POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel52AC68B8E1CFF61B17BB998... · POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM PEMBELAJARAN PKN

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM PEMBELAJARAN PKN

    Farizal Rohman Kurniawan

    Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

    Negeri Malang

    Jl. Semarang 5 Malang

    Email: [email protected]

    Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1)Pentingnya membangun komunitas, (2) Bentuk

    membangun komunitas, (3) Pelaksanaan membangun komunitas (4) Hambatan Dalam

    membangun komunitas. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif .

    Penelitian dalam pembelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo ini

    menghasilkan (1)Pentingnya membangun komunitas menjadikan pelajaran tidak membosankan,

    memahami materi lebih mudah, bisa merasakan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan

    sekitar,(2) Bentuk membangun komunitas adalah mengkondisikan kelas bersih dan rapi, serta

    merawat tanaman kelas, menyampul buku catatan dengan sampul coklat, menandai buku paket

    dan LKS sesuai identitas kelas, penggunaan bahasa campuran dalam pembelajaran, penerapan

    diskusi, snowball throwing, tanya jawab, inquiri kelompok, membuat kesimpulan bersama,

    penugasan berkelompok, (3) Pelaksanaan membangun komunitas muncul dalam kegiatan awal,

    kegiatan inti dan kegiatan penutup pembelajaran, (4) Hambatan dalam membangun komunitas

    adalah kesiapan dan motivasi, kemampuan peserta didik, bahasa pembelajaran, sumber referensi

    buku pegangan, fasilitas belajar.

    Kata Kunci: Membangun Komunitas, Pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerapan

    Membangun Komunitas

    Proses pelaksanaan pembelajaran di Indonesia kurang memicu terjadinya

    pengembangan anak yang dinamis dan berfikir kritis. Padahal seharusnya Negara Kesatuan

    Republik Indonesia harus dapat menjadi pendukung dalam mewujudkan kehidupan yang

    demokratis, baik didalam kehidupan sehari hari seperti di lingkungan keluarga, sekolah,

    masyarakat, pemerintahan, dan organisasi organisasi non pemerintahan yang telah ditegaskan

    oleh Departemen Pendidkan Nasional dan Departemen Agama (sekarang berganti nama dengan

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama). Pendidikan

  • 2

    kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik dari tingkat dasar

    sampai tinggi yang didalamnya memuat banyak nilai demokrasi yang bisa mendorong

    kemampuan untuk berpikir kritis, dan membuat peserta didik untuk lebih dinamis terhadap

    lingkungan sekitar. Namun dalam proses pelaksanaannya, ada beberapa hambatan yang ditemui,

    diantaranya yaitu pembelajaran yang dirasa monoton karena kurang variatifnya model

    pembelajaran yang diberikan dan kurang tepatnya menerapkan atau menggunakan model

    pembelajaran yang sesuai dengan materi pendidikan kewarganegaraan, pembelajaran pendidikan

    kewarganegaraan tidak terintegrasi kedalam kehidupan nyata atau tidak bersifat kontekstual.

    Sehingga faktor itulah yang menyebabkan peserta didik menjadi kurang tertarik dan bergairah

    dalam pembelajaran PKn sehingga dianggap perlunya sebuah solusi untuk mengatasi hal tersebut

    demi tercapainya tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dan tujuan pendidikan nasional. Adanya

    upaya dalam rangka mengatasi hal tersebut adalah dengan menciptakan suasana pembelajaran

    yang demokratis yaitu menciptakan situasi hidup bersama sebagai masyarakat/komunitas peserta

    didik yang diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan mampu menjadi suatu

    terobosan tersendiri dalam pembelajaran PKn.

    Komunitas berasal dari bahasa Latin yakni, communitas yang berarti kesamaan,

    kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti sama, publik, dibagi oleh semua atau

    banyak. Komunitas menurut Soerjono Soekanto (1990: 95), istilah community dapat di

    terjemahkan sebagai masyarakat setempat, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah

    kota, suku, atau suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok

    besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa

    kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok

    tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial ( social

    relationship ). Dan dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat ( community ) adalah suatu

    wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-

    dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat. Namun

    konsep komunitas disini hampir sama dengan apa yang di jelaskan oleh Komalasari ( 2010: 120)

    bahwa learning community (LC) atau komunitas belajar merupakan suatu konsep terciptanya

    masyarakat belajar di sekolah, yakni proses belajar membelajarkan antara guru dengan guru,

    guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan bahkan antara masyarakat

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin

  • 3

    sekolah dengan masyarakat di luar sekolah, agar prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan.

    LC dimunculkan sebagai jawaban atas berbagai masalah pendidikan di sekolah serta pendobrak

    pandangan yang selama ini berlangsung yakni bahwa tugas guru adalah mengajar dan tugas

    peserta didik adalah belajar, yang diganti dengan tugas guru adalah belajar agar dapat mengajar

    lebih baik.

    Komunitas dan kelompok hampir memiliki kesamaan arti. sehingga beberapa

    bentuk/jenis kelompok yang bisa kita temukan terutama dalam literatur sosiologi maupun

    psikologi sosial. Bentuk komunitas atau kelompok diantaranya adalah kelompok primer dan

    sekunder, grup formal dan informal dan lain lain.

    Pembelajaran dalam pola-pola learning community juga dapat membentuk kompetensi

    peserta didik. Kompetensi yang dibentuk dalam diri peserta didik melalui proses interaksi yang

    berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta didik

    (Komalasari, 2010: 209). Kompetensi yang dapat di bentuk diantaranya, (Komalasari, 2010: 209-

    216):

    a. Dapat meningkatkan kemampuan bertanya, mengemukakan gagasan, melakukan

    diskusi, dan curah pendapat.

    b. Mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang mampu menghargai

    perbedaan, bekerja sama, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama,

    c. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang

    mandiri, percaya akan kemampuan diri, dan memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berkarya

    sesuai dengan kemampuan diri.

    d. Peserta didik dapat berfikir kritis dan kreatif. Kritis dimaksudkan bahwa peserta

    didik diajak untuk berfikir kritis tentang masalah kewarganegaraan yang penting untuk

    dipecahkan, dan berfikir kreatif untuk mencari alternatif pemecahan masalah, serta mengambil

    keputusan untuk memilih alternatif pemecahan masalah secara bijak.

    e. Peserta didik dilatih untuk membuat laporan hasil penelitian yang dilakukan

    secara langsung maupun laporan hasil analisis dari artikel, gambar, audio, dll, yang

    menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah yang perlu dipecahkan.

    f. Dapat meningkatkan kesadaran untuk menerima kritik yang konstruktif, dan

    keberanian untuk memberikan krtitik yang sopan

  • 4

    Dalam rangka menciptakan komunitas belajar, pendekatan kooperatif diganti dengan

    pendekatan kolaboratif. Pada pendekatan kolaboratif, pencapaian belajar oleh setiap peserta didik

    menjadi perhatian utama. Jadi guru harus menjamin hak setiap peserta didik untuk belajar dan

    mencapai hasil belajar dalam taraf yang hampir sama. Penulis mengambil beberapa masalah

    terkait dengan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6

    Kota Probolinggo diantaranya; 1)Apa pentingnya membangun komunitas dalam pembelajaran

    PKn Kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?, 2)Bagaimana bentuk membangun

    komunitas dalam pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?

    3)Bagaimana pelaksanaan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo? 4)Bagaimana hambatan dalam membangun komunitas dalam

    pembelajaran PKn Kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?

    Penelitian ini mengambil beberapa harapan penelitian dari beberapa permasalahan yang

    akan dibahas diantaranya,

    1. Bagi peneliti : sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan keterampilan dan

    pengetahuan dengan melakukan penelitian secara langsung di lapangan untuk mengaplikasikan

    teori dan konsep ilmiah yang diperoleh semasa di bangku perkuliahan dan sebagai momen dan

    kesempatan untuk menambah wawasan tentang pola-pola penerapan membangun komunitas

    dalam pembelajaran PKn

    2. Bagi Pendidik atau guru PKn: dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun

    dan mengembangkan program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang

    berpusat pada peserta didik dan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan

    penelitian tindakan kelas untuk perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran dalam mata

    pelajaran yang diasuhnya

    3. Bagi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Program Studi PPKn: Sebagai bahan

    referensi untuk menambah perbendaharaan kajian karya ilmiah di perpustakaan jurusan dan

    diharapkan dapat menunjang pemahaman dan penguasaan praktis dari mahapeserta didik HKn

    prodi PPKn tentang pentingnya membangun komunitas dalam proses belajar mengajar nanti

    ketika sudah menjadi pendidik, dan sebagai bahan dokumentasi untuk menambah gambaran

    pembelajaran yang menarik, inovatif, variatif, dan kreatif dengan memberikan sentuhan awal

  • 5

    yang dapat menunjang dan membantu pengembangan strategi belajar mengajar perkuliahan di

    jurusan Hukum dan Kewarganegaraan prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

    4. SMP Negeri 6 Kota Probolinggo: sebagai tambahan bahan acuan dan referensi dalam

    menerapkan kebijakan pembelajaran dan proses pengembangannya terutama dalam mata

    pelajaran PKn disekolah sehingga lebih menarik, inovatif, dan variatif dan Sebagai bahan

    dokumentasi yang dapat menambah kemajuan pembelajaran bagi sekolah.

    METODE

    Penelitian ini membahas tentang pola penerapan membangun komunitas dalam

    pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan kualitatif sebab penelitian ini berusaha

    menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang terkumpul dengan memberikan

    perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek yang diteliti dengan menggunakan metode

    observasi(pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Data-data yang dimaksud adalah

    penerapan membangun komunitas dari arti penting dari komunitas, bentuk komunitas,

    pelaksanaan membangun komunitas, serta hambatan yang dihadapi.

    Moleong (2010:9-10) berpendapat bahwa penelitian kualitatif 1) Menyesuaikan metode

    kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; 2) Metode ini secara

    menyajikan secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; 3) Metode ini

    lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

    terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

    Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 6 Kota Probolinggo. Respondennya adalah guru

    mata pelajaran PKn kelas VIII serta peserta didik kelas VIII yang dapat memberikan informasi

    tentang permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi

    (pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara

    mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

    Metode deskriptif adalah suatu bentuk laporan penelitian yang datanya berasal dari

    kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2010:11).

    Semua yang data yang dikumpulkan tadi berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang

    sudah diteliti. Peneliti menganalisis data tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya.

  • 6

    HASIL

    1. Pentingnya Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo.

    Temuan pertama, menurut Guru PKn ketika membangun komunitas akan dapat

    diketahui kesiapan dan modal peserta didik dalam menerima dan mengikuti pembelajaran PKn,

    bisa mengurangi sifat egois peserta didik, menerapkan kehidupan bersosial dengan sesama atau

    mengajarkan bagaimana kehidupan berkelompok yang berinteraksi satu sama lain, menambah

    wawasan dari teman sebaya dengan mendengarkan pendapat atau informasi dari temannya,

    menjadikan suasana pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan

    Menyenangkan) serta bisa mempermudah pemahaman peserta didik terkait materi yang sulit

    dengan penjelasan yang dilakukan oleh temannya (bahasa teman lebih mudah dipahami).

    Temuan kedua dari penjelasan paserta didik kelas VIII tentang pentingya membangun

    komunitas adalah membuat pelajaran tidak membosankan karena harus berinteraksi dan berbagi

    informasi dengan teman, menghindari mengantuk di kelas, memahami materi lebih mudah

    karena teman membantu dalam komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap

    sosial dan lingkungan sekitar, membuat semangat tersendiri bila membangun komunitas, dan

    mengkondisikan kelas sesuai keinginan kelas.

    Temuan ketiga adalah pengamatan dari peneliti ketika harusnya guru sudah berusaha

    membangun komunitas di kelas VIII tetapi tidak diikuti oleh kompetensi yang harusnya peserta

    didik dapatkan dalam membangun komunitas.Penugasan secara berkelompok tidak berjalan

    dengan lancar karena dari pengamatan peneliti dari 5 kelompok yang ditugaskan hanya 3

    kelompok yang mengumpulkan. Ketika peneliti mencoba mencari tahu penyebabnya yang tidak

    lain tidak bukan adalah peserta didik kebanyakan malas mengerjaka dan ada yang kurang paham

    terhadap tugas yang diberikan. Seharusnya disinilah letak pentingnya membangun komunitas

    yang didalamnya harus saling membantu dan berkomunitas itu sebenarnya juga meringankan

    beban yang berat menjadi ringan.

    2. Bentuk Membangun Komunitas dalam Pembelajaran Pkn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo

  • 7

    Temuan yang peneliti temui didalam RPP dan proses pembelajaran yang berhubungan

    dengan bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII itu beragam

    macamnya,

    1. Diskusi, bila diklasifikasi lagi sebenarnya temuan bentuk diskusi yang ada didalam

    kelas VIII yaitu diskusi teman sebangku, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas.

    2. snowball throwing,

    3. tanya jawab, metode tanya jawab misalnya tidak hanya tanya jawab antara guru dengan

    peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok, antara kelompok satu dengan

    keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu sendiri peneliti

    temukan.

    4. inquiri kelompok atau penugasan secara kelompok, peneliti juga menemukan perlunya

    penerapan prinsip manajemen didalam melakukan penugasan inquiri kelompok

    misalnya saja ketika kelompok mendapatkan 5 soal untuk diselesaikan dan ketika

    jumlah anggota kelompok juga 5 orang maka perlu diterapkan pembagian tugas yang

    merata sehingga tiap peserta didik bertanggung jawab dan ikut ambil bagian perannya

    didalam kelompok itu.Penerapan prinsip manajemen dalam inquiri itu sendiri tentu saja

    harus masuk dalam petunjuk teknis kerja teamwork yang diberikan oleh guru.

    5. menyanyikan lagu nasional serempak oleh satu kelas

    6. Pembiasaan piket kelas dan kerapian kelas, peran guru hanya mengontrol dan menjadi

    pengawas saja

    Jadi, bentuk membangun komunitas yang teridentifikasi oleh peneliti dalam

    pembelajaran PKn kelas VIII tidak terbatas hanya pada kegiatan inti yang bermetode

    pembelajaran, tetapi bentuk komunitas yang diterapkan oleh Guru PKn adalah bisa berkaitan

    dan dilaksanakan melalui pembiasaan kepada peserta didik akan pentingnya menjaga

    kebersihan dan kerapian kelas, menyampul buku catatan dan tugas dengan sampul coklat,

    menandai buku paket peserta didik dengan tanda tertentu sesuai identitas dan kesepakatan

    kelas, menanam tanaman dalam pot didalam kelas, menggunakan istilah gaul atau

    menggunakan bahasa tertentu (Madura, Jawa, Gaul) dalam pembelajaran, menggunakan

    julukan kelas atau pujian terhadap sesuatu yang layak dipuji.

  • 8

    3. Pelaksanaan Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo

    Temuan pertama, ketika awal pembelajaran, peneliti temui bagaimana peserta didik

    kelas VIII membersihkan kelasnya dan mengecek kerapian bangku kelas ketika diingatkan oleh

    guru PKn dan merawat tanaman hijau pada kelas didalam pot. Nampak disana bagaimana guru

    membangun komunitas seperti komunitas pecinta kebersihan kelas dan pecinta go green. Guru

    PKn menceramahi peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan kelas dan menjaga kebersihan

    kelas dan merawat tanaman hijau tersebut dalam rangka membuat kenyamanan ataupun suasana

    pembelajaran yang menyenangkan. Bila kelas bersih dan rapi dan terlihat rindang, maka tentu

    saja akan menunjang terhadap proses pembelajaran PKn. Para peserta didik malah tidak sengaja

    terbagi dalam grup bekerja sama membersihkan kela, merapikan bangku kelas, dan menyiram

    tanaman pot yang ada di dalam kelas. Semua peserta didik setelahnya menanti pelajaran PKn

    dengan rasa nyaman diwajah mereka. Setelahnya guru menanyakan kesiapan peserta didik dalam

    mempelajari PKn, dan dengan antusias peserta didik bersemangat memulai pembelajaran. Tidak

    lupa guru mengintruksikan untuk mengeluarkan buku yang mereka bawa dari rumah. Guru

    mengecek semua buku peserta didik dengan berkeliling. Peserta didik yang tidak menyampul

    bukunya dengan sampul coklat akan disita. Ketika setelah pembelajaran peneliti menanyakan

    kenapa dengan sampul coklat kepada guru, guru menjawab bahwa dengan sampul coklat akan

    membuat peserta bisa fokus dengan pelajaran. Buku yang bergambar akan menarik perhatian

    peserta didik daripada melihat gurunya. Sampul coklat juga membuat buku peserta didik nampak

    kompak dan rapi seragam karena dengan keseragaman maka tidak akan menimbulkan

    kecemburuan pada peserta didik. Buku bersampul coklat juga menjadi indikasi bahwa itu adalah

    buku PKn, karena disamping mata pelajaran PKn, mata pelajaran Bahasa Indonesia juga

    disampul dengan kertas koran sehingga disini sampul coklat juga sebagai pembeda dengan warna

    buku mata pelajaran lain.

    Setelah para peserta mengeluarkan buku paket dan LKSnya, peneliti menemukan suatu

    hal yang menarik bahwa ada tanda tersendiri baik itu berbentuk segitiga berwarna ataupun tanda

    kotak berwarna dengan tujuan pngelompokan kelas. Jadi ditemukan segitiga kuning untuk kelas

    VIII C, segitiga hijau untuk kelas VIII D, kotak hitam untuk kelas VIII B, dan segitiga biru untuk

    kelas VIII F. Ini dimaksudkan menghindari praktek pinjam meminjam antara peserta didik

  • 9

    terhadap buku BSE. Bu Endang Wahyuni Hidayati, S. Pd mengaku bekerja sama dengan pihak

    perpustakaan sekolah untuk menghindari peminjaman yang tidak bertanggung jawab yang

    berakhir pada kerusakan atau kehilangan buku. Pembuatan tanda pada buku ini juga dipilh

    sendiri oleh peserta didik dalam rangka identitas kelas. Tidak lupa guru memberikan pengantar

    menuju kegiatan inti dimana kadang peneliti temui guru menyanyikan sebuah lagu yang terkait

    materi atau sekedar menanyakan seputar berita yang terjadi di masyarakat yang terkait dengan

    materi hari itu.

    Temuan kedua, pada saat kegiatan inti berlangsung adalah bagaimana guru mampu

    memberikan materi dengan cara atau metode yang berbeda pada setiap kelas. Kadang ada

    beberapa metode yang peneliti anggap kurang tepat diterapkan pada kelas tertentu. Penggunaan

    metode yang kurang tepat akan berakibat kepada pemahaman dan persepsi peserta didik terhadap

    materi, sedangkan penggunaan metode yang tepat akan membuat hasil yang tertentu yang

    disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Penilaian peneliti terhadap pendidik atau guru PKn

    dalam memilih metode yang tepat guna mencapai semua tujuan pembelajaran adalah

    kemampuan yang belum tentu guru mata pelajaran lain punyai.

    Ketika beranjak kepada kegiatan inti, guru menggunakan metode yang telah

    dipersiapkan dalam rangka membangun komunitas seperti snowball throwing, diskusi kelas,

    diskusi kelompok serta tanya jawab. Ketika peserta didik sudah berusaha semaksimal mungkin

    untuk peduli dan aktif terhadap metode pembelajaran, guru selalu memuji kelas atau personal

    yang berusaha aktif tersebut sehingga menimbulkan pemikiran positif dengan adanya pujian

    tesebut. Berbagai ekspresi muncul ketika peserta didik sedang dipuji atau ketika melihat

    temannya mendapat pujian yang bisa peneliti identifikasi itu sebagia reward. Guru tidak hanya

    memuji tetapi mencari peserta didik yang penakut dan yang kira kira nilainya kurang memenuhi

    standart didalam daftar penilaian guru. Nampak sekali bagaimana guru berusaha memotivasi

    semua peserta didik secara menyeluruh. Tidak hanya disuruh untuk menjawab pertanyaan,

    bahkan peserta didik disuruh maju kedepan kelas dalam rangka menyiapakan mental berani

    berbicara didepan publik. Hal ini membuat peneliti yakin bahwa target yang sebenarnya dari

    pembelajaran PKn ini selain materi juga pengembangan diri melalui sikap serta pengembangan

    diri di dalam kelompok.

  • 10

    Temuan ketiga dari kegiatan penutup dalam pembelajaran adalah bagaimana seorang

    guru harus memberikan penguatan bahkan kesimpulan yang diambil dari kegiatan inti

    pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman peserta didik ketika

    menerima dan menjalani semua materi yang dibahas. Pada kegiatan penutup pembelajaran, guru

    selalu menyimpulkan secara bersama- sama apa yang didapat hari ini melalui metode yang

    diberikan dengan pengauatan penguatan berupa anjuran mencatatnya dibuku catatan serta

    memberikan tugas sebagai evaluasi pencapaian materi hari itu. Kegiatan penutup ini juga bisa

    berisi tentang kesinambungan materi yang akan dibahas pada pertemuan yang berikutnya

    ataupun berisi kegiatan penugasan yang diberikan oleh guru baik itu secara berkelompok

    maupun secara individu. Tugas yang diberikan pun hampir sama yaitu tugas inquiri secara

    berkelompok.

    4. Hambatan Dalam Membangun Komunitas Dalam Pembelajaran Pkn Kelas VIII

    SMP Negeri 6 Kota Probolinggo

    Hambatan dalam membangun komunitas dalam pembelajran PKn merupakan

    segala hal yang menjadi hambatan dalam membangun komunitas dalam pembelajaran PKn.

    Hambatan ini bisa muncul darimana saja baik dari dalam dan luar, yang menjadi batasan

    bagian luar dan dalam adalah kelas. Namun yang peneliti temui disini adalah hambatan yang

    berasal dari dalam kelas dalam membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di

    SMP Negeri 6 adalah sebgaai berikut

    1. Kesiapan dan motivasi peserta didik, kesiapan dan motivasi peserta didik dari keempat

    kelas tersebut sangat beragam. Kelas VIII B yang notabene adalah kelas unggulan

    dimana peserta didik didalamnya memiliki kualitas yang lebih daripada kelas lainnya.

    Hambatan yang ditemukan disana adalah adanya sikap individualistic yang dimiliki tiap

    anak dalam membangun komunitas. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan

    prinsip membangun komunitas sendiri karena dengan adanya membangun komunitas

    sebenarnya tugas atau beban materi yang diberikan kepada kelompok akan ditanggung

    secara bersama dan demi tujuan terntentu. Didalam kelas VIII B benar tempat duduk itu

    sudah menggerombol menjadi satu tetapi secara kinerja mereka malah mengerjakan

    secara sendiri sendiri. Ketika beberapa peserta didik ditanyai, maka jawaban peserta

    didik adalah demi keefisienan waktu dan lebih suka dan puas mengerjakan segala

  • 11

    sesuatu itu sendiri. Tujuan dari mereka adalah bagaimana bisa mencapai juara paralel

    seangkatan di tiap semester sehingga terkesan nampak persaingan antara satu sama lain.

    Berbeda cerita ketika memasuki kelas VIII F. Kelas ini adalah kelas yang kurang begitu

    reaktif ketika ada instruksi yang diberikan oleh guru. Kesiapan dan motivasi justru

    mulai terbentuk ketika guru didepan kelas mengintruksikan beberapa kali untuk

    membuka buku ataupun membaca buku, kemudian barulah mereka melaksanakan apa

    yang diperintahkan guru.

    2. Kemampuan peserta didik, kemampuan peserta didik baik dalam memahami instruksi

    dan materi. Kemampuan ini akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi waktu

    pembelajaran 2x40 menit tiap satu kali pertemuan yang disisi lain setiap pertemuan

    sudah ada taget minimal yang harus dicapai atau dikuasai oleh pesrta didik. Hal ini

    justru merubah metode guru setiap kali akan memasuki kelas yang berbeda demi

    memperoleh pemahaman peserta didik berupa persepsinya terhadap materi yang

    diberikan. Pada kenyataannya ditemukan perbedaan hasil yang diperoleh baik berupa

    data temuan baru dan kebenaran teori membangun komunitas ketika membangun

    komunitas di VIII B, VIII C, VIII D, VIII F.

    3. Bahasa yang digunakan dalam interaksi dan berkomunikasi antara guru dengan peserta

    didik, Peneliti menemukan hampir sebagian besar dari pserta didik kelas VIII

    mengalami kesulitan dalam memahami konten atau subtansi yang diperintahkan guru

    maupun isi materi pada buku. Peserta didik kesulitan mengambil intisari dari apa yang

    dia dengarkan ataupun Mungkin ini sebabnya pada silabus kelas VIII yang peneliti baca

    kebanyakan kata kerja operasional yang digunakan dalam pembelajaran adalah C2.

    Dimana C2 digunakan untuk kognitif tingkat bawah. Hanya dengan bahwa

    menggunakan bahasa campuran sesekali (Jawa, Madura, Gaul) dalam menerangkan

    istilah atau pembelajaran maka akan sangat membantu pemahaman peserta didik dalam

    mencerna apa yang didengarkan dan dibaca.

    4. Sumber referensi buku pegangan atau penunjang peserta didik, buku referensi yang

    menjadi sumber belajar mereka. Dari keempat kelas terjadi kesamaan yaitu buku yang

    menjadi pegangan peserta didik kelas VIII adalah Buku Paket BSE, LKS PKn, UUD

    1945 dan tidak semua anak membawa buku- buku tersebut. Alhasil ketika muncul

  • 12

    pertanyaan atau istilah dalam penyampaian materi, rata rata mereka hanya bisa

    menjawab seadanya. Hanya kelas VIII B yang mungkin bisa menjawab apa yang

    ditanyakan oleh guru. Peneliti sempat memberi saran dengan pengaplikasian internet

    didalam hape masing masing untuk mencari hal yang menunjang dengan materi. Untuk

    itu butuh sebuah pembiasaan dan mengubah pola pikir peserta didik bahwa minimnya

    referensi akan membuat minimnya wawasan terhadap materi yang diberikan guru.

    5. Fasilitas belajar, perbedaan yang mencolok antara fasilitas belajar yang peneliti temui

    dari keempat kelas VIII. Fasilitas ini berkaitan dengan media penyampaian guru

    terhadap materi yang diberikan. Kelas VIII B hanya memiliki papan putih didepan

    kelas. Kelas VIII C dan VIII D memiliki papan putih dan papan hitam. Kelas VIII F

    memiliki papan putih, papan hitam, dan LCD Proyektor didalam kelas. Guru juga

    seringkali menggunakan peralatan atau fasilitas belajar peserta didik didalam kelas

    dalam menyerderhanakan contoh atau menganalogikan materi yang dirasa sulit dicerna

    peserta didik.

    PEMBAHASAN

    1. Pentingnya Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII Di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo

    Pembelajaran dengan menggunakan pola penerapan learning community atau

    membangun komunitas memiliki keunggulan dan efek pembelajaran dari pada peserta didik

    harus belajar secara individu, diantaranya (Komalasari, 2010 : 125, 218):

    a. Memperkaya pengetahuan dan informasi.

    b. Dapat meninggkatkan hubungan sosial.

    c. Dapat menumbuhkan sikap dan apresiasi terhadap lingkungan sekitarnya.

    d. Kegiatan belajar lebih manarik, tidak membosankan dan menumbuhkan

    antusianisme peserta didik untuk lebih giat belajar.

    e. Peserta didik memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang

    bersama.

  • 13

    f. Peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap tiap peserta didik lain dalam

    komunitasnya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang

    dihadapi.

    g. Peserta didik berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

    Teori yang dikemukakan oleh Komalasari tersebut sangat singkron dengan temuan

    penelitian di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo. Menurut Guru PKn di SMP Negeri 6 Kota

    Probolinggo ketika membangun komunitas akan dapat diketahui kesiapan dan modal peserta

    didik dalam menerima dan mengikuti pembelajaran PKn, bisa mengurangi sifat egois peserta

    didik, menerapkan kehidupan bersosial dengan sesama atau mengajarkan bagaimana kehidupan

    berkelompok yang berinteraksi satu sama lain, menambah wawasan dari teman sebaya dengan

    mendengarkan pendapat atau informasi dari temannya, menjadikan suasana pembelajaran

    PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan) serta bisa mempermudah

    pemahaman peserta didik terkait materi yang sulit dengan penjelasan yang dilakukan oleh

    temannya (bahasa teman lebih mudah dipahami). Dengan membangun komunitas sebenarnya

    Guru PKn juga telah mewujudakan bebrapa poin visi dan misi dari SMP Negeri 6 Kota

    Probolinggo yang telah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM/CTL, sopan

    santun dan berperilaku mulia dalam berkomunikasi, memiliki kultur sekolah yang disiplin,

    peduli, dan komunikatif,

    Hal serupa juga dijelaskan oleh kebanyakan peserta didik kelas VIII tentang pentingya

    membangun komunitas dalam pembelajaran PKn adalah membuat pelajaran tidak membosankan

    karena harus berinteraksi dan berbagi informasi dengan teman, menghindari mengantuk di kelas,

    memahami materi lebih mudah karena teman membantu dalam komunitas, bisa merasakan

    perasaan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan sekitar, membuat semangat tersendiri

    bila membangun komunitas, dan mengkondisikan kelas sesuai keinginan kelas.

    Pembelajaran dalam pola membangun komunitas juga dapat membentuk kompetensi

    peserta didik. Kompetensi yang dibentuk dalam diri peserta didik melalui proses interaksi yang

    berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta didik

    (Komalasari, 2010: 209). Kompetensi yang dapat di bentuk diantaranya, (Komalasari, 2010: 209-

    216):

  • 14

    g. Dapat meningkatkan kemampuan bertanya, mengemukakan gagasan, melakukan

    diskusi, dan curah pendapat.

    h. Mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang mampu menghargai

    perbedaan, bekerja sama, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama,

    i. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang

    mandiri, percaya akan kemampuan diri, dan memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berkarya

    sesuai dengan kemampuan diri.

    j. Peserta didik dapat berfikir kritis dan kreatif. Kritis dimaksudkan bahwa peserta

    didik diajak untuk berfikir kritis tentang masalah kewarganegaraan yang penting untuk

    dipecahkan, dan berfikir kreatif untuk mencari alternative pemecahan masalah, serta mengambil

    keputusan untuk memilih alternative pemecahan masalah secara bijak.

    k. Peserta didik dilatih untuk membuat laporan hasil penelitian yang dilakukan

    secara langsung maupun laporan hasil analisis dari artikel, gambar, audio, dll, yang

    menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah yang perlu dipecahkan.

    l. Dapat meningkatkan kesadaran untuk menerima kritik yang konstruktif, dan

    keberanian untuk memberikan krtitik yang sopan

    Namun ketika menyangkut dalam kompetensi yang harusnya muncul ketika

    menerapkan membangun komunitas belajar yang sesuai dengan pendapat Komalasari,

    kompetensi yang diharapkan itu tidak semuanya muncul pada peserta didik kelas VIII SMP

    Negeri 6 Kota Malang. Kompetensi pada point (e) tidak berjalan sebagaimana mestinya

    dikarenakan anggota dari komunitas yang malas dan kurang paham terhadap materi PKn. Dari 5

    kelompok yang kadang dibentuk dalam kegiatan inti dengan menggunakan metode diskusi

    kelompok, yang mengumpulkan tugas hanya 3 kelompok yang berhasil secara tidak langsung

    menerapkan membangun komunitas. Peneliti menyadari ada satu rantai yang hilang ketika tugas

    akhir dari kelompok tersebut tidak terkumpul semua. Seharusnya dengan membentuk sebuah

    komunitas atau kelompok itu tidak serta merta harus bertukar pikiran saja tetapi juga semangat

    untuk mencapai tujuan yang sama didalam kelompok juga harus dibagi rata pada anggota

    komunitas. Disinilah sebenarnya fungsi kelompok atau komunitas itu dipertanyakan. Secara fisik

    memang membangun komunitas tetapi secara batin mereka masih belum membangun komunitas

  • 15

    sehingga peneliti mengambil kesimpulan membangun komunitas dalam pembelajaran bisa

    dikatakan susah setengah sulit.

    Jadi, peneliti mengambil kesimpulan bahwa membangun komunitas itu tidaklah mudah

    seperti teori yang ada ataupun tidaklah sulit seperti apa yang dipikirkan. Membangun komunitas

    dalam pembelajaran PKn dikelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo harus terus menerus

    berkesinambungan untuk menjadikan pelajaran PKn tidak membosankan karena harus

    berinteraksi dan berbagi informasi baik dengan teman maupun guru, menghindari suasana

    mengantuk di kelas karena pada prinsipnya membangun komunitas menuntut peserta didik aktif,

    memahami materi lebih mudah karena teman sebaya membantu kesulitan teman lain dalam

    komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan sekitar

    karena dalam membangun komunitas peserta didik dituntut untuk bertanggungjawab, berani

    mengemukakan pendapat, berlaku jujur, berperilaku sopan, bekerja sama, dan lain lain,

    menjadikan semangat tersendiri dibandingkan dengan belajar sendiri, serta membuat kondisi

    kelas sesuai dengan keinginan kelas. Dengan membangun komunitas sebenarnya juga bisa

    mengurangi sifat egois peserta didik karena yang lebih ditonjolkan dari membangun komunitas

    adalah bagaimana bersosial dengan orang lain.

    2. Bentuk Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo

    Bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6

    Kota Probolinggo itu beragam macamnya, dari bentuk diskusi, snowball throwing, tanya jawab,

    inquiri kelompok, menyanyikan lagu nasional, piket kelas, dan lain lain. Bila diklasifikasi lagi

    sebenarnya bentuk diskusi yang ada didalam kelas VIII yaitu diskusi teman sebangku, diskusi

    kelompok, maupun diskusi kelas. Metode tanya jawab misalnya tidak hanya tanya jawab antara

    guru dengan peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok, antara kelompok satu dengan

    keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu sendiri.

    Peneliti berpendapat bahwa bentuk komunitas yang terjadi di dalam kelas VIII adalah

    kelompok primer. Menurut Cooley dalam (Soekanto, 1990:112-113)., primary group adalah

    kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerjasama erat

    yang bersifat pribadi. Contohnya: keluarga, kelompok sepermainan, rukun tetangga, dan lain-

  • 16

    lain. Atau dapat dikatakan bahwa primary group adalah kelompok-kelompok kecil yang agak

    langgeng (permanen) dan yang berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi antara sesama

    anggotanya.

    Agar dapat memperoleh kejelasan mengenai teori Cooley tersebut, maka akan

    dibicarakan hal-hal sebagai berikut:

    a. Kondisi-kondisi fisik dari primary group

    Konsep Cooley mengenai hubungan saling kenal-mengenal, belum cukup untuk

    menerangkan persyaratan yang penting bagi adanya suatu primary group. Syarat-syarat yang

    sangat penting adalah: (a) anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu

    dengan lainnya, (b) kelompok tersebut adalah kecil dan (c) adanya suatu kelanggengan hubungan

    antara anggota-anggota kelompok yang bersangkutan.

    b. Sifat hubungan-hubungan primer

    Salah satu sifat utama dari hubungan primer adalah kesamaan tujuan dari individu-

    individu tergantung di dalam kelompok. Satu dari di antara tujuan bersama tadi adalah hubungan

    antara individu-individu tersebut. Jadi hubungan itu bukan merupakan salah satu tujuan utama.

    Hal ini berarti bahwa hubungan tersebut terlepas dari unsure-unsur kontrak, ekonomi, politik

    maupun hubungan kerja. Hubungan tersebut bersifat pribadi, spontan, sentimental dan inklusif.

    c. Kelompok-kelompok yang konkrit dan hubungan-hubungan primer

    Di dalam kenyataan, tak ada primary group yang secara sempurna memenuhi syarat-

    syarat bagaimana yang telah dijelaskan di atas. Persyaratan-persyaratan tersebut merupakan

    ukuran-ukuran ekstrim yang dijadikan pegangan, tetapi yang di dalam kenyataan belum tentu

    tercapai. Suatu hal yang nampak adalah bahwa selalu kelompok-kelompok kecil-kecil hidup

    secara harmonis, bahkan ada yang ditandai oleh rasa benci-membenci dan konflik (Soekanto,

    1990:116)

    Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa segala bentuk komunitas yang terjadi didalam

    pembelajaran PKn kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo adalah bentuk umum dari

    kelompok primer. Hal ini dikarenakan konsep yang ada dalam kelompok primer hampir

    menyamai dengan segala komunitas yang ada, namun tidak terhenti disitu saja kelompok primer

    primer ini tidak mutlak seperti apa yang dikatakan Cooley melainkan mengalami deviasi atau

  • 17

    penambahan bentuk lain yang variatif sehingga bila dikaji secara pokok maka akan nampak

    keprimeran kelompok tersebut.

    3. Pelaksanaan Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP

    Negeri 6 Kota Probolinggo

    Pelaksanaan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn sebenarnya bisa dilihat

    dalam langkah-langkah pembelajaran didalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran atau yang

    biasa disebut RPP yang sudah dibuat sebelumnya. RPP merupakan representasi kegiatan guru

    yang akan dilakukan didalam kelas. RPP juga menjadi pedoman dan gambaran bagi guru dalam

    melaksanakan pembelajaran yang diinginkan oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi kelas

    dan karakter kelas. Dalam langkah langkah pembelajaran yang tertulis didalam RPP ada tahapan

    tahapan yang harus dilakukan oleh guru runtut dari awal pembelajaran hingga akhir.

    Pada saat kegiatan awal guru dalam kelas, guru dituntut harus bisa memulai sebuah

    pengantar dari kondisi awal peserta didik yang diantarkan hingga kondisi peserta didik siap

    untuk menerima pembelajaran. Kemahiran guru dalam mengolah kelas pada awal kegiatan

    menjadi titik acu bagaimana kondisi kelas. Tentu saja menjadikan peserta didik siap menerima

    materi yang akan dibahas menjadi pemicu motivasi belajar peserta didik. Guru betul- betul

    paham bagaimana suasana awal yang terjadi di dalam kelas saat itu. Upaya guru untuk

    membangun komunitas pada awal pelajaran yaitu mengkoordinir peserta didik agar melakukan

    kebiasaan yang telah diperjanjikan sebelumnya bahwa untuk memulai pelajaran PKn kelas harus

    dalam kondisi yang bersih dan rapi serta tidak lupa pula guru mengigatkan peserta didik untuk

    menyiram tanaman dalam pot kelas. Disini berhasil peneliti identifikasi bagaimana upaya guru

    PKn membangun komunitas seperti komunitas pecinta kebersihan kelas dan pecinta go green.

    Para peserta didik malah tidak sengaja terbagi dalam grup bekerja sama membersihkan kela,

    merapikan bangku kelas, dan menyiram tanaman pot yang ada di dalam kelas. Semua peserta

    didik setelahnya menanti pelajaran PKn dengan rasa nyaman diwajah mereka. Tidak lupa guru

    juga menyampaikan apa saja yang akan dipelajari saat itu. Setelahnya guru menanyakan

    kesiapan peserta didik dalam mempelajari PKn, dan dengan antusias peserta didik bersemangat

    memulai pembelajaran. Tidak lupa guru mengintruksikan untuk mengeluarkan buku yang

    mereka bawa dari rumah berupa buku tugas bersampul coklat, buku catatan bersampul coklat,

    UUD 1945, Buku BSE dengan identitas kelas, dan LKS.

  • 18

    Pada saat kegiatan inti berlangsung, seorang guru harus mampu memberikan materi

    dengan cara atau metode yang berbeda pada setiap kelas. Penggunaan metode yang kurang tepat

    akan berakibat kepada pemahaman dan persepsi peserta didik terhadap materi, sedangkan

    penggunaan metode yang tepat akan membuat hasil yang tertentu yang disesuaikan dengan

    tujuan pembelajaran. Penilaian peneliti terhadap pendidik atau guru PKn dalam memilih metode

    yang tepat guna mencapai semua tujuan pembelajaran adalah kemampuan yang belum tentu guru

    mata pelajaran lain punyai. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Djamarah (2010: 1) yaitu

    seorang guru dituntut untuk setiap bahan pelajarannya bisa dikuasai anak didiknya dengan

    berbagai macam keberagaman anak didiknya, hal ini dirasa sulit oleh guru. kesulitan itu

    dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka

    juga sebagai mahluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Guru menggunakan metode

    yang telah dipersiapkan dalam rangka membangun komunitas seperti snowball throwing, diskusi

    kelas, diskusi kelompok serta tanya jawab. Peserta didik sudah berusaha semaksimal mungkin

    untuk peduli dan aktif terhadap metode pembelajaran, guru akan selalu memuji kelas atau

    personal yang berusaha aktif tersebut sehingga menimbulkan pemikiran positif dengan adanya

    pujian tesebut. Berbagai ekspresi muncul ketika peserta didik sedang dipuji atau ketika melihat

    temannya mendapat pujian yang bisa peneliti identifikasi itu sebagia reward. Guru tidak hanya

    memuji tetapi mencari peserta didik yang penakut dan yang kira kira nilainya kurang memenuhi

    standart didalam daftar penilaian guru.

    Kegiatan penutup pembelajaran, seorang guru harus memberikan penguatan bahkan

    kesimpulan yang diambil dari kegiatan inti pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar

    tingkat pemahaman peserta didik ketika menerima dan menjalani semua materi yang dibahas.

    Guru selalu menyimpulkan secara bersama- sama apa yang didapatnya melalui metode yang

    diberikan dengan pengauatan penguatan berupa anjuran mencatatnya dibuku catatan serta

    memberikan tugas sebagai evaluasi pencapaian materi hari itu. Setelahnya guru mengaitkan

    materi yang ada dengan materi yang akan dibahas pada pertemuan yang berikutnya ataupun

    berisi kegiatan penugasan yang diberikan oleh guru secara berkelompok.

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya membangun komunitas tidak hanya ada pada

    kegiatan inti saja dalam pembelajaran, melainkan membangun komunitas juga bisa diterapkan

  • 19

    pada saat kegiatan awal dan kegiatan penutup pembelajaran sehingga membangun komunitas itu

    akan berefek bila dilakukan secara kontinyuitas.

    4. Hambatan dalam Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII

    SMP Negeri 6 Kota Probolinggo

    Kelas VIII B yang notabene adalah kelas unggulan dimana peserta didik didalamnya

    memiliki kualitas yang lebih daripada kelas lainnya. Hambatan yang ditemukan disana adalah

    adanya sikap individualistik yang dimiliki tiap anak dalam membangun komunitas. Tentunya hal

    ini sangat bertentangan dengan prinsip membangun komunitas sendiri karena dengan adanya

    membangun komunitas sebenarnya tugas atau beban materi yang diberikan kepada kelompok

    akan ditanggung secara bersama dan demi tujuan tertentu. Seharusnya dengan membangun

    komunitas sikap individualistis itu akan hilang sendirinya bila guru selalu menerapkan

    membangun komunitas dalam pembelajaran. Hambatan yang kedua adalah minimnya buku

    referensi yang menjadi sumber belajar mereka. Dari keempat kelas terjadi kesamaan yaitu buku

    yang menjadi pegangan peserta didik kelas VIII adalah Buku Paket BSE, LKS PKn, UUD 1945

    dan tidak semua anak membawa buku- buku tersebut. Alhasil ketika muncul pertanyaan atau

    istilah dalam penyampaian materi, rata rata mereka hanya bisa menjawab seadanya. Hanya kelas

    VIII B yang mungkin bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh guru. Peneliti sempat memberi

    saran dengan pengaplikasian internet didalam hape masing masing untuk mencari hal yang

    menunjang dengan materi. Untuk itu butuh sebuah pembiasaan dan mengubah pola pikir peserta

    didik bahwa minimnya referensi akan membuat minimnya wawasan terhadap materi yang

    diberikan guru.

    Hambatan yang berikutnya kemampuan peserta didik baik dalam memahami instruksi

    dan materi. Kemampuan ini akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi waktu pembelajaran

    2x40 menit tiap satu kali pertemuan yang disisi lain setiap pertemuan sudah ada target minimal

    yang harus dicapai atau dikuasai oleh pesrta didik. Hal ini justru merubah metode guru setiap

    kali akan memasuki kelas yang berbeda demi memperoleh pemahaman peserta didik berupa

    persepsinya terhadap materi yang diberikan. Pada kenyataannya ditemukan perbedaan hasil yang

    diperoleh baik berupa data temuan baru dan kebenaran teori membangun komunitas ketika

    membangun komunitas di VIII B, VIII C, VIII D, VIII F. Setiap kelas memiliki karakter yang

    berbeda-beda. Peserta didik memiliki cara belajar sendiri dan setiap orang cara belajarnya

  • 20

    berbeda-beda. Hal ini seperti yang dijelaskan Djamarah (2010: 1) yaitu seorang guru dituntut

    untuk setiap bahan pelajarannya bisa dikuasai anak didiknya dengan berbagai macam

    keberagaman anak didiknya, hal ini dirasa sulit oleh guru. kesulitan itu dikarenakan anak didik

    bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai mahluk

    sosial dengan latar belakang yang berlainan. Sebagai guru harus bisa menimbulkan suasana

    yang menyenangkan dengan berbagai macam karakter peserta didik dikelas, untuk itu

    penggunaan membangun komunitas menjadi solusi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    Penggunaan bahasa dalam pembelajaran juga kadang menjadi penghambat peserta

    didik. Peneliti menemukan hampir sebagian besar dari pserta didik kelas VIII mengalami

    kesulitan dalam memahami konten atau subtansi yang diperintahkan guru maupun isi materi

    pada buku. Peserta didik kesulitan mengambil intisari dari apa yang dia dengarkan ataupun

    Mungkin ini sebabnya pada silabus kelas VIII yang peneliti baca kebanyakan kata kerja

    operasional yang digunakan dalam pembelajaran adalah C2. Dimana C2 digunakan untuk

    kognitif tingkat bawah. Hanya dengan bahwa menggunakan bahasa campuran sesekali (Jawa,

    Madura, Gaul) dalam menerangkan istilah atau pembelajaran maka akan sangat membantu

    pemahaman peserta didik dalam mencerna apa yang didengarkan dan dibaca.

    Fasilitas yang tidak memadai juga menghambat membangun komunitas contoh luas

    papan. Papan tulis yang luas akan menjadi media yang banyak memberikan informasi dalam

    komunitas. Fasilitas belajar didalam kelas yang memadai dan lengkap akan membantu proses

    pembelajaran. Guru PKn juga terkadang harus seringkali menggunakan peralatan atau fasilitas

    belajar peserta didik didalam kelas dalam menyerderhanakan contoh atau menganalogikan materi

    yang dirasa sulit dicerna peserta didik.

    Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa hambatan dalam membangun komunitas dalam

    pembelajran PKn merupakan segala hal yang menjadi hambatan dalam membangun komunitas

    dalam pembelajaran PKn. Hambatan ini bisa muncul darimana saja baik dari dalam dan luar,

    yang menjadi batasan bagian luar dan dalam adalah kelas. Namun yang peneliti temui disini

    adalah hambatan yang berasal dari dalam kelas dalam membangun komunitas dalam

    pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6 adalah kesiapan dan motivasi peserta didik,

    kemampuan peserta didik, bahasa yang digunakan dalam interaksi dan berkomunikasi antara

  • 21

    guru dengan peserta didik, sumber referensi buku pegangan atau penunjang peserta didik,

    fasilitas belajar.

    Kesimpulan dan Saran

    Membangun komunitas dalam pembelajaran PKn dikelas VIII SMP Negeri 6 Kota

    Probolinggo harus terus menerus berkesinambungan untuk menjadikan pelajaran PKn tidak

    membosankan karena harus berinteraksi dan berbagi informasi baik dengan teman maupun guru,

    menghindari suasana mengantuk di kelas karena pada prinsipnya membangun komunitas

    menuntut peserta didik aktif, memahami materi lebih mudah karena teman sebaya membantu

    kesulitan teman lain dalam komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap sosial

    dan lingkungan sekitar karena dalam membangun komunitas peserta didik dituntut untuk

    bertanggungjawab, berani mengemukakan pendapat, berlaku jujur, berperilaku sopan, bekerja

    sama, dan lain lain, menjadikan semangat tersendiri dibandingkan dengan belajar sendiri, serta

    membuat kondisi kelas sesuai dengan keinginan kelas. Dengan membangun komunitas

    sebenarnya juga bisa mengurangi sifat egois peserta didik karena yang lebih ditonjolkan dari

    membangun komunitas adalah bagaimana bersosial dengan orang lain.

    Bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII tidak terbatas hanya

    pada kegiatan inti yang bermetode pembelajaran, tetapi bentuk komunitas yang diterapkan oleh

    Guru PKn adalah bisa berkaitan dan dilaksanakan melalui pembiasaan kepada peserta didik akan

    pentingnya menjaga kebersihan dan kerapian kelas, menyampul buku catatan dan tugas dengan

    sampul coklat, menandai buku paket peserta didik dengan tanda tertentu sesuai identitas dan

    kesepakatan kelas, menanam tanaman dalam pot didalam kelas, menggunakan istilah gaul atau

    menggunakan bahasa tertentu (Madura, Jawa, Gaul) dalam pembelajaran, menggunakan julukan

    kelas atau pujian terhadap sesuatu yang layak dipuji.

    Bentuk komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII itu beragam macamnya

    dikegiatan inti , dari bentuk diskusi, snowball throwing, tanya jawab, inquiri kelompok,. Bila

    diklasifikasi lagi sebenarnya temuan bentuk diskusi yang ada didalam kelas VIII yaitu diskusi

    teman sebangku, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Metode tanya jawab misalnya tidak

    hanya tanya jawab antara guru dengan peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok,

    antara kelompok satu dengan keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu.

    97

  • 22

    Pelaksanaan membangun komunitas pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6

    Kota Probolinggo meliputi kegiatan awal, kegaiatan inti, dan kegiatan penutup. Hambatan dalam

    membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo

    adalah kesiapan dan motivasi peserta didik, kemampuan peserta didik, bahasa yang digunakan

    dalam interaksi dan berkomunikasi antara guru dengan peserta didik, sumber referensi buku

    pegangan atau penunjang peserta didik, fasilitas belajar.

    Berdasarkan penelitian ini, maka ada beberapa saran yaitu: (1) Perlunya membuat

    inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan basis membangun komunitas yang disesuaikan

    dengan kemampuan peserta didik, (2) Menambah perbendaharaan referensi buku penunjang PKn

    selain buku paket BSE dan UUD 1945 yang dimiliki peserta didik (3) Guru PKn harus senantiasa

    memiliki daya inovatif dan kreatif dalam mengembangkan pembelajarannya karena menurut

    peneliti target tujuan PKn tidak hanya berkutat pada aspek kognitif saja namun perlu

    diperhatikan kesinambungannya dengn aspek afektif, psikomotor, dan pengembangan karakter

    dalam kepribadian.(4) Perlunya merubah paradigma guru yang konvensional dan ketinggalan

    jaman akan metode pembelajaran yang hanya bersumber pada buku dan guru tetapi juga

    perlunya upaya guru PKn untuk memulai pembelajaran dengan berbasis internet dan teknologi

    (5) Perlunya juga pembelajaran PKn berkoordinasi dan bekerjasama dengan (pendidikan agama,

    pendidikan lingkungan hidup/mulok dan mata pelajaran lain), (6 ) Perlunya tambahan waktu

    yang dialokasikan untuk PKn dalam pembelajaran tiap minggu.

    Daftar Rujukan

    Djamarah, SB. & zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Mahasatya.

    Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual :Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT

    Refika Aditama.

    Moleong ,Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi.Bandung: Remaja Rosda Karya.

    Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Radja Grafindo.