Upload
dangquynh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA KOMUNIKASI USTADZ ALI FAHRUDIN, MA DALAM
PEMBINAAN TAHFIZHUL QURAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Di susun oleh :
ZAINUDDIN LUBIS
NIM : 105051001879
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
POLA KOMUNIKASI USTADZ ALI FAHRUDIN, MA DALAM
PEMBINAAN TAHFIZHUL QURAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
ZAINUDDIN LUBIS
NIM 105051001879
Pembimbing :
DRS. MASRAN, MAG
NIP : 150275384
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah Jakarta
Bogor, 12 Desember 2009
Zainuddin Lubis
NIM : 105051001879
ABSTRAK
Zainuddin Lubis, Pola Komunikasi Pembinaan Hufazh oleh Ustadz Ali
Fahrudin, MA
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi di mana kondisi seorang Ustadz
muda sukses membina para hufadz ditengah-tengah kehidupan yang penuh
dengan glamornya kota jakarta. Kondisi Jakarta sebagaimana diketahui di mana
segala sesuatunya dinilai dengan uang. Ustadz muda ini mendidik santrinya
penuh dengan kesabaran dan kesahajaan. Kondisi seperti ini amat jauh berbeda di
mana kebanyakan orang malah sibuk memikirkan kehidupan dunia belaka. Ia juga
tidak mengharapkan bayaran dari pembinan tersebut.
Adapun yang menjadi concern penelitian ini ialah Pola Komunikasi yang
terjadi antara Ustadz Ali Fahrudin, MA dengan peserta didik dalam pembinaan
tahfizul Quran serta Pola Komunikasi antara sesama peserta didik. Bentuk
komunikasi merupakan salah satu penentu berhasil tidaknya seorang ustadz
mendekati muridnya. Setelah 5 unsur komunikasi terpenuhi yakni komunikator,
pesan, komunikate, media, dan juga efek.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan ialah interview dan
wawancara mendalam. Penulis melakukan wawancara kepada Ustadz Ali
Fahrudin (selaku pembina), beserta peserta tahfizul Quran mereka ialah Asep
Saepul Amri, Aruma Adi Sutrisno, Mustofa Hulayin, Safran Harahap,
Rahmatullah Nurhidayat, dan Mas Arif.
Kesimpulan yang penulis dapatkan dari penelitian ini ialah Ustadz Ali
Fahrudin dalam membina hafidz berinteraksi dengan peserta didik menggunakan
komunikasi antar pribadi untuk mengenal lebih dekat para peserta. Mereka
dikelompokan oleh Ustadz dengan tujuan agar terjadi komunikasi yang intim
diantara mereka sehingga nantinya mereka tidak merasa canggung. Komunikasi
antar pribadi juga terjadi antar sesama peserta didik yang di tandai dengan
masing-masing peserta menanyakan asal mereka, tujuan mereka dan lain
sebagainya.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang selalu memberikan kesehatan serta kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan harapan. Shalawat
serta salam tetaplah kepada Nabi Muhammad saw yang telah berjuang dengan
sepenuh hati mentransformasikan ajaran Islam keseluruh dunia sehingga
terbentuklah insan cendikia dan insan-insan progresive.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah turut serta
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Di antaranya ialah:
1. Bapak DR. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Umum
Dekan I, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA selaku pembantu Umum Dekan
II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, MA selaku pembantu Umum Dekan
III
2. Ibu Ummi Musyarrafah, MA selaku Sekjur Komunikasi dan Penyiaran
Islam dan Dosen Pembimbing skripsi ini
3. Semua Dosen yang telah mentransformasikan ilmunya di KPI A
angkatan 2005. terutama Bapak Drs. Masran M.Ag (pembimbing), Ibu
DR. Umaimah MA, Bapak Gun-Gun Msi, Bapak DR. Asep Usman
Ismail MA, Bapak Prof. Andi FB Phd, Bpk. Rachmat Baihaky MA, yang
selalu menjadi inspirator penulis.
4. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, LIPI Jakarta Pusat,
Perpustakaan UT Pondok Cabe. Yang telah memberikan pelayanan
terbaik dalam menunjang penyusunan skripsi ini.
5. Uma’ku tercinta yang selalau menjadi inspirator juga Ayahanda alm.
Malim Ruddin Lubis (sulthan Pagul Lubis) motivator sekaligus
inspirator penulis selama penulis menyusun skripsi ini dan sampai beliau
menutup mata untuk selama-lamanya pada tanggal 11 Juli 2009 di Rs
PMI Bogor.
6. Dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Akhirnya penulis berdoa semoga Allah swt memberikan balasan yang
terbaik kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Amin.
Bogor, 17 Ramadhan 1430 H
06 September 2009 M
Zainudin Lubis
NIM : 105051001879
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 3
D. Metodologi Penelitian .......................................................... 4
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan .......................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Pola Komunikasi ............................................... 9
1. Pengertian Pola .............................................................. 9
2. Pengertian Komunikasi ................................................. 11
3. Unsur-unsur komunikasi ............................................... 12
4. Jenis-jenis Pola Komunikasi .......................................... 17
B. Pembinaan dan Ruang Lingkupnya ...................................... 40
1. Pengertian Pembinaan .................................................... 40
2. Program Pembinaan ....................................................... 41
C. Pengertian Hufadz ................................................................ 43
BAB III USTD. ALI FAHRUDDIN, MA
A. Ustd. Ali Fahruddin, MA ...................................................... 47
B. Pembinaan Tahfizul Quran ( Lembaga Tahfizul Quran) ...... 55
BAB IV POLA KOMUNIKASI USTADZ ALI FAHRUDIN, MA
DALAM PEMBINAAN TAHFIZHUL QURAN
A. Komunikasi Non Verbal ...................................................... 63
B. Komunikasi Verbal yang Diikuti Komunikasi Non Verbal . . 66
C. Tata Cara Komunikasi yang Dipilih …………………… ..... 67
D. Cara Memberikan Respon Dalam Berinteraksi ................ .... 68
E. Penyingkapan Diri Dalam Berinteraksi ……………….... .... 68
F. Empati…………………………………………………… .... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. ........................................................................................ Kes
impulan ............................................................................... 71
B. ........................................................................................ Sar
an-Saran ............................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
G. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan manusia akan hadirnya agama ditengah-tengah kehidupan
duniawi merupakan dambaan setiap insan karena ia mampu menghadirkan
ketenangan kepada setiap pemeluk agama. Agama tersebut merupakan karunia
yang diberikan oleh sang Pencipta kepada hamba-Nya baik yang beriman
maupun yang tidak beriman. Agama juga merupakan wahyu yang diyakini
sebagai juru selamat yang mengajarkan betapa pentingnya kehidupan dunia
maupun kehidupan akhirat.
Terkadang hadir masa di mana manusia merasa tidak tenang, tidak puas
terhadap agama yang dianutnya sehingga seringkali timbul konflik dalam diri
dan kegelisahan yang biasanya menyebabkan orang tersebut mudah putus asa.
Tuhan menurunkan agama kepada manusia dilengkapi dengan berbagai
aturan dan juga isyarat-isyarat akan pedoman hidup. Aturan dan isyarat
tersebut dihimpun secara urut dan indah dalam satu kumpulan yakni kitab
suci. Dalam agama Islam kitab suci memiliki peran yang amat penting, karena
ia merupakan sumber rujukan utama yang memiliki kedudukan yang sangat
sakral.
Di zaman modern seperti sekarang ini di mana arus globalisasi menerpa
dengan kuat seluruh sendi kehidupan umat manusia yang mengakibatkan
manusia cenderung bergaya hidup hedonis, materialis, instan, dan berorientasi
hanya pada kehidupan dunia semata, bahkan mereka “melupakan” Tuhan dan
kitab-Nya.
Dalam kondisi seperti di ataslah seorang ustad muda hadir untuk
membina masyarakat yang ingin lebih dekat kepada sang khalik terutama
kepada para hamba Allah yang ingin dengan mudah menghafal al-Quran.
Ustad muda ini membimbing para calon hafid berbeda dengan yang lain. Ia
menempatkan para peserta didik layaknya teman dan anak. Terdapat proses
interaksionisme simbolik sehingga peserta didik dapat dengan mudah
menyerap ilmu yang diberikan oleh beliau. Yang menarik bagi penulis untuk
mengadakan penelitian ini ialah beliau dalam membina para calon hafid
menggunakan beragam pola seperti komunikasi kelompok, dan interpersonal.
Dalam menuntun pesertanya beliau tidak seperti kebanyakan ustadz yang
penulis ketahui yakni otoriter, selalu ingin di hormati. Ustadz. Ali Fahrudin
malah tampil apa adanya, santun terhadap peserta didik sehingga mereka
merasa senang dan cepat dalam mencerna ayat-ayat yang beliau anjurkan
untuk dihafal. Sudah banyak hufadz yang lahir yang disebabkan oleh tangan
dinginnya.
Kehadiran beliau seakan-akan menjadi air penyejuk di tengah-tengah
gurun pasir yang tandus. Pembinaan terhadap hafidz Quran sangat urgent
mengingat masyarakat saat ini tidak banyak yang menaruh perhatian terhadap
kegiatan tersebut padahal, ia (hafidz) merupakan penjaga dan pemelihara akan
ayat-ayat al-Quran.
Oleh karena alasan-alasan itulah, penulis mengambil judul Pola
Komunikasi Pembinaan Hufadz oleh Ustd. Ali Fahruddin di Kelurahan
Pisangan Ciputat.
H. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini hanya
dibatasi pada pola komunikasi yang terjadi antara Ustadz Ali dengan
peserta didik (calon hafizh) dan antara sesama peserta didik.
2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan penulis rumuskan yakni :
a. Bagaimana Pola Komunikasi antara Ustd. Ali Fahrudin dengan
peserta didik dalam pembinaan tahfizul Quran?
b. Bagaimana Pola Komunikasi yang terjadi antara sesama peserta didik ?
I. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah ingin mengetahui :
a. Bagaimana Pola Komunikasi antara Ustd. Ali Fahrudin dengan
peserta didik dalam pembinaan tahfizul Quran
b. Bagaimana Pola Komunikasi antara sesama peserta didik
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Kegunaan akademis
Menerapkan ilmu komunikasi secara teoritis dalam hasil
penelitian dan dapat menunjang serta mengembangkan ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam ilmu dakwah dan komunikasi.
b. Kegunaan praktis
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis,
praktisi, dan ilmuwan komunikasi dalam mengelola cara efektif dan
efisien berkomunikasi dalam pembinaan calon hufadz
J. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian
kualitatif deskriptif.
1. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dan sekunder
yakni :
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
berupa hasil temuan dari observasi serta wawancara dengan pihak
instansi yang bersangkutan dalam hal ini ialah Pembina, dan hafidz
b. Data Sekunder ialah data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis
seperti buku-buku, jurnal, kutipan-kutipan, dokumen, Tesis atau arsip-
arsip serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek. Menurut Jalaludin secara tersirat menyebutkan bahwa subjek
penelitian merupakan lembaga atau orang-orang (responden) yang
sedang diteliti1. Dalam hal ini yang penulis maksudkan ialah Pembina
dan hafidz
b. Objek. Yang menjadi objek penelitian ialah Bagaimana pola
komunikasi kedua belah pihak dalam proses pembinaan
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan ialah :
a. Observasi atau pengamatan langsung, yaitu sebuah metode ilmiah
berupa pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap
fenomena-fenomena yang sedang diselidiki. Sehingga dalam hal ini
penulis langsung mengadakan pengamatan. Wawancara mendalam
atau depth Interview. Ialah bentuk komunikasi antara dua orang yang
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan
tertentu2. Secara umum wawancara dibagi menjadi dua yaitu
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur . wawancara mendalam
merupakan wawancara tidak terstruktur atau bisa juga disebut
1 Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi contoh analisis statistik,
h. 26 2 Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif; h. 181-186
wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (opened
interview). Wawancara bersifat luwes, karena susunan pertanyaan
maupun susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada
saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya, agama, budaya,
gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Oleh
karena itu, menurut Deddy seorang peneliti dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sama terhadap informan akan tetapi cara
yang disampaikannya berbeda. Tidak ada kriteria baku mengenai
berapa jumlah responden yang harus diwawancarai. Sebagai aturan
umum, peneliti berhenti melakukan wawancara sampai data menjadi
jenuh maksudnya ialah sampai peneliti tidak menemukan aspek baru
dalam fenomena yang diteliti3.
b. Document Research. Penulis mendapatkan data-data atau arsip-arsip
yang berasal dari berbagai sumber yang terkait dengan tujuan
penelitian.
4. Analisa Data
Peneliti menganalisa data setelah data dihasilkan dari wawancara dan
observasi pada berbagai informan yang penulis sebutkan di atas. Yaitu
dengan cara mengkategorikan, serta mengorganisasikan berbagai data
yang diperoleh di lapangan kemudian penulis melakukan analisa terhadap
data-data yang diperoleh.
3 Ibid., h. 181
K. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini penulis telah mengadakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan baik itu perpustakaan Fakultas Dakwah maupun
perpustakaan utama UIN Jakarta. Menurut hasil pengamatan penulis bahwa
sampai saat ini penulis tidak menemukan adanya judul yang serupa dengan
judul yang penulis ajukan, akan tetapi terdapat beberapa skripsi yang mirip
yaitu skripsi tahun 2006 “Pola Komunikasi di Divisi Pembinaan Mental
Kodam Jaya/Jayakarta” oleh Purnomo Hakim kemudian skripsi tahun 2007
“Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan di Panti Sosial Bina Laras
04 Cipayung Jakarta Timur” oleh Asrul Muharram, dan “Pola Komunikasi
Kelompok Mentoring dalam Pembinaan Akhlak Remaja di Lingkungan
Yayasan al-Wafi Jakarta” oleh Haidir, serta “Pola Komunikasi KH.
Mahmudi dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren al-Mubarok Serang
Banten” oleh Muhammad Fathullah tahun 2008. Penulis tidak menemukan
adanya skripsi yang meneliti pola pembinaan Hufadz. Oleh karena itulah
penulis mengadakan penelitian mengenai pola komunikasi pembinaan hufadz
oleh Ustdz. Ali Fahruddin, MA, di Kelurahan Pisangan, Pisangan Ciputat.
L. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang diuraikan
dalam penelitian ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan ke dalam
lima bab seperti berikut ini :
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi
penelitian, tinjauan teoritis dan sistematika penulisan.
BAB II KONSEP TEORITIS
Bab ini memuat pengertian pola komunikasi, bentuk-bentuk
komunikasi serta pembinaan dan ruang lingkupnya.
BAB III PROFIL USTD. ALI FAHRUDDIN, MA
Bab ini memuat tentang riwayat hidup Ustad Ali Fahrudin,
Prestasi, dan Aktivitas Ustad Ali Fahrudin.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab ini memuat Pola Komunikasi Antara Ustad Ali Fahrudin, MA
dengan Peserta Hufadz dan Pola Komunikasi Antara sesama
peserta Hufadz.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Pada bab ini dimuat kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap
rumusan permasalahan yang diajukan pada bab satu serta terdapat
juga kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
D. Pengertian Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola
Kata pola komunikasi dibangun oleh dua suku kata yaitu pola dan
komunikasi. Pola dalam kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa
makna yakni sistem, cara atau bentuk yang tetap4. Akan tetapi dalam
pembahasan ini pola yang dimaksud ialah bentuk komunikasi yang terjadi
dalam suatu masyarakat.
Menurut Sereno dan Mortenson, yang dikutip oleh Deddy Mulyana
dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, suatu model
komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan
untuk terjadinya komunikasi. Suatu model merepresentasikan secara
abstrak ciri-ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak
perlu dalam dunia ”nyata”5.
Sedangkan B. Aubrey Fisher, seperti yang dilansir oleh Mulyana
menurutnya model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih
bagian dari keseluruhan unsur, sifat atau komponen yang penting dari
fenomena yang dijadikan model. Sedangkan model artinya ialah gambaran
informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. Dengan kata lain
4 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia. H.778 5 Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar ( Bandung : Remaja Rosdakarya,2004),
h. 2
model adalah teori yang lebih disederhanakan. Model berguna untuk
mengidentifikasi unsur-unsur komunikasi dan bagaimana unsur-unsur
tersebut berhubungan6.
Stewart L Tubbs dan Sylvia Maoss dalam buku Human
Communication menguraikan adanya tiga model dalam komunikasi.
Pertama model komunikasi linier, yaitu adanya pandangan komunikasi
satu arah (one way view of communication). Dalam model ini komunikator
memberikan stimulus dan komunikate memberikan respon atau tanggapan
yang diharapkan, tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Model ini
juga biasa disebut sebagai teori jarum hipodermik.
Kedua adalah interaksional, dalam model ini diperkenalkan adanya
umpan balik (feed back). Penerima melakukan seleksi, interpretasi, dan
memberikan respon terhadap pesan dari pengirim. Komunikasi dalam
model ini dipertimbangkan sebagai proses dua arah. Komunikator maupun
komunikate memiliki peran ganda, dalam arti suatu waktu mereka menjadi
sender, pada waktu lain mereka sebagai receiver.
Model yang ketiga adalah transaksional, komunikasi dipahami
dalam konteks hubungan di antara dua orang atau lebih. Pandangan ini
menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif, tidak ada satu pun
yang tidak dapat dikomunikasikan7.
Adapun yang dimaksud dengan model komunikasi adalah gambaran
yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara
6 Ibid 7 Stewart L. Tubbs dan Silvia Maoss, Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikais Antar budaya ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 79
satu komponen komunikasi dengan komponen yang lainnya. Adapun
penyajian model dalam hal ini bertujuan untuk mempermudah memahami
proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam
suatu proses komunikasi8.
2. Pengertian Komunikasi
Sedangkan Komunikasi berasal dari bahasa Inggris Communication
dan bahasa Latinnya Communicatio yang bersumber dari kata Communis
yang berarti sama, maksudnya ialah sama makna9. Oleh karena itu, ketika
ada beberapa orang yang terlibat berkomunikasi dalam bentuk dialog,
curhat dan lain sebagainya, akan mengalir terus selama ada kesamaan
makna mengenai sesuatu yang diperbincangkan. Kesamaan bahasa yang
digunakan dalam perbincangan tersebut belum tentu paham mengenai
makna yang disampaikan oleh bahasa tersebut. Sehingga jelaslah bahwa
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari bisa dikatakan komunikatif, jika
kedua-duanya yaitu bahasa dan maknanya bisa dimengerti oleh
komunikate. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat
berjalan secara efektif maka setidaknya harus mengetahui unsur-unsur
komunikasi yaitu: Komunikator, Pesan,, Media, Komunikate, serta efek.
Sehingga menurut paradigma di atas komunikasi ialah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikate melalui media
yang menimbulkan efek tertentu.
8 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 2 9 Onong Uchjana Effendi, Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja
Rosdakarya), 2005, h. 9
3. Unsur-Unsur Komunikasi
Unsur-unsur komunikasi ialah komunikator, pesan, komunikate,
media, feed back dan efek
a. Komunikator
Komunikator disebut juga sebagai encoder, yakni seseorang yang
memformulasikan pesan yang akan disampaikannya kepada
komunikate, ia merupakan unsur yang sangat menentukan, karena ia
memilah pesan, media, dan efek yang diharapkan dalam proses
komunikasi. Komunikator juga disebut sources atau sumber10.
Menurut Onong, komunikator memiliki syarat-syarat tersendiri yaitu :
1) Memiliki kredibilitas
2) Kecakapan berkomunikasi
3) Mempunyai pengetahuan yang luas
4) Memiliki attitudes yang kredibel
5) Memiliki daya tarik terhadap perubahan sikap atau perubahan
pengetahuan pada diri komunikate11.
Pendapat lain mengatakan bahwa selain persyaratan di atas
terdapat beberapa gaya yang harus dipenuhi oleh komunikator agar
komunikasi yang sedang berlangsung sesuai dengan harapan. Beberapa
gaya serta ciri-cirinya tersebut ialah :
1) Komunikator yang membangun, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
10 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 18 11 Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 59
a) Bersedia mendengar pendapat yang lain dan tidak ”besar
kepala”
b) Memiliki keinginan untuk bekerja sama dalam membahas suatu
permasalahan dengan lawan bicaranya sehingga menimbulkan
rasa pengertian
c) Tidak mendominasi keadaan
d) Tidak menganggap pendapatnya yang lebih benar
2) Komunikator yang mengendalikan, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Pendapatnya merupakan yang paling unggul dibandingkan
dengan yang lain
b) Hanya menginginkan komunikasi berlangsung satu arah
3) Komunikator yang melepas diri, bercirikan sebagai berikut :
a) Banyak menyerap pendapat dari komunikate
b) Mengeluarkan ketidak mampuannya
c) Lebih senang mendengar pendapat orang lain tapi tidak
menanggapinya
d) Lebih senang melemparkan tanggung jawab kepada pihak
lain12
b. Pesan (Messages)
Pesan ialah pernyataan yang disampaikan oleh komunikator baik
berupa kata-kata maupun lambang. Pesan yang disampaikan tersebut
12 Ibid., h. 4
pada hakikatnya untuk mempengaruhi lawan bicaranya atau seseorang
yang menjadi objek. Terdapat beberapa bentuk pesan yakni :
1) Informatif, yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator
memberikan informasi-informasi, kemudian komunikate dapat
memberikan kesimpulan-kesimpulan
2) Persuasif, yaitu pesan yang berisi bujukan, rayuan, ataupun ajakan
yang membangkitkan kesadaran seseorang terhadap pesan yang
disampaikan oleh komunikator
3) Koercif ialah pesan yang berisi sanksi-sanksi. Pesan ini juga
disebut dengan agitasi yakni adanya penekanan-penekanan yang
menimbulkan tekanan batin terhadap komunikate13.
Dalam hal ini Wilbur Schramm juga memberikan pendapatnya
yaitu :
1) Terlebih dahulu pesan harus diformulasikan atau dirumuskan dan
disampaikan dengan menggunakan media tertentu sehingga
menarik perhatian komunikate
2) Pesan tersebut harus menggunakan simbol-simbol yang sama-sama
dipahami oleh kedua belah pihak
3) Pesan yang disampaikan harus langsung kepada inti dan mengena
sehingga isi dari pesan tersebut memberikan anjuran-anjuran untuk
mengatasinya
13 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, ( Jakarta: Bumi Aksara,
1997 ), h.12
4) Pesan yang disampaikan tersebut harus menyarankan untuk
memperoleh yang diinginkan komunikate sesuai dengan konteks
waktu, dan tempat ia berada14.
c. Media
Ialah saluran atau sarana yang digunakan oleh komunikator untuk
mentransformasikan pesan kepada komunikate. Kata media itu sendiri
berasal dari medium. Arti secara harfiahnya ialah perantara,
penyampai dan penyalur15. Bisa juga diartikan sebagai sarana yang
dipakai untuk memberikan feed back dari komunikate kepada
komunikator.
Dalam berkomunikasi tentunya terdapat banyak media yang
digunakan oleh komunikator maupun komunikate. Ini mengandung
makna bahwa komunikasi bisa dilakukan melalui berbagai macam
media bahkan kata-kata dan bahasa tubuh itu sendiri pada hakikatnya
merupakan media. Konteks ini bisa disebut face to face atau direct
communication (komunikasi langsung). Terdapat beberapa ciri
komunikasi langsung yaitu :
1) Arus pesan dua arah
2) Dilakukan secara tatap muka
3) Frekuensi feed back tinggi
4) Selective exposure tinggi
5) Jangkauan terhadap pesan sangat cepat
14 Ibid., h. 34 15 Endang Lestari dan Maliki, Komunikasi Yang Efektif: Bahan Ajar Diklat Prajabatan
Golongan III (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2003), h. 8
6) Efeknya ialah perubahan sikap16.
d. Komunikate
Decoder ialah nama lain dari komunikate yakni seseorang yang
menerima pesan. Ia melakukan decoding yakni interpretasi,
menganalisa isi pesan yang ia terima. Jika ia memberikan reaksi atau
umpan balik maka akan terjadi komunikasi dua arah. Dalam hal ini
tanggung jawab komunikate ialah :
1) Berkonsentrasi pada pesan dengan sebaik mungkin untuk berusaha
memahami dan mengerti akan pesan yang disampaikan
2) Memberikan umpan balik sebagai tindak lanjut bahwa pesan yang
diberikan telah tersampaikan17
e. Efek (Feed Back)
Ialah pengaruh yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan
oleh komunikator kepada khalayak (komunikate). Kegiatan
komunikasi dapat dikatakan berhasil jika efeknya mampu mengubah
sikap dan tingkah laku komunikate18.
Terdapat beberapa implikasi atau efek yaitu :
1) Dampak kognitif. Ialah dampak yang menyebabkan seseorang
menjadi tahu terhadap sesuatu atau juga mampu meningkatkan
intelektualitasnya
16 Ibid., h. 9 17 Ibid., h 24-26 18 Onong, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 59
2) Dampak afektif. Ialah dampak lanjutan, maksudnya ialah
komunikator tidak hanya menginginkan komunikate mengetahui
tetapi juga menginginkan hatinya tergerak, menimbulkan perasaan
tertentu seperti terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya.
3) Behavioral impact. Ini merupakan dampak yang paling tinggi yang
ditimbulkan oleh suatu pesan. Dampaknya dalam bentuk perilaku,
sikap, tindakan, ataupun kegiatan19.
4. Jenis-jenis pola komunikasi
Sesungguhnya, terdapat banyak pola komunikasi beberapa
diantaranya ialah :
1. Komunikasi Kelompok (Group communication)
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka sebagai
bagian dari kelompok tersebut misalnya keluarga, tetangga, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, kelompok pengajian dan lain
sebagainya.
Pada dasarnya kelompok adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia, karena melalui kelompok manusia
dapat berbagi dan bertukar informasi, pengalaman, dan pengetahuan
antara anggota kelompok satu dengan yang lain20.
19 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 4 20 Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi,
Editor Deddy Mulyana (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 69
Menurut Hommans kelompok ialah sejumlah orang yang
berkomunikasi satu sama lainnya, seringkali melewati suatu jangka
waktu dan dengan jumlah orang yang cukup kecil sehingga setiap
orang dapat berkomunikasi dengan semua orang lainnya tanpa
melewati orang ketiga melainkan secara tatap muka.
Kemudian dalam bahasa Inggris terdapat kata community yang
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi komunitas yang
memiliki arti sekelompok organisme, corong dan sebagainya yang
hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu seperti dalam
masyarakat ataupun paguyuban21.
Sedangkan komunikasi kelompok ialah komunikasi antara
seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka.
Komunikasi kelompok secara tatap muka seperti yang terjadi dalam
rapat, brifing, dan lain-lain.
Selanjutnya menurut Michael Burgon dan Michael Ruffner
seperti yang telah dikutip oleh Djuarsa, komunikasi kelompok adalah
interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh
maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi,
pemeliharaan diri, atau pemecahan masalah sehingga semua anggota
dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan
21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 586
akurat. Kemudian Komunikasi kelompok ini dapat dibagi menjadi dua
bagian yakni kelompok kecil dan kelompok besar22.
a. Komunikasi Kelompok Kecil (small group communication)
Menurut Onong, komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi
antara seorang menejer atau administrator dengan sekelompok
karyawan yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi salah
seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal23. Oleh karena itu,
komunikasi kelompok kecil memungkinkan pemimpin melakukan
komunikasi antar persona dengan salah seorang peserta kelompok.
Robert F. Bales dalam bukunya Interaction Process Analysis
mendefinisikan kelompok kecil sebagai sejumlah orang yang terlibat
dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat
tatap muka ( face to face meeting) setiap peserta mendapat kesan atau
penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup kentara sehingga
ketika timbul pertanyaan dapat memberikan tanggapan kepada masing-
masing sebagai perseorangan24.
Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu
yang dapat mempengaruhi satu sama lainnya dan berkomunikasi
dengan cara tatap muka25.
Individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional
sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan ditanggapi secara
22 S.Djuarsa Sendjaja, Materi Pokok Teori Komunikasi (Jakarta: UT, 2005), h 21 23 Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi (Yogyakarta: PT al-Amin
Press, 1996), h. 59 24 Ibid., h. 92 25 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 182
kritis dan feed back terjadi secara langsung karena memungkinkan
untuk terjadinya situasi komunikasi yang dialogis di dalamnya.
Yang dimaksud kelompok kecil ialah sejumlah orang yang
terlibat satu sama lain dalam suatu forum yang bersifat wawan muka,
dalam konteks ini setiap peserta mendapatkan kesan tersendiri atau
memiliki kesempatan untuk melakukan komunikasi interpersonal
dengan anggota kelompok26. Oleh karena itu, ketika terdapat
pertanyaan maupun sesudahnya akan langsung diberikan tanggapan.
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil oleh komunikator
yang melakukan komunikasi kelompok kecil beberapa di antaranya
ialah :
1) Terjadinya kontak pribadi
2) Umpan balik berupa Immediate Feed back atau feed back
berlangsung secara cepat
3) Suasana lingkungan dapat diketahui, sehingga ia dapat mengetahui
tanggapan dan reaksi komunikator ketika ia menyampaikan pesan.
Apabila komunikasi tidak berhasil komunikator akan mengubah
strategi komunikasinya.
b. Komunikasi Kelompok Besar (Large group communication)
Dinamakan komunikasi kelompok besar dikarenakan jumlahnya
yang banyak, dalam konteks ini bisa dikatakan hampir tidak ada
26 Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88
kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal27. Contohnya
ialah Tablig Akbar yang dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan orang.
Komunikasi seperti ini hanya ditujukan kepada afeksi komunikate.
Pada saat demikian terjadi kepaduan perasaan.
Karakteristik Komunikasi Kelompok
Menurut Djuarsa karakteristik yang melekat pada suatu kelompok
adalah norma dan peran. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang
bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan
yang lainnya. Kadang-kadang norma oleh para sosiolog disebut juga
dengan hukum atau aturan, yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas
dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Terdapat tiga
kategori norma dalam kelompok yaitu : norma sosial ; yang mengatur
hubungan di antara para anggota kelompok, norma prosedural ;
menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus membuat
keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan
pembicaraan sampai tercapai kesepakatan, norma tugas yaitu memusatkan
perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilaksanakan28.
Menurut Wiryanto, kelompok mempunyai 5 karakteristik yaitu :
a. Kepribadian kelompok, kelompok memiliki kelompok sendiri, berbeda
dengan kepribadian individu dan anggotanya contohnya ialah ketika
27 Ibid., h. 128 28 Ibid., h. 93
seseorang berbicara di rumah dikenal pendiam, berbicara seperlunya
saja namun, setelah berada dalam kelompok ia menjadi orang yang
suka berbicara mencurahkan isi hati dengan penuh gairah dan
semangat
b. Norma kelompok, ialah norma di dalam kelompok yang
mengidentifikasikan anggota kelompok itu berperilaku. Misalnya
tentang cara-cara yang menurut kelompok benar. Tiap kelompok
menetapkan sistem nilai dan konsep perilaku normatif mereka sendiri.
Norma kelompok ini akan menjadi norma individu. Pengembangan
norma dalam suatu kelompok digunakan untuk mengatur perilaku
kelompok. Norma kelompok ini berlaku bagi anggota kelompok secara
individu maupun keseluruhan. Efektivitas kelompok dapat dilihat dari
aspek produktivitas moral, dan kepuasan para anggotanya.
Produktivitas kelompok dapat dilihat dari keberhasilan mencapai
tujuan kelompok moral dapat diamati dari semangat dan sikap para
anggotanya. Kepuasan anggota kelompok dapat dilihat dari
keberhasilan anggotanya dalam mencapai tujuan pribadinya.
c. Kohesivitas kelompok merupakan kekuatan yang saling tarik menarik
di antara anggota-anggota kelompok faktor-faktor yang menentukan
kohesivitas kelompok antara lain : perilaku normatif yang kuat ketika
individu diidentifikasikan kedalam kelompok yang diikuti. Lamanya
menjadi anggota kelompok, semakin lama seseorang menjadi anggota
kelompok akan memperlihatkan sifat kooperatif dan solidaritas yang
tinggi
d. Pemenuhan tujuan ; individu memiliki tujuannya paralel dengan tujuan
kelompoknya. Oleh karena itu, anggota kelompok berusaha untuk
mencapai keberhasilan tujuan kelompok dan menghindari kegagalan
tujuan kelompok
e. Pergeseran risiko ; keputusan yang diambil kelompok akan lebih besar
mengandung risiko dari pada keputusan itu diambil oleh suatu anggota
kelompok. Hal ini disebabkan adanya penyebaran tanggung jawab
yang terjadi di dalam proses pengambilan keputusan kelompok.
Tanggung jawab dipikul bersama oleh anggota-anggota kelompok
tersebut29.
Komunitas Dalam Komunikasi Kelompok
Komunitas merupakan kelompok organisme (orang dan sebagainya)
yang hidup dan saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu, dan
masyarakat.
Kelompok dalam perspektif interaksional seperti yang dikemukakan
oleh Djuarsa, sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain
dalam suatu cara tertentu, masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh pihak lainnya. Suatu kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri
dari dua puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa hal kita lebih
29 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grafindo, 2005), h. 5
berkepentingan dengan kelompok yang terdiri dari lima orang atau
malahan kurang30.
Dengan demikian komunitas dalam komunikasi kelompok dapat
diartikan sebagai suatu kelompok kecil yang berjumlah dua puluh orang
atau kurang, mereka berinteraksi dalam satu wilayah, dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kelompok terbagi atas tiga tipe
yaitu : kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan
(growth group), dan kelompok pemecahan masalah (problem solving
group).
Kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari aktivitas
suatu masyarakat. Clovis Sheperd menjelaskan bahwa kelompok
merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama
dari tatanan sosial, seseorang mendapatkan nilai dan sikap mereka
sebagian besar dari kelompok dimana mereka berada. Karenanya
kelompok memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara individu
dengan masyarakat luas31.
Fungsi Komunikasi Kelompok
Fungsi-fungsi tersebut adalah :
a. Fungsi hubungan sosial ; fungsi ini diartikan dengan bagaimana suatu
kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial
diantara para anggotanya, seperti bagaimana suatu kelompok secara
30 Djuarsa, Materi Pokok Teori Komunikasi, h. 111 31 Ibid.
rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan
aktivitas yang informal, santai, dan menghibur
b. Fungsi pendidikan ; dalam arti bagaimana sebuah kelompok baik
secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan
mempertukarkan pengetahuan, melalui pendidikan ini kebutuhan-
kebutuhan dari para kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan
masyarakat dapat terpenuhi
c. Fungsi persuasi ; seorang anggota kelompok berupaya mempersepsi
anggota supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang
yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok membawa
risiko untuk tidak diterima oleh para anggota yang lainnya. Misalnya
jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-
nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha
mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik. Dengan
demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok
d. Fungsi pemecahan masalah dan pembuatan keputusan ; pemecahan
masalah (solving problem) berkaitan dengan penemuan alternatif atau
solusi yang tidak diketahui sebelumnya. Sedangkan pembuatan
keputusan (decision making) berhubungan dengan pemenuhan antara
dua atau lebih solusi. Jadi pemecahan masalah menghasilkan materi,
atau bahan untuk pembuatan keputusan
e. Fungsi terapi ; kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok
lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari
kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan
personalnya. Tentunya individu tersebut harus berintegrasi dengan
anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat. Namun usaha
utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu
kelompok mencapai konsensus. Contohnya ialah kelompok penderita
narkotik, kelompok konsultasi perkawinan, dan sebagainya. Tindak
komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama
pengungkapan diri (self disclosure). Artinya dalam suasana yang
mendukung setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka
tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar
anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin
atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya32.
Kelompok bisa dijadikan sebagai media untuk mengungkapkan
persoalan-pesoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), atau
meningkatkan pengetahuan para anggotanya (kelompok belajar) dan dapat
pula untuk dijadikan sebagai alat untuk memecahkan persoalan bersama
yang dihadapi para anggotanya (kelompok pemecahan masalah )
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
pengalaman, latihan, perubahan tingkah laku. Akibat belajar itu dapat
berupa memperoleh perilaku baru atau memperbaiki, meningkatkan
perilaku yang sudah ada. Hasil dari belajar tersebut dapat berupa positif
maupun negatif melalui usaha membaca, mendengar, mengikuti petunjuk,
32 Ibid., h. 95
mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih dan mencoba
sendiri, atau pengalaman dan latihan33.
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum
atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan
penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar. Teori belajar tersebut ialah :
a. Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike yang dalam eksperimennya
ia menggunakan kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Menurutnya belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Teori
koneksionisme juga dapat disebut ” S-R Bond theory” dan ”S-R
Psichology of Learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan
sebutan ”Trial and Error Learning”
b. Pembiasan klasik (clasical conditioning) berkembang berdasarkan
hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, pada dasarnya teori
ini adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut
c. Pembiasan perilaku respon yakni tingkah laku terbentuk oleh
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu
sendiri
33 Ahsuf Sabri, Psikologi Pendidikan ( Jakarta: Ilmu Jaya, 1995), h. 54
d. Pembiasan asosiasi dekat. Sebuah teori belajar yang mengasumsikan
terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara
stimulus dengan respon yang relevan
e. Teori kognitif, dalam belajar terdapat proses internal mental manusia.
Dalam teori ini tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur
dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi,
kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya
f. Teori belajar sosial ; Albert Bandura mengatakan bahwa, tingkah laku
manusia itu bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R
Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri
(belajar sosial dan moral) yang dipelajari manusia terjadi melalui
peniruan dan penyajian contoh perilaku34.
Kelompok belajar yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
seseorang terhadap sesamanya merupakan termasuk dalam fungsi dari
komunikasi kelompok, dalam suatu forum pengkajian suatu ilmu
menjadikan para anggota kelompok tersebut saling bertukar pengalaman,
pengetahuan, satu sama lainnya sehingga dengan demikian, tercapailah
suatu maksud dari sebuah adanya pembelajaran. Perbendaharaan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan jika dilakukan dengan belajar bersama
akan sangat berbeda dibandingkan dengan belajar sendiri.
2. Komunikasi Antarpribadi
34 Muhibin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 82-95
Ialah komunikasi antara komunikator dengan komunikate yang
berlangsung secara private. Bahasa lainnya ialah pengiriman pesan-pesan
dari seseorang kepada komunikate dengan harapan umpan balik yang
langsung35. Sasa Djuarsa memberikan pendapatnya mengenai hal ini yakni
komunikasi antara dua orang di mana terjadi kontak langsung dalam
bentuk percakapan (face to face) atau melalui sebuah medium seperti
telepon36. Senada dengan pengertian tersebut namun berbeda redaksi
menurut Devito mengutip pendapat Djuarsa dan Turnomo, komunikasi
antar pribadi ialah suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang
saling berkomunikasi. Pengertian proses berpacu pada perubahan dan
tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi
antar pribadi juga merupakan suatu pertukaran yaitu tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
Sedangkan makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses
tersebut, kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi
terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi37.
Devito menjelaskan komunikasi antar pribadi adalah penyampaian
pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau
sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang
untuk memberikan umpan balik segera38.
35 Alo Lilweri, Komunikasi Antarpribadi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), h. 72 36 Ibid., h. 21 37 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar (Jakarta: Professional
books, 1997), h. 231 38 Ibid
Hubungan antar pribadi akan berlangsung lama apabila dalam
interaksi antar kedua orang tersebut terjadi transaksi yang adil (equity).
Dalam prinsip equity, keadilan akan terjadi apabila masing-masing pihak
yang terlibat dalam interaksi sosial sama-sama memberi dan menerima
dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan menurut Barlund menurutnya
komunikasi antar pribadi harus ada dua orang atau lebih yang secara fisik
dekat dan merasa keberadaannya di tengah dan dengan orang lain.
Komunikasi antar pribadi melibatkan komunikasi yang bebas. Artinya
setiap tingkah laku komunikasi mengandung sebab dan akibat tertentu
yang langsung diterima pada saat itu juga. Dengan demikian, setiap pesan
sebagai aksi selalu mendapat reaksi dari yang menerimanya. Peristiwa
berlangsungnya komunikasi antar pribadi terjadi tidak berstruktur, bersifat
tidak formal, tidak kaku, dan sangat luwes39.
Gerald R. Miller dan Mark Steinberg memaparkan komunikasi antar
pribadi terjadi apabila seorang komunikator mengerti dan memahami
kultur, tingkat sosial, dan psikologi, komunikatenya. Karena tiap individu
mempunyai kepribadian dan watak yang tidak pernah sama dengan yang
lain dan ini merupakan hasil dari tempaan dan terbentuk berdasarkan
pengalaman di masa lalu40.
Menurut mereka bahwa terdapat tingkatan analisis yang digunakan
agar komunikasi antar pribadi berjalan secara efektif yaitu:
a. Tingkat kultural. Pada tingkatan ini guna mencapai efek yang
diharapkan komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus
39 Weri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi, h. 122-123 40 Ibid
mengerti dan memahami kultur terutama yang bersifat immaterial dari
pihak yang diajak berkomunikasi dengan mengenal atau menguasai
kultur yang immaterial ini seperti bahasa, dan adat istiadat, paling
tidak kita mampu untuk berkomunikasi dengan pihak lain.
b. Tingkat sosiologis. Apabila komunikator melakukan prediksi
mengenai reaksi komunikate terhadap pesan yang ia sampaikan
berdasarkan keanggotaan komunikate dalam kelompok sosial tertentu
maka, dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada
tingkat sosiologis. Pada tingkat ini, prediksi atau prakira yang
dilakukan komunikator terhadap reaksi komunikate dapat dilihat dari
segi keanggotaan dari kelompok tepat komunikate berada.
c. Tingkat psikologis. Apabila prediksi atau prakira yang dibuat
komunikator terhadap reaksi komunikate sebagai atribut menerima
pesan didasarkan atas analisis pengalaman individual yang unik dari
komunikate maka, dapat dikatakan komunikator melakukan prediksi
pada tingkat psikologis, prediksi pada tingkat psikologis ini
memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati mengenai perilaku
seseorang dan sekali-kali tidak boleh dikaitkan dengan perilaku orang
lain yang pernah melakukan kontak dengan kita sebelumnya41.
a. Karakteristik komunikasi antar pribadi
41 Budyatna dan Nina Mutmainnah, h. 6-10
Onong menjelaskan bahwa karakteristik komunikasi
antarpribadi adalah dua arah atau timbal balik (two way traffic
communication), masing-masing bisa saling menggantikan posisi.
Suatu ketika komunikate bisa menjadi komunikator dan sebaliknya42.
Menurut Djuarsa dan Turnomo terdapat enam karakteristik komunikasi
antarpribadi yaitu :
1) Komunikasi antar pribadi dimulai dengan diri sendiri
2) Bersifat transaksional
3) Mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi
4) Mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang
berkomunikasi
5) Melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan yang
lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi
6) Komunikasi antar pribadi tidak dapat diulang ataupun diubah
Devito memberikan pemaparannya mengenai hal ini yaitu
hubungannya terbina melalui tahap kontak sosial, tahap keterlibatan
diri untuk mengenal orang lain, tahap penurunan hubungan dan tahap
pemutusan hubungan dengan orang lain43. Sedangkan menurut Everett
Rogers karakteristik komunikasi antar pribadi (KAP) adalah arus
pesannya cenderung dua arah, konteks komunikasi berupa tatap muka,
tingkat umpan balik yang terjadi sangat tinggi, kemampuan mengatasi
tingkat selektivitas (terutama selektiv eksposure) sangat tinggi,
42 Ibid., h. 48 43 Djuarsa, Materi Pokok Teori Komunikasi, h. 21
kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat dan
efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap44.
b. Tujuan KAP
Toto Hernawo memberikan pendapatnya mengenai tujuan KAP
yakni :
1) Sebagai sarana pembelajaran, melalui KAP kita belajar mengenai
dunia luar atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini.
Walaupun sebagian besar informasi tersebut kita dapatkan melalui
media massa. Informasi tersebut dapat kita bicarakan melalui
komunikasi antar pribadi
2) Mengenal diri sendiri dan orang lain. Melalui KAP kita dapat
mengenal diri kita sendiri dengan membicarakan tentang diri
sendiri kepada orang lain, kita akan mendapatkan perspektif
tentang diri kita dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan
perilaku, persepsi diri kita, sebagian besar merupakan hasil
interaksi dengan orang lain
3) KAP membantu kita membentuk relasi. Karena kita adalah
makhluk sosial maka kebutuhan akan berhubungan dengan orang
lain merupakan kebutuhan yang paling besar
4) Melalui KAP kita dapat mempengaruhi individu untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan
5) Melalui KAP kita dapat mengakrabkan dengan orang lain
44 Devito, Komunikasi Antarmanusia, h. 232
6) Bermain dan mencari hiburan. Dalam berkomunikasi tidak
selamanya kita mempengaruhi orang lain. Kita berkomunikasi juga
untuk memperoleh kesenangan, bercerita tentang film yang kita
tonton, melontarkan lelucon, membicarakan hobi, merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan hiburan.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KAP
Menurut M. Budyatna dan Nina dalam KAP diperlukan adanya
keterbukaan perasaan dan pikiran secara terbuka, jujur, dan langsung
tanpa berusaha menyembunyikan objek yang ril dan hal yang tidak
disetujui, menampilkan sikap empati terhadap orang lain, menyatakan
perasaan secara spontan, mengundang orang lain secara positif, dan
memberlakukan orang lain sebagai mitra dalam berkomunikasi45.
Onong menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
KAP adalah homophily (memiliki kesamaan dalam sifatnya seperti
kepercayaan, nilai, dan sebagainya), heterophily (memiliki perasaan
berbeda dengan orang lain), dan empati (ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain). Salah satu syarat dalam berkomunikasi
adalah pengalihan informasi senantiasa terjadi antara sumber informasi
yang memiliki persamaan-persamaan tertentu.
d. Fungsi KAP
Komunikasi dipandang dari arti yang luas tidak hanya diartikan
sebagai pertukaran berita, dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu
45 Ibid
dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide maka,
fungsinya dalam sistem sosial adalah sebagai berikut :
1) Sosialisasi. Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota
masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya
dan dapat aktif di dalam masyarakat
2) Motivasi. Menjelaskan tujuan setiap masyarakat, jangka pendek
maupun jangka panjang, mendorong orang untuk menentukan
pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan
kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar
3) Perdebatan dan diskusi. Menyediakan dan saling menukar fakta
yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau
menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik,
menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk
kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan
masalah yang menyangkut kepentingan bersama
4) Pendidikan. Peralihan ilmu pengetahuan dapat mendorong
pembangunan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk
keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang
kehidupan
5) Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni
dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan
kebudayaan dengan memperluas horison seseorang, serta
membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan
estetiknya
6) Agar saling kenal satu dengan yang lain
e. Efektifitas KAP
KAP suatu ketika dapat berubah dari sangat efektif menjadi tidak
efektif bahkan menjadi buruk oleh karena itu, ia memiliki
karakteristik-karateristik yang dapat dilihat dari 2 perspektif yaitu :
1) Perspektif humanistik meliputi sifat-sifat :
a) Keterbukaan (openness)
b) Perilaku suportif (supportiveness)
c) Perilaku positif (Positiveness)
d) Kesamaan (equity)
2) Perspektif pragmatis meliputi siat-sifat
a) Percaya diri (confidence)
b) Kebersamaan ( togetherness)
c) Menejemen interaksi
d) Perilaku ekspresif
e) Orientasi pada orang lain
Dua perspektif tersebut saling melengkapi satu sama lain,
masing-masing perspektif memberikan penjelasan tentang sifat-sifat
tersebut dalam upaya meningkatkan komunikasi antar personal.
Namun demikian, terdapat beberapa karakteristik dari dua perspektif
tersebut yang mempunyai maksud yang hampir sama
Dalam konteks ini komunikasi berlangsung dalam situasi yang
pribadi. Bisa dilakukan secara tatap muka berupa dialog langsung
sehingga tanggapan komunikate dapat langsung diketahui atau feed
back bersifat langsung. Ada juga yang menggunakan media seperti
telephone, mobile / HP, chatting melalui internet, akan tetapi hasilnya
atau feeed backnya tentu saja mengalami hambatan, karena amat
tergantung dari kondisi sinyal dan jarak.
Faktor-faktor penting dalam komunikasi antar pribadi yakni :
1) Komunikator dapat mengetahui kerangka referensi komunikate
secara utuh dan jelas
2) Komunikasi berlangsung secara dialogis
3) Komunikasi berlangsung secara wawan muka atau face to face
sehingga komunikator dapat melihat langsung ekspresi wajah,
sikap, dan lain-lain46.
Melihat penjabaran di atas bisa dikatakan bahwa komunikasi
antar pribadi merupakan kegiatan yang dinilai paling tepat untuk
mengubah sikap, opini, ataupun perilaku. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan komunikasi antar pribadi ialah :
1) Bersikap empatik dan simpatik
2) Menunjukkan bahwa komunikator memiliki kredibilitas yang baik
3) Bersikap sebagai pembimbing, bukan pemerintah
4) Kemukakan fakta
46 Onong, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 72
5) Berbicara dengan gaya yang menarik, mengajak, bukan menyuruh
6) Jangan bersikap superioritas
7) Jangan mengentengkan atau memudahkan hal-hal yang
mengkhawatirkan
8) Jangan mengkritik
9) Kontrol emosi
10) Berbicara secara meyakinkan47.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hubungan antar
pribadi akan mengalami proses awal. Pada proses ini setiap individu
akan saling mengenalkan diri dan menjajaki satu sama lainnya.
Dengan kata lain pada tahap ini merupakan tahap proses pengenalan.
Selanjutnya ialah tahap kedua. Pada tahap ini setiap individu
mulai mengarah pada permasalahan yang lebih dalam dan terfokus
pada inti permasalahan yang nantiya akan mengalami titik temu atau
dengan kata lain terjadinya persepsi yang sama.
Tahap ketiga. Setiap individu akan memasuki tahap yang lebih
intim yang akan berimplikasi pada sesuatu yang nantinya memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak. Sedangkan pada tahap keempat,
sudah terciptanya saling memahami dan diharapkan memberikan suatu
kontribusi bagi individu yang terlibat di dalamnya.
Dalam penetrasi sosial dituntut adanya saling pengertian antar
pribadi dalam berkomunikasi agar terciptanya hubungan yang
47 Ibid., h. 127
harmonis dan langgeng antar satu individu dengan individu yang
lainnya.
3. Komunikasi Massa (mass communication)
Ialah komunikasi yang menggunakan perantara media massa seperti
Tv, news paper, tabloid, radio, serta film. Dalam hal ini beberapa expert
memberikan definisinya yakni :
a. Komunikasi massa selain menggunakan media modern juga
menggunakan media tradisional seperti teater rakyat (Everett M.
Rogers)
b. Komunikasi massa ialah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau juga
semua orang yang menonton Tv, karena sejatinya khalayak amat sulit
untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa ialah komunikasi yang
disalurkan oleh pemancar-pemancar audio visual48.
4. Komunikasi Organisasi
Ialah proses menciptakan dan menukar pesan dalam satu jaringan
hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah49.
Sedangkan R. Wayne Peace & Don F. Faules mendefinisikan
komunikasi organisasi sebagai penunjukan dan penafsiran pesan di antara
unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi
48 Ibid., h. 21-22 49 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 67
tertentu50. Organisasi menurutnya terdiri dari unit-unit komunikasi dalam
hubungan-hubungan hirarki antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya. Meskipun bermacam-macam persepsi mengenai definisi
komunikasi organisasi ada beberapa hal umum yang dapat disimpulkan.
a. Komunikasi organisasi sesungguhnya terjadi dalam suatu sistem
terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
komunikator baik internal maupun eksternal
b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan dan media
c. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaan,
hubungan, serta keterampilannya
B. Pembinaan dan Ruang Lingkupnya
a. Pengertian Pembinaan
Pembinaan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu Training yang berarti latihan, pendidikan, serta pembinaan. Secara
istilah, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal
baru ynag belum dimiliki dengna tujuan membantu orang yang
menjalaninya untuk membenarkan dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan
baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih
efektif51. Pembinaan merupakan program, peerta berkumpul untuk
50 R. Wayne Pace dan Don F. Fales, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahan ( Bandung: Rosda Karya, 2002), h. 31 51 Mangun Hardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h.
11-12
memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan, dan kecakapan
dengan mengembangkan yang sudah ada dengan menambah yang baru.
Pembinaan diikuti oleh sejumlah peserta yang diperhitungkan dari tujuan
dan efektifitasnya.
Adapun fungsi pokok pembinaan mencakup tiga hal yaitu :
a. penyampaian informasi
b. perubahan dan pengembangan sikap
c. latihan dan pengembangan sikap
b. Program Pembinaan
Ialah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan
urutan acara-acara pembinaan yang akan dilakukan52. Program pembinaan
menyangkut sasaran, isi, pendekatan, serta metode pembinaan.
i. Sasaran program
Tidak jarang terjadi bahwa sasaran, objektif, program pembinaan
tidak dirumuskan dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena
berbagai sebab yaitu :
1) Pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program
pembinaan
52 Ibid., h.11
2) Pembina terlalu yakin diri sehingga dia tidak merasa perlu untuk
membuatnya
3) Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran
program pembinaan
4) Program pembinaan sudah biasa dijalankan
Apapun alasannya suatu pembinaan yang mempunyai sasaran
yang jelas mengandung bahaya bagi kelangsungan pembinaan. Jangan
sampai pembinaan tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas pula.
Kecuali tanpa sasaran yang dirumuskan, suatu pembinaan sulit dinilai
berhasil tidaknya. Oleh karena itu, sasaran harus dirumuskan dengan
jelas dan tegas agar pembinaan itu pada akhirnya sejalan dengan minat
para peserta53.
ii. Isi Program
Isi pembinaan program berhubungan dengan sasaran. Maka
betapapun baiknya acara sebagai isi program pembinaan yang
dipimpinnya kalau tidak mendukung tercapainya sasaran program.
Agar dapat sejalan dengan sasaran program, waktu merencanakan isi
program Pembina sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
1) Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para
peserta pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan
pengalaman mereka
53 Ibid., 16
2) Isi tidak melulu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan
dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para
peserta, serta dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
3) Isi tidak terlalu banyak tetapi disesuaikan dengan daya tangkap
para peserta dan waktu yang tersedia
iii. Pendekatan program kita mengenal beberapa pendekatan utama dalam
program pembinaan antara lain :
1) Pendekatan informatif
Dalam pendekatan ini seseorang menjalankan program degan
menyampaikan informasi kepada para peserta dengan pendekatan
informatif biasanya program pembinaan diisi dengan ceramah, atau
kuliah oleh berbagai pembicara tentang berbagai hal yang dianggap
perlu bagi para peserta. Dengan pendekatan itu, partisipasi para
peserta dalam pembinaan kecil. Partisipasi para peserta terbatas
pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan
mengenai hal yang belum dimengerti benar-benar.
2) Pendekatan partisipatif
Partisipatif approach berlandaskan kepercayaan bahwa para
peserta sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka,
dalam pembinaan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian mereka
dimanfaatkan. Lebih merupakan situasi belajar bersama, di mana
para peserta saling melakukan interaksi.
C. Pengertian Hufazh
Hufazh ialah orang-orang yang melakukan kegiatan menghafal Alquran
sebagai tanda keseriusannya dalam menjalankan agama. Menghafal Al-quran
merupakan bagian dari menyelamatkan isi dan keotentikan Al-quran. Menurut
Muhammad Zen menghafal Alquran adalah mudah akan tetapi mudah pula
lupa oleh karena itu ketekunan amat diperlukan54.
Di kalangan umat Islam Indonesia terdapat perhatian yang besar
terhadap membaca Al-quran. Anak-anak diajarkan membaca Al-quran yang
merupakan bagian dari pendidikan agama, dan para anggota keluarga sekali-
kali membaca Al-quran bersama-sama di rumah sebagai bagian dari tanda
ketaatan keluarga tersebut terhadap agama terutama dalam bulan Ramadhan.
Orang-orang yang lebih serius berusaha untuk menghafalnya atau
membacanya dengan berbagai gaya . Pengucapan huruf-huruf yang tepat dan
gaya alunan merupakan inti dari kegiatan tersebut.
Howard F. Federspiel mengutip pendapat Muhammad Zen yang
mengatakan bahwa menjalankan kegiatan menghafal Al-quran yang
sebenarnya ialah seorang calon hafizh biasanya membaca Al-quran tujuh kali
khatam dengan memusatkan perhatian pada cara pengucapan dan tanda-tanda
baca agar semakin menguasainya55.
Menurut Muhammad al-Ghazali, membaca dan menghafal Al-quran
harus dilakukan secara terus menerus sebab kekalnya Al-quran merupakan
54 Howard M. Federspiel, Kajian Al-quran di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), h. 204 55 Ibid,
salah satu keistimewaan tersendiri56. ia juga merupakan kegiatan yang
dianggap istimewa oleh kalangan umat Islam sebab tidak banyak yang
melakukannya hanya orang-orang yang teguh pendiriannya yang menghafal
Al-quran. Oleh sebab itu jumlahnya dari generasi ke generasi jumlahnya tidak
begitu banyak. Namun demikian setiap generasi selalu tidak putus yang
menghafal Al-quran, termasuk masih berlanjutnya hafalan dan bacaan secara
lisan. Membaca dan menghafal Al-quran merupakan ruh yang memberikan
kekuatan maknawiyah kepada sang pembaca. Bagi mukmin Al-quran
berfungsi sebagai obat penentran hati. Ia juga huda dan rahmat. Darinya
seseorang tidak hanya mendapatkan ketenangan dan kekuatan ruhiyah namun
juga petunjuk ilmu pengetahuan yang berlimpah ruah.
Senada dengan Howard, Cahyadi Takariawan juga mengatakan bahwa
menjadi seorang hafizh tidaklah mudah sebab ia memerlukan keahlian
tersendiri dan juga ketekunan. Membacanya harus tartil dan juga teliti serta
sepenuh hati hingga merasakan betul getaran-getaran Ilahiyah yang terpancar
dari kalamullah tersebut. Selebihnya bisa meresapkan makna ayat-ayat yang
dibaca sehingga mampu meninggalkan bekas yang mendalam57.
Membaca Al-quran harus sesuai dengan aturan-aturn yang baku. Aturan-
aturan tersebut meliputi metode pembacaan yang tepat, tempat berhenti ketika
membaca, ciri-ciri huruf, dan panjangnya bacaan. Ini merupakan metode
klasik yang dipakai dalam mempelajari bahasa Arab baik yang berhubungan
dengan Al-quran maupun tidak, dan struktur kalimat.
56 Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-quran (Bandung: Mizan, 1997), h. 28 57 Cahyadi Takariawan, Prinsip-prinsip Dakwah (Yogyakarta: Izzan Pustaka, 2005),
h 52
Terdapat beberapa adab dalam membaca Al-quran. Adab tersebut harus
dilakukan dengan jelas, sungguh-sungguh dan perasaan takzim serta ikhlas.
Al-quran harus dibaca dengan suara yang indah dan harus dibaca perlahan-
lahan dengan penuh kekuatan. Sebelum membacanya seseorang diwajibkan
berwudu terlebih dahulu, memakai pakaian yang suci, duduk pada tempat
yang suci, tempat yang tepat (dianjurkan menghadap ke arah kiblat), jika
sambil berdiri berdirilah pada tempat yang kokoh, seperti mimbar, peganglah
ia dengan kedua tangan, jika duduk simpanlah ia di tempat yang agak tinggi
sedikit dari lutut, awali dengan taawudz, dan basmalah, baca dengan niat
karena Allah dengan suara yang indah dan akhiri dengan kalimat
Shadaqallahhul azim. Jika membawanya, bawalah dengan tangan kanan serta
tempelkan pada dada58.
Selain adab terdapat juga larangan yaitu : Al-quran tidak boleh dibaca
dengan nada yang ditentukan seperti yang digunakan dalam bernyanyi, tidak
boleg dibaca dengan suara yang bergelombang tanpa aturan, tidak boleh
dibaca dengan suara yang bergetar59.
Al-quran dengan segala keindahannya harus diperlakukan dengan
sebaik-baiknya walaupun ia dicetak di atas kertas putih yang tidak ada
bedanya dengan buku-buku yang lain. Akan tetapi ia memiliki makna khusus
sebab posisinya yang sangat fital dalam ajaran Islam.
58 Ghazali, Berdialog dengan Al-quran 59 Ibid,.
BAB III
USTD. ALI FAHRUDDIN, MA
C. Ustd. Ali Fahruddin, MA
Tahun 1976 adalah tahun kelahiran ustad. Ali Fahruddin, tepatnya pada
tanggal 6 Januari di Pemalang Jawa Tengah dari orang tua, Bapak H.
Marsetyo dan Ibu Jaziroh. Setelah menamatkan sekolah dasar pada tahun
1988, beliau melanjutkan studi di pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa
Timur. Keinginan untuk mondok ini telah menjadi cita-cita beliau sejak SD
karena melihat keberhasilan paman-paman beliau yang merupakan alumni dari
sana (Jombang). Pada tahun itu juga, beliau dengan diantar seluruh keluarga
pergi ke Jombang. Pamannya menyarankan agar beliau dipondokkan di
Madrasatul Quran, salah satu pondok yang berada di Tebuireng. Ternyata,
pondok ini di samping mempelajari kitab kuning juga menganjurkan agar para
santrinya menghafal Al-quran. Setahun kemudian timbul keinginannya yang
sangat kuat untuk menghafalkan Al-quran. Ketika kelas 2 Aliyah, Allah
memberi anugerah untuk menjadi pemelihara kalam-kalam suci-Nya. Selepas
Aliyah pada tahun 1995, beliau mengabdikan diri untuk menjadi pembina
adik-adik kelas sambil belajar Qira`ah Sab’ah selama satu tahun sampai tamat
30 juz.
Pada tahun 1996, setelah diwisuda Qira`ah Sab’ah beliau ke Jakarta
untuk meneruskan studi di IAIN Syarif Hidayatullah Fakultas Ushuluddin
jurusan Tafsir Hadis. Di kampus inilah beliau menemui hal-hal yang baru
yang belum pernah dirasakan selama berada di pondok. Organisasi yang
pernah diikuti tergolong banyak karena keinginannya untuk mengetahui
semua yang ada di dalam organisasi keislaman, seperti: HMI, LDK, Irmafa,
dan bersama teman-teman yang hafal Al-quran beliau mendirikan Lembaga
Tahfizh dan Ta’lim Al-quran pada tahun 2001. Ketika itu beliau masih
menjabat sebagai ketua Irmafa sehingga ketika teman-temannya menawari
menjadi ketua, beliau menolak karena khawatir salah satunya ada yang
terbengkalai.
Selama menjadi Ketua Irmafa di tahun 2000-2001, banyak kegiatan yang
dilakukan. Ketika itu, masih ada imbas dari krisis moneter sehingga kegiatan
lebih banyak terarah kepada bantuan bagi masyarakat miskin di sekitar
kampus, serta Ciputat pada umumnya. Pengadaan sembako murah,
pengumpulan dan pendistribusian pakaian layak pakai merupakan bagian dari
program-program organisasi ini. Dalam acara-acara tersebut Irmafa tidak
sendirian, Remaja Islam Fatahillah (RIF) dan Remaja Masjid al-Husna (RMH)
seringkali dilibatkan. RIF adalah kumpulan pemuda-pemudi komplek dosen
IAIN sedangkan RMH merupakan remaja masjid di lingkungan beliau karena
sejak awal masuk IAIN sampai semester 7, beliau tinggal di Masjid Al-husna
sebagai takmirnya. Satu hal cita-citanya selama menjabat sebagai ketua Irmafa
ialah ingin menjadikan remaja masjid sebagai pemimpin dan teladan bagi
seluruh remaja masjid kampus se-Indonesia, mengingat keberadaan IAIN
Jakarta sebagai sentral bagi perguruan tinggi Islam di Indonesia. Ketika itu,
proposal untuk mengadakan Muktamar Nasional antar remaja masjid kampus
sudah jadi, tetapi waktu dua bulan terasa sangat mendesak karena sebulan
berikutnya beliau harus mempersiapkan pergantian kepemimpinan. Akhirnya,
cita-cita ini kandas tetapi beliau berusaha mensosialisasikan kepada seluruh
ketua Irmafa berikutnya, namun satu pun di antara mereka belum ada yang
merespon dengan baik.
Salah satu alasannya mengapa ingin cita-cita ini tercapai adalah karena
belum ada remaja Masjid kampus dari perguruan tinggi Islam yang citranya
baik di mata masyarakat, justru yang lebih dikenal adalah Remaja Masjid
Salman ITB dan Remaja Masjid UGM. Sementara di Jakarta sendiri YISCH
(Remaja Masjid al-Azhar) dan Remaja Masjid Sunda Kelapa lebih terkenal
dari pada Irmafa.
Program lain yang pernah dilaksanakan adalah studi banding ke Remaja
Masjid Salman di Bandung. Banyak hal yang bisa diambil dari sana. Satu hal
yang terpenting yang belum dapat diaplikasikan di Irmafa adalah metode
pengkaderan. Disana sangat sistematis dan teratur. Dari masjid Salman itu
banyak muncul tokoh-tokoh nasional yang mahir di bidang teknologi dan
loyal di bidang agamanya, seperti DR. Imaduddin Abdurrahim. Mengapa
Irmafa tidak bisa?
Selepas menjabat sebagai ketua Irmafa, beliau dan teman-teman kelas
Tafsir Hadis dengan bimbingan DR. Lutfi Fathullah, MA mendirikan sebuah
lembaga kajian Tafsir dan Hadis yang dikenal dengan LP2QH (Lembaga
Pengkajian dan Penelitian al-Quran dan Hadis). Ketika itu, teman-teman
menunjuk beliau sebagai direktur eksekutifnya karena pengalamannya sebagai
ketua Irmafa. Sejak itu pula, beliau pindah dari Masjid al-Husna ke sekretariat
LP2QH yang berada di belakang TIP TOP Ciputat.
Tahun 2001, beliau diwisuda S1 ketika itu masih menjabat sebagai
direktur eksekutif LP2QH. Selama masa perkuliahan, selain aktif di beberapa
organisasi tersebut, beliau juga seringkali mengikuti MTQ dari tingkat
kabupaten hingga tingkat nasional. Sesuai dengan keahliannya di bidang
tahfizh al-Quran dan keinginannya memperdalam dan menguji kemampuan di
bidang tafsir, maka cabang yang di ikuti Tafsir al-Quran plus Tahfizh 30 juz,
baik dengan bahasa Arab maupun bahasa Indonesia. Prestasi beliau paling
tinggi adalah juara 1 tafsir bahasa Indonesia tingkat propinsi Banten dan
beberapa kali mengikuti cabang ini di tingkat Nasional, baik mewakili Banten,
Jakarta, dan Lampung, namun satu pun belum ada yang lolos menjadi juara di
tingkat Nasional.
Setelah wisuda S1, timbul keinginannya untuk mencari pengalaman di
luar negeri. Tiba-tiba keinginan ini bersambut dengan kehadiran seorang
teman yang sedang mencari guru tahfizh untuk mengajar di Al-imam
International Institute Kelantan Malaysia. Tawaran itu langsung di sanggupi,
lalu tidak lama kemudian beliau berangkat ke Malaysia dengan visa pelajar.
Selama kurang lebih dua tahun, beliau mengajar di sana. Menginjak tahun
kedua di Malaysia, beliau pulang kampung dan menyatakan keinginan untuk
menikah. Dengan izin Allah Swt keluarganya menyetujui lalu beliau menikah
dengan gadis mantan sekretarisnya di Irmafa. Beliau mengakui bahwa, bukan
berarti selama menjabat sebagai ketua Irmafa pacaran dengannya, justru
pernyataan cinta disampaikan setelah lengser dari kepengurusan Irmafa.
Makanya, banyak teman-temannya yang merupakan aktivis Irmafa kaget
karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setelah menikah, mereka
berangkat ke Malaysia dan mengajar di sana.
Setahun kemudian mereka pulang kampung untuk meneruskan cita-cita
melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi lagi yaitu post graduate (S2).
Meski berbekal uang seadanya, mereka kembali ke Jakarta dan atas saran DR.
Ahsin Sakho beliau kuliah di UIN Jakarta dengan bantuan beasiswa dari
Menteri Agama, Prof. DR. Said Agil Husain al-Munawwar, yang kala itu
masih menjabat sebagai Menteri Agama. Alhamdulillah, Allah memberikan
kemurahan rizki sehingga selama dua semester diberi beasiswa oleh Beliau.
Dan selama dua semester berikutnya mendapat beasiswa dari Pusat Studi al-
Quran untuk belajar disana secara langsung dengan Prof. DR. M. Quraish
Shihab, MA dan Prof. DR. Nasaruddin Umar, MA sekaligus menjadi
pembimbing selama pembuatan tesis. Judul tesisnya: Pengaruh Perbedaan
Qira`at dalam Penafsiran Ayat-ayat tentang Relasi Gender. Akhirnya, pada 29
Juli 2006 beliau diwisuda S260.
1. Biodata Pribadi Ustdz. Ali Fahruddin, MA
Nama : Ali Fahrudin, MA.
TTL : Pemalang, 6 Januari 1976
Status : Menikah
Alamat : Jl. Sedap Malam Rt 09/08 No. 104 Pisangan Ciputat
60 Hasil interview dengan Ustadz Ali
Tangerang
Pendidikan Formal
a. Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Pemalang Th. 1982-1988
b. Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren Madrasatul Quran
Tebuireng Jombang Th. 1988-1991
c. Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng
Jombang Th. 1991-1995
d. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fak. Ushuluddin, jurusan Tafsir
Hadis, Th. 1996-2001
e. Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, konsentrasi Tafsir
Hadis, Th. 2003-2006
Pendidikan Non Formal
a. Menghafal Al-Quran 30 juz di Pon. Pes. Madrasatul Quran Tebuireng
Jombang, 1992-1994
b. Takhassus Qira’at Sab’ah di Pon. Pes. Madrasatul Quran Tebuireng
Jombang Th. 1994-1996
c. Training Instruktur Bahasa Arab ASL Arabic Super Learning, Th.
2000
d. Kursus Bahasa Inggris di Jombang, Th. 1995
e. Kursus Bahasa Inggris di LIA, Th. 1998
f. Mahasiswa Pendidikan Kader Mufassir di Pusat Stadi al-Quran (PSQ)
di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA, Th.
2005-2006
2. Aktivitas Ustadz Ali Fahrudin, MA
a. Staf Pengajar tetap di MTs Madrasatul Quran Tebuireng Jombang,
1995-1996
b. Staf Pengajar tidak tetap di MA Pon. Pes. Wali Songo Cukir Jombang,
1995
c. Pengurus Pon. Pes. Madrasatul Quran Tebuireng Jombang, Th. 1995-
1996
d. Staf Pengurus Lembaga Dakwah Kampus Syarif Hidayatullah Jakarta,
Th. 1998-1999
e. Ketua Ikatan Remaja Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Th. 1999-2001
f. Staf Instruktur Lembaga Tahfidz dan Ta’lim al-Quran Jakarta, 2000-
sekarang
g. Direktur Rumah Qurani Indonesia
h. Staf Pengajar Kursus Bahasa Arab ASL (Arabic Super Learning), Th.
2000-2001
i. Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Penelitian Tafsir dan
Hadis Jakarta, Th. 2000-2001
j. Staf Pengajar Al-Imam International Institute Kelantan Malaysia, Th.
2001-2003
k. Tim Dakwah Jam’iyyah Li Tahfizh al-Quran (JATIQU) Jakarta, 2003-
sekarang.
l. Anggota Ustad dan Da’i Majelis Ulama Indonesia cabang Ciputat,
2004-2006
m. Asisten Dosen di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Th. 2005
n. Asisten Dosen di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Th. 2006- sekarang
o. Menjadi imam tarawih dan Qiyamullail di beberapa Masjid besar,
seperti: Masjid BI, Masjid Pondok Indah, dan Masjid Fathullah UIN.
3. Prestasi
a. Juara terbaik III cabang Tahfidz 30 Juz + Tafsir Bahasa Arab di MTQ
DKI Jakarta, Th. 1999
b. Duta DKI Jakarta cabang Tahfidz 30 Juz + Tafsir Bahasa Arab di STQ
Nasional di Jakarta, Th. 2000
c. Juara terbaik II cabang Tahfidz 30 Juz di MTQ Propinsi Lampung, Th.
2001
d. Duta Propinsi Lampung pada cabang Tahfidz 30 Juz + Tafsir Bahasa
Arab di MTQ Nasional di Palu Sulawesi Selatan, Th. 2001
e. Juara terbaik I cabang Tahfidz 30 Juz + Tafsir Bahasa Indonesia di
MTQ Propinsi Banten, Th. 2006
f. Duta Propinsi Banten pada cabang Tahfidz 30 Juz + Tafsir Bahasa
Indonesia di MTQ Nasional di Kendari Sulawesi Tenggara, Th. 2006.
D. Pembinaan Tahfizul Quran ( Lembaga Tahfizul Quran)
Ustadz Ali Fahrudin sukses melakukan pembinaan para hufadz di RUQI
(Rumah Qurani Indonesia) ini merupakan wadah yang secara resmi didirikan
pada tanggal 1 sepetember 2000 hadir guna mengikat dan mengembalikan
kita kepada khittahnya secara kaffah dengan harapan dapat mencetak generasi
intelektual muslim qurani yang nantinya dapat menjadi motor penggerak
masyarakat, budaya, dan agama demi kemaslahatan umat keseluruhan menuju
Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Visi yang di emban oleh lembaga
ini ialah . Mencetak generasi muda yang mencintai al-Quran, hafal ayat-
ayatnya, memahami isi kandungannya dan berakhlak mulia. Adapun misinya
ialah Rumah Qurani Indonesia dituangkan dalam beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Mengajarkan al-Quran dengan baik dan benar
2. Membimbing para penghafal al-Quran
3. Memahamkan makna al-Quran
4. Membina trainer-trainer muda yang berwawasan al-Quran
5. Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntunan al-
Quran.
Rumah Qurani ini hadir untuk memperkenalkan kepada kaum muslimin
agar mereka tidak anti pati dengan al-Quran. Ia sebenarnya “surat cinta” dari
Sang Kekasih yang patut dihayati betul maksud kata-katanya. Karena itu,
tujuan utama Rumah Qurani ini adalah “mengajak bercinta dengan al-Quran”
melalui pengenalan al-Quran dari berbagai segi, dari mulai baca tulis,
menghafal al-Quran hingga mengenal ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya,
dengan metode yang diracik khusus supaya tidak menjemukan bagi para
peminatnya. Sebagaimana Nabi bersabda: Sesungguhnya al-Quran ini
hidangan Allah, maka kenalilah hidangan itu sesuai dengan kemampuanmu.
(HR. Hakim).
Adapun yang menjadi landasan hukum dari lembaga ini ialah Al-Qur’an
Al- Karim dan Sunnah Raslullah saw (Al- Hadits), Sejalan dengan cita-cita
pembukaan UUD 1945, yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. SK Bersama
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
128 Tahun 1982/44 A Tahun 1982 mengenai peningkatan baca tulis Al-Quran
bagi umat Islam dalam rangka peningkatan, penghayatan, dan pengamalan
kitab suci Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari dan juga Hasil Musyawarah
Umum I RUQI tanggal 9 Mei 2000. RUQI memiliki 2 tujuan yakni umum dan
khusus yaitu:
a. Umum
Tujuan pendidikan ini ingin mencetak generasi yang berakhlak al-Quran:
hafal al-Quran atau membacanya dengan baik, memahami isi
kandungannya, dan mengamalkannya.
b. Khusus
Mengenalkan dunia al-Quran yang menyenangkan kepada anak-anak serta
kaum muslimin pada umumnya dan membuat mereka menghayati makna
al-Quran serta bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Model Intervensi
a. Memberikan pengajaran al-Quran: baca tulis, membaca dengan baik,
dan menghafal al-Quran.
b. Mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Quran: terjemah dan
isi kandungannya.
c. Mempersiapkan trainer-trainer berwawasan al-Quran dan teknologi.
2. Strategi Program
a. Partisipatif :
Tidak membatasi untuk kalangan usia tertentu, semua umur boleh
belajar di Rumah Qurani sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Kualitatif :
Tidak mengutamakan jumlah kelompok sasaran tetapi lebih
mementingkan kualitas pelaksanaan program dan outputnya
3. Inovasi Program
a. Siswa tidak bisa membaca
Dalam program pertama ini siswa dianalogikan tidak tahu menahu
mengenai membaca Al-quran. Ia sama sekali ”buta” mengenai Al-
quran. Dalam tahapan pertama ini Ia diberikan arahan-arahan bahwa
membaca Al-quran itu tidak sesulit yang dibayangkan. Sang calon
hufazh diberikan motivasi agar ia yakin bahwa membaca Al-quran itu
menyenangkan, Al-quran merupakan surat dari yang maha kuasa yang
harus selalu dibaca dan juga surat cinta dari kekasih kepada hambaNya.
Selain itu calon hufazh juga ditanya mengenai sejauh mana ia
mengetahui Al-quran. ia ditanya tujuan untuk membaca dan menghafal
Al-quran. kemudian setelah proses itu dilalui langkha selanjutnya ialah
ustadz dan calon hufazh melakukan kontrak belajar mengenai waktu
yang tepat untuk melakukan pembinaan. Setelah terjadi kesepakatan
lalu dilanjutkan dengan bimbingan. Calon hufazh dibimbing
sedemikian intensif oleh ustadz sampai ia mengenal huruf perhuruf,
mampu mengucapkan, membedakan huruf hijaiyah dengan baik.
Bimbingan tersebut di laukan sampai ia bisa membaca Al-quran dengan
baik. Dalam tahap ini antara ustadz dan peserta terjadi komunikasi antar
pribadi yang cukup intensif.
b. Tidak fasih membaca Al-quran
Dalam program yang kedua ini calon hufazh dianalogikan telah tahu
mengenai Al-quran dan tahu membaca Al-quran hanya saja, masih
terdapat beberapa kesalahan dalam membaca. Dalam tahapan ini calon
hufazh ditanya alasan mengapa ia harus membaca Al-quran dengan
baik, kemudian dampak yang ditimbulkan dari membaca Al-quran
secara fasih. Setelah itu baru kemudian dilakukan kontrak belajar
mengenai waktu yang tepat untuk belajar membaca. Setelah disepakati.
Kemudian ustadz memberikan contoh-contoh membaca yang baik dan
benar. Setelah beberapa contoh diberikan kemudian peserta dituntun
untuk menirukan ucapan ustadz. Proses ini terus dijalankan sampai
peserta benar-benar bisa membaca secara fasih.
c. Sukar hafal ayat-ayatnya
Dalam program yang ketiga ini calon hufazh dianalogikan telah tahu
mengenai Al-quran dan tahu membaca Al-quran hanya saja ia kesulitan
dalam menghafal ayat perayat dari Al-quran. Dalam program yang
ketiga ini penangannya berbeda dengan yang pertama dan yang kedua.
Disini ia dikumpulkan dengan beberapa peserta yang lain. Mereka
dikumpulkan dengan tujuan untuk memunculkan jiwa kompetisi dan
juga agar terdapat komunikasi tidak hanya antara ustadz dan peserta
akan tetapi antara sesama peserta pun harus ada komunikasi. Sehingga
proses menghafal tidak membosankan dan juga yang tidak kalah
penting ialah agar mereka terpacu untuk terus menghafal. Dalam
program ini ustadz memberikan tawaran untuk mengahafal apakah akan
mengahafal dari juz awal atau juz terakhir dengans istem setoran.
d. Bosan mengulang hafalan
Dalam program yang ke empat ini peserta dianalogikan telah tahu
mengenai Al-quran dan tahu membaca Al-quran bahkan ia telah
mempunyai kemauan yang besar untuk menghafal dan telah menghafal
Al-quran. Dalam tahapan ini calon hufazh ditanya alasan mengapa ia
harus menghafal Al-quran, kemudian dampak yang ditimbulkan dari
menghafal Al-qura. Kemudian ustadz menjelaskan kepada mereka
mengenai utjuan dan dampak dari menghafal Al-quran.
Seringkali dalam proses penghafalan para peserta mengalami masa
kebosanan dalam menghafal. Dalam tahapan ini ustadz memposisikan
diri sebagai motivator. Beliau memberikan arahan-arahan, memberikan
materi dan juga games yang dapat memacu mereka untuk kembali
menghafal inti dari kegiatan tersebut ialah mengingatkan kembali akan
tujuan dan manfaat jangka panjang dari menghafal Al-quran.
e. Tidak tahu ilmu pengetahuan yang terkait dengan Al-quran
Dalam program ini semua peserta yang ingin mengetahui akan
kehebatan Al-quran mengenai sains dan teknologi diputarkan film
dokumenter karya Harun Yahya yang berdurasi lebih kurang 2 jam.
Setelah menonton kemudian dijelaskan isi kandungan dari film tersebut.
Kemudian para peserta diminta pendapatnya mengenai film tersebut
sehingga terjadi Tanya jawab antara ustadz dan peserta dan sesama
peserta61.
4. Lokasi Kegiatan:
Lokasi Rumah Qurani Indonesia Jl. Sedap Malam RT 08/08 Pisangan
Ciputat Tangerang.
61 Hasil wawancara dengan Ustadz Ali tgl 17 Desember 2009
5. Jumlah Kelompok Sasaran
No. Jenis Pendidikan
Tahun Usia
Jumlah
Siswa 3 – 4 4 – 5 6 – 16 17–50
1. Tingkat pendidikan usia dini/ TPA - - - - -
2. Tingkat TK - 10 - - 10
3. Tingkat SD - - 10 - 10
4. Tingkat SMP - - 10 - 10
5. Tingkat SMA - - - 10 10
6. Tingakat Dewasa/ orang tua - - - 30 30
TOTAL - 10 20 40 70
6. Penawaran Program
a. Belajar baca tulis al-Quran
b. Tahsin, memperbaiki bacaan al-Quran
c. Tahfizh, menghafalkan al-Quran
d. Terjemah, mempelajari makna al-Quran
e. Training of trainer al-Quran
7. Lama Kegiatan
Program baca tulis, tahsin, terjemah, dan training dijadwalkan sesuai
dengan paket masing-masing. Sementara menghafal al-Quran 30 juz
selama 3 tahun dan program menghafal terbatas selama 1-2 tahun sesuai
dengan kemampuan dan tingkat usia siswa.
8. Sumber Dana
Sumber dana yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan Rumah
Qurani diambil dari beberapa sumber, antara lain:
a. Pendiri Rumah Qurani
b. Gerakan Infak Cinta al-Quran Club (GericiQ-Club)
c. Sumbangan dari donatur yang tidak mengikat62.
62 Hasil dari pengolahan data yang diberikan oleh Ustadz Ali
BAB IV
POLA KOMUNIKASI USTADZ. ALI FAHRUDIN, MA DALAM
PEMBINAAN TAHFIZHUL QURAN
G. Komunikasi Non Verbal
Pembinaan dan komunikasi mempunyai hubungan yang erat. Seseorang
membina menggunakan bahasa komunikasi yang dimilikinya. Kapan, dengan
siapa, berapa banyak hal yang dikomunikasikan, sangat bergantung pada
komunikasi dari orang-orang yang berinteraksi. Tidak ada satu aspek pun dari
kehidupan manusia yang tidak disentuh oleh komunikasi baik itu verbal
maupun nonverbal. Dengan demikian, komunikasi dan pembinaan tidak dapat
dipisahkan. Hubungan antara keduanya merupakan faktor kunci untuk
memahami hasil dari pembinaan.
Komunikasi menelaah elemen-elemen komunikasi yang sangat
mempengaruhi interaksi ketika antara ustadz dan peserta maupun antara
sesama peserta melakukan komunikasi. Komunikasi terjadi ketika pesan yang
harus ditangkap dan dipahami, diproduksi oleh anggota dari lawan bicara
yang lain. Jadi, menandai komunikasi ialah sources dan receivers.
Demikian halnya komunikasi yang dibangun antara ustadz dan peserta.
Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen
berikut seperti : persepsi, dan proses-proses non-verbal.
Segala sesuatu yang dikomunikasikan adalah persepsi seseorang tentang
manusia, dunia dan lingkungannya. Kebiasaan dimana orang-orang dari suatu
wilayah merespon sesuatu menunjukkan hubungan-hubungan persepsi dan
komunikasi. Terdapat beragam persepsi seperti : persepsi tentang usia, ruang
dan jarak sosial, etnik, kerja, waktu, persaingan, jabatan, dan perilaku agresif.
Dalam proses penghafalan Alquran ini ustadz. Ali mempersepsikan
dirinya sebagai orang tua yang selalu membimbing peserta didik seperti anak
sendiri. Peserta di bimbing seintensif mungkin sehingga mereka dapat
menyerap ayat perayat dari kitab suci Alquran. Sebelum mereka didik ustadz
Ali terlebih dahulu melakukan komunikasi non-verbal yaitu beliau
memberikan tempat penginapan Cuma-Cuma kepada peserta. Mereka
dibimbing untuk mengerjakan amalan-amalan sunah yang menunjang pada
penghafalan seperti salat malam, saum sunnah, dan lain sebagainya.
Komunikasi ini memiliki makna yaitu para peserta didik dianggap sebagai
anak beliau yang sedang dalam proses pendidikan. Tidak ada satu peserta pun
yang mendapat keistimewaan melainkan semuanya sama. Beliau selalu
memberikan senyuman kepada para peserta ketika mereka (peserta)
mengerjakan perintah beliau. Ada banyak komunikasi nonverbal yang terjadi
selama pennulis melakukan observasi seperti mengajak peserta sharing,
mengundang peserta kerumah beliau, mengajak peserta kepertemuan-
pertemuan para hafizh. Dan lain sebgaianya. Makna mengajak disni memiiki
arti kedekatan antara ustadz dengan peserta, seolah-olah tidak ada pembatas
yang menghalangi, mereka bukan orang asing bagi ustadz. Akan tetapi,
mereka adalah seorang anak yang harus diajar, diberi wawasan sehingga
mereka tidak bosan dan jenuh.
Sedangkan para peserta mereka mempersepsikan diri sebagai anak yang
sedang dididik. Konsekuensinya ialah mereka harus mengikuti apapun yang
diperintahkan oleh sang ustadz selama hal itu tidak keluar dari jalur agama.
Kondisi seperti ini diakui oleh peserta sangat nyaman apalagi mereka
berpendapat bahwa ustadz sangat baik dan tidak pernah marah. Selain itu
karismatik ustadz juga sangat dirasakan dalam proses penghafalan seperti
ketegasan, lemah lembut, tidak memarahi peserta ketika salah, terbukanya
beliau ketika para peserta menghadapi masalah. Selain mempersepsikan diri
sebagai orang tua dalam hal ini bapak beliau juga mempersepsikan dirinya
sebagai teman para peserta didik.
Perspektif humanistik memandang konteks komunikasi di atas sebagai
sebuah “komoditas” yang masing-masing individu merasakan bahwa
komunikasi sangat urgen dalam kehidupan mereka. Karena dengan
mengadakan kontak komunikasi mereka akan mendapatkan informasi satu
sama lainnya. Yakni terjadinya pertukaran informasi antara satu individu
dengan individu yang lainnya. Selain itu mereka juga merasakan adanya
eksistensi diri dalam proses pembinaan. Mereka merasakan akan kehadiran
diri mereka, masing-masing individu dipandang penting akan keberadaannya.
Ciri yang lain ialah mereka memahami kompleksitas masing-masing individu
seperti kehidupan pribadi yang beraneka corak dan ragam dan lain sebagainya.
Yang menarik dari konteks di atas juga ialah terjadinya transaksional
communication yaitu komunikasi yang timbal balik. Seringnya kontak antar
pribadi yang dijalankan oleh ustadz sangat berpengaruh besar terhadap proses
pembinaan tahfizhul quran.
Kedekatan hubungan yang dibangun antara sesama peserta didik tampak
dari frekuensi dan intensitas pertemuan serta interaksi yang terjadi di antara
mereka. Hal tersebut dapat terlihat secara kasat mata dari bentuk-bentuk
interaksi yang sering mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk-
bentuk interaksi yang sangat dipengaruhi oleh tempat, waktu, situasi, dan
kondisi masing-masing. Secara umum dapat disebutkan beberapa interaksi
yang digunakan oleh keduanya tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
H. Komunikasi verbal yang diikuti oleh komunikasi non-verbal
Basa-basi, dan tegur sapa yang disertai dengan ekspresi wajah juga
gerakan-gerakan tubuh yang menunjang merupakan bagian dari ekspresi
berkomunikasi mereka. Ini berlangsung terutama ketika mereka bertemu
antar sesama peserta didik dan bertemu dengan ustadz. Komunikasi
tersebut tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya ialah komunikasi
yang mereka lakukan selalu terjadi kapan pun, dan dimana pun selama
kondisinya memungkinkan. Ketika komunikasi berlangsung kemudian
tidak diikuti oleh komunikasi non verbal seperti menyalami, ataupun
senyuman masing-masing pihak dan tidak ada respon yang positif dari
lawan bicaranya. Maka mereka langsung melakukan koreksi. Mungkinkah
ada hal yang telah terjadi yang merusak hubungan mereka ?
Oleh karena hubungan emosional yang begitu dekat di antara mereka
maka ketika tidak terjadi komunikasi yang disertai dengan ekspresi wajah,
bisa dikatakan telah terjadi “konflik” di antara mereka. Ini terjadi
biasanya di jalan, kampus, asrama, maupun ketika akan menyetor hafalan.
Pertemuan keduanya yang dibarengi dengan tegur sapa, basa-basi
pada akhirnya bisa menggiring mereka ke obrolan santai. Kata-kata
pembuka biasanya bersifat informarif seperti menanyakan keadaan
keluarga, kesehatan, bisnis, ataupun seputar peristiwa yang terjadi di
sekitar mereka yang mungkin kebetulan terlintas dalam benak mereka.
Ketika terjadi obrolan biasanya ini mengalir dengan sendirinya.
Mereka hanya membicarakan hal-hal yang informatif adapun pembicaraan
yang memasuki wilayah privasi biasanya mereka menjawab dengan polos,
dijawab apa adanya sehingga emosi mereka benar-benar terikat. Seakan-
akan mereka merupakan keluarga.
Obrolan santai dapat melibatkan orang-orang yang kebetulan
berkumpul di asrama, depan mesjid Al-muhajirin ataupun yang kebetulan
lewat dan di ketahui oleh salah satu pihak. Obrolan santai seperti ini
biasanya lebih meriah karena tidak terjadi dalam satu arah akan tetapi dua
arah, dimana masing-masing pihak bisa saling menggantikan.
I. Tata cara komunikasi yang dipilih
Berbicara mengenai tata cara berbicara sesungguhnya amat
tergantung dari tiga hal yaitu : Pertama, apakah keduanya terdapat
hubungan darah / keluarga? Ataukah di antara mereka terdapat hubungan
pertemanan? Apakah di antara mereka mitra kerja? Ataukah mereka telah
saling kenal satu sama lain sejak lama?
Kedua, karakter umum masing-masing yang mempengaruhi cara dan
gaya mereka berkomunikasi. Ketiga, kapan, di mana dalam situasi, dan
kondisi apa mereka berinteraksi? Apakah dalam interaksi tersebut terdapat
peluang bagi keduanya untuk hanya melakukan tegur-sapa walaupun
hanya sekedar basa-basi belaka.
Hal ini berarti tata cara berkomunikasi telah disesuaikan dengan
fungsi masing-masing yang dimainkan dalam interaksi di atas.
J. Cara memberikan respon dalam berinteraksi
Keduanya yang ekstrovet dengan keramah-tamahan yang dimilikinya
ia selalu berusaha untuk merespon segala sesuatu yang terjadi di
sekitarnya, terutama dengan ungkapan verbal. Sebaliknya beberapa
peserta biasanya melihat dulu siapa yang ia ajak berkomunikasi. Dengan
siapakah ia berhadapan? Apakah ustadz atau peserta yang telah ia kenal?
K. Penyingkapan diri dalam berinteraksi
Keterbukaan yang dimiliki oleh keduanya membuatnya tidak sulit
untuk mengungkapkan dirinya: siapa sebenarnya ia, apa yang mereka
rasakan, apa yang mereka inginkan, harapan, apa yang mereka cari,
butuhkan, bagaimana mereka berinteraksi, atau berhubungan dengan orang
lain, bagaimana mereka menilai orang lain dalam membangun
kebersamaan dan lain sebagainya. keduanya selalu menampilkan dirinya
apa adanya.
L. Empati ( keterlibatan yang mendalam dalam berinteraksi)
Sikap empati mereka tunjukkan dengan keterlibatan penuh mereka
dalam berkomunikasi dan dalam menghayati kebersamaan. Terjadinya
tegur-sapa. Basa-basi, canda-tawa, sampai kepada hal yang serius
merupakan partisipasi aktif kedua belah pihak dalam membangun
komunikasi. Sikap empati nampak sewaktu tiap-tiap individu yang
berinteraksi melibatkan seluruh dirinya : pikiran, perasaan, keinginan dan
harapan. Hal ini acapkali terjadi dalam hubungan yang benar-benar
merasa dekat satu sama lain kongkritya empati ini seringkali hadir dalam
situasi-situasi tertentu seperti ketika seorang peserta kehabisan bekal atau
ketika salah satu dari mereka mendapat kabar belasungkawa.
Peserta yang kehabisan bekal biasanya akan dibantu oleh peserta
yang lain ataupun oleh ustadz untuk mencari jalan keluar. Bentuk bantuan
tersebut bisa dalam bentuk materi atau pun dalam bentuk sekadar nasehat
yang tentunya bermanfaat baginya.
Selain terjadi antara ustadz dengan peserta nampaknya,
transaksional communication juga terjadi antara sesama peserta didik. Ini
disebabkan mereka membawa jati diri mereka masing-masing sesuai
dengan karakteristik dari masing-masing mereka.
Dalam konteks ini juga transaksional communication63 amat
berpengaruh dimana masing-masing individu terlebih dahulu menyingkap
diri mengenai siapa mereka, dari mana asal mereka, kondisi keluarga
mereka. Sehingga komunikasi yang terbangun amat mendalam. Masing-
masing individu seakan-akan masuk kedalam kehidupan satu sama lain.
Dari gambaran di atas peran kelompok juga amat berpengaruh
maksudnya ialah setelah masing-masing tahu diri masing-masing dengan
sendirinya mereka juga terkelompokan secara emosional, mereka terikat
secara emosional. Sehingga masing-masing peserta didik memandang
kepada peserta yang lain adalah keluarga. Di mana eksistensi mereka
diakui, mereka merasa dihargai, tidak terjadi senioritas antara peserta yang
lama dengan yang baru. Kondisi demikian merupakan kondisi yang ideal
di mana masing-masing anggota merasa nyaman untuk berinteraksi dan
juga menghafal. Rasa kaku juga akan hilang dengan sendirinya.
63 Andi Faisal Bhakti, Kuliah Komunikasi Antar Budaya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
C. Kesimpulan
Dari penelitian dan pembahasan mengenai Pola Komunikasi Pembinaan
Hufazh oleh Ustadz Ali Fahrudin, MA maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola komunikasi yang terjadi antara ustadz dengan perserta. Pembina
selaku komunikator dalam membina calon hufazh menggunakan
komunikasi antar pribadi. Ini terjadi ketika para hufazh telah menyetor
hafalan ataupun ketika para hufazh melihat ustadz sedang memiliki waktu
senggang. Komunikai ini terjadi untuk mengetahui keadaan hufazh secara
langsung. Bentuknya berupa sharing, ataupun curhat dengan ustadz.
Permasalahan yang disampaikan meliputi masalah pribadi, masalah
dengan teman, ataupun masalah baik yang berhubungan dengan
pembinaan ataupun di luar pembinaan. Adapun metode yang digunakan
yaitu diskusi, dan komunikasi secara pribadi. Pembina dalam hal ini
memiliki 3 peran yaitu, pertama sebagai pembimbing yang memiliki peran
sebagai pendidik dan Pembina calon hufazh dengan baik. Kedua, sebagai
pengontrol tidak hanya bimbingan yang dibutuhkan akan tetapi
pengawasan juga diperlukan, kemudian yang terakhir ialah sebagai
penyalur pengetahuan ia memberikan ilmu yang dimilikinya kepada para
peserta didik. Dalam hal ini Pembina dituntut untuk memahami akan
keadaan daya tangkap binaannya dalam menyerap materi yang
disampaikan. Semakin baik komunikasi yang terjadi dalam proses
pembinaan maka keberhasilan menghafal dapat tercapai secara optimal.
2. Komunikasi yang terjadi antara sesama peserta didik (hufazh). Interaksi
yang terjadi antar sesama peserta ialah komunikasi kelompok hal ini
terjadi ketika para hufazh akan menyetor kepada ustadz. Mereka membuat
lingkaran untuk melakukan simakan yaitu seseorang yang membaca
Alquran kemudian disimak dan dilakukan koreksi oleh yang lainnya ini
terjadi secara dua arah sehingga tidak monoton dan tidak ada rasa
senioritas. Selain komunikasi kelompok juga terjalin komunikasi antar
pribadi. Biasanya diawali dengan basa basi kemudian berlanjut dengan
menceritakan siapa diri mereka, dari mana asal mereka, dan apa yang akan
mereka lakukan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mereka merasa
senasib antara peserta didik sehingga mereka bisa hidup berdampingan
saling memperhatikan satu sama lainnya layaknya saudara. Selain itu
kesadaran bahwa mereka adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan
juga terus dikembangkan. Sehingga satu sama lain merasa diperlukan dan
merasa ada dalam kehidupan proses penghafalan. Yang terpenting juga
bahwa keberhasilan dalam pembinaan ini disebabkan adanya proses
memanusiakan manusia.
D. Saran-Saran
Ada beberapa saran yang penulis hendak ajukan kepada ustadzz Ali
Fahrudin agar komunikasi yang telah terjadi di pertahankan bahkan
ditingkatkan sehingga komunikasi bisa lebih harmonis lagi yakni:
1. Para santri hendaknya membuat forum diskusi rutin (terjadwal) bersama
sehingga intensitas bertemunya antar santri semakin meningkat
2. Masing-masing peserta hendaknya selalu meluangkan waktu untuk
berdiskusi (menjadwal diskusi : mingguan, dwi mingguan, bulanan dsb.)
3. Hendaknya ustadz meluangkan waktu untuk out bon sehingga lebih erat
lagi hubungan antara santri dengan ustadz
4. Hendaknya ustadz memusyawarahkan kas bagi kepentingan bersama
5. Hendaknya mempublikasikan RUQI agar masyarakat luas lebih mengenal
RUQI
DAFTAR PUSTAKA
Akmad, Ali Bachruddin. Komunikasi Antara Masyarakat Asli Banjar Dengan
Transmigran Asal Jawa: Studi Komunikasi Tatap Muka Verbal dan Non
Verbal Dalam Konteks Antar Budaya di Desa Telaga Langsat
KALSEL.”Disertasi S3 FISIP UI Jakarta, 1996.
Devito, A. Joseph. Komunikasi Antarmanusia: Kuliah Dasar. Jakarta:
Professional Books, 1997.
Effendi, Uchjana Onong. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosda karya,
2005
-----------------------------. Kepemimpinan dan Komunikasi. Yogyakarta: Amin,
1996
------------------------------. Dinamika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, 2000
Florentinus Sio Sewa, Tarsisius. Pola Komunikasi Antara Etnis Asli Dengan Etnis
Pendatang, ”Tesis S2 FISIP UI Jakarta, 2002.
Furuta, Prof. Komunikasi Antarbudaya: Sebuah Perbandingan Antara Jepang-
Amerika. Jakarta: CV Antar Karya, 2005
Ghazali, Muhammad. Berdialog dengan al-Quran. Bandung: Mizan, 1997
Ju Lan, Thung. Posisi dan Pola Komunikasi Antar Budaya Antara Etnis Cina dan Masyarakat Indonesia Lainnya Pada Masa Kini: Suatu Studi
Pendahuluan. Jakarta: Jurnal Katahanan Nasional, LIPI, 1985
Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta: Renika Cipta, 1996
Lestari, Endang dan Maliki. Komunikasi Yang Efektif: Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2003
Moleong, J Lexy. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosdakarya,
2007
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Mulyana, Dedi. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya, 2003
--------------------. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya, 2006
----------------------------. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1991
.................................... Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi
Antarbudaya. Bandung: Rosdakarya, 2001
Noor, Arifin. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: CV Pustaka Setia, 1997
Rachmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, 2004,
-----------------------. Psikologi Komunikasi (ed.revisi). Bandung: Rosdakarya
…………………. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung: Rosdakarya, 2002.
Rumondor Alex, H. Dkk. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: UT, 2001
Sabri, Ahsuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Ilmu Jaya, 1995
Sendjaya, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi. Jakarta: UT, 1999
Susanto, Astrid S. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Bina Cipta,
1974
Syah, Muhibin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wahana Ilmu, 1999
Takariawan, Cahyadi. Prinsip-prinsip Dakwah. Yogyakarta: Izzah Pustaka, 2005
Widjaja, H.A.W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara,
1997
Wiryanto. Pegantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo, 2005