14
Pola Sebaran Unsur Hara dan Dinoflagellata di Muara Sei Terusan Tanjungpinang Ria Syafriani, Winny Retna Melani, Tri Apriadi [email protected] Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di perairan muara Sei Terusan, Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dan sebaran nitrat, fosfat, dan kelimpahan Dinoflagellata. Metode dalam penelitian ini yaitu acak sederhana sebanyak 31 titik pengambilan sampel. Hasil pengukuran nitrat, fosfat, dan kelimpahan Dinoflagellata diolah menjadi peta kontur sebaran menggunakan software Surfer 11. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi rata-rata nitrat yang terukur yaitu 2,3 mg/L dan konsentrasi rata-rata fosfat yaitu 0,019 mg/L. Pola sebaran nitrat dan fosfat di muara Sei Terusan mengelompok pada titik tertentu. Presentasi komposisi kelimpahan Dinoflagellata di muara Sei Terusan yaitu sebesar 61%. Kelas Dinophyceae yang ditemukan terdiri dari Protoperidinium sp., Ceratium sp., Noctiluca sp., dan Prorocentrum gracile. Kelimpahan tertinggi pada jenis Protoperidinium sp. Sebaran kelimpahan Dinoflagellata berkelompok dan semakin tinggi dari muara menuju laut. Kata kunci: Dinoflagellata, pola sebaran, Sei Terusan, Tanjungpinang, unsur hara PENDAHULUAN Sei Terusan merupakan salah satu contoh perairan muara. Perairan ini dikenal juga dengan sebutan Tanjung Lanjut. Aktivitas penduduk di perairan muara Sei Terusan di antaranya pemukiman, kegiatan budidaya ikan, galangan kapal, rumah makan dan aktivitas pelayaran. Pemukiman penduduk dan kegiatan budidaya ikan dapat menghasilkan limbah organik yang masuk ke perairan sebagai unsur hara. Syafriani dan Apriadi (2017) menyebutkan bahwa keanekaragaman dan kestabilan komunitas serta keseragaman dari fitoplankton di perairan Sei Terusan menunjukkan kategori rendah. Indeks keseragaman yang rendah menyebabkan adanya dominansi spesies tertentu yaitu Ceratium sp. dari kelas Dinophyceae (Dinoflagellata) di perairan tersebut. Dominansi spesies menunjukkan adanya tekanan ekologis perairan. Nilai parameter fisika (meliputi: suhu, kecerahan, dan kekeruhan) dan parameter kimia (meliputi: oksigen terlarut, pH, dan salinitas) tergolong mendukung untuk kehidupan biota perairan sesuai baku mutu KepMen

Pola Sebaran Unsur Hara dan Dinoflagellata di Muara Sei ...repository.umrah.ac.id/663/1/Artikel ilmiah Ria.pdf · metode penentuan titik sampling yaitu simple random sampling. Penentuan

  • Upload
    donga

  • View
    235

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pola Sebaran Unsur Hara dan Dinoflagellata di Muara Sei Terusan

Tanjungpinang

Ria Syafriani, Winny Retna Melani, Tri Apriadi

[email protected]

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di perairan muara Sei Terusan,

Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui konsentrasi dan sebaran nitrat, fosfat, dan kelimpahan

Dinoflagellata. Metode dalam penelitian ini yaitu acak sederhana sebanyak 31

titik pengambilan sampel. Hasil pengukuran nitrat, fosfat, dan kelimpahan

Dinoflagellata diolah menjadi peta kontur sebaran menggunakan software Surfer

11. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi rata-rata nitrat yang terukur yaitu

2,3 mg/L dan konsentrasi rata-rata fosfat yaitu 0,019 mg/L. Pola sebaran nitrat dan

fosfat di muara Sei Terusan mengelompok pada titik tertentu. Presentasi

komposisi kelimpahan Dinoflagellata di muara Sei Terusan yaitu sebesar 61%.

Kelas Dinophyceae yang ditemukan terdiri dari Protoperidinium sp., Ceratium

sp., Noctiluca sp., dan Prorocentrum gracile. Kelimpahan tertinggi pada jenis

Protoperidinium sp. Sebaran kelimpahan Dinoflagellata berkelompok dan

semakin tinggi dari muara menuju laut.

Kata kunci: Dinoflagellata, pola sebaran, Sei Terusan, Tanjungpinang, unsur hara

PENDAHULUAN

Sei Terusan merupakan salah satu contoh perairan muara. Perairan ini dikenal

juga dengan sebutan Tanjung Lanjut. Aktivitas penduduk di perairan muara Sei

Terusan di antaranya pemukiman, kegiatan budidaya ikan, galangan kapal, rumah

makan dan aktivitas pelayaran. Pemukiman penduduk dan kegiatan budidaya ikan

dapat menghasilkan limbah organik yang masuk ke perairan sebagai unsur hara.

Syafriani dan Apriadi (2017) menyebutkan bahwa keanekaragaman dan

kestabilan komunitas serta keseragaman dari fitoplankton di perairan Sei Terusan

menunjukkan kategori rendah. Indeks keseragaman yang rendah menyebabkan

adanya dominansi spesies tertentu yaitu Ceratium sp. dari kelas Dinophyceae

(Dinoflagellata) di perairan tersebut. Dominansi spesies menunjukkan adanya

tekanan ekologis perairan. Nilai parameter fisika (meliputi: suhu, kecerahan, dan

kekeruhan) dan parameter kimia (meliputi: oksigen terlarut, pH, dan salinitas)

tergolong mendukung untuk kehidupan biota perairan sesuai baku mutu KepMen

2

LH No. 51 tahun 2004, sehingga diduga dominansi terjadi karena konsentrasi

unsur hara seperti nitrat dan fosfat di perairan Sei Terusan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui nilai dari unsur

hara seperti nitrat, dan fosfat serta kelimpahan Dinoflagellata di perairan Sei

Terusan yang kemudian digambarkan melalui peta pola sebaran.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei 2017 di perairan Sei Terusan,

Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang. Uji unsur hara (nitrat, dan

fosfat) dilakukan di Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai

Perikanan Budidaya Laut Batam. Identifikasi fitoplankton dilakukan di

Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Alat dan Bahan

Perlatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: plankton net 25

ukuran 40 μm, water sampler, refraktometer, turbidimeter, sedgewick rafter

counting chambers, mikroskop, current droudge, colorimeter, spektrofotometer,

buku identifikasi plankton dan GPS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu air sampel dan lugol 10%.

Teknik Pengambilan Data

Titik sampling dari penelitian ini adalah sebanyak tiga puluh satu titik dengan

metode penentuan titik sampling yaitu simple random sampling. Penentuan titik

sampling dilakukan secara acak (random) menggunakan software Visual

Sampling Plan.

Pengelolaan Data

Pengelolaan data dalam penelitian ini meliputi:

1) Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur yaitu suhu, kecerahan,

kecepatan arus, kekeruhan, oksigen terlarut, salinitas, dan pH.

2) Pengambilan Contoh dan Metode Uji Unsur Hara

Keperluan contoh sampel untuk uji fosfat dan nitrat yaitu masing-masing sebanyak 100 mL diawetkan dengan cara didinginkan. Prosedur uji fosfat yaitu dengan spektrofotometer secara asam askorbat. Prosedur uji nitrat yaitu dengan metode kolorimetrik.

3) Pengambilan Contoh dan Identifikasi Fitoplankton

Pengambilan sampel air dilakukan pada badan air dengan kedalaman yang masih dapat ditembus cahaya matahari (zona fotik). Sampel air diambil dari masing-masing titik sebanyak 100 L kemudian disaring menggunakan plankton

net no. 25. Sampel air tersaring diawetkan dengan larutan lugol 10% hingga air

sampel berwarna merah bata.

3

Analisis Data

Analisis Pola Sebaran Nitrat dan Fosfat

Pola sebaran nitrat dan fosfat diperoleh dari data konsentrasi nitrat dan fosfat

yang terukur dan kemudian diolah menjadi peta kontur sebaran menggunakan

software Surfer 11.

Kelimpahan Fitoplankton

Pengamatan fitoplankton di bawah mikroskop pembesaran 10 x 10

menggunakan SRC (Sedgewick Rafter-counting cell) berukuran 50 mm x 20 mm

x 1 mm dengan volume 1 mL. Metode yang digunakan dalam pencacahan

fitoplankton adalah metode sensus. Rumus perhitungan kelimpahan fitoplankton

menggunakan SRC adalah sebagai berikut (APHA, 2005).

N = n x

x

x

Keterangan:

N = kelimpahan plankton (sel/L)

n = jumlah fitoplankton yang tercacah (sel)

a = luas satu lapang pandang (1.000 mm2)

v = volume air terkonsentrasi (300 mL)

A = luas gelas penutup (1.000 mm2)

vc = volume air dibawah gelas penutup (1 mL)

V= volume air yang disaring (100 L)

Analisis Pola Sebaran Kelimpahan Dinoflagellata

Pola sebaran Dinoflagellata diperoleh dari data kelimpahan Dinoflagellata

yang kemudian diolah menjadi peta kontur sebaran menggunakan software Surfer

11. Pola distribusi fitoplankton dapat diketahui melalui Indeks Dispersi Morisita

(Id) mengikuti rumus (Krebs 2014) yaitu:

Keterangan :

Id = Indeks dispersi Morisita;

n = ukuran contoh (jumlah kuadrat)

Σx = total dari jumlah individu suatu oganisme di setiap titik ( x1 + x2 +….)

Σx2 = total dari kuadrat jumlah individu suatu organisme di setiap titik ( x1

2 + x2

2 + ….)

Analisis Korelasi Nitrat dan Fosfat terhadap Kelimpahan Dinoflagellata

Hubungan nutrien dengan kelimpahan Dinoflagellata dijelaskan secara

deskriptif melalui pola penyebaran nutrien, dan Dinoflagellata serta dianalisis

menggunakan analisis korelasi dan regresi. Pada penelitian ini digunakan regresi

berganda dengan rumus (Kuswanto 2012):

Y = a + b. Xn

Keterangan :

Y = subjek variabel dependen (kelimpahan Dinoflagellata).

X = subjek variabel independen ( X1 = nitrat, X2 = fosfat)

a = harga Y bila X = 0

b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan

variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.

Analisis korelasi digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara

variabel dependen (nutrien) dan variabel independen (kelimpahan Dinoflagellata).

Analisis korelasi dinyatakan dalam rumus berikut (Kuswanto 2012):

4

Keterangan:

n = Banyaknya Pasangan data X dan Y

Σx = Total Jumlah dari Variabel X

Σy = Total Jumlah dari Variabel Y

Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X

Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y

Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Perairan Sei Terusan berada di kelurahan Kampung Bugis, Kota

Tanjungpinang. Perairan ini memiliki aliran air yang dipengaruhi oleh pasang

surut air laut menyerupai sebuah sungai yang langsung bermuara ke laut. Perairan

muara Sei Terusan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk beberapa

kegiatan, seperti kegiatan perikanan budidaya, pemukiman, galangan kapal, dan

rumah makan yang dibangun di perairan sekitar mangrove. Masyarakat yang

bermukim di sepanjang aliran muara Sei Terusan lebih memanfaatkan perairan

untuk kegiatan budidaya dan jalur transportasi, hanya sebagian kecil masyarakat

yang membangun rumah di atas perairan.

Kondisi Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan dapat dilihat dari parameter fisika dan kimia.

Kondisi parameter fisika dan parameter kimia di perairan Muara Sei Terusan yang

terukur selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Beberapa Parameter Perairan di Muara Sei Terusan

Parameter Satuan Rataan ± SD Kisaran Baku Mutu*

Fisika

Suhu °C 32,1 ± 0,854 30,6-34,5 Alami

Kecerahan M 1,2 ± 0,411 0,44-1,9 >3

Kecepatan Arus m/s 0,043 ± 0,026 0,008-0,143 -

Kekeruhan NTU 4,17 ± 1,910 1,35-10,51 <5

Kimia

DO mg/L 6,9 ± 0,631 4,3-7,8 > 5

Salinitas ppt 28 ± 2,427 25-35 Alami

Ph 7,28 ± 0,264 6,49-7,70 7 – 8,5

Nitrat mg/L 2,3 ± 0,508 1,5-3,6 0,008

Fosfat mg/L 0,019 ± 0,032 0,003-0,138 0,015

Suhu di Muara Sei Terusan selama penelitian rata-rata 32,1 °C. Tingginya suhu

perairan saat penelitian diduga dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang cerah dan

tidak berawan. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu suatu

badan air dipengaruhi salah satunya oleh penutupan awan. Sebaran suhu

5

permukaan dari sungai menuju muara cenderung menurun, seiring dengan

kedalaman air yang bertambah dari sungai menuju muara. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu pada suatu perairan dipengaruhi salah

satunya oleh aliran serta kedalaman badan air.

Sebaran nilai kecerahan dari sungai ke muara menunjukkan nilai yang semakin

rendah. Nilai kecerahan rata-rata yang terukur selama penelitian berkisar 1,2 m.

Nilai ini lebih rendah dari baku mutu air laut untuk biota perairan KepMen LH No

51 Tahun 2004 sebesar > 3 m sementara nilai yang didapat < 3 m. Nilai kecerahan

terendah berada pada daerah yang ditumbuhi mangrove dan lamun dengan

kedalaman perairan yang dangkal. Nilai kecerahan yang rendah pada saat

penelitian diduga karena pergerakan massa air menuju surut sehingga kedalaman

perairan berkurang dan arus bergerak menuju laut sehingga membawa bahan

tersuspensi dari sungai menuju ke laut.

Kecepatan arus rata-rata di Muara Sei Terusan selama penelitian 0,043 m/s.

Kecepatan arus di Muara Sei Terusan termasuk kategori lambat (Harahap in Sari

et al. 2012). Kecepatan arus lambat dikarenakan perairan Muara Sei Terusan

merupakan perairan semi tertutup. Sebaran kecepatan arus permukaan di Muara

Sei Terusan selama penelitian terlihat tidak berpola. Hal ini diduga karena

perbedaan kecepatan tiupan angin di permukaan perairan, dan juga bentuk

topografi daratan yang dapat memecah arus.

Kekeruhan yang tinggi tersebar di muara menuju ke laut. Hal ini dikarenakan

pergerakan massa air menuju surut sehingga arus bergerak menuju ke laut. Arus

tersebut membawa bahan terlarut dari daratan menuju laut, sehingga kekeruhan

dari muara ke laut cenderung lebih besar. Kekeruhan rata-rata yang terukur di

Muara Sei Terusan berkisar 1,35–10,51 NTU. Nilai kekeruhan di beberapa titik

pengamatan melebihi baku mutu KepMen LH No. 51 tahun 2004 untuk biota air

laut. Kekeruhan diduga karena adanya bahan organik seperti serasah daun

mangrove, adanya mikroorganisme pengurai, dan adanya pergerakan massa air

yang menyebabkan lumpur serta pasir halus di dasar perairan yang dangkal

teraduk naik ke permukaan.

Kadar oksigen yang diperoleh mempunyai nilai yang bervariasi. Kadar oksigen

terlarut dihasilkan dengan adanya fotosintesis lamun dan fitoplankton (Effendi,

2003). Pergerakan massa air dan tiupan angin juga dapat memengaruhi difusi

oksigen. Nilai oksigen terlarut rendah didapat di wilayah galangan kapal. Hal ini

disebabkan oleh lapisan permukaan air yang tertutupi minyak sehingga dapat

menghalangi difusi oksigen dan juga proses fotosintesis.

Salinitas di muara Sei Terusan berkisar 25–35 ppt. Sebaran salinitas dari muara

Sei Terusan menuju ke laut menunjukkan peningkatan nilai salinitas. Hal ini

disebabkan oleh adanya pengaruh masukan air tawar dari daratan yang besar di

sungai dan masukan air tawar berkurang menuju ke laut sehingga menyebabkan

terjadinya perbedaan sebaran salinitas di sungai, muara, dan laut.

Nilai pH rata-rata yang terukur selama penelitian yaitu 7,28. Sebaran nilai pH

yang mengarah ke laut memiliki nilai yang semakin besar. Hal ini sesuai

pernyataan Susana (2009) bahwa nilai pH dalam perairan bervariasi mulai dari

arah sungai sampai ke laut, semakin ke laut nilainya tinggi. Sebaran nilai kualitas

perairan muara Sei Terusan berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan

disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Sebaran Kualitas Perairan Muara Sei Terusan

7

Sebaran Nitrat

Nitrat yang terukur di Muara Sei Terusan berkisar 1,5 – 3,6 mg/L. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat telah melebihi nilai baku mutu

bagi kehidupan biota akuatik, yaitu 0,008 mg/L. Nilai nitrat yang terukur di

perairan diduga tidak hanya berasal dari perairan alami tetapi juga berasal dari

masukan nutrien daratan, seperti yang dikemukan Effendi (2003) bahwa kadar

nitrat pada perairan alami tidak melebihi 0,1 mg/L. Sebaran nitrat di muara Sei

Terusan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Sebaran Nitrat di Muara Sei Terusan

Sebaran nitrat di Muara Sei Terusan terlihat tidak berpola berdasarkan aliran

sungai menuju laut. Pola sebaran nitrat tertinggi berada pada titik tertentu

berkaitan dengan sumber masukan unsur hara. Nilai nitrat tertinggi terukur di

perairan sekitar hutan mangrove dan sekitar permukiman yang memiliki keramba

jaring apung. Zulhaniarta (2015) menyatakan bahwa selain berasal dari perairan

alami, konsentrasi unsur hara juga bergantung pada hutan mangrove yang

serasahnya membusuk kemudian terurai menjadi zat hara karena adanya bakteri

pengurai. Budidaya keramba jaring apung juga dapat meningkatkan konsentrasi N

dan P melalui sisa pakan yang tidak termakan dan juga dari buangan metabolisme

ikan.

Suhu perairan saat penelitian rata-rata 32,1 °C. Suhu ini menunjukkan

intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi. Suhu yang cukup tinggi dapat

memengaruhi tingginya penyerapan unsur hara oleh fitoplankton dan tumbuhan

air sebagai akibat proses fotosintesis yang meningkat. Hal ini didukung oleh

pernyataan Rahmawati (2014) bahwa fluktuasi distribusi nitrat selain dipengaruhi

buangan limbah dari daratan juga dipengaruhi oleh musim dan angin. Pada musim

panas konsentrasi nitrat akan menurun yang diakibatkan dari aktivitas fotosintesis

yang tinggi, akan tetapi pada saat yang sama akan terjadi peningkatan kandungan

nitrat akibat terjadinya dekomposisi bahan organik.

8

Sebaran Fosfat

Ulqodri et al. (2010) menyatakan bahwa reservoir yang besar dari fosfat

bukanlah udara, melainkan batu-batu atau endapan-endapan lain. Fosfat yang ada

di batuan ini akan ditranspor ke laut melalui run off ataupun saat terjadi hujan. Sebaran fosfat di Muara Sei Terusan terlihat tidak berpola berdasarkan aliran

sungai menuju laut. Pola sebaran fosfat tertinggi berada pada titik tertentu.

Sebaran fosfat di muara Sei Terusan disajikan dalam bentuk peta pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Sebaran Fosfat di Muara Sei Terusan

Fosfat yang terukur di Muara Sei Terusan memiliki kisaran 0,003-0,138 mg/L.

Nilai tertinggi fosfat berada pada perairan yang ditumbuhi mangrove. Mustofa

(2015) dalam penelitianya juga mengemukan bahwa nilai tertinggi PO4 berada

pada perairan yang ditumbuhi hutan mangrove. Nilai tertinggi fosfat yang terukur

cenderung berada pada perairan hutan mangrove yang dangkal dan saat penelitian

perairan dalam keadaan bergerak surut sehingga diduga adanya turbulensi air. Hal

ini didukung oleh pernyataan Tarigan et al. (2014) bahwa pada kedalaman

perairan yang dangkal, arus pasang surut berpengaruh terhadap proses turbulensi

(mixing) perairan. Effendi (2013) menambahkan bahwa konsentrasi unsur hara

perairan selain dipengaruhi oleh masukan dari daratan juga dipengaruhi oleh

turbulensi air di laut dangkal sehingga memungkinkan zat-zat hara di dasar

terangkat kembali ke permukaan.

Nilai fosfat di beberapa titik pengamatan cenderung rendah >0,015 mg/L dan

tidak memenuhi baku mutu air laut untuk biota sesuai KepMen LH No. 51 Tahun

2004. Rendahnya nilai fosfat diduga karena sumber fosfat yang lebih sedikit

dibanding sumber nitrat dan sifat fosfat yang mengendap. Hal ini didukung oleh

pernyataan Zulhaniarta et al. (2015) bahwa konsentrasi fosfat pada kondisi

perairan surut maupun pasang memiliki kisaran nilai yang tidak terlalu tinggi,

karena berat partikel fosfat yang lebih besar dari massa air laut sehingga fosfat

cenderung mengendap di dasar perairan.

9

Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton di setiap stasiun berbeda-beda. Hal ini diduga karena

perbedaan karakteristik di setiap lokasi. Nybakken (1992) in Jannah (2012)

menyatakan bahwa jumlah fitoplankton selalu berubah-ubah sesuai dengan

kondisi lingkungan hidupnya karena masing-masing jenis fitoplankton

mempunyai kepekaan yang berbeda. Hasil pengamatan kelimpahan rata-rata

fitoplankton yang ditemukan di Muara Sei Terusan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelimpahan Rata-rata Fitoplankton di Muara Sei Terusan

Kelas Genus Kelimpahan (sel/L)

Kisaran Rataan

Dinophyceae Protoperidinium sp. 0-1254 219

Ceratium sp. 0-102 12

Noctiluca sp. 0-72 15

Prorocentrum gracile 0-12 1

Bacillariophyceae Chaetoceros sp. 6-186 72

Pleurosigma sp. 0-342 24

Cylindrotheca closterium 0-12 2

Thalassionema sp. 0-12 2

Coscinodiscophyceae Corethron criophilum 0-12 1

Coscinodiscus sp. 0-42 10

Skeletonema sp. 0-24 2

Rhizosolenia sp. 0-48 10

Palmeria hardmaniana 0-24 3

Mediophyceae Odontella sp. 0-36 10

Ditylum sp. 0-180 17

Eucampia zoodiacus 0-12 1

Kelimpahan Dinoflagellata pada penelitian ini berkisar 0-1254 sel/L,

kelimpahan ini lebih kecil dibanding penelitian sebelumnya dengan kelimpahan

berkisar 9-1629 sel/L. Hal ini diduga dipengaruhi kondisi pasang surut. Kondisi

perairan saat penelitian dalam keadaan menuju surut, sedangkan penelitian

sebelumnya (Syafriani dan Apriadi 2017) kondisi perairan dalam keadaan

bergerak pasang. Purwanti et al. (2011), dalam penelitiannya menyatakan bahwa

jumlah fitoplankton pada saat pasang lebih tinggi daripada saat surut. Menurut

Suryanti (2008), pada saat pasang kecepatan arus akan meningkat sehingga

plankton yang berada di laut akan terbawa arus masuk ke muara sungai sehingga

kelimpahan plankton meningkat.

Protoperidinium sp. dari kelas Dinophyceae merupakan jenis fitoplankton

dengan kelimpahan tertinggi. Mujib (2015) menyatakan bahwa kelimpahan dari

Protoperidinium sp. tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi nutrien di perairan

sehingga selalu mendominasi perairan tropis karena memiliki toleransi yang luas

terhadap kondisi nutrien.

10

Sebaran Kelimpahan Dinoflagellata

Distribusi dan sebaran fitoplankton yang tidak merata di setiap perairan karena

dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika dan kimia perairan. Pola sebaran

Dinoflagellata dapat diketahui dari indeks Dispersi Morisita yang disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Indeks Dispersi Morisita

No Genus Id Pola Sebaran

1 Protoperidinium sp. 2,5153 Mengelompok

2 Ceratium sp. 4,8702 Mengelompok

3 Noctiluca sp. 1,8697 Mengelompok

4 Prorocentrum gracile 1,0783 Mengelompok

Sebaran kelimpahan Dinoflagellata selama penelitian di Muara Sei Terusan

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Sebaran Kelimpahan Dinoflagellata di Muara Sei Terusan

Sebaran kelimpahan Dinoflagellata semakin tinggi dari muara menuju ke laut,

berbeda dengan penelitian sebelumnya sebaran Dinoflagellata semakin tinggi dari

laut menuju muara (Syafriani dan Apriadi 2017). Hal ini diduga dipengaruhi oleh

arus pasang surut. Kondisi perairan pada saat pengambilan sampel dalam keadaan

surut sehingga fitoplankton terbawa aliran menuju ke laut. Penelitian Wardiatno et

al. (1993), juga menunjukkan adanya perbedaan sebaran kelimpahan plankton

pada saat pasang dan juga surut. Pada saat pasang sebaran fitoplankton lebih

banyak ditemukan di perairan yang dekat dengan daratan dan pada saat surut

kelimpahan fitoplankton tertinggi pada perairan menuju laut.

Hal ini didukung oleh pernyataan Wisha et al. (2014) bahwa pola arus akan

diikuti oleh pola sebaran kelimpahan fitoplankton karena terkait dengan

pergerakan fitoplankton yang mengikuti arah arus.. Wulandari et al. (2014)

menambahkan bahwa distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak

11

dipengaruhi oleh faktor fisik seperti pergerakan massa air. Oleh karena itu

pengelompokan (patchiness) plankton banyak terjadi pada daerah neritik terutama

yang dipengaruhi estuari dibanding daerah oseanik.

Korelasi Nitrat dan Fosfat terhadap Kelimpahan Dinoflagellata

Hubungan serta korelasi nitrat, dan fosfat terhadap kelimpahan Dinoflagellata

dijelaskan pada model regresi berikut:

Y = 5,82 + 0,173 X1 – 0,104 X2

Keterangan:

Y = variabel terikat (kelimpahan Dinoflagellata)

X = variabel bebas (X1 = Nitrat, X2 = fosfat)

Nilai koefisien X1 positif maka dapat diduga setiap peningkatan nitrat dapat

memengaruhi peningkatan kelimpahan Dinoflagellata. Keeratan nilai nitrat dan

kelimpahan dinoflagellata juga bernilai positif namun sangat rendah (r = 0,011).

Nilai koefisien korelasi fosfat terhadap kelimpahan Dinoflagellata (r = -4,87)

menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat hubungan cukup sehingga diduga

peningkatan nilai fosfat dapat menurunkan kelimpahan dinoflagellata. Risgaard-

Petersen et al. (1994) in Alianto (2008) menyatakan bahwa pola korelasi negatif

akan terjadi pada kondisi fosfat dengan konsentrasi rendah.

Rasio antara konsentrasi nitrat dan fosfat menunjukkan adanya ketidak

seimbangan unsur hara dan terjadi kondisi pembatasan P. Meskipun terjadi

pembatas P, kelimpahan Dinoflagellata di muara Sei Terusan merupakan yang

dominan dibanding kelimpahan fitoplankton lainnya. Anderson et al. (2002)

menjelaskan bahwa dinofllagellata lebih memanfaatkan DO dan nitrat untuk

berkembang.

Menurut Baek et al. (2008), secara umum Dinoflagellata dapat bertahan dalam

kondisi unsur hara rendah karena memiliki nilai konstanta jenuh terhadap nutrien

rendah dibanding alga lainnya dan memiliki mekanisme luxury consumption

untuk serapan hara. Mekanisme luxury consumption yaitu kemampuan menyerap

unsur hara melebihi kebutuhan pada saat perairan cukup mengandung fosfor dan

kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat fosfor di perairan

berkurang.

Pengelolaan Perairan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah masukan unsur hara

berlebih yaitu dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana pengelolaan

sampah organik dan anorganik serta sarana sanitasi yang layak sehingga tidak

langsung masuk ke perairan. Penggunaan teknologi merupakan cara yang dapat

dilakukan oleh pemerintah. Teknologi yang dapat memantau keberadaan

fitoplankton yaitu penginderaan jauh. Penginderaan jauh ini dapat mendekteksi

warna perairan jika terjadi perubahan secara drastis melalui citra satelit yang

dihasilkan oleh penginderaan jauh tersebut. Ledakan populasi dinoflagellata

memberikan warna merah hingga kecoklatan di perairan. Pemantauan dilakukan

sebagai langkah awal untuk mengetahui kemungkinan terjadi blooming

Dinoflagellata.

12

Jika terjadi blooming Dinoflagellata penyebab red tide langkah-langkah yang

dapat dilakukan menurut Adnan (1985) yaitu sebagai berikut:

1) Surveillance, yaitu melakukan pengamatan toksisitas langsung pada hasil

perikanan dan kerang-kerangan di lokasi yang pernah atau dicurigai

mengalami red tide.

2) Depuration, yaitu menghilangkan toksin yang mungkin dilakukan pada jenis

kerang-kerangan, dilakukan program "Exposing Shellfish to Ozone", yaitu

dengan penyediaan oksigen yang cukup dan ditambahkan harum-haruman

yang segar untuk menetralkan toksin secara cepat.

3) Manipulasi rasio kedalaman eufotik dan kedalaman teraduk dengan

melakukan pengadukan kolom air secara buatan (artificial mixing) untuk

merubah dominansi komposisi jenis dan menurunkan biomasa fitoplankton.

Budidaya melalui keramba jaring apung dapat menambah masukan unsur hara

ke perairan, namun menurut Rustadi (2009) kegiatan ini juga dapat menekan N

dan P di perairan dengan pengembangan budidaya KJA ganda yang dipadukan

dengan penebaran dan pemanenan ikan di luar jaring. Rustadi (2009)

menambahkan bahwa budidaya ikan merupakan sumber titik (point source) yang

lebih mudah dikendalikan daripada sumber air masuk. Pengendalian melalui

penyesuaian daya dukung ternyata hanya dapat menekan unsur hara N dan P pada

residu. Penggunakan KJA jaring ganda yang ditebari ikan untuk memanfaatkan

sisa pakan dan kotoran ikan sehingga pembuangan N dan P dapat dicegah.

Rustadi (2009) menjelaskan secara teknis pengendalian dengan rnenerapkan

budidaya KJA jaring ganda terdiri atas jaring dalam (ukuran lubang 2 cm)

berukuran 6x6x3 m dan jaring luar (ukuran lubang 2,5 cm) berukuran 7x7x4 m,

yang dipasang pada kerangka. Benih ikan ditebar di jaring dalam (KJA-dalam)

200 kg ikan/jaring. Sedangkan di jaring luar (KJA-luar) 100 kg ikan/jaring. Pakan

hanya diberikan terhadap ikan di jaring KJA-dalam, kemudian pakan yang tidak

termakan dan sisa pakan dimanfaatkan ikan di jaring luar.

KESIMPULAN

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1) Konsentrasi nitrat rata-rata yang terukur di muara Sei Terusan yaitu 2,3

mg/L dan konsentrasi fosfat rata-rata 0,019 mg/L.

2) Pola sebaran nitrat dan fosfat di muara Sei Terusan tidak berpola dan

mengelompok pada titik tertentu, hal ini berkaitan dengan sumber masukan

unsur hara dan proses pengadukan massa air.

3) Kelimpahan Dinoflagellata di muara Sei Terusan merupakan yang tertinggi

dibandingkan jenis fitoplankton lainnya dengan kelimpahan tertinggi pada

jenis Protoperidinium sp.

4) Sebaran kelimpahan Dinoflagellata berklaster dan semakin tinggi dari

muara menuju laut diduga berkaitan dengan pasang surut.

5) Hubungan antara nitrat terhadap kelimpahan Dinoflagellata menunjukkan

tingkat hubungan positif sangat rendah, sementara antara fosfat terhadap

kelimpahan Dinoflagellata menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat

hubungan cukup. Kelimpahan Dinoflagellata di muara Sei Terusan lebih

besar dipengaruhi oleh faktor lain seperti toleransi Dinoflagellata yang luas

terhadap unsur hara.

13

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Q. 1985. Red Tide .Oseana. 10(2): 48 - 55.

Alianto, Adiwilaga, E.M., Damar, A. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan

Keterkaitannya dengan Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten.

Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(1): 21-26.

Anderson, D.M., Glibert, P.M., Burkholder, J.M. 2002. Harmful algal blooms and

eutrophication: nutrient sources, composition, and consequences. Estuaries.

25(4): 704-726

Baek, S.H., Shimode, S., Han, M.S., Kikuchi, T. 2008. Growth of dinoflagellates,

Ceratium furca and Ceratium fusus in Sagami Bay, Japan: The role of

nutrients. Harmful Algae. 7(2008): 729-739.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Jannah, Raudhatul. 2012. Komunitas Fitoplankton di Estuaria Krueng Aceh, Kota

Banda Aceh. Depik. 1(3): 189-195.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. No. 51 Tahun 2004 tentang

baku mutu air laut untuk biota laut.

Krebs, C. J. 2014. Ecological Methodology (3rd

ed.). London: Addison Wesley

Longman.

Kuswanto, Dedy. 2012. Statistik Untuk Pemula & Orang Awam. Laskar Askara.

Jakarta Timur.

Mujib, A.S., Damar, A., Wardiatno, Y. 2015. Distribusi Spasial Temporal

Dinoflagellata serta Pengelolaannya di Pesisir Makassar, Sulawesi Selatan.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7(2): 479-492.

Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Faktor Tingkat

Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal Disprotek. 6(1): 13-19.

Purwanti, S., Hariyati, R., Wiryani, E. 2011. Komunitas Plankton pada saat

Pasang dan Surut di Perairan Muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Buletin

Anatomi dan Fisiologi. 19(2): 65-74.

Rahmawati, I., Hendrarto, Ign. Boedi., Pujiono, W., Purnomo. 2014. Fluktuasi

Bahan Organik dan Sebaran Nutrien serta Kelimpahan Fitoplankton dan

Klorofil-A di Muara Sungai Sayung Demak. Diponegoro Journal Of Maquares.

3(1): 27-36

14

Rustadi. 2009. Eutrofikasi Nitrogen dan Fosfor serta Pengendaliannya dengan

Perikanan di Waduk Sermo. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 16(3): 176-186.

Sari, T.E.Y., Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah

Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti

Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 17(1): 88-100

Suryanti. 2008. Kajian Tingkat Saprobitas di Muara Sungai Morodemak pada

Saat Pasang dan Surut. Jurnal Saintek Perikanan. 4(1): 76 – 83.

Susana, Tjutju. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai

Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi

Lingkungan. 5(2): 33-39.

Syafriani, R., Apriadi, T. 2017. Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Estuari

Sei Terusan, Kota Tanjungpinang. Limnotek. 24(2): 73-81.

Tarigan, D A., Yusuf, M., Maslukah, L. 2014. Sebaran Nitrat Dan Fosfat Di

Perairan Muara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Oseanografi. 3(3):

384-391.

Ulqodry, T.Z., Yulisman, Syahdan, M., Santoso. 2010. Karakterisitik dan Sebaran

Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah.

Jurnal Penelitian Sains. 13(1): 35-41.

Wardiatno, Y., Eidman, M., Widjaya, F., Yulianda, F. 1993. Keadaan Net-

Fitoplankton Perairan Estuari di Sebelah Selatan Beting Pasir Pantai

Marunda,Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Surut. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan

dan Perikanan Indonesia. 1(2): 16-26.

Wisha, U J., Yusuf, M., Maslukah, L. 2014. Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi

dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Kabupaten

Sidoarjo. Jurnal Oseanografi. 3(3): 454-461.

Wulandari, D.Y., Pratiwi, N.T.M., Adiwilaga, E.M. 2014. Distribusi Spasial

Fitoplankton di Perairan Pesisir Tangerang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia

(JIPI). 19(3): 156-162.

Zulhaniarta, D., Fauziyah, Sunaryo, A.I., Aryawati, R. 2015. Sebaran Konsentrasi

Klorofil-A Terhadap Nutrien Di Muara Sungai Banyuasin Kabupaten

Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. 7(1): 9-20.