Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
POLA PENERIMAAN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)
Penelitian di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat
Magister Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintah Daerah
Disusun oleh:
HERMAN FERDINAND DESSA
15610032
PROGRAM MAGISTER
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
3
P E R N Y A T A A N
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Herman Ferdinand Dessa
Nomor Mahasiswa : 15610032
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul POLA PENERIMAAN
APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) adalah betul-betul. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam tesis tersebut telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Yogyakarta, 20 Maret 2019
Yang membuat pernyataan
Herman Ferdinand Dessa
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha esa atas berkat dan rahmat_Nya
sehingga penulis telah dapat menyusun tesis ini.
Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai
derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Konsentrasi Pemerintah
daerah di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD”
Yogyakarta.
Terselesaikannya penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan doa, bimbingan maupun saran-saran yang
berguna dalam penyususnan tesis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Supardal, M.Si, selaku Direktur Program Magister Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta.
2. Bapak Dr. R. Widodo Triputro, MM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sampai
selesainya tesis ini.
3. Ibu Dra. B. Hari Saptaning Tyas, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak berjasa dalam memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh
kesabaran.
4. Bapak dan Ibu Dosen program Magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, yang telah membekali
banyak ilmu pengetahuan.
5. Pemerintah Daerah Papua, yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian tesis ini di Kabupaten Mimika.
6. Pemerintah Kabupaten Mimika yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian, mengumpulkan data dan informasi bagi penulisan tesis ini.
7. Untuk Mas Yohanes selaku staf di Pascasarjana, yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi untuk terus berjuang dan tidak menyerah.
5
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam usaha penyusunan tesis ini tidak luput dari
kekurangan, kesulitan, hambatan maupun rintanagn, sehingga tesis ini masih jauh
dari kata sempurna.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan dan melimpahkan rahmat dan
karunia_Nya kepada Bapak dan Ibu Dosen dan semua pihak atas segala bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi semua pihak yang berminat
pada penelitian dibidang ini.
Yogyakarta, 20 Maret 2019
Penulis
Herman Ferdinand Dessa
6
MOTTO
(AMSAL 3 : 5)
“ PERCAYALAH KEPADA TUHAN DENGAN SEGENAP HATIMU, DAN
JANGANLAH BERSANDAR PADA PENGERTIANMU SENDIRI.”
(AMSAL 1 : 7)
“TAKUT AKAN TUHAN ADALAH PERMULAAN PENGETAHUAN, TETAPI
ORANG BODOH MENGHINA HIKMAT DAN DIDIKAN”
7
Persembahan
Dengan penuh rasa syukur dan sukacita tesis ini ku persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus yang selalu menjadi sumber pengharapan, penghiburan, dan
keselamaatn untuk saya secara pribadi.
2. Untuk keluarga besar saya, terlebih khusus kedua orangtua saya, bapak
Stephanus Vander dan Yuliana Renyaan, yang telah mendukung saya baik
secara finansial, spiritual dan dorongan semangat.
3. Untuk kaka dan adik-adik saya Rio Fernando Renyaan (alm), Dewi Trisio
Dessan, Chelvin Hendriko dessan yang selalu memberikan semangat dan
dorongan untuk terus berjuang.
4. Terimahkasi untuk Oma tercinta Chatarina Samderubun yang selalu memberi
semangat dan doa untuk ku selalu, selalu mengasihi mu oma.
5. Terimahkasi untuk keluarga besar Renyaan, Samderubun, dan Batmomolin
yang selalu memberikan semangat dan doa untuk saya.
6. Untuk partner saya, Enny Yulianty yang selalu berjuang bersama-sama dalam
mengerjakan tesis.
7. Untuk sodara-sodari Legend 2011 semua yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terimakasih sudah menjadi penyemangat untuk mengerjakan tesis ini,
sukses buat kalian semua juga kedepanya.
8
8. Untuk sodara-sodara kontrakan doreri semua yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, terimakasih sudah menjadi penyemangat untuk mengerjakan
tesis ini, sukses buat kalian semua juga kedepanya.
9. Untuk Kaka Fred yang selalu menjadi penyemangat untuk mengerjakan tesis
ini, sukses buat kaka kedepanya.
9
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 16
B. FOKUS PENELITIAN ................................................................................. 28
C. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 28
D. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 29
E. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................ 29
F. KERANGKA KONSEPTUAL ...................................................................... 29
1. Aparatur Sipil Negara (ASN) .................................................................... 29
2. Penerimaan Aparatur Sipil Negara ……………........................................ 43
A. Rekrutmen Pegawai……………………………………………............... 44
B. Seleksi ………………………………….. ................................................ 50
C. Penempatan Aparatur Sipil Negara …………. ......................................... 56
G. METODE PENELITIAN .............................................................................. 69
1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 69
2. Objek Penelitian ..................................................................................... 69
3. Lokasi Penelitian ……………………………………………………….70
4. Teknik Pemilihan subjek Penelitian ...................................................... 70
5. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………… ...71
a. Interview (wawancara) …………………………………………… 71
b. Observasi …………………………………… ............................... 71
c. Dokumentasi ………………………………………………………72
6. Teknis Analisis Data ………………………………………………….. 73
10
BAB II PROFIL KABUPATEN MIMIKA PROVINSI PAPUA
A. SELAYANG PANDANG KABUPATEN MIMIKA .................................. 76
B. KEADAAN DEMOGRAFIS ....................................................................... 78
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 81
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Usia …………… .................................. 83
3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan .................................................... 84
C. KEADAAN SOSIAL .................................................................................... 87
D. STRUKTUR ORGANISASI DAERAH KABUPATEN MIMIKA ............. 89
E. ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) ........................................ 89
1. Bupati Dan Wakil Bupati .......................................................................... 90
2. Sekretarit Daerh …………… .................................................................... 90
3. Kelompok Jabatan Fungsional ................................................................... 90
4. Asisten Bidang pemerintahan ................................................................... 91
5. Asisten Bidang perekonomian dan pembangunan .................................... 92
6. Asisten Bidang Administrasi Umum ......................................................... 93
7. Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat…………… ................................... 94
E. ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) ........................................ 94
1. Dinas Pendidikan ...................................................................................... 95
2. Dinas Kesehatan …………… .................................................................... 96
3. Dinas Sosial ................................................................................................ 96
4. Dinas Pekerjaan Umum ............................................................................. 97
5. Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi ...................................................... 97
6. Dinas Pemberdayaan,Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarg
Bencana ............................................................................................................... 98
7. Dinas Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil ....................... 100
8. dinas pemberdayaan masyarakat dan kampung…………… ................... 101
11
9. Dinas perhubungan …………….............................................................. 101
10. Dinas komunikasi dan informatika ........................................................ 101
11. Dinas Penanaman modal dan perijinan .................................................. 102
12. Dinas peternakan .................................................................................... 102
13. Dinas tanaman pangan holtikultural dan perkebunan ............................ 103
14. Dinas Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil ..................... 104
15. dinas perindustrian dan perdagangan …………… ................................ 105
16. dinas koperasi usaha kecilnmenegah dan ekonomi kreatif…………… 105
17. Dinas kebudayaan dan pariwisata …………… ..................................... 106
18. satuan polisi pamong praja ..................................................................... 106
19. Dinas Perumahan dan kawasan pemukiman ......................................... 107
20. Dinas lingkungan hidup kabupaten ....................................................... 108
21. Dinas perpustakaan dan arsip daerah ..................................................... 109
F. PEGAWAI NEGERI SIPIL .......................................................................... 110
BAB III ANALISI DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Informan ..................................................................................... 122
1. Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................................ 123
2. Berdasarkan Usia …………… ................................................................ 124
3. Berdasarkan Agama ................................................................................. 125
4. Berdasarkan tingkat pendidikan .............................................................. 126
5. Berdasarkan Pekerjaan ............................................................................ 127
6. Berdasarkan Jabatan ................................................................................ 127
B. Pembahasan ................................................................................................ 129
B1.Proses Rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) .................................... 130
B2. Proses Seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) …………… ................... 144
B3. Proses Penempatan Aparatur Sipil Negara (ASN) ............................... 158
BAB VI SARAN DAN KESIMPULAN
12
1. Kesimpulan .............................................................................................. 172
2. Saran …………… .................................................................................... 174
G. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 176
13
DAFTAR TABEL
Tabel II.1.Luas Wilayah Dan Jumlah Penduduk Kabupaten Mimika Menurut
Distrik ...............................................................................................................79
Tabel II.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 81
Tabel II.3. Jumlah Penduduk Menurut Usia ................................................... 83
Tabel II.4. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ......................................... 85
Tabel II.5. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Distrik ...................................... 87
Tabel II.6. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Dinas ............................... 110
Tabel II.7. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan ...................... 113
Tabel II.8. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Golongan Kepangkatan .. 116
Tabel II.9. Daftar Pejabat Ekselon Di Kabupaten Mimika .............................. 118
Tabel II.10 Daftar Pegawai Negeri Sipil Pensiun Dan Meninggal ………… 120
Tabel III.1.Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 123
Tabel III.2. Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Usia ............................ 124
Tabel III.3. Distrbusi Informan Berdasarkan Agama....................................... 125
Tabel III.4. Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan.................. 126
Tabel III.5. Distribusi Informan Berdasarkan Pekerjaan ................................. 127
Tabel III.6. Distribusi Informan Berdasarkan Jabatan ..................................... 128
14
Intisari
Problem perekrutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga tidak bebas
dari masalah, kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya hubungan-hubungan
persaudaraan dan afiliasi, juga telah menyebabkan proses rekruitmen tidak
menghasilkan PNS-PNS yang memenuhi syarat kualifikasi dan akhlak yang baik.
Pola dalam rekrutmen pegawai mulai dari rekrutmen, seleksi hingga penempatan
dilaksanakan hanya sebagai formalitas saja. Mulai dengan pelaksanaan dengan sistem
yang sangat terbuka hingga mengerucut pada sistem yang tertutup.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Objek
penelitian dalam penelitian ini adalah Pola Penerimaan Aparatur Sipil Negara (ASN)
di kabupaten Mimika. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik purposive.
Informan penelitian sebanyak 13 (tigabelas) orang, sebagai pertimbangan bahwa
informan yang dipilih memenuhi kriteria dengan tujuan penelitian.
Hasil dari analisis data tentang Pola Rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN)
di kabupaten Mimika yaitu dalam proses rekrutmen yaitu yang pertama adalah
pengumuman, kemudian pendaftaran lalu proses verifikasi administrasi. Sistem
rekrutmen pegawai masih menggunakan sistem secara offline maka halini yang
cenderung masih membuka peluang terjadinya intervensi penguasa. Penyelenggaraan
seleksi PNS ada tiga tahap yang harus di ikuti oleh semua pelamar yaitu tahap seleksi
administrasi, seleksi kompetensi dasar dan seleksi kompetensi bidang dan juga dari
segi materi atau tes berbeda di berikan kepada setiap pelamar sesuai tingkat
pendidikan pelamar. Dalam proses seleksi ini yang lebih mengutamakan asli orang
Papua. Adanya otsus yang mengatur tentang 70% harus asli putra/i papua dan 30%
pendatang mengakibatkan sebagian masyarakat Papua berpandangan bahwa mereka
akan tetap lolos dan di terima menjadi ASN di karenakan hal itu. Proses penempatan
dan pemberian jabatan yang terjadi dikabupaten Mimika ternyata masih ada campur
tangan dan pengaruh politik. Sehingga banyak pegawai yang di rekrut dan di
tempatkan tidak sesuai dengan kualifikasi yang di butuhkan dalam bidang atau istansi
pemerintahan dan aturan hanya di pandang sebagai formalitas. Aturan-aturan yang
ada dipusat tidak seutuhnya bisa diterapkan di Papua karena adanya Otonomi Khusus
(Otsus). Ini yang harus dipahami bahwa Otonomi Khusus yang mengatur bahwa
pegawai yang diterima adalah 70% merupakan warga asli Papua dan 30% adalah
pendatang. Namun demikian dalam pelaksanaan harus tetap dalam prosedur yang
berlaku yaitu berdasarkan pada syarat dan ketentuan yang berlaku serta kualifikasi-
kualifikasi yang berlaku, bukan denga asas kekeluargaan atau hubungan kekerabatan.
Proses rekrutmen, seleksi dan penempatan pegawai dilaksanakan bukan hanya
formalitas, namun harus professional dan demokrasi.
Kata kunci: Rekrutmen, Aparatur Sipil Negara
15
Abstract
The problem of recruitment carried out by local governments is also not free
from problems, the strength of regional egoism and the still prominent relations of
brotherhood and affiliation, has also caused the recruitment process not to produce
civil servants who meet the requirements of good qualifications and character. The
pattern in employee recruitment from recruitment, selection to placement is carried
out only as a formality. Start with implementation with a system that is very open to
conical on a closed system.
The research method used is descriptive qualitative. The object of research in
this study is the pattern of acceptance of the State Civil Apparatus (ASN) in Mimika
district. The research technique used was purposive technique. The research
informants were 13 (thirteen) people, as a consideration that the selected informants
met the criteria for the purpose of the study.
The results of data analysis on the Pattern of Recruitment of the State Civil
Apparatus (ASN) in Mimika regency are in the recruitment process, namely the first
is the announcement, then registration then the administrative verification process.
Employee recruitment systems still use the system offline so this tends to open
opportunities for intervention by authorities. The implementation of PNS selection
has three stages that must be followed by all applicants, namely the administration
selection stage, basic competency selection and field competency selection and also
in terms of material or different tests given to each applicant according to the
applicant's education level. In this selection process which prioritizes native
Papuans. The existence of special autonomy which regulates about 70% must be
native to Papua and 30% of migrants cause some Papuans to think that they will still
escape and be accepted as ASN because of that. The process of placement and
assignment that took place in the Mimika Regency turned out to still have political
interference and influence. So that many employees who are recruited and placed are
not in accordance with the qualifications needed in the field or governmental
institutions and the rules are only viewed as formality. The rules that are in the center
are not fully applicable in Papua because of the existence of Special Autonomy
(Otsus). This must be understood that Special Autonomy regulates that employees
received are 70% of them are indigenous Papuans and 30% are immigrants.
However, the implementation must remain in the applicable procedure, which is
based on the applicable terms and conditions and the applicable qualifications, not
with the principle of kinship or kinship. The process of recruitment, selection and
placement of employees is carried out not only formality, but must be professional
and democratic.
Keywords: Recruitment, State Civil Apparatus
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang mengawakinya. SDM tersebut akan baik kualitas
dan kinerjanya bila dipimpin dan dikelola dengan baik. Untuk dapat
mengelola SDM dengan baik, setiap pemimpin dan manejer serta bagian yang
menangani SDM harus mengerti dan menghayati masalah manajemen SDM
dengan baik (Widodo, 2015:13). Masalah manajemen SDM sendiri adalah
masalah yang cukup kompleks karena ia bukan sekedar masalah administrasi,
hukum dan perundangan yang terkait, psikologi manusia, perhitungan
kebutuhan, penentuan kompensasi, dan teknik-teknik cara bekerja yang baik,
tetapi secara keseluruhan kesemua aspek yang disebutkan diatas harus
dipahami dan dikuasai dengan baik dan terpadu, terutama bagi manajemen
SDM.
Pada umumnya kelemahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan
manajemen SDM antara lain adalah para atasan menyerahkan masalah SDM
sepenuhnya kepada bagian SDM, sebagian SDM diawaki oleh orang-orang
yang tidak professional yang penempatannya hanya atas dasar penunjukan
tanpa memperthatikan persyaratan yang berlaku pada jabatan itu dan
pembinaan personal dilaksanakan sangat subjektif terutama dalam hal yang
17
menyangkut pemilihan dan penempatan personel aspek pembinaan dan
pengendalian SDM menjadi kur/ang tepat dan terarah atau tidak sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan organisasi serta perkembangannya. Manajemen
sumber daya manusia dipandang sebagai peranan yang cukup penting diranah
industri, apa yang dilakukan oleh manajemen SDM menggambarkan
bagaiamana aktifitas pengelolaan SDM dilingkup perusahaan ataupun
pemerintahan.
Untuk masalah kepegawaian, termasuk mengenai pengangkatan PPPK
(pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), pemerintah berpedoman pada:
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang No. 43
Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah diganti dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),
Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri
Sipil, dan Peraturan Kepala BKN No. 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Sebagaimana diketahui
saat ini, pemerintah sedang melaksanakan reformasi birokrasi di bidang
kepegawaian. Salah satu bidang yang direformasi adalah penataan Sumber
Daya Manusia Aparatur meliputi penataan jumlah dan kualitas serta distribusi
Pegawai Negeri Sipil. Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang berlaku sejak tanggal
diundangkan yaitu 15 Januari 2014 menggantikan UU No. 8 Tahun 1974 dan
18
UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU No.5 Tahun
2014 menetapkan sistem manajemen kepegawaian berdasarkan sistem merit.
Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada
kualifikasi kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis
kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan, subtansi yang
terkandung dalam Undang-undang ASN antaranya menegaskan bahwa ASN
adalah sebuah bentuk profesi bagi PNS dan PPK (Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian kerja).
Era globalisasi ini sungguh syarat dengan berbagai persaingan yang
begitu ketat dari berbagai bidang didalamnya. Persaingan itu tidak lepas dari
semua unsur-unsur kebutuhan umat manusia yang selalu berkembang setiap
detiknya.
Menurut Suparno (Suparno, 2015:306), era global abad ke 21 ini
sungguh memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan oleh
segenapumat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM
(sumber daya manusia) didalamnya, termasuk pula ada upaya meningkatkan
kulitas dan kuantitas ekonomi. SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam
reformasi ekonomi, yakni bagaiman menciptakan SDM yang berkualitas dan
memiliki keterampilan serta berdayasaing tinggi dalam persaingan global
yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitanya tersebutsetidaknya ada dua hal
penting menyangkut kondisi SDM Indonesia yaitu: a) Ketimpangan antara
19
jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja; b) Tingkatpendidikan angkatan
kerja yang ada masi relatif rendah.Kedua masalah tersebut menunjukkan
bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kulitas angkatan
kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan di daerah maka
pemerintah di daerah perlu menggali potensi yang ada untuk dapat
dimaksimalkan dalam proses pembangunan. Salah satu potensi yang perlu di
tingkatkan adalah adanya rekruitmen PNS pada Lingkup Pemerintah
Kabupaten Mimika. Dapat dikatakan bahwa baik buruknya suatu birokrasi
didaerah sangat dipengaruhi oleh kualitas kepegawaian daerah itu sendiri.
Ketidakmampuan pemerintah daerah untuk melakukan perubahan
struktur, norma, nilai dan regulasi kepegawaian negara telah menyebabkan
gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Kualitas
dan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik masih jauh dari
harapan.Masih belum tercipta budaya pelayanan publik yang berorientasi
kepada kebutuhan pelanggan. Sebaliknya, yang terbentuk adalah obsesi para
birokrat dan politisi untuk menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan
hasrat dan kekuasaan Karena itulah, kekecewaan masyarakat terhadap
birokrasi didaerah terus terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kita
merdeka.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Azwar Abubakar pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang
20
Yudhoyono, mengatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS),
sebanyak 95% PNS tidak kompeten, dan hanya 5% memiliki kompetensi
dalam pekerjaannya ( Harian Umum Pikiran Rakyat, 1 Maret 2012). Dapat
dibayangkan kalau seandainya PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan
berakibat atau berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat, misalnya
pelayanan menjadi lambat, bekerja asal-asalan, tidak maksimal, tidak efisien
dan hasilnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang
telah ditentukan. Selanjutnya pada tahun 2016 Deputi Bidang Pembinaan
Manajemen Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara, Yuliana
Setyawatiningsih saat ditemui di kantor BKN (Merdeka.com,17 Mei 2016)
mengungkapkan saat ini ada sekitar 4,4 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia
menilai dengan jumlah tersebut, kualitas PNS di Indonesia masih rendah. Dari
sisi jumlah, itu kalau kita lihat dari rasio penduduk, rasio angkatan kerja itu
mungkin kalau saya bilang terlalu besar juga tidak, tapi persoalan pertama itu
dari segi kualitas, pihaknya akan melakukan serangkaian program guna
meningkatkan kualitas dari PNS yang dimiliki saat ini. Hal ini dilakukan
sebagai amanat dari undang-undang yang menyatakan PNS harus profesional
dan berintegritas. Kendati demikian, kata dia, PNS juga harus sejahtera,
Sehingga untuk menghasilkan PNS yang bagus, harus dipetakan sesuai
dengan kompetensinya. Tujuannya supaya kita mendapatkan PNS yang betul-
betul sesuai dengan kebutuhan organisasi.
21
Salah satu penyebab banyaknya PNS yang tidak berkompetensi karena
proses rekruitment CPNS yang masih belum baik. Proses penerimaan dan
seleksi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah khususnya di Kabupaten
Mimika,Provinsi Papua dinilai masih sangat buruk dan menimbulkan
kerawanan terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Demikian
proses pendaftaran yang rumit ditambah seleksi yang konvensional
menunjukkan sejak dini Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah
dikondisikan dalam sebuah situasi kerja yang sangat birokratis, serta tidak
berbasis pada keahlian atau kompetensi secara menyeluruh. Bahkan yang
terjadi penyelenggaraan penerimaan dan seleksi yang buruk memang melekat
pada masyarakat daerah yang sedang mengalami transisi. Beberapa CPNS
harus membayar dan dapat memanfaatkan "joki" untuk mengikuti
ujian( Harian Umum Pikiran Rakyat, 1 Maret 2012).
Proses penerimaan dan seleksi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah
khususnya di Kabupaten Mimika dinilai masih sangat buruk dan
menimbulkan kerawanan terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Demikian proses pendaftaran yang rumit ditambah seleksi yang konvensional
menunjukkan sejak dini Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah
dikondisikan dalam sebuah situasi kerja yang sangat birokratis, serta tidak
berbasis pada keahlian atau kompetensi secara menyeluruh.
Seperti yang terjadi pada anggota DPRD Mimika, Agustinus Anggaibak
yang juga tokoh masyarakat Amungme mengkritik rencana Pemerintah
22
Daerah (Pemda) Mimika yang akan kembali membuka penerimaan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Menurutnya, jumlah pegawai di kabupaten ini
sudah terlalu banyak, sehingga sebagian besar tidak mengetahui apa yang
harus dikerjakan alias nihil. Ia mengingatkan, penerimaan CPNS harus betul-
betul diperlukan, sehingga jangan sampai penerimaan pegawai negeri hanya
dijadikan proyek semata. “Saya harap penerimaan CPNS jangan dijadikan
proyek. CPNS 2010 saja ada yang belum terima SK. Pengumunan tes pene-
rimaan 2013 belum ada, belum lagi SK honorer K 1 yang sampai sekarang
tidak jelas dan sekarang mau penerimaan lagi, tegas Agus. Akibat terlalu
banyak PNS membuat banyak pegawai yang tidak jelas kerjaanya. Ber-
dasarkan pengamatannya selama ini, banyak PNS yang jarang berkantor.
Kalaupun masuk hanya beberapa jam, terus menghilang. Mereka terkadang
hanya menghadiri apel, isi absensi dan kembali mengurus kepentingan pri-
badi, (kabartimur Selasa, 10 Juni 2014).
Demikian yang terjadi di distrik Agimuda, sejumlah Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang ditempattugaskan di Distrik Agimuga harus menerima
kenyataan pahit, sebab hak-haknya meliputi gaji, tunjangan, ulang lauk pauk
(ULP) diblokir dan terancam tidak dibayarkan Kepala Distrik Agimuga,
Yulianus Pinimet, rencana pemblokiran pembayaran hak- hak pegawainya
telah dikoordinasikan dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dan
akan dilaporkan ke Bupati Mimika. Pemblokiran gaji dilakukan Yulius,
katanya untuk memberi efek jera terhadap pegawai yang sudah enam bulan
23
tidak melaksanakan tugas, sekaligus untuk meningkatkan disiplin kerja dan
mengingatkan PNS akan tugas pokoknya.“Saya tidak main-main. Saya sudah
ultimatum mereka karena selama sudah diberi toleransi. Sejak saya naik
bertugas tanggal 8 Mei, tidak satupun mendampingi saya. Konsekuensinya,
gaji, tunjangan, uang makan mereka tidak akan saya tanda tangan untuk
diproses di keuangan,” tegas Yulianus Pinimet kepada Timika eXpress via
ponselnya, Sabtu (26/11).Yulius mengatakan memang dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, tidak mengatur
sanksi gaji ditahan. Kebijakan ini diambil karena menilai pegawai yang
mangkir dari tugas tanpa alasan pasti, (timika expres,November 26,2016).
Selanjutnya mengenai disiplin kerja para pegawai Negeri Sipil (PNS) di
lingkup pemerintahan kabupaten Mimika awal tahun baru di pusat
pemerintahan Sp 3, pejabat PNS yang hadir hanya Puluhan orang saja di
SKPD malah, banyak yang hadir hanya tenaga Honor selebihnya libur, fakta
ini menunjukan disiplin dan kinerja PNS masih sangat buruk, (Salam Papua
Kamis 6 january 2016). Beberapa masalah yang terjadi diatas berakibat
Pemerintah provinsi papua secara tegas menyatakan tidak akan lagi menerima
pegawai Negeri Sipil (PNS) mutasi dari kabupaten dan kota di provinsi Papua,
pasalnya sampai saat ini ASN di lingkungan Pemerintahan Papua, sudah
melebihi dari uraian tugas dan jabatan alias sudah over kapasitas. Asisten
bidang umum setda provinsi Papua Elysa Auri saat mewakili Gubernur Papua,
menjelaskan saat ini sudah ada 7000 lebih PNS di lingkup pemerintah
24
provinsi Papua, sementara yang memperoleh uraian tugas, yang jeas hanya
5000 lebih, sedangkan 2000 sisanya PNS banyak tidak sesuai uraian tugas
yang hanya duduk, tanda tanggan dan pulang (Sumber: Salam Papua, 21 Juni
2016).
Berdasarkan beberapa kasus yang terjadi diatas berdampak pada, Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) kabupaten Mimika belum bisa memastikan
terkait dengan perekrutan atau penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di 2017 ini”, demikian disampaikan kepala BKD Paskalis Kir Welakubun.
Beliau menjelaskan belum adanya kepastian terkait dengan penerimaan CPNS
di 2017 ini karena ada beberapa hal, seperti penyelesaian informasi kebutuhan
dari masing-masing satuan kerja perangkat kabupaten Mimika dimana terkait
masalah restrukturisasi ini masih ada sedikit yang harus dilakukan karena
pengalihan beberapa dinas dari kabupaten, (Salam Papua, Jumat 19
November 2016).
Kegagalan pemerintah daerah untuk melakukan reformasi terkait dengan
subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang
dicirikan oleh kerusakan moral dan juga kesenjangan kemampuan untuk
melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Terkait dengan persoalan
rekruitmen dapat disebutkan beberapa situasi problematis yang dihadapi oleh
birokrasi di kabupaten Mimika. Permasalahan yang sering terjadi yaitu:
pertama, proses rekruitmen masih belum dilakukan secara profesional dan
masih terkait dengan hubungan-hubungan kolusi, korupsi dan nepotisme
25
(KKN). Banyak pelamar yang masih memanfaatkan hubungan kekeluargaan.
Kedua, rekruitmen pegawai masih dipandang seakan-akan menjadi kebutuhan
proyek tahunan dan bukan sebagai kebutuhan akan peningkatan kualitas
pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga dalam
pelaksanaan mulai dari merekrut, seleksi dan penempatan menjadi ajang
untuk formal-formalan saja bagi pemerintah. Ketiga, perekrutan dilakukan
tanpa mengetahui kebutuhan analisis jabatannya, SDM aparatur pada satuan
organisasi menjadi berlebihan dan tidak sesuai dengan beban kerja yang ada.
Keempat, pada sisi lainnya, kepastian tentang jumlah PNS yang dibutuhkan
terhadap jumlah penduduk (rasio beban kerja) masih belum dapat dihitung
secara baik untuk menentukan jumlah pegawai yang harus direkruit setiap
tahunnya. Kelima, dari sisi penyelenggaraannya, rekruitmen pegawai masih
dilakukan dengan cara-cara yang tidak menjamin kesempatan dan terjaringnya
calon-calon yang potensial. Hal ini disebabkan karena rekruitmen masih
dilakukan pemerintah daerah, dan bukan oleh sebuah lembaga yang
independen.
Dengan situasi birokrasi yang sarat dengan KKN, maka proses
rekruitmen yang demikian tidak dapat menghasilkan calon-calon yang terbaik.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa proses rekruitmen di daerah khususnya
kabupaten Mimika dilakukan dengan cara-cara penyuapan, pertemanan dan
afiliasi. Budaya perekruten yang demikian hanya akan menghasilkan birokrat
yang moralnya tidak terjaga dan kompetensinya yang tidak memadai.
26
Problem perekrutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga tidak
bebas dari masalah, kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya
hubungan-hubungan persaudaraan dan afiliasi, juga telah menyebabkan proses
rekruitmen tidak menghasilkan PNS-PNS yang memenuhi syarat kualifikasi
dan akhlak yang baik. Bahkan kecenderungan untuk mengutamakan putra
daerah dalam perekrutan PNS saat ini semakin menonjol dengan
dilakukannya perekrutan oleh PNS. (baitul ilmi,Jurnal rekrutmen dan
pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (pppk) menurut
undang-undang nomor 5 tahun 2014).
Dalam konteks yang terjadi di Kabupaten Mimika banyak pegawai yang
sudah dan selesai di rekrut, namun banyak juga yang tidak tahu apa yang
dikerjakannya. Padahal hal ini bisa diantisipasi apabila untuk dapat
melakukan proses perekrutan yang baik, maka spesifikasi tugas dan jabatan
harus diketahui secara baik. Ironisnya, banyak sekali PNS yang tidak
mengetahui tugasnya, bahkan nama jabatannya (sumber:
http://timikaexpress.com/?p=6348).Masalah kepegawaian di kabupaten
Mimika sudah sangat memprihatinkan. Jika dibiarkan masalah ini akan
menjadi bumerang yang bisa saja menjadi sesuatu yang dapat menghancurkan
keutuhan pemerintahan kabupaten Mimika. Pembenahan terhadap proses
rekruitment pegawai harus segera dilaksanakan. Dengan sekian banyak
jumlah pegawai negeri di kabupaten Mimika, hanya sedikit yang memiliki
27
kompetensi yang memadai, dikarenakan proses rekruitment yang belum
efektif dan efisien. Contohnya, sebagaimana yang di samapaikan kepala Dinas
pendidikan dan kebudayaan kabupaten mimika dalam koran Radar Timika
(sumber: http://jobelist.com, saptu 20 november 2016). Jumlah guru
disetbutkan cukup, tapi banyak menumpuk di perkotaan. Karenanya, momen
penempatan CPNS untuk formasi guru dari tahun ke tahun, ini mengakibatkan
lemahnya birokrasi di Kabupaten Mimika.
Hal ini bisa diantisipasi apabila untuk dapat melakukan proses
perekrutan yang baik, maka spesifikasi tugas dan jabatan harus diketahui
secara baik. Ironisnya, banyak sekali PNS yang tidak mengetahui tugasnya,
bahkan nama jabatannya. Masalah kepegawaian sudah sangat
memprihatinkan. Problem ini harus segera diselesaikan, karena jika dibiarkan
masalah ini akan menjadi bumerang yang bisa saja menjadi sesuatu yang
dapat menghancurkan keutuhan pemerintahan Indonesia.
Pembenahan terhadap proses rekrutmen pegawai harus segera
dilaksanakan, dengan sekian banyak jumlah pegawai negeri di Mimika, hanya
sedikit yang memiliki kompetensi yang memadai, dikarenakan proses
rekruitment yang belum efektif dan efisien. Sayangnya dari jumlah yang lolos
itu, hasilnya tidak sesuai harapan pemerintah, sehingga bisa menimbulkan
rasa ketidak percayaan terhadap birokrasi, Selain itu juga belum terbangun
adanya budaya kerja. Berdasarkan paparan diatas maka dari itu peneliti
28
tertarik untuk melakukan penelitian terkait proses rekruitmen pegawai di
Kabupaten Mimika.
B. Fokus Penelitian
1. Pola dalam Proses Rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten
Mimika.
2. Pola dalam Proses seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten
Mimika.
3. Pola dalam Proses Penempatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten
Mimika.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas yaitu
mengenai Pola dalam Proses Rekruitmen Pegawai di kKbupaten Mimika,
maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pola dalam Proses Rekrutmen Pegawai di Kabupaten
Mimika?
2. Bagaimana Pola dalam Proses seleksi Aparatur sipil negara (ASN) di
kabupaten Mimika?
3. Bagaimana Pola dalam Proses Penempatan Aparatur sipil negara (ASN)
di kabupaten Mimika?
29
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pola dalam Poreses Penerimaan Aparatur Sipil Negara di kabupaten Mimika.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis, dengan adanya penelitian ini maka diharapkan
akan membantu serta menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan
khususnya Pola dalam proses Rekruitmen Pegawai.
2. Manfaat secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pemikiran dan referensi bagi Akademis,
Masyarakat, Pemerintahan Kabupaten Mimika Provinsi Papua dalam Pola
Rekrutmen Pegawai.
F. Kerangka Konseptual
1. Aparatur Sipil Negara (ASN)
Istilah ASN saat ini belum begitu dikenal masyarakat Indonesia
dibandingkan dengan istilah PNS yang sudah dikenal sejak duhulu, bahkan
PNS sendiripun masih banyak yang tidak mengetahui esensi dari ASN itu
sendiri. Hal tersebut dikarenakan sosialisasi ASN tidak begitu gencar oleh
pemerintah sejak tahun 2014 dimana pada tanggal 15 januari telah
ditandatagani undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang telah
disetujui oleh rapat Paripurna menjadi undang-undang Nomo 5 tahun
2014.
30
Substansi yang terkandung dalam undang-undang ASN (Bambang,
2016:65), di antaranya menegaskan bahwa ASN adalah sebuah bentuk
profesi bagi PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja),
dengan penepatan ASN sebagai sebuah profesi, maka diperlukan adanya
asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku, serta pengembangan
kompetensi. Tidak hanya itu Undang-undang ASN juga mencakup
ketentuan mutasi, penggajian, dan pemberhentian; pengisian jabatan tinggi;
pembentukan Komisi Apratur Sipil Negara (KSN); jabatan dalam ASN;
batas usia pensiun; perlindungan dari intervensi politik; dan penguatan
kompetensi, kompetisi, manajemen dan, pengembangan karier.
Perbaikan manajemen pemerintahan yang berbasis pada UU ASN
diharapkan dapat meningkatkan kulitas pelayanan publik dimana yang
sebelumnya PNS berorientasi melayani atasan atau bahkan lebih
mementingkan kepentingan proyek, akan lebih berorientasi terhadap
pelayanan publik dan kepentingan masyarakat, UU No 5 tahun 2014
memposisikan ASN sebagai profesi bagi PNS yang bebas dari kepentingan
politik dan menerapkan sistem karirer terbuka dimana lebih mengutamakan
prinsip profesionalisme yang menekankan pada kompetensi, kualifikasi,
kinerja, tranparansi, objektivitas dan bebas dari KKN. Menurut Undang-
Undang No 5 tahun 2014, Pasal 1 tentang Aparatur Sipil Negara adalah
aparatur sipil negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi
31
sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang bekerja pada instasi pemerintah.
Pegawai aparatur sipil negara yang selanjutnya disebut pegawai
ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintah atau diserahi tugas negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai
negeri sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap
oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika
profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
Menurut undang-undang No 5 Tahun 2004 pasal 6 dan 7 bahwa
status, dan kedudukan ASN yaitu: a) PNS; dan b) PPPK. Selanjutnya
dibawa ini akan di jelaskan kedudukan PNS dan PPPK sebagai berikut :
a. PNS sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan
pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh pejabat
pembina kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional.
32
b. PPPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf b merupakan
pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian
kerja oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan kebutuhan
instasi pemerintah dan ketentuan undang-undang.
Menurut undang-undang No 5 tahun 2014 pasal 10,11 dan 12
bahwa fungsi, tugas, dan peran pegawai ASN sebagai berikut :
a. Pegawai ASN berfungsi sebagai :
1. Pelaksana kebijakan publik;
2. Pelayan publik; dan
3. Perekat dan pemersatu bangsa.
b. Pegawai ASN bertugas :
1. kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan negara kesatuan republik
indonesia.
c. Peran pegawai ASN:
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan
pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
33
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik,
serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut
Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Pasal 23 dan 24 Kewajiban
pegawai ASN yaitu sebagai berikut:
1. Setia dan taat pada pancasila, undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan pemerintah yang sah;
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ;
3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah
yang berwenang;
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kessadaran, dan tanggung jawab;
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan;
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undagan; dan
8. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
34
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban
pegawai ASN sebegaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23
diatur dengan Peraturan pemerintah.
Undang-undang No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) menegaskan, pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementrian, kesektariatan lembaga Negara, lembaga nonstruktural, dan
instansi daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta
persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengisisan jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
sebagai dimaksud dilakukan pada tingkat nasional, ”bunyi pasal 108 ayat 2
UU tersebut. Menurut Undang-Undang No 5 tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN, lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari
intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan
berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi
perekat dan pemersatu bangsa. Paragraf 2 Tujuan Pasal 28 KASN bertujuan:
a. Menjalin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen
ASN;
b. Mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan
berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
35
c. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara yang efektif,
efisien dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
d. Mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan
masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan;
e. Menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan
masyarakat; dan
f. Mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya pencapaian kinerja.
Pemahaman tentang tipe ideal birokrasi tidak pernah bisa lepas dari
konsep merit system. Bahkan secara teoritis selalu disebutkan bahwa merit
system merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tipe ideal birokrasi, merit
system menjadi landasan utama bagi birokrasi untuk mengembangkan
kemampuan dalam melakukan koordinasi menyeluruh untuk menyerap
kepentingan publik secara kuat dan handal (Hayat, 2016). Dalam konsep merit
system, nampak bahwa kepentingan perbaikan penyelenggaraan birokrasi
menjadi hal yang paling ditonjolkan. Merit system adalah konsep yang paling
sesuai dengan semangat peningkatan kinerja birokrasi. Hal ini mengingat
konsep merit system memiliki landasan serta kejelasan kualifikasi,
kompetensi, kinerja dan keadilan yang berkesinambungan. Melalui
mekanisme merit system, birokrasi dikelola secara maksimal sehingga mampu
menjadi lembaga yang berkompeten untuk menangani berbagai permasalahan
publik (public affair) dan kepentingan publik (public interest).
36
Menurut Hormby, pengembangan SDM birokrasi berbasis merit
system, secara leksikal merit system dapat dimaknai sebagai mekanisme
keadilan yang proporsional untuk memperlakukan serta memberikan
penghargaan terhadap hal-hal yang dipandang layak (Hayat, 2016). Merit
system merupakan mekanisme yang dianggap paling layak dalam
pengembangan SDM birokrasi karena memberikan ilustrasi pengelolaan
birokrasi secara proporsional dan profesional.
Dalam mekanisme merit system setiap SDM dipandang sebagai pihak
yang memiliki peluang yang sama untuk melaksanakan pengembangan karier
maupun memperoleh apresiasi sesuai dengan konstribusi yang yang telah
diberikan. Kondisi tersebut memperlihatkan adanya pola keadilan distributif
dalam konsep pengembangan SDM berbasis merit. SDM yang berkontribusi
dan berkapasitas lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar untuk
memperoleh pengembangan karier serta apresiasi prestasi dibandingkan
dengan SDM yang berkontribusi serta berkapasitas lebih rendah.
Pengembangan SDM berbasis merit menjadi hal yang sangat penting bagi
penyelenggaraan birokrasi. Hal ini karena SDM merupakan sumber daya yang
digunakan untuk mensinergikan sumber daya lain guna mencapai tujuan
organisasi.
Dalam birokrasi, SDM berperan sebagai unsur yang menjalankan
keberlangsungan kegiatan birokrasi. Pengembangan SDM birokrasi berbasis
merit adalah kebutuhan yang mendesak bagi pembangunan birokrasi.
37
Kapasitas kinerja SDM aparatur sipil birokrasi yang identik sebagai
penyelenggara pelayanan publik dan seringkali terlibat langsung dengan
kelompok masyarakat penerima pelayanan menjadi faktor pendorong
terbentuknya persepsi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Oleh
karena itu, pengembangan SDM aparatur sipil birokrasi berbasis merit secara
berkesinambungan merupakan langkah strategis yang memberikan tawaran
perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik yang secara langsung
berdampak pada peningkatan persepsi kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik.
Menurut Undang-undang No 5 tahun 2014 paragraf 8, pasal 75,
tentang Penilaian Kinerja adalah sebagai berikut: Penilaian kinerja PNS
bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan
sistem prestasi dan sistem karier. Sebagaimana bisa dilihat dibawa ini penilaia
kinerja PNS dalam Pasal 76 UU No 5 Tahun 2014 sebagai berikut:
(1) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja
pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan
memperhatikan target, capaian hasil, dan manfaat yang dicapai, serta
perilaku PNS.
(2) Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel,
partisipatif, dan transparan.
Menurut pasal 77, dan 78 UU No 5 Tahun 2014 yaitu:
38
(1) Penilaian kinerja PNS berada dibawah kewenangan Pejabat yang
berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing.
(2) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
(3) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya.
(4) Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada tim penilai kinerja
PNS.
(5) Hasil penilaian kinerja PNS digunakan untuk menjamin objektivitas
dalam pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam
pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan
sanksi, mutasi, dan promosi serta untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
(6) PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target kinerja
dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian sesuai
dengan ketntuan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerjanya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 76 dan Pasal 77 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Undang-Undang No 5 tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil
Negara), mengatur tantang Disiplin Pegawai ASN yang profesional dan
berkinerja, dalam memberikan pelayanan sesuai yang diamanatkan dalam
Paragraf 11 Pasal 86 sebagai berikut:
39
(1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran
pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi disiplin PNS.
(2) Instansi pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap
PNS serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin.
(3) PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan Menurut undang-undang No 5 Tahun 2014, bab 2 pasal
2,3,4,dan 5 mengatur soal Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik
Dan Kode Perilaku sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan kebijakan dan Manajmen ASN berdasarkan
pada asas : kepastian hukum; profesionalitas; proposionalitas;
keterpaduan; delegasi; netralitas; akuntabilitas; efektif dan
efesien; keterbukaan; nondiskriminatif; persatuan dan
kesatuan; keadilan dan kesetaraan; dan kesejateraan
b. ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip; Nilai dasar;
kode etik dan kode prilaku; komitmen, integritas moral, dan
tanggung jawab pada pelayanan publik;
1) Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
2) Kualifikasi akademik;
3) Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
dan
40
4) Profesionalitas jabatan ;
c. Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a
meliputi :
1) Memegang teguh idiologi indonesia;
2) Setia dan mempertahankan undang-undang dasar negara
republik indonesia tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
3) Mengabdi kepada negara dan rakyat indonesia;
4) Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
5) Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
6) Menciptakan lingkungan kerja yang nondikriminatif;
7) Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
8) Mempertanggungjawaban tidakan dan kinerjanya kepada
publik;
9) Memiliki kemampun dalam melaksanakan kebijakan dan
pemerintah;
10) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
11) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
12) Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
13) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai;
41
14) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
15) Meningkatkan efektifitas sistem pemerintahan yang
demokkrasi sebagai perangkat sistem karier.
d. Kode etik ASN sebagaimana yang di ataur dalam Undang-
undang No 5 tahun 2014 yaitu:
(1) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana di maksud dan
Pasal 3 huruf b bertujuan untuk menjaga martabak dn
kehormatan ASN.
(2) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar pegawai ASN:
a) Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawap,
dan berintegritas tinggi ;
b) Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c) Melayani dengan sikap hortmat, sopan, dan tampa tekanan;
d) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peratura
perundang-undang ;
e) Melaksanakan tugasnya sesuai dngan perintah atasan atau
pejabat yang berwewenang sejauh tidak bertentangan
dengan ketentun peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f) Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
42
g) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawap, efekti, dan efesien;
h) Menjaga agar tidak ternjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
i) Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan
kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait
kepentingan kedinasan;
j) Tidak menyalahgunakan informasi intren negara, tugas
status, kekuasaan dan jabatanya untuk mendapat atau
mencari keutungan atau manfaat bagi diri sendiri atau
untuk orang lain;
k) Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga
reputasi dan integritas ASN; dan melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai
ASN.
(3) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undang.
43
2. Penerimaan Aparatur Sipil Negara
Manajemen sumber daya manusia atau yang disingkat (SDM)
dipandang sebagai peranan yang cukup penting di ranah industri, apa
yang dilakukan manajemen sumber daya manusia mengambarkan
bagaimana aktifitas pengelolaan Sumber daya manusia di lingkup
perusahan atau lembaga. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu
proses yang mencakup evaluasi terhadap kebutuhan sumber daya
manusia, mendapatkan orang-orang untuk memenuhi kebutuhan itu, dan
mengoptimalisasikan pendayagunaan sumber daya yang penting tersebut
dengan cara memberikan insentif dan penugasan yang tepat, agar sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan organisasi dimana SDM itu berada.
Langkah pertama dalam fungsi operatif manajemen SDM
(Suparno, 2015:2) adalah pegawai, pengadaan pegawai adalah
serangkaian proses kegiatan untuk mendapatkan tenaga kerja yang
memadai berdasarkan kebutuhan organisasi sebagaimana diungkapkan
dalam job analysis. Implementasi fungsi ini mencakup tiga aktivitas
penting yaitu: penarikan (recruitmen), pemilihan (selection), penempatan
pegawai (placement) itu semua merupakan kegian untuk mendapatkan
sejumlah tenaga keja dari berbagai sumber, sesuai dengan kualifikasi
yang dibutuhkan, sehingga mereka mampu menjalankan misi organisasi
untuk merealisasikan visi dan tujuannya.
44
Untuk itu dalam sebuah penerimaan pegawai tidak hanya langsung
diterima pegawai dalam suatu organisasi untuk bekerja, tetapi perlu
melalui serangkaian tahapan agar seorang layak mendapat di terima atau
mendapat penempatan dalam suatu organisasi sesuai kebutuhan di dalam
organisasi tersebut sebagai penunjang dalam kesuksesan oragnisasi itu
kedepannya karena kesuksesan suatu organisasi terletak atas suber daya
karyawan yang konpeten dalam bekerja. Rangkaian pemikiran yang
dimaksud melalui: Rekrutmen, seleksi, dan penempatan.
a. Rekrutmen Pegawai
Rekrutmen memegang peranan yang cukup penting bagi
sebuah organisasi, terutama organisasi pemerintahan. Pegawai
merupakan sumber daya yang paling penting dan menentukan bagi
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Untuk
mendapatkan sumber daya yang berkualitas, maka proses rekrutmen
harus dilakukan secara efektif dan efisien.
Menurut PP No 11 tahun 2002 tentang Pengadaan Pegawai
Negeri Sipil, pegadaan atau Rekrutmen adalah serangkaian aktivitas
mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan,
keahlian danpengetahuan yang di perlukan guna menutupi
kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian,
pengadaan PNS adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang
45
lowong sebagaimana diatur dalam PP No 11 tahun 2002 tentang
pengadaan PNS. Selanjutnya Menurut UU ASN No 5 tahun 2014
pasal 58 ayat 1 dan 2 disebutkan dalam ayat 1 bahwa pengadaan
PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan jabatan
Administrasi dan/atau jabatan fungsional dalam suatau instansi
kemudian dalam ayat 2 dilanjutkan pegadaan PNS di instansi
pemerintah dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh mentri.
Menurut Simamora (Suparno, 2015:58), rekrutmen
merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar
kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan
yang diperlukann untuk menutupi kekurangan yang diindentifikasi
dalam perencanaan kepegawaian. Simamora menekankan bahwa,
rekrutmen adalah aktivitas memikat pelamar untuk menutupi
kerurangan yang diindetifikasi dalam perencanaan pegawai.
Armstrong (Donni, 2016:92) menyatakan bahwa, rekrutmen
merupakan jumlah dan kategori pegawai yang diperlukan, yang di
tetapkan dalam perencanaan pegawai atau pengelolaan SDM secara
formal. Rekrutmen disusun melalui perencanaan rekrutmen yang
terperinci, persyaratan jabatan disajikan dalam bentuk tuntutan
pemerintaan yang ditunjukan bagai pegawai yang disebabkan oleh
adanya lamaran pekerjaan baru, ekspansi terhadap area atau wilayah
46
kerja yang baru atau kebutuhan penggantian pegawai, tuntutan
jangka pendek menepatkan SDM dalam tekanan untuk memberikan
calon pegawai secara cepat. Persyaratan yang ditetapkan dalam
betuk deskripsi pekerjaan atau profil peran dan spesifikasi pegawai.
Ini memberikan informasi yang diperlukan untuk menyusun iklan,
posting lowogan di internet, agen pelatihan atau konsultan
perekrutan, dan menilai calon dengan cara wawancara dan tes
seleksi. Armstrong dalam pendapatnya diatas menekankan bahwa,
rekrutmen merupakan jumlah dan kategori pegawai yang diperlukan
di tetapkan dalam perencanaan pegawai atau pengelolaan SDM
dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu.
Menurut Ivancevich dan Glueck (Suparno, 2015:59),
recruiting adalah serentetan kegiatan yang digunakan oleh
organisasi untuk menarik calon pegawai yang memiliki kemampuan
dan sikap yang dibutuhkan untuk membantu mencapai tujuannya.
Ivancevich dan Glueck dalam pendapatnya diatas menekankan
bahwa, rekrutmen sebagai serentetan proses kegiatan yang
digunakan oleh organisasi untuk menarik calon pegawai yang
dibutuhkan untuk membantu mencapai tujuannya.
47
Pengertian lain yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Malthis
(Suparno, 2015:58) yang menyatakan bahwa, penarikan (rekrutmen) adalah
merupakan suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh organisasi untuk
mendapatkan tambahan pegawai melalui beberapa tahapan yang mencakup
identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan tenaga kerja, menentukan
kebutuhan tenaga kerja, proses seleksi, penempatan, dan orientasi tenaga
kerja. Penarikan pegawai bertujuan menyediakan pegawai yang cukup agar
manajer dapat memilih karyawan yang memenuhi kualifikasi yang mereka
perlukan.
Proses rekrutmen akan berjalan sesuai harapan apabila semakin
banyak pelamar yang dapat mengikuti seleksi berdasarkan dengan motivasi,
kemampuan, keahlian, dan pengetahuan guna menutupi kebutuhan akan
posisi tertentu dalam organisasi. Pelaksanaan rekrutmen perlu di
informasikan secara mendetail kepada masyarakat untuk mengundang minat
pendaftar sebanyak mungkin.
Yuniarsih dan Suwatno (Lijan, 2016:120) menyatakan bahwa
perekrutan merupakan kegiatan untuk mendapatkan sejumlah pegawai dari
berbagai sumber, sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan sehingga
mereka mampu menjalankan misi organisasi untuk merealisasikan visi dan
tujuannya.Yuniarsih dan Suwatno dalam pendapatnya diatas menekankan
bahwa, rekrutmen adalah perekrutan sesuai dengan kualifikasi yang
48
dibutuhkan sehingga mereka mampu menjalankan misi organisasi untuk
merealisasikan visi dan tujuannya.
Dubois rothwell (Lijan, 2016:120) menyatakan bahwa, rekrutmen
kadang dibutuhkan proses menarik sebanyak mungkin kualifikasi pelamar
untuk lowangan yang ada dan bukan diantisipasi. Ini merupakan pencarian
bakat, pengejaran kelompok terbaik pelamar untuk posisi tersedia. Dubois
Rothwell dalam pendapatnya diatas menekankan bahwa, rekrutmen adalah
proses menarik sebanyak mungkin kualifikasi pelamar untuk lowangan yang
ada agar pengejaran kelompok terbaik pelamar untuk posisi yang tersedia.
Setiap organisasi dalam melakukan rekrutmen pada dasarnya
memiliki suatu tujuan tertentu. Untuk lebih memperjelas mengenai tujuan
dari rekrutmen maka perlu disajikan pendapat para ahli mengenai tujuan
rekrutmen. Menurut Rivai dan Sagala (Lijan, 2016:121). Tujuan rekrutmen
adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai dengan kualifikasi
kebutuhan organisasi dari berbagai sumber sehingga memungkinkan akan
terjaring calon pegawai dengan kualitas tertinggi dari yang terbaik. Rivai
dan Sagala dalam pendapatnya diatas menekankan bahwa, tujuan rekrutmen
adalah serangkaian proses menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai
dengan kualifikasi sehingga akan terdapatnya calon pegawai dengan kualitas
tertinggi dari yang terbaik.
49
Menurut Simamora (Lijan, 2016:121) rekrutmen memiliki beberapa
tujuan, dimana bisa dilihat dalam landasan program rekrutmen yang baik
mencangkup empat faktor, yaitu:
a) Program rekrutmen memikat banyak pelamar yang memenuhi syarat;
b) Program rekrutmen tidak pernah berkompromi standar seleksi;
c) Berlangsung atas dasar berkesinambungan;
d) Program rekrutmen itu kreatif, imaginatif, inovatif.
Rekrutmen dapat menarik individu dari kalangan pegawai yang saat
ini dikaryawankan oleh organisasi, pegawai yang bekerja di organisasi lain,
atau pegawai yang tidak bekerja. Tujuan berikutnya adalah dalam rangka
memenuhi prinsip rekrutmen the man, on the right place, at the right time.
Melalui rekrutmen akan diperoleh pegawai yang tepat sesuai dengan
kebutuhan organisasi, sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Dalam
hal ini, sangat penting merencanakan kebutuhan pegawai, yang menghsilkan
deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan.
Setelah gambaran deskripsi yang jelas tersebut, kemudian ditentukan
spesifikasi dan kualifikasi pagawai yang akan mengisi pekerjaan yang
lowong. Atas dasar itulah dicari pegawai yang tepat, dan pegawai yang tepat
tersebut diterapkan pada tempat yang tepat sesuai dengan perencanaan.
Apabila hal itu terabaikan maka prinsip tersebut tidak terpenuhi dan pada
50
akhirnya pegawai yang direkrut tidak akan memberikan hasil yang optimal
bagi oganisasi. Selain itu, waktu yang tepat ini tidak diperhatikan bisa saja
pegawai yang sangat tepat sesuai kebutuhan, tetapi terlambat mengambil
keputusan maka pegawai yang tepat tersebut akan diambil oleh organisasi
lain.
Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas mengenai rekrutmen
dan tujuan rekrutmen tersebut, dapat disimpulkan bahwa rekrutmen
merupakan proses mencari, mempengaruhi, menemukan, dan menarik
sebanyak mungkin calon pegawai yang memenuhi syarat untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja saat ini dan masa mendatang dan tujuan rekrutmen
adalah menarik sebagian besar pelamar kerja untuk diseleksi oleh manajer
berdasarkan standar kualifikasi organisasi sehingga didapatkan tenaga kerja
yang dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya
dengan cara seefisien mungkin guna tercapainya tujuan organisasi.
b. Seleksi
Proses seleksi dimulai setelah kumpulan para pelamar yang
memenuhi syarat didapatkan melalui perekrutan, yang melibatkan
serangkaian tahap yang menambah kompleksitas dan waktu sebelum
keputusan rekrutmen SDM diambil. Dengan kata lain, proses seleksi adalah
serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah
pelamar diterima atau ditolak.
51
Seleksi dalam manajemen SDM adalah pemilahan terhadap orang-
orang atau suatu proses untuk menilai kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. Menurut Undang-
undang No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 58
ayat 3 disebutkan bahwa, pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman, lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman
hasil seleksi, masa percobaan dan pengangkatan menjadi PNS. Saat ini
Pemerintah ingin mewujudkan birokrasi yang digerakkan oleh PNS yang
profesional dan salah satu cara yang ditempuh untuk mencapai itu yakni
melalui seleksi dalam proses penerimaan PNS.
Menurut Yani Seleksi adalah suatu proses pemilihan calon tenaga
kerja yang paling memenuhi syarat untuk mengisi suatu lowongan
pekerjaan (Lijan, 2016:140). Yani dalam pendapatnya diatas menekankan
bahwa, seleksi adalah proses pemilihan calon tenaga kerja yang paling
memenuhi syarat.
Dubois dan Rothwell (Donni, 2016;107) menyatakan bahwa seleksi
mengurangi daftar pelamar dan menghasilkan orang-orang yang paling
memenuhi syarat untuk mencapai hasil yang diinginkan. Selama proses
tersebut, praktisi SDM mencoba untuk memprediksi pemohon yang paling
sukses dan terbaik, yang sesuai dengan pekerjaan dan budaya organisasi.
Sementara menurut Pynes (Donni, 2016;107) seleksi merupakan
tahap akhir dari proses rekrutmen, ketika keputusan dibuat siapa yang akan
52
dipilih untuk posisi kosong. Seleksi merupakan proses untuk memutuskan
pegawai yang tepat dari sekumpulan calon pegawai yang didapat melalui
proses perekrutan, baik perekrutan internal maupun eksternal.
Proses ini seperti halnya rekrutmen, merupakan kegiatan yang sangat
penting sebab hasil yang didapat dari perekrutan tidak menjamin bahwa
seluruh calon yang direkrut sesuai dengan organisasi. Disamping itu,
seleksi juga tidak hanya berarti memilih pegawai yang tepat dilihat dari
sudut pandang organisasi, tetapi juga dari sudut pegawai yang memilih
organisasi yang sesuai dengan keinginannya. Hal ini penting sebab untuk
kerja seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimliki,
tetapi oleh sikapnya terhadap organisasi, dalam pengertian keyakinan
bahwa organisasi yang dimasuki akan dapat mewujudkan harapan-
harapannya yang mengakibatkan dia senang bekerja di organisasi tersebut.
Pynes dalam pendapatnya diatas menekankan bahwa, seleksi adalah
merupakan proses untuk memutuskan pegawai yang tepat dari sekumpulan
calon pegawai yang didapat melalui proses perekrutan, baik perekrutan
internal maupun eksternal.
Sementara itu, Munandar (Lijan, 2016:140) berpendapat bahwa,
seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan untuk menerima
atau menolak seseorang calon untuk pekerjaan tertentu berdasarkan suatu
dugaan tertentu tentang kemungkinan kemungkinan dari calon untuk
menjadi tenaga kerja yang berhasil pada pekerjaannya. Munandar dalam
53
pendapatnya diatas menekankan bahwa seleksi dalah suatu proses
menerima atau menolak seorang karyawan untuk pekerjaan tertentu
berdasarkan suatu dugaan.
Seleksi menurut Mondy Noe (2005:162), yaitu proses pemilihan dari
sekelompok pelamar individu yang paling cocok untuk posisi tertentu
dalam sebuah organisasi. Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses
menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidiat atau
calon yang ada. Proses seleksi calon karyawan merupakan salah satu
bagian yang terpenting dalamManajemen Sumber Daya Manusia, karena
pelaksanan proses seleksi ini akan menimbulkan dampak bagi pencapaian
tujuan organisasi. Proses ini tentu tidak bisa dilepaskan dari Job
Specifications dan Job Qualifications. Mondy dalam berpendapat diatas
lebih menitikberatkan seleksi sebagai pemilihan karyawan yang paling
tepat dari sekian banyak kandidat yang melamar karena karyawan yang
akan diterima akan membawa dampak terhadap organisasi tersebut.
Menurut Irham, seleksi merupakan proses penjaringan dan penentuan
siapa yang layak dan tidak layak untuk bekerja disebuah perusahaan. Sistem
seleksi yang baik harus dilakukan oleh tim seleksi dan kemudian diputuskan
dengan diskusi yang bisa dipertanggung jawabkan keputusannya, (Irham,
2016:36). Artinya tim yang terlibat dalam seleksi juga bukan menilai kualitas
dan kompetensi dari setiap calon karyawan yang akan bekerja diperusahaan
tersebut. Irham dalam berpendapat diatas lebih menitikberatkan, seleksi
54
merupakan proses penjaringan dan penentuanyang layak dan tidak layak
untuk bekerja disebuah perusahaan. Castetter mendefinisikan seleksi
ketenagaan sebagai suatu proses pengambilan keputusan sejauh mana
seseorang dipilih dari yang lain untuk mengisi posisi tertentu dalam organisasi
atas dasar sejauh mana karakteristik individu tersebut memenuhi kebutuhan
yang dipersyaratkan pada posisi tersebut (Suparno, 2015:57). Castetter dalam
pendapatnya diatas menekankan bahwa seleksisuatu proses pengambilan
keputusan sejauh mana seseorang dipilih dari yang lain untuk mengisi posisi
tertentu dalam organisasi.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seleksi pegawai
adalah memperoleh karyawan yang paling tepat dalam kualitas maupun
kuantitas dari calon-calon yang akan ditariknya, dan dapat ditambahkan
kembali bahwa seleksi sangat berperan bila ternyata para karyawan
berprestasi baik sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu seleksi
merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan.
Proses seleksi merupakan salah satu fungsi terpenting dalam
manajemen sumber daya manusia, karena tersedia/tidaknya pekerja dalam
jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, diterima atau
tidaknya pelamar yang telah lulus proses rekrutmen, tepat atau tidaknya
penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh
fungsi seleksi dan penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan
55
baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan-
tujuan organisasi.
Menurut Sedarmayanti, proses seleksi merupakan untuk
mempertemukan syarat-syarat yang diinginkan dengan orang yang akan
diterima menjadi karyawan dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan
perusahaan sesuai dengan yang tertera pada uraian jabatan, sehinggga
semboyan daripada The Right Man On The Right Place akan menjadi
kenyataan. Menurut Sedarmayanti (Sedarmayanti, 2016:137), seleksi
bertujuan memutuskan apakah seorang pelamar diterima bekerja atau tidak.
Proses seleksi tergantung pada tiga masukan penting :
1. Informasi analisis jabatan,
2. Rencana sumber daya manusia,
3. Rekrutmen .
Menurut Irham (Irham, 2016:36), ada beberapa tujuan mengapa
seleksi itu perlu dilakukan. Adapun tujuan seleksi karyawan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menjaring karyawan yang dianggap benar-benar layak dan
mampu untuk melaksanakan tugas yang dibebankan pada posisi
jabatan tersebut.
2. Menghindar kesalahan dalam pembuatan keputusan seleksi karyawan.
56
3. Membuat pekerjaan lebih terukur dan memiliki dasar hukum yang
jelas (legal).
Jika dikaitkan dengan definisi seleksi (Kasmir,2016:102), maka
selaras dengan tujuan utama seleksi dilakukannya seleksi adalah memperoleh
tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan. Dalam
praktiknya hampir semua perusahaan yang melakukan seleksi memiliki
tujuan yang sama. Namun sering kali seleksi memiliki tujuan khusus dalam
rangka untuk memenuhi strategi perusahaan, dalam menghadapi pesaing yang
dianggap mengancam kedudukannya.
c. Penempatan Aparatur Sipil Negara
Sebagai sebuah proses yang berjalan terus menerus, maka rekrutmen
pegawai belum berakhir penyelenggaraan MSDM. Proses selanjutnya setelah
selesai rekrutmen pegawai, maka suatu instasi akan melakukan seleksi dan
penempatan pegawai. Dari sejumlah pelamar yang ada kemudian akan
menjalani proses seleksi pegawai, seleksi yang dilakukan suatu instasi
biasanya melalui prosesdur tes yang telah ditetapkan, seleksi dan penempatan
ini merupakan fungsi manajemen yang menetukan penyediaan tenaga kerja
atau pegawai.
Tohardi (Donni, 2016;125) menyatakan bahwa, penempatan adalah
menempatkan pegawai pada pekerjaan yang sesuai dengan ketrampilan atau
pengetahuannya atau dengan kata lain proses mengetahui karakter atau syarat-
57
syarat yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (tugas) selanjutnya
menjadi seorang pegawai yang cocok dengan pekerjaan yang ada dalam arti
kata orang tersebut sesuai dengan persyaratan pekerjaaan yang ada dalam
spesifikasi jabatan. Tohardi diatas menyatakan penempatan sebagai
menempatkan pegawai pada pekerjaan yang sesuai dengan ketrampilan sesuai
dengan persyaratan pekerjaan yang ada dalam spesifikasi jabatan.
Menurut Ambar, penempatan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemimpin suatu instansi atau bagian personalia untuk menetukan seseorang
pegawai masi tetap atau tidak ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan
tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau kualifikasi
tetrtentu (Ambar 2009:187). Menurut Ambar disini beliau menekankan
penempatan sebagai kebijakan atau pertimbangan keahlian, keterampilan atau
kualifikasi tetrtentu oleh pemimpin dalam memberikan penempatan.
Menurut Hasibuan penempatan karyawan adalah tindak lanjut dari
seleksi, yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima atau lulus seleksi
pada jabatan atau pekerjaan yang membutuhkannya dan skaligus
mendelegasikan authority kepada calon karyawan tersebut (Suparno
2015:110). Penempatan karyawan harus didasarkan pada job description dan
job specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada prinsip
penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat. Menurut Hasibuan
diatas menekankan bahwa, penempatan adalah seseorang yang telah lulus
seleksi dan betul-betul mempunya kemampuan sesuai yang di butuhkan.
58
Menurut Sedamayanti, penempatan merupakan langkah selanjutnya setelah
proses penyaingan selesai, program orientasi dimaksud untuk
mensosialisasikan kepada pegawai baru hal-hal yang terkait dalam
oranganisasi (Sedamayanti, 2016:391).
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, taggung jawab
wewenang, dan hak seseorang pegawai negara dalam rangka susunan suatau
organisasi negara. Menurut sedamaysnti diatas menekankan bahwa
penempatan itu proses dari seleksi pegawai baru yang selanjutnya
mendapatkan kan posisi sesuai hasil seleksi. Penempatan Pegawai anegeri
dalam jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
dengan kompetnsi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk
jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, agama, ras atau golongan.
Hasibaun (Tjutju 2013:115) mengemukakan, penempatan pegawai
merupakan tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan calon pegawai yang
diterima (lulus seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan
sekligus mendelegasihkan authority kepada orang tersebut. Hasibuan dalam
berpendapat diatas menekankan bahwa, penempatan itu mendelegaikan suatu
jabatan kepada pegawai yang lulus seleksi. Penempatan merupakan tindak
lanjut dari seleksi, yaitu penempatan calon pegawai yang diterima ( lulus
seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus
mendelegasikan pada orang tersebut. Dengan demikian, calon pegawai itu
59
akan dapat mengerjakan tugas-tugasnya pada jabatan yang bersangkutan
(Hasibuan, 2016;124).
Sastrohadiwiryo (Donni, 2016:124) mengemukakan penempatan tenaga
kerja adalah suatu proses pembagian tugas dan pekerjaan kepada tenaga kerja
yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah
ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang
serta tanggung jawab. Sastrohadiwiryo diatas lebih menekankan bahwa,
penempatan itu proses pembagian tugas dan pekerjaan kepada tenaga kerja
yang lulus seleksi serta mempertanggungjawabkan segala resiko yang terjadi.
Menurut UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
ditegaskan keharusan jabatan disesuaikan dengan kompetensi, kualifikasi dan
persyaratan yang dimiliki seorang pegawai, Pasal 68 ayat 2 yang berbunyi:
pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai. Pasal tersebut
mengisyarakat bahwa ketentuan pertama dalam menempatkan pegawai ke
dalam jabatan tertentu adalah dengan membandingkan antara kompetensi,
kualifikasi dan persyaratan pegawai dengan komptensi, kualifikasi dan
persyaratan jabatan.
60
Selain ketentuan tersebut di atas meneurut UU No 5 tahun 2014 Pasal
68 ayat 3 berbunyi Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan
kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan tersebut
menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai dalam
jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi
jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan pola kerja. Hal
ini saya nilai merupakan langkah yang cemerlang, karena dengan melakukan
pengklasifikasian jabatan maka pegawai akan memiliki kepastian apakah ia
sesuai dengan jabatan tertentu atau sebaliknya. Dengan kepastian ini maka ia
memiliki jaminan terhadap masa depan karirnya yang akan menuntut dia ke
dalam proses pelaksanaan tugas yang efektif.
Kualifikasi yang dimaksud meskipun tidak dijelaskan dalam ketentuan
undang-undang namun sangat berkaitan erat dengan pengklasifikasian yang
diamanatkan dalam Pasal 68. Setelah dilakukan pengklasifikasi jabatan maka
tentunya akan mengerucut pada ketentuan jabatan tertentu yang hanya dapat
diisi oleh pegawai dengan kualifikasi tertentu. Pegawai yang tidak sesuai
dengan kualifikasi jabatan tersebut otomatis gugur dan tak dapat menempati
jabatan tersebut.
Pengertian diatas menunjukkan bahwa penempatan pegawai dilakukan
setelah pegawai bersangkutan lulus seleksi. Hal tersebut tidak saja berlaku
bagi pegawai baru tetapi juga bagi penempatan pegawai lama, baik promosi
61
maupun alih tugas dan demosi. Dikatakan demikian karena sebagaimana
halnya pegawai baru, pegawai lama pun perlu direkrut secara internal,
diseleksi dan ditempatkan, juga mengalami program pengenalan sebelum
mereka ditempatakan pada posisi baru dan melakukan pekerjaan
baru.Perbedaaan terletak pada proses seleksi dan orientasi bagi pegawai lama
lebih sederhana karena berbagai informasi tentang diri pegawai lama sudah
tersedia pada dokumen yang bersangkutan seperti tentang lamaran, riwayat
pekerjaan, program pendidikan dan latihan, penilaian atasan atas kemampuan
menyelesaikan tugas, penghasilan serta jumlah tanggungan. Dengan demikian
program orientasi pun berbeda, untuk pegawai lama terbatas pada pengenalan
lingkungan kerja yang baru saja sedangkan untuk pegawai baru lebih luas,
karena selain pengenalan lingkugan kerja juga harus mengenal berbagai hal
yang berkaitan dengan aspek lembaga dimana yang bersangkutan bertugas.
Schuler dan Jackson (Tjutju 2013:117) mengemukakan faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan adalah keterampilan,
kemampuan, preferensi, dan kepribadian karyawan. Wahyudi mengemukakan
bahwa, dalam melakukan penempatan pegawai hendaklah mempertimbangkan
faktor-faktor berikut:
a. Pendidikan, yaitu pendidikan minimum yang disyaratkan yaitu
menyangkut: Pendidikan yang seharusnya, artinya pendidikan yang
harus dijalankan.
62
b. Syarat; Pendidikan alternatif, yaitu pendidikan lain apabila terpaksa,
dengan tambahan latihan tertentu dapat mengisi syarat pendidikan
yang seharusnya.
c. Pengetahuan kerja, yaitu pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang
tenaga kerja agar dapat melakukan kerja dengan wajar.
d. Pengalaman kerja ini sebelum ditempatkan dan yang harus diperoleh
pada waktu ia bekerja dalam pekerjaan tersebut.
e. Keterampilan kerja, yaitu kecakapan atau keahlian untuk melakukan
sesuatu pekerjaan yang hanya diperoleh dalam praktek. Keterampilan
kerja ini dapat dikelompokan tiga kategori: Keterampilan mental,
seperti menganalisa data, membuat keputusan, menghitung,
menghapal, dan lain-lain; Keterampilan fisik, seperti memutar roda,
menyangkul, menggergaji, dan lain-lian; Keterampilan sosial, seperti
mempengaruhi orang lain, berpidato, menawarkan barang, dan lain-
lain.
f. Pengalaman kerja, yaitu pengalaman seorang tenaga kerja untuk
melakukan pekerjaan tertentu. Pengalaman pekerjaan ini dinyatakan
dalam:Pekerjaan yang seharusnya dilakukan; Lamanya melakukan
pekerjaan itu.
Sastrohadiwiryo (Donni, 2016:124) mengemukakan faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam menempatkan pegawai adalah sebagai berikut:
Faktor prestasi akademis, prestasi akademis yang dimaksud disini adalah
63
pretasi akademis yang telah dicapai oleh pegawai selama mengikuti jenjang
pendidikan pada masa sekolah dasar sampai pendidikan terakhir, dipadukan
dengan prestasi akademis yang diperoleh berdasarkan hasil seleksi yang telah
dilakukan terhadap pegawai yang bersangkutan.
Sehingga dapat diharapkan memperoleh masukan dalam menempatkan
pegawai yang tepat pada posisi yang tepat pula. Faktor pengalaman
faktor pengalaman perlu mendapatkan pertimbangan karena ada
kecenderungan, makin lama bekerja makin banyak penglaman yang dimiliki
dan sebaliknya makin singkat masa kerja, maka sedikit pengalaman yg
diperoleh.
Faktor kesehatan fisik dan mental, faktor ini juga tiak kalah penting
dengan faktor–faktor tersebut di atas, karena bila diabaikan dapat merugikan
lembaga. Oleh sebab itu sebelumnya pegawai yang bersangkutan diterima
menjaddi pegwai diadakan tes uji kesehatan oleh dokter yang ditunjuk,
walaupun tes kesehatan tersebut tidak selamanya dapat menjamin bahwa yang
bersangkutan benar-benar sehat jasmani dan rohani. Faktor status perkawinan,
tatus perkawinan juga perlu dipertimbangkan mengingat banyak hal
merugikan kita bila tidak ikut dipertimbangkan, terutama bagai pegawai
wanita sebaiknya ditempatkan pada lokasi atau kantor cabang di mana
suaminya bertugas. Faktor usia dalam rangka mnepatkan pegawai, faktor usia
64
pada diri pengawai yang lulus dalam seleksi, perlu mendapatkan
pertimbangan. Hal ini dimaksud untuk menghidarkan reendahnya
produktivitas kerja yang dihaslkan oleh pegawai yang bersangkutan.
Pendapat-pendapat diatas menegaskan bahwa penempatan pegawai
tidak sekedar menempatkan saja, melainkan harus cocok dan membandingkan
kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan kebutuhan dan persyaratan dari
suatu jabatan atau pekerjaan, sehingga the right man on the right job tercapai.
Menurut Donni, penempatan pegawai perlu dilakukan dengan
pertimbangan berbagai kriteria tertentu (Donni, 2016:1260). Sejumlah kriteria
yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan pegawai dibawah ini:
1. Keahlian : keahlian mereupakan kesanggupan dan kecakapan pegawi
dalam mengemban tugas dan pekerjaanya. Setiap tugas dan pekerjaan
yang diemban pegawai harus didukung oleh keahlian memadai.
2. Ketrampilan : merupakan kemampuan dan penguasaan teknis
oprasional spesifik dari pegawai dalam tugas dan pekerjaan.
Ketrampilan diperoleh melalui pelatihan, pegalaman, dan proses
belajar.
3. Kualifikasi : kualifikasi merupakan syarat teknis dan nonteknis dalam
mengemban tugas tertentu sesuai dengan jabatan tertentu yang ada
didalam organisasi. Untuk menduduki jabatan structural dalam
65
organisasi maka kualifikasi dibutuhkan sebagai persyaratan untuk
menduduki jabatan tertentu.
4. Pengetahuan : pengetahuan merupakan data, informasi, maupun
rekaman informasi peristiwa yang ada dibenak pegawai . pengetahuan
pegawai dapat diperoleh melalui pengalaman kerja , pendidikan
formal, pendidikan informal, pelatihan, membaca buku dan berbagai
aktivitas lainnya. Pegawai dituntut untuk memeliki pengetahuan yang
memadai yang mampu mendukung tugas dan pekerjaan yang
diembannya.
5. Kemampuan : kemampuan sangat penting karena bertujuan untuk
mengukur kinerja pegawai, maksudnya dapat mengukur sejauh mana
pegawai tersebut mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya
dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa setiap jemis
pekerjaan menentut pengetahuan, ketrampilan dan sikap tertentu agar
dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
6. Sikap : sikap merupakan pernyataan eveluatif yang baik dan
menguntungkan, hal ni menyangkut, mengenai objek, orang atau
peristiwa dimana sikap dapat mencerminkan bagaimana pegawai
merasakan sesuatu.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Penempatan pegawai perlu dilakukan dengan pertimbangan berbagai kriteria
yaitu keahlian, ketrampilan, kualifikasi, pengetahuan, kemampuan, dan sikap.
66
Menurut Donni (Donni, 2016:1280), pertimbangan rasional dalam
pengambilan keputusan utnuk menempatkan pegawai didasarkan atas fakta
keterangan, dan data yang dianggap representative. Artinya, pengambilan
keputusan dalam penempatan pegawai tersebut didasarkan pada hasil seleksi
yang telah dilakukan oleh manajer SDM. Sejumlah prosedur yang dapat
ditempuh dalam penempatan pegawai adalah :
1. Manajemen SDM mendelegasikan kekuasaannya (delegation of
authority) kepada bagian seleksi pegawai untuk melaksanakan seleksi
calon pegawai guna mengisi formasi yang telah tersedia berdasarkan
kualifikasi tertentu yang dibutuhkan oleh organisasi.
2. Atas pelaksanaan seleksi calon pegawai, bagian seleksi pegawai
melaporkan/ mempertanggungjawabkan segalah kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam rangka seleksi pegawai kepada manajer SDM
yang merupakan pimoinan langsung pegawai ;
3. Setelah menerima laporan seleksi (selection report), manajer SDM
menddelegasikan kekuasaannya kepada bagian penempatan pegawai
untuk menempatkan pegawai yang tekah lulus seleksi berdasarkan
kondisi yang ada serta berdasarkan laporan bagian selesksi calon
pegawai;
4. Bagian seleksi calon pegawai atas dasar pelaksanaan fumgsi horizontal
memberikan hasil (calon pegawai yang lulus seleksi) kepa da bagian
67
penempatan pegawai untuk menempatkan pegawai tersebut pada
posisi yang tepat;
5. Atas pelaksanaan fungsi dalam penempatan pegawai, bagian
penempatan pegawai melaporkan/mempertanggungjawabkan segala
kegiatannya kepada manajer SDM yang merupakan pihak yang
mendelegasikan kekuasaan/pimpinan langsung kepada bagian
penempatan pegawai.
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi penempatan pegawai
dalam organisasi (Donni, 2016:129), yaitu:
1. Faktor prestasi akademis
Prestasi akademis yang telah dicapai oleh pegawai yang
bersangkutan selama mengikuti jenjang pendidikan tertentu harus
dapat dijadikan sebagai pertimbangan. Melalui pertimbangan faktor
prestasi akademis maka pegawai tersebut dapat ditempatkan sesuai
dengan prestasinya tersebut.
2. Faktor Pengalaman
Pengalamn kinerja yang dimiliki pegawai hendaknya perlu
mendapatkan pertimbangan saat penempatan pegawai. Semakin
banyak pengalaman yang dimiliki oleh pegawai maka kecenderungan
pegawai untuk menguasai tugas dan pekerjaanya akan semakin tinggi.
68
3. Faktor kesehatan fisik dan mental
Faktor fisik dan menipertimbangkan dalam mental perlu
dipertimbangkan dalam menempatkan pegawai karena tampa
pertimbangan yang matang maka hal-hal yang bakal merugikan
organisasi akan terjadi. Penempatan pegawai pada tugas dan pekerjaan
tertentu harus disesuaikan dengan kondisi fisik da mental pegawai
yang bersangkutan.
4. Faktor status perkawinan
Status perkawinan pegawai perlu menempatkan perhatian yang
sangat penting. Selain untuk kepentingan kepegawaian juga sebagai
bahan pertimbangan dalam penempatan pegawai. Pegawai yang masih
lajang memiliki kesempatan yang lebih untuk ditempatkan diberbagai
daerah yang membutuhkan sedangkang yang sudah menikah
cenderung lebih tertekang.
5. Faktor usia
Faktor usia merupakan salah satu pertimbangan dalam
penempatan pegawai. Pegawai dengan usia lebih mudah relative
memiliki produktivitas dan kinerja yang tinggi dibandingkan dengan
pegawai dengan usia yeng lebih tua.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penempatan pegawai perlu dilakukan dengan prosedur penempatan pegawai
sebagaiman harus melakukan Pertimbangan rasional dalam pengambilan
69
keputusan utnuk menempatkan pegawai didasarkan atas fakta keterangan, dan
data yang dianggap representative, Sejumlah prosedur yang dapat ditempuh
dalam penempatan, dan juga dapat disimpulkan bahwa Terdapat sejumlah
faktor yang mempengaruhi penempatan pegawai dalam organisasi yaitu
sebagai berikut faktor prestasi akademis, faktor pengalaman, faktor kesehatan
fisik dan mental, faktor status perkawinan, dan faktor usia.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian Deskriptif Kualitatif. Menurut Winarno Surachmat (Nurul,
2015:24), yaitu penyelidikan yang memberi beberapa kemungkinan untuk
masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, menganalisa untuk
masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, serta
menginterpretasikan suatu analisa data yang diperoleh selama penelitian.
2. Obyek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi obyek adalah Pola Penerimaan
Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten Mimika di fokuskan atau yang
menjadi sasaran yaitu pemerintah daerah di kabupaten Mimika, provinsi
Papua. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
70
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang manjadi tempat penelitian yaitu di kabupaten Mimika,
provinsi Papua, tepatnya pemerintah daerah kabupaten Mimika.
4. Teknik pemilihan Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian yaitu
badan kepegawaian daerah, karena tentunya lebih dekat dalam kaitannya
perekrutan pegawai di pemerintahan daerah. Dalam penelitian ini akan
menggunakan teknik Purposive. Teknik purposive adalah metode dengan
memilih beberapa informan tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan atau
masalah penelitian.
Adapun yang termasuk dalam subyek penelitian ini merupakan
masyarakat dari kabupaten Mimika, baik secara personal maupun
kelembagaan, dengan informan berjumlah 13 Orang, rincian sebagai
berikut:
a. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika : 1 Orang
b. Sekertaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika : 1 Orang
c. Asisten Bidang kepemerintahan Daerah : 1 Orang
d. Staf Ahli Bagian Kepemerintahan Daerah : 1 Orang
e. Inspektorat Bagian Kepegawaian Daera : 1 Orang
f. Masyarakat yang sudah pernah mengikuti Tes ASN : 4 Orang
g. Pegawai ASN : 4 Orang
71
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Interview (Wawancara)
Menurut Guba dan Lincoln (Nurul, 2015:109), wawancara
merupakan sebuah proses untuk mengkontruksikan seseorang, kejadian,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain sebagai
kebulatan yang dialami pada masa lalu, memproyeksikan kebulatan
sebagai yang diharapkan untuk dialami dimasa yang akan datang, dan
memverifikasi, mengubah atau memperluas sebuah informasi yang
bersifat lintas waktu, yaitu berkaitan dengan masa lampau, masa
sekarang, dan masa yang akan datang. Interview mendalam dilakukan
untuk mendapatkan informasi yang lebih khusus dan tepat. Kata-kata dan
tindakan orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber data
utama yang dicatat melalui catatan tertulis ataupun keterangan video atau
audio tape, pengambilan foto atau film (Lexy J. Moleong, 2014 :180).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap bidang pemerintahan,
tokoh masyarakat dan sebagian masyarakat.
b. Teknik Obeservasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diamati. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, peneliti langsung terjun ke lokasi
penelitian untuk pengamatan dan penelitian guna mendapatkan data yang
72
diperlukan. Menurut Nurul (2015;210), secara metodologis observasi
dalam penelitin kualitatif dimaksud sebagai:
a) Mengetahui peristiwa secara langsung dan dengan tatap mata
sendiri;
b) Mencatat peristiwa, kejadian, dan perilaku sebagaimana yang
terjadi dan dalam keadaan yang sebenarnya;
c) Melengkapi keraguan (kemungkinan bias) terhadap data yang
didapat dari wawancara;
d) Memahami situasi yang rumit dan kompleks yang hanya bisa
digambarkan dengan mengamati langsung dan;
e) Mengetahui kasus-kasus tertentu yang sulit didapatkan dengan
teknik lainya.
c. Teknik Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah sebuah metode pengumpulan data
dengan mengacu pada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema
atau tujuan penelitian. Menurut Gubadan Lincoln dalam Lexi Moleong
(2014;216), dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film. Metode ini
digunakan untuk mengetahui sarana dan prasarana, struktur organisasi
serta perangkat-perangkat daerah yang terdapat dalam pemerintahan
setempat. Data primer dalam dokumentasi dalam penelitian ini digunakan
untuk memperoleh data yang berupa catatan, arsip, atau gambar atau foto.
73
6. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (Sugiono, 2014: 89), analisis data adalah proses
mencari dan menyususn secara sistimatis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Miles dan Muberman (Sugiyono, 2014: 91), mengemukakan
bahwa aktivitas daalam analisis data kualitatif dilakukan secara interatif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah
jenuh, aktifitas dalam analisis data yaitu :
a. Reduksi data, data yang diperoleh di lpangan cukup banyak oleh
karena semakian lama melakukan penelitian dilapangan maka data-
data yang terkumpul semakin banyak dan rumit untuk itu perlu
dilakukan analisis data melalui reduksi data, mereduksi data berarti
merangkum, memilah-milah data sesuai topik, fokus pada data-data
sesuai tema penelitian, kemudian dicari tema atau polanya.
b. Sajian data (data display), setelah data dikumpulkan direduksi maka
selanjutnya adalah menyajikan data sebagaimana pendapat Sugiono
(Sugiono, 2014:91) dalam kualitatif penyajian data ini dapat dilakukan
dalam bentuk, tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya
74
melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun,
sehingga akan semakin mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan (conclution/verification), kesimpulan awal yang
diperoleh masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
diperoleh data dan bukti baru untuk mendukung kesimpulan, tetapi
apabila kesimpulan yang dilakukan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam
penelitian kulitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak kareana seperti
telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti berada di lapangan.
Menurut Bogdan dan Biklen Analisis Data Kualitatif (Lexy, 2014 :
248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Selanjutnya menurut Seiddel (Lexy,2014 :
248), analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut:
75
a) Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,
b) Mengumpulkan,memilah-milah,mengklasifikasikan,mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
c) Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.
76
BAB II
PROFIL KABUPATEN MIMIKA PROPINSI PAPUA
A. Selayang Pandang Kabupaten Mimika
Kabupaten Mimika merupakan salah satu kabupaten dari beberapa
kabupaten di Provinsi Papua yang terletak di wilayah pantai selatan dimana
Mimika dulunya merupakan salah satu kecamatan dari kabupaten Fak-fak dan
wilayahnya disebut Kecamatan Mimika timur.Melihat kondisi pemerintahan
saat itu dengan jumlah pegawai perwakilan kecamatan yang sangat sedikit
serta luasnya wilayah pelayanan pemerintahan, maka Pemerintah Daerah
tingkat II Fak-fak memandang perlu untuk melakukan pemekaran wilayah
pemerintahan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemeritahan
kepada masyarakat di wilayah Mimika yang tentunya membutuhkan perhatian
dan pelayanan dari pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan pembentukan
kantor pembantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II fak-fak wilayah Mimika
oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Fak-fak.
Memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, luas wilayah,
potensi dan menigkatnya tugas dan tanggung jawab di bidang pemerintahan,
maka di pandang perlunya pembentukan Pemeritahan Kabupaten
Administratif sehingga pemerintahan Pembantuan Bupati fak-fak wilayah
Mimika di tetapkan sebagai kabupaten Administratif pada tanggal 8 oktober
77
1996 oleh Manteri Dalam Negeri di jayapura. Setelah terbentuk menjadi
Kabupaten Administrasi maka ditetapkan wilayah kecamatan yang terdiri dari
: Kecamatan Mimika Timur, Mimika Barat, Agimuga dan wilayah pemekaran
kecamatan Mimika Baru yang berkedudukan di Timika.
Setelah kurang lebih 4 (empat) tahun pelaksanan pemerintahan
Kabupaten Administrasi, maka pada tanggal 18 maret tahun 2000 di resmikan
perubahan status dari Kabupaten Administratif menjadi Kabupaten Definitif
oleh Gubernur provinsi Papua Drs. J.P. Salosa, M.si berdasarkan Undang-
undang No.45 tahun 1999 tentang pembentukanen Provinsi Irian Jaya
Tengah, Povinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Puncak Jaya, Kota Sorong.
Setelah resmi menjadi Kabupaten Definitif maka pada tanggal 18 juni
2001 Pemerintahan Daerah secara resmi menetapkan 12 kecamatan (atau yang
sekarang telah dirubah menjadi Distrik) yang menjadi bagian dari wilayah
Kabupaten Mimika. Distrik tersebut adalah : distrik Mimika baru , Kuala
Kencana, Tembagapura, Mimika Timur, Mimika Timur jauh, Mimika Tengah,
Mimika Barat, Mimika Barat Tengah, Mimika Barat jauh, Agimuga, Jila dan
Jita.
Di kabupaten Mimika didiami oleh 2 suku asli, yaitu suku Amungme
yang mendiami wilayah pegunungan dan Kamoro di wilayah pantai. Selain itu
ada 5 suku kekerabatannya yakni suku Moni, Dani, Nduga, Damal dan Dani.
78
Sejarah masa lalu diatas yang kemudia menjadi semangat dan motivasi
perjuangan pemekaran kabupaten Mimika untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pemeritahan kepada masyarakat di wilayah Mimika yang
tentunya membutuhkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah.
B. KEADAAN DEMOGRAFIS
Kabupaten Mimika memiliki 18 distrik atau kecamatan. Dari 18
distrik di kabupaten Mimika, Distrik Tembagapura memiliki wilayah terluas
yaitu 11,76% dan distrik Kwamki Narama sebagai distrik yang terkecil
wilayahnya, yaitu hanya 0,6% dari keseluruhan wilayah kabupaten Mimika.
Kabupaten Mimika ini memiliki luas wilayah 19.592 Km2 dengan didiami
oleh penduduk 201.677 jiwa. Untuk lebih jelas berkaitan dengan luas wilayah
dan jumlah penduduk Kabupaten Mimika menurut Distrik dapat dilihat pada
tabel II.1 berikut:
79
Tabel II.1
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Mimika Menurut
Distrik
No
Distrik
Luas
Penduduk
(Orang)
Kepadata
n
Penduduk
Km2 % Jml % Org/Km
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Agimuga
Amar
Alama
Hoya
Iwaka
Jila
Jita
Kuala Kencana
Kwamki Narama
Mimika Barat
Mimika Barat Jauh
Mimika Barat Tengah
Mimika Baru
Mimika Tengah
Mimika Timur
Mimika Timur Jauh
Tembagapura
Wania
2.198,56
1.801,50
365,92
563,78
492,73
622,83
1.962,33
860,74
12,86
1.187,85
2.485,89
2.292,46
1.509,48
526,67
290,48
2.035,36
2.586,86
197,32
10,00
8,19
1,66
2,56
2,24
2,83
8,92
3,91
0,06
5,40
11,30
10,42
6,86
2,39
1,32
9,25
11,76
0,90
930
1.891
1.733
1.214
6.940
1.208
1.521
16.575
6.920
2.507
1.985
2.215
100.957
3.311
7.166
3.367
18.448
22.789
0,46
0,94
0,86
0,60
3,44
0,60
0,75
8,22
3,43
1,24
0,98
1,10
50,06
1,64
3,55
1,67
9,15
11,30
1
1
4
2
14
2
1
19
538
2
1
1
66
6
24
3
7
115
Total 21.993,62 100 201.677 100 9
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika, 2016
Dari perbandingan luas wilayah Kabupaten Mimika dan jumlah
penduduk, maka dapat kita ketahui bahwa kepadatan penduduknya yaitu
80
dengan menggunakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas
wilayah seluruhnya, dengan menggunakan rumus berikut:
Angka kepadatan penduduk =
2
Angka kepadatan penduduk =
2
Angka kepadatan penduduk = 2
Angka kepadatan penduduk = 2
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk
Kabupaten Mimika sebesar 9. Artinya, di Kabupaten Mimika ini, setiap 1
Km2 dihuni sekitar 9 orang penduduk. Berdasarkan kepadatan penduduk
diatas menunjukan, kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kabupaten
Mimika namun tidak merata jika dilihat dari tiap distrik yang ada kepadatan
yang terjadi tidak merata dah hal ini akan berakibat buruk dalam kemajuan
daerah, karena pembangunan dan kualitas di tiap-tiap distrik yang
penduduknya sedikit tidak akan berkembang karena tidak adanya sumber daya
manusia yang memadai dan berkualitas.
Begitupula pada distrik yang banyak penduduk seperti distrik Mimika
baru kualitas distrik tidak dapat terlihat karena terlalu banyak penduduk yang
mendiami dan mengunakan fasilitas yang ada, bila hal ini tidak di perhatikan
baik dari segi fasilitas dan perkembangan dari 18 distrik di kabupaten
Mimika maka otomatis akan menyebabkan ketimpangan atau kesenjangan
81
dengan distrik-distrik lain sehingga menyebabkan pembangunan berjalan
tidak lancar dan mematikan distrik lain. Oleh sebab itu, perlunya salah satu
tidakan dengan melihat penerimaan Aparatur sipil negara dan penempatanya
agar pengembangan dan peningkatan kemajuan dan perkembangan di tiap
distrik yang ada di kabupaten Mimika seimbang atau merata.
1. JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Berdasarkan data yang diperoleh keadaan penduduk berdasarkan jenis
kelamin laki-laki 113.126jiwa dan perempuan 88.551 jiwa. Selebihnya dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Tabel II.2
Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan
Distrik di Kab.Mimika
No
Distrik
Penduduk (Orang)
Rasio
Jenis
Kelamin
L P Jmlh
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Agimuga
Amar
Alama
Hoya
Iwaka
Jila
Jita
Kuala Kencana
Kwamki Narama
492
984
950
603
3.767
614
867
9.114
3.639
438
907
783
611
3.173
594
654
7.461
3.281
930
1.891
1.733
1.214
6.940
1.208
1.521
16.575
6.920
112.33
108.49
121.33
98.69
118.72
103.37
132.57
122.15
110.91
82
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Mimika Barat
Mimika Barat Jau
Mimika Barat Tengah
Mimika Baru
Mimika Tengah
Mimikah Timur
Mimika Timur Jauh
Tembagapura
Wania
1.351
1.058
1.126
54.893
1.723
3.986
1.750
14.068
12.141
1.156
927
1.089
46.063
1.588
3.180
1.617
4.380
10.649
2.507
1.985
2.215
100.957
3.311
7.166
3.367
18.448
22.789
116.87
114.13
103.40
119.17
108.50
125.35
108.23
321.19
114.01
Total 113.126 88.551 201.677 127,75
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika, 2016
Dari tabel II.2 diatas memperlihatkan bahwa, penduduk Kabupaten
Mimika paling banyak merupakan laki-laki yaitu 113.126jiwa (56,09%),
sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu 88.551 jiwa (43,90%).
Dilihat dari segi banyak penduduk menurut jenis kelamin di kabupaten
mimika tidak terlalu jau perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan sehingga bisa di simpulkan hampir seimbang, diharapkan dengan
perbadingan yang hampir seimbang ini tidak terjadinya kesenjangan gender
dan kurangnya terpenuhi hak-hak bagi perempuan contohnya dunia kerja,
dalam hal ini partisipasi perempuan di bidang pemerintahan juga bisa ikut
serta karena jumlahnya yang hampir seimbang sehingga laki-laki dan
perempuan dapat menikmati manfaat pembangunan secara adil dan ikut serta
dalam membangun daerah.
83
2. KEADAAN PENDUDUK BERDASARKAN USIA
Keadaan penduduk berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel II.3
berikut :
Tabel II.3
Keadaan Penduduk Berdasarkan Usia
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika, 2016
Tabel II.3 di atas memperlihatkan bahwa penduduk Kabupaten
Mimika menurut kelompok umur. Dari data di atas dapat diketahui jumlah
No Usia (th) Laki-laki Perempuan Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
0 – 4
5– 9
10 – 14
15 - 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 ke atas
11266
11322
11438
9253
7024
8964
11854
12778
11030
8583
4699
2911
1117
887
10740
10257
10161
7558
5951
8155
10247
9151
6986
4264
2406
1371
720
584
22.006
21.579
21.599
16.811
12.975
17.119
22.101
21.929
18.016
12.847
7.105
4.282
1.837
1.471
10.91
10.69
10.70
8.33
6.43
8.48
10.95
10.87
8.93
6.37
3.52
2.12
0,9
0,72
Total 113.126 88.551 201.677 100
84
penduduk Kabupaten Mimika yang belum produktif (0 - 14 tahun) sebanyak
65.184 jiwa (32,32%), usia produktif > 15 tahun sebanyak 119.419 jiwa
(59,21 %). Dari tabel II.4 juga dapat terlihat bahwa berdasarkan kelompok
umur penduduk, penduduk Kabupaten Mimika yang terbesar adalah pada
kelompok umur 30-34 tahun, sedangkan penduduk dengan kelompok umur
60-64 tahun adalah penduduk yang paling kecil jumlahnya, yaitu 0,9 % dari
keseluruhan penduduk Kabupaten Mimika.
Dengan demikian dari data di atas didapati penduduk Kabupaten
Mimika yang terbesar adalah pada kelompok umur 30-34 pada umur ini
tentunya dimana membutukan pekerjaan atau lagi mencari pekerjaan hal ini
akan berpengaru terhadap perkembangan kabupaten Mimika dimana
banyaknya masyarakat di umur 30-34 tahun yang membutukan pekerjaan,
membuat pemerintah daerah harus bisa mengolah sumberdaya manusia yang
ada dengan membuka atau memberikan lapangan kerja salah satunya dengan
adanya Rekrutmen atau penerimaan ASN agar didapatinya sumberdaya
manusia yang berkualitas dalam membangun daerah dalam istansi
pemerintahan.
3. JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN
Distribusi informan berdasaarkan pencarian kerja menurut tingkat
pendidikannya diperlihatkan pada tabel II.4 berikut:
85
Tabel II.4
Jumlah Pencari Kerja Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi Yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten
Mimika
Pendidikan tertinggi yang
ditamkan
Jenis Kelamin
L P Jmlh Presentase
(%)
(1) (2) (3) (4) (5)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah
Tidak / Belum Tamat SD
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah pertama
Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Atas Kejuruan
Diploma l/ll/lll/ Akademi
Universitas
483
206
103
328
3261
2662
465
1104
79
24
8
21
648
353
455
622
562
230
111
349
3.909
3.015
920
1.726
5,19
2,12
1,02
3,22
36,12
27,85
8,50
15,94
Jumlah 8612 2210 10.822 100
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika 2016
Jika melihat pada tabel II.4 di atas maka analisa yang bisa kita ambil adalah
penduduk Kabupaten Mimika kebanyakan menempuh pendidikan sampai Sekolah
Menengah atas, dan sangat kurang sekali melanjutkan jenjang pendidikan mereka ke
jenjang yang lebih tinggi. Kita bisa melihat persentase yang diperoleh dari masing-
masing tingkat pendidikan yakni Belum pernah sekolah 5,19 %, Belum tamat SD
2,12%, Sekolah dasar/ SD dengan persentase 1,02 %, Sekolah menegah pertama
dengan persentase 3,22%, Sekolah Menengah atas dengan persentase 36,12%,
86
Sekolah menengah atas/ SMK (kejuruan) dengan persentase 27,85 %, Diploma l/ll/lll/
Akademi dengan persentase 8,50 dan Universitas 15,94%.
Dilihat dari segi penduduk Kabupaten Mimika menurut tingkat pendidikan
mengambarkan beberapa penduduk suda cukup sadar dan mengerti pentingnya
pendidikan, terutama jika dilihat dari pengamatan selama ini kita ketahui masi
lemahnya layanan pendidikan didaerah Papua secara umum dan juga karena
keterbatasan biaya yang mengakibatkan banyak penduduk tidak dapat menempu atau
melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi atau mendapatkan pendidikan
yang baik dan mereka lebih memilih ketika lulus SMA langsung mecari kerja untuk
memenuhi tuntutan hidupnya kedepan dan juga berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan kebanyakan Memili bekerja Di perusahan (Pt freeport), menggatungkan
harapan dengan mengikuti Tes PNS dan bahkan ada yang lebih memili bertani,
berternak ataupun menjadi nelayan dengan memmanfaatkan sumberdaya alam yang
ada.