5
a. Polio virus Masa inkubasi 6-20 hari, berkembang biak di dalam jaringan mukosa, jaringan limfoid (tonsil dan peyer’s patches) dan usus, tersebar melalui jalan fekal-oral, kemudian terjadi viremis sehingga dapat ditemukan virusnya dalam aliran darah untuk beberapa hari (6-9 hari setelah infeksi), dalam waktu ini terajdi gejala klinik non-spesifik yang pertama: demam, malaise, serak, kadang- kadang sakit kepala dan muntah. a. Ascaris lumbricoides Hospes: manusia Penyakit: ascariasis Cara infeksi: melalui mulut(per oral), tertelan telur infektif Distribusi geografik: 70%prevalensi di Indonesia pada 1970-1980 Morfologi: Cacing dewasa Bentuk: silindris dengan ukuran betina 20-35cm dan jantan 15-20 cm Kepala: mempunyai 3 bibir, satu terletak mediodorsal dan 2 ventrolateral Ekor: betina lurus dan lancip, jantan melengkung Pada ujung post.terdapat duri-duri halus: copulatory spikula Larva ascaris di dalam jaringan paru Pada perwanaan HE, larva berwarna ungu tua, reaksi radang(sel-sel polimorf dan eusinofil) di sekitar larva. Telur Terdapat 2 macam telur: -yang dibuahi (fertilized egg) -yang tak dibuahi( unfertilized egg) Telur yang dibuahi: Ukuran 60-45 mikron, bentuk agak lonjong dengan dinding luar tebal berwarna cokelat karena zat warna empedu, dinding telur terdiri dari 3 lapisan. Terdapat lapisan albuminoid bergerigi yang tebal, biasanya terdapat 1-4 sel. Telur yang tidak dibuahi: Bentuk lebih lonjong daripada yang dibuahi Dinding tipis, lapisan albumin lebih tipis, seluruh bagian dalam telur berisi granula. Telur infektif: Morfologi seperti telur dibuahi Berisis rhabditoid larva, terbentuk sesudah 3 minggu di tanah. Daur hidup: Telurdalam lingkungan sesuaimenjadi infektif(3mnggu)tertelan manusiamenetas di usus haluspemb.darah dan limfejantungparualveolusnaik ke bronkiolus-faringrangsangan batukjika tertelan kembaliesofagususus haluscacing dewasa Wkatu untuk siklus diatas: 2bulan Patologi dan gejala klinis Gejala ditimbulkan cacing dewasa dan larva Larvaparu2,alveolus rentan terjadi perdarahan, batuk, demam dan eusinofiliasindrom loeffler Cacing dewasaringan, gejala gangguan usus ringan(mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak2, obstruksi ususmalabsorbsimalnutrisi Kadang cacing dewasa bergerak ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkusgawat daruratoperatif Prognosis: baik, tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri dalam 1,5 tahun. Dengan pengobatan kesembuhan 70-99% Diagnosa dan terapi: Tabel 1.Major Human Intestinal Parasitic Nematodes Parasitic Nematode Feature Ascaris lumbricoides (Roundworm) Necator americanus, Ancylo duodenale (Hookworm) Global prevalence in humans (millions) 1221 740 Endemic areas Worldwide Hot, humid regions Infective stage Egg Filariform larva Route of infection Oral Percutaneous Gastrointestinal location of worms Jejunal lumen Jejunal mucosa Adult worm size 15–40 cm 7–12 mm Pulmonary passage of larvae Yes Yes Incubation period a (days) 60–75 40–100 Longevity 1 y N. americanus: 2–5 y A. duodenale: 6–8 y Fecundity (eggs/day/worm) 240,000 N. americanus: 4000–10,0

Polio Virus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Polio Virus

a. Polio virusMasa inkubasi 6-20 hari, berkembang biak di dalam jaringan mukosa, jaringan limfoid (tonsil dan peyer’s patches) dan usus, tersebar melalui jalan fekal-oral, kemudian terjadi viremis sehingga dapat ditemukan virusnya dalam aliran darah untuk beberapa hari (6-9 hari setelah infeksi), dalam waktu ini terajdi gejala klinik non-spesifik yang pertama: demam, malaise, serak, kadang-kadang sakit kepala dan muntah.

a. Ascaris lumbricoides Hospes: manusiaPenyakit: ascariasisCara infeksi: melalui mulut(per oral), tertelan telur infektifDistribusi geografik: 70%prevalensi di Indonesia pada 1970-1980Morfologi:Cacing dewasa

Bentuk: silindris dengan ukuran betina 20-35cm dan jantan 15-20 cm Kepala: mempunyai 3 bibir, satu terletak mediodorsal dan 2 ventrolateral Ekor: betina lurus dan lancip, jantan melengkung Pada ujung post.terdapat duri-duri halus: copulatory spikula

Larva ascaris di dalam jaringan paru Pada perwanaan HE, larva berwarna ungu tua, reaksi radang(sel-sel polimorf dan eusinofil) di

sekitar larva.TelurTerdapat 2 macam telur:-yang dibuahi (fertilized egg)-yang tak dibuahi( unfertilized egg)

Telur yang dibuahi:Ukuran 60-45 mikron, bentuk agak lonjong dengan dinding luar tebal berwarna cokelat karena zat warna empedu, dinding telur terdiri dari 3 lapisan.Terdapat lapisan albuminoid bergerigi yang tebal, biasanya terdapat 1-4 sel. Telur yang tidak dibuahi:Bentuk lebih lonjong daripada yang dibuahiDinding tipis, lapisan albumin lebih tipis, seluruh bagian dalam telur berisi granula. Telur infektif:Morfologi seperti telur dibuahiBerisis rhabditoid larva, terbentuk sesudah 3 minggu di tanah.

Daur hidup:Telurdalam lingkungan sesuaimenjadi infektif(3mnggu)tertelan manusiamenetas di usus haluspemb.darah dan limfejantungparualveolusnaik ke bronkiolus-faringrangsangan batukjika tertelan kembaliesofagususus haluscacing dewasaWkatu untuk siklus diatas: 2bulanPatologi dan gejala klinis

Gejala ditimbulkan cacing dewasa dan larva Larvaparu2,alveolus rentan terjadi perdarahan, batuk, demam dan eusinofiliasindrom

loeffler Cacing dewasaringan, gejala gangguan usus ringan(mual, nafsu makan berkurang, diare

dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak2, obstruksi ususmalabsorbsimalnutrisi

Kadang cacing dewasa bergerak ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkusgawat daruratoperatif

Prognosis: baik, tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri dalam 1,5 tahun. Dengan pengobatan kesembuhan 70-99%

Diagnosa dan terapi:Tabel 1.Major Human Intestinal Parasitic Nematodes

Parasitic NematodeFeature Ascaris lumbricoides (Roundworm) Necator americanus, Ancylostoma

duodenale (Hookworm)

Global prevalence in humans (millions) 1221 740

Endemic areas Worldwide Hot, humid regions

Infective stage Egg Filariform larva

Route of infection Oral Percutaneous

Gastrointestinal location of worms Jejunal lumen Jejunal mucosa

Adult worm size 15–40 cm 7–12 mm

Pulmonary passage of larvae Yes Yes

Incubation perioda (days) 60–75 40–100

Longevity 1 y N. americanus: 2–5 yA. duodenale: 6–8 y

Fecundity (eggs/day/worm) 240,000 N. americanus: 4000–10,000A. duodenale: 10,000–25,000

Principal symptoms Rarely gastrointestinal or biliary obstruction Iron-deficiency anemia in heavy infection

Diagnostic stage Eggs in stool Eggs in fresh stool, larvae in old stool

Treatment MebendazoleAlbendazolePyrantel pamoate

MebendazolePyrantel pamoateAlbendazole

2. Kolitis

A. Kolitis Infeksi

1. Kolitis Tuberkulosa

DefinisiInfeksi kolon oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

EpidemiologiLebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit TBC yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Patofisiologi

Page 2: Polio Virus

Mycobacterium tuberculosis biasanya tertelan bersama sputum, sehingga menimbulkan 3 bentuk kelainan: 1) ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial; 2) hipertropik pada 10% kasus, bentuk lesinya berupa parut fibrosis, dan massa menonjol seperti karsinoma; 3) ulserohipertropik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang merupakan bentuk penyembuhan. Lokasi tersering (85 – 90% kasus) di daerah ileosekal.

Gejala KlinisKeluhan paling sering adalah nyeri perut kronik tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang konstipasi, anoreksia, demam ringan, berat badan turun, atau teraba massa abdomen kanan bawah.

DiagnosisPada diagnosis pasti, ditemukannya bakteri tuberculosis di jaringan, dengan peneriksaan mikrospik langsung atau kultur biopsi jaringan. Pada diagnosis dugaan, bila didapatkan tuberculosis paru aktif dengan penyakit ileosekal.Pada pemeriksaan barium enema ditemukan penebalan dinding, distorsi lekuk mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip. Dengan kolonoskopi ditemukan penyempitan lumen, dinding kolon kaku, ulserasi dengan tepi irregular dan edematous.

Diagnosis bandingPenyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon.

Kompilkasi Perdarahan, perforasi, obstruksi intestinal parsial yang selanjutnya berkembang menjadi obstruksi total, terbentuk fistula, dan sindrom malabsorbsi

Tata laksanaMenggunakan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis. Kadang-kadang perlu tindakan bedah untuk menghindari komplikasi. Obat tuberculosis yang dipakai:

o INH 5-10 mg/KgBB atau 400 mg sekali sehario Etambutol 15-25 mg/KgBB atau 900-1200 mg sekali sehario Rimfampisin 10 mg/KgBB atau 450-600 mg sekali sehario Pirazinamid 25-35 mg/KgBB atau 1,5-2 g sekali sehari

2. Kolitis Pseudomembran

DefinisiPeradangan kolon akibat toksin, ditandai terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) melekat di permukaan mukosa

EtiologiDisebabkan toksin Clostridium difficle karena penggunaan antibiotik yang menekan flora normal usus sehingga meningkatkan koloni C. difficle.

EpidemiologiC. Difficle ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan kolon. Penularan bisa secara kontak langsung lewat tangan atau makanan minuman tercemar. Semua jenis antibiotik, kecuali aminoglikosida intravena dapat menyebabkan colitis pseudomembran, namun paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.

PatogenesisC. difficle mengeluarkan 2 toksin utama: toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yang berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi. Sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih utuh.

Gejala klinisPasien biasanya mengalami diare cair disertai kram perut, diare 10-20 kali sehari, mual, muntah, leukositosis. Temuan lain yaitu, nyeri tekan abdomen bawah, edema, hipoalbuminemia, dan colitis ringan.

KomplikasiPada kasus berat, dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema anaserka, gangguan elektrolit, megakolon toksik, atau perforasi kolon.

DiagnosisDitemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotic. Pada pemeriksaan kolonoskopi ditemukan lesi berbentuk pseudomembran luas warna kuning abu-abu, dan jika diambil dengan forsep biopsy terlihat mukosa di bawahnya mengalami ulserasi. Menggunakan metode ELISA untuk memeriksa terdapatnya toksin A.Klasifikasi hasil biopsi gambaran histopatologi colitis pseudomembran:

Lesi Klasifikasi HistopatologiVulkano Tipe 1 Nekrosis epithelial fokal dengan PMN dan fibrin tersebar dalam

lumenGlandular Tipe 2 Pelebaran kelenjar dengan PMN dan musin, dilapisi

pseudomembran, mukosa sekitar tidak terkenaNekrosis Tipe 3 Nekrosis mukosa total dengan mukosa dilapisi pseudomembran

tebal

Diagnosis bandingDiare akibat kuman pathogen lain, efek samping obat bukan antibiotic, colitis non infeksi, dan sepsis intra abdominal

Tata laksanaTindakan awal yaitu menghentikan antibiotic yang menjadi penyebab, mengganggu peristaltic, dan mencegah penyeberan nosocomial. Kemudian pemberian cairan dan elektrolit. pada colitis ringan sampai sedang digunakan metronidazole dengan dosis peroral 250-500 mg 4 kali sehari selama 7-10 hari. Pada kasus berat menggunakan vankomisin peroral dosis 125-500 mg 4 kali sehari selama 7-14 hari.

3. Kolitis Amebik (Amebiasis Kolon)

DefinisiPeradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi.Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi,

diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.

Page 3: Polio Virus

Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Gejala klinis.Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan

asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut :

1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis ameba.

2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.

3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan.4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode normal

tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.

Penatalaksanaan.1. Karier asimtomatik diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminalagents) antara lain: Iodoquinol

(diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.

2. Kolitis ameba akut diberi metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas.

3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba) diberi metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat.

4. Disentri Basiler (Shigellosis)

DefinisiInfeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella

Epidemiologi.Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi

jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 % penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei adalah yang terbanyak

Gejala klinis

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi.

Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala shifellosis yang intermiten.

Penatalaksanaan1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi

dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.

2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:

Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari

Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat

3. Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatik yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikonvulasi.

5. Kolitis Escherichia coli (pathogen)

DefinisiInfeksi kolon oleh serotieEscherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare berdahak/tidak.

Epidemiologi.Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang

dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta.

E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia.

Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8 hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh

Page 4: Polio Virus

namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Gejala klinis.Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat

berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpuratrombositopenik sampai kematian.

Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali.

Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %.

Penatalaksanaan.Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama

pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU.