNB).2 Kematian yang diakibatkan oleh ISNB dilaporkan berjumlah 48%. Pneumonia dan influenza terdaftar sebagai urutan ke 6 dari penyebab utama kematian, dan sekitar 70% kasus pneumonia di rumah sakit terjadi pada lansia. Rata-rata kasus rawat inap akibat pneumonia adalah 23,1 per 1000 pada pria berusia 75-84 tahun dan 13,3 per 1000 pada perempuan berumur 75-84 tahun. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25-44 per 1000 orang dan yang tinggal di tempat perawatan 68-114 per 1000 orang. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda.2,4Pneumonia komunitas adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada lansia. Studi epidemiologi telah menunjukan insiden dari pneumonia meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur, dengan risiko enam kali lebih tinggi pada pasien dengan usia 75 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia < 60 tahun. Rata-rata angka kematian pada pasien dengan pneumonia komunitas yang membutuhkan perawatan dirumah sakit adalah sekitar 6-15%. Sedangkan pasien yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) memiliki rata-rata angka kematian yang berkisar antara 45-57%. 2,4,5II.3 Etiologi
Terdapat lebih dari 100 mikroba (bakteri, virus, jamur, protozoa, dan parasit lainnya) yang dapat menyebabkan pneumonia komunitas. S. Pneumoniae adalah penyebab tersering dari Pneumonia komunitas pada lansia, dengan presentasi > 50% dari seluruh kasus pneumonia. Tabel II.1 menunjukan urutan penyebab tersering dari Pneumonia komunitas dan mengidentifikasi petunjuk yang didapatkan dari anamnesis untuk mendapatkan kemungkinan organisme penyebab dari pneumonia.2,6Tabel 2. 1 2Most Common Causes of Community-Acquired Pneumoniain the Older Adults
1. S. Pneumoniae
2. C. pneumoniae
3. Enterobacteriaceae
4. L. pneumophila serogroups 16
5. Haemophilus influenzae
6. Moraxella catarrhalis
7. S. aureus
8. Influenza A virus
9. Influenza B virus
10. Respiratory syncytial virus
11. Legionella spp.
12. M. tuberculosis
13. HMPV
14. Pneumocystis jiroveci
15. Nontuberculous mycobacteria
16. M. Pneumoniae
17. Hantavirus
Tabel II. 2 2Clues to the Etiology of Pneumonia
FACTORPOSSIBLE AGENT(S)
Travel
Southeast AsiaMany countries Arizona, parts of California Burkholderia pseudomallei (melioidosis); M.tuberculosis
M. tuberculosis
C. immitis
Occupational History
Health care workers
Veterinarian, farmer, abattoir worker M. tuberculosis, acute HIV seroconversion with pneumonia (if recent needlestick injury from an HIV positive patient)
C. burnetii
Host Factor
Diabetic ketoacidosis Alcoholism
Chronic obstructive lung disease Solid organ transplant recipient
Sickle cell disease HIV infection and CD4 cell count of 3 mo cytomegalovirus,Strongyloides stercoralis after transplant)S. pneumoniaeS. pneumoniae, P. jirovecii, H. influenzae, Cryptococcus neoformans, M. tuberculosis, Rhodococcus equiAspiration pneumonitisPseudomonas aeruginosa
Environmental Factors
Exposure to: contaminated air
conditioning, cooling towers, hot tub,
recent travel stay in a hotel, exposure togrocery store mist machine, or visit to, orrecent stay in a hospital with contaminated
(by Legionellaceae) drinking waterL. pneumophila or other Legionellaceae
HantavirusC. immitis of endemicityS. pneumoniae, M. tuberculosisS. pneumoniae, C. pneumoniae, Adenovirus
C. pneumoniae , S. pneumoniae, Respiratory
syncytial virus, Influenza A virus; M. tuberculosisFrancisella tularensis
Histoplasma capsulatum
C. burnetii
Sporothrix shenkii
Blastomyces dermatiditis
Exposure to: mouse droppings in an endemicarea
Pneumonia after windstorm in an area
Outbreak of pneumonia in shelter for
homeless men or jail
Outbreak of pneumonia occurs in military
Training camp
Outbreak of pneumonia in a nursing home
Pneumonia associated with mowing a lawn
in an endemic area
Exposure to bats, excavation or residence
in an endemic area (Ohio and Mississippi
river valleys)
Exposure to parturient cats in an endemic
area
Sleeping in a rose garden
Camping, cutting down trees in an endemic area
II.3.1 Streptococcus Pneumoniae
Streptococcus Pneumoniae adalah penyebab tersering dari Pneumonia komunitas pada lansia. Lebih dari 50% kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme ini, dan 60% kasus yang disebabkan oleh S. Pneumoniae ini membutuhkan perawatan di rumah sakit. Masalah yang dihadapi oleh petugas medis saat ini adalah merawat pasien dengan pneumonia komunitas yang disebabkan oleh S. Pneumoniae yang sudah resisten terhadap berbagai macam obat. Apabila pada hasil kultur didapatkan S. Pneumoniae yang resisten terhadap penicilin (MRSA) maka bakteri tersebut memiliki kemungkinan resisten terhadap tiga atau lebih kelas obat. Saat ini, 12-25% S. Pneumoniae yang dikultur di amerika utara telah resisten terhadap penisilin. Di komunitas lain, tingkat resistensi dari penisilin jauh lebih tinggi. Di amerika serikat dan kanada diperkirakan 20% S. Pneumoniae telah resisten terhadap eritromisin dan makrolid lainnya.2,3,7
Gambar 2.1 S. Pneumoniae
II.3.2 Chlamydophila pneumoniae
C. pneumoniae sering ditemukan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Pada lansia, biasanya mikroorganisme ini bermanifestasi sebagai reaktivasi dari infeksi sebelumnya, sedangkan pada dewasa muda bakteri ini biasanya sebagai infeksi primer. Tidak diperlukan pemeriksaan yang sangat spesifik untuk menentukan C. Pneumoniae sebagai penyebab karena, lebih dari 50% kasus pasien sembuh tanpa pengobatan yang spesifik untuk C. Pneumoniae. Kejadian luar biasa pada pusat perawatan kesehatan mungkin disebabkan oleh mikroorganisme ini. 2,3,7
Gambar 2.2 C. pneumoniae
II.3.3 Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae adalah bakteri yang biasa ditemukan pada kultur dari sputum pasien lansia dengan Pneumonia komunitas. Masalahnya adalah untuk menyingkirkan apakah Enterobacteriaceae ini sebagai penyebab infeksi atau bukan karena, bakteri ini adalah flora normal pada saluran nafas atas pada lansia. Pada pasien yang bakteriemik (biasanya akibat dari pyelonefritis), mungkin disebabkan oleh E. Coli. 2,3,7II.3.4 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus jarang menyebabkan pneumonia komunitas, akan tetapi, S. Aureus diperkirakan menempati urutan ke 3 penyebab tersering dari pneumonia bakteriemic dan pada pasien dengan pneumonia yang berat, yang membutuhkan perawatan di ICU. S. Aureus juga merupakan penyebab tersering terjadinya pneumonia pada penghuni pusat perawatan kesehatan. Apabila dicurigai Pneumonia akibat S. aureus perlu disingkirkan kemungkinan adanya endokarditis. S. aureus yang resisten terhadap methicillin (MRSA) dilaporkan pertama kali pada tahun 1961 dan saat ini sudah sering ditemukan, baik pada pneumonia komunitas maupun nosokomial. Baru-baru ini ditemukan bahwa terdapat MRSA yang memiliki strains Panton-Valentine leukocidin (PVL). PVL ini dideskripsikan sebagai faktor virulensi yang berhubungan dengan nekrosis jaringan. 2,3,7
Gambar 2.3 Staphylococcus aureus
II.3.5 Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi dibagi menjadi dua klinis berbeda, yaitu : 2,3,71. Pneumonitis Aspirasi
Aspirasi dari isi lambung yang biasanya bersifat steril selamaterdapat aam lambung
2. Pneumonia
Aspirasi dari flora di orofaring kedalam paru yang menyebabkan infeksi bakteri.
Dari hasil studi didapatkan adanya peningkatan insiden sebanyak 93,5% diantara tahun 1991 dan 1998. Angka kematian pada pasien dengan pneumonia aspirasi adalah sekitar 23,1% dibandingkan dengan pneumonia pneumokokus yaitu sekitar 7,6%. Pada pasien lansia dengan pneumonia, terdapat jumlah insiden yang tinggi dari silent aspiration. 71 % dari pasien lansia mengalami aspirasi selama tidur. Dan lebih dari 28% pasien dengan alzheimer dan 51% pada pasien dengan stroke mengalami aspirasi saat menelan. Akan tetapi, bila dilakukan pemasangan NGT pada pasien yang menunjukan terjadi aspirasi saat menelan akan meningkatkan insiden dari pneumonia dan kematian dibandingkan dengan mereka yang tidak memakai NGT. 2,3,7
Akibat dari asam lambung pada pneumonitis kimia dapat menimbulkan kegawatan sehingga perlu diberikan ventilasi. Terdapat onset yang akut dari dyspnoe, yachypnoe, bronchospasm, dan sianosis. Foto rontgen dada sering menunjukan adanya bercak difus. Dari hasil anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat dari aspirasi seperti adanya muntah, batuk ketika makan, dan penggantian NGT, dan hanya sekitar 40% yang menyebabkan aspirasi pada penghuni pusat perawatan kesehatan. 2,3,7
Pada beberapa keadaan, aspirasi yang berasal dari orofaring dapat terjadi apabila terdapat riwayat oral hygiene yang buruk dan kemungkinan adanya bakteri anaerob sehingga dapat menyebabkan abses paru. Dapat juga terjadi aspirasi benda asing yang mengakibatkan obstruksi mekanis dari jalan napas. 2,3,7II.4 Patofisiologi
Dalam kondisi normal, cabang tracheobronchial bersifat steril. Saluran nafas memiliki sederet mekanisme perlindungan untuk mencegah masuknya patogen ke dalam paru, yaitu :3,71. Didalam hidung terdapat concha dan rambut-rambut yang menahan benda asing untuk masuk ke dlam paru.
2. Epiglottis menutupi trachea dan mencegah sekresi maupun makanan masuk kedalam trakea.
3. Cabang trakeobronkial terdiri atas sel-sel yang mensekresikan musin. Musin ini mengandung zat antibakterial seperti antibodi IgA, defesins, lisozim, dan laktoferin. Selain itu musin juga bersifat lengketsehingga bakteri dan benda asing lainnya yang berhasil melewati epiglottis akan terjebak.
4. Silia yang berada sepanjang dinding trachea dan bronkus bergetar sangat cepat, berperan sebagai sabuk konveyer yang menggerakan musin keluar.
5. Ketika sejumlah cairan atau benda asing masuk ke dalam trakea, reflek batuk akan bekerja, dan isi yang tidak diinginkan segera dikeluarkan dari cabang-cabang trakeobronkial.
6. Apabila patogen dapat melewati seluruh mekanisme perlindungan tersebut dan masuk ke dalam alveoli, patogen akan berada di ruangan yang pada keadaan normal kering dan tidak dapat dihuni. Masuknya patogen akan memicu masuknya netrofil dan makrofag alveolar yang akan memangsa dan membunuh patogen tersebut. Immunoglobulin dan komplemen dapat ditemukan pada area ini. Surfaktan juga memiliki fungsi perlindungannya sendiri.
7. Kelenjar getah bening yang berada di alveoli bertugas untuk mengeringkan dan mengalirkan cairan, makrofag dan limfosit ke kelenjar getah bening mediastinum.
Terdapat tiga rute masuknya patogen ke dalam parenkim paru yaitu, hematogen, airborne, dan mikroaspirasi. Rute tersering adalah melalui mikroaspirasi. Penyebaran secara hematogen mungkin disebabkan akibat adanya infeksi saluran kemih pada lansia. Patogen berupa bakteri biasanya masuk ke dalam paru melalui aspirasi flora di mulut atau melalui inhalasi droplet kecil (diameter 28x/menit menandakan pneumonia. Foto rontgen dada dapat sulit dinilai pada pasien lansia, terutama bila foto dalam posisi AP. Terdapat setidaknya 25% kemungkinan perbedaan hasil penilaian foto antara ahli radiologi dan dokter yang memeriksa. CT scan dada sangatlah akurat untuk menentukan diagnosis dari pneumonia, akan tetapi tidak dapat dilakukan pada seluruh pasien yang diduga mengalami pneumonia. 2,3,6Tabel 2. 3 2,3,6Frequency of Various Signs and SymptomsAdults with
Community-Acquired Pneumonia
Symptoms and Signs%
Respiratory Signs
Cough
Dyspnea
Sputum production
Pleuritic chest pain
Hemoptysis85
75
73
57
20
Non-Respiratory Signs
Fatigue
Fever
Anorexia
Chills
Sweats
Headache
Myalgia+ Nausea
Sore throat
Confusion
Vomiting
Diarrhea
Abdominal pain 90
82
73
72
70
50
45
40
29
38
32
30
29
Signs
Altered mental status*Respiratory rate (30/min)
Heart rate (125/min)
Temperature
7 mm/L
Respiratory rate >30 breaths/min
Blood pressure: systolic 65 yr
*Assign one point for each when present
* Mortality rate: 0 - 0.7%
1 - 3.2%2 - 3%3 - 17%4 - 41.5%5 - 57%.
II.7.2 Transfer dari Pusat Perawatan Kesehatan ke Rumah Sakit
Beberapa studi telah menyediakan data untuk membantu kita dalam menentukan keputusan pasien yang perlu dipindahkan dari pusat perawatan kesehatan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dari pneumonia. Pada salah satu studi beberapa keadaan brikut ini menandakan adanya kegagalan dalam penanganan dari pneumonia pada pusat perawatan kesehatan, yaitu : 2 Nadi > 90x/menit
Suhu > 38oC
Respiratory rate > 30x/menit
Dependen terhadap NGT
Apabila tidak ditemukan faktor risiko tersebut maka tingkat kegagalan adalah 11%, apabila ditemukan 2 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 23% dan apabila 3 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 59%. Pusat perawatan kesehatan biasanya memiliki fasilitas yang memadai dan tenaga perawat yang cukup untuk menyediakan perawatan dan penanganan pada pasien yang sakit. Berbagai keputusan yang dibuat harus berdasarkan ilmu yang sudah ada. The nursing home pneumonia severity of illness score dan kriteria pada tabel dibawah dapatmembantu memberikan keputusan dalam siapa yang harus dipindahkan ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut dan siapa yang tidak. 2,7II.7.3 Perawatan ICU
Sekitar 10% pasien yang dirawat dirumah sakit dengan pneumonia memerlukan perawatan yang intensif. Dalam subgrup ini angka kematian diperkirakan 3 kali lebih tinggi dibandingkan angka kematian pada pasien pneumonia yang tidak memerlukan perawatan intensif. Selain itu pasien dengan pneumonia yang dirawat di ICU biasanya memerlukan waktu perawatan yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang dirawat di bangsal biasa. Penentuan untuk memindahkan pasien ke ICU ditentukan berdasarkan tingkat keparahan dari pneumonia dan sering juga berdasarkan kebutuhan akan mesin ventilator (>50%), monitoring hemodinamik (30%) dan syok (15%). Umur saja tidak dapat menjadi dasar untuk memutuskan pasien ini perlu dipindahkan ke ICU atau tidak. 2,7II.8 Penatalaksanaan
II.8.1 AntibiotikDikarenakan dokter sulit untuk mengetahui etiologi dari pneumonia sebelum didapatkan hasil kultur, maka digunakan terapi empirik yang dimana berfungsi mencakup seluruh patogen yang mungkin menyebabkan pneumonia. Pada seluruh kasus, antibiotik harus diberikan secepat mungkin. Untuk mencakup patogen atipikal perlu ditambahkan makrolid atau dengan menggunakan fluoroquinolone yang dimana menunjuka penurunan angka kematian dibandingkan apabila menggunakan -lactam. Berikut ini adalah terapi empiris yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia. 1,2,6,7Tabel 2. 6 2,6,7Antibiotic Therapy (First and Second Choices) of Pneumonia When Etiology is Unknown
A. Patient to be treated on an ambulatory basis (previously healthy and no use of antimicrobials in the past 3 months)
1. Macrolide (erythromycin 500 mg q 6h orally 10 days, clarithromycin 500 mg twice daily orally 10 days or azithromycin 500 mg orally once a day then 250 mg once a day orally 4 days)
2. Doxycycline 100 mg twice daily orally 10 days. *If risk factors for PRSP or macrolide-resistant S. pneumoniae are present, consider a fluoroquinolone with enhanced activity against S. pneumoniaeIf chronic obstructive lung disease is present or antibiotics have been administered within the past 3 months.
1. Fluoroquinolone with enhanced activity against S. pneumoniae; e.g., levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin. Levofloxacin 750 mg once a day orally or IV. If creatinine clearance